global. Kessler, et al. (2007) misalnya, menemukan sebanyak >75% responden di 5 negara (Columbia, Perancis, Selandia Baru, Ukraina, dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "global. Kessler, et al. (2007) misalnya, menemukan sebanyak >75% responden di 5 negara (Columbia, Perancis, Selandia Baru, Ukraina, dan"

Transkripsi

1 A. Latar Belakang Prevalensi jumlah penderita gangguan mental dilaporkan tinggi secara global. Kessler, et al. (2007) misalnya, menemukan sebanyak >75% responden di 5 negara (Columbia, Perancis, Selandia Baru, Ukraina, dan Amerika Serikat) mengalami salah satu dari gangguan mental, seperti phobia, gangguan impulsif, kecemasan, gangguan mood, dan penyalahgunaan narkoba atau alkohol. WHO (2001) juga melaporkan bahwa sebanyak 25% penduduk dunia pernah mengalami gangguan mental sepanjang hidupnya, seperti gangguan depresi, kecemasan, dan schizophrenia. Melalui rilis laporan tersebut juga diungkapkan sebanyak 24% pasien dokter umum (GP) pada layanan kesehatan primer menderita gangguan mental. Mereka datang dengan mengeluhkan adanya gangguan atau penyakit fisik, tetapi pemeriksaan tidak menemukan gangguan fisik yang dimaksud. Prevalensi gangguan mental meningkatkan beban penduduk secara global (global burden diasease/ GBD) secara progresif. WHO (2006) menjelaskan bahwa menurut hasil kajian global burden diasease yang diproyeksikan hingga tahun 2030, penyebab kematian terbesar adalah penyakit tidak menular. WHO juga menjelaskan bahwa gangguan depresi akan menjadi global burden disease kedua terbesar setelah HIV/AIDS pada tahun 2030 (Mathers & Loncar, 2006). Selanjutnya, WHO juga memaparkan gangguan neuropsychiatric sebagai penyumbang terbanyak (28%) penyakit tidak menular, bila dibandingkan dengan penyakit kardiovaskuler (22%) dan kanker (11%) (lihat bagan 1). Bagan 1. Disability Adjusted Life Years (DALYs) proyeksi global burden disease penyakit tidak menular dari tahun

2 Sumber: Mathers & Loncar (2006) Whiteford et al. (2013) melaporkan bahwa gangguan mental dan penyalahgunaan zat adiktif/ alkohol merupakan penyebab beban penyakit secara global dengan peningkatan 37,6% dari tahun Negara berkembang merupakan penyumbang penderita gangguan mental terbanyak. Lebih lanjut, Whiteford et al. (2013) menjelaskan bahwa perempuan memiliki kecenderungan prevalensi yang lebih tinggi daripada pria dan sebagian besar onset gangguan terjadi pada usia yang produktif, yakni tahun. Prevalensi gangguan mental di Indonesia juga dilaporkan tinggi. Kementerian Kesehatan (2013) melaporkan prevalensi gangguan mental di Indonesia, seperti schizophrenia dan gangguan psikosis lainnya mencapai 1,7 (permil) penduduk. Artinya, terdapat 1 hingga 2 orang mengalami gangguan mental berat setiap penduduk. Jika prevalensi tersebut diproyeksikan dengan jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 yang mencapai penduduk (bps.go.id), maka diperkirakan lebih dari penduduk mengalami gangguan jiwa berat (severe mental illness). Persebaran prevalensi gangguan jiwa berat tertinggi berada di DI Yogyakarta dan Provinsi Aceh dengan jumlah 2,7 penduduk. Kementerian Kesehatan

3 (2013) juga melaporkan prevalensi gangguan emosional sebanyak 6% indeks nasional. Dari jumlah tersebut dapat diperkirakan lebih dari 14 juta penduduk di Indonesia mengalami gangguan emosional. Sepanjang rilis laporan tersebut, Kementerian Kesehatan (2013) masih menemukan kasus pemasungan terhadap penderita gangguan mental. Laporan tersebut menyebutkan sebanyak 14,3% kasus pemasungan ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia. Pemasungan lebih banyak ditemukan pada masyarakat pedesaan sebanyak 18,2% apabila dibandingkan pada masyarakat perkotaan yang sebanyak 10,7%. Pemasungan yang dilakukan tidak hanya sebatas pemasungan secara tradisional, misalnya menggunakan kayu atau rantai, tetapi berupa tindakan pengekangan yang membatasi gerak dan pengisolasian. Data di atas belum mencakup mengenai gangguan mental yang tidak terlaporkan, seperti kasus bunuh diri. Prevalensi bunuh diri dilaporkan telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia pada usia tahun setelah kematian akibat kecelakaan lalu lintas (WHO, 2014). WHO (2012) mengungkapkan sebanyak jiwa meninggal dunia dengan cara bunuh diri sepanjang tahun WHO juga memperkirakan terdapat kasus kematian melalui bunuh diri sebanyak 11,4%. Permasalahan bunuh diri di Indonesia telah mengkhawatirkan. Pada tahun 2010 kematian akibat bunuh diri telah mencapai 1,8%. Jumlah tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2012 sebanyak 4,3% (WHO, 2012). Artinya, 4-5 orang dari penduduk telah mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri sepanjang tahun Melalui laporan tersebut juga diketahui bahwa wanita memiliki kecenderungan melakukan bunuh diri lebih besar 4,9% bila dibanding dengan laki-laki yang sebesar 3,7%. Berdasarkan pemaparan di atas, permasalahan kesehatan mental mendesak untuk mendapatkan perhatian

4 dan penanganan lebih lanjut. Selain itu, seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan penting untuk mendapatkan pertolongan secara menyeluruh. Pada sisi lain, penderita gangguan mental belum seluruhnya mendapatkan pengobatan sesuai dengan kebutuhan mereka. Upaya pelayanan kesehatan mental yang ada belum dapat berjalan dengan baik. Ketersediaan layanan kesehatan mental yang ada ternyata tidak dapat memenuhi kebutuhan layanan kesehatan mental. Kondisi demikian disebut dengan treatment gap (Kale, 2002). Beberapa negara di dunia juga mengalami ketimpangan layanan kesehatan mental. Penelitian yang dilakukan oleh Kohn, Saxena, Levav, & Saraceno (2004) menemukan berbagai jenis gangguan mental yang tidak tertangani di seluruh negara anggota WHO. Persentase gangguan mental yang tidak tertangani, meliputi schizophrenia dan gangguan psikosis sebanyak 32,2%, depresi 56,3%, dysthymia 56.0%, gangguan bipolar 50,2%, gangguan kepanikan 55,9%, dan gangguan kecemasan umum 57,5%, serta penyalahgunaan zat adiktif/ alkohol 78,1%. Selanjutnya, Kohn, et al. (2004) juga menemukan sebanyak 70% penduduk dunia diketahui tidak dapat mengakses layanan kesehatan mental sekunder, seperti klinik jiwa, psikolog klinis ataupun psikiater untuk mendapatkan penanganan gangguan lebih lanjut. Temuan di atas sejalan dengan kondisi treatment gap di Indonesia. Studi yang dilakukan oleh Kohn, et al. (2004) menemukan bahwa treatment gap pada negara berkembang mencapai >90%. Dengan demikian, kurang dari 10% penderita gangguan mental yang mendapatkan pelayanan dari fasilitas kesehatan, sedangkan sisanya sama sekali tidak mendapatkan layanan pengobatan. Selain itu, cakupan pengobatan gangguan mental juga dinilai rendah. Sebagai contoh, Kementerian Kesehatan (2013) melaporkan bahwa

5 penderita gangguan psikosis yang pernah mendapatkan pengobatan sebanyak 61,8%, sementara 38,2% penderita lainnya sama sekali tidak pernah mendapatkan pengobatan. Sedangkan pada gangguan mental emosional sebesar 26,6%, sementara 73,4% penderita lainnya sama sekali tidak pernah mendapatkan pengobatan untuk penyakitnya. Ketersediaan layanan dan fasilitas kesehatan mental merupakan upaya nyata dalam mengurangi treatment gap. Layanan tersebut meliputi ketersediaan rumah sakit atau klinik jiwa, tenaga kesehatan mental, akses layanan, dan asuransi kesehatan mental (Viora, 2015). Padahal, ketersediaan fasilitas kesehatan mental yang ada di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan layanan kesehatan mental. Wang, et al. (2007) menemukan bahwa sebagian besar negara berkembang mengalami kekurangan bahkan kelangkaan tenaga kesehatan mental. Temuan tersebut sejalan dengan kondisi di Indonesia. Viora (2015) mengatakan jumlah profesional kesehatan mental tidak sebanding dengan kebutuhan. Jumlah psikiater yang ada saat ini hanya mencapai 0,32% dan psikolog klinis 0,15% (Viora, 2015). Jumlah tersebut jauh dibawah rekomendasi WHO, yakni 1: penduduk. Belum lagi, tenaga kesehatan mental yang ada hanya dapat diakses di kota-kota besar dan sebagian besar berada di pulau Jawa. Terlebih dengan jumlah fasilitas layanan kesehatan mental yang ada, seperti rumah sakit jiwa atau klinik jiwa di rumah sakit umum, dilaporkan masih minim (lihat tabel 1). Viora (2015) mengatakan bahwa hingga tahun 2015 terdapat 48 rumah sakit jiwa dengan persebaran di 26 provinsi. Selanjutnya, persebaran layanan kesehatan primer, seperti puskesmas ataupun klinik pratama yang sedikit menyediakan layanan kesehatan mental. Tentu ketersediaan layanan tersebut tidak seimbang untuk mencukupi kebutuhan layanan kesehatan mental yang lebih besar.

6 Tabel 1 Jumlah layanan kesehatan mental di Indonesia Jenis Fasilitas Jumlah Rumah Sakit Jiwa 48 di 26 provinsi dari 34 provinsi RSU dengan layanan jiwa 181 dari 445 RSU Puskesmas dengan layanan jiwa 2702 dari 9005 puskesmas Sumber: Viora (2015) Peningkatan prevalensi gangguan mental juga disebabkan oleh kegagalan penderita untuk mendapatkan pertolongan medis. Wang, et al. (2007) telah melaporkan secara global bahwa penderita gangguan mental mengalami kegagalan dalam mendapatkan pertolongan profesional selama bertahun-tahun. Kohn, et al. (2004) juga menemukan 60% penderita gangguan mental mengalami keterlambatan mendapatkan pertolongan hingga 8 tahun lamanya. Wang, et al. (2007) mengemukakan bahwa laki-laki memiliki kecenderungan mengalami kegagalan mendapatkan pertolongan apabila dibandingkan dengan wanita. Peneliti lainnya (Susukida, Mojtabai, & Mendelson, 2015; Kessler, Brown, & Broman, 1981) juga menjelaskan bahwa wanita lebih terbuka dengan orang lain ketika menghadapi permasalahan, sehingga wanita dinilai lebih mencari bantuan ketika mengalami krisis mental daripada laki-laki. Kegagalan mendapatkan pengobatan menurut Wang, et al. (2007) merupakan ketidakmampuan penderita untuk mencari pertolongan profesional (initial treatment-seeking). Kegagalan tersebut dipengaruhi oleh akses dan layanan kesehatan mental yang sulit diperoleh dan kesadaran penderita untuk mencari pertolongan. Selain itu, kegagalan dalam mendapatkan pertolongan profesional dapat memperburuk keadaan. Padahal,

7 keterlambatan dalam memperoleh pertolongan dapat meningkatkan resiko dan memperparah keadaan. Altamura, et al. (2008) misalnya, menemukan kecenderungan perilaku bunuh diri yang tinggi pada penderita depresi dan bipolar dengan durasi onset dan pengobatan lebih dari 2 tahun. Melihat berbagai kebutuhan yang ada, maka upaya untuk mengurangi atau menghilangkan treatment gap kesehatan mental mendesak untuk segera dilakukan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melibatkan peran masyarakat dalam mengupayakan kesehatan mental masyarakat (Jorm, 2012; Kakuma et al., 2011; Patel, et al., 2010; WHO, 2010). Keterlibatan masyarakat tersebut berupa pemberian pertolongan kesehatan mental oleh non-profesional kesehatan mental atau masyarakat awam. WHO (2010) merekomendasikan pemberian pelatihan kesehatan mental kepada masyarakat atau kelompok masyarakat tertentu untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menangani gangguan mental. Lebih lanjut, Kakuma, et al. (2011) menganjurkan beberapa langkah untuk mengurangi treatment gap diantaranya adalah mengintegrasikan layanan kesehatan mental pada tingkat primer, pendelegasian tugas (taskshifting), dan program layanan kesehatan mental berbasis masyarakat. Melalui taskshifting dan program layanan kesehatan mental berbasis masyarakat diharapkan masyarakat dan non-profesional dapat terlibat secara aktif dalam upaya preventif, kuratif, dan rehabilitatif kesehatan mental. Selain itu, keterlibatan tersebut diharapkan dapat menjembatani antara minimnya fasilitas layanan kesehatan mental dengan kebutuhan layanan kesehatan mental yang tinggi. Melihat kondisi di atas, keterlibatan masyarakat dalam memberikan pertolongan pada penderita gangguan mental menjadi penting untuk dilakukan. Akan tetapi, pemberian pertolongan kepada penderita gangguan

8 jiwa masih menghadapi hambatan. Setidaknya terdapat 3 hal yang dapat diuraikan (Suarez, 2011; Safitri, 2011). Pertama, pengetahuan kesehatan jiwa yang rendah mengakibatkan penilaian yang salah pada gangguan jiwa. Masyarakat masih menilai gangguan jiwa bukan dilihat sebagai gangguan biologis, melainkan masih dianggap sebagai pengaruh kekuatan magis. Selanjutnya, kesalahan dalam memahami gangguan jiwa tersebut mengarahkan masyarakat untuk mendapatkan pertolongan dengan pendekatan magis atau supranatural. Pasien dan keluarga merasa terbebani dengan pengobatan yang tidak sesuai dan justru memperparah keadaan pasien. Jarak durasi onset dengan pertolongan pertama kali yang panjang dapat memperparah kondisi penderita. Terakhir, pemahaman yang keliru tersebut membuat masyarakat tidak mengetahui bagaimana memperlakukan penderita gangguan jiwa. Hingga pada akhirnya banyak ditemukan penderita gangguan jiwa juga mengalami perlakuan yang tidak manusiawi, seperti pengurungan dan pemasungan. Pada temuan yang lain, masyarakat justru memiliki jarak dengan seseorang yang diindikasi memiliki masalah kejiwaan (Rüsch, Angermeyer, & Corrigan, 2005). Ketidakmampuan seseorang untuk menyediakan pertolongan kesehatan mental dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, keterbatasan pengetahuan seseorang mengenai kesehatan mental membuat seseorang tidak tahu bantuan apa yang dapat diberikan dan bagaimana cara memberikan bantuan (Kitchener & Jorm, 2008). Keterbatasan pemahaman mengenai gangguan mental juga dapat membuat penderita terlambat mendapatkan pertolongan (Wang et al., 2007). Selain itu, beberapa peneliti menemukan bahwa pemahaman yang keliru (miskonsepsi) mengenai gangguan mental turut membuat seseorang tidak memberikan pertolongan (Quinn et al., 2009; Veltman, Cameron, Stewart, 2002).

9 Penelitian yang dilakukan oleh Veltman, Cameron, & Stewart (2002) menemukan bahwa pandangan sosial dan komunitas terhadap gangguan mental memengaruhi kondisi keluarga atau caregiver gangguan mental. Keluarga melaporkan bahwa mereka tidak mendapatkan bantuan atau dukungan dari komunitas dan mereka merasa ditinggalkan oleh teman atau saudara mereka. Keluarga juga menjelaskan bahwa memiliki anggota dengan gangguan mental merasa lebih memiliki beban sosial daripada memiliki anggota keluarga dengan gangguan atau sakit fisik. Quinn et al. (2009) mengatakan bahwa perilaku penderita yang dinilai aneh mengakibatkan reaksi masyarakat dengan menjauhi penderita. Reaksi tersebut mendorong masyarakat untuk tidak memberikan pertolongan dan mengeluarkan penderita dari pergaulan (ex-communicate). Pada level sosial, telah ditemukan pemahaman yang keliru mengenai gangguan mental pada masyarakat umum atau stigma gangguan mental. Pemahaman masyarakat mengenai gangguan mental dipengaruhi oleh keyakinan dan sikap kelompok yang berbeda antarbudaya (Angermeyer & Dietrich, 2006). Stigma tersebut dapat berupa penilaian gangguan mental sebagai pengaruh supranatural seperti, balasan dari Tuhan atas perbuatan buruk, pengaruh roh jahat, sifat kekanak-kanakan, dan perilaku yang buruk (Rüsch, Angermeyer, & Corrigan, 2005) daripada faktor biopsikososial (WHO, 2001). Seiring dengan berkembangnya kekeliruan pemahaman tersebut, masyarakat kemudian mendorong sikap dan tindakan negatif terhadap penderita gangguan mental. Lebih lanjut, Corrigan & Watson (2002) menjelaskan bahwa penilaian terhadap gangguan mental akan memberikan dampak buruk bagi penderita, berupa sikap negatif (prejudice) dan diskriminatif dalam kehidupan mereka. Beberapa peneliti menjelaskan bahwa stigma gangguan mental erat kaitannya dengan stereotip, prejudice, dan

10 diskriminasi gangguan mental (Corrigan & Watson, 2002; Corrigan, Markowitz, Watson, Rowan, & Kubiak, 2003) dan memasukkan ketiga hal tersebut sebagai rantai stigma gangguan mental yang terkait erat (lihat bagan 2) (Corrigan, 2004; Rüsch, Angermeyer, & Corrigan, 2005). Stigma gangguan mental mengarah pada dampak buruk bagi pasien gangguan mental. Pasien yang harus mampu mengelola diri untuk kesembuhan dan kualitas hidupnya, harus berhadapan dengan pandangan masyarakat yang dinilai tidak membantu mereka (Rüsch, Angermeyer, & Corrigan, 2005). Stigma juga berkembang pada bagaimana memperlakukan penderita gangguan mental secara diskriminatif dan melanggar batas-batas kemanusiaan (Safitri, 2011; Corrigan, Markowitz, Watson, Rowan, & Kubiak, 2003). Ulasan wartawan BBC melalui bbc.com (2016) melaporkan kondisi pemasungan pada penderita gangguan mental sangat memprihatinkan. Praktik pemasungan selain dilakukan oleh keluarga juga dilakukan oleh lembaga, seperti panti rehabilitasi gangguan mental. Selain praktik yang tidak manusiawi, pemasungan yang dilakukan oleh lembaga diketahui melakukan pengobatan yang jauh dari nilai rehabilitasi psikososial dan medis. Stigma gangguan mental turut memengaruhi pemberian pertolongan. Angermeyer & Matschinger (1996) menemukan bahwa stigma gangguan mental dapat menurunkan intensitas memberikan pertolongan. Calon pemberi bantuan memiliki emosi takut, cemas, dan marah ketika berhadapan dengan penderita gangguan mental. Hal tersebut memengaruhi seseorang untuk tidak peduli dengan penderita gangguan mental. Pemahaman yang keliru mengenai gangguan mental ditemukan telah menurunkan kepercayaan pada pengobatan (Masuda & Latzman, 2011). Masyarakat seringkali menilai pengobatan tidak memiliki efek kesembuhan apapun. Selain itu, stigma yang ada juga membuat seseorang mempertimbangkan untuk memberikan

11 pertolongan atau tidak. Pada masyarakat tertentu, konsep mengenai gangguan mental turut memengaruhi pemberian pertolongan (Corrigan, 2004). Barney, Griffiths, Jorm, & Christensen (2006) mengungkapkan bahwa sikap masyarakat terhadap gangguan mental memengaruhi bagaimana penderita mencari pertolongan atau pengobatan. Penilaian dan sikap negatif masyarakat dapat menjadi penghalang penderita gangguan mental untuk mencari pertolongan. Dengan demikian, stigma memiliki keterkaitan yang erat pada intensitas mencari pertolongan dan memberikan pertolongan. Melihat berbagai temuan di atas, maka memberikan pertolongan kesehatan mental merupakan sikap dan perilaku positif dalam menjembatani kebutuhan layanan kesehatan mental dengan keterbatasan layanan kesehatan mental yang ada. Berdasarkan pemaparan di atas pula sikap memberi pertolongan merupakan bentuk keterlibatan dan kepedulian masyarakat mengenai isu kesehatan mental. Penelitian ini mendesak untuk dilakukan mengingat memberikan pertolongan dapat mengurangi keterlambatan penderita gangguan mental dalam mendapatkan pertolongan. Penelitian mengenai sikap memberikan pertolongan kesehatan mental belum banyak dilakukan di Indonesia. Selain itu, penelitian yang ada lebih banyak dilakukan di negara barat dan belum banyak dilakukan di Indonesia. Mencermati perbedaan konteks pada negara barat dengan kondisi di Indonesia seperti kolektivitas dan keberagaman masyarakat, maka perlu untuk dilakukan penelitian ini. Penelitian ini berusaha untuk mengetahui apakah pengetahuan kesehatan mental mendorong seseorang untuk memiliki sikap memberikan pertolongan kesehatan mental. Penelitian ini juga hendak menjawab apakah stigma publik memiliki hubungan dengan sikap memberikan pertolongan kesehatan mental.

12 B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stigma publik gangguan mental dengan sikap memberikan pertolongan kesehatan mental. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian ilmiah mengenai sikap memberikan pertolongan kesehatan mental dan stigma publik gangguan mental dalam bidang kesehatan mental. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk layanan kesehatan mental bagi pemegang kebijakan, profesional, non-profesional, dan komunitas layanan kesehatan mental dalam merumuskan program promosi kesehatan mental.

PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI

PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Apakah saya sehat jiwa? Sehat Jiwa Bukan semata-mata tidak adanya penyakit/gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini berarti seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mental dalam beberapa hal disebut perilaku abnormal (abnormal behavior). Hal

BAB I PENDAHULUAN. mental dalam beberapa hal disebut perilaku abnormal (abnormal behavior). Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama ini masyarakat menganggap bahwa masalah kesehatan jiwa merupakan masalah orang-orang yang memiliki gangguan jiwa saja atau yang kerap disebut orang awam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di daerah tropis seluruh dunia. Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah suatu infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tren terkini dalam penyakit jiwa memiliki hubungan kausatif yang signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang ditimbulkannya dengan pengangguran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian nasional maupun global. Masalah PTM pada akhirnya tidak hanya menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan, pekerjaan dan pergaulan (Keliat, 2006). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan, pekerjaan dan pergaulan (Keliat, 2006). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan dalam pikiran, prilaku dan suasana perasaan yang menimbulkan hambatan dalam melaksanakan fungsi psikologis. Orang yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan suatu sindrom penyakit klinis yang paling membingungkan dan melumpuhkan. Gangguan psikologis ini adalah salah satu jenis gangguan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Depkes RI (2003), gangguan jiwa adalah gangguan pikiran, perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan tergangguanya fungsi sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan nasional. Meskipun masih belum menjadi program prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan nasional. Meskipun masih belum menjadi program prioritas utama BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gangguan jiwa masih menjadi masalah serius kesehatan mental di Indonesia yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemangku kebijakan kesehatan nasional. Meskipun masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan. Seseorang dikatakan dalam keadaan sehat apabila orang tersebut mampu menjalani perannya dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah WHO 2001 menyatakan bahwa paling tidak ada satu dari empat orang didunia mengalami masalah mental, sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke arah yang lebih baik di Indonesia, mempengaruhi pergeseran pola penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.185, 2014 KESEHATAN. Jiwa. Kesehatan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5571) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, gambaran penyakit di dunia telah beralih dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, dengan penyakit kronik seperti penyakit jantung dan stroke sebagai

Lebih terperinci

MENGIMPLEMENTASIKAN UPAYA KESEHATAN JIWA YANG TERINTEGRASI, KOMPREHENSIF,

MENGIMPLEMENTASIKAN UPAYA KESEHATAN JIWA YANG TERINTEGRASI, KOMPREHENSIF, MENGIMPLEMENTASIKAN UPAYA KESEHATAN JIWA YANG TERINTEGRASI, KOMPREHENSIF, dan BERKESINAMBUNGAN MELALUI UNDANG-UNDANG KESEHATAN JIWA Oleh : Arrista Trimaya * Melalui Sidang Paripurna DPR masa sidang IV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan kesehatan serius yang perlu mendapatkan perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi perpecahan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes. RI, 2008). Virus tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, Dadang yang awalnya ingin melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara serentak batal menikah, karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka fertilitas. Perubahan struktur demografi ini. menyebabkan peningkatan populasi lanjut usia (lansia).

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka fertilitas. Perubahan struktur demografi ini. menyebabkan peningkatan populasi lanjut usia (lansia). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan disertai dengan keberhasilan pembangunan sosial-ekonomi yang terjadi saat ini menyebabkan peningkatan rata-rata usia harapan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya gangguan pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah satu diagnosis kardiovaskular yang paling cepat meningkat jumlahnya (Schilling, 2014). Di dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman era globalisasi ini banyak sekali masyarakat yang mengalami gangguan jiwa dan biasanya pasien yang telah mengalami gangguan jiwa akan mengalami kekambuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut World Health Organization (WHO, 2005). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Depkes,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita gangguan jiwa (skizofrenia). Sampai saat ini penanganan penderita gangguan jiwa masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. pertolongan medis dengan harapan dapat menghilangkan keluhan-keluhan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. pertolongan medis dengan harapan dapat menghilangkan keluhan-keluhan BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa yang dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan kehidupan yang dihadapi oleh setiap individu. Beberapa dekade

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan individu manusia, karena dengan sehat jiwa seseorang mampu berkembang secara fisik, mental dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan pembangunan nasional memberikan dampak perubahan pada sistem kesehatan Indonesia ke dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Layanan kesehatan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama dan merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Dampak skizofrenia bagi keluarga sangatlah besar, ini menyebabkan seluruh keluarga ikut merasakan penderitaan tersebut. Jika keluarga tidak siap dengan hal ini,

Lebih terperinci

PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM UPAYA PELAYANAN KESEHATAN JIWA PARIPURNA

PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM UPAYA PELAYANAN KESEHATAN JIWA PARIPURNA PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM UPAYA PELAYANAN KESEHATAN JIWA PARIPURNA Dr. Suryo Dharmono SpKJ Divisi Psikiatri Komunitas Departemen Psikiatri FKUI/RSCM UPAYA PELAYANAN KESEHATAN JIWA DI INDONESIA Dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat menyebabkan meningkatnya Umur Harapan Hidup

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat menyebabkan meningkatnya Umur Harapan Hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang sosial ekonomi, pelayanan kesehatan, dan peningkatan pengetahuan masyarakat menyebabkan meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) seseorang. Hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV di Indonesia masih menjadi masalah yang serius dan komplek serta menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di Indonesia juga masih tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan dimana kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang lengkap, tidak hanya bebas dari penyakit dan kecacatan (WHO, 2005). Kesehatan terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 yang mulai dicanangkan pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 yang mulai dicanangkan pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Promosi kesehatan merupakan salah satu pilar dalam pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 yang mulai dicanangkan pada tahun 1999. Namun, sebagai negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), dan tindakan (psychomotor) (Yosep, 2013). Gangguan jiwa yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya masalah dari segi medis, tapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan jiwa, dan memiliki sikap positif untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas.

BAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa transisi merupakan faktor risiko utama timbulnya masalah kesehatan pada usia remaja. Masa transisi pada remaja meliputi transisi emosional, transisi sosialisasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan bangsa yang signifikan tidak terlepas dari Pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan bangsa yang signifikan tidak terlepas dari Pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan bangsa yang signifikan tidak terlepas dari Pembangunan kesehatan. Pentingnya pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah Indonesia dalam pembangunan nasional, telah. mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang berupa kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah Indonesia dalam pembangunan nasional, telah. mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang berupa kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari harapan hidup penduduknya. Demikian juga Indonesia sebagai suatu negara berkembang. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan merupakan bagian dari rentang kehidupan manusia, menua atau aging adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang diberi umur panjang. Menua bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proporsi penduduk usia lanjut diproyeksikan meningkat setiap tahun diperkirakan mencapai 67 juta orang atau sekitar 24% dari seluruh populasi Indonesia pada tahun 2035.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN VARIASI DIAGNOSIS KUNJUNGAN PASIEN DI POLIKLINIK JIWA RSUP SANGLAH

KARAKTERISTIK DAN VARIASI DIAGNOSIS KUNJUNGAN PASIEN DI POLIKLINIK JIWA RSUP SANGLAH KARAKTERISTIK DAN VARIASI DIAGNOSIS KUNJUNGAN PASIEN DI POLIKLINIK JIWA RSUP SANGLAH Oleh: Wangi Niko Yuandika Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Abstrak Di negara berkembang seperti di Indonesia

Lebih terperinci

: Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas. : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas

: Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas. : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas Nama : Evi Karota Bukit, SKp, MNS NIP : 19671215 200003 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Jiwa & Kep. Komunitas : Keperawatan Komunitas : Asuhan Keperawatan Jiwa - Komunitas LAPORAN WHO (2002)

Lebih terperinci

BAB I adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 1988). bergantung sepenuhnya kepada orang lain (WHO, 2002).

BAB I adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 1988). bergantung sepenuhnya kepada orang lain (WHO, 2002). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu penyakit serebrovaskuler yang paling sering terjadi sekarang ini adalah stroke. Stroke dapat didefinisikan sebagai tanda-tanda klinis yang berkembang

Lebih terperinci

Gangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1. Abstrak

Gangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1. Abstrak Gangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1 1 Bagian Psikiatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat termasuk penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lain (NAPZA), tetapi juga meliputi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hipertensi telah membunuh 9,4 juta warga di dunia setiap tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan merupakan suatu misteri yang dijalani seseorang. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini peredaran dan penggunaan narkoba di kalangan masyarakat Indonesia nampaknya sudah sangat mengkhawatirkan dan meningkat tiap tahunnya. Kepala Badan Narkotika

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapat Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk kesejahteraan dan kesembuhan orang lain. Maka haruslah tergerak motifmotif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk kesejahteraan dan kesembuhan orang lain. Maka haruslah tergerak motifmotif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan merupakan pengabdian atau pekerjaan sosial yang dilakukan untuk kesejahteraan dan kesembuhan orang lain. Maka haruslah tergerak motifmotif dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Selain menimbulkan masalah kesehatan penyakit kusta juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jiwa adalah salah satu komponen penting dalam menetapkan status kesehatan. menghambat pembangunan (Hawari, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. jiwa adalah salah satu komponen penting dalam menetapkan status kesehatan. menghambat pembangunan (Hawari, 2012) A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kesehatan menurut Undang Undang Kesehatan (UU No. 36 Tahun 2009) pasal 1 adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih mudah dengan berbagai macam kepentingan. Kecepatan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih mudah dengan berbagai macam kepentingan. Kecepatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu, sehingga segala aspek kehidupan manusia tidak memiliki batas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di negara-negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita. Setiap tahun lebih dari 250.000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pelayanan perawatan kesehatan berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan kebutuhan kesehatan masyarakat dan harapan-harapannya. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting dan harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari seluruh jajaran lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan

Lebih terperinci

Survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen

Survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak terkendali dan tanpa melihat frekuensi maupun jumlahnya yang mana keadaan ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal. Sel kanker tumbuh dengan cepat, sehingga sel kanker dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari masalah yang diteliti, rumusan masalah, tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian, serta manfaat penelitian. 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa 78%

BAB I PENDAHULUAN. Data WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa 78% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara menjadi salah satu penyebab kematian utama di dunia dan di Indonesia. Kanker ini dapat terjadi pada usia kapan saja dan menyerang wanita umur 40-50 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa peneliti melaporkan kasus gangguan jiwa terbesar adalah skizofrenia. Menurut capai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu baik positif maupun negatif dapat

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG MANAJEMEN PELAYANAN HOSPITAL HOMECARE DI RSUD AL-IHSAN PROVINSI JAWA BARAT

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG MANAJEMEN PELAYANAN HOSPITAL HOMECARE DI RSUD AL-IHSAN PROVINSI JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada masa globalisasi saat ini dengan kehidupan modern yang semakin kompleks, manusia cenderung akan mengalami stress apabila ia tidak mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku psikologik seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk berusia 60

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk berusia 60 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan jiwa di Indonesia saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua terutama bagi kita yang berkecimpung di bidang kejiwaan seperti psikiater,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial, sehingga individu tersebut menyadari kemampuan

Lebih terperinci

Menuju Jawa Barat Bebas Pasung: Komitmen Bersama 5 Kabupaten Kota

Menuju Jawa Barat Bebas Pasung: Komitmen Bersama 5 Kabupaten Kota Menuju Jawa Barat Bebas Pasung: Komitmen Bersama 5 Kabupaten Kota Shelly Iskandar 1, Dien Mardiningsih 2, Deni Kurniadi Sunjaya 3, Arifah Nur Istiqomah 1,Teddy Hidayat 1 1 Bagian Psikiatri, Fakultas Kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Skizofrenia merupakan salah satu gangguan mental yang menimbulkan efek merusak pada kehidupan penderita maupun anggota-anggota keluarga. Sebagai lingkungan yang terdekat, maka keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentunya pernah merasakan dan berada dalam keadaan sakit, baik itu sakit yang sifatnya hanya ringan-ringan saja seperti flu, batuk, pusing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pertamakali ditemukan di propinsi Bali, Indonesia pada tahun 1987 (Pusat Data dan Informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jiwa sampai saat ini memang masih dianggap sebagai penyakit yang memalukan, menjadi aib bagi si penderita dan keluarganya sendiri. Masyarakat kita menyebut

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu

BAB 1 : PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu sendiri dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan serius bagi negara, disebabkan insidennya semakin meningkat. Penyakit ini termasuk salah satu jenis penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah sesuatu yang berharga bagi seluruh makhluk hidup di dunia karena tanpa kesehatan, manusia tidak akan dapat menjalani kegiatan hidupnya dengan optimal.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sikap (Attitude) 2.1.1 Definisi Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Berdasarkan batasan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BNN dan Puslitkes UI pada 10 kota besar di Indonesia

Lebih terperinci