HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum dan Pertumbuhan Tikus Wistar selama Percobaan Konsumsi ransum merupakan banyaknya zat makanan atau pakan yang dimasukkan (food intake) dan kemudian terjadi proses metabolisme dalam tubuh dan diserap dalam tubuh untuk dijadikan sebagai keperluan biologis dan cadangan energi tubuh. Peubah statistik tentang tikus percoban dijelaskan dalam Tabel 9 berikut. Tabel 9. Bobot, Kenaikan Bobot Badan dan Tingkat Konsumsi Nutrisi Tikus Percobaan Peubah Ransum Kontrol Ransum Perlakuan Bobot Awal (g) 41 ± 3,6 61 ± 3,3 Bobot Akhir (g) 85 A ± 10,3 147 B ± 16,6 Kenaikan Bobot Badan (%) Konsumsi Ransum BK (g/hari) 11,6 ± 3,9 15,8 ± 4,1 Konsumsi Lemak (g/hari) 0,56 0,79 Konsumsi Protein (g/hari) 1,17 1,58 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01) Kenaikan bobot badan tikus yang diberi ransum kontrol (107%) lebih rendah dibandingkan kelompok tikus yang diberi ransum perlakuan mengandung gulai daging sapi ditambah jeroan (143%) sebagai sumber protein. Nilai kenaikan bobot badan akhir antara tikus yang diberi ransum mengandung protein kasein (sebesar 85 ± 10,3 g) dan tikus yang diberi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan (sebesar 147 ± 16,6 g) menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini dapat dipicu oleh faktor perbedaan bobot badan awal tikus yang diberi ransum protein kasein dan tikus yang diberi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan memiliki selisih sebesar 20 g. Kisaran bobot badan tikus tersebut diperkirakan masih berada dalam masa pertumbuhan. Sebagaimana yang diterangkan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988), bahwa umumnya bobot badan tikus pada umur empat minggu adalah g, dan bobot dewasa rata-rata g. Umur dewasa tikus adalah hari, sehingga umur tikus percobaan yang dipakai pada penelitian ini hingga berakhirnya masa percobaan (± 60 hari), masih dalam fase menuju dewasa. Tingginya bobot akhir yang diperoleh dalam penelian ini mengindikasikan bahwa

2 tikus masih berada dalam fase produksi ekonomis, yaitu umur 1 tahun (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Pertambahan berat badan sangat dipengaruhi oleh jumlah dan kandungan nutrisi pakan yang dikonsumsi sebagian besar akan digunakan untuk pertumbuhan otot tikus pada masa pertumbuhan. Pertambahan berat badan ini sangat stabil karena didukung oleh faktor lingkungan dan manajemen pemeliharaan yang baik. Gulai daging sapi yang ditambah jeroan merupakan produk olahan yang memiliki gizi dan aroma tinggi karena kandungan asam lemak yang dapat meningkatkan selera konsumsi hewan percobaan. Aroma merupakan faktor penting dalam hal penerimaan konsumen terhadap bahan makanan (Meissinger et al., 2006). Aroma merupakan faktor sensoris penting yang berpengaruh terhadap palatabilitas daging. Bumbu- bumbu siap saji yang terdapat di dalam bumbu siap saji memiliki bahan bawang putih, rempah-rempah dan bawang merah serta santan kara yang ditambahkan berperan serta meningkatkan nilai palatabilitas produk tersebut. Penambahan bawang putih, bawang merah dan garam turut meningkatkan palatabilitas produk. Menurut Krysztofiak (2005), penambahan bumbu selain meningkatkan pengaruh sensoris, juga dapat meningkatkan nutrisi dan daya simpan produk. Konsumsi lemak dan protein lebih tinggi dibandingkan dengan tikus kontrol. Hal ini dipicu oleh palatabilitas tinggi terhadap daging sapi ditambah jeroan karena gulai merupakan produk olahan yang memiliki rasa yang khas. Gulai memiliki keunikan karena berwarna kuning yang disebabkan oleh filtrat dari kunyit dan campuran rempah-rempah (seasonings). Pembuatan gulai dilakukan dengan melakukan penambahan bahan-bahan bumbu (seasonings) serta penambahan santan (Bahar, 2002). Respon Fisiologis Tikus Wistar (Laju Pernafasan, Denyut Jantung dan Suhu Tubuh) Respon fisiologis merupakan suatu fungsi fisiologis dari hewan yang menjadi satu kesatuan untuk mempertahankan kondisi dari pengaruh lingkungan luar yang masuk. Hasil analisis ragam respon fisiologis yang meliputi laju pernafasan, denyut jantung dan suhu tubuh tikus yang diberi konsumsi ransum yang mengandung gulai daging sapi dan jeroan tidak berbeda nyata ( P > 0,05 ) dibandingkan tikus kontrol berdasarkan pada Tabel

3 Tabel 10. Hasil Pengukuran Respon Fisiologis Tikus Percobaan Peubah Respon Fisiologis Kelompok Tikus Kontrol Kelompok Tikus Perlakuan Laju Pernafasan ( /menit) 148,9 ± 20,60 144,1 ± 18,31 Denyut Jantung ( /menit) 211,5 ± 27,99 220,3 ± 19,34 Suhu Tubuh ( o C) 35,7 ± 0,82 35,9 ± 0,70 Laju Pernafasan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tikus perlakuan yang memperoleh ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan sebagai sumber protein memiliki laju pernafasan sebesar 144,1 ± 18,31 kali per menit. Hal ini tidak berbeda nyata dengan laju pernafasan tikus kontrol sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 10. Laju pernafasan normal pada tikus adalah sebesar kali/menit (Margi, 2005), sehingga nilai rata-rata laju pernafasan kontrol (148,9 ± 20,60 per menit) dan tikus perlakuan (144,1 ± 18,31 per menit) yang diberi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan masih berada pada kisaran normal. Menurut Frandson (1992) bahwa laju pernafasan yang normal berhubungan dengan konsumsi oksigen basal yang normal dari miokardium jantung. Respirasi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Kedua kelompok tikus perlakuan yang ditempatkan pada posisi ruangan dan suhu lingkungan yang sama mengalami perubahan respirasi yang relatif sama apabila suhu lingkungan sekitar juga stabil. Data biologis tikus terhadap frekuensi laju pernafasan tikus normal, yaitu /menit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Suhu lingkungan yang berubah akan berpengaruh terhadap frekuensi pernafasan. Konsumsi ransum juga dapat memberikan mekanisme umpan balik dalam proses pelepasan karbondioksida sebagai pelepas kalor yang diproduksi oleh tubuh. Ransum perlakuan dapat memberikan hasil metabolisme tubuh berupa energi dalam bentuk kalor, karbondioksida, dan uap air yang terbuang sebagian melalui sistem respirasi. Jumlah energi yang rendah dalam ransum perlakuan, menyebabkan tikus perlakuan tidak membutuhkan lebih banyak respirasi untuk membuang kelebihan energi berupa kalor. 36

4 Konsumsi daging sapi dan jeroan dalam hal ini tidak menyebabkan laju pernafasan menjadi lebih tinggi. Hasil ini dapat diasumsikan bahwa, asupan makanan harus selalu cukup dan terpenuhi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh dan juga tidak boleh berlebihan sehingga tidak menyebabkan obesitas (Guyton dan Hall, 1997). Konsumsi makanan yang berlebihan dapat menyebabkan metabolisme oksigen dan berbagai nutrien yang bercampur dengan oksigen untuk melepaskan energi, sehingga dalam kondisi ini akan menyebabkan seluruh organ tubuh akan bekerja lebih besar untuk menstabilkan keadaan normal tubuh. Sistem pernafasan terutama berfungsi untuk mengangkut O 2 dan CO 2 antara lingkungan dan jaringan, dan konsumsi O 2 dan produksi CO 2 tergantung tingkat metabolismenya dan aktivitas hewan percobaan tersebut (Cunningham, 1997). Denyut Jantung Rataan frekuensi denyut jantung antara tikus kontrol (ransum kasein) dan tikus perlakuan (daging sapi ditambah jeroan) tidak berbeda nyata. Frekuensi denyut jantung tikus kontrol (211,5 ± 27,99 per menit) dan tikus perlakuan (220,3 ± 19,34 per menit) seperti yang terdapat dalam Tabel 10, lebih lambat dibandingkan normal, yaitu berkisar antara denyut per menit (Malole dan Pramono, 1989) atau denyut per menit (Sirois, 2005). Hal ini sejalan juga menurut Alemany et al. (2006), bahwa tikus yang berumur ± 17 minggu dengan bobot badan berkisar antara g adalah sebanyak denyut per menit. Jumlah frekuensi denyut jantung yang berbeda ini diasumsikan bisa disebabkan oleh adanya perbedaan umur, suhu lingkungan, dan bobot badan tikus percobaan. Frekuensi denyut jantung diperkirakan dipengaruhi juga oleh kecernaan energi dari ransum yang dikonsumsi. Peningkatan denyut jantung merupakan respon dari tubuh hewan untuk menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin (Siagian, 2005), sehingga makin panas lingkungan maka makin cepat pula denyut jantung untuk menyebarkan panas ke bagian tubuh yang lebih dingin. Denyut jantung juga dipengaruhi oleh ada tidaknya hambatan pada pembuluh darah berupa penumpukan flak atau metabolisme yang terganggu yang dapat menghambat jalannya darah keseluruh tubuh. Frekuensi denyut jantung tikus yang diberikan ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan tidak berbeda nyata 37

5 dengan denyut jantung tikus kontrol, sehingga dapat dikatakan bahwa pada pembuluh darah kedua kelompok tikus perlakuan tidak terdapat adanya penumpukan flak dan kandungan lipida yang terkandung dalam darah atau salauran darah sehingga kondisi frekuensi denyut jantung dalam batas ini masih dalam batas yang aman. Hal ini berdampak terhadap hasil kerja jantung yang memberikan hasil negatif terhadap timbulnya frekuensi denyut jantung tikus yang diberikan ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan yang melebihi batas ambang normal. Hal ini mengindikasikan bahwa frekuensi denyut jantung tikus tersebut masih normal. Darah berperan dalam pengangkutan komposisi kimia metabolisme seperti oksigen, glukosa, asam amino, asam lemak dan berbagai jenis lipida, yang dibutuhkan oleh setiap sel dalam tubuh (Cunningham, 1997). Kesimpulan dari hasil pengamatan terhadap denyut jantung bahwa, jika darah yang dipompakan semakin banyak maka frekuensi denyut jantung akan semakin tinggi pula. Suhu Tubuh Hasil uji statistika terhadap suhu tubuh menunjukkan bahwa tikus perlakuan yang memperoleh ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan memberikan hasil tidak berbeda nyata dengan laju pernafasan tikus kontrol. Hasil pengukuran suhu tubuh yang tersaji dalam Tabel 10, menunjukkan suhu tubuh tikus kontrol (35,7 ± 0,82 o C) dan perlakuan (35,9 ± 0,70 o C) lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh tikus normal (37,7 o C) (Sirois, 2005). Hasil Pengukuran yang didapat menandakan bahwa suhu tubuh tikus percobaan tersebut masih berada dalam kisaran suhu tubuh normal yaitu 35,9-39 o C (rata-rata 37,5 o C) (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988; Malole dan Pramono, 1989). Tikus merupakan salah satu hewan mamalia berdarah panas (homeotermik) sehingga mempunyai sistem pertahanan suhu tubuhnya atau disebut juga dengan homeostatis. Sistem homeostasis berfungsi untuk mengendalikan diri (panas) tubuh sehingga tercapai keseimbangan dalam tubuh. Sistem homeostasis menurut Siagian (2005), menjelaskan bahwa dipertahankan oleh berbagai proses pengaturan yang melibatkan semua organ tubuh melalui pengaturan keseimbangan yang sangat halus namun bersifat dinamis. Hewan dalam mempertahankan dan menyeimbangkan regulasi suhu tubuh berprinsif pada pengaturan produksi dan pembuangan panas. Sistem homeostatis ini akan menstabilkan suhu tubuh, sehingga tubuh berada dalam 38

6 kondisi normal. Suhu tubuh tikus yang tertera pada Tabel 10 di atas menunjukkan kondisi suhu tubuh yang masih stabil karena adanya sistem kendali internal tikus tersebut yang disebut juga dengan sistem homeostatis. Konsumsi ransum sebagai bahan makanan yang mengandung gulai daging sapi berlemak yang ditambah jeroan menunjukkan tidak terdapat adanya pengaruh yang nyata terhadap suhu tubuh tikus percobaan. Pengukuran suhu tubuh dilakukan pada bagian rektum tikus percobaan. Tikus percobaan dikondisikan seragam, yaitu dalam ruangan yang sama, galur yang sama, umur yang sama, bobot yang sama (maksimal perbedaan yaitu 15 g) serta pemberian ransum antara kontrol dan perlakuan dengan komposisi kebutuhan nutrisi yang terpenuhi. Mekanisme ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh bias faktor eksternal terhadap respon fisiologis. Kondisi suhu lingkungan percobaan tidak mempengaruhi respon terhadap suhu tubuh tikus percobaan. Suhu lingkungan percobaan berkisar antara o C, dan masih berada dalam kondisi suhu kandang yang ideal yaitu berkisar antara C (Malole dan Pramono, 1989), sehingga bias suhu lingkungan terhadap respon suhu tubuh dapat ditekan. Hal ini disesuaikan dengan pendapat Cunningham (1997) yang menyatakan bahwa, hewan memperoleh panas dari lingkungan ketika suhu lingkungan melebihi tubuhnya. Panas yang diproduksi oleh adanya faktor proses metabolisme tikus percobaan tidak berdampak terhadap perubahan suhu tubuh secara signifikan. Hal ini diasumsikan bahwa pengaruh metabolisme lemak dalam gulai daging sapi ditambah jeroan menghasilkan laju pembentukan panas dan laju kehilangan panas dari dalam tubuh. Seluruh energi makanan dapat dikonversi ke dalam panas dan diradiasi ke dalam udara (Cunningham, 1997). Konversi energi dari makanan untuk menghasilkan panas terjadi, baik selama proses metabolisme maupun selama beraktivitas. Panas yang dihasilkan ini harus selalu dikeluarkan dari tubuh ke lingkungan jika suhu tubuh tetap atau konstan. Profil Lemak dan Kolesterol Darah (Trigliserida, Kolesterol Total, Kolesterol HDL dan Kolesterol LDL) Hasil analisis statistik profil lemak dan kolesterol darah terhadap kadar kolesterol total darah, kolesterol LDL, kolesterol HDL, kadar trigliserida dan indeks atherogenik seperti yang digambarkan Tabel 11. Hasil analisis ragam dari kelima 39

7 peubah profil lemak dan kolesterol darah tersebut menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara grup tikus perlakuan yang diberi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan, dengan kelompok tikus percobaan yang diberi ransum kontrol berupa protein kasein. Tabel 11. Profil Lemak dan Kolesterol Darah Tikus Percobaan Peubah Profil Lemak Darah Kelompok Ransum Kontrol Kelompok Ransum Perlakuan Kadar Kolesterol Total (mg/dl) 107 ± 8 90,7 ± 19,14 Trigliserida (mg/dl) 70,7 a ± 29,9 117,3 b ± 9,1 Kadar Kolesterol HDL (mg/dl) 38,3 ± 4,9 37,3 ± 1,53 Kadar Kolesterol LDL (mg/dl) 54,5 ± 7,5 29,9 ± 18,79 Indeks Atherogenik 1,8 ± 0,23 1,4 ±0,42 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05) Kadar Kolesterol Total Tikus Percobaan Kolesterol yang terdapat di dalam serum darah berasal dari makanan (eksogen) dan dari hasil sintesis dalam tubuh (endogen). Total kolestrol yang terdapat pada kelompok ransum perlakuan dengan komposisi ransum mengandung gulai daging sapi ditambah jeroan (90,7 ± 19,14 mg/dl). Hasil ini menunjukkan bahwa kadar kolesterol ini masih berada dalam batas normal sebagaimana yang disebutkan oleh Malole dan Pramono (1989), bahwa kadar kolesterol tikus adalah sebesar mg/dl. Malole dan Pramono (1989) menambahkan lagi, bahwa gulai daging sapi dan jeroan memberikan pengaruh terhadap peningkatan total kolesterol darah tikus percobaan, namun peningkatannya tidak signifikan dan masih bisa ditolerir sehingga kadar kolesterol ini tidak membahayakan tubuh dan tidak berindikasi terhadap pemicu penyakit jantung dan pembuluh darah (atherosklerosis). Menurut Nakai dan Modler (2000), bahwa fraksi protein yang terdapat dalam daging paralel dengan hidrofobisitasnya. Fraksi protein mempunyai kemampuan yang kuat untuk berikatan dengan sterol seperti asam empedu karena hidrofobisitasnya yang tinggi. Ikatan peptida dan asam empedu ini dibuang melalui feses tanpa direabsorbsi ke dalam usus halus sehingga kadar kolesterol menurun (Nakai dan Modler, 2000). 40

8 Menurut Russel (2007), bahwa kolesterol dalam darah dapat meningkat bila jumlah kolesterol yang berasal dari bahan pangan lebih besar daripada yang dihasilkan oleh tubuh. Perlakuan terhadap tikus dengan komposisi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan didapatkan kolesterol lebih tinggi dibandingkan tikus kontrol karena tikus kontrol tidak mengandung kolesterol yang diberikan hanya protein kasein. Hal ini mengindikasikan bahwa tikus dengan komposisi ransum mengandung gulai daging sapi berlemak yang ditambah jeroan tersebut akan menurunkan sintesis kolesterol di dalam tubuh karena adanya aktivitas dan umur tikus yang masih dalam fase pertumbuhan. Aktivitas dan sifat agresivitas tikus percobaan ini dapat juga mempengaruhi kadar kolesterol total karena banyaknya gerakan dapat mereduksi dan membakar lemak yang terdapat dalam tikus tersebut. Perlakuan dengan gulai daging sapi dan jeroan yang digunakan merupakan suatu kesatuan olahan daging dan bumbu. Bumbu yang digunakan antara lain bawang putih dan kunyit dan beberapa jenis rempah-rempah (lada). Bumbu dengan penambahan Allium sativum (bawang putih) dapat dimanfaatkan untuk mencegah atherosklerosis dengan menurunkan kadar kolesterol darah (Gunawan, 1988). Bawang putih mempunyai zat antioksidan yang dapat mengikat radikal bebas. Bawang putih juga mengandung senyawa allicin. Senyawa tersebut bereaksi dengan darah merah menghasilkan sulfida hidrogen yang meregangkan saluran darah dan membuat darah mudah mengalir. Pramadhia (1988) meyebutkan bahwa Curcuma domestica (kunyit) juga dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Konsumsi gulai daging sapi dan jeroan dengan penambahan bumbu-bumbu seperti bawang putih dan kunyit menghasilkan kadar kolesterol darah yang tidak berbeda dengan kelompok tikus kontrol. Menurut Zhao et al. (2004), bahwa diet tinggi asam lemak tak jenuh ganda memberikan pengaruh kardioprotektif atau melindungi kesehatan jantung, dengan menurunkan kadar lipida dan tingkat lipoprotein. Bahan dasar lain yang berindikasi menghambat peningkatan kolesterol total adalah santan kelapa (coconut milk) yang ditambahkan dalam proses pengolahan daging sapi ditambah jeroan. Santan kelapa (coconut milk) yang dibuat dengan cara mengekstrak parutan kelapa sehingga kandungan air serta lemak nabati yang terkandung di dalamnya akan terekstrak 41

9 keluar. Lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno, 1992). Proses pengolahan daging dan bumbu-bumbu gulai menjadi produk olahan (gulai) dilakukan dengan api sedang, yang bertujuan menghindari kandungan asam lemak tak jenuh dalam produk olahan berubah menjadi asam lemak trans maupun asam lemak jenuh, yang apabila dikonsumsi akan berpotensi meningkatkan kadar kolesterol darah. Penelitian Dorfman et al. (2004) menyatakan, bahwa asam lemak trans memiliki pengaruh buruk terhadap profil lipoprotein manusia, yang ditunjukkan dalam penelitian pengaruh asam lemak jenuh dan tak jenuh yang diujikan menggunakan hamster. Keberadaan lemak terhidrogenasi (asam lemak trans) pada manusia, diperkirakan lebih bersifat merugikan dibandingkan lemak jenuh. Baghurst (2004) menyebutkan, bahwa asam lemak trans merupakan bentuk asam lemak tak jenuh yang memiliki bentuk lurus pada rantai ganda, serta terbentuk akibat proses pengolahan. Berbagai studi mengenai diet yang berhubungan dengan kolesterolemia, Purnamaningsih (2001) mengemukakan, bahwa lemak jenuh akan meningkatkan kolesterol sedangkan lemak tak jenuh akan menurunkannya. Kadar Trigliserida Hasil analisis kadar trigliserida darah tikus disajikan dalam Tabel 11. Kadar trigliserida darah tikus perlakuan (117,3 ± 9,1 mg/dl) lebih tinggi bila dibandingkan dengan tikus kontrol (70,7 mg/dl), berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bahaudin (2008) terhadap daging domba ditambah jeroan memiliki kadar trigliserida sebesar (77,3 ± 5,03 mg/dl) dan penelitian Rimadianti (2008) terhadap profil lemak darah sate domba (100,0 ± 22,3 mg/dl). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar trigliserida tikus kontrol yang diberi ransum protein kasein bila dibandingkan dengan ransum perlakuan. Kadar trigliserida darah ini masih normal walaupun lebih tinggi daripada tikus kontrol. Sebagaimana yang disebutkan oleh Malole dan Pramono (1989), bahwa kadar trigliserida darah tikus percobaan berada dalam kisaran antara mg/dl. Tingginya selisih trigliserida antara kelompok ransum kontrol dengan ransum perlakuan dapat diasumsikan, bahwa saat melakukan penelitian awal perlakuan bobot awal rata-rata tikus perlakuan (61 ± 3,3 g) tersebut, lebih tinggi dibandingkan dengan bobot awal rata-rata tikus 42

10 kontrol (41 ± 3,6 g). Hal ini diindikasikan dapat memberikan efek terhadap laju pertumbuhan dan hasil analisis kadar trigliserida darah. Tingkat pertumbuhan yang tinggi ini (143% ransum perlakuan dan 107% ransum kontrol) yang disajikan dalam Tabel 11, dapat dilihat dari bobot akhir tikus perlakuan (147 ± 16,6 g). Hasil ini lebih besar bila dibandingkan dengan bobot akhir tikus kontrol (85 ± 10,3 g). Kondisi ini dapat mempengaruhi tingkat konsumsi ransum perlakuan menggunakan gulai daging sapi berlemak yang ditambah jeroan (15,8 ± 4,1 g/hari ) dan kelompok ransum kontrol menggunakan ransum protein kasein (11,6 ± 3,9 g/hari). Ransum dengan komposisi gulai daging sapi dan jeroan merupakan ransum yang mempunyai kadar trigliserida yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan ransum dari produk hasil ternak lainnya (domba dan daging sapi lean). Hal ini dapat memberikan penjelasan, bahwa kadar trigliserida dalam darah dipengaruhi oleh kadar lemak yang dicerna dalam makanan. Konsumsi lemak dapat diduga menyebabkan kadar trigliserida darah antara tikus kontrol dan perlakuan tidak berbeda nyata. Mekanisme konsumsi lemak ransum ini antara lain yaitu, senyawa trigliserida dalam makanan dicerna oleh enzim lipase usus dan selanjutnya kembali diesterifikasi oleh cairan mukosa usus (Hawab et al., 1989). Azain (2004) menjelaskan, bahwa. selama absorbsi lemak, trigliserida yang ada dalam epitel usus akan diekskresikan ke organ limfa dalam bentuk kilomikron dan dalam bentuk inilah lemak ditransfer ke jaringan-jaringan di seluruh tubuh. Kadar Kolesterol High Density Lipoprotein (k-hdl) Hasil analisis darah terhadap profil kadar kolesterol lipoprotein densitas tinggi/high density lipoprotein (k-hdl) memberikan hasil yang tidak berbeda (P > 0,05) antara tikus yang diberi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan sebagai sumber protein dan tikus kontrol yang diberi protein kasein. Kelompok tikus percobaan dengan komposisi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan memiliki kadar k-hdl sebesar 37,3 ± 1,53 mg/dl dan tikus kontrol sebesar 38,3 ± 4,9 mg/dl yang diberi protein kasein. Kadar kolesterol HDL pada serum darah tikus yang normal adalah sebesar 35 mg/dl (Schaefer dan McNamara, 1997). Hasil sidik ragam kelompok perlakuan daging sapi dan jeroan memberikan gambaran bahwa kadar kolesterol HDL lebih tinggi dari kadar kolesterol HDL 43

11 normal dan memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan. Kadar kolesterol HDL serum darah yang tinggi sangat bermanfaat untuk menurunkan terjadinya resiko aterosklerosis karena kolesterol HDL berfungsi mengangkut kolesterol dari jaringan periferal menuju ke hati, sehingga mencegah terjadinya pengapuran dan plaque akibat kolesterol LDL. Fungsi kolesterol HDL berlawanan dengan kolesterol low density lipoprotein (LDL). Kolesterol LDL berfungsi mengirim kolesterol dari hati keseluruh jaringan tubuh atau jaringan periferal sehingga menimbun kolesterol pada jaringan tersebut dan dapat menyebabkan terjadinya pengapuran pada pembuluh koroner. Peningkatann kolesterol HDL sebesar satu poin dapat menurunkan resiko menderita penyakit jantung koroner sebesar 2-3 %. Lipoprotein densitas tinggi (HDL, high density lipoprotein) penting untuk membersihkan trigliserida dan kolesterol, dan untuk transpor serta metabolisme ester kolesterol dalam plasma. Kolesterol HDL biasanya membawa % kolesterol darah. Kadar tinggi HDL 2 dan HDL 3 dihubungkan dengan penurunan insiden penyakit dan kematian karena aterosklerosis. Sehingga dalam hal ini, konsumsi terhadap daging berlemak ditambah jeroan tidak menimbulkan resiko terhadap terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah sebagaimana yang dikhawatirkan oleh masyarakat. High Density Lipoprotein (HDL) berfungsi mengangkut kolesterol dari jaringan perifer ke hati, sehingga penimbunan kolesterol di perifer berkurang. Kadar HDL berkurang pada penderita obesitas (kegemukan), perokok, penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol dan pada pemakai estrogen-progesti. High density lipoprotein (HDL) secara normal terdapat pada plasma puasa (Suyatna dan Handoko, 2002). Kadar Kolesterol Low Density Lipoprotein (k-ldl) Hasil analisis ragam terhadap kadar kolesterol LDL tikus percobaan dengan komposisi ransum mengandung gulai daging sapi ditambah jeroan adalah sebesar 29,9 ± 18,79 mg/dl. Hal ini mengindikasikan, bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan bila dibandingkan dengan tikus kontrol sebesar yang diberi berupa protein kasein. Kadar kolesterol LDL hasil percobaan ini masih normal, yaitu 130 mg/dl (Sihombing, 2003). Hal ini memberikan sebuah keterangan bahwa tikus dengan komposisi ransum mengandung gulai daging sapi berlemak yang ditambah jeroan tidak memberikan efek positif terhadap resiko terjadinya penyakit jantung dan 44

12 pembuluh darah dan bemanfaat bagi konsumen yang masih dalam fase pertumbuhan. Anggapan masyarakat terhadap resiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah yang selama ini dikhawatirkan tidak terlalu beralasan karena dalam penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa diet menggunakan ransum mengandung daging sapi berlemak yang ditambah jeroan tidak meningkatkan kadar kolesterol low density lipoprotein (k-ldl). Indeks Atherogenik Hasil perhitungan indeks atherogenik disajikan dalam Tabel 11. Indeks atherogenik daging sapi dan jeroan menggambarkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap kemungkinan terjadinya resiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Hal ini berarti indeks atherogenik tersebut masíh dalam batas aman atau tidak berindikasi terhadap terjadinya resiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Indeks atherogenik berkisar antara 1,8 ± 0,23 (untuk tikus kontrol) dan 1,4 ±0,42 (tikus dengan gulai daging sapi berlemak yang ditambah jeroan), sehingga makin kecil nilai indeks atherogenik, maka makin kecil resiko terkena penyakit jantung dan pembuluh darah. Sesuai dengan pernyataan (Sihombing, 2003) bahwa nilai indeks atherogenik ideal untuk laki-laki adalah di bawah 4,5 sedangkan untuk wanita di bawah 4,0. Indeks aterogenik dipengaruhi oleh kolsterol high density lipoprotein (HDL), semakin kecil nilai indeks atherogenik, maka resiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah akan semakin kecil. Indeks atherogenik yang rendah mengindikasikan nilai kolesterol HDL yang tinggi (Usoro et al., 2006). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini, bahwa nilai kolesterol HDL sebesar 37,3 ± 1,53 mg/dl lebih tinggi dari batas normal, yaitu 35 mg/dl (Schaefer et al., 1997). 45

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Laboratorium Lapang Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor merupakan laboratorium lapang yang terdiri dari empat buah bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler merupakan ternak yang dapat menghasilkan daging dalam waktu singkat serta dapat mengkonversi ransum yang dikonsumsi untuk memproduksi satu kilogram bobot

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma (Anwar, 2004). Banyak penelitian hingga saat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pengaruh pemberian berbagai level tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah pada domba Padjadjaran jantan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asupan lemak yang dianjurkan adalah sebanyak 30% dari total kalori yang dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua aspek yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut adalah melalui usaha peternakan ayam pedaging. Ayam

I. PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut adalah melalui usaha peternakan ayam pedaging. Ayam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran penduduk akan pentingnya bahan makanan bernilai gizi tinggi, berakibat meningkat pula tuntutan masyarakat dalam pemenuhan gizi yang berasal dari

Lebih terperinci

PROFIL KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG SATE DAGING SAPI SKRIPSI ROHMAH RETNO WULANDARI

PROFIL KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG SATE DAGING SAPI SKRIPSI ROHMAH RETNO WULANDARI PROFIL KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG SATE DAGING SAPI SKRIPSI ROHMAH RETNO WULANDARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha pemerintah dan pihak swasta untuk meningkatkan keadaan gizi

BAB I PENDAHULUAN. Usaha pemerintah dan pihak swasta untuk meningkatkan keadaan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Usaha pemerintah dan pihak swasta untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat telah banyak dilakukan. Perkembangan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Energi dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan aktiftasnya. Energi didapatkan dari makanan sehari-hari yang dikonsumsi. Sebagai sumber energi, lemak memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lipid 2.1.1 Pengertian lipid Lipid adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa organik

Lebih terperinci

PROFIL LEMAK DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN GULAI DAGING DOMBA DENGAN PENAMBAHAN JEROAN SKRIPSI AZIZ BAHAUDIN

PROFIL LEMAK DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN GULAI DAGING DOMBA DENGAN PENAMBAHAN JEROAN SKRIPSI AZIZ BAHAUDIN PROFIL LEMAK DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS PUTIH YANG DIBERI PAKAN GULAI DAGING DOMBA DENGAN PENAMBAHAN JEROAN SKRIPSI AZIZ BAHAUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Perilaku Tikus terhadap Aroma Minyak Atsiri Jahe Dari hasil pengamatan perilaku dalam waktu 4 jam pengamatan, tikus mendatangi sumber air minum dan bahkan sengaja mendatangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolesterol terbentuk secara alamiah. Dari segi ilmu kimia, kolesterol merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan oleh tubuh bermacammacam fungsi, lain untuk membuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan

I. PENDAHULUAN. Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan berperan dalam pembentukan hormon-hormon anak ginjal, testis, dan ovarium. Kolesterol merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah daging dan menduduki peringkat teratas sebagai salah satu sumber protein hewani yang paling banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001 serta Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, telah terjadi transisi epidemiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lemak plasma. Beberapa kelainan fraksi lemak yang utama adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia sedang berkembang menuju masyarakat industri yang membawa kecenderungan baru dalam pola penyakit dalam masyarakat. Perubahan ini memberi peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat zaman modern ini, setiap individu sibuk dengan kegiatan masingmasing, sehingga cenderung kurang memperhatikan pola makan. Gaya hidup sedentari cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol terdapat dalam jaringan dan dalam plasma baik sebagai kolesterol bebas atau dikombinasikan dengan asam lemak rantai panjang seperti cholesteryl ester. Kolesterol

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang PENDAHULUAN Latar Belakang Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang cenderung mengkonsumsi makanan-makanan cepat saji dengan kadar lemak yang tinggi. Keadaan ini menyebabkan munculnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lipid 1. Definisi Lipid Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik (Widman, 1989) Lemak disebut juga lipid,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh kemudian dibungkus dengan kertas rokok berukuran panjang 70 120 mm dengan diameter

Lebih terperinci

Mitos dan Fakta Kolesterol

Mitos dan Fakta Kolesterol Mitos dan Fakta Kolesterol Oleh admin Selasa, 01 Juli 2008 09:19:20 Apakah mengonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tidak baik bagi tubuh? Apakah kita tak boleh mengonsumsi makanan berkolesterol?

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani, karena broiler

Lebih terperinci

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di PENGANTAR Latar Belakang Domba termasuk ternak ruminansia kecil dengan potensi daging yang sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan cara penggorengan. Minyak kelapa sawit merupakan jenis minyak utama yang digunakan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Metabolik adalah sekumpulan gangguan metabolik dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan

Lebih terperinci

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009 BAB V KOLESTEROL TINGGI Kolesterol selalu menjadi topik perbincangan hangat mengingat jumlah penderitanya semakin tinggi di Indonesia. Kebiasaan dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol dan lemak dibutuhkan tubuh sebagai penyusun struktur membran sel dan bahan dasar pembuatan hormon steroid seperti progesteron, estrogen dan tetosteron. Kolesterol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok dan Merokok Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. Merokok adalah menghisap gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. (Kamus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Fast food BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi fast food Fast food atau dalam bahasa Indonesia disebut makanan cepat saji merupakan makanan yang pertama sekali diciptakan di Amerika. 12 Menurut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. Sebelumnya menduduki peringkat ketiga (berdasarkan survei pada tahun 2006). Laporan Departemen

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan skeletal, akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Dorlan, 2012). disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan

I. PENDAHULUAN. dan skeletal, akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Dorlan, 2012). disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obesitas adalah peningkatan berat badan melampaui batas kebutuhan fisik dan skeletal, akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan (Dorlan, 2012). Obesitas terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman yang serba modern ini, kecenderungan pola makan yang serba

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman yang serba modern ini, kecenderungan pola makan yang serba 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman yang serba modern ini, kecenderungan pola makan yang serba praktis dan instan seperti makanan cepat saji dan makanan awetan telah berkembang dengan pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenuh dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya dislipidemia.

BAB I PENDAHULUAN. jenuh dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya dislipidemia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola hidup yang tidak sehat, yaitu pola makan tinggi lemak terutama lemak jenuh dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya dislipidemia. Dislipidemia akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. golongan lipida. Orang menganggap kolesterol merupakan satu-satunya lemak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. golongan lipida. Orang menganggap kolesterol merupakan satu-satunya lemak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kolesterol 1. Definisi kolesterol Kolesterol ditinjau dari sudut kimiawi dapat diklasifikasikan dalam golongan lipida. Orang menganggap kolesterol merupakan satu-satunya lemak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di seluruh dunia termasuk Indonesia kecenderungan penyakit mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya globalisasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa

BAB I PENDAHULUAN. lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola makan atau mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa disebabkan karena gaya hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) sampai saat ini masih menjadi suatu masalah, baik di negara maju maupun negara berkembang dan merupakan penyebab kematian nomor satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi lemak yang berlebih dapat membentuk plak yang mampu. merapuhkan pembuluh darah dan menghambat aliran dalam pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi lemak yang berlebih dapat membentuk plak yang mampu. merapuhkan pembuluh darah dan menghambat aliran dalam pembuluh darah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi lemak yang berlebih dapat membentuk plak yang mampu merapuhkan pembuluh darah dan menghambat aliran dalam pembuluh darah sehingga sirkulasi darah terhambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyukai makanan siap saji yang memiliki kandungan gizi yang tidak seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. menyukai makanan siap saji yang memiliki kandungan gizi yang tidak seimbang. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Banyak penduduk Indonesia memiliki pola makan yang salah, cenderung menyukai makanan siap saji yang memiliki kandungan gizi yang tidak seimbang. Pada umumnya, makanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) sudah menjadi masalah kesehatan yang cukup serius di negara maju. Di Amerika Serikat (USA) dan negara-negara Eropa, 33,3% -50% kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Pakan merupakan campuran berbagai macam bahan organik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Kadar Kolesterol Daging pada Ayam Broiler Ulangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Kadar Kolesterol Daging pada Ayam Broiler Ulangan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Susu Sapi, Kedelai Fermentasi dan Kombinasinya Terhadap Kolesterol Daging Ayam Broiler. Hasil pengatamatan kadar kolesterol daging pada ayam broiler pada penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan di dalam tubuh untuk memperbaiki diri secara perlahan-lahan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan di dalam tubuh untuk memperbaiki diri secara perlahan-lahan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) Menjadi tua (menua) merupakan suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan di dalam tubuh untuk memperbaiki diri secara perlahan-lahan dan mempertahankan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa. mempengaruhi kinerja sistem tubuh. Hasil pengamatan rataan kadar glukosa dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa. mempengaruhi kinerja sistem tubuh. Hasil pengamatan rataan kadar glukosa dari IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa Salah satu profil biokimia darah yang berhubungan dengan proses metabolisme energi adalah glukosa. Kadar glukosa merupakan indikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lipid dalam tubuh umumnya berasal dari makanan yang kita konsumsi. Makanan yang enak dan lezat identik dengan makanan yang mengandung lipid. Dislipidemia lekat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola perilaku makan seseorang dibentuk oleh kebiasaan makan yang merupakan ekspresi setiap individu dalam memilih makanan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kecenderungan pola makan yang serba praktis dan instant seperti makanan cepat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kecenderungan pola makan yang serba praktis dan instant seperti makanan cepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kecenderungan pola makan yang serba praktis dan instant seperti makanan cepat saji dan makanan awetan telah berkembang dengan pesat di masyarakat. Semua makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat, angka kematian akibat penyakit kardiovaskular di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Senyawa sulfida merupakan senyawa yang banyak jumlahnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Masa panen yang singkat menjadikan ayam broler banyak dibudidayakan masyarakat. Ayam broiler mampu menghasilkan daging 1.020-2.370 g dalam waktu 3-6 minggu (Setiawan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis Hasil perhitungan konsumsi karbohidrat, protein, lemak dan sumbangan kalori dari karbohidrat, protein dan lemak dari ransum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dislipidemia Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia

Lebih terperinci

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia umumnya digunakan untuk menggambarkan makanan yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan, melebihi diet sehat normal yang diperlukan bagi nutrisi manusia. Makanan Sehat "Makanan Kesehatan" dihubungkan dengan

Lebih terperinci

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang terkandung di dalamnya dalam jangka panjang.

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang terkandung di dalamnya dalam jangka panjang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, banyak dijumpai berbagai produk minuman kemasan yang beredar di masyarakat dengan bermacam-macam varian rasa. Hal ini diiringi dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kondisi yang disebut aterosklerosis yaitu penyempitan atau pengerasan pembuluh darah. Kondisi

PENDAHULUAN. kondisi yang disebut aterosklerosis yaitu penyempitan atau pengerasan pembuluh darah. Kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hiperkolesterolemia adalah kelebihan kolesterol di dalam darah. Kolesterol yang berlebihan akan tertimbun di dalam dinding pembuluh darah dan akan menimbulkan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan cairan yang terdapat didalam tubuh manusia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan cairan yang terdapat didalam tubuh manusia yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1 Pengertian umum darah Darah merupakan cairan yang terdapat didalam tubuh manusia yang diproduksi disumsum tulang dan nodus limpa berfungsi mengirimkan zat-zat dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu dampak negatif perkembangan zaman yang begitu pesat saat ini adalah adanya pergeseran pola makan, dari pola makan yang seimbang dan alami menjadi pola makan

Lebih terperinci

Tabel 1. Perbandingan Asam Lemak Ternak Sapi dengan Ternak Lainnya

Tabel 1. Perbandingan Asam Lemak Ternak Sapi dengan Ternak Lainnya TINJAUAN PUSTAKA Definisi Daging Daging menurut Badan Standardisasi Nasional (1998) didefinisikan sebagai urat daging yang melekat pada kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung, dan telinga

Lebih terperinci

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati) BIOKIMIA NUTRISI Minggu I : PENDAHULUAN (Haryati) - Informasi kontrak dan rencana pembelajaran - Pengertian ilmu biokimia dan biokimia nutrisi -Tujuan mempelajari ilmu biokimia - Keterkaitan tentang mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Makanan mengandung banyak lemak dan kolesterol tinggi yang dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan penumpukan zat-zat tersebut dalam tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

UNDERSTANDING CHOLESTEROL. Djadjat Tisnadjaja Puslit Bioteknologi-LIPI

UNDERSTANDING CHOLESTEROL. Djadjat Tisnadjaja Puslit Bioteknologi-LIPI UNDERSTANDING CHOLESTEROL Djadjat Tisnadjaja Puslit Bioteknologi-LIPI Email: d.tisnadjaja@gmail.com 1 Definition Kolesterol merupakan zat berlemak yang diproduksi oleh hati, dapat ditemukan diseluruh tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid, ditandai oleh peningkatan dan/atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang dijumpai yaitu peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan ini menyebabkan peningkatan kadar total

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2014). Penyakit metabolik dan degeneratif saat ini tidak hanya menyerang usia lanjut,

BAB I PENDAHULUAN. 2014). Penyakit metabolik dan degeneratif saat ini tidak hanya menyerang usia lanjut, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola penyakit penyebab kematian dan kesakitan pada masyarakat saat ini telah mengalami pergeseran yaitu dari penyakit infeksi (penyakit menular) menjadi penyakit metabolik

Lebih terperinci

Tingkat Cholesterol Apa artinya, Diet dan Pengobatannya

Tingkat Cholesterol Apa artinya, Diet dan Pengobatannya Tingkat Cholesterol Apa artinya, Diet dan Pengobatannya Apakah Kolesterol Kita dapat mengaitkan kolesterol dengan makanan berlemak, tetapi sebagian besar zat lilin dibuat oleh tubuh kita sendiri. Hati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran. Latihan

I. PENDAHULUAN. sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran. Latihan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketahanan fisik sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran. Latihan fisik merupakan salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan bekatul di Indonesia sangat melimpah, mengingat bangsa. Indonesia merupakan negara agraris. Setiap tahun Indonesia mampu

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan bekatul di Indonesia sangat melimpah, mengingat bangsa. Indonesia merupakan negara agraris. Setiap tahun Indonesia mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan bekatul di Indonesia sangat melimpah, mengingat bangsa Indonesia merupakan negara agraris. Setiap tahun Indonesia mampu menghasilkan 47 juta ton

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Jawa Barat dikenal sebagai sentra populasi domba mengingat hampir

PENDAHULUAN. Jawa Barat dikenal sebagai sentra populasi domba mengingat hampir 11 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Barat dikenal sebagai sentra populasi domba mengingat hampir 59,52% populasi domba nasional berada di Jawa Barat (Departemen Pertanian, 2013), sementara konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

FREDYANA SETYA ATMAJA J. HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT TINGKAT KECUKUPAN KARBOHIDRAT DAN LEMAK TOTAL DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Skripsi Ini Disusun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kelebihan kolesterol menjadi yang ditakuti sebagai penyebab penyempitan pembuluh darah yang disebut aterosklerosis yaitu proses pengapuran dan pengerasan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pesatnya kemajuan teknologi telah banyak membawa perubahan pada pola hidup masyarakat secara global termasuk dalam hal pola makan. Seiring dengan berkembangnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

Kolesterol selain diperoleh dari makanan, juga diproduksi di hati dari lemak jenuh. Jadi, penurunan kadar kolesterol serum dapat dicapai dengan

Kolesterol selain diperoleh dari makanan, juga diproduksi di hati dari lemak jenuh. Jadi, penurunan kadar kolesterol serum dapat dicapai dengan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dewasa ini, membuat masyarakat terbiasa dengan segala sesuatu yang serba instant, terutama dalam hal makanan. Hal ini terlukiskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegelisahan oleh beberapa pihak. Iklan-iklan susu yang sedemikian marak sangat

BAB I PENDAHULUAN. kegelisahan oleh beberapa pihak. Iklan-iklan susu yang sedemikian marak sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maraknya pemakaian terhadap susu formula memang menjadikan kegelisahan oleh beberapa pihak. Iklan-iklan susu yang sedemikian marak sangat berpengaruh terhadap konstruksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Perubahan yang berhubungan dengan kesehatan manusia dapat terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Perubahan yang berhubungan dengan kesehatan manusia dapat terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan era globalisasi yang terjadi saat ini membawa perubahan-perubahan dalam kehidupan. Perubahan tersebut terjadi karena derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kadar kolesterol darah yang dikenal dengan istilah hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat

Lebih terperinci

BAR I PENDAHULUAN PENGARUH SERAT MAKANAN TERHADAP PENURUNAN KOLESTEROL

BAR I PENDAHULUAN PENGARUH SERAT MAKANAN TERHADAP PENURUNAN KOLESTEROL BAR I PENDAHULUAN PENGARUH SERAT MAKANAN TERHADAP PENURUNAN KOLESTEROL 1.1.LATAR BELAKANG Kemajuan teknologi pangan, yang ditujukan untuk memenuhi selera agar orang lebih menikmati konsumsi makanannya,

Lebih terperinci