LAPORAN AKHIR PETA DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR PETA DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR PETA DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL PUSAT KEBIJAKAN KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA 2015 Puska KPI, BPPKP, Kementerian Perdagangan i

2 KATA PENGANTAR Puji syukur pada Allah SWT atas berhasilnya Tim Peneliti Puska KPI, Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional dalam menyusun Kajian Peta Diplomasi Perdagangan Internasional. Sebagaimana diketahui bahwa kajian ini merupakan salah satu analisis jangka panjang tahun 2015 yang memuat isu-isu strategis terbaru. Disadari bahwa dalam penentuan mitra kerjasama perdagangan internasional, dibutuhkan suatu petunjuk yang kiranya dapat menjadi salah satu dari sekian banyak pertimbangan dalam pemilihan mitra kerjasama tersebut.di masa mendatang hal ini akan semakin menjadi perhatian, mengingat arah kebijakan perdagangan internasional semakin dinamis dan membutuhkan persiapan yang baik dan terarah. Melihat pentingnya isu tersebut maka disusunlah kajian ini. Kami menyadari bahwa dalam melaksanakan pengkajian terdapat keterbatasanketerbatasan. Untuk itu kami mohon saran dan masukan serta kritik yang bersifat membangun dari para pembaca kajian ini. Jakarta, Oktober 2015 Tim Peneliti Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional Puska KPI, BPPKP, Kementerian Perdagangan ii

3 ABSTRAK Kajian ini mencoba menentukan negara prioritas kerjasama perdagangan yang belum memiliki kerjasama dengan Indonesia, produk prioritas yang akan diperdagangkan serta strategi kerjasama yang dapat meningkatkan perdagangan Indonesia. Penentuan Negara prioritas dan produk prioritas menggunakan model gravitasi sementara strategi kerjasama perdagangan ditentukan dengan pendekatan kualitatif dan model analytics hierarchy process (AHP). Hasil kajian ini menunjukkan bahwa Amerika Serikat, Brasil dan Rusia merupakan negara yang potensial untuk dikembangkan kerjasama perdagangan dengan Indonesia terutama untuk produk produk dari sector pertanian, perikanan dan kelautan sertahasil produk tekstil. Kajian ini juga menemukan bahwa bentuk kerjasama yang menguntungkan adalah bilateral Indonesia dan Regional Amerika Serikat, bilateral Indonesia dan Brasil, serta bilateral Indonesia dan Rusia. Kata kunci: Amerika Serikat, Bilateral, Brasil, Regional, Rusia Puska KPI, BPPKP, Kementerian Perdagangan iii

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TSBEL... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Kajian Output dan Manfaat Ruang Lingkup Sistematika Laporan...6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR Tinjauan Pustaka Pola Perdagangan dan Keuntungan dari Perdagangan Kebijakan Perdagangan Internasional Tarif Hambatan Perdagangan Bukan Tarif (non-tarriff barrier) Perkembangan Kerjasama Perdagangan Indonesia Kerangka Berpikir BAB III DATA DAN METODOLOGI PENGKAJIAN Data Dan Teknik Pengumpulan Data Metodologi Pengkajian Metodologi Pengkajian Penentuan Negara Prioritas Metodologi Penentuan Produk Prioritas Metodologi Penentuan Strategi Kerjasama Perdagangan dengan Negara Prioritas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Prioritas Tujuan Pasar Ekspor Indonesia Komoditi Prioritas Indonesia ke Beberapa Negara Terpilih Puska KPI, BPPKP, Kementerian Perdagangan iv

5 4.3. Strategi Kerjasama Dengan Negara Terpilih Amerika Serikat Struktur Industri AS NTM Amerika Serikat atas Produk Indonesia Strategi Kerjasama Perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat Brasil Struktur Industri Brasil NTM Brasil atas Produk Indonesia Strategi Kerjasama Perdagangan Indonesia dengan Brasil Rusia Stuktur Industri Rusia NTM Rusia atas Produk Indonesia Strategi Kerjasama Perdagangan Indonesia dengan Rusia BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA Puska KPI, BPPKP, Kementerian Perdagangan v

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Neraca Perdagangan Indonesia... 4 Gambar 2.1 Dampak dampak Neraca Perdagangan Indonesia Gambar 2.2 Dampak Kuota Impor terhadap Kesejahteraan Gambar 2.3 Kerangka Berpikir Gambar 4.1 Ekspor vs PDB Negara Tujuan Gambar 4.2 Ekspor vs Jarak ke Negara Tujuan Gambar 4.3 Struktur Industri Amerika Serikat Tahun Gambar 4.4 Hasil AHP Tentang Faktor Pendorong Kerjasama dengan Amerika Serikat Gambar 4.5 Hasil AHP Tentang Hambatan yang Ingin Dinegosiasikan. 69 Gambar 4.6 Hasil AHP Tentang Jenis NTM Technical Amerika Serikat.. 69 Gambar 4.7 Hasil AHP Tentang NTM Agriculture Amerika Serikat Gambar 4.8 Hasil AHP Tentang NTM Trade Defence Amerika Serikat Gambar 4.9 Hasil AHP Tentang Jenis NTM Amerika Serikat Gambar 4.10 Hasil AHP Tentang Pilihan Strategi Kerjasama Perdagangan dengan Amerika Serikat Gambar 4.11 Struktur Industri Brazil Tahun Gambar 4.12 Hasil AHP Tentang Faktor Pendorong Kerjasama dengan Brazil Gambar 4.13 Hasil AHP Tentang Jenis NTM yang dapat Dinegosiasikan dengan Brazil Gambar 4.14 Hasil AHP Tentang NTM Technical Brazil Gambar 4.15 Hasil AHP Tentang NTM Agricultural Brazil Gambar 4.16 Hasil AHP Tentang Trade Defence Brazil Gambar 4.17 Hasil AHP Tentang NTM Lainnya Brazil Gambar 4.18 Hasil AHP Tentang Strategi Kerjasama Perdagangan dengan Brazil Gambar 4.19 Struktur Industri Rusia Tahun Gambar 4.20 Hasil AHP Tentang Faktor Pendorong Kerjasama dengan Rusia Gambar 4.21 Hasil AHP Tentang Jenis NTM yang Dapat Dinegosiasikan dengan Rusia Puska KPI, BPPKP, Kementerian Perdagangan vi

7 Gambar 4.22 Hasil AHP Tentang Jenis NTM Technical Rusia Rusia Gambar 4.23 Hasil AHP Tentang Jenis NTM Agricultural Rusia Gambar 4.24 Hasil AHP Tentang Jenis NTM Trade Defence Rusia Gambar 4.25 Hasil AHP Tentang Jenis NTM Rusia Lainnya Gambar 4.26 Hasil AHP Tentang Strategi Kerjasama dengan Rusia Puska KPI, BPPKP, Kementerian Perdagangan vii

8 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Pemilihan Variabel Bebas Beserta Alasan dan Sumber Data.. 20 Tabel 3.2 Contoh Hipotetikal Penghitungan Indeks Komoditi Prioritas Tabel 3.3 Angka Skala Derajat Kepentingan Model AHP Tabel 4.1 Negara Tujuan Ekspor Potensial Terbesar (Tanpa FTA) Tabel Negara/Ekonomi Dengan Prioritas Tertinggi (Dengan FTA dan Tanpa FTA) Tabel Negara /Ekonomi Dengan Prioritas Tertinggi (Tanpa FTA). 43 Tabel Negara Dengan Prioritas Tertinggi (Tanpa FTA) Tabel 4.5 Negara Tujuan Ekspor Potensial Terbesar (Dengan FTA) Tabel Negara /Ekonomi Prioritas Teratas (Tanpa FTA dan Dengan FTA ) Tabel Negara/Ekonomi Dengan Prioritas Tertinggi (Dengan FTA) 46 Tabel Negara/Ekonomi Dengan Prioritas Tertinggi Tabel Negara Prioritas Tertinggi Tabel Komoditi Amerika Serikat yang Tidak Memiliki Data Tarif 49 Tabel 4.11 Top 100 Komoditi Prioritas ke Amerika (HS 6 Dijit) Tabel 4.12 Top 100 Komoditi Prioritas ke Amerika (HS 2 Dijit) Tabel 4.13 Top 100 Komoditi Prioritas ke Brazil (HS 6 Dijit) Tabel 4.14 Top 100 Komoditi Prioritas ke Brazil (HS 2 Dijit) Tabel 4.15 Top 100 Komoditi Prioritas ke Rusia (HS 6 Dijit) Tabel 4.16 Top 100 Komoditi Prioritas ke Rusia (HS 2 Dijit) Tabel 4.17 Profil Makroekonomi AS Tabel 4.18 Rangkuman Struktur Industri AS Tahun Tabel 4.19 Komoditi Prioritas Indonesia ke Amerika Serikat Tabel 4.20 NTM 10 Komoditi Prioritas Indonesia ke Amerika Serikat Tahun Tabel 4.21 Profil Makroekonomi Brazil Tabel 4.22 Rangkuman Struktur Industri Brazil Tahun Tabel 4.23 Komoditi Prioritas Indonesia ke Brazil Tabel 4.24 NTM Komoditi Prioritas Indonesia ke Brazil Tabel 4.25 Profil Makroekonomi Rusia Tabel 4.26 Rangkuman Struktur Industri Rusia Puska KPI, BPPKP, Kementerian Perdagangan viii

9 Tabel 4.27 Komoditi Prioritas Indonesia ke Rusia Tahun Tabel 4.28 NTM Komoditi Prioritas Indonesia ke Rusia Tahun Puska KPI, BPPKP, Kementerian Perdagangan ix

10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan instrumen utama untuk mencapai visi nasional suatu negara. Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi, salah satunya adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan pendekatan pengeluaran, PDB dibentuk dari beberapa komponen seperti konsumsi, investasi, pembelian barang dan jasa pemerintah, ekspor, dan impor (Blanchard, 2006). Pertumbuhan ekonomi suatu negara juga umumnya diukur dengan pertumbuhan PDB-nya. Salah satu strategi untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian adalah melalui export led growth strategy. Strategi ini menempatkan ekspor dalam peran sentral pertumbuhan ekonomi suatu negara (Sentsho, 2000). Sayang peranan ekspor dalam perekonomian Indonesia belum menjadi penggerak utama dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia karena perekonomian Indonesia masih lebih banyak didorong oleh konsumsi. Selama periode PDB Indonesia masih didominasi oleh konsumsi dengan kontribusi mencapai 60 persen. Kontribusi PDB terbesar berikutnya adalah investasi sebesar 22 persen dan belanja Pemerintah sebesar 9 persen. Sedangkan kontribusi ekspor bersih hanya berkisar2-8% dari totalpdb. (Badan Pusat Statistik (BPS), 2014). Mengacu kepada literatur ekonomi perdagangan internasional, bahwa keterlibatan sebuah negara(ekonomi) dalam perdagangan internasional akan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya secara umum. Dalam kurun waktu sekitar 70 tahun semenjak Perang Dunia II berakhir, peningkatan perdagangan dunia meningkat pesat. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 1

11 Salah satu faktor pendorong utama meningkatnya perdagangan dunia adalah keberhasilan perundingan Uruguay Round yang menjadi melahirkan World Trade Organization (WTO) 1994/1995. Meskipun tidak menerapkan konsep free trade yang sebenarnya, WTO masih lebih baik dibandingkan dengan kerjasama perdagangan regional maupun bilateral. Namun karena perundingan dalam WTO yang mengakomodasi kepentingan seluruh anggota yang bisa saling berbeda kepentingan antara satu anggota dengan anggota lainnya, sehingga perjalanan perundingannya berjalan lambat bahkan cenderung stagnan. Kondisi ini membuat sebagian negara (ekonomi) yang ingin bergerak cepat, mengambil inisiatif melakukan kerjasama perdagangan yang bersifat Regional Trade Agreement (RTA) dan Bilateral Trade Agreement (BTA). Terbentuknya RTA dan BTA memunculkan banyak kritik, salah satunya adalah potensi terjadinya trade diversion karena terjadi pengalihan perdagangan dari negara yang bukan anggota ke negara anggota yang disebabkan oleh diskriminasi tarif. Hal ini memungkinkan terjadinya pengalihan transaksi perdagangan dari negara non anggota yang efisien ke negara anggota yang tidak efisien, sehingga meningkatkan inefisiensi dalam perekonomian dunia. Di samping itu juga terjadi kecenderungan perlombaan untuk membentuk RTA dan BTA sebagai salah satu bentuk persaingan diantara negara/ekonomi tersebut untuk meningkatkan ekspor sehingga jumlah kerjasama perdagangan meningkat pesat. Berdasarkan data WTO per-8 Januari 2015, tercatat 604 kerjasama perdagangan yang telah di notifikasi dan 398 FTA yang telah berlaku. Selain jumlahnya yang terus bertambah, kerjasama perdagangan juga telah berubah baik lingkup kerjasamanya maupun pihak yang terlibat di dalamnya (World Trade Report, 2011). Secara lingkup, dahulu kerjasama perdagangan hanya terfokus pada perdagangan barang dengan tujuan penurunan tariff saja, kini lingkup Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2

12 kerjasama semakin luas, mencakup sektor jasa, investasi, capacity building, ROO (rules of origin), dan lain sebagainya. Demikian juga pihak yang terlibat, dahulu hanya kerjasama antar Negara (Government to Government), kini berkembang menjadi kerjasama Kawasan dengan negara (Region to Government) dan kerjasama antar kawasan (Region to Region). Kerjasama-kerjasama tersebut pada akhirnya menciptakan suatu kerumitan, karena saling tumpang tindih antara satu kerjasama dengan kerjasama lainnya.kerumitan kerjasama perdagangan ini disebut oleh Baghwati (1995) sebagai efek spaghetti bowl, suatu fenomena kebijakan ekonomi internasional yang mengacu pada kompleksitas yang timbul dari penerapan aturan domestik asal (Rules of Origin) dalam perjanjian perdagangan bebas. Indonesia sebagai Negara dengan populasi lebih dari 240 juta dan dengan pendapatan per capita sebesar USD merupakan sasaran yang menarik untuk dijadikan Negara mitra FTA oleh berbagai Negara di dunia. Untuk itu dibutuhkan suatu strategi diplomasi perdagangan yang baik agar Indonesia tetap mampu memperoleh keuntungan dalam kerjasama perdagangan yang ditawarkan. Hingga saat ini Indonesia aktif dalam berbagai jenis kerjasama perdagangan, baik multilateral di WTO, regional (misalnya AFTA/MEA, ASEAN +1, atau rencana RCEP, Regional Comprehensive Economic Partnership), maupun bilateral (IJEPA) (Ditjen KPI, 2014). Namun demikian, banyak kalangan meragukan manfaat dari kerjasama perdagangan dan bahkan muncul sentimen negatif terhadap perjanjian perdagangan bebas, terlebih setelah terjadi defisit neraca perdagangan dengan negara mitra. Kondisi tersebut mendorong pemerintah harus lebih selektif dalam memilih Negara mitra dalam kerjasama perdagangan di masa mendatang. Gambar 1.1 menunjukkan bahwa berdasarkan data tahun , neraca perdagangan Indonesia berubah dari surplus menjadi defisit sejak tahun Meskipun data tahun 2015 menunjukkan kecenderungan Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3

13 surplus pada bulan-bulan awal saat studi ini dimulai, namun upaya untuk terus meningkatkan neraca perdagangan perlu terus dilakukan. Gambar 1.1 Neraca Perdagangan Indonesia dengan Dunia Sumber : Pusdatin Kementerian Perdagangan, 2015 Di samping itu Undang-Undang no. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, khususnya pasal 82 menyatakan bahwa untuk meningkatkan akses Pasar serta melindungi dan mengamankan kepentingan nasional, Pemerintah dapat melakukan kerja sama Perdagangan dengan negara lain dan/atau lembaga/organisasi internasional. Sedangkan pasal 83 menyampaikan bahwa dalam melakukan perundingan perjanjian Perdagangan internasional sebagaimana Pemerintah Perwakilan Rakyat. dapat berkonsultasi dengan Dewan Mengingat beberapa hal yang disampaikan di atas, maka diperlukan suatu pemetaan diplomasi perdagangan internasional bagi Indonesia sebagai pedoman bagi para negosiator dalam melakukan negosiasi perdagangan. Pemetaan akan didasarkan pada penentuan negara prioritas mana yang potensial dijajaki dan produk potensial apa yang dapat dimintakan untuk dibukakan akses pasarnya menggunakan parameter-parameter yang disampaikan pada kajian Puska KPI (2014). Selanjutnya juga perlu ditentukan bagaimana Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4

14 bentuk strategi kerjasama perdagangan yang paling menguntungkan Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Memperhatikan tuntutan untuk dapat meningkatkan kontribusi perdagangan terhadap PDB dan mengingat bahwa Indonesia kini berada dalam kerumitan pola kerjasama-kerjasama perdagangan internasional yang ada, serta hingga kini Indonesia belum memiliki suatu peta diplomasi perdagangan internasional yang berisi negara mitra prioritas, produk prioritas dan strategi kerjasama perdagangannya. Untuk itu pertanyaan mendasar yang akan dijawab melalui kajian ini adalah : 1. Negara/Ekonomi mana yang menjadi prioritas kerjasama perdagangan yang belum memiliki kerjasama dengan Indonesia? 2. Produk/komoditi prioritas apa yang akan diperdagangkan dengan negara mitra prioritas tersebut? 3. Bagaimana strategi kerjasama untuk meningkatkan perdagangan yang paling menguntungkan Indonesia? 1.3 Tujuan Kajian Adapun tujuan dari kajian ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan negara/ekonomi prioritas kerjasama perdagangan yang belum memiliki kerjasama dengan Indonesia 2. Menentukan produk prioritas yang akandiperdagangkan dengan negara mitra prioritas tersebut. 3. Menentukan strategi kerjasama untuk meningkatkan perdagangan. 1.4 Output dan Manfaat Kajian Tersusunnya laporan dan rekomendasi Peta Diplomasi Perdagangan Internasional yang berisikan negara prioritas, produk prioritas yang akan diperdagangkan dengan negara mitra prioritas Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5

15 tersebut dan strategi kerjasamauntuk meningkatkan perdagangan (dan investasi).manfaat kajian ini adalah dapat dijadikan salah satu rujukan dalam melakukan kerjasama perdagangan. 1.5 Ruang Lingkup Kajian Ruang lingkup kajian ini memfokuskan pada: 1. Diplomasi perdagangan hanya menyangkut perdagangan barang dengan menggunakan kode HS (Harmonization System) 6 digit. 2. Negara yang akan dianalisis meliputi negara anggota WTO dengan mengecualikan negara negara yang sudah dan sedangmelakukan perjanjian kerjasama perdagangan dengan Indonesia. 3. Analisis dilakukan melalui pendekatan makroekonomi, kinerja perdagangan dan hal - hal lain yang mempengaruhi perdagangan 1.6 Sistematika Laporan Laporan analisis ini terbagi menjadi beberapa bab, sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah,, tujuan kajian, output dan manfaat kajian, ruang lingkup kajian dan sistematika laporan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Berpikir,berisi teori mengenai perdagangan internasional dan kerangka berpikir yang digunakan dalam pengkajian ini. Bab III Metode Pengkajian, menjelaskan mengenai data dan pengumpulan datadan metode analisis yang digunakan. Bab IV Hasil dan Pembahasan, menjelaskan hasil analisis yang mencakup negara tujuan prioritas, produk prioritas dan strategi kerjasama perdagangan. Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6

16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1. Tinjauan Pustaka Pola Perdagangan dan Keuntungan Dari Perdagangan Teori-teori dasar perdagangan internasional menunjukkan bahwa ada dua hal utama yang mendorong perdagangan internasional: pertama adalah karena perbedaan teknologi (produktifitas tenaga kerja), perbedaan sumber daya yang berlimpah (misalnya sumber daya tanah, buruh, atau modal); kedua adalah karena adanya skala ekonomis dari memproduksi barang tersebut. Teori-teori yang terkait dengan alasan pertama di atas adalah Ricardian dan H-O-S (Heckscher-Ohlin-Samuelson), sementara yang kedua adalah Economies of Scale. (Lebih lanjut silahkan lihat dalam Krugman & Obstfeld, 2009:4) Pola perdagangan (patterns of trade) yang terjadi baik pada Ricardian maupun H-O-S bersifat comparative advantage/ comparative disadvantage, dimana negara yang bisa berproduksi lebih efisien secara relatif pada barang tertentu akan diekspor, sementara jika kurang efisien akan diimpor. Jadi pola perdagangannya akan jelas terlihat bahwa negara yang berdagang akan mengekspor dan mengimpor barang yang berbeda (inter-industry trade). Sementara itu, perdagangan antar negara tidak hanya antar barang yang berbeda, tapi juga barang yang sejenis.teori skala ekonomis mampu menerangkan bahwa negara yang memiliki kesamaan teknologi/sumber daya tetap bisa berdagang dengan memanfaatkan skala ekonomis dan berdagang dengan barang yang sama/sejenis (intra-industry trade). Keuntungan dari perdagangan (gains from trade) dapat dilihat dari sisi produsen dan konsumen.dari sisi produsen, perdagangan memungkinkan untuk menggali kemampuan produksi baik dengan spesialisasi maupun dengan meningkatkan skala karena pasar yang Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 7

17 semakin besar. Sementara dari sisi konsumen cenderung akan menikmati keuntungan dari semakin turunnya harga barang konsumsi yang menaikkan pendapatan riil konsumen Kebijakan Perdagangan Internasional Perdagangan internasional juga berdampak pada eksistensi industri domestik sehingga dibuat kebijakan pembatasan impor dan subsidi ekspor atau juga dikenal dengan kebijakan proteksionisme. Proteksionisme dapat dilakukan melalui halangan tariff dan nontariff terhadap barang-barang impor. Para ahli kemudian mengembangkan kerangka analitis mengenai penentuan dampak kebijakan pemerintah terhadap perdagangan internasional, termasuk analisis untung-rugi dan kriteria intervensi pemerintah yang baik terhadap ekonomi (Krugman & Obstfeld, 2009). Regulasi perdagangan dilakukan melalui keseimbangan neraca pembayaran yang dipahami dalam konteks spesifik pergerakan modal internasional, hubungan transaksi internasional dengan penghitungan pendapatan nasional, dan kebijakan moneter internasional terkait aliran modal internasional (Krugman & Obstfeld, 2009). Agar regulasi ini dapat berjalan lancar, perdagangan internasional dalam kenyataannya membutuhkan perhitungan variabel lain seperti nilai tukar karena mata uang yang dimiliki oleh tiap-tiap negara berbeda satu sama lain. Selain itu, juga dibutuhkan koordinasi kebijakan internasional karena kebijakan ekonomi suatu negara dapat memengaruhi negara yang lainnya. Oleh karenanya, koordinasi yang baik diperlukan dalam rangka menghindari konflik kepentingan yang mungkin terjadi. Dalam dunia nyata mengenai perdagangan internasional, meskipun potensi yang mungkin didapatkan dari free trade besar, tetap saja proteksi ada di semua negara/ekonomi. Setelah Perang Dunia II, timbul kesadaran untuk menurunkan hambatan perdagangan lewat negosiasi. Proses negosiasi multilateral yang panjang berhasil Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 8

18 dengan kesepakatan Uruguay Round yang menjadi dasar berdirinya WTO (World Trade Organization) tahun 1994/1995. Namun setelah tahun tersebut, hingga saat ini WTO belum meghasilkan kesepakatan yang signifikan sehingga banyak negara/ekonomi membangun kerjasasama/perdagangan bebas baik berbasis regional maupun bilateral Tarif Tarif pada dasarnya merupakan pembebanan pajak atau custom duties terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara. Dilihat dari aspek asal komoditi, terdapat dua macam tarif yaitu (Salvatore,1997) : 1) Tarif impor, merupakan pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain, 2) Tarif ekspor, adalah pajak untuk suatu komoditi yang diekspor. Teori keseimbangan umum dapat menjelaskan dampak pemberlakuan tarif terhadap tingkat produksi, konsumsi, perdagangan, dan kesejahteraan di sebuah negara kecil yang hubungan dagang atau kekuatan ekonominya terbatas. Dengan asumsi tidak mampu mempengaruhi harga yang berlaku di pasaran internasional, ketika sebuah negara kecil memberlakukan tarif terhadap barang-barang impornya, yang berubah hanyalah harga barang tersebut di pasar domestiknya sendiri, sehingga pihak yang harus menghadapi segala implikasi kenaikan harga itu adalah konsumen dan produsen di negara kecil yang bersangkutan. Secara teoritis, dampak keseimbangan umum yang dihasilkan dari pemberlakuan tarif di sebuah kecil, misalnya Indonesia, dapat dijelaskan melalui Gambar 2.1 di bawah ini. Dalam gambar diasumsikan terdapat dua komoditi yang diperdagangkan (komoditi X dan Y) dan dua negara yang melakukan perdagangan (pertukaran komoditi), yaitu negara kecil (disebut negara 2) yang menetapkan harga domestiknya dengan PF dan negara lainnya (negara Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 9

19 dunia/world) dengan harga Pw. Sehingga pada gambar tersebut terlihat bahwa di pasar dunia berlaku Px/Py = 1, negara 2 akan berproduksi di titik B dan berkonsumsi di titik E. Namun ketika pemerintah negara 2 mengenakan tarif ad valorem (sekian persen dari nilai impor harus dibayarkan pengimpor ke kas negara sebagai pajak) sebesar 100% terhadap komoditi X, harga komoditi tersebut bagi para konsumen dan produsen domestik langsung melonjak menjadi Px/Py = 2, sehingga para produsen domestik di negara 2 akan terdorong untuk berproduksi di titik F. Itu berarti negara 2 akan mengekspor 30Y, dan mengimpor 30X; separuh diantaranya, yakni GH atau 15X, akan langsung terarah ke konsumen domestik, sedangkan selebihnya, yakni HH yang juga bernilai 15X, akan menjelma sebagai pendapatan pajak bagi pemerintah yang bersumber dari pengenaan tariff ad valorem 100% terhadap komoditi X yang diimpor. Karena disumsikan bahwa pemerintah negara 2 menggunakan kebijakan tarif tersebut dalam rangka meredistribusikan pendapatan yang diperolehnya bagi warganya (agar beban pajak mereka tidak terlalu besar), maka tingkat konsumsi setelah tarif dikenakan akan bergeser ke kurva indiferen II, tepatnya di titik H (titik berpotongan antara dua garis putus-putus). Itu berarti, tingkat konsumsi dan kesejahteraan (titik E) dalam perdagangan bebas lebih tinggi ketimbang tingkat konsumsi dan kesejahteraan (titik H ) yang ada setelah tarif tersebut diberlakukan. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 10

20 Komoditi Y B F G H H E II III 40 - A PF = 2 PW = 1 0 I 40 I 65 I 80 I 95 I 100 Komoditi X Gambar 2.1.Dampak-dampak Keseimbangan Umum dari Pemberlakuan Tarif di Sebuah Negara Kecil Sumber: Salvatore (1997) Dari Gambar 2.1 dapat disimpulkan bahwa dengan adanya tarif, tingkat kesejahteraan negara yang bersangkutan (negara 2) menjadi lebih rendah dibandingkan dengan kondisinya di masa perdagangan bebas (tanpa tarif). Hal ini terlihat dari bergesernya konsumsi dari titik E ke titik H yang terletak pada kurva indiferen yang lebih rendah daripada sebelumnya. Penurunan kesejahteraan tersebut bersumber dari dua sebab yaitu: (1) Perekonomian tidak lagi berproduksi pada titik yang memaksimumkan nilai pendapatan dan harga dunia; dan (2) Konsumen tidak dapat lagi berkonsumsi pada kurva indiferen tertinggi yang memaksimumkan kesejahteraan. Keduanya diakibatkan oleh kenyataan bahwa konsumen dan produsen domestik menghadapi harga yang berbeda dengan harga dunia. Penurunan kesejahteraan terjadi karena kegiatan produksi yang tidak efisien. Penurunan kesejahteraan sebagai akibat dari konsumsi yang tidak efisien juga merupakan padanan dari kerugian akibat konsumsi. Selain penurunan kesejahteraan, volume perdagangan di negara kecil (negara 2) pun mengalami kemerosotan dengan adanya tarif. Volume serta nilai-nilai ekspor dan impor sama-sama turun segera setelah dilaksanakannya pengenaan tarif itu dibandingkan Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 11

21 dengan sebelumnya ketika perdagangan masih berlangsung secara bebas. Dari penjelasan tersebut, maka semakin tinggi tarif yang dikenakan, akan semakin besar kerugian yang timbul. Pengenaan tarif yang terlalu besar akan mendorong perekonomian yang bersangkutan menuju kondisi autarki (semua komoditi dibuat sendiri, dan perdagangan internasional lenyap). Tarif impor yang mematikan perdagangan internasional ini biasa disebut dengan tarif prohibitif (prohibitive tariff). Tarif yang terlalu tinggi akan memaksa suatu perekonomian terus-menerus berproduksi dan berkonsumsi di titik A, dan jelas merugikan negara itu sendiri Hambatan Perdagangan Bukan Tarif (non-tariff barrier) Hambatan perdagangan bukan tarif (non-tariff barrier) merupakan bentuk proteksi perdagangan yang lebih kompleks dibandingkan dengan hambatan tarif. Praktek perdagangan yang terjadi pada saat ini, masing-masing negara melakukan intervensi dalam perdagangan internasional dengan menggunakan instrumen kebijakan lainnya yang lebih kompleks, yaitu kebijakan yang menyembunyikan motif proteksi. Secara teoritis, salah satu bentuk hambatan impor bukan tarif adalah kuota. Kuota adalah pembatasan secara langsung jumlah fisik terhadap barang yang masuk (kuota impor) dan keluar (kuota ekspor). Pemberlakuan kuota impor memberikan dampak-dampak terhadap konsumsi dan produksi seperti yang ditimbulkan oleh penerapan tarif impor yang setara. Penyesuaian terhadap setiap pergeseran dalam kurva permintaan atau kurva penawaran sehubungan dengan adanya kuota impor akan terjadi pada harga-harga domestik. Sedangkan jika yang diberlakukan adalah tarif impor, maka penyesuaian tersebut akan terjadi pada kuantitas impor. Secara umum, kuota impor itu lebih menghambat daripada tarif impor yang setara. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 12

22 Hambatan kuota sering dimanfaatkan untuk memperbaiki neraca pembayaran yang defisit dan akan meningkatkan harga produk. Pada dasarnya proteksi terhadap perdagangan tersebut akan menguntungkan bagi produsen namun merugikan bagi konsumen. Pada akhirnya hal ini akan merugikan perekonomian secara keseluruhan (Salvatore 1997). Pembatasan impor (kuota) dengan menerapkan kebijakankebijakan perdagangan akan mempengaruhi kesejahteraan. Dampak kuota dalam analisis keseimbangan parsial dapat dijelaskan dengan mengilustrasikan supply dan demand suatu negara seperti terlihat dalam Gambar 2.2 Harga S P M A B C D P W D Kuantitas Q S0 Q S1 Q D1 Q D0 Gambar 2.2. Dampak Kuota Impor terhadap Kesejahteraan Sumber: Wall (1999) Dari Gambar 2.2, apabila terjadi perdagangan bebas maka barang yang diimpor akan berada pada harga dunia yaitu Pw. Negara akan mengkonsumsi sebesar QD0 dan produksi sebesar QS0. Jumlah yang akan diimpor dari negara lain sebesar QD0-QS0. Ketika ada proteksi impor, maka harga akan meningkat menjadi PM. Sebagai akibatnya, negara tersebut akan berproduksi sebesar QS1 dan jumlah impor akan berkurang menjadi QD1-QS1. Konsumen akan dirugikan Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 13

23 karena menanggung harga yang lebih mahal dan produsen diuntungkan dengan peningkatan produksi dengan harga tinggi. Surplus konsumen akan berkurang sebesar area A+B+C+D. Area A merupakan surplus konsumen yang ditransfer ke produsen. Area B dan D adalah kehilangan kesejahteraan atau Dead Weight Loss (DWL) yang merupakan kerugian perekonomian. Area C tidak merepresentasikan penerimaan pemerintah dari tarif, karena pembatasan impor bukan berasal dari kebijakan tarif melainkan kebijakan non tarif. Area ini secara teoritis diukur sebagai quota rent. Jika tidak ada peningkatan penerimaan pemerintah yang berasal dari quota rent ini maka quota rent akan didapat oleh produsen negara lain, sehingga C direpresentasikan sebagai net welfare loss to economy. Penerimaan pemerintah hanya dapat meningkat melalui penjualan lisensi kuota. Dengan menggunakan θ yang mencerminkan share dari quota rent, maka total net welfare loss dari pembatasan impor sebesar B+D+(1- θ)c. Berbagai macam restriksi atau hambatan non tarif itu telah menggantikan peranan tarif di masa sebelumnya yang merupakan ancaman bagi kelangsungan dan perkembangan perdagangan internasional yang bebas. Saat ini terdapat indikasi terjadinya perubahan dalam kebijakan perdagangan dunia. Salah satu alasan negara tidak memilih tarif sebagai instrumen kebijakan yaitu adanya kerjasama bilateral dan regional yang membatasi penggunaan kebijakan perdagangan tradisional seperti tarif. Pada akhirnya negara lebih meningkatan pemberlakuan kebijakan non tariff (Non Tariff Measures). Berbagai negara menggunakan alasan tertentu, seperti perlindungan kesehatan dan lingkungan untuk melegitimasi proteksi, sehingga isu perdagangan yang semula menurunkan hambatan tarif bergeser ke arah Non Tarif Measures (NTMs). Walaupun NTMs merupakan kebijakan yang memiliki efek membatasi perdagangan, namun kebijakan ini dapat diterapkan tanpa melanggar hukum perdagangan internasional. NTM didefinisikan Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 14

24 sebagai langkah-langkah kebijakan selain tarif yang secara potensial memiliki dampak ekonomi pada perdagangan barang internasional, mengubah kuantitas perdagangan, atau harga, atau keduanya (UNCTAD 2013). Pemberlakuan NTMs diperbolehkan dalam ketentuan WTO dengan alasan-alasan tertentu, seperti ketahanan pangan, perlindungan kesehatan dan lingkungan untuk melegitimasi proteksi. NTMs mencakup berbagai macam kebijakan yang terkait sanitary and phytosanitary measures (SPS), technical barrier to trade (TBT), quotas, import and export licences, export restrictions, customs surcharges, and anti-dumping and safeguard measure. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 15

25 2.1.5 Perkembangan Kerjasama Perdagangan Internasional Indonesia Indonesia telah terlibat dalam berbagai fora kerjasama perdagangan internasional baik multilateral, regional maupun bilateral. Dalam fora multilateral, Indonesia menjadi anggota WTO sejak awal berdirinya organisasi tersebut pada tahun 1994 dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang Ratifikasi Pembentukan WTO. Dalam fora regional dimana Indonesia terlibat di dalamnya, terdapat beberapa perjanjian perdagangan yang diikuti Indonesia, yaitu: (i) ASEAN Free Trade Area (AFTA) diratifikasi pada tahun 2002; (ii) ASEAN - China FTA (ACFTA), ditandatangani 29 November 2004 dan mulai implementasi 1 Juli 2005; (iii) ASEAN-Korea FTA (AKFTA), ditandatangani 24 Agustus 2006 dan mulai implementasi 1 Juli 2007; (iv) ASEAN-India FTA (AIFTA), ditandatangani 13 Agustus 2009 dan mulai implementasi 8 September 2010; (v) ASEAN-Australia-New Zealand FTA (AANZFTA), ditandatangani 27 Februari 2009 dan mulai implementasi 10 Januari 2012; (vi) ASEAN Economic Community (AEC), ditandatangani 20 November 2007 dan akan mulai implementasi 1 Januari 2016; (vii) ASEAN Jepang Comprehensif Economic Partnership (AJCEP), ditandatangani 1 Maret 2008 namun sampai saat ini Indonesia belum meratifikasi perjanjian tersebut. Sedangkan dalam fora bilateral, Indonesia telah melakukan FTA dengan Jepang yang dikenal dengan Indonesia Jepang Economic Partnership Agreement (IJEPA) dan Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement (IPPTA). IJEPA ditandatangani 27 Agustus 2007 dan mulai implementasi pada 1 Juli Sedangkan Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16

26 IPPTA ditandatangani pada 3 Februari 2012 dan mulai implementasi pada 20 November ASEAN Free Trade Area (AFTA) Negara-negara anggota ASEAN menyepakati pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN yang dikenal ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA bertujuan membentuk kawasan perdagangan bebas untuk meningkatkan daya saing ekonomi ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menjadikan pasar regional penduduknya. AFTA dibentuk pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN IV di Singapura tahun Semula AFTA ditargetkan dalam waktu 15 tahun ( ), namun dipercepat menjadi tahun Dalam skema Common Effective Preferential Tariffs for ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) diupayakan untuk mewujudkan AFTA melalui penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatanhambatan non tarif lainnya. Dalam KTT ASEAN pada 7 8 Oktober 2003 di Bali, enam negara anggota ASEAN, Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore dan Thailand menandatangani Original Signatories of CEPT AFTA. Kesepakatan tersebut untuk mencapai target penurunan bea masuk sebagai berikut: (i) Tarif bea masuk turun menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL) pada tahun 2000; (ii) Tarif bea masuk turun menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL) pada tahun 2001; (iii) Tarif bea masuk turun menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), dengan fleksibilitas, pada tahun 2002; (iv) Tarif bea masuk turun menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), tanpa fleksibilitas, pada tahun Empat negara lainnya Cambodia, Lao PDR, Myanmar dan Vietnam merealisasikan AFTA dengan jadwal yang berbeda. Vietnam Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17

27 merealisasikan AFTA tahun 2006, Lao PDR dan Myanmar merealisasikannya pada tahun 2008, sedangkan Cambodia merealisasikannya tahun ASEAN - China FTA (ACFTA) ASEAN - China Free Trade Agreement (ACFTA) merupakan kesepakatan kerjasama kerjasama perdagangan bebas antara Negara-negara anggota ASEAN dengan China. Preferential tariff dalam skema perdagangan barang ACFTA ditetapkan berdasarkan kategori produk yang paling siap untuk diliberalisasikan terlebih dulu. Produk-produk yang paling awal diliberalisasi masuk dalam kategori fast track (jalur cepat) atau dikenal dengan Early Harvest Package (EHP). Jadwal penurunan tarif kategori EHP disusun dalam tiga tahap, tahap 1 dimulai sejak 1 Januari 2004 dilanjutkan tahap 2 tanggal 1 Januari 2005 dan tahap terakhir dengan tarif diturunkan hingga 0% berlaku efektif sejak 1 Januari Produk-produk yang masuk dalam daftar kategori EHP ditetapkan melalui dua kerangka, yaitu kerangka ACFTA dan kerangka bilateral Indonesia-Cina. Dalam kerangka ACFTA sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menkeu No. 355/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang dalam kerangka EHP ACFTA, produk binatang hidup, ikan, dairy products, tumbuhan, sayuran dan buah-buahan dimasukkan dalam kategori EHP. Sedangkan dalam kerangka bilateral, Keputusan Menkeu No. 356/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli 2004 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Barang Dalam Kerangka EHP Bilateral Indonesia-China FTA memasukkan produk kopi, minyak kelapa/cpo, coklat, barang dari karet dan perabotan ke dalam kategori EHP. Kategori produk yang diliberalisasi setelah EHP adalah produkproduk yang diturunkan tarifnya dalam jalur normal (Normal Track). Pada jadwal penurunan Normal Track (NT), produk-produk yang Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18

28 masuk ke dalam kategori NT minimal 40% pos tarifnya harus sudah diturunkan hingga antara 0-5% di tahun 2005 dan sudah menjadi 0% pada tahun 2010 (Normal Track I), dengan opsi mundur 2 tahun menjadi tahun 2012 (Normal Track II). Jumlah lini produk Indonesia dalam Normal Track II adalah sebesar 263 pos tarif (6 digit). Produk-produk yang paling akhir diliberalisasikan atau dikecualikan dari liberalisasi dimasukkan dalam jalur sensitif (Sensitive Track). Produk-produk dalam jalur ini masih dibagi-bagi ke dalam tiga sub kategori yaitu daftar sensitif (Sensitive List/SL), daftar sangat sensitif (Highly Sensitive List/HSL) dan daftar pengecualian umum (General Exclusion List/GEL). Tarif bea masuk untuk SL akan diturunkan menjadi antara 0% hingga 20% pada rentang waktu 2012 hingga 2017 dan dijadwalkan menjadi 0% hingga maksimum 5% pada tahun Untuk HSL, tarif akan diturunkan menjadi 0% hingga 50% pada tahun Untuk GEL karena merupakan pengecualian dari kategori produk yang diliberalisasikan, tarif yang berlaku adalah tetap tarif MFN (Most-Favoured Nation). ASEAN KOREA FTA (AKFTA) ASEAN - Korea Free Trade Agreement (ACFTA) merupakan kesepakatan kerjasama kerjasama perdagangan bebas antara Negara-negara anggota ASEAN dengan Korea Selatan. Perjanjian Perdagangan Barang AKFTA mencakup, tapi tidak hanya terbatas pada : (i) aturan detil yang mengatur program penurunan dan atau penghapusan tarif tarif progresif dan juga hal-hal terkait lain; (ii) rules of origin (ROO); (iii) modifikasi komitmen; (iv) kebijakan non-tarif, sanitary and phytosanitary measures, dan hambatan teknis perdagangan; (v) kebijakan perlindungan; (vi) Disiplin dan pengurangan, penghapusan hambatan non-tarif berdasarkan WTO. Indonesia mengikuti AKFTA dengan mempertimbangkan manfaat yang dapat diperoleh. Indonesia akan dapat meningkatkan akses pasar ekspor Indonesia ke Korea Selatan seiring dengan Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19

29 implementasi penghapusan tarif masuk Korea Selatan secara bertahap yang terbagi dalam beberapa kategori penghapusan tarif: (1) Normal Track, (2) Sensitive List, dan (3) Highly Sensitive List. Korea Selatan memulai kategori Normal Track dengan melakukan penghapusan 70% pos tarif saat perjanjian efektif berlaku, ± 95% pos tarif Korea Selatan pada tahun 2008, dan seluruh pos tarif Korea Selatan pada tahun Jenis produk ekspor Indonesia ke Korea Selatan yang dapat menikmati penghapusan tarif Normal Track antara lain binatang hidup, ikan, sayuran, minyak sawit, produk kimia, produk kertas, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, kulit, dan produk kayu. Namun sebaliknya, dalam skema Normal Track Indonesia dan negara ASEAN 6 lainnya memberikan konsesi tarif dengan penurunan 50% pos tarif menjadi 0-5% sejak perjanjian barang efektif berlaku, minimal 90% tarif paling lambat 1 Januari 2009, dan menghapus seluruh pos tarif paling lambat 1 Januari 2010 dengan fleksibilitas maksimum 5% pos tarif dan tenggat waktu tarif menjadi 0% dapat diundur paling lambat 1 Januari Terkait dengan Sensitive Track, produk yang masuk ke dalam kategori Sensitive Track adalah produk yang dianggap sensitif dan akan diturunkan tarif bea masuknya dengan pola yang lebih lambat dari produk dalam kategori Normal Track. Terdapat 464 pos tarif (HS- 6 digit) yang masuk dalam daftar produk Sensitive Track perjanjian AKFTA. Ke-464 pos tarif tersebut antara lain produk-produk yang terkait dengan perikanan, beras, gula, wine-alcohol, produk kimia, tekstil, dan baja. Batas maksimum jumlah pos tarif dalam Sensitive Track ASEAN 6 & Korea Selatan adalah 10% dari total pos tarif (Total HS. 6 Digit = pos tarif atau Total HS. 10 Digit = pos tarif) dan 10% dari total nilai impor dari Korea Selatan atau dari anggota ASEAN secara keseluruhan berdasarkan data perdagangan tahun Sensitive Track dibagi menjadi 2 yaitu: (i) Sensitive List (SL) Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20

30 - Menurunkan tarif MFN yang berlaku pada Sensitive List menjadi 20% paling lambat 1 Januari Tarif ini akan secara bertahap diturunkan menjadi 0-5% paling lambat 1 Januari (ii) Highly Sensitive List (HSL), dengan batas maksimum 200 pos tarif (HS 6-digit) atau 3% dari keseluruhan pos tarif (berdasarkan HS digit yang dipilih) dan 3% dari total nilai impor individu negara-negara ASEAN dari Korea Selatan dan sebaliknya berdasarkan statistik perdagangan tahun ASEAN dan Korea Selatan menyepakati penggunaan general rule untuk mengatur rules of origin suatu barang yaitu dengan menggunakan regional value content tidak kurang dari 40% FOB (dikenal dengan RVC-40) atau Change of Tarif Heading (CTH) dan Product Special Rules (PSR) untuk produk-produk yang tidak menggunakan general rule ASEAN INDIA FTA (AIFTA) ASEAN - India Free Trade Agreement (AIFTA) merupakan kesepakatan kerjasama kerjasama perdagangan bebas antara Negara-negara anggota ASEAN dengan India. ASEAN dan India FTA disepakati pada Oktober 2003 dengan ditandatanganinya Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN dan India oleh para Kepala Negara ASEAN dan India. Persetujuan Perdagangan Barang AIFTA ditandatangani para Menteri Ekonomi di Bangkok pada 13 Agustus Sedangkan, perundingan perdagangan jasa dan investasi akan dimulai kembali pada bulan Oktober 2009 dan ditargetkan untuk dituntaskan pada akhir tahun 2010 sebagai sebuah Single Undertaking. Modalitas yang disepakati bersama oleh ASEAN dan India adalah menjadwalkan penurunan dan penghapusan tarif terhadap 85% pos tariff atau 75% nilai impor yang Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21

31 tercakup dalam Normal Track (NT) dan 10% pos tarif dalam Sensitive Track (ST) dengan rincian sebagai berikut: 1. Normal Track 1 (NT-1): mencakup penghapusan bea masuk atas 71% pos tarif atau 71,71% nilai impor pada 31 Desember 2012 untuk ASEAN 5 dan India, 31 Desember 2017 untuk Philipina dan India, serta 31 Desember 2017 untuk CLMV; 2. Normal Track 2 (NT-2): terdiri dari sejumlah 9% pos tarif, dimana tarif bea masuk dan produkproduknyaakan dihapus pada 31 Desember 2015 untuk ASEAN 5 dan India,31 Desember 2018 untuk Philipina dan India, serta 31 Desember 2020 untuk CLMV; 3. Sensitive Track (ST), terdiri dari 10% pos tarif yang dibagi kedalam tiga kategori yaitu : (i) Penurunan bea masuk menjadi 5% pada 31 Desember 2015 untuk ASEAN 5 dan India, 31 Desember 2018 untuk Philipina dan India, serta 31 Desember 2020 untuk CLMV; (ii) Penghapusan bea masuk (4% pos tarif dalam ST) pada 31 Desember 2018 untuk ASEAN 5 dan India, 31 Des 2021 untuk Philipina danindia, serta 31 Des 2023 untuk ASEAN 6 dan India; (iii) Standstill, yaitu 50 pos tarif pada tingkat tarif 5%. Selebihnya akan diturunkan menjadi 4.5% pada saat Entry into Force, dan akan menjadi 4% pada 31 Des 2015 for ASEAN 6 dan India; 4. Spesial Products, terdiri dari: (i) Palm Oil, end rates 37.5% - CPO dan 45% - RPO dengan batas akhir India sampai dengan 31 Desember 2018; (ii) Kopi, teh hitam dan lada, end rates 45%, 45%, dan 50% dengan batas akhir India sampai dengan 31 Desember 2018; (iii) Crude Petroleum (berlaku untuk Brunei) dengan penurunan bea masuk bertahap sampai menjadi 0% pada 1 Januari 2012; 5. Highly Sensitive List (HSL), mencakup 3 kategori yang berbeda yaitu: (i) (i) Penurunan bea masuk menjadi 50%; (ii) Penurunan bea masuk 50%; serta Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22

32 (iii) Penurunan bea masuk 25%, pada 31 Desember 2018 untuk ASEAN5, 31 Desember 2021 untuk Philipina serta 31 Desember 2023 untuk CLMV. 6. Exclusion List (EL): terdiri dari 489 pos tarif dalam 6 digit dan mencakup5% nilai impor perdagangan. ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA) ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA) merupakan kesepakatan kerjasama kerjasama perdagangan bebas antara Negara-negara anggota ASEAN dengan Korea Selatan. Langkah awal pembentukan AANZFTA adalah dengan disepakatinya Joint Declaration of the Leaders ASEAN-Australia and New Zealand Commemorative Summit pada tanggal 30 November 2004 di Vientiane, Laos yang di dalamnya tertuang Guiding Principles for Negotiation on ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area ( -umum-fta-lainnya). Hal tersebut dilanjutkan dengan proses negosiasi AANZFTA yang dimulai pada awal tahun Setelah melalui 15 putaran perundingan, Persetujuan ASEAN-Australia New Zealand Free Trade Area diselesaikan pada bulan Agustus Selanjutnya, Persetujuan ASEAN-Australia New Zealand Free Trade Area ditandatangani oleh Para Menteri Ekonomi ASEAN, Australia dan New Zealand pada tanggal 27 Februari 2009 di Hua Hin, Thailand. Persetujuan AANZFTA terdiri dari 18 Bab, 212 Pasal dan 4 Lampiran, yang mencakup: Perdagangan Barang, Jasa, Investasi, ROO, Customs, SPS, TBT, Safeguard, Hak Kekayaan Intelektual, Kebijakan Persaingan, MNP, Kerjasama Ekonomi, DSM, ecommerce. Adapun tujuan AANZFTA adalah untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan barang, perdagangan jasa dan investasi antara negara-negara anggota, meliberalisasi perdagangan secara progresif dan menciptakan suatu sistem yang transparan dan untuk mempermudah investasi, dan Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23

33 Menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan mengembangkan kebijaksanaan yang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi antara negara-negara anggota. AANZFTA merupakan kerjasama perdagangan bebas multinegara (plurilateral) yang pertama kali bagi Australia dan New Zealand dengan negara-negara ketiga ( FTA ini cukup komprehensif, karena mencakup semua sektor termasuk barangbarang, jasa dan investasi, kekayaan intelektual secara bersamaan. Sementara itu bagi ASEAN, perjanjian perdagangan adalah yang paling komprehensif yang pernah dinegosiasikan. Dengan diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas ASEAN-Australia dan New Zealand (AANZFTA), sejumlah produk ekspor Indonesia menikmati tarif 0 persen. Pada tahun pertama berlakunya perjanjian, Oktober 2009, sebanyak 93 persen dari ekspor Indonesia yang masuk ke pasar Australia telah menikmati tariff bea masuk 0 persen, sedangkan untuk pasar New Zealand sebanyak 78,8 persen dari total ekspor Indonesia. Pada tahun 2010, bea masuk 0 persen dinikmati 98,1 persen total ekspor Indonesia dan 79,95 persen untuk pasar New Zealand. Ini merupakan komitmen Australia dan New Zealand. Sedangkan Indonesia berkomitmen untuk membebaskan bea masuk 0 persen terhadap kurang lebih 85 persen. ASEAN Economic Community (AEC) ASEAN Economic Community (AEC) bukan merupakan suatu proses yang terjadi dalam waktu yang singkat. ASEAN Economic Community (AEC) merupakan proses evolusi menuju integrasi ASEAN yang dimulai sejak berdirinya ASEAN pada tahun Integrasi ASEAN merupakan kepentingan ASEAN untuk membangun kawasan yang kompetitif di bidang ekonomi. Komitmen integrasi ini dimonitor dalam suatu ASEAN Scorecard setiap tahunnya hingga Empat Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24

34 pilar utama yang harus dicapai dalam AEC, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Pasar Tunggal dan Basis Produksi ASEAN (Single Market and Production Base) Pasar Tunggal dan Basis Produksi ASEAN akan tercapai apabila di kawasan ASEAN dapat tercipta bebasnya arus barang (free flow of goods), bebasnya arus jasa (free flow of services), bebasnya arus tenaga kerja terdidik (free flow of skilled labour), bebasnya arus modal (free flow of capital), dan bebasnya arus investasi (free flow of investment). Kelima sub pilar tersebut diharapkan dapat memudahkan perdagangan barang dan jasa di Asia Tenggara sehingga dapat meningkatkan perdagangan intra ASEAN. 2. Kawasan yang kompetitif (Competitive economic region) Pembangunan daya saing kawasan ini dilakukan dengan mengharmonisasikan beberapa elemen inti antara lain kebijakan persaingan di kawasan Asia Tenggara, kebijakan perlindungan konsumen, kebijakan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), pembangunan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce. 3. Kawasan ekonomi yang merata (Equitable economic region) Dalam menciptakan kawasan ekonomi yang merata di Asia Tenggara, negara-negara ASEAN mendorong partisipasi Usaha Kecil Menengah (UKM). ASEAN berusaha mewujudkan memperkecil perbedaan tingkat pembangunan di ASEAN terutama negara ASEAN yang maju di satu sisi dengan negara yang baru berkembang seperti Cambodia, Laos, dan Myanmar. 4. Kawasan yang terintegrasi dengan komunitas global (Integrated into Global Community). ASEAN paham bahwa penciptaan AEC tidak akan dapat dilakukan sendiri oleh ASEAN. Kenyataan inilah mendorong ASEAN berusaha mengintegrasikan dirinya dengan mitra dagangnya dalam ekonomi global. Pertama, ASEAN melihat pentingnya melakukan koherensi dalam melakukan hubungan ekonomi untuk setiap FTA Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25

35 yang dilakukan. Kedua, ASEAN paham bahwa ASEAN harus mulai berpartisipasi lebih dalam jejaring pasok global (global supply network). ASEAN-JAPAN COMPREHENSIVE ECONOMIC PARTNERSHIP (AJCEP) ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan Japan untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para Pihak AJCEP dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Japan. AJCEP dibentuk berdasarkan Joint Declaration of the Leaders of the Comprehensive Economic Partnertship between ASEAN and Japan yang ditandatangani pada tanggal 5 Nopember 2002, serta Framework for Comprehensive Economic C ooperation between ASEAN and Japan yang ditandatangani tanggal 8 Oktober Dalam KTT ASEAN-Japan ke-8, Para Kepala Negara ASEAN dan Japan menyetujui Perjanjian Kerjasama Ekonomi ASEAN-Japan dan mulai dilakukan negosiasi pada bulan April 2005 dan ditandatangani pada bulan Maret dan April 2008 secara adreferendum. Persetujuan telah berlaku efektif per 1 Desember Persetujuan AJCEP merupakan suatu persetujuan ekonomi antara ASEAN dan Japan yang bersifat komprehensif serta mencakup bidang perdagangan barang, jasa, investasi, SPS, TBT dan kerjasama ekonomi. Persetujuan AJCEP telah diratifikasi melalui Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2009 tanggal 19 November 2009 tentang Pengesahan Persetujuan AJCWP. Secara umum komitmen Indonesia berbasis pada posisi Indonesia Japan EconomicPartnership Agreement (IJEPA), namun komitmen Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26

36 Indonesia dalam AJCEP lebih konservatif dibanding IJEPA. Kategori liberalisasi tarif bea masuk dibagi menjadi 2(dua) yaitu penghapusan tarif (Normal Track) dan penurunan tarif (Sensitive Track). 1. Modalitas a. Normal Track (NT) ASEAN sebesar 90% dari total pos tarif dan Japan sebesar 92% dari total pos tarif dan nilai dagang, terdiri atas eliminasi dalam tempo 10 tahun (88%) dan penghapus lebih lanjut (4%) b. Sensitive Track (ST) - 8% dari total pos tarif 6 digit dan nilai dagang. Khusus untuk Sensitive Track tersebut, modalitas dibagi atas 3 (tiga) elemen yaitu: (i) Sensitive List (SL) 4.8% hanya dari nilai dagang, diturunkan hingga mencapai tingkat tarif 0-5% dengan maksimum 2% dari nilai dagang dicadangkan untuk Tariff Rate Quota (RTQ) sebagai safety-net measures; (ii) Highly Sensitive List (HSL) 2.2% hanya dari nilai dagang, diturunkan hingga mencapai tingkat tarif lebih dari 50% dan sebagian mencapai tingkat tarif tidak lebih dari 20%; (iii) Exclusion List (EL) sebanyak 1 dari nilai dagang dan 1-3% dari pos tarif. 2. Rules of Origin ( ROO). Barang disebut sebagai originating goods dan berhak untuk mendapatkan konsesi tarif apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut: (i) wholly obtained or produced; (ii) non-originating material (Regional Value Content-RVC tidak lebih dari 40% atau mengalami Change in Tariff Classification-CTC pada level 4-digit); 3. Bidang Kerjasama Ekonomi Kerjasama ekonomi dalam AJCEP mencakup Trade-related procedures, Business environment, Intellectual property, Energy, Information and communications technology, Human resource development, Small and medium enterprises, Tourism and hospitality, Transportation and logistics, Agriculture, Fisheries and Forestry; Environment;Competition Policy; dan area lain yang disepakati Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27

37 bersama. Sub-Committee on Economic Cooperation akan dibentuk pada saat entry to force persetujuan ini untuk memonitor perlaksanaan kegiatan kerjasama ekonomi tersebut.kegiatan kerjasama ekonomi minimal melibatkan 2 (dua) negara anggota ASEAN dan Japan Kerangka Berpikir Kerangka kajian ini merupakan alur pemikiran sistematis mengenai langkah-langkah untuk mengkaji analisis peta diplomasi perdagangan. >Kompleksitas kerjasama ekonomi global (spaghetti bowl); >Amanat UU No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan pasal 82-87; > Indonesia belum memiliki suatu peta diplomasi perdagangan internasional sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan kerjasama Perdagangan Internasional >Negara/Ekonomi mana yang menjadi prioritas kerjasama perdagangan yang belum memiliki kerjasama dengan Indonesia? >Produk prioritas apa yang akan diperdagangkan dengan negara mitra prioritas tersebut? >Metode Tiga Langkah dengan indikator makroekonomi, indikator perdagangan, dan indikator hambatan perdagangan >Metode tiga langkah dengan mempertimbangan faktor dalam menigkatkan ekspor Negara Prioritas Mitra Dagang Produk Prioritas yang akan Diperdagangkan dengan Negara Mitra Prioritas Strategi Kerjasamanya >Bagaimana strategi kerjasama untuk meningkatkan perdagangan >metodacost benefit analysis dan FGD. Gambar. 2.3 Kerangka Berpikir Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28

38 BAB III METODE PENGKAJIAN 3.1 Data dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas: 1) Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Perdagangan serta data-data lainnya yang mendukung. Sebagai pembanding (verifikasi) digunakan juga data dari UNCOMTRADE, Trademap, WTO dan sumber lainnya. Sementara itu, data-data terkait variabel makroekonomi, digunakan data-data yang bersumber dari Bank Indonesia, UNCTAD dan lain sebagainya. 2) Data primer yang dikumpulkan melalui dilakukan dengan survey, wawancara dan Focus Group Discussion untuk menangkap keragaman respon dari berbagai pemangku kepentingan untuk merumuskan kebijakan. Survey akan dilakukan di 5 (lima) kota besar daerah ekspor di Indonesia yaitu; Makassar, Surabaya, Medan, Semarang, dan Bandung. Untuk informasi dari luar negeri akan dilaksanakan ke Thailand dan Malaysia dengan pertimbangan bahwa kedua Negara tersebut mempunyai karakter produk ekspor impor yang relatif sama dengan Indonesia. Sumber data akan diperoleh dari Eksportir, Importir, DinasPerindag, Asosiasi terkait, Akademisi, Atase Perdagangan dan Lembaga lain yang dianggap kompeten. 3.2 Metode Analisis Untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas, kami menggunakan tiga metoda, yaitu: Untuk menentukan negara prioritas digunakan metoda tiga langkah dalam menentukan negara/ekonomi prioritas dengan menggunakan indikator makroekonomi, perdagangan, serta hambatan perdagangan Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16

39 Untuk menentukan produk prioritas yang akan diperdagangkan dengan negara calon mitra, digunakan Metode tiga langkah dengan memperhitungkan hal-hal yang dipertimbangkan dalam meningkatkan ekspor Indonesia Untuk menentukan strategi kerjasama perdagangan dengan negara calon mitra, metoda yang digunakan adalah cost benefit analysis dan FGD Metodologi Penentuan Prioritas Partner Negara/Ekonomi Menentukan prioritas hubungan perdagangan atau ekonomi secara luas dengan negara lainnya tentunya didasari oleh perhitungan ekonomi rasional bahwa hubungan kerjasama itu dibangun untuk kepentingan ekonomi masyarakat Indonesia secara umum. Khususnya dalam perdagangan, kepentingan yang dibangun adalah peningkatan perdagangan dengan negara/ekonomi partner. Lebih khusus lagi, terkadang setiap ekonomi menargetkan peningkatan ekspornya yang lebih besar, termasuk Indonesia. Tentunya dalam menentukan prioritas partner, negara/ekonomi tersebut haruslah memiliki potensi secara alamiah ditinjau dari sisi ekonomi. Salah satu model yang relatif sangat baik dalam memperkirakan volume perdagangan internasional antara negara adalah model gravitasi (gravity model). Model ini diadopsi dari model gravitas Newton dimana variabel massa dan jarak diterjemahkan ke dalam variabel ekonomi. Tidak ada suatu ketentuan pasti spesifikasinya seperti apa dan biasanya ekonom/modeler menggunakan common sense bahwa variabel yang mempunya potensi mendorong/menarik serta yang menolak dari barang ekspor/impor dapat dijadikan variabel. Secara umum, model gravitasi terdiri dari dua kelompok variabel utama yaitu kelompok variabel yang merepresentasikan massa dan kelompok variabel yang merepresentasikan jarak. Massa dalam ekonomi diwakili oleh besaran ekonomi seperti PDB, Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17

40 PDB Perkapita, Penduduk dan sebagainya di kedua negara yang merupakan push and pull factors atau faktor-faktor yang memberikan daya tarik satu sama lain, dimana semakin besar faktor tersebut di kedua negara akan semakin tinggi daya tarik atau hubungan perdagangan di kedua negara. Dalam konteks ekspor suatu barang dan jasa, negara asal barang memiliki push factors (faktor-faktor yang bersifat mendorong ekspor dalam konteks penawaran negara asal ekspor), sementara negara tujuan barang memiliki pull factors (faktor-faktor yang bersifat menarik ekspor dari negara asal atau berupa permintaan negara tujuan permintaan). Jarak dalam ekonomi diwakili oleh hambatan yang menyebabkan semakin berkurangnya daya tarik atau hubungan perdagangan kedua negara. Variabel yang biasanya dipergunakan bisa yang bersifat alamiah seperti jarak geografis (representasi dari biaya transportasi), adanya akses laut atau tidak ada (land locked), bahasa, dan sebagainya. Variabel lainnya yang berupa kebijakan misalnya tarif dan non tarif berupa hambatan yang sengaja diciptakan oleh kedua negara untuk menghambat perdagangan atau tujuan lainnya. Berikut ini ada langkah-langkah dalam menentukan negara prioritas dimana cara berpikirnya didasarkan kepada model gravitasi.karena tujuannya hanya menentukan urutan, maka langkahnya cukup sederhana berikut ini: 1) Dengan Data Panel dilakukan Regresi sederhana untuk mendapatkan koefisien dari indikator variabel terpilih 2) Koefisien variabel tersebut berfungsi sebagai pembobot untuk mendapatkan nilai ekspor 165 ekonomi/negara yang ada berdasarkan data makro, perdagangan, serta hambatan/kebijakan dari setiap ekonomi/negara dalam jangka waktu tersebut. Lalu diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil. Dari data yang tersedia untuk semua variabel, hanya 165 ekonomi/negara yang lengkap datanya. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18

41 3) Selanjutnya dilakukan simulasi dimana diasumsikan jika 165 ekonomi/negara diperlakukan sama yaitu ada FTA, lalu diurutkan kembali 165 ekonomi/negara dari terbesar ke terkecil. Secara lebih rinci langkahnya sebagai berikut: Langkah 1 Menentukan indikator-indikator utama yang memiliki potensi dalam meningkatkan ekspor Indonesia. Komponen dari indikator ini adalah indikator-indikator (1) makroekonomi (yang berhubungan dengan daya dorong atau daya tarik untuk ekspor barang dan jasa), (2) indikator perdagangan (ekspor tahun sebelumnya), (3) indikator hambatan alamiah, dan (4) indikator hambatan dari kebijakan baik tariff maupun non tarif. Ekspor (Xijt yang kemudian berubah Xjt) adalah Ekspor Total (Nominal USD) dari Indonesia (i) ke negara tujuan (j) pada tahun t sebagai variabel terikat (dependent variable). Adapun variabel yang dipilih untuk menentukan potensi dari ekspor adalah sebagai berikut yang berfungsi sebagai variabel bebas: Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19

42 Tabel 3.1. Pemilihan Variabel Bebas Beserta Alasan dan Sumber Data Set Variabel Variabel Terpilih Alasan Sumber Data Faktor Pendorong WDI Faktor Penarik Faktor Perdagangan Faktor Penghambat Alamiah Faktor Penghambat dan Penurun Hambatan dari Kebijakan Pemerintah PDB Nominal (USD) Indonesia (Yt) PDB Nominal (USD) Ekonomi/ Negara Tujuan (Yjt) Populasi Ekonomi/ Negara Tujuan (Popjt) Ekspor Nominal Tahun Sebelumnya (Xjt-1 dalam USD) Jarak dalam km (Dj) Hambatan Tarif dalam % dari negara tujuan (Tjt) dalam simple average Kebijakan Pengurangan Hambatan dalam Hal ini Adanya Bentukan FTA dengan negara tersebut (FTAjt) Menunjukkan kemampuan produksi atau kapasitas perekonomian Indonesia. Semakin besar perekonomian semakin tinggi potensi kemampuan untuk mengekspor Menunjukkan ukuran pasar (market size) dari perekonomian. Semakin besar ukuran pasar menunjukkan potensial skala daya serap (impor) dari ekspor Indonesia Menunjukkan size potensi permintaan yang sifatnya lebih jangka panjang. Meskipun ada kaitannya dengan PDB, variabel ini penting diperhitungkan untuk strategi partner masa depan Menunjukkan bahwa telah banyak sunk cost yang telah dikeluarkan untuk negara tujuan. Semakin besar ekspor tahun sebelumnya, maka diharapkan semakin tinggi lagi ekspor berikutnya, karena tidak mungkin memiliki ekspor yang besar sekarang kalau belum ada ekspor sebelumnya. Variabe ini juga untuk mengingatkan bahwa pasar utama ekspor kita sangat penting untuk dijaga sambil meningkatkan diversifikasi Menunjukkan tingginya biaya transportasi. Hambatan jarak ini merupakan proksi dari biaya transportasi. Semakin jauh jaraknya negara tujuan, maka semakin tinggi biaya transportasi ke negara tujuan tersebut mengambat potensial ekspor ke negara bersangkutan. Meskipun banyak proksi dari biaya transportasi, studi ini sengaja memilih variabel asli jarak dan bukan variabel turunan atau perkiraan biaya perdagangan (trade cost). Dalam hal ini masih relevan kalau perdagangan dgn bayak ekonomi/negara Menunjukkan tingginya hambatan dari kebijakan tariff MFN tersebut. Semakin tinggi tarif menunjukkan semakin besar hambatan dari kebijakan tarif terhadap potensi ekspor Indonesia (impor negara tersebut) Menunjukkan penurunan hambatan dari negara partner baik yang sifatnya tariff maupun non tariff atau pun kesepakatan hal yang memperlancar perdagangan semakin meningkatkan ekspor Indonesia ke negara tujuan tersebut. WDI WDI WDI, COMTRADE CEPII COMTRADE WTO Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20

43 Langkah 2 Setelah indikator tersebut disetujui, maka selanjutnya akan dilakukan upaya untuk mendapatkan pembobotan dari variabel tersebut. Adapun metode yang ditawarkan adalah dengan model gravitasi (a) Melakukan estimasi terhadap model gravitasi yang sudah disetujui dengan PLS (Pooled Least Square) untuk simplifikasi dari spesifikasi berikut ini (b) Spesifikasi Modelnya LnXjt=α0+α1LnYt+α2LnYjt+α3LnPopjt+α4LnXj,t1+α5LnDj+α6LnTj,t -1+α 7FTAjt+ εjt Xjt= Variabel Dependen berupa Ekspor Indonesia ke tujuan j pada tahun t (j=seluruh negara/ekonomi di dunia yang lengkap datanya dan t adalah ) Variabel Makro: Yt= PDB Indonesia pada tahun t; Yjt = PDB ekonomi/negara tujuan j pada tahun t; Popjt= Populasi ekonomi/negara tujuan j pada thn t Variabel Perdagangan :Xj,t-1= Ekspor Indonesia ke ekonomi/negara tujuan j tahun sebelumnya Variabel Hambatan & Kebijakan: Djt = Jarak dalam km dari Indonesia ke ekonomi/negara tujuan j; Tjt=Tarif MFN; FTAjt = FTA Indonesia dengan Negara j pada tahun t Εjt=Error term Langkah 3 Variabel sengaja dipilih yang bukan variabel turunan. Koefisien dari hasil estimasi (α0 hingga α7 yang signifikan berpengaruh) dipakai untuk menghitung masing-masing kembali nilai ekspor Xjt (fitted values) ke setiap ekonomi/negara. dimana j=1..n Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21

44 dan N adalah jumlah ekonomi/negara yang masuk dalam lingkup penelitian ini. Lalu diurutkan dari yang terbesar ke terkecil. Selain itu, untuk lebih meyakinkan urutannya, maka dilakukan simulasi dengan menyamakan jika semua negara diasumsikan memiliki FTA dengan Indonesia. Setelah itu diurutkan kembali dari yang terbesar ke yang terkecil Metodologi Penentuan Prioritas Produk/Komoditi Untuk Diplomasi Perdagangan Setelah menentukan 10/20 negara prioritas terpilih perlu menelaah produk/komoditi apa yang perlu untuk diperjuangkan akses pasarnya. Dalam hal ini Indonesia perlu mencari sektor mana yang mana paling potensial untuk meningkatkan ekspor yang bisa dinegosiasikan dalam HS 6 dijit. Alasan penggunaan HS 6 dijit adalah karena dalam negosiasi, rincian hingga HS 6 dijit diperlukan. Metode 2 Langkah dilakukan untuk penentuan komoditi prioritas Indonesia dengan 10/20 Negara Paling Potensial. Komoditi yang perlu jadi prioritas untuk dinegosiasikan adalah memiliki peranan (share) yang besar terhadap total ekspor, memiliki pertumbuhan ekspor yang tinggi, memiliki basis keunggulan yang besar, dan proteksi di negara tujuan relatif masih tinggi Langkah 1: Menentukan indikator dan bobot untuk penentuan sektor prioritas Langkah 2. Pada setiap negara tersebut akan diurutkan komoditinya mana yang paling potensial pada level HS dijit 6 dengan menggunakan indikator dan bobot pada langkah 1 di atas setelah dinormalisasi. Hal itu dilakukan pada tiga negara yang paling potensial dan belum ada FTA dan atau tidak sedang dilakukan negosiasi dari Tabel Final sebelum ini yang sudah dihitung paling potensial. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22

45 Secara rinci dapat dilihat sebagai berikut: Komoditi Prioritas: Langkah 1 Dari definisi komoditas prioritas di atas maka ditentukanlah indikator yang mampu mencerminkan sebagai komoditi yang penting yaitu (1) Kontribusi komoditi i atau Share i (Si) terhadap total ekspor Indonesia ke negara tersebut, (2) Pertumbuhan eskpor komoditi i ke negara tersebut atau Growth i (Gi), (3) Keunggulan komparatif atau comparative advantage dari komoditi i atau RCAi, dan (4) Simple Tariff komoditi tersebut (Ti). Supaya datanya lebih stabil maka diambil rata-rata Penentuan bobot bisa berdasarkan expert judgments karena tidak memungkinkan dilakukan dengan regresi sebab nilai tarif akan berlawanan arah dengan yang lain. Komoditi Prioritas: Langkah 2 Melakukan normalisasi nilai Si, Gi, RCA, dan Ti dengan rumus = (Nilai pada komoditi i Nilai minimum dari seluruh komoditi)/(nilai maksimum dari seluruh komoditi Nilai minimum dari seluruh komoditi). Dan kita mendapatkan nilai yang sudah dinormalisasi berupa si, gi, rcai, dan ti Lalu dihitung Indeks Komoditi Prioritas atau IKPHS6Dijit = b1si + b2gi + b3rcai + b4ti Dimana b1, b2, b3, b4 adalah bobot yang sudah ditentukan Setelah dihitung lalu diurutkan untuk menentukan Komoditi Prioritas dalamhs 6 dijit yang diurutkan dari terbesar ke terkecil pada negara yang bersangkutan. Hal ini dilakukan untuk tiga negara yang terpilih Sebagai contoh hipotetikal perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini. Negara Entah Berantah memiliki lima komoditi ekspor, masing masing rata-rata lima tahun dari indikatornya untuk lima komoditi seperti dalam tabel. Tim Peneliti menentukan bobot Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23

46 masing masing adalah 0,25 artinya keempat indikator memiliki tingkat kepentingan yang sama, maka hasilnya sebagai berikut: Tabel 3.2. Contoh Hipotetikal Penghitungan Indeks Komoditi Prioritas (IKP) Rata Rata 5 Tahun Normalisasi IKP S (Share) G (Growth) RCA T (Tarif) s g rca t Prioritas Komoditi Komoditi Komoditi Komoditi Komoditi Nilai Share, Growth, RCA, dan Tariff setelah dinormalisasi akan memiliki nilai dari 0 hingga 1, sementara setelah dilakukan penghitungan IKP dengan bobot masing-masing 0,25 maka ditemukan nilai IKP akan memiliki nila dari 0 hingga 1 juga Metodologi Penentuan Strategi Kerjasama Perdagangan dengan Negara Prioritas Pilihan Bentuk Kerjasama Ekonomi Selain untuk mengetahui calon mitra dagang prioritas dan jenis produk perdagangan prioritas, penelitian ini juga berusaha menjawab apa bentuk kerjasama ekonomi yang paling baik bagi Indonesia. Pilihan kerjasamanya adalah kerjasama bilateral antara Indonesia dengan masing-masing calon mitra dagangnya, kerjasama antara Indonesia dengan regional (kawasan) negara calon mitra dagang, kerjasama antara regional (kawasan) Indonesia, dalam hal ini ASEAN, dengan negara calon mitra dagang, atau kerjasama antara regional (kawasan) Indonesia dengan regional (kawasan) negara calon mitra dagang. Pendekatan yang digunakan Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24

47 untuk menentukan pilihan bentuk kerjasama ekonomi antara Indonesia dengan mitra dagang terpilih adalah melalui studi literatur, Focus Group Discussion (FGD), dan Model Analytics Hierarchy Process (AHP). Melalui pendekatan tersebut, setiap pilihan bentuk kerjasama ekonomi akan dianalisa kelebihan dan kekurangannya sehingga dapat direkomendasikan yang terbaik bagi pemerintah. Langkah pertama yang dilakukan adalah studi literatur untuk mencari berbagai informasi terkait kerjasama perdagangan yang telah dilakukan maupun yang potensial dilakukan oleh calon negara mitra dagang Indonesia. Kerjasama perdagangan yang ditelusuri meliputi baik kerjasama bilateral maupun kerjasama regional yang terkait dengan negara calon mitra dagang Indonesia tersebut. Informasi yang dibutuhkan antara lain adalah: 1) Negara mana saja yang telah memiliki kerjasama perdagangan dengan calon mitra dagang Indonesia 2) Sejak kapan kerjasama tersebut dimulai 3) Bentuk kerjasama yang dilakukan 4) Potensi pangsa pasar/populasi negara calon mitra dagang dan regional (kawasan) negara tersebut. 5) Isu-isu permasalahan yang muncul dalam kerjasama perdagangan yang telah dilakukan. 6) Negara mana saja yang sedang menjajaki kerjasama perdagangan dengan calon mitra dagang Indonesia 7) Potensi bentuk kerjasama yang akan dipilih oleh negara lain dan calon mitra dagang Indonesia. Informasi yang dikumpulkan dari studi literatur akan dianalisa secara kualitatif untuk mendapatkan pilihan bentuk kerjasama yang paling baik dan menguntungkan bagi Indonesia. Langkah kedua adalah melakukan FGD dengan para stakeholders yang terkait baik dari kalangan pemerintahan, dunia usaha maupun akademisi. Melalui FGD akan digali secara mendalam berbagai isu perdagangan di negara calon mitra dagang, Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25

48 seperti faktor daya tarik, faktor penghambat, sengketa perdagangan, kinerja ekspor impor beberapa tahun terakhir serta keuntungan dan kerugian dari masing-masing pilihan bentuk kerjasama perdagangan. Langkah terakhir adalah menggunakan model AHP untuk menentukan prioritas pilihan bentuk kerjasama perdagangan antara Indonesia dengan calon mitra dagang terpilih. AHP adalah suatu metode pengambilan keputusan dengan cara memecah suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam kelompok kelompok, dan mengaturnya kedalam suatu hirarki sehingga bisa menghasilkan urutan prioritas alternatif kebijakan atau keputusan. Oleh karenanya semua pilihan bentuk kerjasama perdagangan dalam kajian ini akan didisukusikan kepada para expert terkait yang kemudian akan digunakan sebagai input data dalam model AHP. Penjelasan lebih lanjut mengenai AHP dapat dilihat pada bagian berikut: The Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah suatu metode yang dapat digunakan untuk membantu pengambilan keputusan secara akurat. Metode ini diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty dari University of Pittsburgh, USA pada tahun Model ini menggunakan berbagai kriteria yang disusun secara bertingkat yang digunakan dalam pengambilan keputusan. AHP berhasil menarik perhatian banyak peneliti karena sifat metode matematisnya yang baik dan input data yang dibutuhkan relatif mudah diperoleh. Selain itu, AHP juga dapat digunakan untuk memecahkan persoalan yang kompleks. Model ini menggunakan struktur hirarki berjenjang untuk komponen tujuan, kriteria, sub-kriteria dan berbagai pilihan keputusan/kebijakan yang ingin diambil. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecah ke dalam kelompok-kelompoknya dan kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi sebuah bentuk hirarki. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26

49 Perbedaan mencolok antara model AHP dengan model pengambilan keputusan lainnya terletak pada jenis inputnya. Modelmodel yang sudah ada umumnya memakai input yang kuantitatif atau berasal dari data sekunder. Otomatis, model tersebut hanya dapat mengolah hal-hal kuantitatif pula. Model AHP menggunakan persepsi manusia yang dianggap expert sebagai input utamanya. Kriteria expert di sini bukan berarti bahwa orang tersebut haruslah jenius, pintar, bergelar doctor dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut. Karena menggunakan input yang kualitatif (persepsi manusia) maka model ini dapat mengolah juga hal-hal kualitatif disamping hal-hal yang kuantitatif. Pengukuran hal-hal kualitatif, menjadi hal yang sangat penting mengingat makin kompleksnya permasalahan di dunia dan tingkat ketidakpastian yang makin tinggi. Kelebihan lain model AHP dibandingkan model pengambilan keputusan lainnya terletak pada kemampuan memecahkan masalah yang multi-objectives dan multi-criterias. Kebanyakan model yang sudah ada memakai single objective dengan multi-criterias. Model Linear Programming misalnya, memakai satu tujuan dengan banyak kendala (kriteria). Kelebihan model AHP ini lebih disebabkan oleh fleksibilitasnya yang tinggi terutama dalam pembuatan hirarkinya. Sifat fleksibel tersebut membuat model AHP dapat menangkap beberapa tujuan dan beberapa kriteria sekaligus dalam sebuah model atau sebuah hirarki. Bahkan model tersebut bisa juga memecahkan masalah yang mempunyai tujuan-tujuan yang saling berlawanan, kriteria-kriteria yang saling berlawanan dan tujuan serta kriteria yang saling berlawanan dalam sebuah model. Karenanya, keputusan yang dilahirkan dari model AHP tersebut sudah akan memperhitungkan berbagai tujuan dan berbagai kriteria yang berbeda-beda atau bahkan saling bertentangan satu sama lain. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27

50 Dengan kondisi tersebut, maka model AHP dapat pula dipergunakan secara fleksibel dalam artian mempunyai bentuk hirarki yang fleksibel. Masalah-masalah seperti konflik, perencanaan, proyeksi, alokasi sumber daya adalah beberapa dari banyak masalah yang dapat diselesaikan dengan baik oleh model AHP. Di samping kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, model AHP tidak luput dari beberapa kelemahan yang dapat berakibat fatal. Ketergantungan model ini pada input berupa persepsi seorang expert akan membuat hasil akhir dari model ini menjadi tidak ada artinya apabila si expert memberikan penilaian yang keliru. Kondisi ini ditambah dengan belum adanya kriteria yang jelas untuk seorang expert, membuat orang sering ragu-ragu dalam menanggapi solusi yang dihasilkan model ini. Kebanyakan orang akan bertanya apakah persepsi dari seseorang expert itu dapat mewakili kepentingan orang banyak atau tidak dan apakah si responden tersebut pantas dianggap expert atau tidak. Keragu-raguan seperti ini tidak lain diakibatkan oleh kenyataan bahwa setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda dengan orang lain. Karenanya untuk membuat model AHP ini diterima masyarakat perlu diberikan kriteria dan batasan tegas dari seorang expert serta meyakinkan masyarakat untuk menganggap bahwa persepsi si expert itu dapat mewakili pendapat masyarakat, paling tidak sebagian besar masyarakat. Kelemahan lain, yang sebenarnya bisa disebut kelebihan, dari model AHP terletak pada bentuknya sendiri yang terlihat sangat sederhana. Bagi para pengambil keputusan yang terbiasa dengan model-model kuantitatif yang rumit akan menganggap bahwa bentuk model AHP yang terlihat sederhana bukanlah model yang cocok untuk pengambilan keputusan. Pendapat mereka, semakin rumit suatu model dan semakin banyak perhitungan yang dilakukan, makin tinggi keakuratan model tersebut tanpa mereka sadari bahwa model yang rumit tadi belum menyinggung hal-hal yang kualitatif. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28

51 Berdasarkan kelemahan ini sebenarnya model AHP juga menunjukkan kelebihannya. Untuk para pengambil keputusan tingkat tinggi yang biasanya adalah orang-orang sibuk, model AHP dapat dengan cepat dimengerti dan apabila mereka ingin melakukan simulasi adanya perubahan pada salah satu elemen, maka dengan mudah dapat dilakukan analisa sensitivitas. Satu keunggulan lagi dari model AHP, apabila dikaitkan dengan kepentingan politik suatu negara, adalah sifatnya yang demokratis. Dalam proses perencanaan pembangunan, seringkali masyarakat merasa diabaikan perannya dan keinginannya sehingga semua rencana pembangunan yang disusun pemerintah tidak mengenai sasarannya secara penuh. Dengan menggunakan model AHP, masyarakat dimungkinkan turut serta dalam proses perencanaan pembangunan lewat proses pembuatan hirarki dan pengisian kuesioner bersama-sama aparat pemerintah. Melalui cara ini, diharapkan persepsi masyarakat dapat dimengerti pemerintah dan diperhitungkan dalam perencanaan pembangunan. Sehingga pada akhirnya pembangunan tidak hanya bersifat top-down tetapi juga bottom-up. Untuk mengambil suatu keputusan secara sistematis dan terstruktur berdasarkan tingkat proritasnya, kita perlu memilah keputusan tersebut dalam beberapa tahapan sebagai berikut: 1) Mendefinisikan persoalan yang dihadapi 2) Menyusun hirarki keputusan dari jenjang paling tinggi yang berupa tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dari keputusan tersebut, melalui jenjang menengah (biasanya berupa kriteria dan sub-kriteria) sampai ke jenjang paling bawah (yang biasanya berupa sekelompok pilihan yang akan diambil/diputuskan). 3) Membentuk berbagai matrik perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Setiap elemen di jenjang yang lebih Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 29

52 tinggi digunakan untuk membandingkan elemen yang tepat di jenjang bawahnya. 4) Gunakan nilai prioritas yang diperoleh dari perbandingan untuk mendapatkan bobot prioritas pada jenjang dibawahnya. Hal ini dilakukan untuk semua elemen. Kemudian tambahkan nilai bobotnya untuk semua elemen pada jenjang di bawahnya untuk mendapatkan nilai prioritas global. Selesaikan semua proses pembobotan dan penambahan nilai bobot sampai diperoleh prioritas final dari berbagai pilihan keputusan/kebijakan yang ada di level paling bawah. Untuk membuat perbandingan, kita memerlukan suatu angka skala yang bisa menunjukkan berapa kali lebih penting atau lebih dominan suatu elemen dibandingkan elemen yang lain berdasarkan kriteria atau kondisi yang dimiliki masing-masing elemen tersebut. Daftar angka skala yang digunakan dalam model AHP dapat dilihat pada tabel berikut: Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 30

53 Tabel 3.3 Angka Skala Derajat Kepentingan Model AHP Nilai derajat Definisi kepentingan 1 Derajat kepentingan yang sama (Indifferent) 2 Lemah, rendah, atau sedikit 3 Derajat kepentingan moderat /menengah Penjelasan Dua aktivitas/elemen memberikan kontribusi yang sama terhadap tujuan Pengalaman dan penilain cenderung sedikit menyukai satu aktivitas/elemen dibandingkan yang lainnya. 4 Lebih moderat 5 Derajat kepentingan kuat Pengalaman dan penilaian menyukai secara kuat satu aktivitas/elemen dibandingkan yang lainnya. 6 Lebih kuat 7 Derajat kepentingan sangat kuat satu aktivitas/elemen disukai secara sangat kuat dibandingkan yang lainnya; tingkat dominasinya terlihat dalam prakteknya. 8 Lebih sangat kuat 9 Derajat kepentingan absolut /ekstrim Kebalikan (Resiprokal) dari angkaangka di atas. Jika suatu kegiatan/elemen i mempunyai nilai positif tertentu ketika dibandingkan dengan kegiatan/elemen j, maka j mempunyai nilai kebalikannya ketika dibandingkan dengan i Pengalaman dan bukti-bukti yang menyukai satu aktivitas/elemen berada pada tingkat yang paling tinggi dibandingkan lainnya. Apabila seseorang sudah memasukan persepsinya untuk setiap perbandingan antara elemen-elemen yang berada dalam satu level atau yang dapat diperbandingkan maka untuk mengetahui elemen mana yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks pairwise comparison (matriks perbandingan berpasangan). Bentuk matriks ini adalah simetris atau biasa disebut dengan matriks bujursangkar. Apabila ada tiga elemen yang dibandingkan dalam satu level maka matriks yang terbentuk adalah matriks 3 x 3. Ciri utama dari matriks perbandingan yang dipakai dalam model AHP adalah elemen diagonalnya dari kiri atas ke kanan bawah adalah 1 karena yang dibandingkan adalah dua elemen yang sama. Selain itu, matriks ini juga bersifat resiprokal dimana, misalnya, apabila elemen i lebih disukai dengan skala 3 dibandingkan elemen j maka dengan sendirinya elemen j lebih disukai dengan skala 1/3 dibanding elemen i. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 31

54 Setelah matriks perbandingan untuk sekelompok elemen selesai dibentuk maka langkah berikutnya adalah mengukur bobot prioritas setiap elemen tersebut dengan dasar persepsi seorang expert yang telah dimasukkan dalam matriks tersebut. Hasil akhir perhitungan bobot prioritas tersebut merupakan suatu bilangan desimal di bawah satu (misalnya 0,01 sampai 0,99) dengan total prioritas untuk elemen-elemen dalam satu kelompok sama dengan satu. Dengan mempertimbangkan kaitan antara elemen yang satu dengan elemen yang lain, perhitungan bobot prioritas secara sederhana dapat dilakukan dengan cara berikut. Pertama, bagilah setiap angka (skala) dalam suatu kolom dengan jumlah kolom tersebut dan lakukan hal yang sama untuk setiap kolom. Kemudian angka (skala) baru yang dihasilkan dari pembagian tersebut dijumlahkan menurut baris. Setelah itu dicari total dari jumlah elemen setiap baris kemudian dilakukan pembagian dari jumlah elemen setiap baris. Selanjutnya, dilakukan pembagian dari jumlah setiap baris terhadap totalnya agar didapatkan prioritas terakhir setiap elemen dengan total bobot prioritas sama dengan satu. Proses yang dilakukan untuk membuat total bobot prioritas sama dengan satu biasa disebut proses normalisasi. Penghitungan bobot prioritas dapat pula dilakukan dengan cara hasil kali dari angka-angka setiap baris dan kemudian hasil tersebut ditarik akarnya dengan pangkat sebanyak jumlah angka yang dikalikan. Apabila ada tiga elemen yang dibandingkan dalam suatu matriks perbandingan, maka ada tiga angka setiap baris yang harus dicari hasil perkaliannya dan kemudian hasilnya harus ditarik akarnya dengan pangkat tiga atau sama saja dengan dipangkatkan satu per tiga. Setelah didapatkan angka untuk setiap baris maka harus dilakukan proses normalisasi seperti cara-cara sebelumnya agar total bobot prioritas sama dengan satu. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 32

55 Dua cara terakhir dianggap sebagai cara terbaik dalam menghitung bobot prioritas dari elemen-elemen dalam suatu matriks perbandingan, terutama apabila perhitungan dilakukan secara manual. Meskipun begitu manusia tetap mencari cara yang dianggap paling akurat dalam menentukan bobot prioritas suatu matriks perbandingan dan akhirnya diambil suatu operasi matematis berdasarkan operasi matriks dan vektor yang dikenal dengan nama Eigenvector. Eigenvector adalah sebuah vektor yang apabila dikalikan sebuah matriks hasilnya adalah vektor itu sendiri dikalikan dengan sebuah bilangan scalar atau parameter yang tidak lain adalah eigenvalue. Apabila eigenvector tersebut kita beri symbol w, eigenvalue, dan matriks bujursangkar A, bentuk persamaannya menjadi: A.w =.w. (1) Persamaan (1) di atas dapat juga diilustrasikan dengan sebuah gambar di mana mula-mula ada sebuah vektor kolom w yang mempunyai besar dan arah. Vektor tersebut kemudian dikalikan dengan sebuah matriks yang jumlah kolomnya sama dengan jumlah baris vektor kolom tersebut dimana akan dihasilkan sebuah vektor baru yang seharusnya mempunyai besaran dan arah yang berbeda dengan vektor w. Ternyata perkalian matriks A dengan vektor w tersebut menghasilkan vektor baru dengan arah yang persis sama dengan vektor w hanya besarnya saja berbeda kali, sehingga vektor baru tersebut bisa dinyatakan dalam bentuk w. Eigenvector ini biasa disebut sebagai vektor karakteristik dari sebuah matriks bujursangkar sedangkan eigenvalue merupakan akar karakteristik dari matriks tersebut. Metode inilah akhirnya dipakai sebagai alat pengukur bobot prioritas setiap matriks perbandingan dalam model AHP karena sifatnya yang lebih akurat dan memperhatikan semua interaksi antar elemen dalam matriks. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 33

56 Kelemahan metode ini adalah sulit dikerjakan secara manual terutama apabila matriksnya terdiri dari tiga elemen atau lebih sehingga harus dibuat suatu program komputer untuk memecahkannya. Penghitungan secara manual hanya dapat dilakukan dengan mulus apabila matriksnya berukuran 2x2. Sebagai contoh: Diketahui sebuah matriks perbandingan 2 x 2 A = I II 1 3 1/3 1 Tentukan bobot prioritas elemen I dan II! Penyelesaian dengan metode eigenvector dan eigen value dimulai dengan A.w =.w. (1) Kemudian A.w -.w = 0.. (2) (A-I ).w = 0.. (3) penambahan I pada persamaan (3) dilakukan untuk mempermudah solusi matematis tanpa mengubah bentuk dari persamaan (2). Sifat perkalian dengan I (matriks identitas) dari sebuah matriks sama dengan perkalian dengan I pada bilangan biasa. Langkah selanjutnya adalah memasukkan angka-angka ke dalam persamaan (3) sehingga menjadi: 1-3 w1 0 = 1/3 1- w2 0 Dalam kondisi seperti diatas dimana terjadi perkalian dua buah unsur yang menghasilkan nol, maka hanya boleh ada satu unsur yang mempunyai nilai nol. Dari persamaan di atas tersebut maka vektor kolom w yang terdiri dari w1 dan w2 tidak boleh mempunyai nilai nol karena vektor itulah yang Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 34

57 hendak ditentukan berapa besarnya dan tidak mungkin mengandung nilai nol. Karenanya, matriks di sebelah kiri vektor w lah yang harus mempunyai nilai nol. Sebuah matriks dapat dianggap mempunyai nilai nol apabila matriks tersebut linearly dependent dengan nilai determinan sama dengan nol sehingga matriks inversinya tidak bisa didefinisikan. Dengan dasar tersebut, kita bisa mencari eigenvalue dengan cara: 1-3 = 0 1/3 1- sehingga: (1- ) = = 0 akhirnya: ( -2) = 0 sehingga didapatkan dua nilai 1 = 2; 2 = 0 Di antara kedua nilai ini diambil hanya satu yaitu eigenvalue maksimal karena eigenvalue maksimal akan mengurangi tingkat inkonsistensi matriks sampai seminimum mungkin. Hubungan antara eigenvalue dengan konsistensi sendiri akan dibicarakan lebih lengkap pada bagian konsistensi. Dengan mengambil nilai yang terbesar yaitu 2 maka bentuk persamaan matriksnya menjadi: -1 3 w1 0 1/3-1 w2 0 = atau -w1 + 3w2 = 0 1/3w1 w2 = 0 Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 35

58 Karena bentuk matriksnya linearly dependent maka kita tidak dapat mencari nilai w1 dan w2 dengan eliminasi atau substituai biasa. Cara yang dipakai adalah proses normalisasi di mana dari kedua persamaan di atas didapatkan hubungan w1 dan w2 dalam bentuk: w1 = 3w2. Proses normalisasi di sini agak berbeda dengan proses normalisasi yang sudah dibicarakan di bagian sebelumnya meskipun mempunyai tujuan sama yaitu agar total bobot prioritas sama dengan satu. Pada tahap ini, proses normalisasi n ditunjukkan dengan definisi: n wi 2 = 1.. (4) i = 1 Dengan memakai prinsip normalisasi tersebut, maka: w1 2 + w2 2 = 1 9w2 2 + w2 2 = 1 10w2 2 = 1 w2 2 = 0,1 w2 = 0,32 Karena w1 = 3 w2, maka w1 = 0,96. apabila kita jumlahkan w1 dengan w2 maka jumlahnya akan melebihi satu, yang berarti tidak sesuai dengan prinsip total bobot prioritas. Karena itu, perlu dilakukan normalisasi dengan pengertian yang berbedaa dengan normalisasi yang baru saja dibicarakan. Normalisasi yang dibicarakan di sini hanyalah sebuah usaha untuk membuat jumlah total sama dengan satu. Dengan prinsip tersebut, maka nilai w1 dan w2 tersebut masing-masing dibagi dengan total w1 dan w2 yaitu 1,28. Maka didapatkan hasil akhir berupa w1 = 0,75 dan w2 = 0,25, kondisi ini sesuai dengan prinsip total bobot prioritas. Sebenarnya secara langsung, dengan matematika sederhana, kita dapat mencari prioritas masing-masing elemen dalam matriks 2 x 2 tanpa melakukan proses perhitungan panjang seperti di atas. Caranya adalah dengan melihat perbandingan antara Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 36

59 elemen I dengan elemen II terlebih dahulu di mana elemen I lebih dari elemen II dengan skala 3. Ini berarti perbandingan elemen I dengan elemen II adalah 3/1 atau 3 : 1. Dengan kondisi ini maka dapat kita simpulkan bahwa prioritas elemen I adalah 3/4 dari total prioritas sedangkan elemen II 1/4 dari total prioritas. Karena diketahui bahwa total prioritas pasti sama dengan satu maka dengan mudah dapat ditentukan bobot masing-masing elemen tanpa perlu mengadakan perhitungan rumit seperti di atas. Akan tetapi, hal ini hanya berlaku untuk matriks 2 x 2 yang pasti konsisten 100%. Sedangkan untuk matriks 3 x 3 atau lebih maka tidak bisa tidak kita harus menggunakan metode Eigenvector dengan bantuan komputer. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 37

60 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Prioritas Tujuan Pasar Ekspor Indonesia Sebelum melakukan estimasi, berikut ini ditampilkan gambaran sederhana dalam dua dimensi hubungan ekspor total Indonesia ke 165 ekonomi/negara dengan ukuran ekonomi negara/ekonominya yang berupa GDP (Gross Domestic Product) atau PDB (Produk Domestik Bruto). Selain itu juga ditunjukan pada gambar berikutnya gambaran dua dimensi hubungan ekspor total Indonesia ke 165 ekonomi/negara tujuan dengan jarak geografi dari Indonesia ke ekonomi/negara tujuan. Alasan mengapa memilih kedua variabel ini untuk divisualisasikan karena kedua variabel utama inilah yang sangat terkait dengan pemilihan negara tujuan yang dianggap paling potensial. L(Export) vs L(GDP) 5 lexp lgdp bandwidth =.8 Gambar 4.1. Ekspor v.s PDB Negara Tujuan Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 38

61 Dalam Gambar 4.1 terlihat bahwa ada tendensi bahwa ekonomi/negara yang besar ukurannya (yang dikukur dalam PDB) cenderung akan menjadi negara yang akan mengimpor banyak dari Indonesia hal ini disebabkan karena kapasitas permintaan ekonomi/negara tersebut akan meningkat seiring dengan semakin besarnya ekonominya. L(Export) vs L(Distance, km) 5 lexp lkm bandwidth =.8 Gambar 4.2. Ekspor v.s Jarak ke Negara Tujuan Hal yang sebaliknya terlihat dalam Gambar 4.2 yang menunjukkan hubungan terbailik antara besarnya ekspor Indonesia ke ekonomi/negara tujuan dengan besarnya jarak geografi dengan negara tujuan dimana semakin jauh cenderung semakin sedikit ekspor Indonesia. Perlu diketahui bahwa banyak jenis variabel yang bisa dipakai untuk proksi daripada transportation cost selain jarak geografi, namun sengaja dipilih hanya memakai jarak geografi dan buka variabel turunan atau hasil perkiraan trade cost. Hal ini dianggap masih baik dan juga negara tujuan adalah hampir semua ekonomi/negara di dunia yang jaraknya bervariasi. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 39

62 Dari kedua Gambar 4.1 dan Gambar 4.2, ternyata ada indikasi kedua variabel tersebut terkait dengan ekspor Indonesia ke negara tersebut, namun harus diiingat itu hanya dua dimensi. Sehingga perlu variabel lainnya yang mempenagruhinya untuk dikontrol sehingga mencerminkan keadaaan sebenarnya. Untuk itulah dilakukan regresi sederhana dengan beberapa variabel bebas yang penting lainnya. Sebagaimana didiskusikan di awal studi ini, diperlukan bobot dari berbagai indikator yang sudah ditentukan untuk mengurutkan tujuan ekspor mana yang paling potensial. Namun menentukan bobot dengan expert judgement atau dengan survey relatif tidak lebih baik dibandingkan dengan menggunakan koefisien hasil regresi berdasarkan diskusi yang dilakukan tim peneliti. Karena itu, digunakanlah koefisien regresi. Untuk menjadi simplifikasi, maka digunakan PLS (Pooled Least Square) karena hanya membutuhkan satu set koefisien variabel sebagai pengganti bobot variabel yang akan digunakan untuk memperkirakan ekspor semua ekonomi/negara.hasilnya adalah sebagai beirkut: LnXjt=9,65**-0,35LnYt**+0,39LnYjt***+0,07LnPopjt* +0,59LnXj,t-1***-0,41LnDj***+0,02LnTjt+0.51FTAjt*** (***=signifikan pada 1%, **=signifikan pada 5%, *=signifkan pada 10%; R-squared=0,9) Dari hasil regresi terlihat bahwa dari tujuh variabel bebas, ternyata tariff MFN (Tjt) tidak mempengaruhi ekspor total Indonesia ke negara tujuan untuk periode penelitian, sementara enam variabel lainnya terbukti mempengaruhi. Selain itu ada satu variabel yang memiliki tanda koefisien yang terbalik dari hipotesisnya yaitu PDB Indonesia (Yt). Penjelasannya adalah ada kemungkinan ketika ekonomi Indonesia semakin besar ada kemungkinan sebagian barang yang tadinya diekspor (khususnya barang naturalresource intensive atau barang intermediate) akan dibutuhkan untuk input produksi domestik sehingga mengurangi ekspor 1. 1 Dari enam koefisien variabel yang signifikan, koefisien PDB Indonesia tidak akan dipakai untuk mengurutkan ekspor Indonesia dari yang terbesar ke yang terkecil karena ketika diurutkan Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 40

63 Selanjutnya dalam mencari Top 20, diperlukan pengurutan dari yang terbesar ke yang terkecil. Sehingga informasi awal yang perlu ditampilkan adalah memberikan urutan 165 ekonomi/negara tujuan ekspor terbesar setelah memasukkan koefisien dengan rata-rata setiap variabel selama periode tersebut kepada 165 ekonomi/negara. Selanjutkan pengelompokan Top 20. Agar lebih bisa memberikan gambaran yang relatif comparable, maka dilakukan simulasi jika semua ekonomi/negara memiliki FTA dengan Indonesia. Urutan keseluruhan ekonomi/negara tujuan ekspor potensial Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran Urutan Ekonomi/Negara Ekspor Utama Tanpa Simulasi FTA Pada Tabel 4.1 diperoleh urutan 165 ekonomi/negara berdasarkan hasil perhitungan yang telah dijelaskan sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa jika Indonesia ingin membangun kerjasama dengan Indonesia dalam rangka meningkatkan ekspor, maka sebaiknya Indonesia mengutamakan yang memiliki urutan menurut ranking. Secara umum dapat dilihat bahwa yang relatif menempati urutan teratas memiliki ciri-ciri salah satu atau gabungan ha berikut (1) Ekonomi/Negara yang termasuk kategori terbesar dunia (misalnya Jepang, China, Amerika Serikat), (2) Ekonomi/Negara yang termasuk yang jaraknya dekat dengan Indonesia meskipun ukuran ekonominya kecil seperti Singapura, (3) Ekonomi/Negara yang memang saat ini perdagangannya dengan Indonesia sangat besar (misalnya China dan Jepang), dan (4) Ekonomi/Negara yang sudah memiliki perjanjian FTA dengan Indonesia (misalnya Korea dan Malaysia). maka akan sama saja urutannya baik dengan atau tanpa koefisien PDB Indonesia. Koefisien konstanta juga tidak dimasukkan dengan alasan yang sama. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 41

64 Tabel 4.1. Negara Tujuan Ekspor Potensial Terbesar (Tanpa FTA) Ranking Negara/Ekonomi Ranking Negara/Ekonomi Ranking Negara/Ekonomi Ranking Negara/Ekonomi Ranking Negara/Ekonomi 1 Japan 34 Myanmar 67 Yemen, Rep. 100 Congo, Dem. Rep. 133 Gambia, The 2 China 35 Nigeria 68 Hungary 101 Djibouti 134 Zambia 3 United States 36 New Zealand 69 Ghana 102 Senegal 135 Armenia 4 Singapore 37 Ukraine 70 Papua New Guinea 103 Uzbekistan 136 Bosnia- Herzegovina 5 India 38 Argentina 71 Morocco 104 Togo 137 Niger 6 Korea, Rep. 39 Sri Lanka 72 Slovak Republic 105 Congo, Rep. 138 Kyrgyz Republic 7 Malaysia 40 Switzerland 73 Slovenia 106 Cuba 139 Solomon Islands 9 Thailand 41 Cambodia 74 Ecuador 107 Cyprus 140 Suriname 8 Australia 42 Greece 75 Tunisia 108 Paraguay 141 Tajikistan 10 Germany 43 Denmark 76 Bulgaria 109 Macao SAR, China 142 Iceland 11 Philippines 44 Sweden 77 Panama 110 Gabon 143 Barbados 12 Taipei (Taiwan), China 45 Algeria 78 Croatia 111 Guinea 144 Rwanda 13 Italy 46 Finland 79 Cote d'ivoire 112 Uganda 145 Chad 14 Netherlands 47 Chile 80 Mauritius 113 Bolivia 146 Lesotho 15 Vietnam 48 Israel 81 Mozambique 114 Fiji 147 Bermuda 16 United Kingdom 49 Colombia 82 Kazakhstan 115 Maldives 148 Vanuatu 17 Spain 50 Czech Republic 83 Lithuania 116 El Salvador 149 Burundi 18 France 51 Kuwait, the State of 84 Bahrain 117 Haiti 150 Bahamas, The 19 Brazil 52 Portugal 85 Ethiopia 118 Azerbaijan 151 Swaziland 20 Hong Kong SAR, China 53 Norway 86 Afghanistan 119 Honduras 152 Guinea-Bissau 21 Saudi Arabia 54 Romania 87 Cameroon 120 Belarus 153 Botswana 22 Russian Federation 55 Oman 88 Benin 121 Malawi 154 Guyana 23 Turkey 56 Kenya 89 Madagascar 122 Jamaica 155 Montenegro 24 Canada 57 Qatar 90 Georgia 123 Trinidad and Tobago 156 Comoros 25 United Arab Emirates 58 Venezuela, RB 91 Dominican Republic 124 Malta 157 Tonga 26 Belgium 59 Brunei Darussalam 92 Nepal 125 Macedonia, FYR 158 Moldova 27 Pakistan 60 Angola 93 Lao PDR 126 Nicaragua 159 Cabo Verde 28 Bangladesh 61 Austria 94 Uruguay 127 Sierra Leone 160 Belize 29 South Africa 62 Peru 95 Guatemala 128 Namibia 161 Dominica 30 Mexico 63 Ireland 96 Luxembourg 129 Mongolia 162 Antigua and Barbuda 31 Iran, Islamic Rep. 64 Sudan 97 Estonia 130 Mali 163 Grenada 32 Egypt, Arab Rep. 65 Tanzania 98 Latvia 131 Albania 164 St. Kitts and Nevis 33 Poland 66 Jordan 99 Costa Rica 132 Burkina Faso 165 Palau Sumber: Hasil Penghitungan Tim Peneliti Tabel Negara/Ekonomi Dengan Prioritas Tertinggi (Dengan FTA dan Tanpa FTA) Ranking Negara/Ekonomi Ranking Negara/Ekonomi 1 Japan 11 Philippines 2 China 12 Taipei (Taiwan) SAR, China 3 United States 13 Italy 4 Singapore 14 Netherlands 5 India 15 Vietnam 6 Korea, Rep. 16 United Kingdom 7 Malaysia 17 Spain 9 Thailand 18 France 8 Australia 19 Brazil 10 Germany 20 Hong Kong SAR, China Tabel 4.2 merupakan urutan Top 20 dari 165 ekonomi/negara tanpa simulasi FTA yang merupakan ekonomi/negara baik yang sudah memiliki FTA maupun yang belum memiliki FTA dengan Indonesia. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 42

65 Tabel Negara/Ekonomi dengan Prioritas Tertinggi (Tanpa FTA) Ranking Negara/Ekonomi Ranking Negara/Ekonomi 1 United States 11 Saudi Arabia 2 Germany 12 Russian Federation 3 Taipei (Taiwan) SAR, China 13 Turkey 4 Italy 14 Canada 5 Netherlands 15 United Arab Emirates 6 United Kingdom 16 Belgium 7 Spain 17 Pakistan 8 France 18 Bangladesh 9 Brazil 19 South Africa 10 Hong Kong SAR, China 20 Mexico Tabel 4.3 merupakan urutan Top 20 dari 165 ekonomi/negara tanpa simulasi FTA yang merupakan ekonomi/negara yang belum memiliki FTA dengan Indonesia. Tabel Negara dengan Prioritas Tertinggi (Tanpa FTA) Ranking NEGARA Ranking NEGARA 1 United States 11 Turkey 2 Germany 12 Canada 3 Italy 13 United Arab Emirates 4 Netherlands 14 Belgium 5 United Kingdom 15 Pakistan 6 Spain 16 Bangladesh 7 France 17 South Africa 8 Brazil 18 Mexico 9 Saudi Arabia 19 Iran, Islamic Rep. 10 Russian Federation 20 Egypt, Arab Rep. Tabel 4.4 merupakan 20 tertinggi dari 165 ekonomi/negara (simulasi tanpa FTA) yang merupakan negara yang belum memiliki FTA dengan Indonesia. Pembedaan ketiga kelompok tersebut dilakukan agar bisa memberikan informasi yang lebih jelas mengenai urutan terpilih dari total 165 negara/ekonomi. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 43

66 Negara/Ekonomi Ekspor Utama Dengan Simulasi FTA Selanjutnya diasumsikan semua ekonomi/negara melakukan FTA dengan Indonesia. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.5: Tabel 4.5. Negara Tujuan Ekspor Potensial Terbesar (Dengan FTA) Ranking Negara/Ekonomi Ranking Negara/Ekonomi Ranking Negara/Ekonomi Ranking Negara/Ekonomi Ranking Negara/Ekonomi 1 Japan 34 Nigeria 67 Hungary 100 Djibouti 133 Gambia, The 2 China 35 Ukraine 68 Ghana 101 Senegal 134 Zambia 3 United States 36 Argentina 69 Papua New Guinea 102 Uzbekistan 135 Armenia 4 India 37 New Zealand 70 Morocco 103 Togo 136 Bosnia-Herzegovina 5 Singapore 38 Sri Lanka 71 Brunei Darussalam 104 Congo, Rep. 137 Niger 6 Korea, Rep. 39 Switzerland 72 Slovak Republic 105 Cuba 138 Kyrgyz Republic 7 Malaysia 40 Myanmar 73 Slovenia 106 Cyprus 139 Solomon Islands 8 Australia 41 Greece 74 Ecuador 107 Paraguay 140 Suriname 9 Germany 42 Denmark 75 Tunisia 108 Lao PDR 141 Tajikistan 10 Thailand 43 Sweden 76 Bulgaria 109 Macao SAR, China 142 Iceland 11 Taipei (Taiwan), China 44 Algeria 77 Panama 110 Gabon 143 Barbados 12 Italy 45 Finland 78 Croatia 111 Guinea 144 Rwanda 13 Netherlands 46 Chile 79 Cote d'ivoire 112 Uganda 145 Chad 14 Philippines 47 Israel 80 Mauritius 113 Bolivia 146 Lesotho 15 United Kingdom 48 Colombia 81 Mozambique 114 Fiji 147 Bermuda 16 Spain 49 Czech Republic 82 Kazakhstan 115 Maldives 148 Vanuatu 17 France 50 Cambodia 83 Lithuania 116 El Salvador 149 Burundi 18 Brazil 51 Kuwait, the State of 84 Bahrain 117 Haiti 150 Bahamas, The 19 Hong Kong SAR, China 52 Portugal 85 Ethiopia 118 Azerbaijan 151 Swaziland 20 Vietnam 53 Norway 86 Afghanistan 119 Honduras 152 Guinea-Bissau 21 Saudi Arabia 54 Romania 87 Cameroon 120 Belarus 153 Botswana 22 Russian Federation 55 Oman 88 Benin 121 Malawi 154 Guyana 23 Turkey 56 Kenya 89 Madagascar 122 Jamaica 155 Montenegro 24 Canada 57 Qatar 90 Georgia 123 Trinidad and Tobago 156 Comoros 25 United Arab Emirates 58 Venezuela, RB 91 Dominican Republic 124 Malta 157 Tonga 26 Belgium 59 Angola 92 Nepal 125 Macedonia, FYR 158 Moldova 27 Pakistan 60 Austria 93 Uruguay 126 Nicaragua 159 Cabo Verde 28 Bangladesh 61 Peru 94 Guatemala 127 Sierra Leone 160 Belize 29 South Africa 62 Ireland 95 Luxembourg 128 Namibia 161 Dominica 30 Mexico 63 Sudan 96 Estonia 129 Mongolia 162 Antigua and Barbuda 31 Iran, Islamic Rep. 64 Tanzania 97 Latvia 130 Mali 163 Grenada 32 Egypt, Arab Rep. 65 Jordan 98 Costa Rica 131 Albania 164 St. Kitts and Nevis 33 Poland 66 Yemen, Rep. 99 Congo, Dem. Rep. 132 Burkina Faso 165 Palau Sumber: Hasil Penghitungan Tim Peneliti Pada tabel 4.5 di atas terlihat bahwa 20 negara teratas terdapat pergeseran posisi dibandingkan dengan tabel 4.1. Tabel 4.6 menunjukkan perbandingan 33 Negara/Ekonomi prioritas teratas antara yang menggunakan simulasi FTA dan yang tidak. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 44

67 Tabel Negara/Ekonomi Prioritas Teratas (Tanpa FTA dan Dengan FTA) Dari Tabel 4.6, dapat diketahui bahwa: 1) 3 Negara dengan urutan teratas baik dengan maupun tanpa FTA merupakan tiga ekonomi terbesar dunia, yaitu Amerika Serikat, China, dan Jepang; 2) Jika semuanya diperlakukan sama dengan FTA, posisi Korea Selatan, Singapura, Filipina, dan Thailand turun dari posisi semula secara relatif dengan negara/ekonomi lainnya; 3) India, Negara-Negara Uni Eropa, dan Brazil meningkat posisinya jika semua diperlakukan dengan FTA; 4) Ada dua ekonomi yang kelihatannya menonjol namun secara formal tidak memungkinkan memiliki perjanjian dengan Indonesia secara langsung tanpa persetujuan China yaitu Taipei (Taiwan) dan Hongkong. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 45

68 Tabel Negara/Ekonomi Dengan Prioritas Tertinggi (Dengan FTA) Ranking Negara/Ekonomi Ranking Negara/Ekonomi 1 Japan 11 Taipei (Taiwan) SAR, China 2 China 12 Italy 3 United States 13 Netherlands 4 India 14 Philippines 5 Singapore 15 United Kingdom 6 Korea, Rep. 16 Spain 7 Malaysia 17 France 9 Australia 18 Brazil 8 Germany 19 Hong Kong SAR, China 10 Thailand 20 Vietnam Tabel 4.7 adalah urutan 20 tertinggi dari 165 ekonomi/negara dengan simulasi FTA yang merupakan ekonomi/negara baik yang sudah memiliki FTA maupun yang belum memiliki FTA dengan Indonesia. Tabel Negara/Ekonomi Dengan Prioritas Tertinggi Ranking Negara/Ekonomi Ranking Negara/Ekonomi 1 United States 11 Saudi Arabia 2 Germany 12 Russian Federation 3 Taipei (Taiwan) SAR, China 13 Turkey 4 Italy 14 Canada 5 Netherlands 15 United Arab Emirates 6 United Kingdom 16 Belgium 7 Spain 17 Pakistan 8 France 18 Bangladesh 9 Brazil 19 South Africa 10 Hong Kong SAR, China 20 Mexico Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 46

69 Tabel 4.8 adalah urutan 20 tertinggi dari 165 ekonomi/negara dengan simulasi FTA yang merupakan ekonomi/negara baik yang belum memiliki FTA maupun yang belum memiliki FTA dengan Indonesia. Tabel Negara Dengan Prioritas Tertinggi Ranking Negara Ranking Negara 1 United States 11 Turkey 2 Germany 12 Canada 3 Italy 13 United Arab Emirates 4 Netherlands 14 Belgium 5 United Kingdom 15 Pakistan 6 Spain 16 Bangladesh 7 France 17 South Africa 8 Brazil 18 Mexico 9 Saudi Arabia 19 Iran, Islamic Rep. 10 Russian Federation 20 Egypt, Arab Rep. Tabel 4.9 adalah urutan Top 10/20 dari 165 ekonomi/negara dengan simulasi FTA yang merupakan negara baik yang belum memiliki FTA maupun yang belum memiliki FTA dengan Indonesia. Tabel 4.9 adalah Tabel Final yang akan dipaergunakan dalam memilih prioritas negara tujuan ekspor terbesar Indonesia yang saat ini belum memiliki FTA. Dari diskusi yang dilakukan Tim Peneliti, ternyata sedang ada pembicaraan untuk melakukan negosiasi dengan Negara Negara Uni Eropa, sehingga untuk saat ini bisa diasumsikan sebagai sebagai Negara yang memiliki FTA dengan Indonesia. Karena itu urutan selanjutnya adalah selain negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Dari Tabel 4.9, yang masuk Top 10 yang bukan anggota Uni Eropa adalah Amerika Serikat (United States), Brazil, Arab Saudi (Saudi Arabia), dan Rusia (Russian Federation). Telah disepakati oleh Tim Peneliti untuk memilih tiga negara sebagai awal untuk mencari produk/komoditi apa yang Indonesia seharusnya perjuangkan ketika ada negosiasi dengan negara Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 47

70 tersebut, khususnya Amerika Serikat (Amerika Utara), Brazil (Amerika Selatan), dan Rusia (Eropa Timur) Komoditi Prioritas Indonesia Ke Beberapa Negara Terpilih Sebagaimana terlihat pada bagian sebelumya, telah terpilih tiga negara sebagai contoh kasus dalam menentukan komoditi prioritas setelah penentuan negara prioritas. Berikut ini akan dibahas satu persatu negara tersebut yaitu Amerika Serikat, Brazil, dan Rusia. Diharapkan cara yang sama bisa direplikasi untuk negara tujuan lainnya Komoditi Prioritas Indonesia Ke Amerika Serikat Telah dijelaskan dalam metodologi penentuan sektor prioritas pada level HS Dijit 6. Ada empat komponen utama dalam indeks komoditi prioritas. Hasil perhitungannya dapat dilihat dalam Lampiran 3 laporan ini berupa urutan komoditi prioritas tersebut sebanyak 2,537 komoditi ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS). Namun untuk analisa dalam laporan ini hanya akan diambil Top 100 komoditi. Supaya lebih menarik, komoditi tersebut akan dikelompokkan lagi ke dalam HS Dijit 2 untuk menggeneralisasi komoditi ekpor Indonesia ke Amerika Serikat. Sebagai informasi, terdapat 17 komoditi yang tidak dimasukkan dikarenakan tidak memiliki data rarif yang diperlukan sebagai salah satu indikator penting dalam kajian ini. Ada pun komoditi tersebut dapat dilihat dalam table berikut ini: Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 48

71 Tabel Sejumlah 17 Komoditi Amerika Serikat Yang Tidak Memiliki Data Tarif No Country (Importer) Product Code Product Description 1 USA Pacific salmon/atlantic salmon/danu 2 USA Fish livers & roes, frozen 3 USA Toothfish (Dissostichus spp.), froz 4 USA Shrimps & prawns, whether/not in sh 5 USA Fruits of the genera Capsicum/Pime 6 USA Seeds of coriander 7 USA Soya beans, whether/not broken 8 USA Roasted chicory & other roasted cof 9 USA Lactones (excl. coumarin, methylcou 10 USA Tall oil fatty acids 11 USA Petroleum resins, coumarone, inden 12 USA Maple (Acer spp.), sawn/chipped len 13 USA Kraft paper (excl. sack kraft paper 14 USA Pins other than safety pins, of iro 15 USA Parts & accessories of shotguns/rif 16 USA Video games of a kind used with a t 17 USA Commodities not specified according Supaya gambaran penentuan indeks komoditi ini lebih lengkap, akan diperlihatkan masing-masing indikator dalam satu dimensi,lalu kemudian ditunjukkan IKP sebagai gabungan dari keempat indikator dapat dilihat pada Lampiran 3 untuk komoditi prioritas ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Tim peneliti menempatkan keempat dimensi dalam bobot yang sama (25%), namun dapat saja diubah kemudian jika ada persepsi yang lain. Urutan tampilan dalam lampiran tersebut adalah(1) Normalisasi rata-rata nilai ekspor komoditi itu terhadap total ekspor ke AS atau disingkat share, (2) Normalisasi rata-rata pertumbuhan ekspor komoditi yang bersangkutan ke AS atau disingkat growth, (3) Normalisasi ratarata daya saing Indonesia untuk komoditi tersebut atau disingkat RCA, (4) Normalisasi rata-rata tariff MFN komoditi tersebut dari sisi AS atau disingkat Tarif MFN, dan kemudia (5) Indeks Komoditi Prioritas (IKP) yang menggabungkan keempat indikator tersebut. Hal ini akan dilakukan sama Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 49

72 persis untuk prioritas komoditi untuk Brasil dan Rusia sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4 dan Lampiran 5. Tabel 4.11 berikut ini memperlihatkan Top 100 komoditi ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Tabel Top 100 Komoditi Prioritas ke Amerika Serikat (HS 6 Dijit) Rank Product Description Rank Product Description Rank Product Description 1 Technically spec. natural rubber (T 34 Crab, prepared/preserved 67 Paper&paperboard, of which >10 % 2 Palm oil, crude 35 Southern bluefin tunas (Thunnus mac 68 Tanned/crust hides & skins of repti 3 Homogenised/reconstituted tobacco 36 Cotton yarn, single (excl. sewing t 69 Parts of the slide fasteners of Oil-cake & other solid residues, wh 37 Pepper (genus Piper), neither crush 70 Men's/boys' shirts (excl. knitted/c 5 Nickel mattes 38 Wood sawn/chipped length wise, slic 71 New pneumatic tyres, of rubber, of 6 Cotton yarn, single (excl. sewing t 39 Seats of bamboo/rattan. 72 Other footwear without outer soles 7 Palm kernel/babassu oil, crude 40 Mats, matting&screens of vegetable 73 Synthetic staple fibres, carded/com Cinnamon(excl. of ) & 8 cinna 41 Artificial filament yarn (other tha 74 Industrial fatty alcohols 9 Mace 42 Artificial filament yarn (other tha 75 Yarn other than sewing thread, of s 10 Cotton yarn, multiple(folded)/cable 43 Alkaloids of cinchona&their derivat 76 Cotton yarn, single (excl. sewing t 11 Alloy pig iron; spiegeleisen, in pi 44 Tunas (excl. of ), f 77 Men's/boys' shirts, knitted/crochet 12 Nutmeg 45 Cocoa butter, fat & oil 78 Toilet/facial tissue stock, towel/n 13 Yarn other than sewing thread, of s 46 Tobacco, partly/wholly stemmed/stri 79 Grand pianos, incl. auto. pianos 14 Cotton yarn, single (excl. sewing t 47 Cotton yarn, single (excl. sewing t 80 Gloves, mittens & mitts, of leather 15 Plywood, consisting solely of sheet 48 Paper&paperboard, not containing fi 81 Tobacco, not stemmed/stripped 16 Yarn other than sewing thread, of s 49 Seats of cane/osier, other than of 82 Upright pianos, incl. auto. pianos Cinnamon & cinnamon-tree flowers, 17 c 50 Petroleum oils & oils obt. from bit 83 Fish fillets&other fish meat (excl. 18 Yarn other than sewing thread, of a 51 Wigs, false beards, eyebrows & eyel 84 Women's/girls' blouses, shirts & sh 19 Edible products of animal origin, n 52 Woven fabrics of synthetic filament 85 Other footwear with outer soles & u 20 Yarn other than sewing thread, of p 53 Women's/girls' blouses, shirts & sh 86 Track suits, knitted/crocheted, of 21 Yarn other than sewing thread, of a 54 Cinnamon(Cinnamomum zeylanicum Blum 87 Furniture of banboo/rattan. 22 Shrimps & prawns, whether/not in sh 55 Yarn other than sewing thread, of s 88 Glycerol other than crude 23 Jerseys, pullovers, cardigans, wais 56 Hoopwood; split poles; piles, picke 89 Women's/girls', trousers, bib & bra Sports footwear; tennis shoes, 24 Cotton yarn, single (excl. sewing t 57 Wigs other than complete wigs, fals 90 bask 25 Woven fabrics of cotton, containing 58 Ground-nuts, prepared/preserved, wh 91 Woven fabrics of cotton, containing 26 Complete wigs, of synthetic textile 59 Coconut (copra) oil, crude 92 Men's/boys' trousers, bib & brace o 27 Cotton yarn, multiple(folded)/cable 60 Women's/girls' swimwear, knitted/cr 93 Palm oil, other than crude, & fract 28 D-glucitol (sorbitol) 61 Cocoa shells, husks, skins & other 94 Contact lenses 29 Woven fabrics of cotton, containing 62 Cotton yarn, single (excl. sewing t 95 Women's/girls' overcoats, car-coats 30 Cotton yarn, single (excl. sewing t 63 Yarn other than sewing thread, of a 96 Musical instr. (excl. keyboard inst Yellowfin tunas (Thunnus 31 albacares) 64 Women's/girls' trousers, bib & brac 97 Cloves (whole fruit, cloves & stems 32 Yarn other than sewing thread, of s 65 Women's/girls' blouses, shirts & sh 98 Women's/girls' jackets & blazers, k Smoked fish (excl. of & Jerseys, pullovers, cardigans, wais 99 Coffee, not roasted, not decaffeina 100 BrassiFres & parts thereof, whethe Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 50

73 Terlihat bahwa urutan teratas Top 10 ekspor komoditi Indonesia ke Amerika Serikat didominasi oleh kelompok komoditi barang mentah dan manufaktur yang bersifat Natural Resource Intensive (NRI). Untuk urutan 10-20, sudah mulai kelihatan komoditi yang lebih bersifat Unskilled Labor Intensive (ULI).Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Tabel Top 100 Komoditi Prioritas ke Amerika Serikat (HS 2 Dijit) HS 2&6 Digits Description HS 2&6 Digits Description HS 03 (Fish and crustaceans, molluscs and ) HS 54 (Man-made filaments; strip and the l) Yellowfin tunas (Thunnus albacares) Artificial filament yarn (other tha Southern bluefin tunas (Thunnus mac Artificial filament yarn (other tha Tunas (excl. of ), f Woven fabrics of synthetic filament Fish fillets&other fish meat (excl. HS 55 (Man-made staple fibres) Smoked fish (excl. of & Synthetic staple fibres, carded/com Shrimps & prawns, whether/not in sh Yarn other than sewing thread, of s (HS 04) Dairy produce; birds' eggs; natural Yarn other than sewing thread, of s Edible products of animal origin, n Yarn other than sewing thread, of s HS 09 (Coffee, tea, matt and spices) Yarn other than sewing thread, of s Coffee, not roasted, not decaffeina Yarn other than sewing thread, of s Pepper (genus Piper), neither crush Yarn other than sewing thread, of p Cinnamon(Cinnamomum zeylanicum Blum Yarn other than sewing thread, of a Cinnamon(excl. of ) & cinna Yarn other than sewing thread, of a Cinnamon & cinnamon-tree flowers, c Yarn other than sewing thread, of a Cloves (whole fruit, cloves & stems HS 61 (Articles of apparel and clothing ac) Nutmeg Women's/girls' overcoats, car-coats Mace Men's/boys' trousers, bib & brace o HS 15 (Animal or vegetable fats and oils a) Women's/girls' jackets & blazers, k Palm oil, crude Women's/girls' trousers, bib & brac Palm oil, other than crude, & fract Men's/boys' shirts, knitted/crochet Coconut (copra) oil, crude Women's/girls' blouses, shirts & sh Palm kernel/babassu oil, crude Jerseys, pullovers, cardigans, wais HS 16 (Preparations of meat, of fish or of) Jerseys, pullovers, cardigans, wais Crab, prepared/preserved Track suits, knitted/crocheted, of HS 18 (Cocoa and cocoa preparations) Women's/girls' swimwear, knitted/cr Cocoa shells, husks, skins & other HS 62 (Articles of apparel and clothing ac) Cocoa butter, fat & oil Women's/girls', trousers, bib & bra HS 20 (Preparations of vegetables, fruit, ) Men's/boys' shirts (excl. knitted/c Ground-nuts, prepared/preserved, wh Women's/girls' blouses, shirts & sh HS 23 (Residues and waste from the food in) Women's/girls' blouses, shirts & sh Oil-cake & other solid residues, wh BrassiFres & parts thereof, whethe HS 24 (Tobacco and manufactured tobacco su) HS 64 (Footwear, gaiters and the like; par) Tobacco, not stemmed/stripped Other footwear with outer soles & u Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 51

74 Tobacco, partly/wholly stemmed/stri Other footwear without outer soles Homogenised/reconstituted tobacco Sports footwear; tennis shoes, bask HS 27 (Mineral fuels, mineral oils and pro) HS 67 (Prepared feathers and down and arti) Petroleum oils & oils obt. from bit Complete wigs, of synthetic textile HS 29 (Organic chemicals) Wigs other than complete wigs, fals D-glucitol (sorbitol) Wigs, false beards, eyebrows & eyel Glycerol other than crude HS 72 (Iron and steel) Alkaloids of cinchona&their derivat Alloy pig iron; spiegeleisen, in pi HS 38 (Miscellaneous chemical products) HS 75 (Nickel and articles thereof) Industrial fatty alcohols Nickel mattes HS 40 (Rubber and articles thereof) HS 90 (Optical, photographic, cinematograp) Technically spec. natural rubber (T Contact lenses New pneumatic tyres, of rubber, of HS 92 (Musical instruments; parts and acce) HS 41 (Raw hides and skins(other than furs)) Upright pianos, incl. auto. pianos Tanned/crust hides & skins of repti Grand pianos, incl. auto. pianos HS 42 (Articles of leather; saddlery and h) Musical instr. (excl. keyboard inst Gloves, mittens & mitts, of leather HS 94 (Furniture; bedding, mattresses, mat) HS 44 (Wood and articles of wood; wood cha) Seats of bamboo/rattan Hoopwood; split poles; piles, picke Seats of cane/osier, other than of Wood sawn/chipped length wise, slic Furniture of banboo/rattan Plywood, consisting solely of sheet HS 96 (Miscellaneous manufactured articles) HS 46 (Manufactures of straw, of esparto o) Parts of the slide fasteners of Mats, matting&screens of vegetable HS 48 (Paper and paperboard; articles of p) Paper&paperboard, not containing fi Paper&paperboard, of which >10 % by Toilet/facial tissue stock, towel/n HS 52 (Cotton) Cotton yarn, single (excl. sewing t Cotton yarn, single (excl. sewing t Cotton yarn, single (excl. sewing t Cotton yarn, single (excl. sewing t Cotton yarn, single (excl. sewing t Cotton yarn, single (excl. sewing t Cotton yarn, single (excl. sewing t Cotton yarn, single (excl. sewing t Cotton yarn, multiple(folded)/cable Cotton yarn, multiple(folded)/cable Woven fabrics of cotton, containing Woven fabrics of cotton, containing Woven fabrics of cotton, containing Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 52

75 Saat dikelompokkan ke dalam HS Dijit 2, Komoditi Top 100 ekspor ke Amerika Serikat dapat dikelompokkan ke dalam 31 kelompok HS 2 Dijit. Adapun dari 31 tersebut, kelompok yang mendominasi dalam Top 5 dari segi jumlah sub komoditi HS 6 Dijit adalah HS 52 (Cotton) dengan 13 komoditi, HS 55 (Man-made staple fibres) dengan 10 komoditi, HS 61 (Articles of apparel and clothing ac) dengan 10 komoditi, HS 09 (Coffee, tea, matt and spices) dengan 8 komoditi, danhs 03 (Fish and crustaceans, molluscs and ) dengan 6 komoditi. Pengelompokan yang lebih sederhana di atas dapat memberikan gambaran umum bahwa dominasi Top 100 komoditi relatif lebih banyak untuk kelompok komoditi manufaktur yang bersifat Unskilled Labor Intensive (ULI)serta barang mentah maupun manufakturnya yang bersifat Natural Resource Intensive (NRI) Komoditi Prioritas Indonesia Ke Brazil Top 100 komoditi eskspor Indonesia ke Brazil dapat dilihat pada Tabel 4.13 di bawah ini. Pada tabel terlihat bahwa kelompok Top 20 ekspor ke Brazil didominasi oleh komoditi yang bersifat Natural Resource Intensive (NRI) dan Unskilled Labor Intensive (ULI). Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 53

76 Tabel Top 100 Komoditi Prioritas ke Brazil (HS 6 Dijit) Rank Product Description Rank Product Description Rank Product Description 1 Palm oil, other than crude, & fract 34 Other n.e.s. in 61.15, knitted/croc 67 Track suits (excl. knitted/crochete 2 Palm kernel/babassu oil, other than 35 Made up clothing accessories (excl. 68 Women's/girls' jackets & blazers (e 3 Technically spec. natural rubber (T 36 Women's/girls' ensembles (excl. kni 69 Women's/girls' trousers, bib & brac 4 Yarn other than sewing thread, of a 37 Bed linen (excl. knitted/crocheted) 70 Seats of bamboo/rattan. Parts of the pumps, compressors, 5 Yarn other than sewing thread, of s 38 fa 71 Jerseys, pullovers, cardigans, wais 6 Automatic circuit breakers, for a v 39 Footwear with outer soles & uppers 72 Women's/girls' skirts & divided ski 7 Cotton yarn, single (excl. sewing t 40 Other footwear without outer soles 73 Women's/girls' overcoats, car-coats 8 Natural rubber other than latex/smo 41 Men's/boys' shirts, knitted/crochet 74 Trunks, suit-cases, vanity-cases, e 9 Footwear (excl. waterproof) with ou 42 Girdles & panty-girdles & parts the 75 Swimwear (excl. knitted/crocheted), 10 Other footwear with outer soles & u 43 Used/new rags, scrap twine, cordage 76 Flexible intermediate bulk containt 11 Yarn other than sewing thread, of p 44 Footwear with uppers of leather/com 77 Women's/girls' nightdresses & pyjam 12 Women's/girls' skirts & divided ski 45 Moulds for rubber/plastics, Inject 78 Graduated compression hosiery (eg. 13 Carpets & other textile floor cover 46 Men's/boys' swimwear, knitted/croch 79 Jerseys, pullovers, cardigans, wais 14 Waste (incl. noils, yarn waste & ga 47 Corselettes & parts thereof, wheth 80 Women's/girls' overcoats, raincoats 15 Other footwear without outer soles 48 T-shirts, singlets & other vests, k 81 Sacks & bags, of a kind used for th Garments made up of 16 Syringes, with/without needles 49 Articles of peat 82 knitted/crochet 17 Ski-boots, cross-country ski footwe 50 Other footwear with outer soles & u 83 Carpets & other textile floor cover 18 Sports footwear other than ski-boot 51 Cloves (whole fruit, cloves & stems 84 knitted/crocheted parts of garments Babies' garments & clothing 19 Track suits (excl. knitted/crochete 52 Swimwear (excl. knitted/crocheted), 85 accesso 20 Woven fabrics of cotton, containing 53 Yarn other than sewing thread, of a 86 Women's/girls' blouses, shirts & sh 21 Track suits, knitted/crocheted, of 54 Women's/girls' trousers, bib & brac 87 Men's/boys' shirts, knitted/crochet 22 Women's/girls' trousers, bib & brac 55 Track suits (excl. knitted/crochete 88 Women's/girls' blouses, shirts & sh 23 Cotton yarn, single (excl. sewing t 56 Footwear with outer soles of leathe 89 Women's/girls' singlets & other ves Women's/girls' nightdresses & 24 Cinnamon(excl. of ) & cinna 57 pyjam 90 Women's/girls', trousers, bib & bra 25 Condensers for steam/other vapour p 58 Women's/girls' dresses (excl. knitt 91 Gloves, mittens & mitts (excl. knit 26 Sports footwear; tennis shoes, bask 59 Blankets (excl. electric) & travell 92 Women's/girls' skirts & divided ski 27 Track suits, knitted/crocheted, of 60 Jerseys, pullovers, cardigans, wais 93 Women's/girls' ensembles, knitted/c 28 Yarn other than sewing thread, of s 61 Men's/boys' nightshirts & pyjamas ( 94 Women's/girls' trousers, bib & brac 29 Sports footwear other than ski-boot 62 Men's/boys' trousers, bib & brace o 95 Men's/boys', anoraks (incl. ski-jac 30 Cinnamon(Cinnamomum zeylanicum Blum 63 BrassiFres & parts thereof, whethe 96 Handkerchiefs, of other textile mat 31 Cotton yarn, single (excl. sewing t 64 Garments, n.e.s., knitted/crocheted 97 Women's/girls' nightdresses & pyjam 32 Footwear other than with uppers of 65 Women's/girls' blouses, shirts & sh 98 Other n.e.s. in 61.15, knitted/croc 33 Gloves, mittens & mitts, knitted/cr 66 Men's/boys' trousers, bib & brace o 99 Men's/boys' ensembles, knitted/croc 100 Gloves, mittens & mitts, knitted/cr Agar dapat dianalisis lebih jauh, kemudian Top 100 komoditi ekspor Indonesia ke Brazil dikelompokkan ke dalam HS 2 Dijit seperti terlihat pada Tabel 4.14 di bawah ini. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 54

77 Tabel Top 100 Komoditi Prioritas ke Brazil (HS 2 Dijit) HS 2&6 Digits Description HS 2&6 Digits Description HS 09 (Coffee, tea, matt and spices) 62 (Articles of apparel and clothing not knitted) Cinnamon(Cinnamomum zeylanicum Blum Men's/boys', anoraks (incl. ski-jac Cinnamon(excl. of ) & cinna Women's/girls' overcoats, raincoats Cloves (whole fruit, cloves & stems Women's/girls' ensembles (excl. kni HS 15 (Animal or vegetable fats and oils a) Women's/girls' jackets & blazers (e Palm oil, other than crude, & fract Women's/girls' dresses (excl. knitt Palm kernel/babassu oil, other than Women's/girls' skirts & divided ski HS 40 (Rubber and articles thereof) Women's/girls', trousers, bib & bra Technically spec. natural rubber (T Women's/girls' blouses, shirts & sh Natural rubber other than latex/smo Women's/girls' blouses, shirts & sh HS 42 (Articles of leather; saddlery and h) Women's/girls' blouses, shirts & sh Trunks, suit-cases, vanity-cases, e Men's/boys' nightshirts & pyjamas ( HS 52 (Cotton) Women's/girls' nightdresses & pyjam Cotton yarn, single (excl. sewing t Women's/girls' singlets & other ves Cotton yarn, single (excl. sewing t Swimwear (excl. knitted/crocheted), Cotton yarn, single (excl. sewing t Swimwear (excl. knitted/crocheted), Woven fabrics of cotton, containing Track suits (excl. knitted/crochete HS 65 (Man-made staple fibres) Track suits (excl. knitted/crochete Waste (incl. noils, yarn waste & ga Track suits (excl. knitted/crochete Yarn other than sewing thread, of s BrassiFres & parts thereof, whethe Yarn other than sewing thread, of s Girdles & panty-girdles & parts the Yarn other than sewing thread, of p Corselettes & parts thereof, wheth Yarn other than sewing thread, of a Handkerchiefs, of other textile mat Yarn other than sewing thread, of a Gloves, mittens & mitts (excl. knit HS 57 (Carpets and other textile floor cov) Made up clothing accessories (excl Carpets & other textile floor cover HS 63 (Other made up textile articles; set) Carpets & other textile floor cover Blankets (excl. electric) & travell HS 61 (Articles of apparel and clothing knitted) Bed linen (excl. knitted/crocheted) Women's/girls' overcoats, car-coats Flexible intermediate bulk containt Men's/boys' ensembles, knitted/croc Sacks & bags, of a kind used for th Men's/boys' trousers, bib & brace o Used/new rags, scrap twine, cordage Men's/boys' trousers, bib & brace o HS 64 (Footwear, gaiters and the like; par) Women's/girls' ensembles, knitted/c Sports footwear other than ski-boot Women's/girls' skirts & divided ski Footwear with outer soles & uppers Women's/girls' skirts & divided ski Other footwear with outer soles & u Women's/girls' trousers, bib & brac Other footwear with outer soles & u Women's/girls' trousers, bib & brac Ski-boots, cross-country ski footwe Women's/girls' trousers, bib & brac Sports footwear other than ski-boot Women's/girls' trousers, bib & brac Footwear with outer soles of leathe Men's/boys' shirts, knitted/crochet Other footwear without outer soles Men's/boys' shirts, knitted/crochet Other footwear without outer soles Women's/girls' nightdresses & pyjam Sports footwear; tennis shoes, bask Women's/girls' nightdresses & pyjam Footwear (excl. waterproof) with ou T-shirts, singlets & other vests, k Footwear with uppers of leather/com Jerseys, pullovers, cardigans, wais Footwear other than with uppers of Jerseys, pullovers, cardigans, wais HS 68 (Articles of stone, plaster, cement,) Jerseys, pullovers, cardigans, wais Articles of peat Babies' garments & clothing accesso HS 84 (Nuclear reactors, boilers, machiner) Track suits, knitted/crocheted, of Condensers for steam/other vapour p Track suits, knitted/crocheted, of Parts of the pumps, compressors, fa Men's/boys' swimwear, knitted/croch Moulds for rubber/plastics, Inject Garments made up of knitted/crochet HS 85 (Electrical machinery and equipment ) Garments, n.e.s., knitted/crocheted Automatic circuit breakers, for a v Graduated compression hosiery (eg. HS 90 (Optical, photographic, cinematograp) Other n.e.s. in 61.15, knitted/croc Syringes, with/without needles Other n.e.s. in 61.15, knitted/croc HS 94 (Furniture; bedding, mattresses, mat) Gloves, mittens & mitts, knitted/cr Seats of bamboo/rattan Gloves, mittens & mitts, knitted/cr knitted/crocheted parts of garments Pengelompokan di atas dapat disebar ke dalam 16 kelompok komoditi HS 2 Dijit lebih sedikit penyebarannya dibandingkan ekspor ke Amerika Serikat. Kelompok HS 2 DIjit dalam lima besar adalah HS 61 Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 55

78 (Articles of apparel and clothing knitted) mendominasi dengan 31 komoditi, menyusul HS 62 (Articles of apparel and clothing not knitted) dengan 24 komoditi, HS 64 (Footwear, gaiters and the like; par) dengan 13 komoditi, HS 55 (Man-made staple fibres) dengan 6 komoditi, dan HS 63 (Other made up textile articles; set) dengan 5 komoditi. Dapat dikatakan bahwa secara umum, kelompok komoditi dominan ke Brazil adalah manufaktur yang bersifat Unskilled Labor Intensive (ULI) Komoditi Prioritas Indonesia Ke Rusia Kelompok Top 100 ekspor Indonesia ke Rusia dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut ini. Dapat terlihat dengan jelas bahwa kelompok komoditi yang bersifat Natural Resource Intenstive (NRI) baik yang bersifat mentah maupun manufaktur dapat terlihat pada Top 20 komoditi eksoor Indonesia ke Rusia. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 56

79 Tabel Top 100 Komoditi Prioritas ke Rusia (HS 6 Dijit) Rank Product Description Rank Product Description Rank Product Description Ceramic tableware, kitchenware, 1 Palm oil, other than crude, & fract 34 Textile furnishing articles other t 67 oth 2 Seats of bamboo/rattan. 35 Electric smoothing irons 68 Articles of a kind normally carried 3 Swordfish (Xiphias gladius),frozen 36 Toilet linen & kitchen linen other 69 Toilet paper, in rolls of a width n 4 Cinnamon(excl. of ) & cinna 37 Textile furnishing articles other t 70 Arc-lamps 5 Tapered roller bearings, incl. cone 38 Carpets & other textile floor cover 71 Photograph/picture/similar frames, 6 Furniture of banboo/rattan. 39 Technically spec. natural rubber (T 72 Articles of precious/semi-precious Paper & paperboard, corrugated 7 Palm kernel/babassu oil, crude 40 (wit 73 Toilet linen & kitchen linen, of te 8 Mace 41 Trunks, suit-cases, vanity-cases, e 74 Curtains (incl. drapes) & interior 9 Swordfish (Xiphias gladius),fresh/c 42 Games other than video games/billia 75 Clocks with watch movements (excl. 10 Active yeasts 43 Table linen (excl. knitted/crochete 76 Handbags, whether/not with shoulder 11 Cigars, cheroots & cigarillos conta 44 Tableware & kitchenware, of porcela 77 Other made-up textile articles, inc 12 Cigarettes containing tobacco 45 Assembled flooring panels (excl. of 78 Household articles & toilet article 13 Wood sawn/chipped length wise, slic 46 Shrimps & prawns, prepared/preserve 79 Tarpaulins, awnings & sunblinds, of 14 Nutmeg 47 Handbags, whether/not with shoulder 80 Solid/cushion tyres, tyre treads & 15 Snails (excl. sea snails) 48 Reception apparatus for televison, 81 Statuettes & other ornamental ceram 16 Shingles & shakes of wood, incl. ce 49 Builders' ware of plastics, n.e.s. 82 Articles of jewellery & parts there 17 Palm kernel/babassu oil, other than 50 Combined refrigerator-freezers, fit 83 Household articles & toilet article 18 Coconut (copra) oil, crude 51 Other articles of bedding & similar 84 Trunks, suit-cases, vanity-cases, e 19 Curtains (incl. drapes) & interior 52 Bed linen (excl. knitted/crocheted) 85 Roofing tiles, ceramic 20 Vegetable fats & oils & fractions t 53 Tarpaulins, awnings & sunblinds, of 86 Floor-cloths, dish-cloths, dusters 21 Livers & roes of fish, dried/smoked 54 Bed linen (excl. knitted/crocheted) 87 Table linen (excl. knitted/crochete Statuettes & other ornamental 22 Palm oil, crude 55 ceram 88 Statuettes & other ornamental artic 23 Basketwork, wickerwork & other arti 56 knitted/crocheted parts of garments 89 Statuettes & other ornaments, of ba 24 Wood charcoal (including shell/nut 57 Armoured/reinforcededed safes, stro 90 Non-electrical lamps & lighting fit 25 Wood charcoal of bamboo(including s 58 Refrigerators, h-hold. type, compre 91 Chimney-pots, cowls, chimney liners 26 Mats, matting&screens of vegetable 59 Coated rods & cored wire, of base m 92 Tableware & kitchenware, of plastic 27 Electric filament lamps (excl. seal 60 Bicycles & other cycles (incl. deli 93 Articles of a kind normally carried 28 Slates & boards, with writing/drawi 61 Posts&beams 94 Table linen (excl. knitted/crochete 29 Assembled flooring panels for mosai 62 Articles for the conveyance/packing 95 Shutters, blinds (incl. Venetian bl 30 Musical instr. (excl. keyboard inst 63 Builders' joinery&carpentry of wood 96 Textile furnishing articles other t 31 Motor vehicles for the transportof 64 Refractory bricks, blocks, tiles & 97 Trunks, suit-cases, vanity-cases, e 32 New pneumatic tyres, of rubber, of 65 Trunks, suit-cases, vanity-cases, e 98 Carpets & other textile floor cover 33 Stearic acid 66 Doors & their frames & thresholds, 99 Carpets & other textile floor cover 100 Bells, gongs & the like, non-electr Gambaran selengkapnyadalam HS 2 Dijit dapat terlihat dalam Tabel 4.16 Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 57

80 Tabel Top 100 Komoditi Prioritas ke Rusia (HS 2 Dijit) HS 2&6 Digits Description HS 2&6 Digits Description HS 03 (Fish and crustaceans, molluscs and ) HS 57 (Carpets and other textile floor cov) Swordfish (Xiphias gladius),fresh/c Carpets & other textile floor cover Swordfish (Xiphias gladius),frozen Carpets & other textile floor cover Livers & roes of fish, dried/smoked Carpets & other textile floor cover Snails (excl. sea snails) HS 61 (Articles of apparel and clothing ac) HS 09 (Coffee, tea, matt and spices) knitted/crocheted parts of garments Cinnamon(excl. of ) & cinna HS 63 (Other made up textile articles; set) Nutmeg Bed linen (excl. knitted/crocheted) Mace Bed linen (excl. knitted/crocheted) HS 15 (Animal or vegetable fats and oils a) Table linen (excl. knitted/crochete Palm oil, crude Table linen (excl. knitted/crochete Palm oil, other than crude, & fract Table linen (excl. knitted/crochete Coconut (copra) oil, crude Toilet linen & kitchen linen, of te Palm kernel/babassu oil, crude Toilet linen & kitchen linen other Palm kernel/babassu oil, other than Curtains (incl. drapes) & interior Vegetable fats & oils & fractions t Curtains (incl. drapes) & interior HS 16 (Preparations of meat, of fish or of) Textile furnishing articles other t Shrimps & prawns, prepared/preserve Textile furnishing articles other t HS 21 (Miscellaneous edible preparations) Textile furnishing articles other t Active yeasts Tarpaulins, awnings & sunblinds, of HS 24 (Tobacco and manufactured tobacco su) Tarpaulins, awnings & sunblinds, of Cigars, cheroots & cigarillos conta Floor-cloths, dish-cloths, dusters Cigarettes containing tobacco Other made-up textile articles, inc HS 38 (Miscellaneous chemical products) HS 69 (Ceramic products) Stearic acid Refractory bricks, blocks, tiles & HS 39 (Plastics and articles thereof) Roofing tiles, ceramic Articles for the conveyance/packing Chimney-pots, cowls, chimney liners Tableware & kitchenware, of plastic Tableware & kitchenware, of porcela Household articles & toilet article Household articles & toilet article Shutters, blinds (incl. Venetian bl Ceramic tableware, kitchenware, oth Builders' ware of plastics, n.e.s Statuettes & other ornamental ceram Statuettes & other ornamental artic Statuettes & other ornamental ceram HS 40 (Rubber and articles thereof) HS 71 (Natural or cultured pearls, preciou) Technically spec. natural rubber (T Articles of jewellery & parts there New pneumatic tyres, of rubber, of Articles of precious/semi-precious Solid/cushion tyres, tyre treads & HS 83 (Miscellaneous articles of base meta) HS 42 (Articles of leather; saddlery and h) Armoured/reinforcededed safes, stro Trunks, suit-cases, vanity-cases, e Bells, gongs & the like, non-electr Handbags, whether/not with shoulder Statuettes & other ornaments, of ba Handbags, whether/not with shoulder Photograph/picture/similar frames, Articles of a kind normally carried Coated rods & cored wire, of base m Articles of a kind normally carried HS 84 (Nuclear reactors, boilers, machiner) Trunks, suit-cases, vanity-cases, e Combined refrigerator-freezers, fit Trunks, suit-cases, vanity-cases, e Refrigerators, h-hold. type, compre Trunks, suit-cases, vanity-cases, e Tapered roller bearings, incl. cone HS 44 (Wood and articles of wood; wood cha) HS 85 (Electrical machinery and equipment ) Wood charcoal of bamboo(including s Electric smoothing irons Wood charcoal (including shell/nut Reception apparatus for televison, Wood sawn/chipped length wise, slic Electric filament lamps (excl. seal Doors & their frames & thresholds, Arc-lamps Shingles & shakes of wood, incl. ce HS 87 (Vehicles other than railway or tram) Posts&beams Motor vehicles for the transportof Assembled flooring panels for mosai Bicycles & other cycles (incl. deli Assembled flooring panels (excl. of HS 91 (Clocks and watches and parts thereo) Builders' joinery&carpentry of wood Clocks with watch movements (excl. HS 46 (Manufactures of straw, of esparto o) HS 92 (Musical instruments; parts and acce) Mats, matting&screens of vegetable Musical instr. (excl. keyboard inst Basketwork, wickerwork & other arti HS 94 (Furniture; bedding, mattresses, mat) HS 48 (Paper and paperboard; articles of p) Seats of bamboo/rattan Paper & paperboard, corrugated (wit Furniture of banboo/rattan Toilet paper, in rolls of a width n Other articles of bedding & similar Non-electrical lamps & lighting fit HS 95 (Toys, games and sports requisites; ) Games other than video games/billia HS 96 (Miscellaneous manufactured articles) Slates & boards, with writing/drawi Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 58

81 Hasil maping ke HS 2 Dijit dapat memperlihatkan bahwa kelompok Top 100 dapat disederhanakan ke dalam 27 kelompok HS 2 Dijit untuk ekspor Indonesia ke Rusia. Dalam HS 2 Dijit, jumlah kelompok komoditi Rusia lebih sedikit dari Amerika Serikat (31 kelompok) namun lebih banyak daripada ke Brazil (16 kelompok). Kelompok HS 2 Dijit dalam lima besar adalah HS 63 (Other made up textile articles; set) dengan 16 komoditi, HS 44 (Wood and articles of wood; wood cha) dengan 9 komoditi, HS 42 (Articles of leather; saddlery and h) dengan 8 komoditi, HS 39 (Plastics and articles thereof) dengan 6 komoditi, dan HS 15 (Animal or vegetable fats and oils a) dengan 6 komoditi. Ekspor Indoneisa dari kelompok HS 2 Dijit menurut jumlah subkomoditi HS 6 Dijit terlihat bahwa ekspor berupa barang manufaktur bersifat Unskilled Labor Intensive (ULI) dan barang Natural Resource Intensive (NRI) baik mentah maupun manufaktur serta mendominasi. Namun ada juga yang bersifatphysical Capital Intensive (PCI) yaitu HS 39 (Plastics and articles thereof). Jika kita membandingkan komoditi ekspor Indonesia ke Amerika Serikat, Brazil, dan Rusia, maka dapat dikatakan bahwa dalam posisi Top 100, Sebaran dalam HS 2 ke Amerika Serikat paling banyak yaitu mencapai 31, disusul Rusia sebanyak 27, dan Brazil 16. Namun demikian Top 100 tersebut sangat didominasi oleh kelompok barang yang bersifat Natural Resource Intensive (NRI), baik mentah maupun manufaktur, serta manufaktur yang bersifat Unskilled Labor Intensive (ULI). 4.3 Strategi Kerjasama Dengan Negara Terpilih Amerika Serikat (AS) Amerika Serikat merupakan negara konstitusi berbasis Republik Federal yang terdiri dari 50 Negara Bagian dan 1 Distrik yang menjadi pusat pemerintahan yaitu Washington District of Columbia. Letak geografis AS berbatasan dengan 2 negara yaitu Kanada di sebelah utara dan Meksiko di sebelah barat dan diapit oleh Samudra Atlantik di sebelah Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 59

82 Timur dan Samudra Pasifik di sebelah Barat, namun AS juga memiliki wilayah di sebelah Utara negara Kanada yang dikenal dengan negara bagian Alaska. Pada tahun 2014 AS merupakan negara yang memiliki Gross Domestic Product (GDP) terbesar USD ,00 Miliar yang mencapai 22,56 persen GDP dunia. Tingkat pertumbuhan ekonominya dalam lima tahun terakhir ( ) relatif stabil, pertumbuhan ekonomi terendah pada tahun 2011 yang tumbuh sebesar 1,63 persen dan tertinggi pada tahun 2010 sebesar 2,59 persen. Jika dirata-ratakan tingkat pertumbuhan ekonomi AS pada periode tersebut sebesar 2,21 persen. Sedangkan jika dilihat dari tingkat GDP per kapita, AS termasuk negara yang meiliki GDP per kapita tinggi dengan tingkat GDP per kapita USD ,50 pada tahun Selain tingkat GDP dan GDP per kapita tinggi, AS juga merupakan negara dengan penduduk terbesar ketiga di dunia dengan penduduk sebanyak 318,86 juta orang di bawah China, dan India dengan penduduk masing-masing 1,364 Miliar orang dan 1,295 Miliar orang. Di samping itu Amerika Serikat merupakan negara dengan kondisi perekonomian stabil dengan tingkat inflasi rata-rata sebesar 1,61 persen selama periode dengan tingkat inflasi terendah sebesar 1,22 persen pada tahun 2010 dan tertinggi sebesar 2,06 persen pada tahun Luas wilayah daratan AS mencapai km persegi. Jarak dari Indonesia ke AS adalah 8.747,60 mil atau ,52 km. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 60

83 Tabel 4.17 Profil Makroekonomi AS Series GDP (current US$ Billion) 14, , , , , GDP growth (annual %) GDP per capita (current US$) 48, , , , , Population (Million) Inflation (annual %) Land Area (sq. Km) 9,147,420 9,147,420 9,147,420 9,147,420 9,147,420 Jarak* Miles 8, , , , , Kilometers 14, , , , , * Sumber: World Bank, Struktur Industri AS Jika dilihat dari struktur industrinya, industri suatu negara dapat dikategorikan ke dalam 4 kelompok, yaitu kuadran I, II, III, dan IV. Kuadran I merupakan produk industri suatu negara yang memiliki daya saing dan negara tersebut nett exporter. Produk dari industri yang ada kuadran II, merupakan produk yang memiliki daya saing namun karena konsumsi dalam negeri yang lebih tinggi dari kemampuan ekspornya sehingga suatu negara menjadi nett importer untuk produk tersebut. Produk-produk kuadran III merupakan produk-produk industri suatu negara yang tidak kompetitif dan memiliki tingkat konsumsi dalam negeri tinggi. Sedangkan kuadran IV merupakan merupakan produk-produk dimana suatu negara mampu menjadi nett exporter padahal industrinya sendiri tidak kompetitif, hal ini menunjukkan bahwa ada permintaan dunia yang cukup besar. Mengacu pada Tabel 4.18, dapat diketahui bahwa ekspor terbesar AS tahun 2014 berada di kuadran 1, 2 dan 3 dengan nilai USD 558,7 Miliar, USD 514,5 Miiliar, USD 524,3 Miliar dan ekspor kuadran 4 hanya sebesar USD 22,3 Miliar. Share ekspor masing-masing kuadran 1, 2, 3, dan 4 masing-masing sebesar 34,49 persen, 31,76 persen, 32,37 persen dan 1,38 persen. Impor terbesar berada di kuadran 3 sebesar USD Miliar sedangkan nilai impor kuadran 1 sebesar USD 231 Miliar, nilai impor kuadran 2 sebesar USD 818 Miliar dan nilai impor kuadran 4 sebesar USD Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 61

84 11 Miliar. Share impor masing-masing kuadran 1, 2, 3 dan 4 adalah 13,98 persen, 34,89 persen dan 0,46 persen. Neraca Perdagangan AS secara keseluruhan adalah defisit dengan nilai total sebesar USD 726 Miliar. Defisit terbesar AS berada di kuadran 3 dan 2 dengan defisit masing-masing sebesar USD 664 Miliar dan 304 Miliar. Sedangkan neraca perdagangan untuk kuadran 1 dan 4 masingmasing sebesar USD 230,7 Miliar dan USD 11,4 Miliar. Berdasarkan struktur industrinya dapat diketahui bahwa permintaan impor terbesar AS dialami berasal industri-industri yang berada di kuadran 3 dan 2. Total share impor kuadran 2 dan 3 sebesar 85,56 persen dari total impor AS. Kondisi ini menunjukkan bahwa industri-industri yang berada pada kuadran 2 dan 3 memiiki permintaan impor yang sangat besar. Beberapa industri yang berada pada kuadran 3 adalah Electrical, electronic equipment dengan niai sebesar USD 314,8 Miliar, Mineral fuels, oils, distillation products, etc dengan nilai impor sebesar USD 347,7 Miliar. Sedangkan industri-industri yang berada pada kuadran 3 adalah Machinery, nuclear reactors, boilers, etc dengan nilai impor sebesar USD 324,3 Miliar, Vehicles other than railway, tramway dengan nilai impor sebesar USD 261,1 Miliar. Tabel 4.18 Rangkuman Struktur Industri AS Tahun 2014 Kuadran Nilai (USD, 000) Share Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor 1 558,681, ,983, ,698, % 13.98% 2 514,451, ,453, ,002, % 34.89% 3 524,328,771 1,188,729, ,400, % 50.67% 4 22,281,085 10,874,594 11,406, % 0.46% Total 1,619,742,864 2,346,040, ,297, % % Sumber: Data Diolah exporter AS memiliki beberapa produk yang kompetitif dan juga menjadi nett yang berada di kuadran I, diantaranya untuk produk industri medical and surgical, instrument and appliance, other chemical product, plastic in primary form dan pulp and paper. Untuk produk-produk tersebut Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 62

85 AS berpotensi melakukan penetrasi ekspor ke negara lain karena mereka mampu berproduksi dengan efisien sehingga bisa unggul di pasar dunia. Di samping beberapa produk-produk di atas, AS juga memiliki beberapa produk yang berada di kuadran II, dimana untuk produk-produk tersebut AS kompetitif namun mereka menjadi nett importer. Contoh beberapa produk yang ada pada kuadran II adalah beberapa produk berikut: pharmaceutical dan medical, part and accessories, refine petroleum, motor vehicles, dan basic precius metal. Untuk kelima produk ini industri di AS sudah efisien dan kompetitif namun karena permintaan di dalam negerinya besar sehingga impor mereka tinggi lebih tinggi dari kemampuan ekspornya. Produk-produk di kuadran III yang ada di AS antara lain produk dari industri office and accounting, television and radio, wearing apparel dan extration of crude petroleum. Produk-produk ini memiliki tingkat konsumsi yang tinggi dan industri mereka tidak kompetitif. Sedangkan produkproduk yang berada dikuadran IV di AS adalah produk dari industri tank dan reservoir, vegetable and animal product, mining of non ferrous metal ore, dairy product dan preparation dan spinning of textile. Struktur industri Amerika Serikat dapat diihat pada tabel berikut: Gambar 4.3 Struktur Industri Amerika Serikat Tahun 2014 Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 63

86 NTM (Non Tariff Measures) Amerika Serikat (AS) atas Produk Indonesia Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tahapan kedua pada kajian ini, maka diperoleh tabel 100 komoditi prioritas Indonesia di pasar AS berdasarkan HS 6 dijit dan dikelompokan kedalam HS 2 dijit. Tabel 4.19 Komoditi Prioritas Indonesia ke Amerika Serikat Tahun 2014 sumber : Trademap, 2015 (diolah) (A) (B) (C) Ekspor Ekspor Product Product label Indonesia Indonesia Impor AS code ke AS Ke Dunia dari Dunia (A/B) 61 Articles of apparel, accessories, knit or crochet ,21% 5,94% 40 Rubber and articles thereof ,65% 6,84% 85 Electrical, electronic equipment ,75% 0,55% Fish, crustaceans, molluscs, aquatic 3 invertebrates nes ,11% 8,67% (A/C) 94 Furniture, lighting, signs, prefabricated buildings ,82% 1,38% Animal,vegetable fats and oils, cleavage 15 products, etc ,18% 11,21% 84 Machinery, nuclear reactors, boilers, etc ,42% 0,17% 16 Meat, fish and seafood food preparations nes ,62% 10,40% 9 Coffee, tea, mate and spices ,97% 6,45% Paper and paperboard, articles of pulp, paper 48 and board ,81% 2,76% 44 Wood and articles of wood, wood charcoal ,52% 1,86% 95 Toys, games, sports requisites ,75% 1,04% 38 Miscellaneous chemical products ,84% 2,33% 39 Plastics and articles thereof ,16% 0,34% Articles of leather, animal gut, harness, travel 42 goods ,93% 1,21% 92 Musical instruments, parts and accessories ,50% 12,31% 71 Pearls, precious stones, metals, coins, etc ,72% 0,20% 87 Vehicles other than railway, tramway ,61% 0,03% '69 Ceramic products ,64% 1,43% 96 Miscellaneous manufactured articles ,75% 0,92% Other made textile articles, sets, worn clothing 63 etc ,36% 0,33% 24 Tobacco and manufactured tobacco substitutes ,11% 1,55% Manufactures of plaiting material, basketwork, 46 etc ,46% 2,97% 21 Miscellaneous edible preparations ,64% 0,31% 57 Carpets and other textile floor coverings ,57% 0,46% 83 Miscellaneous articles of base metal ,67% 0,10% 91 Clocks and watches and parts thereof ,86% 0,07% Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 64

87 Dari tabel diatas diperoleh informasi bahwa AS merupakan pasar yang penting bagi Indonesia namun sebaliknya bagi AS, Indonesia bukanlah mitra yang begitu penting. Hal ini dapat dilihat dari rasio ekspor beberapa komoditi utama Indonesia ke AS dengan ekspor Indonesia ke dunia (kolom A/B), dan rasio ekspor Indonesia ke AS dibandingkan dengan impor AS dari dunia (kolom A/C). Beberapa komoditi utama Indonesia, AS merupakan pangsa pasar yang besar, seperti HS 61 (78%), HS 67 (68%), HS 62 (56%), HS 42 (50%), HS 16 (46 %) dan seterusnya. Namun bagi AS, Indonesia bukanlah sumber utama komoditi-komoditi utama tersebut, seperti HS 61 hanya menyuplai 6 % dari total pangsa pasar, HS 67 (12%), HS 62 (6%), HS 42 (1%), HS 16 (10%), dan seterusnya. Menurut Global trade alert (2015), AS menerapkan 627 NTM dengan berbagai bentuk. Khusus untuk komoditi yang berasal dari Indonesia, terdapat 77 NTM yang dikenakan. Selanjutnya dipilih 10 contoh NTM yang berpengaruh paling besar pada ekspor Indonesia. Tabel berikut ini adalah NTM yang diterapkan oleh AS pada 10 (sepuluh) komoditi utama Indonesia yang didasarkan urutan terbesar pada kolom A/B. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 65

88 Tabel 4.20 NTM 10 Komoditi Prioritas Indonesia ke Amerika Serikat Tahun 2014 Unit : US Dollar thousand Product code Product label (A) (B) (C) Ekspor Indonesia Ke Dunia Ekspor Indonesia ke AS Impor AS dari Dunia (A/B) (A/C) NTM Articles of apparel, United States of America: accessories, knit or Increase and expand scope of fee crochet ,21% on imported cotton products 5,94% United States of America: Bill to ban imports of goods for which Rubber and articles there is no registered domestic thereof ,65% 6,84% agent United States of America: Bill to ban imports of goods for which Electrical, electronic there is no registered domestic equipment ,75% 0,55% agent Fish, crustaceans, molluscs, aquatic invertebrates nes ,11% 8,67% Furniture, lighting, signs, prefabricated buildings ,82% 1,38% Animal,vegetable fats and oils, cleavage products, etc ,18% 11,21% United States of America: Bill to ban imports of goods for which there is no registered domestic agent United States and Republic of Korea: Joint financing initiative for Machinery, nuclear reactors, boilers, etc ,42% trade and investment in "green" products 0,17% United States of America: CVD Meat, fish and seafood investigation of shrimp imports food preparations nes ,62% 10,40% from seven countries Coffee, tea, mate and spices ,97% 6,45% 48 Paper and paperboard, articles of pulp, paper and board ,81% 2,76% United States of America: AD/CVD investigation of uncoated paper from Australia, Brazil, China, Indonesia, and Portugal Sumber : Trademap, global trade alert, 2015 (diolah) Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 66

89 Pada komoditi utama Indonesia di AS dengan nilai ekspor terbesar di tahun 2014 (HS 61), NTM yang dikenakan adalah aturan mengenai peningkatan dan perluasan lingkup biaya pada impor kapas. Dalam aturan yang diusulkan diterbitkan dalam 3 Juni 2011 oleh Agricultural Marketing Service (AMS) Amerika Serikat ini diusulkan peningkatanpengenaan biaya dari 0,01088 sen/kg menjadi 0,01266 sen/kg dan akan diperluas dari 706 ke pos tarif. Dana yang terkumpul akan digunakan untukthe Cotton Research and Promotion Program. Selain pada HS 61 ini, pengenaan aturan ini juga memengaruhi 77 pos tarif pada HS 4 dijit komoditas Indonesia lainnya Strategi Kerjasama Perdagangan dengan AS Berdasarkan hasil AHP, alasan utama perlunya Indonesia melakukan kerjasama perdagangan dengan Amerika Serikat sebagai perekonomian terbesar di dunia adalah untuk meningkatkan akses pasar produk Indonesia di negara tersebut. Alasan ini mendapatkan bobot prioritas yang paling tinggi. Sementara itu alasan mempertahankan pangsa pasar produk Indonesia berada pada peringkat dua dengan bobot prioritas sekitar tujuh puluh persen dari peringkat pertama. Alasan untuk meningkatkan efisiensi produksi dengan bobot prioritas lima puluh delapan persen berada pada posisi ke tiga dan alasan meningkatkan pengaruh ekonomi dan politik Indonesia secara internasional ada di posisi terakhir dengan bobot sepuluh persen. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 67

90 Gambar 4.4. Hasil AHP Tentang Faktor Pendorong Kerjasama Dengan Amerika Serikat Kerjasama perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat memberikan manfaat bagi kedua negara melalui berkurangnya hambatan perdagangan baik tarif maupuan non tariff (NTM). Khusus untuk hambatan non-tarif, Indonesia dianggap akan mendapatkan manfaat terbesar melalui pengurangan NTM pertanian (agriculture) yang selama ini diterapkan oleh Amerika Serikat kepada produk-produk pertanian Indonesia. Hal ini ditunjukan melalui hasil AHP (Gambar 4.5) dimana NTM agriculture berada pada posisi pertama dengan bobot prioritas paling tinggi. Hambatan lainnya yang juga berpotensi berkurang adalah Other NTM, pada peringkat ke dua dengan bobot prioritas sekitar lima puluh tiga persen dari NTM Agriculture. Berikutnya pada posisi tiga dan empat adalah NTM Technical dan NTM trade defence dengan bobot prioritas masing-masing adalah empat puluh dua persen dan dua puluh dua persen dari bobot peringkat pertama. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 68

91 Gambar 4.5. Hasil AHP Tentang Hambatan Perdagangan yang Ingin dinegosiasikan Selanjutnya, berdasarkan jenis dari NTM Technical, hambatan dari kategori sanitary and phytosanitary dianggap akan berkurang paling banyak ketika Indonesia bekerjasama dengan Amerika Serikat. Sementara itu, technical barriers to trade berada pada posisi kedua dengan bobot sekitar lima puluh dua persen dari bobot sanitary and phytosanitary. Gambar 4.6 Hasil AHP Tentang Jenis NTM Technical Amerika Serikat Dilihat dari kelompok NTM agriculture, peluang paling besar bagi Indonesia berasal dari berkurangnya export subsidies yang diterapkan oleh Amerika Serikat terhadap produk-produk pertanian mereka. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 69

92 Hambatan perdagangan lain yang dianggap akan berkurang adalah tariffrate quotas dan special safeguards dengan bobot prioritas masing-masing adalah tujuh puluh tujuh persen dan dua puluh enam persen dari bobot export subsidies Gambar 4.7 Hasil AHP Tentang NTM Agriculture Amerika Serikat NTM trade defence di Amerika Serikat yang paling akan berkurang melalui kerjasama perdagangan dianggap berasal dari jenis safeguards. Kategori berikutnya adalah countervailing pada posisi kedua dengan bobot prioritas sekitar empat puluh lima persen dari jenis safeguards. Prioritas terakhir berasal dari pengurangan kebijakan anti-dumping yang dilakukan oleh Amerika Serikat dengan bobot sekitar tiga puluh enam persen. Trade Defence Gambar 4.8 Hasil AHP Tentang NTM Trade Defence Amerika Serikat Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 70

93 Kerjasama perdagangan dengan Amerika Serikat juga berpotensi menguntungkan Indonesia melalui pengurangan other NTM. Peluang terbesar berasal dari kategori quantitative restrictions yang mendapatkan peringkat pertama dari hasil AHP (lihat Gambar 4.9). Posisi berikutnya adalah kemungkinan pengurangan hambatan perdagangan yang terkait dengan import licenses dan state trading enterprises. Bobot prioritasnya masing-masing adalah tiga puluh delapan persen dan tiga puluh satu persen dari bobot quantitative restrictions. Gambar 4.9 Hasil AHP Tentang Jenis NTM Amerika Serikat Strategi Kerjasama Perdagangan dengan Amerika Serikat Berdasarkan hasil AHP, pilihan bentuk kerjasama yang dianggap paling ideal adalah kerjasama antara Indonesia dan Kelompok Regional Amerika. Hal ini terlihat dari hasil AHP pada Gambar Dalam hal ini, Indonesia bisa memilih apakah akan ikut dalam kerjasama Trans Pacific Partnership (TPP) dimana Amerika Serikat merupakan bagian kelompok kerjasama perdagangan tersebut bersama dengan sebelas negara lainnya atau dengan kelompok regional Amerika Serikat lainnya. Alternatif kedua adalah Indonesia melakukan kerjasama bilateral dengan Amerika Serikat, yang ditunjukkan dengan bobot prioritas sekitar sembilah puluh tiga persen dari pilihan pertama. Prioritas ketiga adalah kerjasama yang dilakukan melalui pola kelompok regional perdagangan Indonesia (misalnya ASEAN) dan kelompok regional Amerika Serikat dengan bobot sekitar tujuh puluh tujuh persen. Alternatif terakhir adalah kerjasama Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 71

94 kelompok regional Indonesia secara langsung dengan Amerika Serikat. Pilihan ini mendapatkan bobot prioritas hanya enam puluh dua persen dari pilihan pertama. Gambar 4.10 Hasil AHP Tentang Pilihan Strategi Kerjasama Perdagangan dengan Amerika Serikat Brasil Federative Republic of Brazil atau Brasil merupakan negara terbesar di Amerika Selatan dan wilayah Amerika Latin. Negara ini merupakan negara terbesar kelima di dunia baik jumlah penduduk atau luas wilayahnya. Brazil memiliki garis pantai sepanjang km (4.655 mil) dengan luas daratannya mencapai 8,358,140 k persegi dan mencapai 47,3 persen dari Amerika Latin. Brazil di batasi oleh Samudera Atlantik di sebelah Timur dan berbatasan dengan hampir semua negara di Amerika Latin, yaitu Uruguay, Argentina, Paraguay, Bolivia, Peru, Colombia, Venezuela, Guyana, Suriname, dan Guiama Perancis kecuali Ekuador dan Chile. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 72

95 Tabel 4.21 Profil Makroekonomi Brasil Series GDP (current US$ Billion) 2, , , , , GDP growth (annual %) GDP per capita (current US$) 11, , , , , Population (Million) Inflation (annual %) Land Area (sq. km) 8,358,140 8,358,140 8,358,140 8,358,140 8,358,140 Jarak* Miles 11, , , , , Kilometers 18, , , , , * Sumber: World Bank, 2015 Pada tahun 2014 Brasil memiliki Gross Domestic Product (GDP) sebesar USD 2.346,12 Miliar, dengan share mencapai 3,04 persen GDP dunia. Tingkat pertumbuhan ekonominya dalam lima tahun terakhir ( ) cukup fluktuatif, pertumbuhan ekonomi terendah pada tahun 2014 yang tumbuh sebesar 0,14 persen dan tertinggi pada tahun 2010 sebesar 7,57 persen. Jika dirata-ratakan tingkat pertumbuhan ekonomi Brasil pada periode tersebut sebesar 2,83 persen. Sedangkan jika dilihat dari tingkat GDP per kapita, Brasil termasuk negara yang memiliki GDP per kapita menengah (midle income country) dengan tingkat GDP per kapita pada tahun 2014 sebesar USD ,62. Selain tingkat GDP dan GDP per kapita tinggi, Brazil juga merupakan negara dengan penduduk terbesar kelima di dunia dengan penduduk sebanyak 206,08 juta orang di bawah China, India, Amerika Serikat dan Indonesia. Di samping itu Brazil merupakan negara yang memiliki tingkat inflasi relatif rata-rata sebesar 7,23 persen selama periode dengan tingkat inflasi terendah sebesar 5,87 persen pada tahun 2012 dan tertinggi sebesar 8,57 persen pada tahun Luas wilayah daratan Brazil mencapai km persegi. Jarak dari Indonesia ke Brazil sejauh ,86 mil atau ,40 km. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 73

96 Struktur Industri Brasil Mengacu pada Tabel 4.20, dapat diketahui bahwa ekspor terbesar Brazil tahun 2014 berada di kuadran 1 dan 3 dengan nilai USD 138,9 Miliar dan USD 73,5 Miiliar sedangkan ekspor kuadran 2 dan 4 masingmasing hanya USD 1,2 Miliar dan USD 11,5 Miliar. Share ekspor masingmasing kuadran 1, 2, 3, dan 4 masing-masing sebesar 61,7 persen, 0,54 persen, 32,65 persen dan 5,10 persen. Impor terbesar berada di kuadran 3 sebesar yang mencapai USD 201,4 Miliar sedangkan nilai impor kuadran 1 sebesar USD 18,9 Miliar, nilai impor kuadran 2 sebesar USD 1,4 Miliar dan nilai impor kuadran 4 sebesar USD 7,4 Miliar. Share impor masing-masing kuadran 1, 2, 3 dan 4 adalah 8,26 persen, 0,62 persen, 87,91 persen dan 3,21 persen. Neraca Perdagangan Brazil secara keseluruhan adalah defisit dengan nilai total sebesar USD 3,96 Miliar. Defisit Perdagangan Brazil berada di kuadran 3 dan 2 dengan defisit masing-masing sebesar USD 127,9 Miliar dan USD 206,8 Juta. Sedangkan neraca perdagangan untuk kuadran 1 dan 4 masing-masing sebesar USD 119,97 Miliar dan USD 4,1 Miliar. Berdasarkan struktur industrinya dapat diketahui bahwa permintaan impor terbesar Brazil berasal industri-industri yang berada di kuadran 3 dan 1. Total share impor kuadran 3 dan 1 sebesar 96,82 persen dari total impor Brazil. Kondisi ini menunjukkan bahwa industri-industri yang berada pada kuadran 3 dan 1 memiliki permintaan impor yang sangat besar. Contoh industri yang berada pada kuadran 3 adalah Mineral fuels, oils, distillation products, etc dengan nilai sebesar USD 45,0 Miliar, Machinery, nuclear reactors, boilers, etc dengan nilai impor sebesar USD 31,9 Miliar. Sedangkan contoh industri yang berada pada kuadran 1 adalah Ores, slag and ash dengan nilai impor sebesar USD 1,2 Miliar, Oil seed, oleagic fruits, grain, seed, fruit, etc, nes dengan nilai impor sebesar USD 456,7 Juta. Data struktur industri Brazil selengkapnya terdapat di lampiran 7. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 74

97 Tabel 4.22 Rangkuman Struktur Industri Brazil Tahun 2014 Struktur Industri Brazill Tahun 2014 Kuadran Nilai (USD, 000) Share Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor 1 138,887,861 18,912, ,974, % 8.26% 2 1,220,345 1,427,118 (206,773) 0.54% 0.62% 3 73,505, ,356,544 (127,851,072) 32.65% 87.91% 4 11,484,729 7,363,429 4,121, % 3.21% Total 225,098, ,060,057 (3,961,650) % % Sumber : diolah,2015 Gambar 4.11 Struktur Industri Brazil Tahun 2014 Brazil memiliki beberapa produk yang kompetitif dan juga menjadi nett exporter yang berada di kuadran I, diantaranya adalah HS 26 (Ores, slag and ash), HS 12 (Oil seed, oleagic fruits, grain, seed, fruit, etc, nes). Untuk produk-produk tersebut Brazil berpotensi melakukan penetrasi Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 75

98 ekspor ke negara lain karena mereka mampu berproduksi dengan efisien sehingga bisa unggul di pasar dunia. Di samping beberapa produk-produk di atas, Brazil juga memiliki beberapa produk yang berada di kuadran II, dimana untuk produk-produk tersebut Brazil kompetitif namun mereka menjadi nett importer. Contoh beberapa produk yang ada pada kuadran II adalah beberapa produk berikut: HS 25 (Salt, sulphur, earth, stone, plaster, lime and cement) dan HS (35): Albuminoids, modified starches, glues, enzymes. Untuk kelima produk ini industri di Amerika Serikat sudah efisien dan kompetitif namun karena permintaan di dalam negerinya besar sehingga impor mereka tinggi lebih tinggi dari kemampuan ekspornya. Produk-produk di kuadran III yang ada di Brazil antara lain produk HS 27 (Mineral fuels, oils, distillation products, etc) dan HS 84 (Machinery, nuclear reactors, boilers, etc). Produk-produk ini memiliki tingkat konsumsi yang tinggi dan industri mereka tidak kompetitif. Sedangkan produkproduk yang berada dikuadran IV di Brazil adalah produk dari HS 71 (Pearls, precious stones, metals, coins, etc) dan HS 89 (Ships, boats and other floating structures) NTM (Non Tariff Measures) Brasil atas Produk Indonesia Mengacu pada Globaltradealert (2015), Brasil menerapkan 592 NTM dan 225 diantaranya diterapkan untuk komoditi dari Indonesia. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tahapan kedua pada kajian ini, maka diperoleh tabel 10 komoditi prioritas Indonesia di pasar Brasil berdasarkan HS 2 dijit sebagai berikut. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 76

99 Tabel 4.23 Komoditi Prioritas Indonesia ke Brasil Tahun 2014 Unit : US Dollar thousand Product code Product label (A) (B) (C) Ekspor Indonesia Ke Dunia Ekspor Indonesia ke Brasil Impor Brasil dari Dunia (A/B) (A/C) 15 Animal,vegetable fats and oils, cleavage products, etc ,78% 36,88% 55 Manmade staple fibres ,01% 29,00% 40 Rubber and articles thereof ,39% 5,89% 64 Footwear, gaiters and the like, parts thereof ,82% 18,19% 85 Electrical, electronic equipment ,10% 0,40% 84 Machinery, nuclear reactors, boilers, etc ,65% 0,31% 61 Articles of apparel, accessories, knit or crochet ,93% 2,82% 62 Articles of apparel, accessories, not knit or crochet ,55% 1,50% 90 Optical, photo, technical, medical, etc apparatus ,51% 0,17% 42 Articles of leather, animal gut, harness, travel goods ,96% 1,05% 9 Coffee, tea, mate and spices ,29% 5,97% 52 Cotton ,30% 0,77% 94 Furniture, lighting, signs, prefabricated buildings ,10% 0,16% 68 Stone, plaster, cement, asbestos, mica, etc articles ,54% 0,15% 63 Other made textile articles, sets, worn clothing etc ,14% 0,17% 57 Carpets and other textile floor coverings ,45% 0,28% sumber : Trademap, 2015 (diolah) Dari tabel diatas diperoleh informasi bahwa Brasil merupakan pasar yang masih terbuka luas untuk komoditi-komoditi utama Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari rasio ekspor beberapa komoditi utama Indonesia ke Brasil dengan ekspor Indonesia ke dunia (kolom A/B), dan rasio ekspor Indonesia ke Brasil dibandingkan dengan impor Brasil dari dunia (kolom A/C). Untuk komoditi-komoditi utama Indonesia, Brasil merupakan pangsa pasar yang masih relatif kecil, komoditi yang paling tinggi penetrasinya di Brasil adalah HS 55 (serat buatan) dengan kontribusi 11 % dari total ekspor keseluruh dunia, sedangkan kontribusi komoditi lain di pasar Brasil masih dibawah 3 % saja. Disisi lain, Brasil justru memandang penting beberapa komoditi dari Indonesia, sebagai contoh komoditi HS 15 (minyak nabati), di Tahun 2014 kebutuhan minyak nabati Brasil 36 % nya Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 77

100 berasal dari Indonesia. Selain minyak nabati, pasar produk manufaktur Brasil juga relatif besar tergantung dari Indonesia, seperti komoditi HS 55 (serat buatan) dengan penetrasi hingga 29 % dari total impor Brasil dari dunia dan HS 64 (alas kaki) dengan 18,19 %. Menurut Global trade alert (2015), Brasil menerapkan 592 NTM dengan berbagai bentuk. Khusus untuk komoditi yang berasal dari Indonesia, terdapat 225 NTM yang dikenakan. Selanjutnya dipilih 10 NTM contoh yang berpengaruh paling besar pada ekspor Indonesia. Tabel berikut ini adalah NTM yang diterapkan oleh Brasil pada 10 (sepuluh) komoditi utama Indonesia yang didasarkan urutan terbesar pada kolom A/B. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 78

101 Tabel 4.24 NTM Komoditi Prioritas Indonesia ke Brasil Tahun 2014 Unit : US Dollar thousand (A) (B) (C) Product code Product label Ekspor Ekspor Indonesia ke Indonesia Ke Brasil Dunia Impor Brasil dari Dunia (A/B) (A/C) NTM Animal,vegetable fats and oils, cleavage products, etc ,78% 36,88% Brazil: Reform of the national Export Financing Programme PROEX (620 Tariff line) 55 Manmade staple fibres ,01% 29,00% Brazil: Reform of the national Export Financing Programme PROEX (620 Tariff line) 64 Footwear, gaiters and the like, parts thereof ,82% 18,19% Brazil: Reform of the national Export Financing Programme PROEX 85 Electrical, electronic equipment 84 Machinery, nuclear reactors, boilers, etc 61 Articles of apparel, accessories, knit or crochet 62 Articles of apparel, accessories, not knit or crochet 90 Optical, photo, technical, medical, etc apparatus ,10% 0,40% Brazil: BNDES finances ten wind parks with USD 251 million ,65% 0,31% Brazil: BNDES finances ten wind parks with USD 251 million ,93% 2,82% Brazil: BNDES extends and increases Prodesign program with USD 159 million ,55% 1,50% Brazil: BNDES extends and increases Prodesign program with USD 159 million ,51% 0,17% Brazil: Reform of the national Export Financing Programme PROEX 42 Articles of leather, animal gut, harness, travel goods ,96% 1,05% Brazil: Reform of the national Export Financing Programme PROEX (620 Tariff line) 9 Coffee, tea, mate and spices ,29% 5,97% Brazil: Reform of the national Export Financing Programme PROEX ( Cotton ,30% 0,77% Brazil: Reform of the national Export Financing Programme PROEX (620 Tariff line) sumber : Trademap, 2015 (diolah) Pada komoditi utama Indonesia di Brasil dengan nilai ekspor terbesar di tahun 2014 (HS 15), Brasil menerapkan NTM berupa insentif ekspor dalam suatu program pembiayaan ekspor (Proex). Dimana pada tanggal 26 Desember 2013, Dewan Perdagangan Luar Negeri Brasil ( CAMEX ) mengeluarkan Resolusi Nomor 126, menggantikan Resolusi Nomor 45 tahun 2009 berupa reformasi Pembiayaan Ekspor Program ( PROEX ) bagi perusahaan Brasil. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 79

102 Program ini mencoba untuk mengurangi defisit perdagangan nasional dengan meningkatkan pertumbuhan ekspor. Dibiayai oleh Brasil National Bank ( Banco do Brasil ) dan bermaksud untuk mendorong perusahaan ekspor Brasil sebanding kondisi finansialnya dengan perusahaan lain di dunia. Pembiayaan diberikan kepada semua perusahaan mengekspor dengan pendapatan kotor BRL 90 juta (USD 34 juta), naik dari BRL 60 juta ( USD 23 juta ), yang memenuhi syarat untuk pembiayaan PROEX. Selanjutnya, program ini sekarang juga meliputi perusahaan pemasaran dengan pendapatan kotor BRL 600 juta ( USD 225 juta ) dan berlaku untuk sejumlah besar barang dan jasa yang diekspor. Selain terhadap HS 15, kebijakan ini juga berpengaruh terhadap daya saing 620 pos tarif produk ekspor Indonesia di Brasil lainnya Strategi Kerjasama Perdagangan dengan Brasil Gambar 4.12 Hasil AHP Tentang Faktor Pendorong Kerjasama dengan Brazil Berdasarkan hasil AHP, alasan utama perlunya Indonesia melakukan kerjasama perdagangan dengan Brazil adalah untuk meningkatkan akses pasar produk Indonesia di negara tersebut. Hal ini ditunjukan dengan nilai prioritas akses pasar yang paling tinggi. Sementara itu alasan-alasanya lainya mendapatkan bobot prioritas yang Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 80

103 jauh lebih rendah. Secara detail, alasan mempertahankan pangsa pasar produk Indonesia berada pada peringkat ke dua dengan bobot prioritas sekitar dua puluh lima persen dari faktor meningkatkan akses pasar. Kemudian, peringkat ketiga dan keempat adalah alasan untuk meningkatkan efisiensi produksi dan meningkatkan pengaruh ekonomi dan politik di dunia internasional dengan bobot hanya sembilan belas persen dan enam persen masing-masing. Gambar 4.13 Hasil AHP Tentang Jenis NTM yang dapat Dinegosiasikan dengan Brazil Kerjasama perdagangan antara Indonesia dan Brazil memberikan manfaat bagi kedua negara melalui berkurangnya hambatan perdagangan baik tarif maupuan non tariff (NTM). Khusus untuk hambatan non-tarif, Indonesia dianggap akan mendapatkan manfaat terbesar melalui pengurangan hambatan pertanian (NTM Agriculture) yang selama ini diterapkan oleh Brazil kepada produk-produk pertanian dari Indonesia. Hal ini ditunjukan melalui hasil AHP (Gambar 4.13) dimana NTM Agriculture berada pada posisi pertama dengan bobot prioritas paling tinggi. Peringkat kedua adalah berkurangnya hambatan NTM teknis (NTM Technical), yang mendapatkan bobot prioritas sekitar lima puluh satu persen dari bobot prioritas NTM pertanian. Hambatan lain yang juga berpotensi berkurang adalah NTM trade defence, pada peringkat tiga dengan bobot prioritas Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 81

104 sekitar empat puluh persen dan NTM lainnya pada peringkat empat dengan bobot dua puluh lima persen. Gambar 4.14 Hasil AHP Tentang NTM Technical Brazil Selanjutnya, berdasarkan jenis dari NTM Technical, hambatan dari kategori sanitary and phytosanitary dianggap akan berkurang paling banyak ketika Indonesia bekerjasama dengan Brazil. Sementara itu, technical barriers to trade berada pada posisi kedua dengan bobot sekitar lima puluh dua persen dari bobot sanitary and phytosanitary. Gambar 4.15 Hasil AHP Tentang NTM Agricultural Brazil Dilihat dari kelompok NTM agriculture, kerjasama perdagangan dengan Brazil memberikan peluang paling besar bagi Indonesia mendapatkan pengurangan tariff-rate quotas. Keuntungan lainnya juga dianggap bisa diperoleh melalui pengurangan special safeguards dan export subsidies dengan bobot prioritas yang lebih rendah yaitu lima puluh enam persen dan tiga puluh persen dari bobot tariff-rate quotas. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 82

105 Gambar 4.16 Hasil AHP Tentang Trade Defence Brazil NTM trade defence di Brazil yang paling akan berkurang melalui kerjasama perdagangan dianggap berasal dari jenis countervailing. Kategori berikutnya adalah anti-dumping pada posisi kedua dengan bobot prioritas yang mendekati kategori countervailing yaitu sembilan puluh empat persen. Prioritas terakhir berasal dari pengurangan kebijakan safeguards yang dilakukan oleh Brazil dengan bobot sekitar enam puluh tiga persen. Gambar 4.17 Hasil AHP Tentang NTM Lainnya Brazil Kerjasama perdagangan dengan Brazil juga berpotensi menguntungkan Indonesia melalui pengurangan other NTM. Peluang terbesar berasal dari kategori quantitative restrictions yang mendapatkan peringkat pertama dari hasil AHP (Gambar 4.17). Posisi berikutnya adalah kemungkinan pengurangan hambatan perdagangan yang terkait dengan import licenses dan state trading enterprises. Bobot prioritasnya masing- Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 83

106 masing adalah lima puluh enam persen dan empat puluh persen dari bobot quantitative restrictions. Strategi Kerjasama Perdagangan dengan Brazil Gambar 4.18 Hasil AHP Tentang Strategi Kerjasama Perdagangan dengan Brazil Dari hasil AHP pada Gambar 4.18, terlihat pilihan bentuk kerjasama yang dianggap paling ideal adalah kerjasama bilateral antara Indonesia dan Brazil. Alternatif kedua adalah Indonesia melakukan kerjasama dengan kelompok regional Brazil (MERCOSUR), yang ditunjukkan dengan bobot prioritas sekitar tujuh puluh enam persen dari pilihan pertama. Prioritas ketiga adalah kerjasama yang dilakukan melalui pola kelompok regional perdagangan Indonesia (misalnya ASEAN) dan Brazil dengan bobot sekitar tiga puluh delapan persen. Alternatif terakhir adalah kerjasama kelompok regional Indonesia dengan kelompok regional Brazil (MERCOSUR). Pilihan ini mendapatkan bobot prioritas hanya tiga puluh tiga persen dari pilihan pertama. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 84

107 4.3.3 Rusia Rusia atau Federasi Rusia merupakan negara di kawasan utara Eurasia yang terdiri dari sebagaian besar Eropa Timur dan Asia bagian Utara yang terbagi ke dalam 9 zona waktu. Rusia merupakan negara terbesar di dunia dengan luas wilayah daratannya km persegi. Rusia merupakan negara dengan jumlah penduduk kesepuluh terbanyak di dunia yang mencapai juta orang. Rusia memiliki perbatasan darat dengan Norwegia, Finlandia, Estonia, Latvia, Lithuania, Polandia, Belarusia, Ukraina, Georgia, Azerbaijan, Kazakstan, China, Mongolia, dan Korea Utara. Selain itu Rusia juga memiliki perbatasan laut dengan beberapa negara tetangganya yaitu berbatasan dengan Jepang di Laut Okhotsk dan dengan Alaska (Amerika Serikat) di Selat Bering. Tabel 4.25 Profil Makroekonomi Rusia Series GDP (current US$ Billion) 1, , , , , GDP growth (annual %) GDP per capita (current US$) 10, , , , , Population (Million) Inflation (annual %) Land Area (sq. km) 16,376,870 16,376,870 16,376,870 16,376,870 16,376,870 Miles 4, , , , , Jarak* Kilometers 7, , , , , * Sumber: World Bank, 2015 Pada tahun 2014 Rusia memiliki Gross Domestic Product (GDP) terbesar USD Miliar dengan share yang mencapai 2,41 persen GDP dunia. Tingkat pertumbuhan ekonominya dalam lima tahun terakhir ( ) termasuk fluktuatif, pertumbuhan ekonomi terendah pada tahun 2014 yang tumbuh sebesar 0,64 persen dan tertinggi pada tahun 2010 sebesar 4,50 persen. Jika dirata-ratakan tingkat pertumbuhan ekonomi Rusia pada periode tersebut sebesar 2,83 persen. Sedangkan jika dilihat dari tingkat GDP per kapita, Rusia termasuk negara yang Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 85

108 memiliki GDP per kapita menengah (midle income country) dengan tingkat GDP per kapita USD ,92 pada tahun Selain tingkat GDP dan GDP per kapita sebagaimana disampaikan di atas, Rusia juga merupakan negara dengan penduduk terbesar kesembilan di dunia dengan penduduk sebanyak 143,82 juta orang. Di samping itu Rusia merupakan negara yang memiliki tingkat inflasi fluktuatif dengan rata-rata inflasi sebesar 9,96 persen selama periode dengan tingkat inflasi terendah sebesar 5.05 persen pada tahun 2013 dan tertinggi sebesar 15,91 persen pada tahun Luas wilayah daratan Rusia mencapai km persegi. Jarak dari Indonesia ke Rusia adalah 4.618,08 mil atau 7.431,88 km Struktur Industri Rusia Mengacu pada Tabel 4.26, dapat diketahui bahwa ekspor terbesar Rusia tahun 2014 berada di kuadran 1 dan 3 dengan nilai USD 413,3 Miliar dan USD 57,7 Miliar sedangkan ekspor kuadran 4 hanya USD 26,8 Miliar. Share ekspor masing-masing kuadran 1, 3, dan 4 masing-masing sebesar 83,02 persen, 11,59 persen dan 5,39 persen. Impor terbesar berada di kuadran 3 sebesar yang mencapai USD 256,7 Miliar sedangkan nilai impor kuadran 1 sebesar USD 19,5 Miliar, dan nilai impor kuadran 4 sebesar USD 16,4 Miliar. Share impor masing-masing kuadran 1, 3 dan 4 adalah 6,80 persen, 89,56 persen, dan 3,64 persen. Neraca Perdagangan Rusia secara keseluruhan adalah surplus dengan nilai total sebesar USD 211,2 Miliar. Surplus Perdagangan Rusia berada di kuadran 1 dan 4 dengan surpus masing-masing sebesar USD 393,8 Miliar dan USD 16,4 Miliar. Sedangkan neraca perdagangan untuk kuadran 3 mengalami defisit sebesar USD 199,0 Miliar. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 86

109 Tabel 4.26 Rangkuman Struktur Industri Rusia Tahun 2014 Struktur Industri Rusia Tahun 2014 Kuadran Nilai (USD, 000) Share Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor 1 413,277,072 19,505, ,771, % 6.80% % 0.00% 3 57,709, ,716,374 (199,006,544) 11.59% 89.56% 4 26,846,639 10,426,731 16,419, % 3.64% Total 497,833, ,648, ,184, % % Berdasarkan struktur industrinya dapat diketahui bahwa permintaan impor terbesar Rusia berasal industri-industri yang berada di kuadran 3. Total share impor kuadran 3 sebesar 89,56 persen dari total impor Rusia. Kondisi ini menunjukkan bahwa industri-industri yang berada pada kuadran 3 memiliki permintaan impor yang sangat besar. Contoh industri yang berada pada kuadran 3 adalah Machinery, nuclear reactors, boilers, etc dengan nilai sebesar USD 52,1 Miliar, Electrical, electronic equipment dengan nilai impor sebesar USD 33,7 Miliar. Sedangkan contoh industri yang berada pada kuadran 1 adalah Mineral fuels, oils, distillation products, etc dengan nilai impor sebesar USD 4,04 Miliar, Iron and steel dengan nilai impor sebesar USD 5,7 Miiar. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 87

110 Gambar 4.19 Struktur Industri Rusia Tahun NTM (Non Tariff Measures) Rusia atas Produk Indonesia Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tahapan kedua pada kajian ini, maka diperoleh tabel 10 komoditi prioritas Indonesia di pasar Rusia berdasarkan HS 2 dijit sebagai berikut. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 88

111 Tabel 4.27 Komoditi Prioritas Indonesia ke Rusia Tahun 2014 Unit : US Dollar thousand 15 (A) (B) (C) Ekspor Indonesia ke Rusia Ekspor Indonesia Ke Dunia Impor Rusia dari Dunia Animal,vegetable fats and oils, cleavage products, etc 57,408 21,059,510 1,241, % 4.62% 39 Plastics and articles thereof 32,395 2,674,254 11,030, % 0.29% 40 Rubber Furniture, and lighting, articles signs, thereof prefabricated 12,829 7,100,023 4,115, % 0.31% 94 buildings 12,242 1,902,064 4,281, % 0.29% 3 Fish, crustaceans, molluscs, aquatic invertebrates nes 4,760 3,111,926 2,566, % 0.19% 38 Miscellaneous chemical products 4,061 4,168,099 3,118, % 0.13% 84 Machinery, nuclear reactors, boilers, etc 3,473 5,969,080 52,105, % 0.01% Paper and paperboard, articles of pulp, 48 paper and board 3,132 3,743,849 3,542, % 0.09% 9 Coffee, tea, mate and spices 2,695 1,835,143 1,300, % 0.21% 96 Miscellaneous manufactured articles 1, ,402 1,444, % 0.13% 44 Wood and articles of wood, wood charcoal 1,726 4,071,121 1,323, % 0.13% 21 Miscellaneous Tobacco and manufactured edible preparations tobacco 1, ,714 1,765, % 0.09% 24 substitutes 179 1,025,438 1,214, % 0.01% 69 Ceramic products ,029 1,339, % 0.01% 61 Product code Product label Articles of apparel, accessories, knit or crochet 136 3,428,267 3,724, % 0.00% 85 Electrical, electronic equipment 88 9,745,714 33,740, % 0.00% 83 Miscellaneous articles of base metal ,764 1,665, % 0.00% 87 Vehicles Manufactures other of than plaiting railway, material, tramway 42 5,213,659 31,392, % 0.00% 46 basketwork, Other made textile etc. articles, sets, worn 26 77,419 40, % 0.06% 63 clothing etc , , % 0.00% 42 Articles of leather, animal gut, harness, travel goods 7 322, , % 0.00% 92 Musical instruments, parts and accessories 5 577, , % 0.00% (A/B) (A/C) 71 Pearls, precious stones, metals, coins, etc 3 4,648,183 1,086, % 0.00% sumber : Trademap, 2015 (diolah) Dari tabel di atas diperoleh informasi bahwa Rusia merupakan pasar yang masih terbuka luas untuk komoditi-komoditi utama Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari rasio ekspor beberapa komoditi utama Indonesia ke Rusia dengan ekspor Indonesia ke dunia (kolom A/B), dan rasio ekspor Indonesia ke Rusia dibandingkan dengan impor Rusia dari dunia (kolom A/C). Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 89

112 Untuk komoditi-komoditi utama Indonesia, Rusia merupakan pangsa pasar yang masih relatif kecil, komoditi yang paling tinggi penetrasinya di Rusia adalah HS 39 (plastik) dengan kontribusi kurang dari 2% dari total ekspor keseluruh dunia. Selain itu, dari sisi permintaan domestik, permintaan Rusia terhadap komoditi komoditi utama Indonesia dapat dipenuhi dari Negara lain. Hal ini dapat dilihat dari Rasio (A/C) yang rendah. Komoditi Utama Indonesia yang paling besar rasionya adalah HS 15 ( minyak nabati) Menurut Global trade alert (2015), Brasil menerapkan 726 NTM dengan berbagai bentuk. Khusus untuk komoditi yang berasal dari Indonesia, terdapat 87 NTM yang dikenakan. Selanjutnya dipilih 10 NTM contoh yang berpengaruh paling besar pada ekspor Indonesia. Tabel berikut ini adalah NTM yang diterapkan oleh Rusia pada 10 (sepuluh) komoditi utama Indonesia yang didasarkan urutan terbesar pada kolom A/B. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 90

113 Tabel 4.28 NTM Komoditi Prioritas Indonesia ke Rusia Tahun 2014 (A) (B) (C) NTM Product code Ekspor Ekspor Product label Indonesia ke Indonesia Ke Impor Rusia (A/B) (A/C) Rusia Dunia dari Dunia 15 Animal,vegetable fats and oils, cleavage products, etc ,27% 4,62% Russian Federation: Additional agricultural subsidies (ca million USD) in Plastics and articles thereof ,21% 0,29% Russian Federation: State guarantees for exporters of local industrial goods 40 Rubber and articles thereof ,18% 0,31% Russian Federation: State guarantees for exporters of local industrial goods 94 Furniture, lighting, signs, prefabricated buildings 3 Fish, crustaceans, molluscs, aquatic invertebrates nes ,64% 0,29% Russian Federation: State guarantees for exporters of local industrial goods ,15% 0,19% 38 Miscellaneous chemical products 84 Machinery, nuclear reactors, boilers, etc 48 Paper and paperboard, articles of pulp, paper and board 9 Coffee, tea, mate and spices 96 Miscellaneous manufactured articles sumber : Trademap, 2015 (diolah) ,10% 0,13% Russian Federation: Subsidy related to the acquisition of chemicals for plant protection ,06% 0,01% Eurasian Economic Union of Russia, Belarus, Kazakhstan and Armenia: Increased import tariffs of certain wagons ,08% 0,09% Customs Union of Russia, Belarus and Kazakhstan: Import tariff increase on certain types of paper and paperboard ,15% 0,21% ,50% 0,13% Russian Federation: Approved rules for state subsidy support thorough Roseximbank of the hightech industry Pada komoditi utama Indonesia di Rusia dengan nilai ekspor terbesar di tahun 2014 (HS 15), Rusia menerapkan NTM berupa insentif subsidi pertanian. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 91

114 Pada tanggal 16 Juni 2015 Pemerintah Rusia mengeluarkan aturan No 1110-р dalam rangka program pembangunan pertanian dan regulasi produk pertanian, bahan baku dan makanan untuk periode Konkretnya, aturan ini mengamanatkan alokasi Rusia Roubles (sekitar USD). Tujuan dari subsidi negara adalah untuk bersama-membiayai pengeluaran unit administrasi atas Federasi Rusia, terkait dengan penggantian parsial bunga karena masih harus dibayar atas pinjaman investasi dari penerima manfaat akhir dari sektor pertanian. Tujuan dari kredit ini adalah pengembangan sektor pertanian dan serta infrastruktur dan logistik Strategi Kerjasama Perdagangan Dengan Rusia Berdasarkan hasil AHP, alasan utama perlunya Indonesia melakukan kerjasama perdagangan dengan Rusia adalah untuk meningkatkan akses pasar produk Indonesia di negara tersebut. Hal ini ditunjukan dengan nilai prioritas akses pasar yang paling tinggi. Alasan mempertahankan pangsa pasar produk Indonesia dan meningkatnya efisiensi produksi tidak dianggap terlalu relevan dan hanya menjadi prioritas kedua dan ketiga. Dilihat dari bobot prioritasnya, kedua faktor tersebut hanya sekitar dua puluh satu persen dari bobot faktor meningkatkan akses pasar. Alasan untuk meningkatkan pengaruh internasional Indonesia di bidang ekonomi dan politik juga dianggap kurang cocok dan berada di peringkat yang paling bawah dengan bobot prioritas hanya tujuh persen. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 92

115 Gambar 4.20 Hasil AHP Tentang Faktor Pendorong Kerjasama dengan Rusia Jenis NTM Yang Berpotensi Berkurang/Hilang melalui Kerjasama dengan Rusia Gambar 4.21 Hasil AHP Tentang Jenis NTM yang Dapat Dinegosiasikan dengan Rusia Kerjasama perdagangan antara Indonesia dan Russia memberikan manfaat bagi kedua negara melalui berkurangnya hambatan perdagangan baik tarif maupuan non tariff (NTM). Khusus untuk hambatan non-tarif, Indonesia dianggap akan mendapatkan manfaat terbesar melalui pengurangan hambatan teknis (technical barriers) yang selama ini Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 93

116 diterapkan oleh Russia kepada produk-produk Indonesia. Hal ini ditunjukan melalui hasil AHP (Gambar 4.21) dimana technical barriers berada pada posisi pertama dengan bobot prioritas paling tinggi. Hambatan NTM lainnya yang juga berpotensi berkurang adalah trade defence, pada peringkat ke dua dengan bobot prioritas sekitar empat puluh satu persen dari technical barriers. Hambatan non-tarif lainnya (other NTM) berada posisi ke tiga dengan bobot dua puluh sembilan persen dan hambatan pertanian pada posisi ke empat dengan bobot tujuh belas persen. Gambar 4.21 Hasil AHP Tentang Jenis NTM Technical Rusia Selanjutnya, berdasarkan jenis dari NTM Technical, hambatan dari kategori technical barriers to trade dianggap akan berkurang paling banyak ketika Indonesia bekerjasama dengan Russia. Sementara itu, sanitary and phytosanitary berada pada posisi kedua dengan bobot sekitar empat puluh empat persen dari bobot technical barriers to trade. Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 94

117 Gambar 4.22 Hasil AHP Tentang Jenis NTM Agricultural Rusia Berdasarkan jenis-jenis NTM agriculture, hambatan perdagangan di Russia yang paling berpotensi akan berkurang berasal dari tariff-rate quotas. Keuntungan lainya juga bisa berasal dari pengurangan special safeguards yang dianggap mempunyai bobot prioritas hampir sama dengan tariff-rate quotas yaitu sekitar sembilan puluh enam persen. Sementara itu, dengan bobot prioritas hanya sekitar empat puluh enam persen, export subisidies dari Russia juga dianggap bisa berkurang ketika Indonesia melakukan kerjasama dengan Russia. Gambar 4.23 Hasil AHP Tentang Jenis NTM Trade Defence Rusia NTM trade defence di Russia yang paling akan berkurang melalui kerjasama perdagangan dianggap berasal dari jenis safeguards. Kategori berikutnya adalah anti-dumping pada posisi kedua dengan bobot prioritas sekitar lima puluh sembilan persen dari bobot safaguards. Prioritas Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 95

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

Implikasi perdagangan barang dalam ASEAN Free Trade terhadap perdagangan. Intra dan Ekstra ASEAN Tahun Dono Asmoro ( )

Implikasi perdagangan barang dalam ASEAN Free Trade terhadap perdagangan. Intra dan Ekstra ASEAN Tahun Dono Asmoro ( ) Implikasi perdagangan barang dalam ASEAN Free Trade terhadap perdagangan Intra dan Ekstra ASEAN Tahun 2012 Dono Asmoro (151080089) Penulisan skripsi ini berawal dari ketertarikan penulis akan sejauh mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

ASEAN CHINA FREE TRADE AREA

ASEAN CHINA FREE TRADE AREA ASEAN CHINA FREE TRADE AREA A. PENDAHULUAN ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara negaranegara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara dianggap sebagai proses alokasi sumber daya ekonomi antar negara dalam rangka meningkatkan derajat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN. CAFTA dibuat untuk mengurangi bahkan menghapuskan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN. CAFTA dibuat untuk mengurangi bahkan menghapuskan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang CAFTA merupakan perjanjian area perdagangan bebas antara China dan ASEAN. CAFTA dibuat untuk mengurangi bahkan menghapuskan hambatan perdagangan barang tarif maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) dengan mengurangi atau menghilangkan tindakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Apel Apel adalah jenis buah-buahan, atau buah yang dihasilkan dari pohon buah

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PADA HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA DAN TIGA NEGARA (CHINA, INDIA, DAN AUSTRALIA) TERHADAP KINERJA EKSPOR-IMPOR, OUTPUT NASIONAL DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA: ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Regional Trade Agreements (RTA) didefinisikan sebagai kerjasama perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup free trade agreements (FTA),

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui

Lebih terperinci

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT))

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT)) DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT)) Resume Muhammad Akbar Budhi Prakoso 151040071 JURUSAN ILMU HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan Indonesia-Thailand Agreement On The Common Effective Preferential Tariff Scheme For The ASEAN Free Trade

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini

Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini CAPAIAN MEA 2015 Barang Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini Tariff 0% untuk hampir semua produk kecuali MINOL, Beras dan Gula ROO / NTMs Trade & Customs Law/Rule National Trade Repository (NTR)/ATR Fokus

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE 5.1. Aliran Perdagangan dan Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three Sebelum menganalisis kinerja ekspor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi institusional regional atau kawasan jika ditelusuri kembali asalnya, mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dimana kondisi dunia yang bipolar

Lebih terperinci

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam perdagangan internasional tidak lepas dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Apalagi adanya keterbukaan dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan Internasional merupakan suatu ilmu yang bersifat interdisipliner yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010 SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas November 21 Memperkuat Optimisme

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah tumbuh dengan pesat dan memainkan peranan penting dan strategis dalam perekonomian global. Meningkatnya

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan berbagai rumusan masalah yang terdapat pada Bab 1 dan memberikan saran bagi berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan transportasi dewasa ini semakin mempermudah akses dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional. Perkembangan inilah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya

Lebih terperinci

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? Oleh: Ahmad Syariful Jamil, S.E., M.Si Calon Widyaiswara Ahli Pertama Belum selesai proses penarikan diri Inggris dari keanggotaan Uni Eropa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada saat ini tahun 2016 sedang melakukan kerjasama dari berbagai bagian negara, dengan adanya hal ini akan memperlihatkan betapa pentingnya posisi Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

SIARAN PERS Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta Telp/Fax /

SIARAN PERS Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta Telp/Fax / SIARAN PERS Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Telp/Fax. 021-23528400/23528456 www.depdag.go.id Menteri Ekonomi ASEAN dan India Menandatangani Persetujuan Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa dihindari oleh suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Salah satu bentuk liberalisasi

Lebih terperinci

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax: SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 Kinerja Ekspor Nonmigas Triwulan I Mencapai Tingkat Tertinggi Memperkuat

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman Jeruk Buah jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang paling banyak digemari oleh masyarakat kita. Buah jeruk selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun negara yang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia

Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia Oleh : Budiman Hutabarat M.

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 2011

RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 2011 RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 20 DIREKTORAT PERDAGANGAN, INVESTASI DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL 20 Perkembangan Ekspor Nilai ekspor

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Ekspor Nonmigas 21 Mencapai Rekor Tertinggi Jakarta,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KAJIAN PENYUSUNAN STRATEGI PENGENDALIAN IMPOR INDONESIA

LAPORAN AKHIR KAJIAN PENYUSUNAN STRATEGI PENGENDALIAN IMPOR INDONESIA LAPORAN AKHIR KAJIAN PENYUSUNAN STRATEGI PENGENDALIAN IMPOR INDONESIA 2015-2019 PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2014

Lebih terperinci

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya

Lebih terperinci

KAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL

KAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL LAPORAN AKHIR KAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL Tim Peneliti: Reni Kustiari Achmad Suryana Erwidodo Henny Mayrowani Edi Supriadi Yusuf Soeprapto Djojopoespito

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2016, yang merupakan sebuah integrasi ekonomi yang didasarkan pada kepentingan bersama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap hubungan kerjasama antar negara. Hal ini disebabkan oleh sumber daya dan faktor produksi Indonesia

Lebih terperinci

There are no translations available.

There are no translations available. There are no translations available. Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) disingkat SKA adalah dokumen yang disertakan pada waktu barang ekspor Indonesia yang telah memenuhi ketentuan asal barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI

Lebih terperinci

Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015

Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015 Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015 TRANSFORMASI ASEAN 1976 Bali Concord 1999 Visi ASEAN 2020 2003 Bali Concord II 2007 Piagam

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wealth of Nation (Halwani & Tjiptoherijanto, 1993). Dengan adanya

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wealth of Nation (Halwani & Tjiptoherijanto, 1993). Dengan adanya 58 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Perdagangan bebas yang menjadi landasan teori perdagangan internasional dicetuskan pertama kali oleh Smith (1776) dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu

I. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada dua tantangan besar yang dihadapi lndonesia saat ini, yaitu bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu kita juga harus mencermati globalisasi

Lebih terperinci

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS DR. Mhd. Saeri, M.Hum (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah wadah bagi negara-negara Asia Tenggara untuk memperjuangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Bandung menjadi kota yang memiliki daya saing paling kompetitif dibanding kota-kota lainnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Bandung menjadi kota yang memiliki daya saing paling kompetitif dibanding kota-kota lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Bandung menjadi kota yang memiliki daya saing paling kompetitif dibanding kota-kota lainnya dengan berhasil memamfaatkan secara optimal dan sinergis

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Integrasi ekonomi, Sesuai dengan tujuan pembentukannya, yaitu untuk menurunkan hambatan perdagangan dan berbagai macam hambatan lainnya diantara satu negara dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

IMPOR MURAH DENGAN SKEMA FREE TRADE AGREEMENT

IMPOR MURAH DENGAN SKEMA FREE TRADE AGREEMENT IMPOR MURAH DENGAN SKEMA FREE TRADE AGREEMENT Kurniawan, SE ASBTRAK Skema FTA pada dasarnya ditujukan untuk pengaturan penurunan dan/atau penghapusan tarif bea masuk, sebagai wujud dari berkembangnya liberalisasi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artikan sebagai kesepakatan dari kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli

BAB I PENDAHULUAN. artikan sebagai kesepakatan dari kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang begitu banyak, perdagangan menjadi salah satu sumber mata pencahariannya.

Lebih terperinci

ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010

ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010 ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010 Awal tahun 2010 dimulai dengan hentakan pemberlakuan ACFTA atau ASEAN-China Free Trade Area. Pro-kontra mengenai pemberlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Ecomonic Community (AEC) atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. AEC merupakan realisasi dari tujuan

Lebih terperinci

Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015:

Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Meningkatkan Daya Saing, Meraih Peluang Disampaikan oleh: Direktur Kerja Sama ASEAN, Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional, KEMENDAG Jakarta,30 September 2015 Perjalanan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. IV.1 Kesimpulan

BAB IV PENUTUP. IV.1 Kesimpulan 95 BAB IV PENUTUP IV.1 Kesimpulan Dengan masuknya China ke dalam ASEAN Free Trade Area akan meningkatkan pemasukan dari masing-masing negara anggota, karena pangsa pasar China yang begitu besar, dan begitu

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan

Lebih terperinci