PEDOMAN PEDOMAN BONGKAR MUAT DI PELABUHAN SUNGAI DAN DANAU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PEDOMAN BONGKAR MUAT DI PELABUHAN SUNGAI DAN DANAU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN"

Transkripsi

1 PEDOMAN TRANSPORTASI SUNGAI DAN DANAU PEDOMAN BONGKAR MUAT DI PELABUHAN SUNGAI DAN DANAU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN

2

3 KATA PENGANTAR Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan karunianya dalam penulisan buku pedoman ini. Penyusunan Buku Pedoman Bongkar Muat Di Pelabuhan Sungai Dan Danau ini untuk mewujudkan transportasi sungai dan danau yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien. Isi dari pedoman ini membahas tentang Tata Cara Perhitungan Jumlah Dan Kapasitas Alat Bongkar Muat Serta Produktifitas Bongkar Muat Di Pelabuhan Sungai Dan Danau. Buku Pedoman ini jauh dari sempurna, oleh karena itu masukan dan tanggapan pembaca sangat diharapkan agar dapat diadakan perbaikan untuk cetakan berikutnya. Jakarta, 2012 Penyusun i

4

5 DAFTAR ISI Konsep Pedoman di Bidang Transportasi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan 1.2 Ruang Lingkup 1.3 Acuan Normatif 1.4 Pengertian BAB II KETENTUAN-KETENTUAN 2.1 Pelaku Kegiatan Bongkar Muat 2.2 Macam-Macam Kegiatan Bongkar Muat 2.3 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Bongkar Muat 2.4 Perhitungan Volume Bongkar Muat Barang di Pelabuhan iii

6

7 BAB I DESKRIPSI Konsep Pedoman di Bidang Transportasi 1.1 Maksud dan Tujuan Maksud Untuk memberikan panduan kepada pemangku kepentingan di bidang angkutan sungai dan danau di dalam menyediakan layanan aktivitas bongkar muat Tujuan Dengan adanya pedoman ini diharapkan dapat digunakan untuk menentukan fasilitas yang perlu disediakan dalam melayani aktifitas bongkar muat. 1.2 Ruang Lingkup 1) Pelaku Kegiatan Bongkar Muat 2) Macam-Macam Kegiatan Bongkar Muat 3) Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Bongkar Muat 4) Perhitungan Volume Bongkar Muat barang di Pelabuhan 1.3 Acuan Normatif 1) UU No.17 tahun 2008 tentang pelayaran; 2) PP No.61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan; 3) PP No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan Di Perairan; 4) KM No.17 tahun 2004 tentang penyelenggaraan angkutan sungai dan danau; 5) KM No. 53 tahun 2004 tentang tatanan kepelabuhanan nasional. 1

8 1.4 Pengertian 1) Kegiatan Bongkar Muat Barang adalah Kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal yang dilakukan melalui dermaga, gudang dan lapangan penumpukan di pelabuhan. 2) Peralatan bongkar muat adalah alat bantu untuk mempercepat proses bongkar muat barang dan akan mengurangi biaya tambat di pelabuhan. Alat angkat yang akan digunakan di kapal direncanakan berdasarkan beban yang akan diangkat guna menentukan SWL alat angkat yang akan direncanakan. 3) Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) adalah personil atau buruh yang bekerja untuk membawa barang bongkar muat, dari dan ke kapal. 4) Perusahaan Bongkar Muat (PBM) adalah unit usaha yang melayani jasa bongkar muat barang dari dan ke kapal 2

9 BAB II KETENTUAN-KETENTUAN Konsep Pedoman di Bidang Transportasi 2.1. Pelaku Kegiatan Bongkar Muat Kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal yang dilakukan melalui dermaga, gudang dan lapangan penumpukan di pelabuhan. Kegiatan usaha bongkar muat barang dari dan ke kapal, dilakukan oleh: 1. Perusahaan Bongkar Muat melakukan kegiatan usaha bongkar muat barang dari dan ke kapal, baik untuk kapal nasional maupun kapal asing yang diageni oleh perusahaan angkutan sungai dan danau. 2. Perusahaan Angkutan Melakukan kegiatan bongkar muat barang terbatas hanya untuk kapal milik dan atau kapal yang dioperasikan secara nyata/charter terhadap : a. barang milik penumpang; b. barang curah cair yang dibongkar atau di muat dilakukan melalui pipa; c. barang curah kering yang dibongkar atau di muat melalui Conveyor atau sejenisnya; d. barang yang diangkut melalui kapal; e. semua jenis barang di pelabuhan yang tidak terdapat Perusahaan Bongkar Muat. Apabila di suatu pelabuhan umum tidak terdapat Perusahaan Bongkar Muat, maka kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal keagenan umum asing ( General Agent) maupun keagenan kapal nasional, dapat dilakukan oleh Perusahaan Bongkar Muat di pelabuhan umum terdekat berdasarkan penunjukan perusahaan angkutan sungai dan danau yang mengageni. 3

10 2.2. Macam-Macam Kegiatan Bongkar Muat Dalam kegiatan bongkar muat barang ada 3 (tiga) hal pokok yang perlu diperhatikankan dan sekaligus dapat dilihat sejauhmana tanggung-jawab PBM tersebut terhadap barang yang dibongkar/dimuat dati dan ke atas kapal, tiga hal tersebut antara lain : 1. Stevedoring Stevedoring adalah kegiatan pekerjaan membongkar barang dari kapal ke dermaga, tongkang/truk/kereta api atau memuat barang dari dermaga/tongkang/ truk/kereta api ke dalam palka kapal sampai tersusun didalam palka dengan menggunakan derek kapal atau derek darat. 2. Cargodoring Cargodoring adalah pekerjaan melepaskan barang dari sling,tali/jala-jala ( ex takle) di dermaga mengangkat dan mengangkut dari dermaga ke gudang/ lapangan penumpukan barang selanjutnya menyusun digudang/lapangan penumpukan barang atau sebaliknya. 3. Receiving / Delivery Receiving / Delivery adalah kegiatan pekerjaan memindahkan barang dari timbunan/tempat penumpukan digudang / lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai tersusun diatas kendaraan yang merapat di pintu gudang/ lapanngan penumpukan dan atau sebaliknya. 4

11 Menurut Herry Gianto, Drs, M.Sc dkk (1990, 44), skema/gambar Proses cargodoring Bongkar Muat di Pelabuhan sebagai berikut : Gudang Pelabuhan Muat Kapal Receiving Cargo Doring Steve Doring Gambar 1 Proses Cargodoring di Pelabuhan Muat Gudang Kapal Pelabuhan Bongkar Steve Doring Cargo Doring Delivery Gambar 2 Proses Cargodoring di Pelabuhan Bongkar 2.3. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Bongkar Muat Dalam kegiatan bongkar muat barang perlu diperhatlkan hal-hal yang menyangkut sebagai berikut : 1. Prinsip-prinsip bongkar muat barang dengan bertujuan : 1) Melindung Kapalnya. 5

12 2) Melindungi Muatan. 3) Melindungi ABK / Anak Buah Kapal dan TKBM-nya. 4) Menjaga agar pemuatan / Pembongkaran dilaksanakan secara teratur dan sistematis. 5) Pemuatan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga Broken stowage-nya dapat ditekan sekecil mungkin. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi bongkar muat : 1) Fasilitas bongkar muat meliputi : Peralatan bongkar muat seperti kran/derek, kran darat, perahu angkut dll. Pembangkit tenaga listrik, tenaga mekanis, gudang, dll. 2) Bangunan meliputi jalan-jalan raya, rel-rel kereta api, gudang Alat bongkar muat yang merupakan alat untuk meneruskan muatan ke pedalaman seperti tongkang, perahu, truk dan kereta api. Barang yang diangkut, ini dipengaruhi jenis dan macam barang juga oleh bagaimana cara pengepakannya. Alat angkut sungai dan danau yaitu kapal yang digunakan untuk pengangkutan muatan termasuk alat bongkar muat dikapal. Pengaturan, penyampaian berita yang berhubungan dengan berita perjalanan muatan tersebut. Para personil/pelaksana bongkar muat dan TKBM yang memenuhi standart yaitu terampil dan berpengalaman. 3. Proses Pembongkaran Muatan Proses pembongkaran muatan sebagai benkut, dilaksanakan sebagai berikut : 6

13 7 Konsep Pedoman di Bidang Transportasi 1) Menyiapkan dan menyangkutkan barang di dalam paka pada tali derek. 2) Mengangkut barang di atas dermaga. 3) Mendaratkan dan melepaskan barang. 4) Kran derek kembali ke palka untuk mengangkut barang selanjutnya, dan proses tersebut dilakukan berulang-ulang sampai barang habis, 5) proses tersebut disebut Hulk cycle. 4. Tindakan pencegahan bongkar muat untuk mengurangi kerugian/resiko operasional : 1) Jangan membebani kran derek melebihi batas kapasitas. 2) Barang harus berada dalam sling dengan aman. 3) Dalam proses pengangkutan harus dikendalikan. 4) Pengawas palka harus memberikan instruksi kepada buruh dan operator kran derek secara jelas. 5) Buruh/TKBM wajib menggunakan peralatan keselamatan kerja. 6) Buruh/TKBM tidak diperbolehkan berada dibawah barang yang akan diturunkan / dinaikkan. 5. Resiko kesalahan dalam pengawasan adalah : 1) Sering terjadi keterlambatan 2) Penggunaan tenaga kerja yang kurang terampil 3) Kelaiklautan kapal yang berakibat keterlambatan kapal untuk berlayar kembali. 4) Biaya cargo handling menjadi tinggi 5) Kerusakan kapal/muatan maupun kecelakaan buruh. 6. Sebab-sebab terjadinya kelambatan dalam bongkar muat 1) Waktu yang terbuang untuk membawa muatan, memasang muatan pada kait muat ( cargo hook), penyiapan alat bongkar muat, waktu terbuang pada saat membuka palka. 2) Tenaga buruh/tkbm yang tidak cakap dan terampil

14 3) Peralatan bongkar muat yang kurang sempurna. 7. Peralatan bongkar muat Untuk mendukung operasi bongkar muat barang pada kapal barang maka perlu dilengkapi peralatan bongkar muat ( cargo handling). Instalasi cargo handling terdiri dari beberapa peralatan yang saling mendukung. Kapal barang, sangat penting untuk menyediakan peralatan bongkar muat karena akan mempercepat proses bongkar muat barang dan akan mengurangi biaya tambat di pelabuhan. Alat angkat yang akan digunakan di kapal direncanakan berdasarkan beban yang akan diangkat guna menentukan SWL alat angkat yang akan direncanakan Perhitungan Volume Bongkar Muat barang di Pelabuhan Bongkar Muat dirumuskan kedalam persamaan: BM = b0 + b1.jk + b2.tk + b3.wk + µ Keterangan: BM = Volume Bongkar Muat (ton/m3) JK = Jumlah Kapal (Unit) TK = Tenaga Kerja (Orang) WK = Waktu Kerja (hari) B0 = Konstanta B1,b2,b3 = Koefisien Regresi µ = Error term 8

15 PEDOMAN TRANSPORTASI SUNGAI DAN DANAU PEDOMAN TATA CARA PENGUKURAN, DESAIN, DAN PENGERJAAN KAPAL KAYU SUNGAI DAN DANAU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN

16

17 KATA PENGANTAR Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan karunianya dalam penulisan buku pedoman ini. Penyusunan Buku Pedoman Tata Cara Pengukuran, Desain, Dan Pengerjaan Kapal Kayu Sungai Dan Danau ini untuk mewujudkan transportasi sungai dan danau yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien. Isi dari pedoman ini membahas tentang Tata Cara Pengukuran, Desain, Dan Pengerjaan Kapal Kayu Sungai Dan Danau. Buku Pedoman ini jauh dari sempurna, oleh karena itu masukan dan tanggapan pembaca sangat diharapkan agar dapat diadakan perbaikan untuk cetakan berikutnya. Jakarta, 2012 Penyusun i

18 ii

19 DAFTAR ISI Konsep Pedoman di Bidang Transportasi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan 1.2 Ruang Lingkup 1.3 Acuan Normatif 1.4 Pengertian BAB II KETENTUAN-KETENTUAN 2.1 Bahan Dan Peralatan 2.2 Bagian-Bagian Kapal BAB III PELAKSANAAN 3.1 Teknis 3.2 Besaran Kapal 3.3 Stabilitas Kapal iii

20 iv

21 BAB I DESKRIPSI Konsep Pedoman di Bidang Transportasi 1.1 Maksud dan Tujuan Maksud Pedoman perencanaan Tata Cara Pengukuran, Desain, Dan Pengerjaan Kapal Kayu Sungai Dan Danau ini dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan yang layak secara teknis dan ekonomis Tujuan Pedoman Tata Cara Pengukuran, Desain, Dan Pengerjaan Kapal Kayu Sungai Dan Danau ini memberikan panduan standar minimal Tata Cara Pengukuran, Desain, Dan Pengerjaan Kapal Kayu Sungai Dan Danau yang optimal. 1.2 Ruang Lingkup Pedoman Tata Cara Pengukuran, Desain, Dan Pengerjaan Kapal Kayu Sungai Dan Danau ini memberikan panduan dalam Pengukuran, Desain, Dan Pengerjaan Kapal Kayu Sungai Dan Danau 1.3 Acuan Normatif 1) UU No.17 tahun 2008 tentang pelayaran; 2) PP No.61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan; 3) PP No.5 tahun 2010 tentang kenavigasian; 4) PP No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan Di Perairan; 5) KM No.17 tahun 2004 tentang penyelenggaraan angkutan sungai dan danau; 6) KM No. 53 tahun 2004 tentang tatanan kepelabuhanan nasional. 1

22 7) Boat Building Materials 8) Regulation 4 of Annex 1 of The International Convention on 1.4 Pengertian Tonnage Measurement of Ships, ) Angkutan adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, dan terusan untuk mengangkut penumpang dan/atau barang yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau. 2) Pelabuhan adalah pelabuhan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan sungai dan danau. 3) Kapal adalah kapal yang dilengkapi dengan alat penggerak motor atau bukan motor yang digunakan untuk angkutan sungai dan danau; 4) Dermaga adalah tempat kapal ditambatkan di pelabuhan, kegiatan bongkar muat barang dan orang dari dan ke atas kapal, dan aktivitas pengisian bahan bakar untuk kapal, air minum, air bersih, saluran untuk air kotor/limbah. 5) Alur Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya yang dianggap aman dan selamat untuk dilayari oleh kapal di sungai, atau danau. 6) Panjang seluruh kapal ( Length over all, Loa) adalah jarak mendatar antara ujung depan linggi haluan sampai dengan ujung belakang linggi buritan kapal. 7) Panjang garis geladak kapal ( Length deck line, Ldl) adalah jarak mendatar antara sisi depan linggi haluan sampai dengan sisi belakang linggi buritan yang diukur pada garis geladak utama atau geladak kekuatan. 2

23 8) Panjang garis air kapal ( Length water line, Lwl) adalah jarak mendatar antara sisi belakang linggi haluan sampai dengan sisi depan linggi buritan, yang diukur pada garis air muatan penuh. 9) Panjang garis tegak kapal (Length between perpendicular, Lbp) adalah jarak mendatar antara garis tegak haluan sampai dengan garis tegak buritan/ sumbu poros kemudi kapal, yang diukur pada garis air muatan penuh. 10) Panjang kapal (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 6 Tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal, p) adalah panjang yang diukur pada 96 % dari panjang garis air dengan sarat 85 % dari ukuran dalam terbesar yang terendah diukur dari sebelah atas lunas, atau panjang garis air tersebut diukur dari linggi haluan sampai ke sumbu poros kemudi, apabila panjang ini yang lebih besar. 11) Lebar maksimum kapal ( Breadth maximum, Bmax) adalah jarak mendatar antara sisi-sisi luar dari pisang-pisang atau fender kapal, yang diukur pada lebar kapal terbesar. 12) Lebar garis geladak kapal (Breadth deck line, Bdl atau Breadth moulded, Bmld) adalah jarak mendatar antara sisi-sisi luar kulit kapal, yang diukur pada garis tepi geladak dan dipertengahan panjang garis tegak kapal. 13) Lebar garis air kapal ( Breadth water line, Bwl) adalah jarak mendatar antara sisi-sisi luar kulit kapal, yang diukur pada garis muatan penuh dan dipertengahan panjang garis tegak kapal. 14) Tinggi maksimum kapal ( Height atau Depth maximum, Hmax atau Dmax) adalah jarak vertikal atau tegak antara garis dasar/ garis sponeng bawah sampai dengan garis atau sisi atas pagar kapal, yang diukur pada pertengahan panjang garis tegak kapal. 3

24 15) Tinggi kapal atau tinggi geladak kapal ( Height, H atau Depth, D) adalah jarak vertikal atau tegak antara garis dasar/ garis sponeng bawah sampai dengan garis atau sisi atas geladak pada garis tepi geladak utama, yang diukur pada pertengahan panjang garis tegak kapal. 16) Sarat air kapal ( Draught atau draft, d) adalah jarak vertikal/ tegak antara garis dasar sampai dengan garis air muatan penuh atau tanda lambung timbul kapal untuk garis muat musim panas, yang diukur pada pertengahan panjang garis tegak kapal. 4

25 BAB II KETENTUAN-KETENTUAN Konsep Pedoman di Bidang Transportasi 2.1 Bahan Dan Peralatan Bahan Pelaksanaan identifikasi dan pengukuran kapal dengan menggunakan bahan/ objek, sebagai berikut : a. Gambar desain kapal b. Bangunan konstruksi kapal c. Formulir isian Pengukuran data teknis dimensi utama kapal Dalam memperoleh data teknis yang akurat dan teliti megenai dimensi kapal, sebaiknya pengukuran dilakukan pada saat kapal di atas galangan kapal (dock yard) Peralatan Peralatan yang dibutuhkan dalam pengidentifikasian dan pengukuran kapal, dilakukan dengan pengukuran secara langsung dengan menggunakan peralatan pengukuran, sebagai berikut : 1. Roll meter pendek (5 meter); 2. Roll meter panjang (50 meter); 3. Water level; 4. Unting-unting / bandul bertali (plumb line) Bagian-Bagian Kapal Sebelum melakukan pengukuran dan mendesain kapal, perlu diketahui bagian-bagian kapal sungai dan danau terlebih dahulu. Bagian-bagian kapal yang penting ditunjukkan dalam Gambar 1, gambar tersebut tidak berbeda banyak dari kapal sungai. 5

26 Gambar 1. Gambar Bagian-Bagian dari Kapal Berdasarkan gambar, bagian-bagian utama kapal terdiri dari: 1: Cerobong; 2: Buritan; 3: Propeller; 4: Kulit kapal; 5: Mesin; 6: Lampu sorot; 7: Haluan; 8: Geladak utama; 9: Bangunan atas ( Superstructure) di mana ditempatkan anjungan kapal, kabin untuk awak. Secara umum pada prinsipnya kapal perairan sungai dan danau dengan yang kapal yang digunakan dilaut memiliki karakteristik yang sama. 6

27 Gambar 2 Contoh Bentuk Kapal Kayu Lambung Kapal Gambar 3 Lambung Kapal Lambung kapal atau dalam bahasa Inggris disebut hull adalah badan dari perahu atau kapal. Lambung kapal menyediakan daya apung ( Bouyancy) yang mencegah kapal dari tenggelam yang dirancang agar sekecil mungkin menimbulkan gesekan dengan air, khususnya untuk kapal dengan kecepatan tinggi. 7

28 Rancang bangun lambung kapal merupakan hal yang penting dalam membuat kapal karena merupakan dasar perhitungan stabilitas kapal, besarnya tahanan kapal yang tentunya berdampak pada kecepatan kapal rancangan, konsumsi bahan bakar, besaran daya mesin serta draft/ sarat kapal untuk menghitung kedalaman yang diperlukan dalam kaitannya dengan kolam pelabuhan yang akan disinggahi serta kedalaman alur pelayaran yang dilalui oleh kapal tersebut. A. Bentuk lambung Lambung kapal dapat berbentuk: Bentuk lambung Kapal lambung datar Keterangan Kapal dengan lambung datar ini merupakan kapal yang bisa digunakan pada perairan tenang. Biasanya digunakan untuk kapal dengan kecepatan rendah. Banyak digunakan untuk kapal tangker, tongkang Draft kapal biasanya lebih kecil. Untuk meningkatkan stabilitas biasanya titik berat kapal diturunkan Katamaran Kapal dengan beberapa lambung ini mempunyai kestabilan yang tinggi, namun gelombang yang ditimbulkan lebih kecil sehingga merupakan kapal yang sesuai untuk dioperasikan di sungai, tetapi diperairan yang bergelombang dampaknya terhadap goyangan di kapal tinggi. Lambung V Merupakan kapal dengan lambung lancip seperti huruf V yang mempunyai hambatan yang kecil sehingga lebih hemat dalam penggunaan bahan bakar. Kapal yang demikian biasanya digunakan untuk kapal kecepatan tinggi. 8

29 Bentuk lambung Lambung terowongan Keterangan Lambung seperti ini dimaksudkan untuk mengurangi gesekan, berbeda dengan katamaran karena sudut bagian dalam lancip sehingga mempermudah manuver kapal. Kapal ponton Kapal yang dibangun diatas ponton, kapal seperti ini sangat stabil, dan dapat dijalankan dengan mudah menggunakan mesin tempel atau ditarik dengan kabel untuk penyeberangan sungai. Tidak efisien bila dihunakan untuk pelayaran jarak jauh. Desain lambung mempengaruhi kecepatan, semakin streamline semakin cepat. Demikian juga dalam hal penggunaan energi. Tetapi di lain pihak, muatan yang bisa diangkut akan lebih rendah, sehingga kapal barang, tangker akan lebih sesuai untuk menggunakan bentuk lambung di datar. B. Perbandingan lambung datar dengan lambung V Keuntungan Bentuk Lambung datar 1. Pada lambung datar, stabilitas relatif lebih baik karena pada bentuk datar mempunyai momen kopel lebih besar pada sudut oleng yang sama jika dibandingkan dengan bentuk V. 2. Pada lambung datar, daya muat lebih besar oleh karena coefisient block (Cb) lebih besar. 3. Bentuk lambung datar diperoleh nilai periode oleng lebih baik karena nilai momen inersia massa total kapal lebih besar dari bentuk V. 4. Untuk daya muat yang sama, lambung datar draft lebih rendah dari lambung berbentuk V sehingga dapat berlayar di shallow water. 9

30 Keuntungan Bentuk Lambung V 1. Pada lambung berbentuk V untuk kecepatan rancangan yang sama, diperoleh besaran daya mesin yang lebih kecil dari bentuk lambung datar. 2. Bentuk lambung V, kemampuan sea keeping dan manouvering kapal lebih baik dari bentuk lambung datar oleh karena bentuk lambung yang ramping. 3. Kebutuhan bahan bakar untuk kecepatan mesin yang sama lebih rendah dari bentuk lambung V oleh karena nilai tahanan kekentalan (viscous resistance) lebih kecil dari bentuk lambung datar. 4. Namun mempunyai tahanan gelombang (wave resistance) yang lebih besar karena mempunyai lebar yang lebih pada garis air muat Kulit kapal Kulit kapal merupakan permukaan kapal yang terbuat dari plat plat baja, kayu atau aluminium yang disambung menjadi lajur yang terdapat pada badan kapal biasa disebut dengan kulit kapal atau disebut juga ship shell. Kegunaan kulit kapal: 1. Untuk memberikan kekuatan struktur membujur kapal. 2. Menerima beban dari kapal dan muatannya. 3. Merupakan penutup kedap air dari dasar hingga bagian atas kapal. 4. Lajur kulit kapal diberi nama dengan abjad a,b,c,d dan seterusnya mulai dengan lajur dasar. 5. Sambungan plat diberi nama dengan angka 1,2,3 dan seterusnya dari depan ke belakang. Bahan moderen yang kerap digunakan dalam pembuatan kapal kecil yang banyak ditemukan dalam pelayaran pedalaman adalah 10

31 serat kaca atau yang dikenal sebagai fiber-glass, yang proses pembuatannya tidak sulit, tetapi dibutuhkan cetakan kulit lambung kapal Sekat Pelanggaran Pada kapal sekat pelanggaran ini ditentukan letaknya yaitu 5% dari panjang kapal pada garis air dihitung dari haluan kapal. Pada kapal panjang ditambah 10 ( feet ). Kegunaan Sekat pelanggaran memiliki berbagai kegunaan yaitu: Mencegah kebocoran. Memperkuat melintang kapal setempat. Jika terjadi kebocoran pada kapal, maka kapal dapat berlayar pelan-pelan dengan menggunakan sekat pelanggaran. Ketentuan Beberapa hal yang perlu diperhatikan kaitannya dengan sekat pelanggaran adalah: Sekat pelanggaran ini harus lebih tebal dari pada sekat kedap air lainnya. Batas penguat harus ditaruh pada bagian muka sekat Pelanggaran masing-masing berjarak 24. Baja siku dipasang pada bagian sekat pelanggaran Sekat Belakang Pada sekat belakang pada bagian lobang baling-baling harus ditambah plat yang lebih tebal 22 mm untuk menahan getaran baling-baling. Bagi penguat yang terletak di bagian belakang kapal, masing-masing berjarak 24 dan baja siku keliling diletakkan pada bagian muka kapal. 11

32 Lunas Lunas adalah bagian terbawah dari kapal, lunas terdiri dari berbagai jenis yaitu lunas dasar, lunas tegak dan lunas lambung. Lunas dasar merupakan lajur kapal pada dasar yang tebalnya +/- 35 % dari pada kulit kapal lainnya. Sedangkan lunas tegak ialah lunas yang tegak sepanjang kapal, tebalnya 5/8 lebih besar daripada lunas dasar pada 4/10 bagian lunas tegak di tengah tengah kapal. Kapal besar pada umumya memiliki lunas lambung yang berfungsi untuk melindungi kapal bila kandas. Lunas lambung ini biasanya terdapat 1/4-1/3 dari panjang kapal pada bagian tengah yang berfungsi juga untuk mengurangi olengan kapal Anjungan A. Anjungan kapal sungai Anjungan ( bridge) adalah ruang komando kapal di mana ditempatkan roda kemudi kapal, peralatan navigasi untuk menentukan posisi kapal berada dan biasanya terdapat juga kamar nakhoda dan kamar radio. Anjungan biasanya ditempatkan pada posisi yang mempunyai jarak pandang yang baik ke segala arah. Perlengkapan anjungan Alat-alat yang melengkapi anjungan modern antara lain: Roda kemudi, Radar Global Positioning Satelite atau dikenal sebagai GPS, Radio komuniasi Perangkat komando ruang mesin Kompas Teropong 12

33 B. Geladak Geladak dalam bahasa Inggrisnya deck adalah lantai kapal. Nama nama geladak ini tergantung dari banyaknya geladak yang ada di kapal tersebut. Pada umumnya geladak yang berada di bawah dinamakan geladak dasar sedangkan geladak yang di atas dinamakan geladak atas atau geladak utama ( main deck). Bila antara geladak dasar dan geladak atas terdapat geladak lagi, maka geladak tersebut dinamakan geladak antara. Konstruksi geladak 1. Geladak besi Kapal-kapal besi umumnya menggunakan geladak yang terbuat dari plat baja, yang dilas satu dengan yang lainnya dari kedua arah (atas dan bawah). Plat baja ini bertumpu pada gading-gading (kerangka) kapal. Pada kapal Ro-ro/penyeberangan geladak kendaraan harus mampu untuk menahan beban kendaraan beserta muatannya. 2. Geladak kayu Geladak terbuat dari papan kayu yang tahan terhadap korosi yang disusun berdampingan dan bertumpu ke gading-gading kapal. Untuk membuat geladak kedap terhadap air, celah di antara papan yang digunakan diisi dengan serat tahan air dan diikat/direkatkan dengan tar atau resin. Geladak kayu digunakan pada kapal-kapal pinisi, yach atau kapal kayu. 3. Geladak serat kaca Bahan modern yang banyak digunakan pada kapal-kapal kecil adalah geladak yang terbuat dari kaca serat atau yang dikenal fiber glass yang mudah dibuat dan ringan. Serat kaca juga digunakan untuk melapis geladak kayu agar lebih kedap air serta tahan lebih lama. 13

34 Lajur Geladak Bagian ini biasanya terbuat dari kayu yang melapisi geladak baja. Untuk itu kayu lajur geladak ini harus memenuhi kriteria berikut: 1. Cukup keras, tahan lama, dan daya serap air harus sekecil mungkin. 2. Dalam perubahan suhu, perubahan kembang dan menyusut harus sekecilnya. 3. Tidak mengandung bahan kimia yang merusak baja. 4. Harus cukup kering. 5. Harus bersih dari serat-serat licin. C. Gading Merupakan rangka dari kapal di mana kulit kulit kapal diletakkan. Nama dari gading disesuaikan dengan tempatnya. Gading yang terletak di sekitar haluan disebut gading haluan. Gading yang terletak pada tempat yang terlebar dari kapal disebut gading besar sementara gading yang terletak di sarung poros baling baling disebut gading kancing. Gading gading ini mempunyai jarak antara satu dan lainnya kira kira inci sesuai dengan ukuran kapal dan diberi nomor urut mulai nol yang dimulai dari belakang Bak Pada umumnya kapal memiliki satu gudang mini yang dipergunakan untuk memperlancar kegiatan deck terutama pada saat sandar dan lepas sandar. Untuk itu disediakan satu ruangan yang biasa disebut bak. Bak adalah bagian bangunan kapal yang ada di ujung depan kapal, digunakan untuk menyimpan alat tali menali kapal dan rantai jangkar. 14

35 BAB III PELAKSANAAN Konsep Pedoman di Bidang Transportasi 3.1 Teknis Kapal sungai dan danau memiliki dimensi/ ukuran utama dan koefisien bentuk kapal, yang tergantung dari peruntukannya sehingga mempengaruhi karakteristik konstruksi kapal Gambar desain kapal Umumnya bangunan konstruksi kapal yang didaftar dengan tanda kelas dalam klasifikas Indonesia telah dilengkapi gambar desain kapal, antara lain : a. Gambar rancang garis (lines plan) Gambar 4. Gambar rancang garis (lines plan) 15

36 b. Gambar rancana umum (general arrangement) Gambar 5. Gambar rancana umum (general arrangement) 16

37 c. Gambar konstruksi profil (profile construction) Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Gambar 6. Gambar konstruksi profil (profile construction) 17

38 d. Gambar penampang melintang atau gading besar ( midship section) Gambar 7. Gambar penampang melintang atau gading besar (midship section) Dimensi/ukuran utama kapal Untuk mengukur dimensi utama kapal, sebaiknya bangunan konstruksi kapal dalam keadaan lunas rata ( even keel) dan 18

39 diupayakan bangunan konstruksi kapal berada di atas galangan kapal. Hal ini disebabkan untuk memudahkan pengukuran panjang garis air dan panjang garis tegak kapal serta kedalaman kapal yang berada di bawah permukaan air. a. Panjang kapal Gambar 8. Mengukur panjang kapal b. Lebar kapal Gambar 9. Mengukur lebar kapal 19

40 c. Tinggi kapal Gambar 10. Mengukur tinggi atau dalam kapal Gambar 11. Mengukur sarat air kapal Koefisien bentuk kapal 1. Koefisien balok (Block coefficient, Cb) Koefisien balok adalah nilai perbandingan antara volume badan kapal yang berada dibawah permukaan air dengan volume balok yang membatasinya atau yang dibentuk oleh panjang, lebar dan tinggi balok. 20

41 Gambar 12. Penentuan koefisien balok Adapun formula untuk menghitung koefisien balok (Cb) badan kapal yang berada di bawah air adalah : = Lwl Bwl d Keterangan : Cb Lwl Bwl d = Koefisien balok kapal = Volume displacement kapal (m3) = Panjang garis air kapal (m) = Lebar garis air kapal (m) = Sarat air kapal (m) 2. Koefisien gading besar (Midship coefficient, Cm) Koefisien gading besar adalah nilai perbandingan antara luasan penampang gading yang berada di bawah permukaan air dengan luas penampang empat persegi panjang yang membatasinya atau yang dibentuk oleh lebar dan tinggi empat persegi panjang. 21

42 Adapun formula untuk menghitung koefisien gading besar (Cm) luasan penampang permukaan air adalah : gading yang berada di bawah = Am Bwl d Keterangan : Cm Am Bwl d = Koefisien gading besar kapal = Luasan penampang gading besar (m2) = Lebar garis air kapal (m) = Sarat air kapal (m) Gambar 13. Penentuan koefisien balok 3. Koefisien garis air (Water line coefficient, Cwl) Koefisien garis air adalah nilai perbandingan antara luasan penampang garis air dengan luas penampang empat persegi panjang yang membatasinya atau yang dibentuk oleh panjang dan lebar empat persegi panjang. 22

43 Gambar 14. Penentuan koefisien garis air Adapun formula untuk menghitung koefisien garis air (Cwl) luasan penampang garis air adalah : Luas = Am Lwl Bwl Keterangan : Cw = Koefisien garis air Aw = Luasan penampang garis air (m 2 ) Lwl = Panjang garis air kapal (m) Bwl = Lebar garis air kapal (m) 4. Koefisien Prismatik (Prismatic Coefficient, Cp) a) Koefisien prismatik memanjang ( longitudinal prismatic coefficient : Cpl) adalah nilai perbandingan antara volume badan kapal yang berada dibawah permukaan air dengan volume prisma yang membatasinya kearah memanjang kapal atau yang dibentuk oleh luas penampang gading besar dan panjang prisma. 23

44 Adapun formula untuk menghitung koefisien prismatik (Cpl) badan kapal yang berada dibawah permukaan air secara memanjang adalah : = atau = Keterangan : Cpl Am Lwl Cb Cm = Koefisien prismatik memanjang kapal = Volume displacement (m3) = Luasan penampang gading besar (m2) = Panjang garis air kapal (m) = Koefisien balok = Koefisien gading besar b) Koefisien prismatik melintang ( Vertical Prismatic Coefficient, Cpv) adalah nilai perbandingan antara volume badan kapal yang berada dibawah permukaan air dengan volume prisma yang membatasinya kearah melintang kapal atau yang dibentuk oleh luas penampang garis air dan tinggi prisma. Adapun formula untuk menghitung koefisien prismatik (Cpv) badan kapal yang berada dibawah permukaan air secara melintang adalah : = atau = 24

45 Keterangan : Cpv Aw d Cb Cw = Koefisien prismatik melintang kapal = Volume displacement kapal (m3) = Luasan penampang garis air (m2) = Sarat air kapal (m) = Koefisien balok = koefisien garis air 3.2 Besaran Kapal Terdapat beberapa cara dalam menentukan besaran kapal, diantaranya sebagai berikut : 1. Volume displacement kapal Volume displacement kapal merupakan volume badan kapal yang berada di bawah permukaan air, dimana besaran yang dihasilkan merupakan hasil perkalian panjang, lebar, tinggi sarat air (pada garis air muat penuh) dengan koefisien balok (block coefficient, Cb) 2. Displacement kapal Displacement kapal merupakan volume kapal apabila kapal berlayar di perairan dalam hal ini perairan sungai dan danau, yang dihasilkan dari perkalian antara Volume displacement dengan berat jenis air. 3. Tonnage atau Gross Tonnage (GT) kapal Pengukuran besaran volume kapal dilakukan pada bagian ruangan ruangan yang tertutup dan dianggap kedap air yang berada di dalam kapal dan dinyatakan dalam Gross Tonnage kapal dengan menggunakan satuan Register Tonnage (1 RT = 100 ft3 = 2,8328 m3). Volume ruangan tertutup dalam kapal terdiri dari volume ruang tertutup yang terdapat di bagian atas dan bawah dari geladak utama. 25

46 Dimana geladak utama kapal adalah geladak kapal yang menyeluruh dari haluan sampai buritan kapal, yang dianggap sebagai geladak kekuatan kapal. Sebagian besar kapal memiliki 1 (satu) geladak kapal, maka geladak utama sama dengan geladak kekuatan kapal. Bangunan di atas kapal (super structure) merupakan bangunan kapal yang terletak di atas geladak utama dan mempunyai lebar bangunan atas sama dengan moulded kapal. Apabila lebar bangunan atas lebih kecil dari 96 % lebar moulded kapal, maka bangunan di atas geladak utama dianggap sebagai rumah geladak (deck house). Gambar 15. Ruangan tertutup di bawah geladak utama 26

47 Gambar 16. Ruangan tertutup di atas geladak utama Sesuai dengan International Convention on Tonnage Measurment of Ship, TMS 1969, maka menentukan tonnage atau gross tonnage kapal dilakukan dilakukan dengan formula sebagai berikut : a) Panjang seluruh kapal kurang dari sama dengan 24 meter ( 24 m) Metode pengukuran dalam negeri berdasarkan TSM 1969 digunakan bagi kapal yang memiliki panjang seluruh kapal (Loa) kurang dari sama dengan 24 meter ( 24 m). Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 6 Tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal metode pengukuran dalam negeri (*) adalah sebagai berikut : 27

48 = 0,25 Keterangan : GT = Gross Tonnage atau tonase kotor (RT) 0,25 = faktor V = Volume ruang tertutup yang berada dalam kapal (m 3 ) V1 = Volume ruangan di bawah geladak utama (m 3 ) V2 = Volume ruangan di atas geladak utama (m 3 ) 1) Ruangan tertutup di bawah geladak = Keterangan : V1 = Volume ruangan di bawah geladak utama (m3) Ldl = Panjang (m), diperoleh dengan dengan mengukur jarak mendatar antara titik temu sisi luar kulit lambung dengan tinggi haluan dan tinggi buritan pada ketinggian geladak atas pada bagian sebelah atas dari rimbat tetap (*) Bdl = Lebar (m), diperoleh dengan mengukur jarak mendatar antara kedua sisi luar kulit lambung pada bagian kapal yang terlebar, tidak termasuk pisang-pisang (*) D = Tinggi (m), diperoleh dengan mengukur jarak tegak lurus ditengah-tengah lebar pada 28

49 bagian kapal yang terlebar dari sebelah bawah alur lunas sampai bagian bawah geladak atau samapai garis melintang kapal yang ditarik melalui kedua sisi atas rimbat tetap (*) F = Faktor (*) a) 0,85 = bagi kapal-kapal dengan bentuk dasar rata, secara umum digunakan bagi kapal tongkang. b) 0,70 = bagi kapal-kapal dengan bentuk dasar agak miring dari tengah ke sisi kapal, secara umum digunakan bagi kapal motor. c) 0,50 = bagi kapal-kapal yang tidak termasuk golongan (a) dan (b), secara umum bagi kapal layar atau kapal layar motor. Gambar 17. Volume tertutup di bawah geladak utama 2) Ruangan tertutup di atas geladak = ( ) ( ) 29

50 Keterangan : V2 = Volume ruangan di atas geladak utama (m 3 ) l = Panjang ruangan (m), diukur hingga kesebelah dalam kulit atau plat dinding (*) b(r) = Lebar rata-rata (m), diuk ur hingga kesebelah dalam kulit atau plat dinding (*) d(r) = Tinggi rata-rata (m), tinggi ruang bangunan atas diukur dari sebelah atas geladak sampai sebelah bawah geladak diatasnya; tinggi kepala palkah diukur dari sebelah bawah geladak sampai sebelah bawah tutup kepala palkah (*) Gambar 18. Volume tertutup di atas geladak utama Catatan Umumnya ruangan tertutup di atas geladak utama terdiri dari : a. Ruangan di depan kapal : akil (fore castle), b. Ruangan di tengah kapal : anjungan (bridge), c. Ruangan di belakang kapal : kimbul (poop), 30

51 d. Ruangan tutup palka (muatan, gudang dan motor atau mesin), e. Ruangan yang berbentuk balok atau kotak mempunyai koefisien balok : Cb = 1,00 f. Ruangan di bawah geladak terpenggal, baik yang berada di haluan maupun di buritan kapal dan mengikuti kelengkungan bentuk kapal, maka koefisien baloknya sama dengan koefisien balok kapal. Tonase bersih (NT) ditetapkan sebesar 30 % dari Tonase Kotor (GT) atau dalam bentuk rumus sebagai berikut : = 0,30 b) Panjang seluruh kapal lebih besar dari 24 meter ( 24 m) Metode pengukuran internasional berdasarkan TSM 1969 digunakan bagi kapal yang memiliki panjang seluruh kapal (Loa) lebih besar dari sama dengan 24 meter (> 24 m). Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 6 Tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal metode pengukuran dalam negeri (*) adalah sebagai berikut : = Keterangan : GT = Gross Tonnage atau tonase kotor k = koefisien k = 0,2 + 0,02 log 10 2 atau menggunakan tabel koefisien : k fungsi dari volume ruangan tertutup : v, seperti terlihat pada tabel

52 V = Volume ruang tertutup yang berada dalam kapal (m3) V1= Volume ruangan di bawah geladak utama (m3) V2= Volume ruangan di atas geladak utama (m3) 32

53 Tabel 3.1 Koefisien : k Untuk mengukur tonnage / gross tonnage (GT) dengan formula internasional 33

54 3.3 Stabilitas Kapal Titik-Titik Penting dalam Stabilitas Gambar 19 Titik-titik penting stabilitas kapal Titik-titik penting dalam stabilitas antara lain adalah titik berat (G), titik apung (B) dan titik M. M - Metacenter G Titik berat (Centre of Gravity) B Titik apung (Centre of Buoyancy) K Lunas/Keel Titik Berat (Centre of Gravity) Gambar 20 Letak titik berat kapal di perairan Titik berat ( center of gravity) dikenal dengan titik G dari sebuah kapal, merupakan titik tangkap dari semua gaya-gaya yang menekan ke bawah terhadap kapal. Letak titik G ini di kapal dapat diketahui dengan meninjau semua pembagian bobot di kapal, makin banyak bobot yang diletakkan di bagian atas maka makin tinggilah letak titik G-nya. 34

55 Secara definisi, titik berat (G) ialah titik tangkap dari semua gaya gaya yang bekerja ke bawah. Letak titik G pada kapal kosong ditentukan oleh hasil percobaan stabilitas. Perlu diketahui bahwa, letak titik G tergantung daripada pembagian berat di kapal. Jadi selama tidak ada berat yang di geser/ditambah/dikurangi, titik G tidak akan berubah walaupun kapal oleng atau mengangguk/trim Titik Apung (Centre of Buoyance) Gambar 21 Titik apung kapal Titik apung (center of buoyance) dikenal dengan titik B dari sebuah kapal, merupakan titik tangkap dari resultan gaya-gaya yang menekan tegak ke atas dari bagian kapal yang terbenam dalam air. Titik tangkap B bukanlah merupakan suatu titik yang tetap, akan tetapi akan berpindah-pindah oleh adanya perubahan sarat dari kapal. Dalam stabilitas kapal, titik B inilah yang menyebabkan kapal mampu untuk tegak kembali setelah mengalami sengat. Letak titik B tergantung dari besarnya sengat kapal (bila sengat berubah maka letak titik B akan berubah / berpindah. Bila kapal menyenget titik B akan berpindah kesisi yang rendah. 35

56 Titik Metasentris Gambar 22 Titik metasentris Titik metasentris atau dikenal dengan titik M dari sebuah kapal, merupakan sebuah titik semu dari batas di mana titik G tidak boleh melewati di atasnya agar supaya kapal tetap mempunyai stabilitas yang positif (stabil). Meta artinya berubah-ubah, jadi titik metasentris dapat berubah letaknya dan tergantung dari besarnya sudut sengat. Apabila kapal sengat pada sudut kecil (tidak lebih dari 150), maka titik apung B bergerak di sepanjang busur di mana titik M merupakan titik pusatnya di bidang tengah kapal ( centre of line) dan pada sudut sengat yang kecil ini perpindahan letak titik M masih sangat kecil, sehingga masih dapat dikatakan tetap Ukuran dalam stabilitas Gambar 23 Ukuran-ukuran yang digunakan dalam perhitungan stabilitas 36

57 Ada beberapa ukuran-ukuran yang digunakan dalam stabilitas kapal seperti ditunjukkan dalam gambar berikut. KG Adalah tinggi titik berat ke lunas/jarak/letak titik berat terhadap lunas Nilai KB untuk kapal kosong diperoleh dari percobaan stabilitas (inclining experiment), selanjutnya KG dapat dihitung dengan menggunakan dalil momen. Nilai KG dengan dalil momen ini digunakan bila terjadi pemuatan atau pembongkaran di atas kapal dengan mengetahui letak titik berat suatu bobot di atas lunas yang disebut dengan vertical centre of gravity (VCG) lalu dikalikan dengan bobot muatan tersebut sehingga diperoleh momen bobot tersebut. Selanjutnya jumlah momen-momen seluruh bobot di kapal dibagi dengan jumlah bobot dan menghasilkan nilai KG pada saat itu. Di mana, M = Jumlah momen (ton) W = jumlah perkalian titik berat dengan bobot benda (m ton) KM adalah tinggi / jarak metacenter dari lunas. KM ialah jarak tegak dari lunas kapal sampai ke titik M, atau jumlah jarak dari lunas ke titik apung (KB) dan jarak titik apung ke metasentris (BM), sehingga KM dapat dicari dengan rumus: Diperoleh dari diagram metasentris atau hydrostatical curve bagi setiap sarat (draft) saat itu. GM Tinggi Metacentric: Tinggi metasentris atau metacentris high (GM) yaitu jarak tegak antara titik G dan titik M. Dari rumus disebutkan: 37

58 GM = KM KG GM = (KB + BM) KG Nilai GM inilah yang menunjukkan keadaan stabilitas awal kapal atau keadaan stabilitas kapal selama pelayaran nanti BM Radius Metacentric: BM dinamakan jari-jari metasentris atau metacentris radius karena bila kapal mengoleng dengan sudut-sudut yang kecil, maka lintasan pergerakan titik B merupakan sebagian busur lingkaran di mana M merupakan titik pusatnya dan BM sebagai jari-jarinya. Titik M masih bisa dianggap tetap karena sudut olengnya kecil ( ). Lebih lanjut dijelaskan bahwa: Di mana : b = lebar kapal (m) d = draft kapal (m) KB (Tinggi Titik Apung dari Lunas) Letak titik B di atas lunas bukanlah suatu titik yang tetap, akan tetapi berpindah-pindah oleh adanya perubahan sarat atau sengat kapal. Menurut Rubianto (1996), nilai KB dapat dicari: Untuk kapal tipe plat bottom, KB = 0,50d Untuk kapal tipe V bottom, KB = 0,67d Untuk kapal tipe U bottom, KB = 0,53d Di mana d = draft kapal Dari diagram metasentris atau lengkung hidrostatis, di mana nilai KB dapat dicari pada setiap sarat kapal saat itu 38

59 Segitiga stabilitas Gambar 24 Lengan penegak pada saat kapal sengat Bila suatu kapal sengat maka titik apung akan bergerak sedangankan titik berat (gravitasi) tidak berubah. Karena gaya apung dan gravitasi sama besar dan searah, tetapi kalau kapal miring akan membentuk dua gaya yang paralel dengan arah yang berlawanan, mengakibatkan terjadi rotasi. Rotasi ini mengakibatkan kapal kembali ke posisi semula karena gaya apung dan gravitasi sama besar berlawanan arah akan saling menutup. Hal ini dikatakan sebagai pasangan ( coupled) karena kedua gaya yang bekerja menghasilkan rotasi. Rotasi inilah yang menyebabkan terjadi keseimbangan kapal. Gambar 25 Segitiga gaya apung, gravitasi dan lengan penegak Jarak antara gaya apung dan gravitasi disebut sebagai lengan penegak. Pada gambar di atas lengan penegak merupakan garis 39

60 yang ditarik dati titik gravitasi ke vektor gaya apung kapal. Untuk kemiringan yang kecil (0 o sampai 7 o ke 10 o, metacenter tidak berubah), nilai lengan penegak (GZ) dapat diperoleh secara trigonometry. Dengan menggunakan fungsi sinus untuk mendapatkan lengan penegak: Dengan stabilitas awal (0 o sampai 7 o -10 o ) metacenter tidak berubah, dan fungsi sinus hampir linier (garis lurus) Oleh karena itu Lengan Penegak kapal < GZ proporsional terhadap ukuran tinggi metacenter, GM. Sehingga GM adalah ukuran awal stabilitas kapal Momen Penegak (Righting Moment/RM) Moment penegak adalah ukuran stabilitas kapal terbaik. Menjelaskan kenapa kapal bisa mengatasi kemiringan dan kembali ke titik keseimbangan/stabilitas. Moment penegak adalah sama dengan lengan penegak dikali displacement kapal. Contoh: Suatu kapal mempunyai displacement sebesar 6000 LT dan mempunyai lengan penegak sebesar 2.4 FT bila dimiringkan 40 derajat. Berapa momen penegak kapal? RM = 2.4 FT x 6000 LT RM = 14,400 FT-Tons (disebut "foot tons") Atau dalam ukuran metrik RM = 0,73 M x 6000LT RM =4384 M-ton Kondisi Stabilitas Posisi Titik gravitasi dan Metacentre menunjukkan indikasi awal stabilitas kapal. Kalau terjadi permasalahan yang mengganggu stabilitas kapal maka dikelompokkan dalam: 40

61 Kondisi stabilitas Gambar Stabilitas positif Metacenter berada diatas titik grafitasi. Kalau kapal sengat atau membentuk lengan penegak, yang mendorong kapal tegak kembali Stabilitas netral Metacenter berhimpit dengan titik grafitasi. Kalau kapal sengat tidak membentuk lengan penegak, sampai metacenter berpindah setelah sengat Stabilitas negatip Titik gravitasi kapal berada di atas metacenter, bila kapal sengat lengan penegak negatif terbentuk yang akan mengakibatkan kapal terbalik. 41

62 Kurva statistik stabilitas Gambar 26 Hubungan antara lengan penegak dengan sudut kemiringan kapal (sengat) Bila suatu kapal disengatkan melalui berbagai sudut sengat dan lengan penegak untuk setiap derajat sengat diukur maka dapat diperoleh kurva statistik stabilitas. Kurva ini adalah gambaran stabilitas kapal pada muatan tertentu. Berbagai informasi bisa diperoleh dari kurva ini, di antaranya: Rentang stabilitas: Kapal ini akan menghasilkan lengan penegak bila disengatkan dari 0 o sampai 74 o. (Kurva ini diasumsikan bahwa seluruh struktur utama kapal kedap air.) Lengan penegak maksimum: adalah jarak terbesar antara gaya dari daya apung dengan gravitasi. Di sinilah para tenaga ahli perkapalan menghabiskan energinya. Sudut maksimum lengan penegak: adalah sudut sengat di mana lengan penegak mencapai puncaknya. Sudut bahaya: adalah separoh sudut lengan penegak maksimum. 42

63 PEDOMAN TRANSPORTASI SUNGAI DAN DANAU PEDOMAN TATA CARA PENETAPAN JARINGAN TRAYEK SUNGAI DAN DANAU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN

64

65 KATA PENGANTAR Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan karunianya dalam penulisan buku pedoman ini. Penyusunan Buku Pedoman Penetapan Jaringan Trayek Sungai Dan Danau ini untuk mewujudkan transportasi sungai dan danau yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien. Isi dari pedoman ini membahas tentang Tata Cara Penetapan Jaringan Trayek. Buku Pedoman ini jauh dari sempurna, oleh karena itu masukan dan tanggapan pembaca sangat diharapkan agar dapat diadakan perbaikan untuk cetakan berikutnya. Jakarta, 2012 Penyusun i

66 ii

67 DAFTAR ISI Konsep Pedoman di Bidang Transportasi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan 1.2 Ruang Lingkup 1.3 Acuan Normatif 1.4 Pengertian BAB II KETENTUAN-KETENTUAN 2.1 Wilayah Operasi 2.2 Persyaratan Operasional Angkutan Sungai Dan Danau 2.3 Trayek Angkutan Sungai 2.4 Jaringan Trayek Tetap Dan Teratur 2.5 Trayek Tidak Tetap Dan Tidak Teratur BAB III PELAKSANAAN 3.1 Penetapan Lokasi Pelabuhan 3.2 Pertimbangan Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Sungai 3.3 Pihak yang Berwenang Menetapkan Jaringan Trayek Angkutan Sungai iii

68 iv

69 BAB I DESKRIPSI Konsep Pedoman di Bidang Transportasi 1.1 Maksud dan Tujuan Maksud Pedoman Penetapan Jaringan Trayek Sungai Dan Danau ini dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan yang layak secara teknis dan ekonomis Tujuan Pedoman Penetapan Jaringan Trayek Sungai Dan Danau ini memberikan panduan standar minimal perencanaan jaringan trayek angkutan sungai dan danau yang optimal. 1.2 Ruang Lingkup Pedoman Penetapan Jaringan Trayek Sungai Dan Danau ini memberikan panduan dalam perencanaan fasiltas dermaga sungai dan danau sesuai dengan standar minimal fasilitas pelabuhan. 1.3 Acuan Normatif 1) UU No.17 tahun 2008 tentang pelayaran; 2) UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; 3) PP No.61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan; 4) PP No.5 tahun 2010 tentang kenavigasian; 5) PP No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan Di Perairan; 6) KM No.17 tahun 2004 tentang penyelenggaraan angkutan sungai dan danau; 7) KM No. 53 tahun 2004 tentang tatanan kepelabuhanan nasional. 1

70 1.4 Pengertian 1) Angkutan adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, dan terusan untuk mengangkut penumpang dan/atau barang yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau. 2) Pelabuhan adalah pelabuhan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan sungai dan danau. 3) Kapal adalah kapal yang dilengkapi dengan alat penggerak motor atau bukan motor yang digunakan untuk angkutan sungai dan danau; 4) Trayek Angkutan yang selanjutnya dalam ketentuan ini disebut trayek adalah lintasan untuk pelayanan jasa angkutan umum sungai dan danau yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal; 5) Jaringan Trayek adalah kumpulan dari trayek yang menjadi satu kesatuan pelayanan angkutan penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya; 6) Trayek Tetap dan Teratur ( liner) adalah pelayanan angkutan yang dilakukan secara tetap dan teratur dengan berjadwal dan menyebutkan pelabuhan singgah; 7) Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur ( tramper) adalah pelayanan angkutan yang dilakukan secara tidak tetap dan tidak teratur; 8) Dermaga adalah tempat kapal ditambatkan di pelabuhan, kegiatan bongkar muat barang dan orang dari dan ke atas kapal, 2

71 dan aktivitas pengisian bahan bakar untuk kapal, air minum, air bersih, saluran untuk air kotor/limbah. 9) Alur Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya yang dianggap aman dan selamat untuk dilayari oleh kapal di sungai, atau danau. 3

72 4

73 BAB II KETENTUAN-KETENTUAN Konsep Pedoman di Bidang Transportasi 2.1 Wilayah Operasi Wilayah operasi angkutan sungai dan danau meliputi sungai, danau, waduk, rawa, anjir, kanal dan terusan. 2.2 Persyaratan Operasional Angkutan Setiap kapal yang melayani angkutan sungai dan danau, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memenuhi persyaratan teknis / kelaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b. memiliki fasilitas sesuai dengan spesifikasi teknis prasarana pelabuhan pada trayek yang dilayani; c. memiliki awak kapal sesuai dengan ketentuan persyaratan pengawakan untuk kapal sungai dan danau; d. memiliki fasilitas utama dan/atau fasilitas pendukung baik bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang, barang dan/atau hewan, sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku; e. mencantumkan identitas perusahaan / pemilik dan nama kapal yang ditempatkan pada bagian kapal yang mudah dibaca dari samping kiri dan kanan kapal; f. mencantumkan informasi/petunjuk yang diperlukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. 2.3 Trayek Angkutan Sungai Trayek berfungsi untuk menghubungkan simpul pada pelabuhan sungai, danau, dan pelabuhan laut yang berada dalam satu alur. Sedangkan trayek angkutan sungai dibagi menjadi: a. trayek tetap dan teratur b. trayek tidak tetap dan tidak teratur 5

74 2.4 Jaringan Trayek trayek tetap dan teratur a. trayek utama, yaitu menghubungkan antar pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyebaran; b. trayek cabang, yaitu menghubungkan antara pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyebaran dengan yang bukan berfungsi sebagai pusat penyebaran atau antar pelabuhan sungai dan danau yang bukan berfungsi sebagai pusat penyebaran Ciri-ciri Pelayanan Trayek utama Pelayanan angkutan dalam trayek utama diselenggarakan dengan memenuhi ciri-ciri sebagai berikut: a. mempunyai jadwal tetap, sebagaimana tercantum dalam jadwal perjalanan pada persetujuan operasi angkutan sungai dan danau; b. melayani angkutan antar pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyebaran dengan ciri-ciri melakukan pelayanan ulang alik secara tetap; c. dilayani oleh kapal yang memenuhi persyaratan teknis / kelaikan, baik untuk pelayanan ekonomi dan/atau untuk pelayanan non ekonomi Ciri-ciri Pelayanan Trayek cabang Pelayanan angkutan dengan trayek cabang diselenggarakan dengan memenuhi ciri-ciri sebagai berikut: a. mempunyai jadwal tetap, sebagaimana tercantum dalam jadwal perjalanan pada persetujuan operasi angkutan sungai dan danau; b. melayani angkutan antar pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyebaran dengan yang bukan berfungsi sebagai pusat penyebaran atau antar pelabuhan sungai 6

75 dan danau yang bukan berfungsi sebagai pusat penyebaran, dengan ciri-ciri melakukan pelayanan ulang alik secara tetap; c. dilayani oleh kapal yang memenuhi persyaratan teknis / kelaikan, baik untuk pelayanan ekonomi dan/atau untuk pelayanan non ekonomi. 2.5 Trayek tidak tetap dan tidak teratur Pengangkutan penumpang, barang dan/atau hewan dengan trayek tidak tetap dan tidak teratur, dilaksanakan berdasarkan sewa/charter. Pengangkutan penumpang, barang dan/atau hewan dengan trayek tidak tetap dan tidak teratur tidak dibatasi trayeknya. Termasuk dalam trayek tidak tetap dan tidak teratur untuk angkutan penumpang adalah angkutan wisata. Ciri-ciri Pelayanan Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur Pengangkutan penumpang, barang dan/atau hewan dengan trayek tidak tetap dan tidak teratur, diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. pelayanan angkutan dari dan ke tempat tujuan; b. tidak berjadwal; c. penyewaan/charter dapat dilakukan dengan maupun tanpa awak kapal; 7

76 8

77 BAB III PELAKSANAAN Konsep Pedoman di Bidang Transportasi 3.1 Penetapan Lokasi Pelabuhan Penetapan lokasi pelabuhan sungai harus mempertimbangkan : a. tatanan kepelabuhanan nasional; b. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana tata ruang wilayah propinsi serta rencana umum jaringan transportasi jalan; c. kelayakan teknis dengan memperhatikan kondisi geografi, hidrooceanografi dan topografi; d. kelayakan ekonomis dengan memperhatikan produk domestik regional bruto, aktivitas/perdagangan dan industri yang ada serta prediksi dimasa mendatang, perkembangan aktivitas volume barang dan penumpang, kontribusi pada peningkatan taraf hidup penduduk dan perhitungan ekonomis/finansial; e. pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial yang berdampak pada peningkatan aktivitas penumpang, barang dan hewan dari dan ke luar pelabuhan sungai; f. kelayakan lingkungan dengan memperhatikan daya dukung lokasi, daerah perlindungan dan suaka flora dan fauna; g. keterpaduan intra dan antar moda transportasi; h. adanya aksesibilitas terhadap hinterland untuk kelancaran distribusi dan industri; i. keamanan dan keselamatan pelayaran; j. pertahanan dan keamanan negara. 3.2 Pertimbangan Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Sungai a. tatanan kepelabuhanan nasional; 9

78 b. adanya kebutuhan angkutan ( demand); rencana dan/atau ketersediaan pelabuhan sungai dan danau; c. ketersediaan kapal sungai dan danau ( supply) sesuai dengan spesifikasi teknis kapal dan spesifikasi pelabuhan pada trayek yang akan dilayani; d. potensi perekonomian daerah. 3.3 Pihak yang Berwenang Menetapkan Jaringan Trayek Angkutan Sungai a. Trayek tetap dan teratur untuk pelayanan angkutan dalam kabupaten/kota, ditetapkan oleh Bupati/Walikota. b. Trayek tetap dan teratur untuk pelayanan angkutan antar kabupaten/kota dalam propinsi, ditetapkan oleh Gubernur. c. Trayek tetap dan teratur untuk pelayanan angkutan lintas batas antar Negara dan antar propinsi, ditetapkan oleh Gubernur tempat domisili perusahaan/pemilik kapal sebagai tugas Dekonsentrasi. Sedangkan untuk angkutan tidak dalam trayek yang tetap dan teratur (untuk penumpang, barang, dan hewan) dapat dilakukan dengan cara sewa/charter. Pelaksanaannya tidak dibatasi dalam trayek. Termasuk di dalamnya adalah angkutan wisata. 10

79 PEDOMAN TRANSPORTASI SUNGAI DAN DANAU PEDOMAN TATA CARA PENETAPAN SUMBER DAYA MANUSIA UNTUK PENGELOLAAN TRANSPORTASI SUNGAI DAN DANAU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN

80

81 KATA PENGANTAR Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan karunianya dalam penulisan buku pedoman ini. Penyusunan Buku Pedoman Tata Cara Penetapan Sumber Daya Manusia Untuk Pengelolaan Transportasi Sungai Dan Danau ini untuk mewujudkan transportasi sungai dan danau yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien. Isi dari pedoman ini membahas tentang Tata Cara Penetapan Sumber Daya Manusia Untuk Pengelolaan Transportasi Sungai Dan Danau. Buku Pedoman ini jauh dari sempurna, oleh karena itu masukan dan tanggapan pembaca sangat diharapkan agar dapat diadakan perbaikan untuk cetakan berikutnya. Jakarta, 2012 Penyusun i

82 ii

83 DAFTAR ISI Konsep Pedoman di Bidang Transportasi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan 1.2 Ruang Lingkup 1.3 Acuan Normatif 1.4 Pengertian BAB II KETENTUAN-KETENTUAN 2.1 Peningkatan Kelembagaan dan Birokrasi 2.2 Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia LAMPIRAN iii

84 iv

85 BAB I DESKRIPSI Konsep Pedoman di Bidang Transportasi 1.1 Maksud dan Tujuan Maksud Konsep pedoman di bidang pengelolaan dan pengembangan Sumber Daya Manusia pada Bidang transportasi sungai dan danau bertujuan untuk melakukan pembenahan pengelolaan SDM dengan meletakan kerangka dasar bagi implementasi Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia dalam bidang transportasi sungai dan danau secara terpadu berbasiskan kompetensi yang dijabarkan dari visi, misi serta strategi Dengan berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah tersebut telah menggeser paradigma pelayanan, dari yang bersifat sentralistis ke desentralistis dan mendekatkan pelayanan secara langsung kepada masyarakat. Pengelolaan SDM yang mencakup analisis jabatan, manajemen karir, standar kompetensi, evaluasi jabatan, remunerasi, rekruitmen pegawai, assessment center, dan profiling kompetensi. BPK RI terus mengembangkan SDMnya baik secara kualitas dan kuantitas Tujuan Pedoman penataan sumber daya manusia di bidang transportasi sungai dan danau ditujukan pada peningkatan mutu dan kualitas organisasi dan pelaksanaan kegiatan di bidang transportasi sungai dan danau. Beberapa tujuan yang dimaksud diantaranya: 1. Peningkatan kualitas SDM dengan memperhatikan kebutuhan nyata dalam pembangunan di bidan transportasi sungai dan danau; 1

86 2. Pengembangan dan pendayagunaan SDM berbasis kompetensi; 3. Peningkatan kemitraan sinergis dan berkelanjutan antara pemerinath, swasta dan masyarakat. 1.2 Ruang lingkup Ruang lingkup pedoman sumber daya manusia di bidang transportasi sungai dan danau terkait dengan fungsi operasional mendasar (basic) pelaksanaan manajemen sumberdaya yang efektif dan efisien. Organisasi pelaksana baik dalam takaran manajer ataupun operator pelaksana memiliki peran tersendiri dan saling terkait satu sama lain. 1.3 Acuan normatif 1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 2. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839). 5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3098), sebagai 2

87 mana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 49; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4016), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4192); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4017), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 32, Tambahan Lembaran negara Nomor 4193); 11. Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah di ubah dengan Undangundang Nomor 43 tahun Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun

88 13. Keputusan Kepala BKN No. 46A Tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural PNS. 14. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan. 15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 63 Tahun 2005 tentang Kesepakatan Bersama Departemen dengan Lembaga Administrasi Negara tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia bidang Transportasi. 1.4 Pengertian 1. Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seseorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susanan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. 2. Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap Negara. 3. Kenaikan panngkat regular adalah penghargaan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat yang ditentukan tanpa terikat pada jabatan. 4. Kenaikan pangkat pilihan adalah kepercayaan dan penghargaan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil atas prestasi kerjanya yang tinggi. 5. Jabatan struktual adalah suatu kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi Negara. 4

89 6. Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok dan fungsi keahlian dan keterampilan untuk mencapai tujuan organisasi. 7. Jabatan fungsional tertentu adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipildalam suatu satuan organisasi yang dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu serta bersifat mandiri dan untuk kenaikan pangkatnya disyaratkan dengan angka kredit. 8. Competence/kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Standar Kompetensi adalah persyaratan kompetensi minimal yang harus dimiliki seorang PNS dalam pelaksanaan tugas jabatan struktural. 9. Jabatan struktural pada hakikatnya adalah kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang PNS dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi Negara. 10. SDM Direktorat LL ASDP adalah seluruh pegawai Direktorat, baik tetap maupun tidak tetap yang terdiri atas, pegawai dan tenaga penunjang lainnya. 11. Pengembangan SDM Direktorat LLASDP adalah upaya-upaya untuk memenuhi, mendayagunakan, menumbuhkan, membina dan meningkatkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja SDM yang bermutu dan mendukung produktivitas. 5

90 6

91 BAB II KETENTUAN-KETENTUAN Konsep Pedoman di Bidang Transportasi 2.1 Peningkatan Kelembagaan dan Birokrasi 1. Strategic Partner menjadi mitra menajer senior dan manajer lini dalam melaksanakan strategi yang telah direncanakan, menterjemahkan strategi bisnis ke dlaam tindakan nyata dengan diagnosis organisasi, yakni sistem penilaian ( assessment) dan pengabungan praktek organisasi dengan tujuan bisnis yang dapat dibentuk pada setiap level organisasi. 2. Administrasi Expert, Menjadi ahli dalam mengatur pelaksanaan pekerjaan serta efisiensi adaministrasi agar dihasilkan output dengan biaya rendah namum kualitas terjamin. Uapaya ini dapat dilakukan dengan rekayasa ulang ( reengineering), termasuk merekayasa kembali bidang SDM. Menjadi pakar administrasi perlu menguasai dua fase rekayasa kembali. Pertama, proses perbaikan, menfokuskan pada indentifikasi proses-proses yang tidak efektif dan merencanakan metode alternatif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Kedua memikirkan penciptaan ulang ( rethinking value creation values) yang prosesnya dimulai pelanggan. Sehingga dapat mengubah fokus kerja dari apa yang dapat dilakukan menjadi apa yang harus dihasilkan. 3. Employee Champion, menjadi penengah antara karyawan dan manajemen untuk memenuhi kepentingan dua belah pihak. Dengan persaingan bisnis yang semakin kuat menyebabkan tuntutan menajemen terhadap karyawan semakin tinggi. Oleh karena menajer lini harus memperhatikan keadaan karyawan yang berkaitan dengan. Pertama, kurangi tuntutan ( demand) dengan cara mengurangi beban kerja dan menyeimbangkan 7

92 dengan sumber daya yang dimiliki oleh karyawan. Kedua, tingkatan sumber daya dengan membantu karyawan mendefenisikan sumber daya baru (dalam dari karyawan) sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan kebuthan organisasi. Ketiga, mengubah tuntutan menjadi sumber daya dengan cara membantu karyawan mempelajari transformasi demand ke dalam sumber daya. 4. Change Agent, menjadi agent perubahan, mempertajam proses dan budaya yang dapat meningkatkan kapasitas organisasi untuk berubah. Terdapat tiga tipe perubahan yaitu : a. Perubahan inisiatif, memfokuskan pada penerapan program, proyek atau prosedur baru. b. Perubahan proses dalam organisasi dengan memfokuskan kepada cara bagaimana melakukan kerja sama optimal. c. Perubahan budaya akan terjadi jika strategi dasar organisasi bisnis dikonseptualkan kembali. Ketiga hal tersebut merupakan peran baru dari Departemen MSDM yang akan dapat meraih keunggulan kompetitif dengan kerja sama dengan manajer lini dan manajer pucak. Keunggulan kompetitif akan dicapai dengan tiga strategi yaitu : inovasi ( innovation), peningkatan kualitas ( quaity enhancement) serta penurunan biaya (cost reduction). 2.2 Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Asas pengembangan SDM dilakukan berdasarkan asas silih asah, silih asih, silih asuh Prinsip pengembangan SDM meliputi : 1) Pengembangan SDM dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip relevansi, profesionalisme, bermartabat, 8

93 9 Konsep Pedoman di Bidang Transportasi berdayaguna, berkesinambungan, transparan, demokratis, berkeadilan dan dapat dipertanggungjawabkan. 2) Pengembangan SDM dilakukan sejalan dengan upaya perwujudan visi, misi, tujuan institusi dan rencana strategis institusi. 3) Pengembangan SDM dilakukan untuk semua pegawai secara sinergis dan terintegrasi dengan keseluruhan fungsi-fungsi Manajemen SDM Kementerian/Dinas Perhubungan. 4) Pengembangan SDM berorientasi kepada pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dan kinerja pegawai yang produktif. 5) Pengembangan SDM mengutamakan motivasi dan usaha pengembangan diri, dan mengutamakan sistem merit, serta pendekatan hukuman dan ganjaran Maksud dan Tujuan Pengembangan SDM Pengembangan SDM LLASDP dimaksudkan untuk memberikan jaminan terbinanya: 1) kualifikasi, kompetensi, dan kinerja SDM dalam memenuhi tuntutan tugas yang diemban, jabatan yang diduduki dan kebijakan institusi yang ditetapkan. 2) komitmen dan peningkatan kinerja pegawai dalam melaksanakan tugas. 3) layanan dan budaya kerja SDM yang bermutu, profesional, dan dapat dipertanggungjawabkan. Pengembangan SDM bertujuan untuk: 1) membina loyalitas, integritas, dan sikap positif para pegawai terhadap tugasnya; 2) mengembangkan kecakapan profesional dalam melaksanakan tugas; 3) meningkatkan kemampuan komunikasi, adaptabilitas, dan pemecahan masalah dalam melaksanakan tugas;

94 4) meningkatkan pemahaman terhadap pengembangan karir dan jabatan; 5) menumbuhkembangkan iklim dan suasana kerja yang kondusif; 6) meningkatkan pemahaman atas pentingnya pengembangan unit kerja Program Pengembangan SDM 1. Program Pengembangan SDM didasarkan atas hasil analisis kebutuhan dan karir pegawai pada tingkat individual, unit kerja, dan kementerian serta tuntutan-tuntutan lingkungan eksternal lainnya. 2. Materi program pengembangan SDM mencakup aspek-aspek filosofis, ideologis dan nilai-nilai kerja, teori, konsep dan prinsip-prinsip keilmuan, dan manfaat penerapan teori/konsep dalam bekerja. 3. Program pengembangan SDM dilakukan dengan memperhatikan kesinambungan bidang keahlian/keilmuan dam keterampilan yang sejenis dan/atau serumpun. 4. Program pengembangan pegawai administrasi, dan tenaga penunjang lainnya dilakukan dengan memperhatikan tuntutan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. 5. Kegiatan Pengembangan SDM dalam bentuk pendidikan dan latihan (Diklat) dapat diikuti oleh pegawai dan tenaga penunjang lainnya, baik program gelar maupun non-gelar, di dalam maupun di luar negeri. 6. Pengembangan SDM dapat ditempuh melalui studi lanjut, pencangkokan, dan program pesanan sesuai dengan bidang ilmu dan keahliannya. 10

95 7. Pengembangan Staf dilakukan melalui sistem pendampingan dengan mengutamakan perluasan wawasan dan pendalaman bidang keahlian atau ilmu yang ditekuninya. 8. Pengembangan SDM pegawai dan tenaga penunjang lainnya dilakukan melalui program studi lanjut, pelatihan, magang, dan studi banding sesuai dengan kepentingan peningkatan kompetensi, pelayanan, dan kinerja yang mendukung produktivitas organisasi. 9. Pengembangan SDM dilakukan berkaitan dengan kepentingan penilaian kinerja setiap pegawai yang berdampak pada promosi, mutasi, rotasi, demosi untuk penetapan remunerasi. 10. Pembinaan aparatur (BINAP) sebagai bagian dari Pengembangan SDM diperlukan untuk menangani masalahmasalah yang muncul berkaitan dengan pelanggaran aturanaturan kepegawaian, kode etik, dan disiplin Prosedur Pengembangan SDM 1. Penyusunan Program Pengembangan SDM dilakukan di bawah tanggung jawab salah seorang Pejabat yang berwenang di bidang pengembangan SDM dan dilaksanakan oleh unit kerja terkait. 2. Unit kerja yang bertugas dalam pengembangan SDM melakukan analisis kebutuhan, perancangan, implementasi, dan evaluasi program. 3. Unit kerja yang bertugas dalam pengembangan SDM melakukan koordinasi dan bekerja sama dengan unit-unit utama di lingkungan kementerian/dinas perhubungan dalam analisis kebutuhan, perancangan, implementasi, dan evaluasi program pengembangan SDM di bidang Angkutan. 4. Unit kerja yang bertugas dalam pengembangan SDM dapat menjalin kemitraan dengan lembaga lain di luar 11

96 kementerian/dinas perhubungan untuk melakukan analisis kebutuhan, perancangan, implementasi, dan evaluasi program pengembangan SDM Evaluasi Pengembangan SDM 1. Evaluasi pengembangan SDM dilakukan melalui monitoring dan pengukuran atas efektivitas peningkatan komitmen, disiplin, mutu layanan dan kinerja di tingkat individual, kelompok, unit kerja, dan instansi. 2. Evaluasi dilakukan terhadap keseluruhan proses penyelenggaran program Pengembangan SDM dengan memperhatikan tujuan evaluasi, kriteria keberhasilan, prinsipprinsip, ketepatan mekanisme operasional, kualitas kemajuan monitoring, kejelasan umpan balik, dan dampak yang dicapai. 3. Evaluasi Pengembangan SDM dilakukan untuk mendorong semua pegawai di lingkungan Kementrian Perhubungan, khususnya LLASDP agar dapat menunjukkan kinerja secara bertanggung jawab Pembiayaan Anggaran untuk membiayai program pengembangan SDM dialokasikan dalam Anggaran Pemerintah untuk pengembangan SDM Pembinaan Pegawai 1. Pendidikan dan Pelatihan Untuk pendidikan dan pelatihan pegawai dilaksanakan secara terpisah oleh Badan diklat Departemen Perhubungan dalam hal pelaksanaan berkoordinasi 12

97 dengan Bagian Kepegawaian Setditjen Perhubungan Darat, dimana jenis diklat terdiri atas 2 jenis yaitu: a. Diklat Penjenjangan Karir/Jabatan b. Diklat Keterampilan 2. Mutasi, Promosi, Demosi Umumnya mutasi bisa disebabkan oleh dua hal. Pertama, mutasi bisa jadi karena promosi, seorang pegawai yang dipindahkan ke bagian lain untuk dipromosikan atau naik jabatan. Kedua, mutasi ke bagian lain yang sejajar dengan jabatanya semula atau mutasi hanya pindah bagian atau unit kerja saja namun jabatannya tetap. Syarat mutasi pegawai, promosi terjadi bila pegawai tersebut mempunyai kemampuan untuk menduduki jabatan tertentu, dianggap mampu. Promosi adalah penghargaan dengan kenaikan jabatan dalam suatu organisasi ataupun instansi baik dalam pemerintahan maupun non pemerintah (swasta). Demosi adalah penurunan jabatan dalam suatu instansi yang biasa dikarenakan oleh berbagai hal, contohnya adalah keteledoran dalam bekerja. Demosi adalah suatu hal yang sangat dihindari oleh setiap pekerja karena dapat menurunkan status, jabatan, dan gaji 13

98 14

99 Lampiran KOMPETENSI SDM LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN (KAPAL UKURAN Dl BAWAH 7 GT) NO NAMA KOMPETENSI Operator Deck 1 Kualifikasi Pendidikan minimal SMU/Sederajat dan Mempunyai sertifikat dasar kelautan dibidang nautika; (Awak 2 Mempunyai pengetahuan tentang penggunaan kompas; Angkutan) 3 Mengert ipenanganan muatan dan stabilitas kapal secara 4 Komunikasi dengan jelas dan ringkas, perintah-perintah dimengerti sesuai kecakapan pelaut yang baik; 5 Mengerti istilah-istilah dan definisi perkapalan; 6 Mengerti prosedur-prosedur dasar untuk perlindungan; 7 Mengerti tentang tugas-tugas darurat dan isyarat-isyarat 8 Tidak buta huruf; 9 Mempunyai pengetahuan tentang pertolongan pertama pada kecelakaan apabila terjadi luka, lukabakar, orang tenggelam; Mempunyai pengetahuan tentang persyaratan wajib untuk perlengkapan keselamatan jiwa dan peralatan pemadam kebakaran; Mempunyai pengetahuan tentang pemeliharaan perlengkapan keselamatan jiwa dan peralatan pemadam kebakaran yang dibawa oleh kapal kecil; Mempunyai pengetahuan tentang persyaratan wajib untuk perlengkapan keselamatan jiwa dan peralatan pemadam kebakaran. 2 Operator Mesin (Awak Angkutan) 1 Kualifikasi Pendidikan minimal SMU/Sederajat dan Mempunyai sertifikat kelautan dasar dibidang teknik 2 perkapalan; Komunikasi dengan jelas dan ringkas perintah-perintah dimengerti sesuai kecakapan pelaut yang baik; 3 Mengenal tiap bagian dari mesin secara keseluruhan; 4 Pengetahuan dasar mesin 2 langkah dan 4 langkah; 5 Mengerti Instalasi bahanbakar; 6 Memahami System pendinginan dan pelumasan; 7 Mampu/ mengerti cara menjalankan mesin dan 8 Mempunyai pengetahuan tentang persyaratan wajib untuk perlengkapan keselamatan jiwa dan peralatan 9 pemadam Mempunyai kebakaran; pengetahuan tentang persyaratan wajib untuk perlengkapan keselamatan jiwa dan peralatan 1 pemadam kebakaran; Mengerti tentang pencegahan pencemaran; 15

100 NO NAMA KOMPETENSI 1 Memahami tentang keselamatan kerja; 1 Mempunyai pengetahuan tentang persyaratan wajib 2 untuk perlengkapan keselamatan jiwa dan peralatan 3 Klasi Deck/Mesin 1 Kualifikasi Pendidikan minimal SMU/Sederajat dan Mengerti tentang tugas-tugas darurat dan isyarat-isyarat (Awak 2 Tidak buta huruf; 3 Mempunyai pengetahuan tentang pertolongan pertama pada kecelakaan apabila terjadi luka, lukabakar, orang 4 Mempunyai pengetahuan tentang persyaratan wajib untuk perlengkapan keselamatan jiwa dan peralatan 5 Mempunyai pengetahuan tentang pemeliharaan perlengkapan keselamatan jiwa dan peralatan pemadam kebakaran yang dibawa oleh kapal kecil; 4 PetugasSerti fikasi Kelaikan Kapal Sungai dan Danau 5 PetugasPem egang FungsiKesel amatan Pelayaran Sungai dan 1 Kualifikasi Pendidikan minimal D3 Perkapalan/Teknik dan telah mengikuti diklat LLSDP atau yang disetarakan 2 Memahami persyaratan keselamatan kapal Sungai 3 Memahami pelaksanaan pencegahan pencemaran dari 4 kapal Memahami Sungai pengawakan dandanau; kapal Sungai dandanau; 5 Memahami garis muat kapal Sungai dandanau; 6 Memahami pelaksanaan tata cara pemuatan kapal ; 7 Memahami persyaratan kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang kapal Sungai; 8 Memahami status hukum kapal. 1 Kualifikasi Pendidikan minimal D3 Perkapalan/Teknik dan telah mengikuti diklat LLSDP atau yang disetarakan 2 Memahami persyaratan kelaiklautan kapal Sungai dan 3 Memahami persyaratan dan fungsi rambu Sungai dan 4 Memahami pelaksanaan prosedur pengamanan sarana dan prasarana serta fasilitas pelabuhan Sungai dandanau; 5 Memahami prosedur dan persyaratan pencegahan serta penanggulangan pencemaran. 6 Inspektur Sungai Dan Danau 1 Kualifikasi Pendidikan minimal S1 Transportasi/Teknik/Sosial dan telah mengikuti diklat 2 LLSDP Memahami atau pelaksanaan yang disetarakan penyelenggaraan alur pelayaran 3 Memahami persyaratan dan fungsi fasilitas alur 4 Memahami system rute di alur-pelayaran Sungai dan 5 Memahami pelaksanaan tatacara berlalulintas di alur pelayaran 16

101 NO NAMA KOMPETENSI 7 Petugas 1 Kualifikasi Pendidikan minimal D3 Pengukuran Transportasi/Teknik/Sosial dan telah mengikuti diklat Dan LLSDP atau yang disetarakan 2 Memahami tatacara Pengukuran Kapal SD; Penerbitan Surat Ukur 3 Memahami Dasar-Dasar Bangunan Kapal SD; Kapal 4 Memahami pendaftaran dan kebangsaan Kapal Sungai Sungai dan dan Danau. Danau 8 Petugas Pemberi 1 Kualifikasi Pendidikan minimal D3 Transportasi/Teknik/Sosial dan telah mengikuti diklat LLSDP atau yang disetarakan Persetujuan Pemberangk 2 Memahami Kelaikan Kapal Sungai dandanau; Kapal SD 3 Memahami Kecakapan Kapal (SKK) 4 Memahami Kelengkapan Keselamatan; 5 Memahami Stabilitas Kapal S D; 6 Memahami Pengukuran Kapal S D; 7 Memahami Pengawakan Kapal S D; 8 Memahami Tata Cara Manifes Muatan Kapal S D; 9 Memahami Sistem Trayek; 1 Memahami Persyaratan Operasional Kapal S D; 1 Memahami Tugas Kewajiban dan Tanggung Jawab 1 Memahami Prosedur Perizinan Usaha Pengoperasian 1 Memahami Pendaftaran dan Registrasi Kapal S D; 1 Memahami Prosedur Penerbitan Surat Pemeriksaan 1 Memahami Pas Sungai Danau; 1 Memahami PengawasanOperasionalKapal ASD. 1 7 Memahami StabilitasKapal Sungai dandanau; 9 Petugas Operator Pelabuhan Sungai & Danau 10 Petugas Operasional Pelabuhan 1 Kualifikasi Pendidikan minimal D3 Transportasi/Teknik dan telah mengikuti diklat teknis kepelabuhanan atau diklat LLSDP atau yang disetarakan 2 Memahami Operasional Pelabuhan SD; 3 Memahami Keselamatan dan Keamanan Pelayaran 4 Memahami Pengetahuan tentang Kesyahbandaran; 5 Memahami tentang Penanganan Pemuatan di Pelabuhan 6 Memahami Cara Pemeliharaan Pelabuhan SD; 7 Memahami tentang Standar Pelayanan Minimum dan/ 8 Memahami Data dan Pelaporan; 1 Kualifikasi Pendidikan minimal D3 Transportasi/Teknik dan telah mengikuti diklat teknis kepelabuhanan atau 2 Memahami peraturan perundangan di bidang LLASDP 3 Mempunyai pengetahuan dasar konstruksi pelabuhan 4 Mampu mengoperasikan peralatan operasional pelabuhan (gensetdll) 17

102 NO NAMA KOMPETENSI 5 Menguasai operasional pelayanan untuk penumpang dan barang (system penjualan tiket, pemberian info kedatangan/keberangkatan kapal, bongkar muat dan 6 pencatatanmanifes) Menguasai operasional pelayananterhadap kapal 7 Menguasai operasional pengecekan fasilitas pelabuhan 8 Menguasai operasional kelancaran lalulintas di 9 Menguasai operasional pengamanan bahan B3 di 1 pelabuhan Menguasai operasional pada keadaan darurat akibat 1 Menguasai operasional keamanan dan ketertiban 1 11 Petugas Pengelolaan Pelabuhan 12 Investigator Kecelakaan Angkutan Sungai Danau 1 Kualifikasi Pendidikan minimal D3 Transportasi/Teknik dan telah mengikuti diklat teknis kepelabuhanan atau 2 diklat LLSDP atau yang disetarakan Memahami peraturan perundangan di bidang LLASDP 3 Mempunyai pengetahuan dasar perencanaan pelabuhan 4 Memahami prosedur pemeliharaan pelabuhan 5 Memahami prosedur perbaikan pelabuhan 6 Memahami prosedur pelestarian lingkungan hidup 7 Memahami semua fasilitas dan peralatan operasional 8 Memahami prosedur pengendalian operasional 9 pelabuhan Memahami administrasi keuangan, ketatausahaan, kepegawaian, pengusahaan jasa kepelabuhan dan 1 kepelaporan Menguasai pengelolaan tempat tambat kapal di 1 Menguasai penjadawalan kapal 1 2 Mampu menyusun biaya operasional, pemeliharaan dan perbaikan pelabuhan 1 Kualifikasi Pendidikan minimal D3 Transportasi/Teknik dan telah mengikuti diklat teknis kepelabuhanan atau diklat LLSDP atau yang disetarakan 2 Mampu memahami peraturan perundangan keselamatan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan; 3 4 Mampu memahami system keselamatan pelayaran Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan; 5 Mampu memahami alur pelayaran sungai, danau dan penyeberangan dan teknologinya; 6 Mampu memahami kelaiklautan sarana Angkutan 7 Mampu memahami system perambuan perairan daratan 8 Mampu memahami tata cara pelaksanaan investigasi Mampu mengoperasikan peralatan investigasi 13 Inspektor 1 Kualifikasi Pendidikan minimal D3 Transportasi/Teknik 18

103 NO NAMA KOMPETENSI Keselamatan ASDP dan telah mengikuti diklat LLSDP atau yang disetarakan 2 Mampu memahami peraturan perundangan keselamatan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan; 3 4 Mampu memahami alur pelayaran sungai, danau dan penyeberangan dan teknologinya; 5 Mampu memahami keselamatan pelayaran Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan; 6 Mampu memahami system perambuan perairan daratan dan penyeberangan 7 Mampu memahami ilmu perencanaan dermaga sungai dan pelabuhan penyeberangan; 8 Mampu memahami tata cara pelaksanaan inspeksi keselamatan ASDP; 9 Mampu mengoperasikan peralatan inspeksi keselamatan ASDP; 14 Auditor Keselamatan ASD 15 Analis Data Kecelakaan Perairan Daratan 1 Kualifikasi Pendidikan minimal D3 Transportasi/Teknik dan telah mengikuti diklat LLSDP atau yang disetarakan 2 Mampu memahami peraturan perundangan keselamatan Angkutan ; 3 Mampu memahami alur pelayaran sungai, danau dan penyeberangan dan teknologinya; 4 Mampu memahami ilmuperencanaan dermaga sungai, danau dan pelabuhan penyeberangan; 5 Mampu memahami keselamatanpelayaranangkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan; 6 Mampu memahami sistem perambuan perairan daratan dan penyeberangan; 7 Mampu memahami tatacara pelaksanaan audit keselamatan ASDP; 8 Mampu mengoperasikanperalatan audit keselamatan ASDP; 9 Mampu menyusun laporan hasil audit keselamatan ASDP. 1 Kualifikasi Pendidikan minimal D3 Transportasi/Teknik dan telah mengikuti diklat LLSDP atau yang disetarakan 2 Mampu memahami peraturan perundang-undangan LLAJ 3 Memahami teori analisa statistik 4 Memahami tipe-tipe kecelakaan 5 Mampu mengoperasikan program-program statistika 6 Memahami faktor-faktor penyebab kecelakaan 7 Memahami teknik penulisan laporan analisa data laka jalan 19

104 20

105 PEDOMAN TRANSPORTASI SUNGAI DAN DANAU PEDOMAN PENGELOLAAN LIMBAH SAMPAH AKTIFITAS ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN

106

107 KATA PENGANTAR Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan karunianya dalam penulisan buku pedoman ini. Penyusunan Buku Pedoman Pengelolaan Limbah Sampah Aktifitas Angkutan Sungai Dan Danau ini untuk mewujudkan transportasi sungai dan danau yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien. Isi dari pedoman ini membahas tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah Sampah Aktifitas Angkutan Sungai Dan Danau. Buku Pedoman ini jauh dari sempurna, oleh karena itu masukan dan tanggapan pembaca sangat diharapkan agar dapat diadakan perbaikan untuk cetakan berikutnya. Jakarta, 2012 Penyusun i

108 ii

109 DAFTAR ISI Konsep Pedoman di Bidang Transportasi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I Deskripsi 1.1 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan 1.2 Ruang Lingkup 1.3 Acuan Normatif 1.4 Pengertian BAB II Ketentuan Umum 2.1 Jenis dan karakter limbah dan sampah pada angkutan sungai dan danau 2.2 Sumber sampah / limbah dan pencemaran 2.3 Prosedur pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan 2.4 Peralatan keselamatan dan kenyamanan terkait limbah dan sampah 2.5 Pembuangan limbah di perairan 2.6 Prosedur Pengelolaan Sampah dan Limbah Angkutan sungai dan danau BAB III Ketentuan Teknis 3.1 Persyaratan Teknis Pengelolaan Sampah 3.2 Teknik Operasional iii

110 iv

111 BAB I PENDAHULUAN Konsep Pedoman di Bidang Transportasi 1.1 Maksud Dan Tujuan Maksud Jasa angkutan sungai dan danau merupakan jenis jasa yang menyangkut banyak orang, sehingga residua atau sisa atau sampah yang dihasilkan juga bersifat massal. Jumlah sampah yang banyak dan tidak dikelola akan mengakibatkan penurunan minat dan kualitas pelayanan, bahkan dalam jangka panjang mengakibatkan degradasi lingkungan. Pengelolaan sampah yang terintegrasi dan baik membutuhkan pedoman Pengelolaan Limbah Sampah Aktifitas Angkutan Sungai Dan Danau, agar tercipta standar pengelolaan sampah dan limbah pada lingkungan jasa angkutan sungai dan danau Tujuan Tujuan penyusunan pedoman Pengelolaan Limbah Sampah Aktifitas Angkutan Sungai Dan Danau adalah tersedianya pedoman dan standar pengelolaan limbah dan sampah hasil aktivitas jasa angkutan sungai dan danau, untuk menjaga kualitas pelayanan angkutan sungai dan danau. 1.2 Ruang Lingkup Pedoman ini menetapkan ketentuan-ketentuan dan tata cara pengelolaan limbah dan sampah hasil aktifitas sungai dan danau termasuk pengumpulan, alat, prosedur, dan pengelolaannya. Detail subtansi kegiatan pengelolaan mencakup: a. Jenis dan karakter limbah dan sampah pada angkutan sungai dan danau 1

112 b. Sumber sampah/ limbah dan pencemaran c. Prosedur pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan d. Peralatan keselamatan dan kenyamanan terkait limbah dan sampah e. Pembuangan limbah di perairan f. Prosedur Pengelolaan Sampah dan Limbah Angkutan sungai dan danau 1.3 Acuan Normatif 1) UU No.17 tahun 2008 tentang pelayaran 2) Peraturan Pemerintah No.61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan 3) Peraturan Pemerintah No.5 tahun 2010 tentang kenavigasian 4) Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim; 5) Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan; 6) Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2011 tentang Sungai 7) Keputusan Menteri Perhubungan No. 42 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat dari dan Ke Kapal di Pelabuhan; 8) Perda No.8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum 9) KM No.17 tahun 2004 tentang penyelenggaraan angkutan sungai dan danau 10) KM No. 53 tahun 2004 tentang tatanan kepelabuhanan nasional 11) KEPPRES No. 17 tahun 1985 tentang keselamatan pelayaran 12) KEP-01/BAPEDAL/09/1995 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun 13) MARPOL ANNEX V (MARPOL 73/78) 2

113 1.4 Pengertian 1) Lalu lintas sungai dan danau adalah Pergerakan kapal di alur pelayaran sungai dan danau dan di wilayah perairan pelabuhan sungai dan danau. 2) Manajemen lalu lintas sungai dan danau adalah Kegiatan pengaturan terhadap lalu lintas sungai dan danau agar tercipta kelancaran, keselamatan, dan keamanan berlalu lintas dengan memperhatikan ketentuan mengenai perlindungan lingkungan perairan sungai dan danau 3) Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. 4) Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus 5) Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan, penampungan, dan penanganan sampah. 6) Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu 7) Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah 8) Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. 9) Sistem tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengendalian yang meliputi 3

114 pencegahan dan penanggulangan kecelakaan akibat pengelolaan sampah yang tidak benar. 10) Timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita per hai, atau per luas bangunan, atau per panjang jalan. 11) Pewadahan sampah adalah aktivitas menampung sampah sementara dalam suatu wadah individual atau komunal di tempat sumber sampah. 12) Pewadahan individual adalah aktivitas penanganan penampungan sampah sementara dalam suatu wadah khusus untuk dan dari sampah individu 13) Pewadahan komunal adalah aktivitas penanganan penampungan sampah sementara dalam suatu wadah bersama baik dari berbagai sumber maupun sumber umum. 14) Pengumpulan sampah adalah aktivitas penanganan yang tidak hanya mengumpulkan sampah dari wadah individual dan atau dari wadah komunal (bersama) melainkan juga mengangkutnya ke tempat terminal tertentu, baik dengan pengangkutan langsung maupun tidak langsung. 15) Pola pengumpulan adalah kegiatan pengambilan sampah dari sumber sampah baik individual maupun komunal 16) Pemindahan sampah adalah kegiatan memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir. 17) Depo pemindahan sampah adalah tepat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan container pengangkut 18) Pengangkutan sampah adalah kegiatan membawa sampah dari lokasi pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke tempat pembuangan akhir. 19) Pengolahan sampah adalah suatu proses untuk mengurangi volume/sampah dan atau mengubah benuk sampah menjadi 4

115 yang bermanfaat, antara lain dengan cara pembakaran, pengomposan, pemadatan, penghancuran, pengeringan, dan pendaurulangan. 20) Pengomposan adalah proses pengolahan sampah organik dengan bantuan mikroorganisme sehingga terbentuk kompos. 21) Pembakaran sampah adalah salah satu teknik pengolahan sampah dengan membakar sampah menggunakan insinerator sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 22) Pemadatan adalah upaya mengurangi volume sampah dengan cara dipadatkan baik secara manual maupun mekanis, sehingga pengangkutan ke tempat pembuangan akhir lebih efisien 23) Daur ulang adalah proses pengolahan sampah yang menghasilkan produk baru; 24) Pembuangan akhir sampah adalah tempat dimana dilakukan kegiatan untuk mengisolasi sampah hinga aman bagi lingkungan 25) Pemilahan adalah proses pemisahan sampah berdasar jenis sampah yang dilaukan sejak dari sumber sampai dengan pembuangan akhir. 5

116 6

117 BAB II KETENTUAN UMUM Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Dalam penyelenggaraan angkutan sungai dan danau harus memperhatikan keselamatan dan keamanan pelayaran meliputi keselamatan dan keamanan angkutan di (1) perairan, (2) pelabuhan, serta (3) perlindungan lingkungan maritim (pasal 116 (1) UU 17/2008). Adapun pengertian dari masing-masing elemen keselamatan dan keamanan pelayaran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Keselamatan dan keamanan angkutan perairan yaitu kondisi terpenuhinya persyaratan: (a) kelaiklautan kapal yang ditunjukkan melalui sertifikat dan surat kapal, dan (b) kenavigasian (pasal 117, 118 UU 17/2008); 2. Keselamatan dan keamanan pelabuhan yaitu kondisi terpenuhinya manajemen keselamatan dan sistem pengamanan fasilitas pelabuhan meliputi: (a) prosedur pengamanan fasilitas pelabuhan, (b) sarana dan prasarana pengamanan pelabuhan, (c) sistem komunikasi, dan (d) personil pengaman (pasal 121 UU 17/2008); 3. Perlindungan lingkungan maritim yaitu kondisi terpenuhinya prosedur dan persyaratan pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan: (a) kepelabuhanan, (b) pengoperasian kapal, (c) pengangkutan limbah, bahan berbahaya, dan beracun di perairan, (d) pembuangan limbah di perairan, dan (e) penutuhan kapal (pasal 123 UU 17/2008) Jenis dan karakter limbah dan sampah pada angkutan sungai dan danau 7

118 Sampah yang dimaksud dalam aktifitas sungai dan danau adalah yang sesuai dengan sampah rumah tangga. Berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 18 th 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, sampah dibagi menjadi : a. sampah rumah tangga; yaitu dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Contoh : Sampah makanan Material pengemasan (plastik, kaleng, dan lain - lain) Sampah kegiatan pelayanan medis Botol, peralatan makan, dan lain-lain Kertas, cardboard (antara lain : kardus) b. sampah sejenis sampah rumah tangga; yaitu sampah sejenis rumah tangga dari kawasan berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus (pelabuhan), fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya. c. sampah spesifik, yaitu termasuk limbah khusus pada lingkungan dermaga angkutan sungai dan danau termasuk : sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun; sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun; sampah yang timbul akibat bencana; puing bongkaran bangunan; 8

119 sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau sampah yang timbul secara tidak periodik. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (untuk selanjutnya disebut limbah B3) adalah sisa usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau karakteristiknya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Limbah B3 dapat diidentifikasi menurut sumber dan karakteristiknya. Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi : Limbah B3 dari sumber tidak spesifik Limbah B3 dari sumber spesifik Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Sedangkan identifikasi limbah B3 menurut karakteristiknya sebagai berikut : Mudah meledak. Mudah terbakar. Bersifat reaktif. Beracun. Menyebabkan infeksi. Bersifat korosif. 9

120 2.2. Sumber sampah / limbah dan pencemaran Sumber sampah yang dimaksud adalah semua aktifitas pelayanan angkutan sungai dan danau yang menimbulkan sisa baik berupa sampah rumah tangga, residu angkutan, atau limbah beracun atau tidak beracun yang dapat mencemari lingkungan dermaga angkutan atau sungai dan danau baik berupa estetika, aroma, ruang, atau merusak kualitas lingkungan. Sumber sampah atau limbah pada jasa angkutan sungai dan danau antara lain : a. Penumpang (sampah rumah tangga berupa kertas, plastik, organik, dan anorganik) b. Barang yang diangkut yang mampu menimbulkan bau, atau menghasilkan residu baik berupa padat atau cair. c. Proses pengisian bahan bakar yang tidak steril, proses bongkar muat, yaitu sampah yang dihasilkan pada saat proses membongkar dan memuat barang, seperti kayu, tali, dan sebagainya. Rag/pad berminyak Remain pemeliharaan mesin Soot dan machinery deposit Broken parts Material pengemasan (kertas, palstik, logam, botol oli, dan lain-lain) d. Kapal angkutan yang kurang layak, misalnya ada kebocoran minyak atau bahan bakar. Debu, karat, cat, dan lain-lain 10

121 2.3. Prosedur pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan Pencegahan pencemaran dari kapal pedalaman sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal (8) huruf c meliputi pemenuhan terhadap persyaratan: 1. Penampung minyak kotor a. Setiap kapal pedalaman harus dilengkapi penampung minyak kotor ( olly water) berasal dari bocoran minyak mesin penggerak bantu atau tumpahan lain yang volumenya ditentukan berdasarkan rumus : Ukuran volume Bak Penampung = 0,15 x C dalam satuan m 3 Dimana C = pemakaian bahan bakar perhari b. Penampung minyak kotor harus ditempatkan sedemikian rupa di kapal agar minyak dengan mudah dapat dipindahkan ke darat. c. Alat Penampung minyak terdiri dari : 1) Tong penampung yang sekurang-kurangnya memadai untuk menampung minyak kotor sesuai dengan ukuran kebutuhannya dan peralatan pendukung lainya. 2) Drum penampung yang memadai untuk menampung minyak kotor dan peralatan pendukung lainya. 3) Tangki minyak yang memadai untuk menampung minyak kotor. 2. Tempat penampung sampah (garbage) berupa sampah-sampah dalam bentuk sisa barang atau material hasil dari kegiatan di atas kapal atau kegiatan normal lainnya di atas kapal; serta limbah ( sewage) berupa kotoran-kotoran dari toilet, WC, urinals, ruangan perawatan, kotoran hewan serta campuran dari 11

122 buangan tersebut terdiri dari: a. Keranjang sampah b. Tong sampah c. Bak sampah d. Septic Tank 2.4. Peralatan keselamatan dan kenyamanan terkait limbah dan sampah Kapal angkutan sungai dan danau harus memenuhi beberapa standar kelaiakan terait keselamatan dan kenyamanan terutama yang berkaitan dengan sampah dan limbah. Hal yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Kapal sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 22 ayat (1) yang telah diperiksa dan memenuhi peralatan dan perlengkapan pencegahan pencemaran sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan berlaku akan diterbitkan Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak. 2. Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 22 dikeluarkan oleh instansi/lembaga/pejabat yang sah yang dibentuk dan/atau ditunjuk berdasarkan Keputusan Kementerian Perhubungan.. 3. Pemeriksaan kelaikan kapal dari aspek pencegahan pencemaran dari kapal sebagaimana adalah berdasarkan Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2). 4. Peralatan pencegahan pencemaran yang diperlukan kapal pedalaman adalah sebagai berikut: a. Kapal dengan ukuran isi kotor (GT) kurang dari 7 (< 7) dan/atau kurang dari 20 m 3 (< 20 m 3 ), dilengkapi dengan 12

123 peralatan pencegahan pencemaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), huruf c, angka 1) dan Pasal 21 ayat (2) huruf a. b. Kapal dengan ukuran isi kotor (GT) sama dengan atau lebih dari 7 (.7) s/d kurang dari 35 (< 35) dan/atau sama dengan atau lebih dari 20 m 3 ( 20 m 3 ) s/d kurang dari 100 m 3 (< 100 m 3 ),.dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), huruf c, angka 2) dan Pasal 21 ayat (2) huruf b. c. Kapal dengan ukuran isi kotor (GT) sama dengan atau lebih dari 35 ( 35) s/d kurang dari 175 ( <175) dan/atau sama dengan atau lebih dari 100 m 3 ( 100 m 3 ) s/d kurang dari 500 m 3 (< 500 m 3 ), dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), huruf c, angka 3) dan Pasal 21 ayat (2) huruf c, huruf d. d. Kapal dengan ukuran isi kotor (GT) sama dengan atau lebih dari 175 ( 175) s/d kurang dari 300 (< 300) dan/atau sama dengan atau lebih dari 500 m 3 ( 500 m 3 ) s/d kurang dari 1000 m 3 (< 1000 m 3 ), dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran sesuai Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak. e. Kapal dengan ukuran isi kotor (GT) sama dengan atau lebih dari 300 ( 300) dan/atau sama dengan atau lebih dari 1000 m 3 ( 1000 m 3 ), dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran sesuai Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak Pembuangan limbah di perairan 13

124 Setiap pemilik dan/atau operator kapal dilarang melakukan pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun ke media lingkungan hidup Prosedur Pengelolaan Sampah dan Limbah Angkutan Sungai dan Danau Tujuan pengelolaan sampah adalah Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Sampah yang berasal dari angkutan sungai dan danau seringkali kurang mendapat perhatian baik oleh operator ataupun pengguna. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit dengan melenyapkan atau mengendalikan faktor faktor risiko lingkungan yang merupakan mata rantai penularan penyakit (Ehler, 1986). Kapal adalah semua alat pengangkut, termasuk milik angkatan bersenjata dan yang dapat berlayar. Dengan demikian kapal harus terbebas dari faktor risiko lingkungan dengan cara mempertahankan kondisi kesehatan kapal sehingga tidak dijadikan tempat berkembang penyakit dan vektor penular penyakit. Sanitasi kapal merupakan salah satu usaha yang ditujukan terhadap faktor risiko lingkungan di kapal untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit guna memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan. Sanitasi kapal mencakup seluruh aspek penilaian kompartemen kapal antara lain : dapur, ruang penyediaan makanan, palka, 14

125 gudang, kamar anak buah kapal, penyediaan air bersih, penyajian makanan pengendalian vektor penular penyakit atau rodent (WHO, 2005). 15

126 16

127 BAB III KETENTUAN TEKNIS Konsep Pedoman di Bidang Transportasi 3.1 Persyaratan Teknis Pengelolaan Sampah Teknik operasional pengelolaan sampah terdiri dari kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat terpadu dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya. Gambar 3.1. Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan sampah akibat kegiatan angkutan sungai dan danau: 1) Frekuensi atau tingkat kepadatan Kegiatan angkutan sungai dan danau 2) Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi 3) Timbulan dan karakteristik sampah 4) Budaya sikap dan karakteristik masyarakat 17

128 5) Jarak dari sumber sampah ke tempat pembuangan akhir sampah 6) Rencana tata ruang Wilayah 7) Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuanagn akhir sampah 8) Biaya yang tersedia 9) Peraturan daerah setempat Faktor penentu kualitas operasional layanan 1) Tipe pelabuhan sungai, danau 2) Sampah terangkut dari lingkungan 3) Frekuensi layanan 4) Jenis dan jumlah peralatan 5) Peran aktif masyarakat dan pengguna layanan angkutan sungai, danau 6) Retribusi 7) Timbulan sampah 3.2 Teknik Operasional Pola pewadahan Melakukan pewadahan sampah sesuai dengan jens sampah yang terpilah, yaitu: 1) Sampah organik seperti sisa sayuran, kulit buah lunak, sisa makanan dengan wadah warna gelap 2) Sampah anorganik seperti gelas, plastik, logam dengan warna yang lebih terang 3) Sampah bahan berbahaya beracun dengan warna merah yang diberi tanda atau lambang khusus sesuai ketentuan yang berlaku. Persayaratan bahan wadah: 1) Tidak mudah rusak dan kedap air 18

129 2) Ekonomis, mudah diperoleh atau dibuat oleh masyarakat 3) Mudah dikosongkan Pemilahan Pemilahan dapat dilakukan dengan cara manual oleh petugas kebersihan atau masyarakat, sebelum dipindahkan ke alat pengakut sampah Cara Pemindahan Cara pemindahan dapat dilakukan sebagai berikut: 1) Manual 2) Mekanis 3) Gabungan manual dan mekanis, pengisian kontainer dilakuan secara manual oleh petugas pengumpul, sedangkan pengangkutan kontainer ke atas truk dilakukan secara mekanis (load haul). Peralatan Pengakut sampah 1) Alat pengangkut sampah harus dilengkapi dengan penutup sampah minimal dengan jaring 2) Tinggi bak maksimum 1,6 m 3) Sebaiknya ada alat ungkit 4) Kapasitas disesuaikan dengan kelas jalan yang akan dilalui 5) Bak truk/dasar kontainer sebaiknya dilengkapi pengaman air sampah Pengolahan Teknik Pengolahan sampah dapat berupa 1) Pengomposan a. Berdasar kapasitas b. Berdasar proses 2) Insinerasi berwawasan lingkungan 19

130 3) Daur ulang 4) Pengurangan sampah dengan pencacahan atau pemadatan 5) Biogasifikasi 20

131 PEDOMAN TRANSPORTASI SUNGAI DAN DANAU PEDOMAN TICKETING DAN PENJADWALAN ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN

132

133 KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan karunianya dalam penulisan buku pedoman ini. Penyusunan Buku Pedoman Ticketing Dan Penjadwalan Angkutan Sungai Dan Danau ini untuk mewujudkan transportasi sungai dan danau yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien. Isi dari pedoman ini membahas tentang Tata Cara Ticketing Dan Penjadwalan Angkutan Sungai Dan Danau. Buku Pedoman ini jauh dari sempurna, oleh karena itu masukan dan tanggapan pembaca sangat diharapkan agar dapat diadakan perbaikan untuk cetakan berikutnya. Jakarta, 2012 Penyusun i

134 ii

135 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan 1.2 Ruang Lingkup 1.3 Acuan Normatif 1.4 Pengertian BAB II KETENTUAN-KETENTUAN 2.1 Ticketing Dan Penjadwalan Angkutan Sungai Dan Danau 2.2 Waktu perjalanan 2.3 Pelaksanaan Penjadwalan iii

136 iv

137 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan Maksud Pedoman Ticketing Dan Penjadwalan Angkutan Sungai Dan Danau ini dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan penjadwalan yang layak secara teknis dan ekonomis Tujuan Pedoman Ticketing Dan Penjadwalan Angkutan Sungai Dan Danau ini memberikan panduan standar minimal penjadwalan angkutan sungai dan danau yang optimal. 1.2 Ruang Lingkup Pedoman Ticketing Dan Penjadwalan Angkutan Sungai Dan Danau ini memberikan panduan dalam perencanaan ticketing dan penjadwalan angkutan sungai dan danau sesuai dengan standar minimal fasiltas pelabuhan sungai dan danau. 1.3 Acuan Normatif 1) UU No.17 tahun 2008 tentang pelayaran; 2) UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; 3) PP No.61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan; 4) PP No.5 tahun 2010 tentang kenavigasian; 5) PP No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan Di Perairan; 6) KM No.17 tahun 2004 tentang penyelenggaraan angkutan sungai dan danau; 7) KM No. 53 tahun 2004 tentang tatanan kepelabuhanan nasional. 1

138 1.4 Pengertian 1) Angkutan adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, dan terusan untuk mengangkut penumpang dan/atau barang yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau. 2) Pelabuhan adalah pelabuhan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan sungai dan danau. 3) Waktu perjalanan adalah Waktu yang dibutuhkan untuk berlayar anatara pelabuhan tergantung kepada jarak antara pelabuhan dan kecepatan rerata perjalanan kapal. 4) Waktu sandar adalah waktu yang dibutuhkan untuk kapal bersandar dimulai dari saat kapal merapat di dermaga, 5) Waktu putar atau disebut juga sebagai Round Trip Time (RTT) adalah waktu yang dibutuhkan oleh kapal untuk membuat satu kali perjalanan pulang pergi termasuk waktu yang dibutuhkan kapal untuk sandar di dermaga. 6) Waktu antara atau dikenal juga sebagai Headway adalah waktu antara dua sarana angkutan untuk melewati suatu titik/tempat perhentian dalam hal ini pelabuhan atau dermaga. 2

139 BAB II KETENTUAN-KETENTUAN 2.1 Ticketing Dan Penjadwalan Angkutan Sungai Dan Danau Penjadwalan Untuk memberikan pelayanan angkutan yang teratur perlu dilakukan penjadwalan pelayanan ASD. Dengan adanya jadwal akan mempermudah masyarakat maupun pengguna jasa layanan ASD untuk mengatur perjalanan yang akan dilakukannya. Penjadwalan pada pelayanan yang memiliki frekuensi sangat sering seperti 10 kali dalam satu jam, atau sekali dalam 6 menit, penjadwalan mungkin tidak terlalu penting, tetapi pada pelayanan yang dilakukan sekali satu hari, atau 2 kali dalam satu minggu, penjadwalan menjadi sangat penting karena masyarakat maupun pengguna layanan ASD perlu mengetahui jadwal pastinya dalam rangka mereka merencanakan perjalanannya Komponen jadwal Dalam penyusunan jadwal diperlukan informasi mengenai waktu perjalanan, waktu sandar yang diperlukan untuk menghitung waktu putar kapal sebagai masukan utama dalam penyusunan jadwal kapal. 2.2 Waktu perjalanan Waktu yang dibutuhkan untuk berlayar anatara pelabuhan tergantung kepada jarak antara pelabuhan dan kecepatan rerata 3

140 perjalanan kapal, yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: T= Dimana : T = waktu perjalanan dari pelabuhan awal sampai pelabuhan akhir, jam S = Jarak antara pelabuhan awal ke pelabuhan akhir, nautical mile v = Kecepatan jelajah kapal, knots Dalam kenyataannya, kecepatan kapal sangat berfluktuasi tergantung dari kondisi alam, cuaca, kecepatan dan arah angin, gelombang, arus, maupun alur navigasi. Dari rumus tersebut diatas jelas terlihat bahwa faktor utama waktu perjalanan adalah kecepatan kapal, kecepatan yang biasa digunakan pada perencanaan pelayanan angkutan sungai dan danau berkisar antara 10 sampai 20 knots, sedang ferry cepat bisa beroperasi sampai dengan kecepatan pada kisaran 30 sampai 35 knots. Permasalahan utama dalam kecepatan adalah bentuk lunas kapal, lunas yang lancip dengan bentuk lambung V dapat berjalan dengan kecepatan yang lebih tinggi disamping faktor lain yang dipertimbangkan adalah bahwa kapal dengan kecepatan tinggi mengkonsumsi bahan bakar yang lebih besar. Bila jarak antara dua pelabuhan adalah 20 mil, dan kecepatan jelajah kapal adalah 10 knots, maka waktu perjalanan adalah 2 jam Waktu sandar Waktu sandar adalah waktu yang dibutuhkan untuk kapal bersandar dimulai dari saat kapal merapat di dermaga, moring kapal ke dermaga, membuka pintu rampa (untuk kapal Ro-ro), menurunkan 4

141 dan menaikkan penumpang, barang, ataupun kendaraan dari dan ke kapal. Selanjutnya menutup pintu rampa melepas tali temali kapal untuk kemudian berlayar kembali. Lamanya waktu sandar tergantung kepada ukuran kapal, cara pemuatan, ada/tidaknya movable bridge, kapal kecil cukup membutuhkan waktu 10 menit, tetapi kapal besar bisa sampai 1 jam Waktu putar Waktu putar atau disebut juga sebagai Round Trip Time (RTT) adalah waktu yang dibutuhkan oleh kapal untuk membuat satu kali perjalanan pulang pergi termasuk waktu yang dibutuhkan kapal untuk sandar di dermaga. RTT = (T+W) x 2 Dimana: RTT = waktu putar T = Waktu perjalanan satu trip W = waktu sandar Dengan menggunakan contoh terdahulu untuk T = 2 jam dan W selama 1 jam maka akan diperoleh waktu putar selama 1 jam, maka waktu putar adalah 6 jam Waktu Antara Waktu antara atau dikenal juga sebagai Headway adalah waktu antara dua sarana angkutan untuk melewati suatu titik/tempat perhentian dalam hal ini pelabuhan atau dermaga. Semakin kecil waktu antara semakin tinggi kapasitas angkut. Waktu antara rata-rata dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 5

142 2.3 Pelaksanaan Penjadwalan Pelaksanaan penjadwalan untuk pelayanan angkutan perlu dijadwalkan agar diketahui oleh masyarakat pengguna dan dapat dijadikan acuan dalam perencanaan perjalan pemakai sistem angkutan sungai danau dan penyeberangan Penjadwalan trip Untuk merencanakan jadwal trip antara dua pelabuhan dengan menggunakan contoh diatas dapat mengikuti pola untuk 1, 2, 3 atau 4 kapal sebagaimana ditunjukkan pada grafik perjalanan kapal berikut: Gambar 2.1 Contoh Perencanaan Trip Kapal Susunan jadwal penyelenggaraan angkutan sungai dan danau dari gambar diatas ditunjukkan dalam daftar berikut ini: 6

143 Tabel 2.1 Contoh penjadwalan untuk 1 kapal yang melayani angkutan antara pelabuhan A dan Pelabuhan B Sedang kalau pelayanan dengan 4 kapal jadwal akan menjadi seperti ditunjukkan pada daftar berikut ini: Tabel 2.2 Contoh penjadwalan untuk 4 kapal yang melayani angkutan antara pelabuhan A dan pelabuhan B Penjadwalan pelayanan beberapa persinggahan Untuk penjadwalan pelayanan angkutan sungai danau dengan beberapa persinggahan hampir sama dengan penjadwalan 7

PENERAPAN KESETIMBANGAN BENDA TERAPUNG

PENERAPAN KESETIMBANGAN BENDA TERAPUNG PENERAPAN KESETIMBANGAN BENDA TERAPUNG Mata Kuliah Mekanika Fluida Oleh: 1. Annida Unnatiq Ulya 21080110120028 2. Pratiwi Listyaningrum 21080110120030 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) GT SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional

Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) GT SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) 75 150 GT ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...II pendahuluan...iii 1 Ruang

Lebih terperinci

KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL

KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL RULLY INDRA TARUNA 230110060005 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2012 0 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Awak tidak memperhatikan bangunan dan stabilitas kapal. Kecelakaan kapal di laut atau dermaga. bahaya dalam pelayaran

Awak tidak memperhatikan bangunan dan stabilitas kapal. Kecelakaan kapal di laut atau dermaga. bahaya dalam pelayaran Bagian-bagian Kapal Awak tidak memperhatikan bangunan dan stabilitas kapal Kecelakaan kapal di laut atau dermaga bahaya dalam pelayaran merugikan harta benda, kapal, nyawa manusia bahkan dirinya sendiri.

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) GT

Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) GT Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) 75 150 GT ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal perikanan merupakan kapal yang digunakan untuk aktivitas penangkapan ikan di laut (Iskandar dan Pujiati, 1995). Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan

Lebih terperinci

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal 1. Titik Berat (Centre of Gravity) Setiap benda memiliki tittik berat. Titik berat inilah titik tangkap dari sebuah gaya berat. Dari sebuah segitiga, titik beratnya

Lebih terperinci

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement)

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) OLEH : LUKMAN HIDAYAT NRP. 49121110172 PROGRAM DIPLOMA IV JURUSAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.283, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pengukuran Kapal. Tata cara. Metode. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGUKURAN KAPAL

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA)

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA) 5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran 5.1.1 General arrangement (GA) Pembuatan desain perahu katamaran disesuaikan berdasarkan fungsi yang diinginkan yaitu digunakan sebagai perahu pancing untuk wisata

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN SURAT TUGAS

HALAMAN JUDUL HALAMAN SURAT TUGAS DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN SURAT TUGAS HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PENGESAHAN KETUA PROGRAM STUDI HALAMAN MOTTO HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kapal Cumi-Cumi (Squid Jigging) Kapal cumi-cumi (squid jigging) merupakan kapal penangkap ikan yang memiliki tujuan penangkapan yaitu cumi-cumi. Kapal yang sebagai objek penelitian

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) kapal perikanan sebagai kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang meliputi aktivitas penangkapan atau pengumpulan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan didalam usaha perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas dalam usaha menangkap atau mengumpulkan sumberdaya perairan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Kapal Cumi-Cumi (Squid Jigging) Kapal penangkap cumi-cumi adalah kapal yang sasaran utama penangkapannya adalah cumi-cumi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

Lebih terperinci

Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal

Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal Ukuran utama ( Principal Dimension) * Panjang seluruh (Length Over All), adalah

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 di galangan kapal PT Proskuneo Kadarusman Muara Baru, Jakarta Utara. Selanjutnya pembuatan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Terdapat beberapa definisi mengenai kapal perikanan, menurut Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I A. UMUM Untuk merencanakan sebuah kapal bangunan baru, ada beberapa masalah yang penting dan pokok untuk dijadikan dasar perencanaan, baik dari segi teknis, ekonomis maupun segi artistiknya.beberapa

Lebih terperinci

2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974; 6. Peratur

2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974; 6. Peratur BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1428, 2016 KEMENHUB. Kendaraan diatas Kapal. Pengangkutan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 115 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGANGKUTAN

Lebih terperinci

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung 3 R. Nopandri et al. / Maspari Journal 02 (2011) 3-9 Maspari Journal 01 (2011) 3-9 http://jurnalmaspari.blogspot.com Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka

Lebih terperinci

juga didefinisikan sebagai sebuah titik batas dimana titik G tidak melewatinya, agar kapal selalu memiliki stabilitas yang positif.

juga didefinisikan sebagai sebuah titik batas dimana titik G tidak melewatinya, agar kapal selalu memiliki stabilitas yang positif. 3 STABILITAS KAPAL Stabilitas sebuah kapal mengacu pada kemampuan kapal untuk tetap mengapung tegak di air. Berbagai penyebab dapat mempengaruhi stabilitas sebuah kapal dan menyebabkan kapal terbalik.

Lebih terperinci

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka belitung

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka belitung 3 R. Nopandri et al. / Maspari Journal 02 (2011) 3-9 Maspari Journal 01 (2011) 3-9 http://masparijournal.blogspot.com Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL

IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL PK. NPL. G. 02. M BIDANG KEAHLIAN PROGRAM KEAHLIAN : PELAYARAN : NAUTIKA PERIKANAN LAUT DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kapal Perikanan. Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kapal Perikanan. Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kapal Perikanan Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan syarat-syarat yang diperlukan oleh suatu kapal akan diperlukan juga oleh kapal ikan, akan

Lebih terperinci

BAB V SHELL EXPANSION

BAB V SHELL EXPANSION BAB V SHELL EXPANSION A. PERHITUNGAN BEBAN A.1. Beban Geladak Cuaca (Load and Weather Deck) Yang dianggap sebagai geladak cuaca adalah semua geladak yang bebas kecuali geladak yang tidak efektif yang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PENDAHULUAN MT SAFINA SYUMADHANI Tanker 3600 BRT I - 1 PROGRAM STUDI D III TEKNIK PERKAPALAN PROGRAM DIPLOMA FAKULTAS TEKNIK

BAB I PENDAHULUAN. PENDAHULUAN MT SAFINA SYUMADHANI Tanker 3600 BRT I - 1 PROGRAM STUDI D III TEKNIK PERKAPALAN PROGRAM DIPLOMA FAKULTAS TEKNIK BAB I PENDAHULUAN A. UMUM Untuk merencanakan sebuah kapal bangunan baru, ada beberapa masalah yang penting dan pokok untuk dijadikan dasar perencanaan, baik dari segi teknis, ekonomis maupun segi artistiknya.

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN )

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN ) BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN ) C.. PERHITUNGAN DASAR A. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + % x Lpp 5.54 + % x 5.54 7.65 m B. Panjang Displacement (L Displ) L Displ,5 x ( Lwl + Lpp

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02

KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02 KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02 BAGIIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIIKULUM DIIREKTORAT PENDIIDIIKAN MENENGAH KEJURUAN DIIREKTORAT JENDERAL PENDIIDIIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIIDIIKAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KONSEP DESAIN DERMAGA PERIKANAN TERAPUNG SKRIPSI IBNU NURSEHA

UNIVERSITAS INDONESIA KONSEP DESAIN DERMAGA PERIKANAN TERAPUNG SKRIPSI IBNU NURSEHA UNIVERSITAS INDONESIA KONSEP DESAIN DERMAGA PERIKANAN TERAPUNG SKRIPSI IBNU NURSEHA 0405080157 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK PERKAPALAN DEPOK JUNI 2009 UNIVERSITAS INDONESIA KONSEP DESAIN DERMAGA

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Alokasi waktu penelitian mulai dari kegiatan survei, proses konversi, modifikasi dan rekondisi hingga pengujian di lapangan berlangsung selama tujuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum. 2.1.1 Defenisi Stabilitas Stabilitas adalah merupakan masalah yang sangat penting bagi sebuah kapal yang terapung dilaut untuk apapun jenis penggunaannya, untuk

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN)

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) A. PERHITUNGAN DASAR. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + % x Lpp 99,5 +,98, m. Panjang Displacement (L Displ) L Displ,5 x (Lwl + Lpp),5 x (, + 99,5),5

Lebih terperinci

BAB V DASAR BERGANDA ( DOUBLE BOTTOM )

BAB V DASAR BERGANDA ( DOUBLE BOTTOM ) BAB V DASAR BERGANDA ( DOUBLE BOTTOM ) PENGERTIAN DASAR BERGANDA Dasar Berganda ialah bagian dari konstruksi kapal yang dibatas, Bagian bawah - Oleh kulit kapal bagian bawah ( bottom shell planting ) Bagian

Lebih terperinci

PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN)

PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) A. PERHITUNGAN DASAR A.. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + % x Lpp 9,5 + % x 9,5 5, m A.. Panjang Displacement (L Displ) L Displ,5 x ( Lwl + Lpp ),5 x (5, +

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN )

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN ) MT LINUS 90 BRT LINES PLAN BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN ). PERHITUNGAN DASAR. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + % x Lpp 07,0 + % x 07,0 09, m. Panjang Displacement (L Displ) L Displ

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BUKAAN KULIT SHELL EXPANTION

PERHITUNGAN BUKAAN KULIT SHELL EXPANTION BAB V PERHITUNGAN BUKAAN KULIT Perhitungan Shell Expansion ( bukaan kulit ) kapal MT. SADEWA diambil dari perhitungan Rencana Profil berdasarkan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Volume II, Rules for

Lebih terperinci

ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI

ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI Sarjito Jokosisworo*, Ari Wibawa Budi Santosa* * Program Studi Teknik Perkapalan Fakultas Teknik UNDIP ABSTRAK Mayoritas

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama 5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh pengrajin kapal tradisional menyebabkan proses pembuatan kapal dilakukan tanpa mengindahkan kaidahkaidah arsitek perkapalan. Dasar

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT SHANTY L. MANULLANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu DERMAGA Peranan Demaga sangat penting, karena harus dapat memenuhi semua aktifitas-aktifitas distribusi fisik di Pelabuhan, antara lain : 1. menaik turunkan penumpang dengan lancar, 2. mengangkut dan membongkar

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENDATAAN KAPAL DAN GALANGAN KAPAL SERTA PENERBITAN SURAT TANDA KEBANGSAAN KAPAL DI KABUPATEN TANGERANG

Lebih terperinci

BAB 5 STABILITAS BENDA TERAPUNG

BAB 5 STABILITAS BENDA TERAPUNG BAB 5 STABIITAS BENDA TERAPUNG 5. STABIITAS AWA Sebagai dasar pemahaman mengenai struktur terapung maka diperlukan studi mengenai stabilitas benda terapung. Kestabilan sangat diperlukan suatu struktur

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN)

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) A. PERHITUNGAN DASAR A.. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + ( % x Lpp) 6, + ( % x,6) 8,8 m A.. Panjang Displacement (L Displ) untuk kapal berbaling-baling

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Serang. Kdy. TangerangJakarta Utara TangerangJakarta Barat Bekasi Jakarta Timur. Lebak. SAMUDERA HINDIA Garut

3 METODOLOGI. Serang. Kdy. TangerangJakarta Utara TangerangJakarta Barat Bekasi Jakarta Timur. Lebak. SAMUDERA HINDIA Garut 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Desember 2009. Penelitian dilaksanakan di dua tempat, yaitu di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat untuk pengukuran

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MV EL-JALLUDDIN RUMMY GC 3250 BRT BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN)

TUGAS AKHIR MV EL-JALLUDDIN RUMMY GC 3250 BRT BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) A. PERHITUNGAN DASAR A.. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + 2 % x Lpp Lwl 6, + 2 % x 6, Lwl 8,42 m A.2. Panjang Displacement (L.Displ) L Displ 0,5 x (Lwl

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN)

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) A. PERHITUNGAN DASAR A.. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + 2 % x Lpp Lwl 3,00 + 2 % x 3,00 Lwl 5,26 m A.2. Panjang Displacement (L.Displ) L Displ 0,5

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU DI KABUPATEN KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di terminal barang potongan, terminal peti kemas, terminal barang

Lebih terperinci

2 KAPAL POLE AND LINE

2 KAPAL POLE AND LINE 2 KAPAL POLE AND LINE Kapal merupakan kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Peta lokasi penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Peta lokasi penelitian 13 3 METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek Penelitian dalam penelitian ini adalah Kapal Penangkap Cumi- Cumi yang terdapat di galangan kapal PT. Proskuneo Kadarusman Muara Baru, Jakarta Utara. 3.2

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN yang dijadikan sampel dan diukur pada penelitian ini berjumlah 22 unit yang mempunyai wilayah pengoperasian lokal, yaitu di daerah yang tidak jauh dari teluk Palabuhanratu. Konstruksi

Lebih terperinci

BAB V MIDSHIP AND SHELL EXPANSION

BAB V MIDSHIP AND SHELL EXPANSION BAB V MIDSHIP AND SHELL EXPANSION Perhitungan Midship & Shell Expansion berdasarkan ketentuan BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) Th. 2006 Volume II. A. PERHITUNGAN PLAT KULIT DAN PLAT GELADAK KEKUATAN B.1.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERIKSAAN TONGKANG

LAPORAN PEMERIKSAAN TONGKANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MINISTRY OF TRANSPORTATION DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DIRECTORATE GENERAL OF SEA TRANSPORTATION LAPORAN PEMERIKSAAN TONGKANG NAMA KAPAL : PEMILIK / OPERATOR : AGENT :

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN LAMPIRAN 1 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Kriteria dan Variabel Penilaian Pelabuhan 4.2. Pengelompokan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT LAMPIRAN 9 i 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Persyaratan Utama 4.2. Kriteria Pelayaran Rakyat 4.3. Daerah

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal merupakan suatu bangunan terapung yang berfungsi sebagai wadah, tempat bekerja (working area) serta sarana transportasi, dan kapal ikan termasuk didalamnya

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. Tabel 6 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01

4 HASIL PENELITIAN. Tabel 6 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Kapal PSP 01 4.1.1 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01 merupakan kapal penangkap ikan yang dibangun dalam rangka pengembangan kompetensi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 32 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengukuran dimensi dan geometri bentuk kapal longline yang diteliti dilakukan di Cilacap pada bulan November. Setelah pengukuran dimensi dan geometri

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL / NOTASI

DAFTAR SIMBOL / NOTASI DAFTAR SIMBOL / NOTASI A : Luas atau dipakai sebagai koefisien, dapat ditempatkan pada garis bawah. ( m ; cm ; inci, dsb) B : Ukuran alas lateral terkecil ( adakalanya dinyatakan sebagai 2B ). ( m ; cm

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS KONVERSI KAPAL TANKER SINGLE HULL MENJADI DOUBLE HULL

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS KONVERSI KAPAL TANKER SINGLE HULL MENJADI DOUBLE HULL PRESENTASI TUGAS AKHIR ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS KONVERSI KAPAL TANKER SINGLE HULL MENJADI DOUBLE HULL Dipresentasikan Oleh : MUHAMMAD KHARIS - 4109 100 094 Dosen Pembimbing : Ir. Triwilaswandio W.P.,

Lebih terperinci

Soal :Stabilitas Benda Terapung

Soal :Stabilitas Benda Terapung TUGAS 3 Soal :Stabilitas Benda Terapung 1. Batu di udara mempunyai berat 500 N, sedang beratnya di dalam air adalah 300 N. Hitung volume dan rapat relatif batu itu. 2. Balok segi empat dengan ukuran 75

Lebih terperinci

Bentuk dari badan kapal umumnya ditentukan oleh: Ukuran utama Koefisien bentuk Perbandingan ukuran kapal. A.A. B. Dinariyana

Bentuk dari badan kapal umumnya ditentukan oleh: Ukuran utama Koefisien bentuk Perbandingan ukuran kapal. A.A. B. Dinariyana A.A. B. Dinariyana Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan ITS Surabaya 2011 Bentuk dari badan kapal umumnya ditentukan oleh: Ukuran utama Koefisien bentuk Perbandingan ukuran kapal.

Lebih terperinci

6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS

6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS 6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS 6.1 Keragaan Kapal Bentuk dan jenis kapal ikan berbeda-beda bergantung dari tujuan usaha penangkapan. Setiap jenis alat penangkapan

Lebih terperinci

Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara

Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 87-92, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi

Lebih terperinci

Proses pengedokan kapal pada graving dock. Deady Helldiningrat

Proses pengedokan kapal pada graving dock. Deady Helldiningrat Proses pengedokan kapal pada graving dock Deady Helldiningrat Sistematika Pengedokan 1. Perusahaan (Owner) Menghubungi perusahaan galangan kapal 2. Galangan kapal memproses berdasarkan data yang diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PENERBITAN SURAT-SURAT KAPAL, SURAT KETERANGAN KECAKAPAN, DISPENSASI PENUMPANG DAN SURAT IZIN BERLAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran terdapat

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Desain Kapal Pancing Tonda Desain kapal merupakan proses penentuan spesifikasi yang menghasilkan gambar suatu obyek untuk keperluan pembuatan dan pengoperasian kapal. Berbeda

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI STRUKTUR DAN BAGIAN-BAGIAN KAPAL. NPL - Prod/K.01. Kompetensi : Bangunan dan Stabilitas Kapal

MENGIDENTIFIKASI STRUKTUR DAN BAGIAN-BAGIAN KAPAL. NPL - Prod/K.01. Kompetensi : Bangunan dan Stabilitas Kapal MENGIDENTIFIKASI STRUKTUR DAN BAGIAN-BAGIAN KAPAL NPL - Prod/K.01 Kompetensi : Bangunan dan Stabilitas Kapal BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIKMENJUR DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT

STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT Oleh: Wide Veronica C54102019 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB V BUKAAN KULIT (SHELL EXPANSION)

BAB V BUKAAN KULIT (SHELL EXPANSION) BAB V BUKAAN KULIT (SHELL EXPANSION) Perhitungan Shell Expansion (Bukaan Kulit) berdasarkan ketentuan BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) Th. 2007 Volume II. A. PERKIRAAN BEBAN A.1. Beban sisi kapal a. Beban

Lebih terperinci

PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP. Oleh: Yopi Novita 1*

PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP. Oleh: Yopi Novita 1* BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 2 Edisi Juli 2011 Hal 35-43 PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP Oleh: Yopi Novita 1* ABSTRAK Muatan utama kapal pengangkut ikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Analisa Perhitungan Fixed Pitch Propeller (FPP) Tipe B4-55 Di PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero)

Analisa Perhitungan Fixed Pitch Propeller (FPP) Tipe B4-55 Di PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Analisa Perhitungan Fixed Pitch Propeller (FPP) Tipe B4-55 Di PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Nama : Geraldi Geastio Dominikus NPM : 23412119 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Eko Susetyo

Lebih terperinci

Bab XII. Spesifikasi Teknis dan Gambar

Bab XII. Spesifikasi Teknis dan Gambar Bab XII. Spesifikasi Teknis dan Gambar Pekerjaan : Pengadaan Kapal Pengawas (Long Boat) 1. KONDISI UMUM Spesifikasi teknis ini bersama dengan gambar-gambar yang diampirkan dimaksudkan untuk menerangkan

Lebih terperinci

Z = 10 (T Z) + Po C F (1 + )

Z = 10 (T Z) + Po C F (1 + ) BAB V BUKAAN KULIT (SHELL EXPANSION) Perhitungan Shell Expansion (Bukaan Kulit) berdasarkan ketentuan BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) Th. 2006 Volume II. A. PERKIRAAN BEBAN A.1. Beban sisi kapal a. Beban

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Pantai Sanur, Dermaga, Marina, Speedboat

ABSTRAK. Kata kunci: Pantai Sanur, Dermaga, Marina, Speedboat ABSTRAK Pantai Sanur selain sebagai tempat pariwisata juga merupakan tempat pelabuhan penyeberangan ke Pulau Nusa Penida. Namun sampai saat ini, Pantai Sanur belum memiliki dermaga yang berakibat mengganggu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR Penyusunan RKS Perhitungan Analisa Harga Satuan dan RAB Selesai Gambar 3.1 Flowchart Penyusunan Tugas Akhir BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR 4.1 Data - Data Teknis Bentuk pintu air

Lebih terperinci

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI YANG MELINTASI JEMBATAN DI WILAYAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

EVALUASI PERBANDINGAN DRAFT KAPAL IKAN FIBERGLASS DAN KAYU BERDASARKAN SKENARIO LOADCASE, STUDI KASUS KAPAL IKAN 3GT

EVALUASI PERBANDINGAN DRAFT KAPAL IKAN FIBERGLASS DAN KAYU BERDASARKAN SKENARIO LOADCASE, STUDI KASUS KAPAL IKAN 3GT EVALUASI PERBANDINGAN DRAFT KAPAL IKAN FIBERGLASS DAN KAYU BERDASARKAN SKENARIO LOADCASE, STUDI KASUS KAPAL IKAN 3GT Nurhasanah Teknik Perkapalan, Politeknik Negeri Bengkalis, Indonesia Email: nurhasanah@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

FINAL KNKT Laporan Investigasi Kecelakaan Laut

FINAL KNKT Laporan Investigasi Kecelakaan Laut FINAL KNKT-08-11-05-03 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Laporan Investigasi Kecelakaan Laut Terbaliknya Perahu Motor Koli-Koli Perairan Teluk Kupang NTT 09 Nopember 2008 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN

Lebih terperinci

FINAL KNKT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI REPUBLIK INDONESIA

FINAL KNKT KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA FINAL KNKT.17.03.05.03 Laporan Investigasi Kecelakaan Pelayaran Tenggelamnya KM. Sweet Istanbul (IMO No. 9015993) Area Labuh Jangkar Pelabuhan Tanjung Priok, DKI Jakarta Republik Indonesia

Lebih terperinci

TOPIC. 10. ShippingEducationEbooks www.ebokship.plusadvisor.com SumberEbookShippingTerlengkap DiIndonesia Youneedgoodadvisor www.plusadvisor.com PERCOBAAN STABILITAS INCLINING EXPERIMENT Tujuan percobaan

Lebih terperinci

PENGARUH ELEMEN BANGUNAN KAPAL TERHADAP KOREKSI LAMBUNG TIMBUL MINIMUM

PENGARUH ELEMEN BANGUNAN KAPAL TERHADAP KOREKSI LAMBUNG TIMBUL MINIMUM PENGARUH ELEMEN BANGUNAN KAPAL TERHADAP KOREKSI LAMBUNG TIMBUL MINIMUM Daeng PAROKA 1 dan Ariyanto IDRUS 1 1 Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1523, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Laut. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 93 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS STABILITAS KAPAL LCT 200 GT

ANALISIS TEKNIS STABILITAS KAPAL LCT 200 GT Abstrak ANALISIS TEKNIS STABILITAS KAPAL LCT GT Budhi Santoso 1), Naufal Abdurrahman ), Sarwoko 3) 1) Jurusan Teknik Perkapalan, Politeknik Negeri Bengkalis ) Program Studi Teknik Perencanaan dan Konstruksi

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS BAB II A. PERHITUNGAN DASAR A.1. Panjang Garis Muat ( LWL ) LWL = Lpp + 2 % Lpp = 78,80 + ( 2%x 78,80 ) = 80,376 m A.2. Panjang Displacement untuk kapal Baling baling Tunggal (L displ) L displ = ½ (LWL

Lebih terperinci