BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Migrasi Migrasi dipertimbangkan sebagai masalah global di awal abad 21 dijumpai sekitar 192 juta orang tinggal diluar tempat kelahirannya yaitu sekitar 3% dari populasi dunia, yang berarti setiap 30 orang dijumpai 5 orang di dunia adalah immigrants. Rerata pertumbuhan immigrants adalah 2,9%. 4 Proses migrasi bukanlah suatu fenomena baru, selama berabad-abad manusia telah melakukan perjalanan yang berpindah-pindah untuk mencari kehidupan yang lebih baik ditempat lain. Beberapa dekade terakhir proses globalisasi telah meningkatkan faktor yang mendorong para immigrants untuk mencari peruntungan di luar negeri hal ini menyebabkan tingginya tingkat aktivitas migrasi dari negara-negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika selatan, Eropa timur ke Eropa barat, Australia dan Amerika Utara. Latar belakang orang yang melakukan migrasi disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor eksternal, maupun internal diantaranya yang utama adalah konsekuensi ekonomi sebuah negara yang tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan menyebabkan banyaknya pengangguran sehingga mereka lebih memilih pindah dari negara asalnya untuk mencari tempat dengan harapan mendapat pekerjaan. Konflik atau perang yang berkepanjangan menimbulkan kemiskinan sehingga pengangguran meningkat hal ini menjadi pendorong bagi immigrants meninggalkan negara asalnya demi mencari tempat yang aman Peperangan atau konflik yang terjadi di negara asal terkait dengan aspek politik, keamanan, sukuisme, menjadi alasan juga bagi immigrants untuk melakukan migrasi dengan tujuan mendapatkan suaka dari negara yang dituju. Faktor eksternal yang berasal dari negara tujuan antara lain sistem ekonomi negara tujuan yang stabil sehingga memungkinkan immigrants dalam

2 pemahamannya mereka akan mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak Irreguler migrants yang terorganisir dengan para penyelundup manusia umumnya berasal dari Asia selatan seperti India, Cina atau Asia timur tengah seperti Iran, Irak, Afganistan juga Afrika mereka menjadikan negara di Asia Tenggara sebagai negara transit umumnya Malaysia dan Indonesia yang merupakan lalu lintas perdagangan dunia dan berharap akan mendapat bantuan dengan dikirimkannya mereka ke negara ketiga seperti Australia, negara Eropa Barat, Amerika dan Kanada. 10,12 Sebagian besar para pengungsi dari Asia pertama kali masuk ke Malaysia lalu dibawa ke Selatan sebelum menyeberang dengan kapal Feri menuju Batam, Jakarta, melanjutkan ke kepulauan lain Indonesia bagian selatan seperti Bali, Flores, Lombok dari pulau-pulau ini selanjutnya akan menuju Australia. Jalur lain melalui lautan Hindia menuju Medan tanpa melalui Malaysia, selatan Sumatera dari arah utara yaitu melalui laut Cina selatan menuju Jambi, Sumatera Selatan, Jawa, Sulawesi Selatan, sunda kecil dan terus menuju Australia. Sebagian besar irreguler migrants mendarat di pantai barat terutama pulau Christmas yang relatif dekat dengan kepulauan Indonesia. Pulau Christmas adalah suatu pulau pusat kasino di Australia, akan tetapi sisi lain dari pulau tersebut merupakan suatu tempat para irreguler migrants ditahan disuatu rumah detensi imigrasi yang benar-benar layak huni dan nyaman sebelum mereka mendapatkan kewarganegaraan secara selektif dalam satu konvensi internasional, Australia merupakan suatu negara yang memiliki komitmen untuk membantu para immigrants (pengungsi korban perang dan pencari suaka) yang memasuki negaranya Massey, Durand, Malone pada tahun 2002 didalam proses migrasi termasuk didalamnya pengalaman saat perjalanan sehubungan dengan

3 perubahan aturan keimigrasian, kondisi perjalanan dan tidak dilengkapi dengan dokumen yang lengkap. 13 Aguilar Galioxa dan Galluta pada tahun 2008 dan Nicklett-Bulgard pada tahun 2009 dalam beberapa penelitiannya menunjukkan rendahnya pendapatan, pendidikan, dan sosial ekonomi menjadi penyebab meningkatnya risiko immigrants yang mengalami sindrom depresif dan episode depresi. 13 Razekh 1999, Lopez Cordozo 2004, dan Scholte tahun 2004, Brown, Falcon dan kawan-kawan pada tahun 2009 dengan dukungan beberapa penelitian menunjukkan immigrants latin dengan tingkat sosial tinggi memiliki stres yang lebih rendah dan sedikit mengalami sindrom depresif. Rendahnya dukungan sosial dan keikutsertaan keluarga bagi immigrants yang telah menikah juga berhubungan dengan peningkatan sindrom depresif. 13 Perreira dan Pottocnick pada tahun 2010 menyebutkan beberapa studi telah mendokumentasikan bagaimana proses migrasi itu sendiri bagi immigrants berkontribusi terhadap sindrom depresif. 10 Survei dunia menunjukkan ditemukan pada tahun pertama setelah invasi Amerika Serikat menunjukkan sindrom depresif menunjukkan tingkat tertinggi pada laki-laki sebesar 59,1 % dan pada wanita 73,4%. Secara umum prevalensi depresi dan ansietas pada laki-laki 21,7% dan pada wanita 45,5% total sekitar 67,2%. 8 Jumlah kasus irreguler migrants yang masuk ke Indonesia selama periode Januari hingga Mei 2010 mencapai 61 kasus angka ini merupakan peningkatan yang signifikan karena mencapai hampir 100% dari jumlah kasus ditahun sebelumnya sebanyak 31 kasus. Jumlah irreguler migrants yang masuk ke Indonesia pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 5,7% atau meningkat 67 orang sehingga jumlah immigrants pada tahun 2010 sebesar 1245 immigrants, sedangkan pada tahun 2009 sebanyak

4 Sepanjang sejarah peradaban, manusia telah berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain karena berbagai alasan. Alasan positif misalnya karena keinginan untuk peningkatan kesejahteraan, mencari pendidikan yang lebih baik, berkumpul bersama keluarga besar maupun alasan melarikan diri dari penyiksaan atau mencari kebebasan beragama dan berpolitik yang dalam kenyataannya sama-sama menimbulkan tekanan besar bagi orang yang bersangkutan. Pada umumnya immigrants memiliki pengalaman traumatik yang lebih besar. Migrasi karena paksaan mempunyai efek yang lebih menyakitkan dibandingkan migrasi karena keinginan sendiri untuk meningkatkan status finansial. Akan tetapi apapun alasannya migrasi akan diikuti oleh suatu perasaan tertekan pada derajat tertentu. Setiap tahapan proses migrasi mempunyai faktor risiko spesifik yang bisa mengarah pada gangguan kesehatan jiwa individu. Mulai dari keberangkatan dari tempat asal, individu dapat mengalami konflik bersenjata, kelaparan, pelanggaran terhadap hak azasi dan pengalaman traumatis lainnya. Ketika meninggalkan kebudayaannya sendiri kaum migrants telah mengalami penderitaan disebabkan oleh karena kehilangan, berupa kehilangan tempat tinggal, karir, posisi di masyarakat, identitas, dukungan sosial, rasa tidak menentu dalam menghadapi masa depan. Kemudian saat sudah berada di tempat yang baru ada banyak faktor yang menimbulkan kerapuhan psikologis misalnya perbedaan budaya, rasialisme, dan tidak adanya pekerjaan, hambatan dalam bahasa yang bisa mengarah pada perasaan terisolasi dan merasa tidak ada yang dapat memberikan pertolongan. Bahkan apabila mereka kembali ke negara asal mereka akan melihat rumah dan bangunan yang porak poranda dan kematian atas orang-orang yang mereka cintai juga dapat menimbulkan masalah kejiwaan. Oleh karena itu memusatkan perhatian pada aspek psikososial dan kesejahteraan mental immigrants adalah hal yang sangat penting dan komponen dasar untuk keberhasilan migrasi itu sendiri. 8,11-12

5 Proses migrasi itu sendiri digambarkan menjadi tiga tahap, tahap pertama adalah pre-migrasi, yang terlibat dalam membuat keputusan dan persiapan untuk pindah, tahap kedua adalah migrasi yang merupakan relokasi individu dari suatu tempat ke tempat lain, tahap ketiga adalah post migrasi yaitu suatu masuknya imigran dalam kerangka sosial dan budaya pada masyarakat baru disini aturan baru mengenai sosial dan budaya mulai dipelajari dimana pada tahap pre-migrasi memiliki perbandingan rata-rata rendah terhadap timbulnya masalah gangguan mental, masalah timbul sehubungan dengan akulturasi dan ketidaksesuaian antara tujuan akhir yang ingin dicapai dan langkah prestasi yang ingin dicapai, akan tetapi struktur kepribadian individu, migrasi karena paksaan dan adanya penganiayaan juga dapat berperan dalam timbulnya gangguan mental. 4,12 Pada tahap migrasi ada banyak faktor yang menyebabkan individu dapat mengalami gangguan mental antara lain kehilangan (bereavement), shock budaya, ketidaksesuaian antara harapan dan hasil yang dicapai, sedangkan faktor yang berpengaruh pada tahap post - migrasi adalah penerimaan yang dilakukan oleh suatu bangsa, faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang rentan secara biologi, sosial dan psikologis, contohnya faktor kepribadian dipengaruhi oleh faktor budaya. 4,14 Afganistan adalah suatu negara dengan luas geografi km 2 dan populasi penduduknya menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2006 sekitar juta. 15 Tahun 2009 CIA World Factbook memperkirakan populasinya menjadi 28,3 juta, populasi sebelumnya 33,6 juta. 16 Bahasa utama yang digunakan adalah pustho, kelompok etnik yang dijumpai adalah Pusthon, Tadjik, Hazara, dan Uzbeks. Keyakinan kelompok etnik tersebut adalah Muslim Sunni dan Syiah dan sebagian kecil adalah Sikhs Afganistan sekitar 87,9% adalah muslim Suni dan 10,4% adalah muslim Shiia. 15 Berdasarkan data dari World Bank negara ini merupakan suatu negara dengan pendapatan perkapita rendah hingga menengah. Data dari

6 UNO tahun 2004 proporsi penduduk dibawah 15 tahun sekitar 43%, data dari WHO tahun 2004 usia diatas 60 tahun sekitar 5%, dan 75% populasi adalah rural. 15 Data dari CIA World Factbook pada tahun 2009 sekitar 53% berusia antara 15 hingga 64 tahun dan hanya sekitar 2,4% berusia diatas 65 tahun. 17 Afganistan merupakan suatu negara dengan pengalaman krisis pengungsi terbesar. Dekade perang menyebabkan banyak penduduk Afganistan yang meninggalkan rumah dan menjadi pengungsi di negara tetangga mereka seperti Pakistan dan Iran dan mencari negara-negara lain. Jumlahnya meningkat pada tahun 1990 sebesar 6,2 juta dan menurun pada tahun 1992 setelah pemerintah yang berkuasa jatuh tapi meningkat kembali pada tahun 1996 setelah berkembangnya Taliban. Pada tahun 2002 dengan jatuhnya Taliban akibat invasi dari Amerika tercatat sejumlah pengungsi yang kembali ke Afganistan. 18 Telah lebih dari 25 tahun perang dan konflik terjadi di Afganistan yang mengakibatkan konsekuensi kehancuran psikologis. 3,17 Perang mengakibatkan penduduk Afganistan mengalami demoralisasi dan menderita secara sosial dan ekonomi, pemaparan langsung secara agresi, kekerasan dan ketakutan yang terus menerus mempengaruhi situasi kesehatan mental. 3, Depresi Manusia didalam perjalanan kehidupannya pada suatu saat akan mengalami suatu krisis yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan jiwa, peristiwa didalam kehidupan dapat berkembang menjadi depresi. 13 Depresi merupakan suatu kondisi yang umum, sekitar 1 dari 7 orang akan mengalami episode depresif sepanjang hidupnya dan dapat menyebabkan hendaya atau ketidakmampuan yang serius. 16 Depresi sering diikuti dengan suatu stresor psikososial, khususnya pada episode depresif yang pertama atau kedua, pengalaman masa kanak-kanak yang buruk, kehilangan orangtua dan

7 inadekuatnya dukungan sosial adalah hal yang umum dijumpai pada orang dengan depresif. 19 Pengalaman klinik terdahulu memperlihatkan bahwa peristiwa kehidupan (live event) yang menyebabkan stres lebih sering mendahului episode pertama daripada episode selanjutnya pada episode gangguan mood. 20 Bencana yang terjadi di berbagai komunitas akan berpengaruh terhadap kehidupan psikologis manusia secara umum setiap tahunnya. Kehancuran yang terjadi dapat berupa: disebabkan oleh alam seperti gempa bumi atau tsunami juga dapat disebabkan oleh karena kelalaian manusia atau karena tindakan yang disengaja, hal-hal tersebut menyebabkan atmosfir yang tidak menyenangkan sehingga memaksa individu harus berhadapan dengan konsekuensi kehilangan, trauma, cedera, hingga kematian. 1,3-4,18,21 Menurut pandangan Bhugra pada tahun 1996 sindrom depresif seperti perasaan bersalah malu dan kehilangan minat dijumpai bervariasi pada setiap budaya. Murphy dan kawan-kawan pada tahun 1967 melaporkan para psikiater di 30 negara menjumpai prevalensi yang bervariasi dari sindrom depresif seperti rasa lelah, kehilangan selera, kehilangan ketertarikan seksual, kehilangan berat badan. Bhugra pada tahun 2003 menyebutkan adanya rasa bersalah, keluhan somatik dan malu pada migrants tergantung dari budaya asal mereka, sehingga kadang mereka mengabaikan sindrom depresif tersebut. 3,12,18 Jablensky dan kawan-kawan pada tahun 1981 menemukan sindrom depresif yang utama adalah kesedihan, kemuraman, kecemasan, ketegangan, kekurangan energi, kehilangan ketertarikan, buruknya konsentrasi, berkurangnya gagasan. 20 Bhugra tahun 2003 menyatakan adanya rasa tidak berguna, rasa bersalah, dan simtom somatik, dan malu pada migrants dapat berpengaruh terhadap asal budaya mereka yang bermanifestasi sebagai simtom-simtom depresif yang kadang terabaikan. 22

8 Tanda utama dari episode depresif adalah mood depresi atau hilang minat atau kesenangan yang menonjol selama sedikitnya 2 minggu dan menyebabkan distress atau hambatan yang bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, fungsi area penting lainnya pada seorang individu. Selama masa ini seseorang juga menampilkan sedikitnya 4 gejala tambahan dari mood depresi adalah gejala yang paling khas terjadi pada > 90% pasien. Pasien melaporkan sendiri sebagai perasaan sedih, murung, hampa, putus asa, muram atau tenggelam dalam kesedihan. Kualitas mood sebaiknya dilukiskan berbeda dari perasaan kesedihan yang normal atau duka cita. 23 Menurut American Psychiatric Association (APA) pada tahun 1994, depresif mayor biasanya didiagnosa ketika dijumpai berkurangnya mood dan kehilangan minat yang menetap akan sesuatu yang menyenangkan yang disertai oleh rangkaian simtom seperti kehilangan selera, insomnia, kelelahan, kehilangan energi, buruknya konsentrasi, sindrom psikomotor, perasaan bersalah yang tidak sewajarnya dan pikiran berulang tentang kematian. 19,24-26 National Institute for Clinical Excellence (NICE) pada tahun 2004 menyebutkan kondisi ini berhubungan dengan individu, pertumbuhan sosial ekonomi, kehilangan fungsi dan produktivitas, dan menciptakan ketergantungan terhadap sarana pelayanan. 7 Anhedonia yaitu tidak mampu menikmati aktifitas yang biasa dilakukan adalah yang paling umum dialami pasien depresi. Pasien atau keluarganya melaporkan dengan jelas adanya penurunan minat pada semua, atau hampir semua aktifitas yang sebelumnya dinikmati seperti seks, hobi, rutinitas seharihari 7,25,27 Perubahan nafsu makan sekitar 70% pasien depresi yang diamati terdapat penurunan nafsu makan bersamaan dengan kehilangan berat badan. Hanya sedikit pasien yang mengalami peningkatan nafsu makan, sering dikaitkan dengan makanan khusus seperti permen. 7,23-26

9 Perubahan tidur sekitar 80% pasien depresi mengeluhkan beberapa tipe gangguan tidur. Yang paling umum dan tidak menyenangkan adalah terjaga pada dini hari (biasanya sekitar jam 4 5 pagi) dan kadang lebih berat gejala depresifnya pada awal hari. Sementara insomnia initial khususnya sering bersamaan dengan kecemasan (komorbid). Beberapa pasien mengeluhkan hipersomnia dari pada insomnia, terdapat pada depresi atipikal dan seasonal affective disorder dan sering berkaitan dengan hiperfagia. 7,18,27 Perubahan aktifitas fisik sekitar setengah dari pasien depresi menjadi lambat atau perlambatan dalam aktifitas normal mereka. Mereka menunjukkan lambat berfikir, berbicara, pergerakan tubuh atau menurunnya volume isi pembicaraan dengan jeda yang panjang sebelum menjawab. Pada sekitar 70% pasien wanita yang depresi dan 50% laki-laki yang depresi, kecemasan ditampilkan dalam bentuk agitasi psikomotor dengan melangkah mondar-mandir, tidak mampu duduk tenang dan meremas-remas tangan. 26 Hilang energi hampir semua pasien depresi melaporkan hilang energi secara bermakna (anergia), khususnya kelelahan dan umumnya kurang efisien bahkan dalam tugas yang ringan. 7,23,25 Perasaan tak berharga dan rasa bersalah yang berlebihan dan tak wajar pasien depresi dapat mengalami penurunan harga diri yang nyata (dan sering tidak realistik). Pada kebudayaan Eropa, lebih dari setengah pasien depresi menunjukkan rasa bersalah, rentang dari perasaan yang tidak jelas/samar-samar, menjadikan kondisi mereka saat ini hasil dari sesuatu yang telah mereka lakukan dimasa lalu, sampai kepada waham dan kemiskinan atau memiliki dosa yang tidak dapat diampuni. Kultur lain 7,21,23,26-27 mengalami rasa malu atau penghinaan. Konsentrasi yang menurun sekitar separuh pasien depresi mengeluhkan atau menunjukkan lambat dalam berpikir. Mereka mungkin merasakan tidak mampu berpikir sebaik seperti sebelumnya, membuat mereka tidak dapat

10 berkonsentrasi atau mereka mudah terganggu. Mereka sering meragukan kemampuan mereka untuk membuat pertimbangan yang baik dan mereka menemukan bahwa diri mereka tidak sanggup untuk membuat keputusan bahkan yang kecil sekalipun. 7,23 Ide bunuh diri beberapa pasien mengalami pikiran kematian yang berulang. Dalam rentang dari perasaan yang sementara, yang lainnya melaporkan lebih baik mati, sampai rencana nyata dan melaksanakan bunuh diri. Risiko bunuh diri dijumpai sepanjang episode depresif tapi kemungkinan yang paling tinggi adalah segera setelah awal pengobatan dan selama 6-9 bulan setelah pemulihan Migrasi dan depresi Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2001 menyebutkan diperkirakan lebih dari lima juta laki-laki dan perempuan Afganistan mengalami berbagai distress jiwa termasuk didalamnya depresi, ansietas. Kendati studi epidemiologi terbatas jumlahnya terhadap kejadian gangguan mental yang terjadi. Depresi memainkan peranan yang sangat penting untuk sebuah negara Afganistan dengan populasi penduduk 28 juta hal ini merupakan sinyal khusus. 27 Depresif merupakan gangguan psikiatri yang paling sering dijumpai terutama pada wanita yang frekuensinya lebih sering tiga kali pada wanita daripada pria. Sekitar 20% wanita dan 12% pria pada suatu waktu kehidupannya pernah mengalami depresi. 19,21 Diperkirakan prevalensi depresif bervariasi ditiap negara rentangnya antara 3% di Jepang dan 17% di Amerika Serikat. 13 Bhugra melakukan review dan hipotesis yang menjelaskan hubungan antara migrasi dan gangguan mental, dimana pengaruh etnik juga berpengaruh terhadap gangguan mental pada kelompok immigrants. Sebagai tambahan individu yang bermigrasi secara berkelompok atau sosial sentris kemudian

11 memasuki ke lingkungan yang bersifat individual dan egosentris akan memiliki perasaan terasing dan mengalami mental distress dengan konsekuensi mereka mengalami kesukaran masuk dalam kelompok baru. Perubahan sosial, asimilasi dan identitas budaya merupakan faktor yang signifikan dalam hubungannya antara migrasi dan gangguan mental. 4 Nazroo pada tahun 1997 dan Shaw dan kawan-kawan pada tahun 1999 menyebutkan keterbatasan jumlah data yang tersedia menunjukkan bahwa kejadian kehidupan seperti peristiwa kehidupan secara umum secara signifikan berhubungan dengan depresi. Beberapa penelitian menunjukkan rerata yang tinggi untuk terjadinya depresi pada kelompok etnik minoritas di komunitasnya dengan beberapa penjelasan termasuk paparan terhadap kehilangan, tidak bekerja, kemiskinan dan rasis. 4 Hubungan antara peristiwa kehidupan dan gangguan jiwa tersering telah dilaporkan oleh Vadher dan Ndetel tahun 1981, Guereje tahun 1986, Bebbington tahun Brown dan Haris pada tahun 1978 mengobservasi sekitar 38% pasien depresi memiliki pengalaman dengan peristiwa kehidupan yang berat. Kesulitan terbesar dihubungkan dengan depresi antara lain sosial ekonomi, kurangnya dukungan sosial, keluarga, merasa tidak berguna, kekalahan, penghinaan, jebakan, rasa rendah diri. 4 Perreira dan Pottocnick pada tahun 2010 menyebutkan saat ini beberapa studi telah mendokumentasikan bagaimana pengalaman para imigran berkontribusi terhadap sindrom depresif. 13, Beck Depression Inventory II Beck Depression Inventory II pada lampiran 5 adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur keparahan dari sindrom depresi yang dapat digunakan pada remaja dan dewasa yang sesuai dengan kriteria dari Diagnostic

12 and Statistical Manual of Mental Disorders-IV (DSM-IV) dan American Psychiatric Association tahun Beck Depression Inventory II merupakan revisi dari Beck Depression Inventory (BDI) dan Beck Depression Inventory IA. Tahun 1996 Beck dan kawan-kawan, tahun 1997 Dozois, Dobson, dan Ahnberg, tahun 1998 Steer, Gheeta, Ranieri, dan Beck telah melakukan validasi BDI II terhadap pasien rawat jalan remaja dan dewasa. BDI II telah menunjukkan reliabilitas tes retest terbaik, konsistensi internal tinggi yang dapat merespons dengan sangat baik dengan koefisien alpa 0,94, dan untuk validitas konvergen tingkat sedang hingga tinggi. Konsistensi internal menunjukkan baik dengan rentang nilai 0,54 hingga 0,74 lebih tinggi daripada yang disampaikan oleh Osman dan kawan-kawan pada tahun 1997 rentang nilainya 0,44 hingga 0,65 dan Dozois beserta kawan-kawan pada tahun 1998 rentang nilainya 0,41 hingga 0,62. Receiver Operating Characteristics (ROC) Analysis mengindikasikan BDI II sangat sensitif dan moderate spesifik dalam menskrining depresi pada tingkat pelayanan dasar, oleh karena pengisian BDI II hanya memerlukan waktu beberapa menit sekitar 5 10 menit. dan mudah untuk di nilai Pengukuran BDI II merupakan alat ukur yang sederhana, singkat, dan jelas terdiri dari 21 butir pertanyaan penilaian sindrom depresif berdasarkan skala likert 0 hingga 3, dengan perkecualian pada butir nomor 16 dan 18. Pertanyaan butir 16 mengenai perubahan pola tidur dan butir 18 mengenai perubahan selera makan. Pengukuran pada kedua butir ini terdiri dari 0, 1a, 1b, 2a, 2b, 3a, 3c. Peserta ditanya bagaimana yang dirasakan dalam periode 1 hingga 2 minggu terakhir. 29,30 Penggunaan BDI II biasanya dapat diselesaikan dalam waktu 5-10 menit. Beck Depression Inventory II adalah melengkapi kuesioner dengan menggunakan kertas dan pensil dan dapat dilakukan sendiri atau dipersentasikan secara oral. Alat ukur ini terdiri dari 21 item yang di isi sediri terdiri dari 4 poin antara 0 3. Batas-batas nilai kasar antara 0-63, dan kemudian di ubah ke dalam klasifikasi berdasarkan cut scores. Total skor antara 0-13 dipertimbangkan minimal, ringan, sedang, 29-63

13 berat. 29,30 Total skor BDI II berhubungan dengan total skor tes psikologis lainnya. BDI II positif berhubungan dengan skala pengukuran untuk ide bunuh diri juga skala Beck Hopelessness. BDI II juga berkorelasi positif dengan Hamilton Psychiatry Rating Scale for Depression dan Hamilton Psychiatry Rating Scale for Anxiety. BDI II adalah suatu alat ukur yang fleksibel yang dapat digunakan dalam setting klinis maupun non klinis. 29,30 Reliabilitas BDI II memiliki koefisien alpa sebesar 0,92, untuk populasi rawat jalan dengan jumlah sampel 500 sedangkan koefisien alpa dari mahasiswa dengan jumlah sampel 120 dijumpai sebesar 0,93 keduanya melampaui koefisien alpa untuk versi dari BDI terdahulu. Secara umum dapat dikatakan BDI II adalah alat ukur yang sangat berguna dapat dilakukan secara cepat, dan efisien didalam menilai sindrom depresif tidak hanya di lingkungan klinis, tapi dapat juga di luar klinis

14 2.5. Kerangka Konsep Irreguler Migrants Afganistan Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Kuesioner BDI II Karakteristik demografik: - Usia - Pendidikan - Status pernikahan Keikutsertaan keluarga Tidak dijumpai sindrom depresif Dijumpai sindrom depresif Minimal Sindrom depresif ringan Sindrom depresif sedang Sindrom depresif berat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasuh Skizofrenia Selama 50 tahun terakhir, munculnya perawatan berbasis komunitas, penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa dukungan yang memadai

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di kota-kota besar tiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat.

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu masalah psikologis yang sering terjadi pada masa remaja dan onsetnya meningkat seiring dengan meningkatnya usia (Al- Qaisy, 2011). Depresi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi depresi di dunia diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalence

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi depresi di dunia diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalence BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah depresi kini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat karena dapat menyerang seluruh usia dan lapisan masyarakat. Depresi merupakan gangguan suasana perasaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah makhluk yang berakal budi / mampu menguasai makhluk lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia sejak lahir dibagi dalam beberapa masa, yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa serta masa lansia. Keberhasilan pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB 1. PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF) BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus telah mencapai epidemi tingkat global. Perkiraan untuk

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang akne. 2 Selain dari keluhan kosmetik, akne mempengaruhi setiap aspek kehidupan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang kesehatan psikodermatologi atau psikokutan berfokus pada interaksi antara pemikiran,

Lebih terperinci

Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)

Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) Pilihlah salah satu pilihan yang sesuai dengan keadaan anda, beri tanda silang (X) pada kolom yang tersedia untuk setiap pertanyaan. 1. Keadaan perasaan sedih (sedih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah penduduk di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 sekitar seperlima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS)

HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS) HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS) Tanggal Pemeriksaan : Pemeriksa : Nama Pasien : Umur : Jenis Kelamin : Pekerjaan : Pendidikan Terakhir : Status Perkawinan : Agama : Suku Bangsa : Lamanya di dalam

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016. 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Hubungan Antara Faktor Demografi dengan Pada Penderita Hipertensi di Kabupaten Gunungkidul DIY telah dilakukan di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Dalam penelitian cross sectional digunakan pendekatan transversal, dimana observasi terhadap variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional study. Dalam arti kata luas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejala negatif merupakan suatu gambaran defisit dari pikiran, perasaan atau perilaku normal yang berkurang akibat adanya gangguan otak dan gangguan mental (Kring et

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. mood, khususnya gangguan ansietas. 1

BAB 1. PENDAHULUAN. mood, khususnya gangguan ansietas. 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gangguan ansietas dan depresi biasa terjadi pada semua daerah di seluruh dunia. Penyakit kronis meningkatkan morbiditas dengan gangguan perasaan dan/atau gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Definisi Depresi Depresi merupakan perasaan hilangnya energi dan minat serta timbulnya keinginan untuk mengakhiri hidup. Depresi biasanya disertai perubahan tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini depresi menjadi jenis gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh masyarakat (Lubis, 2009). Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan

Lebih terperinci

2.1 Lampiran Kuesioner SKALA NILAI DEPRESI DARI HAMILTON HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS)

2.1 Lampiran Kuesioner SKALA NILAI DEPRESI DARI HAMILTON HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS) 2.1 Lampiran Kuesioner SKALA NILAI DEPRESI DARI HAMILTON HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS) Tanggal Pemeriksaan : Pemeriksa : Nama Pasien : Umur : Jenis Kelamin : Pekerjaan : Pendidikan Terakhir :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah satu diagnosis kardiovaskular yang paling cepat meningkat jumlahnya (Schilling, 2014). Di dunia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian studi non-eksperimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian studi non-eksperimental dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian studi non-eksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional. Sastroasmoro dan Ismael (2011) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa. anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa. anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang paling penting, karena pada masa ini

Lebih terperinci

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN 105 LAMPIRAN 1 LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Bapak/Ibu/Adik Yth, Saya dr. Toety Maria Simanjuntak, saat ini menjalani pendidikan spesialis Neurologi di FK USU dan sedang melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil HIV dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko tinggi yang memiliki angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap krusial bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Banyak tugas yang harus dicapai seorang remaja pada fase ini yang seringkali menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan hubungan

Lebih terperinci

Rekam Medis Penghuni Panti Sosial. Nama : Tn. B Umur : 47 tahun. Jenis kelamin : Laki-laki Status pernikahan : Menikah

Rekam Medis Penghuni Panti Sosial. Nama : Tn. B Umur : 47 tahun. Jenis kelamin : Laki-laki Status pernikahan : Menikah Rekam Medis Penghuni Panti Sosial Nama : Tn. B Umur : 47 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Status pernikahan : Menikah Pekerjaan : Tukang Bangunan Agama : Islam Alamat : Bengkulu Selatan Suku bangsa : Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah (alasan dan temuan/teori pendukung)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah (alasan dan temuan/teori pendukung) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah (alasan dan temuan/teori pendukung) Kekerasan seksual didefinisikan sebagai tindakan seksual, usaha untuk memperoleh aktivitas seksual, maupun komentar seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun. diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Dimana pada usia lanjut tubuh akan mencapai titik perkembangan yang maksimal, setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Menurut perkiraan United States Bureau of Census 1993, populasi lanjut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Menurut perkiraan United States Bureau of Census 1993, populasi lanjut BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Menurut perkiraan United States Bureau of Census 1993, populasi lanjut usia di Indonesia diproyeksikan pada tahun 1990 2023 akan naik 414 %, suatu angka tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Seseorang yang mengalami hal besar dalam hidupnya, seperti kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera sementara ataupun menetap pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan pembangunan nasional memberikan dampak perubahan pada sistem kesehatan Indonesia ke dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Layanan kesehatan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health organization (WHO) pada tahun 2012, depresi. konsentrasi yang buruk. Sementara itu depresi merupakan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health organization (WHO) pada tahun 2012, depresi. konsentrasi yang buruk. Sementara itu depresi merupakan gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health organization (WHO) pada tahun 2012, depresi merupakan gangguan mental umum yang dikarakteristikkan dengan perasaan tertekan, kehilangan minat terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disertai suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas. 1. Gangguan afektif bipolar adalah salah satu gangguan mood yang

BAB 1 PENDAHULUAN. disertai suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas. 1. Gangguan afektif bipolar adalah salah satu gangguan mood yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gangguan mood merupakan perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, umumnya mengarah ke depresi, atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat) yang

Lebih terperinci

KISI-KISI PERTANYAAN UNTUK RESPONDEN. tidur (initial insomnia)

KISI-KISI PERTANYAAN UNTUK RESPONDEN. tidur (initial insomnia) Lampiran 1 KISI-KISI PERTANYAAN UNTUK RESPONDEN Variabel indikator Jumlah Soal Tingkat 1. Keadaan 1 perasaansedih 2. Persaan bersalah 1 3. Bunuh diri 1 4. Gangguan pola 1 tidur (initial insomnia) 5. Gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian. A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan masyarakat merupakan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI PADA LANSIA DI DESA MANDONG TRUCUK KLATEN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI PADA LANSIA DI DESA MANDONG TRUCUK KLATEN 1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEPRESI PADA LANSIA DI DESA MANDONG TRUCUK KLATEN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagai persyaratan meraih derajat Sarjana Keperawatan Disusun Oleh : ATIK ARYANI J 210

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini berarti seseorang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Surat Keputusan Komisi Etik Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1 Surat Keputusan Komisi Etik Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Keputusan Komisi Etik Penelitian 46 47 Email: ethic_fkukmrsi@ med.maranatha. edu KOMISI ETIK PENELITIAN FAKULTAS KEDOKTERAN UK MARANATHA - R.S. IMMANUEL BANDUNG Judul: Formulir

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia (lansia) disamping usia yang semakin bertambah tua terjadi pula penurunan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak BAB I PENDAHULUAN 1,1. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress

Lebih terperinci

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Materi ini merupakan salah satu bahan kuliah online gratis bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa dan perawat pendamping Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Oleh: Tirto Jiwo Juni 2012 Tirto Jiwo

Lebih terperinci

2005). Hasil 62 survei di 12 negara dan mencakup narapidana menemukan tiap 6

2005). Hasil 62 survei di 12 negara dan mencakup narapidana menemukan tiap 6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres dapat mengenai semua orang dan semua usia. Stres baik ringan, sedang maupun berat dapat menimbulkan perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi dan perilaku.

Lebih terperinci

KISI-KISI PERTANYAAN UNTUK RESPONDEN

KISI-KISI PERTANYAAN UNTUK RESPONDEN 70 Lampiran KISI-KISI PERTANYAAN UNTUK RESPONDEN Variabel indikator Jumlah Soal Tingkat. Keadaan Depresi perasaansedih 2. Persaan bersalah 3. Bunuh diri 4. Gangguan pola tidur (initial insomnia) 5. Gangguan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa. 3.2 Tempat dan waktu penelitian 1) Tempat penelitian : Poli Rawat Jalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tsunami berasal dari bahasa Jepang, terbentuk dari kata tsu yang berarti. longsoran yang terjadi di dasar laut (BMKG, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Tsunami berasal dari bahasa Jepang, terbentuk dari kata tsu yang berarti. longsoran yang terjadi di dasar laut (BMKG, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tsunami berasal dari bahasa Jepang, terbentuk dari kata tsu yang berarti pelabuhan dan nami yang berarti gelombang. Berdasarkan terminologi, pengertian tsunami adalah

Lebih terperinci

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kecemasan Remaja yang Menjalani Perawatan (Hospitalisasi) Remaja 1. Kecemasan Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa dengan adanya perkembangan ini, masalah yang. manusia. Menurut National Institute of Mental Health, 20% populasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa dengan adanya perkembangan ini, masalah yang. manusia. Menurut National Institute of Mental Health, 20% populasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia semakin mengalami perkembangan ke era globalisasi. Dengan adanya perkembangan zaman ini, masyarakat dituntut untuk mengikuti perkembangan modern. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. 2 Studi di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. 2 Studi di Amerika 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan cemas merupakan gangguan yang sering dijumpai pada pada anak maupun remaja. 1 Berupa kondisi gangguan yang ditandai dengan dan kekhawatiran yang berlebihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi 2.1.1 Definisi Pemahaman tentang depresi telah ada sejak zaman Hippocrates (460-377 SM). Depresi pada saat itu disebut melankoli, yang digambarkan sebagai kemurungan

Lebih terperinci

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Artikel PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Mardiya Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Saat ini diperkirakan ratusan juta jiwa penduduk di dunia menderita depresi. Depresi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan individu manusia, karena dengan sehat jiwa seseorang mampu berkembang secara fisik, mental dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut merupakan gambaran dari kesehatan seluruh tubuh, karena beberapa penyakit sistemik dapat bermanifestasi ke rongga mulut (Mays dkk., 2012). Stomatitis aftosa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive), BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), dan tindakan (psychomotor). Dari berbagai penelitian dapat

Lebih terperinci

Rekam Medis Penghuni Panti Sosial. Tanggal masuk panti: 25 Mei 2015 Tanggal wawancara: 29 Mei 2015

Rekam Medis Penghuni Panti Sosial. Tanggal masuk panti: 25 Mei 2015 Tanggal wawancara: 29 Mei 2015 Rekam Medis Penghuni Panti Sosial Nama: Ny. SI Jenis kelamin: P Pekerjaan: Cleaning service Alamat: Kota Umur: 19 tahun Status pernikahan: Belum Menikah Agama: Islam Suku bangsa: Sunda Tanggal masuk panti:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua pasti sangat mendambakan hadirnya seorang anak dalam pernikahannya karena anak merupakan anugerah yang sangat berarti bagi kedua orang tua. Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak menuju masa dewasa. Pada masa transisi tersebut remaja berusaha untuk mengekspresikan dirinya

Lebih terperinci

Rekam Medis Penghuni Panti Sosial

Rekam Medis Penghuni Panti Sosial Nama : Tn JT Umur : 19 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Status pernikahan : Belum Menikah Pekerjaan : Presiden Agama : Islam Alamat : Jln Jelambar Suku bangsa : Sunda Tanggal masuk panti: 21 April 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional dan fisik yang bersifat mengganggu, merugikan dan terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. emosional dan fisik yang bersifat mengganggu, merugikan dan terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres adalah kondisi fisik dan psikologis yang disebabkan karena adaptasi seseorang pada lingkungan. Stres kerja didefinisikan sebagai respon emosional dan fisik yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia sejak lahir dibagi dalam beberapa masa, yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa serta masa usia lanjut. Keberhasilan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, Dadang yang awalnya ingin melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara serentak batal menikah, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unipolar, penggunaan alkohol, gangguan obsesis kompulsif (Stuart & Laraia,

BAB I PENDAHULUAN. unipolar, penggunaan alkohol, gangguan obsesis kompulsif (Stuart & Laraia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah utama gangguan jiwa di dunia adalah skizofrenia, depresi unipolar, penggunaan alkohol, gangguan obsesis kompulsif (Stuart & Laraia, 1998). Skizofrenia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh dunia saat ini terjadi transisi demografi dimana proporsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh dunia saat ini terjadi transisi demografi dimana proporsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di seluruh dunia saat ini terjadi transisi demografi dimana proporsi penduduk berusia lanjut (lansia) bertambah, sedangkan proporsi penduduk berusia muda menetap atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi setiap orang yang telah menikah, memiliki anak adalah suatu anugerah dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya, tumbuh dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Karakteristik Lokasi Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari yang merupakan salah satu rumah sakit umum milik pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas ini cenderung semakin meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas atau disertai peningkatan resiko kematian yang. kebebasan (American Psychiatric Association, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas atau disertai peningkatan resiko kematian yang. kebebasan (American Psychiatric Association, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Gangguan jiwa adalah suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut

Lebih terperinci

MAYOR DEPRESSION DISORDER

MAYOR DEPRESSION DISORDER STIKES MW-KENDARI PRODI S1-KEPERAWATAN MAYOR DEPRESSION DISORDER IRMAN DINEJAD By : Group ONE Tuesday, October 2014 GARIS BESAR MATERI 1 2 3 4 5 6 Definisi MDD Etiologi MDD Faktor Risiko MDD Manifestasi

Lebih terperinci

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001 JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Jiwa Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian

BAB I PENDAHULUAN. dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kota metropolitan seperti Surabaya dengan segala rutinitasnya, mulai dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian menghimpit dan membuat perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di daerah tropis seluruh dunia. Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah suatu infeksi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih banyak daripada anak yang tidak mengalaminya, tetapi mereka memiliki gejala yang lebih sedikit dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh manusia menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada dalam

Lebih terperinci

menempati posisi paling tinggi dalam kehidupan seorang narapidana (Tanti, 2007). Lapas lebih dikenal sebagai penjara. Istilah tersebut sudah sangat

menempati posisi paling tinggi dalam kehidupan seorang narapidana (Tanti, 2007). Lapas lebih dikenal sebagai penjara. Istilah tersebut sudah sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kriminalitas di Indonesia semakin meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2005, diperkirakan kejahatan yang terjadi sekitar 209.673 kasus, sedangkan

Lebih terperinci

Gangguan Mood/Suasana Perasaan

Gangguan Mood/Suasana Perasaan Gangguan Mood/Suasana Perasaan Definisi: Merupakan kelompok gangguan yang melibatkan gangguan berat dan berlangsung lama dalam emosionalitas, yang berkisar dari kegirangan sampai depresi berat Major depressive

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KESABARAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA PASKA STROKE SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KESABARAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA PASKA STROKE SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KESABARAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA PASKA STROKE SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh : DIAN PURNA TRIODITA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai dengan peradangan pada sinovium, terutama sendi sendi kecil dan seringkali

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus membutuhkan orang lain disekitarnya. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk melakukan interaksi sesama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pada umumnya memiliki harapan dengan memiliki tubuh yang selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Skizofrenia Skizofrenia didefinisikan sebagai abnormalitas pada satu atau lebih dari lima domain berikut: waham, halusinasi, pikiran yang kacau (berbicara), perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tren terkini dalam penyakit jiwa memiliki hubungan kausatif yang signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang ditimbulkannya dengan pengangguran

Lebih terperinci