PEMBUATAN, PENCIRIAN, DAN UJI APLIKASI NANOKOMPOSIT BERBASIS MONTMORILONIT DAN BESI OKSIDA DIAN HAMSAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN, PENCIRIAN, DAN UJI APLIKASI NANOKOMPOSIT BERBASIS MONTMORILONIT DAN BESI OKSIDA DIAN HAMSAH"

Transkripsi

1 PEMBUATAN, PENCIRIAN, DAN UJI APLIKASI NANOKOMPOSIT BERBASIS MONTMORILONIT DAN BESI OKSIDA DIAN HAMSAH DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PEMBUATAN, PENCIRIAN, DAN UJI APLIKASI NANOKOMPOSIT BERBASIS MONTMORILONIT DAN BESI OKSIDA DIAN HAMSAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

3 ABSTRAK DIAN HAMSAH. Pembuatan, Pencirian, dan Uji Aplikasi Nanokomposit Berbasis Montmorilonit dan Besi Oksida. Dibimbing oleh TUTI SETIAWATI SUDJANA dan ADEL FISLI. Montmorilonit mampu menjerap kontaminan air, tetapi ia sulit dipisahkan dari air karena membentuk suspensi bila kontak dengan air. Hal ini diatasi dengan mengkompositkan montmorilonit dan besi oksida nanopartikel yang bersifat magnet dapat berupa magemit atau magnetit. Komposit dan besi oksida berukuran nanometer disintesis menggunakan teknik kopresipitasi dengan metode pipet tetes. Pembuatan nanokomposit diragamkan terhadap nisbah bobot montmorilonit-besi oksida, yaitu 2:1 dan 1:1. Setiap varian dibuat pada dua suhu berbeda, yaitu suhu ruang dan 70 o C. Sintesis nanokomposit dalam suasana N 2 juga dilakukan dengan nisbah bobot montmorilonit-besi oksida 2:1 dan suhu pembuatan 70 o C. Besi oksida nanopartikel disintesis pada suhu ruang dan 70 o C tanpa tambahan montmorilonit. Pencirian dilakukan terhadap besi oksida dan nanokomposit dengan menggunakan metode difraksi sinar-x, magnetometri getar cuplikan, dan Breuner Emmet Teller. Berdasarkan pencirian, besi oksida nanopartikel hasil sintesis diidentifikasi sebagai magnetit atau magemit yang bersifat magnet. Nanokomposit dengan nisbah bobot montmorilonit-besi oksida 1:1 dan disintesis pada suhu 70 o C memiliki sifat magnet terbesar di antara nanokomposit lain. Nanokomposit itu mampu menjerap kontaminan Pb 2+ dengan konsentrasi 50, 100, 200, 400, 600, 800, dan 1000 µg/ml dalam larutan. Konsentrasi maksimum Pb 2+ yang mampu dijerap oleh nanokomposit terbaik adalah 400 µg/ml. Setelah menjerap Pb 2+ nanokomposit dapat dipisahkan dari larutan dengan bantuan magnet.

4 ABSTRACT DIAN HAMSAH. Synthesis, Characterization, and Application Test of Nanocomposite Based on Montmorillonite and Iron Oxide. Under the direction of TUTI SETIAWATI SUDJANA and ADEL FISLI. Montmorillonite has the ability to adsorb water contaminants, but it is difficult to be separated from water because it forms a suspension when exposed to water. This problem can be eliminated by combining montmorillonite with magnetic iron oxide nanoparticles such as magnetite and maghemite. Composites and nanometer-size iron oxide were synthesized by a coprecipitation technique using the pipette drop method. Nanocomposites were synthesized using montmorilonite:iron oxide weight ratios of 2:1 and 1:1. The variants were made at room temperature or 70 o C. Nanocomposite was also synthesized in N 2 atmosphere with montmorillonite:iron oxide weight ratio of 2:1 at 70 o C. Iron oxide nanoparticles without the addition of montmorillonite were synthesized at room temperature and 70 o C. Iron oxides and nanocomposites were characterized using the X-Ray Diffraction, Vibrating Sample Magnetometry, and Breuner Emmet Teller methods. The characterization results showed that the synthesized iron oxide nanoparticles were identified as magnetic magnetite or maghemite. Nanocomposite with montmorilonite:iron oxide weight ratio of 1:1 and synthesized at 70 o C had the highest magnetic properties among other nanocomposites. The nanocomposite adsorbed Pb 2+ contaminant solution at the concentrations of 50, 100, 200, 400, 600, 800, and 1000 µg/ml. Maximum concentration of Pb 2+ that can be adsorbed by the best nanocomposite was 400 µg/ml. After the adsorption of Pb 2+, the nanocomposite can be harvested from the solution using a hand magnet.

5 Judul Skripsi : Pembuatan, Pencirian, dan Uji Aplikasi Nanokomposit Berbasis Montmorilonit dan Besi Oksida Nama : Dian Hamsah NIM : G Disetujui Dra. Tuti Setiawati Sudjana, MS. Ketua Drs. Adel Fisli, MSi. Anggota Diketahui Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Tanggal Lulus:

6 No one can go back and make a brand new start. Anyone can start from now on and make a brand new ending. ALLAH didn t promise days without pain, laughter without sorrow, sun without rain. But ALLAH did promise strength for the day, comfort for the tears, and light for the way. I dedicate this for my late father Sayuti Pudji, my beloved mother Farida, my sisters K Anna and K Anita, my niece Shafira, and my soul mate E-Krn. Thank you for the love and support

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah nanoteknologi dengan judul Pembuatan, Pencirian, dan Uji Aplikasi Nanokomposit Berbasis Montmorilonit dan Besi Oksida. Karya ilmiah ini ditulis dengan maksud memberikan gambaran mengenai perkembangan penelitian materi pada skala nanometer. Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan arahan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dra. Tuti Setiawati Sudjana, MS dan Drs. Adel Fisli, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, serta semangat dalam penelitian dan penyusunan karya tulis ini. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada Dr. Ridwan selaku Kepala Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) dan Dr. Setyo Purwanto selaku Kepala Bidang Karakterisasi Bahan. Terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Dra. Mujamilah, MSc serta seluruh staf Laboratorium Karakterisasi dan Analisis Nuklir, dan Laboratorium Bahan Industri Nuklir, PTBIN, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) atas segala bantuan dan pengarahan yang telah diberikan. Selain itu, ucapan terima kasih kepada seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik, IPB atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikannya. Kepada sahabat setia, keluarga B2, dan teman-teman Kimia 39 terima kasih atas segala bantuan, semangat, dan perhatian yang diberikan serta kebersamaan yang tidak dapat dilupakan. Ungkapan cinta dan terima kasih penulis sampaikan kepada ibunda, kakak-kakak, dan keponakan atas pengorbanan, kasih sayang, dan doanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2007 Dian Hamsah

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Oktober 1983 dari Bapak Sayuti Pudji dan Ibu Farida Abdullah Abdad. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 84 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Analitik Dasar pada tahun ajaran 2005/2006. Pada tahun 2005 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Pusat Pengujian Obat dan Makanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Montmorilonit... 1 Sifat Kemagnetan Bahan... 2 Besi Oksida... 3 Difraksi Sinar-X (XRD)... 3 Magnetometri Getar Cuplikan (VSM)... 4 Metode BET (Brunauer, Emmett, dan Teller)... 4 Polarografi... 5 BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan... 5 Metode... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Montmorilonit-Besi Oksida Nanopartikel... 6 Pencirian... 7 Uji Aplikasi SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 14

10 DAFTAR TABEL Halaman 1 Variasi pembuatan nanokomposit dan besi oksida nanopartikel Puncak-puncak difraksi sinar-x pada besi oksida Puncak-puncak difraksi sinar-x pada montmorilonit DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur unit partikel montmorilonit Proses pembengkakan montmorilonit ketika ditambahkan air Proses pertukaran kation pada montmorilonit Struktur hematit Struktur magnetit Sistem Magnetometri Getar Cuplikan Pemisahan nanokomposit dari larutan Proses pembentukan nanokomposit Pola difraksi sinar-x untuk montmorilonit, besi oksida nanopartikel, dan nanokomposit Pola difraksi sinar-x dari magemit (γ-fe 2 O 3 ) nanopartikel (a) metode pipet tetes, (b) metode nozel piezoelektrik Sampel A, B, D, dan E ketika dikenakan medan magnet Hasil pengukuran VSM untuk sampel A, B, C, D, E, F, dan G Luas permukaan spesifik montmorilonit, sampel A, B, C, dan E Proses pengumpulan kembali sampel E dengan menggunakan magnet setelah menjerap standar Pb Kemampuan penjerapan sampel E terhadap Pb DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir kerja

11 2 Stoikiometri dalam pembuatan besi oksida (Fe 3 O 4 ) Kalibrasi Peniter Kalibrasi metode square wave voltammetry (SWV) yang diukur pada daerah potensial -0.3 sampai Contoh kurva yang dihasilkan dari pengukuran Pb 2+ menggunakan metode square wave voltammetry (SWV) diukur pada daerah potensial -0.3 sampai -0.5 V Hasil difraksi sinar-x dari magemit PCPDFWIN versi 1.30 International Centre of Diffraction Data (1997), nomor arsip Hasil difraksi sinar-x dari magemit PCPDFWIN versi 1.30 International Centre of Diffraction Data (1997), nomor arsip Hasil difraksi sinar-x dari montmorilonit PCPDFWIN versi 1.30 International Centre for Diffraction Data (1997), nomor arsip , , dan

12 1 PENDAHULUAN Penelitian mengenai nanokomposit kini sedang marak dikembangkan di berbagai bidang, seperti biologi, kimia, elektronik, industri, dan sebagainya. Nanokomposit adalah suatu bahan yang dibuat dari penggabungan antara dua komponen berbeda yang salah satu atau keduanya berskala nanometer (10-9 meter) atau setara dengan ukuran atom dan molekul. Nanokomposit dibuat untuk meningkatkan sifat individu bahan, baik dari segi kekuatan, struktur, atau stabilitas sehingga diperoleh bahan baru dengan kualitas yang lebih baik (Netcomposites 2007). Montmorilonit adalah sejenis mineral yang terbentuk dari proses alam abu vulkanik. Struktur montmorilonit berbentuk lembaran, setiap lembaran terdiri atas dua lapisan tetrahedral (silikat) saling berhadapan dan satu lapisan oktahedral (aluminium) berada di antaranya sehingga membentuk struktur seperti sandwich. Bahan ini termasuk nanopartikel karena ketebalan setiap lembarannya mendekati 1 nm dan memiliki panjang yang bervariasi, yaitu sekitar µm. Adanya substitusi Si 4+ dengan Al 3+ pada lapisan tetrahedral, dan substitusi Al 3+ dengan Mg 2+ pada lapisan oktahedral menyebabkan terbentuknya muatan negatif di setiap permukaan lembaran montmorilonit. Muatan negatif tersebut dinetralkan oleh kationkation, seperti Na +, K +, Ca 2+, dan Mg 2+. Kation-kation ini menempati ruang antar lembaran montmorilonit dan mudah dipertukarkan dengan kation lain. Hal ini menyebabkan tidak hanya zat beracun yang dapat menempel di permukaan, tetapi berbagai jenis unsur dan bahan organik juga dapat menempati ruang antar lembarnya (Wikipedia 2006). Montmorilonit banyak digunakan untuk bahan kosmetik, keramik, semen, cat, dan sebagainya. Sifat adsorptif dan absorptifnya juga sangat berguna dalam pemurnian air serta dapat melindungi air tanah dari kontaminan. Akan tetapi, montmorilonit memiliki sifat koloid yang tinggi, ukurannya dapat membesar sampai beberapa kali lipat jika kontak dengan air, dan membentuk suspensi sehingga sulit dipisahkan dari air (Ima-eu 2006). Jenis besi oksida yang bersifat magnet adalah magnetit (Fe 3 O 4 ) dan magemit (γ- Fe 2 O 3 ). Sintesis magnetit dan magemit dalam skala nanometer telah banyak dilakukan dengan berbagai metode, antara lain metode reaksi sol-gel, larutan kimia, sonochemical, dan kopresipitasi (Lee et al. 2004). Penelitian ini membuat besi oksida nanopartikel yang bersifat magnet dengan menggunakan metode kopresipitasi untuk digabungkan dengan montmorilonit sehingga membentuk nanokomposit. Salah satu penerapan nanokomposit ini adalah pada pemurnian air. Montmorilonit dalam nanokomposit tersebut akan berfungsi sebagai penjerap kontaminan air, sedangkan besi oksida nanopartikel berfungsi sebagai magnet yang dapat dikendalikan dari luar komposit. Hal ini menyebabkan montmorilonit beserta kontaminan yang terjerap dapat dipisahkan dari air dan dapat diperoleh air yang bebas dari kontaminan. Penelitian ini bertujuan membuat nanokomposit berbasis montmorilonit dan besi oksida nanopartikel, menguji sifat kemagnetannya, dan kemampuan penjerapannnya terhadap kontaminan air khususnya Pb 2+. Melalui pembuatan nanokomposit ini, kelemahan montmorilonit yang membentuk suspensi bila kontak dengan air dapat diatasi sehingga dapat diterapkan dalam proses pemurnian air. TINJAUAN PUSTAKA Montmorilonit Montmorilonit adalah bahan penyusun utama dari bentonit yang terdapat pada debu vulkanik dan banyak digunakan untuk bahan kosmetik, keramik, semen, cat dan sebagainya. Sifat adsorptif dan absorptifnya juga sangat berguna dalam pemurnian air serta dapat melindungi air tanah dari kontaminan. Bahkan, montmorilonit digunakan di bidang obat-obatan sebagai penawar untuk keracunan logam berat (Ima-eu 2006). Montmorilonit atau natrium kalsium alumunium magnesium silikat hidroksida terhidrasi yang memiliki rumus molekul (Na, Ca)(Al, Mg) 6 (Si 4 O 10 ) 3 (OH) 6 nh 2 O ini merupakan salah satu anggota dari kelompok mineral smektit yang mempunyai struktur berbentuk lembaran. Setiap lembaran terdiri atas dua lapisan tetrahedral (silikat) saling berhadapan dan satu lapisan oktahedral (alumunium) berada di antaranya sehingga membentuk struktur seperti sandwich. Ketebalan montmorilonit mendekati 1 nm dan panjangnya berkisar antara µm (Wikipedia 2006). Menurut Notodarmojo

13 2 (2005), susunan lembar tiga lapis tersebut memungkinkan adanya air antar lembar atau kation antar lembar. Substitusi Si 4+ dengan Al 3+ pada lapisan tetrahedral dan substitusi Al 3+ dengan Mg 2+ pada lapisan oktahedral menyebabkan terbentuknya muatan negatif di dua permukaan lembarannya. Substitusi ini disebut substitusi isomorfik, yaitu proses substitusi kation dengan kation lain tanpa mengubah susunan kristalnya. Muatan negatif tersebut dinetralkan oleh kationkation (Na +, K +, Ca 2+, dan Mg 2+ ) yang terdapat pada bagian antar lembarannya. Struktur ini yang menyebabkan montmorilonit bersifat stabil (Kunimine 2006). Gambar 1 Struktur unit partikel montmorilonit. Montmorilonit dapat membengkak atau volumenya membesar hingga dua kali volume asalnya apabila kontak dengan air. Pembengkakan ini disebabkan oleh penyerapan air dalam ruang antarlembarnya (Notodarmojo 2005). Menurut Kunimine (2006), pembengkakan terjadi karena interaksi antara kation dalam ruang antarlembar montmorilonit dengan molekul air. Kekuatan ikatan antara permukaan bermuatan negatif dengan kation dalam ruang antarlembar montmorilonit lebih rendah dibandingkan dengan interaksi energi antara kation dalam antarlembar dan molekul air sehingga celah antar lapisan melebar ketika kation dalam antarlembar menarik molekul air. Jika interaksi antara kation antarlembar dengan air mencapai batasnya, maka pembengkakan berhenti dengan sendirinya (Kunimine 2006). Gambar 2 Proses pembengkakan montmorilonit ketika ditambahkan air. Pembengkakan pada montmorilonit juga disebabkan oleh kemampuannya sebagai penukar ion. Hal ini dikarenakan rendahnya kekuatan ikatan antara muatan negatif yang terdapat pada permukaan lempeng dengan kation dalam antarlembar montmorilonit sehingga pada saat montmorilonit berinteraksi dengan suatu larutan yang mengandung ion lain terjadi pertukaran antara kation antarlembar dengan kation larutan (Kunimine 2006). Gambar 3 Proses pertukaran kation pada montmorilonit. Sifat Kemagnetan Bahan Atom terdiri atas inti atom yang dikelilingi elektron-elektron yang tersebar dalam kulitkulit atom. Tiap kulit elektron suatu atom dibagi menjadi orbital atom, yaitu ruang di mana kebolehjadian ditemukannya sebuah elektron. Elektron mempunyai spin (+ ½ atau - ½) yang dapat menimbulkan medan magnet kecil atau momen magnet. Atom yang memiliki elektron berpasangan dengan spin yang berlawanan akan menghasilkan medan magnet yang saling meniadakan. Atom yang elektronelektronnya tidak berpasangan akan memiliki momen magnet. Hal inilah yang mendasari perbedaan sifat kemagnetan pada suatu bahan (Ndt-ed 2007). Sifat kemagnetan bahan dikelompokkan menjadi lima golongan, yaitu diamagnetik, paramagnetik, feromagnetik, ferimagnetik, dan antiferomagnetik (Geo 2007). Materi diamagnetik memiliki elektronelektron yang berpasangan dan tidak menghasilkan momen magnet sehingga tidak memiliki sifat kemagnetan. Contoh bahan diamagnetik, yaitu tembaga, perak, emas, SiO 2, kalsit (CaCO 3 ), dan air. Berbeda dengan diamagnetik, sifat paramagnetik bahan disebabkan oleh keberadaan elektron-elektron yang tidak berpasangan di dalam orbitalnya dengan rangkaian spin yang tidak beraturan. Bahan paramagnetik memiliki sifat kemagnetan yang kecil. Contoh unsur paramagnetik, yaitu magnesium, molibdenum, litium, dan tantalum (Ndt-ed 2007). Feromagnetik merupakan sifat kemagnetan yang dimiliki oleh bahan yang elektronelektronnya tidak berpasangan dan spin yang tersusun paralel. Hal ini menyebabkan materi feromagnetik mempunyai momen magnet atau sifat kemagnetan yang sangat besar. Contoh

14 3 materi feromagnetik, yaitu besi, nikel, kobalt, Ni 3 Fe, dan CoFe (Geo 2007). Ferimagnetik terjadi pada senyawa yang memiliki elektron-elektron tidak berpasangan, spinnya tersusun secara antiparalel dengan besar momen spin yang berbeda. Walaupun momen spinnya saling meniadakan, tetapi masih menghasilkan total momen magnet yang positif sehingga mempunyai sifat magnet yang besar. Senyawa ferimagnetik antara lain, magnetit, magemit, MnFe 2 O 4, MgFe 2 O 4, Fe 7 S 8, Fe 3 S 4, dan γ-feooh (Geo 2007). Antiferomagnetik terjadi pada senyawa yang mempunyai elektron-elektron tidak berpasangan dengan spin yang tersusun antiparalel dan momen setiap spin sama besar sehingga menyebabkan momen spin saling meniadakan dan menghasilkan momen magnet total nol. Hematit, Fe 2 TiO 2, FeTiO 2, FeS, dan α-feooh merupakan contoh dari senyawa antiferomagnetik (Geo 2007). Besi Oksida Besi oksida merupakan salah satu mineral penyusun fragmen batuan pada tanah. Besi oksida banyak digunakan sebagai zat pewarna, katalis, dan bahan utama pada pembuatan magnet. Menurut Notodarmojo (2005), besi oksida dapat menjerap logam berat, seperti Pb, Cu, dan Zn. Besi oksida tidak beracun, tetapi jika debunya terhirup dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan iritasi pada tenggorokan dan saluran pernapasan (Caryacademy 2006). Jenis-jenis besi oksida, antara lain hematit (α-fe 2 O 3 ), magemit (γ-fe 2 O 3 ), dan magnetit (FeOFe 2 O 3 atau Fe 3 O 4 ). Besi(III) oksida atau lebih dikenal dengan hematit adalah mineral primer atau mineral yang secara alami terdapat di dalam batuan. Mineral ini juga terdapat dalam bentuk selaput butir pasir, pengkerakan, dan bubuk yang tersebar dalam tanah (Darmawijaya 1990). Warnanya bervariasi mulai dari cokelat sampai cokelat kemerahan atau merah. Nama hematit sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti merah darah, sesuai dengan warnanya yang menyerupai warna darah. Hematit memiliki struktur korundum dengan ion-ion oksigen dalam kemasan rapat heksagonal. Pada suhu di bawah -10 o C, hematit akan memiliki momen magnet bernilai nol atau bersifat antiferomagnetik. Pada suhu di atas -10 o C, hematit bersifat feromagnetik lemah atau memiliki sifat kemagnetan yang kecil (Wikipedia 2006). Gambar 4 Struktur hematit. Besi(II, III) oksida atau magnetit merupakan mineral primer berwarna hitam dan bersifat ferimagnetik atau memiliki sifat kemagnetan yang tinggi. Magnetit memiliki struktur spinel dengan ion-ion oksigen dalam kemasan rapat kubus. Struktur magnetit mempunyai dua jenis ion Fe, yaitu Fe tetrahedral (Fe yang dikelilingi empat oksigen) dan Fe oktahedral (Fe yang dikelilingi oleh enam oksigen). Jika magnetit teroksidasi, maka magnetit akan berubah menjadi magemit. Magemit adalah isostruktur dari magnetit, berwarna coklat kemerahan, dan bersifat ferimagnetik (Wikipedia 2006). Gambar 5 Struktur magnetit. Difraksi Sinar-X (XRD) Suatu atom terdiri atas sebuah inti dan sejumlah elektron. Elektron-elektron tersebut terdapat di dalam lapisan-lapisan atau kulit-kulit dengan elektron valensi yang terletak di kulit terluar. Apabila elektron yang bergerak cepat bertumbukan dengan sebuah atom, maka energi elektron tersebut digunakan untuk mengeluarkan sebuah elektron dari salah satu kulit bagian dalam atom sehingga terjadi ionisasi. Sebuah elektron yang memiliki tingkat energi lebih tinggi atau yang terdapat pada kulit bagian luar kemudian menempati orbital kosong tersebut. Selama proses perpindahan elektron dari tingkat energi tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah, terjadi pelepasan energi berupa sinar-x. Panjang gelombang sinar-x yang dipancarkan bersifat khas terhadap unsur yang ditumbuk. Kisaran panjang gelombang sinar-x, yaitu antara 10-5 Å sampai 100 Å (Skoog et al. 1998). Difraksi sinar-x terjadi jika suatu bahan yang diberi radiasi sinar-x menghasilkan

15 4 hamburan kemudian terjadi interferensi dan jarak antara pusat hamburan sebanding dengan panjang gelombang radiasi. Hukum Bragg menyebutkan, ketika sinar-x mengenai permukaan kristal pada sudut θ, sebagian sinar dihamburkan oleh permukaan lapisan atom. Sinar yang tidak dihamburkan lapisan pertama menembus ke lapisan atom kedua dan sebagian dari fraksi tersebut dihamburkan lagi, dan seterusnya sampai ke lapisan berikutnya (Skoog et al. 1998). Metode pengukuran difraksi sinar-x menggunakan sistem tabung sinar-x sebagai sumber, sampel, dan sebuah detektor yang berotasi dalam lingkaran Rowland. Sampel dimasukkan ke dalam tempat sampel lalu dirotasikan relatif terhadap sumber sinar-x pada kecepatan θ o /menit. Radiasi terdifraksi datang dari sampel sesuai dengan persamaan Bragg dan penambahan θ o /menit agar detektor secara simultan berotasi pada kecepatan 2θ o /menit. Sinyal kemudian diteruskan ke detektor dan diolah oleh komputer sehingga diperoleh hasil kualitatif dan semikuantitatif. Difraksi sinar-x dapat digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal dari berbagai senyawa padat, mengidentifikasi senyawa dari strukturnya, menentukan susunan molekul dalam sebuah kristal, serta dapat memperoleh informasi mengenai struktur logam dan jaringan makhluk hidup. Identifikasi tersebut diperoleh dari pola difraksi yang didasarkan pada posisi garis (dalam bentuk θ atau 2θ) dan intensitas relatifnya. Sudut difraksi dan panjang gelombang yang diperoleh secara eksperimental tersebut dapat digunakan untuk menentukan jarak antar bidang pendifraksi (d) dengan menggunakan persamaan Hukum Bragg, yaitu nλ = 2d sin θ. Penetapan nilai d menggunakan persamaan Bragg merupakan dasar analisis kuantitatif dan dari nilai d pula dapat diidentifikasi jenis kristal sampel (Skoog et al. 1998). Magnetometri Getar Cuplikan (VSM) Semua bahan mempunyai momen magnet jika ditempatkan dalam medan magnet. Momen magnet per satuan volume dikenal sebagai magnetisasi. Prinsip pengukuran menggunakan VSM didasarkan pada metode induksi, yaitu mengukur magnetisasi dari signal yang ditimbulkan atau diinduksikan oleh cuplikan yang bergetar dalam lingkungan medan magnet pada sepasang kumparan (Users 2006). Gambar 6 Sistem Magnetometri Getar Cuplikan. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel pada medan magnet yang konstan. Jika sampel bersifat magnet, maka medan magnet yang konstan tersebut akan memagnetkan sampel. Semakin kuat medan magnet, semakin besar magnetisasinya. Momen magnet sampel membentuk medan magnet di sekitar sampel yang disebut dengan medan magnet sesatan. Ketika sampel bergerak naik turun, terjadi perubahan medan magnet sesatan dan dideteksi oleh kumparan pick-up atau kumparan analisis. Perubahan medan magnet menimbulkan medan listrik di dalam kumparan analisis. Arus listrik yang timbul bersifat proporsional terhadap magnetisasi sampel. Semakin besar magnetisasi, semakin besar arus imbasan (Txstate 2007). VSM digunakan untuk menentukan sifat-sifat magnet dari lapisan tipis dan kristal berukuran kecil (Drecam 2006). Metode BET (Brunauer, Emmett, dan Teller) BET merupakan singkatan dari Brunauer, Emmett, dan Teller, yaitu orang-orang yang menemukan cara untuk menentukan luas permukaan efektif suatu materi padat yang berbentuk rumit dengan menggunakan molekul gas terjerap sebagai pengukur. Salah satu sifat molekul gas adalah kecenderungannya untuk menempel pada permukaan materi sehingga luas permukaan materi dapat diketahui dari jumlah molekul gas yang terjerap. Jumlah molekul gas dapat ditentukan dengan isoterm adsorpsi atau desorpsinya. Isoterm adalah hubungan antara volume dan tekanan pada suhu tetap (British Broadcast Centre 2006). Jumlah molekul gas dalam keadaan normal akan berbanding lurus dengan tekanan. Jika molekul gas yang berada dalam ruang semakin banyak, maka tekanan meningkat. Keadaan ini terjadi apabila molekul gas berdifusi secara bebas. Jika molekul menempel pada suatu permukaan, maka peningkatan jumlah molekul gas tidak akan menaikkan tekanan. Molekul gas akan menempel pada seluruh permukaan materi. Penambahan molekul menyebabkan molekul menempel di atas molekul yang teradsorpsi pada permukaan, tetapi interaksinya

16 5 lebih lemah dibandingkan dengan interaksi antara molekul dengan permukaan materi, lama-kelamaan molekul yang ditambahkan tidak dapat menempel lagi karena interaksinya terlalu lemah. Pada penambahan molekul gas inilah yang akan meningkatkan tekanan (British Broadcast Centre 2006). Alat ukur BET terdiri atas ruang sampel yang terhubung dengan asupan gas, pompa vakum, dan barometer. Sampel dimasukkan ke dalam kompartemen sampel, gas pada jumlah tertentu dialirkan, kemudian secara otomatis akan terukur tekanannya. Persamaan BET adalah [V m /(pp 0 )]1/V = 1/c[1/p+(c-1)/cp 0 ]. V adalah volume total molekul yang ditambahkan, V m volume molekul gas yang berinteraksi pada lapisan pertama, p adalah tekanan, p o tekanan uap jenuh, dan c merupakan konstanta yang berhubungan dengan kalor adsorpsi. Persamaan inilah yang mendasari penentuan luas permukan spesifik pada alat ukur BET (British Broadcast Centre 2006). Polarografi Polarografi adalah metode yang didasarkan pada hubungan antara arus yang mengalir dalam suatu larutan dan potensial yang dikenakan pada elektrode tetesan raksa (dropping mercury electrode, DME). Arus timbul apabila terjadi beda potensial di antara dua elektrode yang dicelupkan ke dalam suatu larutan, walaupun di dalam larutan tersebut tidak terdapat spesi elektroaktif, tetapi arus yang kecil tetap timbul akibat reaksi antara pelarut dan pengotor terlarut. Larutan yang mengandung berbagai ion logam tidak akan mengalami elektrolisis sampai potensial negatif yang dialirkan menjadi lebih negatif dibanding reduksi ion logam. Dasar dari polarografi adalah pengukuran perubahan arus pada suatu larutan dengan potensial yang kurang negatif dibandingkan potensial reduksinya dan dengan potensial yang lebih negatif dari potensial reduksi ion logam (Skoog et al. 1998). Sel polarografi terdiri atas suatu elektrode pembanding besar yang tidak dapat terpolarisasi umumnya berupa elektrode kalomel jenuh (saturated calomel electrode, SCE), satu elektrode kecil yang mudah terpolarisasi berupa elektrode tetesan raksa (DME), sebuah kawat Pt sebagai counter electrode atau elektrode pendukung, dan larutan yang akan ditetapkan. Pada DME, raksa dibiarkan jatuh oleh gaya beratnya sendiri melalui pipa kapiler sehingga terbentuk tetesan-tetesan raksa kontinu yang sama besarnya dan jatuh pada selang waktu yang teratur (2-6 detik). Pada polarografi goncangan-goncangan harus dihindari dan sel polarografi harus ditempatkan pada ruangan dengan temperatur yang konstan (Skoog et al. 1998). Data yang dihasilkan dari polarografi adalah polarogram, yaitu berupa kurva hubungan antara potensial dengan arus. Nilai arus difusi yang diperoleh dari polarogram berbanding lurus dengan konsentrasi dari konstituen yang reaktif sehingga menjadi dasar analisis kuantitatif. Suatu zat yang aktif secara listrik ditandai oleh potensial setengah gelombang, yaitu potensial pada polarogram dengan arus I = ½ I d. Potensial setengah gelombang (E 1/2 ) karena sifatnya yang khas untuk zat yang mengalami oksidasi dan reduksi pada elektroda mikro, maka dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu zat. Nilai E 1/2 untuk suatu spesies tertentu dipengaruhi oleh elektrolit penunjang. Pemilihan elektrolit juga merupakan pertimbangan penting dalam analisis kualitatif (Khopkar 2002). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, termometer, alat peniter, pemanas, pengaduk magnetik, ultrasonik, konduktometer, oven, sentrifus, x-ray diffractometer (XRD) Shimadzu XD-610, alat BET Quantachrome Corporation, OXFORD vibrating sample magnetometer (VSM) tipe 1.2H, Polarografi penganalisis EG&E Princeton Applied Research model 384B, dan peralatan kaca. Bahan-bahan yang digunakan, ialah montmorilonit alam yang berasal dari Sukabumi koleksi Laboratorium Bahan Industri Nuklir BATAN, FeCl 3 6H 2 O, FeSO 4 7H 2 O, NaOH 5 M, metanol, etanol, magnet, gas N 2, standar Pb 2+ (PbNO 3 ), buffer asetat nitrat ph 4.5, dan akuadem. Metode Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan besar, yaitu pembuatan montmorilonit-besi oksida nanopartikel, pencirian, dan uji aplikasi (Lampiran 1). Preparasi Montmorilonit-Besi Oksida Nanopartikel. Sebanyak 6.6 g montmorilonit dilarutkan ke dalam 200 ml air dan diultrasonikasi selama 5 menit. Kemudian larutan montmorilonit ditambahkan ke dalam

17 6 200 ml larutan FeCl 3 6H 2 O (7.8 g, 28 mmol) dan FeSO 4 7H 2 O (3.9 g, 14 mmol) pada suhu 70 o C, sehingga diperoleh nisbah bobot montmorilonit dengan besi oksida sebesar 2:1 (Lampiran 2). Suspensi tersebut ditambahkan tetes demi tetes NaOH 5 M sampai 100 ml (Oliveira et al. 2004). Penetesan dilakukan berdasarkan penelitian Lee et al. (2004) dengan diameter pipet sekitar 2000 µm dan laju penetesan konstan pada 2.4 ml/menit (Lampiran 3). Setelah itu nanokomposit dicuci dengan air demineral dan dikeringkan dalam oven suhu 100 o C sehingga akan diperoleh nanokomposit yang memiliki sifat magnet (Oliveira et al. 2004). Pembuatan nanokomposit ini dilakukan dengan variasi suhu, yaitu suhu ruang, suhu 70 o C, dan suhu 70 o C dalam suasana N 2 (keadaan inert). Nanokomposit juga dibuat dengan nisbah bobot montmorilonit dan besi oksida 1:1 pada suhu ruang dan 70 o C. Sebagai pembanding bahan magnet besi oksida yang terbentuk, sintesis besi oksida juga dilakukan dengan menggunakan metode yang sama tanpa montmorilonit pada suhu ruang dan 70 o C. Pencirian. Besi oksida nanopartikel dan nanokomposit (montmorilonit-besi oksida nanopartikel) yang telah dipreparasi kemudian dicirikan menggunakan metode XRD (x-ray diffraction) untuk menentukan fase oksida besi yang terjerap di dalam montmorilonit, BET (Brunauer, Emmett dan Teller) untuk menentukan luas permukaan montmorilonit dan komposit, dan VSM (vibrating sample magnetometry) untuk menentukan sifat magnet dari komposit. Gambar 7 Pemisahan nanokomposit dari larutan. Uji Aplikasi. Nanokomposit hasil preparasi dimasukkan ke dalam 10 ml standar Pb 2+ konsentrasi 50, 100, 200, 400, 600, 800, dan 1000 µg/ml. Ketujuh sampel tersebut diaduk kemudian didiamkan selama 24 jam. Setelah itu, komposit dipisahkan dari standar Pb 2+ dengan bantuan magnet (Gambar 7). Kadar Pb 2+ yang tidak terjerap di dalam komposit ditentukan dengan menggunakan metode Polarografi (Lampiran 4). Jumlah Pb 2+ yang terjerap komposit diperoleh melalui selisih antara konsentrasi standar Pb 2+ dengan konsentrasi Pb 2+ yang tidak terjerap. Uji aplikasi hanya dilakukan terhadap nanokomposit yang memiliki sifat magnet terbesar. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Montmorilonit-Besi Oksida Nanopartikel Besi oksida nanopartikel dibuat dari penggabungan antara Fe 3+ dan Fe 2+ dengan nisbah mol 2:1. Nisbah mol 1Fe 2+ :2Fe 3+ adalah stoikiometri yang dibutuhkan untuk membentuk Fe 3 O 4. Penambahan NaOH bertujuan membentuk Fe(OH) 2 dan Fe(OH) 3 (Waynert et al. 2003). Reaksinya adalah sebagai berikut, Fe Fe OH - Fe(OH) 2 (s) + 2Fe(OH) 3 (s) Penambahan NaOH melalui cara penetesan konstan dengan menggunakan pipet berdiameter 2000 µm dan laju penetesan 2.4 ml/menit dilakukan untuk memperoleh partikel besi oksida yang berukuran nanometer, yaitu berkisar 5-8 nm (Lee et al. 2004). Pencucian dilakukan menggunakan akuadem sampai komposit tidak dapat memisah, dilanjutkan dengan pencucian menggunakan metanol dan etanol sampai nilai konduktivitasnya kurang dari 100 µs/cm. Pencucian bertujuan menghilangkan ion-ion sisa berupa kation dan anion terlarut yang ditandai dengan tingginya nilai konduktivitas. Pemanasan merupakan proses dehidrasi sehingga terbentuk FeOFe 2 O 3 atau yang lebih sering disebut dengan Fe 3 O 4 (Waynert et al. 2003). Reaksinya adalah sebagai berikut, Fe(OH) 2 (s) + 2Fe(OH) 3 (s) FeOFe 2 O 3 (s) + 4H 2 O Perlakuan variasi suhu pembuatan pada 25 o C dan 70 o C adalah untuk membandingkan sifat magnetnya. Nanokomposit terbentuk dari besi oksida nanopartikel yang masuk ke dalam ruang antar lembaran montmorilonit melalui proses pertukaran ion atau terjerap pada permukaan montmorilonit yang bermuatan negatif. Menurut Notodarmojo (2005), pertukaran kation salah satunya dipengaruhi oleh muatan ion. Muatan ion yang besar cenderung menggantikan ion dengan muatan yang lebih kecil. Fe 3+ memiliki muatan yang lebih besar dari kation-kation yang terdapat di dalam ruang antar lembar montmorilonit (Na +, K +, Ca 2+, dan Mg 2+ ) sehingga Fe 3+ dapat menggantikan kation-kation tersebut. Fe 2+ dapat mengalami

18 7 pertukaran ion atau menempel pada permukaan montmorilonit yang bermuatan negatif. Fe 3+ dan Fe 2+ kemudian membentuk Fe(OH) 2 dan Fe(OH) 3 ketika ditambahkan dengan NaOH. Setelah mengalami pemanasan, Fe(OH) 2 dan Fe(OH) 3 teroksidasi menjadi besi oksida (Fe 3 O 4 ) sehingga menghasilkan nanokomposit yang memiliki sifat magnet. Gambar 8 Proses pembentukan nanokomposit. Nanokomposit dibuat dengan menggabungkan montmorilonit dan besi oksida nanopartikel dengan nisbah bobot 1:1 dan 2:1, masing-masing dibuat pada suhu ruang dan 70 o C. Nanokomposit dengan nisbah montmorilonit-besi oksida 1:1 suhu pembuatan 70 o C juga disintesis pada keadaan inert, yaitu dengan mengalirkan gas N 2 yang bertujuan mencegah terjadinya oksidasi Fe 2+ menjadi Fe 3+ selama proses pembuatan (Wikipedia 2006). Variasi pembuatan nanokomposit dan besi oksida nanopartikel dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Variasi pembuatan nanokomposit dan besi oksida nanopartikel Sampel Jenis Bobot Mmt:BO BO = besi oksida nanopartikel NK = nanokomposit Mmt = montmorilonit Suhu sintesis ( o C) Ket. A NK 2: B NK 2: C NK 2:1 70 inert D NK 1: E NK 1: F BO - 25 G BO - 70 tanpa Mmt tanpa Mmt Pencirian Hasil pencirian sampel menggunakan XRD dengan Cu sebagai target yang memiliki panjang gelombang Å dapat dilihat pada Gambar 9. Hasil XRD menunjukkan bahwa besi oksida nanopartikel hasil sintesis pada suhu ruang dan 70 o C (sampel F dan G) mempunyai puncakpuncak khas yang sama dengan magnetit program PCPDFWIN versi 1.30 International Centre for Diffraction Data (1997), nomor arsip (Lampiran 6). Akan tetapi, sampel F dan G tidak dapat dinyatakan sebagai magnetit karena berdasarkan basis data PCPDFWIN terdapat magemit dengan nomor arsip (Lampiran 7) yang memiliki pola difraksi seperti sampel F dan G. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Lee et al. (2004) yang menghasilkan pola XRD γ-fe 2 O 3 (Gambar 10) yang sangat mirip dengan sampel F dan G. Terbentuknya magemit dapat disebabkan oleh sebagian magnetit yang teroksidasi menjadi magemit. Reaksinya adalah sebagai berikut (Jeong et al. 2005), Fe Fe 3+ Fe 3 O 4 γ-fe 2 O 3 Kemiripan puncak-puncak difraksi sinar-x (peaks) antara besi oksida hasil sintesis (sampel F dan G) dengan basis data PCPDFWIN nomor dan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Puncak-puncak difraksi sinar-x pada besi oksida Puncak Jenis besi oksida (2θ(intensitas)) (20) (10) Fe 3 O 4 (magnetit) (100) PCPDFWIN (20) nomor (10) (20) (40) Fe 2 O 3 (magemit) PCPDFWIN nomor Besi oksida disintesis pada suhu ruang (F) Besi oksida disintesis pada suhu 70 o C (G) (35) (100) (16) (10) (24) (34) (20) (17) (25) (59) (14) (16) (21) (28) (29) (67) (18) (23) (12) 62.88(31)

19 G F dan G didekatkan dengan sebuah magnet ternyata kedua sampel tersebut menempel pada magnet. Sifat ini mendukung hasil pencirian menggunakan XRD karena hanya besi oksida magemit dan magnetit yang memiliki kemagnetan yang besar (Geo 2007). intensitas montmorilonit θ Gambar 9 Pola difraksi sinar-x untuk montmorilonit, besi oksida nanopartikel, dan nanokomposit A, B, C, D, dan E. Kedua besi oksida nanopartikel hasil sintesis (sampel F dan G) berwarna cokelat kemerahan. Berdasarkan sifat fisik ini, sampel F dan G lebih menyerupai magemit karena warna magnetit adalah hitam (Wikipedia 2006). Sampel F dan G memiliki sifat kemagnetan yang tinggi, ketika sampel F E D C B A Gambar 10 Pola difraksi sinar-x dari magemit (γ-fe 2 O 3 ) nanopartikel (a) metode pipet tetes, (b) metode nozel piezoelektrik. Pola difraksi sinar-x dari sampel montmorilonit (Gambar 9) menunjukkan kemiripan dengan montmorilonit yang terdapat di dalam basis data PCPDFWIN versi 1.30 International Centre for Diffraction Data (1997), yaitu montmorilonit nomor (Lampiran 8). Puncak-puncak difraksi montmorilonit sampel dan basis data PCPDFWIN nomor dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa sampel adalah montmorilonit, tetapi tidak dapat ditentukan secara spesifik jenisnya karena puncak-puncak khas yang dimiliki sampel juga ditemukan pada beberapa jenis montmorilonit di dalam program PCPDFWIN. Tabel 3 Puncak-puncak difraksi sinar-x pada montmorilonit Puncak Jenis montmorilonit (2θ(intensitas)) 6.493(100) (12) Montmorilonit (65) PCPDFWIN nomor (18) (8) (12) Sampel montmorilonit hasil isolasi 5.902(119) (78) (59) (94) (51) (58) (41) (38)

20 9 Keberhasilan terbentuknya besi oksida nanopartikel di dalam montmorilonit juga ditunjukkan pada Gambar 9. Hal ini terbukti dari pola difraksi nanokomposit yang berbeda dengan montmorilonit dan lebih menyerupai pola difraksi besi oksida nanopartikel. Nanokomposit yang dibuat pada suhu 70 o C (sampel B dan E), kecuali sampel C, memiliki puncak-puncak pada sudut difraksi yang sama dengan besi oksida nanopartikel (sampel F dan G). Kemiripan sampel B dan E dengan sampel F dan G terlihat jelas pada Gambar 9 melalui garis lurus yang menghubungkan puncak-puncak hasil difraksi. Hal ini menandakan bahwa sampel B dan E mengandung magemit atau magnetit. Puncak-puncak pada pola difraksi sampel C melemah jika dibandingkan dengan sampel B dan E. Sedangkan nanokomposit yang dibuat pada suhu ruang (sampel A dan D) tidak mengandung magemit atau pun magnetit, karena pola difraksinya yang berbeda dengan sampel F dan G. kemagnetan terbesar adalah komposit dengan nisbah bobot montmorilonit dan besi oksida sebesar 1:1 dan disintesis pada suhu 70 o C (sampel E). Sifat magnet sampel E paling kuat di bandingkan dengan sampel B dan C. Hal ini terbukti, ketika magnet digerakkan, sampel E mengikuti arah gerak magnet (Gambar 11). Hasil uji kemagnetan sederhana ini mendukung data XRD yang menunjukkan kemiripan pola difraksi antara sampel F dan G yang teridentifikasi sebagai magemit atau magnetit, dengan sampel B dan E. Hal ini menunjukkan bahwa sampel B dan E mengandung magemit atau magnetit. Pengukuran menggunakan VSM dilakukan dengan memberikan medan magnet sampai dengan 1 Tesla. Momen magnet yang dihasilkan sampel akibat medan magnet yang diberikan menandakan sifat kemagnetan bahan. Semakin besar momen magnet suatu bahan semakin besar pula sifat kemagnetannya. Hasil VSM menunjukkan bahwa besi oksida nanopartikel yang disintesis pada suhu 70 o C (sampel G) memiliki sifat kemagnetan yang lebih besar dibandingkan dengan besi oksida nanopartikel yang disintesis pada suhu ruang (sampel F). Hal ini membuktikan bahwa temperatur mempengaruhi reaksi pembentukan besi oksida nanopartikel, karena dengan menaikkan suhu, energi gerak molekul bertambah dan tumbukan lebih sering terjadi sehingga reaksi dapat berlangsung lebih sempurna. 80 Gambar 11 Sampel A, B, D, dan E ketika dikenakan medan magnet. Jika besi oksida nanopartikel, berupa magnetit atau magemit, berhasil digabungkan dengan montmorilonit, maka dihasilkan nanokomposit yang bersifat magnet. Hal ini dibuktikan dengan mendekatkan komposit-komposit tersebut pada medan magnet, komposit yang memiliki sifat magnet akan menempel pada magnet (Gambar 11). Melalui uji kemagnetan sederhana ini diperoleh tiga nanokomposit yang memiliki sifat magnet, yaitu nanokomposit yang disintesis pada suhu 70 o C (sampel B, C, dan E). Sedangkan nanokomposit yang disintesis pada suhu ruang (sampel A dan D) menunjukkan sifat magnet yang sangat kecil, bahkan pada Gambar 11 dapat dilihat, bahwa sampel A tidak merespon terhadap keberadaan magnet. Komposit yang memiliki sifat Magnetisasi (emu/g) Induksi Magnet (T) Gambar 12 Hasil pengukuran VSM untuk sampel A, B, C, D, E, F, dan G.

21 10 Pengaruh suhu pembuatan terhadap sifat kemagnetan nanokomposit ditunjukkan pada Gambar 12. Sifat kemagnetan nanokomposit yang disintesis pada suhu 70 o C (sampel B, C, dan E) lebih besar dibandingkan dengan komposit yang disintesis pada suhu ruang (sampel A dan D). Hal ini disebabkan oleh sifat kemagnetan besi oksida nanopartikel yang terbentuk di dalam nanokomposit yang dipengaruhi oleh suhu. Selain itu, sifat ketebalan lapisan baur atau jarak antar lembar montmorilonit yang bergantung terhadap suhu larutan. Semakin tinggi suhu larutan, semakin tebal lapisan baur montmorilonit (Notodarmojo 2005). Ketika lapisan baur membesar, besi oksida nanopartikel akan lebih mudah masuk ke dalam ruang antar lembar montmorilonit sehingga menghasilkan nanokomposit yang memiliki sifat kemagnetan yang besar. Berdasarkan pengukuran menggunakan VSM, sampel E memiliki kekuatan magnet paling besar dibandingkan nanokomposit lainnya (sampel A, B, C, dan D). Bahkan berdasarkan Gambar 12, besarnya magnetisasi sampel E menyamai magnetisasi besi oksida nanopartikel F (magemit atau magnetit). Hasil VSM ini mendukung hasil uji kemagnetan sederhana yang membuktikan bahwa nanokomposit dengan perbandingan bobot montmorilonitbesi oksida 1:1 dan disintesis pada suhu 70 o C (sampel E) memiliki sifat magnet yang terkuat di antara nanokomposit lainnya. Hasil VSM juga membuktikan lemahnya sifat kemagnetan sampel A dan D yang dapat dilihat dari nilai magnetisasinya yang mendekati nol (Gambar 12). Magnetisasi sampel C lebih rendah dibandingkan dengan nilai magnetisasi sampel B. Seharusnya nilai magnetisasi sampel C lebih besar dari sampel B, karena dengan dialirkannya gas N 2, Fe 2+ tidak teroksidasi menjadi Fe 3+ sehingga Fe 3 O 4 yang terbentuk di dalam montmorilonit tidak teroksidasi menjadi γ-fe 2 O 3. Sifat kemagnetan sampel C yang lebih kecil dari sampel B dapat disebabkan terbentuknya hematit (α-fe 2 O 3 ) akibat pengaliran gas N 2. Hematit merupakan besi oksida yang pada suhu di atas -10 o C memiliki sifat kemagnetan yang rendah atau feromagnetik lemah (Geo 2007). Hal ini diperkuat oleh penelitian Gnanaprakash et al. (2006) yang membuktikan perubahan magemit menjadi hematit dengan mengalirkan gas N 2. Hasil uji sifat kemagnetan nanokomposit sesuai dengan nisbah bobot montmorilonit dan besi oksida nanopartikel. Sampel E memiliki sifat kemagnetan yang lebih besar dari sampel B dan C, karena bobot montmorilonit pada sampel E lebih sedikit dibandingkan dengan sampel B dan C sehingga besi oksida yang menempati ruang antar lembaran montmorilonit pada sampel E menjadi lebih banyak. Hasil pencirian menggunakan metode Brunauer, Emmett, dan Teller (BET) memberikan informasi tentang luas permukaan spesifik bahan (Gambar 13). Luas permukaan spesifik ini penting karena reaksi permukaan seperti adsorpsi tergantung antara lain dari luas permukaan spesifik. Semakin halus atau semakin kecil diameter partikelnya, maka akan semakin luas permukaan spesifiknya (Notodarmojo 2005). Informasi luas permukaan spesifik komposit dibutuhkan untuk membuktikan masuknya besi oksida nanopartikel ke dalam montmorilonit ditandai dengan luas permukaan spesifik komposit yang lebih besar dari montmorilonit. Sampel A, B, dan C merupakan nanokomposit yang dibuat dengan nisbah bobot montmorilonit dan besi oksida sebesar 2:1. Berdasarkan Gambar 13 diperoleh luas permukaan spesifik sampel A, B, dan C lebih besar dari montmorilonit. Nisbah bobot montmorilonit yang dua kali lebih besar dari besi oksida pada sampel A, B, dan C dapat diartikan bahwa besi oksida hanya menempati setengah dari keseluruhan montmorilonit. Penambahan Fe 2+ dan Fe 3+ ini menyebabkan bertambahnya kehadiran ion selain kationkation yang menempati ruang antar lembar montmorilonit sehingga ketebalan lapisan baur atau jarak antar lembarannya semakin membesar. Hal inilah yang menyebabkan luas permukaan sampel A, B, dan C lebih besar dari montmorilonit. Sampel E adalah nanokomposit yang dibuat dengan nisbah bobot montmorilonit-besi oksida 1:1. Nilai luas permukaan spesifik sampel E lebih kecil dari montmorilonit karena dengan nisbah bobot tersebut akan lebih banyak kation-kation yang terdapat di ruang antar lembar montmorilonit yang tergantikan oleh Fe 3+ dan Fe 2+. Atau lebih banyak juga Fe 3+ dan Fe 2+ yang menempel pada pada permukaan lembaran montmorilonit jika dibandingkan dengan sampel yang memiliki nisbah bobot 2:1. Fe 3+ memiliki muatan yang lebih besar dan jarijari hidrasi yang lebih kecil dari kation-kation penyusun ruang antar lembar montmorilonit (Na +, K +, Ca 2+, dan Mg 2+ ) sehingga Fe 3+ dapat menggantikan kation-kation tersebut. Fe 2+ dapat

22 11 mengalami pertukaran kation atau menempel pada permukaan lembaran montmorilonit. Menurut Notodarmojo (2005), bila yang terikat pada permukaan lembar montmorilonit adalah kation dengan jari-jari ion yang kecil, maka jika kation tersebut terhidrasi oleh adanya molekul air akan membentuk kation dengan jari-jari hidrasi yang relatif kecil. Akibatnya jarak antara partikel montmorilonit akan semakin kecil, ketebalan lapisan baur semakin menipis dan menyebabkan luas permukaan menjadi lebih kecil. Luas permukaan spesifik (m 2 /g) montmorilonit A B Sampel C Gambar 13 Luas permukaan spesifik montmorilonit, sampel A, B, C, dan E. Uji Aplikasi Uji aplikasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan penjerapan dari nanokomposit terhadap kontaminan logam berat yang pada penelitian ini menggunakan Pb 2+. Nanokomposit yang digunakan untuk uji aplikasi adalah sampel E, karena berdasarkan pencirian menggunakan VSM, terbukti sampel E memiliki sifat magnet yang paling kuat dibandingkan dengan sampel A, B, C, dan D sehingga mempermudah proses pengambilan sampel E kembali dengan menggunakan magnet (Gambar 14). Gambar 14 Proses pengumpulan kembali sampel E dengan menggunakan magnet setelah menjerap standar Pb 2+. E Mekanisme penjerapan Pb 2+ juga memanfaatkan sifat permukaan montmorilonit yang memiliki muatan negatif akibat substitusi isomorfik. Keberadaan besi oksida di dalam ruang antar lembar montmorilonit tidak mempengaruhi muatan montmorilonit karena besi oksida bersifat netral atau tidak bermuatan. Setelah nanokomposit menjerap Pb 2+, kemudian dipisahkan dari larutan menggunakan magnet (Gambar 14). Kadar Pb 2+ yang tersisa pada larutan kemudian diukur menggunakan metode polarografi sehingga diperoleh jumlah Pb yang terjerap (Gambar 15). Kemampuan penjerapan sampel E terhadap Pb 2+ ditunjukkan pada Gambar 15. Bobot rata-rata sampel E yang digunakan sebanyak ± gram. Pada Gambar 15, kemampuan penjerapan sampel E terhadap Pb 2+ konsentrasi 50, 100, 200, dan 400 µg/ml sangat besar karena jumlah Pb 2+ yang terjerap lebih banyak dari jumlah Pb 2+ yang tidak terjerap. Akan tetapi, di dalam larutan yang mengandung Pb 2+ sebanyak 600, 800, dan 1000 µg/ml, kemampuan penjerapan sampel E berkurang. Jumlah Pb 2+ yang dijerap oleh sampel E lebih kecil dari jumlah Pb 2+ yang tidak dijerap. Konsentrasi Pb 2+ (µg/m l) tidak terjerap terjerap Standar Pb 2+ (µg/ml) Gambar 15 Kemampuan penjerapan sampel E terhadap Pb 2+. Menurunnya kemampuan penjerapan sampel E terhadap Pb 2+ pada konsentrasi 600, 800, dan 1000 µg/ml dikarenakan semakin besar konsentrasi Pb 2+, semakin banyak jumlah partikel Pb 2+ yang menempati ruang antar lembar montmorilonit atau pun terjerap pada permukaan montmorilonit di dalam komposit. Jika konsentrasi Pb 2+ dalam larutan sangat tinggi, maka nanokomposit akan jenuh oleh Pb 2+ sehingga nanokomposit tidak mampu lagi menjerap Pb 2+. Konsentrasi maksimum Pb 2+

23 12 yang mampu dijerap sampel E adalah 400 µg/ml. Sampel E memiliki kemampuan penjerapan yang tinggi terhadap larutan yang mengandung Pb 2+ di bawah 400 µg/ml. Sebaliknya, sampel E memiliki kemampuan penjerapan yang rendah terhadap larutan yang mengandung Pb 2+ yang lebih dari 400 µg/ml. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Besi oksida nanopartikel yang dihasilkan berupa magnetit atau magemit dan memiliki sifat magnet. Sampel besi oksida dan komposit yang disintesis pada suhu 70 o C memiliki sifat kemagnetan lebih besar dibandingkan dengan sampel yang disintesis pada suhu ruang. Nanokomposit yang mempunyai sifat magnet terbesar adalah montmorilonit-besi oksida nisbah bobot 1:1 dan disintesis pada suhu 70 o C. Nanokomposit tersebut dapat menjerap Pb 2+ dengan konsentrasi maksimum sebesar 400 µg/ml. Setelah penjerapan, nanokomposit dan Pb yang terjerap di dalamnya dapat dipisahkan dari larutan dengan bantuan magnet. Saran Pencirian menggunakan x-ray fluorescence (XRF) perlu dilakukan terhadap nanokomposit dan besi oksida untuk mengetahui komposisi unsurnya. Sampel juga sebaiknya dicirikan menggunakan scanning electron microscope (SEM) agar dapat ditentukan ukuran partikelnya. Sintesis nanokomposit menggunakan montmorilonit standar juga perlu dilakukan guna memperjelas penciriannya. Uji aplikasi terhadap montmorilonit-besi oksida nanopartikel nisbah bobot 2:1 yang disintesis pada suhu 70 o C juga perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan penjerapannya. DAFTAR PUSTAKA British Broadcast Centre BET Measuring Areas Using Molecules html [17 Mei 2005]. Caryacademy Iron Oxide. /rushin/studentprojects/compoundweb Sites/2003/ironoxide.html [17 Mei 2006]. Chemistry Polarography. [17 Mei 2006]. Darmawijaya MI Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: UGM Press. Dixon JB, Weed SB, editor Minerals in Soil Environments. Ed. ke-2. Wisconsin: Soil Science Society of America. Drecam Vibrating Sample Magnetometry. l [15 Mei 2006]. Geo Classes of Magnetic Materials. [11 Jan 2007]. Gnanaprakash G Magnetic nanoparticles with enhanced γ-fe 2 O 3 to α-fe 2 O 3 phase transition temperature. Nanotechnology 17:5851. [terhubung berkala]. [11 Jan 2007]. Ima-eu Bentonite. [29 Apr 2006]. Jeong JR et al Magnetic Properties of Superparamagnetic γ-fe 2 O 3 Nanoparticles Prepared by Coprecipitation Technique. Journal of Magnetism and Magnetic Materials 286: 5-9. Khopkar SM Konsep Dasar Kimia Analitik. A Saptorahardjo, penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic Concepts of Analytical Chemistry. Kunimine Montmorillonite. [27 Apr 2006]. Lee SJ et al Synthesis and Characterization of Superparamagnetic Maghemite Nanoparticles Prepared by Coprecipitation Technique. Journal of Magnetism and Magnetic Materials 282: Nano Magnetic Nanoparticle Heaters Kill Breast Cancer Cells. nanotech_news_ a.html [27 Jan 2006].

24 13 Ndt-ed Diamagnetic, Paramagnetic, and Ferromagnetic Materials. [11 Jan 2007]. Netcomposites A Fundamental Study of the Processing-Structure-Properties of Nanocomposites for Industrial Application. com/images/montmorillonite.html [6 Nov 2006]. Notodarmojo S Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Bandung: ITB press. Oliveira LC et al A Simple Preparation of Magnetic Composites for the Adsorption of Water Contaminants. Journal of Chemical Education 81: Skoog DA et al Principles of Instrumental Analysis. Ed. ke-5. London: Harcourt Brace Coll. Txstate Vibrating Sample Magnetometer. WG06/manuals/vsm/vsm.html [12 Feb 2007]. Users Vibrating Sample Magnetometry. c.uk/~phys18/vsm.html [15 Mei 2006]. Waynert J et al Wastewater Treatment with Magnetic Seperation. Superconductivity for Electric Systems Program Review 1:1-29. Wikipedia Montmorillonite. orillonite. html [27 Apr 2006].

25 LAMPIRAN

26 14 Lampiran 1 Diagram alir kerja variasi pembuatan nanokomposit montmorilonit + (2Fe 3+ + Fe 2+ ) bobot montmorilonit : bobot besi oksida = 2:1 suhu pembuatan 25 o C suhu pembuatan 70 o C suhu pembuatan 70 o C dalam keadaan inert (dialirkan gas N 2 ) bobot montmorilonit : bobot besi oksida = 1:1 suhu pembuatan 25 o C suhu pembuatan 70 o C nanokomposit + NaOH 5 M setetes demi setetes sampai 100 ml penetesan konstan 2.4 ml/menit diameter pipet 2000 µm dicuci, dikeringkan di oven nanokomposit pencirian XRD, metode BET, VSM nanokomposit dengan sifat magnet terbesar + Standar Pb 2+ 50, 100, 200, 400, 600, 800, dan 1000 µg/ml Polarografi

27 15 Lampiran 2 Stoikiometri dalam pembuatan besi oksida (Fe 3 O 4 ) Fe 3+ : Fe 2+ = 2 : 1 2Fe 3+ + Fe 2+ FeO Fe 2 O 3 28 mmol 14 mmol 14 mmol FeO Fe 2 O 3 = Fe 3 O 4 FeCl 3 6H 2 O : FeSO 4 7H 2 O = 28 mmol : 14 mmol FeCl 3 6H 2 O BM FeCl 3 6H 2 O Bobot FeCl 3 6H 2 O = 28 mmol = mol = g/mol = mol g/mol = g FeSO 4 7H 2 O BM FeSO 4 7H 2 O Bobot FeSO 4 7H 2 O = 14 mmol = mol = g/mol = mol g/mol = g Fe 3 O 4 BM Fe 3 O 4 Bobot Fe 3 O 4 = 14 mmol = mol = g/mol = mol g/mol = g

28 16 Lampiran 3 Kalibrasi Peniter Tampilan peniter t (menit) t rata-rata (menit) v (ml/menit) v (ml/menit) 8 4 y = 0.473x R 2 = angka peniter v (laju penetesan) = y = 2.4 ml/menit y = 0.473x x = x = tampilan angka peniter = 8

29 17 Lampiran 4 Kalibrasi menggunakan metode square wave voltammetry (SWV) yang diukur pada daerah potensial -0.3 sampai -0.5 V Konsentrasi standar Pb 2+ (µg/ml) Arus difusi (µa) Arus difusi (µa y = x R 2 = Konsentrasi Pb 2+ (µg/ml)

30 18 Lampiran 5 Contoh kurva yang dihasilkan dari pengukuran Pb 2+ menggunakan metode square wave voltammetry (SWV) diukur pada daerah potensial -0.3 sampai -0.5 V Arus difusi ( 10 2 na) Potensial (volt)

31 Lampiran 6 Hasil difraksi sinar-x dari magnetit PCPDFWIN versi 1.30 International Centre of Diffraction Data (1997), nomor arsip

32 Lampiran 7 Hasil difraksi sinar-x dari magemit PCPDFWIN versi 1.30 International Centre of Diffraction Data (1997), nomor arsip

PEMBUATAN, PENCIRIAN, DAN UJI APLIKASI NANOKOMPOSIT BERBASIS MONTMORILONIT DAN BESI OKSIDA DIAN HAMSAH

PEMBUATAN, PENCIRIAN, DAN UJI APLIKASI NANOKOMPOSIT BERBASIS MONTMORILONIT DAN BESI OKSIDA DIAN HAMSAH PEMBUATAN, PENCIRIAN, DAN UJI APLIKASI NANOKOMPOSIT BERBASIS MONTMORILONIT DAN BESI OKSIDA DIAN HAMSAH DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif.

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif. Intensitas 5 selama 24 jam. Setelah itu, filtrat dipisahkan dari sampel C, D, dan E dengan cara mendekatkan batang magnet permanen pada permukaan Erlenmeyer. Konsentrasi filtrat ditentukan menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM HASIL PROSES MILLING Yosef Sarwanto, Grace Tj.S., Mujamilah Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi memiliki jangkauan keilmuan yang bersifat interdisipliner. Satu bidang kajian terkait dengan bidang kajian lainnya. Sebagai contoh, ilmu fisika terkait

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasir besi umumnya ditambang di areal sungai dasar atau tambang pasir (quarry) di pegunungan, tetapi hanya beberapa saja pegunungan di Indonesia yang banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanopartikel merupakan suatu partikel dengan ukuran nanometer, yaitu sekitar 1 100 nm (Hosokawa, dkk. 2007). Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biomassa, Lembaga Penelitian Universitas Lampung. permukaan (SEM), dan Analisis difraksi sinar-x (XRD),

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI Santi Dewi Rosanti, Dwi Puryanti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan menjadi masalah yang cukup serius khususnya dengan pemakaian logam berat di industri atau pabrik yang semakin pesat. Meningkatnya kegiatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan sintesis katalis Cu/ZrSiO 4, serbuk zirkon (ZrSiO 4, 98%) yang didapat dari Program Studi Metalurgi ITB dicuci terlebih dahulu menggunakan larutan asam nitrat 1,0

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Mineral Magnetik Alamiah Mineral magnetik di alam dapat digolongkan dalam keluarga oksida besi-titanium, sulfida besi dan oksihidroksida besi. Keluarga oksida besi-titanium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon. 3 Pasta dimasukkan ke ujung tabung hingga penuh dan padat. Permukaan elektrode dihaluskan menggunakan ampelas halus dan kertas minyak hingga licin dan berkilau (Gambar 2). Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg, shaker, termometer, spektrofotometer serapan atom (FAAS GBC), Oven Memmert, X-Ray

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material dan struktur fungsional dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi selalu dikaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA Keteraturan sifat keperiodikan unsur dalam satu periode dapat diamati pada unsur-unsur periode

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012 26 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012 sampai Desember 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini peran nanoteknologi begitu penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Nanoteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kebutuhan manusia disegala bidang selain membawa kemajuan terhadap kehidupan manusia, tetapi juga akan memberikan dampak negatif kepada lingkungan. Industrialisasi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Voltametri Voltametri merupakan salah satu teknik elektroanalitik dengan prinsip dasar elektrolisis. Elektroanalisis merupakan suatu teknik yang berfokus pada hubungan antara besaran

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Katalis merupakan suatu zat yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen. Katalis heterogen merupakan katalis yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

Hand Out HUKUM FARADAY. PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang dibina oleh Pak I Wayan Dasna. Oleh: LAURENSIUS E. SERAN.

Hand Out HUKUM FARADAY. PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang dibina oleh Pak I Wayan Dasna. Oleh: LAURENSIUS E. SERAN. Hand Out HUKUM FARADAY Disusun untuk memenuhi tugas work shop PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang dibina oleh Pak I Wayan Dasna Oleh: LAURENSIUS E. SERAN 607332411998 Emel.seran@yahoo.com UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN iii PERNYATAAN iv PRAKATA v DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR TABEL xiii INTISARI xiv ABSTRACT xv BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND Oleh : Henny Dwi Bhakti Dosen Pembimbing : Dr. Mashuri, M.Si PENDAHULUAN Latar Belakang Dibutuhkannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah & Khairurrijal, 2009). Material

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan nanoteknologi telah mendapat perhatian besar dari para ilmuwan dan peneliti. Nanoteknologi secara umum dapat didefinisikan sebagai teknologi perancangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi terus mengalami perkembangan dengan semakin besar manfaat yang dapat dihasilkan seperti untuk kepentingan medis (pengembangan peralatan baru untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metodologi Seperti yang telah diungkapkan pada Bab I, bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat katalis asam heterogen dari lempung jenis montmorillonite

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik / Fisik Fakultas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik / Fisik Fakultas 36 III. METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik / Fisik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesa Katalis Dalam penelitian ini, katalis disintesis menggunakan metode impregnasi kering. Metode ini dipilih karena metode impregnasi merupakan metode sintesis yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di lab. Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanokomposit adalah struktur padat dengan dimensi berskala nanometer yang berulang pada jarak antar bentuk penyusun struktur yang berbeda. Bahan nanokomposit biasanya

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

Elektrokimia. Tim Kimia FTP

Elektrokimia. Tim Kimia FTP Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis ini merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi hidrogen klorida (HCl) dan waktu hidrotermal terhadap kristalinitas SBA-15, maka penelitian ini dilakukan dengan tahapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan penelitian dan pengembangan teknologi pada level atom, molekul dan makromolekul, dengan rentang skala 1-100 nm. Nanoteknologi dikembangkan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. Analisis difraksi sinar-x dan analisis morfologi permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dunia penelitian sains hari ini dapat dikatakan telah dan akan terus memberikan banyak perhatian pada bidang nanoteknologi. Karakternya yang unik membuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah

Lebih terperinci

Laporan Kimia Analitik KI-3121

Laporan Kimia Analitik KI-3121 Laporan Kimia Analitik KI-3121 PERCOBAAN 5 SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Nama : Kartika Trianita NIM : 10510007 Kelompok : 1 Tanggal Percobaan : 19 Oktober 2012 Tanggal Laporan : 2 November 2012 Asisten

Lebih terperinci

Elektrokimia. Sel Volta

Elektrokimia. Sel Volta TI222 Kimia lanjut 09 / 01 47 Sel Volta Elektrokimia Sel Volta adalah sel elektrokimia yang menghasilkan arus listrik sebagai akibat terjadinya reaksi pada kedua elektroda secara spontan Misalnya : sebatang

Lebih terperinci

Sulistyani, M.Si.

Sulistyani, M.Si. Sulistyani, M.Si. sulistyani@uny.ac.id Reaksi oksidasi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur, molekul) melepaskan elektron. Cu Cu 2+ + 2e Reaksi reduksi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur,

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016)

SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016) SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016) Bagian I: Pilihan Ganda 1) Suatu atom yang mempunyai energi ionisasi pertama bernilai besar, memiliki sifat/kecenderungan : A. Afinitas elektron rendah

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh. LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si Oleh Kelompok V Indra Afiando NIM 111431014 Iryanti Triana NIM 111431015 Lita Ayu Listiani

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik FMIPA Universitas Lampung. Penyiapan alga Tetraselmis sp

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Gambar 3.1 di bawah ini memperlihatkan diagram alir dalam penelitian ini. Surfaktan P123 2 gr Penambahan Katalis HCl 60 gr dengan variabel Konsentrasi

Lebih terperinci

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan Praktikum a. Percobaan dasar spektrofotometri serapan atom. b. Penentuan konsentrasi sampel dengan alat spektrofotometri

Lebih terperinci

ION EXCHANGE DASAR TEORI

ION EXCHANGE DASAR TEORI ION EXCHANGE I. TUJUAN PERCOBAAN Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menentukan konsentrasi ion-ion H+, Na+, Mg2+, Zn2+ dengan menggunakan resin penukar kation. 2. Pengurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memicu terjadinya pencemaran lingkungan, seperti: air, tanah dan udara. Pencemaran lingkungan hidup, terutama logam berat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei 2014, bertempat di Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 NOER AF IDAH 1109201712 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Darminto, MSc Pendahuluan: Smart magnetic materials Barium M-Heksaferit

Lebih terperinci

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi Satriananda *) ABSTRAK Air yang mengandung Besi (Fe) dapat mengganggu kesehatan, sehingga ion-ion Fe berlebihan dalam air harus disisihkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran udara. Dewasa ini masalah lingkungan kerap

Lebih terperinci

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia Pendahuluan ALAT ANALISA Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks Secara umum instrumentasi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesa Garam Magnesium Klorida Garam magnesium klorida dipersiapkan melalui dua bahan awal berbeda yaitu bubuk magnesium oksida (MgO) puritas tinggi dan bubuk

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb Oleh: Tahta A 1, Darminto 1, Malik A 1 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Silikon dioksida merupakan elemen terbanyak kedua di alam semesta dari segi massanya setelah oksigen, yang paling banyak terdapat pada debu, pasir, platenoid dan planet

Lebih terperinci

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction Yuliani Arsita *, Astuti Jurusan Fisika Universitas Andalas * yulianiarsita@yahoo.co.id

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4,

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4, 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Magnetit Pembentukan magnetit diawali dengan reaksi reduksi oleh natrium sitrat terhadap FeCl 3 (Gambar 1). Ketika FeCl 3 ditambahkan air dan urea, larutan berwarna jingga.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih metode eksperimen. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci