BAB I PENDAHULUAN. menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan di berbagai bidang, seperti
|
|
- Widyawati Setiawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia saat ini wajib menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan di berbagai bidang, seperti sosial, pendidikan, kesehatan serta bidang-bidang lain dalam rangka membantu dan mensejahterakan masyarakat. Latar belakang dilakukannya kegiatan ini karena sering kali perusahaan mengabaikan hak-hak masyarakat dan pengelolaan lingkungan hidup yang kurang baik. Melalui progam tanggung jawab sosial perusahaan ini terjalin hubungan antara perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan di Indonesia yang ikut melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan ialah PT. Toba Pulp Lestari dan PT. Aquafarm Nusantara. PT. Toba Pulp Lestari menjalankan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang menitikberatkan pada keberlanjutan lingkungan hidup. Hal ini diwujudkan dengan implementasi CSR yang tidak hanya menyediakan bantuan secara fisik, namun juga meningkatkan skill dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Bemula dari persiapan pendirinya sehingga dalam proses produksi PT. Inti Indorayon Utama sering mendapat protes dan berlawanan dari masyarakat karena kehadiran perusahaan ini mengakibatkan timbulnya pencemaran udara, pencemaran air dan pencemaran suara yang menimbulkan berbagai penyakit. Melihat kondisi di dekitar kilang industri PT. Inti Indorayon Utama yang makin buruk, maka negara memutuskan memenuhi kebutuhan tuntutan masyarakat untuk menutup kegiatan operasional PT. Indorayon Utama sejak 13 Maret
2 Sejak diberhentikannya kegiatan kilang industri PT. Inti Indorayon Utama pihak manajemen dengan sabar melakukan pendekatan terhadap masyarakat sekitar, khususnya tokoh-tokoh masyarakat. Dalam hal ini pihak manajemen mengemukan janjinya yaitu memperkenalkan tekonologi ramah lingkungan dan melakukan program pemberdayaan masyarakat atau community development sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan. Selain itu, perusahaan juga memperkenalkan paradigma baru dalam aktivitas lembaga yang menjadikan masyakarat sekitar mulai mau menerima pengoperasian kembali perusahaan tersebut. Dengan paradigama baru maka pada tahun 2003 PT. Toba Pulp Lestari. Adapun paradigma baru PT. Toba Pulp Lestari tersebut berupa: (1) penggunaan teknologi yang ramah lingkungan, (2) pengelolaan smber daya hutan yang berkelanjutan, (3) pelaksanaan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) yaitu mengutamakan masyarakat sekitar sebagai pekerja dan menduduki jabatan yang ada, melakukan pembagain bisnis dengan masyarakat sekitar dan menyisihkan dana kontribusi untuk community development sebesar 1% net sales per tahun, (4) menerima lembaga independen untuk mengawal pelaksanaan paradigma baru tersebut. PT. Aquafarm Nusantara bergerak di bidang pengembangan dan ekspor ikan tilapia atau di Indonesia lebih dikenal dengan ikan nila (Oreochromis niloticus), PT Aquafarm Nusantara (Aquafarm) hadir di Indonesia sejak Dengan berkantor pusat di Klaten, perusahaan asal Swiss ini memulai kegiatan pembenihan ikan (hatchery) di Klaten dan Sleman. Sedangkan untuk proses pembesaran ikan (growout) dilakukan di Waduk Gajahmungkur Wonogiri, Waduk Wadaslintang Wonosobo, dan Waduk Kedung Ombo. Untuk kegiatan pengolahan ikan dilakukan di Semarang. 2
3 Pada tahun 1998, Aquafarm melebarkan sayap usahanya ke Sumatera Utara, dengan memilih Danau Toba sebagai pusat kegiatan pembesaran ikan yang dilakukan di lima lokasi terpisah di tiga kabupaten (Kabupaten Simalungun, Kabupaten Samosir, dan Kabupaten Toba Samosir). Kegiatan pembenihan ikan, pengolahan, dan pabrik pakan dilakukan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai. Di samping itu, PT. Aquafarm Nusantara di Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir mendukung peningkatan perekonomian masyarakat petani, menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada petani. Bantuan yang diberikan dalam bentuk ekor bibit ikan dan 84 unit tong sampah kepada sejumlah kelompok tani. Bibit yang disalurkan dari ekor tersebut, ada ekor untuk warga Porsea, Laguboti, Parmaksian, Bonatua Lunasi dan Ajibata. Selain itu juga, PT. Aquafarm Nusantara menyerahkan bantuan tong sampah 84 unit dan 30 diantaranya untuk warga Porsea. Bibit ikan nila tersebut diserhakan kepada Manager PT. Aquafarm Nusantara, Bambang Kuntoro Setiyo diwakili Pimpinan CSR, Budianto Situmorang langsung kepada Ketua Kelompok Tani Cinta Damai Kelurahan Patene III Porsea, Mangara Simbolon sedangkan tong sampah diserahkan kepada warga Kelurahan Patane III yang bermukim di pingir jalan raya umban Datu sekitar Pusat Kota Porsea. Pada tahun 2013, PT. Aquafarm Nusantara memiliki 16 item sasaran penyaluran CSR dengan kualifikasi ekonomi, sosial dan lingkungan. 16 item tersebut adalah sumbagan dana tunai, restocking, guru, honor, sumbangan drum sampah dan goni plastik, reboisasi, sumbangan ikan segar, ikan asin dan ikan mati, sarana umum, kompos padat, pupuk cair, kapal aquaclean, donor darah, pelatihan atau training dan tim selam. Dana untuk semua sasaran yang telah disebutkan di atas bersumber dari CSR seperti bibit ikan nila dan drum sampah. 3
4 Agar pelaksanaan CSR semakin hari semakin membaik, pemerintah turut mengatur melalui beberapa peraturan yang terus direvisi. Dasar hukum pelaksanaan CSR ini tertuang dalam UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) yang menyebutkan dalam Pasal 74 ayat 1 bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pada ayat 2 dinyatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan bagi masyarakat setempat dan lingkungan adalah kewajiban perusahaan yang diperuntukkan dan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan yang pelaksanaan nya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Menunjukkan keseriusan, pemerintah turut menambah sanksi kepada perseroan yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosialnya yang tertuang dalam ayat 3 menyatakan bahwa perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban dikenai hukuman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Siagian dan Suriadi, 2010: 29). Perkembangan perseroan terbatas dimulai sejak Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) diberlakukan di Hindia Belanda (Indonesia) pada tahun Aturan tersebut membuktikan bahwa perseroan terbatas di Indonesia sudah sejak lama dikenal. Pada tahun 1995 Pemerintah Indonesia memberlakukan UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Pada era reformasi, kemudian disahkan dan diundangkan UU No. 40 tahun 2007 dimana adanya pengaturan hal-hal baru dalam undang-undang, seperti : Tanggung Jawab Sosial (CSR), perubahan modal perseroan, penegasan tentang tanggung jawab pengurus perseroan. Lahirnya UU No. 40 tahun 2007 sekaligus mencabut pemberlakuan UU No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Agus, 2011). 4
5 Kehadiran perseroan terbatas di Indonesia sebenarnya telah berlangsung sejak sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Kini perusahaan yang melakukan aktivitasncya di Indonesia semakin bertambah banyak. Hal ini merupakan pengaruh dari kebijakan pemerintah Republik Indonesia yang memberikan kemudahan-kemudahan dan fasilitas-fasilitas tertentu kepada perusahaan untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Penanaman modal di Indonesia oleh suatu perusahaan pada dasarnya merupakan suatu hal yang penting bagi perekonomian Indonesia. Kehadiran perusahaan ini juga telah memberikan sumbangan bagi pembangunan nasional Indonesia, khususnya pada pengelolaan sumber potensial kekayaan alam menjadi kegiatan produksi yang dapat menghasilkan keuntungan, membuka lapangan usaha serta meningkatkan kegiatan ekonomi modern. Terjadinya alih teknologi dan tersedianya lapangan pekerjaan yang dimungkinkan oleh perusahaan. Kehadiran perusahaan pada suatu daerah akan membawa angin segar bagi perkembangan daerah tersebut. Harapan akan peningkatan taraf hidup menjadi harapan penduduk sebagai dampak kehadiran perusahaan. Baik terkena dampaknya secara langsung maupun tidak langsung sehingga peran perusahaan dirasa memiliki peranan yang cukup tinggi terhadap perkembangan daerah dalam segi ekonomi dan sosial. Keberadaan perusahaan menimbulkan banyak manfaat namun bersamaan dengan itu kerusakan lingkungan juga semakin meningkat. Di Indonesia terdapat beberapa perusahaan yang terbukti membuang sekitar 2,6 miliar ton limbah ke lahan, sungai bahkan laut Indonesia. Ketegangan, konflik dan kekerasan hingga pembunuhan terkait dengan perusahaan-perusahaan terjadi secara merata seperti 5
6 yang terjadi di tambang Freeport di Papua Barat dan Meares Soputan Mining di Sulawesi Utara (Sunny, 2008). Kerugian lainnya, aktivitas industri berbagai perusahaan tidak jarang menimbulkan berbagai polusi, seperti polusi tanah, air, udara maupun suara. Akibatnya polusi tersebut beraneka ragam, seperti mengurangi produktivitas pertanian, mematikan ikan di sungai maupun kolam, bau yang sangat menyengat, merusak seng rumah, dan masih banyak lagi kerugian yang ditanggung masyarakat atas kehadiran perusahaan itu, yang memang secara nyata telah memporakporandakan sistem yang selama ini secara apik mengatur kehidupan mereka (Siagian dan Suriadi, 2012: 6). Dapat dilihat bahwa kerugian yang dialami masyarakat sekitar perusahaan lebih banyak daripada keuntungan yang diperoleh dengan kehadiran perusahaan di lingkungan masyarakat tersebut. Kondisi ini tidak saling mendukung dimana satu elemen menjadi pihak yang diuntungkan dan elemen lain menjadi pihak yang dirugikan. Hal ini bisa mengakibatkan konflik karena salah satu pihak dirugikan. Di jantungnya para pemilik perusahaan harus ada denyut penderitaan dan nasib masyarakat. Hanya denyut itulah yang dapat mengilhami para pemilik perusahaan untuk mensejajarkan kemajuan dan keuntungan perusahaan dengan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Cara dan langkah pertama mewujudkan kesejajaran tersebut adalah dengan rela menyisihkan sebagian dari keuntungan perusahaan yang akan digunakan dengan melakukan serangkaian aktivitas insaniah dalam berbagai program pemberdayaan masyarakat yang dikelola secara profesional (Siagian dan Suriadi, 2012 : 6). Kerelaan menyisihkan sebahagian keuntungan perusahaan untuk melakukan aktivitas kedermawanan sosial dipastikan tidak akan berhasil mengubah kehidupan 6
7 masyarakat sekitar ke arah yang lebih baik atau lebih sejahtera. Kerelaan tersebut masih berwujud niat yang tulus, namun tidak dilengkapi dengan tanggung jawab mensejajarkan kemajuan dan keuntungan perusahaan dengan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Sikap kedermawanan sosial hanya mengandung niat yang tulus. Seharusnya niat yang tulus tersebut harus di implementasikan dalam aktivitas pemberdayaan masyarakat. Niat tulus yang diwujudkan dengan implementasi program pemberdayaan masyarakat secara profesional adalah spesies yang saat ini diberi nama tanggung jawab sosial perusahaan (corporate sosial responsibility) (Siagian dan Suriadi, 2012: 7). Kembali ditegaskan, niat tulus dalam bentuk kedermawanan sosial tidak sama dengan konsep CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konsep kedermawanan sosial yang tentunya bersifat suka rela dan hanya didasarkan pada niat pemilik dan manajemen perusahaan, pihak perusahaan bertindak dan berwujud sebagai pahlawan. Adalah sangat berbeda konsep tanggung jawab dengan kedermawanan sosial. Dalam Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 13 Tahun 2012 tentang Forum Tanggung Jawab Dunia Usaha dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Permensos menegaskan pentingnya Peran Dunia Usaha dalam Penyelenggaraan Pembangunan Kesejahteraan Sosial sebagaimana disebutkan dalam Pasal 29 mengenai Program Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha yang dilaksanakan dengan memprioritaskan salah satu program yang meliputi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Oleh karena itu, dalam melaksanakan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil sebenarnya diperlukan dana CSR (Coorporate Social Responsibility) untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat komunitas adat terpencil. 7
8 Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil merupakan program dari Kementerian Sosial yang diarahkan pada upaya pemberian kewenangan dan kepercayaan kepada masyarakat yang masuk ke dalam kategori terpencil. Melalui program ini diharapkan masyarakat dapat menemukan masalah dan kebutuhan beserta upaya pemecahannya berdasarkan kekuatan dan kemampuannya sendiri, sehingga tercipta peningkatan mutu kehidupan, terlindunginya hak-hak dasar serta terpeliharanya budaya lokal. Komunitas Adat Terpencil meletakkan harapan yang besar terhadap program ini agar mampu menjadi jawaban atas perkembangan mereka yang cenderung lebih lambat dibanding masyarakat pada umumnya. Melalui pemberdayaan sumber daya manusia, pemberdayaan lingkungan sosial serta perlindungan sosial diharapkan Komunitas Adat Terpencil mampu mewujudkan kesejahteraan sosial yang ditandai dengan kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan dan melaksanakan peranan sosialnya secara optimal. Kabupaten Toba Samosir merupakan salah satu lokasi pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil yang ada di Sumatera Utara. Salah satu lokasi pemberdayaan komunitas adat terpencil di Kabupaten Tobasa yaitu Desa Meranti Barat merupakan penduduk asli etnik Batak Toba. Desa Meranti Barat merupakan desa terpencil dimana akses menuju ke desa masih sangat sulit dan terbatas. Jumlah penduduk di Desa Meranti Barat ini sebanyak 198 jiwa dengan 50 Kepala keluarga yang bermukim di tiga huta yakni dusun Huta Godang Lapo Onan, Dusun Huta Tonga-Tonga Huta Poledung, Dusun Huta Dolok. Desa Meranti Barat menurut sejarah sudah ada dan didiami warga selama 12 silsilah, dimana 1 silsilah mempunyai kurun waktu 60 tahun. Ini berarti keberadaan desa tersebut secara turun temurun sudah ada sejak 7 abad silam. Dahulunya letak 8
9 wilayah desa ini berpindah-pindah administrasi pemerintahan, pernah di bawah wilayah administrasi Kecamatan Habinsaran, Kecamatan Porsea, Kecamatan Pembantu Parhitean, Kecamatan Pintu Pohan Meranti dan saat ini Desa Meranti Barat masuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Silaen. Letak rumah yang saling berjauhan antara satu rumah dengan rumah lain terpisah dengan ladang-ladang perkebunan mereka. Rumah-rumah warga biasanya akan mengelompok 3-4 rumah dan satu kelompok pemukiman ini kemudian akan berjarak beberapa kilometer untuk menemukan kelompok rumah lainnya. Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 telah melakukan pemetaan sosial serta studi kelayakan pada desa ini kemudian pada tahun 2013 dilaksanakan program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dengan menggandeng pemerintah setempat dan instansi terkait. Pada Desember 2014 telah dilakukan terminasi (pemutusan hubungan dengan klien) oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara karena dirasa program pemberdayaan di Desa Meranti Barat telah berjalan dengan baik. Selain Meranti Barat, Desa Dolok Nauli Dusun Pintu Pohan Dolok Kecamatan Porsea merupakan salah satu lokasi pemberdayaan komunitas adat terpencil di Kabupaten Toba Samosir yang dilaksanakan program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil pada tahun Desa Dolok Nauli Dusun Pintu Pohan Dolok Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir berjumlah 100 kk atau 349 jiwa. Sementara itu, Desa Liat Tondung Kecamatan Nassau Kabupaten Toba Samosir merupakan salah satu rencana lokasi dilaksanakan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil tahun 2015 oleh Kementerian Sosial RI.Kementrian Sosial Republik Indonesia melaksanakan Semiloka Daerah hasil Studi Kelayakan warga Komunitas Adat Terpencil (KAT).Kementerian Sosial berencana membangun 9
10 30 rumah tipe 30 yang berukuran 5x6 meter untuk 30 keluarga komunitas adat terpencil (KAT) di Desa Liat Tondung, Kecamatan Nassau, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa). Rencana tersebut merupakan kerjasama antara Kementerian Sosial dengan pihak Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Kesejahteraan dan Sosial Kabupaten Tobasa.Terpilihnya 30 keluarga warga Desa Liat Tondung, Kecamatan Nassau, sebagai tempat dilaksanakannya sasaran pemberdayaan komunitas adat terpencil, dikarenakan adanya usulan dari Dinas Kesejahteraan dan Sosial Kabupaten Toba Samosir, dan telah melakukan survei secara langsung ke lokasi beberapa waktu lalu (Anonymous, 2013). Desa Liat Tondung merupakan salah satu desa terpencil di Kabupaten Toba Samosir ternyata belum dialiri listrik padahal sudah 69 tahun Indonesia sudah merdeka. Masyarakat di Desa Liat Tondung menggunakan lampu teplok sebagai penerangan di malam hari. Hal ini tentu menjadi perhatian bersama agar masyarakat Desa Liat Tondung dapat menikmati adanya listrik (Faisal, 2013). Populasi Komunitas Adat Terpencil di Pulau Sumatera, pada tahun 2014 berjumlah kurang lebih kelapa keluarga yang tersebar di enam provinsi yakni Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau dan Jambi (Kementerian Sosial RI, 2014). Untuk Sumatera Utara sendiri pada tahun 2014, jumlah keseluruhan populasi Komunitas Adat Terpencil adalah sebanyak kk yang tersebar di 11 kabupaten, 31 kecamatan, 53 desa, dan 69 lokasi. Artinya masih banyak populasi Komunitas Adat Terpencil di Sumatera Utara belum diberdayakan hingga saat ini (Kementerian Sosial, 2014). Pada tahun 2015, pemerintah melalui Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Kementerian Sosial telah menetapkan rencana lokasi Pemberdayaan 10
11 Komunitas Adat Terpencil di beberapa wilayah provinsi Sumatera Utara. Lokasi tersebut meliputi beberapa desa yaitu : Dusun III Pansur Natolu, Desa Dolok Pantis, Kecamatan Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah ; Huta Godang & Lumban Sihobuk, Desa Liat Tondung, Kecamatan Nassau, Kabupaten Toba Samosir ; Huta Tinggi Saribu, Desa Bahapal Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun (Direktorat Pemberdayaan KAT, 2014). Populasi Komunitas Adat Terpencil hingga tahun 2014 di Indonesia masih sangat besar yaitu sebanyak kepala keluarga. Dari jumlah tersebut populasi yang sudah diberdayakan berjumlah kepala keluarga (44%), yang belum diberdayakan sama sekali berjumlah kepala keluarga (56%) dan target pemberdayaan KAT pada tahun 2014 yaitu kepala keluarga (4%) Berdasarkan data ini kita bisa melihat bahwa sesungguhnya lebih dari setengah populasi Komunitas Adat Terpencil di seluruh Indonesia belum diberdayakan (Kementerian Sosial RI, 2014). Persebaran Komunitas Adat Terpencil di Indonesia terdapat di 22 provinsi, 63 kabupaten, 80 kecamatan, 83 desa dan 105 lokasi permukiman. Artinya Komunitas Adat Terpencil menyebar di hampir seluruh wilayah provinsi Indonesia dan sudah tentu membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah serta instansi terkait (Kementerian Sosial, 2014). Sesuai dengan Keppres R.I Nomor 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Sosial Komunitas Adat Terpencil, yang dimaksud dengan Komunitas Adat Terpencil adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi, maupun politik. Komunitas Adat Terpencil menjalani kehidupan yang sangat sederhana serta mempertahankan cara-cara tradisional. Mereka hidup dengan sistem ekonomi yang 11
12 lebih bersifat subsistem, yaitu melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja. Komunitas Adat Terpencil ataupun yang selama ini kita kenal dengan sebutan masyarakat terasing atau masyarakat tertinggal biasanya digunakan dalam merujuk individu-individu dan kelompok-kelompok yang merupakan keturunan asli yang tinggal di sebuah wilayah. Di masa kini, mereka merupakan sektor-sektor yang nondominan dari masyarakat (yang lebih besar) dan mereka berketetapan untuk melestarikan, mengembangkan dan mewariskan kepada generasi yang akan datang wilayah leluhur dan identitas etnik mereka sebagai basis kelanjutan eksistensi mereka sebagai masyarakat sesuai dengan pola budaya, institusi sosial dan sistem hukum mereka sendiri (Cobo dalam Bosko, 2006: 55). Komunitas Adat Terpencil tidak terlepas dari apa yang dinamakan dengan kearifan lokal. Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka (Kementerian Sosial, 2006). Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat atau pengetahuan setempat maupun kecerdasan setempat. Sistem pemenuhan kebutuhan yang dimaksud meliputi seluruh unsur kehidupan seperti agama, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi serta kesenian. Kearifan lokal ini menjadi salah satu unsur yang membedakan Komunitas Adat Terpencil dengan kelompok masyarakat pada umumnya. Terkadang mereka memiliki peraturan tersendiri yang bahkan tidak terdapat dalam peraturan nasional, namun sebaliknya kearifan lokal inilah yang kemudian oleh para ahli dijadikan modal bagi pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Pemberdayaan dilakukan 12
13 berdasarkan tingkat pengetahuan dan kemampuan masyarakat sehingga tidak menghilangkan jati diri maupun ciri khas mereka. Persoalan globalisasi, di sisi lain kembali memberikan sebuah tantangan berat bagi Komunitas Adat Terpencil untuk tetap bertahan dengan sistem kearifan lokal mereka. Pembangunan yang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi terkadang memaksa mereka untuk hidup modern dan meninggalkan tradisi leluhur yang telah diwariskan turun-menurun di dalam kelompok mereka. Padahal tradisi tersebut sebenarnya memiliki kekayaan akan nilai hidup dan budaya. Kementerian Sosial menjadikan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil menjadi sebagian program prioritas untuk tahun Perhatian khusus akan diberikan bagi masyarakat yang umumnya tinggal secara terpisah-pisah. Menurut Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri ada banyak titik di Indonesia tempat Komunitas Adat Terpencil tinggal dan jika masyarakat yang tinggalnya terpisah-pisah ini mau tinggal berkelompok pemberdayaan tentu akan lebih mudah dilaksanakan (Jurnal Nasional, 21 November 2012). Dewasa ini masalah-masalah yang dialami olehkomunitas Adat Terpencil tidak hanya menjadi persoalan nasional, akan tetapi sudah menjadi persoalan global. Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1995 telah mengeluarkan Declaration on the Rights of Indigenous Peoples sebagai landasan moral bagi setiap negara dalam rangka memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap Komunitas Adat Terpencil. Deklarasi tersebut diatur secara rinci ke dalam 45 pasal, yang sebagian besar mengatur hak-hak Komunitas Adat Terpencil sebagai komunitas manusia maupun sebagai bagian dari warga negara. Deklarasi tersebut semakin memperkuat tuntutan terhadap negara, baik dari dalam negeri maupun dunia internasional, untuk memberikan pelayanan dan perlindungan bagi Komunitas Adat Terpencil. 13
14 Selain PBB, ada juga Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 169 Tahun 1989 mengenai Masyarakat Hukum Adat dalam pasal 2 ayat 1 yang menyebutkan bahwa pemerintah harus bertanggung jawab untuk mengembangkan, dengan keikutsertaan masyarakat terkait, tindakan terkoordinasi dan sistematis untuk melindungi hak-hak masyarakat tersebut dan untuk menjamin rasa hormat terhadap integritas mereka (Konvensi ILO, 2003). Pada tahun 1999 pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi ILO tersebut dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tersebut, Kementerian Sosial sebagai instansi sektoral yang bertanggung jawab terhadap kondisi kehidupan Komunitas Adat Terpencil, mengeluarkan berbagai keputusan dan peraturan yang di dalamnya secara substansial mengatur pelaksanaan pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Namun demikian dalam implementasinya pemerintah belum secara optimal memberdayakan Komunitas Adat Terpencil, termasuk dalam hal pemberian hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum. Tak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksanaan program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil masih terdapat ketidaksempurnaan, bahkan ada penelitian yang menunjukkan bahwa secara kualitatif tidak semua lokasi pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil berhasil mencapai target kemandirian sesuai dengan tujuan pemberdayaan (Bambang Rustanto, 2012). Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dalam bentuk skripsi. Adapun judul penelitian adalah Optimalisasi Peran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Percepatan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Kabupaten Toba Samosir. 14
15 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalh penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, apa pun masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana Optimalisasi Peran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Percepatan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Kabupaten Toba Samosir? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Optimalisasi Peran Tangung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Percepatan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Kabupaten Toba Samosir Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi konstribusi dalam rangka : a. Secara akademis, dapat memberikan konstribusi keilmuan dalam menambah referensi dan kajian serta studi komparasi bagi peneliti atau mahasiswa yang tertarik terhadap penelitian yang berkaitan dengan program tanggung jawab sosial perusahaan dan pemberdayaan komunitas adat terpencil. b. Secara praktis, pengembangan konsep-konsep dan teori yang berkenaan dengan program tanggung jawab sosial perusahaan dan pemeberdayaan komunitas adat terpencil. 1.4 Sistematika Penulisan 15
16 Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional. BAB III : METODE PENELITIAN Berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisa data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Berisikan deskripsi mengenai lokasi/tempat peneliti melakukan penelitian. BAB V : ANALISA DATA Berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisanya. BAB VI : PENUTUP Berisikan kesimpulan dan saran-saran yang peneliti berikan sehubungan dengan penelitian. BAB II 16
BAB I PENDAHULUAN. kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia dimana dua pertiga wilayahnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia dimana dua pertiga wilayahnya merupakan wilayah laut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keterpencilan membuat sebagian masyarakat Indonesia sampai saat ini masih
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Keterpencilan membuat sebagian masyarakat Indonesia sampai saat ini masih ada yang menjalani kehidupan sangat memprihatinkan. Mereka mendiami tempattempat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sosial Provinsi Sumatera Utara mereka itu disebut sebagai Komunitas Adat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan masyarakat yang tidak bisa hidup secara layak dan cenderung memprihatinkan sebenarnya masih dapat kita temui di berbagai daerah di Indonesia khususnya di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersangkutan dapat hidup secara wajar baik jasmani, rohani, maupun sosial. sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lokasi tempat tinggal suku bangsa yang terasing atau terpencil mengakibatkan akses terhadap pelayanan publik menjadi terhambat dan menjadi rendah. komunitas adat terpencil
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA KAB. TOBA SAMOSIR BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Kabupaten Toba Samosir Kabupaten Toba Samosir dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam film yang berjudul Inconvience Truth digambarkan dengan jelas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam film yang berjudul Inconvience Truth digambarkan dengan jelas dan logik oleh Al Gore, seorang peneliti lingkungan dan mantan Wakil Presiden Amerika Serikat, perubahan
Lebih terperinciDirektorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia kaya ragam budaya, adat istiadat, suku bangsa, bahasa, agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh masyarakat khususnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan lingkungan di Indonesia saat ini sangat penting diperhatikan oleh seluruh masyarakat khususnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuhtumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk mengatur pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, kelestarian lingkungan hidup sudah termasuk dalam kebijakan pemerintah setiap periode. Bahkan dalam negara kita ini telah memiliki UU No. 4 Tahun 1982
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL KOMUNITAS ADAT TERPENCIL
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL KOMUNITAS ADAT TERPENCIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa komunitas adat terpencil yang
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciUU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)
UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA) Tentang: KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat dalam permasalahan lingkungan dan kesejahteraan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya perusahaan didirikan dengan tujuan untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya, serta mencegah dan menekan kerugian seminimal mungkin. Sisi
Lebih terperinciPENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL
PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL
GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinci2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le
No.1279, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Pemberdayaan. Sosial. Adat. Terpencil. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPULIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saat ini terjadi sungguh ironis, pasalnya kekayaan alam yang melimpah namun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang sangat luas. Sebagai negara kepulauan dengan 17.508 pulau dan daratan 1,9 juta km² serta perairan 5,4 juta km² didalamnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Persoalan kemiskinan telah menjadi masalah yang sangat sulit untuk
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Persoalan kemiskinan telah menjadi masalah yang sangat sulit untuk diatasi. Masalah kemiskinan sepertinya juga menjadi sesuatu yang telah mengakar dan menjadi permasalahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini, perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
Lebih terperinciEVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DI DESA SIONOM HUDON SELATAN KECAMATAN PARLILITAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DI DESA SIONOM HUDON SELATAN KECAMATAN PARLILITAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN EVI HARYATI SARAGIH 090902054 vee_evi@yahoo.com Abstrak
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG
- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perusahaan sebagai sebuah sistem, dalam berkelanjutan dan keseimbangannya tidak bisa berdiri sendiri. Sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN terbentuklah daerah Tapanuli Selatan dengan kantor bupati yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Selatan berdiri sejak jaman penjajahan belanda. Ketika itu kabupaten ini disebut sebagai Afdeeling padangsidempuan yang dikepalai oleh seorang residen
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: a. bahwa setiap perusahaan harus dapat
Lebih terperinciKedaulatan dan Kemandirian Masyarakat Adat Melalui Pencapaian Pengelolaan Hutan Adat Lestari
Kedaulatan dan Kemandirian Masyarakat Adat Melalui Pencapaian Pengelolaan Hutan Adat Lestari Forest Forest Concession Area Abdon Nababan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Indigenous Peoples Alliance of
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian terhadap lingkungan yang memunculkan tuntutan tanggung jawab
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanggungjawab sosial muncul dan berkembang sejalan dengan adanya interelasi antara pihak perusahaan dan masyarakat, yang sangat ditentukan dari berbagai dampak yang
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA SEMINAR INTERNASIONAL TEMU ILMIAH NASIONAL XV FOSSEI JOGJAKARTA, 4 MARET 2015 DR HANIBAL HAMIDI, M.Kes DIREKTUR PELAYANAN SOSIAL
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dibandingkan jumlah kebutuhan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya
I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Manusia selalu menghadapi masalah untuk bisa tetap hidup. Hal ini disebabkan karena tidak sesuainya jumlah barang dan jasa yang tersedia dibandingkan jumlah kebutuhan manusia
Lebih terperinciAssalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua,
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR Disampaikan pada Kongres ke-4 Masyarakat Adat Nusantara (KMAN IV) Tobelo, Halmahera Utara, 19-25 April 2012 Assalamu alaikum Warohmatullahi
Lebih terperinci5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG
Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi perhatian besar dari para ahli dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi perhatian besar dari para ahli dan perencana
Lebih terperinciKEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA
KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia terkenal dengan kemajemukannya yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan hidup bersama dalam negara kesatuan RI dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dalam keanekaragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Serdang Bedagai dan di sebelah Timur dengan Kabupaten Asahan.
1 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Sumatera Utara dengan letak Ibu Kota Limah Puluh. Kabupaten Batu Bara disebelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan berbangsa
Lebih terperinciMEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *
MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM * DPR-RI dan Pemerintah telah menyetujui RUU Desa menjadi Undang- Undang dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 18 Desember
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan itulah yang menjadi isu utama dari konsep Corporate Social. Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Eksistensi suantu perusahaan tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Ada hubungan timbal balik antara perusahaan dengan masyarakat.
Lebih terperinci5. Merekomendasikan tindakan perlindungan, pemenuhan, dan penegakan HAM dan mencegah terjadinya lagi pelanggaran HAM di masa mendatang; 6.
5. Merekomendasikan tindakan perlindungan, pemenuhan, dan penegakan HAM dan mencegah terjadinya lagi pelanggaran HAM di masa mendatang; 6. Melakakukan pemberdayaan MHA. Pemilihan kasus-kasus yang dihadirkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH
UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 3-1972 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 37, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3682) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PPM) PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI ESDM NO 41 TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. KONTEKS MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONTEKS MASALAH Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan yang lain. Kehidupan manusia di bumi ini adalah suatu sistem, yang saling berkaitan satu sama lain,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah diketahui bahwa penduduk Indonesia adalah multietnik (plural society). Indonesia merupakan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghasilkan laba untuk sebesar-besarnya kemakmuran pemagang saham.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan adalah sebuah entitas ekonomi yang konsep utamanya adalah menghasilkan laba untuk sebesar-besarnya kemakmuran pemagang saham. Manajemen perusahaan berusaha
Lebih terperinciGUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN
GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciBAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KABUPATEN SSK. III.1. Aspek Non Teknis
BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KABUPATEN III.1. Aspek Non Teknis Isu strategis aspek non teknis yang dimaksudkan dalam bagian ini merupakan isu strategis pada tataran penataan pengelolaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya disebut CSR sering dianggap inti dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai
Lebih terperinciEtika & Tanggung Jawab Sosial
Manajemen Bisnis Internasional Etika & Tanggung Jawab Sosial Adhiatma Nanda Wardhana Irfan Dwi Nurfianto Etika itu apa ya? Studi atas proses pembelajaran yang melibatkan pemahaman moralitas, sementara
Lebih terperinciPENGELOLAAN KOMUNITAS ADAT
PENGELOLAAN KOMUNITAS ADAT A. Pendahuluan Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang masyarakatnya terdiri dari beraneka ragam suku bangsa dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Keragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara
Lebih terperinciHAK MASYARAKAT ADAT. Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-5) Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
HAK MASYARAKAT ADAT Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-5) DEFINISI MASYARAKAT ADAT Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI TENGAH
GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PERESMIAN LOKASI PEMUKIMAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DI LOKASI SISERE DESA LABUAN TOPOSO KEC LABUAN KABUPATEN DONGGALA RABU, 13 APRIL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daerah disekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh
PENDAHULUAN Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi daerah disekitarnya, sehingga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat ketat, hal itu juga berdampak pada perubahan tingkat kesadaran masyarakat mengenai perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan menuju bangsa yang maju, mandiri, sejahtera dan berkeadilan bukan merupakan suatu proses yang mudah dilalui. Banyak tantangan dan agenda pembangunan yang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERSEROAN TERBATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinci*9740 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 15 TAHUN 1997 (15/1997) TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN *9740 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 15 TAHUN 1997 (15/1997) TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciGreen Constitution Sebagai Upaya Untuk Menguatkan Norma Lingkungan Hidup Oleh: Meirina Fajarwati *
Green Constitution Sebagai Upaya Untuk Menguatkan Norma Lingkungan Hidup Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 27 Januari 2016; disetujui: 03 Februari 2016 Indonesia merupakan negara yang kaya akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperhatikan keadaan gejala sosial budaya yang ada disekitarnya.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin ketatnya persaingan dalam bisnis usaha di Indonesia mendorong banyak perusahaan untuk lebih berpikir ke depan guna menjalankan strategi yang terbaik
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG TAHUN 2011 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 8 TAHUN 2011
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG TAHUN 2011 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pentingnya menjaga image dan reputasi perusahaan dimata masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini Public Relations (PR) tidak dapat dipandang sebelah mata. Kehadiranya sebagai bridge communication/jembatan komunikasi antara organisasi/perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Program Corporate Social Reponsibility (CSR) merupakan salah satu kewajiban
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Corporate Social Reponsibility (CSR) merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Toba merupakan salah satu danau vulkanik air tawar terbesar di dunia, dan merupakan yang terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, memiliki luas perairan sepanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah satu penyumbang kemajemukan di Indonesia karena masyarakatnya yang tidak hanya terdiri dari
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di sekitar lingkungan kita. Perpindahan yang kita temukan seperti perpindahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat maupun suatu bangsa. Bagaimana kondisi anak pada saat ini, sangat menentukan kondisi keluarga,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dirasakan serta dinikmati oleh manusia. Ketika seorang manusia lahir kedunia
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki hak untuk hidup dan mendapatkan kenyamanaan dalam kesejahteraan hidupnya. Hak tersebut merupakan hak yang seharusnya bisa dirasakan serta
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE AKSI DAERAH, PENETAPAN RENCANA AKSI DAERAH, DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak
BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Usaha konservasi menjadi kian penting ditengah kondisi lingkungan yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak mengedepankan aspek lingkungan menjadi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2007 TENTANG
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2007 TENTANG KRITERIA DAN PERSYARATAN PENYUSUNAN BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II TOBA SAMOSIR DAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MANDAILING NATAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transmigrasi merupakan bagian integral dari
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibahas karena tidak hanya menyangkut kehidupan seseorang, tetapi akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan sosial yang sangat kompleks di Indonesia adalah kemiskinan. Dari tahun ke tahun kemiskinan menjadi topik yang hangat untuk dibahas karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup dan faktor-faktor alam yang satu dengan yang lainnya. Kabupaten Simalungun memiliki 4 daerah kecamatan yang wilayahnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terpadu dengan lingkungannya dan diantaranya terjalin suatu hubungan fungsional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup dipandang sebagai satu sistem yang terdiri dari subsistem-sistem. Dalam ekologi juga manusia merupakan salah satu subsistem dalam ekosistem
Lebih terperinci: Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam. : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. : Balai Pemantapan Kawasan Hutan
BBKSDA BMKG BPKH Elevasi Evapotranspirasi : Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika : Balai Pemantapan Kawasan Hutan : Ketinggian Tempat : Air dalam tanah
Lebih terperinci