OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP"

Transkripsi

1 OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROPINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASINYA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimisasi Perikanan Purse Seine di Perairan Laut Sibolga Provinsi Sumatera Utara adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Oktober 2006 Hasan Harahap C

4 ABSTRAK Hasan Harahap. Optimisasi Perikanan Purse Seine di Perairan Laut Sibolga Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan FIS PURWANGKA. Perairan laut Sibolga memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis kecil yang cukup besar, namun diduga tingkat pemanfaatannya masih belum optimum. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) mengestimasi tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis yang menjadi target penangkapan purse seine pada tingkat maximum economic yield (MEY); 2) menentukan jumlah unit penangkapan purse seine yang optimum untuk mencapai tingkat produksi dan keuntungan ekonomi yang maksimum dalam pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil; dan 3) menentukan tingkat kelayakan usaha perikanan purse seine di perairan laut Sibolga, provinsi Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan observasi. Metode surplus produksi oleh Gordon- Schaefer digunakan untuk mengestimasi tingkat pemanfaatan pada kondisi maximum economic yield, analisis finansial digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha dari perikanan purse seine di Sibolga dan linear goal programming digunakan untuk menentukan alokasi jumlah purse seine optimum dalam memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis tersebut. Hasil dari analisis bioekonomi menunjukkan bahwa di perairan laut Sibolga masih terbuka peluang yang sangat besar dalam memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis tersebut. Jumlah produksi lestari (MSY) ikan pelagis kecil di Sibolga adalah sebanyak ,36 ton/tahun dengan jumlah upaya penangkapan sebanyak trip/tahun. Khusus untuk alat tangkap purse seine jumlah hasil tangkapan lestari adalah sebesar ton/tahun dengan jumlah upaya penangkapan (effort) sebanyak trip/tahun atau sekitar 53, 50 % dari total keseluruhan. Hasil analisis linear goal programming menunjukkan bahwa untuk mengeksploitasi ikan pelagis kecil di Sibolga disarankan jumlah alat tangkap purse seine yang digunakan adalah sebanyak 307 unit, bagan perahu sebanyak 80 unit, jaring insang hanyut sebanyak 141 unit dan gillnet sebanyak 52 unit. Hasil analisis kelayakan usaha dengan kriteria investasi menunjukkan nilai yang positif dimana nilai dari net present value (NPV) adalah sebesar Rp ,24 internal rate of return (IRR) adalah sebesar 24, 87 %, net benefit cost ratio ( net B/C) adalah 1,26, dan payback Period selama 5 tahun. Berdasarkan dari hasil analisis finansial tersebut dapat dinyatakan bahwa perikanan purse seine di Sibolga layak untuk diteruskan.

5 ABSTRACT Hasan Harahap. Optimization of Purse seine in Sibolga Territorial Water north Sumatera Province.Guided by DOMU SIMBOLON and FIS PURWANGKA The small pelagic in Sibolga North Sumatera Province is highly potential, but the utilization has been not optimum due to low productivity of purse seine fishery. The objectives of the research are 1) to estimate the level of MEY (maximum economic yield) exploiting of small pelagic becoming target of purse seine. 2) to determine optimum the number of purse seine fishing unit for maximum production and economic profit level in the utilization of small pelagic resources. 3) to determine feasibility of purse seine fishery in Sibolga North Sumatera Province. Survey and observation methods is used in this research. Production surplus method by Gordon Schaefer is used to estimate the level of MEY and, financial analysis is used to know the feasibility of purse seine in Sibolga and linear goal programming is used to determine allocation of purse seine in Sibolga. The result of bio-economic analysis showed that in Sibolga teritorial water have a big opportunity to exploite small pelagic. The optimum catch of small pelagic fish is ,36 ton/year with standar effort of trip/year. Specially for purse seine, optimum catch is ton/year with effort optimum is trip/year or 53,50 % from all. Linear goal programming analysis showed that to exploiting pelagic fish resources in Sibolga should used purse seine 307 unit gears, bagan perahu 80 unit gears, drift gillnet 141 unit gears and Gillnet 52 unit gears. Financial analysis of small pelagic fish with investment criteria obtained positive value of net present value (NPV) is Rp ,24, internal rate of return (IRR) value is 24,87 % net B/C ratio value 1,26 and payback period value 5 years. According to financial analysis, purse seine in Sibolga is feasible to developed. Keywords : Optimization, purse seine, linear goal programming, bio - economic

6 @ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

7 Judul Tesis Nama NRP Program Studi : Optimisasi Perikanan Purse Seine di Perairan Laut Sibolga Provinsi Sumatera Utara : Hasan Harahap : C : Teknologi Kelautan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si Ketua Fis Purwangka, S.Pi, M.Si Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul Optimisasi Perikanan Purse Seine di perairan Laut Sibolga Provinsi Sumatera Utara. Dalam penyusunan tesis ini, penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : (1) Kedua orang tua saya yaitu Baginda Harahap dan Khoinur Harahap serta keluarga tercinta yaitu abang saya Maramuda Harahap dan adik-adik saya Abdul Manan Harahap, S.Hut dan Ridoan Hamid Harahap yang telah memberikan perhatian yang tulus dan kasih sayang serta dukungan moril dan materil dalam penyelesaian tesis ini. (2) Bapak Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si dan Bapak Fis Purwangka S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama kuliah di Program Studi Teknologi Kelautan. (3) Bapak Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB yaitu Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS. (4) Bapak Prof. Dr. John Haluan, M.Sc sebagai ketua Program Studi Teknologi Kelautan. IPB. (5) Bapak Prof. Dr. Daniel R. Monintja, M.Sc, yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Teknologi Kelautan. (6) Ibu Tengku Ersti Yulikasari, S.Pi, M.Si selaku dosen penulis di Universitas Riau Pekanbaru yang telah memberikan bantuan moril dan materil dalam penyelesaian tesis ini. (7) Bapak Drs. H. Said Ali Hasyim dan Ibu Azizah serta keluarga yaitu Syarifah Zillen, Said Muzani dan Yulia, yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. (8) Bapak Drs. H. Syarifuddin Harahap (Direksi PT. Asuransi Parolamas), Ibu Herlina Siregar, Bapak Mora Pane, Bapak Bandaharo Harahap, Bapak

9 Rudi Anhar Harahap dan Mbak Fina Dzulaini serta seluruh karyawan/karyawati PT. Asuransi Parolamas. (9) Bapak Ir. Muslimin Siregar (Mantan Kepala Dolog Provinsi Jawa Barat) besrta keluarga. (10)Rekan-rekan mahasiswa TKL angkatan 2003 dan 2004 yaitu Syamsuar, Muhlisa, Zen, Kudrat, Hasnia, Yanti, Devi, Wesley, Ibrahim, Andrius, Eva, Rinda, Darmiyati serta teman-teman yang lainyang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan baik dari segi isi maupun penulisannya. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat dan sesuai dengan yang diharapkan oleh semua pihak. Bogor, Oktober 2006 Hasan Harahap

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Baruas Kota Padangsidimpuan pada tanggal 13 Pebruari 1981 dari ayah Baginda Harahap dan ibu Khoinur Harahap. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara. Tahun 1999 penulis lulus dari SMK Negeri 1 Padangsidimpuan dan di terima di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru. Tahun 2003 penulis menyelesaikan studi S 1 dan tahun yang sama pula penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan program magister pada Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi Teknologi Kelautan.

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman iii iv v 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Kerangka Pemikiran Tujuan dan Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Purse Seine Jenis-jenis purse seine Desain dan konstruksi purse seine Metode pengoperasian purse seine Sumberdaya Ikan Pelagis Model Surplus Produksi Model Bio-ekonomi Analisis Investasi Optimisasi Program Optimisasi Linear programming Linear goal programming METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Metode Penelitian Sumber Data Analisis Data Deskripsi unit penangkapan purse seine Pendugaan parameter biologi Pendugaan parameter ekonomi Analisis kelayakan Analisis optimisasi KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap Nelayan Kapal perikanan... 34

12 4.3 Produksi Fasilitas Penunjang Perikanan HASIL PENELITIAN Aspek Teknis Perikanan Purse Seine Unit penangkapan purse seine Metode Pengoperasian purse seine Aspek Biologi Daerah dan Musim Penangkapan Ikan (DPI) Jenis Hasil Tangkapan Aspek Bio-ekonomi Analisis Finansial Alokasi Unit Penangkapan Purse Seine PEMBAHASAN Aspek Teknis Perikanan Purse Seine Aspek Biologi Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Aspek Bio-ekonomi Analisis kelayakan Purse Seine Alokasi Unit Penangkapan Ikan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 68

13 DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis-jenis ikan pelagis kecil dan ikan pelagis besar Pembagian tugas dan keuntungan pada kapal Purse seine di Sibolga Pembiayaan operasional nelayan Purse seine per trip dan per tahun di Sibolga Nilai perhitungan dari analisis finansial Perbandingan nilai optimal beberapa parameter yang dioptimasi berikut rencana perubahan dan pengurangannya... 55

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran Diagram alir penelitian Jumlah dan jenis alat tangkap yang ada di Sibolga Jumlah nelayan tetap dan sambilan yang ada di Sibolga tahun Jumlah dan jenis armada perikanan di perairan laut Sibolga tahun Total hasil tangkapan ikan di Sibolga tahun Perkembangan unit usaha pengolahan ikan tahun di Sibolga Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine dikota Sibolga tahun Metode pengoperasian purse seine Perkembangan produksi ikan pelagis kecil, upaya penangkapan (effort) serta CPUE dari gabungan alat tangkap ikan pelagis kecil di kota Sibolga tahun Hubungan antara CPUE dengan effort untuk penangkapan ikan pelagis kecil dari gabungan alat tangkap di perairan laut Sibolga tahun Hubungan antara hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan (effort) dari gabungan alat tangkapdi perairan laut Sibolga Jumlah produksi dari gabungan alat tangkap dan alat tangkap purse seine pada masing-masing kondisi di perairan laut Sibolga Jumlah effort dari gabungan alat tangkap dan alat tangkap purse seine pada masing-masing kondisi di Perairan laut Sibolga Jumlah keuntungan dari gabungan alat tangkap dan alat tangkap purse seine pada masing-masing kondisi di Sibolga Keseimbangan Bio-ekonomi Gordon-Schaefer untuk pengelolaan ikan pelagis kecil dari gabungan alat tangkap di kota Sibolga... 52

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta lokasi penelitian Jumlah dan jenis alat tangkap yang terdapat di Sibolga Bentuk umum alat tangkap purse seine di Sibolga Bentuk umum kapal purse seine di Sibolga Perhitungan standarisasi untuk mencari nilai a dan b Jumlah produksi, total effort standarisasi, serta CPUE ikan pelagis kecil tahun di kota Sibolga Optimisasi bio-ekonomi pada berbagai kondisi pengelolaan sumberdaya perikanan dari keseluruhan alat tangkap di perairan laut Sibolga tahun Optimisasi bio-ekonomi pada berbagai kondisi pengelolaan sumberdaya perikanan dengan menggunakan dari keseluruhan alat tangkap di perairan laut Sibolga tahun Pembagian kuota produksi dan upaya (effort) untuk masing-masing alat tangkap pada kondisi pengelolaan MSY dan MEY di Sibolga Hasil perhitungan data dengan menggunakan MAPPLE Perhitungan analisis finansial Langkah-langkah penentuan pertidaksamaan dalam program LGP Hasil perhitungan optimasi dengan LINDO Produksi dan pendapatan nelayan Model pendapatan nelayan Asumsi dan koefisien Pembiayaan operasional nelayan Perhitungan BEP untuk masing-masing alat tangkap Perkiraan arus uang (cash flow)

16 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumberdaya perikanan, khususnya perikanan tangkap, sampai saat ini masih didominasi oleh skala usaha perikanan rakyat yang pada umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut : skala usaha kecil, aplikasi teknologi yang sederhana, jangkauan operasi yang masih terbatas serta produktivitas yang masih rendah. Menurut Barus et al (1991), produktivitas nelayan yang rendah, umumnya diakibatkan oleh rendahnya keterampilan dan pengetahuan serta penggunaan alat penangkapan yang masih sederhana, sehingga efektifitas dan efisiensi alat tangkap dan penggunaan faktor-faktor produksi lainnya belum optimal dan akhirnya berdampak pada tingkat kesejahteraan nelayan. Kabupaten Tapanuli Tengah dengan IbuKota Sibolga merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki perairan laut. Perairan laut tersebut dijadikan oleh masyarakat setempat untuk mencari makan dengan cara mengeksploitasi sumberdaya ikan yang terdapat di dalamnya. Kabupaten Tapanuli Tengah juga memiliki Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) di Sibolga yang merupakan sentral atau pusat dalam menampung dan mendistribusikan hasil-hasil laut terutama ikan. Dengan adanya PPN tersebut maka hal ini akan berdampak positif terhadap kegiatan-kegiatan perikanan, sehingga nelayan di Tapanuli Tengah tidak perlu lagi merasa khawatir dalam memasarkan hasil tangkapan ikan mereka. Selain memiliki pelabuhan perikanan di daerah Sibolga juga memiliki tempat-tempat pendaratan ikan atau tangkahan yang memiliki kapasitas yang lebih kecil dari PPN Sibolga. Pantai barat Sumatera yang merupakan tempat untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Sibolga memiliki potensi perikanan yang cukup besar terutama untuk jenis ikan pelagis kecil (small pelagic fish). Berdasarkan hasil Penelitian Puslitbang Oceanologi LIPI, potensi lestari ikan di Pantai Barat Sumatera adalah sebesar ton/tahun, yang terdiri ton/tahun dari perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan ton/tahun dari perairan laut wilayah. Banyaknya jenis keragaman ikan tersebut (biodiversity)

17 2 menjadikan manusia berpikir bagaimana cara yang paling efektif untuk mengambil hasil-hasil laut tersebut. Dengan demikian maka diciptakanlah jenis-jenis alat tangkap dengan berbagai bentuk dan ukurannya. Adapun jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap jenis ikan pelagis seperti alat tangkap purse seine, bagan perahu, gill net dan lain-lain. Jenis-jenis ikan pelagis kecil serta ikan pelagis besar yang terdapat di Indonesia menurut J. Widodo et al dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis-jenis ikan pelagis kecil dan ikan pelagis besar No Kelompok Ikan 1. Pelagis Kecil 2 Pelagis Besar Nama Indonesia Nama ilmiah Nama Inggris Alu-alu Bawal hitam Belanak Japuh Julung-julung Kembung Kuwe Layang Lemuru Parang-parang Selar Sunglir Talang-talang Tembang Terbang Teri Terubuk Tetengkok Tongkol Madidihang Tuna Mata Besar Albakora Tuna Sirip Biru Sltn Ikan pedang Setuhuk hitam Setuhuk biru Setuhuk loreng Ikan layaran Cakalang Tenggiri Tenggiri papan Cucut Biru Cucut Botol Cucut Sirip Hitam Cucut Macan Sphyraena spp. Formio niger Mugil spp Dussumeira spp Tylosurus spp Rastrelliger spp Caranx spp Decapterus spp Sardinella longiceps Chirocentrus spp Selar spp Elegatis bipinnulatus Chorinemus spp Sardinella fimbriata Cypselurus spp Stelophorus spp Clupea toli Megalaspis cordyla Euthynnus spp Thunnus albacores Thunnus obesus Thunnus alalunga Thunnus macoyii Xiphias gladius Makaira indica Makaira mazara Tetrapturus audax Isthiophorus platypterus Katsuwonus pelamis Scomberomorus commersoni Glyphis glauca Sphyrna sp Charcharhinus melnopterus Galeocerdo sp Isurus galucus Baraccudas Black pomfret Mullets Sardines Garfish and Halfbeak Indo Pacific mackerel Jacks, trevallys Scads Indian oil sardinella Wolf hearings travaillies Rainbow runner Quenfishes Fringescalles sardinella Flying fishes Anchovies Tolishads (Chinese herrings) Hardtails scads Eastern little tunas Yellowfin tuna Bigeye tunas Albacore Southern bluefin tuna Swordfishes Black marlin Indo pacific blue marlin Striped marlin Indo-Pacific sailfishes Skipjack tunas Narrow-barred Spanish mackerels Indo-Pacific Spanish mackerels Blue shark Hammerhead shark Blacktip reef shark Tiger shark Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Sibolga tahun 2004, bahwa jumlah ikan yang bisa didaratkan di Kota Sibolga baru mencapai ton atau sekitar 30 % dari potensi lestari. Dari data tersebut diduga bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan laut

18 3 Sibolga belum optimal. Mengingat besarnya jumlah potensi ikan yang terdapat di perairan laut Sibolga, maka hal tersebut maka hal tersebut merupakan peluang besar (big opportunity) dalam meningkatkan pembangunan dan pengembangan ekonomi masyarakat/daerah dari sektor perikanan dan kelautan. Untuk mengeksploitasi ikan pelagis kecil di perairan laut Sibolga, salah satu jenis alat yang efektif digunakan oleh nelayan setempat adalah alat tangkap purse seine. Alat tangkap ini sangat efektif digunakan dalam menangkap ikan karena dapat melingkari suatu gerombolan ikan yang cukup besar yang terdapat pada suatu fishing ground. Hal ini memang tergantung pada panjang dan lebar dari alat yang digunakan. Karena alat tangkap ini sangat produktif maka tentu saja akan memberikan dampak yang positif serta negatif bagi kelangsungan kegiatan perikanan khususnya di daerah Sibolga. Salah satu dampak positif dari penggunaan alat tangkap ini adalah kemampuannya dalam menghasilkan hasil tangkapan dalam jumlah yang besar yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan yang besar pula. Tetapi alat tangkap ini juga memiliki kelemahan atau dampak negatif bagi kegiatan perikanan untuk masa yang akan datang yaitu karena kemampuan tangkapnya yang cukup tinggi tersebut dapat menyebabkan terjadinya over fishing. Selain itu usaha perikanan purse seine juga memerlukan modal atau investasi yang besar pula. Sebagaimana diketahui, walaupun sumberdaya ikan merupakan jenis sumberdaya yang bisa diperbaharui, akan tetapi kalau dieksploitasi secara terus menerus tanpa memikirkan regenerasi berikutnya maka akan berdampak pula pada kelangkaan jenis sumberdaya ikan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengkaji potensi pengembangan perikanan laut di Sibolga, sehingga diperoleh hasil yang optimum secara biologis, teknis dan ekonomis. Aspek biologis tersebut mencakup sumberdaya ikan yang terdapat di dalamnya termasuk faktor lingkungannya. Aspek finansial menyangkut modal dan keuntungan yang diperoleh serta sejauh mana kegiatan usaha ini layak untuk dikembangkan. Sedangkan aspek teknis menyangkut peralatan dan teknologi untuk memanfaatkan sumberdaya ikan tersebut berupa alat tangkap, armada

19 4 penangkapan (kapal), alat pendeteksi gerombolan ikan (fish finder/echosounder) serta sarana penangkapan lainnya. 1.2 Perumusan Masalah Usaha perikanan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan ekonomi untuk dapat memanfaatkan potensi sumberdaya ikan, memberi nilai tambah serta memasarkannya pada konsumen. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap purse seine ditujukan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya ikan pelagis kecil dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungannya. Akan tetapi pemanfaatan sumberdaya ikan, khususnya ikan pelagis kecil harus tetap mempertimbangkan dan memperhatikan tingkat upaya penangkapan ikan saat ini, apakah sudah melewati upaya penangkapan (effort) optimum atau tidak Secara umum penambahan jumlah dan jenis alat tangkap akan memberikan dampak keuntungan yang meningkat bagi para pengelola perikanan (nelayan). Akan tetapi jika penambahan alat tangkap tersebut tidak dikelola dengan baik akan merusak keberlangsungan sumberdaya perikanan. Supaya jumlah alat tangkap tersebut tidak melebihi kapasitas maksimum, tanpa mengabaikan tujuan keuntungan yang optimum dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya ikan maka perlu dilakukan suatu pengkajian tentang penetapan jumlah armada penangkapan yang diijinkan untuk melakukan operasi penangkapan. Penetapan jumlah armada serta jumlah trip yang optimum dari alat tangkap purse seine akan sangat berguna dalam memanfaatkan potensi sumberdaya ikan khususnya ikan pelagis kecil agar mencapai hasil yang optimum. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan optimisasi perikanan purse seine di perairan laut Sibolga dengan memperhatikan aspek teknis, biologi dan ekonomi. Hasil optimasi yang diperoleh nantinya akan dapat memberikan suatu gambaran keuntungan yang diperoleh serta dampak yang ditimbulkan apabila kebijakan tersebut dilaksanakan. 1.3 Kerangka Pemikiran Usaha perikanan purse seine merupakan bentuk kegiatan usaha penangkapan ikan khususnya dalam memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis

20 5 kecil. Agar usaha perikanan purse seine dapat dijalankan dengan baik, haruslah diketahui berapa jumlah sumberdaya optimum yang dapat dimanfaatkan. Untuk mengetahui potensi sumberdaya ikan yang ada di perairan laut Sibolga, dapat dilakukan dengan melakukan analisis tingkat eksploitasi yang menggunakan model Gordon-Schaefer. Selain itu perlu juga diketahui berapa jumlah upaya penangkapan yang optimum untuk memanfaatkan sumberdaya yang tersedia tanpa merusak kelestarian lingkungannya. Untuk dapat mengetahui berapa jumlah upaya serta alokasi jumlah alat tangkap yang optimum dalam memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis kecil tersebut dianalisis dengan menggunakan linear goal programming. Untuk melihat apakah usaha purse seine layak dijalankan secara ekonomi maka harus dianalisis juga secara finansial. Indikator-indikator yang digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha purse seine tersebut adalah net present value, internal rate of return, net benefit of cost ratio,dan payback period. Hasil dari ketiga analisis tersebut diharapkan dapat memberikan suatu output yang nantinya akan menjadikan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil dengan menggunakan purse seine yang optimum baik dari segi biologi, ekonomi dan finansial di perairan Sibolga. Tingkat pemanfaatan optimum tersebut akan menjadikan kondisi perikanan sustainable yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

21 6 Perikanan purse seine Analisis tingkat eksploitasi Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil yang optimum Analisis LGP Jumlah alat tangkap ikan yang optimum Analisis finansial Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil yang optimumdengan purse seine Kondisi perikanan yang berkelanjutan Peningkatan pendapatan nelayan Gambar 1. Kerangka pemikiran

22 7 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menentukan tingkat pemanfaatan yang optimum untuk perikanan pelagis kecil ditinjau dari aspek teknis, biologi dan ekonomi di perairan laut Sibolga Provinsi Sumatera Utara. (2) Menentukan alokasi jumlah purse seine untuk memanfaatkan potensi sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan laut Sibolga. (3) Menentukan tingkat kelayakan usaha dari usaha perikanan purse seine di Perairan Sibolga, Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah : (1) Dapat memberikan masukan bagi pemerintah setempat dalam pengelolaan perikanan purse seine di Perairan Sibolga. (2) Sebagai bahan informasi bagi nelayan dan investor yang ingin menanamkan modalnya untuk kegiatan usaha perikanan purse seine di Perairan Sibolga.

23 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Purse Seine Brandt (1984) mengatakan bahwa purse seine merupakan alat tangkap yang lebih efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang berada di sekitar permukaan air. Purse seine dibuat dengan dinding jaring yang lebih panjang, terkadang mendekati hingga kiloan meter dengan panjang jaring bagian bawah sama atau lebih panjang dari bagian atas. Dengan bentuk konstruksi jaring seperti ini, tidak ada kantong yang berbentuk permanen pada jaring purse seine. Karakteristik jaring purse seine terletak pada cincin yang terletak pada bagian bawah jaring. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1991), purse seine adalah sejenis alat tangkap yang terdiri dari jaring yang membentang antara tali ris atas yang dilengkapi sejumlah pelampung dan tali ris bawah yang dipasang gelang-gelang. Hubungan antara pelampung dan pemberatnya sangat erat agar jaring bisa membuka dan membentang dengan baik. Purse seine atau pukat cincin adalah suatu alat yang efektif untuk penangkapan jenis ikan pelagis yang gerombolannya besar. Subani dan Barus (1989) mengatakan bahwa alat tangkap purse seine banyak digunakan di Pantai Utara Jawa/ Jakarta, Cirebon, Batang, Pemalang, Tegal, Pekalongan, Juwana, Muncar, dan Pantai selatan seperti Cilacap dan Prigi. Alat tangkap purse seine ada yang menamakannya dengan kursin, jaring kolor, pukat cincin, janggutan dan jaring slerek. Pukat cincin dikenalkan di Pantai Utara Jawa sejak tahun 1970 an dan ternyata mengalami perkembangan yang pesat dibanding dengan alat tangkap yang lain Jenis-jenis purse seine Pada dasarnya dikatakan bahwa purse seine adalah alat yang digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang dekat dengan permukaan air dimana terdapat sebuah dinding jaring yang tergantung diantara corck line (ris atas) dan lead line (ris bawah). Kemudian disebutkan pula bahwa pada lead line tersebut digantungkan purse, dimana pada ring tersebut purse line (tali kolor)

24 9 yang fungsinya untuk mengerucutkan (menutup jaring bagian bawah). Namun, bentuk dari purse seine sendiri cukup banyak jenisnya (Martasuganda et al. 2004). Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), berdasarkan bentuk dan konstruksinya, purse seine dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu jaring yang berkantong, dan jaring yang tidak berkantong. Berdasarkan bentuk dasarnya purse seine dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : (1) Purse seine tipe Amerika dengan kapal tunggal (2) Purse seine tipe Jepang denggn kapal tunggal (3) Purse seine tipe Jepang dengan kapal ganda Desain dan konstruksi purse seine Menurut Ayodhyoa (1981), secara garis besar jaring terdiri dari : (1) Kantong (bag) : bagian jaring tempat berkumpulnya ikan hasil tangkapan pada proses pengambilan ikan (brailling); (2) Corck line (floating line) : tali tempat menempelnya pelampung jaring; (3) Wing (tubuh jaring) : bagian keseluruhan jaring purse seine; (4) Lead line (sinker line) : tali tempat menempelnya pemberat; (5) Ring (cincin) : cincin tempat bergeraknya purse seine; (6) Bridle ring : tali pengikat cincin. Purse seine mempunyai ukuran yang relatif besar. Komponen alat tangkap purse seine terdiri dari jaring (webbing), pelampung, pemberat, serta dilengkapi dengan tali kolor (purse line) yang dilewatkan melalui cincin-cincin (rings) yang diikatkan pada bagian bawah jaring. Bahan jaring mendapat perhatian penting, hal ini dikarenakan agar jaring dapat membentang dengan baik serta dapat membentuk kantong sewaktu ditarik (Gunarso, 1988). Bahan jaring purse seine adalah nilon. Bahan ini dipilih karena memiliki keistimewaan, yaitu pintalan lebih kuat, penyerapan air kecil, resistance terhadap arus berkurang, tensil strength lebih besar dan ekonomisnya lebih tinggi (Sainsbury, 1996). Ukuran mata jaring disesuaikan dengan jenis ikan yang akan ditangkap. Semakin besar jenis ikan yang akan ditangkap semakin besar pula ukuran mata jaring yang digunakan. Purse seine memiliki ukuran mata jaring yang berbeda.

25 10 Ukuran mata jaring yang terbesar adalah pada bagian sayap, dan makin kearah kantong ukuran mata jaring semakin mengecil. Bahan pelampung terbuat dari plastik, sehingga daya apung yang didapat cukup besar. Selain itu plastik tidak menghisap air dan tidak cepat rusak, bahan pemberat adalah timah. Timah ini memiliki sifat daya tenggelam yang lebih besar, tidak mudah berkarat, dan tidak perlu membuka tali pemberat pada waktu operasi alat tangkap. Fungsi cincin adalah untuk tempat lewatnya tali kolor waktu ditarik agar bagian bawah jaring dapat terkumpul. Bahan cincin terbuat dari besi anti karat. Untuk mengumpulkan cincin atau bagian bawah, pada waktu operasi digunakan tali kolor, kemudian ditarik setelah jaring selesai dilingkarkan. Dengan terkumpulnya cincin maka bagian bawah jaring akan terkumpul menjadi satu dan jaring akan berbentuk seperti kantong. Tali kolor mempunyai ukuran yang terbesar diantara ukuran tali-tali yang lain. Hal ini dikarenakan tali kolor memerlukan kekuatan yang cukup besar bila dibandingkan dengan tali-tali yang lain ( Subani dan Barus, 1989). Didalam purse seine terdapat serampat (salvadge) yaitu bagian dari jaring yang lebih kuat dan berfungsi untuk memperkuat jaring akibat gesekan dari tarikan pada saat operasi. Serampat ada tiga bagian, yaitu yang menghubungkan antara jaring pokok dengan tali pelampung, jaring pokok dengan tali pemberat, dan yang menghubungkan tali samping dengan sayap ( Ditjen, 1991) Metode pengoperasian purse seine Menurur Ditjen Perikanan (1991), cara pengoperasian alat tangkap purse seine adalah dengan melingkari dan menutupi bagian bawah jaring. Setelah jaring dilingkarkan dan tali kolor ditarik, maka alat ini membentuk kantong besar sehingga ikan-ikan yang terkurung didalamnya tidak dapat meloloskan diri. Alat tangkap purse seine biasanya dioperasikan di laut dalam dan tidak berkarang. Purse seine ada yang dioperasikan dengan sebuah kapal dan ada pula yang dioperasikan dengan dua buah kapal. Dalam pengoperasiannya kadangkadang dilengkapi dengan alat bantu berupa lampu atau rumpon yang berfungsi sebagai alat pengumpul ikan. Pengoperasian purse seine dapat dilakukan pada siang dan malam hari. Penangkapan yang dilakukan pada saat matahari terbit,

26 11 matahari terbenam, atau pada malam hari ternyata hasilnya akan lebih baik bila dibandingkan pada waktu lainnya (Ditjen Perikanan, 1991). Sainsburry (1996), mengemukakan bahwa pukat cincin termasuk alat tangkap yang produktif khususnya untuk menangkap ikan-ikan pelagis baik yang terdapat di perairan pantai maupun lepas pantai. Penangkapan ikan dengan menggunakan purse seine merupakan salah satu metode penangkapan yang paling agresif dan ditujukan untuk penangkapan gerombolan ikan pelagis. Alat tangkap ini dapat menangkap ikan dari segala ukuran mulai dari ikan-ikan kecil hingga ikan-ikan besar tergantung pada ukuran mata jaring yang digunakan. Semakin kecil ukuran mata jaring semakin banyak ikan-ikan kecil yang tertangkap karena tidak dapat meloloskan diri dari mata jaring. 2.2 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis merupakan kelompok ikan aktif. Keberadaannya dipengaruhi oleh beberapa faktor oseanografi dan lingkungan lainnya, antara lain : suhu, arus, kelimpahan klorofil dan salinitas. Besarnya pengaruh lingkungan terhadap keberadaan ikan ini, diperkirakan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ikan-ikan pelagis selalu bermigrasi dalam bentuk gerombolan (schooling) akibat memiliki kecenderungan yang sama terhadap kebutuhan kondisi perairan yang optimum. Ikan yang berukuran lebih besar memiliki kecepatan renang lebih cepat dibandingkan ikan yang kecil. Selain itu ikan-ikan pelagis merupakan ikan yang memiliki respon positif terhadap cahaya atau fototaksis positif karena itu dalam pengoperasinya, kapal purse seine menggunakan cahaya untuk mengumpulkan ikan-ikan tersebut. Ciri lainnya, ikan-ikan pelagis bila mengalami stres atau gangguan akan berusaha berenang ke bawah, dengan tingkah laku ini tingkat keberhasilan operasi purse seine tergantung pada kecepatan menarik tali selambar setelah jaring dilingkarkan sehingga kemungkinan untuk meloloskan diri (escape) akan lebih kecil (Wina, 2005). Ikan pelagis adalah ikan-ikan permukaan yang hidupnya sangat aktif di dekat permukaan laut. Ikan pelagis terdiri dari ikan pelagis besar yang hidup di perairan laut lepas (oceanis), sedangkan ikan pelagis kecil banyak terdapat di perairan pantai (neritic zone) sampai kedalaman 200 meter dari permukaan laut.

27 12 Ikan pelagis kecil yang memiliki arti penting bagi perikanan Indonesia antara lain adalah ikan layang (Decapterus sp), Selar (Selaroides spp), Teri (Stelophorus spp), Japuh (Dussumeira spp), Tembang (Sardinella fimbriata), Lemuru (Sardinella longiceps) dan ikan Kembung (Rastrelligerspp) (Ayodhyoa, 1981). 2.3 Model Surplus Produksi Tujuan penggunaan model surplus produksi adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum (EMSY atau Effort MSY), yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum lestari (Maksimum Sustainable Yield /MSY) tanpa mempengaruhi produktifitas stok secara jangka panjang. Model surplus produksi dapat diterapkan bila diketahui dengan baik tentang hasil tangkapan total berdasarkan spesies dan atau hasil tangkapan per unit upaya (Catch per Unit Effort / CPUE) per spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun. Upaya penangkapan harus mengalami perubahan substansial selama waktu yang dicakup (Sparre and Venema, 1999). Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah hasil tangkap terbanyak berimbang yang dapat dipertahankan sepanjang masa pada suatu intensitas penangkapan tertentu yang mengakibatkan biomassa sediaan ikan pada akhir suatu periode tertentu sama dengan sediaan biomassa pada permulaan periode tertentu tersebut. Maximum Sustainable Yield mencakup tiga hal penting : (1) Memaksimalkan kuantitas beberapa komponen perikanan, (2) Memastikan bahwa kuantitas-kuantitas tersebut dapat dipertahankan dari waktu ke waktu, (3) Besarnya hasil tangkapan adalah alat ukur yang layak untuk menunjukkan keadaan perikanan (Gulland, 1988). Model surplus produksi yang digunakan untuk menentukan MSY dan upaya penangkapan optimum ini menyangkut hubungan antara kelimpahan dari sediaan ikan sebagai massa yang uniform dan tidak berhubungan dengan komposisi dari sediaan seperti proporsi ikan tua atau besar. Kelebihan model surplus produksi ini adalah tidak banyak memerlukan data, yaitu hanya data hasil tangkapan dan upaya penangkapan atau hasil tangkapan per satuan upaya. Persyaratan untuk model surplus produksi adalah sebagai berikut (Gulland, 1983; Spare, and Venema 1989):

28 13 (1) Ketersediaan ikan pada tiap-tiap periode tidak mempengaruhi daya tangkap relatif, (2) Distribusi ikan menyebar merata, (3) Masing-masing alat tangkap menurut jenisnya mempunyai kemampuan tangkap yang seragam. Asumsi yang digunakan dalam model surplus produksi menurut Sparre dan Venema (1999) adalah : (1) Asumsi dalam keadaan equilibrium Pada keadaan equilibrium, produksi biomassa per satuan waktu adalah sama dengan jumlah ikan yang tertangkap (hasil tangkapan per satuan waktu) ditambah dengan ikan yang mati karena keadaan alam. (2) Asumsi Biologi Alasan biologi yang mendukung model surplus produksi telah dirumuskan dengan lengkap oleh Ricker (1975) sebagai berikut : 1) Menjelang densitas stok maksimum, efisiensi reproduksi berkurang, dan sering terjadi jumlah rekrut lebih sedikit daripada densitas yang lebih kecil. Pada kesempatan berikutnya, pengurangan dari stok akan meningkatkan rekruitmen. 2) Bila pasokan makanan terbatas, makanan kurang efisien dikonversikan menjadi daging oleh stok yang besar daripada oleh stok yang lebih kecil. Setiap ikan pada suatu stok yang masing-masing memperoleh makanan lebih sedikit, dengan demikian dalam fraksi yang lebih besar makanan hanya digunakan untuk mempertahankan hidup, dan dalam fraksi yang lebih kecil digunakan untuk pertumbuhan. 3) Pada suatu stok yang tidak pernah dilakukan penangkapan terdapat kecenderungan lebih banyak individu yang tua dibandingkan dengan stok yang telah dieksploitasi. (3) Asumsi terhadap koefisien kemampuan menangkap Pada model surplus produksi diasumsikan bahwa mortalitas penangkapan proporsional terhadap upaya. Namun demikian upaya ini tidak selamanya benar, sehingga kita harus memilih dengan benar upaya penangkapan yang benar-benar berhubungan langsung dengan mortalitas

29 14 penangkapan. Suatu alat tangkap (baik jenis maupun ukuran) yang dipilih adalah yang mempunyai hubungan linier dengan laju tangkapan. Pengukuran upaya penangkapan di daerah tropis lebih rumit dibandingkan dengan daerah temperate. Banyaknya jenis ikan dan ukuran alat tangkap yang mengusahakan suatu jenis ikan (multi gear) menyebabkan pembakuan suatu alat tangkap lebih rumit dan kompleks. 2.4 Model Bio-Ekonomi Model produksi hanya dapat mengetahui potensi produksi sumberdaya perikanan dan tingkat produksi maksimumnya. Model tersebut belum mampu menunjukkan potensi industri penangkapan ikan dan belum dapat menentukan tingkat pengusahaan yang maksimum bagi masyarakat. Kondisi perikanan bebas tangkap (open access fishery) adalah merupakan suatu kondisi dimana setiap orang dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu wilayah perairan tanpa adanya pembatasan. Pada kondisi perikanan seperti ini apabila tidak terkontrol maka akan mengakibatkan terjadinya over fishing, dimana faktor input dari perikanan telah digunakan melebihi kapasitasnya untuk memanen stok ikan. Keadaan seperti ini akan menyebabkan tingkat upaya tangkap ikan akan meningkat hingga tercapai keseimbangan dimana tidak lagi diperoleh keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut (Gordon 1954, diacu dalam Wiyono, 2001). Menurut Clark (1985) untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan di suatu wilayah perairan, maka konsep yang harus dikembangkan adalah konsep kepemilikan tunggal (single owner concept) yang menganggap stok sumberdaya perikanan di suatu wilayah perairan sebagai modal (asset) oleh pihak pemilik tunggal, yakni pemerintah daerah. Pemilik tunggal mempunyai tujuan untuk memaksimumkan keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya ikan pada jangka panjang. Titik pada saat keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan sama dengan nol (п = 0) disebut titik open acces equilibrium (keseimbangan bionomi). Model bio-ekonomi merupakan hasil penggabungan dari model biologi dan ekonomi. Biasanya model bio-ekonomi penangkapan ikan berdasarkan pada

30 15 model biologi Schaefer (1957) dan model ekonomi dari Gordon (1954). Persamaan tersebut dinamakan model Gordon-Schaefer. Asumsi dasar yang digunakan dalam model ini adalah permintaan ikan hasil tangkapan dan penawaran upaya penangkapan adalah elastis sempurna (Gordon 1954 diacu dalam Wiyono 2001). Harga ikan (p) dan biaya marginal dari ikan hasil tangkapan bagi masyarakat dan biaya sosial marginal upaya penangkapan. 2.5 Analisis Investasi Investasi adalah usaha menanamkan faktor-faktor produksi langka dalam proyek tertentu, baik yang bersifat baru sama sekali atau perluasan proyek. Tujuan utamanya yaitu memperoleh manfaat keuangan dan atau non keuangan yang layak di kemudian hari. Investasi dapat dilakukan oleh orang perorangan, perusahaan swasta maupun badan-badan pemerintah (Sutojo, 2000). Pada prinsipnya analisis investasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, tergantung pihak yang berkepentingan langsung dalam proyek yaitu : (1) Analisis finansial, dapat dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam proyek adalah individu atau kelompok individu yang bertindak sebagai investor dalam proyek. Dalam hal ini maka kelayakan proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima investor tersebut. (2) Analisis ekonomi, dilakukan apabila yang berkepentingan langsung dalam proyek adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini, maka kelayakan suatu proyek dapat dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima oleh masyarakat (Kadariah, 1978). Analisis finansial penting artinya dalam memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang turut serta dalam suatu proyek, sebab tidak ada gunanya untuk melaksanakan suatu proyek misalnya proyek perikanan, yang menguntungkan dari sudut perekonomian secara keseluruhan, jika nelayan yang menjalankan aktifitas produksi tidak bertambah baik keadaannya. Pada analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total, atau produktifitas atau keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan, tanpa

31 16 melihat pihak mana yang menyediakan sumber-sumber tesebut dan pihak mana dalam masyarakat yang menerima hasil dari proyek tersebut. Bagi para pengambil keputusan, yang penting ialah mengarahkan penggunaan sumber-sumber yang langka kepada proyek-proyek yang dapat memberikan hasil yang paling banyak untuk perekonomian sebagai keseluruhan, yaitu yang menghasilkan social return atau economic return yang paling tinggi. Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek telah dikembangkan berbagai indeks. Indeks-indeks tersebut disebut Investment criteria (Kadariah, 1978). Hakekat dari semua kriteria tersebut adalah mengukur hubungan antara manfaat dan biaya dari proyek. Setiap kriteria mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga dalam menilai kelayakan proyek, sering digunakan lebih dari satu kriteria. Dari beberapa kriteria yang ada diantaranya adalah net present value (NPV), internal rate of return (IRR) dan net benefit-cost ratio (Net B/C). ketiga kriteria tersebut digunakan untuk menentukan diterima tidaknya suatu usulan proyek dengan tingkat keuntungan masing-masing. (1) Net Present Value (NPV) Metode NPV digunakan untuk memenuhi nilai net cash flow pada masa yang akan datang, yang kemudian dikalibrasi menjadi nilai sekarang dengan menggunakan tingkat bunga tertentu dan dikurangi dengan investasi awal (Djamin, 1984). (2) Internal Rate of Return (IRR) IRR merupakan tingkat bunga (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. Besarnya nilai IRR tidak ditentukan secara langsung, untuk menentukan berapa tepatnya tingkat bunga tersebut adalah dengan menggunakan metode coba-coba (trial and error) melalui interpolasi, yakni dengan menyisipkan tingkat bunga diantara tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif dan tingkat bunga yang menghasilkan bunga negatif. IRR juga dianggap sebagai tingkat keuntungan investasi bersih dalam suatu proyek, asal setiap benefit bersih yang didapat tiap periode ditanam kembali pada periode berikutnya (Kadariah 1978).

32 17 (3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Metode Net B/C adalah angka perbandingan antara jumlah present value positive (sebagai pembilang) dengan present value negatif (sebagai penyebut). Kriteria ini menggambarkan seberapa besar bagian biaya proyek yang setiap tahunnya tidak dapat tertutup oleh manfaat proyek. Selain ketiga kriteria tersebut, ada dua kriteria tambahan untuk mengukur kelayakan investasi yaitu payback period dan profitability ratio. Payback period digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengembalian modal dari hasil keuntungan usaha, sedangkan profitability ratio (PR) yaitu membandingkan present value dari net benefit (benefit dikurangi biaya operasional) dengan present value modal atau investasi (capital). Kriteria ini digunakan untuk usaha dengan dana yang terbatas, sehingga harus digunakan seefisien mungkin. Oleh karenanya diperlukan gambaran mengenai present value dari setiap unit pengeluaran modal. 2.6 Optimisasi Model optimasi sering dipergunakan dalam perancangan dan operasi sistem untuk memperoleh hasil optimum. Di dalam analisis sistem, masalah pengalokasian sumberdaya yang terbatas untuk mencapai hasil optimum sering mendapat perhatian utama. Model optimasi merupakan bagian dari teknik-teknik penelitian operasional telah banyak diterapkan dalam disiplin teknik industri serta merupakan alat analisis utama dalam pengkajian sistem industri. Pada dasanya teknik industri menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan manajemen sistem terintegrasi dari orang, material, peralatan dan lainnya. Untuk menyelesaikan masalah agar memeproleh hasil yang optimum maka digunakanlah teknik optimasi (Gasperz, 1992). Pada dasarnya optimasi adalah suatu proses pencarian hasil terbaik. Dalam analisis sistem, proses ini diterapkan terhadap setiap alternatif yang dipertimbangkan, kemudian dari hasil-hasil itu dipilih alternatif yang menghasilkan keadaan terbaik (Gasperz, 1992). Kadarsan (1984) menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, suatu usaha perikanan laut harus memiliki faktor produksi yang

33 18 cukup dan kombinasi yang tepat. Keterbatasan sumberdaya menyebabkan diperlukannya pengaturan atau alokasi sumberdaya agar dapat mencapai keseluruhan atau sebagaian tujuan yang diinginkan. Teknik optimasi sering digunakan dalam mengatasi masalah keterbatasan sumberdaya tersebut. Optimisasi adalah suatu kata kerja yang berarti menghitung atau mencari titik optimum. Kata benda optimisasi merupakan peristiwa atau kejadian proses optimisasi. Jadi teori optimisasi mencakup studi kuantitatif tentang titik optimum dan cara-cara mencarinya (Haluan, 1985). Menurut Beveridge dan Schiter (1970), optimisasi adalah kemampuan proses untuk mendapatkan gugus kondisi yang diperlukan dalam mencapai hasil terbaik dari situasi tertentu. Pada dasarnya optimisasi adalah suatu proses pencarian hasil terbaik. Dalam analisis sistem, proses ini diterapkan terhadap setiap alternatif yang dipertimbangkan kemudian dari hasil-hasil itu dipilih alternatif yang menghasilkan keadaan terbaik (Gasperz, 1992). Persoalan optimisasi dapat berbentuk maksimisasi atau minimisasi. Pada umumnya orang mengharapkan kebaikan sebanyak-banyaknya dan keburukan sedikit-dikitnya atau minimum. Keadaan seperti inilah yang disebut optimum. Dalam proses optimisasi terlebih dahulu harus dilakukan pemilihan ukuran kuantitatif dan efektifitas suatu persoalan. Oleh karena itu pengetahuan mengenai sistem yang berlaku menyangkut aspek fisik maupun ekonomi merupakan suatu keharusan (Wina, 2005). 2.7 Program Optimisasi Linear programming Dalam perancangan dan operasi sistem, keterbatasan faktor ekonomik dan faktor fisik seringkali ada dimana hal ini akan membatasi optimasi sistem global. Keterbatasan itu muncul karena beragam alasan dan secara umum tidak dapat dihilangkan oleh pembuat keputusan. Berdasarkan kenyataan tersebut maka dicarilah model optimasi yang salah satunya adalah linear programming. Linear programming ialah salah satu teknik dari riset operasi untuk memecahkan persoalan optimisasi (maksimisasi atau minimisasi) dengan menggunakan persamaan dan ketidaksamaan linier dalam rangka untuk mencari

34 19 pemecahan yang optimum dengan mencari pembatasan-pembatasan yang ada (Supranto, 1988). Menurut Soekartawi (1995), linear programming (LP) adalah suatu metode programasi yang variabelnya disusun dengan persamaan linear. Linear programming itu sendiri sebenarnya merupakan metode perhitungan untuk perencanaan terbaik diantara kemungkinan-kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan. Penentuan rencana terbaik tersebut terdapat banyak alternatif dalam perencanaan untuk mencapai tujuan spesifik pada sumberdaya yang terbatas. Linear programming adalah suatu teknik analisis dari kelompok teknik riset operasi yang memakai model matematika. Tujuannya dalah untuk mencari, memilih, dan menentukan alternatif yang terbaik diantara beberapa alternatif yang memungkinkan. Program ini dikatakan linear karena peubah-peubah yang membentuk model ini dianggap linear. Linear programming pada hakekatnya merupakan suatu teknik perencanaan yang bersifat analitis dengan tujuan menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan masalah, kemudian dipilih mana yang terbaik diantaranya dalam menyusun strategi dan langkah-langkah kebijakan lebih lanjut tentang alokasinya dan dana yang terbatas guna mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan secara optimal (Agrawal dan Heady 1972). Persoalan programming pada dasarnya berkaitan dengan penentuan alokasi yang optimal dari sumber-sumber yang langka untuk memenuhi suatu tujuan. Persoalan linear programming adalah suatu persoalan untuk menentukan besarnya masing-masing nilai variabel sedemikian rupa sehingga nilai fungsi tujuan (objective function) yang linear menjadi optimum (maksimum atau minimum) dengan memperlihatkan batasan-batasan yang ada (Supranto 1988). Menurut Supranto (1988), agar suatu persoalan dapa dipecahkan dengan teknik linear programming harus memenuhi syarat berikut : (1) harus dapat dirumuskan secara matematis; (2) harus jelas fungsi objektif yang linear yang harus dibuat optimum; (3) pembatasan-pembatasan harus dinyatakan dalam ketidaksamaan yang linear. Adapun kelebihan-kelebihan dari linear programming ini antara lain sebagai berikut : (1) Mudah dilaksanakan, apalagi bila menggunakan alat bantu komputer.

35 20 (2) Dapat menggunakan banyak variabel, sehingga berbagai kemungkinan untuk meperoleh pemanfaatan sumberdaya yang optimum dapat dicapai. (3) Fungsi tujuan (objective function) dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan penelitian atau berdasarkan data yang tersedia. Misalnya bila ingin meminimumkan biaya atau memaksimumkan keuntungan dengan data yang terbatas. Sedangkan kelemahannya adalah bila alat bantu komputer tidak tersedia, maka cara linear programming yang menggunakan banyak variabel akan menyulitkan analisisnya dan bahkan tidak mungkin dikerjakan dengan cara manual saja. Kelemahan lainnya adalah pada penggunaan asumsi linearitas, karena di dalam kenyataan yang sebenarnya kadang-kadang asumsi ini tidak sesuai (Soekartawi, 1995) Linear goal programming (LGP) LGP merupakan pengembangan metode linear programming (LP) yang diperkenalkan oleh Charnes dan Cooper pada awal tahun enam puluhan. Perbedaan utama antara LGP dan LP terletak pada struktur dan penggunaan fungsi tujuan. Pada LP fungsi tujuannya mengandung satu tujuan, sementara dalam LGP semua tujuan baik satu atau beberapa digabungkan dalam sebuah fungsi tujuan. Ini dapat dilakukan dengan mengekspresikan tujuan itu dalam bentuk sebuah kendala ( goal constraint), memasukkan suatu variabel simpangan (deviational variable) dalam kendala itu untuk mencerminkan seberapa jauh tujuan itu dicapai, dan menggabungkan variabel simpangan dalam fungsi tujuan. Pada LP tujuannya bisa maksimisasi atau minimisasi, sementara dalam LGP tujuannya adalah meminimumkan penyimpangan-penyimpangan dari tujuantujuan tertentu. Ini berarti semua masalah LGP adalah masalah minimisasi (Mulyono, 1991). Selanjutnya Mulyono (1991) mengatakan, karena penyimpanganpenyimpangan dari tujuan itu diminimumkan, sebuah model LGP dapat menangani aneka ragam tujuan dengan dimensi atau satuan ukuran yang berbeda. Pada model LGP tidak ditemukan variabel keputusan pada fungsi tujuan. Kita masih mencari, seperti yang dilakukan model LP x j yang tidak diketahui, tetapi akan melakukannya secara tidak langsung melalui minimisasi simpangan

36 21 negatif dan positif dari nilai right hand side values (RHS) dengan kendala tujuan. LP mencari nilai solusi x j secara langsung melalui minimisasi penyimpanganpenyimpangan dari nilai RHS-nya. Nilai right hand side values (RHS) adalah nilai yang berada pada sisi kanan yaitu nilai-nilai yang biasanya menunjukkan ketersediaan sumberdaya yang akan ditentukan kekurangan atau kelebihan penggunaannya. Ada enam jenis kendala tujuan yang berlainan. Maksud setiap jenis kendala ditentukan oleh hubungannya dengan fungsi tujuan. Setiap jenis kendala tujuan harus mempunyai satu atau dua variabel simpangan yang ditempatkan pada fungsi tujuan. Dimungkinkan pula adanya kendala-kendala yang tidak memiliki variabel simpangan. Kendala-kendala ini sama seperti persamaan linear. Seperti dalam LP, variabel-variabel model LGP biasanya bernilai lebih besar atau sama dengan nol. Semua model LGP terdiri dari variabel simpangan dan variabel keputusan sehingga pernyataan non negatif dilambangkan sebagai; x j, d - i, d + i 0. Disamping ketiga komponen yang telah disebutkan di atas, dalam model yang lain berupa kendala struktural artinya kendala-kendala lingkungan yang tidak berhubungan langsung dengan tujuan-tujuan masalah yang dipelajari. Variabel simpangan tidak dimasukkan di dalam kendala ini, karena itu tidak diikutsertakan dalam fungsi tujuan.

37 22 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan Pebruari sampai akhir Maret Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan selama dua bulan. Lokasi yang dijadikan sebagai tempat dalam melakukan penelitian adalah di perairan laut Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara (Lampiran 1). 3.2 Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu dengan cara melakukan observasi ke lapangan dan membagikan kuesioner untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Data diperoleh melalui studi pustaka, wawancara, pengisian kuesioner dan pengamatan langsung di lapangan. Jumlah kapal yang dijadikan sampel adalah sebanyak 10 unit kapal purse seine yang terdapat pada tiga tangkahan di Jalan Majapahit kota Sibolga. Data yang diperoleh meliputi ukuran kapal, panjang jaring yang digunakan dan kekuatan mesin. Pembagian kuesioner dan wawancara dilakukan dengan metode purposive sampling atau pemilihan responden secara sengaja dengan pertimbangan bahwa responden tersebut mampu berkomunikasi dengan baik dalam menjawab kuesioner dan kesediaan anggota populasi untuk dijadikan responden. Data yang diperoleh dari responden meliputi biaya operasional per trip, lokasi daerah penangkapan, harga ikan hasil tangkapan dan metode pengoperasian alat tangkap. Data yang diperoleh di lapangan dianalisis berdasarkan aspek biologi, teknis dan aspek ekonomi serta dicari tingkat pemanfaatan optimumnya. 3.3 Sumber Data Jenis data yang diperoleh dari lapangan terdiri dari dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung dengan berpedoman pada kuesioner yang telah dibagikan kepada para nelayan purse seine. Data primer tersebut meliputi biaya penangkapan, jumlah hasil tangkapan per trip, harga ikan per kilogram, lama hari

38 23 penangkapan, daerah penangkapan, keadaan sosial ekonomi nelayan, sumber pendapatan, jumlah nelayan purse seine dan lain-lain (Lampiran 14,15 dan 16). Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari dinas/instansi terkait, yaitu Dinas Perikanan dan Kelautan kota Sibolga yaitu berupa data berkala (time series) hasil tangkapan dan upaya penangkapan purse seine dari tahun (Lampiran 5). 3.4 Analisis Data Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan pada beberapa batasan yaitu : (1) Potensi sumberdaya ikan yang terdapat pada lokasi penangkapan ikan di Sibolga dihitung berdasarkan hasil tangkapan kapal purse seine, bagan perahu, jaring insang hanyut dan jaring insang tetap. (2) Jumlah hasil tangkapan setiap kapal dihitung berdasarkan persentase ratarata setiap kapal terhadap total produksi yang didaratkan. Analisis data dimaksudkan untuk memprediksi nilai MSY, kebutuhan finansial yang bertujuan untuk mengetahui apakah usaha perikanan purse seine di Perairan Sibolga layak untuk dikembangkan, dan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan optimumnya melalui bantuan komputer yaitu program MAPPLE 8. Untuk itu digunakan berbagai analisis yang meliputi deskripsi unit penangkapan ikan, pendugaan parameter biologi, finansial, ekonomi dan analisis optimasi. Untuk menggunakan program MAPPLE 8 yang pertama harus diketahui adalah nilai a dan nilai b. Untuk mencari nilai a dapat dicari dengan menggunakan program exel dengan rumus =slope (blok jumlah CPUE, kemudian blok lagi total effort yang telah distandarisasi). Untuk mencari nilai b dapat dicari dengan rumus =intercept (blok jumlah CPUE, kemudian blok lagi total effort yang telah distandarisasi). Setelah diketahui nilai a dan b, masukkan rata-rata biaya operasioanal yang digunakan, kemudian masukkan harga rata-rata ikan hasil tangkapan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran Deskripsi unit penangkapan purse seine Deskripsi unit penangkapan ini digunakan untuk menggambarkan secara umum keadaan unit penangkapan kapal purse seine di perairan laut Sibolga,

39 24 Provinsi Sumatera Utara. Deskripsi secara rinci meliputi tipe kapal, desain alat tangkap yang digunakan, nelayan serta cara pengoperasian alat tangkap purse seine Pendugaan parameter biologi Secara biologi sumberdaya perikanan memiliki kemampuan bertambah maupun berkurang. Kelimpahan populasi ikan, pada periode tertentu akan mengalami perubahan. Pertambahan biomassa suatu stok ikan dalam waktu tertentu di suatu perairan merupakan suatu parameter populasi yang disebut produksi. Biomassa yang diproduksi ini memerlukan pergantian akibat adanya kematian baik karena mortalitas alami maupun karena adanya kegiatan eksploitasi sumberdaya. Produksi yang berlebihan dari kebutuhan penggantian ini disebut surplus yang selanjutnya dapat dipanen. Pemanfaatan sumberdaya ikan yang dilakukan oleh beberapa kelompok yang berbeda menyebabkan perlu dilakukan standarisasi sebelum melakukan perhitungan pendugaan potensi sumberdaya. Standarisasi yang dilakukan berdasarkan nilai catch dan effort yang dilakukan oleh setiap kelompok alat tangkap, kemudian dihitung masing-masing produktifitasnya setiap tahun, yaitu nilai hasil tangkapan dibagi upaya penangkapan yang dapat dinyatakan sebagai berikut Pkt = Ckt Ekt Keterangan :...(1) P kt = produktifitas penangkapan alat tangkap k pada periode t (kg/unit) C kt = hasil tangkapan k pada periode t (kg) E kt = upaya penangkapan alat tangkap k pada periode t (unit kapal) Alat tangkap yang menjadi alat tangkap standar adalah yang memiliki nilai produktivitas penangkapan rata-rata paling tinggi. Kemampuan penangkapan atau yang biasa dikenal dengan fishing power index (FPI) dihitung dengan membandingkan produktivitas penangkapan masing-masing alat tangkap terhadap alat tangkap standar. FPI kt =...(2) P ki P ( s tan dar )

40 25 Keterangan : FPI P kt P ki (Standar) = fishing power index = produktivitas alat tangkap k pada periode ke t = produktivitas alat tangkap standar Tujuan dari penggunaan metode surplus produksi adalah untuk mengetahui tingkat upaya optimum (E opt ) dan hasil tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield). Nilai tersebut dihitung berdasarkan upaya tangkap dan hasil tangkap per unit upaya tangkap (CPUE) pada suatu daerah perairan dengan data time series. Metode surplus produksi adalah metode yang digunakan untuk menghitung potensi lestari (MSY) dan upaya optimum dengan cara menganalisis hubungan upaya tangkap (E) dengan hasil tangakap per satuan upaya (CPUE). Data yang digunakan berupa data hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort), sehingga rumusnya adalah : C = ae be 2 Keterangan : C E a b = produksi = effort = intercept = slope...( 3 ) Hubungan CPUE dengan upaya tangkap adalah : CPUE = C E = a be...(4) Upaya tangkap optimum diperoleh dari turunan pertama persamaan 3 terhadap upaya tangkap (effort), yang mana titik optimum diperoleh pada saat dc/de = 0. dc de 0 = a = E a opt = = a 2bE...( 5 ) 2bE 2bE a 2b Keterangan : E opt...(6 ) = jumlah upaya penangkpan optimum

41 26 Penghitungan nilai MSY dilakukan dengan memasukkan persamaan 6 ke dalam persamaan 3, sehingga diperoleh kondisi MSY adalah pada saat : 2 a C = MSY...(7 ) 4b Keterangan : C MSY : jumlah produksi lestari Pendugaan parameter ekonomi Pada analisis fungsi produksi lestari perikanan tangkap hanya dapat menentukan tingkat pemanfaatan maksimum secara lestari berdasarkan pendugaan parameter biologi (C MSY dan E MSY ) sehingga belum mampu menentukan tingkat pemanfaatan maksimum secara ekonomi. Untuk menjawab pertanyaan tersebut Gordon mengembangkan model Schaefer dengan cara memasukkan faktor harga yang disebut dengan model bio-ekonomik dengan menggunakan harga tetap. Dengan demikian model ini disusun dari model parameter biologi, biaya penangkapan, dan harga ikan. Berdasarkan asumsi bahwa harga ikan per kg (p) dan biaya penangkapan per unit upaya adalah konstan, maka total penerimaan nelayan dari usaha penangkapan ikan dengan purse seine adalah : TR = p.c...(8) Keterangan : TR = total revenue (penerimaan total) dalam satuan Rp p = harga rata-rata ikan survey (Rp per kg ) C = jumlah produksi ikan (kg) Total biaya penangkapan (TC) dihitung dengan persamaan TC = c.e...( 9 ) Keterangan : TC = total cost (Biaya penangkapan keseluruhan) dalam satuan Rp c = total pengeluaran rata-rata unit penangkapan ikan (Rp per unit) E = jumlah upaya penangkapan untuk menangkap ikan (unit)

42 27 Maka keuntungan bersih usaha penangkapan ikan atau rente ekonomi (π) adalah π π = = TR p.c TC c.e π = p( ae be 2 ) ce...(10 ) Analisis kelayakan Menurut Kadariah (1978) ada dua jenis analisis yang digunakan untuk mengevaluasi kelayakan usaha yaitu analisis ekonomi dan analisis finansial. Pada analisis finansial yang diperhatikan adalah hasil yang diperoleh berdasarkan modal yang ditanam untuk kepentingan badan usaha atau orang yang berkepentingan langsung dengan proyek usaha tersebut. Sedangkan pada analisis ekonomi faktor yang diperhatikan adalah hasil total atau keuntungan yang diperoleh dari semua sumberdaya yang digunakan dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. Pada penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis biaya manfaat (cost benefit analysis) dengan kriteria-kriteria Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, Net Present Value (NPV), Payback Period. (1) Net Present Value (NPV) Metode NPV digunakan untuk memenuhi nilai net cashflow pada masa yang akan datang yang kemudian dikalibrasi menjadi nilai sekarang dengan menggunakan tingkat bunga tertentu dan dikurangi dengan investasi awal. Proyek dinyatakan layak untuk dilanjutkan apabila NPV > 0, sedangkan bila NPV < 0, maka proyek dinyatakan tidak layak untuk dilanjutkan. Menurut Kadariah (1978), NPV merupakan selisih antara Present Value dari Benefit dan Present Value dari biaya. Rumus NPV adalah sebagai berikut : NPV = B C n t t t t = 1 (1 + i)...(11) Keterangan : Bt = merupakan benefit sosial sehubungan dengan suatu proyek pada tahun t (Rp per tahun) Ct = merupakan biaya kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t, tidak dilihat apakah biaya tersebut bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi, dan sebagainya) atau rutin (Rp per tahun) t = merupakan umur teknis dari proyek (tahun)

43 28 i = benefit opportunity cost of capital, yang dijadikan sebagai discount rate (%) (2) Internal Rate of Return (IRR) IRR merupakan tingkat bunga (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. Besarnya nilai IRR tidak ditentukan secara langsung. Untuk menentukan berapa tepatnya tingkat bunga tersebut adalah dengan menggunakan metode coba-coba (trial and error) melalui interpolasi, yakni : dengan menyisipkan tingkat bunga diantara tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif dan tingkat bunga yang menghasilkan bunga negatif. IRR juga dianggap sebagai tingkat keuntungan investasi bersih dalam suatu proyek, asal setiap benefit bersih yang didapat disetiap periode ditanam kembali pada periode berikutnya. Dengan demikian IRR dapat dirumuskan sebagai berikut : IRR = i NPV + + Keterangan : (i NPV + i NPV NPV ) NPV NPV i = discount rate (%) i NPV+ = discount rate dimana NPV masih positif (%) i NPV- = discount rate dimana NPV masih negatif (%) (3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) +...(12 ) Metode Net B/C adalah angka perbandingan dimana sebagai pembilang terdiri dari present value total yang bernilai positif, sedangkan sebagai penyebut terdiri atas present value negatif, yaitu biaya kotor lebih besar daripada pendapatan kotor. Rumus Net B/C adalah sebagai berikut : Net B/C = n Keterangan : Bt Ct (1 + t i ) Bt Ct (1 + t i ) [ Bt Ct > 0] [ Bt Ct 0] t = i < B = benefit (Rp) C = cost (Rp) i = discount rate (%) t = periode (tahun)...(13 )

44 29 Persamaan ini menunjukkan bahwa nilai B/C akan terhingga bila paling sedikit nilai Bt-Ct yang bernilai negatif. Pada saat NPV = 0, maka nilai Net B/C = 1, dan apabila NPV > 0 maka Net B/C akan bernilai > 1. Dengan demikian apabila Net B/C 1 menunjukkan bahwa suatu proyek layak untuk dilanjutkan dan apabila nilai Net B/C < 1 menunjukkan bahwa proyek tersebut tidak layak untuk dilanjutkan. (4) Payback Period (PP) Analisis payback period ini juga merupakan kriteria tambahan. Analisis ini digunakan untuk dapat menghitung waktu yang diperlukan oleh net benefit yang telah didiskonto untuk mengembalikan seluruh biaya investasi yang telah digunakan untuk kegiatan usaha (penangkapan ikan). Adapun kriterianya adalah umumnya diambil payback period yang tercepat (paling lama ½ dari umur usaha penangkapan). Dengan alasan bahwa modal investasi tersebut dapat lagi ditanamkan ke dalam bentuk usaha lain Analisis Optimisasi Menurut Soekartawi (1995) prinsip optimisasi penggunaan faktor produksi pada dasarnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien mungkin. Dalam terminologi ilmu ekonomi, pengertian efisien ini dapat digolongkan menjadi 3 macam yaitu : (1) Efisiensi teknis (2) Efisiensi alokatif (efisiensi harga) (3) Efisiensi ekonomi Penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga bila nilai dari produk marjinal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi bila usaha tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga. Wina (2005) mengatakan bahwa umumnya ada dua model pengukuran efisiensi yang sering dipakai, yaitu : (1) Model parameter biologi (2) Model linear programming

45 30 Pada penelitian ini optimisasi yang dilakukan mengandung banyak tujuan. Model regresi yang akan digunakan bersifat linear dengan batasan yang tidak boleh dilampauinya. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan model optimisasi linear goal programming yang merupakan perluasan dari metode linear programming. Adapun model optimasinya adalah sebagai berikut : - Fungsi tujuan : Minimumkan Z = da1 + da2 + da3 + da4 + db5 Dengan faktor kendala sebagai berikut : da1 + a11 X1 + a12 X2 + a13 X3 + a14 X4 <= b1 da2 + a21x1 + a22x2 + a23x3 + a24x4 <= b2 da3 + a31x1 + a32x2 + a33x3 + a34 X4 <= b3 da4 + a41x1 + a42x2 + a43x3 + a44x4 <= b4 db5 + a51x1 + a52x2 + a53x3 + a55 X4 >= b5 Keterangan : da1 = simpangan terhadap jumlah produksi da2 = simpangan terhadap jumlah BBM da3 = simpangan terhadap jumlah trip da4 = simpangan terhadadap jumlah es db5 = simpangan terhadap jumlah pendapatan x1 = jumlah alat tangkap purse seine x2 = jumlah alat tangkap bagan perahu x3 = jumlah alat tangkap jaring insang hanyut x4 = jumlah alat tangkap jaring insang tetap a11 = jumlah produksi purse seine a12 = jumlah produksi bagan perahu a13 = Jumlah produksi jaring insang hanyut a14 = Jumlah produksi jaring insang tetap a21 = jumlah BBM yang dibutuhkan oleh purse seine a22 = jumlah BBM yang dibutuhkan oleh bagan perahu a23 = jumlah BBM yang dibutuhkan oleh jaring insang hanyut a24 = jumlah BBM yang dibutuhkan oleh jaring insang tetap a31 = jumlah trip yang dilakukan oleh purse seine a32 = jumlah trip yang dilakukan oleh bagan perahu a33 = jumlah trip yang dilakukan oleh jaring insang hanyut a34 = jumlah trip yang dilakukan oleh jaring insang tetap

46 31 a41 = jumlah es yang dibutuhkan oleh purse seine a42 = jumlah es yang dibutuhkan oleh bagan perahu a43 = jumlah es yang dibutuhkan oleh jaring insang hanyut a44 = jumlah es yang dibutuhkan oleh jaring insang tetap a51 = Nilai BEP purse seine a52 = Nilai BEP bagan perahu a53 = Nilai BEP jaring insang hanyut a54 = Nilai BEP jaring insang tetap Mulai - Data jumlah unit penangkapan - Dimensi alat - Jlh produksi serta effort purse seine - Produksi alat tangkap lain : bagan perahu, J.Insang. hanyut dan J. Insang tetap - Data jumlah hasil tangkapan - Harga rata-rata ikan - Jumlah pendapatan - Biaya operasional nelayan Deskripsi unit penangkapan ikan Pendugaan fungsi produksi MAPLE VIII Pendugaan parameter Bio- ekonomi eeeekonomiekonomipendugaan DSS-Balianalisis Evaluasi kelayakan usaha purse seine Jumlah unit penangkapan ikan C MSY E Optimum TR TC П BEP IRR NPV Tidak Layak? Ya Jlh purse seine optimnum Jlh bagan perahu optimum Jlh J.I. hanyut optimum Jlh J.I. tetap optimum Kondisi purse seine yang layak secara finansial Kondisi purse seine yang layak secara biologi, ekonomi dan finansial Selesai

47 32 Gambar 2. Diagram alir penelitian 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kota Sibolga merupakan ibu kota dari kabupaten Tapanuli Tengah yang berada di wilayah pantai barat Sumatera Utara yaitu pada posisi s/d LU dan s/d BT. Melihat letak dan konsisi geografis kota Sibolga yang sangat strategis, maka kota Sibolga memiliki nilai strategis sebagai salah satu akses penting dalam mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumberdaya perikanan di perairan pantai barat sumatera. Selain itu Sibolga juga merupakan sentra produksi perikanan laut dan juga sentra distribusi/pemasaran hasil perikanan laut. Jika ditinjau dari batas wilayah, kota Sibolga memiliki batas-batas sebagai berikut yaitu : sebelah utara berbatasan dengan pegunungan Bukit Barisan, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah dan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia. Luas wilayah Sibolga secara keseluruhan adalah ha atau sekitar 27,78 km 2 (Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Sibolga, 2005). 4.2 Unit Penangkapan Ikan Alat tangkap Daerah Sibolga merupakan salah satu daerah yang memiliki perairan laut di Propinsi Sumatera Utara. Untuk memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan laut tersebut masyarakat di sana melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan yang merupakan sumber mata pencaharian mereka. Upaya untuk melakukan

48 33 penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan alat tangkap yang berbedabeda, sesuai dengan ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Adapun jenis-jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Sibolga adalah pukat cincin, bubu, pancing, bagan, jaring insang hanyut, jaring insang tetap dan lain-lain. Untuk melihat komposisi jumlah alat tangkap di Sibolga dapat dilihat pada Gambar 3 dan Lampiran jumlah (unit) Tahun purse seine bagan perahu jaring insang hanyut jaring insang tetap bagan tancap rawai tetap pancing bubu Gambar 3. Jumlah dan jenis alat tangkap yang ada di Sibolga Grafik di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2003 terjadi penurunan jumlah alat tangkap yang sangat signifikan kecuali alat tangkap purse seine. Hal ini disebabkan karena adanya penjualan kapal yang memiliki ukuran kecil untuk digantikan dengan kapal-kapal yang memiliki GT besar agar dapat beroperasi ke daerah penangkapan ikan (DPI) yang lebih jauh (Dinas Perikanan dan Kelautan Sibolga, 2005) Nelayan Jumlah nelayan secara keseluruhan di Sibolga (nelayan tetap dan sambilan) pada tahun 2004 berjumlah orang yang terdiri dari nelayan tetap sebanyak orang dan nelayan sambilan sebanyak 651 orang. Jumlah nelayan dari tahun di kota Sibolga dapat dilihat pada Gambar 4.

49 34 Jumlah (or Tahun Nelayan tetap Nelayan sambilan Gambar 4. Jumlah nelayan tetap dan sambilan yang ada di Sibolga tahun Grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah nelayan di kota Sibolga tahun relatif konstan kecuali pada tahun 2003 dimana terjadi penurunan jumlah nelayan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan jumlah armada penangkapan pada tahun tersebut (Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Sibolga, 2005) Kapal perikanan Untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan, para nelayan haruslah memiliki kapal/armada perikanan yang digunakan sebagai transportasi untuk mencari daerah fishing ground. Jenis armada perikanan di perairan laut Sibolga dibedakan menjadi beberapa kelompok yaitu perahu tanpa motor, perahu dengan motor tempel serta perahu yang memiliki mesin penggerak yang tetap. Komposisi jumlah dan jenis armada perikanan di Sibolga tahun dapat dilihat pada Gambar 5.

50 Jumlah (un Tahun Perahu tanpa motor Motor tempel 0-5 GT 5-10 GT GT GT GT > 50 GT Gambar 5. Jumlah dan jenis armada perikanan di perairan laut Sibolga tahun Produksi Jumlah produksi hasil tangkapan pada tahun di Sibolga relatif konstan, sedangkan pada tahun 2003 dan 2004 cenderung menurun. Besarnya jumlah produksi pada tahun dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar tersebut menunjukkan adanya penurunan produksi yang cukup tajam pada tahun yang disebabkan karena banyaknya jumlah armada dan alat tangkap yang pindah beroperasi ke daerah lain yaitu ke Sumatera Barat dan Bengkulu. Selain itu adanya pencurian ikan oleh nelayan asing sehingga hasil tangkapan nelayan menjadi berkurang. Produksi (t Tahun Gambar 6. Total hasil tangkapan ikan di Sibolga tahun

51 Fasilitas Penunjang Perikanan Salah satu cara untuk melancarkan kegiatan usaha perikanan adalah tersedianya sarana maupun prasarana seperti adanya tempat pendaratan ikan (tangkahan), adanya tempat pengolahan ikan dan adanya pedagang atau retailer untuk mendistribusikan hasil tangkapan para nelayan. Di daerah Sibolga terdapat 18 unit tangkahan, 171 unit tempat pengolahan ikan ( perebusan 77 unit dan pengeringan 94 unit), pabrik es sebanyak 2 unit dan adanya pedagang/retailer sebanyak 508 jiwa ( pengecer 291 jiwa dan pengirim ikan 217 jiwa). Tangkahan-tangkahan yang ada disana berfungsi sebagai tempat pendaratan ikan hasil tangkapan dalam keadaan segar. Ikan-ikan yang menjadi hasil tangkapan tersebut ada yang dijual dalam keadaan segar dan ada yang dijual dalam bentuk olahan seperti ikan asin, ikan pindang, ikan kering dan lain-lain. Ikan-ikan tersebut dijual oleh pedagang pengecer dan pedagang pengirim ke daerah Padangsidimpuan, ke daerah Balige, Samosir, Porsea dan ke daerah lain. Untuk melihat perkembangan unit usaha pengolahan ikan Sibolga tahun dapat dilihat Gambar 7. Jumlah (uni Tahun Pengeringan Perebusan Gambar 7. Perkembangan unit usaha pengolahan ikan tahun di Sibolga

52 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat bantu penangkapan dan metode pengoperasian alat tangkap Unit penangkapan purse seine 1 Alat tangkap purse seine Purse seine merupakan salah satu alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan yang ada di Sibolga selain bubu. Jumlah alat tangkap purse seine di Sibolga relatif konstan dimana sejak tahun 2000 sampai 2002 tidak mengalami pertambahan yaitu sebanyak 204 unit. Pada tahun 2003 mengalami pertambahan sebanyak 49 unit menjadi 253, tetapi pada tahun 2004 tidak mengalami pertambahan lagi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 8. Jumlah (unit Tahun Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun Purse seine yang dioperasikan oleh para nelayan Sibolga memiliki konstruksi yang hampir sama dengan purse seine yang dioperasikan oleh para nelayan yang ada di daerah lain di Propinsi Sumatera Utara. Pada umumnya jaring purse seine yang digunakan memiliki panjang antara meter dengan lebar rata-rata 50 meter. Srampad (selvadge) terdapat pada bagian atas, samping kiri/kanan dan bawah dari pukat cincin yang bertujuan untuk memperkuat pukat

53 38 cincin sewaktu dioperasikan (terutama pada waktu hauling). Srampad ini juga terbuat dari bahan polyethylene dengan ukuran mata 2 inchi. Bahan utama pembuat jaring purse seine adalah polyamide dengan ukuran mata jaring berkisar antara 3-4 cm. Tali ring berfungsi untuk menggantungkan cincin yang terdapat pada bagian tali ris bawah, tali ini terbuat dari polyethylene dengan diameter 15 mm dengan panjang 100 meter. Sedangkan tali kolor (purse line) berguna untuk mengkerucutkan pukat cincin pada bagian bawah pada saat hauling setelah pukat tersebut selesai dilingkarkan. Apabila seluruh ring telah terkumpul maka cincin pada bagian bawah akan berkumpul menjadi satu dan akan membentuk seperti lingkaran. Panjang tali ini kolor ini bisa mencapai 1,5 kali panjang alat tangkap purse seine Pelampung yang digunakan pada alat tangkap purse seine berwarna putih atau coklat dengan ukuran diameter 11 cm dan panjang 20 cm. Pelampung ini terbuat dari bahan polyvinyl chloride. Gambaran umum berikut komponen alat tangkap purse seine di Sibolga dapat dilihat pada Lampiran 3. Para nelayan purse seine di Sibolga dalam mengoperasikan alat tangkapnya dalam satu trip membutuhkan 4 hari operasi. Dalam satu bulan mereka mampu melakukan operasi penangkapan sebanyak 5 trip. Jumlah trip yang dapat dilakukan dalam setahun adalah sebanyak 50 trip, karena alat tangkap tersebut hanya dapat dioperasikan selama 10 bulan dalam setahun. Karena pada saat tertentu para nelayan tidak pergi melaut disebabkan karena adanya musim badai dan pada waktu tersebut pada umumnya mereka melakukan docking untuk melakukan perawatan serta perbaikan terhadap armada purse seine. Pada saat musim puncak, jumlah trip yang dilakukan oleh nelayan di sana rata-rata sebanyak 15 trip, musim sedang 25 trip dan musim paceklik 10 trip. (2) Kapal purse seine Untuk menangkap ikan pelagis kecil yang terdapat di perairan Sibolga nelayan purse seine menggunakan kapal dengan ukuran GT yang dilengkapi dengan alat bantu penangkapan seperti fish finder. Untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul pada suatu area mereka menggunakan lampu halogen yang terdapat pada sisi kiri dan kanan kapal.

54 39 Bahan utama pembuat kapal tersebut adalah dari kayu yang terdapat di sekitar daerah Sibolga. Adapun jenis-jenis kayu yang digunakan adalah kayu meranti, damar laut dan kayu rasak. Umumnya kapal purse seine yang ada di sana memiliki panjang meter dengan lebar 3,5 5 meter dan tinggi (dalam) 2 meter. Kapal-kapal tersebut memiliki tonase GT dengan mesin utama kapal berkekuatan 120 sampai 300 PK, dengan merek yang berbeda seperti Yanmar, Nissan, dan Mitsubishi. Kapal purse seine itu memiliki beberapa ruangan yaitu ruang palka, ruang mesin, ruang kemudi dan gudang. Ruang palka terdapat pada haluan bagian bawah, sedangkan gudang terdapat pada bagian belakang (buritan). Ruang kemudi terdapat pada bagian tengah kapal. Gambaran umum dari bentuk kapal purse seine yang ada di Sibolga dapat dilihat pada Lampiran 4. (3) Nelayan Sebagaimana bentuk usaha yang lain, pada kapal purse seine juga terdapat tenaga kerja atau anak buah kapal (ABK) yang bertugas untuk menjalankan kegiatan penangkapan ikan. Jumlah ABK tersebut sekitar 17 orang. Pembagian tugas masing-masing ABK dan komposisi jumlahnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pembagian tugas dan keuntungan pada kapal purse seine di Sibolga No. Pembagian pendapatan Keuntungan (40 %) Perincian tugas Jumlah (orang) Bagian/ABK Jlh bagian 1 juru mudi juru mesin 1 1, penata pelampung Penarik pelampung penarik jaring penata pemberat penata tali kolor Jumlah Ikan-ikan yang telah ditangkap kemudian dijual ke tempat pendaratan ikan. Sistem bagi hasil antara pemilik modal dengan ABK adalah 60 : 40. Dari bagian yang 40 tersebut masing-masing juru mudi mendapat 2 bagian, juru mesin mendapat 1,5 bagian dan ABK mendapatkan 1 bagian (Tabel 2)

55 40 (4) Alat bantu penangkapan Dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan, nelayan purse seine di Sibolga menggunakan alat bantu fish finder,lampu dan rumpon. Fish finder digunakan untuk mencari daerah gerombolan ikan yang terdapat di perairan. Lampu digunakan untuk menarik perhatian ikan agar terkonsentrasi dan berkumpul pada suatu catchable area. Lampu sangat efektif digunakan pada malam hari, karena tingkah laku ikan yang hidup pada daerah permukaan (ikan pelagis) memiliki sifat phototaksis positif yang berarti bahwa ikan-ikan pelagis akan terpengaruh dengan adanya cahaya. Jadi ikan-ikan yang masih jauh berada dari catchable area akan mendekat menuju tempat sumber cahaya. Rumpon juga memiliki fungsi yang sama dengan lampu yaitu untuk mengumpulkan ikan pada suatu catchable area. Umumnya rumpon digunakan pada siang hari Metode pengoperasian purse seine Sebelum melakukan kegiatan penangkapan, para nelayan terlebih dahulu mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukan selama operasi penangkapan mulai berangkat dari fishing base menuju fishing ground dan kembali ke fishing base. Nelayan yang ada di Sibolga tidak memiliki suatu daerah fishing ground tertentu tetapi mereka mendeteksi suatu gerombolan ikan berdasarkan fish finder. Tetapi berdasarkan pengalaman, mereka sudah bisa melihat bahwa dalam suatu perairan tertentu banyak terdapat ikan. Hal ini ditandai dengan adanya tandatanda alam seperti terdapat burung camar di atas permukaan perairan, adanya buih di tengah-tengah perairan. Apabila tanda-tanda alam tersebut sudah ditemukan, maka nelayan akan bersiap-siap untuk melakukan setting (penurunan alat tangkap ke perairan). Untuk mengumpulkan ikan yang masih jauh dari daerah catchable area maka lampu dinyalakan sekitar 40 menit. Setelah ikan mulai terkumpul, secara perlahan-lahan lampu akan dipadamkan. Setelah dilakukan pemadaman lampu barulah dilakukan setting. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan setting adalah arah renang dan kecepatan renang dari ikan tersebut. Penentuan ini harus cepat ditentukan mengingat ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan adalah ikan pelagis yang memiliki kemampuan renang yang cepat. Kemampuan renang ikan yang cepat itu

56 41 bertujuan untuk bisa memburu mangsa serta untuk menghindarkan diri dari predator. Apabila kegiatan setting telah selesai dilakukan, barulah tali kolor ditarik, sehingga bagian bawah dari jaring tersebut mengkerucut sehingga ikan akan terkumpul pada bagian kantong dari jaring. Ikan-ikan yang terdapat pada kantong tersebut diangkat dengan menggunakan serok ke atas kapal, kemudian dimasukkan ke dalam palka. Apabila hasil tangkapan sudah mencukupi (± 2 ton), maka kegiatan penangkapan tidak akan dilakukan lagi. Tetapi jika hasil tangkapan masih dirasa kurang, maka dicari fishing ground yang baru dan dilakukan setting lagi. Setelah kegiatan penangkapan selesai baru kembali menuju fishing base. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 9.

57 42 Mulai Fishing base Mencari fishing ground Tiba di Fishing ground Penyalaan lampu ± 1 jam Pemadaman lampu secara bertahap ± 30 menit Setting ± 1 jam Hauling ± 1 jam Pengangkatan hasil tangkapan Penanganan hasil tangkapan Tidak Kurang ± 2 ton? Ya Selesai Gambar 9. Metode pengoperasian purse seine

58 Aspek Biologi Aspek biologi ini digunakan untuk melihat tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan, sehingga menghasilkan jumlah hasil tangkapan yang maksimum dan berkelanjutan (tanpa merusak kelestarian sumberdaya ikan). Oleh karena itu perlu diketahui nilai maximum sustainable yield (MSY) yang menunjukkan jumlah potensi lestari yang boleh ditangkap, sehingga tidak menyebabkan terjadinya kerusakan terhadap sumberdaya yang ada. Pada aspek biologi ini, yang akan dibahas adalah mengenai hasil tangkapan dan fungsi produksi lestari ikan pelagis kecil. Untuk mengetahui hal tersebut diperlukan data tentang produksi serta upaya penangkapan (effort) serta CPUE dari beberapa jenis alat tangkap yang menangkap ikan pelagis kecil di perairan laut Sibolga. Data tersebut berupa data time series lima tahun terakhir yaitu tahun Perkembangan produksi, effort dan CPUE dapat dilihat pada Gambar 10serta Lampiran 5 dan 6. Perkembangan produksi, upaya penangkapan (effort) dan CPUE tahun berfluktuasi dan cenderung menurun. Produksi ikan pelagis kecil paling tinggi di Sibolga terjadi pada tahun 2000 yaitu sebesar ,4 ton, dengan jumlah CPUE sebesar 1, 47 ton/trip. Produksi terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar ton /tahun dengan nilai CPUE sebesar 0,9 ton/trip Produksi (ton/t Effort (trip) CPUE (ton/tr Tahun CPUE (ton/trip) Produksi (ton/thn) Total effort 0 Gambar 10. Perkembangan produksi hasil tangkapan ikan pelagis kecil, upaya penangkapan (effort) serta CPUE dari gabungan alat tangkap ikan pelagis kecil di kota Sibolga tahun

59 44 Nilai CPUE tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 1,53 ton/trip dan yang paling rendah terjadi pada tahun 2003, yaitu sebesar 0,9 ton/trip. Jumlah total produksi ikan pelagis kecil yang ditangkap oleh gabungan seluruh alat tangkap selama lima tahun adalah sebesar ,2 ton, dengan rata-rata produksi untuk setiap tahunnya sebesar ,84 ton /tahun Untuk dapat mengetahui lebih jelas tentang kecenderungan produktivitas dari gabungan seluruh alat tangkap, harus diketahui hubungan antara CPUE dengan effort. Hubungan antara CPUE dengan upaya penangkapan (effort) dapat digambarkan pada Gambar 11. CPUE (Kg/tr y = x Effort (trip) Hub. CPUE dan Effort Garis trend Gambar 11. Hubungan antara CPUE dengan effort untuk penangkapan ikan pelagis kecil dari gabungan alat tangkap di perairan laut Sibolga tahun CPUE merupakan jumlah hasil tangkapan per satuan upaya (effort). Hubungan antara kedua parameter tersebut memiliki korelasi negatif, yang berarti semakin tinggi jumlah effort maka akan menyebabkan penurunan nilai CPUE. Nilai produksi maksimum lestari (C MSY ) ikan pelagis dengan menggunakan alat tangkap yang telah distandarisasi adalah sebesar ,36 ton/tahun. Nilai ini menunjukkan tingkat produksi maksimum lestari ikan pelagis yang boleh ditangkap di perairan laut Sibolga. Selanjutnya berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program MAPLE 8 dapat pula diketahui upaya penangkapan yang optimum (E MSY ) yaitu sebesar trip/tahun. Upaya

60 45 penangkapan tersebut merupakan gabungan dari beberapa jenis alat tangkap yang terdiri dari purse seine, bagan perahu, jaring insang hanyut dan jaring insang tetap Hubungan kuadratik antara upaya penangkapan ikan dengan produksi ikan pelagis di perairan laut Sibolga dari gabungan alat tangkap dapat dilihat pada Gambar CMSY = ,36 ton/thn Produksi (ton) EMSY = trip/thn Effort (Trip) Gambar 10. Hubungan antara hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan upaya penangkapan (effort) dari gabungan seluruh alat tangkap di perairan laut Sibolga. Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa hubungan antara upaya penangkapan purse seine dengan hasil tangkapan ikan pelagis membentuk parabola sempurna (fungsi kuadratik) yang berarti bahwa setiap adanya penambahan tingkat upaya penangkapan (E) akan menghasilkan jumlah hasil tangkapan (C) yang bertambah pula sampai mencapai titik maksimum. Tetapi apabila terjadi penambahan upaya yang terus menerus berlanjut setelah melampaui titik maksimum tersebut, maka akan terjadi penurunan hasil tangkapan Daerah dan Musim Penangkapan Ikan (DPI)

61 46 Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan suatu daerah dimana banyak terdapat gerombolan ikan. Para nelayan purse seine di Sibolga menggunakan alat bantu fish finder dan rumpon untuk menentukan daerah penangkapan yang potensial dalam kegiatan penangkapan. Tanda-tanda alam yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan suatu daerah penangkapan adalah adanya burung yang terbang di atas perairan dan sesekali burung tersebut menukik ke dalam perairan untuk mendapatkan ikan. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan para nelayan yang ada di Sibolga, pada umumnya mereka tidak memiliki daerah fishing ground untuk melakukan penangkapan ikan. Tetapi mereka menentukan daerah penangkapan ikan berdasarkan pada pengalaman mereka saja. Para nelayan tersebut biasanya melakukan penangkapan di sekitar pulau Mursala, Pantai Barat Sumatera yang meliputi daerah Padang, Aceh dan ada juga yang sampai ke Bengkulu. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan di sana berlangsung sepanjang tahun. Musim puncak untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan umumnya terjadi pada bulan Pebruari sampai Mei. Pada bulan Juni sampai bulan Oktober merupakan musim sedang dimana jumlah hasil tangkapan tidak terlalu banyak. Sedangkan musim paceklik berlangsung antara November sampai Januari Jenis hasil tangkapan Ikan-ikan yang menjadi hasil tangkapan purse seine di Sibolga adalah ikan pelagis khususnya ikan pelagis kecil. Jenis ikan yang tertangkap bermacam macam. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di tangkahan-tangkahan (tempat pendaratan ikan) yang ada di Sibolga dapat diketahui bahwa jenis ikan yang tertangkap pada umumnya adalah ikan tongkol (Euthynnus affinis), ikan kembung (Rastrelliger Sp), ikan layang (Decapterus russelli), ikan tembang (Fringescale sardinella), dan ikan selar (Selar crumenopthalmus). 5.3 Aspek Bio-ekonomi Pendugaan parameter biologi hanya digunakan untuk melihat nilai C MSY dan E MSY, sehingga belum bisa menentukan tingkat pemanfaatan maksimum secara ekonomi. Oleh karena itu digunakan model bio-ekonomi model Gordon-

62 47 Schaefer dengan cara memasukkan harga ikan per kg (p) yang dikalikan dengan produksi hasil tangkapan kemudian dikurangi biaya keseluruhan (total cost). Aspek ini bertujuan untuk melihat berapa keuntungan maksimum yang bisa dihasilkan dari usaha penangkapan ikan pelagis kecil. Hasil tangkapan purse seine menunjukkan produksi ikan pelagis pada tingkat upaya tertentu. Pada saat produksi dalam keadaan rendah/menurun, tentu para nelayan akan berusaha menambah jumlah upaya sehingga akan menimbulkan jumlah penerimaan yang bertambah pula. Perlu diketahui bahwa penambahan tingkat upaya akan menyebabkan terjadinya penambahan biaya juga. Untuk dapat mengetahui berapa jumlah biaya yang dibutuhkan untuk mengoperasikan purse seine per trip dan per tahun dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pembiayaan operasional nelayan purse seine per trip dan per tahun di Sibolga No. Uraian Satuan Nilai Nilai Akhir 1 Biaya Operasional Nelayan Per trip Solar Rp./trip Oli Rp./trip Minyak tanah Rp./trip Ransum Rp./trip Es Rp./trip Sub Total Rp./trip Biaya Operasional Tahunan Biaya Operasional Rp./tahun Biaya Retribusi Rp./tahun Total Biaya Operasional Rp./tahun Sumber : Data primer (2004) Untuk memprediksi keuntungan maksimum yang bisa diperoleh haruslah diketahui harga ikan pelagis hasil tangkapan purse seine. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada nelayan dapat diketahui bahwa harga ikan berbeda, tergantung pada permintaan konsumen dan musim ikan. Harga ikan di Sibolga dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu, harga ikan pada musim puncak yaitu sebesar Rp 5000 per kg, harga pada saat musim sedang sebesar Rp 6000 per kg dan harga ikan pada musim paceklik sebesar Rp 7000 per kg. Harga ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga ikan rata-rata yaitu Rp Harga ikan pada musim puncak lebih rendah dari pada musim sedang dan paceklik, hal ini disebabkan karena produksi pada saat musim ini tinggi.

63 48 Jumlah produksi, trip (effort), penerimaan, biaya dan keuntungan dari gabungan alat tangkap pada kondisi aktual, MSY, MEY dan open acces dapat dilihat Lampiran 7, sedangkan untuk alat angkap purse seine dapat dilihat pada Lampiran 8. Kondisi aktual adalah kondisi yang menggambarkan tentang keadaan pengelolaan perikanan yang terjadi pada saat sekarang, yaitu yang terjadi lima tahun terakhir. Kondisi MSY adalah kondisi yang menggambarkan tentang jumlah produksi maksimum yang boleh ditangkap secara berkelanjutan tanpa merusak kelestarian sumberdaya yang ada. Kondisi MEY adalah kondisi yang menggambarkan tentang keadaan yang dapat memberikan keuntungan optimum tanpa merusak kelestarian sumberdaya yang ada. Sedangkan kondisi open acces menjelaskan tentang keadaan perikanan, dimana setiap orang bebas melakukan kegiatan penangkapan (terbuka bagi siapa saja yang ingin melakukan kegiatan penangkapan). Pada kondisi inilah jumlah keuntungan yang diperoleh hanya mampu meutupi biaya operasional (break even point). Jumlah produksi dari gabungan seluruh alat tangkap dan alat tangkap purse seine dapat dilihat pada Gambar 13 dan Lampiran 7 dan 8. Produksi (to AKTUAL MSY MEY Open Acces Kondisi Total Purse seine Gambar 13. Jumlah produksi dari gabungan alat tangkap dan alat tangkap purse seine pada masing-masing kondisi di perairan Sibolga. Hasil tangkapan yang diperoleh pada kondisi MSY di kota Sibolga tahun sebesar ton. Hasil tangkapan tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan hasil tangkapan pada saat konsisi pengelolaan aktual, MEY dan open acces. Hasil tangkapan ikan pada kondisi MSY merupakan hasil tangkapan maksimum lestari. Pengelolaan sumberdaya ikan dari ketiga kondisi di

64 49 atas tidak boleh melewati produksi maksimum lestari karena akan mengakibatkan sumberdaya ikan pelagis menjadi tidak berkelanjutan untuk pengelolaan di masa yang akan datang (sustainable) Jika dilihat dari jumlah produksi alat tangkap purse seine pada masingmasing kondisi dapat diketahui bahwa jumlah tersebut masih jauh dari nilai MSY ikan pelagis kecil di Sibolga. Oleh karena itu harus dicari bagaimana cara mengoptimalkan jumlah produksi tersebut. Pada masing-masing kondisi (MEY, MSY dan open acces) purse seine memberikan kontribusi yang cukup besar untuk dapat meningkatkan produksi agar sesuai dengan yang diharapkan yaitu sebesar 53,50 %, bagan perahu sebesar 35,05 %, alat tangkap jaring insang hanyut sebesar 0,99 % dan jaring insang tetap sebesar 10,46 %. Perbandingan upaya penangkapan antara seluruh alat tangkap dengan alat tangkap purse seine pada kondisi aktual, MSY, MEY dan Open acces dapat dilihat pada Gambar 14 dan Lampiran 7 dan 8. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa jumlah upaya penangkapan yang dilakukan oleh seluruh alat tangkap di kota Sibolga pada kondisi pengelolaan open acces sebesar trip per tahun. Jumlah upaya (trip) pada kondisi ini lebih besar daripada ketiga kondisi aktual, MEY dan MSY karena siapa saja bebas untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan. Kemudian kondisi yang paling tinggi setelah open acces adalah pada kondisi pengelolaan MSY dimana jumlah tripnya adalah sebesar trip per tahun. Nilai ini lebih besar daripada jumlah trip pada saat MEY dan aktual dimana jumlah trip pada saat MEY adalah sebesar trip dan pada saat aktual sebanyak trip

65 50 Effort (trip/t AKTUAL MSY MEY Open Acces Kondisi Total Purse seine Gambar 14. Jumlah effort dari gabungan alat tangkap dan alat tangkap purse seine pada masing-masing kondisi di Sibolga. Jumlah trip (upaya) dari alat tangkap purse seine pada kondisi aktual adalah sebanyak trip per tahun. Jumlah ini masih jauh dari jumlah trip pada saat MSY dimana jumlah trip purse seine pada kondisi ini adalah sebanyak trip/tahun. Oleh karena itu masih terbuka peluang untuk penambahan upaya penangkapan. Pada kondisi open access jumlah trip purse seine adalah sebanyak Apabila kegiatan usaha penangkapan ikan masih terus dilakukan hingga melewati nilai ini, maka kegiatan usaha tersebut akan mengalami kerugian. Keuntungan usaha perikanan pelagis pada saat kondisi aktual, MSY, MEY dan Open Acces dapat dilihat pada Gambar 15 dan Lampiran 7 dan 8. Gambar tersebut menunjukkan bahwa keuntungan tertinggi yang diperoleh dari ikan pelagis kecil yang ditangkap oleh seluruh alat tangkap adalah pada tingkat MEY yaitu sebesar Rp ,04 juta. Nilai ini menunjukkan bahwa tingkat keuntungan optimum diperoleh pada kondisi tersebut tanpa merusak kelestarian sumberdaya yang ada. Nilai keuntungan ini akan terus berkurang sampai mencapai nilai titik pulang modal (break even point) yaitu pada kondisi pengelolaan open acces. Apabila upaya penangkapan ikan terus menerus dilakukan sehingga melewati nilai titik pulang modal maka akan mengakibatkan kerugian bagi nelayan.

66 Keuntunga (juta rupia AKTUAL MSY MEY Open Acces Kondisi Total Purse seine Gambar 15. Jumlah keuntungan dari gabungan seluruh alat tangkap dengan alat tangkap purse seine pada masing-masing kondisi di Sibolga. Untuk alat tangkap purse seine jumlah keuntungan tertinggi diperoleh pada kondisi MEY juga, dimana jumlah keuntungan yang dapat diperoleh adalah sebesar Rp ,75 juta. Selanjutnya pada saat open acces, nelayan tidak memperoleh keuntungan lagi. Untuk melihat hubungan antara total penerimaan dan biaya penangkapan dari keseluruhan alat tangkap untuk menangkap ikan pelagis kecil dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar tersebut menunjukkan bahwa jumlah produksi ikan pelagis kecil pada kondisi saat ini masih berada di bawah kondisi MEY dan MSY. Hal yang sama juga terjadi pada tingkat upaya penangkapan (effort) yang masih berada di bawah kondisi MEY dan MSY. Ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Sibolga masih belum optimum. Oleh karena itu masih terbuka peluang untuk memanfaatkan sumberdaya ikan tersebut.

67 MEY MSY Open acces TC Produksi (Ton/thn) aktual TR Effort (Trip/thn) Gambar 16. Keseimbangan Bio-ekonomi Gordon Schaefer untuk pengelolaan ikan pelagis kecil dari gabungan alat tangkap di kota Sibolga. Untuk mendapatkan keuntungan yang optimum, maka pemanfaatan sumberdaya ikan perlu dibatasi pada kondisi maximum economic yield. Hal ini disebabkan karena tingkat pengupayaan pada keadaan ini akan memberikan keuntungan yang optimum dan efisien serta tidak akan menyebabkan terjadinya kepunahan sumberdaya ikan akibat adanya upaya penangkapan yang berlebihan. Jumlah effort pada kondisi aktual, yaitu sebesar trip/tahun masih jauh di bawah jumlah effort pada kondisi MSY ( trip/tahun dan MEY ( trip/tahun). 5.4 Analisis Finansial Berdasarkan analisis finansial yang meliputi : Net Present Value(NPV), Internal Rate of Return, Net benefit-cost ratio, Payback period, usaha perikanan purse seine di perairan laut Sibolga layak untuk dikembangkan. Untuk menentukan kelayakan usaha, pendapatan para ABK juga perlu dipertimbangkan. Sistem bagi hasil antara pemilik modal dengan para ABK adalah 60:40. Jumlah pendapatan yang didapatkan oleh masing-masing ABK berkisar Rp /tahun jumlah pendapatan yang diperoleh dari ABK tersebut lebih besar daripada upah minimum kabupaten (UMK) di Sibolga yaitu Rp /tahun.

68 53 Adapun nilai masing-masing indikator tersebut dapat dilihat Tabel 4. Sedangkan perhitungan masing-masing indikator finansial dapat dilihat pada Lampiran 11. Tabel 4. Nilai perhitungan dari analisis finansial No. Indikator Nilai Syarat kelayakan Keputusan 1. NPV Rp > 0 Layak 2. IRR 24,87 % > discount rate (22%) Layak 3. Net B/C ratio 1,26 > 1 Layak 4. Payback period 5 tahun < 10 tahun Layak 5.5 Alokasi Unit Penangkapan Purse seine Agar kelestarian sumberdaya ikan tetap lestari, maka perlu dilakukan suatu pengelolaan agar pemanfaatan sumberdaya ikan bisa mencapai titik optimum. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan kontrol terhadap upaya penangkapan, jumlah produksi serta penentuan daerah penangkapan yang tepat. Analisis jumlah purse seine yang optimum dilakukan untuk dapat mengetahui jumlah alat tangkap yang optimum yang sesuai dengan jumlah sumberdaya yang ada. Untuk mengetahui alokasi jumlah optimum alat tangkap terutama purse seine dalam memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis tanpa harus merusak kelestarian sumberdaya yang ada, dilakukan optimisasi dengan menggunakan program linear goal programming. Adapun tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam proses optimasi ini adalah sebagai berikut : (1) Memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis kecil hingga mencapai nilai yang optimum sesuai dengan jumlah produksi pada kondisi MEY. Formulasi matematikanya adalah : da ,94 X ,76 X ,38 X ,38 X4 >= (2) Meminimalkan kendala (constraint) yang ada dalam mengoptimalkan produksi sesuai dengan C MSY, jumlah trip sesuai dengan E MSY, BBM dan es sesuai dengan stok yang tersedia dan mengoptimalkan pendapatan yang berpatokan pada BEP. Berdasarkan tujuan yang akan dicapai serta serta kendala yang ada, maka pertidaksamaan dibangun untuk menyelesaikan masalah ini. Dalam rangka menentukan alokasi unit penangkapan dalam memanfaatkan ikan pelagis kecil

69 54 digunakan beberapa faktor pembatas seperti jumlah BBM, trip, es dan keuntungan. Bentuk persamaan tersebut adalah sebagai berikut : Minimumkan Z = da1 + da2 + da3 + da4 + db5 Dengan faktor kendala sebagai berikut : da X X X X4 <= da X X X X4 <= da3 + 54X X X X4 <= da X1 + 0X2 + 0X3 + 0X4 <= db X X X X4 >= ,04 Keterangan : da1 = simpangan terhadap jumlah produksi da2 = simpangan terhadap jumlah BBM da3 = simpangan terhadap jumlah trip da4 = simpangan terhadadap jumlah es db5 = simpangan terhadap jumlah pendapatan x1 = jumlah alat tangkap purse seine x2 = jumlah alat tangkap bagan perahu x3 = jumlah alat tangkap jaring insang hanyut x4 = jumlah alat tangkap jaring insang tetap a11 = jumlah produksi purse seine a12 = jumlah produksi bagan perahu a13 = Jumlah produksi jaring insang hanyut a14 = Jumlah produksi jaring insang tetap a21 = jumlah BBM yang dibutuhkan oleh purse seine a22 = jumlah BBM yang dibutuhkan oleh bagan perahu a23 = jumlah BBM yang dibutuhkan oleh jaring insang hanyut a24 = jumlah BBM yang dibutuhkan oleh jaring insang tetap a31 = jumlah trip yang dilakukan oleh purse seine a32 = jumlah trip yang dilakukan oleh bagan perahu a33 = jumlah trip yang dilakukan oleh jaring insang hanyut a34 = jumlah trip yang dilakukan oleh jaring insang tetap a41 = jumlah es yang dibutuhkan oleh purse seine a42 = jumlah es yang dibutuhkan oleh bagan perahu a43 = jumlah es yang dibutuhkan oleh jaring insang hanyut a44 = jumlah es yang dibutuhkan oleh jaring insang tetap a51 = Nilai BEP purse seine a52 = Nilai BEP bagan perahu

70 55 a53 = Nilai BEP jaring insang hanyut a54 = Nilai BEP jaring insang tetap Hasil perhitungan sebagaimana disajikan pada Lampiran 12 dan Lampiran 13 maka diperoleh jumlah unit purse seine, bagan perahu, jaring insang hanyut dan jaring insang tetap sebagimana disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Perbandingan nilai optimal beberapa parameter yang dioptimasi berikut rencana perubahan dan pengurangannya. No Alat tangkap Nilai optimal Aktual Rencana (unit) (unit) Penambaha n (unit) 1. Purse seine Bagan perahu J.Insang hanyut J. insang tetap Pengurangan (unit) Untuk mengoptimumkan kegiatan penangkapan ikan pelagis kecil di perairan laut Sibolga sebaiknya dilakukan penambahan jumlah armada dimana untuk nilai X1 (purse seine) mengalami pertambahan dari jumlah awalnya yaitu sebanyak 54 unit menjadi 307 unit.. Untuk nilai X2 (bagan perahu) tidak mengalami pertambahan jumlah yakni masih tetap dengan jumlah jumlah 80 unit. Tetapi untuk nilai X3 (jaring insang hanyut) mengalami pertambahan jumlah dengan nilai optimal 141 unit. Sedangkan nilai X4 (jaring insang tetap) tidak mengalami pertambahan, dimana jumlahnya masih tetap 52 unit.

71 56 6 PEMBAHASAN 6.1 Aspek Teknis Perikanan Purse Seine Jumlah produksi ikan pelagis kecil dari alat tangkap purse seine, bagan perahu, jaring insang hanyut dan jaring insang tetap pada tahun terlihat cenderung menurun. Terjadinya penurunan jumlah produksi ini disebabkan oleh adanya penurunan jumlah upaya penangkapan dari ke empat alat tangkap tersebut. Selain penurunan jumlah upaya, penurunan jumlah produksi juga disebabkan oleh : (1) Adanya penurunan jumlah upaya penangkapan selama tahun disebabkan oleh karena pada tahun tersebut terjadi penjualan kapal yang memiliki ukuran kecil secara besar-besaran untuk digantikan dengan kapal yang memiliki Gross Tonage (GT) yang lebih besar. (2) Lokasi tempat keberadaan ikan (fishing ground) yang semakin jauh ke tengah perairan. (3) Biaya operasional penangkapan yang semakin tinggi. (4) Biaya tenaga kerja yang semakin meningkat. (5) Adanya kegiatan illegal fishing yang dilakukan oleh kapal-kapal asing terutama yang berasal dari negara Thailand yang memiliki perlengkapan (instrumentasi) yang lebih lengkap. Kegiatan illegal fishing yang dilakukan oleh nelayan-nelayan asing seperti negara Thailand akan sangat merugikan para nelayan lokal. Hal ini disebabkan karena secara teknologi kapal-kapal tersebut lebih canggih daripada kapal nelayan yang ada di Sibolga. Selain itu kapal-kapal dari negara luar tersebut mampu melakukan penangkapan ikan yang berada jauh dari daerah pesisir pantai. Sebagai akibatnya, peluang nelayan Thailand lebih tinggi untuk memproleh hasil tangkapan yang lebih banyak. Untuk menanggulangi hal tersebut perlu dilakukan suatu kerjasama antara Dinas Perikanan dan Kelautan dengan Angkatan Laut agar lebih berhati-hati dalam melakukan pengawasan serta memberikan tindakan tegas terhadap nelayan-nelayan asing yang melakukan kegiatan eksploitasi sumberdaya hayati laut di perairan laut Sibola.

72 57 Penurunan jumlah upaya penangkapan yang terjadi sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2004, telah memberikan dampak yang besar terhadap penurunan jumlah hasil tangkapan. Kurangnya upaya untuk melakukan penangkapan ikan pada tahun tersebut disebabkan karena pada tahun terjadi krisis ekonomi di negara kita yang dicirikan dengan semakin meningkatnya harga-harga kebutuhan bahan pokok, biaya tenaga kerja serta biaya operasional untuk melakukan penangkapan ikan. Berhubung karena biaya operasional yang tinggi tentu para nelayan mengurangi jumlah upaya penangkapan, akibatnya hasil tangkapan menurun. Menurunnya jumlah hasil tangkapan (catch), mungkin juga disebabkan karena tidak optimumnya penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan. Faktor-faktor produksi tersebut meliputi panjang jaring, kekuatan mesin, jumlah lampu dan lain-lain. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian lanjutan tentang hubungan antara faktor-faktor produksi terhadap jumlah hasil tangkapan. 6.2 Aspek Biologi Jumlah produksi purse seine pada kondisi aktual adalah sebesar ton/tahun. Jumlah produksi tersebut belum mencapai tingkat yang optimal. Jumlah produksi tersebut masih jauh di bawah jumlah produksi purse seine pada tingkat MSY yaitu sebesar ton/tahun. Untuk meningkatkan jumlah produksi tersebut sebaiknya dilakukan penambahan jumlah armada yang diikuti dengan peningkatan faktor-faktor produksi. Cara lain yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan mengoptimumkan kegiatan penangkapan ikan pada saat musim puncak serta mencari daerah-daerah yang potensial untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan. Jumlah upaya (effort) optimum dalam memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan laut Sibolga adalah sebanyak trip/tahun. Jumlah effort tersebut merupakan jumlah upaya dari keseluruhan alat tangkap. Dari jumlah tersebut alat tangkap purse seine memiliki kuota sebanyak trip/tahun (sekitar 53,50 %). Sedangkan sisanya merupakan kuota untuk alat tangkap bagan perahu (35,05 %), jaring insang hanyut (0,99 %) dan jaring insang

73 58 tetap (10,46 %). Jumlah produksi purse seine pada kondisi aktual baru mencapai trip/tahun, oleh karena itu masih terbuka peluang untuk memanfaatkan potensi laut Sibolga dengan melakukan penambahan jumlah alat serta upaya untuk mencapai nilai tersebut. Penambahan jumlah armada harus diatur dan dikelola dengan baik agar tidak menyebabkan terjadinya over fishing. 6.3 Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Musim penangkapan ikan di perairan laut Sibolga dikelompokkan menjadi tiga musim berdasarkan banyaknya hasil tangkapan. Musim tersebut meliputi musim puncak, sedang dan paceklik. Agar jumlah hasil tangkapan yang diperoleh semakin meningkat, disarankan kepada para nelayan untuk lebih mengoptimumkan kegiatan penangkapan ikan pada saat musim puncak. Jenis atau spesies ikan yang dominan tertangkap pada setiap musim kemungkinan berbeda-beda, tergantung pada musim pemijahan dan tingkah laku migrasi setiap spesies ikan yang bersangkutan. Pada umumnya produksi hasil tangkapan ikan pelagis dengan purse seine di perairan laut Sibolga cenderung menurun, namun ada pula jenis-jenis ikan yang mengalami peningkatan produksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian lanjutan untuk mengetahui pola musim penangkapan setiap spesies ikan di perairan Sibolga. Faktor-faktor lain yang menyebabkan penurunan jumlah hasil tangkapan adalah karena tempat keberadaan ikan itu sendiri. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan para nelayan di Sibolga, bahwa ikan-ikan pelagis kecil yang umumnya berada di sekitar perairan pantai, sekarang sudah sulit untuk mendapatkannya di sekitar pantai. Keberadaan ikan tersebut sekarang sudah jauh berada di tengah perairan. Oleh karena itu, untuk mengeksplotasi sumberdaya ikan tersebut harus membutuhkan biaya yang lebih besar mengingat keberadaan ikan pelagis tersebut yang sudah semakin jauh. Agar jumlah hasil tangkapan yang diperoleh meningkat, waktu dan biaya yang dibutuhkan lebih efisien, sebaiknya para nelayan mengetahui tempat-tempat yang potensial untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan. Walaupun kapal-kapal purse seine yang ada di Sibolga sudah memiliki fish finder yang berguna untuk mendeteksi gerombolan ikan, tetapi dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan mereka tidak memiliki fishing

74 59 ground tertentu untuk dijadikan tempat menangkap ikan, dengan kata lain nelayan masih kesulitan mencari tempat yang baik untuk melakukan penangkapan. Oleh karena itu disarankan kepada pemerintah setempat agar dapat mensosialisasikan tempat-tempat yang baik untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan kepada nelayan. Pada umumnya nelayan purse seine yang ada di Sibolga menggunakan rumpon dan cahaya lampu untuk mengumpulkan ikan agar berada pada suatu catchable area. Rumpon digunakan apabila kegiatan penangkapan ikan dilakukan pada siang hari, sedangkan lampu digunakan pada malam hari. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan nelayan purse seine di Sibolga dapat diketahi bahwa jumlah hasil tangkapan lebih banyak diperoleh dengan menggunakan cahaya lampu. Namun demikian, keunggulan, kelemahan dan dampak yang ditimbulkan oleh kedua jenis teknologi ini belum dapat diperoleh dalam penelitian ini. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas kedua teknologi tersebut terhadap perikanan purse seine. 6.3 Aspek Bio-ekonomi Jumlah upaya penangkapan ikan dengan purse seine pada tingkat MEY adalah sebanyak trip/tahun dengan jumlah produksi sebanyak ton/tahun. Untuk memanfaatkan sumberdaya ikan pada kondisi ini dibutuhkan biaya sebesar Rp ,25 juta. Jumlah penerimaan yang diperoleh adalah sebesar Rp juta, sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp ,75 juta. Jumlah keuntungan pada kondisi ini lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh pada kondisi aktual, MSY dan open acces. Jumlah keuntungan yang diperoleh pada kondisi aktual yaitu sebesar Rp ,50 juta, pada kondisi MSY sebesar Rp ,50 juta dan pada kondisi open acces tidak lagi diperoleh keuntungan, tetapi hanya mencapai titik balik modal. Jumlah keuntungan yang diperoleh pada kondisi MEY mampu memberikan kontribusi sebesar 53,50 % dari jumlah total keseluruhan alat tangkap yang berjumlah Rp juta Jumlah effort alat tangkap purse seine pada kondisi aktual adalah sebesar trip/tahun dengan jumlah produksi sebear ton/tahun. Nilai

75 60 ini masih jauh berada di bawah jumlah effort pada kondisi MEY yaitu sebesar trip/tahun dengan total produksi sebesar ton/tahun. Nilai ini menunjukkan bahwa hasil tangkapan purse seine masih jauh di bawah nilai MEY. Apabila upaya penangkapan terus ditingkatkan, maka jumlah keuntungan yang diperoleh akan terus bertambah sampai mencapai Rp ,75 juta. Apabila jumlah upaya yang dilakukan telah melewati jumlah effort MEY maka usaha purse seine tidak lagi memperoleh keuntungan pada saat open acces. Untuk memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis kecil agar tetap lestari harus diperhatikan jumlah alat tangkap serta upaya yang optimum agar dapat menghasilkan jumlah keuntungan yang maksimum pula. Walaupun sumberdaya ikan memiliki kemampuan rekrutmen, namun apabila dilakukan penambahan jumlah effort yang meningkat tajam setiap tahunnya, hingga pada kondisi open acces maka akan berdampak pada jumlah stok dan hasil tangkapan yang menurun sehingga pendapatan para nelayan akan berkurang pula. Pada kondisi open acces tidak ada batasan bagi nelayan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada di laut. Jika ditinjau dari segi ekonomi pengusahaan sumberdaya pada kondisi open acces tidak lagi menguntungkan karena keuntungan komparatif sumberdaya akan terkuras habis. Oleh karena sifat dari pemanfaatan sumberdaya ikan yang open acces maka nelayan akan cenderung mengembangkan jumlah armada penangkapannya maupun tingkat upaya untuk mendapatkan hasil yang sebanyakbanyaknya. Secara ekonomi hal ini tidak efisien karena keuntungan yang diperoleh lama kelamaan akan berkurang atau bahkan tidak memperoleh keuntungan sama sekali. Agar kegiatan usaha penangkapan ikan tidak mengalami open acces sebaiknya pemerintah memberlakukan suatu kebijakan tentang batasan jumlah alat tangkap yang diizinkan beroperasi di Sibolga. 6.5 Analisis Kelayakan Purse Seine Hasil analisis kelayakan usaha menunjukkan bahwa usaha perikanan purse seine di Sibolga layak untuk diteruskan. Akan tetapi jika dilihat dari jumlah pendapatan nelayan khususnya ABK dengan sistem bagi hasil 60 : 40, dimana penghasilan paling rendah yang diperoleh ABK dengan posisi paling rendah adalah sebesar Rp Dengan penghasilan tersebut sebagian nelayan

76 61 belum mendapatkan kehidupan yang sejahtera, walaupun jumlahnya lebih besar daripada upah minimum kabupaten/kota yang berjumlah Rp /tahun. Mengingat besarnya resiko, tenaga, waktu serta penderitaan yang dialami oleh para nelayan dalam memperoleh hasil tangkapan, jumlah tersebut terasa masih kurang. Untuk meningkatkan pendapatan para ABK tersebut hendaknya sistem bagi hasil yang selama ini 60 : 40 ditingkatkan lagi untuk para nelayan. Selain itu juga, hendaknya harga ikan yang menjadi hasil tangkapan para nelayan agar ditingkatkan lagi. Untuk melihat jumlah pendapatan yang diperoleh ABK pada beberapa skenario dalam sistem pembagian keuntungan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Skenario beberapa sistem pembagian keuntungan antara pemilik usaha purse seine dengan ABK Sistem Bagi Hasil Keuntungan/Pendapatan Pemilik Usaha ABK Pemilik Usaha (Rp/thn) ABK (Rp/org/thn) Berdasarkan Tabel 6, disarankan agar sistem pembagian keuntungan antara pemilik usaha dengan para ABK ditingkatkan menjadi 50 : 50. Dengan sistem bagi hasil tersebut para nelayan (ABK), sudah memperoleh pendapatan yang lebih baik, dimana posisi paling rendah sudah memperoleh penghasilan sebesar Rp /orang/tahun. Jika dilihat dari pendapatan yang diperoleh pemilik usaha purse seine, jumlah tersebut terasa masih wajar, karena pemilik usaha tersebut masih bisa mendapatkan jumlah keuntungan sebesar Rp ,-/tahun. 6.6 Alokasi Unit Penangkapan Ikan Untuk mencapai hasil yang optimal baik dari aspek biologi maupun ekonomi maka dilakukan optimasi untuk menentukan alokasi alat tangkap yang optimum digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis kecil di Sibolga. Tujuan dari alokasi unit penangkapan ikan ini untuk mengatur komposisi masing-masing alat tangkap yang layak untuk dikembangkan di Sibolga. Alokasi jumlah unit penangkapan purse seine yang optimum di Sibolga adalah sebanyak

77 unit. Jumlah tersebut mengalami penambahan sebanyak 54 unit dari jumlah yang ada sekarang yaitu sebanyak 253 unit. Jumlah alat yang optimum untuk bagan perahu adalah sebanyak 80 unit. Jumlah ini tidak mengalami panambahan dari jumlah sebelumnya (konstan). Untuk jaring insang hanyut mengalami penambahan yang cukup signifikan sebanyak 134 unit dari jumlah yang ada sekarang yaitu hanya 7 unit sehingga jumlahnya menjadi 141 unit. Sedangkan alat tangkap jaring insang tetap tidak mengalami penambahan dari jumlah alat tangkap yang ada sekarang ini yaitu tetap sebanyak 52 unit. Selain penambahan jumlah armada, yang seharusnya dilakukan adalah dengan memperluas jangkaun kapal dan memperbaiki struktur usaha melalui pengingkatan sumberdaya manusia (SDM).

78 63 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan (1) Jumlah produksi lestari (Cmsy) ikan pelagis kecil yang dari keseluruhan alat tangkap adalah sebesar ton/tahun dengan upaya penangkapan yang optimum sebanyak trip. Dari potensi tersebut, produksi lestari yang dapat dialokasikan untuk purse seine pada kondisi MSY dan MEY masingmasing sebesar ton/tahun dan ton/tahun. Di lain pihak, tingkat pemanfaatan purse seine dewasa ini baru mencapai ton/tahun atau sekitar 35 % dari produksi lestari purse seine. (2) Alokasi jumlah unit penangkapan optimum untuk memanfaatkan potensi sumberdaya ikan pelagis kecil di Sibolga adalah purse seine sebanyak 307 unit, bagan perahu 80 unit, jaring insang hanyut 141 unit dan gillnet 52 unit. (3) Hasil analsis kelayakan usaha menunjukkan bahwa usaha perikanan purse seine di Sibolga masih layak untuk dijalankan. 7.2 Saran (1) Untuk mengoptimalkan jumlah produksi serta jumlah upaya penangkapan ikan dengan menggunakan purse seine di Sibolga sebaiknya jumlah alat tangkap yang boleh dioperasikan adalah sebanyak 307 unit atau mengalami penambahan jumlah sebanyak 54 unit. (2) Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang faktor-faktor teknis produksi, yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan purse seine. (3) Perlu dilakukan penelitian tentang komposisi jenis-jenis ikan yang tertangkap pada masing-masing musim penangkapan (puncak, sedang dan paceklik). (4) Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pola musim penangkapan setiap spesies ikan di perairan Sibolga (5) Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas rumpon dan cahaya lampu. (6) Pemerintah kota Sibolga beserta instansi terkait (DKP dan TNI Angkatan Laut) harus bertindak tegas terhadap nelayan asing yang melakukan ilegal fishing.

79 64 (7) Pemerintah kota Sibolga khususnya Dinas Perikanan dan Kelautan diharapkan agar memperhatikan kehidupan para nelayan, karena selama ini pendapatan yang mereka dapatkan belum mencukupi untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

80 65 DAFTAR PUSTAKA Agrawal RC and Heady EO Operation Research Methods for Agricultural Decisions. Iowa: The Iowa State University Press, Ames. P Ayodhyoa, AU Metode Penangkapan Ikan, Yayasan Dewi Sri, Bogor, 97 hal. Barus HR., Badruddin, Naamin N Prosiding Forum II Perikanan, Sukabumi Juni Jakarta. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan hal. Beveridge GS dan Schiter RS. Optimization Theory and Practice Tokyo: Mc. Grow Hill Koqakusha Ltd. 195 p. Brandt A Von Fish Catching Methods of The World. 3 rd Warwickshire: Avon Litho Ltd., Stratford-Upon-Avon. 418 pp. Edition. Clark CW Bioeconomic Modelling of Fisheries Management Canada: John Wiley & Sons. Toronto 291 pp. [Ditjen] Direktorat Jenderal Perikanan Petunjuk Dasar Purse Seine dan Lampara Dasar. Departemen Pertanian, Jakarta, 24 hal. Djamin Z Perencanaan dan Analisa Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta : hal. [DPK] Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Sibolga Peluang, Hambatan dan Tantangan Pembangungan Perikanan Kota Sibolga. Dwiponggo A Indonesia s Marine Fisheries Resources. Di dalam Bailey, Dwiponggo and Maharuddin, editor. Indonesian Marine Capture Fisheries. Indonesia. Directorat General of Fisheries. Ministry of Agriculture. International Center for Living Aquatic Resources Management. 190 p. Gaspersz JP Analisis Sistim Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri. Bandung: Tarsito 670 hal. Gordon HS The Economic of A Common Property Resource: The Fishery. J Polit Econ. 62: Gulland JA Fish Stock Assesment: A Manual of Basic Methods. Rome : Food and Agricultural Organization of The United Nations. 233 pp

81 66 Gunarso Tingkah Laku Ikan Dalam Hubungannya Dengan Alat. Metode dan Taktik Penangkapan. [Diktat Kuliah] (tidak dipublikasikan) Bogor. Institut Pertanian Bogor. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. 149 hal. Haluan J Proses Optimasi dalam Operasi Penangkapan. Pedoman Kuliah Metode Penangkapan Ikan II (bagian pertama). Bogor. Sistim Pendidikan Jarak Jauh Melalui Satelit Sisdiksat Intim. 55 hal. Kadariah Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 181 hal. Kadarsan HW Keuangan dan Pembiayaan Pengusahaan Pertanian Dalam Hubungannya Dengan Ilmu Ekonomi dan Keuangan. Bogor : Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 215 hal. Martasuganda S. Agus Oman Sudrajat, Sudirman Saad, Joko Purnomo, Riyanto Basuki, Muhammad Nur Asyik, Syamsul Rustam, Dedi Christianto, Teknologi Untuk Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Seri Alat Tangkap Ikan Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan Indonesia. 92 hal. Mulyono S Operation Research. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Xii, 247 hal. Nomura M and Yamazaki T Fishing Techniques. Japan International Cooperation Agency. Tokyo. 206 pp. Ricker WE Computation and Interpretation of Biological Statistics of Fish Populations.Canada: Bull. Fish. Res. Board can. 214 p. Sainsburry JC Commercial Fishing Methods. An Introduction to Vessels and Gears. Third edition. Cambridge : Marston Book Services Ltd. 359 pp. Schaefer MB Some Aspect of the Dynamic of Population Important to the Management of Commercial Marine Fisheries. Buletin of the Inter- American Tropical tuna Commission : hal. Soekartawi, Agribisnis : Teori dan Aplikasinya. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 137 hal. Sparre P dan Venema Sc Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku I Manual. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Terjemahan. 438 hal.

82 67 Subani W dan Barus HR Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia. Jakarta: Jurnal Penelitian Perikanan Laut.balai Penelitian Perikanan Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Departemen Pertanian. 248 hal. Supranto J Riset Operasi Untuk Pengambilan Keputusan. Jakarta: UI Press. 87 hal.. Sutojo S Studi Kelayakan Proyek Konsep Teknik dan Kasus. Seri Manajemen Bank No. 66. Jakarta: PT Damar Mulia Pustaka. 112 hal. Wina K Optimisasi Perikanan Purse Seine di PPN Pemangkat Propinsi Kalimantan Barat, Tesis Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.103 hal. Winardi Pengantar Tentang Teori Sistem dan Analisis Sistem. Bandung: CV Mandar Maju. 92 hal. Wiyono ES Optimisasi Manajemen Perikanan Skala Kecil di Teluk Pelabuhan Ratu. Jawa Barat [Tesis]. Bogor. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 102 hal.

83 Lampiran 2. Jumlah dan jenis alat tangkap yang terdapat di Sibolga Jenis Alat Tangkap Tahun Jumlah Purse seine Bagan perahu Jaring insang (Gillnet) Jaring insang hanyut Bagan tancap Rawai tetap Pancing Bubu

84 70 Lampiran 3. Bentuk umum alat tangkap purse seine di Sibolga E H D C C B A I J F G Kode Gambar Keterangan Bahan Ukuran/Dimensi A Kantong Polyamide Mesh size = 3 cm B Badan jaring Polyamide Mesh size = 3-4 cm C Sayap Polyamide Mesh size =4 cm D Selvadge Polyethylene Mesh size = 2 inchi (srampad) E Tali ris atas Polyethylene Panjang = 150 m F Tali ris bawah Polyethylene Panjang = 100 m G Pemberat Timah 3 kg H Pelampung Polyvinyl chloride = 11 cm panjang = 20 cm I Tali kolor Polyethylene Panjang = m J Cincin Besi = 5 cm

85 Lampiran 4. Bentuk umum kapal purse seine di Sibolga (tampak atas) Skala 1: 145 cm D Keterangan : A = Ruang Palka C B A1 = Ruang Palka 1 A1 A1 B = Ruang kemudi A C = Ruang mesin D = Ruang gudang Gambar kapal purse seine tampak samping 71

86 Lampiran 5. Perhitungan standarisasi untuk mencari nilai a dan b. TAHUN PURSE SEINE BAGAN PERAHU J. INSANG HANYUT JARING INSANG TETAP TON TRIP TON TRIP TON TRIP TON TRIP TOTAL Rata-rata ALAT FPI PRODUKTIVITAS (TON/TRIP) Purse seine Bagan Perahu J.Insang Hanyut Jaring insang tetap Tahun Total Hasil Tangkapan Upaya Penangkapan Baku (Trip) Total Effort CPUE (Ton) PS B.PERAHU J. I. HANYUT J.I. TETAP (Trip) ton/trip Jumlah Rata-rata

87 Lampiran 5 (lanjutan) Tahun Total Hasil Tangkapan Total Effort CPUE (Kg) (Trip) (TON/TRIP) Jumlah Rata-rata Slope (a) = 1206, Intercept (b) = -0, Kondisi Produksi Jumlah Total Penerimaan Total Biaya Keuntungan (Ton) Trip (Juta Rp) (Juta Rp) (Juta Rp) AKTUAL MSY MEY Open Acces Langkah-langkah untuk melakukan standarisasi. 1. Untuk mencari nilai FPI dapat dilakukan dengan membagi jumlah total produksi dari masing-masing alat tangkap dengan jumlah total tripnya untuk menentukan alat tangkap apa yang paling tinggi produktivitasnya sehingga alat tangkap tersebut dijadikan sebagai alat tangkap standar. Alat tangkap standar nilai FPI nya = 1. 73

88 Lampiran 5 (lanjutan) 2. Untuk mencari niali FPI dari alat tangkap yang lain dilakukan dengan membagi produktivitas alat tangkap yang bersangkutan dengan produktivitas alat tangkap standar. 3. Untuk mencari nilai upaya penangkapan baku, dilakukan dengan cara mengalikan jumlah trip dari alat tangkap dengan nilai FPI masing-masing alat tangkap 4. Untuk mencari total effort atau upaya dilakukan dengan menjumlahkan jumlah trip masing-masing alat tangkap. 5. Untuk mencari nilai CPUE dilakukan dengan membagi jumlah produksi dengan jumlah trip Contoh cara perhitungannya : 1. FPI = / = 1, FPI bagan perahu =0, 3768 /1,0775 = 0,3497. Begitu juga dengan alat tangkap yang lainnya. 3. Upaya penangkapan baku purse seine = 1 x = sedangkan untuk menghitung alat tangkap yang lain dilakukan dengan mengalikan nilai FPI dari alat angkap yang bersangkutan dengan jumlah upayanya. 4. Total effort = = CPUE = 32087,4 / = 1,05 74

89 75 Lampiran 6. Jumlah produksi, total effort standarisasi, serta CPUE ikan pelagis kecil tahun di kota Sibolga Tahun Total Hasil Tangkapan Total Effort (Standarisasi) CPUE (Ton) (Trip) (Ton/Trip) Jumlah Rata-rata Lampiran 7. Otimisasi bio-ekonomi pada berbagai kondisi pengelolaan sumberdaya perikanan dari keseluruhan alat tangkap di perairan laut Sibolga tahun KONDISI Produksi Effort Penerimaan Total Biaya Keuntungan (Ton) (Trip) (Juta Rp) (Juta Rp) (Juta Rp) AKTUAL MSY MEY Open Acces Lampiran 8. Otimisasi bio-ekonomi pada berbagai kondisi pengelolaan sumberdaya perikanan dengan menggunakan alat tangkap purse seine di perairan laut Sibolga tahun KONDISI Produksi Effort Penerimaan Total Biaya Keuntungan (Ton) (Trip) (Juta Rp) (Juta Rp) (Juta Rp) AKTUAL MSY MEY Open Acces

90 76 Lampiran 9. Pembagaian kuota produksi dan upaya effort untuk masing-masing alat tangkap pada kondisi pengelolaan MSY dan MEY perikananan di Sibolga. 1. Pembagian kuota produksi 1.1 Untuk kondisi pengelolaan MSY Jenis alat tangkap Produksi (Ton) Kuota masing-masing alat tangkap (ton) Persentase (%) Purse seine Bagan Perahu J.Insang hanyut Jaring insang tetap Jumlah Cara perhitungan : Diketahui produksi ikan pelagis kecil pada kondisi MSY sebanyak ton Rata-rata jumlah produksi alat tangkap purse seine selama lima tahun terakhir adalah ton, bagan perahu ton, jaring insang hanyut 250 ton dan Jaring insang tetap 2635 ton. Jumlah produksi keseluruhan alat tangkap adalah sebanyak ,84 ton. Penentuan kuota masing-masing alat tangkap 1. Purse seine / ,84 x = ton atau sekitar 53,50 % dari total potensi lestari. 2. Bagan perahu /25.180,84 x = ton atau sekitar 35,05 % Begitu juga contoh perhitungannya untuk alat tangkap jaring insang hanyut dan Jaring insang tetap. 1.2 Untuk kondisi pengelolaan MEY Jenis alat tangkap Produksi (Ton) Kuota masing-masing alat tangkap (ton) Persentase (%) Purse seine Bagan Perahu J.Insang hanyut Jaring insang tetap Jumlah Cara perhitungan : Diketahui produksi ikan pelagis kecil pada kondisi MEY sebanyak ton Rata-rata jumlah produksi alat tangkap purse seine selama lima tahun terakhir adalah ton, bagan perahu ton, jaring insang hanyut 250 ton dan jaring insang tetap 2635 ton. Jumlah produksi keseluruhan alat tangkap adalah sebanyak ,84 ton.

91 77 Lampiran 9 (lanjutan) Penentuan kuota masing-masing alat tangkap 1. Purse seine / ,84 x = ton atau sekitar 53,50 % dari jumlah produksi pada kondisi MEY. 2. Bagan perahu /25.180,84 x = ton atau sekitar 35,05 % Begitu juga contoh perhitungannya untuk alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring insang tetap. 2. Pembagian kuota jumlah upaya (effort) 2.1. Untuk kondisi pengelolaan MSY Jenis alat tangkap Effort Standarisasi ( Trip) Kuota masing-masing alat tangkap (Trip) Persentase (%) Purse seine Bagan Perahu J.Insang hanyut Jaring insang tetap Jumlah Cara perhitungan : Diketahui jumlah effort ikan pelagis kecil pada kondisi MEY sebanyak trip/thn Rata-rata jumlah effort alat tangkap purse seine selama lima tahun terakhir adalah trip, bagan perahu trip, jaring insang hanyut 232 trip dan jaring insang tetap trip. Jumlah effort keseluruhan alat tangkap adalah sebanyak trip Penentuan kuota masing-masing alat tangkap 1. Purse seine / x = trip atau sekitar 53,50 % dari jumlah produksi pada 2. Bagan perahu / x = trip atau sekitar 35,05 % Begitu juga contoh perhitungannya untuk alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring insang tetap.

92 78 Lampiran 10. Hasil pengolahan data dengan menggunakan MAPPLE 8 Untuk dapat mencari nilai a dapat dicari dengan menggunakan program exel dengan rumus = slope (blok jumlah CPUE, kemudian blok lagi total effort yang telah distandarisasi) > a:= ; a := Untuk dapat mencari nilai a dapat dicari dengan menggunakan program exel dengan rumus = intercept (blok jumlah CPUE, kemudian blok lagi total effort yang telah distandarisasi) > b:= ; b := Kemudian masukkan rata-rata biaya operasional yang diperlukan yaitu : Rp > c:= ; c := Masukkan harga rata-rata ikan yaitu Rp 6.000,- > p:=6000; p := 6000 > Emsy:=-a/(2*b); Emsy := > h:=a*e+b*e^2; > TR:=p*h; > hmsy:=-a^2/(4*b); h := E E 2 TR := E E 2 hmsy := Untuk membuat grafik agar melengkung seperti parabola tertutup, dilakukan dengan cara jumlah effort msy (Emsy) dikali 2. Untuk membuat warna dari grafik tersebut dilakukan dengan cara mengetik color. Contoh Untuk warna hitam ketik color = black, untuk warna kuning ketik color = yellow dan lain-lain.

93 79 Lampiran 10 (lanjutan) > plot (TR,E= ,color=black); TR > hmsy:=a*emsy+b*emsy^2; hmsy := > TRmsy:=p*hmsy; > TCmsy:=c*Emsy; TRmsy := TCmsy := > phimsy:=trmsy-tcmsy; phimsy := > phimsy:= e12; > phimsy := > h:=a*e+b*e^2; h := E E 2 > plot(h,e= ,color=black);

94 80 Lampiran 10 (lanjutan) TR > TR:=p*h; TR := E E 2 > plot(tr,e= ,color=black); TR > TC:=c*E; TC := E

95 81 Lampiran 10 (lanjutan) > plot(tc,e= ,color=red); TC > plot({tr,(e),tc(e)},e= ,colour=black); TC TC > fsolve(tr=tc,e); 0., > phi:=p*h-c*e; φ := E E 2

96 82 Lampiran 10 (lanjutan) > fsolve(phi,e); 0., > diff(phi,e); > y:=diff(phi,e); > fsolve(y=0,e); E y := E > Emey:= ; Emey := > hmey:=a*emey+b*emey^2; hmey := > TRmey:=p*hmey; TRmey := > TCmey:=c*Emey; TCmey := > phimey:=trmey-tcmey; phimey := > Eoa:= ; > hoa:=a*eoa+b*eoa^2; > TRoa:=p*hoa; > TCoa:=c*Eoa; > phioa:=troa-tcoa; Eoa := hoa := TRoa := TCoa := phioa : = -2.

97 Lampiran 11. Perhitungan analisis finansial 1. Net Present Value (NPV) Net benefit DF 22% PV 22% , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,61 NPV ,24 Nilai NPV dengan tingkat discount rate 22 % adalah Rp ,24 Untuk mencari nilai DF 22 % dapat dicari dengan : 1 t (1 + i) 1 = untuk nilai t = 0, begitu juga untuk nilai t %) Untuk mencari nilai PV dapat dicari dengan mengalikan nilai DF dengan nilai Net benefit. Untuk mencari nilai NPV dapat diperoleh dengan menjumlahkan nilai PV mulai dari tahun ke 0 sampai tahun ke 10 83

98 Lampiran 11(lanjutan) 2. Menghitung nilai IRR Net benefit DF 22% PV 22% DF 30 % PV 30 % DF 34% PV 34 % , ,8 0, ,7 0, , , ,68 0, ,55 0, , , ,97 0, ,27 0, , , ,77 0, ,08 0, , , ,021 0, ,415 0, , , ,27 0, ,49 0, , , ,27 0, , , , ,89 0, ,882 0, , , ,96 0, ,613 0, , , ,61 0, ,68 0, ,569 NPV , , ,04 IRR NPV = i1 + NPV + NPV 1 2 ( 34% 30% ) ,24 22% , ,04 = 24,87 %. ( 0,04) 84

99 Lampiran 11 (lanjutan) 3. Menghitung nilai Net Benefit Cost Ratio Net B/C = = n Bt Ct t (1 + i) Bt Ct (1 + i) [ Bt Ct > 0] [ Bt Ct 0] t= i < t ,24 = 1, Menghitung nilai Payback period Tahun Investasi Laba bersih PBP , , , , , , , , , , Payback period 5 Payback period pada tahun pertama dibagi diperoleh dari / Begitu juga dengan tahun ke 2 sampai tahun ke

100 86 Lampiran 12. Langkah-langkah penentuan pertidaksamaan dalam program LGP 1. Penentuan pertidaksamaan produksi Tahun a11 (kg) a12 (kg) a13 (kg) a14 (kg) Rata-rata b1 = Rata-rata produksi purse seine, bagan perahu, jaring insang hanyut, dan jaring insang tetap masing-masing digunakan sebagai koefisien pertidaksamaan produksi dengan pertidaksamaan sebagai berikut : da X X X X4 <= Keterangan : a11 = Rata-rata produksi purse seine a12 = Rata-rata produksi bagan prahu a13 = Rata-rata produksi jaring insang hanyut a14 = Rata-rata produksi Jaring insang tetap b1 = Jumlah produksi MEY 2. Penentuan pertidaksamaan BBM Tahun a21(ltr/thn) a22 (ltr/thn) a23 (ltr/thn) a24 (ltr/thn) Rata-rata b Rata-rata kebutuhan BBM untuk purse seine, bagan perahu, jaring insang hanyut, dan jaring insang tetap masing-masing digunakan sebagai koefisien pertidaksamaan produksi dengan pertidaksamaan sebagai berikut : da X X X X4 <= Keterangan: a21 = Jumlah BBM yang dibutuhkan oleh purse seine a22 = Jumlah BBM yang dibutuhkan bagan perahu a23 = Jumlah BBM yang dibutuhkan jaring insang hanyut a24 = Jumlah BBM yang dibutuhkan Jaring insang tetap b2 = Jumlah BBM yang tersedia

101 87 Lampiran 12 (lanjutan) 3. Penentuan pertidaksamaan jumlah trip Tahun a31 (trip) a32 (trip) a33 (trip) a34 (trip) Rata-rata b3 = Rata-rata jumlah trip untuk purse seine, bagan perahu, jaring insang hanyut, dan jaring insang tetap masing-masing digunakan sebagai koefisien pertidaksamaan produksi dengan pertidaksamaan sebagai berikut : da3 + 54X X X X4 <= Keterangan : a31 = Jumlah trip yang dilakukan oleh purse seine a32 = Jumlah trip yang dilakukan bagan perahu a33 = Jumlah trip yang dilakukan jaring insang hanyut a34 = Jumlah trip yang dilakukan Jaring insang tetap b3 = Jumlah trip pada saat MEY 4. Penentuan pertidaksamaan penggunaan es Tahun X41 (balok) A42 (tbalok) A43 (balok) A44 (balok) Rata-rata b4 = Rata-rata penggunaan es untuk purse seine, bagan perahu, jaring insang hanyut, dan jaring insang tetap masing-masing digunakan sebagai koefisien pertidaksamaan produksi dengan pertidaksamaan sebagai berikut : da X1 + 0X2 + 0X3 + 0X4 <= Keterangan : a41 = Jumlah es yang dibutuhkan oleh purse seine b4 = Jumlah es yang tersedia

102 88 5. Penentuan pertidaksamaan jumlah pendapatan (satuan dalam ribu rupiah) Tahun A51(ribu) A52(ribu A53(ribu) A54(ribu) b5 = ,04 Nilai BEP untuk purse seine, bagan perahu, jaring insang hanyut, dan jaring insang tetap masing-masing digunakan sebagai koefisien pertidaksamaan produksi dengan pertidaksamaan sebagai berikut : db X X X X4 >= ,04 Keterangan : a51 = Nilai BEP purse seine a52 = Nilai BEP bagan perahu a53 = Nilai BEP jaring insang hanyut a54 = Nilai BEP Jaring insang tetap b5 = jumlah pendapatan pada saat MEY Berdasarkan data tersebut di atas, maka dibentuk persamaan untuk mencari nilai yang optimum dengan fungsi tujuan sebagai berikut : Min da1 + da2 + da3 + da4 + db5 Faktor kendala (constraint) adalah : da X X X X4 <= da X X X X4 <= da3 + 54X X X X4 <= da X1 + 0X2 + 0X3 + 0X4 <= db X X X X4 >= ,04 X1 >= 253 X2 >= 80 X3 >= 7 X4 >= 52 Keterangan : X1 = Jumlah alat tangkap purse seine sesuai effort MSY maksimum = 253 unit X2 = Jumlah alat tangkap bagan perahu pada saat sekarang = 80 unit X3 = Jumlah alat tangkap jaring insang hanyut pada saat sekarang = 7 unit X4 = Jumlah alat tangkap Jaring insang tetap pada saat sekarang = 52unit

103 89 Lampiran 13. Hasil perhitungan optimasi dengan LINDO : Min da1 + da2 + da3 + da4 + db5? st? da X X X X4 <= ? da X X X X4 <= ? da3 + 54X X X X4 <= 80199? da X1 + 0X2 + 0X3 + 0X4 <= ? db X X X X4 >= ,04? X1 >= 253? X2 >= 80? X3 >= 7? X4 >= 52? end WARNING: PROBLEM IS POORLY SCALED. THE UNITS OF THE ROWS AND VARIABLES SHOULD BE CHANGED SO THE COEFFICIENTS COVER A MUCH SMALLER RANGE. : go LP OPTIMUM FOUND AT STEP 5 OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) VARIABLE VALUE REDUCED COST DA1 0 1 DA2 0 1 DA DA DB X X X X ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) ) ) ) ) MORE-- 7) ) ) )

104 90 NO. ITERATIONS= 5 DO RANGE(SENSITIVITY) ANALYSIS?? yes RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE DA1 1 INFINITY 1 DA2 1 INFINITY 1 DA3 1 INFINITY DA4 1 INFINITY DB5 1 INFINITY 1 X INFINITY X2 0 INFINITY X X4 0 INFINITY RIGHTHAND SIDE RANGES ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY --MORE INFINITY :

105 91 Lampiran 14. Produksi dan pendapatan nelayan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah 1 Pendapatan Musim Puncak Rp/trip Ikan hasil tangkapan Kg./trip Pendapatan Per Trip Rp./trip Jumlah Trip Musiman trip/musim 15 Pendapatan Tahunan Rp./musim Pendapatan Musim Sedang Rp./trip Ikan hasil tangkapan Kg./trip Pendapatan Per Trip Rp./trip Jumlah Trip Musiman trip/musim 25 Pendapatan Tahunan Rp./musim Pendapatan Musim Paceklik Rp./trip Ikan hasil tangkapan Kg./trip Pendapatan Per Trip Rp./trip Jumlah Trip Musiman trip/musim 10 Pendapatan Tahunan Rp./musim Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun

106 92 Lampiran 15. Model pendapatan nelayan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah 1 Pendapatan a. Pendapatan Musim Puncak Rp./musim b. Pendapatan Musim Sedang Rp./musim c. Pendapatan Musim Paceklik Rp./musim Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun Pengeluaran a. Biaya Operasional Solar Rp./trip Oli Rp./trip Minyak Tanah Rp./trip Ransum Rp./trip Es Rp./trip Sub Total Rp./tahun b. Biaya Retribusi Rp./tahun Total Pengeluaran Rp./tahun Pendapatan Setelah Retribusi Rp./tahun Sistem Bagi Hasil a. Pemilik Alat Tangkap Rp b. Crew Rp Juragan Laut Rp./orang 0 Juru Mudi Rp./orang Juru Mesin Rp./orang Nelayan ABK Rp./orang

107 93 Lampiran 16. Asumsi dan koefisien No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir 1 Produktifitas Jumlah Trip Musim Puncak Trip/musim Jumlah Trip Musim Sedang Trip/musim Jumlah Trim Musim Paceklik Trip/musim Pendanaan Modal Sendiri % Bunga Pinjaman %/tahun 22 % 0 22 % Jangka Waktu Pengembalian tahun Tenggang Waktu Pengembalian tahun Sistem Bagi Hasil a. Pemilik Alat Tangkap bagian b. Crew bagian Juru Mudi bagian Juru Mesin bagian 1,5 0 1,5 Nelayan ABK bagian Lain - Lain 4 Pajak % 0,5 0 0,5 Retribusi % 1,5 0 1,5 Upah Minimum Regional Rp./tahun , ,00 Biaya Perawatan Rp./tahun , ,00 Distribusi Jumlah Crew 5 Juragan Laut orang 1 Juru Mudi orang 1 Juru Mesin orang 1 Nelayan ABK orang 15 Total Crew 18 Faktor Pembagian 18,5

108 94 Lampiran 17. Pembiayaan operasional nelayan No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir 1 Biaya Operasional Nelayan Solar Rp./trip Oli Rp./trip Minyak tanah Rp./trip Ransum Rp./trip Es Rp./trip Sub Total Rp./trip Biaya Operasional Tahunan Biaya Operasional Rp./tahun Biaya Retribusi Rp./tahun Total Biaya Operasional Rp./tahun

109 Lampiran 18. Perhitungan BEP untuk masing-masing alat tangkap 1. Alat tangkap purse seine Investasi No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Umur Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan 1 Investasi Perahu Rp Alat Tangkap Rp Mesin Pendorong Rp Mesin Bantu Rp Generator Rp Lampu Rp Perlengkapan Rp Lain-Lain Rp Biaya Modal Kerja Rp Total Investasi Rp

110 Lampiran 18 (lanjutan) Pendapatan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah 1 Pendapatan a. Pendapatan Musim Puncak Rp./musim b. Pendapatan Musim Sedang Rp./musim c. Pendapatan Musim Paceklik Rp./musim Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun Pengeluaran a. Biaya Operasional Solar Rp./trip Oli Rp./trip Minyak Tanah Rp./trip Ransum Rp./trip Es Rp./trip Sub Total Rp./tahun b. Biaya Retribusi Rp./tahun Total Pengeluaran Rp./tahun Pendapatan Setelah Retribusi Rp./tahun

111 Lampiran 18 (lanjutan) 2. Alat tangkap bagan perahu Investasi No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Umur Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan 1 Investasi 19,000,000 2,400,000 Perahu Rp. 6,000, ,000, ,000 Alat Tangkap Rp. 5,000, ,000, ,000,000 Mesin Rp. 8,000, ,000, ,000 Total Investasi Rp. 19,000,000 b. Pendapatan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah 1 Pendapatan Pendapatan kg 150 6, ,000 Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun 31,500 6, ,000,000 2 Pengeluaran a. Biaya Operasional Solar Rp./trip ,000 25,200,000 Oli Rp./trip ,000 6,300,000 Minyak Tanah Rp./trip ,000 2,100,000 Ransum Rp./trip ,000 8,400,000 Sub Total Rp./tahun 42,000,000 b. Biaya Retribusi Rp./tahun 2,835,000 Total Pengeluaran Rp./tahun 44,835,000 Pendapatan Setelah Retribusi Rp./tahun 144,165,000 97

112 Lampiran 18 (lanjutan) 3. Jaring insang hanyut Investrasi No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Umur Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan 1 Investasi 22,000,000 2,800,000 Perahu Rp. 8,000, ,000, ,000 Alat Tangkap Rp. 6,000, ,000, ,200,000 Mesin Pendorong Rp. 8,000, ,000, ,000 Total Investasi Rp. 22,000,000 Pendapatan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah 1 Pendapatan Pendapatan kg 80 6, ,000 Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun 16,800 6, ,800,000 2 Pengeluaran a. Biaya Operasional Solar Rp./trip ,000 16,800,000 Oli Rp./trip ,000 6,300,000 Minyak Tanah Rp./trip ,000 2,100,000 Ransum Rp./trip ,000 8,400,000 Sub Total Rp./tahun 33,600,000 b. Biaya Retribusi Rp./tahun 1,512,000 Total Pengeluaran Rp./tahun 35,112,000 Pendapatan Setelah Retribusi Rp./tahun 65,688,000 98

113 Lampiran 18 (lanjutan) 4. (Gillnet (jaring insang) Investasi Umur Nilai Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir No. Ekonomis Sisa Penyusutan 1 Investasi 22,000,000 2,800,000 Perahu Rp. 8,000,000 8,000, ,000 Alat Tangkap Rp. 6,000,000 6,000, ,200,000 Mesin Pendorong Rp. 8,000,000 8,000, ,000 Total Investasi Rp. 22,000,000 Pendapatan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah 1 Pendapatan Pendapatan kg 70 6, ,000 Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun 14,700 6,000 88,200,000 2 Pengeluaran a. Biaya Operasional Solar Rp./trip ,000 16,800,000 Oli Rp./trip ,000 6,300,000 Minyak Tanah Rp./trip ,000 2,100,000 Ransum Rp./trip ,000 8,400,000 Sub Total Rp./tahun 33,600,000 b. Biaya Retribusi Rp./tahun 1,134,000 Total Pengeluaran Rp./tahun 34,734,000 Pendapatan Setelah Retribusi Rp./tahun 53,466,000 99

114 Lampiran 18 (lanjutan) Hasil perhitungan BEP dari Masing-masing alat tangkap 1. Purse seine Biayatetap BEP( Rp) = Biaya var iabel 1 penjualan = = Rp bagan perahu Biayatetap BEP( Rp) = Biaya var iabel 1 penjualan = = Rp

115 3. Jaring insang hanyut Biayatetap BEP( Rp) = Biaya var iabel 1 penjualan = = Rp Gillnet (jaring insang ) Biayatetap BEP( Rp) = Biaya var iabel 1 penjualan = = Rp

116 Lampiran 19. Perkiraan arus uang (cash flow) Uraian TAHUN PRODUKSI Inflow Porsi Pendapatan Pemilik Nilai Sisa Modal Perahu Alat Tangkap Mesin Pendorong Mesin Bantu Generator Lampu Perlengkapan Lain - Lain Outflow Investasi Perahu Alat Tangkap Mesin Pendorong Mesin Bantu Generator Lampu Perlengkapan Lain - Lain Biaya Operasional Biaya Operasional Nelayan Bagi Hasil Nelayan Biaya Perawatan Penyusutan Pengembalian Pinjaman Laba Bersih Sebelum Pajak Pajak Laba Bersih

117 Lampiran 19 (lanjutan)

118 70 Lampiran 3. Bentuk umum alat tangkap purse seine di Sibolga E H D C C B A I J F G Kode Gambar Keterangan Bahan Ukuran/Dimensi A Kantong Polyamide Mesh size = 3 cm B Badan jaring Polyamide Mesh size = 3-4 cm C Sayap Polyamide Mesh size =4 cm D Selvadge Polyethylene Mesh size = 2 inchi (srampad) E Tali ris atas Polyethylene Panjang = 150 m F Tali ris bawah Polyethylene Panjang = 100 m G Pemberat Timah 3 kg H Pelampung Polyvinyl chloride = 11 cm panjang = 20 cm I Tali kolor Polyethylene Panjang = m J Cincin Besi = 5 cm

119 Lampiran 4. Bentuk umum kapal purse seine di Sibolga (tampak atas) Skala 1: 145 cm D Keterangan : A = Ruang Palka C B A1 = Ruang Palka 1 A1 A1 B = Ruang kemudi A C = Ruang mesin D = Ruang gudang Gambar kapal purse seine tampak samping 71

120 Lampiran 5. Perhitungan standarisasi untuk mencari nilai a dan b. TAHUN PURSE SEINE BAGAN PERAHU J. INSANG HANYUT JARING INSANG TETAP TON TRIP TON TRIP TON TRIP TON TRIP TOTAL Rata-rata ALAT FPI PRODUKTIVITAS (TON/TRIP) Purse seine Bagan Perahu J.Insang Hanyut Jaring insang tetap Tahun Total Hasil Tangkapan Upaya Penangkapan Baku (Trip) Total Effort CPUE (Ton) PS B.PERAHU J. I. HANYUT J.I. TETAP (Trip) ton/trip Jumlah Rata-rata

121 Lampiran 5 (lanjutan) Tahun Total Hasil Tangkapan Total Effort CPUE (Kg) (Trip) (TON/TRIP) Jumlah Rata-rata Slope (a) = 1206, Intercept (b) = -0, Kondisi Produksi Jumlah Total Penerimaan Total Biaya Keuntungan (Ton) Trip (Juta Rp) (Juta Rp) (Juta Rp) AKTUAL MSY MEY Open Acces Langkah-langkah untuk melakukan standarisasi. 1. Untuk mencari nilai FPI dapat dilakukan dengan membagi jumlah total produksi dari masing-masing alat tangkap dengan jumlah total tripnya untuk menentukan alat tangkap apa yang paling tinggi produktivitasnya sehingga alat tangkap tersebut dijadikan sebagai alat tangkap standar. Alat tangkap standar nilai FPI nya = 1. 73

122 Lampiran 5 (lanjutan) 2. Untuk mencari niali FPI dari alat tangkap yang lain dilakukan dengan membagi produktivitas alat tangkap yang bersangkutan dengan produktivitas alat tangkap standar. 3. Untuk mencari nilai upaya penangkapan baku, dilakukan dengan cara mengalikan jumlah trip dari alat tangkap dengan nilai FPI masing-masing alat tangkap 4. Untuk mencari total effort atau upaya dilakukan dengan menjumlahkan jumlah trip masing-masing alat tangkap. 5. Untuk mencari nilai CPUE dilakukan dengan membagi jumlah produksi dengan jumlah trip Contoh cara perhitungannya : 1. FPI = / = 1, FPI bagan perahu =0, 3768 /1,0775 = 0,3497. Begitu juga dengan alat tangkap yang lainnya. 3. Upaya penangkapan baku purse seine = 1 x = sedangkan untuk menghitung alat tangkap yang lain dilakukan dengan mengalikan nilai FPI dari alat angkap yang bersangkutan dengan jumlah upayanya. 4. Total effort = = CPUE = 32087,4 / = 1,05 74

123 75 Lampiran 6. Jumlah produksi, total effort standarisasi, serta CPUE ikan pelagis kecil tahun di kota Sibolga Tahun Total Hasil Tangkapan Total Effort (Standarisasi) CPUE (Ton) (Trip) (Ton/Trip) Jumlah Rata-rata Lampiran 7. Otimisasi bio-ekonomi pada berbagai kondisi pengelolaan sumberdaya perikanan dari keseluruhan alat tangkap di perairan laut Sibolga tahun KONDISI Produksi Effort Penerimaan Total Biaya Keuntungan (Ton) (Trip) (Juta Rp) (Juta Rp) (Juta Rp) AKTUAL MSY MEY Open Acces Lampiran 8. Otimisasi bio-ekonomi pada berbagai kondisi pengelolaan sumberdaya perikanan dengan menggunakan alat tangkap purse seine di perairan laut Sibolga tahun KONDISI Produksi Effort Penerimaan Total Biaya Keuntungan (Ton) (Trip) (Juta Rp) (Juta Rp) (Juta Rp) AKTUAL MSY MEY Open Acces

124 76 Lampiran 9. Pembagaian kuota produksi dan upaya effort untuk masing-masing alat tangkap pada kondisi pengelolaan MSY dan MEY perikananan di Sibolga. 1. Pembagian kuota produksi 1.1 Untuk kondisi pengelolaan MSY Jenis alat tangkap Produksi (Ton) Kuota masing-masing alat tangkap (ton) Persentase (%) Purse seine Bagan Perahu J.Insang hanyut Jaring insang tetap Jumlah Cara perhitungan : Diketahui produksi ikan pelagis kecil pada kondisi MSY sebanyak ton Rata-rata jumlah produksi alat tangkap purse seine selama lima tahun terakhir adalah ton, bagan perahu ton, jaring insang hanyut 250 ton dan Jaring insang tetap 2635 ton. Jumlah produksi keseluruhan alat tangkap adalah sebanyak ,84 ton. Penentuan kuota masing-masing alat tangkap 1. Purse seine / ,84 x = ton atau sekitar 53,50 % dari total potensi lestari. 2. Bagan perahu /25.180,84 x = ton atau sekitar 35,05 % Begitu juga contoh perhitungannya untuk alat tangkap jaring insang hanyut dan Jaring insang tetap. 1.2 Untuk kondisi pengelolaan MEY Jenis alat tangkap Produksi (Ton) Kuota masing-masing alat tangkap (ton) Persentase (%) Purse seine Bagan Perahu J.Insang hanyut Jaring insang tetap Jumlah Cara perhitungan : Diketahui produksi ikan pelagis kecil pada kondisi MEY sebanyak ton Rata-rata jumlah produksi alat tangkap purse seine selama lima tahun terakhir adalah ton, bagan perahu ton, jaring insang hanyut 250 ton dan jaring insang tetap 2635 ton. Jumlah produksi keseluruhan alat tangkap adalah sebanyak ,84 ton.

125 77 Lampiran 9 (lanjutan) Penentuan kuota masing-masing alat tangkap 1. Purse seine / ,84 x = ton atau sekitar 53,50 % dari jumlah produksi pada kondisi MEY. 2. Bagan perahu /25.180,84 x = ton atau sekitar 35,05 % Begitu juga contoh perhitungannya untuk alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring insang tetap. 2. Pembagian kuota jumlah upaya (effort) 2.1. Untuk kondisi pengelolaan MSY Jenis alat tangkap Effort Standarisasi ( Trip) Kuota masing-masing alat tangkap (Trip) Persentase (%) Purse seine Bagan Perahu J.Insang hanyut Jaring insang tetap Jumlah Cara perhitungan : Diketahui jumlah effort ikan pelagis kecil pada kondisi MEY sebanyak trip/thn Rata-rata jumlah effort alat tangkap purse seine selama lima tahun terakhir adalah trip, bagan perahu trip, jaring insang hanyut 232 trip dan jaring insang tetap trip. Jumlah effort keseluruhan alat tangkap adalah sebanyak trip Penentuan kuota masing-masing alat tangkap 1. Purse seine / x = trip atau sekitar 53,50 % dari jumlah produksi pada 2. Bagan perahu / x = trip atau sekitar 35,05 % Begitu juga contoh perhitungannya untuk alat tangkap jaring insang hanyut dan jaring insang tetap.

126 78 Lampiran 10. Hasil pengolahan data dengan menggunakan MAPPLE 8 Untuk dapat mencari nilai a dapat dicari dengan menggunakan program exel dengan rumus = slope (blok jumlah CPUE, kemudian blok lagi total effort yang telah distandarisasi) > a:= ; a := Untuk dapat mencari nilai a dapat dicari dengan menggunakan program exel dengan rumus = intercept (blok jumlah CPUE, kemudian blok lagi total effort yang telah distandarisasi) > b:= ; b := Kemudian masukkan rata-rata biaya operasional yang diperlukan yaitu : Rp > c:= ; c := Masukkan harga rata-rata ikan yaitu Rp 6.000,- > p:=6000; p := 6000 > Emsy:=-a/(2*b); Emsy := > h:=a*e+b*e^2; > TR:=p*h; > hmsy:=-a^2/(4*b); h := E E 2 TR := E E 2 hmsy := Untuk membuat grafik agar melengkung seperti parabola tertutup, dilakukan dengan cara jumlah effort msy (Emsy) dikali 2. Untuk membuat warna dari grafik tersebut dilakukan dengan cara mengetik color. Contoh Untuk warna hitam ketik color = black, untuk warna kuning ketik color = yellow dan lain-lain.

127 79 Lampiran 10 (lanjutan) > plot (TR,E= ,color=black); TR > hmsy:=a*emsy+b*emsy^2; hmsy := > TRmsy:=p*hmsy; > TCmsy:=c*Emsy; TRmsy := TCmsy := > phimsy:=trmsy-tcmsy; phimsy := > phimsy:= e12; > phimsy := > h:=a*e+b*e^2; h := E E 2 > plot(h,e= ,color=black);

128 80 Lampiran 10 (lanjutan) TR > TR:=p*h; TR := E E 2 > plot(tr,e= ,color=black); TR > TC:=c*E; TC := E

129 81 Lampiran 10 (lanjutan) > plot(tc,e= ,color=red); TC > plot({tr,(e),tc(e)},e= ,colour=black); TC TC > fsolve(tr=tc,e); 0., > phi:=p*h-c*e; φ := E E 2

130 82 Lampiran 10 (lanjutan) > fsolve(phi,e); 0., > diff(phi,e); > y:=diff(phi,e); > fsolve(y=0,e); E y := E > Emey:= ; Emey := > hmey:=a*emey+b*emey^2; hmey := > TRmey:=p*hmey; TRmey := > TCmey:=c*Emey; TCmey := > phimey:=trmey-tcmey; phimey := > Eoa:= ; > hoa:=a*eoa+b*eoa^2; > TRoa:=p*hoa; > TCoa:=c*Eoa; > phioa:=troa-tcoa; Eoa := hoa := TRoa := TCoa := phioa : = -2.

131 Lampiran 11. Perhitungan analisis finansial 1. Net Present Value (NPV) Net benefit DF 22% PV 22% , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,61 NPV ,24 Nilai NPV dengan tingkat discount rate 22 % adalah Rp ,24 Untuk mencari nilai DF 22 % dapat dicari dengan : 1 t (1 + i) 1 = untuk nilai t = 0, begitu juga untuk nilai t %) Untuk mencari nilai PV dapat dicari dengan mengalikan nilai DF dengan nilai Net benefit. Untuk mencari nilai NPV dapat diperoleh dengan menjumlahkan nilai PV mulai dari tahun ke 0 sampai tahun ke 10 83

132 Lampiran 11(lanjutan) 2. Menghitung nilai IRR Net benefit DF 22% PV 22% DF 30 % PV 30 % DF 34% PV 34 % , ,8 0, ,7 0, , , ,68 0, ,55 0, , , ,97 0, ,27 0, , , ,77 0, ,08 0, , , ,021 0, ,415 0, , , ,27 0, ,49 0, , , ,27 0, , , , ,89 0, ,882 0, , , ,96 0, ,613 0, , , ,61 0, ,68 0, ,569 NPV , , ,04 IRR NPV = i1 + NPV + NPV 1 2 ( 34% 30% ) ,24 22% , ,04 = 24,87 %. ( 0,04) 84

133 Lampiran 11 (lanjutan) 3. Menghitung nilai Net Benefit Cost Ratio Net B/C = = n Bt Ct t (1 + i) Bt Ct (1 + i) [ Bt Ct > 0] [ Bt Ct 0] t= i < t ,24 = 1, Menghitung nilai Payback period Tahun Investasi Laba bersih PBP , , , , , , , , , , Payback period 5 Payback period pada tahun pertama dibagi diperoleh dari / Begitu juga dengan tahun ke 2 sampai tahun ke

134 86 Lampiran 12. Langkah-langkah penentuan pertidaksamaan dalam program LGP 1. Penentuan pertidaksamaan produksi Tahun a11 (kg) a12 (kg) a13 (kg) a14 (kg) Rata-rata b1 = Rata-rata produksi purse seine, bagan perahu, jaring insang hanyut, dan jaring insang tetap masing-masing digunakan sebagai koefisien pertidaksamaan produksi dengan pertidaksamaan sebagai berikut : da X X X X4 <= Keterangan : a11 = Rata-rata produksi purse seine a12 = Rata-rata produksi bagan prahu a13 = Rata-rata produksi jaring insang hanyut a14 = Rata-rata produksi Jaring insang tetap b1 = Jumlah produksi MEY 2. Penentuan pertidaksamaan BBM Tahun a21(ltr/thn) a22 (ltr/thn) a23 (ltr/thn) a24 (ltr/thn) Rata-rata b Rata-rata kebutuhan BBM untuk purse seine, bagan perahu, jaring insang hanyut, dan jaring insang tetap masing-masing digunakan sebagai koefisien pertidaksamaan produksi dengan pertidaksamaan sebagai berikut : da X X X X4 <= Keterangan: a21 = Jumlah BBM yang dibutuhkan oleh purse seine a22 = Jumlah BBM yang dibutuhkan bagan perahu a23 = Jumlah BBM yang dibutuhkan jaring insang hanyut a24 = Jumlah BBM yang dibutuhkan Jaring insang tetap b2 = Jumlah BBM yang tersedia

135 87 Lampiran 12 (lanjutan) 3. Penentuan pertidaksamaan jumlah trip Tahun a31 (trip) a32 (trip) a33 (trip) a34 (trip) Rata-rata b3 = Rata-rata jumlah trip untuk purse seine, bagan perahu, jaring insang hanyut, dan jaring insang tetap masing-masing digunakan sebagai koefisien pertidaksamaan produksi dengan pertidaksamaan sebagai berikut : da3 + 54X X X X4 <= Keterangan : a31 = Jumlah trip yang dilakukan oleh purse seine a32 = Jumlah trip yang dilakukan bagan perahu a33 = Jumlah trip yang dilakukan jaring insang hanyut a34 = Jumlah trip yang dilakukan Jaring insang tetap b3 = Jumlah trip pada saat MEY 4. Penentuan pertidaksamaan penggunaan es Tahun X41 (balok) A42 (tbalok) A43 (balok) A44 (balok) Rata-rata b4 = Rata-rata penggunaan es untuk purse seine, bagan perahu, jaring insang hanyut, dan jaring insang tetap masing-masing digunakan sebagai koefisien pertidaksamaan produksi dengan pertidaksamaan sebagai berikut : da X1 + 0X2 + 0X3 + 0X4 <= Keterangan : a41 = Jumlah es yang dibutuhkan oleh purse seine b4 = Jumlah es yang tersedia

136 88 5. Penentuan pertidaksamaan jumlah pendapatan (satuan dalam ribu rupiah) Tahun A51(ribu) A52(ribu A53(ribu) A54(ribu) b5 = ,04 Nilai BEP untuk purse seine, bagan perahu, jaring insang hanyut, dan jaring insang tetap masing-masing digunakan sebagai koefisien pertidaksamaan produksi dengan pertidaksamaan sebagai berikut : db X X X X4 >= ,04 Keterangan : a51 = Nilai BEP purse seine a52 = Nilai BEP bagan perahu a53 = Nilai BEP jaring insang hanyut a54 = Nilai BEP Jaring insang tetap b5 = jumlah pendapatan pada saat MEY Berdasarkan data tersebut di atas, maka dibentuk persamaan untuk mencari nilai yang optimum dengan fungsi tujuan sebagai berikut : Min da1 + da2 + da3 + da4 + db5 Faktor kendala (constraint) adalah : da X X X X4 <= da X X X X4 <= da3 + 54X X X X4 <= da X1 + 0X2 + 0X3 + 0X4 <= db X X X X4 >= ,04 X1 >= 253 X2 >= 80 X3 >= 7 X4 >= 52 Keterangan : X1 = Jumlah alat tangkap purse seine sesuai effort MSY maksimum = 253 unit X2 = Jumlah alat tangkap bagan perahu pada saat sekarang = 80 unit X3 = Jumlah alat tangkap jaring insang hanyut pada saat sekarang = 7 unit X4 = Jumlah alat tangkap Jaring insang tetap pada saat sekarang = 52unit

137 89 Lampiran 13. Hasil perhitungan optimasi dengan LINDO : Min da1 + da2 + da3 + da4 + db5? st? da X X X X4 <= ? da X X X X4 <= ? da3 + 54X X X X4 <= 80199? da X1 + 0X2 + 0X3 + 0X4 <= ? db X X X X4 >= ,04? X1 >= 253? X2 >= 80? X3 >= 7? X4 >= 52? end WARNING: PROBLEM IS POORLY SCALED. THE UNITS OF THE ROWS AND VARIABLES SHOULD BE CHANGED SO THE COEFFICIENTS COVER A MUCH SMALLER RANGE. : go LP OPTIMUM FOUND AT STEP 5 OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) VARIABLE VALUE REDUCED COST DA1 0 1 DA2 0 1 DA DA DB X X X X ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) ) ) ) ) MORE-- 7) ) ) )

138 90 NO. ITERATIONS= 5 DO RANGE(SENSITIVITY) ANALYSIS?? yes RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE DA1 1 INFINITY 1 DA2 1 INFINITY 1 DA3 1 INFINITY DA4 1 INFINITY DB5 1 INFINITY 1 X INFINITY X2 0 INFINITY X X4 0 INFINITY RIGHTHAND SIDE RANGES ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY --MORE INFINITY :

139 91 Lampiran 14. Produksi dan pendapatan nelayan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah 1 Pendapatan Musim Puncak Rp/trip Ikan hasil tangkapan Kg./trip Pendapatan Per Trip Rp./trip Jumlah Trip Musiman trip/musim 15 Pendapatan Tahunan Rp./musim Pendapatan Musim Sedang Rp./trip Ikan hasil tangkapan Kg./trip Pendapatan Per Trip Rp./trip Jumlah Trip Musiman trip/musim 25 Pendapatan Tahunan Rp./musim Pendapatan Musim Paceklik Rp./trip Ikan hasil tangkapan Kg./trip Pendapatan Per Trip Rp./trip Jumlah Trip Musiman trip/musim 10 Pendapatan Tahunan Rp./musim Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun

140 92 Lampiran 15. Model pendapatan nelayan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah 1 Pendapatan a. Pendapatan Musim Puncak Rp./musim b. Pendapatan Musim Sedang Rp./musim c. Pendapatan Musim Paceklik Rp./musim Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun Pengeluaran a. Biaya Operasional Solar Rp./trip Oli Rp./trip Minyak Tanah Rp./trip Ransum Rp./trip Es Rp./trip Sub Total Rp./tahun b. Biaya Retribusi Rp./tahun Total Pengeluaran Rp./tahun Pendapatan Setelah Retribusi Rp./tahun Sistem Bagi Hasil a. Pemilik Alat Tangkap Rp b. Crew Rp Juragan Laut Rp./orang 0 Juru Mudi Rp./orang Juru Mesin Rp./orang Nelayan ABK Rp./orang

141 93 Lampiran 16. Asumsi dan koefisien No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir 1 Produktifitas Jumlah Trip Musim Puncak Trip/musim Jumlah Trip Musim Sedang Trip/musim Jumlah Trim Musim Paceklik Trip/musim Pendanaan Modal Sendiri % Bunga Pinjaman %/tahun 22 % 0 22 % Jangka Waktu Pengembalian tahun Tenggang Waktu Pengembalian tahun Sistem Bagi Hasil a. Pemilik Alat Tangkap bagian b. Crew bagian Juru Mudi bagian Juru Mesin bagian 1,5 0 1,5 Nelayan ABK bagian Lain - Lain 4 Pajak % 0,5 0 0,5 Retribusi % 1,5 0 1,5 Upah Minimum Regional Rp./tahun , ,00 Biaya Perawatan Rp./tahun , ,00 Distribusi Jumlah Crew 5 Juragan Laut orang 1 Juru Mudi orang 1 Juru Mesin orang 1 Nelayan ABK orang 15 Total Crew 18 Faktor Pembagian 18,5

142 94 Lampiran 17. Pembiayaan operasional nelayan No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir 1 Biaya Operasional Nelayan Solar Rp./trip Oli Rp./trip Minyak tanah Rp./trip Ransum Rp./trip Es Rp./trip Sub Total Rp./trip Biaya Operasional Tahunan Biaya Operasional Rp./tahun Biaya Retribusi Rp./tahun Total Biaya Operasional Rp./tahun

143 Lampiran 18. Perhitungan BEP untuk masing-masing alat tangkap 1. Alat tangkap purse seine Investasi No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Umur Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan 1 Investasi Perahu Rp Alat Tangkap Rp Mesin Pendorong Rp Mesin Bantu Rp Generator Rp Lampu Rp Perlengkapan Rp Lain-Lain Rp Biaya Modal Kerja Rp Total Investasi Rp

144 Lampiran 18 (lanjutan) Pendapatan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah 1 Pendapatan a. Pendapatan Musim Puncak Rp./musim b. Pendapatan Musim Sedang Rp./musim c. Pendapatan Musim Paceklik Rp./musim Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun Pengeluaran a. Biaya Operasional Solar Rp./trip Oli Rp./trip Minyak Tanah Rp./trip Ransum Rp./trip Es Rp./trip Sub Total Rp./tahun b. Biaya Retribusi Rp./tahun Total Pengeluaran Rp./tahun Pendapatan Setelah Retribusi Rp./tahun

145 Lampiran 18 (lanjutan) 2. Alat tangkap bagan perahu Investasi No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Umur Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan 1 Investasi 19,000,000 2,400,000 Perahu Rp. 6,000, ,000, ,000 Alat Tangkap Rp. 5,000, ,000, ,000,000 Mesin Rp. 8,000, ,000, ,000 Total Investasi Rp. 19,000,000 b. Pendapatan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah 1 Pendapatan Pendapatan kg 150 6, ,000 Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun 31,500 6, ,000,000 2 Pengeluaran a. Biaya Operasional Solar Rp./trip ,000 25,200,000 Oli Rp./trip ,000 6,300,000 Minyak Tanah Rp./trip ,000 2,100,000 Ransum Rp./trip ,000 8,400,000 Sub Total Rp./tahun 42,000,000 b. Biaya Retribusi Rp./tahun 2,835,000 Total Pengeluaran Rp./tahun 44,835,000 Pendapatan Setelah Retribusi Rp./tahun 144,165,000 97

146 Lampiran 18 (lanjutan) 3. Jaring insang hanyut Investrasi No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Umur Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan 1 Investasi 22,000,000 2,800,000 Perahu Rp. 8,000, ,000, ,000 Alat Tangkap Rp. 6,000, ,000, ,200,000 Mesin Pendorong Rp. 8,000, ,000, ,000 Total Investasi Rp. 22,000,000 Pendapatan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah 1 Pendapatan Pendapatan kg 80 6, ,000 Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun 16,800 6, ,800,000 2 Pengeluaran a. Biaya Operasional Solar Rp./trip ,000 16,800,000 Oli Rp./trip ,000 6,300,000 Minyak Tanah Rp./trip ,000 2,100,000 Ransum Rp./trip ,000 8,400,000 Sub Total Rp./tahun 33,600,000 b. Biaya Retribusi Rp./tahun 1,512,000 Total Pengeluaran Rp./tahun 35,112,000 Pendapatan Setelah Retribusi Rp./tahun 65,688,000 98

147 Lampiran 18 (lanjutan) 4. (Gillnet (jaring insang) Investasi Umur Nilai Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir No. Ekonomis Sisa Penyusutan 1 Investasi 22,000,000 2,800,000 Perahu Rp. 8,000,000 8,000, ,000 Alat Tangkap Rp. 6,000,000 6,000, ,200,000 Mesin Pendorong Rp. 8,000,000 8,000, ,000 Total Investasi Rp. 22,000,000 Pendapatan No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah 1 Pendapatan Pendapatan kg 70 6, ,000 Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun 14,700 6,000 88,200,000 2 Pengeluaran a. Biaya Operasional Solar Rp./trip ,000 16,800,000 Oli Rp./trip ,000 6,300,000 Minyak Tanah Rp./trip ,000 2,100,000 Ransum Rp./trip ,000 8,400,000 Sub Total Rp./tahun 33,600,000 b. Biaya Retribusi Rp./tahun 1,134,000 Total Pengeluaran Rp./tahun 34,734,000 Pendapatan Setelah Retribusi Rp./tahun 53,466,000 99

148 Lampiran 18 (lanjutan) Hasil perhitungan BEP dari Masing-masing alat tangkap 1. Purse seine Biayatetap BEP( Rp) = Biaya var iabel 1 penjualan = = Rp bagan perahu Biayatetap BEP( Rp) = Biaya var iabel 1 penjualan = = Rp

149 3. Jaring insang hanyut Biayatetap BEP( Rp) = Biaya var iabel 1 penjualan = = Rp Gillnet (jaring insang ) Biayatetap BEP( Rp) = Biaya var iabel 1 penjualan = = Rp

150 Lampiran 19. Perkiraan arus uang (cash flow) Uraian TAHUN PRODUKSI Inflow Porsi Pendapatan Pemilik Nilai Sisa Modal Perahu Alat Tangkap Mesin Pendorong Mesin Bantu Generator Lampu Perlengkapan Lain - Lain Outflow Investasi Perahu Alat Tangkap Mesin Pendorong Mesin Bantu Generator Lampu Perlengkapan Lain - Lain Biaya Operasional Biaya Operasional Nelayan Bagi Hasil Nelayan Biaya Perawatan Penyusutan Pengembalian Pinjaman Laba Bersih Sebelum Pajak Pajak Laba Bersih

151 Lampiran 19 (lanjutan)

152 Lampiran 1. Peta lokasi penelitian 68

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 OPTIMISASI PERIKANAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Purse Seine Jenis-jenis purse seine

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Purse Seine Jenis-jenis purse seine 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Purse Seine Brandt (1984) mengatakan bahwa purse seine merupakan alat tangkap yang lebih efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang berada di sekitar permukaan air. Purse seine

Lebih terperinci

Menwut Direktorat Jenderal (Dirjen) Perikanan (1991), purse seine adalah

Menwut Direktorat Jenderal (Dirjen) Perikanan (1991), purse seine adalah TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Usaha Perikanan Purse seine Menwut Direktorat Jenderal (Dirjen) Perikanan (1991), purse seine adalah sejenis alat tangkap yang terdiri dari jaring yang membentang antara tali ris

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR Nurul Rosana, Viv Djanat Prasita Jurusan Perikanan Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN ANDI HERYANTI RUKKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 6 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya di dekat permukaan laut. Salah satu sifat ikan pelagis yang paling penting bagi pemanfaatan usaha perikanan yang komersil

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN EDDY SOESANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH RINA SARI LUBIS 090302054 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

PURSE SEINE (Pukat Cincin) Riza Rahman Hakim, S.Pi

PURSE SEINE (Pukat Cincin) Riza Rahman Hakim, S.Pi PURSE SEINE (Pukat Cincin) Riza Rahman Hakim, S.Pi Pendahuluan Purse seine adalah alat (gear) yang digunakan untuk menangkap ikan pelagic yang membentuk gerombolan Ikan yang menjadi tujuan penangkapan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (DRIFT GILLNET) DI PERAIRAN DUMAI, PROVINSI RIAU

FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (DRIFT GILLNET) DI PERAIRAN DUMAI, PROVINSI RIAU FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (DRIFT GILLNET) DI PERAIRAN DUMAI, PROVINSI RIAU Helisha Damayanti 1), Arthur Brown 2), T. Ersti Yulika Sari 3) Email : helishadamayanti@gmail.com

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN KEUNTUNGAN USAHA PENANGKAPAN PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN, JAWA TENGAH

ANALISIS KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN KEUNTUNGAN USAHA PENANGKAPAN PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN, JAWA TENGAH ANALISIS KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN KEUNTUNGAN USAHA PENANGKAPAN PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN, JAWA TENGAH Catch Composition and Profit Analysis of Purse Seiners in

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Alat ini umumnya digunakan untuk menangkap ikan menhaden (Brevoortia

TINJAUAN PUSTAKA. Alat ini umumnya digunakan untuk menangkap ikan menhaden (Brevoortia TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Perkembangan Purse Seine Purse seine pertama kali dipatenkan atas nama Barent Velder dari Bergent, Norwegia pada tanggal 12 Maret 1858. Tahun 1860 alat tangkap ini diperkenalkan

Lebih terperinci

.A lecy. lkan PELAGIS PANTAI Dl TELUK LAMPUNG. STUD1 TENTANG KELlMPAHABil MUSIMAN. FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANiAN BOGOR

.A lecy. lkan PELAGIS PANTAI Dl TELUK LAMPUNG. STUD1 TENTANG KELlMPAHABil MUSIMAN. FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANiAN BOGOR .A lecy STUD1 TENTANG KELlMPAHABil MUSIMAN lkan PELAGIS PANTAI Dl TELUK LAMPUNG S K W I P S I FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANiAN BOGOR 1 9 9 1 RINGKASAN RACHMANS JAH. 199 1. STUD1 TENTANG KELIMPAHAN

Lebih terperinci

.A lecy. lkan PELAGIS PANTAI Dl TELUK LAMPUNG. STUD1 TENTANG KELlMPAHABil MUSIMAN. FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANiAN BOGOR

.A lecy. lkan PELAGIS PANTAI Dl TELUK LAMPUNG. STUD1 TENTANG KELlMPAHABil MUSIMAN. FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANiAN BOGOR .A lecy STUD1 TENTANG KELlMPAHABil MUSIMAN lkan PELAGIS PANTAI Dl TELUK LAMPUNG S K W I P S I FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANiAN BOGOR 1 9 9 1 RINGKASAN RACHMANS JAH. 199 1. STUD1 TENTANG KELIMPAHAN

Lebih terperinci

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Frengky Amrain, 2 Abd. Hafidz Olii, 2 Alfi S.R. Baruwadi frengky_amrain@yahoo.com

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Visi pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia adalah bahwa wilayah pesisir dan laut beserta segenap sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Alat Tangkap 5.1.1 Penangkapan ikan pelagis besar Unit penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya pada umumnya dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan alat penangkapan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 2 tahapan berdasarkan waktu kegiatan, yaitu : (1) Pelaksanaan penelitian lapangan selama 2 bulan (September- Oktober

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karakteristik dan Klasifikasi Usaha Perikanan Tangkap Karakteristik merupakan satu hal yang sangat vital perannya bagi manusia, karena hanya dengan karakteristik kita dapat

Lebih terperinci

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE 1 THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE By Esra Gerdalena 1), Zulkarnaini 2) and Hendrik 2) Email: esragerdalena23@gmail.com 1) Students of the Faculty

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang suatu kegiatan investasi yang dilaksanakan dapat memberikan manfaat atau tidak. Studi kelayakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL........ iv DAFTAR GAMBAR........ vii DAFTAR LAMPIRAN........ viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang....... 1.2. Perumusan Masalah.......... 1.3. Tujuan dan Kegunaan..... 1.4. Ruang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Kotamadya Medan merupakan salah satu daerah penghasil ikan di Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan penghasil ikan yang produktif di daerah ini ialah Kecamatan Medan Belawan. Kecamatan

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Januari 2015, 7(1): 29-34 ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN FINANSIAL ANALYSIS OF DRIFT GILL NET IN

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

KONDISI DAN PERMASALAHAN INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP

KONDISI DAN PERMASALAHAN INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP KONDISI DAN PERMASALAHAN INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP PENGANTAR Materi ini berisikan materi tentang Teknologi Penangkapan Ikan ditinjau dari industri penangkapan komersial. Tujuan yang hendak dicapai adalah

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas

Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas Vokasi Volume 9, Nomor 1, Februari 2013 ISSN 1693 9085 hal 1-10 Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas LA BAHARUDIN Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan, Politeknik Negeri Pontianak, Jalan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT

PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) Irianis Lucky Latupeirissa 1) ABSTRACT Sardinella fimbriata stock assessment purposes

Lebih terperinci

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi GILL NET (Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi Pendahuluan Gill net (jaring insang) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pemberat pada tali ris bawahnya dan pelampung

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PEMANFAATAN DAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN PRIGI JAWA TIMUR Hari Ilhamdi 1, Riena Telussa 2, Dwi Ernaningsih 3

ANALISIS TINGKAT PEMANFAATAN DAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN PRIGI JAWA TIMUR Hari Ilhamdi 1, Riena Telussa 2, Dwi Ernaningsih 3 ANALISIS TINGKAT PEMANFAATAN DAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN PRIGI JAWA TIMUR Hari Ilhamdi 1, Riena Telussa 2, Dwi Ernaningsih 3 1,2,3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Abstrack Pelagic

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee ABSTRACT ANDAN HAMDANI. Analysis of Management and Assessment User Fee on Utilization of Lemuru Resources In Bali Strait. Under direction of MOCH PRIHATNA SOBARI and WAWAN OKTARIZA Lemuru resources in

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unit Penangkapan Mini Purse Seine di Kabupaten Jeneponto 4.1.1 Kapal Kapal yang dipergunakan untuk pengoperasian alat tangkap mini purse seine di Desa Tanru Sampe dan Tarowang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS OPTIMASI SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BANYUASIN PROPINSI SUMATERA SELATAN DWI ROSALINA

PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS OPTIMASI SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BANYUASIN PROPINSI SUMATERA SELATAN DWI ROSALINA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS OPTIMASI SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BANYUASIN PROPINSI SUMATERA SELATAN DWI ROSALINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Hazmi Arief*, Novia Dewi**, Jumatri Yusri**

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 159-168 ISSN 2087-4871 POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI

Lebih terperinci

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DRAFT Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/14 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN Enjah Rahmat ) ) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON 6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON Pada dasarnya pengelolaan perikanan tangkap bertujuan untuk mewujudkan usaha perikanan tangkap yang berkelanjutan. Untuk itu, laju

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN

Lebih terperinci

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku

PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku 155 5 PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku Penangkapan ikan pada dasarnya merupakan aktifitas eksploitasi sumberdaya ikan di laut. Pemanfaatan potensi sumberdaya

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA BUSINESS ANALYSIS DRIFT GILL NETS MOORING FISHING VESSEL

Lebih terperinci

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Effectiveness of fishing gear of lemuru fish in Kotabaru District, South Kalimantan

Effectiveness of fishing gear of lemuru fish in Kotabaru District, South Kalimantan Efektivitas alat tangkap ikan lemuru di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan Effectiveness of fishing gear of lemuru fish in Kotabaru District, South Kalimantan Depik, 1(3): 131-135 Dulmi ad Iriana,

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci