EXECUTIVE SUMMARY STUDI PENYUSUNAN KEBUTUHAN NORMA, STANDAR, PEDOMAN, DAN KRITERIA (NSPK) DI BIDANG PELAYARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EXECUTIVE SUMMARY STUDI PENYUSUNAN KEBUTUHAN NORMA, STANDAR, PEDOMAN, DAN KRITERIA (NSPK) DI BIDANG PELAYARAN"

Transkripsi

1 EXECUTIVE SUMMARY STUDI PENYUSUNAN KEBUTUHAN NORMA, STANDAR, PEDOMAN, DAN KRITERIA (NSPK) DI BIDANG PELAYARAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa dasawarsa terakhir ini transportasi laut telah mulai berkembang cukup pesat meskipun masih belum terencana dengan baik sehingga menjadi tidak optimal, terjadi biaya tinggi dan mengganggu kelancaran arus barang. Nomenklatur UU Nomor 17/2008 membagi pelayaran kedalam 4 unsur utama yaitu angkutan laut, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim. Semua ini harus terpadu dan sinergis oleh semua moda transportasi (baik intra-maupun antarmoda) agar supaya dapat menjadi satu kesatuan sistem transportasi laut nasional. Demikian juga halnya dalam pelayanan transportasi yang diberikan oleh Pemerintah, maupun pemerintah Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota harus berjalan dengan baik dan terpadu. Sesuai dengan amanat UU no 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP no 37 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota maka ada beberapa kewenangan di bidang transportasi termasuk transportasi laut yang diberikan kepada pemerintah daerah. Untuk tetap menjamin pelayanan transportasi di daerah dapat terlaksana dengan baik, maka haruslah dibuat standar pelayanan minimal. Agar standar pelayanan minimal dapat dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah daerah, maka diperlukan norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) yang mengatur pelaksanaan pelayanan transportasi. Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK) yang ada saat ini belum lengkap. PT. INAME UTAMA 1

2 Untuk mengetahui NSPK yang belum dibuat dan memetakan prioritas pembuatan NSPK di masa yang akan datang maka diperlukanlah studi untuk penyusunan kebutuhan norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) Maksud Dan Tujuan Maksud adalah melakukan studi penyusunan kebutuhan NSPK bidang pelayaran. Tujuan studi adalah tersusunnya kebutuhan dan prioritas NSPK bidang pelayaran Ruang Lingkup a. Inventarisasi peraturan perundangan bidang pelayaran yang ada saat ini. b. Identifikasi NSPK bidang pelayaran yang ada saat ini. c. Evaluasi kebijakan bidang pelayaran terkait NSPK yang ada saat ini. d. Analisis kebutuhan NSPK bidang pelayaran. e. Pemetaan dan penyusunan kebutuhan NSPK bidang pelayaran. f. Penentuan prioritas kebutuhan NSPK dalam penyelenggaraan transportasi laut Hasil Yang Diharapkan Dari hasil studi ini diharapkan dapat tersusun daftar kebutuhan norma standar pedoman, dan kriteria, di bidang pelayaran berdasar skala prioritas. 2. METODOLOGI 2.1. Kerangka Pemikiran Dalam studi kebutuhan norma, standar, pedoman, dan kriteria dibutuhkan analisis yang didasarkan cara-cara berfikir sistematis yuridis, sebagaimana yang dikemukakan JH Merryman : PT. INAME UTAMA 2

3 Explanation... is the real thing, and explanation is serious work. However, explanation calls for empirical information. If the explainer finds the kind of information he needs already assembled, he is unsually lucky. If it is not availaible he will try get somebody else to get it for him. In extremis, driven by the lust to explain he will go gather the date himself. Sehingga dalam penelitian ini metode yang dipergunakan, untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Diagnostic research atau perscriptive research, yaitu penelitian untuk mengidentifikasi aspek-aspek transportasi laut yang perlu dibuatkan norma, standar, pedoman, kriteria, dan sispro, sehingga dapat memperlancar penyelenggaraan transportasi laut; 2. Descriptive research, yaitu penelitian yang menganalisis datadata yang dikumpulkan, serta melaporkannya dengan analisis secara legalitas dan dijadikan untuk informasi baru, dalam merumuskan kebutuhan norma, standar, pedoman, kriteria dan sispro di bidang transportasi laut. Kebutuhan dalam menganalisis dan mengevaluasi atas permasahan pokok dalam studi ini, maka perlu pengumpulan data sebagai berikut: 1. Pengumpulan data primer meliputi bahan hukum yang mengikat dapat berupa peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi (hukum kebiasaan), yurisprudensi dan fakta lain; 2. Pengumpulan data sekunder meliputi data-data dari sumber terkait, yaitu kepustakaan, hasil standarisasi BSN bidang transportasi laut dan law reform organization. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode Studi Literatur / Riset Pustaka. Dalam aktifitas ini yang sering kali digunakan adalah metode content analysis, sebagaimana yang dikemukanan Soerjono Soekanto dalam bukunya sebagai: PT. INAME UTAMA 3

4 ...any technique for making inferences by objectively and systematically identifying specifed characteristics of massages. Proses analisis dan evaluasi, dilakukan secara komprehensif melalui pendekatan deskriptif dan pendekatan statistik. Pendekatan deskriptif digunakan untuk mengetahui aspek-aspek transportasi laut yang memerlukan norma, standar, pedoman, kriteria dan sispro. Sedangkan pendekatan statistik digunakan untuk menentukan skala prioritas kebutuhan norma, standar, pedoman, kriteria dan sispro bidang transportasi laut. Dalam melaksanakan rencana penelitian dan untuk lebih mempermudah memecahkan persoalan yang dihadapi, maka perlu diuraikan terlebih dahulu cara-cara yang diperlukan untuk pemecahan masalah tersebut. Metodologi yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan suatu pendekatan, agar masalah yang dihadapi dapat diselesaikan sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Proses penyelesaian masalah, diawali dari identifikasi aspek aspek yang akan dibuatkan norma, pedoman, standar, kriteria dan sispro. Aspek-aspek tersebut didapatkan diantaranya dari TUPOKSI dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,TUPOKSI dari Syahbandar, Otorita Pelabuhan serta peraturan-peraturan yang berlaku. Selanjutnya, berdasarkan aspek tersebut, disusun desain kuesioner untuk mengetahui kebutuhan norma, pedoman, standar, kriteria dan sispro bidang transportasi laut. Berdasarkan aspek tersebut, dipilah dan ditentukan prioritas aspek transportasi laut yang memerlukan norma, standar, pedoman, dan kriteria. Dari hasil pengumpulan data opini responden mengenai norma, standar, pedoman, kriteria, maka disusun skala prioritas mana yang perlu segera disusun. Hasil akhir dari proses analisis dan evaluasi, adalah rekomendasi daftar kebutuhan norma, standar, pedoman, kriteria, dan sispro bidang transportasi laut dalam upaya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 2.1. PT. INAME UTAMA 4

5 Dalam penelitian ini dibutuhkan beberapa data yang terbagi menjadi kategori data sekunder dan data primer. Data sekunder meliputi daftar produk sertifikasi nasional bidang transportasi laut. Data primer berkaitan dengan opini pengguna dan penyedia jasa terhadap kebutuhan norma, standar, pedoman, kriteria dan sispro di bidang transportasi laut. PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI LAUT NASIONAL Tahap Persiapan IDENTIFIKASI ASPEK ANGKUTAN LAUT IDENTIFIKASI A. ASPEK KEPELABUHANAN IDENTIFIKASI ASPEK KESELAMATAN PELAYARAN PENYUSUNAN DESAIN KUESIONER Tahap Analisis PEMILAHAN ASPEK YANG BELUM DIBUATKAN NSPK PENENTUAN KEBUTUHAN NSPK Tahap PENYUSUNAN DAFTAR KEBUTUHAN NORMA, STANDAR, PEDOMAN, KRITERIA BERDASAR PRIORITAS REKOMENDASI Gambar 2.1 Alur Pikir Studi 2.2. Metode Pengumpulan data Inventarisasi data sekunder, meliputi aspek-aspek transportasi laut dalam bentuk peraturan-peraturan seperti Undang-undang,Peraturan PT. INAME UTAMA 5

6 Pemerintah, Peraturan Menteri, maupun SK DIRJEN. Data sekunder diharapkan diperoleh dari Ditjen Perhubungan Laut. a. Peraturan terkait dengan Bidang Perkapalan dan Pelayaran. b. Peraturan terkait dengan Bidang Navigasi. c. Peraturan terkait dengan Bidang Keamanan Penjagaan Laut dan Pantai. d. Peraturan terkait dengan Bidang Kepelabuhanan dan Pengerukan. e. Peraturan terkait dengan Bidang Perlindungan Lingkungan Maritim. f. Peraturan terkait dengan Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut. Penurunan variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan didefinisikan berdasarkan aspek-aspek transportasi laut yang perlu dibuatkan norma, standar, pedoman, kriteria Metode Analisis Proses analisis dan evaluasi, dilakukan secara komprehensif melalui pendekatan deskriptif dan pendekatan statistik. Pendekatan deskriptif digunakan untuk mengetahui aspek-aspek transportasi laut yang memerlukan norma, standar, pedoman, kriteria dan sispro. Sedangkan pendekatan statistik digunakan untuk menentukan skala prioritas kebutuhan norma, standar, pedoman, di bidang pelayaran. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Kebutuhan NSPK Menurut Responden Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuesioner kepada responden yang terdiri dari unsur dari unsur Syahbandar, Otoritas Pelabuhan dan Distrik Navigasi. Dari hasil identifikasi dan inventarisasi tersebut dapat dikelompokkan dalam susunan NSPK sebagai berikut. PT. INAME UTAMA 6

7 Aspek Sarana Untuk bidang sarana terdiri dari Norma sebanyak 38 judul (51,35%), Standar sebanyak 35 judul (47,3%), dan Kriteria sebanyak 1 judul (1,35%) dari komposisi NSPK. Dari total 74 judul NSPK tersebut 62,16% saat ini sudah ada. Untuk lebih jelasanya dapat dilihat pada Tabel 3.1. NO KATEGORI Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut Tabel 3.1. Jumlah NSPK Aspek Sarana Bidang Perkapalan dan Kepelautan Bidang Pelabuhan dan Pengerukan Bidang Navigasi Bidang KPLP 1 N S P K JUMLAH Sumber : Hasil Olah Data Tabel 3.1. menunjukkan bahwa untuk norma aspek sarana yang sudah ada terdiri atas 8 judul di bidang lalu lintas dan angkutan laut, 29 judul di bidang perkapalan dan kepelautan, serta 1 judul bidang navigasi. Standar sarana yang sudah ada terdiri dari 1 judul di bidang lalu lintas dan angkutan laut, 7 judul di bidang perkapalan dan kepelautan. Standar sarana yang belum ada terdiri dari 2 judul di bidang lalu lintas dan angkutan laut, 22 judul di bidang perkapalan dan kepelautan, serta 3 judul standar di bidang KPLP. Dari identifikasi peraturan yang ada, tidak ada kategori pedoman untuk sarana. Hanya ada 1 judul kriteria sarana di bidang lalu lintas dan angkutan laut, dan sampai saat ini juga belum ada Aspek Prasarana Untuk aspek prasarana terdiri dari Norma sebanyak 54 judul (40,60%), Standar sebanyak 66 judul (49,62%), dan Kriteria sebanyak 13 judul (9,77%) dari komposisi NSPK. Dari total 133 judul NSPK tersebut baru 53,38% yang sudah ada. Untuk lebih jelasanya dapat PT. INAME UTAMA 7

8 dilihat pada Tabel 3.2. NO KATEGORI Tabel 3.2. Jumlah NSPK Aspek Prasarana Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut Bidang Perkapalan dan Kepelautan Bidang Pelabuhan dan Pengerukan Bidang Navigasi Bidang KPLP 1 N S P K JUMLAH Sumber : Hasil Olah Data Tabel 3.2. menunjukkan bahwa untuk norma aspek sarana yang sudah ada terdiri atas 3 judul di bidang lalu lintas dan angkutan laut, 17 judul di bidang pelabuhan dan pengerukan dan 25 judul di bidang navigasi. Norma aspek sarana yang belum ada terdiri dari 7 judul di bidang pelabuhan dan pengerukan dan 2 judul di bidang navigasi. Standar sarana yang sudah ada terdiri dari 17 judul di bidang pelabuhan dan pengerukan, 7 judul di bidang navigasi dan 2 judul di bidang KPLP. Standar sarana yang belum ada terdiri dari 1 judul di bidang lalu lintas dan angkutan laut, 2 judul di bidang perkapalan dan kepelautan, 16 judul di bidang pelabuhan dan pengerukan, 19 judul di bidang navigasi serta 2 judul standar di bidang KPLP. Dari identifikasi peraturan yang ada, tidak ada kategori pedoman untuk prasarana. Terdapat 13 judul kriteria prasarana yang belum ada, dengan rincian 3 judul di bidang lalu lintas dan angkutan laut dan 4 judul kriteria di bidang pelabuhan dan pengerukan serta 4 judul di bidang navigasi Aspek Operasional Untuk aspek operasional terdiri dari Norma sebanyak 95 judul (14,96%), Standar sebanyak 158 judul (24,88%), pedoman sebanyak 355 judul (55,91%) dan Kriteria sebanyak 27 judul (4,25%) dari komposisi NSPK. Dari total 635 judul NSPK tersebut baru 249 judul PT. INAME UTAMA 8

9 (39,21%) yang sudah ada sedangkan 386 judul yang sudah identifikasi belum ada. Untuk lebih jelasanya dapat dilihat pada Tabel 3.3. NO KATEGORI Tabel 3.3 : Jumlah NSPK Aspek Operasional Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut Bidang Perkapalan dan Kepelautan Bidang Pelabuhan dan Pengerukan Bidang Navigasi Bidang KPLP 1 N S P K JUMLAH Sumber : Hasil Olah Data Tabel 3.3. menunjukkan bahwa untuk norma aspek operasional yang sudah ada terdiri atas 21 judul di bidang lalu lintas dan angkutan laut, 27 judul di bidang perkapalan dan kepelautan, 25 judul di bidang pelabuhan dan pengerukan, 8 judul bidang navigasi dan 14 judul di bidang KPLP. Standar operasional yang sudah ada terdiri dari 14 judul di bidang lalu lintas dan angkutan laut, 7 judul di bidang perkapalan dan kepelautan, 15 judul di bidang pelabuhan dan pengerukan, 2 judul di bidang navigasi dan 6 standar di bidang KPLP. Standar operasional yang belum ada terdiri dari 2 judul di bidang lalu lintas dan angkutan laut, 13 judul di bidang perkapalan dan kepelautan, 55 judul di bidang pelabuhan dan pengerukan, 42 judul di bidang navigasi serta 2 judul judul di bidang KPLP. Dari identifikasi peraturan yang ada, terdapat 86 judul pedoman operasional yang sudah ada, sedangkan 269 judul pedoman belum ada. Pedoman operasional yang sudah ada terdiri dari 3 judul di bidang lalu lintas dan angkutan laut, 31 judul di bidang perkapalan dan kepelautan, 48 judul di bidang pelabuhan dan pengerukan, 1 judul bidang navigasi dan 3 judul di bidang KPLP. Sedangkan pedoman operasional yang belum ada terdiri dari 57 judul di bidang lalu lintas dan angkutan laut, 61 judul di bidang perkapalan dan kepelautan, 44 judul di bidang pelabuhan dan pengerukan, 95 judul bidang navigasi PT. INAME UTAMA 9

10 dan 12 judul di bidang KPLP. Dari identifikasi peraturan yang ada, terdapat 24 judul kriteria aspek operasional yang sudah ada, sedangkan 3 judul kriteria operasional belum ada. Kriteria aspek operasional yang sudah ada terdiri dari 7 judul di bidang lalu lintas dan angkutan laut, 2 judul di bidang perkapalan dan kepelautan, dan 15 judul di bidang pelabuhan dan pengerukan. Sedangkan kriteria operasional yang belum ada terdiri dari 1 judul di bidang perkapalan dan kepelautan dan 2 judul di bidang navigasi Aspek SDM Untuk aspek sumber daya manusia (SDM) terdiri dari Norma sebanyak 95 judul (14,96%), Standar sebanyak 158 judul (24,88%), pedoman sebanyak 355 judul (55,91%) dan Kriteria sebanyak 27 judul (4,25%) dari komposisi NSPK. Dari total 635 judul NSPK tersebut baru 249 judul (39,21%) yang sudah ada sedangkan 386 judul yang sudah identifikasi belum ada. Untuk lebih jelasanya dapat dilihat pada Tabel 3.4 NO KATEGORI Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut Tabel 3.4 : Jumlah NSPK Aspek SDM Bidang Perkapalan dan Kepelautan Bidang Pelabuhan dan Pengerukan Bidang Navigasi Bidang KPLP 1 N S P K JUMLAH Sumber : Hasil Olah Data Tabel menunjukkan bahwa untuk norma aspek SDM yang sudah ada terdiri atas 3 judul di bidang perkapalan dan kepelautan, 2 judul di bidang pelabuhan dan pengerukan, dan 2 judul bidang navigasi. Terdapat 1 judul norma SDM di bidang navigasi yang belum ada. PT. INAME UTAMA 10

11 Standar SDM yang sudah ada terdiri dari 8 judul di bidang perkapalan dan kepelautan, 3 judul di bidang navigasi dan 2 judul di bidang KPLP. Standar SDM yang belum ada terdiri dari 10 judul di bidang perkapalan dan kepelautan, 1 judul di bidang pelabuhan dan pengerukan, dan 4 judul di bidang navigasi. Dari identifikasi peraturan yang ada, terdapat 4 judul pedoman untuk SDM yang sudah ada, sedangkan 1 judul pedoman belum ada. Pedoman untuk aspek SDM yang sudah ada terdiri dari 4 judul di bidang pelabuhan dan pengerukan. Sedangkan pedoman aspek SDM yang belum ada hanya ada 1 judul di bidang navigasi. Dari identifikasi peraturan yang ada, terdapat 4 judul kriteria aspek SDM yang sudah ada, sedangkan 5 judul kriteria SDM belum ada. Kriteria aspek SDM yang sudah ada terdiri dari 4 judul di bidang pelabuhan dan pengerukan. Sedangkan kriteria SDM yang belum ada terdiri dari 1 judul di bidang perkapalan dan kepelautan dan 4 judul di bidang navigasi Penentuan Kriteria Prioritas Untuk menentukan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria yang memiliki prioritas untuk harus segera dibuat, adalah dengan melihat dari bobot keterkaitannya dengan kriteria penentuan prioritas. Kriteria untuk menentukan NSPK berbeda-beda. Dibedakan menurut masing-masing bidang dari NSPK. Adapaun kriteria-kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Bidang Sarana 1. Untuk Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap kelancaran arus barang. 2. Untuk Bidang Perkapalan dan Kepelautan, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran. PT. INAME UTAMA 11

12 3. Untuk Bidang Kenavigasian, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran. 4. Untuk Bidang Kesatuan Penjagaan laut dan Pantai, b. Bidang Prasarana penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran. 1. Untuk Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap kelancaran arus barang. 2. Untuk Bidang Perkapalan dan Kepelautan, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran. 3. Untuk Bidang Kenavigasian, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran. 4. Untuk Bidang Pelabuhan dan Pengerukan, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap kelancaran arus barang 5. Untuk Bidang Kesatuan Penjagaan laut dan Pantai, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran. c. Bidang Operasional 1. Untuk Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap kelancaran arus barang. 2. Untuk Bidang Perkapalan dan Kepelautan, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran. PT. INAME UTAMA 12

13 3. Untuk Bidang Kenavigasian, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran. 4. Untuk Bidang Pelabuhan dan Pengerukan, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap kelancaran arus barang 5. Untuk Bidang Kesatuan Penjagaan laut dan Pantai, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran. d. Bidang Sumber Daya Manusia 1. Untuk Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Laut, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap kelancaran arus barang. 2. Untuk Bidang Perkapalan dan Kepelautan, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran. 3. Untuk Bidang Kenavigasian, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran. 4. Untuk Bidang Pelabuhan dan Pengerukan, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap kelancaran arus barang 5. Untuk Bidang Kesatuan Penjagaan laut dan Pantai, penentuan bobot prioritas dinilai dari keterkaitan NSPK terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran. Berdasarkan hasil analisis, NSPK yang menjadi prioritas adalah sebagai berikut: a. Aspek Sarana: 1) Standar Kapal Penyeberangan di dalam negeri; PT. INAME UTAMA 13

14 2) Standar Alat pemadam Kebkaran pada Kapal; 3) Standar material untuk membangun kapal; 4) Standar Mesin Penggerak Utama dan Mesin Bantu pada Kapal; 5) Standar Perangkat Komunikasi Radio Kapal; 6) Standar Perlengkapan Navigasi dan elektronikasi di atas kapal; 7) Standar Perlengkapan Peralatan meteorologi di atas kapal; 8) Standar Perlengkapan Petugas Pemadam Kebakaran di Kapal; 9) Standar Perlistrikan kapal; 10) Standar Sarana Penggerak Kemudi Utama dan bantu pada Kapal; 11) Standardisasi Sertifikasi keselamatan kapal barang; 12) Standardisasi Sertifikasi keselamatan kapal penumpang. b. Aspek Prasarana: 1) Kriteria jaringan trayek tetap dan teratur angkutan laut dalam negeri; 2) Kriteria jaringan Trayek Tidak Tetap dan tidak teratur; 3) Kriteria Trayek Angkutan Laut Lintas Batas; 4) Standar prasarana/pangkalan armada penjaga laut dan pantai; 5) Standardisasi Sarana dan prasarana pengamanan pelabuhan; 6) Standar klasifikasi pelabuhan utama, pengumpul dan pengumpan; 7) Standar klasifikasi terminal khusus nasional/internasional, regional dan lokal; 8) Kriteria kebutuhan sarana dan prasarana penunjang SBNP; 9) Kriteria kerusakan dan/atau hambatan pada SBNP; 10) Kriteria kerusakan dan/atau hambatan pada telekomunikasi pelayaran; PT. INAME UTAMA 14

15 11) Kriteria sistim informasi SBNP; 12) Kriteria sistim informasi telekomunikasi pelayaran; 13) Kriteria zona keamanan dan keselamatan SBNP dan bangunan atau instalasi; 14) Standar Radar Reflector; 15) Standar alat perlengkapan penunjang SBNP menggunakan automatic identification system (AIS) SBNP; 16) Standar teknis Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) Yang Digunakan Oleh Stasiun Radio Pantai; 17) Standar teknis tinggi bangunan dan konstruksi pada rambu suar; 18) Standar teknis tinggi bangunan dan konstruksi pada tanda siang; 19) Standar teknis Vessel Traffic Services; 20) Standarisasi Gedung SROP Kelas I, II, III, dan IV; 21) Standarisasi peralatan hidrografi dalam penempatan SBNP; 22) Standarisasi Peralatan SROP Kelas I, II, III, dan IV; 23) Standar fasilitas dan rambu-rambu keselamatan di pelabuhan laut; 24) Standar prasarana/pangkalan armada penjaga laut dan pantai. c. Aspek Operasional 1) Pedoman kegiatan angkutan laut dalam negeri; 2) Pedoman Kegiatan angkutan laut dari dan ke luar negeri; 3) Pedoman kegiatan angkutan laut lintas batas; 4) Pedoman Penetapan Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Angkutan Barang di perairan; 5) Pedoman Penetapan Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Usaha Jasa terkait Angkutan di perairan; 6) Pedoman Pengoperasian Kapal pada Trayek Tetap dan PT. INAME UTAMA 15

16 Teratur; 7) Pedoman Pengoperasian Kapal pada Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur; 8) Pedoman pengoperasian kapal untuk Daerah Masih Tertinggal dan/atau wilayah terpencil; 9) Pedoman Pengoperasian Kapal untuk Kegiatan Angkutan Laut Luar Negeri; 10) Pedoman Persyaratan Izin usaha angkutan laut; 11) Pedoman Persyaratan Keagenan Awak Kapal; 12) Pedoman Persyaratan Pengoperasian Kapal pada Trayek Tetap dan Teratur; 13) Pedoman Tata Cara Pelaporan Pengoperasian Kapal pada Trayek Tetap dan Teratur; 14) Pedoman Tata Cara Pelaporan Pengoperasian Kapal pada Trayek Tidak tetap dan Tidak Teratur; 15) Pedoman Tata Cara Pelaporan Rencana Pengoperasian Kapal Pada Trayek Tetap dan Teratur; 16) Pedoman Tata Cara Pemberian Izin Usaha Angkutan Perairan di Pelabuhan; 17) Pedoman Tata Cara Pemberian Izin Usaha Depo Peti Kemas; 18) Pedoman Tata Cara Pemberian Izin Usaha Keagenan Awak Kapal; 19) Pedoman Tata Cara Pemberian Izin Usaha Keagenan Kapal; 20) Pedoman Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pengelolaan Kapal; 21) Pedoman Tata Cara pemberian Izin Usaha Penyewaan Peralatan Angkutan Laut dan Peralatan Jasa Terkait dengan Angkutan Laut; 22) Pedoman Tata Cara Pemberian Izin Usaha Perantara Jual Beli dan atau sewa kapal ; PT. INAME UTAMA 16

17 23) Pedoman Tata Cara Pemberian Izin Usaha Perawatan dan Perbaikan Kapal; 24) Pedoman Tata Cara Pemberian Izin Usaha Tally Mandiri; 25) Pedoman Tata Cara Penempatan Kapal pada Trayek Angkutan Laut Lintas Batas; 26) Pedoman Tata Cara Penempatan Kapal pada Trayek Angkutan Laut Luar Negeri; 27) Pedoman Tata Cara Penempatan Kapal Pelayaran Rakyat pada Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur; 28) Pedoman Tata Cara Penerbitan Izin Usaha Bongkar Muat; 29) Pedoman Tata Cara Penerbitan Izin Usaha Pengurusan Jasa Transportasi; 30) Pedoman Tata Cara Penetapan jaringan angkutan laut perintis; 31) Pedoman Tata Cara Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Laut Dalam Negeri; 32) Pedoman Tata Cara Penetapan Trayek Angkutan di Perairan untuk daerah masih tertinggal/wilayah terpencil; 33) Pedoman Tata Cara Penunjukan Keagenan Awak Kapal; 34) Pedoman Tata Cara Penyampaian dan Pengelolaan Data serta Penyusunan Sistem Informasi Angkutan di Perairan; 35) Pedoman Tata Cara Registrasi Penempatan Kapal Pada Jaringan Trayek Tramper untuk Angkutan Dalam Negeri; 36) Standardisasi pelayanan bongkar muat barang; 37) Standar Kapal Penyeberangan di dalam negeri; 38) Pedoman Tata cara audit sertifikat manajemen keselamatan; 39) Pedoman Tata Cara Pemasangan Selar pada Kapal; 40) Pedoman Tata cara pemeriksaan dan sertifikasi keselamatan kapal; 41) Pedoman Tata Cara Pemeriksaan Kecelakaan Kapal; PT. INAME UTAMA 17

18 42) Pedoman Tata Cara Pemuatan dan Pemadatan Barang serta Pengaturan Balas; 43) Pedoman Tata cara penanganan, penempatan, dan pemadatan peti kemas serta pengaturan balas; 44) Pedoman Tata Cara Penetapan Lambung Timbul; 45) Pedoman tatacara dan Prosedur dan persyaratan penutuhan kapal; 46) Pedoman tatacara dan Prosedur dan persyaratan penutuhan kapal; 47) Pedoman tatacara dan Prosedur Penerbitan Surat Izin Khusus bagi Kapal yang akan berlayar; 48) Pedoman tatacara dan Prosedur penolakan nahkoda untuk melayarkan kapalnya jika tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal; 49) Pedoman tatacara dan Prosedur perjanjian kerja untuk kesejahteraan awak kapal; 50) Pedoman pelaksanaan pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan pencemaran di laut; 51) Pedoman pengamanan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; 52) Pedoman pengawasan dan penertiban kegiatan salvage, pekerjaan bawah air, serta eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut; 53) Pedoman pengawasan dan penertiban kegiatan serta lalu lintas kapal; 54) Pedoman tatacara dan prosedur audit dan penerbitan sertifikat manajemen keamanan kapal; 55) Pedoman tatacara dan prosedur memberhentikan dan memeriksa kapal di laut; 56) Pedoman tatacara dan prosedur pelaksanaan kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa di laut; 57) Pedoman tatacara dan prosedur pelaksanaan patroli laut; 58) Pedoman tatacara dan prosedur pelaksanaan penyidikan; PT. INAME UTAMA 18

19 59) Pedoman tatacara dan prosedur pelaksanan pengejaran seketika (hot pursuit); 60) Pedoman tatacara dan prosedur pengesahan gambar dan pengawasan pembangunan kapal; 61) Standard manajemen keamanan kapal; 62) Standard manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal; 63) Standardisasi Sertifikasi keselamatan kapal barang; 64) Standardisasi Sertifikasi keselamatan kapal penumpang; 65) Standar keselamatan kapal Negara; 66) Pedoman penyusunan rencana induk pelabuhan utama; 67) Pedoman tatacara dan persyaratan izin pembangunan pelabuhan utama; 68) Pedoman tatacara dan persyaratan izin pengoperasian pelabuhan utama; 69) Pedoman tatacara dan persyaratan penetapan lokasi pelabuhan utama; 70) Pedoman tatacara dan prosedur pelayanan fasilitas naik/turun penumpang dan/atau kendaraan; 71) Pedoman tatacara dan prosedur pelayanan jasa bongkar muat barang; 72) Pedoman tatacara dan prosedur pelayanan jasa dermaga untuk bertambat; 73) Pedoman tatacara dan prosedur pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan petikemas; 74) Pedoman tatacara dan prosedur pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan; 75) Pedoman tatacara dan prosedur pelayanan jasa penundaan kapal; PT. INAME UTAMA 19

20 76) Pedoman tatacara dan prosedur pelayanan jasa terminal petikemas, curah cair, curah kering, dan Ro-Ro; 77) Pedoman tatacara dan prosedur pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air bersih; 78) Pedoman tatacara dan prosedur pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi barang; 79) Pedoman tatacara dan prosedur pemberian pelayanan jasa pemanduan; 80) Pedoman tatacara dan prosedur pemberian pelayanan jasa penundaan; 81) Pedoman tatacara dan prosedur penetapan pelayanan operasional 24 jam di pelabuhan utama; 82) Pedoman tatacara dan prosedur penetapan pelayanan operasional 24 jam di terminal khusus; 83) Pedoman tatacara kegiatan pemeliharaan penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur pelayaran, dan jaringan jalan oleh Badan Usaha Pelabuhan atau pengelola TUKS; 84) Pedoman teknis kebutuhan lahan daratan dan perairan dalam penetapan luas DLKr dan DLKp pada pelabuhan utama; 85) Standar kemampuan dan kompetensi dalam pekerjaan reklamasi; 86) Standar kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan pada pelabuhan utama; 87) Standar formulir pemenuhan persyaratan izin pengoperasian pelabuhan utama; 88) Standar formulir permohonan izin pembangunan pelabuhan utama; 89) Standar formulir usulan penetapan DLKr dan DLKp pelabuhan utama; 90) Persyaratan Terminal penumpang di pelabuhan laut; PT. INAME UTAMA 20

21 91) Kriteria penetapan alur pelayaran kelas I, II, III untuk keselamatan pelayaran; 92) Pedoman dan tata cara kegiatan pemeliharaan SBNP; 93) Pedoman dan tata cara kegiatan pemeliharaan telekomunikasi pelayaran; 94) Pedoman dan tata cara kegiatan perbaikan SBNP; 95) Pedoman dan tata cara kegiatan perbaikan telekomunikasi pelayaran; 96) Pedoman desain sistim rute dan tatacara berlalu lintas; 97) Pedoman Operasional SROP Kelas I, II, III, dan IV; 98) Pedoman pemberian izin pembangunan instalasi atau bangunan lainnya; 99) Pedoman pemeliharaan dan perbaikan peralatan teknis telekomunikasi pelayaran; 100) Pedoman pemeliharaan, perlengkapan dan suku cadang kapal negara kenavigasian; 101) Pedoman penetapan alur pelayaran kelas I, II, III untuk keselamatan pelayaran; 102) Pedoman penetapan rencana induk kenavigasian; 103) Pedoman pengoperasian peralatan dan perencanaan, pembangunan, pemeliharaan dan perbaikan SBNP; 104) Pedoman pengoperasian peralatan dan prosedur kerja telekomunikasi pelayaran; 105) Pedoman Penyusunan Kinerja (SOP) VTS; 106) Pedoman penyusunan kinerja SROP, stasiun radio kapal dan SBNP elektronika; 107) Pedoman perencanaan kebutuhan sarana dan prasarana penunjang telekomunikasi pelayaran; 108) Pedoman perencanaan pengoperasian telekomunikasi pelayaran; 109) Pedoman perencanaan sarana dan prasarana fasilitas pangkalan; PT. INAME UTAMA 21

22 110) Pedoman sistem pelaporan AIS, manual peralatan radio komunikasi, dan LRIT; 111) Pedoman tara cara dan persyaratan tinggi bangunan dan konstruksi pada rambu suar; 112) Pedoman tata cara dan kegiatan pengoperasian SBNP; 113) Pedoman tata cara dan persyaratan bangunan atau instalasi disekitarnya dalam penempatan SBNP; 114) Pedoman tata cara dan persyaratan lokasi penempatan SBNP; 115) Pedoman tata cara dan persyaratan menggunakan automatic identification system (AIS) SBNP; 116) Pedoman tata cara dan persyaratan pencegahan gangguan, perlindungan dan pengamanan dalam penempatan SBNP; 117) Pedoman tata cara dan persyaratan pendirian stasiun radio pantai; 118) Pedoman tatacara dan persyaratan penetapan zona keamaman dan keselamatan; 119) Pedoman tatacara dan persyaratan bangunan Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) Yang Digunakan Oleh Stasiun Radio Pantai ; 120) Pedoman tatacara dan persyaratan instalasi Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) Yang Digunakan Oleh Stasiun Radio Pantai; 121) Pedoman tatacara dan persyaratan lokasi Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) Yang Digunakan Oleh Stasiun Radio Pantai; 122) Pedoman tatacara dan persyaratan pelaksanaan kegiatan salvage; 123) Pedoman Tatacara dan Persyaratan Pelaksanaan Kegiatan Salvage di Dalam Alur Pelabuhan; 124) Pedoman Tatacara dan Persyaratan Pendidikan dan Pelatihan Dalam Kegiatan Pekerjaan Bawah Air; PT. INAME UTAMA 22

23 125) Pedoman tatacara dan persyaratan pengangkatan kerangka kapal tenggelam dan/atau muatannya; 126) Pedoman tatacara dan persyaratan peralatan long range identification and tracking of ships; 127) Pedoman tatacara dan persyaratan peralatan telekomunikasi Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) Yang Digunakan Oleh Stasiun Radio Pantai; 128) Pedoman tatacara dan persyaratan perlengkapan penunjang Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) Yang Digunakan Oleh Stasiun Radio Pantai; 129) Pedoman tatacara pelayanan komunikasi marabahaya, komunikasi segera dan keselamatan, serta siaran tanda waktu standar; 130) Pedoman tatacara pemberian izin penyelenggaraan administrasi radio kapal; 131) Pedoman tatacara pemberian izin usaha salvage dan/atau pekerjaan bawah air; 132) Pedoman tatacara penggunaan alur pelayaran di laut untuk perlintasan; 133) Pedoman tatacara pengoperasian, pemberian izin spesifikasi teknis SBNP; 134) Standar penentuan zona terbatas pada area 1250 meter dalam zona keamanan dan keselamatan SBNP dan bangunan atau instalasi; 135) Standar penentuan zona terlarang pada area 500 meter dalam zona keamanan dan keselamatan SBNP dan bangunan atau instalasi; 136) Standar teknis ship reporting system; 137) Standardisasi sistem pemeliharaan dan perawatan SBNP; 138) Standarisasi sistem pemasangan SBNP; PT. INAME UTAMA 23

24 139) Pedoman pelaksanaan pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran; 140) Pedoman pelaksanaan pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan pencemaran di laut; 141) Pedoman pengamanan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; 142) Pedoman pengawasan dan penertiban kegiatan salvage, pekerjaan bawah air, serta eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut; 143) Pedoman tatacara dan prosedur audit dan penerbitan sertifikat manajemen keamanan kapal; 144) Pedoman tatacara dan prosedur pelaksanaan kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa di laut. d. Aspek SDM 1) Kriteria pemeriksa dan penguji keselamatan dan keamanan kapal; 2) Standar kompetensi SDM pemeriksa kapal; 3) Standar Kualifikasi Ahli Ukur kapal; 4) Standar Sertifikasi bagi Pelaut yang bekerja sebagai awak kapal di kapal khusus; 5) Standar kemampuan dan kompetensi petugas survei pekerjaan pengerukan dan reklamasi; 6) Kriteria persyaratan dan kompetensi SDM penjaga dan teknisi menara suar serta operator dalam pengoperasian dan pemeliharaan SBNP; 7) Kriteria persyaratan dan kompetensi SDM telekomunikasi pelayaran dalam pengoperasian dan pemeliharaan telekomunikasi pelayaran; 8) Kriteria persyaratan mengikuti pendidikan dan pelatihan petugas SBNP; 9) Kriteria persyaratan mengikuti pendidikan dan pelatihan petugas telekomunikasi pelayaran ; PT. INAME UTAMA 24

25 10) Standar kompetensi SDM SROP; 11) Standar pendidikan dan pelatihan petugas telekomunikasi pelayaran ; 12) Standar pendidikan dan pelatihan petugas SBNP; 13) Standard Personil SDM SROP Kls. I, II, III dan IV; 14) Standarisasi kualifikasi tenaga ahli SBNP dan Surveyor; 15) Standarisasi Sumber Daya Manusia SROP Kelas I, II, III, dan IV; 16) Standar kualifikasi dan kompetensi penjaga laut dan pantai; 17) Standardisasi Sertifikasi pengawakan kapal penangkap ikan; 18) Standardisasi Petugas Pandu pada pelabuhan utama; 19) Standardisasi Petugas Pandu pada pelabuhan pengumpul Hasil Pengembangan NSPK Dari hasil identifikasi NSPK di lapangan diperoleh pengembangan NSPK yang harus ditetapkan oleh regulator, yang terdiri dari bidang sarana, prasarana, operasional dan SDM. Dari masing-masing bidang tersebut terbagi dalam unsur dan sub unsur, sehingga hasil yang diperoleh sebagai berikut. 1. Bidang Sarana Unsur pada bidang sarana adalah kapal yang meliputi beberapa sub unsur yaitu : a. Jenis kapal; b. Konstruksi dan Permesinan Kapal; c. Peralatan Keselamatan Di Kapal; d. Peralatan Navigasi, Meteorologi, dan Elektronika Di Kapal; e. Instalasi Pencegah Pencemaran Di Perairan; f. Sertifikasi dan Dokumen. PT. INAME UTAMA 25

26 2. Bidang Prasarana Bidang prasarana yang terdiri dari unsur pelabuhan dan SBNP, meliputi beberapa sub unsur, antara lain: a. Unsur Pelabuhan : 1) Klasifikasi Pelabuhan dan Terminal; 2) Kinerja Pelabuhan dan Terminal; 3) Fasilitas dan Peralatan Di Pelabuhan dan Terminal; 4) Pemanduan. b. Unsur SBNP : 1) Rambu; 2) Dokumen; 3) Yang lainnya. 3. Bidang Operasional Kegiatan operasional terdiri dari beberapa unsur yang terbagi dalam sub unsur, antara lain : a. Unsur kegiatan salvage, pekerjaan bawah air, serta eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut, yang terdiri dari sub unsur yaitu: 1) Badan usaha; 2) Izin usaha; 3) Kerangka kapal; 4) Pekerjaan bawah air; 5) Pengawasan; 6) Salvage; 7) Tenaga penyelam. b. Unsur zona keamanan dan keselamatan, hanya terdapat sub unsur Persyaratan Zona Keamanan dan Keselamatan. c. Unsur kapal dalam bidang operasional terdiri dari beberapa PT. INAME UTAMA 26

27 sun unsur, yaitu : 1) Pembangunan kapal; 2) Pengadaan kapal; 3) Penutuhan kapal; 4) Pendaftaran kapal; 5) Hak milik kapal; 6) Status hukum kapal; 7) Surat Tanda Kebangsaan Kapal; 8) Surat ukur kapal; 9) Data kapal; 10) Identitas kapal; 11) Surat persetujuan berlayar; 12) Hipotek kapal; 13) Klasifikasi kapal; 14) Pemuatan; 15) Stabilitas; 16) Tanki kapal; 17) Komunikasi radio kapal; 18) Lambung timbul; 19) Ruang Awak Kapal, Penumpang dan Ruang Perbekalan Ruang Awak Kapal, Penumpang dan Ruang Perbekalan; 20) Ketel uap; 21) Kamar mesin; 22) Pompa Bilga dan Pompa Balas; 23) Buku Harian Kapal; 24) Pengangkutan Barang Berbahaya dan Beracun; 25) Alat Keselamatan Kapal; 26) Penumpang. d. Unsur pemeriksaan dan pengujian terdiri dari sub unsur: 1) Pemanfaatan Hasil Pemeriksaan; PT. INAME UTAMA 27

28 2) Peti kemas; 3) Pejabat pemeriksa kapal; 4) Penyidikan; 5) Pemeriksaan kecelakaan kapal. e. Unsur Pelaut/ABK terdiri dari sub unsur: 1) Buku Pelaut; 2) Kartu Identitas pelaut; 3) Sertifikat Pelaut; 4) Diklat; 5) Kesejahteraan Awak Kapal; 6) Sanksi ABK; 7) Pelatihan/Training; 8) Keagenan Awak Kapal. f. Unsur telekomunikasi pelayaran terdiri dari sub unsur: 1) Berita pelayaran; 2) Call Sign Kapal 3) Meteorologi 4) Keselamatan Kapal 5) Alur Pelayaran 6) Audit Kapal 7) Pelaporan 8) Sertifikasi keselamatan kapal 9) Managemen Keamanan Kapal 10) Pengawasan 11) Faktor Keselamatan Pelayaran g. Unsur penjagaan dan penegakan hukum di laut 1) Pemeriksaan kapal di laut; 2) SAR; 3) Patroli laut. h. Unsur perlindungan lingkungan maritime terdiri dari beberapa sub unsur, yaitu : PT. INAME UTAMA 28

29 1) Pengawasan; 2) Pencegahan pencemaran; 3) Pelaporan i. Unsur angkutan laut terdiri dari sub unsur: 1) Angkutan Laut Dalam negeri; 2) Angkutan Laut Luar Negeri; 3) Angkutan Laut Khusus; 4) Angkutan Laut pelayaran Rakyat; 5) Angkutan Laut Perintis; 6) Angkutan Laut Lintas Batas; 7) Izin Usaha; 8) Trayek; 9) Tarif; 10) Sistem Informasi Perairan; 11) Sistem Rute dan tata Cara Berlalu Lintas; 12) Usaha Penunjang Angkutan di Perairan. j. Unsur angkutan sungai, danau dan penyeberangan, terdiri dari sub unsur : 1) Angkutan penyeberangan; 2) Angkutan sungai dan danau. k. Unsur kepelabuhanan terdiri dari sub unsur: 1) Keselamatan dan Keamanan Pelabuhan; 2) Pelayanan Bongkar Muat; 3) Terminal Khusus; 4) TUKS; 5) Kegiatan Pengerukan; 6) Kegiatan Reklamasi; 7) Kegiatan Pemanduan; 8) Penetapan Perairan Wajib Pandu; 9) Kegiatan Penundaan Kapal; 10) DLKR dan DLKP; PT. INAME UTAMA 29

30 11) Rencana Induk Pelabuhan; 12) Izin Pembangunan Pelabuhan; 13) Izin Pengembangan Pelabuhan; 14) Izin Pengoperasian Pelabuhan; 15) Terminal Peti Kemas; 16) Penetapan Lokasi Pelabuhan; 17) Pelayanan Penumpang/Kendaraan; 18) Pelayanan Jasa Bongkar Muat Barang; 19) Pelayanan Jasa Dermaga; 20) Pelayanan Jasa Pergudangan; 21) Pelayanan Jasa Terminal; 22) Pengisian Bahan Bakar dan Air Bersih; 23) Pelayanan Pusat Distribusi dan Konsolidasi Barang; 24) Pelayanan Operasional 24 Jam; 25) Kinerja Pelayanan Operasional; 26) Klasifikasi Pelayanan Pelabuhan; 27) Pemeliharaan Fasilitas Pelabuhan; 28) Penetapan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri; 29) Pelayanan Air Kapal; 30) Keselamatan Kesehatan Kerja; 31) Perawatan Fasilitas Pelabuhan. l. Unsur navigasi pelayaran terdiri dari sub unsur : 1) SBNP; 2) Dinas bergerak pelayaran; 3) Bangunan navigasi lainnya; 4) Pelayanan Meteorologi; 5) Telekomunikasi Pelayaran; 6) Kapal Negara Kenavigasian; 7) Rencana Induk Kenavigasian; 8) VTS; 9) Pangkalan Navigasi; PT. INAME UTAMA 30

31 10) Pelayanan Jasa Informasi; 11) Maklumat pelayaran; 12) Daerah terbatas dan terlarang; 13) Alur Pelayaran. 4. Bidang Sumber Daya Manusia Bidang sumber daya manusia yang terbagi dalam beberapa unsur dapat diuraikan sebagai berikut. a. Unsur anak buah kapal yang terdiri dari sub unsur: 1) Umum; 2) Kompetensi; 3) Pelatihan pemeliharaan dan perawatan alat keselamatan; 4) Pelatihan menangani muatan pada kapal yang membawa zat padat berbahaya dalam bentuk curah; 5) Pemeliharaan instalasi GMDSS; 6) Sertifikasi Pengawakan; 7) Pelaksanaan Sertifikasi; 8) Kesejahteraan; 9) Pedidikan dan Pelatihan; 10) Kualitas Monitoring pelatihan; 11) Kualitas pengawasan. b. Unsur petugas di pelabuhan terdiri dari sub unsur : 1) Kompetensi 2) Pelaksanaan Sertifikasi 3) Kesejahteraan 4) Pedidikan dan Pelatihan c. Unsur petugas pandu terdiri dari sub unsur : 1) Umum; 2) Kompetensi; 3) Pelaksanaan sertifikasi; PT. INAME UTAMA 31

32 4) Kesejahteraan; 5) Pendidikan dan pelatihan. d. Unsur Petugas pendidik/pelatih/instruktur/penguji sub unsur yang melekat di dalamnya hanya kompetensi. e. Unsur petugas terkait dengan keselamatan kapal terdiri dari sub unsur : 1) Kompetensi; 2) Pelaksanaan sertifikasi; 3) Kesejahteraan; 4) Pendidikan dan pelatihan; 5) Kualitas monitoring pelatihan; 6) Pengawasan. f. Unsur petugas terkait dengan penjaga laut dan pantai yang terdiri dari sub unsur: 1) Umum; 2) Kompetensi; 3) Pelaksanaan sertifikasi; 4) Kesejahteraan; 5) Pendidikan dan pelatihan. g. Unsur petugas terkait dengan SBNP yang terdiri dari sub unsur: 1) Umum; 2) Kompetensi; 3) Pelaksanaan sertifikasi; 4) Kesejahteraan; 5) Pendidikan dan pelatihan. h. Unsur petugas terkait dengan telkompel yang terdiri dari sub unsur: 1) Umum; 2) Kompetensi; PT. INAME UTAMA 32

33 3) Pelaksanaan sertifikasi; 4) Kesejahteraan; 5) Pendidikan dan pelatihan. 4. PENUTUP 4.1. Kesimpulan 1. NSPK yang menjadi pioritas adalah NSPK yang memiliki bobot tinggi dan NSPK tersebut belum ada, sehingga perlu segera disusun. 2. Pengembangan NSPK yang merupakan hasil identifikasi dan masukan-masukan dari stakeholder, yang terdiri dari 4 bidang, yaitu bidang sarana, prasarana, operasional dan SDM dimungkinkan masih dapat bertambah seiring dengan kemajuan perkembangan teknologi transportasi, khususnya transportasi laut. a. Bidang Sarana Bidang sarana yang unsurnya kapal, terdiri dari 6 sub unsur, yaitu : 1) Jenis kapal; 2) Konstruksi dan Permesinan Kapal; 3) Peralatan Keselamatan Di Kapal; 4) Peralatan Navigasi, Meteorologi, dan Elektronika Di Kapal; 5) Instalasi Pencegah Pencemaran Di Perairan; 6) Sertifikasi dan Dokumen. Jumlah NSPK dari seluruh sub unsur bidang sarana setelah dilakukan pengembangan sebanyak 8785 judul NSPK. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran. PT. INAME UTAMA 33

34 b. Bidang Prasarana Pada bidang prasarana terdapat 2 unsur, yaitu pelabuhan dan SBNP. Dari 2 unsur tersebut terdapat 7 sub unsur, yaitu: Unsur Pelabuhan : 1) Klasifikasi Pelabuhan dan Terminal; 2) Kinerja Pelabuhan dan Terminal; 3) Fasilitas dan Peralatan Di Pelabuhan dan Terminal; 4) Pemanduan. Unsur SBNP : 1) Rambu; 2) Dokumen; 3) Yang lainnya. Jumlah NSPK setelah dilakukan pengembangan dari seluruh sub unsur pada bisang prasarana diperoleh sebanyak 3963 judul NSPK. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran. c. Bidang Operasional Untuk bidang operasional yang terdiri dari 12 unsur yaitu: 1) Unsur kegiatan salvage, pekerjaan bawah air, serta eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut, yang terdiri dari 7 sub unsur; 2) Unsur zona keamanan dan keselamatan, hanya terdapat sub unsur Persyaratan Zona Keamanan dan Keselamatan; 3) Unsur kapal yang terdiri dari 26 sub unsur; 4) Unsur pemeriksaan dan pengujian terdiri dari 5 sub unsur; 5) Unsur Pelaut/ABK terdiri dari 8 sub unsur; 6) Unsur telekomunikasi pelayaran terdiri dari 11 sub PT. INAME UTAMA 34

35 unsur; 7) Unsur penjagaan dan penegakan hukum di laut terdiri dari 3 sub unsur; 8) Unsur perlindungan lingkungan maritime terdiri dari beberapa 3 sub unsur; 9) Unsur angkutan laut terdiri dari 12 sub unsur; 10) Unsur angkutan sungai, danau dan penyeberangan, terdiri dari 2 sub unsur; 11) Unsur kepelabuhanan terdiri dari 31 sub unsur; 12) Unsur navigasi pelayaran terdiri dari 13 sub unsur. Dari hasil identifikasi dan pengembangan diperoleh jumlah NSPK untuk bidang operasional yang meliputi seluruh sub unsur sebanyak 526 judul NSPK. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran. d. Bidang SDM Untuk bidang SDM dari hasil pengembangan terdapat 8 unsur, yaitu : 1) Unsur anak buah kapal yang terdiri dari 11 sub unsur; 2) Unsur petugas di pelabuhan terdiri dari 4 sub unsur; 3) Unsur petugas pandu terdiri dari 5 sub unsur; 4) Unsur Petugas pendidik/pelatih/instruktur/penguji sub unsur yang melekat di dalamnya hanya kompetensi. 5) Unsur petugas terkait dengan keselamatan kapal terdiri dari 6 sub unsur; 6) Unsur petugas terkait dengan penjaga laut dan pantai yang terdiri dari 5 sub unsur; PT. INAME UTAMA 35

36 7) Unsur petugas terkait dengan SBNP yang terdiri dari 5 sub unsur; 8) Unsur petugas terkait dengan telkompel yang terdiri dari 5 sub unsur; Dari seluruh sub unsur pada bidang SDM terdapat 2098 judul NSPK. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran Saran 1. Kebutuhan NSPK dapat bertambah ataupun berkurang sesuai dengan kondisi lingkungan dan juga terbitnya peraturanperaturan baru, sehingga perlu selalu dilakukan peninjauan ulang dalam beberapa tahun ke depan. 2. Beberapa NSPK yang menjadi kebutuhan, dapat disusun untuk nantinya menjadi standar, namun ada pula yang hanya disusun kemudian menjadi Permen atau SK Dirjen. Untuk menentukan hal tersebut, diperlukan kembali analisis yang lebih mendalam yang dapat dilakukan setelah NSPK tersebut disusun. 3. Untuk menentukan NSPK yang saat ini belum menjadi prioritas, dapat menjadi prioritas nantinya dengan melakukan pembobotan ulang yang disesuaikan dengan jumlah NSPK yang mungkin bertambah atau berkurang dan juga peraturan-peraturan yang berlaku. Hasil analisis saat ini menunjukkan kecenderungan bahwa bobot untuk NSPK yang belum menjadi prioritas cenderung hampir sama. Oleh sebab itu perlu dilakukan pembobotan ulang setelah NSPK yang menjadi prioritas tersusun, karena telah terjadi perubahan-perubahan jumlah NSPK dan peraturan yang berlaku sehingga pembobotan untuk NSPK yang belum menjadi prioritas dapat berbeda. PT. INAME UTAMA 36

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENGUMPULAN DATA 1. Kebutuhan Data Sekunder Inventarisasi data sekunder, meliputi aspek-aspek transportasi laut dalam bentuk peraturan-peraturan seperti Undang-undang,Peraturan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM NOMOR: KP 99 TAHUN 2017 NOMOR: 156/SPJ/KA/l 1/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR : 45 TAHUN : 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN DI KOTA CILEGON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Kriteria Pelabuhan yang Dapat Diusahakan Secara Komersial dan Non Komersial a. Kriteria Pelabuhan yang Dapat Diusahakan Secara Komersial 1) Memiliki fasilitas

Lebih terperinci

Pedoman dan penetapan tata cara penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan.

Pedoman dan penetapan tata cara penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan. G. PEMBAGIAN URUSAN BIDANG PERHUBUNGAN - 135-1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Pedoman dan penetapan tata cara penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 T E N T A N G

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 T E N T A N G BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMASI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 100 (1) Barangsiapa dengan sengaja merusak atau melakukan tindakan apapun yang mengakibatkan tidak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

Laporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR

Laporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Undang Undang 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, dalam ketentuan umum dinyatakan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan

Lebih terperinci

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan 2. Pemberian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN [LN 2008/64, TLN 4846]

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN [LN 2008/64, TLN 4846] UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN [LN 2008/64, TLN 4846] BAB XIX KETENTUAN PIDANA Pasal 284 Setiap orang yang mengoperasikan kapal asing untuk mengangkut penumpang dan/atau barang antarpulau

Lebih terperinci

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan daerah. 2.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG KEPELABUHANAN DI KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG KEPELABUHANAN DI KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 09 TAHUN 2005 TENTANG KEPELABUHANAN DI KOTA PANGKALPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K E P E L A B U H A N A N KABUPATEN CILACAP NOMOR 26 TAHUN 2003 SERI D NOMOR 21

LEMBARAN DAERAH K E P E L A B U H A N A N KABUPATEN CILACAP NOMOR 26 TAHUN 2003 SERI D NOMOR 21 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 26 TAHUN 2003 SERI D NOMOR 21 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG K E P E L A B U H A N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2004 KEPELABUHANAN DAN IZIN KEPELABUHANAN

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2004 KEPELABUHANAN DAN IZIN KEPELABUHANAN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG KEPELABUHANAN DAN IZIN KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

KERANGKA REGULASI KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN

KERANGKA REGULASI KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN LAMPIRAN B KERANGKA REGULASI KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2015-2019 NO BIDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN A Pasal Dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Iintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)

Lebih terperinci

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2015 KEMENHUB. Penyelenggara Pelabuhan. Pelabuhan. Komersial. Peningkatan Fungsi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 23 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG LALU LINTAS ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG LALU LINTAS ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG LALU LINTAS ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 9 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 7

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 9 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 7 KOTA DUMAI LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 9 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI

BAB IV HASIL PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI BAB IV HASIL PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI A. DATA SEKUNDER Pengumpulan data sekunder didapat dari hasil survei pada 4 lokasi pelabuhan, yaitu Pelabuhan Makassar, Tanjung Emas, Tanjung Perak dan Tanjung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN

G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas

Lebih terperinci

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran terdapat

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 82 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 82 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS PERHUBUNGAN DAN LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN PROVINSI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI ALOR, : a. bahwa pelabuhan mempunyai peran

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI RIAU

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang

Lebih terperinci

Paragraf 1 Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

Paragraf 1 Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian BAB XVIII DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 356 Susunan organisasi Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris;

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

BIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)

BIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) - 35-7. BIDANG PERHUBUNGAN 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan kabupaten 2. Pemberian izin penyelenggaraan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERHUBUNGAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERHUBUNGAN LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERHUBUNGAN PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 51 TAHUN 2015 TENT ANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 51 TAHUN 2015 TENT ANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 51 TAHUN 2015 TENT ANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG - 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 47 TAHUN 2010 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 47 TAHUN 2010 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 47 TAHUN 2010 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan mengenai kenavigasian

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 57 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 57 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 57 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 24 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki lebih kurang 17.500 pulau, dengan total panjang garis pantai mencapai 95.181 km

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG P E L A Y A R A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG P E L A Y A R A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG P E L A Y A R A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG KEPELABUHANAN KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG KEPELABUHANAN KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG KEPELABUHANAN KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menunjang pelaksanaan

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN LAMPIRAN 1 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Kriteria dan Variabel Penilaian Pelabuhan 4.2. Pengelompokan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 17-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 98, 1992 (PERHUBUNGAN. Laut. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN UMUM Kegiatan kenavigasian mempunyai peranan penting dalam mengupayakan keselamatan berlayar guna mendukung

Lebih terperinci

Melaksanakan Urusan Pemerintah di Bidang Perhubungan, Komunikasi dan Informatika berdasarkan azas Otonomi dan Tugas Pembantuan

Melaksanakan Urusan Pemerintah di Bidang Perhubungan, Komunikasi dan Informatika berdasarkan azas Otonomi dan Tugas Pembantuan PROFIL DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR Sesuai dengan Peraturan Daerah Tanah Datar Nomor: 7 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah, bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan mengenai kenavigasian

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KETAPANG dan BUPATI KETAPANG MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KETAPANG dan BUPATI KETAPANG MEMUTUSKAN : 1 BUPATI KETAPANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPELABUHANAN, ANGKUTAN SUNGAI, DAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DAN TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DAN TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DAN TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

PETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN

PETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN PETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2015-2019 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 Peta - 1 LOKASI PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.627, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kantor Kesyahbandaran. Utama. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP DIREKTORAT PELABUHAN PERIKANAN PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN SYAHBANDAR DI PELABUHAN PERIKANAN Memiliki kompetensi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1522,2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelabuhan Makassar. Sulawesi Selatan. Rencana Induk. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 92 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan mengenai kenavigasian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PELABUHAN DI KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PELABUHAN DI KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PELABUHAN DI KOTA TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan mengenai kenavigasian

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

1 of 5 02/09/09 11:51

1 of 5 02/09/09 11:51 Home Galeri Foto Galeri Video klip Peraturan Daerah Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN PELALAWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN PELALAWAN Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN PELALAWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH R.I. NOMOR 69 TAHUN 2001 TANGGAL 17 OKTOBER 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH R.I. NOMOR 69 TAHUN 2001 TANGGAL 17 OKTOBER 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH R.I. NOMOR 69 TAHUN 2001 TANGGAL 17 OKTOBER 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 23 2011 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan perhubungan merupakan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Standar Pelayanan Berdasarkan PM 37 Tahun 2015 Standar Pelayanan Minimum adalah suatu tolak ukur minimal yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL http://images.hukumonline.com I. PENDAHULUAN Laut adalah ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan daratan dengan

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Jakarta, PT. Diksa Intertama Consultan

Kata Pengantar. Jakarta, PT. Diksa Intertama Consultan Kata Pengantar Report kegiatan Penelitian Penyusunan Sispro di Bidang Transportasi adalah merupakan salah satu rangkaian dari beberapa laporan yang harus dikerjakan oleh konsultan. Laporan ini pada hakekatnya

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan beserta studi literatur terhadap ke-10 kriteria yang dibahas dalam studi ini, maka selanjutnya diuraikan mengenai hasil analisis

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 160, 2000 Perhubungan.Kelautan.Pelayaran.Kapal.Kenavigasian. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI JEPARA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI JEPARA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI JEPARA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN,SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN JEPARA DENGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut yang sangat luas maka salah satu moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan

Lebih terperinci

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN,

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN, TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, dalam

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-nya Buku Informasi Transportasi Kementerian Perhubungan 2012 ini dapat tersusun sesuai rencana. Buku Informasi Transportasi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa perhubungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA TANJUNGPINANG

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai kenavigasian sebagaimana diatur

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1523, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Laut. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 93 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana yang tertuang dalam Ketentuan Umum Undang Undang Nomor : 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, bahwa angkutan di perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau

Lebih terperinci