NISBAH KELAMIN TERHADAP PERSILANGAN STRAIN m>< m, e >< e dan m >< ebeserta RESIPROKNYA PADA Drosophila melanogaster

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NISBAH KELAMIN TERHADAP PERSILANGAN STRAIN m>< m, e >< e dan m >< ebeserta RESIPROKNYA PADA Drosophila melanogaster"

Transkripsi

1 NISBAH KELAMIN TERHADAP PERSILANGAN STRAIN ><, e >< e dan >< ebeserta RESIPROKNYA PADA Drosophila elanogaster LAPORAN PROYEK Untuk eenuhi tugas atakuliah Genetika I yang dibina oleh Prof. Dr. Arg. Mohaad Ain, S. Pd, M. Si Oleh Kelopok 12/ Offering H 2014 Isfatun Chasanah ( ) Rika Ardilla (

2 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI April 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Ruusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, aka ruusan asalah pada penelitian ini diantaranya sebagai berikut : 1. Apakah ada perbedaan rasio 1:1 antara frekuensi yang diaati dengan frekuensi yang diharapkan pada persilangan Drosophila elanogaster strain x sesuai dengan Huku Mendel II pada Drosophila elanogaster? 2. Apakah terjadi penyipangan nisbah kelain dari rasio nisbah kelain noral dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan unculnya kelain jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan heterogai pada Drosophila elanogaster strain e x e? 3. Apakah terjadi penyipangan nisbah kelain dari rasio nisbah kelain noral dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan unculnya kelain jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan heterogai pada Drosophila elanogaster strain x e? 4. Apakah terjadi penyipangan nisbah kelain dari rasio nisbah kelain noral dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan unculnya kelain jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan heterogai pada Drosophila elanogaster strain e x? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan ruusan asalah yang telah dikeukakan, aka di dapatkan tujuan pada penelitian ini antara lain;

3 1. Mengetahui rasio nisbah kelain pada kecenderungan unculnya kelain jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan hoogai Drosophila elanogaster strain x 2. Mengetahui rasio nisbah kelain pada kecenderungan unculnya kelain jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan hoogai Drosophila elanogaster strain e x e 3. Mengetahui rasio nisbah kelain pada kecenderungan unculnya kelain jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan heterogai pada Drosophila elanogaster strain e x dan resiproknya 4. Tidak terjadi penyipangan nisbah kelain dari rasio nisbah kelain noral dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan unculnya kelain jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan heterogai pada Drosophila elanogaster strain e x? D. Maanfaat Penelitian Manfaat pada penelitian ini diantaranya sebagai berikut : 1. Bagi Peneliti a. Dapat eberikan wawasan dan ilu pengetahuan yang lebih endala tentang ilu genetika bagian dasar. b. Dapat eberikan wawasan dan ilu pengetahuan tentang lalat buah (Drosophila elanogaster) khususnya strain dan e c. Dapat engebangkan dan engaplikasikan ilu genetika yang diperoleh pada saat teori dengan enerapkannya pada proyek genetika. d. Melatih peneliti untuk enganalisa data-data yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian e. Melatih keapuan penalaran dala enghubungkan data-data hasil analisis dengan fenoena yang terjadi dari hasil penelitian f. Dapat engetahui nisbah kelain yang terjadi pada persilangan Drosophila elanogaster strain x, e x e, x e dan resiproknya g. Meberikan wawasan baru engenai rasio fenotip kelain dari keturunan pertaa ke keturunan selanjutnya (F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7) persilangan Drosophila elanogaster strain x, e x e, x e dan resiproknya h. Mendapatkan inforasi baru tentang fenoena yang terjadi dari hasil penelitian

4 2. Bagi pebaca a. Meberikan wawasan dan ilu pengetahuan baru engenai nisbah kelain dan rasio fenotip kelain dari generasi ke generasi. b. Meperoleh inforasi baru engenai fenotip, persilangan stain dan e c. Sebagai salah satu suber dala eahai konsep-konsep genetika. d. Meberikan ilu pengetahuan tentang nisbah kelain yang terjadi pada Drosophila elanogaster pada persilangan yang hoogai ( x )dan ( e x e) serta heterogai (e x ). dan ( x e ). e. Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya tentang nisbah kelain dan rasio fenotip kelain dari generasi ke generasi pada Drosophila elanogaster pada persilangan yang hoogai ( x )dan ( e x e) serta heterogai (e x ). dan ( x e ). 3. Bagi Masyarakat a. Dapat eningkatkan wawasan dan ilu pengetahuan bagi asyarakat tentang karakteristik dari Drosophila elanogaster khususnya strain dan e. b. Dapat eberikan inforasi engenai fenoena nisbah kelain dan eberikan inforasi engenai rasio fenotip kelain dari keturunan pertaa ke keturunan selanjutnya pada Drosophila elanogaster. c. Dapat eberikan inforasi engenai perawatan dan pengebangbiakan serta siklus hidup dari lalat buah (Drosophila elanogaster). E. Asusi Penelitian Dala penelitian ini peneliti berasusi bahwa: a. Kondisi dan keadaan ediu dan nutrisi yang digunakan pada penelitian dianggap saa pada setiap ulangan. b. Botol dan penutup gabus yang digunakan baik ukuran, julah, dan jenis serta tingkat kesterilan dianggap saa pada setiap ulangan. c. Faktor faktor eksternal seperti cahaya, suhu, kelebaban, dan ph dala botol dianggap saa pada setiap ulangan. d. Uur dari lalat buah atau Drosophila elanogaster yang digunakan untuk penelitian terutaa untuk penyilangan dianggap saa pada setiap ulangan. F. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

5 Pada penelitian ini terdapat ruang lingkup dan batasan asalah untuk ebatasi bahasan dari penelitan supaya lebih terfokus dan tidak elebar antara lain sebagai berikut: a. Ruang lingkup dala praktikku ini adalah di dala Laboratoriu Genetika gedung O5 FMIPA Universitas Negeri Malang b. Pada penelitian ini enggunakan lalat buah pada spesies yang saa yakni Drosophila elanogaster. c. Pada penelitian ini enggunakan dua strain yang berbeda yang terdiri dari inniature (strain ) dan ebony (strain e). d. Pada penelitian ini hanya ebahas tentang fenoena nisbah kelain yang terjadi pada persilangan strain x, e x edan x e beserta resiproknya. e. Pada penelitian ini pengaatan dan perhitungan dibatasi pada pada jenis kelain pada hasil anakan F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7 persilangan strain x, e x e dan x e beserta resiproknya. f. Pebahasan pada penelitian lebih ditekankan pada fenoena terjadinya nisbah kelain dan rasio fenotip dari keturunan awal ke keturunan selanjutnya (F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7). G. Definisi Operasional 1. Nisbah kelain adalah julah individu individu jantan dibagi dengan julah individu individu betina dala suatu spesies yang saa (Herskowitz, 1973 dala Farida, 1996). 2. Strain adalah sekelopok intraspesifik yang eiliki hanya satu atau sejulah kecil ciri yang berbeda, biasanya dala keadaan hoozigot untuk ciri-ciri tersebut atau galur urni (Corebia, 2003). Strain yang digunakan dala proyek ini adalah strain dan e. 3. Hoozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) identik (Corebia, 2013). 4. Heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) tidak identik (Corebia, 2013). 5. Doinan adalah suatu sifat yang engalahkan sifat yang lain (Corebia, 2013) 6. Resesif adalah suatu sifat yang dikalahkan oleh sifat yang lain (Corebia, 2013) 7. Fenotip enurut Ayala dala Corebia (2013) erupakan karakter-karakter yang dapat diaati pada suatu individu (yang erupakan interaksi antara genotip dan lingkungan tepat hidup dan berkebang).

6 8. Genotip enurut Ayala dala Corebia (2013) adalah keseluruhan julah inforasi genetik yang terkandung pada suatu akhluk hidup ataupun konstitusi genetik dari suatu akhluk hidup dala hubungannya dengan satu atau beberapa lokus gen yang sedang enjadi perhatian 9. Persilangan resiprok adalah persilangan antara dua induk, diana kedua induk berperan sebagai pejantan dala satu persilangan, dan sebagai betina dala persilangan yang lain. 10. Penulisan sifat doinan digunakan sibol (+) sedangkan penulis sifat resesif yaitu tanpa sibol. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Klasifikasi Drosophila elanogaster Drosophila elanogaster atau di Indonesia lebih sering disebut dengan lalat buah ini banyak sekali diteukan. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang ada di Indonesia yang sangat endukung untuk pertubuhan dan perkebangbiakan dari Drosophila elanogaster. Menurut Strickberger (1985), Drosophila elanogaster eiliki klasifikasi sebagai berikut. Kingdo : Anialia Filu : Arthropoda Subfilu : Mandibulata Kelas : Insecta Subkelas : Pterygota Ordo : Diptera Sub ordo : Cyclorrapha Faili : Drosophilidae Genus : Drosophila Sub Genus : Sophophora Spesies : Drosophila elanogaster

7 B. Karakteristik Drosophila elanogaster Drosophila elanogaster eiliki ciri-ciri uu antara lain ata yang berwarna erah, tepi sayap yang teratur disertai dengan pola sayap yang seraga, bristle yang agak panjang dan halus, serta warna tubuh cokelat kekuning-kuningan (Stine 1993: 1). Bristle adalah odifikasi dari rabut Drosophila elanogaster yang pendek dan dilengkapi oleh sensor dan perangkap angsa (Stoler 1979: 478). Selain itu, dikenal pula istilah halter pada Drosophila elanogaster. Halter erupakan sayap belakang yang enyusut enjadi struktur seperti kenop dan berfungsi sebagai alat keseibangan (Borror 1998: 619). Pada Drosophila elanogaster jantan ahupun betina dewasa yang telah atang dapat dilihat perbedaannya walaupun dengan kasat ata. Perbedaan tersebut diantaranya sebagai berikut : 1. Drosophila elanogaster betina eiliki ukuran tubuh yang lebih besar bila dibandingkan dengan Drosophila elanogaster jantan. 2. Bagian abdoen (perut) Drosophila elanogaster betina terdapat garis-garis hita yang tebal pada bagian dorsal hingga ujung abdoen. Bagian abdoen Drosophila elanogaster jantan juga terdapat pola garis hita yang tebal di sepanjang abdoen bagian dorsal, akan tetapi garis hita di bagian ujung abdoennya berfusi. 3. Bagian ujung abdoen Drosophila elanogaster betina lancip, kecuali ketika sedang dipenuhi telur-telur, sedangkan ujung abdoen Drosophila elanogaster jantan ebulat dan tupul. 4. Khusus Drosophila elanogaster jantan terdapat karakter khusus berupa sex cob yaitu kira-kira 10 bulu berwarna gelap yang terletak di tarsal pertaa pada kaki depannya. Sex cob adalah ciri utaa Drosophila elanogaster jantan. Sex cob dapat dipakai untuk engidentifikasi jenis kelain lalat buah pada dua ja pertaa setelah lalat tersebut

8 enetas, ketika bentuk dan pigentasi lalat tersebut belu berkebang sepurna (Jones & Rickards. 1991: 51). C. Karakteristik Drosophila elanogaster strain (inniature) Drosophila elanogaster strain iniature (), enurut King (1965) eiliki ciri antara lain, warna faset ata erah dan halus, tubuh berwarna kuning kecoklatan dan eiliki sayap yang tidak enutupi tubuh secara sepurna (tidak enutupi bagian posterior). Sifat ini dikendalikan oleh gen yang terletak pada krooso no 1 pada lokus 36.1 (Corebia, 2013). D. Karakteristik Drosophila elanogaster strain e (ebony) Drosophila elanogaster strain ebony (e),eiliki ciri antara lain, warna faset ata erah dan halus, tubuh berwarna hita dan eiliki sayap yang enutupi tubuh secara sepurna (sapai ke bagian posterior). Sifat ini dikendalikan oleh gen yang terletak pada krooso no 3 pada lokus 64 (Corebia, 2013). E. Ekspresi Fenotip Kelain Makhluk hidup di bui sangat beraneka raga, pada beberapa kelopok hewan dijupai cara penentuan jenis kelain yang tidak saa. Beberapa tipe penentuan jenis kelain yang dikenal ialah tipe XY, ZO, XO, dan ZW (Suryo, 1992). Tipe penentuan jenis kelain pada Drosophila elanogaster adalah tipe XY. Suryo (1992) enabahkan bahwa inti tubuh Drosophila elanogaster eiliki 8 buah krooso yang dibedakan atas: a. 6 buah krooso (3 pasang) yang pada lalat betina aupun jantan bentuknya saa. Karena itu krooso-krooso ini disebut autoso (krooso tubuh), disingkat dengan huruf A. b. 2 buah krooso (1 pasang) disebut krooso kelain (krooso seks), sebab bentuknya ada yang berbeda pada lalat betina dan jantan (Suryo, 1992). Pada Drosophila elanogaster aka tipe penentuan jenis kelainnya adalah XY. Pada krooso kelain individu betina adalah sejenis (artinya kedua-duanya berupa krooso X) aka lalat betina dikatakan hoogaetic, sedangkan lalat jantan heterogaetic, sebab dua buah krooso kelain yang diilikinya satu saa lain berbeda (yang satu krooso X dan yang lain krooso Y).Berikut erupakan gabar odel XY pada penentuan jenis kelain Drosophila elanogaster :

9 Parental : Betina >< Jantan XX XY Gaet : X XY F1 : 1 XX : 1 XY Betina Jantan Metode XY pada Penentuan Jenis Kelain (Stansfield, 1983) Menurut CB Bridges dala Gardner (1991) dijelaskan bahwa ekanise penentuan jenis kelain pada Drosophila elanogaster lebih tepat didasarkan atas teori peribangan genetik. Teori tersebut enyatakan bahwa untuk enentukan jenis kelain digunakan indeks kelain yaitu banyaknya krooso X dibagi banyaknya autoso (X/A). Teori tersebut enyatakan bahwa untuk enentukan jenis kelain digunakan indeks kelain yaitu banyaknya krooso X dibagi banyaknya autoso (X/A). Peribangan dari dua krooso X dengan dua pasang autoso akan enghasilkan betina sedangkan peribangan satu krooso X dengan dua pasang autoso enentukan jantan.sedangkan enurut Stansfield (1983), penentuan jenis kelain ini disebutkan sebagai genic balance. Tabel Indeks Kelain (X/A) pada Drosophila guna enentukan jenis kelain Susunan krooso Indeks kelain X/A Kelain AAXXX 3/2 = 1,50 Betina super AAAXXXX 4/3 = 1,33 Betina super AAXX 2/2 = 1,0 Betina AAAAXXXX 4/4 = 1,0 Betina tetraploid AAAXXX 3/3 = 1,0 Betina triploid AAAAXXX 3/4 = 0,75 Interseks AAAXX 2/3 = 0,67 interseks AAXY 1/2 = 0,50 Jantan

10 AAAAXXY 2/4 = 0,50 Jantan AAAXY 1/3 = 0,33 Jantan super (Suryo, 1998) Menurut Corebia (2013), Dala penentuan jenis kelain (ekspresi kelain), yang enetukan jenis kelain adalah gen. Lebih lanjut, Corebia (2013) enyatakan bahwa gen yang bertanggung jawab atas penentuan jenis kelain akhluk hidup tidak hanya satu pasang, tetapi banyak pasangan gen. Gen gen tersebut terletak pada krooso kelain aupun autoso. Dala keadaan noral, Drosophila elanogaster betina ebentuk satu aca sel telur saja yang bersifat haploid (3AX). Drosophila elanogaster jantan ebentuk 2 aca speratozoa yang haploid, ada speratozoa yang ebawa kroos X (3 AX) dan ada yang ebawa krooso Y (3AY). Apabila sel telur itu dibuahi speratozoa yang ebawa krooso X, terjadilah Drosophila elanogaster betina diploid (3AAXX). Tetapi bila sel telur itu dibuahi oleh speratozoa yang ebawa krooso Y, terjadilah Drosophila elanogaster (jantan) yang diploid (3AAXY). Kadang kadang pada saat eiosis selaa pebentukan sel sel kelain, sepasang krooso kelain itu tidak eisahkan diri elainkan tetap berkupul. Peristiwa ini disebut non disjunction. Jika sapai terjadi non disjunction selaa oogenesis aka akan terbentuk dua aca sel telur yaitu sel telur dengan dua krooso X (3AXX) dan sel telur tanpa krooso X (3AO). Rincian gabaran jika sel telur hasil non disjunction dibuahi oleh speratozoa noral akan dikeukakan lebih lanjut seperti pernyataan Gardner (1991) dan Strickberger (1985). a. Apabila sel telur dengan dua krooso X dibuahi oleh speratozoa X, aka akan dihasilkan Drosophila elanogaster betina super (3AAXXX) yang eiliki 3 krooso X. Drosophila elanogaster ini tak laa hidupnya karena engalai kelainan dan keunduran pada beberapa alat tubuhnya (selalu ati) b. Apabila sel telur dengan dua krooso X dibuahi oleh speratozoa yang ebawa krooso Y akan dihasilkan Drosophila elanogaster betina yang epunyai krooso Y (3AAXXYY)., Drosophila ini fertil. c. Apabila sel telur yang tidak epunyai krooso X dibuahi oleh spera yang ebawa krooso X, aka akan dihasilkan Drosophila elanogaster jantan (3AAXO) yang steril. d. Apabila sel telur yang tidak eiliki krooso X dibuahi oleh spera yang ebawa krooso Y, aka tidak akan dihasilkan keturunan, sebab lethal (3AAYO)

11 F. Nisbah Kelain PadaDrosophila elanogaster terdapat berbagai fenoena yang terkait dengan persilangan sesaa strain, salah satunya adalah terjadinya nisbah kelain. Nisbah kelain adalah julah individu individu jantan dibagi dengan julah individu-individu betina dala suatu spesies yang saa (Herskowitz, 1973 dala Farida, 1995). Drosophila elanogaster eiliki ekanise penentuan jenis kelain XY. Pada hewan dengan ekanise penentuan kelain XY, individu betina akan eproduksi telur yang ebawa krooso X dan individu jantan akan eproduksi dua aca gaet (X dan Y) dala julah yang kurang lebih saa (Rothwell, 1983 dala Farida, 1996). Gardner (1991) dan Maxon (1985) dala Farida (1996) engeukakan bahwa konsekuensi dari huku segregasi/peisahan Mendel dan adanya fertilisasi secara acak pada pasangan krooso XY, jenis kelain diraalkan akan terjadi dengan nisbah 1 : 1. Stansfield (1983) enyatakan bahwa penentuan kelain dengan etode XY akan enghasilkan nisbah kelain 1 : 1 untuk tiap generasi. Pada Drosophila elanogaster sering diteui adanya penyipangan nisbah kelain (tidak eiliki rasio 1:1). Hadirnya gen letal pada krooso X juga akan epengaruhi jenis kelain, yaitu dari persilangan antara betina (heterozigot) yang ebawa gen letal dengan jantan noral diperoleh keturunan jantan : betina saa dengan 1 : 2 (Strickberger, 1985). Selain itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu alel resesif autoso yang disebut transforer (tra). Dari persilangan antara betina karier resesif tra (tratraxx) dengan jantan hoozigot resesif tra (tratra XY), pada keturunan akan diperoleh nisbah jantan : betina yang tidak noral, yaitu 3:1. (Rothwell, 1983). G. Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Nisbah Kelain Drosophila elanogaster Penyipangan nisbah kelain pada Drosophila dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Munurut Farida (1996), ada beberapa faktor yang epengaruhi nisbah kelain pada Drosophila elanogaster, antara lain adalah sebagai berikut : a. Pautan Gen Resesif Letal Adanya pautan gen resesif letal dapat enyebabkan keatian jantan heozigot. Hal tersebut engakibatkan tidak seibangnya antara julah jantan dan betina (Maxon, 1985 dala Farida, 1995).Jika satu dari krooso X ebawa gen letal 1, aka jantan yang eneria krooso X tersebut akan ati sebelu dewasa (krooso Y tidak ebawa

12 alela noral 1). Akan tetapi, betina heterozigot yang ebawa gen letal dengan jantan noral, akan eperoleh keturunan jantan : betina saa dengan 1 : 2. Pada kasus yang lain, pautan gen letal berpengaruh terhadap viabilitas betina. Kehadiran gen letal pada krooso X enyebabkan ½ bagian keturunan jantan akan ati pada waktu ebrio. Krooso X yang engandung gen utan yang jadi letal diberi sybol X (Yati, 1996). b. Viabilitas Jantan dari beberapa spesies eiliki julah keatian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan betina pada seua uur (Maxon, 1985). Hal ini dinyatakan lebih lanjut oleh Williason dan Poulson dala Strickberger (1985) bahwa keatian zigot jantan dapat disebabkan oleh kehadiran helical ycroplasa yang bersifat dapat enginfeksi ateri genetik asa nukleat strain-strain pada Drosophila. Gardner (1984) enjelaskan bahwa viabilitas adalah Degree of capability to live and develop norally (keapuan untuk hidup dan berkebang secara noral). Lebih lanjut dijelaskan bahwa viabilitas akhluk hidup dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dala hal ini adalah sifat genetik yang diiliki akhluk hidup tersebut, sedangkan faktor eksternal dapat eliputi suhu, cahaya, kelebaban, nutrisi, ruang gerak, dan faktor faktor lain. c. Gen Transforer (tra) Sturtevant dala King (1962), elaporkan peneuannya tentang gen resesif transforer (tra). Burn (1989) enyatakan bahwa bila alela resesif tra tersebut dala keadaan hoozigot akan engubah noral diploid betina (AAXX) enjadi jantan steril. Herskowitz (1965) enyatakan bahwa hoozigot tra selalu ebentuk individu jantan tanpa eperhatikan noor krooso X (tratra bersifat epistasis dan gen kelain dala krooso X bersifat hipostasis). Gen resesif tra terletak pada krooso noor 3 Drosophila (Stansfield, 1983). Dan kehadiran dari gen tra ini dianggap dapat engubah nisbah kelain (Rothwell, 1983). Sebagai contohnya, sebuah laboratoriu yang enyilangkan D. elanogaster keudian diperoleh keturunan 75% jantan dan 25% betina (3 : 1), padahal nisbah kelain yang noral yaitu endekati 50% jantan dan 50% betina (1:1) (Herkowitz, 1965). d. Karakteristik Fisik Speratozoa yang Mengandung Krooso X Dan Y Berbeda

13 Speratozoa Y dapat bergerak cepat, bila sapai pada sel telur pertaa kali aka keungkinan keturunan jantan akan lebih besar dibanding keturunan betinanya. (Maxon, 1985). e. Uur Jantan Fowler (1973) dala Nurjanah (1998) enyatakan bahwa individu jantan yang belu pernah kawin, julah speranya akan bertabah seiring uur jantan. Pada uur jantan uda cenderung enurunkan gaet X. Hal ini berarti perbedaan uur juga dapat enyebabkan perbedaan rasio kelain. f. Suhu Suatu proses kehidupan selalu dibatasi oleh suhu. Suhu seringkali eiliki efek yang serius terhadap hibrid disgenesis. Suhu dinyatakan eiliki pengaruh yang efektif terhadap sterilitas baik seua atau sebagian selaa periode pertubuhan individu hibrid. Suhu tinggi cenderung akan eningkatkan ekspresi sterilitas, sedangkan suhu rendah cenderung enghabat ekspresi beberapa sifat disgenik (Kidwell dan Kidwell, 1977 dala Farida, 1995). Hibrid disgenesis diartikan sebagai suatu sindro yang berhubungan dengan sifat-sifat genetis yang terjadi secara spontan sebagai akibat saling berinteraksinya beberapa strain yang disilangkan. Strickberger (1985) enyatakan bahwa beberapa kasus yang ungkin berhubungan dengan suhu terjadi pad Drosophila elanogaster, diana pada suhu tinggi atau rendah terlihat hasil yang engejutkan yaitu adanya peningkatan frekuensi gen resesif letal. Seakin eningkatnya gen resesif letal ini, aka diraalkan akan akin besar pula penyipangan nisbah kelain yang terjadi pada Drosophila elanogaster. Sehubungan dengan suhu, dala Dobzhansky (1958) enyebutkan bahwa Drosophila elanogaster interseks yang asih dala pertubuhan, jika diberi suhu yang relatif tinggi, aka Drosophila elanogaster intraseks tersebut berubah enjadi betina. Sebaliknya pada suhu rendah enjadi individu jantan. g. Kejadian Segregation Distortion Curtsinger dan Feldan dala Strickberger (1985) dala Farida (1995) enyatakan bahwa adanya peristiwa segregation distortion atau eiotic drive (adanya gangguan pada peisahan gaet saat gaetogenesis) enyebabkan individu jantan D. elanogaster akan eproduksi lebih banyak gaet yang ebawa krooso X. Gardner (1991)

14 enyebutkan bahwa Segregation Distortion ini disebabkan oleh adanya urutan DNA yang dapat bergerak dan enyelinap diantara urutan DNA yang ada atau disebut sebagai Transposable Eleent atau transposon. h. Faktor Genetik Menurut Corebia (2013), penentuan jenis kelain ditentukan oleh gen. Gen yang bertanggung jawab dala penentuan jenis kelain akhluk hidup salah satunya Drosophila elanogaster tidak hanya satu pasang, tetapi banyak pasang yang terletak pada krooso kelain aupun autoso. BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS A. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual dala penelitian ini yaitu sebagai berikut : Gen eiliki peranan penting dala enentukan karakteristik atau sifat akhluk hidup Drosophila elanogaster erupakan salah satu akhluk hidup yang ekspresi fenotipnya dikendalikan oleh gen Gen eiliki peranan penting salah satunya adalah untuk enentukan jenis kelain (ekspresi fenotip kelain).

15 B. Gen yang bertanggung jawab atas penentuan jenis kelain akhluk hidup tidak hanya satu pasang, tetapi banyak pasangan gen. C. Mekanise penentuan jenis kelain pada Drosophila elanogaster lebih tepat didasarkan atas teori peribangan genetik. Teori tersebut enyatakan bahwa untuk enentukan jenis kelain digunakan indeks kelain yaitu banyaknya krooso X dibagi banyaknya autoso (X/A). Peribangan dari dua krooso X dengan dua pasang autoso akan berkebang enjadi betina. Peribangan satu krooso X dengan dua pasang autoso enentukan jantan Persilangan Drosophila elanogaster strain N x N, x w dan resiproknya w x Pengaatan dan Perhitungan Julah Fenotip pada hasil anakan strain N D. x N (F1, F2, F3, F4), strain x w (F1, F2, F3), dan strain w x E. (F1, F2, F3) F. Analisis data enggunakan rekonstruksi krooso dan analisis statistika uji Chi Square (X 2 ) Pebahasan

16 Kesipulan Nisbah kelain dari setiap strain tidak enyipang dari rasio nisbah kelain noral yaitu 1 : 1 Nisbah kelain dari setiap strain enyipang dari rasio nisbah kelain noral yaitu 1 : 1 G. Hipotesis Hipotesis dala penelitian ini adlah sebagai berikut : 1. Tidak terjadi penyipangan nisbah kelain dari rasio nisbah kelain noral dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan unculnya kelain jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan hoogai Drosophila elanogaster strain x 2. Tidak terjadi penyipangan nisbah kelain dari rasio nisbah kelain noral dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan unculnya kelain jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan hoogai pada Drosophila elanogaster strain e x e? 3. Tidak terjadi penyipangan nisbah kelain dari rasio nisbah kelain noral dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan unculnya kelain jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan heterogai pada Drosophila elanogaster strain x e 4. Tidak terjadi penyipangan nisbah kelain dari rasio nisbah kelain noral dengan perbandingan 1 : 1 pada kecenderungan unculnya kelain jantan dan betina pada setiap generasi pada persilangan heterogai pada Drosophila elanogaster strain e x?

17 BAB IV METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yang dilakukan dengan elakukan pengaatan terhdap julah anakan keturunan 1 sapai keturunan ke 7(F1, F2, F3, F4, F5, F6, dan F7) pada anakan Drosophila elanogaster yang dihasilkan dari persilangan x, e x e, x e dan resiproknya.data yang diperoleh dianalisis dengan rekonstruksi krooso kelain dan diuji dengan uji statistik Chi Squre Test.Berdasarkan Supangat (2007) dala Musli, A (2008), aksud dan tujuan dengan enggunakan odel Uji Chi Square adalah ebandingkan antara fakta yang diperoleh berdasarkan hasil observasi dan fakta yang didasarkan secara teoretis (rasio jantan dan betina yang diaati sesuai dengan rasio jantan dan betina yang diharapkan). B. Waktu dan Tepat Penelitian C. Variabel Penelitian D. Populasi dan Sapel E. Alat dan Bahan

18 F. Prosedur Kerja Data Pengaatan F1 Drosophila elanogaster x, e x e, e x dan x e ) Persilangan Drosophila elanogater strain e>< e Generasi Sex Ulangan Julah Total F F Persilangan Drosophila elanogater strain >< e Generasi Sex Ulangan Julah Total F F Persilangan Drosophila elanogater strain e>< Generasi Sex Ulangan Julah Total F F

19 Persilangan Drosophila elanogater strain >< Generasi Sex Ulangan Julah Total F F (F1) Persilangan Drosophila elanogater strain e>< e Sex fo fh fo-fh (fo-fh) tabel ,5-1,5 2,25 0, ,5 1,5 2,25 0, χ2 hitung 0, % Sex fo fh fo-fh (fo-fh) tabel 5 % ,5-4,5 20,25 0, ,5 4,5 20,25 0, χ2 hitung 0, (F1) Persilangan Drosophila elanogater strain e>< e

20 (F2) Persilangan Drosophila elanogater strain e>< e Sex fo fh fo-fh (fo-fh) tabel ,5-1,5 2,25 0, ,5 1,5 2,25 0, χ2 hitung 0, % (F1) Persilangan Drosophila elanogater strain e>< Sex Fo fh fo-fh (fo-fh) tabel ,5-0,5 0,25 0, ,5 0,5 0,25 0, χ2 hitung 0, % (F2) Persilangan Drosophila elanogater strain e>< Sex Fo fh fo-fh (fo-fh) tabel ,5-22,5 506,25 3, ,5 22,5 506,25 3, χ2 hitung 7, % (F1) Persilangan Drosophila elanogater strain >< e Sex fo fh fo-fh (fo-fh) tabel ,5-9,5 90,25 0, ,5 9,5 90,25 0, χ2 hitung 1, % (F2) Persilangan Drosophila elanogater strain >< e Sex fo fh fo-fh (fo-fh) tabel ,5-7,5 56,25 0, ,5 7,5 56,25 0, χ2 hitung 0, %

21 (F1) Persilangan Drosophila elanogater strain >< Sex fo fh fo-fh (fo-fh) tabel , , χ2 hitung 0, % (F2) Persilangan Drosophila elanogater strain >< Sex fo fh fo-fh (fo-fh) tabel , , χ2 hitung 1, % Analisis Data a) Analisis Data enggunakan Rekonstruksi Krooso Rekonstruksi Persilangan a. Rekonstruksi persilangan e >< P1 : e >< Genotip : + e e >< e + e + Gaet : e + ; e e + F1 + e + e + e e + ( N)

22 e e e + ( e) Perbandingan rasionya: : 1 : 1 P2 : e >< N Genotip : e e + >< + e + e Gaet : e + e + + e + e + e e + e e F2 e + + e + e + e e + + e + e + e + e + + e + e e + e e + + e + e + e + e + + e + e e e + e + e + e e + e + e e e e e + e + e e e + + e e e e

23 Perbandingan rasionya: : 8 : 8 1 : 1 b. Rekonstruksi persilangan >< e P1 : >< e Genotip : e + e + >< + + e e Gaet : e + ; e + e + F1 e + e + + e + e + e + e e + ( N) ( N) Perbandingan rasionya: : 1 : 1 P2 : N >< N Genotip : + e + e >< + e + e Gaet : e + + e + + e + e + e + e +

24 e e F2 e + + e + e + e e + e + + e + e + + e + e + + e + e e + e + e + e + e + e + e + e + + e + e e Perbandingan rasionya: : 8 : 8 1 : 1 e e + e + e + e + + e e + e e + e + e e e + + e e e e b. Rekonstruksi persilangan >< P1 : >< Genotip : >< Gaet : ; F1

25 Perbandingan rasionya: : 1 : 1 P2 : >< Genotip : >< Gaet : ; F2 Perbandingan rasionya: : 1 : 1

26 1. Uji Chi Square Persilangan Drosophila elanogater strain e>< e Perbandingan rasio : pada F1 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dala perhitungan Chi Square sebagai berikut: χ2 hitung (0, ) <χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diteria berarti tidak ada perbedaan rasio F1 yang uncul pada pesilangan Drosophila elanogater strain e>< e Sex fo fh fo-fh (fo-fh) tabel 5 % ,5-4,5 20,25 0, , ,5 4,5 20,25 0, χ2 hitung 0, (F2) Persilangan Drosophila elanogater strain e>< e Perbandingan rasio : pada F2 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dala perhitungan Chi Square sebagai berikut: Sex fo fh fo-fh (fo-fh) tabel 5 % ,5-1,5 2,25 0, ,5 1,5 2,25 0, χ2 hitung 0, ,841

27 χ2 hitung (0, ) <χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diteria berarti tidak ada perbedaan rasio F2 yang uncul pada pesilangan Drosophila elanogater strain e>< e 2. Uji Chi Square Persilangan Drosophila elanogater strain e>< Perbandingan rasio : pada F1 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dala perhitungan Chi Square sebagai berikut: Sex Fo fh fo-fh (fo-fh) tabel 5 % ,5-0,5 0,25 0, ,5 0,5 0,25 0, χ2 hitung 0, ,841 7 χ2 hitung (0, ) <χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diteria berarti tidak ada perbedaan rasio F1 yang uncul pada pesilangan Drosophila elanogater strain e>< (F2) Persilangan Drosophila elanogater strain e>< Perbandingan rasio : pada F2 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dala perhitungan Chi Square sebagai berikut: Sex Fo fh fo-fh (fo-fh) tabel 5 % χ2 hitung 0, ,841 3 χ2 hitung (0, ) <χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diteria berarti tidak ada perbedaan rasio F2 yang uncul pada pesilangan Drosophila elanogater strain e>< (F1) Persilangan Drosophila elanogater strain >< e

28 Perbandingan rasio : pada F1 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dala perhitungan Chi Square sebagai berikut: Sex fo fh fo-fh (fo-fh) tabel 5 % ,5-9,5 90,25 0, , ,5 9,5 90,25 0, χ2 hitung 1, χ2 hitung (1, ) <χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diteria berarti tidak ada perbedaan rasio F1 yang uncul pada pesilangan Drosophila elanogater strain >< e (F2) Persilangan Drosophila elanogater strain >< e Perbandingan rasio : pada F2 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dala perhitungan Chi Square sebagai berikut: Sex fo fh fo-fh (fo-fh) tabel 5 % ,5-7,5 56,25 0, ,5 7,5 56,25 0, χ2 hitung 0, ,841 8 χ2 hitung (0, ) <χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diteria berarti tidak ada perbedaan rasio F2 yang uncul pada pesilangan Drosophila elanogater strain >< e (F1) Persilangan Drosophila elanogater strain >< Perbandingan rasio : pada F1 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dala perhitungan Chi Square sebagai berikut: Sex fo fh fo-fh (fo-fh) tabel 5 % , , , χ2 hitung 0,

29 1 χ2 hitung (0, ) <χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diteria berarti tidak ada perbedaan rasio F1 yang uncul pada pesilangan Drosophila elanogater strain >< (F2) Persilangan Drosophila elanogater strain >< Perbandingan rasio : pada F2 adalah 1 : 1. Rasio tersebut digunakan dala perhitungan Chi Square sebagai berikut: Sex fo fh fo-fh (fo-fh) tabel 5 % , , χ2 hitung 1, ,841 7 χ2 hitung (1, ) <χ 2 tabel 5 % (3,841), H 0 diteria berarti tidak ada perbedaan rasio F2 yang uncul pada pesilangan Drosophila elanogater strain >< BAB VI PEMBAHASAN Nisbah kelain adalah julah individu-individu jantan dibagi dengan julah individu-individu betina dala suatu spesies yang saa (Herskowitz, 1965). Krooso kelain pada lalat buah (Drosophila elanogaster) diketahui eiliki tipe XX (betina) dan XY (jantan). Tipe krooso XX XY ini kebanyakan juga diketahui pada hewan tingkat tinggi terasuk anusia (Corebia, 2013: 38). Hal ini juga jelaskan oleh oleh (Maxon, dkk 1985 dala Corebia, 2013 : 58) bahwa Penentuan jenis kelain XY, individu betina akan eproduksi sel telur yang ebawa krooso X dan individu jantan eproduksi dua aca gaet (X dan Y) dala julah yang kurang lebih saa.konsekuensi dari huku segregasi Mendel dan adanya fertilisasi acak pada pasangan krooso XY, aka jenis

30 kelain yang akan terjadi yaitu dengan perbandingan 1 : 1 antara individu jantan dan individu betina Menurut T.H Morgan dan C. B. Bridges (1910) dala Corebia (2013: 46) enyatakan bahwa individu betina Drosophila elanogaster epunyai dua krooso kelain X yang identik (XX), sedangkan individu jantan epunyai krooso kelain XY. Dari hal tersebut diketahui bahwa individu betina Drosophila elanogaster ewarisi satu krooso kelain X dari induk jantan, dan satu krooso kelain X lainnya dari induk betina, sedangkan individu jantan ewarisi satu krooso kelain X dari induk betina, dan satu krooso kelain Y dari induk jantan. Sedangkan, dari dua krooso kelain X pada individu betina (XX) satu krooso diwariskan kepada keturunan betina, dan yang lainnya diwariskan pada keturunan jantan, sedangkan pada krooso kelain XY pada individu jantan, krooso X diwariskan pada keturunan betina, dan krooso Y diwariskan pada keturunan jantan. Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa suatu sifat yang dikendalikan oleh faktor yang terletak pada krooso kelain X akan engalai suatu pewarisan enyilang (crisscross inheritance). Dari hal tersebut,ekspresi kelain pada Drosophila elanogaster ditentukan gen pada krooso kelain Y, dan karena individu jantan enghasilkan gaet gaet pebawa krooso kelain X dan pebawa krooso kelain Y dala julah yang hapir saa, aka atas dasar huku peisahan Mendel kedua serta Crisscross inheritance, kelain seharusnya eperlihatkan proporsi rasio 1 : 1. Berdasarkan hassil analisis data dengan enggunakan rekonstruksi krooso dan uji Chi-square (X 2 ) didapatkan hasil bahwa pada persilangan antara Drosophila elanogaster strain x tidak terjadi penyipangan rasio nisbah kelain noral yaitu 1 : 1 pada generasi F1 aupun F2 nya, hal tersebut enunjukkan bahwa julah kelain jantan dan kelain betina pada generasi pertaa (F1) dan generasi kedua (F2) julahnya relatif saa. Dari hasil perhitungan Chi Square (X 2 ) yang telah dilakukan pada keepat persilangan, yaitu x, e x e, x e dan e x enunjukkan bahwa χ2 hitung lebih kecil dari nilai χ2 tabel 5 % baik pada keturunan pertaa (F1) dan keturunan kedua (F2). Hal ini enunjukkan bahwa H0 diteria sedangkan H1 ditolak yang berarti bahwa tidak terjadi penyipangan nisbah kelain pada nisbah kelain noral dengan rasio 1 : 1. Dari hasil tersebut sesuai dengan penjelasan Maxson (1985) dala Corebia (2013) yang enyatakan bahwa dasar huku peisahan endel kedua krooso kelain seharusnya eperlihatkan proporsi 1 : 1.

31 Pada keturunan pertaa (F1) dari persilangan strain x enunjukka nilai χ2 hitung (0, ) lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (3,841), keudian pada keturunan kedua (F2) dari persilangan strain x enunjukka nilai χ2 hitung (1, ) lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (3,841). Dari kedua hasil perhitungan tersebut H0 ditolak dan hipotesis penelitian diteria yang dapat diartikan bahwa tidak terjadi penyipangan nisbah dari nisbah kelain noral nisbah kelain 1 : 1 pada kedua generasi yang diaati. Keudian pada keturunan pertaa (F1) dari persilangan strain e x e enunjukka nilai χ2 hitung (0, ) lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (3,841) dan pada keturunan kedua (F2) dari persilangan strain e x e enunjukkan nilai χ2 hitung(0, ) lebih kecil dari χ2 tabel 5 % (3,841). Dari hasil ini dikarenakan χ2 hitung yang lebih kecil dari χ2 tabel 5 % aka H0 ditolak dan hipotesis penelitian diteria yang dapat diartikan bahwa tidak terjadi penyipangan nisbah dari nisbah kelain noral nisbah kelain 1 : 1 pada kedua generasi yang diaati.selanjutnya pada persilangan strain x e beserta resiproknya, juga enunjukkan kesesuaian dengan teori nisbah kelain noral yaitu dengan rasio perbandingan 1 : 1 pada kedua generasi yang diaati. Pada persilangan F1 strain x e enunjukkan χ2 hitung yaitu 1, lebih kecil dari χ 2 tabel 5 % 3,841

SET 8 POLA HEREDITAS 3

SET 8 POLA HEREDITAS 3 08 MATERI DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - II SMA BIOLOGI SET 8 POLA HEREDITAS 3 A. DETERMINASI SEKS/PENENTUAN JENIS KELAMIN Inforasi genetik penentu kelain terdapat di dala krooso kelain (gonoso). Cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan daerah sebagai bagian yang integral dari pebangunan nasional dilaksanakan berdasakan prinsip otonoi daerah dan pengaturan suber daya nasional yang

Lebih terperinci

Nisbah Kelamin pada Persilangan Homogami I Wayan Karmana 13

Nisbah Kelamin pada Persilangan Homogami I Wayan Karmana 13 NISBAH KELAMIN PADA PERSILANGAN HOMOGAMI D. melanogaster STRAIN NORMAL (N),WHITE (w), DAN SEPIA (Se) ABSTRAK I WAYAN KARMANA FPMIPA IKIP Mataram Pada D. melanogaster sering terjadi penyimpangan nisbah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data dan Variabel 2.1.1 Data Pengertian data enurut Webster New World Dictionary adalah things known or assued, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap.

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR LALAT BUAH (Drosophila melanogaster Meigen) JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN

PENGARUH UMUR LALAT BUAH (Drosophila melanogaster Meigen) JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN PENGARUH UMUR LALAT BUAH (Drosophila melanogaster Meigen) JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat penyelesaian Program Sarjana Sains (S1)

Lebih terperinci

PSIKOLOGI PERKEMBAN GAN

PSIKOLOGI PERKEMBAN GAN PSIKOLOGI PERKEMBAN GAN 1 Definisi psikologi perkebangan Psikologi berasal dari bahasa yunani yaitu kata psikose yg berarti jiwa dan logos yg berarti ilu. Berarti psikologi adalah ilu yg ebahas tentang

Lebih terperinci

Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada garis bilangan real.

Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada garis bilangan real. 0 RUANG SAMPEL Kita akan eperoleh ruang sapel, jika kita elakukan suatu eksperien atau percobaan. Eksperien disini erupakan eksperien acak. Misalnya kita elakukan suatu eksperien yang diulang beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA Jurnal Mateatika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 160 167 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Beberapa Defenisi Pada analisa keputusan, si pebuat keputusan selalu doinan terhadap penjabaran seluruh alternatif yang terbuka, eperkirakan konsequensi yang perlu dihadapi pada setiap

Lebih terperinci

PENENTUAN JENIS KELAMIN

PENENTUAN JENIS KELAMIN PENENTUAN JENIS KELAMIN Reproduksi : Asex individu baru scr genetik = induk Sex muncul variasi individu baru Perbedaan jenis kelamin dipengaruhi oleh faktor : Lingkungan -- keadaan fisiologis (hormon),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID

Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID TERMINOLOGI P individu tetua F1 keturunan pertama F2 keturunan kedua Gen D gen atau alel dominan Gen d gen atau alel resesif Alel bentuk alternatif suatu gen yang terdapat

Lebih terperinci

Volume 17, Nomor 2, Hal Juli Desember 2015

Volume 17, Nomor 2, Hal Juli Desember 2015 Volue 17, Noor 2, Hal. 111-120 Juli Deseber 2015 ISSN:0852-8349 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA MIND MAP TERHADAP PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 KERINCI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Efriana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pebekuan Pebekuan berarti peindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat dan erupakan salah satu proses pengawetan yang uu dilakukan untuk penanganan

Lebih terperinci

GENETIKA DAN HUKUM MENDEL

GENETIKA DAN HUKUM MENDEL GENETIKA DAN HUKUM MENDEL Pengertian Gen Pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Hunt Morgan, ahli Genetika dan Embriologi Amerika Serikat (1911), yang mengatakan bahwa substansi hereditas yang dinamakan

Lebih terperinci

PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS

PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS Jurnal Mateatika UNAND Vol. 5 No. 3 Hal. 85 91 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND PENENTUAN BESAR CADANGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA DWIGUNA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ILLINOIS FERDY NOVRI

Lebih terperinci

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA Juli Biantoro 1, Didit Purnoo 2 1,2 Fakultas Ekonoi dan Bisnis, Universitas Muhaadiyah Surakarta dp274@us.ac.id Abstrak Ketahanan

Lebih terperinci

BAB 3 SEJARAH SINGKAT TEMPAT RISET. 3.1 Sejarah Singkat Badan Pusat Statistik (BPS)

BAB 3 SEJARAH SINGKAT TEMPAT RISET. 3.1 Sejarah Singkat Badan Pusat Statistik (BPS) BAB 3 SEJARAH SINGKAT TEMPAT RISET 3.1 Sejarah Singkat Badan Pusat Statistik (BPS) Adapun sejarah Badan Pusat Statistik di Indonesia terjadi epat asa peerintah di Indonesia, antara lain : 1. Masa Peerintahan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER Progra Studi : Biologi Naa Mata Kuliah : Praktiku

Lebih terperinci

Gambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran

Gambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran 2 kurang tertarik epelajari pelajaran ilu pengetahuan ala karena etode pebelajaran yang diterapkan guru. Jadi etode pengajaran guru sangat epengaruhi inat belajar siswa dala epelajari ilu pengetahuan ala.

Lebih terperinci

Diketik ulang oleh : Copyright Bank Soal OLIMPIADE IPA, MATEMATIKA, FISIKA, BIOLOGI, KIMIA, ASTRONOMI, INFORMATIKA, dll UNTUK

Diketik ulang oleh : Copyright  Bank Soal OLIMPIADE IPA, MATEMATIKA, FISIKA, BIOLOGI, KIMIA, ASTRONOMI, INFORMATIKA, dll UNTUK Copyright http://serbiserbi.co/ Bank Soal OLIMPIADE IPA, MATEMATIKA, FISIKA, BIOLOGI, 1 2 SOAL PILIHAN GANDA 1. Tahukah kalian, salah satu keunikan dari laba-laba pelopat adalah keistiewaan penglihatannya.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graph Sebelu sapai pada pendefinisian asalah network flow, terlebih dahulu pada bagian ini akan diuraikan engenai konsep-konsep dasar dari odel graph dan representasinya

Lebih terperinci

Pendahuluan. Pendahuluan. GENETIKA DASAR Teori Kromosom tentang Pewarisan

Pendahuluan. Pendahuluan. GENETIKA DASAR Teori Kromosom tentang Pewarisan GENETIKA DASAR Teori Kromosom tentang Pewarisan Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 08 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi

Lebih terperinci

ISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016

ISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016 ISSN 0853 4403 WAHANA Volue 67, Noer 2, Deseber 206 PERBANDINGAN LATIHAN BOLA DIGANTUNG DAN BOLA DILAMBUNGKAN TERHADAP HASIL BELAJAR SEPAK MULA DALAM PERMAINAN SEPAK TAKRAW PADA SISWA PUTRA KELAS X-IS

Lebih terperinci

Beberapa pola: AKAN MENJELASKAN... Alel Ganda Gen letal Linkage Crossing over Determinasi Sex

Beberapa pola: AKAN MENJELASKAN... Alel Ganda Gen letal Linkage Crossing over Determinasi Sex Beberapa pola: AKAN MENJELASKAN... Alel Ganda Gen letal Linkage Crossing over Determinasi Sex *Alel Ganda *Sebuah gen memiliki alel lebih dari satu *Golongan darah : *gen I A, I B, I O *Warna Kelinci :

Lebih terperinci

Mengatur perkembangan dan metabolisme individu. (pada peristiwa apa peran ini dapat dilihat/terjadi? ).

Mengatur perkembangan dan metabolisme individu. (pada peristiwa apa peran ini dapat dilihat/terjadi? ). HEREDITAS Hubungan antara gen, DNA, Kromosom & Hereditas Pengertian hereditas? Melalui apa sifat diturunkan? Apa itu gen? Bagaimana hubungan antara gen dengan DNA? Bagaimana hubungan antara gen dengan

Lebih terperinci

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik 1 1. POLA RADIASI Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena : pernyataan grafis yang enggabarkan sifat radiasi suatu antena pada edan jauh sebagai fungsi arah. pola edan (field pattern) apabila yang

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK 0 DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK Dala hal ini akan dibahas aca-aca fungsi peluang atau fungsi densitas ang berkaitan dengan dua peubah acak, aitu distribusi gabungan, distribusi arginal, distribusi bersarat,

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian 39 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini terasuk tipe penelitian dengan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis ini dipergunakan untuk enggabarkan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber untuk membiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber untuk membiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upah bagi para pekerja erupakan faktor penting karena erupakan suber untuk ebiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang berpendidikan upah erupakan hasil

Lebih terperinci

Untuk mempermudah memahami materi ini, perhatikan peta konsep berikut ini. Pewarisan Sifat. meliputi

Untuk mempermudah memahami materi ini, perhatikan peta konsep berikut ini. Pewarisan Sifat. meliputi Bab 5 Pewarisan Sifat Banyak sifat yang dimiliki makhluk hidup yang menurun dari induk kepada keturunannya, sehingga sifat orang tua dapat muncul pada anaknya atau bahkan sifat-sifat tersebut muncul pada

Lebih terperinci

BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA A. TAUTAN/LINKAGE

BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA A. TAUTAN/LINKAGE 07 MATERI DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 A. TAUTAN/LINKAGE Tautan gen merupakan salah satu penyimpangan terhadap hukum Mendel. Pada peristiwa ini, dua gen atau lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air erupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan anusia. Manusia tidak dapat elanjutkan kehidupannya tanpa penyediaan air yang cukup dala segi kuantitas dan kualitasnya.

Lebih terperinci

KONSEP-KONSEP DASAR GENETIKA

KONSEP-KONSEP DASAR GENETIKA KONSEP-KONSEP DASAR GENETIKA Genetika merupakan salah satu bidang ilmu biologi yang mempelajari tentang pewarisan sifat atau karakter dari orang tua kepada anaknya. Ilmu genetika modern meliputi beberapa

Lebih terperinci

PERBEDAAN LATAR BELAKANG DAN UMUR MATERNAL TERHADAP FREKUENSI PINDAH SILANG ANTARA LOKUS

PERBEDAAN LATAR BELAKANG DAN UMUR MATERNAL TERHADAP FREKUENSI PINDAH SILANG ANTARA LOKUS PERBEDAAN LATAR BELAKANG DAN UMUR MATERNAL TERHADAP FREKUENSI PINDAH SILANG ANTARA LOKUS b DENGAN LOKUS dp PADA LALAT BUAH (Drosophila melanogaster Meigen) SKRIPSI Oleh Rizki Auliya NIM 091810401020 JURUSAN

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA TEKNIK II

TERMODINAMIKA TEKNIK II DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2005 i DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG )

PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG ) PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG ) Siti Munawaroh, S.Ko Abstrak: Koperasi Aanah Sejahtera erupakan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY

BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY 3.1 Analisis Dinaika Model Hodgkin Huxley Persaaan Hodgkin-Huxley berisi epat persaaan ODE terkopel dengan derajat nonlinear yang tinggi dan sangat sulit

Lebih terperinci

MAKALAH GENETIKA Penentuan Jenis Kelamin

MAKALAH GENETIKA Penentuan Jenis Kelamin MAKALAH GENETIKA Penentuan Jenis Kelamin Dosen Pengampu: Dr. Afreni Hamidah, S. Pt., M.Si Dr. Evita Anggrereini, M.Si Disusun oleh: Kelompok VIII Pisca Hana Marsenda Umi Rahmah Andreo Satria Hasanawati

Lebih terperinci

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM (CUSUM) DAN EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE () DALAM MENDETEKSI PERGESERAN RATARATA PROSES Oleh: Nurul Hidayah 06 0 05 Desen pebibing:

Lebih terperinci

LAPORAN GENETIKA SIMULASI PERSILANGAN MONOHIBRIDA

LAPORAN GENETIKA SIMULASI PERSILANGAN MONOHIBRIDA LAPORAN GENETIKA SIMULASI PERSILANGAN MONOHIBRIDA KELOMPOK DIHIBRID 1. AGUSTINA ADHI SURYANI 4401412055 2. AMALIA TRISTIANA 4401412063 3. DINULLAH ALHAQ 4401412126 ROMBEL 01 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL JAHARUDDIN Departeen Mateatika Fakultas Mateatika Ilu Pengetahuan Ala Institut Pertanian Bogor Jl Meranti, Kapus IPB Daraga, Bogor

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA TUMBUHAN

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA TUMBUHAN LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA TUMBUHAN ACARA III PERSILANGAN MONOHIBRID Semester : Ganjil 2015 Oleh : Sungging Birawata A1L114097 / Rombongan 14 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE ANALISIS

BAB III METODE ANALISIS BAB III METODE ANALISIS 3.1 Penyajian Laporan Dala penyajian bab ini dibuat kerangka agar eudahkan dala pengerjaan laporan. Berikut ini adalah diagra alir tersebut : Studi Pustaka Model-odel Eleen Struktur

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan 2 III. KERANGKA PEMIKIRAN Proses produksi di bidang pertanian secara uu erupakan kegiatan dala enciptakan dan enabah utilitas barang atau jasa dengan eanfaatkan lahan, tenaga kerja, sarana produksi (bibit,

Lebih terperinci

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) Ipleentasi Histogra Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segentasi Citra Berwarna Risky Agnesta Kusua Wati, Diana Purwitasari, Rully Soelaian

Lebih terperinci

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus Riset PenggunaanMedia Manik-Manik* Maan Abdurahan SR HayatinNufus Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Keapuan Belajar Mateatika Anak Tunagrahita Maan Abdurahan SR Hayatin Nufus Universitas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Tirta Ala Seesta. Perusahaan tersebut berlokasi di Desa Ciburayut, Kecaatan Cigobong, Kabupaten Bogor. Peilihan objek

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA, DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR. Oleh : NURSUKAISIH

SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA, DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR. Oleh : NURSUKAISIH SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Mateatika Oleh : NURSUKAISIH 0854003938

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN 6 BAB II METODOLOGI PENELITIAN.1 Waktu dan Tepat Penelitian Gabar Peta kawasan hutan KPH Madiun Peru perhutani Unit II Jati. Pengabilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sapai dengan bulan

Lebih terperinci

SIMBOL SILSILAH KELUARGA

SIMBOL SILSILAH KELUARGA SIMBOL SILSILAH KELUARGA Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat : 1. Menjelaskan teori tentang pewarisan sifat perolehan 2. Menjelaskan Hukum Mendel I 3. Menjelaskan Hukum Mendel II GENETIKA Genetika

Lebih terperinci

Kriptografi Visual Menggunakan Algoritma Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gambar Sampul

Kriptografi Visual Menggunakan Algoritma Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gambar Sampul Kriptografi Visual Menggunakan Algorita Berbasiskan XOR dengan Menyisipkan pada K-bit LSB Gabar Sapul Yusuf Rahatullah Progra Studi Teknik Inforatika Institut Teknologi Bandung Bandung, Indonesia 13512040@std.stei.itb.a.id

Lebih terperinci

PERENCANAAN ALTERNATIF STRUKTUR BAJA GEDUNG MIPA CENTER (TAHAP I) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JURNAL

PERENCANAAN ALTERNATIF STRUKTUR BAJA GEDUNG MIPA CENTER (TAHAP I) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JURNAL PERENCANAAN ALTERNATIF STRUKTUR BAJA GEDUNG MIPA CENTER (TAHAP I) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JURNAL Diajukan untuk eenuhi persyaratan eperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2005 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2005 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2005 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menibang

Lebih terperinci

Hukum Pewarisan Sifat Mendel. Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih,S.Pt.,MP

Hukum Pewarisan Sifat Mendel. Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih,S.Pt.,MP Hukum Pewarisan Sifat Mendel Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih,S.Pt.,MP Hukum pewarisan Mendel adalah hukum pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya 'Percobaan

Lebih terperinci

Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT

Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT GAMBARAN MATERI DAN KATA KERJA OPERASIONAL (KKO) YANG TERDAPAT PADA TUJUAN PEMBELAJARAN (RRP) DI SMAN SEKOTA PAINAN Nova Susanti Zafri Liza Husnita Progra Studi Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Suatera Barat

Lebih terperinci

Simbol untuk suatu gen

Simbol untuk suatu gen P F Fenotip Genotip Istilah Simbol untuk suatu gen Homozigot Heterozigot Pengertian Singkatan dari kata Parental, yang artinya induk Singkatan dari kata Filial, yang artinya keturunan Karakter atau sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Mendel II menyatakan adanya pengelompokkan gen secara bebas. Seperti telah diketahui, persilangan antara dua individu dengan satu sifat beda ( monohibrid)

Lebih terperinci

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BAB GLOMBANG LKTROMAGNTIK Contoh. Hubungan dan B dari gelobang bidang elektroagnetik Suatu gelobang bidang elektroagnetik sinusoidal dengan frekuensi 5 MHz berjalan di angkasa dala arah X, seperti ditunjukkan

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1)

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1) JURNAL TEKNIK MESIN Vol 4, No 2, Oktober 2002: 94 98 Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Perforansi Mesin Pendingin ) Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017 Peran Pendidikan, Sains, dan Teknologi untuk Mengebangkan Budaya Iliah dan Inovasi terbarukan dala endukung Sustainable Developent Goals (SDGs) 2030 ANALISIS INTENSITAS MEDAN MAGNET EXTREMELY LOW FREQUENCY

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PETUNJUK PRAKTIKUM GENETIKA DASAR Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2017 2 Petunjuk Praktikum Genetika Dasar TATA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss,

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss, I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Konsep teori graf diperkenalkan pertaa kali oleh seorang ateatikawan Swiss, Leonard Euler pada tahun 736, dala perasalahan jebatan Konigsberg. Teori graf erupakan salah satu

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG UMUR JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN Drosophila melanogaster PADA PERSILANGAN STRAIN b><b DAN cl><cl

KAJIAN TENTANG UMUR JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN Drosophila melanogaster PADA PERSILANGAN STRAIN b><b DAN cl><cl Bimafika, 010,, 148-154 KAJIAN TENTANG UMUR JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN Drosophila melanogaster PADA PERSILANGAN STRAIN >< DAN >< Marleny Leasa * FKIP PGSD Unversitas Pattimura ABSTRACT Sex expression

Lebih terperinci

REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA

REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA Di sekitar kita banyak benda yang bergetar atau berosilasi, isalnya assa yang terikat di ujung pegas, garpu tala, gerigi pada ja ekanis, penggaris elastis yang salah satu

Lebih terperinci

Pengendalian Kualitas Proses Produksi Teh Hitam di PT. Perkebunan Nusantara XII Unit Sirah Kencong

Pengendalian Kualitas Proses Produksi Teh Hitam di PT. Perkebunan Nusantara XII Unit Sirah Kencong JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. (016) 337-350 (301-98X Print) D-37 Pengendalian Kualitas Proses Produksi Teh Hita di PT. Perkebunan Nusantara XII Unit Sirah Kencong Qulsu Dwi Anggraini, Haryono, Diaz

Lebih terperinci

Estimasi Sinyal Quantitative Ultrasound QUS dengan Algoritma Space Alternate Generalized Expectation (SAGE)

Estimasi Sinyal Quantitative Ultrasound QUS dengan Algoritma Space Alternate Generalized Expectation (SAGE) JUISI, Vol. 03, No. 02, Agustus 2017 1 Estiasi Sinyal Quantitative Ultrasound QUS dengan Algorita Space Alternate Generalized Expectation (SAGE) Musayyanah 1, Yosefine Triwidyastuti 2, Heri Pratikno 3

Lebih terperinci

Dasar pewarisan sifat pada ternak Factor-faktor yang mempengaruhi fenotif ternak Genetika populasi

Dasar pewarisan sifat pada ternak Factor-faktor yang mempengaruhi fenotif ternak Genetika populasi Dasar pewarisan sifat pada ternak Factor-faktor yang mempengaruhi fenotif ternak Genetika populasi Apabila kita mengawinkan sapi Bali, maka anaknya yang diharapkan adalah sapi Bali bukan sapi madura. Demikian

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN 43 MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : MATERI KULIAH: Mekanika klasik, Huku Newton I, Gaya, Siste Satuan Mekanika, Berat dan assa, Cara statik engukur gaya.. POKOK BAHASAN: DINAMIKA PARTIKEL 6.1 MEKANIKA

Lebih terperinci

Penerapan Metode Simpleks Untuk Optimalisasi Produksi Pada UKM Gerabah

Penerapan Metode Simpleks Untuk Optimalisasi Produksi Pada UKM Gerabah Konferensi Nasional Siste & Inforatika 2017 STMIK STIKOM Bali, 10 Agustus 2017 Penerapan Metode Sipleks Untuk Optialisasi Produksi Pada UKM Gerabah Ni Luh Gede Pivin Suwirayanti STMIK STIKOM Bali Jl. Raya

Lebih terperinci

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 5 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT Baharuddin Progra Studi Teknik Elektro, Universitas Tanjungpura, Pontianak Eail : cithara89@gail.co

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL Waris Wibowo Staf Pengajar Akadei Mariti Yogyakarta (AMY) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk endapatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1. Uu Transforator erupakan suatu alat listrik yang engubah tegangan arus bolak balik dari satu tingkat ke tingkat yang lain elalui suatu gandengan agnet dan berdasarkan prinsip-prinsip

Lebih terperinci

Respon Tanaman Jagung (Zea mays) pada Berbagai Regim air Tanah dan Pemberian Pupuk Nitrogen

Respon Tanaman Jagung (Zea mays) pada Berbagai Regim air Tanah dan Pemberian Pupuk Nitrogen Respon Tanaan Jagung (Zea ays) pada Berbagai Regi air Tanah dan Peberian Pupuk Nitrogen Burhanuddin Rasyid, Solo S.R. Saosir, Firan Sutoo Jurusan Ilu Tanah, Fak. Pertanian, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Definisi Penjadwalan Penjadwalan adalah kegiatan pengalokasian suber-suber atau esin-esin yang ada untuk enjalankan sekupulan tugas dala jangka waktu tertentu. (Baker,1974).

Lebih terperinci

- - PEWARISAN SIFAT - - sbl5gen

- - PEWARISAN SIFAT - - sbl5gen - - PEWARISAN SIFAT - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian sbl5gen Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor bagaimana cara downloadnya.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN FRM/FMIPA/062-01 18 Februari 2011 1. Fakulltas/Program Studi : MIPA / Prodi Pendidikan Biologi Prodi Biologi 2. Mata Kuliah/Kode

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaan i iii I PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN 11 Latar Belakang 1 12 Fungsi Pengawas dan Peeriksa 2 13 Pengawasan 2 14 Peeriksaan 3 II PEMERIKSAAN ISIAN DAFTAR VIMK14-L2

Lebih terperinci

ABSTRAK. FENOMENA PAUTAN KELAMIN PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster STRAIN N x w DAN N x b BESERTA RESIPROKNYA

ABSTRAK. FENOMENA PAUTAN KELAMIN PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster STRAIN N x w DAN N x b BESERTA RESIPROKNYA ABSTRAK FENOMENA PAUTAN KELAMIN PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster STRAIN N x w DAN N x b BESERTA RESIPROKNYA Nur Alim Natsir, Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Lebih terperinci

MAKALAH SISTEM BASIS DATA

MAKALAH SISTEM BASIS DATA MAKALAH SISTEM BASIS DATA (Entity Relationship Diagra (ERD) Reservasi Hotel) Disusun Oleh : Yulius Dona Hipa (16101055) Agustina Dau (15101635) Arsenia Weni (16101648) PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMARIKA

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI LINEAR CONGRUENT METHOD (LCM) PADA GAME HANGAROO BERBASIS ANDROID

IMPLEMENTASI LINEAR CONGRUENT METHOD (LCM) PADA GAME HANGAROO BERBASIS ANDROID IMPLEMENTASI LINEAR CONGRUENT METHOD (LCM) PADA GAME HANGAROO BERBASIS ANDROID Dwi Rizki Purnaasari Mahasiswa Progra Studi Teknik Inforatika STMIK Budidara Medan Jl. Sisingaangaraja No. 338 Sipang Liun

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM GENETIKA TANAMAN MATERI INTERAKSI GEN

MODUL PRAKTIKUM GENETIKA TANAMAN MATERI INTERAKSI GEN MODUL PRAKTIKUM GENETIKA TANAMAN 2015 3. MATERI INTERAKSI GEN Setiap gen memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan karakter tapi ada beberapa gen yang berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen

Lebih terperinci

STUDI PERISTIWA EPISTASIS RESESIF PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster STRAIN SEPIA (se) >< ROUGH (ro) DAN STRAIN VESTIGIAL (vg) >< DUMPHI (dp)

STUDI PERISTIWA EPISTASIS RESESIF PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster STRAIN SEPIA (se) >< ROUGH (ro) DAN STRAIN VESTIGIAL (vg) >< DUMPHI (dp) Jurnal ßIOêduKASI ISS : 23014678 Vol 1 o (2) Maret 2013 STUDI PERISTIWA EPISTASIS RESESIF PADA PERSILAGA Drosophila melanogaster STRAI SEPIA (se) >< ROUGH (ro) DA STRAI VESTIGIAL (vg) >< DUMPHI (dp) 1)

Lebih terperinci

BAB IV PEWARISAN SIFAT

BAB IV PEWARISAN SIFAT BAB IV PEWARISAN SIFAT Apa yang akan dipelajari? Apakah gen dan kromosom itu? Bagaimanakah bunyi Hukum Mendel? Apa yang dimaksud dengan sifat resesif, dominan, dan intermediat? Faktor-faktor apakah yang

Lebih terperinci

Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil

Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil Vol. 2, 2017 Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil Widiarti 1*, Rifa Raha Pertiwi 2, & Agus Sutrisno 3 Jurusan Mateatika, Fakultas Mateatika

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN FASILITAS SISI UDARA BANDARA BLIMBINGSARI, KABUPATEN BANYUWANGI

PENGEMBANGAN FASILITAS SISI UDARA BANDARA BLIMBINGSARI, KABUPATEN BANYUWANGI PENGEMBANGAN FASILITAS SISI UDARA BANDARA BLIMBINGSARI, KABUPATEN BANYUWANGI Bayu Surya Dara T, Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD., Istiar, ST. MT. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL. PENDAHULUAN Pada bab sebelunya telah dibahas rangkaian resistif dengan tegangan dan arus dc. Bab ini akan eperkenalkan analisis rangkaian ac diana isyarat listriknya berubah

Lebih terperinci

PEMANFATAAN Drosophila melanogaster SEBAGAI ORGANISME MODEL DALAM MEMPELAJARI HUKUM PEWARISAN MENDEL

PEMANFATAAN Drosophila melanogaster SEBAGAI ORGANISME MODEL DALAM MEMPELAJARI HUKUM PEWARISAN MENDEL PEMANFATAAN Drosophila melanogaster SEBAGAI ORGANISME MODEL DALAM MEMPELAJARI HUKUM PEWARISAN MENDEL Ahmad Fauzi 1, Aloysius Duran Corebima 2 1 Pascasarjana Pendidikan Biologi, Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb Perbandingan Bilangan Doinasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Cob Reni Uilasari 1) 1) Jurusan Teknik Inforatika, Fakultas Teknik, Universitas Muhaadiyah Jeber Eail : 1) reniuilasari@gailco ABSTRAK

Lebih terperinci

Kromosom, DNA, Gen, Non Gen, Basa Nitrogen

Kromosom, DNA, Gen, Non Gen, Basa Nitrogen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Mata Kuliah : Biologi Umum Kode MK : Bio 612101 Tahun Ajaran : 2014/2015 Pokok Bahasan : Genetika Jani Master, M.Si.

Lebih terperinci

Gerak Harmonik Sederhana Pada Ayunan

Gerak Harmonik Sederhana Pada Ayunan Gerak Haronik Sederhana Pada Ayunan Setiap gerak yang terjadi secara berulang dala selang waktu yang saa disebut gerak periodik. Karena gerak ini terjadi secara teratur aka disebut juga sebagai gerak haronik/haronis.

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa pelat lantai gedung rawat inap RSUD Surodinawan Kota Mojokerto dengan enggunakan teori garis leleh ebutuhkan beberapa tahap perhitungan dan analsis aitu perhitungan

Lebih terperinci

Prediksi Umur Kelelahan Struktur Keel Buoy Tsunami dengan Metode Spectral Fatigue Analysis

Prediksi Umur Kelelahan Struktur Keel Buoy Tsunami dengan Metode Spectral Fatigue Analysis JURNAL TEKNIK ITS Vol., (Sept, ) ISSN: 3-97 G-59 Prediksi Uur Kelelahan Struktur Keel Buoy Tsunai dengan Metode Spectral Fatigue Analysis Angga Yustiawan dan Ketut Suastika Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas

Lebih terperinci

TEST χ 2 (CHI SQUARE)

TEST χ 2 (CHI SQUARE) TEST χ 2 (CHI SQUARE) Hukum Mendel telah menjelaskan bagaimana suatu keturunan memiliki perbandingan-perbandingan tertentu. Dalam perkawinan monohibrid, dihibrid maupun polihibrid dapat dijelaskan perbandingan

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOLOGI DAN SITOLOGI TANAMAN BUAH NAGA KULIT KUNING (Selenicereus megalanthus)

ANALISIS MORFOLOGI DAN SITOLOGI TANAMAN BUAH NAGA KULIT KUNING (Selenicereus megalanthus) ANALISIS MORFOLOGI DAN SITOLOGI TANAMAN BUAH NAGA KULIT KUNING (Selenicereus egalanthus) Skripsi Untuk eenuhi sebagian persyaratan Guna eperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK

ANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK ANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK Lucky T Sianjuntak, Maksu Pine Departeen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Suatera Utara, Medan e-ail : LuckyTrasya@gail.co

Lebih terperinci

BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK

BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK BUKU 3 PEDOMAN PENGAWAS/PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK KATA PENGANTAR Buku 3 ini erupakan seri buku pedoan yang disusun dala rangka Survei Industri Mikro dan Kecil 2013 (VIMK13) Buku ini euat pedoan bagi

Lebih terperinci

BUKU 3 : PEDOMAN PENGAWAS / PEMERIKSA

BUKU 3 : PEDOMAN PENGAWAS / PEMERIKSA BADAN PUSAT STATISTIK BUKU 3 : PEDOMAN PENGAWAS / PEMERIKSA SURVEI INDUSTRI MIKRO DAN KECIL TAHUNAN T A H U N 2 0 1 5 (VIMK15 TAHUNAN) Pedoan Teknis Pipinan BPS Provinsi, Kabupaten/Kota VIMK15 Tahunan

Lebih terperinci