STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI BALI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI BALI"

Transkripsi

1 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI BALI DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI DI KORIDOR EKONOMI BALI NUSA TENGGARA LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2013

2 PRAKATA Laporan Akhir ini diajukan untuk memenuhi ketentuan pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Bali dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara, yang merupakan laporan terakhir dari beberapa laporan yang disiapkan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Pada Laporan Akhir ini dibahas beberapa hal, yaitu: (1) Pendahuluan, (2) Tinjauan Pustaka, (3) Metodologi Studi, (4) Kondisi wilayah dan jaringan transportasi saat ini, (5) Perkiraan Kondisi Mendatang dan (6) Arah Pengembangan Jaringan. Seluruh pembahasan tersebut telah disesuaikan dengan Panduan Penyusunan Sistranas pada Tatralok. Pada kesempatan ini, konsultan menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu pelaksanaan kegiatan ini, serta mengharapkan kritik dan saran untuk pelaksanaan kegiatan kegiatan pada tahap selanjutnya. Jakarta, Desember 2013 PT. Pemeta Engineering System i

3 DAFTAR ISI PRAKATA... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL...v DAFTAR GAMBAR... vii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup Studi Lingkup Wilayah Lingkup Kegiatan Hasil yang Diharapkan Sistematika Pembahasan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Model Pengembangan Jaringan Transportasi Landasan dan Asas Penyusunan Tatralok Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal Kajian Terhadap Tata Ruang Kebijakan Tata Ruang Provinsi Bali Kajian Terhadap Tatrawil Provinsi Bali Kajian terhadap MP3EI Kerangka Pemikiran BAB 3 METODOLOGI STUDI Kajian Literatur Pengumpulan dan Kompilasi Data Sekunder Pengumpulan dan Kompilasi Data Primer Tahap Analisis Skematik Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Perencanaan Transportasi Yang Akan Datang ii

4 3.4.3 Proses Pemodelan Transportasi Komponen Pemodelan Transportasi Rapat Konsultasi Teknis dan Koordinasi Diskusi dan Pemaparan Hasil Kegiatan Diskusi internal Diskusi Eksternal Pengumpulan Data dan Desain Kuesioner Pengumpulan Data Desain Kuesioner dan Wawancara BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI Kondisi Sosio Ekonomi Kabupaten Bangli Kondisi Geografis Kondisi Topografi Kondisi Geologi, Hidrologi dan Iklim Kondisi Kependudukan Kondisi Sosial Kondisi Ekonomi Kawasan Perhatian Investasi Berdasarkan MP3EI Potensi Sumber Daya Alam Pola Aktivitas Kondisi Transportasi Kabupaten Bangli Jaringan Pelayanan Jaringan Prasarana Kinerja Pelayanan Transportasi BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kabupaten Bangli Rencana Struktur Ruang Rencana Pola Ruang Kabupaten Bangli Kawasan Strategis Kabupaten Bangli Pola Aktivitas Bangkitan dan Distribusi Arus Barang/Penumpang Sistem Zona Bangkitan/Tarikan dan Distribusi Perjalanan iii

5 5.4 Model Pengembangan Jaringan Transportasi Alternatif Pengembangan Jaringan Transportasi Jaringan Pelayanan Transportasi Pengembangan Jaringan Prasarana Trasportasi Prioritas Pengembangan Jaringan Transportasi BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Jaringan Pelayanan Transportasi Pengembangan Jaringan Prasarana Trasportasi Kebijakan, Strategi, dan Program Pengembangan Jaringan Jalan Kebijakan Pengembangan Jaringan Jalan Strategi Pengembangan Jaringan Jalan Program Pengembangan Jaringan Jalan DAFTAR PUSTAKA... i iv

6 DAFTAR TABEL Tabel 3 1 Jenis Penanganan Penanganan Permasalahan Transportasi Tabel 3 2 Daftar Data Yang Dibutuhkan Tabel 4 1 Administrasi Kabupaten Bangli Tabel 4 2 Ketinggian Wilayah tiap Kecamatan di Kabupaten Bangli Tabel 4 3 Jumlah Penduduk Kabupaten Bangli Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4 4 Kepadatan Penduduk Kabupaten Bangli Tabel 4 5 Luas Wilayah, Jumlah KK, Penduduk, Kepadatan Penduduk Per Km2 di Kab. Bangli Tabel 4 6 Kebijakan Umum Pengembangan Koridor Ekonomi Provinsi Bali Tabel 4 7 Status Terakhir Proyek KPI di Provinsi Bali Tabel 4 8 Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Bangli Tahun Tabel 4 9 Produksi Tanaman Buah Buahan Kabupaten Bangli Tahun Tabel 4 10 Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Kabupaten Bangli Tahun Tabel 4 11 Produksi Tanaman Sayur sayuran Kabupaten Bangli Tahun Tabel 4 12 Populasi Ternak Kabupaten Bangli Tahun Tabel 4 13 Populasi Unggas Kabupaten Bangli Tahun Tabel 4 14 Jumlah Pelayanan Angkutan Kota Tahun 2012 di Kabupaten Bangli Tabel 4 15 Kondisi Jalan Berdasarkan Kecamatan Di Kabupaten Bangli Tabel 4 16 Panjang Jalan Provinsi dan Kabupaten Menurut Jenis Permukaan, Kondisi, Kelas Jalan Di Kabupaten Bangli Tabel 4 17 Jembatan Dirinci Menurut Status Tahun Tabel 4 18 Pembagian Zona Internal di Kabupaten Bangli Tabel 4 19 Matriks Asal Tujuan Perjalanan Kabupaten Bangli Tahun Tabel 4 20 Matriks Waktu Tempuh Perjalanan Kabupaten Bangli Tahun v

7 Tabel 4 21 Tingkat Resiko Kecelakaan Tabel 4 22 Jumlah kecelakaan dan akibat yang disebabkan pada tahun Tabel 4 23 Indeks Aksesibilitas dan Indeks Mobilitas Kabupaten Bangli Berdasarkan SPM Jalan Tabel 4 24 Panjang Jalan menurut Kondisi Tahun 2011 dalam km Tabel 4 25 Banyaknya Kendaraan Bermotor Menurut Jenisnya yang Terdaftar Tabel 4 26 Banyaknya Sarana Angkutan Menurut Jenisnya Tahun Tabel 4 27 Kinerja Ruas Jalan di Kabupaten Bangli Tahun Tabel 4 28 Load Factor Trayek Angkutan Umum Tabel 4 29 Waktu Perjalanan dan Panjang Trayek Angkutan Kota Tabel 4 30 Tingkat Kepadatan Rute Tabel 4 31 Kepadatan Rute Angkutan Umum Kabupaten Bangli Tabel 5 1 Sistem Perkotaan Berdasarkan Fungsi di Provinsi Bali Tabel 5 2 Sistem Perkotaan Berdasarkan Fungsi di Kabupaten Bangli Tabel 5 3 Pembagian Zona Internal di Kabupaten Bangli Tabel 5 4 Bangkitan/Tarikan Pergerakan Tiap Zona (orang/tahun) Kabupaten Bangli Tabel 5 5 Proyeksi Jumlah Bangkitan/Tarikan Perjalanan (smp/jam) Tabel 5 6 Bangkitan/Tarikan Pergerakan Antar Zona (orang/hari) Kabupaten Bangli Tabel 5 7 Bangkitan/Tarikan Pergerakan Antar Zona (smp/jam) Kabupaten Bangli Tabel 5 8 Matriks Hambatan Waktu Tempuh (menit) Kabupaten Bangli vi

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 2 1 Kedudukan Tataran Transportasi Lokal dalam Sistranas Gambar 2 2 Diagram Perumusan Visi Gambar 2 3 Posisi MP3EI di dalam Rencana Pembangunan Pemerintah Gambar 2 4 Koridor Ekonomi Prioritas Gambar 2 5 Tema Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia Gambar 2 6 Tema Pembangunan Kepulauan Indonesia Gambar 2 7 Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara Gambar 2 8 Pariwisata di Koridor Bali Nusa Tenggara Penting Bagi Perekonomian Indonesia Gambar 2 9 Kerangka Pemikiran Penyusunan Sistranas pada Tatralok di Wilayah Provinsi Bali Gambar 3 1 Skema Tataran Transportasi Lokal Gambar 3 2 Skematik Penyusunan Perencanaan Transportasi Jangka Pendek dan Jangka Panjang Gambar 3 3 Memperkirakan Kebutuhan Pelayanan dan Penilaian Kinerja Pelayanan Transportasi Yang Akan Datang Gambar 3 4 Mekanisme Estimasi Trip Ends dan MAT Wilayah Studi Gambar 3 5 Struktur Umum Model Pemilihan Rute Gambar 3 6 Jaringan nyata/fisik Gambar 3 7 Penyederhanaan Tampilan Jaringan Gambar 4 1 Peta Orientasi Wilayah Studi Kabupaten Bangli Gambar 4 2 Kawasan Perhatian Investasi Provinsi Bali berdasarkan Infrastruktur PU Gambar 4 3 Peta Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Bangli Gambar 4 4 Peta Produksi Tanaman Buah Buahan Kabupaten Bangli Gambar 4 5 Peta Produksi Perkebunan Kabupaten Bangli Gambar 4 6 Peta Populasi Ternak Kabupaten Bangli Gambar 4 7 Peta Populasi Unggas Kabupaten Bangli Gambar 4 8 Peta Jaringan Trayek Angkutan Kabupaten Bangli vii

9 Gambar 4 9 Peta Jaringan Jalan Kabupaten Bangli Gambar 4 10 Kondisi Terminal Bangli Kabupaten Bangli Gambar 4 11 Sistem Zona untuk Prediksi Kebutuhan Pergerakan Kabupaten Bangli Gambar 4 12 Model Jaringan Transportasi Kabupaten Bangli Gambar 4 13 Desire Line Kabupaten Bangli Gambar 5 1 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Bangli Gambar 5 2 Sistem Perkotaan Berdasarkan Fungsi Gambar 5 3 Peta Rencana Pola Ruang Gambar 5 4 Peta Kawasan Strategis Kabupaten Bangli Gambar 5 5 Peta Pola Aktivitas Kabupaten Bangli Gambar 5 6 Sistem Zona untuk Prediksi Kebutuhan Pergerakan Kabupaten Bangli Gambar 5 7 Model Jaringan Transportasi Kabupaten Bangli Gambar 5 8 Desire Line Asal Tujuan Perjalanan (smp/jam) Kabupaten Bangli Gambar 5 9 Desire Line Asal Tujuan Perjalanan (smp/jam) Kabupaten Bangli Gambar 5 10 Desire Line Asal Tujuan Perjalanan (smp/jam) Kabupaten Bangli Gambar 5 11 Desire Line Asal Tujuan Perjalanan (smp/jam) Kabupaten Bangli Gambar 5 12 Desire Line Asal Tujuan Perjalanan (smp/jam) Kabupaten Bangli Gambar 5 13 Kinerja Ruas jalan (smp/jam) di Kabupaten Bangli Gambar 5 14 Prediksi Kinerja Ruas jalan (smp/jam) di Kabupaten Bangli Gambar 5 15 Prediksi Kinerja Ruas jalan (smp/jam) di Kabupaten Bangli Gambar 5 16 Prediksi Kinerja Ruas jalan (smp/jam) di Kabupaten Bangli Gambar 5 17 Prediksi Kinerja Ruas jalan (smp/jam) di Kabupaten Bangli viii

10 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karena itu Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi yang berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efisien dan efektif dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas manusia dan barang serta jasa, mendukung pola distribusi nasional, serta mendukung pengembangan wilayah, peningkatan hubungan nasional dan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan melengkapi dokumen perencanaan. Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat bergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut, MP3EI menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama) pembangunan ekonomi nasional. Konektivitas nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional, yang terdiri atas Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), serta 1 1

11 Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat pusat perekonomian lokal, regional, dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan keterhubungan lokal, regional, dan global/internasional. Sebagai unsur pendorong dalam pengembangan, transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan daerah terisolasi, tertinggal, dan berbatasan dengan daerah berkembang yang berada di luar wilayahnya, sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian yang sinergis. Sistranas pada hakekatnya merupakan suatu Konsep Pembinaan Transportasi dalam pendekatan kesisteman yang mengintegrasikan sumber daya dan memfasilitasi upayaupaya untuk mencapai tujuan nasional. Dalam hal ini adalah penting untuk secara berkelanjutan memperkuat keterkaitan fungsi atau keterkaitan aktivitas satu sama lainnya baik langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan transportasi baik pada Tataran Transportasi Nasional (Tatranas), Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil), maupun Tataran Transportasi Lokal (Tatralok). Dalam kaitan tersebut perlu disusun sistem pada Tatralok sehingga diperoleh arah pembangunan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana yang dapat berperan dalam mendukung perekonomian wilayah dan mendorong pertumbuhan wilayah yang belum berkembang, baik pada tataran tataran lokal, provinsi, hingga nasional/internasional. 1.2 Perumusan Masalah Terkait dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011, Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia , diperlukan dukungan Undang Undang No.26 Tahun 2007, tentang Tata Ruang, dan Undang 1 2

12 Undang di Bidang Transportasi, yaitu UU No. 23 Tahun 2007, tentang Perekerataapian, Undang undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang Undang No. 1 Tahun 2009, tentang Penerbangan, dan Undang Undang No. 22 Tahun 2009, tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan. Dalam kaitan tersebut Sistranas diwujudkan dalam Tataran Transportasi Nasional (TATRANAS) yang dibuat oleh Pemerintah, Tataran Transportasi Wilayah (TATRAWIL) dibuat oleh Pemerintah Provinsi, dan Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) dibuat oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Ketiga tataran tersebut berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, yang pada akhirnya akan menjadi acuan bagi semua pihak terkait dalam penyelenggaraan transportasi untuk perwujudan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien, baik pada tataran lokal, tataran wilayah, maupun tataran nasional. Penyusunan Tatralok dilakukan dalam upaya peningkatan pelayanan transportasi, baik jaringan pelayanan maupun jaringan prasarana transportasi, serta peningkatan keterpaduan antar dan intramoda transportasi, yang disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, serta kebijakan tata ruang dan lingkungan. 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud studi ini adalah menyusun, mengevaluasi, dan meninjau ulang Tataran Transportasi Lokal sejalan dengan dinamika perkembangan ekonomi wilayah sebagai pedoman pengaturan dan pembangunan transportasi wilayah. Tujuannya studi ini adalah agar rencana dan program pengembangan transportasi di wilayah lokal kabupaten/kota, provinsi, dan nasional efektif dan efisien sesuai dengan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). 1.4 Ruang Lingkup Studi Lingkup Wilayah Kegiatan studi ini dilaksanakan di 3 Kabupaten dan 1 Kota, yaitu Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. 1 3

13 1.4.2 Lingkup Kegiatan Lingkup kegiatan studi Sistranas Pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Bali dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara, antara lain, adalah: a. Menentukan identifikasi permasalahan yang ada pada sistem transportasi lokal; b. Melakukan evaluasi pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi secara terpadu; c. Melakukan analisis permintaan transportasi lokal terkait dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana pembangunan dalam MP3EI, Tatranas, dan Tatrawil; d. Mengkaji model pengembangan jaringan transportasi wilayah kabupaten; e. Merumuskan alternative alternatif pengembangan jaringan transportasi; f. Menetapkan prioritas dan tahapan pengembangan jaringan transportasi lokal dalam kurun waktu 2014, 2019, 2025, dan 2030; g. Merumuskan kebijakan pelayanan jaringan transportasi lokal; h. Menyusun rancangan peraturan Bupati tentang Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok); i. Mengadakan Focus Group Discussion (FGD) di Ibukota Kabupaten untuk mendapatkan masukan alternatif pengembangan jaringan transportasi lokal; j. Menyelenggarakan seminar penyempurnaan laporan akhir dan legalitas Tatralok di Ibu Kota Provinsi. 1.5 Hasil yang Diharapkan Hasil yang diharapkan diperoleh dari pekerjaan ini adalah tersedianya Dokumen Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) dan konsep penetapannya, yang disesuaikan dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) , Sistranas (Sistem Transportasi Nasional), serta Tatranas (Tataran Transportasi Nasional). Keluaran kegiatan adalah 1 (satu) laporan hasil penelitian. 1 4

14 1.6 Sistematika Pembahasan BAB 1 PENDAHULUAN; Bagian awal laporan ini berisi latar belakang studi, perumusan masalah, maksud dan tujuan, ruang lingkup studi, hasil yang diharapkan, dan sistematika pembahasan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA; Pada bagian ini dikemukakan tentang hasil tinjauan kepustakaan terkait dengan masalah konsep dan model pengembangan jaringan transportasi dan kerangka pemikiran studi. BAB 3 METODOLOGI STUDI Pada bagian ini dipaparkan mengenai desain atau rancangan penelitian yang digunakan, menjabarkan sasaran penelitian, dan menguraikan teori/model analisis yang digunakan dan data/informasi yang diperlukan dalam penelitian. BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI Secara umum bagian ini menjabarkan kondisi sosio ekonomi wilayah studi, pola aktivitas, dan kondisi transportasi wilayah studi berdasarkan data hasil pengumpulan data. BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG Pada bagian ini membahas mengenai Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang, Pola Aktivitas, Bangkitan dan distribusi arus barang dan penumpang, model pengembangan jaringan transportasi, alternatif pengembangan jaringan transportasi dan prioritas pengembangan jaringan transportasi BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN Bagian ini menjelaskan mengenai arah pengembangan jaringan transportasi, dan kebijakan, strategi, dan program pengembangan jaringan transportasi. 1 5

15 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Model Pengembangan Jaringan Transportasi Landasan dan Asas Penyusunan Tatralok Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) adalah tataran transportasi yang terorganisasi secara kesisteman, terdiri atas sarana dan prasarana yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, terpadu dan harmonis, yang berfungsi melayani perpindahan orang dan/atau barang antar simpul atau kota lokal (SKL) serta dari simpul atau kota lokal ke simpul atau kota wilayah (SKW) dan nasional (SKN) terdekat atau sebaliknya dan dalam kota. Kota wilayah adalah kota kota yang memiliki keterkaitan dengan beberapa kabupaten dalam satu provinsi. Kota gerbang wilayah dan kota kota pusat kegiatan ekonomi adalah wilayah dan kota kota yang memiliki dampak strategis terhadap pengembangan wilayah kabupaten. Simpul wilayah adalah distribusi barang dan/atau orang atau sebagai pintu masuk (inlet) atau keluar (outlet) barang dan/atau orang yang bersifat wilayah, seperti terminal bus. Beberapa landasan yang digunakan dalam penyusunan Tatralok, antara lain, adalah sebagai berikut: a. Landasan idiil adalah Pancasila; b. Landasan konstitusional adalah UUD 1945; c. Landasan visional adalah Wawasan Nusantara; d. Landasan konsepsional adalah Ketahanan Nasional; e. Landasan operasional adalah kebijakan nasional yang relevan dan peraturan perundangan di bidang transportasi, Undang Undang No. 22 Tahun 1999, Tentang Pemerintah Daerah, serta peraturan perundangan terkait lainnya. 2 1

16 Tatralok diselenggarakan berdasarkan asas yang tercantum dalam peraturan perundangan sektor transportasi, yaitu asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, asas manfaat, asas demokrasi Pancasila, asas adil dan merata, asas keseimbangan, asas keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan, asas hukum, asas kemandirian, asas kejuangan, asas ilmu pengetahuan dan teknologi, asas kepentingan umum, asas usaha bersama, serta asas keterpaduan Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal Perencanaan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) dilakukan dengan berpedoman pada tujuan dan sasaran Sistem Transportasi Nasional (Sistranas). Tujuan Sistranas adalah terwujudnya transportasi yang efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan wilayah dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan peningkatan hubungan internasional. Sasaran Sistranas adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Efektif mengandung pengertian selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, serta polusi rendah. Sedangkan efisien mengandung arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan transportasi nasional. Tujuan dan Sasaran Sistranas, bersama dengan elemen kebijakan lain dalam Tatanan Makro Strategis Perhubungan dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, merupakan masukan utama dalam menyusun Tataran Transportasi Wilayah. Berpedoman pada tujuan sistranas tersebut, Sistranas tentunya perlu diwujudkan dalam beberapa bentuk perencanaan, yang salah satunya adalah perwujudan Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil), dengan tatarannya adalah wilayah provinsi, dan 2 2

17 perwujudan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok), yang tatarannya adalah wilayah kota atau kabupaten. Sistranas dinilai sebagai langkah tepat untuk sistem transportasi yang kompetitif. Hal itu dimungkinkan karena yang dikedepankan dalam sistranas adalah sinergi dan interkoneksi antar moda transportasi, mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota dengan mengakomodasi tata ruang setempat. Adanya suatu pergeseran, baik pada kewenangan maupun secara kelembagaan, serta perubahan struktur kewilayahan menyebabkan sektor transportasi harus tetap memandang suatu daerah sebagai wilayah fungsional sehingga mengharuskan dilakukannya penerapan kebijakan transportasi secara khusus yang berada dalam suatu kerangka nasional yang utuh. Dikaitkan dengan potensi ekonomi wilayah, secara umum transportasi mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi pelayanan (servicing function) pada wilayah yang telah berkembang dan fungsi promosi (promoting function) pada wilayah yang belum berkembang. Dalam kaitan tersebut, proses pengembangan jaringan transportasi di suatu wilayah perlu mempertimbangkan kondisi potensi wilayah tersebut. Keterkaitan Sistranas pada Tatralok secara hirarki adalah tataran transportasi yang terorganisasi secara kesisteman, yang terdiri atas transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, dan transportasi udara, yang masing masing terdiri atas sarana dan prasarana yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, terpadu dan harmonis dan berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antar simpul atau antar kota wilayah ke simpul atau kota provinsi atau sebaliknya. Hubungan tersebut semakin menunjukkan bahwa keterkaitan antara Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) terhadap Sistranas tidak dapat dipisahkan karena pelayanan perpindahan orang dan/atau barang dari suatu wilayah ke kota provinsi tidak dapat dilakukan dengan salah satu tataran transportasi saja, melainkan harus 2 3

18 terpadu dengan tataran transportasi lainnya. Demikian sebaliknya, orang dan/atau barang dari kota provinsi menuju kota wilayah harus dilayani dengan tataran transportasi tersebut. Adapun kedudukan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) dalam Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) dapat dilihat pada uraian berikut. Gambar 2-1 Kedudukan Tataran Transportasi Lokal dalam Sistranas Terhadap perwujudan Sistranas, Tatralok merupakan tataran transportasi yang terorganisasi secara kesisteman dan masing masing tataran mempunyai karakteristik fungsional yang saling terkait, antarmoda dan antarwilayah, dan berinteraksi membentuk sistem pelayanan transportasi yang berinteraksi secara sistemik pada setiap tahapan perumusan dan perwujudan tiap tataran transportasi, dalam menyediakan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien Kajian Terhadap Tata Ruang Dalam kaidah perencanaan transportasi, suatu perencanaan disusun secara berjenjang dengan urutan yang bersifat lebih makro disusun terlebih dahulu, yang kemudian 2 4

19 menjadi payung atau referensi bagi penyusunan rencana yang lebih rinci. Berdasarkan kaidah perencanaan sebagaimana dikemukakan tersebut, rencana sistem transportasi merupakan penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Dalam menyusun rencana sistem transportasi, ketentuan normatif tersebut pada prinsipnya dapat dipenuhi karena RTRW Kabupaten/Kota telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Landasan Konseptual Perencanaan Ciri ciri umum suatu perencanaan adalah serangkaian tindakan beruntun yang dimaksudkan untuk suatu pemecahan masalah dan merealisasikan potensi di masa datang. Secara garis besar tindakan tindakan dalam perencanaan terdiri atas: Identifikasi permasalahan dan potensi; Perumusan tujuan dan sasaran; Identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pencapaian tujuan dan sasaran; Proyeksi keadaan masa datang; Perumusan berbagai alternatif; dan Penyusunan rencana terpilih yang di dalamnya dapat tercantum rumusan kebijaksanaan strategi, program dan kegiatan untuk pencapaian tujuan dan sasaran Perencanaan Transportasi Dalam Pembangunan Daerah Perencanaan Transportasi harus mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah dengan cara mengarahkan masyarakat untuk memanfaatkan setiap bagian ruang untuk kegiatan kegiatan yang produktif. Hal ini berarti bahwa rencana sistem transportasi harus menunjukkan bagian bagian kawasan yang tidak boleh dikembangkan untuk keperluan konservasi, kepentingan strategis, dan untuk cadangan masa depan. Selebihnya adalah kawasan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluannya dengan batasan batasan yang minimal. 2 5

20 Pendekatan konvensional perencanaan transportasi yang dianut selama ini cenderung memandang masyarakat sebagai obyek pembangunan/perencanaan padahal kegiatan perencanaan transportasi tersebut sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Perencanaan transportasi merupakan dokumen pelaksanaan pembangunan yang harus dipatuhi oleh semua pihak termasuk masyarakat setempat, sehingga dalam penerapannya pemerintah bersama dengan masyarakat dapat berperan serta menjalankan fungsi kontrol. Beberapa paradigma yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan perencanaan sistem transportasi dalam pembangunan daerah adalah: a. Otonomi Daerah yang Luas, Nyata, dan Bertanggung Jawab Otonomi daerah menurut UU No. 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional. Karena itu dalam era otonomi luas seperti sekarang ini diperlukan perubahan pola pikir pendekatan penataan sistem transportasi. Pola pikir pendekatan penataan sistem transportasi ini memandang masyarakat sebagai subyek peraturan dengan keanekaragaman perilaku. Kondisi ini identik dengan pengaturan pemerintah daerah yang selama ini dianggap homogen, yang dalam era otonomi luas ini memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dirinya sendiri. Pendekatan baru dalam penataan sistem transportasi ini menuntut pemerintah berperan dalam menggali dan mengembangkan visi secara bersama antara pemerintah dan kelompok masyarakat di daerah dalam merumuskan wajah ruang di masa depan, standar kualitas ruang, dan aktivitas yang diinginkan dan yang dilarang pada suatu kawasan yang direncanakan. Secara lebih rinci, fungsi penataan sistem transportasi kabupaten/kota adalah menyusun arahan, tujuan, dan kebijakan penataan sistem transportasi, merumuskan struktur dan proses proses penataan sistem transportasi, menentukan peraturan hukum mengenai produk dan proses penataan sistem transportasi, mengkaji dan mengesahkan rencana, membuat sistem implementasi 2 6

21 rencana, serta membentuk dukungan informasi untuk penataan yang dilakukan oleh masyarakat maupun institusi pemerintah. Materi kebijakan penataan sistem transportasi kabupaten/kota, antara lain, meliputi: (1) kerangka sistem perencanaan, prinsip, tujuan, dan kebijakan strategis, (2) panduan penataan sistem transportasi kabupaten/kota, (3) institusi, program, dan prosedur untuk menyiapkan dan melaksanakan rencana sistem transportasi, dan kebijakan penataan ruang, (4) peraturan, ketentuan, dan standar pengelolaan sumber daya alam, serta (5) strategi sektoral penataan sistem transportasi dan indikator untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan penataan sistem transportasi. Pemerintah Daerah Kabupaten juga perlu melakukan koordinasi untuk memadukan rencana rencana tata ruang dan kebijakan pengelolaan sektor sektor sumber daya alam serta berhubungan dengan institusi lain (internasional, pusat, Provinsi, lokal, penduduk asli) mengkoordinasikan hasil hasil penataan sistem transportasi dengan program program sosial ekonomi. Hubungan dengan Pemerintah Kabupaten/Kota lain dan dengan Pemerintah Provinsi juga mungkin perlu dibentuk untuk menyelesaikan konflik konflik pemanfaatan ruang yang terjadi. b. Pelibatan Peran Serta Masyarakat dan Prinsip Transparansi Bila dikaitkan dengan penataan sistem transportasi, tujuan peran serta masyarakat adalah: Meningkatkan mutu produk penataan sistem transportasi serta proses penyusunannya Meningkatan kesadaran masyarakat agar dapat memahami pentingnya sumberdaya prasarana transportasi serta sumber daya lainnya demi terciptanya kemakmuran. Menciptakan mekanisme keterbukaan tentang kebijaksanaan penataan sistem transportasi (transparansi kebijakan). 2 7

22 Menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam penataan sistem transportasi terutama membantu memberikan informasi tentang pelanggaran (kontribusi tanggung jawab). Era otonomi daerah sebenarnya juga menempatkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan memutuskan alternatif rencana. Hal ini merupakan suatu langkah untuk menjadikan rencana, khususnya rencana sistem transportasi, sebagai suatu rencana milik masyarakat. Sistem transportasi terkait erat dengan perencanaan tata ruang, pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebenarnya telah ditetapkan dalam PP No. 68 Tahun 2010, tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang. c. Prinsip Keberlanjutan Pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga tiang pendukung, yaitu pertumbuhan ekonomi, lingkungan biogeofisik (yang mendukung kehidupan masyarakat) yang sehat, dan lingkungan sosial yang harmonis. Untuk dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan, ketiga pendukung tersebut, yaitu pertumbuhan ekonomi, lingkungan yang sehat dan kondisi sosial yang harmonis, harus mendapat perhatian dan dilakukan secara terpadu. Tak ada pendukung yang lebih penting atau kurang penting, sehingga mengabaikan salah satu pendukung akan menyebabkan tidak tercapainya pembangunan berkelanjutan Pendekatan Perencanaan Transportasi Berbasis Keruangan Secara diskriptif pendekatan penyusunan Tatralok Kabupaten/Kota dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama adalah dilakukan perumusan visi pengembangan ssstem transportasi yang mencerminkan kondisi setempat dan konstribusinya dalam merealisasikan visi Provinsi. 2 8

23 RTRW VISI KONDISI KAWASAN ASPIRASI STAKEHOLDER VISI PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI Gambar 2-2 Diagram Perumusan Visi Kedua adalah merumuskan hipotesis konsep sistem transportasi wilayah berdasarkan visi yang ingin dicapai, arahan RTRW, serta kondisi wilayah dalam konteks intra maupun inter kawasan Kebijakan Tata Ruang Provinsi Bali Tujuan Penataan Ruang Penataan ruang Provinsi Bali mengacu pada arah pembangunan daerah jangka panjang serta permasalahan yang ada. Tujuan pengembangan penataan ruang Provinsi Bali pada dasarnya bertitik tolak dari tujuan pengembangan wilayah secara umum yang bertujuan untuk mewujudkan: a. ruang wilayah provinsi yang berkualitas, aman, nyaman, produktif, berjatidiri, berbudaya Bali, dan berwawasan lingkungan berlandaskan Tri Hita Karana; b. keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; c. keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi; 2 9

24 d. keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan dan budaya Bali akibat pemanfaatan ruang; e. pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; f. keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah kabupaten/kota; g. keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan h. pemanfaatan ruang yang tanggap terhadap mitigasi dan adaptasi bencana Rencana Struktur Ruang Provinsi Bali Rencana struktur ruang wilayah Provinsi meliputi rencana sistem perkotaan dan rencana sistem jaringan. Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud terdiri atas sistem perkotaan nasional yang ada di wilayah provinsi terdiri atas PKN dan PKW, dan sistem perkotaan wilayah Provinsi, yaitu PKL Rencana Pusat Kegiatan Sistem perkotaan nasional yang ada di wilayah Provinsi terdiri atas PKN yang berada di Denpasar Badung Gianyar Tabanan (Sarbagita) dan PKW yang berada di Kawasan Perkotaan Singaraja, Kawasan Perkotaan Semarapura, dan Kawasan Perkotaan Negara; Sistem perkotaan Provinsi, yaitu PKL yang berada di Kawasan Perkotaan Bangli, Kawasan Perkotaan Amlapura, dan Kawasan Perkotaan Seririt; dan PPK terdiri atas kawasan kawasan perkotaan Gilimanuk, Melaya, Mendoyo, Pekutatan, Lalanglinggah, Bajera, Megati, Kerambitan, Marga, Baturiti, Penebel, Pupuan, Petang, Nusa Dua, Tampaksiring, Tegalalang, Payangan, Sampalan, Banjarangkan, Dawan, Susut, Tembuku, Kintamani, Rendang, Sidemen, Manggis, Padangbai, Abang, Bebandem, Selat, Kubu, Tianyar, Gerokgak, Busungbiu, Banjar, Pancasari Candikuning, Sawan, Kubutambahan, Tejakula, Celukan Bawang, dan Pengambengan. 2 10

25 Rencana Kriteria Pusat Kegiatan Rencana kriteria pusat kegiatan wilayah Provinsi Bali memiliki fungsi pusat kegiatan yang utamanya sebagai koleksi dan distribusi pelayanan barang dan jasa. Rencana kriteria berdasarkan sistem perkotaan Provinsi Bali adalah sebagai berikut: a. PKN ditetapkan dengan kriteria: kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional; kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi. b. PKW ditetapkan dengan kriteria: kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor impor yang mendukung PKN; kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri barang dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai ibukota kabupaten di luar kawasan perkotaan yang berfungsi PKN. c. PKL ditetapkan dengan kriteria: kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri barang dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai ibukota kabupaten di luar kawasan perkotaan yang berfungsi PKN dan PKW. 2 11

26 d. PPK ditetapkan dengan kriteria: kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri barang dan jasa yang melayani skala kecamatan atau sebagian wilayah kecamatan; kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kecamatan; kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai ibukota kecamatan; dan kawasan perkotaan yang berfungsi pelayanan khusus seperti kota pelabuhan dan pusat kegiatan pariwisata Rencana Sistem Jaringan Rencana sistem jaringan Provinsi Bali meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, dan sistem jaringan prasarana lingkungan. a. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Pengembangan sistem jaringan transportasi Provinsi Bali mencangkup pengembangan sistem jaringan transportasi darat, pengembangan sistem jaringan transportasi laut, dan pengembangan sistem jaringan transportasi udara. 1) Transportasi Darat Pengembangan sistem jaringan transportasi darat diarahkan pada pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan jalan, pelabuhan penyeberangan, peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan angkutan umum, manajemen dan rekayasa lalulintas serta pengembangan sistem jaringan transportasi darat lainnya. Pengembangan sistem jaringan transportasi darat mencakup: jaringan jalan nasional; jaringan jalan Provinsi; penyeberangan; jaringan pelayanan angkutan umum; dan jaringan transportasi darat lainnya. 2 12

27 Jaringan jalan nasional terdiri atas jalan bebas hambatan, jalan arteri primer dan jalan kolektor primer. Pengembangan jalan bebas hambatan dilaksanakan setelah melalui kajian teknis, ekonomi dan budaya, mencakup: jalan bebas hambatan antar kota, mencakup: 1. Kuta Tanah Lot Soka; 2. Canggu Beringkit Batuan Purnama; 3. Tohpati Kusamba Padangbai; 4. Pekutatan Soka; 5. Negara Pekutatan; 6. Gilimanuk Negara; dan 7. Mengwitani Singaraja. jalan bebas hambatan dalam kota, mencakup: 1. Serangan Tanjung Benoa; 2. Serangan Tohpati; 3. Kuta Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai; dan 4. Kuta Denpasar Tohpati. Pengembangan jalan Jalan arteri primer, mencakup: 1. Gilimanuk Negara Pekutatan Soka Antosari Tabanan Mengwitani; 2. Mengwitani Denpasar Tohpati Dawan Kusamba Angantelu Padangbai; 3. Tohpati Sanur Pesanggaran Pelabuhan Benoa; dan 4. Pesanggaran Tugu I Gusti Ngurah Rai Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Pengembangan jalan Jalan kolektor primer, mencakup: 1. Denpasar Tohpati Sakah Blahbatuh Semebaung Gianyar Sidan Klungkung Gunaksa; 2. Cekik Seririt Singaraja Kubutambahan Amed Amlapura Angantelu; 3. Mengwitani Singaraja; 4. Soka Seririt; dan 2 13

28 5. Tugu I Gusti Ngurah Rai Nusa Dua. Jaringan jalan Provinsi terdiri atas jalan kolektor primer provinsi dan jalan strategis provinsi. Jalan kolektor primer provinsi terdiri atas sebaran ruas jalan yang menghubungkan antar PKW, antar PKW dengan PKL, antar PKL dengan PKL di seluruh wilayah kabupaten/kota. Jalan strategis Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mencakup ruas jalan menuju Pura Sad Kahyangan dan Pura Dang Kahyangan. Penyeberangan mencakup pelabuhan penyeberangan dan lintas penyeberangan. 1. Pelabuhan penyeberangan mencakup: a) pelabuhan Gilimanuk di Kabupaten Jembrana dan Pelabuhan Padangbai di Kabupaten b) Karangasem berfungsi untuk pelayanan kapal penyeberangan antar Provinsi; c) rencana pengembangan Pelabuhan Amed di Kabupaten Karangasem berfungsi untuk d) pelayanan kapal penyeberangan antar Provinsi melalui lintas Bali Utara (Jawa Bali NTB); dan e) pelabuhan Mentigi di Nusa Penida dan Pelabuhan Gunaksa, sebagai pelabuhan untuk pelayanan kapal penyeberangan dalam Provinsi. 2. Lintas penyeberangan mencakup: a) lintas penyeberangan antar provinsi pada perairan Selat Bali antara Pelabuhan Ketapang (Provinsi Jawa Timur) dengan Pelabuhan Gilimanuk; b) lintas penyeberangan antar provinsi pada perairan Selat Lombok antara Pelabuhan Padangbai dengan Pelabuhan Lembar (Provinsi Nusa Tenggara Barat); c) rencana lintas penyeberangan antar provinsi pada perairan Selat Lombok antara rencana Pelabuhan Amed dengan Pelabuhan Lembar (Provinsi Nusa Tenggara Barat); dan 2 14

29 d) lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Badung antara Pelabuhan Mentigi (Nusa Penida) dengan Pelabuhan Gunaksa. Peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan angkutan umum sebagaimana dimaksud mencakup pengembangan angkutan umum antarkota, pengembangan angkutan umum perkotaan, pengembangan angkutan umum perdesaan, dan pengembangan terminal penumpang secara terpadu dan berhierarki. 1. Pengembangan angkutan umum mencakup: a) pengembangan secara bertahap sistem terpadu angkutan umum massal antar kota dan Kawasan Metropolitan Sarbagita yang ramah lingkungan dan menggunakan energi terbarukan; b) pengembangan sistem trayek terpadu dan terintegrasi baik antar kota, kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan; dan c) pengembangan kebijakan untuk menekan pemanfaatan kendaraan pribadi. 2. Pengembangan terminal penumpang secara terpadu dan berhierarki mencakup: a) Terminal tipe A terdiri atas Terminal Mengwi di Kabupaten Badung dan Terminal Banyuasri di Kabupaten Buleleng; b) Terminal tipe B, mencakup: Terminal Gilimanuk dan Terminal Negara di Kabupaten Jembrana; Terminal Pesiapan, Terminal Tanah Lot dan Terminal Pupuan di Kabupaten Tabanan; Terminal Pancasari, Terminal Seririt, Terminal Sangket, dan Terminal Penarukan di Kabupaten Buleleng; Terminal Batubulan dan Terminal Gianyar di Kabupaten Gianyar; Terminal Klungkung di Kabupaten Klungkung; Terminal Lokasrana dan Terminal Kintamani di Kabupaten Bangli; Terminal Ubung, Terminal Kreneng dan Terminal Tegal di Kota Denpasar; Terminal Karangasem dan Terminal Rendang di Kabupaten Karangasem; dan 2 15

30 Terminal Nusa Dua dan Terminal Dalung di Kabupaten Badung. c) terminal tipe C, tersebar di masing masing kabupaten/ kota; dan d) terminal khusus pariwisata dalam bentuk sentral parkir di pusat pusat kawasan pariwisata yang telah berkembang. Pengembangan sistem jaringan transportasi darat lainnya mencakup: 1. pengembangan terminal barang dan jaringan lintas angkutan barang, lokasinya ditetapkan setelah melalui kajian; dan 2. pengembangan jaringan perkeretaapian di Kawasan Metropolitan Sarbagita yang jenis dan jalur lintasannya ditetapkan setelah melalui kajian. 2) Transportasi Laut Pengembangan sistem jaringan transportasi laut mencakup tatanan kepelabuhanan dan alur pelayaran. Tatanan Kepelabuhanan meliputi pengembangan dan penataan fungsi dan jaringan pelabuhan laut, yang mencakup jaringan pelabuhan laut utama, jaringan pelabuhan laut pengumpul, jaringan pelabuhan laut pengumpan, dan jaringan pelabuhan laut khusus. 1. Jaringan pelabuhan laut utama mencakup: a) Pelabuhan Benoa; sebagai jaringan transportasi laut untuk pelayanan kapal penumpang, pariwisata, angkutan peti kemas ekspor impor barang kerajinan, garmen, seni, sembilan bahan pokok dan ekspor ikan; b) Pelabuhan Celukan Bawang; berfungsi sebagai jaringan transportasi laut untuk pelayanan kapal penumpang dan barang; dan c) Pelabuhan Tanah Ampo; sebagai pelabuhan untuk pelayanan kapal cruise dan yatch. 2. Jaringan pelabuhan laut pengumpul mencakup: a) Pelabuhan Sangsit; untuk pelayanan kapal pelayaran rakyat angkutan barang dan perikanan; dan b) Pelabuhan Pegametan dan Pelabuhan Penuktukan di Kabupaten Buleleng; untuk pelayanan kapal pelayaran rakyat angkutan barang. 3. Jaringan pelabuhan laut pengumpan sebagaimana mencakup: 2 16

31 a) Pelabuhan Labuhan Lalang; untuk pelayanan kapal pelayaran rakyat angkutan penumpang; dan b) Pelabuhan Kusamba, Pelabuhan Buyuk dan Sanur; untuk pelayanan kapal pelayaran rakyat angkutan penumpang dan barang. 4. Jaringan pelabuhan laut khusus mencakup: a) Pelabuhan Manggis (Labuhan Amuk); sebagai jaringan transportasi laut khusus untuk pelayanan kapal angkutan minyak/energi; dan b) Pelabuhan Pengambengan dan Pelabuhan Kedonganan; sebagai jaringan transportasi laut khusus pelayanan kapal ikan. Alur pelayaran mencakup: 1. Alur pelayaran internasional yang terdapat di sekitar wilayah meliputi Selat Lombok yang termasuk dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II; 2. Alur pelayaran nasional dan regional; dan 3. Alur pelayaran lokal. 3) Transportasi Udara Pengembangan sistem jaringan transportasi mencakup tatanan kebandarudaraan dan ruang udara untuk penerbangan. Tatanan Kebandarudaraan dan Ruang Udara, yang mencakup bandar udara umum internasional; bandar udara domestik; dan pembangunan bandar udara baru. 1. Bandar udara internasional mencakup Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Kabupaten Badung; berfungsi sebagai bandar udara pengumpul (hub), untuk pelayanan pesawat udara rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan luar negeri. 2. Bandar udara domestik adalah Lapangan Terbang Letkol Wisnu di Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng; berfungsi sebagai bandar udara umum, untuk pelayanan pesawat udara penerbangan dalam negeri, kegiatan pendidikan penerbang, olah raga dirgantara, kegiatan pertahanan dan keamanan. 3. Pembangunan bandar udara baru direncanakan di Kabupaten Buleleng; berfungsi sebagai bandar udara umum setelah melalui kajian. 2 17

32 Ruang udara untuk penerbangan mencakup: 1. Ruang udara di atas bandar udara yang dipergunakan langsung untuk kegiatan bandar udara; 2. ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk operasi penerbangan; dan 3. ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur penerbangan Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Jaringan Energi Wilayah Rencana pengembangan sistem jaringan energi mencakup pembangkit tenaga listrik, jaringan transmisi tenaga listrik, dan jaringan pipa minyak dan gas bumi. 1) Pembangkit tenaga listrik mencakup: a) pembangkit tenaga listrik yang sudah beroperasi terdiri atas interkoneksi tenaga listrik Jawa Bali, PLTD dan PLTG Pesanggaran, PLTG Gilimanuk, PLTG Pemaron serta interkoneksi PLTD Kutampi (Nusa Penida) dengan PLTD Jungut Batu (Nusa Lembongan); b) pengembangan pembangkit tenaga listrik baru terdiri atas PLTU Bali Timur, PLTU Celukan Bawang, PLTU Nusa Penida dan di lokasi lainnya setelah melalui kajian; dan c) pengembangan pembangkit tenaga listrik (PLT) alternatif sumber energi terbarukan, yang terdiri atas PLT Mikro Hidro, PLT Biomasa, PLT Bayu, PLT Surya, dan PLT lainnya. 2) Pengembangan pembangkit tenaga listrik alternatif dari sumber energi terbarukan diarahkan untuk menghemat penggunaan energi yang tidak terbarukan dan mengurangi pencemaran lingkungan. 3) Jaringan transmisi tenaga listrik dikembangkan untuk menyalurkan tenaga listrik antarsistem, mencakup: a) kawat saluran udara terbuka untuk Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) dan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT); b) kabel digunakan untuk saluran bawah tanah dan/atau udara pada kawasan permukiman dan aktivitas pendukungnya; dan c) kabel bawah laut/bawah air digunakan untuk sistem jaringan antar daratan. 2 18

33 4) Sistem jaringan pipa minyak dan gas dilakukan setelah melalui kajian, mencakup: a) sistem jaringan pipa minyak lepas pantai; b) sistem jaringan pipa minyak dari pelabuhan ke depo minyak terdekat; dan c) rencana pengembangan interkoneksi jaringan energi pipa gas antar Pulau Jawa Bali Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi mencakup jaringan terestrial, yang meliputi sistem kabel dan sistem nirkabel serta jaringan satelit. 1. Pengembangan jaringan terestrial diarahkan pada: a) pengembangan secara berkesinambungan untuk menyediakan pelayanan telekomunikasi di seluruh wilayah kabupaten/kota; b) menata lokasi menara telekomunikasi dan Base Transceiven Station (BTS) untuk pemanfaatan secara bersama sama antar operator; dan c) pemanfaatan jaringan terestrial sistem nirkabel dengan penutupan wilayah blankspot pada wilayah berbukit, pegunungan, atau wilayah terpencil. 2. Jaringan satelit dikembangkan untuk melengkapi sistem jaringan telekomunikasi melalui satelit komunikasi dan stasiun bumi untuk melayani terutama wilayah kepulauan dan terpencil Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pengembangan sistem jaringan sumber daya air diarahkan pada perlindungan dan pelestarian sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. 1. Perlindungan dan pelestarian sumber daya air dilaksanakan secara vegetatif dan/atau sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi dan budaya. 2. Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat secara adil dan terpadu, mencakup: a) air permukaan meliputi air sungai, waduk dan danau di Wilayah Sungai Bali Penida yang terdiri atas 20 (dua puluh) Sub Wilayah Sungai (SWS); dan b) cekungan air tanah lintas kabupaten/kota. 3. Pendayagunaan sumber daya air diarahkan melalui pengembangan: 2 19

34 a) prasarana irigasi; b) prasarana air minum; dan c) prasarana pengendalian daya rusak air. 4. Pengembangan sistem jaringan prasarana irigasi diarahkan melalui: a) pemeliharaan, peningkatan pelayanan dan efektivitas pengelolaan air pada sistem prasarana irigasi yang telah ada di seluruh wilayah; b) pemeliharaan, peningkatan pelayanan waduk yang telah ada seperti; Waduk Gerokgak, Waduk Palasari, Waduk Benel, Waduk Telaga Tunjung, Waduk Muara Nusa Dua, Embung Seraya, Embung Puragae, Embung Ban, Embung Datah, Embung Baturinggit, serta pembangunan waduk dan embung baru pada kawasan lainnya setelah melalui kajian; c) pendayagunaan fasilitas irigasi air tanah dengan sumur bor yang telah dibangun di beberapa kawasan melalui pengembangan jaringan distribusi dan pemeliharaannya; d) pendayagunaan sumber mata air Guyangan di Nusa Penida sebagai sumber air irigasi dan air minum di Kawasan Nusa Penida; dan e) pengembangan sistem irigasi tetes pada beberapa kawasan yang mengalami kesulitan air baku. 5. Pengembangan sistem jaringan prasarana air minum diarahkan pada: a) peningkatan dan pemerataan pelayanan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) perpipaan dan non perpipaan di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan; b) pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) terpadu lintas wilayah di Kawasan Sarbagitaku (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan dan Klungkung); dan c) pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) pada kawasan yang relatif mengalami kesulitan air baku. 6. Prasarana pengendalian daya rusak air dilakukan pada alur sungai, danau, waduk dan pantai, diselenggarakan melalui: a) sistem drainase dan pengendalian banjir; b) sistem penanganan erosi dan longsor; dan c) sistem pengamanan abrasi pantai. 2 20

35 Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Lingkungan Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana lingkungan mencakup sistem pengelolaan sampah dan sistem pengelolaan air limbah. 1. Jenis sampah yang dikelola mencakup sampah rumah tangga (tidak termasuk tinja), sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik. 2. Penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah mencakup: a) pengurangan sampah untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi pembatasan timbulan sampah (reduce), pendauran ulang sampah (recycle), dan/atau pemanfaatan kembali sampah (reuse); b) penanganan sampah untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi pemilahan, pegumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir; dan c) pedoman pengelolaan sampah spesifik diatur dengan Peraturan Gubernur. 3. Sebaran Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah, terdiri atas: a) TPA Regional Sarbagita di Kota Denpasar; b) TPA Regional Bangli di Kabupaten Bangli; c) TPA Bengkala di Kabupaten Buleleng; d) TPA Jembrana di Kabupaten Jembrana; e) TPA Temesi di Kabupaten Gianyar; f) TPA Sente di Kabupaten Klungkung; dan g) TPA Linggasana di Kabupaten Karangasem. 4. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah, dengan skala pelayanan lebih kecil tersebar di seluruh kabupaten/kota Rencana Pola Ruang Provinsi Bali Kawasan Lindung Rencana pengembangan kawasan lindung untuk komponen kawasan lindung yang dapat dipetakan dan dihitung seluas Ha atau 31,2% terhadap luas Daerah Provinsi Bali. 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya mencakup kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air. 2 21

36 a) Sebaran Hutan Lindung seluas ,06 Ha atau 17% dari luas Daerah Provinsi Bali, yang terdiri atas Hutan Lindung Puncak Landep (590,0 Ha), Hutan Lindung Gunung Mungsu (1.134,0 Ha), Hutan Lindung Gunung Silangjana (415,0 Ha), Hutan Lindung Gunung Batukaru (11.899,32 Ha), Hutan Lindung Munduk Pengajaran (613,0 Ha), Hutan Lindung Gunung Abang Agung (14.006,18 Ha), Hutan Lindung Seraya (1.111,0 Ha), Hutan Lindung Yeh Ayah (575,73 Ha), Hutan Lindung Yeh Leh Yeh Lebah (4.195,30 Ha) Hutan Lindung Bali Barat (54.710,98 Ha), Hutan Lindung Penulisan Kintamani (5.663,7 Ha), Hutan Lindung Nusa Lembongan (202,0 Ha), Hutan Lindung Bunutan (126,70 Ha), Hutan Lindung Gunung Gumang (22,0 Ha), Hutan Lindung Bukit Pawon (35,0 Ha), Hutan Lindung Kondangdia (89,50 Ha), Hutan Lindung Suana (329,50 Ha), dan Hutan Lindung Sakti (273,00 Ha). b) Sebaran kawasan resapan air mencakup seluruh kawasan hutan dan kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi Bali. 2. kawasan perlindungan setempat mencakup kawasan suci, kawasan tempat suci, kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan sungai, kawasan sempadan jurang, kawasan sekitar danau atau waduk, dan ruang terbuka hijau kota. a) Kawasan suci mencakup: Sebaran lokasi kawasan suci gunung mencakup kawasan dengan kemiringan sekurang kurangnya 45 derajat dari lereng kaki gunung menuju ke puncak gunung. Sebaran lokasi kawasan suci danau mencakup Danau Batur, Danau Beratan, Danau Buyan, dan Danau Tamblingan. Sebaran lokasi kawasan suci campuhan mencakup seluruh pertemuan aliran dua buah sungai di Bali. sebaran lokasi kawasan suci pantai mencakup tempat tempat di pantai yang dimanfaatkan untuk upacara melasti di seluruh pantai Provinsi Bali. Sebaran lokasi kawasan suci laut mencakup kawasan perairan laut yang difungsikan untuk tempat melangsungkan upacara keagamaan bagi umat Hindu di Bali. Sebaran lokasi kawasan suci mata air mencakup tempat tempat mata air yang difungsikan untuk tempat melangsungkan upacara keagamaan bagi umat Hindu di Bali. 2 22

37 b) Kawasan tempat suci mencakup: radius kesucian kawasan Pura Sad Kahyangan; radius kesucian kawasan Pura Dang Kahyangan; dan radius kesucian kawasan Pura Kahyangan Tiga dan pura lainnya. c) Sebaran lokasi radius kesucian kawasan Pura Sad Kahyangan tersebar di Kabupaten Karangasem, Bangli, Tabanan, Badung, Klungkung, dan Gianyar. d) Sebaran lokasi radius kesucian kawasan Pura Dang Kahyangan tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota. e) Sebaran lokasi radius kesucian kawasan Pura Kahyangan Tiga mencakup seluruh Pura Kahyangan Tiga di tiap tiap desa pakraman beserta purapura lainnya di seluruh Bali. f) Sebaran kawasan sempadan pantai terletak pada sepanjang 610,4 km garis pantai wilayah. g) Sebaran kawasan sempadan sungai terletak pada sungai di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. h) Sebaran kawasan sempadan jurang terletak pada kawasan kawasan yang memenuhi kriteria sempadan jurang. i) Sebaran kawasan sempadan danau/waduk terletak di Danau Batur, Danau Beratan, Danau Buyan, Danau Tamblingan, Waduk Gerokgak, Waduk Palasari, Waduk Telaga Tunjung, Waduk Muara, Waduk Titab, Embung Seraya, serta pada waduk waduk baru yang akan dikembangkan. j) Sebaran ruang terbuka hijau kota tersebar di seluruh bagian kawasan perkotaan dengan luas minimal 30% dari luas kota. 3. Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, yang mencakup kawasan suaka alam, kawasan pantai berhutan bakau, kawasan taman nasional dan taman nasional laut, kawasan taman hutan raya, kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut, kawasan konservasi pesisir dan pulau pulau kecil, dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. a) Sebaran lokasi kawasan suaka alam mencakup kawasan Cagar Alam Gunung Batukaru seluas 1.762,80 Ha, berlokasi di sebagian wilayah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng dan sebagian Kecamatan Baturiti, Kecamatan Penebel, dan Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan. 2 23

38 b) Sebaran lokasi kawasan pantai berhutan bakau mencakup lokasi di Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana dan di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung dengan luas total 625 Ha. c) Sebaran lokasi kawasan taman nasional dan taman nasional laut mencakup Taman Nasional Bali Barat seluas ,89 Ha berlokasi di Desa Penginuman, Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana dan di Desa Sumberkima dan Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng mencakup wilayah daratan dan perairan laut. d) Sebaran lokasi kawasan Taman Hutan Raya mencakup Taman Hutan Raya Prapat Benoa atau Taman Hutan Raya Ngurah Rai seluas 1.373,50 Ha berlokasi di sebagian wilayah Kecamatan Kuta Kabupaten Badung dan Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar. e) Sebaran lokasi kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut mencakup TWA Buyan Tamblingan di Kabupaten Buleleng dan Tabanan seluas 1.491,16 Ha, TWA Batur Bukit Payang di Kabupaten Bangli seluas Ha, TWA Penelokan di Kabupaten Bangli seluas 574,27 Ha, TWA Sangeh di Kabupaten Badung seluas 13,97 Ha, dan TWA Laut Nusa Lembongan seluas 300 Ha. f) Sebaran lokasi kawasan konservasi pesisir dan pulau pulau kecil mencakup: kawasan konservasi pesisir dan pulau pulau kecil di perairan Nusa Penida Kabupaten Klungkung, perairan Candidasa, Padangbai dan Bunutan di Kabupaten Karangasem, Tembok, Sambirenteng, Penuktukan, Les, Tejakula, Pejarakan, Sumberkima, dan Pemuteran di Kabupaten Buleleng, Kuta, Uluwatu, dan Ungasan di Kabupaten Badung, Sanur di Kota Denpasar, dan Sowan Perancak di Kabupaten Jembrana; kawasan konservasi perairan di perairan Melaya Kabupaten Jembrana; dan kawasan konservasi maritim di Tulamben Kabupaten Karangasem. 4. Kawasan rawan bencana alam mencakup kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir. a) Sebaran lokasi kawasan rawan tanah longsor mencakup kawasan kawasan dengan tingkat kerawanan sedang tinggi yang terletak pada daerah lereng bukit atau perbukitan, lereng gunung, pegunungan, dan tebing atau lembah sungai yang berada di Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten 2 24

39 Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Buleleng. b) Sebaran lokasi kawasan rawan gelombang pasang pada sepanjang pantai Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng, dan Kota Denpasar. c) Sebaran lokasi kawasan rawan banjir mencakup kawasan kawasan dengan tingkat kerawanan sedang tinggi yang terletak di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung, dan Kabupaten Tabanan. 5. kawasan lindung geologi mencakup kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. a) Sebaran kawasan cagar alam geologi mencakup: kawasan yang mempunyai keunikan batuan dan fosil, seperti pada batu gamping di daerah Prapat Agung, Nusa Penida, dan Bukit yang batuannya mengandung fosil foraminifera; kawasan yang mempunyai keunikan bentang alam berupa kaldera, seperti Kaldera Gunung Agung, Kaldera Buyan Beratan, dan Kaldera Batur; kawasan bentang alam karst untuk daerah Semenanjung Bukit dan Nusa Penida yang ditandai sumber air yang mengalir sebagai sungai bawah tanah dan adanya goa bawah tanah; dan kawasan keunikan proses geologi, yang terdapat pada Kaldera Gunung Batur dan Gunung Agung, seperti adanya gas solfatara atau gas beracun lainnya. b) Kawasan rawan bencana alam geologi mencakup: kawasan rawan letusan gunung berapi; kawasan rawan gempa bumi; kawasan rawan gerakan tanah; kawasan rawan yang terletak di zona patahan aktif; kawasan rawan tsunami; kawasan rawan abrasi; kawasan rawan bahaya gas beracun; dan kawasan rawan intrusi air laut. 2 25

40 c) Sebaran kawasan rawan bencana alam geologi mencakup: sebaran kawasan rawan letusan gunung berapi terdapat di kawasan gunung berapi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Klungkung dan kawasan gunung berapi Gunung Batur di Kabupaten Bangli beserta alur alur sungai yang berpotensi menjadi aliran lahar; sebaran kawasan rawan gempa bumi terdapat pada kawasan di sekitar pusat pusat sumber gempa bumi merusak yang berada pada 4 (empat) titik lokasi terdiri atas lokasi di utara perairan kawasan Seririt, perairan di sebelah timur Pulau Bali, perairan di sebelah selatan Pulau Bali, dan perairan antara Pulau Bali dengan Nusa Penida; sebaran kawasan rawan gerakan tanah adalah kawasan yang sering terjadi gerakan tanah pada kawasan perbukitan terjal di Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Bangli; sebaran kawasan yang terletak di zona patahan aktif tersebar di bagian tengah Pulau Bali di sepanjang pegunungan dari barat ke timur pada Gunung Sangyang, Gunung Merbuk, Gunung Mese, Gunung Patas sampai Gunung Kutul, dan di sebelah utara Kawasan Ababi, Kabupaten Karangasem; sebaran kawasan rawan tsunami adalah kawasan pantai yang berada pada zona kerawanan tinggi dengan daerah topografi yang landai dengan ketinggian kurang dari 10 meter di atas muka laut, terutama di bagian selatan kawasan pesisir Pulau Bali yang memanjang dari arah pesisir barat (Kawasan Pekutatan dan Kabupaten Jembrana) sampai ke pesisir timur (Kawasan Ujung dan Kabupaten Karangasem) di luar kawasan Semenanjung Bukit, serta pada perairan utara Nusa Lembongan dan Nusa Penida; sebaran kawasan rawan abrasi dan erosi pantai tersebar pada beberapa tempat sepanjang pantai Kabupaten Badung, Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Jembrana, dan Kabupaten Tabanan; sebaran kawasan rawan bahaya gas beracun terdapat di sekitar Gunung Batur di Kabupaten Bangli dan Gunung Agung di Kabupaten Karangasem; dan 2 26

41 sebaran kawasan rawan intrusi air laut di kawasan pesisir Kabupaten Badung (Kawasan Kuta, Jimbaran, dan Nusa Dua), pesisir Kota Denpasar (Kawasan Sanur dan Benoa), pesisir Kabupaten Jembrana (Kawasan Tegalbadeng, Awen), pesisir Kabupaten Buleleng (sepanjang pantai Lovina, Kecamatan Tejakula dan Kecamatan Gerokgak), dan sebagian pesisir Kabupaten Karangasem (kawasan Candidasa dan Tulamben). d) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah mencakup: kawasan imbuhan air tanah; dan sempadan mata air. e) Sebaran kawasan imbuhan air tanah penyebarannya dari barat timur Pulau Bali yang meliputi kawasan lereng kaki gunung dan puncak Gunung Batukaru, Gunung Sangiyang, Gunung Lesong, Gunung Pohen, Gunung Catur, Gunung Batur, Gunung Agung, Gunung Seraya di wilayah Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Bangli, dan Kabupaten Karangasem. f) Sebaran sempadan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, terletak di seluruh lokasi mata air di kabupaten/kota. 6. Kawasan lindung lainnya, mencakup kawasan perlindungan plasma nutfah, terumbu karang, dan kawasan koridor atau alur migrasi bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi. a) Sebaran kawasan perlindungan plasma nutfah mencakup Kawasan Taro (Sapi Taro), Kawasan Tenganan (Kerbau Tenganan), Kawasan Kintamani (Anjing Kintamani), dan Kawasan Bali Barat (Jalak Putih) yang menjadi bagian dari Taman Nasional Bali Barat dengan tanaman Cemara Pandak menjadi bagian kawasan cagar alam Gunung Batukaru. b) Kawasan terumbu karang mencakup: kawasan terumbu karang di wilayah perairan Bali Utara; mencakup perairan pantai di Kecamatan Gerokgak (Patas, Pengulon, Celukan Bawang), Kecamatan Seririt (Kalisada, Banjarasem dan Umeanyar), Kecamatan Banjar (Kaliasem), Kecamatan Buleleng (Kalibukbuk, Anturan, Tukad Mungga), Kecamatan Tejakula (Pacung, Sembiran, Julah, dan Bondalem); kawasan terumbu karang di wilayah perairan Bali Timur; mencakup kawasan perairan pantai Kecamatan Kubu (Tianyar Barat, Tianyar Tengah, 2 27

42 Tianyar, Sukadana, Baturinggit dan Kubu), Kecamatan Abang (Datah), dan Kecamatan Karangasem (Seraya Timur, Seraya, dan Seraya Barat); kawasan terumbu karang di wilayah perairan Nusa Penida mencakup kawasan perairan pantai Lembongan, Jungut Batu, Toyapakeh, Ped, Kutampi Kaler, Batununggul, dan Suana); dan kawasan terumbu karang perairan Serangan, Tanjung Benoa dan Nusa Dua. c) Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi mencakup perlindungan habitat ikan lumba lumba di koridor kawasan pesisir dan laut Kalisada Banyuasri, dan Kabupaten Buleleng Kawasan Budidaya Rencana pengembangan kawasan budidaya untuk komponen kawasan budidaya yang dapat dipetakan dan dihitung seluas Ha atau 68,9% dari luas Daerah Provinsi Bali. 1. Kawasan peruntukan hutan produksi; terdiri atas kawasan peruntukan hutan produksi terbatas seluas 8.626,36 Ha yang eksploitasinya dilakukan dengan sistem jalur dan tidak tebang habis. Sebaran kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdapat di Kabupaten Bangli (453,00 Ha), Kabupaten Karangasem (204,11 Ha), Kabupaten Buleleng (3.207,95 Ha), Kabupaten Klungkung (244,00 Ha), dan Kabupaten Jembrana (2.610,20 Ha). 2. Sebaran kawasan peruntukkan hutan rakyat; terutama pada kawasan kawasan dengan kemiringan lebih besar dari 40%, pada kawasan yang berbatasan dengan hutan lindung, pada kawasan di dalam radius kawasan tempat suci, serta pada kawasan lainnya secara tersebar dengan luasan kecil. 3. Rencana kawasan peruntukan pertanian; seluas Ha atau 52,9% dari luas Daerah Provinsi Bali. a) Sebaran kawasan budidaya tanaman pangan terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota seluas Ha atau 13,5% dari luas daerah Provinsi Bali. b) Sebaran kawasan budidaya hortikultura diperuntukkan bagi tanaman pangan dan hortikultura, dan lokasinya tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota seluas Ha atau 19,3% dari luas daerah Provinsi Bali. c) Kawasan budidaya perkebunan diperuntukkan bagi tanaman perkebunan yang menghasilkan bahan baku industri dalam negeri maupun untuk memenuhi 2 28

43 ekspor, tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota seluas Ha atau 20,1% dari luas daerah Provinsi Bali. d) Kawasan budidaya peternakan diperuntukkan bagi kegiatan peternakan hewan besar, hewan kecil dan tidak dikembangkan dalam bentuk padang penggembalaan ternak sehingga batasan lokasinya tidak dapat dipetakan secara tegas dan diarahkan secara terpadu dan terintegrasi bercampur dengan kawasan peruntukan pertanian. 4. Kawasan perikanan tangkap mencakup: a) perikanan tangkap di perairan umum, yang selanjutnya disebut perikanan perairan umum; meliputi kawasan perikanan tangkap di perairan danau dan kawasan perikanan tangkap di perairan sungai dan waduk; b) perikanan tangkap di perairan laut, yang selanjutnya disebut perikanan laut; terdiri atas jalur penangkapan ikan dengan batas 0 sampai 6 mil dan jalur penangkapan ikan dengan batas 6 sampai 12 mil laut. Sebaran pengembangan kegiatan perikanan tangkap di perairan laut, meliputi: pengembangan dan pemberdayaan perikanan laut skala kecil; meliputi Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana, Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan, Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung, Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar, Kecamatan Nusa Penida dan Dawan Kabupaten Klungkung, Kecamatan Manggis, Karangasem, Abang, dan Kubu Kabupaten Karangasem, dan seluruh kecamatan yang berbatasan dengan laut di Kabupaten Buleleng; pengembangan perikanan laut skala menengah; meliputi Pengambengan di Kabupaten Jembrana, Sangsit di Kabupaten Buleleng, dan Kedonganan di Kabupaten Badung; pengembangan perikanan laut skala besar berpusat di Pelabuhan Benoa. c) Pemantapan prasarana pendukung kegiatan perikanan laut, meliputi: Pelabuhan Perikanan Khusus Ekspor; Pelabuhan Khusus Perikanan; Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI); dan Pangkalan Perahu/Jukung Nelayan Kecil. d) Kawasan budidaya perikanan mencakup budidaya air tawar, budidaya air payau (tambak) dan budidaya laut: 2 29

44 kawasan bagi pengembangan perikanan budidaya air tawar mencakup kawasan perikanan budidaya kolam, kawasan perikanan budidaya sawah bersama ikan (minapadi), kawasan perikanan budidaya perairan umum dan kawasan perikanan budidaya saluran irigasi tersebar di kabupaten/kota; kawasan bagi pengembangan perikanan budidaya air payau (tambak) tersebar di Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Jembrana; dan kawasan bagi pengembangan perikanan budidaya laut terdiri atas budidaya rumput laut, budidaya kelompok ikan (finfish), kerang abalone, mutiara dan lainnya tersebar di wilayah pesisir kabupaten/kota yang memiliki potensi. e) Kawasan pengolahan hasil perikanan meliputi kawasan Industri Perikanan dan Kelautan, mencakup: sentra sentra industri kecil dan kerajinan rumah tangga yang mengolah hasil hasil perikanan, lokasinya tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota; kawasan industri perikanan, tersebar di Kawasan Pelabuhan Benoa dan Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana; sentra sentra industri kecil kemaritiman, tersebar di kawasan Perancak, Kabupaten Jembrana, kawasan Kelurahan Tanjung Benoa dan Kelurahan Benoa, Kabupaten Badung, dan kawasan Jungutbatu, Kabupaten Klungkung; dan sentra sentra industri garam, berlokasi di Kawasan Kusamba, Kabupaten Klungkung, Kawasan Kubu dan Abang, Kabupaten Karangasem, dan Kawasan Pejarakan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. f) Kawasan peruntukan perikanan merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi perikanan, khususnya perikanan air tawar seluas 1700,41 Ha dan air payau seluas 1667,00 Ha diarahkan di seluruh wilayah kabupaten/kota yang potensial, sedangkan perikanan laut baik pembudidayaan maupun penangkapannya diarahkan ke perairan teritorial sebatas 12 mil wilayah laut atau setengah dari jarak daratan antar Provinsi. 5. Kawasan peruntukan pariwisata mencakup: Kawasan Pariwisata, KDTWK, dan DTW. a) Sebaran Kawasan Pariwisata mencakup: 2 30

45 Kawasan Pariwisata Candikesuma di Kabupaten Jembrana; Kawasan Pariwisata Perancak di Kabupaten Jembrana; Kawasan Pariwisata Soka di Kabupaten Tabanan; Kawasan Pariwisata Sanur di Kota Denpasar; Kawasan Pariwisata Kuta di Kabupaten Badung; Kawasan Pariwisata Tuban di Kabupaten Badung; Kawasan Pariwisata Nusa Dua di Kabupaten Badung; Kawasan Pariwisata Ubud di Kabupaten Gianyar; Kawasan Pariwisata Lebih di Kabupaten Gianyar; Kawasan Pariwisata Nusa Penida di Kabupaten Klungkung; Kawasan Pariwisata Candidasa di Kabupaten Karangasem; Kawasan Pariwisata Ujung di Kabupaten Karangasem; Kawasan Pariwisata Tulamben di Kabupaten Karangasem; Kawasan Pariwisata Kalibukbuk di Kabupaten Buleleng; Kawasan Pariwisata Batu Ampar di Kabupaten Buleleng; dan Kawasan Pariwisata Air Sanih di Kabupaten Buleleng. b) KDTWK mencakup: KDTWK Kintamani di Kabupaten Bangli; KDTWK Bedugul Pancasari di Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Buleleng; KDTWK Tanah Lot di Kabupaten Tabanan; KDTWK Palasari di Kabupaten Jembrana; dan KDTWK Gilimanuk di Kabupaten Jembrana c) DTW mencakup: segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan; dan DTW dapat mencakup dan/atau berupa kawasan/hamparan, wilayah desa/ kelurahan, masa bangunan, bangunbangunan dan lingkungan sekitarnya, jalur wisata yang lokasinya tersebar di wilayah kabupaten/kota baik yang berada di dalam maupun di luar Kawasan Pariwisata dan/ atau KDTWK. d) Lokasi peruntukan kawasan efektif pariwisata di kawasan pariwisata maupun KDTWK seluas Ha atau 2,3% dari luas daerah Provinsi Bali. 2 31

46 6. Kawasan peruntukan industri; mencakup kawasan peruntukkan aneka industri, dan sentra sentra industri kecil. Sebaran kawasan peruntukan industri mencakup: a) kawasan peruntukan aneka industri Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng seluas Ha; b) kawasan peruntukan industri Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana seluas 625 Ha ; dan c) sentra sentra industri kecil dan kerajinan rumah tangga, yang lokasinya tersebar pada kawasan permukiman di seluruh wilayah kabupaten/kota. 7. Kawasan peruntukan permukiman; merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan permukiman atau didominasi oleh lingkungan hunian, yang mencakup kawasan permukiman perkotaan dan awasan permukiman perdesaan. a) Kawasan peruntukan permukiman mencakup fungsi fungsi kawasan untuk lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan, yang terdiri atas kawasan perumahan, kawasan perdagangan dan jasa, fasilitas pemerintahan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas rekreasi dan olah raga, ruang terbuka hijau, dan fungsi pemanfaatan ruang lainnya sesuai dengan karakter tiap kawasan permukiman, yang lebih lanjut diatur dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. b) Lokasi kawasan peruntukan permukiman, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota seluas Ha atau 9,4% dari luas daerah Provinsi Bali. 8. Kawasan peruntukan pertambangan mencakup: a) kawasan peruntukan pertambangan di daratan Pulau Bali, yang mencakup: lokasi kawasan pertambangan galian C yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota sesuai dengan potensi masing masing kawasan dan ditegaskan lebih lanjut dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan; lokasi kegiatan pertambangan pengambilan air bawah tanah yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota dengan kapasitas pengeboran sesuai dengan potensi yang tersedia dan pemanfaatannya mengacu pada ketentuan penatagunaan air; dan 2 32

47 lokasi kegiatan pertambangan skala kecil lainnya, yang merupakan kawasan potensial dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. b) kawasan peruntukan pertambangan sumber energi minyak lepas pantai di perairan Laut Bali sesuai potensi yang ada setelah diadakan penelitian serta dinilai layak baik secara ekonomis maupun lingkungan. 9. Kawasan pertahanan dan keamanan; merupakan peruntukan untuk pengembangan dan pengelolaan ruang wilayah untuk kepentingan pertahanan keamanan berskala lokal, mencakup: a) pengembangan sarana dan prasarana pertahanan keamanan; b) pemeliharaan dan pembinaan sarana dan prasarana pertahanan keamanan yang telah ada; dan sebaran lokasi kawasan pertahanan dan keamanan, yang meliputi kawasan latihan militer di Pulaki Kabupaten Buleleng dan markas serta gudang amunisi, tersebar di 9 kabupaten/kota Kajian Terhadap Tatrawil Provinsi Bali Arahan Pengembangan Jaringan Transportasi 1. Transportasi Antarmoda/ Multimoda 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi antar moda, diarahkan dikembangkan di wilayah Bali Selatan, sejalan dengan perkembangan algomerasi kota Denpasar dan kota kota kabupaten di sekitarnya yang begitu pesat, melalui penataan jaringan dan peningkatan kualitas pelayanan meliputi: a. Pentaan jaringan trayek dan peluasan jangkauan willayah pelayanan angkutan perkotaan; b. Peningkatan koneksitas jaringan trayek intra dan antarmoda; c. Penyediaan kapasitas dan kualitas sarana angkutan/ kendaraan umum sesuai pangsa pasar pada masing masing rute/ trayek yang dilayani, mengacu pada hasil kajian. 2 33

48 d. Terwujudnya keteraturan, kepastian jadwal pelayanan angkutan umum perkotaan; e. Perbaikan struktur tarif; f. Penyempurnaan penyelenggara angkutan umum oleh perusaha an, koperasi dan/ atau badan usaha angkutan penumpang umum sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. 2) Jaringan Prasarana Peningkatan pelayanan transportasi antarmoda, diwujudkan dengan penyediaan prasarana/ sarana meliputi: a. Prasarana/tempat menaikan dan menurunkan penumpang alih moda (halte) pada rute jaringan trayek, bandar udara dan pelabuhan; b. Sarana Informasi jadwal kedatangan/ keberangkatan sesuai rute/ trayek yang ditetapkan pada tempat tempat pemberhenti an yang telah ditetapkan. Dengan arah perwujudan jaringan prasarana, jaringan pelayanan dan tata laksana pelayanan angkutan umum antarmoda sebagaimana tersebut diatas, maka monopoli penumpang oleh salah satu jenis angkutan pada simpul simpul bangkitan/ tarikan transportasi dapat ditiadakan, sehingga fungsi dan peran angkutan umum dalam trayek dapat ditingkatkan, pengguna jasa lebih mudah mendapatkan angkutan umum terusan, pangsa pasar angkutan umum dapat ditingkatkan, antar jemput dengan kendaraan pribadi dan pemilikan kendaraan dapat dikurangi, sehingga permasalahan kemacetan lalu lintas dapat dikurangi. 2. Transportasi Jalan 1) Jaringan Pelayanan Pengembangan jaringan transportasi jalan diarahkan pada terwujudnya keseimbangan antara penyediaan jumlah kebutuhan kendaraan umum dengan demand transport masing masing wilayah pelayanan bagai berikut: a. Pengembangan jaringan pelayanan nasional, diarahkan pada: 2 34

49 a) Terwujudnya keseimbangan antara jumlah kebutuhan kendaraan umum dengan demand transport pada rute trayek Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dilayani dan Angkutan Antar Jemput serta disesukan dengan total kebutuhan kendaraan umum pada jaringan pelayanan nasional dan mempertimbang kan keunggul an komparatif pangsa pasar agkutan pariwisata. b) Meningkatkan koneksitas rute jaringan antar terminal tipe A dan antara terminal tipe A dengan terminal tipe B, terminal antar moda dan terminal tipe C yang berada pada kota nasional. c) Meningkatkan kualitas tata laksana pelayanan angkutan umum, melalui penyediaan kapasitas seat sesuai kebutuhan, kepastian pelayanan dan ketepatan jadwal pemberangkatan. b. Pengembangan jaringan pelayanan wilayah, diarahkan pada: a) Terwujudnya keseimbangan antara demand transport angkutan umum dengan jumlah kebutuhan kendaraan umum trayek Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) pada masing masing rute yang dilayani, dan jumlah kebutuhan kendaraan umum trayek perkotaan, pedesaan dan perbatasan serta angkutan umum tidak dalam trayek yang ada seperti, angkutan sewa dan taksi sesuai keuanggulan karakteristik masing masing moda dan daya beli pangsa pasar dan pola pergerakan antar wilayah. b) Meningkatkan koneksitas rute jaringan antar terminal tipe B dan antara terminal tipe B dengan terminal tipe A, terminal tipe B dengan terminal antarmoda maupun tipe C yang berada pada kota wilayah. c) Meningkatkan kualitas tata laksana pelayanan angkutan umum melalui kepastian pelayanan, keteraturan dan ketepatan jadwal pemberangkatan. 2) Jaringan Prasarana a. Pengembangan/ penataan/ peningkatan kapasitas jaringan prasarana/ simpul simpul kota nasional, diarahkan untuk: 2 35

50 a) Pengembangan/peningkatan simpul/simpul diarahkan untuk mendorong terwujudnya keseimbangan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi antar wilayah, dan atau lokasi simpul transportasi yang tersedia tidak sesuai lagi dengan perkembangan algomerasi wilayah/ kota nasional yang cukup pesat. b) Pengembangan/peningkatan jaringan prasarana jalan nasional, diarahkan pada: Meningkatkan koneksitas dan keterpaduan simpul simpul/prasarana transportasi antar/ intramoda kota kota nasional; Menunjang keseimbangan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi antar wilayah/ kota nasional, menunjang kelancar an, keamanan dan keselamatan pergerakan distribusi barang dan jasa antar wilayah/ antar zone dan atau mengurangi beban lalu lintas pada jaringan prasarana jalan nasional yang tidak mampu lagi menerima pertumbuhan lalu lintas. b. Pengembangan/ penataan/ peningkatan kapasitas simpul simpul/ kota wilayah, diarahkan untuk: Mendorong pertumbuhan daerah potensial berkembang dan atau lokasi simpul transportasi yang tersedia tidak sesuai lagi dengan perkembangan algomerasi kota wilayah yang cukup pesat. c. Pengembangan/ peningkatan jaringan prasarana jalan provinsi, diarahkan pada: a) Meningkatkan koneksitas dan keterpadua simpul simpul/ prasarana transportasi antar dan intramoda kota kota wilayah dengan lokal dan atau daerah terisolir dan potensial berkembang; b) Menunjang kelancaran distribusi barang dan jasa untuk meningkatkan keseimbangan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi antar kota wilayah/ kota lokal dan atau mengurangi beban lalu lintas pada jaringan prasarana jalan provinsi yang tidak mampu lagi menerima pertumbuhan lalu lintas. 3. Transportasi Kereta Api 2 36

51 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi keretaapi di masa mendatang disesuaikan dengan pontensi demand transport berdasarkan keunggulan moda. 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana transportasi kereta api di masa mendatang perlu kajian komprehensif sesuai dengan kondisi geografis, topografi wilayah, pertumbuhan ekonomi sosial budaya wilayah. 4. Transportasi Sungai dan Danau 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan angkutan danau di wilayah Provinsi diarahkan pada jaringan pelayanan yang telah tersedia di Danau Beratan dan Danau Batur, dengan meningkatkan kelaikan sarana dan kualitas pelayanan kelestarian lingkungan. 2) Jaringan Prasarana Penyediaan jaringan prasarana angkutan danau di Danau Batur dan Danau Beratan, diarahkan pada peningkatan kelaikan prasarana yang sudah tersedia, dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan kondisi permukaan air danau perairan danau yang semakin menurun. 5. Transportasi Penyeberangan 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan diselenggarakan dengan memperhatikan arah pengembangan transportasi jaringan jalan, peran dan fungsi lintas penyeberang yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah, sekaligus menjangkau daerah terpencil dan pedalaman. a. Jaringan pelayanan angkutan penyeberangan lintas nasional di wilayah Provinsi Bali, diarahkan untuk: a) Meningkatkan kapasitas jaringan pelayanan angkutan penye berangan lintas Gilimanuk Ketapang dan lintas Padangbai Lembar untuk meningkatkan kelancaran, keamanan dan keselamatan pergerakan distribusi barang dan jasa lintas nasional Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggaran Barat. 2 37

52 b) Mengupayakan pengembangan jaringan pelayanan angkutan penyeberangan alternatif Pelabuhan Amed (Bali) Pelabuhan Ampenan (Lombok), untuk menunjang terwujudnya keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar wilayah Bali Utara dan Bali Selatan, sekaligus mengurangi beban lalu lintas pada jaringan jalan lintas Bali Selatan yang cukup padat. b. Jaringan pelayanan angkutan penyeberangan wilayah provinsi Bali diarahkan untuk: a) Meningkatkan kapasitas jaringan pelayanan dari dan ke Nusa Penida untuk meningkatkan kelancaran, keamanan dan keselamatan pergerakan distribusi barang dan jasa serta meningkatkan daya saing barang barang produksi dan potensi wilayah Nusa Penida. b) Membuka daerah terisolasir pulau pulau kecil lain di wilayah Provinsi Bali yang potensial dikembangkan, dengan memperhatikan peran dan fungsi pelabuhan dalam kerangka transportasi terpadu di wilayah provinsi didukung analisa kelayakan teknis dan ekonomi sosial budaya wilayah provinsi serta keunggulan komparatif moda. 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana penyeberangan lintas nasional di wilayah Provinsi Bali, diarahkan untuk: a. Penyelesaian pembangunan dermaga MB II dan pengerukan kolam pelabuhan Pelabuhan Padangbai, untuk meningkatkan kelancaran, keamanan dan keselamatan angkutan barang dan jasa lintas nasional antara Provinsi Bali dengan Nusa Tenggaran Barat. b. Pembangunan dermaga MB III pada lintas Pelabuhan Gilimanuk Ketapang untuk meningkatkan kelancaran, keaman an dan keselamatan angkutan barang dan jasa lintas nasional antara Pulau Jawa dengan Provinsi Bali. c. Pengembangan Pelabuhan Amed sebagai pelabuhan penye berangan alternatif lintas Amed (Bali) Ampenan (Lombok, untuk menunjang terwujudnya keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar wilayah 2 38

53 Bali Utara dan Bali Selatan, sekaligus mengurangi beban lalu lintas pada jaringan jalan lintas Bali Selatan yang cukup padat. d. Jaringan pelayanan angkutan penyeberangan wilayah provinsi diarahkan untuk penyelesaian Pembangunan Pelabuhan Gunaksa sebagai pasangan Pelabuhan Nusa Penida yang pembangunan nya telah selesai tahun 2006 dan untuk sementara peng operasian dipasangkan dengan Pelabuhan Penyeberangan Padangbai. 6. Transportasi Laut 1) Jaringan Pelayanan Pengembangan jaringan pelayanan angkutan laut nasional di Provinsi Bali, diarahkan peningkatan pangsa pasar, keamanan dan keselamatan serta peran angkutan laut yang mempunyai keunggul an komparatif untuk angkutan barang. a. Jaringan pelayanan angkutan laut nasional, diarahkan pada: a) Peningkatan pangsa pasar dan kualitas pelayanan kapal penumpang liner maupun kapal barang angkutan peti kemas melalui Pelabuhan Benoa, melalui perbaikan sistem pelayan an struktur tarif jasa pelabuhan, struktur tarif angkutan laut dan peningkatan informasi online terhadap kepastian waktu pelayanan, lama waktu pelayanan, tarif jasa pelabuhan. b) Peningkatan kinerja jaringan pelayanan pada Pelabuhan Celukan Bawang, melalui pengembangan usaha pengolahan barang pada lingkungan kerja pelabuhan untuk meningkatkan pangsa pasar muatan keluar Bali, sehingga terjadi keseim bangan antara barang yang dibongkar dan di muat kapal. c) Peningkatan kualitas keamanan dan keselamatan embarkasi debarkasi penumpang Cruises yang selama ini lego jangkar di perairan luar pelabuhan Padangbai, sehingga embarkasi debarkasi penumpang dilakukan dengan menggunakan Skoci. 2 39

54 b. Jaringan pelayanan angkutan laut wilayah, diarahkan pada peningkatan kualitas pelayanan dan kelaik lautan sarana dan perlengkapan keselamatan pelayaran, sejalan dengan kondisi perubahan cuaca pada perairan laut di wilayah Provinsi Bali. 2) Jaringan Prasarana Pengembangan jaringan prasarana pelabuhan nasional di Provinsi Bali, diarahkan pada: a) Penataan peran dan fungsi Pelabuhan Benoa sebagai pelabuhan utama primer, melalui penataan prasarana pokok dan penunjang operasional pelabuhan dan keselamatan pelayaran; b) Penataan peran dan fungsi Pelabuhan Celukan Bawang sebagai pelabuhan pengumpul, melalui peningkatan kapasitas dermaga dan prasarana penunjang bongkar muat. c) Penyelesaian pembangunan Pelabuhan Laut Tanah Ampo sebagai embarkasi debarkasi penumpang kapal Cruises yang selama ini lego jangkar diperairan luar Pelabuhan Padangbai. Jaringan prasarana angkutan laut wilayah, diarahkan pada peningkatan kelaikan prasarana pelayanan berdasarkan analisis kajian ekonomi, sosial dan budaya dan lingkungan setempat untuk mengatasi kemungkinan terjadinya konflik di masyarakat. 7. Transportasi Udara 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi udara melalui bandar berupa jaringan penerbangan yang meliputi penerbangan luar negeri dan penerbangan dalam negeri dengan pengelompokan berdasarkan rute utama, rute pengumpan, dan rute perintis. Jaringan pelayanan transportasi udara nasional dilaksanakan melalui Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai sebagai bandar udara pusat penyebaran diarahkan sebagai berikut: a. Jaringan pelayanan penerbangan dalam negeri diarahkan pada: 2 40

55 a) Peningkatan kapasitas seat pada rute penerbangan yang telah mencapai utilitas 80,0% melalui peningkataan kapasitas pesawat udara dan atau penambahan frekuesi penerbangan baik oleh airline yang sudah ada dan atau memberikan kesempatan kompetisi kepada airline baru, yang didukung dengan kajian analisis pangsa pasar, teknis operasional, ekonomi maupun finansial. b) Pengembangan rute penerbangan baru ke kota kota dalamnegeri yang mempunyai potensi angkutan udara melalui kerja sama antar wilayah, dalam upaya meningkatkan kunjungan wisatawan domestik. c) Peningkatan tata laksana dan kualitas pelayanan penumpang dan barang pada sisi darat (terminal), baik melalui pemanfaat kan jaringan informasi dan komunikasi on line yang telah tersedia maupun koordinasi dan kerjasama yang harmonis dan saling menunjang sesuai tugas dan fungsi masing masing instansi terkait di bandar udara. b. Jaringan pelayanan penerbangan luar negeri diarahkan pada: a) Peningkatan kapasitas seat pada rute penerbangan yang telah mencapai utilitas 80,0% melalui peningkataan kapasitas pesawat udara dan atau penambahan frekuesi penerbangan baik oleh airline yang sudah ada dan atau memberikan kesempatan kompetisi kepada airline baru, yang didukung dengan kajian analisis pangsa pasar, teknis operasional, ekonomi maupun finansial sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. b) Pengembangan rute penerbangan baru ke kota kota di luar negeri berdasarkan kajian demand transport angkutan udara luar negeri. c) Peningkatan tata laksana dan kualitas pelayanan penumpang dan barang pada sisi darat, baik melalui pemanfaatkan jaringan informasi dan komunikasi on line yang telah tersedia maupun koordinasi dan kerjasama yang harmonis dan saling menunjang sesuai tugas dan fungsi masing masing instansi terkait di bandar udara. 2 41

56 c. Jaringan pelayanan transportasi udara wilayah provinsi diarahkan pada pemanfaatan Lapangan Terbang Letkol Wisnu dan helipad yang telah dibangun pada pengelola hetel di Bali, namun belum memiliki ijin operasional. 2) Jaringan Prasarana a. Ruang lalulintas transportasi udara yaitu ruang udara yang dapat dilalui oleh semua penerbangan dari setiap tataran transportasi, perlu ditata pemanfaatannya untuk lalu lintas penerbangan nasional dan internasional. b. Pengembangan jaringan prasarana transportasi udara nasional diarahkan pada penataan dan peningkatan kapasitas prasarana Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai sebagai bandar udara pusat penyebaran meliputi: a) Perluasan Apron; b) Perluasan dan penataan terminal penumpang domestik dan terminal penumpang internasional; c) Perluasan dan penataan terminal cargo domestik dan terminal cargo internasional; d) Penataan dan peningkatan kapasitas areal parkir kendaraan; e) Penataan dan pengaturan akses keluar masuk bandara; f) Pengingkatan kapasitas peralatan Grund Handling dan General Service Equipment (GSE); g) Penataan dan pengaturan ruang udara, batas batas kawasan keselamatan operasi penerbangan dan kawasan kebisingan Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai; h) Pengembangan jaringan prasarana transportasi udara wilayah provinsi diarahkan pada optimalisasi pemanfaatan Lapangan Terbang Letkol Wisnu (di Kab. Buleleng) dan Helipad yang ada. 2 42

57 2.1.6 Kajian terhadap MP3EI Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan melengkapi dokumen perencanaan. Terdapat 6 koridor pengembangan ekonomi yang terkait dengan MP3EI. Koridor Sumatera akan memfokuskan pada sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional, Koridor Jawa sebagai pendorong industri dan jasa nasional, Koridor Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional, Koridor Bali Nusa Tenggara sebagai pintu gerbang pariwisata nasional dan pendukung pangan nasional, Koridor Sulawesi Maluku Utara sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan nasional, serta Koridor Papua Maluku sebagai pengolahan sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang sejahtera. 2 43

58 Gambar 2-3 Posisi MP3EI di dalam Rencana Pembangunan Pemerintah Gambar 2-4 Koridor Ekonomi Prioritas 2 44

59 Gambar 2-5 Tema Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia Berdasarkan skenario koridor pengembangan ekonomi tersebut, terutama untuk koridor V Bali Nusa Tenggara, diperlukan penyediaan ruang untuk prasarana dan sarana pendukung. Aksesibilitas merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam pengembangan koridor ekonomi Bali Nusa Tenggara. Terkait dengan wilayah studi ini, diperlukan tatanan sistem transportasi yang terintegrasi dalam wilayah studi maupun dengan wilayah sekitarnya yang masih termasuk dalam koridor pengembangan ekonomi Bali Nusa Tenggara. Tema koridor Bali Nusa Tenggara diposisikan sebagai Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional. Selain itu koridor ini juga dijadikan gerbang lalulintas energi dunia dan pariwisata. Koridor Bali Nusa Tenggara memiliki potensi tinggi di bidang ekonomi dan sosial dengan kegiatan kegiatan unggulannya. 2 45

60 Gambar 2-6 Tema Pembangunan Kepulauan Indonesia Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh koridor ini, antara lain, adalah populasi penduduk yang tidak merata, tingkat investasi yang rendah, serta ketersediaan infrastruktur dasar yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi yang akan difokuskan pada 3 (tiga) kegiatan utama, yaitu pariwisata, perikanan, dan peternakan. Kegiatan utama pariwisata adalah salah satu industri jasa yang menarik untuk dikembangkan di Koridor Bali Nusa Tenggara. Pariwisata merupakan sektor yang memiliki nilai signifikan dalam perekonomian dunia. Sektor ini menghasilkan lebih dari 10% kontribusi terhadap PDB dunia serta memberikan dampak ekonomi baik secara langsung (misalnya hotel dan restoran) maupun tidak langsung (misalnya usaha konstruksi dan jasa jasa). Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia menunjukkan kenaikan sebesar 4% per tahun sejak tahun 2004 dan hampir mencapai 6,5 juta wisman pada tahun Sedangkan di tahun 2 46

61 2010, jumlah kunjungan wisman mencapai 7 (tujuh) juta orang atau meningkat sebesar 10,74% dibandingkan dengan jumlah tahun sebelumnya. Gambar 2-7 Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara Peningkatan jumlah kunjungan wisman pada tahun 2010 berdampak pada nilai kontribusi pariwisata, yaitu sebesar USD 7,6 miliar, yang merupakan kenaikan dari nilai pada tahun 2008, yang berjumlah USD 7,3 miliar. Dalam draft Ripparnas diuraikan bahwa sasaran pembangunan kepariwisataan nasional sampai dengan 2025 mempunyai target kunjungan wisman mencapai 20 juta orang (skenario positif). 2 47

62 Gambar 2-8 Pariwisata di Koridor Bali Nusa Tenggara Penting Bagi Perekonomian Indonesia Bali merupakan pintu gerbang kegiatan utama pariwisata di Indonesia. Dalam jangka panjang akan dikembangkan 50 destinasi pariwisata nasional lainnya di Indonesia. Dari gambar di atas tampak bahwa di tahun 2010 hampir 40% kedatangan internasional di Indonesia terdapat di Bali. Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai menerima kedatangan lebih dari dua juta pendatang setiap tahunnya. Selain itu 15% kapasitas hotel di Indonesia serta 21% dari pendapatan perhotelan nasional berada di Koridor Bali Nusa Tenggara. Pariwisata merupakan kegiatan yang menyerap sekitar 14% tenaga kerja di daerah ini dengan jumlah lapangan kerja yang diciptakan pada tahun 2010 sebesar 6,98 juta orang. Di masa depan pariwisata masih menjadi sektor yang akan dikembangkan di Koridor Bali Nusa Tenggara karena masih banyaknya potensi pariwisata yang belum dioptimalkan saat ini. Selain hal hal yang bersifat positif, terdapat beberapa kendala dalam pengembangan Pariwisata di Bali, yang terkait dengan meningkatnya risiko gangguan keamanan dan kesehatan, kurang berkembangnya destinasi wisata di bagian 2 48

63 utara Bali dan Nusa Tenggara, serta kurangnya akses dari Bali menuju Nusa Tenggara dan Jawa Timur. Untuk menghadapi tantangan tersebut, disusunlah beberapa strategi umum untuk dapat meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali, yang mencakup: Meningkatkan keamanan di koridor Bali NT yang dilakukan, antara lain, melalui peningkatan sistem keamanan. Melakukan pemasaran dan promosi yang lebih fokus dengan target pasar yang lebih jelas, seperti memberdayakan Bali Tourism Board untuk mengkoordinasikan upaya pemasaran dan promosi Bali. Strategi pemasaran untuk setiap negara asal wisatawan perlu disesuaikan dengan menerapkan tema back to nature, dan back to originality, serta menerapkan product mix dan Green Tourism. Kegiatan pemasaran dan promosi ini diharapkan dapat membuat Bali menjadi etalase pariwisata dan meningkatkan citra Bali sebagai tujuan utama pariwisata dunia. Meningkatkan jumlah destinasi pariwisata dengan mengembangkan daerah wisata selain yang terdapat di Bali bagian selatan. Bali juga potensial untuk menjadi pintu gerbang bagi daerah daerah pariwisata di sekitarnya, seperti wisata pantai (Bali, Lombok, dan NTT), wisata budaya (Bali), wisata pegunungan (Jatim, Bali, dan Lombok), dan wisata satwa langka (Pulau Komodo). Kunci sukses strategi ini adalah dengan pengadaan akses, seperti peningkatan rute penerbangan ke daerah daerah pariwisata di sekitar Bali disertai pemasaran yang kuat dan terarah. Meningkatkan kualitas dan kenyamanan tinggal para wisatawan dengan meningkatkan sarana dan prasarana, seperti ketersediaan air bersih, listrik, serta transportasi dan komunikasi. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat lokal terutama sumber daya manusia pariwisata di NTB dan NTT, serta mengembangkan gerakan sadar wisata, khususnya di wilayah Nusa Tenggara. 2 49

64 Pemenuhan kebutuhan infrastruktur juga penting untuk perkembangan sektor pariwisata: Infrastruktur Bandar Udara; Jumlah pengunjung yang akan masuk ke koridor ini diproyeksikan akan melebihi kapasitas Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai pada tahun Bandar udara di Lombok dapat diberdayakan sebagai matahari kembar selain Bali untuk membagi beban lalulintas penumpang yang ada di koridor ini. Infrastruktur Jalan; Akses jalan perlu ditingkatkan untuk menghubungkan daerah daerah pariwisata di luar Bali bagian selatan dan di wilayah NTB dan wilayah NTT. Infrastruktur Pelabuhan; Peningkatan pelabuhan dan marina yang telah ada agar memenuhi standar (seperti kapal cruise dan kapal layar yacht). Infrastruktur Listrik; Pembangunan pembangkit listrik baru yang dapat meningkatkan ketersediaan listrik bagi Bali dan Nusa Tenggara. Selain itu infrastruktur transportasi lainnya yang direncanakan untuk dikembangkan dalam jangka panjang adalah pelabuhan udara Bali Utara dan Jalur Kereta Api Wisata Lingkar Bali. 2.2 Kerangka Pemikiran Penyusunan Sistranas pada Tatralok di wilayah Provinsi Bali dalam mendukung prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Bali Nusa Tenggara ini akan dilaksanakan dengan menggunakan kerangka pemikiran yang disajikan pada Gambar

65 Gambar 2-9 Kerangka Pemikiran Penyusunan Sistranas pada Tatralok di Wilayah Provinsi Bali 2 51

66 BAB 3 METODOLOGI STUDI 3.1 Kajian Literatur Kajian pustaka atau kajian literatur merupakan bagian penting studi ini, yang bertujuan untuk mengkaji studi studi terdahulu yang relevan dengan topik bahasan studi ini. Kajian literatur diarahkan untuk menemukenali sejauh mana kajian yang telah dilakukan oleh peneliti peneliti terdahulu, sehingga penelitian ini tidak menjadi duplikasi penelitian sebelumnya. Sekalipun permasalahan yang sama mungkin menjadi topik bahasan, akan tetapi penelitian yang dikembangkan dalam studi ini memiliki tinjauan serta pendekatan dari sudut pandang yang berbeda. Pada dasarnya kajian literatur menghasilkan rangkuman mengenai kajian penelitian yang telah dilakukan, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk mengembangkan teori atau pendekatan baru yang akan diterapkan dalam studi ini. Sumber sumber penelitian ini diperoleh dari berbagai teori yang terdapat pada berbagai text book serta hasil hasil penelitian yang diperoleh dari berbagai jurnal penelitian dalam bentuk printout atau hasil unduhan dari internet. Secara umum sumber sumber tersebut terbagi ke dalam tiga kelompok informasi yang akan mendukung teori, metodologi, serta data awal dan asumsi asumsi yang dikembangkan dalam studi ini, yaitu: a) Text book; pada dasarnya merupakan sumber landasan teori yang menjadi acuan dari studi ini. Dari berbagai sumber literatur tersebut diperoleh berbagai acuan tentang teori perkiraan bangkitan perjalanan orang dan barang, perkiraan distribusi perjalanan, pemilihan moda, dan perencanaan trayek/rute operasi. b) Jurnal penelitian; merupakan hasil hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti peneliti terdahulu mengenai penyusunan tatrawil, pengambilan kebijakan pada penyusunan sistranas, tatranas, dan tatrawil. 3 1

67 c) Data sekunder; diperoleh dari berbagai sumber antara lain dari internet serta dari instansi terkait seperti Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan, dan Biro Pusat Statistik. 3.2 Pengumpulan dan Kompilasi Data Sekunder Pada dasarnya perencanaan transportasi sangat bergantung kepada ketersediaan data, baik data sekunder maupun data primer. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia dari hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh orang lain yang biasanya diperoleh dalam bentuk tabel, grafik maupun dalam bentuk data data statistik. Data sekunder pada dasarnya diperoleh dari instansi terkait serta data dan informasi yang tersedia pada internet. 3.3 Pengumpulan dan Kompilasi Data Primer Survei lapangan pada dasarnya untuk pengumpulan data utama yang akan digunakan dalam berbagai analisis data. Survei lapangan merupakan tindak lanjut survei pendahuluan, yang pelaksanaannya diarahkan untuk mencapai tujuan dan sasaran serta didasarkan atas design survey dan desain formulir yang telah dilakukan sebelumnya. Teknik survei mengacu pada survei standar dari berbagai manual survey yang berasal dari berbagai referensi. 3.4 Tahap Analisis Skematik Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Tataran transportasi akan memuat rencana transportasi jangka pendek (short term transport schemes) dan rencana transportasi jangka panjang (medium and long term transportation plans). Rencana transportasi jangka pendek disusun dengan mengidentifikasi permasalahan yang ada saat ini dengan cara membandingkan kinerja pelayanan lalu lintas dan angkutan dengan standar teknis pelayanan yang telah ditetapkan oleh kebijakan umum transportasi. Rekomendasi yang akan diususun berupa konseptual manajemen lalu lintas dan angkutan yang akan perlu disesuaikan kembali untuk mendukung rencana transportasi jangka panjang. 3 2

68 Berbeda dengan rencana transportasi jangka pendek rencana penanganan transportasi jangka panjang akan memerlukan perkiraan permasalahan permasalahan transportasi yang terjadi pada masa mendatang dan standar pelayanan dan kepentingankepentingan dari pihak terkait di masa yang akan dating. Pada tahap penyusunan rencana transportasi jangka panjang ini akan diperlukan tahapan analisis land use transport system. Dimulai dengan pembahasan kebijakan umum Pemerintah daerah yang berkaitan dengan tata kota dan transportasi. Rekomendasi penanganan akan dievaluasi secara iterative dengan mempertimbangan potensi dan keterbatasan kemampuan daerah. Penanganan permasalahan transportasi yang dapat berupa suatu tataran transportasi lokal dapat dijelaskan oleh bagan alir pada Gambar 3 1. Gambar 3-1 Skema Tataran Transportasi Lokal 3 3

69 Seperti terlihat pada gambar di atas, permasalahan transportasi dibagi menjadi dua bagian besar yaitu permasalahan jangka pendek yang perlu dilakukan penanganan sesegera mungkin (1 5 tahun) dan permasalahan jangka panjang (5 20 tahun) yang penanganannya perlu disinkronisasikan dengan penanganan permasalahan transportasi jangka pendek agar tercipta suatu alur perencanaan yang berkesinambungan. Jadi kesimpulannya perencanaan jangka panjang terwujud dari penggabungan beberapa perencanaan jangka pendek yang saling berkaitan. Gambar 3-2 Skematik Penyusunan Perencanaan Transportasi Jangka Pendek dan Jangka Panjang 3 4

70 Dalam menyusun suatu perencanaan transportasi jangka pendek, diperlukan data data tertentu yang terkait untuk proses analisis perencanaan transportasi lebih lanjut di suatu wilayah. Data data tersebut antara lain keterangan mengenai kondisi dan peruntukan lahan di wilayah tersebut (tata guna lahan), data sosial ekonomi, kebutuhan transportasi yang diperlukan masyarakat, kebijakan umum pemerintah yang dalam pelaksanaannya mungkin mempengaruhi bidang transportasi, kebijakan di bidang transportasi itu sendiri dan pelayanan transportasi yang diberikan kepada masyarakat. Dari data data dasar tersebut dapat kita ketahui pola dan kinerja transportasi yang ada, baik untuk saat ini maupun beberapa waktu berikutnya, Kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan permasalahan transportasi yang sedang dan mungkin akan dihadapi dengan membandingkan antara kinerja pelayanan transportasi yang ada terhadap standar pelayanan transportasi yang diharapkan. Kesimpulan permasalahan tersebut dilanjutkan dengan pelaksanaan analisis dan pemecahan masalah yang dituangkan dalam perencanaan transportasi jangka pendek untuk segera memecahkan permasalahan yang ada agar tidak berkembang semakin besar. Kajian berskala pendek pada umumnya mempunyai tahun rencana maksimum 5 tahun. Biasanya berupa manajemen transportasi yang lebih menekankan dampak kebijakan manajemen lalu lintas kepada perubahan rute suatu moda transportasi. Kajian ini pada dasarnya bersifat sangat teknis karena dampak tata guna lahan ( land use ) tidak begitu signifikan dalam waktu yang sangat singkat. Kajian lainnya dalam proses perencanaan transportasi yaitu kajian jangka panjang. Jangka waktu perencanaan bisa dalam waktu yang sangat lama antara tahun rencana 5 tahun sampai maksimum 25 tahun. Biasanya kajian ini digunakan untuk perencanaan strategi pembangunan kota berjangka panjang. Strategi ini akan sangat dipengaruhi oleh perencanaan tata guna lahan dan perkiraan arus lalu lintas yang dalam perencanaan ini biasanya dikategorikan berdasarkan moda (pelayanan angkutan) dan rute (jaringan jalan). Kajian tersebut sering digunakan untuk merencanakan kota baru. 3 5

71 Agar perencanaan transportasi suatu kab/kota yang dilakukan dapat memberi dampak yang lebih efektif, maka dalam pelaksanaannya harus berpedoman kepada pedoman perencanaan wajib di bidang transportasi yaitu Tatranas (Tatanan Transportasi Nasional) yang berskala nasional, Tatrawil (Tatanan Transportasi Wilayah) yang berskala provinsi dan kebijakan umum pemerintah kota tersebut yang biasanya dituangkan dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang memuat perkiraan dan perencanaan di masa yang akan datang mengenai tata guna lahan, sosial ekonomi, aktivitas kota dan kebutuhan transportasinya yang dibandingkan dengan perkiraan standar pelayanan transportasi yang diinginkan di masa yang akan datang. Bila sudah sesuai dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan maka perencanaan tersebut telah selesai dan dapat dijadikan pedoman manajemen transportasi di wilayah tersebut. Namun jika tidak, maka perlu dilakukan analisis dan pengkajian ulang mengenai kriteria kriteria yang belum bisa dipenuhi persyaratannya agar ditemukan permasalahannya untuk dapat segera diambil solusi pemecahan yang sesuai Perencanaan Transportasi Yang Akan Datang Proses perencanaan transportasi yang akan datang dilakukan dengan melakukan analisis data data umum tata guna lahan (land use) dan sosio ekonomi serta pola perjalanan lalu lintas yang dibagi dalam pergerakan spasial dan non spasial. Pergerakan spasial melibatkan aspek spasial dari perjalanan orang dan perjalanan barang. Pada pola perjalanan orang sangat dipengaruhi oleh penyebaran spasial dari daerah industri, perkantoran dan pemukiman terutama untuk perjalanan dengan maksud bekerja yang merupakan mayoritas jumlah perjalanan yang dihasilkan. Sementara perjalanan barang sangat dipengaruhi oleh pola tata guna lahan pemukiman (konsumsi), serta industri dan pertanian (produksi) yang melibatkan pola rantai distribusi yang menghubungkan pusat produksi ke daerah konsumsi. Di lain pihak, pergerakan non spasial berkaitan dengan aspek non spasial, seperti sebab terjadinya perjalanan, waktu terjadinya perjalanan, dan jenis moda yang digunakan. 3 6

72 Data data tersebut kemudian diolah dalam suatu proses tahapan perencanaan transportasi yang meliputi empat tahapan yaitu: 1. Proses bangkitan / tarikan lalu lintas yang menentukan besarnya jumlah perjalanan yang dihasilkan dari dan menuju ke suatu wilayah dikaitkan dengan parameter tata guna lahan dan sosio ekonomi wilayah tersebut. 2. Proses distribusi lalu lintas yang menghasilkan informasi pola pergerakan dari daerah asal ke daerah tujuan. 3. Proses pemilihan moda transport yang menidentifikasikan besarnya pola perjalanan yang dihasilkan menggunakan setiap moda transportasi tertentu (proporsi penggunaan setiap moda). 4. Proses pemilihan rute / lintasan yaitu proses membebankan jumlah perjalanan yang dihasilkan kepada jaringan jalan yang tersedia sampai tercipta keseimbangan antara jumlah perjalanan (permintaan transportasi) dengan kapasitas jaringan jalan / lintasan (penawaran transportasi) yang tersedia. Karena kapasitas lintasan yang tersedia terbatas, maka dilakukan proses perkiraan alternatif pemilihan rute terbaik yang akan dilalui dari daerah asal ke tujuan dengan menggunakan moda tertentu hingga didapat suatu keseimbangan yang memunculkan jumlah perjalanan pada tiap ruas jalan / lintasan. 3 7

73 Gambar 3-3 Memperkirakan Kebutuhan Pelayanan dan Penilaian Kinerja Pelayanan Transportasi Yang Akan Datang Dari tahapan proses perencanaan lalu lintas tersebut dilakukan simulasi lalu lintas sebagai pencerminan keadaan lalu lintas yang sebenarnya sehingga dapat diketahui kinerja lalu lintas dari ruas jalan yang bersangkutan dikaitkan dengan dengan informasi mengenai jaringan jalan dan pelayanan angkutan umum untuk saat ini maupun yang akan datang. Dari kinerja lalu lintas tersebut, dapat diidentifikasi permasalahan yang ada dan dapat segera ditindak lanjuti melalui pengkajian berbagai alternatif pemecahan transportasi yang ada dan kembali dilakukan proses simulasi lalu lintas hingga didapatkan alternatif yang terbaik dalam meningkatkan kinerja lalu lintas yang ada. 3 8

74 Tabel 3-1 Jenis Penanganan Penanganan Permasalahan Transportasi Peningkatan Kapasitas Jalan Efisiensi Penggunaan Pengendalian Ruang Lalu lintas Pertumbuhan Lalu lintas Pelebaran jalan Peningkatan dan perbaikan persimpangan Pembangunan Jalan Baru Pengendalian Parkir, PKL dan Penyebrangan Jalan Pengaturan sirkulasi Lalu lintas Pemisahan lalu lintas Pengoperasian angkutan umum masal Pembangunan Jalan Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi Tembus Intermoda, Park & ride ATCS dan ITS Pedestrianisasi dan penggunaan sepeda Landuse management Pembatasan urbanisasi dan ukuran kota Dan lain sebagainya Proses Pemodelan Transportasi A. Titik Simpul dan Pusat Zona Penetapan detail sistem zona dan sistem jaringan transportasi dilakukan sebagai kompromi antara tingkat akurasi, biaya, ketersediaan data, dan aplikabilitas model. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan dari studi terdahulu, maka dalam studi ini ditetapkan bahwa: - Batas wilayah studi adalah batas wilayah administrasi Kabupaten Badung, Kabupaten Buleleng,dan Denpasar dengan wilayah di sekitarnya diasumsikan sebagai zona eksternal, - Agregasi zona di dalam wilayah studi adalah kecamatan, yang selanjutnya disebut sebagai zona internal, - Model jaringan diutamakan untuk jaringan jalan, jaringan perairan daratan, titik simpul dan titik transfer multi moda, dan moda transportasi lain diintegrasikan melalui simpul stasiun, pelabuhan, dan bandara, 3 9

75 B. Estimasi dan Prediksi Trip-ends dan MAT Agregasi zona pada wilayah kajian Provinsi Bali ini adalah berbasis kecamatan, sehingga data MAT antar kecamatan dapat diperoleh dari hasil survei Asal Tujuan Transportasi. Informasi dasar mengenai besar dan pola perjalanan tersebut harus dibentuk sendiri atau dikembangkan dari studi studi terdahulu. Gambar 3-4 Mekanisme Estimasi Trip Ends dan MAT Wilayah Studi Prediksi MAT perjalanan di masa datang dilakukan dengan Model Furness/Gravity (akan dilihat kecocokannya terlebih dahulu) dan diasumsikan bahwa pola perjalanan di masa datang ditentukan oleh kondisi sekarang dan perubahan interaksi transportasi yang akan terjadi. Secara skematis bagan alir proses estimasi MAT yang dilakukan untuk studi ini disampaikan pada Gambar 3 4. C. Simulasi Jaringan menggunakan Perangkat Lunak Pemodelan Simulasi jaringan transportasi dilakukan dalam konteks untuk: - Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi secara makro dalam jaringan transportasi seperti besarnya biaya transportasi, dan disparitas suplai jaringan, 3 10

76 - Memprediksi permasalahan yang akan timbul di masa datang seiring dengan adanya pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi, dan perubahan intensitas penggunaan ruang, - Mengevaluasi kinerja dari sejumlah kebijakan perencanaan yang akan diterapkan di masa yang akan datang. Pada tahap pengembangan model, prosedur pemodelan digunakan untuk menterjemahkan skenario pengembangan ke dalam bahasa model. Bahasa model merupakan persamaan matematis yang dimasukkan ke dalam model atau perangkat lunak. Perangkat lunak sudah memiliki persamaan persamaan yang digunakan dalam model transportasi seperti persamaan trip distribution dan trip assignment. Gambar 3 5 memperlihatkan prosedur pemodelan yang digunakan untuk menterjemahkan skenario jaringan. Studi ini mempunyai fokus pada evaluasi kinerja sistem transportasi eksisting yang dibandingkan dengan kinerja sistem transportasi pada skenario skenario pengembangan transportasi perairan daratan yang akan diusulkan. Skenario pengembangan tersebut terdiri atas dua jenis kebijakan yaitu kebijakan simpul dan lintas yang selanjutnya diimplementasikan pada database simpul/titik transfer dan jaringan lintas. Pengembangan model ditekankan pada penyusunan fungsi biaya di lintas dan simpul/titik transfer untuk merepresentasikan pergerakan angkutan barang dengan berbagai moda (multimoda) dan komoditas (multikomoditas). Sistem zona dan data kebutuhan angkutan barang menggunakan hasil kajian sebelumnya. 3 11

77 Kabupaten base (Exogenous Data) Kebijakan Pengembangan Simpul Kebijakan Sistem Logistik Nasional Karakteristik Pergerakan OD Studi Sebelumnya Data base Sistem zona Data base jaringan simpul/titik transfer Data base jaringan lintas Data base moda Demand Angkutan Orang&Barang Fungsi Biaya Transfer Fungsi Biaya Lintas Jaringan Multimoda Model Perutean Arus Total Travel Cost Gambar 3-5 Struktur Umum Model Pemilihan Rute Fungsi biaya di simpul/titik transfer dan lintas, sistem zona, serta demand angkutan barang akan membentuk sistem jaringan multimoda multikomoditas. Jaringan ini kemudian diproses dengan menggunakan perangkat lunak dan sistem perutean tertentu. Hasil atau output dari proses ini adalah arus lalulintas dan total travel cost. Kinerja sistem transportasi dilihat dari selisih total travel cost dengan kondisi eksisting. Apabila selisihnya positif maka skenario pengembangan tersebut memperbaiki sistem transportasi eksisting. Jika negatif maka skenario tersebut tidak memperbaiki sistem transportasi eksisting. Proses kalibrasi dilakukan pada penentuan fungsi biaya untuk simpul/titik transfer dan lintas. Apabila model yang ada tidak cukup representatif untuk digunakan, akan digunakan model yang berasal dari penelitian yang lain. 3 12

78 Proses validasi dilakukan untuk memperlihatkan kesesuaian antara hasil model dengan hasil observasi. Proses validasi dilakukan dengan cara mengecek kembali kondisi jaringan multimoda, fungsi biaya, dan input atau masukan dalam model yang digunakan Komponen Pemodelan Transportasi A. Titik simpul dan Pusat Zona Suatu kumpulan dari titik simpul meliputi pusat zona dan titik simpul reguler. pusat zona adalah titik simpul fiktif yang berhubungan dengan bagian bagian wilayah regional; semua permintaan akan transportasi baik yang berasal dari atau berakhir pada suatu wilayah akan terkonsentrasikan pada pusat zona tersebut. Suatu pusat zona bisa merupakan baik titik simpul asal maupun tujuan. Suatu titik simpul reguler tidak bisa menjadi asal ataupun tujuan dari suatu lalu lintas. Titik simpul reguler merepresentasikan suatu lokasi fisik pada jaringan, yang dapat kota, stasiun, pelabuhan, fasilitas bongkar muat tertentu, dan fasilitas perpindahan antarmoda. B. Ruas Ruas atau link merupakan sesuatu yang merepresentasikan hubungan secara fisik (seperti ruas jalan, jalur jalan rel, potongan pipa) atau secara konseptual (seperti jalur navigasi atau udara) antara dua titik simpul. Ruas memiliki beberapa sifat fisik yang khas (seperti panjang, kapasitas, dan lain lain) yang mungkin digunakan dalam evaluasi fungsional. Ruas yang paralel digunakan untuk menggambarkan situasi dimana lebih dari satu moda digunakan untuk pengangkutan barang dan penumpang antara dua titik simpul yang berdekatan. Jaringan nyata yang diperlihatkan pada Gambar 3 6 Penyederhanaan tampilan jaringan dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu representasi gabungan dan representasi paralel, seperti yang dapat dilihat pada Gambar

79 B : Perairan Daratan : Jalan : Laut A C Sumber: INRO Consultants Inc. Gambar 3-6 Jaringan nyata/fisik (a) B (b) B Jl,PD Jl A Jl,Kl C A :Jalan C :Perairan Darat :Laut (a) (b) Gambar 3-7 Representasi gabungan Representasi paralel Penyederhanaan Tampilan Jaringan Representasi gabungan dari suatu jaringan menghubungkan seluruh kota menggunakan ruas dan mengalokasikan moda dalam atribut atribut ruas. Lihat Gambar 3 7 (a), dimana ruas (A, B) dipergunakan untuk moda mobil dan kereta api, ruas (B, C) hanya digunakan oleh moda jalan dan ruas (A, C) digunakan untuk moda kapal dan jalan. Representasi jaringan seperti ini memiliki banyak kelemahan untuk pemodelan multi moda. Apabila terdapat suatu arus pada suatu ruas haruslah 3 14

80 merupakan jumlah total arus pada ruas dan arus untuk tiap tiap moda tidak dapat dibedakan secara eksplisit. Lebih lanjut, perbedaan fisik infrastuktur tidak bersifat eksplisit dalam representasi ini. Untuk mengatasi kekurangan ini, penting sekali untuk memilih representasi jaringan yang memungkinkan identifikasi dengan mudah arus barang berdasarkan modanya. Hal ini akan sepadan bila membuat secara eksplisit copy dari jaringan, untuk masing masing jenis moda, sehingga perlu disediakan jaringan untuk masing masing jenis moda tersebut. Namun hal ini akan memerlukan memori yang terlalu banyak untuk men setup jaringan yang dimaksud. Cara yang tepat untuk tujuan menghasilkan representasi yang efisien pada jaringan multi moda adalah dengan beberapa ruas yang paralel untuk tiap titik simpul yang dapat meng handle tiap jenis moda. Pada cara ini, model jaringan menyerupai jaringan fisiknya, sebagai contoh infrastruktur jalan dan jalan rel secara fisik berbeda. Jaringan dengan beberapa ruas paralel digambarkan pada Gambar 3 7 (b). Dalam representasi ini, moda merupakan sebuah bagian dari jaringan dan tidak hanya sekedar sebuah atribut dari ruas. Ruas ruas yang paralel dalam jaringan harus dibedakan untuk keperluan implementasi algoritma. C. Perpindahan Perpindahan atau transfer didefinisikan sebagai suatu rangkaian peristiwa dari titik simpul dan moda dimana perpindahan bermula, melalui titik simpul perpindahan (tansfer node), menuju titik simpul dan moda tujuan dari perpindahan tersebut. Perpindahan menggambarkan pergerakan antar moda pada beberapa titik simpul, dan mungkin digunakan untuk memodelkan suatu rangkaian fasilitas fasilitas: lokasi dermaga bongkar muat, pelabuhan, titik titik persimpangan antara jaringan dua moda yang berbeda, dan lain lain. Sangatlah penting untuk mengetahui beberapa keuntungan dari representasi jaringan dipilih. Suatu path pada jaringan terdiri atas rangkaian ruas langsung dari suatu moda, suatu transfer yang terjadi ke moda lain, rangkaian ruas langsung dari moda berikutnya, dan seterusnya. Jadi pergantian moda hanya mungkin terjadi pada titik 3 15

81 simpul perpindahan. Representasi ini juga memungkinkan pembatasan arus komoditi tertentu untuk suatu set moda, dan dengan demikian menetapkan batasan batasan moda yang terjadi pada pengoperasian jaringan angkutan barang & penumpang, sebagaimana pengangkutan di titik simpul perpindahan. 3.5 Rapat Konsultasi Teknis dan Koordinasi Penyedia jasa harus secara berkala melakukan diskusi teknis/konsultasi dan koordinasi dengan tim teknis yang ditunjuk pengguna jasa. 3.6 Diskusi dan Pemaparan Hasil Kegiatan Diskusi internal Penyedia jasa sekurang kurangnya 1 (kali) kali menyelenggarakan diskusi internal yang melibatkan team penyedia jasa dan para nara sumber yang berkompeten pada bidangbidang terkait. Diskusi ini bertujuan untuk mengkomunikasikan secara umum metodologi yang diterapkan serta asumsi asumsi yang digunakan didalam berbagai analisis dan evaluasi yang digunakan dalam studi ini, sehingga metodologi yang diterapkan benar benar dapat menjawab permasalahan serta kebutuhan studi terutama untuk menjawab tujuan, sasaran, dan luaran studi Diskusi Eksternal Penyedia jasa sekurang kurangnya 3 (tiga) kali menyelenggarakan diskusi eksternal yang melibatkan tim penyedia jasa, tim teknis pengguna jasa, dan para nara sumber yang disiapkan oleh pengguna jasa. Diskusi ini adalah sebuah interaksi komunikasi antara tim teknis penguna jasa, tim penyedia jasa, dan para nara sumber. Diskusi external ini merupakan pemaparan hasil studi yang pada umumnya dilakukan pada pemaparan laporan pendahuluan, pemaparan laporan antara, dan pemaparan draft laporan akhir studi. 3 16

82 3.7 Pengumpulan Data dan Desain Kuesioner Pengumpulan Data Pengumpulan Data yang dilakukan berkaitan dengan kegiatan ini dilakukan dengan cara survei data primer dan survei data sekunder. Kebutuhan data untuk kegiatan ini, antara lain, adalah: Data Kebijakan Transportasi Nasional dan Regional; Data Demografi; Data Infrastruktur Transportasi di masing masing Kabupaten; Data Lingkungan dan Potensi Wilayah; Peta Topografi dan Geologi Wilayah; dan Data Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten masing masing; Daftar kebutuhan data dapat dilihat pada Tabel

83 Tabel 3-2 Daftar Data Yang Dibutuhkan Aspek Data yang dibutuhkan Bentuk Dokumen Sumber Kebijakan Nasional MP3EI Koridor Bali Nusa Tenggara Dokumen MP3EI Koridor Bali Nusa Sistranas / Tatranas Tenggara Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Dokumen Sistranas / Tatranas Kebijakan daerah Indikator Ekonomi Sosial Rencana Strategis (RENSTRA) Provinsi Bali Kebijakan Dinas dinas Perhubungan, Perikanan, Perkebunan/Pertanian, Pariwisata Sumber sumber Pendapatan utama Provinsi Bali, dan masing masing kabupaten wilayah studi Data Kependudukan Kabupaten Bangli PDRB per Kabupaten RTRWN RPJM RPIJM Kabupaten dalam angka Bappeda Provinsi dan Bappeda Kabupaten BPS / Bappeda Rencana Tata Ruang Wilayah Kondisi Fisik Jaringan Transportasi Kebijakan Angk. Umum dan Barang Fasilitas Terminal, Pelabuhan dan Bandara Kebijakan Pariwisata Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Rencana Tata Ruang Kabupaten Bangli Kebijakan mengenai pengembangan wilayah Peta Topografi Peta Kondisi Geologi Data Hidrologi Jaringan Jalan Transportasi Tingkat pelayanan ruas ruas jalan Klasifikasi fungsi dan kewenangan jalan Sistem dan pola operasi angkutan umum Standard dan Pengawasan angkutan barang Lokasi dan ukuran terminal Lokasi dan ukuran pelabuhan dan bandara Data dan jadwal keberangkatan kendaraan umum, kapal dan pesawat udara Fasilitas dan Rencana pengembangan Pelabuhan dan Bandara Program pengembangan Pariwisata Provinsi Bali dan masing masing Kabupaten RTRW Provinsi Bali RTRW Bangli Peta Topografi Peta Geologi Peta iklim dan DAS Tatrawil Provinsi Bali Peta Jaringan Jalan Transportasi Peraturan Daerah, SK Gubernur, SK Bupati ttg pengangkutan Barang. Laporan Kedatangan dan Keberangkatan Kapal, termasuk volume angkut. Laporan kedatangan dan Keberangkatan Pesawat, termasuk tingkat keterisian. Renstra Dinas Pariwisata Bappeda Bakorsurtanal Dit. Geologi BMG Kementerian Perhubungan / Bappeda Dinas Perhubungan Dinas Perhubungan Dinas Pariwisata 3 18

84 Tabel 3-2 Daftar Data Yang Dibutuhkan (Lanjutan) Aspek Data yang dibutuhkan Bentuk Dokumen Sumber Jaringan dan Jaringan trayek angkutan kota Matriks Trayek/Jurusan dg jumlah armada Dinas Perhubungan layanan angkutan Biaya angkutan umum dan tingkat keterisian penumpang umum umum Jumlah dan jenis kendaraan angkut antar kota. Trayek, Jenis, dan Jumlah Angkutan Kota Biaya Angkutan Kota sesuai jenis Keterisian Angkutan Kota dan Luar Kota 3 19

85 3.7.2 Desain Kuesioner dan Wawancara Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang akan digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data dari sumbernya secara langsung melalui proses komunikasi atau dengan mengajukan pertanyaan. Desain kuesioner yang digunakan dalam kegiatan ini diarahkan pada penggalian data dan informasi yang berkaitan dengan sistem transportasi di wilayah Kabupaten Bangli. Responden yang menjadi target kuesioner atau wawancara ini adalah orang orang yang terkait dalam bidang pemerintahan Kabupaten Bangli yang mengetahui keadaan sistem transportasi di masing masing kabupaten. Pada kajian ini, kuesioner/wawancara dirancang dengan menggunakan tipe kuesioner tak terstruktur yang terbuka, dengan tujuan studi diuraikan dengan jelas dan respon atau jawaban atas pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka. Dengan menggunakan tipe kuesioner ini diharapkan dalam proses wawancara akan diperoleh data dan informasi yang beragam dan sangat memungkinkan untuk menambah pertanyaan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas data dan informasi yang diinginkan. 3 20

86 BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI 4.1 Kondisi Sosio Ekonomi Kabupaten Bangli Kondisi Geografis Kabupaten Bangli merupakan Kabupaten di Bali yang tidak memiliki wilayah pantai. Letak Geografisnya Kabupaten Bangli di antara Lintang Selatan dan Bujur Timur. Suhu udara rata rata berkisar 24,90 C dengan tingkat kelembaban 88 serta curah hujan berkisar 797 mm per tahun, dengan ketinggian m dari permukaan laut, dibagian selatan dataran rendah dan di utara merupakan pegunungan yaitu puncak penulisan dan Gunung Batur dengan kepundannya. Danau Batur yang memiliki luas 1.067,50 Ha, serta pegunungan berilief halus sampai kasar batuannya terdiri dari endapan vulkanik Gunung Batur berupa lahar yang bersifat agak kompak. Secara administrasi Kabupaten Bangli memiliki batas batas administrasi sebagai berikut: Utara : Kabupaten Buleleng Timur : Kabupaten Karangasem Selatan : Kabupaten Klungkung Barat : Kabupaten Gianyar dan kabupaten Badung Kabupaten Bangli terdiri dari empat kecamatan, yaitu Kecamatan Bangli, Tembuku, Susut, dan Kintamani. Dari empat kecamatan tersebut, 70% dari luas daerah Kabupaten Bangli terletak di Kecamatan Kintamani. Luas wilayah masing masing kecamatan di Kabupaten Bangli dapat dilihat pada Tabel

87 Gambar 4-1 Peta Orientasi Wilayah Studi Kabupaten Bangli 4 2

88

89 Tabel 4-1 Administrasi Kabupaten Bangli No. Kecamatan Luas Wilayah (km 2 ) Pedesaan Perkotaan 1. Susut 31,83 17,80 2. Bangli 36,90 19,36 3. Tembuku 48,32 4. Kintamani 363,56 3,36 Jumlah 480,61 40,20 Sumber: Kabupaten Bangli dalam Angka Tahun 2009 Kecamatan Kintamani menguasai 366,92 km 2 dari 480,61 km 2 luas Kabupaten Bangli. Secara geografis, Kecamatan Kintamani terletak pada ,50 m s.d ,26 m Lintang Selatan, dan ,84 m s.d ,17 m Bujur Timur. Daerah penelitian ini berada pada ketinggian 900 s.d m dpl, dengan kondisi topografi landai hingga berbukit Kondisi Topografi Topografi wilayah berada pada ketinggian antara meter dpl, dengan puncak tertinggi adalah Puncak Penulisan. Secara umum rentang ketinggian wilayah kecamatan Susut ( m), Kecamatan Bangli ( m), Kecamatan Tembuku ( m) dan Kecamatan Kintamani m. Kelerengan wilayah bervariasi antar wilayah kecamatan dan secara umum berada pada kondisi dataran (0 2%), landai (2 15%), bergelombang (15 30%), curam (30 40%) dan sangat curam (>40%). Kondisi datar relatif hanya terdapat pada kawasan di kaki Gunung Batur, landai dan bergelombang pada wilayah Kecamatan Susut, Bangli dan Tembuku sedangkan bergelombang dan curam serta sangat curam pada wilayah Kecamatan Kintamani. Tabel 4-2 Ketinggian Wilayah tiap Kecamatan di Kabupaten Bangli No. Kecamatan Ketinggian Wilayah (m dpl) Jumlah > Susut 62, , , , ,00 2. Bangli 340, ,50 917, ,50 902, ,00 3. Tembuku 1.650, ,50 642, ,00 4. Kintamani 162,50 362, , , , ,50 Kabupaten 565, , , , , ,50 Sumber: Kabupaten Bangli dalam angka

90 4.1.3 Kondisi Geologi, Hidrologi dan Iklim Kabupaten Bangli secara umum termasuk dalam formasi Buyan, Beratan dan Gunung Batur (Qpbb) yang berumur kuarter. Formasi ini pada bagian permukaan didominasi oleh tufa pasiran dan di beberapa tempat dijumpai tufa batu apung dan endapan lahar. Tufa pasiran umumnya melapuk menengah tinggi berwarna kuning kecoklatan, berukuran pasir halus kasar. Tufa batu apung berwarna putih kecoklatan, agak rapuh dan mudah lepas. Endapan lahar berwarna abu abu sampai abu abu kehitaman terdiri dari batuan beku andesit dan batuapung dengan masa tufa pasiran bersifat agak rapuh. Pada kaldera batur formasi geologi terdiri dari formasi geologi Batuan Gunung api Batur yang mengandung aglomerat, lava, dan tufa. Berdasarkan peta kerentanan gerakan tanah Pulau Bali, didapatkan bahwa terdapat zona kerentanan gerakan tanah tinggi pada kawasan sekitar Kaldera Batur yang memiliki kelerengan curam dan sangat curam. Selanjutnya tersebar luas zona kerentanan gerakan tanah menengah (terdapat gerakan tanah terutama pada kawasan yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir (pinggir jurang), pada wilayah tebing bagian barat laut, utara dan timur laut Kaldera Batur, dan tersebar sedikit di selatan kaldera Batur. Hidrologi wilayah terdiri atas air permukaan dan air tanah. Air permukaan terdiri dari Danau Batur dengan luas Ha, kedalaman 70 meter, volume 815,58 juta/m3, panjang panjang garis pantai (shoreline) 21,4 km dengan daerah tangkapan seluas Ha. Sungai yang ada di Kabupaten Bangli berjumlah 14 buah yang merupakan hulu hulu sungai utama yang bermuara di bagian Selatan Pulau Bali. Air tanah di Kabupaten Bangli berdasarkan Peta Pengendalian pengambilan air tanah dan perlindungan daerah resapan (Dep. ESDM), menyatakan bahwa seluruh wilayah Kabupaten Bangli dari bagian utara Kota Bangli ke arah utara merupakan Daerah Resapan Air yang mengisi Cekungan Air Tanah (CAT) wilayah Kabupaten/Kota Sarbagita termasuk wilayah Kabupaten Bangli bagian selatan. Jumlah potensi mata air di Kabupaten Bangli tersebar di 88 buah titik di 42 desa dengan debit total 1.561,30 ltr/dt. Sungai sungai yang mengalir di wilayah umumnya pendek dan jenis alirannya 4 4

91 bersifat ephemeral, yang sebagian besar terletak di sebelah Utara, sedangkan yang mengalir ke bagian Selatan lebih panjang, aliran sungainya kebanyakan bersifat perenmial. Kabupaten Bangli memiliki iklim tropis, suhu udara relatif rendah berkisar antara C, semakin ke utara suhu semakin dingin. Angka curah hujan rata rata tahunan terendah adalah 900 mm dan tertinggi mm. Penyebaran curah hujan relatif tinggi ( mm) meliputi bagian utara (lereng Gunung Batur) dan semakin rendah ke arah selatan wilayah. Curah hujan tertinggi terjadi bulan Desember Maret dan terendah pada bulan Agustus Kondisi Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Bangli Tahun 2010 adalah jiwa, terdiri dari orang laki laki dan orang perempuan. Jumlah rumah tangga sebanyak rumah tangga. Hampir 42 persen penduduk tinggal di Kecamatan Kintamani dan lainnya tersebar merata di tiga kecamatan lainnya, yaitu Susut ( orang), Bangli ( orang), dan Tembuku ( orang). Tabel 4-3 Jumlah Penduduk Kabupaten Bangli Berdasarkan Jenis Kelamin Kecamatan Luas Wilayah Laki-laki Perempuan (Km²) (jiwa) (jiwa) Jumlah Susut 49, Bangli 56, Tembuku 48, Kintamani 366, Jumlah 520, Sumber: Kabupaten Bangli dalam Angka Tahun 2011 Tingkat pertumbuhan penduduk Bangli selama 10 tahun terakhir rata rata sebesar 1,06 persen per tahun. Bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk bali yang sebesar 2,15 persen dapat dibilang pertumbuhan penduduk Bangli cukup lambat. Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk disuatu daerah per satuan luas, di Bangli angka kepadatan penduduk sebesar 413,50 jiwa per kilometer persegi. Bisa dibilang rendah bila dibanding dengan angka kepadatan penduduk Bali yang mencapai 4 5

92 angka 690,26 jiwa/km2. Ketimpangan mencolok terlihat di Kecamatan Kintamani dengan tingkat kepadatan penduduk hanya 245,51 jiwa/km 2, sementara di Kecamatan Susut menembus angka kepadatan penduduk 876,31 jiwa/km 2. Distribusi penduduk Bangli selama sepuluh tahun tidak terjadi perubahan yang signifikan, hampir setengah penduduk Bangli tinggal di Kecamatan Kintamani, hal itu adalah wajar mengingat lebih dari 70 persen wilayah Kabupaten Bangli adalah wilayah Kecamatan Kintamani. Tabel 4-4 Kepadatan Penduduk Kabupaten Bangli Kecamatan Luas Wilayah (km²) Penduduk (jiwa) Kepadatan (jiwa/km²) Susut 49, Bangli 56, Tembuku 48, Kintamani 366, Jumlah 418, Sumber: Kabupaten Bangli dalam Angka Tahun 2011 Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2000 penduduk Kabupaten Bangli sebanyak jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk tahun sebesar 0,92% per tahun. Sedangkan dari hasil registrasi penduduk keadaan akhir tahun 2009 penduduk kabupaten Bangli tercatat jumlahnya jiwa dengan laju pertumbuhan untuk tahun sebesar 0,46%, dengan kepadatan rata rata 412 jiwa/km 2, dan sex rationya adalah 99,61. Angka kepadatan penduduk tertinggi di kabupaten Bangli dimiliki oleh kecamatan Susut dengan nilai 872 per km 2 sedangkan nilai terendahnya dimiliki oleh kecamatan Kintamani dengan nilai kepadatan penduduk 250 per km

93 Tabel 4-5 Kecamatan Luas Wilayah, Jumlah KK, Penduduk, Kepadatan Penduduk Per Km2 di Kab. Bangli 2009 Luas Wilayah Jumlah Jumlah Penduduk Sex Kepadatan RT Ratio Km2 Laki-laki Wanita Jumlah / Km2 Susut 49, , Bangli 56, , Tembuku 48, , Kintamani 366, , Jumlah , , , , , , , , , , Sumber: Badan Statistik Kabupaten Bangli (hasil Registrasi Penduduk) Kondisi Sosial Angka angkatan kerja Bangli tahun 2010 adalah orang yang terdiri dari orang bekerja dan 863 orang pengangguran. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) Bangli selama 3 tahun terakhir berfluktuasi, tahun 2008 TPAK 84,42 persen di tahun 2009 TPAK menurun menjadi 82,41 persen dan tahun 2010 meningkat kembali menjadi 84,15 persen. Tingkat pengangguran di Bangli tahun 2010 sangat baik yaitu berada pada angka di bawah 1 persen. Tingkat penangguran Bangli selama 5 tahun terakhir ada pada posisi level terendah di Bali, hal ini menunjukkan tingginya penyerapan kerja pada semua sektor. Transformasi sektoral tenaga kerja telahterjadi meskipun masih berjalan dengan sangat lambat. Dalam klasifikas berdasarkan tiga sektor utama : primer (P), sekunder (S) dan tersier (T ), sektor primer dalam hal ini pertanian, masih menjadi tumpuan bagi sebagian besar penduduk mengingat sifatnya yang lebih fleksibel dan tidak memerlukan keterampilan tenaga kerja yang tinggi, sehingga para pekerja pada sektor ini lebih mudah untuk keluar masuk jika melihat ada peuang yang lebih menjanjikan. 4 7

94 Lebih dari setengah penduduk Bangli bekerja pada sektor primer, walaupun semakin menurun presentasenya yaitu 59,30 persen bekerja pada sektor primer di tahun 2008 dan tahun 2010 yang bekerja pada sektor ini hanya 51,01 persen. Rendahnya tingkat pengangguran dipicu oleh tingginya penyerapan kerja. Hal ini seharusnya dapat meningkatkan pula tingkat kesejahteraan penduduk Bangli mengingat adanya peningkatan upah minimum kabupaten tahun 2010 yang meningkat sebesar 17,42 persen menjadi Rp , per bulan. Jika dilihat distribusinya, selama 2010 sektor yang menyerap pekerja paling banyak berturut turut adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor jasa kemasyarakatan. Meskipun ada anggapan sektor pertanian adalah sektor yang miskin pendapatan namun pada kenyataannya sektor ini tetap banyak diminati oleh angkatan kerja Bangli. Tercatat 50,75 persen jumlah pekerja yang ada di Kabupaten Bangli bekerja pada lapangan usaha pertanian. Penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan rendah. Keadaan ini menggambarkan bahwa lapangan pekerjaan cenderung menyerap tenaga kerja dengan pendidikan rendah, belum bisa menampung tenaga kerja dengan tingkat pendidikan tinggi. Hal ini sejalan dengan sektor yang menyerap pekerja paling banyak adalah sektor pertanian. Pekerja pada sektor ini memiliki kecenderungan berpendidikan rendah karena pekerja sektor pertanian tidak dituntut memiliki keterampilan tenaga kerja yang tinggi, Sebanyak 30 persen penduduk bekerja di Bangli tahun 2010 memiliki pendidikan tertinggi sekolah dasar. Pertumbuhan ekonomi dan pengangguran memiliki hubungan yang erat karena penduduk yang bekerja berkontribusi dalam menghasilkan barang dan jasa sedangkan pengangguran tidak memberikan kontribusi. Tingkat pengagguran pada umumnya sejalan dengan kondisi perekonomian. Perbaikan kondisi perekonomian biasanya akan ditandai dengan pembukaan lapangan kerja baru, yang bisa menampung angkatan kerja baru ataupun yang masih menganggur. 4 8

95 4.1.6 Kondisi Ekonomi Pendapatan Regional (Regional Income) antara lain dapat digunakan sebagai indikator tingkat keberhasilan pertumbuhan ekonomi suatu daerah yaitu melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB adalah indikator yang menggambar kan keadaan perekonomian penduduk di suatu wilayah/daerah. Ukuran yang dapat dihasilkan dari penghitungan PDRB antara lain adalah rata rata pendapatan per kapita, struktur ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. PDRB bangli atas dasar harga berlaku (ADHB) tahun 2010 mencapai 2,36 trilyun rupiah dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor pertanian (33,67%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (24,19%), dan sektor jasa jasa (20,68%). Struktur ekonomi ini masih menempatkan sektor pertanian sebagai leading sector stabil selama 10 tahun terakhir menunjukkan sektor pertanian sebagai penyangga perekonomian Bangli. Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 tumbuh sebesar 4,97 persen, tumbuh melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2009 yang sebesar 5,71 persen. Hal ini disebabkan sektor pertanian yang memiliki kontribusi terbesar mengalami pertumbuhan yang melambat, bahkan sub sektor tabama mengalami kontraksi yang diakibatkan menurunnya produksi hampir di semua komoditi tanaman pangan. Laju inflasi merupakan ukuran yang dapat menggambarkan kenaikan/ penurunan harga dari sekelompok barang dan jasa yang berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Laju inflasi PDRB Bangli relatif terkendali. Dari tahun 2008 hingga tahun 2010 laju inflasi stabil menurun dari 10,37 persen menjadi 86,07 persen. Seiring dengan meningkatnya kinerja PDRB Bangli, tingkat kesejahteraaan penduduk juga relatif meningkat. Kondisi itu terlihat dari peningkatan nilai nominal pendapatan perkapita maupun nilai riil pendapatan perkapita penduduk. PDRB perkapita dan pendapatan regional perkapita menggambarkan rata rata pendapatan yang diterima penduduk suatu wilayah pada tahun tertentu. Pada tahun 2010 nilai nominal pendapatan perkapita pertahun penduduk sebesar 10,96 juta rupiah. Sementara itu nilai riil pendapatan perkapita pertahun penduduk tahun 2010 diperkirakan sebesar 5,07 juta rupiah, meningkat sebesar 3,64 persen. 4 9

96 Pemerintah RI telah menetapkan tiga jalur strategi pembangunan, yaitu: (1) Pro Pertumbuhan (pro growth), untuk meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi; (2) Pro Lapangan Kerja (pro job), agar pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang seluas luasnya; (3) Pro Masyarakat Miskin (propoor), agar pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi jumlah penduduk miskin sebesar besarnya. Dengan dasar parameter tersebut kondisi di Bangli dibandingkan kabupaten/ kota lainnya ada yang dapat dikatakan baik, ada yang perlu perhatian lagi. Tahun 2010 tingkat pengangguran Bangli terendah di Provinsi Bali meskipun dengan laju pertumbuhan ekonomi tumbuh melambat, dan dibanding daerah lainnya menduduki peringkat ke 7 dari 9 kabupaten/kota. Meskipun laju pertumbuhan ekonomi yang rendah namun dapat membawa turunnya angka kemiskinan Bangli dan menempatkan Bangli pada posisi ke 3 kemiskinan terendah di Provinsi Bali, dengan persentase penduduk miskin berada di bawah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.. Capaian pembangunan sosial di Bangli cukup baik. Angka harapan hidup yang tertinggi ada di Kabupaten Tabanan, salah satu Kabupaten yang masyur akan sektor pertaniannya. Pembangunan sektor pendidikan jelas terlihat di Kota Denpasar sebagai pusat pemerintahan Bali. Sebagai ibu kota provinsi wajar jika pembangunan pendidikan terfokus di kota tersebut dengan tingginga angka melek huruf untuk penduduk usia 15+ yang nyaris sempurna yaitu pada level 97,33 persen penduduk melek huruf. Keberhasilan pembangunan di suatu wilayah secara umum dapat dilihat dari perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang mencerminkan pencapaian pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. meskipun nilainya masih di bawah rata rata Bali, tahun 2010 selain mengalami peningkatan angka IPM Bangli juga meningkat secara peringkat yaitu dari peringkat 7 di tahun 2009 ke peringkat

97 4.1.7 Kawasan Perhatian Investasi Berdasarkan MP3EI Dalam dokumen MP3EI, Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara atau dikenal sebagai Koridor Ekonomi 5 (lima) memiliki tiga jenis kegiatan ekonomi utama, yaitu pariwisata, perikanan, dan peternakan, serta memiliki peran utama sebagai pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional. Pelaksanaan MP3EI selama 2 tahun, 23 KPI pada koridor ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu KPI Prioritas dan Non Prioritas, dimana pemilihan ini didasari atas jumlah proyek yang sudah validasi, nilai investasi pada KPI, dan merupakan proyek strategis nasional. Berdasarkan percepatan pembangunan kawasan industri di luar pulau jawa melalui pembangunan infrastruktur pendukung dalam kerangka MP3EI yang di laksanakan oleh Kementerian PU untuk Privinsi Bali kebijakan yang di ambil dapat dilihat pada Tabel 4 6. Industri Utama Pariwisata Tabel 4-6 Kebijakan Umum Pengembangan Koridor Ekonomi Provinsi Bali Strategi Ekonomi Meningkatkan jumlah kunjungan dan kualitas wisatawan melalui penyiapan obyek wisata yang lebih banyak dan lebih baik Arahan Pengembangan Infrastruktur PU Meningkatkan konektivitas antara pusat pusat ekonomi dengan obyek obyek pariwisata serta hubungannya dengan outlet (bandara, pelabuhan, dan pelabuhan laut antar pulau). Memperluas kapasitas jalan dan tingkat kenyamanan jalan menuju obyek utama pariwisata 4 11

98 Gambar 4-2 Kawasan Perhatian Investasi Provinsi Bali berdasarkan Infrastruktur PU Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara memiliki 4 (empat) infrastruktur pendukung utama, yaitu: Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali, Jalan Tol Nusa Dua I Gusti Ngurah Rai Benoa, Bandara Mbay NTT,dan Pelabuhan Tenau Kupang. Investasi hingga tahun 2014 pada sektor riil sendiri mencapai Rp. 110 Triliun dan investasi infrastruktur sekitar Rp. 63 Triliun, dimana Rp. 42 Triliun nilai investasi telah di groundbreaking. Kegiatan investasi pada KPI Prioritas Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara saat ini masih didominasi oleh investasi pada sektor pariwisata dan sektor lainnya (pertambangan). Adapun perkembangan pelaksanaan kegiatan investasi di 2 KPI Prioritas Provinsi Bali berdasarkan status terakhir (Maret tahun 2013) adalah sebagai berikut: 1. KPI Benoa (rencana reklamasi Teluk Benoa) Percepatan penerbitan Perda RTRW Kabupaten Badung untuk mengakomodasi investasi PT. Tirta Wahana Bali Internasional; 4 12

99 Percepatan penetapan rencana zonasi Kawasan Teluk Benoa oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan; Percepatan penerbitan izin pelaksanaan reklamasi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. 2. KPI Badung Kegiatan pengembangan sarana pariwisata Bali International Park (PT. Jimbaran Hijau) telah mendapatkan rekomendasi membangun kawasan dari Bupati Badung No /1070/Diparda pada tanggal 1 Maret 2013 (pengajuan permohonan sudah dilakukan sejak tahun 2011); Dokumen AMDAL sedang dalam proses pembahasan untuk mendapatkan rekomendasi AMDAL (target penerbitan rekomendasi AMDAL Mei 2013). KPI Status Terakhir (sekertariat KP3EI) 3 proyek KPI di Bali terdapat 2 di Kabupaten Buleleng sebesar Rp.10,5 triliun dan 1 di Kabupaten Badung senilai Rp. 4 triliun, KPI tersebut dapat di lihat pada Tabel 4 7. Tabel 4-7 Status Terakhir Proyek KPI di Provinsi Bali Potensi Sumber Daya Alam Tanaman Pangan Produktivitas tanaman pangan yang ada di Kabupaten Bangli yaitu meliputi Padi, Jagung, Ubi Kayu, Ubi Jalar, Kacang Tanah dan Kacang Kedelai, dimana jumlah produksi tanaman pangan Kabupaten Bangli mencapai ton, dan jumlah produksi tanaman pangan Kabupaten Bangli dengan jumlah produksi paling tinggi berada di 4 13

100 Kecamatan Kintamani mencapai Ton atau 31% dari jumlah produksi tanaman pangan Kabupaten Bangli, disusul dengan jumlah produksi tanaman pangan Kecamatan Bangli yaitu mencapai ton atau 28% dari jumlah produksi tanaman pangan Kabupaten Bangli. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah produksi tanaman pangan Kabupaten Bangli dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 4-8 Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Bangli Tahun 2011 Jumlah Produksi Tanaman Pangan (ton) Kecamatan Padi Jagung Ubi Kayu Ubi Kacang Kacang Total Jalar Tanah Kedelai SUSUT BANGLI TEMBUKU KINTAMANI Total Sumber : Kabupaten Bangli dalam Angka Tahun 2012 Berdasarkan Tabel diatas, diketahui jumlah produksi tanaman pangan terbesar di Kabupaten Bangli adalah jumlah produksi Ubi Jalar mencapai ton atau 35% dari jumlah produksi tanaman pangan Kabupaten Bangli, dimana Kecamatan yang memiliki produksi ubi jalar terbesar adalah Kecamatan Kintamani mencapai ton atau 51% dari jumlah produksi ubi jalar Kabupaten Bangli. Selain produksi ubi jalar yang dominan, Kabupaten Bangli juga memiliki hasil produksi padi yang cukup tinggi mencapai ton atau 31% dari jumlah produksi tanaman pangan di Kabupaten Bangli, dimana Kecamatan yang memiliki hasil produksi padi terbesar terdapat di Kecamatan Susut dan Kecamatan Bangli dengan besaran produksi masing masing Kecamatan mencapai ton atau 37% dari jumlah produksi padi Kabupaten Bangli. 4 14

101 Gambar 4-3 Peta Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Bangli 4 15

102

103 Untuk jumlah produksi tanaman pangan lainnya di Kabupaten Bangli tersebar di semua Kecamatan, dengan jumlah produksi jagung tertinggi terdapat di Kecamatan Kintamani mencapai ton, untuk jumlah produksi ubi kayu tertinggi terdapat di Kecamatan Tembuku mencapai ton, jumlah produksi kacang tanah tertinggi terdapat di Kecamatan Kintamani mencapai 792 ton dan jumlah produksi kacang kedelai tertinggi terdapat di Kecamatan Bangli mencapai 165 ton dari jumlah produksi kacanag kedelai Kabupaten Bangli Tanaman Buah-buahan Produktivitas tanaman buah buahan yang ada di Kabupaten Bangli yaitu meliputi Alpukat, Mangga, Rambutan, Jeruk, Manggis, Nangka, Durian, Jambu Biji, Sawo, Pepaya, Pisang, Nenas dan salak, dimana jumlah produksi tanaman buah buahan Kabupaten Bangli mencapai ton, dan jumlah produksi buah buahan Kabupaten Bangli terbesar berada di Kecamatan Kintamani dengan jumlah produksi mencapai ton atau 93,31% dari produksi buah buahan Kabupaten Bangli. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah produksi buah buahan Kabupaten Bangli dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 4-9 Produksi Tanaman Buah-Buahan Kabupaten Bangli Tahun 2011 Jenis Buah- Buahan Jumlah Produksi (ton) Susut Bangli Tembuku Kintamani Total Alpokat Mangga Rambutan Jeruk Manggis Nangka Durian Jambu Biji Sawo Pepaya Pisang Nenas Bangli Salak Total Sumber : Kabupaten Bangli dalam Angka Tahun

104 Gambar 4-4 Peta Produksi Tanaman Buah-Buahan Kabupaten Bangli 4 17

105

106 Berdasarkan Tabel diatas, diketahui jenis buah buahan di Kabupaten Bangli dengan jumlah produksi paling tinggi adalah produksi Jeruk mencapai ton atau 64,88% dari jumlah produksi buah buahan Kabupaten Bangli, dimana untuk jumlah produksi Jeruk paling tinggi berada di Kecamatan Kintamani dengan jumlah produksi mencapai ton atau 99,09% dari jumlah produksi jeruk di Kabupaten Bangli, kemudian disusul dengan jumlah produksi pisang yang mencapai ton atau 31% dari jumlah buah buahan Kabupaten Bangli, dengan jumlah produksi pisang paling tinggi masih berada di Kecamatan Kintamani mencapai ton atau 87% dari jumlah produksi pisang Kabupaten Bangli Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Produktivitas tanaman perkebunan rakyat yang ada di Kabupaten Bangli yaitu meliputi Kelapa, Kopi, Cengkeh, Panili, Kakao, Tembakau, Kencur dan Jahe, dimana jumlah produksi dari hasil perkebunan rakyat Kabupaten Bangli mencapai ton, dan jumlah produksi perkebunan paling tinggi berada di Kecamatan Tembuku mencapai ton atau 51% dari jumlah keseluruhan produksi perkebunan rakyat Kabupaten Bangli. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah produksi tanaman perkebunan rakyat Kabupaten Bangli dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 4-10 Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Kabupaten Bangli Tahun 2011 Jenis Buah- Jumlah Produksi (ton) Total Buahan Susut Bangli Tembuku Kintamani Kelapa Kopi Cengkeh Panili Kakao Tembakau Kencur Jahe Total Sumber : Kabupaten Bangli dalam Angka Tahun

107 Gambar 4-5 Peta Produksi Perkebunan Kabupaten Bangli 4 19

108

109 Berdasarkan Tabel diatas, diketahui jenis perkebunan rakyat di Kabupaten Bangli dengan jumlah produksi paling tinggi adalah produksi Kelapa mencapai ton atau 72% dari total produksi perkebunan di Kabupaten Bangli, dimana untuk jumlah produksi Kelapa paling tinggi berada di Kecamatan Tembuku dengan jumlah produksi mencapai ton atau 51% dari jumlah produksi kelapa Kabupaten Bangli, disusul dengan Kecamatan Susut mencapai ton atau 36% dari jumlah produksi kelapa Kabupaten Bangli. Kecamatan Kintamani memiliki jumlah produksi perkebunan rakyat paling rendah dibandingkan dengan jumlah produksi perkebunan di Kecamatan lain, yakni hanya 22 ton atau 1% dari total produksi pekebunan Kabupaten Bangli. Jumlah produksi tanaman perkebunan paling rendah adalah perkebunan panili, dengan jumlah produksi panili di Kabupaten Bangli hanya 1 ton, atau 1% dari total produksi perkebunan Kabupaten Bangli. Untuk jumlah produksi lainnya yaitu produksi kopi paling tinggi berada di Kecamatan Susut mencapai 73 ton, produksi Cengkeh tertinggi berada di Kecamatan Kintamani dengan jumlah produksi mecapai 19 ton, produksi Kakao tertinggi berada di Kecamatan Tembuku dengan jumlah produksi mencapai 99 ton, jumlah produksi Kencur tertinggi berada di Kecamatan Tembuku dengan jumlah produksi mencapai 391 ton, jumlah produksi Jahe tertinggi berada di Kecamatan Bangli dengan jumlah produksi mencapai 86 ton dari jumlah produksi Jahe di Kabupaten Bangli Tanaman Sayur-sayuran Produktivitas tanaman sayur sayuran yang ada di Kabupaten Bangli yaitu meliputi Bawang Merah, Bawang Putih, Kentang, Kubis, Sawi, Kacang Panjang, Cabai, Tomat, Terung dan Labu Siam, dimana jumlah produksi dari hasil perkebunan rakyat Kabupaten Bangli mencapai ton, dan jumlah produksi tanaman sayur sayuran paling tinggi berada di Kecamatan Kintamani mencapai ton atau 96% dari jumlah keseluruhan produksi tanaman sayur sayuran Kabupaten Bangli. 4 20

110 Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah produksi tanaman tanaman sayur sayuran Kabupaten Bangli dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 4-11 Produksi Tanaman Sayur-sayuran Kabupaten Bangli Tahun 2011 Jenis Tanaman Sayuran Jumlah Produksi (ton) Susut Bangli Tembuku Kintamani Total Bawang Merah Bawang Putih Kentang Kubis Sawi K. Panjang Cabai Tomat Terung Labu Siam Total Sumber : Kabupaten Bangli dalam Angka Tahun 2012 Berdasarkan Tabel diatas, diketahui jenis tanaman sayuran di Kabupaten Bangli dengan jumlah produksi paling tinggi adalah produksi Kubis mencapai ton atau 40% dari total produksi tanaman sayuran di Kabupaten Bangli, dimana untuk jumlah produksi Kubis paling tinggi berada di Kecamatan Kintamani dengan jumlah produksi mencapai ton atau hamper 100% dari jumlah produksi kubis Kabupaten Bangli, Kecamatan Bangli dan Kecamatan Susut memiliki jumlah produksi tanaman sayuran paling rendah dibandingkan dengan jumlah produksi tanaman sayuran di Kecamatan lain Populasi Ternak Populasi jumlah ternak yang ada di Kabupaten Bangli yaitu Sapi, Kambing, Babi dan Kuda, dimana jumlah populasi ternak Kabupaten Bangli mencapai ekor, dan jumlah populasi ternak Kabupaten Bangli paling tinggi berada di Kecamatan Kintamani, dengan jumlah populasi ternak mencapai ekor atau 45% dari jumlah populasi hewan ternak Kabupaten Bangli. 4 21

111 Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah populasi ternak Kabupaten Bangli dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 4-12 Populasi Ternak Kabupaten Bangli Tahun 2011 Kecamatan Jumlah Populasi Ternak (ekor) Sapi Kambing Babi Kuda Total Susut Bangli Tembuku Kintamani Total Sumber : Kabupaten Bangli dalam Angka Tahun 2012 Berdasarkan Tabel diatas, diketahui jumlah populasi ternak yang paling tinggi di Kabupaten Bangli adalah jumlah populasi ternak Sapi, yakni ekor atau 50% dari jumlah populasi ternak Kabupaten Bangli, dimana Kecamatan yang memiliki populasi ternak sapi tertinggi adalah Kecamatan Kintamani mencapai ekor atau 57% dari jumlah populasi sapi di Kabupaten Bangli. Selain populasi sapi yang dominan, Kabupaten Bangli juga memiliki populasi babi yang cukup tinggi mencapai ekor atau 41% dari jumlah populasi ternak di Kabupaten Bangli dimana Kecamatan yang memiliki populasi ternak babi tertinggi masih berada di Kecamatan Kintamani mencapai ekor atau 28% dari jumlah populasi babi di Kabupaten Bangli. Untuk populasi ternak lainnya di Kabupaten Bangli tersebar di semua Kecamatan, dengan jumlah populasi ternak kambing tertinggi terdapat di Kecamatan Kintamani mencapai ekor, sedangkan untuk jumlah populasi Kuda tertinggi terdapat di Kecamatan Bangli yang hanya mencapai 2 ekor. 4 22

112 Gambar 4-6 Peta Populasi Ternak Kabupaten Bangli 4 23

113

114 Populasi Unggas Populasi jumlah unggas yang ada di Kabupaten Bangli yaitu Ayam Broiler, Ayam Buras, Petelur, Itik Bali dan Itik Manila, dimana jumlah populasi unggas Kabupaten Bangli mencapai ekor, dan jumlah keseluruhan populasi unggas Kabupaten Bangli paling tinggi berada di Kecamatan Susut, dengan jumlah populasi unggas mencapai ekor atau 41% dari jumlah populasi unggas Kabupaten Bangli, disusul dengan Kecamatan Tembuku dengan jumlah populasi unggas mencapai ekor atau 16% dari jumlah populasi unggas Kabupaten Bangli. Kecamatan Tabel 4-13 Populasi Unggas Kabupaten Bangli Tahun 2011 Jumlah Populasi Unggas (ekor) Ayam Broiler Ayam Buras Petelur Itik Bali Itik Manila Total Susut Bangli Tembuku Kintamani Total Sumber : Kabupaten Bangli dalam Angka Tahun 2012 Jumlah populasi unggas yang paling tinggi di Kabupaten Bangli adalah jumlah populasi ayam broiler, yakni ekor atau 53% dari jumlah populasi unggas Kabupaten Bangli, dimana Kecamatan yang memiliki populasi ayam broiler tertinggi adalah Kecamatan Tembuku mencapai ekor atau 65% dari jumlah ayam broiler di Kabupaten Bangli, disusul dengan Kecamatan Susut yang mencapai ekor atau 27% dari jumlah populasi ayam broiler di Kabupaten Bangli. Untuk populasi unggas lainnya di Kabupaten Bangli tersebar di semua Kecamatan, dengan jumlah populasi Ayam buras tertinggi terapat di Kecamatan Kintamani dengan jumlah ayam buras mencapai ekor, jumlah populasi petelur tertinggi berada di Kecamatan Susut mencapai ekor, jumlah populasi itik bali tertinggi berada di Kecamatan Bangli mencapai ekor dan jumlah populasi itik manila tertinggi berada di Kecamatan Susut mencapai 499 ekor. 4 24

115 Gambar 4-7 Peta Populasi Unggas Kabupaten Bangli 4 25

116

117 4.2 Pola Aktivitas Dalam sistem perkotaan setiap tata guna lahan mempunyai beberapa ciri dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam perencanaannya, yang mengakibatkan lokasi berbagai kegiatan tidak berada dalam suatu kawasan, sehingga orang harus melakukan perjalanan untuk dapat melaksanakan kegiatannya. Akibatnya muncul berbagai pergerakan yang menggunakan jaringan transportasi. Pergerakan lalu lintas timbul karena adanya proses pemenuhan kebutuhan, pergerakan itu sendiri karena perbedaan sumber daya dan sistem aktivitas atau guna laha yang berbeda yang tentunya dapat menimbulkan bangkitan pergerakan dan akan menimbulkan tarikan pergerakan dalam proses pemenuhan kebutuhan. Sistem aktivitas, sistem trasnportasi dan sistem lalu lintas akan saling mempengaruhi. Perubahan pola sistem aktvitas akan mempengaruhi sistem transportasi melalui perubahan pada tingkat pelayanan sistem lalu lintas. Begitu pula perubahan pola sistem transportasi akan dapat mempengaruhi sistem aktivitas melalui pengingkatan mobilitas dan aksesibilitas dan sistem lalu lintas tersebut. Selain tata guna lahan, struktur ruang kota yang dikembangkan dan intensitas guna lahan perkotaan mempengaruhi pola aktivitas yang membentuk karakteristik pergerakan. Pusat pusat kegiatan yang dikembangkan di Kabupaten Bangli akan memeberikan kontribusi pola aktivitas penduduk Kabupaten Bangli. Wilayah sebagai simpul pembngkit pergerakan berdasarkan struktur ruang, pola ruang dan guna lahan Kabupaten bangli berada di kawasan perkotaan Bangli yang menjadi Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang terdiri dari 4 Kelurahan yaitu Keluarahan Cempaga, keluarahan Kawan, Kelurahan Kubu dan Kelurahan Bebalang. Pusat kegiatan lainnya yang menajdi simpul bangkitan pergerakan Kabupaten Bangli yaitu Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang berada di perkotaan Kintamani, berdasarkan penggunaan lahan sebagian besar penggunaan lahan Kecamatan Kintamani adalah 4 26

118 penggunaan lahan dengan aktivitas pertanian dan pariwisata. Kemudian untuk wilayah kegiatan pusat Pelayanan Kawasan terdiri atas kawasan perkotaan Susut, perkotaan Tembuku, Perkotaan Belantih Catur, dan kawasan perkotaan Kayuamba. 4.3 Kondisi Transportasi Kabupaten Bangli Jaringan Pelayanan A. Transportasi Darat Jumlah trayek angkutan umum di Kabupaten Bangli pada tahun 2012 sebanyak 9 trayek mobil penumpang umum. Tabel 4-14 Jumlah Pelayanan Angkutan Kota Tahun 2012 di Kabupaten Bangli No. Trayek dan Lintasan Panjang Trayek Jumlah Armada Mobil Penumpang Umum (Unit) I R O 1. Bangli Kubu Kintamani Bangli Kayuambua Kintamani Bangli Tembuku Bangbang Bangli Apuan Sala U U2 7, U B B2 7, Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Bangli, Jaringan Prasarana A. Jalan dan Jembatan Transportasi merupakan sarana yang penting dalam menunjang pembangunan terutama dalam mendukung kegiatan perekonomian. Sistem transportasi ditujukan pada mobilitas sumber daya baik penduduk maupun sumber daya lainnya yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi. Jalan sebagai salah satu sarana transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat. Jalan sebagai fasilitas umum sewajarnya menjadi konsentrasi pembangunan mengingat posisinya yang sangat vital. Panjang jalan di bangli terdiri dari 274,550 km jalan provinsi dan 551,20 km jalan kabupaten. 4 27

119 Jaringan jalan di kawasan perencanaan yang berfungsi sebagai jalan kolektor primer adalah ruas jalan Sribatu Penelokan Kubutambahan dengan kondisi yang cukup baik. Jaringan jalan lainnya berfungsi sebagai jalan kolektor primer juga adalah ruas jalan Kedewataan Payangan Batur, Ubud Tegallalang, Bubung bayung, Penelokan/ Suter, Menanga dan Kintamani Sangeh dengan kondisi yang cukup baik pula. Sedangkan jaringan jalan yang lainnya di wilayah perencanaan berfungsi sebagai jalan lokal, dengan kondisi sebagaian telah beraspal dan sebagian lainnya berupa jalan tanah. Dilihat dari status penanganan jalan bahwa sebagian besar ruas jalan yang ada di wilayah perencanaan adalah merupakan jalan provinsi. Adapun data data jalan provinsi di Kawasan Kintamani untuk ruas jalan lainnya adalah merupakan jalan status penanganan Kabupaten. Gambar 4-8 Peta Jaringan Trayek Angkutan Kabupaten Bangli 4 28

120 Tabel 4-16 Tabel 4-15 Kondisi Jalan Berdasarkan Kecamatan Di Kabupaten Bangli Kecamatan Baik Sedang Rusak 1. Susut 25,19 30,59 30,05 2. Bangli 63,21 10,31 5,34 3. Tembuku 19,61 28,71 42,71 4. Kintamani 89,87 111,76 92, Sumber: Kabupaten Bangli Dalam Angka, 2012 Panjang Jalan Provinsi dan Kabupaten Menurut Jenis Permukaan, Kondisi, Kelas Jalan Di Kabupaten Bangli Kondisi Jalan Jalan Provinsi (km) Jalan Kabupaten (km) I. Permukaan a.aspal b.kerikil c.tanah II. Kondisi a.baik b.sedang c.rusak d.rusak III. Kelas/Class a.kelas I b.kelas II Sumber: Kabupaten Bangli Dalam Angka, 2012 Kondisi jalan kabupaten dalam kondisi rusak sebanyak lebih dari 30% dari total panjang jalan. Upaya perbaikan jalan sebagai sarana transportasi penduduk dan pendukung laju perekonomian Kabupaten Bangli terus dilakukan namun tidak merubah kondisi secara signifikan. Bali merupakan provinsi yang secara luas dapat dikategorikan sangan kecil. Jarak antar ibukota kabupaten tidak melampaui 3 jam perjalanan. Jarak terjauh adalah antara Kabupaten Bangli dan Kabupaten Jembrana, sedangkan jarak Kabupaten Bangli menuju pusat pemerintahan Provinsi Bali hanya 40 km. 4 29

121 Tabel 4-17 Jembatan Dirinci Menurut Status Tahun 2011 Status Jembatan Baik Sedang Rusak Rusak Berat Jumlah Negara Provinsi Kabupaten D e s a Lainnya Jumlah: Sumber: Kabupaten Bangli Dalam Angka,

122 B. Kondisi Terminal Penumpang Umum Sektor perhubungan di Kabupaten Bangli ditunjukkan oleh peran angkutan umum, angkutan pribadi dan angkutan danau. Pemanfaatan angkutan umum di Kabupaten Bangli dilayani oleh keberadaan terminal. Dari segi perencanaan dan manajemen lalu lintas, terminal memiliki fungsi menata lalu lintas dan angkutan.selain itu serta menghindari kemacetan, sumber pemungutan retribusi dan sebagai pengendali angkutan umum. Kabupaten Bangli memiliki dua terminal satu terminal bertipe B dan satu terminal bertipe C. Terminal Tipe B yaitu terminal Bangli dengan luas 1, m2 serta Terminal Lokasrana dengan Tipe C di dengan luas m 2. Gambar 4-10 Kondisi Terminal Bangli Kabupaten Bangli C. Kondisi Dermaga Angkutan danau, di Kabupaten Bangli terdapat di Danau Batur yang didukung oleh keberadaan 4 unit dermaga. Dermaga Kedisan Mobilisasi Penduduk 4 32

123 Dermaga di Desa Trunyan Mobilisasi Penduduk Dermaga Kuburan Trunyan Mobilisasi penduduk dan pariwisata Dermaga Toya Bungkah Pariwisata Angkutan danau selain untuk melayani kebutuhan transportasi penduduk juga untuk angkutan pariwisata. Fasilitas dermaga di Kedisan kondisinya cukup baik, namun dermaga di Trunyan dan Toyabungkah kondisinya kurang baik. Dilihat dari fungsinya, fasilitas dermaga Kedisan dan Trunyan sebagian besar untuk kegiatan mobilisasi penduduk lokal di samping juga untuk kegiatan pariwisata. Sedangkan dermaga Toyabungkah, pemanfaatannya dominan untuk kegiatan pariwisata. D. Bangkitan dan Distribusi Arus Barang/Penumpang Sistem Zona Kabupaten Bangli terdiri dari 4 kecamatan, pembagian zona dalam studi ini menggunakan batas wilayah administrasi kecamatan. Zona studi dibatasi oleh garis kordon yang merupakan batas wilayah administrasi Kabupaten Bangli. Pembagian zona internal dan eksternal wilayah studi dapat dilihat pada Tabel Zona eksternal dalam studi ini terdapat pada gerbang yang menghubungkan daerah studi. Lima lokasi gerbang (cordon) yang menghubungkan daerah studi dengan daerah luar diantaranya, Gerbang Buleleng, Gerbang Badung, Gerbang Karang Asem, Gerbang Gianyar, dan Gerbang Klungkung. Tabel 4-18 Zona Pembagian Zona Internal di Kabupaten Bangli Kintamani Susut Bangli Tembuku Nama Gerbang Buleleng Gerbang Badung Gerbang Karang Asem Gerbang Gianyar Gerbang Klungkung Lingkup Zona Zona Internal Zona Eksternal 4 33

124 Model Jaringan Jalan Model jaringan jalan yang ditinjau sebagai supplai jaringan jalan di Kabupaten Bangli. Hubungan sistem jaringan jalan ke setiap zona diwakili oleh centroid, dimana centroid ini merupakan Pusat Pelayanan Kawasan di tiap kecamatan dengan centroid connector berupa ruas jalan maya yang hanya dihadirkan untuk keperluan pemodelan transportasi dengan alat bantu/software pemodelan. Gambaran jaringan transportasi di Kabupaten Bangli digambarkan pada Gambar Gambar 4-11 Sistem Zona untuk Prediksi Kebutuhan Pergerakan Kabupaten Bangli 4 34

125 Gambar 4-12 Model Jaringan Transportasi Kabupaten Bangli Matriks Asal Tujuan Matriks asal tujuan dibentuk berdasarkan hasil survey OD di Kabupaten Bangli. Diharapkan matriks tersebut dapat merepresentasikan banyaknya pergerakan di Kabupaten Bangli yang menjadi wilayah tinjauan studi. Matriks tersebut di konversikan kedalam smp/jam. Matriks Asal Tujuan tahun dasar 2013 untuk Kabupaten Bangli dapat dilihat dalam Tabel 4 19 untuk keperluan pola perjalanan (desire line) dapat dilihat pada Gambar

126 Tabel 4-19 Matriks Asal Tujuan Perjalanan Kabupaten Bangli Tahun ,00 37,00 38,00 30,00 240,00 107,00 94,00 106,00 35, ,00 0,00 113,00 35,00 25,00 22,00 24,00 43,00 38, ,00 113,00 0,00 49,00 27,00 17,00 29,00 38,00 54, ,00 35,00 49,00 0,00 19,00 12,00 79,00 27,00 29, ,00 24,00 27,00 19,00 0,00 85,00 48,00 50,00 30, ,00 22,00 17,00 12,00 85,00 0,00 26,00 37,00 24, ,00 24,00 29,00 78,00 48,00 26,00 0,00 30,00 26, ,00 43,00 38,00 27,00 50,00 37,00 30,00 0,00 27, ,00 37,00 57,00 30,00 31,00 25,00 25,00 26,00 0,00 Tabel 4-20 Matriks Waktu Tempuh Perjalanan Kabupaten Bangli Tahun ,00 24,98 42,43 49,94 33,09 43,78 28,34 23,43 61, ,98 0,00 21,26 30,73 54,67 65,36 34,87 8,50 39, ,43 21,26 0,00 11,45 72,12 82,81 25,52 29,10 19, ,94 30,73 11,45 0,00 79,63 90,32 14,51 38,57 30, ,09 54,67 72,12 79,63 0,00 45,88 58,03 53,13 90, ,78 65,36 82,81 90,32 45,88 0,00 68,72 63,82 101, ,34 34,87 25,52 14,51 58,03 68,72 0,00 37,73 44, ,43 8,50 29,10 38,57 53,13 63,82 37,73 0,00 46, ,19 39,14 19,33 30,22 90,89 101,58 44,28 46,98 0,

127 Gambar 4-13 Desire Line Kabupaten Bangli Kinerja Pelayanan Transportasi A. Tingkat Resiko Kecelakaan Tingkat kecelakaan yang menyebabkan meninggal dunia di Kabupaten Bangli meningkat dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 dengan rata rata korban meninggal dunia sebanyak 17 orang per tahun. Dengan jumlah rata rata korban luka berat sebesar 27 orang per tahun dan luka ringan sebesar 39 orang per tahun. Pada data tahun 2012 tingkat kecelakaan yang menyebabkan meninggal dunia didominasi 4 37

128 oleh jenis kecelakaan yang melibatkan sepeda motor dengan jumlah korban meninggal dunia sebanyak 16 orang. Tingkat resiko kecelakaan ditunjukkan pada Tabel 4 21 dan Jumlah kecelakaan dan akibat yang disebabkan pada tahun 2012 ditunjukkan pada Tabel Tabel 4-21 Tingkat Resiko Kecelakaan No. Korban Kecelakaan Jumlah Korban Rata-rata 1. Meninggal Dunia Luka Berat Luka Ringan Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Bangli, 2013 Tabel 4-22 Jumlah kecelakaan dan akibat yang disebabkan pada tahun 2012 Jumlah Kecelakaan Akibat Kecelakaan No. Jenis Kecelakaan Meninggal Luka Dunia Berat 1. Mobil Pribadi x Sepeda Motor Mobil Kendaraan Umum x Truk Mobil Kendaraan Umum x Sepeda Motor Truk x Sepeda Motor Truk Kecelakaan Sendiri Bis x Sepeda Motor Sepeda Motor x Sepeda Motor Sepeda Motor Kecelakaan Sendiri Jumlah Kejadian Kecelakaan Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Bangli, 2013 Luka Ringan B. Pencapaian SPM Jaringan Jalan Dalam penyediaan jaringan jalan terdapat terminologi mengenai SPM (Standar Pelayanan Minimum) yang merupakan batasan di mana daerah harus menyediakan kuantitas dan kualitas jaringan jalan sesuai dengan besaran tertentu. Pada Tabel 4 23 disajikan nilai indeks aksesibilitas dan indeks mobilitas penyediaan jaringan jalan di setiap Kabupaten Bangli, panjang jalan total dalam tabel tersebut terdiri dari Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten. 4 38

129 Kabupaten Tabel 4-23 Luas (km 2 ) Indeks Aksesibilitas dan Indeks Mobilitas Kabupaten Bangli Berdasarkan SPM Jalan Penduduk 2011 (jiwa) Kepadatan penduduk Panjang jalan PDRB Perkapita Indeks aksesibilitas (km/km 2 ) Indeks mobilitas (km/1000 pdd) (jiwa/km 2 ) (km) (Juta) Eks Min + / - Eks Min + / - Bangli , Berdasarkan indeks mobilitas dan indeks aksesibilitas Kabupaten Bangli sudah memenuhi syarat minimum yang dikeluarkan smp jalan. Sehingga Kebutuhan panjang jalan sudah terpenuhi agar semua daerah terhubung oleh jalan. C. Pencapaian SPM Kondisi Ruas Jalan Dalam Tabel 4 24 berikut disampaikan resume pencapaian SPM ruas jalan untuk kabupaten Bangli. SPM kondisi ruas jalan diharapkan minimal berada di dalam kondisi sedang. Dari sisi kualitas perkerasan jalan (baik, rusak, sedang) data Tahun 2011 menunjukkan bahwa pada kabupaten Bangli kondisi rusak mencapai 31,13%. Tabel 4-24 Panjang Jalan menurut Kondisi Tahun 2011 dalam km Kondisi Kondisi Jalan (km) Kota Rusak Baik Sedang Rusak (%) Bangli D. Kendaraan di Kabupaten Bangli Komposisi kendaraan bermotor pada tahun 2011 didominasi oleh sepeda motor sebesar unit. Komposisi ini menunjukkan ketergantungan terhadap pemanfaatan sepeda motor semakin tinggi yang dapat dilihat tiap tahunnya mengalami peningkatan. Data lebih jelasnya komposisi tiap golongan kendaraan dapat dilihat pada Tabel

130 Tabel 4-25 Banyaknya Kendaraan Bermotor Menurut Jenisnya yang Terdaftar Bulan Truck Bus Jeep Sedan Sepeda Motor Jumlah 1. Januari Pebruari Maret April Mei , Juni Juli Augustus September Oktober November Desember Total Sumber: Kabupaten Bangli Dalam Angka, 2012 Jumlah armada angkutan umum pada tahun 2011 berjumlah 844 dengan jumlah 231 unit angkutan penumpang, 586 unit angkutan barang dan 27 unit angkutan danau. Sedangkan untuk angkutan tidak umum berjumlah unit dengan didominasi oleh angkutan barang sebesar unit. Berdasarkan Tabel 4 26 jumlah seluruh angkutan yang beroperasi di Kabupaten Bangli sebanyak unit. Tabel 4-26 Banyaknya Sarana Angkutan Menurut Jenisnya Tahun 2011 Jenis Angkutan Umum Tidak Umum Jumlah 1. Angkutan Penumpang Angkutan Barang Angkutan Danau Jumlah Sumber: Kabupaten Bangli Dalam Angka, 2012 E. Kinerja Jaringan Jalan Analisis kinerja jaringan jalan terdiri dari V/C ratio dan kecepatan tiap ruas jalan. Beberapa kinerja Ruas jalan di Kabupaten Bangli dapat dilihat pada Tabel

131 Awal Node Akhir Tabel 4-27 Kinerja Ruas Jalan di Kabupaten Bangli Tahun 2013 Panjang Nama Ruas Kapasitas Volume (smp/jam) Waktu Tempuh) V/C Kecepatan (km/jam) ,96 Abangtudinding Pempatan ,00 6,70 0,25 35, ,96 Batur Tengah Abangtudinding ,00 8,39 0,25 35, ,19 Batur Tengah Sekardadi ,00 0,32 0,41 35, ,23 Besakih ,00 0,38 0,25 35, ,10 Gunung Batur ,00 8,77 0,58 34, ,94 Kayu Ambua ,00 15,11 0,13 35, ,23 Kusuma Yudha ,56 20,66 0,24 35, ,44 Merdeka ,00 5,82 0,29 35, ,29 Nusantara ,33 32,64 0,31 35, ,91 Raya Kintamani ,67 22,69 0,70 34, ,44 Raya Panaelokan ,33 7,77 0,57 34, ,01 Tirta ,00 5,10 0,15 35, ,63 Airlangga ,00 9,27 0,29 29, ,80 Bayunggede Sekardadi ,00 3,61 0,03 30, ,94 Besakih Tembuku ,00 7,87 0,15 30, ,83 Catur Daup ,00 17,72 0,38 29, ,09 Catur Pelaga ,00 10,19 0,38 29, ,13 Raya Pujung ,00 14,27 0,24 29, ,76 Ngurah Rai ,00 2,64 0,08 40, ,04 Tiga Kubu ,00 9,68 0,08 25, ,07 Teruna Pengesahan ,00 4,98 0,41 24,90 Nilai Min 0,03 24,90 Nilai Max 0,70 40,00 Nilai Standar Deviasi 0,17 3,85 Nilai Rata rata 0,29 32,99 F. Tarif Angkutan Umum Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Bangli melakukan penyesuaian tarif angkutan umum di Kabupaten Bangli sebesar 25 persen dari tarif sebelumnya. Keputusan penyesuaian tarif angkutan umum ini terealisasi setelah pertemuan antara Dinas Perhubungan KOMINFO Kabupaten Bangli, Organda Bangli dengan Komisi III DPRD Bangli. Sebelumnya tarif angkutan umum Bangli Kintamani sebesar Rp 6.000, jika dinaikkan sekitar 25 persen maka menjadi sebesar Rp

132 Angkutan umum untuk wilayah kabupaten Bangli yang memiliki trayek tetap adalah Bangli Kubu Kintamani, Bangli Kayuambua Kintamani, Bangli Tembuku Bangbang dan Bangli Apuan Sala. Trayek Bangli Kubu Kintamani dan Bangli Kayuambua Kintamani memiliki panjang trayek atau panjang perjalanan terjauh yaitu sepanjang 30 km dengan tarif moda Rp maka besaran tarif per km nya yaitu sebesar Rp per km. Sedangkan untuk Trayek Bangli Tembuku Bangbang memiliki panjang trayek sepanjang 10 km dengan tarif moda Rp maka besaran tarif per km nya yaitu sebesar Rp. 500 per km. Pada Trayek Bangli Apuan Sala memiliki panjang trayek sepanjang 9 km dengan tarif moda Rp maka besaran tarif per km nya yaitu sebesar Rp. 388 per km. Tarif baru angkutan umum sangat membebani masyarakat dan berakibat pada sepinya penumpang karena saat ini masyarakat sudah banyak yang memiliki sepeda motor dan kendaraan pribadi lainnya. G. Faktor Muat Angkutan Umum Faktor muat merupakan perbandingan antara permintaan penumpang dengan kapasitas tempat duduk angkutan tiap trayek. Faktor muat untuk angkutan kota dapat dilihat pada Tabel Tabel 4-28 Load Factor Trayek Angkutan Umum Load Factor (%) No. Trayek dan Lintasan Tidak Sibuk Sibuk Rata-rata 1. Bangli Kubu Kintamani ,5 2. Bangli Kayuambua Kintamani Bangli Tembuku Bangbang Bangli Apuan Sala Rata rata 34,16 Rata rata load factor dari 4 trayek angkutan umum yang masih beroperasi saat ini di Kabupaten Bangli adalah 34,16%. Angkutan umum tersebut merupakan 4 42

133 penggambaran bahwa setiap satu trip angkot hanya terisi sekitar 1/3 dari kapasitas angkutan umum yang tersedia. Dapat disimpulkan bahwa permintaan penumpang angkutan umum sangat sedikit. H. Waktu Perjalanan Angkutan Umum Waktu perjalan adalah waktu yang diperlukan angkutan umum untuk melakukan perjalanan dari tempat asal ke tempat tujuan. Waktu perjalanan dan panjang trayek angkutan umum di Kabupaten Bangli dapat dilihat pada Tabel Tabel 4-29 Waktu Perjalanan dan Panjang Trayek Angkutan Kota No. Trayek dan Lintasan Lama Perjalanan Per Rit (menit/rit) Sibuk Tidak Sibuk Rata-rata Panjang Trayek 1. Bangli Kubu Kintamani Bangli Kayuambua Kintamani , Bangli Tembuku Bangbang Bangli Apuan Sala Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Bangli, 2013 I. Kepadatan Rute Angkutan Umum Kepadatan rute adalah rasio panjang yang dilalui angkutan umum terhadap luas area yang dilayani oleh angkutan umum. Nilai kepadatan rute menurut Giannopoulos merupakan umuran tingkat cakupan layanan angkutan umum. Nilainya bisa ditetapkan berdasarkan kepadatan penduduk yang merupakan angka indikatif, seperti dapat dilihat pada Tabel Tabel 4-30 Kepadatan Penduduk (org/km 2 ) > < 750 Sumber: Tamin, 2000 Tingkat Kepadatan Rute Kepadatan Rute (Km rute/km 2 luas area) 2,5 2,0 1,65 1,25 1,00 0,60 0,

134 Tabel 4-31 Kepadatan Rute Angkutan Umum Kabupaten Bangli Luas Wilayah (km 2 ) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) Panjang Rute Kepadatan Rute (km/km 2 ) Syarat Min Kekurangan Panjang (km) 520, Panjang rute eksisting yang masih aktif di Kabupaten Bangli adalah 79 km dengan kepadatan rute per luas wilayah sebesar 0,15. Syarat minimum kepadatan rute per luas wilayah sebesar adalah 0,3 sehingga Kabupaten Bangli memiliki kekurangan panjang rute angkutan umum sepanjang 77,24 km. 4 44

135 BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5.1 Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kabupaten Bangli Rencana Struktur Ruang Rencana struktur ruang wilayah kabupaten merupakan kerangka tata ruang wilayah kabupaten yang tersusun atas konstelasi pusat pusat kegiatan yang berhierarki satu sama lain yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten terutama jaringan transportasi. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten berfungsi: Sebagai arahan pembentuk sistem pusat kegiatan wilayah kabupaten yang memberikan layanan bagi kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan di sekitarnya yang berada dalam wilayah kabupaten; dan Sistem perletakan jaringan prasarana wilayah yang menunjang keterkaitannya serta memberikan layanan bagi fungsi kegiatan yang ada dalam wilayah kabupaten, terutama pada pusat pusat perkotaan dan perdesaan yang ada. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Bangli, mencakup: a. Sistem perkotaan yang berkaitan dengan kawasan perdesaan meliputi sistem perkotaan dan sistem perdesaan; dan b. Sistem jaringan prasarana wilayah, mencakup sistem jaringan transportasi sebagai sistem jaringan prasarana utama beserta sistem jaringan prasarana wilayah lainnya (sistem jaringan energi, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air dan sistem jaringan prasarana lingkungan). 5 1

136 Sistem Perkotaan Wilayah Sistem Perkotaan Berdasarkan Fungsi Kota Secara nasional, pusat kegiatan di wilayah kabupaten merupakan simpul pelayanan sosial, budaya, ekonomi, dan/atau pemerintahan yang ada di wilayah kabupaten, terdiri atas: 1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi; 2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota; 3. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan; 4. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa; dan 5. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. 5 2

137 Gambar 5-1 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Bangli 5 3

138

139 Penetapan sistem perkotaan tersebut di atas, sesuai dengan kondisi di Provinsi Bali yang telah dituangkan dalam Perda RTRWP Bali adalah : a. PKN terdiri dari Kawasan Perkotaan Denpasar Badung Gianyar Tabanan (Sarbagita) atau Kawasan Metropolitan Sarbagita; b. PKW terdiri dari Kawasan Perkotaan Singaraja, Kawasan Perkotaan Semarapura dan Kawasa Perkotaan Negara; c. PKL terdiri dari Kawasan Perkotaan Bangli, Kawasan Perkotaan Amlapura, dan Kawasan Perkotaan Seririt; dan d. Kawasan perkotaan yang berfungsi PPK dan pusat pusat pelayanan kawasan perdesaan berupa Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Pusat pelayanan lingkungan (PPL) adalah pusat pelayanan pada kawasan perdesaan yaitu desa desa atau kumpulan beberapa desa sebagai pusat pelayanan antar desa yang merupakan hirarki pusat pelayanan di bawah kawasan perkotaan yang menjadi pengintegrasi pelayanan kawasan perkotaan di kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya. Kriteria kawasan perkotaan yang berfungsi PKL : kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri barang dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan/atau kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai ibukota kabupaten atau ibukota kecamatan di luar kawasan perkotaan yang berfungsi PKN dan PKW. Kriteria kawasan perkotaan yang berfungsi PPK : kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri barang dan jasa yang melayani skala kecamatan atau sebagian wilayah kecamatan; 5 4

140 kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kecamatan; kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai ibukota kecamatan; dan kawasan perkotaan yang berfungsi pelayanan khusus seperti kota pelabuhan dan pusat kegiatan pariwisata. Berdasarkan krireria di atas, maka sistem perkotaan berdasarkan fungsi di Kabupaten Bangli, diuraikan pada terdiri atas : 1. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan Bangli, seluas kurang lebih (seribu sembilan ratus tiga puluh enam) ha, yang terdiri dari 4 kelurahan yaitu : Kelurahan Cempaga, Kelurahan Kawan, Kelurahan Kubu, dan Kelurahan Bebalang; dan 2. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) adalah kawasan perkotaan Kintamani, seluas kurang lebih (empat ribu tujuh ratus tiga puluh tiga) ha, yang terdiri Desa Kintamani, Desa Batur Selatan, Desa Batur Tengah, Desa Batur Utara dan Desa Bayunggede. Tabel 5-1 Sistem Perkotaan Berdasarkan Fungsi di Provinsi Bali No Fungsi Kota Nama Kota Keterangan 1 PKN Kawasan Perkotaan Denpasar Badung Gianyar Tabanan (Sarbagita) 2 PKW Kawasan Perkotaan Singaraja Kawasan Perkotaan Semarapura 3 PKL Kawasan perkotaan Negara Kawasan perkotaan Bangli Kawasan perkotaan Amlapura Kawasan perkotaan Seririt Sumber : Perda No. 16 Tahun 2009 tentang RTRWP Bali, Tahun Kawasan Strategis Nasional (KSN) Kawasan Strategis Provinsi (KSP) Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) 3. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) terdiri atas : a. Kawasan Perkotaan Susut, seluas kurang lebih (dua ribu tiga puluh sembilan) ha, meliputi Desa Sulahan, Desa Susut dan Desa Selat; b. Kawasan Perkotaan Tembuku, seluas kurang lebih (seribu lima ratus) ha, meliputi Desa Tembuku dan Desa Jehem; 5 5

141 c. Kawasan perkotaan Belantih Catur, seluas kurang lebih (tiga ribu tiga ratus sembilan puluh satu) ha, meliputi Desa Catur, Desa Belantih, Desa Belanga, Desa Binyan, Desa Mengani, Desa Batukaang, Desa Pengejaran dan Desa Daup; dan d. Kawasan perkotaan Kayuamba, seluas kurang lebih (seribu lima ratus tujuh puluh empat) ha, meliputi Desa Tiga dan Desa Pengelumbaran. 4. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) terdiri atas : a. PPL Dausa melayani kawasan perdesaan Desa Dausa, Desa Selulung, Desa Satra, Desa Bantang, dan Desa Kutuh; b. PPL Sukawana melayani kawasan perdesaan Desa Sukawana, Desa Siakin, Desa Subaya, Desa Pinggan, dan Desa Belandingan; c. PPL Manikliyu melayani kawasan perdesaan Desa Manikliyu, Desa Langgahan, Desa Lembean, dan Desa Bayung Cerik; d. PPL Bunutin melayani kawasan perdesaan Desa Bunutin, Desa Ulian, Desa Gunungbau, Desa Awan, dan Desa Serahi: e. PPL Katung melayani kawasan perdesaan Desa Katung, Desa Banua, Desa Mangguh, Desa Belancan, Desa Bonyoh, dan Desa Abuan; f. PPL Kedisan melayani kawasan perdesaan Desa Kedisan, Sebagian Desa Trunyan, sebagian Desa Abangbatudinding, dan Desa Buahan; g. PPL Sekardadi melayani kawasan perdesaan Desa Sekardadi dan Desa Sekaan; h. PPL Songan melayani kawasan perdesaan Desa Songan A dan Songan B; i. PPL Suter melayani kawasan perdesaan Desa Suter, Desa Abangsongan, Sebagian Desa Trunyan,dan sebagian Desa Abangbatudinding; j. PPL Pengotan melayani kawasan perdesaan Desa Pengotan, Desa Kayubihi, dan Desa Landih; k. PPL Taman Bali melayani kawasan perdesaan Desa Taman Bali dan Desa Bunutin; l. PPL Abuan melayani kawasan perdesaan Desa Abuan, Desa Demulih dan Desa Apuan; dan 5 6

142 m. PPL Yangapi melayani kawasan perdesaan Desa Yangapi, Desa Peninjoan, Desa Bangbang dan Desa Undisan. Tabel 5-2 Sistem Perkotaan Berdasarkan Fungsi di Kabupaten Bangli No Fungsi Kota Nama Kota Cakupan Wilayah Keterangan 1 PKL Kawasan Kelurahan Kubu, Kelurahan Cempaga, Kawasan Strategis Perkotaan Bangli Kelurahan Kawan dan Kelurahan Kabupaten (KSK) Bebalang 2 PKL Kawasan Desa Kintamani, Batur Selatan, Batur Kawasan Strategis Promosi Perkotaan Kintamani Tengah, Desa Batur Utara dan Desa Bayunggede Provinsi (KSP) 3 PPK Kawasan Desa Susut, Desa Sulahan, dan Desa Kawasan Strategis Perkotaan Susut Selat. Kabupaten (KSK) Kawasan Desa Tembuku dan Desa Jehem Kawasan Strategis Perkotaan Kabupaten (KSK) Tembuku Kawasan Perkotaan Catur Desa Catur, Desa Belantih, Desa Belanga, Desa Binyan, Desa Mengani, Kawasan Kabupaten Strategis Desa Batukaang, Desa Pengejaran, Kawasan Perkotaan Kayuamba dan Desa Daup. Desa Tiga dan Desa Pengelumbaran. Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) 4 PPL PPL Dausa Desa Dausa, Desa Selulung, Desa Satra, Desa Bantang dan Desa Kutuh PPL Sukawana Desa Sukawana, Desa Siakin, Desa Subaya, Desa Pinggan, dan Desa Belandingan PPL Manikliyu Desa Manikliyu, Desa Langgahan, Desa Lembean, dan Desa Bayung Cerik PPL Bunutin Desa Bunutin, Desa Ulian, Desa Gunung Bau, Desa Awan, dan Desa Serahi. PPL Katung Desa Katung, Desa Banua, Desa Mangguh, Desa Belancan, Desa Bonyoh, dan Desa Abuan. PPL Sekardadi Desa Sekardadi dan Desa Sekaan PPL Kedisan Desa Kedisan, Sebagian Desa Truyan, Sebagian Desa Abangbatudinding, dan Desa Buahan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) PPL Songan Desa Songan A dan Songan B Kawasan Strategis Provinsi (KSP) PPL Suter Desa Suter, Desa Abangsongan, Kawasan Strategis Sebagian Desa Trunyan, dan Provinsi (KSP) Sebagian Desa Abangbatudinding. PPL Pengotan Desa Pengotan, Desa Kayubihi, dan Desa Landih, PPL Taman Bali Desa Taman Bali dan Desa Bunutin PPL Yangapi Desa Yangapi, Desa Peninjoan, Desa Bangbang dan Desa Undisan PPL Abuan Desa Abuan, Desa Demulih dan Desa Apuan Sumber : RTRW Kabupaten Bangli, Tahun

143 Gambar 5-2 Sistem Perkotaan Berdasarkan Fungsi 5 8

144

145 Sistem Perdesaan Kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kebijakan dan strategi pengembangan yang telah diuraikan pada bagian Kebijakan dan strategi adalah pengembangan sistem perkotaan yang terintegrasi dengan kawasan perdesaan yang dilayaninya dengan : 1. Meningkatkan keterkaitan sistem perkotaan dengan kawasan perdesaan (urban-rural linkage); dan 2. Mengembangkan pusat pusat pertumbuhan terpadu antar desa dan kawasan agropolitan yang terintegrasi dengan sistem perkotaan. Untuk mewujudkan kebijakan dan strategi tersebut, maka sistem perdesaan, dilaksanakan melalui: a. Pengembangan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) sebagai pusat permukiman dan kegiatan sosial ekonomi yang melayani kegiatan skala antar desa; b. Pengembangan Kawasan Agropolitan yang mendorong tumbuhnya kota pertanian melalui berjalannya sistem dan usaha agribisnis untuk melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya; c. Peningkatan keterpaduan sistem pelayanan perdesaan dengan sistem pelayanan perkotaan; d. Pemberdayaan masyarakat kawasan perdesaan; e. Pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya; f. Konservasi sumber daya alam; g. Pelestarian warisan budaya lokal; h. Pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan dan ketahanan budaya; dan 5 9

146 i. Penjagaan keseimbangan pembangunan antara kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan. Kawasan perdesaan, ditetapkan dengan kriteria memiliki fungsi kegiatan utama budidaya pertanian dan lebih dari 75% mata pencaharian penduduknya di sektor pertanian atau sektor primer. Kriteria penetapan PPL adalah : a. Memiliki jumlah penduduk paling sedikit (lima ribu) jiwa sampai dengan (dua puluh ribu) jiwa; b. Memiliki fasilitas pelayanan untuk pelayanan beberapa desa seperti pasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, puskesmas, lapangan umum atau fasilitas umum lainnya; dan c. Memiliki simpul jaringan transportasi antar desa maupun antar kawasan perkotaan terdekat. Kriteria Kawasan Agropolitan adalah : a. Merupakan kota pertanian untuk melayani desa desa sentra produksi pertanian yang ada disekitarnya, dengan batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administratif pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi kawasan yang ada; b. sebagian besar kegiatan masyarakat di dominasi kegiatan pertanian dan atau agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan terintegrasi; dan c. memiliki prasarana dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis khususnya pangan, seperti : jalan, sarana irigasi/pengairan, sumber air baku, pasar, terminal penumpang, terminal agribisnis, jaringan telekomunikasi, fasilitas perbankan, pusat informasi pengembangan agribisnis, sarana produksi pengolahan hasil pertanian, fasilitas umum dan fasilitas sosial lainnya. 5 10

147 Penetapan PPL di Kabupaten Bangli adalah : 1. PPL Dausa 2. PPL Sukawana 3. PPL Manikliyu 4. PPL Bunutin 5. PPL Katung 6. PPL Kedisan 7. PPL Sekardadi 8. PPL Songan 9. PPL Suter 10. PPL Pengotan 11. PPL Taman Bali 12. PPL Abuan 13. PPL Yangapi Sedangkan penetapan Kawasan Agroplitan di Kabupaten Bangli adalah sesuai dengan penetepan Kawasan Agropolitan yang telah ditetapkan di Provinsi Bali dan Kawasan Agropolitan Promosi yaitu : 1. Kawasan Agropolitan Kawasan Catur; 2. Kawasan Agropolitan Promosi Songan; dan 3. Kawasan Agropolitan Promosi Tiga Pengelumbaran Rencana Pola Ruang Kabupaten Bangli Rencana pola ruang wilayah kabupaten merupakan rencana distribusi peruntukan ruang dalam wilayah kabupaten yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budidaya. Rencana pola ruang wilayah kabupaten berfungsi: a. Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah kabupaten; 5 11

148 b. Mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang; c. Sebagai dasar penyusunan indikasi program pembangunan; dan d. Sebagai dasar pemberian izin pemanfaatan ruang pada wilayah kabupaten. Rencana pola ruang wilayah kabupaten dirumuskan berdasarkan: a. Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten; b. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah kabupaten; c. Kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan lingkungan;dan d. Ketentuan peraturan perundang undangan terkait. Rencana pola ruang wilayah kabupaten Bangli merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRWN, RTRWP Bali, RTRW Kabupaten Berbatasan yang telah ada beserta rencana rinci yang telah ada, terdiri dari Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Hirarki fungsi ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya di Kabupaten Bangli terdiri dari : A. KAWASAN LINDUNG a. Kawasan Hutan Lindung b. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya; c. Kawasan perlindungan setempat 1. Kawasan suci (kawasan gunung, kawasan danau, kawasan campuhan); 2. Kawasan tempat suci (radius kesucian kawasan pura Sad Kahyangan, radius kesucian kawasan pura Dang Kahyangan dan Kahyangan Jagat, dan radius kesucian kawasan pura Kahyangan Tiga); 3. Kawasan sempadan sungai; 4. Kawasan sempadan jurang; 5. Kawasan sekitar danau; dan 6. Ruang terbuka hijau kota. d. Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya 1. Kawasan taman wisata alam dan 5 12

149 2. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. e. Kawasan rawan bencana alam 3. Kawasan rawan tanah longsor; dan 4. Kawasan rawan banjir. f. Kawasan lindung geologi. 5. Kawasan cagar alam geologi; 6. Kawasan rawan bencana alam geologi (kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan gerakan tanah, Kawasan rawan yang terletak di zona patahan aktif dan kawasan rawan bahaya gas beracun); dan 7. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah (kawasan imbuhan air tanah dan sempadan mata air) g. Kawasan lindung lainnya. Kawasan perlindungan plasma nutfah; B. KAWASAN BUDIDAYA a. Kawasan peruntukan hutan produksi; 1. Kawasan Hutan Produksi terbatas; dan 2. Kawasan Hutan Rakyat b. Kawasan peruntukan pertanian; 1. kawasan peruntukan pertanian lahan basah; 2. kawasan peruntukan pertanian lahan kering; dan 3. kawasan peruntukan pertanian hortikultura. c. Kawasan peruntukan perkebunan; d. Kawasan peruntukan perikanan; e. Kawasan peruntukan peternakan; f. Kawasan peruntukan industri; g. Kawasan peruntukan pariwisata; 1. Daya Tarik Wisata Khusus (DTWK); dan 2. Daya Tarik Wisata (DTW). h. Kawasan peruntukan permukiman; dan/atau 1. permukiman perkotaan; dan 2. permukiman perdesaan. i. Kawasan peruntukan pertambangan; dan j. Kawasan pertahanan dan keamanan. 5 13

150 Gambar 5-3 Peta Rencana Pola Ruang 5 14

151

152

153

154 5.1.3 Kawasan Strategis Kabupaten Bangli Kawasan strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Dalam penjelasan pasal 5 ayat 5 UU No. 26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa kawasan strategis merupakan kawasan yang didalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap: a. Tata ruang di wilayah sekitarnya b. Kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya; c. Peningkatan kesejahteraan masyarakat. Penetapan kawasan strategis kabupaten dilakukan berdasarkan kepentingan: a. pertumbuhan ekonomi; b. sosial dan budaya Bali; dan c. fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Kriteria pengembangan kawasan strategis kabupaten meliputi : a. kawasan berdasarkan kepentingan pertumbuhan ekonomi ditetapkan dengan kriteria bahwa kawasan tersebut mempunyai potensi ekonomi cepat tumbuh dan memberi multiplier effect kepada kawasan sekitarnya yang telah didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi; b. kawasan berdasarkan kepentingan sosial budaya ditetapkan dengan kriteria : 1. merupakan tempat suci dengan status pura sad kahyangan, pura dang kahyangan dan Kahyangan Jagat; 2. merupakan kawasan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya lokal yang khas dan daerah Bali; 3. merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya Bali; dan 4. merupakan aset budaya Bali yang harus dilindungi dan dilestarikan. 5 15

155 c. Kawasan berdasarkan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup ditetapkan dengan kriteria : 1. merupakan kawasan lindung yang telah ditetapkan secara nasional; 2. merupakan kawasan yang dapat menentukan perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan; 3. merupakan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro dan tata air; dan 4. merupakan kawasan yang mempunyai potensi rawan bencana. Berdasarkan kriteria yang telah diuraikan dan penyesuaian dengan karakteristik serta daya dukung wilayah, maka Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten Bangli, adalah : A. Kawasan Strategis Kabupaten berdasarkan kepentingan pertumbuhan ekonomi adalah : 1) Kawasan Perkotaan Bangli; 2) Kawasan Perkotaan Kintamani; 3) Kawasan Perkotaan Susut; 4) Kawasan Perkotaan Tembuku; 5) Kawasan Perdagangan dan Jasa Kayuambua; 6) Kawasan Agropolitan Catur Belantih; 7) kawasan sepanjang jalur jalan kolektor primer Bangli Kayuambua Penelokan Kintamani; dan 8) Kawasan Daya Tarik Wisata (DTW). B. Kawasan Strategis Kabupaten berdasarkan kepentingan sosial budaya adalah : 1) Kawasan Sad Kahyangan Pura Ulun Danu Batur, di Desa Batur, Kecamatan Kintamani; 2) Seluruh Kawasan Pura Dang Kahyangan dan Kahyangan Jagat di Kabupaten Bangli terdiri : a) kawasan Pura Puser Tasik, di Desa Bangbang, Kecamatan Tembuku; b) kawasan Pura Pucak, di Desa Demulih, Kecamatan Susut; 5 16

156 c) kawasan Pura Bukit Jati, di Desa Bunutin, Kecamatan Bangli; d) kawasan Pura Kehen, di Desa Cempaga, Kecamatan Bangli; e) kawasan Pura Pucak Hayng Ukir, di Desa Kubu, Kecamatan Bangli; f) kawasan Pura Pucak Pandakan, di Desa Kubu, Kecamatan Bangli; g) kawasan Pura Hyang Waringin, di Desa Kubu, Kecamatan Bangli; h) kawasan Pura Tuluk Biyu, di Desa Batur, Kecamatan Kintamani; i) kawasan Pura Alas Arum, di Desa Batur, Kecamatan Kintamani; j) kawasan Pura Jati, di Desa Batur, Kecamatan Kintamani; k) kawasan Pura Penulisan, di Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani; l) kawasan Pura Indra Kila, di Desa Dausa, Kecamatan Kintamani; m) kawasan Pura Balingkang, di Desa Pinggan, Kecamatan Kintamani; n) kawasan Pura Tuluk Biyu, di Desa Suter, Kecamatan Kintamani; o) kawasan Pura Munggu, di Desa Suter, Kecamatan Kintamani; p) kawasan Pura Dukuh, di Desa Suter, Kecamatan Kintamani; q) kawasan Pura Ulun Danu Songan, Desa Songan A, Kecamatan Kintamani; r) kawasan Pura Pancering Jagat, di Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani; dan s) kawasan Pura Bukit Mentik, di Desa Batur, Kecamatan Kintamani. 3) Kawasan Desa Budaya Khusus mencakup : a) Desa Pekraman Trunyan; b) Desa Pekraman. Penglipuran; c) Desa Pekraman Bayunggede; d) Desa Pekraman Pengotan; dan e) Desa Pakraman Pinggan. C. Kawasan Strategis Kabupaten berdasarkan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup adalah : 1) Kawasan sekitar Gunung Batur; 2) Kawasan sekitar Danau Batur; 3) Kawasan sekitar Dinding Kaldera Batur; dan 4) Sebaran Lahan Kritis di Kabupaten Bangli. 5 17

157 5.2 Pola Aktivitas Dalam sistem perkotaan setiap tata guna lahan mempunyai beberapa ciri dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam perencanaannya, yang mengakibatkan lokasi berbagai kegiatan tidak berada dalam suatu kawasan, sehingga orang harus melakukan perjalanan untuk dapat melaksanakan kegiatannya. Akibatnya muncul berbagai pergerakan yang menggunakan jaringan transportasi. Pergerakan lalu lintas timbul karena adanya proses pemenuhan kebutuhan, pergerakan itu sendiri karena perbedaan sumber daya dan sistem aktivitas atau guna laha yang berbeda yang tentunya dapat menimbulkan bangkitan pergerakan dan akan menimbulkan tarikan pergerakan dalam proses pemenuhan kebutuhan. Sistem aktivitas, sistem trasnportasi dan sistem lalu lintas akan saling mempengaruhi. Perubahan pola sistem aktvitas akan mempengaruhi sistem transportasi melalui perubahan pada tingkat pelayanan sistem lalu lintas. Begitu pula perubahan pola sistem transportasi akan dapat mempengaruhi sistem aktivitas melalui pengingkatan mobilitas dan aksesibilitas dan sistem lalu lintas tersebut. Pusat pusat kegiatan yang dikembangkan di Kabupaten Bangli akan memeberikan kontribusi pola aktivitas penduduk Kabupaten Bangli. Wilayah sebagai simpul pembngkit pergerakan berdasarkan struktur ruang, pola ruang dan guna lahan Kabupaten bangli berada di kawasan perkotaan Bangli yang menjadi Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang terdiri dari 4 Kelurahan yaitu Keluarahan Cempaga, keluarahan Kawan, Kelurahan Kubu dan Kelurahan Bebalang. Pusat kegiatan lainnya yang menajdi simpul bangkitan pergerakan Kabupaten Bangli yaitu Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang berada di perkotaan Kintamani, berdasarkan penggunaan lahan sebagian besar penggunaan lahan Kecamatan Kintamani adalah penggunaan lahan dengan aktivitas pertanian dan pariwisata. Kemudian untuk wilayah kegiatan pusat Pelayanan Kawasan terdiri atas kawasan perkotaan Susut, perkotaan Tembuku, Perkotaan Belantih Catur, dan kawasan perkotaan Kayuamba. 5 19

158 5.3 Bangkitan dan Distribusi Arus Barang/Penumpang Sistem Zona Wilayah studi dibagi ke dalam zona zona. Sesuai dengan asumsi dalam pemodelan transportasi (makro) yaitu bahwa pergerakan mulai dan berakhir dari/ke suatu titik dalam zona yang biasa disebut sebagai pusat zona (zone centroid). Penentuan sistem zona (termasuk batas batasnya) didasarkan kepada sistem batas administratif. Hal ini dilakukan mengingat kebanyakan data yang tersedia didasarkan kepada batas batas administratif, khususnya data statistik. Kabupaten Bangli terdiri dari 4 kecamatan, pembagian zona dalam studi ini menggunakan batas wilayah administrasi kecamatan. Zona studi dibatasi oleh garis kordon yang merupakan batas wilayah administrasi Kabupaten Bangli. Pembagian zona internal dan eksternal wilayah studi dapat dilihat pada Tabel 5 3. Zona eksternal dalam studi ini terdapat pada gerbang yang menghubungkan daerah studi. Lima lokasi gerbang (cordon) yang menghubungkan daerah studi dengan daerah luar diantaranya, Gerbang Buleleng, Gerbang Badung, Gerbang Karang Asem, Gerbang Gianyar, dan Gerbang Klungkung. Tabel 5-3 Zona Pembagian Zona Internal di Kabupaten Bangli Kintamani Susut Bangli Tembuku Nama Lingkup Zona Zona Internal Gerbang Buleleng Gerbang Badung Gerbang Karang Asem Gerbang Gianyar Gerbang Klungkung Zona Eksternal 5 21

159 Gambar 5-6 Sistem Zona untuk Prediksi Kebutuhan Pergerakan Kabupaten Bangli Model jaringan jalan yang ditinjau sebagai supplai jaringan jalan di Kabupaten Bangli. Hubungan sistem jaringan jalan ke setiap zona diwakili oleh centroid, dimana centroid ini merupakan Pusat Pelayanan Kawasan di tiap kecamatan dengan centroid connector berupa ruas jalan maya yang hanya dihadirkan untuk keperluan pemodelan transportasi dengan alat bantu/software pemodelan. Gambaran jaringan transportasi di Kabupaten Bangli digambarkan pada Gambar

160 Gambar 5-7 Model Jaringan Transportasi Kabupaten Bangli Bangkitan/Tarikan dan Distribusi Perjalanan Bangkitan/Tarikan Perjalanan Bangkitan/tarikan merupakan penjumlah baris dan kolom matriks asal tujuan (MAT) yang dalam hal ini merupakan bangkitan/tarikan pergerakan regional (antar kabupaten/kota). Resume bangkitan/tarikan dan jumlah penduduk untuk jenis pergerakan penumpang dan barang dapat dilihat pada Tabel

161 Tabel 5-4 Bangkitan/Tarikan Pergerakan Tiap Zona (orang/tahun) Kabupaten Bangli Zona Bangkitan (orang/hari) Tarikan (orang/hari) Jumlah Penduduk Sumber: Analisis, 2013 Dari jumlah perjalanan orang /hari selanjutnya dikonversi menjadi satuan smp/jam karena untuk keperluan pembebanan lalu lintas. Hasil prediksi bangkitan/tarikan perjalanan di tiap Kecamatan dilakukan dengan periode tahun 2014, 2019, 2025, dan Hasil konversi jumlah bangkitan/tarikan dan proyeksinya dapat dilihat pada Tabel 5 5. Tabel 5-5 Proyeksi Jumlah Bangkitan/Tarikan Perjalanan (smp/jam) Id Zona Bangkitan Tarikan Bangkitan Tarikan Bangkitan Tarikan Bangkitan Tarikan Bangkitan Tarikan ,93 156,93 147,61 163,21 197,53 218,41 280,20 309,82 374,97 414, ,56 62,88 67,14 65,40 89,85 87,51 127,46 124,14 170,57 166, ,00 67,80 71,76 70,51 96,03 94,36 136,22 133,85 182,30 179, ,48 81,00 100,34 84,24 134,28 112,73 190,47 159,91 254,90 214, ,54 95,73 69,20 99,56 92,61 133,23 131,37 188,99 175,80 252, ,45 65,10 131,51 67,70 175,99 90,60 249,64 128,52 334,08 171, ,19 125,25 83,40 130,26 111,60 174,32 158,31 247,27 211,86 330, ,34 78,72 67,95 81,87 90,94 109,56 129,00 155,41 172,63 207, ,61 63,87 90,07 66,42 120,54 88,89 170,99 126,09 228,82 168,74 Sumber: Analisis, Distribusi Perjalanan Penyebarannya perjalanan yang terjadi di daerah Kabupaten Bangli sangat dipengaruhi oleh kepadatan tata guna lahan dan fasilitas yang ada dalam tiap zona. Dari hasil survei dan analisis diperoleh asal tujuan perjalanan. Matriks asal tujuan perjalanan penumpang antar zona dapat dilihat pada Tabel 5 6. Dari jumlah perjalanan orang /hari selanjutnya dikonversi menjadi satuan smp/jam karena untuk keperluan pembebanan lalu lintas. Sebaran perjalan untuk tahun analisis 5 24

162 2014, 2019, 2025, dan 2030 didapatkan berdasarkan proyeksi jumlah bangkitan/tarikan perjalanan. Analisis sebaran perjalanan menggunakan model gravity doubly constraint dengan waktu tempu antar zona sebagai matriks hambatan. Tabel 5-6 Bangkitan/Tarikan Pergerakan Antar Zona (orang/hari) Kabupaten Bangli Tabel 5-7 Bangkitan/Tarikan Pergerakan Antar Zona (smp/jam) Kabupaten Bangli ,00 12,72 19,77 24,78 14,46 11,25 26,64 14,16 18, ,98 0,00 4,74 7,11 9,81 6,99 13,98 2,55 5, ,27 4,65 0,00 2,88 11,97 8,25 10,20 7,17 2, ,53 8,22 3,42 0,00 16,77 11,43 8,01 11,79 5, ,83 6,69 8,34 9,87 0,00 3,12 13,20 7,68 6, ,14 12,51 15,06 17,67 8,16 0,00 24,51 14,40 12, ,14 9,15 6,84 4,53 12,69 8,97 0,00 11,52 7, ,69 2,10 6,00 8,34 9,18 6,57 14,40 0,00 6, ,35 6,84 3,63 5,82 12,69 8,52 14,31 9,45 0,

163 Tabel 5-8 Matriks Hambatan Waktu Tempuh (menit) Kabupaten Bangli ,00 24,98 42,43 49,94 33,09 43,78 28,34 23,43 61, ,98 0,00 21,26 30,73 54,67 65,36 34,87 8,50 39, ,43 21,26 0,00 11,45 72,12 82,81 25,52 29,10 19, ,94 30,73 11,45 0,00 79,63 90,32 14,51 38,57 30, ,09 54,67 72,12 79,63 0,00 45,88 58,03 53,13 90, ,78 65,36 82,81 90,32 45,88 0,00 68,72 63,82 101, ,34 34,87 25,52 14,51 58,03 68,72 0,00 37,73 44, ,43 8,50 29,10 38,57 53,13 63,82 37,73 0,00 46, ,19 39,14 19,33 30,22 90,89 101,58 44,28 46,98 0,00 Gambar 5-8 Desire Line Asal Tujuan Perjalanan (smp/jam) Kabupaten Bangli

164 Gambar 5-9 Desire Line Asal Tujuan Perjalanan (smp/jam) Kabupaten Bangli

165 Gambar 5-10 Desire Line Asal Tujuan Perjalanan (smp/jam) Kabupaten Bangli

166 Gambar 5-11 Desire Line Asal Tujuan Perjalanan (smp/jam) Kabupaten Bangli

167 Gambar 5-12 Desire Line Asal Tujuan Perjalanan (smp/jam) Kabupaten Bangli Model Pengembangan Jaringan Transportasi Pembebanan untuk tahun 2014, 2019, 2025, dan 2030 dilakukan dengan pemodelan User equilibrium. Adapun input parameter dan network yang diasumsikan sama seperti pemodelan pada tahun dasar 2013 yaitu waktu tempuh dan kapasitas jalan, ini berarti bahwa prasarana jaringan jalan (supply) diasumsikan tidak mengalami perubahan sampai pada tahun Input yang berbeda adalah data matrik asal tujuan perjalanan yang digunakan adalah sesuai dengan tahun rencana yang dianalisa pada prediksi Trip Distribution tahun 2014, 2019, 2025, dan

168 Pada Gambar 5 13 memperlihatkan kinerja jalan di Kabupaten Bangli pada tahun 2013 sedangkan pada Gambar 5 14 sampai Gambar 5 17 memeperlihatkan prediksi kinerja jalan di Kabupaten Bangli pada tahun 2014, 2019, 2025, dan Gambar 5-13 Kinerja Ruas jalan (smp/jam) di Kabupaten Bangli

169 Gambar 5-14 Prediksi Kinerja Ruas jalan (smp/jam) di Kabupaten Bangli

STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI BALI

STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI BALI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI BALI DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013 RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL KABUPATEN BULELENG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012-2032 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN RINCIAN TUGAS POKOK UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa ruang merupakan

Lebih terperinci

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 16 Januari 2015; disetujui: 23 Januari 2015 Keberhasilan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kebandarudaraan. Nasional. Tatanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 69 TAHUN 2013 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 PEMERINTAH PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029 DAFTAR ISI BAB I Ketentuan Umum... 10 BAB II BAB III Kedudukan,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL Andi Sitti Chairunnisa Mappangara 1, Misliah Idrus 2, Syamsul Asri 3 Staff Pengajar Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. b. c. bahwa dengan Peraturan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BANGLI NOMOR..TAHUN 2013

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BANGLI NOMOR..TAHUN 2013 RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BANGLI NOMOR..TAHUN 2013 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL KABUPATEN BANGLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS)

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS) MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (6) Undang-Undang

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL Kuliah ke 12 PERENCANAAN TRANSPORT TPL 307-3 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM.49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG TATA CARA DAN KRITERIA PENETAPAN SIMPUL DAN LOKASI TERMINAL PENUMPANG SERTA LOKASI FASILITAS PERPINDAHAN MODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

Lebih terperinci

FINAL REPORT KOTA TERNATE

FINAL REPORT KOTA TERNATE Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam KATA PENGANTAR Laporan Akhir (Final Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa ruang merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika A. Permasalahan Adapun Permasalahan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI LISTRIK DI BALI

KEBIJAKAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI LISTRIK DI BALI KEBIJAKAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI LISTRIK DI BALI DISAMPAIKAN DALAM ACARA SEMINAR NASIONAL tentang Sumber Daya Panas Bumi di Indonesia BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROVINSI BALI Denpasar,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi sedang, dan studi kecil yang dibiayai dengan anggaran pembangunan.

Lebih terperinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci Rangkuman tentang Muatan Rencana Rinci Di Susun Oleh : Nama : Nadia Nur N. Nim : 60800114049 Kelas : C1 TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

Lebih terperinci

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL(TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan 5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan TUJUAN SASARAN STRATEGIS TARGET KET URAIAN INDIKATOR TUJUAN TARGET TUJUAN URAIAN INDIKATOR KINERJA 2014 2015 2016 2017 2018 1 2 3 4 6 7 8 9 10 13 Mendukung Ketahanan

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS KATA PENGANTAR Laporan Akhir (Final Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatratalok) di Wilayah Propinsi Maluku Utara Dalam Rangka Mendukung Prioritas

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DAFTAR ISI DAFTAR ISI ii DAFTAR LAMPIRAN I iv DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN 2005-2010 A. Latar Belakang Pembangunan jalan merupakan kebutuhan yang sangat vital sebagai pendukung utama dinamika dan aktivitas ekonomi baik di pusat maupun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan. Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan Laporan Akhir Studi Sistranas pada Tataran Transportasi

Lebih terperinci

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SISTEM TRANSPORTASI 2.1.1 Pengertian Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, dengan kata lain sistem

Lebih terperinci

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Rencana Tata Ruang Wilayah diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala bidang yang sangat membutuhkan perhatian untuk mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci