BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan kebudayaan yang berkembang di dalam kelompok masyarakat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan kebudayaan yang berkembang di dalam kelompok masyarakat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena yang terdapat pada kelompok masyarakat sangat beragam. Termasuk sistem kemasyarakatan yang berlaku. Sistem kemasyarakatan biasanya terkait dengan kebudayaan yang berkembang di dalam kelompok masyarakat sehingga terdapat nilai kepatuhan tertentu yang dijalankan. Nilai kepatuhan tersebut bisanya merupakan sesuatu yang tidak tertulis, baik yang dilaksanakan secara sadar maupun tidak. Kebudayaan yang terdapat pada kelompoknya memiliki sifat khas yang mengikuti sifat kelompoknya (Herusatoto, 1987). Terdapat tujuh unsur universal kebudayaan, yaitu sistem religi dan upacara keagamaan; sistem organisasi kemasyarakatan; sistem pengetahuan; bahasa; kesenian; sistem mata pencarian hidup; serta sistem teknologi dan peralatan (Koentjaraningrat, 1976). Sistem organisasi kemasyarakatan, atau sistem kemasyarakatan merupakan titik beratnya. Sistem kemasyarakatan merupakan jalan masuk untuk mengetahui lebih jauh mengenai nilainilai yang diyakini oleh kelompok masyarakat, sehingga dapat menjadi politis. Hal-hal yang politis tidak hanya dapat dijelaskan dalam institusi formal, melainkan dapat muncul dari berbagai hal di luar itu. Politik berkaitan dengan kekuasaan secara umum, dalam hal patuh mematuhi. Fenomena kekuasaan tidak selalu dapat diamati dengan melihat bagaimana presiden menjalankan kepemimpinannya, kinerja lembaga negara, penyelenggaraan pemilu digelar, atau hal 12

2 sejenisnya. Kekuasaan tidak selalu mengenai hal yang besar seperti negara, tapi bisa juga muncul dalam ranah yang lebih sempit misalnya dalam kelompok masyarakat suatu suku. Salah satunya adalah kelompok masyarakat suku Jawa. Budaya suku Jawa atau budaya Jawa merupakan sebuah kebudayaan yang menarik untuk didalami. Budaya ini dilahirkan oleh orang-orang Jawa. Orang Jawa adalah orang yang bahasa ibunya adalah bahasa Jawa dan merupakan penduduk asli yang berasal dari bagian tengah dan timur pulau Jawa (Magnis Suseno, 1984), kini termasuk dalam wilayah administrasi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sebagian wilayah Jawa Timur. Dengan pusatnya adalah keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta. Jawa memiliki keunikan karena karakter budayanya, tingkah laku masyarakatnya, serta prinsip hidupnya. Nilai tradisional dari orang Jawa masih dapat dilihat sampai sekarang. Nilai-nilai tradisional Jawa berasal dari jaman kerajaan kuno masih tetap ada dan beberapa masih diterapkan sampai saat ini. Penyebaran orangorang Jawa yang bermigrasi ke banyak tempat di Indonesia membuat nilai-nilai tersebut ikut terbawa. Bahkan nilai-nilai dari Jawa juga ikut masuk ke dalam sistem politik nasional Indonesia karena banyaknya orang Jawa yang duduk di kursi pemerintahan. Orang Jawa menggunakan banyak simbol-simbol. Bahkan kehidupannya lekat dengan pengunaan simbol. Simbol-simbol ini berkaitan dengan nilai-nilai hidup yang dihayati di dalamnya serta tujuan yang hendak dicapai melaluinya. Nilai-nilai tersebut umumnya berkaitan dengan pedoman tingkah laku sehari-hari anggota kelompok 13

3 dalam banyak aspek (Mulder, 1983). Simbol-simbol Jawa juga memuat hal-hal mengenai sistem kemasyarakatan yang dinilai politis. Hal-hal yang politis merupakan hal-hal yang berhubungan dengan kekuasaan. Kekuasaan dalam konsep Jawa merupakan kekuasaan yang menggunakan simbolsimbol. Kekuasaan Jawa merupakan bentuk yang konkret sehingga memerlukan simbol tertentu sebagai penanda. Kekuasaan ini bukan merupakan konsep yang samasekali abstrak sehingga digunakanlah simbol-simbol. Penggunaan simbol oleh orang Jawa telah dilakukan cukup lama. Simbol digunakan sebagai perantara pesan atau nasehat (Herusatoto, 1987). Dalam penelitian oleh para ahli, ditemukan bahwa penggunaan simbol diberlakukan sejak jaman prasejarah. Hal ini terbukti dengan adanya benda-benda sederhana dari batu, misalnya untuk simbol roh nenek moyang, simbol untuk menyimbolkan status sosial, dan bahkan dalam makanan tertentu. Beberapa makanan di Jawa memiliki simbolisme yang sarat akan pesan, nasehat dan nilai. Masyarakat Jawa memiliki berbagai simbolisme yang tercermin dalam banyak hal. Simbolisme dalam makanan merupakan salah satu simbolisme yang ada dalam masyarakat Jawa. Simbolisme berkaitan dengan perwujudan suatu makna yang ingin disampaikan melalui media tertentu yang terdapat pada kehidupan sehari-hari, dan biasanya merupakan pelajaran hidup yang harus ditanamkan oleh masyarakat bersangkutan dalam keseharian mereka (Herusatoto, 1987) Makanan merupakan kebutuhan harian setiap manusia, oleh karena itu keberadaannya sangat lekat. Dalam masyarakat tradisional, makanan tidak hanya sekedar hidangan pemenuhan kebutuhan biologis. Makanan ada yang dibuat secara 14

4 khusus mengikuti suatu aturan tertentu dan dengan cita rasa tertentu. Dalam makanan yang dibuat secara khusus tersebut, terdapat makna yang ingin disampaikan melalui simbol-simbol yang terdapat padanya. Sejauh ini, penelitian mengenai makanan cenderung terkait dengan bidang kelimuan gizi atau boga. Penelitian mengenai makanan jarang tersentuh oleh bidang kelimuan sosial maupun politik. Dari sinilah ide mengenai topik ini muncul. Di Jawa terdapat berbagai macam makanan khas yang merupakan warisan tradisional. Diantaranya ada makanan yang dibuat secara khusus untuk suatu kegiatan yang juga khusus. Di dalamnya mengandung simbol-simbol dengan suatu pemaknaan. Salah satunya adalah nasi tumpeng. Jenis makanan ini merupakan makanan yang sering digunakan dalam upacara tradisional di Jawa, ditambah lagi makanan ini sarat akan simbol-simbol. Tumpeng berarti sega diwangun pasungan atau nasi berbentuk kerucut (Kamus Jawa Kuna Indonesia, 1981). Nasi tumpeng merupakan salah satu makanan Jawa yang dibuat secara khusus. Ia terbuat dari beras yang ditanak menjadi nasi, kemudian disajikan dalam berbentuk kerucut. Biasanya berupa nasi kuning atau putih kemudian disajikan dalam wadah tampah (nampan bulat) lalu digunakan untuk acara tertentu. Dalam melengkapi nasi tumpeng, terdapat berbagai macam makanan pelengkap yang diletakkan di sekitarnya. Setiap makanan yang berada di sekitar nasi tumpeng, nasi tumpeng itu sendiri, serta upacara yang sedang digelar mengandung mengandung makna khusus. Dari hal itu diperoleh keinginan untuk mengetahui bagaimana simbolisme dalam nasi tumpeng. Nasi tumpeng merupakan makanan Jawa yang sarat akan simbol 15

5 dan pemaknaan. Simbol dan pemaknaan dalam nasi tumpeng merupakan hal yang akan dikaji. Selain karena keunikannya, penggunaan nasi tumpeng ternyata tidak hanya sebatas digunakan oleh orang Jawa, melainkan lebih luas serta disajikan dalam acara-acara penting. B. Rumusan Masalah Berkaca dari pemaparan yang disajikan pada latar belakang, rumusan masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah makna simbolisasi nasi tumpeng menurut konsep kekuasaan Jawa? 2. Apakah simbolisasi tersebut masih digunakan? C. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, terdapat tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti, yaitu: Pada nasi tumpen, termasuk pada upacara yang diselenggarakan, terdapat simbolsimbol yang memiliki makna-makna tertentu terutama terkait dengan sistem kemasyarakatan Jawa. Hal ini kemudian akan dikatkan dengan konsep kekuasaan Jawa untuk memahami aspek politisnya. Perkembangan kekiniannya juga merupakan hal yang ingin diketahui lebih lanjut. 16

6 D. Kerangka Teori Kerangka teori akan dikembangkan melalui konsep kekuasaan Jawa. Kemudian dihubungkan dengan simbolisme yang diarahkan pada simbolisme di Jawa karena konsep kekuasaan Jawa erat kaitannya dengan simbolisme. Dari paparan teori tersebut kemudian akan dikaitkan dengan nasi tumpeng, yaitu mengenai penggunaan simbol-simbol yang ada di dalamnya. D.I. Konsep Kekuasaan Jawa Setiap kelompok masyarakat memiliki gagasan masing-masing mengenai konsep kekuasaan. Kekuasaan sangat erat kaitannya dengan sistem kemasyarakatan dalam hal pengaturan tertentu untuk menciptakan kehidupan ideal bersama. Gagasan satu masyarakat dengan gagasan masyarakat lain tentu berbeda-beda karena karakter masing-masing masyarakat yang bervariasi. Misalnya variasi dari segi latar belakang sosial, budaya, lingkungan, serta pandangan hidupnya. Konsep kekuasaan Jawa memiliki ciri tersendiri. Konsep kekuasaan Jawa memiliki ciri yang berbeda bila dibandingkan dengan konsep kekuasaan dari Eropa yang muncul pada abad pertengahan atau yang disebut sebagai kekuasaan barat. Konsep kekuasaan Jawa secara khusus disebut sebagai kesakten yang dianggap bukan merupakan konsep atau teori kekuasaan secara implisit. Gagasan mengenai politik Jawa yang berbeda dengan gagasan politik barat (Anderson, 1972). Setidaknya terdapat empat hal yang membedakannya berdasarkan abstrak tidaknya kekuasaan, sumber-sumber kekuasaan, jumlah kekuasaan, dan 17

7 moralitas kekuasaan. Selanjutnya dibandingkanlah konsep kekuasaan barat dengan konsep kekuasaan Jawa yang digolongkan dalam empat kriteria tersebut. Dalam konsep kekuasaan barat, pertama kekuasaan bersifat abstrak. Kekuasaan merupakan sesuatu yang tidak nampak, kekuasaan merupakan istilah untuk menggambarkan bentuk hubungan antarmanusia. Seseorang disebut berkuasa apabila dapat menunjukkan hubungan kausal antara pengaruhnya dan perilaku ketaatan dari pihak lain. Kedua, sumber kekuasaan adalah majemuk. Seseorang dapat mempengaruhi orang lain apabila memiliki dan mampu memakai sumber-sumber kekuasaan. Sumber-sumber kekuasaan tersebut terdiri dari banyak jenis. Ketiga, jumlah kekuasaan tidak terbatas karena merupakan abstraksi yang menggambarakan hubungan manusia. Sumber kekuasaan akan bertambah seiring dengan perkembangan pengetahuan. Keempat, secara moral, kekuasaan bersifat kabur. Konsep kekuasaan digambarkan sebagai hubungan antarmanusia sehingga tidak dengan sendirinya memperoleh legitimasi. Kekaburan kekuasaan timbul karena sifat kekuasaan yang majemuk. Sedangkan konsep kekuasaan Jawa atau yang disebut sebagai kesakten, digambarkan secara kontras dibandingkan dengan konsep kekuasaan barat. Pertama, kekuasaan bersifat kongkret. Kekuasaan berwujud dan disimbolkan dengan sesuatu. Keberadaan kekuasaan tidak terikat pada penggunanya. Kekuasaan merupakan kekuatan spiritual misterius dan tidak nyata, dimana dengan kekuataannya dapat menggerakkan dunia. Kekuasaan terwujud dalam bentuk benda alam, seperti pada batu, pohon, awan, api, dll. Selan itu kekuasaan juga hadir melalui misteri kehidupan, contohnya pada proses generasi dan regenerasi. Kedua, kekuasaan bersifat homogen. 18

8 Kekuasaan berasal dari tipe dan sumber yang sama dengan kekuasaan yang ada dalam individu atau kelompok lain. Ketiga, jumlah kekuasaan di dunia adalah tetap, karena jagat raya tidak meluas maupun menyempit sehingga kekuasaan yang ada di dalamnya pun tidak berubah dan dalam jumlah yang konstan. Konsentrasi kekuasaan di satu tempat berarti pengurangan kekuasaan pada tempat lain. Meskipun demikian, distribusi kekuasaan dapat berubah, pemegang kekuasaan pun dapat berganti-ganti. Keempat, kekuasaan tidak memiliki implikasi moral. Kekuasaan tidak mempersoalkan baik atau buruk karena bersumber dari hal yang sama (homogen). Sehingga dengan demikian, kekuasaan tidak perlu pengakuan atau legitimasi karena dengan sendirinya benar. D.II. Simbolisme Manusia adalah makhluk budaya yang penuh akan simbol-simbol (Herusatoto, 1987). Budaya manusia banyak diwarnai oleh simbolisme. Dalam pengertiannya, simbolisme merupakan paham mengenai simbol-simbol. Simbolisme merupakan pemikiran mengenai gagasan untuk mengikuti pola-pola, serta mendasarkan diri pada simbol-simbol. Simbolisme hadir dalam banyak aspek kehidupan, antara lain tingkah laku, bahasa ilmu pengetahuan, agama, atau hal lain. Hal itu didasarkan karena manusia berpikir, berperasaan, dan bersikap dengan ungkapan-ungkapan simbolis. Ada berbagai macam simbol untuk mengungkapkannya dan hadir dalam berbagai bentuk. Masing-masing simbol merupakan suatu ciri khas kelompok masyarakat yang menghasilkannya. 19

9 Simbol terdapat pada hasil karya dari kelompok masyarakat dan diwariskan secara turun temurun. Simbol tidak hanya merupakan cerminan dari realitas, tapi juga mengungkapkan sesuatu yang lebih pokok dan mendasar. Dalam hal ini simbol dapat berperan sebagai perantara untuk memaknai sesuatu hal (Hamburg, 1970). Simbol dalam kelompok masyarakat tradisional dapat dimaknai keberadaannya sebagai sesuatu yang mutlak dan sakral. Dalam simbol, terdapat nilainilai yang harus diyakini, baik berupa hal-hal yang harus dikerjakan maupun hal yang tidak boleh dilakukan. Dalam hal ini simbol merupakan perantara untuk menyampaikan suatu nilai kepada masyarakat. Simbolisme tidak hanya dilihat dari wujud bendanya saja, melainkan dari halhal yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian esensi makna di dalamnya akan dapat menggugah perasaan orang-orang (Herusatoto, 1987). Simbol juga dilihat pada penggunaannya, sehingga melibatkan peristiwa dan aktor. Jenis simbolisme, penggunaannya, serta aktor yang berperan di dalamnya memiliki hubungan dalam memaknai esensi simbol dalam kaitannya dengan nilai yang bersifat politis. D.III. Simbolisme di Jawa Dalam negara klasik terdapat simbolisme dan perlambangan yang memiliki suatu makna tertentu yang berkaitan dengan tata kehidupan sosial masyarakat (Geertz, 1980). Negara klasik merupakan bentuk negara tradisional atau sistem kemasyarakatan yang didasarkan pada sistem yang berasal dari masyarakat setempat, dan lingkup penggunaanya terbatas. 20

10 Konsep negara klasik Jawa adalah warisan dari jaman kuno yang diadopsi secara turun-temurun. Cara pewarisan untuk generasi selanjutnya banyak dilakukan dengan menggunakan simbol. Simbol digunakan sebagai penghantar makna untuk diwariskan. Simbolisme digambarkan dengan benda-benda yang terdapat di sekitar lingkungan masyarakat kemudian dihubungkan dengan suatu nilai sehingga memiliki makna. Simbol-simbol banyak terdapat pada kebudayaan yang dihasilkan oleh suku Jawa. Antara lain berupa bangunan pemujaan, upacara adat, perayaan khusus, bendabenda keramat, hewan-hewan yang tidak biasa, dll (Surbakati, 1992). Simbol digunakan sebagai media perantara untuk menyampaikan suatu makna, baik kepada orang lain di generasi yang sama maupun antargenerasi. Pemaknaan dalam simbol mengandung pesan-pesan dalam pedoman kehidupan sehari-hari. Simbol bukan hanya tentang benda yang digunakan sebagai simbol tersebut, tapi juga termasuk makna yang terkandung di dalamnya, sehingga makna dari benda tersebut diperluas (Herusatoto, 1987). Simbolisme dapat berwujud dalam banyak hal di Jawa. Misalnya poros bumi disimbolkan dengan gunung. Simbol kebesaran raja diwujudkan dalam berbagai benda pusaka, juga dapat disimbolkan dengan motif pakaian yang dikenakan baik olehnya sendiri maupun orang lain di wilayah kuasanya. Contohnya pada masa Susuhunan Pakubuwana IV ( ) diberlakukan mengenai aturan berpakaian. Terdapat motif-motif pakaian yang hanya boleh dikenakan oleh raja, serta beberapa orang lain yang diperkenankan. Motif tersebut antara lain batik sawat, parang rusak, cemukiran yang memakai talacap modang, udan riris dan tumpal yang merupakan 21

11 simbol kekuasaan Raja (Margana, 2004). Selain simbol mengenai kebesaran raja, juga terdapat simbol dalam pemaknaan pertanda sosial dalam masyarakat Jawa. Pada poin konsep kekuasaan Jawa menurut Anderson (Anderson, 1972) yang menyebutkan bahwa kekuasaan bersifat konkrit, maka kekuasaan membutuhkan sesuatu untuk membuatnya memiliki wujud. Maka simbolisme terpilih sebagai perwujudan bentuk kekuasaan sehingga penandanya dapat nampak. Benda-benda kemudian dianggap sebagai simbol atas suatu hal sehingga makna dari benda diperluas. Bukan hanya sebagai benda tapi juga melambangkan suatu hal. Di Jawa, konsep kekuasaan memiliki simbol berupa benda-benda yang berada di lingkungannya. Benda-benda tersebut dianggap sebagai benda yang mengandung kekuataan yang merupakan sumber kekuasaan. Simbol-simbol kekuasaan dalam tradisi Jawa banyak terdapat pada benda-benda pusaka, orang-orang kepercayaan penguasa/ pemimpin, alat musik, ataupun upacara sakral yang menyajikan suatu persembahan khusus (Magnis Suseno, 1984). Simbolisme dalam artian menyeluruh, yaitu meliputi jenis simbol, penggunaan, serta aktor yang terlibat di dalamnya dapat dijadikan sebagai cara melihat simbolisme secara politis. Dalam nasi tumpeng akan dilihat mengenai ketiganya, sehingga hal-hal yang bersifat politis dapat lebiih dalam dikupas. 22

12 E. Definisi Konseptual E.I. Kekuasaan Jawa Kekuasaan Jawa yang didefisinsikan berbeda dengan konsep kekuasaan barat (Anderson, 1972). Setidaknya terdapat empat poin yang membedakan antara keduanya, yaitu mengenai abstrak tidaknya kekuasaan, sumber-sumber kekuasaan, jumlah kekuasaan, dan moralitas kekuasaan. Penggunaan simbol pada kekuasaan Jawa juga merupakan hal yang nampak karena banyak hadir. Konsep kekuasaan Jawa merupakan sebuah konsep kekuasaan yang di Jawa dengan penyesuaiannya terhadap beberapa pengaruh asing. Jawa memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri di tengah masuknya pengaruh asing. Sehingga yang kemudian terjadi adalah penyesuaian dan adaptasi, namun unsur asli masih tetap dominan. Konsep kekuasaan Jawa digunakan untuk memahami bekerjanya sistem kemasyarakatan. Terutama dalam pembahasan mengenai nais tumpeng. Dikarenakan konsep kekuasaan Jawa tidak secara eksplisit disebutkan sebagai konsep atau teori, maka diperlukan pembahasan lebih mendalam sehingga konsep yang tersebunyi dapat terkuak ke permukaan. E.II. Simbolisme Kekuasaan Orang Jawa banyak menggunakan simbol-simbol sehingga dapatt ditemukan dalam banyak hal. Simbol mengandung makna-makna tertentu. Simbol menunjukkan bagaimana masyarakat meihat, merasa, dan berpikir tentang dunia mereka dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang sesuai. Simbol merupakan sesuatu yang harus 23

13 ditangkap dan ditafsir maknanya, sehingga simbol beserta maknanya dapat digunakan sebagai sarana transformasi nilai (Herusatoto, 1987). Orang Jawa juga menggunakan simbol-simbol dalam mengungkapkan bentuk kekuasaan. Simbol digunakan sebagai sarana dan media dalam menunjukkan atau mengukuhkan kepemilikan kekuasaan. Benda-benda dipilih kemudian dikukuhkan maknanya sehingga dapat menjadi simbol yang menandakan sifat kuasa. F. Definisi Operasional F.I. Simbol-Simbol dalam Nasi Tumpeng Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa simbol dapat diwujudkan dalam apapun. Simbol-simbol tercantum dalam nasi tumpeng sebagai sajian dalam upacara tradisional Jawa. Dalam simbol yang digunakan terdapat nilai-nilai tertentu, dalam nasi tumpeng berkaitan dengan sistem kemasyarakatan. Simbol mencerminkan nilai yang mengandung pedoman-pedoman yang berlaku di masyarakat. Pedoman tersebut dianggap sebagai konsepsi bersama, atas dasar kesepakatan bersama, dan untuk mencapai tujuan bersama pula. Dalam hal ini simbol digunakan sebagai alat hegemoni. Bekerjanya hegemoni tersebut dapat ditelusuri dari awalnya, yaitu penggunaan simbol dalam nasi tumpeng. Nasi tumpeng beserta kelengkapannya memiliki simbol-simbol yang sarat makna dalam kehidupan masyarakat Jawa (Erwin, 2006). Masing-masing simbol bergabung menjadi satu kesatuan dengan makna makro yang menjelaskan maksud secara keseluruhan dari nasi tumpeng dan juga menjelaskan gambaran yang tercipta 24

14 darinya. Dipilihnya nasi tumpeng sebagai sajian wajib dalam acara-acara penting merupakan indikasi bahwa nasi tumpeng merupakan yang istimewa dengan maksud yang penting. Maksud tersebut dituangkan dalam bentuk simbol-simbol di dalam nasi tumpeng. F.III. Penyajian Nasi Tumpeng Nasi tumpeng merupakan sajian berupa nasi berbentuk kerucut yang disajikan bersama kelengkapannya berupa bahan makanan lain dan benda tertentu. Nasi tumpeng disajikan dalam upacara tradisional Jawa yang sifatnya sakral. Nasi tumpeng memiliki aturan-aturan khusus yang harus diikuti dalam pembuatannya (Erwin, 2006). Sehinga perlu diperhatikan secara tepat tata cara yang berkaitan dengan nasi tumpeng itu sendiri supaya simbol dan makna yang terkandung di dalamnya dapat tersampaikan secara tepat. Dalam penyajian nasi tumpeng dlihat dari peristiwa penggunaannya untuk melihat kitannya dalam aspek politis. Nasi tumpeng dilihat dari makna atas peristiwa yang menyajikannya. Dari situlah terdapat transformasi nilai dan relasi aktor yang terbangun, kemudian dilihat impikasi yang dihasilkan bagi konstruksi orang Jawa. 25

15 G. Metode G.I. Jenis Penelitian Riset ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi. Metode ini dipilih karena pembahasan mengenai nasi tumpeng dapat digal menggunakan metode ini. Fokus dari penelitian fenomenologi adalah fenomena, dan nasi tumpeng dianggap sebagai sebuah fenomena, sehinga metode ini dirasaa tepat. Dengan menggunakan metode fenomenologi, maka akan terdapat pendeskripsian, penggambaran makna dari suatu konsep ataupun fenomena yang berkaitan dengan nasi tumpeng. Kemudian akan dilakukan pencarian esensi atau pusat yang mendasari suatu makna darinya. Penelitian fenomenologi merupakan sebuah penelitian dengan obyek kajian berupa fenomena tertentu. Fenomenologi mempelajari makna dari pengalaman tersebut. Dalam fenomenologi, penelitian diarahkan untuk mencari esensi, struktur invarian (atau esensi) atau pusat yang mendasari arti dari fenomena. Prinsip utama dari penelitian fenomenologi adalah untuk menentukan makna dari fenomena dan juga mampu memberikan gambaran yang komprehensif darinya (Giorgi, 1985). Secara singkat, penelitian fenomenologi terbagi dalam tahapan memahami perspektif filosofis dibalik pendekatan terutama mengenai bagaimana fenomena. Kemudian masuk daalam tahapan penyusunan pertanyaan penelitian yang mengeksplorasi dan mendeskripsikan makna tersebut. Lalu mengumpulkan data dari sumber-sumber terkait dengan fenomena yang diteliti. Setelah itu masuk pada tahapan analisa untuk mengolah data-data yang telah terkumpul. Kemudian pada 26

16 tahap akhir yaitu penyusunan laporan, disajikan seluruh capaian penelitian sehingga dapat dipahami sebagai makna yang utuh. Cakupan masalah dalam riset ini melingkupi tiga hal. Pertama memahami perspektif filosofis dibalik nasi tumpeng, terutama mengenai hal yang berkaitan dengan peristiwa dan relasi aktor yang melingkupinya. Kedua, mengeksplorasi makna dari simbolisme tersebut kemudian mendeskripsikan ke dalam penjabaran yang luas. Bila telah menemukan titik-titik makna yang terdapat dalam fenomena dalam riset, maka kemudian titik-titik tersebut disatukan untuk memperoleh pemaknaan secara utuh. Ketiga, penyampaian makna secara baik sehingga dapat dipahami sebagai riset yang masuk akal. G.II. Teknik Pengumpulan Data Secara kronologis, langkah-langkah yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah (Creswell, 1998) pertama memulai dengan deskripsi awal dari fenomena tersebut; kedua menemukan pernyataan mengenai bagaimana fenomena tersebut terjadi, merinci pernyataan-pernyataan penting (horisontalisasi data) dan memperlakukan secara setara setiap pernyataan, serta mengembangkan rincian; ketiga pernyataan-pernyataan tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam unit-unit makna yang kemudian dirinci lalu menulis deskripsi tekstural dari hal yang terjadi; keempat melakukan refleksi terhadap deskripsi yang telah dilakukan dengan menggunakan variasi imajinatif atau deskripsi struktural, mencari semua kemungkinan makna dan perspektif yang berbeda, membuat variasi kerangka 27

17 referensi dan membangun deskripsi dari bagaimana fenomena terjadi; kelima membangun deskripsi menyeluruh mengenai makna dan esensi fenomena; keenam menulis deskripsi composite yaitu deskripsi yang lebih kompleks daripada sebelumnya. Dalam tahap terakhir inilah disusun laporan mengenai penelitian. Data-data didapatkan dari berbagai literatur, terutama yang berkaitan dengan budaya Jawa serta tema-tema lain untuk menjelaskan secara lebih mendalam. Misalnya tema-tema mengenai simbol, sejarah, tema-tema yang mempengaruhi buadaya Jawa misalnya India, Islam, dan Barat (Eropa) serta tema-tema lain yang dibutuhkan. Kemudian, literatur yang telah terkumpul, kemudian dicari intsari yang sesuai dengan bahasan riset. Studi literatur dipilih karena melalui studi ini akan didapatkan elaborasi data secara lebih luas dan ilmiah. G.III. Teknik Analisis Data Analisa data dalam riset ini dapat dibagi menjadi beberapa tahapan. Pertama, dimulai dari deskripsi pribadi secara menyeluruh mengenai gambaran awal mengenai simbolisme dalam politik Jawa lalu mengerucut ke dalam bahasan nasi tumpeng. Kemudian mencari pernyataan mengenai peristiwa-peristiwa yang melibatkan nasi tumpeng. Pernyataan-pernyataan tersebut kemudian dirinci untuk dicari pernyataanpenyataan penting dan memiliki kaitan dengan bahasan riset. Setelah itu, penyataan tersebut dikelompokkan menjadi unit-unit makna, lalu dilakukan deskripsi tekstural. Setelah itu deskripsi direfleksikan dan menggunakan deskripsi struktural dengan 28

18 variasi imajinatif. Hal ini dilakukan untuk mencari kemungkinan yang berbeda dan membuat variasi. Deskripsi tekstural dan struktural digabungkan untuk menemukan makna yang terdapat pada nasi tumpeng untuk menjawab rumusan masalah. H. Sistematika Penulisan Tulisan ini dikembangkan dalam beberapa bab yang saling terkait. Rincian bab-bab dalam tulisan ini merupakan sisitematika penulisan yang hendak dilakukan. Adapun penjabaran bab-bab dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: Bab pertama merupakan awalan bagi penjelasan di bab-bab selanjutnya. Di dalamnya terdapat proposal penelitian yang merupakan rencana dalam melakukan penelitian. Pada bab ini terkandung latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan peneitian, kerangka teori, definisi konseptual dan operasional, serta metode penelitian. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pembahasan-pembahasan awal dalam penelitian ini. Di dalamnya masih berisi mengenai gambaran-gambaran umum mengenai penelitian. Bab kedua akan berkutat dengan konsep politik Jawa dan simbolisme di dalamnya. Konsep politik Jawa akan dijabarkan secara umum pada awalnya, kemudian hal itu akan digunakan sebagai pengantar untuk masuk ke dalam bagaimana gagasan mengenai kekuasaan terkonstruksi. Selanjutnya, gagasan mengenai politik beserta kekuasaan Jawa akan diarahkan ke dalam penggunaan simbol-simbol pada peristiwa tertentu, terutama yang berkitan dengan nasi tumpeng. 29

19 Bab ketiga akan menyajikan pertalian antara konsep politik Jawa dan simbolisme yang dikerucutkan dalam bahasan mengenai nasi tumpeng. Pada bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai nasi tumpeng, tidak hanya mengenai simbolisasinya tetapi juga mengenai peristiwa dan relasi aktor. Bab keempat merupakan pembahasan dari konteks kekinian yang terjadi pada nasi tumpeng. Bab ini perlu disajikan karena nasi tumpeng dianggap telah mengalami beberapa perubahan seiring dengan jaman. Apakah pemaknaan pada era dahulu sama dengan pemaknaan di era sekarang, juga mengenai relevansi pada saat ini adalah pertanyaan mendasar pada bab ini. Bab kelima akan mengantarkan akhir riset. Dalam bab ini memuat kesimpulan atas data-data dan pembahasan yang telah dihimpun dalam bab-bab sebelumnya. Dalam bab ini juga memuat jawaban final atas pertanyaan penelitian yang berada dalam rumusan masalah. 30

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang I. 1. 1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Batik merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu amba yang berarti menulis dan tik yang berarti titik. Batik

Lebih terperinci

Blangkon gaya Yogyakarta ditinjau dari bentuk motif dan makna simbolisnya

Blangkon gaya Yogyakarta ditinjau dari bentuk motif dan makna simbolisnya Blangkon gaya Yogyakarta ditinjau dari bentuk motif dan makna simbolisnya Oleh Sarimo NIM: K3201008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjalanan peradaban bangsa Indonesia telah berlangsung dalam kurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan suatu bangsa tidak hanya merupakan suatu aset, namun juga jati diri. Itu semua muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan,

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masuknya berbagai agama sebelum kedatangan Islam di pulau Jawa berpengaruh besar pada adat istiadat, tata cara hidup, maupun praktik keagamaan sehari-hari orang Jawa.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Candrasengkala sebagai..., Meirissa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

Bab 1. Pendahuluan. Candrasengkala sebagai..., Meirissa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia 1 Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar belakang Kebudayaan adalah segala hal yang terkait dengan seluruh aspek kehidupan manusia, yang dihayati dan dimiliki bersama. Di dalam kebudayaan terdapat kepercayaan, kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang masingmasing memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri.kekhasan dan keunikan itulah yang pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Konsep adalah suatu abstraksi untuk menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kain batik sudah menjadi semacam identitas tersendiri bagi masyarakat Jawa. Motif dan coraknya yang beragam dan memikat memiliki daya jual yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku dan budaya yang ada di Indonesia menjadi salah satu ciri khas masyarakat Indonesia. Masing-masing etnis yang ada di Indonesia tentu memiliki keunikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rempah-rempah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan manusia di dunia. Kehidupan masyarakat Indonesia pun sangat dekat dengan beragam

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian sebuah komunitas atau dalam arti yang lebih luas lagi sebuah masyarakat tidak bisa dibatasi sebagai sekumpulan individu yang menempati wilayah geografis

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Manusia adalah makhluk budaya, dan penuh simbol-simbol. Dapat dikatakan bahwa budaya manusia diwarnai simbolisme, yaitu suatu tata pemikiran atau paham yang menekankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti akal atau budi dan dapat diartikan sebagai hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun antara bahasa dan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang lain, baik itu komunikasi Verbal maupun Non verbal. Dimana tanpa adanya komunikasi maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup dan tingkah laku manusia. Kebudayaan tercakup hal-hal bagaimana tanggapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kuliner adalah suatu kata yang sering kita dengar di masyarakat yang berarti masakan yang berupa makanan atau minuman. Informasi mengenai kuliner sendiri saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan yang ada di Indonesia sangat beragam bentuk dan jenisnya. Seni pertunjukan yang berada dalam suatu lingkungan masyarakat Indonesia tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Bahasa selalu menggambarkan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan; lebih dalam lagi bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki beranekaragam kebudayaan. Budaya Indonesia yang beraneka ragam merupakan kekayaan yang perlu dilestarikan dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri

Lebih terperinci

BUDAYA KERJA UNTUK KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF

BUDAYA KERJA UNTUK KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF BAHAN AJAR BUDAYA KERJA UNTUK KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF DIKLATPIM TINGKAT III A. PENGANTAR Tujuan Penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat III adalah mengembangkankompetensi kepemimpinan taktikal pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. Sepanjang sejarah, manusia tidak terlepas dari seni. Karena seni adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi rajaraja yang memerintah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena bangsa Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau dan keanekaragaman budaya merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Seiring dengan zaman, kebudayaan dan masyarakat akan selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran sosial budaya tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran sosial budaya tertentu. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran sosial budaya tertentu. Dimana dalam lingkungan sosial budaya itu senantiasa memberlakukan nilai-nilai sosial budaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu sejarah kebudayaan yang beragam. Keberagaman yang tercipta merupakan hasil dari adanya berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budi Koentjaraningrat (dalam Soeloeman, 2007:21). Kebudayaan dapat

BAB I PENDAHULUAN. budi Koentjaraningrat (dalam Soeloeman, 2007:21). Kebudayaan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta kata budhayah yaitu dari kata buddhi yang berarti budi atau akal dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan dalam masyarakat tidak begitu saja ada dengan sendirinya. Kebudayaan itu sendiri merupakan sebuah hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia yang diperoleh melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang kaya budaya dan keberagaman etnis, bahasa, tradisi, adat istiadat, dan cara berpakaian. Indonesia terkenal

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didapat dalam semua kebudayaan dimanapun di dunia. Unsur kebudayaan universal

BAB I PENDAHULUAN. didapat dalam semua kebudayaan dimanapun di dunia. Unsur kebudayaan universal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan suatu hal yang begitu lekat dengan masyarakat Indonesia. Pada dasarnya kebudayaan di Indonesia merupakan hasil dari kelakuan masyarakat yang sudah

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN 2.1 Uraina Tentang Seni Kata seni berasal dari kata "SANI" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Menurut kajian ilmu di eropa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Novi Pamelasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Novi Pamelasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilson menyatakan bahwa kebudayaan adalah pengetahuan tentang ditransmisi dan disebarkan secara sosial, baik bersifat eksistensial, normatif maupun simbolis yang tercemin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniati, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniati, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan tidak akan tercipta jika tidak ada manusia yang melestarikanya, karena manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok, kemudian dikembangkan menjadi suatu kebiasaan aktifitas turun-temurun.

BAB I PENDAHULUAN. kelompok, kemudian dikembangkan menjadi suatu kebiasaan aktifitas turun-temurun. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Budaya merupakan ciptaan masyarakat yang berkembang dan dimiliki suatu kelompok, kemudian dikembangkan menjadi suatu kebiasaan aktifitas turun-temurun. Kebudayaan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Sulawesi Selatan dan Barat terdapat empat etnik dominan dan utama, yakni Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki ragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena/gejala kian merenggangnya nilai-nilai kebersamaan, karena semakin suburnya

BAB I PENDAHULUAN. fenomena/gejala kian merenggangnya nilai-nilai kebersamaan, karena semakin suburnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan hasil cipta, karsa, dan rasa manusia, berupa normanorma, nilai-nilai, kepercayaan dan tingkah laku yang dipelajari dan dimiliki oleh semua individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara dengan latar belakang budaya yang majemuk. mulai dari kehidupan masyarakat, sampai pada kehidupan budayanya. Terutama pada budaya keseniannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti

BAB I PENDAHULUAN. Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti rok, dress, atau pun celana saja, tetapi sebagai suatu kesatuan dari keseluruhan yang

Lebih terperinci

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 Agus sudarsono 1 VII. KEBUDAYAAN 2 A. BUDAYA DAN KEBUDAYAAN Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kesenian Sebagai Unsur Kebudayaan Koentjaraningrat (1980), mendeskripsikan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya dan kehidupan manusia merupakan satu kesatuan. Budaya dan manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk memahami hakikat kehidupan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan salah satu kain khas yang berasal dari Indonesia. Kesenian batik

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan salah satu kain khas yang berasal dari Indonesia. Kesenian batik BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batik merupakan salah satu kain khas yang berasal dari Indonesia. Kesenian batik merupakan kesenian gambar di kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan metabolisme tubuh, atau hanya sekadar untuk menyenangkan perut.

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan metabolisme tubuh, atau hanya sekadar untuk menyenangkan perut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Makan merupakan kebutuhan paling dasar dan utama bagi setiap makhluk hidup yang sifatnya naluriah, tetapi jenis makanan apa yang layak dan tidak layak dimakan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Semua bangsa memiliki kebudayaan masing-masing. Dan kebudayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Semua bangsa memiliki kebudayaan masing-masing. Dan kebudayaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua bangsa memiliki kebudayaan masing-masing. Dan kebudayaan suatu bangsa mencerminkan kepribadian dan nilai-nilai budaya bangsa tersebut. Salah satu dari hasil kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam latar belakang ini, ada beberapa hal yang akan disampaikan penulis. hal tersebut terkait masalah yang diangkat. masalah atau isu yang diangkat tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beraneka ragam. Begitupun negara Indonesia. Dengan banyak pulau dan suku

BAB I PENDAHULUAN. beraneka ragam. Begitupun negara Indonesia. Dengan banyak pulau dan suku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Setiap negara memiliki ciri khas yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Mulai dari bahasa, makanan, pakaian sampai kebudayaan yang beraneka ragam. Begitupun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Tahapan selanjutnya adalah proses penganalisaan terhadap data dan fakta yang di temukan, kemudian di implementasikan berupa hasil temuan penelitian untuk diolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti buddhayah, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi (budi atau akal) diartikan hal-hal yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan

Lebih terperinci

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin dalam berbagai kebudayaan lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak muncul begitu saja, melainkan

Lebih terperinci

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI dan TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu tonggak utama pembangun bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengedepankan pendidikan bagi warga negaranya, karena dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara yang terdiri atas berbagai suku bangsa. Masing-masing suku bangsa memiliki warisan budaya yang tak ternilai harganya.kata budaya

Lebih terperinci

Sebagai ilustrasi, orang Batak dan Sunda beranggapan bahwa mereka halus dan. sopan sedangkan orang Batak kasar, nekad, suka berbicara keras, pemberang

Sebagai ilustrasi, orang Batak dan Sunda beranggapan bahwa mereka halus dan. sopan sedangkan orang Batak kasar, nekad, suka berbicara keras, pemberang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial budaya yang memperoleh perilakunya lewat belajar. Apa yang dipelajari pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Friedman (2000) mengatakan, dalam perspektif global saat ini tidak banyak dipertentangkan tentang fakta bahwa homogenisasi dunia barat, tetapi kebanyakan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah sebagai simbol kedaerahan yang juga merupakan kekayaan nasional memiliki arti penting

Lebih terperinci

Dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional, guru seni harus memiliki kemampuan menulis ilmiah (academic writing)

Dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional, guru seni harus memiliki kemampuan menulis ilmiah (academic writing) Dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional, guru seni harus memiliki kemampuan menulis ilmiah (academic writing) KARYA TULIS ILMIAH Laporan Hasil Penelitian Buku Ilmiah Buku Ajar (Buku Teks) Kritik

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Upacara adat Belian merupakan suatu bentuk kebudayaan asli Indonesia yang sampai saat ini masih ada dan terlaksana di masyarakat Dayak Paser, Kalimantan Timur. Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diteliti, karena memiliki keunikan, kesakralan, dan nilai-nilai moral yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. diteliti, karena memiliki keunikan, kesakralan, dan nilai-nilai moral yang terkandung di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan upacara tradisional suatu masyarakat umumnya sangat menarik untuk diteliti, karena memiliki keunikan, kesakralan, dan nilai-nilai moral yang terkandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.

Lebih terperinci