BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Pengertian Industri secara umum adalah suatu kegiatan mengolah bahan mentah atau bahan barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1984 tentang perindustrian, Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Industri identik dengan sebuah perusahaan. Memang benar, tapi setiap perusahaan tidak harus besar dan menggunakan mesin. Menurut Dra. Sri Milaningsih kata Industri berasal dari bahasa latin, yakni industria yang artinya buruh atau tenaga kerja. Industri juga bisa diartikan sebagai semua bentuk kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang bersifat produktif untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan mendapatkan keuntungan dari barang produksi yang dihasilkan. Menurut Badan Pusat Statistik (2015), Industri merupakan sebuah kesatuan unit usaha yang menjalankan suatu aktivitas ekonomi yang bertujuan untuk menghasilkan barang maupun jasa yang berdomisili pada suatu tempat atau lokasi tertentu dan memiliki catatan administrasi masing-masing. 9

2 Menurut Hasibuan (2000), Industri memiliki arti secara mikro dan makro. Secara mikro, Industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang yang mempunyai sifat yang saling mengganti sangat erat. Dari segi makro, Industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah. Menurut Kartasapoetra (2000), Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih lagi penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun industri dan perekayasaan industri. Jenis-jenis industri juga dikelompokkan oleh Departemen Perindustrian (1986) yang mengelompokkan industri ke dalam empat kelompok utama, yaitu sebagai berikut: 1. Industri kimia dasar, yaitu industri yang bahan baku atau olahannya menggunakan bahan-bahan kimia. Contohnya, industri semen, pupuk pestisida, kertas, bahan peledak dan ban kendaraan. 2. Industri mesin dan logam dasar, yaitu industri bahan dan produk dasar logam, perlengkapan pabrik, peralatan listrik dan kendaraan bermotor. 3. Aneka industri, yaitu kelompok industri yang menghasilkan barang-barang untuk memenuhi kebutuhan bermacam-macam kebutuhan masyarakat. Contohnya, industri makanan dan minuman, aneka sandang, aneka kimia dan serat, serta aneka bahan bangunan. 4. Industri kecil, yaitu jenis industri rumah tangga. 10

3 2.2 Industri Kreatif Ada beberapa definisi industri kreatif. Industri kreatif didefinisikan sebagai industri yang fokus pada kreasi dan eksploitasi karya kepemilikan intelektual seperti seni, film, permainan atau desain fesyen dan termasuk layanan kreatif antar perusahaan seperti iklan (Simatupang, 2007). Menurut UNESCO, industri kreatif adalah kegiatan produksi maupun pelayanan yang melingkupi elemen substansial dari segi artistik atau usaha untuk menciptakan dan mencakup aktifitas arsitektur dan periklanan. Sedangkan menurut Jones (2006), industri kreatif merupakan aktifitas yang memiliki keaslian dalam individu, bakat dan keterampilan serta memiliki potensi untuk menciptakan pekerjaan dan kesejahteraan melalui generasi dan eksploitasi hak kekayaan intelektual. Definisi industri kreatif yang lain adalah semua industri yang berhubungan dengan produk dan jasa artistik serta budaya umum (Kultur Documentation/ Mediacult/ Wifo 2004, Creativwirtschaft Austria 2004, Marcus 2005 dalam Holzi, 2005). Definisi industri kreatif dari visi pemerintah UK Department of Culture, Media and Sport adalah industri-industri yang mengandalkan individu, keterampilan serta talenta yang memiliki kemampuan meningkatkan taraf hidup dan penciptaan tenaga kerja melalui penciptaan atau gagasan dan ekspoloitasi HKI (Triaksono, 2007). Sektor usaha industri kreatif menurut Departemen Kebudayaan, Media dan Olahraga Inggris digolongkan ke dalam 15 sektor yaitu periklanan, arsitektur, kesenian dan barang antik, kerajinan tangan, desain, tata busana, film dan video, 11

4 perangkat lunak untuk hiburan interaktif, musik, seni, pertunjukan, publikasi dan penerbitan, perangkat lunak dan permainan komputer, televisi dan radio (Simatupang, 2007). Sedangkan menurut Jones (2006), industri kreatif meliputi beberapa sektor antara lain iklan, arsitektur, seni pahat, desain, perancang busana, video dan film, perangkat lunak, musik, penyelenggaraan seni, penerbitan, radio dan televisi, museum serta pariwisata. Industri kreatif dapat pula dikategorikan ke dalam tiga hal; Pertama, kegiatan ekonomi yang secara langsung berhubungan dengan dunia seni (seni visual, penyelenggaraan seni, penerbitan dan literatur, museum, galeri, warisan budaya, dan lain-lain. Kedua, aktifitas yang berhubungan dengan media (penerbitan, industri penyiaran dan media digital). Dan ketiga, aktifitas yang berhubungan dengan desain (arsitektur, industri desain, pertunjukan dan desain produk) (Holzl, 2005). Studi pemetaan industri kreatif yang dilakukan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (2008) menggunakan acuan definisi industri kreatif yang sama, sehingga industri kreatif di Indonesia dapat didefinisikan sebagai berikut: Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesehjatraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (2008) mengelompokkan subsektor industri berbasis kreatifitas adalah: 1. Periklanan: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan (komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu), yang meliputi 12

5 proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya: riset pasar, perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik, tampilan iklan di media cetak (surat kabar, majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur, dan reklame sejenis, distribusi dan delive industry advertising materials atau samples, serta penyewaan kolom untuk iklan. 2. Arsitektur: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa desain bangunan, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan konstruksi baik secara menyeluruh dari level makro (town planning, urban design, landscape architecture) sampai dengan level mikro (detail konstruksi, misalnya: arsitektur taman, desain interior). 3. Pasar Barang Seni: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan, dan internet, misalnya: alat musik, percetakan, kerajinan, automobile, film, seni rupa dan lukisan. 4. Kerajinan: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya, antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca, porselen, kain, marmer, tanah liat, dan kapur. 13

6 Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil (bukan produksi massal). 5. Desain: Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan. 6. Fesyen: Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen. 7. Video, Film dan Fotografi: Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi film. 8. Permainan Interaktif: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Subsektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi. 9. Musik: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komposisi, pertunjukan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara. 10. Seni Pertunjukan: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukan (misal: pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera, 14

7 termasuk tur musik etnik), desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan. 11. Penerbitan dan Percetakan: Kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid dan konten digital serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga mencakup penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro, surat andil, obligasi surat saham, surat berharga lainnya, passport, tiket pesawat terbang, dan terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-foto, grafir (engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan lukisan, dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film. 12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak: kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengolahan data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk perawatannya. 13. Televisi dan Radio: Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran radio dan televisi. 14. Riset dan Pengembangan: Kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan 15

8 pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar; termasuk yang berkaitan dengan humaniora seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, seni serta jasa konsultansi bisnis dan manajemen. 15. Kuliner: Kegiatan kreatif ini termasuk baru, kedepan direncanakan untuk dimasukkan ke dalam sektor industri kreatif dengan melakukan sebuah studi terhadap pemetaan produk makanan olahan khas Indonesia yang dapat ditingkatkan daya saingnya di pasar ritel dan pasar internasional. Studi dilakukan utuk mengumpulkan data dan informasi selengkap mungkin mengenai produk-produk makanan olahan khas Indonesia, untuk di sebarluaskan melalui media yang tepat, di dalam dan di luar negeri, sehingga memperoleh peningkatan daya saing di pasar ritel modern dan pasar internasional. Pentingnya kegiatan ini di latarbelakangi bahwa Indonesia memiliki warisan budaya produk makanan khas, yang pada dasarnya merupakan sumber keunggulan komparatif bagi Indonesia. Hanya saja, kurangnya perhatian dan pengelolaan yang menarik, membuat keunggulan komparatif tersebut tidak tergali menjadi lebih bernilai ekonomis. Kegiatan ekonomi kreatif sebagai prakarsa dengan pola pemikir cost kecil tetapi memiliki pangsa pasar yang luas serta diminati masyarakat luas diantaranya usaha kuliner, aksesoris, cetak sablon, bordir dan usaha rakyat kecil seperti penjual gorengan, bakso, comro, gehu, batagor, siomay, bajigur dan ketoprak. 16

9 Sumbangan industri kreatif di Indonesia tidak bisa dikatakan kecil. Seperti dikatakan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Marie E Pangestu tahun 2006, sebesar Rp 86,917 triliun. Pertama, industri kreatif Indonesia menyumbangkan sekitar 4,71% dari PDB Indonesia pada tahun 2006, sudah berada diatas sektor listrik, gas dan air bersih. Kedua, laju pertumbuhan industri kreatif Indonesia tahun 2006 sebesar 7,28% pertahun (angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,14%). Ketiga, penyerapan tenaga kerja tahun 2006 sebesar 4,48 juta orang dengan persentase terhadap total tenaga kerja adalah 4,71%. Keempat, produktivitas tenaga kerja tahun 2006 Rp 19,38 juta per orang. Terakhir, empat sektor industri kreatif teratas adalah periklanan, desain fesyen, kerajinan, dan arsitektur Struktur Industri Pengertian struktur sering disamakan dengan bentuk atau susunan komponen pada suatu bentuk. Dengan kata lain, struktur adalah susunan bagianbagian dalam suatu bentuk bangunan. Bila diartikan dalam konteks ekonomi, struktur adalah sifat permintaan dan penawaran barang dan jasa yang dipengaruhi oleh jenis barang yang dihasilkan, jumlah dan ukuran distribusi penjual (perusahaan) dalam industri, jumlah dan ukuran distribusi pembeli, diferensiasi produk, serta mudah tidaknya masuk ke dalam industri. Semakin besar hambatan untuk masuk. Semakin tinggi tingkat konsentrasi pasar. Hambatan masuk meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pemerintah untuk memasuki pasar, yaitu besarnya investasi yang dibutuhkan, efesiensi tingkat produksi, bermacammacam usaha penjualan, serta besarnya sunk cost (Kuncoro: 137). 17

10 Struktrur industri adalah sifat permintaan dan penawaran barang dan jasa yang dipengaruhi oleh jenis barang yang dihasilkan, jumlah dan ukuran distribusi penjual (perusahaan) dalam industri, jumlah dan ukuran distribusi pembeli, diferensiasi produk, serta mudah tidaknya masuk ke dalam industri. Struktur pasar merupakan bahasan yang penting untuk mengetahui perilaku dan kinerja industri yang menunjukkan atribut pasar yang mempengaruhi sifat persaingan. Kemudian biasa dinyatakan dalam ukuran distribusi perusahaan pesaing. Elemen dalam struktur pasar adalah pangsa pasar (market share), konsentrasi (concentration), dan hambatan (barrier). Secara garis besar, jenis-jenis struktur pasar terdiri atas pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, pasar oligopoli, dan pasar persaingan monopolistik. Sebaliknya, struktur industri merupakan bentuk atau tipe keseluruhan pasar industri. 2.3 Produktivitas Tenaga Kerja Produktivitas merupakan faktor penting dalam pencapaian produksi dalam suatu industri. Singkatnya produktivitas kerja dapat dikatakan produktif apabila hasil yang dicapai lebih besar daripada sumber kerja yang digunakan. Tentunya dengan adanya efektivitas dan efesiensi kerja, produktivitas dapat dicapai. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja seperti: Pendidikan, Keterampilan dalam bekerja, Disiplin kerja, Sikap dan etika kerja, Motivasi, Gizi dan kesehatan yang baik, Tingkat penghasilan yang sesuai, Jaminan soaial, Lingkungan kerja, Kemajuan dan ketepatan teknologi, Sarana produksi, Manajemen, dan Kesempatan untuk berprestasi merupakan faktor-faktor pendukung yang dapat membantu tercapainya produktivitas kerja. 18

11 2.4 Kebijakan Pengembangan Kota Kebijakan adalah pelaksanaan yang dikembangkan dengan tujuan untuk memandu keputusan dan mencapai hasil yang rasional. Kebijakan berbeda dengan peraturan atau hukum, dimana hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (seperti membayar pajak penghasilan) sementara kebijakan hanya memandu perilaku ke arah perilaku yang paling memungkinkan untuk membuat keputusan secara politik, manajemen, finansial (seperti penentuan prioritas pengeluaran), dan administrasi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu. Kebijakan publik ditujukan pada nilai-nilai sosial, moral dan ekonomi yang mengikat suatu masyarakat. Nilai-nilai yang beragam di berbagai budaya yang berbeda dan berubah seiring waktu. Kebijakan akan menjadi efektif apabila kebijakan tersebut konsisten dengan norma-norma yang berlaku umum di masyarakat dan merefleksikan moralitas kolektif dari masyarakat. Peran yang tepat bagi pemerintah adalah sebagai suatu katalis dan penantang dengan maksud untuk memperkuat atau bahkan mendorong perusahaan untuk meningkatkan aspirasi mereka dan bergerak menuju tingkat kerja kompetitif yang lebih tinggi. Pemerintah tidak dapat menciptakan industri yang kompetitif, hanya perusahaan yang mampu melakukan itu. Kebijakan pemerintah yang berhasil adalah yang mnciptakan suatu lingkungan di mana perusahaan dapat memperoleh keunggulan kompetitif daripada yang melibatkan pemerintah secara langsung di dalam proses tersebut. 19

12 Cho (2003) berpendapat bahwa terdapat beberapa prinsip dasar yang sederhana bahwa pemerintah seharusnya mencakup untuk memainkan peran yang mendukung dan tepat bagi daya saing nasional, yaitu mendorong perubahan, mempromosikan persaingan domestik, merangsang inovasi. Beberapa diantara pendekatan kebijakan khusus untuk memandu negara yang mencoba untuk meraih keunggulan kompetitif mencakup: fokus pada penciptaan faktor, menghindari campur tangan dalam faktor dan pasar kurs, memperkuat standar produk, keamanan, dan lingkungan yang ketat, secara tajam membatasi kerja sama langsung di antara para pesaing industri, mempromosikan tujuan yang mengarah pada investasi yang bertahan lama, melakukan deregulasi persaingan, menjalankan kebijakan antitrust domestik yang kuat, serta menolak perdagangan yang diatur. Pemerintah Inggris mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk membuat industri kreatif ini menjadi berkembang, dimulai dengan terbentuknya gugus industri kreatif dan Departemen Budaya, Media dan Olahraga, kemudian dilakukan pemetaan industri kreatif dan akhirnya diluncurkan program ekonomi kreatif. Meskipun pemerintah Inggris baru memberikan perhatian sejak sepuluh tahun terakhir, tetapi industri kreatif di negara ini berkembang pesat. Sedangkan di Singapura telah menugaskan kementrian informasi Komunikasi dan Seni untuk mengembangkan industri kreatif melalui pemaduan seni, bisnis, dan teknologi. Visi negara Singapura dalam mengembangkan industri kreatif ini adalah menjadikan klaster kreatif untuk menunjang ekonomi kreatif Singapura. 20

13 PBB menyatakan China kini telah berkembang menjadi eksportir tingkat dunia dari produk-produk kreatif karena membuat kebijakan yang menyokong perkembangan industri kreatif. China merupakan negara pertama yang membangun sebuah pusat kegiatan dari industri kreatif, yaitu Shanghai Creative Industry Center (SCIC) pada tahun SCIC memfasilitasi antara kebijakan pemerintah dan mengkordinasikan kerjasama antara pemerintah dan lembaga swasta. China membangun klaster-klaster kreatif dengan adanya taman-taman kreatif dan distrik-distrik kreatif yang menyatukan para kreator dan menyediakan fasilitas untuk mereka agar dapat berbagi pengalaman, peralatan dan teknologi. Pemerintah China menunjukkan perhatiannya terhadap industri kreatif di dalam rencana 5 tahunannya dengan menyebutkan industri kreatif sebagai strategi pengembangan. Di New York, Sejak tahun 2005 pemerintah kota menunjukkan peningkatan perhatian pelayanan terhadap industri kretif melalui Departemen Urusan Kebudayaan (DCA) dan Kantor Film, Teater, dan Penyiaran. Akan tetapi pemerintah belum melakukan banyak untuk mengatasi isu-isu dalam perusahaan dan pekerja kreatif seperti pekerjaan yang layak dan ruang latihan, dan harga perumahan yang terjangkau. Dana pemerintah Kota New York untuk kesenian dan kebudayaan merupakan yang tertinggi di Ameika. DCA memiliki 803 juta dolar dana untuk 4 tahun untuk menyokong proyek-proyek infrastruktur. 21

14 2.5 Penelitian Terdahulu June Gwee (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Innovation and the Creative Industries Cluster: A Case study of Singapore s Creative Industries menyatakan bahwa Untuk mengatasi kendala ekonomi yang relatif kecil di tengah-tengah tantangan globalisasi, Singapura memulai diversifikasi sebagai strategi dalam pertengahan tahun delapan puluhan untuk mengembangkan cluster dan menjamin kelangsungan hidup ekonomi. Makalah ini membahas pengembangan industri klaster kreatif kota negara yang mengalihkan fokus ekonomi dari manufaktur untuk inovasi. Menggunakan Singapura sebagai kasus belajar, makalah ini akan menjelaskan bagaimana industri kreatif mulai di kota, membahas bidang kebijakan penting untuk pengembangan sistem inovasi klaster ini, dan mengusulkan sebuah pendekatan untuk bagaimana klaster ini harus diusahakan untuk menciptakan inovasi bagi negara. Ini akan menyajikan tantangan yang khusus untuk Singapura dan menggambarkan keterbatasan dan potensi bangsa yang lebih kecil ini kebijakan inovasi dan sistem inovasi. Industri kreatif strategi kluster itu sendiri, meskipun strategi ekonomi, juga kebijakan inovasi nasional. Kreativitas melalui seni tidak bisa bercerai dari pengembangan yang lebih kecil dan bangsa yang lebih muda bahkan jika tujuan langsung yang muncul semata-mata untuk ekonomi. Gagasan seni dan budaya lokal harus diambil serius dari awal dan dipersiapkan sedini mungkin melalui pendidikan, sosial dan kebijakan budaya karena kreativitas, kompetensi berpikir kritis, dan budidaya kepekaan untuk estetika dominan di dalam seni, keterampilan dan pengetahuan. Ini menjadi perlu sebagai negara yang bergerak ke atas rantai nilai 22

15 untuk mencapai tingkat lebih canggih keunggulan yang kompetitif bagi perekonomian dan untuk kota secara keseluruhan. Andrzej (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Barriers to the Development of Creative Industries in Culturally Diverse Region membahas tentang menggambarkan kondisi umum untuk pengembangan industri kreatif di Provinsi Podlasie dari Polandia. Wilayah ini pada latar belakang negara ini ditandai dengan tingkat tertinggi keragaman budaya dan kebijakan multikulturalisme. Namun, ada sejumlah hambatan untuk industri kreatif. Artikel pertama membahas karakteristik wilayah dan kemudian pendekatan teoritis dasar dan kesimpulan dari penelitian penulis sendiri. Bagian berikut membahas kesimpulan dan rekomendasi untuk kebijakan regional dan pengelolaan badan sektor budaya yang mungkin relevan juga untuk daerah beragam budaya lainnya. Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk menyediakan lengkap, memadai, dapat diandalkan dan pengetahuan praktis di bidang budaya partisipasi, kebutuhan dan persepsi oleh penduduk wilayah ini. Sebuah tujuan kedua adalah untuk menentukan citra kuantitatif dan kualitatif lembaga budaya dan penilaian manajemen kegiatan seni. Nurjanah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengembangan Program Bisnis Industri Kreatif melalui Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa dibutuhkan sumber daya industri kreatif yang memiliki kompetensi di bidang seni, manajemen, sains dan teknologi, lalu perlu meningkatkan kompetensi pelaku industri kreatif dikarenakan pelaku industri kreatif saat ini masih belum memiliki kompetensi dalam menciptakan ide-ide 23

16 baru, teknologi-teknologi baru dan konten baru. Industri kreatif membutuhkan sumber daya manusia di sektor manajemen yang pekerjaannya mengandalkan daya pikir dan memecahkan masalah dan pengambilan keputusan. Sangat dibutuhkan lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan di bidang industri kreatif. Atika dan Widiyanto (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Strategi pengembangan Industri Kecil Lanting di Kabupaten Kebumen menyatakan bahwa usaha kecil dan menengah memiliki peran yang penting dan peranan strategis dalam perekonomian di Indonesia dan negara-negara lain. Indikasi yang menunjukkan peranan usaha kecil dan menengah itu dapat dilihat dari kontribusinya terhadap PDB, ekspor non-migas, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang cukup berarti (M. Irfan, dalam Anoraga, 2011:47). Berdasarkan hasil observasi didapatkan data rekapitulasi pengusaha mikro kecil dan menengah yang ada di Kabupaten Kebumen dengan total buah. Keseluruhan jumlah usaha tersebut berasal dari banyaknya industri dan perdagangan yang terbagi dalam bebepa jenis usaha. Hesti Pusparini (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Strategi Pengembangan Industri Kreatif Di Sumatera Barat (Studi Kasus Industri Kreatif Subsektor Kerajinan: Industri Bordir/Sulaman Dan Pertenunan), dengan teknik analisa SWOT menunjukkan Industri ini memiliki peluang yang besar dan dapat memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untuk memperoleh berbagai peluang tersebut. Sedangkan indeks posisi industri kreatif subsektor industri kerajinan sulaman benang emas di Sumatera Barat, pada analisis faktor internal sebesar 24

17 +0.65 dan indeks posisi pada analisis faktor eksternal sebesar sehingga pada diagram SWOT posisi sulaman benang emas terletak di Kuadran I juga, sama halnya dengan bordir/sulaman. Ahmad Putra Rasikul Islamy (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Peranan Industri Kreatif Sektor Periklanan Terhadap Perekonomian Indonesia mengemukakan Periklanan merupakan salah satu sektor dalam Industri kreatif (kelompok industri yang terdiri dari berbagai jenis industri yang masing masing memiliki kaitan dengan kreatifitas dan kekayaan intelektual). Periklanan sebagai kegiatan kreatif yang berkaitan jasa periklanan (komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu), yang meliputi proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya: riset pasar, perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi, kampanyerelasi publik, tampilan iklan di media cetak (surat kabar, majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur dan reklame sejenis, distribusi dan delive industry advertising materials atau samples, serta penyewaan kolom untuk iklan. Aisyah Irwan Ainul (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengembangan Industri Kreatif di Kota Batu (Studi tentang Industri Kreatif Sektor Kerajinan di Kota Batu) menyatakan bahwa adanya Inovasi dan dan kreativitas yang timbul pada masyarakat, membuat sektor industri kreatif mempunyai peran penting dalam pengembangan perekonomian suatu daerah. Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa pengembangan industri kreatif 25

18 sektor kerajinan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat kota. Kreativitas pelaku industri mampu meningkatkan hasil produk yang lebih berinovasi. Faktor pendukung dari pengembangan industri kreatif ini meliputi peran Dinas Koperindag, kualitas sumber daya manusia dan potensi kota. Pengembangan industri kreatif diharapkan dapat sesuai dengan RENSTRA dari dinas Koperindag serta mampu memberikan dan meningkatkan pelatihan serta penyuluhan yang bermanfaat bagi pelaku industri dalam mengembangkan usaha industrinya. 2.6 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang konsep yang digunakan sebagai dasar penelitian yang akan dilakukan. Tahap awal penelitian ini adalah dimulai dengan melakukan proses pengumpulan data yang bersumber dari data sekunder ataupun data primer mengenai ekonomi berbasis industri kreatif yang ada di Kota Medan. Selanjutnya melakukan identifikasi terhadap kegiatan industri kreatif guna memberi gambaran umum tentang kondisi industri kreatif yang ada di Kota Medan. Dalam hal ini diakukan survei lapangan yang menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi. 26

19 Terakhir, dapat dirumuskan beberapa potensi dan kebijakan dalam pengembangan industri kreatif di Kota Medan dengan pendekatan deskriptif. Industri Kreatif Potensi Kebijakan Pengembangan Industri Kreatif Kota Medan Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 27

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 12: Industri kreatif

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 12: Industri kreatif Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Industri Kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Industri kreatif juga

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB 2 KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan oleh penulis pada bab 1, maka berikut adalah teori-teori yang digunakan dalam melandasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ekonomi kreatif yang digerakkan oleh industri kreatif, didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG. Periklanan. Arsitektur BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG. Periklanan. Arsitektur BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Medan memiliki penduduk yang berjumlah 1.993.602 dengan kepadatan penduduk 7.520 / km² yang bersifat heterogen. Kota Medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Ekonomi Kreatif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Ekonomi Kreatif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi Kreatif Ekonomi kreatif merupakan gelombang ekonomi baru yang lahir ada awal abad ke-21. Gelombang ekonomi baru ini mengutamakan intelektual sebagai kekayaan

Lebih terperinci

Industri Kreatif Jawa Barat

Industri Kreatif Jawa Barat Industri Kreatif Jawa Barat Dr. Togar M. Simatupang Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB Masukan Kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat 2007 Daftar Isi Pengantar Industri Kreatif Asal-usul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab 1 berisikan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang diangkatnya penelitian ini, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah serta sistematika dalam penulisan laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia telah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan jatuhnya perekonomian nasional. Banyak usaha-usaha skala besar pada berbagai sektor termasuk industri, perdagangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan modal kreatifitas yang dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut Presiden Susilo Bambang

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia senantiasa melakukan pembangunan di segala bidang, termasuk pembangunan di bidang ekonomi adalah sektor perindustrian. Dalam era globalisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan banyaknya kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak terjadinya suatu kelangkaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan menjadikan segala sektor di Indonesia mengalami persaingan yang lebih ketat terutama sektor industri.

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN PENUNJANG PARIWISATA BERBASIS EKONOMI KREATIF DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO EKONOMI KREATIF KOTA DEPOK 2014

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO EKONOMI KREATIF KOTA DEPOK 2014 9399001.3276 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO EKONOMI KREATIF KOTA DEPOK 2014 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO EKONOMI KREATIF KOTA DEPOK TAHUN 2014 No. Publikasi / Publication Number : 3276.0702 No. Katalog

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang pertumbuhan perekonomian mengalir dalam era ilmu pengetahuan dan ide yang menjadi motor dalam perkembangan ekonomi. Era tersebut pada saat ini dikatakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan membahas mengenai literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Diantaranya yaitu mengenai definisi UKM (Usaha Kecil dan Menengah), definisi industri kreatif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan global dalam transformasi ekonomi, baik secara regional maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu dari era pertanian

Lebih terperinci

Pembangunan Industri Kreatif dalam Mendukung Pariwisata Aceh 1

Pembangunan Industri Kreatif dalam Mendukung Pariwisata Aceh 1 Pembangunan Industri Kreatif dalam Mendukung Pariwisata Aceh 1 Dr. Nazamuddin, SE. MA Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Darussalam - Banda Aceh nazamuddin@unsyiah.ac.id 1. Pendahuluan Industri Kreatif

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri

BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri internal manusia yang berkaitan dengan aspek orisinalitas, imajinasi, aspirasi, kecerdasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modern sekarang ini, industri memiliki peran yang besar dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Khususnya di Indonesia yang sering di bahas oleh

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam rencana pengembangan industri kreatif Indonesia tahun 2025 yang dirumuskan oleh Departemen Perdagangan RI dijelaskan adanya evaluasi ekonomi kreatif. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari bisnis itu sendiri. Menurut Peter Drucker (1954) 2 fungsi dalam bisnis itu adalah marketing dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Wakil Ketua DPRD Kota Yogyakarta, M. Ali Fahmi, SE, MM yang dikutip dalam artikel koran Kedaulatan Rakyat 24 Agustus 2015, selain Yogyakarta mendapat predikat

Lebih terperinci

Strategi Pemasaran Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1

Strategi Pemasaran Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1 Strategi Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1 Hasil kajian Tim Inisiasi ( taskforce) Ekonomi Kreatif Propinsi Jawa Barat 2011, bersama Bappeda Jawa Barat, dimana penulis terlibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah ekonomi di dunia tergambar sejak revolusi industri di Inggris antara tahun 1750-1850 masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin industri yang mampu menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga sebagai penghasil sumber daya alam yang melimpah, terutama di sektor pertanian dan perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan kontribusi penting bagi perekonomian negara. Industri kreatif global diperkirakan tumbuh 5% per

Lebih terperinci

Mata Kuliah - Advertising Project Management-

Mata Kuliah - Advertising Project Management- Mata Kuliah - Advertising Project Management- Modul ke: Konsep Manajemen Jasa Dan Isu Strategik Fakultas FIKOM Ardhariksa Z, M.Med.Kom Program Studi Marketing Communication and Advertising www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

Analisis Pengembangan Program Bisnis Industri Kreatif Penerapannya Melalui Pendidikan Tinggi

Analisis Pengembangan Program Bisnis Industri Kreatif Penerapannya Melalui Pendidikan Tinggi JMA Vol. 18 No. 2 Oktober - November 2013 141 Abstract: Analisis Pengembangan Program Bisnis Industri Kreatif Penerapannya Melalui Pendidikan Tinggi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian di Indonesia tidak sekedar terfokus pada peran pemerintah, banyak sektor yang mempunyai peran dalam kemajuan perekonomian di Indonesia. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam perekonomian Indonesia Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu kelompok ini terbukti tahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif.

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini dunia telah memasuki era industri pada gelombang keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Industri ini telah mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ekonomi Industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi. Ilmu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ekonomi Industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi. Ilmu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Industri Ekonomi Industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi. Ilmu Ekonomi yang satu ini membantu menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN IV TAHUN 2011

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN IV TAHUN 2011 NO. 11/02/33 TH. VI, 1 FEBRUARI 2012 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN IV TAHUN 2011 PERTUMBUHAN PRODUKSI MIKRO DAN KECIL TRW-IV TH 2011 NAIK 5,65 PERSEN DARI TRW-III TH

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pembentukan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil pada Bab IV. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi informasi. Walaupun masih

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG EKONOMI KREATIF

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG EKONOMI KREATIF DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG EKONOMI KREATIF Jakarta, 2015 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -----------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi negara merupakan suatu hal yang sangat penting karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih baik untuk dicapai sehingga

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN 6.1 Kesimpulan A. Dari hasil Analisa Input Output 1. Dari analisa input output yang dilakukan, maka nilai Industri Kreatif di DKI Jakarta pada Tahun 2007 memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu permasalahan yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak. Hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki keanekaragaman seni dan budaya. Hal ini yang menjadi salah satu daya tarik wisata di Indonesia. Salah satu daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia terlahir dengan karunia berupa kecerdasan. Kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia terlahir dengan karunia berupa kecerdasan. Kecerdasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia terlahir dengan karunia berupa kecerdasan. Kecerdasan tersebut terdapat pada sistem syaraf yang ada pada diri manusia yaitu otak. Otak tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dengan cara menghasilkan dan memberdayakan kemampuan berkreasi

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dengan cara menghasilkan dan memberdayakan kemampuan berkreasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri Kreatif adalah industri yang memanfaatkan kreatifitas, keterampilan dan bakat individu demi menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di

BAB I PENDAHULUAN. keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini dunia telah memasuki era industri pada gelombang keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di negara-negara maju sendiri mereka

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF

PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF Dr. Sabartua Tampubolon (sabartua.tampubolon@bekraf.go.id, sabartuatb@gmail.com) Direktur Harmonisasi Regulasi dan Standardisasi Badan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia dapat ditunjang oleh beberapa faktor salah satunya peningkatan tenaga kerja melalui sektor ketenagakerjaan yang meliputi Industri Kecil Menengah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2012

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2012 NO. 62/11/33 TH. VI, 1 NOVEMBER 2012 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2012 PERTUMBUHAN PRODUKSI MIKRO DAN KECIL -III TH 2012 6,11 PERSEN DARI -II TH 2012 Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN II TAHUN 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN II TAHUN 2015 NO. 55/08/33 TH. IX, 3 AGUSTUS 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, ULAN II TAHUN 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL ULAN II TH 2015 NAIK 4,02 PERSEN

Lebih terperinci

mutualisme begitupun dengan para pelaku industri marmer dan onix di Tulungagung, Jawa Timur. Tentunya dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan

mutualisme begitupun dengan para pelaku industri marmer dan onix di Tulungagung, Jawa Timur. Tentunya dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 : Daftar UKM dari Disperindag... 96 LAMPIRAN 2 : Data produksi 5 UKM meubel... 97 LAMPIRAN 3 : Kuesioner Industri dan Dinas... 99 LAMPIRAN 4: Output hasil simulasi 4 skenario...

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2015 NO. 77/11/33 TH. IX, 2 NOVEMBER 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, ULAN III TAHUN 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL ULAN III TH 2015 TURUN 0,89 PERSEN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN I TAHUN 2015 NO. 34/05/33 TH. IX, 4 MEI 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN I TAHUN 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TH 2015 NAIK 2,04 PERSEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peradaban ekonomi dunia terbagi dalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri. Ketiga adalah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN IV TAHUN 2014

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN IV TAHUN 2014 NO. 11/02/33 TH. IX, 2 FEBRUARI 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, ULAN IV TAHUN 2014 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL ULAN IV TH 2014 NAIK 2,15 PERSEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan rencana..., Rabiah Amalia, FE UI, 2008.

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan rencana..., Rabiah Amalia, FE UI, 2008. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Departemen Perdagangan RI telah memetakan 14 sektor industri kreatif yang salah satunya merupakan industri penerbit dan percetakan. Menteri Perdagangan mengatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Di Indonesia seni dan budaya merupakan salah satu media bagi masyarakat maupun perseorangan untuk saling berinteraksi satu sama lain. Dengan adanya arus globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kreativitas.industri kreatif tidak hanya menciptakan transaksi ekonomi, tetapi juga transaksi sosial budaya antar negara.

BAB I PENDAHULUAN. kreativitas.industri kreatif tidak hanya menciptakan transaksi ekonomi, tetapi juga transaksi sosial budaya antar negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini tengah memasuki evolusi baru dalam perekonomiannya, yaitu evolusi ekonomi kreatif, pertumbuhan ekonomi kreatif ini membuka wacana baru bagi

Lebih terperinci

I. PERTUMBUHAN (q to q) PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2015 DI JAWA TENGAH

I. PERTUMBUHAN (q to q) PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2015 DI JAWA TENGAH NO. 12/02/33 TH. X, 1 FEBRUARI 2016 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2015 Pertumbuhan (q to q) produksi industri manufaktur mikro dan kecil triwulan IV tahun 2015

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Ekonomi Kreatif (Berita Negara R

2017, No Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Ekonomi Kreatif (Berita Negara R No.1015, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BEKRAF. Pemasaran Produk Ekonomi Kreatif Nasional. PERATURAN KEPALA BADAN EKONOMI KREATIF NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEMASARAN PRODUK EKONOMI KREATIF NASIONAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang

I. PENDAHULUAN. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I ini akan dijabarkan mengenai latar belakang Galeri Kain Tenun Endek di Kota Denpasar, rumusan masalah, tujuan, dan metode penelitian yang digunakan. 1.1 Latar Belakang Kebudayaan

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN I TAHUN 2014 NO. 28/05/33 TH. VIII, 2 MEI 2014 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, ULAN I TAHUN 2014 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL ULAN I TH 2014 TURUN 1,70 PERSEN DARI

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2011

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2011 No.59/11/33/Th. V, 01 November 2011 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2011 PERTUMBUHAN PRODUKSI MIKRO DAN KECIL TRW-III TH 2011 NAIK 2,44 PERSEN DARI TRW-II TH

Lebih terperinci

Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan

Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan Bogor, 29 Desember 2015 1 Agenda 1. Potensi dan Tantangan Kondisi

Lebih terperinci

BAB II. KOTA MEDAN dan EKONOMI KREATIF

BAB II. KOTA MEDAN dan EKONOMI KREATIF BAB II KOTA MEDAN dan EKONOMI KREATIF 2.1. Gambaran Umum Kota Medan 2.1.1. Secara Geografis Secara geografis Kota Medan terletak pada 3,30 o - 3,43 o Lintang Utara dan 98,35 o - 98,44 o Bujur Timur dengan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi kendaraan di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Data dari badan pusat statistik dari tahun 2000 hingga 2012 menunjukkan kenaikan jumlah kendaraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini sektor Usaha kecil menengah semakin menggeliat sebagai penopang ekonomi nasional. Hal tersebut terlihat dari pengalaman yang mampu melewati masa krisis yang

Lebih terperinci

1. Klasifikasi industri berdasarkan bahan baku 2. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja

1. Klasifikasi industri berdasarkan bahan baku 2. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja Industry *) Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan dan

BAB I PENDAHULUAN. ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dunia bisnis yang tumbuh dengan pesat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan dan mempertahankan kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu globalisasi ekonomi dunia yang terkait dengan sektor industri telah berkembangan dengan sangat cepat. Dalam upaya menangani isu-isu globalisasi dan dampak yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN II TAHUN 2014 NO. 49/08/33 TH. VIII, 4 AGUSTUS 2014 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, ULAN II TAHUN 2014 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL ULAN II TH 2014 NAIK 9,28 PERSEN

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2016 NO. 32/05/33 TH. X, 2 MEI 2016 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2016 Pertumbuhan (q to q) produksi industri manufaktur mikro dan kecil triwulan I tahun 2016 Provinsi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-321/PJ/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-

Lebih terperinci

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo.

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo. minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo. Perpustakaan Jumlah kunjungan ke perpustakaan selama 1 tahun di Kota Bandung dibandingkan dengan jumlah orang yang harus

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN III TAHUN 2016 NO. 76/11/33 TH. X, 1 NOVEMBER 2016 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN III TAHUN 2016 Pertumbuhan (q to q) produksi industri manufaktur mikro dan kecil triwulan III tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1990-an, dimulailah era baru ekonomi dunia yang mengintensifkan informasi dan kreativitas, era tersebut populer dengan sebutan ekonomi kreatif atau industri

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2016 NO. 55/08/33 TH. X, 1 AGUSTUS 2016 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2016 Pertumbuhan (q to q) produksi industri manufaktur mikro dan kecil triwulan II tahun 2016

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA

PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA Sumarno Dwi Saputra Fakultas Ekonomi UNISRI Surakarta ABSTRAK Modal utama dalam menghadapi era globalisasi adalah keatifitas. Untuk membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi ekonomi inovatif mulai bermunculan seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat di Indonesia. Potensi ini memberikan dampak pada perkembangan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini menjadi fokus utama yang sangat ramai dibicarakan masyarakat karena dengan mengembangkan sektor pariwisata maka pengaruh pembangunan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Kalimantan Timur Triwulan I Tahun 2015

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Kalimantan Timur Triwulan I Tahun 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 31/05/64/TA XVIII, 4 MEI 2015 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Kalimantan Timur Triwulan I Tahun 2015 Produksi Industri

Lebih terperinci

LANDASAN AKTIVITAS PEMIMPIN BISNIS

LANDASAN AKTIVITAS PEMIMPIN BISNIS LANDASAN AKTIVITAS PEMIMPIN BISNIS KEBUTUHAN AKAN INOVASI DAN KREATIVITAS Pengenalan barang dan jasa baru Metode produksi baru Sumber bahan mentah baru Pasar-pasar baru Organisasi industri baru Kreativitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia selama 10 tahun terakhir. Data Badan Pusat Statistik

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia selama 10 tahun terakhir. Data Badan Pusat Statistik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia. Sektor ini sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia

Lebih terperinci

SMA. Tersedia bahan mentah Tersedia tenaga kerja Tersedia modal Manajemen yang baik Dapat mengubah masyarakat agraris menjadi Negara industri

SMA. Tersedia bahan mentah Tersedia tenaga kerja Tersedia modal Manajemen yang baik Dapat mengubah masyarakat agraris menjadi Negara industri JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) GEOGRAFI ANALISIS LOKASI INDUSTRI 1. Pengertian industri: Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terdapat satu hal yang belakangan ini sering didengungkan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terdapat satu hal yang belakangan ini sering didengungkan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi ini tengah maraknya permasalahan yang melanda bangsa Indonesia, terdapat satu hal yang belakangan ini sering didengungkan, baik dikalangan

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu untuk menggunakan kekreatifitasannya untuk menjadi lebih unggul dibandingkan para pesaing. John Howkins

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

Pemetaan Industri Kreatif Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Urban Di Kota Palembang

Pemetaan Industri Kreatif Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Urban Di Kota Palembang Pemetaan Industri Kreatif Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Urban Di Kota Palembang Dina Mellita Fakultas Ekonomi Universitas Bina Darma dinamellita@mail.binadarma.ac.id Deni Erlansyah Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni Kota Yogyakarta merupakan kota yang terkenal dengan anekaragam budayanya, seperti tatakrama, pola hidup yang

Lebih terperinci