PENYUSUTAN. pajak (tax deductions) yang disebabkan karena adanya pengeluaran kas, baik untuk. menimbulkan masalah dalam penentuan pajak penghasilan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYUSUTAN. pajak (tax deductions) yang disebabkan karena adanya pengeluaran kas, baik untuk. menimbulkan masalah dalam penentuan pajak penghasilan."

Transkripsi

1 PENYUSUTAN 1. Latar Belakang Penyusutan Pada umumnya perusahaan dalam kegiatan usahanya melakukan pemotongan pajak (tax deductions) yang disebabkan karena adanya pengeluaran kas, baik untuk pembelian barang, membayar tenaga kerja, maupun jasa lainnya yang digunakan dalam kegiatan operasional. Pengakuan biayanya sederhana tergantung apakah perusahaan menggunakan dasar kas atau dasar akrual dalam pembukuannya. Namun ada jasa yang digunakan dalam kegiatan operasional yang harus dibeli terlebih dahulu seperti gedung, mesin, dan tanah. Pengeluaran kas untuk hal tersebut memberikan manfaat lebih dari satu periode. Untuk kepentingan pajak, perlakuan terhadap pengeluaran semacam ini dapat menimbulkan masalah dalam penentuan pajak penghasilan. 2. Pengertian Penyusutan Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi (PSAK17). Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dan nilai dari aset tersebut semakin berkurang. Pengurangan nilai aset dibebankan secara bertahap. Kebijakan pajak untuk penyusutan harus mempertimbangkan tiga hal yaitu, keadilan pajak, kebijakan ekonomi, dan administrasi, penjelasannya sebaai berikut : 1. Keadilan pajak (tax equity)

2 Untuk keadilan pajak perlu diperhatikan jenis kegiatan dari Wajib Pajak, apakah perusahaan manufaktur atau perusahaan jasa, bagaimana struktur modalnya, padat modal, atau padat karya. Dengan adanya penyusutan maka kegiatan usaha manufaktur dn jenis usaha yang padat modal akan lebih diuntungkan dibanding dengan yang lainnya. 2. Kebijakan ekonomi Dengan adanya penyusutan membawa akibat pada peningkatan modal. Jika penyusutan besar maka laba setelah pajak juga besar, sehingga arus kas menjadi tinggi. Menurut ketentuan perpajakan, perhitungan penyusutan dimulai pada tahun perolehan. Secara ekonomis dapat diatur dengan peraturan tertentu secara selektif, untuk mendorong atau menghambat suatu peningkatan modal. Penyusutan secara selektif dapat dibedakan menjadi : a. Penyusutan untuk barang baru atau barang bekas; b. Penyusutan berdasarkan jenis industri tertentu; c. Penyusutan berdasarkan jenis aset; d. Penyusutan berdasarkan lokasi (terpencil) 3. Administrasi Secara administrasi penyusutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sederhana dan kompleks. Pemilihan jenis penyusutan, baik yang sederhana ataupun yang kompleks, bergantung pada beberapa hal, seperti besarnya biaya administrasi, sumber daya manusia, dan kepatuhan dari wajib pajak.

3 3. Karakteristik dari Aset yang Dapat Disusutkan 1. Digunakan dalam kegiatan usaha. Aset yang boleh disusutkan adalah aset yang dipakai dalam usaha atau menjalankan usaha. Aset ini dapat dibedakan menjadi aset bisnis, aset campuran, dan aset pribadi. Untuk aset bisnis dapat disusutkan semuanya, sedangkan untuk aset campuran boleh disusutkan sebagian sesuai dengan yang digunakan dalam kegiatan usaha. 2. Nilainya menurun secara bertahap Nilai aset yang dapat disusutkan harus menurun secara bertahap, baik karena semakin buruk fisiknya atau karena faktor kualitas. Kalau nilainya tidak menurun secara bertahap maka tidak dapat disusutkan tetapi langsung dibiayakan. Adapun aset yang tidak dapat disusutkan adalah tanah, aset pendanaan, barang dagangan, atau persediaan. 3. Aset berwujud dan aset tidak berwujud Aset berwujud maupun aset tidak berwujud yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode dapat disusutkan. Untuk aset tidak berwujud penyusutannya disebut dengan amortisasi. 4. Pihak yang berhak melakukan penyusutan Pihak yang berhak melakukan penyusutan adalah: a. Pihak yang menggunakan aset tersebut dalam kegiatan usaha; b. Pemilik, dapat dibagi menjadi legal owner dan beneficial owner. 5. Saat dilakukan penyusutan

4 Secara umum saat dilakukan penyusutan adalah saat digunakan, tetapi adakalanya pada tahun perolehan. 6. asar untuk melakukan penyusutan 7. Pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga, sebagai berikut : a. Harga perolehan (historical cost) Termasuk di dalamnya adalah harga, ongkos, dan pajak. Pajak yang dapat dikreditkan, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dapat dikreditkan dengan pajak keluaran tidak termasuk dalam harga perolehan. b. Harga penggantian (replacement cost) Pada prinsipnya harga penggantian tidak diperkenankan, karena untuk kepentingan pencatatan menggunakan harga perolehan. c. Revaluasi (revaluation) Suatu aset yang telah direvaluasi biasanya disusutkan berdasarkan nilai revaluasinya. Penyusutan yang Dipercepat Penyusutan dapat dipercepat untuk meningkatkan arus kas, karena jika penyusutannya besar, maka pajak yang dibayar lebih kecil dan pengembalian atas investasi menjadi tinggi. Metode yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

5 1. Dipercepat (accelerated), misalnya dengan metode penyusutan saldo menurun/ menurun ganda 2. Memperpendek umur 3. bebas 4. Penyusutan Berdasarkan Peraturan Perpajakan Menurut Pasal 9 ayat (2) UU PPh bahwa pengeluaran untuk mendapatkan manfaat, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan. Hal ini sesuai dengan kelaziman dunia usaha dan selaras dengan prinsip penandingan antara pengeluaran dan penerimaan (matching cost against revenue). Dalam ketentuan ini, pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan mempertahankan penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya sekaligus pada tahun pengeluarannya. Namun demikian, dalam perhitungan dan penerapan tarif penyusutan untuk keperluan pajak, perlu diperhatikan dasar hukum penyusutan fiskal, karena dapat berbeda dengan penyusutan untuk akuntansi (komersial). Mulai tahun 1995 ketentuan fiskal mengharuskan penyusutan harta tetap dilakukan secara individual per aset, tidak lagi secara gabungan (berdasarkan golongan) seperti yang berlaku sebelumnya kecuali untuk alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis masih boleh menggunakan penyusutan secara golongan. Saat Mulainya Penyusutan

6 Undang-undang PPh secara khusus dan eksplisit menetapkan saat dimulainya penyusutan fiskal adalah pada bulan perolehan. Penyusutan fiskal harus dilakukan sebulan penuh. Pengecualian dari ketentuan ini hanya dapat terjadi karena hal-hal berikut ini. 1. Harta/aset yang masih dalam proses pengerjaan 2. Harta/aset dalam usaha sewa guna usaha (leasing) 3. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak. Harta/Aset dalam Pengerjaan Untuk harta/aset tetap dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada tahun selesainya pekerjaan tersebut. Jadi walaupun pada umunya penyusutan atas harta/aset dimulai pada tahun perolehan tetapi untuk harta/aset yang pengerjaannya memerlukan waktu lebih dari satu tahun, perhitungan penyusutan dimulai saat selesainya harta/aset yang bersangkutan. Harta/Aset dalam Usaha Sewa Guna Usaha Penyusutan terhadap harta dalam usaha sewa guna usaha (leasing) khususnya sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) dimulai pada bulan harta tersebut disewagunausahakan. Persetujuan Dirjen Pajak Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak, apabila tidak mengikuti prinsip umum penyusutan. Misalnya penyusutan baru dilakukan pada tahun harta/aset tersebut menghasilkan. Pengelompokan Harta Berwujud

7 Dalam sistem penyusutan menurut UU PPh, semua aset tetap berwujud yang memenuhi syarat penyusutan fiskal harus dikelompokkan terlebih dahulu menjadi dua golongan sebagai berikut. 1. Harta berwujud kelompok bukan bangunan 2. Harta berwujud kelompok bangunan Harta berwujud bukan bangunan dikelompokkan menurut masa manfaatnya sebagai berikut. Kelompok Bukan Bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Masa Manfaat 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun Harta berwujud bangunan dikelompokkan menurut masa manfaatnya sebagai berikut. Kelompok Bukan Bangunan Bangunan permanen Bangunan tidak permanen Masa Manfaat 20 tahun 10 tahun Metode dan Tarif Penyusutan Fiskal Mulai tahun 1995 Wajib Pajak diperkenankan untuk memilih metode penyusutan fiskal untuk aset tetap berwujud bukan bangunan, yaitu metode saldo menurun ganda atau metode garis lurus. Metode mana yang akan dipakai bergantung pada Wajib Pajak, sepanjang dilaksanakan dengan taat asas. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa

8 metode yang dipilih harus diterapkan terhadap seluruh kelompok harta. Maksudnya, Wajib Pajak tidak dapat menggunakan metode saldo menurun terhadap kelompok yang satu dan menerapkan metode garis lurus terhadap kelompok lainnya. Dalam hal Wajib Pajak memilih metode saldo menurun, maka pada tahun terakhir masa manfaat nilai sisa buku harta yang bersangkutan disusutkan seluruhnya. Aset tetap bangunan hanya menggunakan satu metode yaitu metode garis lurus. Sebagai akibat dari adanya dua metode penyusutan ini, timbul perbedaan persentase penyusutan fiskal. Tarif Penyusutan untuk Aset Tetap Bukan Bangunan Kelompok Bukan Bangunan Kelompok 1 Tarif Penyusutan Metode Garis Lurus Metode Saldo Menurun 25,00% 50,00% Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 12,50% 6,25% 5% 25,00% 12,50% 10,00% Tarif Penyusutan untuk Aset Tetap Berupa Bangunan Kelompok Bangunan Bangunan Permanen Bangunan tidak permanen Tarif Penyusutan (Metode Garis Lurus) 5% 10% 5. Penyusutan Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Aset tetap dan akuntansi penyusutan diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 16 Tentang Aset Tetap dan Aset Lain-Lain, PSAK Nomor 17 Tentang Akuntansi Penyusutan.

9 Aset tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Tanah biasanya memiliki masa manfaat yang tidak terbatas dan biasanya tidak dianggap sebagai suatu aset yang dapat disusutkan. Namun, tanah yang memiliki masa manfaat terbatas bagi perusahaan diperlakukan sebagai aset tetap yang dapat disusutkan. Penyusutan adalah alokasi sistematis suatu nilai aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang dapat diestimasi. Penyusutan periode akuntansi dibebankan ke pendapatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount) adalah jumlah perolehan suatu aset atau jumlah lain yang disubstitusikan untuk biaya perolehan dalam laporan keuangan dikurangi nilai sisanya. Pengukuran penyusutan aset tetap berdasarkan pada umur ekonomis maupun umur teknis. Umur ekonomis bisa lebih pendek dari umur teknis misalnya karena perubahan teknologi yang cepat. Nilai sisa atau nilai residu adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan. Nilai wajar adalah suatu jumlah, untuk itu aset mungkin dapat ditukar atau suatu kewajiban diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi yang wajar (arm s length transaction). Jumlah tercatat (carrying amount) adalah nilai buku, yaitu biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan.

10 Biaya Perolehan Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk digunakan. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri atas harga belinya, termasuk biaya impor dan PPN masukan tidak boleh direstitusikan (nonrefundable), dan setiap biaya yang dapat didistribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan, setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari pembelian. Contoh dari biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah sebagai berikut. 1. Biaya persiapan tempat 2. Biaya pengiriman awal (initial delivery), biaya simpan, dan biaya bongkar muat (handling cost). 3. Biaya pemasangan (instalation cost) 4. Biaya profesional seperti arsitek dan insinyur. Apabila suatu aset diperoleh secara gabungan maka harga perolehan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan. Aset tetap yang diperoleh dengan pertukaran atau pertukaran sebagian untuk aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya, biaya perolehannya diukur berdasarkan nilai wajar aset yang dilepaskan atau yang diperoleh, yang mana yang lebih andal sesuai

11 ekivalen dengan nilai wajar aset yang dilepaskan setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer. Aset tetap yang diperoleh dengan pertukaran atas suatu aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dalam bidang usaha yang sama dan memiliki suatu nilai yang wajar, biaya perolehannya adalah jumlah tercatat dari aset yang dilepaskan. Jadi, karena proses perolehan penghasilan (earning process) tidak lengkap, maka keuntungan atau kerugian yang timbul tidak diakui. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan atau donasi harus dicatat sebesar harga taksiran atau harga pasar yang layak dengan mengkreditkan akun modal donasi. Pada umumnya, SAK menganut penilaian berdasarkan harga perolehan atau harga pertukaran, jadi tidak mengizinkan penilaian kembali aset tetap (revaluasi). Penyimpanan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari konsep harga perolehan di dalam penyajian aset tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan perusahaan. Kriteria Aset yang dapat disusutkan 1. Diharapkan digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi ; dan 2. memiliki suatu masa manfaat yang terbatas ; dan 3. ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi. Masa manfaat 1. periode suatu aset diharapkan digunakan oelh perusahaan. 2. Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset oleh perusahaan.

12 Metode Penyusutan Ativa Tetap Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokan menurut akuntansi komersial, yaitu : 1. Berdasarkan kriteria waktu a. Metode Garis Lurus b. Metode pembebanan Menurun 1. Metode jumlah angka tahun 2. Metode saldo menurun/ saldo menurun ganda 2. Berdasrkan kriteria penggunaan a) Metode jam jasa b) Metode jumlah unit produksi 3. Berdasarkan kriteria lainya a) Metode berdasarkan jenus dan kelompok b) Metode anuitas Metode penyusutan menurut ketentuan perundang undangan perpajakn sebagaimana telah di atur dalam pasal 11 Undang Undang Pajak Penghasilan : 1. Metode Garis Lurus ( Straight Line Method), atau saldo menurun (Declining Balance Method) untuk Aset Tetap Berwujud bukan bangunan; 2. Metode garis lurus untuk Aset Tetap Berwujud diisyaratkan taat asas (konsisten) Penyusutan kelompok dan gabungan

13 Dalam ketentuan fiskal disebut sebagai golongan harta. Besarnya penyusutan dihitung dengan cara mengalikan tarif nilai seluruh aset yang sejenis. Apabila kelompok aset tidak sejenis maka penyusutan dihitung dengan cara gabungan. Saat dimulainya penyusutan Pada umumnya penyusutan dimulai pada tahun pengeluaran. Untuk aset tetap yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutan dimulai pada tahun selesainya pengerjaan tersebut. Beda dengan penyusutan fiskal yang harus setahun penuh, penyusutan komersial boleh dilakukan untuk jangka yang lebih pendek. Dasar penyusutan Adalah biaya perolehan awal, baik melalui pembelian maupun pendirian, penambahan, dan perbaikan. Apabila perusahaan melakukan penilaian kembali (revaluasi) maka dasar penyusutannya adalah nilai setelah nilai revaluasi. Persamaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal 1. Aset/harta tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu priode tidak boleh langsung dibebankan pada tahun pengeluarannya tetapi harus dikapitalisir dan disusutkan sesuai dengan masa manfaatnya. 2. Aset/harta yang dapat disusutkan adalah aset tetap, baik bangunan maupun bukan bangunan. 3. Tanah pada prinsipnya tidak disusutkan, kecuali jika tanah tersebut memilik masa manfaat yang terbatas.

14 Perbedaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal Akuntansi Komersial Akuntansi Fiskal

15 Masa manfaat : Masa manfaat aset ditentukan berdasarkan taksiran umur ekonomismaupun umur teknis Masa manfaat : Ditetapkan berdasarkan keputusan Meteri Keuangan Nilai residu tidak diperhitungkan Ditelaah ulang secara periodik Nilai residu bisa diperhitungkan Harga perolehan : Untuk pembelian menggunakan harga sesungguhnya Untuk pertukaran aset tidak sejenis menggunakan harga wajar Untuk pertukaran sejenis berdasarkan nilai buku aset yang dilepas Aset sumbangan berdasarkan harga pasar Harga perolehan : Untuk transaksi yang tidak mempunyai hubungan istimewa berdasarkan harga yang sesungguhnya Untuk transaksi yang mempunyai hubungan istimewa berdasarkan harga pasar Untuk transaksi tukar menukar adalah berdasarkan harga pasar Dalam rangka likuidasi, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau penggabungan adalah harga pasar kecuali ditentukan oleh Menteri Keuangan Jika direvaluasi adalah sebesar nilai setelah direvaluasi. Metode penyusutan : Metode Penyusutan : Untuk aset tetap banguna adalah garis

16 Garis lurus Jumlah angka tahunan Saldo menurun/ menurun ganda Metode jam jasa Unit produksi lurus Untuk aset tetap bukan bangunan wajib pajak dapat memilih garis lurus atau saldo menurun ganda asal diterapkan secara taat asas. Anuitas Sistem persediaan Perusahaan dapat memilih salah satu metode yang dianggap sesuai, namun harus diterapkan secara konsisten dan harus ditelaah secara periodik Sistem penyusutan : Sistem Penyusutan : Penyusutan individual Penyusutan gabungan/kelompok Penyusutan secara individual kecuali untuk peralatan kecil, boleh secara gabungan Saat Dimulainya Penyusutan : Saat perolehan Saat penyelesaian Saat dimulainya penyusutan : Saat perolehan Dengan izin Menteri Keuangan dapat dilakukan pada tahun penyelesaian atau tahun mulai menghasilkan. 6. Perencanaan Pajak untuk Penyusutan

17 Penentuan metode penyusutan secara tepat penting untuk dilakukan dalam perencanaan pajak, terutama untuk perusahaan-perusahaan padat modal. Berdasarkan pasal11 UU PPh metode penyusutan yang dapat digunakan untuk melakukan penyusutan terhadap aset tetap bukan bangunan adalah metode garis lurus atau saldo menurun. PENILAIAN KEMBALI (REVALUASI) ASET TETAP 1. Pendahuluan Dalam kondisi inflasi, perusahaan perlu mempertimbangkan untuk melakukan revaluasi, karena nilai buku tidak bisa mencerminkan harga pasar yang berlaku saat ini. Hal yang perlu diperhatikan adalah pembayaran PPh sebesar 10% atas selisih lebih nilai wajar atau nilai pasar dikurangi nilai buku fiskal. Asset yang telah direvaluasi tak dapat dialihkan dalam waktu lima tahun, jika dialihkan maka akan dikenakan PPh Tambahan 15% lagi dari selisih revaluasi yang telah dikenakan pajak, kecuali dialihkan kepada pemerintah, untuk menggabungkan, peleburan, dan pemekaran usaha. Penilaian kembali asset tetap bagi perusahaan mempunyai fungsi sebagai berikut.

18 1. Perhitungan harga pokok akan menghasilkan nilai yang mendekati harga pokok yang wajar. 2. Meningkatan struktur modal sendiri, artinya perbandingan antara pinjaman dengan modal sendiri/akuitas atau rasio utang terhadap ekuitas menjadi membaik. Pembayaran PPh atas selisih lebih penilaian kembali asset tetap sebesar 10% yang bersifat final apakah cukup menarik bagi perusahaan untuk melakukan revaluasi 2. Revaluasi Aset Tetap Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Revaluasi asset tetap dalam akuntansi pada umumnya tidak diperkenankan kecuali ditentukan berdasarkan peraturan pemerintah, misalnya peraturan pajak. Dalam PSAK No. 16 disebutkan bahwa penelitian kembali asset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menganut penilaian asset berdasarkan harga perolehan atau harga pertukaran. Dalam hal ini, laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari konsep harga perolehan didalam penyajian asset tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan perusahaan. Selisih revaluasi dengan nilai buku asset tetap dibukukan dalam akun modal dengan nama selisih penilaian kembali asset tetap. 3. Revaluasi Aset Tetap Berdasarkan Undang-Undang Pajak

19 Berdasarkan KMK-384/KMK.04/1998 tanggal 14 agustus 1998 dan SE Dirjen Pajak Nomor 29/PJ.42/1998, menjelaskan hal-hal sebagai berikut. 1. Wajib pajak yang dapat melakukan revaluasi adalah wajib pajak badan dalam negeri yang terletak atau berada di Indonesia. Wajib pajak badan dalam negeri adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan kamanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuamn perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. 2. Telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Kewajiban pajak yang dimaksud terdiri dari: a. Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) d. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangungan (BPHTB) Asset tetap yang dapat direvaluasi antara lain sebagai berikut. 1. Asset tetap berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan, dan bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual.

20 2. Asset tersebut terletak atau berada di wilayah Indonesia. 3. Penilaian kembali dapat dilakukan terhadap seluruh asset tetap (revaluasi total) atau terhadap sebagian asset tetap (revaluasi parsial) yang dimiliki perusahaan. 4. Penilaian kembali asset tetap dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar asset tetap pada saat penilaian dilakukan, yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh pemerintah. 5. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh pemerintah ternyata kemudian tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka Dirjen Pajak akan menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar yang bersangkutan. 6. Selisih antara nilai pasar atau nilai wajar dengan nilai buku fiskal asset tetap yang dinilai kembali wajib dikompensasikan terlebih dahulu dengan kerugian fiskal tahun berjalan dan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang mudah dapat dikompensasikan. 7. Selisih lebih karena penilaian kembali setelah dilakukan kompensasi kerugian dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, sebesar 10%. 8. Bagi wajib pajak yang melakukan pengggabungan usaha, pajak penghasilan yang terutang sebesar 10% diatas, dapat dibayar dalam jangka waktu paling lama 5 tahun terhitung sejak tahun dilakukannya penilaian kembali asset tetap perusahaan.

21 9. Pajak penghasilan yang harus dilunasi untuk setiap tahun paling sedikit sebesar 20% dari jumlah pajak yang terutang, kecuali pelunasan untuk tahun terakhir. 10. Apabila wajib pajak melakukan penilaian kembali asset tetap sebelum akhir tahun pajak, maka kerugian fiskal pada tahun buku yang bersangkutan, diperhitungkan sampai dengan dilakukannya revaluasi asset tetap tersebut. 11. Nilai pasar atau nilai wajar meruapakan dasar penyusutan asset mulai tahun pajak dilakukannya penilaian kembali asset tetap tersebut. Penyusutan dialakukan sesuai dengan Pasal 11 UU PPh. 12. Asset tetap yang telah dilakukan penilaian kembali dan telah dikenakan PPh tidak dapat dialihkan pada pihak lain sebelum lewat jangka waktu 5 tahun setelah dilakukannya penilaian kembali. 13. Apabila wajib pajak mengalihkan asset tetap tersebut sebelum lewat jangka 5 tahun, maka atas selisih penilaian asset tetap tersebut tetap dikenakan PPh yang terutang sebesar 10% dan tambahan PPh final sebesar 15%. 14. Dikecualikan dari jangka waktu 5 tahun jika asset tetap tersebut dialihkan kepada pemerintah atau dialihkan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha. Persyaratan Administratif Setelah Revaluasi Aset Tetap Setelah melakukan revaluasi asset tetap maka wajib pajak memberitahukan hasil penilaian kembali dengan mengisi formulir yang telah disediakan kepada Dirjen Pajak cq. Kepala KPP tempat wajib pajak terdaftar dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut.

22 1. Laporan penilaian dari perusahaan penilai/penilai professional yang diakui oleh pemerintah 2. Neraca penyesuaian yang telah diaudit oleh akuntan publik yang secara jelas terlihat nilai asset sebelum dan sesudah dilakukannya revaluasi asset tetap. 3. Penghitungan selisih lebih akibat revaluasi asset tetap dan perhitungan besarnya PPh terutang 4. Surat Setoran Pajak (SSP). Tarif Perlakuan Khusus Selisih lebih akibat revaluasi asset tetap setelah dikompensasikan dengan kerugian fiscal dan/atau sisa kerugian fiscal pada tahun-tahun yang lalu (Pasal 6 a 2 UU PPh) dikenakan PPh final sebesar 10%. Khusus bagi WP yang melakukan penggabungan usaha,pph final dapat dibayarkan dalam waktu paling lama 5 tahun terhitung sejak tahun fiscal dilakukan revaluasi asset tetap, sepanjang PPh yang dibayarkan/dilunasi setiap tahunnya tidak boleh kurang dari 20% jumlah PPh terutang,kecuali pelunasan untuk tahun terakhir. Jangka Waktu Pengambilan Keputusan oleh Otoritas Pajak Paling lama 1 bulan setelah tanggal pemberitahuan WP diterima secara lengkap Dirjen Pajak cq. Ka. KPP wajib menerbitkan SK pengesahan/penolakan atas neraca penyesuaian yang dilaporkan oleh WP yang melakukan revaluasi asset tetap. Apabila dalam waktu tersebut Dirjen Pajak cq. Ka. KPP tidak/belum memberikan

23 pengesahan/penolakan, maka neraca penyesuaian yang disampaikan oleh WP dianggap disetujui demi kepastian hukum. Teknis Akuntansi atas Selisih Lebih Akibat Revaluasi Aset Tetap Selisih lebih akibat revaluasi aset tetap setelah diperhitungkan dengan kompensasi kerugian dibukukan dalam perkiraan tersendiri yang diberi nama Selisih Penilaian Kembali Aset dan termasuk dalam kelompok perkiraan modal. Kebijakan Efisiensi Apabila neraca penyesuaisn dalam rangka revaluasi asset tetap telah dilakukan pemeriksaan umum oleh KAP, maka neraca penyesuaian tersebut tidak perlu lagi dilakukan pemeriksaan khusus,sedangkan apabila belum dilakukan pemeriksaan umum maka neraca enyesuaian tersebut cukup dilakukan pemeriksaan khusu oleh akuntan public. 4. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Melakukan Revaluasi Revaluasi Parsial/menyeluruh

24 Objek revaluasi adalah asset berwujud dalam bentuk tanah,kelompok banguna dan bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk dialihkan/dijual/bukan barang dagangan. Revaluasi parsial berarti perusahaan hanya melakukan revaluasi atas sebagian asset tetap yang ada sesuai pertimbanagan perusahaan. Bagi perusaan tertentu,misalnya perusahaan perkebunan, revaluasi atas tanah tidak menarik, sebab adanya pembayaran PPh 10% atas selisih lebih penilaian kembali asset padahal tanah tidak disusutkan,sehingga tambhan beban penyusutan tahun mendatang hanya dari selisih lebih revaluasi atas asset tetap selain tanah,padahal asset tanah nilainya paling besar dibandingkan dengan yang lainnya. Pembayaran PPh sebesar 10% bersifat final Aset tetap yang sudah direvaluasi akan disusutkan berdasarkan nilai revaluasi. Biaya penyusutan akan mengurangi Penghasilan Kena Pajak. Jangka waktu penyusutan dilakukan sesuai dengan kelompok asset yang bersangkutann,walaupun asset yang direvaluasi tasdinya sudah digunakan lebih dari separuh umur. Pembayaran Pajak Selama Lima Tahun KMK No 422/KMK.04/1998 menegaskan bahwa WP yang melakukan penggabungan,peleburan/ pemekaran harus melunasi seluruh utang pajak dari tiap perusahaan terkait. Apabila perusahaan yang melakukan gabungan usaha tersebut tidak melaksanakan kewajiban kekurangan PPh final yang terutang,pada tahun berikutnya akan menyulitkan administrasi dan penagihan pajaknya karena badan yang bergabung tersebut sudah bubar/dilikuidasi sehingga untuk mengejar penanggung pajaknya tidak mudah.

25 5. Perencanaan Pajak terhadap Revaluasi Aset Tetap Kapan suatu perusahaan sebaiknya melakukan revaluasi aset? apakah akan dilakukan revaluasi total atau revaluasi parsial? untuk yang berkaitan dengan masalah pajak pertimbangan yang harus diperhatikan adalah kondisi perusahaan yang bersangkutan, seperti berikut ini: 1. Kondisi perusahaan dalam laba atau rugi? 2. Jika laba berapa labanya? Apakah sudah mencapai lapisan kena pajak dengan tarif tertinggi? 3. Jika rugi, kapan rugi terjadi? Tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya? Kapan batas akhir kompensasi kerugian? 4. Bagaimana dengan revaluasi terhadap beban pajak tahun berjalan dan tahun-tahun yang akan datang? Contoh: PT Melati pada tahun 2005 membeli aset tetap berupa mesin dengan harga perolehan Rp Mesin tersebut termasuk dalam aset kelompok 2 dan selam ini perusahaan menggunakan metode penyusutan garis lurus. Pada awal tahun 2008 berdasarkan penilaian dari perusaha jasa penilai yang diakui pemerintah, nilai wajar dari mesin sebesar Rp apakah sebaiknya perusahaan melakukan revaluasi? jika kondisi perusahaan diasumsikan sebagai berikut: 1. Perusahaan tidak mempunyai rugi fiskal

26 2. Pada tahun 2003 perusahaan mengalami rugi fiskal sebesar Rp dan sampai tahun 2007 baru sebesar Rp yang telah dikompensasi dan laba tahun berjalan diprediksi Rp Jika dilakukan revaluasi Harga perolehan mesin Rp Akumulasi penyusutan Rp Nilai buku mesin Rp Nilai revaluasi Rp Selisih lebih revaluasi Rp (selisih lebih adalah objek PPh tariff 10%. Perusahaan tidak mempunyai rugi fiscal Karena perusahaan tidak mempunyai rugi fiskal maka harus dipertimbangkan adalah besarnya laba yang diperoleh tahun berjalan. Apakah laba masih diterapkan pada tariff terendah (10%), atau sudah mencapai tariff tertinggi (30%). Jika laba perusahaan masih dikenakan tarif terendah yakni 10% maka sama dengan tariff PPh yang harus dibayar. Hal ini kurang menguntungkan karena pembebanan selisih harus melalui penyusutan sesuai dengan umur aset yang bersangkutan. Jika laba mencapai tariff tertinggi, maka perlu dihitung nilai tunai dari jumlah penyusutan aset yang berasal dari selisih lebih, baru kemudian dibandingkan dengan PPh final yang harus dibayar. yang mempunyai rugi fiskal Jika perusahaan mempunyai rugi fiskal, misalnya Rp dan laba tahun berjalan diprediksi hanya Rp maka aka nada kompensasi kerugian yang

27 hangus sebesar Rp (karena sudah 5 tahun). Dari pada kompensasi tersebut hangus, perusahaan sebaiknya melakukan revaluasi pada tahun Hal ini karena selisih lebih revaluasi sebsar Rp dikompensasi terlebih dahulu dengan sisa rugi fiskal, sehingga tidak dikenakan rugi fiskal. Dengan demikian, rugi fiskal pada tahun 2008 tinggal sebesar Rp , dan apabila laba tahun berjalan Rp , maka perusahaan hanya tinggal membayar pajak untul laba setelah dikompensasi sebesar Rp yang dikenakan tariff terendah. Disamping itu perusahaan juga akan mendapat tambah beban penyusutan dari revaluasi, yang juga kan mengurangi laba fiskal.perusahaan

Manajemen Pajak. Penilaian Kembali (Revaluasi) Aktiva Tetap

Manajemen Pajak. Penilaian Kembali (Revaluasi) Aktiva Tetap Manajemen Pajak Penilaian Kembali (Revaluasi) Aktiva Tetap Dalam kondisi inflasi perusahaan perlu mempertimbangkan untuk melakukan revaluasi, karena nilai buku tidak bisa mencerminkan harga pasar yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entitas pada tanggal tertentu. Halim (2010:3) memberikan pengertian bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entitas pada tanggal tertentu. Halim (2010:3) memberikan pengertian bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Akuntansi Menurut Dwi (2012:4) Akuntansi adalah informasi yang menjelaskan kinerja keuangan entitas dalam suatu periode tertentu dan kondisi keuangan entitas pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aktiva Tetap Menurut Ikatan Akuntan Indonesia, dalam buku Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomer 16 tentang Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain paragraf 5 tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Aktiva Tetap 1. Pengertian Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam kedaan siap dipakai atau dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORITIS. Aset tetap termasuk bagian yang sangat signifikan dalam perusahaan. Jika

BAB 2 LANDASAN TEORITIS. Aset tetap termasuk bagian yang sangat signifikan dalam perusahaan. Jika BAB 2 LANDASAN TEORITIS A. Pengertian, Penggolongan dan Perolehan Aset Tetap 1. Pengertian Aset Tetap Aset tetap termasuk bagian yang sangat signifikan dalam perusahaan. Jika suatu aset digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1. Definisi Aset Tetap Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 68), aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau

Lebih terperinci

AKUNTANSI PERPAJAKAN. Akuntansi Pajak atas Aktiva Berwujud

AKUNTANSI PERPAJAKAN. Akuntansi Pajak atas Aktiva Berwujud AKUNTANSI PERPAJAKAN Modul ke: Akuntansi Pajak atas Aktiva Berwujud Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA : 081218888013 Email

Lebih terperinci

DEPRESIASI DAN AMORTISASI FISKAL

DEPRESIASI DAN AMORTISASI FISKAL Jurnal Cakrawala Akuntansi ISSN 1979-4851 Vol. 6 No. 2, September 2014, hal. 194-200 http://jca.unja.ac.id DEPRESIASI DAN AMORTISASI FISKAL Wiwik Tiswiyanti 1) 1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Lebih terperinci

Tujuan Akuntansi Pajak a. Dasar menghitung PKP b. Menghitung harga perolehan c. Menghitung penyerahan barang kena pajak d. Menghitung besarnya pajak y

Tujuan Akuntansi Pajak a. Dasar menghitung PKP b. Menghitung harga perolehan c. Menghitung penyerahan barang kena pajak d. Menghitung besarnya pajak y PENGERTIAN AKUNTANSI PAJAK Akuntansi Pajak adalah - sekumpulan prinsip, - standar, - perlakuan akuntansi lengkap yang digunakan oleh Wajib Pajak sebagai landasan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya

Lebih terperinci

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN. ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN (Skripsi) OLEH Nama : Veronica Ratna Damayanti NPM : 0641031138 No Telp :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Carl (2015:3), Akuntansi (accounting) dapat diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Carl (2015:3), Akuntansi (accounting) dapat diartikan sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Akuntansi Menurut Carl (2015:3), Akuntansi (accounting) dapat diartikan sebagai sistem informasi yang menyediakan laporan untuk para pemangku kepentingan mengenai aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap akhir tahun perusahaan akan membuat laporan keuangan untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak khususnya para pemakai laporan keuangan yang berguna

Lebih terperinci

Pengertian aset tetap (fixed asset) menurut Reeve (2012:2) adalah :

Pengertian aset tetap (fixed asset) menurut Reeve (2012:2) adalah : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Kriteria Aset Tetap 2.1.1 Pengertian Aset Tetap Setiap perusahaan apapun jenis usahanya pasti memiliki kekayaan yang digunakan untuk menjalankan kegiatan operasionalnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aktiva Tetap Setiap perusahaan menggunakan berbagai aktiva tetap, seperti peralatan, perabotan, alat-alat, mesin-mesin, bangunan, dan tanah. Aset tetap (fix asset)

Lebih terperinci

tedi last 11/16 Definisi Pengakuan Pengukuran Pengungkapan

tedi last 11/16 Definisi Pengakuan Pengukuran Pengungkapan tedi last 11/16 Definisi Pengakuan Pengukuran Pengungkapan RUANG LINGKUP PSAP 07 diterapkan untuk seluruh unit pemerintahan yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum, dan mengatur perlakuan akuntansinya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Aktiva a. Pengertian Aktiva Aktiva/harta adalah kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan, yang lebih dikenal dengan istilah asset perusahaan. Jadi, aktiva (asset)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aset Tetap Berbagai definisi aset tetap yang dikemukakan oleh para ahli, semuanya mempunyai maksud dan tujuan yang sama yaitu merumuskan pengertian aset tetap agar

Lebih terperinci

LEBIH JAUH MENGENAI PSAK No. 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP

LEBIH JAUH MENGENAI PSAK No. 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP Edisi : IX/September 2009 LEBIH JAUH MENGENAI PSAK No. 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP Oleh: Ikhlasul Manna Muhammad Fahri Keduanya Auditor pada KAP Syarief Basir & Rekan I. PENDAHULUAN PSAK 16 (Revisi

Lebih terperinci

Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap

Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap Aktiva Tetap Aktiva Tetap: SAK (2009) : aktiva berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan ke pihak lain,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis dan Kebijakan 2.1.1 Pengertian Analisis dan Kebijakan Pengertian analisis menrut Kamus Akuntansi (2000;) Analisis adalah melakukan evaluasi terhadap kondisi dari pos-pos

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Aset Tetap Pengertian aset tetap menurut IAI, PSAK No 16 (2011 : 16.2) adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau

Lebih terperinci

AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK

AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK Pembukuan menurut UU Pajak Dalam Pasal 28 ayat (7) UU KUP disebutkan: Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Dan Latar Belakang Konvergensi. usaha harmonisasi) standar akuntansi dan pilihan metode, teknik

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Dan Latar Belakang Konvergensi. usaha harmonisasi) standar akuntansi dan pilihan metode, teknik BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori - teori 1. Pengertian Dan Latar Belakang Konvergensi a. Pengertian Konvergensi Konvergensi dapat diartikan sebagai suatu tindakan untuk menyatukan pandangan/ perspektif

Lebih terperinci

Bab 11 JOINT VENTURES (USAHA BERSAMA)

Bab 11 JOINT VENTURES (USAHA BERSAMA) Bab 11 JOINT VENTURES (USAHA BERSAMA) Untuk perusahaan asing di Indonesia yang ingin melakukan usaha bersama, maka dapat dilakukan dengan cara sbb : 1. Joint Operation; 2. Merger, Akuisisi dan Likuidasi;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Aset Tetap Aset tetap merupakan aset yang dapat digunakan oleh perusahaan dalam menjalankan aktivitas usaha dan sifatnya relatif tetap atau jangka waktu perputarannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. adalah bahasa bisnis(business language). Akuntansi menghasilkan informasi yang

BAB II LANDASAN TEORI. adalah bahasa bisnis(business language). Akuntansi menghasilkan informasi yang 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Akuntansi Akuntansi memegang peranan penting dalam entitas karena akuntansi adalah bahasa bisnis(business language). Akuntansi menghasilkan informasi yang menjelaskan kinerja

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Rudianto (2009:4), menjelaskan bahwa Akuntansi dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Rudianto (2009:4), menjelaskan bahwa Akuntansi dapat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Akuntansi Menurut Rudianto (2009:4), menjelaskan bahwa Akuntansi dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem informasi yang menghasilkan informasi keuangan kepada pihak-pihak

Lebih terperinci

Pengeluaran yang Tidak Boleh Dibebankan Sekaligus Pasal 9 Ayat (2) UU PPh

Pengeluaran yang Tidak Boleh Dibebankan Sekaligus Pasal 9 Ayat (2) UU PPh Pengeluaran yang Tidak Boleh Dibebankan Sekaligus Pasal 9 Ayat (2) UU PPh Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Dikapitalisasi

Lebih terperinci

AKUNTANSI ASET TETAP STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 07 LAMPIRAN I.08 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TANGGAL

AKUNTANSI ASET TETAP STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 07 LAMPIRAN I.08 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TANGGAL STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAMPIRAN I.0 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TANGGAL TAHUN AKUNTANSI ASET TETAP Lampiran I.0 PSAP 0 (i) www.djpp.d DAFTAR ISI

Lebih terperinci

a. dimiliki untuk digunakan dalam penyediaan jasa atau untuk tujuan administratif; dan b. diharapkan akan digunakan lebih dari satu periode.

a. dimiliki untuk digunakan dalam penyediaan jasa atau untuk tujuan administratif; dan b. diharapkan akan digunakan lebih dari satu periode. VIII.1 ASET TETAP A. Definisi 01. Aset tetap adalah aset berwujud yang: a. dimiliki untuk digunakan dalam penyediaan jasa atau untuk tujuan administratif; dan b. diharapkan akan digunakan lebih dari satu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Aktiva Tetap 1. Pengertian Aktiva Tetap Aktiva tetap merupakan bagian dari harta kekayaan perusahaan yang memiliki manfaat ekonomi lebih dari satu periode akuntansi. Manfaat menunjukkan

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Aset Tetap Aset tetap merupakan harta kekayaan perusahaan yang dimiliki setiap perusahaan. Aset tetap yang dimiliki perusahaan digunakan untuk menjalankan operasionalnya

Lebih terperinci

BAGIAN IX ASET

BAGIAN IX ASET - 81 - BAGIAN IX ASET IX.1 ASET TETAP A. Definisi Aset tetap adalah aset berwujud yang: 1. dimiliki untuk digunakan dalam penyediaan jasa atau untuk tujuan administratif; dan 2. diharapkan akan digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam menciptakan stabilitas nasional maka dilakukanlah Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus dan berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Metode Perolehan Aktiva Tetap Aktiva tetap berwujud sebagai salah satu aktiva penting yang dimiliki perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Sommerfeld, Anderson, dan Brok dalam Zain (2003:11) berikut ini. Pajak adalah pengalihan sumber dari sektor

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK

AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK Pembukuan menurut UU Pajak Dalam Pasal 28 ayat (7) UU KUP disebutkan: Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan

Lebih terperinci

AKUNTANSI ASET TETAP STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 07

AKUNTANSI ASET TETAP STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 07 LAMPIRAN II.0 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN 00 TANGGAL OKTOBER 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 0 AKUNTANSI ASET TETAP LAMPIRAN II. 0 PSAP 0 (i) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPH BADAN TERKAIT PENYAMPAIAN SURAT PERNYATAAN HARTA (SPH) UNTUK PENGAMPUNAN PAJAK

SPT TAHUNAN PPH BADAN TERKAIT PENYAMPAIAN SURAT PERNYATAAN HARTA (SPH) UNTUK PENGAMPUNAN PAJAK SPT TAHUNAN PPH BADAN TERKAIT PENYAMPAIAN SURAT PERNYATAAN HARTA (SPH) UNTUK PENGAMPUNAN PAJAK Aula KPP Madya Jakarta Utara Lt.3 Selasa, 14 Maret 2017 Pembukuan Undang-Undang KUP Pasal 28 ayat (7) Memori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aset Tetap Menurut Reeve, Warren, dkk (2013:2) Aset tetap (fixed asset) adalah aset yang bersifat jangka panjang atau secara relatif memiliki sifat permanen serta

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1994 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah suatu kerangka dalam prosedur pembuatan laporan keuangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akuntansi Akuntansi sering disebut sebagai bahasanya dunia usaha karena akutansi akan menghasilkan informasi yang berguna bagi pihak-pihak yang menyelenggarakannya dan pihak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Akuntansi Keuangan Akuntansi memegang peranan penting dalam entitas karena akuntansi adalah bahasa bisnis (business language). Akuntansi menghasilkan informasi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Akuntansi keuangan Akuntansi memegang peranan penting dalam entitas karena akuntansi adalah bahasa bisnis (bussnines language). Akuntansi menghasilkan informasi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN IV.1 Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan Perlakuan Akuntansi SAK ETAP Setelah mendapatkan gambaran detail mengenai objek penelitian, yaitu PT Aman Investama.

Lebih terperinci

Aktiva tetap mempunyai karakteristik yang berbeda dengan aktiva. lancar. Jika aktiva lancar dikendalikan pada saat konsumsinya, pengendalian

Aktiva tetap mempunyai karakteristik yang berbeda dengan aktiva. lancar. Jika aktiva lancar dikendalikan pada saat konsumsinya, pengendalian BAB II LANDASANTEORI A. Pengertian dan Perolehan Aktiva Tetap Aktiva tetap mempunyai karakteristik yang berbeda dengan aktiva lancar. Jika aktiva lancar dikendalikan pada saat konsumsinya, pengendalian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Akuntansi yang mengatur tentang aset tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang

BAB II LANDASAN TEORI. Akuntansi yang mengatur tentang aset tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penjelasan Umum Aset Tetap Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no 16 adalah Standar Akuntansi yang mengatur tentang aset tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akuntansi Keuangan Eksistensi suatu perusahaan sangat tergantung pada transaksitransaksi yang dilakukannya. Perusahaan yang dapat melakukan transaksi dengan baik berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Bank Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 2 Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat

Lebih terperinci

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 AKTIVA TETAP DAN AKTIVA LAIN-LAIN

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 AKTIVA TETAP DAN AKTIVA LAIN-LAIN Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 AKTIVA TETAP DAN AKTIVA LAIN-LAIN Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 tentang Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain disetujui dalam Rapat

Lebih terperinci

BAB III SISTEM AKUNTANSI PENYUSUTAN ASET TETAP BERWUJUD PADA PT HERFINTA FRAM AND PLANTATION

BAB III SISTEM AKUNTANSI PENYUSUTAN ASET TETAP BERWUJUD PADA PT HERFINTA FRAM AND PLANTATION BAB III SISTEM AKUNTANSI PENYUSUTAN ASET TETAP BERWUJUD PADA PT HERFINTA FRAM AND PLANTATION A. Pengertian Sistem Akuntansi Sistem akuntansi adalah organisasi formulir, catatan, dan laporan yang dikoordinasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Pengertian dan Kriteria Aset Tetap 2.1.1 Pengertian Aset Tetap Setiap perusahaan baik perusahaan yang bergerak dibidang industri, dagang, dan jasa pasti memiliki harta kekayaan

Lebih terperinci

AKUNTANSI ASET TETAP

AKUNTANSI ASET TETAP LAMPIRAN VIII PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 2.a TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI AKUNTANSI ASET TETAP I. PENDAHULUAN I.1 Tujuan 1. Tujuan Kebijakan Akuntansi ini adalah mengatur perlakuan

Lebih terperinci

ASET TETAP, PSAK 16 (REVISI 2011) ANALISIS PADA PT. BUMI SERPONG DAMAI TBK LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN TAHUN 2013

ASET TETAP, PSAK 16 (REVISI 2011) ANALISIS PADA PT. BUMI SERPONG DAMAI TBK LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN TAHUN 2013 ASET TETAP, PSAK 16 (REVISI 2011) ANALISIS PADA PT. BUMI SERPONG DAMAI TBK LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN TAHUN 2013 Kelompok 7 : DANANG INDRA KURNIAWAN (7) GADING BAGASKORO (14) R. AHMAD FISKA ALBA FUAD

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan. Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan. Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Ni Putu Lestari dan I.G.A.M Asri Dwija Putri (2015)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Ni Putu Lestari dan I.G.A.M Asri Dwija Putri (2015) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu 1. Ni Putu Lestari dan I.G.A.M Asri Dwija Putri (2015) Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh book-tax difference yang dikelompokkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus disajikan pada akhir periode untuk disampaikan kepada pihak manajemen. Laporan yang dihasilkan

Lebih terperinci

PENERAPAN PSAK 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERPAJAKAN

PENERAPAN PSAK 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERPAJAKAN Edisi : VIII/Agustus 2009 PENERAPAN PSAK 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERPAJAKAN Oleh: Rian Ardhi Redhite Auditor pada KAP Syarief Basir & Rekan Berdasarkan PSAK 16 (Revisi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan output dan hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan informasi

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Aset Tetap 2.1.1 Definisi Aset Tetap Aset tetap merupakan aset jangka panjang atau aset yang relatif permanen yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun atau lebih dari satu

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 Suatu perjanjian dari bentuk legalnya mungkin bukan merupakan perjanjian sewa, namun secara substansi dapat mengandung sewa. Untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

Materi: 2 LAPORAN KEUANGAN FISKAL

Materi: 2 LAPORAN KEUANGAN FISKAL Materi: 2 LAPORAN KEUANGAN FISKAL AGENDA Pengantar Kerangka dasar penyusunan laporan keuangan. Asumsi dasar dan persamaan akuntansi. Perbedaan lap. Keuangan komersial dan lap. keuangan fiskal. Proses penyusunan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Manfaat Implementasi SAK ETAP Dengan mengimplementasikan SAK ETAP di dalam laporan keuangannya, maka CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN 2.1 Telaah Pustaka 2.1.1 Definisi Aset Tetap Aset tetap merupakan salah satu pos aset di neraca di samping aset lancar, investasi jangka panjang, dana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisa Perlakuan Akuntansi pada Penggabungan Usaha

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisa Perlakuan Akuntansi pada Penggabungan Usaha BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Perlakuan Akuntansi pada Penggabungan Usaha 1. Bentuk Penggabungan Usaha Penggabungan usaha yang dilakukan oleh PT MB Tbk, PT KS, PT MS dan PT TS, merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Aktiva Tetap A. Definisi Aktiva Tetap Aktiva tetap merupakan aktiva jangka panjang atau aktiva yang sifatnya relatif permanen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal,

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Aktiva Tetap Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia, dalam buku Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (ETAP) (2010:68) bahwa yang dimaksud dengan Aktiva Tetap adalah: Aktiva

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Aktiva Tetap 2.1.1 Definisi Aktiva Tetap Aktiva tetap merupakan aktiva jangka panjang atau aktiva yang relatif permanen, seperti peralatan, tanah, bangunan, gedung, dimana merupakan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Aset Tetap 2.1.1 Definisi Aset Tetap Definisi aset tetap berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2011:16) paragraf 06, adalah Aset tetap adalah aset berwujud yang: (a)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori-teori 1. Pengertian dan Karakteristik Aset Tetap Aset tetap adalah aset yang memiliki masa manfaatnya lebih dari satu tahun, digunakan dalam kegiatan perusahaan, dimiliki

Lebih terperinci

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk IV.1 Laba Rugi Secara Komersial Keuntungan (laba) atau kerugian adalah salah satu tolak ukur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perhitungan Laba Rugi Secara Komersial Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan aspek penting dalam pembangunan bangsa. sendiri, seperti peraturan-peraturan perpajakan yang sering kali berubah-ubah,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan aspek penting dalam pembangunan bangsa. sendiri, seperti peraturan-peraturan perpajakan yang sering kali berubah-ubah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak mempunyai peranan penting dalam penerimaan pendapatan negara. Sebesar 75% penerimaan negara digunakan untuk membiayai gaji para pegawai sipil, polisi,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Dalam Bahasa dan Mata Uang Apa Laporan Keuangan Disajikan?

Dalam Bahasa dan Mata Uang Apa Laporan Keuangan Disajikan? Dalam Bahasa dan Mata Uang Apa Laporan Keuangan Disajikan? Oleh: Tarkosunaryo Paper ini bermaksud untuk menyajikan analisis penggunaan mata uang yang seharusnya digunakan oleh perusahaan dalam menyusun

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN Akuntansi Keuangan 2 - Pertemuan 13 Slide OCW Universitas Indonesia Oleh : Dwi Martani Departemen Akuntansi FEUI 1 Agenda 1. 2. 3. 4. Pajak dalam LK Pajak dan Akuntansi Akt.

Lebih terperinci

SELAMAT DATANG PUBLIC HEARING EXPOSURE DRAFT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH ( ED SAK EMKM

SELAMAT DATANG PUBLIC HEARING EXPOSURE DRAFT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH ( ED SAK EMKM SELAMAT DATANG PUBLIC HEARING EXPOSURE DRAFT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH ( ED SAK EMKM ) Balai Kartini Jakarta, 16 Juni 2016 Exposure Draft Standar Akuntansi Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dalam melakukan kegunaan operasionalnya tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dalam melakukan kegunaan operasionalnya tidak akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap perusahaan dalam melakukan kegunaan operasionalnya tidak akan lepas dari penggunaan aktiva tetap walaupun proporsi penggunaan aktiva tetap ini berbeda antara

Lebih terperinci

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2 PENCATATAN PAJAK Dwi Martani 1 PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2 PAJAK PENGHASILAN Pajak atas penghasilan perusahaan yang dipotong oleh pihak

Lebih terperinci

Sambutan Program Studi Magister Akuntansi (MAKSI) Universitas Indonesia vii. Kata Pengantar Penerbit xi. lg,ioft I '.ftcjohuluoft

Sambutan Program Studi Magister Akuntansi (MAKSI) Universitas Indonesia vii. Kata Pengantar Penerbit xi. lg,ioft I '.ftcjohuluoft AKUNTANSI '!!7 ~ Daftar lsi Sambutan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia v Sambutan Program Studi Magister Akuntansi (MAKSI) Universitas Indonesia vii Kata Pengantar ix Kata Pengantar Penerbit

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

AKUNTANSI PERPAJAKAN DAMPAK TAX AMNESTY TERHADAP PELAPORAN KEUANGAN SESUAI DENGAN PSAK 70

AKUNTANSI PERPAJAKAN DAMPAK TAX AMNESTY TERHADAP PELAPORAN KEUANGAN SESUAI DENGAN PSAK 70 AKUNTANSI PERPAJAKAN Modul ke: DAMPAK TAX AMNESTY TERHADAP PELAPORAN KEUANGAN SESUAI DENGAN PSAK 70 Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak.,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Yayasan Dana Pensiun PT. Merpati Nusantara Airlines. Yayasan tersebut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Yayasan Dana Pensiun PT. Merpati Nusantara Airlines. Yayasan tersebut BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Perusahaan Dana Pensiun Merpati Nusantara Airlines merupakan kelanjutan dari Yayasan Dana Pensiun PT. Merpati Nusantara Airlines. Yayasan tersebut didirikan

Lebih terperinci

Akuntansi Pajak Atas Liabilitas (Kewajiban)

Akuntansi Pajak Atas Liabilitas (Kewajiban) Akuntansi Pajak Atas Liabilitas (Kewajiban) Klasifikasi kewajiban dan aspek perpajakannya Beban Bunga Pinjaman Pembebasan utang Akuntansi Pajak Atas Ekuitas Investasi jangka pendek dan jangka panjang Bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aset Tetap Aset tetap (fixed assets) merupakan aset jangka panjang atau aset yang relatif permanen. Aset tetap sering disebut aset berwujud (tangible assets) karena

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAGIAN X ASET TETAP, ASET TIDAK BERWUJUD, DAN ASET YANG DIAMBIL-ALIH

BAGIAN X ASET TETAP, ASET TIDAK BERWUJUD, DAN ASET YANG DIAMBIL-ALIH BAGIAN X ASET TETAP, ASET TIDAK BERWUJUD, DAN ASET YANG DIAMBIL-ALIH X.1 ASET TETAP A. Definisi Aset Tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam penyediaan jasa, disewakan kepada pihak

Lebih terperinci