BAB II Metodologi Pelaksanaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II Metodologi Pelaksanaan"

Transkripsi

1 BAB II Metodologi Pelaksanaan II.1. PENGERTIAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP 1. Sumberdaya alam Sumberdaya (resources) dapat diartikan sebagai segala sumber yang tersedia dan potensial untuk dapat didayagunakan. Sumberdaya alam (natural resources) adalah semua unsur tata lingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial dapat memenuhi kebutuhan manusia, atau dengan kata lain sumberdaya alam merupakan semua bahan yang ditemukan manusia di alam yang dapat dipakai atau dapat didayagunakan untuk memenuhi segala kepentingan hidup manusia (UUKSDA Nomor 5 tahun 1990). Sumberdaya Alam (Natural Resources) adalah semua unsur tata lingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial dapat memenuhi kebutuhan manusia, atau dengan kata lain sumberdaya alam merupakan semua bahan yang ditemukan manusia dalam alam, yang dapat dipakai untuk memenuhi segala kepentingan hidupnya (Katili, 1983). Berdasarkan kemampuan dan pemulihannnya, sumberdaya alam dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu: II-1

2 (a) (b) (c) yang dapat dipulihkan atau diperbaharui (renewable resources); yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources); dan yang terus menerus dapat dimanfaatkan dan tidak dapat habis (continuous resources). Tingkat keberadaan sumberdaya alam dipengaruhi oleh berbagai kendala, yaitu: (a) (b) penyebaran secara geografis yang tidak merata; ketergantungan antara sumberdaya alam (lahan, hutan, air dan mineral) dalam satu kesatuan ekosistem; dan (c) keberadaan sumberdaya alam sebagai komponen dari suatu ekosistem dalam lingkungan hidup yang mensuplai bahan mentah, diolah menjadi bahan baku dan akhirnya menghasilkan produk atau barang jadi, tetapi juga menghasilkan limbah. Sumberdaya alam berdasarkan komponennya dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu: sumberdaya lahan, air, hutan dan mineral. Sumberdaya Lahan Sumberdaya lahan (land resources) merupakan potensi ruang yang mengandung unsur-unsur lingkungan fisik, kimia, dan biologis, yang saling berinteraksi terhadap potensi tata guna lahan. Lahan merupakan perpaduan dari berbagai unsur atau komponen bentang II-2

3 lahan, geologis, tanah, hidrologis, iklim, flora dan fauna, serta alokasi penggunaannya. Lahan dapat dialokasikan ke dalam berbagai peruntukan, yaitu: (a) (b) ruang untuk tempat tinggal ( fisik-ekologis); media atau tempat pertumbuhan tanaman (fisik, kimia dan biologis); (c) wadah bahan atau galian bahan mineral (fisik dan kimia). Mengingat fungsi lahan yang serba guna, yang pengurusannya dikerjakan oleh berbagai instansi sektoral yang ada di pemerintahan, maka dalam pengaturan pemanfaatan dan pengelolaannya harus terpadu secara serasi antar sektor dan antar kepentingan. Untuk mengkualifikasikan lahan, maka dapat digunakan berbagai satuan ukuran, yaitu: (a) Lahan sebagai tempat yang berdimensi ruang dapat dukur dengan satuan isi atau volume; (b) Lahan sebagai media pertumbuhan tanaman dapat diukur dengan berdasarkan tingkat kesuburan atau produktivitasnya; (c) Lahan sebagai tempat penghasil tanah, batuan, mineral (logam dan non logam), dapat diukur dengan satuan berat dan volume; serta II-3

4 (d) Lahan untuk keperluan serba guna dapat diukur dengan tingkat atau kelas kemampuan dan kesesuaiannya. Sumberdaya Air Yang dimaksud dengan sumberdaya air (water resources) adalah semua air yang terdapat di dalam dan/atau berasal dari sumbersumber air, baik yang ada di atas maupun di bawah permukaan tanah (dalam pengertian ini tidak termasuk air yang terdapat di laut) (UU No.11 tahun 1974). Sumber air dapat digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu: air permukaan, seperti: sungai, danau, waduk dan rawa; airtanah termasuk mataair dan air udara (curah hujan). Aspek-aspek penting yang terkait dengan sumberdaya air adalah kualitas air, potensi ketersediaan atau cadangan dan kebutuhan air. Kualitas air sangat dipengaruhi oleh lokasi, keadaan fisik dan penggunaan lahan suatu wilayah. Kualitas airtanah dipengaruhi oleh jenis dan ketebalan akuifer pada wilayah tersebut dan adanya kesempatan air permukaan meresap ke dalam tanah, sedang keberadaan air di darat yang mencakup jumlah dan kualitasnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan fisik bumi beserta ekosistem yang ada secara alamiah. Sumber utama air berasal dari air hujan. Air mempunyai daya regenerasi, karena selalu dalam kondisi sirkulasi II-4

5 atau mengalami daur (siklus) hidrologi dan terbagi secara merata menurut kondisi geografis dan iklim. Inventarisasi potensi sumberdaya air dan pemanfaatannnya pada umumnya merupakan pengumpulan data mengenai jumlah air, kualitas, lokasi dan waktu tersedianya sumberdaya air tersebut, serta kuantitas penggunaannya bagi kebutuhan manusia, seperti: untuk keperluan domestik, industri, pertanian atau perikanan dan sebagainya. Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral (mineral resources) adalah semua cadangan bahan galian yang dijumpai di bumi dan yang dapat dipakai bagi kebutuhan hidup manusia. Mineral adalah zat padat yang sebagian besar terdiri atas kristal (hablur) yang ada di kerak bumi, bersifat homogen, sifat fisik dan kimianya merupakan persenyawaan anorganik asli, serta mempunyai susunan kimia yang tetap dan bertindak sebagai bahan pembentuk batuan. Bahan galian adalah unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih atau segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1980, bahan galian di Indonesia dibagi 3 (tiga) golongan, yaitu bahan galian golongan A II-5

6 (strategis), bahan galian golongan B (vital), dan bahan galian golongan (C) yang tidak termasuk ke dalam kedua golongan sebelumnya. Beberapa sifat dari sumberdaya mineral yang perlu diperhatikan sebagai faktor pembatas di dalam pengelolaannya, antara lain: (a) mineral merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources); dan (b) ketersediaan sumberdaya mineral sangat ditentukan oleh nilai ekonomi mineral dan teknologi serta pengelolaannya. Sumberdaya Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kehutanan, yang dimaksud dengan hutan (forest) adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta fisik lingkungannnya, dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Peranan sumberdaya hutan di dalam lingkup pembangunan daerah merupakan produsen alam yang menghasilkan produk ganda yaitu barang dan jasa. Jenis barang yang dihasilkan oleh sumberdaya hutan, adalah: (a) komoditi berbagai jenis kayu; II-6

7 (b) komoditi hasil hutan non kayu, seperti: kulit, daun, bunga, buah, satwa liar, rotan, dan sebagainya. Sementara dalam aspek jasa, hutan merupakan sarana bagi pengatur tata air, pencegah erosi dan banjir, penstabil iklim dan sebagainya. 2. Lingkungan hidup Menurut UULH Nomor 23 tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan hidup merupakan hal utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan berkelanjutan, sehingga kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam pembangunan berwawasan lingkungan mempunyai tekanan terbesar. Menurut UULH No.23 tahun 1997, lingkungan hidup tersusun atas 3 (tiga) komponen, yaitu: (1) Lingkungan abiotik (fisik), yaitu lingkungan hidup yang terdiri atas benda-benda mati, seperti: udara, air, batuan dan tanah; yang dapat dikelompokkan ke dalam sumberdaya alam. (2) Lingkungan biotik (hayati), yaitu lingkungan hidup yang terdiri atas benda-benda hidup di sekitar manusia, seperti: hewan II-7

8 (fauna) dan tumbuhan (flora); yang dapat dikelompokkan ke dalam sumberdaya hayati. (3) Lingkungan kultur (sosial, ekonomi, budaya), yaitu lingkungan hidup yang menenkan pada manusia dan perilakunya, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keberlang-sungan kehidupan secara keseluruhan; yang dapat dikelompokkan ke dalam sumberdaya manusia. Ketiga komponen lingkungan hidup di atas merupakan satu kesatuan yang utuh, saling terkait, tergantung dan saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga gangguan atau perubahan terhadap satu komponen akan berpengaruh terhadap keberadaan komponen yang lain. Oleh karenanya dalam pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan ketiga komponen tersebut. Pokok-pokok pengelolaan lingkungan hidup meliputi: prinsip dasar pengelolaan lingkungan dan sasaran jangka panjang. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaanm pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup (UULH Nomor 23 tahun 1997). Untuk dapat mengelola lingkungan hidup dengan segenap sumberdaya yang ada, II-8

9 maka dilakukan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan, yaitu upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu generasi masa kini dan generasi masa yang akan datang. Untuk menciptakan terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, program awal yang dapat ditempuh berkaitan dengan masalah lingkungan dan sumberdaya alam adalah inventarisasi dan evaluasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. II.2. RUMUSAN MASALAH Sebagai suatu ekosistem, bentanglahan memiliki beberapa fungsi, yaitu: (a) fungsi keruangan, produksi dan habitat; (b) fungsi hidrologi yang mengatur siklus hidrologi; (c) fungsi ekosistem sendiri yang merupakan keterpaduan sistem yang terbentuk oleh berbagai komponen lingkungan. Beberapa hal yang menjadi masalah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dengan basis ekosistem bentanglahan, antara lain: (a) batas ekosistem yang tidak berkesesuaian dengan batas administrasi, menimbulkan kesulitan dalam koordinasi dan sinkronisasi program pengeloaan sumberdaya alam dan lingkungan; II-9

10 (b) pemanfaatan sumberdaya lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan dan tataruang wilayah, dapat menyebabkan terjadinya bahaya erosi dan longsor lahan, simpanan air berkurang, dan meningkatkan limpasan permukaan, serta menimbulkan masalah yang lebih lanjut berupa sedimentasi, banjir dan kekeringan; (c) jumlah dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan papan dan pangan, kebutuhan air dan kebutuhan energi, meningkatnya limbah, perubahan penggunaan lahan, dan eksploitasi sumberdaya alam berlebihan; (d) perilaku masyarakat yang kurang ramah terhadap lingkungan akan menimbulkan terjadi degradasi lingkungan yang disebabkan oleh karena masyarakat memandang tubuh perairan sebagai tempat pembuangan limbah, yang diperparah lagi dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang melampaui daya dukungnya; (e) pembangunan industri disamping meningkatkan kesejahteraan masyarakat kota dan daerah pedesaan, dapat berdampak negatif pula berupa pencemaran lingkungan, baik pencemaran udara, tanah maupun lingkungan perairan; II-10

11 (f) masalah kelembagaan dan koordinasi yang menangani pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang belum baik, yang disebabkan karena pemanfaatan sumberdaya alam sangat beragam, intensif, dan belum adanya forum atau badan pengelolalaan sumberdaya alam secara terpadu, padahal sumberdaya alam bersifat lintas wilayah administrasi; dan (g) belum tersedianya basisdata pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang mengintegrasikan antara teknologi Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dengan Sistem Informasi Geografis yang lebih akurat. Seperti telah diungkapkan, bahwa di dalam ekosistem bentang lahan tersebut terdapat berbagai masalah lingkungan, seperti: tekanan penduduk, degradasi lingkungan, kerusakan oleh bencana, dan aset dalam lingkungan yang perlu dilestarikan seperti bendungan, jaringan irigasi, industri dan sebagainya. Oleh karena itu pembangunan di berbagai sektor sebaiknya didukung oleh kelestarian lingkungan hidup yang dikelola secara bersama antar stakeholder, yang berpedoman pada rencana induk (grand design) pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Mengingat banyaknya permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, maka aspek permasalahan sudah II-11

12 sepantasnya menjadi dasar utama bagi pertimbangan dan pengambilan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dan berkesinambungan. Beberapa aspek penting yang dapat dijadikan dasar bagi upaya pengendalian sumberdaya alam dan lingkungan hidup di Kabupaten Donggala adalah: (a) koordinasi antar sektor dalam pengelolaan lingkungan masih lemah, akibat terjadinya benturan pemanfaatan sumberdaya alam oleh setiap stakeholder, yang masing-masing mempunyai peran dan fungsi sendiri-sendiri secara terpisah; (b) adanya ketimpangan pemanfaatan lahan saat ini dengan tingkat kesesuaian atau kemampuan lahannya, konversi lahan hutan ke bentuk penggunaan lainnya, dan perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan-lahan permukiman, menyebabkan meningkatnya laju aliran permukaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan frekuensi kejadian banjir kota; (c) berbagai aktivitas penduduk yang belum banyak mengerti akan arti pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, seperti: penambangan bahan galian C di wilayah perbukitan yang tidak diikuti dengan reklamasi lahan, penambangan pasir putih di wilayah pesisir, perusakan terumbu karang dan penangkapan satwa pesisir, penangkapan burung-burung langka, pembukaan hutan, II-12

13 pemanfaatan sumber daya air yang tidak diimbangi dengan upaya menjaga kelestariannya, dan masih banyak lagi aktivitas masyarakat atau bahkan pihak swasta yang dapat mengancam keberadaan dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan sekitar; (d) adanya ketimpangan pertumbuhan dan perkembangan permukiman, jalur transportasi, komunikasi, dan infrastruktur lingkungan lainnya, antara satu wilayah dengan wilayah pengembangan lainnya, apabila tidak segera dipahami dan ditindaklanjuti, maka akan menimbulkan gejolak sosial yang berdampak lebih serius terhadap keberlanjutan pembangunan; dan (e) aksesibilitas yang semakin berkembang dan arus transportasi yang lancar pada daerah-daerah, menyebabkan industri dan permukiman tumbuh sangat cepat, yang berdampak pula pada meningkatnya kebutuhan air bersih dan meningkatkan pula limbah padat maupun cair, sehingga kuantitas atau ketersediaan dan kualitas lingkungan pada umumnya cenderung akan mengalami penurunan. Berdasarkan pada berbagai permasalahan yang telah dan akan terjadi di Kabupaten Donggala, maka perlu segera untuk ditangani. Langkah awal yang harus ditempuh adalah merumuskan suatu strategi pemecahan masalah, yang dituangkan dalam bentuk rencana induk II-13

14 pengendalian sumberdaya alam dan lingkungan, untuk setiap satuan ekosistem bentanglahan yang ada sebagai satuan wilayah pengembangan. Prinsip dasar pengendalian ekosistem bentang lahan merujuk pada prinsip-prinsip dasar pengendalian lingkungan secara terpadu, meliputi: pengeandalian sumberdaya lahan, air, udara, keanekaragaman hayati (hutan), mineral, dan sumberdaya manusia, pada setiap wilayah. Kegiatan pengendalian, meliputi: perencanaan, penataan, penetapan, pemanfaatan, pelestarian, dan pemantauan (7P). Pola pengendalian pada masa dahulu cenderung partial, topdown dan project oriented, sehingga dalam era otonomi daerah ini terdapat perubahan paradigma pembangunan, sehingga pengendalian sumberdaya alam dan lingkungan semestinya dilakukan secara terpadu, bottom up, programme oriented, dan menerapkan pendekatan partisipasi masyarakat dengan mengutamakan ekonomi kerakyatan. Selanjutnya ada beberapa isu lingkungan yang akhir-akhir ini menjadi masalah utama di Kabupaten Donggala yaitu : 1. Degradasi hutan; 2. Banjir dan tanah longsor; 3. Penyusutan mangrove; 4. Abrasi pantai; II-14

15 5. perubahan lingkungan akibat pertambangan galian C; 6. Gempa dan tsunami; 7. Pembuangan sampah tidak pada tempatnya. Gambar 2.1. Kondisi kerusakan lingkungan Kabupaten Donggala (Sumber : data olahan 2008) II-15

16 II.3. PENDEKATAN KAJIAN Pendekatan perencanaan dalam pengendalian sumber daya alam dan lingkungan hidup, terdiri atas 3 (tiga) pendekatan, yaitu: a. Pendekatan sebab, yang ditujukan untuk mengetahui penyebab terjadinya kerusakan sumberdaya alam atau degradasi lingkungan. Perlu dilakukan identifikasi masalah dari berbagai komponen lingkungan, yaitu: udara, lahan, air, mineral, hayati, kependudukan, sosial budaya, sosial ekonomi, kesehatan masyarakat, hukum dan kelembagaan, pada setiap satuan ekosistem. b. Pendekatan kewilayahan, bahwa penyelesaian masalah didekati dengan aspek kewilayahan, tidak lagi per obyek atau per proyek kegiatan. Kewilayahan sedapat mungkin mengarah ke pola kesatuan ekosistem bentanglahan atau fisiografi yang termasuk dalam satuan wilayah pengembangan. c. Pendekatan keterpaduan program, yang diarahkan untuk mengintegrasikan kebijaksanaan, persepsi terhadap suatu masalah dan keterpaduan alternatif program pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Keterpaduan program dicapai dengan cara kegiatan partisipatif mulai dari penggalangan dukungan, penyahihan informasi, identifikasi masalah dan penetapan program-program kebijakan. II-16

17 Mengingat bahwa master plan pengendalian sumber daya alam dan lingkungan hidup berkaitan dengan bentang lahan yang mempunyai fungsi ruang, habitat, dan produksi; sistem hidrologi; dan kesatuan ekosistem; maka pendekatan Master Plan Pengendalian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup disusun atas dasar pertimbangan komponen-komponen: a. lahan, mencakup: rencana tata ruang wilayah, daerah rawan bencana, penggunaan lahan saat kini, dan lahan kritis; b. hidrologi atau air, mencakup: curah hujan, udara, air sungai, dan pantai; c. hutan dan keaneragaman hayati; d. mineral potensi tambang dan usaha penambangan; e. kependudukan dari aspek demografi, sosial-ekonomi, sosial udaya, dan kesehatan masyarakat; f. kepastian hukum dan kelembagaan; g. penyusunan rencana induk melibatkan stakeholders dengan paradigma baru, baik di tingkat masyarakat, swasta atau pemegang modal, pemerintah daerah maupun pelaksana teknis program. II-17

18 Identifikasi Masalah Ekosistem Kondisi Lingkungan Wilayah Pengembangan Ekosistem Bentanglahan Sektoral Pengguna Lahan Organisasi Informal Daftar Masalah Kebijakan & Aturan Aspek Regional Program yang telah / pernah dilaksanakan Konsep: Pendekatan Perencanaan Formulasi Pengendalian SDA dan LH Rekomendasi Penanganan Masalah dan Pemulihan Kualitas Lingkungan Strategi Pengendalian SDA dan Lingkungan Hidup USER Institusi / Masyarakat / PEMDA Gambar 2.2. : Skema pendekatan kajian II.4. PERSIAPAN KERJA Pencapaian hasil kegiatan secara optimal, sangat ditentukan pada kesiapan tim pelaksana kegiatan. Untuk itu perlu dilakukan beberapa langkah persiapan dalam beberapa hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan penyusunan Master Plan Pengendalian Sumber II-18

19 Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kabupaten Donggala. Persiapanpersiapan yang akan dilakukan adalah meliputi persiapan terhadap : 1. Tim Kerja. Sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, maka tim kerja akan terdiri dari tenaga-tenaga profesional yang berpengalaman dalam bidang kerja sejenis dan dibantu beberapa asisten tenaga ahli dan tenaga pendukung. Secara struktural masing-masing anggota tim mempunyai tugas dan tanggung jawab sesuai dengan bidangnya masing-masing dan dipimpin oleh seorang pimpinan tim yang bertanggung jawab atas keseluruhan pelaksanaan pekerjaan teknis baik di lapangan ataupun di studio. Tim pelaksana akan dikordinir oleh Ketua Tim yang berwenang penuh dan bertanggung jawab dengan pelaksanaan pekerjaan dan akan mengontrol/mengendalikan pelaksanaan pekerjaan agar berjalan sebagaimana mestinya sesuai rencana dan sekaligus menangani hal-hal yang non teknis. Untuk memaksimalkan kinerja dari tim pelaksana, maka perlu dilakukan koordinasi-koordinasi rutin, sehingga semua informasi dan data-data mengenai pelaksanaan kegiatan akan bisa diterima dan dipahami dengan baik oleh semua anggota tim pelaksana. Koordinasi kerja dikategorikan dalam koordinasi ekstern dan koordinasi intern, dimana koordinasi ekstern adalah hubungan Tim Kerja dengan pihak- II-19

20 pihak luar yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, sedangkan koordinasi kerja intern merupakan koordinasi kerja didalam struktur organisasi Tim Kerja. A. Koordinasi Kerja Intern Adalah koordinasi antara bagian-bagian dalam Tim Kerja yang menangani pekerjaan penyusunan, dimana mempunyai keterkaitan satu sama lain. Hal ini akan memudahkan pelaksanaan pekerjaan karena antar bagian mengetahui tugasnya masing masing. B. Koordinasi Kerja Ekstern Adalah koordinasi antara Tim Kerja dengan unsur - unsur eksternal yang terlibat dalam proses pekerjaan ini. Koordinasi kerja ini dimaksudkan agar semua permasalahan yang bersifat teknis maupun administratif dapat segera diatasi, sehingga tidak mengganggu jalannya pekerjaan. Hal ini disebabkan semua unsurunsur yang tersebut diatas masing-masing saling terkait satu sama lain. Selain itu, sebelum pelaksanaan kegiatan dimulai, maka perlu dilakukan proses pemahaman terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan terlebih dahulu. Sehingga seluruh anggota tim pelaksana akan memiliki pemahaman yang seragam. Diharapkan dari pemahaman ini akan timbul II-20

21 kinerja yang baik dan maksimal dari setiap anggota tim sesuai dengan bidang kerja masing-masing. 2. Administrasi Persiapan administrasi yang dimaksud adalah persiapan administrasi guna kelancaran pekerjaan seperti surat survey dari pemberi kerja/penguna kegiatan, persiapan pembuatan blangko dan tabel untuk kelancaran pelaksanaan survey dan pengumpulan data serta penyediaan peta peta untuk memperlancar kegiatan dilapangan. 3. Fasilitas dan Akomodasi Kelancaran pelaksanaan pekerjaan baik di lapangan maupun di studio sangat ditentukan oleh ketersediaan fasilitas dan akomodasi. Peran manajerial proyek dari Ketua Tim sangat dibutuhkan disini untuk memantau kebutuhan tim kerja utamanya menyangkut fasilitas kerja dan akomodasi. Fasilitas akan disiapkan lebih awal sebelum pelaksanaan pekerjaan dimulai guna menghindari kemungkinan fasilitas yang tidak berfungsi baik agar segera diganti atau diperbaiki, utamanya peralatan untuk pekerjaan survey. Kebutuhan akomodasi akan diusahakan konsultan agar siap setiap saat dalam mendukung kelancaran pekerjaan baik di lapangan atau di studio. II-21

22 4. Rencana Kerja. Rencana kerja merupakan pedoman dalam pencapaian target pekerjaan, untuk itu sebelum pelaksanaan pekerjaan, tim kerja perlu menyusun secara rinci kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selama pelaksanaan pekerjaan termasuk penjadwalan masing-masing kegiatan tersebut. Rencana kerja ini perlu disesuaikan dengan jangka waktu pelaksanaan yang tersedia. Berdasarkan jangka waktu ini tim kerja akan menjadwalkan masing-masing kegiatan yang akan dilaksanakan termasuk tenaga kerja. Penjadwalan masing-masing kegiatan disesuaikan dengan tingkat kesulitan dalam pelaksanaannya nanti. 5. Penajaman Rencana Kerja Penajaman rencana kerja yang dimaksud adalah menyusun rencana kerja yang lebih rinci berkaitan dengan segala kegiatan yang akan dilakukan dalam pelaksanaan penyusunan Master Plan Pengendalian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kabupaten Donggala. 6. Koordinasi Dengan Pemberi Tugas Koordinasi dengan pemberi tugas pada tahap persiapan dimaksudkan agar didapat kata sepakat dan untuk melakukan penyatuan pemikiran berkaitan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan. II-22

23 II.5. PENGUMPULAN DATA Data adalah komponen terpenting dari pelaksanaan kegiatan ini, karena data merupakan inti dari produk yang akan dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan ini. Untuk menghasilkan hasil kegiatan yang berkualitas, maka diperlukan kualitas data yang baik, tepat dan terkini. Proses menghasilkan data akan melalui beberapa tahapan. Alur proses untuk menghasilkan data jadi yang disajikan dalam dokumen dan laporan adalah sebagai berikut : ALUR PROSES DATA MULAI DOKUMEN KAK PEMAHAMAN TERHADAP KAK INVENTARISASI DATA-DATA YANG DIPERLUKAN DAFTAR DATA YANG HARUS DIAMBIL DATA PRIMER PEMISAHAN JENIS-JENIS DATA YANG HARUS DIAMBIL DATA SEKUNDER PENGAMBILAN DATA PRIMER PENGAMBILAN DATA SEKUNDER SUMBER DATA SEKUNDER SEPERTI LITERATUR, BUKU, HASIL PENELITIAN DLL DATA PRIMER DATA SEKUNDER PENGOLAHAN DATA PENYAJIAN DATA YANG TELAH DIOLAH DOKUMEN MASTER PLAN SELESAI Gambar 2.3. : Alur proses data Secara umum, data-data yang akan diambil akan digolongkan ke dalam 2 kelompok besar, yaitu : a. Data sekunder; II-23

24 Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, literatur, hasil penelitian, hasil survei ataupun hasil kajian yang telah dihasilkan sebelumnya. b. Data primer. Data primer adalah data yang diperoleh melalui proses pengambilan data secara langsung di lokasi kegiatan melalui beberapa metode yang ada seperti wawancara, pendataan langsung, survei dan metode-metode lainnya yang sesuai. 1. Metodologi Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder awal adalah pengumpulan data yang berkaitan dengan kegiatan penyusunan Master Plan Pengendalian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kabupaten Donggala. Metode yang dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder adalah melalui studi literatur terhadap studi atau hasil kajian yang telah ada sebelumnya seperti data pada BPS, Instansi terkait dan data data lain yang mendukung dalam pelaksanaan pekerjaan ini. Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan ini, maka telah disusun perencanaan untuk bekerjasama dengan beberapa Instansi untuk dapat mendapatkan data-data sekunder yang diperlukan dalam II-24

25 pelaksanaan kegiatan. Instansi-instansi yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Bapedalda Kabupaten Donggala; b. Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Donggala; c. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Donggala; d. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Donggala; e. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Donggala. Dari masing-masing Instansi diatas, akan dikumpulkan data-data sekunder sesuai dengan jenis-jenis data yang dibutuhkan. 2. Metodologi Pengumpulan Data Primer Keberadaan data primer mutlak diperlukan, agar pelaksanaan kegiatan dapat menghasilkan sebuah dokumen dengan kandungan data yang tepat dan terkini. Metode-metode yang akan dilakukan untuk mendapatkan data primer adalah : a. Survei; b. Observasi; c. Wawancara. Untuk keperluan survei, observasi dan wawancara, akan diperlukan peralatan dan perlengkapan pendukung. Peralatan dan II-25

26 perlengkapan pendukung yang diperlukan akan didata terlbih dahulu, sehingga segala keperluan tersebut dapat disediakan. 3. Metodologi Pengumpulan Data Khusus Beberapa jenis data harus diambil secara khusus, dengan teknik khusus. Untuk keperluan pembuatan peta diperlukan titik-titik koordinat yang diambil dari lapangan/lokasi kegiatan. Pengambilan data koordinat ini dilakukan dengan menggunakan alat GPS (Geographic Position System). II.6. METODOLOGI PENGOLAHAN DATA Metode pengolahan data yang dipakai dalam pelaksanaan penyusunan Master Plan Pengendalian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kabupaten Donggala ada beberapa model. Adapun secara lebih jelasnya adalah sebagai berikut: 1. Metode Deskriptif Metode deskriptif adalah metoda yang digunakan untuk mendapatkan gambaran terhadap sesuatu. Gambaran yang dimaksud adalah terhadap data-data yang berkaitan dengan penyusunan Master Plan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kabupaten Donggala. II-26

27 2. Metode Komparatif Metode komparatif dapat disebut juga metode perbandingan, penggunaan metode ini biasanya akan lebih tepat digunakan setelah dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap suatu kegiatan dan dapat dilihat adanya perbandingan dalam penanganan permasalahan sesudah dan sebelum adanya perbaikan atau penerapan peraturan. 3. Metode Analisis Kuantitatif Metode analisis kuantitatif dalam hal ini adalah Metode Pembobotan yaitu metoda yang akan dilakukan untuk penentuan ranking atau peringkat. Dengan melalui beberapa penilaian dan kesesuaian terhadap standar kriteria diharapkan didapat : 1) Kelompok / lokasi yang paling membutuhkan penanganan permasalahan; 2) Peringkat dari permasalahan yang paling harus disegerakan dalam penanganan; 3) Peringkat pola kegiatan yang paling efektif dan memungkinkan untuk diterapkan; 4) Peringkat pola operasional yang paling cocok untuk diterapkan; 5) Dan permasalahan yang lainnya. II-27

28 4. Penggambaran Peta Salah satu produk yang akan dihasilkan dari kegiatan ini adalah peta. Setelah data-data yang diperlukan berhasil dikumpulkan, maka salah satu proses pengolahan data yang akan dilakukan adalah pembuatan peta. Pembuatan peta akan dilakukan dengan sistem komputerisasi dengan menggunakan program (software) khusus untuk membuat peta. Selanjutnya peta yang dihasilkan akan ditata (layout) dengan ukuran kertas tertentu dan selanjutnya peta yang telah ditata bisa dicetak untuk dilampirkan ke dalam buku laporan. II.7. METODOLOGI PENYAJIAN HASIL KERJA Hasil pelaksanaan pekerjaan akan berwujud sebuah dokumen yang berisi data-data, gambar, foto dan juga peta. Penyajian hasil kerja akan menggunakan format yang telah ditetapkan. Bentuk-bentuk penyajian data di dalam dokumen dapat berupa pemaparan, tabel, gambar, foto dan peta. Bentuk penyajian di dalam dokumen tentu saja disesuaikan dengan jenis data yang ditampilkan, jumlah dan jenis laporan untuk menyajikan hasil pekerjaan akan mengikuti ketentuan yang ada di dalam Kerangka Acuan Kerja yang telah ditetapkan. II-28

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.60/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 B. Pemanfaatan dari Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah 1.3. Manfaat SLHD Provinsi DKI Jakarta 1.3.1. Manfaat Bagi Pemerintah Daerah Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi DKI Jakarta dimanfaatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, terutama vegetasi, tanah dan air berada dan tersimpan, serta tempat hidup manusia dalam memanfaatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang: a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950); PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

SUMBER DAYA ALAM DAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN

SUMBER DAYA ALAM DAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN SUMBER DAYA ALAM DAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN SUMBER DAYA ALAM SDA adalah sumber kekayaan bumi baik biotik (hayati) maupun abiotik (non-hayati) yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia SDA

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN DIREKTORAT PENGAWASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi memadai untuk dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik No.1048, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion. Norma. Standar. Prosedur. Kriteria. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BITUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi kehidupan manusia. Dalam sistem tata lingkungan, air merupakan unsur utama. Negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NO. 2 2004 SERI. C PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB. SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : 08.00 12.00 WIB. Oleh : HARRY SANTOSO Kementerian Kehutanan -DAS adalah : Suatu

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG DISAMPAIKAN PADA BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 20, 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi BAB 5 PENUTUP Bab penutup ini akan memaparkan temuan-temuan studi yang selanjutnya akan ditarik kesimpulan dan dijadikan masukan dalam pemberian rekomendasi penataan ruang kawasan lindung dan resapan air

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

PERENCANAAN PERLINDUNGAN PERENCANAAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UU No 32 tahun 2009 TUJUAN melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup menjamin keselamatan,

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR. Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK

PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR. Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK PENDAHULUAN Sumber daya air yang terdiri atas air, sumber air, dan daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya alamnya berdasarkan

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disempurnakan dan diganti dengan Undang Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH CAIR BAGI USAHA MIKRO BATIK DENGAN INSTALASI PENGOLAH AIR LIMBAH KOMUNAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

Lebih terperinci

ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi 3.1.1. Permasalahan Umum Dalam mencapai peran yang diharapkan pada Visi dan Misi Kepala

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR UMUM. Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013 Disampaikan pada Seminar Nasional dan Kongres VIII MKTI Di Palembang 5-7 November 2013 Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013 Permasalahan Pengelolaan SDA Sampah Pencemaran Banjir Kependudukan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR UMUM. Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka Konservasi Rawa, Pengembangan Rawa,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa dalam rangka Konservasi Rawa,

Lebih terperinci