III. KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 25 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Struktur Pasar Struktur pasar dijabarkan sebagai lingkungan persaingan dalam pasar untuk sebuah produk atau jasa (Pappas dan Hirschey, 1995). Dalam konteks perdagangan internasional, pasar yang dimaksud adalah negara-negara di dunia dengan struktur pasar yang dijabarkan dalam bentuk serangkaian karakteristik industri dari tiap belahan dunia. Struktur pasar secara umum dicirikan dengan dasar empat karakteristik industri yaitu, jumlah dan distribusi ukuran dari pembeli dan penjual serta para pendatang potensial yang aktif, tingkat diferensiasi produk, jumlah dan biaya informasi tentang harga dan mutu produk, serta kondisi keluar dan masuk industri. Atas dasar empat karakteristik industri tersebut maka struktur pasar dibedakan menjadi empat macam pasar, berikut disajikan pada tabel 10 macam-macam pasar dan cirinya. Tabel 10. Macam-macam Pasar dan Cirinya Ciri-ciri Macam-macam Pasar/Persaingan Sempurna Monopoli Monopolistis Oligopoli Jumlah Perusahaan Sangat banyak standar/identik Satu/corporate Banyak Sedikit atau standar Jenis Produksi Homogen Unik/exclusive Berbeda corak Berbeda Kekuatan dalam penentuan harga Tidak ada Sangat besar Sedikit Sedikit tanpa kerjasama atau banyak dengan Kemungkinan keluar/masuk Sangat mudah Dari luar tidak mungkin masuk Cukup mudah Persaingan di luar harga Sumber: Iskandar Putong, Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, 2003 kerjasama Hambatan relatif cukup kuat Tidak ada Iklan Iklan Iklan bila kolusif

2 26 1. Pasar Persaingan Sempurna Persaingan sempurna (murni) terjadi ketika para produsen individual di pasar tidak memiliki pengaruh atas harga. Mereka adalah para pengambil harga (price takers) sebagaimana diperbandingkan dengan penentu harga. Tidak adanya pengaruh terhadap harga ini memerlukan kondisi, pertama adalah adanya sejumlah besar pembeli dan penjual. Dimana setiap perusahaan dalam industri memproduksi sebagian kecil dari keluaran industri dan setiap pelanggan hanya membeli sebagian kecil dari produk total. Kedua adalah homogenitas produk, dimana keluaran tiap perusahaan dipandang oleh para pelanggan sebagai produk yang pada dasarnya sama dengan keluaran setiap perusahaan lainnya dalam industri tersebut. Ketiga adalah kebebasan masuk dan keluar pasar. Dalam hal ini perusahaan-perusahaan tidak dibatasi untuk memasuki dan meninggalkan industri tersebut. Keempat adalah penyebaran informasi yang sempurna, dimana informasi tentang biaya, harga, mutu produk diketahui oleh semua pembeli dan penjual di pasar. Semua kondisi tersebut merupakan asumsi yang harus dipenuhi dalam pasar persaingan sempurna, namun hal ini jarang terjadi dalam pasar yang sebenarnya. Laba ekonomi hanya dimungkinkan dalam periode disekuilibrium jangka pendek sebelum para pesaing memberikan tanggapan persaingan yang efektif. 2. Pasar Persaingan Monopolistis Menurut Pappas dan Hirschey (1995), persaingan monopolistis menjabarkan struktur pasar yang terdiri dari banyak penjual yang menawarkan produk-produk yang serupa tapi tidak identik. Persaingan monopolistis sangat serupa dengan pasar persaingan sempurna dalam hal persaingan harga yang tetap

3 27 diantara sejumlah besar produsen dan para individu. Perbedaan utama dari kedua model ini adalah bahwa dalam persaingan monopolistis para konsumen melihat adanya perbedaan-perbedaan penting diantara produk-produk yang ditawarkan oleh setiap produsen individual. Karena para konsumen memandang perbedaan diantara produk-produk para pesaing, setiap produsen memiliki pengendalian tertentu terhadap harga yang dikenakannya. Dengan kata lain persaingan monopolistik mempertahankan beberapa asumsi dari pasar persaingan sempurna bahwa setiap perusahaan mengambil keputusan-keputusannya secara independen, yaitu perubahan harga oleh satu perusahaan tidak menyebabkan perusahaan-perusahaan lain mengubah harga mereka. Kemudian adalah sebagian besar perusahaan dalam industri menghasilkan produk yang sama. Tetapi produk yang dihasilkan tidak homogen sehingga diasumsikan perusahaan-perusahaan dapat mendiferensiasikan produknya sampai tingkat tertentu sehingga bisa dibedakan dengan produk dari perusahaan lainnya. Difirensiasi produk dapat mengambil banyak bentuk, produk tidak hanya melibatkan karakteristik jumlah, mutu, dan harga, tetapi juga atribut waktu dan tempat. Faktor penting dari semua bentuk diferensiasi produk adalah bahwa beberapa konsumen lebih menyukai produk dari satu penjual dibanding produk dari penjual yang lainnya. Tetapi adanya banyak produk pengganti yang dekat membatasi kemampuan perusahaan individual dalam menetapkan harga dan mendorong laba ketingkat pengembalian yang normal dalam jangka panjang.

4 28 3. Pasar Oligopoli Oligopoli adalah struktur pasar yang dicirikan dengan sedikit penjual dimana keputusan harga atau keluaran saling bergantung antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain. Dalam oligopoli hanya terdapat sedikit pesaing yang memegang sebagian besar atau semua keluaran industri yang bersangkutan. Umumnya juga terdapat hambatan masuk dan keluar yang sangat tinggi. Keputusan harga atau keluaran perusahaan saling berkaitan dalam arti bahwa reaksi langsung dari para pesaing utama dapat diperkirakan. Sebagai hasilnya, keputusan setiap perusahaan individual didasari sebagian oleh tanggapan yang mungkin dari para pesaing. Persaingan yang dilakukan meliputi persaingan dalam bentuk harga maupun non harga. Sekalipun jumlah pesaing yang terbatas menimbulkan potensi untuk laba ekonomi, tingkat pengembalian diatas normal sama sekali tidak dijamin. Persaingan diantara sedikit perusahaan kadang-kadang menjadi sangat tajam. 4. Pasar Monopoli Menurut Pappas dan Hirschey (1995), monopoli adalah suatu pasar yang dicirikan dengan penjual tunggal dan sebuah produk yang sangat didiferensiasi. Karena sebuah produsen monopoli adalah penyedia satu-satunya untuk sebuah komoditi yang diinginkan, produsen monopoli itu adalah industri itu sendiri. Produsen setiap produk harus bersaing memperebutkan pangsa pasar dari pembelian konsumen, tetapi produsen monopoli ini tidak menghadapi persaingan yang efektif untuk penjualan produknya baik dari pesaing yang ada maupun yang potensial. Hal ini memungkinkan produsen monopoli tersebut untuk menentukan harga dan keluaran secara bersamaan untuk produsen (dan untuk industri yang

5 29 bersangkutan). Hambatan masuk atau keluar yang besar seringkali merintangi para pendatang potensial dan menawarkan kesempatan untuk memperoleh laba ekonomi, bahkan dalam jangka panjang, baik kepada produsen monopoli yang efisien maupun yang tidak efisien. Dalam dunia perdagangan, struktur pasar menunjukkan atribut pasar yang mempengaruhi sifat dan proses persaingan. Unsur-unsur struktur pasar meliputi konsentrasi, diferensiasi produk, hambatan masuk ke dalam pasar, struktur biaya dan tingkat pengaturan pemerintah. Para pakar ekonomi mengklasifikasikan pasar dengan memperhatikan seberapa banyak jumlah perusahaan yang ada dalam industri. Struktur pasar penting karena berimplikasi pada persaingan ekonomi di negara yang berkepentingan jika suatu negara menguasai pangsa pasar 20 persen daripada negara lainnya maka dapat ditentukan sejauh mana suatu negara dapat menjadi price taker atau market follower. Selain itu negara tersebut berpotensi untuk melakukan persaingan yang tidak sehat seperti kolusi dan memiliki pengaruh untuk mengubah harga suatu komoditi Konsep Daya Saing Dalam perdagangan, daya saing akan menentukan posisi suatu komoditi di pasar. Di pasar internasional seperti di negara-negara Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat, Federasi Rusia teh Indonesia bersaing dengan produk sejenis atau subtitusinya yang diproduksi oleh negara pesaing. Salah satu indikator daya saing suatu komoditi ialah pangsa pasar (Martin et al, 1991). Disebutkan bahwa jika pangsa pasar suatu komoditi meningkat, berarti daya saing komoditi itu meningkat. Oleh karena itu analisis daya saing secara umum dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan pangsa pasar dan pertumbuhan pasar.

6 30 Pendekatan demikian telah banyak diterapkan oleh para peneliti, antara lain Sirhan dan Johnson (1991), Fontes, Grennes, dan Johnson (1990), Silvapulla dan Phillips (1985), Sigit dan Asra (1985), Drajat dan Johnson (1991), dan Drajat dan Darmawan (1991) 7. Dalam analisis daya saing komoditi teh Indonesia di pasar internasional, pendekatan serupa dapat dilakukan. Menurut Simanjuntak (1992) dalam Tarsono (2006), daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dari pengusahaan komoditi tersebut. Tingkat keuntungan dapat dilihat dari keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sedangkan efisiensi pengusahaan komoditi dapat dari tingkat keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. a. Konsep Keunggulan Komparatif Perkembangan yang terjadi di dunia baik di bidang ekonomi, politik maupun teknologi menciptakan saling ketergantungan yang tinggi antar negara. Konsekuensinya adalah peran perdagangan internasional menjadi sangat penting. Suatu negara akan mengekspor sejumlah barang, jasa dan faktor produksi untuk ditukarkan dengan impor barang, jasa, dan faktor produksi lain yang hanya dapat diproduksi dengan cara yang kurang efisien atau tidak dapat diproduksi sama sekali. Dengan semakin berkembangnya hubungan saling ketergantungan 7 Bambang Drajat dan Prajogo U. Hadi, Daya Saing Minyak Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Eropa Barat, Amerika Serikat,dan Jepang, Jurnal Agro Ekonomi, Volume 15, Nomor 1, Mei 1996, hlm 73

7 tersebut, peranan dari perdagangan internasional dari setiap negara akan semakin penting. 31 Konsep keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage) pertama kali dikemukakan oleh David Ricardo pada awal abad ke 19. Konsep keunggulan komparatif Ricardo menyatakan bahwa suatu negara akan cenderung memproduksi dan mengekspor komoditi dengan biaya produksinya secara relatif lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi negara lain dan di dasarkan kepada satu produksi saja yaitu tenaga kerja (Salvatore, 1997). Hukum keunggulan komparatif Ricardo mendasarkan pada sejumlah asumsi yang disederhanakan, yaitu: (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi (6) tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja. Asumsi satu sampai enam dapat diterima, namun asumsi tujuh (yaitu teori nilai tenaga kerja) tidak berlaku dan seharusnya tidak digunakan untuk menjelaskan keunggulan komparatif. Pada tahun 1933 Heckscler dan Olin melakukan pengembangan terhadap Hukum Keunggulan Komparatif Ricardo. Heckscler dan Olin (H-O) menekankan pada perbedaan tarif faktor pemberian alam (endowment) dan harga-harga faktor produksi antar negara sebagai determinan perdagangan yang paling penting. Teori H-O beranggapan bahwa tiap negara akan mengekspor komoditi yang secara relatif mempunyai faktor produksi yang berlimpah dan murah, serta mengimpor komoditi yang faktor produksinya relatif langka dan mahal (Salvatore, 1997).

8 32 Terdapat dua faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif, pertama adalah iklim yang berbeda. Hal ini membuat negara memiliki fungsi produksi yang berbeda akibat dari masukan yang sama akan menghasilkan keluaran yang berbeda pada iklim yang berbeda. Keunggulan komparatif yang dimiliki suatu negara diperoleh dari hasil produksi komoditi yang paling sesuai dengan iklimnya. Kedua adalah faktor teknologi yang berbeda. Kenyataan bahwa teknologi terus berubah berimbas pada teknik produksi yang diterapkan di tiap negara. Negaranegara yang mampu menyerap teknologi lebih cepat serta mampu mengimplementasikannya dengan baik akan memperoleh keunggulan komparatif lebih besar dibanding negara lainnya yang tidak mampu mengadaptasi perubahan teknologi (Lipsey, 1997) Menurut Salvatore (1997), keunggulan komparatif menyatakan bahwa meskipun suatu negara kurang efisien dibandingkan negara lain dalam memproduksi dua jenis komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi pada produksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut paling kecil. Dari komoditi inilah negara tersebut memiliki keunggulan komparatif. b. Keunggulan Kompetitif Suatu Negara Keunggulan bersaing suatu negara tergantung pada tingkat sumberdaya relatif yang dimilikinya. Apabila para pesaing bertempat di negara-negara lain maka posisi sumberdaya yang satu terhadap yang lain beragam sesuai dengan kondisi pasokan sumberdaya masing-masing lokasi.

9 33 Penelitian Porter tentang keunggulan bersaing negara-negara mencakup tersedianya peranan sumberdaya dan melihat lebih jauh pada keadaan negara yang mempengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan internasional pada industri yang berbeda. Sebagian besar sumberdaya yang penting seperti keahlian tenaga kerja yang tinggi, teknologi dan sistem manajemen yang canggih melalui investasi oleh orang-orang dan perusahaan. Menurut Porter (1990) ada empat kategori atribut yang merupakan faktor penentu keunggulan bersaing industri nasional, yakni kondisi faktor sumberdaya (factor conditions), kondisi permintaan (demand conditions), industri pendukung dan terkait (related and supporting industries) serta persaingan, struktur dan strategi perusahaan (structur of firms and rivarly). Keempat atribut tersebut didukung oleh peranan kesempatan (chance) dan peranan pemerintah (goverment) dalam meningkatkan keunggulan daya saing industri nasional, dan secara bersama-sama membentuk suatu sistem yang dikenal dengan the national diamond (Gambar 2) Gambar 2. The National Diamond System

10 34 1. Kondisi Faktor Sumberdaya Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki yang merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor produksi tersebut digolongkan ke dalam lima kelompok yaitu: a. Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, tingkat upah yang berlaku dan juga etika kerja (termasuk moral). Kesemuanya ini sangat berpengaruh pada daya sing industri nasional. b. Sumberdaya Fisik atau Alam Sumberdaya fisik atau alam yang memepengaruhi industri daya saing nasional mencakup biaya, aksesbilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral dan energi serta sumberdaya pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan (termasuk sumberdaya perairan laut lainnya) dan sumberdaya peternakan, serta sumberdaya alam lainnya yang dapat diperbarui maupun tidak dapat diperbarui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain. c. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sumberdaya ini terdiri dari ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan teknis, pengetahuna ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa. Sama halnya dengan ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan,

11 35 lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan serta sumber pengetahuan dan teknologi lainnya. d. Sumberdaya Modal Sumberdaya modal yang mempengaruhi industri daya saing nasional terdiri dari jumlah dan biaya yang tersedia, jenis pembiayaan atau sumber modal, aksesbilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan. Selain itu juga diperlukan peraturan keuangan, peraturan moneter dan fiskal untuk mengetahui tingkat tabungan masyarakat dan kondisi moneter dan fiskal. e. Sumberdaya Infrastruktur Sumberdaya infrastruktur terdiri dari ketersediaan jenis, mutu dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi daya saing. Seperti sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, serta sistem pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik dan lain-lain. 2. Kondisi Permintaan Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu daya saing industri nasional, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik merupakan sarana pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing di pasar global. Mutu persaingan (persaingan yang ketat) di dalam negeri memberikan tantangan bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya dengan memberi tanggapan terhadap persaingan yang terjadi. Terdapat tiga faktor karakteristik permintaan domestik yang sangat mempengaruhi daya saing industri nasional. Karakteristik itu meliputi:

12 36 a. Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu daya saing inbdustri nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh daya saing pada stuktur segmen permintaan yang lebih luas dibanding dengan struktur segmen yang sempit. b. Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan pada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi, yang mencakup standar mutu produk, product features, dan pelayanan. c. Antisipasi kebutuhan pembeli dari perusahaan dalam negeri meruppakan pembelajaran untuk memperoleh keunggukan daya saing global. 3. Industri Pendukung dan Industri Terkait Keberadaan industri pendukung dan inbdustri terkait yang memiliki daya saing global juga akan mempengaruhi industri daya saing utamanya. Industri hulu yang memiliki daya saing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan industri. Begitu juga dengan industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki daya saing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh daya saing global. 4. Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu pendorong bagi perusahaan-perusahaan untuk berkompetisi dan melakukan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada perusahaan lain untuk meningkatkan

13 37 daya saing. Perusahaan-perusahaan yang telah teruji pada persaingan ketat dalam industri nasional akan lebuh mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki daya saing nasional atau berada dalam industri yang tingkat persaingannya rendah. Struktur perusahaan maupun struktur industri menentukan daya saing dengan cara melakukan perbaikan dan inovasi. Jika hal ini dikembangkan dalam situasi persaingan maka akan mempengaruhi pada strategi yang akan dijalankan oleh perusahaan. 5. Peran Pemerintah Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya peningkatan daya saing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu daya saing global. Hanya perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri yang mampu menciptakan daya saing global secara langsung. Peran pemerintah merupakan fasilitator bagi upaya untuk mendorong perusahaan-perusahaan dalma industri agar senantiasa melakukan perbaikan dan meningkatkan daya saingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi aksesibilitas pelaku-pelaku industri terhadap berbagai sumberdaya melalui kebijakan-kebijakannya, seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, pembentukan modal, sumberdaya teknologi dan ilmu pengetahuan, serta sumberdaya informasi. Pemerintah juga dapat mendorong peningkatan daya saing melalui penerapan standar produk nasional, standar upah tenaga kerja minimum dan berbagai kebijakan terkait lainnya. Peran pemerintah dalam upaya meningkatkan daya saing global adalah dengan memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor penentu daya saing, sehingga

14 perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri mampu mendayagunakan faktor-faktor penentu tersebut secara efektif Peran Kesempatan Peran kesempatan merupakan faktor yang berada di luar kendali perusahaan atau pemerintah, tetapi dapat meningkatkan daya saing global industri nasional. Beberapa keuntungan yang dapat mempengaruhi naiknya daya saing global industri nasional adalah adanya penemuan baru yang murni, biaya perusahaan yang tidak berlanjut (misalnya terjadi perubahan harga minyak atau deperesi nilai mata uang), meningkatnya permintaan produk industri yang bersangkutan lebih tinggi dari peningkatan pasokan, politik yang diambil oleh negara lain, serta berbagai faktor kesempatan lainnya Teori Perdagangan Internasional Menurut Salvatore (1997), teori perdagangan internasional menganalisa dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan perdagangan internasional membahas alasan-alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta hal-hal yang menyangkut proteksionisme baru (new protection). Teori dan kebijakan perdagangan internasional merupakan aspek mikroekonomi ilmu ekonomi internasional sebab berhubungan dengan masingmasing negara sebagai individu yang diberlakukan sebagai unit tunggal, serta berhubungan dengan harga relatif suatu komoditi. Pada prinsipnya perdagangan antara dua negara timbul karena adanya perbedaan di dalam permintaan dan penawaran, juga karena adanya keinginan memperluas pemasaran komoditi

15 39 ekspor untuk menambah devisa dalam upaya penyediaan dana pembangunan yang bersangkutan. Permintaan berbeda misalnya karena perbedaan selera dan tingkat pendapatan. Penawaran berbeda karena jumlah dan kualitas faktor produksi dan tingkat teknologi. Dalam suatu negara faktor kepemilikan faktor produksi boleh dikatakan senantiasa berubah-ubah dari waktu ke waktu. Demikian pula halnya dengan teknologi dan selera konsumen, baik secara individual maupun secara agregat (nasional). Sebagai akibatnya, keunggulan komparatif suatu negara juga senantiasa mengalami perubahan. Dampak yang ditimbulkan dari perubahan dalam kepemilikian faktor produksi dikaitkan dengan teorema Rybezynski. Pada intinya teorema Rybezynski menyatakan bahwasanya pada harga-harga komoditi yang konstan, setiap kenaikan dalam kepemilikan atau jumlah salah satu produksi akan meningkatkan output dari komoditi yang lebih banyak menggunakan faktor produksi itu ketimbang faktor produksi lainnya, dan dalam waktu bersamaan akan menurunkan output komoditi lain. Perubahan selera, peningkatan penggunaan faktor produksi, serta pertumbuhan faktor produksi akan mengubah volume perdagangan dan atau mengubah nilai tukar perdagangannya. Hampir setiap negara masih menerapkan berbagai bentuk hambatan terhadap berlangsungnya perdagangan internasional secara bebas. Karena hambatan-hambatan tersebut berkaitan erat dengan praktek dan kepentingan perdagangan atau komersial dari masing-masing negara, maka hambatanhambatan tersebut lazim disebut sebagai kebijakan perdagangan (trade policy) atau kebijakan komersial (commercial policy). Meskipun secara umum penerapan kebijakan perdagangan selalu dikemukakan sebagai suatu alat yang perlu

16 diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan nasional, dalam kenyaataannya hal 40 tersebut lebih bertolak dari kepentingan sepihak dari kelompok-kelompok tertentu yang memang paling diuntungkan oleh pemberlakuan hambatanhambatan perdagangan. Bentuk hambatan perdagangan adalah hambatan tarif dan non tarif. Hambatan perdagangan tarif merupakan kebijakan perdagangan yang paling penting atau menonjol secara historis. Tarif (tariff)sebenarnya merupakan pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan secara teritorial. Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah sejak lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yakni tarif impor (impor tariff), yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Sedangkan tarif ekspor (export tariff) yang merupakan pajak untuk suatu komoditi yang diekspor. Kemudian, apabila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada beberapa jenis tarif yakni tarif spesifik, gabungan dan ad valorem. Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor. Sedangkan tarif spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor. Dan tarif campuran merupakan gabungan dari keduanya, yaitu disamping mengenakan pungutan dalam jumlah tertentu, tarif campuran ini juga memungut sekian persen lagi (Salvatore, 1997). Meskipun secara historis tarif merupakan bentuk hambatan perdagangan yang utama, namun sesungguhnya masih banyak bentuk-bentuk restriksi atau hambatan perdagangan yang lain seperti kuota impor, pembatasan ekspor secara

17 41 sukarela dan tindakan-tindakan anti-dumping. Instrumen kebijakan perdagangan lainnya yang paling menonjol adalah pemberian subsidi ekspor, pembatasan impor, konsep pengekangan ekspor secara sukarela (voluntary export restrains), dan persyaratan kandungan lokal (local content requirements) (Salvatore, 1997). Kebijakan tersebut berpengaruh negatif terhadap kelancaran perdagangan antar negara. Sebagai contoh, standar mutu yang ditetapkan Uni Eropa terhadap impor komoditi teh dapat menurunkan volume ekspor negara-negara produsen teh terutama yang produknya tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan Uni Eropa. Akan tetapi setiap negara-negara produsen komoditi teh akan berlombalomba untuk meningkatkan kualitas dan mutu tehnya agar lebih baik. Mengingat bahwa negara Uni Eropa merupakan pangsa pasar yang besar untuk komoditi teh dengan tingkat konsumsi perkapita mencapai 2,12 kg perkepala (ITC, 2006). Secara teoritis, dampak-dampak yang ditimbulkan dengan adanya pemberlakuan kebijakan perdagangan dapat dilihat pada Gambar 3. Pada gambar tersebut misal negara 1 akan mengekspor suatu komoditi ke negara lain yaitu negara 2, apabila harga domestik di negara 1 sebelum terjadinya perdagangan lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik di negara 2. struktur harga yang relatif lebih rendah di negara 1 tersebut disebabkan oleh kelebihan penawaran (excess supply) yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik, sebesar segitiga ABE. Dalam hal ini faktor produksi di negara 1 relatif berlimpah. Dengan demikian negara 1 mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di lain pihak, negara 2 mengalami kekurangan suplai suatu komoditi karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestik (excess demand),

18 42 sebesar segitiga A B E sehingga harga menjadi lebih tinggi. Dalam kesempatan ini negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditi negara lain yang harganya relatif lebih murah. Apabila kemudian terjadi komunikasi antara negara 1 dan 2, maka akan terjadi perdagangan antara kedua negara tersebut. Dalam hal ini negara 1 akan mengekspor komoditi X ke negara 2. Suplai di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih besar daripada P1, sedangkan permintaan di pasar internasional sama dengan P2 maka di negara 2 terjadi kelebihan permintaan sebesar A B E, sedangkan jika harga internasional sebesar P2 maka di negara 1 akan terjadi kelebihan suplai sebesar ABE. Perpaduan antara kelebihan penawaran di negara 1 dan kelebihan permintaan di negara 2 akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional, yaitu sebesar P2 atau dengan kata lain, P2 merupakan harga relatif ekuilibrium setelah berlangsungnnya kebijakan perdagangan di kedua negara dan merupakan harga yang berlaku di kedua negara. a. Pasar di Negara 1 b. Pasar Internasional c. Pasar di Negara 2 Px Px Px Sx Ekspor Sx S P A P2 E B E B P A A O E D Dx x x X 11 O X Int O X 21 Impor B E Dx x Gambar 3. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional Sumber: Salvatore, 1997

19 Kerangka Pemikiran Operasional Komoditi teh (Camelia sinensis) bagi Indonesia merupakan salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia serta salah satu penghasil devisa negara. Selain itu teh juga berperan dalam penyedia lapangan kerja, pelestarian lingkungan serta komoditi pertanian yang mampu menembus pasar internasional. Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini volume ekspor teh Indonesia berfluktuasi sehingga Indonesia banyak kehilangan pangsa pasar di negara-negara yang menjadi tujuan ekspornya. Hal ini terlihat dari pangsa pasar ekspor teh Indonesia yang mengalami penurunan. Sedangkan dari segi kualitas teh Indonesia belum bisa dikatakan stabil karena teh dari Indonesia hanya sebagai teh pencampur dan bisa diganti dengan teh yang lain. Ketidakstabilan kualitas teh Indonesia juga dipengaruhi musim di Indonesia. Akibat ketidakstabilan kualitas teh maka teh Indonesia sulit ditempatkan sebagai teh utama dalam kancah perdagangan teh dunia. Munculnya pesaing-pesaing baru dalam perdagangan teh dunia seperti Vietnam mempengaruhi atau bahkan dapat menurunkan pangsa pasar Indonesia ke negara konsumen teh di dunia. Negara Vietnam sebagai pesaing Indonesia memiliki beberapa kesamaan dengan Indonesia terutama ditandai oleh rendahnya aplikasi teknologi dan padat karya. Menurut ITC (2006), pada periode penguasaan pangsa pasar ekspor teh Vietnam terhadap dunia cenderung meningkat dan rata-rata laju pertumbuhan volume ekspor teh selama lima tahun sebesar 10,97 persen, sedangkan rata-rata laju pertumbuhan ekspor Indonesia pada periode yang sama hanya sebesar -13,29 persen. Hal ini merupakan ancaman serius bagi produk komoditi teh Indonesia.

20 44 Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji perkembangan produksi dan ekspor kelompok komoditi teh Indonesia, menganalisis struktur pasar teh yang dihadapi Indonesia dalam perdagangan internasional serta menganalisis posisi daya saing ekspor komoditi teh Indonesia di pasar internasional. Dalam penelitian ini terdapat beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Penelitian yang dilakukan Swaranindita dapat disimpulkan bahwa kemampuan daya saing komoditi perikanan khususnya udang Indonesia memiliki daya saing yang kuat. Namun, beberapa tahun belakangan ini pangsa pasar udang Indonesia terhadap dunia cenderung menurun. Dilihat dari posisi keunggulan kompetitif, komoditi udang menghadapi berbagai faktor dan kendala sehingga industri budidaya nasional dalam negeri belakangan ini menurun daya saingnya. Tahapan pertama dalam penelitian ini adalah menganalisis pangsa pasar dan struktur pasar dengan pendekatan Herfindahl Index dan Concentration Ratio. Tahapan kedua adalah menganalisis keunggulan komparatif dengan Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA ini digunakan untuk menjelaskan kekuatan daya saing komoditi teh Indonesia secara relatif terhadap produk sejenis dari negara lain (dunia) yang juga menunjukkan posisi komparatif Indonesia sebagai produsen teh dibandingkan dengan negara lainnya dalam pasar teh internasional. Tahapan terakhir adalah menganalisis keunggulan kompetitif dengan pendekatan Teori Berlian Porter (Porter s Diamond Theory) tentang keunggulan bersaing negara-negara. Teori Berlian Porter menganalisis faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi keunggulan kompetitif suatu negara.

21 45 Permasalahan yang dihadapi: Pangsa pasar ekspor teh Indonesia menurun Ketidakstabilan kualitas teh Indonesia Munculnya pesaing baru Pasar Teh Indonesia Produksi Ekspor Luas Areal Lahan SDM Konsumsi Teh Dalam dan Luar Negeri IPTEK Modal Industri Terkait Kebijakan Pemerintah Pasar Teh Dunia : Nilai Ekspor Sektor Teh Negara Produsen Teh di Dunia Total Ekspor dari Negara Produsen Teh Total Ekspor Dunia dari Sektor Teh Total Ekspor dunia Analisis Keunggulan Kompetitif Komoditi Teh Indonesia (Teori Berlian Porter) Analisa Struktur Pasar Teh Dunia (Pendekatan Indeks Herfindahl dan CR4) Analisa Keunggulan Komparatif Komoditi Teh Indonesia (Analisis Indeks RCA) Faktor Internal dan Eksternal Struktur Pasar dan Pangsa Pasar Kekuatan Daya Saing Teh Posisi Daya Saing Komoditi Teh Indonesia Konsep Pengembangan Daya Saing Teh dalam Menghadapi Pasar Global Gambar 4. Kerangka Operasional

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA Oleh: ERNI DWI LESTARI H14103056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 46 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data nilai dan jumlah ekspor teh baik menurut kelompok produk dan negara asal, serta informasi yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 143 V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN 1989-2008 Tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui posisi daya saing Indonesia dan Thailand dalam mengekspor udang ketiga pasar utama akan dilakukan menggunakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada penelitian tentang penawaran ekspor karet alam, ada beberapa teori yang dijadikan kerangka berpikir. Teori-teori tersebut adalah : teori

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003) TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Harga suatu barang ekspor dan impor merupakan variabel penting dalam merncanakan suatu perdagangan internasional. Harga barang ekspor berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini membahas tentang dayasaing minyak sawit dengan menganalisis faktor internal dan faktor eksternal industri minyak sawit di Indonesia,

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL. 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS

VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL. 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS 65 VI. STRUKTUR PASAR DAN PERSAINGAN KOMODITI TEH DI PASAR INTERNASIONAL 6.1 Analisis Struktur Pasar dan Persaingan Komoditi Teh Hijau HS 090210 Komoditi teh dengan kode HS 090210 merupakan teh hijau yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perdagangan Antarnegara Tingkat perekonomian yang paling maju ialah perekonomian terbuka, di mana dalam perekonomian terbuka ini selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri kerajinan rotan di Kabupaten Cirebon merupakan sentra dari

BAB I PENDAHULUAN. Industri kerajinan rotan di Kabupaten Cirebon merupakan sentra dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri kerajinan rotan di Kabupaten Cirebon merupakan sentra dari industri kerajinan rotan nasional. Industri tersebut ada sejak tahun 1930-an, dan pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali diperkenalkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang berjudul Wealth of

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali diperkenalkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang berjudul Wealth of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis Ekonomi pertanian merupakan suatu aplikasi ilmu ekonomi dengan bidang pertanian, dimana ilmu ini digunakan untuk memecahkan permasalahanpermasalahan pertanian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya perdagangan antar negara. Sobri (2001) menyatakan bahwa perdagangan internasional adalah

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dari pihak-pihak yang terkait dengan penelitian, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Kelautan

Lebih terperinci

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 ekonomi K e l a s XI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami tentang teori perdagangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian Suherwin (2012), tentang harga Crude Palm Oil dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga CPO dunia. Tujuan umum penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Penawaran Menurut Sukirno (2013) teori penawaran menerangkan tentang ciri hubungan antara harga sesuatu barang dan jumlah barang yang ditawarkan para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PEMILIHAN JUDUL Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia, merupakan pasar

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR PRODUK MAKANAN OLAHAN

KAJIAN PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR PRODUK MAKANAN OLAHAN KAJIAN PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR PRODUK MAKANAN OLAHAN Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Luar Negeri Badan Penelitian Dan Pengembangan Perdagangan Departemen Perdagangan 2008 KAJIAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

ekonomi Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR a. Faktor Pendorong Perdagangan Internasional

ekonomi Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR a. Faktor Pendorong Perdagangan Internasional ekonomi KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 01 Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR Perdagangan internasional merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan antara negara satu dengan negara lainnya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya perdagangan bebas ini, persaingan bisnis global membuat masing-masing negera terdorong untuk melaksanakan perdagangan internasional. Perdagangan

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pertanian, BPS, Gapkindo, ITS (International Trade Statistics), statistik FAO,

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pertanian, BPS, Gapkindo, ITS (International Trade Statistics), statistik FAO, IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber seperti Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian,

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Disusun Oleh : SRI ANNA FEBRIYANTHI A

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Disusun Oleh : SRI ANNA FEBRIYANTHI A ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Disusun Oleh : SRI ANNA FEBRIYANTHI A14303077 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBER DAYA DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA TUGAS MAKALAH KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA Oleh : IRFAN NUR DIANSYAH (121116014) PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NIAGA FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA 2011 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

CHAPTER 3: ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL

CHAPTER 3: ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL CHAPTER 3: ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL LINGKUNGAN EKSTERNAL Lingkungan di luar perusahaan Sifat uncontrollable Identifikasi Peluang dan Ancaman Jenis: 1. Lingkungan Jauh 2. Lingkungan Dekat FUNGSI ALE

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

PROSIDING ISSN: E-ISSN: ANALISIS STRUKTUR PASAR INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA TAHUN 2015 Leni Evangalista Marliani E-Mail: 1 lenievangalista02@gmail.com Abstak Industri perbankan merupakan industri yang memiliki peranan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Kebijakan ekonomi internasional dalam arti luas semua kegiatan ekonomi pemerintah suatu negara yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi,

Lebih terperinci

IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1) Simpulan

IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1) Simpulan IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 1) Simpulan 1) Perdagangan Tuna Indonesia di Pasar Dunia, Jepang, USA, dan Korea Selatan : a. Peringkat Indonesia sebagai eksportir tuna baik secara total maupun berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kakao Menurut Badan Perijinan dan Penanaman Modal Provinsi Kalimantan Barat (2009), tanaman

Lebih terperinci

PASAR MONOPOLI, OLIGOPOLI, PERSAINGAN SEMPURNA

PASAR MONOPOLI, OLIGOPOLI, PERSAINGAN SEMPURNA PASAR MONOPOLI, OLIGOPOLI, PERSAINGAN SEMPURNA P E R T E M U A N 6 N I N A N U R H A S A N A H, S E, M M MONOPOLI Bahasa Yunani monos polein artinya menjual sendiri Penguasaan atas produksi dan atau pemasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam 219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

Kebijakan Makro Ekonomi

Kebijakan Makro Ekonomi EKONOMI MAKRO PENJELASAN Memberikan gambaran bagaimana suatu perekonomian berfungsi dan menjalankan kegiatannya Menerangkan bagaimana suatu masyarakat yang memiliki faktor produksiyang terbatas, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan merupakan faktor penting untuk merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Indonesia yang kaya akan budaya dan hasil alamnya memiliki banyak industri yang menggantungkan usahanya pada hasil alam tersebut. Salah satu industri yang menggabungkan

Lebih terperinci

Pasar Oligopoli & Arsitektur Perusahaan. Dr. Muh. Yunanto, MM Pertemuan ke-8

Pasar Oligopoli & Arsitektur Perusahaan. Dr. Muh. Yunanto, MM Pertemuan ke-8 Pasar Oligopoli & Arsitektur Perusahaan Dr. Muh. Yunanto, MM Pertemuan ke-8 ASUMSI YANG MELANDASI BENTUK-BENTUK PASAR No Asumsi-asumsi Persaingan Sempurna Monopolistik Oligopoli Monopoli 1 Banyaknya Penjual

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP. KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA

Lebih terperinci

BAB VII PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA

BAB VII PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA BAB VII PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA PERANAN SEKTOR PERTANIAN : KERANGKA ANASISIS TEORI SIMON KUZNETS (1964): Pertanian di LDCs (Low Development Countries) dapat dilihat sebagai suatu sektor

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ketentuan yang berlaku (Rinaldy, 2000: 77). Dalam aktivitas ekspor ada beberapa tahapan - tahapan yang

BAB II LANDASAN TEORI. ketentuan yang berlaku (Rinaldy, 2000: 77). Dalam aktivitas ekspor ada beberapa tahapan - tahapan yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ekspor Ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam keluar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku (Rinaldy, 2000: 77). Dalam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Program Studi Periklanan dan Komunikasi Pemasaran. www.mercubuana.ac.id Materi Pembelajaran Persaingan Sempurna Persaingan Tidak Sempurna Struktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Makroekonomi Makroekonomi adalah teori dasar kedua dalam ilmu ekonomi, setelah mikroekonomi. Teori mikroekonomi menganalisis mengenai kegiatan di dalam perekonomian dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan melakukan pembangunan baik dalam jangka pendek dan jangka

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan melakukan pembangunan baik dalam jangka pendek dan jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara negara di dunia bertujuan mensejahterakan penduduknya, begitu juga di Indonesia pemerintah telah berusaha maksimal agar dapat mensejahterakan penduduk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam (mega biodiversity). Keanekaragaman tersebut tampak pada berbagai jenis komoditas tanaman

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

Bab 11 Struktur Pasar : Pasar Oligopoli

Bab 11 Struktur Pasar : Pasar Oligopoli Bab 11 Struktur Pasar : Pasar Oligopoli 1 Ekonomi Manajerial Manajemen 2 Oligopoli: Arti & Sumbernya Oligopoli ada suatu bentuk organisasi pasar dimana penjual atas sebuah produk yang homogen atau terdiferensiasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 19 3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Perdagangan Internasional Pola perdagangan antar negara disebabkan oleh perbedaan bawaan faktor (factor endowment), dimana suatu negara akan mengekspor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

monopolistik - Pasar oligopoli

monopolistik - Pasar oligopoli STRUKTUR PASAR Ari Darmawan, Dr. S.AB, M.AB Email: aridarmawan_fia@ub.ac.id A. PENDAHULUAN B. STRUKTUR PASAR - Pasar persaingan sempurna - Pasar monopoli - Pasar persaingan monopolistik - Pasar oligopoli

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Areal

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Areal BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Areal Areal atau yang bisa disebut juga sebagai lahan ialah suatu lingkungan fisik dan biotik yang berkaitan dengan daya dukungnya terhadap kehidupan dan kesejahteraan hidup manusia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi industri dalam arti sempit adalah kumpulan perusahaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi industri dalam arti sempit adalah kumpulan perusahaan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Industri Definisi industri dalam arti sempit adalah kumpulan perusahaan yang menghasilkan produk sejenis dimana terdapat kesamaan dalam bahan baku yang digunakan, proses,

Lebih terperinci