PRODUKSI Spirulina sp. YANG DIKULTUR DENGAN PERLAKUAN MANIPULASI FOTOPERIOD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRODUKSI Spirulina sp. YANG DIKULTUR DENGAN PERLAKUAN MANIPULASI FOTOPERIOD"

Transkripsi

1 PRODUKSI Spirulina sp. YANG DIKULTUR DENGAN PERLAKUAN MANIPULASI FOTOPERIOD ASEP SANTOSA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 PRODUKSI Spirulina sp. YANG DIKULTUR DENGAN PERLAKUAN MANIPULASI FOTOPERIOD ASEP SANTOSA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : PRODUKSI Spirulina sp. YANG DIKULTUR DENGAN PERLAKUAN MANIPULASI FOTOPERIOD adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skirpsi ini. Bogor, April 2010 ASEP SANTOSA C

4 Judul Skripsi Nama Mahasiswa Nomor Pokok : Produksi Spirulina sp. yang Dikultur dengan Perlakuan Manipulasi Fotoperiod : Asep Santosa : C Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr. Tatag Budiardi NIP Dr. Nur Bambang P.U. NIP Diketahui Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Indra Jaya NIP Tanggal Lulus :

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta ala atas segala nikmat dan karunia-nya, shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka sampai hari akhir. Alhamdulillah, akhirnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Spirulina sp. yang Dikultur dengan Perlakuan Manipulasi Fotoperiod yang merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Dr. Tatag Budiardi dan Dr. Nur Bambang P.U- semoga Allah Ta ala menjaga dan memberi nikmat kepada keduanya- yang dengan ketulusan dan kesabarannya telah membimbing Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Di samping itu, Penulis menyampaikan terima kasih banyak kepada Tim PKMP Spirulina 2009 (Johan, Wastu, Zizah, dan Aris), rekan-rekan BDP 42, Keluarga besar departemen BDP (khususnya Laboran, Teknisi, dan Pegawai), Keluarga Besar Almunawar, dan pihak-pihak lainnya yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Terakhir, ucapan terima kasih diiringi cinta Penulis sampaikan kepada Ayah (Abu Ali Mukhtar)- semoga Allah Ta ala merahmati beliau, Ibu (Ummu Sadiyah Ae), Kakak (Abu dan Ummu Dika; Abu dan Ummu Firdan), dan Keponakan (Firdan, Faishal, dan Dika) -semoga Allah Ta ala limpahkan kasih sayang dan hidayah kepada mereka- atas doa, semangat, dorongan, dan kepercayaan yang telah diberikan. Semoga karya ilmiah ini Allah Ta ala jadikan sebagai ilmu yang bermanfaat, sehingga kebaikannya akan terus mengalir sampai akhir zaman-insya Allah. Bogor, April 2010 ASEP SANTOSA

6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 19 April 1987 dan merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis dan kedua saudara lainnya merupakan anak dari pasangan Abu Ali Mukhtar- semoga Allah Ta ala merahmati beliau dan Ummu Sadiyah Ae. Riwayat pendidikan formal yang ditempuh oleh Penulis sebelum menempuh pendidikan tinggi adalah lulus pada tahun 1999 dari SDN IV Rancakole, lulus pada tahun 2002 dari SLTPN 3 Ciparay, serta lulus pada tahun 2005 dari SMAN 1 Bale Endah. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 dan mengambil program studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Dasar-Dasar Akuakultur ( ). Penulis juga pernah melakukan kegiatan praktek lapangan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT) Sukamandi dan PT Central Pertiwi Bahari (CPB). Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan Penulis dengan menulis skripsi berjudul Produksi Spirulina sp. yang Dikultur dengan Perlakuan Manipulasi Fotoperiod.

7 RINGKASAN ASEP SANTOSA. Produksi Spirulina sp. yang Dikultur dengan Perlakuan Manipulasi Fotoperiod. Dibimbing oleh TATAG BUDIARDI dan NUR BAMBANG P.U. Spirulina merupakan salah satu mikroalga yang diprediksi akan menjadi organisme yang sangat penting dalam industri bioteknologi mikroalga di masa mendatang. Hal ini karena kandungan bahan bioaktif Spirulina banyak digunakan pada beberapa industri seperti industri obat-obat dan kesehatan manusia, industri makanan manusia, dan industri bahan baku kimia. Berdasarkan hal tersebut, budidaya Spirulina tentunya akan memiliki prospek yang tinggi dalam kegiatan akuakultur. Cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh dalam budidaya mikroalga, karena cahaya merupakan bagian yang sangat penting dalam fotosintesis yang menyediakan energi bagi kehidupan mikroalga. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis produksi Spirulina sp. air tawar yang dikultur dengan perlakuan manipulasi fotoperiod. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada penelitian ini, perlakuan manipulasi fotoperiod dilakukan terhadap Spirulina yang dikultur dengan menggunakan wadah berupa bak fiber bervolume 100 liter. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan, masing-masing 2 kali ulangan. Perlakuan manipulasi fotoperiod yang dilakukan, yaitu lama pencahayaan berturut-turut 6 jam per hari (6T-18G), 12 jam per hari (12T-12G), 18 jam per hari (18T-6G), dan 24 jam per hari (24T-0G). Parameter penelitian yang diamati meliputi biomassa panen, kepadatan populasi (N), laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), analisis proksimat, dan kualitas air. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95%. Jika terdapat perbedaan yang nyata, maka analisis dilanjutkan dengan uji Tukey. Analisis data dibantu dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS Dari penelitian ini disimpulkan, bahwa kepadatan populasi optimum dicapai pada hari ke-3 masa kultur, serta manipulasi fotoperiod tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap biomassa panen dan kepadatan populasi, namun berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik dan waktu penggandaan. Perlakuan lama pencahayaan 12, 18 dan 24 jam per hari menghasilkan laju pertumbuhan spesifik maksimum (0,345-0,366 per hari) dan waktu penggandaan maksimum (1,89-2,01 hari) yang tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan lama pencahayaan 6 jam per hari menunjukkan nilai laju pertumbuhan maksimum terendah (0,323 per hari) dan waktu penggandaan tertinggi (2,15 hari). Pada perlakuan lama pencahayaan 12 jam per hari, kandungan protein relatif lebih tinggi (39,73%) dibandingkan perlakuan lainnya. Secara umum, pencahayaan 12 jam per hari merupakan perlakuan yang memiliki efisiensi produksi yang lebih baik daripada perlakuan lainnya. Dari penelitian ini disarankan untuk menerapkan pencahayaan 12 jam per hari pada budidaya Spirulina sp. dan melakukan pemanenan pada hari ke-3 masa kultur. Untuk pengembangan selanjutnya disarankan untuk diadakan penelitian lebih mendalam mengenai pengaruh pencahayaan terhadap nilai nutrisi Spirulina sp. yang dihasilkan.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp Pertumbuhan Spirulina sp Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Spirulina sp Nutrien Suhu Cahaya Derajat Kemasaman (ph) Kandungan Nutrisi Spirulina sp III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Alat dan Bahan Kultur Skala Laboratorium Kultur Skala Massal Pemanenan Parameter Penelitian Biomassa Panen Kepadatan Populasi Laju Pertumbuhan Spesifik Waktu Penggandaan Analisis Proksimat Kualitas Air... 12

9 3.5 Analisis Statistik IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Biomassa Panen Kepadatan Populasi Laju Pertumbuhan Spesifik Waktu Penggandaan Analisis Proksimat Kualitas Air Pembahasan Biomassa Panen Kepadatan Populasi Laju Pertumbuhan Spesifik Waktu Penggandaan Kandungan Nutrisi Kualitas Air V. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 27

10 DAFTAR TABEL Halaman 1. Kandungan nutrisi Spirulina sp Data proksimat Spirulina sp Kisaran nilai parameter kualitas air... 17

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Biomassa Panen Spirulina sp Perkembangan populasi Spirulina sp Kepadatan populasi Spirulina sp. pada saat puncak populasi Laju pertumbuhan spesifik Spirulina sp Laju pertumbuhan spesifik Spirulina sp. maksimum Waktu penggandaan Spirulina sp Waktu penggandaan Spirulina sp. maksimum... 16

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kepadatan populasi Spirulina sp Laju pertumbuhan spesifik (LPS) Spirulina sp Waktu penggandaan (G) Spirulina sp Hasil analisis statistik biomassa panen, kepadatan populasi maksimum, laju pertumbuhan spesifik (LPS) maksimum, dan waktu penggandaan (G) maksimum... 31

13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Didalam bidang akuakultur, mikroalga pada umumnya telah dikenal dan digunakan sebagai pakan alami pada kegiatan budidaya, seperti dalam kegiatan budidaya finfish dan udang. Namun pada perkembangan selanjutnya, kegiatan budidaya mikroalga telah menjadi bagian tersendiri dalam kegiatan akuakultur. Hal ini karena perkembangan produk hasil budidaya mikroalga yang tidak hanya bisa digunakan sebagai pakan alami, namun juga telah banyak digunakan sebagai bahan pangan untuk kebutuhan manusia. Bahkan beberapa mikroalga telah dipastikan menjadi bahan baku obat-obatan untuk kesehatan manusia. Selain itu, kemampuan mikroalga dalam memanfaatkan bahan-bahan anorganik memunculkan tujuan baru dalam budidaya mikroalga yaitu sebagai organisme yang berperan dalam pengolahan limbah perairan. Perkembangan terbaru adalah diketahuinya budidaya mikroalga sebagai salah satu kegiatan budidaya dengan produktivitas tertinggi yang berpotensi dimanfaatkan sebagai sumber energi baru bagi kehidupan manusia dalam bentuk biodesel. Perkembangan tujuan budidaya inilah yang kemudian menjadikan budidaya mikroalga menjadi salah satu industri akuakultur yang potensial sehingga proses budidayanya perlu untuk terus dikembangkan dan diteliti lebih lanjut. Salah satu mikroalga yang telah banyak diketahui adalah Spirulina. Spirulina merupakan salah satu jenis mikroalga berbentuk spiral dan bersel satu. Spirulina merupakan alga berwarna biru-hijau yang digolongkan ke dalam cyanobacteria yang dapat berkembang dengan baik pada perairan tropis dan subtropis. Berdasarkan habitatnya, Spirulina ada yang hidup pada perairan tawar dan perairan laut. Spirulina memiliki kandungan nutrisi yang baik seperti kandungan vitamin dan mineral sehingga digunakan sebagai bahan makanan kesehatan. Beberapa fungsi dari Spirulina diantaranya dapat meningkatkan aktivitas antivirus, merendahkan kolesterol, menjaga sistem imunitas tubuh, dan lain-lain (Anonim, 2008).

14 2 Dalam bidang akuakultur, Spirulina banyak digunakan sebagai suplemen yang ditambahkan di dalam pakan. Vonshak (1997b) menyebutkan bahwa ikan yang diberi pakan dengan tambahan 0,5-1% Spirulina menunjukkan peningkatan laju pertumbuhan sebesar 17-25% dan penurunan tingkat kematian sebesar 30-50%. Selain itu, Spirulina juga berperan sebagai imunostimulan bagi ikan. Penelitian yang dilakukan Hironobu et al. (2006) pada ikan mas (Cyprinus carpio) menunjukkan bahwa adanya pengurangan jumlah Aeromonas hydrophila yang ditemukan pada bagian hati dan jantung ikan yang diberi tambahan Spirulina pada pakannya. Hal ini membuktikan bahwa Spirulina mampu merangsang sistem imun alami pada ikan. Pemanfaatan Spirulina telah berkembang dari asalnya sebagai makanan pada manusia dan sebagai pakan alami menjadi bahan baku kimia untuk bidang medis, penelitian biologi, dan kosmetik. Dengan adanya manfaat-manfaat tersebut, Spirulina diprediksi akan menjadi salah satu spesies yang penting dalam industri bioteknologi mikroalga beberapa dekade ke depan (Hu, 2004b). Cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh dalam budidaya mikroalga, karena cahaya merupakan bagian yang sangat penting dalam fotosintesis yang menyediakan energi bagi kehidupan mikroalga. Penelitian Diharmi (2001) menunjukkan bahwa perlakuan manupulasi fotoperiod (lama pencahayaan) dan intensitas cahaya memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan pigmen bioaktif ( klorofil-a, karotenoid, dan pikosianin) Spirulina air laut spesies Spirulina platensis. Perlakuan yang sama dapat diterapkan pada Spirulina air tawar untuk menganalisis pengaruh manipulasi fotoperiod terhadap produksi Spirulina. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh fotoperiod dalam kultur Spirulina air tawar terhadap efisiensi produksinya. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis produksi Spirulina sp. yang dikultur dengan perlakuan manipulasi fotoperiod.

15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina sering kali menjadi spesies yang dominan dan dapat menyebabkan blooming (Ciferri, 1983 dalam Hu, 2004b). Spirulina sp. merupakan alga berwarna biru-hijau yang digolongkan ke dalam alga berfilamen dan termasuk dalam genus Arthrospira. Genus ini dapat dikenali dari ciri-ciri morfologinya, yaitu filamen yang tersusun dari trikoma multiseluler berbentuk heliks yang bergabung menjadi satu dan terbungkus dalam lapisan tipis (Tomaselli, 1997). Struktur sel Spirulina, hampir sama dengan tipe sel alga lainnya dari golongan cyanobacteria. Dinding sel merupakan dinding sel gram-negatif yang terdiri dari 4 lapisan, dengan lapisan utamanya tersusun dari peptidoglikan. Bagian tengah dari nukleoplasma mengandung beberapa karboksisom, ribosom, badan silindris, dan lemak. Membran tilakoid berasosiasi dengan pikobilisom yang tersebar disekeliling sitoplasma. Siklus hidup Spirulina sangat sederhana, yaitu proses reproduksinya disempurnakan dengan fragmentasi dari trikoma yang telah dewasa (Ciferri, 1983 dalam Hu, 2004b ). Seperti kebanyakan cyanobacteria, Spirulina mempunyai kemampuan untuk berfotosintesis dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia dalam bentuk karbohidrat (Mohanty et al., 1997). Spirulina merupakan organisme fotoautotrop yang sangat bergantung pada fotosintesis. Dengan demikian, adanya faktor yang mempengaruhi fotosintesis akan mempengaruhi pula pertumbuhan, susunan biokimia dan genetiknya. Faktor-faktor tersebut antara lain intensitas cahaya, suhu, salinitas, dan alkalinitas. Dibawah kondisi labotarorium, pertumbuhan Spirulina akan tersaturasi pada intensitas sebesar mmol m -2 s -1 sedangkan suhu optimal untuk pertumbuhannya berkisar antara C (Hu, 2004b). Komposisi pigmen pada Spirulina merupakan komposisi pigmen yang umum ditemukan pada alga biru-hijau. Komposisi tersebut diantaranya adalah klorofil- a, Xanthophyll, dan karotenoid yang terdiri dari myxoxanthophyll, karotin dan zeaxanthin (Paoletti et al., 1971 dalam Cohen, 1997).

16 4 2.2 Pertumbuhan Spirulina sp. Menurut Fogg (1975), perkembangan sel dalam kultur mikroalga dengan volume terbatas terdiri dari fase lag, fase eksponensial, fase penurunan laju pertumbuhan, fase stationer, dan fase kematian. Pada fase lag, populasi Spirulina yang baru ditransfer mengalami penurunan tingkat metabolisme karena inokulan berasal dari fase stasioner dan fase kematian dan karena terjadi proses adaptasi terhadap media kultur juga disamping itu adanya pengambilan sampel yang tidak merata. Fase eksponensial ditandai dengan naiknya laju pertumbuhan sehingga kepadatan populasi meningkat. Pada fase ini, pesatnya laju pertumbuhan menyebabkan meningkatnya kepadatan populasi beberapa kali lipat. Terjadi peningkatan populasi karena sel alga sedang aktif berkembang biak dan terjadi pembentukan protein dan komponen-komponen penyusun plasma sel yang dibutuhkan dalam pertumbuhan (Winarti, 2003). Fase penurunan laju pertumbuhan terjadi dengan berakhirnya fase eksponensial. Hal ini terjadi karena kekurangan nutrisi (nitrogen dan posfat), menurunnya konsentrasi CO 2, dan kenaikan ph media. Selain itu dapat juga terjadi karena adanya intensitas cahaya yang berkurang akibat terjadinya pembentukan bayangan dari sel itu sendiri (self-shading) (Richmond, 1986). Fase pertumbuhan stasioner ditandai dengan seimbangnya laju pertumbuhan dengan laju kematian, karena pertambahan kepadatan populasi seimbang dengan laju kematian sehingga tidak ada lagi pertumbuhan populasi (Winarti, 2003). Fase terakhir adalah fase kematian, yang ditandai dengan kepadatan populasi yang terus berkurang karena laju kematian lebih tinggi dari laju pertumbuhan. Meningkatnya laju kematian disebabkan oleh penurunan jumlah nutrien pada tingkat yang tidak mampu lagi untuk menunjang berlanjutnya pertumbuhan dan terbentuknya buangan metabolik yang melampaui tingkat toleransi (Mc Vey, 1983 dalam Winarti, 2003).

17 5 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Spirulina sp Nutrien Spirulina membutuhkan berbagai nutrien untuk pertumbuhan, yang terdiri dari nutrien makro dan mikro. Nutrien makro yang dibutuhkan antara lain N, P, S, K, Na, Mg, Ca, sebagai tambahan C, H, dan O, sedangkan nutrien mikro yang dibutuhkan adalah Bo, Mo, Cu, Zn, dan Co (Fogg, 1975). Nutrien merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan komposisi biokimia alga. Kondisi nutrien yang optimum sangat penting untuk mendapatkan nilai produktivitas kultur alga yang disertai dengan kualitas biomassa yang baik. Konsentrasi nutrien yang rendah dapat menyebabkan penurunan laju pertumbuhan karena sel-sel alga kekurangan unsur makanan (Anonimus, 1998 dalam Winarti, 2003) Suhu Spirulina termasuk ke dalam mikroalga mesofilik, yang dapat tumbuh optimum pada temperatur antara o C. Kultur Spirulina di laboratorium suhu optimumnya berkisar antara o C, sedangkan suhu minimumnya antara o C dan maksimum 40 o C (Richmond, 1986). Menurut Rafiqul et al. (2005) suhu optimum bagi pertumbuhan Spirulina fusiformis adalah 37 o C. Suhu juga mempengaruhi kondisi fisik kultur. Peningkatan suhu akan menyebabkan penurunan kelarutan CO 2 yang mengakibatkan peningkatan ph air menjadi basa yang kemudian akan mempengaruhi ketersediaan nutrien. Pada suhu ekstrim yang melebihi suhu optimum, peningkatan jumlah sel berkurang dengan tajam (Payer et al., 1980 dalam Winarti, 2003) Cahaya Alga biru-hijau membutuhkan cahaya untuk proses fotosintesis dan apabila kekurangan cahaya maka fotosintesis tidak berlangsung normal (Fogg, 1975). Pertumbuhan alga sangat bergantung pada intensitas, lama penyinaran, dan panjang gelombang cahaya yang mengenai sel-sel fotosintesis. Untuk mengetahui bagaimana cahaya menyebabkan terjadinya fotosintesis, perlu diketahui dahulu sifat-sifat cahaya. Cahaya memiliki sifat gelombang (wave nature) dan sifat partikel (particle nature). Sifat cahaya sebagai partikel biasanya

18 6 diekspresikan dengan pernyataan bahwa cahaya menerpa sebagai foton (photon) atau kuanta yang merupakan suatu paket diskrit dari energi yang masing-masing dikaitkan dengan panjang gelombang tertentu. Prinsip dasar penyerapan cahaya adalah bahwa setiap molekul hanya dapat menyerap satu foton pada waktu tertentu dan foton ini menyebabkan terjadinya eksitasi pada satu elektron dalam suatu molekul. Energi eksitasi inilah yang dimanfaatkan untuk fotosintesis (Lakitan, 2007). Menurut Fogg (1975) cahaya adalah sumber energi yang diperlukan dalam proses fotosintesis. Jumlah energi yang diterima bergantung pada kualitas, kuantitas dan periode penyinaran. Kebutuhan akan cahaya bagi tiap spesies fitoplankton berbeda, hal ini tergantung pada keadaan fisiologi sel fitoplankton. Besarnya intensitas cahaya yang dibutuhkan bergantung pada volume dan kepadatan kultur. Menurut Vonshak (1997a) meningkatnya konsentrasi sel dalam kultur, akan meningkatkan pembentukan bayangan yang hasilnya akan menurunkan laju pertumbuhan. Rafiqul et al. (2005) menyebutkan intensitas cahaya optimum bagi Spirulina fusiformis adalah 2500 lux Derajat Kemasaman (ph) Spirulina sp. yang hidup di air laut dapat tumbuh dengan baik pada ph Dalam mengkultur alga, ph media sangat perlu diperhatikan karena ph media berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan. Nilai ph berperan penting dalam menentukan konsentrasi CO 2 dan keseimbangan antara bikarbonat dan karbonat. Keberadaan CO 2 sebagai hasil perubahan bikarbonat menjadi karbonat berlangsung sampai absorpsi dari udara mencapai keadaan seimbang dengan penggunaan CO 2 oleh Spirulina. Pada saat ph meningkat sampai melewati ambang batas maka kecepatan metabolisme dari Spirulina akan menurun. Selain itu, ph juga berpengaruh terhadap penyediaan nutrien dan keadaan fisiologis Spirulina (Ciferri, 1983 dalam Winarti, 2003). Pertumbuhan optimum Spirulina fusiformis tercapai pada ph 10 (Rafiqul et al., 2005).

19 7 2.4 Kandungan Nutrisi Spirulina sp. Kandungan nutrisi Spirulina sp. merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam menentukan kualitas produk kultur yang dihasilkan. Kondisi lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap komposisi dan kandungan asam lemak Spirulina (Cohen, 1997). Kandungan nutrisi Spirulina dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan nutrisi Spirulina sp. Nilai (% bobot Jenis Nutrisi kering) 1 Nilai (% bobot kering) 2 Nilai (% bobot kering) 3 Protein ,39 61,8 Lemak ,92 6,9 Karbohidrat ,03 18,2 Mineral ,70 td Serat ,56 td Keterangan: 1 Belay (S. platensis), 1997; 2 Handayani (S. platensis), 2003; 3 Rafiqul et al. (S. fusiformis), 2005; td = tidak ada data Spirulina mengandung protein dalam jumlah yang banyak (lebih dari 65% dari bobot keringnya), selain itu mengandung juga asam lemak essensial terutama GLA- gamma linolenic acid, polisakarida, pikobiliprotein, karotenoid, vitamin terutama vitamin B12, dan mineral (Belay et al., 1996 dalam Hu, 2004b).

20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah botol kultur bervolume 3 liter, toples bervolume 15 liter, bak fiber bervolume 100 liter, plastik hitam, rak kultur, lampu TL 36 watt, selang aerasi, pipet tetes, tisu, plankton net, hemositometer, phmeter, lux-meter, termometer, dan mikroskop. Bahan-bahan yang digunakan adalah inokulan Spirulina sp., NaNO 3, NaH 2 PO 4, MgSO 4, FeCl 3, K 2 SO 4, Na-EDTA, Vitamin B12, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk ZA, klorin, FeCl 3, alumunium foil, dan alkohol 70%. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan melakukan kultur Spirulina sp. dalam skala 100 liter. Sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kultur skala labotarorium dalam skala kultur 1 liter dan 10 liter. Setelah itu, dilakukan kultur skala massal dengan menggunakan bak fiber 100 liter. Pada kultur 100 liter ini dilakukan perlakuan berupa pemberian manipulasi fotoperiod menggunakan cahaya dengan intensitas yang berkisar antara lux. Perlakuan yang diberikan yaitu: 1) Perlakuan 6T-18G: dalam 24 jam, dilakukan pencahayaan selama 6 jam terang-18 jam gelap. 2) Perlakuan 12T-12G: dalam 24 jam, dilakukan pencahayaan selama 12 jam terang-12 jam gelap. 3) Perlakuan 18T-6G: dalam 24 jam, dilakukan pencahayaan selama 18 jam terang-6 jam gelap. 4) Perlakuan 24T-0G: dalam 24 jam, dilakukan pencahayaan selama 24 jam terang-0 jam gelap.

21 9 Prosedur kerja dalam penelitian ini meliputi persiapan alat dan bahan, kultur skala laboratorium, kultur skala massal, pengamatan parameter penelitian, dan pemanenan Persiapan Alat dan Bahan Pada tahap persiapan, terlebih dahulu dilakukan pemasangan lampu TL dan sistem aerasi. Selanjutnya, alat-alat yang akan digunakan sebagai wadah kultur terlebih dahulu disterilisasi dengan cara dicuci menggunakan sabun sampai bersih, kemudian dibilas menggunakan air bersih dan dikeringkan. Setelah itu, peralatan disemprot dengan menggunakan larutan alkohol 70%. Air yang akan digunakan sebagai media kultur, terlebih dahulu disterilisasi dengan menggunakan larutan klorin 5 mg/l dan diaerasi selama 24 jam. Setelah itu, air media diberi larutan natrium tiosulfat 1,5 mg/l (30% dari dosis klorin yang digunakan) sebagai penetralisir residu larutan klorin. Pada kultur skala laboratorium, air yang digunakan merupakan air isi ulang yang telah disterilisasi menggunakan sinar ultra violet (UV) Kultur Skala Laboratorium Untuk mencapai kultur massal (100 liter), dilakukan kultur secara bertingkat yang dimulai dari kultur skala laboratorium 1 liter dengan menggunakan botol kultur bervolume 3 liter dan kultur 10 liter dengan menggunakan toples bervolume 15 liter. Kultur tahap pertama dilakukan dalam skala kultur 1 liter. Kultur dilakukan dengan menggunakan wadah bervolume 3 liter. Wadah kultur diisi air mineral yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dan kemudian dilakukan pemupukan dengan rasio nitrogen-fosfat (N/P) 12:1. Komposisi pupuk yang digunakan adalah sebagai berikut: NaNO mg/l, NaH 2 PO mg/l, MgSO mg/l, FeCl 3 1,5 mg/l, K 2 SO 4 1,5 mg/l, Na-EDTA 1 mg/l, dan Vitamin B12 0,1 mg/l. Setelah pengisian air dan pupuk sebagai media telah selesai, selanjutnya dilakukan inokulasi Spirulina sp. ke dalam media. Setelah kepadatan kultur 1 liter mencapai kepadatan maksimal, kultur dilanjutkan pada skala 10 liter dengan menggunakan toples bervolume 15 liter. Pada kultur skala 10 liter ini, komposisi dan dosis pupuk yang digunakan sama

22 10 dengan kultur sebelumnya. Wadah berupa toples 15 liter sebelumnya diisi air sebanyak 9 liter dan selanjutnya dipupuk. Setelah media siap, inokulan yang berasal dari kultur 1 liter dimasukkan kedalam media kultur tersebut. Hasil kultur skala 10 liter kemudian digunakan untuk inokulan pada kultur skala 100 liter Kultur Skala Massal Kegiatan kultur skala massal dilakukan dengan menggunakan bak fiber bervolume 100 liter sebanyak 4 buah. Inokulan yang digunakan untuk kultur massal ini adalah kultur Spirulina skala laboratorium. Komposisi pupuk yang digunakan pada skala massal ini berbeda dengan komposisi pupuk yang digunakan pada skala laboratorium. Pada skala massal, jenis pupuk yang digunakan lebih banyak menggunakan pupuk konvensional. Pemupukan pada skala massal ini menggunakan rasio nitrogen-fosfat (N/P) 12:1 dengan komposisi pupuk yang digunakan yaitu pupuk urea 240 mg/l, pupuk TSP 45 mg/l, dan pupuk ZA 150 mg/l, FeCl 3 3 mg/l, Na-EDTA 7,5 mg/l, vitamin B12 0,015 mg/l, NaNO 3 50 mg/l, NaH 2 PO 4 20 mg/l, MgSO 4 10 mg/l, dan K 2 SO 4 0,15 mg/l. Setelah media kultur siap, inokulan yang berasal dari skala laboratorium ditambahkan ke dalam media dengan kepadatan 8,0 x 10 3 sel/ml. Setiap bak kultur diberi manipulasi fotoperiod sesuai perlakuan dengan cara masing-masing bak tersebut disinari dengan lama pencahayaan yang berbeda, yaitu 6 jam terang-18 jam gelap (6T-18G), 12 jam terang-12 jam gelap (12T- 12G), 18 jam terang-6 jam gelap (18T-6G), dan 24 jam terang-0 jam gelap (24T- 0G). Untuk mendapatkan lama pencahayaan yang berbeda, cara yang digunakan adalah dengan cara menutup dan membuka tutup plastik yang menyelimuti bak kultur sesuai dengan lama pencahayaan yang dikehendaki Pemanenan Pemanenan Spirulina dilakukan pada saat kultur telah mencapai puncak populasi. Puncak populasi dapat diketahui dari perubahan warna pada media kultur dan jumlah populasi berdasarkan pola pertumbuhan. Pemanenan dilakukan menggunakan plankton net. Kultur yang sudah mencapai puncak populasi di panen dengan terlebih dahulu mematikan aerasi dan kemudian Spirulina disaring dengan plankton net.

23 Parameter Penelitian Biomassa Panen Pada penelitian ini, biomassa yang dihasilkan pada setiap perlakuan dihitung berdasarkan bobot kering dari Spirulina yang telah dipanen. Pengukuran bobot kering dilakukan dengan menggunakan timbangan digital Kepadatan Populasi Kepadatan populasi Spirulina yang dihasilkan dihitung dengan bantuan hemositometer dan mikroskop. Sel Spirulina yang dihitung merupakan sel Spirulina yang utuh (berbentuk seperti grafik sinusoid) dengan metode field counting, dengan rumus sebagai berikut: N = (C x 10 4 ) / (A x D) Keterangan: N = Kepadatan sel Spirulina (sel/ml) C = Jumlah sel yang terhitung A = Luas lapangan pandang (mm 2 ) D = Kedalaman lapang pandang (m) Laju Pertumbuhan Spesifik Laju pertumbuhan spesifik diukur dengan menggunakan rumus berikut (Vonshak, 1997a): µ = (ln N t ln N 0 ) / t Keterangan: µ = Laju pertumbuhan spesifik (hari -1 ) N 0 = Kepadatan sel Spirulina awal (sel/ml) N t = Kepadatan sel Spirulina akhir (sel/ml) t = Selang waktu dari No ke Nt (hari) Waktu Penggandaan Pengukuran waktu penggandaan dihitung dengan rumus (Vonshak, 1997a): G = tln 2 / µ = 0,693 / µ Keterangan: G = Waktu penggandaan (hari) µ = Laju pertumbuhan spesifik (pembelahan/hari)

24 Analisis Proksimat Hasil kultur skala massal yang sudah dipanen selanjutnya ditimbang dan dianalisis proksimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menganalisis kandungan nutrisi yang meliputi protein, lemak, serat kasar, kadar abu, dan BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur pada penelitian ini diantaranya suhu, ph, intensitas cahaya, kadar nitrat, kadar fosfat, nilai alkalinitas, nilai CO 2, dan oksigen terlarut (DO). Pengukuran suhu, ph, dan DO dilakukan setiap hari, sedangkan pengukuran intensitas cahaya, kadar nitrat, kadar fosfat, nilai alkalinitas, dan nilai CO 2 dilakukan pada awal dan akhir penelitian. 3.5 Analisis Statistik Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan, masing-masing dua ulangan. Data yang diperoleh berupa parameter biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi, dan kualitas air dianalisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95%. Jika terdapat perbedaan yang nyata, maka analisis dilanjutkan dengan uji Tukey. Analisis data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0.

25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi, dan kualitas air Biomassa Panen Berdasarkan hasil pengukuran bobot kering, biomassa panen yang dihasilkan pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1. Ket: huruf superscript yang sama pada setiap histogram menunjukkan tidak adanya pengaruh perlakuan Gambar 1. Biomassa panen Spirulina sp. Berdasarkan Gambar 1, dapat diketahui bahwa biomassa panen yang dihasilkan pada perlakuan 6T-18G adalah 0,72 gram, pada perlakuan 12T-12G sebesar 0,84 gram, pada perlakuan 18T-6G sebesar 0,85 gram, dan pada perlakuan 24T-0G sebesar 0,79 gram. Pada Gambar 1 diperlihatkan juga bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap biomassa panen yang dihasilkan Kepadatan Populasi Spirulina sp. Hasil pengamatan terhadap kepadatan populasi Spirulina sp. untuk setiap perlakuan selama 6 hari kultur terdapat pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2, setiap perlakuan lama pencahayaan kepadatan populasi maksimum (puncak populasi) dicapai pada waktu yang relatif sama. Kepadatan populasi maksimum

26 14 pada perlakuan 6T-18G adalah 2,2 x 10 4 sel/ml pada hari ke-4 masa kultur, pada perlakuan 12T-12G mencapai 2,4 x 10 4 sel/ml pada hari ke-5 masa kultur, pada perlakuan 18T-6G mencapai 2,4 x 10 4 sel/ml pada hari ke-4 masa kultur, serta pada perlakuan 24T-0G dengan kepadatan populasi 2,4 x 10 4 sel/ml yang dicapai pada hari ke-4 masa kultur. Gambar 2. Perkembangan populasi Spirulina sp. Selanjutnya, pengaruh perlakuan terhadap pencapaian kepadatan maksimum dianalisis melalui kepadatan sel pada saat puncak populasi (hari ke-4 masa kultur). Pada Gambar 3 dijelaskan, bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap kepadatan populasi maksimum. Ket: huruf superscript yang sama pada setiap histogram menunjukkan tidak adanya pengaruh perlakuan Gambar 3. Kepadatan populasi Spirulina pada saat puncak populasi Laju Pertumbuhan Spesifik Spirulina sp. Laju pertumbuhan spesifik merupakan parameter yang menggambarkan kecepatan pertambahan sel Spirulina per satuan waktu. Laju pertumbuhan spesifik

27 15 dihitung sampai pada saat tercapai kepadatan maksimum (hari ke-4 kultur). Grafik laju pertumbuhan spesifik pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Laju pertumbuhan spesifik Spirulina sp. Berdasarkan grafik laju pertumbuhan spesifik (Gambar 4), dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan spesifik maksimum pada semua perlakuan dicapai pada hari ke-3 masa kultur. Laju pertumbuhan spesifik maksimum pada perlakuan 24T- 0G mencapai 0,366 per hari, pada perlakuan 18T-6G mencapai 0,353 per hari, pada perlakuan 12T-12G mencapai 0,345 per hari, dan pada perlakuan 6T-18G mencapai 0,323 per hari. Laju pertumbuhan spesifik pada saat mencapai nilai maksimum terjadi pada hari ke-3 masa kultur. Dari Gambar 5, diketahui bahwa laju pertumbuhan spesifik maksimum (pada hari ke-3 masa kultur) antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05), kecuali pada perlakuan 6T-18G yang menunjukkan hasil terendah (P<0,05). Ket: huruf superscript yang sama pada setiap histogram menunjukkan tidak adanya pengaruh perlakuan Gambar 5. Laju pertumbuhan spesifik Spirulina maksimum (pada hari ke-3)

28 Waktu Penggandaan Spirulina sp. Waktu penggandaan merupakan waktu yang dibutuhkan sel untuk menggandakan populasi. Hasil pengamatan terhadap waktu penggandaan pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan Gambar 6, waktu penggandaan maksimum pada perlakuan 24T-0G mencapai 1,89 hari, pada perlakuan 18T-6G mencapai 1,97 hari, pada perlakuan 12T-12G mencapai 2,01 hari, dan perlakuan 6T-18G mencapai 2,15 hari. Gambar 6. Waktu penggandaan Spirulina sp. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap waktu penggandaan maksimum, dilakukan analisis statistik terhadap waktu penggandaan pada hari ke- 3. Dari analisis statistik disimpulkan, bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap waktu penggandaan (P<0,05) seperti yang tertera pada Gambar 7. Ket: huruf superscript yang sama pada setiap histogram menunjukkan tidak adanya pengaruh perlakuan Gambar 7. Waktu penggandaan Spirulina sp. maksimum (pada hari ke-3).

29 4.1.5 Analisis Proksimat Untuk mengetahui kandungan nutrisi Spirulina, dilakukan pemanenan terlebih dahulu. Pemanenan Spirulina pada penelitian ini dilakukan pada saat kultur mencapai fase kematian (hari ke-6 masa kultur). Spirulina yang telah dipanen selanjutnya dianalisis proksimat. Hasil analisis proksimat yang menunjukkan kandungan nutrisi Spirulina sp. pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat diketahui pada perlakuan 12T-12G menghasilkan kandungan protein (39,73 %) yang relatif lebih tinggi dari perlakuan lainnya, sedangkan kadar protein yang relatif rendah dibandingkan perlakuan lainnya didapatkan pada perlakuan 24T-0G. Berdasarkan Tabel 2 diketahui pula bahwa kandungan lemak pada perlakuan 6T-18G (10,35 %) relatif lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Tabel 2. Data proksimat Spirulina sp. pada perlakuan lama pencahayaan yang berbeda. Perlakuan Protein Lemak Serat Kasar Kadar Abu BETN (%) (%) (%) (%) (%) 6T-18G 39,07 10,35 td 22,03 td 12T-12G 39,73 9,76 5,72 19,36 25,42 18T-6G 38,73 9,64 2,34 20,87 27,71 24T-0G 34,89 7,60 1,95 33,72 21,83 Keterangan: td = tidak ada data Kualitas air Kisaran nilai parameter kualitas air selama penelitian tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Kisaran nilai parameter kualitas air Parameter Satuan Awal penelitian Akhir penelitian Suhu 0 C 26,0-27,0 27,6-28,0 ph - 7,92-8,23 6,97-8,09 Intensitas cahaya Lux Nitrat mg/l 1,042-1,221 0,684-0,870 Fosfat mg/l 0,837-1,020 0,546-0,821 CO 2 mg/l 8,850-13,200 13,980-17,120 Alkalinitas mg/l 51,740-67,667 61,027-68, Pembahasan Biomassa Panen Pada Gambar 1, diperlihatkan biomassa panen yang dihasilkan pada setiap perlakuan. Pada penelitian ini, perlakuan manipulasi fotoperiod tidak

30 18 memperlihatkan pengaruh yang nyata pada biomassa panen. Biomassa yang dihasilkan pada penelitian ini dalam volume media kultur 100 liter berkisar antara 0,72 gram 0,85 gram. Pada penelitian Rafiqul et al. (2005) kultur Spirulina fusiformis menggunakan medium Zarouk selama 24 hari dengan pencahayaan yang terus-menerus dan dalam kondisi lingkungan yang optimal, menghasilkan biomassa sebanyak 2,90 gram/l. Biomassa yang jauh lebih rendah pada penelitian ini dapat dipahami karena medium yang digunakan pada penelitian ini hanya menggunakan pupuk konvensional (yang komposisi nutriennya tidak selengkap medium Zarouk) dan waktu panen kultur yang jauh lebih singkat yaitu 6 hari Kepadatan Populasi Pada Gambar 2, diperlihatkan perkembangan populasi Spirulina sp. selama 6 hari masa kultur. Secara umum dapat dilihat bahwa pertumbuhan Spirulina pada penelitian ini menunjukkan pola pertumbuhan yang terbagi dalam fase lag, fase eksponensial, fase penurunan laju pertumbuhan, fase stationer, dan fase kematian. Fase lag pada perlakuan 6T-18G terlihat dengan jelas, sedangkan pada perlakuan lainnya tidak terlihat dengan jelas. Fase lag pada perlakuan 6T-18G (hari ke-0 - hari ke-1) disebabkan karena lama pencahayaan selama 6 jam per hari tidak cukup menyediakan energi bagi sel Spirulina untuk melakukan penggandaan sel (bereproduksi). Fase lag pada perlakuan 6T-18G juga menunjukkan bahwa pada hari ke-0 sampai pada hari ke-1, sel Spirulina belum bisa beradaptasi dengan lama pencahayaan yang diberikan. Fase lag yang terjadi pada perlakuan 12T-12G, 18T-6G, dan 24T-0G pada penelitian ini diduga terjadi dalam waktu singkat sehingga tidak terlihat jelas pada pengamatan dalam selang waktu 24 jam. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan Fogg (1975) bahwa pada kurva pertumbuhan terkadang memperlihatkan pola pertumbuhan yang tidak lengkap, hal ini bukan karena tidak adanya salah satu fase, tetapi fase tersebut berlangsung sangat cepat sehingga sulit untuk digambarkan. Hu (2004a) menyatakan, bahwa adanya perbedaan penampakan fase lag tersebut membuktikan adanya faktor yang mempengaruhi fotosintesis akan mempengaruhi pertumbuhan sel Spirulina.

31 19 Fase eksponensial pada semua perlakuan berlangsung pada hari ke-1 sampai hari ke-3 masa kultur. Fase eksponensial ditandai dengan naiknya laju pertumbuan sehingga kepadatan populasi meningkat. Pada fase ini, pesatnya laju pertumbuhan menyebabkan meningkatnya kepadatan populasi beberapa kali lipat. Terjadi peningkatan populasi karena sel alga sedang aktif berkembang biak dan terjadi pembentukan protein dan komponen-komponen penyusun plasma sel yang dibutuhkan dalam pertumbuhan (Winarti, 2003). Fase yang terjadi setelah fase eksponensial adalah fase penurunan laju pertumbuhan. Fase penurunan laju pertumbuhan terjadi dengan berakhirnya fase eksponensial. Pada Gambar 2 terlihat fase ini terjadi antara hari ke-3 sampai hari ke-4 masa kultur yang ditandai dengan adanya pertambahan jumlah sel namun tidak dalam jumlah yang besar seperti dalam fase eksponensial. Pada fase penurunan laju pertumbuhan ini, kepadatan sel masih terus mengalami peningkatan sampai mencapai puncak populasi. Penurunan laju pertumbuhan terjadi karena sel mulai mengalami kekurangan nutrisi (nitrogen dan fosfat) dan akibat adanya pembentukan bayangan dari sel itu sendiri (self-shading). Pembentukan bayangan dari sel Spirulina berjalan seiring dengan meningkatnya kepadatan sel. Semakin padat jumlah sel, maka penetrasi cahaya pada media akan semakin terhalangi. Hal ini mengkibatkan adanya bagian atau sisi dari media kultur yang tidak menerima cahaya yang cukup. Sel Spirulina yang berada pada bagian yang kurang cahaya kemungkinan tidak bisa melakukan fotosintesis secara optimal. Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa fotosintesis merupakan faktor yang bisa mempengaruhi pertumbuhan sel Spirulina. Ketidakoptimalan fotosintesis pada bagian yang kurang cahaya akan mengakibatkan pertumbuhan Spirulina terganggu atau bahkan tidak terjadi sama sekali. Hal ini selanjutnya mengakibatkan pertambahan sel mulai menurun. Menurut Vonshak (1997a) peningkatan konsentrasi sel dalam kultur akan meningkatkan self-shading yang selanjutnya menurunkan laju pertumbuhan. Pada Gambar 2 diketahui bahwa puncak populasi terjadi setelah fase penurunan pertumbuhan. Puncak populasi pada setiap perlakuan dicapai pada waktu yang relatif sama yaitu pada hari ke-4 masa kultur dengan kepadatan sel

32 20 maksimum yang tidak menunjukkan perbedaaan yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini, perlakuan lama pencahayaan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kepadatan maksimum (Gambar 3) dan waktu pencapaian puncak populasi. Fase selanjutnya adalah fase stasioner. Menurut Winarti (2003) fase pertumbuhan stasioner ditandai dengan seimbangnya laju pertumbuhan dengan laju kematian, karena pertambahan kepadatan populasi seimbang dengan laju kematian sehingga tidak ada lagi pertumbuhan populasi. Pada penelitian ini, fase stasioner pada setiap perlakuan tidak terlihat dengan jelas. Hal ini kemungkinan karena fase stasioner berlangsung dengan cepat sehingga tidak teramati dalam selang waktu 24 jam. Fase terakhir adalah fase kematian. Berdasarkan grafik pertumbuhan Spirulina pada Gambar 2, fase kematian dapat diketahui dari terjadinya penurunan kepadatan populasi pada semua perlakuan setelah kultur mencapai puncak populasi yaitu pada setelah hari ke-4 masa kultur. Fogg (1975) menyatakan bahwa peningkatan populasi alga yang terjadi akan menyebabkan nutrien berkurang sangat cepat dan berpengaruh terhadap penurunan laju pertumbuhan, serta dilanjutkan pada fase stasioner dan fase kematian. Fase kematian ditandai dengan kepadatan populasi yang terus berkurang karena kaju kematian lebih tinggi dari laju pertumbuhan. Meningkatnya laju kematian disebabkan oleh penurunan jumlah nutrien pada tingkat yang tidak mampu lagi untuk menunjang berlanjutnya pertumbuhan dan terbentuknya buangan metabolik yang melampaui tingkat toleransi (Mc Vey, 1983 dalam Winarti, 2003). Menurut Becker (1994) dalam Winarti (2003) pada fase kematian terjadi penurunan produksi biomassa secara cepat karena sel mengalami kematian dan lisis. Kematian populasi ini disebabkan antara lain oleh terbatasnya nutrisi dan suplai cahaya, umur sel yang sudah tua, kondisi lingkungan yang tidak lagi mendukung, atau kontaminasi oleh mikroorganisme lain Laju Pertumbuhan Spesifik Spirulina sp. Laju pertumbuhan spesifik merupakan parameter yang menggambarkan kecepatan pertambahan sel Spirulina per satuan waktu. Berdasarkan hasil

33 21 pengamatan terhadap laju pertumbuhan spesifik dapat diketahui juga waktu ideal pemanenan sel Spirulina. Waktu panen yang ideal adalah ketika laju pertumbuhan spesifik mencapai nilai maksimum, karena pada saat tersebut biomassa sel Spirulina mencapai konsentrasi yang optimum. Menurut Vonshak (1997a), konsentrasi biomassa yang optimum akan berkorelasi dengan produktivitas tertinggi. Dari Gambar 4 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan spesifik maksimum dicapai pada hari ke-3 masa kultur. Dengan demikan pada penelitian ini, waktu panen ideal adalah pada hari ke-3 masa kultur. Walaupun laju pertumbuhan spesifik maksimum terjadi pada waktu yang bersamaan, laju pertumbuhan pada perlakuan 6T-18G memperlihatkan nilai yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Adanya perbedaan ini diduga karena adanya lama pencahayaan yang berbeda sehingga menghasilkan laju pertumbuhan sel yang berbeda. Menurut Fogg (1975) cahaya adalah sumber energi yang diperlukan dalam proses fotosintesis, jumlah energi yang diterima bergantung pada kualitas, kuantitas dan periode penyinaran Waktu Penggandaan Spirulina sp. Waktu penggandaan merupakan waktu yang dibutuhkan sel untuk menggandakan populasi. Dari pengertian tersebut, nilai maksimum pada waktu penggandaan merupakan angka terkecil yang dicapai pada setiap perlakuan. Semakin tinggi nilai waktu penggandaan, maka semakin banyak waktu yang dibutuhkan sel untuk menggandakan dirinya. Sebaliknya, semakin rendah nilai waktu penggandaan, maka semakin sedikit waktu yang dibutuhkan sel untuk menggandakan dirinya. Waktu penggandaan maksimum dicapai ketika laju pertumbuhan spesifik juga mencapai maksimum. Oleh karena itu, pada penelitian ini waktu penggandaan maksimum dan laju pertumbuhan spesifik maksimum dicapai pada waktu yang sama yaitu pada hari ke-3 masa kultur, saat fase pertumbuhan yang berlangsung adalah fase eksponensial. Gambar 7 menunjukkan perbandingan waktu penggandaan maksimum yang dicapai pada setiap perlakuan. Pada saat mencapai nilai maksimum (hari ke-3 masa kultur), perlakuan 24T-0G, 18T-6G, dan 12T-12G menunjukkan hasil yang

34 22 tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan 6T-18G menunjukkan waktu penggandaan yang lebih tingggi dibandingkan perlakuan lainnya. Waktu penggandaan merupakan salah satu parameter yang menggambarkan kecepatan pertumbuhan. Perlakuan 6T-18G menghasilkan pertumbuhan lebih lambat jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan proses fotosintesis pada perlakuan tersebut tidak terjadi secara optimal. Telah diungkapkan sebelumnya bahwa fotosintesis yang tidak optimal selanjutnya akan mengakibatkan proses perolehan energi menjadi tidak optimal, sehingga energi untuk proses pertumbuhan kurang tersedia dengan baik Kandungan Nutrisi Spirulina sp. Kandungan nutrisi Spirulina sp. merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam menentukan kualitas produk kultur yang dihasilkan. Adanya kecenderungan perbedaan kandungan nutrisi khususnya kandungan protein dan lemak merupakan akibat dari pengaruh pemberian lama pencahayaan yang berbeda. Menurut Hu (2004a), adanya faktor yang mempengaruhi fotosintesis akan mempengaruhi pula pertumbuhan, susunan biokimia dan genetik pada sel. Menurut Hu (2004a), respon seluler mikroalga ketika berkurangnya intensitas cahaya adalah dengan meningkatkan klorofil- a dan pigmen-pigmen lain yang berfungsi sebagai pemanen cahaya. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa pada perlakuan dengan lama pencahayaan yang lebih singkat, kandungan proteinnya lebih tinggi. Namun pada perlakuan 6T-18G, protein yang terkandung dalam Spirulina cenderung lebih sedikit dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini terjadi karena pada perlakuan 6T-18G, protein diurai kembali akibat cadangan makanan hasil fotosintesis kurang memenuhi kebutuhan. Menurut Lakitan (2007), jika defisiensi bahan cadangan makanan terjadi sangat parah, maka protein juga dapat dioksidasi dan dihidrolisis menjadi asam-asam amino penyusunnya, yang kemudian diurai melalui reaksi-reaksi glikolitik dan siklus krebs. Pada penelitian yang dilakukan Rafiqul et al. (2005), kandungan protein Spirulina fusiformis yang dikultur dalam medium Zarouk mencapai 61,8%. Jika dibandingkan dengan penelitian ini, kandungan protein Spirulina pada setiap perlakuan jauh lebih rendah. Hal ini karena medium yang digunakan berbeda dan pada penelitian ini pemanenan dilakukan pada saat kultur mencapai fase kematian.

35 23 Menurut Cohen (1997), golongan cyanobacteria memiliki kandungan lemak yang rendah, Spirulina hanya mengandung 6-10% lemak yang setengahnya merupakan asam lemak. Kandungan lemak pada perlakuan 6T-18G, memiliki kandungan yang relatif lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan Hirano et al. (1990) dalam Cohen (1997), yang mengungkapkan bahwa penyimpanan Spirulina pada keadaan gelap dalam beberapa hari menghasilkan peningkatan relatif terhadap kandungan asam lemak Kualitas Air Pada penelitian ini, kisaran kualitas air masih berada dalam kondisi yang baik untuk pertumbuhan Spirulina. Suhu pada saat penelitian mencapai kisaran C. Payer et al. (1980) dalam Winarti (2003) menyebutkan bahwa suhu C masih merupakan suhu optimal untuk pertumbuhan Spirulina. Nilai derajat kemasaman (ph) media pada penelitian ini juga masih dalam kisaran yang cukup baik untuk pertumbuhan Spirulina. Ciferri (1983) dalam Winarti (2003) menyebutkan bahwa Spirulina dapat tumbuh dengan baik pada ph 8-9. Intensitas cahaya yang digunakan pada penelitian ini berkisar antara lux (34-41 µmol m -2 s -1 ). Nilai ini masih jauh dibawah kisaran intensitas cahaya yang dapat mengakibatkan saturasi pada pertumbuhan Spirulina ( µmol m -2 s -1 ). Kandungan nitrat dan fosfat pada akhir penelitian ini terlihat berkurang dibandingkan kandungan nitrat dan fosfat pada awal penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa nitrat dan fosfat digunakan oleh sel Spirulina untuk memenuhi kebutuhan sel akan nutrien. Grobbelaar (2004) menyebutkan bahwa nitrogen dan fosfor merupakan unsur yang sangat penting bagi mikroalga. Nitrogen yang dibutuhkan biasanya didapatkan dalam bentuk nitrat (NO 1-3 ) sedangkan fosfor didapatkan dalam bentuk fosfat (PO 3-4 ).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan kandungan nutrisi Spirulina sp. pada fotoperiode yang berbeda

Pertumbuhan dan kandungan nutrisi Spirulina sp. pada fotoperiode yang berbeda 146 Tatag Budiardi Jurnal et Akuakultur al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 Indonesia (2), 146 156 9 (2), (2010) 146 156 (2010) Pertumbuhan dan kandungan nutrisi Spirulina sp. pada fotoperiode yang berbeda

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kepadatan Sel Kepadatan sel Spirulina fusiformis yang dikultivasi selama 23 hari dengan berbagai perlakuan cahaya menunjukkan bahwa kepadatan sel tertinggi terdapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Perlak uan Uji Persiapan Alat dan Bahan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Perlak uan Uji Persiapan Alat dan Bahan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Perlak uan Uji Penelitian ini dilakukan dengan mengkultur spirulina Spirulina fusiformis dalam skala laboratorium (1 liter) dengan pencahayaan menggunakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata,

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata, IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 di Laboratorium Pendidikan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium 16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium Fitoplankton Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. 3.2. Materi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan alami memiliki peran penting dalam usaha akuakultur, terutama pada proses pembenihan. Peran pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan secara menyeluruh.

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keunggulan dalam keragaman hayati seperti ketersediaan mikroalga. Mikroalga merupakan tumbuhan air berukuran mikroskopik yang memiliki

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Desa Hanura, Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva.

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva. Pakan alami yang banyak digunakan dalam budidaya perikanan adalah mikroalga. Mikroalga merupakan

Lebih terperinci

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA Meytia Eka Safitri *, Rara Diantari,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Mikroalga merupakan organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan produsen primer perairan

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way Anova

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam habitat akuatik/perairan maupun terestrial/daratan. Keanekaragaan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam habitat akuatik/perairan maupun terestrial/daratan. Keanekaragaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme fotosintetik yang mampu mengubah energi cahaya menjadi energi kimia dalam bentuk biomassa. Mikroalga termasuk organisme yang mempunyai

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 11 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2007 di Laboratorium Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya memegang peranan penting untuk lestarinya sumber daya ikan. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis unggulan. Pembenihan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN Spirulina platensis YANG DIKULTUR DENGAN PUPUK INORGANIK (Urea, TSP dan ZA) DAN KOTORAN AYAM

PERTUMBUHAN Spirulina platensis YANG DIKULTUR DENGAN PUPUK INORGANIK (Urea, TSP dan ZA) DAN KOTORAN AYAM Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 41 48 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 41 PERTUMBUHAN Spirulina platensis YANG DIKULTUR DENGAN PUPUK

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA APLIKASI TEKNOLOGI PENCAHAYAAN MONOKROMATIK DENGAN SISTEM FOTOPERIOD SEBAGAI ALGAE BLOOMER DALAM PRODUKSI INTENSIF Spirulina sp. BIDANG KEGIATAN: PKM-P Disusun

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. digunakan sebagai sumber pakan alami untuk pembenihan larva udang, ikan dan

I. PENDAHULUAN. digunakan sebagai sumber pakan alami untuk pembenihan larva udang, ikan dan I. PENDAHULUAN Spirulina platensis merupakan alga hijau berfilamen yang sudah banyak digunakan sebagai sumber pakan alami untuk pembenihan larva udang, ikan dan krustase, karena memiliki nilai nutrisi

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN 18 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Maret - April

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang

Lebih terperinci

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013 TUGAS AKHIR SB 091358 PENGARUH KOMBINASI KONSENTRASI MEDIA EKSTRAK TAUGE (MET) DENGAN PUPUK UREA TERHADAP KADAR PROTEIN Spirulina sp. PADA MEDIA DASAR AIR LAUT Dwi Riesya Amanatin (1509100063) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Mikroalga diartikan berbeda dengan tumbuhan yang biasa dikenal walaupun secara struktur tubuh keduanya memiliki klorofil

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah, dikelompokan dalam filum Thalophyta karena tidak memiliki akar,

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 2010 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu input penting dalam budidaya ikan. Pakan menghabiskan lebih dari setengah biaya produksi dalam kegiatan budidaya ikan. Dalam kegiatan budidaya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK ejurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 013 ISSN: 303600 PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp Leonardo Bambang Diwi Dayanto *, Rara Diantari dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada bidang akuakultur, mikroalga umumnya telah dikenal sebagai pakan alami untuk pembenihan ikan karena dan memiliki peran sebagai produsen primer di perairan dan telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan penting dan berpengaruh besar dalam kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya usaha budidaya perikanan. Pakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Uji protein dilaksanakan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. (BBPBAP) Jepara, gulma air Salvinia molesta, pupuk M-Bio, akuades,

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. (BBPBAP) Jepara, gulma air Salvinia molesta, pupuk M-Bio, akuades, 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biakan murni Spirulina platensis yang diambil

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTERMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

NAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non pangan

NAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non pangan Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina Sebagai bahan baku industri non pangan INFORMASI UMUM NAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENAMBAHAN NUTRISI MAGNESIUM DARI MAGNESIUM SULFAT (MgSO 4.7H 2 O) DAN NUTRISI KALSIUM DARI KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) PADA KULTIVASI TETRASELMIS CHUII UNTUK MENDAPATKAN KANDUNGAN LIPID MAKSIMUM Dora Kurniasih

Lebih terperinci

Biota kultur yang digunakan dalam penelitian adalah Nannochloropsis sp. yang dikultur pada skala laboratorium di BBPBL Lampung.

Biota kultur yang digunakan dalam penelitian adalah Nannochloropsis sp. yang dikultur pada skala laboratorium di BBPBL Lampung. III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 13-21 Januari 2014 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. Klasifikasi Tetraselmis sp. menurut Bold & Wynne (1985) adalah sebagai berikut: Filum Kelas Ordo

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada bulan November 2012. 3.2 Materi Penelitian 3.2.1 Biota uji Biota uji yang

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam Dalam 100 g bayam mengandung 426 mg nitrat dan 557 mg fosfor dan konsentrasi nitrat yang optimum dalam perkembangbiakan fitoplankton adalah 0,9-3,5

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Metode Penelitian Penelitian: Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP dilaksanakan pada bulan Mei 2010 di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Persentase endapan limbah padat = x 100%

METODE PENELITIAN. Persentase endapan limbah padat = x 100% 14 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Sukamandi dan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD 2014 Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD I. Pendahuluan Daphnia adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar yang mendiami kolam-kolam, sawah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang

I. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang mempunyai garis pantai terpanjang di dunia yaitu ± 80.791,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang berbagai jenis mikroalga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kultivasi Porphyridium cruentum Salah satu faktor lingkungan yang penting dalam kultivasi mikroalga adalah cahaya. Cahaya merupakan faktor utama dalam fotosintesis (Arad dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan bakar fosil saat ini semakin meningkat sehingga dapat menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya persediaan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %,

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah adalah mikroalga dari golongan Cyanobacteria yang dimanfaatkan sebagai pakan alami dalam budidaya perikanan khususnya pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. DEWI MAHARANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juli 2010 di Laboratorium PT. Suri

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juli 2010 di Laboratorium PT. Suri 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juli 2010 di Laboratorium PT. Suri Tani Pemuka (Japfa), Unit Hatchery Udang Vannamei, Jalan Raya Gilimanuk km

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA Carica papaya L. UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN IKAN LELE DUMBO Clarias sp YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila AGUNG SETIAJI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kultivasi Spirulina fusiformis Pertumbuhan Spirulina fusiformis berlangsung selama 86 hari. Proses pertumbuhan diketahui dengan mengukur nilai kerapatan optik (Optical Density).

Lebih terperinci

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. ABSTRAK

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. Nindri Yarti *, Moh.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus plicatilis)

Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus plicatilis) Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 2, Juni 2015 Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan akumulasi emisi karbondioksida (CO 2 ). Kelangkaan bahan bakar fosil

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan akumulasi emisi karbondioksida (CO 2 ). Kelangkaan bahan bakar fosil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk dunia di masa mendatang akan menghadapi dua permasalahan yang serius, yaitu kelangkaan bahan bakar fosil dan perubahan iklim global yang diakibatkan akumulasi

Lebih terperinci

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI HMT FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KUALITAS HMT ADALAH : 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii ABSTRAK...

Lebih terperinci

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci