BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Dasar Fluida Dalam buku yang berjudul Fundamental of Fluid Mechanics karya Bruce R. Munson, Donald F. Young, Theodore H. Okiishi, dan Wade W. Huebsch, fluida didefinisikan sebagai zat yang berdeformasi terus-menerus selama dipengaruhi suatu tegangan geser. Sebuah tengangan (gaya per satuan luas) geser terbentuk apabila sebuah gaya tangensial bekerja pada sebuah permukaan. Apabila bendabenda padat biasa seperti baja atau logam-logam lainnya dikenai oleh suatu tegangan geser, mula-mula benda ini akan berdeformasi (biasanya sangat kecil), tetapi tidak akan terus-menerus berdeformasi (mengalir). Namun, cairan yang biasa seperti air, minyak, dan udara memenuhi definisi dari sebuah fluida artinya, zat-zat tersebut akan mengalir apabila padanya bekerja sebuah tegangan geser. Beberapa bahan, seperti lumpur, aspal, dempul, odol dan lain sebagainya tidak mudah untuk diklasifikasikan karena bahan-bahan tersebut akan berperilaku seperti benda padat jika tegangan geser yang bekerja kecil, tetapi jika tegangan tersebut melampaui suatu nilai kritis tertentu, zat-zat tersebut akan mengalir. Ilmu yang mempelajari bahan-bahan tersebut disebut rheology dan tidak termasuk dalam cakupan mekanika fluida klasik. 2.2 Bilangan Reynolds Joseph et al. (1996) dalam bukunya menjelaskan tentang bilangan Reynolds dimana jika diperhatikan gerak dinamis dari aliran kental dengan skala kecepatan U dan skala panjang. Dua parameter cairan yang paling penting yang mempengaruhi gerak adalah ρ kepadatan dan viskositas μ. Empat parameter ini (U,, ρ, μ) dapat dikombinasikan ke dalam kelompok berdimensi tunggal yang disebut bilangan Reynolds atau sering dituliskan Re (Osborne Reynolds (1883))

2 6 Re = ρ.. U μ =. U v (1) di mana v = μ ρ adalah rasio nyaman yang disebut viskositas kinematik fluida. Bilangan Reynolds adalah parameter dominan yang mempengaruhi hampir semua arus kental. 2.3 aminar dan Turbulent Flow Pentingnya jumlah Reynolds dengan indah digambarkan dalam percobaan klasik oleh Reynolds sendiri, menggunakan zat warna yang beruntun untuk memvisualisasikan aliran melalui pipa halus, seperti pada Gambar Jika jumlah Reynolds rendah, zat warna yang beruntun tetap lurus dan halus [Gambar. 2.1 (sebagai kondisi yang disebut laminar atau merampingkan aliran. Dalam Reynolds berbagai jumlah menengah [Gambar. 2.1 (b)], zat warna yang beruntun memperlihatkan perilaku yang tidak menentu, dan pengukuran titik, katakanlah, kecepatan terhadap waktu menunjukkan tidak beraturan "semburan" aktivitas. rentang peralihan ini disebut aliran transisi. Pada nomor Reynolds tinggi [Gambar. 2.1 (c)], istirahat pewarna beruntun dan campuran pada tingkat intens, mengisi tabung dengan warna. Pengukuran kecepatan titik menunjukkan fluktuasi acak kontinu disebut turbulensi, dan arus sesaat menjalin seperti spaghetti. Ini adalah aliran turbulen, dan memiliki gesekan dan panas transfer cukup karakter yang berbeda dibandingkan dengan aliran laminar.

3 7 Gambar 2.1. Visualisasi zat warna yang beruntun dan pengukuran kecepatan aliran saluran (setelah percobaan terkenal oleh Osborne Reynolds pada tahun 1883): (a) aliran laminar, Re rendah, (b) aliran transisi, Re moderat, dan (c) aliran turbulen, Re besar. 2.4.Persamaan Navier-Stokes Persamaan Navier-Stokes adalah dasar persamaan differensial parsial yang menguraikan aliran fluida yang tak dapat dimampatkan. Dengan menggunakan tingkat tekanan dan tingkat tegangan tensor. Hal ini, dapat ditunjukkan dari persamaan Fj sebagai bagian komponen kekuatan merekat dari F pada suatu wadah yang tak berputar yaitu sebagai berikut F i V = [η ( u i + u j + λδ x j x j x ij. u)] (2) i dimana η adalah kecepatan dinamik, λ adalah koefisien kecepata kedua, δ ij adalah Kronecker delta,. u adalah divergen (Tritton 1988, Faber 1995).

4 8 Dalam buku yang berjudul Fundamental of Fluid Mechanics karya Bruce R. Munson, Donald F. Young, Theodore H. Okiishi, dan Wade W. Huebsch, persamaan Navier-Stokes adalah persamaan diferensial dasar yang menggambarkan aliran fluida Newtonian. Suatu persamaan tegangan dapat disubitusikan terhadap persamaan differensial untuk benda yang bergerak yakni : ρg x + σ xx x ρg y + σ xy x ρg z + σ xz x + τ yx y + τ zx z = ρ ( u u u u + u + v + w t x y z ) (3) + τ yy y + τ zy z v v v = ρ ( v + u + v + w t x y z ) (4) + τ yz y + τ zz z = ρ ( w w w w + u + v + w t x y z ) (5) dan disederhanakan menggunakan persamaan kontinuitas sehingga diperoleh : (terhadap x) u + v = 0 (6) x y ρ ( u u u u + u + v + w ) = p + ρg t x y z x x + μ ( 2 u + 2 u x 2 (terhadap y) ρ ( u u u u + u + v + w ) = p + ρg t x y z y y + μ ( 2 v + 2 v x 2 (terhadap z) + 2 u y 2 z + 2 v y 2 z 2) (7) 2) (8) ρ ( u u u u + u + v + w ) = p + ρg t x y z z z + μ ( 2 w + 2 w + 2 w ) (9) x 2 y 2 z 2 dimana u, v dan w adalah komponen-komponen kecepatan dari x, y dan z. Dapat dilihat telah disusun kembali persamaan tersebut di mana terminologi percepatan ditunjukkan pada sisi sebelah kiri dan terminologi ketegangan sebelah kanan. Persamaan-persamaan tersebut secara umum disebut dengan persamaan Navier-Stokes yang diambil dari nama ahli matematika Francis. M. H. Navier ( ) dan mekanik Inggris Bapak G. G. Stokes ( ). Ketiga persamaan tersebut ketika dikombinasikan dengan persamaan kekekalan massa (persamaan kontinuitas), memperlihatkan uraian matematika yang lengkap dari suatu aliran fluida Newtonian tak termampatkan. Diperoleh empat persamaan dan empat tak diketahui (u, v, w dan p) dan oleh karena itu

5 9 masalahnya adalah mana yang baik diambil pada sifat-sifat matematika. Sayangnya, karena kompleksitas umum dari persamaan Navier-Stokes (yaitu nonlinier, tingkat-kedua, persamaan differensial parsial) kompleksitas tersebut tidak dapat dikerjakan dengan penyelesaian yang sangat baik kecuali pada beberapa permasalahan. Namun, pada beberapa permasalahan yang solusinya telah diperoleh dan dibandingkan dengan hasil eksperimen, ternyata hasilnya hampir dapat diterima. Oleh karena itu, persamaan Navier-Stokes dibuat sebagai pendekatan persamaan differensial untuk fluida Newtonian tak termampatkan. Dari sisi koordinat polar silinder (tabung), persamaan Navier-Stokes dapat ditulis sebagai : (terhadap r) ρ ( v r + v v r t r + v θ v r r r v 2 θ θ r + v z v r z ) = p θ + ρg r + μ [ 1 r r (r v r r ) v r r v r 2 v θ + 2 v r ] (10) r 2 θ 2 r 2 θ z 2 (terhadap θ) ρ ( v θ t + v r v θ r + v θ v θ + v rv θ v + v θ r θ r z ) = 1 z r p x + ρg θ + μ [ 1 r (r v θ r r ) v θ v θ + 2 v r + 2 v θ ] (11) r 2 r 2 θ 2 r 2 θ z 2 (terhadap z) ρ ( v z + v v z t r + v θ v z + v v z r r θ z ) = p z z + ρg z + μ [ 1 r (r v z ) v z r r r 2 θ 2 2 r 2 v θ θ + 2 v z z 2 ] (12) 2.5. Metode Elemen Hingga Hidayat (2005) dalam bukunya yang berjudul Teori dan Penerapan Metode Elemen Hingga, disampaikan bahwa Metode Elemen Hingga merupakan prosedur numerik yang diterima secara luas untuk menyelesaikan persamaan differensial dalam teknik dan fisika. Metode ini menjadi dasar komputasional

6 10 dari system computer untuk perancangan. MEH mempunyai kemampuan yang sangat baik untuk menyelesaikan persoalan transien satu dimensi dan dua dimensi. Metode Elemen Hingga (MEH) merupakan prosedur numerik untuk menyelesaikan permasalahan fisik yang diatur dengan persamaan diferensial atau teorema energi. Karakteristik MEH yang membedakan dengan prosedur numerik lainnya adalah : 1. MEH menggunakan penyelesaian integral untuk menghasilkan sistem persamaan aljabar 2. MEH menggunakan fungsi-fungsi kontinu sebagian (continuous piecewise smooth functions) untuk mendeteksi kuantitas atau beberapa kuantitas yang tidak diketahui Secara umum MEH terdiri dari lima langkah dasar : 1. Mendiskritisasikan daerah-daerah yang meliputi langkah-langkah penempatan titik-titik nodal, penomoroan titik-titik nodal dan penentuaan koordinatnya. 2. Menentukan derajat atau orde persamaan pendekatan : linear atau kuadratik. Persamaan harus dinyatakan sebagai fungsi nodal. Persamaan ditentukan untuk tiap elemen. 3. Menyusun system persamaan-persamaan. 4. Menyelesaikan system persamaan-persamaan. 5. Menghitung kuantitas yang dicari. Kuantitas dapat merupakan komponen tegangan, heat flow, fluid velocities, dan lain-lain. Persamaan dalam MEH biasanya berbentuk : [k]{u} = {F} (13) dengan [k] merupakan matrik bujur sangkar yang disebut matrik kekakuan, {u} merupakan vector kolom dengan komponen matrik berupa nilai nodal yang tidak diketahui. Nilai nodal dapat berupa simpangan atau temperature,

7 11 sedangkan {F} berupa matrik kolom yaitu gaya yang bekerja pada nodal. Gaya dapat berupa F (gaya) atau Q (kalor). Dalam menyelesaikan masalah fisik yang berhubungan dengan persamaan differensial, cara terbaiknya adalah : 1. Mencari solusi analitisnya. Pada banyak kondisi, solusi analitis sulit diperoleh, sehingga digunakan metode numerik untuk mencari solusi pendekatannya. 2. Beberapa prosedur untuk mendapatkan penyelesaiann persamaan differensial dengan metode numerik adalah : a. Metode beda hingga b. Metode varisional c. Metode Residual Berat Dari ketiga metode tersebut, akan menggunakan metode residual berat yaitu metode Galerkin Elemen inier 1 Dimensi Pada bagian ini akan dibahas pembagian daerah satu dimensi menjadi elemenelemen linier dan mengembangkan persamaan untuk satu elemen. Persamaan elemen ini digeneralisasi untuk memperoleh persamaan kontinu sebagian untuk daerah satu dimensi tersebut. Daerah satu dimensi merupakan segmen garis atau suatu garis. Pembagian segmen garis menjadi elemen-elemen yang lebih kecil dengan menggunakan nodal. Ketentuan untuk elemen dan nodal adalah : 1. Nomor nodal dengan urutan dari kiri ke kanan 2. Nomor elemen dengan urutan dari kiri ke kanan; di dalam tanda kurung ( -- ) Sedangkan ketentuan penempatan nodal : 1. Tempatkan nodal-nodal dengan lebih rapat pada daerah di mana parameter yang tidak diketahui berubah dengan cepat dan tempatkan

8 12 nodal-nodal secara berjauhan jika unknown parameter nya konstan atau relative konstan. 2. Tempatkan nodal di manapun terdapat perubahan nilai koefisien D dan Q. 3. Tempatkan nodal di manapun jika diinginkan mengetahui nilai φ Elemen linier 1 dimensi adalah garis dengan panjang dengan nodal pada ujung-ujungnya. Nodal dinyatakan dengan I dan j dan nilai nodal dengan φi dan φj. Elemen linier 1 dimensi ditunjukkan pada Gambar 2.2. φ = a 1 + a 2 x φ1 φ2 x i x j Gambar 2.2. Elemen inier Parameter φ berubah secara linier antara nodal i dan j. Persamaan φ adalah : φ = a 1 + a 2 x (14) Koefisien a1 dan a2 ditentukan dari nilai kondisi nodal : φ = Φi di x = Xi φ = Φj di x = Xj sehingga diperoleh Φi = a1 + a2xi dan Φj = a1 + a2xj (15) Eliminasi persamaan (15), maka dapat diperoleh a 1 = Φ ix j Φ j X i X j X i dan a 2 = Φ j Φ i X j X i (16)

9 13 Substitusi persamaan (16) ke (14) diperoleh : φ = ( X j x ) Φ i + ( x X i ) Φ j (17) Dengan = Xj - Xi Persamaan (17) adalah bentuk fungsi interpolasi elemen hingga standar. Fungsi linear x pada persamaan (17) adalah fungsi bentuk yang dinyatakan dengan N dan tanda indeks yang sesuai dengan nodalnya. Fungsi bentuk pada persamaan (17) dinyatakan dalam Ni dan Nj sebagai berikut : N i = X j x dan Sehingga dapat ditulis : N j = x X i φ = N i Φ i + N j Φ j dan dinyatakan dalam bentuk persamaan matrik sebagai : φ = [N]{Φ} dengan [N] = [N i N j ] merupakan vector baris fungsi bentuk dan {Φ} = { Φ i Φ j } merupakan vector kolom yang memuat nilai-nilai nodal elemen. Fungsi bentuk mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1. Fungsi bentuk bernilai 1 (Φ = 1) pada nodalnya dan bernilai nol (0) di nodal yang lain. 2. Jumlah 2 fungsi bentuk = 1, untuk kasus elemen linear 1 dimensi. 3. Fungsi bentuk merupakan polynomial dengan bentuk yang sama dengan persamaan interpolasi awal. 4. Turunan fungsi bentuk terhadap x = 0 untuk elemen linear 1 dimensi Berikut ini gambar fungsi bentuk linear N i dan N j : N i (x) N j (x) X X x i x j x i x j Gambar 2.3 Fungsi Bentuk inear

10 14 Contoh Ilustrasi : Elemen 1 dimensi digunakan untuk mendekati distribusi temperatur pada sirip. T pada nodal i dan j adalah 120 o C dan 90 o C. Tentukan T pada titik yang berjarak 4 cm dari titik asal dan gradient T dalam elemen tersebut. Koordinat nodal i dan j masing-masing adalah 1,5 dan 6 cm dari titik asal Penyelesaian : φ i = 120 o C φ j = 90 o C i j 1,5 6 Gambar 2.4. Elemen Satu Dimensi untuk Pendekatan Distribusi Temperatur Temperatur φ dalam elemen ditentukan dengna persamaan (17) : Data elemen : Xi = 1,5 cm Φi = 120 o C x = 4,0 cm Diperoleh : φ = ( X j x Xj = 6,0 cm Φj = 90 o C = 4,5 cm φ = ( 6 4 ) (4 1,5 ) 90 4,5 4,5 = 103,3 o C ) Φ i + ( x X i ) Φ j

11 15 Gradien temperature adalah turunan Φ terhadap x dφ = Φ j Φ i Diperoleh dφ = ( ,5 ) = 6, 67o C /cm Persamaan kontinu sebagian untuk 1 dimensi disusun dengan menghubungkan beberapa persamaan linear. Persamaan linear tersebut dapat ditulis sebagai berikut: φ e) = N i (e)φ i + N j (e)φ j (18) Dengan : N i (e) = X j x X j X i dan N j (e) = x X i X j X i (19) Indeks (e) menunjukkan elemen. Nilai i,j dan e ditentukan dari grid elemen hingga. Misalkan batang termal seperti pada Gambar 2.4 Persamaan untuk tiap elemen : φ (1) = N 1 (1)Φ 1 + N 1 (1)Φ 2 φ (2) = N 2 (2)Φ 2 + N 3 (2)Φ 3 φ (3) = N 3 (3)Φ 3 + N 4 (3)Φ 4 φ (4) = N 4 (4)Φ 4 + N 5 (4)Φ 5 temperatur (1) (2) (3) (4) Gambar 2.5 Batang Termal dengan Beberapa Elemen

12 16 e i j (1) 1 2 (2) 2 3 (3) 3 4 (4) 4 5 Tabel 2.1. Data Elemen Perhatikan bahwa N2 (1) dan N2 (2) adalah persamaan yang berbeda. N 2 (1) = x X 1 X 2 X 1 dan N 2 (2) = X 3 x X 3 X 2 Masing-masing persamaan pada persamaan (2.7) berlaku untuk elemen yang sesuai dan tidak dapat dipakai di luar elemen yang bersangkutan. Untuk selanjutnya, jika persamaan dalam bentuk φ (e) = N i Φ i + N j Φ j maka Ni dan Nj yang dimaksud adalah Ni (e) dan Nj (e) sedangkan Φ i dan Φ j menyatakan nilainilai nodal elemen (e) Elemen Hingga Persamaan elemen hingga diperoleh dari perumusan Galerkin. Penyelesaian integral residual barat (weighted residual integral) menghasilkan satu persamaan nodal yang dipakai secara berulang-ulang untuk menghasilkan system persamaan-persamaan linear. Suatu sistem persamaan linear diperoleh dari penyelesaian integral residual berat : H 0 W(x) (D d2 φ + Q) = 0 2 Dengan fungsi berat yang disusun menggunakan fungsi bentuk Ni (20) dan Nj. Metode elemen hingga dengan fungsi berat Galerkin menentukan fungsi berat untuk nodal s, Ws, terdiri dari fungsi-fungsi bentuk untuk nodal s. Misalkan fungsi berat untuk nodal 3 pada grid linear, seperti pada Gambar 2.6, terdiri dari fungsi-fungsi bentuk untuk nodal 3 : W 3 (x) = { N 3 (2) N 3 (3) X 2 x X 3 X 3 x X 4 (21)

13 17 Atau secara umum untuk fungsi berat Ws : W s (x) = { N s (e) N s (e+1) N s (e) = x X r X s X r X r x X s X s x X t (22) dan N s (e+1) = X t x X t X s Gambar Fungsi Berat untuk Nodal 3

14 18 Gambar 2.7. Fungsi-fungsi Berat untuk (a) Nodal Pertama,(b) Nodal Bagian Dalam (c) Nodal Terakhir dalam Grid 1 Dimensi Fungsi berat untuk nodal pertama : W1(x) = N1 (1) dan untuk nodal terakhir : Wp(x) = Np(p-1) (23) Selanjutnya selesaikan integral residual berat dengan menggunakan urutan nodal r,s dan t. Persamaan (3.1) menjadi : Rs = Rs (e) + Rs (e+1) X s R s = [N s (D d2 φ + Q)](e) [Ns (D d2 φ = 0 X r 2 X t X s 2 + Q)](e+1) (24) Karena fungsi berat Ws = 0 untuk x < Xr dan x > Xt maka Ws (x) terdiri dari 2 persamaan terpisah dalam interval Xr x Xt. Rs (e) dan Rs (e+1) adalah kontribusi elemen (e) dan (e+1) kepada persamaan residual Rs pada nodal s. berikut : Perhatikan persamaan integral (24) dan persamaan turunan sebagai d (N dφ s ) = N d 2 φ s + dn s dφ 2 2 d N 2 φ s = d (N dφ 2 s ) dn s dφ (25) (26)

15 19 Substitusi ke persamaan (24) diperoleh : X s X r (N s D d2 φ 2)(e+1) = (DN s dφ )(e) x s x r + x s x r (D dn s dφ )(e) Untuk elemen (e) sedangkan untuk elemen (e+1) : x t x s X s X r (N s D d2 φ 2)(e+1) (D dn s dφ )(e+1) = (DN s dφ )(e) x t x s + (27) (28) Telah diketahui sebelumnya bahwa N s (e) = x X r X s X r, dan dφ (DN s )(e) x s x = (D X s X r ) dφ (D X r X r ) dφ dφ = D r X s X r X s X r x = X s Persamaan residual menjadi : R s = R s (e) + R s (e+1) = R s = R s (e) + R s (e+1) = (D dφ )(e) x= Xs + H 0 X s X r W s (D d2 φ + Q) 2 (D dn s dφ N s Q) (e) + (D dφ )(e+1) x=xs + (D dn s N s Q) (e+1) X t X s dφ Penyelesaian persamaan integral dalam persamaan (29) : Dimulai dari elemen (e). (29) φ (e) = N r Φ r + N s Φ s φ (e) = X s x dengan : Φ r + x X r Φ s (30)

16 20 dan N s (e) = x X r dφ (e), dn s = 1 (31) = 1 ( Φ r + Φ s ) (32) Substitusi dan penyelesaian integral memberikan : (33) dan X s X r X s X r D dn s dφ = QN s = Q 2 Maka untuk elemen (e) diperoleh : D ( Φ r + Φ s ) (34) R (e) s = (D dφ )(e) x=xs + D ( Φ r + Φ s ) Q 2 Untuk elemen (e+1) (35) φ (e+1) = N s Φ s + N t Φ t φ (e+1) = ( X t x ) Φ s + x X s Φ t (36) dengan : (37) dan dφ (e+1) N (e+1) s = ( X t x ) ; (e+1) dn s = 1 = 1 ( Φ s + Φ t ) (38) Penyelesaian integral menghasilkan : X t X s X t X s D dn s dφ = QN s = Q 2 D (Φ s + Φ t ) (39) Kontribusi elemen (e+1) terhadap persamaan residual : R (e+1) s = D dφ + D x=x (Φ s s + Φ t ) Q 2 (40) (41)

17 21 Persamaan residual untuk nodal s : R s = (D dφ )(e+1) x=xs (D dφ )(e) x=xs ( D )(e) Φ r [( D )(e) + ( D )(e+1) ] Φ s ( D )(e+1) Φ t ( Q 2 )(e) ( Q 2 )(e+1) = 0 D dan Q adalah konstanta yang sama seperti ditentukan pada persamaan : D d2 φ 2 + Q = 0 Suku ERROR pada persamaan (42) : D dφ (e+1) x=xs D dφ (42) (e) x=xs (43) Adanya suku ini menunjukkan bahwa metode elemen hingga merupakan pendekatan. Jika suku error dihilangkan, maka persamaan residual untuk nodal s adalah : R s = ( D )(s 1) Φ s 1 + [( D )(s 1) + ( D )(s) ] Φ s ( D )(s) Φ s+1 ( Q 2 )(s 1) ( Q 2 )(s) = 0 (44) Contoh penerapan persamaan (44) pada analisis batang tumpuan sederhana dengan momen terkonsentrasi pada ujung-ujungnya. Persamaan differensial pengatur untuk semua defleksi pada batang adalah : EI d2 φ 2 M(x) = 0 E D Q 1 2,4 x ,0 x ,0 x ,4 x Tabel 2.2. Data Elemen

18 22 Bentuk persamaan (44) dengan Q dan konstan adalah : R s = D(s 1) Y s 1 +(D (s 1) + D (s) )Y s D (s) Y s+1 Y = nilai defleksi nodal (φ) Q = 0 Gambar 2.8. Batang Tumpuan Sederhana Persamaan residual untuk nodal 2,3 dan 4 adalah : R2 = - 1,2 Y1 + 3,2 Y2 2,0 Y3 + 2 = 0 R3 = - 2,0 Y2 + 4,0 Y3 2,0 Y4 + 2 = 0 R4 = - 2,0 Y3 + 3,2 Y4 1,2 Y5 + 2 = 0 (untuk 3 persamaan ini 10 8 dihilangkan ) Tumpuan pada kedua ujung batang menunjukkan Y (0) = Y (800 cm) = 0 sehingga kondisi batas Y1 = 0 dan Y5 = 0, selanjutnya diperoleh set persamaan : R2 = 3,2 Y2 2,0 Y3 = - 2 R3 = -2,0 Y2 + 4,0 Y3-2,0 Y4 = - 2 R4 = - 2,0 Y3 + 3,2 Y4 = - 2

19 23 Diselesaikan dan diperoleh : Y2 = -2,50 cm Y3 = -3,0 cm Y4 = -2,5 cm a). Perhitungan defleksi di x = 300 cm, berada pada elemen (2) Y (2) = N2 (2) Y2 + N3 (2) Y3 = ( X 3 x X 3 X 2 ) Y 2 + ( x X 2 X 3 X 2 ) Y 3 Diketahui X2 = 200 cm ; X3 = 400 cm Maka nilai simpangan di x = 300 cm : = ( ) ( 2,5) + ( ) ( 3,0) = - ½ (2,5 + 3,0) = - 2,75 cm b). Perhitungan slope di elemen (1) : dy (1) = 1 ( Y 1 + Y 2 ) = 2, = - 0,0125 cm/ cm Sistem persamaan-persamaan linear pada contoh di atas dapat dinyatakan dalam notasi matrik : R 2 3,2 2 0 Y { R 3 } = [ 2 4 2] { Y 3 } { 2} = { 0} R ,2 Y atau dalam bentuk persamaan matrik {R} = [K] {Y} {F} = {0} dengan [K] menyatakan matrik system, {Y} menyatakan vektor simpangan, {F} menyatakan vektor gaya luar dan {R} menyatakan vektor residu untuk tiap elemen Formula Weak Sebelum menerapkan Metode Elemen Hingga untuk memecahkan persamaan dengan kondisi batas, perlu untuk mengubah persamaan menjadi bentuk yang lebih cocok. Untuk melakukan itu ada dua alternatif: 1. Turunan satu dapat memperoleh masalah minimalisasi setara, yang memiliki tepat solusi sama dengan persamaan diferensial. 2. Turunan satu dapat memperoleh apa yang disebut formulasi lemah. Kedua metode akhirnya mengarah kepada hasil yang sama persis, namun, karena untuk persamaan umum untuk diperlakukan tidak ada masalah

20 24 minimisasi yang setara, maka akan membatasi diri untuk metode kedua. Awalnya formulasi weak atau lemah telah diperkenalkan oleh matematika murni untuk menyelidiki perilaku solusi dari persamaan diferensial parsial, dan untuk membuktikan keberadaan dan keunikan dari solusi. Kemudian skema numerik telah didasarkan pada formulasi ini yang menyebabkan solusi perkiraan dengan cara yang konstruktif. Dapat dilihat bahwa kondisi batas penting secara otomatis menunjukkan bahwa fungsi tes yang sesuai adalah sama dengan nol, sedangkan kondisi batas natural tidak memaksakan kondisi apapun baik dengan tidak diketahui atau fungsi tes. Hal ini tidak segera jelas apakah kondisi batas penting atau alami, kecuali dalam kasus di mana terdapat masalah minimisasi sesuai. Secara umum, bagaimanapun, dapat dikatakan bahwa untuk persamaan diferensial orde kedua, semua kondisi batas yang mengandung turunan pertama yang alami, dan fungsi yang diberikan pada batas sangat penting. Dalam masalah rangka keempat situasinya lebih kompleks. Namun, untuk masalah fisik, secara umum, dapat dinyatakan bahwa jika kondisi batas mengandung turunan kedua atau ketiga mereka natural, sedangkan kondisi batas yang hanya berisi fungsi atau urutan pertama turunan sangat penting. Cara termudah untuk memeriksa apakah kondisi batas penting atau natural adalah untuk mempertimbangkan integral batas. Jika dalam beberapa cara syarat batas dapat diganti, kondisi batas wajar. Jika tidak kondisi ini penting dan fungsi pengujian harus dipilih sedemikian rupa sehingga integral batas lenyap Metode Galerkin Titik awal adalah yang disebut sebagai metode Galerkin. Dalam metode ini solusinya c didekati oleh kombinasi linear dari fungsi ekspansi yang disebut fungsi dasar: n c n (x) = c j φ j (x) + c 0 (x) (45) j=1

21 25 di mana parameter c j harus ditentukan. Fungsi dasar φ j (x) harus independen linear. Selain itu harus sedemikian rupa sehingga fungsi sewenang-wenang dalam ruang solusi dapat didekati dengan akurasi yang sewenang-wenang, tersedia dalam jumlah yang memadai fungsi dasar yang digunakan dalam kombinasi linear (45). Fungsi c 0 (x) harus dipilih sedemikian rupa sehingga c n (x) memenuhi kondisi batas penting. Secara umum ini berarti bahwa φ j (x) = 0 dan c 0 (x) = g.dalam rangka untuk menentukan parameter c j (j = 1,2,, n) fungsi tes v dipilih dalam ruang yang direntang oleh fungsi dasar φ 1 (x)untuk φ n (x). Hal ini cukup subtitusi v(x) = φ 1 (x) (46) ke persamaan yang akan dicari yang telah ditentukan formula weaknya terlebih dahulu. Setelah itu subtitusi persamaan (45) dan (46) ke formula weak yang diperoleh, disebut sebagai formula Galerkin.

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut :

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut : 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi sistem koordinat silinder, aliran fluida pada pipa lurus, persamaan

Lebih terperinci

ANALISIS ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS FLUIDA SISKO DALAM KEADAAN STEDI NURI ANGGI NIRMALASARI

ANALISIS ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS FLUIDA SISKO DALAM KEADAAN STEDI NURI ANGGI NIRMALASARI ANALISIS ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS FLUIDA SISKO DALAM KEADAAN STEDI NURI ANGGI NIRMALASARI 127 1 17 BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH BATASAN MASALAH TUJUAN MANFAAT LATAR BELAKANG Fluida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fluida Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1. KLASIFIKASI FLUIDA Fluida dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, tetapi secara garis besar fluida dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu :.1.1 Fluida Newtonian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Dasar

BAB 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Dasar BAB 2 Landasan Teori Objek yang diamati pada permasalahan ini adalah lapisan fluida tipis, yaitu akan dilihat perubahan ketebalan dari lapisan fluida tipis tersebut dengan adanya penambahan surfaktan ke

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perusahaan Daerah Air Minum Perusahaaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan perusahaan milik daerah yang bergerak di bidang pengolahan dan perindustrian air bersih bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Mekanika Fluida Mekanika fluida adalah subdisiplin dari mekanika kontinyu yang mempelajari tentang fluida (dapat berupa cairan dan gas). Fluida sendiri merupakan zat yang bisa

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

FISIKA DASR MAKALAH HUKUM STOKES

FISIKA DASR MAKALAH HUKUM STOKES FISIKA DASR MAKALAH HUKUM STOKES DISUSUN OLEH Astiya Luxfi Rahmawati 26020115120033 Ajeng Rusmaharani 26020115120034 Annisa Rahma Firdaus 26020115120035 Eko W.P.Tampubolon 26020115120036 Eva Widayanti

Lebih terperinci

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 P A R A M I T A V E G A A. T R I S N A W A T I Y U L I N D R A E K A D E F I A N A M U F T I R I Z K A F A D I L L A H S I T I R U K A Y A H FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton III.1 Stress dan Strain Salah satu hal yang penting dalam pengkonstruksian model proses deformasi suatu fluida adalah

Lebih terperinci

Aliran Fluida. Konsep Dasar

Aliran Fluida. Konsep Dasar Aliran Fluida Aliran fluida dapat diaktegorikan:. Aliran laminar Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan lapisan, atau lamina lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar. Dalam aliran laminar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1: Aliran Darah Yang Terjadi Pada Pembuluh Darah Tanpa Penyempitan Arteri Dan Dengan Penyempitan Arteri

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1: Aliran Darah Yang Terjadi Pada Pembuluh Darah Tanpa Penyempitan Arteri Dan Dengan Penyempitan Arteri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Darah merupakan komponen penting di dalam tubuh sebagai alat transportasi untuk metabolisme tubuh. Sistem peredaran darah atau sistem kardiovaskular merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hukum Kekekalan Massa Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov- Lavoiser adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan

Lebih terperinci

BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA. beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada

BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA. beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA.1 Sifat-Sifat Fluida Fluida merupakan suatu zat yang berupa cairan dan gas. Fluida memiliki beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada

Lebih terperinci

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut. HUKUM STOKES I. Pendahuluan Viskositas dan Hukum Stokes - Viskositas (kekentalan) fluida menyatakan besarnya gesekan yang dialami oleh suatu fluida saat mengalir. Makin besar viskositas suatu fluida, makin

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik Analisis elektrohidrodinamik dimulai dengan mengevaluasi medan listrik dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT  JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com luqmanbuchori@undip.ac.id JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan

Lebih terperinci

PENERAPAN PERSAMAAN NAVIER-STOKES PADA PERGERAKAN FLUIDA DALAM TABUNG DENGAN METODE ELEMEN HINGGA SKRIPSI TULUS JOSEPH HERIANTO MARPAUNG

PENERAPAN PERSAMAAN NAVIER-STOKES PADA PERGERAKAN FLUIDA DALAM TABUNG DENGAN METODE ELEMEN HINGGA SKRIPSI TULUS JOSEPH HERIANTO MARPAUNG PENERAPAN PERSAMAAN NAVIER-STOKES PADA PERGERAKAN FLUIDA DALAM TABUNG DENGAN METODE ELEMEN HINGGA SKRIPSI TULUS JOSEPH HERIANTO MARPAUNG 110803054 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya 8. FLUIDA Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Tegangan Permukaan Viskositas Fluida Mengalir Kontinuitas Persamaan Bernouli Materi Kuliah 1 Tegangan Permukaan Gaya tarik

Lebih terperinci

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi II.1 Gambaran Umum Model Pada bab ini, kita akan merumuskan model matematika dari masalah ketidakstabilan lapisan fluida tipis yang bergerak

Lebih terperinci

Simulasi Numerik Aliran Fluida pada Permukaan Peregangan dengan Kondisi Batas Konveksi di Titik-Stagnasi

Simulasi Numerik Aliran Fluida pada Permukaan Peregangan dengan Kondisi Batas Konveksi di Titik-Stagnasi JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) A-83 Simulasi Numerik Aliran Fluida pada Permukaan Peregangan dengan Kondisi Batas Konveksi di Titik-Stagnasi Ahlan Hamami, Chairul

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT

FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com DR. M. DJAENI, ST, MEng JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum

Lebih terperinci

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng ALIRAN FLUIDA Kode Mata Kuliah : 2035530 Bobot : 3 SKS Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng Apa yang kalian lihat?? Definisi Fluida Definisi yang lebih tepat untuk membedakan zat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinamika fluida adalah salah satu disiplin ilmu yang mengkaji perilaku dari zat cair dan gas dalam keadaan diam ataupun bergerak dan interaksinya dengan benda padat.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TEGANGAN (STRESS) r (1)

PENDAHULUAN TEGANGAN (STRESS) r (1) HND OUT FISIK DSR I/LSTISITS LSTISITS M. Ishaq PNDHULUN Dunia keteknikan khususnya Material ngineering, Studi geofisika, Civil ngineering dll adalah beberapa cabang keilmuan yang amat membutuhkan pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisa aliran berkembang..., Iwan Yudi Karyono, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisa aliran berkembang..., Iwan Yudi Karyono, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Suatu sistem transfer fluida dari suatu tempat ke tempat lain biasanya terdiri dari pipa,valve,sambungan (elbow,tee,shock dll ) dan pompa. Jadi pipa memiliki peranan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERPINDAHAN PANAS TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN BATAS PADA PELAT DATAR

ANALISIS PENGARUH PERPINDAHAN PANAS TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN BATAS PADA PELAT DATAR ANALISIS PENGARUH PERPINDAHAN PANAS TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN BATAS PADA PELAT DATAR Oleh: 1) Umrowati, 2) Prof. DR. Basuki Widodo, M.Sc, 3) Drs. Kamiran, M.Si Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA TERTUTUP

ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA TERTUTUP MAKALAH MEKANIKA FLUIDA ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA TERTUTUP Disusun Oleh: Nama : Juventus Victor HS NPM : 3331090796 Jurusan Dosen : Teknik Mesin-Reguler B : Yusvardi Yusuf, ST.,MT JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan Energy (Panas) Neraca

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur terhadap Pembentukan Vorteks pada Aliran Minyak Mentah dengan Metode Beda Hingga

Pengaruh Temperatur terhadap Pembentukan Vorteks pada Aliran Minyak Mentah dengan Metode Beda Hingga Pengaruh Temperatur terhadap Pembentukan Vorteks pada Aliran Minyak Mentah dengan Metode Beda Hingga Yuant Tiandho1,a), Syarif Hussein Sirait1), Herlin Tarigan1) dan Mairizwan1) 1 Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

Dosen Pengampu : Puji Andayani, S.Si, M.Si, M.Sc

Dosen Pengampu : Puji Andayani, S.Si, M.Si, M.Sc KALKULUS III Teorema Integral (Stokes Theorem) Dosen Pengampu : Puji Andayani, S.Si, M.Si, M.Sc 1 Stokes Theorem Review : Pada pembahasan sebelumnya, kepadatan sirkulasi atau curl pada bidang dua dimensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) pertama kali muncul pada tahun 1858 ketika minyak mentah ditemukan oleh Edwin L. Drake di Titusville (IATMI SM STT MIGAS

Lebih terperinci

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK

MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK MAKALAH KOMPUTASI NUMERIK ANALISA ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA SIRKULAR DAN PIPA SPIRAL UNTUK INSTALASI SALURAN AIR DI RUMAH DENGAN SOFTWARE CFD Oleh : MARIO RADITYO PRARTONO 1306481972 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA A III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dnamic atau CFD merupakan ilmu ang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindahan panas dan

Lebih terperinci

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

Aliran Turbulen (Turbulent Flow) Aliran Turbulen (Turbulent Flow) A. Laminer dan Turbulen Laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikelpartikel fluidanya sejajar dan garis-garis arusnya halus. Dalam aliran laminer,

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya. 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial penurunan persamaan KdV yang disarikan dari (Ihsanudin, 2008;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. Tekanan Atmosfer Tekanan atmosfer adalah tekanan yang ditimbulkan oleh bobot udara di atas suatu titik di permukaan bumi. Pada permukaan laut, atmosfer akan menyangga kolom air

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mekanika Fluida Zat yang tersebar di alam dibedakan dalam tiga keadaan (fase), yaitu fase padat, cair dan gas. Karena fase cair dan gas memiliki karakter tidak mempertahankan

Lebih terperinci

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI Aliran Viscous Berdasarkan gambar 1 dan, aitu aliran fluida pada pelat rata, gaa viscous dijelaskan dengan tegangan geser τ diantara lapisan fluida dengan rumus: du τ µ

Lebih terperinci

Pengantar Oseanografi V

Pengantar Oseanografi V Pengantar Oseanografi V Hidro : cairan Dinamik : gerakan Hidrodinamika : studi tentang mekanika fluida yang secara teoritis berdasarkan konsep massa elemen fluida or ilmu yg berhubungan dengan gerak liquid

Lebih terperinci

Bab III Aliran Putar

Bab III Aliran Putar Bab III Aliran Putar Ada banyak jenis aliran fluida dalam dunia teknik, dimana komponen rotasi dari nilai rata-rata deformasi memberikan kontribusi lebih besar terhadap pola aliran yang terjadi. Memperhatikan

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Pada Bidang Bentuk Vektor dari KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-9) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Pada Bidang Bentuk Vektor dari 1 Definisi Daerah Sederhana x 2 Pada Bidang

Lebih terperinci

BAB II SIFAT-SIFAT ZAT CAIR

BAB II SIFAT-SIFAT ZAT CAIR BAB II SIFAT-SIFAT ZAT CAIR Tujuan Intruksional Umum (TIU) Mahasiswa diharapkan dapat merencanakan suatu bangunan air berdasarkan konsep mekanika fluida, teori hidrostatika dan hidrodinamika. Tujuan Intruksional

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA 13321070 4 Konsep Dasar Mekanika Fluida Fluida adalah zat yang berdeformasi terus menerus selama dipengaruhi oleh suatutegangan geser.mekanika fluida disiplin ilmu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa ALIRAN STEDY MELALUI SISTEM PIPA Persamaan kontinuitas Persamaan Bernoulli

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Kecepatan dan Kapasitas Aliran Fluida Penentuan kecepatan disejumlah titik pada suatu penampang memungkinkan untuk membantu dalam menentukan besarnya kapasitas aliran sehingga

Lebih terperinci

2. FLUIDA STATIS (FLUID AT REST)

2. FLUIDA STATIS (FLUID AT REST) 2. FLUIDA STATIS (FLUID AT REST) 2.1. PENGERTIAN DASAR Fluida Statis secara prinsip diartikan sebagai situasi dimana antar molekul tidak ada perbedaan kecepatan. Hal ini dapat terjadi dalam keadaan (1)

Lebih terperinci

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN SKS : 3 HIROLIKA Oleh : Acep Hidayat,ST,MT. Jurusan Teknik Perencanaan Fakultas Teknik Perencanaan dan Desain Universitas Mercu Buana Jakarta 2011 MODUL 12 HUKUM KONTINUITAS

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembahasan tentang persamaan diferensial parsial terus berkembang baik secara teori maupun aplikasi. Dalam pemodelan matematika pada permasalahan di bidang

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode perturbasi homotopi untuk menyelesaikan suatu masalah taklinear. Metode ini digunakan untuk menyelesaikan model Sisko dalam masalah aliran

Lebih terperinci

2 yang mempunyai posisi vertikal sama akan mempunyai tekanan yang sama. Laju Aliran Volume Laju aliran volume disebut juga debit aliran (Q) yaitu juml

2 yang mempunyai posisi vertikal sama akan mempunyai tekanan yang sama. Laju Aliran Volume Laju aliran volume disebut juga debit aliran (Q) yaitu juml KERUGIAN JATUH TEKAN (PRESSURE DROP) PIPA MULUS ACRYLIC Ø 10MM Muhammmad Haikal Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma ABSTRAK Kerugian jatuh tekanan (pressure drop) memiliki kaitan dengan koefisien

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Konsep Aliran Fluida Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Hal-hal yang diperhatikan : Sifat Fisis Fluida : Tekanan, Temperatur, Masa

Lebih terperinci

I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.Eng. MEKANIKA FLUIDA

I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.Eng. MEKANIKA FLUIDA I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.Eng. MEKANIKA FLUIDA DEFINISI Mekanika fluida gabungan antara hidraulika eksperimen dan hidrodinamika klasik Hidraulika dibagi 2 : Hidrostatika Hidrodinamika PERKEMBANGAN HIDRAULIKA

Lebih terperinci

FLUIDA DINAMIS. 1. PERSAMAAN KONTINUITAS Q = A 1.V 1 = A 2.V 2 = konstanta

FLUIDA DINAMIS. 1. PERSAMAAN KONTINUITAS Q = A 1.V 1 = A 2.V 2 = konstanta FLUIDA DINAMIS Ada tiga persamaan dasar dalam hidraulika, yaitu persamaan kontinuitas energi dan momentum. Untuk aliran mantap dan satu dimensi persamaan energi dapat disederhanakan menjadi persamaan Bernoulli

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase Bab 2 Teori Ensambel 2.1 Rapat Ruang Fase Dalam bagian sebelumnya, kita telah menghitung sifat makroskopis dari suatu sistem terisolasi dengan nilai E, V dan N tertentu. Sekarang kita akan membangun suatu

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Berikut adalah diagram alir penelitian konduksi pada arah radial dari pembangkit energy berbentuk silinder. Gambar 3.1 diagram alir penelitian konduksi

Lebih terperinci

Bab 6 Defleksi Elastik Balok

Bab 6 Defleksi Elastik Balok Bab 6 Defleksi Elastik Balok 6.1. Pendahuluan Dalam perancangan atau analisis balok, tegangan yang terjadi dapat diteritukan dan sifat penampang dan beban-beban luar. Untuk mendapatkan sifat-sifat penampang

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA DENGAN SYARAT BATAS DAN ANALISA ALIRAN FLUIDA KONVEKSI BEBAS PADA PELAT HORIZONTAL. Leli Deswita 1)

MODEL MATEMATIKA DENGAN SYARAT BATAS DAN ANALISA ALIRAN FLUIDA KONVEKSI BEBAS PADA PELAT HORIZONTAL. Leli Deswita 1) MODEL MATEMATIKA DENGAN SYARAT BATAS DAN ANALISA ALIRAN FLUIDA KONVEKSI BEBAS PADA PELAT HORIZONTAL Leli Deswita ) ) Jurusan Matematika FMIPA Universitas Riau Email: deswital@yahoo.com ABSTRACT In this

Lebih terperinci

2 a) Viskositas dinamik Viskositas dinamik adalah perbandingan tegangan geser dengan laju perubahannya, besar nilai viskositas dinamik tergantung dari

2 a) Viskositas dinamik Viskositas dinamik adalah perbandingan tegangan geser dengan laju perubahannya, besar nilai viskositas dinamik tergantung dari VARIASI JARAK NOZEL TERHADAP PERUAHAN PUTARAN TURIN PELTON Rizki Hario Wicaksono, ST Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma ASTRAK Efek jarak nozel terhadap sudu turbin dapat menghasilkan energi terbaik.

Lebih terperinci

JUDUL TUGAS AKHIR ANALISA KOEFISIEN GESEK PIPA ACRYLIC DIAMETER 0,5 INCHI, 1 INCHI, 1,5 INCHI

JUDUL TUGAS AKHIR  ANALISA KOEFISIEN GESEK PIPA ACRYLIC DIAMETER 0,5 INCHI, 1 INCHI, 1,5 INCHI JUDUL TUGAS AKHIR http://www.gunadarma.ac.id/ ANALISA KOEFISIEN GESEK PIPA ACRYLIC DIAMETER 0,5 INCHI, 1 INCHI, 1,5 INCHI ABSTRAKSI Alat uji kehilangan tekanan didalam sistem perpipaan dibuat dengan menggunakan

Lebih terperinci

Hukum Newton pada Aliran Fluida Applica'on of Newton s Second Law to a Flowing Fluid. Fisika untuk Teknik Sipil 1

Hukum Newton pada Aliran Fluida Applica'on of Newton s Second Law to a Flowing Fluid. Fisika untuk Teknik Sipil 1 Hukum Newton pada Aliran Fluida Applica'on of Newton s Second Law to a Flowing Fluid Fisika untuk Teknik Sipil 1 Hukum II Newton pada Aliran Fluida Applica'on of Newton s Second Law to a Flowing Fluid

Lebih terperinci

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Wafha Fardiah 1), Joko Sampurno 1), Irfana Diah Faryuni 1), Apriansyah 1) 1) Program Studi Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1. Pendahuluan Pemodelan yang dibangun menggunakan kode komputer digunakan untuk melakukan perhitungan matematis dengan memasukkan varibel-variabel yang

Lebih terperinci

Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification)

Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification) Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification) Didasarkan pada tinjauan tertentu, aliran fluida dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan. Dalam ulasan ini, fluida yang lebih banyak dibahas

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE ELEMEN HINGGA DALAM PERSOALAN ALIRAN DARAH PADA PEMBULUH DARAH SKRIPSI ABNIDAR HARUN POHAN

IMPLEMENTASI METODE ELEMEN HINGGA DALAM PERSOALAN ALIRAN DARAH PADA PEMBULUH DARAH SKRIPSI ABNIDAR HARUN POHAN IMPLEMENTASI METODE ELEMEN HINGGA DALAM PERSOALAN ALIRAN DARAH PADA PEMBULUH DARAH SKRIPSI ABNIDAR HARUN POHAN 120803006 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluida Fluida diartikan sebagai suatu zat yang dapat mengalir. Istilah fluida mencakup zat cair dan gas karena zat cair seperti air atau zat gas seperti udara dapat mengalir.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI ANALISIS AERODINAMIKA PADA AHMED BODY CAR DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) http://www.gunadarma.ac.id/ Disusun Oleh:

Lebih terperinci

1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Pendahuluan Dalam bagian ini kita mengkhususkan diri pada materi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30)

PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30) 5 η = η di z = η (9) z x x z x x Dalam (Grosen 99) kondisi kinematik (9) kondisi dinamik () dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian : δ H t = () δη δ H ηt = δ Dengan mengenalkan variabel baru u = x maka

Lebih terperinci

Aplikasi Bilangan Kompleks pada Dinamika Fluida

Aplikasi Bilangan Kompleks pada Dinamika Fluida Aplikasi Bilangan Kompleks pada Dinamika Fluida Evita Chandra (13514034) Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

HIDRODINAMIKA BAB I PENDAHULUAN

HIDRODINAMIKA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinematika adalah tinjauan gerak partikel zat cair tanpa memperhatikan gaya yang menyebabkan gerak tersebut. Kinematika mempelajari kecepatan disetiap titik dalam medan

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia I Efflux Time BAB I PENDAHULUAN

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia I Efflux Time BAB I PENDAHULUAN Page 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan efflux time dalam dunia industri banyak dijumpai pada pemindahan fluida dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan pipa tertutup serta tangki sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02 MODUL PERKULIAHAN Perpindahan Panas Secara Konduksi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Teknik Teknik Mesin 02 13029 Abstract Salah satu mekanisme perpindahan panas adalah perpindahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Pendahuluan. 2.2 Turbin [6,7,]

BAB II DASAR TEORI Pendahuluan. 2.2 Turbin [6,7,] BAB II DASAR TEORI 2.1. Pendahuluan Bab ini membahas tentang teori yang digunakan sebagai dasar simulasi serta analisis. Bagian pertama dimulasi dengan teori tentang turbin uap aksial tipe impuls dan reaksi

Lebih terperinci

3.1 Analisis Dimensional persamaan Navier Stokes

3.1 Analisis Dimensional persamaan Navier Stokes Bab 3 Model Matematika Pada bab ini akan dibahas mengenai proses dalam pembuatan model. Analisis dimensional serta pendekatan lubrikasi kita gunakan terhadap persamaan-persamaan dasar (Navier Stokes) serta

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.2 Tahapan Analisis Persamaan Differensial untuk Transfer Energi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.2 Tahapan Analisis Persamaan Differensial untuk Transfer Energi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Studi Pendahuluan Langkah awal dalam penelitian ini adalah mencari dan mengumpulkan sumbersumber seperti: buku, jurnal atau penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian.

Lebih terperinci

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN.. Tegangan Mekanika bahan merupakan salah satu ilmu yang mempelajari/membahas tentang tahanan dalam dari sebuah benda, yang berupa gaya-gaya yang ada di dalam suatu benda yang

Lebih terperinci

TRANSFER MOMENTUM. Massa = m B

TRANSFER MOMENTUM. Massa = m B TRANSFER MOMENTUM Apakah momentum itu? V A1 V B1 Massa = m A Massa = m B Jika V A1 > V B1 maka mobil A akan menabrak mobil B Yang berakibatkan: Kecepatan mobil A berkurang dari V A1 menjadi V A2 Kecepatan

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

ANALISIS ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS FLUIDA SISKO DALAM KEADAAN STEDI

ANALISIS ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS FLUIDA SISKO DALAM KEADAAN STEDI ANALISIS ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS FLUIDA SISKO DALAM KEADAAN STEDI Abstrak Nama Mahasiswa : Nuri Anggi Nirmalasari NRP : 1207 100 017 Jurusan : Matematika FMIPA-ITS Dosen Pembimbing : Prof. DR. Basuki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Asap atau polutan yang dibuang melalui cerobong asap pabrik akan menyebar atau berdispersi di udara, kemudian bergerak terbawa angin sampai mengenai pemukiman penduduk yang berada

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci