LAJU EKSPLOITASI DAN VARIASI TEMPORAL KERAGAAN REPRODUKSI IKAN TETET (Johnius belangerii) BETINA DI PANTAI UTARA JAWA PADA BULAN APRIL-SEPTEMBER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAJU EKSPLOITASI DAN VARIASI TEMPORAL KERAGAAN REPRODUKSI IKAN TETET (Johnius belangerii) BETINA DI PANTAI UTARA JAWA PADA BULAN APRIL-SEPTEMBER"

Transkripsi

1 LAJU EKSPLOITASI DAN VARIASI TEMPORAL KERAGAAN REPRODUKSI IKAN TETET (Johnius belangerii) BETINA DI PANTAI UTARA JAWA PADA BULAN APRIL-SEPTEMBER FEBRIANA DEWI KUSDARINI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan skripsi yang berjudul : Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Betina di Pantai Utara Jawa pada Bulan April-September. adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2010 Febriana Dewi Kusdarini C i

3 RINGKASAN Febriana Dewi Kusdarini. C Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Betina di Pantai Utara Jawa pada Bulan April-September. Dibimbing oleh Yunizar Ernawati dan M. Mukhlis Kamal Perairan Pantai Utara Jawa memiliki sumberdaya ikan yang cukup melimpah, khususnya di Perairan Gebang. Ikan tetet (Johnius belangerii) merupakan salah satu sumberdaya ikan yang didaratkan di PPI Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Penangkapan yang terus menerus akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur populasi, penurunan stok bahkan menyebabkan kepunahan. Pengetahuan mengenai tingkat eksploitasi sangat diperlukan karena dengan mengetahui tingkat eksploitasi ikan tersebut dapat melihat perubahan struktur populasi dan keragaan reproduksi ikan. Tingkat ekploitasi yang tinggi akan memperlihatkan struktur populasi yang terdapat pada suatu perairan didominasi oleh ikan-ikan kecil dan muda yang akan mempengaruhi keragaan reproduksi ikan tersebut. Sedangkan tingkat eksploitasi yang rendah memperlihatkan struktur populasi yang normal pada suatu perairan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi dasar sebagai alternatif pengelolaan sumberdaya ikan tetet (Johnius belangerii) sebagai salah satu upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan di Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pengambilan contoh ikan setiap harinya 3-5 ekor ikan oleh enumerator yang dilakukan pada bulan 1 April - 31 September 2009, di PPI Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Analisis laboratorium dilakukan pada bulan April- Juni 2010 di Laboratorium Bio-Makro, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Pengamatan yang dilakukan oleh enumerator dikhususkan pada ikan betina saja, yaitu pengukuran panjang dan berat ikan contoh. Kemudian dilakukan pembedahan untuk mengambil gonadnya, diberi formalin 4%, dan sample dikirm ke Bogor. Pengambilan contoh secara langsung pada tanggal 19 Juli 2010 sebanyak 20 ekor ikan dari hasil tangkapan untuk identifikasi, pengukuran panjang-berat, dan validasi berat. Validasi berat menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.01 gram dan timbangan kasar dengan ketelitian 1 gram yang digunakan oleh enumerator. Adanya validasi berat antara berat timbangan kasar dengan timbangan digital untuk mengkonversi berat 1 gram pada timbangan kue ke timbangan digital. Kemudian data yang diperoleh dianalisis untuk melihat sebaran variasi pertumbuhan, keragaan reproduksi ikan tersebut, serta menganalisis laju eksploitasinya. Aspek pertumbuhan meliputi, sebaran ukuran panjang ikan, hubungan panjang berat, dan faktor kondisi. Dan aspek reproduksi meliputi, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas, dan ukuran diameter telur. ii

4 Ikan tetet (Johnius belangerii) yang diamati sejumlah 674 ekor. Kisaran ukuran panjang ikan yaitu mm, dan kisaran beratnya berada pada kisaran gram. Secara keseluruhan (April-September) pola pertumbuhan ikan tetet yaitu allometrik positif. Kisaran rata-rata nilai faktor kondisi ikan tetet yaitu Rata-rata nilai faktor kondisi ikan tiap bulannya berada pada Berdasarkan hasil pengamatan ikan tetet dengan TKG IV ditemukan setiap bulannya dan diketahui bahwa ikan tersebut melakukan pemijahan setiap bulannya. Ukuran ikan pertama kali matang gonad adalah mm. Nilai indeks kematangan gonad ikan tetet berada pada kisaran %. Berdasarkan hasil pengamatan nilai IKG terus berkembang seiring dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad (TKG). Fekunditas total ikan berada pada kisaran butir dengan rata-rata fekunditas total sebanyak butir. Sebaran kelas diameter telur TKG IV berada pada kisaran mm. Hasil pengamatan menunjukan tipe pemijahan ikan tetet yaitu partial spawning karena memiliki lebih dari satu modus puncak penyebaran. Tingkat ekploitasi ikan ini sebesar 0.72 atau 72 % dengan laju mortalitas akibat penangkapan (F) lebih besar dibandingkan dengan laju mortalitas alami (M), dapat dikatakan ikan tersebut telah mengalami tangkap lebih (overfishing). Tingkat ekploitasi yang telah melebihi batas optimum yaitu 50 % mengakibatkan ukuran panjang maksimum ikan menjadi lebih kecil. L yang mampu dicapai oleh ikan tetet di Perairan Gebang sebesar mm dengan koefisien pertumbuhan 0.98 per tahun. Upaya pengelolaan perikanan yang disarankan yaitu mengurangi intensitas penangkapan, ukuran ikan yang boleh ditangkap setelah ikan berukuran lebih besar dari mm dengan tujuan memberikan kesempatan ikan tetet untuk memijah terlebih dahulu, serta penggunaan ukuran mata jaring 1.6 inchi sehingga dapat meloloskan ikan-ikan berukuran lebih kecil dari mm. iii

5 LAJU EKSPLOITASI DAN VARIASI TEMPORAL KERAGAAN REPRODUKSI IKAN TETET (Johnius belangerii) BETINA DI PANTAI UTARA JAWA PADA BULAN APRIL-SEPTEMBER FEBRIANA DEWI KUSDARINI C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iv

6 PENGESAHAN SKRIPSI Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP Program Studi : Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Betina di Pantai Utara Jawa pada Bulan April-September : Febriana Dewi Kusdarini : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP Tanggal lulus : 14 Desember 2010 v

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Betina di Pantai Utara Jawa Pada Bulan April-September ; merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan penulis agar lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya. Bogor, Desember 2010 Penulis vi

8 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS dan Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc, masingmasing selaku ketua dan anggota pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, masukan serta dana dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Dr. Ir. H. Ridwan Affandi, DEA selaku dosen penguji dan Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku wakil komisi pendidikan program S1 atas saran dan arahan dalam perbaikan skripsi ini. 3. Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas pengarahan, dan masukan serta kesabarannya yang membimbing penulis selama kuliah. 4. Pak Ruslan dan staf Lab. Biologi Makro I (BIMA-I) yang telah banyak membantu selama analisis laboratorium. 5. Para staf Tata usaha MSP terutama Mba Widar atas arahan dan kesabarannya. 6. Keluarga Bapak Sohari yang telah membantu dalam pengambilan ikan contoh. 7. Keluarga tercinta, Bapak (Tarkadi), Mama (Kasihati), Dede (Tuti), dan Achmad Gifari atas segala doa, kasih sayang, motivasinya, banyak mendukung, menemani saat susah maupun senang serta selalu menyemangati penulis. 8. Tim telur 2010 (Ilmi, Pandu) dan Atep atas suka duka, perjuangan, kekompakkan, kerjasama dan semangatnya dalam keadaan senang maupun susah. 9. Teman-teman Andhika House 18 ( ), khususnya Eka Marliana, Yuni, Heni, Desi, Cici, Mb Siti, Mb Anis, Mb Wany, Mb Metri, dan Mb Weri. 10. Teman-teman Ikfung Crew (Frida, Silvi, Chika, Yuli), Damora, Tajudin, Mb Icel, MSP 43, MSP 42, dan MSP 44, serta pihak - pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. vii

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 22 Februari Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Tarkadi dan Ibu Kasihati. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di SD Negeri Bambu Kuning, Kabupaten Bogor pada tahun , dilanjutkan ke jenjang sekolah lanjutan di SLTP Negeri 7 Bogor pada tahun , serta SMU Negeri 6 Bogor pada tahun Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan akademik dan non akademik. Dalam kegiatan akademik penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Planktonologi ( ) dan Asisten Praktikum Mata Kuliah Ikhtiologi Fungsional ( ). Dalam kegiatan non akademik penulis aktif di divisi Hubungan Luar dan Komunikasi (HubLuKom) ( ) dan divisi Bussines and Entrepreneurship (BEST) ( ) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, serta penulis aktif di divisi Public Relation (PR) Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) ( ). Selain itu penulis aktif dalam kegiatan kepanitian yang diselengarakan di kampus. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Betina di Pantai Utara Jawa pada Bulan April-September. viii

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perumusan masalah Tujuan dan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Aspek Pertumbuhan Hubungan panjang dan berat Faktor kondisi Aspek Eksploitasi Aspek Reproduksi Tingkat kematangan gonad (TKG) Indeks kematangan gonad (IKG) Fekunditas dan diameter telur x xi xvi 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Metode Kerja Prosedur kerja di lapang Prosedur kerja di laboratorium Penentuan tingkat kematangan gonad secara morfologi Penentuan fekunditas dan diameter telur Pembuatan preparat histologis gonad Analisis Data Aspek pertumbuhan Sebaran frekuensi panjang Hubungan panjang berat Faktor kondisi Aspek Eksploitasi Aspek reproduksi Tingkat kematangan gonad Indeks kematangan gonad Fekunditas ix

11 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan umum lokasi penelitian Aspek Pertumbuhan Sebaran kelompok ukuran panjang dan berat ikan tetet (Johnius belangerii) Hubungan panjang berat Faktor kondisi Aspek Eksploitasi Aspek Reproduksi Tingkat kematangan gonad (TKG) Indeks kematangan gonad (IKG) Fekunditas Diameter telur Pengamatan tingkat kematangan gonad (TKG) secara histologis Perbandingan Laju Eksploitasi dengan Keragaan Reproduksi Alternatif Pengelolaan Ikan Tetet (Johnius belangerii) KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan betina Johnius dussumieri menurut Devados (1969) in Effendi (1997) Alat, bahan, dan kegunaan dalam penelitian Tingkat kematangan gonad ikan (Effendi 1997) Hasil pengamatan ukuran panjang (mm) ikan tetet pada dua lokasi Hasil pengamatan ukuran berat (gram) ikan tetet pada dua lokasi Hubungan faktor kondisi dengan tingkat kematangan gonad ikan tetet (Johnius belangerii) betina Parameter pertumbuhan dan mortalitas ikan tetet dengan menggunakan program FISAT II di berbagai lokasi Hasil pengamatan ukuran pertama kali matang gonad ikan tetet betina Perbandingan laju eksploitasi dan keragaan reproduksi pada dua lokasi xi

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema perumusan masalah Ikan tetet (Johnius belangerii) (Dokumentasi pribadi) Peta lokasi penelitian Sebaran jumlah ikan tetet (Johnius belangerii) contoh pada saat bulan pengamatan (April-September) 2009 di Perairan Gebang Nilai rata-rata panjang ikan tetet (Johnius belangerii) pada bulan pengamatan Sebaran frekuensi ukuran panjang (mm) ikan tetet (Johnius belangerii) betina pada bulan April-September 2009 di Perairan Gebang Nilai rata-rata berat ikan tetet (Johnius belangerii) pada bulan pengamatan Sebaran frekuensi ukuran berat (gram) ikan tetet (Johnius belangerii) betina pada bulan pengamatan (April-September) 2009 di Perairan Gebang Hubungan panjang berat ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang pada bulan pengamatan (April-September) Nilai faktor kondisi ikan tetet (Johnius belangerii) betina pada bulan pengamatan (April-September) 2009 di Perairan Gebang Nilai faktor kondisi ikan tetet (Johnius belangerii) betina berdasarkan selang kelas panjang Persentase tingkat kematangan gonad ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan bulan pengamatan (April-September) Persentase tingkat kematangan gonad ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan selang kelas selama bulan pengamatan (April-September) Nilai indeks kematangan gonad (IKG) ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan bulan pengamatan (April-September) Hubungan indeks kematangan gonad dengan tingkat kematangan gonad Fekunditas ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan bulan pengamatan (April-September) Hubungan fekunditas dengan panjang dan berat ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang Nilai rata-rata diameter telur (mm) ikan tetet (Johnius belangerii) pada bulan pengamatan (April-September) 2009 di Perairan Gebang xii

14 19. Sebaran frekuensi diameter telur (mm) ikan tetet (Johnius belangerii) TKG IV di Perairan Gebang setiap bulannya Struktur histologi gonad pada TKG 1, 2, 3, dan 4 ikan tetet (Johnius belangerii) betina xiii

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Gambar alat dan bahan yang digunakan selama melakukan penelitian Metode pembuatan preparat histologis gonad ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan Angka et al. (1990) Tabel data frekuensi ikan tetet (Johnius belangerii) setiap bulannya berdasarkan sebaran ukuran kelas panjang Tabel selang kelas ukuran panjang dan berat ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang Uji t hubungan panjang berat ikan tetet (Johnius belangerii) pada pengamatan (April-September) di Perairan Gebang Nilai-nilai faktor kondisi ikan tetet (Johnius belangerii) pada tiap selang kelas dan setiap bulannya di Perairan Gebang Frekuensi tingkat kematangan gonad berdasarkan selang kelas ukuran panjang ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang pada bulan pengamatan (April-September) Ukuran pertama kali matang gonad ikan tetet (Johnius belangerii) Nilai rata-rata Indeks kematangan gonad (IKG) ikan tetet pada setiap bulannya di Perairan Gebang Nilai rata-rata indeks kematangan gonad (IKG) ikan tetet berdasarkan kelas panjang Indeks kematangan gonad berdasarkan tingkat kematangan gonad Sebaran frekuensi diameter telur berdasarkan selang kelas Sebaran frekuensi diameter telur pada setiap bulannya Hasil pengamatan histologis gonad ikan tetet (Johnius belangerii) jantan Perhitungan ukuran mata jaring yang disarankan xiv

16 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 986,00 km terletak antara 108 o o 49' Bujur Timur dan 6 o 7 o Lintang Selatan merupakan bagian dari wilayah propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan sekaligus sebagai pintu gerbang antara propinsi Jawa Barat dengan Propinsi Jawa Tengah. Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon merupakan kawasan pesisir yang subur dan memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup melimpah ( Iklim wilayah Indonesia khususnya pesisir jawa bagian utara dipengaruhi oleh angin muson yang mengakibatkan adanya dua musim, yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat terjadi pada bulan Desember sampai bulan Februari, bulan Maret sampai Mei merupakan musim peralihan antara musim barat ke musim timur. Musim timur terjadi pada bulan Juni sampai Agustus, bulan September hingga November merupakan musim peralihan antara musim timur ke musim barat. Ikan tetet (Johnius belangerii) merupakan salah satu sumberdaya ikan yang didaratkan di PPI Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Ikan tersebut termasuk salah satu ikan komersial tingkat rendah ( Harga relatif murah sekitar Rp 4.000,00/kg, sehingga biasanya dipasarkan dalam bentuk segar maupun asin. Habitat ikan tetet mendiami pantai dan muara. Nelayan setempat memperlakukan ikan ini sebagai hasil tangkapan sampingan dengan hasil tangkapan utama berupa ikan-ikan pelagis kecil seperti ikan kembung, tenggiri, dan tongkol. Walaupun dari segi penangkapannya ikan ini bukan tangkapan utama, tetapi harus ada upaya pengelolaan terhadap ikan ini untuk mencegah terjadinya overfishing. Berbeda dengan ikan tetet di Perairan Mayangan yang merupakan ikan ekonomis penting bersama dengan ikan ekonomis penting lainnya seperti selanget, blama, dan tiga waja. Ikan ini menjadi sasaran utama para nelayan yang beroperasi di daerah tersebut (Rahardjo & Simanjutak 2007). Berdasarkan penelitian Rahardjo & Simanjuntak (2007) di Pantai Mayangan, pencapaian tingkat kematangan ikan tetet betina dengan tingkat kematangan gonad (TKG) IV selalu hadir setiap bulannya selama penelitian satu tahun, sedangkan ikan tetet jantan dengan tingkat kematangan gonad (TKG) IV hanya ditemukan pada

17 2 bulan Oktober hingga April. Hal ini menunjukan bahwa ikan tetet memiliki potensi reproduksi yang cukup baik di dalam memelihara keberlangsungan populasinya. Penangkapan yang semakin meningkat secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur populasi, penurunan stok bahkan menyebabkan kepunahan. Pada kondisi perikanan yang masih belum dieksploitasi, komposisi populasi masih menyediakan secara proporsional ikan-ikan yang berukuran besar dan berumur tua. Akibat penangkapan, populasi akan didominasi oleh ikan-ikan berukuran kecil dan berumur muda yang selanjutnya berpengaruh terhadap keragaan reproduksinya. Keragaan reproduksi merupakan penampilan parameter reproduksi ikan. Penampilan ini dapat dilihat pada ikan betina karena pengaruh dari betina lebih tinggi terhadap keberhasilan reproduksi ikan. Aspek biologi reproduksi ikan tetet dapat memberikan beberapa informasi penting, diantaranya adalah fekunditas yang berhubungan dengan rekruitmen, perkembangan gonad, ukuran pertama kali matang gonad, waktu pemijahan, dan tipe pemijahan. Status eksploitasi ikan tetet (Johnius belangerii) masih belum diketahui hanya sebatas biologi reproduksinya saja. Pengetahuan mengenai tingkat eksploitasi sangat diperlukan karena dengan mengetahui tingkat eksploitasi ikan tersebut dapat melihat perubahan struktur populasi dan keragaan reproduksi ikan. Tingkat ekploitasi yang tinggi akan memperlihatkan struktur populasi yang terdapat pada suatu perairan didominasi oleh ikan-ikan kecil dan muda yang akan mempengaruhi keragaan reproduksi ikan tersebut. Sedangkan tingkat eksploitasi yang rendah memperlihatkan struktur populasi yang normal pada suatu perairan. Penelitian ini diharapkan dapat melihat keragaan reproduksi ikan tetet dengan mengetahui pola pemijahan dan puncak musim pemijahan sehingga diharapkan dapat menjadi dasar informasi dalam pengelolaan dan pengembangan sumberdaya ikan agar tetap lestari dan berkelanjutan. Pengetahuan mengenai aspek biologi reproduksi perikanan khususnya ikan tetet dibutuhkan dalam keberhasilan kegiatan perikanan, terutama sebagai dasar dalam menentukan kebijaksanaan pemanfaatan serta pengelolaan yang berkelanjutan.

18 3 1.2 Perumusan Masalah Ikan tetet (Johnius belangerii) merupakan ikan ekonomis yang potensinya di Perairan Gebang belum diketahui tingkat eksploitasinya. Tingkat ekploitasi yang rendah dapat dilihat dari stuktur populasi yang didominasi oleh ikan-ikan yang berukuran besar, sebaliknya tingkat ekploitasi yang tinggi, struktur populasi didominasi oleh ikan-ikan yang berukuran lebih kecil. Meskipun ikan ini bukan termasuk ikan ekonomis penting tidak menutup kemungkinan ikan tersebut suatu saat akan mengalami peningkatan penangkapan. Pencegahan penurunan populasi karena kegiatan penangkapan diperlukan kegiatan pengelolaan dengan mengetahui biologi reproduksi ikan. Informasi mengenai aspek biologi reproduksi ikan diperlukan karena reproduksi merupakan salah satu mata rantai siklus hidup ikan. Dan dengan mengestimasi laju eksploitasi dan menghubungkan dengan keragaan reproduksi akan dapat menginformasikan tentang kondisi keberlanjutan stok. Sehingga diperlukan infomasi dasar yang menyangkut aspek reproduksi ikan tetet sebagai upaya pengelolaan sumberdaya ikan tetet agar tetap lestari. STOK ikan tetet Tingkat eksploitasi Keragaan Reproduksi Struktur populasi Ukuran pertama kali matang gonad, Fekunditas, Diameter telur. Dominansi populasi ikan Upaya pengelolaan yang berkelanjutan Gambar 1. Skema perumusan masalah

19 4 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan ; 1. Mengetahui laju eksploitasi ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. 2. Mengetahui variasi temporal keragaan pertumbuhan dan reproduksi ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Hasil penelitian laju eksploitasi dan variasi temporal keragaan reproduksi ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat diharapkan dapat menjadi sebagai salah satu informasi dasar pengelolaan perikanan yang berkelanjutan sumberdaya ikan tetet (Johnius belangerii) agar tetap lestari.

20 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Klasifikasi ikan tetet menurut Cuvier (1830) dalam fishbase.org : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Percimorfes Famili : Sciaenidae Genus : Johnius Spesies : Johnius belangerii (Cuvier, 1830) Nama lokal menurut Schuster dan Djajadiredja (1952) in Juraida (2004) : Jakarta : Gulamah Jawa Barat (Bandung) : Kekemek Jawa Barat (Subang) : Tetet Sumatera : Samgeh Gambar 2. Ikan Tetet (Johnius belangerii) (Dokumentasi pribadi) Ikan ini di dunia internasional disebut sebagai Croacker atau Drums, Boulenger s croaker, Belanger s jewfish ( Nama sinonim yang masih digunakan yaitu Sciaena belengeri, Corvina lobata, Johnius fasciatus (FAO 1974). Sedangkan nama daerahnya sangat banyak diantaranya ikan krot, gelama, gigi jarang, tetet, melontok, tigowojo, klotok, grabak, korongker, kanglomo, pecah piring, salampri, kekemeh dan siliman.

21 6 Ikan tetet memiliki panjang maksimum 28 cm dan biasanya ukuran maksimum yang ditemukan 15 hingga 20 cm. Ikan tetet terdapat di muara sungai, hutan bakau, pantai, dermaga dan pelabuhan. Hidupnya bermigrasi antara muara sungai sampai pantai pada kedalaman 40 meter. Ikan ini menggunakan muara-muara sungai untuk berkembang biak dan memijah atau untuk pengasuhan anak. Selain itu, Ikan ini aktif mencari makan di malam hari dan merupakan predator sejati karena memakan ikan, udang dan moluska. Ikan jenis predator ini lebih senang berada di lokasi yang dasarnya adalah pasir (Kuncoro 2009). Ikan tetet termasuk kedalam kelompok ikan yang group-synchronous dan termasuk kedalam kelompok iteroparous yakni ikan-ikan yang memijah beberapa kali selama hidupnya. Hal ini berarti ikan tetet memiliki potensi reproduksi yang cukup baik di dalam memelihara keberlangsungan populasinya (Rahardjo dan Simanjuntak 2007). Berdasarkan penelitian Juraida (2004), diketahui bahwa ikan tetet memiliki lebih dari satu puncak sebaran frekuensi diameter telur pada gonad yang sudah matang (TKG IV), maka ikan tetet tergolong memiliki tipe pemijahan Partial spawner yang artinya ikan melepaskan telurnya sedikit demi sedikit sebanyak dua kali di musim pemijahan. Distribusi ikan tetet secara ekologis terdapat di daerah tropis dan sub tropis, hidup di laut pada kedalaman 40 m, estuaria dan sebagian masuk ke arah sungai. Secara geografis penyebaran ikan tetet meliputi Sumatera (Sungai Rokan, Deli, Pulo Weh, Simalur, Nias), Jawa (Jakarta, Jawa Barat), Kalimantan, Sulawesi, Papua Nugini, Pantai India, Andamans, Malaysia, Laut Cina Selatan, Filipina, dan Australia ( 2.2 Aspek Pertumbuhan Hubungan panjang dan berat Hubungan panjang dan berat merupakan bagian dari sifat morfometrik yang berkaitan dengan sifat pertumbuhan. Menurut Effendi (1997), hasil studi hubungan panjang dengan berat merupakan nilai praktis yang memungkinkan merubah nilai panjang ke dalam nilai berat atau sebaliknya. Berat ikan dapat dinyatakan sebagai fungsi panjangnya, dimana hubungan panjang berat hampir mengikuti hukum kubik

22 7 yaitu berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Hal ini disertai bentuk dan berat jenis ikan itu tetap selama hidupnya. Hubungan panjang dan berat sangat penting dalam pengkajian perikanan. Hubungan panjang-berat ikan menggambarkan secara matematika korelasi antara panjang dan berat, berguna dalam mengubah panjang pengamatan kedalam perkiraan berat untuk memberikan ukuran biomassa (Froese, 1998 in Hosseini et al. 2009). Perhitungan panjang dan berat yang berhubungan dengan data umur dapat memberikan informasi mengenai komposisi stok, umur kematangan, waktu hidup, mortalitas, pertumbuhan dan produksi (Beyer 1987: Bolger and Connoly 1989; King 1996a, b; Diaz et al in Hosseini et al. 2009) Faktor kondisi Faktor kondisi biasa digunakan untuk menentukan kecocokan lingkungan dan membandingkan berbagai tempat biota hidup (Lagler 1972 in Juraida 2004). Variasi faktor kondisi dipengaruhi oleh kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad (TKG), makanan, jenis kelamin, dan umur. Selain sebagai indikator pertumbuhan, faktor kondisi juga dapat menentukan kecocokan lingkungan serta membandingkan berbagai tempat hidup. Nilai faktor kondisi biota betina lebih besar dari biota jantan. Hal ini menunjukkan bahwa biota betina memiliki kondisi yang baik dengan mengisi sel kelamin (cell sex) untuk proses reproduksinya dibandingkan dengan biota jantan (Effendie 1979). 2.3 Aspek Eksploitasi Luas wilayah laut Indonesia adalah 5,8 juta km 2 dengan maximum sustainable yield (MSY) sebesar 6,4 juta ton/tahun dan total tangkapan yang diperbolehkan (total allowable catch/tac) adalah 5,12 juta ton/tahun (80% dari MSY). Sumberdaya perikanan laut bersifat terbatas dalam pemanfaatannya, yang berarti manusia tidak boleh dibiarkan untuk memanfaatkannya dan menyalahgunakan pemanfaatan itu dengan semena-mena. Eksploitasi dengan skala besar menyebabkan perubahan struktur populasi ikan. Nelayan cenderung menangkap ikan yang berukuran besar dari pada ikan yang berukuran kecil. Konsekuensinya, populasi didominasi oleh ikan dengan ukuran kecil dengan pertumbuhan yang lebih cepat dan kematangan gonad yang lebih awal. Sebagian

23 8 besar ciri variasi sejarah hidup yang didasarkan pertumbuhan, umur saat matang gonad, ukuran keturunan dan fekunditas berkorelasi dengan ukuran tubuh (Stevens et al in Simanjuntak 2010). 2.4 Aspek Reproduksi Tingkat kematangan gonad (TKG) Tingkat kematangan gonad adalah tahapan perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Pengamatan tingkat kematangan gonad dilakukan dengan cara histologis dan morfologi. Anatomi perkembangan gonad dapat terlihat lebih jelas dan akurat dengan menggunakan pengamatan secara histologis sedangkan dengan cara morfologi tidak terlihat lebih jelas. Namun cara morfologi banyak dan mudah dilakukan dengan dasar mengamati morfologi gonad antara lain ukuran panjang gonad, bentuk gonad, berat gonad, dan perkembangan isi gonad (Effendie 1997). Tabel 1 menunjukkan TKG pada ikan betina Johnius dussumieri menurut Devados (1969) in Effendi (1997). Tabel 1. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan betina Johnius dussumieri menurut Devados (1969) in Effendi (1997). TKG ikan betina Otolithus ruber dan Johnius dussumieri menurut Devados (1969) Tingkat Deskripsi I Tidak Masak. Ovarium berwarna pucat keruh, memanjang sampai sepertiga panjang rongga perut, telur tidak dapat terlihat oleh mata, keadaan telur kecil, tidak berkuning telur, transparan dengan inti yang jelas. II III IV V VI VII Tidak masak. Ovarium berwarna merah anggur, mengisi 1/3 ½ rongga perut: Gonad tidak simetri, telur tidak dapat dilihat oleh mata. Keadaan telur. Pembentukan kuning telur baru disekitar inti. Hampir masak. Ovarium berwarna merah jambu sampai kuning, berbutir-butir, memanjang sampai ½ 2/3 dalam rongga tubuh. Keadaan telur. Kecil, warna tidak terang, inti sebagian atau seluruhnya terbenam dalam kuning telur. Hampir masak. Ovarium berwarna putihsusu sampai kuning, pembuluh darah terlihat di bagian atasnya, memanjang sampai 2/3 bagian dari rongga perut, telur mudah terlihat. Keadaan telur. Telur dalam ukuran sedang dengan warna tidak terang, belum bebas dari sel-sel folikel. Masak. Ovarium berwarna kuning kemmerah-merahan, pembuluh darah jelas, panjangnya sampai ¾ 4/3 rongga perut. Telur jelas terlihat. Keadaan telur. telur masak berukuran besar dan berwarna tidak terang, bebas dari folikel. Masak betul. Ovarium kemerah-merahan seperti kue puding. Mengisi seluruh rongga perut, telur terlihat dari dinding ovari. Keadaan telur. Telur masak berukuran besar transparan, kuning telur berisi gelembung minyak. Salin. Ovarium mengkerut sebagai hasil pemijahan.

24 9 Ukuran panjang ikan saat pertama kali matang gonad berhubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya terutama ketersediaan makanan, oleh karena itu ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad tidak selalu sama (Effendie, 1997). Perkembangan gonad dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan dan hormon (Affandi dan Tang 2000). Adanya kecenderungan semakin tinggi TKG maka kisaran panjang dan berat tubuh semakin tinggi. Selain itu dijumpai pula ikan dengan ukuran kisaran panjang dan berat yang sama tidak mempunyai TKG yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan dimana ikan tersebut hidup, ada tidaknya ketersediaan makanan, suhu, salinitas dan kecepatan pertumbuhan ikan itu sendiri (Syandri H 1996 in Yusnita & Arnentis 2002). Marza (1938); Wallace and Selman (1981) in Murua (2003) membagi tiga tipe perkembangan oosit, yaitu : a). Synchronous, yaitu semua oosit yang ada berkembang dan mengalami ovulasi pada saat yang bersamaan. b). Group-synchronos, yaitu ovarium memiliki dua kelompok oosit dengan tingkat kematangan yang berbeda. Kelompok yang pertama dikeluarkan pada saat musim pemijahan pertama kali. Sedangkan kelompok yang kedua akan dikeluarkan pada musim pemijahan yang selanjutnya. c). Asynchronous, yaitu ovarium yang mengandung oosit yang memiliki tingkat kematangan yang berbeda dan proses oogenesis berlangsung setiap saat. Informasi mengenai tingkat kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan yang matang gonad dengan ikan yang belum matang gonad dari stok ikan di perairan, selain itu dapat mengetahui waktu pemijahan, lama pemijahan dalam setahun, frekuensi pemijahan dan umur atau ukuran ikan pertama kali matang gonad (Effendie 1979). Tingkat kematangan gonad dapat memberikan informasi dan keterangan mengenai ikan akan memijah, baru memijah atau telah selesai memijah Indeks kematangan gonad (IKG) Indeks kematangan gonad atau bisa juga disebut maturity atau Gonado Somatic Index merupakan perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh

25 10 yang nilainya dinyatakan dalam persen. Pertambahan berat gonad akan semakin bertambah dengan bertambahnya ukuran gonad dan diameter telur. Berat gonad akan mencapai maksimum sesaat sebelum ikan memijah, kemudian menurun dengan cepat selama pemijahan berlangsung hingga selesai (Effendie, 1997). Perubahan IKG erat kaitannya dengan tahap perkembangan telur. Umumnya gonad akan semakin bertambah berat dengan bertambahnya ukuran gonad dan diameter telur. Pada ikan betina nilai IKG lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan. Berat gonad mencapai maksimum sesaat sebelum ikan akan memijah dan nilai IKG akan mencapai maksimum pada kondisi tersebut (Effendie 1997). Hubungan antara indeks kematangan gonad (IKG) telah dilakukan seperti yang telah dilaporkan pada Gordon et al. tahun 1995 dengan tujuan menyoroti ukuran matang gonad dalam populasi (D'Onghia G. et al. 1999) Fekunditas dan diameter telur Fekunditas merupakan jumlah telur yang dikeluarkan ikan pada saat memijah. Perubahan fekunditas juga dipengaruhi ketersediaan makanan. Fekunditas mempunyai hubungan dengan umur, panjang atau bobot individu, dan spesies ikan. Pada umumnya individu yang pertumbuhannya cepat fekunditasnya juga lebih tinggi dibandingkan yang lambat pertumbuhannya pada ukuran yang sama (Effendie 1997). Perkembangan diameter telur pada oosit teleostei umumnya dikarenakan terjadinya akumulasi kuning telur selama proses vitelogenesis yang menyebabkan telur berkembang menjadi besar (Utiah 2006). Sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme ikan dimanfaatkan bagi keperluan perkembangan gonad dan gonadnya akan semakin besar baik ukuran maupun diameter telurnya. Semakin meningkat tingkat kematangan gonad maka diameter telur yang ada di dalam ovarium semakin besar pula. Diameter telur akan semakin besar pada waktu mendekati pemijahan yang seiring dengan meningkatnya TKG dan mencapai maksimum, setelah itu cenderung menurun (Solihatin 2007). Lagler et al. (1962) in Haryono (2006) menyatakan bahwa jumlah telur yang diproduksi oleh induk betina sangat dipengaruhi oleh umur induk, ukuran, kondisi dan jenis ikannya, serta pola pemijahannya dispersal atau dierami. Kebanyakan ikan

26 11 tropis bertelur/memijah pada saat musim hujan karena terjadi stimulus faktor lingkungan di antaranya suhu, perubahan kimia air, dan aliran air (flooding) (Bye 1984 in Haryono 2006). Fekunditas relatif ikan tetet pada daerah Pantai Mayangan yaitu butir/gram bobot tubuh. Fekunditas relatif semakin menurun dengan semakin berat bobot ikan (Rahardjo & Simanjuntak 2007). Mayer et al. (1990) in Rahardjo & Simanjutak (2007) menyatakan bahwa fekunditas relatif cenderung lebih banyak pada ukuran ikan yang lebih besar (lebih tua) seperti ikan bass, Dicentrarchus labrax. Sebaliknya tidak menemukan hubungan yang signifikan antara fekunditas relatif dengan ukuran pada ikan blackspot snapper, Lutjanus fulviflamma menurut Kamuruku & Myaga (2004) in Rahardjo & Simanjuntak (2007).

27 12 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di PPI Gebang Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat yang dimulai dari tanggal 1 April hingga tanggal 31 September 2009 dan pada tanggal 19 Juli Pengambilan ikan contoh dilakukan setiap hari sebanyak 1-5 ekor ikan tetet (Johnius belangerii). Ikan contoh yang telah diambil kemudian dianalisis di Laboratorium Ekobiologi Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

28 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan selama penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Alat, bahan, dan kegunaan dalam penelitian Jenis Kegunaan A. Alat 1. Jaring Rampus dengan mesh size 1,75 Untuk menangkap ikan 2. Penggaris Mengukur panjang total ikan 3. Timbangan kue ketelitian 1 gram Menimbang bobot ikan 3. Timbangan digital ketelitian 0.01 gram Menimbang ikan dan bobot gonad 4. Mikroskop dan mikrometer okuler serta objektif Untuk mengukur diameter telur 5. Alat bedah Membedah ikan 6. Cawan petri Tempat menganalisis gonad ikan 7. Botol film dan plastik Wadah untuk mengawetkan gonad ikan 8. Hand tally counter Untuk menghitung jumlah telur B. Bahan 1. Ikan Tetet (Johnius belangerii) Objek penelitian 2. Larutan formalin 10% dan 4% Mengawetkan ikan dan gonad ikan 3.3 Metode Kerja Prosedur kerja di lapang Pengambilan contoh ikan dilakukan setiap hari dimulai dari tanggal 1 April hingga 31 September 2009 oleh enumerator. Ikan contoh yang diambil sebanyak 3-5 ikan setiap harinya. Ikan yang diambil difokuskan pada ikan betina saja. Setiap ikan contoh diukur panjang dan berat, diambil gonadnya dan diberi formalin 4%. Kemudian sampel gonad dikirim ke Bogor untuk dianalisis. Pengukuran panjang menggunakan mistar dengan ketelitian 0.1 cm dan pengukuran berat ikan contoh oleh enumerator menggunakan timbangan kasar dengan ketelitian 1 gr. Pengambilan contoh secara langsung pada tanggal 19 Juli 2010 sebanyak 20 ekor ikan dari hasil tangkapan untuk identifikasi, pengukuran panjang-berat, dan validasi berat. Validasi berat menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.01 gram dan timbangan kasar dengan ketelitian 1 gram yang digunakan oleh enumerator. Adanya validasi berat antara berat timbangan kasar dengan timbangan digital untuk mengkonversi berat 1 gram pada timbangan kue ke timbangan digital. Validasi berat didapatkan rumus dengan nilai R 2 = 99,4% : = Keterangan : TD : Timbangan Digital 0.01 gram TK : Timbangan Kasar 1 gram

29 Prosedur kerja di laboratorium Penentuan tingkat kematangan gonad secara morfologi Analisis laboratorium dimulai pada bulan Maret hingga Juni Sampel gonad ikan tetet yang dikirimkan kemudian dianalisis. Tingkat kematangan gonad ditentukan dengan mengamati ciri-ciri morfologisnya menurut Effendi (1997) terdapat pada Tabel 3 : Tabel 3. Tingkat kematangan gonad ikan (Effendi 1997) Tingkat I II III TKG ikan belanak (Mugil dussumieri) modifikasi Cassie Deskripsi Ovarium seperti benang, panjang sampai kedepan rongga tubuh, warna jernih, permukaan licin Ukuran ovarium lebih besar. Pewarnaan lebih gelap kekuning-kuningan, telur belum terlihat jelas dengan mata. Ovarium berwarna kuning. Secara morfologi telur mulai kelihatan butirnya dengan mata. IV V Ovarium makin besar, telur berwarna kuning, mudah di pisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi ½ 2/3 rongga perut, usus terdekat. Ovarium berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di deket pelepasan. Banyak telur seperti pada tingkat II. Gonad ikan dipisahkan berdasarkan TKG dan bulan ikan tersebut diambil. Kemudian gonad yang akan diamati fekunditas dan diameter telurnya hanya yang memiliki tingkat kematangan gonad IV. Fekunditas total telur dapat dihitung pada contoh dengan menggunakan metode campuran. Pada tahap selanjutnya diameter telur diukur dengan mengambil contoh dari tiga bagian telur yaitu bagian anterior, tengah, dan posterior setiap ikan, lalu dengan menggunakan mikrometer okuler dan objektif diukur diameter telurnya Pengitungan jumlah telur (fekunditas) dan pengukuran diameter telur Penghitungan fekunditas dilakukan pada ikan tetet betina yang memiliki tingkat kematangan gonad (TKG) IV. Sampel gonad TKG IV diukur beratnya, sampel diambil dari bagian anterior, bagian tengah dan posterior gonad, kemudian ditimbang dan diletakkan di atas cawan petri lalu diencerkan dengan akuades sebanyak 10 ml, dan ambil 1 ml dari pengenceran 10 ml, kemudian dihitung dengan

30 15 hand tally counter. Penghitungan fekunditas atau jumlah telur menggunakan metode gabungan (Effendie 1979). Pengukuran diameter telur dilakukan pada ikan-ikan contoh yang memiliki tingkat kematangan gonad (TKG) IV. Diameter telur yang diukur merupakan bagian kecil yang diambil dari subgonad, yaitu bagian posterior, median, dan anterior telur. Telur-telur itu diletakkan di atas gelas objek secara rapi, kemudian diamati sebanyak 50 telur tiap bagiannya dengan mikroskop binokuler berskala mikrometer yang sudah ditera Pembuatan preparat histologis gonad Metode pembuatan preparat histologis gonad ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan Angka et al. (1990) in Simanjuntak (2010) (Lampiran 1). 3.4 Analisis Data Aspek pertumbuhan Sebaran frekuensi panjang Hasil pengukuran panjang ikan contoh kemudian dibuat kedalam sebaran frekuensi panjang dengan mengacu pada Walpole (1992). Sebaran frekuensi panjang akan dipergunakan pada setiap parameter. Langkah pertama yang dilakukan dalam membuat sebaran frekuensi panjang, yaitu menentukan wilayah kelas (WK). WK merupakan hasil pengurangan dari nilai panjang tertinggi dengan nilai panjang terendah. Langkah kedua menentukan jumlah kelas (JK). Nilai JK diperoleh menggunakan rumus : JK = log N, N = jumlah data Langkah ketiga yaitu menghitung lebar kelas (L), di mana L merupakan hasil pembagian dari WK dengan JK. Setelah mendapatkan nilai-nilai tersebut yaitu JK, WK, dan L hal yang dilakukan adalah memilih ujung kelas interval menggunakan nilai panjang terendah untuk menentukan kelas pertama. Kelas pertama hingga kelas terakhir diperoleh dari nilai panjang terendah dengan penjumlahan nilai terendah dan lebar kelas dikurangi nilai satuan terkecil (nst).

31 Hubungan panjang-berat Analisis panjang dan berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan di alam. Hubungan panjang berat digunakan persamaan eksponensial sebagai berikut (Lagler 1972 in Juraida 2004) : W = al b Keterangan : W : berat total ikan (gram) L : panjang total ikan (mm) a dan b : konstanta hasil regresi Untuk mempermudah perhitungan maka persamaan di atas dilogaritmakan sehingga menjadi persamaan linear sebagai berikut : log W = log a + b log L Hubungan panjang berat dapat dilihat dari nilai konstanta b, bila b = 3 maka hubungannya bersifat isometrik (pertambahan panjang sebanding dengan pertambahan berat). Bila n 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik, jika b > 3 maka hubungannya bersifat allometrik positif (pertambahan berat lebih dominan dari pertambahan panjangnya), sedangkan bila b < 3 maka hubungan yang terbentuk bersifat allometrik negatif (pertambahan panjang lebih dominan dari pertambahan beratnya). Untuk menentukan bahwa nilai b = 3 atau tidak sama dengan 3, maka digunakan uji-t, dengan rumus (Walpole 1993) : hipotesa : T hit = β 3 Sb Ho : β = 3 pola pertumbuhan isometrik H1 : β 3 pola pertumbuhan allometrik Keterangan : β = Nilai X variabel dari tabel anova Sb = Simpangan baku

32 17 Selanjutnya T hit yang didapat akan dibandingkan dengan T tabel pada selang kepercayaan 95%. Jika T hit > T tabel, maka tolak Ho, dan sebaliknya jika T hit < T tabel, maka terima Ho Faktor kondisi Menurut Effendi (1997) faktor kondisi dapat ditentukan berdasarkan panjang dan berat ikan contoh. Rumus yang digunakan untuk mengetahui faktor kondisi dibedakan berdasarkan pola pertumbuhan. Apabila ikan memiliki pola pertumbuhan allometrik (b 3), maka rumus yang digunakan adalah : W K = b al Ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3), maka rumus yang digunakan adalah : Keterangan : K L W a dan b : faktor kondisi : panjang ikan (mm) : berat ikan (gram) : konstanta hasil regresi 10 = L K 3 5 W Aspek Eksploitasi Parameter pendugaan untuk mendapatkan nilai panjang maksimum (L inf ) dan koefisien pertumbuhan menggunakan perhitungan yang dilakukan dengan bantuan program FISAT (FAO-ICLARM Stock Assesment Tools) II versi Penentuan laju eksploitasi (E) berdasarkan data ukuran panjang ikan yang dicatat di lapangan setiap pengambilan contoh ikan. parameter-parameter laju mortalitas yang meliputi laju mortalitas total (Z) digunakan model Beverton dan Holt berbasis data panjang dengan model sebagai berikut : L") Z = K (L - (L"-L' )

33 18 Keterangan : K : koefisien pertumbuhan (per tahun) L : panjang asimtotik (mm) L : panjang rata-rata ikan yang tertangkap (mm) L : batas bawah dari interval kelas panjang yang memiliki tangkapan terbanyak (mm) Z : laju mortalitas total (pertahun) Selajutnya laju mortalitas alami (M) digunakan rumus empiris Pauly yaitu : log (M) = -0,0066-0,279log(L ) + 0,6543log( K) + 0,4634log( T) Keterangan : M : laju mortalitas alami (per tahun) L : panjang asimtotik K : koefisien pertumbuhan (per tahun) T : suhu rata-rata perairan ( 0 C) Setelah laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) diketahui maka laju mortalitas penangkapan dapat ditentukan melalui rumus : F= Z M Selanjutnya Pauly (1984) menyatakan laju eksploitasi dapat ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) F E = Z Keterangan : F : laju mortalitas penangkapan (per tahun) Z : laju mortalitas total (per tahun) M : laju mortalitas alami (per tahun) E : tingkat eksploitasi Aspek reproduksi Ukuran pertama kali matang gonad Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) dilakukan terhadap semua ikan contoh yang diambil. Sementara untuk menduga ukuran pertama kali ikan matang gonad berdasarkan selang kelas dimana terdapat ikan yang memiliki tingkat kematangan gonad yang matang yakni gonad TKG IV dengan menggunakan rumus, Rumus Spareman Karber : log = + ( ) ; Ragam = ( ) ; ±

34 19 Keterangan: Xi = log nilai tengah pada saat ikan matang gonad X = selisih log nilai tengah kelas Pi = Nb / Ni Nb = jumlah ikan matang gonad pada kelas ke-i Ni = jumlah ikan pada kelas ke-i Qi = 1 Pi Indeks kematangan gonad (IKG) Indeks kematangan gonad (IKG) atau sering disebut juga Gonadosomatic index (GSI) yang diukur dengan membandingkan berat gonad dengan berat tubuh ikan (Mahmoud 2009) : BG IKG / GSI(%) = x100 BT Keterangan : BG : berat gonad (gram) BT : berat tubuh (gram) Fekunditas Fekunditas ditentukan dengan metode campuran (gravimetri dan volumetri) dengan menggunakan rumus (Effendie 1979) : GxVxf F = Q Keterangan : F : fekunditas total (butir) G : berat gonad total (gram) V : volume pengenceran (ml) f : fekunditas dari subgonad (butir/ml) Q : berat subgonad (gram) Selanjutnya Effendie (1997) menyatakan hubungan fekunditas dengan panjang dan bobot melalui persamaan berikut : Hubungan fekunditas dengan panjang total : F = m L n atau log F = log m + n log L Hubungan fekunditas dengan bobot tubuh :

35 20 F = g + hw Keterangan : F : fekunditas (butir) L : panjang total ikan (mm) W : berat tubuh ikan (gram) m, n, g, h : konstanta hasil regresi

36 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan umum lokasi penelitian Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak dibagian timur. Kabupaten Cirebon juga terkenal dengan sebutan kabupaten pesisir. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 986,00 km 2 terletak antara 108 o o 49' Bujur Timur dan 6 o 7 o Lintang Selatan merupakan sebagai pintu gerbang antara propinsi Jawa Barat dengan Propinsi Jawa Tengah. Secara administrasi kabupaten ini dibatasi oleh, sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, sebelah Barat Laut berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kuningan, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Brebes (Jawa Tengah) ( Perairan Gebang salah satu sektor perikanan yang merupakan wilayah penangkapan ikan bagi nelayan-nelayan Desa Gebang, Kabupaten Cirebon. Perairan ini merupakan bagian dari perairan Laut Jawa. Iklim wilayah Indonesia khususnya pesisir Jawa Barat bagian utara dipengaruhi oleh angin muson yang mengakibatkan adanya dua musim, yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat terjadi pada bulan Desember sampai Februari, dimana angin umumnya (30-40 %) bertiup dari arah barat laut dengan kecepatan 3 m/det. Bulan Maret sampai Mei merupakan musim peralihan antara musim barat ke musim timur, kondisi angin (30-40 %) yang berubah-ubah dan didominasi dari arah timur laut dengan kecepatan angin 2-4 m/det. Bulan Juni sampai Agustus merupakan puncak musim timur dimana angin umumnya (30-40 %) bertiup dari arah timur laut dengan 3-6 m/det. Disamping terdapat angin yang berasal dari utara dan barat laut dengan kecepatan masing-masing 20 % dengan kecepatan angin 2 m/det. Sebelum kembali ke musim barat, terjadi musim peralihan dari musim timur ke musim barat yang terjadi pada bulan September sampai November dengan kecepatan angin 4-6 m/det, dan sebagian berasal dari angin timur laut (18 %) dengan kecepatan 1-3 m/det (Dihidros 2000 in Supriyadi 2008). Ikan tetet merupakan salah satu sumberdaya ikan ekonomis yang ditangkap bersama ikan-ikan pelagis kecil seperti ikan kembung, tenggiri, dan tongkol. Ikan ini memang bukan ikan tangkapan utama namun seringnya ikan tersebut tertangkap

37 22 sehingga akan adanya kemungkinan penurunan tingkat populasi. Wilayah ini merupakan muara yang merupakan tempat ikan tetet berada. Ikan ini biasa menggunakan muara-muara sungai untuk berkembang biak dan memijah serta untuk pengasuhan anak. Alat tangkap yang biasa digunakan oleh nelayan setempat berupa jaring rampus dengan mesh size inci. Daerah penangkapan ikan ini berada tidak jauh di sekitar Perairan Gebang (wawancara pribadi). Ikan tetet biasa didaratkan di PPI Gebang Mekar. Ikan tersebut merupakan hasil tangkapan sampingan dan termasuk salah satu ikan komersial tingkat rendah ( Ikan ini biasa dipasarkan dalam bentuk segar dan asin. Harga yang dipasarkan sekitar Rp 4.000,00/kg (wawancara pribadi). 4.2 Aspek Pertumbuhan Sebaran kelompok ukuran panjang dan berat ikan tetet (Johnius belangerii) Sebaran kelompok ikan digunakan untuk mengetahui jumlah atau banyaknya ukuran tertentu yang tertangkap. Ikan tetet (Johnius belangerii) yang ditangkap di daerah sekitar perairan desa Gebang Mekar selama penelitian sebanyak 674 ekor ikan betina. Berdasarkan waktu pengamatan yaitu April-September pada gambar 4, Ikan tetet yang tertangkap lebih banyak terdapat pada bulan Mei yaitu sebanyak 155 ekor, hal ini diduga pada bulan tersebut kondisi perairan dan cuaca membaik. Bulan Maret sampai Mei merupakan musim peralihan antara musim barat ke musim timur, kondisi angin (30-40 %) yang berubah-ubah dan dimonasi dari arah timur laut dengan kecepatan angin 2-4 m/det. Sehingga pada bulan Mei nelayan banyak melakukan aktifitas penangkapan. Hasil tangkapan terendah terdapat pada bulan Agustus, yaitu sebanyak 20 ekor. Hal ini diduga terlihat pada bulan tersebut kondisi perairan dan cuaca di Perairan Gebang tidak baik. Hal ini dikarenakan bulan Juni sampai Agustus merupakan puncak musim timur dimana angin umumnya (30-40 %) bertiup dari arah timur laut dengan 3-6 m/det, sehingga banyak nelayan tidak melakukan aktifitas penangkapan.

38 23 Frekuensi (ekor) April Mei Juni Juli Agustus September Bulan Pengamatan Gambar 4. Sebaran jumlah ikan tetet (Johnius belangerii) contoh pada saat bulan pengamatan (April-September) 2009 di Perairan Gebang. Nilai rata-rata panjang ikan tetet setiap bulannya berdasarkan Gambar 5. Berdasarkan gambar tersebut rata-rata panjang ikan tetet berada pada kisaran mm. Rata-rata panjang tertinggi berada pada bulan Agustus, yaitu pada ukuran 148 mm. Nilai yang diperoleh dikarenakan ikan-ikan yang tertangkap pada bulan Agustus merupakan ikan-ikan yang berukuran besar. Sedangkan rata-rata panjang terendah berada pada bulan Mei. Hal ini dapat dilihat bahwa ukuran ikan yang tertangkap pada bulan tersebut merupakan ikan-ikan berukuran kecil Panjang (mm) April Mei Juni Juli Agustus September Bulan pengamatan Gambar 5. Nilai rata-rata panjang ikan tetet (Johnius belangerii) pada bulan pengamatan tahun Sebaran kelas panjang ikan tetet dikelompokan menjadi 12 kelompok (Lampiran 3) dengan kisaran ukuran panjang mm terlihat pada Gambar 6. Selang kelas mm dan mm tidak ditemukan pada bulan pengamatan April hingga September. Ukuran panjang ikan tetet pada Gambar 6 terlihat bahwa ukuran didominasi oleh ukuran kelas mm. Ukuran maksimum ikan ini biasa ditemukan pada ukuran mm dan sampai 280 mm, sedangkan ukuran

39 24 maksimum yang ditemukan yaitu 180 mm sebanyak 2 ekor. Hal ini dapat mengidentifikasi bahwa ikan ini sudah mengalami perubahan struktur populasi. Frekuensi terendah ditemukan pada selang kelas mm sebanyak 2 ekor, sedangkan frekuensi tertinggi ditemukan pada selang kelas mm sebanyak 183 ekor. Frekuensi (ekor) n= Selang Kelas Ukuran Panjang (mm) Gambar 6. Sebaran frekuensi ukuran panjang (mm) ikan tetet (Johnius belangerii) betina pada bulan April-September 2009 di Perairan Gebang. Adapun sebaran ukuran panjang ikan tetet di dua lokasi, yaitu di daerah Mayangan dan Gebang terlihat pada Tabel 4. Hasil penelitian Juraida (2004) menunjukkan bahwa kisaran panjang ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Pantai Mayangan antara mm, dan pada perairan Gebang berada pada kisaran mm. Berdasarkan Tabel 4 perbedaan ukuran panjang yang ditemukan pada setiap lokasi diduga karena adanya perbedaan alat tangkap dengan ukuran mata jaring yang digunakan dalam penangkapan, serta adanya faktor lingkungan seperti nutrien yang dapat membuat pertumbuhan ikan baik. Keberadaan ikan-ikan ukuran kecil berkaitan dengan pola penyebaran telur dan larva secara pasif terbawa oleh pasang dan arus dari daerah pemijahan ke daerah asuhan (nursery ground) (Atmaja 1995).

40 25 Tabel 4. Hasil pengamatan ukuran panjang (mm) ikan tetet pada dua lokasi. Lokasi Jenis Bulan Pengamatan Alat tangkap Kisaran ukuran panjang yang ditemukan (mm) Mayangan (Juraida 2004) Gebang (Kusdarini 2010) Johnius belangerii Johnius belangerii Mei-Oktober April- September Jaring Insang (1.5; 2.0; 3.0 inci) Jaring Rampus ( inci) Nilai rata-rata berat ikan tetet pada setiap bulannya seperti Gambar 7. Sama halnya dengan nilai rata-rata panjang setiap bulannya. Nilai rata-rata berat terbesar terdapat pada bulan Agustus yaitu sebesar gram. Dan nilai rata-rata terendah pada bulan Mei yaitu sebesar gram. Variasi nilai setiap bulannya menunjukan bahwa ukuran setiap bulan ikan-ikan ini berbeda. Bulan Mei menunjukan bahwa ukuran ikan-ikan yang tertangkap lebih kecil dibandingkan bulan lainnya. Berat (gram) April Mei Juni Juli Agustus September Bulan pengamatan Gambar 7. Nilai rata-rata berat ikan tetet (Johnius belangerii) pada bulan pengamatan Kisaran ukuran berat ikan tetet (Johnius belangerii) betina berada pada gram (Gambar 8) dengan sebaran kelas ukuran berat dikelompokan menjadi 11 kelompok (Lampiran 3). Frekuensi berat ikan tetet tertinggi terdapat pada selang kelas gram ditemukan sebanyak 245 ekor. Sedangkan frekuensi berat ikan tetet terendah terdapat pada selang kelas gram ditemukan sebanyak 3 ekor.

41 26 Frekuensi (ekor) n= Selang Kelas Ukuran Berat (gram) Gambar 8. Sebaran frekuensi ukuran berat (gram) ikan tetet (Johnius belangerii) pada bulan pengamatan (April-September) 2009 di Perairan Gebang. Informasi mengenai kisaran berat ikan tetet didua lokasi yang berbeda berdasarkan Tabel 5. Hasil penelitian Juraida (2004) berat ikan tetet berkisar pada gram. Sedangkan pada perairan Gebang berada pada kisaran gram. Berdasarkan hasil pengamatan diduga bahwa ikan-ikan di Pantai Mayangan memiliki berat tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan ikan di Perairan Gebang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang baik untuk pertumbuhan ikan tersebut. Tabel 5. Hasil pengamatan ukuran berat (gram) ikan tetet pada berbagai lokasi. Lokasi Jenis Bulan Pengamatan Alat tangkap Kisaran ukuran panjang yang ditemukan (mm) Mayangan (Juraida 2004) Johnius belangerii Gebang (2010) Johnius belangerii November- April April- September Jaring Insang (1.5;2.0:3.0 inci) Jaring Rampus ( inci) Hubungan panjang-berat Hubungan panjang-berat merupakan nilai praktis yang memungkinkan merubah nilai panjang ke dalam nilai berat atau sebaliknya. Berat ikan dapat dinyatakan sebagai fungsi panjangnya, dimana hubungan panjang berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Hal ini disertai bentuk dan berat jenis ikan itu tetap selama hidupnya (Effendi 1997).

42 27 Berat (gram) W= 1E-07L R² = Panjang (mm) Gambar 9. Hubungan panjang berat ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang pada bulan pengamatan (April-September). Hubungan panjang berat ikan tetet pada Perairan Gebang mengikuti persamaan W = 1x10-7 L dengan nilai R 2 = 59.40% (Gambar 9). Berdasarkan persamaan tersebut didapatkan nilai b yaitu yang menunjukan bahwa tipe pertumbuhan ikan tetet yaitu allometrik positif. Tipe pertumbuhan tersebut mengartikan bahwa laju pertumbuhan berat ikan tetet di Perairan Gebang lebih besar dari pada laju pertumbuhan panjangnya. Hasil ini diperkuat melalui uji t dengan selang kepercayaan 95% terhadap nilai b. Hipotesis yang digunakan yaitu, Ho : Pola pertumbuhan isometrik bila b=3, dan H 1 : Pola pertumbuhan allometrik bila b 3, bila nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel tolak Ho dan bila nilai t hitung maka terima Ho. Dan diperoleh nilai t hitung (6.983) lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel (1.963), dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang yaitu allometrik positif, dimana pertumbuhan berat lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan panjangnya Faktor Kondisi Faktor kondisi merupakan salah satu derivat penting dari pertumbuhan yang menunjukan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Nilai faktor kondisi ikan tetet pada bulan pengamatan (April- September) di Perairan Gebang berada pada kisaran Rata-rata nilai faktor kondisi ikan tiap bulannya berada pada (Gambar 10).

43 28 Faktor kondisi n = April Mei Juni Juli Agustus September Bulan pengamatan Gambar 10. Nilai faktor kondisi ikan tetet (Johnius belangerii) betina pada bulan pengamatan (April-September) di Perairan Gebang. Nilai faktor kondisi terbesar terdapat pada bulan Juni yaitu sebesar Perbedaan nilai faktor kondisi tiap bulannya dapat menggambarkan faktor lingkungan mempengaruhi pertumbuhan ikan. Variasi faktor kondisi ini dipengaruhi adanya kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, ketersediaan makanan, jenis kelamin, dan umur (Effendi 1979). Faktor kondisi digunakan untuk menentukan kecocokan lingkungan dan membandingkan berbagai tempat hidup ikan. Nilai faktor kondisi dari bulan April-September relatif sama, sehingga dapat diduga bahwa lingkungan Perairan Gebang tidak memberikan perubahan kondisi ikan pada setiap bulannya. Faktor kondisi ikan tetet betina di Perairan Gebang berada pada kisaran nilai Nilai faktor kondisi tertinggi dan terendah berada pada bulan April, yaitu nilai terendah dan nilai tertinggi Nilai rata-rata faktor kondisi ikan tetet betina dengan nilai tertinggi terdapat pada selang kelas mm sebesar ± Sedangkan nilai rata-rata faktor kondisi dengan nilai terendah terdapat pada selang kelas mm sebesar ± terlihat pada Gambar 11. Pada Gambar 11 bahwa semakin besar ukuran panjang ikan terlihat nilai faktor kondisinya akan semakin besar. Hal ini diduga bahwa sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangan gonad seimbang.

44 29 Faktor kondisi Selang kelas ukuran panjang (mm) Gambar 11. Nilai faktor kondisi ikan tetet (Johnius belangerii) betina berdasarkan selang kelas panjang. Tabel 6 memperlihatkan hubungan antara faktor kondisi rata-rata dengan tingkat kematangan gonad (TKG). Pada tabel tersebut terlihat bahwa nilai faktor kondisi menurun seiring dengan meningkatnya kematangan gonad sampai pada TKG III, yang kemudian meningkat pada TKG IV. Hal ini menunjukan bahwa sebagian sumber energi yang digunakan pada untuk perkembangan sel-sel reproduksi. Menurut Rahardjo dan Simanjuntak (2008), proses pembentukan sel reproduksi mencapai puncaknya pada TKG IV dimana ukuran gonad yang terbesar sudah dicapai sehingga meningkatkan bobot tubuh secara keseluruhan. Pada Tabel 6 terlihat bahwa nilai faktor kondisi terbesar berada pada TKG IV. Tabel 6. Hubungan faktor kondisi dengan tingkat kematangan gonad ikan tetet (Johnius belangerii) betina. TKG Jumlah Kisaran Faktor Kondisi Rata-rata I II III IV *Sb : Simpangan baku Sb

45 Aspek Eksploitasi Kegiatan penangkapan yang semakin meningkat secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur populasi, penurunan stok bahkan menyebabkan kepunahan. Tingkat ekploitasi ikan tetet (Johnius belangerii) belum banyak diketahui. Nilai eksploitasi ikan ini dapat dilihat dari beberapa aspek. Aspek pertumbuhan dengan melihat pola pertumbuhan ikan tersebut yang didominasi ikanikan berukuran besar ataupun ikan-ikan berukuran kecil. Aspek reproduksi dengan melihat ukuran pertama kali matang gonad ikan tetet, ukuran diameter telur, dan jumlah telur. Tabel 7. Parameter pertumbuhan dan mortalitas ikan tetet dengan menggunakan program FISAT II didua lokasi Parameter Lokasi Jenis Pertumbuhan Parameter Mortalitas L K M Z F E Mayangan (Juraida 2004) Johnius belangerii Gebang (2010) Johnius belangerii * Keterangan : L = panjang yang tidak dapat dicapai ikan (mm); K = koefisien pertumbuhan (per tahun); M = laju mortalitas alami (per tahun); Z = laju mortalitas total (per tahun); F = laju mortalitas penangkapan (per tahun); E = laju eksploitasi Perhitungan tingkat ekploitasi menggunakan pengamatan nilai L, K (koefisien pertumbuhan), dan parameter-parameter laju mortalitas. Parameter pertumbuhan pada Tabel 7 menunjukan ikan tetet (Johnius belangerii) wilayah Perairan Mayangan memiliki L yaitu, mm dengan koefisien pertumbuhan sebesar per tahun. Sedangkan pada Perairan Gebang ikan tetet (Johnius belangerii) memiliki L yaitu sebesar mm dengan per tahun. Laju mortalitas meliputi laju mortalitas total (Z), mortalitas alami (M), dan mortalitas penangkapan. Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa nilai mortalitas ikan tetet di perairan Gebang tertinggi pada laju mortalitas penangkapan (F) yaitu per tahun dibandingkan dengan laju mortalitas alami (M) yaitu per tahun. Hal ini menunjukan bahwa 28.12% kematian ikan tetet di Perairan Gebang diakibatkan adanya kegiatan penangkapan. Sama halnya dengan di perairan Mayangan nilai laju mortalitas ikan tetet tertinggi diakibatkan kegiatan penangkapan (F) yaitu sebesar

46 per tahun dibandingkan dengan nilai laju mortalitas alaminya (M), yaitu sebesar per tahun. Hal ini tidak jauh berbeda dengan ikan-ikan yang berada di Gebang, dimana % kematian ikan tetet diakibatkan adanya kegiatan penangkapan. Hasil pengamatan pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa tingkat ekploitasi di Perairan Gebang sebesar atau 72%. Dan pada perairan Mayangan sebesar per tahun atau 76 %. Nilai-nilai tersebut telah melampaui batas laju eksploitasi yang dikemukan oleh Gulland (1971) in Pauly (1984) yaitu 0,50 atau 50%. Tingkat eksploitasi yang telah melebihi batas optimum yaitu 50% mengakibatkan ukuran panjang maksimum ikan menjadi lebih kecil. Ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang telah melebihi batas optimum atau dapat dikatakan telah mengalami tangkap lebih (overfishing). Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa nilai L ikan lebih kecil dibandingkan dengan ikan di Pantai Mayangan. L yang mampu dicapai oleh ikan tetet di Perairan Gebang sebesar mm dengan koefisien pertumbuhan 0.98 per tahun. 4.4 Aspek Reproduksi Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Pengamatan tingkat kematangan gonad ikan tetet di Perairan Gebang dilakukan melalui pengamatan secara morfologi dan histologi. Pengamatan secara morfologi hanya difokuskan kepada ikan betina saja, sedangkan pengamatan secara histologis dilakukan pada ikan jantan dan betina. Tahap perkembangan gonad yang dibagi menjadi empat tahapan (TKG I IV), dikarenakan tidak diketemukannya ikan tetet dengan tingkat kematangan gonad tahap V atau biasa disebut tahap salin. Persentase TKG ikan pada tiap bulan ditunjukan pada Gambar 12. Gambar tersebut memperlihatkan selama penelitian, ikan tetet betina dengan TKG IV ditemukan disetiap bulannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa musim pemijahan ikan tetet adalah sepanjang tahun.

47 32 Persentase 100% 80% 60% 40% TKG 4 TKG 3 TKG 2 TKG I 20% 0% April Mei Juni Juli Agustus September Bulan Pengamatan Gambar 12. Persentase tingkat kematangan gonad (TKG) ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan bulan pengamatan (April-September) Jumlah ikan betina yang teridentifikasi tingkat kematangan gonadnya sebanyak 667 ekor, yaitu TKG I ditemukan sebanyak 8 ekor atau 1.20%, TKG II sebanyak 38 ekor atau 5.69%, TKG III sebanyak 214 ekor atau 32.08%, dan TKG IV sebanyak 407 ekor 61.02% terlihat pada Gambar 13. Berdasarkan Gambar 10, bahwa semakin besar ukuran panjang ikan seiring dengan peningkatan TKG. Pada selang kelas sudah tidak ditemukan TKG II. Kecenderungan semakin tinggi TKG maka kisaran panjang tubuh semakin tinggi. Ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan gonad, yaitu faktor lingkungan dan hormon (Affandi dan Tang 2000). Frekuensi (%) 100% 80% 60% 40% 20% 0% TKG 4 TKG 3 TKG 2 TKG 1 Selang kelas panjang (mm) Gambar 13. Persentase tingkat kematangan gonad ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan selang kelas selama bulan pengamatan (April-September) 2009.

48 33 Ukuran pertama kali matang gonad ikan tetet betina pada Perairan Gebang diduga mm (Tabel 8). Hasil penelitian Juraida (2004) menunjukan ukuran pertama kali matang gonad ikan tetet betina sebesar mm. Dan pencapaian matang gonad ikan tetet di Pantai India (Bombay) lebih panjang, yaitu 165 mm (Prabhu cit. Bal Rao 1984 in Rahardjo&Simanjuntak 2007). Tabel 8. Hasil pengamatan ukuran pertama kali matang gonad ikan tetet (Johnius belangerii) betina Lokasi Laju eksploitasi (E) Koefisien pertumbuhan (K) Ukuran pertama kali matang gonad (mm) Mayangan (Juraida 2004) Gebang Perbedaan ukuran ikan pertama kali matang gonad ini dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor luar dan faktor dalam. Beberapa faktor yang diduga dapat menjadi penyebab perbedaan pencapaian ukuran pertama kali matang gonad, seperti sifat genetik populasi, perbedaan letak wilayah (latitude), kualitas perairan, dan besarnya tekanan penangkapan. Selain itu kematangan gonad berhubungan dengan pertumbuhan dan faktor lingkungan terutama ketersediaan makanan baik secara kualitas maupun kuantitas (Toelihere 1985 in Affandi dan Tang 2000). Effendie (1997) menyatakan faktor yang mempengaruhi pertama kali ikan matang gonad ada dua yaitu faktor luar seperti suhu dan arus serta faktor dari dalam seperti umur, jenis kelamin, sifat-sifat fisologis ikan seperti kemampuan beradaptasi dengan lingkungan serta ukuran Indeks Kematangan Gonad (IKG) Indeks kematangan gonad atau bisa juga disebut maturity atau Gonado Somatic Index merupakan perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh. Nilai IKG ikan tetet betina setiap bulannya ditunjukan pada Gambar 14. Nilai tersebut menunjukan perubahan IKG setiap bulan. Nilai IKG tertinggi berada pada bulan April dan September, diduga pada dua bulan tersebut merupakan puncak pemijahan. Sedangkan nilai IKG terendah berada pada bulan Agustus. Perbedaan

49 34 nilai IKG ini diduga karena adanya tahap-tahap perkembangan telur. Berdasarkan Effendi (1997) perubahan nilai IKG berkaitan erat dengan tahap perkembangan telur. IKG (%) April Mei Juni Juli Agustus September Bulan Pengamatan Gambar 14. Nilai indeks kematangan gonad (IKG) ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan bulan pengamatan (April-September) Indeks kematangan gonad (IKG) ikan tetet betina terus berkembang seiring dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad (TKG), seperti yang terlihat pada Gambar 15. Sesuai dengan pernyataan Effendi (1997) bahwa meningkatnya tingkat kematangan gonad menyebabkan ukuran diameter telur dan berat gonad juga meningkat. Dengan meningkatnya berat gonad menyebabkan nilai IKG meningkat. Berat gonad mencapai maksimum sesaat sebelum ikan akan memijah dan nilai IKG akan mencapai maksimum pada kondisi tersebut. Rata-rata IKG (%) I II III IV TKG Gambar 15. Hubungan indeks kematangan gonad (IKG) dengan tingkat kematangan gonad (TKG). 6.78

50 Fekunditas Fekunditas merupakan jumlah telur yang dikeluarkan ikan pada saat memijah. Pengamatan fekunditas dengan menggunakan ikan tetet betina TKG IV sebanyak 60 ekor. Panjang ikan berkisar mm dan kisaran berat gram. Fekunditas total ikan tetet betina berkisar antara butir, dengan rata-rata fekunditas totalnya yaitu sebesar butir. Fekunditas (butir) April Mei Juni Juli Agustus September Bulan pengamatan Gambar 16. Fekunditas ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan bulan pengamatan (April-September) Berdasarkan Gambar 16, terlihat jumlah telur yang dihasilkan ikan tetet setiap bulannya. Variasi tersebut menggambarkan bahwa ikan akan menghasilkan telur terbanyak pada bulan September yaitu sebanyak butir dan produksi telur terendah pada bulan Agustus yaitu sebanyak butir. Lagler et al. (1962) in Haryono (2006) menyatakan bahwa jumlah telur yang diproduksi oleh induk betina sangat dipengaruhi oleh umur induk, ukuran, kondisi dan jenis ikannya, serta pola pemijahannya dispersal atau dierami. Ikan tetet melakukan pemijahan setiap bulannya. Pada bulan September ikan ini memproduksi telur terbanyak, diduga pada bulan tersebut kondisi lingkungan perairan baik seperti kaya akan nutrien. Nutrien sangat diperlukan untuk telur-telur setelah menetas. Nutrien tersebut akan membawa makanan bagi ikan-ikan kecil. Hubungan fekunditas dengan panjang dan hubungan fekunditas dengan berat terlihat pada Gambar 17. Nilai koefisien korelasi yang rendah menunjukan tidak adanya hubungan yang erat antara fekunditas dengan panjang dan berat total.

51 36 Rendahnya nilai koefisien tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya fekunditas yang bervariasi pada ukuran yang sama. Fekunditas (butir) F = 4.246L R² = Ukuran panjang (mm) Fekunditas (butir) F = 166.6W R² = Ukuran berat (gram) Gambar 17. Hubungan fekunditas dengan panjang dan berat ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang Diameter telur Sebaran kelas diameter telur ikan tetet TKG IV berada pada kisaran mm yang terbagi kedalam 14 kelas ukuran diameter telur. Gambar 16 menunjukan rata-rata diameter telur ikan tetet setiap bulannya. Diameter telur terbesar berada pada bulan September yaitu mm dan diameter telur terkecil berada pada bulan Mei yaitu mm. Hasil pengamatan berdasarkan Gambar 19 diketahui bahwa frekuensi terbanyak ukuran diameter telur ikan tetet setiap bulannya berada pada kisaran diameter berukuran mm. Berdasarkan Gambar 19 ikan tetet pada Perairan Gebang diduga memiliki tipe pemijahan partial spawners karena memiliki modus penyebaran lebih dari satu puncak. Wootton (1990) in Murua (2003) mengatakan bahwa partial spawner adalah ikan yang mengeluarkan seluruh telurnya beberapa kali dalam setiap musim pemijahan. Lama pemijahan dapat diduga dengan

52 37 frekuensi ukuran diameter telur. Menurut Effendi (1997) sebelum terjadi pemijahan, sebagian besar hasil metabolisme ikan tertuju untuk perkembangan gonad. Gonad akan semakin membesar dibarengi dengan semakin besarnya ukuran diameter telur. Diameter telur (mm) April Mei Juni Juli Agustus September Bulan pengamatan Gambar 18. Nilai rata-rata diameter telur (mm) ikan tetet (Johnius belangerii) pada bulan pengamatan (April-September) 2009 di Perairan Gebang Frekuensi (butir) April Mei Juni Juli Agustus September Sebaran kelas diameter telur (mm) Gambar 19. Sebaran frekuensi diameter telur (mm) ikan tetet (Johnius belangerii) TKG IV di Perairan Gebang setiap bulannya Pengamatan tingkat kematangan gonad (TKG) secara histologis Pengamatan tingkat kematangan gonad ikan tetet betina secara histologis seperti pada Gambar 20, sedangkan tingkat kematangan gonad ikan tetet jantan pada Lampiran 13.

53 38 Tahap I : Awal pertumbuhan (Tidak Masak) Secara morfologi ovarium berbentuk memanjang. Ukuran sel telur relatif kecil dan belum terlihat jelas oleh mata telanjang. Secara histologis, ovarium didominasi oleh oogonium dan dijumpai telah adanya oosit primer hasil dari perkembangan oogonium. Belum dilapisi selaput folikel. Inti sel (nukleus) terletak di tengah dan bentuknya bulat serta dikelilingi oleh sitoplasma. Tahap II : Berkembang (Tidak Masak) Secara morfologi, ovarium berwarna merah jambu, pembuluh darah masih belum terlihat jelas. Ovarium berwarna lebih kuning dari pada TKG I. Sel telur masih belum terlihat jelas oleh mata telanjang. Secara histologis, Ovarium didominasi oleh oosit primer, masih ditemukan oogonium, terlihat adanya lapisan folikel. Tahap awal terjadinya proses vitellogenesis. Tahap III : Dewasa (Hampir Masak) Secara morfologi, ovarium berwarna merah jambu sampai kekuningan, butir telur sudah dapat dilihat oleh mata telanjang namun diameternya lebih kecil dan pembuluh darah mulai terlihat. Secara histologis, oogonium dan oosit sekunder masih ditemukan dan oosit sekunder berkembang menjadi oosit. Butir kuning telur (yolk egg) dan vakuola minyak terlihat jelas yang menyebar dari sekitar nukleus yang mengarah ke tepi. Tahap IV : Matang (Masak) Secara morfologi, ovarium makin membesar berwarna kuning kemerahmerahan, pembuluh darah jelas, telur terlihat jelas, keadaan telur masak berukuran besar berwarna terang. Secara histologis, Ovarium didominasi oleh ovum, inti sel terlihat jelas, butir minyak tersebar di sekitar inti sel. Berdasarkan Gambar 20 pada TKG 3 dapat terlihat bahwa masih terdapat TKG 1 dan 2. Sama halnya dengan TKG 3, pada TKG 4 masih terlihat TKG 2 dan 3. Perkembangan gonad betina secara histologis pada Gambar 20 terlihat bahwa ikan tetet (Johnius belangerii) memiliki tipe perkembangan oosit group synchronous. Group synchronous yaitu semua oosit yang ada di dalam ovarium mengalami tingkat kematangan yang berbeda (Murua 2003). Selain itu berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 19 dan 20 diketahui bahwa, ikan mengeluarkan telur

54 39 sebagian (partial spawner) sewaktu memijah dan akan dikeluakan lagi pada musim pemijahan selanjutnya. Os Og N 100X 100X Ot N Bt Ov Bm Yt N 100X 100X Keterangan : N = Nukleus; Og = Oogonium; Os = oosit; Ot = Ootid; Ov = Ovum; Bm = Butir minyak; Bt = butir kuning telur Gambar 20. Struktur histologis gonad pada TKG 1, 2, 3, dan 4 ikan tetet (Johnius belangerii) betina. 4.5 Perbandingan Laju Eksploitasi dengan Keragaan Reproduksi Kegiatan penangkapan yang terus menerus akan menyebakan perubahan struktur populasi dan keragaan reproduksi populasi ikan tersebut. Tabel 9 memperlihatkan perbandingan laju eksploitasi terhadap keragaan reproduksi, seperti ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas dan diameter telur.

55 40 Tabel 9 menunjukan bahwa perbedaan nilai laju eksploitasi ikan tetet di dua lokasi yaitu, daerah Pantai Mayangan dan Perairan Gebang. Nilai laju eksploitasi di Pantai Mayangan memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan di Perairan Gebang. Perbedaan ini dapat berpengaruh terhadap struktur populasi yang berpengaruh pada keragaan reproduksinya. Tabel 9. Perbandingan laju eksploitasi dan keragaan reproduksi pada dua lokasi. Lokasi Laju Eksploitasi (E) per tahun Ukuran pertama kali matang gonad (mm) Keragaan reproduksi Fekunditas (butir) Diameter telur (mm) Mayangan (Juraida 2004) Gebang Berdasarkan hasil pengamatan selang kelas panjang ukuran pertama kali matang gonad ikan tetet di Pantai Mayangan sebesar mm lebih kecil dibandingkan dengan Perairan Gebang sebesar mm. Sedangkan pada nilai fekunditas pada daerah Pantai Mayangan lebih besar dibandingkan dengan di daerah Gebang. Nilai fekunditas di Pantai Mayangan berkisar antara butir telur dan nilai fekunditas di Perairan Gebang berkisar butir telur. Kisaran diameter telur ikan tetet di Pantai Mayangan berkisar mm dan kisaran diameter telur ikan di Perairan Gebang berkisar antara mm. Nilai kisaran diameter telur ikan di Pantai Mayangan memiliki range yang lebih kecil dibandingkan dengan di Perairan Gebang. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diduga bahwa pada Pantai Mayangan dan Perairan Gebang tekanan penangkapan berpengaruh pada keragaan reproduksinya. 4.6 Alternatif Pengelolaan Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan tetet (Johnius belangerii) di daerah Perairan Gebang oleh masyarakat sekitar merupakan ikan hasil tangkapan sampingan. Penangkapan secara terus menerus tidak menutup kemungkinan bahwa ikan tetet semakin lama mengalami kepunahan. Tingkat ekploitasi ikan tetet di Perairan Gebang ternyata telah mencapai 0.72 atau 72% per tahunnya dengan laju kematian tertinggi diakibatkan oleh

56 41 penangkapan. Laju ekploitasi ini telah melampaui batas optimum atau dapat dikatakan telah overfishing. Untuk mengurangi ataupun mencegah terjadinya penurunan populasi ikan tersebut maka diperlukan pengelolaan yang berkelanjutan. Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian tersebut yaitu, mengurangi intensitas penangkapan. Selain itu, dengan mengetahui ukuran ikan yang boleh ditangkap, yaitu lebih besar dari mm, karena pada ukuran tersebut diduga ikan mengalami matang gonad. Sehingga ikan tetet yang berukuran kurang dari atau sama dengan mm tidak boleh ditangkap. Dan penggunaan ukuran mata jaring 1.6 inchi (Lampiran 14), sehingga dapat meloloskan ikan-ikan berukuran lebih kecil dari mm dengan tujuan memberikan kesempatan ikan-ikan tersebut dapat memijah terlebih dahulu.

57 42 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang telah mengalami tangkap lebih (overfishing) dengan laju eksploitasi sebesar 0.72 atau 72 % per tahun dengan laju kematian tertinggi diakibatkan aktivitas penangkapan. 2. Berdasarkan hasil penelitian secara temporal ikan tetet (Johnius belangerii) memiliki pola pertumbuhan Allometrik positif dengan koefisien pertumbuhan sebesar 0.98 per tahun dan L mm. Kisaran faktor kondisi berada pada nilai Berdasarkan hasil penelitian ikan tetet (Johnius belangerii) memiliki pola pemijahan partial spawning dan musim pemijahan sepanjang tahun, keragaan reproduksi tiap bulannya berbeda, fekunditas berkisar butir dengan ukuran diameter berkisar mm, dan ukuran pertama kali matang gonad yang ditemukan pada selang kelas mm. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan : 1. Perlu adanya penelitian terhadap ikan tetet jantan agar dapat terlihat proporsi ikan jantan dan betina. 2. Perlu adanya analisis kebiasaan makan dan caran makan ikan tetet. 3. Untuk menjamin keberlangsungan hidup ikan tersebut, perlu adanya upaya pengelolaan seperti, mengurangi intensitas penangkapan, ukuran ikan yang boleh ditangkap setelah ikan berukuran lebih besar dari mm dengan tujuan memberikan kesempatan ikan tetet untuk memijah terlebih dahulu, serta penggunaan ukuran mata jaring 1.6 inchi sehingga dapat meloloskan ikan-ikan berukuran lebih kecil dari mm.

58 43 DAFTAR PUSTAKA Affandi R & Tang MU Fisiologi Hewan Air. Pekan Baru. Unri Press. 215 hlm. Anhar M Pengaruh Tingkat Eksploitasi terhadap Keragaan Reproduktif Ikan Tetet, Johnius vogleri (Famili Sciaenidae).[skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Atmaja SB & Duto Nugroho Aspek Reproduksi Ikan Layang Deles (Decapterus macrosoma) dan siro (Amblygaster sirm) sebagai pertimbangan dalam pengelolaannya di Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia I (3) : 1-10 Effendie MI Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hlm. Effendie MI Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. D'Onghia G, M. Basanisi, A. Matarrese, & F. Megli Reproductive Strategies In Macrourid Fish: Seasonality Or Not?. Marine Ecology Progress Series. Vol 184 : Food and Agriculture Organization of The United Nation (FAO) FAO Spesies Identification Sheet for Fishery Purposes, Estern Indian Ocean and Western Central Ocean Volume III. Rome Haryono Aspek Biologi Ikan Tambra (Tor tambroides Blkr.) yang Eksotik dan Langka sebagai Dasar Domestikasi. Jurnal Biodiversitas. 7(2): Hosseini A, P. Kochanian, J. Marammazi, V. Yavari, A. Savari, & M.A. Salari- Aliabadi Length-Weight Relationship and Spawning Season of Sphyraena jello C., from Persian Gulf. Jurnal Biology Science 12 : (scialert.net/abstract/?doi=pjbs ) Juraida R Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Ikan Tetet (Johnius belangerii C.V) di Perairan Pantai Mayangan, Pamanukan, Jawa Barat. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Kuncoro EB Ekspedisi Sungai Cilacap Bagian 2. [terhubung berkala]. 2.html. [12 Juni 2010] Mahmoud HH Gonadal Maturation and Histological Observations of Epinephelus areolatus and Lethrinus nebulosus in Halaieb/Shalatien Area Red Sea, Egypt. Global Veterinaria 3(5):

59 44 Murua H Female Reproductive Strategies of Marine Fish Species of the North Atlantic. Journal Northwest Atlantic Fish Science. 33 : Rahardjo MF & Simanjuntak CPH Aspek Reproduksi Ikan Tetet, Johnius belangerii Cuvier (Pisces:Sciaenidae) di Perairan Pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Perikanan. 9(2): Rahardjo MF & Simanjuntak CPH Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi Ikan Tetet, Johnius belangerii Cuvier (Pisces: Sciaenidae) di Perairan Pantai Mayangan, Jawa Barat Simanjuntak R Keterkaitan Laju Eksploitasi dengan Keragaan Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Petek Leiognathus equulus (Forsskal, 1775) Famili Leiognathidae [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Solihatin A Biologi reproduksi dan studi kebiasaan makanan ikan sebarau (Hampala macrolepidota) di sungai Musi [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Supriyadi Dampak Perikanan Payang Terhadap Kelestarian Stok Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp.) di Perairan Kabupaten Cirebon dan Alternatif Pengelolaannya. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Utiah A Penampilan reproduksi induk ikan baung (Hemibagrus nemurus Blkr) dengan pemberian pakan buatan yang ditambahkan asam lemak N-6 dan N-3 dan dengan implementasi estradiol-17β dan tiroksin [disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Walpole RE Pengantar statistik, edisi ke-3. [Terjemahan dari Introduction to statistic 3 rd edition]. Sumantri B (penerjemah). PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Letak Geografis Cirebon. [terhubung berkala]. cirebonkab.go.id.[19 Desember 2009] Johnius belangerii. [terhubung berkala]. [19 Desember 2009] Yustina & Arnentis Aspek Reproduksi Ikan Kapiek (Puntius schwanefeldi Bleeker) di Sungai Rangau Riau, Sumatra. Jurnal Matematika dan Sains. 7(1):5 14

60

61 46 Lampiran 1. Gambar alat dan bahan yang digunakan selama melakukan penelitian a. Alat yang digunakan di lapangan (mengambil ikan, mengukur panjang dan berat total ikan, serta dokumentasi). b. Alat yang digunakan di laboratorium (menganalisis aspek biologi reproduksi) c. Bahan yang digunakan selama penelitian

62 47 Lampiran 2. Metode pembuatan preparat histologis gonad ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan Angka et al. (1990) Fiksasi gonad : Fiksasi Larutan Bouin s selama 24 jam Alkohol 70% selama 24 jam Dehidrasi Gonad direndam dalam : alkohol 80% selama 2 jam alkohol 90% selama 2 jam alkohol 95% selama 2 jam alkohol 95% selama 2 jam alkohol 100% selama semalam Clearing (penjernihan ) Gonad direndam dalam : alkohol 100% selama 1 jam alkohol 100% + xylol (1:1) selama ½ jam xylol I selama ½ jam xylol II selama ½ jam xylol III selama ½ jam Impregnasi (Penyusupan) Gonad direndam dalam : parafin + xylol (1:1) selama ¾ jam pada oven bersuhu C. parafin I selama ¾ jam pada oven bersuhu C parafin II selama ¾ jam pada oven bersuhu C parafin III selama ¾ jam pada oven bersuhu C Selanjutnya jaringan dicetak dalam cetakan selama (blocking) Pemotongan Spesimen dipotong dengan ketebalan 5 µ dengan microtom, diapungkan dalam air suam kukuh dan diletakkan di atas hot plate 40 0 C sampai kering.

63 48 Hidrasi Spesimen direndam dalam : xylol I dan xylol II selama 3 menit Alkohol 100% I selama 3 menit Alkohol 100% II selama 3 menit Alkohol 95% selama 3 menit Alkohol 90% selama 3 menit Alkohol 80% selama 3 menit Alkohol 70% selama 3 menit Alkohol 50% selama 3 menit Dicuci 2 kali Pewarnaan Preparat : direndam dalam larutan hematoxylin selama 7 menit cuci dengan air 3 detik direndam dalam larutan eosin selama 3 detik dicuci dengan air Dehidrasi Preparat direndam dalam : alkohol 50% selama 2 menit alkohol 70% selama 2 menit alkohol 85% selama 2 menit alkohol 90% selama 2 menit alkohol 100% I selama 2 menit alkohol 100% II selama 2 menit xylol I selama 2 menit xylol II selama 2 menit Penempelan Preparat diberi zat perekat entelan/canada balsam kemudian ditutup dengan kaca penutup dan dibiarkan selama semalam

64 49 Lampiran 3. Tabel data frekuensi ikan tetet (Johnius belangerii) setiap bulannya berdasarkan sebaran ukuran kelas panjang. Selang Kelas Batas Atas Frekuensi (ekor) April Mei Juni Juli Agustus September TOTAL

65 50 Lampiran 4. Tabel selang kelas ukuran panjang dan berat ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang No Selang Kelas Panjang (mm) BA Frekuensi No Selang Kelas Berat (gram) BA Frekuensi

66 51 Lampiran 5. Uji t hubungan panjang berat ikan tetet (Johnius belangerii) pada bulan pengamatan (April-September) di Perairan Gebang SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations 674 ANOVA df SS MS F Significance F Regression E-134 Residual Total Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% a E b E thit ttab HIPOTESIS Ho : b=3 pola pertumbuhan isometric H1 : b 3 pola pertumbuhan allometrik thit > ttab maka tolak Ho thit < ttab maka terima Ho Kesimpulan : thit > ttab maka tolak Ho, maka pola pertumbuhan allometrik positif Perhitungan Thit, Thit = β 3 Sb = [ ]/ =

67 52 Lampiran 6. Nilai-nilai faktor kondisi ikan tetet (Johnius belangerii) pada tiap selang kelas dan setiap bulannya di Perairan Gebang Selang Kelas Faktor Kondisi Stdev Bulan Faktor Kondisi STDEV April Mei Juni Juli Agustus September Contoh perhitungan Faktor kondisi : FK allometrik (b 3) W K = b al K = (33.714)/( )*(160^3.858) = 1.058

68 53 Lampiran 7. Frekuensi Tingkat Kematangan Gonad berdasarkan selang kelas ukuran panjang ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang pada bulan pengamatan (April-September). Selang kelas SK TKG I II III IV TOTAL

69 54 Lampiran 8. Ukuran pertama kali ikan matang gonad ikan tetet (Johnius belamgerii) Selang Kelas Panjang (mm) Nilai tengah Jmlh ikan Jmlh ikan matang log Nt Pi 1-Pi x(i+1)-xi Pi*Qi Ni-1 (Pi*Qi)/Ni-1 (Nb/Ni) (Nt) (xi) (Ni) (Nb) (Qi) Selang kelas SK Xi Log Xi Ni MG TOTAL RATA-RATA m antilog ragam ± Ukuran pertama kali matang gonad mm Perhitungan m (ukuran pertama kali matang gonad) Log m = ( ) = m = antilog (2.1259) = ragam = x = ukuran pertama kali matang gonad = ± = mm 53

70 55 Lampiran 9. Nilai rata-rata indeks kematangan gonad (IKG) ikan tetet (Johnius belangerii) pada setiap bulannya di Perairan Gebang. BULAN IKG KISARAN Kisaran Rata rata Sb min max April Mei Juni Juli Agustus September Lampiran 10. Nilai rata-rata indeks kematangan gonad (IKG) ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan kelas panjang Selang Kelas Panjang Rata-rata Stdev Contoh perhitungan IKG : IKG = BG/BT IKG = 1.82/ =

71 56 Lampiran 11. Indeks kematangan gonad (IKG) berdasarkan tingkat kematangan gonad Jumlah (ekor) Rata-rata Bobot Gonad IKG TKG Kisaran Rata rata Sb I II III IV *Sb: Simpangan baku Lampiran 12. Sebaran frekuensi diameter telur berdasarkan selang kelas No Selang Kelas Panjang Batas Atas Nilai Tengah (Xi) Frekuensi (butir) Frekuensi (%)

72 57 Lampiran 13. Sebaran frekuensi diameter telur pada setiap bulannya. No Selang Kelas Batas Frekuensi (butir) Atas April Mei Juni Juli Agustus September

73 Lampiran 14. Hasil pengamatan histologis gonad ikan tetet (Johnius belangerii) jantan 58

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh 14 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh adalah tempat pendaratan ikan (TPI) Palabuhanratu. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi,

Lebih terperinci

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) tiga, yaitu Laut Jawa dari bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Desember

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di perairan berlumpur Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan intensitas penangkapan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014 agar dapat mengetahui pola pemijahan. Pengambilan sampel dilakukan

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004). 24 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Lokasi penelitian berada di Selat Sunda, sedangkan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Oleh : Rido Eka Putra 0910016111008 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga September 2013.

Lebih terperinci

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI &[MfP $00 4 oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI RAJUNGAN (Portiinirspelngicus) DI PERAIRAN MAYANGAN, KABWATEN SUBANG, JAWA BARAT Oleh: DEDY TRI HERMANTO C02499072 SKRIPSI Sebagai Salah

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan Cirebon yang merupakan wilayah penangkapan kerang darah. Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada dua lokasi yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel ikan tuna mata besar dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Oktober 2008 di perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 010 di daerah pantai berlumpur Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Udang contoh yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta, terletak di sebelah utara kota Jakarta, dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT Jurnal Iktiologi Indonesia, 9(1):75-84, 29 ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT [Reproductive aspect of silver biddy (Gerres kapas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tetet (Johnius belangerii) 2.1.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Klasifikasi ikan tetet menurut Bleeker (1853) in www.fishbase.org adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

LAJU EKSPLOITASI DAN VARIASI TEMPORAL KERAGAAN REPRODUKSI IKAN BANBAN Engraulis grayi (Bleeker, 1851) BETINA DI PANTAI UTARA JAWA (OKTOBER MARET)

LAJU EKSPLOITASI DAN VARIASI TEMPORAL KERAGAAN REPRODUKSI IKAN BANBAN Engraulis grayi (Bleeker, 1851) BETINA DI PANTAI UTARA JAWA (OKTOBER MARET) LAJU EKSPLOITASI DAN VARIASI TEMPORAL KERAGAAN REPRODUKSI IKAN BANBAN Engraulis grayi (Bleeker, 1851) BETINA DI PANTAI UTARA JAWA (OKTOBER MARET) PANDU MAHENDRATAMA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas 30 mm 60 mm PENDAHULUAN Ekonomis & Ekologis Penting R. kanagurta (kembung lelaki) ~ Genus Rastrelliger spp. produksi tertinggi di Provinsi Banten, 4.856,7 ton pada tahun 2013, menurun 2.5% dari tahun 2010-2013

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri 17 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di 11 daerah yang meliputi 5 pulau besar di Indonesia, antara lain Bintan dan Jambi (Sumatera), Karawang, Subang dan Cirebon (Jawa),

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Ikan Kurisi di Perairan Teluk Banten Penduduk di sekitar Teluk Banten kebanyakan memiliki profesi sebagai nelayan. Alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Maret hingga Oktober 2008. Pengambilan sampel dilakukan di sungai Klawing Kebupaten Purbalingga Jawa Tengah (Lampiran 1). Analisis

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

: MAULANA ISHAK C

: MAULANA ISHAK C LAJU EKSPLOITASI DAN VARIASI KERAGAAN REPRODUKSI IKAN TETET BETINA Johnius belangerii (Bleeker, 1853) PADA MUSIM BARAT (OKTOBER-MARET) YANG DIDARATKAN DI PPI GEBANG KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT Oleh :

Lebih terperinci

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1 TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1 ABSTRAK (Gonad Maturity of Herring (Clupea platygaster) in Ujung Pangkah Waters, Gresik, East

Lebih terperinci

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA ADISTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

2. METODOLOGI PENELITIAN

2. METODOLOGI PENELITIAN 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terdiri dari lokasi pengambilan udang mantis contoh dan lokasi pengukuran sumber makanan potensial udang mantis melalui analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulubatu (Barbichthys laevis) Kelas Filum Kerajaan : Chordata : Actinopterygii : Animalia Genus Famili Ordo : Cyprinidae : Barbichthys : Cypriniformes Spesies : Barbichthys laevis

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan dangkal Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan contoh ikan dilakukan terbatas pada daerah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai Tulang Bawang. Pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam satu bulan, dan dilakukan

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI KEBIASAAN MAKANAN IKAN BETOK (Anabas testudineus) DI DAERAH RAWA BANJIRAN SUNGAI MAHAKAM, KEC. KOTA BANGUN, KAB. KUTAI KERTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LIRENTA MASARI BR HALOHO C24104034 SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Palabuhan Ratu Perairan Palabuhan Ratu merupakan teluk semi tertutup yang berada di pantai selatan Jawa Barat, termasuk kedalam wilayah

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086 SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BILIS, Thryssa hamiltonii (FAMILI ENGRAULIDAE) YANG TERTANGKAP DI TELUK PALABUHANRATU

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BILIS, Thryssa hamiltonii (FAMILI ENGRAULIDAE) YANG TERTANGKAP DI TELUK PALABUHANRATU BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BILIS, Thryssa hamiltonii (FAMILI ENGRAULIDAE) YANG TERTANGKAP DI TELUK PALABUHANRATU Alsade Santoso Sihotang SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 17 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke, Penjaringan Jakarta Utara, pada bulan Februari 2012 sampai April 2012. Stasiun pengambilan contoh ikan merupakan

Lebih terperinci

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU Scy[la serrata ( FORSKAL ) SEGARA MORFOLOGIS DAN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET Olela TITIK RETNOWATI C 23.1695 JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014. Pengambilan sampel dilakukan di Rawa Bawang Latak, Desa Ujung

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009 BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATRA SELATAN Yunizar Ernawati 1, Eko Prianto 2, dan A. Ma suf 1 1 Dosen Departemen MSP, FPIK-IPB; 2 Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA Oleh: RIAMA VERAWATY TAMPUBOLON C02495025 PROGRAM STUD1 MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Pengambilan data primer dilakukan selama tiga bulan dari tanggal

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi perairan pesisir Banten yaitu perairan PLTU-Labuan Teluk Lada dan Teluk Banten Bojonegara, Provinsi Banten.

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 dan MSY adalah: Keterangan : a : Perpotongan (intersept) b : Kemiringan (slope) e : Exponen Ct : Jumlah tangkapan Ft : Upaya tangkap (26) Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi

Lebih terperinci

LAJU EKSPLOITASI DAN VARIASI TEMPORAL KERAGAAN REPRODUKSI IKAN BANBAN (Engraulis grayi) ) BETINA DI PANTAI UTARA JAWA PADA BULAN APRIL-SEPTEMBER

LAJU EKSPLOITASI DAN VARIASI TEMPORAL KERAGAAN REPRODUKSI IKAN BANBAN (Engraulis grayi) ) BETINA DI PANTAI UTARA JAWA PADA BULAN APRIL-SEPTEMBER LAJU EKSPLOITASI DAN VARIASI TEMPORAL KERAGAAN REPRODUKSI IKAN BANBAN (Engraulis grayi) ) BETINA DI PANTAI UTARA JAWA PADA BULAN APRIL-SEPTEMBER ILMI ADING PUTRI SHEIMA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF INNA FEBRIANTIE Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan lokasi

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan lokasi 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi Penelitian makanan dan reproduksi ikan tilan dilakukan selama tujuh bulan yang dimulai dari bulan Desember 2007- Juli 2008. Sampling dan observasi lapangan dilakukan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu pengambilan contoh ikan dan analisis kebiasaan makanan. Pengambilan contoh dilakukan selama enam bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 2 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu teluk yang terdapat di utara pulau Jawa. Secara geografis, teluk ini mempunyai panjang pantai

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu

Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu Nur ainun Muchlis, Prihatiningsih Balai Penelitian Perikanan Laut, Unit Pelaksana

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

KEBIASAAN MAKANAN IKAN BELOSO (Glossogobius giuris, Hamilton-Buchanan, 1822) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR TRI PRIHARTATIK

KEBIASAAN MAKANAN IKAN BELOSO (Glossogobius giuris, Hamilton-Buchanan, 1822) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR TRI PRIHARTATIK KEBIASAAN MAKANAN IKAN BELOSO (Glossogobius giuris, Hamilton-Buchanan, 1822) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR TRI PRIHARTATIK DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846)  (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) www.fishbase.org (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci