MODIFIKASI KERAGAMAN MIKROBA DAN FERMENTASI RUMEN SAPI DENGAN PEMBERIAN SAPONIN LERAK (Sapindus rarak) SRI SUHARTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODIFIKASI KERAGAMAN MIKROBA DAN FERMENTASI RUMEN SAPI DENGAN PEMBERIAN SAPONIN LERAK (Sapindus rarak) SRI SUHARTI"

Transkripsi

1 MODIFIKASI KERAGAMAN MIKROBA DAN FERMENTASI RUMEN SAPI DENGAN PEMBERIAN SAPONIN LERAK (Sapindus rarak) SRI SUHARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Modifikasi Keragaman Mikroba dan Fermentasi Rumen Sapi dengan Pemberian Saponin Lerak (Sapindus rarak) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Agustus 2010 Sri Suharti D

3 ABSTRACT SRI SUHARTI. Modification of Rumen Microbe Diversity and Fermentation of Cattle Using Lerak (Sapindus rarak) Saponin. Under the directions of DEWI APRI ASTUTI, TOTO TOHARMAT and ELIZABETH WINA. The aim of this research was to investigate the utilization of whole lerak extract to improve the in vitro fermentation, microbe diversity and performance of beef cattle fed with high forage based ration. There were four experiments i.e. 2 in vitro and 2 in vivo experiment. The first in vitro experiment evaluated the effect of whole fruit lerak extract with different levels (0;0.001; 0.01; 0.1 and 1 mg/ml) on ruminal fermentation and microbial diversity using native grass and concentrate (50:50, w/w) as a substrate. The second in vitro was aimed to investigate the effect of different level of lerak extract (0, 0.6, 0.8 mg/ml) on fermentation, population of rumen microbes and enzyme activity in the in vitro fermentation of diets composed of different ratios of forage and concentrate (90:10, 80:20, 70:30, w/w). The first in vivo study was conducted using 12 local beef cattle which received 3 different treatments of 0, 500 and 1000 mg lerak meal/kg body weight (BW). Daily gain, nutrient digestibility and blood profile were measured. Thus, the second in vivo study was conducted using 12 local beef cattle with three diets containing lerak extract of 0, 100 and 200 mg/kg body weight. Parameters measured were nutrient digestibility, fermentation products, feed intake and daily gain of beef cattle during 90 days treatment. In vitro experiment showed that 1 mg/ml of lerak extract reduced (P<0.01) protozoa population. The gas production tended to increase while methane production/ml gas was reduced but total methane production was same among treatments. Although lerak extract did not affect concentration of total VFA, it decreased molar proportion of acetic and butyric acid but increased that of propionic acid significantly (P<0.01) and improved the ratio of acetate: propionate. The population of some bacteria spesies most closely related to Prevotella ruminicola increased. The second in vitro experiment showed that there was no interaction between ratio of forage and level of lerak extract for all parameters. The addition of lerak extract did not affect dry matter digestibility, but reduced organic matter digestibility. In contrast, total VFA and propionate production increased (P<0.05) with 0.8 mg/ml lerak extract addition. Total numbers of Ruminococcus albus and Prevotella ruminicola were enhanced by increasing level of lerak extract in all diets, but numbers of Fibrobacter succinogenes tended to decrease. In vivo experiment showed that the addition of lerak meal 500 mg/kg BW in the beef cattle ration did not affect nutrient intake and digestibility. In contrast, lerak meal at higher level (1000 mg/kg BW) increased fibre intake and decreased nutrient digestibility (P<0.05) and white blood cells (P<0.01). There was no difference on average daily gain among treatments. The addition of lerak extract up to 200 mg/kg BW did not affect on nutrients digestibility. Total VFA and propionate proportion increased (P<0.05) and ratio of acetate:propionate decreased (P<0.05) with lerak extract addition. The used of lerak extract decreased NH 3 concentration while nitrogen balanced and microbial crude protein synthesis similar among treatments Keywords: Sapindus rarak, saponin, cattle, fermentation, bacteria diversity

4 RINGKASAN SRI SUHARTI. Modifikasi Keragaman Mikroba dan Fermentasi Rumen Sapi dengan Pemberian Saponin Lerak (Sapindus rarak). Dibimbing oleh DEWI APRI ASTUTI, TOTO TOHARMAT dan ELIZABETH WINA. Peternakan sapi potong rakyat di Indonesia masih mengandalkan ransum hijauan yang kurang berkualitas dalam jumlah tinggi (70-100%). Hal ini dapat menyebabkan kecernaan pakan rendah dan terjadinya defisiensi nutrien terutama nitrogen (N). Selain itu, pada ekosistem rumen seringkali populasi dan aktivitas bakteri terganggu dengan adanya protozoa karena protozoa sering memangsa bakteri untuk mencukupi kebutuhan proteinnya. Akibatnya efisiensi pemanfaatan energi pakan rendah, produksi gas metan tinggi dan pertambahan bobot badan sapi rendah. Strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan memodifikasi mikroba rumen yang dapat menekan pertumbuhan protozoa dan mengoptimalkan pertumbuhan bakteri rumen. Populasi bakteri rumen yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas fermentasi pakan, aliran N dalam rumen serta sintesis protein mikroba. Populasi protozoa dalam rumen dapat ditekan secara parsial (defaunasi parsial) dengan pemberian senyawa saponin asal tanaman. Defaunasi parsial memungkinkan beberapa bakteri rumen dapat berkembang namun populasi protozoa tidak seluruhnya mati. Hal ini akan menguntungkan proses fermentasi karena protozoa juga mempunyai peran dalam degradasi serat dan mempertahankan ph rumen. Salah satu tanaman tropika yang banyak mengandung saponin adalah buah lerak. Potensi saponin ekstrak buah lerak sudah dikaji pemanfaatannya pada ternak domba sebagai suplemen defaunasi. Namun demikian penelitian yang menganalisis pengaruh saponin ekstrak lerak terhadap keragaman komunitas bakteri rumen, dinamika populasi bakteri spesifik, aktivitas fermentasi pada berbagai rasio hijauan dan pemanfaatannya pada sapi potong belum banyak dikaji. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan ekstrak keseluruhan buah lerak untuk memperbaiki fermentasi, keragaman dan populasi mikroba rumen serta performa sapi potong lokal yang mendapat ransum hijauan tinggi. Penelitian ini terdiri atas 4 percobaan yaitu 2 percobaan in vitro dan 2 percobaan in vivo. Penelitian in vitro tahap pertama dirancang untuk mengevaluasi pengaruh ekstrak lerak pada berbagai level (0;0.001; 0.01; 0.1 and 1 mg/ml) pada fermentasi dan keragaman mikroba rumen dengan menggunakan rumput lapang dan konsentrat sebagai substat dengan rasio 50:50 (BK/BK). Penelitian in vitro tahap kedua bertujuan untuk menganalisis pengaruh berbagai level ekstrak lerak (0, 0.6, 0.8 mg/ml) pada fermentasi, dinamika populasi bakteri spesifik rumen dan aktivitas enzim pada substrat dengan rasio hijauan berbeda (90:10, 80:20, 70:30 BK/BK). Parameter yang diukur adalah kecernaan bahan kering dan bahan organik (KCBK, KCBO), total volatile fatty acid (VFA), profil VFA, konsentrasi NH 3, populasi protozoa, dinamika populasi bakteri spesifik dan aktivitas enzim rumen. Hasil uji terbaik penelitian in vitro dilanjutkan dengan penelitian in vivo. Uji in vivo tahap pertama dilakukan untuk mengevaluasi 3 level pemberian tepung buah lerak (0, 500,

5 1000 mg/kg BB) sapi potong lokal (12 ekor) yang mendapat ransum jerami padi dan konsentrat (35:65 BK/BK). Parameter yang diukur adalah konsumsi pakan, kecernaan nutrien, pertambahan bobot badan harian dan hematologi darah. Selanjutnya, pada uji in vivo tahap kedua dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh level ekstrak lerak (0, 100 dan 200 mg/kg BB) pada sapi potong lokal (12 ekor) yang mendapat ransum hijauan tinggi (H:K=70:30, BK/BK). Parameter yang diukur adalah kecernaan nutrien, produk fermentasi (NH3 dan VFA), profil lemak dan hematologi darah, serta pertambahan bobot badan harian. Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung senyawa aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81.5% BK. Hasil penelitian in vitro tahap pertama menunjukkan bahwa ekstrak lerak pada level 1 mg/ml menurunkan (P<0.01) populasi protozoa, meningkatkan produksi total gas dan menurunkan konsentrasi metan/ml gas, namun produksi total metan tidak berbeda antar perlakuan. Meskipun ekstrak lerak hanya sedikit mempengaruhi produksi total VFA, proporsi molar asetat dan butirat menurun (P<0.01) serta proporsi propionat meningkat (P<0.01) yang selanjutnya menurunkan rasio asetat:propionat (P<0.01). Hal ini membuktikan bahwa ekstrak lerak dapat memodifikasi fermentasi rumen dengan mengarahkan pembentukan propionat sehingga gas H 2 yang diproduksi dalam rumen lebih banyak digunakan untuk membentuk propionat dibandingkan pembentukan metan. Populasi beberapa spesies bakteri rumen diindikasikan meningkat dan salah satunya berhubungan dekat dengan Prevotella ruminicola yang merupakan bakteri penghasil propionat dalam sistem rumen. Hasil uji in vitro tahap kedua menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara rasio hijauan dan level ekstrak lerak pada semua parameter in vitro yang diuji. Penambahan ekstrak lerak pada level 0.8 mg/ml tidak mempengaruhi KCBK, namun menurunkan KCBO. Sebaliknya, total VFA dan proporsi propionat meningkat (P<0.05). Jumlah P. ruminicola dan R.albus meningkat dengan penambahan ekstrak lerak, namun bakteri F.succinogenes cenderung menurun. Penambahan ekstrak lerak pada 4 jam fermentasi in vitro menurunkan aktivitas enzim amylase, namun meningkatkan aktivitas xylanase dan carboxymethylcellulase. Peningkatan aktivitas xylanase diduga berhubungan dengan meningkatnya populasi P.ruminicola yang aktif mendegradasi xylan. Carboxymethylcellulase juga cenderung meningkat karena pemberian ekstrak lerak dapat meningkatkan populasi R albus. Penurunan aktivitas amylase terjadi diduga karena penurunan populasi protozoa. Telah diketahui bahwa protozoa menghasilkan amylase untuk mendegradasi pati. Hasil uji in vivo tahap I menunjukkan bahwa pemberian lerak dalam bentuk tepung pada level 500 mg/kg pada sapi potong yang mendapat hijauan sedang tidak mempengaruhi konsumsi ransum total dan kecernaan nutrien. Namun pada level yang lebih tinggi (1000 mg/kg BB), konsumsi serat kasar meningkat dan kecernaan nutrien menurun (P<0.05) serta menurunkan butir darah putih (P<0.01). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lerak dalam bentuk tepung (raw material) diduga masih banyak mengandung senyawa-senyawa lain yang dapat mengganggu kesehatan ternak. Pertambahan bobot badan harian tidak dipengaruhi oleh pemberian tepung lerak.

6 Hasil uji in vivo tahap II menunjukkan bahwa penambahan lerak dalam bentuk ekstrak metanol pada sapi potong lokal yang mendapat hijauan tinggi sampai level 200 mg/kg BB tidak mempengaruhi konsumsi dan kecernaan nutrien. Total VFA dan proporsi propionat meningkat (P<0.05) dan rasio asetat:propionat menurun (P<0.05) serta konsentrasi NH 3 rumen menurun (P<0.05). Pengunaan ekstrak lerak sampai dengan level 20 mg/kg BB tidak mempengaruhi retensi nitrogen, sintesis protein mikroba dan pertambahan bobot badan harian sapi potong yang diberi hijauan tinggi. Nampaknya, walaupun fermentasi rumen sudah nyata meningkatkan produksi VFA total dan proporsi propionat, namun pada proporsi propionat sebesar 19% dari total VFA (sekitar 21 mm) masih belum dapat meningkatkan PBBH sapi potong secara signifikan. Hal ini diduga pada konsentrasi propionat tersebut, energi yang terbentuk asal propionat masih lebih banyak digunakan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya dibandingkan untuk deposisi pertambahan bobot badan. Pemberian ekstrak lerak selama 90 hari perlakuan tidak memberikan pengaruh yang negatif terhadap butir darah putih dan proporsi limfosit serta tidak mempengaruhi profil lemak serum darah. Secara keseluruhan, penggunaan ekstrak lerak dapat memodifikasi keragaman bakteri dan fermentasi rumen dengan peningkatan propionat namun belum dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian sapi yang mendapat hijauan tinggi secara signifikan. Kata Kunci : Sapindus rarak, saponin, sapi, fermentasi, mikroba rumen

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar di IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

8 MODIFIKASI KERAGAMAN MIKROBA DAN FERMENTASI RUMEN SAPI DENGAN PEMBERIAN SAPONIN LERAK (Sapindus rarak) SRI SUHARTI Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Mayor Ilmu Nutrisi dan Pakan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

9 Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan (Staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor) 2. Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc (Staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor) Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Suryahadi, DEA (Staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor) 2. Dr. Ir. Yantyati Widyastuti (Peneliti pada Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

10 Judul Disertasi Nama NIM Program Studi/Mayor : Modifikasi Keragaman Mikroba dan Fermentasi Rumen Sapi dengan Pemberian Saponin Lerak (Sapindus rarak) : Sri Suharti : D : Ilmu Nutrisi dan Pakan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS Ketua Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc Anggota Dr. Elizabeth Wina, M.Sc Anggota Diketahui Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 16 Agustus 2010 Tanggal Lulus :

11 PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan hidayah dan karunia-nya sehingga telah tersusun disertasi ini. Disertasi ini mengangkat tema tentang Modifikasi Keragaman Mikroba dan Fermentasi Rumen Sapi dengan Pemberian Saponin Lerak (Sapindus rarak). Salah satu artikel hasil penelitian ini yang berjudul Kecernaan Nutrien dan Performa Produksi Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) yang diberi Tepung Lerak (Sapindus rarak) dalam Ransum telah di publikasi pada jurnal ilmiah terakreditasi nasional pada tahun 2009 (JITV 14(3) : ). Ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada komisi pembimbing yaitu Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS., Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc dan Dr. Elizabeth Wina, M.Sc yang telah memberikan arahan dan bimbingan sejak penyusunan usulan penelitian sampai terselesaikannya disertasi ini. Kepada Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan dan Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc penulis mengucapkan terimakasih atas semua masukan dan saran yang telah disampaikan pada ujian tertutup. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Yantyati Widyastuti dan Dr. Ir. Suryahadi, DEA yang telah bersedia menjadi penguji pada ujian sidang terbuka serta telah memberikan saran-saran yang dapat memperbaiki tulisan disertasi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Departemen INTP, Dekan Fapet dan Rektor IPB yang telah mengijinkan untuk melanjutkan studi doktor dan Ditjen Dikti yang telah memberikan beasiswa BPPS untuk studi pascasarjana di IPB. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dana penelitian antara lain Badan Litbang Pertanian Deptan melalui program KKP3T , program training Sandwich DIKTI 2008, Hibah Bersaing IPB 2009 dan Hibah Strategis Nasional DIKTI Kepada teman dan kolega staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan dan Fakultas Peternakan pada umumnya penulis mengucapkan terimakasih atas dukungan dan motivasinya untuk menyelasaikan disertasi ini tepat pada waktunya. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada para analis dan pegawai kandang serta para mahasiswa yang telah

12 banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian baik di laboratorium maupun di kandang. Kepada suami dan anak-anak tercinta, Ende Budi Mulyadi, S.Si, Sabrina Mulya Azzahra, Syahira Mulya Khairani, penulis juga menyampaikan terimakasih dan penghargaan atas ijin, pengertian, bantuan materiil dan doa restunya. Kepada ibu dan ibu mertua tercinta, penulis menghaturkan terimakasih atas dukungan dan doa restunya. Semoga disertasi ini menjadi karya yang dapat bermanfaat. Bogor, Agustus 2010 Sri Suharti

13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Wonogiri, Jawa Tengah pada tanggal 12 Oktober 1974, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Talip Warso Utomo (Almarhum) dan Ibu Sugiyarmi. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan IPB dan lulus pada tahun Pada tahun 2002, penulis melanjutkan studi S2 di program studi Biokimia, Sekolah Pascasarjana IPB dan lulus tahun 2004 dengan beasiswa dari project DUE-like IPB. Selanjutnya pada tahun 2007, penulis melanjutkan pendidikan program doktor pada program mayor Ilmu Nutrisi dan Pakan, Sekolah Pascarjana IPB dengan beasiswa BPPS dari Ditjen Dikti. Riwayat pekerjaan penulis dimulai sejak tahun 1998 menjadi staf pengajar luar biasa di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB dan pada tahun 2005 penulis diangkat menjadi staf pengajar tetap pada departemen yang sama. Bogor, Agustus 2010 Sri Suharti D

14 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi PENDAHULUAN Latar belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA Lerak (Sapindus rarak), Potensi Produksi dan Penyebarannya... 4 Ekologi Mikroba Rumen dan Interaksinya... 6 Saponin... 9 Pengaruh Saponin pada Mikroba Rumen Pengaruh Saponin pada Fermentasi dan Produksi Ruminansia Pengaruh Saponin pada Sintesis Protein Mikroba Pengaruh Saponin pada Produksi Gas Metan Pengaruh Saponin pada Metabolisme Kolesterol KERAGAMAN BAKTERI, FERMENTASI RUMEN SERTA PRODUKSI METAN IN VITRO DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan Daftar Pustaka POPULASI BAKTERI, AKTIVITAS ENZIM DAN FERMENTASI RUMEN IN VITRO PADA RASIO HIJAUAN DAN KONSENTRAT BERBEDA DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK LERAK Pendahuluan. 39 Bahan dan Metode 40 Hasil dan Pembahasan.. 47 Simpulan Daftar Pustaka... 54

15 ii KECERNAAN NUTRIEN DAN PERFORMA SAPI POTONG PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI TEPUNG LERAK (Sapindus rarak) DALAM RANSUM Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan Daftar Pustaka KECERNAAN, FERMENTASI, PROFIL DARAH DAN PERFORMA PRODUKSI SAPI POTONG LOKAL YANG DIBERI EKSTRAK LERAK PADA RANSUM HIJAUAN TINGGI Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan Daftar Pustaka PEMBAHASAN UMUM SIMPULAN DAN SARAN 89 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 98

16 iii DAFTAR TABEL Halaman 1. Karakteristik bakteri dominan pada rumen Komposisi nutrien hijauan, konsentrat dan total ransum yang digunakan sebagai substrat fermentasi in vitro Kandungan senyawa tanin dan saponin pada tepung dan ekstrak lerak Populasi total protozoa serta komposisi spesiesnya selama 12, 24 dan 48 jam inkubasi dengan pemberian berbagai level ekstrak lerak Identifikasi bakteri pada pita-pita baru hasil DGGE pada kultur yang mendapat perlakuan 1 mg/ml ekstrak lerak Rataan nilai karakteristik fermentasi in vitro selama 48 jam inkubasi pada berbagai level ekstrak lerak Komposisi nutrien hijauan, konsentrat dan total ransum yang digunakan sebagai substrat fermentasi in vitro tahap II Sekuen primer beberapa spesies bakteri rumen Populasi beberapa spesies bakteri rumen pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak Aktivitas enzim dalam rumen pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda selama 4 dan 24 jam fermentasi akibat pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak Peubah karakteristik fermentasi pakan dengan rasio hijauan berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak Hasil analisis proksimat lerak dan konsentrat perlakuan Konsumsi bahan kering (BK), serat kasar (SK) dan protein (PK) pakan oleh sapi yang diberi berbagai level tepung lerak Nilai kecernaan bahan kering, serat kasar dan protein kasar pakan oleh sapi potong yang diberi berbagai level tepung lerak... 61

17 iv 15. Gambaran hematologi darah sapi potong yang mendapat berbagai level tepung lerak dalam ransum Performa sapi potong yang mendapat berbagai level tepung lerak dalam ransum selama 64 hari Komposisi nutrien ransum perlakuan in vivo Populasi protozoa rumen sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum Kecernaan nutrien, konsentrasi NH 3, serta profil VFA rumen sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum Pendugaan sintesis protein mikroba sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum Neraca nitrogen sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum Hematologi darah sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum selama 90 hari Profil lemak serum darah sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum selama 90 hari Performa produksi sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum selama 90 hari... 79

18 v DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pohon lerak Buah lerak dan hasil ekstrak metanol lerak Struktur molekul saponin: a) triterpenoid, b) steroid Pola pita-pita yang muncul pada kultur yang diberi berbagai tingkat ekstrak lerak hasil dari analisis DGGE sebagai indikator keragaman bakteri rumen Hasil klasterisasi keragaman bakteri rumen berdasarkan hasil analisis DGGE pada kultur yang diberi berbagai level ekstrak lerak Pola produksi gas total in vitro pada berbagai level ekstrak lerak Konsentrasi metan/ml gas in vitro sebagai respon pengaruh berbagai level ekstrak lerak Populasi protozoa selama 4 dan 24 jam inkubasi pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak Pola peningkatan PBBH sapi perlakuan selama 90 hari pemeliharaan Ilustrasi mekanisme kerja ekstrak lerak dalam modifikasi fermentasi rumen... 87

19 vi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Daftar publikasi hasil penelitian Kerangka Penelitian Komposisi larutan-larutan Prosedur analisis alantoin Analisis statistik data percobaan in vitro tahap I Analisis statistik data percobaan in vitro tahap II Analisis statistik data percobaan in vivo tahap I Analisis statistik data percobaan in vivo tahap II

20 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan rendahnya produksi daging yang dihasilkan peternakan rakyat disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang mengandalkan hijauan berkualitas rendah dalam jumlah tinggi (70%-100%). Hal ini dapat menyebabkan kecernaan pakan rendah dan terjadinya defisiensi nutrien terutama protein atau nitrogen (N). Disisi lain, populasi bakteri rumen sering terganggu dengan keberadaan protozoa dalam rumen karena protozoa merupakan predator bagi sebagian bakteri untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. Walaupun protozoa juga membantu dalam degradasi serat pakan, namun keberadaannya dalam rumen sapi yang mendapat ransum berkualitas rendah dapat mengurangi suplai protein asal bakteri. Penekanan populasi protozoa diharapkan dapat mengoptimalkan pertumbuhan bakteri rumen sehingga dapat meningkatkan aktivitas fermentasi pakan serta menyediakan suplai protein bagi ternak yang berasal dari protein mikroba. Selain itu, protozoa juga merupakan inang bagi sebagian bakteri metanogen dalam proses transfer H 2. Bakteri metanogen memanfaatkan gas H 2 yang diproduksi protozoa untuk dikonversi menjadi CH 4 dengan bantuan CO 2. Dengan demikian penekanan populasi protozoa juga berpotensi menekan produksi gas metan. Buah lerak (Sapindus rarak) merupakan tanaman tropis yang mengandung saponin tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daging ekstrak buah lerak dapat berfungsi untuk menekan pertumbuhan protozoa dan meningkatkan performa domba. Hal ini telah dibuktikan dan dilaporkan oleh beberapa peneliti pada percobaan berbeda terhadap domba dan kambing di Balai Penelitian Ternak (Thalib et al. 1994, 1996; Wina 2005a). Senyawa aktif yang sampai saat ini telah diketahui adalah senyawa-senyawa dari golongan saponin dan sesquiterpene. Namun, pemanfaatan ekstrak ataupun tepung keseluruhan buah dan biji lerak sebagai pakan aditif pada sapi potong belum pernah dilaporkan. Selain itu, masih sedikit sekali hasil penelitian yang melaporkan pengaruh saponin terhadap perubahan keragaman dan dinamika bakteri rumen serta produksi gas metan.

21 2 Saponin dari esktrak buah dan biji lerak (Sapindus rarak) dapat digunakan sebagai agen defaunasi untuk menekan pertumbuhan protozoa. Apabila populasi protozoa yang ada di dalam rumen ditekan jumlahnya, maka akan terjadi perubahan keragaman/komposisi mikroba rumen dan diharapkan terjadi modifikasi fermentasi rumen. Oleh karena itu, perlu dievaluasi pengaruh pemakaian ekstrak keseluruhan buah dan biji lerak terhadap keseimbangan mikroba rumen secara lebih mendalam dan komprehensif melalui pendekatan molekuler real time PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mengkuantifikasi mikroba secara cepat. Selain itu, untuk menganalisis keragaman mikroba rumen akibat penambahan ekstrak lerak dianalisis dengan teknik PCR-DGGE (Denaturing Gradient Gel Electrophoresis). Teknik ini akan memberikan gambaran bakteri-bakteri yang akan terhambat dan bakteri yang akan meningkat pertumbuhannya dengan pemberian ekstrak lerak. Sifat saponin yang mengikat kolesterol dan menurunkan tegangan permukaan, juga berpengaruh pada metabolisme lemak di dalam tubuh melalui mekanisme pengikatan kolesterol oleh saponin di lumen usus sehingga akan menghambat absorpsi kolesterol dan deposisinya (Malinow et al. 1981; Morehouse et al. 1999). Penelitian lain menunjukkan mekanisme aksi dari saponin sebagai anti kolesterol adalah dengan menunda absorpsi lemak di usus halus dengan menghambat aktivitas lipase pankreas (Han et al. 2000). Oleh sebab itu, penelitian ini juga akan menganalisis profil darah yang berhubungan dengan metabolisme lemak untuk mengetahui pengaruh saponin dari keseluruhan buah dan biji lerak terhadap kadar kolesterol darah. Penelitian ini berupaya mengevaluasi potensi ekstrak lerak sebagai rumen modifier pada sapi potong lokal secara komprehensif baik pengaruhnya terhadap keragaman bakteri rumen, populasi beberapa bakteri spesifik (Ruminococcus albus, Fibrobacter succinogenes dan Prevotella ruminicola), aktivitas enzim, aktivitas fermentasi, retensi nitrogen dan performa produksi sapi potong lokal. Beberapa pendekatan yang dilakukan untuk mengevaluasi potensi ekstrak lerak sebagai rumen modifier dibagi menjadi 4 percobaan. Percobaan tahap pertama dilakukan untuk mengoptimasi berbagai level ekstrak lerak yang berpengaruh terhadap keragaman bakteri, produksi metan dan fermentasi rumen secara in vitro

22 3 pada substrat hijauan sedang (hijauan:konsentrat=50:50). Hasil in vitro tahap pertama menjadi dasar penentuan level ekstrak lerak yang digunakan pada percobaan tahap kedua. Pada percobaan tahap kedua dilakukan untuk mengevaluasi ekstrak lerak terhadap populasi bakteri spesifik (F. succinogens, R. albus dan P. ruminicola), aktivitas enzim dan fermentasi rumen in vitro pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda (hijauan:konsentrat=90:10; 80:20 dan 70:30). Selanjutnya, level ekstrak lerak terbaik pada uji sebelumnya digunakan untuk menentukan dosis tepung lerak pada percobaan selanjutnya. Percobaan tahap ketiga dilakukan untuk mengevaluasi ekstrak lerak dalam bentuk tepung terhadap kecernaan nutrien (bahan kering, protein kasar, serat kasar) dan performa produksi sapi potong peranakan ongole (PO). Percobaan tahap keempat dilakukan untuk mengevaluasi lerak dalam bentuk ekstrak terhadap kecernaan, fermentasi, retensi nitrogen, sintesa protein mikroba, profil hematologi dan lemak serum darah dan performa sapi potong lokal yang diberi ekstrak lerak dengan ransum hijauan tinggi. Melalui hasil penelitian yang dilakukan secara komprehensif, diharapkan dapat menganalisis potensi ekstrak lerak sebagai pakan aditif untuk memodifikasi keragaman dan dinamika populasi bakteri rumen sehingga dapat mengubah aktivitas fermentasi rumen dan meningkatkan produktivitas ternak sapi potong lokal. Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Menganalisis keragaman dan populasi beberapa bakteri spesifik rumen (R. albus, F. succinogenes dan P. ruminicola), produksi gas metan, aktivitas enzim dan karakteristik fermentasi rumen dengan pemberian berbagai level ekstrak metanol lerak secara in vitro 2. Mengevaluasi kecernaan, hematologi darah dan performa sapi potong Peranakan Ongole yang diberi lerak dalam bentuk tepung 3. Mengevaluasi kecernaan, fermentasi, profil lemak serum dan performa sapi potong lokal yang diberi lerak dalam bentuk ekstrak dengan ransum hijauan tinggi.

23 TINJAUAN PUSTAKA Lerak (Sapindus rarak), Potensi Produksi dan Penyebarannya Tanaman lerak (Sapindus rarak) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan telah lama dikenal di Pulau Jawa. Buah lerak telah dikenal lama dan dipakai sebagai bahan pencuci pakaian atau rambut. Walaupun penggunaannya sebagai bahan pencuci telah terdesak oleh penggunaan detergen dari bahan kimia sintetik, senyawa aktif dalam buah lerak dapat dimanfaatkan di bidang lain. Tanaman lerak berbentuk pohon tinggi mencapai ± 42 m dan besar dengan diameter batang ± 1 m (Gambar 1). Daun bentuknya bundar telur sampai lanset. Perbungaan terdapat di ujung batang warna putih kekuningan. Bentuk buah bundar seperti kelereng kalau sudah tua/masak warnanya coklat kehitaman, permukaan buah licin/mengkilat. Bijinya bundar dan berwarna hitam (Gambar 2). Antara buah dan biji terdapat daging buah berlendir sedikit dan aromanya wangi (Widowati 2003 ). Gambar 1. Pohon lerak (Sapindus rarak)

24 5 a b Gambar 2. Biji lerak (a) dan hasil ekstrak metanol lerak (b) Adapun klasifikasi tanaman lerak sebagai berikut (USDA 1985) : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Sapindales Suku : Sapindaceae Marga : Sapindus Jenis : Sapindus rarak Tanaman lerak paling sesuai pada iklim tropik dengan kelembaban tinggi, berdrainase baik, subur dan mengandung banyak humus. Lerak tumbuh pada ketinggian di bawah m di atas permukaan laut, dengan pertumbuhan paling baik pada daerah berbukit dataran rendah dengan ketinggian m di atas permukaan laut, curah hujan rata-rata mm/tahun. Lerak termasuk dalam kelas Dicotyledone, berakar tunggang dengan perakaran yang kompak sehingga dapat digunakan sebagai pengendali erosi dan penahan angin. Tanaman lerak mulai berbuah pada umur 5 15 tahun, dan musim berbuah pada awal musim hujan (November-Januari) yang menghasilkan buah sebanyak biji/pohon (Udarno 2009).

25 6 Setiap satu kg biji lerak diperkirakan berjumlah 350 biji. Biji lerak kering dapat disimpan selama satu tahun (Lehman 2009). Beberapa daerah penghasil lerak terbesar di Indonesia adalah Kediri, Banten, dan Madura. Setiap bulan Kediri mampu mengirim tiga ton (hasil produksi hutan-hutan setempat) ke berbagai industri. Kediri bahkan sanggup memasok enam ton lagi setiap bulan (Dudung 2009). Lerak atau juga dikenal sebagai rerek (Jawa Barat) atau lamuran (Palembang) adalah tumbuhan yang dikenal karena kegunaan bijinya yang dipakai sebagai deterjen tradisional. Tanaman lerak tersebar di berbagai daerah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tanaman ini belum dibudidayakan secara luas dan masih terbatas sebagai tanaman sampingan (Widowati 2003). Budidaya tanaman lerak dapat dilakukan secara generatif dengan biji. Buah lerak tersusun dalam tandan dengan jumlah 8 12 buah, berbentuk bulat dengan ukuran 2 cm, berwarna hijau tua dan biji berwarna hitam. Biji yang akan digunakan untuk perbanyakan harus sudah cukup tua dan sehat. Biji disimpan di tempat teduh dan dibasahi secara teratur sebelum disemaikan, kemudian biji disemaikan hingga menjadi benih dan dapat dipindah ke lapangan pada umur 3 bulan (Udarno 2009). Senyawa aktif pada buah lerak yang sampai saat ini telah diketahui adalah senyawa-senyawa dari golongan saponin dan sesquiterpene (Wina et al. 2005a). Thalib et al. (1994) menyatakan bahwa daging buah lerak yang diekstrak dengan heksan dan metanol mengandung saponin sebesar 14.6%, protein, tanin, fenol dan karbohidrat terlarut. Ekologi Mikroba Rumen dan Interaksinya Ternak ruminansia mempunyai karakteristik tersendiri dibanding ternak lainnya, karena kemampuannya mencerna serat dari tanaman untuk dikonversi menjadi daging dan susu. Ternak ruminansia tidak dengan sendirinya memproduksi enzim-enzim pencerna serat, tetapi karena dalam rumen ternak ruminansia terdapat bakteri, jamur dan protozoa. Ternak ruminansia sebagai inang menyediakan habitat yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme tersebut, sementara mikroba mensuplai protein, vitamin dan asam organik rantai pendek untuk ternak (Russell & Rychlik 2001).

26 7 Ternak ruminansia juga memfermentasi pati dan gula, dan bahan makanan non serat tersebut dapat meningkatkan laju fermentasi dan produktivitas ternak. Namun demikian, ketika ternak ruminansia diberi pakan rendah serat, maka mekanisme homeostatik dari aliran digesta, pembuangan gas dan regulasi ph akan terganggu sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan ternak. Rumen mengandung berbagai tipe bakteri (Tabel 1) yang aktif mendegradasi komponen pakan (Russel & Rychlik 2001). Tabel 1. Karakteristik bakteri dominan pada rumen Spesies Substrat Produk Fermentasi Fibrobacter succinogenes CU S,F,A Ruminococcus albus CU, HC A, F, E, H 2 Ruminococcus flavefaciens CU, HC S, F, A, H 2 Eubacterium ruminantium HC, DX, SU A, F, B, L Ruminobacter amylophilus ST S, F, A, E Streptococcus bovis ST, SU L, A, F, E Succinomonas amylolytica ST S, A, P Prevotella ruminocola, albensis, brevis, dan ST, PC, XY, SU S, A, F, P bryantii Butyrivibrio fibrisolvens ST, CU, HC, PC, SU B, F, A, H 2 Selenomonas ruminantium ST, DX, SU, L, S L, A, P, B, F, H 2 Megasphaera elsdenii L, SU P, A, B, Br, H 2 Lachnospira multiparus PC, SU L, A, F, H 2 Succinivibrio dextrinosolvens PC, DX, SU S, A, F, L Anaerovibrio lipolytica GL, SU A, S, P Peptostreptococcus anaerobius AA Br, A Clostridium aminophilum AA A, B Clostridium sticklandii AA A, Br, B, P Wollinella succinogenes OA, H 2, F S Methanobrevibacter ruminantium H 2, CO 2, F CH 4 Keterangan : CU=cellulose, HC=hemicellulose, DX=dextrins, SU=sugar, ST=starch, PC=pectin; XY=xylans, L=lactate, S=succinate, GL=glycerol, AA=amino acid, OA=organic acids, H 2= Hydrogen, F=formate, CO 2= carbon dioxide, A=acetate, E=ethanol, B=butyrate, L=lactate, P=propionate, Br=Branched-chain volatile fatty acids, CH 4= methane (Russel & Rychlik 2001). Populasi bakteri dalam rumen sangat tinggi (>10 10 sel/gr) dan bakteri tersebut berperan dominan dalam berbagai jalur fermentasi rumen (Russel & Wilson 1996). Ekosistem mikroba rumen terdiri atas bakteri ( sel/ml, yang merepresentasikan lebih dari 50 genera), protozoa silia ( /ml dari 25 genera), kapang/jamur ( zoospores/ml, merepresentasikan 5 genera) dan bacteriophages ( /ml) (Hobson &

27 8 Stewart 1997). Namun, jumlah sebenarnya lebih besar karena sebagian besar bakteri tidak dapat dikultur. Karena protozoa lebih besar ukurannya dibanding bakteri, maka biomassa protozoa hampir setengah dari biomassa total mikroba. Mikroba rumen baik bakteri maupun protozoa sangat spesifik untuk bertahan dan berkembang dalam rumen yang selalu anaerobik. Kenyatannya, keberadaan oksigen sangat toksik untuk sebagian mikroba rumen. Nilai ph rumen selalu dipertahankan pada kisaran oleh fosfat dan bikarbonat dari saliva serta bikarbonat dari fermentasi rumen. Suhu berada pada kisaran C. Mikroba rumen dapat secara baik beradaptasi dengan kondisi tersebut dan kebutuhan pertumbuhan spesifiknya merefleksikan keberadaan dan jenis nutrien yang ada dalam pakan. Populasi mikroba rumen tetap eksis dalam kondisi yang sangat dinamis. Total populasi dapat berubah secara dramatis dengan sejumlah faktor seperti frekuensi pemberian pakan dan jenis pakan. Komponen senyawa sekunder seperti tannin, saponin dan mimosin disintesis dalam tanaman untuk memproteksi tanaman tersebut dari infeksi predator mikroba dan serangga (Kamra 2005). Mempertahankan rumen selalu sehat dan seimbang merupakan kunci agar serat dapat dicerna pada laju maksimal dan konsumsi pakan juga dapat dimaksimalkan. Hijauan jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber pakan sapi, sehingga sering diberikan juga konsentrat yang lebih cepat difermentasi dalam rumen. Fermentasi yang lebih aktif menghasilkan VFA yang lebih banyak dan menurunkan ph. Selain itu, bakteri rumen dapat bekerja dengan baik apabila ph rumen selalu dipertahankan 6.8. Jika ph turun dibawah 6 maka pencernaan serat menurun secara dramatis. Hal ini dikarenakan enzim yang diperlukan untuk memecah serat tidak dapat berfungsi secara efektif pada ph <6.0. Selain itu, laju pertumbuhan dan aktivitas fibrolitik menurun pada ph rendah. Bakteri fibrolitik tidak dapat mempertahankan ph dalam selnya ketika ph rumen rendah. Ketidakmampuan sistem pengaturan ph pada sel tersebut yang menyebabkan bakteri tidak dapat tumbuh (Russel & Wilson 1996). Bakteri rumen terdiri dari jenis gram positif dan gram negatif. Spesies bakteri rumen yang termasuk dalam gram positif antara lain Lactibacillus ruminis, Lactobacillus vitulinus, Eubacterium ruminantium, Clostridium polysaccarilyticum, Streptococcus

28 9 bovis dan Butyrivibrio fibrisolvens, sedangkan yang termasuk dalam gram negatif antara lain Prevotella sp., Ruminobacter amylophilus, Fibrobacter succinogenes, Selenomonas ruminantium, Succinimonas amylolitica dan Treponema bryantii (Hobson & Stewart 1997). Saponin Saponin merupakan glikosida steroid atau triterpenoid yang banyak terdapat pada tanaman. Diberi nama saponin karena kemampuannya membentuk senyawa stabil yaitu busa seperti sabun dalam larutan air. Saponin terdiri atas gula yang biasanya mengandung glukosa, galaktosa, asam glukoronat, xylosa, rhamnosa atau methylpentosa yang berikatan membentuk glikosida dengan hydrophobic aglycone (sapogenin) yang membentuk triterpenoid (gambar 3a) atau steroid (Gambar 3b). Gambar 3. Struktur molekul saponin: a) triterpenoid, b) steroid (Francis et al. 2002) Aglycone mengandung satu atau lebih rantai karbon (C=C) tidak jenuh. Besarnya kompleksitas struktur saponin berasal dari variabilitas struktur aglycone, rantai samping dan posisi pengikatan gula pada aglycone (Francis et al. 2002). Beberapa saponin diketahui berfungsi sebagai antimikroba, menghambat jamur dan memproteksi tanaman dari serangan serangga. Saponin pada tanaman merupakan bagian sistem pertahanan dan dikelompokkan sebagai phytoanticipins atau phytoprotectant. Disebut phytoanticipins jika saponin diaktivasi oleh enzim tanaman untuk merespon adanya kerusakan jaringan atau serangan patogen. Sedangkan phytoprotectant merupakan saponin yang berfungsi sebagai antimikroba atau anti serangga. Selain itu, saponin juga merupakan sumber monosakarida (Morrissey & Osbourn 1999). Saponin merupakan deterjen alami atau surfaktan karena mengandung bagian yang bisa larut dalam air yaitu

29 10 bagian rantai samping karbohidrat maupun bagian larut lemak yaitu inti sel (sapogenin) (Cheeke & Otero 2005). Pengaruh Saponin pada Mikroba Rumen Saponin diketahui dapat mengurangi sebagian populasi protozoa yang dikenal dengan defaunasi parsial. Saponin yang berasal dari tanaman maupun saponin murni berpotensi menekan pertumbuhan protozoa rumen dan dapat dijadikan agen defaunasi (Wina et al. 2005a; Benchaar et al. 2008). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak ada indikasi pengaruh toksik dari saponin pada pertumbuhan bakteri atau degradasi protein secara in vitro (Van Nevel & Demeyer 1990). Steroidal saponin (SAP) dari ekstrak Yucca schidigera mempunyai pengaruh yang berbeda pada beberapa spesifik bakteri rumen. Pertumbuhan bakteri Streptococcus bovis, Prevotella bryantii dan Ruminobacter amylophilus menurun, sedangkan pertumbuhan bakteri Selonomonas ruminantium meningkat. Kurva pertumbuhan semua bakteri non selulolitik hampir sama baik yang diberi SAP maupun tidak. Aktivitas pencernaan oleh tiga bakteri selulolitik utama (Ruminococcus albus, Ruminococcus flavefaciens dan Fibrobacter succinogenes) dihambat oleh SAP, namun demikian F. succinogenes paling tidak sensitif terhadap SAP dan lebih efektif pada saat deglikosilasi SAP dibandingkan R. flavefaciens dan R. albus (Wang et al. 2000). Muetzel et al. (2003) melaporkan bahwa penambahan daun Sesbania pachyarpa yang mengandung saponin menunjukkan adanya efek yang positif terutama pada peningkatan pertumbuhan Ruminococcus sp. Peningkatan proporsi daun S. pachyarpa dalam ransum memicu penurunan populasi eukarotik yang drastis. Hal ini menunjukkan bahwa defaunasi mempunyai pengaruh yang positif. Selanjutnya, Ozutsumi et al. (2006) menyatakan bahwa pada rumen yang mendapat perlakuan defaunasi terjadi peningkatan jumlah bakteri P. ruminicola, R. albus, dan R. flavefaciens dibandingkan pada rumen yang tidak mendapat perlakuan defaunasi. Sebaliknya, jumlah bakteri F. succinogenes lebih rendah pada perlakuan defaunasi. Goel et al. (2008b) juga melakukan investigasi tentang pengaruh ekstrak tanaman yang mengandung saponin (daun Carduus, Sesbania dan Knautia serta biji

30 11 Fenugreek) pada komunitas mikroba rumen. Penambahan saponin menurunkan protozoa sebesar 10%-39% dan saponin dari Sesbania menurunkan populasi metanogen sebesar 78%. Populasi kapang rumen menurun 20%-60% dan populasi bakteri Fibrobacter succinogenes meningkat 21%-45%, sementara Ruminococcus flavefaciens meningkat 23%-40%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saponin mempunyai aktivitas anti protozoa. Saponin dari biji Fenugreek berpotensi meningkatkan efisiensi rumen dan dapat mengubah komposisi mikroba rumen ke arah stimulasi profilerasi bakteri pendegradasi serat dan menghambat populasi fungi. Karnati et al. (2009) melaporkan bahwa defaunasi secara selektif menurunkan Ruminococci dan Clostridia tetapi cenderung meningkatkan beberapa populasi Butyrivibrio. Keberadaan protozoa mempengaruhi baik populasi bakteri maupun archaea melalui pemangsaan selektif, kompetisi substrat atau melalui interaksi simbiosis. Sementara itu, Mao et al. (2010) melaporkan bahwa pemberian saponin dari teh sebesar 3 g/h yang diberikan pada domba dapat menurunkan protozoa rumen dan menurunkan populasi beberapa bakteri selulolitik (F. succinogenes dan R. flavefaciens). Satu masalah utama dalam penggunaan tanaman yang mengandung saponin adalah adanya adaptasi populasi mikroba dalam rumen terhadap saponin atau tanaman mengandung saponin (Teferedegne 2000). Odenyo et al. (1997) melaporkan bahwa S. sesban yang mengandung saponin yang ditambahkan secara langsung ke dalam rumen domba fistula bersifat toksik pada protozoa, tetapi apabila S.sesban diberikan dalam pakan akan menurunkan aktivitas antiprotozoa. Hal ini menunjukkan bahwa proses mengunyah menyebabkan detoksifikasi, yang diduga oleh amilase saliva, atau adanya partikel berukuran besar yang memproteksi saponin dari degradasi sehingga aktivitas biologisnya berkurang. Eugene et al. (2004) mengamati pengaruh defaunasi total pada domba yang diberi pakan campuran konsentrat dan hijauan dengan rasio protein : energi (P/E) berbeda (80, 100, 120 dan 140) terhadap populasi mikroba rumen. Populasi bakteri selulolitik utama (R. albus, R. flavefasciens dan F. succinogenes) tidak dipengaruhi oleh rasio protein/energi pakan dengan jumlah berkisar 3-5% dari total bakteri. Penelitian lain (Lila et al. 2003; 2005) menunjukkan bahwa pemberian sarsaponin sampai level 3.2 g/l dapat menurunkan populasi protozoa setelah 6 jam

31 12 fermentasi in vitro. Selanjutnya, pada uji in vivo dengan sapi jantan menunjukkan bahwa pemberian sarsaponin sebesar 0.5% dan 1% dari bahan kering pakan juga dapat menurunkan populasi protozoa. Komposisi protozoa yang diamati adalah Entodinium sp. Dasytricha sp. dan Isotricha sp. Pengaruh Saponin pada Fermentasi Rumen dan Produksi Ruminansia Ahli nutrisi ternak umumnya berpendapat bahwa saponin merupakan komponen yang harus dihilangkan. Pada ruminansia dan hewan budidaya lainnya, konsumsi saponin mempunyai pengaruh yang signifikan pada semua fase metabolisme mulai dari pencernaan pakan sampai ekskresi fesesnya (Cheeke 2000). Penghambatan yang persisten terhadap protozoa dapat mempunyai aplikasi yang lebih luas. Retensi N dapat diperbaiki dengan defaunasi, yang telah banyak dilaporkan dalam beberapa penelitian dimana protozoa dihilangkan baik dengan perlakuan kimia, fisik atau ternak yang diisolasi sejak lahir sehingga bebas dari protozoa (Eugene et al. 2004). Pengamatan umum tentang saponin adalah pengaruhnya yang khas adalah penurunan konsentrasi NH 3 dan perubahan proporsi VFA dimana saponin meningkatkan konsentrasi propionat (Goel et al. 2008a). Lila et al. (2003; 2005) menyatakan bahwa pemberian saponin dapat menurunkan konsentrasi NH 3 serta meningkatkan produksi VFA total dan proporsi propionat baik secara in vitro maupun in vivo pada sapi. Suplementasi pakan dengan daun S. sesban yang tinggi kandungan saponinnya, telah diketahui berpotensi memperbaiki aliran protein dari rumen dengan menekan aksi protozoa yang ada tetapi bakteri rumen mampu memetabolisme senyawa antiprotozoa (Newbold et al. 1997). Hu et al.(2005) juga melaporkan adanya penurunan konsentrasi NH 3 sebesar 27% serta peningkatan produksi propionat dengan pemberian saponin dari teh sebesar 8 mg/200 g pakan pada fermentasi in vitro. Efek positif saponin lebih terbukti ketika diinjeksi secara langsung melalui rumen dibanding ditambahkan dalam pakan. Wang et al. (2000) mengamati bahwa suplementasi dengan ekstrak Yucca dapat menguntungkan untuk ruminansia yang diberi pakan tinggi konsentrat. Saponin Yucca juga mempunyai efek negatif langsung pada bakteri selulolitik tetapi tidak berbahaya terhadap bakteri amilolitik. Mekanisme

32 13 antibakteri dari saponin masih belum jelas. Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa beberapa efek dari saponin pada domba tergatung jenis kelamin. Bosler et al. (1997) melaporkan bahwa baik domba jantan maupun betina yang diberi pakan 40 mg saponin Quilaja yang dicampur dalam ransum basal signifikan meningkatkan ADG (average daily gain) dibanding kontrol tetapi pertambahan bobot badan pada betina lebih rendah. Benchaar et al. (2008) melakukan penelitian menggunakan sapi perah fistula untuk mengevaluasi pengaruh saponin dari ekstrak Y. schidigera (YSE, 10% saponin, 60 g/ekor/hari) terhadap kecernaan, karakteristik fermentasi rumen, populasi protozoa dan produksi susu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering sapi yang diberi YSE lebih rendah dibandingkan kontrol (21.8 vs kg/d). Kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar, NDF (neutral detergent fiber), dan ADF (acid detergent fiber) pada keseluruhan saluran pencernaan tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Suplementasi YSE tidak mempengaruhi degradasi rumen secara in situ. Konsentrasi total VFA, ph rumen, proporsi molar VFA asetat (65.0), propionat (19.6) dan butirat (11.2) relatif sama antar perlakuan. Konsentrasi NH 3 dan populasi protozoa rumen tidak berubah dengan penambahan YSE dalam ransum. Produksi susu, lemak susu dan protein susu tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suplementasi YSE pada sapi perah mempunyai pengaruh yang terbatas pada kecernaan, karakteristik fermentasi rumen dan populasi protozoa. Hal ini dapat dikarenakan dosis yang digunakan kurang untuk mengubah fermentasi mikroba. Muetzel et al. (2003) melaporkan bahwa penambahan daun Sesbania pachyarpa yang mengandung saponin dapat memicu fermentasi. Penambahan 40% S.pachyarpa dapat meningkatkan produksi gas dan konsentrasi rrna bakteri, namun demikian produksi VFA hanya berubah sedikit. Abreu et al. (2004) juga melakukan penelitian tentang penggunaan buah Sapindus saponaria (12% saponin) dan melaporkan bahwa suplementasi S. saponaria dapat memperbaiki profil VFA dimana proporsi propionat meningkat dan asetat turun. Hu et al. (2005) melaporkan adanya pengaruh yang sangat kecil terhadap kecernaan bahan organik dan produksi VFA dengan penambahan saponin dari teh secara in vitro. Sementara itu, suplementasi saponin teh sebesar 0.4 mg/ml

33 14 meningkatkan biomasa protein mikroba sebesar 18.4% dan 13.8% serta menurunkan konsentrasi N-NH3 sebesar 8.3% dan 19.6% pada cairan rumen yang mendapat perlakuan faunasi dan defaunasi. Selanjutnya, Mao et al. (2010) menyatakan pemberian saponin dari teh pada domba sebesar 3 g/h dapat menurunkan ph rumen. Konsentrasi VFA total meningkat, namun proporsi VFA tidak berubah antar perlakuan. Sintesis protein mikroba juga meningkat dengan perlakuan saponin. Namun demikian, pemberian saponin dari teh tidak mempengaruhi konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan harian domba. Pemberian saponin dari Biophytum petersianum Klotzsch sampai dengan 319 ml (setara dengan 26 mg saponin/kg BB) pada kambing menurunkan konsentrasi amonia tetapi menurunkan konsentrasi VFA total dan proporsi butirat. Proporsi propionat meningkat dengan pemberian saponin (Santoso et al. 2007). Namun demikian, kehatihatian diperlukan pada ransum yang tinggi serat. Penghambatan sejumlah bakteri yang terlibat dalam pencernaan serat mempunyai konsekuensi yang serius pada keseluruhan proses pencernaan. Saponin Lucerne diketahui dapat menyebabkan penurunan efisiensi sintesis protein mikroba pada domba, karena pertumbuhan bakteri juga ditekan seperti halnya protozoa (Lu & Jorgensen 1987). Selain itu, manfaat dari sarsaponin nampaknya tergantung pakan, yaitu dapat meningkatkan kecernaan pada pakan silase sorghum dan pakan berserat lainnya tetapi menurunkan kecernaan pada pakan sereal dan protein. Penurunan efisiensi sintesis protein sebesar 36% juga terjadi pada ternak yang mengkonsumsi ekstrak Y.schidigera (Goetsch & Owens 1985) Lerak sebagai pakan aditif ternak telah terbukti dapat meningkatkan performa domba. Hal ini telah dibuktikan dan dilaporkan oleh beberapa peneliti pada percobaan berbeda di Balai Penelitian Ternak (Thalib et al. 1994; 1996; Wina et al. 2005a,b). Thalib et al. (1996) mencekokkan ekstrak lerak setiap 3 hari sekali ke dalam rumen domba yang diberi pakan basal jerami padi dan memperoleh peningkatan bobot hidup harian sebesar 22%, sedangkan Wina et al. (2005b) melaporkan bahwa pemberian ekstrak lerak setiap hari menghasilkan pertambahan bobot badan domba sebesar 40%.

34 15 Pengaruh Saponin pada Sintesis Protein Mikroba Penekanan populasi protozoa juga diketahui dapat meningkatkan efisiensi pembentukan protein mikroba karena sifat protozoa yang sering memangsa bakteri (Firkins 1996). Efisiensi pemanfaatan protein pakan memegang peranan penting pada nutrisi ternak ruminansia. Sekitar 70%-80% protein didegradasi dalam rumen menjadi peptida dan asam amino serta diubah lebih lanjut menjadi amonia. Banyaknya protein yang tersedia untuk ternak ruminansia tergantung pada kombinasi protein mikroba yang masuk ke usus halus dan protein pakan yang lolos degradasi (Selje et al. 2007). Saponin dari Y. schidigera diketahui dapat meningkatkan produksi N mikroba pada domba (Santoso et al. 2004). Hu et al. (2005) juga menyatakan bahwa saponin dari teh pada taraf 8 mg/200 mg pakan (4% dari pakan) dapat meningkatkan sintesis protein mikroba sebesar 74% dibanding kontrol secara in vitro selama 24 jam fermentasi. Santoso et al. (2007) juga melaporkan adanya peningkatan efisiensi, retensi nitrogen dan sintesis mikroba rumen dengan pemberian saponin dari B. petersianum Klotzsch sebesar 26 mg pada kambing. Sementara, Fujihara et al. (2003) menyatakan bahwa defaunasi pada kambing dapat meningkatkan ekskresi derivatif purin sebesar 40%. Efisiensi sintesis protein mikroba berbeda untuk setiap jenis ternak tergantung pakan yang diberikan. Kisaran efisiensi sintesis protein mikroba sebesar g untuk ternak yang diberi pakan berbasis hijauan dan g untuk pakan campuran serta g untuk pakan konsentrat (Karsli & Russel 2001). Pengaruh Saponin pada Produksi Gas Metan Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan saponin pada pakan dapat menurunkan produksi metan yang diduga berhubungan dengan penurunan populasi protozoa dan atau populasi bakteri metanogen. Hasil penelitian Wang et al. (1998) menunjukkan bahwa penambahan saponin dari Yucca dapat menurunkan produksi metan sebesar 15%. Hess et al. (2003) juga melaporkan adanya penurunan produksi metan sebesar 20% dengan pemberian saponin dari S.saponaria tanpa mempengaruhi populasi bakteri metanogen in vitro maupun in vivo pada domba. Ekstrak etanol, air dan metanol dari Sapindus mukoroossi juga dapat menurunkan produksi

35 16 metan berturut-turut sebesar 96, 39.4 dan 20% (Agarwal et al. 2006). Namun demikian saponin yang diekstrak dari A.concinna tidak mempengaruhi produksi metan pada rasio konsentrat:hijauan=1:1 walaupun terjadi penurunan jumlah protozoa (Patra et al. 2006). Goel et al. (2008a) juga melakukan percobaan untuk mengevaluasi tiga bahan tanaman yaitu daun Carduus, S. sesban dan biji Fenugreek serta ekstraknya yang mengandung saponin terhadap penekanan produksi metan secara in vitro. Diantara ketiga bahan tanaman tersebut, daun Carduus berpotensi paling tinggi untuk digunakan sebagai suplemen pakan pada rasum berbasis hijauan atau konsentrat untuk mengurangi produksi gas metan dan meningkatkan pemanfaatan nutrien untuk produksi biomasa mikroba. Gugus aktif pada daun Carduus bukan kelompok tannin atau saponin dan terlarut dalam ekstraksi dengan air maupun methanol. Sedangkan saponin yang terkandung dalam Fenugreek dan Sesbania tidak menurunkan produksi metan. Namun demikian, jika bahan tanaman tersebut digunakan sebagai suplemen pakan terutama pada ransum berbasis konsentrat, berpotensi meningkatkan produksi biomassa mikroba dan menurunkan produksi metan per unit substrat yang didegradasi. Hu et al. ( 2005) juga telah melakukan kajian tentang pengaruh saponin dari teh dengan taraf 0, 2, 4, 6 dan 8 mg dalam 200 mg campuran substrat (jagung:rumput=1:1) terhadap emisi metan secara in vitro dan menunjukkan bahwa pemberian saponin dari teh signifikan menurunkan konsentrasi metan berturut-turut sebesar 13, 22, 25 dan 26%. Selanjutnya, pemberian saponin dari teh secara in vivo pada domba muda sebesar 3 g/h dapat menurunkan produksi metan sebesar 27.7% dibanding kontrol (Mao et al. 2010). Nilai penghambatan produksi metan oleh saponin dari teh ini lebih besar dibandingkan penelitian Yuan et al. (2007) yang memberikan saponin teh sebesar 5 g/h pada domba dewasa dan dapat menurunkan produksi metan sebesar 8.5%. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan akitivitas mikroorganisme antara domba muda dan dewasa. Pemberian sarsaponin sebesar 3.2 g/l pada substrat hay dan konsentrat juga dapat menurunkan konsentrasi metan in vitro sebesar 44% (Lila et al. 2003). Sementara, pada pemberian sarsaponin 1% BK pakan secara in vivo pada sapi juga dapat menurunkan metan sebsar 27% (Lila et al. 2005).

36 17 Pengaruh Saponin pada Metabolisme Kolesterol Beberapa studi menunjukkan bahwa saponin dari berbagai sumber yang berbeda menurunkan level kolesterol serum baik pada hewan maupun manusia. Campuran misel yang besar terbentuk oleh interaksi saponin dengan garam empedu yang dapat meningkatkan ekresinya ketika mengkonsumsi bahan pangan tinggi saponin seperti kedelai, lucerne dan chickpea. Hal ini mempercepat metabolisme kolesterol dalam hati yang menyebabkan levelnya di dalam serum turun. Ekstrak etanol dari biji Fenugreek dapat menghambat absorpsi taurocholate dan deoxycholate secara in vitro dan tergantung dosis pada usus yang dibalik (Stark & Madar 1993). Penurunan absoprsi kolesterol usus halus dipengaruhi oleh beberapa saponin, namun demikian nampaknya tanpa melibatkan resirkulasi garam empedu enterohepatic. Saponin juga menurunkan sedikit LDL-kolesterol secara selektif dalam serum tikus dan manusia. Morehouse et al. (1999) menyatakan bahwa mekanisme aktivitas saponin dalam menurunkan kolesterol saat di usus halus tetapi tidak melibatkan stoikiomimetri yang komplek dengan kolesterol. Saponin sintetik (seperti tiqueside dan pamaqueside) lebih berpotensi dibanding saponin alami dalam mencegah hiperkolesterolemia dan secara in vivo menunjukkan bahwa potensi pamaquecide 10 kali lipat dibanding tiqueside. Peneliti lain menunjukkan mekanisme aksi dari saponin dengan menunda absorpsi lemak di usus halus dengan menghambat aktivitas lipase pankreas (Han et al. 2000). Saponin dari ekstrak daun teh mempunyai aktivitas antihiperkolesterolemia sebesar 72% dan penambahan 0.5% saponin teh pada pakan tikus tinggi kolesterol dapat menghambat peningkatan level kolesterol serum. Saponin dari teh juga merangsang penurunan kolesterol dan trigliserida di hati dan meningkatkan ekskresi kolesterol di feses. Hal ini mengindikasikan bahwa saponin dapat menghambat penyerapan kolesterol di usus halus (Matsui et al. 2009). Harwood et al. (1993) melaporkan adanya penurunan absorbsi kolesterol di usus halus sebesar 86% dengan pemberian saponin sintetis (tiqueside) 150mg/kg/hari pada hamster tanpa ada perubahan absorpsi empedu maupun aktivitas cholesterol 7α-hydroxylase. Hal ini mengindikasikan bahwa tiqueside menghambat absorpsi kolesterol tanpa mengganggu re-sirkulasi asam empedu enterohepatic.

37 KERAGAMAN BAKTERI, FERMENTASI RUMEN DAN PRODUKSI METAN IN VITRO DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) ABSTRACT To study the effect of whole fruit lerak extract (Sapindus rarak) on rumen microbial diversity, fermentation, and methane gas production, an in vitro fermentation assay with different levels of lerak extract was conducted. The design of experiment was Completely Randomized Design with different level of lerak extract ( mg/ml). Substrate for in vitro fermentation was a mixture of nature grass and concentrate (self mixing) with the ratio of 50:50. Bacterial diversity of rumen fluid was analyzed using denaturing gradient gel electrophoresis (DGGE) and identification of rumen bacteria from the DGGE gel was analyzed using cloning and sequencing. The result showed that protozoa population was significantly reduced (P<0.05) when 1 mg/ml of lerak extract was added. The gas production significantly increased (P<0.05) when 1 mg/ml of lerak extract was included over the incubation time, while methane production/ml gas significantly decreased (P<0.05). The H 2 production was not affected by the addition of lerak extract but tended to increase with the addition 0.1% lerak extract. Although lerak extract had little effect on concentration of total volatile fatty acids, the production of acetic and butyric acid significantly decreased (P<0.05) while propionic acid significantly increased (P<0.05). The population of some specific bacteria increased in response to lerak extract supplementation. These bacteria were most closely related to P. ruminicola and T. Bryantii. These results indicated that whole lerak fruit extract at level 1 mg/ml could improve ruminal fermentation by depressing protozoa, methane production, and influence the ruminal bacterial composition. Keywords: Sapindus rarak; protozoa; bacterial diversity, ruminal fermentation, methane PENDAHULUAN Aktivitas bakteri rumen dalam mendegradasi serat pakan seringkali terganggu oleh protozoa karena pemangsaan beberapa bakteri oleh protozoa (Gutierrez 2007; Hart et al. 2008). Beberapa hasil in vitro sebelumnya menunjukkan bahwa pemangsaan dan pencernaan bakteri oleh protozoa merupakan penyebab utama penurunan protein mikroba dalam sistem rumen (Wallace & McPherson 1987). Walaupun protozoa juga memegang peranan penting dalam pencernaan serat pakan (Onodera et al. 1988; Hart et al. 2008), keberadaan protozoa dalam rumen mempunyai lebih banyak kerugiannya bila dibandingkan keuntungannya (Eugene et al. 2004). Disamping memangsa bakteri, keberadaan protozoa dalam rumen juga berpotensi menurunkan pemanfaatan energi oleh ternak. Protozoa diketahui

38 19 menstimulasi pembentukan gas metan oleh bakteri metanogen karena protozoa juga berperan sebagai inang untuk beberapa bakteri metanogen. Penekanan populasi protozoa merupakan salah satu strategi untuk menurunkan produksi metan asal ternak ruminansia (Dohme et al. 1999). Energi yang hilang sebagai metan dari ternak sapi berkisar antara 2-12% dari total konsumsi energi (Johnson & Johnson, 1995) dengan nilai setiap 1 L gas metan setara dengan 39.5 KJ energi pakan. Gas metan yang diemisi dapat memberikan kontribusi efek ruang kaca terhadap lingkungan. Emisi metan oleh ternak ruminansia sebagian besar melalui proses eruktasi (sendawa) sekitar 85% dan sisanya melalui feses sekitar 15%. Sehingga diperlukan upaya memperbaiki manajemen pemeliharaan ternak untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan menurunkan produksi metan. Saponin diketahui berpotensi menekan pertumbuhan protozoa dan mengubah pola fermentasi dalam sistem rumen (Wina et al., 2005a; Benchaar et al. 2008). Penurunan populasi protozoa juga akan mempengaruhi keragaman mikroba rumen, memperbaiki aliran protein mikroba dari rumen, meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan dan menurunkan pembentukan metan. Karnati et al. (2009) melaporkan bahwa defaunasi secara selektif menurunkan Ruminococci dan Clostridia tetapi cenderung meningkatkan beberapa populasi Butyrivibrio. Keberadaan protozoa mempengaruhi baik populasi bakteri maupun archaea melalui pemangsaan selektif, kompetisi substrat atau melalui interaksi simbiosis. Ekstrak keseluruhan buah dan biji lerak mengandung saponin yang tinggi dan dapat digunakan sebagai agen defaunasi serta memperbaiki performa ternak. Wina et al. (2006) melaporkan bahwa ekstrak kulit buah lerak dapat meningkatkan pertumbuhan bobot hidup harian (PBBH) domba sebesar 40%. Data yang melaporkan pengaruh saponin dari buah lerak terhadap produksi metan dan keragaman mikroba rumen masih terbatas. Pemisahan kulit buah lerak dari bijinya secara teknis kurang aplikatif, sehingga penggunaan keseluruhan buah dan bijinya untuk mendapatkan saponin merupakan alternatif yang baik. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dan mengevaluasi pengaruh ekstrak keseluruhan buah dan biji lerak pada populasi protozoa, produksi gas total dan metan, produksi volatile fatty acid (VFA) dan keragaman bakteri rumen secara in vitro.

39 20 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium mikrobiologi rumen, National Institute of Livestock and Grassland Science, Tsukuba, Jepang. Waktu penelitian berlangsung selama 4 bulan. Ekstraksi Lerak dan Analisis Senyawa Saponin Buah lerak diperoleh dari Purwodadi, Jawa Tengah. Buah lerak (termasuk biji) dikeringkan dengan oven pada suhu 60 o C sampai mencapai 90% bahan kering lalu digiling sehingga terbentuk tepung lerak. Tepung lerak kemudian direndam dengan methanol (1 : 4, b/v) selama 24 jam dan selanjutnya disaring sehingga diperoleh supernatan. Pelet/endapan sisa penyaringan kemudian diekstraksi menggunakan methanol baru dengan volume yang sama (1:4, b/v) selama 24 jam dan dilanjutkan dengan penyaringan kembali. Supernatan yang diperoleh kemudian dicampur dengan hasil penyaringan sebelumnya dan diuapkan dengan rotary evaporator. Hasil ekstrak methanol kemudian dikeringbekukan dengan freeze dryer dan disimpan dalam freezer sebelum digunakan. Senyawa sekunder lerak baik dalam tepung maupun ekstrak dianalisis kandungan tanin dan saponinnnya di Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. Substrat Fermentasi dan Perlakuan Cairan rumen yang digunakan untuk percobaan in vitro berasal dari sapi perah Holstein non-laktasi yang berfistula. Sapi fistula dipelihara dalam kandang koloni yang diberi ransum yang terdiri dari hay rumput timothy (67% bahan kering/bk), jagung (19%) dan bungkil kedelai (14%) sebanyak 2 kali sehari pada pukul dan (3.6 kg BK per pemberian). Sapi fistula sudah disertifikasi oleh The Animal Care Committee of National Institute of Livestock and Grassland Science, Japan. Cairan rumen yang digunakan untuk percobaan in vitro diambil dari sapi fistula pada pagi hari (pukul 10.00) dan disaring dengan kain tipis berlapis. Substrat yang digunakan untuk percobaan in vitro merupakan campuran antara rumput alam dan pakan konsentrat yang dibawa dari Indonesia. Pakan

40 21 konsentrat terdiri atas bungkil kedelai, bungkil kelapa, onggok, pollard, molases, Dicalcium Phosphate (DCP), NaCl dan CaCO 3. Rumput alam diperoleh dari lahan sekitar laboratorium lapang Fakultas Peternakan IPB kemudian dikeringkan dan digiling sehingga diperoleh tepung. Hasil analisis proksimat pakan konsentrat dan rumput disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi nutrien hijauan, konsentrat dan total ransum yang digunakan sebagai substrat fermentasi in vitro Nutrien Rumput Lapang (R) Konsentrat (K) Total ransum* R:K=50: % BK Abu Protein Kasar (PK) Lemak Kasar (LK) Serat Kasar (SK) BETN TDN Hasil analisis proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2009). TDN (Hartadi et al. 1980) = (SK)-6.945(LK)-0.762(BETN)+1.115(PK)+0.031(SK) (LK) (SK)(BETN)+0.207(LK)(BETN)+0.100(LK)(PK)-0.022(LK) 2 (PK) *Hasil perhitungan Percobaan dilakukan menggunakan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Substrat yang digunakan adalah campuran hijauan dan konsentrat (50:50 BK/BK) dengan perlakuan level ekstrak lerak yang digunakan sebagai berikut : P1 : Substrat + ekstrak lerak 0 mg/ml (kontrol) P2 : Substrat + ekstrak lerak mg/ml P3 : Substrat + ekstrak lerak 0.01 mg/ml P4 : Substrat + ekstrak lerak 0.1 mg/ml P5 : Substrat + ekstrak lerak 1 mg/ml Fermentasi In vitro Sampel substrat dari setiap perlakuan (0.1 g) ditimbang dalam 20 ml tabung fermentor. Setiap tabung ditambahkan 5 ml larutan buffer dan 5 ml cairan rumen serta larutan ekstrak lerak sesuai perlakuan (Kajikawa et al., 1990). Selama

41 22 mencampur bahan dan larutan tersebut selalu dijaga dalam kondisi anaerob dengan mengalirkan gas CO 2. Setelah itu, tabung fermentor kemudian di tutup dengan tutup karet dan dipastikan tidak ada gas O 2 yang masuk. Tabung fermentor kemudian diinkubasi dalam water bath pada suhu 39 o C. Sampel larutan hasil fermentasi kemudian diambil sebanyak 0.5 ml pada jam ke-12, -24 and -48 jam setelah inkubasi untuk analisis populasi protozoa. Tekanan gas juga diukur pada jam inkubasi tersebut menggunakan alat pengukur tekanan gas (GL Sciences Inc. PM222 (Kpa)). Setelah 48 jam inkubasi, 1 ml dari fase gas diambil menggunakan syringe dan disimpan dalam tabung vial 30 ml untuk pengukuran produksi metan. Selanjutnya, tutup karet pada tabung fermentor dibuka dan ph setiap tabung diukur dengan ph meter. Sampel larutan hasil fermentasi diambil sebanyak 1 ml untuk analisis VFA dan 1.5 ml untuk ekstraksi DNA dan dianalisis keragaman mikrobanya dengan PCR-DGGE (Biorad). Analisis populasi Protozoa, Produksi Total Gas, Metan, Hidrogen dan VFA Pengukuran populasi protozoa dilakukan dengan mengambil sampel larutan hasil fermentasi sebanyak 0.5 ml pada jam ke 12, 24 and 48 jam setelah inkubasi dan dicampur dengan 2 ml larutan fiksasi lalu dikocok sempurna. Larutan fiksasi terdiri atas 20 ml 35% formaldehyde, 180 ml ddh 2 O, 0.12 g methylgreen dan 1.6 g NaCl (Ogimoto & Imai 1981). Jumlah populasi protozoa dihitung dengan Fuch Rosenthal Counting Chamber (4 mm x 4 mm x 0.2 mm) dengan menggunakan rumus : Jumlah protozoa/ml = N x 1/ x FP N = jumlah koloni protozoa terhitung dalam 16 chamber P = Pengenceran Tekanan gas diukur pada jam ke 12, 24 dan 48 setelah inkubasi. Nilai tekanan gas (Kpa) yang diperoleh kemudian dikonversi menjadi produksi gas total (ml) dengan rumus : Produksi gas(ml) = tekanan gas (Kpa) x volume fase gas tabung fermentor (ml) Keterangan : 1 Kpa= atm

42 23 Analisis konsentrasi metan dan hidrogen diukur menggunakan Biogas Analyzer (TRI lyzer TM2, temperature 50 o C). Sampel fase gas yang diambil pada jam ke 48 inkubasi, diinjeksikan ke dalam methane analyzer untuk memperoleh data produksi gas metan dan hidrogen. Produksi VFA total dan parsial pada 48 jam inkubasi diukur menggunakan gas chromatography/gc (6890 series, FID, Hewlett- Packard, Wilmington, DE, USA) dengan kolom 5% Thermon 1000 and 0.5% H 3 PO 4 pada 80/100 mesh Chromosorb W (Wako Pure Chemical,Osaka, Japan). Analisis Keragaman Mikroba Rumen dengan PCR-DGGE Setiap 1.5 ml larutan hasil fermentasi diambil dengan pipet yang diperbesar lubangnya agar partikel pakan dan larutan dapat terambil merata. Sampel kemudian di sentrifus pada g selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang tersisa digunakan untuk ekstraksi DNA dengan menggunakan kit (QIAmp stool kit). PCR-DGGE dilakukan dengan menggunakan 16S rdna yang diperoleh dari 16S rrna sebagai template pada reaksi PCR. Sintesis cdna menggunakan primer V3-FwGC dan V3-Rv dengan target semua bakteri 16S rdna V3 region dan panjangnya bp. Karakteristik primer yang digunakan adalah primer V3- FwGC yang mengandung GC Clamp dengan sekuen 5`-CGC CCG CCG CGC GCG GCG GGC GGG GCG GGG GCA CGG GGG GCC TAC GGG AGG CAG CAG-3` dan primer V3-Rv dengan sekuen 5`-ATT ACC GCG GCT GCT GG-3` (Muyzer et al., 1993). Variabel V3 region untuk 16S rdna tersebut diamplifikasi menggunakan PCR dengan kondisi denaturasi awal pada suhu 94 o C selama 2 menit, kemudian amplifikasi sebanyak 30 siklus yang terdiri dari denaturasi pada suhu 94 o C selama 30 detik, annealing pada suhu 55 o C selama 45 detik dan extension pada suhu 72 o C selama 30 detik. Extension terakhir dilakukan pada suhu 72 o C selama 9 menit. Produk PCR kemudian diseparasi pada 8% (w/v) polyacrylamide gel dengan gradien denaturasi mulai 30% sampai 60% menggunakan sistem DGGE. Elektroforesis dilakukan pada 90 volt selama 16 jam pada suhu yang konstan (65 o C) pada buffer TAE 0.5X. Pita-pita yang terbentuk pada gel setelah elektroforesis selesai, kemudian divisualisasi dengan menggunakan pewarnaan perak (silver staining). Sebelumnya, gel hasil elektroforesis dipotong bagian stacking gel kemudian difiksasi dalam 200

43 24 ml larutan fiksasi (1 ml asam asetat glasial, 20 ml etanol dan 179 ml akuades) selama 2 jam. Selanjutnya, dicuci dengan H 2 O sebanyak 2 kali dan direndam dalam larutan pewarna perak (0.25 g AgNO 3 dalam 250 ml H 2 O) sebanyak 2 kali selama 20 menit dan 35 menit. Gel kemudian dicuci dengan H 2 O sebanyak 2 kali lalu direndam dalam larutan developer (200 ml H 2 O, 3 g NaOH, 0.02 g NaBH 3 dan 0.8 ml formaldehyde) selama 7 menit sampai terlihat pita-pita pada gel. Selanjutnya, gel dicuci dengan H 2 O dan dilapis plastik wrap kemudian di foto menggunakan scanner. Keragaman mikroba rumen yang digambarkan oleh pita-pita pada gel di klasterisasi menggunakan program NTsys 2.1. Identifikasi pita-pita baru yang muncul pada gel dilakukan dengan teknik kloning dan sekuensing. Pita pada gel DGGE dipotong dan diamplifikasi dengan primer 1 dan 2 (Muyzer et al. 1993) menggunakan ExTaq DNA polymerase. Sekuen nukleotida dari primer 1 yaitu 5 -CCTACGGGAGGCAGCAG-3 ; primer 2, 5 - ATTACCGCGGCTGCTGG-3. Kondisi PCR yang digunakan adalah denaturasi awal 94 o C selama 2 menit, kemudiam amplifikasi sebanyak 30 siklus yang terdiri dari denaturasi pada suhu 94 o C selama 30 detik, annealing pada suhu 55 o C selama 30 detik dan extension pada suhu 72 o C selama 30 detik. Extension terakhir dilakukan pada suhu 72 o C selama 7 menit. Setelah produk PCR dipurifikasi dengan QIAquick PCR purification kit (QIAGEN, Hilden, Germany), kemudian di-ligasi dengan PCR2.1 (Invitrogen Corp, Carlsbad, CA, USA) dan di masukkan ke dalam One Shot TOP10 Electrocom E. coli (Invitrogen Corp, Carlsbad, CA, USA). Produk yang dikloning menjadi plasmid kemudian diamplifikasi menggunakan primer 2 dan 3 (Muyzer et al., 1993) untuk mengkonfirmasi posisi amplicon pada gel DGGE. Sekuen nukleotida dari primer 3 yaitu 5 -CGCCCGCCGCGCGCGGGCGGGGC GGGGGCACGGGGGG CCTACGGGAGGCAGCAG. Sekuen dari klon tersebut kemudian di identifikasi menggunakan 3730 DNA analyzer (Applied Biosystems, Foster City, CA, USA) dan dibandingkan dengan basis data pada GenBank menggunakan program DDBJ BLAST ( Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA (analysis of variance). Apabila terdapat perbedaan rataan yang nyata antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Mattjik & Sumertajaya, 2002).

44 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Lerak Kandungan saponin dalam tepung lerak sebesar 3.87%, sedangkan dalam ekstrak metanol lerak sangat besar yaitu 81.5%, hampir 21 kalinya dibanding saponin dalam tepung lerak (Tabel 3). Tabel 3. Kandungan senyawa tanin dan saponin pada tepung dan ekstrak lerak Bahan Tanin (%) Sapogenin (%) Total Saponin (%) Tepung Campuran segar Ekstrak Metanol Keterangan : Hasil analisis di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor Saponin merupakan glikosida triterpenoid atau steroid yang banyak terdapat pada tanaman. Gula dapat berbentuk glukosa, galaktosa, asam glukoronat, xylosa, rhamnosa atau methylpentosa. Gula tersebut berikatan membentuk glikosida dengan hydrophobic aglycone (sapogenin) yang berbentuk triterpenoid atau steroid menjadi saponin. Besarnya kompleksitas struktur saponin berasal dari variabilitas struktur aglycone, rantai samping dan posisi pengikatan gula pada aglycone (Francis et al. 2002). Beberapa saponin diketahui berfungsi sebagai antimikroba, menghambat jamur dan memproteksi tanaman dari serangan serangga. Selain itu, saponin juga merupakan sumber monosakarida (Morrissey & Osbourn 1999). Keragaman Protozoa dan Bakteri Rumen Populasi Protozoa Populasi total protozoa menurun (P<0.05) dengan pemberian ekstrak lerak 1 mg/ml pada semua waktu inkubasi yang diamati (Tabel 4). Komposisi spesies protozoa baik entodinium maupun holotrich tidak berbeda antar perlakuan. Namun, level ekstrak lerak yang lebih rendah ( mg/ml) tidak mempengaruhi baik populasi total protozoa maupun komposisinya. Pada pengamatan 48 jam, populasi Entodinum dan Dasytricha jauh lebih kecil dibandingkan jam ke 12 inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa kedua spesies tersebut tidak dapat bertahan dalam kultur in vitro selama 48 jam.

45 26 Tabel 4. Populasi total protozoa serta komposisi spesiesnya selama 12, 24 dan 48 jam inkubasi dengan pemberian berbagai level ekstrak lerak Parameter Level ekstrak lerak (mg/ml) SEM Entodinium, jumlah sel/ml (Log10) 12 h 4.77 a 4.83 a 4.80 a 4.77 a < 2.70 b h 4.76 a 4.84 a 4.80 a 4.76 a < 2.70 b h 4.26 ab 4.30 a 4.24 ab 4.16 b < 2.70 c 0.14 Diplodinium, jumlah sel/ml (Log10) 12 h 3.61 a 3.46 a 3.63 a 3.45 a < 2.70 b h 3.96 a 3.97 a 4.00 a 3.96 a < 2.70 b h 3.72 a 3.67 a 3.87 a 3.68 a < 2.70 b 0.10 Dasytricha, jumlah sel/ml (Log10) 12 h 3.75 a 3.66 a 3.64 a 3.44 a < 2.70 b h 3.54 a 3.59 a 3.43 a 3.59 a < 2.70 b h <2.70 <2.70 <2.70 <2.70 < Total protozoa,jumlah sel/ml (Log10) 12 h 4.84 a 4.88 a 4.86 a 4.81 a < 2.70 b h 4.85 a 4.91 a 4.89 a 4.85 a < 2.70 b h 4.38 a 4.40 a 4.41 a 4.31 a < 2.70 b 0.15 Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.01). SEM=standard error of mean Sensitivitas protozoa terhadap ekstrak lerak dapat dikarenakan kemampuan saponin dari ekstrak lerak dalam mengikat sterol sehingga saponin tersebut akan mengikat sterol pada membran protozoa dan menyebabkan kerusakan membrane yang menyebabkan lisis atau kematian. Penurunan populasi protozoa dengan pemberian saponin telah banyak dilaporkan (Wallace et al. 1994; Lila et al. 2003, 2005). Newbold et al. (1997) melaporkan bahwa saponin dari S. sesban sangat toksik untuk protozoa sehingga menekan pertumbuhan protozoa dan memperbaiki aliran protein dari rumen. Teferedegne (2000) menyatakan bahwa saponin cenderung mempunyai lebih banyak pengaruh pada aktivitas protozoa rumen dibandingkan dengan produk degradasinya, sapogenin. Hal ini menunjukkan pentingnya glikosida dalam aktivitas saponin terhadap protozoa. Saponin dari daun Sesbania pachycarpa juga mempunyai efek defaunasi dan juga berkontribusi pada meningkatnya efisiensi aktivitas mikroba (bakteri) sehubungan dengan menurunnya pemangsaan oleh protozoa (Muetzel et al. 2003).

46 27 Saponin dapat menghambat baik jumlah maupun komposisi spesies protozoa secara in vitro. Patra et al. (2006) menyatakan bahwa saponin yang diekstraksi dari Acacia concinema dengan air, metanol maupun etanol dapat menghambat pertumbuhan protozoa entodinimum maupun diplodinium. Aktivitas antiprotozoa dari saponin merupakan pengaruh yang konsisten dalam ekosistem rumen, namun masih belum jelas spesies-spesies prototozoa yang sensitif terhadap saponin. Beberapa hasil penelitian menunjukkan variasi pengaruh saponin terhadap populasi protozoa pada percobaan in vivo. Benchaar et al (2008) menyatakan bahwa saponin dari ekstrak Y. schidigera (10% saponin) sebesar 60 g/e/h pada sapi perah tidak mempengaruhi populasi protozoa baik jumlah maupun komposisi spesiesnya (Entodinium, Diplodinium, Isotricha, dan Dasytricha). Sementara, pada kajian in vitro menunjukkan bahwa suplementasi saponin Y. schidigera ml/l dapat menurunkan populasi protozoa (Pen et al. 2006). Penambahan ekstrak daging buah lerak dalam ransum domba terbukti menurunkan populasi protozoa dan efektif sebagai agen defaunasi parsial dalam rumen tanpa kehilangan aktivitas antiprotozoanya dalam waktu 27 hari (Wina et al. 2006). Efek antiprotozoa juga terdapat pada saponin dari biji fenugreek serta daun Sesbania yang mampu menurunkan populasi protozoa hampir 50% (Goel et al. 2008). Ivan et al. (2004) melaporkan bahwa defaunasi menggunakan daun Enterolobium cyclocarpum sebesar 200 g/e/hari pada domba dapat menurunkan protozoa selama 4-11 hari sebesar 49-75% dan cenderung meningkat pada hari ke- 20. Komposisi spesies protozoa rumen untuk Entodinium, Isotricha dan Dasytricha relatif sama antar perlakuan, namun konsentrasi Polyplastron dan Enoplastron meningkat dengan pemberian E.cyclocarpum Keragaman Bakteri Rumen Hasil analisis DGGE menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lerak 1 mg/ml dapat mengubah keragaman bakteri rumen yang diperlihatkan dengan munculnya 1 pita baru (pita 1) dan 2 pita (pita 2 dan 3) yang meningkat ketebalannya dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 4). Sementara itu, pemberian ekstrak lerak pada level yang lebih rendah ( mg/ml) menghasilkan profil pita yang sama dengan perlakuan kontrol.

47 28 Gambar 4. Pola pita-pita yang muncul pada kultur yang diberi berbagai tingkat ekstrak lerak hasil dari analisis DGGE sebagai indikator keragaman bakteri rumen Analisis similaritas menunjukkan adanya perbedaan struktur komunitas bakteri rumen dimana penambahan ekstrak lerak 1 mg/ml mempunyai klaster yang berbeda dengan perlakuan lainnya dengan koefisien similaritas sebesar 75% (Gambar 5). Perlakuan ekstrak lerak pada level dibawahnya 0.01 mg/ml menghasilkan klaster similaritas yang sama dengan perlakuan kontrol yang menunjukkan bahwa ekstrak lerak pada level tersebut belum mempengaruhi keragaman bakteri rumen. Sementara, penambahan ekstrak lerak 0.1 mg/ml tidak mempengaruhi keragaman bakteri rumen dengan koefisien similaritas sebesar 96%.

48 29 Gambar 5. Hasil klasterisasi keragaman bakteri rumen berdasarkan hasil analisis DGGE pada kultur yang diberi berbagai level ekstrak lerak. Hasil identifikasi pita-pita baru yang muncul pada gel DGGE dengan perlakuan 1 mg/ml ekstrak lerak menggunakan teknik kloning dan sekuensing menunjukkan bahwa sekuen yang diperoleh dari pita-pita tersebut mempunyai kemiripan dengan bakteri Prevotella ruminicola (98-100%), Butyrivibrio fibrisolvens (99%), Coprococcus eutactus (99%) dan Treponema bryantii (94%) (Tabel 5). Defaunasi menggunakan saponin dari ekstrak lerak dapat menekan populasi protozoa secara parsial dan mengakibatkan beberapa bakteri dapat berkembang. Bakteri-bakteri tersebut diduga sering dimangsa oleh protozoa pada kondisi rumen normal. Telah banyak dilaporkan bahwa protozoa merupakan predator bagi sebagian bakteri dan memangsa bakteri untuk kebutuhan proteinnya. Selain itu, dengan menurunnya populasi protozoa dapat mengurangi kompetisi zat makanan (substrat) dengan bakteri sehingga beberapa bakteri dapat berkembang.

49 30 Tabel 5. Identifikasi bakteri pada pita-pita baru hasil DGGE pada kultur yang mendapat perlakuan 1 mg/ml ekstrak lerak Pita Closest related species Similaritas sekuen (%) 1 Coprococcus eutactus EFO Clostridium methylpentosum Y Treponema bryantii M Prevotella ruminicola AJ Subdoligranulum variabile AJ Pseudobutyrivibrio ruminis atau Butyrivibrio fibrisolvens Prevotella nigrescens X Spirochaeta zuelzerae M Prevotella ruminicola AB Acinetobacter lwoffii Z Bakteri P. ruminicola merupakan bakteri yang dapat menghasilkan propionat melalui jalur akrilat, sedangkan T. bryantii juga termasuk bakteri yang aktif mendegradasi turunan xylan dan pektin menjadi suksinat yang merupakan prekursor propionat. B. fibrisolvens merupakan bakteri penghasil butirat dan C. eutactus merupakan bakteri proteolitik yang mendegradasi protein (Hobson & Stewart 1997). Hal ini dapat mengarahkan proses fermentasi pakan untuk pembentukan propionat yang sangat diperlukan oleh ternak sapi potong sebagai sumber energi utama. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Cheeke (2000) yang menunjukkan bahwa secara in vitro, saponin dari ekstrak Y. schidigera dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri P. ruminicola dan menekan pertumbuhan bakteri S. bovis. Pengaruh tersebut diduga berhubungan dengan adanya membran luar pada bakteri P. ruminicola yang merupakan bakteri Gram negatif yang mempunyai lapisan hidrofilik sehingga dapat berperan sebagai penghalang (barrier) dan memproteksi bakteri (Nikaido 1994). Ozutsumi et al. (2006) menyatakan bahwa pada rumen yang mendapat perlakuan defaunasi terjadi peningkatan jumlah bakteri P. ruminicola, R. albus, dan R. flavefaciens dibandingkan pada rumen yang tidak mendapat perlakuan defaunasi. Sebaliknya, jumlah bakteri F. succinogenes lebih rendah pada perlakuan defaunasi. Wang et al. (2000) melaporkan penurunan

50 31 pertumbuhan kultur murni bakteri P. bryantii, S. bovis dan Ruminobacter amylophilus dengan pemberian saponin steroid yang menghambat perkembangan dinding sel bakteri. Hal ini memperjelas bahwa munculnya bakteri baru serta meningkatnya beberapa bakteri yang diidentifikasi pada penelitian ini terkait dengan peran ekstrak lerak sebagai antiprotozoa. Pada kondisi populasi protozoa terhambat, maka bakteri-bakteri tersebut dapat berkembang optimal. Penelitian lain menunjukkan bahwa penambahan daun S. pachyarpa yang mengandung saponin tidak menghambat pertumbuhan bakteri selulolitik seperti F. succinogenes dan R. flavefaciens, tetapi berpengaruh negatif pada R. albus pada sistem in vitro (Muetzel et al 2003). Meskipun telah banyak diketahui bahwa ketiadaan protozoa dapat meningkatkan populasi bakteri, namun perlu diklarifikasi bahwa pengaruh tersebut lebih ditekankan pada peningkatan bakteri spesifik pada rumen ternak. Berdasarkan penelitian ini, belum dapat dijelaskan mekanisme peningkatan bakteri spesifik rumen akibat penggunaan ekstrak lerak 1 mg/ml. Karakteristik Fermentasi Produksi Gas Total, Hidrogen (H 2 ) dan Metan (CH 4 ) Pemberian ekstrak lerak sebesar 1 mg/ml meningkatkan (P<0.05) produksi gas total pada inkubasi 12 dan 24 jam, tetapi pada inkubasi 48 jam tidak terjadi perbedaan antar perlakuan (Gambar 6). Sementara, konsentrasi metan/ml gas pada inkubasi 48 jam menurun (P<0.05) dengan penggunaan ekstrak lerak 1 mg/ml dibandingkan perlakuan kontrol (Gambar 7). Namun, total produksi metan dan H 2 pada inkubasi 48 jam sama antar perlakuan (Tabel 6). Peningkatan produksi gas total yang terdiri dari CO 2, O 2, CH 4 dan gas lainnya sebagai respon terhadap penggunaan ekstrak lerak mengindikasikan terjadinya peningkatan aktivitas fermentasi rumen. Selain itu, terjadinya penurunan konsentrasi metan/ml gas sebesar 11% dibanding perlakuan kontrol menunjukkan terjadinya pemanfaatan H 2 untuk pembentukan propionat. Hal ini juga didukung oleh meningkatnya produksi propionat yang diperkirakan dilakukan oleh beberapa bakteri rumen.

51 32 Gambar 6. Pola produksi gas total in vitro pada berbagai level ekstrak lerak Gambar 7. Konsentrasi metan/ml gas in vitro pada 48 jam inkubasi sebagai respon pengaruh berbagai level ekstrak lerak Peningkatan produksi propionat akibat penambahan ekstrak lerak juga dapat menekan produksi metan. Hal ini dikarenakan baik produksi metan maupun propionat merupakan dua jalur metabolisme yang sama-sama memerlukan H 2 dalam sistem rumen. Disamping itu, penurunan jumlah protozoa dalam rumen juga dapat

52 33 secara parsial menghambat aktivitas bakteri metanogen karena protozoa merupakan inang bagi beberapa bakteri metanogen (Finlay et al. 1994). Penekanan populasi protozoa melalui defaunasi dapat mengakibatkan pertumbuhan beberapa bakteri metanogen terhambat, serta mempengaruhi komposisi bakteri rumen, profil VFA berubah dengan meningkatnya produksi propionat dan menurunnya produksi asetat dan butirat, serta produksi metan berkurang. Lila et al. (2005) juga melaporkan bahwa suplementasi sarsaponin dapat menurunkan produksi gas metan dan secara parsial dapat menghambat aktivitas bakteri metanogen dalam rumen in vivo. Sementara, Hess et al. (2003) menunjukkan bahwa saponin dari S. saponaria 100 mg/g dapat menurunkan produksi metan sebesar 20% pada substrat berbasis hijauan, namun penurunan tersebut tidak terkait langsung dengan penurunan populasi protozoa. Namun sebaliknya, Goel et al. (2008) melaporkan bahwa secara in vitro saponin dari daun Sesbania (21.2 mg), Fenugreek (11.54 mg), dan Kanutia (7.76 mg) dalam 380 mg substrat campuran hay dan konsentrat (1:1) dapat menurunkan populasi protozoa 10%-39% dan menghambat metanogen berturut-turut sebesar 78%, 22% dan 21% namun tidak berpengaruh pada produksi gas metan. Di dalam rumen, produksi metan yang diakibatkan simbiosis antara protozoa dan metanogen tergantung pada laju asosiasi antara protozoa dan metanogen serta laju produksi metan per sel metanogen. Pengaruh saponin dari ekstrak Y. schidigera (YSE) terhadap produksi metan secara in vivo pada domba juga telah dilaporkan Wang et al. (2009) yang menunjukkan bahwa pemberian 170 mg/hari YSE pada domba dapat menurunkan produksi metan sekitar 15% dan nampaknya hal ini berkorelasi dengan peningkatan proporsi propionat. Pengaruh saponin terhadap produksi metan tidak dipengaruhi oleh rasio antara hijauan dan konsentrat. Xu et al. (2010) melaporkan bahwa penggunaan saponin dari YSE 110 mg/kg dapat menurunkan produksi metan pada berbagai rasio hijauan dan konsentrat (50:50 dan 10:90) pada 24 jam inkubasi serta pada berbagai sumber hijauan (alfalfa (Medicago sativa), fescue (Festuca arundinacea), rumput orchard (Dactylis glomerata), Bermuda (Cynodon dactylon) dan rumput switch (Panicum virgatum). Tidak terdapat interaksi antara YSE, sumber hijauan dan rasio hijauan dan konsentrat yang digunakan yang menunjukkan bahwa saponin YSE

53 34 dapat menurunkan metan pada berbagai jenis hijauan dan rasio hijauan dan konsentrat yang berbeda. Profil VFA dan ph Rumen Penambahan ekstrak lerak sebesar 1 mg/ml menurunkan (P<0.01) nilai ph sampai 6.25 pada inkubasi 48 jam. Meskipun penggunaan ekstrak lerak tidak mempengaruhi konsentrasi VFA total, namun produksi propionat meningkat (P<0.01) sementara produksi asetat, butirat, isovalerat dan valerat menurun (P<0.01). Kondisi tersebut menurunkan rasio asetat : propionat dari 2.98 menjadi 2.36 (Tabel 6). Penurunan proporsi asetat dan butirat dengan pemberian ekstrak lerak 1 mg/ml diduga disebabkan oleh terjadinya perubahan pola fermentasi yang mengarah pada pembentukan propionat. Pada sistem metabolisme rumen, karbohidrat pakan (termasuk serat pakan) akan diubah menjadi asam piruvat yang selanjutnya terbagi menjadi 2 jalur yaitu diubah menjadi laktat untuk pembentukan propionat dan jalur lain dirubah menjadi asetil koenzim A untuk pembentukan asetat dan butirat. Nampaknya, perubahan komposisi bakteri rumen akibat pemberian ekstrak lerak dapat mengarahkan pembentukan laktat dari piruvat yang selanjutnya dirubah menjadi propionat. Sehingga, proporsi terbentuknya asetil koenzim A diduga menurun yang mengakibatkan penurunan butirat dan asetat. Tabel 6. Rataan nilai karakteristik fermentasi in vitro selama 48 jam inkubasi pada berbagai level ekstrak lerak Parameter Level ekstrak lerak (mg/ml) SEM ph 6.37 a 6.35 ab 6.33 ab 6.32 b 6.25 c Total VFA (mm) VFA(% total VFA) Asetat a a a a b 0.21 Propionat b b b b a 0.41 Butirat a a a a 9.90 b 0.18 Iso-valerat 1.17 a 1.18 a 1.18 a 1.14 a 0.86 b 0.02 Valerat 1.42 a 1.44 a 1.45 a 1.44 a 1.39 b A:P 2.98 a 2.97 a 2.93 a 2.93 a 2.36 b 0.05 H 2 48 j (µm) Rataan dengan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.01) A:P=asetat:propionat

54 35 Penambahan saponin dan senyawa mirip saponin telah diketahui dapat meningkatkan konsentrasi propionat dan rasio relatifnya terhadap total VFA dalam rumen khususnya ketika saponin dengan konsentrasi tinggi diberikan (Goel et al. 2008; Wina et al. 2005b). Saponin yang diekstraksi dari keseluruhan buah dan biji lerak yang dievaluasi pada percobaan ini juga dapat meningkatkan produksi propionat tanpa menurunkan produksi total VFA. Propionat merupakan sumber energi utama bagi ternak pedaging melalui proses glukoneogesis (Yost et al. 1977; Murray et al. 2006), sehingga peningkatan konsentrasi propionat akan memperbaiki efisiensi penggunaan pakan oleh ternak. Peningkatan produksi propionat terjadi hanya pada penggunaan ekstrak lerak 1 mg/ml. Pada level yang sama, juga terjadi penurunan yang nyata terhadap populasi protozoa, konsentrasi metan, dan perubahan komposisi bakteri rumen (Tabel 4, Gambar 4 dan 7). Peningkatan konsentrasi propionat diduga distimulasi oleh berkembangnya bakteri P.ruminicola dan T. Bryantii pada penggunaan ekstrak lerak 1 mg/ml. Bakteri.ruminicola dan T. Bryantii diketahui merupakan produsen propionat dan suksinat pada sistem rumen (Hobson & Stewart, 1997). SIMPULAN Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung saponin tinggi (81.5% BK) dan dapat digunakan sebagai agen defaunasi untuk menekan pertumbuhan populasi protozoa. Penggunaan ekstrak lerak sebesar 1 mg/ml mempunyai pengaruh yang menguntungkan pada fermentasi rumen dengan meningkatkan produksi propionat dan menekan produksi metan. Ekstrak lerak dapat mempengaruhi keragaman komposisi bakteri rumen dengan berkembangnya beberapa bakteri antara lain P. ruminicola dan T. bryantii. DAFTAR PUSTAKA Benchaar C, McAllister TA, Choulnard PY Digestion, ruminal fermentation, ciliate protozoal populations, and milk production from dairy cows fed cinnamaldehyde, quebracho condensed tannin, or Yucca schidigera saponin extracts. J. Dairy Sci. 91:

55 Cheeke PR Actual and potential applications of Yucca schidigera and Quillaja saponaria saponins in human and animal nutrition. Proc. Am. Soc. Anim. Sci. 10 hlm. Dohme F, Machmuller A, Estermann BL, Pfister P, Wasserfallen A, Kreuzer M The role of the rumen ciliate protozoa for methane suppression caused by coconut oil. Lett. Appl. Microbiol. 29: Eugene M, Archimede H, Michalet-Doreau B, Fonty G Effects of defaunation on microbial activities in the rumen of rams consuming a mixed diet (fresh Digitaria decumbens grass and concentrate). Anim. Res. 53: Finlay BJ, Esteban G, Clarke KJ, Williams AG, Embley TM, Hirt RP Some rumen ciliates have endosymbiotic methanogens. FEMS Microbiol. Lett. 117: Francis G, Kerem Z, Makkar HPS, Becker K The biological action of saponins in animal systems: a review. Br. J. Nutr. 88 : Goel G, Makkar HPS, Becker K Changes in microbial community structure, methanogenesis and rumen fermentation in response to saponin-rich fractions from different plant materials. J. Appl. Microbiol. 105: Gutierrez J Observations on Bacterial Feeding by the Rumen Ciliate Isotricha prostoma. J. Eukaryotic Microbiol. 5: Hart KJ, Yanez-Ruiz DR, Duval SM, McEwan NR, Newbold CJ Plant extracts to manipulate rumen fermentation. Anim. Feed Sci. Tech. 147:8-35. Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukojo S, Tillman A, Kearl LC, Harris LE Tabel-tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. International Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment Station, Utah. Hess HD, Kreuzer M, Diaz TE, Lascano CE, Carulla JE, Soliva CL, Machmuller A Saponon rich tropical fruits affect fermentation and methagonesis in faunated and defaunated rumen fluid. Anim. Feed Sci. Tech. 109:79-94 Hobson PN, Stewart CS The Rumen Microbial Ecosystem. London. Blackie Academic & Professional. Ivan M, Koenig KM, Teferedegne B, Newbold CJ, Entz T, Rode LM, Ibrahim M Effects of the dietary Enterolobium cyclocarpum foliage on the population dynamics of rumen ciliate protozoa in sheep. Small Ruminant Research 52: Johnson KA, Johnson DE Methane emissions from cattle. J. Anim. Sci. 73: Kajikawa H, Tajima K, Mitsumori M, Takenaka A Effects of amino nitrogen on fermentation parameters by mixed ruminal microbes when energy or nitrogen is limited. Animal Science Journal 78 : Kamra DN Rumen Microbial Ecosystem. Current Sci. 89:1-12. Karnati SKR, Yu Z, Firkins JL Investigating unsaturated fat, monensin, or bromoethanesulfonate in continuous cultures retaining ruminal protozoa. II. Interaction of treatment and presence of protozoa on prokaryotic communities. J. Dairy Sci. 92: Lila ZA, Mohammed N, Kanda S, Kamada T, Itabashi H Effect of sarsaponin on ruminal fermentation with particular reference to methane production in vitro. J. Dairy Sci. 86:

56 Lila ZA, Mohammed N, Kanda S, Kurihara M, Itabashi H Sarsaponin effects on ruminal fermentation and microbes, methane production, digestibility and blood metabolites in steers. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 18: Mattjik AA, Sumertajaya IM Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Edisi ke-2. Institut Pertanian Bogor (IPB)-Press, Bogor Morrissey JP, Osbourn AE Fungal resistance to plant antibiotics as a mechanism of pathogenesis. Microbiol. Mol. Biol. Rev. 63: Muetzel S, Hoffmann EM, Becker K Supplementation of barley straw with Sesbania pachycarpa leaves in vitro: effects on fermentation variables and rumen microbial population structure quantified by ribosomal RNA-targeted probes. Br. J. Nutr. 89: Murray RK. Granner DK, Rodwell VW Harper's Illustrated Biochemistry. 27 TH Edition. The McGraw-Hill Companies, USA. Muyzer G, De Waal EC, Uitterlinden AG Profilling of complex microbial populations by denaturing gradient gel electrophoresis analysis of polymerase chain reaction-amplified genes coding for 16S rrna. Appl. Environ. Microbiol. 59: Newbold CJ, El Hassan SM, Wang J, Ortega ME, Wallace RJ Influence of foliage from African multipurpose trees on activity of rumen protozoa and bacteria. Br. J. Nutr. 78: Nikaido H Prevention of drug access to bacterial targets: permeability barriers and active efflux. Science 264: Ogimoto K, Imai S Atlas of Rumen Microbiology. Japan Science. Societes Press, Tokyo. Onodera R, Yamasaki N, Murakami K Effect of inhabitation by ciliate protozoa on the digestion of fibrous materials in vivo in the rumen of goats and in an in vitro rumen. Agric. Biol. Chem. 52: Ozutsumi Y, Tajima K, Takenaka A, Itabashi H Real-Time PCR detection of the effects of protozoa on rumen bacteria in cattle. Current Microbiol. 52: Patra AK, Kamra DN, Agarwal N effect of plant extract on in vitro methanogenesis, enzyme activities and fermentation of feed in rumen liquor of buffalo. Anim. Feed Sci. Tech. 128: Pen B, Sar C, Mwenya B, Kuwaki K, Morikawa R, Takahashi J Effects of Yucca schidigera and Quillaja saponaria extracts on in vitro ruminal fermentation and methane emission. Anim. Feed Sci. Technol. 129: Russell JB, Rychlik JL Factors that alter rumen microbial ecology. Science 292: Teferedegne B New perspectives on the use of tropical plants to improve ruminant nutrition. Proc. Nutr. Soc. 59: Wang Y, McAllister TA, Yanke LJ, Cheeke PR Effect of steroidal saponin from Yucca schidigera extract on ruminal microbes. J. Appl. Microbiol. 88: Wang CJ, Wang SP, Zhou H Influences of flavomycin, ropadiar, and saponin on nutrient digestibility, rumen fermentation, and methane emission from sheep. Anim.Feed Sci.Tech. 148: Wallace RJ, McPherson CA Factors affecting the rate of breakdown of bacterial protein in rumen fluid. British J. Nutr. 58:

57 Wallace RJ, Arthaud L, Newbold CJ Influence of Yucca shidigera extract on ruminal ammonia concentrations and ruminal microorganisms. Appl. Environ. Microbiol. 60: Wina E, Muetzel S, Becker K. 2005a. The dynamics of major fibrolytic microbes and enzyme activity in the rumen in response to short-and long-term feeding of Sapindus rarak saponins. J. Appl. Microbiol. 100: Wina E, Muetzel S, Hoffmann E, Makkar HPS, Becker K. 2005b. Saponins containing methanol extract of Sapindus rarak affect microbial fermentation, microbial activity and microbial community structure in vitro. Anim. Feed Sci. Tech. 121: Wina E, Muetzel S, Becker K Effects of daily and interval feeding of Sapindus rarak saponins on protozoa, rumen fermentation parameters and digestibility in sheep. Asian-Aust. J. Anim.Sci. 19: Xu M, Rinker M, McLeod KR, Harmon DL Yucca schidigera extract decreases in vitro methane production in a variety of forages and diets. Anim. Feed Sci. Tech. 159: Yost WM, Young JW, Schmidt SP, Mcgilliard AD Gluconeogenesis in ruminants: propionic acid production from a high-grain diet fed to cattle. J. Nutr. 107:

58 POPULASI BAKTERI, AKTIVITAS ENZIM DAN FERMENTASI RUMEN IN VITRO PADA RASIO HIJAUAN DAN KONSENTRAT BERBEDA DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK LERAK ABSTRACT This experiment was aimed to investigate the effect of lerak extract on fermentation, the dynamic of rumen microbes and enzyme activity in the in vitro fermentation of diets composed of different ratios of forage and concentrate. The design of experiment was Factorial Block Design with 2 factors. First factor was the ratio of forage and concentrate (90:10, 80:20, 70:30) and second factor was the level of lerak extract (0, 0.6, 0.8 mg/ml). Dry matter and organic matter degradability were evaluated after 48 h incubation. Total volatile fatty acid (VFA), proportional VFA and NH 3 concentration were measured at 4 h incubation. Protozoa numbers in the buffered rumen after 4 and 24 h incubation were counted. Rumen bacterial DNAs of buffered rumen were isolated from incubated samples buffer after 48 h incubation. Total bacteria, F. succinogenes, R. albus, and P. ruminicola were quantified using real time PCR. There was no interaction between ratio of forage and level of lerak extract for all parameters. The addition of lerak extract did not affect dry matter digestibility and rumen enzyme activity, but reduced organic matter digestibility. In contrast, Total VFA and propionate production increased (P<0.05) with 0.8 mg/ml lerak extract addition. Total numbers of P.ruminicola increased while R.albus tended to increase with lerak extract addition and F. succinogenes was similar among treatments. Therefore, lerak extract could be used as propionate enhancer of beef cattle ration. Keywords: Sapindus rarak; rumen bacteria, enzyme activity, fermentation. PENDAHULUAN Sistem peternakan sapi potong rakyat masih mengandalkan ransum dengan hijauan tinggi karena mahalnya harga konsentrat. Hal ini mengakibatkan ternak sering kekurangan nutrien terutama protein/nitrogen sehingga produktivitasnya masih rendah. Strategi manipulasi mikroba rumen diperlukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan bakteri sehingga dapat digunakan sebagai sumber protein bagi ternak dan meningkatkan retensi nitrogen untuk memperbaiki performa ternak. Proses hidrolisis lignoselulosa pakan dalam rumen merupakan proses fermentasi yang melibatkan gabungan kerja dari bakteri, protozoa dan kapang dalam

59 40 rumen. Enzim yang dielaborasi oleh protozoa cukup signifikan dalam rumen. Namun, protozoa merupakan proteolitik yang sangat aktif dan diduga bahwa protozoa menggunakan bakteri sebagai sumber nitrogen. Akibatnya populasi sebagian bakteri tertekan karena adanya protozoa. Oleh karena itu, beberapa peneliti berusaha mengurangi populasi protozoa (defaunasi) dalam rumen dengan perlakuan bahan aktif tanaman seperti saponin atau menggunakan beberapa senyawa asam. Kajian untuk mengevaluasi peran yang nyata dari protozoa pada proses fermentasi rumen dapat dibuktikan dengan mengamati perubahan parameter dalam rumen dan profil enzim pada rumen ternak dengan diberi perlakuan defaunasi maupun faunasi. Hasil percobaan in vitro sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak lerak dengan taraf 1 mg/ml dapat memperbaiki fermentasi rumen dengan meningkatnya produksi propionat dan perubahan keragaman (diversitas) bakteri rumen. Namun, perlu dilakukan analisis pengaruh penggunaan ekstrak lerak dengan taraf yang lebih rendah (0.5 1 mg/ml) terhadap fermentasi serta aktivitas enzim hidrolisis dalam rumen secara in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengevaluasi efektivitas saponin ekstrak lerak terhadap parameter kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO), produksi NH3, VFA parsial (asetat, propionat dan butirat) serta produksi gas total dan gas metan pada berbagai rasio hijauan dan konsentrat berbeda secara in vitro, (2) mengamati pengaruh ekstrak lerak terhadap populasi protozoa dan beberapa bakteri spesifik (F. succinogenes, R.albus dan P. ruminicola) dengan menggunakan teknik molekuler real time PCR, dan (3) mengamati profil enzim hidrolisis rumen pada substrat dengan rasio hijauan dan konsentrat berbeda dengan adanya penambahan ekstrak lerak. BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan IPB, dan Balai Penelitian Ternak Ciawi. Kuantifikasi bakteri rumen dengan real time PCR dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fapet IPB.

60 41 Substrat Fermentasi dan Rancangan Percobaan Bahan pakan yang digunakan sebagai ransum konsentrat yaitu bungkil kedelai (10%), bungkil kelapa (19%), pollard (34%), onggok (27.5%), molases (5%), CaCO 3 (3%), DCP (1%) dan garam (0.5%). Hijauan yang digunakan merupakan rumput lapang yang dipanen di sekitar laboratorium lapang, Fakultas Peternakan IPB. Komposisi nutrien hijauan dan konsentrat yang digunakan untuk fermentasi in vitro dianalisis dengan metode proksimat (Tabel 7). Tabel 7. Komposisi Nutrien hijauan, konsentrat dan total ransum yang digunakan sebagai substrat fermentasi in vitro tahap II Nutrien Rumput Lapang Konsentrat Ransum 1* H:K=90:10 Ransum 2* H:K=80:20 Ransum 3* H:K=70: % BK Abu Protein kasar (PK) Lemak kasar (LK) Serat kasar (TDN) BETN TDN Hasil analisis proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2009). TDN (Hartadi et al.1980) = ( SK)-6.945(LK)-0.762(BETN)+1.115(PK)+0.031(SK) (LK) (SK)(BETN)+0.207(LK)(BETN)+0.100(LK)(PK)-0.022(LK) 2 (PK) *Hasil perhitungan Hasil uji in vitro tahap sebelumnya menunjukkan bahwa level ekstrak lerak sebesar 1 mg/ml nyata meningkatkan produksi propionat, menurunkan gas metan serta dapat mengubah komposisi/keragaman spesies bakteri rumen. Namun, kisaran level yang digunakan pada uji tersebut cukup panjang yaitu sekitar 10 kali lipat dengan level dibawahnya (0.1 mg/ml dan 1 mg/ml), sehingga masih ada kemungkinan level optimum ekstrak lerak berada di tengah-tengah kisaran level tersebut. Penelitian tahap kedua ini mengevaluasi pengaruh penambahan ekstrak lerak pada level 0.6 dan 0.8 mg/ml pada berbagai rasio hijauan tinggi terhadap profil enzim, karakteristik fermentasi dan dinamika jumlah bakteri rumen secara in vitro. Penggunaan hijauan tinggi dimaksudkan untuk mendekati kenyataan di lapangan

61 42 bahwa sebagian besar peternakan sapi potong rakyat masih menggunakan hijauan tinggi (70%-90%). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial dengan dengan faktor pertama adalah rasio hijauan : konsentrat serta faktor kedua adalah level ekstrak lerak yang digunakan. Adapun perlakuan yang akan digunakan adalah : A = Hijauan (90) : Konsentrat (10) B = Hijauan (90) : Konsentrat (10) + ekstrak lerak 0.6 mg/ml C = Hijauan (90) : Konsentrat (10) + ekstrak lerak 0.8 mg/ml D = Hijauan (80) : Konsentrat (20) E = Hijauan (80) : Konsentrat (20) + ekstrak lerak 0.6 mg/ml F = Hijauan (80) : Konsentrat (20) + ekstrak lerak 0.8 mg/ml G = Hijauan (70) : Konsentrat (30) H = Hijauan (70) : Konsentrat (30) + ekstrak lerak 0.6 mg/ml I = Hijauan (70) : Konsentrat (30) + ekstrak lerak 0.8 mg/ml Parameter yang diukur adalah dinamika populasi bakteri rumen, populasi protozoa, profil enzim hidrolisis (amilase, carboxymethylcellulase dan xylanase), kecernaan in vitro, konsentrasi NH 3 dan profil VFA. Fermentasi In vitro Penelitian dilakukan menggunakan teknik fermentasi secara in vitro dalam sistem inkubator secara anaerobik dengan ph media 6.9 pada suhu 39 o C selama 48 jam (Tilley & Terry 1963). Cairan rumen diperoleh dari sapi potong Peranakan Ongol berfistula yang diberi pakan rumput alam dan konsentrat komersial (50:50). Pengambilan cairan rumen dilakukan dengan mengambil campuran padatan dan cairan rumen dari bagian fistula. Selanjutnya isi rumen diperas dan cairan disaring dengan menggunakan kain kasa. Hasil saringan dimasukkan ke dalam termos sebelumnya diisi air hangat 30 o C dan segera dibawa ke laboratorium. Tabung fermentor yang telah diisi dengan 0.5 g sampel ransum perlakuan ditambahkan 10 ml cairan rumen dan 40 ml larutan McDougall. Tabung lalu dimasukkan ke dalam shaker water bath dengan suhu 39 o C dan dikocok dengan

62 43 dialiri CO 2 selama 30 detik (ph ). Kemudian tabung fermentor ditutup dengan karet berventilasi dan difermentasi selama 24 jam. Setelah 24 jam, tutup karet fermentor dibuka dan ditetesi 2-3 tetes HgCl 2 untuk membunuh mikroba. Tabung fermentor kemudian di sentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Substrat akan terpisah menjadi endapan dibagian bawah dan supernatan di bagian atas. Supernatan dipisahkan untuk analisis NH 3 dan VFA, sedangkan residu yang tersisa digunakan untuk analisa kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO). Residu hasil fermentasi disentrifuse pada kecepatan 4000 g selama 15 menit dan ditambahkan 20 ml larutan pepsin-hcl 0.2 %. Campuran tersebut lalu diinkubasi selama 24 jam tanpa tutup karet. Sisa pencernaan disaring dengan kertas saring whatman No.41 dengan bantuan pompa vakum. Hasil saringan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Bahan kering didapat dengan cara dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o Cselama 24 jam dan ditimbang. Selanjutnya bahan dalam cawan dipijarkan atau diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu o C. Sebagai blanko dipakai residu asal fermentasi tanpa sampel bahan pakan. Koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna bahan organik (KCBO) dihitung dengan cara : BKsampel( g) BKresidu( g) BKblanko( g) % KCBK x100% BKsampel( g) BOsampel( g) BOresidu( g) BOblanko( g) % KCBO x100% BOsampel( g) Kuantifikasi Spesies Bakteri dengan Real Time PCR Sebelum pengambilan sampel cairan rumen untuk pengukuran populasi bakteri menggunakan teknik real time PCR, terlebih dahulu dilakukan analisis populasi bakteri menggunakan media agar-bhi (Brain Heart Infusion Agar) pada inkubasi 4 dan 24 jam untuk mengetahui jumlah bakteri hidup yang optimal. Hasil analisis pendahuluan menunjukkan bahwa pada inkubasi 4 jam populasi bakteri masih rendah yang berada di kisaran 10 5 dan pada inkubasi 24 jam populasi bakteri lebih tinggi dan berada di kisaran Berdasarkan hasil tersebut, selanjutnya pengambilan sampel cairan rumen yang akan digunakan untuk pengukuran populasi bakteri menggunakan teknik molekuler dilakukan pada 24 jam inkubasi. Populasi

63 44 bakteri dikuantifikasi dengan real time PCR (Rotor Gene Q ) dengan mengambil setiap 1.5 ml larutan hasil fermentasi selama 24 jam menggunakan pipet yang diperbesar lubangnya agar partikel pakan dan larutan dapat terambil merata. Sampel kemudian di sentrifus pada g selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang tersisa digunakan untuk ekstraksi DNA dengan menggunakan kit (QIAmp stool kit, QIAGEN). Setiap bakteri yang berbeda seperti total bakteri, F. succinogenes, R. albus, dan P. ruminicola ditentukan dengan SYBR green qpcr assay. Populasi setiap bakteri yang berbeda dihitung sebagai rasio relatif terhadap populasi total bakteri. Optimasi PCR dan primer yang digunakan untuk menganalisis setiap populasi bakteri dilakukan dengan prosedur yang terdapat pada panduan mesin real time PCR dengan kondisi berikut : denaturasi awal 95 0 C selama 5 menit, kemudian amplikasi sebanyak 40 siklus dengan denaturasi 95 o C selama 10 detik, dilanjutkan kombinasi annealing/extension pada 60 o C selama 30 detik. Sekuen primer yang digunakan untuk beberapa spesies bakteri rumen disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Sekuen primer beberapa spesies bakteri rumen Spesies Sekuen primer Total bakteri Forward 5 CAACGAGCGCAACCC3 Reverse 5 CCATTGTAGCACGTGTGTAGCC3 F. succinogenes Forward 5 CGTATGGGATGAGCTTGC3 Reverse 5 GCCTGCCCCTGAACTATC3 R. albus Forward 5 CCCTAAAAGCAGTCTAGTTCG3 Reverse 5 CCTCCTTGCGGTTAGAACA3 P. ruminicola Forward 5 GGTTATCTTGAGTGAGTT3 Reverse 5 CTGATGGCAACTAAAGAA3 Pembuatan standar masing-masing bakteri untuk analisis real time PCR dilakukan dengan mengamplifikasi ekstrak DNA dari cairan rumen normal dengan primernya (Tabel 8) pada suhu annealing 55 o C. Produk PCR yang dihasilkan

64 45 diamplifikasi di elektroforesis dengan agarose1% untuk mengetahui pita-pita yang dihasilkan. Apabila sudah diperoleh pita tunggal, maka produk PCR tersebut di purifikasi dengan kit (QIAquick purification kit). Hasil purifikasi kemudian diukur kemurniannya pada OD260/OD280 serta diukur konsentrasi DNA-nya pada OD260. Konsentrasi DNA yang di peroleh (µg/µl) kemudian dikonversi ke copy number dengan menggunakan rumus : Konsentrasi DNA (copy number) = (C x 10-9 ) x N A BM C = konsentrasi DNA awal (ng/ µl) BM = Bobot molekul (Dalton) N A = Konstansta Avogadro (6.022 x ) Selanjutnya, di buat pengenceran berseri untuk dibuat kurva standar mulai dengan konsentrasi 10 1 sampai Perhitungan Populasi Protozoa Perhitungan populasi protozoa menggunakan 0.5 ml larutan fiksasi (Methyl green formaline saline/mfs) yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dicampur dengan cairan rumen 0.5 ml kemudian diaduk hingga merata (Ogimoto & Imai 1981). Sampel cairan diteteskan pada counting chamber (hemacytometer) dan ditutup dengan cover glass sampai rata. Hemacytometer yang digunakan mempunyai ketebalan 0,1 mm, dengan luas kotak terkecil 0,0625 mm. Kotak yang dibaca sebanyak 5 buah dan masing-masing kotak terdiri atas 16 kotak kecil. Populasi protozoa diamati dengan mikroskop lensa obyektif dengan pembesaran 40x dan okuler 10x. Populasi protozoa/ml dihitung dengan rumus : 1 Populasi protozoa/ml = 0.1 x x 5 x 16 x 1000 x C x Fp Keterangan : C = jumlah koloni yang dihitung Fp = faktor pengencer ( 2 ) Pengukuran Aktivitas Enzim Pengukuran aktivitas enzim menggunakan cairan rumen perlakuan yang difermentasi selama 4 dan 24 jam sebagai sumber enzim. Aktivitas enzim karboksimetil selulase, amilase dan xylanase dianalisis dengan inkubasi campuran

65 46 assay (2 ml) selama 60 menit untuk enzim karboksimetil selulase dan amilase serta 15 menit untuk enzim xylanase pada suhu 39 o C (Patra et al. 2006). Sebanyak 2 ml larutan campuran assay yang mengandung 1 ml buffer phospat 0.1 M (ph 7.0), 0.5 ml cairan rumen perlakuan dan 0.5 ml substrat. Substrat yang digunakan adalah 1% (b/v) karboksimetil selulosa, 1% (b/v) pati dan 0.25% (b/v) xylan untuk selulase, amilase dan xylanase. Gula-gula hasil reduksi yang dihasilkan diestimasi sebagai monosakarida dengan metode dinitrosalicylic acid (Miller 1959). Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menghasilkan 1 mg monosakarida per jam per ml pada suhu 39 0 C. Estimasi protease dengan cara membuat campuran assay yang terdiri dari 1 ml buffer phospat 0.1 M (ph 7.0), 0.25 ml 1% kasein, 0.25 ml cairan rumen dan 0.5 ml air destilasi. Campuran tersebut kemudian diinkubasi selama 2 jam pada suhu 39 0 C. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 2 ml 10% trichloracetic acid (TCA). Cairan supernatan diperoleh dengan sentrifugasi dan protein yang dihidrolisis diestimasi menurut metode Lowry et al. (1951). Aktivitas enzim didefinisikan sebagai miligram produk yang dilepaskan per ml per jam. Pengukuran Profil VFA dan Konsentrasi NH 3 Profil VFA dianalisis menggunakan gas chromatography (GC). Sampel cairan hasil fermentasi selama 4 jam diambil sebanyak 2 ml dan disimpan dalam tabung microcentrifuge. Sebelum dianalisis, setiap tabung ditambah dengan asam sulfosalisilat sebanyak 30 mg kemudian disentrifuse dengan kecepatan g selama 8 menit dengan suhu 7 o C. Supernatan yang diperoleh diambil menggunakan syringe dan dinjeksi ke dalam GC untuk analisis profil VFA. Konsentrasi NH 3 dianalisis menggunakan metode mikrodifusi Conway (Obrink 1954). Sebelum digunakan, bibir cawan Conway dan tutupnya terlebih dahulu diolesi dengan vaselin. Supernatan yang hasil fermentasi diambil 1 ml, kemudian ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway. Sebanyak 1 ml larutan Na 2 CO 3 jenuh ditempatkan pada salah satu ujung cawan Conway bersebelahan dengan supernatan (tidak boleh campur). Kemudian larutan asam borat berindikator sebanyak 1 ml ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan conway. Cawan Conway yang sudah diolesi vaselin dan ditutup rapat hingga

66 47 kedap udara, lalu larutan Na 2 CO 3 dicampur dengan supernatan hingga merata dengan cara menggoyang-goyangkan dan memiringkan cawan tersebut lalu dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah 24 jam dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan H 2 SO N sampai terjadi perubahan warna dari merah menjadi biru. Kadar NH3 dihitung dengan rumus : NNH ( mm ) 3 ml H 2SO4 g xn xbk sampel H 2SO4 x1000 sampel Analisis statitistik Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA (analysis of variance). Apabila dari hasil pengamatan parameter yang di ukur terjadi perbedaan rataan antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Mattjik & Sumertajaya, 2002). HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Bakteri Spesifik dan Protozoa Rumen pada Rasio Hijauan Berbeda Populasi Protozoa Pemberian ekstrak lerak sampai level 0.8 mg/ml menurunkan jumlah protozoa (P<0.05) pada semua rasio hijauan dan konsentrat yang diuji (Gambar 8). Tidak terdapat interaksi antara jenis rasio hijauan dengan level ekstrak lerak yang digunakan terhadap populasi protozaa dan bakteri. Gambar 8. Populasi protozoa selama 4 dan 24 jam inkubasi pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak

67 48 Pada rasio hijauan paling tinggi (90%), penambahan ekstrak lerak sebesar 0.6 dan 0.8 mg/ml dapat menurunkan populasi protozoa dalam waktu inkubasi 4 dan 24 jam. Sedangkan pada rasio hijauan yang lebih rendah (80%), penambahan ekstrak lerak 0.6 mg/ml belum dapat menurunkan populasi protozoa dalam waktu 4 jam namun masih efektif sebagai agen defaunasi dalam waktu inkubasi 24 jam. Pada rasio hijauan 70%, penambahan ekstrak lerak baik pada level 0.6 mg/ml maupun 0.8 mg/ml tidak efektif menurunkan populasi protozoa dalam waktu 4 jam, namun masih efektif dalam waktu 24 jam. Hal ini menunjukkan bahwa pada rasio konsentrat yang lebih banyak dalam ransum, penggunaan ekstrak lerak sebagai agen defaunasi kurang efektif dalam waktu inkubasi yang pendek (4 jam), namun masih efektif dalam waktu inkubasi yang lebih panjang (24 jam). Penurunan populasi protozoa dengan suplementasi ekstrak yang tinggi saponin atau tanaman tinggi saponin sudah banyak dilaporkan (Hristov et al. 1999; Kamra et al. 2000; Hess et al. 2003). Hasil penelitian in menunjukkan bahwa pengaruh tersebut tergantung pada rasio hijauan dan konsentrat serta lama fermentasi. Populasi Beberapa Spesies Bakteri Rumen Pemberian ekstrak lerak dapat mengubah jumlah beberapa spesies bakteri rumen. Tidak ada interaksi antara rasio hijauan:konsentrat dengan level ekstrak lerak yang digunakan. Persentase bakteri P. ruminicola dari total bakteri meningkat (P<0.05) dengan pemberian ekstrak lerak, R. albus juga mempunyai kecenderungan meningkat (P<0.1), sementara itu bakteri F. succinogenes tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 9). Jumlah bakteri F. succinogenes menurun (P<0.05) seiring dengan penurunan rasio hijauan. Hal ini diduga berhubungan dengan menurunnya sumber serat dalam substrat. Telah diketahui bahwa F. succinogenes termasuk bakteri fibrolitik utama di dalam sistem rumen. Namun sebaliknya, jumlah bakteri R. albus (juga merupakan bakteri fibrolitik utama) tidak berbeda pada semua jenis pakan dan cenderung meningkat (P<0.1) dengan pemberian ekstrak lerak. Pemberian ekstrak lerak dapat meningkatkan jumlah P. ruminicola. seiring dengan peningkatan ekstrak lerak yang

68 49 diberikan. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak lerak dapat menstimulasi bakteri P. ruminicola dan R. albus yang berhubungan dengan penurunan jumlah protozoa dalam rumen. Tabel 9. Populasi beberapa spesies bakteri rumen pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak Rasio substrat H:K Ekstrak lerak (mg/ml) Parameter 90:10 80:20 70: SEM Total bacteria/tb (log10/ng DNA) F. succinogenes a 8.07 ab 3.46 b (% TB), x 10-2 R. albus (%TB), x 10-2 P.ruminicola (%TB), x b 3.25 ab 7.25 a 0.93 H=hijauan, K=konsentrat. Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05). SEM=standard eror of mean Bakteri P.ruminicola merupakan produsen propionat dan suksinat dalam sistem rumen dan hal ini nampaknya dapat menjelaskan terjadinya peningkatan produksi propionat pada perlakuan ekstrak lerak. Hasil analisis elektroforesis dengan DGGE (Denaturing Gradient Gel Electrophoresis) sebelumnya juga mengkonfirmasi adanya beberapa bakteri yang berkembang dengan perlakuan ekstrak lerak. Karnati et al. (2009) melaporkan adanya penurunan ruminococci dan clostridia serta peningkatan beberapa bakteri Butyrifibrio karena defaunasi. Lebih lanjut, keberadaan protozoa dapat mempengaruhi baik populasi bakteri maupun archaea, melalui pemangsaan yang selektif, kompetisi substrat atau interaksi simbiosis. Wallace et al. (1994) juga telah menggunakan kultur murni bakteri rumen dan menunjukkan bahwa ekstrak Yucca yang mengandung saponin dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri P. ruminicola dan menurunkan bakteri Streptococcus bovis. Sementara itu, Thalib (2004) menyatakan bahwa penambahan ekstrak metanol kulit buah lerak (saponin 15%) ke dalam pakan (rumput raja) sebanyak (80 mg/100ml) pada inkubasi 48 jam dapat menurunkan populasi protozoa sampai 79% dan meningkatkan populasi bakteri sekitar 39% dari kontrol. Diaz et al. (1993) melaporkan bahwa penambahan buah S. saponaria pada pakan domba

69 50 signifikan meningkatkan bakteri total dan bakteri selulolitik pada rumen domba. Goel et al. (2008) juga melaporkan populasi bakteri pendegradasi serat (F. succinogenes dan R. flavofaciens) meningkat dengan pemberian saponin dari Sesbania, Knautia dan Carduus. Peningkatan populasi bakteri total menunjukkan bahwa saponin tidak mempengaruhi permeabilitas dinding sel bakteri, namun tidak semua jenis bakteri tahan terhadap saponin. Wang et al. (2000) menyatakan bahwa pemberian saponin yang berasal dari ekstrak Y. schidigera pada pakan tinggi bijibijian dapat menekan S. bovis dalam mencerna pati. Hal tersebut juga telah dibuktikan dalam penelitian Wallace et al. (1994), saponin dari ekstrak Y. schidigera dapat menstimulasi pertumbuhan populasi P. ruminicola dan menekan pertumbuhan populasi S. bovis. Menurut Cheeke (2000) saponin dapat menekan perkembangan populasi protozoa dan bakteri gram positif. Aktivitas Enzim Rumen pada Rasio Hijauan dan Konsentrat Berbeda Pada fermentasi in vitro 4 jam, penggunaan ekstrak lerak pada taraf 0.6 dan 0.8 mg/ml menurunkan (P<0.05) aktivitas enzim amilase, namun dapat meningkatkan (P<0.05) aktivitas enzim xylanase serta cenderung meningkatkan (P<0.1) aktivitas enzim carboxymethylcellulase dengan substrat rasio hijauan berbeda. Sebaliknya, pada inkubasi 24 jam aktivitas semua enzim tersebut sama antar perlakuan (Tabel 10). Tidak terdapat interaksi antara jenis rasio hijauan dengan level ekstrak lerak yang digunakan terhadap aktivitas enzim rumen. Penurunan aktivitas enzim amilase akibat penambahan ekstrak lerak pada semua rasio hijauan yang diuji diduga berkaitan dengan penurunan populasi protozoa akibat saponin ekstrak lerak. Sudah diketahui bahwa, protozoa juga menghasilkan enzim amilase sehingga ketika populasi protozoa rendah, maka aktivitas enzim amilase juga turun. Peningkatan aktivitas enzim xylanase pada fermentasi 4 jam dengan pemberian ekstrak lerak diduga berhubungan dengan beberapa bakteri pendegrasi xylan yang meningkat populasinya seperti P. ruminicola dan T. bryantii. Adanya kecenderungan peningkatan aktivitas enzim carboxymethylcellulase diduga berhubungan dengan peningkatan bakteri R. albus akibat pemberian ekstrak lerak (Tabel 9).

70 51 Tabel 10. Aktivitas enzim dalam rumen pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda selama 4 dan 24 jam fermentasi akibat pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak Parameter Rasio substrat H:K Ekstrak lerak (mg/ml) 90:10 80:20 70: SEM Amilase (µmol/ml/j) 4 j a 9.37 b 9.30 b j CMCase(µmol/ml/j) 4 j j Xylanase (µmol/ml/j) 4 j b a a j CMCase=Carboxymethylcellulase. Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05). Karakteristik Fermentasi Rumen pada Rasio Hijauan dan Konsentrat Berbeda Pemberian ekstrak lerak sampai dengan level 0.8 mg/ml tidak menurunkan KCBK dan KCBO pada semua rasio hijauan dan konsentrat yang diuji, namun KCBK meningkat (P<0.05) pada rasio konsentrat tertinggi (Tabel 11). Tidak terdapat interaksi antara ketiga rasio hijauan yang di uji dengan level ekstrak lerak yang digunakan pada semua parameter karakteristik fermentasi yang menunjukkan bahwa pengaruh level ekstrak lerak yang digunakan sama untuk semua rasio hijauan yang diuji. Tabel 11. Peubah karakteristik fermentasi pakan dengan rasio hijauan dan konsentrat berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak Rasio substrat H:K Ekstrak lerak (mg/ml) Parameter 90:10 80:20 70: SEM KCBK (%) 50.9 b 52.4 b 57.6 a KCBO (%) Total VFA ( mm) b 55.4 a 54.8 a 43.9 a VFA parsial (% VFA total) Asetat Propionat b 17.6 b 18.9 a 0.33 Isobutirat Butirat Isovalerat Rasio A:P a 4.0 ab 3.6 b N-NH3 (mm) Superskrip berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05). A=asetat, P=propionat

71 52 Peningkatan nilai KCBK pada penggunaan konsentrat yang semakin tinggi menunjukkan bahwa pakan konsentrat mudah didegradasi oleh mikroba rumen dibanding hijauan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa domba yang diberi saponin alfafa mengakibatkan penurunan aktivitas fermentasi dan penurunan laju degradasi selulosa ruminal (Lu & Jorgensen 1987). Namun, koefisien cerna bahan organik dan selulosa pada keseluruhan total saluran pencernaan meningkat. Sebaliknya, pemberian sarsaponin (senyawa sejenis saponin) pada ransum rendah konsentrat dapat meningkatkan degradasi bahan organik dalam rumen dan tidak mempengaruhi degradasi ADF (Goetsch & Owens 1985) Telah dilaporkan sebelumnya bahwa kecernaan di dalam rumen secara in vitro maupun in vivo pada domba menurun bila diberi ekstrak metanol buah lerak (Wina et al. 2005, 2006). Abreu et al. (2004) melaporkan bahwa pemberian buah S. saponaria yang mengandung saponin menurunkan kecernaan NDF pada ransum berbasis rumput tunggal, tetapi tidak berpengaruh pada ransum yang disuplementasi legum. Nampaknya pengaruh pemberian saponin sangat tergantung pada jenis ransum yang diberikan. Lila et al. (2003) juga mengamati bahwa sarsaponin (senyawa sejenis saponin) dapat menurunkan kecernaan bahan kering in vitro pada substrat hay dan konsentrat setelah 24 jam inkubasi. Penggunaan ekstrak lerak tidak nyata mempengaruhi produksi amonia (Tabel 11). Hal tersebut menunjukkan bahwa suplementasi ekstrak lerak dengan taraf 0.6 dan 0.8 mg/ml tidak mempengaruhi aktivitas mikroba rumen dalam metabolisme protein. Protein di dalam rumen mengalami proses degradasi oleh enzim proteolitik menjadi asam-asam amino, kemudian sebagian besar asam-asam amino mengalami katabolisme menjadi asam-asam organik, amonia dan CO 2. Amonia merupakan sumber nitrogen utama bagi mikroba rumen karena amonia yang dibebaskan dalam rumen sebagian dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein mikroba (Arora 1989). Sekitar mm amonia (NH 3 ) digunakan oleh mikroba rumen sebagai sumber N untuk proses sintesis selnya. Konsentrasi NH 3 yang dihasilkan dari semua perlakuan berkisar antara mm dan nilai tersebut masih optimal untuk pertumbuhan mikroba rumen. McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa konsentrasi NH 3 yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 6-21 mm.

72 53 Penggunaan ekstrak lerak sampai level 0.8 mg/ml tidak mempengaruhi produksi total VFA pada semua rasio hijauan yang diuji. Namun, produksi VFA meningkat (P<0.05) pada substrat dengan rasio konsentrat lebih tinggi (70:30). Hal tersebut menandakan bahwa suplementasi ekstrak lerak sampai taraf 0.8 mg/ml sudah mempengaruhi aktivitas mikroba rumen dalam memfermentasi pakan sehingga terjadi peningkatan produksi VFA total. Penambahan ekstrak lerak pada taraf 0.8 mg/ml meningkatkan (P<0.05) proporsi propionat, dan menurunkan rasio asetat:propionat (Tabel 11). Nampaknya suplementasi ekstrak lerak mampu mengalihkan jalur pembentukan asetat, butirat dan iso valerat untuk produksi propionat. Jalur pembentukan propionat merupakan jalur metabolisme rumen yang menggunakan H 2, sedangkan jalur pembentukan asetat dan butirat merupakan jalur metabolisme yang menghasilkan H 2. Peningkatan produksi propionat mengindikasikan bahwa lebih banyak H 2 yang digunakan sehingga dapat menurunkan produksi metan oleh metanogen yang menggunakan H 2 sebagai bahan pembentuk gas metan. Peningkatan proporsi propionat dan penurunan asetat serta konsekuensinya penurunan rasio asetat:propionat akibat penggunaan ekstrak lerak diduga berkaitan dengan keberadaan saponin dalam ekstrak tersebut serta efek penghambatnnya terhadap pertumbuhan protozoa. Penurunan jumlah protozoa seringkali menyebabkan peningkatan propionat dan penurunan rasio asetat:propionat (Hess et al. 2003). Namun, perubahan profil VFA akibat penurunan jumlah protozoa tidak selalu konsisten karena juga tergantung jenis pakan yang digunakan (Jouany et al. 1988). Peningkatan propionat sangat penting untuk sapi pedaging karena merupakan sumber energi utama. Propionat merupakan substrat dalam pembentukan glukosa melalui proses glukoneogenesis. Propionat yang terserap dapat menyuplai 30% (atau lebih) glukosa untuk ruminansia (Parakkasi 1999). Xu et al. (2010) menyatakan bahwa pada rasio hijauan sedang dan rendah (H:K=50:50 dan 10:90), pemberian saponin dari ekstrak Y. schidigera 110 mg/kg secara in vitro tidak mempengaruhi konsentrasi VFA total dan proporsi VFA kecuali butirat yang cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa saponin kurang efektif dalam memodifikasi fermentasi rumen pada pakan yang mengandung konsentrat sedang sampai tinggi (90%).

73 54 SIMPULAN Penggunaan ekstrak lerak dibawah 1 mg/ml (0.6 dan 0.8 mg/ml) tidak mempengaruhi nilai KCBK dan KCBO pada semua rasio hijauan yang diuji. Ekstrak lerak 0.8 mg/ml dapat menekan pertumbuhan protozoa dan meningkatkan bakteri P. ruminicola serta cenderung meningkatkan R. albus tetapi tidak mempengaruhi F. succinogenes. Aktivitas enzim xylanase dan produksi VFA total dan proporsi propionat meningkat dengan pemberian ekstrak lerak. Aktivitas enxim carboxymethylcellulase juga cenderung meningkat dengan penggunaan ekstrak lerak. DAFTAR PUSTAKA Abreu A, Carulla JE, Lascano CE, Diaz TE, Kreuzer M, Hess HD Effects of Sapindus saponaria fruits on ruminal fermentation and duodenal nitrogen flow of sheep fed a tropical grass diet with and without legume. J. Anim. Sci. 82: Cheeke PR Actual and potential applications of Yucca schidigera and Quillaja saponaria saponins in human and animal nutrition. Proc. Am. Soc. Anim. Sci. 10 hlm. Diaz A, Avendano M, Escobar A Evaluation of sapindus saponaria as a defaunating agent and its effect on different rumen digestion parameters. J. Livest. Res. Rural Dev. 5:1-6. Goetsch AL, Owens FN Effects of sarsaponin on digestion and passage rates in cattle fed medium to low concentrate. J. Dairy Sci. 68: Goel G, Makkar HPS, Becker K Changes in microbial community structure, methanogenesis and rumen fermentation in response to saponin-rich fractions from different plant materials. J. Appl. Microbiol. 105: Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukojo S, Tillman A, Kearl LC, Harris LE Tabel-tabel dari Komposiis Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. International Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment Station, Utah. Hess HD, Kreuzer M, Diaz TE, Lascano CE, Carulla JE, Soliva CL, Machmuller A Saponon rich tropical fruits affect fermentation and methagonesis in faunated and defaunated rumen fluid. Anim. Feed Sci. Tech. 109:79-94 Hristov AN, McAllister TA, Van Herk FH, Cheng KJ, Newbold CJ, Cheeke PR Effect of Yucca schidigera on ruminal fermentation and nutrient digestion in heifers. J. Anim. Sci. 77: Jouany JP, Demeyer DI, Grain J Effect of defaunating the rumen. Anim.Feed Sci. Tech. 21: Kamra DN Rumen Microbial Ecosystem. Current Sci. 89(1):1-12. Karnati SKR, Yu Z, Firkins JL Investigating unsaturated fat, monensin, or bromoethanesulfonate in continuous cultures retaining ruminal protozoa. II. Interaction of treatment and presence of protozoa on prokaryotic communities. J. Dairy Sci. 92: Lowry OH, Rosenbrough NJ, Farr AL, Randall RJ Protein measurement with the folin phenol reagent. J. Biol. Chem. 193:

74 Lu CD, Jorgensen NA Alfalfa saponins affect site and extent of nutrient digestion in ruminants. J. Nutr. 117: Lila ZA, Mohammed N, Kanda S, Kamada T, Itabashi H Effect of sarsaponin on ruminal fermentation with particular reference to methane production in vitro. J. Dairy Sci. 86: Mattjik AA, Sumertajaya IM Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Edisi ke-2. Institut Pertanian Bogor (IPB)-Press, Bogor McDonald P, Edwards R, Greenhalgh J Animal Nutrition. 6 th Edition. New York. Miller GL Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing sugar. Anal. Chem. 31 (3): Obrink KJ A modified conway unit for microdiffusion analysis. Chem.Rev.34: Ogimoto K, Imai S Atlas of Rumen Microbiology. Japan Science. Societes Press, Tokyo. Parakkasi A Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia, Jakarta. Patra AK, Kamra DN, Agarwal N effect of plant extract on in vitro methanogenesis, enzyme activities and fermentation of feed in rumen liquor of buffalo. Anim. Feed Sci. Tech. 128: Thalib A Uji efektivitas saponin buah sapindus rarak sebagai inhibitor metanogenesis secara in vitro. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 9: Tilley JMA, Terry RA A two stage technique for the in vitro digestion of forage. J. British Grassland Soc. 18: Wallace RJ, Arthaud L, Newbold CJ Influence of Yucca shidigera extract on ruminal ammonia concentrations and ruminal microorganisms. Appl. Environ. Microb. 60: Wang Y, McAllister TA, Yanke LJ, Xu ZJ, Cheeke PR, Cheng KJ In vitro effects of steroidal saponins from Yucca schidigera extract on rumen microbial protein synthesis and ruminal fermentation. J. Sci. Food Agric. 80: Xu M, Rinker M, McLeod KR, Harmon DL Yucca schidigera extract decreases in vitro methane production in a variety of forages and diets. Anim. Feed Sci. Tech. 159:

75 KECERNAAN NUTRIEN DAN PERFORMA SAPI POTONG PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI TEPUNG LERAK (Sapindus rarak) DALAM RANSUM ABSTRACT This research was aimed to utilize lerak fruit meal to improve the performance and feed digestibility of beef cattle. Twelve Ongole Crosbred cattle were used and received 3 different treatments i.e 0, 500 and 1000 mg/kg body weight of lerak meal in the concentrate ration. Daily gain, and nutrient disgestibility of beef cattle were measured. Results showed that there were no significant difference on nutrient intake and digestibility with lerak meal 500 mg/kg body weight addition. White blood cell and nutrient digestibility decreased with higher level of lerak meal addition (1000 mg/kg BW). Average daily gain of the cattle was similar among treatments. Keywords: Sapindus rarak, protozoa, performance, Ongole crosbred, digestibility PENDAHULUAN Rendahnya tingkat produktivitas sapi pedaging pada tingkat peternakan rakyat disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang mengandalkan ransum berkualitas rendah. Sementara, hijauan (rumput, jerami padi dan legum) yang pada umumnya digunakan, khususnya di daerah tropis cenderung mengandung lignoselulosa yang tinggi sehingga optimalisasi kerja bakteri rumen pendegradasi serat harus dilakukan. Kerja bakteri rumen dalam mendegradasi serat pakan sering terganggu dengan keberadaan protozoa dalam rumen yang merupakan predator bagi sebagian bakteri (Hobson & Stewart, 1997). Berdasarkan hasil beberapa penelitian, keberadaan protozoa dalam rumen lebih banyak merugikan dibandingkan keuntungannya (Eugene et al. 2004). Apabila populasi protozoa yang ada di dalam rumen ditekan jumlahnya, maka akan terjadi perubahan komposisi mikroba rumen yang mengarah pada dominasi bakteri rumen yang mendegradasi serat sehingga kecernaan serat dan pemanfaatan pakan akan meningkat dan selanjutnya pertumbuhan ternak dapat ditingkatkan (Wina et al. 2005). Populasi protozoa dapat ditekan dengan memberikan senyawa seperti saponin yang bersifat antiprotozoa (Newbold et el. 1997; Goel et al. 2008). Tanaman di negara tropis sebagian besar mempunyai senyawa sekunder seperti halnya pada buah lerak (Sapindus rarak) yang mengandung saponin sangat tinggi. Ekstrak daging buah lerak dapat

76 57 berfungsi untuk menekan pertumbuhan protozoa dan meningkatkan performans domba (Thalib et al. 1994, 1996, Wina et al. 2006). Pemanfaatan keseluruhan tepung buah dan biji lerak sebagai pakan aditif pada sapi potong belum pernah dilaporkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh tingkat pemberian tepung Lerak terhadap kecernaan nutrien (bahan kering, serat kasar dan protein kasar) dan performa produksi pada sapi Peranakan Ongole (PO). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kecernaan nutrien dan performa produksi sapi potong yang diberi ransum mengandung tepung lerak BAHAN DAN METODE Pembuatan Tepung buah dan biji Lerak Lerak yang digunakan berasal dari daerah Purwodadi, Jawa Tengah. Buah lerak yang telah dibersihkan dan digiling, dikering-anginkan selama jam pada suhu 45 o C, kemudian digiling dan disaring sehingga menghasilkan serbuk yang berukuran 30 mesh. Evaluasi Pengaruh Tepung Lerak dalam Ransum terhadap Performa dan Kecernaan Nutrien pada Sapi Potong PO Penelitian in vivo dilaksanakan selama 64 hari menggunakan 12 ekor sapi potong PO milik peternak kecil di Cibinong. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap terarah dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Sapi yang digunakan mempunyai bobot hidup awal ± 9.9 kg yang didistribusikan merata pada setiap perlakuan. Lerak yang digunakan adalah dalam bentuk tepung, karena pengolahannya secara teknis lebih sederhana dibandingkan ekstraksi. Ransum yang digunakan terdiri atas konsentrat dan hijauan. Hijauan yang digunakan adalah jerami padi yang telah difermentasi dengan probion. Probion merupakan produk suplemen komersial yang mengandung mikroba rumen. Rasio pemberian pakan konsentrat:jerami padi adalah 65%:35% (berdasarkan bahan kering).

77 58 Perlakuan yang digunakan dalah: R1 = Konsentrat tanpa tepung lerak (Kontrol) R2 = Konsentrat mengandung tepung lerak 500 mg/kg bobot badan (setara 2.5 % dari konsentrat atau 20 mg saponin) R3 = Konsentrat mengandung tepung lerak 1000 mg/kg bobot badan (setara 5 % dari konsentrat atau 40 mg saponin) Penggunaan tepung lerak pada percobaan ini masih jauh dengan level saponin ekstrak lerak terbaik pada uji in vitro yaitu setara dengan ¼ kalinya. Jika disetarakan dengan level terbaik pada uji in vitro, maka level tepung lerak yang digunakan seharusnya sebanyak 2000 mg/kg BB atau setara dengan 10% dari konsentrat. Pengurangan level tepung lerak dilakukan dengan mempertimbangkan adanya senyawasenyawa lain pada tepung lerak yang dapat membahayakan ternak apabila diberikan dalam jumlah banyak. Selain itu, penelitian tahap kedua ini merupakan ujicoba awal untuk mengevaluasi respon sapi potong dengan pemberian lerak dalam bentuk tepung. Formulasi dan Pembuatan Konsentrat Sapi Potong Bahan konsentrat yang digunakan terdiri dari bungkil kedelai, bungkil kelapa, pollard, onggok, bungkil inti sawit fermentasi, dicalcium phospate (DCP), CaCO 3 (kapur), garam dan tepung lerak. Analisa proksimat bahan baku lerak dan konsentrat perlakuan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB. Hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 12. Selama satu minggu pertama diberlakukan masa adaptasi terhadap pemberian konsentrat dan jerami fermentasi. Air minum diberikan ad libitum. Percobaan berlangsung selama 64 hari. Parameter yang diukur meliputi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, hematologi darah serta kecernaan nutrien ransum.

78 59 Tabel 12. Hasil analisis proksimat lerak dan konsentrat perlakuan Nutrien Tepung lerak R1 R2 R % BK Abu Protein Kasar (PK) Lemak Kasar (LK) Serat Kasar (SK) BETN TDN Hasil analisis proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2008). R1= 0 mg/kg BB tepung lerak, R2= 500 mg/kg BB tepung lerak, R3= 1000 mg/kg BB tepung lerak. TDN (Hartadi et al.1980) = ( SK)-6.945(LK)-0.762(BETN)+1.115(PK)+0.031(SK) (LK) (SK)(BETN)+0.207(LK)(BETN)+0.100(LK)(PK)-0.022(LK) 2 (PK) Pengambilan Sampel dan Teknik Analisis Profil hematologi darah seperti butir darah merah (BDM), haemoglobin (Hb), dan Packet cell volume (PCV) dilakukan dengan mengambil darah dari vena jugularis dengan menggunakan vacutainer berheparin sebelum sapi diberi pakan. Sebelumnya daerah jugularis tepatnya 1/3 atas leher didesinfeksi dengan alkohol dan dilanjutkan dengan pengambilan darah. Darah diambil sebanyak 10 ml dengan syringe berukuran 10 ml dan langsung dimasukkan ke dalam botol yang telah diberi antikoagulan EDTA. Kemudian botol tersebut dimasukkan ke dalam termos yang berisi es untuk selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dianalisa. Kecernaan pakan diukur dengan menggunakan metode Acid Insoluble Ash (AIA) menurut (Van Keulen & Young 1977). Sampel feses dikoleksi selama 8 hari pada akhir penelitian. Pengambilan sampel feses dimulai pagi, siang, sore dan malam secara kualitatif dan pada 2 hari terakhir dilakukan koleksi feses setiap 2 jam sekali selama 24 jam. Sampel feses dan ransum yang telah dianalisis proksimat digunakan untuk menghitung kecernaan bahan kering dan nutrien lain (protein, serat, dan energi total). Sedangkan untuk analisis abu dilakukan dengan menggunakan tanur (suhu 600 o C) yang diikuti dengan pencucian dengan asam hidroklorat dan kemudian diabukan kembali. Selisih kadar abu sebelum dan sesudah pencucian adalah indikator abu yang tak terlarut dalam asam yang dapat digunakan sebagai bagian yang tak tercerna.

79 60 Analisis Data Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis keragaman atau ANOVA (Steel & Torrie 1993). Apabila terdapat perbedaan nilai tengah yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Nilai Kecernaan Ransum yang Mengandung Tepung Lerak Pemberian tepung lerak tidak menurunkan konsumsi konsentrat dan jerami padi (Tabel 13). Namun demikian, konsumsi konsentrat yang mengandung tepung lerak lebih rendah dibandingkan kontrol. Penurunan konsumsi pada sapi yang diberi ransum yang mengandung tepung lerak diduga disebabkan oleh kandungan saponin pada tepung lerak. Saponin mempunyai rasa pahit yang dapat menurunkan konsumsi ransum dan kurang disukai ternak (Santoso & Sartini 2001). Pada percobaan ini, tepung buah (termasuk biji) lerak rata-rata dikonsumsi sebanyak 105 dan 214 g/ekor/hari untuk pemberian tepung lerak masing-masing 500 mg dan 1000 mg/kg bobot badan. Pada taraf tersebut, tepung lerak cenderung menurunkan konsumsi bahan kering konsentrat. Oleh sebab itu perlu dicari upaya untuk menghilangkan efek negatif saponin terhadap konsumsi. Tabel 13. Konsumsi bahan kering (BK), serat kasar (SK) dan protein (PK) pakan oleh sapi yang diberi berbagai level tepung lerak Parameter Level tepung lerak (mg/kg BB) SEM Konsumsi BK (kg/h/ekor) : - Konsentrat Jerami Total Konsumsi SK (kg/h/ekor) 1.96 a 1.84 ab 1.68 b Konsumsi PK (kg/h/ekor) Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05). Sementara itu, pada pemberian ekstrak metanol tepung lerak 12 g/hari pada domba tidak terjadi penurunan konsumsi (Wina et al. 2006). Pemberian Yucca

80 61 schidigera yang mengandung saponin sebanyak 20 dan 60 g/ekor/hari pada sapi juga tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering (Hristov et al. 1999). Pemberian tepung lerak sampai taraf 500 mg/kg BB juga tidak menurunkan kecernaan bahan kering, serat kasar dan protein kasar ransum (Tabel 14). Namun, terjadi penurunan kecernaan nutrien (P<0.05) pada pemberian lerak dengan taraf 1000 mg/kg BB. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa sekunder tanaman seperti saponin dalam bentuk tepung tidak menimbulkan gangguan kecernaan ransum pada taraf rendah, namun pada taraf yang lebih tinggi dapat menurunkan kecernaan nutrien. Hasil yang sama juga terjadi pada saponin dari Y. schidigera yang tidak mempengaruhi total kecernaan bahan kering ketika diberikan pada sapi (Hristov et al. 1999). Tabel 14. Nilai kecernaan bahan kering, serat kasar dan protein kasar pakan oleh sapi potong yang diberi berbagai level tepung lerak Parameter Level tepung lerak (mg/kg BB) SEM Kecernaan BK (%) a a b 1.68 Kecernaan SK (%) a a b 2.55 Kecernaan PK (%) a a b 1.78 Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05) Penurunan aktivitas fermentasi dan menurunkan laju degradasi selulosa di rumen pada domba ketika diberi saponin alfafa (Lu & Jorgensen 1987). Namun, koefisien cerna bahan organik dan selulosa pada keseluruhan saluran pencernaan meningkat. Sebaliknya, pemberian sarsaponin (sejenis saponin) pada ransum rendah konsentrat dapat meningkatkan degradasi bahan organik dalam rumen namun tidak mempengaruhi degradasi ADF (Goetsch & Owens 1985). Diaz et al. (1993) juga menyatakan bahwa tepung buah Sapindus saponaria dapat meningkatkan kecernaan bahan kering. Telah dilaporkan sebelumnya bahwa kecernaan di dalam rumen secara in vitro maupun in vivo pada domba menurun bila diberi ekstrak metanol buah lerak (Wina et al. 2006). Abreu et al. (2004) juga melaporkan bahwa pemberian buah Sapindus saponaria yang mengandung saponin menurunkan kecernaan NDF pada domba yang diberi pakan tunggal rumput, tetapi tidak berpengaruh pada ransum yang disuplementasi legum. Nampaknya pengaruh pemberian saponin sangat tergantung pada jenis ransum

81 62 yang diberikan. Selanjutnya dilaporkan bahwa suplementasi buah S. saponaria tidak menurunkan populasi protozoa, namun secara keseluruhan dapat memperbaiki profil VFA, dan efisiensi fermentasi oleh mikroba rumen. Hematologi Darah Pemberian tepung lerak sampai dengan level 1000 mg/kg BB lama 64 hari pemeliharaan tidak mempengaruhi kadar hemoglobin, PCV dan butir darah merah. Namun, pemberian tepung lerak pada level 1000 mg/kg BB menurunkan (P<0.01) butir darah putih sapi perlakuan (Tabel 15). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung lerak dalam jangka waktu panjang dapat mengganggu kekebalan tubuh. Menurut Cheeke (2000), saponin yang dalam jumlah tertentu dapat berperan sebagai stimunomodulator namun dalam jumlah berlebih dapat menjadi imunodepresan. Tabel 15. Gambaran hematologi darah sapi potong yang mendapat berbagai level tepung lerak dalam ransum Parameter Level tepung lerak (mg/kg BB) SEM Hemoglobin (g%) PCV (%) BDM (juta/mm3) BDP (ribu/mm3) a 9.61 ab 7.03 b 0.80 Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.01). PCV = Packed Cell Volume, BDM = Butir darah merah, BDP = Butir darah putih Performa Sapi PO yang Diberi Ransum Mengandung Tepung Lerak Penambahan tepung lerak ke dalam ransum sapi potong baik dengan konsentrasi 500 mg dan 1000 mg/kg BB tidak mempengaruhi pertambahan bobot hidup harian sapi (Tabel 16). Namun demikian, penambahan tepung lerak 500 mg/kg BB cenderung dapat memperbaiki pertumbuhan bobot badan sebesar 20% dibanding kontrol. Sedangkan pemakaian tepung lerak 1000 mg/kg BB hanya dapat meningkatkan pertumbuhan bobot hidup sebesar 10% dibanding kontrol. Peningkatan pertumbuhan bobot badan pada sapi yang diberi ransum yang mengandung tepung lerak diduga karena adanya agen defaunasi (saponin) sehingga

82 63 dapat menekan pertumbuhan protozoa rumen. Seperti diketahui bahwa protozoa rumen pada konsisi normal sering memangsa bakteri sehingga populasi bakteri berkurang. Tabel 16. Performa sapi potong yang mendapat berbagai level tepung lerak dalam ransum selama 64 hari Parameter Level tepung lerak (mg/kg BB) SEM PBB (kg) PBBH (kg/hari) Efisiensi ransum Keterangan : Efisiensi ransum=pbb/konsumsi BK pakan, Konversi ransum= Konsumsi BK pakan/pbb Rataan pertumbuhan bobot hidup harian (PBBH) pada penelitian ini sebesar 0.93 kg untuk ransum dengan penambahan tepung lerak 500 mg/kg atau lebih tinggi 20% dibanding kontrol, sedangkan penambahan tepung lerak 1000 mg/kg menghasilkan PBBH 0.85 kg. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemakaian tepung lerak 500 mg/kg BB dapat memperbaiki pertumbuhan bobot hidup harian (PBBH) dan efisiensi pakan secara lebih baik dibanding pemakaian tepung Lerak 1000 mg/kg BB dan ransum kontrol. Penelitian dengan menggunakan saponin asal bahan tanaman pada pakan ternak ruminansia sudah banyak dilakukan. Hu et al. (2006) telah melakukan penelitian tentang pengaruh saponin dari teh terhadap fermentasi rumen secara in vitro dan performa pertumbuhan kambing Boer. Sementara itu, hasil percobaan in vivo menunjukkan bahwa pemberian saponin teh 3 g/hari pada kambing boer menghasilkan PBBH, konsumsi dan efisiensi pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan saponin teh 6 g/hari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa saponin dari teh dapat memodifikasi fermentasi rumen dan dosis pemberian saponin yang tepat berpotensi memperbaiki pertumbuhan ternak. Namun, apabila dosis saponin yang diberikan terlalu tinggi dapat menurunkan produksi ternak. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa suplementasi ransum silase dengan sarsaponin dapat memperbaiki kecernaan bahan kering di rumen dan kecernaan bahan organik di seluruh saluran pencernaan dan tidak menurunkan konsentrasi NH 3 (Goetsch & Owens 1985). Sementara, pemberian sarsaponin pada sapi yang dikombinasikan dengan urea menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar 0,74 kg/hari (Mader & Brumm 1987).

83 64 SIMPULAN Pemberian tepung Lerak sebesar 500 mg/kg BB dalam pakan konsentrat sapi PO tidak menurunkan kecernaan bahan kering, protein kasar dan serat kasar namun pada taraf yang lebih tinggi (1000 mg/kg BB) kecernaan semua nutrien tersebut menurun. Penambahan tepung lerak 500 mg/kg BB dapat menghasilkan PBBH sebesar 0.9 kg/ekor/hari, atau terjadi perbaikan PBBH 20% dibandingkan dengan ransum kontrol. Namun demikian, terjadi pengaruh yang negatif pada butir darah putih dengan pemberian tepung lerak 1000 mg/kg BB dalam pakan konsentrat sehingga pemberian tepung lerak pada level tersebut tidak disarankan pada pemeliharaan jangka panjang. DAFTAR PUSTAKA Abreu A, Carulla JE, Lascano CE, Dıaz TE, Kreuzer M, Hess HD Effects of Sapindus saponaria fruits on ruminal fermentation and duodenal nitrogen flow of sheep fed a tropical grass diet with and without legume. J. Anim. Sci. 82: Cheeke PR Actual and potential applications of Yucca schidigera and Quillaja saponaria saponins in human and animal nutrition. Proc. Am. Soc. Anim. Sci. 10 hlm. Diaz A, Avendano M, Escobar A Evaluation of sapindus saponaria as a defaunating agent and its effect on different rumen digestion parameters. J. Livest. Res. Rural Dev. 5:1-6. Eugene M, Archimede H, Michalet-Doreau B, Fonty G Effects of defaunation on microbial activities in the rumen of rams consuming a mixed diet (fresh Digitaria decumbens grass and concentrate). Anim. Res. 53: Francis G, Kerem Z, Makkar HPS, Becker K The biological action of saponins in animal systems: a review. Br. J. Nutr. 88 : Goel G, Makkar HPS, Becker K Changes in microbial community structure, methanogenesis and rumen fermentation in response to saponin-rich fractions from different plant materials. J. Appl. Microbiol. 105: Goetsch AL, Owens FN Effects of sarsaponin on digestion and passage rates in cattle fed medium to low concentrate. J. Dairy Sci. 68: Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukojo S, Tillman A, Kearl LC, Harris LE Tabel-tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. International Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment Station, Utah. Hobson PN, Stewart CS The Rumen Microbial Ecosystem. Second Ed. Blackie Academic & Professional, London. Hristov AN, McAllister A, Van Herk FH, Cheng KJ, Newbold CJ, Cheeke PR Effect of Yucca schidigera on ruminal fermentation and nutrient digestion in heifers. J. Anim. Sci. 77: Hu W, Liu J, Wu Y, Guo Y, Ye J Effect of tea saponins on in vitro ruminal fermentation and growth performance of growing Boer goat. Arch. Anim Nutr. 60:

84 Lu CD, Jorgensen NA Alfalfa saponins affect site and extent of nutrient digestion in ruminants. J. Nutr. 117: Newbold CJ, El Hassan SM, Wang J, Ortega ME, Wallace RJ Influence of foliage from African multipurpose trees on activity of rumen protozoa and bacteria. Br. J. Nutr. 78: Mader TL, Brumm MC Effect of feeding sarsaponin in cattle and swine diets. J. Anim. Sci. 65:9-15 Santoso U, Sartini Reduction of fat accumulation in broiler chicken by Sauropus androgymus (katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J. Anim.Sci. 14: Stell RG, Torrie JH Principles and Procedure of Statistics. Mc Graw Hill Book Co. Inc., New York. Thalib A, Winugroho M, Sabrani M, Widiawati Y, Suherman D The use of methanol extracted Sapindus rarak fruit as a defaunating agent of rumen protozoa. Ilmu dan Peternakan 7: Thalib A, Widiawati Y, Hamid H, Suherman D, Sabrani M The effects of saponin from Sapindus rarak fruit on rumen microbes and performance of sheep. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 2: Van Keulen J, Young BA Evaluation of acid-insoluble ash as a natural marker in ruminant digestibility studies. J. Anim. Sci. 44(2): Wina E, Muetzel S, Hoffmann EM, Makkar HPS, Becker K Saponins containing methanol extract of Sapindus rarak affect microbial fermentation, microbial activity and microbial community structure in vitro. Anim. Feed. Sci. Technol.121: Wina E, Muetzel S, Becker K Effect of daily and interval feeding of sapindus rarak saponins on protozoa, rumen fermentation parameters and digestibility in sheep. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 19(11):

85 KECERNAAN, FERMENTASI, PROFIL DARAH DAN PERFORMA PRODUKSI SAPI POTONG LOKAL YANG DIBERI EKSTRAK LERAK PADA RANSUM HIJAUAN TINGGI ABSTRACT This research was aimed to investigate the utilization of whole lerak extract to improve the fermentation, nitrogen retention and performance of beef cattle fed with high forage based ration. Experimental diet composed of forage (70%) and concentrate (30%). The in vivo study was conducted using 12 local beef cattle. Three different levels of lerak extract of 0, 100 and 200 mg/kg body weight (BW) were added to the diet. Parameter measured were nutrient digestibility, volatile fatty acid (VFA) profile, NH 3 concentration, blood profile, lipid cholesterol level, feed intake and daily gain of beef cattle during 90 days of feeding trial. The addition of lerak extract up to level 200 mg/kg BW did not affect nutrients digestibilities. Total VFA and propionate proportion increased (P<0.05) and ratio of acetate:propionate decreased (P<0.05) with the addition of extract lerak. Concentration of rumen NH 3 tended to decrease. There was no significant difference on feed intake and daily gain of local beef cattle fed high forage ration with addition of lerak extract at level up to 200 mg/kg BW. Keywords : Digestibility, rumen fermentation, sapindus rarak, blood profile, daily gain PENDAHULUAN Performa produksi ternak sapi potong lokal di Indonesia masih relatif rendah. Salah satunya dikarenakan para peternak rakyat masih memberikan ransum yang berbasis hijauan tinggi. Hal ini berbeda dengan kondisi peternakan sapi potong komersial yang memberikan pakan berbasis konsentrat (50%-90%). Penggunaan hijauan tinggi yang rendah kualitasnya dapat menyebabkan kekurangan nutrien terutama protein/nitrogen. Teknologi defaunasi dapat dilakukan untuk menekan pertumbuhan protozoa dan meningkatkan suplai protein mikroba bagi ternak. Esktrak lerak (Sapindus rarak) mengandung senyawa aktif saponin yang dapat digunakan sebagai agen defaunasi (Cheeke 2000). Dalam rangka mengevaluasi efektivitas saponin ekstrak lerak dalam memodifikasi fermentasi mikroba rumen, maka perlu penelitian yang lebih komprehensif baik secara in vitro maupun in vivo. Pada kajian in vitro, telah dievaluasi pengaruh saponin ekstrak lerak dengan konsentrasi berbeda terhadap parameter kecernaan yang

86 67 meliputi kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO), volatile fatty acid (VFA) total dan parsial, amonia (NH 3 ), produksi gas dan dinamika populasi bakteri rumen secara kuantitatif dengan real time PCR. Berdasarkan gambaran dari proporsi molar VFA, penambahan ekstrak lerak dapat meningkatkan proporsi propionat dan menurunkan rasio asetat:propionat. Populasi protozoa menurun dengan penambahan ekstrak lerak. Penggunaan ekstrak lerak dapat meningkatkan populasi bakteri P. ruminicola yang merupakan bakteri penghasil suksinat dan propionat dalam sistem rumen.. Hasil penelitian in vitro tersebut perlu dilanjutkan dengan penelitian in vivo untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan ekstrak lerak pada performa sapi potong lokal. Evaluasi lerak dalam bentuk tepung cenderung menurunkan konsumsi dan mengganggu profil darah putih yang diduga karena senyawa-senyawa lain dalam tepung lerak. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi penggunaan keseluruhan buah lerak yang diekstraksi dengan metanol terhadap kecernaan, fermentasi dan performa sapi potong yang mendapat ransum hijauan tingi. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengevaluasi performa sapi potong yang mendapat ekstrak lerak dalam ransum yang rasio hijauannya tinggi (70%), (2) menganalisis kecernaan, karakteristik fermentasi dan retensi nitrogen pada sapi potong lokal yang mendapat ekstrak lerak BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB. Analisis hematologi darah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi FKH IPB. Ternak dan Perlakuan Penelitian menggunakan 12 ekor sapi potong PO dengan bobot badan awal 187.5±13 kg yang siap digemukkan dan dipelihara dalam kandang individu. Hijauan yang digunakan adalah rumput lapang di sekitar lokasi kandang Fakultas Peternakan IPB, sedangkan konsentrat merupakan hasil formula dan produksi

87 68 sendiri (self mixing). Bahan pakan penyusun pakan konsentrat terdiri dari bungkil kedelai (6%), bungkil kelapa (30%), onggok (18.5%), pollard (35%), molases (5%), CaCO 3 (3%), DCP (0.5%), NaCl (0.5%), premix (0.5%) dan urea (1%). Komposisi nutrien ransum perlakuan disajikan pada Tabel 17. Rasio hijauan dan konsentrat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 70:30 (BK). Tabel 17. Komposisi nutrien ransum perlakuan in vivo Nutrien Rumput (R) Konsentrat (K) Ransum total (R:K=70:30) % Bahan Kering Abu Protein kasar (PK) Serat kasar (SK) Lemak kasar (LK) BETN Kalsium Fosfor TDN Keterangan : Berdasarkan analisis yang dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB (2009). TDN=Total digestible nutrien = ( SK)-0.945(LK) (BETN) (PK) (SK) (LK) (SK)(BETN) (LK)(BETN) (LK)(PK) (LK) 2 (PK) (Hartadi et al., 1980) Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Adapun perlakuan yang digunakan adalah: P1 = Ransum + ekstrak lerak 0 mg (kontrol negatif) P2 = Ransum + ekstrak lerak 100 mg/kg bobot badan (setara 80 mg saponin) P3 = Ransum + ekstrak lerak 200 mg/kg bobot badan (setara 160 mg saponin) Penggunaan ekstrak lerak sebesar 100 mg/kg bobot badan berdasarkan hasil uji terbaik in vitro sebelumnya yang berpengaruh positif terhadap produksi propionat dan populasi bakteri rumen. Hasil serangkaian uji in vitro (tahap 2) yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada level 0.8 mg/ml ekstrak lerak paling efektif memperbaiki fermentasi rumen pada rasio hijauan:konsentrat =70:30. Apabila diasumsikan volume rumen sebesar 10-15% (rataan 12.5%) dari bobot badan, maka level 0.8 mg/ml volume rumen setara dengan 100 mg/kg bobot badan. Level 200 mg/kg merupakan taraf 2 kali lipatnya dengan pertimbangan laju alir pakan pada sistem metabolisme hidup.

88 69 Penyusunan formula ransum didasarkan pada standar kebutuhan ternak sapi lokal (Kearl 1984) dengan kebutuhan nutrien protein kasar (PK) = 13%. Total bahan kering ransum yang diberikan sebesar % bobot badan. Pemberian pakan dilakukan selama 90 hari. Parameter yang akan diukur adalah karakteristik fermentasi (profil VFA, NH 3 ), kecernaan nutrien, profil hematologi dan kolesterol darah, konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Pengambilan Sampel dan Analisis Pengambilan sampel cairan rumen dilakukan melalui mulut menggunakan stomach tube yang dihubungkan dengan pompa vakum. Cairan rumen diambil 4 jam setelah makan pada hari ke-30,60 dan 90 perlakuan. Sampel cairan rumen kemudian disaring menggunakan kain berlapis dan supernatan yang diperoleh digunakan untuk analisis protozoa, profil VFA dan konsentrasi NH 3. Analisis profil VFA menggunakan Gas Chromatografi (GC) yang dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak, Bogor, sedangkan analisis konsentrasi NH 3 menggunakan metode difusi conway. Analisis protozoa dihitung menggunakan counting chamber dengan bantuan mikroskop dengan pembesaran 40 x. Kecernaan nutrien pakan dilakukan mengunakan teknik koleksi total feses selama 5 hari berturut-turut di pertengahan penelitian. Sampel feses sebanyak 10% dari total feses diambil dari setiap perlakuan untuk dianalisis kadar nutriennya yang meliputi bahan kering, bahan organik, serat kasar, protein kasar, dan lemak kasar. Analisis retensi nitrogen dilakukan dengan mengukur konsentrasi nitrogen feses dan urin. Koleksi urin dilakukan selama 5 hari berturut-turut bersamaan dengan koleksi feses menggunakan hernet. Urin hasil koleksi ditampung dalam jerigen yang sebelumnya diberi H 2 SO 4 10% sebanyak 250 ml/10l urin. Selanjutnya, konsentrasi N sampel urin dianalis untuk pengukuran retensi N. Selain itu, juga dilakukan analisis alantoin untuk menduga nilai total derivative purin (DP) yang diekskresikan ternak. Nilai DP diestimasi dengan asumsi bahwa alantoin merupakan 82.5% dari total DP (IAEA 1997). Sehingga Nilai total DP =

89 70 100/82.5 x Alantoin. Nilai DP selanjutnya digunakan untuk menduga absorpsi purin untuk sapi Ongole (Makkar & Chen 2009) dengan rumus sebagai berikut : Y = 0.85X + (0.132BB 0.75 ) = proporsi DP melalui plasma dan diekskresikan lewat urin = derivat purin endogen yang diekskresikan dalam urin (mmol/kg BB 0.75 ) Y = ekskresi DP (mmol/hari) X = absorpsi purin (mmol/hari) Sintesis N mikroba diestimasi berdasarkan absorpsi purin (X) dan dihitung dengan rumus berikut : N mikroba (g/hari) = X x 70 = X x 0.83x = kandungan N purin (mg/mmol) 0.83 = koefisien cerna untuk N mikroba = rasio N purin:total N pada biomasa mikroba pada sapi Ongole Performa produksi ternak percobaan dianalisis dengan mengukur konsumsi pakan harian, pertambahan bobot badan dengan menimbang pada hari ke-30, 60 dan 90 hari perlakuan. Efisiensi ransum diukur dengan menghitung rasio pertambahan bobot badan ternak dibagi dengan pakan yang dikonsumsi. Analisis profil darah dilakukan dengan mengmabil darah pada hari ke-90 sebanyak 10 ml dengan syringe berukuran 10 ml dari bagian vena coccigen dan langsung dimasukkan ke dalam tabung berheparin untuk mendapatkan plasma darah. Kemudian tabung-tabung tersebut dimasukkan ke dalam termos yang berisi es untuk selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Analisis nutrien darah seperti trigliserida, kolesterol dan total protein dilakukan dengan menggunakan KIT dengan alat autoanalyzer. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA (analysis of variance). Apabila dari hasil pengamatan parameter yang di ukur terjadi perbedaan rataan antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Mattjik & Sumertajaya 2002).

90 71 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Ekstrak Lerak Terhadap Populasi Protozoa Rumen Pemberian ekstrak lerak sampai dengan level 200 mg/kg BB yang dicampur dalam pakan konsentrat tidak mempengaruhi populasi protozoa rumen (Tabel 18). Hasil ini berbeda dengan uji in vitro sebelumnya yang menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak pada level tersebut menurunkan (P<0.01) populasi protozoa. Perbedaan hasil antara uji in vitro dengan uji in vivo diduga adanya flow pada rumen dan adaptasi protozoa terhadap saponin pada sistem tubuh ternak sehingga tingkat penghambatan populasi protozoa menurun. Tabel 18. Populasi protozoa rumen sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum Lama pemberian Level ekstrak lerak (mg/kg bobot badan) SEM Populasi Protozoa ( x 10 4 /ml) 30 hari hari hari Pada 30 hari perlakuan ekstrak lerak, tidak terjadi penurunan populasi protozoa dibandingkan perlakuan kontrol. Namun pada 60 dan 90 hari perlakuan, populasi protozoa rumen semakin menurun sebesar 38% dengan pemberian ekstrak lerak dibanding perlakuan kontrol. Hasil penelitian ini berbeda dengan Abreu et al. (2004) yang melaporkan adanya peningkatan populasi protozoa rumen domba dengan pemberian saponin dari S. saponaria. Variasi pengaruh saponin asal tanaman terhadap populasi protozoa juga telah banyak dilaporkan. Newbold et al. (1997) melaporkan bahwa saponin dari S. sesban dapat menekan protozoa pada rumen domba. Sementara itu, Odenyo et al. (1997) menyatakan bahwa saponin S. sesban dapat menekan protozoa ketika diberikan langsung ke dalam rumen, namun tidak berpengaruh pada protozoa ketika diberikan secara oral pada domba. Wallace et al. (2002) juga menyatakan bahwa adaptasi mikroba rumen terhadap saponin merupakan salah satu faktor yang menyebabkan bervariasinya aktivitas antiprotozoa oleh saponin. Namun demikian, Makkar & Becker (1997)

91 72 menyatakan bahwa saponin Quilaja cukup stabil dalam rumen sampai 6 jam setelah pemberian dan dalam waktu tersebut saponin masih mempunyai aktivitas sebagai antiprotozoa. Pengaruh Ekstrak Lerak Terhadap Aktivitas Fermentasi Rumen Pemberian ekstrak lerak sampai dengan level 200 mg/kg BB pada sapi potong lokal yang mendapat ransum berbasis rumput tinggi secara keseluruhan tidak mempengaruhi kecernaan nutrien dibandingkan perlakuan kontrol (Tabel 19). Namun, produksi VFA total dan proporsi propionat meningkat (P<0.05) serta menurunkan (P<0.05) rasio asetat:propionat dengan pemberian ekstrak lerak 200 mg/kg BB. Tabel 19. Kecernaan nutrien, konsentrasi NH 3, serta profil VFA rumen sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum Parameter Level ekstrak lerak (mg/kg bobot badan) SEM Kecernaan (%) Bahan Kering (BK) Bahan Organik (BO) Protein Kasar (PK) Serat Kasar (SK) Lemak Kasar (LK) N-NH3 (mm) 7.47 ab 8.09 a 4.28 b 0.80 Total VFA(mM) b a a 5.87 Proporsional VFA(% total VFA) Asetat Propionat b a a 0.35 Isobutirat Butirat Isovalerat Valerat Rasio Asetat:Propionat (A:P) 3.97 b 3.45 a 3.41 a 0.09 Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05) Perubahan kecernaan yang cenderung menurun setelah pemberian ekstrak lerak mungkin dikarenakan kandungan saponin. Pemberian bahan mengandung saponin pada ternak ruminansia dapat menurunkan jumlah maupun aktivitas beberapa bakteri selulolitik. Hal tersebut diduga dapat menyebabkan kecernaan serat pakan menurun, terutama pada ransum berbasis hijauan tinggi. Abreu et al.

92 73 (2004) melaporkan bahwa suplementasi buah Sapindus saponaria (12% saponin) sebesar 8 g/kg BB 0.75 secara intraruminal meningkatkan konsumsi bahan organik sebsar 14%, tetapi tidak berpengaruh pada konsumsi protein kasar dan konsentrasi amonia rumen atau pada kecernaan bahan organik dan nitrogen. Kecernaan ADF menurun 10%, demikian juga rasio asetat:propionat juga menurun. Konsentrasi NH 3 menurun dengan ekstrak lerak pada level 200 mg/kg BB. Hal ini diduga terkait dengan aktivitas saponin buah lerak sebagai agen defaunasi. Protozoa merupakan proteolitik aktif, sehingga penghambatan populasi protozoa dapat menurunkan konsentrasi NH 3. Laju degradasi protein pakan dan N bukan protein juga menentukan konsentrasi NH 3 dalam rumen. Selain itu, dengan terhambatnya protozoa diduga penggunaan NH 3 untuk oleh bakteri meningkat dan akibatnya konsentrasi dalam rumen akan turun. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Thalib (2004) yang menyatakan bahwa suplementasi ekstrak metanol lerak dalam bentuk serbuk (80 mg/ 100 ml dengan kadar saponin 15%) pada ransum domba menghasilkan konsentrasi NH 3 yang tidak berbeda dengan kontrol. Namun, Wina et al. (2006) melaporkan bahwa suplementasi ekstrak metanol daging buah lerak dengan taraf 0.42 dan 0.72 g/kg BB dalam ransum domba yang tersusun dari rumput gajah dan pollard (65:35) nyata menurunkan konsentrasi NH 3. Peningkatan produksi VFA total dan proporsi propionat pada kondisi kecernaan yang menurun dengan pemberian ekstrak lerak, menunjukkan adanya peningkatan efisiensi fermentasi oleh mikroba rumen. Selain itu, ekstrak lerak juga dapat memodifikasi aktivitas mikroba rumen dengan mengarahkan pembentukan propionat dan mengurangi produksi butirat. Hal ini didukung oleh data in vitro sebelumnya yang menunjukkan bahwa ektrak lerak dapat memodifikasi komposisi bakteri rumen dengan peningkatan bakteri P. ruminicola yang merupakan bakteri penghasil propionat dan suksinat dalam sistem rumen. Produksi propionat merupakan jalur metabolisme rumen yang menggunakan H 2, sehingga peningkatan produksi propionat dapat mengurangi suplai H 2 yang sering digunakan bakteri metanogen untuk membentuk metan. Dengan demikian penggunaan ekstrak lerak berpotensi mengurangi produksi metan dalam sistem rumen ternak sapi potong.

93 74 Penurunan rasio asetat:propionat dengan penambahan ekstrak lerak diduga tidak dipengaruhi oleh penekanan protozoa rumen. Perubahan profil VFA tersebut lebih dipengaruhi oleh adanya komponen gula pada saponin ekstrak lerak. Komponen gula pada saponin dapat menurunkan proporsi asetat serta meningkatkan proporsi propionat dan butirat (Abreu et al. 2004) Pengaruh Ekstrak Lerak Terhadap Sintesis Protein Mikroba dan Retensi Nitrogen Pemberian ekstrak lerak sampai dengan taraf 200 mg/kg BB tidak mempengaruhi (P>0.05) sintesis protein mikroba rumen (Tabel 20). Namun demikian, efisiensi sintesis protein mikroba pada penelitian ini masih dalam kisaran normal yaitu g/100 g BOFR. Karsli & Russel (2001) menyatakan bahwa efisiensi sintesis protein mikroba dalam rumen berkisar antara g/100 g BOFR tergantung pada konsumsi bahan kering, rasio hijauan dan konsentrat, laju degradasi karbohidrat dan N, sinkronisasi pelepasan N dan energi pakan, dan laju alir pakan. Semakin rendah kualitas hijauan yang digunakan, maka nilai sintesis protein mikroba juga akan semakin rendah karena rendahnya tingkat pencernaan karbohidrat dan ketersediaan nutrien lainnya. Tabel 20. Pendugaan sintesis protein mikroba pada sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum Parameter Level ekstrak lerak (mg/kg bobot badan) SEM Alantoin (mmol/h) Derivat Purin/DP (mmol/h)* Purin Absorpsi (mmol/h) Suplai N Mikroba (g/h) Sintesis Protein Mikroba/SPM (g/h) Efisiensi SPM (g/kg BOFR) Efisiensi SPM (g/100 g BOFR) *alantoin urin merupakan 82.5% dari total DP (IAEA, 1997), SPM=6.25 x N mikroba, BOFR=bahan organik terfermentasi dalam rumen =0.65x bahan organik tercerna(iaea, 1997).

94 75 Pemberian ekstrak sampai level 200 mg/kg BB belum dapat meningkatkan sintesis protein mikroba pada sapi potong yang mendapat rumput lapang dalam jumlah tinggi. Walaupun pemberian ekstrak lerak sudah dapat meningkatkan produksi VFA yang merupakan sumber energi dan kerangka karbon untuk sintesis bakteri, namun konsentrasi NH 3 rumen rendah (4 mm). Hal ini dapat menyebabkan kurang seimbangnya rasio protein/energi (P/E) yang sangat menentukan dalam sintesis protien bakteri. Selain itu, proses sintesis protein bakteri juga dipengaruhi oleh konsentrasi trace minerals dan vitamin (Karsli et al. 2010). Mineral sulfur (S) telah diketahui mempengaruhi pertumbuhan bakteri terutama untuk sintesis metionin dan sistein yang berkisar antara 0.11%-0.2% dari total pakan dan tergantung pada status ternak. Selain itu, mineral sulfur juga mengakibatkan lignin pada pakan berserat akan terhidrolisis sehingga kecernaan bahan organik akan meningkat. Mineral fosfor juga sangat diperlukan untuk sintesis ATP dan protein oleh mikroba. Pada penelitian ini, hijauan yang digunakan adalah rumput lapang yang kandungan mineral sulfur dan fosfornya relatif rendah, sehingga defisiensi mineral tersebut juga berpengaruh terhadap sintesis protein bakteri. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh saponin terhadap sintesis protein mikroba sangat bervariasi tergantung pada sumber saponin dan level saponin yang digunakan. Santoso et al. (2007) menunjukkan bahwa saponin dari Biophytum petersianum Klotzsch 26 mg/kg BB pada kambing yang mendapat ransum rumput gajah dan konsentrat (70:30) dapat meningkatkan efisiensi sintesis N mikroba 51%. Jouany (1996) juga melaporkan bahwa protozoa berperan penting pada siklus N mikroba pada rumen. Sehingga penurunan populasi protozoa dapat menyebabkan turunnya pemecahan protein bakteri dan mengakibatkan peningkatan aliran protein mikroba ke usus halus. Abreu et al. (2004) melaporkan bahwa aliran N pada bagian duodenum dipengaruhi oleh suplementasi S. saponaria, kecuali aliran N dari mikroba. Efisiensi mikroba meningkat 65% dengan penambahan S. saponaria. Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Goetsch & Owen (1985) yang menyatakan bahwa penggunaan sarsaponin Y. schidigera 44 mg/kg pada sapi perah tidak berpengaruh pada N mikroba yang masuk ke duodenum. Hristov et al. (1999) juga melaporkan tidak adanya pengaruh yang signifikan terhadap N mikroba ketika tepung Y. schidigera diberikan pada sapi dara dengan level 20 dan 60 g/hari.

95 76 Pemberian ekstrak lerak sampai level 200 mg/kg BB juga tidak mempengaruhi nilai retensi nitrogen (Tabel 21). Persentase retensi N dari N konsumsi cukup tinggi untuk semua perlakuan (±50%) yang menunjukkan bahwa kualitas protein pakan perlakuan cukup baik dan efisien dimanfaatkan oleh ternak sapi potong. Nilai konsumsi N sama untuk semua perlakuan karena nutrien ransum yang diberikan selalu diusahakan iso protein. Hindratiningrum et al. (2009) melaporkan bahwa jumlah N yang diretensi pada sapi potong PO yang diberi pakan jerami padi amoniasi sekitar 65% dari N yang dikonsumsi. Tabel 21. Neraca nitrogen sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum Parameter Level ekstrak lerak (mg/kg bobot badan) SEM Konsumsi N (g/e/h) N Feses (g/e/h) N Tercerna (g/e/h) N Urin (g/e/h) Retensi N (g/e/h) % N Retensi dari N konsumsi % N Netensi dari N tercerna Suplai protein mikroba yang sama antar perlakuan pada penelitian ini juga menghasilkan retensi nitrogen yang sama untuk semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara sintesis protein bakteri dengan jumlah N yang diretensi dalam tubuh ternak. Semakin tinggi suplai protein asal mikroba, maka N yang diretensi juga meningkat yang menunjukkan bahwa kualitas protein asal mikroba lebih seimbang komposisi asam aminonya. Pengaruh Ekstrak Lerak Terhadap Profil Hematologi dan Nutrien Plasma Pemberian ekstrak lerak selama 90 hari perlakuan tidak mempengaruhi profil hematologi (Tabel 22). Jumlah BDM, % PCV, Hb maupun jumlah BDP sama antar perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa saponin yang terdapat pada ekstrak lerak sampai dengan level 200 mg/kg BB (setara dengan 160 mg saponin) tidak mengganggu kesehatan ternak yang digambarkan pada profil hematologi tersebut. Olbrich et al. (1971) melaporkan rataan nilai hematologi darah sapi Zebu untuk

96 77 BDM adalah 9.9 x 10 6 /mm 3, PCV adalah 37%, Hb adalah 12.3 g%, BDP adalah 10.3 x 10 3 /mm 3 dengan proporsi limfosit sebesar 63.3%. Tabel 22. Hematologi darah sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum selama 90 hari Parameter Level ekstrak lerak (mg/kg bobot badan) SEM Benda darah : BDM, juta/mm PCV, % Hb, g% BDP, ribu/mm Diferensiasi (% BDP) Netrofil Limfosit Monosit Eusinofil BDM=butir darah merah, PCV=packed cell volume, Hb=hemoglobin, BDP=butir darah putih Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang mengevaluasi pengaruh penggunaan lerak dalam bentuk tepung terhadap profil butir darah putih sapi potong yang dipelihara selama 60 hari dan menunjukkan bahwa pemberian tepung lerak pada taraf 1000 mg/kg BB (40 mg saponin) dalam ransum dapat menurunkan proporsi limfosit. Nampaknya buah lerak yang diberikan dalam bentuk tepung serta dosis yang tidak tepat mempunyai pengaruh yang negatif terhadap sistem kekebalan. Sebaliknya, buah lerak yang diberikan dalam bentuk ekstrak metanol relatif lebih aman pada status kesehatan ternak. Hasil analisis profil lemak darah sapi potong menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak pada level 200 mg/kg BB tidak mempengaruhi kadar trigliserida, kolesterol maupun LDL (Tabel 23). Kadar kolesterol pada penelitian ini dalam batas normal yaitu mg/dl. Pond et al. (2005) menyatakan bahwa kisaran normal kadar kolesterol pada sapi adalah mg/dl. Pada penelitian ini, pemberian saponin dari ekstrak lerak belum dapat menurunkan level trigliserida dan kolesterol darah. Hal ini diduga karena di dalam rumen saponin cepat sekali dirombak oleh bakteri sehingga kehilangan gugus gulanya menjadi senyawa lain seperti sarsapogenin atau episarsapogenin (Flaoyen et

97 78 al. 2001). Hal ini yang mengakibatkan saponin ekstrak lerak tidak dapat berperan sebagai antikolesterol pada ternak ruminansia karena sudah kehilangan sifat ampifatiknya. Tabel 23. Profil lemak serum darah sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum selama 90 hari Parameter Level ekstrak lerak (mg/kg bobot badan) SEM Trigliserida, mg/dl Kolesterol total, mg/dl LDL kolesterol, mg/dl LDL=low density lipoprotein Berbeda dengan percobaan pada ternak ternak monogastrik, pemberian saponin dapat menurunkan kolesterol plasma (Francis et al. 2002). Saponin asal tanaman berpotensi untuk mengganggu absorpsi kolesterol yang berasal dari pakan maupun kolesterol endogenus yang memasuki lumen usus halus melalui empedu atau dari sel-sel usus halus sehingga efektif menurunkan konsentrasi kolesterol dalam darah. Saponin diduga mengikat garam empedu sehingga tidak bisa mengemulsi lemak dan turunannya (Sidhu & Oakenfull, 1986). Akibatnya enzim lipase pankreas tidak bisa mencerna lemak menjadi senyawa yang lebih kecil dan akhirnya lemak dikeluarkan melalui feses. Pengaruh Ekstrak Lerak Terhadap Performa Produksi Pemberian ekstrak lerak sampai dengan level 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi nilai PBBH dan efisiensi ransum sapi potong lokal selama 90 hari perlakuan (Tabel 24). Nampaknya, walaupun fermentasi rumen sudah nyata meningkatkan produksi VFA total dan proporsi propionat, namun pada proporsi propionat sebesar 19% dari total VFA (sekitar 21 mm) masih belum dapat meningkatkan PBBH sapi potong secara signifikan. Hal ini diduga pada konsentrasi propionat tersebut, energi yang terbentuk asal propionat masih lebih banyak digunakan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya dibandingkan untuk deposisi pertambahan bobot badan. Produksi VFA memegang peranan penting sebagai penyedia glukosa pada ternak ruminansia karena glukosa asal pakan

98 79 hanya dapat menyediakan kurang dari 10% kebutuhan glukosa (Yost et al, 1977). Selanjutnya, sumber glukosa utama ternak ruminansia berasal dari proses glukoneogenesis yang menggunakan propionat sebagai substrat utama dan menyediakan sekitar 27%-59% sumber karbon dalam tubuh. Asam amino, gliserol dan laktat juga berkontribusi sebagai sumber karbon (Cerrilla & Martinez, 2003). Selain itu, rasio asetat:propionat pada penelitian ini masih relatif tinggi (3.4:1). Pertambahan bobot badan sapi akan optimal apabila rasio asetat:propionat yang diproduksi dalam rumen 3:1 (Yost et al. 1977). Tabel 24. Performa produksi sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum selama 90 hari Parameter Level ekstrak lerak (mg/kg bobot badan) SEM Konsumsi bahan kering (kg/e/h) - Hijauan (kg/e/h) Konsentrat (kg/e/h) Total ransum,kg/e/h PBBH, g/e/h Efisiensi ransum PBB=pertambahan bobot badan, PBBH=pertambahan bobot badan harian Namun demikian, terjadi perbaikan nilai PBBH dengan pemberian ekstrak lerak dengan semakin lamanya perlakuan (Gambar 9). Pada 30 hari pertama perlakuan, nilai PBBH untuk perlakuan ekstrak lerak 100 mg/kg BB lebih rendah dibanding kontrol. Sementara itu, perlakuan ekstrak lerak 200 mg/kg BB mempunyai nilai PBBH yang hampir sama dengan kontrol. Namun pada 30 hari kedua (hari ke 30-60) perlakuan dan selanjutnya, nilai PBBH semakin turun untuk perlakuan kontrol. Sebaliknya, pemberian ekstrak lerak 100 mg/kg BB dapat meningkatkan nilai PBBH dengan semakin lamanya perlakuan bahkan melampaui perlakuan kontrol. Peningkatan PBBH tertinggi diperoleh dengan pemberian ekstrak lerak 200 mg/kg BB dan semakin meningkat dengan pemeliharaan yang lebih lama.

99 80 Gambar 9. Pola peningkatan PBBH sapi perlakuan selama 90 hari pemeliharaan.985). Berdasarkan data pola peningkatan PBBH selama 90 hari perlakuan tersebut menunjukkan bahwa suplementasi ekstrak lerak mempunyai pengaruh yang positif dengan perlakuan yang semakin lama. Peningkatan PBBH semakin tinggi apabila perlakuan ekstrak lerak dievaluasi dalam waktu yang lebih lama dengan mengikuti pola grafik yang linier. Hal ini dapat menjelaskan bahwa walaupun produksi VFA total dan propionat meningkat dengan ekstrak lerak namun belum signifikan secara statistik dalam meningkatkan PBB. Apabila lama perlakuan diperpanjang sampai jangka waktu tertentu, ada kemungkinan penggunaan ekstrak lerak efektif dalam meningkatkan produktivitas ternak. Selain itu, keragaman genetik dan jumlah sapi yang digunakan juga mempengaruhi respon sapi terhadap ekstrak lerak. Sapi potong yang digunakan adalah sapi potong bakalan yang diperoleh dari peternakan rakyat yang sangat beragam. Navas-camacho et al. (1993) melaporkan bahwa pemberian tepung daun E. cyclocarpum yang mengandung saponin dengan level 100 g/hari pada domba

100 81 yang diberi pakan Pennisetum clandestinum dapat meningkatkan kecernaan bahan kering 17% serta memperbaiki bobot badan 53% dibanding kontrol. Namun pemberian E.cyclocarpum pada level yang lebih tinggi (300 g/h) menurunkan kecernaan bahan kering pakan. Thalib et al. (1996) mencekokkan ekstrak lerak setiap 3 hari sekali ke dalam rumen domba yang diberi pakan basal jerami padi dan memperoleh peningkatan bobot hidup harian sebesar 22%, sedangkan Wina et al. (2006) melaporkan bahwa pemberian ekstrak lerak setiap hari meningkatkan pertambahan bobot badan domba sebesar 40%. Pemberian saponin dari teh 3 g/hari pada domba dapat meningkatkan konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan harian dan efisiensi pakan dibandingkan kontrol (Hu et al. 2006) SIMPULAN Pemberian ekstrak lerak sampai dengan level 200 mg/kg BB secara umum tidak mempengaruhi kecernaan nutrien. Produksi VFA total dan proporsi propionat meningkat dengan ekstrak lerak, dan rasio asetat:propionat menurun. Penambahan ekstrak lerak pada level 200 mg/kg BB nyata menurunkan konsentrasi NH 3 rumen. Pemberian ekstrak lerak pada level 200 mg/kg BB tidak mempengaruhi retensi nitrogen, sintesis protein mikroba dan PBBH pada ternak sapi potong yang mendapat hijauan tinggi. DAFTAR PUSTAKA Abreu A, Carulla JE, Lascano CE, Diaz TE, Kreuzer M, Hess HD Effects of Sapindus saponaria fruits on ruminal fermentation and duodenal nitrogen flow of sheep fed a tropical grass diet with and without legume. J Anim Sci 82: Cerilla MEO & Martinez GM Starch digestion and glucose metabolism in the ruminant: a review. Interciencia 28: Cheeke PR Actual and potential applications of Yucca schidigera and Quillaja saponaria saponns in human and animal nutrition. Proceedings of the American Society of Animal Science. 10 pages [IAEA] International Atomic Energy Agency Estimation of Rumen Microbial Protein Production from Purine Derivatives in Urine. Vienna Austria. Goetsch AL, Owens FN Effects of sarsaponin on digestion and passage rates in cattle fed medium to low concentrate. J. Dairy Sci. 68: Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukojo S, Tillman A, Kearl LC, Harris LE Tabel-tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk

101 Indonesia. International Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment Station, Utah. Hindratiningrum N, Bata M, Suparwi Produksi protein mikroba dan neraca nitrogen sapi lokal jantan yang diberi jerami padi amoniasi. Anim. Prod. 11: Hristov AN, McAllister A, Van Herk FH, Cheng KJ, Newbold CJ, Cheeke PR Effect of Yucca schidigera on ruminal fermentation and nutrient digestion in heifers. J. Anim. Sci. 77: Hu W, Liu J, Wu Y, Guo Y, Ye J Effect of tea saponins on in vitro ruminal fermentation and growth performance of growing Boer goat. Arch. Anim Nutr. 60: Jouany J.P Effect of rumen protozoa on nitrogen utilization by ruminants. J. Nutr. 126: Karsli MA, Russel JR Effects of some dietary factors on ruminal microbial protein synthesis. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 25: Kearl LC Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries. International Feedstuffs Institute, Utah Agricultural Experiment Station, Utah State University, Utah. Makkar H.P.S., Becker K Degradation of quillaja saponins by mixed culture of rumen microbes. Let. Appl. Microb. 25: Makkar HPS, Chen XB Estimation of Microbial Protein Supply in Ruminants Using Urinary Purine Derivatives. Kluwer Academic Publishers. Mattjik AA, Sumertajaya IM Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Edisi ke-2. Institut Pertanian Bogor (IPB)-Press, Bogor. Navas-Camacho A, Laredo MA, Cuesta A, Anzola H, Leon JC Effect of supplementation with a tree legum forage on rumen function. Livest. Res. Rural Develop. 5 ( Newbold CJ, El Hassan SM, Wang J, Ortega ME, Wallace RJ Influence of foliage from African multipurpose trees on activity of rumen protozoa and bacteria. Br. J. Nutr. 78: Odenyo AA, Osuji PO, Karanfil O Effect of multipurpose tree (MPT) supplements on ruminal ciliate protozoa. Anim. Feed Sci. Tech. 67: Olbrich SE, Martz FA, Tubleson ME, Johnson HD, Hilderbrand ES Serum biochemical and hematological measurements of heat tolerant (Zebu) and cold tolerant (Scotch highland) heifers. J. Anim.Sci. 33: Pond WG, Church DC, Pond KR, Schoknecht PA Basic Animal Nutrition and Feeding. 5 th revised edition. John Willey and Sons Inc. NewYork. Santoso B., Kilmaskosu A, Sambodo P Effects of saponin from Biophytum petersianum Klotzsch on ruminal fermentation, microbial protein synthesis and nitrogen utilization in goats. Anim. Feed Sci. Tech. 137: Sidhu GS, Oakenfull G A mechanism for the hypocholesterolaemic activity of saponins. British J. Nutr. 55:

102 Thalib A, Widiawati Y, Hamid H, Suherman D, Sabrani M The effects of saponin from Sapindus rarak fruit on rumen microbes and performance of sheep. J Ilmu Ternak dan Veteriner 2: Thalib A Uji efektivitas saponin buah Sapindus rarak sebagai inhibitor metanogenesis secara in vitro. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 9: Wallace RJ, Mcewan NR, Mcintosh FM, Teferedegne B, Newbold CJ Natural products as manipulators of rumen fermentation. Asian-Austr. J. Anim. Sci. 15: Wina E, Muetzel S, Becker K Effects of daily and interval feeding of Sapindus rarak saponins on protozoa, rumen fermentation parameters and digestibility in sheep. Asian-Aust.J. Anim.Sci. 19: Yost WM, Young JE, Schmidt SP, McGillard AD Gluconeogenesis in ruminants: propionic acid production from a high-grain diet fed to cattle. J. Nutr. 107:

103 PEMBAHASAN UMUM Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung senyawa aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81.5% BK. Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen dengan menekan pertumbuhan protozoa (defaunasi) secara parsial. Sementara itu, protozoa sering memangsa bakteri rumen untuk memenuhi kebutuhan proteinnya (Guiterrez 2007, Hart et al. 2008). Defaunasi parsial dilakukan untuk menekan sebagian protozoa, namun tidak seluruhnya protozoa mati. Hal ini dilakukan karena protozoa juga berfungsi sebagai pendegradasi serat. Pada kondisi peternakan rakyat sering terjadi kekurangan suplai nutrien terutama protein/nitrogen, sehingga perlakuan defaunasi parsial diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan suplai protein untuk tubuh ternak dari protein mikroba dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak Hasil percobaan in vitro menunjukkan bahwa populasi total protozoa menurun dengan pemberian ekstrak lerak dengan taraf 1 mg/ml pada semua waktu inkubasi yang diamati. Komposisi spesies protozoa baik Entodinium maupun Holotrich tidak berbeda antar perlakuan. Sensitivitas protozoa terhadap ekstrak lerak mungkin dikarenakan tingginya kemampuan saponin dari ekstrak lerak dalam mengikat sterol sehingga saponin tersebut akan mengikat sterol pada membran protozoa dan menyebabkan kerusakan membrane yang menyebabkan lisis atau kematian. Hasil penelitian juga menunjukkan produksi propionat meningkat dan gas metan menurun dengan ekstrak lerak. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak lerak dapat memodifikasi fermentasi rumen dengan mengarahkan pembentukan propionat sehingga gas H 2 yang diproduksi dalam rumen lebih banyak digunakan untuk membentuk propionat dibandingkan pembentukan metan. Hasil analisis DGGE menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lerak 1 mg/ml dapat mengubah keragaman bakteri rumen yang diperlihatkan dengan munculnya beberapa pita baru pada gel DGGE. Pita-pita baru ini menandakan adanya beberapa bakteri yang baru tumbuh/berkembang ketika protozoa dalam rumen ditekan dengan perlakuan ekstrak lerak. Hasil identifikasi pita-pita baru yang muncul pada gel DGGE dengan perlakuan 1 mg/ml ekstrak lerak menggunakan teknik kloning dan sekuensing menunjukkan bahwa sekuen yang diperoleh dari pita-pita tersebut mempunyai kemiripan

104 85 dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering dimangsa oleh protozoa pada kondisi rumen normal. Telah banyak dilaporkan bahwa protozoa merupakan predator bagi sebagian bakteri dan memangsa bakteri untuk kebutuhan proteinnya. Penambahan ekstrak lerak pada level 0.6 dan 0.8 mg/ml pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda menunjukkan bahwa pada level 0.8 mg/ml tidak mempengaruhi KCBK, namun menurunkan KCBO. Sebaliknya, total VFA dan proporsi propionat meningkat (P<0.05). Tidak ada interaksi antara rasio hijauan dengan level ekstrak lerak yang digunakan. Hasil kuantifikasi bakteri rumen dengan real time PCR menunjukkan bahwa ekstrak lerak pada level 0.8 mg/ml sudah dapat meningkatkan populasi bakteri P. ruminicola meningkat dan R. albus cenderung meningkat serta menurunkan F. succinogenes. Bakteri P. ruminicola merupakan bakteri penghasil propionat dan suksinat dan hal ini dapat menjelaskan terjadinya peningkatan produksi propionat dengan pemberian ekstrak lerak walaupun pada substrat dengan rasio hijauan tinggi. Penambahan ekstrak lerak pada 4 jam fermentasi in vitro menurunkan aktivitas enzim amylase, namun meningkatkan aktivitas xylanase dan carboxymethylcellulase. Peningkatan aktivitas xylanase diduga berhubungan dengan meningkatnya populasi P. ruminicola yang aktif mendegradasi xylan. Carboxymethylcellulase cenderung meningkat karena pemberian ekstrak lerak juga cenderung meningkatkan populasi R. albus. Penurunan aktivitas amylase terjadi diduga karena penurunan populasi protozoa. Telah diketahui bahwa protozoa banyak menghasilkan amylase untuk mendegradasi pati. Percobaan pemberian lerak dalam bentuk tepung dengan taraf 500 dan 1000 mg/kg BB sapi potong dengan rasio hijauan : konsentrat = 35:65 menunjukkan bahwa tepung lerak sampai taraf 1000 mg/kg BB sudah menurunkan kecernaan nutrien (bahan kering, serat kasar dan protein kasar). Namun demikian, pemberian tepung lerak sampai level 1000 mg/kg tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan harian sapi potong. Pemberian tepung lerak juga menurunkan butir darah putih serta proporsi limfosit. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lerak dalam bentuk tepung (raw material) diduga masih banyak mengandung senyawa-senyawa lain yang dapat mengganggu kesehatan ternak

105 86 Percobaan berikutnya dengan pemberian lerak dalam bentuk ekstrak methanol pada taraf 100 dan 200 mg/kg bobot badan sapi potong yang mendapat hijuan tinggi (70%) tidak mempengaruhi kecernaan nutrien (BK, BO, SK, PK, LK, ADF, NDF). Pemberian ekstrak lerak nyata meningkatkan produksi total VFA dan proporsi propionat. Konsentrasi NH 3 juga turun dengan pemberian ekstrak lerak. Retensi nitrogen dan sintesa protein mikroba tidak dipengaruhi oleh pemberian ekstrak lerak. Pemberian ekstrak lerak selama 90 hari perlakuan tidak memberikan pengaruh yang negatif terhadap butir darah putih dan proporsi limfosit. Penggunaan ekstrak lerak menghasilkan nilai BDP 9.05 x 10 3 /mm 3 dan proporsi limfosit 56.75%. Sementara, nilai normal pada sapi adalah 10.3 x 10 3 /mm 3 untuk BDP dan 63% untuk proporsi limfosit (Olbrich et al. 1971). Hasil analisis profil lemak serum darah sapi potong menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak pada level 200 mg/kg BB tidak mempengaruhi level trigliserida, kolesterol total dan LDL. Pada penelitian ini, pemberian saponin dari ekstrak lerak belum dapat menurunkan level trigliserida dan kolesterol darah. Hal ini diduga karena di dalam rumen saponin cepat sekali dirombak oleh bakteri sehingga kehilangan gugus gulanya menjadi senyawa lain seperti sarsapogenin atau episarsapogenin (Flaoyen et al. 2001). Hal ini yang mengakibatkan saponin ekstrak lerak tidak dapat berperan sebagai antikolesterol pada ternak ruminansia karena sudah kehilangan sifat ampifatiknya. Pemberian ekstrak lerak sampai dengan level 200 mg/kg bobot badan belum nyata meningkatkan PBB dan PBBH, efisiensi ransum serta konversi ransum sapi potong lokal selama 90 hari perlakuan. Nampaknya, walaupun fermentasi rumen sudah nyata meningkatkan produksi VFA total dan proporsi propionat tetapi masih belum dapat meningkatkan PBB yang signifikan. Perbaikan nilai PBBH dengan pemberian ekstrak lerak nampaknya semakin meningkat dengan semakin lamanya perlakuan. Hal ini mungkin dapat menjelaskan bahwa walaupun produksi VFA total dan propionat nyata meningkat dengan ekstrak lerak namun belum signifikan secara statistik dalam meningkatkan PBB. Apabila lama perlakuan diperpanjang, ada kemungkinan penggunaan ekstrak lerak efektif dalam meningkatkan produktivitas ternak. Selain itu, keragaman genetik dan jumlah sapi yang digunakan juga mempengaruhi pengaruh ekstrak lerak.

106 87 Secara umum, berdasarkan data yang diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan dapat disajikan skema ilustrasi tentang mekanisme kerja dari peran ekstrak lerak dalam memodifikasi mikroba dan fermentasi rumen (Gambar 10). Gambar 10. Ilustrasi mekanisme kerja peran ekstrak lerak dalam modifikasi fermentasi rumen Pemberian ekstrak lerak 200 mg/kg BB pada sapi potong yang mendapat ransum hijauan tinggi (70%) mengakibatkan penurunan populasi protozoa dan konsentrasi NH 3 dalam rumen. Penurunan populasi protozoa mempunyai beberapa implikasi yaitu perubahan keragaman bakteri rumen, penurunan metan dan peningkatan sintesis protein mikroba, Perubahan keragaman bakteri rumen juga terjadi akibat penurunan populasi protozoa dengan penambahan ekstrak lerak. Beberapa bakteri berkembang terutama P. ruminicola dan T. bryantii yang merupakan bakteri penghasil propionat dalam sistem rumen. Aktivitas enzim xylanase meningkat dan CMCase cenderung meningkat karena meningkatnya proporsi bakteri P.ruminicola dan cenderung meningkatnya R. albus dari total bakteri rumen. Hal ini juga menyebabkan peningkatan produksi propionat yang dapat meningkatkan pertumbuhan sapi potong. Selain itu, peningkatkan propionat juga

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering PEMBAHASAN UMUM Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung senyawa aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81.5% BK. Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen

Lebih terperinci

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO EVALUASI SUPLEMENTASI EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) TERHADAP POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO SKRIPSI ARISMA KURNIAWATI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pakan Ransum yang digunakan pada penelitian merupakan campuran atara hijauan dan konsentrat dengan perbandingan antara hijauan (rumput gajah) : konsentrat (60:40

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH

RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH (Camellia sinensis) DAN DAUN KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosa-sinensis L) PADA KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN PRODUKSI GAS IN VITRO SKRIPSI NUR HIDAYAH DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

KOMBINASI PENGGUNAAN PROBIOTIK MIKROBA RUMEN DENGAN SUPLEMEN KATALITIK PADA PAKAN DOMBA RANTAN KRISNAN

KOMBINASI PENGGUNAAN PROBIOTIK MIKROBA RUMEN DENGAN SUPLEMEN KATALITIK PADA PAKAN DOMBA RANTAN KRISNAN KOMBINASI PENGGUNAAN PROBIOTIK MIKROBA RUMEN DENGAN SUPLEMEN KATALITIK PADA PAKAN DOMBA RANTAN KRISNAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

TOTAL PRODUKSI GAS DAN DEGRADASI BERBAGAI HIJAUAN TROPIS PADA MEDIA RUMEN DOMBA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG SAPONIN DAN TANIN SKRIPSI RIANI JANUARTI

TOTAL PRODUKSI GAS DAN DEGRADASI BERBAGAI HIJAUAN TROPIS PADA MEDIA RUMEN DOMBA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG SAPONIN DAN TANIN SKRIPSI RIANI JANUARTI TOTAL PRODUKSI GAS DAN DEGRADASI BERBAGAI HIJAUAN TROPIS PADA MEDIA RUMEN DOMBA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG SAPONIN DAN TANIN SKRIPSI RIANI JANUARTI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Kambing Peranakan Etawah (LAPORAN Hibah Bersaing Tahun-1) Dr. Despal, SPt. MSc.Agr Dr. Idat G.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc Kinerja Pencernaan dan Efisiensi Penggunaan Energi Pada Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Pakan Limbah Kobis dengan Suplemen Mineral Zn dan Alginat Tyas Widhiastuti Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Kappaphycus alvarezii

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Kappaphycus alvarezii 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Kappaphycus alvarezii Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii (Gambar 1) menurut Luning (1990) diacu dalam Atmadja et al. (1996), diklasifikasikan kedalam

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.

Lebih terperinci

TOTAL VFA, KONSENTRASI NH 3 DAN PRODUKSI PROTEIN MIKROBA RUMEN PADA SAPI JAWA YANG DIPELIHARA DENGAN PROPORSI KONSENTRAT YANG BERBEDA SKRIPSI.

TOTAL VFA, KONSENTRASI NH 3 DAN PRODUKSI PROTEIN MIKROBA RUMEN PADA SAPI JAWA YANG DIPELIHARA DENGAN PROPORSI KONSENTRAT YANG BERBEDA SKRIPSI. TOTAL VFA, KONSENTRASI NH 3 DAN PRODUKSI PROTEIN MIKROBA RUMEN PADA SAPI JAWA YANG DIPELIHARA DENGAN PROPORSI KONSENTRAT YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh AGIL NUGROHO FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign TINJAUAN PUSTAKA Asam Fulvat Humat dibentuk dari pelapukan bahan tanaman dengan bantuan bakteri yang hidup di tanah. Komposisi humat terdiri dari humus, asam humat, asam fulvat, asam ulmik dan trace mineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing merupakan jenis ruminansia kecil yang memiliki tingkat pemeliharaan lebih efesien dibandingkan domba dan sapi. Kambing dapat mengkomsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas ternak ruminansia sangat tergantung oleh ketersediaan nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan produktivitas ternak tersebut selama

Lebih terperinci

SEMINAR HASIL PENELITIAN KKP3T 2009

SEMINAR HASIL PENELITIAN KKP3T 2009 SEMINAR HASIL PENELITIAN KKP3T 2009 Institut Pertanian Bogor 2009 Performa Sapi Peranakan Ongole Yang Diberi Daun Murbei Sebagai Pengganti Konsentrat Dalam Ransum Berbasis Jerami Padi Peneliti Utama Prof.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

II. TINJAUAN LITERATUR. Metana diproduksi disaluran pencernaan ternak, sebesar 80-95% diproduksi di

II. TINJAUAN LITERATUR. Metana diproduksi disaluran pencernaan ternak, sebesar 80-95% diproduksi di II. TINJAUAN LITERATUR 1. Pembentukan Gas Metana Pada Ternak Ruminansia Metana diproduksi disaluran pencernaan ternak, sebesar 80-95% diproduksi di dalam rumen dan 5-20% dalam usus besar. Metana yang dihasilkan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGOLAHAN JERAMI PADI SECARA KIMIA DAN BIOLOGI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

KAJIAN PENGOLAHAN JERAMI PADI SECARA KIMIA DAN BIOLOGI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE KAJIAN PENGOLAHAN JERAMI PADI SECARA KIMIA DAN BIOLOGI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE TESIS Oleh : NURIANA Br SINAGA 097040008 PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

Gambar 2. Struktur Kimia Sapogenin: (a) Triterpenoid, (b) Steroid Sumber: Francis et al. (2002)

Gambar 2. Struktur Kimia Sapogenin: (a) Triterpenoid, (b) Steroid Sumber: Francis et al. (2002) TI JAUA PUSTAKA Lerak (Sapindus rarak) Tanaman tropis di Indonesia (terutama di hutan-hutan daerah Jawa dan Sumatera) yang mengandung saponin dalam jumlah tinggi salah satu diantaranya adalah Sapindus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. vii

DAFTAR ISI. Halaman. vii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xv I. PENGELOLAAN PAKAN SEBAGAI SALAH SATU STRATEGI UNTUK MITIGASI GAS RUMAH KACA DARI TERNAK RUMINANSIA Yeni

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI NURLAELA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NWUAELA. D24101054.

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS NUTRITIF PUTAK MELALUI FERMENTASI CAMPURAN Trichoderma reesei dan Aspergillus niger SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA

PENINGKATAN KUALITAS NUTRITIF PUTAK MELALUI FERMENTASI CAMPURAN Trichoderma reesei dan Aspergillus niger SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA PENINGKATAN KUALITAS NUTRITIF PUTAK MELALUI FERMENTASI CAMPURAN Trichoderma reesei dan Aspergillus niger SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA MARITJE ALEONOR HILAKORE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

KHARISMA ANINDYA PUTRI H

KHARISMA ANINDYA PUTRI H TAMPILAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN HARIAN DAN KADAR UREA DARAH PADA KAMBING PERAH DARA PERANAKAN ETTAWA AKIBAT PEMBERIAN RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI UREA YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh KHARISMA ANINDYA PUTRI H

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN UREA-MINYAK DALAM RANSUM TERHADAP ph, KECERNAAN BAHAN KERING,BAHAN ORGANIK, DAN KECERNAAN FRAKSI SERAT PADA SAPI PO

PENGARUH PENGGUNAAN UREA-MINYAK DALAM RANSUM TERHADAP ph, KECERNAAN BAHAN KERING,BAHAN ORGANIK, DAN KECERNAAN FRAKSI SERAT PADA SAPI PO PENGARUH PENGGUNAAN UREA-MINYAK DALAM RANSUM TERHADAP ph, KECERNAAN BAHAN KERING,BAHAN ORGANIK, DAN KECERNAAN FRAKSI SERAT PADA SAPI PO Oleh: Adi Susanto Setiawan H0506018 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

KOMPOSISI TUBUH KAMBING KACANG AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN SUMBER PROTEIN YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh ALEXANDER GALIH PRAKOSO

KOMPOSISI TUBUH KAMBING KACANG AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN SUMBER PROTEIN YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh ALEXANDER GALIH PRAKOSO KOMPOSISI TUBUH KAMBING KACANG AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN SUMBER PROTEIN YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh ALEXANDER GALIH PRAKOSO PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS

FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS in vitro SERTA PRODUKSI BIOMASSA MIKROBA RANSUM KOMPLIT KOMBINASI RUMPUT LAPANG, KONSENTRAT DAN SUPLEMEN KAYA NUTRIEN SKRIPSI DIMAR SARI WAHYUNI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Konsumsi Nutrien Pakan oleh Ternak pada Masing-Masing Perlakuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut punya akses bebas pada pakan dan tempat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi TINJAUAN PUSTAKA Jerami Padi Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Tahun 2009 produksi padi sebanyak 64.398.890 ton,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

KONSUMSI DAN KECERNAAN NUTRIEN SERTA KUALITAS SEMEN DOMBA GARUT DENGAN RANSUM YANG BERNILAI NERACA KATION ANION BERBEDA DIAH ANGGREINI

KONSUMSI DAN KECERNAAN NUTRIEN SERTA KUALITAS SEMEN DOMBA GARUT DENGAN RANSUM YANG BERNILAI NERACA KATION ANION BERBEDA DIAH ANGGREINI KONSUMSI DAN KECERNAAN NUTRIEN SERTA KUALITAS SEMEN DOMBA GARUT DENGAN RANSUM YANG BERNILAI NERACA KATION ANION BERBEDA DIAH ANGGREINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO SKRIPSI PRAMUDIANTO EKAWARDANI

EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO SKRIPSI PRAMUDIANTO EKAWARDANI EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO SKRIPSI PRAMUDIANTO EKAWARDANI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT

KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT SKRIPSI DIETA PUSPITASARI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan 145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37

HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37 HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Protozoa Protozoa merupakan jenis mikroorganisme yang menempati populasi kedua terbesar di dalam rumen. Berdasarkan hasil sidik ragam, tidak ada pengaruh yang nyata (P>0,05)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral Biomineral cairan rumen adalah suplemen mineral organik yang berasal dari limbah RPH. Biomineral dapat dihasilkan melalui proses pemanenan produk inkorporasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger

ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger SKRIPSI ESTY SETIA LESTARI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales. 1 Strategi Pemberian Pakan Berkualitas Rendah (Jerami Padi) Untuk Produksi Ternak Ruminansia Oleh Djoni Prawira Rahardja Dosen Fakultas Peternakan Unhas I. Pendahuluan Ternak menggunakan komponen zat-zat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumen dalam menghasilkan produk metabiolit rumen (VFA, N-NH3 maupun protein

BAB I PENDAHULUAN. rumen dalam menghasilkan produk metabiolit rumen (VFA, N-NH3 maupun protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Optimalisasi penggunaan fungsi rumen melalui peningkatan proses fermentasi rumen dalam menghasilkan produk metabiolit rumen (VFA, N-NH3 maupun protein mikroba) merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PROTEIN PADA KAMBING KACANG MUDA DAN DEWASA DENGAN ARAS PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TESIS. Oleh NURUL MUKMINAH

PEMANFAATAN PROTEIN PADA KAMBING KACANG MUDA DAN DEWASA DENGAN ARAS PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TESIS. Oleh NURUL MUKMINAH PEMANFAATAN PROTEIN PADA KAMBING KACANG MUDA DAN DEWASA DENGAN ARAS PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TESIS Oleh NURUL MUKMINAH PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU TERNAK PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS PETERNAKAN DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN MENIR KEDELAI TERPROTEKSI TERHADAP NILAI TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENT RANSUM DOMBA EKOR TIPIS

PENGARUH PEMBERIAN MENIR KEDELAI TERPROTEKSI TERHADAP NILAI TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENT RANSUM DOMBA EKOR TIPIS PENGARUH PEMBERIAN MENIR KEDELAI TERPROTEKSI TERHADAP NILAI TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENT RANSUM DOMBA EKOR TIPIS Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S1 Peternakan di

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternak Indonesia pada umumnya sering mengalami permasalahan kekurangan atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai pakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK

UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK Dian Agustina (dianfapetunhalu@yahoo.co.id) Jurusan Peternakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu Indonesia memutuskan untuk mengimpor sapi dari Australia. Indonesia mengambil keputusan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kontrol lingkungan kandang sangat penting untuk kenyamanan dan kesehatan sapi, oleh karena itu kebersihan kandang termasuk suhu lingkungan sekitar kandang sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH SKRIPSI Oleh ZULFARY ARIF FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES RUSMAN EFENDI

PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES RUSMAN EFENDI PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH TEH HIJAU DAN ATAU TEH DAUN MURBEI PADA TIKUS DIABETES RUSMAN EFENDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci