Pengertian dan Ruang Lingkup Tindak Pidana Khusus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengertian dan Ruang Lingkup Tindak Pidana Khusus"

Transkripsi

1 T MODUL 1 Pengertian dan Ruang Lingkup Tindak Pidana Khusus Prof. Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum. Dr. Sigid Suseno, S.H., M.Hum. PENDAHULUAN indak pidana khusus pertama kali dikenal istilah Hukum Pidana Khusus, sekarang diganti dengan istilah Hukum Tindak Pidana Khusus. Hukum tindak pidana khusus berada di luar hukum pidana umum yang mengatur perbuatan tertentu atau berlaku terhadap orang tertentu. Tindak pidana khusus merupakan bagian dari hukum pidana. Terdapat beberapa definisi menurut para ahli yaitu, Moeljatno, Simons, serta definisi pidana itu sendiri menurut Wirjono Prodjodikoro, Lamintang, Sudarto, dan Andi Hamzah. Tindak pidana itu sendiri biasa dikenal dengan istilah delik. Delik dalam kamus hukum merupakan perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Modul ini akan membahas seputar pengertian tindak pidana khusus yang dimulai dari pengertian hukum pidana untuk menyamakan pandangan. Dalam Kegiatan Belajar 1 akan dikemukakan mengenai apa pengertian dari tindak pidana khusus. Lalu, dalam Kegiatan Belajar 2 akan dikemukakan mengenai ruang lingkup tindak pidana khusus yang terdiri mulai dari macam-macam tindak pidana khusus, subjeknya, serta peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana khusus tersebut. Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan dapat mengetahui pengertian dan ruang lingkup tindak pidana khusus. Secara khusus, setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu mengetahui: 1. Apakah tindak pidana khusus itu? 2. Apakah ruang lingkup dari tindak pidana khusus itu?

2 1.2 Tindak Pidana Khusus T KEGIATAN BELAJAR 1 Pengertian Tindak Pidana Khusus indak pidana khusus merupakan bagian dari hukum pidana. Sebelum membahas pengertian tindak pidana khusus, sangat perlu untuk membahas istilah pidana menurut beberapa ahli dan tindak pidana terlebih dahulu sebagai dasar dari tindak pidana khusus. Hukum pidana menurut Moeljatno ialah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk: 1 1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan pidana sebagaimana yang telah diancamkan 3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Selain itu, hukum pidana menurut Simons adalah sebagai berikut: 2 1. Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati 2. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana 3. Keseluruhan ketentuan yang mmeberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana. Beberapa pengertian pidana oleh para ahli yang akan kita bahas tentunya berkaitan dengan kata atau istilah pidana itu sendiri. Berawal pada 1 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 1980, hlm. 1 2 Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto, 1990, hlm. 9

3 HKUM4309/MODUL penggunaan kata hukuman yang merupakan istilah yang sifatnya umum, mempunyai arti yang luas dan cenderung berubah-ubah karena bidangnya yang cukup luas. Kata hukuman tidak hanya dalam bidang hukum, tetapi digunakan di bidang lainnya. Diperlukan suatu batasan yang menunjukan ciri-ciri atau sifat-sifat yang khas, maka disepakai menggunakan kata pidana karena diyakini bersifat lebih khusus atau spesifik daripada kata hukuman, sehingga dapat menunjukan ciri-ciri atau sifat-sifat yang lebih spesifik, seperti dalam bidang hukum saja. 3 Selanjutnya, Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa pidana adalah hal-hal dipidanakan oleh instansi yang berkuasa yang dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya, dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan. 4 Van Hamel berpendapat bahwa arti pidana menurut hukum positif adalah: 5 Sesuatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuaaan yang berwenang menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggung jawab dari ketertiban hukum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar sesuatu peraturan hukum yang ditegakkan oleh negara. Simons, sebagaimana dikutip oleh Lamintang, juga mengemukakan bahwa pidana dapat diartikan sebagai suatu penderitaan yang oleh undangundang pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran terhadap suatu norma, yang dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah. 6 Sedangkan, Sudarto justru mempertanyakan istilah pidana dalam pernyataannya sebagai berikut: Yang jelas harus disadari ialah bahwa pengertian pidana dari abad kesembilan belas perlu diadakan revisi apabila kita menghendaki suatu pembaharuan dalam hukum pidana kita. Pada waktu KUHP kita dibuat, ialah lebih dari 60 tahun yang lalu, mengenakan pidana diartikan sebagai pemberian nestapa secara sengaja. Ilmu hukum pidana dalam 3 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 2005, hlm. 2 4 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT. Eresco, 1989, hlm. 1 5 Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Bandung: Alumni, 1984, hlm Ibid, hlm. 48

4 1.4 Tindak Pidana Khusus perkembangannya, lebih-lebih dengan munculnya sanksi yang berupa tindakan sebagai akibat dari pengaruh aliran modern maka di berbagi negara akhirnya pengertian pidana demikian itu harus ditinjau kembali. Menurut Sudarto, pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan, Roeslan Saleh juga berpendapat bahwa pidana ialah reaksi atas delik dan berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu. 7 Pidana memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 8 1. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat akibat lain yang tidak menyenangkan. 2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang). 3. Pidana itu dikenakan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang undang. Selain itu, Andi Hamzah mengemukakan bahwa menurut hukum positif Indonesia, pidana diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur bahwa pidana terdiri atas pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari: 9 1. Pidana mati; 2. Pidana penjara; 3. Pidana kurungan; 4. Pidana denda. Sedangkan pidana tambahan terdiri dari: 1. Pencabutan hak-hak tertentu; 2. Perampasan barang-barang tertentu; 3. Pengumuman putusan hakim. Selanjutnya, tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan (crime atau Verbrechen atau misdaad) yang diartikan secara kriminologis dan psikologis. Tindak 7 Moeljatno, 1993, hlm Ibid, hlm Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006, hlm. 6

5 HKUM4309/MODUL pidana biasa dikenal dengan istilah delik, berasal dari bahasa Latin yaitu delictum. Delik dalam kamus hukum merupakan perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang (tindak pidana). 10 Mengenai isi dari pengertian tindak pidana tidak ada kesatuan pendapat di antara para sarjana. Djoko Prakoso mengemukakan kejahatan atau tindak pidana secara yuridis ialah perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan pelanggarannya dikenakan sanksi. Djoko Prakoso juga mengemukakan kejahatan atau tindak pidana secara kriminologis ialah perbuatan yang melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat, sedangkan secara psikologis ialah perbuatan manusia yang abnormal yang bersifat melanggar hukum yang disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dari si pelaku perbuatan tersebut. 11 Selain itu, tindak pidana menurut Moeljatno mengemukakan bahwa tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis seperti halnya untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah hukum, maka bukanlah hal yang mudah untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah tindak pidana. Pembahasan hukum pidana dimaksudkan untuk memahami pengertian pidana sebagai sanksi atas delik, sedangkan pemidanaan berkaitan dengan dasar-dasar pembenaran pengenaan pidana serta teori-teori tentang tujuan pemidanaan. Pidana itu sendiri merupakan suatu istilah yuridis yang mempunyai arti khusus berasal dari bahasa Belanda, yaitu straf yang dapat diartikan sebagai hukuman. 12 Tindak pidana dalam KUHP dikenal dengan istilah strafbaarfeit dan dalam kepustaan tentang hukum pidana sebagai delik, sedangkan pembuat Undang-Undang merumuskan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau yang sering disebut sebagai tindak pidana. 13 Strafbaarfeit terdiri dari 3 kata, yaitu straf, baar dan feit. Straf berarti pidana atau hukum. Baar berarti 10 Sudarsono, Kamus Hukum, Cet. V, Jakarta: Rineka Cipta, 2007, hlm Djoko Prakoso dan Agus Imunarso, Hak Asasi Tersangka dan Peranan Psikologi dalam Konteks KUHAP, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta: Rengkang Education Yogyakarta dan Pukap Indonesia, 2012, hlm. 20

6 1.6 Tindak Pidana Khusus dapat atau boleh, sedangkan feit berarti tindak atau peristiwa atau pelanggaran atau perbuatan (aktif maupun pasif). 14 Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, barangsiapa melanggar larangan tersebut. 15 Pendapat beberapa doktrin tentang apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaarfeit tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Van Hamel dan Pompe. Van Hamel mengatakan bahwa Strafbaarfeit adalah kelakuan manusia (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam undang-undang, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan. 16 Sedangkan pendapat Pompe mengenai Strafbaarfeit yang dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma yang sengaja atau tidak sengaja dilakukan oleh pelaku. 17 Moeljatno juga mengemukakan bahwa istilah hukuman berasal dari kata straf, dan istilah dihukum berasal dari kata wordt gestraft merupakan istilah yang konvensional. Lalu, karena tidak setuju dengan istilah-istilah tersebut, digunakan istilah-istilah yang inkonvensional dimana kata wordt gestraft diganti dengan kata pidana. Jika kata straf diartikan sebagai hukuman, maka strafrecht diartikan sebagai hukuman-hukuman. Moeljatno kemudian mengatakan bahwa arti kata dihukum berarti diterapi hukuman, baik hukum pidana maupun hukum perdata. Hukuman merupakan hasil atau akibat dari penerapan hukum yang maknanya lebih luas dari pidana karena mencakup keputusan hakim dan lapangan hukum perdata. 18 Menurut Sudarto, bahwa penghukuman berasal dari kata hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukum (berechten). Menetapkan hukum untuk suatu peristiwa tidak hanya menyangkut bidang hukum pidana saja, akan tetapi juga hukum 14 Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag. I, Jakarta: Grafindo, 2002, hlm Andi Hamzah, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hlm Andi Hamzah, 1999, hlm Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru, 1984, hlm Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op.cit., hlm. 1

7 HKUM4309/MODUL perdata. 19 Sudarto mengemukakan bahwa pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan menurut Roeslan Saleh pidana itu adalah reaksi atas delik, dan ini berujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu. Selain itu, Hart mengatakan bahwa pidana itu harus: Mengandung penderitaan atau konsekuensi-konsekuensi lain yang tidak menyenangkan; 2. Dikenakan kepada seseorang yang benar-benar atau disangka benar melakukan tindak pidana; 3. Dikenakan berhubung suatu tindak pidana yang melanggar ketentuan hukum; 4. Dilakukan dengan sengaja oleh selain pelaku tindak pidana; 5. Dijatuhkan dan dilaksanakn oleh penguasa sesuai dengan ketentuan suatu sistem hukum yang dilanggar oleh tindak pidana tersebut. Pada umumnya, dalam suatu rumusan tindak pidana, setidaknya memuat rumusan tentang: Subjek hukum yang menjadi sasaran norma tersebut (addressaat norm); 2. Perbuatan yang dilarang (strafbaar), baik dalam bentuk melakukan sesuatu (commission), tidak melakukan sesuatu (omission) dan menimbulkan akibat (kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan); dan 3. Ancaman pidana (strafmaat), sebagai sarana memaksakan keberlakuan atau dapat ditaatinya ketentuan tersebut. Tindak pidana pada dasarnya cenderung melihat pada perilaku atau perbuatan (yang mengakibatkan) yang dilarang oleh undang-undang. Tindak pidana khusus lebih pada persoalan-persoalan legalitas atau yang diatur dalam undang-undang. Tindak pidana khusus mengandung acuan kepada norma hukum semata atau legal norm, hal-hal yang diatur perundang-undangan tidak termasuk dalam pembahasan. 19 Sudarto, Hukum Pidana 1A-1B, Semarang: Universitas Diponegoro, 1990, hlm Ibid, hlm Chairul Huda, Makalah: Pola Pemberatan Ancaman Pidana Dalam Hukum Pidana Khusus, disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD) di BPHN Jakarta, 21 Oktober 2010, hlm. 101

8 1.8 Tindak Pidana Khusus Tindak pidana khusus ini diatur dalam undang-undang di luar hukum pidana umum. Penyimpangan ketentuan hukum pidana yang terdapat dalam undang-undang pidana merupakan indikator apakah undangundang pidana itu merupakan tindak pidana khusus atau bukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa hukum tindak pidana khusus adalah undang-undang pidana atau hukum pidana yang diatur dalam undang-undang pidana tersendiri. Lalu, pernyataan ini sesuai dengan pendapat pompe yang mengatakan bahwa hukum pidana khusus mempunyai tujuan dan fungsi tersendiri undang-undang pidana yang dikualifikasikan sebagai hukum tindak pidana khusus ada yang berhubungan dengan ketentuan hukum administrasi negara terutama mengenai penyalahgunaan kewenangan. Tindak pidana yang menyangkut penyalahgunaan kewenangan ini terdapat dalam perumusan tindak pidana korupsi. Selanjutnya, tindak pidana memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Pada umumnya syarat-syarat tersebut dikenal dengan unsur-unsur tindak pidana. Seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang dilakukannya memenuhi syarat-syarat tindak pidana atau strafbaarfeit. Unsur-unsur dari suatu tindak pidana antara lain: Melanggar hukum 2. Kualitas si pelaku 3. Kausalitas, hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat Lamitang berpendapat bahwa setiap tindak pidana dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi dua macam antara lain: Unsur subjektif Unsur ini melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan si pelaku dan termasuk kedalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. 22 Lamintang, Op.cit., hlm Lamintang, Op.cit., hlm. 183

9 HKUM4309/MODUL Unsur objektif Unsur ini berhubungan dengan keadaan-keadaan, yaitu keadaan-keadaan tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur subjektif dari suatu tindak pidana dapat berupa: 1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (culpa/dolus); 2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP; 3. Macam- macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain; 4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP; 5. Perasaaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. Mengenai unsur-unsur tindak pidana atau strafbaarfeit, terdapat pandangan menurut beberapa ahli selain dari Lamintang, mengenai pengertian unsur-unsur tindak pidana dilihat dari alirannya, yaitu aliran monistis dan aliran dualistis. Pandangan monistis adalah suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan. Pandangan ini menyatakan bahwa didalam pengertian perbuatan atau tindak pidana sudah tercakup didalamnya perbuatan pidana (criminal act) dan pertanggung-jawaban pidana atau kesalahan (criminal responbility). Pandangan monistis pada dasarnya tidak memisahkan antara unsur mengenai perbuatan dengan unsur mengenai orang. Pandangan dualistis memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Apabila menurut pandangan Monistis dalam pengertian tindak pidana sudah tercakup di dalamnya baik usur perbuatan maupun unsur orangnya, dalam pandangan dualistis dalam tindak pidana hanya mencakup perbuatannya saja, sedangkan pertanggung jawaban pidana tidak menjadi unsur tindak pidana. Pandangan ini menyatakan bahwa untuk

10 1.10 Tindak Pidana Khusus adanya pidana tidak cukup hanya apabila telah terjadi perbuatan pidana, tetapi dipersyaratkan juga adanya kesalahan atau pertanggungjawab pidana. 24 Berikut adalah beberapa pandangan menurut beberapa ahli mengenai tindak pidana berdasarkan alirannya: 1. Monistis Aliran ini tidak ada pemisahan antara criminal act dengan criminal responsibility Simons Simons kemudian mengemukakan adanya unsur subjektif dan objektif dari Strafbaarfeit antara lain: 25 a. Subjektif 1) Orangnya mampu bertanggung jawab 2) Adanya kesalahan (dolus atau culpa) b. Objektif 1) Perbuatan orang 2) Akibat dari perbuatan 3) Adanya keadaan tertentu yang menyertai perbuatan-perbuatan seperti dalam Pasal 281 KUHP yang sifatnya openbaar atau dimuka umum. Selain Simons, para ahli yang menganut aliran monistis ialah Van Hamel, E. Mezger, dan Baumman. 2. Dualistis Aliran ini memisahkan criminal act dengan criminal responsibility. 26 Moeljatno Unsur-unsur dari Strafbaarfeit yang harus dipenuhi ialah: a. Perbuatan b. Memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil) 24 Septina Ayu Handayani, Blog Artikel: Pandangan Monistis dan Dualistis Hukum Pidana, 2012, website: diakses pada 24 Agustus 2016, pukul 09:42 WIB. 25 Sudarto, Op.cit., hlm Ibid, hlm. 27

11 HKUM4309/MODUL c. Syarat formil itu harus ada karena keberadaan asas legalitas yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi nullum delictum nulla poena sine praevia poenali yang artinya tiada ada suatu perbuatan tindak pidana, tiada pula dipidana, tanpa adanya undang-undang hukum pidana terlebih dahulu. Selain itu, syarat materiil harus ada juga karena perbuatan itu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh dilakukan karena bertentangan atau menghambat tercapainya ketertiban dalam masyarakat. Selain Moeljatno, para ahli yang menganut aliran dualistis ialah H.B. Vos dan Pompe. Kemudian, S.R. Sianturi dalam bukunya mengemukakan bahwa suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana apabila memenuhi unsurunsur sebagai berikut: Subjek; 2. Kesalahan; 3. Bersifat melawan hukum; 4. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh Undang- Undang/perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana; 5. Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya). Adami Chazawi menyebutkan bahwa dalam KUHP ditemukan 11 unsur normatif tindak pidana, yaitu: Unsur tingkah laku atau perbuatan yang dilarang 2. Unsur objek tindak pidana 3. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana 4. Unsur kesalahan 5. Unsur sifat melawan hukum perbuatan 6. Unsur akibat konstitutif 7. Unsur keadaan yang menyertai 8. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana pembuat 27 S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Cet. III, Jakarta: Storia Grafika, 2002, hlm Adami Chazawi, Tindak Pidana Pornografi, Malang: Bayumedia Publishing, 2009, hlm. 22

12 1.12 Tindak Pidana Khusus 9. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana pembuat 10. Unsur syarat tambahan untuk diperberatnya pidana pembuat 11. Unsur syarat tambahan untuk diperingannya pidana pembuat Setelah unsur-unsur tindak pidana, terdapat beberapa jenis tindak pidana. Pertama, kejahatan atau misdrijven dan pelanggaran atau overtredingen. Kejahatan diatur dalam Buku II KUHP, sedangkan pelanggaran diatur dalam Buku III KUHP. Tetapi, dalam KUHP tidak ada penjelasan pengertian dari kejahatan maupun pelanggaran. Kejahatan adalah delik-delik yang melanggar kepentingan hukum dan juga membahayakan secara konkrit atau nyata, sedangkan pelanggaran merupakan wets delict atau delik Undang-Undang yang hanya membahayakan in abstracto saja. 29 Selain itu, menurut M.v.T (Memorie van Toelichting), dikutip oleh Moeljatno, dalam pandangan kualitatif, kejahatan adalah rechtsdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang, sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagi perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum. Sedangkan pelanggaran adalah wetsdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan yang sifatnya melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada ketentuan yang menentukan demikian. 30 Dalam pandangan kuantitatif, melihat berat atau ringannya ancaman pidana, yaitu: Pidana penjara hanya berlaku pada kejahatan 2. Jika menghadapi kejahatan maka bentuk kesalahan (kesengajaan atau kelapaan) yang diperlukan di situ, harus dibuktikan oleh jaksa, sedangkan jika menghadapi pelanggaran hal itu tidak usah. Berhubung dengan itu kejahatan dibedakan pula dalam kejahatan yang dolus dan culpa. 3. Percobaan untuk melakukan pelanggaran tak dapat dipidana. Juga pembantuan pada pelanggaran tidak dipidana. 4. Tenggang daluwarsa, baik untuk hak menentukan maupun hak penjalanan pidana bagi pelanggaran adalah lebih pendek daripada kejahatan tersebut masing-masing adalah satu tahun dan dua tahun. 29 Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1994, hlm Moeljatno, Op.cit., hlm Ibid, hlm. 74

13 HKUM4309/MODUL Dalam hal pembarengan (concurcus) pada pemidanaan berbeda buat pelanggaran dan kejahatan. kumulasi pidana yang enyeng lebih mudah daripada pidana berat. Selain itu, perbedaan lainnya antara kejahatan dan pelanggaran ialah kejahatan hukumannya di atas 1 tahun, sedangkan pelanggaran hukumannya di bawah 1 tahun; dan kejahatan mengenal penjara, sedangkan pelanggaran mengenal kurungan. Kedua, terdapat delik formil dan delik materiil. Delik formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti dari larangan itu adalah melakukan suatu perbuatan tertentu. Pada delik formil disebut hanya suatu perbuatan tertentu yang dapat dipidana. Misalnya, Sumpah Palsu atau Keterangan Palsu, diatur dalam Pasal 242 KUHP. Lalu, dalam delik materiil, terdapat akibat tertentu dengan atau tanpa menyebut perbuatan tertentu, maka dari itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang tersebut yang dipertanggungjawabkan dan dipidana. 32 Ketiga, ialah delik Dolus dan delik Culpa. Delik Dolus memiliki unsur kesengajaan, sedangkan delik Culpa memuat unsur kealpaan dalam tindakannya. Keempat, terdapat juga delik commissionis (aktif) dan delik ommisionis (pasif). Yang dimaksud dengan delik aktif yaitu perbuatan fisik, dapat berupa suatu gerakan atau gerakan-gerakan dari bagian tubuh manusia. Misalnya: 1. Pencurian, diatur dalam Pasal 362 KUHP 2. Penganiayaan, diatur dalam Pasal 351 KUHP Sedangkan, delik pasif yaitu perbuatan yang tidak melibatkan fisik, dimana seseorang melakukannya dengan mengabaikan kewajiban hukum yang dibebankan kepadanya atau tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum. Misalnya, Meninggalkan Orang yang Perlu Ditolong, diatur dalam Pasal 304 KUHP. Selain itu, perbuatan pasif ada dua macam, yaitu perbuatan pasif murni dan perbuatan pasif tidak murni (delicta commissionis per omissionem). Delik pasif murni adalah tindak pidana pasif yang dirumuskan secara formil atau delik yang pada dasarnya semata-mata unsur perbuatannya adalah 32 Andi Hamzah, Loc.Cit.

14 1.14 Tindak Pidana Khusus berupa perbuatan pasif. Misalnya, Meninggalkan Orang yang Perlu Ditolong, diatur dalam Pasal 304 KUHP. Sedangkan delik pasif yang tidak murni adalah yang pada dasarnya berupa delik positif, tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat aktif, atau delik yang mengandung suatau akibat terlarang, tetapi dilakukan dengan atau tidak berbuat atau mengabaikan sehingga akibat itu benar-benar timbul. Misalnya seorang ibu tidak mnyusui anaknya agar mati, perbuatan ini melanggar Pasal 338 KUHP dengan secara perbuatan pasif. Kelima, yaitu delik Aduan dan delik Biasa. Delik Aduan merupakan tindak pidana yang dapat dilakukan penuntutan pidana apabila terlebih dahulu adanya pengaduan oleh yang berhak mengajukan pengaduan, yaitu korban atau wakilnya atau keluarga atau orang yang diberi kuasa khusus untuk melakukan pengaduan. Sedangkan, delik Biasa adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan terhadap pelakunya tidak disyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak. Selanjutnya, hukum pidana terbagi mejadi beberapa macam, antara lain: 1. Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formil Hukum pidana materiil (ius poenale) sebagai sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana (sanksi hukum) bagi mereka yang mewujudkannya. Hukum pidana formil atau hukum acara pidana adlaah hukum yang menetapkan cara negara menggunakan kewenangannya untuk melaksanakan pidana, juga disebut hukum pidana in concreto karena mengandung peraturan bagaimana hukum pidana materiil atau hukum pidana in abstracto dituangkan ke dalam kenyataan (in concreto) Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus Sudarto, dikutip oleh Ruslan Renggong, berpendapat bahwa hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dapat diberlakukan terhadap setiap orang pada umumnya, sedangkan hukum pidana khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu saja, atau hukum yang mengatur delik-delik tertentu saja Andi Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hlm Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus: Memahami Delik-Delik di Luar KUHP, Jakarta: Kencana, 2016, hlm. 26

15 HKUM4309/MODUL Hukum Pidana Tertulis dan Hukum Pidana Tidak Tertulis Hukum pidana tertulis meliputi KUHP dan KUHAP yang merupakan kodifikasi hukum pidana materiil dan hukum pidana formil (hukum acara pidana) termasuk hukum pidana tertulis yang bersifat khusus dan hukum pidana yang statusnya lebih rendah daripada undang-undang dalam arti formil. Hukum pidana tidak tertulis adalah sebagian besar hukum adat pidana berdasarkan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Darurat No. 1 Tahun 1951 yang masih berlaku Hukum Nasional dan Hukum Pidana Internasional Hukum pidana nasional adalah hukum pidana yang dibentukoleh negara tertentu yang ruang lingkup berlakunya hanya dalam yurisdiksi negara tersebut. Hukum pidana internasional adalah hukum pidana yang dibentuk oleh masyarakat internasional melalui organ-organ PBB yang berlaku secara internasional. 36 Hukum pidana khusus menurut Jan Remelink secara sederhana disebut delicti propria. Suatu delik yang dilakukan oleh seseorang dengan kualitas atau kualifikasi tertentu. 37 Teguh Prasetyo menyatakan bahwa istilah hukum pidana khusus sekarang diganti dengan istilah hukum tindak pidana khusus, namun pada prinsipnya tidak ada perbedaan antara kedua istilah tersebut. Selain itu, Teguh Prasetyo juga mengemukakan karena hukum tindak pidana khusus mengatur perbuatan tertentu atau berlaku terhadap orang tertentu, harus dilihat substansi dan berlaku kepada siapa hukum tindak pidana khusus itu. Hukum tindak pidana khusus ini diatur dalam Undang- Undang di luar hukum pidana umum. Penyimpangan ketentuan hukum pidana yang terdapat dalam Undang- Undang pidana merupakan indikator apakah Undang-Undang pidana itu merupakan hukum tindak pidana khusus atau bukan, maka dari itu hukum tindak pidana khusus adalah Undang-Undang pidana atau hukum pidana 35 Ibid, hlm Ibid, hlm Hariman Satria, Anatomi Hukum Pidana Khusus, Yogyakarta: UII Press, 2004, hlm. viii

16 1.16 Tindak Pidana Khusus yang diatur dalam Undang-Undang pidana tersendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pompe, Hukum Pidana Khusus mempunyai tujuan dan fungsi tersendiri. Undang-Undang pidana yang dikualifikasikan sebagai hukum tindak pidana khusus ada yang berhubungan dengan ketentuan hukum administrasi negara, terutama penyalahgunaan kewenangan. Tindak pidana yang menyangkut penyalahgunaan kewenangan ini terdapat dalam perumusan tindak pidana korupsi. 38 Sejalan dengan Teguh Prasetyo, Azis Syamsudin berpendapat bahwa hukum pidana khusus adalah perundang-undangan di bidang tertentu yang bersanksi pidana, atau tindak pidana yang diatur dalam undang-undang khusus. Kewenangan penyelidikan dan penyidikan dalam hukum pidana khusus antara lain polisi, jaksa, PPNS, dan KPK. Pemeriksaan perkara hukum pidana khusus dapat dilakukan di pengadilan tipikor, pengadilan pajak, pengadilan hubungan industrial, pengadilan anak, pengadilan HAM, pengadilan niaga dan pengadilan perikanan. 39 Selanjutnya, KUHP yang ada saat ini tidak mampu lagi dan atau ketinggalan jaman untuk mengikuti trend perkembangan kejahatan. Pengalaman mengenai kodifikasi selama hampir dua abad menunjukan bahwa tidak mungkin sebuah kodifikasi itu lengkap dan tuntas, 40 sehingga dimungkinkan munculnya undang-undang pidana di luar KUHP yang secara parsial mengatur ber-bagai tindak pidana sesuai dengan perkembangan kebutuhan yang ada. Undang-Undang pidana di luar KUHP disebut sebagai tindak pidana khusus. Tujuan pengaturan tindak pidana khusus adalah untuk mengisi kekurangan ataupun kekosongan hukum yang tidak tercakup pengaturannya dalam KUHP. Sudarto mengemukakan istilah undangundang pidana khusus atau bijzondere wetten tetapi sulit untuk diuraikan. Ada tiga kelompok yang dapat dikualifikasikan sebagai undang-undang pidana khusus, antara lain: Undang-undang yang tidak dikodifikasikan 38 Ruslan Renggong, Op.cit., hlm Azis Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm Sudarto, Kedudukan Hukum Pidana Ekonomi sebagai Hukum Positif Indonesia, Jurnal, Semarang: Fakultas Hukum UNDIP, 1995, hlm Ruslan Renggong, Op.cit., hlm. 28

17 HKUM4309/MODUL Peraturan-peraturan hukum administratif yang mengandung sanksi pidana 3. Undang-undang yang mengandung hukum pidana khusus yang mengatur tentang delik-delik untuk kelompok-kelompok orang tertentu atau perbuatan tertentu Teguh Prasetyo mengemukakan bahwa karakteristik atau kekhususan dan penyimpangan hukum pidana khusus terhadap hukum pidana materiil digambarkan sebagai berikut: Hukum pidana bersifat elastis (ketentuan khusus) 2. Percobaan dan membantu melakukan tindak pidana diancam dengan hukuman (menyimpang) 3. Pengaturan tersendiri tindak pidana kejahatan dan pelanggaran (ketentuan khusus) 4. Perluasan berlakunya asas teritorial (menyimpang/ketentuan khusus) 5. Subjek hukum berhubungan/ditentukan berdasarkan kerugian keuangan dan perekonomian negara (ketentuan khusus) 6. Pegawai negeri merupakan subjek hukum tersendiri (ketentuan khusus) 7. Memiliki sifat terbuka, maksudnya adanya ketentuan untuk memasukkan tindak pidana yang berada dalam Undang-Undang lain asalkan Undang- Undang lain itu menentukan menjadi tindak pidana (ketentuan khusu) 8. Pidana denda ditambah sepertiga terhadap korporasi (menyimpang) 9. Perampasan barang bergerak, tidak bergerak (ketentuan khusus) 10. Adanya pengaturan tindak pidana selain yang diatur dalam Undang- Undang itu (ketentuan khusus) 11. Tindak pidana bersifat transnasional (ketentuan khusus) 12. Adanya ketentuan yurisdiksi dari negara lain terhadap tindak pidana yang terjadi (ketentuan khusus) 13. Tindak pidana dapat bersifat politik (ketentuan khusus) Selain terhadap hukum pidana materiil, terdapat penyimpangan terhadap hukum pidana formil sebagai berikut: 1. Penyidikan dapat dilakukan oleh jaksa, penyidik KPK 2. Perkara pidana khusus harus didahulukan dari perkara pidana lain 42 Ibid, hlm

18 1.18 Tindak Pidana Khusus 3. Adanya gugatan perdata terhadap tersangka/terdakwa tindak pidana korupsi 4. Penuntutan kembali terhadap pidana bebas atas dasar kerugian negara 5. Perkara pidana khusus diadili di pengadilan khusus 6. Dianutnya peradilan in absentia 7. Diakuinya terobosan terhadap rahasia bank 8. Dianut pembuktian terbalik 9. Larangan menyebutkan identitas pelapor 10. Perlunya pegawai penghubung 11. Diatur TTS dan TTD Namun demikian hubungan antara peraturan umum dan khusus tersebut tercakup dalam suatu proses harmonisasi hukum yakni sebagai suatu upaya atau proses untuk merealisasi keselarasan, kesesuaian, keserasian, kecocokan, keseimbangan diantara norma-norma hukum di dalam peraturan perundangundangan sebagai sistem hukum dalam satu kesatuan kerangka sistem hukum nasional. 43 Sebagai suatu aturan khusus yang bersifat khsusus peraturan di luar KUHP tersebut harus tetap dan berada dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum pidana formil dan materiil. Menurut Bagir Manan, sebagai lex specialis harus memenuhi beberapa syarat, antara lain: Prinsip bahwa semua kaidah umum berlaku dan prevail kecuali secara khusus diatur berbeda; 2. Dalam pengertian lex specialis termasuk juga asas dan kaidah-kaidah yang me-nambah kaidah umum yang diterapkan secara kumulatif antara kaidah umum dan kaidah khusus dan bukan hanya mengatur penyimpangan; 3. Dalam lex specialis bermaksud menyimpangi atau mengatur berbeda dengan lex generalis harus dengan motif lebih memperkuat asas dan kaidah-kaidah umum bukan untuk memperlemah kaidah umum, selain itu harus dapat di-tunjukan pula suatu kebutuhan khusus yang hendak 43 Kusnu Goesniadhio Slamet, Harmonisasi Hukum dalam Perspektif Perundangundangan, Jurnal Hukum, Vol. 11, Yogyakarta: FH UII, 2004, hlm Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa Suatu Pencarian, Yogyakarta: FH UII Press, 2005, hlm. 90

19 HKUM4309/MODUL dicapai yang tidak cukup memadai hanya mempergunakan kaidah umum; 4. Semua kaidah lex specialis harus diatur secara spesifik sebagai kaidah (norma) bukan sesuatu yang sekedar dilandaskan pada asas-asas umum atau kesimpulan umum belaka; 5. Semua kaidah lex specialis harus berada dalam regim hukum yang sama dan diatur dalam per-tingkatan perundang-undangan yang sederajat dengan kaidah-kaidah lex generalis. Tidak ada pendefisian Tindak Pidana Khusus secara baku. Berdasarka MvT dari pasal 103 KUHP, istilah Pidana Khusus dapat diartikan sebagai perbuatan pidana yang ditentukan dalam perundangan tertentu di luar KUHP. Rochmat Soemitro, mendefinisikan tindak pidana khusus sebagai tindak pidana yang diatur tersendiri dalam undang-undang khusus, yang memberikan peraturan khusus tentang tata cara penyidikannya, tuntutannya, pemeriksaanya, maupun sanksinya yang menyimpang dari ketentuan yang dimuat dalam KUHP. 45 Namun, T. N. Syamsah berpendapat bahwa pengertian tindak pidana khusus harus dibedakan dari pengertian ketentuan pidana khusus. Pidana khusus pada umumnya mengatur tentang tindak pidana yang dilakukan dalam bidang tertentu atau khusus (di luar KUHP) seperti di bidang perpajakan, imigrasi, perbankan yang tidak diatur secara umum dalam KUHP atau yang diatur menyimpang dari ketentuan pidana umum. Sedangkan, tindak pidana khusus adalah tindak pidana yang diatur tersendiri dalam undang-undang khusus, yang memberikan peraturan khusus tentang cara penyidikannya, tuntutannya, pemeriksaannya maupun sanksinya yang menyimpang dari ketentuan yang dimuat dalam KUHP yang lebih ketat atau lebih berat. Tetapi, jika tidak diberikan ketentuan yang menyimpang, ketentuan KUHP umum tetap berlaku. 46 Tindak pidana khusus itu sangat merugikan masyarakat dan negara, maka perlu diadakan tindakan cepat dan perlu diberi wewenang yang lebih luas kepada penyidik dan penuntut umum, hal ini agar dapat mencegah kerugian yang lebih besar. Macam-macam tindak pidana khusus misalnya 45 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hlm T.N. Syamsah, Tindak Pidana Perpajakan, Bandung: Alumni, 2011, hlm. 51

20 1.20 Tindak Pidana Khusus tindak pidana ekonomi, tindak pidana korupsi serta tindak pidana HAM berat. 47 Titik tolak kekhususan suatu peraturan perundang-undangan khusus dapat dilihat dari perbuatan yang diatur, masalah subjek tindak pidana, pidana dan pemidanaanya. Subjek hukum Tindak Pidana Khusus diperluas, tidak saja meliputi orang pribadi melainkan juga badan hukum (Korporasi). Sedangkan dari aspek masalah pemidanaan, dilihat dari pola perumusan ataupun pola ancaman sanksi, Tindak Pidana Khusus dapat menyimpang dari ketentuan KUHP. Substansi Tindak Pidana Khusus menyangkut 3 permasalahan yakni tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, serta pidana dan pemidanaan. Ruang lingkup Tindak Pidana Khusus tidak bersifat tetap, tetapai dapat berubah sesuai dengan apakah ada penyimpangan atau menetapkan sendiri ketentuan khusus dari Undang-Undang pidana yang mengatur substansi tersebut. 48 LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Jelaskan definisi hukum pidana menurut Moeljatno dan Simons! 2) Sebutkan pengertian pidana menurut: 3) Wirjono Prodjodikoro 4) Van Hamel 5) Sudarto 6) Roeslan Saleh 7) Sebutkan unsur subjektif dari tindak pidana! 8) Sebutkan jenis tindak pidana! 9) Sebutkan dan jelaskan macam-macam hukum pidana! 10) Sebutkan kelompok yang dikualifikasikan sebagai undang-undang pidana khusus! 47 Ibid, hlm Azis Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 13

21 HKUM4309/MODUL Petunjuk Jawaban Latihan 1) Moeljatno mendefinisikan hukum pidana sebagai bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk: a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan pidana sebagaimana yang telah diancamkan c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Simons mendefinisikan hukum pidana sebagai berikut: a. Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa yaitu suatu pdana apabila tidak ditaatti b. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana c. Keseluruhan ketentuan yang mmeberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana 2) Pengertian pidana menurut para ahli adalah sebagai berikut: a. Wirjono Prodjodikoro Pidana adalah hal-hal dipidanakan oleh instansi yang berkuasa yang dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya, dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan. b. Van Hamel Pidana adalah sesuatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuaaan yang berwenang menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggung jawab dari ketertiban hukum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar sesuatu peraturan hukum yang ditegakkan oleh negara.

22 1.22 Tindak Pidana Khusus c. Sudarto Pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. d. Roeslan Saleh Pidana ialah reaksi atas delik dan berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu. 3) Unsur subjektif tindak pidana berupa: a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (culpa/dolus); b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP; c. Macam- macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain; d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP; e. Perasaaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP Sedangkan, unsur subjektif menurut Simons yaitu: a. Orangnya mampu bertanggung jawab b. Adanya kesalahan (dolus atau culpa) 4) Jenis tindak pidana yaitu: a. Kejahatan atau misdrijven dan pelanggaran atau overtredingen b. Terdapat delik formil dan delik materiil c. Delik Dolus dan delik Culpa d. Delik commissionis (aktif) dan delik ommisionis (pasif) e. Delik Aduan dan delik Biasa 5) Hukum pidana terbagi menjadi beberapa macam, antara lain sebagai berikut: a. Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formil Hukum pidana materiil (ius poenale) sebagai sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap

23 HKUM4309/MODUL pelanggarannya diancam dengan pidana (sanksi hukum) bagi mereka yang mewujudkannya. Hukum pidana formil atau hukum acara pidana adlaah hukum yang menetapkan cara negara menggunakan kewenangannya untuk melaksanakan pidana, juga disebut hukum pidana in concreto karena mengandung peraturan bagaimana hukum pidana materiil atau hukum pidana in abstracto dituangkan ke dalam kenyataan (in concreto). b. Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus Sudarto, dikutip oleh Ruslan Renggong, berpendapat bahwa hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dapat diberlakukan terhadap setiap orang pada umumnya, sedangkan hukum pidana khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu saja, atau hukum yang mengatur delik-delik tertentu saja. Hukum pidana khusus menurut Jan Remelink secara sederhana disebut delicti propria. Suatu delik yang dilakukan oleh seseorang dengan kualitas atau kualifikasi tertentu. Azis Syamsudin berpendapat bahwa hukum pidana khusus adalah perundang-undangan di bidang tertentu yang bersanksi pidana, atau tindak pidana yang diatur dalam undangundang khusus. c. Hukum Pidana Tertulis dan Hukum Pidana Tidak Tertulis Hukum pidana tertulis meliputi KUHP dan KUHAP yang merupakan kodifikasi hukum pidana materiil dan hukum pidana formil (hukum acara pidana) termasuk hukum pidana tertulis yang bersifat khusus dan hukum pidana yang statusnya lebih rendah daripada undang-undang dalam arti formil. Hukum pidana tidak tertulis adalah sebagian besar hukum adat pidana berdasarkan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Darurat No. 1 Tahun 1951 yang masih berlaku. d. Hukum Nasional dan Hukum Pidana Internasional Hukum pidana nasional adalah hukum pidana yang dibentukoleh negara tertentu yang ruang lingkup berlakunya hanya dalam yurisdiksi negara tersebut. Hukum pidana internasional adalah hukum pidana yang dibentuk oleh masyarakat internasional melalui organ-organ PBB yang berlaku secara internasional.

24 1.24 Tindak Pidana Khusus 6) Kelompok yang dikualifikasikan sebagai Undang-Undang Pidana Khusus: a. Undang-Undang yang tidak dikodifikasikan b. Peraturan-peraturan hukum administratif yang mengandung sanksi pidana c. Undang-Undang yang mengandung hukum pidana khusus yang mengatur tentang delik-delik untuk kelompok-kelompok orang tertentu atau perbuatan tertentu. RANGKUMAN Tindak pidana khusus merupakan bagian dari hukum pidana. Moeljatno mengemukakan bahwa tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis seperti halnya untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah hukum, maka bukanlah hal yang mudah untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah tindak pidana. Tindak pidana dalam KUHP dikenal dengan istilah strafbaarfeit dan dalam kepustaan tentang hukum pidana sebagai delik, sedangkan pembuat Undang-Undang merumuskan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau yang sering disebut sebagai tindak pidana. Tindak pidana memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Pada umumnya syarat-syarat tersebut dikenal dengan unsur-unsur tindak pidana. Seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang dilakukannya memenuhi syarat-syarat tindak pidana atau strafbaarfeit, yaitu melanggar hukum, kualitas si pelaku, dan kausalitas. Mengenai unsur-unsur tindak pidana atau strafbaarfeit, terdapat unsur-unsur tindak pidana yang dilihat dari alirannya, yaitu aliran monistis dan aliran dualistis. Pandangan monistis adalah suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat untuk adanya pidana itu kesemuanyamerupakan sifat dari perbuatan. Pandangan dualistis memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Apabila menurut pandangan Monistis dalam pengertian tindak pidana sudah tercakup di dalamnya baik usur perbuatan maupun unsur orangnya, dalam pandangan dualistis dalam tindak pidana hanya mencakup perbuatannya saja, sedangkan pertanggung jawaban pidana tidak menjadi unsur tindak pidana. Pandangan ini menyatakan bahwa untuk adanya pidana tidak cukup hanya apabila telah terjadi perbuatan pidana, tetapi dipersyaratkan juga adanya kesalahan atau pertanggungjawab pidana. Hukum pidana terbagi menjadi beberapa macam, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil; hukum pidana umum dan

25 HKUM4309/MODUL hukum pidana khusus; hukum pidana tertulis dan hukum tindak pidana tidak tertulis; dan hukum nasional dan hukum pidana Internasional. Teguh Prasetyo menyatakan bahwa istilah hukum pidana khusus sekarang diganti dengan istilah hukum tindak pidana khusus, namun pada prinsipnya tidak ada perbedaan antara kedua istilah tersebut. Tidak ada pendefisian Tindak Pidana Khusus secara baku. Berdasarka MvT dari pasal 103 KUHP, istilah Pidana Khusus dapat diartikan sebagai perbuatan pidana yang ditentukan dalam perundangan tertentu di luar KUHP. Rochmat Soemitro, mendefinisikan tindak pidana khusus sebagai tindak pidana yang diatur tersendiri dalam undang-undang khusus, yang memberikan peraturan khusus tentang tata cara penyidikannya, tuntutannya, pemeriksaanya, maupun sanksinya yang menyimpang dari ketentuan yang dimuat dalam KUHP. TES FORMATIF 1 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Di bawah ini adalah pengertian hukum pidana menurut Simons, kecuali... A. Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa apabila tidak ditaati B. Pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut C. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana D. Keseluruhan ketentuan yang mmeberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana 2) Pidana adalah hal-hal dipidanakan oleh instansi yang berkuasa yang dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya, dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan. Definisi tersebut merupakan definisi menurut... A. Lamintang B. Roeslan Saleh C. Wirjono Prodjodikoro D. Para Ahli

26 1.26 Tindak Pidana Khusus 3) Ahli di bawah ini yang mempertanyakan istilah pidana adalah... A. Lamintang B. Roeslan Saleh C. Simons D. Sudarto 4) Di bawah ini yang bukan merupakan unsur-unsur pidana adalah... A. Pidana adalah aturan yang mengatur tentang perikatan B. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa C. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan D. Pidana itu dikenakan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang undang 5) Yang tidak termasuk pidana pokok Di bawah ini adalah... A. Pidana mati B. Pidana penjara C. Pidana denda D. Pidana khusus 6) Delictum adalah istilah dari... A. Hukum B. Kalimat C. Delik D. Culpa 7) Perbuatan yang melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat, sedangkan secara psikologis ialah perbuatan manusia yang abnormal yang bersifat melanggar hukum yang disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dari si pelaku perbuatan tersebut. Kalimat tersebut merupakan pengertian kejahatan atau tindak pidana menurut... A. Moeljatno B. Djoko Prakoso C. Oscar Wilde D. Jeremy Scott 8) Di bawah ini yang bukan unsur dari istilah tindak pidana adalah... A. Bar B. Straf

27 HKUM4309/MODUL C. Feit D. Baar 9) Strafbaarfeit adalah kelakuan manusia (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam undang-undang, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan merupakan pengertian Strafbaarfeit menurut... A. Van Hamel B. Djoko Prakoso C. Moeljatno D. Lamintang 10) Unsur-unsur tindak pidana di bawah ini adalah benar, kecuali... A. Melanggar hukum B. Sesuai dengan hokum C. Kualitas si pelaku D. Kausalitas 11) Unsur-unsur tindak pidana menurut Moeljatno di bawah ini adalah benar, kecuali... A. Niat B. Perbuatan C. Memenuhi rumusan dalam undang-undang D. Dipenuhinya syarat formil 12) Tindak pidana dalam KUHP dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi dua macam, yaitu unsur subjektif dan objektif. Kalimat tersebut merupakan pendapat dari... A. Van Hamel B. Djoko Prakoso C. Moeljatno D. Lamintang 13) Dalam tindak pidana terdapat... A. Kejahatan dan perbuatan B. Perbuatan dan pelanggaran C. Pelanggaran dan kejahatan D. Perbuatan dan kejahatan

28 1.28 Tindak Pidana Khusus 14) Tindak pidana khusus diatur dalam undang-undang di luar hukum pidana umum. Kalimat tersebut merupakan pernyataan dari... A. Pompe B. Stalin C. Jam Remelink D. Teguh Prasetyo 15) Tindak pidana khusus sebagai tindak pidana yang diatur tersendiri dalam undang-undang khusus, yang memberikan peraturan khusus tentang tata cara penyidikannya, tuntutannya, pemeriksaanya, maupun sanksinya yang menyimpang dari ketentuan yang dimuat dalam KUHP merupakan tindak pidana khusus menurut... A. Teguh Prasetyo B. Rochmat Soemitro C. Pompe D. Adami Chazawi Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1. Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar 100% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: % = baik sekali 80-89% = baik 70-79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.

29 HKUM4309/MODUL D KEGIATAN BELAJAR 2 Ruang Lingkup Tindak Pidana Khusus engan adanya perkembangan dalam masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan hukum dan mengimbangi perkembangan masyarakat yang berkembang pesat, baik peraturan sebagai penyempurnaan ketentuanketentuan yang telah ada dalam KUHP, maka dibentuklah beberapa peraturan perundang-undangan pidana yang bersifat khusus. 49 Tindak Pidana Khusus mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga telah diatur dalam peraturan perundang-undangan secara khusus baik hukum materiilnya maupun hukum formilnya. Berkenaan dengan fenomena pembentukan berbagai peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus, Muladi mengakui bahwa perkembangan hukum pidana di luar kodifikasi KUHP, khususnya berupa Undang-Undang Tindak Pidana Khusus. Kedudukan Undang-Undang Tindak Pidana Khusus dalam hukum pidana yaitu sebagai pelengkap dari hukum pidana yang dikodifikasikan dalam KUHP. Hakim yang mempunyai tugas pokok memeriksa dan memutus perkara melalui proses persidangan di pengadilan, juga harus senantiasa mengikuti perkembangan hukum pidana khusus sehingga putusan yang dihasilkan dapat mencerminkan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Hakim dituntut untuk mengembangkan kemampuan pengetahuan hukum termasuk hukum pidana khusus baik mulai dari norma hukum yang berlaku di masyarakat, asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum, peraturan perundangundangan, sampai dengan penerapan hukum yang dimanifestasikan dalam bentuk putusan pengadilan. 50 Setelah mengetahui pengertian hukum pidana khusus sebagaimana telah dijelaskan sebelumya, terdapat ruang lingkup tindak pidana khusus yang mengikuti sifat dan karakter hukum pidana khusus, yang dasar hukumnya diatur di luar KUHP. Sifat dan karakter hukum pidana khusus terletak pada 49 Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus, Jakarta: Kencana, 2016, hlm Komisi Yudisial Republik Indonesia, Proceeding: Pelatihan Hukum Pidana Khusus Bagi Hakim Tinggi, Makassar, Jakarta: KY, 2012, xlm. xiii

30 1.30 Tindak Pidana Khusus kekhususan dan penyimpangan dari hukum pidana umum, mulai dari subjek hukumnya yang tidak hanya orang tetapi juga korporasi. 51 Selain itu, mengenai ketentuan sanksi yang umumnya lebih berat dan juga mengenai hukum acara yang biasanya digunakan, juga hukum acara pidana khusus. Ruang lingkup hukum pidana khusus tidak bersifat tetap, tetapi dapat berubah tergantung dengan apa ada penyimpangan atau menetapkan sendiri ketentuan khusus dari undang-undang pidana yang mengatur substansi tertentu. Azis syamsudin berpendapat bahwa substansi hukum pidana khusus menyangkut tiga permasalahan, yaitu tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, serta pidana dan pemidanaan. 52 Berikut adalah perbandingan ruang lingkup tindak pidana umum dan tindak pidana khusus di Mahkamah Agung, sebagaimana terlampir dalam Laporan Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2013 dan Kejaksaan, sebagaimana terdapat dalam PERJA Nomor PER-036/A/JA/09/2011 tentang SOP Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum dan PERJA Nomor PERJA- 039/A/JA/10/2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus : 53 KLASIFIKASI MAHKAMAH AGUNG Pidana Umum 1. Kekerasan 2. Penpuan 3. Penggelapan 4. Pencurian 5. Nyawa dan Tubuh Orang 6. Pengrusakan 7. Akta Palsu 8. Kealpaan 9. Pemalsuan KEJAKSAAN 1. Tindakan Pidana terhadap Orang dan Harta Benda a. Kejahatan Terhadap Asal- Usul Perkawinan b. Meninggalkan Orang Yang Perlu Ditolong c. Penghinaan d. Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang e. Kejahatan Terhadap 51 Op.cit., hlm Azis Syamsudin, Tindak Pidana Khusus, Jakarta: Sinar Grafika, Anugerah Rizki Akbari, Artikel: Polemik Penyusunan Rancangan KUHP: Kesehatan Berpikir terhadap Konsep Kodifikasi, Prinsip Lex Specialis, dan Klasifikasi Tindak Pidana, Fiat Justitia Vol. 2, Depok: MaPPI FHUI, 2014, hlm. 2

31 HKUM4309/MODUL KLASIFIKASI MAHKAMAH AGUNG 10. Perbuatan Tidak Menyenangka n 11. Perjudian 12. Perzinahan 13. Keterangan Palsu 14. Penyerobotan 15. Perampasan 16. Pemerkosaan 17. Penghinaan 18. Penadahan 19. Pemerasan dan Pengancaman 20. Fitnah 21. Pencemaran Nama Baik 22. Poligami Liar 23. Ketertiban Umum 24. Lain-Lain KEJAKSAAN Nyawa f. Penganiayaan g. Menyebabkan Mati Atau Luka Karena Kealpaan h. Pencurian i. Pemeriksaan dan Pengancaman j. Penggelapan k. Perbuatan Curang l. Perbuatan Merugikan Pemiutang Atau Orang Yang Mempunyai Hak m. Penghancuran Atau Perusakan Barang n. Penadahan, Penerbitan, dan Percetakan o. Pelanggaran Mengenai Asal-Usul Perkawinan p. Pelanggaran Terhadap Orang Yang Memerlukan Pertolongan q. Pelanggaran Mengenai Tanah, Tanaman dan Pekarangan 2. Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda a. Kejahatan Terhadap Keamanan Negara b. Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden c. Kejahatan Terhadap Negara Sahabat dan Terhadap Kepala Negara Sahabat Serta Wakilnya

32 1.32 Tindak Pidana Khusus KLASIFIKASI MAHKAMAH AGUNG KEJAKSAAN d. Kejahatan Melakukan Kewajiban Umum dan Hak Kenegaraan e. Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum f. Perkelaian Tanding g. Kejahatan Yang Membahayakan Keamanan Umum Bagi Orang Atau Barang h. Kejahatan Terhadap Penguasa Umum i. Sumpah Palsu Atau Keterangan Palsu j. Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas k. Pemalsuan Materai dan Merk l. Pemalsuan Surat m. Kejahatan Terhadap Kesusilaan n. Kejahatan Rahasia o. Kejahatan Jabatan p. Kejahatan Pelayaran q. Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan Terhadap Sarana Atau Prasarana Penerbangan r. Pelanggaran Keamanan Umum Bagi Orang Atau Barang Dan Kesehatan s. Pelanggaran Ketertiban Umum t. Pelanggaran Penguasa

33 HKUM4309/MODUL KLASIFIKASI MAHKAMAH AGUNG Pidana Khusus 1. Korupsi 2. Narkotika dan Psikotropika 3. Perlindungan Anak 4. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 5. Kehutanan 6. Migas 7. Kepabeanan 8. HAKI 9. Perikanan 10. Perbankan 11. Perumahan 12. Lingkungan Hidup 13. Perdagangan Orang 14. Kesehatan 15. Senjata Api 16. Perlindungan Konsumen 17. Pencucian Uang 18. Ketenagakerjaan 19. Pornografi 20. Perpajakan 21. Terorisme 22. Lain-Lain KEJAKSAAN Umum u. Pelanggaran Kesusilaan v. Pelanggaran Jabatan w. Pelanggaran Pelayaran 1. Perkara tindak pidana korupsi, tindak pidana perikanan, dan perkara tindak pidana ekonomi (kepabeanan dan cukai) 2. Perkara pelanggaran HAM yang berat yang penanganannya hanya di Kejaksaan Agung 3. Perkara tindak pidana khusus lainnya

34 1.34 Tindak Pidana Khusus Selanjutnya, ruang lingkup tindak pidana khusus dalam buku Ruslan Renggong tidak berbeda jauh, tetapi terdapat beberapa tindak pidana khusus lainnya, sebagai berikut: Korupsi 2. Pencucian Uang 3. Terorisme 4. Pengadilan Hak Asasi Manusia 5. Narkotika 6. Psikotropika 7. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 8. Tindak Pidana Lingkungan Hidup 9. Oerikanan 10. Kehutanan 11. Penataan Ruang 12. Keimigrasian 13. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 14. Kesehatan 15. Praktik Kedokteran 16. Sistem Pendidikan Nasional 17. Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis 18. Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 19. Perlindungan Anak 20. Informasi dan Transaksi Elektronik 21. Pornografi 22. Kepabeanan 23. Cukai 24. Perlindungan Konsumen 25. Pangan 26. Paten 27. Merk 28. Hak Cipta 29. Pemilihan Umum (Pemilu) 30. Kewarganegaraan 31. Penerbangan 54 Ruslan Renggong, Op.cit., hlm. 58

35 HKUM4309/MODUL Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bagaimana penegak hukum mengklasifikasikan tindak pidana umum dan tindak pidana khusus secara berbeda, tindak pidana khusus cenderung mengikuti perkembangan jaman selain tidak diatur dalam KUHP. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Selanjutnya akan dijelaskan secara singkat terkait tindak-tindak pidana khusus dalam buku Ruslan Renggong yang telah disebutkan di atas, antara lain: Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pengertian korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Tipikor adalah sebagai berikut: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Sudarto berpendapat bahwa kata korupsi menunjuk pada perbuatan yang rusak, busuk, tidak jujur yang dikaitkan dengan keuangan. Selain itu, Henry Campbell Black mengemukakan bahwa korupsi itu sebagai perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain. 56 Secara sosiologis, tiga jenis korupsi menurut Marwan Mas adalah sebagai berikut: 57 a. Korupsi karena kebutuhan b. Korupsi untuk memperkaya diri c. Korupsi karena peluang 55 Ibid 56 Azis Syamsudin, Op.cit., hlm Marwan Mas, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2014, hlm. 12

36 1.36 Tindak Pidana Khusus Selain itu, korupsi pada umumnya terjadi di Indonesia dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu: 58 a. Sistem yang keliru b. Gaji yang rendah c. Law enforcement tidak berjalan d. Hukuman yang ringan e. Tidak ada keteladanan pemimpin f. Masyarakat yang apatis Subjek hukum tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1, 2, dan 3 UU Tipikor antara lain: a. Korporasi b. Pegawai negeri, meliputi: 1) Pegawai negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepegawaian 2) Pegawai negeri sebagaimana diatur dalam KUHP 3) Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; 4) Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah 5) Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang menggunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. Secara normatif tindak pidana korupsi termasuk kejahatan yang luar biasa (extraordinary crimes). Apabila dikaji dari pandangan doktrin, Romli Atmasasmita berpendapat bahwa: 59 Dengan memperhatikan perkembangan tindak pidana korupsi, baik dari sisi kuantitas maupun dari sisi kualitas, dan setelah mengkajinya secara mendalam, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa korupsi di Indonesia bukan merupakan kejahatan biasa melainkan sudah merupakan kejahatan yang sangat luar biasa. Selanjutnya, jika dikaji dari sisi akibat atau dampak negatif yang sangat merusak tatanan kehidupan bangsa Indonesia sejak 58 Ibid, hlm Romli Atmasasmita, Korupsi, Good Governance dan Komisi Anti Korupsi di Indonesia, Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman RI, 2002, hlm. 25

37 HKUM4309/MODUL pemerintahan Orde Baru sampai saat ini, jelas bahwa perbuatan korupsi merupakan perampasan hak ekonomi dan hak sosial rakyat Indonesia. Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, penanganannya mengikuti prosedur yang telah ditentukan dalam hukum acara pidana, baik diatur dalam KUHAP maupun Undang-Undang yang mengatur secara khusus tentang korupsi. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh tiga institusi, yaitu penyelidik dan penyidik Kepolisian, penyelidik dan penyidik Kejaksaan, dan penyelidik dan penyidik KPK. Perkara tindak pidana korupsi diadili secara khusus oleh pengadilan tindak pidana korupsi (Pengadilan TIPIKOR). Pengadilan TIPIKOR terbentuk seiring dengan terbentuknya KPK. 2. Tindak Pidana Pencucian Uang Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan tindak pidana baru dalam sistem hukum pidana Indonesia. Tindak pidana pencucian uang tidak hanya mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 60 Tindak Pidana Pencucian Uang diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU Pencucian Uang). Pencucian uang, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Pencucian Uang, adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam UU Pencucian Uang. Dalam pengertian ini, unsur-unsur yang dimaksud adalah unsur pelaku, unsur perbuatan melawan hukum serta unsur merupakan hasil tindak pidana. Sutan Remy Sjahdeni mendefinisikan pencucian uang atau money laundering sebagai berikut: 61 Rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram yaitu uang yang berasaldari kejahatan dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asalusul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana dengan cara 60 Ibid, hlm Sutan Remy Sjahdeni, Seluk-Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007, hlm. 5

38 1.38 Tindak Pidana Khusus terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (finacial system)sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal. Gerry A. Perguson, dikutip oleh Alma Manuputty Pattileuw, mengemukakan bahwa mekanisme pencucian uang atau money laundering terdiri atas tiga tahapan, yaitu: 62 a. Placement Penempatan uang hasil kejahatan atau perbuatan melawan hukum ke dalam deposito bank, real estate, atau saham-saham, konversi ke mata uang lainnya atau transfer uang ke dalam valuta asing untuk sementara waktu. b. Layering Membuatn transaksi-transaksi keuangan yang kompleks dan rumit serta berlapis-lapis, dilindungi oleh pelbagai bentuk ononimitas dan rahasia profesional, sering melibatkan beberapa negara sehingga sulit pelacakan oleh penegak hukum. c. Integration Tipu muslihat untuk dapat memberikian legitimasi terhadap uang hasil kejahatan. Biasanya yang sering dilakukan adalah menempatkan uang di bank yang bersangkutan. Pemilik uang yang bersangkutan bisa memakai uang secara terang-terangan. Pada tahap ini uang hasil kejahatan tersebut sulit untuk dikenali atau di claim sebagai hasil kejahatan. Subjek hukum tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam UU Pencucian Uang yaitu: a. Orang Perseorangan b. Korporasi Sedangkan, objek tindak pidana pencucian uang yaitu segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU 62 Alma Manuputty Pattileuw, Jurnal Hukum: Money Laundering Suatu Kejahatan yang Berdimensi Internasional, Makassar: Fakultas Hukum Universitas 45, hlm. 77

39 HKUM4309/MODUL Pencucian Uang. Proses hukum tindak pidana pencucian uang terdiri dari penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan melalui sidang Pengadilan yang diatur mulai dari Pasal 68 sampai Pasal 82 UU Pencucian Uang. 3. Tindak Pidana Terorisme Tindak Pidana Terorisme diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang (UU Terorisme). Terorisme menurut Black Law s Dictionary merupakan kegiatan yang melibatkan unsur kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum pidana, yang jelas dimaksudkan untuk mengintimidasi penduduk sipil, mempengaruhi kebijakan pemerintah, dan mempengaruhi penyelenggaraan dengan cara penculikan atau pembunuhan. 63 Kejahatan terorisme merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime), hal ini dikarenakan terorisme dilakukan oleh penjahat-penjahat yang tergolong profesional, produk rekayasa dan pembuktian kemampuan intelektual, terorganisir, dan didukung dana yang tidak sedikit. Selain itu, terorisme tidak hanya menjatuhkan kewibawaan Negara dan bangsa, tetapi juga mengakibatkan korban dalam jumlah yang besar yang berjatuhan. 64 Subjek hukum tindak pidana terorisme segaimana diatur dalam UU Terorisme yaitu: a. Orang b. Korporasi Dalam tindak pidana terorisme, tidak hanya dilakukan oleh Orang yang dianggap dewasa, tetapi juga dapat dilakukan oleh orang yang masih Di bawah umur, yaitu anak. Pelaku tindak pidana terorisme oleh anak juga diatur dalam UU Terorisme. 63 Ari Wibowo, Hukum Pidana Terorisme; Kebijakan Formulatif Hukum Pidana dalam Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, hlm Abdul Wahid, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM, dan Hukum, Bandung: Refika Aditama, 2004, hlm. 59

40 1.40 Tindak Pidana Khusus Tindak pidana terorisme, menurut Pasal 6 UU Terorisme, adalah sebagai berikut: Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional,dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. Selanjutnya, kualifikasi tindak pidana terorisme sebagaimana diatur dalam UU Terorisme antara lain: a. Delik materiil b. Delik formil c. Delik percobaan d. Delik pembantuan e. Delik penyertaan f. Delik perencanaan 4. Tindak Pidana dalam Pengadilan HAM Pengadilan HAM diatur dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM). Pengadilan HAM merupakan pengadilan yang memeriksa dan memutuskan segala bentuk pelanggaran HAM yang berat, termasuk genosida dan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada Di bawah peradilan umum. 65 Selanjutnya, dalam penjelasan UU Pengadilan HAM, pelanggaran HAM berat merupakan extraordinary crime dan berdampak secara luas baik pada tingkat nasional maupun internasional dan bukan merupakan tindak pidana yang diatur dalam KUHP serta menimbulkan kerugian, baik materiil maupun 65 Zainal Abidin, Artikel: Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia: Regulasi, Penerapan dan Perkembangannya, 2010, hlm. 2, website: Asasi-Manusia-di-Indonesia_Regulasi-Penerapan-dan-Perkembangannya.pdf

41 HKUM4309/MODUL immateriil, yang mengakibatkan perasaan tidak aman baik terhadap perseorangan maupun masyarakat, sehingga perlu segera dipulihkan dalam mewujudkan supremasi hukum untuk mencapai kedamaian, ketertiban, ketentrman, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Genosida menurut Black s Law Dictionaryyaitu: an act committed with the intent to destroy, in whole apart, a national, ethnic, racial, or religious group. Sedangkan kejahatan kemanusiaan, dalam Pasal 6 (c) Piagam Nuremberg yang membentuk Mahkamah Militer Internasional Nuremberg, adalah sebagai berikut: Pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, deportasi, dan perbuatanperbuatan tidak manusiawi lainnya yang dilakukan terhadap populasi sipil, sebelum atau selama perang, atau persekusi-persekusi atas dasar-dasar politik, rasa atau agama sebagai pelaksanaan dari atau berhubungan dengan setiap kejahatan yang berada di dalam yurisdiksi pengadilan tersebut baik yang melanggar ataupun tidak hukum Negara setempat di mana ia dilakukan. Selain itu, Komisi Hukum Internasional merumuskan kejahatan kemanusiaan sebagai: 66 Dalam ketentuan yang dihasilkan berikutnya yang terkait dengan pengertian kejahatan terhadap kemanusiaan ini, seperti Statuta International Criminal Tribunal of Yugoslavia (ICTY) masih berpedoman pada Piagam Nuremberg, barulah pada Statuta International Criminal Tribunal for Rwanda Tindakan-tindakan yang tidak manusiawi yang dilakukan oleh para penguasa suatu Negara atau oleh individu-individu perseorangan terhadap suatu populasi sipil seperti pembunuhan, atau pemusnahan, atau perbudakan, atau deportasi, atau persekusi-persekusi atas dasar-dasar politik, ras, agama, atau budaya, bilamana tindakan-tindakan demikian dengan kejahatan-kejahatan lain yang didefenisikan dalam pasal ini 66 Erikson Hasiholan Gultom. Kompetensi Mahkamah Pidana Internasional dan Peradilan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan di Timor Timur: Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Kompetensi Mahkamah Pidana Internasional dalam Mengadili Individu-individu yang Bertanggung Jawab atas Terjadinya Kejahatan Terhadap Kemanusiaan dan Relevansinya dengan Peradilan Kasus Timor Timur Sekitar Masa Referendum 1999, Jakarta: Tatanusa, 2006, hlm. 45

42 1.42 Tindak Pidana Khusus Pelanggaran HAM berat atau dikenal dengan gross violation of human rights atau greaves breaches of human rights dalam Konvensi Jenewa 1949 dan protokolnya, tidak dikenal dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Selanjutnya, karena dasar dari hukum HAM adalah hukum internasional, subjek Hukum dalam bidang HAM yaitu: 67 a. Aktor Negara Pemangku Kewajiban b. Aktor Non-Negara Pemangku Kewajiban c. Aktor Non-Negara Pemangku Hak 5. Tindak Pidana Narkotika Tindak pidana Narkotika diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika). Narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Narkotika adalah sebagai berikut: zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. Pada pasal 6 ayat (1) UU Narkotika ditetapkan jenis-jenis narkotika sebagai berikut: a. Narkotika Golongan I b. Narkotika Golongan II c. Narkotika Golongan III Penggunaan narkotika secara legal hanya bagi kepentingan-kepentingan pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan. Menteri Kesehatan dapat memberi ijin lembaga ilmu pengetahuan dan atau lembaga pendidikan untuk membeli atau menanam, menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan ataupun menguasai tanaman papaver, koka dan ganja Rhona K.M. Smith, et.al., Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008, hlm Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Narkotika di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990, hlm. 137

43 HKUM4309/MODUL Jenis narkotika yang sering disalahgunakan adalah morfin, heroin (putauw), petidin, termasuk ganja atau kanabis, mariyuana, hashis dan kokain. Terdapat sekitar 3,2 juta pengguna narkoba di Indonesia, secara Nasional dari total tahanan, 30% karena kasus narkoba, perkara narkoba telah menembus batas gender, kelas ekonomi bahkan usia Tindak Pidana Psikotropika Tindak pidana psikotropika diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 (UU Psikotropika). Psikotropika, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Psikotropika, merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dalam Pasal 2 ayat (2) UU Psikotropika digolongkan ke dalam beberapa golongan antara lain: a. Psikotropika golongan I b. Psikotropika golongan II c. Psikotropika golongan III d. Psikotropika golongan IV Tindak Pidana Psikotropika merupakan suatu kejahatan yang dampaknya sangat berbahaya. Psikotropika sudah menjadi barang yang biasa didalam masyarakat. Hampir semua kalangan dapat menyalahgunakan psikotropika berbagai golongan. Jenis Psikotropika yang sering disalahgunakan adalah amfetamin, ekstasi, shabu, obat penenang seperti mogadon, rohypnol, dumolid, lexotan, pil koplo, BK, termasuk LSD, Mushroom. 7. Tindak Pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Tindak Pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU Konservasi SDA). 69 Mahkamah Konstitusi, Berita Mahkamah Konstitusi, No. 19, Edisi April-Mei, Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2007, hlm. 15

44 1.44 Tindak Pidana Khusus Sumber daya alam hayati sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Konservasi SDA adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. Sedangkan, konservasi sumber daya alam hayati sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU Konservasi SDA adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Tindak pidana terhadap konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang sering ditemui antara lain illegal logging, dan perdagangan satwa. Selanjutnya, subjek hukum tindak pidana konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yaitu: a. Orang b. Korporasi Konsep penegakan hukum terhadap tindak pidana konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam UU Konservasi SDA berupa: a. Tindak pidana materiil b. Tindak pidana formil c. Tondak pidana konservasi sumber daya alam adalah kejahatan dan pelanggaran. 8. Tindak Pidana Lingkungan Hidup Tindak pidana lingkungan hidup diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Lingkungan hidup, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU PPLH merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

45 HKUM4309/MODUL Lingkungan hidup dikelompokkan ke dalam tiga kelompok: 70 a. Lingkungan fisik (physical environment) b. Lingkungan biologis (biological environment) c. Lingkungan sosial (social environment) Tindak pidana lingkungan hidup merugikan masyarakat sekitar, karena akan membawa dampak yang negatif, seperti akan menimbulkan banyak penyakit yang terserang, bukan hanya itu, air dan udara pun juga tercemar. Tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh: a. Orang b. Korporasi 9. Tindak Pidana Perikanan Tindak pidana perikanan diatur dalam Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (UU Perikanan). Perikanan adalah kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan. 71 Kegiatan yang termasuk ke dalam perikanan ialah praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. 72 Selain itu, tindak pidana perikanan sebagaimana diatur dalam UU Perikanan ialah delik kejahatan dan delik pelanggaran. Pasal 84 ayat (1) UU Perikanan menetapkan bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana perikanan ialah tindak pidana yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja di bawah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. 70 Fuad Amsyari, Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1977, hlm Djoko Tribawono, Hukum Perikanan Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hlm Supriadi dan Alimuddin, Hukum Perikanan Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 68

46 1.46 Tindak Pidana Khusus Penanganan perkara tindak pidana perikanan yaitu melalui pengadilan perikanan. Pengadilan perikanan merupakan salah satu pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum. Pembentukan pengadilan perikanan sesuai dengan Pasal 71 UU Perikanan. 10. Tindak Pidana Kehutanan Tindak pidana kehutanan diatur dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan). Kehutanan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Tindak pidana kehutanan dapat mengakibatkan pengrusakan hutan yang semakin luas dan kompleks, berdampak luar biasa serta melibatkan banyak pihak di dalamnya. Kerusakan yang ditimbulkannya telah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara. Tindak pidana kehutanan dilakukan dengan sengaja. Selanjutnya, penetapan larangan dalam hukum pidana kehutanan oleh pembuat UU Kehutanan dimaksudkan dapat menjadi kenyataan melalui proses penegakan hukum pidana kehutanan untuk mencegah kerusakan hutan dan mewujudkan citacita hukum. 73 Penegakan hukum tindak pidana kehutanan yang berkelanjutan dilakukan melalui konsolidasi dan koordinasi antara Departemen Kehutanan dengan Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, Pemerintah daerah dan Instansi terkait. UU Kehutanan merumuskan bentuk tindak pidana kehutanan, yaitu berdasarkan kejahatan dan pelanggaran. Subjek hukum yang biasa melakukan tindak pidana kehutanan pada umumnya antara lain: a. Orang b. Korporasi 11. Tindak Pidana Penataan Ruang Tindak pidana penataan ruang diatur dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UU Tata Ruang). Tata ruang 73 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta: Genta Publishing, 2009, hlm. 24

47 HKUM4309/MODUL sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU Tata Ruang ialah wujud truktur ruang dan pola ruang. Sedangkan definisi penataan ruang, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU Tata Ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi menurut Pasal 35 UU Tata Ruang. Mengenai pengenaan sanksi diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yang merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi, dimana pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda. 12. Tindak Pidana Keimigrasian Tindak pidana keimigrasian diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (UU Keimigrasian). UU Keimigrasian bersifat khusus, mengatur hukum acara pidana yang merupakan pengecualian dari acara pidana yang diatur dalam KUHAP. Keimigrasian sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UU Keimigrasian yaitu: Keimigrasian adalah hal ihwal orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan Negara. Keimigrasian terdapat 2 (dua) unsur pengaturan yang penting, yaitu : Pengaturan tentang berbagai hal mengenai lalu lintas orang yang masuk, keluar dan tinggal dari dan dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Pengaturan tentang berbagai pengawasan tidak hanya orang asing saja, namun juga warga Negara Indonesia di wilayah Indonesia, guna tegaknya kedaulatan negara. Pengawasan keimigrasian mencakup penegakan hukum keimigrasian baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana keimigrasian. Pengawasan adalah keseluruhan proses kegiatan untuk mengontrol atau

48 1.48 Tindak Pidana Khusus mengawasi apakah proses pelaksanaan tugas telah sesuai dengan rencana atau aturan yang ditentukan. 74 Selanjutnya, subjek hukum yang melakukan tindak pidana keimigrasian adalah sebagai berikut: a. Orang b. Korporasi 13. Tindak Pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Tindak pidana lalu lintas dan angkutan jalan diatur dalam Undang- Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Lalu lintas dan angkutan jalan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU LLAJ adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya. Tindak pidana pelanggaran lalu lintas sebagaimana diatur dalam Pasal 105 UU LLAJ antara lain: a. Pelanggaran terhadap alat pemberi isyarat lalu lintas b. Pelanggaran terhadap marka c. Pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas d. Pelanggaran terhadaap kecepatan maksimum dan minimum e. Pelanggaran terhadap persyaratan administratif pengemudi dan kendaraan f. Pelanggaran terhadap peringatan bunyi Sedangkan tindak pidana pelanggaran angkutan jalan sebagaimana diatur dalam Pasal 106 UU LLAJ antara lain: a. Pelanggaran terhadap persyaratan teknis layak jalan kendaraan b. Pelanggaran terhadap perizinan c. Pelanggaran terhadap berat muatan kendaraan Penyidik tindak pidana lalu lintas dan angkutan jalan ialah Kepolisian (Polisi Jalan Raya), dan penyidik pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan 74 Iman Santoso, Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, UI Press, 2004, hlm. 20

49 HKUM4309/MODUL departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. 14. Tindak Pidana Kesehatan Tindak pidana kesehatan diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Kesehatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Tindak pidana kesehatan yang diatur dalam UU Kesehatan adalah sebagai berikut: a. Tindak Pidana sengaja melakukan tindakan pada ibu hamil b. Tindak Pidana pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat c. Tindak Pidana transplatasi dengan tujuan komersial d. Tindak Pidana memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar e. Tindak Pidana memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu Penyidik tindak pidana kesehatan ialah Kepolisian dan penyidik pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintahan yang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik. 15. Tindak Pidana Praktik Kedokteran Tindak pidana praktik kedokteran diatur dalam Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik Kedokteran). Praktik kedokteran sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Praktik Kedokteran merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Sedangkan Profesi kedokteran sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 11 UU Praktik Kedokteran adalah suatu pekerjaan kedokteran yang dilaksanakannis berdasarkan suatu keilmuan dan kompetensi. Pemicu terjadinya sengketa biasanya berawal dari kesalahpahaman, perbedaan penafsiran, ketidakjelasan pengaturan, ketidakpuasan,

50 1.50 Tindak Pidana Khusus ketersinggungan, kecurigaan, tindakan yang tidak patut, curang atau tidak jujur, kesewenangwenangan atau ketidakadilan, dan terjadinya keadaan yang tidak terduga serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi dunia kedokteran. 75 Upaya penyelesaian dalam perkara tindak pidana praktik kedokteran bersifat kekeluargaan, musyawarah dan masih mempertahankan harkat dan martabat manusia, namun apabila diduga telah terjadi tindak pidana praktik kedokteran, setiap orang berhak untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan. Selain itu, subjek hukum yang melakukan tindak pidana praktik kedokteran antara lain: a. Orang b. Korporasi 16. Tindak Pidana Sistem Pendidikan Nasional Tindak pidana di bidang pendidikan diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Pendidikan). Pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Pendidikan yaitu: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tindak pidana pendidikan banyak terjadi di masyarakat, namun seringkali terabaikan, tertutup oleh asumsi-asumsi publik bahwa pendidikan merupakan bidang yang tanpa cela dan bebas dari pengaruh berbagai tindakan negatif, sehingga setiap tindakan tersebut seringkali dibenarkan dengan alasan-alasan yang nampak rasional, seperti alasan kedisiplinan. Jenis-jenis tindak pidana pendidikan pada prinsipnya tindak pidana yang konvensional, yang menjadi kekhususan di sini adalah bidang yang disimpangi adalah pendidikan, dan pelakunya sebagian besar adalah pihak- 75 S. Tri Herlianto, Jurnal: Mediasi Penal sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Praktik kedokteran, Semarang, hlm. 297

51 HKUM4309/MODUL pihak yang terlibat dalam proses pendidikan ataupun yang memanfaatkan jasa pendidikan, seperti pemalsuan ijazah sekolah. 17. Tindak Pidana Diskriminasi Ras dan Etnis Tindak Pidana Diskriminasi Ras dan Etnis diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (UU Diskriminasi). Diskriminasi ras dan etnis sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Diskriminasi adalah: Diskriminasi ras dan etnis adalah segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Tindak pidana diskriminasi ras dan etnis dilakukan oleh subjek hukum yaitu: a. Orang b. Korporasi Tindak pidana yang sengaja dilakukan oleh orang dan korporasi diatur dalam Pasal 16 dan Pasal 17 UU Diskriminasi. Selain itu, tindak pidana diskriminasi ras dan etnis dapat menimbulkan tindak pidana perampasan kemerdekaan. Tindak pidana perampasan kemerdekaan orang lain atas dasar diskriminasi ras dan etnis merupakan penangkapan dan penahanan orang berdasarkan membeda-bedakan adanya ras dan etnis yang tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Mekanisme penyelesaian tindakan diskriminasi ras dan etnis bermula di tahap penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan terhadap pelakunya. 18. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU KDRT). Kekerasan dalam Rumah Tangga, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU KDRT, adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk

52 1.52 Tindak Pidana Khusus ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sedangkan, dalam Pasal 1 angka 2 UU KDRT menjelaskan definisi tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, yaitu jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. Korban dari KDRT, sebagaimana dijelaskan definisinya dalam Pasal 1 angka 3 UU KDRT yaitu orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, diatur dalam Pasal 3 UU KDRT, dilaksanakan berdasarkan asas: a. Penghormatan hak asasi manusia b. Keadilan dan kesetaraan gender c. Nondiskriminasi d. Perlindungan korban Hak-hak korban KDRT sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU KDRT adalah sebagai berikut: a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan e. Pelayanan bimbingan rohani. Dalam Pasal 54 UU KDRT ditetapkan bahwa Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dilaksanakan menurut ketentuan hukum acara pidana yang berlaku. 19. Tindak Pidana Terhadap Anak Tindak pidana terhadap anak diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak).

53 HKUM4309/MODUL Berdasarkan penjelasan UU Perlindungan Anak, Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan negara, setiap Anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Untuk itu, perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan Anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa perlakuan diskriminatif. Definisi anak, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak ialah Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan, pengertian perlindungan anak sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Selain itu, anak perlu dilindungi sedini mungkin. Bertitik tolak dari konsep perlindungan anak yang utuh, memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut: 76 a. Nondiskriminasi b. Kepentingan yang terbaik bagi anak c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan d. Penghargaan terhadap pendapat anak 20. Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik Tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE) diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Informasi Elektronik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1, UU ITE adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau 76 Roeslan Renggong, Op.cit., hlm. 266

54 1.54 Tindak Pidana Khusus perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Sedangkan, transaksi elektronik, diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU ITE, adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Subjek hukum dalam tindak pidana ITE antara lain: a. Orang b. Korporasi Penyidik dalam tindak pidana ITE ialah pejabat polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan pemerintah yang lingkungan tugas dan tunggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik Tindak Pidana Pornografi Tindak Pidana Pornografi diatur dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi). Definisi pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UU Pornografi, adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Pornografi menimbulkan dampak dalam kehidupan masyarakat, bahkan terhadap berbagai segi kehidupan yang meliputi segi agama, etika dan moral, budaya maupun psikologis. Ditinjau dari segi etika atau moral, maka pornografi akan merusak tatanan normanorma dalam masyarakat, merusak keserasian hidup dalam keluarga dan masyarakat pada umumnya serta merusak nilai-nilai luhur dalam kehidupan manusia seperti nilai kasih, cinta, keadilan dan kejujuran. 77 Ibid, hlm. 272

55 HKUM4309/MODUL Subjek hukum dalam tindak pidana pornografi dapat berupa orang atau korporasi. 22. Tindak Pidana Kepabeanan Tindak pidana kepabeanan diatur dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan). Kepabeanan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. Subjek hukum dalam tindak pidana kepabeanan antara lain: a. Orang b. Korporasi 23. Tindak Pidana Cukai Tindak pidana cukai diatur dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai (UU Cukai). Definisi Cukai sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Cukai ialah pungutan negara yang dikenakan terhadap barangbarang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Subjek hukum dalam tindak pidana kepabeanan antara lain: a. Orang b. Korporasi 24. Tindak Pidana Perlindungan Konsumen Tindak pidana perlindungan konsumen diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Perlindungan konsumen menurut Pasal 1 angka 1 UUPK adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Sedangkan, Konsumen dalam Pasal 1 angka 2 UUPK berarti setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dalam bidang perlindungan konsumen meliputi juga pelaku usaha, yaitu setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan

56 1.56 Tindak Pidana Khusus usaha dalam berbagai bidang ekonomi, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UUPK. Pasal 45 UUPK menjelaskan bahwa Penyelesaian sengketa tindak pidana perlindungan konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. 25. Tindak Pidana Pangan Tindak pidana di bidang pangan diatur dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan). Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Pangan, definisi pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Dalam pertimbangan UU Pangan, Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Mekanisme penyelesaian tindak pidana di bidang pangan dimulai dengan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, lalu pidana. 26. Tindak Pidana Paten Tindak pidana di bidang paten diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (UU Paten). Paten, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Paten, adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

57 HKUM4309/MODUL Subjek hukum dalam tindak pidana di bidang paten adalah sebagai berikut: a. Orang b. Korporasi Bentuk-bentuk pelanggaran paten antara lain berupa membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual, atau disewakan atau diserahkan produk atau proses yang diberi paten dengan cara apapun tanpa seizin dari inventor atau pemegang hak paten yang sah karena bertentangan dengan apa yang diatur dalam undangundang paten. 27. Tindak Pidana Merek Tindak pidana di bidang merek diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (UU Merek). Pasal 1 angka 1 UU Merek menjelaskan definisi Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Subjek hukum dalam tindak pidana di bidang merek adalah sebagai berikut: a. Orang b. Korporasi Dalam proses penyelesaian tindak pidana di bidang merek, selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Direktorat Jenderal, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Merek. 28. Tindak Pidana Hak Cipta Tindak pidana hak cipta diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Hak cipta, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta, adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan

58 1.58 Tindak Pidana Khusus diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam proses penyelesaian tindak pidana hak cipta, penyidik yang melakukan penyidikan ialah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana Hak Cipta dan Hak Terkait. Subjek hukum dalam tindak pidana hak cipta adalah sebagai berikut: a. Orang b. Korporasi 29. Tindak Pidana Pemilihan Umum (Pemilu) Tindak pidana pemilu diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Pemilihan Umum atau pemilu, diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Banyaknya bentuk pelanggaran yang dapat terjadi dalam pemilu, secara garis besar dalam UU Pemilu membaginya berdasarkan kategori jenis pelanggaran pemilu menjadi: a. Pelanggaran administrasi pemilu b. Pelanggaran pidana pemilu c. Perselisihan hasil pemilu. 30. Tindak Pidana Kewarganegaraan Tindak pidana kewarganegaraan diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan (UU Kewarganegaraan). Warga Negara, diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Kewarganegaraan, adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sedangkan, Pasal 1 angka 2 UU Kewarganegaraan memberikan definisi kewarganegaraan yaitu segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Asas-asas yang dianut dalam UU Kewarganegaraan, sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan UU Kewarganegaraan, adalah sebagai berikut:

59 HKUM4309/MODUL a. Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran. b. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. c. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang. d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. 31. Tindak Pidana Penerbangan Tindak pidana penerbangan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (UU Penerbangan). Penerbangan dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 UU Penerbangan sebagai kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandara udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. Selain itu, Pengaturan tindak pidana penerbangan terdapat dalam beberapa Konvensi Internasional seperti Konvensi Tokyo tahun 1963, Konvensi The Hague 1970, Konvensi Montreal 1971, dan terakhir Konvensi Montreal Konvensi Tokyo 1963 sering disebut dengan konvensi tentang pembajakan udara tersebut pada pokoknya mengatur yurisdiksi terhadap tindak pidana yang terjadi di dalam pesawat udara, kewenangan kapten penerbang terhadap tindakan-tindakan untuk mencegah penguasaan pesawat udara secara melawan hukum. Subjek hukum dalam tindak pidana di bidang penerbangan adalah sebagai berikut: a. Orang b. Korporasi

60 1.60 Tindak Pidana Khusus LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Sebutkan substansi hukum pidana khusus menurut Azis syamsudin? 2) Apa yang dimaksud dengan korupsi? 3) Sebutkan dan jelasakan 5 contoh Tindak Pidana Khusus? 4) Sebutkan dan jelasakan Asas-asas yang dianut dalam UU Kewarganegaraan? Petunjuk Jawaban Latihan 1) Azis syamsudin berpendapat bahwa substansi hukum pidana khusus menyangkut tiga permasalahan, yaitu tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, serta pidana dan pemidanaan. 2) Pengertian korupsi dapat kita lihat dari berbagai perndapat, seperti: Tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pengertian korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Tipikor adalah sebagai berikut Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Sudarto berpendapat bahwa kata korupsi menunjuk pada perbuatan yang rusak, busuk, tidak jujur yang dikaitkan dengan keuangan. Henry Campbell Black mengemukakan bahwa korupsi itu sebagai perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) 1. Jelaskan pengertian hukum pidana menurut Moeljatno, Pompe, dan Van Hamel Jawaban: Menurut Moeljatno: Hukum Pidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindak sendiri atau pihak

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Menurut Roeslan Saleh (1983:75) pengertian pertanggungjawaban pidana adalah suatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pendahuluan Istilah Hukum Pidana menurut Prof. Satochid mengandung beberapa arti atau dapat dipandang dari beberapa sudut,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN A. Tindak Pidana Penganiayaan Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017 TINJAUAN YURIDIS PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA MENURUT KUHP 1 Oleh : Chant S. R. Ponglabba 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana unsur-unsur tindak pidana dan

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum 17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum Pidana Merumuskan hukum pidana kedalam rangakaian kata untuk dapat memberikan sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan, yang berupa perintah atau larangan yang mengharuskan untuk ditaati oleh masyarakat itu. Berkaitan dengan tindak pidana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembentuk undang-undang dalam berbagai perundang-undangan menggunakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembentuk undang-undang dalam berbagai perundang-undangan menggunakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk undang-undang dalam berbagai perundang-undangan menggunakan perkataan tindak pidana sebagai terjemahan dari strafbaar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perbuatan dan Sifat melawan Hukum I. Pengertian perbuatan Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap gerak otot yang dikehendaki,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan unsur-unsur tindak pidana tanpa hak memiliki menyimpan atau menguasai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah hukuman berasal dari kata straf dan istilah di hukum yang berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah hukuman berasal dari kata straf dan istilah di hukum yang berasal dari 21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pidana dan Hukum Pidana Istilah hukuman berasal dari kata straf dan istilah di hukum yang berasal dari perkataan wordt gestraf menurut Mulyanto merupakan istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana. BAB II TINDAK PIDANA MILITER 1. Tindak Pidana dan Unsur-Unsurnya Ada baiknya dikemukakan terlebih dahuku apa yang dimaksud dengan tindak pidana (strafbaar feit, delict, criminal act). Ada beberapa pandangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN Oleh I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti A.A. Ketut Sukranatha Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017 LANDASAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN DI BIDANG PERPAJAKAN YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PAJAK 1 Oleh: Grace Yurico Bawole 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI Diajukan Oleh: Nama : MUHAMMAD YUSRIL RAMADHAN NIM : 20130610273 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKATA 2017

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan global dewasa ini mendorong meningkatnya mobilitas penduduk dunia dari satu negara ke negara lain. Hal ini menimbulkan berbagai dampak, baik yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ali Dahwir, SH., MH Hukum Pidana

BAB 1 PENDAHULUAN. Ali Dahwir, SH., MH Hukum Pidana BAB 1 PENDAHULUAN A. Istilah Hukum Pidana Merumuskan hukum pidana ke dalam rangakaian kata untuk dapat memberikan sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum pidana adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Penipuan, Perampokan, Penganiayaan, Pemerkosaan, dan Korupsi. Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-najar dalam diktat Pengantar Ilmu Hukum -nya

Penipuan, Perampokan, Penganiayaan, Pemerkosaan, dan Korupsi. Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-najar dalam diktat Pengantar Ilmu Hukum -nya ILMU HUKUM PIDANA Ilmu Hukum Pidana ialah ilmu tentang Hukum Pidana. Yang menjadi objek atau sasaran yang ingin dikaji adalah Hukum Pidana. Ilmu Hukum Pidana mempunyai tugas untuk menjelaskan, menganalisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia saat ini yang telah memasuki era globalisasi, maka aktivitas manusia di segala bidang juga semakin meningkat. Meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif

BAB I PENDAHULUAN. atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaedah hukum yang berbentuk peraturan dibedakan menjadi peraturan atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif ialah yang memberikan kewenangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindak sendiri atau pihak lain, (WJS. Poerwadarminta,

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana, karena hakekat dari hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang tindak pidana, yang mengandung

Lebih terperinci

BAB III TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SURAT BERHARGA MILIK KLIEN. A. Pengertian dan Unsur-unsurTindak Pidana

BAB III TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SURAT BERHARGA MILIK KLIEN. A. Pengertian dan Unsur-unsurTindak Pidana BAB III TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SURAT BERHARGA MILIK KLIEN A. Pengertian dan Unsur-unsurTindak Pidana Istilah tindak pidana dalam bahasa latin disebut dengan delictum atau delicta yaitu delik, dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

Reni Jayanti B ABSTRAK

Reni Jayanti B ABSTRAK Analisis Yuridis Tentang Pertanggungjawaban Pidana Penyalahgunaan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri (Studi Kasus Putusan: No.147/Pid.SUS/2011/PN.MAROS) Reni Jayanti B111 09282 ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA. Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA. Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA A. Pengertian Pertanggung Jawaban Pidana Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS A. Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dikenal dengan istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang 20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan perkataan strafbaarfeit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai tindak

Lebih terperinci

PSIKIATER DALAM MENENTUKAN KETIDAKMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB DALAM PASAL 44 KUHP. Oleh Rommy Pratama*) Abstrak

PSIKIATER DALAM MENENTUKAN KETIDAKMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB DALAM PASAL 44 KUHP. Oleh Rommy Pratama*) Abstrak PSIKIATER DALAM MENENTUKAN KETIDAKMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB DALAM PASAL 44 KUHP Oleh *) Abstrak Kondisi perekonomian Indonesia yang belum stabil, keadaan masyarakat yang jauh dari kata sejahtera (unwelfare),

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2 PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum Pidana Materil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana tersebut sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana tersebut sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Konsep hukum indonesia terdapat beberapa perbedaan dalam menyebutkan istilah tindak pidana. Ada yang menyebutkan istilah tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP) PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP) Oleh : Ketut Yoga Maradana Adinatha A.A. Ngurah Yusa Darmadi I Gusti Ngurah Parwata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN Hukum merupakan sebuah instrumen yang dibentuk oleh pemerintah yang berwenang, yang berisikan aturan, larangan, dan sanksi yang bertujuan untuk mengatur

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di kenal dengan istilah strafbar feit dan dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana di negara kita selain mengenal pidana perampasan kemerdekaan juga mengenal pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang. Pidana yang berupa pembayaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2 PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2 ABSTRAK Penggunaan kekerasan oleh seseorang terhadap orang lain, merupakan hal yang dilarang dalam

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) RISKA YANTI / D 101 07 622 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Pertimbangan Hakim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat baik masyarakat modren maupun masyarakat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 PERCOBAAN SEBAGAI ALASAN DIPERINGANKANNYA PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA MENURUT KUHP 1 Oleh: Meril Tiameledau 2 ABSTRAK Penelitiahn ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apa yang menjadi dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK PIDANA, DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK PIDANA, DAN LINGKUNGAN HIDUP 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK PIDANA, DAN LINGKUNGAN HIDUP 2.1. Tinjauan Umum Tentang Kesalahan 2.1.1. Pengertian Kesalahan Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, dapat disamakan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada,

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, DAFTAR PUSTAKA A. Buku Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Ali Wisnubroto, Praktek Peradilan

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK A. Tindak Pidana Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang

Lebih terperinci