Lampiran 1 Hasil produksi serasah mangrove Wonorejo pantai timur Surabaya
|
|
- Fanny Hartono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Lampiran 1 Hasil produksi serasah mangrove Wonorejo pantai timur Surabaya Trans ek Komponen Produksi serasah mangrove Minggu ke - (gram/100m 2 /minggu) Rata - rata (gram/100m 2 /min ggu) Rata rata (ton/ha/tahu n) Daun ,50 ± 50,400 4,0 ± 0,30 Ranting ,75 ± 12,600 0,4 ± 0,20 Buah dan Bunga ,25 ±1,500 0,02 ± 0,01 Total ,50 ± 56,700 4,4 ± 0,30 2 Daun ,50 ± 68,800 3,8 ± 0,40 Ranting ,50 ± 40,000 0,3 ± 0,20 Buah dan Bunga ,00 ± 14,100 0,1 ± 0,06 Total ,00 ± 60,600 4,4 ± 0,30 3 Daun ,00 ± 154,000 3,7 ± 0,80 Ranting ,25 ± 38,700 0,4 ±0,20 Buah dan Bunga ,75 ± 36,500 0,2 ± 0,20 Total ,25± 204,000 4,3 ± 1,10 4 Daun ,50 ± 226,000 3,8 ± 1,20 Ranting ,25 ± 23,700 0,4 ± 0,10 Buah dan Bunga ,75 ± 2,500 0,04 ± 0,01 Total ,50 ± 237,000 4,2 ± 1,30 5 Daun ,00 ± 154,000 4,9 ± 0,80 Ranting ,00 ± 31,100 0,4 ± 0,20 Buah dan Bunga ,75 ± 11,000 0,2 ± 0,20 Total ,75± 228,000 5,4 ± 1,20 Rata rata ,00 ± 144,000 4,5 ± 0,80
2 Lampiran 2 Tabel jenis mangrove yang terdapat di lokasi penelitian beserta diameter batang dan jumlahnya. A. Transek 1 Plot Nama jenis Diameter batang (cm) Jumlah 1 Avicennia marina 8;5;4;6;4;4;6;8;10;4;4;4;8;9;7;4;4;5;9 ;6;6;6;8;4;4;7;5;5; Avicennia marina 10;6;6;4;8;4;5;6;4;5;5;7;8;4;8;4;3;4;3 ;9;4;6;6;4;6;8;7;5;5;6;4;8;4;6; Avicennia marina 6;6;4;6;4;4;7;6;8;5;5;5;9;4;6;8;6;6;7; 8;4;8;6;6;7;7;6;6;8;5 30 Total jumlah individu 94 B. Transek 2 Plot Nama jenis Diameter batang (cm) Jumlah 1 Avicennia marina 6;6;4;8;7;9;5;4;4;4;6;6;7;8;5;5;6;6;7; 4;4;4;6;7;4;5;5;6;6;5;6;7; Avicennia marina 6;4;4;8;5;9;5;4;5;4;5;6;7;8;5;5;5;6;7; 4;5;5;6;7;4;5;5;7;6;5; Avicennia marina 6;6;4;8;8;9;5;4;4;5;5;6;7;8;6;5;7;6;7; 4;5;6;6;7;4 25 Total jumlah individu 89 C. Transek 3 Plot Nama jenis Diameter batang (cm) Jumlah 1 Avicennia marina 9;8;8;7;6;11;8;14;10;10;11;10;1 2;7;7;6;4;4;5;9;9;4;6;13; Avicennia marina 6;6;8;6;9;8;10;11;11;13;12;14;1 3;8;9;11;9;6;8;8;10;11;10;8;8; Avicennia marina 4;7;7;8;4;10;10;9;9;12;11;12;8;8 ;9;6;6;6;10;7;7;9;10;11;5;5;6;6;4 ;8;8;9;9;7;7;4;5;11;10 39 Total jumlah individu 90
3 A. Transek 4 Plot Nama jenis Diameter batang (cm) Jumlah 1 Avicennia marina 10;6;6;4;8;10;12;6;9;5;11;7;8;7;8;4;7 ;4;5;9;4;6;6;4;6;8;7;6;6;6;4;8;9;6;8;8 44 ;9;6;4;9;10;8;9;11 2 Avicennia marina 8;9;7;8;7;14;5;9;4;9;6;6;7;9;12;5;6;6; 7;9;8;8;6;12;4;5;9;6;10;11;6;7;4;11;9 35 ;8 3 Avicennia marina 10;9;8;6;9;8;10;11;8;9;12;8;13;8;9;1 1;9;6;8;8;7;11;10;8;8;9 25 Total jumlah individu 104 B. Transek 5 Plot Nama jenis Diameter batang (cm) Jumlah 10;12;7;8;7;14;5;9;11;10;6;6;7;9;12; Avicennia marina ;8;9;7;9;7;8;6;12;4;5;9;10;10;9;6 Avicennia alba 9;8;10;6;6 5 6;7;8;6;9;7;11;12;8;9;11;9;13;8;9;11; Avicennia marina ;7;8;8;7;11;9;7;8;9 Avicennia alba 9;11;7 3 10;7;8;10;9;7;7;12;14;11;12;9;13;10; Avicennia marina ;11;9;7;8;11;9;11;9;7;8;10;5;11;6;9 Avicennia alba 9;5;7;12;9;10 6 Total jumlah individu 98
4 Lampiran 3 Rata-rata persentase produksi komponen serasah mangrove kawasan Wonorejo tiap transek gr/100m 2 /minggu. Komponen Rerata persentase komponen produksi serasah mangrove pada tiap transek per gr/100m 2 /minggu (%) T1 T2 T3 T4 T5 Rata-rata presentase seluruh transek (%) Daun 90, ,7 89, ,9 Ranting 9 5,5 8,9 9,9 7 8,06 Buah dan bunga 0,4 2,5 4,4 0,8 2 2,02
5 Lampiran 4 Foto lokasi penelitian mangrove di Wonorejo a. Jogging track yang berada di mangrove Wonorejo untuk ekowisata b. Banyak sampah-sampah yang terdapat di mangrove Wonorejo
6 c. Daerah penelitian dengan jenis tegakan berupa pancang d. Daerah penelitian dengan jenis tegakan berupa pohon
7 Lampiran 5 Jatuhan serasah yang tertampung dalam litter trap a. Jatuhan serasah daun b. Jatuhan serasah ranting
8 c. Jatuhan serasah bunga dan buah
9 Lampiran 6 Foto sebagian alat dan fungsinya dalam penelitian. a. Salinometer untuk mengukur salinitas air b. Luxmeter digunakan untuk mengukur intensitas cahaya
10 c. Calipers digunakan untuk mengukur diameter batang. d. GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui koordinat lokasi penelitian.
11 a. Sling psychrometer untuk mengukur kelembapan b. Soil tester untuk mengukur ph tanah
12 Lampiran 7 Curah hujan selama 2 bulan di daerah Wonorejo. TGL Bulan Oktober November ,4 3-0,3 4-9,6 5 - TTU 6-1,2 7-2,5 8-68, , TTU , TTU 24,3 23-1,4 24 TTU TTU TTU , , ,4 19,9 30-5, Jumlah ,5 Keterangan : TTU = Tidak terukur
13 Lampiran 8 Abi Gayuh Sopana, Produktivitas Serasah Mangrove di Kawasan Wonorejo Pantai Timur Surabaya. Skripsi ini di bawah bimbingan Drs. Trisnadi Widyaleksono C.P. M.Si dan Dra. Thin Soedarti, CESA. Progam Studi S-1 Biologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. ABSTRAK Penelitian produktivitas serasah mangrove di kawasan Wonorejo pantai timur Surabaya untuk mengetahui besarnya produktivitas serasah mangrove dan masing-masing komponen (daun, ranting, buah dan bunga) serasah mangrove di daerah pantai timur Surabaya. Penelitian pengambilan serasah dilakukan dengan menggunakan metode transek garis yang terdiri dari lima transek. Setiap transek terdapat tiga plot dengan ukuran masih-masing plot 10 meter x 10 meter. Setiap plot terdapat tiga litter trap yang berukuran 1 m x 1 m. Waktu penelitian lapangan selama 1 bulan dengan pengambilan serasah setiap satu minggu sekali. Data yang diperoleh berupa jatuhan serasah yang terdiri dari daun, ranting, bunga dan buah. Selain itu juga diukur data pendukung berupa kerapatan pohon mangrove, parameter fisik dan kimia. Analisis data didapatkan bawah pada minggu ke-4 produksi serasah lebih tinggi daripada lainnya. Pada transek 1 sebesar 4,7 ton/ha/tahun, transek 2 sebesar 4,4 ton/ha/tahun, transek 3 sebesar 5,6 ton/ha/tahun, transek 4 sebesar 6,1 ton/ha/tahun, dan transek 5 sebesar 7,1 ton/ha/tahun. Jadi total rata-rata produksi serasah mangrove di kawasan pantai timur surabaya sebesar 4,5 ± 0,50 ton/ha/tahun dengan total komponen rata-rata serasah mangrove pada daun sebesar 4,0 ton/ha/tahun (89,9%), ranting sebesar 0,4 ton/ha/tahun (8,08%), buah dan bunga sebesar 0,1 ton/ha/tahun (2,02%). Kata kunci : produktivitas serasah, mangrove, litter trap, Wonorejo. ABSTRACT The purpose of this research was to know about the productivity of mangrove s litter and each component (leaves, twigs, fruits, and flowers) of mangrove s litter in Wonorejo Surabaya coastal area. This research used line transect method which consist five transect. Each transect contain three plots with each size was 10 x 10 meters. Each plots consist three litter trap with size 1 x 1 meter. This field research was held in one month and the litter was taken once a week. The obtained data was litter s fall which contain leaves, twigs, flowers, and fruits. Beside that, supportive data like mangove s density, chemical and physics parameter was obtained.
14 From the analyzed data showed that on the 4th weeks, the litter s productivity was higher than previous weeks. The first transect produce 4,7 ton/ha/year, second transect produce 4,4 ton/ha/year, third transect produce 5,6 ton/ha/year, fourth transect produce 6,1 ton/ha/year, and fifth transect produce 7,1 ton/ha/year. Total mean of mangrove s litter productivity in Wonorejo Surabaya coastal area was 4,5 ± 0,50 ton/ha/year with total mean of each component of mangroves s litter was, leaves 4,0 ton/ha/year (89,9%), twigs 0,4 ton/ha/year (8,08%), fruits and flowers 0,1 ton/ha/year (2,02%). Key words : productivity of mangrove s litter, mangrove, litter trap, Wonorejo PENDAHULUAN RINGKASAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar pulau dan panjang pantai kurang lebih km, memiliki sumber daya pesisir yang sangat besar, baik hayati maupun non hayati. Pesisir merupakan wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini dipengaruhi oleh proses-proses yang ada di darat maupun yang ada di laut. Wilayah demikian disebut sebagai ekoton, yaitu daerah transisi yang sangat berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993). Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai luas hutan mangrove terluas didunia dengan keragaman hayati terbesar dan struktur paling bervariasi di dunia. Berdasarkan data Direktorat Jendral Rehabilitas Lahan dan Perhutanan Sosial (2001) dalam Gunarto (2004) luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun 1999 diperkirakan mencapai 8,60 juta hektar akan tetapi sekitar 5,30 juta hektar dalam keadaan rusak. Sedangkan data luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun 2004 hanya mencapai ha atau 19% dari luas hutan Mangrove di dunia dan merupakan terbesar di dunia melebihi Australia (10%) dan Brazil (7%). Hutan mangrove sebagai sumberdaya alam khas daerah pantai tropik, mempunyai fungsi strategis bagi ekosistem pantai, yaitu: sebagai penyambung dan penyeimbang ekosistem darat dan laut. Tingginya bahan organik di perairan hutan mangrove memungkinkan hutan ini dimanfaatkan sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi biota yang hidup pada ekosistem mengrove, fungsi yang lain sebagai daerah mencari makan (feeding ground) karena mangrove merupakan produsen primer yang mampu menghasilkan sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove dimana tersedia banyak makanan bagi biota-biota yang mencari makan pada ekosistem mangrove tersebut, dan fungsi yang ketiga adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground) bagi ikan-ikan tertentu agar terlindungi dari ikan predator, sekaligus mencari lingkungan yang optimal untuk memisah dan membesarkan anaknya. Selain itu, juga merupakan pemasok larva udang, ikan dan kepiting (Claridge dan Burnett, 1993). Sumber utama bahan organik di perairan hutan mangrove adalah serasah yang dihasilkan oleh tumbuhan mangrove seperti daun, ranting, buah dan
15 bunga, sehingga salah satu cara mengetahui seberapa besar konstribusi bahan organik pada suatu estuari adalah dengan menghitung total produksi guguran serasahnya (Knight, 1984 dalam Brown, 1996). Dengan perkembangan ekonomi sekarang yang pesat terutama pemanfaatan lahan yang terjadi di wilayah Wonorejo pantai timur Surabaya yang mempunyai ekosistem hutan mangrove, dikhawatirkan akan terjadi suatu perubahan yang berdampak pada komunitas tersebut. Ditambah lagi kawasan tersebut dijadikan sebagai tempat ekowisata. Mengingat betapa pentingnya serasah mangrove guna mendukung kelangsungan hidup invertebrata dan produksi ikan di kawasan Wonerejo pantai timur Surabaya, maka perlu diketahui besarnya produksi serasah yang jatuh setiap saat. Dengan diketahuinya jumlah daun yang gugur dan unsur hara yang dikandungnya, maka diketahui juga sejauh mana sumbangan hutan mangrove terhadap kesuburan tanah dan perairan di sekitar Wonorejo pantai timur Surabaya. METODE PENELETIAN Prosedur kerja diawali dengan penentuan lokasi transek dengan cara observasi langsung di tempat penelitian di kawasan mangrove pantai timur Surabaya yang terdiri dari 5 transek mulai dari transek pertama sampai dengan transek kelima. Setiap transek memiliki 3 plot dengan setiap plot terdiri dari 3 buah litter trap yang berukuran 1m x 1m 2. Data yang diambil berupa jenis-jenis mangrove, diameter batang mangrove, penghitungan tegakan, pengukuran parameter fisik kimia, analisis kerapatan jenis, dan produksi serasah. Untuk analasis kerapatan jenis dihitung dengan menggunakan rumus Mueller dan Dumbois Ellenberg, 1978 dalam Hariyanto et al., 2008 sebagai berikut : Kerapatan jenis = Pengambilan serasah mangrove setiap 1 minggu sekali pada akhir minggu selama 4 minggu. Hasil produksi serasah dihitung dengan menggunakan satuan gram/100m 2 /minggu dan ton/ha/tahun. Analisis data pengambilan serasah mangrove dilakukan di Laboratorium Ekologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Kerapatan pohon mangrove daerah Wonorejo Jenis mangrove Tran Avicennia marina Avicennia alba Total sek kerapatan Pancang Tegakan Pancang Tegakan Total kerapatan /100m , , , , ,67 Sumber : data primer oleh peneliti (2011). Kerapatan pohon mangrove di daerah Wonorejo memperlihatkan hasil hampir sama. Transek yang mempunyai kerapatan tertinggi adalah transek 4 dengan nilai kerapatan 104 pohon dengan menghasilkan total serasah sebesar 4,2 ± 1,30 ton/ha/tahun sedangkan kerapatan terendah dijumpai di transek 2 dengan kerapatan 89 pohon yang menghasilkan total serasah 4,1 ± 0,30 ton/ha/tahun. Perbedaan hasil yang sangat jelas membuktikan bahwa kerapatan pohon mangrove mempengaruhi produksi serasah, semakin tinggi kerapatan pohon, maka semakin tinggi pula produksi serasahnya. Begitu pula sebaliknya semakin rendah kerapatan pohon mangrove maka semakin rendah produksi serasahnya. Tabel 2. Hasil produksi serasah mangrove Wonorejo pantai timur Surabaya (ton/ha/tahun). Rerata produksi serasah mangrove Transek (ton/ha/tahun) Transek 1 4,4 ± 0,30 Transek 2 4,1 ± 0,30 Transek 3 4,3 ± 1,10 Transek 4 4,2 ± 1,30 Transek 5 5,4 ± 1,20 Rata-rata 4,5 ± 0,50 Sumber : data primer oleh peneliti (2011).
17 Tabel 3. Rata-rata produksi komponen serasah mangrove kawasan Wonorejo pantai timur Surabaya (ton/ha/tahun). Rerata produksi komponen serasah mangrove tiap transek Rata-rata Komponen (ton/ha/tahun) (ton/ha/tahun Transek-1 Transek-2 Transek-3 Transek-4 Transek-5 ) Daun 4,0 3,8 3,7 3,8 4,9 4,1 ± 0,50 Ranting 0,4 0,2 0,4 0,4 0,3 0,3 ± 0,10 Buah dan bunga 0,02 0,1 0,2 0,03 0,2 0,1 ± 0,10 Total 4,4 4,1 4,3 4,2 5,4 4,5 ± 0,50 Sumber : data primer oleh peneliti (2011). Dari analisis data tersebut dapat diketahui bahwa total rata-rata produksi serasah mangrove Wonorejo pantai timur Surabaya sebesar 4,5 ± 0,50 ton/ha/tahun dengan total komponen rata-rata serasah mangrove pada daun sebesar 4,0 ton/ha/tahun (89,9%), ranting sebesar 0,4 ton/ha/tahun (8,08%), buah dan bunga sebesar 0,1 ton/ha/tahun (2,02%). Produksi serasah tertinggi terjadi pada saat musim hujan/pada saat curah hujan mencapai tinggi. Selain itu faktor yang mengakibatkan tingginya produksi serasah adalah faktor angin. Hal ini sejalan dengan pendapat Cuevas dan Sajise (1978) dalam Wibisana (2004) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kecepatan angin dengan produksi serasah. Bila kecepetan angin tinggi maka produksi yang dihasilkan diduga akan tinggi pula. Selain itu, faktor lainnya yang menyebabkan perbedaan yang sangat jauh antara serasah daun dengan serasah ranting maupun buah dan bunga diduga erat karena kondisi lingkungan serta ciri biologis. Ciri biologis diantaranya ukuran daun yang kecil dan buah yang berbentuk bulat. Komponen serasah daun lebih sering jatuh dibandingkan dengan komponen serasah yang lain, dikarenakan bentuk dan ukuran daun yang lebar dan tipis sehingga mudah digugurkan oleh hembusan angin dan terpaan air hujan. KESIMPULAN DAN SARAN Jumlah produksi serasah mangrove di lokasi Wonorejo kawasan pantai timur Surabaya didapatkan total sebesar 4,5 ± 0,50 ton/ha/tahun dengan total komponen rata-rata serasah mangrove pada daun sebesar 4,0 ton/ha/tahun (89,9%), ranting sebesar 0,4 ton/ha/tahun (8,08%), buah dan bunga sebesar 0,1 ton/ha/tahun (2,02%). Hasil penelitian yang telah didapatkan dengan total jumlah produksi serasah mangrove di kawasan pantai timur Surabaya yang mencapai 4,5 ± 0,50 ton/ha/tahun dapat digunakan sebagai penelitian selanjutnya tentang organisme dekomposer yang berada dalam kandungan serasah tersebut. Sehingga penelitian ini perlu dilanjutkan guna mengetahui laju dekomposisi yang terjadi dalam serasah mangrove.
18 DAFTAR PUSTAKA Brown, M.S The mangrove Ecosystem. Research methods. Unesco. Paris. Claridge, D. dan Burnett, J Mangrove in Focus. Wet paper Marine Education, Ashmore. Gunarto Konservasi Mangrove sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian, 23 (1) Odum, E. P Dasar dasar ekologi. Edisi ketiga. Penerjemah Tjahjono Samingan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hariyanto, S., B. Irawan, dan T. Soedarti Teori dan praktik ekologi. Airlangga University Press. Surabaya. Wibisana, B. T Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Mangrove di Wilayah Pesisir Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur. Skipsi. Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. IPB.
Produktivitas Serasah Mangrove di Kawasan Wonorejo Pantai Timur Surabaya. Abi Gayuh Sopana, Trisnadi Widyaleksono, dan Thin Soedarti
Produktivitas Serasah Mangrove di Kawasan Wonorejo Pantai Timur Surabaya Abi Gayuh Sopana, Trisnadi Widyaleksono, dan Thin Soedarti Prodi S-1 Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumber daya pesisir
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Agustus sampai November 2011 yang berada di dua tempat yaitu, daerah hutan mangrove Wonorejo
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DAERAH WONOREJO PANTAI TIMUR SURABAYA SKRIPSI
STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DAERAH WONOREJO PANTAI TIMUR SURABAYA SKRIPSI ARDI NUR PRASETYA PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2011 STRUKTUR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman
Lebih terperinciPRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API
PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii BERITA ACARA... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis
PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa
Lebih terperinciRINGKASAN STRUKTUR DAN STATUS KOMUNITAS MANGROVE DI EKOSISTEM MUARA KALI LAMONG JAWA TIMUR
Lampiran 1. Ringkasan penelitian. RINGKASAN STRUKTUR DAN STATUS KOMUNITAS MANGROVE DI EKOSISTEM MUARA KALI LAMONG JAWA TIMUR Asyeb Awwaluddin, Sucipto Hariyanto, dan Trisnadi Widyaleksana C.P. Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS DAN DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE DI KAWASAN VEGETASI MANGROVE PASAR BANGGI, REMBANG - JAWA TENGAH
PRODUKTIVITAS DAN DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE DI KAWASAN VEGETASI MANGROVE PASAR BANGGI, REMBANG - JAWA TENGAH Satria Sakti Budi Leksono *), Nirwani, Rini Pramesti Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN
STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN Supriadi, Agus Romadhon, Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: akhmadfarid@trunojoyo.ac.id ABSTRAK
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis
Lebih terperinciANALISIS PRODUKSI SERASAH Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba DI KAWASAN KONSERVASI MANGROVE DAN BEKANTAN KOTA TARAKAN
Jurnal Harpodon Borneo Vol.7. No.1. April. 2014 ISSN : 2087-121X ANALISIS PRODUKSI SERASAH Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba DI KAWASAN KONSERVASI MANGROVE DAN BEKANTAN KOTA TARAKAN Yeni Wahyuni
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Mangrove 2.1.1. Pengertian mangrove Hutan mangrove secara umum didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang
Lebih terperinciOleh. Firmansyah Gusasi
ANALISIS FUNGSI EKOLOGI HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN KWANDANG KABUPATEN GORONTALO UTARA JURNAL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menempuh Ujian Sarjana Pendidikan Biologi Pada Fakultas Matematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinciJURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di :
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman 301-308 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE MENGGUNAKAN METODE NDVI CITRA LANDSAT
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung
PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang terus menerus melakukan pembangunan nasional. Dalam mengahadapi era pembangunan global, pelaksanaan pembangunan ekonomi harus
Lebih terperinciLAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina SETELAH APLIKASI FUNGI Aspergillus sp PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS SKRIPSI OLEH:
LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina SETELAH APLIKASI FUNGI Aspergillus sp PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS SKRIPSI OLEH: SAPRIL ANAS HASIBUAN 071202026/BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pantai km serta pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai 81.791 km serta 17.504 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, sehingga wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan
I. PENDAHULUAN Mangrove adalah tumbuhan yang khas berada di air payau pada tanah lumpur di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau dan mempunyai wilayah pantai sepanjang 54.716 kilometer. Wilayah pantai (pesisir) ini banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di sekitarnya. Kawasan pesisir memiliki beberapa ekosistem vital seperti ekosistem terumbu
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1
Lebih terperinciProduksi Serasah Empat Jenis Tumbuhan Mangrove Di Desa Lalombi Kabupaten Donggala
Biocelebes, Juni 2013, hlm. 09-16 ISSN: 1978-6417 Vol. 7 No. 1 Produksi Serasah Empat Jenis Tumbuhan Mangrove Di Desa Lalombi Kabupaten Donggala Susanti 1) Samsurizal M. Suleman 2) dan Ramadhanil Pitopang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang
Lebih terperinciTHE LITTER PRODUCTIVITY OF MERANTI
THE LITTER PRODUCTIVITY OF MERANTI (Shorea spp.) TREES IN ARBORETUM AREA OF RIAU UNIVERSITY PEKANBARU PRODUKTIVITAS SERASAH POHON MERANTI (Shorea spp.) DI KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU Arya
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...
Lebih terperinciPENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi
PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya harga udang windu di pasaran mendorong pembukaan lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi untuk pertambakan adalah hutan mangrove.
Lebih terperinciDI DELENG MACIK, TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA SKRIPSI
1 LAJU PRODUKTIVITAS dan DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Homalanthus populneus (Geiseler) Pax. dan Macaranga hypoleuca (Reichb.f. & Zoll.) DI DELENG MACIK, TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN KABUPATEN KARO SUMATERA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lingkungan Penelitian Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove Leuweung Sancang dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya.
Lebih terperinciTEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL MEROPLANKTON PADA MALAM HARI DAN HASIL TANGKAPANNYA DI TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA BARAT
Teknik Pengambilan Sampel Meroplankton.di Teluk Cempi, Nusa Tenggara Barat (Rudi, A & D. Sumarno) TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL MEROPLANKTON PADA MALAM HARI DAN HASIL TANGKAPANNYA DI TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA
Lebih terperinciPRODUKSI SERASAH BERDASARKAN ZONASI DI KAWASAN MANGROVE BANDAR BAKAU, DUMAI-RIAU
PRODUKSI SERASAH BERDASARKAN ZONASI DI KAWASAN MANGROVE BANDAR BAKAU, DUMAI-RIAU Ruth Herlina Sitompul, Khairijon, Siti Fatonah Mahasiswa Program Studi Biologi, FMIPA-UR Dosen Jurusan Biologi FMIPA-UR
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciStruktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili
Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi UHO jamili66@yahoo.com 2012. BNPB, 2012 1 bencana tsunami 15 gelombang
Lebih terperinciBALAI TAMAN NASIONAL BALURAN
Evaluasi Reef Check Yang Dilakukan Unit Selam Universitas Gadjah Mada 2002-2003 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 1 BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Keanekaragaman tipe ekosistem yang ada dalam kawasan Taman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
BB III BHN DN METODE PENELITIN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013. Tempat penelitian di Desa Brondong, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dan analisis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Panjang garis pantai di Indonesia adalah lebih dari 81.000 km, serta terdapat lebih dari 17.508 pulau dengan luas
Lebih terperinciProduction and the rate of decomposition of Mangrove leaf litter in Los island Tanjungpinang
Production and the rate of decomposition of Mangrove leaf litter in Los island Tanjungpinang Horas Galaxy Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, glxy.lg@gmail.com Arief Pratomo Dosen Ilmu Kelautan, FIKP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ari Luqman, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove dunia sebagian besar di daerah tropis, termasuk di Indonesia. Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 3,062,300 ha atau 19% dari luas
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan
Lebih terperinciPERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA
PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA Nirmalasari Idha Wijaya 1, Inggriyana Risa Damayanti 2, Ety Patwati 3, Syifa Wismayanti Adawiah 4 1 Dosen Jurusan Oseanografi, Universitas
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI SEKITAR JEMBATAN SURAMADU SISI SURABAYA
1 STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI SEKITAR JEMBATAN SURAMADU SISI SURABAYA Ade Hermawan Susanto, Thin Soedarti, dan Hery Purnobasuki Program Studi S-1 Biologi, Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi
Lebih terperinciFakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK
ANALISIS LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Soneratia alba J.E Smith DI KAWASAN PESISIR DESA KRAMAT KECAMATAN MANANGGU KABUPATEN BOALEMO Widyawati Adam 1., Ramli Utina 2., Dewi Wahyuni K. Baderan 2., 1) Mahasiswa
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di hutan mangrove pesisir Desa Durian dan Desa Batu
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di hutan mangrove pesisir Desa Durian dan Desa Batu Menyan Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Penelitian ini berlangsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,
Lebih terperinciFaktor-Faktor Produksi Serasah Hutan Mangrove Di Kampung Gisi Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Abdul Rasyid
Faktor-Faktor Produksi Serasah Hutan Di Kampung Gisi Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Abdul Rasyid Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, Rasyidhugaiff@gmail.com Diana Azizah., S.Pi.,
Lebih terperinciIDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK
IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR Lili Kasmini 11 ABSTRAK Desa Ladong memiliki keanekaragaman mangrove yang masih tinggi yang berpotensi untuk tetap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pelestaraian mangrove dengan mengubahnya menjadi tambak-tambak. Menurut
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan di era tahun 1980 an hingga pertengahan tahun 1990 an banyak memberikan pandangan keliru tentang pengelolaan hutan mangrove yang berorientasi pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Dabong merupakan salah satu desa di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat yang memiliki hamparan hutan mangrove yang cukup luas. Berdasarkan Surat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran
Lebih terperinciVIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove
VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Pada penelitian deskriptif berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan suatu obyek sesuai
Lebih terperinciLAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS
LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS SKRIPSI Oleh : NURITA DEWI 051202011/BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dengan menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang kearah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari
PENDAHULUAN Latar Belakang ndonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17 508 pulau dan panjang garis pantainya kira-kira 81 000 kin serta wilayah laut pedalaman dan teritorialnya
Lebih terperinciJurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: ISSN :
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: 99-107 ISSN : 2088-3137 STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI MANGROVE DI PESISIR KECAMATAN SUNGAI RAYA KEPULAUAN KABUPATEN BENGKAYANG KALIMANTAN BARAT
Lebih terperinciSTRATIFIKASI HUTAN MANGROVE DI KANAGARIAN CAROCOK ANAU KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN
STRATIFIKASI HUTAN MANGROVE DI KANAGARIAN CAROCOK ANAU KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN Yefri Oktiva, Rizki, Novi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan penyediaan kayu jati mendorong Perum Perhutani untuk menerapkan silvikultur intensif guna memenuhi
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan
Lebih terperinciThe Production and Decomposition Rate of Mangrove Litter in The Sungai Alam Village, Bengkalis Sub-district, Bengkalis Regency, Riau Province
1 The Production and Decomposition Rate of Mangrove Litter in The Sungai Alam Village, Bengkalis Sub-district, Bengkalis Regency, Riau Province By : Novita Sari Br Perangin-angin 1), Adriman 2), Nur El
Lebih terperinciBAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan
29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan
Lebih terperinciANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI. Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2.
ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2 1) Dosen Prodi Ilmu Kelautan, FKP Universitas Udayana 2) Dosen Prodi Ilmu Kelautan, FKP Universitas
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove
Lebih terperinciPRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE
PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE Rhizophora stylosa DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA FINA FITRIYANI 120302007 PROGRAM STUDI MANAJEMEN
Lebih terperinciKeanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo
Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo 1,2 Yulinda R.Antu, 2 Femy M. Sahami, 2 Sri Nuryatin Hamzah 1 yulindaantu@yahoo.co.id
Lebih terperinciSeminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013
KONSERVASI MANGROVE SEBAGAI PENDUKUNG POTENSI PERIKANAN PANTAI DI PEMALANG pms-03 Abstrak Darma Yuliana 1 *, Johannes Hutabarat 2, Rudhi Pribadi 2, Jusup Suprijanto 2 1 Mahasiswa Program Double Degree
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang dari pulau dengan luasan km 2 yang terletak antara daratan Asia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km 2 yang terletak antara daratan Asia
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal
21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Aliran permukaan Data hasil pengamatan aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 11. Analisis
Lebih terperinciV. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE
V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat
Lebih terperinciKEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA
KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA Nurida siregar*), Suwondo, Elya Febrita, Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan
Lebih terperinciAnalisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya
1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu
Lebih terperinciKERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)
1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:
Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 ESTIMASI BIOMASSA SERASAH DAUN DI GUNUNG BERAPI SEULAWAH AGAM KECAMATAN SEULIMUEM KABUPATEN ACEH BESAR Hadi Safriani 1) Rizkina Fajriah 2)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013. Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000
Lebih terperinci