JURNAL ILMIAH PANNMED. (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL ILMIAH PANNMED. (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist)"

Transkripsi

1 JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist) VOL. 9, NO. 1, MEI AGUSTUS 2014 TERBIT TIGA KALI SETAHUN (PERIODE JANUARI, MEI, SEPTEMBER) ISSN Penanggung Jawab: Dra. Ida Nurhayati, M.Kes. Redaktur: Drg. Herlinawati, M.Kes. Penyunting Editor: Soep, SKp., M.Kes. Nelson Tanjung, SKM., M.Kes. Desain Grafis & Fotografer: Ir. Zuraidah, M.Kes. Dra. Ernawaty, M.Si., Apt. Yusrawati Hasibuan, SKM., M.Kes. Sekretariat: Sri Utami, SST, M.Kes. Elizawardah, SKM., M.Kes. Rina Doriana, SKM., M.Kes. Sumarni, SST. Hafniati Alamat Redaksi: Jl. Let Jend Jamin Ginting KM 13.5 Kelurahan Laucih Kec. Medan Tuntungan Telp: Fax: DAFTAR ISI Editorial Pengaruh Senam Nifas Terhadap Involusi Uterus pada Ibu Post Partum Primipara Pervaginam di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Tahun 2013 oleh Nurlama Siregar Perilaku Remaja dalam Hal Perubahan Fisiologis pada Masa Pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 oleh Dina Indarsita, Mariaty S, Ravina Primursanti Ketepatan Pemeriksaan BTA Apusan Langsung dan Metode Konsentrasi dengan Kultur dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru di Medan oleh Lestari Rahmah, Amira Permatasari Tarigan,Bintang Yinke M. Sinaga Rendahnya Pemberian Asi Eksklusif pada Ibu yang Bekerja Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 oleh Elisabeth Surbakti Hubungan Perawatan Payudara Terhadap Produksi Asi pada Ibu Post Partum di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa 2013 oleh Masnila Efektivitas Kumur dengan Seduhan Teh Hijau dan Larutan Listerine Terhadap Ohi-S pada Siswa/i Kelas VIII BSMP Swastacerdas Bangsa Jl. Titi Kuning Namorambe Link. Visidorejo Delitua Tahun 2014 oleh Rosdiana T. Simaremare, Hasny, Yetti Lusiani Efektifitas Menyikat Gigi Menggunakan Siwak dalam Menurunkan Indeks Plak pada Siswa MTs Swasta Alwasliyah Desa Lama Kecamatan Pancur Batu Deli Serdang Tahun 2014 oleh Adriana Hamsar, Cut Aja Nuraskin, Manta Rosma Skrining Fitokimia dan Uji Kemampuan Sebagai Antioksidan dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava. L) oleh Tri Bintarti

2 Peranan Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut Terhadap Peningkatan Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa-Siswi Kelas VII-1 SMP N 31 Medan Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2014 oleh Nelly Katharina Manurung Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sikap Remaja Kelas XI Terhadap Hubungan Seksual Pranikah (Intercourse) di SMA Dharma Bakti Medan Tahun 2014 oleh Hanna Sriyanti Saragih, Rika Dinata Sianturi, Jujuren Sitepu Hubungan Pengetahuan dan Sikap Bidan dengan Tindakan Induksi dan Akselerasi dalam Persalinan di Kota Pematangsiantar Tahun 2013 oleh Tumiar Simanjuntak, Tiamin Simbolon, Kandace Sianipar Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB pada Ibu Bersalin Peserta Jampersal di RSUD Dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013 oleh Juliani Purba, Tengku Sri Wahyuni, Sri Hernawati Sirait Evaluasi Kepuasan Mahasiswa dalam Problem Based Learning Asuhan Kebidanan Kehamilan di Program Studi Kebidanan Padangsidimpua oleh Irwan Batubara, Djaswadi Dasuki, Mubasysyir Hasanbasri Sosial, Budaya Serta Pengetahuan Ibu Hamil yang Tidak Mendukung Kehamilan Sehat oleh Rina Doriana Pasaribu, Tria Feni Setia, Lusiana Gultom Status Gizi Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai Tahun 2013 oleh Yulina Dwi Hastuty, Dewi Meliasari, Suswati Hubungan Karakteristik Ibu dengan Sectio Caesarea di Rumah Sakit TK IV KESDAM I/BB Pematangsiantar oleh Dodoh Khodijah, Yessika Rouli Siburian, Renny Sinaga Hubungan Peranan Keluarga Terhadap Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia di Poliklinik Sebuah Rumah Sakit di Sumatera Utara oleh Soep Diterbitkan oleh : POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN Jl. Jamin Ginting KM. 13,5 Kel. Lau Cih Medan Tuntungan Kode Pos : 20136

3 PENGANTAR REDAKSI Jurnal PANNMED merupakan salah satu wadah untuk menampung hasil penelitian Dosen Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Jurnal PANNMED Edisi Mei Agustus 2014 Vol. 9 No.1 yang terbit kali ini menerbitkan sebanyak 17 Judul Penelitian. Redaksi mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Direktur atas supportnya sehingga Jurnal ini dapat terbit 2. Dosen-dosen yang telah mengirimkan tulisan hasil penelitiannya dan semoga dengan terbitnya jurnal ini dapat memberi semangat kepada dosen yang lain untuk berkreasi menulis hasil penelitian sehingga bisa diterbitkan ke Jurnal Pannmed ini. Akhir kata, kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun agar jurnal ini dapat menjadi jurnal yang berkualitas seperti harapan kita bersama. Redaksi

4

5 PENGARUH SENAM NIFAS TERHADAP INVOLUSI UTERUS PADA IBU POST PARTUM PRIMIPARA PERVAGINAM DI KLINIK BERSALIN TUTUN SEHATI TANJUNG MORAWA TAHUN 2013 Nurlama Siregar Jurusan Keperawatan Medan ` Abstrak Senam nifas merupakan latihan jasmani yang berfungsi untuk mengembalikan kondisi kesehatan, untuk mempercepat penyembuhan, mencegah timbulnya komplikasi, memulihkan dan memperbaiki regangan pada otot-otot setelah kehamilan, terutama pada otot-otot bagian punggung, dasar panggul, dan perut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa. Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi experimental dengan metode one group pre test and post test design. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu cara untuk mendapatkan besar sampel dengan memilih diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti, jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 orang dimana terbagi alas 2 kelompok yaitu 15 orang sebagal kelompok intervensi dan 15 orang sebagai kelompok kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan berupa Kuesioner Data Demografi (KDD) dan lembar pemeriksaan. Dari hasil penelitian ini, setelah ibu post partum melakukan senam nifas selama 3 hari dengan gerakan yang benar, rata-rata penurunan tinggi fundus uterus yaitu 5 cm per hari. Sedangkan penurunan tinggi fundus, uterus pada ibu post partum yang tidak melakukan senam nifas rata-rata 2 cm per hari. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji-t yaitu Independent sampel T-Test didapatkan hasil t hitung 11,02 > t tabel 1,70. Ini berarti bahwa Ho ditolak yang menunjukkan bahwa ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum primipara pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa. Diharapkan hasil penelitian ini dapat diterapkan oleh Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa dengan memberikan motivasi kepada ibu-ibu post partum untuk melaksanakan senam nifas yang bermanfaat dalam proses pemulihan diri pasca partus. Kata kunci : Senam Nifas, Involusi Uterus, Ibu Post Partum Pervaginam PENDAHULUAN Dalam perhitungan statistik populasi penduduk dunia PBB, bayi yang lahir pada hari Senin, 31 Oktober 2011 adalah warga dunia yang ke tujuh miliar. Hal itu terungkap dari sebuah laporan Kondisi Populasi Dunia 2011 yang dikeluarkan PBB. Laporan tersebut memandang tonggak populasi tujuh miliar sebagai tanda kelangsungan hidup lebih lama dan peningkatan tingkat kelahiran bayi yang hidup. Negaranegara penyumbang penduduk bumi terbesar dan tercepat ada di Negara-negara berkembang kawasan Asia dan Afrika seperti India, Pakistan, Tiongkok, Bangladesh, Nigeria, Ethiophia. Dari 7 miliar manusia dunia, didominasi penduduk Asia, dengan jumlah yang mencapai 4,2 miliar (The Children Indonesia, 2011). Disamping angka pertumbuhan penduduk yang makin tinggi, angka kematian, khususnya angka kematian ibu bersalin juga masih tinggi. Berdasarkan penelitian Woman Research Institute, angka kematian ibu melahirkan saat ini 307 per kelahiran hidup. Menurut Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, angka kematian ibu di Indonesia yang mencapai 128 dari kelahiran hidup, dinilai masih terlalu tinggi khususnya di kalangan negara-negara ASEAN. Disamping masalah di atas, rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu nifas juga menjadi faktor tertentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. perdarahan biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak bertanggung jawab atas 28% kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri (Departemen Kesehatan RI, 2003). Menurut Dr. Firansisca dari Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage post partum (perdarahan post partum). Faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, atau kelainan pembekuan darah. 1

6 Menurut Bobak (2004) penyebab perdarahan setelah melahirkan yang paling sering ialah atonia uteri yaitu kegagalan otot rahim untuk berkontraksi dengan kuat. Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Atonia uteri terjadi ketika myometrium. tidak berkontraksi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan adalah dengan merangsang kontraksi miometrium maka salah satu upava yang dilakukan adalah senam nifas (Depkes, RI, 2003). Namun faktanya, para ibu pasca melahirkan takut melakukan banyak gerakan, sang ibu khawatir gerakan-gerakan yang akan dilakukannya akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Padahal, apabila ibu bersalin melakukan ambulasi dini, itu bisa memperlancar terjadinya involusi uterus. Dan pada umumnya wanita yang telah melahirkan sering mengeluh bagian tubuhnya melar, bahkan kondisi tubuhnya kurang prima akibat letih dan tegang. Sementara peredaran darah dan pernafasan belum kembali normal, sehingga untuk membantu mengembalikan tubuh ke bentuk dan kondisi semula harus melakukan senam nifas yang teratur (Jurnal Kesehatan FORIKES, 2011). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi involusi uterus. Faktor-faktor tersebut meliputi senam nifas, mobilisasi dini post partum, menyusui dini, gizi, psikologis, faktor usia dan paritas (Widianti, 2010). Menurut Huliana (2005) salah satu faktor yang mempercepat involusi adalah senam nifas yaitu bentuk ambulansi dini pada ibu-ibu nifas yang salah satu tujuannya untuk memperlancar proses involusi, sedangkan ketidaklancaran proses involusi dapat berakibat buruk pada ibu nifas seperti terjadi perdarahan yang bersifat lanjut dan kelancaran proses involusi. Manfaat senam nifas diantaranya adalah membantu penyembuhan rahim, perut, dan otot pinggul yang mengalami trauma serta mempercepat kembalinya bagian-bagian tersebut ke bentuk normal, membantu menormalkan sendi-sendi yang menjadi longgar akibat kehamilan dan persalinan, serta mencegah pelemahan dan peregangan lebih lanjut. Latihan senam nifas dapat segera dimulai dalam waktu 24 jam setelah melahirkan lalu secara teratur setiap hari (Bobak, 2004). Namun perlu diketahui bentuk latihan senam nifas ibu pasta melahirkan normal dengan yang melahirkan dengan sesar tidak sama. Pada ibu yang melahirkan dengan cara sesar beberapa jam setelah keluar kamar operasi, latihan pernafasan dilakukan untuk mempercepat penyembuhan luka. Sementara latihan untuk mengencangkan otot perut dan melancarkan sirkulasi darah dibagian tungkai dapat dilakukan 2-3 hari setelah ibu dapat bangun dari tempat tidur. Sedangkan pada persalinan normal, bila keadaan ibu sudah cukup baik, maka semua gerakan senam nifas dapat dilakukan (Widianti, 2010). Penurunan ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan oleh perubahan lokasi uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembah menjadi organ pelviks. Segera setelah proses persalinan puncak fundus kira-kira dua pertiga hingga tiga perempat dari jalan atas diantara simfisis pubis dan umbilikus. Kemudian naik ke tingkat umbilikus dalam beberapa jam dan bertahan hingga dua atau dua hari dan kemudian secara berangsur-angsur turun ke pelviks yang secara abdominal tidak dapat terpalpasi di atas simfisis setelah sepuluh hari (Widianti, 2010). Namun adakalanya dijumpai kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil atau disebut dengan subinvolusi. Penyebab subinvolusi yang paling sering ialah tertahannya fragmen plansenta dan infeksi (Bobak, 2004). Hasil berupa survei secara acak tentang efek senam nifas pada 1003 wanita Amerika mengaku setelah mengikuti program senam nifas dengan latihan yang teratur mengalami pengerutan pada rahim yang lebih kuat, selain itu juga mengalami penurunan pada berat badan selama enam minggu setelah melahirkan. Dan dalam studi dari 1432 ibu nifas di Swedia yang melakukan senam nifas ditemukan bahwa mayoritas 71% wanita tersebut mengalami metabolisme tubuh yang lancar, dan pemulihan fisik yang lebih cepat (Larson, 2002). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuniasih Purwaningrum (2011) tentang Pengaruh Senam Nifas Kecepatan Penurunan Tinggi Fundus Uteri pada Ibu Post Partuni Primipara Hari 1-5 di Puskesmas Mergangsan Malang didapatkan hasil pada kelompok intervensi sebelum dilakukan senam nifas rata-rata TFU adalah 11,75 cm dengan standar deviasi 0,67 cm. setelah dilakukan senam nifas diperoleh rata-rata TFU adalah 7,35 cm dengan standar deviasi 0,67 cm. Nilai rata-rata perbedaan antara pengukuran pertama dan pengukuran kedua adalah 4,4 cm dengan standar, deviasi 10,67 cm. Maka dapat disimpulkan ada pengaruh senam nifas terhadap invulusi uterus, yaitu perbedaan yang signifikan pada TFU sebelum dan setelah dilakukan senam nifas. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa pada bulan Februari 2013 belum pernah diadakan senam nifas. Pada umumnya masyarakat/ibu nifas tidak melaksanakan senam nifas, hal ini dikarenakan ibu nifas belum mengetahui tentang senam nifas dan tidak menyadari bahwa dengan senam nifas (aktifitas fisik) akan mempengaruhi kebutuhan. otot akan oksigen, aliran darah menjadi lancar sehigga dapat membantu proses pemulihan kesehatan setelah melahirkan. Menurut Bidan yang bekerja di Klinik tersebut, para ibu nifas tidak sempat melakukan senam nifas karena kesibukan sehari-hari sehingga ibu nifas melupakan kesehatannya. Hal tersebut di ataslah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Senam Nifas terhadap Involusi Uterus pada Ibu Post Partum Primipara Pervaginam di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan Tahun

7 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada Pengaruh Senam Nifas terhadap Involusi Uterus pada Ibu Post Partum Primipara Pervaginam di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa? Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum primipara pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan. Tujuan Khusus 1. Untuk mengidentifikasi involusi uterus sebelum melaksanakan senam nifas pada ibu post partum primipara pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan. 2. Untuk mengidentifikasi involusi uterus sesudah melaksanakan senam nifas pada ibu post partum primipara pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan. 3. Untuk menguji pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum primipara pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti. Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah untuk menambah pengetahuan dan pengalaman tentang Pengaruh Senam Nifas Terhadap Involusi Uterus 2. Bagi Ibu-Ibu Post Partum. Manfaat penelitian ini bagi responden adalah dapat meningkatkan pengetahuannya pentingnya senam nifas selama masa nifas untuk mempercepat pemulihan uterusnya ke kondisi sebelum hamil 3. Bagi Institusi Pendidikan. Sebagai bahan masukan dan informasi dalam mengembangkan pendidikan keperawatan maternitas 4. Bagi Peneliti Selanjutnya. Manfaat penelitian ini bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai data awal ataupun data tambahan untuk mengembangkan penelitian selanjutnya. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post primipara partum pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan desain quasi experimental menggunakan satu kelompok kontrol dengan metode two group pre test and post test design. Peneliti menggunakan dua kelompok, dimana satu kelompok sebagai kelompok intervensi dan satu kelompok sebagai kelompok kontrol atau pembanding. Peneliti membuat perlakuan terhadap kelompok intervensi dan melakukan pengukuran sebelum dan sesudah dilaksanakannya intervensi. Penelitian ini telah dilaksanakan di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan. Penelitian ini telah dilaksanakan selama tiga bulan yakni April sampai Juni Populasi penelitian adalah sekumpulan unit penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu-ibu post partum primipara pervaginam di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan, dimana rata-rata jumlah ibu bersalin sebanyak 30 orang setiap bulan. Sampel terdiri dari ibu-ibu post partum yang bersalin di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan selama penelitian dilakukan yang dibagi dua menjadi kelompok intervensi (ibu yang melakukan senam nifas) sebanyak 15 orang dan kelompok kontrol (ibu yang tidak melakukan senam nifas) sebanyak 15 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive saniphng. Kriteria sampel untuk kelompok intervensi sama dengan kriteria sampel untuk kelompok kontrol. Jumlah masing-masing didapatkan pada saat penelitian dilakukan. Aspek Pengukuran Aspek pengukuran pada involusi uterus dilakukan dengan mengukur penurunan tinggi fundus uterus menggunakan pita meter. Hasil pengukuran ditulis dalam lembar pemeriksaan menggunakan Skala ratio. Pengukuran dilakukan sebanyak 4 kali, pengukuran pertama sebelum dilakukan senam nifas, selanjutnya pengukuran kedua dilakukan setelah melakukan senam nifas pada hari pertama, pengukuran ketiga dilakukan setelah melakukan senam nifas pada hari pengukuran keempat dilakukan setelah melakukan senam nifas pada hari ketiga. Lalu hasil pengukuran kelompok intcrvcnsi dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu dengan membandingkan hasil rata-rata tinggi fundus uterus pretest andposttest masing-masing kelompok untuk mengetahui pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum pervaginam hari 1-3. Teknik Pengolahan Data 1. Editing : melakukan pemeriksaan atau pengeeekan data yang sudah dikumpulkan. 2. Coding : memberi kode (angka/tanda) pada setiap pernyataan dari jawaban 3. Tabulating : mempermudah pengolahan dan analisa data serta pengambilan kesimpulan, maka data dimasukkan ke dalam tabel. Teknik Analisa Data Setelah semua data dalam kuesioner dikumpulkan, data dianalisa dengan menggunakan teknik analisa kuantitatif. Data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang memberikan gambaran tentang data demografi 3

8 responden. Untuk melihat pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum pervaginam hari 1-3, peneliti melakukan pengujian dengan menggunakan uji-t yaitu Independent Sampel T-Test sebelum intervensi dan sesudah intervensi, dimana, peneliti membandingkan involusi uterus sebelum intervensi, involusi uterus sesudah intervensi, dan perbedaan kecepatan involusi uterus pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol atau pembanding. Menurut Arikunto (2010) secara umum, pola penelitian dilakukan terhadap dua kelompok, yang satu merupakan kelompok intervensi dan kelompok kontrol atau kelompok pembanding yang tidak dikenai perlakuan. Setelah selesai dilaksanakan intervensi maka hasil kedua kelompok diolah dengan membandingkan kedua mean. Untuk sampel random bebas, pengujian perbedaan mean dihitung dengan rumus t-test sebagi berikut: t hitung = 2 x N x N Mx My y 2 y 1 2 N Keterangan : M x = nilai rata-rata hasil kelompok 1 M y = nilai rata-rata hasil kelompok 2 x = deviasi setiap nilai x 2 dan x 1 y = deviasi setiap nilai y 2 dan yang N = jumlah sampel Dimana : Σx 2 dapat diperoleh dari Σx 2 - Σy 2 dapat diperoleh dari Σy 2 - ( x) 2 N ( xy) 2 N x dan 1 N Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan derajat kemaknaan α = 0,05 (95% confidence level). Jika hasil perhitungan t hitung lebih besar daripada t tabel, maka secara statistik H0 ditolak berarti ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum pervaginam hari 1-3 sebaliknya jika t tabel lebih besar daripada t hitung maka HO diterima atau tidak ada pengaruh, senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum pervaginam hari 1-3. y HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur, Suku, Pendidikan dan Pekerjaan Ibu Post Partum Primipara Pervaginam yang Senam Nifas di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Medan Tahun 2013 No Umur f % tahun tahun 3 20 Jumlah No Suku f % 1 Melayu 4 25,0 2 Jawa 11 75,0 Jumlah No Pendidikan f % 1 SMP 6 37,5 2 SMA 9 62,5 Jumlah No Pekerjaan f % 1 Tidak bekerja 9 56,0 2 Wiraswasta 3 17,0 3 Petani 3 17,0 Jumlah Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden terbesar berada pada kelompok umur tahun sebanyak 13 orang (80,0%), umur 2630 tahun sebanyak 2 orang (20,0%). Suku responden terbesar pada kelompok ibu yang senam nifas yaitu suku Jawa sebanyak 11 orang (75,0%), suku Melayu sebanyak 4 orang (25,0%). Pendidikan responden terbesar berlatar belakang pendidikan SMA sebanyak 9 orang (62,5%), kemudian pendidikan SMP sebanyak 6 orang (37,5%) dan pekerjaan responden terbesar merupakan ibu rumah tangga atau tidak bekerja sebanyak 9 orang (56,0%), kemudian bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 3 orang (17,0%), bekerja sebagai petani sebanyak 3 orang (17,0%). Pengaruh Senam Nifas terhadap Involusi Uterus pada Ibu Post Partum Primipara Pervaginam di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Tahun 2013 Kelompok Intervensi (Tinggi Fundus Uterus (cm) Responden Pre-test (x 1 ) Post-test Beda (x) x 2 (x 2 ) Ki 1 11,5 5, Ki 2 11,5 6, Ki Ki 4 10,5 4, Ki 5 10,5 5, Ki 6 9,5 4, Ki 7 9,5 5 4,5 20,25 Ki 8 11,5 7, Ki 9 11,5 4, Ki , Ki 11 9,5 4, Ki 12 10,5 5, Ki 13 10,5 4, Ki 14 9,5 4, Ki 15 11,5 6, N=15 Σx1 = 156,5 Σx2 = 78,5 Σx = 78 Σx2 = 413,5 T hitung 11,02 db 28 T Tabel 1,70 4

9 Untuk melihat pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada kedua kelompok pembanding, hasil pengukuran dianalisa dengan menggunakan rumus t-test. Dimana derjat α = 0,05 (95% confidence level). Jika hasil t hitung > t tabel, maka Ho ditolak yang artinya ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum primipara pervaginam hari pertama sampai hari ketiga. Dan sebaliknya, jika t hitung < t tabel maka Ho diterima yang berarti tidak ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum pervaginam hari pertarna sampai hari ketiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa involusi uterus pada kelompok ibu yang senam nifas lebih cepat daripada kelompok ibu yang tidak senam nifas. Dengan hasil yang diperoleh t hitung = 11,02 dan d.b = 28 ; maka t tabel 0,95 = 1,70. Karena t hitung > dari t tabel (11,02 > 1,70), maka dapat maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinva ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum primipara pervaginam hari pertama sampai hari ketiga Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu postpart pervaginam hari 1-3 di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa, didapat adanya perbedaan penurunan tinggi fundus uterus antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Hal ini sesuai dengan penelitian dan teori yang mengatakan bahwa senam nifas bermanfaat untuk ibu post dibuktikan dari hasil penelitian yang diperoleh dari uji-t yaitu t hitung 11,02 > t tabel 1,70 yang artinya ada pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus pada ibu post paitun, primipara pervaginam hari 1-3 di Morawa. Menurut Dewi (2011), senam nifas merupakan latihan jasmani yang berfungsi untuk mengembalikan kondisi kesehatan, umuk mempercepat penyembuhan, mencegah timbulnya komplikasi, memulihkan dan memperbaiki regangan pada otot-otot setelah kehamilan, terutama pada otot-otot bagian punggung, dasar panggul, dan perut. Senam nifas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap penurunan tinggi fundus uteri, kontraksi uterus dan pengeluaran lochea pada ibu pasca salin hari I-III, dengan nilai masing-masing p=0,00. Hal ini terjadi karena dengan melakukan senam nifas akan memperlancar aliran darah dan meningkatkan tonus otot-otot uterus, akibatnya proses autolysis menjadi lancar, kontraksi uterus menjadi lebih kuat dan pengeluaran lochea semakin cepat (Jurnal Kesehatan FORIKES, 2011). Hasil penelitian ini juga didukung oleh Larson berupa survei secara acak tentang efek senam nifas pada 1003 wanita Amerika mengaku setelah mengikuti program senam nifas dengan latihan yang teratur mengalami pengerutan pada rahim yang lebih kuat, selain itu juga mengalami penurunan pada berat badan selama enam minggu setelah melahirkan. Dan dalam studi dari 1432 ibu nifas di Swedia yang melakukan senam nifas ditemukan bahwa mayoritas 71% wanita tersebut mengalami metabolisme tubuh yang lancar, dan pemulihan fisik yang lebih cepat (Larson, 2002). Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Tinggi fundus uterus turun kia-kira 1-2 cm, setiap 24 jam. Pada hari keenam pascapartum fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilicus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada hari ke-9 pascapartum (Bobak, 2004). Dari hasil penelitian ini, setelah ibu post partum melakukan senam nifas selama 3 hari dengan gerakan yang benar, rata-rata penurunan tinggi fundus uterus yaitu 5 cm per hari. Sedangkan penurunan tinggi fundus uterus pada ibu post partum yang tidak melakukan senam nifas rata-rata 2 cm per hari. Dari data demografi diperoleh rata-rata umur responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol mayoritas berumur tahun yang berarti mayoritas, responden pada penelitian ini berada dalam usia reproduksi sehat. Menurut WHO, usia reproduksi sehat dikenal dengan usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah umur tahun, dimana kehamilan ibu dengan usia di bawah 20 tahun berpengaruh kepada kematangan fisik dan mental dalam menghadapi persalinan. Rahim dan panggul ibu seringkali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya diragukan kesehatan dan keselamatan janin dalam kandungan. Selain itu mental ibu belum cukup dewasa sehingga, sangat meragukan pada keterampilan perawatan diri ibu dan bayinya. Usia hamil yang ideal bagi seorang wanita adalah antara umur tahun, karena pada usia tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan, mental juga sudah matang dan sudah mampu merawat sendiri bagi dan dirinya (Draper, 2001). Dari segi paritas, keseluruhan responden berada pada kelompok ibu dengan paritas pertama atau golongan pertama (100,0%). paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik yang hidup maupun mati. Jumlah anak mempengaruhi involusi rahim. Otot-otot yang terlalu, sering teregang maka keadaan semula setelah teregang mernerlukan waktu yang sangat lama. Involusi uterus bervariasi pada ibu pasca persalinan dan biasanya ibu yang paritasnya tinggi, proses involusinya menjadi lebih lambat. Hal inni dipengaruhi oleh keadaan uterusnya. Karena semakin sering hamil akan sering kali mengalami regangan (Ambarwati, 2009). Dari segi suku, responden terbesar berada pada kelompok suku Jawa (75%). Menurut Philip Kotler, banyak faktor yang mempongaruhi perilaku sesorang, salah satunya adalah faktor sosial dan kebudayaan. Suku termasuk bagian dari budaya yang tentunya akan mempengaruhi perilaku dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Pada penelitian ini, responden terbesar merupakan suku Jawa. Suku Jawa 5

10 dikenal sebagai salah satu suku yang masih memegang teguh adat istiadatnya namun tidak ada kebiasaan atau tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kesehatan selama penelitian berlangsung. Dari segi pendidikan, responden terbesar berada pada kelompok pendidikan SMA (62,5%). Tingkat pendidikan merupakan jenjang dalam penyelesaian proses pembelajaran secara formal. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan pengetahuan dan perilakunya juga semakin baik. Karena dengan pendidikan yang makin tinggi, maka informasi dan pengetahuan yang diperoleh juga semakin banyak, sehingga perubahan perilaku ke arah yang lebih baik diharapkan dapat terjadi (Suryani, 2007). Tingkat pendidikan sangat berpengaruh sejak proses kehamilan sampai dengan proses persalinan. Ibu yang berpendidikan tinggi cenderung untuk menikah pada usia yang matur di atas 20 tahun, pendidikan yang semakin tinggi menyebabkan kemampuan ibu dalam mengatur jarak kehamilan, jumlah anak, dan persalinan. Pada penelitian ini, responden terbesar merupakan tamatan SMA (62,5%) sehingga pengetahuan tentang kehamilan dan melahirkan sudah cukup memadai walaupun masih kurang bila ditinjau dari paritas yang rata-rata merupakan kelahiran anak pertama (primipara). Sedangkan bila ditinjau dari segi pekerjaan, responden terbesar berada pada ibu yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga (56,25%). Pekerjaan seorang ibu bisa mempengaruhi kondisi dari kehamilan. Ibu dengan pekerjaan yang berat dapat mempengaruhi kondisi janin, uterus dan organ reproduksi lainnya. Hal ini dapat menyebabkan perubahan letak daripada janin dalam kandungan dan juga bahaya lainnya yang merupakan komplikasi dari kehamilan. Namun pada penelitian ini, responden rata-rata merupakan ibu rumah tangga sehingga tidak ditemukan komplikasi selama hamil dan melahirkan. Pada penelitian ini banyak keterbatasan peneliti, secara teori penurunan tinggi fundus uterus tidak hanya dipengavuhi oleh senam nifas saja akan tetapi banyak faktor lain yang sangat memegang peranan penting dalam penurunan tinggi fundus uterus. Faktor-faktor lain tersebut yaitu status gizi/nutrisi, menyusui (Hulu, 2012). Yang mana faktor tersebut tidak diteliti/tidak dilakukan analisa, selain itu gerakan nifas tidak disederhanakan sehingga peneliti harus mengulang 2-3 kali pada saat mengajarkan senam. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. lbu post partum pervaginam yang tidak senam nifas pada hari 1-3 mengalami penuranan tinggi fundus uterus rata-rata 2 cm.ibu post partum yang senam nifas dengan gerakan yang tepat pada hari 1-3 mengalami penurunan 5 cm. 2. Pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus didapat hasil t hitung 11,02 > t tabel 1,70 yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh senair, nafas terhadap involusi uterus Saran 1. Agar Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa dapat menerapkan dan memberikan motivasi kepada ibu-ibu post partum untuk melaksanakan senam nifas yang bermanfaat bagi ibu sendiri di dalam proses pemulihan diri pasca partum. 2. Agar hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dan bahan masukan bagi institusi pendidikan dan profesi keperawatan khususnya mata kuliah keperawatan maturnitas dimana dengan senam nifas dapat mempercepat involusi uterus pada ibu post partum. 3. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian tentang pengaruh senam. nifas terhadap involusi uterus pada ibu post partum pervaginam, menambah jumlah sampel penelitian dan waktu penelitian yang lebih lama. DAFTAR PUSTAKA Ambarwati, R. &. (2009). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press Anggraini, Y. (2010). Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka ID Rihama. Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Biro Pusat Statistik Survei Demografi dan Kesehatan Jakarta: Depkes RI. Bobak. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maernitas. Jakarta: EGC. Cunningham, F. G. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC. Dewi, V. N. (2011). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika. Huliana, M. (2003). Perawatan Ibu Pasca Melahirkan. Jakarta: Puspa Swara. Hulu, R. (2012). Pengaruh Menyusui terhadap Percepatan Penurunan Tinggi Fundus Uteri pada Ibu Post Partum Hari Pertama dan Kedua di Klinik Ernawati Pancur Batu Medan Tahun Skripsi. Medan: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatura Utara. Indonesia, T. C. (2011). Penduduk Dunia 7 Milyar, Sebuah Krisis yang Mengancam. [Online]. Dari 11/20 12/penduduk-dunia-7- milyar-sebuahkrisis-yang-mengancam/. [Diakses pada tanggal 7 November 2011 Kasjono, H. S., & Yasril. (2009). Teknik Sampling untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: 6

11 Salemba Medika. Prawirohardjo, S. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO Asuhan Kebidanan Post Partum. Buku 4. Jakarta Purwaningrum, Y. (2011). Pengaruh senam Nifas terhadap Kecepatan Penurunan Tinggi Fundus Uteri padaa Ibu Post Partum Primipara Hari Pertarna sampai Hari Ke Lima di Puskesmas Mergangsan. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Dari: morkhusus-hkn.pdt [Diakses: 7 Desember 2012]. Roito, J. (2010). Asuhan Kebidanan Thu Nifas. Jakarta: Rustam. (1998). Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC. Saleha. (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: EGC. Suherni, W.d. (2009). Perawatan Masa Nifas. Jakarta. EGC Sulistyawati, A. (2009). Baku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Andi. Sunarsih, V. d. (2011). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika. Toyibah, A Pengaruh Senam Nifas Terhadap Percepatan Turunnya Fundus Uteri Pada Hari PeRTama Pasca Salin di Ruang BerSalin II Dr. Soetomo Surabaya. Skripsi. Surabaya, Dari:// [Diakses: 11 Januari Varney, H. (2004). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC. Widianti. (2010). Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Jakarta: EGC. Wiknjosastro, H. (2005). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawiroharjo. Yustanto, T. J. (2008). Senam Nifas terhadap Involusi Uteri. Jurnal Kesehatan, Darihttp://publikasi.umy.ac.id/index.php/psik/articic /vicwfiles/ [Diakses: 6 November 2012]S. Sibuea, Hubungan Pemanfaatan Bidan dengan Cakupan Program, Jakarta Notoatmodjo Soekidjo, 2002, Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta , 2010, Metode Penelitian Untuk Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta Wiknjosastro Hanafi, 2005, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, YogyakartA, 2009, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Yogyakarta 7

12 PERILAKU REMAJA DALAM HAL PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA PUBERTAS DI SMP YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN TAHUN 2013 Dina Indarsita 1, Mariaty S 2, Ravina Primursanti 1 1 Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Medan 2 Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Medan ` Abstrak Latar belakang: Masa pubertas adalah terjadinya perubahan biologis yang meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari masa anak kemasa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak kedewasa. berdasarkan persentase terkecil aspek fisik pada perilaku remaja mengenai keadaan fisik diperoleh 48,4%. Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak siswa yang memiliki pengetahuan, penilaian serta pengharapan yang belum baik tentang perubahan fisik. Hasil penelitian lain menunjukkan Remaja pada masa pubertas memiliki penerimaan yang positif terhadap perubahan fisik, yaitu sebanyak 78,63% dan penerimaan negatif terhadap perubahan fisik, yaitu sebanyak 21,37%. Tujuan penelitian : ini adalah untuk mengetahui perilaku remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun Metodologi : Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 173 orang dengan tehnik pengambilan sampel adalah secara proporsi bertingkat (proportional stratified sampling) dan acak sederhana (simple random sampling). Penelitian ini dilakukan pada bulan April Hasil : Hasil penelitian diperoleh pengetahuan remaja berpengetahuan baik sebanyak 134 orang (77,5 %), berpengetahuan cukup sebanyak 36 orang (20,8 %), dan berpengetahuan kurang sebanyak 3 orang (1,7 %), sikap remaja mayoritas memiliki sikap positif sebanyak 162 orang (93,6 %) dan minoritas memiliki sikap negatif sebanyak 11 orang (6,4 %), tindakan remaja diperoleh tindakan baik sebanyak 157 orang ( 90,8 %) dan tindakan kurang sebanyak 16 orang ( 9,2 %). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa perilaku remaja awal dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 baik. Kata kunci : perilaku, remaja, fisiologis PENDAHULUAN Latar Belakang Masa pubertas adalah terjadinya perubahan biologis yang meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari masa anak kemasa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak kedewasa. (Soetjiningsih, 2004). Dalam usahanya mencari identitas dirinya sendiri, seorang remaja sering membantah orang tuanya karena ia mulai punya pendapat-pendapat sendiri, cita-cita serta nilai-nilai sendiri yang berbeda dengan orangtuanya. Perubahan-perubahan sekunder juga terjadi, badan bertambah tinggi dengan cepat. Hal ini disebabkan masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa transisi ini seringkali menghadapkan individu yang bersangkutan kepada situasi yang membingungkan, disatu pihak ia masih kanak-kanak, tetapi dilain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Di Asia Pasifik dimana penduduknya merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja umur tahun. Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (1999) kelompok umur tahun adalah sekitar 225, yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan (dikutip dari Nancy P,2002). Para ahli merumuskan bahwa pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis baik bentuk maupun fisiologis yang terjadi dengan cepat dari masa anak-anak ke masa dewasa, terutama perubahan alat reproduksi, sedangkan istilah adolescence lebih ditekankan pada perubahan psikososial atau kematangan yang menyertai masa pubertas (Poltekkes Depkes Jakarta, 2010) Dalam rentang waktu ini terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, termasuk pertumbuhan serta kematangan dari fungsi organ reproduksi. Seiring dengan pertumbuhan fisik, remaja juga mengalami perubahan kejiwaan. Remaja menjadi individu yang sensitive, mudah menangis, mudah cemas, frustasi, tetapi juga mudah tertawa. Perubahan emosi menjadikan remaja sebagai individu yang agresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan. Remaja mulai mampu berfikir abstrak, senang mengkritik, dan ingin mengetahui hal yang baru. Salah satu Perguruan Tinggi Negeri Surabaya melakukan penelitian di Jawa Timur terkait dengan usia pubertas yang hasilnya masa pubertas pada perempuan 8

13 dimulai usia 12,5 tahun dengan puncak pubertas pada usia 15 tahun. Sedangkan masa pubertas laki-laki lebih lambat, yaitu dimulai pada usia 13 tahun dengan puncak pubertas 16 tahun (Rahmawati, 2010). Perubahan fisik pubertas dimulai sekitar usia 10 atau 11 tahun pada remaja putri, kira-kira 2 tahun sebelum perubahan pubertas pada remaja laki-laki. Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja, sementara itu perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya sehingga mereka sering merisaukan bentuk tubuhnya yang kurang proporsional tersebut. Apabila mereka sudah dipersiapkan dan mendapatkan informasi tentang perubahan tersebut maka mereka tidak akan mengalami kecemasan dan reaksi negatif lainnya, tetapi bila mereka kurang memperoleh informasi, maka akan merasakan pengalaman yang negatif (Soetjiningsih, 2004). Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan yang terjadi sejak intrauterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Dalam proses mencapai dewasa inilah anak harus melalui berbagai tahap tumbuh kembang, termasuk tahap remaja. Tahap remaja adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif. Untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologiknya (Santrock, JW. 2003). Pada masa ini seorang anak tidak lagi hanya bersifat reaktif, tetapi juga anak mulai aktif mencapai kegiatan dalam rangka menemukan dirinya, serta mencari pedoman hidup, untuk bekal kehidupan mendatang. Pada kegiatan anak dalam rangka penemuan akunya itu anak mulai menyadari akan keberadaan dirinya, yang lebih dalam dibanding pada sebelumnya. Oleh karena itu anak menjadi agak bersikap tertutup (introvert), dan lebih senang mengungkap pengalamannya itu pada buku harian, senang termenung, dan lain-lain. Solihah (2007 : 144) menyatakan bahwa permasalahan yang paling banyak dikonsultasikan remaja pada MCR (Mitra Citra Remaja) Jawa Barat saat masa pubertas, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan perubahan fisik 27%, kekhawatiran pada masa puber 16%, pubertas sebagai awal masa remaja 10,1%, dan keadaan emosi 7,6%. Yulianto (2012) menjelaskan, berdasarkan persentase terkecil aspek fisik pada perilaku remaja mengenai keadaan fisik diperoleh 48,4%. Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak siswa yang memiliki pengetahuan, penilaian serta pengharapan yang belum baik tentang perubahan fisik. Berdasarkan penelitian Yulianto, H (2012) dengan menggunakan Daftar Cek Masalah (DCM) yang telah dilakukan di SMA Negeri 24 Bandung Tahun Ajaran , menunjukkan adanya konsep diri negatif pada siswa. Hal ini dapat dilihat pada perilaku siswa X Tahun Ajaran yang merasa tidak percaya diri dengan fisik yang dimiliki, timbullah ejekan antar teman mengenai bentuk fisik yang menyebabkan siswa menjadi tidak percaya diri dalam bergaul, serta adanya perilaku yang tidak sesuai dengan etika dan nilai-nilai yang berlaku di sekolah ataupun di masyarakat. Dilihat dari fenomenafenomena yang dipaparkan diatas, banyak siswa yang mengkhawatirkan, memiliki penilaian yang rendah terhadap diri sendiri, berperilaku salah serta tidak merasa puas terhadap perubahan fisik yang terjadi. Berdasarkan penelitian Dewi, P. (2010) mengenai perilaku remaja dalam menghadapi pubertas. Penelitian ini melibatkan siswa SMPN 1 Sungai Sarik Kecamatan VII Koto Kabupaten Padang Pariaman dengan jumlah sampel 124 responden. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah crosssectional. Instrument yang digunakan adalah kuesioner. Terdapat hubungan yang bermakna antara kecemasan dan perubahan perilaku remaja dalam menghadapi perubahan fisik pubertas (p 0,003). Berdasarkan penelitian Fatwiany (2010) mengenai perubahan fisik remaja pada masa pubertas. Penelitian ini melibatkan siswa SLTP Kemala Bhayangkari 1 Medan dengan jumlah sampel 117 orang. Penelitian ini bersifat deskriptif korelasi. Hasil penelitian menunjukkan Remaja putri pada masa pubertas memiliki penerimaan yang positif terhadap perubahan fisik, yaitu sebanyak 78,63%, dan penerimaan negatif terhadap perubahan fisik, yaitu sebanyak 21,37%. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai p=0,002, ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara konsep diri terhadap penerimaan perubahan fisik remaja putri pada masa pubertas. Berdasarkan literatur diatas, maka peneliti tertarik meneliti tentang perilaku remaja awal dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana perilaku remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui perilaku remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun Untuk mengetahui pengetahuan remaja dalam menghadapi perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun Untuk mengetahui sikap remaja dalam menghadapi perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun Untuk mengetahui tindakan remaja dalam menghadapi perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun

14 MANFAAT PENELITIAN 1. Sebagai sumber informasi dan bahan masukan bagi remaja yang terdiri dari pengetahuan, sikap, dan tindakan dalam menghadapi perubahan fisiologis 2. Sebagai bahan masukan bagi instansi dalam memberikan informasi yang jelas kepada remaja di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan untuk berperilaku yang sesuai dalam menghadapi perubahan fisiologis pada masa pubertas. METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif, dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui perilaku remaja terhadap perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja yang berusia 12 sampai 15 tahun di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan tahun ajaran 2012/2013, dengan jumlah siswa sebanyak 304 siswa. Sampel Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek penelitian yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. a) Besaran sampel Besaran sampel ditentukan dengan menggunakan rumus : N n = 1 N d 2 Keterangan : N = Besar Populasi n = Besar Sampel d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1) Didapat jumlah sampel : 304 n = (0,1) 304 = = 172,73 (dibulatkan menjadi 1, siswa) Jadi, sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 173 responden. b) Tekhnik pengambilan sampel Sampel dalam penelitian ini diambil secara proporsi bertingkat (proportional stratified sampling) dan acak sederhana (simple random sampling). LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan dengan pertimbangan bahwa di Sekolah ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai perilaku remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas dan populasi remaja cukup untuk memenuhi target populasi. HASIL PENELITIAN 1. Distribusi Pengetahuan remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun a. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Pengetahuan Remaja dalam hal perubahan fisiologis adalah sebagai berikut : Berdasarkan hasil penelitian, distribusi jawaban responden tentang pengetahuan, mayoritas menjawab Benar adalah pernyataan No. 1 tentang pengertian perubahan yang normal (fisiologis) pada remaja yaitu 171 orang (98,8 %), sedangkan mayoritas responden yang menjawab Salah adalah pernyataan No. 8 tentang salah satu ciri tahap pubertas yaitu 49 orang (28, 3 %). Secara rinci dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Pengetahuan Remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Pilihan Jawaban No Pernyataan Benar Salah f % F % 1 Pengertian perubahan yang ,8 2 1,2 normal (fisiologis) pada remaja. 2 Yang termasuk perubahan fisik , ,1 yang normal pada remaja 3 Bagian manakah dari tubuh , ,4 remaja yang terlebih dahulu mengalami perubahan 4 Perubahan proporsi tubuh ,8 16 9,2 5 Ciri-ciri seks primer , ,6 6 Ciri-ciri seks sekunder , ,3 7 Salah satu ciri seks sekunder , ,6 8 Yang merupakan salah satu ciriciri , ,3 tahap pubertas 9 Yang merupakan salah satu ciriciri seks sekunder , ,5 10 Perubahan kematangan fisik , ,5 yang meliputi perubahan tubuh dan hormonal termasuk pengertian 10

15 b. Distribusi Pengetahuan Remaja dalam hal perubahan fisiologis adalah sebagai berikut : Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan remaja berpengetahuan baik sebanyak 134 orang (77,5 %), berpengetahuan cukup sebanyak 36 orang (20,8 %), dan berpengetahuan kurang sebanyak 3 orang (1,7 %). Hal ini dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Distribusi Pengetahuan Remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Pengetahuan Frekuensi (f) Persentasi (%) Baik ,5 Cukup 36 20,8 Kurang 3 1,7 Total Distribusi sikap remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 a. Distribusi Sikap Remaja dalam hal perubahan fisiologis adalah sebagai berikut: Distribusi frekuensi berdasarkan sikap remaja dari 173 responden mayoritas memiliki sikap positif sebanyak 162 orang (93,6 %) dan minoritas memiliki sikap negatif sebanyak 11 orang (6,4 %). Hal ini dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi Sikap Remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Sikap Frekuensi (f) Persentasi (%) Negatif 11 6,4 Positif ,6 Total Distribusi tindakan remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun a. Distribusi Tindakan Remaja dalam hal perubahan fisiologis adalah sebagai berikut : Distribusi frekuensi berdasarkan tindakan remaja remaja diperoleh tindakan baik sebanyak 157 orang (90,8%) dan tindakan kurang sebanyak 16 orang (9,2%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Distribusi Tindakan Remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Tindakan Frekuensi (f) Persentasi (%) Baik ,8 Kurang 16 9,2 Total Distribusi perilaku remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun Distribusi frekuensi berdasarkan perilaku remaja remaja diperoleh perilaku baik sebanyak 88 orang (50,9 %) dan perilaku kurang sebanyak 85 orang ( 49,1 %). Hal ini dapat dilihat pada table 5. Tabel 5. Distribusi Perilaku Remaja dalam hal perubahan fisiologis di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Perilaku Frekuensi (f) Persentasi (%) Baik 88 50,9 Kurang 85 49,1 Total PEMBAHASAN 1. Pengetahuan Remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Pada tabel 2. dapat diamati bahwa pengetahuan remaja sebagian besar berpengetahuan baik sebanyak 136 orang (78,6 %), dan sebagian kecil berpengetahuan kurang sebanyak 3 orang (1,7 %). Hal ini menyatakan bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi karena responden telah memasuki sekolah pada tingkat menengah pertama dan telah terpapar dengan pengetahuan tentang perubahan fisiologis dari pendidikan di sekolah. Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian Dewi, P (2010) diperoleh pengetahuan remaja sebagian besar baik yaitu sebanyak 20 orang (55,6 %), berpengetahuan cukup sebanyak 9 orang (25 %) dan berpengetahuan kurang sebanyak 7 orang (19,4 %) Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman diri sendiri, media dan lingkungan. Pengetahuan baik dan cukup dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: sumber informasi, faktor pendidikan. Semakin banyak seseorang mendapatkan informasi akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Dengan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kesehatan reproduksi diharapkan remaja dapat mengambil keputusan yang lebih bijak tentang apa yang seharusnya boleh mereka lakukan dan apa yang seharusnya belum boleh mereka lakukan 2. Sikap Remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Pada tabel 3. dapat diamati bahwa sikap remaja sebagian besar bersikap positif sebanyak

16 orang (93,6 %) dan sebagian kecil yang bersikap negatif sebanyak 11 orang (6,4 %). Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang memiliki sikap positif telah meyakini bahwa telah siap menghadapi perubahan fisiologis secara baik. Sikap positif dan negatif dapat dipengaruhi oleh pengalaman langsung yang dialami individu terhadap sesuatu hal dan sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya, sikap ini tidak lepas dari pengaruh interaksi manusia satu dengan yang lain. Sedangkan remaja yang memiliki sikap negatif disebabkan belum siap menghadapi perubahan fisiologis yang dialaminya dan juga kurang mendapat informasi mengenai perubahan fisiologis. Remaja yang kurang akan pengetahuan tersebut menjadi rendah diri pada saat suaranya mulai membesar, ditambah perubahan fisik dan wajahnya yang berjerawat, sehingga perubahan tersebut membuat remaja menarik diri. Menghadapi perubahan yang cukup pesat ini remaja seringkali tidak pernah cukup untuk mengenal tubuh. Pernyataan ini juga didukung dengan hasil penelitian Fatwiany (2010), diperoleh responden yang bersikap positif terhadap perubahan fisiologis sebanyak 78,63 % dan yang bersikap negatif terhadap perubahan fisiologis sebanyak 21,37 %. Menurut Sunaryo (2004) sikap adalah kecenderungan bertindak dari individu, berupa respons tertutup terhadap stimulus ataupun objek tertentu. Secara nyata sikap menunjukkan adanya keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya. Sikap yang positif akan menjadi salah satu tolok ukur kematangan seseorang, ditandai dengan konsep diri yang memiliki kemampuan untuk melihat gambaran diri yang pada akhirnya akan membentuk rasa percaya diri. 3. Tindakan Remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Pada tabel 4. diperoleh sebagian besar remaja memiliki tindakan baik yaitu sebanyak 157 orang (90,8 %) dan tindakan kurang sebanyak 16 orang (9,2 %). Hal ini menunjukkan bahwa remaja remaja yang memiliki tindakan baik melakukan tindakan sesuai dengan perubahan fisiologis yang dialaminya dan remaja yang memiliki tindakan kurang tidak melakukan hal hal yang sesuai dengan perubahan fisiologis yang dialaminya. Pernyataan ini juga sesuai dengan penelitian Dewi, P (2010) yaitu sebagian besar remaja memiliki tindakan positif sebanyak 24 orang (72,7 %) dan yang memiliki tindakan negatif sebanyak negatif sebanyak 9 orang (27,3 %). Menurut Notoatmodjo (2007), tindakan atau praktek dilaksanakan setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang diketahui. Dengan kata lain tindakan atau praktek dilaksanakan karena dinilai baik dan diyakini. Kecerdasan pengetahuan, individu lebih mudah mengendalikan perilaku dan dorongan dorongan dari dalam individu tersebut dalam melakukan suatu tindakan. Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya. Perkembangan kognitif yang dimiliki remaja dapat dikembangkan dan di aplikasikan dalam kehidupannya sehingga mereka mempunyai pola berfikir dan mampu menentukan tindakan dari apa yang telah mereka ketahui. 4. Perilaku Remaja dalam hal perubahan fisiologis pada masa pubertas di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 Pada hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar remaja memiliki perilaku baik yaitu sebanyak 88 orang (50,9 %) dan sebagian kecil memiliki perilaku kurang yaitu sebanyak 85 orang ( 49,1 %). Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang memiliki perilaku baik telah melakukan sesuai dengan perubahan fisiologis yang dialami berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sedangkan remaja yang masih kurang memperhatikan perubahan fisiologis yang dialaminya masih mempunyai perilaku kurang. Pernyataan ini juga sesuai dengan penelitian Dewi, P (2010) yaitu sebagian besar remaja memiliki perilaku baik sebanyak 28 orang (77,7%) dan sebagian kecil memiliki perilaku kurang yaitu sebanyak 8 orang 22,3(%). Sesuai dengan pendapat (Notoatmodjo, 2007) dimana perilaku merupakan respons seseorang atau tindakan seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) yang merupakan kumpulan berbagai faktor saling berinteraksi. Sehingga dapat dilaksanakan jika tindakan tersebut di nilai baik dan diyakini. Faktor faktor yang dapat mempengaruhi perilaku individu dapat memberikan pengaruh yang baik sehingga individu memiliki perilaku yang baik. Dalam hal ini sekolah hendaknya memberikan bantuan agar setiap individu dapat memiliki perilaku yang baik dan terhindar dari timbulnya gejala ketidak sesuaian, sehingga sekolah hendaknya berfungsi sebagai suatu lingkungan yang memberikan kemudahan dan mendukung terciptanya perilaku yang baik. Remaja yang sedang memasuki masa transisi memerlukan bantuan dan bimbingan dalam pemenuhan tugas tugas perkembangan yang harus dikuasai. Oleh karena itu, pendidikan tidak hanya mampu mengantarkan siswa pada standar kemampuan profesional dan akademis tetapi juga mampu membuat perkembangan diri sebagai remaja yang sehat dan produktif. KESIMPULAN 1. Perilaku remaja di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun

17 sebagian besar memiliki perilaku baik sebanyak 88 orang (50,9 %). 2. Pengetahuan remaja di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 sebagian besar berpengetahuan baik sebanyak 136 orang (78,6 %). 3. Sikap remaja di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 sebagian besar memiliki sikap positif sebanyak 116 orang (67,1 %). 4. Tindakan remaja 5. di di SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan Tahun 2013 sebagian besar memiliki tindakan baik sebanyak 157 orang (90,8%). SARAN 1. Agar tenaga kesehatan sebagai pelaksana pelayanan kesehatan reproduksi remaja lebih aktif mengadakan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi bagi remaja dan orang tua. 2. Agar remaja lebih banyak menggali informasi baik melalui media cetak maupun media elektronik sehingga lebih memahami dampak negatif perilaku remaja terhadap perubahan fisiologis. DAFTAR PUSTAKA Agustiani, H Psikologi perkembangan. Rafika aditama: Bandung Ali, M Psikologi remaja. Bumi aksara: Jakarta Azwar, R Sikap manusia teori dan pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Dariyo, A Psikologi perkembangan remaja. Ghalia Indonesia: Bogor Depkes. RI. (2010). Visi misi Indonesia sehat. Diambil 22 November 2012, dari Dewi, P Perilaku remaja dalam menghadapi pubertas. Diambil 22 November Fatwiany Perubahan fisik remaja pada masa pubertas si SLTP Kemala Bhayangkari 1 Medan. Medan : Universitas Sumatera Utara Gunarsa, S Psikologi praktis : anak, remaja dan keluarga. Gunung mulia : Jakarta..., Psikologi remaja.gunung mulia: Jakarta Hidayat, AA Metode penelitian kebidanan dan teknik analisa data. Jakarta : Salemba Medika Hurlock, E Psikologi perkembangan. Erlangga: Jakarta Jahja, Y Psikologi perkembangan. Prenada media: Jakarta Mahmud, DM Psikologi suatu pengantar. BEFE.Yogyakarta Maramis, W Ilmu perilaku dalam pelayanan kesehatan. Airlangga: Surabaya Notoatmojo, S Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Penerbit Andi off seat. Yogyakarta Pinem, S Kesehatan reproduksi dan kontrasepsi. Trans info media: Jakarta Purwanto, H Pengantar Perilaku Manusia untuk keperawatan. EGC. Jakarta Sanjaya, W Kurikulum dan Pembelajaran. Kencana: Jakarta Santrock, J Adolescence perkembangan remaja. Erlangga: Jakarta Santrock, JW Adolescence Perkembangan Remaja. Erlangga. Jakarta Soetjiningsih Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Sagung seto: Jakarta Somantri, A Aplikasi statistika dalam penelitian. Bandung : Pustaka Setia Sujanto, A Psikologi perkembangan. Aksara baru: Jakarta Suyanto dan Salamah, U Riset kebidanan metodologi dan aplikasi. Yogyakarta : Mitra cendikia pres Yulianto, H Program bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan konsep diri siswa (studi deskriptif terhadap siswa kelas X SMA Negeri 24 Bandung Tahun Ajaran Diambil 24 November Widayatun, T Ilmu perilaku. Sagung seto: Jakarta 13

18 KETEPATAN PEMERIKSAAN BTA APUSAN LANGSUNG DAN METODE KONSENTRASI DENGAN KULTUR DALAM MENDIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU DI MEDAN Lestari Rahmah 1, Amira Permatasari Tarigan 2, Bintang Yinke M. Sinaga 3 1 Jurusan Analis Kesehatan Kemenkes Medan 2 Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan 3 Dosen FK USU Medan ` Abstract Introduction: Tuberculosis diagnostic, using microscopic examination of direct smear of acid-fast bacili (AFB) from the spectrum of lung tuberculosis suspect is still important criteria today, but the sensitivity of this method is low enough, especially in the samples which contain a small number of bacteria. Culture is stronger, but it takes long time, high cost, and it is not conducted in all laboratories. BTA microscopic examination can use direct smear and concentration method. Staining technique which is usually used in microscopic examination is Ziehl Neelsen. The sensitivity of direct smear method tends to be low and can be increased by using concentration method because bacteria can be easily found. Objective of the research: The objective of the research was to find out the effectiveness of direct smear examination of AFB, and concentration method was compared with culture. Materials and Method: The samples consisted of 60 sputum samples from the patients of lung tuberculosis suspects who visited BP4 Medan and from private practices of tuberculosis specialists, and the samples had fulfilled inclusive criteria. Microscopic examination of acid-fast bacilli using direct smear and concentration method with Petroff method, using Ziehl Neelsen staining and culture with Lowenstein Jensen was conducted. Then we performed diagnostic test for direct smear and concentration method to compare it with culture. Result of the research: AFB examination with concentration method had sensitivity of 68.75%, specificity of 82.14%, the value of positive prediction of 81,48%, the value of negative prediction of 69.70%, ratio of positive likelihood of 3.85, and ratio of negative likelihood of 0.38, compared with culture method examination in finding BTA in sputum of lung tuberculosis suspects. The result of microscopic examination of direct smear method had the sensitivity of 59.38%, specificity of 92.68%, the value of positive prediction of 90.48%, the value of negative prediction of 66.67%, ratio of positive likelihood of 8.31, and ratio of negative likelihood of 0.44, compared with culture method examination in finding BTA in sputum of lung tuberculosis suspects. Conclusion: The ability of acid-fast bacilli examination of concentration methodsin diagnosis oflung tuberculosisis 9.37% higher thanthe directsmear but direct smear method gives bigger clinical benefit in diagnosing lung tuberculosis, compared with concentration method Keywords: BTA, direct smear, concentration, culture PENDAHULUAN Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan dan merupakan nomor satu terbesar penyebab kematian dalam kelompok penyakit infeksi. Jumlah penderita tuberkulosis paru di dunia berdasarkan Global Report WHO(2010) 1 sebanyak 14,4 juta kasus. Penderita tuberkulosis paru terbanyak terdapat pada lima negara yaitu: India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia. Pada negara-negara miskin, tingkat kematian akibat penyakit tuberkulosis atau case fatality rate (CFR) sebesar 25% dari seluruh kematian. Penderita TB di Indonesia adalah sekitar 5,8% dari total jumlah penderita TB dunia. Pada tahun 2009 di Indonesia tercatat sejumlah kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) 2 dan lebih dari diantaranya terdeteksi basil tahan asam positif (BTA+). Prevalensi penderita tuberkulosis paru di Indonesia sebesar 102 per penduduk atau sekitar kasus tuberkulosis paru BTA positif. 2 Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 ditemukan sebanyak orang penderita TB Paru dan 264 orang diantaranya meninggal dunia. Sebagian besar penderita TB Paru tersebut berusia tahun (kelompok usia produktif) dengan persentase jumlah mencapai 70%. Seorang penderita dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif dapat menularkan kepada orang setiap tahunnya. 3,4 Diagnosis laboratorik penyakit tuberkulosis masih merupakan masalah penting di Indonesia karena bertujuan untuk menekan penularan TB di masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang defenitif. Diagnosis TB paru secara laboratorium dapat ditegakkan dengan ditemukannya Basil Tahan Asam (BTA) baik melalui pemeriksaan mikroskopis, kultur atau molekuler. 5 14

19 Kriteria untuk menetapkan dugaan diagnosis TB berdasarkan pewarnaan tahan asam.namun metode ini kurang sensitif karena baru memberikan hasil positif bila terdapat >10 3 organisme/ml sputum 6. Metode pemeriksaan kultur membutuhkan sekitar kuman/ml sputum 5 dan memerlukan waktu cukup lama untuk memperoleh hasil, yaitu sekitar 8 minggu. 7 Secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna antara sensitivitas metode langsung (34%) dan metode konsentrasi (58%) pada spesimen kultur positif. 8 Pemeriksaan mikroskopis metode langsung hanya mampu menjaring separuh dari penderita tuberkulosis paru aktif. Sensitifitas pemeriksaan langsung dapat ditingkatkan dengan tehnik konsentrasi dimana dengan tehnik tersebut kuman akan lebih mudah ditemukan. Namun metode konsentrasi belum banyak digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis BTA. 9 Teknik diagnosis TB yang lebih cepat dan lebih akurat saat ini sangat diperlukan untuk meningkatkan cakupan TB di Indonesia, maka perlu dilakukan kajian dan penelitian untuk menguji perbedaan sensitivitas, spesifisitas, nilai ramal positif, nilai ramal negatif, rasio kemungkinan positif dan rasio kemungkinan negatif dari metode pemeriksaan BTA apusan langsung dan metode konsentrasi terhadap metode kultur Tuberkulosis (TB) Paru Struktur dan morfologi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) adalah kuman yang termasuk genus Mycobacterium, family Mycobacterium dan ordo Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis merupakan basil gram positif dan mengandung asam mikolik (waxes) di dinding selnya yang menyebabkan kuman bersifat tahan asam dan dapat menimbulkan infeksi kronis. 11 Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil berbentuk batang lurus atau agak bengkok, panjang 1-4 mikron dan lebar antara 0,3-0,6 mikron, obligat, tidak membentuk spora, tidak motil, tidak berkapsul dan bersifat tahan terhadap penghilangan zat warna dengan asam alkohol. 10,11 Gejala klinik dan pemeriksaan fisik TB disebut juga The great immitator oleh karena gejalanya banyak mirip dengan penyakit lain antara lain: demam, batuk/batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, malaise: tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama pada kasuskasus dini. 10 Metode pemeriksaan BTA Metode apusan langsung Sensitivitas pemeriksaan BTA secara langsung masih rendah, sekitar 20-30% dari pasien yang dicurigai secara klinis dan radiologis menderita TB paru. Pemeriksaan mikroskopis BTA metoda langsung memerlukan sputum yang sedikit sehingga kemungkinan untuk menemukan kuman dalam sputum dengan BTA positif menjadi lebih kecil. 12 Sampai sekarang pemeriksaan mikroskopis BTA metoda langsung masih banyak digunakan karena lebih murah, mudah, cepat dan sederhana meskipun banyak kelemahannya. Metode konsentrasi Metode konsentrasi yang biasa digunakan adalah metode Petroff yaitu dengan mencampur 1 bagian NaOH 4% dengan 1 bagian sputum kemudian dikocok dengan shaker selama 10 menit dan sentrifugasi 3000 RPM selama 15 menit. Cairan supernatant dibuang dan endapannya dinetralkan dengan HCl 1 N. Pemeriksaan mikroskopis BTA metode konsentrasi memerlukan volume spesimen cukup banyak yaitu sekitar 2-4 ml sehingga untuk menemukan kuman BTA dalam sputum menjadi lebih mudah, hal ini berguna untuk kasus tuberkulosis dengan jumlah kuman sedikit. Namun hal ini menjadi sulit dikerjakan bila jumlah spesimen sputum yang didapat sedikit atau kurang dari 2 ml. 13 Metode Kultur Kultur kuman merupakan cara pemeriksaan yang akurat karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi (89.9%) dan 100% sehingga dipakai sebagai diagnosis pasti tuberkulosis paru. Jika hasil pemeriksaan mikroskopis BTA positif, maka diagnosa tuberkulosis dapat ditegakkan, tetapi pemeriksaan mikroskopis ini tidak dapat membedakan antara Mycobakcerium tuberculosis dengan Mycobacteriumlain sehingga perlu dilakukan pemeriksaan kultur BTA untuk identifikasi kuman. Bila hasil pemeriksaan mikroskopis BTA negatif, penyakit tuberkulosis belum dapat disingkirkan sehingga perlu dilanjutkan dengan metode kultur. 14 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan uji diagnostik yaitu uji sensitifitas dan spesifisitas. Tempat dan waktu penelitian Rumah Sakit BP4 Medan, Praktek Dr.Zainuddin, dan Laboratorium Mikrobiologi Terpadu Fakultas Kedokteran USU selama 4 bulan mulai Juli-Oktober Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui ketepatan pemeriksaan BTA secara apusan langsung, metode konsentrasi dibandingkan dengan kultur. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui ketepatan pemeriksaan mikroskopis BTA metode apusan langsung. b. Mengetahui ketepatan pemeriksaan mikroskopis BTA metoda konsentrasi. c. Mengetahui ketepatan pemeriksaan kultur. d. Mengetahui perbandingan nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai ramal positif dan nilai ramal negatif, rasio kemungkinan positif dan rasio kemungkinan negatif dari pemeriksaan mikroskopis BTA apusan langsung dan konsentrasi dengan kultur terhadap diagnosis tuberkulosis paru. 15

20 Populasi dan Sampel Populasi adalah seluruh pasien suspek tuberkulosis pada bulan Juli-Oktober 2013 di Kota Medan dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang berdasarkan rumus uji hipotesis satu sampel menurut Lemeshow. 15 Kriteria Sampel a. Kriteria Inklusi : suspek >30 tahun, pasien TB paru yang belum pernah diobati dan sputum tidak bercampur darah. b. Kriteria Eksklusi : penderita tidak dapat mengeluarkan dahak. BAHAN & CARA KERJA 1. Apusan langsung Pembuatan preparat Ose dipanaskan sampai merah.selanjutnya didinginkan. Kemudian dimasukkan ke dalam botol berisi pasir alkohol 70% dan digoyang-goyangkan untuk melepaskan partikel yang melekat.kembali ose dibakar sampai merah. Sedian fiksasi jangan terlalu lama di dilewatkan di atas api lampu spritus. Pewarnaan dengan Metode Ziehl Neelsen Sedian digenangi dengan larutan carbol fuchsin 0,3% dan dipanaskan. Kemudian didinginkan dan dicuci.sedian kemudian digenangi dengan asam alkohol (HCL alkohol 3%) sampai warna carbol fuchsin hilang dan dicuci kembali. Kemudian sedian kembali digenangi dengan methylene blue 0,3% sampai terbentuk latar belakang biru. kemudian diperiksa di bawah mikroskop perbesaran 1000 kali. Pembacaan hasil Hasil pemeriksaan berdasarkan standart International Union Against Tuberculosis and Lung Diseases (IUATLD) sesuai dengan standart WHO Metode Konsentrasi Sputum 1 bagian tambahkan dengan 2 bagian NaOH 4%.Vortex sampai homogeny, selanjutnya centrifuse 3000g selama 15 menit.buang supernatant, tambahkan aquadest sampai tanda tertinggi.centrifuse lagi 3000g selama 15 menit dan buang supernatant.media apusan tersebut yang diletakkan di kaca obyek dikeringkan di udara terbuka selama menit dan Kaca objek dilewatkan di atas lampu spiritus sebanyak 3 kali selama 3-5 detik. Melakukan pewarnaan dengan pengecatatan Ziehl Nielsen. 3. Pemeriksaan Kultur Sputum 1 bagian tambahkan dengan 2 bagian NaOH 4%.Vortex sampai homogeny, selanjutnya centrifuse 3000g selama 15 menit.buang supernatant, tambahkan aquadest sampai tanda tertinggi.centrifuse lagi 3000g selama 15 menit dan buang supernatant.inokulasi secukupnya (100µl) pada 2 media Lowensten-Jensen (LJ), kemudian ratakan pada permukaan media tutup botol Mac Cartney dan longgarkan (jangan rapat-rapat).selanjutnya Selanjutnya disimpan dalam inkubator 37ºC.Mengamati pertumbuhan setiap minggu apakah sedian negatif atau positif. Analisis Data Analisa data secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel. Uji diagnostik dengan tabel 2x2, kemudian dihitung nilai sensitivitas, spesifitas, nilai ramal positif dan nilai ramal negatif, rasio kemungkinan positif dan rasio kemungkinan negatif. HASIL PENELITIAN Objek penelitian adalah sputum dari 60 responden dilakukan pemeriksaan mikroskopis BTA apusan langsung dan konsentrasi (Sewaktu, Pagi, Sewaktu) dengan jumlah sputum masing-masing 180, dan pemeriksaan metode kultur (pagi) dengan jumlah sputum 60 sputum. Karakteristik demografi Respondenmayoritas berumur tahun sebanyak 43 orang (71,7%), kemudian kelompok umur > 55 tahun sebanyak 17 orang(28,3%). Responden mayoritas yang diperiksa berjenis kelamin laki-laki sebanyak 43 orang (71,7%), dan perempuan sebanyak 17 orang (28,3%). Responden mayoritas bersuku Batak sebanyak 32 orang (53,3%), Suku Jawa sebanyak 23 orang (38,3%), suku Aceh sebanyak 2 orang (3,3%) dan minoritas suku Melayu, Minang dan Nias dimana frekuensi masingmasing sebanyak 1 orang (1,7%). Responden mayoritas memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 24 orang (40,0%), IRT sebanyak 13 orang (21,7%), pensiunan sebanyak 7 orang (11,7%), karyawan/pegawai swasta sebanyak 5 orang (8,2%), PNS/POLRI dan Pelajar/Mahasiswa masing-masing sebanyak 4 orang (6,7%), dan yang bekerja sebagai buruh/petani sebanyak 3 orang (5,0%). Responden mayoritas berpenghasilan Rp ,- sebanyak 41 orang (68,9%), berpenghasilan lebih kecil Rp ,- sebanyak 10 orang (16,7%), dan responden minoritas berpenghasilan lebih besar Rp ,- sebanyak 9 orang (15%). Deskriptif pemeriksaan BTAmetode apusan langsung Hasil pemeriksaan BTA apusan langsung diperoleh bahwa BTA (+) paling banyak ditemukan dari sampel sputum pagi yakni sebanyak 21 sampel (35,0%), kemudian sampel sputum sewaktu pertama yakni sebanyak 19 sampel (31,7%) dan yang paling sedikit adalah sampel sputum sewaktu kedua yakni sebanyak 17 sampel (28,3%). Dengan kondisi diatas diperoleh gambaran bahwa pengambilan sputum pada pagi lebih banyak ditemukan BTA positif dibandingkan dengan sewaktu pertama, dan sewaktu kedua. 16

21 Tabel 1. Hasil Pemeriksaan BTA Metode Apusan Langsung (Sewaktu, Pagi, Sewaktu) Hasil BTA Metode Apusan Langsung Sewaktu Pagi Sewaktu n (%) n (%) n (%) Positif 19 (31,7) 21 (35,0) 17 (28,3) Negatif 41 (68,3) 39 (65,0) 43 (71,7) Total 60 (100,0) 60 (100,0) 60 (100,0) Deskriptif pemeriksaan BTA metode konsentrasi Hasil pemeriksaan BTA metode konsentrasi bahwa sputum pagi merupakan sputum yang paling banyak menunjukkan hasil positif yakni sebanyak 27 sampel (45%). Sputum pada sewaktu yang pertama menunjukkan hasil BTA positif sebanyak 26 orang (43,3%) dan sputum sewaktu yang kedua menunjukkan hasil yang paling sedikit sebanyak 25 orang (41,7%). Tabel 2 Hasil Pemeriksaan BTA Metode Konsentrasi (Sewaktu, Pagi, Sewaktu) Metode Konsentrasi Hasil BTA Sewaktu Pagi Sewaktu n (%) n (%) n (%) Positif 26 (43,3) 27 (45,0) 25 (41,7) Negatif 34 (56,7) 33 (55,0) 35 (58,3) Total 60 (100,0) 60 (100,0) 60 (100,0) Deskriptif pemeriksaan BTA metode kultur Hasil pemeriksaan metode kultur menggunakan sputum pagi lebih banyak ditemukan BTA positif yaitu 32 sampel (53,3%)dan BTA negatif yaitu 28 sampel (46,7%). Tabel 3 Pemeriksaan dengan Metode Kultur Menggunakan Sputum Pagi Hasil BTA Metode Kultur n % Positif 32 53,3 Negatif 28 46,7 Total Metode pemeriksaan BTA metode apusan langsung dengan metode kultur Hasil pemeriksaan BTA positif dengan metode apusan langsung adalah 21 sampel sputum dan negatif secara apusan langsung berjumlah 39 sampel. Sedangkan dengan pemeriksaan kultur diperoleh BTA posistif sebanyak 32 sampel dan yang negatif sebanyak 28 sampel.dari hasil diatas ditemukan 9,5% sampel yang positif secara apusan langsung namun negatif secara kultur. Sedangkan dari sampel yang negatif secara apusan langsung ditemukan sebesar 33,3% positif secara kultur. Tabel 4. Perbandingan Metode Apusan Langsung dan Kultur Kultur Total Apusan + - Langsung n (%) n (%) n (%) + 19 (90,5) 2 (9,5) 21 (100) - 13 (33,3) 26 (66,7) 39 (100) Total 32 (53,3) 28 (46,7) 60 (100) Metode pemeriksaan metode konsentrasi dengan kultur Hasil pemeriksaan BTA positif dengan metode konsentrasi adalah 27 sampel sputum dan negatif secara konsentrasi berjumlah 33 sampel. Sedangkan dengan pemeriksaan kultur diperoleh BTA positif sebanyak 32 sampel dan yang negatif sebanyak 28 sampel. Dari 27 sampel yang positif secara konsentrasi diperoleh sebanyak 81,5% (22 sampel) positif secara kultur dan 18,5% (5 sampel) negatif secara kultur. Sedangkan dari 33 sampel yang negatif secara konsentrasi ditemukan sebesar 30,3% (10 sampel) positif secara kultur, dan yang benar-benar negatif secara konsentrasi dan negatif pula secara kultur sebesar 69,7% (23 sampel). Tabel 5. Perbandingan Metode Konsentrasi dengan Kultur Kultur Total Konsentrasi + - n (%) n (%) n (%) + 22 (81,5) 5 (18,5) 27 (100) - 10 (30,3) 23 (69,7) 33 (100) Total 32 (53.3) 28 (46.7) 60 (100) Perbandingan efektifitas antara metode apusan langsung dan konsentrasi terhadap kultur Hasil uji diagnostik untuk metode apusan langsung terhadap kultur mempunyai sensitifitas sebesar 59,38%, spesifisitas sebesar 92,86%, nilai ramal positif sebesar 90,48% nilai ramal negatif sebesar 66,67%, ratio likelihood positif sebesar 8,31 dan rasio likelihood negatif sebesar 0,44. Demikian juga uji diagnostik metode konsentrasi terhadap kultur mempunyai sensitifitas sebesar 68,75%, spesifisitas sebesar 82,14%, prevalensi sebesar 53,33%, nilai ramal positif sebesar 81,48%, nilai ramal negatif sebesar 69,70%, rasio kemungkinan positif sebesar 3,85. Tabel 6. Hasil Uji Diagnostik Metode Apusan Langsung dan Konsentrasi terhadap Kultur Pemeriksaan Metode Apusan Langsung(%) Metode Konsentrasi (%) Sensitifitas 59,38 % 68,75 % Spesifisitas 92,86 % 82,14 % Nilai ramal positif 90,48 % 81,48 % Nilai ramal negatif 66,67 % 69,7 % Rasiokemungkinan positif 8,31 3,85 Rasiokemungkinan negatif 0,44 0,38 17

22 DISKUSI Karakteristik responden Berdasarkan penelitian ini diperoleh bahwa mayoritas responden berumur tahun sebanyak 43 orang (71,7%), kemudian kelompok umur >55 tahun sebanyak 17 orang(28,3%). Data tersebut sesuai dengan laporan Sub Direktorat TB Depkes RI tahun 2006, bahwa infeksi TB mayoritas diderita pada kelompok umur produktif (15-55 tahun). Data yang dikeluarkan Depkes RI tahun 2001 juga menunjukkan bahwa 75% penderita TB paru berada pada kelompok usia produktif. Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3-4 bulan. Tingginya angka TB paru pada usia produktif akan sangat berdampak pada perekonomian keluarga, masyarakat dan Negara. Selain merugikan secara ekonomis, TB paru juga berdampak pada hubungan sosial, karena penderita TB paru akan dikucilkan oleh masyarakat. 16 Jika dikaitkan lebih lanjut, berdasarkan data diperoleh mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yakni sebanyak 43 orang (71,7%). Tingginya kasus TB paru pada laki-laki dipengaruhi oleh kebiasaan hidup misalnya kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko infeksi TB paru sebanyak 2,2 kali. 16 Tingginya kasus TB paru pada laki-laki juga disebabkan laki-laki mempunyai kecendrungan lebih rentan terhadap faktor risiko. TB paru, hal ini dimungkinkan karena lakilaki lebih banyak melakukan aktifitas sehingga lebih sering terpajan oleh penyebab penyakit ini. 17 Berdasarkan suku bangsa diperoleh Batak sebanyak 32 orang (53,3%) karena mayoritas responden yang datang ke BP4 dan Klinik Tuberkulosis Swasta adalah bersuku Batak. Hal ini didukung oleh data statistik dari Badan Pusat Statistik Kota Medan bahwa suku Batak presentasi penduduknya di Kota Medan menempati urutan kedua yaitu sebesar 21%. Pada penelitian ini diperoleh proporsi tertinggi responden adalah dengan pekerjaan wirawasta sebesar 24 orang (40,0%) dan terendah pada jenis pekerjaan buruh/petani sebesar 3 orang (5,0%). Hal ini dapat diasumsikan bahwa seseorang yang terinfeksi TB Paru bukan karena dipengaruhi aktifitas pekerjaan tatapi dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal seperti kelembaban rumah, keadaan ventilasi rumah, keadaan jendela rumah serta pencahayaan alami yang masuk ke dalam rumah. Perbandingan efektifitas antara metode apusan langsung dan konsentrasi terhadap kultur ` Kemampuan pemeriksaan BTA metode konsentrasi dalam mendiagnosis tuberkulosis paru 9,37% lebih tinggi dibandingkan apusan langsung. Penelitian ini mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian Erma Lestari 8 yang membandingkan pemeriksaan mikroskopis BTA apusan langsung dan konsentrasi pada sputum dengan kultur dimana sensitivitas apusan langsung sebesar 27% dan konsentrasi sebesar 63,41%. Sama halnya dengan penelitian Ellena M. Peterson 18 membandingkan pemeriksaan BTA metode langsung dan konsentrasi pada sputum dengan kultur dimana didapati sensitivitas sebesar 34% dan konsentrasi sebesar 58%. Penelitian lainnya, yang dilakukan oleh Wang X, et al 19 di Beijing, China, tahun 2010 menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode apusan langsung pewarnaan Ziehl Nielsen diperoleh sensitifitas 40%, kemudian pada sampel yang sama dilakukan metode konsentrasi maka nilai sensitivitas akan meningkat 65%. Hal ini juga sesuai dengan pustaka yang mengatakan bahwa sensitivitas pemeriksaan BTA apusan langsung dapat ditingkatkan dengan metode konsentrasi. 9 Penggunaan metode konsentrasi dari dahak dengan sentrifugasi sebelum dilihat dengan mikroskop akan lebih cepat meningkatkan penemuan kasus dibandingkan dengan pemeriksaan BTA apusan langsung. 20 Spesifisitas pemeriksaan mikroskopis BTA metode konsentrasi lebih rendah 10,72% dibandingkan apusan langsung. Hal ini menunjukkan kemampuan pemeriksaan BTA metode konsentrasi untuk menyingkirkan subjek yang tidak menderita tuberkulosis paru 10,72% lebih rendah dari apusan langsung. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan BTA metode konsentrasi tidak terlalu tinggi kemungkinan karena metode konsentrasi mendeteksi adanya kuman pada slide dimana sediaan yang diambil terlalu sedikit sehingga kemungkinan mendapatkan kuman lebih kecil. Nilai ramal positif menunjukkan besar peluang subjek menderita tuberkulosis paru bila hasil pemeriksaan positif. Dalam penelitian ini pemeriksaan BTA apusan langsung mempunyai kemampuan memberikan manfaat klinis dalam tuberkulosis paru 9,0% lebih besar dibandingkan metode konsentrasi. Penelitian ini didukung oleh penelitian Elisabeth 21 yang menunjukkan nilai ramal positif yang diperoleh lebih besar pada metode apusan langsung (80%) daripada konsentrasi (63,6%). Nilai ramal negatif menunjukkan besarnya peluang subjek tidak menderita TB paru bila hasil BTA (negatif).dalam penelitian ini diperoleh bahwa nilai ramal negatif metode apusan langsung lebih rendah 3% dibanding metode konsentrasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan untuk menentukan subjek negatif dan tidak sakit dari total subjek yang negatif lebih baik pada metode konsentrasi dibandingkan metode apusan langsung. Pada penelitian yang dilakukan oleh Erma Lestari 8 menunjukkan bahwa dalam memberikan manfaat klinis lebih besar pada metode konsentrasi dibandingkan dengan metode apusan langsung.hal ini berbeda dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dimana metode apusan langsung lebih besar manfaat klinis dibandingkan konsentrasi. Ini dimungkinkan karena, dalam proses pembuatan sediaan dan pembacaan memerlukan proses yang lebih lama dan perlakuan yang lebih teliti. Faktor manusia yaitu analis/petugas laboratorium memegang peranan penting dalam memberikan hasil pemeriksaan. Pada penelitian ini pembuatan sediaan dan pembacaan dilakukan oleh analis yang sama untuk ketiga metode pemeriksaan. Rasio kemungkinan merupakan cara lain untuk menunjukkan akurasi dari suatu pemeriksaan. Pada 18

23 penelitian ini nilai rasio kemungkinan positif lebih besar pada metode apusan langsung sebesar 4,46 dibandingkan dengan metode konsentrasi. Sehingga metode apusan langsung lebih kuat menunjukan hubungan antara hasil test positif dengan keadaaan seseorang yang benar-benar sakit dibandingkan dengan metode konsentrasi.nilai rasio kemungkinan negatif pada metode apusan langsung sebesar 0,44 dan pada metode konsentrasi sebesar 0,38 artinya kemungkinan seseorang untuk tidak sakit jika hasil ujinya negatif adalah tinggi (LR - 1). KESIMPULAN 1. Kelompok umur paling banyak ditemukan BTA positif tahun 71,7% (43 responden), lakilaki 71,7% (43 responden), suku Batak 53,3% (32 responden), bekerja sebagai wiraswasta 40,0% (24 responden) dan memiliki penghasilan Rp yaitu 68,3% (41 responden). 2. Kemampuan pemeriksaan BTA metode konsentrasi dalam mendiagnosis tuberkulosis paru 9,37% lebih tinggi dibandingkan apusan langsung (sensitivitas). 3. Kemampuan pemeriksaan BTA metode konsentrasi untuk menyingkirkan subjek yang tidak menderita tuberkulosis paru 10,72% lebih rendah dari apusan langsung (spesifisitas). 4. Pemeriksaan BTA apusan langsung mempunyai kemampuan memberikan manfaat klinis dalam tuberkulosis paru 9,0% lebih besar dibandingkan metode konsentrasi (nilai ramal positif). 5. Kemampuan untuk menentukan subjek negatif dan tidak sakit dari total subjek yang negatif lebih baik pada metode konsentrasi dibandingkan metode apusan langsung (nilai ramal negatif). DAFTAR PUSTAKA Global Report WHO, Global Tuberculosis Report Menteri Kesehatan RI. Rencana Aksi Nasional: Informasi Strategi Nasional Pengendalian TB Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNo. 364/MENKES/SK/V/2009 Tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB)Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Depkes RI; Raunak P, Gita N, Swapna K, Vijay K, Preeti. Time to Sputum Conversion in Smear Positive Pulmonary TB Patients on Category I DOTS and Factors Delaying it. 2012: Vol. 60: Grange JM. Micobacterium in : Greenwood David, Slack RC, Peutheres JF, Medical Microbiology, 16 ed, Chruchill Livingstone2002. Muzaffar R, Batool S, Azis A, Naqvi A, Rizvi A. Evaluation of the fastplaquetb Assay for Direct Infection of Mycobacterium tuberculosis in Sputum Specimens. Int J Tuberc Lung Dis. 2002; 6(7): Levinson W, Jawetz E. Medical Microbiology 2 Immunilogy. 7th ed. Singapore; Erma, L. Nilai Diagnostik Pemeriksaan Mikroskopis Basil Tahan Asam Metoda Konsentrasi dibandingkan dengan Kultur pada Sputum Tersangka Tuberkulosis Paru Ninik, S.. Perkembangan Diagnostik Tuberkulosis Paru. Indonesian Journal of Clinical Pathology 1998; Volume 5 No. 1. Zulfikri A. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi V, Jilid III, Jakarta: Internapublishing Crofton, J. Horen N, Miller, F. Tuberkulosis Klinis, Cetakan I.Jakarta: Widya Media; Greenwood, et al. Mycobacterium in: Medical Microbiology, sixteenth ed, Crurchill Livingstone Wilks, D. Mycobacterium in: The Infection Disease, Blackwell Science Ltd, Oxford; Yoga, TA. Masalah Tuberkulosis Paru dan Penanggulangannya, Jakarta: Universitas Indonesia; Lemeshow S, et al. Besar Sampel dalam Penelitian, Yogyakarta: Gajah Mada University Press; Leli S, Mardiastuti, Anis K. Evaluasi Metode Fastplaque TB untuk mendeteksi Mycobacterium tuberculosis pada sputum di Beberapa Unit Pelayanan Kesehatan di Jakarta-Indonesia. Jurnal Tuberkulosis Indonesia 2013; Vol 8 Maret Ratnasari Y. Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hodup Pada Penderita Tuberkulosis Paru (TB Paru) di Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Yogyakarta Unit Minggiran, Jurnal Tuberkulosis Indonesia 2012; Vol.8. Ellena MP. Comparation of Direck and Concentrated Acid-Fast Smear to Identify Spesimens Cultur Positive for Mycobacterium spp. In Journal of Clinical of Microbiology 1999; Volume 73 No. 11: Liu J, et al. Increased Case Finding of Tuberculosis From Sputum and Sputum Deposits After Magnetic Bead Concentration Of Mycobacteria; Elisabeth F, Ibrahim S, Hardjoeno. Analisis Temuan Basil Tahan Asam pada Sputum Cara Langsung dan Sediaan Konsentrasi pada Suspek Tuberkulosis. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory 2006; Vol. 12, No. 2:

24 RENDAHNYA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU YANG BEKERJA LINGKUNGAN XX KELURAHAN KWALA BEKALA KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2013 Elisabeth Surbakti Kebidanan Poltekkes Medan ` Abstrak Setiap tahunnya terdapat 1-2 juta bayi didunia yang meninggal karena tidak diberi ASI eksklusif. Hal ini dapat dilihat dari tingginya kasus kematian bayi yang berdampak dari ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif seperti kasus ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) 15 20% atau sekitar 40 ribu per kelahiran hidup, diare sekitar 42 %, dan infeksi 10%.Sebagian besar ibu tetap tidak peduli dengan ASI eksklusif. Sesuai dengan data yang diperoleh menurut kabupaten/kota propinsi Sumatera Utara tahun 2007 yang terdiri dari 459 puskesmas dengan jumlah bayi jiwa ternyata hanya jiwa atau 28,49% bayi yang diberi ASI Eklusif. Sedangkan di kota Medan yang terdiri 39 puskesmas dengan jumlah bayi jiwa, ternyata hanya 623 jiwa atau 1,51 bayi yang diberi ASI eksklusif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja di lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor tahun Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan ibu bekerja di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor yang tidak menerapkan ASI Eksklusif, teknik pengambilan sampel dengan total sampling, seluruh populasi dijadikan sampel yaitu sebanyak 60 orang. Analisis data dengan univariat dan bivariat. Hasil penelitian yang diperoleh pengetahuan baik 18,3%, cukup 31,7%, kurang 50%. Sikap ibu positif 45%, negatif 55%. Hasil uji statistik diperoleh p = 0,000 < 0,05, artinya artinya terdapat hubungan yang signifikan antara tindakan dengan pemberian ASI eksklusif. Untuk itu agar ibu menambah pengetahuan dan wawasan tentang cara pemberian dan manfaat ASI eksklusif. Kata kunci : Asi Eksklusif, Ibu Bekerja Latar Belakang Pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa ada makanan tambahan yang lain dari usia 0-6 bulan. Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, ironisnya pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui justru kadang terlupakan. Padahal kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan hal yang besar, karena menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama berjutajuta tahun mempunyai peranan penting dalam mempertahankan kehidupan manusia. Untuk mengetahui atau memenuhi kebutuhan nutrisi bayi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar bayi baru lahir mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan (WHO, 2003). Ternyata berdasarkan penelitian WHO, setiap tahunnya terdapat 1-2 juta bayi didunia yang meninggal karena tidak diberi ASI eksklusif. Hal ini dapat dilihat dari tingginya kasus kematian bayi yang berdampak dari ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif seperti kasus ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) 15 20% atau sekitar 40 ribu per kelahiran hidup, diare sekitar 42%, dan infeksi 10%. Sebagian besar ibu tetap tidak peduli dengan ASI eksklusif. Hal ini disebabkan sebagian kaum ibu berpendapat bahwa, seorang wanita akan lebih cantik dan awet muda bila tidak menyusui.hal ini dikaitkan juga dengan status sosial keluarga, ibu-ibu beranggapan bila tidak menyusui status sosialnya akan naik dan termasuk kelompok yang modern, disamping itu juga banyaknya ibu-ibu yang bekerja baik sebagai wanita karir maupun yang bekerja dipabrik-pabrik yang jarak tempat tinggal dan tempat bekerjanya lumayan cukup jauh sehingga waktu yang dimiliki ibu lebih banyak terbuang pada saat berada diperjalanan ke tempat bekerja. Karena alasan pekerjaan juga banyak ibu yang bekerja yang hanya mendapatkan cuti melahirkan selama 3 bulan sehingga ibu yang memiliki bayi mengaku terpaksa harus memberikan susu formula karena harus kembali bekerja. Padahal pemberian susu formula mengakibatkan bayi mudah terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), 14,2 kali kemungkinan diare, mengalami kejang, infeksi telinga, flu dan penyakit alergi (Wahyu, 2007). Setiap ibu selalu menginginkan agar bayinya sehat dan cerdas. Tidak banyak yang mengetahui bahwa ada cara yang mudah dan murah agar bayi sehat dan cerdas. Menyusui ASI eksklusif dapat meningkatkan kesehatan dan kecerdasan anak. Sayangnya para ibu di Indonesia banyak yang tidak memberikan ASI kepada bayinya. Padahal dengan memberikan ASI, kesehatan dan kecerdasan sang bayi pun terjamin. ASI mengandung nutrient yang mempunyai fungsi spesifik untuk pertumbuhan otak antara lain long chain polyunsaturated fatty acid (DHA dan AA) untuk pertumbuhan otak dan 20

25 retina, kolesterol untuk myelinisasi jaringan syaraf, taurin untuk neurontransmitter inhibitor dan stabilisator membran, laktosa untuk pertumbuhan otak, koline yang mungkin meningkatkan memori. Bayi yang mendapat ASI eksklusif memiliki rata-rata IQ 14,2 poin lebih meningkat artinya semakin banyak bayi yang mendapat ASI, anak tersebut semakin sehat dan cerdas ( Roesli, 2007). Di Malaysia angka kematian hanya 41 per 100 ribu, Singapura 6 per 100 ribu, Thailand 44 per 100 ribu, dan Filiphina 170 per 100 ribu (Swamurti, 2007). Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia , angka kematian bayi (AKB) tercatat 35 per kelahiran hidup. Data di badan pusat statistik menunjukan angka kematian bayi diindonesia tertinggi di Asia Tenggara, mendominasi lebih dari 75 % total kematian anak dibawah 5 tahun. Hal itu menjadi kegiatan prioritas Departemen Kesehatan (Depkes) pada periode Depkes menargetkan penurunan angka kematian bayi berkurang dari 248 menjadi 206 per kelahiran yang dicapai pada tahun Sementara angka harapan hidup berkisar rata-rata 70,6 % per tahun (Moedjiono, 2007). Di Jakarta, durasi rata-rata pemberian ASI eksklusif hanya berlangsung selama 18 hari. Di Jakarta Utara hanya sekitar 17,9 % bayi baru lahir yang diberi IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dalam 1 jam pertama persalinan dan hanya sekitar 28% bayi dibawah 6 bulan yang diberi ASI eksklusif (Wahana, 2007). Angka kematian bayi (AKB) di Jawa Tengah tercatat 10,9 per 1000 kelahiran hidup dari angka kematian bayi (AKB) secara nasional sebesar 26,9 per 1000 kelahiran hidup (Ena, 2008).Angka kematian bayi (AKB) di Sragen pada tahun 2008 sebesar 9,28 per kelahiran hidup (Dinkes, 2008). Pemberian ASI secara eksklusif dapat menekan angka kematian bayi hingga 13 % sehingga dengan dasar asumsi jumlah penduduk 219 juta, angka kelahiran total 22 per 1000 kelahiran hidup, angka kematian balita 46 per 1000 kelahiran hidup maka jumlah bayi yang akan terselamatkan sebanyak 30 ribu. Untuk itu ASI patut menjadi prioritas (Sitopeng, 2008). Sesuai dengan data yang diperoleh menurut kabupaten/kota propinsi Sumatera Utara tahun 2007 yang terdiri dari 459 puskesmas dengan jumlah bayi jiwa ternyata hanya jiwa atau 28,49% bayi yang diberi ASI Eklusif. Sedangkan di kota Medan yang terdiri 39 puskesmas dengan jumlah bayi jiwa, ternyata hanya 623 jiwa atau 1,51 bayi yang diberi ASI eksklusif (profil DINKES Kab/Kota, 2007) Sedangkan berdasarkan survey awal di lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor tahun 2013 masih banyak ibu yang bekerja yang tidak memberikan ASI secara eksklusif. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk meneliti mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor tahun Pernyataan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka pernyataan masalah dalam penelitian ini adalah faktorfaktor apa saja yang berhubungan dengan rendahnya pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor tahun Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja di lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu yang bekerja dengan penerapan ASI eksklusif di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor. b. Untuk mengetahui hubungan jarak tempat tinggal dengan tempat bekerja ibu yang bekerja dengan penerapan ASI eksklusif di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor. c. Untuk mengetahui hubungan sikap ibu yang bekerja dengan penerapan ASI eksklusif di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor. d. Untuk mengetahui hubungan tindakan ibu yang bekerja dengan penerapan ASI eksklusif di lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor. Hipotesis Ada hubungan yang signifikan antara Faktor-faktor (Pengetahuan, sikap, tindakan dan jarak tempat bekerja) dengan rendahnya pemberian ASI Eksklusif pada Ibu bekerja di Lingkungan XX kelurahan Kwala Bekala Medan Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep dalam penelitian yang berjudul tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya pemberian ASI eksklusif pada ibu yang bekerja di lingkungan XX kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor dapat dilihat pada bagan dibawah ini : Deskripsi daerah penelitian Penelitian akan dilakukan di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala, Kecamatan Medan Johor. Karena banyak didaerah tersebut ditemukan ibu-ibu yang bekerja yang tidak menerapkan ASI eksklusif. Waktu penelitian direncanakan dimulai pada bulan Pebruari sampai Mei Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan ibu bekerja di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala 21

26 Kecamatan Medan Johor yang tidak menerapkan ASI Eksklusif. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang bekerja dilingkungan XX kelurahan Kwala Bekala dengan menggunakan teknik total sampling seluruh populasi dijadikan sampel yaitu sebanyak 60 orang. Cara Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer, tentang pengetahuan sebanyak 20 pertanyaan, dan kuesioner untuk wawancara sebanyak 5 pertanyaan dari sikap dan tindakan. Sebelum responden mengisi kuesioner, terlebih dahulu peneliti menjelaskan cara mengisi kuesioner kemudian peneliti memberikan kesempatan kepada respoden untuk mengisi kuesioner sendiri. Alat Pengumpulan Data Data yang terkumpul diolah dengan langkahlangkah sebagai berikut : 1. Editing Proses editing dilakukan dengan memeriksakan seluruh kelengkapan data yang telah terkumpul agar data yang masuk dapat diolah secara benar sehingga pengolahan data dapat memberikan hasil yang baik, kemudian data dikelompokkan sesuai dengan variabel yang akan diteliti. Setelah dilakukan pemeriksaan, apabila terdapat kekurangan segera diperbaiki dan dilengkapi. 2. Coding Dengan membuat kode dalam rangka mempermudah perhitungan 3. Tabulating Kegiatan yang dilakukan dalam tabulasi adalah menyusun dan menghitung data yang diperoleh, kemudian dijadikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Data yang diperoleh dan diklasifikasikan menurut variabel yang diteliti. Rencana Analisis Data Teknik analisis data adalah cara untuk memudahkan atau menyederhanakan data kedalam bentuk yang lebih mudan dibaca dan dimengerti. Untuk mengetahui bagaimana hubungan variebel bebas dan variabel terikat dapat di analisa dengan Chi-Square. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Faktorfaktor yang berhubungan dengan rendahnya pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 sebanyak 60 orang dan didapat hasil distribusi responden berdasarkan pengetahuan, jarak tempat tinggal, sikap ibu, tindakan ibu dan pemberian ASI ekslusif yang diuraikan sebagai berikut : Pengetahuan Ibu Pengetahuan ibu yang dijadikan responden bervariasi, mulai dari pengetahuan baik, sedang dan kurang, yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1. Distribusi Rendahnya Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu Bekerja Berdasarkan Pengetahuan Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 No. Pengetahuan Jumlah Persentase 1. Baik 11 18,3 2. Cukup 19 31,7 3. Kurang 30 50,0 Jumlah Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pengetahuan ibu bekerja dalam kategori kurang yaitu 30 orang (50%), dan paling sedikit dalam kategori baik yaitu 11 orang (18,3%). Jarak Tempat Tinggal Jarak tempat tinggal ibu dari tempat bekerja bervariasi, mulai dari jarak dekat (< 10 m), jarak sedang (10-15 km) dan jarak jauh (> 15 km), dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.2. Distribusi Rendahnya Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu Bekerja Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 Jarak Tempat Jumlah Persentase No. Tinggal 1. Dekat ( < 10 m) 14 23,3 2. Sedang (10 15 km) 9 15,0 3. Jauh ( > 15 km ) 37 61,7 Jumlah Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa paling banyak ibu bekerja menempuh jarak yang jauh (> 15 km) dari tempat kerja yaitu 37 orang (61,7%) dan paling sedikit menempuh jarak yang sedang (10-15 km) dari tempat bekerja yaitu 9 orang (15%). Sikap Ibu Sikap ibu dalam pemberian ASI eksklusif di kategorikan dalam sikap negatif dan sikap positif, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.3. Distribusi Rendahnya Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu Bekerja Berdasarkan Sikap Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 No. Sikap Jumlah Persentase 1. Negatif 33 55,0 2. Positif 27 45,0 Jumlah Berdasarkan tabel diatas sikap ibu bekerja dalam pemberian ASI eksklusif paling banyak bersikap negatif yaitu 33 orang (55%), dan paling sedikit bersikap positif yaitu 27 orang (45%). 22

27 Tindakan Ibu Tindakan ibu dalam pemberian ASI eksklusif dapat dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.4. Distribusi Rendahnya Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu Bekerja Berdasarkan Tindakan Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 No. Tindakan Jumlah Persentase 1. Negatif 32 53,3 2. Positif 28 46,7 Jumlah Berdasarkan tabel diatas tindakan ibu bekerja dalam pemberian ASI eksklusif paling banyak bersikap negatif yaitu 32 orang (53,7%), dan paling sedikit bersikap positif yaitu 28 orang (46,7%) Pemberian ASI Ekslusif Pemberian ASI eksklusif bagi ibu bekerja di kategorikan atas memberikan ASI eksklusif dan tidak memberikan ASI Eksklusif, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5. Distribusi Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu Bekerja Berdasarkan Tindakan Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 No. Pemberian ASI Jumlah Persentase Ekslusif 1. Tidak diberikan 39 65,0 2. Diberikan 21 35,0 Jumlah Berdasarkan tabel diatas paling banyak ibu bekerja tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 39 orang (65%), dan paling sedikit ibu bekerja memberikan ASI eksklusif yaitu 21 orang (35%). Analisa Bivariat Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan pengetahuan, jarak tempat tinggal, sikap ibu, tindakan ibu dengan pemberian asi ekslusif dapat dilihat pada tabel berikut : Hubungan Pengetahuan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Distribusi hubungan pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.6. Hubungan Pengetahuan Dengan Pemberian ASI Ekslusif Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 Pemberian ASI Pengetahuan diberikan Tidak Diberikan Jumlah X 2 hit Prob n % n % n % Baik 2 3,3 9 15, ,3 Cukup 9 15, , ,7 Kurang 28 46,7 2 3, ,0 23, Jumlah 39 65, , Berdasarkan tabel diatas dari 30 orang ibu yang berpengetahuan kurang (50,0%), paling banyak yang tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 28 orang (46,7%), dan paling sedikit yang memberikan ASI eksklusif yaitu 2 orang (3,3%). Hasil uji chi-square menyatakan Ho ditolak jika probabilitas < 0,05. Hasil analisa dengan uji Chi-square diperoleh X 2 hitung 23,781 dan nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Hubungan Jarak Tempat Tinggal Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Distribusi hubungan jarak tempat tinggal dengan pemberian ASI eksklusif dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.7. Hubungan Jarak Tempat Tinggal Dengan Pemberian ASI Ekslusif Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 Pemberian ASI Eksklusif Jarak Tempat Tinggal Tidak diberikan Diberikan Jumlah n % n % n % Jauh 35 58,3 2 3, ,7 Sedang 2 3,3 7 11,7 9 15,0 Dekat 2 3, , ,3 Jumlah 39 65, , X 2 hit Prob 37,311 0,000 Berdasarkan tabel tersebut dari 37 orang ibu yang jarak tempat tinggalnya jauh dari tempat bekerja yaitu 37 orang (61,7%), paling banyak yang tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 35 orang (58,3%) dan paling sedikit ibu yang memberikan ASI eksklusif yaitu 2 orang (3,3%) Hasil uji chi-square menyatakan Ho ditolak jika probabilitas < 0,05. Hasil analisa dengan uji Chi-square diperoleh X 2 hitung 37,311 dan nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara jarak tempat tinggal ibu yang bekerja dengan pemberian ASI eksklusif. Hubungan Sikap Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Distribusi hubungan sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.8. Hubungan Sikap Dengan Pemberian ASI Ekslusif Di Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 Pemberian ASI Eksklusif Sikap Tidak Diberikan Jumlah diberikan n % n % n % Negatif 30 50,0 3 5, ,0 Positif 9 15, , ,0 Jumlah 39 65, , X 2 hit Prob 19,182 0,000 23

28 Berdasarkan tabel tersebut dari 33 orang ibu bekerja (55%) yang bersikap negatif, paling banyak ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 30 orang (50%), dan paling sedikit yang memberikan ASI eksklusif yaitu 3 orang (5,0%). Hasil uji chi-square menyatakan Ho ditolak jika probabilitas < 0,05. Hasil analisa dengan uji Chi-square diperoleh X 2 hitung 19,182 dan nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara sikap ibu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif. Hubungan Tindakan Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Distribusi hubungan tindakan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.9. Hubungan Tindakan Ibu Dengan Pemberian ASI Ekslusif Di Di Lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 Pemberian ASI Eksklusif Jumlah Tindakan Tidak Diberikan X 2 hit Prob Diberikan n % n % n % Negatif 30 50,0 2 3, ,3 Positif 9 15, , ,7 22,279 0,000 Jumlah 39 65, , Berdasarkan tabel tersebut dari 32 orang (53,3%) ibu bekerja yang bertindak negatif, paling banyak yang tidak memberikan ASI Eksklusif yaitu 30 orang (50,0%) dan paling sedikit yang memberikan ASI eksklusif yaitu 2 orang (3,3%). Hasil uji chi-square menyatakan Ho ditolak jika probabilitas < 0,05. Hasil analisa dengan uji Chi-square diperoleh X 2 hitung 22,279 dan nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara tindakan dengan pemberian ASI eksklusif. Hubungan Pengetahuan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Pengetahuan merupakan komponen terpenting serta sebagai stimulus untuk membentuk tindakan ibu dalam penerapan ASI eksklusif (Mudjiono, 2005). Berdasarkan hasil penelitian Pengetahuan ibu bekerja banyak dalam kategori kurang yaitu 30 orang (50%), dan paling sedikit dalam kategori baik yaitu 11 orang (18,3%). Hasil uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Menurut hasil penelitain ibu bekerja belum mengetahui manfaat ASI eksklusif dan nilai-nilai gizi yang terkandung di dalam ASI eksklusif sehingga pemberian ASI eksklusif tidak maksimal dan secara kontinu di berikan pada anaknya. Ibu tidak mengetahui bahwa di dalam ASI mengandung anti infeksi terhadap berbagai macam penyakit, seperti ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas), diare, dan penyakit saluran pencernaan. Hubungan Jarak Tempat Tinggal Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Jarak merupakan panjang lintasan yang ditempuh oleh ibu yang bekerja mulai dari awal ibu dirumah sampai ibu berada ditempat bekerja. Jarak rumah dari tempat bekerja mempengaruhi pemberian ASI bagi bayi. Paling banyak ibu bekerja menempuh jarak yang jauh (> 15 km) dari tempat kerja yaitu 37 orang (61,7%) dan paling sedikit menempuh jarak yang sedang (10-15 km) dari tempat bekerja yaitu 9 orang (15%). Hasil uji chi-square menyatakan nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05), artinya terdapat hubungan yang signifikan antara jarak tempat tinggal ibu yang bekerja dengan pemberian ASI eksklusif. Menurut Maryuni (2009) bahwa lokasi atau tempat bekerja ibu yang jauh dari lingkunagn tempat tinggal sehingga ibu tidak sempat memberikan ASInya. Menurut peneliti ibu yang jarak tempuh dari tempat bekerjanya dekat dan sedang, akan berupaya memberikan ASInya pada waktu jam istirahat, sedangkan bagi ibu yang jarak tempat kerjanya yang jauh tidak memungkinkan untuk memberikan ASI. Hal ini disebabkan karena bila jarak tempuh ibu jauh, akan memakan waktu yang lama untuk kembali ketempat kerja, dan hal ini akan membuat ibu merasa tidak mentaati peraturan dan jam kerja yang sudah ditetapkan kepadanya. Hubungan Sikap Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Sikap adalah penilaian atau berupa pendapat seseorang terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini adalah pemberian ASI eksklusif). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek tersebut. Berdasarkan hasil penelitian sikap ibu bekerja dalam pemberian ASI eksklusif paling banyak bersikap negatif yaitu 33 orang (55%), dan paling sedikit bersikap positif yaitu 27 orang (45%). Hasil uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara sikap ibu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif. Sikap merupakan cara-cara ibu memelihara dan cara-cara berprilaku hidup sehat dalam hal ini juga yaitu penerapan ASI eksklusif. Menurut hasil penelitian sikap ibu dalam menanggapi secara positif makna dari pemberian ASI kepada balita selain melambangkan rasa keterikatan dan jalinan kasih sayang ibu terhadap anaknya, juga dapat meningkatkan kekebalan tubuhnya, sehingga nantinya balita tersebut tidak mudah sakit. Hubungan Tindakan Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Sikap merupakan suatu perbuatan nyata yang memerlukan faktor pendukung yang berupa fasilitas, 24

29 disamping itu faktor dukungan (support) dari pihak lain didalam praktek atau tindakan. Berdasarkan tabel diatas tindakan ibu bekerja dalam pemberian ASI eksklusif paling banyak bersikap negatif yaitu 32 orang (53,7%), dan paling sedikit bersikap positif yaitu 28 orang (46,7%). Hasil uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara tindakan dengan pemberian ASI eksklusif. Sering kali alasan pekerjaan membuat seorang ibu merasa kesulitan untuk memberikan ASI secara eksklusif. Banyak diantaranya disebabkan karena ketidak tahuan. Selain itu Ibu terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga tidak ada waktu untuk menyusui bayinya serta kurangnya minat untuk menyusui bayinya (Anik Maryuni, 2009). Menurut hasil penelitian sikap ibu yang negatif disebabkan karena ibu menganggap bahwa susu botol yang selama ini diberikan sudah dapat memenuhi rasa lapar bayi, sehingga ibu yang tempat pekerjaannya berjarak antara km merasa tidak perlu pulang untuk menyusui bayinya. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai Faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya pemberian asi eksklusif pada ibu bekerja di lingkungan XX Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Tahun 2013 dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Ibu berpengetahuan kurang paling banyak yang tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 28 orang (46,7%). Hasil uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05), artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif. 2. Ibu yang jarak tempat tinggalnya jauh dari tempat bekerja paling banyak yang tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 35 orang (58,3%). Hasil uji chisquare nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) maka, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara jarak tempat tinggal ibu yang bekerja dengan pemberian ASI eksklusif. 3. Ibu yang bersikap negatif, paling banyak ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 30 orang (50%). Hasil uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p = 0,000 < 0,05) artinya terdapat hubungan yang signifikan antara sikap ibu bekerja dengan pemberian ASI eksklusif. Saran 1. Bagi Ibu Agar menambah pengetahuan dan wawasan tentang cara pemberian dan manfaat ASI eksklusif 2. Bagi Masyarakat Menambah informasi bagi masyarakat untuk meningkatan kualitas anak yang sehat. 3. Bagi Penelitian Lanjutan Sebagai bahan masukan untuk dapat melakukan penelitian lanjutan dengan memperbanyak sampel dan menggali faktor lain yang berpengaruh. 4. Bagi Institusi Pendidikan Agar melengkapi perpustakaan dengan buku-buku yang berkaitan dengan ASI eksklusif. DAFTAR PUSTAKA Abah, 2003, The World Health Organitation (WHO), jack.com, Surabaya Andi, 2007, Pengertian Jarak, http//wikipedia Azwar S, 2005, Pengukuran Sikap dalam Opini Public, http//aipoel, word press.com. Jakarta Anik maryuni, 2009, Buku Pintar Ibu Menyusui, Arcan, Jakarta Dania aprilia, 2009, Promosi ASI eksklusif, http//blogspot.com Jakarta Departemen Kesehatan, 2007, Profil Kesehatan Sumatera Utara, Depkes, Medan Dinkes Propsu, Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, Enje, 2007, Hak Menyusui pada Perempuan Bekerja, http//blogspot.com, Jakarta FK USU, 2005, Pengertian ASI Eksklusif, http// Indiarti, MT, 2007, Panduan Lengkap Kehamilan, Persalinan dan Perawatan Bayi, Diglossia Media, Yogyakarta Muhammad S, 2008, Air Susu Ibu (ASI), http//baitijanati.wordpress.com, Jakarta Moedjiono, 2007, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Buku 1, Edisi Pertama, Salemba Medika, Jakarta Notoatmodjo, 2003, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta Politeknik Kesehatan, 2006, Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI), Politeknik Kesehatan, Medan Sitopeng, 2008, Pengaruh Asi Terhadap Emosional Pada Anak, http//aipoel, word press.com. Jakarta Sri Kun, 2008, Handbook Ibu Menyusui, Bandung, PT. Karya Kita. Utami Ningsih, 2000, Air Susu ibu (ASI), http//blogspot.com, Jakarta Utami roesli, 2007, Rekomendasi tentang Pemberian Makanan Pendamping ASI Wahyu WB ASI, Anugerah Terindah yang Kadang Terlupakan. 25

30 HUBUNGAN PERAWATAN PAYUDARA TERHADAP PRODUKSI ASI PADA IBU POST PARTUM DI RUMAH BERSALIN TUTUN SEHATI TANJUNG MORAWA 2013 Masnila Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan Abstrak Perawatan payudara adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk merawat payudara dalam upaya memperlancar pengeluaran ASI. Perawatan payudara sebaiknya dilakukan selama masa kehamilan trimester ketiga karena akan berhubungan terhadap produksi ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI pada ibu post partum di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan metode pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung responden yang diteliti dengan instrumen penelitian checklist. Desain rancangan penelitian adalah cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Adapun populasi dari penelitian ini adalah seluruh ibu hamil trimester ketiga yang dilakukan perawatan payudara di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa dengan jumlah sampel adalah sebanyak 20 orang dengan tehnik pengambilan sampel purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti sendiri. Dari 20 responden yang melakukan perawatan payudara, terdapat 14 orang (70%) yang melakukan perawatan payudara dengan baik dan sebanyak 11 orang (55%) yang menghasilkan produksi ASI yang tidak baik ada 3 orang (15%), dan 6 orang (30%) yang tidak melakukan perawatan payudara mengahasilkan produksi ASI yang tidak baik. Berdasarkan analisa data statistik dengan uji chi square didapatkan nilai p value 0,001 yang berarti ada hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI. Kepada pimpinan RB Tutun Sehati Tanjung Morawa disarankan agar lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas dari penyuluhan tentang perawatan payudara kepada ibu hami, agar ibu hamil lebih memahaminya dan melakukannya. Kepada petugas di RB Tutun Sehati Tanjung Morawa agar melaksanakan perawatan payudara mulai dari kehamilan trimester ketiga hingga masa nifas dan memberikan penyuluhan dan penjelasan yang maksimal tentang perawatan payudara sehingga ibu-ibu tahu bagaimana merawat payudara yang baik dan benar demi menjaga kelancaran ASI. Kepada ibu-ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan serta ibu-ibu post partum untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang perawatan payudara dengan rutin serta rajin bertanya khususnya dalam masalah perawatan payudara. Kata kunci : Perawatan payudara, Produksi ASI PENDAHULUAN ASI (air susu ibu) adalah susu yang diproduksi oleh manusia untuk dikonsumsi bayi dan merupakan sumber gizi utama bayi yang belum dapat mencerna makanan padat (Maryunani A, 2012). Bayi yang sehat, lahir dengan membawa cukup cairan di dalam tubuhnya. Kondisi ini akan tetap terjaga bahkan dalam cuaca panas sekalipun, bila bayi diberi ASI secara eksklusif (ASI saja) siang dan malam. Namun sayangnya kebiasaan memberi cairan pada bayi selama 6 bulan, yaitu pemberian ASI eksklusif, masih belum banyak dilakukan, yang berakibat buruk pada gizi dan kesehatan bayi (Linkagesproject, 2002). Rendahnya pemberian air susu ibu (ASI) merupakan ancaman bagi tumbuh kembang anak. Seperti diketahui, bayi yang tidak diberi ASI setidaknya 6 bulan, lebih rentan mengalami kekurangan nutrisi. Pemberian ASI secara eksklusif dapat menekan kematian bayi hingga 13%. Namun tingkat pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah, yaitu dari 40% pada tahun 2002 menjadi 32% pada tahun Sedangkan tingkat pemberian ASI secara eksklusif di tanah air khususnya Sumatera Utara pada tahun 2005 mencapai 32% dan pada tahun 2010 hanya 34%. Sedangkan berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 juga menunjukkan pemberian ASI di Indonesia juga masih memprihatikan. Persentase bayi yang menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%. Hal ini disebabkan karena kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan ASI masih lebih rendah (Maryunani A, 2012) 26

31 Bayi yang mendapat ASI lebih jarang menderita penyakit, seperti leukimia dan tiga kali lebih jarang resiko dirawat dengan sakit saluran pernapasan di bandingkan anak susu formula, sekitar 16,7 kali lebih jarang pneumonia, sekitar 47% lebih jarang menderita diare, menghindarkan kurang gizi dan vitamin, lebih jarang obesitas atau kegemukan, mengurangi resiko diabetes mellitus. Berdasarkan penelitian Richards dalam Maryunani A (2012) dilakukan penelitian di Inggris, dari 1736 anak di tes, ditemukan anak ASI secara bermakna menunjukkan hasil pendidikan lebih tinggi. Penelitian di Jerman juga ditemukan masa lamanya menyusui mempengaruhi IQ seorang anak. Anak yang menyusu ASI lebih dari 6 bulan memiliki IQ lebih tinggi di bandingkan anak yang menyusu ASI kurang dari dari 1 bulan, karena ASI meningkatkan kepandaian. Pentingnya ASI atau air susu ibu merupakan satusatunya makanan terbaik bagi bayi. Sebagai seorang ibu harus menyadari betapa pentingnya ASI terhadap tumbuh kembang dan kesehatan bayi. Banyak sekali kandungan gizi yang terdapat didalam ASI, salah satunya adalah mengandung protein yang cukup tinggi dibanding susu formula yang banyak dijual di pasaran yang mana ASI mengandung whey (protein utama dari susu yan berbentuk cair) lebih banyak daripada casein (protein utama dari susu yang berbentuk gumpalan) dengan perbandingan 65:35). Komposisi ini yang menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap oleh tubuh bayi. Disamping itu juga, ASI memiliki kandungan sebagai zat pelindung antara lain, yaitu: Laktobacilus bifidus yang berfungsi untuk menghambat dan melindungi usus bayi dari peradangan atau penyakit yang ditimbulkan oleh infeksi beberapa jenis bakteri merugikan, seperti bakteri E.coli. Laktoferin yang berfungsi untuk menghambat perkembangan jamur kandida dan bakteri stafilokokus yang merugikan kesehatan bayi. Lisozom bermanfaat untuk mengurangi karies dentis serta dapat memecah dinding bakteri yang merugikan. Serta Immunoglobulin A (Ig A) yang berfungsi sebagai antibodi yang dapat melumpuhkan bakteri patogen E.coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan. Suriviana mengatakan bahwa pada ibu post partum yang berusia (19-23 tahun) pada umumnya lebih banyak menghasilkan ASI dibandingkan dengan wanita yang berusia 30an. Banyak ASI yang dihasilkan oleh seorang ibu tidak tergantung pada besarnya payudara, tetapi terlebih pada gizi ibu hamil dan menyusui. Faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI juga adalah perawatan payudara. Perawatan payudara yang dilakukan dengan benar dan teratur akan melancarkan produksi ASI dan akan memudahkan sikecil dalam mengkonsumsi ASI serta dapat mengurangi resiko luka saat menyusui. Banyak ibu yang mengeluhkan bayinya tak mau menyusu, hal ini karena disebabkan oleh faktor teknis seperti puting susu yang masuk atau posisi yang salah. Keberhasilan ibu dalam melakukan perawatan payudara tidak hanya dipengaruhi atau tergantung pada petugas kesehatan. Hasil dari perawatan payudara adalah kelancaran ASI maka pengetahuan ibu terhadap perawatan payudara merupakan keadaan yang perlu diperhatikan secara serius. Jika ibu tidak mengetahui manfaat perawatan payudara selama hamil dan setelah melahirkan maka dapat menimbulkan keraguan ibu dalam melakukan perawatan payudara. Perawatan payudara sangat penting dilakukan selama hamil sampai masa menyusui. Hal ini karena payudara merupakan satu-satunya penghasil ASI yang merupakan makanan pokok bayi yang baru lahir sehingga dilakukan sedini mungkin. Bila seorang ibu hamil tidak melakukan perawatan payudara selama masa kehamilan dan hanya melakukan perawatan payudara pada pasca persalinan maka akan menimbulkan beberapa permasalahanan seperti: ASI tidak keluar, air susu akan keluar setelah beberapa hari kemudian, puting susu tidak menonjol, produksi ASI sedikit dan tidak lancar, infeksi pada payudara, serta muncul benjolan pada payudara. Berkaitan dengan pemberian ASI, salah satu hal yang penting dilakukan dalam upaya persiapan pemberian ASI yaitu melakukan perawatan payudara yang dilakukan pada selama kehamilan trimester ketiga maupun setelah selesai masa persalinan. Selama kehamilan payudara akan membengkak dan daerah sekitar puting warnanya akan lebih gelap. Dengan adanya pembengkakan tersebut, payudara menjadi mudah teriritasi dan mudah luka. Oleh karena itu perlu dilakukan perawatan payudara selama hamil (Saryono, 2009). Akan tetapi pada kenyataannya banyak ibu hamil yang mengabaikan perawatan payudara. Hal ini dikarenakan ibu malas dan belum mengetahui manfaat dari perawatan payudara tersebut (Dedek, 2008) Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di klinik Tutun Sehati Tanjung Morawa pada tanggal 5-6 maret 2013, terdapat 10 orang ibu hamil trimester ketiga yang melakukan pemeriksaan ANC, yang mana 7 dari ibu hamil tersebut mengatakan tidak pernah melakukan perawatan payudara, dan tiga wanita lainnya mengatakan telah melakukan perawatan payudara, tetapi tidak rutin. Sedangkan pada ibu post partum yang sedang rawat inap di klinik tersebut ada 5 orang, dari kelima ibu post partum tersebut hanya 2 orang yang mengatakan sudah melakukan perawatan payudara. Dengan volume produksi ASI yang dihasilkan sebanyak 150cc. Dan ketiga ibu post partum lainnya tidak melakukan perawatan payudara. Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti Hubungan Perawatan Payudara terhadap Produksi ASI pada Ibu Post Partum di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa tahun Dari uraian latar belakang diatas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah Hubungan Perawatan Payudara terhadap Produksi ASI pada Ibu Post Partum di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Tahun Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI pada ibu post partum di rumah bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa

32 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran perawatan payudara pada ibu post partum di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa. 2. Untuk mengetahui gambaran produksi ASI setelah dilakukaperawatan payudara pada ibu post partum di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa. 3. Untuk mengetahui hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa. Manfaat penelitian 1. Bagi Masyarakat/Ibu Dapat memberikan informasi/menambah pengetahuan ibu tentang perawatan payudara pada masa post partum. 2. Bagi peneliti Dengan diadakan penelitian secara tepat maka dapat diketahui hasil yang secara relevan sehingga dapat dijadikan masukan penelitian selanjutnya dan untuk menambah pengetahuan serta wawasan dalam perawatan payudara khususnya pada ibu post partum. 3. Bagi Ibu Untuk menambah pengetahuan ibu dalam perawatan payudara. 4. Bagi Rumah bersalin Sebagai masukan bagi RB Tutun Sehati untuk menatapkan sop perawatan payudara pada ibu post partum di RB Tutun Sehati dalam meningkatkan produktifitas ASI. Hipotesa Penelitian 1. Ho : Tidak ada hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI pada ibu post partum. 2. Ha : Ada hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI pada ibu post partum. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan metode pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung responden yang diteliti dengan instrumen penelitian checklist. Desain rancangan penelitian adalah cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mepelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoadmodjo, 2010). Penelitian dilaksanakan di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa dan waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan November 2012 sampai Juli Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil trimester ketiga yang melakukan perawatan payudara di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa tahun 2013, dengan jumlah populasi 20 orang. Sampel merupakan bagian populasi atau bagian dari karakteristik yang dimiliki populasi (Alimul, 2007). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan berdasarkan petimbangan tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti sendiri. Kriteria inklusi sampel penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ibu hamil dengan usia kehamilan trimester ketiga 2. Bersedia menjadi responden. 3. Bersedia melakukan perawatan payudara. 4. Mampu berbahasa indonesia. 5. Sehat jasmani dan rohani. Jenis pengumpulan yang dipergunakan adalah data primer yang diperoleh secara langsung dari hasil pengamatan, subjek penelitian dilakukan pengamatan secara langsung. Setelah itu peneliti melakukan perawatan payudara dengan tiga tahapan: a. Tahap persiapan Meliputi persiapan penelitian, persiapan pasien sebagai subjek penelitian (tetap menjaga kenyamanan dan privasi klien). b. Tahap Pelaksanaan Proses pengajaran dimulai dengan memberi salam dan perkenalan dari peneliti, melakukan pendekatan dengan responden supaya klien merasa nyaman dalam mengemukakan masalah, membina hubungan saling percaya, menjelasakan prosedur dan tujuan penelitia, mengajarkan perawatan payudara selama 5-20 menit dengan mengikuti panduan penelitian. c. Tahap Penutup Peneliti menevaluasi kembali tentang apa yang sudah diajarkan dan merangkum semua hasil diskusi dengan klien dan memberikan dukungan bahwa klien mampu melakukan perawatan payudara. Pengukuran Variabel 1. Perawatan payudara a. Dilakukan dengan baik, bila responden melakukan perawatan payudara 2x sehari, pada waktu mandi pagi dan sore hari. b. Tidak dilakukan dengan baik, bila responden hanya melakukan perawatan payudara sebanyak 1xsehari atau tidak tentu. 2. Produksi ASI a. Produksi ASI baik, bila: ASI ada pada hari (2-4),Lancar dengan jumlah ASI ml/hari. b. Produksi ASI tidak baik, bila: produksi ASI pada ada pada hari (2-4),tetapi tidak lancar,dengan jumlah ASI 150ml/hari. Pengolahan Data a. Editing Yaitu dilakukan pengecekan kelengkapan pada yang telah terkumpul, bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam pengumpulan data, akan diperbaiki dengan memeriksanya dan dilakukan pendataan ulang. 28

33 b. Coding Yaitu pemberian kode atau tanda pada setiap data yang telah terkumpul untuk mempermudah memasukkan ke dalam tabel. c. Entry Data Data yang telah diedit akan dimasukkan ke mdalam komputer untuk diolah dengan bantuan komputer. d. Tabulating Yaitu untuk mempermudah analisa data, pengolahan data serta pengambilan kesimpulan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisa Data Analisa data yaitu pengukuran terhadap masing-masing variabel kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sehingga dicari besarnya persentasi untuk masing-masing hasil pengamatan dengan menggunakan uji hipotesis Chi Square dan data disajikan dalam bentuk tabel. HASIL PENELITIAN Gambaran Lokasi Penelitian Adapun tempat penelitian di Rumah bersalin Tutun Sehati yang berada di Jl.Medan-Tanjung Morawa.KM 17.Gg.Serasi. Klinik Tutun Sehati berdiri sejak tahun 1994, dengan nomor surat izin berdiri: 1049/440/RB/DS/2010. Luas Rumah bersalin Tutun Sehati Berkisar 520m 2 dengan fasilitas 3 kamar rawat inap,1 klinik gigi, 1 kamar bangsal, 1 ruang PK,1 Ruang IGD,1 ruang tempat pendaftaran pasien jampersal. Klinik Tutun sehati melayani pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan USG, imunisasi, KB, dan pemeriksaan gigi. Dengan ketenagakerjaan 1 dokter obgyn, 1 dokter umum, 7 bidan sebagai pegawai tetap. Kunjungan pasien yang bersalin di bulan Januari sampai dengan Juni 2013 sebanyak 155 orang dan yang dirujuk ke rumah sakit Grand Medistra sebanyak 56 orang, pasien umum/berobat jalan sekitar 200 orang dan yang imunisasi mulai bulan januari - Juni 2013 sebanyak 493 balita. Klinik bersalin yang sering dijadikan sebagai sarana pendidikan bagian mahasiswa/mahasiswi. Adapun jumlah ibu yang melakukan pemeriksaan ANC trimester ketiga mulai dari April Juni 2013 adalah sebanyak 85 orang. Tabel 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan perawatan payudara yang dilakukan di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa 2013 Perawatan Payudara F % Perawatan payudara dilakukan dengan baik Dari tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden melaksanakan perawatan payudara dengan baik sebanyak 14 orang (70%). Tabel 2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan produksi ASI setelah dilakukan perawatan payudara di Rumah bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa 2013 Produksi ASI F % Baik Tidak Baik 9 45 Total Dari tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden yang menghasilkan produksi ASI yang baik sebanyak 11 orang (55%). Tabel 3 Distribusi frekuensi hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI di Rumah Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa 2013 Produksi ASI Baik Perawatan Jumlah % Tidak Baik Payudara p.value F % F % Dilakukan dengan baik Dilakukan dengan tidak baik , Jumlah Dari tabel 3 hasil penyilangan perawatan payudara dengan produksi ASI diatas dapat disimpulkan bahwa responden yang dilakukan perawatan payudara dengan baik menghasilkan produksi ASI yang baik sebanyak 11 orang (55%), dan tidak mendapatkan produksi ASI yang baik sebanyak 3 orang (15%). Sedangkan responden yang tidak dilakukan perawatan payudara dengan baik tidak mendapatkan produksi ASI yang baik sebanyak 6 orang (30%) dan yang mendapatkan produksi ASI yang baik tidak ada. Melihat hasil penyilangan dua variabel antara perawatan payudara dengan produksi tersebut ASI bahwa ada hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI yaitu sebanyak 11 orang (55%). Dari hasil analisis chi square didapatkan nilai p value sebesar 0,01 <α=0,05 yang berarti ada hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI. Perawatan payudara tidak dilakukan dengan baik 6 30 Total

34 PEMBAHASAN 1. Perawatan Payudara Berdasarkan tabel 1 dari 20 responden yang dilakukan perawatan payudara, terdapat 14 (70%) orang yang dilakukan perawatan payudara dengan baik dan 6 (30%) yang dilakukan perawatan payudara dengan tidak baik. Yang mana jika dikatakan perawatan payudara dilakukan dengan baik apabila perawatan payudara tersebut dilakukan pada trimester ketiga, dilakukan 2x sehari pada saat mandi pagi dan sore. Dan perawatan payudara yang dilakukan dengan tidak baik yaitu jika perawatan payudara hanya dilakukan 1x sehari, tidak tentu dan hanya dilakukan pada masa pasca persalinan saja. Hal ini sesuai dengan teori Kristiyanasari W (2010), bahwa jika perawatan payudara rutin dilakukan 2x sehari selama usia kehamilan trimester ketiga dan setelah pasca persalinan maka akan membantu memperlancar pengeluaran ASI, menjaga kebersihan payudara, melenturkan dan menguatkan puting susu. Dan apabila seorang ibu Hamil tidak melakukan perawatan payudara selama masa hamilnya dan perawatan payudara tersebut hanya dilakukan pada masa pasca persalinan saja,maka akan dapat menimbulkan berbagai permasalahan seperti: ASI tidak keluar, asi keluar setelah beberapa hari kemudian, produksi ASI sedikit dan tidak lancar,sehingga tidak cukup untuk dikonsumsi bayi, serta infeksi. 2. Produksi ASI Berdasarkan pada tabel 2 dari 20 orang yang melakukan perawatan payudara dengan baik ada sebanyak 14 orang (70%) setelah dilakukan perawatan payudara yang baik yang menghasilkan produksi ASI yang baik ada 11 orang (55%) dengan jumlah prosuksi ASI yang dihasilkan yaitu sebanyak 6-12,5cc/jam. Cara pengukuran ASI yang dilakukan adalah yaitu dengan cara menanyakan kepada ibu sudah berapa lama tidak menyusui kemudian dilakukan penyedotan ASI lalu jumlah produksi ASInya dihitung lalu dibagi 24. Produksi ASI adalah proses terjadinya pengeluaran air susu dimulai atau dirangsang oleh isapan mulut bayi padang puting susu ibu. Menyusui yang terbaik bagi ASI mudah dicerna dan memberikan gizi dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan bayi. Air susu ibu membantu melindungi bayi dari berbagai penyakit dan infeksi,membantu mencegah alergi makanan. Produksi air susu tidak bergantung pada ukuran payudara,tidak ada hubungannya dengan volume air susu yang di produksi. Meskipun payudara yang sangat kecil, terutama yang ukurannya tidak berubah selama masa kehamilan hanya memrlukan sejumlah kecil ASI. Pengeluaran ASI apabila bayi disusui maka gerakan menghisapm yang berirama akan menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat pada glandula pituitaria posterior, sehingga keluar hormon oksitosin. 3. Hubungan Perawatan payudara terhadap produksi ASI Berdasarkan tabel 3 distribusi frekuensi hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI, ditemukan hasil bahwa setelah dilakukan perawatan payudara dengan baik sebanyak 14 orang (70%) terdapat 11 orang (55%) menghasilkan produksi ASI yang baik dan 3 orang (15%) tidak menghasilkan produksi ASI yang baik. Sedangkan pada perawatan payudara yang dilakukan tidak baik terhadap 6 orang(30%) tidak menghasilkan produksi ASI yang baik. Perawatan payudara memang berhubungan terhadap produksi ASI, Namun ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan produksi ASI menurut kristiyanasari 2010, yaitu: Makanan, produksi ASI dapat juga mempengaruhi produksi ASI, apabila makanan ibu secara teratur dan cukup mengandung gizi yang diperlukan akan mempengaruhi produksi ASI, hal ini disebabkan karena kelenjar ASI yang tidak bisa bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup dan ketenangan jiwa. Sedangkan menurut Proverawati A (2010) faktorfaktor yang mempengaruhi produksi ASI adalah seperti: Frekuensi penyusuan, berat badan lahir, umur kehamilan, stress, konsumsi rokok, konsumsi alkohol, serta penggunaan pil kontrasepsi. Berkaitan dengan pemberian ASI, salah satu hal yang penting dilakukan dalam upaya persiapan pemberian ASI yaitu melakukan perawatan payudara yang dilakukan pada selama kehamilan trimester ketiga maupun setelah selesai masa persalinan. Selama kehamilan payudara akan membengkak dan daerah sekitar puting warnanya akan lebih gelap. Dengan adanya pembengkakan tersebut, payudara menjadi mudah teriritasi dan mudah luka. Oleh karena itu perlu dilakukan perawatan payudara selama hamil (Saryono, 2009). Akan tetapi pada kenyataannya banyak ibu hamil yang mengabaikan perawatan payudara. Hal ini dikarenakan ibu malas dan belum mengetahui manfaat dari perawatan payudara tersebut (Dedek, 2008). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Dari 20 responden yang sudah melakukan perawatan payudara dengan baik ada 14 orang (70%). 2. Dari 20 responden yang memilki produksi ASI yang baik ada 11 orang (55%). 3. Berdasarkan analisa data statistik dengan uji chi square didapatkan nilai p value 0,001 yang berarti ada hubungan perawatan payudara terhadap produksi ASI. 30

35 Saran 1. Kepada pimpinan RB Tutun Sehati Tanjung Morawa agar lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas dari penyuluhan tentang perawatan payudara kepada ibu hami, agar ibu hamil lebih memahaminya dan melakukannya. 2. Kepada petugas di RB Tutun Sehati Tanjung Morawa agar melaksanakan perawatan payudara mulai dari kehamilan trimester ketiga hingga masa nifas dan memberikan penyuluhan dan penjelasan yang maksimal tentang perawatan payudara sehingga ibu-ibu tahu bagaimana merawat payudara yang baik dan benar demi menjaga kelancaran ASI. 3. Kepada ibu-ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan serta ibu-ibu post partum untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang perawatan payudara dengan rutin serta rajin bertanya khususnya dalam masalah perawatan payudara. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Y, Asuhan Kebidanan Masa Nifas: Jakarta Pustaka: Rihama. Deswani, K, Panduan Praktik Klinik dan Laboratorium Keperawatan Maternitas. Jakarta Salemba: Medika. Kristiyanasari, W, ASI, Menyusui & Sadari. Yogyakarta: Nuha Medika. Marimbi, H, Tumbuh Kembang, Status gizi, dan Imunisasi dasar Pada Balita. Yogyakarta: Nuha Medika. Maryunani, A, Inisiasi Menyusui Dini, ASI eksklusif, dan Manajemen Laktasi. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media. Notoatmodjo, S, Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Proverawati, A, Kapita Selekta ASI dan Menyusui. Yogyakarta: Nuha Medika. Saryono, Perawatan Payudara. Yogyakarta: Nuha Medika. Yuliarti, N, Keajaiban ASI. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Alimul, A, Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta Selatan: Salemba Medika. 31

36 EFEKTIVITAS KUMUR DENGAN SEDUHAN TEH HIJAU DAN LARUTAN LISTERINE TERHADAP OHI-S PADA SISWA/I KELAS VIII BSMP SWASTA CERDAS BANGSA JL. TITI KUNING NAMORAMBE LINK. VISIDOREJO DELITUA TAHUN 2014 Rosdiana T. Simaremare, Hasny, Yetti Lusiani Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan Abstrak Obat kumur saat ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk membantu kita dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Teh hijau dapat membantu meningkatkan kesehatan jaringan pendukung gigi dan membantu mencegah terjadinya debris dan karies gigi. Selain itu, teh hijau terdapat kandungan Katekin (Cateckin) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen yang dapat merusak jaringan gigi ( Ajisaka, 2012). Menurut American Dental Assosiation (ADA) pada tahun 2003, listerine adalah obat yang aman karena efektif untuk mencegah radang gusi dan menghilangkan plak gigi serta efektif membunuh bakteri di mulut sebagai antiseptik. Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah Pre Experimental dengan rancangan One Shot Case Study untuk membandingkan pengaruh berkumur antara seduhan teh hijau dan larutan listerine terhadap OHI-S pada siswa/i Kelas VIII B SMP Swasta Cerdas Bangsa JL. Titi Kuning Namorambe Link. VI Sidorejo Delitua Tahun Berkumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine efektif dalam menurunkan OHI-S, hal ini dapat dilihat dari hasil persentase setelah berkumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine. Setelah berkumur dengan seduhan teh hijau terdapat 13 siswa/i yang mempunyai kategori OHI-S baik (65%), 7 siswa/i yang mempunyai kategori sedang (35%), dan kategori OHI-S buruk tidak ada. Sedangkan persentase setelah berkumur dengan larutan listerine terdapat 18 siswa/i yang mempunyai kategori OHI-S baik (90%), 2 siswa/i yang mempunyai kategori OHI-S sedang (10%), dan kategori OHI-S buruk tidak ada. Maka dapat disimpulkan berkumur dengan menggunakan larutan listerine lebih efektif dbandingkan dengan seduhan teh hijau. Karena larutan listerine lebih efisien dalam penggunaannya tanpa harus membutuhkan waktu yang lama. Kata kunci : Teh Hijau, Listerine PENDAHULUAN Menurut WHO, sehat adalah suatu keadaan sejahtera, sempurna fisik, mental, dan sosial serta tidak hanya terbatas pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja. Adapun menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, sehat adalah suatu keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Bastiansyah, 2008). Kesehatan gigi adalah bagian integral dari kesehatan umum, sehingga perlu bagi kesehatan gigi untuk senantiasa meningkatkan kemampuan sesuai dengan perkembangan kesehatan pada umumnya. Dalam pembangunan kesehatan pemerintah tentunya membutuhkan orang-orang yang dapat memberikan penjelasan mengenai kesehatan gigi kepada masyarakat tentang arti atau cara hidup sehat menurut aturan aturan yang ada dalam bidang kesehatan, terutama kesehatan gigi, contoh dari aturan-aturan tersebut misalnya: cara menggosok gigi yang benar dan efisien, cara pengobatan sederhana, cara penyediaan makanan bergizi seimbang dan bermanfaat bagi kesehatan gigi dan mulut. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga 2004 menyebutkan 39% penduduk Indonesia menderita penyakit gigi dan mulut. Angka tersebut bukan merupakan angka yang dapat diabaikan, karena telah terbukti bahwa penyakit gigi dan mulut dapat secara signifikan mempengaruhi produktivitas masyarakat. Karena itu, perlu dilakukan suatu kampanye yang terus menerus untuk menurunkan angka penderita penyakit gigi dan mulut. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi penduduk yang mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut adalah 23% dan 1,6% penduduk telah kehilangan seluruh gigi aslinya. Dari jumlah yang menerima perawatan, data pengobatan dari tenaga kesehatan adalah 29,6%. Kesehatan gigi dapat mendukung percepatan tujuan Millennium Development Goals ( MDGS ) pada tahun 2015 dengan melakukan upaya UKGM. UKGM adalah suatu usaha kesehatan gigi dan mulut yang dibentuk di masyarakat untuk menunjang derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal. 32

37 Plak adalah suatu lapisan lengket yang merupakan kumpulan dari bakteri. Plak ini akan mengubah karbohidrat atau gula yang berasal dari makanan menjadi asam cukup kuat yang cukup merusak gigi (Rahmadhan, 2010). Plak merupakan salah satu faktor terbentuknya debris dan kalkulus. Debris adalah endapan berwarna putih di sekitar gigi, terdiri dari sisa-sisa makanan dan jaringan mati akibat peradangan. Debris yang tidak dibersihkan dapat berubah menjadi karang gigi. Karang gigi ialah suatu endapan keras yang menempel di permukaan gigi berwarna mulai dari kuning sampai cokelat kehitamhitaman, permukaan kasar, plak yang tidak dibersihkan dan dari endapan bahan-bahan kasar, air ludah, dan serum darah serta sisa makanan. Obat kumur saat ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk membantu kita dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Salah satunya dengan cara berkumur-kumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine. Teh hijau dapat membantu meningkatkan kesehatan jaringan pendukung gigi dan membantu mencegah terjadinya debris dan karies gigi. Dalam Jurnal Of Periodontology, tim peneliti dari Kyushu University di Fukuoka Jepang telah berhasil menganalisis dan mengevaluasi secara komprehensif 940 pasien pria yang berusia antara tahun. Keseluruhan pasien setidaknya masih memiliki 20 gigi dan memiliki penyakit gigi yang lazim ditemukan pada usia tersebut seperti radang gusi dan kerusakan jaringan gigi. Selain itu pada teh hijau terdapat kandungan Katekin (Cateckin) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen yang dapat merusak jaringan gigi ( Ajisaka, 2012). Penggunaan listerine sebagai larutan kumur untuk pembersih mulut saat ini banyak digunakan oleh masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa produk yang menggunakan alkohol seperti Listerine mungkin efektif untuk mencegah kondisi seperti radang gusi, mereka tidak membunuh bakteri di mulut. Bau mulut merupakan hasil senyawa sulfur yang dilepaskan oleh bakteri. Seseorang dengan gigi berlubang atau gusi bengkak memiliki lebih banyak bakteri yang berkembang biak di mulut. Penelitian telah menunjukkan bahwa obat kumur yang memiliki bahan aktif klorin dioksida dan zink efektif menetralisir bau mulut. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin mengetahui bagaimana Efektivitas kumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine terhadap OHI-S pada siswa/i kelas VIII B SMP Swasta Cerdas Bangsa JL. Titi Kuning Namorambe Link. VI Sidorejo Delitua Tahun 2014 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektivitas kumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine terhadap OHI-S pada siswa/i kelas VIII B SMP Swasta Cerdas Bangsa JL. Titi Kuning Namorambe Link. VI Sidorejo Delitua Tahun Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi siswa/i SMP Swasta Cerdas Bangsa. 1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi pihak sekolah dalam merencanakan upaya meningkatkan kesehatan gigi pada siswa/i SMP Swasta Cerdas Bangsa. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain dan sebagai bahan referensi di perpustakaan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Medan Jurusan Keperawatan Gigi Medan. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah Pre Experimental dengan rancangan One Shot Case Study untuk membandingkan pengaruh berkumur antara seduhan teh hijau dan larutan listerine terhadap OHI-S pada siswa/i Kelas VIII B SMP Swasta Cerdas Bangsa JL. Titi Kuning Namorambe Link. VI Sidorejo Delitua Tahun HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Data yang dikumpulkan adalah hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa/i SMP Swasta Cerdas Bangsa. Pengumpulan data dilakukan dengan pemerikasaan langsung ke mulut siswa/i yang menjadi sampel. Setelah seluruh data terkumpul, membuat analisa data dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi untuk masing-masing kelompok sampel. Kemudian dilakukan pengolahan data secara deskriptif. Tabel A.1 Distribusi Frekuensi OHI-S Rata-Rata Sebelum dan Sesudah Berkumur Dengan Seduhan Teh Hijau Pada Siswa/I SMP Swasta Cerdas Bangsa No. Kriteria OHI-S OHI-S Sebelum Berkumur Jumlah OHI-S OHI-S Rata-Rata OHI-S Sesudah Berkumur Jumlah OHI-S Jumlah Siswa Jumlah Siswa OHI-S Rata- Rata 1. Baik 5 3,81 0, ,69 0,89 2. Sedang 9 17,95 1, ,37 1,76 3. Buruk 6 19,06 3, Jumlah 20 40,82 5, ,06 2,65 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari seluruh siswa/i mempunyai kriteria OHI-S buruk dengan OHI-S rata-rata 5,92 sebelum berkumur seduhan teh hijau, namun setelah berkumur dengan seduhan teh hijau ditemukan 13 siswa/i dengan rata-rata 0,89 yang memiliki OHI-S kategori baik, 7 siswa/i dengan rata-rata 1,76 memiliki OHI-S kategori sedang, sedangkan siswa/i yang memiliki kriteria buruk tidak ada. Maka rata-rata OHI-S adalah sebesar 2,65 yang berarti dalam kategori sedang. 33

38 Tabel A.2 Distribusi Frekuensi OHI-S Rata-Rata Sebelum dan Sesudah Berkumur Dengan Larutan Listerine Pada Siswa/I SMP Swasta Cerdas Bangsa No. Kriteria OHI-S Jumlah Siswa OHI-S Sebelum Berkumur Jumlah OHI-S OHI-S Rata-Rata Jumlah Siswa OHI-S Sesudah Berkumur Jumlah OHI-S OHI-S Rata- Rata 1. Baik 9 5,88 0, ,16 0,39 2. Sedang 10 19,42 1,94 2 3,56 1,78 3. Buruk 1 3,6 3, Jumlah 20 28,9 6, ,06 2,17 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari seluruh siswa/i mempunyai kriteria OHI-S buruk dengan OHI-S rata-rata 6,19 sebelum berkumur larutan listerine, namun setelah berkumur dengan larutan listerine ditemukan 18 siswa/i dengan rata-rata 0,39 yang memiliki OHI-S kategori baik, 2 siswa/i dengan rata-rata 1,78 memiliki OHI-S kategori sedang, sedangkan siswa/i yang memiliki kriteria buruk tidak ada. Maka rata-rata OHI-S adalah sebesar 2,17 yang berarti dalam kategori sedang. Tabel A.3 Distribusi Frekuensi OHI-S Rata-Rata Sebelum dan Sesudah Berkumur Dengan Seduhan Teh Hijau Pada Siswa/I SMP Swasta Cerdas Bangsa No. Kriteria Sebelum Berkumur Sesudah Berkumur OHI-S Jumlah Siswa % Jumlah % Siswa 1. Baik Sedang Buruk Jumlah Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebelum berkumur dengan seduhan teh hijau 5 siswa/i (25%) mempunyai kriteria baik, 9 siswa/i (45%) mempunyai kriteria sedang, dan 6 siswa/i (30%) mempunyai kriteria buruk, dan setelah berkumur dengan seduhan teh hijau terdapat 13 siswa/i (65%) memiliki OHI-S dengan kriteria baik, 7 siswa/i (35%) memiliki OHI-S dengan kriteria sedang, dan tidak ditemukan siswa/i (0%) yang memiliki OHI-S dengan kriteria buruk. Tabel A.4 Distribusi Frekuensi OHI-S Rata-Rata Sebelum dan Sesudah Berkumur DenganLarutan Listerine Pada Siswa/I SMP Swasta Cerdas Bangsa No. Kriteria Sebelum Berkumur Sesudah Berkumur OHI-S Jumlah Siswa % Jumlah % Siswa 1. Baik Sedang Buruk Jumlah Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebelum berkumur dengan larutan listerine 9 siswa/i (45%) mempunyai kriteria baik, 10 siswa/i (50%) mempunyai kriteria sedang, dan 1 siswa/i (5%) mempunyai kriteria buruk, dan setelah berkumur dengan larutan listerine terdapat 18 siswa/i (90%) memiliki OHI-S dengan kriteria baik, 2 siswa/i (10%) memiliki OHI-S dengan kriteria sedang, dan tidak ditemukan siswa/i (0%) yang memiliki OHI-S dengan kriteria buruk. Pembahasan Seperti yang diketahui, menurut Ajisaka (2012), teh hijau dapat membantu mengurangi kerusakan gigi. Teh hijau mengandung fluoride yang diperlukan untuk menjaga kesehatan gigi tetap kuat dan sehat. Teh hijau juga mengandung Katekin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen yang dapat merusak jaringan gigi. Menurut American Dental Assosiation (ADA) pada tahun 2003, listerine adalah obat yang aman karena efektif untuk mencegah radang gusi dan menghilangkan plak gigi serta efektif membunuh bakteri di mulut sebagai antiseptik. Dari hasil penelitian yang telah didapat, maka diketahui dari 20 siswa/i memiliki OHI-S buruk dengan OHI-S rata-rata 5,92 sebelum berkumur seduhan teh hijau, setelah berkumur dengan seduhan teh hijau ditemukan 13 siswa/i dengan rata-rata 0,89 yang memiliki OHI-S kategori baik, 7 siswa/i dengan rata-rata 1,76 memiliki OHI-S kategori sedang, dan 0 siswa/i yang memiliki kriteria buruk tidak ada. Rata-rata OHI-S setelah berkumur seduhan teh hijau adalah sebesar 2,65 yang berarti dalam kategori sedang. Dengan demikian dapat diketahui bahwa seduhan teh hijau dapat membantu menurunkan OHI-S karena kandungan katekin efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri di mulut. Sedangkan dari 20 siswa/i sebelum berkumur dengan larutan listerine diketahui bahwa mempunyai kriteria OHI- S buruk dengan OHI-S rata-rata 6,19. Namun, setelah berkumur dengan larutan listerine ditemukan 18 siswa/i dengan rata-rata 0,39 yang memiliki OHI-S kategori baik, 2 siswa/i dengan rata-rata 1,78 memiliki OHI-S kategori sedang, dan 0 siswa/i yang memiliki kriteria buruk tidak ada. Rata-rata OHI-S setelah berkumur larutan listerine adalah sebesar 2,17 yang berarti dalam kategori sedang. Dengan demikian dapat diketahui bahwa larutan listerine efektif untuk mencegah radang gusi dan menghilangkan plak gigi serta efektif membunuh bakteri di mulut sebagai antiseptik. Dengan hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa larutan apa saja dapat digunakan untuk menurunkan angka OHI-S. Hal ini berarti faktor lain yang juga harus diperhatikan yang dapat mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut atau OHI-S adalah lamanya waktu berkumur, cara berkumur, serta banyaknya jumlah larutan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti maka didapatkan kesimpulan bahwa : 1. Kriteria OHI-S sesudah berkumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine yaitu 2,65 dan 2,17 yang berarti dalam kategori sedang. 34

39 2. Berkumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine efektif dalam menurunkan OHI-S, hal ini dapat dilihat dari hasil persentase setelah berkumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine. Setelah berkumur dengan seduhan teh hijau terdapat 13 siswa/i yang mempunyai kategori OHI-S baik (65%), 7 siswa/i yang mempunyai kategori sedang (35%), dan kategori OHI-S buruk tidak ada (0%). Sedangkan persentase setelah berkumur dengan larutan listerine terdapat 18 siswa/i yang mempunyai kategori OHI-S baik (90%), 2 siswa/i yang mempunyai kategori OHI-S sedang (10%), dan kategori OHI-S buruk tidak ada (0%). 3. Ada perbedaan antara berkumur dengan seduhan teh hijau dan larutan listerine terhadap penurunan OHI-S sebesar 0,48. Saran 1. Diharapkan kepada pihak sekolah agar lebih memperhatikan kebersihan gigi dan mulut siswa/i SMP Swasta Cerdas Bangsa. 2. Diharapkan kepada siswa/i SMP Swasta Cerdas Bangsa supaya berkumur agar dapat meningkatkan kebersihan gigi dan mulut, seperti berkumur dengan seduhan teh hijau atau larutan listerine, terutama setelah makan siang yang tidak memungkinkan bagi anak sekolah untuk menyikat gigi. DAFTAR PUSTAKA Ajisaka, Teh KhasiatnyaDasyat, Stomata. Surabaya. Arikunto, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta. Jakarta. Boedihardjo, Pemeliharaan Kesehatan Gigi Keluarga, Airlangga University Press. Surabaya. Bastiansyah E., Panduan Lengkap: Membaca Hasil Tes Kesehatan, Penebar Plus. Jakarta. Herijulianti, E., Tati S. Indriani., Sri A., Pendidikan Kesehatan Gigi, EGC. Jakarta. Kristin Ningrum, E. dan Mey Murti, Dasyatnya Khasiat Herbal untuk Hidup Sehat, Dunia Sehat. Jakarta. Notoatmodjo, S., Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta. Jakarta. Putri H., Eliza H., dan Neneng N, Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras Dan Jaringan Pendukung Gigi, EGC. Jakarta. Rahmadhan, A. G., Serba Serbi Kesehatan Gigi dan Mulut, Bukune.Jakarta. Zaluchu, Praktis Penelitian Kesehatan, Perdana Publishing. Medan.. 35

40 EFEKTIFITAS MENYIKAT GIGI MENGGUNAKAN SIWAK DALAM MENURUNKAN INDEKS PLAK PADA SISWA MTs SWASTA ALWASLIYAH DESA LAMA KECAMATAN PANCUR BATU DELI SERDANG TAHUN 2014 Adriana Hamsar, Cut Aja Nuraskin, Manta Rosma Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan Abstrak Siwak berbentuk batang yang diambil dari akar dan ranting tanaman arak (salvadora persica) yang berdiameter mulai dari 0,1 cm sampai 5 cm. Pohon arak adalah pohon yang kecil seperti belukar dengan batang yang bercabang-cabang, berdiameter lebih dari 1 kaki, jika kulitnya dikelupas berwarna agak keputihan dan memilki jutaan serat, yang berguna membersihkan gigi. Jenis penelitian adalah eksperimen semu (quasi eksperiment) dengan rancangan pre-test dan post-test only group design. Penelitian ini dilakukan pada Siswa/i MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Deli Serdang dengan jumlah populasi 214 orang dengan pengambilan sampel dilakukan secara acak yaitu berjumlah 40 orang. Hasil yang didapat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa menyikat gigi dengan siwak lebih efektif dalam menurunkan Indeks plak dibandingkan dengan sikat gigi biasa. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan penurunan plak indeks, penggunaan siwak penurunannya sebesar sedangkan sikat gigi penurunan plak indeksnya sebesar Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada perbedaan menyikat gigi dengan siwak dan sikat gigi terhadap penurunan indeks plak. Menyikat gigi dengan siwak lebih efektif dari pada sikat gigi. Hal ini menunjukkan bahan tradisional dapat digunakan untuk membersihkan gigi dan mulut. Kata kunci : Siwak, sikat gigi, Indeks Plak PENDAHULUAN Dalam UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Pasal 10 dinyatakan bahwa: Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan pencegahan, pengobatan dan pemulihan yang dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan. Masa anak sekolah merupakan masa untuk meletakkan landasan yang kokoh bagi terwujudnya manusia yang berkualitas dan kesehatan merupakan faktor penting yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan siswa di sekolah, kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu bagian dari kesehatan umum yang mempunyai peran penting dalam fungsi pengunyahan dan kecantikan. Siwak atau Miswak merupakan bagian dari batang akar atau ranting tumbuhan salvadora persica yang kebanyakan tumbuh di daerah Timur Tengah Asia dan Afrika. Siwak berbentuk batang yang diambil dari akar dan ranting tanaman arak (salvadora persica) yang berdiameter mulai dari 0,1 cm sampai 5 cm. Pohon arak adalah pohon yang kecil seperti belukar dengan batang yang bercabang-cabang, berdiameter lebih dari 1 kaki, jika kulitnya dikelupas berwana agak keputihan dan memilki banyak jutaan serat. Akarnya berwarna cokelat dan bagian dalamnya berwarna putih. Aromanya seperti seledri dan rasanya agak pedas. (Bastomi Ali. 2011). Sikat gigi adalah alat untuk membersihkan gigi yang berbentuk sikat kecil dengan pegangan. Pasta gigi biasanya ditambah kesikat gigi sebelum menggosok gigi. Sikat gigi banyak jenisnya, dari yang bulunya halus sampai kasar, bentuknya kecil sampai besar dan berbagai desain pegangan. Kebanyakan dokter gigi menganjurkan penggunaan sikat gigi yang lembut meskipun sikat gigi berbulu lembut kurang efektif membersihkan sela-sela gigi.sikat gigi berbulu keras dapat merusak lapisan enamel dan melukai gusi. (Wikipedia.2007). Menurut para dokter gigi menyikat gigi dilakukan minimal dua kali sehari yaitu pagi sesudah makan malam sebelum tidur. Menyikat gigi juga dianjurkan menggunakan pasta gigi yang membantu membersihkan gigi lebih bersih dan wangi. Akibat dari jarangnya menyikat gigi adalah timbulnya plak gigi yang diakibatkan dari penumpukan kotoran di gigi. Plak gigi juga dapat menyebabkan gigi berlubang yang jika dibiarkan bisa membuat gigi ngilu dan bau napas yang tidak sedap. Survei awal telah dilakukan pemeriksaan terhadap indeks plak di MTs Al-Wasliyah pada siswa/i kelas II menunjukkan bahwa kriteria plak siswa/i tersebut rata-rata dikategorikan buruk. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut rata-rata adalah kurangnya pengetahuan 36

41 siswa/i MTs Al-Wasliyah Pancur Batu tentang kebersihan gigi dan mulut. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan siwak dan sikat gigi dalam menurunkan indeks plak pada siswa MTs Alwasliyah Pancur Batu Medan Tahun Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui Indeks Plak rata-rata sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan siwak pada MTs Alwasliyah Pancur Batu Medan Tahun Untuk mengetahui Indeks Plak rata-rata sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan sikat gigi pada MTs Alwasliyah Pancur Batu Medan Tahun Untuk mengetahui persentase kriteria indeks plak pada MTs Alwasliyah. Manfaat Penelitian 1. Hasil Penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi MTs Alwasliyah Pancur Batu Medan Tahun 2014 tentang Siwak dan sikat gigi 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian lain. Hipotesis 1. Hipotessi Nol (Ho) Tidak ada perbedaan menyikat gigi dengan sikat gigi dan siwak terhadap penurunan indeks plak. 2. Hipotesis Alternatif (Ha) Ada perbedaan menyikat gigi dengan sikat gigi dan siwak terhadap penurunan indeks plak METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment) dengan rancangan pre-test dan post-test only group design untuk melihat keefektifan menyikat gigi dengan sikat gigi dan siwak pada Siswa/i MTs Al- Wasliyaah Pancur Batu Medan, sehingga dapat ditulis dengan rumus: Keterangan : R = Randomization O1 = Observasi 1 perlakuan mengukur indeks plak sebelum menggunakan siwak O2 = Observasi 1 perlakuan mengukur indeks plak sesudah menggunakan siwak O3 = Observasi 1 perlakuan mengukur indeks plak sebelum menggunakan sikat gigi O4 = Observasi 1 perlakuan mengukur indeks plak sesudah menggunakan sikat gigi X1 = perlakuan menggunakan siwak X2 = perlakuan menggunakan sikat gigi Populasi dan sampel Populasi Populasi adalah keseluruhan Siswa/i Kelas II MTs Al-Wasliyah Pancur batu Desa Lama Kecamatan Pancur batu Medan 214 Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah yang berjumlah 40 orang, dibagi menjadi 2 kelompok, masingmasing kelompok terdiri dari 20 orang. Kelompok pertama menggunakan siwak, dan kelompok kedua menggunakan sikat gigi biasa. Jenis dan cara Pengumpulan Data Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan melakukan pemeriksaan langsung pada Siswa/i Kelas II MTs. Al- Wasliyah Pancur batu Desa Lama Kecamatan Pancur batu. Data primer adalah data yang diambil langsung peneliti dari pemeriksaan langsung ke mulut siswa/i yang menjadi sampel dengan mencatat hasil pemeriksaan plak siswa/i. Sedangkan data skunder adalah data yang diperoleh dari pihak sekolah tentang data jumlah siswa/i Kelas II MTs. Al-Wasliyah Pancur Batu Desa Lama Kecamatan Pancur batu. Analisa Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kuantitatif data yang telah dikumpulkan dan dianalisis secara analitik kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan tabel silang 2x3. Analisa data menggunakan Uji Mann-whitney untuk dapat menyimpulkan adanya hubungan 3 (tiga) variabel (independent, dependent dan confounding) bermakna atau tidak untuk mengetahui pengaruh menyikat gigi dengan siwak dan sikat gigi terhadap indeks plak. Hasil Penelitian Data yang dikumpulkan adalah hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa/i kelas II MTs Alwasliayah Pancur Batu Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan pemeriksaan langsung kemulut siswa/i yang menjadi sampel. Setelah seluruh data terkumpul, membuat analisa data dengan membuat tabel distribusi frekuensi untuk masing-masing. Kemudian dilakukan pengolahan data secara statistik yaitu menggunakan uji Man-Whitney. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Siswa-Siswi Kelas II MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Medan Jenis Kelamin Jumlah Persentase Laki-laki Perempuan Total

42 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Rata-Rata Plak Indeks Pada Siswa-Siswi Kelas II MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Medan Jenis Rata-rata Plak Indakes Penggunaan Sebelum Sesudah Siwak Sikat Gigi Tabel 3. Distribusi Frekuensi Persentase Kriteria Plak Indeks Sebelum dan Sesudah Menggunakan Siwak Pada Siswa-Siswi MTs Al Wasliyah Pancur Batu Medan Kriteria Plak Indeks Sesudah Menyikat Sebelum Menyikat Gigi Dengan Gigi Dengan Siwak Siwak N % N % Baik Sedang Buruk Jumlah Tabel 4. Kriteria Plak Indeks Distribusi Frekuensi Persentase Kriteria Plak Indeks Sebelum dan Sesudah Menggunakan Sikat Gigi Pada Siswa-Siswi MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Medan Sebelum Menyikat Gigi Dengan Sikat gigi Sesudah Menyikat Gigi Dengan Sikat gigi N % N % Baik Sedang Buruk Jumlah Tabel 5. Distribusi Frekuensi Persentase Kriteria Plak Indeks Sebelum dan Sesudah menyikat Gigi Pada Siswa-Siswi MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Medan Kriteria Plak Sebelum Menyikat Gigi Sesudah Menyikat Gigi Indeks N % N % Baik Sedang Buruk Jumlah Tabel 6. Distribusi Frekuensi Persentase Perbandingan Penurunan Rata-Rata Plak Indeks Pada Siswa-Siswi MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Medan Rata-rata Plak Indakes Penurunan Plak Sebelum Sesudah indeks Siwak Jenis Penggunaan Persentase % Sikat Gigi Tabel 7. Uji Mann-Whitney INDEKS PLAK AWAL SIWAK SIKAT GIGI AKHIR SIWAK SIKAT GIGI N PEMBAHASAN MEAN RANK Std. deviasi MANN- WHITNE Y U Penelitian ini mengambil sampel 40 siswa/i MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Deli Serdang yang dipilih secara acak untuk seluruh kelas II yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok satu menyikat gigi dengan siwak dan kelompok dua menyikat gigi dengan sikat gigi. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa banyak siswa/i yang memiliki angka indeks plak yang tinggi yang berarti rendahnya tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan cara menjaga kebersihan gigi dan mulut. Setelah dilakukan penelitian dapat dilihat bahwa rata-rata plak indeks pada sampel sebelum menggunakan siwak sebesar 1.90 dan menggunakan sikat gigi sebesar pada sampel sesudah menggunakan siwak sebesar 0.51 dan menggunakan sikat gigi sebesar Dari hasil uji Mann-whitney tidak ada perbedaan pengaruh menyikat gigi dengan siwak dan sikat gigi dalam menurunkan indeks plak, jadi Hipotesis tidak ditolak, akan tetapi siwak lebih efektif dalam menghilangkan indeks plak melihat perhitungan yang didapat penurunan plak indeks pada siwak sebesar 1.39 sedangkan sikat gigi sebesar Sikat gigi lebih banyak dan mudah ditemukan di pasaran dibandingkan dengan siwak. Sikat gigi biasa bervariasi dan harganya relatif murah dan kebanyakan orang yang menggunakan sikat gigi biasa. Siwak biasanya digunakan oleh bangsa Arab dan orang-orang yang beragama Muslim, karena selain pembersih gigi siwak juga sebagai sunnah Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Bukhori dan Muslim. Menurut laporan Lewis (1982), siwak sangat efektif sebagai alat pembersih mulut, ditemukan sejumlah besar klorida, flour,trimetilamin dan resin. Kemudian dari hasil penelitian Farooqi dan Srivastava (1990) ditemukan silika, sulfur dan vitamin c. Kandungan tersebut sangat bermanfaat bagi kesehatan gigi dan mulut dimana trimetilamin dan vitamin c membantu penyembuhan dan perbaikan jaringan gusi. Klorida bermanfaat menghilangkan noda pada gigi, sedangkan silika dapat bereaksi sebagai penggosok, kemudian keberadaan sulfur dikenal dengan rasa hangat dan bau yang khas. Penggunaan siwak dan sikat gigi bila digunakan dengan teknik yang benar, maka kedua-duanya dapat digunakan untuk membersihkan plak dengan efektif. Banyak orang tidak menggunakan siwak dikarenakan bau dan rasanya yang khas dan juga sebagian besar tidak mengerti dan tidak mengetahui manfaat siwak, oleh sebab p 38

43 itu banyak orang lebih memilih menggunakan sikat gigi biasa. SIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti maka didapatkan kesimpulan bahwa : 1. Plak Indeks pada sampel sebelum menyikat gigi dengan menggunakan siwak sebesar 38.1 dengan rata-rata 1.90 dan sesudah menyikat gigi dengan menggunakan siwak sebesar 10.3 dengan rata-rata Plak Indeks pada sampel sebelum menyikat gigi dengan menggunakan sikat gigi sebesar 37.1 dengan rata-rata 1.95 dan sesudah menyikat gigi dengan menggunakan sikat gigi sebesar 12.2 dengan rata-rata Persentase kriteria plak indeks sebelum menyikat dengan kriteria baik didapat 5 orang siswa dengan persentase 12.5%, 13 orang siswa dengan kriteria sedang 32.5%, 22 orang siswa dengan kriteria buruk 55%. Dan sesudah menyikat gigi dengan kriteria baik didapat 32 orang siswa dengan persentase 80%, 8 orang siswa dengan kriteria sedang 20%, tidak ada siswa dengan kriteria buruk 0%. 4. Siwak lebih efektif dalam menghilangkan plak dibandingkan dengan sikat gigi biasa. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan penurunan plak indeks setelah melakukan penggunaan siwak lebih besar penurunannya sebesar sedangkan penurunan plak indeks sebesar SARAN Dengan selesainya penelitian ini, diharapkan : 1. Kepada siswa/i MTs Al-Wasliyah Pancur Batu Medan supaya menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. 2. Kepada orang tua dan guru murid agar memberikan perhatian lebih dan mendidik anak dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut serta meningkatkan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut melalui program UKGS. 3. Untuk tetap menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan cara menyikat gigi minimal 2x sehari, pagi setelah makan dan malam sebelum tidur serta perhatikan juga teknik, frekuensi dan waktu menyikat gigi. 4. Penelitian ini dapat memotivasi kita semua dalam menggunakan siwak dan sikat gigi dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. 5. Kepada peneliti yang lain untuk lebih dalam mengkaji ilmu tentang siwak dan sikat gigi dalam penelitian selanjutnya DAFTAR PUSTAKA Admin, Gusi merah. < Bastomi A., Selalu belajar untuk bersabar. < Depkes, Pedoman Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Ibu Hamil, Ibu Menyusui, Balita dan Anak Prasekolah Secara Terpadu di RS dan Puskesmas. Jakarta. Margareta., Tips Dan terapi alami agar Gigi Putih dan Sehat. Yogyakarta: pustaka cerdas. Notoatmodjo., Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Pintauli., Hamada., Menuju Gigi dan Mulut Sehat Pencegahan dan Pemeliharaan. USU press Medan. Panjaitan M, Ilmu Pencegahan Karies Gigi. Sumatera Utara : IKJ press. Prama PoolExpert, Khasiat Penting Menyikat Gigi dengan Siwak atau Miswak. < khasiat-penting-menyikat-gigi-dengan.html]. Roeslan, B.O., Imunologi Oral Kelainan di dalam Rongga Mulut. FKUI. Jakarta. Salma A, Keajaiban Dalam Sunnah Nabi. < Sofyan Ali, Keutamaan Menggunakan Siwak Dibanding Sikat Gigi. <mujahiddin- Salma A, Keajaiban Dalam Sunnah Nabi. < Wikipedia, Siwak. < Wikipedia, Sikat Gigi. < Wikipedia, Siwak. < Wikipedia, Sikat Gigi. < 39

44 SKRINING FITOKIMIA DAN UJI KEMAMPUAN SEBAGAI ANTIOKSIDAN DARI DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava. L) Tri Bintarti Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Medan Abstrak Radikal bebas merupakan molekul yang mempunyai elektron bebas, sangat mengganggu kesehatan. Salah satu upaya penanggulangannya dengan antioksidan. Berbagai antioksidan sintetis telah digunakan misalnya butilhidroksi toluen dan butilhidroksi anisol, namun menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan. Secara alamiah di dalam tubuh terdapat antioksidan yaitu superoksida dismutase, glutatin dan katalase, tetapi tergantung pada asupan makanan terutama mengandung fenolik dan flavonoid. Secara trdisional daun jambu biji digunakan untuk mengobati diare, disentri, menurunkan kolesterol, haid tidak teratur, luka, dan sariawan. Dilihat dari berbagai khasiat ini kemungkinan daun jambu biji mengandung senyawa kimia yang berpotensial sebagai antioksidan, terutama senyawa fenolik, maka penulis menguji kemampuan daun jambu biji sebagai antioksidan. Daun jambu biji disiapkan menjadi ekstrak etanol, difraksinasi dengan n-heksan, etil asetat dan air, dilakukan skrining fitokimia terhadap ekstrak etanol dan masing-masing fraksi. Pengujian antioksidan dilakukan dengan metode Radical Scavenger menggunakan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl. Hasil pengujian menunjukkan ekstrak etanol mengandung alkaloid, tannin, flavonoi, steroid, saponin, dan glikosida. fraksi n-heksan mengandung alkaloid dan glikosida. fraksi etil asetat mengandung tanin. fraksi air mengandung tannin dan glikosida. Sebagai antioksidan ekstrak etanol dan fraksi air berkategori kuat dengan IC 50 etanol =42,06 g/ml, fraksi air = 49,41 g/ml, fraksi n-heksan dan etil asetat berkategori sedang dengan IC 50 fraksi n-heksan = 58,15 g/ml, fraksi etil asetat =51,60 g/ml. Kata kunci: Daun jambu biji, antioksidan, Radical Scavenger, 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl 1. PENDAHULUAN Di berbagai media massa, telah banyak diungkapkan bahaya-bahaya yang timbul akibat asupan makanan dan lingkungan yang tidak sehat karena adanya pembentukan radikal bebas. Hal ini terutama dialami oleh masyarakat di perkotaan yang mempunyai banyak kesibukan cenderung memilih makanan instant yang mudah persiapannya banyak mengandung bahan tambahan makanan yang mengandung radikal bebas, dan polusi udara yang juga mengandung radikal bebas (Safitri, 2002). Radikal bebas merupakan suatu molekul, atom, atau grup beberapa atom yang memiliki elektron yang tidak berpasangan akan menarik elektron dari senyawa lain di sekitarnya, misalnya dari protein, lipid, karbohidrat, dan DNA (deoxyribo nucleat acid), yaitu senyawa yang terdapat dalam inti sel, sehingga sel-sel ini akan mengalami kerusakan yang akhirnya akan menyebabkan berbagai macam penyakit, di antaranya penyakit kanker, katarak, diabetes mellitus, ginjal, asma, gangguan paru, hati dan radang usus (Kumalaningsih, 2006). Salah satu upaya penaggulangan bahaya radikal bebas adalah dengan cara pemberian antioksidan. Antioksidan merupakan suatu atom, molekul, atau senyawa kimia yang dapat memberikan elektron kepada molekul radikal bebas sehingga memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas, sehingga menghambat laju reaksi oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif lalu membentuk suatu senyawa tidak reaktif dan relatif stabil (Sofia, 2005). Senyawa antioksidan sintesis yang cukup dikenal adalah butilhidroksitoluen (BHT) dan butilhidroksianisol (BHA). Kedua senyawa antioksidan ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan dan minuman. Namun, beberapa hasil penelitian telah membuktikan bahwa ke dua antioksidan tersebut mempunyai efek samping yang tidak diinginkan, yaitu berpotensi sebagai karsinogenik terhadap reproduksi dan metabolisme. Berdasarkan uji toksisitas akut dan kronik pada hewan percobaan, pemakaian zat antioksidan ini maksimal dalam campuran makanan adalah 200 ppm (Hernani, 2004). Secara alamiah di dalam tubuh kita terdapat senyawa bersifat antioksidan yang berperan aktif dalam menanggulangi masalah radikal bebas yaitu adanya enzim superoksida dismutase atau SOD, glutatin dan katalase dapat melindungi sel-sel dari serangan radikal bebas. Namun hal ini tergantung pada pola hidup dan pola makan atau asupan makanan yang banyak mengandung vitamin C, vitamin E, senyawa betakaroten, fenolik dan flavonoid. Tumbuh-tumbuhan merupakan sumber utama antioksidan karena di dalam daun, bunga, buah, biji-bijian banyak mengandung senyawa kimia yang mempunyai aktifitas sebaga antioksidan yaitu tokoferol, asam askorbat, karotenid, senyawa polifenol dan flavonoid. (Anonim, 2001), contohnya adalah daun jambu biji (Psidium guajava L.) karena secara tradisional telah terbukti dapat mengobati 40

45 berbagai penyakit yaitu diare akut dan kronis, disentri, perut kembung pada bayi dan anak, kadar kolesterol darah meninggi, haid tidak teratur, sering buang air kecil (anyang-anyangan), luka, dan sariawan. Dilihat dari berbagai khasiat ini besar kemungkinan daun jambu biji mengandung berbagai bahan kimia terutama yang mempunyai gugus fenolik yang sangat berpotensial sebagai antioksidan (Dalimartha 2006). Sebuah metode yang cepat, sederhana dan mudah untuk mengukur aktifitas antioksidan adalah dengan metode peredaman radikal bebas (Radical Scavenger) menggunakan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) sebagai radikal bebas. Metode ini telah digunakan luas untuk menguji kemampuan sebagai antioksidan dari suatu senyawa atau komponen dari berbagai sampel berbentuk padat atau cair (Darmawan, 2004). Berdasarkan hal di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan skrining fitokimia dan pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol dan fraksi n-heksan, etil asetat, dan air dari daun jambu biji (Psidium guajava L.). Pengujian antioksidan dilakukan dengan metode peredaman radikal bebas (Radical Scavenger) menggunakan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antioksidan Jika di suatu tempat terjadi reaksi oksidasi dan reaksi tersebut menghasilkan hasil samping berupa radikal bebas, selanjutnya radikal bebas yang terbentuk ini akan menyerang molekul-molekul lain di sekitarnya. Hasil reaksi ini akan dapat menghasilkan radikal bebas lain yang siap menyerang molekul yang lainnya lagi. Akhirnya akan terbentuk reaksi berantai yang sangat membahayakan. Tetapi bila terdapat antioksidan, radikal bebas akan segera bereaksi dengan antioksidan membentuk molekul yang stabil dan reaksinya terhenti. Setiap sel mempunyai sistem defensif antioksidan enzimatis berupa perangkat yang dapat menagkal radikal bebas secara alami seperti glutation perokside (GSH.Prx), ubikuinol, katalase, superokside dismutase (SOD), hydroperokside dan lain sebagainya. Enzim SOD akan menjinakkan senyawa oksigen reaktif seperti superokside anion (O-2) akan merubah radikal menjadi H2O2, selanjutnya GSH.Prx mengubahnya menjadi air (H2O) dan dikeluarkan dari tubuh. Namun dengan meningkatnya usia terjadilah penurunan enzim ini dalam tubuh sehinga radikal bebas tidak sepenuhnya dapat dimusnahkan, apalagi dengan banyaknya pemasukan radikal bebas dari luar tubuh, semakin sulit tubuh menghancurkan radikal bebas ini. Selain jenis antioksidan enzimatis, juga dikenal jenis antioksidan non enzimatis. Jenis ini dapat berupa golongan vitamin seperti vitamin C, A, dan E, golongan mineral seperti selenium dan seng serta golongan senyawa senyawa fenolik, flavonoid dan karotenoid (betakaroten, likopen, lutein) dan yang khusus dari hewan yaitu astaxanthin. (Saurisari, 2006). Antioksidan sintetik yaitu yang dibuat dari bahan-bahan kimia secara sintetis, antara lain: butyl hidroksi anisol (BHA), butyl hidroksi toluene (BHT), terbutil hidroksi quinon (TBHQ), propil galat (PG) dan nordihidroguairatic acid (NDGA) Penentuan aktifitas antioksidan Bermacam-macam metode telah digunakan untuk memantau dan membandingkan aktifitas antioksidan pada makanan. Pada beberapa tahun belakangan ini, pengujian absorbansi oksigen radikal telah digunakan untuk mengevaluasi aktifitas antioksidan pada makanan, serum dan cairan biologi lain. Metode analisa ini mengukur aktifitas dari antioksidan dalam melawan radikal bebas seperti 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) radikal, anion superoksida radikal (O2), hidroksiradikal (OH) atau peroksiradikal (ROO). (Darmawan, 2004). Sebuah metode yang cepat, sederhana dan mudah untuk mengukur kapasitas antioksidan dari makanan menggunakan radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). DPPH berwarna ungu menyerap kuat pada panjang gelombang 515 nm. digunakan luas untuk menguji kemampuan aktifitas antioksidan dari makanan, dapat digunakan untuk sampel padat atau cair (Darmawan, 2004). 2.2 Radikal Bebas Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil. Ketidakstabilan ini disebabkan karena atom tersebut memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Atom tersebut berusaha untuk memiliki pasangan elektron, sehingga sifatnya sangat reaktif. Atom ini cenderung mencari partikel dari molekul lain dan kemudian membuat senyawa baru yan tidak normal. Partikel atau elektron yang dijadikan pasangan baru itu bisa diambil dari DNA, membran/selaput sel, membran lisosom (bagian sel yang mengandung enzim hidrolitik), mitokondria (tempat produksi energi sel), enzim-enzim, lemak, protein serta komponen jaringan lain (Kosasih, 2005). Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan berlangsung sepanjang hidup. Inilah peyebab utama dari proses penuaan sel dan berbagai penyakit degenerative seperti strok, asma, gangguan paru, hati, ginjal, diabetes militus, radang usus, penyumbatan kronis pembuluh darah jantung (jantung koroner), nerogeneratif seperti parkinson dan dementia/pikun, bahkan radikal bebas dapat juga menyebabkan AIDS. Radikal bebas yang sangat berbahaya antara lain adalah golongan hidroksil (OH), superoksida (O2), nitrogen monoksida peroksida (NO) dan peroksil (RO2). Sedangkan golongan yang bukan radikal tetapi dengan mudah dapat menjurus ke reaksi-reaksi radikal bebas antara lain adalah peroksinitrit (ONOO), asam hipoklorit (HOCl) dan hidrogenperoksida (H2O2) (Silalahi, 2006). Radikal bebas bisa berasal dari dalam tubuh kita sendiri maupun lingkungan. Di dalam tubuh, setiap proses sel normal yang melibatkan oksigen misalnya pernafasan atau pencernaan akan menghasilkan radikal bebas, maka radikal bebas dapat berasal dari endogen maupun eksogen yang terjadi melalui sederetan mekanisme reaksi, yaitu pertama pembentukan awal radikal bebas (inisiasi), lalu 41

46 perambatan atau terbentuknya radikal baru (propagasi) dan tahap terakhir (terminasi) adalah pemusnahan atau pengubahan menjadi senyawa stabil dan tak reaktif (Saurisari, 2006). Radikal bebas ini dapat diatasi dengan cara mencegah masukknya radikal bebas ke dalam tubuh misalnya menghindari paparan dengan sinar UVB berlebihan yaitu menggunakan tabir surya, mengatur pola makan yang baik (tidak berlebihan), menghindari komsumsi bahan tambahan makanan seperti bahan pengawet, pewarna, pemanis buatan, menghindari dari stres, rokok, minum beralkohol, polusi udara dan juga menjaga agar tidak melakukan olahraga berlebihan. Disamping itu dengan menggunakan antioksidan (Kosasih, 2005). 3. METODE PENELITIAN 3.1 Bahan bahan dan Alat-alat Bahan bahan Bahan kimia yang digunakan berkualitas proanalisa (p.a) kecuali dinyatakan lain adalah produksi E- Merck yaitu : asam sulfat pekat, asam klorida pekat, etil asetat, besi (III) klorida, metanol, natrium hidroksida, serbuk magnesium, serbuk seng, netanol, n-heksana, etil asetat, dan berkualitas pro analisa produksi Sigma: 1.1- diphenyl-2-pycrylhydrazyl (DPPH), air suling (Laboratorium Kesehatan Daerah Medan) Alat-alat Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas laboratorium, blender (National), freeze dryer (Modulyo, Edward, serial No.398), neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Vibra), spektrofotometer visibel (Shimadzu). 3.2 Tahapan kerja : Tahapan kerja yang dilakukan : pengumpulan, dan pengolahan sampel, pembuatan ekstrak dengan cara perkolasi diikuti dengan fraksinasi menggunakan n-heksan + air dan etil asetat, identifikasi senyawa kimia golongan alkaloid, flavanoid, glikosida, tannin, saponin, steroid/triterpenoid dari ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi rtil asetat, dan fraksi air, serta pengujian aktifitas antioksidan dengan metode Radical Scavenger, 3.3 Pengujian Aktifitas Antioksidan Penetapan panjang gelombang Disiapkan larutan konsentrasi 40 µg/ml, lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang nm, sehingga diperoleh absorbansi maksimum sebagai panjang gelombang Pengukuran absorbansi DPPH tanpa sampel (blanko) Larutan DPPH konsentrasi 40 µg/ml, diukur absorbansinya dengan spektrofotometer visible pada panjang gelombang 516 nm dengan selang waktu 5 menit sampai 30 menit sehingga diperoleh berbagai harga absorbansi Pengukuran absorbansi DPPH setelah penambahan sampel Disiapkan larutan uji (ekstrak etanol daun jambu biji dan hasil fraksinya dengan berbagai bahan penyari) masing-masing konsentrasi 4 µg/ml, 8 µg/ml, 12 µg/ml dan 16 µg/ml di labu tentukur 25 ml. ditambahkan 4 ml larutan DPPH (1.1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) 40 µg/ml, lalu volumenya dicukupkan dengan metanol hingga garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer visible pada panjang gelombang 516 nm mulai dari 5 menit setelah penambahan DPPH dengan interval waktu 5 menit sampai 30 menit. Kemampuan bahan uji sebagai antioksidan dihitung berdasakan penurunan serapan larutan DPPH akibat adanya penambahan bahan uji. Nilai serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan bahan uji dihitung sebagi persen inhibisi (% inhibisi) dengan rumus sebagai A A kontrol sampel berikut : % inhibisi = 100 A kontrol Keterangan : A kontrol = Absorbansi DPPH tidak mengandung sampel. A sampel = Absorbansi DPPH mengandung sampel. Selanjutnya dilakukan perhitungan persamaan garis regresi dengan konsentrasi sampel (µg/ml) sebagai absis (sumbu X) dan nilai inhibisi sebagai ordinatnya (sumbu Y). selanjutnya kemampuan bahan uji sebagai antioksidan dengan diperhitungkan dengan harga Inhibitor Concentration 50% (IC50) menggunakan rumus : 50 = ax + b Keterangan : a = Absortifitas b = Tebal kuvet x = Konsentrasi 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Hasil Skrining fitokimia ditunjukkan pada Tabel 1: Tabel 1 : Hasil skrining fitokimia kimia Alkaloi Steroida/ Tanin Flavonoi Saponin Glikosi da da Triterpenoid da 1 Daun segar (+) (+) (+) (+) (+) (+) 2 Simplisia kering (+) (+) (+) (+) (+) (+) 3 Ekstrak Etanol (+) (+) (+) (+) (+) (+) 4 Fraksin-Heksan (+) (-) (-) (+) (-) (+) 5 Fraksi Etil Asetat (+) (+) (-) (+) (-) (-) 6 Fraksi Air (-) (+) (-) (-) (-) (+) 4.2 Hasil Uji Aktifitas Antioksidan Hasil pengukuran absorbansi rata-rata dari ekstrak etanol dan fraksinasi dengan berbagai penyari daun jambu biji ditunjukkan pada Tabel 2 dan Gambar 1: 42

47 Tabel 2. Absorbansi dari ekstrak etanol dan berbagai fraksi daun jambu biji Konsentrasi No Ekstrak/ Absorbansi blanko dan bahan uji dengan berbagai konsentrasi fraksi ( g/ml) 5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 25 menit 30 menit Blanko Ekstrak etanol Fraksi n-heksan Fraksi etil asetat Fraksi air PEMBAHASAN Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol, mengandung alkaloid, tannin, flavonoida, steroida, saponin, dan glikosida, berarti sangat berpotensial sebagai antioksidan Fraksi n-heksan tidak positif adanya tanin dan flvonoid, namun masih ada kemungkinan mempunyai aktifitas sebagai antioksidan karena kemungkinan pada golongan alkaloid dan glikosida mempunyai gugus fenol walaupun tidak sebesar senyawa polifenol seperti tannin dan flavonoid. Fraksi etil asetat, dan fraksi air mengandung senyawa tanin, yang berpotensial sebagai antioksidan, selain itu pada fraksi air terlihat adanya glikosida, juga kemungkinan mempunyai aktifitas antioksidan Tabel 2 dan Gambar1 menunjukkan terjadinya penurunan absorbansi dari DPPH yang telah ditambah bahan uji, semakin besar konsentrasi bahan uji yang ditambahkan dan semakin lama waktu waktu pengukuran, penurunan absorbansi-nya semakin besar, sedangkan pada DPPH sendiri tanpa penambahan bahan uji sampai 30 menit pengukuran absorbansi-nya semakin bertambah, terlihat perbedaan laju penurunan absorbansi pada setiap bahan uji. Ini dapat dihubungkan dengan hasil pengujian skrining fitokimia terdapat perbedaan golongan senyawa yang terkandung di dalam masing-masing ekstrak dan fraksi, walaupun secara pasti jenis senyawa kimia apa saja yang mempunyai aktifitas sebagai antioksidan yang terkaandung di dalam daun jambu biji ini belum diketahui secara pasti. Selanjutnya untuk mengetahui berapa besar kemampuan aktifitas dari setiap bahan uji sebagai antioksidan dapat dilakukan dengan perhitungan harga IC- 50 Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 2. Tabel 3. Persen inhibisi dan hasil perhitungan harga IC50 Konsen Persen inhibisi dari bahan uji dengan berbagai konsentrasi trasi Ekstrak/ fraksi Ekstrak etanol ( g/ml) 5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 25 menit 30 menit IC 50 42,06 Fraksi ,15 n-heksan Fraksi ,60 etil asetat Fraksi air ,41 Gambar1. Grafik Absorbansi ekstrak etanol, n-heksana, etil asetat, dan air daun jambu biji. Gambar 2. Histogram harga IC 50 dari ekstrak etanol dan berbagai fraksi daun jambu biji 43

PENGARUH SENAM NIFAS TERHADAP INVOLUSI UTERUS PADA IBU POST PARTUM PRIMIPARA PERVAGINAM DI KLINIK BERSALIN TUTUN SEHATI TANJUNG MORAWA TAHUN 2013

PENGARUH SENAM NIFAS TERHADAP INVOLUSI UTERUS PADA IBU POST PARTUM PRIMIPARA PERVAGINAM DI KLINIK BERSALIN TUTUN SEHATI TANJUNG MORAWA TAHUN 2013 PENGARUH SENAM NIFAS TERHADAP INVOLUSI UTERUS PADA IBU POST PARTUM PRIMIPARA PERVAGINAM DI KLINIK BERSALIN TUTUN SEHATI TANJUNG MORAWA TAHUN 013 Nurlama Siregar Jurusan Keperawatan Medan ` Abstrak Senam

Lebih terperinci

PERILAKU REMAJA DALAM HAL PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA PUBERTAS DI SMP YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN TAHUN 2013

PERILAKU REMAJA DALAM HAL PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA PUBERTAS DI SMP YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN TAHUN 2013 PERILAKU REMAJA DALAM HAL PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA PUBERTAS DI SMP YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN TAHUN 2013 Dina Indarsita 1, Mariaty S 2, Ravina Primursanti 1 1 Jurusan Keperawatan

Lebih terperinci

Skrining Fitokimia dan Uji Kemampuan Sebagai Antioksidan dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava. L) Tri Bintarti

Skrining Fitokimia dan Uji Kemampuan Sebagai Antioksidan dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava. L) Tri Bintarti ISSN 1907-3046 Volume 9, Nomor 1 Mei - Agustus 2014 Pengaruh Senam Nifas Terhadap Involusi Uterus pada Ibu Post Partum Primipara Pervaginam di Klinik Bersalin Tutun Sehati Tanjung Morawa Tahun 2013 Nurlama

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ANTARA SENAM NIFAS VERSI A DAN SENAM NIFAS VERSI N TERHADAP KELANCARAN INVOLUSIO UTERI DI PUSKESMAS BINUANG TAHUN

EFEKTIVITAS ANTARA SENAM NIFAS VERSI A DAN SENAM NIFAS VERSI N TERHADAP KELANCARAN INVOLUSIO UTERI DI PUSKESMAS BINUANG TAHUN EFEKTIVITAS ANTARA SENAM NIFAS VERSI A DAN SENAM NIFAS VERSI N TERHADAP KELANCARAN INVOLUSIO UTERI DI PUSKESMAS BINUANG TAHUN 2017 (Lina Fitriani,S.ST.,M.Keb) Salah satu komplikasi nifas adalah proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya

BAB I PENDAHULUAN. mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa, di mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas, dan terjadi

Lebih terperinci

Jujuren Br. Sitepu Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan Jurusan Keperwatan Gigi. Abstrak

Jujuren Br. Sitepu Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan Jurusan Keperwatan Gigi. Abstrak PERBEDAAN MOTIVASI UNTUK MELAKUKAN SENAM NIFAS PADA IBU POSTPARTUM YANG DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN YANG TIDAK DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT BINA KASIH MEDAN Jujuren Br. Sitepu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa nifas (pueperium) adalah masa pulih kembali, setelah dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti saat sebelum hamil. Lama masa nifas yaitu

Lebih terperinci

PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU POST PARTUM SPONTAN DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU POST PARTUM SPONTAN DI RSUD TUGUREJO SEMARANG PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU POST PARTUM SPONTAN DI RSUD TUGUREJO SEMARANG Rista Apriana 1, Priharyanti Wulandari 2, Novita Putri Aristika 3 Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melihat derajat kesehatan perempuan. Salah satu target yang ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. melihat derajat kesehatan perempuan. Salah satu target yang ditentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Salah satu target yang ditentukan dalam tujuan ke-5 pembangunan

Lebih terperinci

PROFIL UMUR DAN PEKERJAAN IBU BERSALIN SECTIO CAESAREA YANG MEMPUNYAI RIWAYAT SECTIO CAESAREA

PROFIL UMUR DAN PEKERJAAN IBU BERSALIN SECTIO CAESAREA YANG MEMPUNYAI RIWAYAT SECTIO CAESAREA PROFIL UMUR DAN PEKERJAAN IBU BERSALIN SECTIO CAESAREA YANG MEMPUNYAI RIWAYAT SECTIO CAESAREA Sri Hartatik*, Henny Juaria* *Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no.110 Surabaya Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seksio sesarea merupakan suatu teknik kelahiran perabdomen karena tidak dapat bersalin secara normal, sehingga dilakukan insisi di dinding abdomen (laparotomi) dan dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009). Proses pemulihan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009). Proses pemulihan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil

Lebih terperinci

HUBUNGAN SENAM NIFAS DENGAN PROSES INVOLUSIO UTERI DI DESA CANDIREJO

HUBUNGAN SENAM NIFAS DENGAN PROSES INVOLUSIO UTERI DI DESA CANDIREJO HUBUNGAN SENAM NIFAS DENGAN PROSES INVOLUSIO UTERI DI DESA CANDIREJO Ari Andayani 1), Widayati 2), Risma Aliviani 3) 1) Fakulta Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo Email: arianday83@yahoo.co.id 2) Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kembalinya organ reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Wanita

BAB I PENDAHULUAN. dan kembalinya organ reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Wanita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode post partum merupakan masa lahirnya plasenta, selaput janin, dan kembalinya organ reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Wanita yang hamil akan

Lebih terperinci

PERILAKU REMAJA AWAL DALAM HAL PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA PUBERTAS DI SMP YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN TAHUN 2013

PERILAKU REMAJA AWAL DALAM HAL PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA PUBERTAS DI SMP YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN TAHUN 2013 PERILAKU REMAJA AWAL DALAM HAL PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA PUBERTAS DI SMP YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN TAHUN 2013 RAVINA PRIMURSANTI 125102042 PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kematian maternal merupakan prioritas utama dalam Millennium. Development Goals (MDG s). Kematian maternal menjadi indikator

BAB I PENDAHULUAN. Kematian maternal merupakan prioritas utama dalam Millennium. Development Goals (MDG s). Kematian maternal menjadi indikator 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kematian maternal merupakan prioritas utama dalam Millennium Development Goals (MDG s). Kematian maternal menjadi indikator keberhasilan terhadap pencapaian tujuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN INVOLUSIO UTERUS PADA IBU NIFAS DI RSUD DR. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN INVOLUSIO UTERUS PADA IBU NIFAS DI RSUD DR. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN INVOLUSIO UTERUS PADA IBU NIFAS DI RSUD DR. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN Rini Purnamasari *, Sarkiah 1, Nordiansyah Firahmi 2 1 AKBID Sari Mulia Banjarmasin 2 Universitas

Lebih terperinci

HUBUNGAN SENAM HAMIL TERHADAP LAMANYA PROSES PERSALINAN PADA IBU BERSALIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYAT KLATEN

HUBUNGAN SENAM HAMIL TERHADAP LAMANYA PROSES PERSALINAN PADA IBU BERSALIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYAT KLATEN HUBUNGAN SENAM HAMIL TERHADAP LAMANYA PROSES PERSALINAN PADA IBU BERSALIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYAT KLATEN Nur Aini Rahmawati 1), Sutaryono 2), Sri Lestari 3) STIKES Muhammadiyah Klaten ABSTRAK

Lebih terperinci

Volume 3 No. 1 Maret 2012 ISSN :

Volume 3 No. 1 Maret 2012 ISSN : HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TM III TENTANG PERSIAPAN PERSALINAN DENGAN PROGRAM JAMPERSAL DI BPM SRI HANDAYANI WELAHAN JEPARA Ummi Haniek 1 INTISARI Salah satu di antara beberapa penyebab terlambatnya

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP

BAB III KERANGKA KONSEP BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep Kerangka konseptual adalah kerangka hubungan antar variabel yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoadmojo, 2003, hlm.69).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian sebagai berikut : A. Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA POST PARTUM DI RUMAH SAKIT UMUM dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA POST PARTUM DI RUMAH SAKIT UMUM dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA POST PARTUM DI RUMAH SAKIT UMUM dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH Desi Liana Mahasiswi Pada STIKes U Budiyah Banda Aceh D-III Kebidanan ABSTRAK

Lebih terperinci

PERANAN MOBILISASI DINI TERHADAP PROSES INVOLUSI PADA IBU POST PARTUM (Studi di Polindes Rabiyan Puskesmas Bunten Barat Kabupaten Sampang)

PERANAN MOBILISASI DINI TERHADAP PROSES INVOLUSI PADA IBU POST PARTUM (Studi di Polindes Rabiyan Puskesmas Bunten Barat Kabupaten Sampang) PERANAN MOBILISASI DINI TERHADAP PROSES INVOLUSI PADA IBU POST PARTUM (Studi di Polindes Rabiyan Puskesmas Bunten Barat Kabupaten Sampang) Esyuananik, Anis Nur Laili Prodi Kebidanan, Jurusan Kebidanan

Lebih terperinci

PENGARUH SENAM NIFAS TERHADAP INVOLUSIO UTERI HARI KETIGA PADA IBU POSTPARTUM DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI BENIS JAYANTO NGENTAK, KUJON, CEPER, KLATEN

PENGARUH SENAM NIFAS TERHADAP INVOLUSIO UTERI HARI KETIGA PADA IBU POSTPARTUM DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI BENIS JAYANTO NGENTAK, KUJON, CEPER, KLATEN PENGARUH SENAM NIFAS TERHADAP INVOLUSIO UTERI HARI KETIGA PADA IBU POSTPARTUM DI BIDAN PRAKTEK MANDIRI BENIS JAYANTO NGENTAK, KUJON, CEPER, KLATEN Anna Uswatun Qoyyimah ABSTRAK Latar Belakang, hasil (Edmond

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Tinggi Fundus Uteri Awal pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok

BAB V PEMBAHASAN. A. Tinggi Fundus Uteri Awal pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok BAB V PEMBAHASAN A. Tinggi Fundus Uteri Awal pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa rerata tinggi fundus uteri awal pada kelompok eksperimen sebesar 14,47

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN PRIMIPARA TENTANG PERDARAHAN POST PARTUM Sri Sat Titi Hamranani* ABSTRAK

GAMBARAN PENGETAHUAN PRIMIPARA TENTANG PERDARAHAN POST PARTUM Sri Sat Titi Hamranani* ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN PRIMIPARA TENTANG PERDARAHAN POST PARTUM Sri Sat Titi Hamranani* ABSTRAK Latar Belakang: Berdasarkan Survey Kesehatan Daerah tahun 2006, AKI di provinsi Jawa Tengah sebesar 101/100000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilahirkan harus aman dan sehat serta membawa kebahagiaan bagi ibu dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dilahirkan harus aman dan sehat serta membawa kebahagiaan bagi ibu dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan kesejahteraan ibu merupakan unsur utama dalam menentukan generasi yang akan datang. Proses kehamilan, persalinan dan bayi yang dilahirkan harus aman dan

Lebih terperinci

Dinamika Kebidanan vol. 1 no.2 Agustus 2011 EFEKTIFITAS MENYUSUI PADA PROSES INVOLUSIO UTERI IBU POST PARTUM 0-10 HARI DI BPS KOTA SEMARANG

Dinamika Kebidanan vol. 1 no.2 Agustus 2011 EFEKTIFITAS MENYUSUI PADA PROSES INVOLUSIO UTERI IBU POST PARTUM 0-10 HARI DI BPS KOTA SEMARANG Dinamika Kebidanan vol. 1 no.2 Agustus 2011 EFEKTIFITAS MENYUSUI PADA PROSES INVOLUSIO UTERI IBU POST PARTUM 0-10 HARI DI BPS KOTA SEMARANG Rifatul Bafiroh Farida Arintasari *) *) Akademi Kebidanan Abdi

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU POSTPARTUM DI BLUD RS H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN

HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU POSTPARTUM DI BLUD RS H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN Mobilisasi Dini Dengan Penurunan Tinggi Fundus Uteri 14 HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU POSTPARTUM DI BLUD RS H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN Dede Mahdiyah Akademi

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PELAKSANAAN MOBILISASI DINI IBU PASCASALIN DENGAN SEKSIO SESARIA

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PELAKSANAAN MOBILISASI DINI IBU PASCASALIN DENGAN SEKSIO SESARIA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PELAKSANAAN MOBILISASI DINI IBU PASCASALIN DENGAN SEKSIO SESARIA Clara Grace Y.A.S*, Siti Saidah Nasution** *Mahasiswa Keperawatan **Dosen Keperawatan Maternitas *Staf Pengajar Keperawatan

Lebih terperinci

Kata kunci: mobilisasi dini, penyembuhan luka operasi, sectio caesarea(sc)

Kata kunci: mobilisasi dini, penyembuhan luka operasi, sectio caesarea(sc) MOBILISASI DINI DAN PENYEMBUHAN LUKA OPERASI PADA IBU POST SECTIO CAESAREA (SC) DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA Anggorowati 1, Nanik Sudiharjani 2 1 Departemen Keperawatan Maternitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua orang disegala usia adalah salah satu tujuan dari. Development Goals (SDGs). Tak luput dari sasaran SDGs angka kematian ibu

BAB I PENDAHULUAN. semua orang disegala usia adalah salah satu tujuan dari. Development Goals (SDGs). Tak luput dari sasaran SDGs angka kematian ibu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang disegala usia adalah salah satu tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs). Tak luput

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7 PENELITIAN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7 Vivin Sabrina Pasaribu*, El Rahmayati*, Anita Puri* *Alumni Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang *Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi yaitu perdarahan, infeksi dan pre eklampsia ( Saifuddin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. terjadi yaitu perdarahan, infeksi dan pre eklampsia ( Saifuddin, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan, yaitu triwulan

BAB I PENDAHULUAN. hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan, yaitu triwulan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) di hitung dari hari pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tumbuh kembang merupakan proses yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tumbuh kembang merupakan proses yang terjadi secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tumbuh kembang merupakan proses yang terjadi secara berkesinambungan dan saling berkaitan yang berlangsung secara teratur dimulai sejak konsepsi sampai dewasa.

Lebih terperinci

Devita Zakirman Stikes Jend. A. Yani Cimahi

Devita Zakirman Stikes Jend. A. Yani Cimahi HUBUNGAN PARITAS DAN PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG HUBUNGAN SEKSUAL PADA KEHAMILAN TRIMESTER III DI RS. KIA KOTA BANDUNG BULAN SEPTEMBER 2011 Devita Zakirman Stikes Jend. A. Yani Cimahi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin melalui insisi di

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR DENGAN LAMA WAKTU INVOLUSI UTERUS DI BPS SUHARTINI KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KEBUMEN INTISARI

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR DENGAN LAMA WAKTU INVOLUSI UTERUS DI BPS SUHARTINI KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KEBUMEN INTISARI HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR DENGAN LAMA WAKTU INVOLUSI UTERUS DI BPS SUHARTINI KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KEBUMEN Wulan Rahmadhani 1), Hastin Ika Indriyastuti 2), Tri Wijiastuti 3) INTISARI

Lebih terperinci

2015 GAMBARAN KEJADIAN POSTPARTUM BLUES PADA IBU NIFAS BERDASARKAN KARAKTERISTIK DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH KOTA BANDUNG

2015 GAMBARAN KEJADIAN POSTPARTUM BLUES PADA IBU NIFAS BERDASARKAN KARAKTERISTIK DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Melahirkan adalah sebuah karunia terbesar bagi wanita dan momen yang sangat membahagiakan, tapi ada beberapa kasus dapat menjadi momen yang menakutkan hal

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU POST PARTUM YANG MELAKSANAKAN SENAM NIFAS

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU POST PARTUM YANG MELAKSANAKAN SENAM NIFAS PENELITIAN TINGGI FUNDUS UTERI PADA IBU POST PARTUM YANG MELAKSANAKAN SENAM NIFAS Indra Gunawan* Titi Astuti** *Alumni SI keperawatan Umitra Bandarlampung **Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENDAMPINGAN PERSALINAN OLEH KELUARGA DENGAN LAMANYA PERSALINAN KALA II DI BPS HJ. YUSFA F. ZUHDI GEMPOL PADING PUCUK

HUBUNGAN ANTARA PENDAMPINGAN PERSALINAN OLEH KELUARGA DENGAN LAMANYA PERSALINAN KALA II DI BPS HJ. YUSFA F. ZUHDI GEMPOL PADING PUCUK HUBUNGAN ANTARA PENDAMPINGAN PERSALINAN OLEH KELUARGA DENGAN LAMANYA PERSALINAN KALA II DI BPS HJ. YUSFA F. ZUHDI GEMPOL PADING PUCUK Kasmuning*, Faizzatul Ummah**..............................ABSTRAK........................................................

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. puerperium dimulai sejak dua jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan enam

BAB 1 PENDAHULUAN. puerperium dimulai sejak dua jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan enam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika organ reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau puerperium dimulai

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERCEPATAN INVOLUSI UTERI PADA IBU POSTPARTUM PERVAGINAM DI RUANG KEBIDANAN RSUD TOTO KABILA KAB.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERCEPATAN INVOLUSI UTERI PADA IBU POSTPARTUM PERVAGINAM DI RUANG KEBIDANAN RSUD TOTO KABILA KAB. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERCEPATAN INVOLUSI UTERI PADA IBU POSTPARTUM PERVAGINAM DI RUANG KEBIDANAN RSUD TOTO KABILA KAB.BONE BOLANGO ARTIKEL Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN POSTPARTUM PRIMER DI RSUD ROKAN HULU TAHUN 2010

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN POSTPARTUM PRIMER DI RSUD ROKAN HULU TAHUN 2010 ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN POSTPARTUM PRIMER DI RSUD ROKAN HULU TAHUN 2010 SYAFNELI, SST SRI MASYUNI DAULAY ABSTRAK Perdarahan setelah anak lahir melebihi 500 ml yang merupakan

Lebih terperinci

2015 GAMBARAN BENDUNGAN ASI BERDASARKAN KARAKTERISTIK PADA IBU NIFAS DENGAN SEKSIO SESAREA DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH BANDUNG

2015 GAMBARAN BENDUNGAN ASI BERDASARKAN KARAKTERISTIK PADA IBU NIFAS DENGAN SEKSIO SESAREA DI RUMAH SAKIT UMUM TINGKAT IV SARININGSIH BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian seksio sesarea di Indonesia menurut data survey nasional pada tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Rancangan Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experiment melalui rancangan Non-random Control Group Pretest-

Lebih terperinci

STUDI PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG TANDA BAHAYA SELAMA MASA NIFAS (Di Desa Pomahan Janggan Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan 2015) Husnul Mutoharoh*

STUDI PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG TANDA BAHAYA SELAMA MASA NIFAS (Di Desa Pomahan Janggan Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan 2015) Husnul Mutoharoh* STUDI PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG TANDA BAHAYA SELAMA MASA NIFAS (Di Desa Pomahan Janggan 2015) Husnul Mutoharoh* *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas Islam Lamongan Jl Veteran No 53

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG MOBILISASI DINI DENGAN TINDAKAN MOBILISASI DINI PADA IBU NIFAS 1 HARI POST SECTIO CAESAREA

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG MOBILISASI DINI DENGAN TINDAKAN MOBILISASI DINI PADA IBU NIFAS 1 HARI POST SECTIO CAESAREA HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG MOBILISASI DINI DENGAN TINDAKAN MOBILISASI DINI PADA IBU NIFAS 1 HARI POST SECTIO CAESAREA Siti Aisyah* Titi Sri Budi** *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kematian ibu yang cukup tinggi. Angka kematian ibu di Indonesia mencapai 248 kematian per 100.000 kelahiran

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN KESIAPAN REMAJA PUTRI DALAM MENGHADAPI MENARCHE DI SD NEGERI NO MEDAN TAHUN 2017

PENGETAHUAN DAN KESIAPAN REMAJA PUTRI DALAM MENGHADAPI MENARCHE DI SD NEGERI NO MEDAN TAHUN 2017 PENGETAHUAN DAN KESIAPAN REMAJA PUTRI DALAM MENGHADAPI MENARCHE DI SD NEGERI NO 064023 MEDAN TAHUN 2017 Dina Indarsita, Yenni Purba Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan ` Abstrak Menarche (haid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perawatan merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perawatan merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perawatan merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang meliputi biologis, psikologis, sosial dan spiritual dalam rentang sakit sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persalinan dan nifas (Riswandi, 2005). Angka Kematian ibu (AKI) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. persalinan dan nifas (Riswandi, 2005). Angka Kematian ibu (AKI) di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada paska persalinan dapat terjadi masalah kesehatan seperti infeksi nifas yang dapat menyebabkan kematian. Menurut WHO di seluruh dunia setiap menit seorang perempuan

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG BENDUNGAN SALURAN ASI DI BPM SUWARNI SIDOHARJO SRAGEN

TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG BENDUNGAN SALURAN ASI DI BPM SUWARNI SIDOHARJO SRAGEN TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG BENDUNGAN SALURAN ASI DI BPM SUWARNI SIDOHARJO SRAGEN Endang Rusdjianti, Iga Puput Akademi Kebidanan YAPPI Sragen ABSTRAK Latar Belakang: ASI merupakan makanan terbaik

Lebih terperinci

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA Ita Rahmawati 1 INTISARI Perubahan tanda-tanda fisiologis dari kematangan seksual yang tidak langsung

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN RETENSIO URINE PADA IBU NIFAS DI RSUD DR. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA

HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN RETENSIO URINE PADA IBU NIFAS DI RSUD DR. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN RETENSIO URINE PADA IBU NIFAS DI RSUD DR. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA Elfitri Rosita Febriyany INTISARI Tingginya angka kesakitan dan kematian ibu maternal salah satunya

Lebih terperinci

MOTIVASI IBU POSTPARTUM MELAKUKAN SENAM NIFAS SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN

MOTIVASI IBU POSTPARTUM MELAKUKAN SENAM NIFAS SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN MOTIVASI IBU POSTPARTUM MELAKUKAN SENAM NIFAS SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN Rosita Dewi 1), Heni Setyowati 2), Kartika Sari 3) 1,2,3) Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran Email :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi sebagai berikut : bayi terlalu besar, kelainan letak janin, ancaman

BAB I PENDAHULUAN. meliputi sebagai berikut : bayi terlalu besar, kelainan letak janin, ancaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sectio caesaria merupakan proses persalinan atau pembedahan melalui insisi pada dinding perut dan rahim bagian depan untuk melahirkan janin. Indikasi medis dilakukannya

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG TANDA BAHAYA NIFAS BERDASARKAN KARAKTERISTIK IBU DI BPM HJ. MAHMUDAH, S.S.T KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2016

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG TANDA BAHAYA NIFAS BERDASARKAN KARAKTERISTIK IBU DI BPM HJ. MAHMUDAH, S.S.T KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2016 GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG TANDA BAHAYA NIFAS BERDASARKAN KARAKTERISTIK IBU DI BPM HJ. MAHMUDAH, S.S.T KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2016 Nurhasanah1, Nunung Nurjanah2, Juju Juweriah3 123Akademi

Lebih terperinci

1

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Post Partum merupakan keadaan dimana dimulainya setelah plasenta lahir dan berakhir ketika organ kandungan kembali seperti keadaan semula dan sebelum hamil yang

Lebih terperinci

Sri Wahyuni, Endang Wahyuningsih ABSTRAK

Sri Wahyuni, Endang Wahyuningsih ABSTRAK EFEKTIVITAS PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG PROGRAM PERENCANAAN PERSALINAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN P4K PADA IBU HAMIL DI WILAYAH PUSKESMAS KARANGNONGKO KLATEN Sri Wahyuni,

Lebih terperinci

PENGERTIAN MASA NIFAS

PENGERTIAN MASA NIFAS PENGERTIAN MASA NIFAS Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN GRAVIDITAS DAN RIWAYAT ABORTUS DENGAN KEJADIAN RETENSIO PLASENTA PADA IBU BERSALIN DI RSUD

HUBUNGAN GRAVIDITAS DAN RIWAYAT ABORTUS DENGAN KEJADIAN RETENSIO PLASENTA PADA IBU BERSALIN DI RSUD HUBUNGAN GRAVIDITAS DAN RIWAYAT ABORTUS DENGAN KEJADIAN RETENSIO PLASENTA PADA IBU BERSALIN DI RSUD dr. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA PERIODE BULAN JANUARI MARET TAHUN 2015 AI KURNIASARI MA 0712001 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. instrumental. Orang menghargai kesehatan karena kesehatan ikut mendasari

BAB 1 PENDAHULUAN. instrumental. Orang menghargai kesehatan karena kesehatan ikut mendasari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan bukanlah suatu nilai akhir melainkan lebih merupakan nilai instrumental. Orang menghargai kesehatan karena kesehatan ikut mendasari tercapainya tujuan yang

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Robekan Jalan Lahir Pada Ibu Bersalin

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Robekan Jalan Lahir Pada Ibu Bersalin Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Robekan Jalan Lahir Pada Ibu Bersalin Stella Pasiowan 1, Anita Lontaan 2, Maria Rantung 3 1. RSJ.Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado 2,3, Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN KELAS IBU HAMIL DI WILAYAH PUSKESMAS PADURESO KABUPATEN KEBUMEN Tri Puspa Kusumaningsih

GAMBARAN PELAKSANAAN KELAS IBU HAMIL DI WILAYAH PUSKESMAS PADURESO KABUPATEN KEBUMEN Tri Puspa Kusumaningsih GAMBARAN PELAKSANAAN KELAS IBU HAMIL DI WILAYAH PUSKESMAS PADURESO KABUPATEN KEBUMEN Tri Puspa Kusumaningsih PENDAHULUAN Kelas Ibu Hamil merupakan sarana belajar bersama tentang kesehatan bagi ibu hamil,

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang. Usia remaja berlangsung antara umur tahun, dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang. Usia remaja berlangsung antara umur tahun, dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja diawali dari suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seseorang. Usia remaja berlangsung antara umur 12-21 tahun, dengan pembagian 12-15

Lebih terperinci

PENGETAHUAN IBU HAMIL DAN MOTIVASI KELUARGA DALAM PELAKSANAAN ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS UJUNG BATU RIAU

PENGETAHUAN IBU HAMIL DAN MOTIVASI KELUARGA DALAM PELAKSANAAN ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS UJUNG BATU RIAU PENGETAHUAN IBU HAMIL DAN MOTIVASI KELUARGA DALAM PELAKSANAAN ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS UJUNG BATU RIAU Astini Siringo-Ringo*, Siti Saidah Nasution** *Mahasiswi Fakultas Keperawatan USU ** Dosen Departemen

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS VI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS VI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS VI Yudha Indra Permana & Ida Untari Akper PKU Muhammadiyah Surakarta ABSTRAK Masa reproduksi adalah masa yang penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 Menunjukkan AKI yang sangat signifikan

BAB I PENDAHULUAN. dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 Menunjukkan AKI yang sangat signifikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang AKI (Angka Kematian Ibu) merupakan salah satu indikator yang peka terhadap kualitas dan aksesibilitas fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan Survei Demografi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan. Pada masa ini terjadi perubahan sistem -sistem dalam tubuh, atau

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan. Pada masa ini terjadi perubahan sistem -sistem dalam tubuh, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode masa nifas (post partum) dimulai tidak lama setelah kelahiran plasenta. Periode masa nifas biasanya berakhir dalam 6 minggu setelah melahirkan. Pada masa ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Menurut WHO (World

BAB I PENDAHULUAN. antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Menurut WHO (World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun

Lebih terperinci

HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS DENGAN LAMANYA PELEPASAN PLASENTA PADA IBU BERSALIN DI RUMAH BERSALIN AL-AMIN DONOYUDAN KALIJAMBE SRAGEN

HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS DENGAN LAMANYA PELEPASAN PLASENTA PADA IBU BERSALIN DI RUMAH BERSALIN AL-AMIN DONOYUDAN KALIJAMBE SRAGEN HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS DENGAN LAMANYA PELEPASAN PLASENTA PADA IBU BERSALIN DI RUMAH BERSALIN AL-AMIN DONOYUDAN KALIJAMBE SRAGEN Ika Minda Agustin & Atik Setyaningsih Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG AMBULASI DINI DI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2012

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG AMBULASI DINI DI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2012 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG AMBULASI DINI DI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2012 Yeti Yuwansyah*, Suyanti**, Aris Wahyuni*** * Dosen Program Studi DIII

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK BIRTHBALL TERHADAP LAMANYA PERSALINAN KALA I DI BPS HERANOVITA KABUPATEN ACEH UTARA

PENGARUH TEKNIK BIRTHBALL TERHADAP LAMANYA PERSALINAN KALA I DI BPS HERANOVITA KABUPATEN ACEH UTARA PENGARUH TEKNIK BIRTHBALL TERHADAP LAMANYA PERSALINAN KALA I DI BPS HERANOVITA KABUPATEN ACEH UTARA Sinopsis Rencana Tesis Oleh : Husna Maulida, SST BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA Febry Heldayasari Prabandari *, Tri Budi Rahayu Program Studi D3 Kebidanan

Lebih terperinci

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RSIA KUMALA SIWI PECANGAAN JEPARA. Oleh :

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RSIA KUMALA SIWI PECANGAAN JEPARA. Oleh : HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM PADA PERSALINAN NORMAL DI RSIA KUMALA SIWI PECANGAAN JEPARA Oleh : Ita Rahmawati, S. SIT, M..Kes (Dosen AKBID ISLAM AL HIKMAH JEPARA) ABSTRAK Perdarahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Intensitas kontraksi uterus meningkat secara

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Intensitas kontraksi uterus meningkat secara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Involusi uterus adalah suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG KEBUTUHAN NUTRISI PADA MASA NIFAS DI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG KEBUTUHAN NUTRISI PADA MASA NIFAS DI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG KEBUTUHAN NUTRISI PADA MASA NIFAS DI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Rabiatul Adawiyah*, Sarkiah 1, Laurensia Yunita 2 Akademi Kebidanan Sari Mulia Banjarmasin

Lebih terperinci

Oleh : Aat Agustini ABSTRAK

Oleh : Aat Agustini ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG NUTRISI DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SUMBERJAYA KABUPATEN MAJALENGKA PERIODE APRIL MEI TAHUN 2015 Oleh : Aat Agustini ABSTRAK Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL. Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai faktor- faktor yang

BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL. Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai faktor- faktor yang BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL A. Kerangka Konsep Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya minat ibu akseptor KB menggunakan kontrasepsi AKDR. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehamilan merupakan suatu proses yang dialami oleh seluruh wanita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehamilan merupakan suatu proses yang dialami oleh seluruh wanita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu proses yang dialami oleh seluruh wanita yang ada didunia. Dalam melewati proses kehamilan seorang wanita harus mendapatkan penetalaksanaan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERAWATAN KEHAMILAN MELALUI KELAS IBU HAMIL DI PUSKESMAS LAMONGAN

PENINGKATAN PERAWATAN KEHAMILAN MELALUI KELAS IBU HAMIL DI PUSKESMAS LAMONGAN PENINGKATAN PERAWATAN KEHAMILAN MELALUI KELAS IBU HAMIL DI PUSKESMAS LAMONGAN Faizatul Ummah.......ABSTRAK....... Perawatan kehamilan yang baik dapat mencegah terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANC DENGAN KETERATURAN ANC

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANC DENGAN KETERATURAN ANC Jurnal Keperawatan & Kebidanan Stikes Dian Husada Mojokerto HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANC DENGAN KETERATURAN ANC Nuris Kushayati Program Studi Keperawatan, Akademi Keperawatan Dian Husada

Lebih terperinci

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN RETENSIO PLASENTA PADA IBU BERSALIN

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN RETENSIO PLASENTA PADA IBU BERSALIN HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN RETENSIO PLASENTA PADA IBU BERSALIN Khotijah, Tri Anasari, Amik Khosidah Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto Prodi D3 Kebidanan Email : dindaamik@yahoo.com Abstract:

Lebih terperinci

GAMBARAN PERAWATAN IBU NIFAS OLEH TENAGA KESEHATAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NAN BALIMO KOTA SOLOK TAHUN 2014

GAMBARAN PERAWATAN IBU NIFAS OLEH TENAGA KESEHATAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NAN BALIMO KOTA SOLOK TAHUN 2014 GAMBARAN PERAWATAN IBU NIFAS OLEH TENAGA KESEHATAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NAN BALIMO KOTA SOLOK TAHUN 214 Aini Yusra, Sri Dewi, Fitri Yoska Widiasari (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi Caesar adalah operasi besar pada bagian perut/operasi besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi Caesar adalah operasi besar pada bagian perut/operasi besar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Operasi Caesar adalah operasi besar pada bagian perut/operasi besar abdominal (Gallagher, Mundy, 2004).Seksio sesarea merupakan suatu persalinan buatan di mana

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU NIFAS DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN MASA NIFAS DI BPM NY. SUBIYANAH, SST DESA PARENGAN KECAMATAN MADURANKABUPATEN LAMONGAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU NIFAS DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN MASA NIFAS DI BPM NY. SUBIYANAH, SST DESA PARENGAN KECAMATAN MADURANKABUPATEN LAMONGAN HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU NIFAS DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN MASA NIFAS DI BPM NY. SUBIYANAH, SST DESA PARENGAN KECAMATAN MADURANKABUPATEN LAMONGAN Siti Muflikhatul Hasanah* Hj. WS. Tarmi**.......ABSTRAK.......

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Senam Nifas 1. Defenisi Senam Nifas Senam nifas adalah senam yang dilakukan ibu setelah melahirkan yang berrtujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan sirkulasi ibu pada masa

Lebih terperinci

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Masa Nifas Terhadap Kemampuan Perawatan Mandiri Ibu Nifas Post Sectio Caesarea (SC)

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Masa Nifas Terhadap Kemampuan Perawatan Mandiri Ibu Nifas Post Sectio Caesarea (SC) ISSN2354-7642 Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Pengaruh Kesehatan Masa Nifas Terhadap Kemampuan Perawatan Mandiri Ibu Nifas Post Sectio Caesarea (SC) Anafrin Yugistyowati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan persalinan dengan operasi atau sectio caesarea hal ini disebabkan karena ibu memandang persalinan dengan sectio

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN SENAM HAMIL DENGAN KEMAJUAN PERSALINAN KALA 1 FASE AKTIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CUKIR KAB. JOMBANG TAHUN 2013

HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN SENAM HAMIL DENGAN KEMAJUAN PERSALINAN KALA 1 FASE AKTIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CUKIR KAB. JOMBANG TAHUN 2013 HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN SENAM HAMIL DENGAN KEMAJUAN PERSALINAN KALA 1 FASE AKTIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CUKIR KAB. JOMBANG TAHUN 2013 Sri Wahayu 1, Erika Agung M, SST 2, Heni Maryati, S.Kep.,Ns,.M.Kes

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA SEBELUM DAN SETELAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG ABORSI DI SMPN 1 MULAWARMAN BANJARMASIN ABSTRAK

PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA SEBELUM DAN SETELAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG ABORSI DI SMPN 1 MULAWARMAN BANJARMASIN ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA SEBELUM DAN SETELAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG ABORSI DI SMPN 1 MULAWARMAN BANJARMASIN 1 AKBID Sari Mulia Banjarmasin 2 STIKES Sari Mulia Banjarmasin *E-mail : Citramustika28@gmail.com

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANAJEMEN LAKTASI

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANAJEMEN LAKTASI PENELITIAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANAJEMEN LAKTASI Soraya Rika Sari*, Anita Puri**, El Rahmayati** Manajemen laktasi diperlukan untuk mendukung keberhasilan pengelolaan menyusui. Kegagalan proses

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSALINAN SECTIO CAESAREA DI RSU PKU MUHAMMADIYAH KOTA YOGYAKARTA 2016

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSALINAN SECTIO CAESAREA DI RSU PKU MUHAMMADIYAH KOTA YOGYAKARTA 2016 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSALINAN SECTIO CAESAREA DI RSU PKU MUHAMMADIYAH KOTA YOGYAKARTA 2016 NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Desi Maritaning Astuti 1610104430 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG KEHAMILAN RESIKO TINGGI DIPUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG KEHAMILAN RESIKO TINGGI DIPUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG KEHAMILAN RESIKO TINGGI DIPUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN Tika Febriyani*, Ahmad Syahlani 1, Agus Muliyawan 2 1 STIKES Sari Mulia Banjarmasin 2 AKBID Sari

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DALAM MENGHADAPI DYSMENORRHEA PADA SISWI KELAS XI SMA NEGERI 3 SLAWI

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DALAM MENGHADAPI DYSMENORRHEA PADA SISWI KELAS XI SMA NEGERI 3 SLAWI GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DALAM MENGHADAPI DYSMENORRHEA PADA SISWI KELAS XI SMA NEGERI 3 SLAWI Aniq Maulidya, Nila Izatul D III Kebidanan Politeknik Harapan Bersama Jalan Mataram No.09 Tegal

Lebih terperinci

146 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

146 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes PENDAHULUAN Latar Belakang GAMBARAN RUJUKAN PERSALINAN SEBELUM DAN SESUDAH PROGRAM JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DI RUMAH SAKIT Dr. HARYOTO LUMAJANG Moh. Wildan (Program Studi D.4 Kebidanan Jember, Poltekkes

Lebih terperinci