Gambar IV.21 Hubungan kondisi pengudaraan dan effluen S COD untuk ketiga reaktorr
|
|
- Ida Lesmana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Gambar IV.21 Hubungan kondisi pengudaraan dan effluen S COD untuk ketiga reaktorr Gambar IV.17-IV.19 menunjukkan pola yang sama untuk ketiga reaktor, dimana konsumsi bahan organik terutama terjadi pada 60 cm di bagian bawah reaktor dan melambat 30 cm berikutnya. Pola ini menunjukkan pola laju penyisihan bahan organik dengan tipikal orde laju pertama. Hal ini diperkuat dengan Gambar IV.20 yang menunjukkan rata-rata konsentrasi S COD di tiap ketinggian. Hasil pengujian statistik dengan menggunakan t-tes menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar ketiga reaktor. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya pengaruh pengudaraan pada kinerja reaktor secara keseluruhan, meskipun tidak terlihat hubungan secara langsung antara kondisi pengudaraan saat pengambilan sampel dengan pola degradasi COD yang terjadi. Pola konsumsi yang mengikuti orde kesatu berhubungan dengann kecenderungan mikroorganisme untuk mengkonsumsi bahan organik yang lebih mudah untuk didegradasi, dan melambat sehubungan semakin kompleksnya komposisi bahan organik yang harus dikonsumsi. 83
2 IV.5.5 Resume kondisi kontinyu Resume perbandingan efisiensi untuk parameter kenaikan oksigen terlarut, penyisihan amoniumm dan penyisihan SCOD untuk R1, R2 dan R3 ditunjukkan pada Gambar IV.22. Gambar IV.22 Perbandingan efisiensi untuk parameter-parameter yang diamati pada ketiga reaktor Hasil percobaan secara kontinyu untuk pada konsentrasi S COD teoritis 300 mg/l menunjukkan perbedaan kinerja untuk parameter oksigen terlarut, amonium, TSS dan efisiensi penyisihan S COD pada R1, R2, dan R3. Meskipun secara rata-rata beberapa parameter menunjukkan perbedaan yang kecil, tetapi dengan uji statistik didapatkan perbedaan tersebut cukup signifikan. Oleh karena tidak ada variabel lain selain pengudaraan yang digunakan, maka diduga perbedaan yang terjadi terutama akibat kondisi pengudaraan yang dilakukan berpengaruh pada kondisi di dalam reaktor, sehingga secara keseluruhan untuk parameterr yang teramati terdapat perbedaan-perbedaan. Faktor lain yang diperkirakan juga berpengaruh adalah temperatur reaktor. Perbandingan hasil-hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan penelitian menggunakan reaktor BAF oleh Mann & Stephenson (1997) dan Wang et al (2006) ditunjukkan pada Tabel IV.4. 84
3 Tabel IV.4 Perbandingan hasil Penelitian dengan penelitian lain sejenis Penelitian ini Mann & Stephenson (1997) Wang et al. (2006) inlet R1 R2 R3 inlet outlet inlet outlet Reaktor SAB BAF BAF Jenis limbah buatan, sukosa asli, domestik buatan, sukrosa Laju aerasi 3.5 l/menit 4 l/menit 4 l/menit Mode - intermit 2-2 intermit 4-4 menerus menerus menerus Media - terapung bioball terapung, PP terapung, lava S COD (mg/l) ,8 33,05 Amonium 2,41 0,54 1,18 1,61 21,2 17,9 38, DO 3,4 4,56 4,23 5,07 1,1 7,6 1,2 5,5 T ( o C) 22-23,8 16,5-17, ,5 ph 7,4 7,2 7,1 Perbandingan tersebut menunjukkan efisiensi yang tidak berbeda terlalu jauh untuk penyisihan rata-rata S COD dan amonium dengan kedua penelitian yang dibandingkan. Perbedaan yang cukup terlihat adalah pada peningkatan oksigen terlarut. Kondisi ini terjadi terutama akibat temperatur penelitian yang berbeda, dimana kedua penelitian yang dibandingkan menggunakan kontrol temperatur, sehingga temperatur reaktor relatif konstan. IV.6 Kinetika penyisihan bahan organik IV.6.1 Batch Bentuk paling sederhana untuk perhitungan kinetika penyisihan bahan organik adalah dengan pendekatan perhitungan reaksi orde ke-1 pada kondisi reaktor batch. Beberapa referensi menjelaskan bahwa pendekatan ini yang paling mendekati kondisi reaktor SAB. Pengamatan pada kondisi penyisihan S COD pada penelitian ini menunjukkan pola yang sama dengan teori, yaitu penyisihan S COD berlangsung sesuai dengan orde ke-1. Perhitungan untuk mendapatkan kinetika penyisihan bahan organik secara batch dilakukan dengan terlebih dahulu mengambil sampel S COD secara batch. Hasil sampling dan pengujian ditunjukkan pada Gambar IV.3. Nilai S COD yang 85
4 diperoleh untuk tiap waktu sampling dibandingkan dengan nilai S COD awal dan diplot terhadap waktu. Contoh ploting untuk R1 ditunjukkan pada pada Gambar IV.23. R1 -ln(c/c 0 ) y = 0.143x R² = Gambar IV.23 Penentuan kinetika laju reaksi Batch pendekatan dengan Orde 1 untuk Reaktor 1 Jam Dari ploting tersebut didapatkan konstanta reaksi orde pertama untuk reaktor 1 (k R1 ) tersebut adalah Hasil perhitungan yang lain untuk R2 didapatkan nilai k R2 =0.147 dan untuk reaktor 3 didapatkan nilai k R3 = Sehingga dengan perhitungan sederhana ini didapatkan konstanta laju reaksi untuk R3 lebih rendah dibanding dengan R1 dan R2. Rendahnya nilai k pada R3 ini dapat diartikan dibandingkan dua reaktor yang lain, efisiensi R3 lebih rendah, meskipun perbedaan tersebut tidak terlalu jauh. Sebagai perbandingan, digunakan kinetika dengan pendekatan Monod.Pendekatan Monod menggunakan asumsi konsentrasi biofilm merata pada setiap biofilm, walaupun asumsi ini tidak tepat menurut di dalam Mann & Stephenson (1997). Penggunaan Kinetika ini hanyalah sebagai pembanding penggunaan reaksi orde ke-1. Tingkat kesalahan yang tinggi disebabkan oleh asumsi utama meratanya pertumbuhan biofilm dan konversinya ke dalam bentuk satuan massa per volume. 86
5 Kinetika Monod dihitung dengan menggunakan pendekatan persamaan III.13. Contoh Ploting hasil percobaan batch dengan nilai R 2 tertinggi pada R1 ditunjukkan pada Gambar IV.24. (C s0 -C s )/ln(c s0 /C s ) R1 y = 0.012x R² = t*c B /ln(c s0 /C s ) Gambar IV.24 Penentuan kinetika laju reaksi Batch dengan pendekatan Kinetika Monod Perbandingan untuk nilai kinetika orde ke-1 dan kinetika Monod ditunjukkan pada Tabel IV.5. Tabel IV.5 Perbandingan hasil perhitungan reaktor Batch Kinetika Batch Reaktor Orde 1 Monod k R 2 a=r s max b=-ks R 2 1 0,143 0,946 0,012 32, ,146 0,987 0,011 6,814 0, ,129 0,988 0,009 69,17 0,524 Tabel IV.5 menunjukkan nilai korelasi yang tinggi dengan pendekatan kinetika orde ke-1 dibandingkan dengan pendekatan kinetika Monod. Hal ini memperkuat pernyataan Mann dan Stephenson (1997) di atas, bila pendekatan empiris akan memberikan hasil yang lebih memuaskan. 87
6 IV.6.2 Kinetika Kontinyu Tujuan dari perhitungan kinetika secara kontinyu adalah untuk melihat perbandingan kinerja reaktor. Untuk perhitungan kinetika digunakan pendekatan secara empiris dengan persamaan II.7, sebagaimana penurunannya dijelaskan pada Lampiran I, akan didapatkan nilai konstanta biomassa k* dan nilai konstanta media n untuk tiap reaktor. Nilai inilah yang digunakan sebagai dasar penilaian kinerja reaktor. Percobaan kontinyu dilakukan dengan melakukan secara seri, yaitu tiga kali running menggunakan tiga beban organik yang berbeda yaitu 300, 400 dan 500 mg/l COD dengan limbah buatan sukrosa. Sampel diambil di empat titik sampling yaitu pada bagian inlet, P1, P2 dan outlet. Sampling diambil tiga kali untuk tiap beban, kecuali untuk beban 300 mg/l yang diambil 6 kali. Nilai range hasil sampling ditunjukkan pada Tabel IV.6 berikut ini. Tabel IV.6 Range nilai Efluen S COD dari hasil sampling (semua satuan dalam mg/l) Beban Influen R1 R2 R3 Rata-Rata Range Rata-Rata Range Rata-Rata Range Data-data yang diperoleh dari sampling kemudian diolah dengan menggunakan perhitungan sebagaimana ditunjukkan pada Lampiran 1. Berikut ini diberikan contoh untuk Reaktor 1 pada Beban 300 mg/l. Hasil sampling untuk tiap ketinggian pada beban 300 mg/l menunjukkan profil penurunan beban organik untuk orde ke-1 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar IV.25. Nilai R 2 sebesar 0,864 menunjukkan penjelasan hubungan antara penyisihan S COD pada profil ketinggian reaktor lebih sesuai menggunakan pendekatan orde ke-1 dibandingkan dengan pendekatan orde lain. 88
7 S COD, mg/l y = 441.4e -0.02x R² = H, cm Gambar IV.25 Konsentrasi S COD vs ketinggian reaktor pada R1 Data hasil percobaan ini kemudian diploting antara H vs ln(s) yang menghasilkan kemiringan garis m 1. Dari gambar di bawah ini didapatkan nilai kemiringan garis m= ln(s/s 0 ) y = x R² = H, cm Gambar IV.26 Hasil percobaan R1 ln(s/s 0 ) vs H Ploting dilakukan juga untuk beban 400 dan 500, sehingga didapatkan nilai m 2 dan m 3. Nilai m 1, m 2 dan m 3 yang didapatkan kemudian digunakan untuk menghitung nilai k* dan n. Hasil Ploting untuk R1 pada Gambar IV.27 didapatkan nilai n=0,625 dan nilai k= 31. Perhitungan nilai n dan k* yang lain ditunjukkan pada Gambar IV.28 dan IV.29, sedangkan ringkasan nilai n dan k* ditunjukkan pada Tabel IV.7. 89
8 Gambar IV.27 Penentuan nilai n dan k* k Reaktor 1 Gambar IV.28 Penentuan nilai n dan k* k Reaktor 2 Gambar IV.29 Penentuan nilai nil n dan k* Reaktor 3 90
9 Tabel IV.7 Ringkasan Nilai Parameter Kinetika untuk tiga Parameter Parameter R1 R2 R3 n k* R Nilai k* mengindikasikan keseluruhan unjuk kerja reaktor untuk penyisihan S COD dan sebagai kontrol laju penyisihan di setiap titik ketinggian reaktor pada tiap konsentrasi S COD influen. Semakin tinggi nilai k* akan menghasilkan nilai efisiensi penyisihan S COD yang semakin besar. Sedangkan nilai konstanta media n mengindikasikan variasi laju penyisihan S COD pada beban S COD yang masuk, atau dengan kata lain stabilitas pada proses. Nilai n yang kecil menunjukkan variasi yang besar pada penyisihan S COD di dalam range konsentrasi influen S COD yang kecil, dan akan menunjukkan kinerja yang kurang bagus apabila konsentrasi air limbah sangat bervariasi, misalnya saat terjadi beban kejut (shock loading). Dari hasil perhitungan didapatkan nilai k* dan n yang tidak jauh berbeda untuk ketiga reaktor. Nilai k* pada R1, R2 dan R3 yang tidak tidak berbeda jauh untuk ketiga reaktor mengindikasikan performa ketiga reaktor yang tidak terlalu jauh. Sedangkan apabila di lihat dari nilai konstanta media, walaupun digunakan jenis media yang sama, tetapi menghasilkan nilai konstanta yang berbeda. Hal ini menunjukkan perbedaan yang terjadi lebih disebabkan oleh kondisi internal reaktor, terutama aliran yang ada didalamnya, dan bukan karena materi media. Nilai n yang lebih besar pada R3 menunjukkan variasi effluen yang dihasilkan oleh reaktor ini lebih kecil dari dua reaktor lainnya, sehingga kemungkinan untuk menahan beban kejut juga lebih besar. Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Mann & Stephenson (1997) (Tabel II.8) untuk konstanta media menunjukkan kemiripan sifat media bioball dengan media sunken yang digunakan pada percobaan tersebut, walaupun secara fisik media bioball adalah termasuk di dalam media terapung. Hal ini menunjukkan konstanta media lebih condong pada bagaimana pengaruh media tersebut pada keseluruhan kinerja reaktor, dan tidak hanya sekedar kesamaan fisik. 91
10 Kemungkinan yang lain adalah karakteristik luas permukaan media terapung pada percobaan Mann & Stephenson (1997) lebih efektif dibandingkan dengan media bioball yang digunakan di dalam penelitian ini. IV.6.3 Resume Kinetika Secara umum dapat dilihat nilai kinetika laju reaksi untuk ketiga reaktor tidak memberikan perbedaan yang signifikan baik secara batch maupun secara kontinyu. Dengan menggunakan pendekatan orde pertama untuk reaktor batch didapatkan konstanta laju reaksi sebesar 0,129-0,143. Sedangkan apabila digunakan pendekatan empiris dengan percoabaan secara kontinyu, didapatkan didapatkan nilai konstanta biomasa k* yang menunjukkan efisiensi yang tidak berbeda antara R1, R2, dan R3. Sedangkan dari parameter nilai konstanta media menunjukkan ketahanan R3 yang lebih baik dibandingkan R1 dan R2 terhadap variasi beban yang masuk. IV.7 Hidrodinamika Reaktor SAB dan TF menunjukkan karakteristik yang mirip, walaupun TF bukan reaktor terendam. Kondisi ini dapat dilihat dari uji perunut untuk reaktor TF dan SAB yang menunjukkan profil aliran plug flow (Mann & Stephenson, 1997). Kondisi hidrodinamika di dalam reaktor memang paling tepat diamati dengan metode tracer. Karena adanya beberapa keterbatasan, maka untuk kondisi hidrodinamika hanya diamati secara visual menggunakan pewarna. Pewarna yang digunakan adalah pewarna buatan untuk makanan. Uji ini dilakukan pada akhir masa penelitian. Seri gambar hasil penggunaan pewarna ini dapat dilihat Pada Gambar IV.30. Penggunaan pewarna untuk melihat pola aliran pada reaktor menunjukkan pada kondisi tanpa pengudaraan aliran limbah cenderung mengalir ke arah ke bagian aerator, kemudian naik dan menyebar di bawah media. Aliran kemudian naik ke arah effluen dengan menunjukkan pola aliran plug flow. 92
11 Gambar IV.30 Penggunaan pewarnaan untuk melihat pola aliran pada reaktor Terdapat pola yang sama untuk R1, R2 dan R3 pada saat tidak dilakukan pengudaraan. Pada saat pengudaraan diberikan maka kondisi yang terjadi tidak lagi sepenuhnya menunjukkan aliran plug flow, tetapi juga menunjukkan pola percampuran complete mix. Hal yang sama sebenarnya juga teramati pada percobaan untuk reaktor tipe terendam yang lain, yaitu Aerated Submerged Fixed- Film-Filter (ASFFR) menunjukkan pola aliran yang terjadi pada reaktor ASFFR lebih mirip dengan model pola aliran Continous strirred tank reactor (CSTR) di dalam rangkaian seri (Hamoda, 1989). Dapat dimungkinkan pula pada saat terjadi pengudaraan akan terjadi penambahan pengadukan dan adanya jalan pintas, tetapi hal ini terutama terjadi pada penggunaan media tenggelam dibandingkan dengan penggunaan floating media 93
12 IV.8 Mikroorganisme di dalam reaktor Seperti yang telah dijelaskan didalam Bab II, ada beberapa kesulitan di dalam mengidentifikasikan mikroorganisme yang terdapat di dalam biofilm dengan metode konvensional yang ada oleh karena biofilm tidak dengan mudah ditumbuhkan dengan metode konvensional (Wagner et al., 1993 di dalam Wingender & Flemming, 2001). Identifikasi hanya dapat dilakukan dengan teknik yang lebih modern. Oleh karena itu identifikasi mikroorganisme yang dilakukan hanya dengan melakukan dugaan mikroorganisme yang aktif. Metode yang dilakukan adalah dengan mengambil sampling air dan media dari reaktor dan diperiksakan ke Lab Bakteriologi Biofarma. Hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti antara nikroorganisme di R1, R2 dan R3. Di dalam air sampel didapatkan kelompok bakteri patogen antara lain Bacillus sp, Pseudomonas sp, Enterobacter cloacaeae, dan Enterobacter agglomerans. Kelompok bakteri di dalam air limbah didalam reaktor terutama didominasi oleh bakteri heterotrof. Tetapi kelompok bakteri yang mendominasi biofilm tidak teridentifikasi di dalam penelitian ini 94
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1. Umum Pada Bab IV ini akan dijabarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil-hasil penelitian yang didapatkan. Secara garis besar penjelasan hasil penelitian
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pada pengelolaan air limbah secara individu, air limbah greywater belum menjadi perhatian utama. Air limbah greywater secara konvensional masuk ke dalam saluran drainase
Lebih terperinciBab III Metode Penelitian
Bab III Metode Penelitian III.1 Umum Pada Bab III ini akan dijelaskan metode yang digunakan didalam penelitian ini. Selain itu akan dijelaskan pula susunan reaktor, variabel yang digunakan, dan metode
Lebih terperinciPENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB
PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB Winardi Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura, Pontianak Email: win@pplh-untan.or.id ABSTRAK Reaktor batch
Lebih terperinciBAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN
BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN VII.1 Umum Operasi dan pemeliharaan dilakukan dengan tujuan agar unit-unit pengolahan dapat berfungsi optimal dan mempunyai efisiensi pengolahan seperti yang diharapkan
Lebih terperinciBAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON
BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON 177 Di dalam proses pengolahan air limbah secara biologis, selain proses dengan biakan tersuspensi (suspended culture) dan proses dengan biakan melekat (attached culture),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Water Treatment Plant (WTP) sungai Cihideung milik Institut Pertanian Bogor (IPB) kabupaten Bogor, Jawa Barat.Analisa laboratorium
Lebih terperinciDosen Pembimbing: Prof. DR. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc
TugasAkhir RE 091324 Dosen Pembimbing: Prof. DR. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. 19550128 198503 2001 Oleh : Andrew indrawanto 3309100011 Tiap tahun bertambahnya jumlah penduduk Terjadinya banyaknya air
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.
Lebih terperinciPEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK
JRL Vol.6 No.2 Hal. 159-164 Jakarta, Juli 21 ISSN : 285-3866 PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK Indriyati Pusat Teknologi Lingkungan - BPPT Jl. MH. Thamrin No. 8 Jakarta 134 Abstract Seeding
Lebih terperinciBab IV Data dan Hasil Pembahasan
Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang sedang berkembang, sektor perekonomian di Indonesia tumbuh dengan pesat. Pola perekonomian yang ada di Indonesia juga berubah, dari yang
Lebih terperinciPENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN
J. Tek. Ling. Vol. 9 No. 1 Hal. 25-30 Jakarta, Januari 2008 ISSN 1441-318X PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN Indriyati Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terbagi atas 6 bagian, yaitu : 1. Analisa karakteristik air limbah yang diolah. 2.
Lebih terperinciSistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)
Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) dengan beberapa ketentuan antara lain : Waktu aerasi lebih
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis energi menjadi topik utama dalam perbincangan dunia, sehingga pengembangan energi alternatif semakin pesat. Salah satunya adalah produksi bioetanol berbasis
Lebih terperinciGambar 7.4 skema trickle bed reactor
Gambar 7.4 skema trickle bed reactor Gambar 7. 5 Skema Slurry Reactor Gambar 7.6 plug flow reactor yang dirangkai serie Reaktor tersebut dapat saja dioprasikan dalam rangkaian seri atau paralel. Dalam
Lebih terperinciJURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012
Oleh : Rr. Adistya Chrisafitri 3308100038 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012
Lebih terperinci1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Limbah cair dari sebuah perusahaan security printing 1 yang menjadi obyek penelitian ini selanjutnya disebut sebagai Perusahaan Security Printing X - memiliki karakteristik
Lebih terperinciTUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani
TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN Oleh : Edwin Patriasani Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc LATAR BELAKANG
Lebih terperinciANALISA KINETIKA PERTUMBUHAN BAKTERI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI BIOGAS DARI MOLASES PADA CONTINUOUS REACTOR 3000 L
LABORATORIUM PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 ANALISA KINETIKA PERTUMBUHAN BAKTERI DAN PENGARUHNYA TERHADAP
Lebih terperinciPENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN RINGAN
J. Tek. Ling. Vol. 10 No. 1 Hal. 85-89 Jakarta, Januari 2009 ISSN 1441-318X PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MINUMAN RINGAN Indriyati dan Joko Prayitno Susanto Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit
Lebih terperinciEFEK AERASI DAN KONSENTRASI SUBSTRAT PADA LAJU PERTUMBUHAN ALGA MENGGUNAKAN SISTEM BIOREAKTOR PROSES BATCH
TUGAS AKHIR RE091324 EFEK AERASI DAN KONSENTRASI SUBSTRAT PADA LAJU PERTUMBUHAN ALGA MENGGUNAKAN SISTEM BIOREAKTOR PROSES BATCH ANSHAH SILMI AFIFAH NRP. 3309100075 DOSEN PEMBIMBING Prof. Ir. Joni Hermana,
Lebih terperinciOLEH : WARSIDI SUDARMA ( ) PASCA SARJANA TEKNIK LINGKUNGAN ITS
TESIS : Pengolahan Ammonium Nitrogen (NH 4+ - N) Pada Lindi TPA Benowo dengan Presipitasi Struvite (Magnesium Ammonium Phosphat) Menggunakan Continuous Flow Stirred Tank Reactor OLEH : WARSIDI SUDARMA
Lebih terperinciA. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji yang digunakan adalah air limbah industri tepung agar-agar. Bahan kimia yang
Lebih terperinciPENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN
J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal. 58-63 Jakarta Juli 2008 ISSN 1441-318X PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN Indriyati dan Joko Prayitno Susanto Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian
Lebih terperinciSTUDI PENGARUH SALINITAS TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA BENOWO
STUDI PENGARUH SALINITAS TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA BENOWO Oleh: Lailatul Azizah 3306 100 090 Dosen Pembimbing: IDAA. Warmadewanthi, ST, MT, PhD. Latar Belakang Tumpukan sampah ditpa proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. instalasi pengolahan sebelum dialirkan ke sungai atau badan air penerima.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air limbah yang berasal dari daerah permukiman perkotaan merupakan bahan pencemar bagi mahluk hidup sehingga dapat merusak lingkungan di sekitarnya. Untuk menjamin
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Mandalam & Palsson (1998) ada 3 persyaratan dasar untuk kultur mikroalga fotoautotropik berdensitas tinggi yang tumbuh dalam fotobioreaktor tertutup. Pertama adalah
Lebih terperinciPENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)
PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) Diperoleh penurunan kadar COD optimum pada variasi tumbuhan Tapak Kuda + Kompos 1 g/l. Nilai COD lebih cepat diuraikan dengan melibatkan sistem tumbuhan
Lebih terperinciPENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT
PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT Oleh : Agus Mirwan, Ulfia Wijaya, Ade Resty Ananda, Noor Wahidayanti Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
85 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Karakteristik Limbah Pemeriksaan karakteristik limbah cair dilakukan untuk mengetahui parameter apa saja yang terdapat dalam sampel dan menentukan pengaruhnya
Lebih terperinciPendahuluan. Prinsip Dasar. RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani. Ukuran standar: Putaran 1,0-1,6 rpm
Pendahuluan RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani Dibangun pertama kali di Jerman (Barat) pada tahun 1960 diperkenalkan di Amerika Serikat Di AS dan Kanada, 70% menyisihkan karbon organik
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 %
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang semakin meningkat pada setiap tahunnya.berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2015),
Lebih terperinciRBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani. Pendahuluan
RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani Pendahuluan Dibangun pertama kali di Jerman (Barat) pada tahun 1960 diperkenalkan di Amerika Serikat Di AS dan Kanada, 70% menyisihkan karbon organik
Lebih terperincikompartemen 1, kompartemen 2, kompartemen 3 dan outlet, sedangkan untuk E.Coli
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini parameter yang diuji adalah COD, E. Coli dan ph. Pemeriksaan COD dan ph dilakukan setiap 2 sekali dengan tujuan untuk mengetahui konsentrasi
Lebih terperinciStudi Kinetika Degradasi Zat Organik pada Reaktor Hibrid Anaerob
tudi Kinetika Degradasi Zat Organik pada Reaktor Hibrid Anaerob Oleh Gede H. Cahyana, M.T dan Asis H. Djajadiningrat Abstrak Telah dilaksanakan studi kinetika pada Reaktor Hibrid Anaerob (Rehan) dengan
Lebih terperinciStudi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung
Jurnal Teknologi Proses Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia 6() Januari 7: 7 ISSN 4-784 Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung Maya Sarah
Lebih terperinciINSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG
INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG KONTEN Pendahuluan Skema Pengolahan Limbah Ideal Diagram Pengolahan Limbah IPAL Bojongsoang Pengolahan air limbah di IPAL Bojongsoang: Pengolahan Fisik
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20
Lebih terperinciPENGARUH RASIO MEDIA, RESIRKULASI DAN UMUR LUMPUR PADA REAKTOR HIBRID AEROBIK DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK
31 PENGARUH RASIO MEDIA, RESIRKULASI DAN UMUR LUMPUR PADA REAKTOR HIBRID AEROBIK DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK THE EFFECT OF MEDIA RATIO, RECIRCULATION AND SLUDGE AGE AT AEROBIC HYBRID REACTOR IN ORGANIC
Lebih terperinciPengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-35 Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik Laily Zoraya Zahra, dan Ipung Fitri Purwanti Jurusan Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan kegiatan terencana dalam upaya merubah suatu keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu membawa dampak positif dan
Lebih terperinciPengolahan Limbah Domestik Menggunakan Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) dengan Proses Aerobik-Anoksik untuk Menurunkan Nitrogen
F361 Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) dengan Proses Aerobik-Anoksik untuk Menurunkan Nitrogen Ana Anisa dan Welly Herumurti Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peruraian anaerobik (anaerobic digestion) merupakan salah satu metode
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peruraian anaerobik (anaerobic digestion) merupakan salah satu metode pengolahan limbah secara biologis yang memiliki keunggulan berupa dihasilkannya energi lewat
Lebih terperinciPENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER
PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER Afry Rakhmadany 1, *) dan Nieke Karnaningroem 2) 1)Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciUnit Aerasi, Sedimentasi, dan Biosand Filter Sebagai Pereduksi COD, TSS, Nitrat, dan Fosfat Air Limbah Artificial (Campuran Grey dan Black Water)
1 Unit Aerasi, Sedimentasi, dan Biosand Filter Sebagai Pereduksi COD, TSS, Nitrat, dan Fosfat Air Limbah Artificial (Campuran Grey dan Black Water) Bahari Purnama Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan
Lebih terperinci2.2 Komposisi dan Sifat-sifat Air Buangan Domestik 6
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN ABSTRAKSI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i ii ii' v viii ix xi xiiii xvi xviiii
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika analisa dan pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terdiri dari karakteristik air limbah, pola penyisihan pencemar organik
Lebih terperinciDISUSUN OLEH TIKA INDRIANI ( ) DOSEN PEMBIMBING WELLY HERUMURTI, ST, MSc.
UJIAN LISAN TUGAS AKHIR STUDI EFISIENSI PAKET PENGOLAHAN GREY WATER MODEL KOMBINASI ABR-ANAEROBIC FILTER Efficiency Study of ABR-Anaerobic Filter Combine Model As Grey Water Treatment Package DISUSUN OLEH
Lebih terperinciBAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS
6.1 Pre Eksperimen BAB VI HASIL Sebelum dilakukan eksperimen tentang pengolahan limbah cair, peneliti melakukan pre eksperimen untuk mengetahui lama waktu aerasi yang efektif menurunkan kadar kandungan
Lebih terperincikimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat
1 2 Dengan semakin meningkatnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan maka mengakibatkan semakin meningkatnya potensi pencemaran lingkungan. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung senyawa
Lebih terperinciDAFTAR ISI. PERNYATAAN KATA PENGANTAR...
DAFTAR ISI PERNYATAAN KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI. DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL... DAFTAR ARTI LAMBANG.. ABSTRAK ABSTRACT.. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Keaslian Penelitian. 1.3. Manfaat
Lebih terperinciSTUDI KINERJA BOEZEM MOROKREMBANGAN PADA PENURUNAN KANDUNGAN NITROGEN ORGANIK DAN PHOSPAT TOTAL PADA MUSIM KEMARAU.
STUDI KINERJA BOEZEM MOROKREMBANGAN PADA PENURUNAN KANDUNGAN NITROGEN ORGANIK DAN PHOSPAT TOTAL PADA MUSIM KEMARAU. OLEH : Angga Christian Hananta 3306.100.047 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Ir. Joni Hermana,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Batam merupakan salah satu kota di Propinsi Kepulauan Riau yang perkembangannya cukup pesat yang secara geografis memiliki letak yang sangat strategis karena
Lebih terperinciChemostat Cascade gabungan antara dua atau lebih CSTRs dalam rangkaian seri menghasilkan proses multi-tahap di mana kondisi seperti ph,
13.5.6 Chemostat Cascade gabungan antara dua atau lebih CSTRs dalam rangkaian seri menghasilkan proses multi-tahap di mana kondisi seperti ph, temperatur dan komposisi media dapat bervariasi di setiap
Lebih terperinciEffect of Aeration and Natural Light in Capability of High Rate Algae Reactor (HRAR) for Organic Matter Removal of Domestic Urban Wastewater
PENGARUH AERASI DAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA KEMAMPUAN HIGH RATE ALGAE REACTOR (HRAR) DALAM PENURUNAN BAHAN ORGANIK LIMBAH DOMESTIK PERKOTAAN Effect of Aeration and Natural Light in Capability of High Rate
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan
Lebih terperinciBAB III Metodologi Penelitian
BAB III Metodologi Penelitian 3.1. Tahap penelitian Tahapan penelitian ini dapat dilihat pada gambar III.1. Perumusan Masalah Tahap Persiapan Persiapan alat: Aerator, ozon generator dan dekomposer Pembuatan
Lebih terperinciF UiMBU REKU RAYA 1994 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR. Oleh
PENENTUAN NlLAl PARAMETER PER ANCAMGAN BIO REAKTOR AEROBIK UWTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAlR PABRIK KELAPA SAWlT MENGGUNAKAN LUMPUR AKTlF TERAMOBILISASI PADA BATU APUN6 Oleh UiMBU REKU RAYA F 26. 1150 1994
Lebih terperinciBAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. rata-rata nilai BOD dapat dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Nilai BOD dari tahun 2007 sampai 2014.
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisa Parameter Kualitas Air Limbah BOD 5.1.1. Parameter BOD Analisa terhadap nilai BOD pada instalasi pengolahan air limbah pada tahun 2007-2014 dilakukan dengan menganalisa
Lebih terperinciF UiMBU REKU RAYA 1994 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR. Oleh
PENENTUAN NlLAl PARAMETER PER ANCAMGAN BIO REAKTOR AEROBIK UWTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAlR PABRIK KELAPA SAWlT MENGGUNAKAN LUMPUR AKTlF TERAMOBILISASI PADA BATU APUN6 Oleh UiMBU REKU RAYA F 26. 1150 1994
Lebih terperinciPengolahan Limbah Domestik Menggunakan Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) dengan Proses Aerobik-Anoksik untuk Menurunkan Nitrogen
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-339 (2301-9271 Print) F-361 Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) dengan Proses Aerobik-Anoksik untuk Menurunkan Nitrogen
Lebih terperinciDosen Pembimbing: Ir. Mas Agus Mardyanto, ME., PhD
TUGAS AKHIR Studi Kemampuan Spirulina sp. Dalam Membantu Mikroorganisme Menurunkan Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Air Boezem Dengan High Rate Alga Reactor (HRAR) Oleh: Gwendolyn Sharon Weley Dosen Pembimbing:
Lebih terperinciTembalang, Semarang
PENCUCIAN PAKAIAN (LAUNDRY) DENGAN TEKNOLOGI BIOFILM MENGGUNAKAN MEDIA FILTER SERAT PLASTIK DAN TEMBIKAR DENGAN SUSUNAN RANDOM Satyanur Y Nugroho *), Sri Sumiyati *), Mochtar *) *) Program Studi Teknik
Lebih terperinciII. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA
II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA 2. 1 Pengumpulan Air Limbah Air limbah gedung PT. Sophie Paris Indonesia adalah air limbah domestik karyawan yang berasal dari toilet,
Lebih terperinciHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. IV.1 Karakteristik Air Limbah
49 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Karakteristik Air Limbah Air limbah dalam penelitian ini adalah air limbah Rumah Sakit Makna yang berlokasi di Jalan Ciledug Raya, Tangerang dan tergolong rumah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, aktivitas pengurangan amonium oleh bakteri nitrifikasi dan anamox diamati pada dua jenis sampel, yaitu air limbah industri dan lindi. A. Pengurangan amonium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian masih menjadi pilar penting kehidupan dan perekonomian penduduknya, bukan hanya untuk menyediakan kebutuhan pangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air buangan merupakan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Jenis limbah cair ini dibedakan lagi atas sumber aktifitasnya,
Lebih terperinciMahasiswa : Reza Rizki Mustafa NRP Dosen Pembimbing : Ir. M. Razif, MM.
Presentasi Laporan Tugas Akhir : Penelitian Aplikasi Bottom Ash Untuk Adsorpsi Limbah Pewarnaan Jeans Dengan Pilot Plant Kolom Horizontal Mahasiswa : Reza Rizki Mustafa NRP. 3308 100 052 Dosen Pembimbing
Lebih terperinciKinetika Reaksi Homogen Sistem Reaktor Alir (Kontinyu)
KINETIKA DAN KATALISIS / SEMESTER PENDEK 2009-2010 PRODI TEKNIK KIMIA FTI UPN VETERAN YOGYAKARTA Kinetika Reaksi Homogen Sistem Reaktor Alir (Kontinyu) Senin, 19 Juli 2010 / Siti Diyar Kholisoh, ST, MT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia, dan manusia selama hidupnya selalu membutuhkan air. Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian
Lebih terperinci[Type text] BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Limbah cair merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tata kota. Mengingat limbah mengandung banyak zatzat pencemar yang merugikan bahkan
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni
Lebih terperincipenambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL
63 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan menggunakan Fluidized Bed Reaktor secara aerobik dengan media styrofoam ini dimulai dengan melakukan strarter bakteri yaitu dengan penambahan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan
Lebih terperinciPERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA
TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN PABRIK PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA Dosen Pengampu: Ir. Musthofa Lutfi, MP. Oleh: FRANCISKA TRISNAWATI 105100200111001 NUR AULYA FAUZIA 105100200111018
Lebih terperinciKINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA
Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN,
Lebih terperinciBambang Pramono ( ) Dosen pembimbing : Katherin Indriawati, ST, MT
PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN BERPENGAWASAN PADA AERATION BASIN DENGAN TEKNIK CUMULATIVE OF SUM (CUSUM) Bambang Pramono (2408100057) Dosen pembimbing : Katherin Indriawati, ST, MT Aeration basin Aeration
Lebih terperinciadanya gangguan oleh zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran air dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial, karena adanya gangguan oleh zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih. Keadaan ini akan
Lebih terperinciUJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI
UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI Edwin Patriasani dan Nieke Karnaningroem Jurusan Teknik Lingungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Pada umumnya,
Lebih terperinciPROSES PEMBENIHAN (SEEDING) DAN AKLIMATISASI PADA REAKTOR TIPE FIXED BED
PROSES PEMBENIHAN (SEEDING) DAN AKLIMATISASI PADA REAKTOR TIPE FIXED BED Indriyati Peneliti di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan Badan Pengkaijan dan Penrapan Teknologi, Jakarta Abstrak
Lebih terperinciUji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi
Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi Edwin Patriasani 1, Nieke Karnaningroem 2 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) 1 ed_win1108@yahoo.com,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan kebutuhan energi semakin meningkat menyebabkan adanya pertumbuhan minat terhadap sumber energi alternatif.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Ikan nila adalah memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap
Lebih terperinciPROSES FERMENTASI. Iman rusmana Departemen Biologi FMIPA IPB
PROSES FERMENTASI Iman rusmana Departemen Biologi FMIPA IPB Industri/Bioteknologi Sel & syw metabolit mikrob 2 proses penting : 1. Produksi Fermentasi 2. Hilir ekstraksi & purifikasi Pd fermentasi : Mikrob
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DAN HASIL 4.2 SPESIFIKASI SUBMERSIBLE VENTURI AERATOR. Gambar 4.1 Submersible Venturi Aerator. : 0.05 m 3 /s
32 BAB IV ANALISA DAN HASIL 4.1 PENDAHULUAN Hasil dari penelitian akan dibahas pada Bab IV ini. Hasil proses pengolahan air limbah didiskusikan untuk mengetahui seberapa efektifkah Submersible Venturi
Lebih terperinciProses Nitrifikasi Dan Denitrifikasi Dalam Pengolahan Limbah
Proses Nitrifikasi Dan Denitrifikasi Dalam Pengolahan Limbah Salmah Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara BAB I 1.1 Nitrifikasi yang Menggunakan Proses Lumpur Aktif Dua
Lebih terperinciBAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM)
BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM) 90 5.1 Klasifikasi Proses Film Mikrobiologis (Biofilm) Proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm atau biofilter secara garis
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Water Treatment Plan (WTP) sungai Cihideung milik Institut Pertanian Bogor (IPB) kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian
Lebih terperinciBAB V ANALISA AIR LIMBAH
BAB V ANALISA AIR LIMBAH Analisa air limbah merupakan cara untuk mengetahui karakteristik dari air limbah yang dihasilkan serta mengetahui cara pengujian dari air limbah yang akan diuji sebagai karakteristik
Lebih terperinciMekanisme : Air limbah diolah dengan aliran kontinyu Pengolahan lumpur dioperasikan tanpa resirkulasi
1. DESKRIPSI LAGUN AERASI Lagun aerasi adalah sebuah kolam yang dilengkapi dengan aerator. Sistem Lagon mirip dengan kolam oksidasi. Lagun adalah sejenis kolam tertentu dengan ukuran yang luas dan mampumenampung
Lebih terperinciAPLIKASI WETLAND. Prayatni Soewondo PRODI TEKNIK LINGKUNGAN, FTSL, ITB
APLIKASI WETLAND Prayatni Soewondo PRODI TEKNIK LINGKUNGAN, FTSL, ITB PEMBAHASAN: Teori: - Difinisi Wetland - Type-Type Wetland - Konstruksi Wetland Penerapan Wetland: - Skala lab - Skala Lapangan WETLAND
Lebih terperinciKinetika Reaksi Kimia dan Reaktor; Teori dan Soal Penyelesaian dengan SCILAB oleh Kusmiyati, S.T., M.T., Ph.D. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU
Kinetika Reaksi Kimia dan Reaktor; Teori dan Soal Penyelesaian dengan SCILAB oleh Kusmiyati, S.T., M.T., Ph.D. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh manusia selama berada di muka bumi. Semakin bertambahnya jumlah manusia di muka bumi semakin banyak pula
Lebih terperinci