BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan muskuloskeletal mempunyai nama lain seperti repetitive strain injury,
|
|
- Herman Hadiman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 NYERI MUSKULOSKLETETAL II.1.1 Definisi Gangguan muskuloskeletal mempunyai nama lain seperti repetitive strain injury, repetitive motion injury, cumulative trauma disorders, occupational cervicoskeletal disorders, overuse syndrome, dan lainnya (Canada OH&S, 2005). Nyeri Muskuloskeletal adalah cedera atau gangguan dari sistem muskuloskeletal yang dihasilkan dari paparan berulang dan mempengaruhi fungsi normal dari jaringan. Sistem muskuloskeletal mencakup semua otot, tulang, tendon, ligamen, pembuluh darah, sendi, diskus intervertebralis, dll (PSHSA, 2010) Canadia and Center for Occupational Health and Safety, aktivitas kerja seperti pekerjaan yang bersifat repetitif, atau pekerjaan dengan postur yang tidak normal adalah hal yang dapat menyebabkan munculnya gangguan muskuloskeletal, yang sakitnya dapat dirasakan selama bekerja atau pada saat tidak bekerja (Canada OH&S, 2005) Gangguan muskuloskeletal merupakan istilah yang memperlihatkan adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal, dan bukan merupakan suatu diagnosis tiap bagian tubuh yang digunakan dalam bekerja memiliki risiko ergonomi dan gangguan kesehatan, yang dapat mengakibatkan melemahkan fungsi tubuh dan penurunan kinerja pekerja baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Bagian bagian tubuh seperti tangan, leher, bahu, punggung dan kaki merupakan bagian tubuh yang sering
2 digunakan pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Bagian tubuh yang sering digunakan pekerja maka akan berdampak timbulnya keluhan atau cedera pada bagian bagian tubuh tersebut. Dalam hal ini NIOSH menyatakan bahwa faktor risiko pada pekerjaan termasuk manusia (postur tubuh, beban, durasi, dan frekuensi, genggaman), faktor alat, dan lingkungan kerja merupakan faktor faktor yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal (NIOSH, 2007) II.1.2 Penyebab Kelainan Muskuloskeletal Saat pekerja memiliki faktor resiko gangguan muskuloskeletal, mereka mulai menjadi kelelahan. Ketika kelelahan melebihi dari kemampuan pemulihan dari tubuh, hal ini dapat membuat ketidakseimbangan muskuloskeletal. Dari waktu ke waktu, saat kelelahan berlanjut melebihi pemulihan dan terjadi ketidakseimbangan muskuloskeletal dan menyebabkan kelainan muskuloskeletal. Faktor resiko ini dapat dibagi menjadi 2 kategori: faktor resiko yang berhubungan dengan pekerjaan (ergonomi) dan faktor resiko yang berhubungan dengan individu. (Middlesworth, 2006) A. Faktor resiko berhubungan dengan pekerjaan Ketika pekerja diminta untuk melakukan pekerjaan di luar dari kemampuan dan keterbatasan tubuhnya, dia juga membuat sistem muskuloskeletalnya menjadi beresiko. Pada situasi ini, evaluasi objektif pada desain tempat kerja menyatakan kepada kita bahwa sistem pemulihan pekerja tidak dapat mengikuti keadaan kelelahan yang disebabkan oleh pekerjaan. Evaluasi menyatakan bahwa terdapat faktor resiko
3 ergonomi, dan para pekerja berada pada keadaan beresiko untuk timbulnya ketidakseimbangan muskuloskeletal dan akan menyebabkan kelainan musculoskeletal. Terdapat 3 faktor resiko ergonomi yang utama yaitu : 1. Pengulangan tugas yang sangat tinggi. Banyaknya pekerjaan dan siklus kerja yang selalu diulang-ulang dan biasanya dikendalikan dengan target produksi dan proses kerja tiap jam atau tiap hari. Pengulangan tugas yang tinggi, ketika digabungkan dengan faktor resiko lain seperti pekerjaan dengan menggunakan kekuatan dan atau posisi kerja yang tidak nyaman, dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal. Pekerjaan dianggap sangat berulang-ulang jika siklus waktunya adalah 30 detik atau kurang. 2. Penggunaan tenaga yang besar. Banyaknya pekerjaan yang membutuhkan jumlah tenaga tubuh manusia yang besar. Sehingga usaha otot meningkat akibat respon dari kebutuhan tenaga yang tinggi, meningkatkan keadaan kelelahan yang menyebabkan gangguan muskuloskeletal. 3. Postur tubuh yang tidak nyaman yang berlangsung terus menerus. Postur tidak nyaman menyebabkan kerja otot berlebihan dan membebani otot serta tendon di sekitar sendi yang terlibat. Sendi dari tubuh paling efisien saat sendi bekerja berada pada gerakan mid-range dari sendi. Resiko gangguan muskuloskeletal meningkat ketika sendi bekerja di luar dari gerakan mid-range sendi tersebut secara berulang-
4 ulang atau pada periode waktu tertentu secara berulang-ulang tanpa waktu pemulihan yang cukup. (Middlesworth, 2006) B. Faktor resiko yang berhubungan dengan individu Faktor resiko individu termasuk : 1. Kemampuan kerja yang buruk. Pekerja yang menggunakan kemampuan kerja, kekuatan tubuh, dan teknik mengangkat yang buruk akan memberikan faktor resiko yang mengarah pada gangguan muskuloskeletal. Kemampuan yang buruk ini menciptakan stres yang tidak penting pada tubuh yang meningkatkan kelelahan dan menurunkan kemampuan tubuh untuk pulih seluruhnya. 2. kebiasaan hidup yang tidak sehat. Pekerja yang merokok, peminum, obesitas atau kebiasaan hidup yang tidak benar lainnya akan menempatkan mereka bukan hanya pada resiko kelainan muskuloskeletal, tetapi juga pada penyakit kronis lainnya yang memperpendek hidup dan kesehatan mereka. 3. Istirahat yang tidak cukup. Gangguan muskuloskeletal muncul ketika kelelahan melebihi dari sistem pemulihan pekerja, menyebabkan ketidakseimbangan muskuloskeletal. Pekerja yang tidak mendapatkan istirahat dan pemulihan yang cukup akan menempatkan mereka pada resiko yang lebih rentan. 4. Nutrisi, olahraga, dan hidrasi yang buruk. Pada negara maju seperti Amerika, jumlah yang mengkhawatirkan untuk malnutrisi, dehidrasi dan dengan olahraga fisik buruk yang
5 meningkat satu tingkat, telah mengkhawatirkan banyak orang. Pekerja yang tidak memperdulikan tubuhnya telah meletakkan mereka ada resiko yang lebih tinggi terhadap masalah muskuloskeletal dan penyakit kronis. (Middlesworth, 2006) II.1.3 Gangguan Kesehatan Pada Muskuloskeletal Tiap Bagian Tubuh NIOSH (2007) menjelaskan bahwa gangguan muskuloskeletal (MSDs) dapat disebabkan oleh berbagai faktor risiko, baik berupa faktor tunggal maupun kombinasi dari berbagai faktor risiko. Berikut ini adalah beberapa jenis cidera yang mungkin dialami pekerja disebabkan pekerjaannya: II Cedera Pada Tangan Cedera pada bagian tangan, pergelangan tangan dan siku bisa disebabkan dari pekerjaan tangan yang intensif sehingga memungkinkan terjadinya postur janggal pada tangan dengan durasi yang lama, pergerakan yang berulang/repetitif, dan tekanan dari peralatan/ material kerja. Sembilan belas studi menyatakan bahwa pekerjaan repetitif berpengaruh pada cedera pada tangan dan pergelangan tangan misalnya Carpal Tunnel Syndrome (Bernard et al, 1997). Penelitian dari Chiang (1993) pada tiga grup pekerjaan menyimpulkan bahwa prevalensi CTS ditemukan sebesar 14,5% sebagai gejala awal dari pergerakan repetitif yang dilakukan pekerja. (Bernard et al; NIOSH, 1997). a. Tendinitis.
6 Merupakan peradangan pada tendon, adanya struktur ikatan yang melekat pada masing masing bagian ujung dari otot ke tulang. Keadaan tersebut akan semakin berkembang ketika tendon terus menerus digunakan untuk mengerjakan hal hal yang tidak biasa seperti tekanan yang kuat pada tangan, membengkokkan pergelangan tangan selama bekerja, atau menggerakkan pergelangan tangan secara berulang. Jika ketegangan otot tangan ini terus berlangsung, akan menyebabkan tendinitis. Gejala yang dirasakan antara lain pegal, sakit pada bagian tertentu khususnya ketika bergerak aktif seperti pada siku dan lutut yang disertai dengan pembengkakan. Kemerah - merahan, terasa terbakar, sakit dan membengkak ketika bagian tubuh tersebut beristirahat. Pekerjaan yang berpotensi antara lain adalah Industri perakitan automobile, pengemasan makanan, juru tulis, sales, manufaktur. Pergelangan tangan selama bekerja, atau menggerakkan pergelangan tangan secara berulang. Jika ketegangan otot tangan ini terus berlangsung, akan menyebabkan tendinitis. Gejala yang dirasakan antara lain pegal, sakit pada bagian tertentu khususnya ketika bergerak aktif seperti pada siku dan lutut yang disertai dengan pembengkakan. Kemerah - merahan, terasa terbakar, sakit dan membengkak ketika bagian tubuh tersebut beristirahat. b. Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Carpal Tunnel Syndrome dapat menyebabkan sulitnya seseorang menggenggam sesuatu pada tangannya. CTS merupakan Gangguan tekanan/pemampatan pada syaraf yang mempengaruhi syaraf tengah, salah satu dari tiga syaraf yang menyuplai tangan dengan kemampuan sensorik dan motorik. CTS pada pergelangan tangan merupakan terowongan yang terbentuk oleh carpal tulang
7 pada tiga sisi dan ligamen yang melintanginya. Gejalanya antara lain gatal dan mati rasa pada jari khususnya di malam hari, sakit seperti terbakar, mati rasa yang menyakitkan, sensasi bengkak yang tidak terlihat, melemahnya sensasi genggaman karena hilangnya fungsi syaraf sensorik. c. Trigger finger Tekanan yang berulang pada jari jari, dimana menekan tendon secara terus menerus hingga ke jari jari dan mengakibatkan rasa sakit dan tidak nyaman pada bagian jari - jari. d. Epicondylitis Merupakan rasa nyeri atau sakit pada bagian siku. Rasa sakit ini berhubungan dengan perputaran ekstrim pada lengan bawah dan pembengkokan pada pergelangan tangan. Kondisi ini juga biasa disebut tennis elbow atau golfer s elbow. e. Hand Arm Vibration Syndrome (HAVS) Gangguan pada pembuluh darah dan syaraf pada jari yang disebabkan oleh getaran alat atau bagian / permukaan benda yang bergetar dan menyebar langsung ke tangan. Dikenal juga sebagai getaran yang menyebabkan white finger, traumatic vasospastic diseases. Gejala dari HAVS adalah mati rasa, gatal gatal, dan putih pucat pada jari, lebih lanjut dapat menyebabkan berkurangnya sensitivitas terhadap panas dan dingin. Gejala biasanya muncul dalam keadaan dingin. II Cedera Pada Bahu dan Leher Pekerjaan dengan melibatkan bahu memiliki kemungkinan yang besar dalam penyebabkan cedera pada bagian tubuh tersebut. Beberapa postur bahu seperti
8 merentang lebih dari 45 atau mengangkat bahu ke atas melebihi tinggi kepala. Durasi yang lama dan gerakan yang berulang juga mempengaruhi kesakitan pada bahu. Terdapat hubungan yang positif antara pekerjaan repetitif dan MSDs pada bahu dan leher, studi lainnya menyatakan bahwa kejadian cedera bahu juga disebabkan karena eksposur dengan postur janggal dan beban yang diangkat (Bernard et al, 1997). a. Bursitis Peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi pada jaringan ikat yang berada pada sekitar persendian. Penyakit ini akibat posisi bahu yang janggal seperti mengangkat bahu di atas kepala dan bekerja dalam waktu yang lama (Bernard et al, 1997). b. Tension Neck Syndrome Gejala ini terjadi pada leher yang mengalami ketegangan pada otot ototnya disebabkan postur leher menengadah ke atas dalam waktu yang lama. Sindroma ini mengakibatkan kekakuan pada otot leher, kejang otot, dan rasa sakit yang menyebar ke bagian leher (Bernard et al, 1997). II Cedera Pada Punggung dan Lutut Di beberapa jenis pekerjaan, dibutuhkan pekerjaan lantai atau mengangkat beban menyebabkan postur punggung tidak netral. Posisi berlutut, membungkuk, atau jongkok bisa menyebabkan sakit pada punggung bagian bawah atau pada lutut, jika dilakukan dalam waktu yang lama dan kontinyu mengakibatkan masalah yang serius pada otot dan sendi (NIOSH, 2007).
9 Menurut Santoso (2004), terdapat 80% orang dewasa mengalami nyeri pada bagian tubuh belakang (back pain) karena berbagai sebab dan kejadian back pain ini mengakibatkan 40% orang tidak masuk kerja. a. Low Back Pain. Kondisi patologis yang mempengaruhi tulang, tendon, syaraf, ligamen, diskus intervertebral dari lumbar spine (tulang belakang). Cedera pada punggung dikarenakan otot otot tulang belakang mengalami peregangan jika postur punggung membungkuk. Diskus (discs) mengalami tekanan yang kuat dan menekan juga bagian dari tulang belakang termasuk syaraf. Apabila postur membungkuk ini berlangsung terus menerus, maka diskus akan melemah yang pada akhirnya menyebabkan putusnya diskus (disc rupture) atau biasa disebut herniation. Gejala yang dirasakan adalah sakit di bagian tertentu yang dapat mengurangi tingkat pergerakan tulang belakang yang ditandai oleh kejang otot. Sakit dari tingkat menengah sampai yang parah dan menjalar sampai ke kaki. Sulit berjalan normal dan pergerakan tulang belakang menjadi berkurang. Sakit ketika mengendarai mobil, batuk atau mengganti posisi. (Santoso, 2004) b. Lutut Penyakit muskuloskeletal yang terdapat di bagian lutut berkaitan dengan tekanan pada cairan di antara tulang dan tendon. Tekanan yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan cairan tersebut (bursa) tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau biasa disebut bursitis. Tekanan dari luar ini juga menyebabkan tendon pada lutut meradang yang akhirnya menyebabkan sakit (tendinitis) Santoso (2004)
10 II.2 KADAR GULA DARAH II.2.1. Defenisi Berdasarkan kriteria WHO (World Health Organization) kadar glukosa darah yang normal adalah jika kadar glukosa darah puasa mg/dl, glukosa darah terganggu jika kadar glukosa darah puasa antara mg/dl, sedangkan toleransi glukosa terganggu adalah kadar glukosa darah sesudah pembebanan glukosa 75 gr yaitu antara mg/dl. Sedangkan berdasarkan tabel konversi sistem satuan SI konvensional dari pemeriksaan alat Thermo kadar glukosa darah puasa normal adalah mg/dl. Kadar glukosa darah puasa rendah adalah < 55 mg/dl. Kadar glukosa darah puasa tinggi adalah mg/dl. Kadar glukosa darah puasa 126mg/dl. (Merentek, 2006) Peningkatan kadar glukosa darah merupakan salah satu kriteria untuk mendiagnosis pasien diabetes melitus. Menurut American Diabetes Association (ADA) disebut diabetes melitus jika kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, atau bila kadar glukosa darah 2 jam sesudah pembebanan glukosa 75 g didapati 200 mg/dl. (PERKENI, 2011) II.2.2. Diabetes melitus Diabetes Melitus merupakan kumpulan kelainan metabolik yang umum dengan gejala yang sama berupa hiperglikemia. Beberapa jenis DM yang telah diketahui, disebabkan oleh interaksi yang kompleks dari faktor genetik, faktor lingkungan dan gaya hidup. Berdasarkan etiologi dari DM, faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya hiperglikemia antara lain berkurangnya sekresi insulin, berkurangnya
11 glucose utilization, dan peningkatan produksi glukosa. Disregulasi metabolik yang berhubungan dengan DM menyebabkan perubahan patofisologi sekunder pada berbagai sistem organ yang menimbulkan beban berat bagi individu penderita DM dan bagi sistem kesehatan masyarakat (Harrisons, 2005) II.2.3 Epidemiologi Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia, sekitar tahun 1980-an didapatkan prevalensi DM antara 0.8% di Tanah Toraja sampai 6.1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta (daerah urban) dari prevalensi DM 1,7 % pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta (PERKENI, 2011) Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7.2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat diabetisi sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,4 juta di daerah rural. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban 14,7% dan rural 7,2% maka diperkirakan terdapat 12 juta diabetisi di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (PERKENI, 2011).
12 II.2.4 Pemeriksaan penyaring DM Pemeriksaan penyaring DM dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar (PERKENI, 2011). Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu sebagai patokan penyaring dan diagnosa Diabetes Melitus (mg/dl) Kadar Glukosa Darah Sewaktu Kadar Glukosa Darah Puasa Bukan DM Belum Pasti DM DM Vena < >=200 Kapiler < >=200 Vena < >=126 Kapiler < >=100 Sumber : Perkumpulan Endokrin Indonesia Konsesus pengelolaan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia.Jakarta Berbagai keluhan dapat diketemukan pada diabetes. Kecurigaan akan diabetes melitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes melitus. Keluhan klasik diabetes melitus berupa: poliuria, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita (PERKENI, 2011) Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu >= 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Kedua, dengan TTGO. Ketiga dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah
13 diterima oleh pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosa diabetes melitus (PERKENI, 2011). Tabel 2. Kriteria diagnosa Diabetes Melitus 1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu >= 200 mg/dl Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada satu hari tanpa memperhatikan waktu makan terahir 2. Gelaja klasik DM + kadar glukosa darah puasa >= 126 mg/dl Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam 3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO >= 200 mg/dl TTGO menggunakan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 glukosa yang dilarutkan ke dalam air. Sumber : Perkumpulan Endokrin Indonesia Konsesus pengelolaan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia.Jakarta II.3 LIPID Lipid adalah salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Untuk memberikan defenisi yang jelas tentang lipid sangat sukar, sebab senyawa yang termasuk lipid tidak mempunyai rumus struktur yang serupa atau mirip. Para ahli biokimia sepakat bahwa lemak dan senyawa organik yang mempunyai sifat fisika seperti lemak, dimasukkan kedalam satu kelompok yang disebut lipid. Adapun sifat fisika yang dimaksud ialah: (1) tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu pelarut organik misalnya ester, aseton, kloroform, benzena yang sering disebut pelarut organik ; (2) ada hubungan dengan asam lemak atau esternya; (3) mempunyai kemungkinan digunakan oleh mahluk hidup. Jadi berdasarkan sifat fisika tersebut, lipid dapat diperoleh dari hewan atau tumbuhan dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut lemak tersebut. Jaringan bawah kulit di sekitar perut, jaringan
14 sekitar ginjal mengandung banyak lipid terutama lemak kira-kira sebesar 90%, dalam jaringan otak atau dalam telur terdapat lipid kira-kira sebesar 7,5 sampai 30% (Poedjiadi, 2006). II.3.1. Kolesterol Kolesterol ( C27H45OH ) adalah alkohol steroid yang ditemukan dalam lemak hewani / minyak, empedu, susu, kuning telur. Kolesterol sebagian besar disintesiskan oleh hati dan sebagian kecil diserap dari diet. Keberadaan kolesterol dalam pembuluh darah yang kadarnya tinggi akan membuat endapan / kristal lempengan yang menyumbat pembuluh darah (Sutejo ). Kadar kolesterol di dalam darah adalah di bawah 200 mg/dl. Apabila melampaui batas normal maka disebut sebagai hiperkolesterolemia. (Hardjono, dkk. 2003) Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi lipid dalam darah atau lebih dikenal dengan dislipidemia. Pada dislipidemia terdapat kenaikan kadar Low Density Lipoprotein (LDL) dan penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL), sedangkan pada hiperlipidemia hanya terdapat kenaikan LDL tanpa penurunan kadar HDL (Fernandez dkk, 2008). Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi dislipidemia di Indonesia pada usia 25 sampai usia 34 tahun sebesar 9,3% dan pada usia 55 sampai usia 64 tahun sekitar 15,5%.11 Jumlah kolesterol LDL dan HDL serum
15 masih menjadi marker yang penting dalam kejadian PJK dan merupakan alat standar untuk evaluasi faktor risiko insidensi penyakit jantung koroner (Fernandez dkk, 2008). Kadar kolesterol LDL yang tinggi (>160 mg/dl atau 4,2 mmol/l) dan dengan kadar kolesterol total yang tinggi (>240 mg/dl atau 6,2 mmol/l) merupakan factor risiko yang sangat signifikan untuk insidensi PJK. Selain itu, lipoprotein lain yaitu HDL, memiliki fungsi untuk mengangkut kolesterol yang menempel di dinding arteri. Kadar kolesterol HDL yang tinggi (>60 mg/dl atau 1,6 mmol/l) menjadi faktor protektif untuk insidensi PJK (Ingelsson dkk, 2002) Kadar kolesterol LDL dan HDL serum dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut: (Jaagus dkk, 2010) a) Usia b) Genetik c) Jenis kelamin d) Diet e) Aktifitas fisik f) Obesitas g) Stres h) Merokok dan konsumsi obat-obatan i) Penyakit metabolik II.3.2. Low Density Lipoprotein (LDL) Lipid merupakan senyawa organik yang kaya energi dan dipergunakan untuk metabolisme tubuh. Lipid yang penting seperti kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan
16 asam lemak adalah unsur-unsur yang terkandung dalam plasma. Lipid-lipid tersebut berikatan dengan protein agar dapat diangkut ke dalam sirkulasi. Kolesterol bebas maupun ester, trigliserida, dan fosfolipid berikatan dengan protein tertentu yang disebut apoprotein membentuk senyawa lipoprotein (Adam, 2006) Lipoprotein berdasarkan berat jenisnya dibagi menjadi kilomikron, VLDL (Very Low Density Lipoprotein), IDL (Intermediate Density Lipoprotein), LDL (Low Density Lipoprotein), dan HDL (High Density Lipoprotein). Lipoprotein tersebut dapat berubah dari jenis lipoprotein yang satu menjadi jenis lipoprotein yang lain dengan bantuan enzim seperti LPL (Lipoprotein Lipase), LCAT (Lecithin Cholesterol Acyl Transferase), dan HTGL (Hepatic Triglyceride Lipase) (Fernandez dkk, 2008) Low Density Lipoprotein merupakan lipoprotein yang mengangkut 70% kolesterol dalam tubuh manusia. LDL dibentuk sebagian besar oleh VLDL. Partikel LDL mengandung TG sebanyak 10% dan kolesterol sebanyak 50% dengan lipid inti dominan kolesterol ester dan hanya memiliki Apo B (Kusmiyati, 2002) Pada pembuluh darah, LDL dapat menembus dinding arteri. Kolesterol yang terkandung di dalamnya akan teroksidasi dan berikatan dengan trigliserida, fibrin, dan platelet membentuk plak ateroma yang merupakan awal dari proses aterosklerosis. (Kusmiyati, 2002) II.3.3. High Density Lipoprotein (HDL) High Density Lipoprotein (HDL) memiliki berbagai macam fungsi. Salah satunya adalah ateroprotektif, dimana peran HDL dalam mengangkut kolesterol dari makrofag dan sel-sel lain ke hati untuk diekskresi melalui empedu. Selain itu HDL dapat berfungsi
17 sebagai antioksidan, anti inflamasi, dan anti trombotik yang berkontribusi untuk efek ateroproktektifnya (IAS, 2009) HDL terutama diproduksi di dalam hepar. HDL juga berasal dari proses katabolisme kilomikron dan VLDL sebagai pemberi Apo C dan Apo E sehingga terbentuk pre-β-hdl (nascent). Pembentukan HDL dimulai dengan pembentukan Apo A-I yang kemudian berinteraksi dengan Hepatic ATP binding cassette transporter I dan disekresikan ke dalam plasma dalam bentuk Lipid-poor Apo A-I. Kemudian Lipidpoor Apo A-I akan berinteraksi dengan Hepatic ATP binding cassette transporter I pada jaringan ekstra hepatik dan makrofag sehingga terjadi pengambilan kolesterol yang berlebih dari dalam sel dan membentuk pre-β-hdl (nascent). Kolesterol bebas yang didapat HDL kemudian diesterifikasi oleh enzim LCAT sehingga pre-β-hdl (nascent) berubah menjadi α-hdl yang merupakan HDL matur dan berbentuk sferis (Sarikamis dkk, 2009) II.3.4. Rasio LDL/HDL Tubuh mengatur keseimbangan kadar lipid didalam darah dengan beberapa cara, yaitu : a. Mengurangi pembentukan lipoprotein b. Mengurangi jumlah lipoprotein yang masuk dalam darah c. Meningkatkan atau menurunkan ekskresi lipoprotein dalam darah Kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung. Kolesterol LDL dapat menembus dinding arteri kemudian membentuk suatu plak yang menghambat aliran darah. Kolesterol HDL menurunkan resiko penyakit
18 jantung dengan membawa kolesterol jaringan ekstrahepatik menuju hepar untuk mengalami metabolism (Adam, 2006) Tabel 3. Kadar Kolestrol BAIK SEDANG BURUK Kolestrol Total (mg/dl) < > 240 Kolestrol LDL (mg/dl) < > 130 Kolestrol HDL (mg/dl) Pria : > 40 Wanita : > 50 Trigliserida (mg/dl) < > 200 Dikutip dari : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011 II.4. Hubungan antara kadar gula darah dan kadar lipid serum dengan nyeri muskuloskeletal kronik Walaupun penyebab pasti dari kelainan muskuloskeletal akibat diabetes dan komplikasinya masih belum jelas, terdapat penjelasan bahwa hiperglikemia mempengaruhi struktural matriks dan sifat fisik dari jaringan dengan mempercepat glikosilasi non-enzimatik dan penumpukan kolagen yang abnormal pada jaringan ikat periartikular yang menyebabkan perluasan artrofibrosis (Barki dkk, 2013, Aydeniz dkk, 2008) Patofisiologi yang pasti pada sebagian besar kelainan muskuloskeletal tersebut tetap belum jelas, walau bagaimanapun kelainan jaringan ikat, neuropati, atau vaskulopati memiliki efek sinergis pada peningkatan insidensi kelainan muskuloskeletal pada DM (Kidwai dkk, 2013) Hiperglikemia berlama lama pada pasien diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan glikosilasi kolagen. Kolagen yang terglikosilasi bersifat kurang larut, mengakibatkan peningkatan resistensi terhadap kolagenase dan terakumulasi di
19 jaringan ikat, yang tidak hanya mengubah struktur dan fungsi matriks ekstraseluler tetapi juga mempengaruhi viabilitas sel. (Crispin dkk, 2003) Gangguan metabolik pada diabetes termasuk glikosilasi protein, kelainan mikrovaskular dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf, dan akumulasi kolagen pada kulit dan struktur periartikular menyebabkan perubahan pada jaringan ikat (Kim dkk, 2001) Pada individu obesitas, peningkatan berat badan, Body Mass Index, lingkar pinggang, lingkar pinggul, dan rasio pinggang-pinggul berkorelasi dengan peningkatan kadar mediator inflamasi (Seaman, 2013). Adiposopathy, atau sindroma "sick fat, adalah istilah yang mengacu pada BMI yang tinggi berhubungan dengan kondisi inflamasi sistemik kronis yang paling sering disebut sebagai sindrom metabolik. Adanya adiposopathy menentukan bahwa BMI tinggi akan memberikan kontribusi untuk nyeri muskuloskeletal (Seaman, 2013). Namun, HDL juga memainkan peran penting dalam mengikat diserap endotoksin, apabila kadar HDL menurun akan dapat menyebabkan endotoksemia kronis dan inflamasi sistemik. Ketika HDL dibebani oleh endotoksin, ada beberapa konsekuensi aterogenik pro-inflamasi termasuk penekanan lesitin. Aktivitas cholesterol acyltransferase dan kolesterol ester mentransfer massa protein, dan menurunkan kapasitas menjadi efflux kolesterol, yang berdampak nyeri muskuloskeletal. (Seaman, 2013) Tingkat abnormal kadar trigliserida dan HDL dianggap sebagai penyebab faktor risiko independen untuk aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. Aterosklerosis
20 dapat menyebabkan low back pain terjadi akibat kurangnya suplai darah dan degenerasi diskus (Heuch dkk 2014)
21 II.5 Kerangka teori HIPERGLIKEM IA Kadar Gula Darah Kim dkk, 2001 hiperglikemi abnormal mikrovaskular berupa Iskemik endoneural LIPID Seaman, 2013 BMI terjadi Adiposopati Kim dkk, 2001 terjadi akumulasi kolagen Aydeniz dkk, 2008, Kolagen menybbkan arthofibrosis Bakri dkk 2013, hiperglikemia glikosilasi GLIKOSILASI AKUMULASI KOLAGEN ABNORMAL MIKROVASKU LAR NEUROPATI Kidwai dkk, 2013, kerusakan saraf Wilson dkk, 2011, neuropati mybbkan IL dan kemokin ADIPOSOPATI Heuch dkk, 2014 abnormal HDL mybbkan aterosklerosis ATEROSKLER OSIS Seaman,2013 adiposopati terjadi pelepasan mediator inflamasi Magit dkk, 2007 arthofibrosis menybbkan pelepasan sitokin ARTHOFIBROS IS SITOKIN : IL- 1,IL-6, TNFα Hansson, 2005 Aterosklerosis mybbkan pelepasan mediator inflamsi NYERI MUSKULOSKELETAL Heuch dkk, 2014 suplai darah dan degenerasi diskus
22 II.6. Kerangka Konsepsional KADAR GULA DARAH KADAR LIPID PROFILE NYERI MUSKULOSKELETAL KRONIK
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dislipidemia Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia
Lebih terperinciPada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita
12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes melitus ditandai oleh adanya hiperglikemia kronik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindroma ovarium polikistik (SOPK) adalah sindroma disfungsi ovarium dengan karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan insulin yang tidak efektif.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ tubuh secara bertahap menurun dari waktu ke waktu karena
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang disebabkan karena terganggunya sekresi hormon insulin, kerja hormon insulin,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat berkurangnya sekresi insulin, berkurangnya penggunaan glukosa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas fisik yang teratur mempunyai banyak manfaat kesehatan dan merupakan salah satu bagian penting dari gaya hidup sehat. Karakteristik individu, lingkungan sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyempitan atau penyumbatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma (Anwar, 2004). Banyak penelitian hingga saat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang jumlahnya akan mengalami peningkatan di masa datang (Suyono, 2014). Diabetes melitus adalah penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, diabetes melitus merupakan permasalahan yang harus diperhatikan karena jumlahnya yang terus bertambah. Di Indonesia, jumlah penduduk dengan diabetes melitus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. commit to user
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang jantung. Organ tersebut memiliki fungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Kelainan pada organ tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara global Penyakit Tidak Menular (PTM) membunuh 38 juta orang setiap tahun. (1) Negara Amerika menyatakan 7 dari 10 kematian berasal dari PTM dengan perbandingan
Lebih terperinciFREDYANA SETYA ATMAJA J.
HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT TINGKAT KECUKUPAN KARBOHIDRAT DAN LEMAK TOTAL DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Skripsi Ini Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dislipidemia 2.1.1 Definisi Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid dimana terjadi peningkatan maupun penurunan komponen lipid dalam darah. Kelainan komponen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan
Lebih terperinciDiabetes tipe 2 Pelajari gejalanya
Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan sekumpulan penyakit jantung dan pembuluh darah arteri pada jantung, otak, dan jaringan perifer. Penyakit ini terdiri dari
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kadar kolesterol darah yang dikenal dengan istilah hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
Lebih terperinciUPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009
BAB V KOLESTEROL TINGGI Kolesterol selalu menjadi topik perbincangan hangat mengingat jumlah penderitanya semakin tinggi di Indonesia. Kebiasaan dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari berperan penting
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Metabolik adalah sekumpulan gangguan metabolik dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini berbagai laporan kesehatan mengindikasikan bahwa prevalensi penyakit tidak menular lebih banyak dari pada penyakit menular. Dinyatakan oleh World
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mementingkan defisit neurologis yang terjadi sehingga batasan stroke adalah. untuk pasien dan keluarganya (Adibhatla et al., 2008).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke didefinisikan sebagai suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis. Definisi lain lebih mementingkan defisit neurologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan ini menyebabkan peningkatan kadar total
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat modern cenderung hidup dengan tingkat stres tinggi karena kesibukan dan tuntutan menciptakan kinerja prima agar dapat bersaing di era globalisasi, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selain kematian, Diabetes Mellitus (DM) juga menyebabkan kecacatan, yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola makan atau mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa disebabkan karena gaya hidup
Lebih terperinciDIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM
DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. Sebelumnya menduduki peringkat ketiga (berdasarkan survei pada tahun 2006). Laporan Departemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pesatnya kemajuan teknologi telah banyak membawa perubahan pada pola hidup masyarakat secara global termasuk dalam hal pola makan. Seiring dengan berkembangnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hiperlipidemia merupakan penyakit yang banyak terjadi saat ini. Ada hubungan erat antara hiperlipidemia dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fibrosa yang longgar. Skin tag dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan mempunyai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skin tag merupakan suatu tumor jinak kulit yang terdiri dari jaringan fibrosa yang longgar. Skin tag dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan mempunyai tangkai yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemeliharaan Kesehatan terhadap Penyakit Sindrom Metabolik Upaya pemeliharaan kesehatan meliputi aspekaspek promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif secara tidak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh (Siagian, 2004). Obesitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di seluruh dunia termasuk Indonesia kecenderungan penyakit mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya globalisasi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001 serta Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, telah terjadi transisi epidemiologi
Lebih terperinciPERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD
PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Lebih terperinciHUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) DI POLIKLINIK JANTUNG RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang terjadi baik ketika
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang terjadi baik ketika pankreas tidak menghasilkan cukup insulin ataupun tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan yang pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru serta
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Aerobik Aerobik adalah suatu cara latihan untuk memperoleh oksigen sebanyakbanyaknya. Senam Aerobik adalah serangkaian gerak yang dipilih secara sengaja dengan cara mengikuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja menurut OSHA. tahun 1992, dimana sekitar 62% pekerja menderita Musculoskeletal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Secara fisiologis,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Tahun
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Departemen Kesehatan RI (2009), penyakit sistem sirkulasi darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati urutan teratas pada tahun 2007
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kelainan sindrom metabolik dengan karakteristik dimana seseorang mengalami hiperglikemik kronis akibat kelainan sekresi insulin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perubahan pola kesakitan dan kematian dari penyakit infeksi dan malnutrisi ke penyakit tidak menular menunjukan telah terjadinya transisi epidemiologi di Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit metabolik dan obesitas menjadi salah satu masalah kesehatan yang serius. Pada penyakit metabolik dapat ditandai dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America
BAB 1 PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Penyakit Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang terus menerus dan bervariasi, penyakit metabolik yang dicirikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lemak plasma. Beberapa kelainan fraksi lemak yang utama adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix
Lebih terperinciDIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen
DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. umum lipid ada yang larut dalam air dan ada yang larut dalam pelarut non. dan paha seiiring dengan bertambahnya usia 4.
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lipid 2.1.1 Pengertian Lipid adalah sekelompok senyawa non heterogen yang meliputi asam lemak dan turunannya, lemak netral (trigliserida), fosfolipid serta sterol. Sifat umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya dikarenakan penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja, sebagaian besar diperkirakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Asal kata katarak dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata yang biasanya bening
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara barat misalnya Inggris dan Amerika Serikat kejadian nyeri punggung (terutama nyeri pada punggung bagian bawah) telah mencapai proporsi epidemik. Satu survei
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia dan prevalensinya akan terus bertambah hingga mencapai 21,3 juta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) sudah menjadi masalah kesehatan yang cukup serius di negara maju. Di Amerika Serikat (USA) dan negara-negara Eropa, 33,3% -50% kematian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh kemudian dibungkus dengan kertas rokok berukuran panjang 70 120 mm dengan diameter
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jantung Koroner 1. Definisi Penyakit jantung koroner adalah penyakit pada pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di jantung, yaitu terjadinya penyempitan dan penyumbatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru-paru, otot dan sendi.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit jantung koroner merupakan keadaan dimana terjadinya penimbunan plak di pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner menyempit atau tersumbat.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004). Diabetes Mellitus merupakan
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini
61 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 44 subyek pasien pasca stroke iskemik dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi dan perangkat komputer dalam menyelesaikan pekerjaan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini hampir semua aspek pekerjaan baik di sektor bisnis dan perkantoran maupun industri dan manufaktur telah memanfaatkan dukungan teknologi dan perangkat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit ini sangat ditakuti oleh seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fruktosa merupakan gula yang umumnya terdapat dalam sayur dan buah sehingga sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa fruktosa sepenuhnya aman untuk dikonsumsi.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apolipoprotein atau apoprotein dikenal sebagai gugus protein pada lipoprotein. 1 Fungsi apolipoprotein ini adalah mentransport lemak ke dalam darah. Karena lemak tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegemukan dan obesitas menjadi masalah kesehatan yang serius di berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh obesitas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia.
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada
BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Data umum Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada perempuan, laki-laki sebanyak 53,3%, perempuan 46,7% dengan rerata usia lakilaki 55,38 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan penurunan relatif insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009). Sedangkan menurut Chang, Daly,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dislipidemia adalah suatu kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total (hiperkolesterolemia), peningkatan kadar trigliserida
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Diperkirakan 17,5 juta orang meninggal dunia karena penyakit ini. Dan 7,4 juta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat zaman modern ini, setiap individu sibuk dengan kegiatan masingmasing, sehingga cenderung kurang memperhatikan pola makan. Gaya hidup sedentari cenderung
Lebih terperinci