A. Tugas dan Kewenangan Notaris sebagai Pejabat Umum. Kata notaris berasal dari kata notarius dan notariui yang berarti orang yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "A. Tugas dan Kewenangan Notaris sebagai Pejabat Umum. Kata notaris berasal dari kata notarius dan notariui yang berarti orang yang"

Transkripsi

1 18 BAB II TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MELAKSANAKAN TUGASNYA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK TERHADAP AKTA YANG DITERBITKAN BERKAITAN DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1014 K/PID/2013 A. Tugas dan Kewenangan Notaris sebagai Pejabat Umum Kata notaris berasal dari kata notarius dan notariui yang berarti orang yang menjalankan pekerjaan menulis. Sedangkan kata notariat berasal dari kata latijnse Notariaat. Pada zaman Romawi, diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis. Istilah notaris sebenarnya berasal dari akta notarius sesuai dengan nama pengabdinya yaitu Notarius yang ada pada jaman Romawi. Nama ini dimaksudkan untuk menandakan suatu golongan orang-orang yang melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis menulis tertentu. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa istilah notaris berasal dari perkataan Notaliteraria, yang berarti tanda atau karakter (letter mark) yang menyatakan suatu perkataan. 22 A.W Voors antara lain mengutarakan bahwa dalam sejarah posisi seorang notaris mengenal ups and downs. Secara ekstensif ia membicarakan sejarahnya yaitu: 23 a. Di Mesir, terkenal sebagai negara tertua yang mempunyai lembaga notariat, kedudukan notaris dipandang tinggi. 22 Soegondo Notodisoerjo. Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan). PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm Kie, Tan Thong, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris. PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta Hlm

2 19 b. Di kota tua Roma dikenal tabellarius (notarius) yang mempunyai peranan sebagai penulis diantara para penduduk yang buta huruf. Ia adalah seorang yang rendah diri yang tidak dapat berdiri di bawah pengayoman para yuris dan politisi. c. Di abad pertengahan (the medieval ages) terlihat seorang notaris bekerja dikalangan kaisar dan gereja. d. Menurut A. W. Voors, Prof. Mr. A. Pitlo dalam bukunya De 17 en 18 Eeuwsche Notariesboeken telah menggambarkan seorang notaris sebagai seorang yang penting. e. Baru dalam abad ke-19 Ventose Wet, yang datang dari Perancis ke Belanda, menyegarkan dan menarik notariat ke tingkat yang lebih tinggi. Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figuur) yang keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tanda tangannya serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang akan datang. Kalau seorang advokat membela hak-hak seseorang ketika timbul suatu kesulitan, maka seorang notaris harus berusaha mencegah terjadinya kesulitan itu. Pengaruh seorang notaris dalam beberapa lingkungan dan situasi dalam kehidupan seorang anggota masyarakat : a. Dalam Hubungan Keluarga

3 20 Sering kali terjadi bahwa rahasia keluarga antara para anggotanya terpaksa diungkapkan kepada seorang notaris, umpamanya dalam hal adanya seorang anak pemboros, dalam hal membuat surat wasiat, perjanjian nikah, perseroan keluarga, dan keadaan lain. Dalam hal itu seorang notaris harus dapat membedakan antara hubungan keluarga dan tugas (zakelijk) dan harus menunjukkan sifat yang objektif, tidak memihak, tidak mementingkan materi (mengenai honorarium notaris), dan mampu menyimpan rahasia. Ternyata dalam banyak hal nasihat seseorang notaris dipertimbangkan oleh masyarakat. b. Dalam Soal Warisan Di sini peranan seorang notaris tidak kurang pentingnya,. Di negara-negara Common Law soal penetapan ahli waris dilakukan oleh Pengadilan (court) dan di Indonesia oleh Mahkamah Syari ah untuk mereka yang hendak membagi warisannya menurut hukum adat daerahnya. Bagi mereka yang tunduk kepada hukum Barat suatu keterangan notaris dalam akta waris (Certificaat van Erfreht) cukup untuk mencairkan uang yang disimpan dalam rekening suatu bank yang tertulis atas nama seseorang yang telah meninggal dunia, memastikan para ahli waris yang berhak menjual harta dalam suatu warisan, atau membuka safeloket di suatu bank Hasil yang mencolok pekerjaan seorang notaris ini seharusnya mendorong para notaris untuk secara teliti memeriksa dan lebih tekun serta tetap mempelajari Hukum Waris. c. Dalam Bidang Usaha

4 21 A.W. Voors melihat dua persoalan tentang fungsi notariat di bidang usaha, yaitu : 1. Pembuatan kontrak antara para pihak, dalam hal itu suatu tindakan dimulai serta diakhiri dalam akta, umpamanya suatu perjanjian jual-beli. Dalam hal ini notaris telah terampil dengan adanya model-model di samping mengetahui dan memahami undang-undang. 2. Pembuatan kontrak yang justru memulai sesuatu dan merupakan dasar suatu hubungan yang berlaku untuk jangka waktu agak lama. Dalam hal ini dibutuhkan dari seorang notaris suatu penglihatan tajam terhadap materinya serta kemampuan melihat jauh ke depan, apakah ada bahayanya, dan apa yang mungkin terjadi. Dilihat dari sudut lain A. W. Voors membagi pekerjaan notaris menjadi : (a) pekerjaan yang diperintahkan oleh undang-undang yang juga disebut pekerjaan legal, dan (b) pekerjaan ekstralegal, yaitu pekerjaan yang dipercayakan padanya dalam jabatan itu. Yang disebut pertama (a) menurut A.W. Voors adalah tugas sebagai pejabat untuk melaksanakan sebagian kekuasaan pemerintah dan sebagai contoh disebutnya antara lain : (1) memberi kepastian tanggal, (2) membuat grosse yang mempunyai kekuatan eksekutorial, (3) memberi suatu keterangan dalam suatu akta yang menggantikan tanda tangan, (4) memberi kepastian mengenai tanda tangan seseorang.

5 22 Kemudian (b), tugas lain yang dipercayakan kepadanya adalah menjamin dan menjaga perlindungan kepastian hukum atau sebagaimana yang ditulis oleh A.W. Voors: de bescherming van de rechtszekerheid. Setiap warga mempunyai hak serta kewajiban dan ini tidak diperbolehkan secara sembrono dikurangi atau disingkirkan begitu saja, baik karena yang berkepentingan masih di bawah umur atatupun mengidap penyakit ingatan. Kehadiran seorang notaris dalam hal-hal itu diwajibkan oleh undang-undang dan ini adalah bukti kepercayaan pembuat undang-undang kepada diri seorang notaris. Contohnya adalah : 1. Perjanjian Nikah (Pasal 147) Perjanjian ini dianggap demikian penting sehingga diharuskan membuatnya dengan akta autentik. Yang paling penting adalah menjaga kepentingan para pihak dan menjelaskan isinya kepada mereka yang pada umumnya masih muda dan lagi menetapkan tanggal pembuatannya, karena menurut undang-undang perjanjian nikah harus dilakukan sebelum pernikahan dilangsungkan di Kantor Catatan Sipil. 2. Pemisahan dan Pembagian Warisan Dalam hal anak di bawah umur yang juga berhak dan kepetingannya harus dijaga (Pasal 1074) 3. Perjanjian Hibah (Pasal 1682)

6 23 Dianggap sangat penting, agar pemberi hibah mengetahui akibatnya dan penerima hibah memahami syarat yang diletakkan dalam suatu hibah. Dalam tindak hukum yang disebut diatas, kepercayaan diberikan kepada eseorang notaris untuk memperhatikan kepentingan yang lemah dan yang kurang mengerti. Dan perlindungan yang sama dipercayakan kepadanya dalam semua tindak hukum lainnya bentuknya diharuskan dengan akta autentik (akta notaris). Teapi walaupun seorang notaris harus menjaga kepentingan para pelanggan dan mencari jalan paling murah, keharusan ini janganlah sekali-kali dipakai untuk memberi nasihat menyelundupkan ketentuan undang-undang. Sebab seorang notaris tidak hanya mengabdi kepada masyarakat, teapi juga kepada pemerintah yang menaruh kepecayaan penuh kepadanya. Notaris menurut definisi UUJN adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain. Selaku pejabat umum, Notaris dalam menjalankan tugasnya harus bertindak berdasarkan etika. Etika yang dimaksud adalah kode etik yang dimaksudkan untuk menjalankan suatu profesi supaya betul-betul mencerminkan pekerjaan profesional,

7 24 bermoral, dengan motivasi dan berorientasi pada keterampilan intelektual dengan argumentasi rasional dan kritis. 24 Maksud profesional disini adalah suatu paham yang menciptakan dilakukannya dengan kegiatan-kegiatan tertentu dalam masyarakat dengan berbekal keahlian yang tinggi dan berdasarkan keterpanggilan, serta ikrar untuk menerima panggilan tersebut, untuk dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan di tengan kehidupan. Dengan demikian profesi tidaklah sekali-kali boleh disamakan begitu saja dengan kerja biasa yang bertujuan mencari nafkah dan/atau mencari kekayaan duniawi. 25 Dalam pengertian notaris di atas dapat dijelaskan pula bahwa notaris merupakan pejabat umum (openbare ambtenaar), dan seorang pejabat umum tidak mempunyai kedudukan yang sama dengan pegawai negeri. Meskipun pegawai negeri sebagai pejabat juga yang mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan umum, tetapi pegawai negeri dalam hal ini tidak seperti yang dimaksud oleh Pasal 1868 KUHPerdata. Notaris bukan pegawai negeri sebagaimana yang dimaksud oleh perundang-undangan kepegawaian karena notaris tidak menerima gaji, melainkan menerima honorarium dari kliennya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku G. H. S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta, Erlangga. hlm Soetandyo Wignjosoebroto. Profesi Profesionalisme dan Etika Profesi. Media Notariat, Hlm Liliana Tedjosaputro. Etika Profesi Notaris Dalam Penengakan Hukum Pidana. BIGRAF Publishing, Yogyakarta, hlm. 28

8 25 Sesuai dengan Pasal 2 UUJN bahwa Notaris diangkat oleh Menteri, namun tidak berarti bahwa pengangkatan notaris oleh menteri menjadikan notaris adalah aparatur negara yang digaji oleh negara. Notaris hanya menerima honor dari klien dari setiap akta yang diminta kepadanya. Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2004 diatur mengenai honorarium bagi notaris yaitu bahwa notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai kewenangannya. Honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang diterbitkan. Nilai ekonomis sangat beragam nilainya karena tergantung dari objek setiap akta. Nilai sosiologis ditetapkan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp ,- (lima juta rupiah) Dalam UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dapat pula dijumpai pada Pasal 1 ditegaskan pula tentang Pengertian Notaris dinyatakan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Hal ini pada prinsipnya tidak berbeda jauh dengan pengertian notaris yang dirumuskan dalam Pasal 1 UUJN dan peraturan pelaksanaannya, dan pada Pasal 15 yang ketentuan ayat (1), dan ayat (2) diubah pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 mengenai kewenangan Notaris. Berdasarkan uraian di atas, notaris tidak dapat dikatakan sebuah profesi yang biasa saja karena notaris adalah Pejabat Umum. Notaris publik sering disebut juga sebagai pejabat umum atau public officer atau openbaar ambtenaar.

9 26 Notaris tidak boleh membuat akta jika tidak diminta. Akta Notaris harus memenuhi peraturan yang berlaku seperti UUJN dan peraturan-peraturan lain yang ada. Beberapa Pasal yang dibuat untuk melindungi akta notaris sebelum UUJN terdapat pada Peraturan Jabatan Notaris yaitu dalam Pasal 26, 27, 32, 33 dan 34. Pengertian notaris menurut Sarman Hadi secara tegas diungkapkan bahwa: 27 Notaris bukanlah pihak dalam akta yang dibuat dihadapannya, karena tidak memihak. Notaris tidak mempunyai pihak, namun dapat memberikan jalan dalam jalur hukum yang berlaku, agar maksud pada pihak yang meminta bukti tertulis akan terjadinya hubungan hukum diantara para pihak, dapat dibantu melalui jalur hukum yang benar. Dengan demikian maksud para pihak tercapai sesuai dengan kehendak para pihak, di sinilah dituntut pengetahuan hukum yang luas dari seorang notaris untuk dapat meletakkan hak dan kewajiban para pihak secara proporsional. Salah satu perilaku seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya adalah senantiasa bersikap profesional. Menyandang jabatan selaku notaris harus jujur terhadap diri sendiri yang berlandaskan pada spiritual, moral, mental, akhlak, baik dan benar. Selain mempunyai intelektual yang tinggi serta yang mempunyai sifat netral/tidak memihak, independen, mandiri, tidak mengejar materi, menjunjung harkat dan martabat Notaris yang profesional. 28 Dalam UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), notaris didefinisikan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN. Definisi yang diberikan 27 Koesbiono Sarman Hadi. Profesi Notaris Dalam Era Globalisasi, Tantangan dan Peluang, Makalah pada Seminar Nasional Profesi Notaris Menjelang Tahun 2000, 15 Juni 1996, Yogyakarta, hlm A. A. Andi Prajitno. Apa dan Siapa Notaris di Indonesia?. Cetakan Pertama, Putra Media Nusantara, Surabaya hlm. 92

10 27 oleh UUJN ini merujuk pada tugas dan wewenang yang dijalankan oleh notaris. Artinya notaris memiliki tugas sebagai pejabat umum dan memiliki wewenang untuk membuat akta otentik serta kewenangan lainnya yang diatur oleh UUJN. 29 Bila rumusan ini diperbandingkan, maka rumusan UUJN yang baru lebih luas dibandingkan dengan PJN yang lama namun keduanya memiliki esensi yang sama tentang notaris yakni sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta. Terminologi berwenang (bevoegd) dalam PJN maupun UUJN diperlukan karena berhubungan dengan ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu akta otentik adalah yang sedemikian, yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu, di tempat akta itu dibuat. Untuk pelaksanaan Pasal 1868 KUH Perdata tersebut pembuat undang-undang harus membuat peraturan perundang-undangan untuk menunjuk para pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan oleh karena itulah para notaris ditunjuk sebagai pejabat yang sedemikian berdasarkan PJN maupun UUJN. 30 Pengertian notaris sebagai pejabat umum satu-satunya yang berwenang membuat akta dalam rumusan PJN tidak lagi digunakan dalam UUJN. Penggunaan kata satu-satunya (uitsluitend) dimaksudkan untuk memberikan penegasan bahwa notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu, tidak turut pejabat lainnya. Semua pejabat lainnya hanya mempunyai wewenang tertentu yang artinya 29 Abdul Ghofur Anshori. Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hlm GHS Lumban Tobing. Peraturan Jabatan Notaris. Erlangga, Jakarta, hlm. 33

11 28 wewenang mereka tidak meliputi lebih daripada pembuatan akta otentik yang secara tegas ditugaskan kepada mereka oleh undang-undang. Perkataan uitsluitend dengan dihubungkan dengan bagian kalimat terakhir PJN mempunyai arti dengan mengecualikan setiap orang lain. Dengan perkataan lain, wewenang notaris bersifat umum sedang wewenang para pejabat lainnya adalah pengecualian. Itulah sebabnya bahwa apabila di dalam peraturan perundang-undangan untuk suatu perbuatan hukum diharuskan adanya akta otentik, maka hal itu hanya dapat dilakukan dengan suatu akta notaris, terkecuali peraturan perundang-undangan ada yang menyatakan dengan tagas, atau sebagian yang satu-satunya berwenang untuk itu. 31 Dalam penjelasan dalam UUJN yang menyatakan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Akta otentik dibuat agar terjadi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Kewenangan notaris, menurut Pasal 15 UUJN adalah membuat akta otentuk mengenai perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Notaris memiliki wewenang pula untuk: Ibid., hlm Abdul Ghofur Anshori. Op. Cit., hlm. 16

12 29 a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. Membuat akta risalah lelang. Kewenangan Notaris yang disebutkan diatas adalah pada UU Nomor 30 Tahun 2004 kemudian UUJN tersebut direvisi menjadi UU Nomor 2 Tahun 2014 yang mengatur kewenangan Notaris pada Pasal 15 diubah pada ketentuan ayat (1) dan ayat (2). Namun pada dasarnya, Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik yang pembuatannya tidak boleh melebihi yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris. Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana ditentukan dalam ketentuan yang berlaku. Notaris merupakan salah satu pejabat umum di Indonesia. Pejabat umum dapat membuat akta otentik namun tidak semua pejabat umum dapat dikatakan sebagai seorang notaris, sebagai contohnya adalah pegawai catatan sipil (ambtenaar van de Burgerlijske Stand), meskipun ia

13 30 bukan ahli hukum, ia berhak membuat akta-akta otentik untuk hal tertentu, umpamanya untuk membuat akta kelahiran, akta perkawinan, akta kematian. 33 Dalam menjalankan tugas jabatannya sesuai dengan Pasal 19 UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2004, notaris hanya diperbolehkan untuk melakukan jabatannya di dalam daerah tempat kedudukannya. Dengan demikian, notaris hanya boleh memiliki satu kantor. Dari uraian tersebut jika notaris melakukan pelanggaran dengan memiliki lebih dari satu kantor, maka notaris dapat dikenakan sanksi dari peringatan tertulis sampai pemberhentian tidak dengan hormat. B. Kedudukan, Kewajiban dan Larangan Notaris sebagai Pejabat Umum 1. Kedudukan Notaris sebagai Pejabat Umum Mengenai kedudukan notaris sebagai pejabat umum, R. Soegondo Notodisoerjo menyatakan bahwa: 34 Lembaga Notariat telah dikenal di negara Indonesia, yaitu sejak Indonesia dijajah oleh Belanda, semula lembaga ini diperuntukkan bagi golongan Eropa terutama dalam bidang hukum perdata, yaitu Burgerlijk Wetboek. Berdasarkan pernyataan tersebut, pada masa dulu masyarakat Indonesia sebenarnya sudah mengenal dan mengetahui bidang hukum perdata khususnya tentang perjanjian secara umum pun dapat membuat suatu perjanjian. Seiring perkembangan zaman lembaga notariat kemudian muncul dan diadopsi menjadi Hukum Indonesia. 33 Kartini Soedjendro, 2001, Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah Yang Berpotensi Konflik, Kanisius, Yogyakarta, hlm Soegondo Notodisoerjo.Op. Cit., hlm. 1

14 31 Kewenangan notaris dijabarkan dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (Sbtl 1860 Nomor 3) yang memberikan pengertian tentang Notaris, bunyinya sebagai berikut : 35 Notaris adalah Pejabat Umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya, memberikan grosse, salinan, dan kutipannya, semua sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum, tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Menurut Doddy Rajasa Waluyo dalam bukunya yang berjudul hanya Ada Satu Pejabat Umum Notaris, dengan diangkatnya seorang Notaris oleh Menteri Kehakiman maka seorang Notaris dapat menjalankan tugasnya dengn bebas, tanpa dipengaruhi badan eksekutif dan badan lainnya. Maksud kebebasan disini adalah supaya profesi Notaris nantinya tidak akan takut untuk menjalankan jabatannya, sehingga dapat bertindak netral dan independen. 36 Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik sesuai dengan wewenang atau kewajibannya terdapat dalam Pasal 1 angka 1 UUJN dikaitkan dengan Pasal 1868 KUHPerdata. Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang membuat akta otentik dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan 35 Peraturan Jabatan Notaris (Sbtl Nomor 3) tentang Notaris Reglement, Pasal 1 36 Doddy Radjasa Waluyo, Hanya Ada Satu Pejabat Umum Notaris, Media Notaris, hal 41.

15 32 dengan pekerjaannya dalam membuat akta tersebut. Ruang lingkup pertanggungjawaban notaris meliputi kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Mengenai tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil, Nico membedakannya menjadi empat poin, yakni: 37 a. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya; b. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya; c. Tanggung jawab notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran maeriil dalam akta yang dibuatnya; d. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik notaris. 2. Kewajiban dan Larangan terhadap Notaris sebagai Pejabat Umum Pasal 16 UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 mengatur tentang Kewajiban seorang notaris. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib : a. Bertindak amanah, jujur, saksama, madniri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalm perbuatan hukum 37 Nico. Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum. Center for Documentation and Studies of Business Law, Yogyakarta

16 33 b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta. d. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta akta. e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya. f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dari segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan kata sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain. g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku. h. Membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga. i. Membuat daftar akta yang berkenan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan. j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian

17 34 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya. k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan. l. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan. m. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat di bawah tangan, dan ditanda tangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris, dan n. Menerima magang calon notaris. Pasal 16 ayat 2 UUJN Nomor 2 Tahun 2014, kewajiban menyimpan minuta akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal notaris mengeluarkan Akta in originali. Akta-akta yang dapat dikeluarkan Notaris dalam bentuk original disebutkan dalam Pasal 16 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 yaitu: 1. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun 2. Akta penawaran pembayaran tunai 3. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga 4. Akta Kuasa

18 35 5. Akta Keterangan Kepemilikan 6. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 16A sehingga berbunyi sebagai berikut : 1. Calon Notaris yang sedang melakukan magang wajib melaksanakan ketentuan sebagimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a. 2. Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) calon Notaris juga wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta. Pasal 43 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 ketentuan ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Pasal 43 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (6) sehingga Pasal 43 berbunyi sebagai berikut : 1. Akta wajib dibuat dalam bahasa Indonesia. 2. Dalam hal penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan dalm akta, Notaris wajib menerjemahkan atau menjelaskan isi akta itu dalam bahasa yang dimengerti oleh penghadap. 3. Jika para pihak menghendaki, akta dapat dibuat dalam bahasa asing. 4. Dalam hal akta dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Notaris wajib menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. 5. Apabila Notaris tidak dapat menerjemahkan atau menjelaskannya, Akta tersebut diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang penerjemah resmi.

19 36 6. Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran terhadap isi akta sebagaiman dimaksud pada ayat (2), maka yang digunakan adalah Akta yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Notaris wajib membacakan akta diatur dalam Pasal 44 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 pada ketentuan ayat (2) dan ayat (4) diubah dan ditambah ayat 1 (satu) ayat, yakni ayat (5) sehingga Pasal 44 berbunyi sebagai berikut : 1. Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya. 2. Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas pada akhir akta 3. Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh penghadap, Notaris, saksi dan penerjemah resmi 4. Pembacaan, penerjemahan, atau penjelasan, dan penandatanganan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) serta dalampasal 43 ayat (3) dinyatakan secara tegas pada akhir akta. 5. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembukian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut pnggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada notaris

20 37 Pasal 17 UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas No. 30 tahun 2004 mengatur tentang larangan Notaris. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : Notaris dilarang : a. menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya; b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah; c. merangkap sebagai pegawai negeri; d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara; e. merangkap jabatan sebagai advokat; f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta; g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris; h. menjadi Notaris Pengganti; atau i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris. Pasal 52 Undang-undang nomor 30 Tahun 2004 tidak mengalami perubahan pada Undang-undang nomor 2 Tahun 2004, sehingga Pasal 52 Undang-undang nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan: a. Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah dan/atau keatas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa. b. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku, apabila orang tersebut pada ayat (1) kecuali Notaris sendiri, menjadi penghadap dalam penjualan dimuka umum, sepanjang penjualan itu dapat dilakukan dihadapan Notaris, persewaan umum, atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat yang risalahnya dibuat oleh Notaris. c. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan apabila akta itu ditandatangani oleh penghadap, tanpa mengurangi kewajiban Notaris

21 38 yang membuat akta itu untuk membayar biaya, ganti rugi dan bunga kepada yang bersangkutan. Seperti pada Pasal 52, Pasal 53 juga tidak mengalami perubahan di Undangundang nomor 2 Tahun Pasal 53 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa akta Notaris tidak boleh membuat penetapan ketentuan yang memberikan sesuatu hak dan/atau keuntungan bagi: a. Notaris, istri atau suami Notaris; b. Saksi, istri atau suami saksi; atau c. Orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris atau saksi, baik hubungan darah dalam garis lurus keatas atau kebawah tanpa pembatasan derajat maupun hubungan perkawinan sampai dengan derajat ketiga. C. Tinjauan tentang Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut 38. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana. Pelaku dapat dikatakan sebagai subjek tindak pidana. Beberapa pakar hukum pidana memberikan definisi mengenai strafbaar feit antara lain: a. Simons dalam P. A. F. Lamintang, mengatakan bahwa strafbaar feit adalah kelakuan yang diancam pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta, hlm P.A.F. Lamintang, Op.Cit, hal. 176

22 39 b. J. Baumannn dalam Sudarto menyatakan bahwa tindak pidana merupakan pebuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan. 40 c. Prof Van Hamel, mengatakan bahwa strafbaar fait itu sebagai sebagai suatu serangan atau ancaman terhadap hak-hak orang lain. 41 d. Vos 42 merumuskan bahwa strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan undang-undang. Kemudian Vos mengartikan delik sebagai tatbestandmassigheit dan wesenschau. Tatbestandmassigheit, merupakan kelakuan yang mencocoki rumusan ketentuan dalam undang-undang yang bersangkutan, maka di situ telah ada delik, sedang arti wesenschau, merupakan kelakuan yang mencocoki rumusan ketentuan dalam undang-undang yang bersangkutan, apabila kelakuan itu dem wesen nach, yaitu menurut sifatnya cocok dengan makna dari ketentuan yang dirumuskan dalam undang-undang yang bersangkutan. Misalnya dalam penadahan di situ tidak mungkin dimaksudkan seorang yang telah membeli barangnya sendiri dari orang lain yang mencuri barang tersebut, karena hakikatnya penadahan mempunyai makna yang tidak mengancam pidana seseorang yang membeli barangnya sendiri, meskipun nampaknya kelakuan itu mencocoki rumusan undang-undang. Subjek tindak pidana dalam KUHP adalah manusia tersebut. Dalam hukum pidana, pertanggungjawaban bersifat pribadi, artinya barangsiapa melakukan tindak 40 Sudarto, Op.Cit, hal P.A.F. Lamintang, Op.Cit, hal Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Teori-Teori Pemidanaan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal 72

23 40 pidana, maka ia harus bertanggung jawab sepanjang pada diri orang tersebut tidak ditemukan dasar penghapus pidana. Dalam hukum pidana dikenal dengan konsep penyertaan, bahwa dua orang atau lebih yang ikut membantu seseorang melakukan kejahatan maka ia juga dikenakan pidana. Semacam hukuman pidana sudah lama dapat dikenakan kepada perkumpulan badan hukum yang dalam tindakannya menyimpang dari anggaran dasar yang telah disahkan oleh Departemen Kehakiman, yaitu secara pencabutan kedudukan perkumpulan sebagai badan hukum oleh pemerintah setelah ada tuntutan dari kejaksaan dan pernyataan dari Mahkamah Agung. Akan tetapi, sifat hukuman ini sangat berlainan dengan hukum pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan dengan prosedur atau acara yang biasa. 43 Pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai pencurian. Dalam Pasal itu kelakuan dirumusakn sebagai mengambil. Contoh pencurian mobil, akibat dari pencurian mobil mengakibatkan si korban harus pulang dengan jalan kaki dan menderita kerugian materi yang besar. Pasal ini menyebutkan suatu akibat yang disebabkan oleh perbuatannya yang dirumuskan secara material. Menurut Prof Moeljatno, adanya perbedaan perumusan formal dan material ini tidak berarti bahwa dalam perumusan formal tidak ada suatu akibat sebagai unsur tindak pidana. Juga dalam tindak pidana dengan perumusan formal selalu ada akibat hlm Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Refika Aditama, Bandung,

24 41 yang merupakan alasan diancamkannya hukuman pidana. Akibat ini adalah selalu suatu kegiatan pada kepentingan orang lain atau kepentingan negara Jenis Tindak Pidana Dalam sistematika KUHP perlu diperjelas tentang perbedaan antara kejahatan (misdrijven) Pasal 104 sampai 488 dengan pelanggaran (overtredingen) Pasal 498 sampai 569. Kejahatan menunjuk pada suatu perbuatan yang menurut nilai-nilai kemasyarakatan dianggap sebagai perbuatan tercela, meskipun tidak diatur secara tertulis dalam ketentuan undang-undang. Oleh karenanya disebut dengan Rechtsdelicten. Sedangkan pelanggaran menunjuk pada perbuatan yang oleh masyarakat bukan sebagai perbuatan tercela. Diangkatnya sebagai perbuatan pidana karena ditentukan oleh undang-undang. Oleh karenanya disebut dengan Wetsdelicten. 45 Untuk memahami rumusan hukum dari setiap tindak kejahatan dan pelanggaran, perlu diketahui asas-asas hukum pidana, beberapa asas penting adalah sebagai berikut: a. Tindak pidana mempunyai 2 (dua) sifat: 46 1) Formil Dalam tindak pidana ini yang diancam dengan hukuman oleh undang-undang adalah perbuatannya. 44 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta, hal Chaerudin. Materi Pokok Asas-Asas Hukum Pidana. Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafi iyah, hlm Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal. 34

25 42 2) Materiil Dalam jenis tindak pidana ini yang diancam dengan hukuman oleh undangundang adalah akibatnya. b. Tindak pidana memiliki 2 (dua) unsur: 47 1) Objektif Unsur ini terdiri atas suatu perbuatan atau suatu akibat. 2) Subjektif Unsur ini adalah suatu kehendak atau tujuan yang ada dalam jiwa pelaku, yang dirumuskan dengan istilah sengaja, niat dan maksud. c. Tindak pidana terdiri atas : 48 1) Tindak pidana dolus atau yang dilakukan dengan sengaja 2) Tindak pidana kulpos atau yang dilakukan tanpa sengaja d. Tindak pidana mempunyai 3 (tiga) bentuk 1) Pokok, di mana semua unsur tindak pidana dirumuskan 2) Gekwalifikasir, disebutkan nama kejahatan disertai dengan unsur pemberatan, misal pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu 3) Geprivilegeerd, hanya dicantumkan nama kejahatannya yang disertai unsur peringatan Unsur-Unsur Tindak Pidana Mengikuti asas yang berlaku dalam hukum pidana, maka seseorang tidak dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana apabila tindak pidana tersebut belum dirumuskan di dalam undang-undang Leden Marpaung, 2005, Asas-asas Teori Praktek Hukum Pidana. Jakarta, Sinar Grafika, hal Riki Susanto & Partners, 2010, Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 8 Maret Moh. Taufik Makarao, dkk. Tindak Pidana Narkotika. Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 42

26 43 Sekalipun perkembangan mutakhir dalam hukum pidana menunjukkan bahwa asas hukum tersebut tidak lagi ditetapkan secara rigid atau kaku, tetapi asas hukum tersebut sampai sekarang tetap dipertahankan sebagai asas yang sangat fundamental dalam hukum pidana sekalipun dengan berbagai modifikasi dan pengembangan. 51 Dengan demikian seseorang tidak dapat dihukum bila seseorang tersebut melakukan tindak pidana atau kejahatan yang mana perbuatan pidana tersebut belum diatur oleh undang-undang atau aturan sebelumnya. Bagaimana mungkin seseorang dapat dikatakan bersalah telah melakukan tindak pidana yang mana kesalahan tersebut belum dirumuskan dalam undang-undang? Sesuai dengan azas legalitas yang tertuang dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP yang dianut dalam hukum pidana yang merupakan hukum positif di Indonesia, bahwa seseorang dapat dikatakan bersalah dan dapat dihukum apabila seseorang tersebut telah diadili dan dinyatakan bersalah di hadapan pengadilan kemudian dijatuhkan hukuman oleh Hakim dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengikat (inkracht van gewijsde). Seseorang yang diduga atau telah melakukan kejahatan dapat dipersalahkan atau dijatuhi hukuman jika kejahatan atau kesalahan yang dilakukannya memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang telah diatur sebelumnya. Jika salah satu unsur tidak terpenuhi, maka pembuktian terhadap kejahatan atau kesalahan yang dilakukan 50 P.A.F. Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 88

27 44 adalah tidak sempurna. Dalam perkembangannya di masyarakat, hal-hal tersebut di atas sudah tidak lagi dijadikan pedoman dalam menetapkan seseorang bersalah. Penegak Hukum sampai Tingkat Peradilan bahkan kerap kali mengenyampingkan hal yang sangat normatif tersebut. Masyarakat yang seharusnya mendapat keadilan dari pemerintah malah mendapatkan ketidakadilan dari sikap aparat pemerintah yang dapat dikatakan kerap kali bertindak semena-mena kepada rakyatnya. Bertolak dari berbagai tuntutan normatif tersebut di atas, pemahaman terhadap unsur-unsur tindak pidana merupakan kebutuhan yang sangat mendasar berkaitan dengan penerapan hukum pidana materiil. Secara umum unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu: a. Unsur Objektif, yaitu unsur yang terdapat di luar pelaku (dader) yang dapat berupa: 1) Perbuatan, baik dalam arti berbuat maupun dalam arti tidak berbuat. Contoh unsur objektif yang berupa perbuatan yaitu perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam oleh undang-undang. Perbuatan-perbuatan tersebut dapat disebut antara lain perbuatan-perbuatan yang dirumuskan di dalam Pasal 242, 263, 362 KUHP. Di dalam ketentuan Pasal 362 KUHP misalnya, unsur objektif merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam oleh undang-undang adalah perbuatan mengambil. 2) Akibat, yang menjadi syarat mutlak dalam tindak pidana materiil. Contoh unsur objektif yang berupa suatu akibat adalah akibat-akibat yang dilarang

28 45 dan diancam oleh undang-undang dan sekaligus merupakan syarat mutlak dalam tindak pidana antara lain akibat-akibat sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 351, 338 KUHP. Dalam ketentuan Pasal 338 KUHP misalnya, unsur objektif yang berupa akibat yang dilarang dan diancam dengan undang-undang adalah akibat yang berupa matinya orang. 3) Keadaan atau masalah-masalah tertentu yang dilarang dan diancam oleh undang-undang. Contoh unsur objektif yang berupa suatu keadaan yang dilarang dan diancam oleh undang-undang adalah keadaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 160, 281 KUHP. Dalam ketentuan Pasal 282 KUHP misalnya, unsur objektif yang berupa keadaan adalah di tempat umum. 52 b. Unsur Subjektif, yaitu unsur yang terdapat dalam diri si pelaku (dader) yang berupa: 1) Hal yang dapat dipertanggungjawabkannya seseorang terhadap perbuatan yang telah dilakukan (kemampuan bertanggung jawab). 2) Kesalahan atau schuld. Berkaitan dengan masalah kemampuan bertanggung jawab di atas, persoalannya adalah kapan seseorang dapat dikatakan mampu bertanggung jawab? Seseorang dapat dikatakan mampu bertanggung jawab apabila dalam diri orang itu memenuhi tiga syarat, yaitu: 52 P.A.F. Lamintang dan Djisman Samosir. Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik. Penerbit Tarsito, Bandung, hlm. 26

29 46 a) Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa, sehingga ia dapat mengerti akan nilai perbuatannya dan karena juga mengerti akan nilai dari akibat perbuatannya itu b) Keadaan jiwa orang itu sedemikian rupa, sehingga ia dapat menentukan kehendaknya terhadap perbuatan yang ia lakukan c) Orang itu harus sadar perbuatan mana yang dilarang dan perbuatan mana yang tidak dilarang oleh undang-undang. 53 Uraian tersebut diatas merupakan pembahasan unsur-unsur tindak pidana secara umum. Notaris yang dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat publik yang diduga melakukan perbuatan pidana khususnya pemalsuan akta sering dikenakan Pasal 263, 264 dan 266 KUHP yang diuraikan sebagai berikut : Pasal 263 KUHP 55 (1) Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak di palsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat dengan pidana penjara lama enam tahun. 53 Satochid Kartanegara. t.th. Hukum Pidana Kumpulan Kulian, Buku I, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, hlm Adami Chazawi, 2000, Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Jakarta, Op.Cit, hal Andi Ahmad Mansyur, Analisis Yuridis Normatif Terhadap Pemalsuan Akta Yang dilakukan Oleh Notaris Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, 2013

30 47 (2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau yang palsu, seolah-olah benar dan tidak palsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. 56 Adapun unsur-unsur yang tercantum pada ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHP adalah : a. Unsur Obyektif adalah membuat surat palsu dan memalsukan surat yang dapat menerbitkan sesuatu hak, menerbitkan sesuatu perjanjian, menimbulkan pembebasan sesuatu hutang, diperuntukkan guna menjadi bukti atas sesuatu ini b. Unsur Subyektif dengan maksud untuk mempergunakan dan memakai surat itu seolah-olah asli atau tidak palsu, pemakaian atau penggunaan surat itu dapat menimbulkan kerugian. 57 Penjatuhan hukuman pidana dapat dikenakan apabila pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud menggunakan atau menyuruh orang lain untuk menggunakan surat tersebut seolah-olah asli dan tidak palsu. Pelaku yang dapat dihukum menurut Pasal ini tidak saja, Memalsukan surat pada ayat (1) tetapi juga sengaja tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu ayat (2) sengaja. Seseorang yang dituduh menggunakan surat palsu ini pun harus pula dibuktikan, bahwa orang itu 56 Dinas Hukum Polri, 1995, Penjabaran Unsur Pasal-Pasal Dalam KUHP Dan Delik-Delik Lain di Luar KUHP, Jakarta, hal H.A.K. Moch Anwar, Op.Cit, hal. 181

31 48 bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus mendatangkan kerugian. 2. Pasal 264 ayat (1) KUHP : 58 (1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap : 1. Akta-akta otentik 2. Surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu Negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum 3. Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai 4. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu yang diterangkan dalam 2 dan 3 atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti suratsurat itu : 5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan (2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama yang isinya tidak benar atau yang dipalsu seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Pasal 264 KUHP ini memiliki unsur-unsur yang mirip dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP, sedangkan perbedaannya terletak pada obyek pemalsuan yang dalam 58 R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia. Bogor. hal

32 49 hubungannya dengan Notaris yaitu akta otentik Pasal 264 ayat (1) ke 1 yaitu perbuatan pemalsuan itu dilakukan terhadap suatu objek yang spesifik yang diterbitkan oleh seorang Notaris yaitu akta otentik. Akta Otentik yang diterbitkan oleh Notaris dianggap mengandung kepercayaan ynag tinggi dibanding surat biasa yang tercantum pada Pasal 263 KUHP. Akta otentik menurut ketentuan tersebut adalah akte yang dibuat dihadapan seorang pegawai-pegawai umum yang berhak untuk itu, biasanya Notaris. 3. Pasal 266 ayat (1) KUHP : 59 (1) Barang siapa menyuruh masukkan keterangan palsu kedalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenarannya, diancam jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian. Unsur-unsur yang terdapat dalam Ketentuan Pasal 266 KUHP tersebut meliputi beberapa unsur : a. Unsur obyektif adalah membuat surat palsu dan memalsukan surat yang dapat menerbitkan sesuatu hak, menerbitkan sesuatu perjanjian, menimbulkan 59 R. Soesilo. Op.Cit, hal

33 50 pembebasan sesuatu hutang, diperuntukkan guna menjadi bukti atas sesuatu hal b. Unsur subyektif dengan maksud untuk mempergunakan dan memakai surat itu seolah-olah asli atau tidak palsu, pemakaian atau penggunaan surat itu dapat menimbulkan kerugian. Menurut Pasal ini yang dapat dihukum adalah orang yang memberikan keterangan tidak benar dan juga kepada orang yang tidak sengaja menggunakan surat atau akte yang memuat keterangan tidak benar itu, selain itu seseorang tersebut dapat dihukum apabila dari penggunaan surat itu menimbulkan kerugian. Sementara itu berkaitan dengan persoalan kemampuan bertanggung jawab ini Pembentuk KUHP berpendirian, bahwa setiap orang dianggap mampu bertanggung jawab. Konsekuensi dari pendirian ini adalah bahwa masalah kemampuan bertanggung jawab ini tidak perlu dibuktikan adanya di pengadilan kecuali apabila terdapat keragu-raguan terhadap unsur tersebut. Dalam kasus Putusan Mahkamah Agung No K/PID/2013 ini baik notaris maupun penghadap yang juga terpidana yaitu Robby Sumampao memenuhi unsur tindak pidana subjektif. Notaris dan Robby Sumampao adalah seorang yang sudah dewasa, mampu bertanggungjawab atas hal yang dilakukannya, dalam keadaan sehat dan sadar tanpa ada paksaan, serta mengetahui bahwa hal yang dilakukan oleh para pelaku adalah perbuatan yang dilarang oleh hukum positif. 4. Kesengajaan dan Kealpaan dalam Hukum Pidana Tindak pidana yang paling sering dilakukan adalah yang mempunyai unsur kesengajaan atau opzet, bukan unsur culpa. Seseorang yang yang melakukan suatu

34 51 perbuatan melawan hukum dengan sengaja memang tepat untuk mendapat hukuman pidana. Kesengajaan secara eksplisit terlihat dalam KUHP yaitu dengan maksud, dengan paksaan, dengan kekerasan, sedang dikehendakinya, dan bertentangan dengan apa yang dilakukan. 60 Kesengajaan ini harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana, yaitu kesatu: perbuatan yang dilarang, kedua: akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu, dan ketiga: bahwa perbuatan itu melawan hukum. 61 Biasanya diajarkan bahwa kesengajaan (opzet) itu tiga macam, yaitu kesatu : kesengajaan yang bersifat suatu tujuan untuk mencapai sesuatu (opzet als oogmerk); kedua : kesengajaan yang bukan mengandung suatu tujuan, melainkan disertai keinsyafan bahwa suatu akibat pasti akan terjadi (opzet bij zekerheidsbewustzijn atau kesengajaan secara keinsyafan kepastian); dan ketiga; kesengajaan seperti sub 2 tetapi dengan disertai keinsyafan hanya ada kemungkinan (bukan kepastian) bahwa suatu akibat akan terjadi (opzet bij mogelijkheids-bewustzijn atau kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan). 62 Suatu perbuatan yang sudah dilandasi dengan maksud tidak baik, kemudian si pelaku menghendaki hal tersebut, dan mengetahui akibat apa yang terjadi jika ia melakukannya, maka sudah dapat dipastikan bahwa unsur kesengajaan dalam 60 Riki Susanto & Partners, 2010, Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 8 Maret Wirjono Prodjodikoro. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Refika Aditama, Bandung, hlm Ibid.

35 52 perbuatan tersebut sudah terpenuhi. Contoh : seseorang membawa pisau dengan maksud untuk menusuk seseorang yang mana dia mengetahui bahwa akibat dari tusukan pisau tersebut dapat membuat seseorang terluka bahkan meninggal dunia. Kealpaan dalam hukum pidana salah satunya dapat dilihat dalam Pasal 359 KUHP yang bunyinya sebagai berikut : Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun Menurut Prof.Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, bahwa kealpaan atau culpa adalah kesalahan pada umumnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja tadi. Lebih lanjut dikatakan bahwa dengan demikian seorang hakim juga tidak boleh mempergunakan sifatnya sendiri sebagai ukuran, melainkan sifat kebanyakan orang dalam masyarakat. Akan tetapi, praktis tentunya ada peranan penting yang bersifat pribadi sang hakim sendiri. Jadi, pada dasarnya yang dijadikan tolak ukur adalah ukuran kehati-hatian yang ada di masyarakat, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa Hakim juga berperan serta dalam menentukan hal tersebut. D. Tanggung Jawab Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Berkaitan Dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013 Tanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut Kamus

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS 1 (satu) bulan ~ Notaris tidak membuat akta Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan Notaris tidak membuat akta, Notaris, secara sendiri atau melalui kuasanya menyampaikan

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BUKU I Biro Peraturan Perundang-undangan, Humas dan Tata Usaha Pimpinan BKPM 2015 DAFTAR ISI 1. UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. KUPAS TUNTAS TENTANG PEMALSUAN DAN MEMASUKKAN DOKUMEN PALSU DALAM AKTA OTENTIK DAN PEMAHAMAN PASAL 263, 264, 266 DAN PASAL 55 KUHP OLEH : PROF. DR. H. DIDIK ENDRO PURWOLEKSONO, S.H., M.H. PENDAHULUAN Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan perlindungan hukum menuntut

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017 PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN DAN TUGAS KEWAJIBAN NOTARIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS 1 Oleh: Sri Susanti Mokodongan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS PERPADUAN NASKAH UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Gedung DitJend. Peraturan Perundang-undangan Jln. Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan Email: admin@legalitas.org Go Back Tentang Kami Forum Diskusi FAQ Web Mail. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat memerlukan kepastian hukum. Selain itu, memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, seiring meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya sangat penting dalam membantu dalam memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Notaris harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, yang ditentukan oleh Undang-Undang. Keberadaan Notaris sangat penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga kenotariatan telah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda. Hal ini dibuktikan dengan catatan sejarah yang termuat dalam beberapa buku saat ini. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti saat sekarang ini merupakan wujud dari perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di dalamnya manusia bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara berkembang yang masih berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan merupakan salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar) memiliki fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar) memiliki fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar) memiliki fungsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

SANKSI TERHADAP NOTARIS YANG MENJADI PIHAK TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA SENDIRI

SANKSI TERHADAP NOTARIS YANG MENJADI PIHAK TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA SENDIRI BAB III SANKSI TERHADAP NOTARIS YANG MENJADI PIHAK TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA SENDIRI 1. Sanksi Terhadap Notaris. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serorang professional bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional

BAB 1 PENDAHULUAN. serorang professional bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanggungjawabaan profesional adalah pertanggungjawabaan kepada diri sendiri dan masyarakat. Bertanggung jawab kepada diri sendiri berarti serorang professional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak dapat lepas dari etika karena dapat menjaga martabat sebagai makhluk yang sempurna. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok akan berusaha agar tatanan kehidupan masyarakat seimbang dan menciptakan suasana tertib, damai, dan

Lebih terperinci

Dr. AGUNG IRIANTORO,SH.,MH. Edisi Revisi, Jakarta:Pradnya Paramita, 1996.

Dr. AGUNG IRIANTORO,SH.,MH. Edisi Revisi, Jakarta:Pradnya Paramita, 1996. KUPAS TUNTAS TENTANG PEMALSUAN DAN MEMASUKAN DOKUMEN DALAM AKTA OTENTIK DAN PEMAHAMAN PASAL 263, PASAL 264, PASAL 266 DAN PASAL 55 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Dr. AGUNG IRIANTORO,SH.,MH. A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris sebagai pejabat umum memiliki peran sentral dalam menegakkan hukum di Indonesia, karena selain kuantitas notaris yang begitu besar, notaris dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi posisinya sangat penting dalam membantu dalam memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Notaris harus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya notaris..., Tammy Angelina Wenas-Kumontoy, FH UI, Baru van Hoeve,2007),hal.449. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya notaris..., Tammy Angelina Wenas-Kumontoy, FH UI, Baru van Hoeve,2007),hal.449. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figuur) yang keterangannya dapat diandalkan dan dapat dipercaya. Figur itu juga harus seseorang yang tanda tangannya serta

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS I. UMUM Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5491 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENYIMPANAN MINUTA AKTA SEBAGAI BAGIAN DARI PROTOKOL NOTARIS

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENYIMPANAN MINUTA AKTA SEBAGAI BAGIAN DARI PROTOKOL NOTARIS Tanggung Jawab Notaris terhadap Penyimpanan Minuta Akta Kanun Jurnal Ilmu Hukum Cut Era Fitriyeni No. 58, Th. XIV (Desember, 2012), pp. 391-404. TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENYIMPANAN MINUTA AKTA

Lebih terperinci

Bab XII : Pemalsuan Surat

Bab XII : Pemalsuan Surat Bab XII : Pemalsuan Surat Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM A. Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham dan Pengaturannya 1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Notaris yang hadir dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip Negara hukum menjamin kepastian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum, dimana hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam segala hal. Keberadaan hukum tersebut juga termasuk mengatur hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013. PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK 1 Oleh : Muam mar Qadavi Karim 2

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013. PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK 1 Oleh : Muam mar Qadavi Karim 2 PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK 1 Oleh : Muam mar Qadavi Karim 2 ABSTRAK Tujuan penulisan skripsi ini untuk mengetahui tentang bagaimanakah penyelesaian hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pasal 1 ayat (3). Sebagai konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang Notaris harus memiliki integritas dan bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang besar bagi kehidupan manusia. Manusia akan beralih dari

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang besar bagi kehidupan manusia. Manusia akan beralih dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan yang besar bagi kehidupan manusia. Manusia akan beralih dari kehidupan tradisional kekehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan dengan tegas, dalam Pasal 1 angka 3, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk didalamnya profesi Notaris, merupakan suatu profesi khusus yang sama dengan profesi luhur lainnya yakni profesi dalam bidang pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA BAGI NOTARIS YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA BAGI NOTARIS YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA BAGI NOTARIS YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK Oleh : MOCHAMAD SYAFRIZAL B. S.H. M.Kn ABSTRAK Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bertambahnya jumlah pejabat umum yang bernama Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak asing lagi dengan keberadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan Notaris sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat, karena Notaris sebagai pejabat umum berwenang untuk membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengaturan mengenai Lembaga Notariat diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci