BAB II STUDI PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II STUDI PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Dalam studi pustaka ini dipaparkan tentang dasar teori sebagai sumber acuan dalam melakukan analisis dan perancangan untuk studi Tugas Akhir ini. Dasar-dasar teori yang dipaparkan berasal dari berbagai sumber, yang utama adalah buku Sistem Neuro Fuzzy dan Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Selain itu dari text book, catatan kuliah dan sumber sumber lain. Teori yang akan dipaparkan dalam kajian ini berkaitan dengan: 1. Logika Fuzzy 2. Simpang bersinyal (MKJI) 2.2 LOGIKA FUZZY Teori Himpunan Fuzzy Himpunan fuzzy atau himpunan kabur merupakan suatu teori himpunan yang digunakan untuk menyatakan derajat kemenduaan (ambiguity/fuzzy) dari arti kata atau konsep. Teori himpunan fuzzy didasarkan pada logika fuzzy yang mempunyai tingkat logika antara 0 dan 1 yang menyatakan kemenduaan. Tiap kelompok fuzzy merupakan himpunan bagian dari suatu himpunan semesta fuzzy. Hubungan tiap himpunan bagian terhadap himpunan semesta dinyatakan dengan suatu fungsi keanggotaan yang menyatakan derajat keanggotaan himpunan bagian tersebut dan merupakan bilangan nyata yang berada dalam selang (0,1). Misalkan U merupakan kumpulan objek yang dinotasikan dengan {u}. U disebut semesta dan u menyatakan elemen generik dari U. Suatu himpunan fuzzy F di dalam semesta wacana U (Gambar II-1) dikarakteristikkan dengan fungsi keanggotaan F yang bernilai dalam interval [0,1]. Gambar II-1 Himpunan Fuzzy 4

2 Dengan teori himpunan fuzzy suatu peubah bahasa dapat diwakili dengan sebuah daerah yang mempunyai jangkauan tertentu yang menunjukkan derajat keanggotaannya. Derajat keanggotaan tersebut mempunyai nilai yang bergradasi sehingga dapat mengurangi lonjakan pada sistem. Ada dua cara mendefinisikan keanggotaan himpunan fuzzy, yakni sebagai berikut. 1. Secara numeris Menyatakan derajat fungsi keanggotaan suatu himpunan fuzzy sebagai vektor bilangan yang dimensinya tergantung pada level diskretisasi (cacah elemen diskret di dalam semesta). 2. Secara fungsional Menyatakan fungsi keanggotaan suatu himpunan fuzzy dalam ekspresi analitis yang memungkinkan derajat keanggotaan setiap elemen dapat dihitung di dalam semesta wacana yang didefinisikan. Fungsi keanggotaan yang sering digunakan dalam praktik adalah sebagai berikut. 1. Fungsi S Fungsi ini berbentuk huruf S (Gambar II-2) dan ditentukan oleh nilai parameter a, b dan c. Fungsi S didefinisikan sebagai berikut : S (u;a,b,c) 0 untuk u < a 2 [(u a)/(c a)] 2 untuk a u b 2 2 [(u c)/(c a)] 2 untuk b u c 1 untuk u > c Titik persilangan 0,5 terjadi pada b = (a + c)/2 Gambar II-2 Fungsi Keanggotaan S 2. Fungsi π Fungsi ini berbentuk bel dan mempunyai dua parameter yaitu b dan c (Gambar II-3). Parameter c menentukan titik tengah dan parameter b menentukan lebar bidang pada titik persilangan. Titik persilangan terdapat pada: u = c ± b/2. 5

3 Definisi fungsi itu adalah sebagai berikut. π (u;b,c) S(u;c-b,c-b/2,c) untuk u c 1 - s (u; c, c + b/ 2, c + b) untuk u c Gambar II-3 Fungsi Keanggotaan Bel 3. Fungsi Segitiga (Triangular) Fungsi ini berbentuk segitiga (gambar II-4) dengan parameter a, b dan c. fungsi segitiga didefinisikan sebagai berikut T (u;a,b,c) 0 untuk u < a (u a)/(b a) untuk a u b (c u)/(c b) untuk b u c 1 untuk u > c Gambar II-4 Fungsi Keanggotaan Segitiga Inferensi Fuzzy Inferensi logika fuzzy mempunyai kemiripan dengan penalaran manusia,terdiri atas: 1. Pengetahuan (knowledge) Melibatkan penalaran fuzzy yang dinyatakan sebagai aturan dalam bentuk : IF (jika) x is A, THEN (maka) y is B, Dengan x dan y adalah variable fuzzy, A dan B adalah nilai fuzzy. Pernyataan pada bagian premis (konsekuensi) dari aturan dapat melibatkan penghubung (connective) logika seperti AND dan OR. IF x is A AND y is B THEN z is C 6

4 2. Fakta Merupakan masukan fuzzy yang harus dicari inferensi (konklusinya) dengan menggunakan aturan fuzzy, masukan fakta tidak harus sama dengan basis pengetahuan. 3. Konklusi Inferensi yang sepadan (matched) parsial diperoleh berdasarkan fakta dan basis pengetahuan fuzzy Prosedur Inferensi Fuzzy Ada dua jenis prosedur inferensi fuzzy yaitu: Generallized Modus Ponens (GMP) dan Generallized Modus Tollens (GMT). Dengan himpunan fuzzy A, A', B, B' dan variable linguistik x, y, maka GMP dan GMT dinyatakan sebagai berikut. 1. GMP GMP adalah inferensi maju berdasarkan fakta masukan yang disebut juga penalaran langsung,contohnya sebagai berikut. Premis 1 (Pengetahuan) : Jika x adalah A Maka y adalah B Premis 2 (Fakta) : x adalah A' Konsekuensi (Konklusi) : y adalah B' Konsekuensi B' dapat diperoleh dengan: B' = A'oR = A'o (A B) dengan R: relasi fuzzy dari implikasi fuzzy o : operator komposisi. A B : fungsi implikasi fuzzy "jika A maka B" A' : himpunan fuzzy masukan fakta (sangat A, lebiha, kurang A, bukan A, dll). 2. GMT GMT adalah inferensi mundur atau penalaran tak langsung berdasarkan fakta keluaran yang dilakukan sebagai berikut. Premis 1 (Pengetahuan) : jika x adalah A, maka y adalah B Premis 2 (Fakta) : y adalah B' Konsekuensi (Konklusi) : x adalah A' Konsekuensi A' dapat diperoleh sebagai berikut: A' = RoB = (A B) ob GMP cocok untuk sistem pengendali sedangkan GMT cocok untuk sistem diagnostik medis. Fungsi implikasi yang banyak digunakan adalah fungsi implikasi Mamdani (aturan min), karena kemudahannya dalam interpretasi grafis. Maka relasi fuzzy berdasarkan implikasi mamdani (A B) didefinisikan sebagai berikut. R = A ( x).^ B ( y) /( x, y) (1) m AxB 7

5 Fungsi implikasi yang lain yang banyak digunakan adalah Larsen (aturan produk) yang didefinisikan sebagai berikut. R p = A ( x). B ( y) /( x, y) (2) AxB Inferensi Fuzzy Berbasis Pengetahuan Setelah implikasi fuzzy dapat didefinisikan sebagai relasi biner, maka akan dibahas inferensi fuzzy berdasar basis pengetahuan. Dalam pembahasan ini dibatasai hanya untuk fungsi implikasi fuzzy Mamdani dan prosedur inferensi GMP. 1. Satu Aturan dengan Satu Anteseden Aturan fuzzy tunggal dengan satu anteseden (yang mendahului) ditulis sebagai berikut. IF x is A THEN y is B dengan fungsi implikasi A B, maka relasi fuzzynya adalah sebagai berikut : R(A,B,) = (AxB) = A ( x)^. ( y)^ /( x, y) XxY B Maka himpunan fuzzy B' yang diinduksikan oleh fakta " X is A' adalah sebagai berikut : B' = A' 0 R = A' 0 (A B) atau secara ekuivalen: ( y) = max min[ ' ( x), ( x, y)] B ' x A R = V [ ' ^ ( x, y)] x A R = [ V ( ' ( x)^ ( x))]^ ( y) x A A B = w^ B ( y) dengan w adalah derajat kesepadanan (degree of match), merupakan maxima dari (x) ^ (area saling cakup pada bagian anteseden Gambar II-5). Derajat kesepadanan w juga disebut kuat penyulutan (fire strength) yang menyatakan derajat pemenuhan aturan fuzzy pada bagian anteseden. Dari gambar II-5 terlihat bahwa fungsi keanggotaandari B yang dihasilkan adalah model fuzzy dari B yang dipotong oleh kuat penyulutan w. Gambar II-5 Interprestasi Grafis Inferensi Fuzzy Satu Aturan Satu Anteseden 2. Satu Aturan dengan Banyak Anteseden Aturan fuzzy tunggal dengan dua anteseden ditulis dalam bentuk : IF x is A AND y is B THEN z is C 8

6 dengan fungsi implikasi AxB C. Relasi fuzzynya adalah sebagai berikut : R(A,B,C) = (AxB)xC = ( x)^ ( y)^ ( z) /( x, y) A B C XxYxZ Ekspresi C yang dihasilkan dengan adanya fakta "x is A' AND y is B' " adalah : C' = R = (A'x B')0R = (A xb ) 0(AxB C ) Maka : C ' ( z) = vx, y[ A' ( x)^ B' ( y)]^[ A ( x)^ B ( y)^ C = { ' ( z)] vx [ A' ( x)^ A ( x)]}^{ v y[ B ( y)^ B ( y)]}^ C = ( w1 ^ w2 )^ C ( z) dengan w 1, dan w 2 adalah maxima dari fungsi keanggotaan (MF) A^A dan B^ B'. Dalam kasus ini w 1 juga menunjukkan derajat kesepadanan antara A dan A', demikian juga w 2 untuk B dan B'. Karena bagian anteseden dari aturan fuzzy disusun dengan penghubung "and ", maka kuat penyulutan bagian anteseden adalah w 1 ^ w 2. ( z) Gambar II-6 Interprestasi Grafis Inferensi Fuzzy Satu Aturan Dua Anteseden 3. Banyak Aturan dengan Banyak Anteseden Dua aturan fuzzy dengan dua anteseden ditulis dalam bentuk : Aturan 1 (R 1 ) : IF x is A 1, AND y is B 1, THEN z is C 1, Aturan 2 (R 2 ) : IF x is A 2, AND y is B 2, THEN z is C 2 Keluaran himpunan fuzzy C' dengan adanya fakta: " IF x is A' AND y is B' " adalah : C' = (A'xB')0( R 1 R 2 ) dengan R, = A, x B, C, dan R 2 = A 2 x B 2 C 2 Karena operator komposisi max-min adalah 0 distributif pada operator, maka: C' = [(A'xB')0R 1 ] [(A'xB')0R 2 ] = C 1 ' C 2 ' ' dengan C 1 ' dan C 2 adalah himpunan fuzzy hasil inferensi dari aturan 1 dan aturan 2. Bila suatu aturan fuzzy mempunyai bentuk dengan penghubung OR sebagai berikut : IF x is A OR y is B THEN z is C maka kuat penyulutan diberikan oleh maksimum derajat kesepadanan dari bagian anteseden. Aturan fuzzy ini ekuivalen dengan uni dari dua aturan fuzzy berikut: IF x is A THEN z is C dan IF y is B THEN z is C 9

7 Gambar II-7 Interprestasi Grafis Inferensi Fuzzy Dua Aturan Dua Anteseden Sistem Inferensi Fuzzy Struktur dasar sistem inferensi fuzzy, terdiri atas: 1. Basis aturan yang berisi sejumlah aturan fuzzy yang memetakan nilai masukan fuzzy ke nilai keluaran fuzzy. Aturan ini sering dinyatakan dengan format IF - THEN. 2. Basis data yang berisi fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy yang digunakan sebagai nilai bagi setiap variable sistem. 3. Mekanisme penalaran fuzzy yang melakukan prosedur inferensi. Gambar II-8 Struktur dasar sistem inferensi fuzzy 10

8 Unit fuzzifikasi melakukan proses fuzzifikasi dari data masukan tegas (crisp) dengan cara sebagai berikut. 1. Pemetaan nilai tegas variabel masukan ke semesta wacana yang sesuai. 2. Konversi dari data yang terpetakan tersebut ke istilah linguistik yang sesuai dengan himpunan fuzzy yang telah didefinisikan untuk variabel tersebut. Proses selanjutnya adalah mekanisme penalaran, untuk melakukan proses ini harus didefinisikan dahulu aturan aturan yang akan diikuti. Aturan aturan tersebut ditulis secara subjektif dalam Fuzzy Associative Memory (FAM) yang memuat hubungan antara kedua masukan yang menghasilkan keluaran tertentu. Setelah diperoleh keluaran fuzzy, kemudian diteruskan dengan Defuzzifikasi. Gambar II-9 Diagram Alir Mekanisme Penalaran Defuzzifikasi adalah cara untuk memperoleh nilai tegas (crisp) dari himpunan fuzzy. Umumnya terdapat lima metode untuk defuzifikasi himpunan fuzzy A pada semesta wacana Z seperti terlihat pada gambar II-10. Gambar II-10 BeberapaMetode Memperoleh Nilai Tegas Lima metode defuzzifikasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Centroid of Area Z COA = z ( z) zdz A z ( z) zdz A (3) 11

9 Dengan A (z) adalah fungsi keanggotaan gabungan (aggregated) Startegi defuzzifikasi ini banyak diadopsi karena mirip dengan perhitungan nilai terharap dari distribusi probabilitas. 2. Bisector of Area Z BOA : Z BOA memenuhi : zboa β A ( z) zdz = A ( z) zdz (4) α zboa Dengan : α = min{ zιz Z} β = max{ zιz Z} Maka garis z = Z BOA : membagi daerah antara z = α = dan z = β menjadi dua daerah dengan luasan sama. 3. Rerata Maksimum Z MOM adalah rerata dari z dalam memaksimumkan model fuzzy mencapai * z' Z MOM = (5) zdz z' zdz Dengan { zι A ( Z = }. Khususnya bila m A (z) mempunyai maksimum tunggal di z = z *, maka Z MOM = z *. Lagi pula m A (z) mecapai maksimum pada saat : Z [ z kiri, z kanan ], makaz MOM = ( z + z ) kiri 2 kanan 4. MaksimumTerkecil Z SOM dalah minimum dari z dalam memaksimumkan model fuzzy. 5. Maksimum Terbesar Z LOM adalah maksimum z dalam memaksimumkan model fuzzy. Karena Z SOM dan Z LOM menunjukkan bias, maka tidak banyak digunakan. 12

10 Model Fuzzy Mamdani Proses inferensi fuzzy untuk model fuzzy Mamdani terdiri atas langkah-langkah berikut. 1. Tentukan derajat kesepadanan (degree of match) antara data masukan fuzzy dengan himpunan fuzzy yang telah didefinisikan untuk setiap variabel masukan sistem dari setiap aturan fuzzy. Hal ini sering dilakukan dengan menggunakan ukuran derajat kemiripan (Ukuran kemiripan tidak diperlukan bila data masukan suatu singleton fuzzy). 2. Hitung, kuat penyulutan (fire strength) untuk setiap aturan berdasar pada derajat kesepadanan tersebut dan penghubung (missal AND, OR) yang digunakan oleh variabel masukan di dalam bagian premis (anteseden) dari aturan. 3. Lakukan implikasi fuzzy berdasar kuat penyulutan dan himpunan fuzzy terdefinisi untuk setiap variabel keluaran di dalam bagian konsekuensi dari setiap aturan. Hasil implikasi fuzzy dari setiap aturan ini kemudian digabungkan untuk menghasilkan keluaran inferensi fuzzy. Operasi yang dilakukan pada langkah ini biasanya MAX-MIN dan MAX-DOT. Sistem inferensi Mamdani yang menggunakan komposisi max-min, sedang yang menggunakan komposisi max-product dengan masukan fakta singleton x dan y, interpretasi grafisnya akan ditampilkan pada gambar II-11. Dengan inferensi max-product ini keluaran inferensi dari setiap aturan adalah himpunan fuzzy yang diskalakan oleh kuat penyulutan dengan perkalian aljabar. Gambar II-11 Inferensi Fuzzy Mamdani dengan MenggunakanMax-Product 13

11 Model Fuzzy Sugeno Model fuzzy Sugeno merupakan pendekatan sistematis pembangkitan aturan fuzzy dari himpunan data masukan-keluaran yang diberikan. Aturan fuzzynya berbentuk: IF x is A AND y is B, THEN z = f(x,y) dengan A dan B adalah himpunan fuzzy dalam anteseden dan z = f(x,y) adalah fungsi tegas dalam konsekuensi. Biasanya f(x,y) adalah polynomial dalam variable x dan y. 1. Bila f(x,y) polynomial orde satu, maka system inferensi fuzzy yang dihasilkan disebut model fuzzy Sugeno orde satu. 2. Bila f: konstan diperoleh model fuzzy Sugeno orde nol dapat dipandang sebagai kasus khusus sistem inferensi fuzzy Mamdani yang mana setiap konsekuensi aturan dispesifikasikan dengan singleton fuzzy (konsekuensi yang pradefuzifikasi). Lagi pula model fuzzy Sugeno orde nol adalah ekuivalen secara fungsional dengan jaringan RBF (Radial Basis Function) di bawah kendala minor tertentu. Keluaran model Sugeno orde nol adalah fungsi halus dari variabel masukannya selama model fuzzy yang bertentangan cukup saling cakup. Gambar II-12 Model Fuzzy Sugeno Orde Satu Karena setiap aturan mempunyai keluaran tegas, maka keluaran keseluruhan diperoleh dengan rerata terbobot, sehingga hal ini dapat menghemat waktu proses defuzzifikasi pada model Mamdani. 14

12 2.3 SIMPANG BERSINYAL Sinyal persimpangan biasanya memberi waktu untuk pergerakan dengan membagi pergerakan ke dalam beberapa fase, biasanya antara dua sampai empat fase. Dalam menganalisis fasefase ini dibutuhkan definisi dari terminologi yang digunakan untuk melihat fase-fase persimpangan. Fase sinyal dapat diintegrasikan pembelokan kanan yang terlindungi, yang fungsinya adalah untuk melindungi mobil-mobil yang berbelok dari pergerakan mobil lurus yang berlawanan. Dengan adanya fase khusus untuk belok, pergerakan belok dapat menjadi lebih lancar dibandingkan pembelokan yang dibolehkan tetapi tidak terlindung. Namun fase khusus ini akan mengambil waktu yang lebih lama, maka waktu siklus total lebih lama dibandingkan dengan fase tidak terlindung. Pembelokan yang bergerak ke kiri juga dapat dibagi menjadi menjadi belok kiri pada saat merah (left turn on red) dan hanya belok jika hijau. Pada pergerakan belok kiri pada saat merah, harus dialokasikan satu jalur khusus untuk belok kiri supaya pembelokan ke kiri tidak terhalang dengan arus yang lurus. Dengan mobil yang belok kiri dapat keluar dari persimpangan pada merah, maka pergerakan lurus tidak terhambat oleh pergerakan kiri pada saat hijau. Tetapi, hambatan pergerakan belok kiri biasanya diabaikan sampai jumlah pergerakan ke kiri lebih dari 10% dari pergerakan total. Kinerja suatu persimpangan dapat dilihat dari beberapa parameter pada persimpangan. Salah satu parameter ini adalah waktu tundaan per mobil yang dialami oleh arus yang melalui simpang. Waktu tundaan ini adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui suatu simpang. Tundaan terdiri atas tundaan lalu lintas (traffic delay) dan tundaan geometri (geometric delay). Tundaan lalu lintas (traffic delay) adalah waktu menunggu yang disebabkan interaksi lalu lintas dengan gerakan lalu lintas yang bertentangan. Sedangkan tundaan geometri (geometric delay) disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan yang membelok di simpangan dan/atau yang terhenti oleh lampu merah. Parameter persimpangan yang lain adalah angka henti dan rasio kendaraan terhenti pada suatu sinyal. Angka henti memberikan jumlah rata-rata berhenti per kendaraan yang terjadi karena terjadinya hambatan simpang. Angka henti ini juga termasuk kendaraan berhenti berulangulang dalam suatu antrian. Rasio kendaraan yang terhenti menggambarkan rasio dari arus lalu lintas yang terpaksa berhenti sebelum dapat melewati garis henti. Kendaraan ini harus berhenti karena adanya akibat dari pengendalian sinyal. Juga penting diperhatikan jumlah panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat dan panjang antrian pada suatu pendekat. Parameter ini juga dapat menggambarkan hambatan-hambatan yang terjadi pada persimpangan tersebut. Perhitungan pada simpang bersinyal digunakan dengan acuan Metoda Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). 15

13 2.3.1 Manual Kapasitas Jalan Indonesia Manual Kapasitas Jalan Indonesia memberikan kemudahan-kemudahan dalam menentukan waktu hijau, kapasitas, derajat kejenuhan, dan tundaan melalui formulir-formulir isian SIG. Gambar II-13 Langkah Langkah Pengaturan Lampu Lalu Lintas dengan MKJI 1. SIG I terdapat penentuan fase-fase dan geometrik jalan dengan W masuk dan W keluar 2. SIG II menghitung data arus lalu-lintas seperti konversi dari kendaraan/jam menjadi smp/jam melalui faktor emp. 3. SIG III mengetahui waktu merah tiap fase dan waktu hilang tiap fase. 4. SIG IV dengan bantuan data dari SIG-SIG sebelumnya kita dapat mengetahui Kapasitas (C), Waktu hijau (g) dan Derajat Kejenuhan (DS). 5. SIG V mengetahui antrian, number of stop dan tundaan. Teori simpang bersinyal didasarkan pada prinsip-prinsip utama sebagai berikut: 1. Geometri Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Satu lengan simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan menjadi dua atau lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan balok-kanan dan/atau belok-kiri mendapat sinyal hijau pada fase yang berlainan dengan lalu lintas yang lurus, atau jika dipisahkan secara fisik dengan pulau-pulau lalu-lintas dalam pendekat. Untuk masing-masing pendekat atau sub-pendekat lebar efektif (W o ) ditetapkan dengan mempertimbangkan denah dari bagian masuk dan ke luar suatu simpang dan distribusi dari gerakan-gerakan membelok. 2. Arus lalu lintas Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore. Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri Q LT, lurus Q ST dan belok-kanan Q RT ) dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per-jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan: Tabel II-1 Ekivalen Kendaraan Penumpang Jenis Kendaraan emp untuk tipe pendekat: Terlindung Terlawan Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0 Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3 Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4 16

14 3. Model dasar Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut: S g C = (6) c dimana: C = Kapasitas (smp/jam) S = Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau = smp per-jam hijau) g = Waktu hijau (det). c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama) Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang agar dapat menghitung kapasitas dan ukuran perilaku lalu-lintas lainnya. Pada rumus (6) di atas, arus jenuh dianggap tetap selama waktu hijau. Meskipun demikian dalam kenyataannya, arus berangkat mulai dari 0 pada awal waktu hijau dan mencapai nilai puncaknya setelah detik. Nilai ini akan menurun sedikit sampai akhir waktu hijau, lihat Gambar II-15 di bawah. Arus berangkat juga terus berlangsung selama waktu kuning dan merah-semua hingga turun menjadi 0, yang biasanya terjadi 5-10 detik setelah awal sinyal merah Arus Jenuh Per-7 m (smp/ jam-hijau) Sumber : MKJI (1997) Waktu hijau (detik) Gambar II-14 Arus Jenuh Yang Diamati Per Selang Waktu Enam Detik 17

15 Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai kehilangan awal dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir waktu hijau menyebabkan suatu tambahan akhir dari waktu hijau efektif. Jadi besarnya waktu hijau efektif, lamanya waktu hijau dimana arus berangkat terjadi dengan besaran tetap sebesar S dapat kemudian dihitung sebagai: Waktu = tampilan waktu hijau - kehilangan awal tambahan akhir (7) hijau efektif + Gambar II-15 Model Dasar Untuk Arus Jenuh Melalui analisa data lapangan dari seluruh simpang yang disurvei telah ditarik kesimpulan bahwa rata-rata besarnya kehilangan dan tambahan akhir, keduanya mempunyai nilai sekitar 4,8 detik. Sesuai dengan rumus (6) diatas, untuk kasus standar, besarnya waktu hijau efektif menjadi sama dengan waktu hijau yang ditampilkan. Kesimpulan dari analisa ini adalah bahwa tampilan waktu hijau dan besar arus jenuh puncak yang diamati di lapangan untuk masing-masing lokasi, dapat digunakan pada rumus (6) diatas, untuk menghitung kapasitas pendekat tanpa penyesuaian dengan kehilangan awal dan tambahan akhir. Arus jenuh (S) dapat dinyatakan dengan hasil perkalian dari arus jenuh dasar (So) yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya,dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan. S = S o x F CS x F SF x F G x F P x F RT x F LT (8) untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We): S o = 600 x We (9) 18

16 Penyesuain kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini: F CS = Ukuran kota CS, jutaan penduduk F SF = Hambatan samping SF, kelas hambatan samping F G = Kelandaian G, % naik (+) atau turun (-) F P = Parkir P, jarak garis henti-kendaraan parker pertama = Gerakan membelok RT % belok-kanan, LT % belok-kiri F RT/LT Untuk pendekat terlawan, keberangkatan dari antrian sangat dipengaruhi oleh kenyataan bahwa sopir-sopir di Indonesia tidak menghormati aturan hak jalan dari sebelah kiri yaitu kendaraan kendaraan belok kanan memaksa menerobos lalu lintas lurus yang berlawanan. Model-model dari negara-negara barat tentang keberangkatan, yang didasarkan pada teori penerimaan celah (gap-acceptance), tidak dapat diterapkan. Suatu model penjelasan yang didasarkan pada pengamatan perilaku pengemudi telah diterapkan dan dikembangkan dalam manual ini. Arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We) dan arus lalu lintas belok kanan pada pendekat tersebut dan juga pada pendekat yang berlawanan karena pengaruh dari factor-faktor tersebut tidak linear. 4. Penentuan waktu sinyal Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan berdasarkan metoda Webster (1966) untuk meminimumkan tundaan total pada suatu simpang. Pertama-tama ditentukan waktu siklus (c), waktu hijau (gi) pada masing-masing fase (i). WAKTU SIKLUS (1,5 LTI + 5) c Optimum = (1- ΣFRcrit) (10) dimana : c Optimum = Waktu siklus optimum (detik) LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik) FR = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S) FRcrit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase sinyal FRcrit = Jumlah FRcrit dari semua fase pada siklus tersebut (Rasio arus simpan) Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada resiko serius akan terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu panjang akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai FRcrit mendekati atau lebih dari 1 maka simpang tersebut adalah lewat jenuh dan rumus tersebut akan menghasilkan nilai waktu siklus yang sangat tinggi atau negatif. 19

17 WAKTU HIJAU gi (c - LTI ) crit = (11) ΣFR crit FR dimana: gi = tampilan waktu hijau pada fase I (detik) Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih peka terhadap kesalahan-kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terlalu panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecilpun dari rasio hijau (g/c) yang ditentukan dengan rumus (10) dan (11) diatas menghasilkan bertambah tingginya tundaan rata-rata pada smpang tersebut. 5. Kapasitas dan derajat kejenuhan Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c) pada masing-masing pendekat, lihat rumus 1 di atas: Derajat kejenuhan diperoleh sebagai : Q (Q c ) DS = = (12) C (S g) 6. Perilaku lalu lintas (kualitas lalu lintas) Berbagai perilaku ukuran lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan pada arus lalu lintas, derajat kejenuhan dan waktu sinyal sebagaimana diuraikan di bawah ini : PANJANG ANTRIAN Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang pada fasse merah (NQ2) : NQ = NQ1 + NQ2 (13) dengan NQ 1 = 0.25 C ( DS 1) jika DS>0.5;selain itu NQ1=0 ( DS 1) 2 δ ( DS 0.5) C (14) 1 GR Q NQ 2 = c (15) 1 GR DS

18 dimana: NQ 1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya NQ 2 = jumlah smp yang datang selama fase merah DS = derajat kejenuhan GR = rasio hijau c = waktu siklus C = kapasitas (smp/jam) Q = arus lalu-lintas pada pendekat tersebut (smp/jam) Untuk keperluan perencanaan,manual memungkinkan untuk penyesuaian dari nila ratarata ini ketingkat peluang pembebanan lebih yang dikehendaki. Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20 m 2 ) dan pembagian dengan lebar masuk. 20 QL = NQ (16) max W masuk ANGKA HENTI Angka henti (NS),yaitu jumlah berhenti rata-rata per kendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang,dihitung sebagai NQ NS = Q c dimana c adalah waktu siklus (detik) dan Q arus lalu-lintas (smp/jam) dari pendekat yang ditinjau. RASIO KENDARAAN TERHENTI Rasio kendaraan terhenti (psv), yaitu rasio kendaraan yang harus berhenti akibat sinyal merah sebelum melewati suatu simpang, i dihitung sebagai: psv = min(ns,1) dimana NS adalah angka henti dari suatu pendekat. (17) TUNDAAN Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal: TUNDAAN LALU-LINTAS (DT) karena interaksi lalu-lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang. TUNDAAN GEOMETRI (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang dan atau/terhenti karena lampu merah. Tundan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai : D = DT + DG j j j (18) 21

19 dimana : D j DT j DG j = Tundaan rata-rata untuk pendekat j(det/smp) = Tundaan lalu-lintas rata-rata untuk pendekat j(det/smp) = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j(det/smp) Tundaan lalu-lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut : DT = c (1 GR ) NQ (1 GR DS ) C (19) dimana : DT j = Tundaan lalu-lintas pada pendekat j(det/smp) GR = Rasio hijau (g/c) DS = Derajat kejenuhan C = Kapasitas (smp/jam) NQ 1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya Perhatikan bahwa hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi oleh faktor-faktor luar seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian hilir, pengaturan oleh polisi secara manual dan sebagainya. Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sbb: DG j = sv T sv ( 1 p ) p 6 + ( p 4) (20) dimana: DG j p sv p T = tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp) = rasio terhenti pada suatu pendekat = rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat Nilai normal 6 detik untuk kendaraan belok tidak berhenti dan 4 detik untuk yang berhenti didasarkan anggapan-anggapan: a. kecepatan = 40km/jam b. kecepatan belok tidak berhenti = 10 km/jam c. percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det2 d. kendaraan berhenti melambat untuk meminimumkan tundaan, sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan Pedoman Penggunaan Manual dapat memenuhi berbagai macam kebutuhan dan jenis perhitungan untuk simpang bersinyal, berikutnya akan diberikan contohnya. 22

20 1. Perancangan Diketahui : Arus-arus lalu-lintas harian(lhrt). Tugas : Penentuan denah dan tipe pengaturan. Contoh : Penentuan fase dan denah simpang untuk suatu simpang yang dirancang dengan tuntutan lalu lintas tertentu. Perbandingan dengan cara pengaturan dan tipe fasilitas jalan yang lain, seperti pengaturan tanpa sinyal, bundaran, dll. 2. Perencanaan Diketahui : Denah dan arus lalu-lintas (perjam/perhari). Tugas : Penentuan rencana yang disarankan. Contoh : Pemakaian sinyal bagi simpang yang sebelumnya tidak menggunakan sinyal. Peningkatan dari simpang bersinyal yang telah ada, misalnya dengan fase sinyal dan rencana pendekat yang baru. Perencanaan simpang bersinyal yang baru. 3. Pengoperasian Diketahui : Rencana geometrik,fase sinyal dan arus lalu-lintas (perjam). Tugas : Perhitungan waktu sinyal dan kapasitas. Contoh : Memperbarui waktu sinyal untuk berbagai periode dari hari tersebut. Perkiraan kapasitas cadangan dan kebutuhan yang diharapkan bagi peningkatan kapasitas dan atau perubahan fase sinyal sebagai hasil dari pertumbuhan lalu lintas tahunan. Waktu sinyal yang dihitung dengan manual ini disarankan untuk sinyal dengan kendali waktu tetap bagi kondisi lalu-lintas yang digunakan sebagai data masukan. Untuk keperluan pemasangan di lapangan, supaya berada disisi yang aman terhadap fluktuasi lalu-lintas, maka disarankan suatu penambahan waktu hijau sebesar 10% secara proporsional dan penambahan waktu siklus yang sepadan. Jika penentuan waktu digunakan untuk pengaturan aktuasi lalulintas waktu hijau maksimum sebaiknya ditentukan 25 40% lebih besar dari pada waktu hijau jika menggunakan kendali waktu tetap. Metoda penentuan waktu sinyal dapat juga digunakan untuk menentukan waktu siklus minimum pada suatu sistem koordinasi sinyal dengan waktu tetap (yaitu seluruh sistem akan beroperasi dengan waktu siklus tertinggi yang dibutuhkan untuk salah satu simpangnya). Panduan rekayasa lalu-lintas memberikan saran tentang pemilihan tipe pengaturan dan situasi sebagai masukan untuk berbagai tingkat analisis rinci yang berbeda. Metodologi yang digunakan pada masing-masing tingkat pada dasarnya adalah sama, yaitu menghitung waktu sinyal, kapasitas dan kualitas lalu-lintas untuk kumpulan data masukan yang berurutan sampai diperoleh suatu penyelesaian yang memuaskan. 23

21 Nilai normal pada tingkat operasional semua data masukan yang diperlukan umumnya dapat diperoleh karena perhitungan-perhitungan merujuk pada simpang bersinyal yang telah ada. Tetapi untuk keperluan perancangan dan perencanaan sejumlah anggapan harus dibuat agar dapat menerapkan prosedur prosedur perhitungan. Pedoman awal sehubungan dengan anggapan dan nilai normal untuk digunakan dalam kasus-kasus ini diberikan di bawah: 1. Arus Lalu Lintas Jika hanya arus lalu lintas harian (LHRT) saja yang ada tanpa diketahui distribusi lalu lintas pada setiap jamnya, maka arus rencana per jam dapat diperkirakan sebagai suatu persentase dari LHRT sebagai berikut: Tabel II-2 Persentase Faktor-k Tipe kota dan jalan Kota-kota >1 juta penduduk o Jalan-jalan pada daerah komersial dan jalan arteri o Jalan pada daerah pemukiman Kota-kota < 1 juta penduduk o Jalan-jalan pada daerah komersial dan jalan arteri o Jalan pada daerah pemukiman Faktor persen k, adalah: k x LHRT = arus rencana/jam 7-8% 8-9% 8-9% 9-12% Jika distribusi gerakan membelok tidak diketahui dan tidak dapat diperkirakan, 15% belok kanan dan 15% belok kiri dari arus pendekat total dapat dipergunakan (kecuali jika ada gerakan membelok tersebut yang akan dilarang). Nilai-nilai normal untuk komposisi lalulintas berikut dapat digunakan bila tidak ada taksiran yang lebih baik: Tabel II-3 Komposisi Lalu Lintas Kendaraan Bermotor (%) Ukuran kota Juta penduduk >3juta 1-3 juta 0.5-1juta juta < 0.1 juta Kendaraan ringan LV 60 55, Komposisi lalu-lintas kendaraan bermotor (%) Kendaraan berat HV 4,5 3,5 3,0 2,5 2,5 Sepeda motor MC 35, ,5 34,5 Rasio kendaraan tak bermotor (UM/MV) 0,01 0,05 0,14 0,05 0,05 2. Penentuan fase dan waktu sinyal 24

22 Jika jumlah dan jenis fase sinyal tidak diketahui, maka pengaturan dengan dua-fase sebaiknya digunakan sebagai kasus dasar. Pemisahan gerakan-gerakan belok kanan biasanya hanya dapat dipertimbangkan kalau suatu gerakan membelok melebihi 200 smp/jam. Waktu antar hijau sebaiknya ditentukan dengan menggunakan metodologi yang diuraikan di MKJI. Untuk keperluan perancangan dan simpang simetris nilai normal berikut dapat digunakan : Tabel II-4 Ukuran Simpang Ukuran simpang Lebar jalan rata - rata Nilai normal waktu antar hijau kecil 6-9 m 4 detik per fase sedang m 5 detik per fase lebar 15 m 6 detik per fase 3. Lebar pendekat Panduan rekayasa lalu-lintas memberikan saran pemilihan tipe simpang, jumlah lajur dan fase sinyal yang dapat digunakan sebagai anggapan awal dalam analisa rinci. Untuk perencanaan simpang baru, pemilihan sebaiknya didasarkan terutama pada pertimbangan ekonomis. Untuk analisa operasional 'simpang yang sudah ada' pemilihan terutama didasarkan pada perilaku Ialu - lintas, biasanya dengan tujuan untuk memastikan agar derajat kejenuhan pada jam puncak tidak lebih besar dari 0, Ringkasan Prosedur Perhitungan Bagan alir prosedur perhitungan digambarkan seperti di bawah : Gambar II-16 Bagan Alir Prosedur Perhitungan 25

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Simpang Bersinyal 3.1.1 Geometrik Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Satu lengan simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI 3.1. PENDAHULUAN BAB III METODOLOGI 3.1. PENDAHULUAN Dalam melakukan studi Tugas Akhir diperlukan metodologi yang akan digunakan agar studi ini dapat berjalan sesuai dengan koridor yang telah direncanakan di awal. Dalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan. BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Simpang Bersinyal Simpang bersinyal adalah suatu persimpangan yang terdiri dari beberapa lengan dan dilengkapi dengan pengaturan sinyal lampu lalu lintas (traffic light). Berdasarkan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG

EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG Marsan NRP : 9921019 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Bambang I.S., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

Lebih terperinci

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 KOMPONEN SIKLUS SINYAL Siklus. Satu siklus sinyal adalah satu putaran penuh

Lebih terperinci

STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG

STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG Oleh : Hendy NRP : 0021109 Pembimbing : Budi Hartanto S, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKHIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN Winoto Surya NRP : 9921095 Pembimbing : Prof. Ir. Bambang Ismanto S. MSc. Ph.D. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1 UMUM Analisa kinerja lalu lintas dilakukan untuk mengetahui tingkat pelayanan, dan dimaksudkan untuk melihat apakah suatu jalan masih mampu memberikan pelayanan yang

Lebih terperinci

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Menghindari kemacetan akibat adanya konflik arus lalulintas Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Ada banyak tujuan dilakukannya pengaturan simpang sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Ada banyak tujuan dilakukannya pengaturan simpang sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Simpang adalah suatu area yang kritis pada suatu jalan raya yang merupakan tempat titik konflik dan tempat kemacetan karena bertemunya dua ruas jalan atau lebih (Pignataro,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Persimpangan Jalan Persimpangan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) adalah dua buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Simpang Bersinyal Simpang bersinyal adalah titik bertemunya arus kendaraan yang diatur dengan lampu lalu lintas. Umumnya penggunaan simpang bersinyal yaitu : 1. Untuk menghindari

Lebih terperinci

EVALUASI SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH BANDUNG

EVALUASI SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH BANDUNG EVALUASI SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH BANDUNG Angga Hendarsyah Astadipura NRP : 0221055 Pembimbing : Ir. V. Hartanto, M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

STUDI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN CIPAGANTI BAPA HUSEN BANDUNG

STUDI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN CIPAGANTI BAPA HUSEN BANDUNG STUDI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN CIPAGANTI BAPA HUSEN BANDUNG Pembimbing Nama : Yuda NRP : 0621017 : Dr. Budi Hartanto Susilo Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Raya Jalan raya adalah jalan yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan yang lain. Biasanya jalan besar ini mempunyai ciri sebagai berikut: 1. Digunakan untuk kendaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II Bab II Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hirarki jalan Jalan merupakan sarana yang paling penting dalam sebuah kota, karena dengan dilihat dari penataan jalan, sebuah kota dapat dikatakan sudah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN ii LEMBAR PERSETUJUAN iii HALAMAN PERSEMBAHAN iv ABSTRAK v ABSTRACT vi KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR ISTILAH

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Masukan 1. Kondisi geometrik dan lingkungan persimpangan Berdasarkan hasil survei kondisi lingkungan dan geometrik persimpangan Monumen Jogja Kembali dilakukan dengan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH, BANDUNG, DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK KAJI

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH, BANDUNG, DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK KAJI EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH, BANDUNG, DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK KAJI Resha Gunadhi NRP : 9921038 Pembimbing : Tan Lie Ing, ST.,MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saling berhubungan atau berpotongan dimana lintasan-lintasan kendaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saling berhubungan atau berpotongan dimana lintasan-lintasan kendaraan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Simpang Persimpangan didefinisikan sebagai titik pertemuan antara dua atau lebih jalan yang saling berhubungan atau berpotongan dimana lintasan-lintasan kendaraan berpotongan.

Lebih terperinci

KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS

KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS DAFTAR ISTILAH KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS Emp smp Type 0 Type P EKIVALEN MOBIL PENUMPANG SATUAN MOBIL PENUMPANG ARUS BERANGKAT TERLAWAN ARUS BERANGKAT TERLINDUNG Faktor dari berbagai tipe kendaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kinerja suatu simpang menurut MKJI 1997 didefinisikan sebagai ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara umum dinyatakan dalam kapasitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN vii DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN i ii iii iv v vi vii xii xiv

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH KARAKTERISTIK LALU LINTAS. Arus Lalu Lintas. UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas.

DAFTAR ISTILAH KARAKTERISTIK LALU LINTAS. Arus Lalu Lintas. UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas. 283 KARAKTERISTIK LALU LINTAS Arus Lalu Lintas DAFTAR ISTILAH UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas. Kend KENDARAAN Unsur lalu lintas diatas roda LV HV KENDARAAN RINGAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kondisi Simpang 3.1.1. Kondisi geometri dan lingkungan Kondisi geometri digambarkan dalam bentuk gambar sketsa yang memberikan informasi lebar jalan, lebar bahu dan lebar median

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. arus dan komposisi lalu lintas. Kedua data tersebut merupakan data primer

BAB IV PEMBAHASAN. arus dan komposisi lalu lintas. Kedua data tersebut merupakan data primer BAB IV Pembahasan BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Hasil Survey Data lalu lintas yang digunakan dalam penelitian adalah data mengenai arus dan komposisi lalu lintas. Kedua data tersebut merupakan data primer yang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Penelitian Berdasarkan survei yang dilakukan pada Simpang Gintung, maka diperoleh data geometrik simpang dan besar volume lalu lintas yang terjadi pada simpang tersebut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pertemuan dari jalan-jalan yang terlibat pada sistem jaringan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai pertemuan dari jalan-jalan yang terlibat pada sistem jaringan jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERSIMPANGAN Simpang merupakan sebuah bagian dari suatu jaringan jalan dan berfungsi sebagai pertemuan dari jalan-jalan yang terlibat pada sistem jaringan jalan tersebut. Dalam

Lebih terperinci

ANALISIS OPTIMASI TRAFFIC LIGHT DENGAN TEORI FUZZY LOGIC MENGGUNAKAN ALTERNATIF APLIKASI MATLAB (STUDI KASUS SIMPANG EMPAT LHOKSEUMAWE)

ANALISIS OPTIMASI TRAFFIC LIGHT DENGAN TEORI FUZZY LOGIC MENGGUNAKAN ALTERNATIF APLIKASI MATLAB (STUDI KASUS SIMPANG EMPAT LHOKSEUMAWE) ANALISIS OPTIMASI TRAFFIC LIGHT DENGAN TEORI FUZZY LOGIC MENGGUNAKAN ALTERNATIF APLIKASI MATLAB (STUDI KASUS SIMPANG EMPAT LHOKSEUMAWE) Muhammad, Syukriah dan Dahniar Jurusan Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA SIMPANG RE.MARTADINATA- JALAN CITARUM TERHADAP LARANGAN BELOK KIRI LANGSUNG ABSTRAK

EVALUASI KINERJA SIMPANG RE.MARTADINATA- JALAN CITARUM TERHADAP LARANGAN BELOK KIRI LANGSUNG ABSTRAK EVALUASI KINERJA SIMPANG RE.MARTADINATA- JALAN CITARUM TERHADAP LARANGAN BELOK KIRI LANGSUNG ARDILES GERDEN NRP : 0621025 Pembimbing : TAN LIE ING, S.T., M.T. ABSTRAK Volume lalulintas Kota Bandung mengalami

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kondisi Simpang 3.1.1 Kondisi geometri dan lingkungan Kondisi geometri persimpangan juga memberikan pengaruh terhadap lalu lintas pada simpang, sehingga harus digambarkan dalam

Lebih terperinci

2.6 JALAN Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Perkotaan Ruas Jalan dan Segmen Jalan...

2.6 JALAN Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Perkotaan Ruas Jalan dan Segmen Jalan... DAFTAR ISI Halaman Judul... i Pengesahan... ii Persetujuan... iii Motto dan Persembahan... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, banyak mengalami perkembangan yang pesat di segala bidang. Salah satunya adalah perkembangan di bidang perdagangan.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Ruas Jalan A. Data Umum, Kondisi Geometrik, Gambar dan Detail Ukuran

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Ruas Jalan A. Data Umum, Kondisi Geometrik, Gambar dan Detail Ukuran BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ruas Jalan A. Data Umum, Kondisi Geometrik, Gambar dan Detail Ukuran Tabel 5.1 Data Umum dan Kondisi Geomterik Ruas Jalan Prof. dr. Sardjito PENDEKAT TIPE LINGKUNGAN JALAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Simpang Tak Bersinyal Simpang tak bersinyal adalah jenis simpang yang paling banyak dijumpai di daerah perkotaan. Jenis ini cocok untuk ditetapkan apabila arus lalu lintas di

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 10 (Sepuluh)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 10 (Sepuluh) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 10 (Sepuluh) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah titik pada jaringan jalan tempat jalan-jalan bertemu dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah titik pada jaringan jalan tempat jalan-jalan bertemu dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Simpang Persimpangan adalah titik pada jaringan jalan tempat jalan-jalan bertemu dan tempat lintasan-lintasan kendaraan yang saling berpotongan Persimpangan dapat berfariasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. rahmat dan karunia-nyalah penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini

KATA PENGANTAR. rahmat dan karunia-nyalah penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-nyalah penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Judul. Lembar Pengesahan. Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Judul. Lembar Pengesahan. Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN vii DAFTAR ISI Judul Lembar Pengesahan Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN Halaman i ii iii iv v vi vii

Lebih terperinci

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM SIMPANG BER-APILL 1 Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM PENDAHULUAN Lampu lalu lintas merupakan alat pengatur lalu lintas yang mempunyai fungsi utama sebagai pengatur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ruas jalan bertemu, disini arus lalu lintas mengalami konflik. Untuk. persimpangan (http://id.wikipedia.org/wiki/persimpangan).

TINJAUAN PUSTAKA. ruas jalan bertemu, disini arus lalu lintas mengalami konflik. Untuk. persimpangan (http://id.wikipedia.org/wiki/persimpangan). 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Simpang Jalan Simpang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jaringan jalan. Simpang adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau lebih ruas jalan bertemu,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DEFINISI DAN ISTILAH... xii ABSTRAKSI... xvi

Lebih terperinci

MANAJEMEN LALU LINTAS DI SEKITAR JALAN RAYA ABEPURA DI JAYAPURA

MANAJEMEN LALU LINTAS DI SEKITAR JALAN RAYA ABEPURA DI JAYAPURA MANAJEMEN LALU LINTAS DI SEKITAR JALAN RAYA ABEPURA DI JAYAPURA YONES YUBILIA BIRING¹, A. A. GDE KARTIKA, ST, MSc², BUDI RAHARJO, ST, MT² ¹Mahasiswa Pasca Sarjana Bidang Manajemen dan Rekayasa Transportasi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL SECARA TEORITIS DAN PRAKTIS

ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL SECARA TEORITIS DAN PRAKTIS ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL SEARA TEORITIS DAN PRAKTIS Risna Rismiana Sari Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung Jl. Gegerkalong Hilir Ds.iwaruga Bandung 40012. Email: risna_28@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS DENGAN METODA MKJI (STUDI KASUS SIMPANG BBERSINYAL UIN KALIJAGA YOGYAKARTA)

ANALISIS PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS DENGAN METODA MKJI (STUDI KASUS SIMPANG BBERSINYAL UIN KALIJAGA YOGYAKARTA) ANALISIS PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS DENGAN METODA MKJI (STUDI KASUS SIMPANG BBERSINYAL UIN KALIJAGA YOGYAKARTA) Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Universitas

Lebih terperinci

PERENCANAAN LAMPU PENGATUR LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN JALAN SULTAN HASANUDIN DAN JALAN ARI LASUT MENGGUNAKAN METODE MKJI

PERENCANAAN LAMPU PENGATUR LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN JALAN SULTAN HASANUDIN DAN JALAN ARI LASUT MENGGUNAKAN METODE MKJI PERENCANAAN LAMPU PENGATUR LALU LINTAS PADA PERSIMPANGAN JALAN SULTAN HASANUDIN DAN JALAN ARI LASUT MENGGUNAKAN METODE MKJI Febrina Ishak Syahabudin Theo K. Sendow, Audie L. E.Rumayar Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Tahapan pengerjaan Tugas Akhir secara ringkas dapat dilihat dalam bentuk flow chart 3.1 dibawah ini : Mulai

BAB 3 METODOLOGI. Tahapan pengerjaan Tugas Akhir secara ringkas dapat dilihat dalam bentuk flow chart 3.1 dibawah ini : Mulai BAB 3 METODOLOGI 3.1. Metode Pengamatan Pada umumnya suatu pengamatan mempunyai tujuan untuk mengembangkan dan menguji kebeneran suatu pengetahuan. Agar dapat menghasilkan data yang akurat dan tak meragukan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 15 BAB III LANDASAN TEORI A. Penggunaan dan Perlengkapan Jalan Berdasarkan Undang Undang Nomor Tahun 009 Tentang lalulintas dan Angkutan jalan, setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Kondisi Lingkungan Jalan Simpang Bersinyal Gejayan KODE PENDEKAT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Kondisi Lingkungan Jalan Simpang Bersinyal Gejayan KODE PENDEKAT BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA SURVEI LAPANGAN 1. Kondisi Lingkungan dan Geometrik Jalan Kondisi lingkungan dan geometrik jalan pada masing-masing pendekat dapat di lihat pada Tabel 5.1 berikut ini.

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI

DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI 1. Simpang Tak Bersinyal Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang bersinyal terdapat dibawah : KONDISI GEOMETRIK LENGAN SIMPANG-3 DAN SIMPANG-4 Bagian persimpangan

Lebih terperinci

Waktu hilang total : LTI = 18 KONDISI LAPANGAN. Tipe Lingku ngan Jalan. Hambatan Samping Tinggi/ren dah. Belok kiri langsung Ya/Tidak

Waktu hilang total : LTI = 18 KONDISI LAPANGAN. Tipe Lingku ngan Jalan. Hambatan Samping Tinggi/ren dah. Belok kiri langsung Ya/Tidak Lampiran 1 SIG I ( Geometri Pengaturan Lalu Lintas Lingkungan ) Formulir SIG I : GEOMETRI PENGATURAN LALU LINTAS LINGKUNGAN Kota : Bandung Simpang : Asia Afrika Ahmad Yani Ukuran kota : 2.146.360 jiwa

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN FASE DAN WAKTU SIKLUS OPTIMUM PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL ( STUDI KASUS : JL. THAMRIN JL. M.T.HARYONO JL.AIP II K.S.

ANALISA PENENTUAN FASE DAN WAKTU SIKLUS OPTIMUM PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL ( STUDI KASUS : JL. THAMRIN JL. M.T.HARYONO JL.AIP II K.S. ANALISA PENENTUAN FASE DAN WAKTU SIKLUS OPTIMUM PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL ( STUDI KASUS : JL. THAMRIN JL. M.T.HARYONO JL.AIP II K.S.TUBUN) TUGAS AKHIR Diajukan utuk melengkapi tugas tugas dan Melengkapi

Lebih terperinci

SIMPANG TANPA APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

SIMPANG TANPA APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM SIMPANG TANPA APILL 1 Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM PENDAHULUAN Pada umumnya, simpang tanpa APILL dengan pengaturan hak jalan digunakan di daerah pemukiman

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL (Studi Kasus Simpang Empat Telukan Grogol Sukoharjo) Naskah Publikasi Tugas Akhir

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL (Studi Kasus Simpang Empat Telukan Grogol Sukoharjo) Naskah Publikasi Tugas Akhir ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL (Studi Kasus Simpang Empat Telukan Grogol Sukoharjo) Naskah Publikasi Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Kasus : Simpang Sudirman & Simpang A.Yani Kota Pacitan. Ir. Sri Utami, MT

Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Kasus : Simpang Sudirman & Simpang A.Yani Kota Pacitan. Ir. Sri Utami, MT NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004 21 Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Kasus : Simpang Sudirman & Simpang A.Yani Kota Pacitan Ir. Sri Utami, MT ABSTRAK Pada daerah tertentu di Kota Pacitan sering

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KINERJA LALU-LINTAS TERHADAP PEMASANGAN TRAFFIC LIGHT PADA SIMPANG TIGA (STUDI KASUS SIMPANG KKA)

ANALISIS PENGARUH KINERJA LALU-LINTAS TERHADAP PEMASANGAN TRAFFIC LIGHT PADA SIMPANG TIGA (STUDI KASUS SIMPANG KKA) ANALISIS PENGARUH KINERJA LALU-LINTAS TERHADAP PEMASANGAN TRAFFIC LIGHT PADA SIMPANG TIGA (STUDI KASUS SIMPANG KKA) Lili Anggraini¹, Hamzani², Zulfhazli³ 1) Alumni Jurusan Teknik Sipil, 2), 3) Jurusan

Lebih terperinci

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal.

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal. ABSTRAK Volume lalu lintas Kabupaten Badung mengalami peningkatan setiap tahunnya yang diakibatkan bertambahnya jumlah kepemilikan kendaraan. Kemacetan pada persimpangan Jalan Raya Denpasar Singaraja (KM-19)

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN 17 AGUSTUS JALAN BABE PALAR KOTA MANADO

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN 17 AGUSTUS JALAN BABE PALAR KOTA MANADO EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN 17 AGUSTUS JALAN BABE PALAR KOTA MANADO Dwi Anita M. J. Paransa, Lintong Elisabeth Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado E-mail:whiedwie19@gmail.com

Lebih terperinci

LAMPIRAN. xii. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. xii. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN A. DATA LALU LINTAS ALTERNATIF JALAN LAYANG I... xiii B. DATA LALU LINTAS ALTERNATIF JALAN LAYANG II... xviii C. DATA LALU LINTAS ALTERNATIF JALAN LAYANG III... xxiii D. Lampiran Video Pengambilan

Lebih terperinci

Mulai. Studi pustaka. Observasi awal. Proposal disetujui. Survei pendahuluan. Pelaksanaan survei dan pengumpulan data Rekapitulasi data

Mulai. Studi pustaka. Observasi awal. Proposal disetujui. Survei pendahuluan. Pelaksanaan survei dan pengumpulan data Rekapitulasi data BAB IV METODOLOGI PENELITITAN A. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang akan dilakukan dan dijelaskan pada bagan alir sebagai berikut: Mulai Studi pustaka Observasi awal Proposal disetujui TIDAK Survei

Lebih terperinci

TUNDAAN DAN TINGKAT PELAYANAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN KAROMBASAN MANADO

TUNDAAN DAN TINGKAT PELAYANAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN KAROMBASAN MANADO TUNDAAN DAN TINGKAT PELAYANAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN KAROMBASAN MANADO Johanis Lolong ABSTRAK Persimpangan adalah salah satu bagian jalan yang rawan terjadi konflik lalu lintas karena

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN ALTERNATIF PENGATURAN SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus : Jalan Sunset Road-Jalan Nakula-Jalan Dewi Sri di Kabupaten Badung)

ANALISIS KINERJA DAN ALTERNATIF PENGATURAN SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus : Jalan Sunset Road-Jalan Nakula-Jalan Dewi Sri di Kabupaten Badung) ANALISIS KINERJA DAN ALTERNATIF PENGATURAN SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus : Jalan Sunset Road-Jalan Nakula-Jalan Dewi Sri di Kabupaten Badung) (TUGAS AKHIR) Oleh : KADEK NINDYA KARUNIA PUTRI NIM: 1204105028

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Persimpangan Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, di mana arus kendaraan dari berbagai pendekat tersebut bertemu dan memencar meninggalkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Simpang Simpang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jaringan jalan. Di daerah perkotaan biasanya banyak memiliki simpang, dimana pengemudi harus memutuskan

Lebih terperinci

Kata kunci : Simpang Bersinyal, Kinerja, Bangkitan Pergerakan

Kata kunci : Simpang Bersinyal, Kinerja, Bangkitan Pergerakan ABSTRAK Kampus Universitas Udayana terletak disalah satu jalan tersibuk di Kota Denpasar yaitu jalan P.B. Sudirman, sehingga sering kali terjadi kemacetan. Peningkatan jumlah mahasiswa setiap tahunnya

Lebih terperinci

Simpang Tak Bersinyal Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang tak bersinyal di bawah ini :

Simpang Tak Bersinyal Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang tak bersinyal di bawah ini : 223 DEFINISI DAN ISTILAH Simpang Tak Bersinyal Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang tak bersinyal di bawah ini : Kondisi Geometrik LENGAN Bagian persimpangan jalan dengan pendekat masuk atau

Lebih terperinci

ANALISIS SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY

ANALISIS SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY ANALISIS SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL oleh ACHMAD AFANDI 150 03 006 ALEX

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota Direktorat Jendral

DAFTAR PUSTAKA. 1. Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota Direktorat Jendral DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA 1. Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1999 Pedoman Perencanaan dan Pengoprasian Lalu Lintas di Wilayah Perkotaan. 2.

Lebih terperinci

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat bertemu dan memencar meninggalkan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Rambu yield

Gambar 2.1 Rambu yield BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaturan Simpang Tak Bersinyal Secara lebih rinci, pengaturan simpang tak bersinyal dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Aturan Prioritas Ketentuan dari aturan lalu lintas

Lebih terperinci

METODE BAB 3. commit to user Metode Pengamatan

METODE BAB 3. commit to user Metode Pengamatan digilib.uns.ac.id BAB 3 METODE 3.1. Metode Pengamatan Pada umumnya suatu pengamatan mempunyai tujuan untuk mengembangkan dan menguji kebeneran suatu pengetahuan. Agar dapat menghasilkan data yang akurat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. yang mempegaruhi simpang tak bersinyal adalah sebagai berikut.

BAB III LANDASAN TEORI. yang mempegaruhi simpang tak bersinyal adalah sebagai berikut. BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Simpang Tak Bersinyal Simpang tak bersinyal adalah jenis simpang yang paling banyak dijumpai di daerah perkotaan. Jenis ini cocok diterapkan apabila arus lalu lintas dijalan

Lebih terperinci

KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN KOPO-SOEKARNO HATTA BANDUNG

KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN KOPO-SOEKARNO HATTA BANDUNG KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN KOPO-SOEKARNO HATTA BANDUNG Wida Widiyati NRP: 0721005 Pembimbing: Dr. Budi Hartanto Susilo, Ir., M.Sc. ABSTRAK Salah satu simpang di Kota Bandung yang mengalami kemacetan

Lebih terperinci

ANALISIS PANJANG ANTRIAN SIMPANG BERSINYAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MKJI (STUDI KASUS SIMPANG JALAN AFFANDI YOGYAKARTA)

ANALISIS PANJANG ANTRIAN SIMPANG BERSINYAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MKJI (STUDI KASUS SIMPANG JALAN AFFANDI YOGYAKARTA) 2 ANALISIS PANJANG ANTRIAN SIMPANG BERSINYAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MKJI (STUDI KASUS SIMPANG JALAN AFFANDI YOGYAKARTA) Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entah jabatan strukturalnya atau lebih rendah keahliannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entah jabatan strukturalnya atau lebih rendah keahliannya. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, evaluasi adalah penilaian. Layaknya sebuah penilaian (yang dipahami umum), penilaian itu diberikan dari orang yang lebih tinggi

Lebih terperinci

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK Dian Idyanata 1) Abstrak Kemacetan merupakan suatu konflik pada ruas jalan yang menyebabkan antrian pada ruas jalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Umum

BAB 1 PENDAHULUAN Umum 1.1. Umum BAB 1 PENDAHULUAN Padatanya penduduk di kota-kota besar merupakan faktor yang menyebabkan permasalahan lalu lintas. adalah kota terbesar ke 2 di Indonesia yang memiliki tingkat mobilitas dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH

BAB IV ANALISA PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH BAB IV ANALISA PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH 4.1 Data Geografis Simpang BEKASI CYBER PARK JL. KH. NOER ALI (KALI MALANG) KALI MALANG KALI MALANG MALL METROPOLITAN Gambar 4.1 Simpang Jalan Jenderal Ahmad

Lebih terperinci

UNSIGNALIZED INTERSECTION

UNSIGNALIZED INTERSECTION Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University UNSIGNALIZED INTERSECTION Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Asumsi 1. Persimpangan berpotongan tegak lurus 2. Terletak pada alinemen datar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Simpang Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan di daerah

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH ADANYA PAGAR PEMBATAS TROTOAR PADA SIMPANG JL.PASIR KALIKI JL.PADJAJARAN, BANDUNG ABSTRAK

STUDI PENGARUH ADANYA PAGAR PEMBATAS TROTOAR PADA SIMPANG JL.PASIR KALIKI JL.PADJAJARAN, BANDUNG ABSTRAK STUDI PENGARUH ADANYA PAGAR PEMBATAS TROTOAR PADA SIMPANG JL.PASIR KALIKI JL.PADJAJARAN, BANDUNG BOBBY HARTONO NRP : 9621019 NIRM : 41077011960298 Pembimbing : Yuli Yuliani H., Ir., M.Eng.Sc. FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Data simpang yang dimaksud adalah hasil survey volume simpang tiga

BAB IV ANALISIS DATA. Data simpang yang dimaksud adalah hasil survey volume simpang tiga BAB IV Bab IV Analisis Data ANALISIS DATA 4.1 Data Simpang Data simpang yang dimaksud adalah hasil survey volume simpang tiga kaki RC Veteran yang telah dilakukan pada kedua simpang pada jam sibuk dan

Lebih terperinci

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. DAFTAR ISI... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. DAFTAR ISI... vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING TUGAS AKHIR... ii LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki

Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung, Bandung 40012 E-mail: risnars@polban.ac.id

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL DENGAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus Simpang Tiga Jalan Ketileng Raya-Semarang Selatan)

EVALUASI KINERJA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL DENGAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus Simpang Tiga Jalan Ketileng Raya-Semarang Selatan) EVALUASI KINERJA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL DENGAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus Simpang Tiga Jalan Ketileng Raya-Semarang Selatan) Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL RINGROAD UTARA AFFANDI ANGGA JAYA SLEMAN, YOGYAKARTA

EVALUASI KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL RINGROAD UTARA AFFANDI ANGGA JAYA SLEMAN, YOGYAKARTA EVALUASI KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL RINGROAD UTARA AFFANDI ANGGA JAYA SLEMAN, YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

WEAVING SECTION. Definisi dan Istilah 5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

WEAVING SECTION. Definisi dan Istilah 5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University WEAVING SECTION Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Definisi dan Istilah Kondisi Geometrik Bagian jalinan bundaran Bagian jalinan pada bundaran

Lebih terperinci

ANALISA KOORDINASI SINYAL ANTAR SIMPANG M E I M A N Z E G A

ANALISA KOORDINASI SINYAL ANTAR SIMPANG M E I M A N Z E G A ANALISA KOORDINASI SINYAL ANTAR SIMPANG (Studi kasus : Jl. Jamin Ginting Jl. Pattimura Jl. Mongonsidi) Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil Disusun

Lebih terperinci

STUDI ARUS JENUH PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL JALAN ACEH JALAN BANDA BANDUNG

STUDI ARUS JENUH PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL JALAN ACEH JALAN BANDA BANDUNG STUDI ARUS JENUH PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL JALAN ACEH JALAN BANDA BANDUNG ANDY Nrp 0121008 Pembimbing : Ir. V. Hartanto, M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Data Masukan Data masukan untuk analisis kinerja simpang tak bersinyal menurut MKJI (1997) dibagi menjadi tiga, yaitu kondisi geometrik, kondisi lalulintas dan kondisi hambatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam Evaluasi Kinerja Simpang Bersinyal Jl. Ir. H. Djuanda- Cikapayang memakai acuan MKJI 1997. Cara yang digunakan dalam penelitian adalah pengamatan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simpang bersinyal diterapkan dengan maksud sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simpang bersinyal diterapkan dengan maksud sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Simpang Bersinyal. Simpang bersinyal diterapkan dengan maksud sebagai berikut: a. Untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling berpotongan. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan di daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah titik-titik pada jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah titik-titik pada jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persimpangan Persimpangan adalah titik-titik pada jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan lintasan-lintasan kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masing-masing kaki

Lebih terperinci

PANJANG ANTRIAN KENDARAAN PADA SIMPANG IR. H. JUANDA- DIPATIUKUR BERDASARKAN MKJI 1997 ABSTRAK

PANJANG ANTRIAN KENDARAAN PADA SIMPANG IR. H. JUANDA- DIPATIUKUR BERDASARKAN MKJI 1997 ABSTRAK PANJANG ANTRIAN KENDARAAN PADA SIMPANG IR. H. JUANDA- DIPATIUKUR BERDASARKAN MKJI 1997 Disusun Oleh: ALIF ALFIANSYAH NRP: 0721034 Pembimbing: SILVIA SUKIRMAN, Ir. ABSTRAK Masalah yang dihadapi di kota-kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memancar meninggalkan persimpangan (Hobbs F. D., 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memancar meninggalkan persimpangan (Hobbs F. D., 1995). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persimpangan Persimpangan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat dimana arus kendaraan dari beberapa pendekat tersebut bertemu dan memancar meninggalkan

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS DAN TINGKAT KINERJA SIMPANG BERSINYAL LAMPU LALULINTAS PADA PERSIMPANGAN JALAN PASIR PUTIH JALAN KAHARUDDIN NASUTION KOTA PEKANBARU

ANALISIS KAPASITAS DAN TINGKAT KINERJA SIMPANG BERSINYAL LAMPU LALULINTAS PADA PERSIMPANGAN JALAN PASIR PUTIH JALAN KAHARUDDIN NASUTION KOTA PEKANBARU ANALISIS KAPASITAS DAN TINGKAT KINERJA SIMPANG BERSINYAL LAMPU LALULINTAS PADA PERSIMPANGAN JALAN PASIR PUTIH JALAN KAHARUDDIN NASUTION KOTA PEKANBARU Oleh : Husni Mubarak Fakultas Teknik Universitas Abdurrab,

Lebih terperinci

BAB 4 PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Setelah data data yang diperlukan didapat, maka dengan cara memasukkan nilainya dalam perhitungan dapat diketahui kondisi lalu lintas yang terjadi sehingga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Ruas Jalan Raya Ciledug Berikut adalah hasil survey total arus lalu lintas per jam. Nilai total arus ini di lihat dari tiap hari sibuk dan jam sibuk. Tabel 4.1

Lebih terperinci