PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) BIDANG KETAHANAN PANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) BIDANG KETAHANAN PANGAN"

Transkripsi

1 PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) BIDANG KETAHANAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN JAKARTA, 2012

2 PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) BIDANG KETAHANAN PANGAN Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian 2012

3 KATA PENGANTAR Pengarusutamaan Gender (PUG) ditujukan agar semua program pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesempatan dan akses yang sama bagi laki-laki dan perempuan, disertai adanya kendali dan manfaat yang dapat diterima dan dirasakan bersama oleh keduanya. Kondisi ini masih menjadi suatu tantangan mengingat kebijakan pembangunan baik tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota pada umumnya belum sepenuhnya menempatkan kesetaraan dan keadilan gender sebagai prioritas pembangunan. Oleh karena itu, PUG telah dituangkan dalam salah satu bab pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang merupakan acuan bagi setiap Kementerian/Lembaga dalam menjabarkan dan menyusun Rencana Strategisnya. Kerangka berfikir yang responsif gender diperlukan dalam operasionalisasi siklus program dan kegiatan pembangunan pertanian pada umumnya dan pembangunan ketahanan pangan pada khususnya karena dapat memberikan perhatian dan kesempatan untuk berkembang bagi seluruh pelaku pembangunan baik laki-laki maupun perempuan. Dalam proses pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan yang responsif gender, maka aparat dan penyuluh/pendamping memiliki peranan penting dalam meningkatkan partisipasi laki-laki dan perempuan secara aktif dan bersama-sama mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi kegiatan. Oleh karena itu, penyamaan persepsi dan pemahaman aparat dan penyuluh/pendamping tentang makna dan aplikasi gender mutlak diperlukan. Dalam rangka menyamakan persepsi dan meningkatkan pemahaman aparat dan penyuluh/pendamping di bidang ketahanan pangan, dipandang perlu adanya buku Pedoman Pengarusutamaan Gender Bidang Ketahanan Pangan yang mudah dipahami dan praktis dilaksanakan. Dengan diterbitkannya buku pedoman ini, diharapkan aparat dan penyuluh/pendamping dapat secara optimal melaksanakan upaya pengarusutamaan gender di bidang ketahanan pangan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan ketahanan pangan. Jakarta, Juli 2012 Achmad Suryana Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian BIDANG KETAHANAN PANGAN i

4 DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran i ii iii iv v BAB I : Pendahuluan 1 A. Latar Belakang 1 B. Dasar Hukum 2 C. Tujuan 3 D. Sasaran 3 BAB II : Pengarusutamaan Gender 4 A. Apa Itu Gender 4 B. Apa Itu Keadilan dan Kesetaraan Gender 5 C. Apa Itu Pengarusutamaan Gender 5 D. Apa Itu Peran Gender 6 BAB III : Data Terpilah dan Metode Analisis 7 A. Data Terpilah 7 B. Metode Analisis Gender 9 BAB IV : Model Kegiatan Ketahanan Pangan berbasis 12 Pengarusutamaan Gender A. Gambaran Umum Desa Mandiri Pangan 12 B. Profil Penerima Manfaat yang Perspektif Gender 13 C. Jenis Kegiatan yang Dilakukan 14 D. Organisasi Kelompok Penerima Manfaat, Tim Pangan 14 Desa dan LKD E. Proses Pendampingan 15 F. Manfaat yang Diterima 19 BAB V : Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan 20 A. Pemantauan dan Evaluasi 20 B. Pelaporan 20 BAB VI : Penutup 22 Daftar Pustaka 23 BIDANG KETAHANAN PANGAN ii

5 DAFTAR TABEL Tabel 1. PRA yang tidak bermuatan gender dan 15 PRA yang memiliki muatan gender Tabel 2. Teknik PRA dalam kajian masyarakat 17 Tabel 3. Berbagai Aplikasi PRA yang dilengkapi dengan 18 Hasil Analisis Gender BIDANG KETAHANAN PANGAN iii

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Laki-laki dan perempuan berpartisipasi aktif 4 pada pertemuan kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan) Gambar 2. Implementasi dari kesetaraan gender: petugas laki-laki 5 dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat Gambar 3. Kegiatan yang dapat dikerjakan baik laki-laki maupun perempuan 6 yang memiliki peran ganda di dalam masyarakat Gambar 4. Alur Pelaporan 21 BIDANG KETAHANAN PANGAN iv

7 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Ilustrasi Perbedaan Gender (G) dengan Jenis Kelamin (S) 24 Lampiran 2. Data Terpilah Ketahana Pangan 26 Lampiran 3. Gender Analysis Pathway (GAP) 30 Lampiran 4. Gender Budget Statement 31 BIDANG KETAHANAN PANGAN v

8 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kesamaan peran antara laki-laki dan perempuan dimulai dengan dikumandangkannya emansipasi pada tahun 1950 dan 1960-an. Setelah itu pada tahun 1963 muncul gerakan kaum perempuan yang mendeklarasikan suatu resolusi melalui badan ekonomi sosial PBB. Kesamaan laki-laki dan perempuan diperkuat dengan deklarasi yang dihasilkan dari konferensi PBB pada tahun 1975, yang memprioritaskan pembangunan bagi kaum perempuan. Berkaitan dengan itu dikembangkan berbagai program pemberdayaan perempuan, dan mulai diperkenalkan tema Women In Development (WID), yang bermaksud untuk mengintegrasikan kegiatan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan. Setelah itu, terjadi beberapa kali pertemuan internasional yang memperhatikan tentang pemberdayaan perempuan. Sampai akhirnya sekitar tahun 1980-an, berbagai studi menunjukkan bahwa kualitas kesetaraan lebih penting daripada sekedar kuantitas, maka tema WID diubah menjadi Women and Development (WAD). Pada tahun 1992 dan 1993, studi Anderson dan Moser memberikan rekomendasi bahwa tanpa kerelaan, kerjasama, dan keterlibatan kaum laki-laki maka program pemberdayaan perempuan tidak akan berhasil dengan baik. Dengan alasan tersebut, maka dipergunakan pendekatan gender yang dikenal dengan Gender and Development (GAD) yang menekankan prinsip hubungan kemitraan dan keharmonisan antara laki-laki dan perempuan. Pada tahun 2000 konferensi PBB menghasilkan The Millenium Development Goals (MDGs) yang mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai cara efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan, dan penyakit, serta menstimulasi pembangunan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Terdapat 60,7 % penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dengan komposisi 48 % mencari nafkah dari sektor pertanian. Persentase tersebut mencapai 60 juta orang dan diantaranya sebesar 38,2 % adalah perempuan. Lebih lanjut, sebesar 16 % petani kepala rumah tangga adalah perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa masalah keadilan dan kesetaraan gender perlu diperhatikan dengan baik. Apabila hal tersebut kurang diperhatikan akan menimbulkan kesenjangan manfaat pembangunan yang diterima antara laki-laki dan perempuan. Untuk mengurangi dan menghilangkan kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan, telah diterbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional, mengamanatkan bagi BIDANG KETAHANAN PANGAN 1

9 semua Kementerian/Lembaga Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah untuk mengintegrasikan pengarusutamaan gender pada saat menyusun kebijakan, program dan kegiatan masing-masing bidang pembangunan. Program PUG bertujuan untuk menciptakan kesetaraan (equality) dan keadilan (equity) gender, yaitu suatu kondisi yang adil dan setara dalam berbagai peran dan relasi gender. Dengan demikian diharapkan hasil pembangunan dapat dirasakan secara adil dan setara kepada seluruh lapisan masyarakat yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Menindaklanjuti Inpres Nomor 9 Tahun 2000, Kementerian Pertanian membentuk Tim Koordinasi Pengarusutamaan Gender Kementerian Pertanian dan Pokja PUG Kementerian Pertanian. Pembentukan Tim Koordinasi Pengarusutamaan Gender Kementerian Pertanian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 824/Kpts/OT.160/6/2008. Sedangkan Pokja PUG Kementerian Pertanian telah ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Jenderal dengan tugas melakukan penyiapan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan PUG di lingkup eselon I Kementerian Pertanian. Pokja PUG Kementerian Pertanian terdiri dari 10 (sepuluh) Pokja PUG lingkup Eselon I Kementerian Pertanian. Pokja Badan Ketahanan Pangan telah dibentuk dengan Keputusan Kepala Badan Ketahanan Pangan Nomor 017/KPTS/OT.160/K/05/2012 tanggal 2 Mei Dalam rangka implementasi dan integrasi PUG dalam kegiatan ketahanan pangan, telah ditetapkan kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan) sebagai model percontohan di beberapa lokasi. Pemilihan tersebut didasarkan bahwa kegiatan tersebut merupakan upaya untuk mengurangi kemiskinan sekaligus kerawanan pangan. Selain itu, kegiatan tersebut didesain sebagai kegiatan terbuka bagi peserta laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, konsep tersebut sangat cocok untuk menerapkan PUG dalam mengurangi dan memberantas kemiskinan, mengingat perempuan sangat rentan terhadap masalah kemiskinan. B. Dasar Hukum PUG adalah strategi nasional yang melihat pembangunan dari lensa gender. Oleh karena itu dasar hukum pelaksanaan Pengarusutamaan Gender adalah sebagai berikut: 1. Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women); 2. Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun ; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; 4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun ; BIDANG KETAHANAN PANGAN 2

10 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah juncto Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011; C. Tujuan Tujuan diterbitkannya buku pedoman PUG ini adalah sebagai acuan dalam: 1. Melakukan pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan dari netral dan/atau bias gender menjadi responsif gender. 2. Membuat indikator output yang menunjukkan seberapa besar adanya penurunan kesenjangan gender di sektor ketahanan pangan. 3. Menganalisis adanya kesenjangan gender (gender gap) yang terjadi di lokasi percontohan PUG Badan Ketahanan Pangan. 4. Membangun persamaan persepsi tentang definisi pengarusutamaan gender dalam kegiatan ketahanan pangan. D. Sasaran Buku pedoman ini ditujukan untuk aparat (Pemerintah Provinsi, dan Kabupaten/Kota pada SKPD Ketahanan Pangan) dan pelaksana (Penyuluh/Pendamping) pembangunan ketahanan pangan. BIDANG KETAHANAN PANGAN 3

11 BAB II Pengarusutamaan Gender A. Apa Itu Gender? Gender sering diartikan secara keliru sebagai jenis kelamin, sehingga kedua kata ini perlu dipahami pengertiannya secara benar. Gender adalah hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Gender merujuk pada hubungan antara laki-laki dan perempuan, anak laki-laki dan anak perempuan, dan bagaimana hubungan sosial ini dikonstruksikan. Peran gender bersifat dinamis dan berubah antar waktu. Jenis kelamin atau seks adalah penandaan individu kedalam kategori laki-laki dan perempuan berdasarkan karakteristik biologis (genital eksternal dan organ-organ seks internal), genetik (kromosom) dan hormon. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa gender adalah tentang laki-laki dan perempuan, dan tidak hanya identik dengan perempuan. Gambar 1. Laki-laki dan perempuan berpartisipasi aktif pada pertemuan kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan). BIDANG KETAHANAN PANGAN 4

12 B. Apa Itu Keadilan dan Kesetaraan Gender? Keadilan Gender adalah suatu proses untuk mencapai kesetaraan gender, melalui perlakuan adil bagi laki-laki dan perempuan dalam keseluruhan proses pembangunan dengan mempertimbangkan pengalaman, kebutuhan, kesulitan, hambatan sebagai laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan akses dan manfaat dari usaha pembangunan serta ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan memperoleh penguasaan (kontrol) terhadap sumber daya. Kesetaraan Gender adalah hasil dari ketiadaan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin atas dasar kesempatan, alokasi sumber daya atau manfaat dan akses terhadap pelayanan. Keadilan gender adalah proses, sedangkan kesetaraan gender merupakan hasil. Gambar 2. Implementasi dari kesetaraan gender: petugas laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat. C. Apa Itu Pengarusutamaan Gender? Pengarusutamaan Gender adalah proses untuk menjamin laki-laki dan perempuan mempunyai akses dan kontrol terhadap sumber daya, memperoleh manfaat pembangunan dan pengambilan keputusan yang sama di semua tahapan proses pembangunan dan seluruh kegiatan, program dan kebijakan pemerintah. BIDANG KETAHANAN PANGAN 5

13 D. Apa itu Peran Gender? Peran Gender adalah perilaku yang dipelajari di dalam suatu masyarakat/komunitas yang dikondisikan bahwa kegiatan, tugas-tugas atau tanggung jawab patut diterima baik oleh lakilaki maupun perempuan. Peran gender dapat berubah, dan dipengaruhi oleh umur, kelas, ras, etnik, agama dan lingkungan geografi, ekonomi dan politik. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki peran ganda di dalam masyarakat. Perempuan kerap mempunyai peran dalam mengatur reproduksi, produksi dan kemasyarakatan. Laki-laki lebih terfokus pada produksi dan politik kemasyarakatan. Gambar 3. Kegiatan yang dapat dikerjakan baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki peran ganda di dalam masyarakat. Penjelasan terhadap Ilustrasi Perbedaan Gender dengan Jenis Kelamin dan Ilustrasi Peranan Spesifik Gender dapat dilihat pada Lampiran 1. BIDANG KETAHANAN PANGAN 6

14 BAB III Data Terpilah dan Metode Analisis A. Data Terpilah Data terpilah adalah data yang dibedakan menurut jenis kelamin, status dan kondisi lakilaki dan perempuan di seluruh bidang pembangunan yang meliputi kesehatan, pendidikan, ekonomi dan ketenagakerjaan, politik dan pengambilan keputusan, hukum dan sosial budaya dan kekerasan (Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009). Tujuan Penyusunan Data Terpilah Tujuan dari penyusunan data terpilah ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi perbedaan (kondisi/perkembangan) keadaan laki-laki dan perempuan, termasuk anak dalam dimensi tempat dan waktu. 2. Mengevaluasi dampak dari intervensi pembangunan terhadap laki-laki dan perempuan. 3. Mengidentifikasi masalah, membangun dan memilih alternatif kegiatan yang paling efektif untuk kemaslahatan/kesetaraan laki-laki dan perempuan yang responsif terhadap masalah, kebutuhan, pengalaman laki-laki dan perempuan. Jenis jenis Data Terpilah Menurut Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Data Gender dan Anak, disebutkan ada 6 (enam) jenis data terpilah yaitu: 1. Bidang Kesehatan; 2. Bidang Pendidikan; 3. Bidang ekonomi dan Ketenagakerjaan; 4. Bidang Politik dan Pengambil Keputusan; 5. Bidang Hukum dan Sosial Budaya; 6. Kekerasan terhadap Perempuan. Dari enam jenis data terpilah yang mempunyai korelasi untuk kegiatan Kementerian Pertanian khususnya Badan Ketahanan Pangan adalah Bidang Pendidikan dan Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan. BIDANG KETAHANAN PANGAN 7

15 Bidang Pendidikan, meliputi: 1. Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut jenjang pendidikansd, SLTP dan SLTA; 2. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut kelompok umur (7-12, dan tahun); 3. Angka Partisipasi Murni (APM) menurut jenjang pendidikansd, SLTP dan SLTA; 4. Angka Melek Huruf (AMH) menurut kelompok umur:15-19 tahun, tahun, tahun, tahun, tahun, tahun, tahun, tahun, tahun, dan 60 tahun ke atas.; 5. Angka Putus Sekolah menurut jenjang pendidikan SD, SLTPdan SLTA; 6. Penduduk menurut jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan; 7. Rata-rata lama sekolah; 8. Akses terhadap informasi dan teknologi: a. Jumlah pelanggan saluran telepon b. Jumlah pengguna personal komputer c. Jumlah pengguna internet Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan, meliputi: 1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK); 2. Perkiraan tingkat daya beli (purchasing power parity); 3. Kepala keluarga miskin; 4. Tenaga kerja migran; a. Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) b. Antar Kerja Antar Negara (AKAN) 5. Pekerja di sektor formal; 6. Pekerja di sektor informal; 7. Usaha Mikro dan Kecil (UMK); 8. Keanggotaan Koperasi; 9. Penerima Kredit/Pinjaman dari Lembaga Keuangan; 10. Pengangguran; 11. Pekerja tak dibayar (unpaid worker); 12. Perempuan pekerja profesional dan manajerial; 13. Pekerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, dan jenis pekerjaan. Form Data Terpilah Bidang Ketahanan Pangan dapat dilihat pada Lampiran 2. BIDANG KETAHANAN PANGAN 8

16 B. Metodologi Analisis Gender Data terpilah digunakan untuk menganalisis Pengarusutamaan Gender dalam kegiatan ketahanan pangan, sehingga dapat dilihat seberapa jauh PUG sudah diimplementasikan dalam kegiatan Demapan. Beberapa metode analisis PUG yang dapat diterapkan antara lain: 1. Model Harvard Model ini dikembangkan oleh Harvard Institute for International Development bekerja sama dengan Women in Development (WID)-USAID. Model Harvard didasarkan pada pendekatan efisiensi WID yang merupakan kerangka analisis gender dan perencanaan gender paling awal. Model analisis Harvard lebih sesuai digunakan untuk perencanaan proyek, menyimpulkan data basis atau data dasar. 2. Model Moser Model ini didasarkan pada pendapat bahwa perencanaan gender bersifat teknis dan politis, kerangka ini mengasumsikan adanya konflik dalam perencanaan dan proses transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu debat. Terdapat kelemahan dalam model ini yang tidak memperhitungkan kebutuhan strategis lakilaki. 3. Model SWOT Model ini menggunakan analisis manajemen yang melalui identifikasi secara internal mengenai kekuatan dan kelemahan dan secara eksternal mengenai peluang dan ancaman. 4. Model PROBA (Problem Base Approach) Model ini dikembangkan atas kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, BKKBN dan UNFPA di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Teknik ini sedikit berbeda dengan Gender Analysis Pathway. 5. Model GAP (Gender Analysis Pathway). Model GAP adalah alat analisis gender yang dikembangkan oleh BAPPENAS yang dapat digunakan untuk membantu para perencana dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan dengan melihat aspek akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang diperoleh laki-laki dan perempuan. Dari beberapa model teknik analisis yang telah dikembangkan tersebut di atas, disarankan untuk menggunakan teknik analisis gender dengan metode Gender Analysis Pathway (GAP). Dengan menggunakan GAP, para perencana dan pelaksana dapat mengidentifikasi kesenjangan gender dan permasalahan gender sekaligus menyusun rencana kebijakan, program dan kegiatan yang ditujukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender tersebut. BIDANG KETAHANAN PANGAN 9

17 GAP dibuat dengan menggunakan metodologi sederhana melalui 9 (sembilan) langkah yang termaktub dalam Lembar Kerja Gender Analysis Pathway (GAP). Lembar Kerja GAP Kegiatan Badan Ketahanan Pangan yang Responsif Gender tahun 2012 dapat dilihat pada Lampiran 3. Terdapat 3 (tiga) tahap dalam mengaplikasikan metode GAP ini yaitu: 1. Tahap I: Analisis Kebijakan Responsif Gender Bertujuan untuk menganalisis kebijakan pembangunan ketahanan pangan yang ada dengan menggunakan data pembuka wawasan pada langkah 2 yang dipilah menurut jenis kelamin (lelaki dan perempuan). Dari data terpilah beserta informasinya (lampiran 2), dapat diperoleh data gender yang akan digunakan untuk mengidentifikasi adanya kesenjangan gender (gender gap) pada langkah 3 dan permasalahan gender (gender issues) pada langkah 4 dan langkah 5. Langkah-langkah analisis kebijakan responsif gender yaitu: a. Langkah 1 : mengidentifikasi tujuan dan sasaran kebijakan/program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang ada dari masing-masing Eselon I sesuai tugas pokok dan fungsi, yaitu apakah kebijakan/program/kegiatan pembangunan telah dirumuskan dan ditetapkan untuk mewujudkan kesetaraan gender. b. Langkah 2 : menyajikan data kuantitatif dan/atau kualitatif yang terpilah menurut jenis kelamin sebagai data pembuka wawasan, yaitu apakah data yang ada mengungkapkan kesenjangan atau perbedaan yang cukup berarti antara laki-laki dan perempuan. c. Langkah 3 : menganalisis sumber dan/atau faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender (gender gap); (1). akses yang sama terhadap sumbersumber daya pembangunan ketahanan pangan; (2). kontrol terhadap sumbersumber daya pembangunan ketahanan pangan; (3). partisipasi laki-laki dan perempuan dalam berbagai tahapan pembangunan ketahanan pangan termasuk dalam proses pengambilan keputusan; (4). manfaat yang sama dari hasil dan/atau sumber daya pembangunan ketahanan pangan yang ada. d. Langkah 4 dan langkah 5 : mengidentifikasi permasalahan gender (gender issues) dengan menguraikan sebab kesenjangan internal dan sebab kesenjangan eksternal berdasarkan keempat faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender dengan menjawab 5 W dan 1 H, yaitu apa masalah-masalah gender yang diungkapkan oleh faktor-faktor kesenjangan gender; dimana terjadinya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat publik; mengapa terjadi kesenjangan tersebut; apakah kebijakan/program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang ada justru memperlebar kesenjangan, mempersempit kesenjangan atau tetap, dan apakah akar permasalahannya. BIDANG KETAHANAN PANGAN 10

18 2. Tahap II: Formulasi Kebijakan dan Rencana Aksi yang Responsif Gender Langkah-langkah pada tahap formulasi kebijakan dan rencana aksi yang responsif gender adalah: a. Langkah 6 : merumuskan kembali tujuan kebijakan/program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang responsif gender, dengan mempertimbangkan hasil proses analisis gender yang dilakukan dari langkah 1 sampai dengan langkah 5, sehingga akan dihasilkan kebijakan/program/kegiatan pembangunan yang responsif gender. b. Langkah 7 : menyusun Rencana Aksi yang didasarkan pada kebijakan/program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang responsif gender dengan tujuan untuk mengurangi/menghilangkan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Seluruh rencana aksi yang disusun sesuai dengan tujuan kebijakan yang telah responsif gender pada langkah Tahap III: Pengukuran Hasil yang Responsif Gender. Langkah-langkah pengukuran hasil yang responsif gender yaitu: a. Langkah 8 : menetapkan data dasar (baseline) bagi pelaksanaan setiap rencana aksi yang relevan dengan tujuan dan yang diukur sebagai keberhasilan. b. Langkah 9 : mengidentifikasi indikator gender (gender indicator) dari setiap kebijakan/program/kegiatan pembangunan ketahanan pangan dan sasaran secara kuantitatif dan/atau kualitatif bagi setiap rencana aksi kebijakan/program/kegiatan. Hasil identifikasi memastikan bahwa dengan rencana aksi tersebut mengurangi dan/atau menghapus kesenjangan gender. BIDANG KETAHANAN PANGAN 11

19 BAB IV Model Kegiatan Ketahanan Pangan berbasis Pengarusutamaan Gender Model kegiatan ketahanan pangan dalam implementasi PUG adalah kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan) yang mempunyai target untuk mengurangi jumlah penduduk rawan pangan. Demapan tersebut sudah dilaksanakan di seluruh Indonesia pada lokasi-lokasi yang mempunyai jumlah penduduk miskin dan berkecenderungan rawan pangan, tetapi ada potensi untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui pemberdayaan masyarakat dalam mengolah sumber daya yang dimiliki dan dikuasai. A. Gambaran Umum Desa Mandiri Pangan Kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan) merupakan salah satu komponen kegiatan pengembangan ketersediaan pangan dan penanganan kerawanan pangan dalam menurunkan jumlah penduduk miskin dan rawan pangan. Untuk mengatasi masalah rawan pangan, dilakukan pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat kepada kelompok-kelompok afinitas. (keanggotaannya berdasarkan visi, misi dan tujuan yang sama). Kegiatan Demapan dikembangkan selama 4 (empat) tahun yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap penumbuhan, (3) tahap pengembangan dan (4) kemandirian. Tahapan tersebut dilaksanakan melalui pendampingan oleh penyuluh pertanian dengan fokus pengembangan usaha produktif dan pemantapan ketahanan pangan keluarga. Pengembangan usaha produktif dimaksudkan untuk meningkatkan daya beli sehingga mampu mengakses pangan dari pasar yang tidak dapat dipenuhi sendiri, sedangkan pengetahuan pemantapan ketahanan pangan keluarga adalah upaya memenuhi kebutuhan pangan sendiri dengan sumber daya pangan yang dimiliki. Sebelum kegiatan dimulai, dilakukan identifikasi potensi rumah tangga miskin (RTM) sasaran pada di desa yang mempunyai jumlah penduduk miskin minimal 30%. Peserta yang telah terjaring dibentuk kelompok afinitas sebagai sarana komunikasi, informasi dan edukasi yang dilakukan oleh penyuluh pertanian dalam pendampingan selama 4(empat) tahun. Pendampingan diarahkan sampai dengan kelompok afinitas menjadi mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Bagi kelompok afinitas yang berhasil, akan ditunjuk sebagai desa inti dalam memperluas pengembangan desa mandiri melalui replikasi desa yang berada di sekitarnya dalam mendorong Gerakan Kemandirian Pangan. BIDANG KETAHANAN PANGAN 12

20 Indikator Keberhasilan Kegiatan Desa Mandiri Pangan Mengingat sasaran akhir kegiatan Demapan untuk mewujudkan kemandirian pangan masyarakat miskin di desa rawan pangan, maka indikator keberhasilannya berada pada perwujudan kemandirian pangan tingkat desa dan masyarakat sebagai berikut: 1) Output a. Terbentuknya kelompok-kelompok afinitas; b. Terbentuknya Lembaga Keuangan Desa (LKD); c. Tersalurnya dana Bansos untuk usaha produktif; 2) Outcome a. Terbentuknya kelompok usaha produktif; b. Berperannya lembaga permodalan; c. Meningkatnya usaha produktif; 3) Benefit Meningkatnya pendapatan, daya beli, dan akses pangan masyarakat. 4) Impact Terwujudnya ketahanan pangan dan gizi masyarakat. B. Profil Penerima Manfaat yang Perspektif Gender Kegiatan Desa Mandiri Pangan (Demapan) adalah upaya untuk mengentaskan keluarga rawan pangan menjadi keluarga tahan pangan melalui pemberdayaan masyarakat. Targetnya adalah keluarga miskin yang sekaligus terindikasi rawan pangan dan dilakukan melalui kegiatan usaha produktif sedemikian rupa, sehingga daya belinya meningkat serta pengetahuan pangan dan gizi makin bertambah. Penerima manfaat dalam kegiatan desa mandiri pangan adalah rumah tangga miskin di desa rawan pangan berdasarkan hasil survey DDRT/SRT. Penerima manfaat yang perspektif gender dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu: akses, partisipasi, kontrol dan manfaat (APKM). Pada keempat aspek tersebut, manfaat pembangunan yang diterima laki-laki maupun perempuan dalam kondisi yang adil dan setara. Beberapa kegiatan yang perspektif gender adalah sebagai berikut: 1. Akses Perempuan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, fasilitas/dana bantuan dan pelatihan/peningkatan kapabilitas setara dengan laki-laki; 2. Keterlibatan anggota kelompok afinitas antara laki-laki dan perempuan dalam berpartisipasi mengikuti pembinaan dan diskusi dengan petugas setempat mempunyai peluang/kesempatan yang sama; 3. Kontrol terhadap sumberdaya lahan dan sarana prasarana setara antara laki-laki dan perempuan; BIDANG KETAHANAN PANGAN 13

21 4. Perolehan manfaat yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat. C. Jenis Kegiatan yang Dilakukan Kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam pelaksanaan pengembangan Desa Mandiri Pangan adalah sebagai berikut: 1. Pemberdayaan Masyarakat Menerapkan PUG dalam Pemberdayaan Masyarakat, dengan cara mengintegrasikan PUG dalam pendampingan, sehingga laki-laki dan perempuan dalam kelompok afinitas dapat memperoleh manfaat secara adil dan merata. Beberapa upaya yang dilakukan agar dalam kegiatan desa mandiri pangan responsif gender antara lain: a. Pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan praktis gender antara laki-laki dan perempuan; b. Pendidikan masyarakat melalui pengembangan program yang juga memperhatikan peningkatan kemampuan perempuan; c. Pengembangan suatu program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan praktis gender; d. Memperhatikan secara khusus pemberdayaan perempuan agar perubahan sosial juga mencakup pengurangan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan. 2. Pengembangan Sistem Ketahanan Pangan Kegiatan ini dimaksudkan untuk pengembangan diversifikasi produksi, pengembangan akses pangan, pengembangan cadangan pangan, dan penganekaragaman konsumsi dengan memperhatikan kebutuhan praktis gender dan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk memperoleh dan memiliki peran dalam pembangunan serta mendapat manfaat dari program pembangunan tersebut. 3. Penguatan Kelembagaan PUG perlu diintegrasikan dalam berbagai kegiatan pelaksanaan Desa Mandiri Pangan, termasuk administrasi, manajemen dan keuangan. D. Organisasi Kelompok Penerima Manfaat, Tim Pangan Desa dan LKD Berdasarkan fakta selama ini, terdapat kesenjangan (internal dan eksternal) dalam penyertaan laki-laki dan perempuan pada pelaksanaan Kegiatan Desa Mandiri Pangan. Keterlibatan perempuan dalam kelembagaan menunjukkan hanya sebesar 10%, hal itu disebabkan masih kurangnya pemahaman aparat pelaksana dan pendamping dalam memberi kesempatan dan peran yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, diharapkan bagi seluruh pelaksana pembangunan untuk mendorong penguatan kelembagaan Demapan dalam penerapan PUG, dengan cara memperkaya dan menajamkan tugas-tugas dan fungsi-fungsi yang diemban oleh kelompok kerja, tim teknis dan tim pangan desa dalam melaksanakan Demapan yang responsif gender. BIDANG KETAHANAN PANGAN 14

22 E. Proses Pendampingan Pemilihan waktu penyuluhan Pelaksanaan kegiatan PUG dimulai dengan identifikasi potensi baik SDA maupun SDM termasuk mengumpulkan data terpilah di lokasi kelompok binaan, dilanjutkan dengan mencari solusi permasalahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan menganalisa gender. Pembangunan yang dilakukan dengan pendekatan PUG diharapkan mampu memberdayakan salah satu gender atau keduanya yang selama ini belum secara optimal dimanfaatkan dalam pembangunan. Oleh karena itu pemahaman PUG merupakan keharusan bagi seluruh pelaksana pembangunan, termasuk pembangunan pertanian. Materi yang disampaikan Roadmap kegiatan Desa Mandiri Pangan dirancang dalam kurun waktu 4 (empat) tahun, melalui 4 (empat) tahapan yang diharapkan mencapai kemandirian, meliputi tahap persiapan, penumbuhan, pengembangan dan kemandirian. Aplikasi PUG dalam kegiatan Desa Mandiri Pangan dilaksanakan pada tahap persiapan. Pada tahap persiapan dilakukan pelatihan kepada pendamping dengan materi teknik PRA berbasis gender. Setelah memahami konsep dasar gender dan mengapa perlu memperhatikan gender dalam program pembangunan, diharapkan pendamping dapat mengaplikasikan informasi yang diperoleh untuk melanjutkan pendampingan kelompok tani yang berdimensi gender. Tabel berikut ini memberikan arahan kepada pendamping kelompok tani untuk memahami pengembangan program yang sensitif gender melalui pendekatan PRA, khususnya untuk melaksanakan misi gender di dalam berbagai tindakan nyata. Dalam hal ini, maka pendamping harus mampu menambahkan muatan gender pada setiap pendekatan PRA, sehingga PUG dapat menjadi bagian dari PRA. Tabel 1. PRA yang tidak bermuatan gender dan PRA yang memiliki muatan gender Karakteristik Metode PRA Metode PRA berdimensi gender Cita-cita Proses Tujuan Perubahan sosial melalui pemberdayaan masyarakat agar masyarakat mampu mengatasi masalah/kebutuhannya sendiri Pendidikan masyarakat melalui pengembangan program agar masyarakat secara bertahap mampu mengembangkan kemampuan tersebut Untuk mencapai tujuan praktis, yaitu pengembangan suatu program yang sesuai dengan Perubahan sosial melalui pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan praktis gender antara laki-laki dan perempuan Pendidikan masyarakat melalui pengembangan program yang juga memperhatikan peningkatan kemampuan lakilaki dan perempuan Untuk mencapai tujuan praktis, yaitu pengembangan suatu program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan BIDANG KETAHANAN PANGAN 15

23 Sasaran dan pemanfaat program kebutuhan masyarakat. Untuk mencapai tujuan strategis, yaitu mencapai citacita perubahan sosial, dan pemberdayaan masyarakat, peningkatan taraf hidup yang juga berarti perubahan perilaku masyarakat. Masyarakat atau kelompok masyarakat yang paling terabaikan (paling miskin, paling terpencil, dsb) memperhatikan kebutuhan praktis gender. Untuk mencapai tujuan strategis seperti pada PRA, tetapi dengan memperhatikan secara khusus pemberdayaan perempuan agar perubahan sosial juga mencakup pengurangan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan Sasarannya seperti hasil kajian PRA, tetapi dengan memperhatikan perempuan sebagai kelompok masyarakat yang paling sering terabaikan oleh program pembangunan. Pengkajian masyarakat dengan metode PRA dikembangkan untuk berbagai kebutuhan, diantaranya: 1. PRA untuk penjajagan kebutuhan; memperhatikan perbedaan kebutuhan laki-laki dan perempuan (memperhatikan kebutuhan praktis gender dan kepentingan strategis gender). 2. PRA untuk perencanaan program; memperhatikan upaya-upaya pemberdayaan perempuan, apakah telah memperhatikan kebutuhan praktis gender dan kepentingan strategis gender. 3. PRA untuk pelaksanaan program; menyertakan perempuan sebagai peserta aktif program dan penerima manfaat langsung, jadi bukan sekedar pemanfaat tidak langsung melalui suaminya. 4. PRA untuk monitoring dan evaluasi program; memperhatikan perkembangan keadaan dan kedudukan perempuan di masyarakatnya, apakah program telah berhasil melibatkan secara sungguh-sungguh kelompok di dalam program. Salah satu aspek yang penting dimasukan kedalam pengkajian ini adalah aspek-aspek gender di dalam masyarakat. Dengan demikian kajian keadaan masyarakat sekaligus memasukan kegiatan kajian gender. BIDANG KETAHANAN PANGAN 16

24 Tabel 2. Teknik PRA dalam kajian masyarakat Kategori kajian gender Teknik PRA Hasil kajian keadaan dengan aspek gender Pembagian kerja laki-laki dan perempuan Kajian mata pencaharian Siapa pelaku (P/L) jenis-jenis mata pencaharian masyarakat Berapa pendapatan yang dihasilkan setiap jenis mata pencaharian Perbandingan pendapatan P dan L Siapa pelaku (P/L) jenis-jenis kegiatan musiman (produktif, kegiatan adat, termasuk pembahasan musim kritis seperti paceklik dan berjangkitnya penyakit dsb.) Kapan (bulanan, musiman) terjadi waktu sibuk dan luang bagi P dan atau L Perbandingan volume kerja P dan L Aktifitas harian Siapa pelaku jenis kegiatan pengelolaan kebun di dalam suatu keluarga mulai dari persiapan, pengolahan, penyimpangan sampai pemasaran Peluang dan penguasaan sumber daya oleh P dan L Pemetaan sumber daya desa Jenis-jenis sumber daya di desa Siapa (P/L) yang memiliki peluang memanfaatkan sumber daya (akses) dan menentukan bagaimana penggunaan sumber daya (kontrol) Pendamping kelompok tani diharapkan mampu memadukan pelaksanaan PRA dengan hasil analisis gender yang telah dilakukan. Untuk itu, berikut ini diberikan berbagai pegangan, bagaimana hal tersebut dapat dilaksanakan. Pada prinsipnya identifikasi keadaan masyarakat dengan PRA dapat dipadukan dengan berbagai hasil analisis gender, sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih lengkap dan memperhatikan aspek gender. Tabel berikut membandingkan metode PRA yang tidak berdimensi gender dengan yang berdimensi gender. BIDANG KETAHANAN PANGAN 17

25 Tabel 3. Berbagai Aplikasi PRA Yang Dilengkapi Dengan Hasil Analisis Gender Uraian Pengertian Hasil kajian Identifikasi masyarakat metode PRA Identifikasi berbagai aspek kehidupan masy. (sosial, budaya, ekonomi, adat istiadat, sumber daya dsb) yang dilakukan oleh masyarakat sendiri bersama pendamping. Gambaran keadaan masyarakat di berbagai bidang kehidupan Identifikasi masalah atau kebutuhan masyarakat Identifikasi berbagai potensi yang dimiliki masyarakat untuk pengembangan program Tujuan kajian Jangka pendek (praktis): pengembangan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, menggunakan atau memanfaatkan potensi lokal Jangka panjang (strategis: program untuk mencapai pemberdayaan masyarakat Manfaat kajian Saling belajar di antara anggota masyarakat dan lembaga pelaksana program Terjadi proses pemberdayaan dan analisis masyarakat Mengembangkan program yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat Aplikasi hasil analisis gender Pengkajian keadaan dengan memperhatikan aspek aspek ketimpangan gender yang telah dianalisi sebelumnya Gambaran keadaan masyarakat di berbagai bidang, termasuk ketimpangan gender Identifikasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan praktis dan strategis gender. Identifikasi berbagai potensi yang dimiliki perempuan untuk terlibat dalam program Jangka pendek: pengembangan program dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi perempuan melalui proses penyadaran gender Jangka panjang: program mencapai perubahan sosial dengan pemberdayaan masyarakat, sekaligus penyetaraan laki-laki dan perempuan. Saling belajar dengan melibatkan laki-laki dan perempuan Proses pemberdayaan dan analisis masyarakat yang memberi kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan untuk berpartisipasi Mengembangkan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan gender. BIDANG KETAHANAN PANGAN 18

26 Uraian Identifikasi masyarakat metode PRA Aplikasi hasil analisis gender Alat-alat kajian Teknik-teknik PRA Teknik-teknik PRA yang berdimensi gender F. Manfaat yang Diterima 1. Meningkatnya peran isteri membantu suaminya untuk peningkatan pendapatan keluarga di wilayah desanya. 2. Peningkatan kemampuan perempuan disamping laki-laki dalam peningkatan ketahanan pangan keluarga. 3. Tersedianya SDM yang berkualitas baik laki-laki maupun perempuan dalam pengelolaan usaha rumah tangga. 4. Meningkatnya ketahanan pangan keluarga yang tangguh dan berkesinambungan. Aplikasi PUG pada kegiatan Desa Mandiri Pangan diharapkan memberikan manfaat secara optimal kepada para peserta program dan yang jauh lebih penting mampu mengurangi atau bahkan meniadakan adanya bias gender dalam pelaksanaannya. BIDANG KETAHANAN PANGAN 19

27 BAB V Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Dalam monitoring atau pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan Pengarusutamaan Gender bidang ketahanan pangan, maka aparat dan penyuluh/pendamping yang menangani kegiatan ketahanan pangan baik di pusat maupun daerah sebagai focal point, harus mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Inpres Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional, serta Panduan Penyusunan Pengintegrasian Isu Gender ke dalam Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Pertanian tahun A. Pemantauan dan Evaluasi Pimpinan instansi dan lembaga pemerintah baik Pusat maupun Daerah melaksanakan dan bertanggungjawab dalam pemantauan dan evaluasi pengarusutamaan gender di lingkungannya. Pemantauan PUG dilakukan secara periodik terhadap perkembangan setiap pelaksanaan kegiatan oleh pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Hal hal yang akan dipantau adalah pelaksanaan kegiatan bidang ketahanan pangan yang responsif gender, permasalahan yang dihadapi, dan upaya-upaya yang telah dilakukan. Hasil pemantauan perlu dianalisis lebih lanjut, sebagai bahan/informasi untuk evaluasi dan tindakan perbaikan pelaksanaan PUG bidang ketahanan pangan. Evaluasi dilaksanakan secara berjenjang mulai dari kabupaten/kota, provinsi, dan pusat, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peran dan tanggungjawab aparat dan lembaga yang menangani kegiatan ketahanan pangan yang responsif gender, serta tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. B. Pelaporan Pelaporan pelaksanaan kegiatan bidang ketahanan pangan yang responsif gender dilakukan per semester secara berjenjang (dari kabupaten/kota, provinsi hingga pusat), berkala, berkelanjutan dan tepat waktu sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan dalam pelaporan Desa Mandiri Pangan. Laporan tersebut diintegrasikan dengan kegiatan Demapan dengan menggunakan formulir data terpilah yang sudah ditetapkan (Lampiran 2), bersumber dari penyuluh/pendamping. Alur Pelaporan Kegiatan Ketahanan Pangan yang Responsif Gender dapat dilihat pada Gambar 4. BIDANG KETAHANAN PANGAN 20

28 Gambar 4. Alur Pelaporan Menteri Pertanian BKP Pusat Badan/Dinas/Instansi Ketahanan Pangan Provinsi Keterangan: : Arus pelaporan : Umpan balik Badan/Dinas/Kantor/ InstansiKetahanan Pangan Kab/Kota Kelompok Penerima Manfaat dan Penyuluh Pendamping BIDANG KETAHANAN PANGAN 21

29 BAB VI PENUTUP Pedoman Pengarusutamaan Gender (PUG) bidang ketahanan pangan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi aparat dan pihak-pihak yang melaksanakan kegiatan bidang ketahanan pangan yang responsif gender. Selain itu, melalui pedoman ini, persepsi dan pemahaman aparat dan penyuluh/pendamping tentang makna dan aplikasi gender dapat ditingkatkan. Semoga pedoman ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang terkait dengan kegiatan ketahanan pangan yang responsif gender. Jakarta, Juli 2012 BIDANG KETAHANAN PANGAN 22

30 DAFTAR PUSTAKA Departemen Pertanian, Pengarusutamaan gender dalam Pembangunan Pertanian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. Harmonisasi Konsep dan Definisi Gender untuk Aplikasi PUG dalam Pembangunan. Kementerian Pertanian, Panduan Penyusunan Pengintegrasian Isu Gender ke Dalam Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Pertanian. Kementerian Pertanian, Pedoman Umum Desa Mandiri Pangan. BIDANG KETAHANAN PANGAN 23

31 LAMPIRAN 1 ILUSTRASI PERBEDAAN GENDER (G) DENGAN JENIS KELAMIN (S) Beberapa pernyataan dibawah ini dapat digunakan oleh aparat (Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota) dan Pelaksana (penyuluh/pendamping) untuk mengevaluasi pemahaman PUG penerima manfaat Desa Mandiri Pangan dalam melihat perbedaan konsep jenis kelamin atau gender. Simbol S (=Sex) untuk pernyataan yang menunjuk pada perbedaan jenis kelamin sedangkan simbol G (=Gender) untuk pernyataan yang menunjuk pada perbedaan status jenis kelamin. 1. Perempuan melahirkan, laki-laki tidak. ( S ) 2. Gadis kecil cantik dan lembut, anak laki-laki tampan dan kasar. ( G ) 3. Persentase penduduk perempuan di pedesaan berumur 10 tahun ke atas yang berpendidikan SLTP dan SLTA berturut-turut 10 dan 6,7 persen, sementara laki-lakinya berturut-turut 12,8 dan 10,5 persen. ( G ) 4. Buruh tani perempuan dibayar Rp ,- secara lepasan, sementara buruh laki-laki dibayar Rp ditambah makan sekali dan minum kopi sekali serta rokok tiga batang. ( G ) 5. Laki-laki yang bekerja di sektor pertambangan 10 kali lipat jumlahnya dibandingkan dengan perempuan. ( G ) 6. Di Mesir Kuno laki-laki tinggal di rumah dan menganyam. Perempuan menangani bisnis keluarga. Perempuan mewarisi harta benda dan laki-laki tidak. ( G ) 7. Suara laki-laki pecah pada masa puber; suara perempuan tidak. ( S ) 8. Menurut statistik, perempuan melakukan 67% pekerjaan dunia, namun penghasilan yang didapatinya hanya berjumlah 10% dari penghasilan dunia dan mereka hanya memiliki 1% kekayaan dunia. ( G ) 9. Lelaki di seluruh dunia ini pada dasarnya rasional. ( G ) 10. Kulit perempuan lebih halus dan lembut daripada laki-laki. ( G ) 11. Perempuan pada dasarnya pengurus rumah tangga. ( G ) 12. Laki-laki pada dasarnya pencari nafkah. ( G ) 13. Laki-laki memiliki jakun. ( S ) 14. Lelaki pada dasarnya pemimpin. ( G ) 15. Perempuan menyusui bayi, laki-laki memberikan susu botol. ( S ) BIDANG KETAHANAN PANGAN 24

32 ILUSTRASI PERANAN SPESIFIK GENDER Beberapa pernyataan dibawah ini dapat digunakan untuk mengevaluasi derajat penerimaan definisi peranan spesifik gender menurut penerima manfaat. Simbol Y (=Yes) melambangkan persetujuan dan simbol N (=No) melambangkan ketidak setujuan. 1. Anak laki-laki seharusnya mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi daripada anak perempuan. ( N ) 2. Suami-istri seharusnya bersama-sama bertanggung jawab dalam membesarkan anak. ( Y ) 3. Perempuan seharusnya tidak pergi menghadiri rapat pada malam hari. ( Y/N ) 4. Gaji laki-laki seharusnya lebih besar daripada gaji perempuan. ( N ) 5. Perempuan tidak pandai mengambil keputusan. ( N ) 6. Hanya perempuan yang bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran belanja rumah tangga. ( N ) 7. Suami-istri bersama-sama memutuskan tentang pengeluaran-pengeluaran rumahtangga yang berjumlah besar ( Y ) 8. Laki-laki lebih rasional daripada perempuan. ( N ) 9. Perempuan tidak pandai menduduki posisi pimpinan. ( N ) 10. Laki-laki tidak mampu menjaga anak-anak kecil. ( N ) BIDANG KETAHANAN PANGAN 25

33 LAMPIRAN 2 DATA TERPILAH KETAHANAN PANGAN Tabel 1. Komposisi Rumah Tangga Responden menurut Karakteristiknya UMUR KATEGORI AGAMA STATUS PENDIDIKAN PENGALAMAN LD PD AL AP Keterangan : LD = Laki-laki Dewasa PD=Perempuan Dewasa AL=Anak Laki-laki AP=Anak Perempuan Pengalaman : Pelatihan/kursus yang diterima dalam kegiatan demapan Tabel 2. Data Kepemilikan Sumberdaya/Sarana Rumah Tangga Responden Kepemilikan atas nama % Sumberdaya Ayah Ibu Anak Laki Anak Perempuan Keterangan Tanah Bangunan Ternak Alsintan Alat Transportasi Alat Telekomunikasi Aset Keuangan (tabungan) Lain-lain Keterangan : diisi berdasarkan proporsi kepemilikan (%) BIDANG KETAHANAN PANGAN 26

34 Tabel 3. Rata-rata Tingkat Partisipasi Responden terhadap Kegiatan Usaha Kelompok/Keluarga dan Domestik (Keluarga Inti) No Jenis Pekerjaan Tingkat Partisipasi (%) Ayah Ibu Anak Laki Anak Perempuan 1 Partisipasi dalam usaha Kelompok 2 Partisipasi dalam usaha keluarga 3 Memilih jenis usaha kelompok 4 Memilih jenis usaha keluarga 5 Memilih Tempat usaha 6 Menentukan Skala usaha 7 Membuat Rencana usaha 8 Menentukan pembiayaan usaha 9 Membagi tugas/peran dalam usaha 10 Pekerjaan rumah tangga 11 Mengelola pendapatan 12 Membeli sarana usaha 13 Mengolah tanah 14 Menanam 15 Menyiangi dan memupuk 16 Memanen 17 Memberi makan ternak/ikan 18 Membersihkan kandang/kolam 19 Menjual ternak/ikan 20 Menggunakan uang 21 Menjual hasil produksi pertanian 22 Menjual hasil produksi perikanan 23 Menjual hasil produksi ternak 24 Mengelola hasil penjualan BIDANG KETAHANAN PANGAN 27

35 Tabel 4. Akses Responden terhadap Pelaksanaan Kegiatan Demapan Yang Mengakses (%) No. Uraian Kegiatan Ayah Ibu Anak Laki Anak Perempuan 1 Jadi Anggota Kelompok 2 Hadir di pertemuan 3 Ikut Penyuluhan 4 Mendapatkan Pengetahuan dan Keterampilan 5 Kesempatan mendapatkan pinjaman 6 Kesempatan menjadi pengurus Tabel 5. Kontrol Responden terhadap Pengambilan Keputusan dalam Pelaksanaan Kegiatan Demapan Yang Menentukan (%) Keputusan dalam Hal Ayah Ibu Anak Laki Anak Perempuan Penyuluh Kelompok Menerima bantuan Memilih jenis usaha Memilih Tempat usaha Menentukan Skala usaha Membuat Rencana usaha Menentukan pembiayaan usaha Membagi tugas Menggelola keuangan Membeli sarana produksi Menjual produk Menggunakan hasil BIDANG KETAHANAN PANGAN 28

36 Tabel 6. Perolehan Manfaat Kegiatan Demapan oleh Responden Manfaat Langsung Peningkatan dalam Ayah Ibu Yang Menikmati Manfaat Langsung (%) Anak Laki Anak Perempuan Tenaga Luar Penyuluh Kelompok Akses modal Akses pasar Kesempatan berusaha Pendapatan Daya beli Peralatan usaha *) Kapasitas SDM *) Sarana produksi dan alat pengolahan Tabel 7. Permasalahan dan Upaya Pemecahannya Permasalahan Upaya Pemecahan BIDANG KETAHANAN PANGAN 29

37 Lampiran 3 LEMBAR KERJA GENDER ANALYSIS PATHWAY (GAP) KEGIATAN BADAN KETAHANAN PANGAN YANG RESPONSIF GENDER TAHUN 2012 KOLOM 1 KOLOM 2 KOLOM 3 KOLOM 4 KOLOM 5 KOLOM 6 KOLOM 7 KOLOM 8 KOLOM 9 Kebijakan / Data Pembuka Wawasan (Data Isu Gender Kebijakan dan Rencana Aksi Pengukuran Hasil Program / Pilah Gender) Faktor Kesenjangan Sebab Kesenjangan Internal Sebab Kesenjangan Eksternal Reformulasi Tujuan Rencana Aksi Data Dasar Indikator Gender Kegiatan (Baseline) Program : Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Akses: Akses Perempuan Kepala Rumah Tangga (PKRT) terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, fasilitas/ dana bantuan dan pelatihan/ peningkatan kapabilitas dalam rangka pemberdayaan ketahanan pangan Para pengambil keputusan/kebijakan belum memahami tentang isu gender dan belum dilakukannya pendataan terpilah antara peserta laki-laki dan perempuan dalam pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat serta analisis gender Masih kuatnya persepsi yang bias gender dikalangan masyarakat, dimana Kepala Rumah Tangga adalah laki-laki, sedangkan perempuan berperan dalam urusan rumah tangga. Mengumpulkan data petani perempuan yang berusaha dibidang usaha rumah tangga. Menyempurnakan Pedoman Umum Program Data awal terpilih peserta Program Aksi Desa Mandiri Pangan adalah laki-laki 90% dan perempuan 10%. masyarakat lebih rendah yang baku. Aksi Desa Mandiri Pangan dibanding Lelaki Kepala Rumah yang Responsif Gender Tangga (LKRT). Kegiatan: Pengembang an Desa Mandiri Pangan Output : Kelompok afinitas sebanyak 2366 kelompok dari 594 desa (1 desa terdiri dari 4 kelompok afinitas) Tujuan : (kolom 6) Jumlah penduduk miskin pada tahun 2011 mencapai 30,02 juta orang atau 12,49% yang pada umumnya mereka juga mengalami kerawanan pangan karena disamping daya belinya rendah, juga pengetahuan pangannya kurang sehingga belum dapat mengelola lingkungannya untuk menghasilkan pangan bagi keluarganya. Untuk itu pemerintah telah menerapkan beberapa program aksi untuk mengatasi permasalahan tersebut, namun berdasarkan perspektif gender masih terjadi kesenjangan antara laki-laki dengan perempuan karena selama ini penetapan peserta program aksi adalah kepala keluarga berjenis kelamin laki-laki. Sebagai informasi bahwa jumlah desa miskin yang menjadi target kegiatan pengembangan Desa Mandiri Pangan tahun 2012 adalah pada tahap persiapan sebanyak 594 desa, 402 kabupaten/kota, 33 provinsi Representasi perempuan dalam pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat masih rendah, karena tidak dilakukan pendataan terpilah antara laki-laki dan perempuan, sehingga sampai saat ini belum diketahui persentase kepesertaan perempuan dalam kegiatan pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat. Kontrol: Laki-laki memiliki kontrol terhadap sumberdaya lahan dan sarana prasarananya yang lebih tinggi dibanding perempuan. Partisipasi : Anggota kelompok afinitas (berdasarkan tempat tinggal) pada umumnya laki-laki sehingga merekalah yang lebih banyak berpartisipasi mengikuti pembinaan dan diskusi dengan petugas setempat. Kurangnya akses informasi kepada perempuan tentang pengembangan Desa Mandiri Pangan Belum disebutkannya peserta kelompok yang terdiri dari laki-laki dan perempuan pada undangan pelatihan bagi peserta kegiatan Belum semua petugas baik di pusat maupun daerah mengetahui kegiatan responsif gender secara baik. Aparat di tingkat lapangan kurang mendorong keadilan dan kesetaraan gender dalam pelaksanaan kegiatan. Motivasi perempuan untuk mengikuti peningkatan kapabilitas dalam ketahanan pangan keluarga yang difasilitasi pemerintah masih rendah karena perempuan lebih memfokuskan urusannya pada rumah tangga. Adanya anggapan bahwa kepentingan dan kebutuhan perempuan (ibu rumah tangga) cukup diwakilkan kepada kepala keluarga (laki-laki). Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan bagi petugas, petani dan kelompok afinitas dalam rangka pemantapan ketahanan pangan melalui pendampingan yang berbasis responsif gender dengan memberi kesempatan, peran dan peluang yang sama bagi lakilaki dan perempuan. Sosialisasi dan advokasi kepada para pengambil kebijakan terkait peran wanita dalam mendukung usaha rumah tangga pada program Aksi Desa Mandiri Pangan di daerah/ lokasi desa yang mempunyai masyarakat yang terkena rawan pangan. Diberikan kesempatan bagi peserta perempuan agar dapat lebih berperan dalam tahapan aktivitas melalui undangan pelatihan peserta kegiatan yang mengundang perempuan dan adanya pedoman umum kegiatan yang lebih responsif gender Melalui aktivitas dalam rencana aksi tersebut, maka diharapkan dalam pembinaan Program Aksi Desa Mandiri Pangan selama 4 (empat) tahun/tahap akan terealisasi laki-laki 70% dan perempuan 30% dalam pemantapan ketahanan pangan keluarga. Meningkatnya peran lakilaki dan perempuan dalam keterlibatannya memantapkan ketahanan pangan keluarga melalui peningkatan pendapatan keluarga serta pengetahuan pangan dan gizi. Meningkatnya peran istri petani membantu suami (petani) untuk memantapkan ketahanan pangan keluarga dengan memanfaatkan sumber daya pangan yang dikuasai. Manfaat: Dikarenakan masyarakat pedesaan yang terdata umumnya laki-laki, maka pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat cenderung lebih dimanfaatkan oleh petani lakilaki dan kurang didukung oleh produktivitas perempuan Adanya anggapan bahwa manfaat bagi kepala keluarga (laki-laki) juga dinikmati oleh ibu rumah tangga (perempuan). Peningkatan kemampuan perempuan (wanita tani) disamping petani laki-laki dalam upaya pemantapan ketahanan pangan keluarga. Tercapainya SDM yang berkualitas baik laki-laki maupun perempuan dalam pemantapan ketahanan pangan keluarga. 30 BIDANG KETAHANAN PANGAN

Gender Analysis Pathway (GAP) (Alur Kerja Analisis Gender (AKAG)

Gender Analysis Pathway (GAP) (Alur Kerja Analisis Gender (AKAG) Modul: Gender Analysis Pathway (GAP) (Alur Kerja Analisis Gender (AKAG) Oleh : Suyatno, Ir. M.Kes Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Semarang Tujuan pembelajaran: 1. Menjelaskan pengertian analisis gender

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN MEKANISME PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PANDUAN TEKNIS PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER. SUYATNO, Ir. MKes FKM UNDIP SEMARANG, 2009

ANALISIS GENDER. SUYATNO, Ir. MKes FKM UNDIP SEMARANG, 2009 ANALISIS GENDER SUYATNO, Ir. MKes FKM UNDIP SEMARANG, 2009 Analisa Gender Adalah proses yang dibangun secara sistematis untuk mengidentifikasi dan memahami: pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan,

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN 1 PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH 1 BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOPPENG,

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

TERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian

TERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian TERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN 2013 Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian Unit Eselon I : Badan Ketahanan Pangan Program : Peningkatan Diversifikasi dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GAWI SABARATAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH BERPERSPEKTIF GENDER KOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPARE

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA DEPOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA DEPOK, Menimbang

Lebih terperinci

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON -- WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN. BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER (PPRG)

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER (PPRG) BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER (PPRG) BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengintegrasikan

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam 10 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengarusutamaan Gender (PUG) 1. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Terkait dengan Pengarusutamaan Gender (PUG), terdapat beberapa isitilah yang dapat kita temukan, antara lain

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe No.927, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengarusutamaan Gender. Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER KOTA BOGOR Diundangkan dalam Berita Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH 1 BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd TEKNIK ANALISIS GENDER Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012 MAKALAH TEKNIK ANALISIS GENDER Dr. Nahiyah Jaidi Faraz M.Pd nahiyah@uny.ac.id Pengertian Analisis

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN GENDER MELALUI PPRG KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

PENGARUSUTAMAAN GENDER MELALUI PPRG KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PENGARUSUTAMAAN GENDER MELALUI PPRG KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PENGARUSUTAMAAN GENDER Strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN SALINAN Menimbang BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN 2013 21 TAHUN 2013 TENTANG PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, Menimbang : a. bahwa dokumen perencanaan

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER PADA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan;

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan; PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER 1. Tentang Lahirnya PUG Pengarusutamaan Gender PUG secara formal diadopsi dalam Beijing Flatform For Action BPFA tahun yang menyatakan bahwa pemerintah dan

Lebih terperinci

4.9 Anggaran Responsif Gender Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , telah menetapkan tiga strategi pengarusutamaan

4.9 Anggaran Responsif Gender Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , telah menetapkan tiga strategi pengarusutamaan 4.9 Anggaran Responsif Gender Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014, telah menetapkan tiga strategi pengarusutamaan pembangunan nasional yaitu Pemerintahan yang Baik, Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TORAJA UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang

Lebih terperinci

-2- Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 t

-2- Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 t No.1929, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KP. Pengarusutamaan Gender. Pemetaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015 BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN NOMOR 29/E, 2011 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUP PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN BADAN PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DEPUTI BIDANG PUG BIDANG EKONOMI KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PERPRES NO. 5 TAHUN 2010 RPJMN 2010-2014 A. 3

Lebih terperinci

dalam Pembangunan Nasional;

dalam Pembangunan Nasional; Anggaran Responsif Gender (ARG) Penyusunan GBS Direktorat Jenderal Anggaran gg Kementerian Keuangan g 1. Dasar Hukum ARG a. UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; b. UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

2013, No Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional; 3. Peraturan Menteri Pertahanan Nom

2013, No Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional; 3. Peraturan Menteri Pertahanan Nom No.157, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTAHANAN. Pengarusutamaan Gender. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

" {{rr> WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN2015 TENTANG

 {{rr> WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN2015 TENTANG ~. " {{rr> WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR TAHUN2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% perempuan dan kaitannya dalam penyusunan anggaran responsif gender. Yang menjadi fokus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kantor Pemberdayaan Perempuan Kabupaten mempunyai peranan dan fungsi penting serta strategis dalam rangka melayani masyarakat Kabupaten Badung di bidang Peningkatan

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN WALIKOTA PAREPARE PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional B A B I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Agar peran pemerintah bersama masyarakat semakin efektif dan efisien dalam upaya mewujudkan sistem pemerintahan yang baik (good

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2014 KPP & PA. Sistem Data Gender Dan Anak. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Lebih terperinci

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA Penduduk Indonesia 231 Juta 49,9% Perempuan Aset dan Potensi,

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

Rancangan Final 8 April 2013

Rancangan Final 8 April 2013 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER PADA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM GUBERNUR ACEH, Menimbang: a. bahwa dokumen perencanaan

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 7 TAHUN 2017

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 7 TAHUN 2017 SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALI KOTA NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI BIDANG

Lebih terperinci

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) I. Pendahuluan II. III. IV. Pangan dan Gizi Sebagai Investasi Pembangunan Analisis Situasi Pangan dan Gizi

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. No.20, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01

Lebih terperinci

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Nomor : 06/MEN.PP & PA/5/2010 Nomor

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kedudukan,

Lebih terperinci

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DAN KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DAN KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DAN KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 15 TAHUN No. 15, 2016 TENTANG

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 15 TAHUN No. 15, 2016 TENTANG - 1 - S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2016 NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin

Lebih terperinci

Perempuan dan Industri Rumahan

Perempuan dan Industri Rumahan A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi

Lebih terperinci

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan TUJUAN 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 43 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN NASIONAL BERWAWASAN GENDER

PEMBANGUNAN NASIONAL BERWAWASAN GENDER PEMBANGUNAN NASIONAL BERWAWASAN GENDER oleh : Sally Astuty Wardhani Asdep Gender dalam Pendidikan Kementerian PP dan PA Disampaikan pada : Rapat koordinasi PUG Bidang Pendidikan lintas Sektor Batam, 29

Lebih terperinci