PENINGKATAN KELIMPAHAN POPULASI PREDATOR DOMINAN PENGGEREK BUAH KAKAO,
|
|
- Fanny Tan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Made Sukarata,SP. (POPT Ahli Madya UML.SELEMADEG TIMUR KABUPATEN TABANAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI BALI PENINGKATAN KELIMPAHAN POPULASI PREDATOR DOMINAN PENGGEREK BUAH KAKAO, Conopomorpha cramerella (SNELLEN) MELALUI PENGEMBANGAN METODE KONSERVASI DALAM EKOSISTEM KAKAO Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia, yang menjadi salah satu penyumbang terbesar devisa negara dari sektor non migas, sebagai sumber lapangan kerja maupun pendapatan bagi petani (Dinas Perkebunan Provinsi Bali, 2012). Potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka dan sangat menjanjikan, namun hingga saat ini pencapaian produktivitas kakao masih tergolong rendah, yakni 550 kg/ha/tahun, sedangkan standar produksi yang diharapkan kg per ha/tahun. Rendahnya tingkat produktivitas kakao yang dicapai salah satu penyebabnya adalah adanya serangan hama dan penyakit (Rubiyo dkk., 2010). Hama penting yang menjadi penyebab utama menurunnya produksi dan mutu kakao adalah penggerek buah kakao (PBK), Conopomorpha cramerelle (Snellen) (Lepidoptera : Gracillaridae). Stadium yang merusak dari hama tersebut adalah larvanya, yang dapat menyebabkan biji kempes (kurang bernas) dan lengket sehingga berpengaruh terhadap kriteria standar mutu biji terutama bean count dan kadar sampah biji yang secara keseluruhan mempengaruhi daya saing dan perlakuan harga (Supartha, 2008). Pengendalian penggerek buah kakao yang dilakukan petani sampai saat ini masih mengandalkan penggunaan insektisida sintetis, karena mudah didapat dan praktis dalam penggunaannya, tetapi penggunaan yang berlebihan secara terus menerus dan tidak terkontrol dapat menimbulkan akibat negatif terhadap lingkungan seperti adanya residu dalam tanah, air, udara, menyebabkan kekebalan (resistensi), ledakan (resurjensi) hama, timbulnya hama sekunder, terbunuhnya musuh alami dan makhluk lain yang bukan sasaran serta menyebabkan berbagai penyakit dan kematian pada manusia (Oka, 1995). Menyadari dampak yang timbul dari penggunaan insektisida sintetis tersebut, 1
2 maka diperlukan suatu alternatif pengendalian yang efektif dan aman bagi manusia serta lingkungan. Alternatif pengendalian yang dapat diupayakan yaitu pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami hama PBK seperti predator semut hitam bituberculatus(mayr) (Hymenoptera:), semut rangrang Oecophylla smaragdina (Mayr) (Hymenoptera:), laba-laba, parasit Gorhypus spp., serta jamur entomopatogen Beauveria bassiana dan Paecilomyces furnosoroseus (Sulistyowati dkk., 2002). Optimalisasi usaha pengendalian hayati tersebut dilandasi oleh pemahaman bahwa ekosistem kakao merupakan unit dasar ekologi yang memberi ruang masing-masing komponen pendukung ekosistem tersebut saling berinteraksi di dalamnya. PBK dan musuhmusuh alami seperti predator, parasitoid, dan patogen serangga adalah komponen-komponen penyusun ekosistem yang mempunyai hubungan fungsional sehingga dalam upaya pengendalian hama PBK di lapang diperlukan pemahaman terhadap kompleksitas dan peranan musuh-musuh alami tersebut di dalam ekosistem kakao. Secara alamiah musuh-musuh alami tersebut berperan dalam pengaturan populasi hama di alam (Supartha dkk., 2009). Usaha yang dilakukan untuk mendapatkan kandidat musuh alami yang efektif sebagai agens pengendalian hayati PBK adalah eksplorasi dan evaluasi terhadap potensi musuh alami yang berasosiasi dengan hama PBK dalam ekosistem kakao, namun penelitian tentang hal tersebut masih sangat terbatas. Pengembangan metode konservasi musuh alami yang didukung tindakan budidaya ramah lingkungan merupakan usaha yang sangat menentukan dalam optimalisasi musuh alami di lapang. Pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang dan mulsa sebagai penutup tanah merupakan salah satu upaya yang dapat ditempuh. Pemberian mulsa diantara tanaman memberikan arti penting dalam kelangsungan hidup arthropoda di dalam ekosistem karena dapat dijadikan tempat berlindung musuh alami terutama pada suhu tinggi (Taulu, 2001), sedangkan pupuk kandang selain sebagai bahan organik bagi kesuburan tanaman diharapkan juga dapat menjadi tempat berlindung musuh alami (Suana dan Hery, 1998). Pemahaman terhadap keragaman predator yang berasosiasi dengan hama PBK pada ekosistem kakao khususnya di Kecamatan Selemadeg, masih sangat terbatas. Sehubungan dengan itu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan data identifikasi predator dominan di dalam ekosistem kakao. Peningkatan kelimpahan populasi predator dominan PBK dapat diupayakan melalui pengembangan metode konservasi, salah satunya pemberian mulsa daun kakao dan penggunaan pupuk kandang. Pemberian mulsa memberikan arti penting dalam kelangsungan hidup arthropoda di dalam ekosistem karena dapat dijadikan tempat berlindung musuh alami terutama pada suhu tinggi, sedangkan pupuk kandang selain sebagai bahan organik bagi kesuburan tanaman diharapkan juga dapat menjadi tempat 2
3 berlindung musuh alami. Penelitian dilaksanakan di Subak Abian Amerta Asih, Desa Selemadeg, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan mulai bulan Mei sampai September Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan perlakuan faktor tunggal yakni mulsa daun kakao 5 kg daun kering per pohon (A), pupuk kandang sapi 25 kg per pohon (B), dan cara petani sebagai kontrol (C) yang diulang sebanyak 10 kali per perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan tiga jenis predator dominan yang berasosiasi dengan hama PBK yaitu semut hitam, laba-laba, dan Cecopet, pemberian mulsa daun kakao dan pupuk kandang sapi disekitar pohon kakao mampu meningkatkan kelimpahan populasi predator semut hitam, labalaba, dan Cecopet, kelimpahan populasi masing-masing predator cukup tinggi, dan kesamaan komunitas pada ekosistem kebun kakao hampir sama. 3
4 PENINGKATAN KELIMPAHAN POPULASI PREDATOR DOMINAN PENGGEREK BUAH KAKAO, Conopomorpha cramerella (SNELLEN) MELALUI PENGEMBANGAN METODE KONSERVASI DALAM EKOSISTEM KAKAO Made Sukarata,SP. (POPT Ahli Madya) UML.SELEMADEG TIMUR KABUPATEN TABANAN DINAS PERKEBUNAN PROVINSI BALI ABSTRAK. Peningkatan kelimpahan populasi predator dominan PBK dapat diupayakan melalui pengembangan metode konservasi, salah satunya pemberian mulsa daun kakao dan penggunaan pupuk kandang. Pemberian mulsa memberikan arti penting dalam kelangsungan hidup arthropoda di dalam ekosistem karena dapat dijadikan tempat berlindung musuh alami terutama pada suhu tinggi, sedangkan pupuk kandang selain sebagai bahan organik bagi kesuburan tanaman diharapkan juga dapat menjadi tempat berlindung musuh alami. Penelitian dilaksanakan di Subak Abian Amerta Asih, Desa Selemadeg, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan mulai bulan Mei sampai September Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan perlakuan faktor tunggal yakni mulsa daun kakao 5 kg daun kering per pohon (A), pupuk kandang sapi 25 kg per pohon (B), dan cara petani sebagai kontrol (C) yang diulang sebanyak 10 kali per perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan tiga jenis predator dominan yang berasosiasi dengan hama PBK yaitu semut hitam, laba-laba, dan Cecopet, pemberian mulsa daun kakao dan pupuk kandang sapi disekitar pohon kakao mampu meningkatkan kelimpahan populasi predator semut hitam, labalaba, dan Cecopet, kelimpahan populasi masing-masing predator cukup tinggi, dan kesamaan komunitas pada ekosistem kebun kakao hampir sama. Kata Kunci : Peningkatan kelimpahan predator PBK, metode konservasi, kakao PENDAHULUAN Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia, yang menjadi salah satu penyumbang terbesar devisa negara dari sektor non migas, sebagai sumber lapangan kerja maupun pendapatan bagi petani (Dinas Perkebunan Provinsi Bali, 2012). Potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka dan sangat menjanjikan, namun hingga saat ini pencapaian produktivitas kakao masih tergolong rendah, yakni 550 kg/ha/tahun, sedangkan standar produksi yang diharapkan kg per ha/tahun. Rendahnya tingkat produktivitas kakao yang dicapai salah satu penyebabnya adalah adanya serangan hama dan penyakit (Rubiyo dkk., 2010). Hama penting yang menjadi penyebab utama menurunnya produksi dan 4
5 mutu kakao adalah penggerek buah kakao (PBK), Conopomorpha cramerelle (Snellen) (Lepidoptera : Gracillaridae). Stadium yang merusak dari hama tersebut adalah larvanya, yang dapat menyebabkan biji kempes (kurang bernas) dan lengket sehingga berpengaruh terhadap kriteria standar mutu biji terutama bean count dan kadar sampah biji yang secara keseluruhan mempengaruhi daya saing dan perlakuan harga (Supartha, 2008). Pengendalian penggerek buah kakao yang dilakukan petani sampai saat ini masih mengandalkan penggunaan insektisida sintetis, karena mudah didapat dan praktis dalam penggunaannya, tetapi penggunaan yang berlebihan secara terus menerus dan tidak terkontrol dapat menimbulkan akibat negatif terhadap lingkungan seperti adanya residu dalam tanah, air, udara, menyebabkan kekebalan (resistensi), ledakan (resurjensi) hama, timbulnya hama sekunder, terbunuhnya musuh alami dan makhluk lain yang bukan sasaran serta menyebabkan berbagai penyakit dan kematian pada manusia (Oka, 1995). Menyadari dampak yang timbul dari penggunaan insektisida sintetis tersebut, maka diperlukan suatu alternatif pengendalian yang efektif dan aman bagi manusia serta lingkungan. Alternatif pengendalian yang dapat diupayakan yaitu pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami hama PBK seperti predator semut hitam bituberculatus(mayr) (Hymenoptera:), semut rangrang Oecophylla smaragdina (Mayr) (Hymenoptera:), laba-laba, parasit Gorhypus spp., serta jamur entomopatogen Beauveria bassiana dan Paecilomyces furnosoroseus (Sulistyowati dkk., 2002). Optimalisasi usaha pengendalian hayati tersebut dilandasi oleh pemahaman bahwa ekosistem kakao merupakan unit dasar ekologi yang memberi ruang masing-masing komponen pendukung ekosistem tersebut saling berinteraksi di dalamnya. PBK dan musuhmusuh alami seperti predator, parasitoid, dan patogen serangga adalah komponen-komponen penyusun ekosistem yang mempunyai hubungan fungsional sehingga dalam upaya pengendalian hama PBK di lapang diperlukan pemahaman terhadap kompleksitas dan peranan musuh-musuh alami tersebut di dalam ekosistem kakao. Secara alamiah musuh-musuh alami tersebut berperan dalam pengaturan populasi hama di alam (Supartha dkk., 2009). Usaha yang dilakukan untuk mendapatkan kandidat musuh alami yang efektif sebagai agens pengendalian hayati PBK adalah eksplorasi dan evaluasi terhadap potensi musuh alami yang berasosiasi dengan hama PBK dalam ekosistem kakao, namun penelitian tentang hal tersebut masih sangat terbatas. Pengembangan metode konservasi musuh alami yang didukung tindakan budidaya ramah lingkungan merupakan usaha yang sangat menentukan dalam optimalisasi musuh alami di lapang. Pemupukan dengan menggunakan pupuk kandang dan mulsa sebagai penutup tanah merupakan salah satu upaya yang dapat ditempuh. Pemberian mulsa diantara tanaman memberikan arti penting dalam kelangsungan hidup arthropoda di dalam ekosistem karena dapat 5
6 dijadikan tempat berlindung musuh alami terutama pada suhu tinggi (Taulu, 2001), sedangkan pupuk kandang selain sebagai bahan organik bagi kesuburan tanaman diharapkan juga dapat menjadi tempat berlindung musuh alami (Suana dan Hery, 1998). Pemahaman terhadap keragaman predator yang berasosiasi dengan hama PBK pada ekosistem kakao khususnya di Kecamatan Selemadeg, masih sangat terbatas. Sehubungan dengan itu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan data identifikasi predator dominan di dalam ekosistem kakao. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Subak Abian Amerta Asih, Desa Selemadeg, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten tabanan mulai bulan Mei sampai dengan September Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan perlakuan teknik konservasi faktor tunggal yakni mulsa daun kakao yang disebar sebanyak 5 kg daun kering per pohon (A), pupuk kandang sapi sebanyak 25 kg per pohon (B), dan cara petani sebagai kontrol (C) yang diulang sebanyak 10 kali per perlakuan. Penempatan perlakuan dilakukan secara purposive sampling yakni dilakukan secara sengaja pada pohon yang menunjukkan gejala serangan PBK. Mulsa daun kakao sebanyak 5 kg disebar mulai dari batang utama hingga ke kanopi terluar pohon kakao, sedangkan pupuk kandang sapi sebanyak 25 kg diberikan dengan cara membuat larikan sedalam 10 cm pada kanopi terluar pohon kakao. Pengamatan mingguan dilakukan dengan memasang perangkap yang terbuat dari gelas plastik berukuran tinggi 7,5 cm diameter 5 cm dengan diisi cairan detergen 10% dan dimasukkan kedalam tanah sehingga bibir gelas plastik sejajar dengan tanah pada masing-masing perlakuan. Jenis dan kelimpahan predator dicatat di lapang, sementara hasil tangkapan serangga predator ditampung dengan botol koleksi berukuran 15 ml dalam alkohol 90% selanjutnya diberi label tanggal, lokasi pengambilan sampel, dan dibawa ke Kantor UML untuk diidentifikasi. Identifikasi predator dilakukan secara manual berdasarkan kunci identifikasi yang tersedia menurut jenisnya (Kalshoven, 1981;Anonim, 1991). Identifikasi tersebut juga dilakukan berdasarkan foto spesimen serangga. Pengamatan dilakukan selama 10 kali. Data dianalisis sesuai rancangan acak kelompok (Anova), apabila perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati maka dilanjutkan dengan uji beda nilai rata-rata dengan uji BNT taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1995). Untuk memperkuat hasil penelitian juga dilakukan survey studi keragaman predator di 8 Subak Abian (SA) di Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan, untuk mengetahui keragaman, kelimpahan, dan kesamaan komunitas yaitu di Subak Abian (SA) Palasari, SA, Ulun Suwi, SA.Ulun Desa, SA. Panti, SA. Aseman, SA. Jaya Winangun, SA. Catur Nadi, SA. Sumber Manik, dan Subak Abian Merta Nadi Kencana. Pemilihan lokasi dilakukan secara Sistematis 6
7 sampling berdasarkan intensitas serangan hama PBK dengan kriteria serangan berat. Pengamatan dilakukan sama seperti di Subak Amerta Asih dengan cara memasang perangkap pada masing-masing lokasi pengamatan. Survey per lokasi dilakukan sebanyak 5 kali. Untuk menentukan keragaman serangga predator digunakan indeks Shannon-Wiener dengan rumus (Southwood, 1980 dalam Supartha dkk., 2009): H =- Pi log Pi =- (ni/n log ni/n) Keterangan: H = Indeks keragaman Nilai Indeks: Pi = ni/n ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Total jumlah individu <1,5 : Keragaman rendah 1,5-3,5 : Keragaman sedang >3,5 : Keragaman tinggi Kelimpahan dengan menjumlahkan per individu masing-masing jenis predator yang ditemukan dan kesamaan komunitas dengan indeks Sorensen dengan rumus (Southwood, 1980 dalam Supartha dkk., 2009) : 2.c IS= X 100% a + b Keterangan : IS = Indeks Sorensen a = Jumlah jenis di lokasi a b = Jumlah jenis di lokasi b c = Jumlah jenis yang terdapat di lokasi a dan b HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa perlakuan pemberian mulsa daun kakao dan pupuk kandang sapi pada sekitar pohon kakao berpengaruh nyata terhadap kelimpahan populasi masing-masing predator dominan. Dari hasil pengamatan ditemukan 3 (tiga) jenis predator dominan yakni semut hitam, labalaba, dan Cecopet dengan kelimpahan populasi yang berbeda pada masingmasing perlakuan (Tabel 1.) Tabel 1. Kelimpahan populasi predator dominan pada perlakuan mulsa daun kakao dan pupuk kandang sapi Perlakuan Kelimpahan populasi predator dominan (ekor) Semut hitam Laba-laba Cecopet Mulsa daun kakao Pupuk kandang Kontrol a b 912 c 19 b 39 a 12 b 12 b 24 a 9 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji BNT Kelimpahan populasi semut hitam paling tinggi pada perlakuan mulsa daun kakao dengan jumlah 2474 ekor berbeda nyata dengan perlakuan pupuk kandang sapi dengan jumlah 1306 ekor serta kontrol dengan jumlah 912 ekor. Kelimpahan populasi laba-laba paling tinggi pada perlakuan pupuk kandang sapi 7
8 dengan jumlah 39 ekor berbeda nyata dengan perlakuan mulsa daun kakao dengan jumlah 19 ekor serta kontrol 12 ekor. Kelimpahan populasi Cecopet paling tinggi pada perlakuan pupuk kandang sapi dengan jumlah 24 ekor berbeda nyata dengan perlakuan mulsa daun kakao dengan jumlah 12 ekor serta kontrol 9 ekor, namun antara perlakuan mulsa daun kakao dengan kontrol terdapat perbedaan yang tidak nyata. Hasil survey studi keragaman, kelimpahan populasi, dan kesamaan komunitas predator yang berasosiasi dengan hama PBK dalam ekosistem kakao di 8 SA. di Kecamatan Selemadeg, mendapatkan bahwa ditemukan predatorpredator yang tergolong dalam serangga dan laba-laba (Tabel 2.) Tabel 2. Keragaman jenis, kelimpahan populasi, dan indeks keragaman jenis (Indeks Shannon-Weiner) predator di 8(delapan) SA.di Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan Subak Abian Palasari Keragaman jenis Takson Klas Ordo Family Spesies Kelimpaha n populasi (ekor) 327 Indeks keraga man jenis 0,104 (rendah ) Coleoptera Carabidae (kumbang tanah) 3 orficula auricularia 4 Hemiptera Reduviidae Triatoma sp. (kepik leher) 1 Salticidae 9 Ulun Suwi 290 0,166 (rendah ) Oecophylla smaragdina (semut rang-rang) 5 6 Hemiptera Reduviidae Triatoma sp. (kepik leher) 2 Slticidae 11 Ulun Desa 285 0,174 (rendah) Oecophylla smaragdina (semut rang-rang) 6 7 Hemiptera Reduviidae Triatoma sp. (kepik leher) 2 Salticidae 10 Panti 235 0,119 (rendah) 6 8
9 Salticidae 10 Aseman 280 0,161 (rendah ) Oecophylla smaragdina (semut rang-rang) 6 8 Coleoptera Carabidae (kumbang tanah) 1 Salticidae 10 Jaya Winangun 243 0,149 (rendah ) Oecophylla smaragdina (semut rang-rang) 4 5 Hemiptera Reduviidae Triatoma sp. (kepik leher) 2 Salticidae 8 Sumber Manik 270 0,133 (rendah) Coleoptera Carabidae (kumbang tanah) 3 4 Hemiptera Reduviidae Salticidae Triatoma sp. (kepik leher) 3 8 Merta Nadi Kencana Oecophylla smaragdina (semut rang-rang) ,153 (rendah) 3 Hemiptera Reduviidae Triatoma sp. (kepik leher) 3 Salticidae 4 Kesamaan komunitas jenis predator yang berasosiasi dengan hama PBK dalam ekosistem kakao di 8 Subak Abian (SA) di Kecamatan Selemadeg, menunjukkan bahwa kesamaan predator yang ditemukan pada masing-masing Subak Abian adalah mendekati nilai hampir sama dengan persentase indeks % (Tabel 3.). 9
10 Tabel 3. Indeks kesamaan komunitas (Indeks Sorensen) predator di 8 Subak Abian di Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Bali Subak Abian Pala sari Ulun Suwi Ulun Desa Panti Aseman Jaya Winangun % Sumber Manik Merta Nadi Kencana Palasari Ulun Suwi Ulun Desa Panti Aseman Jaya Winangun Sumber Manik Merta Nadi Kencana Usaha untuk menjaga kestabilan predator agar eksis di lapang dapat diupayakan dengan pengembangan metode konservasi melalui tindakan budidaya ramah lingkungan, perbaikan habitat dan relungnya di lapang. Tindakan budidaya tanaman yang ramah lingkungan dapat dilakukan dengan pemberian mulsa sebagai penutup tanah dan pupuk organik. Perkembangan kelimpahan populasi predator dominan dengan perlakuan mulsa daun kakao dan pupuk kandang sapi menunjukkan pengaruh nyata terhadap kelimpahan populasi predator dominan (Tabel 1) Kelimpahan populasi semut hitam paling banyak pada perlakuan mulsa daun kakao, kemudian perlakuan pupuk kandang sapi, dan paling sedikit pada kontrol, sedangkan kelimpahan populasi laba-laba dan cocopet paling banyak pada perlakuan pupuk kandang sapi, walaupun secara statistika perlakuan mulsa daun kakao dan kontrol tidak berbeda nyata, namun dari jumlah kelimpahan populasi terbanyak kedua adalah pada perlakuan mulsa daun kakao dan paling sedikit pada perlakuan kontrol. Penggunaan mulsa daun pada mulanya ditujukan untuk kepentingan agronomi yaitu mempertahankan tingkat kelembaban tanah, menjaga suhu permukaan tanah, mengurangi erosi, meningkatkan C-organik, meningkatkan serapan hara, dan meningkatkan translokasi nitrogen (Purwani dkk., 2000). Beberapa penelitian melaporkan bahwa mulsa jerami bermanfaat dalam kaitannya dengan upaya pengendalian hama. Mulsa jerami padi dapat menyebabkan peningkatan kelimpahan arthropoda predator serangga hama pada tanaman kedelai terutama arthropoda predator kelompok laba-laba, semut, kumbang tanah (Stinner dan House, 1990). Winasa (2001) melaporkan bahwa pemberian mulsa jerami padi pada pertanaman kedelai meningkatkan kelimpahan kelompok laba-laba dan semut. Serasah dan daun-daun yang gugur di tanah merupakan habitat yang sesuai bagi predator. Jumlahnya secara dramatis meningkat ketika lapisan serasah makin tebal, hal ini disebabkan lebih banyaknya tempat tersedia untuk bersembunyi dan terhindar dari suhu yang ekstrim serta meningkatnya kelembaban tanah dan menjadikan iklim mikro lebih kondusif (Suana dan Hery, 1998). Pemberian mulsa daun dan pemupukan tanaman dengan pupuk organik dapat meningkatkan populasi mikro arthropoda 10
11 tanah yaitu tungau dan colembola. Hal ini disebabkan bahan organik pada daun mengandung nitrogen yang apabila dimanfaatkan sebagai mulsa akan mengalami proses dekomposisi oleh tungau, colembola, cendawan, dan bakteri. Selain itu bahan organik dari pupuk kandang dapat langsung dimanfaatkan oleh mikroarthropoda tanah dan sekaligus untuk menyediakan kebutuhan hara bagi tanaman. Organisme mikroarthropoda tanah tersebut merupakan mangsa alternatif bagi arthropoda predator antara lain kelompok semut, laba-laba, dan kumbang tanah. Mulsa daun merupakan basis makanan detrivora yaitu tungau dan colembola. Pemberian mulsa sebenarnya merupakan pengisian mata rantai detrivora yang kosong (Winasa, 2001).. Predator dominan yang ditemukan melalui survey di 8 lokasi adalah semut hitam, laba-laba, dan cocopet. Kelimpahan populasi ketiga jenis predator tersebut di setiap lokasi lebih banyak dibandingkan jenis predator lain. Indeks keragaman jenis predator di masing-masing lokasi rendah (Tabel 2), hal ini disebabkan sedikitnya jenis spesies predator yang ditemukan di masing-masing lokasi. Nilai indeks kesamaan komunitas predator di masing-masing lokasi cenderung hampir sama karena ekosistem kebun kakao di masing-masing lokasi survey adalah sama (Tabel 3). Oka (1995) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah spesies yang ditemukan di suatu areal pertanaman, maka akan semakin besar atau tinggi tingkat keragaman komunitasnya. Dalam komunitas yang keragamannya tinggi suatu spesies tidak dapat menjadi dominan, sebaliknya dalam komunitas yang keragamannya rendah, satu atau dua spesies dapat dominan. Keragaman akan cenderung rendah dalam ekosistem yang secara fisik terkendali oleh kegiatan budidaya yang dilakukan petani dan keragaman cenderung tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi. Keragaman spesies yang tinggi menyebabkan jaring-jaring makanan yang terbentuk lebih kompleks sehingga kestabilan pada ekosistem pertanaman kakao meningkat, sebaliknya keragaman spesies yang rendah menyebabkan jaring-jaring makanan yang terbentuk lebih sederhana sehingga kestabilan pada ekosistem pertanaman kakao kurang terjaga. KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat disimpulkan : 1. Pemberian mulsa daun kakao dan pupuk kandang sapi disekitar pohon kakao mampu meningkatkan kelimpahan populasi predator semut hitam, laba-laba, dan cocopet yang berasosiasi dengan hama PBK di ekosistem kakao. 2. Ditemukan tiga jenis predator dominan yang berasosiasi dengan hama PBK yaitu semut hitam, laba-laba, dan cocopet. Kelimpahan populasi masing-masing predator cukup tinggi, serta kesamaan komunitas pada ekosistem kebun kakao hampir sama. 11
12 DAFTAR PUSTAKA Anonim Kunci Determinasi Serangga. Yogyakarta. Kanisius.221 hal. Dinas Perkebunan Provinsi Bali, Kegiatan Pemeliharaan Demplot Pengendalian PBK (Penggerek Buah Kakao) secara Terpadu. Laporan Akhir. Dinas Perkebunan Provinsi Bali bekerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar. 135 hal. Oka, I.N Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 255 hal. Purwani, J., A. Kentjanasari., T. Prihatini Serapan Hara dan Hasil Padi Serta Populasi Bakteri Pada Tanah Sawah Setelah Pembenaman Jerami Dan Pemberian Pupuk Hayati. Prosiding. Seminar Nasional Sumberdaya Lahan. Editor Las, I., O. Harijaya, D.D. Tarigan dan F. Agus. Puslit Tanah dan agroklimat. Cisarua-Bogor 9-11 Februari Hal Rubiyo, Delly Resiani, Mahaputra, Sukadana, Pekik Anggoro Pendampingan Teknologi Gerakan Nasional Peningkatan Produksi Kakao Laporan Akhir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. 48 hal. Sulistyowati E, Y.D Junianto, E. Mufrihati & A. Wahab Keefektifan Jamur Paecilomyces furnosoroseus untuk Mengendalikan Penggerek Buah Kakao Conopomorpha cramerella. Pelita Perkebunan 18(3): Supartha, I W Pengendalian Hama Penggerek dan Penyakit Busuk Buah Kakao Secara Integrasi. I M. Mastika dan I W. Susila (Editor). ISBN Penerbit: Dinas Perkebunan Provinsi Bali. 86 hal Supartha, I W., Susila, I W., Mastika, I M., Suniti N.W Pengelolaan Terpadu Hama Penggerek Buah Kakao, Conopomorpha cramerella (Snellen)(Lepidoptera:Gracillaridae) di Bali. Usul Penelitian Strategis Nasional Tahun Anggaran Denpasar: Fakultas Pertanian Universitas Udayana Taulu, L.A Kompleks Arthropoda Predator Penghuni Tajuk dan Peranannya dengan Perhatian Utama pada Paederus fuscipes (Curt.) (Coleoptera:Staphylinidae). Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 40 hal. Winasa, IW Artropoda Predator Penghuni Permukaan Tanah Di Pertanaman Kedelai, Kelimpahan, Pemangsaan, Dan pengaruh Praktek Budidaya Pertanian. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 114 hal. 12
PENINGKATAN KELIMPAHAN POPULASI PREDATOR DOMINAN
PENINGKATAN KELIMPAHAN POPULASI PREDATOR DOMINAN PENGGEREK BUAH KAKAO, CONOPOMORPHA CRAMERELLA MELALUI PENGEMBANGAN METODE KONSERVASI DALAM EKOSISTEM KAKAO MADE SUKARATA (POPT Ahli Madya) Unit Manajemen
Lebih terperinciAlternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama
Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang dikembangluaskan dalam rangka peningkatan
Lebih terperinciMADE SUKARATA POPT Madya Dinas Perkebunan Provinsi Bali ABSTRAK
PENGARUH PEMANGKASAN PADA TANAMAN KAKA0 DAN APLIKASI PUPUK, JENIS AGENSIA HAYATI TERHADAP PROSENTASE SERANGAN KEPINDING PENGISAP BUAH KAKAO (HELOPELTIS SP) MADE SUKARATA POPT Madya Dinas Perkebunan Provinsi
Lebih terperinciEVALUASI DAN ANALISIS KEHILANGAN HASIL AKIBAT SERANGAN PENGGEREK BUAH KAKAO, Conopomorpha cramerella (SNELLEN) DI SUBAK ABIAN TUNAS MEKAR
EVALUASI DAN ANALISIS KEHILANGAN HASIL AKIBAT SERANGAN PENGGEREK BUAH KAKAO, Conopomorpha cramerella (SNELLEN) DI SUBAK ABIAN TUNAS MEKAR Made Sukarata,SP (POPT Ahli Madya) Dinas Perkebunan Provinsi Bali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah potensial untuk pengembangan komoditas kakao karena sumber daya alam dan kondisi sosial budaya yang mendukung serta luas areal kakao yang
Lebih terperinciPERMASALAHAN DAN SOLUSI PENGENDALIAN HAMA PBK PADA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI DESA SURO BALI KABUPATEN KEPAHIANG ABSTRAK PENDAHULUAN
PERMASALAHAN DAN SOLUSI PENGENDALIAN HAMA PBK PADA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI DESA SURO BALI KABUPATEN KEPAHIANG Kusmea Dinata, Afrizon, Siti Rosmanah dan Herlena Bidi Astuti Balai Pengkajian Teknologi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman dan Proporsi Artropoda Permukaan Tanah pada Pertanaman Kentang Artropoda permukaan tanah yang tertangkap pada pertanaman kentang sebanyak 19 52 ekor yang berasal dari ordo
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang
23 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survai, yaitu pengambilan sampel semut pada tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi (Coffea spp.) merupakan salah satu komoditi ekspor yang penting bagi Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi yang banyak tumbuh
Lebih terperincib) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)
Wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens) merupakan salah satu hama penting pada pertanaman padi karena mampu menimbulkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. WBC memang hama laten yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).
PENDAHULUAN Latar Belakang Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia. Data menunjukkan, Indonesia mengekspor kopi ke berbagai negara senilai US$ 588,329,553.00, walaupun
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) Serangga betina yang telah berkopulasi biasanya meletakkan telurnya setelah matahari terbenam pada alur kulit buah kakao.
Lebih terperinciKEBUN GELAP OPT SENANG KEBUN TERANG OPT HILANG. Oleh: Erna Zahro in
KEBUN GELAP OPT SENANG KEBUN TERANG OPT HILANG Oleh: Erna Zahro in KAKAO INDONESIA Indonesia merupakan penghasil kakao (Theobroma cacao) nomor tiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Produksinya
Lebih terperinciPengaruh Beauveria bassiana terhadap Mortalitas Semut Rangrang Oecophylla smaragdina (F.) (Hymenoptera: Formicidae)
Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., September 2009, Vol. 6, No. 2, 53-59 Pengaruh Beauveria bassiana terhadap Mortalitas Semut Rangrang Oecophylla smaragdina (F.) (Hymenoptera: Formicidae)
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) yang lebih dikenal dengan ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) (Natawigena,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia. Meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia, tanaman ini mempunyai peranan penting dalam industri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan dunia. Produksi padi terus dituntut meningkat untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Tuntutan
Lebih terperinciInventarisasi Serangga Pada Pohon Tembesu (Fragraea fragrans Roxb) INVENTARISASI SERANGGA PADA POHON TEMBESU (Fragraea fragrans Roxb)
INVENTARISASI SERANGGA PADA POHON TEMBESU (Fragraea fragrans Roxb) Ria Rosdiana Hutagaol Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email : riarose.h@gmail.com Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk
Lebih terperinciAfrizon dan Herlena Bidi Astuti
PERSEPSI PETANI KAKAO TERHADAP TEKNOLOGI PENYARUNGAN BUAH DAN PESTISIDA HAYATI UNTUK PENANGGULANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO DI DESA SURO BALI KABUPATEN KEPAHIANG Afrizon dan Herlena Bidi Astuti Balai
Lebih terperinciCARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)
CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) Lektor Kepala/Pembina TK.I. Dosen STPP Yogyakarta. I. PENDAHULUAN Penurunan
Lebih terperinciTetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima
Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gulma siam (Chromolaena odorata) tercatat sebagai salah satu dari gulma tropis. Gulma tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat cepat (dapat mencapai 20 mm per
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti yang cukup penting. Selain sebagai komoditi ekspor, kopi juga merupakan komoditi yang dikonsumsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh hotel-hotel di Bali setelah tomat dan wortel. Prospek pengembangan budidaya kubis diperkirakan masih
Lebih terperinciPENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara)
PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) A. Pendahuluan Konsepsi Integrated Pest Control atau Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mulai diperkenalkan pada tahun 1959 yang bertujuan agar
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).
26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau
Lebih terperinciBAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan
BAB III METOE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.
36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap serangga
Lebih terperinciPENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Oleh: Triana Aprilizah A
PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Oleh: Triana Aprilizah A44101017 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang
36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau
Lebih terperinciDAFTAR ISI SAMPUL DALAM...
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... vii TIM PENGUJI... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkebunan kakao merupakan kegiatan ekonomi yang dapat dijadikan andalan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perkembangan Budidaya Kakao Kakao (Thebroma cacao. L) merupakan salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan yang peranannya cukup penting dalam kehidupan sosial
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan penting
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan penting di Indonesia. Biji kakao menjadi komoditas andalan perkebunan yang memperoleh prioritas untuk
Lebih terperinciI. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung
I. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Berlangsung mulai bulan Agustus 2011 sampai dengan bulan
Lebih terperinciSeminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
KERAGAAN VARIETAS KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN Eli Korlina dan Sugiono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km. 4 Malang E-mail korlinae@yahoo.co.id ABSTRAK Kedelai merupakan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA SISTEM BUDIDAYA ABRIANI FENSIONITA
PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA SISTEM BUDIDAYA ABRIANI FENSIONITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK ABRIANI FENSIONITA. Perkembangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong dalam kelompok rumput-rumputan (famili Poaceae). Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN MULSA JERAMI TERHADAP POPULASI HAMA KEPIK HIJAU
Jurnal Dinamika, September 2011, halaman 52-61 ISSN 2087-7889 Vol. 02. No. 2 PENGARUH PEMBERIAN MULSA JERAMI TERHADAP POPULASI HAMA KEPIK HIJAU (Nezara viridula) YANG MENYERANG TANAMAN KEDELAI (Glycine
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Predator pada Tanaman Padi Hasil pengamatan predator pada semua agroekosistem yang diamati sebagai berikut: 1. Tetragnatha sp. Klas : Arachnida Ordo : Araneae
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal
21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Aliran permukaan Data hasil pengamatan aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 11. Analisis
Lebih terperinciEFEKTIVITAS KOMPONEN PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) TERHADAP TINGKAT SERANGAN PBK DI KABUPATEN KEPAHIANG PENDAHULUAN
EFEKTIVITAS KOMPONEN PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) TERHADAP TINGKAT SERANGAN PBK DI KABUPATEN KEPAHIANG Afrizon dan Siti Rosmanah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau
Lebih terperinciAsam Klorogenat Alternatif Atraktan Hama PBK
Asam Klorogenat Alternatif Atraktan Hama PBK Oleh Embriani BBPPTP Surabaya Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia, terutama
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13
Lebih terperinciTEKNIK PENGAMATAN POPULASI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DAN MUSUH ALAMI SERTA ANALISIS KERUSAKAN
TEKNIK PENGAMATAN POPULASI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DAN MUSUH ALAMI SERTA ANALISIS KERUSAKAN TEKNIK PENGAMATAN POPULASI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DAN MUSUH ALAMI SERTA ANALISIS KERUSAKAN Yos. F.
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi
12 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel buah kopi dilakukan pada perkebunan kopi rakyat di Desa Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :
Lebih terperinciPEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)
PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 KATA PENGANTAR Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggerek batang padi adalah salah satu hama utama pada tanaman padi. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran
Lebih terperinciIcerya purchasi & Rodolia cardinalis
Pengendalian Hayati Merupakan salah satu cara pengendalian hama yang tertua dan salah satu yang paling efektif. Catatan sejarah: tahun 300-an (abad keempat) petani di Kwantung, Cina, telah memanfaatkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bunga anggrek adalah salah satu jenis tanaman hias yang mampu memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, terus menghasilkan ragam varietas anggrek
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk
Lebih terperinciPENDAHULLUAN. Latar Belakang
PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena
Lebih terperinciMANFAAT PENGGUNAAN ARACHIS PINTOI TERHADAP PEKEMBANGAN MUSUH ALAMI HAMA PENGGEREK BATANG (LOPHOBARIS PIPERIS MASH) DALAM BUDIDAYA LADA
MANFAAT PENGGUNAAN ARACHIS PINTOI TERHADAP PEKEMBANGAN MUSUH ALAMI HAMA PENGGEREK BATANG (LOPHOBARIS PIPERIS MASH) DALAM BUDIDAYA LADA SUROSO DAN HERY.S Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung, Jl.
Lebih terperinciREKOMENDASI UMUM PENGENDALIAN HELOPELTIS SPP. PADA TANAMAN KAKAO 1) Oleh: Ir. Syahnen, MS 2) dan Muklasin, SP 3)
REKOMENDASI UMUM PENGENDALIAN HELOPELTIS SPP. PADA TANAMAN KAKAO 1) Oleh: Ir. Syahnen, MS 2) dan Muklasin, SP 3) 1. Latar Belakang Hama pengisap buah Helopeltis spp. (Hemiptera, Miridae) merupakan hama
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang dan Masalah Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat berpotensi dalam perdagangan buah tropik yang menempati urutan kedua terbesar setelah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies
TINJAUAN PUSTAKA Keragaman dan Keanekaragaman Serangga Indeks Keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan species dalam komunitas. Keanekaragaman species terdiri dari 2 komponen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai penghasil gula.tanaman tebu mengandung gula dengan kadar mencapai 20%. Dari tanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian adalah
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.
Lebih terperinciALTERNATIF PENGENDALIAN HAMA SERANGGA SAYURAN RAMAH LINGKUNGAN DI LAHAN LEBAK PENGENDALIAN ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN HAMA SAYURAN DI LAHAN LEBAK
ALTERNATIF PENGENDALIAN HAMA SERANGGA SAYURAN RAMAH LINGKUNGAN DI LAHAN LEBAK PENGENDALIAN ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN HAMA SAYURAN DI LAHAN LEBAK Muhammad Thamrin dan S. Asikin Balai Penelitian Pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan bagian penting dalam sektor pertanian, karena kebutuhan apel di Indonesia memiliki permintaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data tiga tahun terakhir pada Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia menunjukkan bahwa terjadi penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris karena mempunyai kekayaan alam yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor terpenting dalam
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang penting di Indonesia (Hendrata dan Sutardi, 2009). Kakao di Indonesia merupakan penghasil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Sebagai salah satu sumber bahan pangan, jagung menjadi komoditas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai
Lebih terperinciWaspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi
PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Pendahuluan Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi Oleh : Ika Ratmawati, SP,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama Edamame pada Fase Vegetatif dan Generatif
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama-hama yang ditemukan menyerang pertanaman kedelai edamame pada fase vegetatif umur 24 sampai 31 HST ada empat jenis, yaitu A. glycines,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan primernya, dan salah satu kebutuhan primernya tersebut adalah makanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang penting dalam pertanian di Indonesia karena memiliki berbagai manfaat, baik
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman serealia penting dan digunakan sebagai makanan pokok oleh bangsa Indonesia. Itulah sebabnya produksi padi sangat perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kedelai di Indonesia merupakan tanaman pangan penting setelah padi dan jagung. Kedelai termasuk bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hama dapat berupa penurunan jumlah produksi dan penurunan mutu produksi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi merupakan komoditas strategis yang selalu mendapatkan prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Upaya meningkatkan produksi padi terutama ditujukan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan populasi yang berlimpah, terdiri dari 16 sub famili, 296 genus dan 15.000 spesies yang telah teridentifikasi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga
TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian
Lebih terperinciKEPADATAN POPULASI KEPIK PENGHISAP BUAH
KEPADATAN POPULASI KEPIK PENGHISAP BUAH (Helopeltis theivora) PADA PERKEBUNAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI PADANG MARDANI KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM E JURNAL WIDYA FITRIANI NIM. 11010065 PROGRAM
Lebih terperinciUji Efektivitas Penggunaan Pupuk Organik (Karunia, Tablet Plus dan Bokashi) terhadap Perkembangan Tanaman Kakao (Theobroma cacao Linneaus)
Uji Efektivitas Penggunaan Pupuk Organik (Karunia, Tablet Plus dan Bokashi) terhadap Perkembangan Tanaman Kakao (Theobroma cacao Linneaus) Rahman Hairuddin Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN JEMBRANA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa sistem pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kopi menjadi komoditi penting dan merupakan komoditi paling besar
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi menjadi komoditi penting dan merupakan komoditi paling besar yang diperdagangkan dalam pasar dunia. Komoditi tersebut dihasilkan oleh 60 negara dan memberikan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008).
TINJAUAN PUSTAKA Indeks keanekaragaman/ Indeks Diversitas Insdeks keanekaragaman dapat dipegunakan dalam menyatakan hubungan kelimpahan spesies dalam suatu komunitas. Keanekaragaman jenis terdiri dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang batangnya mengandung zat gula sebagai bahan baku industri gula. Akhir-akhir ini
Lebih terperinciTATA CARA PENELITIAN
III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama
SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL 26 Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama Seminar Nasional Biodiversitas 23 April 26 Grand Inna Muara Hotel
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan
Lebih terperinci