FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) (STUDI KASUS PADA BNI UKC CABANG KARAWANG)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) (STUDI KASUS PADA BNI UKC CABANG KARAWANG)"

Transkripsi

1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) (STUDI KASUS PADA BNI UKC CABANG KARAWANG) SKRIPSI ARIF LESMANA H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 RINGKASAN ARIF LESMANA. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit BNI Tunas Usaha (BTU) (Studi Kasus Pada BNI UKC Cabang Karawang). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI). Usaha mikro, kecil dan menengah merupakan salah satu pilar perekonomian yang sangat berpotensi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Keterbatasan modal merupakan salah satu penghambat utama bagi pengusaha skala mikro, kecil, dan menengah untuk mengembangkan usahanya. Diperlukannya sebuah lembaga yang dapat membantu para pengusaha tersebut di dalam penyediaan modal. Sebagai salah satu lembaga keuangan milik pemerintah, Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. ikut berperan dalam pemberdayaan usaha skala kecil dan menengah. Melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dikemas dalam bentuk kredit BNI Tunas Usaha (BTU), PT BNI turut membantu pemberdayaan UMKM sekaligus meningkatkan proporsi kredit bagi para pelaku usaha tersebut. Penyaluran kredit BTU dilakukan melalui Unit Kredit Kecil (UKC) yang tersebar di seluruh Indonesia. Mekanisme penyaluran kredit BTU pada UKC Cabang Karawang tetap berpegang teguh terhadap prinsip 5C (character, collateral, capital, capacity, dan condition of economy). Penerapan prinsip tersebut dilakukan untuk mendapatkan kredit yang berkualitas, yakni tepat sasaran dan tidak terjadi keterlambatan/penunggakan di dalam proses penyelesaian angsurannya. Dari keseluruhan pengajuan kredit dengan total lebih dari 11 milyar yang masuk ke UKC Cabang Karawang, hanya sebesar 8,1 milyar (71 persen) yang direalisasikan. Usaha yang kurang layak, karakter yang kurang baik dan kepemilikan agunan merupakan salah satu alasan mengapa kredit yang diajukan tidak dapat direalisasikan oleh pihak UKC Cabang Karawang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit BTU dengan menilai karakteristik dari setiap nasabah penerima kredit BTU di UKC Cabang Karawang. Sampel yang digunakan adalah seluruh nasabah penerima kredit BTU pada UKC Cabang Karawang selama periode tahun 2010 sebanyak 57 nasabah. Alat analisis yang digunakan adalah analisis desktriptif dan menggunakan alat analisis regresi linear berganda. Dalam melakukan pengolahan data dengan alat analisis tersebut digunakan bantuan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14 for windows. Adapun faktor-faktor yang diduga mempengaruhi perealisasian kredit BTU adalah usia nasabah, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman kredit, lama usaha, sektor usaha, pendapatan usaha per bulan, current ratio, agunan, dan jangka waktu peminjaman, Mekanisme penyaluran kredit BTU sebagai kredit KUR memiliki prosedur yang berbeda, dimana setiap calon debitur diwajibkan untuk menyertakan agunan minimal dari 30 persen dari total kredit yang direalisasikan. Kebijakan tersebut didasarkan pada besaran nilai kredit BTU yang dapat direalisasikan kepada calon debiturnya sampai dengan 500 juta rupiah. KUR tidak mewajibkan debiturnya untuk menyertakan agunan dalam pengajuan kreditnya.

3 Dilihat dari karakteristik individu, debitur di UKC Cabang Karawang yang memperoleh rata-rata realisasi kredit paling besar berada pada kisaran usia tahun dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi. Sementara itu untuk debitur dengan jumlah tanggungan keluarga 4 orang dan telah memiliki pengalaman kredit memperoleh rata-rata realisasi kredit BTU terbesar. Dari karakteristik usaha diperoleh hasil bahwa sebagian besar debitur BTU adalah pelaku usaha yang bergerak di sektor non agribisnis yang memperoleh rata-rata realisasi terbesar. Semakin besar pendapatan debitur maka akan memperoleh realisasi kredit yang lebih besar. Lama usaha memberikan pengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU, semakin lama usaha berjalan maka akan memperoleh realisasi kredit BTU lebih besar. Dari karakteristik kredit, seluruh debitur BTU diwajibkan memiliki agunan minimal 30 persen dari total kredit yang direalisasikan. Jangka waktu pengembalian kredit 5 tahun memperoleh ratarata realisasi kredit lebih besar. Dari hasil analisis regresi diperoleh bahwa variabel-variabel yang berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU adalah tingkat pendidikan, pendapatan usaha, lama usaha, pengalaman kredit, sektor usaha, current ratio (CR), agunan, dan jangka waktu peminjaman. Akan tetapi variabel hanya variabel pendapatan usaha, pengalaman kredit, lama usaha, agunan, current ratio, dan jangka waktu peminjaman yang berpengaruh nyata terhadap realisasi kredit BTU pada UKC Cabang Karawang. Variabel usia nasabah dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negatif terhadap realisasi kredit BTU. Akan tetapi kedua variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap realisasi BTU.

4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) (STUDI KASUS PADA BNI UKC CABANG KARAWANG) ARIF LESMANA H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit BNI Tunas Usaha (BTU) (Studi Kasus Pada BNI UKC Cabang Karawang). Nama : Arif Lesmana NIM : H Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analsis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit BNI Tunas Usaha (BTU) (Studi Kasus pada BNI UKC Cabang Karawang) adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun di perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi. Bogor, Juli 2011 Arif Lesmana H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 7 Febuari Penulis adalah anak keempat dari lima bersaudara pasangan Bapak Yayat Hudaya dan Ibu Ai Suminarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 5 Kota Bengkulu pada tahun 2007 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP Negeri 4 Kota Bengkulu. Pendidikan Lanjutan Menengah Atas di SMU Negeri 2 Kota Bengkulu diselesaikan tahun Penulis diterima di Program Diploma III Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran melalui program tes dan lulus pada tahun Setelah itu penulis kembali melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi pada Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan di Unpad penulis merupakan anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian pada tahun Selama mengikuti perkuliahan di Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, penulis juga bekerja di Bank BNI Cabang Harmoni, Jakarta sejak Febuari 2008.

8 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan karunia-nya kepada penulis dalam menyusun laporan penelitian ini yang berjudul Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit BNI Tunas Usaha (BTU) (Studi Kasus Pada BNI UKC Cabang Karawang) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Penyelenggaraan Khusus Departemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilatarbelakangi pemikiran pentingnya akan infoirmasi mengenai mekanisme penyaluran kredit BTU dan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit BTU baik bagi nasabah BNI maupun nasabah baru. Penulisan ini merupakan proses pembelajaran bagi penulis dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Juli 2011 Arif Lesmana H

9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia- Nya kepada penulis dalam menyusun laporan penelitian ini. Penulis telah banyak memperoleh bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam penyusunan laporan hasil penelitian ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingannya, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti. MS selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi. 3. Ir. Narni Farmayanti, MS selaku dosen penguji komisi akademik yang telah memberikan berbagai saran dan masukan untuk penulis dalam upaya memaksimalkan penulisan skripsi ini. 4. Papa dan mama serta keluarga tercinta untuk dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik buat mereka. 5. Bapak Aan Sastradiningrat selaku pimpinan UKC Cabang Karawang beserta staf atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini. 6. Rekan-rekan kostan Riau 1 No 24 (Harry, Zey, Harly, Edinho, Chandra, Mas Budi, dan lainnya) atas kebersamaan dan sharing yang membangun penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Seluruh teman-teman seperjuangan Agribisnis Penyelenggaraan Khusus Angkatan I yang tidak dapat disebutkan satu-persatu saya ucapkan terima kasih atas kebersamaannya. Bogor, Juli 2011 Arif Lesmana

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Perbankan dan Perkreditan Hasil Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangaka Pemikiran Teoritis Kredit Usaha Rakyat (KUR) Permintaan dan Penawaran Kredit Perbankan Realisasi Kredit dengan Prinsip 5C Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Penentuan Responden Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Deskriptif Regresi Linear Berganda Asumsi Dalam Analisis Regresi Linear Hipotesis V. GAMBARAN UMUM UKC CABANG KARAWANG VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT BTU PADA UKC CABANG KAAWANG Rata-rata Realisasi Kredit BNI Tunas Usaha (BTU) Menurut Karakteristik Individu, Usaha dan Kredit Rata-rata Realisasi Kredit BNI Tunas Usaha (BTU) Menurut Karakteristik Individu... 48

11 7.1.2 Rata-rata Realisasi Kredit BNI Tunas Usaha (BTU) Menurut Karakteristik Usaha Nasabah Rata-rata Realisasi Kredit BNI Tunas Usaha (BTU) Menurut Karakteristik Kredit Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit BTU Usia Nasabah Tingkat Pendidikan Jumlah Tanggungan Keluarga Pengalaman Kredit Lama Usaha Berjalan Pendapatan Usaha Per Bulan Sektor Usaha Current Ratio (CR) Agunan Jangka Waktu Pengembalian VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 79

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan Jumlah Unit Usaha dan Tenaga Kerja UMKM dan Usaha Besar Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Periode Januari Desember Trend Pengajuan dan Realisasi Kredit BTU UKC Karawang Januari - Desember Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Usia Nasabah (2010) Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Tingkat Pendidikan (2010) Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga (2010) Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Pengalaman Kredit (2010) Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Lama Usaha (2010) Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Pendapatan Usaha Per Bulan (2010) Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Sektor Usaha (2010) Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Current Ratio (2010) Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Jumlah Agunan (2010) Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Jangka Waktu Peminjaman (2010) Hasil Analisis Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit BTU Pada UKC Cabang Karawang... 64

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Pergeseran Kurva Permintaan Kredit Pergeseran Kurva Penawaran Kredit Mekanisme Kegiatan Penyaluran Kredit Kerangka Pemikiran Operasional Struktur Organisasi UKC Cabang Karawang... 39

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Formulir Permohonan BNI Tunas Usaha Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Laporan Kunjungan Setempat Daftar Angsuran Kredit Usaha Rakyat... 84

15 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar perekonomian yang sangat berpotensi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. UMKM sanggup memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional, khususnya dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan juga merupakan sebagai salah satu sumber yang cukup besar bagi penerimaan pendapatan negara 1. Peningkatan peran dan kegiatan usaha sektor UMKM semakin nampak khususnya sejak krisis tahun Ketika proses restrukturisasi sektor korporat dan BUMN berlangsung lamban, sektor UMKM telah menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dan bahkan mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional. Banyak terdapat usaha-usaha besar yang gagal akibat ketidaktahannannya terhadap terpaan krisis ekonomi, akan tetapi usaha di sektor UMKM mampu bertahan dan terus berkembang hingga sekarang. Selama periode nilai Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai PDB yang dihasilkan oleh sektor usaha besar. UMKM menjadi pemasok jumlah kebutuhan barang dan jasa sebanyak 58 persen atau lebih dari separuh kebutuhan barang dan jasa nasional. Nilai tersebut jauh lebih besar dari pada PDB yang dihasilkan oleh sektor usaha besar yang hanya 42 persen dari total secara keseluruhan (Tabel 1). Hal tersebut membuktikan bahwa keberadaan UMKM di Indonesia tidak dapat diabaikan. Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000 NO Skala Usaha Jumlah Perkembangan Jumlah (%) 1 Usaha Kecil dan Menengah , , ,4 6,00 (UMKM) (58) (58) 2 Usaha Besar , , ,9 6,32 (42) (42) Jumlah , , ,3 6,13 (100) (100) Sumber: Departemen Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah RI (2010) 1 Google search/kompas-online.co.id/artikel /di akses tgl 23 Desember 2010

16 Pertumbuhan dan peran sektor UMKM di dalam perekonomian nasional harus terus ditingkatkan, tidak saja karena ketangguhannya dalam menghadapi berbagai kejutan ekonomi, tetapi juga kemampuannya yang lebih besar dalam menyediakan lapangan pekerjaan. UMKM memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja, yakni mampu menyerap sebesar 96,95 persen dari total tenaga kerja di Indonesia (Tabel 2). Selama periode , usaha mikro, kecil dan menengah telah mampu memberikan lapangan pekerjaan baru bagi 2,1 juta orang dan menciptakan lebih dari dua juta unit usaha baru. Jumlah tersebut mendominasi dari total keseluruhan unit usaha yang ada di Indonesia (99,9 persen). Ini merupakan bukti bahwa UMKM merupakan katup pengaman, dinamisator, dan stabilisator perekonomian di Indonesia. Pada sisi lain, terjadi penurunan jumlah tenaga kerja untuk sektor usaha besar, kurang lebih sebanyak tenaga kerja selama periode Hal tersebut merupakan akibat dari menurunnya jumlah unit usaha di sektor usaha besar. Tabel 2. Jumlah Unit Usaha dan Tenaga Kerja UMKM, Usaha Besar NO Skala Usaha Tenaga Kerja Unit Usaha Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) (96,95) (96,8) (99,9) (99,9) Usaha Besar (3,05) (3,2) (0,1) (0,1) Jumlah (100) (100) (100) (100) Sumber: Departemen Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah RI (2011) Sebagai salah satu potensi yang besar, pada kenyataannya UMKM juga menghadapi berbagai masalah. Permasalahan yang paling sering timbul dalam usaha pengembangan UMKM ini berhubungan dengan karakteristik yang dimiliki oleh UMKM itu sendiri. Beberapa karakteristik yang paling melekat pada sebagian besar UMKM antara lain: 1. Lemahnya struktur permodalan dan kurangnya akses untuk menguatkan struktur modal tersebut. 2. Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang bekerja pada sektor UMKM. 3. Rendahnya produktifitas tenaga kerja yang berimbas pada rendahnya gaji dan upah.

17 4. Kualitas barang yang dihasilkan relatif rendah. 5. Umumnya tumbuh dari usaha tradisional. 6. Kurangnya inovasi dan adopsi teknologi-teknologi baru. 7. Kurangnya akses pemasaran ke pasar yang potensial. Berbagai macam karakteristik tersebut dapat dikatakan saling terkait yang mengakibatkan rendahnya daya saing sektor UMKM. Kebutuhan akan modal usaha merupakan faktor yang menyebabkan munculnya karakteristik-karakteristik lain. Ketidakmampuan UMKM untuk memiliki sumber daya manusia yang berkualitas disebabkan UMKM tersebut tidak memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk membayarnya. Keterbatasan modal juga mengakibatkan UMKM tidak mampu untuk mengadopsi teknologi-teknologi baru. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan kurangnya inovasi berdampak pada rendahnya kualitas dan kuantitas output yang dihasilkan. Output dengan kualitas yang rendah berkolerasi pada nilai jualnya yang rendah pula, sehingga pendapatan yang diperoleh usaha tersebut juga kecil. Sebagian besar UMKM masih menggunakan/mengandalkan modal sendiri dalam menjalankan usahanya dan sering terlibat masalah dengan lembaga keuangan non formal akibat dari rendahnya aksesibilitas terhadap sumber-sumber pembiayaan formal. Keterbatasan akses pengusaha UMKM untuk mengembangkan usahanya terutama disebabkan oleh keterbatasan akses kepada lembaga perbankan, lemahnya administrasi dan lemahnya jaminan meskipun usahanya dinilai layak secara ekonomi. Keterbatasan modal tersebut menyebabkan para pelaku usaha menjadi sulit untuk dapat bersaing, sehingga upaya yang dilakukan untuk dapat meningkatkan kapasitas dan daya saing produknya tidak dapat dilakukan secara optimal. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi tantangan akses permodalan yang dibutuhkan dalam peningkatan daya saing bagi UMKM, yakni dengan meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR mulai diluncurkan sejak 5 November 2007 merupakan kredit investasi (KI) dan kredit modal kerja (KMK). Kebijakan peluncuran program KUR tersebut diharapkan akan dapat memberikan kemudahan akses yang lebih besar kepada pelaku UMKM yang telah feasible namun dianggap belum bankable (pelaku

18 UMKM tidak memiliki jaminan pinjaman yang sesuai dengan keinginan bank). Jaminan pinjaman dari KUR dijamin oleh pemerintah sebesar 70 persen dari total pinjaman yang diberikan. Penjamin yang bekerjasama dengan pemerintah adalah Perum Sarana Pengembangan Usaha (SPU) dan Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo). Keberadaan KUR diharapkan dapat membantu pelaku UMKM dalam penyediaan modal dan pengoptimalan peran dan fungsi dari lembaga keuangan / perbankan. Sejak awal diluncurkannya program KUR oleh pemerintah, banyak pelaku usaha mikro, kecil maupun menengah yang telah memanfaatkannya untuk tambahan modal usaha. Perlu diketahui sebelumnya, penyaluran KUR pada awalnya hanya dilakukan oleh enam Bank pelaksana saja yang disetujui oleh pemerintah, yakni Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Bukopin. Namun sejak tahun 2009, sejumlah Bank milik Pemerintah Daerah (BPD) juga ditunjuk sebagai penyaluran KUR. Tabel 3. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Periode Januari - Desember 2010 Target 2010 Realisasi Persentase Target Bank Target Atas Realisasi Target Target Jumlah Bawah (Rp.Milyar) (Rp.Milyar) Bawah Atas Debitur (Rp.Milyar) (%) (%) Rata-rata Per Debitur (Rp.Juta) BNI ,31 16, ,52 BRI ,61 102, ,08 Mandiri ,13 47, ,53 BTN ,39 90, ,43 Bukopin ,56 25, ,07 BSM ,50 72, ,54 BPD ,51 77, ,52 JML ,94 72, ,24 Sumber : Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi usaha (2010) *) Data KUR PT. BRI dan PT Mandiri per 01 Desember 2010, Data bank lain per 03 Desember Tabel 3 menunjukkan penyaluran KUR periode Januari - Desember Dalam kurun waktu tersebut pemerintah telah menyalurkan total dana KUR lebih dari milyar rupiah kepada debitur melalui bank-bank yang 2 sentrakukm.com/index.php/kur/perkemb-kur/89-perkembangan-kur-.html. Diakses pada bulan Januari 2011.

19 ditunjuk sebagai penyalur. Pemerintah sedianya telah menyiapkan anggaran untuk pelaksanaan program KUR sampai dengan milyar. Namun pada kenyataannya dari anggaran yang telah disiapkan tersebut hanya menyalurkan sebesar 72 persen saja. Setiap Bank telah diberikan target masing-masing untuk dipenuhi jumlah kredit KUR yang harus di salurkan kepada yang membutuhkannya, yakni sektor UMKM. Sebagai salah satu bank milik pemerintah, BNI ditunjuk sebagai bank pelaksana penyalur KUR. Oleh BNI program KUR tersebut dikemas dalam bentuk produk BNI Tunas Usaha (BTU). Kredit BTU adalah salah satu fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh UMKM terutama yang memiliki usaha yang feasible (layak secara ekonomi) namun belum bankable (memenuhi ketentuan perbankan) dengan plafond hingga 500 juta rupiah. Namun pada kenyataannya, pada periode Januari Desember 2010 penyaluran KUR untuk Bank BNI berada pada posisi keempat di bawah BRI, Bank Mandiri dan BTN, baik dalam penyaluran dana KUR maupun jumlah debiturnya (Tabel 3). Jumlah dana KUR yang telah disalurkan oleh pihak BNI kepada debiturnya sebesar 533 milyar atau sebesar 33 persen dari target minimal yang telah ditetapkan. Dari total secara keseluruhan, BNI hanya memberikan kontribusi penyaluran KUR sebesar 4 persen saja. Kontribusi penyaluran KUR BNI sangat kecil bila dibandingkan dengan bank pesaing penyalur KUR lainnya, dimana BRI yang sangat dominan dalam penyaluran KUR yakni sebesar 63 persen dan diikuti oleh bank Mandiri sebesar 11 persen dari total keseluruhan Perumusan Masalah Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satu unit pelaku usaha yang strategis dalam perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap sektor usaha nasional sebagai pemasok kebutuhan barang dan jasa serta penyerapan tenaga kerja (Tabel 1 dan 2). Akan tetapi banyak permasalahan yang dihadapi oleh sektor UMKM berkaitan dengan kakteristik UMKM itu sendiri, salah satunya adalah masalah permodalan. Kendala permodalan mengakibatkan UMKM sulit untuk berkembang dan bersaing dengan usaha lainnya. Untuk merealisasikan dana yang dibutuhkan dalam pengembangan UMKM maka diperlukan peranan lembaga keuangan, dimana fungsi dan peran

20 dari lembaga keuangan adalah sebagai intermediasi yang menghubungkan pihakpihak yang memiliki dana lebih dan kemudian menyalurkannya kepada sektorsektor usaha yang produktif dalam bentuk kredit. Fungsi dari lembaga keuangan tersebut menjadikan dana yang tidak produktif dapat diolah menjadi dana yang dapat meningkatkan produktivitias atau profit bagi sektor UMKM. Kabupaten Karawang sebagai salah satu wilayah yang terus mengalami perkembangan perekonomiannya, termasuk keberadaan sektor UMKM di dalamnya. Untuk mempertahankan eksistensi UMKM tersebut, maka UMKM harus memiliki pondasi yang kuat seperti modal yang besar yang dapat digunakan untuk menjalankan usahanya. Kendala modal dapat menyebabkan para pelaku UMKM menjadi sulit untuk bersaing, sehingga upaya yang dilakukan untuk dapat meningkatkan kapasitas dan daya saingnya tidak dapat dilakukan secara optimal. Sebagai salah satu bank milik pemerintah, BNI ditunjuk dan diberi kepercayaan sebagai salah satu bank penyalur KUR. Penyaluran KUR dikemas dalam produk BNI Tunas Usaha (BTU) dengan plafond hingga 500 juta rupiah. Penyaluran kredit BTU dilakukan melalui Sentra Kredit Kecil (SKC) dan Unit Kredit Kecil (UKC). Salah satu UKC yang berperan dalam proses penyaluran kredit BTU adalah UKC cabang Karawang. Tabel 4. Trend Pengajuan dan Realisasi Kredit BTU UKC Cabang Karawang Periode Januari - Desember 2010 Debitur Nilai Kredit Bulan Pengajuan Realisasi Pengajuan Realisasi (%) (orang) (orang) (Rp. Ribu) (Rp. Ribu) (%) Januari , , Febuari , , Maret ,390, , April ,140, , Mei ,090, , Juni , , Juli , , Agustus , , September , , Oktober , , November ,375,000 1,075, Desember ,215, , Jumlah ,320,000 8,110, Sumber : UKC BNI Karawang, 2011 (diolah)

21 Tabel 4 menunjukkan kinerja UKC cabang Karawang dalam proses penyaluran dan realisasi kredit BNI Tunas Usaha periode Januari sampai dengan Desember Selama periode tersebut UKC cabang Karawang telah merealisasikan kredit BTU sebesar 8 milyar lebih dengan total debitur sebanyak 57 nasabah. Nilai realisasi tersebut jauh lebih rendah dari total pengajuannya yang berjumlah lebih dari 11 milyar dengan jumlah calon debitur sebanyak 85 orang/usaha. Banyaknya jumlah pengajuan kredit BTU tidak sejalan dengan banyaknya jumlah kredit BTU yang direalisasikan. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat realisasi kredit BTU pada UKC cabang Karawang. Usaha yang belum layak, penyertaan sejumlah agunan dalam pengajuan kredit, serta karakter dari masing-masing individu merupakan sebagian dari faktor penting yang dipertimbangkan dalam penyaluran kredit BTU sebagai kredit yang diprioritaskan bagi sektor UMKM. Pada dasarnya, produk BTU telah didesain dan diperuntukkan bagi usaha kecil dengan proses aplikasi yang lebih mudah dan cepat. Prosedur yang diterapkan dalam proses penyaluran BTU tidak jauh berbeda dengan prosedur penyaluran KUR yang ditetapkan oleh Pemerintah, karena produk BTU itu sendiri merupakan perpanjangan dari program KUR milik Pemerintah. Kemudahan aplikasi ini diantaranya berupa persyaratan umur usaha yang hanya 1 tahun untuk bisa dibiayai dan izin usaha yang cukup dari kantor kecamatan setempat. Lama proses realisasi kredit BNT lebih kurang 10 hari kerja. Penyesuaian dilakukan mengingat bahwa UMKM mempunyai karakteristik yang berbeda dengan usaha lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa mekanisme penyaluran kredit bagi UMKM berbeda dengan penyaluran kredit bagi usaha besar. Sedikit prosedur yang berbeda dalam proses penyaluran kredit BTU ini adalah dimana setiap calon nasabah wajib menyertakan sejumlah agunan minimal 30 persen dari total kredit yang akan direaliasikan. Proses penyaluran kredit BTU pada dasarnya melalui beberapa tahap atau prosedur, dimulai dari tahap permohonan kredit yang dilakukan oleh nasabah hingga tahap proses pengawasannya. Penerapan prosedur tersebut bertujuan untuk meminimalkan terjadinya tunggakan atau kredit macet yang berdampak pada besarnya nilai NPL dari pada UKC cabang Karawang. Selama periode Januari

22 Desember 2010, nilai NPL pada UKC Karawang adalah 3,12 3. Nilai tersebut relatif besar walaupun dalam sebenarnya masih pada taraf aman. Oleh karena itu pihak UKC Karawang sebagai penyalur kredit BTU harus dapat mencermati bagaimana karakteristik dari calon nasabah dan usahanya untuk dapat menekan nilai NPL pada UKC Karawang. Dari uraian diatas, maka diperoleh perumusan masalah yang akan dibahas di dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana prosedur dan mekanisme penyaluran kredit BTU pada UKC cabang Karawang? 2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap realisasi kredit BTU di UKC cabang Karawang Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah : 1. Menganalisis prosedur dan mekanisme penyaluran kredit BNI Tunas Usaha pada UKC Cabang Karawang. 2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap realisasi kredit BNI Tunas Usaha di UKC Cabang Karawang Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan bagi pihak yang berkepentingan, baik penulis, mahasiswa, maupun UKC Karawang. Bagi penulis yaitu dapat menerapkan disiplin ilmu yang diperoleh pada saat kuliah, serta menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang kredit serta pengalaman praktis dalam dunia perbankan. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat dijadikan bahan pustaka dan referensi dan bahan pustaka untuk penelitian yang akan dilakukan. Bagi pihak UKC Karawang, diharapkan dapat memberikan informasi dan sebagai bahan pertimbangan bagi penentuan kebijakan selanjutnya dalam upaya meningkatkan total penyaluran kredit BTU sesuai dengan target dan tepat sasaran. 3 Hasil wawancara dengan pimpinan UKC Cabang Karawang, 2011.

23 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM merupakan salah satu sektor ekonomi rakyat yang cukup penting dan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian di Indonesia. Lebih dari 50 juta unit usaha yang ada di Indonesia dimana 99 persennya adalah sektor UMKM. UMKM memiliki banyak keterbatasan dibandingkan dengan perusahaan besar. Perbedaan yang paling mendasar jika dibandingkan dengan perubahan besar adalah dalam hal skala usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa ruang lingkup usaha UMKM sangat terbatas. Faktor lain yang membedakan yakni pada umumnya sektor UMKM belum memiliki legalitas usaha yang sah, sehingga sering disebut dengan sektor informal. Menurut S.V. Sethuraman dalam Wibowo (2002), sektor informal merupakan sektor usaha yang terdiri dari unit-unit usaha berskala kecil yang memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa, dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi dirinya masingmasing dan dalam usahanya sangat dibatasi faktor modal dan keterampilan. Usaha mikro sebagaimana dimaksud keputusan Kementerian Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp ,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp ,00 (tiga ratus juta rupiah). Usaha mikro dapat menerima kredit dari bank maksimal 50 juta rupiah. Usaha kecil sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008 Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini. Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut :

24 1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; 2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp ,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Usaha Menengah berdasarkan Undang-undang nomor 20 Tahun 2008 adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini. Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp ,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,00 (lima puluh milyar rupiah). Adapun karekteristik UMKM secara umum adalah sebagai berikut : - UMKM dimiliki oleh individu atau keluarga dan bertindak sebagai pengelola. - Ukuran perusahaan kecil dalam hal jumlah pekerja. - Operasinya terbatas pada kumpulan modal yang tersedia. - Wilayah operasi terbatas pada lingkungan sekitar, meskipun wilayah pemasarannya dapat melampaui wilayah tersebut Perbankan dan Perkreditan Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berperan untuk menghimpun dana dari masyarakat (baik dalam bentuk tabungan ataupun deposito) dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman/kredit. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa bank merupakan lembaga perantara bagi masyarakat yang kelebihan dana dengan

25 masyarakat yang membutuhkan dana. Oleh karena itu bank harus dapat dipercaya oleh masyarakat sehingga nantinya masyarakat tidak ragu untuk menyimpan uangnya di bank. Berdasarkan Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tangal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. (Dendawijaya, 2005). Fungsi perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun, penyalur dan pelayan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Secara ringkas fungsi dapat dibagi menjadi sebagai berikut : a. Menghimpun dana dari masyarakat (funding), berupa giro (demand deposit), tabungan (saving deposit), dan deposito berjangka (time deposit). b. Menyalurkan dana ke masyarakat (lending), dalam bentuk antara lain : kredit investasi, kredit modal kerja dan kredit perdagangan. c. Memberikan jasa-jasa lainnya (services) seperti transfer, kliring (clearing), letter of credit (LC), menerima setoran-setoran serta pembayaran. d. Kegiatan di pasar modal : penjamin emisi (underwriter), penjamin (guarrantor), wali amanat (trustee), perdagangan sekuritas (dealer). Penyaluran kredit merupakan salah satu jasa perbankan yang utama untuk memperoleh keuntungan bagi bank itu sendiri dan mendukung perputaran perekonomian. Dengan adanya kredit, sektor usaha dapat akan memperoleh dana/modal untuk membiayai berbagai kegiatan usaha. Menurut undang-undang perbankan nomor 7 tahun 1992 tentang pokok-pokok perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam melunasi hutang-hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

26 Berdasarkan undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang merupakan perubahan dari undang-undang nomor 7 tahun 1992, menyatakan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, kesepakatan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan phak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. (Dendawijaya, 2005). Menurut Suyatno, dkk (2007) menyatakan bahwa dalam transaksi kredit terdapat unsur-unsur kredit, yaitu : 1. Kepercayaan Merupakan keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Kepercayaan ini timbul karena sebelumnya si pemberi kredit telah melakukan penyelidikan dan analisa terhadap kemampuan dan kemauan calon nasabah dalam membayar kembali kredit yang telah disalurkan. 2. Waktu Suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. 3. Degree of risk Suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit semakin tinggi pula tingkat risiko dikemudian hari, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan tersebut, maka masih terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko dan oleh karena itu dalam pemberian kredit timbul adanya jaminan.

27 4. Prestasi Pemberian kredit tidak hanya diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat diberikan dalam bentuk barang atau jasa, yang dapat dinilai dalam bentuk uang. Dalam prakteknya transaksi kredit umumnya adalah menyangkut uang. Sebagai agent of development, bank umum khususnya bank pemerintah memiliki tujuan dalam pemberian kredit, yakni : 1. Turut mensukseskan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan. 2. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin kebutuhan masyarakat. 3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya Hasil Penelitian Terdahulu Penyaluran kredit pada dasarnya harus melalui proses atau mekanisme yang telah ditetapkan oleh setiap masing-masing bank penyalur. Penelitian untuk mengetahui mekanisme penyaluran kredit telah banyak dilakukan sebelumnya, diantaranya Tarigan (2006) di BRI Unit Parung, Safitri (2007) di BRI Unit Ciampea, Gustianti (2007) di BRI Unit Citeureup, Hutagaol (2009) di BRI Unit Cigombong, dan Mulyarto (2009) di BRI Unit Leuwiliang. Tarigan, Gustianti, Hutagaol, dan Mulyarto menyimpulkan bahwa pada umumnya mekanisme penyaluran kredit di Bank BRI mudah. Kemudahan tersebut didasarkan atas syarat-syarat maupun prosedur telah disesuaikan dengan keadaan masyarakat masing-masing unit. Salah satu bentuk kemudahan yang diberikan oleh Bank BRI adalah surat keterangan usaha yang hanya cukup dari kelurahan sesuai dengan domisili masing-masing debitur. Selain itu pihak BRI tidak membebankan kepada debiturnya untuk menyertakan sejumlah agunan untuk memperoleh kredit. Tidak diwajibkannya penyertaan agunan terkait dengan besar kredit itu sendiri, dimana jumlah kredit yang disalurkan untuk masingmasing debiturnya tidak terlalu besar.

28 Mekanisme penyaluran kredit harus melewati tahapan-tahapan ataupun prosedur yang telah ditetapkan yang meliputi pendaftaraan, pemeriksaan, pembinaan dan pengawasan. Pemeriksaan usaha calon nasabah tidak terlepas dari prinsip 5 C. Akan tetapi untuk kepemilikan agunan, tidak diwajibkan setiap nasabah untuk menyertakannya di dalam pengajuan kredit sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya. Mengingat kredit yang dieberikan adalah kredit untuk sektor UMKM, prinsip character menjadi faktor terpenting yang sangat dipertimbangakn oleh pihak BRI di dalam menyalurkan kreditnya. Hal tersebut bertujuan untuk memperoleh kredit yang berkualitas, yakni kredit yang tepat sasaran dengan meminimalkan terjadinya tunggakan dalam proses pelunasannya. Sedikit berbeda dengan mekanisme penyaluran kredit yang dilakukan pada BRI Unit Ciampea, Safitri (2007). Terdapat kebijakan yang dilakukan oleh pihak BRI Unit Ciampea, dimana nasabah setia dari bank tersebut dapat memperoleh waktu lebih cepat dalam proses penyaluran kredit. Hal tersebut dikarenakan pihak dari BRI Unit Ciampea sudah cukup mengenal nasabahnya. Strategi kedekatan tersebut juga betujuan untuk menjalin hubungan yang baik dengan nasabah, agar nasabah tetap loyal terhadap pihak BRI. Dari hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat diketahui bahwa pada dasarnya proses ataupun mekanisme penyaluran kredit hampir sama. BRI telah mempunyai ketetapan dan prosedur secara umum yang harus diterapkan oleh setiap masing-masing unitnya. Hanya saja setiap unit mempunyai kebijakan-kebijakan dari pemimpinnya yang dapat membantu di dalam mekanisme penyaluran kredit. Selain mengetahui mekanisme penyaluran kredit, juga perlu diketahui hasil dari penelitian terdahulu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit KUR. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit KUR telah banyak dilakukan sebelumnya, yakni perkreditan yang disalurkan oleh lembaga keuangan perbankan. Penelitian tersebut diantaranya adalah yang dilakukan oleh Wangi (2008), Risdwianto (2004), Mulyarto (2009), Hutagaol (2009), dan Lubis (2009).

29 Risdwianto yang melakukan penelitian tentang penyaluran kredit pada Bank BRI menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan, frekuensi peminjaman, nilai agunan berpengaruh nyata dan positif terhadap penyaluran kredit. Akan tetapi variabel rasio modal terhadap aset memberikan pengaruh yang negatif terhadap volume kredit yang disalurkan oleh BRI. Pengaruh variabel tersebut bersifat nyata dan signifikan. Analisis dilakukan dengan menggunakan model OLS (ordinary least square). Mulyarto yang melakukan penelitian pada nasabah BRI Unit Leuwiliang menyimpulkan hasil yang berbeda dengan apa yang diperoleh Risdwianto. Selain variabel nilai agunan dan frekuensi pengambilan kredit, variabel pendapatan, lama usaha dan modal usaha juga berpengaruh nyata terhadap realisasi kredit. Tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap realisasi kredit. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan alat analisis liniear berganda. Hasil yang sama dengan Mulyarto juga diperoleh Hutagaol yang melakukan penelitian pada BRI Unit Cigombong serta Wangi yang melakukan penelitian Bank X di wilayah Bandung. Wangi menambahkan variabel aset usaha juga berpengaruh nyata terhadap realisasi kredit. Lubis yang melakukan penelitian pada BRI Unit Cibungbulang menyimpulkan bahwa variabel omzet usaha per bulan, tingkat pendapatan bersih per bulan, dan jumlah kredit yang diajukan berpengaruh nyata dan positif terhadap realisasi KUR. Variabel jenis usaha memberikan pengaruh yang negatif dan nyata terhadap realisasi kredit KUR. Alat analisis yang digunakan yakni regresi linier berganda. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa proses realisasi kredit pada dasarnya mengacu pada prinsip 5 C, yakni character, capacity, capital, collateral, dan condition of economy. Faktor yang diperhatikan oleh BRI secara dominan dalam memberikan kredit adalah capacity atau kapasitas dan kemampuan nasabah dalam melaksanakan usahanya. Hal ini mencirikan KUR yang disalurkan BRI merupakan pinjaman komersial. Selain faktor capacity, karena target KUR adalah UMKM, maka ciri character nasabah juga diperhatikan secara dominan dalam memberikan pinjaman. Untuk masalah tunggakan, faktor

30 yang menjadi penyebab sangat typical, beragam dan conditional pada masingmasing nasabah, sehingga tidak bisa digeneralisasi. Dari karakteristik usaha yang diteliti, ciri UMKM yang dilayani atau paling akses kepada KUR adalah usaha-usaha yang memiliki risiko paling kecil, dalam hal ini risiko yang dimaksud adalah peluang usaha untuk menunggak, sehingga usaha-usaha yang memiliki risiko lebih kecil akan diakses lebih cepat untuk menerima KUR. Usaha-usaha yang memiliki risiko menunggak paling kecil tentu saja adalah usaha-usaha yang memiliki capacity atau kemampuan usaha yang paling baik dan telah memiliki pengalaman dalam meminjam. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit BNI Tunas Usaha di UKC Cabang Karawang ini menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui mekanisme penyaluran kredit. Bagaimana dan apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang calon debitur serta ketentuan ataupun prosedur dalam memperoleh kredit BTU di UKC Karawang. Dengan menggunakan analisis tersebut maka akan diketahui pula karakteristik dari nasabah UKC cabang Karawang. Analisis kuantitatif digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap realisasi kredit dengan menggunakan alat bantu regresi linear berganda. Dengan menggunakan alat analisis tersebut maka akan diketahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap realisasi kredit BTU yang disalurkan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah lokasi penelitiannya dimana pada penelitian sebelumnya cenderung dilakukan pada Bank Rakyat Indonesia (BRI), sedangkan penelitian ini dilakukan pada PT Bank Negara Indonesia 46 (Persero) Tbk yang juga turut serta dalam proses penyaluran KUR melalui produk kredit BTU-nya.

31 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Suatu penalaran dari penulis yang didasarkan atas pengetahuan,teori dan dalil dalam upaya menjawab penelitian dituangkan dalam kerangka pemikiran teoritis. Pengetahuan diperoleh dari ilmu-ilmu yang telah dipelajari dari sumbersumber bacaan seperti buku teks, jurnal, skripsi dan logika peneliti yang telah terbangun dari pengalaman penelitian sebelumnya Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam upaya memberikan kemudahan bagi usaha mikro, kecil dan menengah dalam memperoleh modal usaha. Latar belakang diluncurkannya KUR adalah adanya dana masyarakat yang dikumpulkan oleh Bank dan belum produktif. Adanya dana yang tidak produktif tersebut, maka pemerintah mengaeluarkan kebijakannya melalui Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM. Kebijakan tersebut diharapkan mampu mengembangkan sektor UMKM untuk dapat terus berkembang dan mampu mengoptimalkan penggunaan dana yang tidak produktif sebelumnya. KUR diperuntukkan untuk sector UMKM yang telah feasible namun belum bankable. Pemerintah menunjuk Askrindo dan Jamkrindo sebagai perusahaan penjamin KUR. Penjaminan KUR tersebut diberikan oleh perusahaan penjaminan yang melakukan kegiatan dalam bentuk penjaminan kredit atau pembiayaan untuk membantu UMKM guna memperoleh kredit atau pembiayaan dari Bank pelaksana. Bank Pelaksana yang dimaksud adalah Bank Umum berdasarkan Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (MoU) dengan Pemerintah dan Perusahaan Penjaminan. Adapun ketentuan pelaksanaan program KUR diawal peluncurannya tahun 2007 adalah sebagai berikut : a. Nilai kredit maksimal Rp 500 juta per debitur b. Bunga maksimal 16% per tahun (efektif)

32 c. Pembagian risiko penjaminan : Perusahaan penjaminan 70 persen dan Bank Pelaksana 30 persen. d. Penilaian kelayakan terhadap usaha debitur sepenuhnya menjadi kewenangan Bank Pelaksana e. UMKM dan koperasi tidak dikenakan Imbal Jasa Penjaminan (IJP) Permintaan dan Penawaran Kredit Perbankan Berkembang atau tidaknya suatu usaha salah satunya dipengaruhi oleh ketersediaan modal. Penyediaan modal oleh pengusaha dapat diperoleh melalui modal sendiri ataupun modal dari luar (kredit). Modal sendiri adalah modal yang dimiliki secara pribadi yang digunakan untuk usahanya, sedangkan modal dari luar adalah modal yang berasal dari orang lain dengan tujuan untuk pengembangan usahanya. Memulai suatu usaha biasanya membutuhkan modal dari luar selain dari modal sendiri. Sumber modal yang berasal dari luar dapat berasal dari sumber formal ataupun sumber non formal. Sumber modal yang formal berasal dari lembaga keuangan formal bank dan non bank. Sumber non formal merupakan lembaga keuangan non formal, seperti pelepas uang (rentenir), pedagang ataupun pengijon. Modal dari luar dapat juga berasal dari kredit. Kebutuhan akan kredit memang diperlukan oleh seluruh bidang usaha termasuk sektor UMKM. Hampir sebagian pihak perbankan memberikan kemudahan kredit bagi para pelaku bisnis untuk mengembangkan usahanya. Tetapi pemberian kredit jarang diberikan oleh pihak perbankan bagi para pelaku usaha UMKM. Hal ini dikarenakan sektor UMKM yang masih dianggap rentan dalam kondisi keuangan perusahaannya. Namun atas dasar intruksi dari pemerintah sebagai proses penerapan kebijakan program KUR, pihak perbankan sudah mulai memberikan perhatiannya kepada pengusaha UMKM untuk menyediakan dana bagi pengembangan usaha di sektor tersebut. Keseimbangan kredit perbankan ditentukan oleh permintaan dan penawaran kredit. Permintaan kredit pada dasarnya sama dengan permintaan sebuah barang, hanya saja jenis barang yang diminta dalam bentuk uang. Permintaan kredit akan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya harga barang itu sendiri/suku bunga (i) dari bank bersangkutan, pendapatan debitur,

33 jumlah/populasi usaha, dan ramalan di masa yang akan datang. Faktor-faktor lain seperti aktivitas perekonomian, kondisi internal debitur (perusahaan), dan faktor non-ekonomi lainnya turut mempengaruhi permintaan kredit (Armanto dalam Nuryakin dan Warjiyo 2006). Secara teori, suku bunga kredit berpengaruh negatif terhadap permintaan kredit, cateris paribus. Artinya kenaikan suku bunga akan menurunkan jumlah kredit yang diminta sedangkan penurunan suku bunga akan menaikkan jumlah kredit yang diminta. Sedangkan kondisi perekonomian yang baik dan kondisi internal debitur yang sehat akan menaikkan permintaan kredit. (Nuryakin dan Warjiyo 2006) Selain itu, permintaan kredit perbankan juga dipengaruhi oleh inflasi dan nilai tukar. Secara teori, tingginya inflasi dan terdepresiasinya nilai tukar mata uang domestik menyebabkan penurunan permintaan kredit perbankan. Penawaran merupakan banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada suatu pasar tertentu, pada periode tertentu, dan pada tingkat harga tertentu. Sedangkan penawaran kredit adalah besarnya uang yang dicairkan (direalisasikan) oleh pihak bank (kreditur) pada tingkat suku bunga tertentu dan pada periode tertentu. Pada sisi penawaran ini, Nuryakin dan Warjiyo (2006) berpendapat bahwa besarnya jumlah kredit juga ditentukan oleh suku bunga kredit dan faktorfaktor lain seperti karakteristik internal kreditur (bank), yang meliputi kapasitas kredit (Dana Pihak Ketiga), efisiensi operasional (BOPO), kualitas asset perbankan, permodalan, dan Non Performing Loans (NPL). Secara teori, suku bunga kredit berhubungan positif dengan jumlah kredit yang ditawarkan, cateris paribus. Semakin tinggi tingkat suku bunga kredit, maka semakin besar penawaran kredit yang dilakukan oleh pihak perbankan, dan sebaliknya. Suku bunga kredit berpengaruh pada besarnya pendapatan bank tersebut. Sementara itu, rendahnya efisiensi dan kualitas aset perbankan, tingginya NPL, rendahnya modal dan kapasitas kredit akan menurunkan penawaran kredit. a. Pergeseran Kurva Permintaan Kredit Pada Gambar 1 dapat dilihat kurva permintaan kredit yang menggambarkan hubungan antara tingkat suku bunga (i) dan jumlah kredit (Qd). Perubahan terhadap permintaan kredit yang ditimbulkan oleh faktor-faktor selain bunga yang berlaku pada bank tersebut, dapat menyebabkan kurva permintaan

34 kredit bergeser ke kiri atau ke kanan. Faktor tersebut dapat berupa pendapatan debitur, suku bunga pada bank lain dan berbagai faktor lainnya yang mengalami perubahan. Perubahan tersebut mengakibatkan kurva permintaan bergeser dari A 1 ke A 2 atau dari A 1 ke A 3. (i) Kiri Kanan A2 A1 A3 0 Qd2 Qd1 Qd3 Qd Kredit Gambar 1. Pergeseran Kurva Permintaan Kredit Sumber : Mankiw (2006) b. Pergeseran Kurva Penawaran Kredit Pada sisi penawaran, pergeseran kurva penawaran merupakan sebagai akibat dari perubahan jumlah kredit yang ditawarkan, dimana tingkat suku bunga yang ditawarkan adalah tetap. Perubahan apapun yang dapat meningkatkan jumlah yang diinginkan oleh pembeli dan harga tetap maka akan menggeser kurva penawaran dari A 1 ke A 2 dan sebaliknya, perubahan apapun yang menurunkan jumlah yang ingin dibeli oleh pembeli maka akan menggeser kurva penawaran dari A 1 ke A 3 (Gambar 2).

35 (i) i A 3 A1 A 2 0 Qs 2 Qs Qs 1 Qs Kredit Gambar 2. Pergeseran Kurva Penawaran Kredit Sumber : Mankiw (2006) Realisasi Kredit dengan Prinsip 5C Pengertian realisasi kredit di dalam penelitian ini adalah jumlah/besar kredit yang diberikan pihak bank kepada debitunya. Realisasi kredit dinyatakan dalam rupiah. Banyak faktor yang dapat menentukan realisasi kredit. Realisasi kredit dapat saja melebihi dari nilai pengajuan kredit sebelumnya, jika dimungkinkan debitur tersebut mampu untuk dapat melakukan pembayaran/pelunasan kredit. Hal tersebut tentunya disesuaikan dengan kapasitas dari calon debitur. Kasus realisasi kredit yang diteliti merupakan termasuk ke dalam penawaran, dalam hal ini penawaran berasal dari pihak bank selaku produsen atau kreditur, dan debitur selaku konsumen yang memanfaatkan kreditnya. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa penawaran kredit dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni tingkat bunga bank, efisiensi operasional (BOPO), kualitas asset perbankan, permodalan, dan Non Performing Loans (NPL) yang menggeser kurva penawaran ke kiri atau ke kanan. Kurva penawaran selalu naik, karena ketika semua hal dianggap tidak berubah, tingkat bunga yang tinggi akan meningkatkan pencairan kredit oleh pihak bank.

36 Pihak perbankan dalam melaksanakan kegiatan perealisasian kredit secara sehat terlebih dahulu melakukan penilaian atau analisa terhadap calon nasabah. Menurut Kasmir (2003), penilaian dalam pemberian kredit kepada calon debitur dilakukan dengan penerapan Prinsip 5C atau Five Cs of Credit, yakni : 1. Karakter (Character) Pemberian kredit berdasarkan atas kepercayaan atau adanya keyakinan bahwa debitur mempunyai watak atau sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif. Selain itu memiliki rasa tanggung jawab baik dalam kehidupan pribadi, sosial, maupun menjalankan kegiatan usaha. Manfaat penilaian character / karakter adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran dan integritas serta tekad baik, yaitu kemauan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai seorang debitur. Karakter merupakan faktor dominan, sebab walaupun seorang calon debitur cukup mampu untuk menyelesaikan hutang-hutangnya, tetapi bila tidak ada itikad baik tentu akan membawa kesulitan. Pada dasarnya pihak perbankan lebih suka memberikan kredit kepada nasabah yang telah lama menjadi nasabah bank tersebut. Hal ini dikarenakan pihak bank lebih mengetahui watak dan karakteristik debitur dalam memenuhi kewajibannya. Bahkan pihak bank cenderung menambahkan jumlah kredit kepada nasabah lama tersebut. 2. Kapasitas (Capacity) Kapasitas / capacity merupakan suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan dibiayai dengan kredit dari bank. Jadi penilaian yang dimaksudkan adalah sampai dimana hasil usaha yang akan diperolehnya tersebut akan mampu untuk melunasi kewajibannya tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. 3. Modal (Capital) Modal merupakan sejumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. Hal ini terlihat kontradiktif dengan tujuan kredit yang berfungsi sebagai penyedia dana, namun dalam kaitan bisnis yang murni, semakin kaya

37 seseorang semakin dipercaya untuk mendapatkan kredit. Pada dasarnya setiap calon debitur mengajukan kredit bertujuan untuk menambah modal usaha dalam upaya melakukan pengembangan usahanya. Pada pemberian kredit tidak semua pembiayaan atau modal akan sepenuhnya diberikan oleh pihak perbankan. Besarnya kemampuan modal calon debitur dapat diketahui dari laporan keuangannya. Semakin besar usaha calon debitur maka semakin mudah untuk memperoleh data tentang modal usaha calon debitur. 4. Agunan (Collateral) Manfaat dari collateral yaitu sebagai alat pengaman apabila usaha yang dibiayai dengan kredit tersebut gagal atau sebab lain dimana debitur tidak dapat melunasi kreditnya. Jaminan juga dapat sebagai alat pengaman dalam menghadapi kemungkinan adanya ketidakpastian pada kurun waktu yang akan datang pada saat kredit tersebut harus dilunasi. Penilaian terhadap jaminan harus ditinjau dari dua sudut, yaitu sudut ekonomis dari barang-barang yang menjadi jaminan, serta nilai yuridisnya yaitu apakah barang-barang yang menjadi jaminan telah memenuhi syarat-syarat yuridis untuk digunakan sebagai barang jaminan. Sedangkan untuk penilaian jaminan yang tidak berwujud kebendaan, tentu harus dilihat dari bonafiditas dari pemberi pinjaman, reputasi bisnis, dan juga perlu diperhatikan intensitas dari keterkaitan si pemberi jaminan bila kredit tersebut benar-benar mengalami kegagalan. Jaminan yang dapat diajukan oleh debitur adalah sebagai berikut : a. Jaminan benda berwujud, seperti tanah, bangunan, kendaraan bermotor, mesinmesin atau peralatan, tanaman/kebun/sawah. b. Jaminan benda tidak berwujud, merupakan surat-surat yang bisa dijadikan jaminan seperti sertifikat saham, sertifikat obligasi, sertifikat deposito, rekening tabungan yang dibekukan, promes dan wesel. c. Jaminan orang, jaminan yang diberikan oleh seseorang kepada calon debitur perorangan maupun badan usaha terhadap kredit yang diajukan dan apabila kredit itu macet maka orang yang memberikan jaminan itulah yang menanggung risiko

38 5. Kondisi Ekonomi (Condition of Economy) Suatu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk kurun waktu tertentu. Hal ini mempunyai kemungkinan dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh kredit baik yang bersifat positif maupun negatif. Kondisi perekonomoian harus dianalisis paling tidak selama jangka waktu kredit sehingga dapat diketahui kondisi usaha akibat suatu kondisi ekonomi. Kondisi-kondisi tersebut antara lain meliputi : a. Kondisi perekonomian secara nasional, regional dan global. b. Peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku berhubungan dengan usaha yang dijalankan. c. Kemudaha memperoleh sumberdaya dalam melakukan usaha. d. Tingkat suku bunga yang berlaku. Kredit adalah bisnis yang berisiko, dimana ada kemungkinan kredit yang diberikan tidak dapat tertagih. Debitur (penerima kredit) dapat mengemukakan banyak alasan untuk menghindari tagihan. Disisi lain, Bank harus membayar setiap rupiah dana masyarakat yang ditempatkan padanya. Apapun yang terjadi pada kredit, Bank tidak boleh tidak membayar dana masyarakat. Bank tidak dapat mengatakan bahwa karena kredit yang diberikannya tidak tertagih, maka dana masyarakat belum dapat dibayarkan. Sehubungan dengan hal tersebut, tentunya Bank hanya memberikan kredit kepada debitur yang layak. Bank harus dapat mengendalikan risiko kredit yang diberikannya. Untuk itu Bank harus dapat mengembangkan suatu proses seleksi untuk menyaring setiap proposal kredit yang masuk. Melalui proses penyaringan tersebut diharapkan kredit yang diberikan adalah kredit dengan kualitas yang bagus. Setiap proposal kredit dianalisis dengan teliti. Bila memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Bank, baru diadakan dokumentasi (pengikatan kredit jaminan). Walaupun dalam analisis kredit suatu proposal dinyatakan layak, tetapi bila dalam pengikatan kredit/jaminan ternyata terdapat kendala yang tidak dapat diselesaikan, maka pihak Bank dapat membatalkan pencairan kredit terhadap calon debitur tersebut. Mekanisme kegiatan perealisasian kredit dapat dilihat pada Gambar 3.

39 PROPOSAL KREDIT (Kelengkapan Berkas) ANALISIS KREDIT DOKUMENTASI PENCAIRAN DANA PEMANTAUAN KREDIT Gambar 3. Mekanisme Kegiatan Penyaluran Kredit 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional BNI merupakan salah satu lembaga keuangan terbesar milik pemerintah yang mempunyai komitmen fokus terhadap pelayanan dan bisnis. Pembiayaan dalam upaya pengembangan sektor UKM merupakan salah satu bentuk bisnis yang dijalankan oleh BNI. BNI memiliki komitmen untuk membantu dan mengembangkan para usaha kecil dengan menyediakan produk kredit kecil yang sesuai dengan kebutuhan pengusaha. Hal tersebut tercermin dengan diluncurkannya produk kredit BNI Tunas Usaha (BTU) yang merupakan penerapan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari pemerintah. Pelaksanaan program kredit BTU tersebut jaminannya dijamin oleh pemerintah dimana pemerintah yang bekerjasama dengan Perum Sarana Pengembangan Usaha (SPU) dan Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo). BTU yang diluncurkan pada November 2007 diharapkan dapat membantu menggerakkan dan mengembangkan para pengusaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan memberikan bantuan pinjaman modal sampai dengan 500 juta rupiah. Produk pembiayaan untuk usaha kecil ini telah didesain dan diperuntukkan bagi usaha kecil dengan proses aplikasi yang lebih mudah dan cepat. Kemudahan aplikasi ini, di antaranya berupa persyaratan umur usaha yang hanya 1 tahun untuk bisa dibiayai dan izin usaha yang cukup dari kantor kecamatan setempat.

40 Dalam penyaluran kredit usaha kecil dan menengah, BNI telah didukung dengan jaringan yang tersebar di seluruh pelosok, yaitu 51 Sentra Kredit Kecil (SKC), 112 Unit Kredit Kecil (UKC), 20 Sentra Kredit Menengah (SKM), 63 kantor cabang stand alone, 54 cabang syariah dan didukung 1040 kantor layanan. Salah satu UKC yang ditunjuk untuk menyalurkan kredit BTU adalah UKC cabang Karawang. Kenyataan yang terjadi adalah proporsi kredit BTU yang telah direalisasikan relatif rendah dari pengajuan kerdit yang ada. Nilai kredit yang direaliasaikan hanya 71 persen dari pengajuannya. Rendahnya realisasi kredit BTU tersebut menjadi masalah yang harus diketahui mengapa hal tersebut bisa terjadi, sehingga perlu diketahui mekanisme penyaluran yang akan dianalisis secara deskriptif. Dari analisis deskriptif tersebut dapat diketahui karakteristik debitur kredit BTU. Karakteristik debitur sangat penting untuk diidentifikasi karena terkait dengan karakter nasabah maupun keberhasilan nasabah dalam menjalankan usahanya serta kemampuan dalam pengembalian kreditnya. Pemilihan variabel/faktor yang diduga berpengaruh terhadap realisasi kredit BTU tersebut berdasarkan hasil diskusi dengan pihak manajemen UKC cabang Karawang serta didukung oleh referensi penelitian sebelumnya (terdahulu). Variabel yang digunakan untuk menduga pencairan kredit BTU ini berdasarkan karakteristik rumah tangga, karakteristik usaha, dan karakteristik kredit. Secara rinci mengenai pengaruh yang diduga berasal dari ketiga karakteristik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Karakteristik individu, meliputi variabel usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan pengalaman kredit. a. Usia nasabah mempengaruhi keberanian pengusaha dalam mengambil keputusan secara rasional, karena peningkatan usia pada umumnya akan mempengaruhi kemampuan berfikir dalam memanfaatkan kredit. Oleh karena itu usia diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit. Semakin tinggi usia debitur maka kebijaksanaan bertindak akan lebih baik dan tanggung jawab yang dimiliki akan semakin tinggi dalam memenuhi kewajiban pembayaran kredit.

41 b. Tingkat pendidikan seseorang tercermin dalam tindakan dan perilakunya sehari-hari, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin berdisiplin dan bertanggung jawab dalam menjalankan kewajibannya. Untuk itu, tingkat pendidikan diduga berpengaruh positif dalam meningkatkan kemampuan debitur dalam mengembalikan pinjaman berserta bunganya. c. Jumlah tanggungan keluarga diduga berpengaruh negatif terhadap realisasi kredit. Semakin banyak tanggungan dalam keluarga maka akan semakin besar pengeluaran untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari sehingga lebih besar proporsinya dalam menghabiskan pendapatan keluarga. Dengan demikian, semakin besar jumlah tanggungan keluarga maka semakin kecil peluang direalisasikan kreditnya mengingat pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang semakin besar. d. Pengalaman kredit diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit. Semakin sering orang meminjam, maka debitur tersebut akan lebih memahami bagaimana pola kredit yang diajukan dan bagaimana memanfaatkannya, sehingga meningkatkan kepercayaan bank untuk menyalurkan kredit yang lebih besar. Adanya pengalaman kredit dapat dilihat karakter orang tersebut, apakah punya itikad yang baik di dalam pengajuan kreditnya atau tidak. Orang yang telah memiliki pengalaman kredit dapat dilihat sejarah perkreditan yang telah dilakukannya. 2. Karakteristik usaha meliputi lama usaha berjalan, pendapatan usaha per bulan, sektor usaha dan current ratio (CR). a. Lama usaha debitur diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit. Semakin lama suatu usaha berjalan maka dapat dikatakan usaha tersebut dapat menjamin keberlangsungan usahanya, dan usaha tersebut layak untuk dibiayai dan dikembangkan. Disamping itu, pengalaman usaha yang semakin lama dapat meningkatkan kemampuan dalam mengelola usaha sehingga mendukung keberhasilan usaha yang dijalankan. b. Pendapatan usaha per bulan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit. Hal tersebut terkait dengan kemampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar angsuran dan bunga setiap bulannya.

42 Variabel pendapatan usaha per bulan merupakan salah satu variabel yang diteliti oleh Lubis (2009), Hutagaol (2009), Mulyarto (2007), dan Safitri (2007). Variabel pendapatan usaha per bulan berpengaruh signifikan terhadap realisasi kredit. c. Sektor usaha diduga berpengaruh terhadap realisasi kredit, karena setiap usaha memiliki risiko yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi kemampuan usaha dalam menghasilkan keuntungan yang nantinya akan digunakan untuk membayar angsuran pinjaman. Usaha di sektor agribisnis diduga memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan dengan usaha non agribisnis, sehingga diduga debitur yang memiliki usaha non agribisnis memiliki peluang lebih besar untuk direalisasikan kreditnya. Variabel sektor usaha merupakan salah satu faktor yang diteliti Lubis (2009) dan faktor tersebut berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap realisasi kredit. d. Variabel current ratio (CR) di dalam penelitian ini diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU. CR merupakan rasio antara harta lancar dibanding dengan hutang lancar. Nilai CR yang telah ditetapkan oleh BNI sebagai syarat pengajuan kredit BTU adalah 1,0. Jika calon nasabah tidak dapat memenuhi syarat tersebut, maka proses realisasi kredit tidak dapat dilanjutkan. 3. Karakteristik kredit meliputi variabel agunan, jangka waktu peminjaman. a. Agunan merupakan jaminan yang disertakan pengusaha dalam melakukan pinjaman kredit. Nilai agunan berpengaruh positif terhadap realisasi kredit, karena semakin besar nilai agunan yang disertakan, maka semakin besar pula tingkat kepercayaan bank untuk dapat merealisasikan kredit yang diajukan. Semakin besar nilai agunan maka rasa memiliki debitur terhadap agunan tersebut juga semakin besar. Agunan dapat berpindah status kepemilikan kepada pihak bank jika dalam pengembalian kredit tidak lancar.

43 b. Jangka waktu peminjaman yaitu periode kredit atau jangka waktu pengembalian kredit. Jangka waktu peminjaman diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit karena semakin panjang jangka waktu yang kredit maka besarnya bunga akan diterima oleh bank akan lebih tinggi. Kredit BNI Tunas Usaha UKC Cabang Karawang Realisasi Kredit BTU < Pengajuan Kredit Variabel-variabel yang mempengaruhi realisasi kredit BTU Karakteristik individu: Usia nasabah Tingkat pendidikan Jumlah tanggungan rumah tangga Pengalaman Kredit Karakteristik usaha : Lama usaha Pendapatan usaha dalam satu bulan Sektor usaha Current ratio (CR) Karakteristik Kredit Agunan Jangka waktu peminjaman Model pencairan kredit Metode Regresi Linear Berganda Faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit BTU di BNI Cabang Karawang Rekomendasi Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional

44 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit BNI Tunas Usaha ini dilakukan pada Unit Kredit Kecil (UKC) Cabang Karawang. Bank BNI yang dipilih sebagai tempat penelitian karena telah lama dikenal oleh masyarakat sebagai bank konvensional. Dipilihnya Kota Karawang sebagai tempat penelitian dikarenakan kota Karawang merupakan salah satu kota yang sedang berkembang. Banyak terdapat jenis kegiatan UMKM dari berbagai sektor usaha yang sangat berpotensi untuk dapat tumbuh menjadi lebih baik. Penelitian dilakukan pada bulan April tahun Jenis dan Sumber Data Data dan informasi dalam penelitian yang akan dilakukan dengan menggunakan data sekunder. Data yang diperoleh merupakan data responden/debitur yang melakukan kerjasama dengan pihak UKC Karawang yang diperoleh secara langsung dari perusahaan tempat dilakukannya penelitian. Data tersebut mengenai informasi perkreditan yang dilakukan oleh nasabah khusus untuk pengajuan dan pencairan program kredit BTU. Adapun data debitur yang akan diperoleh sebagai bahan analisis yakni terdiri dari karakteristik individu, karakteristik usaha, dan karakteristik kredit. Ketiga karakteristik tersebut merupakan bagian penerapan prinsip 5 C yang digunakan sebagai dasar dalam proses penyaluran kredit. Karakteristik individu mencakup beberapa variabel yakni tingkat pendidikan, usia nasabah, pengalaman kredit, dan jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik usaha mencakup variabel lama usaha berjalan, pendapatan usaha per bulan, dan sektor usaha. Sedangkan karakteristik kredit meliputi variabel agunan, jangka waktu dan jumlah kredit yang diajukan Disamping itu data lainnya diperoleh dari studi literatur yang berhubungan dengan topik penelitian. Data tersebut berasal dari berbagai laporan keuangan UKC Karawang dan dari instansi pemerintah seperti Departemen Koperasi dan UKM, BPS, serta literatur lain seperti buku-buku dan laporan penelitian terdahulu.

45 4.3 Metode Penentuan Responden Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah populasi dari nasabah penerima kredit BNI Tunas Usaha periode Januari sampai dengan Desember Populasi merupakan jumlah keseluruhan unit analisis yang akan diselidiki karakteristik atau ciri-cirinya. Teknik populasi yang digunakan adalah populasi sasaran. Adapun jumlah nasabah kredit BTU tersebut berjumlah 57 nasabah, baik itu nasabah lama maupun nasabah baru. Nasabah kredit BTU tersebut berasal dari berbagai sektor ekonomi. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif disajikan dalam bentuk analisis deskriptif, sedangkan analisis kuantitatif menggunakan alat analisis regresi liniear berganda Analisis Deskriptif Menurut Nazir (2003), analisis deskriptif adalah suatu metode untuk meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Analisis deskriptif mempunyai tujuan untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Metode analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan gambaran umum BNI, syarat-syarat penyaluran kredit serta prosedur yang diterapkan untuk memperoleh kredit BTU yang dikeluarkan oleh UKC Cabang Karawang, maka dengan demikian akan diketahui mekanisme penyaluran kredit BNI Tunas Usaha serta karakteristik calon nasabahnya untuk di daerah Karawang dan sekitarnya berdasarkan prinsip 5C Regresi Linear Berganda Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit BTU adalah regresi linear berganda. Regresi linear berganda adalah regresi dimana ada lebih dari satu variabel penjelas atau variabel

46 bebas yang digunakan untuk menjelaskan perilaku variabel tak bebas. Pada penelitian ini variabel terikat yang ingin diketahui adalah besarnya kredit yang disalurkan, sedangkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi diantaranya adalah usia nasabah, tingkat pendidikan (dummy), tingkat pendapatan usaha per bulan, jumlah tanggungan keluarga, lama usaha berjalan, pengalaman kredit (dummy), sektor usaha (dummy), agunan, dan jangka waktu peminjaman. Besarnya penyaluran kredit dipengaruhi oleh beberapa faktor (X i ) yang dapat dirumuskan ke dalam suatu fungsi kredit yang disalurkan (Y), secara matematis fungsi tersebut dapat ditulis sebagai berikut : Yi = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 + b 5 X 5 + b 6 X 6 + b 7 X 7 + b 8 X 8 + b 9 X 9 + e i Dimana : Yj = Besar kredit (rupiah) X 1 = Usia nasabah (tahun) X 2 = Tingkat pendidikan D = 0; jika pendidikan SLTP D = 1; Jika pendidikan SLTA X 3 X 4 = Jumlah tanggungan keluarga (orang) = Pengalaman kredit D = 0; jika tidak memiliki pengalaman kredit D = 1; jika memiliki pengalaman kredit X 5 = Lama usaha (tahun) X 6 = Pendapatan usaha dalam satu bulan (rupiah) X 7 = Sektor usaha D = 0; jika sektor usaha agribisnis D = 1; jika sektor usaha non agribisnis X 8 = Current ratio X 9 = Agunan (rupiah) X 10 = Jangka waktu peminjaman (tahun) a = konstanta bi = nilai koefisien variabel bebas ke i ei = error term

47 Dalam membuat suatu keputusan ada tidaknya pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), maka digunakan Uji F, Uji t, dan koefisien Determinasi (R 2 ). Uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) secara bersama-sama (simultan), sedangkan uji t digunakan untuk melihat pengaruh setiap variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) dalam penelitian ini. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14 for windows. a. Uji-F Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor (Xi) secara bersamaan (simultan) terhadap variabel terikat (Y). Pengujian ini adalah : H0 : b1 = b2 (semua faktor x tidak mempengaruhi Y) H1 : b1 0 (sekurang-kurangnya ada satu Xi yang mempengaruhi Y) Rumus uji F adalah sebagai beriukut : Uji F = Jumlah. kuadrat. regresi /( k 1) Jumlah. kuadrat. sisa /( n k) Keterangan : n = jumlah data histories k = jumlah variabel independent Kriteria uji: 1. F hit > F tabel, maka tolak H 0 berarti semua variabel bebas mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel tak bebas 2. F-hit < F tabel, maka terima H 0 berarti semua varibel bebas tidak mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel bebas. b. Uji-t Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independent (X) terhadap variabel terikat (Y). Dalam melihat pengaruh variabel X terhadap variabel Y, maka digunakan uji T. Rumus perhitungannya adalah: T hitung = bi i S(bi)

48 Dimana: bi i S(bi) = koefisien regresi ke-i yang diduga = parameter ke-i yang dihipotesiskan = standar deviasi atau simpangan baku dari bi i = 1,2,3,4 Bila t-hit > t tabel, maka tolak Ho artinya variabel-variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Jika t-hit <t tabel, maka terima Ho artinya variabel-variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap bariabel tak bebas. c. Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien Determinasi (R 2 ) digunakan sebagai pengukur tingkat kebaikan model. Semakin tinggi keragaman dapat diterangkan oleh model tersebut, semakin besar koefisien determinasi. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut : Dimana : R 2 KS JKT Y Y R 2 = = koefisien determinasi = Jumlah Kuadrat Sisa = Jumlah Kuadrat Total = Nilai rataan respon = Nilai dugaan 1 JKS JKT = Asumsi Dalam Analisis Regresi Linier ( Yi Y ) ( Yi Y ) Menurut Santoso (1999: 54), dalam membuat suatu persamaan regresi linier berganda diperukan beberapa asumsi mendasar, yaitu normalitas, homogenitas, dan multikolinearitas. Dalam penelitian ini, analisis regresi yang digunakan adalah regresi linear berganda karena memiliki 10 variabel bebas (x) dan tiga variabel dummy, sehingga semua asumsi digunakan dalam penelitian ini. Penjelasan asumsi tersebut adalah : 2 2

49 a. Uji Normalitas Normalitas atau disebut juga uji kenormalan data diperlukan dalam analisis regresi linear berganda, hal ini disebabkan metode ini merupaka salah satu metode analisis parametrik. Kenormalan diketahui melalui sebaran regresi yang merata di setiap nilai. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat normalitas data adalah dengan melihat plot garis dari standardized residual cumulative probability. Apabila sebaran data berada pada garis normal, maka dapat dikatakan bahwa data yang diuji memiliki sebaran yang normal dan sebaliknya jika tidak terletak disekitar garis, maka data tidak normal. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai-nilai variabel terkait (Y) bervariasi dalam satuan yang sama. Untuk menguji asumsi ini, dibuat plot antara standardized residual dengan faktor X. Jika tidak terdapat suatu pola dalam plot tersebut maka dikatakan bahwa data tersebut homogen. c. Multikolinieriatas Kolinier ganda (multikolonierity) merupakan hubugan linier yang sama kuat antara peubah-peubah bebas dalam persamaan regresi berganda. Adanya kolinier berganda ini menyebabkan pendugaan koefisien menjadi tidak stabil. Pendeteksian terjadinya suatu kolinier ganda, dapat dilihat pada hasil VIF (Variance Inflation Factors). Nilai VIF dapat diperoleh dari persamaan : 1 VIF = 2 1 R j Keterangan : R 2 j = Koefisien determinasi dari regresi peubah bebas ke j dengan semua peubah lainnya. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan bahwa peubah tersebut berkolinier ganda. Adanya kolinier ganda dalam model akan mengakibatkan : 2 1. Penduga koefisien regresinya menjadi tidak nyata walaupun nilai R j nya tinggi.

50 2. Nilai-nilai dengan koefisien regresi menjadi sangat sensitif terhadap peubah-peubah data. 3. Dengan metode kuadrat terkecil, penduga koefisien regresi mempunyai simpangan baku yang sangat besar. 4.5 Hipotesis Tingkat realisasi kredit BNI Tunas Usaha pada UKC cabang Karawang diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terbagi di dalam tiga karakteristik, yakni karakteristik individu, karakteristik usaha dan karakteristik kredit. a. Hubungan pengaruh variabel antara karakteristik individu terhadap tingkat realisasi kredit BTU pada UKC Cabang Karawang. Usia nasabah diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU Tingkat pendidikan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU Jumlah tanggungan keluarga diduga berpengaruh negatif terhadap realisasi kredit BTU Pengalaman kredit diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU b. Hubungan pengaruh variabel antara karakteristik usaha terhadap tingkat realisasi kredit BTU pada UKC Cabang Karawang. Lama usaha diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU Sektor usaha non agribisnis diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU Pendapatan usaha dalam satu bulan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU c. Hubungan pengaruh variabel antara karakteristik kredit terhadap tingkat realisasi kredit BTU pada UKC Cabang Karawang. Agunan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU Jangka waktu peminjaman diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU

51 V. GAMBARAN UMUM UKC CABANG KARAWANG Berdiri sejak 1946, BNI yang dikenal sebagai Bank Negara Indonesia merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah. Bank Negara Indonesia selanjutnya disebut Bank BNI ikut berperan aktif dalam melaksanakan serta menunjang kebijaksanaan program pemerintah untuk menumbuhkembangkan pengusaha-pengusaha dengan menyediakan fasilitas kredit. Pola penyaluran kredit adalah langsung kepada end user dengan sasaran semua sektor usaha yang meliputi pertanian, perdagangan, industri, perikanan dan jasa-jasa usaha lainnya. UKC cabang Karawang merupakan salah satu unit yang melakukan penyaluran kredit bagi usaha dalam skala kecil dan menengah. Kantor UKC cabang Karawang didirikan pada tahun Pertama kali didirikan UKC Karawang berada dibawah Sentra Kredit Kecil (SKC) Purwakarta bersama dengan UKC cabang Subang dan UKC cabang Purwakarta. Pada tahun 2007 UKC Karawang dialihkan dan berada di bawah SKC cabang Bekasi. Berdirinya kantor UKC cabang Karawang ini tidak terlepas dari rencana untuk menjangkau lebih dekat kepada masyarakat di Kabupaten Karawang yang diharapkan menjadi debitur dari Bank BNI. UKC Karawang beralamatkan di Jl. Tuparev nomor 301 Kota Karawang. Letak kantor UKC Karawang sangat strategis, karena letaknya yang berada di pusat kota Karawang, sehingga memudahkan nasabah maupun calon nasabah untuk bertransaksi ataupun melakukan pengajuan kredit. Pemasaran kredit yang dilakukan oleh UKC Karawang tidak terpusat hanya di kabupaten Karawang saja, akan tetapi juga pada daerah sekitarnya hingga ke daerah-daerah yang dianggap sangat berpotensi untuk dapat berkembang. UKC cabang Karawang dipimpin oleh seorang pemimpin UKC yang membawahi RO (Relation Officer), pemasaran (sales), dan administrasi kredit (ADC). Masing-masing bagian mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Adapun job description masing-masing bagian adalah sebagai berikut :

52 1. Pemimpin UKC Pemimpin UKC bertanggung jawab penuh atas seluruh kegiatan operasional yang dilakukan dalam unit kerja UKC. Seorang pemimpin UKC mempunyai kewenangan dalam melakukan putusan kredit sebatas kuasa yang dimilikinya. Dalam hal ini pemimpin UKC mempunyai wewenang dalam melakukan putusan kredit hingga Rp ,00 (lima ratus juta rupiah), lebih dari nilai tersebut maka putusan harus diproses pada level yang lebih tinggi yakni pemimpin SKC. 2. Relation officer (RO) Tugas utama seorang relation officer (RO) selain sebagai pemasar produk adalah melakukan analisis dengan menilai layak atau tidaknya setiap calon debitur yang merupakan hasil dari penyaringan sales. Selanjutnya RO akan merekomendasikannya kepada pimpinan UKC. RO juga terus memantau dan melakukan pembinaan terhadap terhadap nasabahnya agar tidak terjadi keterlambatan pembayaran angsuran kreditnya. Masing-masing RO mempunyai target sejumlah dana yang harus tersalurkan dalam setiap tahunnya dengan tetap berpegang pada ketentuan yang berlaku. Selain sebagai analis, RO juga turut serta dalam memasarkan produk kredit yang dimiliki oleh Bank BNI. 3. Sales (pemasaran) Tugas seorang sales di dalam lingkup kerja UKC adalah sebagai pemasar produk kredit dan filter yang melakukan penyaringan dalam menilai terhadap setiap calon debitur yang layak secara administatif. Hasil penyaringan direkomendasikan kepada RO untuk dianalisis kelayakannya secara finansial. 4. Administrasi (ADC) Administrasi kredit (ADC) bertugas untuk mengarsipkan segala bentuk kegiatan yang dilakukan di dalam operasional UKC. ADC bertugas menyediakan surat-surat seperti membuat surat perjanjian kredit, surat penagihan kepada debitur dan lain sebagainya.

53 Pemimpin UKC Relation officer Sales ADC Gambar 5. Struktur Organisasi UKC Cabang Karawang Terdapat beberapa fasilitas kredit yang ditawarkan oleh BNI melalui UKC cabang Karawang kepada masyarakat, yakni BNI Tunas Usaha (BTU) dan BNI Wirausaha (BWU). BTU merupakan salah satu fasilitas kredit yang bersifat umum, selektif dan berbunga wajar dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia yang ditujukan khusus untuk nasabah dalam skala usaha mikro, kecil dan menengah. BTU merupakan produk yang dibentuk atas dasar keputusan pemerintah untuk meyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Maka dari itu adapun tujuan dengan adanya BTU ini adalah untuk membantu para pengusaha mikro, kecil dan menengah yang kesulitan dalam hal pendanaan. Meningkatkan pelayanan pemberian kredit dengan prosedur yang lebih sederhana tanpa menghilangkan prinsip kehati-hatian. Jumlah plafond pinjaman yang dapat diperoleh setiap nasabah adalah 500 juta rupiah dengan tingkat suku bunga efektif sebesar 14 persen per tahun. Maksimum jangka waktu peminjaman sampai dengan 5 tahun. BNI Wirausaha (BWU) juga merupakan salah satu fasilitas kredit yang dikeluarkan oleh BNI bagi usaha kecil dengan plafond hingga 1 miliar rupiah. BWU yang diluncurkan sejak tahun 2006 bertujuan untuk meningkatkan portepel kredit usaha kecil dan membantu para pengusaha kecil dan menengah dalam masalah pendanaan. Perbedaan antara BTU dan BWU yakni suku bunga yang berlaku, nilai agunan dan jumlah. Suku bunga yang berlaku untuk BWU adalah 0.93 flat per bulan untuk jangka waktu 3 tahun dan 1,04 flat per bulan untuk jangka waktu 3 sampai dengan 5 tahun. Agunan yang dijaminkan yakni 130% dari nilai kredit yang direalisasikan.

54 Adapun sektor-sektor yang dibiayai oleh kredit BTU maupun BWU adalah sebagai berikut : 1. Sektor pertanian : sektor yang termasuk dalam bagian ini adalah seluruh aktivitas pertanian baik usaha kecil dan retail atau pedagang besar yang bergerak dalam bidang pengadaan input pertanian atau menjual produk pertanian, 2. Perindustrian : seluruh usaha skala kecil yang bergerak di bidang pengolahan bahan mentah, 3. Perdagangan : pinjaman digunakan untuk membiayai kegiatan penjualan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pokok, 4. Jasa dan lainnya : usaha yang berhubungan dengan jasa. Disamping produk kredit yang langsung kepada end user, produk kredit lainnya adalah BNI KKLK (Kredit Kepada Lembaga Keuangan). KKLK adalah fasilitas kredit yang disalurkan kepada Lembaga Keuangan (BPR dan Koperasi) untuk diteruspinjamkan kepada end user dengan pola executing. Jangka waktu maksimal pemberian kredit KKLK ini selama 5 tahun. Adapun ketentuan pemberian KKLK adalah sebagai berikut : a. Syarat BPR BPR calon lembaga penyalur adalah merupakan lembaga keuangan yang telah beroperasi minimal 3 tahun. Memiliki perizinan yang berlaku sesuai dengan bidang usaha. Pengurus dan lembaganya tidak tergolong dalam daftar hitam di Bank Indonesia Tingkat Kesehatan Bank (TKS) dari Bank Indonesia dalam 2 tahun terakhir minimal cukup sehat yang ditunjukkan dengan rincian kualitas CAMEL yang sesuai dengan nilai TKS-nya NPL maksimum 5 persen b. Syarat Koperasi Koperasi telah beroperasi minimal 3 tahun Jenis Koperasi yang dapat diberikan KKLK adalah : o Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi yang mempunyai unit simpan pinjam o Koperasi Pegawai/ Karyawan yang mempunyai usaha simpan pinjam

55 o Syarat Koperasi pegawai/karyawan adalah mempunyai induk perusahaan swasta/instansi pemerintah/multinasional yang telah dikenal dan diyakini baik reputasinya. Memiliki perizinan yang berlaku sesuai dengan bidang usaha Pengurus dan Lembaganya tidak tergolong dalam daftar hitam di Bank Indonesia Telah menjadi nasabah BNI atau bank lain minimal selama 6 bulan Menyerahkan NPWP atas nama koperasi.

56 VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG Latar belakang diluncurkannya fasilitas kredit BNI Tunas Usaha (BTU) adalah Inpres Presiden No. 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. BNI sebagai salah satu bank milik Pemerintah ditunjuk sebagai salah satu penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan fasilitas kredit untuk sektor UMKM. Oleh BNI, KUR tersebut dituangkan dalam bentuk produk kredit BNI Tunas Usaha (BTU). BTU adalah kredit modal kerja atau investasi yang diberikan untuk usaha produkif yang feasible namun belum bankable. Usaha yang feasible adalah kemampuan debitur dalam mengembalikan bunga pokok pinjaman tepat waktu, sedangkan bankable adalah kondisi debitur dilihat dari sisi persyaratan administrasi dan agunan yang masih kurang. Sumber pendanaan untuk kredit BTU ini berasal dari dana komersial BNI. Mekanisme penyaluran kredit BTU diharapkan dapat memenuhi persyaratan dan prosedur yang benar, sehingga nantinya akan lebih mengenal karakteristik dari setiap debiturnya secara menyeluruh dan menghasilkan kredit yang berkualitas. Maksud dari berkualitas adalah kredit yang tepat sasaran dan tidak terjadi keterlambatan/tunggakan dalam proses penyelesaian angsurannya. Secara umum prosedur perealisasian kredit BTU harus melewati beberapa tahap, yakni kelengkapan berkas, pengajuan permohonan, dan penilaian kredit apakah layak atau tidak untuk mendapatkan kredit BTU. Pola penyaluran kredit BTU dilakukan langsung ke end user dan tidak langsung (Channeling melalui Linkage Program). Penyaluran kredit BTU tidak terlepas dari prinsip 5 C, yaitu character, capacity, capital, dan condition of economy. Penerapan prinsip 5 C dituangkan di dalam aplikasi permohonan pengajuan kredit BTU (Lampiran 1). Setiap calon nasabah wajib melengkapi pengisian formulir permohonan tersebut secara lengkap dan benar. Proses perealisasian kredit BTU UKC Karawang membutuhkan waktu lebih kurang 10 hari kerja. Untuk lebih prosedur penyaluran kredit BTU yang dilakukan oleh UKC Karawang adalah sebagai berikut :

57 1. Pemenuhan kelengkapan berkas Pemenuhan kelengkapan berkas merupakan syarat awal yang harus dipenuhi oleh setiap calon nsabah. Kelengkapan berkas diperiksa oleh petugas sales. Adapun syarat dan berkas yang harus dilengkapi oleh calon nasabah dalam pengajuan kredit BTU berdasarkan Surat USK/2/2683 tanggal 23 Oktober 2007 adalah sebagai berikut : a. Warga Negara Indonesia (WNI). b. Usaha telah berjalan minimal 1 tahun. c. Kredit digunakan sebagai tambahan modal kerja atau Investasi. d. Fotokopi KTP (suami + isteri jika sudah menikah) dan kartu keluarga. e. Fotokopi Surat Nikah (bagi yang telah menikah). f. Foto diri 3 x 4 (suami + isteri jika sudah menikah) g. Surat ijin usaha (SIUP, TDP, HO dan SITU) atau surat keterangan kelurahan/ kecamatan. h. NPWP untuk kredit di atas 50 juta rupiah. i. Jaminan. Setelah seluruh kelengkapan berkas terpenuhi, selanjutnya dilakukan proses pendaftaran dan melengkapi formulir pengajuan kredit BTU yaang dibutuhkan sebelum dilakukan penilaian oleh RO. Calon nasabah dapat menentukan jumlah dan jangka waktu pengembalian kredit sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan dapat disesuaikan berdasarkan tabel angsuran yang telah dibuat sebelumnya. 2. Penilaian calon nasabah Penilaian nasabah untuk dapat memperoleh fasilitas kredit BTU melalui dua tahap, yakni pemeriksaan administrasi yang dilakukan oleh sales dan selanjutnya penilaian kelayakan secara finansial yang dilakukan oleh RO. Pemeriksaan terhadap aspek-aspek usaha calon nasabah sangat diperlukan untuk meminimalkan risiko terjadinya penunggakkan apabila pinjaman direalisasikan. Pemeriksaan awal yang dilakukan oleh sales meliputi kegiatan sebagai berikut : a. Menilai apakah usaha yang dijalankan sesuai dengan surat keterangan yang sudah dilengkapi

58 b. Mengetahui apakah alamat nasabah sesuai dengan dengan alamat pada KTP c. Menilai apakah usaha yang dijalankan oleh calon nasabah memiliki prospek yang baik d. Mengetahui karakteristik nasabah baik melalui wawancara langsung dengan nasabah, wawancara dengan tetangga atau relasi e. Kebenaran agunan yang dijaminkan di bank. Setelah proses penyaringan selesai dilakukan, tahap selanjutnya calon nasabah direkomendasikan kepada RO untuk dinilai kelayakannya secara finansialnya. Prinsip 5 C harus diperhatikan dalam pemeriksaan ini, yakni collateral/agunan, capital dan capacity dari calon debitur. Oleh karena itu RO harus dapat mengamati dan memeriksa dengan tepat, guna mendapatkan data yang akurat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menganalisis calon nasabah. Untuk prinsip collateral atau agunan, penilaiannya berdasarkan dari nilai kredit yang akan direaliasikan oleh pihak UKC Cabang Karawang. Setiap nasabah wajib memiliki agunan yang dijaminkan kepada pihak BNI. Besar nilai agunan tersebut minimal 30 persen dari total kredit yang direaliasikan. BNI bekerjasama dengan Perum Sarana Pengembangan Usaha dan PT Asuransi Kredit Indonesia dalam pemberian penjaminan kredit/pembiayaan untuk membatu usaha MKM sebesar 70 persen dari maksimum kredit yang direalisasikan. Pemeriksaan agunan dari calon debitur dicatat dan dilaporkan di dalam Capacity atau kapasitas nasabah merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan didalam proses penyaluran kredit BTU. Pemeriksaan aspek kapasitas dari calon nasabah untuk mengukur sejauh mana kemampuan nasabah tersebut untuk membayar angsuran kredit dikemudian hari. Pengukuran kapasitas dari nasabah dapat dilihat dari pendapatan usaha bersih per bulan yang diperoleh. UKC cabang Karawang menerapkan kebijakan batas maksimum penggunaan pendapatan usaha per bulan sebagai angsuran untuk pembayaran kredit adalah persen. Penilaian terhadap modal usaha (capital) dari calon nasabah juga perlu diperhatikan. Pada dasarnya pemberian kredit BTU bertujuan sebagai tambahan modal usaha dalam upaya pengembangan usaha. Pemeriksaan modal usaha bertujuan apakah usaha yang akan diberikan pinjaman tersebut dalam keadaan

59 sehat, artinya dimana usaha tersebut memiliki harta lancar yang lebih banyak dibandingkan dengan hutangnya atau sering disebut sebagai current ratio (CR). Yang termasuk sebagai harta lancar adalah kas, persediaan dan piutang usaha. Nilai CR minimal yang ditetapkan oleh BNI untuk usaha yang layak memperoleh kredit BTU adalah 1,0. Apabila nilai CR tidak dapat dipenuhi maka pengajuan kredit BTU tidak dapat diteruskan dan berkas dikembalikan kepada calon debitur. Pemeriksaan terhadap usaha nasabah dapat dilihat dari aspek pemasaran, aspek manajemen, aspek keuangan, dan aspek sosial ekonomi. Aspek pemasaran dianalisis untuk mengetahui prospek usaha dan laba untuk menjamin bahwa usaha tersebut akan terus berkembang. Aspek ini meliputi keadaan pasar, baik permintaan maupun penawaran yang sudah ada untuk jenis usaha yang direncanakan dan diproduksi untuk dijual. 3. Pembinaan dan pengawasan nasabah Kelancaran dalam pembayaran pinjaman merupakan hal yang sangat diinginkan oleh bank terhadap seluruh nasabah peminjan kredit BTU. Diharapkan melalui pembinaan dan pengawasan terhadap nasabah dapat mengurangi terjadinya risiko tunggakan dalam pembayaran angsuran. Pembinaan kredit BTU dapat dilakukan terhadap tunggakan yang dibedakan menjadi lima kelompok/tingkatan berdasarkan ketentuan yang dibuat oleh Bank BNI, yakni : a. Lancar (kolektibilitas 1), yaitu kredit dengan pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan sesuai dengan persyaratan kredit. b. Dalam perhatian khusus (kolektibilitas 2), yaitu pembiayaan yang terdapat tunggakan pokok dan atau margin sampai dengan 90 hari dan jarang mengalami cerukan. c. Kurang lancar (kolektibilitas 3), yaitu pembiayaan yang terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau margin yang telah melampaui 120 hari, terdapat cerukan yang berulang kali khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas. d. Diragukan (kolektibilitas 4), yaitu pembiayaan yang terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau margin yang telah melampaui 120 hari hingga

60 180 hari. Terjadi cerukan yang bersifat permanen khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas. e. Macet (kolektibilitas 5), yaitu pembiayaan dengan tunggakan pokok dan atau margin yang telah melampaui 180 hari. Adapun ketentuan umum pengajuan kredit BTU berdasarkan Surat USK/2/2683 tanggal 23 Oktober 2007 adalah sebagai berikut : 1. Persyaratan Calon Debitur/terjamin : a. Merupakan debitur individu, kelompok, perusahaan dan koperasi yang melakukan usaha produktif pada semua sektor usaha yang feasible namun belum bankable. Kriteria debitur yang dapat dibiayai adalah Usaha Mikro, Kecil dan menengah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia. b. Pemohon kredit tidak sedang menikmati fasilitas kredit produktif dari Bank Lain. c. Sektor yang dapat dibiayai : Sektor Pertanian, Sektor Kehutanan, Sektor Kelautan dan Perikanan, Koperasi, Sektor Perindustrian dan Perdagangan. 2. Jenis Kredit dan Jangka Waktu : BTU ini dapat diberikan untuk keperluan Kredit Modal Kerja sampai (KMK) sampai dengan 5 tahun dan kredit investasi (KI) 10 tahun. 3. Besar Kredit a. Besarnya kredit yang diberikan kepada calon debitur disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan dan kemampuan pelunasan dengan maksimum sampai dengan Rp ,- (limaratus juta rupaih) per debitur. b. Penetapan besarnya maksimum kredit ditentukan atas dasar besarnya angsuran setiap bulan maksimal 70 persen dari Laba bersih (EAT). c. Lebih dari 150 juta harus memiliki SIUP. 4. Suku Bunga a. Suku bunga maksimum 14 persen efektif/tahun. b. Apabila terdapat perubahan suku bunga akan disampaikan dengan surat tambahan tersendiri.

61 5. Denda/Penalty : Terhadap tunggakan dikenakan denda sebesar 5 persen p.a. (lima persen pertahun) atas saldo yang tertunggak. 6. Biaya Administrasi dan Provisi Kredit tidak dipungut. 7. Debitur BTU tidak diasuransikan jiwa. 8. Pelunasan sebelum jatuh tempo. a. Pelunasan sebelum jatuh tempo untuk kredit yang menggunakan bunga Efektif flat dikenakan denda 0,5 persen dari outstanding kredit. b. Besarnya kewajiban yang harus dilunaskan adalah : Outstanding kredit + bunga berjalan + denda 0.5 persen dari outstanding + biaya penutupan rekening 9. Pola angsuran sesuai ketentuan yang berlaku.

62 VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT BTU PADA UKC CABANG KARAWANG 7.1. Rata-rata Realisasi Kredit BNI Tunas Usaha (BTU) Menurut Karakteristik Nasabah, Usaha dan Kredit Nasabah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh debitur BTU UKC Cabang Karawang selama periode Januari sampai dengan Desember 2010 yang melakukan kegiatan usaha baik pada sektor agribisnis maupun non agribisnis. Karakteristik dalam penelitian ini yang diduga berpengaruh terhadap realisasi kredit BNI Tunas Usaha (BTU) diidentifikasi melalui beberapa faktor yang terbagi ke dalam tiga kelompok, yakni karakteristik individu, karakteristik usaha dan karakteristik kredit Rata-rata Realisasi Kredit BNI Tunas Usaha Menurut Karakteristik Individu Nasabah selaku responden dalam penelitian ini adalah debitur BTU UKC cabang Karawang yang berjumlah 57 orang debitur yang berdomisili di wilayah kerja UKC cabang Karawang, maupun yang berada di luar wilayah Kabupaten Karawang, seperti Cikampek, Bekasi dan sekitarnya. Karakteristik nasabah yang dianalisis dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa faktor/variabel, yakni usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan rumah tangga dan pengalaman kredit. a. Usia Proses realisasi kredit BTU memperhatikan banyak faktor, salah satunya adalah faktor usia nasabah. Kebijakan tersebut dituangkan di dalam aplikasi pengajuan kredit BTU dimana setiap calon nasabah wajib menginformasikan usia mereka ketika melakukan permohonan kredit BTU (Lampiran 1). Kebenaran idenditas usia nasabah akan dicocokan dengan tanda pengenal dari calon nasabah. Nasabah penerima kredit BTU pada UKC Cabang Karawang berada pada usia antara 27 hingga 54 tahun. Berdasarkan Tabel 5, secara keseluruhan diketahui bahwa proporsi terbesar responden yang menerima kredit BTU pada UKC cabang Karawang berada pada kisaran usia 41 tahun hingga 50 tahun, yakni berjumlah 25 orang. Hal ini menunjukkan bahwa nasabah penerima kredit BTU pada UKC Cabang Karawang berada pada usia produktif, yang dianggap dan diharapkan

63 mampu menjalankan serta mengembangkan usahanya dengan baik. Pada usia tersebut diharapkan setiap nasabah sudah berada pada tingkat kematangan dalam berpikir dan memiliki kemampuan yang optimal dalam menjalankan usahanya. Tabel 5. Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Usia Nasabah (2010) Usia (tahun) Jumlah Nasabah Rata-rata Realiasi Orang Kredit BTU (Rp) Jumlah 57 Dilihat dari rata-rata besarnya realisasi kredit yang disalurkan, kelompok usia memiliki jumlah rata-rata realisasi kredit yang paling besar dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa usia nasabah menjadi salah satu faktor bagi pihak UKC Cabang Karawang yang dapat menentukan besarnya realisasi kredit BTU yang diberikan. Semakin bertambahnya usia nasabah, diharapkan menambah pengalaman dan kemapaman bagi nasabah dalam mengembangkan usaha yang mereka jalankan, sedangkan usia nasabah yang terlalu muda dikhawatirkan belum mapan dalam menjalankan usaha dan amanat atas kredit yang direalisasikan. Usia nasabah dapat mempengaruhi keberanian pengusaha dalam mengambil keputusan secara rasional, karena peningkatan usia pada umumnya akan mematangkan kemampuan berpikir dalam memanfaatkan kredit. Akan tetapi semakin bertambahnya usia hingga melampaui batas usia produktif juga dapat mempengaruhi daya pikir dan tingkat pengambilan keputusan yang berdampak pada perkembangan usahanya. Pihak BNI menerapkan kebijakan dimana batas maksimum usia sampai dengan pelunasan angsuran kredit BTU adalah sampai dengan 60 tahun. Usia tersebut dianggap tidak mampu untuk berproduktif lagi. Hal ini berkaitan dengan fokus penyaluran kredit BTU yang diprioritaskan untuk sektor UMKM. Perlu diketahui pula bahwa salah satu karakteristik dari UMKM adalah pengelolaan usaha yang dilakukan oleh perorangan, dimana kapasitas individu sebagai pengelola dan dominan secara keseluruhan atas usaha yang dijalankan. Artinya

64 keberhasilan usaha tergantung atas kemampuan atau kapabilitas pemiliknya usaha itu sendiri. Maka dari itu usia menjadi salah satu pertimbangan bagi UKC Cabang Karawang yang dapat menentukan realisasi kredit BTU. b. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan calon debitur menjadi faktor yang juga diperhatikan pihak BNI di dalam proses realisasi kredit BTU. Hal tersebut terlihat di dalam aplikasi pengajuan kredit BTU yang mewajibkan setiap calon debitur untuk menginformasikan riwayat pendidikan terakhir mereka (Lampiran 1). Tingkat pendidikan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU termasuk proses realisasi kredit BTU pada UKC Cabang Karawang. Tabel 6. Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Tingkat Pendidikan (2010) Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Orang Rata-rata Realiasi Kredit BTU (Rp) SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi , , , , Jumlah 57 Tabel 6 menunjukkan proporsi tingkat pendidikan debitur kredit BTU UKC cabang Karawang periode Proporsi terbesar penerima kredit BTU adalah debitur dengan latar belakang pendidikan SLTA yang berjumlah 23 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada kenyataannya pihak UKC cabang Karawang memperhatikan latar belakang tingkat pendidikan dari setiap calon nasabahnya. Dilihat dari rata-rata realisasi kredit, secara deskriptif tingkat pendidikan dari calon debitur memberikan pengaruh yang positif terhadap jumlah realisasi kredit BTU, Pada Tabel 6 diketahui bahwa tingkat pendidikan untuk golongan perguruan tinggi memperoleh rata-rata realisasi yang paling besar dibandingkan dengan kelompok tingkat pendidikan yang lain. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan debitur maka realisasi kredit BTU yang diberikan akan semakin besar.

65 Tingkat pendidikan akan menunjukkan kemampuan dari setiap calon nasabah dalam memahami dan mengerti tata cara pengajuan dan penerimaan pinjaman, serta mengetahui hak dan kewajibannya sebagai debitur kredit BTU. Selain itu, dari hasil wawancara dengan pemimpin UKC Cabang Karawang, diduga semakin tinggi tingkat pendidikan debitur maka diharapkan mampu mengelola usahanya dengan baik, sehingga dapat berkembang dan berkorelasi positif terhadap pengembalian kreditnya. Jenis usaha yang dikelola oleh nasabah pada dasarnya dilatarbelakangi oleh tingkat pendidikan mereka. Dapat diambil kesimpulan bahwa secara deskriptif tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh di dalam proses realisasi kredit BTU di UKC Cabang Karawang. c. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga diduga berpengaruh negatif terhadap tingkat kepercayaan bank dalam merealisasikan kreditnya. Asumsinya, semakin banyak tanggungan keluarga maka akan semakin besar pengeluaran untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Dengan demikian, semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga diduga semakin kecil realisasi kreditnya. Faktor jumlah tanggungan keluarga juga diajadikan pihak BNI sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap realisasi kredit BTU. Setiap calon debitur wajib menginformasikan berapa jumlah tanggungan keluarga yang dimilikinya yang tertuang di dalam aplikasi pengajuan kredit BTU (Lampiran 1). Tabel 7. Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga (2010) Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah Responden (Orang) Rata-rata Realiasi Kredit BTU (Rp) Total

66 Debitur kredit BTU pada UKC Cabang Karawang memiliki jumlah tanggungan keluarga yang beragam, yakni antara 2 hingga 5 orang. Debitur UKC Cabang Karawang pada umumnya telah memiliki keluarga dan tanggungan anak. Tabel 7 menunjukkan bahwa proporsi penerima kredit BTU terbesar pada UKC cabang Karawang adalah kelompok dengan jumlah tanggungan keluarga sebanyak 3 orang dengan jumlah responden sebanyak 22 orang atau sebesar 39 persen dari total keseluruhan. Proporsi tersebut lebih besar dibandingkan dengan debitur dengan jumlah tanggungan keluarga lebih sedikit. Pada Tabel 7 diketahui bahwa nasabah yang memiliki anggota keluarga sebanyak 4 orang memperoleh rata-rata realisasi paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya, yakni sebesar 159 juta lebih. Terlihat tidak konsisten pengaruh jumlah tanggungan keluarga terhadap relaisasi kredit BTU, dimana debitur yang memiliki jumlah tanggungan lebih banyak memperoleh rata-rata realisasi kredit yang lebih besar. Hal ini tidak sesuai dengan prediksi sebelumnya dimana kisaran besar realiasi kredit BTU yang terbesar seharusnya diperoleh debitur yang memiliki jumlah tanggungan keluarga yang sedikit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara deskriptif jumlah tanggungan keluarga tidak mempengaruhi realisasi kredit BTU pada UKC cabang Karawang. Jumlah tanggungan keluarga tidak menjadi pertimbangan bagi pihak UKC cabang Karawang dalam menentukan besarnya realisasi kredit BTU. Terdapat faktor lain yang menjadi pertimbangan UKC cabang Karawang dalam proses realisasi kredit BTU dilihat dari karakteristik individu, yakni usia nasabah dan pengalaman memperoleh kredit. d. Pengalaman Kredit Pengalaman kredit merupakan salah satu faktor yang diperhatikan BNI di dalam proses realisasi kredit BTU. Dari pengalaman kredit yang dimiliki seseorang maka akan terlihat karakter calon debitur tersebut, apakah calon debitur memiliki karakter yang positif atau sebaliknya. Karakter (character) merupakan bagian dari prinsip 5 C yang dijadikan pedoman di dalam proses realisasi kredit. Adanya pengalaman kredit dari calon nasabahnya maka dapat diketahui history dari calon nasabahnya tersebut, yakni bagaimana proses pengembalian/pembayaran angsuran kredit selama mereka menjadi debitur

67 sebelumnya, apakah pernah mengalami tunggakan atau melakukan pembayaran cicilan kreditnya dengan lancar. Penilaian karakter dari melalui variabel pengalaman kredit dari nasabahnya dapat mempermudah proses realisasi kredit, dimana nasabah yang memiliki pengalaman kredit akan lebih mengerti tentang perkreditan serta hak dan kewajibannya sebagai seorang debitur. Hal tersebut dapat meminimalkan terjadinya kemacetan dalam proses pelunasan kedit. Pada Tabel 8 diketahui bahwa sebagian besar debitur dari kredit BTU telah memiliki pengamalam kredit, dengan jumlah nasabah sebesar 42 dari keseluruhan nasabah yang direalisasikan pengajuan kreditnya selama periode Dari data tersebut, diketahui bahwa pihak UKC cabang Karawang sangat memperhatikan variabel pengalaman kredit dan tidak ingin mengambil risiko dalam melakukan pemberian kredit kepada calon nasabah. Nasabah yang memiliki pengalaman kredit memperoleh rata-rata realisasi kredit yang jauh lebih besar dibandingkan dengan yang belum memiliki pengalaman (Tabel 8). Adanya pengalaman kredit dari calon debitur maka akan diketahui bagaimana nasabah tersebut dalam mengelola kredit yang diberikan sebelumnya, apakah kredit tersebut mampu dikelola dengan tepat dan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan usaha yang dijalankannya. Hal tersebut akan berdampak pada tingkat pengembaliannya apakah lancar atau tidak, sehingga dapat diketahui seberapa besar risiko yang akan dihadapi oleh pihak bank BNI sebagai pemberi kredit. Tabel 8. Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Pengalaman Kredit (2010) Jumlah Responden Rata-rata Realiasi Pengalaman Kredit (Orang) Kredit BTU (Rp) Memiliki pengalaman Tidak memiliki pengalaman Jumlah 57 Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara deskriptif pengalaman kredit menjadi faktor yang diperhatikan oleh BNI didalam proses realisasi kredit BTU pada UKC cabang Karawang. Selain bertujuan untuk mengurangi risiko, sebagian nasabah yang diresalisasikan kreditnya merupakan nasabah lama yang telah menjalin kerjasama dengan pihak BNI sebelumnya.

68 Pengalaman kredit tidak hanya dilihat dari mereka sebagai debitur dari Bank BNI, tetapi juga sebagai debitur dari bank lain Rata-rata Realisasi Kredit BNI Tunas Usaha Menurut Karakteristik Usaha Nasabah Karakteristik dari usaha dapat menentukan kapasitas dari setiap calon debitur, termasuk sebagai debitur kredit BTU. Kapasitas merupakan suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajibankewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan dibiayai dengan kredit dari bank. Karakteristik usaha meliputi variabel lama usaha berjalan, pendapatan usaha per bulan, sektor usaha, dan current ratio. a. Lama usaha Salah satu syarat yang tetapkan oleh pihak BNI untuk dapat memperoleh pinjaman kredit BTU adalah telah menjalankan usahanya minimal satu tahun. Penerapan kebijakan tersebut dimaksudkan untuk melihat perkembangan ataupun prospek usaha dari calon debitur, apakah layak untuk mendapatkan bantuan tambahan modal berupa kredit BTU atau tidak. Setiap calon debitur wajib memberikan informasi kepada pihak BNI kapan mereka mulai menjalankan usahanya di dalam aplikasi pengajuan kredit (Lampiran 1). Tabel 9. Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Lama Usaha (2010) Jumlah Nasabah Rata-rata Realiasi Lama Usaha (Orang) Kredit BTU (Rp) Total Tabel 9 menunjukan lama usaha yang sudah dijalankan oleh debitur BTU pada UKC cabang Karawang, yakni berkisar antara 3 hingga 14 tahun. Proporsi terbesar terdapat pada kelompok nasabah dengan lama usaha antara 6 hingga 10 tahun dengan jumlah nasabah sebanyak 32 orang dari total keseluruhan. Jumlah tersebut dipengaruhi oleh penerapan kebijakan persyaratan pengajuan kredit BTU yang mewajibkan usaha berjalan minimal satu tahun. Kisaran lama usaha yang

69 lebih tinggi (10 hingga 15 tahun) menunjukkan jumlah responden yang lebih sedikit, yakni 10 debitur saja. Hal tersebut dipengaruhi oleh sedikitnya debitur dengan lama usaha diatas 10 tahun yang mengajukan kredit BTU pada UKC cabang Karawang. Dilihat dari rata-rata besarnya kredit BTU yang direalisasikan, kelompok nasabah dengan lama usaha tahun memperoleh rata-rata kredit paling besar direalisasikan, yakni sebesar 244 juta. Hal ini menunjukkan bahwa secara deskriptif pihak UKC Cabang Karawang memperhatikan faktor lama usaha sebagai faktor yang berpengaruh terhadap besarnya realisasi kredit yang disalurkan. Semakin lama usaha berjalan, maka realisasi kredit BTU yang akan diberikan kepada nasabah akan semakin besar. Semakin lama usaha maka akan terlihat bagaimana perkembangan usaha dari calon debitur, sehingga dapat meminimalisasikan dampak terburuk berupa kerugian dari usaha yang dijalankan. Hal tersebut berkorelasi terhadap proses pengembalian angsuran pinjaman kredit BTU yang telah diperoleh. Maka dari itu lama usaha menjadi pertimbangan yang dapat menentukan realisasi kredit BTU pada UKC cabang Karawang. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk usaha yang belum lama berdiri untuk dapat direalisasikan kredit BTU. Nilai kredit yang direalisasikan akan disesuaikan dengan kapasitas usaha tersebut. b. Pendapatan usaha per bulan Jumlah pendapatan usaha per bulan merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses realisasi kredit BTU. Jumlah pendapatan yang diperoleh dari setiap nasabah, dapat menunjukkan kapasitas daripada nasabah tersebut untuk dapat melakukan pembayaran angsuran kredit yang biasa disebut sebagai RPC. Semakin tinggi pendapatan usaha setiap bulan, maka kemampuan untuk melunasi kewajiban-kewajiban dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan dibiayai dengan kredit akan semakin besar. Dalam hal ini BNI menerapkan kebijakan besarnya RPC untuk masing-masing debitur berada pada kisaran persen dari total pendapatan bersih usaha per bulan. Penerapan kebijakan besar RPC yang berkisar pada persen berpengaruh terhadap besarnya kredit yang akan diterima oleh setiap calon debitur. Tujuan lain

70 penerapan kebijakan tersebut adalah untuk meminimalkan risiko akan terjadinya tunggakan oleh debitur BTU. Jumlah pendapatan per bulan nasabah UKC Cabang Karawang sangat beragam, hal tersebut di pengaruhi oleh jenis pekerjaan ataupun usaha yang dijalankan. Tabel 10 menunjukkan bahwa responden terbanyak penerima kredit BTU berada pada kelompok kisaran pendapatan Rp ,- atau yang berjumlah 13 debitur. Dari data tersebut dapat kita ketahui bahwa penyaluran kredit BTU pada UKC cabang Karawang juga memeperhatikan usahausaha yang berpenghasilan rendah. Akan tetapi para pelaku usaha yang berpenghasilan rendah tersebut tentunya telah melengkapi segala persyaratan yang telah ditetapkan oleh pihak UKC dalam proses pengajuan kredit. Besar kredit yang direalisasikan disesuaikan dengan tingkat pendapatan usahanya. Pada dasarnya kredit BTU itu sendiri memang diperuntukkan bagi sektor UMKM, dimana pada umumnya sektor UMKM memiliki penghasilan yang rendah. Banyaknya debitur dengan pendapatan yang rendah yang direalisasikan kredit BTU-nya juga tidak terlepas dari banyaknya para pelaku usaha kecil yang ingin memanfaatkan kredit tersebut untuk dapat mengembangkan usahanya. Tabel 10. Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Pendapatan Usaha Per Bulan (2010) Besar Pendapatan Usaha (Rp) Jumlah Responden (Orang) Rata-rata Realiasi Kredit BTU (Rp) Total Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata realisasi kredit terendah berada pada kisaran pendapatan usaha Rp dan tertinggi pada pendapatan usaha kisaran Rp Hal tersebut

71 menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan setiap calon debitur, maka semakin besar nilai kredit BTU yang akan direalisasikan. Pendapatan usaha sangat berpengaruh terhadap besarnya realisasi kredit BTU yang disalurkan pada UKC cabang Karawang. Nilai kredit yang direalisasikan di sesuaikan dengan tingkat pendapatan usaha yang dijalankan. Pihak UKC cabang Karawang tidak akan mencairkan kredit di luar batas kemampuan dari pada nasabahnya. Hal tersebut akan mempengaruhi pada tingkat pengembalian kredit dan berdampak pada NPL dari Bank itu sendiri. Secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa faktor pendapatan usaha per bulan menjadi penentu besaran kredit yang akan direalisasikan pada UKC cabang Karawang. c. Sektor Usaha Sektor usaha merupakan salah satu kriteria dari karakteristik usaha yang terpenting, karena dengan mengetahui usaha yang dijalankan maka pihak UKC Cabang Karawang mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh setiap bulannya, sehingga mampu menilai calon nasabah mampu atau tidak dalam memenuhi kewajibannya bila pinjamannya direalisasikan. Dengan melihat sektor usaha dari masing-masing calon debitur akan diketahui apakah usaha yang dijalankan memiliki prospek yang bagus dikemudian hari dan memiliki risiko yang kecil atau tidak. Usaha yang dijalankan oleh nasabah UKC Cabang Karawang sangat beragam, akan tetapi dalam penelitian ini seluruh usaha debitur dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yakni usaha yang bergerak di sektor agibisnis dan sektor non agribisnis. Sektor agribisnis meliputi segala kegiatan yang berkaitan dengan pengusahaan tumbuhan dan hewan (komoditas pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan), baik dari sub sistem hulu hingga hilir usaha. Dalam hal ini menyangkut kegiatan penyediaan sarana produksi, kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran hasil produksinya. Sedangkan sektor non agribisnis merupakan usaha selain dari kegiatan agribisnis, seperti usaha perbengkelan atau otomotif, perhotelan atau jasa bisnis properti, dan lain sebagainya.

72 Tabel 11. Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Sektor Usaha (2010) Sektor Usaha Jumlah Nasabah Rata-rata Realiasi Orang Kredit BTU (Rp) Agribisnis Non Agribisnis Total 57 Dari Tabel 11 diketahui bahwa sebagian besar nasabah UKC BNI Karawang selama periode 2010 berada di sektor non agribisnis dengan persentase sebesar 79 persen, jauh lebih besar dari jumlah nasabah di sektor agribisnis. Besaran jumlah kredit yang direalisasikan untuk sektor agribisnis tergolong sangat kecil, yakni hanya sebesar 1,5 milyar rupiah dari total 8,1 milyar rupiah kredit yang telah di realisasikan oleh UKC Cabang Karawang. Hal tersebut menandakan bahwa untuk sektor agribisnis masih minim untuk direalisasikan kreditnya. Dilihat dari rata-rata besar kredit yang direalisasikan, sektor usaha non agribisnis lebih besar direalisasikan kreditnya dibandingkan dengan sektor agribisnis. Sektor non agribisnis dianggap lebih kecil risikonya dibandingkan dengan sektor agribisnis. Usaha debitur yang tergolong dalam usaha agribisnis meliputi usaha pengolahan ikan, perdagangan gabah, pedagang pupuk, dan pedagang buah-buahan. Sedangkan usaha yang tergolong non agribisnis meliputi usaha bengkel, toko bangunan, toko kelontongan, optik dan lain sebagainya. Hasil wawancara dengan petugas UKC Karawang menerangkan bahwa pihak BNI ingin meminimalkan risiko dalam proses penyaluran kreditnya. Kredit disalurkan kepada sektor usaha yang layak menerimanya dan memiliki prospek yang bagus dimasa yang akan datang. Pihak Bank harus selektif dalam menyalurkan kredit BTU tersebut, dan selama periode 2010 hasil yang diperoleh usaha yang bergerak di sektor non agibisinis lebih banyak yang direalisasikan kreditnya. Sektor agribisnis terutama untuk sub sektor produksinya memiliki risiko yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan sektor lainnya. Secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa sektor usaha berpengaruh terhadap realisasi kredit BTU pada UKC Cabang Karawang.

73 d. Current Ratio (CR) Pengajuan kredit BTU pada dasarnya bertujuan sebagai penambah modal usaha, dalam upaya pengembangan usaha yang meraka jalankan. Salah satu syarat untuk dapat diproses pengajuan kredit BTU adalah dinilai current ratio (CR) dari usaha tersebut. CR merupakan rasio/perbandingan antara harta lancar dengan hutang lancar. Persediaan barang, kas dan piutang usaha termasuk sebagai harta lancar. Semakin tinggi CR, maka aset usahanya yang berupa stok dan piutang lebih besar dari pada hutang jangka pendek/lancar. Minimum nilai CR yang dipersyaratkan oleh BNI untuk dapat direalisasikan kredit BTU adalah 1,0. Artinya variabel modal usaha berpengaruh terhadap realisasi kredit BTU. Jika calon nasabah tidak dapat memenuhi ketentuan tersebut, maka pengajuan kreditnya tidak dapat diproses lebih lanjut dan berkas pengajuan dikembalikan kepada calon debitur. Tabel 12. Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Current Ratio (CR) (2010) Nilai CR Jumlah Nasabah Rata-rata Realiasi Orang Kredit BTU (Rp) > , , , , ,333 Total 57 Tabel 12 merupakan data nilai CR dari nasabah BTU pada UKC Cabang Karawang periode Proporsi nilai CR terbesar selama periode 2010 terdapat pada kelompok nilai CR 1 1,5 dengan total nasabah sebanyak 23 orang atau sebesar 40 persen dari total keseluruhan. Besarnya kelompok tersebut dikarenakan banyaknya peminat dari usaha kecil yang membutuhkan dana kredit BTU sebagai tambahan modal usaha mereka yang pada dasarnya kredit BTU memang diperuntukkan bagi sektor UMKM. Dilihat dari besarnya rata-rata realisasi kredit BTU, kelompok nilai CR >3 memeperoleh rata-rata realisasi yang paling besar dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hal tersebut menandakan bahwa UKC cabang Karawang sangat

74 memperhatikan nilai CR sebagai penentu besarnya kredit BTU. Semakin besar nilai CR maka semakin besar peluang untuk direalisasikan kredit BTU dalam jumlah yang lebih besar. Penerapan kebijakan nilai CR minimal 1.0 diharapkan dapat menekan tingkat risiko kredit macet. Nilai CR dapat dikategorikan ke dalam prinsip capital/modal dari prinsip 5C dalam proses perealisasian kredit. Hasil dari wawancara dengan petugas UKC Cabang Karawang diperoleh bahwa besar modal yang dimiliki oleh setiap nasabah kredit BTU berbeda-beda, ada yang memiliki modal yang besar dan ada pula yang kecil, tergantung dari jenis usaha yang dijalankannya. Pada umumnya mayoritas nasabah UKC Cabang Karawang berada pada sektor pertanian, perdagangan dan sektor jasa, baik itu yang berada pada sektor agribisnis maupun non agribisnis. Nasabah yang bergerak di sektor non agrisbisnis pada umumnya memiliki modal yang lebih besar dibandingkan dengan sektor agribisnis. Ketika kepemilikan modal menjadi salah satu syarat untuk mengajukan kredit BTU. Dari uraian diatas secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa nilai current ratio sangat berpengaruh terhadap realisasi kredit BTU di UKC cabang Karawang Rata-rata Realisasi Kredit BNI Tunas Usaha Menurut Karakteristik Kredit a. Collateral (Agunan) Agunan merupakan jaminan yang wajib disertakan oleh setiap calon debitur di dalam pengajuan kredit BTU. Setiap debitur wajib menyertakan agunan minimal 30 persen dari total kredit BTU yang direalisasikan. Sisa 70 persen akan ditanggungkan kepada PT Askrindo ataupun Perum SPU. Nilai agunan diduga berpengaruh positif terhadap besar kredit BTU, semakin besar agunan yang dimiliki, maka semakin besar nilai kredit yang direalisasikan. Dari hasil yang diperoleh di lapangan bahwa sebagian besar nasabah BTU pada UKC Cabang Karawang memberikan agunan berupa sertifikat rumah, tanah ataupun tempat mereka usaha serta BPKB kendaraan bermotor yang mereka miliki.

75 Tabel 13. Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Jumlah Agunan (2010) Jumlah Agunan (Rp) Jumlah Responden Rata-rata Realiasi (Orang) Kredit BTU (Rp) Total 57 Ditinjau dari sebaran responden berdasarkan jumlah agunan yang dimiliki debitur BTU (Tabel 13), diketahui bahwa sebagian besar responden pada kisaran agunan sampai dengan 25 juta rupiah. Dari hasil wawancara diketahui bahwa yang kebanyakan calon debitur yang mengajukan kredit BTU berasal dari usahausaha kecil yang memiliki agunan yang minim. Selain itu kredit BTU telah didesain dan diperuntukan bagi sektor usaha kecil. Hal tersebut menandakan bahwa UKC cabang Karawang juga memperhatikan usaha-usaha yang memiliki nilai agunan kecil. Akan tetapi nilai agunan yang disertakan tersebut tentunya sebanding dengan nilai kredit BTU yang direalisasikan. Dilihat dari rata-rata realisasi yang disalurkan, kelompok nasabah yang memiliki agunan >100 juta memperoleh rata-rata realisasi yang lebih besar dibandingkan dengan kelimpok lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar agunan yang disertakan di dalam pengajuan kredit, maka semakin besar pula kredit BTU yang direalisasikan. Penyertaan agunan bertujuan sebagai pengaman apabila dikemudian hari terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan yang berdampak pada tidak mampunya debitur untuk dapat melunasi angsuran kredit BTU. Selain itu penyertaan agunan bertujuan untuk menekan moral hazard dari debitur kredit BTU. Secara deskriptif nilai agunan menjadi pertimbangan yang penting pihak UKC Karawang dalam proses realisasi kredit BTU. Keberadaan sejumlah agunan yang disertakan di dalam pengajuan kredit untuk kategori Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi faktor yang membedakan antara bank BNI dengan Bank lain yang juga bertindak sebagai penyalur kredit KUR. Pada bank BRI agunan tidak diwajibkan di dalam proses pengajuan kredit,

76 akan tetapi pada bank BNI setiap calon nasabah menyertakan minimal 30 persen dari total kredit yang direalisasikan. Penyertaan agunan tersebut terkait dengan besaran nilai kredit BNI yang disalurkan, dimana nilai dari kredit BTU yang besar yang mencapai 500 juta rupiah. Kebijakan yang mewajibkan setiap calon debitur memiliki agunan diduga menjadi dampak rendahnya nilai realisasi kredit BTU yang diperuntukkan bagi sektor UMKM jika dibandingkan dengan bank-bank pesaing lainnya. Selama periode 2010, UKC cabang Karawang hanya merealisasikan sebesar 71 persen dari total pengajuan yang ada. b. Jangka Waktu Peminjaman Jangka waktu peminjaman merupakan batas waktu yang dimiliki oleh debitur dalam proses pembayaran angsuran kreditnya. Jangka waktu peminjaman diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU. Dari tabel 14 diketahui bahwa sebagian besar debitur kredit BTU memiliki jangka waktu peminjaman sampai dengan 2 tahun dengan total nasabah sebanyak 15 orang. Hal ini dikarenakan atas dasar permintaan dari debitur itu sendiri dan hasil penilaian terhadap kapasitas debitur. Tabel 14. Rata-rata Realisasi Kredit BTU Menurut Jangka Waktu Peminjaman (2010) Jangka Waktu (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Rata-rata Realiasi Kredit BTU (Rp) Total Dilihat dari rata-rata realiasi kreditnya, debitur dengan jangka waktu paling lama yakni 5 tahun, memperoleh rata-rata realisasi kredit BTU paling besar dibandingkan dengan yang lain. Semakin lama jangka waktu yang diberikan untuk pelunasan kredit, maka semakin besar nilai kredit yang direalisasikan. Hal tersebut dikarenakan pendapatan bunga yang akan diterima oleh pihak bank juga

77 akan semakin besar. Selain itu, jangka waktu yang semakin panjang dapat meringkankan beban dari debitur di dalam proses pelunasan kreditnya, dimana angsurannya akan menjadi lebih ringan. Akan tetapi jangka waktu yang terlalu lama dapat meningkatkan risiko dari kredit tersebut. Pemberian jangka waktu oleh pihak UKC didasarkan atas kapasitas nasabah dalam membayar angsuran setiap bulannya. Selain itu juga, jangka waktu yang diberikan juga mempertimbangkan prospek usaha debitur, apakah di dalam jangka waktu yang diberikan masih memberikan prospek yang bagus. Maka dari itu secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa pihak UKC Karawang menjadikan variabel jangka waktu sebagai salah satu faktor yang dapat menentukan besar realisasi kredit BTU Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit BTU Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengertaian realisasi kredit pada penelitian ini adalah adalah jumlah/besar kredit yang diberikan pihak bank kepada debitunya. Realisasi kredit dinyatakan dalam rupiah. Realisasi kredit BTU dipengaruhi oleh hubungan beberapa faktor-faktor yang dirumuskan dalam suatu fungsi persamaan. Dalam penelitian ini, terdapat sembilan faktor yang mempengaruhi realisasi kredit BTU, yang terbagi dalam tiga karakteristik, yakni karakteristik individu, karakteristik usaha, dan karakteristik kredit. Karakteristik individu meliputi usia nasabah, tingkat pendidikan (dummy), jumlah anggota keluarga, pengalaman kredit (dummy), dan jangka waktu peminjaman. Karakteristik usaha mencakup pendapatan usaha per bulan, lama usaha, sektor usaha (dummy), dan current ratio (CR). Sedangkan untuk karakteristik kredit terbagi atas dua variabel, yakni agunan, dan jangka waktu peminjaman. Variabel dummy untuk tingkat pendidikan terbagi menjadi dua variabel, yakni jika pendidikan SLTP (D=0), dan jika pendidikan SLTA (D=1). Untuk variabel pengalaman kredit terbagi menjadi dua, yakni nasabah yang tidak memiliki pengalaman (D=0) dan memiliki pengalaman (D=1). Sedangkan untuk variabel sektor usaha terbagi menjadi sektor agribisnis (D=0) dan sektor non agribisnis (D=1). Data faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit BTU dapat dilihat pada lampiran 3. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit BTU pada UKC Cabang Karawang dapat dilihat pada Tabel 15.

78 Tabel 15. Hasil Analisis Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit BTU Pada UKC Cabang Karawang Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant USIA PENDIDIKAN KELUARGA PENGALAMAN KREDIT * LAMA USAHA * PENDAPATAN * SEKTOR CR * AGUNAN * JANGKA WAKTU * S = R-Sq = 87.3% R-Sq(adj) = 84.5% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression E E Residual Error E E+08 Total E+11 Keterangan : * signifikan pada taraf 5 % Berdasarkan Tabel 15, diketahui bahwa p-value dari statistik F lebih kecil dari taraf nyata sebesar lima persen (P = 0,000 < α ) sehingga keputusannya adalah menolak H 0, artinya setidak-tidaknya ada satu variabel independent yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependent. Dari pendugaan model linear berganda diperoleh koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 87,3 persen (tabel 15). Hal ini menandakan bahwa 87,3 persen variabel realisasi kredit dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang mempengaruhi realisasi kredit, dan sisanya 12,7 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Uji F menyatakan bahwa model nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen, yang berarti variabel-variabel yang mempengaruhi realisasi kredit secara bersamasama mempengaruhi terhadap realisasi kredit. Dari hasil analisa regresi linear berganda diperoleh nilai F hit adalah Dari F tabel diperloeh F10 ;46;0,05 adalah 2,043. Nilai F hit > F tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi

79 berganda ini pada variabel independen dan variabel dependennya terdapat hubungan linear yang berarti menolak H 0. Dari uji-t diketahui bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata (tingkat kesalahan di bawah 5 persen) terhadap realisasi kredit adalah pendapatan usaha, pengalaman kredit, CR, agunan, dan jangka waktu pengembalian kredit. Usia nasabah, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, lama usaha, sektor usaha dan jumlah kredit yang diajukan tidak berpengaruh nyata terhadap realisasi kredit. Nilai VIF (Variance Inflation Factors) dari masing-masing peubah bebas lebih kecil dari pada 10 (tabel 15). Hal tersebut menandakan bahwa tidak terdapat hubungan yang kuat antar peubah bebas, atau masing-masing peubah bebas tidak saling mempengaruhi satu sama lainnya (multikolinearitas) Usia Nasabah Usia nasabah merupakan salah satu faktor yang digunakan oleh UKC cabang Karawang sebagai acuan dalam merealisasikan kreditnya BTU. Hal ini tertuang dalam aplikasi pengajuan kredit BTU dimana setiap calon debitur wajib memberikan informasi yang sebenarnya berapa usianya pada saat mengajukan kredit (Lampiran 1). Diduga usia nasabah yang tergolong produktif akan mendapatkan nilai realisasi kredit yang lebih besar. Usia nasabah yang masih sangat muda diduga masih belum matang dalam mengelola usaha, sedangkan usia yang terlalu tua dianggap sudah tidak berproduktif lagi. Dari hasil analisis regresi, koefisien variabel usia nasabah menunjukkan nilai negatif yang artinya variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap besarnya realisasi kredit BTU pada UKC cabang Karawang. Semakin bertambahnya usia nasabah maka realisasi kredit BTU akan semakin berkurang. Umumnya pada sektor UMKM yang mengajukan kredit adalah pemilik usaha itu sendiri, artinya secara tidak langsung dapat terlihat gambaran dari usaha yang dijalankan. Sesuai dengan karakteristik UMKM dimana sektor UMKM dikelola oleh individu yang berperan sebagai pemilik dan yang menjalankan usahanya, keberhasilan UMKM sangat dipengaruhi oleh individu tersebut. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesa dimana usia nasabah diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit.

80 Perlu diketahui pula bahwa salah satu syarat dalam proses realisasi kredit BTU adalah batas usia maksimal sampai dengan 60 tahun pada saat kredit selesai proses angsurannya. Penetapan kebijakan tersebut disesuaikan dengan karakteristik UMKM yang pengelolaannya dikelola oleh individu. Usia yeng mendekati 60 tahun dianggap tidak produktif lagi dan kemampuan untuk menjalankan suatu usaha dianggap kurang. Hal tersebut sesuai dari analisis deskriptif sebelumnya, dimana mayoritas penerima kredit BTU pada UKC Karawang berada pada usia produktif, yakni rentang usia antara tahun. Variabel usia debitur tidak berpengaruh signifikan terhadap realiasi kredit, dimana nilai p-value sebesar 0,244 lebih besar dari taraf nyata (α = 5 persen). Hal ini menandakan bahwa berapapun usia debitur, maka tidak akan mempengaruhi besar realisasi kredit BTU yang diterima pada UKC Cabang Karawang. Hasil analisis tersebut berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hutagaol (2009) dimana usia nasabah berpengaruh nyata dan positif terhadap realisasi kredit KUR. Penelitian Hutagaol dilakukan di BRI unit Cigombong Tingkat pendidikan Hasil analisis regresi linear berganda diperoleh koefisien variabel tingkat pendidikan bernilai positif, hal ini menandakan bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU. Akan tetapi, variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap realisasi kredit BTU dimana nilai p-value hasil analisis regresi lebih besar dari taraf nyata lima persen (Tabel 15). Hasil tersebut tidak sesuai dengan yang disimpulkan oleh Safitri (2007) dan Risdwianto (2004) dimana tingkat pendidikan berpengaruh nyata dan positif terhadap realisasi kredit. Keduanya melakukan penelitian pada Bank BRI. Hasil analsis regresi berbeda dengan hasil yang diperoleh dari analisis deskriptif sebelumnya, dimana tingkat pendidikan berpengaruh terhadap realisasi kredit BTU. Dari hasil analsis deskriptif diperoleh bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka realisasi kredit BTU akan semakin besar. Seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi diduga lebih mudah dalam memperoleh kredit. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin berdisiplin dan bertanggung jawab dalam menjalankan kewajibannya. Tingkat pendidikan dapat menambah tingkat kepercayaan bank untuk dapat

81 merealisasikan kredit BTU. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi nasabah dalam memahami dan mengerti tata cara pengajuan dan penerimaan pinjaman, serta mengetahui hak dan kewajiban sebagai nasabah BTU. Pada umumnya untuk sektor UMKM jenis usaha yang dijalankan tergantung pada latar belakang pendidikan pemiliknya Jumlah Tanggungan Keluarga Variabel jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu indikator penentu besarnya realisasi kredit BTU. Setiap calon debitur wajib untuk memberikan informasi yang sebenarnya berapa jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki oleh calon debitur yang dituangkan ke dalam aplikasi pengajuan kreditnya (Lampiran 1). Kebenaran informasi tersebut di cek kembali di lapangan dengan dilakukan survey langsung kepada nasabah dan informasi dari orang yang tinggal dekat dengan calon debitur. Jumlah tanggungan keluarga diduga berpengaruh negatif terhadap tingkat kepercayaan bank dalam merealisasikan kredit BTU. Tingginya jumlah tanggungan keluarga debitur dikhawatirkan dana kredit tersebut dapat disalahgunakan untuk memenuhi kebutuhan di luar usaha yang dijalankan, seperti kebutuhan sehari-hari tanggungan keluarga tersebut. Asumsi yang digunakan semakin banyak jumlah tanggungan keluarga, maka semakin besar pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, sehingga menghabiskan sejumlah besar proporsi pendapatan keluarga. Nasabah yang direalisasikan kredit BTU pada UKC Cabang Karawang mempunyai jumlah tanggungan keluarga yang beragam. Tabel 15 menunjukkan nilai koefisien variabel jumlah tanggungan keluarga terhadap realisasi kredit BTU berpengaruh negatif. Pengaruh ini sesuai dengan hipotesa penelitian, dimana semakin tinggi jumlah tanggungan keluarga maka akan semakin kecil realisasi kredit yang diperoleh debitur. Akan tetapi, variabel jumlah tanggungan keluarga ini tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat realisasi kredit BTU, dimana nilai p-value lebih besar dari taraf nyata (Tabel 15).

82 Kesimpulan dari hasil analisis regresi berbeda dengan hasil analisis deskriptif dimana responden yang memiliki jumlah tanggungan keluarga lebih banyak juga mendapatkan fasilitas kredit yang lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki tanggungan keluarga lebih sedikit. Hal ini menandakan bahwa berapapun jumlah tanggungan keluarga debitur, maka tidak akan berpengaruh terhadap realisasi kredit yang akan diterima. Analisis ini mengindikasikan bahwa UKC cabang Karawang tidak menjadikan variabel tanggungan rumah tangga sebagai penentu utama besar realisasi kredit BTU. Variabel jumlah tanggungan keluarga tidak memberikan dampak terhadap relaisasi kredit BTU. Terdapat faktor lain yang berpengaruh signifikan terhadap realisasi kredit BTU dari hasil analisis regresi linear, yakni pengalaman kredit, pendapatan usaha, lama usaha, agunan dan jangka waktu peminjaman Pengalaman Kredit Berdasarkan Tabel 15, diperoleh koefisien variabel pengalaman kredit bernilai positif, yang berarti bahwa variabel pengalaman kredit berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU. Hal ini sesuai dengan hipotesa penelitian. Setiap kenaikan satu satuan pengalaman kredit dari calon debitur, maka jumlah realisasi kredit akan meningkat sebesar 1152 rupiah. Variabel pengalaman kredit juga berpengaruh signifikan terhadap besar realisasi kredit tersebut, karena p- value yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Hal ini menandakan bahwa pengalaman kredit berpengaruh nyata terhadap besarnya realisasi kredit BTU di UKC cabang Karawang. Oleh karena itu variabel pengalaman kredit tepat jika digunakan sebagai dasar penentu besar realisasi kredit BTU di UKC cabang Karawang. Adanya pengalaman kredit yang dimilki oleh calon nasabah, akan meningkatkan kepercayaan bank sebagai kreditur dalam menyalurkan kreditnya, sehingga variabel ini berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU. Pertimbangan lainnya adalah adanya pengalaman kredit ini mengindikasikan debitur tersebut telah memahami pola kredit yang diambil dan bagaimana cara menanfaatkannya. Adanya pengalaman kredit, pihak bank dapat melihat riwayat perkreditan daripada calon debiturnya. Dari pengalaman kredit sebelumnya, akan segera terlihat nasabah-nasabah yang memiliki karakter yang baik ataupun

83 sebaliknya. Apakah niatan untuk memperoleh kredit memang betul bertujuan untuk digunakan sebagai tambahan modal untuk pengembangan usahanya atau tidak. Pengelaman kredit seseorang akan terlihat sejarah kredit yang telah dijalankannya, apakah pernah terjadi tunggakan atau tidak. Pihak bank UKC cabang Karawang akan lebih mudah memberikan pinjaman kepada nasabah yang sebelumnya pernah melakukan pinjaman. Kesimpulan dari hasil analisis regresi linear diperoleh hasil yang sama dengan analisis deskriptif sebelumnya, dimana banyaknya debitur yang telah direalisasikan kredit BTU pada UKC Cabang Karawang telah memiliki pengalaman di dalam perkreditan sebelumnya. Lebih dari 70 persen nasabah yang direalisasikan kredit BTU untuk periode tahun 2010 adalah debitur yang telah pernah melakukan pinjaman, baik itu sebagai debitur di bank BNI maupun sebagai debitur dari bank lain. Debitur yang memiliki pengalaman kredit memperoleh rata-rata realisasi kredit BTU yang lebih besar dibandingkan dengan yang belum memiliki pengalaman. Dari hasil kedua analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel pengalaman kredit menjadi salah satu indikator penting yang dapat menentukan besarnya kredit BTU yang direalisasikan Lama Usaha Berjalan Salah satu syarat untuk dapat mengajukan kredit BTU adalah minimal usaha telah berjalan selama satu tahun. Persyaratan tersebut ditetapkan untuk melihat karakteristik usaha dari setiap calon nasabah. Variabel lama usaha berjalan menunjukkan eksistensi usaha yang dijalankan. Lama usaha berjalan dapat memperlihatkan perkembangan usahanya, apakah usaha dari calon debitur tersebut memiliki prospek untuk terus dikembangkan atau tidak. Dari hasil analisis regresi linear berganda diperoleh nilai koefisien positif untuk variabel lama usaha. Hal tersebut menandakan bahwa variabel lama usaha berjalan berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU. Nilai koefisien variabel lama usaha adalah yang artinya setiap kenaikan satu-satuan untuk variabel lama usaha maka akan meningkatkan besar realisasi sebesar rupiah. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian dimana semakin lama usaha debitur berjalan maka akan semakin besar kredit yang akan direalisasikan. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa variabel lama usaha berpengaruh signifikan terhadap

84 besarnya kredit BTU, dimana p-value variabel ini lebih kecil dari taraf nyata (tabel 15). Hasil analisis regresi tersebut sesuai dengan analisis deskriptif sebelumnya yang menyimpulkan bahwa semakin lama suatu usaha berjalan maka akan meningkatkan rata-rata realisasi kredit BTU. Pada umumnya, semakin lama suatu usaha berjalan maka dapat dikatakan usaha tersebut dapat menjamin keberlangsungan usahanya, dan usaha tersebut layak untuk dibiayai dan terus dikembangkan. Disamping itu, pengalaman usaha yang semakin lama dapat meningkatkan kemampuan dalam mengelola usaha sehingga mendukung keberhasilan usaha yang dijalankan. Sangat tepat faktor lama usaha berjalan tersebut dijadikan salah satu pertimbangan bagi UKC cabang Karawang dalam proses realisasi kredit. Dengan melihat lama usaha berjalan, maka dapat diketahui karakteristik usaha dari calon debitur, apakah setiap tahunnya usaha tersebut terus mengalami perkembangan, atau semakin menurun. Dari hasil kedua analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel lama usaha berjalan memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap realisasi kredit BTU pada UKC Cabang Karawang Pendapatan Usaha per Bulan Pendapatan usaha per bulan merupakan salah satu variabel yang paling penting yang mempengaruhi besarnya kredit yang direalisasikan. Pendapatan usaha per bulan adalah jumlah keseluruhan pendapatan yang telah dicapai oleh suatu usaha pada kurun waktu tertentu. Pendapatan usaha per bulan diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU. Semakin besar pendapatan usaha yang dihasilkan oleh nasabah, maka jumlah kredit yang akan direalisasikan akan semakin besar, hal tersebut dikarenakan kemampuan nasabah dalam pemenuhan kewajiban meningkat. Dari hasil analisis regresi linear berganda, variabel pendapatan usaha berpengaruh signifikan dan nyata terhadap realisasi kredit pada tingkat kepercayaan 95 persen, dimana p-value lebih besar dari taraf nyata (Tabel 15). Hal tersebut sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa variabel pendapatan usaha berpengaruh postif terhadap realisasi kredit. Kesimpulan ini sesuai dengan hasil analisis deskriptif sebelumnya dimana debitur yang memiliki pendapatan

85 usaha yang lebih besar akan memperoleh realisasi kredit yang besar pula. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan kepada pda debitur yang memiliki penghasilan rendah untuk dapat memperoleh kredit BTU, hanya saja besarnya akan disesuaikan dengan pendapatannya. Sebelum kredit BTU direalisasikan, pihak UKC terlebih dahulu melakukan survei terhadap usaha yang dijalankan oleh calon debitur, dimana di dalamnya termasuk menganalisis pendapatan usahanya. Kegiatan tersebut bertujuan untuk menentukan kelayakan calon debitur untuk memperoleh kredit dan sebagai acuan dalam menentukan besarnya kredit yang akan direalisasikan. Jumlah pendapatan usaha yang diperoleh dari setiap nasabah, dapat menunjukkan kapasitas daripada nasabah tersebut untuk dapat melakukan pembayaran angsuran kredit yang biasa disebut sebagai RPC. Semakin tinggi pendapatan usaha setiap bulan, maka kemampuan untuk melunasi kewajiban-kewajiban dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan dibiayai dengan kredit akan semakin besar. Variabel pendapatan usaha tidak memberikan dampak negatif terhadap proporsi penerima kredit BTU. Tidak menutup kemungkinan untuk sektor usaha yang memiliki penghasilan yang rendah untuk dapat direalisasikan kreditnya. Akan tetapi besarnya realisasi kredit tentunya disesuaikan dengan pendapatannya masing-masing usaha. BNI menerapkan kebijakan besarnya RPC untuk masing-masing debitur berada pada kisaran persen dari total pendapatan bersih usaha per bulan. Nasabah dengan pendapatan usaha yang lebih besar cenderung lebih besar memperoleh kreditnya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan usaha memberikan pengaruh yang signifikan terhadap besarnya realisasi kredit BTU pada UKC cabang Karawang Sektor Usaha Sektor usaha merupakan salah satu faktor yang diperhatikan dalam proses perealisasian kredit. Pada dasarnya pihak bank akan lebih memperhatikan sektor usaha yang prospektif yang dijalankan oleh calon debiturnya. Setiap usaha memiliki risiko tang berbeda-beda sehingga dapat mempengaruhi keuntungan yang nantinya digunakan dalam membayar pinjaman. Usaha di sektor agribisnis diduga memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan usaha di sektor non

86 agribisnis, sehingga sebagai variabel dummy maka sektor usaha non agribisnis diberi nilai 1 yang artinya mendukung realisasi kredit yang lebih besar dan usaha non agribisnis diberi nilai 0. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda, diperoleh variabel sektor usaha memiliki koefisien positif. Hasil analisis regresi linear berganda diperoleh nilai koefisien variabel sektor usaha adalah positif, yang artinya bahwa variabel tersebut berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU. Akan tetapi variabel sektor usaha tidak berpengaruh signifikan dalam menentukan besarnya realisasi kredit BTU dimana diperoleh nilai p-value lebih besar dari taraf nyata lima persen. Dengan demikian dapat dikatakan variabel sektor usaha tidak berpengaruh nyata dalam perolehan realisasi kredit BTU yang lebih besar. Oleh karena itu variabel sektor usaha tidak tepat jika digunakan sebagai dasar penentu besar realisasi kredit BTU di UKC cabang Karawang. Jika dilihat dari karakteristik debitur BTU, diketahui bahwa mayoritas peneriman kredit tersebut adalah usaha-usaha yang bergerak di luar sektor agribisnis. Dari hasil wawancara dengan pimpinan UKC cabang Karawang diketahui bahwa pemilihan sektor usaha non agribisnis tersebut dilakukan untuk meminimalkan risiko dari penyaluran kredit. Usaha di sektor agribisnis masih dianggap memiliki risiko yang relatif lebih besar daripada sektor non agribisnis. Risiko usaha yang lebih besar dapat berdampak pada pengembalian kredit nantinya. Hal tersebut bertolakbelakang dengan hasil analisis regresi liniear berganda Current Ratio (CR) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa current ratio (CR) merupakan perbandingan antara harta lancar dengan utang yang dimiliki oleh calon debitur. Kas, persediaan barang dan piutang usaha adalah bagian dari harta lancar. Nilai minimum CR yang ditetapkan oleh BNI untuk dapat diproses lebih lanjut pengajuan kredit BTU adalah 1,0. Apabila calon nasabah tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut maka proses realisasi kredit tidak dapat diteruskan dan berkas pengajuan dikembalikan kepada calon debitur. Hal ini menunjukkan bahwa nilai CR sangat berpengaruh terhadap realisasi kredit BTU. Maka dari variabel nilai CR diduga berpengaruh positif dan nyata terhadap realisasi kredit BTU.

87 Hasil analisis regresi liniear berganda menunjukkan bahwa koefisiean dari variabel nilai CR adalah bernilai positif terhadap realisasi kredit BTU (Tabel 15). Setiap kenaikan satu satuan variabel CR, maka akan meningkatkan besar realisasi kredit BTU sebesar rupiah. Variabel nilai CR juga berpengaruh signifikan terhadap besarnya realisasi kredit BTU, hal tersebut terlihat dari p-value yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Hal ini sesuai dengan hipotesa penelitian, dimana variabel nilai CR memberikan pengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU. Semakin besar nilai CR yang diperoleh, maka semakin besar pula nilai kredit yang direalisasikan. Dilihat dari analisis deskriptifnya, variabel CR mempunyai kesimpulan yang sama dengan hasil analisis regresi linear berganda. Debitur yang memiliki nilai CR yang lebih besar yakni kelompok nilai CR > 3 memperoleh rata-rata realisasi yang lebih besar dibandingkan dengan debitur lain yang memiliki nilai CR lebih kecil. Tujuan diberlakukannya kebijakan tersebut tentunya untuk mengurangi risiko kredit macet. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk calon debitur yang memiliki nilai CR yang rendah (minimal 1,0) untuk dapat direalisasikan kreditnya, hanya saja besar realisasi kredit akan disesuaikan dengan kapasitasnya. Dari hasil kedua analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai CR berpengaruh nyata terhadap besar realisasi kredit BTU pada UKC cabang Karawang. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2007), yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besar kredit umum pedesaan pada nasabah BRI unit Ciampe Bogor dimana variabel modal tidak mempengaruhi besarnya kredit umum pedesaan yang dicairkan. Hasil penelitian yang diperoleh pada UKC Cabang Karawang memiliki hasil yang sama dari penelitian Mulyarto (2009), dan Wangi (2008) untuk variabel modal Agunan Dari hasil analisis regresi linear berganda diperoleh nilai koefisien variabel agunan adalah positif, yang artinya bahwa variabel tersebut berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU. Variabel agunan juga memberikan pengaruh dan signifikan terhadap besarnya realisasi kredit BTU, hal tersebut terlihat dari p- value yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Hal tersbut sesuai dengan

88 hipotesis penelitian, dimana variabel agunan secara signikan berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU, semakin besar nilai agunan yang disertakan dalam pengajuan kredit, maka nilai realisasi BTU yang akan diterima akan semakin besar. Setiap kenaikan satu-satuan variabel agunan, maka besar realisasi kredit akan meningkat sebesar 0,9262 rupiah dan sebaliknya (cateris paribus). Agunan merupakan jaminan tambahan yang disertakan pengusaha ketika malakukan pengajuan pinjaman di bank. Semakin besar agunan yang disertakan dalam pengajuan, maka semakin besar pula tingkat kepercayaan bank terhadap pengusaha untuk dapat direalisasikan kreditnya. Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh calon debitur kredit BTU adalah memiliki sejumlah agunan minimal 30 persen dari total kredit yang direalisasikan. Agunan digunakan sebagai alat pengaman apabila dikemudian hari terjadi kemacetan dalam proses pelunasan kredit yang disebabkan usaha yang dijalankan mengalami kegagalan ataupun sebab-sebab lainnya. Kesimpulan dari hasil analisis regresi linear sesuai dengan hasil analisis deskriptif sebelumnya dimana semakin besar agunan yang disertakan dalam pengajuan kredit maka akan semakin besar kredit yang direalisasikan. Dari hasil kedua analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel agunan memeberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap realisasi kredit BTU pada UKC Cabang Karawang. Penyertaan agunan tersebut terkait dengan besaran nilai kredit BNI yang disalurkan, dimana nilai realisasi dari kredit BTU yang besar hingga mencapai 500 juta rupiah. Kebijakan yang mewajibkan setiap calon debitur memiliki agunan diduga menjadi dampak rendahnya nilai realisasi kredit BTU yang diperuntukkan bagi sektor UMKM jika dibandingkan dengan bank-bank pesaing lainnya.perlu diketahui pula bahwa salah satu karakteistik dari UMKM adalah keterbatasan mereka memiliki modal serta agunan Jangka Waktu Pengembalian Jangka waktu peminjaman merupakan batas waktu yang diberikan pihak bank kepada debitur dalam proses pembayaran angsuran kreditnya. Jangka waktu peminjaman diduga berpengaruh positif terhadap realisasi kredit BTU. Dari hasil analisis diperoleh nilai koefisien variabel jangka waktu peminjaman bernilai

89 positif, yang artinya bahwa variabel tersebut berpengaruh positif terhadap besar realisasi kredit BTU. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Variabel jangka waktu peminjaman juga berpengaruh signifikan terhadap besar realisasi kredit tersebut, karena p-value yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Hal ini menandakan bahwa jangka waktu peminjaman berpengaruh nyata terhadap besarnya realisasi kredit BTU di UKC cabang Karawang. Oleh karena itu variabel jangka waktu peminjaman tepat jika digunakan sebagai dasar penentu besar realisasi kredit BTU di UKC cabang Karawang. Setiap kenaikan satu-satuan variabel jangka waktu, maka akan memberikan kenaikan besar realisasi kredit sebesar rupiah, dan sebaliknya (cateris paribus). Semakin lama jangka waktu yang dimiliki, maka pendapatan bunga yang akan diterima oleh pihak bank akan semakin besar. Disamping itu juga, jangka waktu dapat meringankan beban debitur dalam proses pembayaran angsurannya, dimana semakin lama waktu yang diberikan maka nilai angsuran kreditnya akan semakin kecil. Kredit BTU memberikan batas waktu maksimal pelunasan kredit sampai dengan 5 tahun. Kesimpulan ini juga sesuai dengan analisis deskriptif sebelumnya, dimana nasabah yang memiliki jangka waktu pengembalian lebih lama (lima tahun) memperoleh rata-rata realisasi kredit yang lebih besar dibandingkan nasabah dengan jangka waktu lebih sedikit. Dengan demikian dapat diketahui bahwa variabel jangka waktu memberikan pengaruh nyata terhadap besarnya realisasi kredit BTU pada UKC Cabang Karawang.

90 VII. KESIMPULAN DAN SARAN` 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Penilaian calon debitur dalam proses penyaluran kredit BTU pada UKC Cabang Karawang telah sesuai dengan prinsip 5C, dimana dengan penggunaan prinsip tersebut akan diperoleh kredit yang berkualitas, yakni kredit yang tepat sasaran dengan meminimalkan terjadinya tunggakan dalam proses angsurannya. 2. Penyaluran kredit BTU sebagai kredit KUR memiliki prosedur yang berbeda dengan prosedur penyaluran KUR pada umumnya, dimana pada dasarnya KUR tidak mewajibkan debitur untuk menyertakan agunan dalam memperoleh kredit. Pada BNI UKC Cabang Karawang setiap calon debitur kredit BTU diwajibkan untuk menyertakan agunan minimal dari 30 persen dari total kredit yang direalisasikan. 3. Dari hasil analisis diperoleh bahwa variabel-variabel yang berpengaruh terhadap realisasi kredit BTU pada UKC Cabang Karawang adalah pengalaman kredit, pendapatan usaha, lama usaha, current ratio, agunan, dan jangka waktu pengembalian kredit. Usia nasabah, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan sektor usaha tidak berpengaruh nyata terhadap realisasi kredit BTU. 7.1 Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh, terdapat beberapa saran yang dapat disampaikan : 1. BNI hendaknya mengkaji kembali persyaratan yang mewajibkan setiap calon debiturnya untuk menyertakan agunan minimal 30 persen dari total kredit yang direalisasikan. Pada dasarnya KUR diperuntukkan untuk sektor UMKM, dimana karakteristik UMKM pada umumnya memiliki keterbatasan dalam hal kepemilikan agunan.

91 2. UKC Cabang Karawang hendaknya lebih memperhatikan lagi variabel pendapatan usaha, lama usaha, pengalaman kredit, current ratio, agunan dan jangka waktu pengembalian kredit, sehingga jumlah realisasi kredit BTU menjadi meningkat. Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa enam variabel tersebut berpengaruh nyata dan signifikan terhadap realisasi kredit BTU.

92 DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Perkembangan Indikator Makro UKM Tahun Badan Pusat Statistik. Jakarta Bank Negara Indonesia 46. Laporan Keuangan UKC BNI 46 Cabang Karawang Tahun Karawang. Dendawijaya, L Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia. Bogor. Gustianti, Wulan Sari Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) Di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan (kasus Pada BRI Unit Ciampea dan BRI Unit Citeureup). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hutagaol, Edinho Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencairan Pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sektor Agribisnis. (Kasus Pada BRI Unit Cigombong-Bogor). Skripsi. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Johnson, R.A & D.W. Wichern Applied Multivariate Statistical Analisys. Fift Edition. Prentice Hall. New Jersey. Juanda, Bambang Modul Kuliah. Ekonometrika I. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lubis, Anna Maria Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit dan Pengembalian Kredit Usaha Rakyat (Kasus : BRI Unit Cibungbulang). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Kasmir Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Menurut Undang-undang No 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Jakarta. Mankiw, NG Principle of Economics. Pengantar Ekonomi Mikro. Salemba Empat. Jakarta. Mulyarto, Eko Putro2009. Analisis Faktor-faktor yang Memperngaruhi Realisasi KUR (Studi Kasus Nasabah PT BRI Tbk (Persero) Unit Leuwiliang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Nazir, M Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

93 Risdwianto, B Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Penyaluran Kredit Bank Rakyat Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Safitri, Ilwah Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Besar Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) pada Nasabah BRI Unit Ciampea. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sartono, B. dkk Analisis Peubah Ganda. Departemen Statistika IPB. Bogor Suyatno, Thomas, dkk Dasar-dasar Perkreditan. Edisi Keempat. PT Gramedia Pustaka Utama. Tarigan, Karmina Putri Analsis Faktor-Faktor Yang Mempengearuhi Permintaan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) Dalam Sektor Pertanian di BRI Unit Parung, Bogor. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Wangi, Srikandi Puspa Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Pengajuan Kredit di Bank X. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Wibowo, S Pedoman Mengelola Pewrusahaan Kecil. Penebar Swadaya. Jakarta.

94 LAMPIRAN

95 Lampiran 1. Formulir Permohonan BNI Tunas Usaha

96

97 Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Regression Analysis: Y versus USIA, PENDIDIKAN,... The regression equation is Y = USIA PENDIDIKAN KELUARGA PENGALAMAN KREDIT LAMA USAHA PENDAPATAN SEKTOR CR AGUNAN TENOR Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant USIA PENDIDIKAN KELUARGA PENGALAMAN KREDIT LAMA USAHA PENDAPATAN SEKTOR CR AGUNAN TENOR S = R-Sq = 87.3% R-Sq(adj) = 84.5% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression E E Residual Error E E+08 Total E+11 Normplot of Residuals for Y 99 Normal Probability Plot of the Residuals (response is Y) Percent Residual

98 Lampiran 3. Laporan Kunjungan Setempat

99 Lanjutan

100 Lampiran 4. Daftar Angsuran Kredit Usaha Rakyat / BTU

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM merupakan salah satu sektor ekonomi rakyat yang cukup penting dan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar perekonomian yang sangat berpotensi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Suatu penalaran dari penulis yang didasarkan atas pengetahuan,teori dan dalil dalam upaya menjawab penelitian dituangkan dalam kerangka pemikiran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank Penyaluran kredit merupakan salah satu jasa perbankan yang utama dalam mendukung perputaran ekonomi. Melalui kredit, sektor usaha akan mendapatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG

VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG Latar belakang diluncurkannya fasilitas kredit BNI Tunas Usaha (BTU) adalah Inpres Presiden No. 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kredit adalah salah satu faktor yang berperan penting di dalam pengembangan usaha. Pada umumnya ada dua jenis kredit, yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Hasil analisis deksriptif (Wangi SP, 2008) memperlihatkan bahwa semakin besar nilai pengajuan dan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCAIRAN PINJAMAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI SEKTOR AGRIBISNIS (KASUS PADA BRI UNIT CIGOMBONG-BOGOR)

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCAIRAN PINJAMAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI SEKTOR AGRIBISNIS (KASUS PADA BRI UNIT CIGOMBONG-BOGOR) ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCAIRAN PINJAMAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI SEKTOR AGRIBISNIS (KASUS PADA BRI UNIT CIGOMBONG-BOGOR) SKRIPSI EDINHO IKHTISAR PANGIHUTAN HUTAGAOL H 34066037

Lebih terperinci

KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR

KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR KINERJA PENYALURAN KREDIT UMUM PEDESAAN (KUPEDES) SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA NASABAH DI PT. BRI UNIT CITEUREUP CABANG BOGOR Disusun Oleh : SEVIA FITRIANINGSIH A 14104133 PROGRAM

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pertumbuhan suatu usaha dipengaruhi dari beberapa aspek diantaranya ketersediaan modal. Sumber dana yang berasal dari pelaku usaha agribisnis sendiri

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA SKRIPSI EKO HIDAYANTO H34076058 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem keuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia berbasiskan perbankan (bank based). Hal ini tercermin pada besarnya pembiayaan sektor riil yang bersumber

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kredit, Teori Permintaan dan Penawaran Kredit Berdasarkan asal mulanya, Kasmir (2003) menyatakan kredit berasal dari kata credere yang artinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) semakin mendapatkan perhatian terutama dari pelaku agribisnis. Perhatian ini didasari karena sektor UMKM mampu bertahan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (Studi Kasus pada PT Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu) SKRIPSI VIRGITHA ISANDA AGUSTANIA H34050921 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak terlepas dari peran semakin meningkatnya sektor usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha. Kredit tersebut mempunyai suatu kedudukan yang strategis dimana sebagai salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha. Kredit tersebut mempunyai suatu kedudukan yang strategis dimana sebagai salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran perbankan dalam pembangunan ekonomi adalah mengalirkan dana bagi kegiatan ekonomi yaitu salah satunya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat perseorangan atau

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN III.

KERANGKA PEMIKIRAN III. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengendalian Kredit Bank Pada penyaluran kredit bank, perlu diperhatikan beberapa aspek yang terkait dengan nasabah penerima kredit untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tatanan perekonomian global telah memperkuat posisi perbankan sebagai pilar utama dalam menunjang pertumbuhan ekonomi baik secara internasional maupun nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat Indonesia yang terbatas dalam mendirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bank adalah suatu badan usaha yang memiliki fungsi utama menghimpun dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian Indonesia secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Pasca krisis ekonomi dan moneter di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung dengan pesat. Hal ini juga ditunjukkan dengan semakin banyaknya bank yang bermunculan di

Lebih terperinci

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 6.1. Mekanisme Penyaluran KUR di BRI Unit Tongkol Dalam menyalurkan KUR kepada debitur, ada beberapa tahap atau prosedur yang harus dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Mengenai Bank 2.1.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud

BAB II LANDASAN TEORI. 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bank adalah badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek. Mayoritas usaha yang ada di Indonesia adalah usaha kecil yang dikelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek. Mayoritas usaha yang ada di Indonesia adalah usaha kecil yang dikelola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek Mayoritas usaha yang ada di Indonesia adalah usaha kecil yang dikelola secara perorangan yang disebut UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1.1 Pengertian UMKM Ada beberapa pengertian UMKM menurut para ahli atau pihak yang langsung berhubungan dengan UMKM, antara lain: 1.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pasca krisis tahun 1997 dan krisis ekonomi global tahun 2008 di Indonesia, UMKM mampu membuktikan bahwa sektor ini mampu menjadi tumpuan bagi perekonomian nasional. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Usaha mikro, kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Usaha mikro, kecil dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor jasa keuangan pada umumnya dan pada perbankan khususnya. Pertumbuhan ekonomi dapat terwujud melalui dana perbankan atau potensi

I. PENDAHULUAN. sektor jasa keuangan pada umumnya dan pada perbankan khususnya. Pertumbuhan ekonomi dapat terwujud melalui dana perbankan atau potensi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kehidupan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari keberadaan serta peran penting sektor jasa keuangan pada umumnya dan pada perbankan khususnya. Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian suatu negara bisa dilihat dari minimalnya dua sisi, yaitu ciri perekonomian negara tersebut, seperti pertanian atau industri dengan sektor perbankan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah. Misi BRI : 1. Melakukan kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satunya adalah penyaluran kredit guna untuk meningkatkan taraf hidup rakyat

I. PENDAHULUAN. satunya adalah penyaluran kredit guna untuk meningkatkan taraf hidup rakyat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah suatu lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk salah satunya adalah penyaluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, Pemerintah menerbitkan Paket

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Untuk memelihara kesinambungan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit Usaha Mikro Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran dari seorang penulis yang didasarkan atas pengetahuan, teori, dan dalil dalam upaya menjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat terutama setelah krisis 1997. Adanya perkembangan tersebut diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global yang terjadi di kawasan Amerika dan Eropa dalam beberapa tahun terakhir,

BAB I PENDAHULUAN. global yang terjadi di kawasan Amerika dan Eropa dalam beberapa tahun terakhir, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan perekonomian suatu negara menjadi salah satu indikator meningkatnya kesejahteraan suatu bangsa. Di tengah ancaman krisis keuangan global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran inbal jasa penjaminan oleh Pemerintah. ini dapat tercermin dari eksistens UMKM yang cukup dominan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran inbal jasa penjaminan oleh Pemerintah. ini dapat tercermin dari eksistens UMKM yang cukup dominan di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam upaya menjembatani kemudahan akses para pelaku usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dalam memperoleh fasilitas kredit perbankan yang fleksibel namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana. baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, sektor perbankan

BAB I PENDAHULUAN. inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana. baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, sektor perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan, seperti juga lembaga perasuransian, dana pensiun, dan pegadaian merupakan suatu lembaga keuangan yang menjembatani antara pihak yang berkelebihan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM UKC CABANG KARAWANG

V. GAMBARAN UMUM UKC CABANG KARAWANG V. GAMBARAN UMUM UKC CABANG KARAWANG Berdiri sejak 1946, BNI yang dikenal sebagai Bank Negara Indonesia merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah. Bank Negara Indonesia selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pertumbuhan UMKM dan Usaha Besar. Mikro, Kecil dan Menengah ,55 47, ,93 47, ,75 46,25

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pertumbuhan UMKM dan Usaha Besar. Mikro, Kecil dan Menengah ,55 47, ,93 47, ,75 46,25 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Bank merupakan perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah ditegaskan dalam

Lebih terperinci

Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR

Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR LAMPIRAN 65 66 Lampiran 1. Kuisioner penelitian Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR Gambaran Ringkas Penelitian Sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus berdampak kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi suatu negara tidak lepas dari peran penting perbankan. Peranan penting perbankan dalam era pembangunan nasional adalah sebagai sumber permodalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan sarana yang strategis dalam rangka pembangunan ekonomi, peran yang strategis tersebut disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai penghimpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sekarang ini tengah melaksanakan pembangunan di berbagai bidang terutama perekonomian. Pembangunan perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan perekonomian suatu negara tergantung pada lembaga keuangannya. Lembaga keuangan terutama perbankan berperan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang 1. Latar Belakang I.PENDAHULUAN Indonesia adalah negara dengan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Petani di Indonesia terdiri dari bermacam-macam jenis, antara lain petani perkebunan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

BAB I PENDAHULUAN. kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia telah mengalami perkembangan ekonomi yang sangat cepat. Perkembangan tersebut tidak lepas dari peran bank sebagai lembaga keuangan yang mengatur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sebelum krisis tahun 1998 sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak dilirik oleh perbankan karena mereka menilai sektor ini tidak layak untuk dibiayai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan permasalahan yang semakin kompleks memerlukan adanya penyesuaian tentang kebijakan sistem ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya,

I. PENDAHULUAN. Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya, I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya, hampir tidak satupun aspek kehidupan masyarakat yang tidak tersentuh atau dipengaruhi oleh negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin majunya perkembangan perekonomian saat ini semakin banyak pula bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber dana yang

Lebih terperinci

PENGARUH LABA USAHA DAN NILAI JAMINAN KREDIT TERHADAP KEPUTUSAN PEMBERIAN KREDIT INVESTASI

PENGARUH LABA USAHA DAN NILAI JAMINAN KREDIT TERHADAP KEPUTUSAN PEMBERIAN KREDIT INVESTASI PENGARUH LABA USAHA DAN NILAI JAMINAN KREDIT TERHADAP KEPUTUSAN PEMBERIAN KREDIT INVESTASI di PT.BANK RAKYAT INDONESIA(PERSERO)Tbk. KANTOR CABANG SIDOARJO SKRIPSI Diajukan oleh : Moch. Adam Sudharta 0513315044/FE/EA

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 5 Berdasarkan kurs per 4 Juni 2003, EUR = 1,17 USD

II TINJAUAN PUSTAKA. 5 Berdasarkan kurs per 4 Juni 2003, EUR = 1,17 USD II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Usaha Mikro Kecil Terdapat penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini. Diantaranya yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, peternakan serta jasa sangat erat kaitan dan apabila telah terjalin kerjasama yang

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, peternakan serta jasa sangat erat kaitan dan apabila telah terjalin kerjasama yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peranan bank sebagai lembaga keuangan dalam berbagai sektor kegiatan ekonomi semakin meningkat kebutuhannya. Semua sektor kegiatan yang meliputi industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan keuangan. Era modern sekarang ini keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan keuangan. Era modern sekarang ini keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank dijadikan sebagai tempat untuk melakukan berbagai transaksi yang berhubungan dengan keuangan. Era modern sekarang ini keberadaan dunia perbankan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengertian Bank menurut Kasmir (2011 : 3), Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring berkembangnya kebutuhan masyarakat dalam mencapai suatu kebutuhan, maka terjadi peningkatan kebutuhan dari segi finansial. Untuk mendapatkan kebutuhan

Lebih terperinci

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH PENGERTIAN Menurut DFID (Department For International Development) sektor keuangan adalah seluruh perusahaan besar atau kecil, lembaga formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu Negara. Menurut ketentuan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam. terutama guna membiayai investasi perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam. terutama guna membiayai investasi perusahaan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Bank Menurut UU No 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No 10 Tahun 1998, pengertian bank adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkadang UMKM seolah tidak mendapat dukungan dan perhatian dari. selama memiliki izin usaha dan modal cukup.

BAB I PENDAHULUAN. terkadang UMKM seolah tidak mendapat dukungan dan perhatian dari. selama memiliki izin usaha dan modal cukup. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pilar perekonomian suatu negara tidak lepas dari bagaimana Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjalankan perannya demi meningkatkan taraf hidup orang banyak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang dan meminjamkan uang.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang dan meminjamkan uang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang dan meminjamkan uang. Sedangkan menurut undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Bank menerima simpanan

Lebih terperinci

dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negative terhadap tingkat pengembalian kredit TRI. Penelitian Sarianti (1998) berjudul faktor-faktor yang

dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negative terhadap tingkat pengembalian kredit TRI. Penelitian Sarianti (1998) berjudul faktor-faktor yang II TINJAUAN PUSTAKA Penilaian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembalian kredit sudah banyak dilakukan sebelumnya, baik pada kredit yang disalurkan oleh lembaga keuangan (bank) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini banyak perusahaan membutuhkan dana yang cukup besar untuk memulai investasi atau memperbesar usahanya. Untuk memperoleh dana tersebut perusahaan

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI SEKTOR AGRIBISNIS (KASUS PADA BRI UNIT HARJASARI-BOGOR)

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI SEKTOR AGRIBISNIS (KASUS PADA BRI UNIT HARJASARI-BOGOR) FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI SEKTOR AGRIBISNIS (KASUS PADA BRI UNIT HARJASARI-BOGOR) SKRIPSI IMMANUEL SEMBIRING H34104111 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI BANK RAKYAT INDONESIA UNIT LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI BANK RAKYAT INDONESIA UNIT LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI BANK RAKYAT INDONESIA UNIT LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI EKO PUTRO MULYARTO H34066038 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam. Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam. Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang jasa perbankan sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan yaitu, menghimpun dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap aktivitas ekonomi memerlukan jasa perbankan untuk memudahkan transaksi keuangan. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perbankan di Indonesia memiliki Peranan penting dalam Perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perbankan di Indonesia memiliki Peranan penting dalam Perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan di Indonesia memiliki Peranan penting dalam Perekonomian negara, yaitu sebagai lembaga intermediasi yang membantu kelancaran sistem pembayaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN bagian Menimbang huruf (a). Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN bagian Menimbang huruf (a). Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini juga sesuai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik UMKM

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik UMKM II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik UMKM Menurut Raffinaldy (2006) dalam tulisannya yang berjudul Memeta Potensi dan Karakteristik UMKM Bagi Penumbuhan Usaha Baru bahwa karakteristik UMKM merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai pengaruh faktor suku bunga kredit, dana pihak ketiga, nilai tukar

Lebih terperinci

SKRIPSI RISKI IRAWATI H

SKRIPSI RISKI IRAWATI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI DAN PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PADA BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) UNIT CIBINONG CABANG BOGOR - JAWA BARAT SKRIPSI RISKI IRAWATI H34096095 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding usaha besar yang hanya mencapai 3,64 %. Kontribusi sektor

BAB I PENDAHULUAN. dibanding usaha besar yang hanya mencapai 3,64 %. Kontribusi sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu semata-mata ditujukan untuk membawa pada suatu keadaan perekonomian yang diharapkan. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pembiayaan perekonomian suatu Negara membutuhkan suatu institusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pembiayaan perekonomian suatu Negara membutuhkan suatu institusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembiayaan perekonomian suatu Negara membutuhkan suatu institusi yang dapat berperan dalam mendukung kegiatan perekonomian salah satunya adalah Dunia perbankan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal bulan September 2015, pemerintah menerbitkan paket kebijakan ekonomi untuk mendorong perekonomian nasional. Kebijakan tersebut ditujukan kepada sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembalian pembiayaan sudah banyak dilakukan sebelumnya, yaitu pada pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan bank.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bank selain sebagai tempat menyimpan uang juga dikenal sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bank selain sebagai tempat menyimpan uang juga dikenal sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Kredit 2.1.1. Pengertian Kredit Bank selain sebagai tempat menyimpan uang juga dikenal sebagai tempat meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas ekonomi ke arah peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia memiliki peranan cukup penting. Hal ini dikarenakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia memiliki peranan cukup penting. Hal ini dikarenakan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi sangat bergantung pada keberadaan sektor perbankan yang berfungsi

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 1 Peran UMKMK Jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebanyak 51,3 juta unit usaha UMKM menyerap tenaga

Lebih terperinci