IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Transkripsi

1 109 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kawasan Segara Anakan merupakan wilayah laut (segara) yang terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Nusakambangan, dan secara administratif termasuk dalam Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah. Kawasan ini terdiri atas daratan ha, perairan rawa bakau ha dan perairan rawa payau ha Sistem Ekologi Sistem Boundary Secara geografis, kawasan Segara Anakan terletak pada koordinat Lintang Selatan dan Bujur Timur, yang dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim hujan yang terjadi pada bulan November - April dan musim kemarau pada bulan Juli - September. Suhu rata-rata bulanan adalah sekitar 26,70C dengan rata-rata sinar matahari 100% pada kisaran 8 jam yaitu pukul (LPPM, 1998; PKSPL-IPB, 1998). Kawasan Segara Anakan terdiri dari perairan (laguna), vegetasi hutan bakau (mangrove) dan pemukiman masyarakat Kampung Laut. Segara Anakan merupakan laguna tempat bermuaranya beberapa sungai, yakni sungai Citanduy, Cikonde, Cibeureum, Ujung Alang, Kembang Kuning, dan Donan. Sungai-sungai tersebut berasal dari dua DAS besar, yaitu DAS Citanduy dan DAS Segara Anakan. DAS Citanduy memiliki luas sekitar ha, DAS Segara Anakan memiliki luas ha dengan sungai-sungai utamanya Cikonde, Cibeureum, dan Ujung Alang yang relatif pendek dan berhulu di perbukitan rendah di sebelah utara Sidareja (Napitupulu dan Ramu, 1982). Sungai Citanduy sebagai sungai terbesar dan menyumbang sekitar 80% debit yang masuk ke laguna selain sungai lainnya. Segara Anakan merupakan suatu laguna yang dipengaruhi oleh dua massa air yang berbeda, yaitu massa air laut yang berasal dari Samudra Hindia melalui kedua celah (timur dan barat) dan massa air tawar yang berasal dari sungaisungai yang bermuara ke laguna. Air laut yang masuk ke Segara Anakan pada waktu pasang bercampur dengan massa air tawar dari Sungai Citanduy, kemudian didistribusikan ke laguna utama dan ke sungai-sungai dan ke kawasan hutan mangrove. Pada saat surut, air tawar dari Sungai Citanduy langsung masuk ke Samudra Hindia melalui celah sebelah barat. Massa air beserta

2 110 partikel lumpur yang dikandungnya tertahan di sekitar celah sebelah barat selama air surut. Pada saat air pasang tinggi berikutnya, setelah terjadi percampuran dengan massa air laut, massa air tersebut akan mengalami resirkulasi kembali ke Laguna (PKSPL-IPB, 1999). Kondisi alamiah semacam ini telah menyebabkan Segara Anakan menjadi suatu kawasan estuaria yang khas dimana proses-proses biofisik yang terjadi di kawasan ini sekaligus juga dipengaruhi oleh tiga ekosistem utama yang berbeda namun saling berinteraksi, yaitu: ekosistem laut (marine ecosystem), ekosistem estuaria (estuarine ecosystem) dan ekosistem darat (upland ecosystem). Perairan estuaria merupakan wilayah yang mendapat tekanan kerusakan lingkungan yang besar terutama pencemaran, sebagai akibat dari berbagai jenis kegiatan manusia di daratan maupun di wilayah pesisir itu sendiri. Kondisi perairan yang tercemar memperparah kualitas dan kuantitas dari sumberdaya perikanan di wilayah ini. Kawasan Segara Anakan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) ditetapkan sebagai salah satu kawasan pesisir dengan perhatian khusus yang harus dipertahankan keasliannya karena laguna semi tertutup ini memiliki potensi ekologis yang unik, khas dan lengkap. Keunikan dan kekhasannya terletak pada sebagian besar ekosistemnya yang didominasi oleh ekosistem mangrove yang merupakan terluas yang tersisa di Pulau Jawa. Berbagai fungsi penting sekaligus melekat pada kawasan ini yaitu fungsi ekologis (konservasi), ekonomis dan sosial. Secara ekologis kawasan ini merupakan spawning ground dan nursery ground biota laut yang menentukan hasil tangkapan nelayan di selatan Jawa, sebagai penahan dan perangkap lumpur dan penahan intrusi air laut dan penyangga keanekaragaman hayati berbagai satwa langka seperti burung dan ikan pesut (Orchaella sp.). Segara Anakan yang terletak di Pantai Selatan Pulau Jawa adalah suatu laguna yang unik dengan ekosistem yang langka. Kawasan ini terletak di perbatasan wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap, Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis, Propinsi Jawa Barat. Posisinya terlindung dari hempasan ombak Samudra Hindia oleh Pulau Nusakambangan namun tetap terhubung dengan samudera ini melalui dua kanal penghubung yaitu kanal Timur (Kembang Kuning) dan kanal Barat (Plawangan). Adanya kedua kanal penghubung ini menyebabkan Segara Anakan tetap terpengaruh

3 111 oleh gerakan pasang surut air laut di samping memperoleh pasokan air tawar dari sungai-sungai yang bermuara di perairan Segara Anakan Kondisi Iklim Kawasan Laguna Segara Anakan dan sekitarnya dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim hujan pada bulan Nopember sampai April yang membawa pengaruh terhadap kelimpahan ikan, nelayan Kampung Laut menyebutnya sebagai musim timur atau musim panen ikan. Sedangkan musim kemarau berlangsung dari bulan Juli sampai September adalah musim barat yang merupakan musim paceklik. Menurut klasifikasi iklim dari Smith-ferguson wilayah laguna dan sekitarnya termasuk ke dalam tipe iklim A, dengan curah hujan ratarata mm/tahun atau rata-rata mm/bulan pada musim kemarau dan 226,4 852 mm/bulan pada musim hujan. Suhu rata-rata 26,7 0 C dengan siraman sinar matahari sepanjang tahun yang kisaran per harinya rata-rata selama 8 jam (pukul WIB). Pergerakan air di laguna dipengaruhi aliran sungai yang banyak bermuara di sana dan pengaruh pasang surut perairan Lautan Samudera Hindia dengan tipe pasang surut campuran dengan dominasi semi diurnal yaitu dalam sehari terjadi 2 kali kejadian pasang dan 2 kali kejadian surut dengan kisaran fluktuasi pasang surut 0,4 sampai 1,9 meter. Salinitas air berubah-ubah sesuai irama pasang surut dimana salinitas tertinggi mencapai 33,3 ppm yang terjadi pada saat pasang tertinggi (PKSPL-IPB, 1999) Kondisi Morfologi Morfologi laguna Segara Anakan dapat dilihat dari tiga ekosistem utama yang berbeda namun saling berinteraksi satu sama lain pada saat yang bersamaan yaitu: 1. Ekosistem dan Sumberdaya Laut Ekosistem laut yang mempengaruhi kawasan Segara Anakan adalah Perairan Samudera Hindia yang berada di sekitar pantai selatan Pulau Jawa dan Pulau Nusakambangan. Ekosistem laut ini mempengaruhi estuaria Segara Anakan melalui dua kanal penghubung yaitu kanal timur (Kembang Kuning) dan kanal barat (Plawangan). Di bagian timur, wilayah perairan laut yang terhubung dengan estuaria Segara Anakan berada di wilayah pantai Kota Cilacap yang seringkali sangat keruh airnya karena tercemar oleh

4 112 buangan hasil industri yang ada di sekitar kota tersebut. Perairan ini, sampai sejauh 10 km dari pantai, mempunyai edalaman rata-rata 20 m. Di bagian selatan Pulau Nusakambangan wilayah perairan laut ini menjadi lebih dalam. Sampai sejauh 6 km dari pantai selatan Pulau Nusakambangan kedalaman rata-ratanya mencapai 60 m. Perairan laut di sekitar kawasan Segara Anakan ini dipengaruhi oleh aliran arus pantai yang berubah-ubah mengikuti pergantian musim. Arus pantai ini mengalir ke arah timur pada bulan Nopember Juni dan mengalir ke arah barat pada bulan Juli Oktober. Proses upwelling kadang-kadang juga terjadi di perairan laut ini pada musim angin pasat tenggara. Aliran arus pantai ini amat penting fungsinya dalam penyebaran berbagai plankton untuk makanan ikan dan udang yang berada di perairan laut sekitar Segara Anakan. Satwa ikan yang hidup di perairan laut ini terdiri dari jenis ikan laut (spesies pelagis) dan jenis lainnya yang beruaya dari perairan estuaria Segara Anakan ke perairan laut di sekitarnya seperti tembang (Sardinella fimbriata), belanak (Mugil spp.) dan layur (Trichiurus spp.), cumi-cumi (Loligo spp.) dan udang laut juga banyak dijumpai di perairan laut ini. 2. Ekosistem dan Sumberdaya Darat Wilayah daratan di sekitar kawasan Segara Anakan sebagian besar telah dikonversikan penggunaannya dari semula daerah hutan pantai/mangrove menjadi daerah pertanian, pemukiman penduduk dan pertambakan udang. Studi ICLARM (1992) melaporkan bahwa luas wilayah daratan sekitar kawasan Segara Anakan Cilacap yang telah berubah fungsinya menjadi daerah pertanian adalah seluas ± ha. Hal ini dapat dimengerti mengingat lahan bekas hutan mangrove pada umumnya banyak mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman sehingga sangat subur untuk usaha budidaya pertanian. Wilayah daratan sekitar Segara Anakan sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian padi. Kondisi lingkungan wilayah daratan di sekitar Segara Anakan juga dilaporkan sangat cocok untuk budidaya ternak. Namun demikian laporan studi ICLARM (1992) juga menyatakan bahwa kondisi lingkungan wilayah ini telah mulai terganggu oleh banyaknya ternak yang kini dibudidayakan oleh masyarakat setempat. Di samping sedimen yang dibawa oleh aliran sungai dari daerah hulu (perbukitan), di perairan Segara Anakan juga banyak terdapat sampah hasil

5 113 buangan dari pemukiman penduduk penduduk di sekitar perairan ini. Sampahsampah ini ternyata telah mempercepat proses sedimentasi dan pada saat membusuk menimbulkan bau dan rasa air yang tidak baik bagi kehidupan satwa air yang ada di perairan Segara Anakan. Daratan Pulau Nusakambangan (luas ± ha) yang berada di sebelah Selatanwilayah perairan Segara Anakan kini juga telah mulai mengalami perubahan tata guna lahan (land use change). Sebagian dari wilayah hutan sekunder penutup daratan pulau ini (rainforest) kini telah dibuka untuk berbagai keperluan seperti antara lain penambangan batu gamping untuk memenuhi kebutuhan pabrik semen di Cilacap, perkebunan pisang dan juga pertambakan udang. Sejauh ini belum ada laporan tentang dampak negatif dari kegiatankegiatan tersebut di atas terhadap kondisi lingkungan Segara Anakan. Pulau Nusakambangan sampai saat ini masih merupakan satu-satunya sumber penyedia air tawar yang sehari-hari dibutuhkan oleh masyarakat di sekitar perairan Segara Anakan. 3. Ekosistem dan Sumberdaya Estuaria a. Hutan mangrove Seperti telah dikemukakan dalam uraian sebelumnya bahwa kawasan Segara Anakan merupakan satu-satunya wilayah di Pulau Jawa yang memiliki hutan mangrove yang terluas. Luasan ini pada mulanya mencapai ± ha (± ha terletak di sepanjang tepi laguna dan ± ha lainnya terletak di wilayah rawa pasang surut di sekitar laguna). Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil survey terakhir, luasan tersebut di atas telah menyusut menjadi 12,227 ha (Soemodihardjo, 1989). Ekosistem mangrove di kawasan Segara Anakan ini ternyata telah berubah seiring dengan perubahan yang terjadi pada kondisi topografi di sekitar laguna, fluktuasi pasang surut air laut dan polapola angkutan serta sebaran sedimen di perairan Segara Anakan tersebut. Perubahan ekosistem ini telah diteliti oleh Tim Ekologi IPB (1984) dan Soemodihardjo (1989). Hutan mangrove di kawasan Segara Anakan di samping berfungsi sebagai penyedia kayu bakar dan kayu untuk bahan bangunan untuk penduduk setempat serta tempat berlindung, memijah dan asuhan berbagai jenis satwa air komersial (ikan dan udang) juga merupakan habitat yang penting bagi berbagai burung dan satwa mamalia seperti

6 114 burung wador (termasuk burung wader migrasi) dan kera. Ada 85 jenis burung yang hidupnya bergantung pada hutan mangrove di kawasan ini. Hal yang terakhir ini mungkin tepat dijadikan dasar untuk mengembangkan fungsi selanjutnya dari hutan mangrove yang ada sebagai daerah wisata (Wana Wisata). b. Laguna Laguna Segara Anakan adalah laguna yang unik. Perairan laguna Segara Anakan ini telah diteliti secara intensif pada tahun 1989 (White et al, 1989). Karakteristik hidrologi perairan Segara Anakan sangat dipengaruhi oleh debit sungai yang bermuara di perairan ini dan oleh gerakan pasang surut air laut. Salinitas air laguna ditentukan oleh ratio besarnya volume air laut dan air tawar yang masuk ke laguna yang selalu berubah setiap hari dan setiap musim. Tinggi interval pasang-surut air di laguna berkisar antara 0,4 0,9 m. Sebagian besar air laut yang masuk ke laguna berasal dari kanal penghubung di bagian barat (Plawangan); 26 juta m 3 pada saat pasang air laut tinggi dan 10 juta m 3 pada saat pasang air laut rendah. Karena kondisi topografinya yang relatif amat datar, maka pengaruh pasang surut dapat terjadi sampai ± 10 km ke dalam wilayah daratan di sekitar laguna (sampai dengan Dusun Panikel), tergantung dari tinggi interval pasang surut yang terjadi dan besar debit sungai pada saat itu. Pada saat musim hujan (volume air yang masuk ke laguna cukup besar) salinitas air laguna menjadi menurun (13 19 ppt), sedangkan pada musim kering salinitasnya dapat mencapai ppt. Pola salinitas di laguna juga bervariasi berdasarkan tempatnya. Tingkat salinitas di bagian tengah laguna relatif lebih tinggi dari bagian lainnya yang terletak di tepi laguna. Sirkulasi air yang terjadi di perairan Segara Anakan utamanya hanya dipengaruhi oleh gerakan pasang surut air laut, karena perairan ini di samping terlindungi dari pengaruh ombak/gelombang laut oleh Pulau Nusakambangan juga karena lairan air sungai yang masuk ke perairan relatif sangat rendah kecepatannya.

7 115 Produksi primer dari laguna Segara Anakan bervariasi antara C/m 3 per hari (Tim Ekologi IPB, 1984). Laguna ini mempunyai kemamopuan menyediakan phytoplankton dan zooplankton yang beragam jenisnya dan dalam jumlah yang cukup lebih tinggi yang bervariasi sesuai dengan kondisi musim. Pada saat terjadi kenaikan jumlah air tawar di laguna, populasi plankton pada umumnya untuk sementara berkurang (ECI, 1987; Tim Ekologi IPB, 1984). Komunitas plankton di laguna diperkirakan mempunyai kepadatan rata-rata sebesar plankton/l. Kepadatan ini meningkat menjadi sebesar individu/l pada bulan Juli dan Agustus. Lumpur di dasar laguna merupakan tempat hidup bagi berbagai invertebrata makrobentik dan yang paling dominan adalah gastropoda thiara yang di dekat Cibeureum kepadatannya mencapai individu/m 3. Plankton dan organisme benthic yang banyak terdapat di perairan Segara Anakan ini merupakan suatu sumber makanan yang baik bagi jenis-jenis ikan dan krustacea yang bernilai impor tinggi. Dari hasil penelitian oleh Tim Ekologi IPB (1984) telah diidentifikasi adanya 45 jenis ikan yang hidup di Segara Anakan dimana 12 jenis diantaranya merupakan warga tetap di perairan ini. Larva udang dan ikan juga ditemukan cukup banyak di kanal timur dan barat. Ini menunjukkan adanya ketergantungan antara wilayah perairan laut lepas dengan laguna. Laguna Segara Anakan serta kanal-kanal di sekitarnya telah lama dimanfaatkan sebagai media perhubungan antar desa di kawasan ini yang sampai sekarang belum saling terhubungkan dengan jalan darat serta sebagai jalan lalu lintas angkutan penyeberangan dari Kalipucang ke Cilacap dan sebaliknya. Jalan lalu lintas penyeberangan ini sangat disukai oleh wisatawan dari mancanegara Sistem Sosial Ekonomi Pemerintahan dan Demografi Kampung Laut adalah nama perkampungan di kawasan Segara Anakan yang terdiri dari 4 wilayah desa, yaitu: Desa Ujung Alang, Desa Ujung Gagak, Desa Panikel dan Desa Klaces. Kampung Laut sudah menjadi Kecamatan Pembantu sejak tahun 2001, di bawah wilayah administrasi Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap Jawa Tengah dengan pusat pemerintahan di

8 116 Klaces. Batas-batas administrasi Desa di kawasan Segara Anakan dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36. Batas Administrasi Desa-Desa di Kampung Laut Desa Batas Desa Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat Ujung Alang Pojok Tiga, Ujung Gagak, Panikel Nusakambangan Bondan Kalirawa Kota Cilacap Karang Braja Ujung Gagak Ujung Gagak Gintungreja, Bantarsari Nusakambangan Panikel, Ujung Alang Cimrutu dan Kalipucang Kab. Ciamis Jawa Barat Panikel Bantarsari, Rawajaya Ujung Alang, Ujung Gagak Ujung Gagak Binangun, Bringkeng Klaces Ujung Alang Nusakambangan Ujung Gagak Laguna Segara Anakan Sumber: Monografi Desa Ujung Alang, Ujung Gagak, Panikel dan Klaces, Kegiatan Ekonomi Sebagian besar penduduk Kampung Laut bermata pencaharian sebagai nelayan (47,05%). Nelayan yang ada sebagian besar adalah nelayan laguna, dan sebagian kecil (8,5% atau 240 orang) adalah nelayan samudera. Para nelayan terutama tinggal di Dusun atau Grumbul Motean, Muaradua dan Karanganyar. Profesi petani menempati urutan kedua (23,9%), petani terutama tinggal di Grumbul Lempongpucung, Kelapakerep, Pesuruan, Bugel, Kalenbener, Panikel, Pelindukan dan Cibeureum. Sebaran penduduk desa di Kampung Laut berdasarkan jenis mata pencaharian utama secara rinci dapat dilihat pada Tabel 37 berikut ini. Tabel 37. Sebaran Penduduk Desa Usia 10 Tahun ke atas di Kampung Laut berdasarkan Jenis Mata Pencaharian Utama, No Jenis Mata Tahun Pencaharian Buruh tani Nelayan Buruh industri Buruh bangunan PNS TNI/ Polri Pensiunan Total Sumber: Kecamatan Kampung Laut dalam Angka,

9 Perikanan Kegiatan utama perekonomian Kampung Laut adalah perikanan baik perikanan baik perikanan tangkap ataupun budidaya. Kegiatan penangkapan terutama dilakukan di laguna Segara Anakan. Perikanan budidaya yang dilakukan adalah tambak. Hasil tangkapan di kawasan ini adalah ikan, udang (golongan rebon, krosok, dogol dan jerbung), kepiting (termasuk rajungan) dan kerang. Namun skala pengusahaannya masih kecil dan masih sangat tergantung kepada musim serta pemasarannya sangat tergantung kepada bakul, karena belum adanya tempat pendaratan seperti tempat pelelangan ikan (TPI/PPI) atau koperasi. Tabel 38 berikut menyajikan jenis-jenis ikan yang biasa ditangkap nelayan Kampung Laut di lagunan Segara Anakan. Tabel 38. Jenis Biota Laut yang Tertangkap di Laguna Segara Anakan No Nama Lokal Nama Ilmiah 1 Lendra Cynoglosus cynoglosus 2 Belanak Mugil spp. 3 Blibiran Thryssa malabarian 4 Liah Septipiana papuensis 5 Tombol Johnius spp. 6 Kacangan Bombonia 7 Kada Eleutheronema spp. 8 Silar Caranx spp. 9 Sangga Langit Glossogobius spp. 10 Pe Dasyatis spp. 11 Petek Leiognatus spp. 12 Balong Epirephelus spp. 13 Remang Muraenesox spp. 14 Bandeng Chanos chanos 15 Pekas Anginilla spp. 16 Layur Trichiurus spp. 17 Teri Stolephorus spp. 18 Kepiting bakau/rajungan Scylla spp. 19 Totok/kerang sungai Soxidomus spp. 20 Kerang bulu Arca spp. 21 Kerang darah Andara spp. Sumber: hasil wawancara dengan masyarakat dan VO, 2002

10 Pariwisata Salah satu sektor yang diharapkan sebagai pemicu aktivitas ekonomi desa di masa mendatang adalah pariwisata. Hal ini dimungkinkan karena Laguna Segara Anakan memiliki tempat-tempat wisata seperti Gua Masigitsela, Pantai Permisan, Makam Tua Pasuruan dan Pondok Wisata (bungalow) yang dibangun PMO SACDP serta perairannya berdekatan dengan rute perahu yang mengantarkan wisatawan dari Pangandaran ke Cilacap bolak-balik. Saat ini pihak BPKSA tengah bergiat mempromosikan Laguna Segara Anakan sebagai salah satu tempat tujuan wisata dengan salah satu atraksi yang ditawarkan adalah kunjungan ke perkampungan nelayan, Kampong Laut Fisherman Village, di sini wisatawan dapat menikmati keunikan hidup keseharian masyarakatnya serta dapat berbelanja oleh-oleh ikan segar hasil tangkapan nelayan, seperti yang tertulis di brosur wisata yang telah dipublikasikan. Potensi pariwisata di kawasan Laguna Segara Anakan dapat dilihat pada Tabel 39 berikut. Tabel 39. Potensi Pariwisata di Kawasan Laguna Segara Anakan No Jenis Wisata Potensi Daya Dukung 1 Wisata Ilmiah Studi wisata mangrove Keanekaragaman flora dan fauna Penelitian mangrove serta hutan tropika 2 Rekreasi Wisata alam Memancing Olahraga air (dayung, kano) Safari mangrove 3 Wisata Budaya Wisata ke Kampung Laut Ziarah Sumber: Yahya (1999) dan PKSPL-IPB (2000) basah di Nusakambangan Atraksi keindahan, keunikan, keaslian dan keragaman alam mangrove dan hutan tropika basah di Pulau Nusakambangan Keaslian dan keunikan budaya masyarakat lokal Kampung Laut serta tempat-tempat keramat Karakteristik Responden Umur Responden Umur sangat berpengaruh terhadap kemampuan fisik bekerja dan cara berfikir. Umur responden bervariasi antara tahun. Berdasarkan hasil survey, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden termasuk pada kelompok usia produktif (69,71 %) pada kelompok umur tahun.

11 119 Tabel 40. Klasifikasi Umur Responden Utama di Lokasi Penelitian No Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) , , , , , , , , , , ,49 12 > ,83 Jumlah Sumber: data primer (2010) Jenis Kelamin Responden Berdasarkan survey menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 228 orang dengan persentase sebesar 94,61% (Tabel 41). Tabel 41. Jenis Kelamin Responden Utama di Lokasi Penelitian No Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Laki-laki ,61 2 Perempuan 13 5,39 Jumlah Sumber: data primer (2010) Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan responden di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 42 berikut ini. Tingkat pendidikan termasuk pada kategori rendah karena sebagian besar responden (93,36 %) tidak menamatkan sekolah dasar dan hanya menamatkan tingkat pendidikan dasar. Tingkat pendidikan formal ini berpotensi untuk meningkatkan pengetahuan yang bersifat teknis dan keahlian dalam melakukan kegiatan usaha yang produktif. Dalam penelitian ini tidak ada responden yang pernah mengenyam pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Tabel 42. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden Utama di Lokasi Penelitian No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Tidak tamat SD ,15 2 Tamat SD ,21 3 Tamat SLTP 9 3,73 4 Tamat SLTA 7 2,90 Jumlah Sumber: data primer (2010)

12 Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Jumlah tanggungan keluarga responden merupakan jumlah anggota keluarga yang ditanggung oleh responden di lokasi penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 43 berikut ini. Yang tidak memiliki tanggungan adalah responden yang belum menikah. Selanjutnya responden dengan jumlah tanggungan keluarga terbanyak adalah 3 orang yaitu sebanyak 70 responden (29,05 %), dan yang paling sedikit adalah kelompok responden dengan jumlah tanggungan keluarga sebanyak 6 orang (2,90 %). Tabel 43. Klasifikasi Responden Utama di Lokasi Penelitian menurut Jumlah Tanggungan Keluarga No Tanggungan Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Tidak ada tanggungan 8 3, orang 15 6, orang 26 10, orang 70 29, orang 63 26, orang 43 17, orang 7 2, orang 9 3,73 Jumlah Sumber: data primer (2010) Asal Responden Asal responden di lokasi penelitian adalah sebagian besar pendatang (54,77 %), terutama beraasal dari daerah sekitar Kabupaten Cilacap baik dari Jawa Barat (Ciamis, Pangandaran dan sekitarnya) maupun dari Jawa Tengah (Probolinggo dan lain-lain). Secara lengkap daerah asal responden disajikan pada Tabel 44. Tabel 44. Asal Responden Utama di Lokasi Penelitian No Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Asli ,23 2 Pendatang ,77 Jumlah Sumber: data primer (2010)

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. serius karena perkembangan populasi manusia dan pembangunan yang tidak. Latar belakang. rnenghubungkannya dengan Samudera Indonesia.

PENDAHULUAN. serius karena perkembangan populasi manusia dan pembangunan yang tidak. Latar belakang. rnenghubungkannya dengan Samudera Indonesia. PENDAHULUAN Latar belakang Estuaria merupakan salah satu bentuk dari ekosistem lahan basah yang - luasnya di Indonesia mencapai 38 juta ha (Wetland Indonesia. 1996). Kawasan- kawasan lahan basah (termasuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan bakau / mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut (pesisir). Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamis serta memiliki potensi ekonomi bahkan pariwisata. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamis serta memiliki potensi ekonomi bahkan pariwisata. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang cukup luas dimana sebagian wilayahnya merupakan wilayah perairan. Wilayah pesisir menjadi penting karena merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

Oleh. Firmansyah Gusasi

Oleh. Firmansyah Gusasi ANALISIS FUNGSI EKOLOGI HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN KWANDANG KABUPATEN GORONTALO UTARA JURNAL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menempuh Ujian Sarjana Pendidikan Biologi Pada Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim, kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

Arahan Pengendalian Konversi Hutan Mangrove Menjadi Lahan Budidaya di Kawasan Segara Anakan

Arahan Pengendalian Konversi Hutan Mangrove Menjadi Lahan Budidaya di Kawasan Segara Anakan JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 C-1 Arahan Pengendalian Konversi Hutan Mangrove Menjadi Lahan Budidaya di Kawasan Segara Anakan Rizky Amalia Yulianti, Putu Gde Ariastita Program

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

WORKSHOP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

WORKSHOP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM WORKSHOP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Dinas Kelautan, Perikanan & Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan Kabupaten Cilacap Oleh : Supriyanto Kepala DKP2SKSA Kab. Cilacap Disampaikan pada : Workshop Adaptasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SEGARA ANAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi Cilacap merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kota industrinya yang menjadikan Cilacap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan 1 2 Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan

Lebih terperinci

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP Cilacap merupakan salah satu wilayah yang berpotensi maju dalam bidang pengolahan budi daya perairan. Memelihara dan menangkap hewan atau tumbuhan perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan basah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia dan lingkungan. Fungsi lahan basah tidak saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan I. PENDAHULUAN Mangrove adalah tumbuhan yang khas berada di air payau pada tanah lumpur di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN

BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN Sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 13 ribu pulau, Indonesia layak disebut sebagai negara dengan potensi bahari terbesar di dunia. Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hampir 75 % tumbuhan mangrove hidup diantara 35ºLU-35ºLS (McGill, 1958

I. PENDAHULUAN. Hampir 75 % tumbuhan mangrove hidup diantara 35ºLU-35ºLS (McGill, 1958 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mangrove adalah kawasan hutan yang terdapat di daerah pasang surut. Hampir 75 % tumbuhan mangrove hidup diantara 35ºLU-35ºLS (McGill, 1958 dalam Supriharyono, 2007). Menurut

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN digilib.uns.ac.id 40 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Desa Bedono merupakan salah satu Desa di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak yang terletak pada posisi 6 0 54 38,6-6 0 55 54,4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di wilayah pesisir. Hutan mangrove menyebar luas dibagian yang cukup panas di dunia, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang terletak di kawasan utara Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Subang yaitu 2.051.76 hektar atau 6,34% dari

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Desa Dabung

Bab III Karakteristik Desa Dabung Bab III Karakteristik Desa Dabung III.1. Kondisi Fisik Wilayah III.1.1. Letak Wilayah Lokasi penelitian berada di Desa Dabung yang merupakan salah satu desa dari 18 desa yang terdapat di Kecamatan Kubu

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

ANALISA SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH DI SEKITAR LAGUNA SEGARA ANAKAN KABUPATEN CILACAP - PROVINSI JAWA TENGAH

ANALISA SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH DI SEKITAR LAGUNA SEGARA ANAKAN KABUPATEN CILACAP - PROVINSI JAWA TENGAH Analisa Spasial Perubahan di Sekitar Laguna Segara Anakan. (Irwansyah, E.) ANALISA SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH DI SEKITAR LAGUNA SEGARA ANAKAN KABUPATEN CILACAP - PROVINSI JAWA TENGAH (Spatial Analysis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai lebih dari 8.100 km serta memiliki luas laut sekitar 5,8 juta km2 dan memiliki lebih dari 17.508 pulau, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia sekitar 3.735.250 ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**) PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**) Abtrak Perairan Segara Anakan yang merupakan pertemuan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI WILAYAH CIREBON

PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI WILAYAH CIREBON PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI WILAYAH CIREBON Oleh : Darsiharjo Pendahuluan Akhir-akhir ini masyarakat mulai menyadari bahwa dalam kehidupan tidak hanya cukup dengan pemenuhan pangan, papan dan sandang

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jenis kerang yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Cilacap yaitu jenis

BAB I PENDAHULUAN. Jenis kerang yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Cilacap yaitu jenis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Kabupaten Cilacap memiliki beragam ekosistem seperti: ekosistem estuarin, ekosistem mangrove, dan pantai berpasir. Hal ini menjadikan Cilacap memiliki

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki daerah pesisir yang sangat panjang. Di sepanjang daerah tersebut hidup beranekaragam biota laut (Jati dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan daerah peralihan antara laut dan darat. Ekosistem mangrove memiliki gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa. 31 IV. KEADAAN UMUM DAERAH A. Letak Geografis Kecamatan Galur merupakan salah satu dari 12 kecamatan di Kabupaten Kulonprogo, terdiri dari 7 desa yaitu Brosot, Kranggan, Banaran, Nomporejo, Karangsewu,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 47 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak geografis, topografi, dan pertanian Kabupaten Lampung Selatan Wilayah Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang khas dimana dibentuk dari komunitas pasang surut yang terlindung dan berada di kawasan tropis sampai sub tropis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci