BAB I PENDAHULUAN. (sebelah barat Gunungapi Kelud). Gambar 1.1 memperlihatkan material yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. (sebelah barat Gunungapi Kelud). Gambar 1.1 memperlihatkan material yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi eksplosif dengan durasi pendek serta menghasilkan volume material sekitar 105 juta m 3 terjadi pada tanggal 13 Februari 2014 di Gunungapi Kelud. Abu vulkanik diendapkan di seluruh lereng gunungapi dan menutup sebagian Pulau Jawa (sebelah barat Gunungapi Kelud). Gambar 1.1 memperlihatkan material yang diendapkan pada bagian hulu pascaerupsi eksplosif Gunungapi Kelud 13 Februari 2014 lalu. Material hasil erupsi eksplosif berpotensi terbawa oleh hujan dan menyebabkan terjadinya lahar di sepanjang sungai yang berhulu di Gunungapi Kelud. Biasanya aliran lahar berlangsung selama dua atau tiga kali musim penghujan, tergantung dari volume material letusannya. Lima hari setelah fase eruptif yaitu pada tanggal 18 Februari 2014, lahar pertama terjadi di beberapa sungai diantaranya adalah Kali Mangli (Kediri) dan Kali Konto (Kediri-Malang) (Dibyosaputro dkk., 2014). Sementara itu di Sungai Bladak, Sungai Putih, Sungai Sumberagung, dan Sungai Ngobo belum terjadi aliran lahar (Maritimo dkk., 2014). Sungai Bladak merupakan salah satu sungai yang berhulu di Gunungapi Kelud, berlokasi di lereng barat, dan hampir selalu terkena dampak aliran lahar akibat erupsi. Berdasarkan rekaman kejadian lahar dalam kurun 100 tahun, menunjukkan bahwa Sungai Bladak terkena aliran lahar pada tahun 1875, 1919, 1951, 1966, dan 1990 (Tabel 1.1). Kejadian lahar di Sungai Bladak ditunjukkan 1

2 dengan adanya bangunan sebagai mitigasi struktural terhadap lahar seperti sabo dam di alur Sungai Bladak. Diperlukan serangkaian upaya mitigasi baik struktural maupun non-struktural yang melibatkan masyarakat setempat sebagai upaya untuk mengantisipasi serta mengurangi korban dan kerusakan menjadi sekecil mungkin serta meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan terulangnya bencana. Penelitian ini hanya difokuskan kepada mitigasi non-struktural berdasarkan pemahaman masyarakat terhadap bencana aliran lahar. Gambar 1.1 Material yang diendapkan pada bagian hulu pada tanggal 18 Februari 2014 (Sumber: USGS, Science for a changing world dalam BPBD Kabupaten ). 2

3 Tabel 1.1 Sejarah kejadian lahar di Gunungapi Kelud Tahun Tipe Lahar Jumlah Post-eruptive dipicu Sungai Jarak (km) Syn-eruptive korban oleh hujan 1334 Ya???? 1586 Ya??? 10, Ya? Semut, Gedog, Lekso, Siwalan, Bedali, Putih? Yes 1848 Lahar panas Ya Konto, Putih, Lekso, Siwalan, Brantas Lahar panas Ya Ya 1875 Tidak ada erupsi Lahar dingin Bladak 27 Ya 1901 Lahar panas Ya Ngobo-Pulo? Ya 1919 Lahar panas Ya Semua Sungai , Lahar panas Ya Semua Sungai Lahar panas Ya Bladak, Senut, Putih, Ngobo-Pulo, Konto, Mangli, Sumberagung, Konto, Petungkobong, Gedog 1990 Ya Lahar dingin Konto, Mangli, Abab, Bladak, Gedog, Petungkobong, Sumberagung, Pulojengglong, Putih, Semut, Itjir, Lekso, Soso 2014 Tidak Ya Mangli, Konto 5 - Sumber: Thouret et al., Perumusan Masalah Sungai Bladak berada di lereng bagian barat Gunungapi Kelud. Gambar 1.1 menunjukkan bahwa terdapat endapan material dengan volume yang cukup besar di lereng barat laut, barat, barat daya. Di lereng bagian barat Gunungapi Kelud terdapat sekitar 27,6 juta m 3 endapan material (Purnamasari, 2015), sehingga salah satu sungai yang berpotensi menjadi jalur lintasan aliran lahar pasca erupsi Gunungapi Kelud Februari 2014 lalu adalah Sungai Bladak. Curah hujan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap aliran lahar. Adanya hujan dalam jumlah yang cukup banyak dan tercurah ke dalam alur atau lembah sangat berperan dalam mengkontribusikan kemungkinan akan terjadinya aliran lahar. Hujan pada suatu daerah pengaliran sungai mempunyai distribusi yang sangat bervariasi menurut ruang dan waktunya, misalnya saja penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2011) di lereng Gunung Merapi dengan menggunakan 9 (sembilan) stasiun hujan. Musim penghujan terjadi pada bulan November-April 3

4 sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Mei-Oktober. Pola hujan di sembilan stasiun tersebut masing-masing memiliki satu puncak musim penghujan dengan hujan maksimum umumnya terjadi di bulan Februari dan satu puncak musim kemarau dengan hujan minimum terjadi di bulan Agustus/September. Pada bulan Oktober- Desember (awal musim hujan) curah hujan umumnya mengalami trend meningkat. Pada Januari-Maret (puncak musim hujan) curah hujan umumnya mengalami trend menurun. Secara klimatologis keberadaan Gunungapi Merapi dan Gunungapi Kelud termasuk wilayah iklim muson tropis yang dicirikan oleh curah hujan dengan intensitas yang tinggi pada musim hujan kemudian berganti dengan bulan-bulan kering di musim kemarau. Diperlukan analisis kecendrungan pola hujan di sekitar Sungai Bladak untuk mewaspadai waktu-waktu dimana curah hujan memiliki nilai yang cukup tinggi. Dalam penelitian Legiarto (2008) disebutkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Belanting memperkirakan datangnya bencana aliran lahar dengan melihat gejala alam, yaitu curah hujan yang tinggi di bagian hulu sungai. Cara ini memang murah dan dapat cepat dilihat, tetapi tidak akurat atau memiliki keterbatasan dikarenakan masyarakat di bagian hilir terkadang tidak mengetahui hujan lebat di bagian hulu. Penelitian yang dilakukan oleh Legiarto (2008) selaras dengan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di Sungai Konto pada bulan November Masyarakat di bagian hulu Sungai Konto memperkirakan datangnya aliran lahar dengan melihat hujan dengan durasi dan intensitas yang tinggi di hulu sungai, sedangkan masyarakat di bagian tengah dan hilir sungai bahkan tidak 4

5 mengetahui penyebab aliran lahar. Komunikasi dan informasi antara masyarakat di bagian hulu dan hilir menjadi hal yang sangat penting. Media penyebaran informasi yang efektif dan mencakup seluruh kawasan rawan bencana penting untuk dikaji di Sungai Bladak. Keanekaragaman karakter dan media informasi akan mempengaruhi keinginan kesiapsiagaan (Perry dan Lindell (2008, Sagala, 2013). Tingkat kesiapsiagaan dari seseorang dapat dibentuk dengan seberapa sering orang tersebut menerima informasi pencegahan dan kesiapsiagaan. Penelitian yang dilakukan oleh Budiani dan Nugraha (2013) memaparkan bahwa di lereng Merapi pada saat terjadi bencana, sumber informasi bagi para penduduk berasal dari kepala dusun, teriakan tetangga, sirine, handie talkie (HT), televisi dan dari telepon. Dari ketujuh sumber informasi tersebut belum bisa menyentuh semua penduduk di daerah bencana. Hanya sumber informasi dari kepala dusun dan teriakan tetangga mampu mencapai angka 100%. Selebihnya, sarana informasi tersebut tidak mampu mencapai 100%. Hasil pengamatan lapangan pada Desember 2014, Februari serta Juni 2015 menunjukkan bahwa belum terjadi aliran lahar di Sungai Bladak. Aktifitas penambangan pasir terlihat sangat intensif seolah-olah Sungai Bladak aman dari ancaman bencana aliran lahar. Lahar menyebabkan daerah menjadi subur dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sehingga mendorong masyarakat untuk tetap tinggal menetap (Kumalawati, 2014). Informasi akan ancaman aliran lahar yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten hanya sebatas spanduk-spanduk yang dipasang di bagian hulu Sungai Bladak. 5

6 Penambang pasir serta masyarakat yang jumlahnya cukup banyak di sekitar Sungai Bladak merupakan salah satu elemen yang perlu dilindungi untuk meminimalisir kerugian berupa kehilangan nyawa, serta harta benda. Sungai Bladak melalui 26 (dua puluh enam) desa, 19 (sembilan belas) desa di Kabupaten, 4 (empat) desa di Kabupaten Kediri dan 3 desa di Tulungagung berpotensi dilalui oleh aliran lahar (Tabel 1.2). Tabel 1.2 Desa-desa yang dilalui Sungai Bladak No Desa Kecamatan Kabupaten Sumbersari Penataran Candirejo Kedawung Bacem Ringianyar Jaten Karangbendo Sumbersari Kebonduren Jati Karanggondang Kebonagung Salam Dadap Langu Tawangrejo Ringianom Rejosari Maesan Nyawangan Rejomulyo Sentonorejo Banjarsari Pojok Pulurejo Nglegok Nglegok Nglegok Wonodadi Udan Awu Udan Awu Udan Awu Wonodadi Wonodadi Wonodadi Udan Awu Wonodadi Mojo Kraas Kraas Kraas Ngantru Ngantru Ngantru Kediri Kediri Kediri Kediri Tulungagung Tulungagung Tulungagung Sumber: Maritimo dkk., Penelitian yang dilakukan Legiarto (2008) menunjukkan bahwa dari 80 orang yang menjadi responden, 52,5% tidak mengetahui bahaya, gejala dan penyebab aliran lahar di Sungai Belanting. Sosialisasi penanggulangan bencana yang berkaitan dengan penyebab, gejala dan risiko bencana aliran lahar hampir tidak pernah dilakukan. Masyarakat yang pernah mendapat penyuluhanpun menyatakan sosialisasi 6

7 dilakukan hanya pada saat di pengungsian setelah kejadian aliran lahar dan bertempat di lokasi pengungsian. Program penyuluhan di Sungai Belanting tidak berkelanjutan, hanya kegiatan pada saat evakuasi pada situasi darurat, sehingga kurang mengenai sasaran. Tidak adanya penyuluhan yang sistematis oleh Pemda menyebabkan masyarakat Desa Belanting tidak memiliki cara yang baku untuk mengetahui fenomena bencana aliran lahar. Masyarakat di sekitar sungai-sungai yang berhulu di Gunungapi Kelud belum sepenuhnya memahami tentang bahaya yang diakibatkan oleh bencana aliran lahar, misalnya saja Sungai Konto, salah satu sungai yang telah dilalui aliran lahar Gunungapi Kelud pascaerupsi 13 Februari Hasil pengamatan dan wawancara di sekitar alur Sungai Konto menunjukkan bahwa sebagian masyarakat yang tersebar di bagian hulu, tengah dan hilir belum semuanya memahami tentang penyebab, gejala, bahaya yang ditimbulkan, serta upaya penyelamatan diri berkaitan dengan aliran lahar. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut : 1. kapankah Sungai Bladak memiliki kecendrungan mengalirkan lahar berbasis pada curah hujan bulanan, musiman dan tahunan? 2. apakah masyarakat di sekitar aliran Sungai Bladak sudah memiliki kondisi kesiapsiagaan yang memadai terhadap ancaman aliran lahar? 3. apa saja kebijakan dan program yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Badan Penanggulangan 7

8 Bencana Daerah dan Dinas Sosial) dalam upaya mitigasi non-struktural bencana aliran lahar Gunungapi Kelud di Sungai Bladak? 4. apa saja upaya-upaya mitigasi non-struktural yang diperlukan untuk menanggulangi ancaman bencana aliran lahar di Sungai Bladak? Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang sudah disampaikan tersebut maka penelitian berjudul MITIGASI NON-STRUKTURAL BENCANA ALIRAN LAHAR GUNUNGAPI KELUD DI SUNGAI BLADAK Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. mengkaji potensi hujan yang menyebabkan aliran lahar di Sungai Bladak ditinjau dari curah hujan bulanan, musiman dan tahunan sebagai masukan untuk kalender mitigasi. 2. menganalisis kondisi kesiapsiagaan masyarakat terhadap ancaman bencana aliran lahar Sungai Bladak. 3. melakukan kajian kebijakan dan program yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten dan lembaga non-pemerintah dalam upaya mitigasi nonstruktural bencana aliran lahar di Sungai Bladak. 4. menyusun arahan dan prioritas penanganan bencana aliran lahar secara nonstruktural Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini diantaranya adalah: a. Manfaat Teoritis 8

9 Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan pengetahuan dalam bidang manajemen bencana, khususnya tentang mitigasi dan kesiapsiagaan. Penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi untuk memperoleh informasi gambaran nyata kondisi masyarakat di sekitar Sungai Bladak dalam menghadapi ancaman bencana aliran lahar. b. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan oleh pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten dalam menyusun program sistem mitigasi bencana aliran lahar secara non-struktural di masa mendatang sehingga dapat diambil langkah-langkah yang efektif dan efisien. 1.5 Penelitian Terdahulu Penelitian tentang mitigasi non-struktural bencana aliran lahar telah banyak dilakukan hanya saja belum ada yang melakukan di sungai-sungai yang berhulu di Gunungapi Kelud. Penelitian Saleh (2009), analisis mitigasi non-struktural dilakukan dengan mengkaji kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah setempat saja. Penelitian mitigasi non-struktural bencana aliran lahar di Sungai Bladak, menganalisis kebijakan yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten, program mitigasi bencana di Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagan Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Kabupaten serta kondisi masyarakat yang sesungguhnya di sekitar Sungai Bladak. Penelitian Pratiwi (2011), mengkaji variabilitas curah hujan khususnya trend curah hujan kumulatif di lereng Gunungapi Merapi ditinjau dari curah hujan bulanan, 9

10 musiman, tahunan, harian dan jam-jaman. Penelitian Pratiwi (2011) menggunakan metode analisis regresi linier dengan Mann-Kendall, namun belum memasukkan unsur manajemen. Penelitian mitigasi non-struktural bencana aliran lahar di Sungai Bladak mengkaji variabilitias curah hujan khususnya trend curah hujan kumulatif di alur Sungai Bladak ditinjau dari curah hujan bulanan, musiman, dan tahunan untuk mengetahui waktu kecendrungan Sungai Bladak mengalirkan lahar. Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik penelitian mitigasi non-struktural disajikan pada Tabel

11 Tabel 1.3 Perbandingan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang No Nama peneliti Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil Penelitian 1. Saleh, M. (2009) Sistem mitigasi bencana sekunder Gunungapi Gamalama di Sungai Tubo (Tugurara) Kota Ternate Tesis 2. Legiarto, A. (2008) 3. Wimbardana, R., Sagala, S. A. H. (2013) Mitigasi Bencana Aliran Debris Sungai Belanting secara non Struktural Desa Belanting Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat Tesis Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Bahaya lahar Dingin Gunung Merapi Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No.2, Agustus 2013, halaman Mengetahui apakah sistim mitigasi fisik (struktural) yang ada di sungai Tubo dapat mengurangi risiko yang mungkin ditimbul dari ancaman aliran lahar/debris 2. Memprediksi besarnya jumlah volume aliran sedimen yang terjadi dan membandingkan volume tersebut dengan produksi penambangan bahan galian C (pasir) 3. Mengkaji kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Ternate dalam upaya mitigasi nonfisik bencana gunungapi. Mengetahui kondisi tingkat pemahaman masyarakat terhadap ancaman bencana aliran debris Sungai Belanting sebagai dasar untuk menentukan pola penanganan bencana aliran debris secara non-struktural. Mengetahui kesiapsiagaan masyarakat terhadap bahaya lahar dingin Gunung Merapi di Sungai Kali Putih Metode Analisis imbangan sedimen berdasarkan volume sedimen yang masuk dengan curah hujan harian rencana (R24) kala ulang 25 tahun Survey lapangan dan wawancara dengan teknik stratified random sampling dengan jumlah responden 80 orang Survey lapangan dan penyebaran kuesioner kepada masyarakat 1. Sistem sabo yang diterapkan di Sungai Tubo belum cukup efektif dalam mengendalikan aliran sedimen/debris karena produksi sedimen yang masuk. Tingkat keberhasilan sistem pengendalian sedimen di Sungai Tubo sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek yaitu aspek sistem pengelolaan imbangan sedimen dan aspek penambangan pasir. 2. Upaya mitigasi bencana aliran sedimen belum cukup optimal disebabkan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan belum dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan, serta belum memiliki dokumen RAD-PRB sebagai dasar dalam penanggulangan bencana. 1. Sebanyak 52,5% responden belum paham terhadap ancaman bencana dan dari wawancara diketahui bahwa Pemuka Agama mempunyai tingkat sosial yang sangat tinggi. 2. Strategi mitigasi non-struktural dilakukan dengan sosialisasi yang dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan pengajian sehingga lebih efektif dan efisien Informasi pemetaan KRB Gunung Merapi belum mencapai kepada masyarakat dengan baik. Selain itu minimnya edukasi masyarakat tentang lahar dingin. Strategi mitigasi yang dapat dilakukan dalam mengurangi risiko bencana lahar dingin di masa depan, yaitu membangun kapasitas kesiapsiagaan, baik pada tingkat rumah tangga dan komunitas di KRB lahar dingin Gunung Merapi. 4. Pratiwi, E.P.A Kajian Variabilitas Curah 1. Mengetahui variabilitas khususnya Metode trend Curah hujan di lereng Merapi tidak 11

12 (2011) Hujan di Kawasan Lereng Gunung Merapi Tesis 5. Rusdimi, A. (2015) 6. Vera Arida (2015) Retarding Basin Modeling For Lahar Hazard Management Tesis Mitigasi Non-struktural Bencana Aliran Lahar Gunungapi Kelud di Sungai Bladak Tesis trend curah hujan kumulatif di kawasan lereng Gunungapi Merapi ditinjau dari curah hujan bulanan, musiman dan tahunan, 2. Mengetahui variabilitas khususnya trend curah hujan maksimum di kawasan lereng Gunungapi Merapi ditinjau dari hujan harian dan jamjaman (durasi pendek) 1. Mensimulasikan curah hujanlimpasan di DAS Bladak menggunakan model hidrologi 2. Mengevaluasi penerapan retarding basin dengan 1D rainfall-runoff menggunakan model LISEM 1. Mengetahui variabilitas curah hujan bulanan, musiman dan tahunan di sekitar alur Sungai Bladak 2. mengetahui kebijakan dan program yang telah dilakukan oleh Pemerintah dan BPBD Kab 3. mengetahui kondisi tingkat pemahaman masyarakat terhadap ancaman bencana aliran lahar Sungai Bladak. 4. menyusun arahan dan prioritas penanganan bencana aliran lahar analisis dengan regresi linier dan Uji Mann- Kendall Menggunakan model hidrologi untuk mensimulasikan respon curah hujan terhadap limpasan dengan input data meliputi topografi, tutupan lahan, karakteristik infiltrasi tanah dan curah hujan. Survey lapangan, kuisioner dengan teknik random sampling, wawancara dengan teknik purposive sampling memperlihatkan trend yang cukup signifikan. Musim hujan terjadi pada bulan November sampai April sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Curah hujan pada awal musim hujan cenderung meningkat, sedangkan curah hujan pada puncak musim hujan dan musim kemarau cenderung menurun. Model hidrologi mampu memberikan gambaran tentang implementasi retarding basin di DAS Bladak dengan mengurangi debit puncak selama kejadian hujan. Sekitar 10,45 km 2 lahan pertanian merupakan daerah rawan lahar. Kegiatan pertanian berkembang sangat intensif. Kolaborasi antara pemerintah yang berwenang serta masyarakat setempat sangat diperlukan untuk mengurangi risiko akibat banjir lahar. Penerapan retarding basin dan rencana penggunaan lahan yang tepat oleh pihak terkait dapat digunakan sebagai upaya mitigasi terhadap lahar dan banjir bandang di DAS Bladak. 1. Curah hujan pada awal musim hujan (OND) dan pada bulan-bulan musim peralihan trend meningkat, sehingga kegiatan mitigasi non-struktural mulai dilaksanakan pada bulan-bulan ini. 2. Masyarakat di sekitar Sungai Bladak dinilai cukup siap menghadapi bencana aliran lahar. 3. Peraturan perundangan yang menjadi dasar mitigasi bencana di Kabupaten berimplikasi terhadap kegiatan mitigasi bencana di Kabupaten 4. arahan dan prioritas mitigasi non-struktural bencana aliran lahar di Sungai Bladak yaitu sosialisasi dan simulasi, pemberdayaan tokoh masyarakat, pemetaan partisipatif, dan pembentukan kelompok sadar bencana. 12

13 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 8 0 LU dan 11 0 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai letak sangat strategis, karena terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia dan juga terletak

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang lalu adalah letusan terbesar jika dibandingkan dengan erupsi terbesar Gunung Merapi yang pernah ada dalam sejarah yaitu tahun 1872.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan salah satu gunung teraktif di dunia, dan bencana Merapi merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi di Indonesia. Bahaya yang diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 4122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 1295 Telepon: 22-7212834, 5228424, 21-5228371

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Usaha mengurangi resiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Lebih terperinci

kerugian yang bisa dihitung secara nominal misalnya rusaknya lahan pertanian milik warga. Akibat bencana tersebut warga tidak dapat lagi melakukan pek

kerugian yang bisa dihitung secara nominal misalnya rusaknya lahan pertanian milik warga. Akibat bencana tersebut warga tidak dapat lagi melakukan pek EVALUASI PENDAPATAN MASYARAKAT UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PASCA BENCANA BANJIR LAHAR DI KALI PUTIH KABUPATEN MAGELANG Rosalina Kumalawati 1, Ahmad Syukron Prasaja 2 1 Dosen Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di Indonesia yang terdata dan memiliki koordinat berjumlah 13.466 pulau. Selain negara kepulauan, Indonesia

Lebih terperinci

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 13 Nomor 1 Juni 2015

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412-6982 Volume 13 Nomor 1 Juni 2015 EVALUASI KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010 DI

Lebih terperinci

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA Julhija Rasai Dosen Fakultas Teknik Pertambangan, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Email.julhija_rasai@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soewarno (1991), proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi (angkutan), pengendapan (deposition) dan pemadatan (compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harta benda, dan dampak psikologis. Penanggulangan bencana merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. harta benda, dan dampak psikologis. Penanggulangan bencana merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah khatulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim seperti perubahan pola curah hujan,

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2000 sekitar 500 juta jiwa penduduk dunia bermukim pada jarak kurang dari 100 m dari gunungapi dan diperkirakan akan terus bertambah (Chester dkk., 2000). Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 80 LU dan 110 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Disusun oleh: Anita Megawati 3307 100 082 Dosen Pembimbing: Ir. Eddy S. Soedjono.,Dipl.SE.,MSc.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010 Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman 81 87 ISSN: 2085 1227 Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia rawan akan bencana yang diakibatkan oleh aktivitas gunungapi. Salah satu gunungapi aktif yang ada di Indonesia yaitu Gunungapi Merapi dengan ketinggian 2968

Lebih terperinci

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006 PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006 Tiny Mananoma tmananoma@yahoo.com Mahasiswa S3 - Program Studi Teknik Sipil - Sekolah Pascasarjana - Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, Pasifik dan Australia dengan ketiga lempengan ini bergerak saling menumbuk dan menghasilkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di dunia. Hal ini juga terjadi di Indonesia, dimana banjir sudah menjadi bencana rutin yang terjadi setiap

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran lahar atau banjir lahar dalam masyarakat Indonesia dipahami sebagai aliran material vulkanik yang biasanya berupa batuan, pasir dan kerikil akibat adanya aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bendungan adalah sebuah struktur konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air sungai sehingga terbentuk tampungan air yang disebut waduk. Bendungan pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi yang terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan berhadapan langsung dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Indonesia terletak diantara 2 benua yaitu benua asia dan benua australia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi, yaitu erupsi letusan dan leleran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah menenggelamkan 19 kampung, memutus 11 jembatan, menghancurkan lima dam atau bendungan penahan banjir, serta lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gunung Merapi yang berada di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi memiliki interval waktu erupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng benua Eurasia, lempeng samudra Hindia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara periodik setiap tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Krisis Merapi yang berlangsung lebih dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi oleh jalur api (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Australia. Letak wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works PENGENDALIAN SEDIMEN Aliran debris Banjir lahar Sabo works 29-May-13 Pengendalian Sedimen 2 Aliran Lahar (Kawasan G. Merapi) G. Merapi in action G. Merapi: bencana atau berkah? G. Merapi: sabo works 6-Jun-13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut berasal dari perairan Danau Toba. DAS Asahan berada sebagian besar di wilayah Kabupaten Asahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang rawan akan bencana dapat dilihat dari aspek geografis, klimatologis, dan demografis. Letak geografis Indonesia di antara dua Benua

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE Annastasia Gadis Pradiptasari 1, Dr. Judy O. Waani, ST. MT 2, Windy Mononimbar, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dari BNPB atau Badan Nasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan peningkatan urbanisasi, deforestasi, dan degradasi lingkungan. Hal itu didukung oleh iklim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara kepulauan yang secara astronomis terletak di sekitar garis katulistiwa dan secara geografis terletak di antara dua benua dan dua samudra, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and Trans Asiatic Volcanic Belt dengan jajaran pegunungan yang cukup banyak dimana 129 gunungapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 4 Tahun 2008, Indonesia adalah negara yang memiliki potensi bencana sangat tinggi dan bervariasi

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN STATUS POTENSI BENCANA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN STATUS POTENSI BENCANA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN POTENSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LOKASI RAWAN BENCANA BANJIR LAHAR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PABELAN, MAGELANG, JAWA TENGAH

IDENTIFIKASI LOKASI RAWAN BENCANA BANJIR LAHAR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PABELAN, MAGELANG, JAWA TENGAH IDENTIFIKASI LOKASI RAWAN BENCANA BANJIR LAHAR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PABELAN, MAGELANG, JAWA TENGAH Suprapto Dibyosaputro 1, Henky Nugraha 2, Ahmad Cahyadi 3 dan Danang Sri Hadmoko 4 1 Departemen Geografi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembobotan Data yang digunakan untuk menentukan nilai pembobotan berdasarkan kuisioner yang di isi oleh para pakar dan instansi-instansi terkait. Adapun pakar dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah pertemuan antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 mendefinisikan Bencana. kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 mendefinisikan Bencana. kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 mendefinisikan Bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam atau mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah sebagai pelaksana roda pemerintahan dalam suatu Negara wajib menjamin kesejahteraan dan keberlangsungan hidup warga negaranya. Peran aktif pemerintah diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Pengantar 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 merupakan bencana alam besar yang melanda Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN 1. Pengantar 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 merupakan bencana alam besar yang melanda Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1. Pengantar 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 merupakan bencana alam besar yang melanda Indonesia dan menimbulkan banyaknya kerugian baik secara materil maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, sehingga memiliki potensi sumber daya air yang besar. Sebagai salah satu sumber daya air, sungai memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bencana sedimen didefinisikan sebagai fenomena yang menyebabkan kerusakan baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kehidupan manusia dan kerusakan lingkungan, melalui suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dan presipitasi yang jatuh di

Lebih terperinci

dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai

dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dilewati oleh garis katulistiwa di apit oleh dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana telah mengakibatkan suatu penderitaan yang mendalam bagi korban serta orang yang berada di sekitarnya. Kerugian tidak hanya dialami masyarakat yang terkena

Lebih terperinci

MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA )

MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA ) 1 MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA ) Tiny Mananoma Mahasiswa S3 Program Studi Teknik Sipil, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Djoko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana alam merupakan suatu fenomena alam yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal ini, bencana alam dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan sektor ekonomi secara keseluruhan mengalami peningkatan (Berz, 1999; World Bank, 2005 dalam Lowe,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surakarta yang merupakan kota disalah satu Provinsi Jawa Tengah. Kota

BAB I PENDAHULUAN. Surakarta yang merupakan kota disalah satu Provinsi Jawa Tengah. Kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Surakarta terletak di tengah kota atau kabupaten di karesidenan Surakarta yang merupakan kota disalah satu Provinsi Jawa Tengah. Kota Surakarta terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Secara geologi, wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Merapi yang terjadi pada bulan Oktober 2010 telah memberikan banyak pelajaran dan meninggalkan berbagai bentuk permasalahan baik sosial maupun ekonomi yang masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,

Lebih terperinci