RINGKASAN PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RINGKASAN PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 TOM TtRais FSw"oeafworr!'YWwd*.296t7- POLA REPRODUKSI PADA TERNAK KELINCI Kelinci (Oryctolagus cuniculus) termasuk dalam ordo Logomorpha tergolong hewan herbivora non ruminansia, memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi. Kelinci terdiri dwi banyak "breed,, dari jenis kecil, sedang maupun besar dengan potensi dan pola reproduksi yang berbeda-beds. Untuk berhasilnya budidaya, kits harus mernaharni potensi dan pola reproduksi tersebut sehingga dapat melakukan budidaya kelinci secara efisien. Tulisan ini memuat beberapa aspek reproduksi yang dirangkum dari berbagai sumber yang berkaitan dengan fisiologi reproduksi ternak kelinci dan mullah-mudahan dapat be manfaat. Kata kunci : Kelina, reproduksi RDenny Purnama Balai Penelniaw Ternak, PO.BOX 221 Bogor RINGKASAN PENDAHULUAN Kelinci (Or)ctolagus cuniculus) tarmasuk dalam ordo Logomorpha tergolong hewan herbivora non nimiancia, memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi, cepat berkembang biak, interval kelahiran yang pendek, prolifrkasi yang unggi, jugs kelinci mudah dipelihara dan tidak membutuhkan lahan yang leas pada pemelihaman yang banyak (Templeton,1968). Kelinci memdiki banyak "breed" dan jenis yang kecil, jems yang sedang maupun yang besar dan masing-masing "breed" mempunyai potensi dan poly reproduksi yang berbeda. Di Indonesia selam kelinci lokal yang umimr dipehhara juga dipelihara kelinci ras seperti Flemish Giant, New Zealand White, Californian, Blouwender, Rex. satin, dan lain-lain. Yang berkembang saat ini adalah kelinci hasil persilangan dcngan pola reproduksi yang bervariasi Kegagalan reproduksi pada kelinci, terjadi akibat kurangnya pemahaman terhadap pola reproduksi ternak kelinci tenrtama yang berhubungan dengan fisiologi reproduksi. Tujuan penulisan makalah adalah untuk menginformasikan pola reproduksi temak kelinci yang kepada pemerbati petemakan khususnya bagi yang beternak kelinci. ANATOMI KELAMIN JANTAN DAN BETINA sahuan reproduksi betina terbagi dua konnra yang terpisah dan masingmasing mempunyai serviks yang terpisah setelah vagina. Pada sistim reproduksi kelnci tidak ads kemungkinan terjadi " cross over " telur di dalam uterus. Vagina pada kelinci henna dewasa dapat ditemukan sejajar dengan anus > sedangkan penis dan scrotum pads jantan dewasa dapat ditemukan di bawah perut diantam lipatan paha belakang. Pada 96

2 Temr Tekms Fvngsonal non Penelftf 2000 kelinci jantan muda bentuk testes belum terlihat sehingga kesalahan identifikasi seksual sexing terjadi (lihat gambar 1 dan 2). SEKSING "Sexing" adalah untuk membedakan kelamin jantan dan betina pada kelinci yang bane disapih (umur 4-8 minggu). Anak kelinci jantan yang barn disapih, testis masih berada di dalam rongga penrt, sedangkan penisnya belum terlhat dari luar. Untuk membedakan jenis kelamin pada kelinci muda, perlu dilakukan pemeriksaan dari dekat yaitu dengan cara meletakkan punggung anak kelnci pada MW kanan sehingga kepalanya menghadap ke atas dan tangan kin memegang kedua kaki depan. Selanjutnya ibu jari dan telunjuk tangan kanan di letakkan di depan dan di belakang alat kelanun, dan dilakukan penekanan sehingga alat kelamin yang di Main tubuh akan menonjol keluar. (lihat gambar 3). Dengan melihat perbedaan bentuk tonjolan alat kelamin, maka dapat ditentukan jenis kelamin. Jika berkelamin jantan, tonjolan tadi bentuknya lebih panjang, runcing dan ada lekukan di tengahnya. Jika berkelamin betina, maka tonjolan tadi mempunym celah yang melintang dan jugs alat kelamin betina (vulva) lebih dekat ke anus (lihat gambar 4). a...t.f.» I-..i Gambar 1. Alat kelamin jantan Sumber : hebas, dkk

3 T- Tilb- F7rngafonal row PsMlib?000 Gambar 2. Alat kelamin betina Sumber : Lebas, dkk Gambar 3. Cara pengecekan alat kelamin kelinci muda.

4 r- "'*- m(, 2000 h Aentuk-bentuk slat kelamin kelinci Jantmi dart betina A. slat kelamin Jantan umur 2 bulan, ukuran sesunggt?irnya. B. alat kelamin ber irta umur 2 bulan, ukurart sesungquhrlya Sumber t Mugroho (1782) Tabel 1. Gambm 4. Bentuk alai kelamin kehnci muda Sumber : NWgroho Karakterisasi Repmduksi pads Kehnci 8 buah (4 pasang) Jantan : 8-9 Man Henna : 5-9 bulan Vol Ejakulat : 0,4-1,5 ml juta / ml ph : 6,6-7,5 Warns putih susu Bau Akasia Waktll Kapasitasi sperms 6jam 4-6 hari beraturan Cara kawin slam dan IB Be ina sedang birahi Di kandan8 pejantan Pebandingan jantan betina 1:10-12 Jumlah sevis 3 X kawin Waktu pagi bari Tidak spmitan Perlu rangsangan

5 Tenor Teknus Frrngaional ronpenelid 2000 Kebuntingan Bunting Semu Proses melaporkan Jumlah Anak perkelahiran (Litter Size) Nisbah Kelamin (sex ratio) Bobot lahir Jarak kawin setelah beranak Penyapihan Waktu fertilitas 1-2 jam Lama hari, rata-rata 31 hari Deteksi dengan palpasi hari ke-10 kawin Umum terjadi Hari ke 16 sampai hari ke 19 Mencabuti bulu Pagi hari, berlangsung beberapa jam Rata-rata 7-9 ekor 50 :50% Rata-rata gram Ideal 14 hari Umur sapih had Bobot sapih rata-rata fr. setelah KELENJAR MAMAE Kelinci memiliki 4 pasang kelenjar mamae, yang tumbuh dan berkembang secara cepat pada minggu terakhir masa kebuntingan Jumlah produksi susu rata-rata mg/hari pada anak varietas pertama dan meningkat pada varietas berikutrnya. Pada kelinci besar jumlahnya akan lebih banyak dan maksimum pengeluaran air susu terjadi pada minggu kedua dan ketiga masa laktasi. Untuk mendapatkan air susu yang optimal, sebaiknya pengasuhan anak dibatasi 7-8 ekor. Jika jumlah anak yang dilahirkan perkelahiran (litter size) melebihi 8 ekor, maka kelebihan anak dapat dilakukan tmdakan fostering ywtu dengan menitipkan anak ke mduk lain yang jumlah anaknya lebih sedikit (Pumama, 1997). DEWASA KELAMIN (PUBERTAS) Pubertas pads kelinci bervanasi dan sangat tergantung pads breech". Kelinci jenis kecil mempunyai masa pubertas lebih dini dibandingkan kelinci jenis besar. Kelinci betina lebih dulu mengalami pubertas dibandingkan kelincijantan. Maraci dan Machado (1978) mengemukakan bahwa, dewasa kelamin pada kelinci jantan NZW dicapai pada umur 6 bulan. Cheeke dkk (1982) mengatakan bahwa, kelinci jantan mencapai dewasa kelamin pada umur 4-8 bulan, tergantung pada bangsa dan tingkat makanan. Menunit Hafez (1970), meskipun spermatozoa motil terlihat pada ejakulat pertama Umur 4 bulan tetapi spermatozoa yang mempunyai fertilitas baik diperoleh pada umur 7-8 bulan. Sastrodihardjo, 1985 melaporkan basil survey pada peternakan rakyat di Jawa bahwa sebagian besar peternak mengawinkan pertama kali kelinci jantan pada Umur 8 bulan, sedangkan kelinci betina pada umur 6 bulan. 100

6 Tenor Tekrds Fungsional nonpeneliti 2000 KEADAAN UMUM SPERMATOZOA Cheeke dkk (1982) melaporkan bahwa, dalam keadaan normal volume ejakulat kelinci jantan dewasa antara 0,4-1,5 ml dengan konsentrasi sperms rata-rata 150 juta per ml. Konsen rasi sperms secara umum dipenganihi oleh bangsa den tingkat rangsangan. Hafez (1980) melaporkan bahwa, bangs kelinci ukuran sedang rata-rata volume ejakulat 0,8 ml dengan konsentrasi juts per ml. Semen kelinci dalam keadaan normal mempumyai ph berkisar antara 6,6-7,5 (Mc Donald, 1976), warns putih susu, ban akasia den mempunyai tekanan osmotik hampir sama dengan darah yang ekwvalen dengan larrtan NaCl 0,90%. Hasil pengukuran volume semen pada kelinci Rex di Bahtnak dengan menggabungkan ejakulasi pertama den kedua terukur 1,09 ml dengan konsentrasi sperms 219,4 juta/ml. Sedangkan pada kelinci New Zealand White volume yang terukur pads 2 kali ejakulasi adalah 1,92 ml dengan konsentrasi sperms 248,8 juta/ml. BIRAHI (ESTRUS) Kelinci yang didomesbikasi mempunyai siklus birahi (estrus) yang beraturan, umumnya terjadi setiap 4-6 han den berhubungan erat dengan penode estrogen dalam dash serta dapat dilihat pads keadaan sitologi vagina (Colby, 1986). Tanda-tanda birahi yang terlihg adalah vagina yang membengkak den berwarna kemerah-merahan. Sedangkan setae tingkah laku jika dipegang punggungnya make induk akan terangkat tubuh bagian belakang. PERKAWINAN Perkawman dapat ddakukan secara alarm atau melalui inseminam buatan Jika dilakukan secara alami mengingat sifat teritorial pejantan memuntut pe kawinan dilakukan di kandang pejantan den jika MAW= sebaliknya pejantan tidak man berkopulasi. Induk yang ddcawmkan sebaiknya yang sedang estrus dengan tanda vagina yang membengkak kemerahan, karena mduk yang estrus aurmudahkan pejantan berkopulaasi. Bila kopulasi terjadi ditandai dents jatuhnya pejantan kesamping den berlangsung sangat cepat Adanya cairan dalam vagina belum menjamm terjadmya perkawinan yang fertil, kadangkadang saat ejakulasi hanya berisi plasma semen tanpa sperma. Untuk An perkawman perlu diulang agar fertditas terjadi. Jika pejantan kesulitan untuk berkopulasi, make dapat dibantu sehingga kopulaw terjadi. Owen dkk (1977) menyatakan bahwa, panes mecupakan salah satu faktor lingkungan yang bmpenganuh pads kelinci di negara tropis, suhu hnglamgan diatas 30 C dapat mengbambat ferbhtas pads pejantan sedangkan pads betina bunting batkan kematian embrio. Untuk itu waktu mmpwmkan kelinci sebaiknya dilakukan pada pagi han atau sore hari pads saat suhu lines tidak terlalu panas (beddsar 23 C - 25 C). Pada daerah bersuhu sejuk, pefwinan pads slang harm pads hakekatuya tidak bermasalah. Kebiasmn pexemak mengawinkan kelinci pada pagi hari lebih banyak

7 Tsn- Tiwbws Ftnvsional MR Penehi,20010 disebabkan oleh tersedianya waktu luang yaitu sebelum peternak bercocok tanam (Diwyanto dkk, 1985). Yang perlu diperhatikan dalam perkawinan kelinci ad" hares menghindarkan perkawman sedarah atau silang dalam (in breeding). Oleh karena itu setiap perkawman harus dicatat clan dibuatkan silsilah jika anal-anaknya akan dilahrkan bibit. PELEPASAN SEL TELUR (OVULASI) Ovulasi adalah prows pelepasan sel telur dari folikel de graaf, clan pads ternak kelinci tidal tegadi secara spontan (Induce Ovulator). Ovulasi alum terjadi bila induk mendapat rangsangan dari luar (Hafez, 1970 ; Sandford, 1979 ; Cheeke dkk, Rangsangan dapat berupa perkawinan melalui kopulasi, melalui penyuntikan hormon, rangsangan listrik, rangsangan oleh tangan dun cumbu rayu dengan kelinci betma. Colby (1986) menyatakad bahwa, kelinci bersifat Posceital Ovulator, yaitu ovulasi terjadi hanya jika adanya kopulasi. Prows kopulasi dapat menyebabkan peningkatan ukurdn folikel secara cepat pada masing- musing ovarium. Ovulasi biasanya terjadi 6-10 jam setelah kopulasi atau perangsangan (Colby, 1986), jam (Miller dkk, 1969). Ovum mempunym umur fertil selama 6 jam setelah ovulasi. Folikel yang mahang memiliki diameter 1,5 mm serta poly ovular folikel unnun terjadi. Serum LH (Luteinazing Hormone) akan mencapai prncak 1-2 jam setelah kopulasi. Hafez (1980) morgatakan bahwa, ovulasi distimulir oleh LH. KEBUNTINGAN Kebuntingan dimulai clan pertemuan sel telur dun sperma. Setelah dibuahi sel telur membagi din menjadi sel bare clan pada saat yang bersanraan sel telur men* tuba fallopii. Setelah membelah, akan berimplantasi kemudian menjadi embrio clan tetap diuterus sampai Whir. Pada 4 hari pertama uterus siap menerima embrio clan setelah 8 hari, sel bagian luar dan embno bertaut pads dinding-dinding uterus kemudian plasenta dibentuk oleh bagian dari embno clan uterus. Lama kebuntingan adalah waktu dari mulai perkawman sampai beranak Lamanya dipenganilu oleh bangsa Jelinc4 utnur induk, besar clan jumlah anal clan lingkungan (Sandford, 1979). Lama kebuntingan yang panjang terlihat bilajumlah anak yang dilahirkan sedikit clan mempunyai berat lebih dan 100 gram, sebahknya jumlah anal yang banyak menjadikan lama kebuntingan lebih pendek (Cheeke dkk, 1982). Lama kebuntingan umumnya rata-rata hari (Hafez, 1980 ; Cheeke dkk, 1982) tetapi ada yang 29 hari clan paling lama 35 hari. Hafez (1970) melaporkan, kelinci yang lahir antara hari setelah perkawman sebanyak 98 persen clan kebuntingan diperpanjang apabila litter size wdildt, terdapat anal yang terlalu besar (abnormal) atau karena terjadi kematian. Lama kebuntingan induk kelinci pada peternakan di Jawa bervariasi antara hari dengan rata-rata 30 hari (Sastrodihardjo, 1985). Kebuntingan dapat diketahui dengan cara palpasi percutan ventro caudal pads hari ke 10 setelah kawm, yaitu dengan cara meraba bagian bawah perut induk Bila ternw benjolan bulat yang mengambang sebesar kelereng clan terasa kenyal maka dapat dipashkan bunting, bila benjolan ternw keras clan lebih kecil maka 102

8 Tenor Tekms FungsionalnonPenelia 2000 kelinci tersebut tidak bunting karena yang teraba adalah feses dan kelnci dapat dikawinkan ulang. Stres karena pembahan linglamgan, pemberian obat-obatan serta penangamn kasar dapat menyebabkan terjadinya abortus atau gangguan pada kebuntingan. Kesuburan induk diukur oleh jumlah eel telur yang diovulasikan don jumlah anak yang dilahirkan (Sanford, 1979). BUNTING SEMU Bunting semu sering terjadi pads kelinci akibat adanya handling yang kasar, dinaiki oleh betina lain don sebagainya. Hal ini terjadi akibat adanya corpus luteum persisten yang terdapat selama 2 minggu. Hari ke ke 16-19, betina akan bersikap seperti akan melahirkan yang normal, tetapi jika dikawinkan biasanya mduknya akan bunting. PROSES MELAHIRKAN Kelinci melahirkan pada pagi ban, yang sebelumnya ditandai dengan kegiatan mencabud bulu untuk sarang. Bagian anak yang akan keluar lebih dahulu adalah bagian antenomya. Anak pada umur 35 ban tidak lahir akan mati, untuk itu hares segera dikeluarkan karena dapat menghambat kebuntingan benkutnya. Induk dapat disuntik dengan hormon Oxytocin (0,1 cc/ 1,5 kg BB induk). Beberapa menit setelah penyuntikan biasanya induk akan beranak, oleh sebab itu hares ditunggu karena sexing beranok tidak pada tempatnya don interval kelabiran berlangsmg sangat cepat dengan plasenta yang masih utuh. Untuk menyelamatkan anak, operator hares membantu membuka plasenta agar anak segera mendapatkan oksigen don proses pengerasan tulang cepat terjadi. JUMLAH ANAK YANG DILAHIRKAN PERKELAHIRAN (LITTER SIZE) Litter sin ad" jumlah auk yang dilahirlcan perkelahuan, banyaknya terpntung bangsa, jenis don lingfampn. Umumnya litter size lebih besar pada bongo besar don persilanpn danpada bangsa lainnya (Hafez, 1970). Choke dkk (1982) menyatakan bobwa, utter size terpntung poda bangse, makanan, umur don lmglnrnpn induk. Jumlah eel teluryang dilepas oleh masing-masing ovarium maup*m salah satin faktor yang meaartukan litter sin. FaCtor lain yang berpengaruh adalah jumlah eel tehrr yang dibuahi spernta kemudian menuju emus don bakembang sampai Whir (Choke dkk, 1982).Se= um= litter sin poda kelinci adalah 4,0-8,1 ekor (Nalbandov, 1975), 4-12 ekor (Anonim, 1982). Litter sin yang diperoleh dari basil 18 odalah 8,8 ekor (Komov, 1966), 6,93 (Lahiri dkk, 1982), 7,8 ekor (Chiang dkk, 1968). Hafez (1970) menptakan bahwa, litter size menunm dengan meningkatoya pe sentase inbreeding. Sedangkan menunut Arifn dkk, (1977X litter size meningkat dengan meningkatnya bobot induk. Temperatur sangat berpenpnrh terhadap kebundnpn don litter size, di mana kebuntingan tmkeml don litter size yang paling sedikit jika perkowman ddakukan 103

9 Tam Teknis F-gaio" MR Pemf 2000 pada saat temperatur hnglanigan tmggi. Sedangkan di Indonesia pada surve peternakan di Jawa jumlah anak kelinci sepelahiran sebagian besar adalah 7 ekor (4-9 ekor) (Sastrodihardjo, 1985). Di Balimak pada-pemeliharaan intensif, jumlah anak kelinci sepelahiran kelnci Rex rata-rata 7 ekor. Sedangkan Sartika (1986) melaporkan jumlah anak sepelahiran pada kelinci lokal adalah 5 ekor (4-6 ekor). NISBAH KELAMIN (SEKS RATIO) Nisbah kelamin atau "Sex Ratio" adalah perbandingan dari persentase kelamin jantan dan betna pada suatu kelahiran (Nalbandov, 1975). Secara teoritis perbandingan jantan - betina adalah 50 : 50 % (Robert, 1956 ; Mc Donald, 1976), artinya perbandingan yang dilahirkan antara jantan dan betina seimbang Hafez (1970) mengatakan bahwa, jantan lebih sedikit dilahirkan dari pada betina. Sandford (1979) menjelaskan bahwa, hal ini terjadi akibat kematian embrio jantan sebelum dilahirkan lebih tinggi. Robert (1956) melaporkan bahwa, persentasejantan lebih tinggi pads waktu bunting dibandmgkan seat lahir. Embrio jantan yang mati akan diserap kembah atau dapat juga abortus. Sastrodihardjo 1985, melaporkan bahwa nisbah kelamin pada peternakan kelinci di Jawa memiliki kesamaan ywtu 50 : 50%dengan kisaran 30 : 70%. JARAK KAWIN SETELAH BERANAK Pada pemeliharaan tradisional yang cenderung mencampiukan pejanmn dengan induk secara terus-meneaus, ketika induk beranak akan langsung dikawinni kembali oleh pejantan. Pada sag beranak, mduk kelnci dalam posisi berahi dan bila terjadi perkawman biasanya induk akan bunting. Yang menjadi persoalan adalah terjadi tarik-menarik hormonal antara hormon untuk memproduksi air sum dengan hormon unuk mempertahankan kebuntingan sehingga dampaknya dapat menurunkan produksi air sm. Untuk itu sebaiknya jarak -kawin setelah beranak diberdcan waktu antara seperu yang dilakukan di Balitnak pada reproduksi kelinca Rex Hasil: penelitian memmjukan jarak kawin setelah beranak yang ideal adalah 14 hari karma selam efisien juga memberikan performans yang baik pada jumlah anak yang dilahirkan (Raharjo, dkk. 1993). PENYAPIHAN Untuk budidaya kelnci yang efisien, penyapihan dapat dilakukan pada -umi r 35 hari sampai 45 hari. Jika jwak kawin setelah beranak dilakukan 14 hari, maka dengan penyapihan umur 35 ban akan memberikan waktu kering kandang selama 7 hari untuk mempersiapkan kelenjar mamae pada kelahiran berikutnya. Bobot sapih pads anak kelnci yang sehat berkisar antara gr tergamung jumlah anak yang diasuh oleh induk danjenis kelinci. 104

10 Teear Tebds FLngsional ronpenelid?000 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dra. R lie Arifiantini. MS, staf pengajar FKH Junisan Reproduksi IPB den Bapak Ir. Sudiman Satrodihardjo MS (Alm) Staf Peneliti BALITNAK atas bantuannya dalam penyediaan bahan pustaka den bimbingan dalam penulisan. Kemudian ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Elizabeth Wina, MSc yang telah mernbahas den mengkoreksi tulisan inn. DAFTAR PUSTAKA Anonim, Pedoman Beternak Kelinci. Balm Informasi Pertanian Departemen Pertanian. Kayu Ambon 1,embang Bandung. Arifi E.A, E. Salah, E. Galal, E.A El-Tawil and S.S Kishin, Litter size at birth and at weaning in three breeds of rabbit and their crosses. In : Animal Breedings abstracts, (12) : 740 Cheeke P.R, N.M. Patton and G.S. Templeton, Rabbit Production. 5'b Ed. The Interstate Printers and Publishers, Inc., Danville, Illinois USA Chiang.H.S.,M.T. Lai and J.E. Dalpavero, Artificial insemination in the Rabbit. J. Taiwan Ass. Animal Husbandry Vet. Med. 13 :17-23 Colby. E.D., The Rabbit dalam: Morrow.D.A, Current therapy in theriogenology 2. W.B. Saunders Company, Philadelphia. Cole. H.M. and P.T. Cupps, Reproduction in domestic animals. 3d Ed Academic Press, London. Diwyanto, K., Sumanto, B. Sudaryanto, T. Sartdca den D. Lubis Suatu studi kasus mengenai budidaya tmak kelind di Desa Pandansari Jawa Tengah (aspek managemen den pr~oduktivvitas ternak). Ihnu den Peternakan Vol. 1 No.10. pp Hafez E.S.E., Rabbit, In : ESE. Hafez ed., Reproduction and Breeding techniques for laboratory animals. Lea& Febiger, Philadelphia. Pp Hafez E. S.E., Reproduction in farm animal. 4's Ed Lea & Febiger, Philadelphia Komov I.A., Early service ofbreading does. In : Animal breeding abstracts Lahiri S.S., V.RB. Sastry and J.M. Mahajan, Not on the inheritance of age First breeding, litter size and weight in rabbit In : Animal Breading Abstracts, (6) :484. Lebas. F, P. Coudert, R Rovier and H. de Rochambeau The rabbit husbandry, health and production. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome. Maraci. M and C.R. Macado, Sexual maturity in rabbit defined by the Phusical and chemical acs of the semen. In : Animal Breeding Abstracts, (10):592. McDonald L.E., Veterinary endocrinology and reproduction. 2 a Ed Lea & Febiger, Philadelphia. 105

11 Ten- Teknis Fnngsionat non Penelia 1000 Miller D.C., J.F. Roche and P.J. Dziuk, Estimation of the optimum inter-val between insemination J. Reprod. Fert. 19 : Nalbandov AN., Reproductive physiology of mammals and birds. The Comparative Phisiology Of Domestic And Laboratory Animal And Man. 3'd Ed. W.H. Freeman & Company, San Francisco USA Owen J.E., D.J. Morgan and J. Barlow, The rabbit as a producer of meat and skin in Developing Co»ntries. Tropical Product Institute. London. Perry E.J., 1969.m Historical Background, pp In : E.J. Peny ed. The Arti-ficial Insemination of farm animal. 4'h Ed Oxford & IBH Publishing Co., New Delhi. Purnama, D., Tehnik fostering sebagai tindakan alternatif dalam usaha meningkatkan produktivitas induk kelinci. Non Peneliti. Puslitbangnak pp : Proseding Lokakarya Fungsional Robert S.J., Veterinary Obstetrics and Genital Diseases. Ithaca, New York Raharjo, Y.C., FX. Wijana dan T. Sartr7sa Penganrh jarak kawin setelah beranak terhadap performans reproduksi kelinci Rex. Ilmu dan Peternakan Vol 6 No. l pp Sandford J.C., The Domestic Rabbit. 3`dEd Granada London. Sastrodihardjo, S., Performans reproduksi kelinci (Oryctolagus cuniculus) pada peternakan kelinci dijawa. Proceeding Seminar Peternak dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak. Puslitbangnak Bogor. pp Sartika, T., K Diwyanto Produktivitas kelinci lokal : litter size pertumbuhan, mortalitas dan kondisi induk. Dmu dan Peternakan Vol. 2 No. 3 pp Seit, B Pembuahan buatan. Penerbit Balai Buku Indonesia. Jakarta. Templeton G.S., Domestic Rabbit Production. The Interstate Printers & Publishers, Inc. Denville Illinois. Warman AR, Penyakit Pada Kelinci Mencegah Dan Mengobafirlya. Penerbit

KEGAGALAN REPRODUKSI PADA TERNAK KELINCI

KEGAGALAN REPRODUKSI PADA TERNAK KELINCI Tema Teknis Fangsional :`'on PenelHt 2002 KEGAGALAN REPRODUKSI PADA TERNAK KELINCI LWAYAN PASEK SUMADIA DAN R.DENNY PURNAMA Balai Penelitian Ternak,Po.Box 221 Bogor 16002 Usaha Pemerintah dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) bukan berasal dari New Zealand, tetapi dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

Lokakarya Fungsional Non Peneli gram sehingga daya hidup anak menjadi rendah. Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya mortalitas antara lain :

Lokakarya Fungsional Non Peneli gram sehingga daya hidup anak menjadi rendah. Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya mortalitas antara lain : Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997 TEKNIK FOSTERING SEBAGAI TINDAKAN ALTERNATIF DALAM USAHA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS INDUK KELINCI R. Denny Pumama Balai Penelitian Temak Ciawi, P.O. Box 221-, Bogor

Lebih terperinci

Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2005 Metode pengukuran karakteristik Reproduksi (selang beranak, lama bunting, jumlah anak

Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2005 Metode pengukuran karakteristik Reproduksi (selang beranak, lama bunting, jumlah anak Prosiding'femu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2005 METODE PENGUKURAN KARAKTERISTIK TERNAK KELINCI DEDI MUSLIH, WAYAN PASEK DAN ROSUARTINI Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box. 221 Bogor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Orytologus cuniculus) yang ada saat ini berasal dari kelinci liar dari Eropa dan Afrika Utara. Beberapa bangsa kelinci ditemukan diabad 16 yang menyebar di Perancis

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KAWIN SUNTIK(INSEMINASI BUATAN) PADA TERNAK KELINCI

TEKNOLOGI KAWIN SUNTIK(INSEMINASI BUATAN) PADA TERNAK KELINCI TEKNOLOGI KAWIN SUNTIK(INSEMINASI BUATAN) PADA TERNAK KELINCI R. Denny Purnama Balai Penelitian TernakPO.Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Kawin suntik atau inseminasi buatan (IB) adalah suatu terobosan teknologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

Minggu Topik Sub Topik Metode Pembelajaran

Minggu Topik Sub Topik Metode Pembelajaran Rencana Kegiatan dan Pembelajaran Mingguan (RKPM) a. Kuliah Minggu Topik Sub Topik Metode Pembelajaran Dosen Pengampu I Pendahuluan 1. Pengertian reproduksi 2. Peranan proses reproduksi dalam kehidupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KINERJA ANAK DOMBA SAMPAI SAPIH. U. SURYADI Jurusan Peternakan, Politeknik Negeri Jember

PENGARUH JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KINERJA ANAK DOMBA SAMPAI SAPIH. U. SURYADI Jurusan Peternakan, Politeknik Negeri Jember PENGARUH JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KINERJA ANAK DOMBA SAMPAI SAPIH U. SURYADI Jurusan Peternakan, Politeknik Negeri Jember RINGKASAN Induk domba yang subur mampu menghasilkan anak

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA (Reproduction Characteristics of Rex, Satin and Reza Rabbit) B. BRAHMANTIYO 1, Y.C. RAHARJO 1, N.D. SAVITRI 2 dan M. DULDJAMAN 2 1 Balai Penelitian

Lebih terperinci

PENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS

PENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS PENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS KADIRAN, R.DENNY PURNAMA DAN SUHARTO Balai Penelitian Ternak Bogor,Po.Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Suatu pengamatan mengenai periode fertil spermatozoa

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI KELINCI DI KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH

PERFORMA PRODUKSI KELINCI DI KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH PERFORMA PRODUKSI KELINCI DI KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH (Performance of Rabbit Production at Magelang District, Central Java) B. BRAHMANTIYO 1, Y.C. RAHARJO 2, S.S. MANSJOER 2 dan H. MARTOJO 2 1 Balai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

Balm Pbnelidar Term*, PO Box 221 ftor RINGKASAN PENDAHULUAN

Balm Pbnelidar Term*, PO Box 221 ftor RINGKASAN PENDAHULUAN Tends Tekms Fungstonal nonpewtin 2000 DETEKSI KEBUNTINGAN KELINCI DENGAN CARA PALPASI "PERCUTAN VENTRO CAUDAL" I Wayan Pasek S clanr Denny Panama Balm Pbnelidar Term*, PO Box 221 ftor RINGKASAN Keberbasitan

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN 33 Peranan hormon dalam proses kebuntingan 33 Kelahiran 34 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI 35 FERTILITAS 35 Faktor

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK HASTONO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Salah satu upaya peningkatan sefisensi reproduksi ternak domba

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

Moch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Moch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Makin, M. Dan Suharwanto, D., Performa Sifat Produksi dan Reproduksi Performa Sifat-Sifat Produksi Susu dan Reproduksi Sapi Perah Fries Holland Di Jawa Barat (Milk Production and Reproduction Performance

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi

Lebih terperinci

Korelasi antara bobot badan induk dengan litter size, bobot lahir dan mortalitas anak kelinci New Zealand White

Korelasi antara bobot badan induk dengan litter size, bobot lahir dan mortalitas anak kelinci New Zealand White Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (2): 42-48 ISSN : 0852-3681 E-ISSN : 2443-0765 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Korelasi antara bobot badan induk dengan litter size, bobot lahir dan mortalitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI KUALITAS KULIT MENTAH KELINCI REX

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI KUALITAS KULIT MENTAH KELINCI REX FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI KUALITAS KULIT MENTAH KELINCI REX ROSSUARTINI DAN R. DENNY PURNAMA Balai Penelitian Ternak PO Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Hasil penyamakan pada kulit bulu (fur)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

I. RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

I. RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) I. RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Nama math kuliah Kode / SKS Prasarat Status : DASAR REPRODUKSI TERNAK : PTD 221 / 3 SKS (2 SKS kuliah dan 1 SKS praktikum) : Dasar Fisiologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 A B Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16-17 Gambar 8 Teknik penyuntian PGF 2α. (A) Penyuntikan pertama, (B) Penyuntikan kedua, (C) Pengamatan estrus yang dilakukan tiga kali sehari yaitu pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai

Lebih terperinci

Teniu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 ditunda sampai pada siklus pertumbuhan bulu berikutnya, sehingga akan menambah biaya pemelihara

Teniu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 ditunda sampai pada siklus pertumbuhan bulu berikutnya, sehingga akan menambah biaya pemelihara T'emu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 EVALUASI KARKAS DAN KULIT BULU (FUR) KELINCI REX JANTAN PADA BERBAGAI UMUR POTONG R.DENNY PURNAMA Balai Penelitian Ternak, Po.Box 221 Bogor 16002

Lebih terperinci

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab HASIL DAN PEMBAHASAN Inseminasi Buatan pada Ayam Arab Ayam Arab yang ada di Indonesia sekarang adalah ayam Arab hasil kawin silang dengan ayam lokal. Percepatan perkembangbiakan ayam Arab dapat dipacu

Lebih terperinci

lebih dari 219 juta ekor (1992) dan merupakan 63,79% dari jumlah semua unggas yang dibudidayakan di Indonesia secara nasional dengan kontribusi daging

lebih dari 219 juta ekor (1992) dan merupakan 63,79% dari jumlah semua unggas yang dibudidayakan di Indonesia secara nasional dengan kontribusi daging PEMANFAATAN TEKNOLOGI IB DALAM MENUNJANG KEGIATAN PENELITIAN PADA AYAM BURAS DI BALITNAK CIAWI R. DENNY PURNAMA DAN ENDANG WAHYU Balai Penelitian Ternak, PO Box 221. Bogor 16002 RINGKASAN Perubahan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

Aulia Puspita Anugra Yekti,Spt,MP,MS

Aulia Puspita Anugra Yekti,Spt,MP,MS PETUNJUK PRAKTIKUM ILMU REPRODUKSI TERNAK Disusun oleh : Prof. Dr.Ir. Trinil Susilawati,MS Prof. Dr.Ir. Suyadi,MS Prof. Dr. Ir. Worobusono,MS Prof. Dr. Nur. Ihsan,MS Dr.Ir. Sri Wahyuningsih,M.Si Dr.Ir.

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN JANTAN PEMACEK DOMBA EKOR GEMUK SEBAGAI SUMBER BIBIT

EFISIENSI PENGGUNAAN JANTAN PEMACEK DOMBA EKOR GEMUK SEBAGAI SUMBER BIBIT Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997 EFISIENSI PENGGUNAAN JANTAN PEMACEK DOMBA EKOR GEMUK SEBAGAI SUMBER BIBIT DIDI BUDI WIIONO dan KOMARUDIN MA'SUM Instalasi Penelitian dun Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK

SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK i 0 b('/ PEMANFAATAN RANSUM AMPAS TEH (Cnnzrllin sinensis) YANG DITAMBAHKAN SENG (Zn) LEVEL BERBEDA TERHADAP REPRODUKSI DAN KONSUMSI KELINCI BETINA PADA SETIAP STATUS FISIOLOGI SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki

Lebih terperinci

Dari hasil Lokasi Pengamatan : dilakukan terletak wilayah Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat Kabupaten Pekalongan adalah daerah

Dari hasil Lokasi Pengamatan : dilakukan terletak wilayah Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat Kabupaten Pekalongan adalah daerah INVENTARISASI DAN KARAKTERISASI KELINCI DI DAERAH DIENG - JAWA TENGAH ROSSUARTINI DAN I WAYAN PASEK SUMADIA Balai Penelitian Ternak Ciawi, P O Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu kegiatan plasma nutfah

Lebih terperinci

PERAN KADAR PROGESTERON DALAM PLASMA DARAH UNTUK DETEKSI ESTRUS DAN AKTIVITAS OVARIUM

PERAN KADAR PROGESTERON DALAM PLASMA DARAH UNTUK DETEKSI ESTRUS DAN AKTIVITAS OVARIUM Seminar Nasional Peternakan dun Veteriner 1998 PERAN KADAR PROGESTERON DALAM PLASMA DARAH UNTUK DETEKSI ESTRUS DAN AKTIVITAS OVARIUM DIM BuDI WIIONO Instalasi Penelitian dart Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN (The Effects of Scrotal Diameter and Testical Volume in Semen Volume and

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK ABSTRAK Tinggi rendahnya status reproduksi sekelompok ternak, dipengaruhi oleh lima hal sebagai berikut:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KACANG KEDELAI ( Glycine max ) DALAM PAKAN TERHADAP POTENSI REPRODUKSI KELINCI BETINA NEW ZEALAND WHITE MENJELANG DIKAWINKAN

PENGARUH PENAMBAHAN KACANG KEDELAI ( Glycine max ) DALAM PAKAN TERHADAP POTENSI REPRODUKSI KELINCI BETINA NEW ZEALAND WHITE MENJELANG DIKAWINKAN PENGARUH PENAMBAHAN KACANG KEDELAI ( Glycine max ) DALAM PAKAN TERHADAP POTENSI REPRODUKSI KELINCI BETINA NEW ZEALAND WHITE MENJELANG DIKAWINKAN S.M. Hadi Saputra, Sri Minarti, dan M.Junus Jurusan Produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Gambar 3. Foto Udara PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung (Sumber: arsip PT.Widodo Makmur Perkasa) PT. Widodo Makmur

Lebih terperinci

LAPORAN PROGRAM PENERAPAN IPTEKS

LAPORAN PROGRAM PENERAPAN IPTEKS LAPORAN PROGRAM PENERAPAN IPTEKS PENERAPAN SINKRONISASI BERAHI DAN INSEMINASI BUATAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DI DESA TEGAL REJO KECAMATAN LAWANG KABUPATEN MALANG

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma nutfah nasional Indonesia, hasil domestikasi dari banteng liar beratus-ratus tahun yang lalu.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK REPRODUKSI PADA KELINCI REX, SATIN, DAN REZA AKIBAT SELEKSI BERDASARKAN TOTAL BOBOT SAPIH SKRIPSI NIKEN DEWI SAVITRI

KARAKTERISTIK REPRODUKSI PADA KELINCI REX, SATIN, DAN REZA AKIBAT SELEKSI BERDASARKAN TOTAL BOBOT SAPIH SKRIPSI NIKEN DEWI SAVITRI KARAKTERISTIK REPRODUKSI PADA KELINCI REX, SATIN, DAN REZA AKIBAT SELEKSI BERDASARKAN TOTAL BOBOT SAPIH SKRIPSI NIKEN DEWI SAVITRI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai hasil utama serta pupuk organik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementrian Pertanian Tahun 2010-- 2014 (Anonim

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI Terbatasnya sapi pejantan unggul di Indonesia, merupakan persoalan dalam upaya meningkatkan populasi bibit sapi unggul untuk memenuhi kebutuhan daging yang masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi Simmental dengan nama SIMPO. Sapi SIMPO merupakan hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelinci Kelinci (Oryctologus cuniculus) diklasifikasikan dengan dunia Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Legomorpha, famili Leporidae,genus Oryctologus dan spesies

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

AGRINAK. Vol. 01 No.1 September 2011:43-47 ISSN:

AGRINAK. Vol. 01 No.1 September 2011:43-47 ISSN: AGRINAK. Vol. 01 No.1 September 2011:43-47 ISSN: 2088-8643 HUBUNGAN MORTALITAS PROGRESIF DAN KEUTUHAN MEMBRAN SPERMA DALAM SEMEN BEKU SAPI BALI DENGAN KEBERHASILAN INSEMINASI (Relationship of progressive

Lebih terperinci

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A.

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A. SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A. 1. Pokok Bahasan : Jenis dan tipe ayam komersial A.2. Pertemuan minggu ke : 6 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Ayam tipe petelur 2. Ayam tipe pedaging 3. Ayam tipe dwiguna

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 1999 sampai dengan Desember 2000 dilokasi Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi - Bogor. Kegiatannya meliputi

Lebih terperinci

HASlL DAN PEMBAHASAN

HASlL DAN PEMBAHASAN HASlL DAN PEMBAHASAN Siklus Estrus Alamiah Tanda-tanda Estrus dan lama Periode Estrus Pengamatan siklus alamiah dari temak-ternak percobaan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari.

Lebih terperinci

FENOMENA ESTRUS DOMBA BETINA LOKAL PALU YANG DIBERI PERLAKUAN HORMON FSH

FENOMENA ESTRUS DOMBA BETINA LOKAL PALU YANG DIBERI PERLAKUAN HORMON FSH J.Agroland () : 9-98, September 006 ISSN : 085 6X FENOMENA ESTRUS DOMBA BETINA LOKAL PALU YANG DIBERI PERLAKUAN HORMON FSH Oleh : Ridwan ) ABSTRACT The research aims to know and give information regarding

Lebih terperinci

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh. MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO DOSEN PENGAMPU Drh. BUDI PURWO W, MP SEMESTER III JUNAIDI PANGERAN SAPUTRA NIRM 06 2 4 10 375

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom: Animalia, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Ordo:

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom: Animalia, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Ordo: TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Kelinci Kingdom: Animalia, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Ordo: Lagomorpha, Genus: 1.Lepus (22 species)=genuine Hare, 2.Orictolagus (1 species)=o. Cuniculus/European

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).

Lebih terperinci

PENGARUH PENYUNTIKAN OKSITOSIN SEBELUM INSEMINASI PADA BABI TERHADAP PERSENTASE KEBUNTINGAN DAN JUMLAH ANAK PER KELAHIRAN

PENGARUH PENYUNTIKAN OKSITOSIN SEBELUM INSEMINASI PADA BABI TERHADAP PERSENTASE KEBUNTINGAN DAN JUMLAH ANAK PER KELAHIRAN PENGARUH PENYUNTIKAN OKSITOSIN SEBELUM INSEMINASI PADA BABI TERHADAP PERSENTASE KEBUNTINGAN DAN JUMLAH ANAK PER KELAHIRAN (The Effect of Oxytocin Injection prior to Artificial Insemination on Pregnancy

Lebih terperinci

Siklus Estrus Induk Kambing Peranakan Boer F1 Dengan Perlakuan Penyapihan Dini Pada Masa Post Partum

Siklus Estrus Induk Kambing Peranakan Boer F1 Dengan Perlakuan Penyapihan Dini Pada Masa Post Partum Induk Kambing Peranakan Boer F1 Dengan Perlakuan Penyapihan Dini Pada Masa Post Partum Muhammad Rizar Z. 1), Agung Pramana W.M. 1), Gatot Ciptadi 3) 1 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

PERFORMA LITTER KELINCI-INDUK LOKAL YANG DIBERI PAKAN HIJAUAN UBI JALAR DISUPLEMENTASI SEJUMLAH KONSENTRAT BERBEDA

PERFORMA LITTER KELINCI-INDUK LOKAL YANG DIBERI PAKAN HIJAUAN UBI JALAR DISUPLEMENTASI SEJUMLAH KONSENTRAT BERBEDA J. Agroland 16 (1) : 78 84, Maret 2009 ISSN : 0854 641X PERFORMA LITTER KELINCI-INDUK LOKAL YANG DIBERI PAKAN HIJAUAN UBI JALAR DISUPLEMENTASI SEJUMLAH KONSENTRAT BERBEDA Litter Performance Traits of Local

Lebih terperinci

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM 1 GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM Takdir Saili 1*, Fatmawati 1, Achmad Selamet Aku 1 1

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF HETI RESNAWATI dan IDA A.K. BINTANG Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor ABSTRAK Pengembangan ternak ayam lokal sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran tubuh berlebihan, lebar dan dalam. 2). Meat type = pork type (babi tipe daging) Ukuran tubuh panjang, dalam dan halus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran tubuh berlebihan, lebar dan dalam. 2). Meat type = pork type (babi tipe daging) Ukuran tubuh panjang, dalam dan halus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tipe Babi Pada pokoknya babi bisa dibedakan menjadi tiga tipe (Sihombing, 2006) : 1). Lard type (babi tipe lemak) Termasuk kelompok babi tipe lemak ialah yang memili ciri-ciri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003) TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelinci Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana

Lebih terperinci

BAB V INDUKSI KELAHIRAN

BAB V INDUKSI KELAHIRAN BAB V INDUKSI KELAHIRAN 5.1 Pendahuluan Induksi kelahiran merupakan suatu proses merangsang kelahiran dengan mengunakan preparat hormon dengan tujuan ekonomis. Beberapa alasan dilakukannya induksi kelahiran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK

TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK 1 2 3 TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG N.L.G. Sumardani *, I.G.R. Maya Temaja, G.N.A. Susanta Wirya 2, N.M. Puspawati 2 ABSTRAK Penyuluhan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan komoditas ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis kambing yang banyak dikembangkan yaitu jenis kambing Peranakan Etawah (PE).

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 1 Mei

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II VAGINAL SMEAR Oleh : Nama : Nur Amalah NIM : B1J011135 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Andri Prajaka Santo LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) 1. Nama mata kuliah : Ilmu Reproduksi Ternak 2. Kode SKS : PEP 4008/ 3 sks (2+1) 3. Pengajar : Prof. Dr. Ir. Trinil Susilawati, MS. Prof. Dr.sc.agr.

Lebih terperinci