Kebijakan Profesionalisme Pekerja Sosial

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kebijakan Profesionalisme Pekerja Sosial"

Transkripsi

1 Artikel Penelitian Kebijakan Profesionalisme Pekerja Sosial Professionalism of Social Worker Policy Sahawiah Abdullah Sekolah Tinggi Ilmu Kesejahteaan Sosial Tamalanrea Makassar Abstrak Artikel ini menjelaskan persoalan utama terkait dengan kebijakan profesionalisme pekerja sosial. Pada bagian ini, akan dibahas rumusan substansial kebijakan tentang profesionalisme pekerja sosial berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut, yaitu: mandat konstitusional tentang keadilan sosial, pekerjaan sosial sebagai profesi, konsep pekerja sosial yang profesional, kualifikasi pekerja sosial profesional, pengembangan profesi pekerjaan sosial, kompetensi pekerja sosial, sertifikasi pekerja sosial profesional dan akreditasi lembaga pelayanan sosial. Kata kunci: kompetensi pekerja sosial, sertifikasi pekerja sosial, akreditasi lembaga pelayanan sosial Abstract This article describes the main issues related to professionalism of social worker policy. In this section, will be discussed substantial formulation of social workers professionalism policy with regard to the following matters, namely: constitutional mandate of social justice, social work as a profession, the concept of professional social workers, qualification of professional social workers, social work profession development, social worker competencies, certification of professional social workers, and social services instituon accreditation. Keywords: social worker competencies, social workers certification, social services instituon accreditation Pendahuluan Berbicara tentang rumusan substansial kebijakan tentang profesionalisme pekerja sosial harus bersumber dari pada rumusan ideologi dan konstitusi, yaitu Pancasila dan Pembukaan UUD Mandat dan amanat konstitusional untuk memajukan kesejahteraan sosial termaktub dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertibab dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang- Undang dasar negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 1 Dalam rumusan Pembukaan UUD 1945 tersurat sebuah alasan keberadaan Negara Republik 55

2 Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 12, No. 1, Juni 2013 Indonesia adalah untuk mensejahterahkan rakyat berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pekerjaan Sosial Sebagai Profesi Definisi dan konsep tentang tenaga kesejahteraan sosial profesional dirumuskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Bab I Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi, Tenaga kesejahteraan sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial. 2 Sementara definisi dan konsep pekerjaan sosial diungkapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Tanggal 13 November 2003 tentang Pengembangan Profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia,Bab I butir D ayat 2 yang berbunyi, Pekerjaan sosial adalah: a) profesi utama dalam pelayanan kesejahteraan social, baik pelayanan langsung maupun tidak langsung; b) pekerjaan sosial adalah suatu konstelasi nilai, tujuan, pengakuan, pengetahuan, dan metode untuk membantu individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat melaksanakan tugas kehidupan/fungsionalitas sosial sebaik-baiknya melalui: identifikasi dan pemecahan masalah sosial yang dihadapi individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat yang timbul dari ketidakseimbangan antara diri mereka dan lingkungan sosialnya. Identifikasi kemungkinan timbulnya ketidakseimbangan tersebut supaya dapat mencegahnya; identifikasi dan penguatan potensi individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat secara optimal; c) fungsi utama pekerja sosial adalah memperkuat/mengembangkan kemampuan pemecahan masalah sosial individu, keluarga, kelompok, organisasi, masyarakat, dan potensi pengembangan diri mereka; mengusahakan beroperasinya secara manusiawi sistem sumber dan pelayanan dalam masyarakat; menghubungkan individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat dengan sistem sumber, pelayanan dan peluang; d) strategi intervensi pekerjaan sosial meliputi: strategi perubahan langsung: strategi perubahan langsung terhadap individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat; strategi perubahan langsung di lingkungannya; strategi perubahan tidak langsung terhadap perundangan dan kebijakan kesejahteraan sosial, program kesejahteraan sosial, pengelolaan pelayanan kesejahteraan sosial, serta penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial, reformasi, dan pembangunan kesejahteraan sosial; e) kompetensi dalam strategi intervensi langsung: membantu individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat untuk mencegah timbulnya permasalahan sosial individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat; membantu perseorangan, kelompok atau komunitas dalam menggali, mengerahkan, dan mengarahkan nilai-nilai dan sumber; memelihara dan memperkuat potensi perseorangan, kelompok atau komunitas, yaitu kesadaran sosial, tanggung jawab sosial, kepedulian sosial dan kesetiakawanan sosial masyarakat; membantu perseorangan, kelompok atau masyarakat mengatasi atau memecahkan permasalahan sosial yang dihadapinya serta memulihkan dan memperkuat fungsionalitas sosialnya; mendorong, meningkatkan, mengembangkan, dan mengorganisasikan prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pelayanan dan pembangunan kesejahteraan sosial pada khususnya dan kegiatan-kegiatan pembangunan pada umumnya; f) kompetensi dalam strategi intervensi tidak langsung: mengawasi, mengelola, mengadministrasikan kegiatan dan lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat; melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang kesejahteraan sosial; melaksanakan pendidikan dan pelatihan profesional pekerjaan sosial; menganalisis dan merumuskan rancangan kebijakan dan menyusun rencana program kesejahteraan sosial; berperan serta dalam tim antardisiplin ilmu dan antarsektor dalam perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional atau daerah. 3 Pekerja sosial yang profesional juga disejajarkan dengan pekerja professional yang lain, terutama dalam kaitannya dengan tunjangan jabatan fungsional pekerja sosial. Hal ini 56

3 Abdullah, Kebijakan Profesionalisme Pekerjaan Sosial dirumuskan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 54 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial, dimana Pasal 1 menegaskan: Dalam peraturan Presiden ini yang dimaksudkan dengantunjangan jabatan Fungsional Pekerja sosial, yang selanjutnya disebut dengantunjangan Pekerja Sosial adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada pegwai negeri sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam jabatan Fungsional Pekerja sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4 Selanjutnya dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 1999 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil Pasal 1 butir 7dan 8 ditegaskan: Kualifikasi professional adalah kualifikasi yang bersifat keahlian yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan yang didapatkan dari pendidikan yang berkelanjutan secara sistematis yang pelaksanaan tugasnya meliputi penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, pengembangan dan penerapan konsep, teori, ilmu dan seni untuk pemecahan masalah serta memberikan pengajarannya dan terikat pada etika profesi. Kualifikasi teknisi atau penunjang professional adalah kualifikasi yang bersifat keterampilan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan yang didapatkan dari pendidikan kejuruan dan pelatihan teknis yang pelaksanaan tugasnya meliputi kegiatan teknis profesional berdasarkan prosedur standar operasional serta melatihkannya dan terikat pada etika profesi. 5 Berkaitan dengan jabatan fungsional keahlian dirumuskan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 1999 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil Pasal 5 menegaskan: Jabatan fungsional keahlian adalah jabatan fungsional yang pelaksanaan tugasnya: Mensyaratkan kualifikasi profesional dengan pendidikan serendah-rendahnya berijasah sarjana (strata 1); Meliputi kegiatan yang berkaitan dengan penelitian dan pengembangan, peningkatan dan penerapan konsep dan teori serta metoda operasional dan penerapan disiplin ilmu pengetahuan yang mendasari pelaksanaan tugas dan fungsi ilmu pengetahuan yang mendasari pelaksanaan tugas dan fungsi jabatan fungsional yang bersangkutan; Terikat pada etika profesi tertentu yang ditetapkan oleh ikatan profesinya. 5 Akan tetapi, sebenarnya tunjangan jabatan fungsional pekerja sosial di lingkungan Kementerian Sosial belum bisa dilaksanakan sebab sampai saat ini belum ada peraturan tentang kualifikasi pekerja sosial yang profesional. Juga belum adanya lembaga akreditasi dan sertifikasi pekerja sosial profesional di Kementerian Sosial sehingga sulit untuk menerapkan tunjangan jabatan fungsional keahlian berdasarkan kualifikasi professional. 5 Dalam kaitan jabatan fungsional pekerja sosial dan angka kreditnya, pekerja sosial dikategorikan sebagai profesi. Hal itu diungkapkan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Kep/03/M.PAN/1/2004 tentang jabatan fungsional pekerja sosial dan angka kreditnya, Bab I Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi, Pekerja sosial adalah suatu profesi yang ditujukan untuk membantu orang, baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memperbaiki atau meningkatkan kemampuannya mencapai keberfungsian sosial secara penuh serta mengupayakan kondisi-kondisi kemasyarakatan tertentu yang menunjang pencapaian fungsi sosial. 6 Dalam rumusan ini, secara jelas dan tegas dinyatakan bahwa pekerja sosial profesional itu adalah pembantu (helper). Hal ini sejalan dengan rumusan hakikat pekerja sosial profesional untuk membantu atau menolong. Sebaliknya, dalam Undang-Undang tentang Kesejahteraan Sosial, kata membantu atau menolong tidak muncul sama sekali, tetapi dipakai kata menangani dan melayani. Dilihat dari sejarah awalnya, pekerja sosial (social worker) memang dimaksudkan untuk membantu atau menolong individu, kelompok, dan masyarakat agar mereka bisa memahami kondisi kehidupannya dan keluar atau bebas dari kesulitan hidup sehingga terciptalah keadilan sosial dan kesejahteraan sosial. Jadi pekerja sosial hanya sebagai pembantu atau penolong. Definisi dan konsep profesi diungkapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Indonesia, Bab I butir D ayat 1 yang berbunyi: Profesi ialah suatu pekerjaan yang: a) secara 57

4 Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 12, No. 1, Juni 2013 sosial, moral, hukum, dan agama sah; b) berdasarkan kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan khusus yang diakui; c) berdasarkan kerangka pengetahuan dan kerangka nilai yang diperoleh melalui pendidikan khusus yang sah dan diakui serta menggunakan metode, teknik, dan keterampilan yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial; d) berdasarkan pengangkatan atau perizinan resmi; e) diakui oleh masyarakat tentang keberadaan dan kemanfaatannya; f) mempunyai kedudukan, peranan, dan kewenangan khusus di bidangnya; g) mendapatkan imbalan yang patut atas pelaksanaan tugas profesionalnya dari penerima pelayanan atau dari lembaga yang mempekerjakannya. 3 Dalam peraturan ini, diungkapkan enam syarat untuk disebut sebagai profesi. Keenam syarat itu adalah, pertama, sah secara sosial, moral, hukum, dan agama. Artinya, pekerjaan itu disebut profesi jika memenuhi kriteria sah secara sosial, moral, hukum, dan agama. Kedua, kompetensi diperoleh melalui pendidikan. Ketiga, pekerjaan itu ditempatkan dalam kerangka nilai dan dapat dipertanggungjawabkan secara sosial. Keempat, pekerjaan itu disebut profesi jika diakui oleh masyarakat. Kelima, mempunyai kedudukan dan kewenangan dalam bidangnya. Keenam, pekerjaan itu menghasilkan imbalan. Konsep Pekerja Sosial Profesional Sementara tentang pekerja sosial profesional dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Bab I Pasal 1 ayat 4 yang berbunyi: Pekerja sosial profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepeduliaan dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan dan atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. 3 Berdasarkan rumusan ini, pekerja sosial profesional mengandung unsur-unsur yang penting sebagai berikut: 1) Seseorang yang bekerja di lembaga pemerintah ataupun lembaga swasta; 2) Seseorang yang memiliki kompetensi, profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam bidang pekerjaan sosial; 3) Seseorang yang memiliki pendidikan, pelatihan, dan pengalaman praktik sebagai pekerja sosial; 4) Seseorang yang melaksanakan tugastugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa konseptualisasi pekerja sosial dalam rumusan ini mengandung atau memuat unsurunsur yang meliputi kompetensi profesi pekerja sosial dan kepedulian dalam bidang pekerjaan sosial; memiliki pendidikan, pelatihan dan pengalaman praktik sebagai pekerja sosial dan melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. Konseptualisasi pekerja sosial profesional dalam rumusan ini mengabaikan unsur fundamental dari hakekat pekerja sosial profesional yang mempromosikan hak asasi manusia dan keadilan sosial. Oleh karena itu, sebenarnya kekurangan mendasar dalam rumusan pemikiran soal pengembangan profesionalisme adalah pada dasar pemikiran tentang pemberdayaan dan perwujudan mandat keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Uraian tersebut sesuai dengan teori pemberdayaan pekerja sosial profesional menurut Dubois, bahwa profesionalisme pekerja sosial adalah untuk membantu orang lain, yakni untuk meningkatkan kemampuan individu dalam pemecahan masalah; menghubungkan klien dengan sumber-sumber yang dibutuhkan; meningkatkan jaringan pelayanan sosial; dan meningkatkan keadilan sosial melalui pengembangan kebijakan sosial. Dapatlah dikatakan secara singkat bahwa profesionalisme pekerja sosial memiliki kompleksitas nilai, pengetahuan, dan keterampilan. Ada tiga nilai yang harus dimiliki pekerja sosial profesional, yakni nilai tentang orang (values about people), nilai tentang masyarakat (values about society), dan nilai tentang perilaku profesional (values about professional behavior). Berdasarkan hal itu, pengembangan dan peningkatan profesi pekerjaan sosial harus secara sungguh-sungguh menekankan pentingnya nilai-nilai yang 58

5 Abdullah, Kebijakan Profesionalisme Pekerjaan Sosial berkaitan dengan individu, masyarakat, dan perilaku profesional. 7 Perihal profesionalisme pekerja sosial yang telah diuraikan senada dengan yang ditegaskan pada Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 108/HUK/2009 tentang Sertifikasi Bagi Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kerja Sosial, Pasal 1 Pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa: pekerja sosial profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. 8 Kualifikasi Pekerja Sosial Profesional Kualifikasi pekerja sosial profesional dirumuskan pada Pasal 33 ayat 2 Undang- Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial yang berbunyi: Tenaga kesejahteraan sosial, pekerja sosial profesional, dan penyuluh sosial sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf a, b, dan c sekurangkurangnya memiliki kualifikasi: pendidikan di bidang kesejahteraan sosial; pelatihan dan keterampilan pelayanan sosial; dan atau pengalaman melaksanakan pelayanan sosial. 2 Pasal ini membahas kualifikasi pekerja sosial profesional, yakni: a) pendidikan di bidang kesejahteraan sosial b) pelatihan dan keterampilan pelayanan sosial c) pengalaman melaksanakan pelayanan sosial. Masih tentang kualifikasi ini, dirumuskan dalam Pasal 34 ayat 1 yang berbunyi: Tenaga kesejahteraan sosial, pekerja sosial profesional, dan penyuluh sosial sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat 1 huruf a, b, c dapat memperoleh: pendidikan, pelatihan, promosi, tunjangan dan atau penghargaan. 2 Jadi dapatlah dikatakan bahwa pekerja sosial dapat meningkatkan kualitas profesionalnya melalui : a. pendidikan dan pelatihan b. promosi dan tunjangan c. penghargaan. Pengaturan lebih lanjut mengenai kualifikasi dan kompetensi Pekerja Sosial Profesional tercantum dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. : 108/HUK/2009 tentang Sertifikasi Bagi Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial, Pasal 12, ayat (1) yang berbunyi Sertifikasi ditujukan untuk menentukan kualifikasi dan kompetensi Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial yang didasarkan pada : a. jenis; dan b. jenjang (2) yang berbunyi Jenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didasarkan pada bidang kerja, obyek/sasaran, dan spesialisasi metode. (3) yang berbunyi Jenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk Pekerja Sosial Profesional meliputi : a. Pekerja Sosial Profesional generalis; dan b. Pekerja Sosial Profesional spesialis; serta ayat (4) yang berbunyi Jenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk Tenaga Kesejahteraan Sosial meliputi : a. Tenaga Kesejahteraan Sosial generalis; dan b. Tenaga Kesejahteraan Sosial spesialis. 8 Peraturan Menteri Sosial tersebut merupakan prasyarat bagi Pekerja Sosial agar memperoleh status sebagai Pekerja Sosial Profesional. Apabila peraturan tersebut telah diterapkan dapatlah diharapkan pekerja sosial dapat melaksanakan perannya dimasyarakat secara profesional. Pengembangan Profesi Pekerjaan Sosial Betapa pentingnya profesionalisme pekerja sosial terkait dengan pekerjaan sosial sebagai profesi dan pekerja sosial yang profesional, sehingga dibutuhkan pengembangan profesi pekerjaan sosial. Hal itu diungkapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Tanggal 13 November 2003 tentang Pengembangan Profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia, Bab I butir A yang berbunyi: Dasar pemikirannya: guna menunjang terselenggaranya pembangunan kesejahteraan sosial, kemampuan profesional penyelenggara, baik unsur pemerintah maupun masyarakat perlu ditingkatkan. Di samping peningkatan profesionalisme dari penyelanggaranya, pendekatan utama dalam pembangunan kesejahteraan sosial adalah melalui profesi 59

6 Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 12, No. 1, Juni 2013 pekerjaan sosial. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk melakukan peningkatan dan pengembangan profesi itu sendiri. Jika negaranegara yang jauh lebih maju dari Indonesia saja menganggap begitu pentingnya profesi pekerjaan sosial, maka tidak ada satu pun alasan bagi masyarakat Indonesia untuk tidak memacu pengembangan profesi tersebut. 3 Dasar pemikiran dan pertimbangan untuk pengembangan profesionalisme pekerja sosial, berdasarkan rumusan ini adalah: pertama, dasarnya adalah terselenggaranya pembangunan kesejahteran sosial. Artinya, pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan sosial harus diselenggarakan oleh pekerja-pekerja sosial professional, serta harus melihat dan memahami secara tepat pekerjaan sosial sebagai profesi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dasar pengembangan profesionalisme pekerja sosial adalah untuk menyelenggarakan pembangunan kesejahteraan sosial. Ideologi pembangunan demi kesejahteraan sosial dan kebaikan bersama harus sungguhsungguh dijalankan dengan menjunjung tinggi profesionalisme pekerja sosial. Dalam hal ini juga ditekankan profesionalisme pekerja sosial berkaitan dengan profesionalisme penyelenggara dan pekerjaan sosial sebagai profesi. Hal kedua yang ditekankan, pengembangan profesi pekerjaan sosial itu harus becermin ke negara yang sudah maju dalam bidang pekerjaan sosial. Harus diakui bahwa di Indonesia masyarakat belum mengenal atau memahami profesi pekerjaan sosial, sebab selain pekerja sosial (social worker) belum distratifikasi atau diakreditasi, juga ada anggapan bahwa pekerjaan sosial itu bukan profesi, tetapi sekadar pekerjaan karitatif. Dengan belajar dari negara maju, pekerja sosial diharapkan bisa benar-benar menjalankan mandat dan tugas kemanusiaan untuk terciptanya keadilan sosial. Pekerja sosial bisa belajar tentang pola peningkatan, pengembangan, dan pemberdayaan profesi pekerjaan sosial, pekerjaan sosial sebagai profesi, dan pekerja sosial profesional. 9 Terkait dengan pengembangan profesionalisme pekerja sosial dalam perspektif keadilan sosial dan kesejahteraan sosial dengan pendekatan penanaman nilai-nilai, maka tujuan pengembangan profesi pekerjaan sosial harus konsisten dengan alasan keberadaan profesionalisme pekerja sosial, yakni demi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Akan tetapi, rumusan tujuan pengembangan profesi pekerja sosial seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri Sosial No. 87/HUK/2003 tersebut tidak sesuai atau tidak konsisten dengan hakikat profesionalisme pekerja sosial. 3 Tujuan pengembangan profesionalisme pekerja sosial yang tertulis adalah pengembangan administrasi dan tata kelola pelayanan kesejahteraan sosial. Sebenarnya tujuan utama pengembangan dan pemberdayaan profesionalisme pekerja sosial adalah mewujudkan keadilan sosial dan melihat pekerjaan sosial sebagai profesi. Dengan demikian, mereka harus memiliki kompetensi yang memadai. Jadi, pengembangan dan pemberdayaan profesionalisme pekerja sosial tidak cukup hanya dengan pengembangan administrasi, manajerial, ataupun teknis, tetapi harus lebih terfokus pada substansi dan hal yang bersifat mendasar. Hal itu diungkapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Tanggal 13 November 2003 tentang Pengembangan Profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia, Bab I, butir B yang berbunyi: Tujuan pengembangan profesi pekerjaan sosial adalah dilaksanakannya administrasi dan pengelolaan lembaga pelayanan kesejahteraan sosial serta kegiatan teknik pelayanan kesejahteraan sosial secara profesional, dengan berlandaskan pengetahuan, prinsip dan nilai serta menggunakan metode, teknik dan keterampilan pekerjaan sosial yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial, sehingga dapat menjamin ketepatgunaan, kemanfaatan, hasil guna, dan akuntabilitasnya. 3 Dalam rumusan di atas, tujuan pengembangan profesionalisme pekerja sosial lebih mengutamakan aspek manajerial-teknis. Seharusnya pengetahuan tentang prinsip dan nilai ditempatkan pada tujuan utama dari pengembangan profesionalisme pekerja sosial. Setelah menambah pengetahuan, memahami prinsip-prinsip, dan menghayati nilai-nilai, pekerja sosial juga harus menguasai metode, teknik, dan cara-cara tertentu agar 60

7 Abdullah, Kebijakan Profesionalisme Pekerjaan Sosial profesionalisme pekerja sosial bisa membawa visi dan misi kemanusiaan serta keadilan sosial di tengah masyarakat. Oleh karena itu, sebenarnya dalam ruang lingkup pengembangan profesi pekerjaan sosial harus juga dirumuskan prinsip-prinsip dan nilainilai yang harus diberikan dalam pengembangan profesionalisme pekerja sosial. Ruang lingkup pengembangan profesi pekerjaan sosial menyangkut lima bidang, yaitu perencanaan; pengembangan pendidikan dan latihan; pengembangan organisasi; pengembangan sistem pembinaan karier; serta pengembangan keilmuan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Ruang lingkup ini berkaitan dengan perencanaan. Hal tersebut diungkapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Tanggal 13 November 2003 tentang Pengembangan Profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia, Bab I butir C.1 yang berbunyi: Ruang lingkup pengembangan profesi pekerjaan sosial ini meliputi: perencanaan ketentuan profesional pekerjaan sosial untuk berbagai tingkatan dan bidang spesialisasi, baik pelayanan langsung maupun tidak langsung. 3 Ruang lingkup ini berkaitan dengan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan profesional pekerjaan sosial. Hal tersebut diungkapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Indonesia, Bab I butir C.2 yang berbunyi: Pengembangan pendidikan dan pelatihan profesional pekerjaan sosial, baik program pendidikan S-1, S-2, maupun S-3 dilaksanakan bekerja sama dengan perguruan tinggi pekerjaan sosial, baik di dalam maupun di luar negeri; demikian pula melalui program pendidikan dan pelatihan kekhususan jangka pendek pada UPT Diklat Departemen Sosial. 3 Ruang lingkup ini berkaitan dengan pengembangan organisasi profesional pekerjaan sosial dan organisasi mitra kerjanya. Hal tersebut diungkapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Indonesia, Bab I butir C.3 yang berbunyi: Pengembangan organisasi profesional pekerjaan sosial dan organisasi-organisasi mitra kerjanya, yaitu organisasi pendidikan pekerjaan sosial; dan dewan kesejahteraan sosial; demikian pula pengembangan kode etik profesional serta sistem akreditasi pekerjaan sosial. 3 Ruang lingkup ini berkaitan dengan pengembangan sistem pembinaan karier bagi para pekerja sosial profesional yang memegang jabatan struktural dan fungsional. Hal tersebut diungkapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Indonesia, Bab I, butir C.4 yang berbunyi: Pengembangan sistem pembinaan karier bagi para pekerja sosial profesional yang memegang jabatan struktural dan fungsional, baik di lingkungan Departemen Sosial, instansi pemerintah lainnya, dan lembaga pelayanan kesejahteraan sosial bukan pemerintah serta pembinaan praktik/operasional profesi pekerjaan sosial. 3 Ruang lingkup ini berkaitan dengan pengembangan keilmuan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Hal tersebut diungkapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Indonesia, Bab I butir C.5 yang berbunyi: Pengembangan keilmuan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 3 Kompetensi Pekerja Sosial Perihal pekerja sosial yang memiliki kompetensi profesional diungkapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Tanggal 13 November 2003 tentang Pengembangan Profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia, Bab I butir D ayat 3 yang berbunyi: Pekerja sosial adalah seseorang yang mempunyai kompetensi profesional dalam pekerjaan sosial yang diperolehnya melalui pendidikan formal atau pengalaman praktik di bidang pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial. 3 61

8 Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 12, No. 1, Juni 2013 Berdasarkan tingkatan kompetensinya, pekerja sosial dapat digolongkan pertama ke dalam pekerja sosial profesional pembantu. Hal itu diungkapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Tanggal 13 November 2003 tentang Pengembangan Profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia, Bab I butir D ayat 3 butir (a) yang berbunyi: Pekerja sosial profesional pembantu ialah seseorang berpendidikan sekolah menengah pekerja sosial dengan tambahan pelatihan pengkhususan tertentu memenuhi persyaratan di bidang kesejahteraan sosial, atau program D-3 pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial dengan kompetensi sebagai pembantu pekerja sosial, baik dalam pelayanan kesejahteraan sosial langsung maupun tidak langsung. 3 Berdasarkan kompetensinya, ada juga pekerja sosial profesional umum. Hal itu diungkapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Indonesia, Bab I butir D ayat 3 butir (b) yang berbunyi: Pekerja sosial profesional umum yaitu seseorang yang berpendidikan D-4 atau S-1 atau yang dipersamakan di bidang kesejahteraan sosial/pekerjaan sosial dengan kompetensi penuh dalam pelayanan kesejahteraan sosial langsung atau tidak langsung. 3 Berdasarkan kompetensi, pekerja sosial juga digolongkan sebagai pekerja sosial spesialis karena berijazah S-3. Hal itu diungkapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Tanggal 13 November 2003 tentang Pengembangan Profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia, Bab I butir D ayat 3 butir (c) yang berbunyi: Pekerja sosial spesialis yaitu seseorang yang berpendidikan S-2 atau spesialis 1 yang dipersamakan di bidang pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial dengan kompetensi penuh sebagai spesialis dalam pelayanan kesejahteraan sosial, langsung atau tidak langsung, praktik mandiri atau dalam lembaga pelayanan kesejahteraan sosial. 3 Berdasarkan kompetensi, pekerja sosial juga digolongkan sebagai pekerja sosial ahli. Hal itu diungkapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Tanggal 13 November 2003 tentang Pengembangan Profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia, Bab I butir D ayat 3 butir (d) yang berbunyi: Pekerja sosial ahli yaitu seseorang dengan pendidikan S-3 atau spesialis 2 atau yang dipersamakan di bidang pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial dengan kompetensi penuh dalam bidang pendidikan, penelitian, pengembangan, perumusan rancangan kebijakan, atau perencanaan program kesejahteraan sosial. 3 Pelayanan sosial adalah pelayanan kesejahteraan sosial. Semua kegiatan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara profesional mencakup penyuluhan, penyembuhan, penyantunan, pengembangan nilai-nilai, pengorganisasian, dan perumusan kebijakan. Semua ini diungkapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Tanggal 13 November 2003 tentang Pengembangan Profesi Pekerjaan Sosial di Indonesia, Bab I butir D ayat 4 yang berbunyi: Pelayanan sosial adalah pelayanan kesejahteraan sosial, yaitu semua bentuk kegiatan pelaksanaan usaha dan kegiatan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara profesional, meliputi: a) penyuluhan dan bimbingan sosial untuk menggugah, meningkatkan, dan mengembangkan kesadaran sosial, tanggung jawab sosial, prakarsa dan peran serta sosial perseorangan, kelompok, dan masyarakat; b) penyembuhan dan pemulihan sosial; c) penyantunan dan penyediaan bantuan sosial; d) pengembangan nilai-nilai, potensi, dan sumber kesejahteraan sosial; e) pengorganisasian, pengadministrasian, dan pengelolaan lembaga kesejahteraan sosial; f) perumusan kebijakan dan perencanaan program kesejahteraan sosial. 3 Jadi dalam undang-undang secara jelas dinyatakan bahwa seorang pekerja sosial disebut profesional jika dia memenuhi persyaratan sebagai seseorang yang terlatih atau terdidik, memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial sehingga terciptalah kesejahteraan sosial. Berdasarkan tingkat kompetensinya, pekerja sosial dapat digolongkan ke dalam: a) pekerja sosial profesional pembantu, yaitu seseorang yang berpendidikan sekolah menengah pekerjaan sosial dengan tambahan pelatihan pengkhususan tertentu, memenuhi persyaratan di bidang kesejahteraan sosial, atau program D-3 pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial dengan 62

9 Abdullah, Kebijakan Profesionalisme Pekerjaan Sosial kompetensi sebagai pembantu pekerja sosial, baik dalam pelayanan kesejahteraan sosial langsung maupun tidak langsung; b) pekerja sosial profesional umum, yaitu seseorang yang berpendidikan D-4 atau S-1 atau yang dipersamakan di bidang kesejahteraan sosial/pekerjaan sosial dengan kompetensi penuh dalam pelayanan kesejahteraan sosial langsung atau tidak langsung; c) pekerja sosial spesialis yaitu seseorang yang berpendidikan S-2 atau spesialis 1 yang dipersamakan di bidang pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial dengan kompetensi penuh sebagai spesialis dalam pelayanan kesejahteraan sosial langsung atau tidak langsung, praktik mandiri, atau dalam lembaga pelayanan kesejahteraan sosial; d) pekerja sosial ahli yaitu seseorang dengan pendidikan S-3 atau spesialis 2 atau yang dipersamakan di bidang pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial dengan kompetensi penuh dalam bidang pendidikan, penelitian, pengembangan, perumusan rancangan kebijakan atau perencanaan program kesejahteraan sosial. 4) Pelayanan sosial adalah pelayanan kesejahteraan sosial, yaitu semua bentuk kegiatan pelaksanaan usaha dan kegiatan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara profesional, meliputi: a) penyuluhan dan bimbingan sosial untuk menggugah, meningkatkan, dan mengembangkan kesadaran sosial, tanggung jawab sosial, prakarsa, dan peran serta sosial perseorangan, kelompok, dan masyarakat; b) penyembuhan dan pemulihan sosial; c) penyantunan dan penyediaan bantuan sosial; d) pengembangan nilai-nilai, potensi, dan sumber kesejahteraan sosial; e) pengorganisasian, pengadministrasian, dan pengelolaan lembaga kesejahteraan sosial; f) perumusan kebijakan dan perencanaan program kesejahteraan sosial. Sertifikasi Pekerja Sosial Profesional Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 108/HUK/2009 tentang sertifikasi bagi pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial, Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi: Sertifikasi adalah pemberian sertifikat kepada pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial melalui uji kompetensi yang mengacu pada standar kompetensi. Seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri Sosial No. 87/HUK/2003 tersebut. Dalam kaitan itu, dibentuklah Lembaga Sertifikasi Pekerja Sosial sesuai dengan definisi dalam Pasal 1 ayat 5: Lembaga Sertifikasi Pekerja Sosial adalah lembaga independen yang berwenang menetapkan kualifikasi dan memberikan sertifikat kompetensi untuk menjamin mutu kompetensi dan kualifikasi pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial untuk melaksanakan praktik pekerjaan sosial dan/atau penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 3 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 107/HUK/2009 tentang Akreditasi Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial, Pasal 6 ayat 1 berbunyi: Standar minimal untuk kelengkapan lembaga meliputi antara lain, ketersediaan pekerja sosial profesional dan/atau tenaga kesejahteraan sosial yang memiliki sertifikat kompetensi. Lembaga yang diberi wewenang untuk menetapkan akreditasi lembaga di bidang kesejahteraan sosial adalah lembaga akreditasi bidang kesejahteraan sosial. Hal itu dirumuskan dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 107/HUK/2009 tentang Akreditasi Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial, Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi: Akreditasi adalah penentuan tingkat kelayakan dan standardisasi penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang diberikan kepada lembaga di bidang kesejahteraan sosial. Dan, pasal 1 ayat 2 berbunyi: Badan akreditasi lembaga kesejahteraan sosial yang selanjutnya disebut Badan Akreditasi adalah lembaga yang diberi kewenangan oleh Menteri untuk menetapkan akreditasi lembaga di bidang kesejahteraan sosial. Sementara Pasal 2 menyatakan: Akreditasi lembaga di bidang kesejahteraan sosial dimaksudkan untuk menjamin dan meningkatkan mutu peneyelenggaraan kesejahteraan sosial. 10 Lebih lanjut, Pasal 5 ayat 3 berbunyi akreditasi diberikan setelah memenuhi standar pelayanan minimal penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang meliputi kelengkapan kelembagaan, proses pelayanan, dan hasil pelayanan. Kesimpulan Profesionalisme pekerja sosial di Indonesia didasari oleh kebijakan yang 63

10 Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 12, No. 1, Juni 2013 bersumber dari rumusan konstitusi, yaitu Pancasila dan Pembukaan UUD Mandat dan amanat konstitusional untuk memajukan kesejahteraan sosial memberi implikasi perlunya sumber daya manusia yang profesional untuk mewujudkannya. Disinilah bermulanya tuntutan profesionalisme pekerja sosial. Implementasi kebijakan profesionalisme pekerja sosial di Indonesia belum berjalan baik diindikasikan. Diperlukan koordinasi antar kementerian dan instansi pemerintah dan komitmen politik pemerintah yang selaras dengan tuntutan dan perkembangan global dan regional untuk meningkatkan profesionalisme pekerja sosial dalam pelayanan kesejahteraan sosial Berbagai strategi perlu dilakukan termasuk menempatkan pekerja sosial profesional di lembaga pelayanan kesejahteraan sosial; mengembangkan pekerja sosial profesional melalui pendidikan dan pelatihan; menyusun kualifikasi dan standardisasi kompetensi pekerja sosial profesional, serta membuat undang-undang tentang pekerja sosial. Rekomendasi Perkembangan profesionalisme di semua bidang pekeraan semakin cepat sesuai dengan tuntutan pengguna tenaga kerja. Sudah hampir semua pekerjaan menuntut sertifikasi sebagai salah satu upaya untuk lebih menjamin profesionalisme kerja. Pekerjaan sosial sebagai suatu profesi harus terus dikembangkan secara terus-menerus dan menuntut percepatan ke depan. Hanya dengan cara seperti inilah pekerjaan sosial sebagai suatu profesi dapat mengejar ketertinggalannya dari profesi lain. Oleh karena itu semua stakeholders pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial harus mampu bekerja sama dan bekerja keras dalam rangka penyempurnaan profesionalisme pekerjaan sosial antara lain melalui pelaksanaan sertifikasi. Untuk hal ini, Kementerian Sosial dan instansi Pemerintah lain harus meningkatkan dukungannya dalam rangka percepatan pengembangan dan penyempurnaan profesi pekerjaan sosial. Daftar Pustaka 1. Tim Redaksi. (2011). Undang-Undang Dasar Remaja Rosdakarya: Bandung. 2. Tim Redaksi. (2010). Undang-Undang Kesejahteraan Sosial 2009 Dilengkapi Dengan UU No. 13 Tahun 1998 PP. RI. No. 43 Tahun Senar Grafika: Jakarta. 3. Departemen Sosial Republik Indonesia. (2003). Lampiran Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 87/HUK/2003 Tanggal 13 November Biro Humas Departemen Sosial: Jakarta. 4. Republik Indonesia. (2006). Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 54 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial. Sekretariat Negara: Jakarta. 5. Republik Indonesia. (2006). Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 1999 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil. Sekretariat Negara: Jakarta. 6. Kementerian Aparatur Negara Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Kep/03/M.PAN/1/2004 tentang Jabatan Fungsional Pekerja Sosial dan Angka Kreditnya. Biro Hubungan Masyarakat. 7. DuBois, Brenda. Karla, Krogsrud Miley. (2005). Social Work: An Empowering Profession, Pearson: New York, Kementerian Sosial Republik Indonesia. (2009). Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 108/HUK/2009 tentang Sertifikasi Bagi Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kerja Sosial. Biro Hubungan Masyarakat: Jakarta. 9. Chamsyah, Bachtiar. (2008). Reinventing Pembangunan Sosial untuk Kesejahteraan Masyarakat Indonesia, Universitas Trisakti: Jakarta. 10.Kementeriam Sosial Republik Indonesia. (2009). Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 107/HUK/2009 tentang Akreditasi Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial. 64

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 108 / HUK / 2009 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 108 / HUK / 2009 TENTANG SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 108 / HUK / 2009 TENTANG SERTIFIKASI BAGI PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR KOMPETENSI PEKERJA SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR KOMPETENSI PEKERJA SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR KOMPETENSI PEKERJA SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2013 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449); 5. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tent

2017, No Indonesia Tahun 2013 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449); 5. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tent No.942, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Standar Kompetensi Pekerja Sosial. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR KOMPETENSI PEKERJA SOSIAL DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG SERTIFIKASI PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG SERTIFIKASI PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG SERTIFIKASI PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5494 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Kepegawaian. Aparatur Sipil Negara. Manajemen. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA I. UMUM Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1994 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1994 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1994 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pengembangan profesionalisme dan

Lebih terperinci

2017, No KEP/58/M.PAN/6/2004 tentang Jabatan Fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat dan Angka Kreditnya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan seb

2017, No KEP/58/M.PAN/6/2004 tentang Jabatan Fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat dan Angka Kreditnya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan seb No.272, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPAN-RB. Jabatan Fungsional. Penggerak Swadaya Masyarakat. Perubahan. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 45/Permentan/OT.140/4/2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI PROFESI PENYULUH PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 45/Permentan/OT.140/4/2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI PROFESI PENYULUH PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 45/Permentan/OT.140/4/2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI PROFESI PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan,

Lebih terperinci

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI Irtama 2016 1 Irtama 2016 2 SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan internal adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 107 / HUK / 2009 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 107 / HUK / 2009 TENTANG MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 107 / HUK / 2009 TENTANG AKREDITASI LEMBAGA DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 1994 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SERTIFIKASI MENEGASKAN EKSISTENSI PEKERJA SOSIAL DI INDONESIA

SERTIFIKASI MENEGASKAN EKSISTENSI PEKERJA SOSIAL DI INDONESIA SERTIFIKASI MENEGASKAN EKSISTENSI PEKERJA SOSIAL DI INDONESIA Oleh: Rudi Saprudin Darwis 1 Email: 1 Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi Pekerjaan Sosial Indonesia ABSTRAK Eksistensi pekerjaan sosial sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa sesuai dengan tuntutan nasional dan tantangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

2014, No.16 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi adalah pengaturan

2014, No.16 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi adalah pengaturan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.16, 2014 PENDIDIKAN. Pendidikan Tinggi. Perguruan Tinggi. Pengelolaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1264, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. Jabatan Fungsional. Pamong Budaya. Pedoman Formasi. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POLA KARIER PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POLA KARIER PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POLA KARIER PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 4.

2016, No Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 4. No.1, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pegawai. Pola Karir. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POLA KARIER PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan tuntutan nasional dan tantangan global untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.47, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Jabatan Fungsional. Pengendali. Dampak Lingkungan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 1 TAHUN

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

2017, No Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1167, 2017 KEMENSOS. Standar Nasional SDM Penyelenggara Kesejahteraan Sosial. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR NASIONAL

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb No.1572, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Piagam Pengawasan Intern. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.51, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Jabatan Fungsional. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5121) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pendidikan dan Pelatihan Jabatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 198, 2000 KEPEGAWAIAN.PENDIDIKAN DAN LATIHAN.JABATAN. Pegawai Negeri Sipil. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sesuai dengan tuntutan nasional

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 0100 TAHUN 2017

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 0100 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 0100 TAHUN 2017 TENTANG FORMASI JABATAN FUNGSIONAL TERTENTU/KHUSUS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusya

2 Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusya No.1802, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPAN RB. Analis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Fungsional. Pedoman. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 47 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DI DAERAH DAN ANGKA KREDITNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 3. Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentan

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 3. Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentan No.75, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Tunjangan Jabatan. Fungsional. POLRI. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/SM.200/6/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/SM.200/6/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/SM.200/6/2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 3 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 3 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 3 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KOTA CILEGON DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2018, No Nomor 1473) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Per

2018, No Nomor 1473) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Per No.78, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Inpassing Jabatan Fungsional Penyuluh Hukum. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1877, 2014 KEMENKES. Jabatan Fungsional. Pembinaan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.438, 2015 KEMENKES. Jabatan Fungsional. Penyuluh Kesehatan Masyarakat. Standar Kompetensi. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

2016, No Nomor 157 tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa P

2016, No Nomor 157 tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa P No.1877, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LKPP. Pejabat Fungsional. Pengelola Pengadaan Barang/ Jasa. Pengembangan dan Pembinaan Kompetensi. Pencabutan. PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.863A, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI. Auditor. Jafung. Angka Kreditnya. Perubahan. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR: 21 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR: 21 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR: 21 TAHUN 2010 TENTANG JABATAN

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1919, 2015 KEMENAG. Diklat. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1023, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Sekolah Tinggi Agama Budha Negeri. Raden Wijaya Wonogiri PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI PROFESI PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI PROFESI PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN 5 2013, No.640 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PERMENTAN/OT.140/4/2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI PROFESI PENYULUH PERTANIAN PEDOMAN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI

Lebih terperinci

2016, No Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 te

2016, No Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 te BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2016 KEMEN-LHK. Jabatan Fungsional. Penyuluh Kehutanan. Uji Kompetensi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.37/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2016

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL JABATAN FUNGSIONAL TEKNISI TRANFUSI DARAH

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL JABATAN FUNGSIONAL TEKNISI TRANFUSI DARAH PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR KOMPETENSI MANAJERIAL JABATAN FUNGSIONAL TEKNISI TRANFUSI DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG AKREDITASI LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG AKREDITASI LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL SALINAN MENTERI SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG AKREDITASI LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL, a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.513, 2014 KEMENKUMHAM. Jabatan. Kelas Jabatan. Struktural. Fungsional. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pendidikan dan Pelatihan Jabatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.67/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 TENTANG STANDAR DAN UJI KOMPETENSI JABATAN FUNGSIONAL PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2016

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2016 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2016 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

No Indonesia. Selain itu, hasil karya Arsitektur dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Dalam melakukan kegiat

No Indonesia. Selain itu, hasil karya Arsitektur dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Dalam melakukan kegiat TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6108 ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 179) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN KETERANGAN BELAJAR, IZIN BELAJAR, TUGAS BELAJAR, SURAT KETERANGAN TANDA LAPOR TELAH MEMILIKI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 1994 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG TUNJANGAN PROFESI GURU DAN DOSEN, TUNJANGAN KHUSUS GURU DAN DOSEN, SERTA TUNJANGAN KEHORMATAN PROFESOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Pada penyusunan Laporan Akuntabilias Kinerja Tahun 2013 ini, mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk mencapai tujuan Ombudsman, para

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS BELAJAR DAN IZIN BELAJAR DI LINGKUNGAN ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP

Lebih terperinci

KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN JABATAN FUNGSIONAL

KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN JABATAN FUNGSIONAL KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN JABATAN FUNGSIONAL NURHAYATI Kantor Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara, Jakarta PENDAHULUAN Dalam rangka melaksanakan tugas umum pemerintah dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (L

2 Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (L No.287, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPAN RB. Analis Keimigrasian. Jabatan Fungsional. Angka Kredit. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI. Seleksi Pegawai. Lembaga Penegak Hukum. Promosi.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI. Seleksi Pegawai. Lembaga Penegak Hukum. Promosi. No.64, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI. Seleksi Pegawai. Lembaga Penegak Hukum. Promosi. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya manusia dalam mengembangkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PARIAMAN

PEMERINTAH KOTA PARIAMAN PEMERINTAH KOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 23 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BENER MERIAH PERATURAN BUPATI BENER MERIAH NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN INSPEKTORAT KABUPATEN BENER MERIAH

BUPATI BENER MERIAH PERATURAN BUPATI BENER MERIAH NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN INSPEKTORAT KABUPATEN BENER MERIAH BUPATI BENER MERIAH PERATURAN BUPATI BENER MERIAH NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN INSPEKTORAT KABUPATEN BENER MERIAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHAKUASA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR : 29 TAHUN 2013

PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR : 29 TAHUN 2013 BUPATI CIAMIS PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR : 29 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TUGAS BELAJAR, IZIN BELAJAR, UJIAN KENAIKAN PANGKAT PENYESUAIAN IJAZAH DAN KENAIKAN PANGKAT PENYESUAIAN IJAZAH SERTA PENCANTUMAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA. SERTIFIKASI. Widyaiswara. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA. SERTIFIKASI. Widyaiswara. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA. SERTIFIKASI. Widyaiswara. Pedoman. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.208, 2014 ADMINISTRASI. Sumber Daya Manusia. Metereologi. Klimatologi. Geofisika. Pengembangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 1994 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2006 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS AIRLANGGA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2006 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS AIRLANGGA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2006 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS AIRLANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.288, 2014 KEMENPAN RB. Pemeriksa Keimigrasian. Jabatan Fungsional. Angka Kredit. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan No.1858, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Sertifikasi Kompetensi Teknis ASN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.92/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Kepegawaian. Aparatur Sipil Negara. Manajemen. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.287, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPAN RB. Analis Keimigrasian. Jabatan Fungsional. Angka Kredit. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN RIAU PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN RIAU NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN DAN JABATAN FUNGSIONAL NONKESEHATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci