IDENTIFIKASI LALAT SUMBA (Hippobosca sp.) PADA SAPI PERAH DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR JONI PUTRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI LALAT SUMBA (Hippobosca sp.) PADA SAPI PERAH DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR JONI PUTRA"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI LALAT SUMBA (Hippobosca sp.) PADA SAPI PERAH DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR JONI PUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Identifikasi Lalat Sumba (Hippobosca sp.) pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dengan arahan Dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012 Joni Putra B

3 ABSTRACT JONI PUTRA. Identification of Sumba Flies (Hippobosca sp.) at Dairy Cows in Dairy Farming Area Cibungbulang Bogor District. Under direction of UPIK KESUMAWATI HADI and SUPRIYONO. This research was aimed to identify and to understand the aspect of bioecology of Sumba flies (Hippobosca sp.) at dairy cows in Dairy Farming Area Cibungbulang Bogor District. The research was conducted from May 2011 to April 2012 and performed in three steps, collecting the of ectoparasites, processing specimens, and identification of ectoparasites. The ectoparasites collected were processed by pinning method. Then ectoparasites were identify by using the key method of Soulsby (1982). The result showed that the sumba flies species infested in dairy cows was Hippobosca equina. The pupae of this fly was put in the corner or crevices of the iron pole in the cowshed. Actually H. equina was the species of dry and hot areas, however, its can adapt and breed in wet and humid areas such as Cibungbulang Bogor District. Keywords: Fly, Hippobosca equina, dairy cows, Bogor Districts.

4 ABSTRAK JONI PUTRA. Identifikasi Lalat Sumba (Hippobosca sp.) pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SUPRIYONO. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui aspek bioekologi lalat sumba (Hippobosca sp.) pada sapi perah di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012 dan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu koleksi ektoparasit, pembuatan preparat kering, dan identifikasi ektoparasit. Ektoparasit yang sudah dikoleksi kemudian dipinning dengan menggunakan jarum pinning. Kemudian ektoparasit diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi Soulsby (1982). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spesies lalat sumba yang menginfestasi sapi perah merupakan lalat Hippobosca equina. Lalat H. equina meletakkan pupa pada sudut atau celah-celah tiang besi pada kandang sapi. Sebenarnya lalat H. equina adalah spesies lalat pada daerah kering dan panas, walaupun demikian, lalat ini dapat beradaptasi dan berkembangbiak pada kurun waktu tertentu dan pada daerah relatif dingin dan lembab seperti daerah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Kata kunci: Lalat, Hippobosca equina, sapi perah, Kabupaten Bogor.

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

6 IDENTIFIKASI LALAT SUMBA (Hippobosca sp.) PADA SAPI PERAH DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR JONI PUTRA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

7 Judul Skripsi : Identifikasi Lalat Sumba (Hippobosca sp.) pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor Nama Mahasiswa : Joni Putra NIM : B Disetujui: Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS Ketua drh. Supriyono Anggota Diketahui: drh. H. Agus Setiyono, MS., PhD., APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal lulus :

8 PRAKATA Segala puji syukur sebesar-besarnya Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya yang senantiasa dilimpahkan berupa kekuatan lahir batin sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang diambil adalah Identifikasi Lalat Sumba (Hippobosca sp.) pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS dan drh. Supriyono sebagai dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan, arahan, motivasi, waktu, dan pemikiran selama proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Tidak lupa juga Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak drh. Muhadi dan pemilik sapi perah di Cibungbulang Kabupaten Bogor yang telah banyak membantu kelancaran penelitian serta Dosen pembimbing akademik drh. Budhy Jasa Widyananta, MSi atas motivasi dalam membimbing selama masa perkuliahan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. drh. Setyo Widodo dan Dr. drh. Koekoeh Santoso selaku Dosen penguji. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, almarhumah Ibu tercinta, kakak-kakak (Yundra M, Oktorizal, Mardiantoni dan Desi Yunita) dan adik-adik tersayang (Andri Maiko dan Ratna Oktavianda) serta keluarga besar atas doa, semangat, cinta dan kasih sayang yang selalu diberikan. Selanjutnya ucapan terima kasih Penulis ucapkan kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium Entomologi (Viranti, Jamal dan Rofindra) dan staf pengajar dan pegawai Laboratorium Entomologi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Avenzoar 45, teman-teman penulis (Eva, Irene, Anita, Zani, Arini, Farah dan Jasmine) dan sahabat-sahabat penulis anak-anak kontrakan (Adit, Umar, Wathri, dan Heru) serta teman-teman UKM voli IPB. Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu Penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2012 Joni Putra

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Batusangkar, Tanah Datar, Sumatra Barat pada tanggal 18 Juni 1989 dari pasangan Ayah Syahrial dan Ibu Kasdiati (almarhumah). Penulis merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara. Penulis menamatkan Sekolah Dasar Negeri 06 Pasa Sanayan Batu Bulat Lintau Buo Utara Tanah Datar Sumatra Barat tahun 2002 dan lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3 Tanjung Bonai Lintau Buo Utara Tanah Datar Sumatra Barat tahun Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMA Negeri 1 Lintau Buo Utara Tanah Datar Sumatra Barat, kemudian penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama kuliah di FKH-IPB, penulis aktif sebagai anggota divisi kuda Himpunan Minat Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (HKSA) tahun , anggota aktif Unit Kerja Mahasiswa (UKM) bola voli tahun

10 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... iii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Jenis Ektoparasit yang Menginfestasi Sapi Klasifikasi Lalat Hippobosca sp Morfologi dan Bioekologi Lalat Hippobosca sp BAB 3 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Pengambilan sampel ektoparasit Prosesing sampel lalat Pengambilan data cuaca Identifikasi ektoparasit Analisis data BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Identifikasi Morfologi Lalat H. equina Bioekologi Lalat H. equina Kondisi Lingkungan Rekomendasi Pengendalian Lalat H. equina BAB 5 PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 28

11 ii DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah rata-rata lalat tertangkap dan pupa H. equina di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor pada bulan Mei 2011 sampai dengan April Rata-rata ICH, kelembaban, dan temperatur udara di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor pada bulan Mei 2011 sampai dengan April

12 iii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Sapi perah Lalat H. equina Lalat H. variegata Lalat H equina Infestasi H. equina pada sapi perah Kepala H. equina pandangan dorsal Probosis H. equina pandangan dorsal dan ventral Toraks H. equina pandangan dorsal dan ventral Sayap H. equina pandangan dorsal Sayap H. equina pandangan ventral Kaki H. equina pandangan ventral Kaki bagian femur H. equina pandangan dorsal dan ventral Kaki bagian tibia H. equina pandangan dorsal dan ventral Abdomen H. equina pandangan dorsal dan ventral Pupa H. equina Tempat peletakan pupa H. equina Lalat H. equina pada daerah pubis Kandang sapi perah di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor... 21

13 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan permintaan susu dan daging di masyarakat berdampak baik bagi peternak dan masyarakat. Susu dan daging merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi. Tingginya permintaan susu dan daging mengakibatkan peningkatan jumlah peternakan seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba. Pada umumnya peternak mengambil ternak dari satu daerah ke daerah lain, hal ini mengakibatkan peningkatan perpindahan ternak dari suatu daerah. Transportasi ternak dapat mendorong terjadinya perpindahan penyakit atau vektor. Penyakit pada ternak biasanya disebabkan oleh bakteri, virus, endoparasit, dan ektoparasit. Jenis ektoparasit yang sering menginfestasi sapi potong dan sapi perah adalah lalat dari genus Stomoxys, Tabanus, Chrysomya, dan Hippobosca. Lalat Hippobosca sp. merupakan lalat yang berkembangbiak di daerah tropis dengan curah hujan rendah dan suhu lingkungan relatif tinggi seperti di Indonesia bagian timur yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat (Taylor et al. 1996). Namun demikian, lalat ini sudah dapat beadaptasi dan berkembangbiak di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Lalat Hippobosca sp. berperan sebagai vektor tripanosomiasis. Selain itu, lalat ini juga berperan dalam menularkan Trypanosoma theileri yang tidak patogen pada sapi dan Haemoproteus pada angsa, itik, serta unggas lainnya (Hadi & Soviana 2010). Menurut Mullen & Durden (2002) lalat Hippobosca equina sebagai vektor penyakit piroplasmosis pada kuda, Q fever, dan rickettsiosis. Kerugian yang ditimbulkan akibat infestasi lalat Hippobosca sp. yaitu iritasi, kegatalan, kegelisahan sehingga ternak tidak nyaman untuk makan dan minum, penurunan berat badan, produksi susu, daya kerja, merusak kulit, jaringan tubuh, dan anemia (Partosoedjono & Soekardono 1984). Menurut Rani et al. (2011) lalat Hippobosca sp. di India mengisap darah inangnya sebanyak µl dalam waktu 3-13 menit dan berperan sebagai vektor Achanthocheilonema dracunculoides pada anjing.

14 2 Penyebaran lalat Hippobosca sp. di Indonesia sangat luas seperti Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Aceh. Lalat Hippobosca sp. juga terdapat di Inggris dengan nama umum forest fly. Lalat ini di Inggris menyerang kuda dan kadang-kadang ditemukan pada ternak. Jenis lalat Hippobosca sp. yang terdapat di Afrika adalah Hippobosca rufipes. Lalat ini banyak menyerang hewan, terutama sapi dan kuda. Lalat ini disebut juga lalat kutu karena bentuknya pipih atau gepeng dorsoventral seperti kutu (Hadi & Soviana 2010). Menurut Sigit et al. (1983) induk semang lalat Hippobosca sp. yaitu sapi dan kuda. Lalat Hippobosca sp. dikenal sebagai lalat Sumba, lalat ini di Indonesia terdiri dari dua jenis yaitu Hippobosca equina (lalat Sumba kecil) dan Hippobosca variegata (lalat Sumba besar). Peningkatan transportasi ternak yang tidak diringi dengan pengawasan kesehatan ternak mengakibatkan lalat Hippobosca sp. menyebar luas ke seluruh daerah, termasuk di Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor merupakan daerah yang mempunyai suhu rendah dan curah hujan relatif tinggi. Peningkatan infestasi lalat Hippobosca sp. di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor dapat mengganggu kesehatan sapi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengamatan terhadap bioekologi lalat Hippobosca sp. sehingga dapat ditentukan cara pengendalian yang tepat. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mempelajari aspek bioekologi lalat Sumba (Hippobosca sp.) pada sapi perah di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dasar tentang jenis dan bioekologi lalat Sumba (Hippobosca sp.) pada sapi perah di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan cara pengendalian yang tepat.

15 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Friesian Holstein (FH) yang berasal dari Belanda. Sapi ini terkenal dengan produksi susu yang sangat tinggi yaitu ± 6350 kg/tahun, dengan persentase lemak susu sekitar 3-7%. Suhu lingkungan merupakan faktor iklim yang penting dan harus diperhatikan dalam usaha peternakan (Siregar 1995). Suhu udara yang optimal untuk ternak sapi perah adalah º C (Williamson & Payne 1993). Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi produksi sapi perah karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas, air, energi, dan tingkah laku ternak. Manajemen pemeliharaan sapi perah memiliki persyaratan teknis salah satunya adalah kandang. Konstruksi kandang harus kuat, tahan lama, kedap air, sirkulasi udara, sinar matahari cukup, drainase, dan pembuangan limbah yang baik. Selain itu kandang harus mudah dibersihkan, lantai rata, kasar, tidak licin, luas kandang yang sesuai, mudah mendapatkan aliran air, tidak mengganggu fungsi lingkungan hidup, pakan dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, dan air minum disediakan tidak terbatas (Abubakar 2012). Manfaat pemeliharaan sapi perah yaitu menghasilkan air susu, daging, dan sebagai biogas. Susu merupakan bahan pangan sumber protein hewani yang harganya relatif murah jika dibandingkan dengan daging. Sapi perah memiliki daya tahan yang rendah terhadap suhu tinggi dan memiliki kemampuan beradaptasi yang sangat tinggi di negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya sapi perah yang dipelihara di kota-kota besar untuk menunjang perekonomian (Salmi et al. 2010).

16 4 Gambar 1 Sapi perah 2.2 Jenis Ektoparasit yang Menginfestasi Sapi Parasit adalah organisme yang hidupnya bergantung pada organisme lain sebagai inang tumpangannya. Berdasarkan tempat menumpangnya, parasit dibedakan menjadi ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidup di bagian luar atau pada permukaan tubuh inangnya. Sedangkan endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inangnya. Berdasarkan sifatnya, ektoparasit bersifat obligat dan fakultatif. Ektoparasit obligat merupakan ektoparasit yang seluruh siklus hidupnya yaitu mulai dari pradewasa sampai dewasa hidup bergantung pada inangnya. Ektoparasit fakultatif merupakan ektoparasit yang sebagian besar siklus hidupnya di luar tubuh inangnya (Bowmans 1999). Jenis ektoparasit yang menginfestasi sapi adalah lalat, kutu, dan nyamuk. Jenis lalat yang paling banyak menginfestasi sapi perah adalah lalat dari genus Stomoxys (lalat kandang), Tabanus (lalat kuda), Chrysomya (lalat hijau), dan Hippobosca (lalat sumba). Ciri morfologi lalat Stomoxys (lalat kandang) yaitu ukuran tubuh jantan mm dan betina mm dengan warnanya lebih gelap. Lalat ini memiliki 4 garis hitam longitudinal pada toraks dan bercak-bercak hitam pada abdomen, probosisnya panjang dan mencuat ke depan, palpus maksilanya pendek, arista berambut hanya pada sisi dorsal, telur berbentuk lonjong berwarna putih, dan berjumlah butir dalam beberapa kelompok. Lalat ini baik jantan maupun betina merupakan lalat pengisap darah, penerbang

17 5 yang kuat, dan berumur panjang. Menurut Mullen & Durden (2002) Lalat ini berperan dalam penularan vektor penyakit surra dan antraks pada ternak. Lalat Tabanus memiliki ukuran tubuh 6-25 mm, kepalanya berbentuk setengah lingkaran, memiliki mata yang dominan, antenanya pendek terdiri dari tiga ruas. Telur lalat ini berbentuk silindris dengan ukuran 1-2 mm dan jumlahnya sekitar butir, larvanya silindris dan runcing. Lalat ini merupakan lalat pengisap darah, penerbang yang tangguh, dan penggigit persisten yang aktif pada siang hari. Lalat ini merupakan vektor penyakit surra dan antraks. Lalat Chrysomya bezziana memiliki ukuran tubuh 9-11 mm, berwarna hijau metalik dengan banyak bulu-bulu pendek menutupi tubuh. Larva lalat ini berbentuk silinder dengan deretan duri-duri pada keliling tiap ruas tubuh. Telur lalat ini berjumlah butir. Lalat ini merupakan penyebab miasis obligat yang meletakkan telurnya pada tepi luka yang terbuka (Hadi & Soviana 2010). 2.3 Klasifikasi Lalat Hippobosca sp. Lalat Hippobosca sp. banyak menginfestasi sapi dan kuda. Lalat ini mengisap darah pada daerah perineum dan di antara kaki belakang. Lalat Hippobosca sp. banyak terdapat pada daerah dengan temperatur tinggi (Wall & Shearer 1997). Menurut Soulsby (1982) lalat Hippobosca sp. diklasifikasikan sebagai berikut: Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Diptera Subordo : Cyclorrapha Superfamili : Hippoboscoidea Famili : Hippoboscidae Subfamili : Hippoboscinae Genus : Hippobosca Spesies : Hippobosca equina Hippobosca variegata

18 6 2.4 Morfologi dan Bioekologi Lalat Hippobosca sp. Jenis lalat Hippobosca sp. di Indonesia yaitu H. equina (lalat Sumba kecil) dan H. variegata (lalat Sumba besar). Menurut Hutson (1984) lalat Hippobosca sp. mempunyai sepasang sayap, ukuran sekitar 10 mm, dan warna pupa hitam. Pupa lalat ini berbentuk oval atau bulat, berukuran 5 x 4 mm, dan mempunyai bercak gelap pada ujung posterior. Lalat H. equina memiliki ukuran tubuh sekitar 10 mm, tubuhnya melebar, pipih dorsoventral dan berwarna coklat kemerahan. Pada bagian dorsal toraks terdapat bercak kekuningan. Lalat ini memiliki sepasang sayap yang kuat dengan vena anterior yang jelas, dan antenanya tidak berkembang (Gambar 2). Probosis lalat ini langsing yang digunakan untuk menusuk dan merobek jaringan. Palpi lalat H. equina tebal, pendek dan berfungsi melindungi probosis. Kaki dan kuku lalat ini berkembang baik. Bagian utama dari probosis biasanya untuk menusuk dan ditarik kembali di bawah kepala, kecuali saat makan. Inang lalat H. equina adalah kuda dan sapi, tetapi ternak lainnya seperti burung juga dapat terinfestasi. Lalat ini paling banyak ada pada bulan musim panas. Distribusi utama lalat Hippobosca sp. adalah di Eropa, Asia, dan Afrika (Turner & Mann 2005). Lalat H. variegata mempunyai ciri khas yaitu ukuran yang lebih besar dan memiliki variasi pada dorsal toraks yang lebih banyak dari pada H. equina. Distribusi lalat H. variegata di Indonesia yaitu Sulawesi, Sumba, dan Timor. Inang lalat ini yaitu sapi, keledai, dan kuda (Maa 1969 dan Cheng 1973). Gigitan dari lalat H. equina dapat menyebabkan reaksi alergi (Quercia et al. 2005). Menurut Sigit et al. (1990) gigitan lalat H. equina dan H. variegata dapat memberikan rasa sakit sehingga sapi dan kuda yang baru pertama kali digigit sering lari ketakutan. Menurut Masshall (1981) lalat H. equina merupakan lalat yang jarang terbang lebih dari 1 meter. Lalat ini apabila terganggu akan berpindah dengan cepat tetapi tidak lebih dari 1 meter dari inangnya. Pada malam hari atau hujan lebat, lalat H. equina kadang-kadang akan meninggalkan inangnya dan berlindung di bawah daun pakis yang berada di dekatnya atau berlindung dibagian tubuh inang.

19 7 Lalat Hippobosca sp. jarang terbang, biasanya merayap pada permukaan inang. Pada siang hari baik jantan maupun betina, lalat ini mengisap darah dan beristirahat pada inang. Lalat ini termasuk kedalam kelompok pupipara, telurnya menetaskan larva yang berkembang hampir mencapai tahap pupa di dalam saluran reproduksi betina, kemudian dilahirkan, dan dalam waktu beberapa jam langsung berubah menjadi pupa. Pupa biasanya diletakkan oleh lalat betina pada batang atau pelepah pohon kelapa atau pohon lainnya yang terlindung, atau tanah yang berlumpur (lembab). Lamanya periode pupa banyak dipengaruhi oleh suhu (Hadi & Soviana 2010). Daerah yang disukai lalat Hippobosca sp. adalah daerah leher, perineal diantara kaki belakang, dan pubis. Lalat ini tergolong pengisap darah yang sangat merugikan sapi dan kuda karena dapat mengurangi ketahanan tubuh dan menyebabkan anemia. Lalat ini dapat menularkan Trypanosoma theileri yang tidak patogen pada sapi dan Haemoproteus pada angsa, itik, serta unggas lainnya (Hadi & Soviana 2010). Gambar 2 Lalat H. equina (Sumber: Walravens 2010) Gambar 3 Lalat H. variegata (Sumber: Mwkozlowski 2011)

20 8 Famili Hippoboscidae terkenal dengan nama forest flies (lalat hutan) yang menyerang berbagai jenis hewan seperti sapi, kuda, domba, kelelawar, dan burung (Soulsby 1982). Lalat Hippobosca sp. merupakan lalat pengisap darah (Levine 1994). Lalat ini sebagai ektoparasit pada kuda dan sapi yang terdapat di wilayah timur Indonesia yang bersuhu tinggi dan kelembaban rendah (Taylor et al. 1996). Lalat Hippobosca sp. meletakkan pupanya pada celah-celah kayu, ketiak tanaman, dan celah kandang. Lalat ini tinggal di permukaan tubuh inangnya dalam waktu yang lama dan mengisap darah hewan seperti kuda dan sapi serta menjadi vektor tripanosomiasis (Soulsby 1982).

21 9 BAB 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai dengan April Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu koleksi dan identifikasi lalat. Koleksi dilakukan di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Sedangkan identifikasi dilakukan di Laboratorium Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Metode Penelitian Pengambilan Sampel Ektoparasit Pengambilan sampel ektoparasit dilakukan di kandang ternak sapi dengan populasi sapi sebanyak 212 ekor. Pengambilan sampel lalat dilakukan secara acak pada 15 ekor sapi yang terinfestasi dari peternakan sapi perah milik rakyat yang berpopulasi 60 ekor. Pengamatan dilakukan selama satu tahun dengan frekuensi pengambilan sampel 15 hari sekali. Cara pengambilan ektoparasit dilakukan secara manual yaitu mengambil atau menangkap lalat secara langsung. Lalat yang telah didapatkan kemudian dimatikan menggunakan killing jar atau dengan chloroform. Setelah lalat mati, kemudian dilakukan pinning dan disimpan di dalam kotak spesimen Prosesing Sampel Lalat Prosesing sampel lalat dilakukan dengan cara menusuk lalat Hippobosca sp. dengan menggunakan jarum pinning pada satu sisi toraks sedikit ke kanan atau ke kiri dari garis tengah. Penusukkan lalat dilakukan secara tegak lurus dan diletakkan pada ketinggian yang sama pada sebuah balok khusus (pinning blok). Lalat yang sudah di pinning kemudian dikeringkan dengan cara disimpan di dalam autoclaf selama 2-3 hari. Setelah kering lalat disimpan dalam kotak penyimpan serangga serta diberi kamper.

22 Pengambilan Data Cuaca Data cuaca (suhu lingkungan, kelembaban udara, dan curah hujan) diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Darmaga Bogor Identifikasi Ektoparasit Lalat hasil koleksi diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi Soulsby (1982) atau dengan mencocokkan dengan koleksi spesimen yang sudah ada di Laboratorium Entomologi Analisis Data Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif, ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.

23 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp. menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten Boyolali. Sapi tahap pertama masuk ke peternakan tersebut pada tanggal 18 Februari 2008 sebanyak 24 ekor, dan sapi berikutnya masuk pada tanggal 23 Februari 2010 sebanyak 32 ekor. Transportasi sapi perah dari Kabupaten Boyolali ke peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor menggunakan mobil bak terbuka. Kondisi sapi tersebut sedang laktasi pertama dan berumur ± 2 tahun. Hal ini memungkinkan bahwa infestasi lalat Hippobosca sp. sudah terjadi di daerah asal. Kabupaten Boyolali memiliki kawasan peternakan dan pasar sapi perah yang besar serta menampung sapi dari daerah lain di Indonesia. Pada umumnya infestasi lalat ini terjadi pada sapi potong, namun sekarang dapat ditemukan di sapi perah, Para peternak membeli sapi dari daerah lain yang tidak dilakukan pemeriksaan terhadap kesehatan ternak sehingga lalat H. equina dapat terbawa pada tubuh sapi tersebut. Hasil koleksi yang dilakukan selama ± 1 tahun terhadap H. equina pada 15 ekor sapi perah didapatkan jumlah total lalat sebanyak 497 ekor. Jumlah koleksi pupa yang berhasil didapatkan sebanyak 260 buah (Tabel 1). Berdasarkan hasil identifikasi terhadap lalat Hippobosca sp. di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor terdiri dari satu jenis yaitu lalat Hippobosca equina.

24 12 Tabel 1 Jumlah rata-rata lalat tertangkap dan pupa H. equina di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012 Bulan Lalat tertangkap (ekor) Jumlah pupa (buah) Mei Juni Juli Agustus September 23 8 Oktober 12 8 November 2 3 Desember 0 0 Januari 0 0 Februari 0 0 Maret 0 0 April 0 0 Jumlah Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah lalat dan pupa di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor tertinggi pada pengamatan bulan Mei yaitu 232 ekor. Jumlah lalat semakin menurun sampai tidak ditemukan pupa dan lalat pada pengamatan bulan Desember sampai dengan April Penurunan jumlah lalat dewasa dan pupa yang ditemukan disebabkan karena intervensi yang dilakukan oleh peternak. Intervensi yang dilakukan berupa pengendalian yang dilakukan oleh peternak seperti melakukan penyemprotan menggunakan insektisida. Insektisida yang digunakan oleh peternak saat pengendalian contohnya deltametrin. 4.2 Morfologi Lalat H. equina Identifikasi yang dilakukan terhadap lalat dewasa menunjukkan ciri morfologi H. equina. Ciri morfologi yang dimiliki oleh lalat ini berbeda dengan lalat H. variegata. Ciri khas yang dimiliki lalat H. equina adalah ukuran yang lebih kecil dan memiliki variasi bercak pada toraks yang kurang (Gambar 4).

25 mm Gambar 4 Lalat H. equina. probosis (1), palpi (2), mata majemuk (3), kaki depan (4), toraks (5), abdomen (6), kuku (7), kaki tengah (8), kaki belakang (9), sayap (10). Morfologi H. equina terdiri dari kepala, toraks, sayap, kaki, dan abdomen. Ukuran tubuh lalat ini yaitu 10 ± 0.4 mm, bentuknya pipih dorsoventral, dan berwarna kuning sampai coklat kehitaman. Bentuk tubuh pipih dorsoventral (gepeng) berfungsi untuk mempermudah dalam bergerak atau berpindah dengan merayap di tubuh sapi. Tubuh lalat ini ditutupi oleh bulu yang pendek dan dilengkapi dengan kuku runcing yang mudah menempel pada inang yaitu memegang rambut inang atau kulit (Gambar 5). Gambar 5 Infestasi lalat H. equina pada sapi perah.

26 14 Gambar 6 Kepala H. equina pandangan dorsal Kepala lalat H. equina terdiri dari mata majemuk, orbital, vita frontalis, palpi, antena, dan probosis. Mata majemuk lalat ini berwarna hitam, orbital coklat kekuningan, vitta frontalis coklat tua, dan antenanya tidak berkembang. Palpi tebal, pendek, dan berwarna coklat kehitaman yang ditumbuhi rambut (Gambar 6). Palpi berfungsi untuk melindungi probosis dan membantu lalat dalam mengisap darah. Probosis lalat ini langsing berwarna coklat kehitaman dengan ukuran sekitar 1 mm yang berfungsi untuk menusuk, merobek jaringan, dan mengisap darah (Gambar 7 A, 7 B). A B Gambar 7 Probosis H. equina pandangan dorsal (A), ventral (B).

27 15 A B Gambar 8 Toraks H. equina pandangan dorsal (A), ventral (B). prosternum (Stn1), mesosternum (Stn2), metasternum (Stn3).. Toraks lalat H. equina berukuran sekitar 2 mm dan memiliki variasi warna dengan bercak hitam sampai coklat kekuningan. Menurut Borror et al. (1992) toraks lalat H. equina terdiri dari prosternum, mesosternum, dan metasternum. Pada toraks lalat ini terdapat sepasang sayap dan tiga pasang kaki. Warna toraks pada pandangan dorsal lebih gelap dari pandangan ventral karena pada bagian ventral kurang terpapar oleh cahaya matahari (Gambar 8 A, 8 B). Sayap H. equina berukuran 6 mm, memiliki sepasang sayap transparan, lebar, dan melebihi dari abdomennya (Gambar 9, 10). Sayap H. equina relatif lebih kaku dibandingkan dengan sayap lalat jenis lain. Hal ini mengakibatkan H. equina tidak dapat terbang jauh dari inangnya dan sebagian besar waktunya dihabiskan pada inang. Kaki lalat ini terdiri dari koksa, femur, tibia, tarsus, dan kuku. Pada bagian femur, tibia, dan tarsus lalat ini ditumbuhi rambut berwarna coklat kekuningan. Rambut-rambut ini berfungsi sebagai alat sensorik. Kuku lalat ini runcing, berwarna hitam, dan berjumlah sepasang pada setiap kaki dan berfungsi untuk menempel pada inangnya (Gambar 11, 12, dan 13).

28 16 Gambar 9 Sayap H. equina pandangan dorsal. sel kosta (C), vena kosta (c), vena subkosta (Sc), rangka sayap melintang humerus (h), alula (alu), calypter atau skuame (cal), vena radius (Rs), sel radius (R), vena cubitus (Cu), pertemuan cabang medius 1 dan 2 (M1+2), pertemuan cabang medius 3 dan cubitus 1 (M3+Cu1).. Gambar 10 Sayap H. equina pandangan ventral. sel kosta (C), vena kosta (c), vena subkosta (Sc), rangka sayap melintang humerus (h), alula (alu), calypter atau skuame (cal), vena radius (Rs), sel radius (R), vena cubitus (Cu), pertemuan cabang medius 1 dan 2 (M1+2), pertemuan cabang medius 3 dan cubitus 1 (M3+Cu1)..

29 17 Gambar 11 Kaki H. equina pandangan ventral A B Gambar 12 Kaki bagian femur H. equina pandangan dorsal (A), ventral (B). A B Gambar 13 Kaki bagian tibia H. equina pandangan dorsal (A), ventral (B).

30 18 A B Gambar 14 Abdomen H. equina pandangan dorsal (A), ventral (B). Abdomen lalat H. equina berukuran sekitar 4 mm yang berwarna coklat kehitaman. Pada bagian abdomen ditutupi oleh rambut berwarna coklat kekuningan (Gambar 14 A, 14 B). Warna abdomen yang hitam menunjukkan bahwa lalat sudah mempunyai pupa yang matang dan siap untuk dikeluarkan. Pupa lalat H. equina berwarna hitam yang berbentuk oval atau bulat (Gambar 15). Hal ini sesuai dengan pendapat Hutson (1984), bahwa pupa lalat H. equina berwarna hitam. Gambar 15 Pupa lalat H. equina

31 19 Menurut Hadi & Soviana (2010) ciri morfologi dari lalat H. equina adalah ukuran tubuh sekitar 10 mm dari ujung sampai abdomen, tubuhnya melebar dan dorsoventral, berwarna coklat merah dengan bercak kuning pucat pada bagian dorsal toraks. Tubuh lalat ini ditutupi oleh bulu yang pendek, memiliki sepasang sayap yang kuat dengan vena anterior yang jelas, antenanya tidak berkembang. Probosis lalat ini langsing yang digunakan untuk menusuk dan merobek jaringan. Palpi lalat H. equina tebal dan pendek untuk melindungi probosis, kaki, dan kuku lalat ini berkembang baik. 4.3 Bioekologi Lalat H. equina Berdasarkan hasil pengamatan terhadap lalat H. equina di kawasan peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor, bahwa lalat H. equina berhabitat di kandang sapi perah. Lalat ini meletakkan pupa pada sudut tiang besi, dan menetaskan pupa sekitar 1-2 hari. Tiang besi tersebut berpotensi sebagai tempat meletakkan pupa oleh lalat H. equina. Hal ini dikarenakan pada tiang tersebut terdapat celah-celah yang mampu menampung dan melindungi pupa dari gangguan dari luar. Selain itu lalat H. equina juga suka meletakkan pupanya pada tanaman yang berada di sekitar kandang seperti pada pelepah-pelepah pisang. Gambar 16 Tempat peletakan pupa H. equina, sudut tiang besi (a), kumpulan pupa pada tiang besi (b).

32 20 Menurut Quercia et al. (2005) lalat H. equina berhabitat di kandang kuda dan sapi serta meletakkan pupa pada makanan ternak atau tempat yang terlindung dari gangguan luar. Menurut Sigit et al. (1990) pada malam hari atau hujan lebat, lalat H. equina kadang-kadang akan meninggalkan inangnya dan berlindung di bawah daun pakis atau pelepah pohon yang berada di dekatnya. Menurut Hadi & Soviana (2010) pupa lalat H. equina biasanya diletakkan oleh lalat betina pada batang atau pelepah pohon kelapa atau pohon lainnya yang terlindung, atau tanah yang berlumpur (lembab). Menurut Soulsby (1982) lalat H. equina meletakkan pupa pada celah-celah kayu, ketiak tanaman, dan celah kandang. Lalat H. equina jarang terbang jauh dari inangnya, hal ini disebabkan lalat ini mempunyai sayap yang kaku. Lalat H. equina berpindah dari sapi yang satu ke sapi yang lain yang berada di dekatnya karena adanya gangguan fisik terhadap lalat tersebut. Pada siang hari baik jantan maupun betina mengisap darah dan beristirahat pada tubuh sapi. Lalat H. equina mengisap darah sapi dengan cara menusuk dan merobek jaringan menggunakan probosis. Menurut Rani et al. (2011) lalat Hippobosca sp. mengisap darah inangnya sebanyak µl dalam waktu 3-13 menit. Bagian tubuh yang disukai oleh lalat H. equina yaitu daerah leher, perineal, diantara kaki belakang, dan pubis. Hal ini disebabkan oleh pada daerah tersebut terdapat kulit yang tipis, dan apabila ada gangguan maka lalat ini dapat bersembunyi di bawah ekor atau di antara kaki belakang. Lalat H. equina berkembang biak secara pupipara yaitu betinanya tidak menghasilkan telur tetapi langsung menghasilkan larva masak pada tubuh lalat, dan dalam waktu beberapa jam langsung berubah menjadi pupa. Gambar 17 Lalat H. equina pada daerah pubis

33 21 Peranan lalat H. equina dalam kesehatan hewan yaitu lalat ini dapat menyebabkan iritasi, kegatalan, dan kegelisahan. Selain itu, lalat tersebut dapat menyebabkan ternak tidak nyaman untuk makan dan minum, sehingga dapat mengakibatkan penurunan berat badan, produksi susu, daya kerja, merusak kulit, jaringan tubuh, dan anemia. 4.4 Kondisi Lingkungan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap lalat H. equina di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor, bahwa penyebaran lalat H. equina berhubungan dengan transportasi ternak. Kondisi lingkungan kandang di kawasan usaha peternakan sapi perah mempunyai kandang yang tiangnya terbuat dari besi, beratap seng, dan berlantai semen. Tiang besi tersebut berpotensi sebagai tempat meletakkan pupa oleh lalat H. equina. Gambar 18 Kandang sapi perah di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor.

34 22 Tabel 2 Rata-rata ICH, kelembaban, dan temperatur udara di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012 Bulan ICH (mm) Kelembaban (%) Temperatur ( C) Mei Juni Juli Agustus September Oktober 102, November Desember Januari Februari Maret April Rata-rata Sumber: BMKG Darmaga Bogor Berdasarkan data yang di peroleh dari BMKG setempat menunjukkan bahwa rata-rata suhu udara di kawasan usaha peternakan sapi perah dari bulan Mei 2011 sampai April 2012 yaitu ºC. Adanya rata-rata kelembaban dan indeks curah hujan (ICH) yaitu % dan mm (Tabel 2). Kondisi iklim seperti curah hujan, temperatur, dan kelembaban udara yang optimum mendukung lalat H. equina dapat berkembangbiak di kawasan peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Hal ini juga didukung adanya inang, vegetasi, dan tempat peletakan pupa di daerah tersebut. Hafez et al. (2009) menyatakan bahwa suhu optimum lalat H. equina dapat beradaptasi dan berkembangbiak yaitu 20 ºC sampai 32 ºC, sedangkan kelembaban yang optimum lalat H. equina dapat beradaptasi dan berkembangbiak yaitu 75 %. Adanya fluktuasi curah hujan tidak mempengaruhi keberadaan lalat H. equina dan pupa di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Hal ini dikarenakan kandang sapi perah terbuat dari besi yang kering dan beratap seng, sehingga lalat dan pupa terlindung dari hujan. Perkembangan lalat H. equina di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor berpotensi menurunkan produksi, kualitas, dan terganggunya kesehatan sapi. Kerugian yang di alami peternak semakin lama

35 23 semakin besar, meskipun kerugian tersebut tidak langsung terlihat atau dirasakan oleh peternak tetapi dapat mengurangi aktifitas sapi sehingga mengurangi penghasilan peternak. Penyebaran H. equina di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor tersebut akan semakin meluas atau meningkat dikarenakan rendahnya pengetahuan peternak terhadap kesehatan hewan. Penyebaran lalat H. equina dapat diakibatkan dari perpindahan sapi dari peternak yang satu ke peternakan yang lain, alat-alat yang digunakan, transportasi, perpindahan pekerja, dan bahan yang digunakan. 4.5 Rekomendasi Pengendalian Lalat H. equina Lalat H. equina merupakan ektoparasit pada sapi dan kuda. Pengendalian lalat H. equina dapat dilakukan dengan memutus siklus hidup lalat tersebut. Pemutusan siklus hidup dapat dilakukan pada stadium pupa dan dewasa. Pengendalian lalat H. equina di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor dapat dilakukan dengan memperhatikan manajemen pemeliharaan. Manajemen pemeliharaan yang baik merupakan usaha untuk mencegah perpindahan populasi ternak atau penyakit dari suatu daerah ke daerah lain. Tindakan yang dilakukan adalah pengawasan terhadap transportasi ternak yang berasal dari daerah yang mempunyai potensi keberadaan lalat H. equina yang tinggi seperti dari Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, dan Aceh. Melakukan pengawasan kesehatan hewan oleh dokter hewan sehingga kesehatan hewan yang masuk ke suatu wilayah akan terjamin kesehatannya. Menjaga sanitasi lingkungan seperti membersihkan kandang ternak, ternak, dan membersihkan lingkungan di sekitar kandang. Sosialisasi terkait kepentingan lalat H. equina terhadap kesehatan hewan dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan pengetahuan peternak. Sehingga peternak dapat melakukan pencegahan dan pengendalian terhadap populasi lalat tersebut. Penurunan populasi lalat dapat mengurangi kerugian peternak oleh lalat tersebut. Pengendalian lalat dapat dilakukan dengan penggunaan bahan kimia. Bahan kimia yang digunakan dalam pengendalian lalat Hippobosca sp. yaitu insektisida golongan piretroid. Jenis insektisida yang dapat digunakan misalnya

36 24 alphasipermetrin 0.02 g/m 2, siflutrin 0.03 g/m 2, sipermetrin g/m 2, deltametrin g/m 2, fenvalerat 1 g/m 2, dan permetrin g/m 2 yang penggunannya melalui penyemprotan dengan efek residu (Anonim 2012). Peternak harus memilih insektisida yang tepat dalam arti mudah didapat dan murah. Selain itu juga harus efektif dan efisien, serta toksik terhadap lalat. Insektisida yang digunakan tidak toksik terhadap hewan ternak, tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, dan mudah aplikasinya. Aplikasi insektisida dapat dilakukan melalui penyemprotan, menggunakan hand srayer maupun mesin semprot jenis lain.

37 25 BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Jenis lalat Hippobosca sp. yang ditemukan pada sapi perah di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor yaitu H. equina. Lalat H. equina dapat beradaptasi dan berkembangbiak dalam kurun waktu tertentu di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor karena kondisi lingkungan yang mendukung. 5.2 Saran Perlunya peningkatan pengetahuan peternak tentang kepentingan lalat H. equina terhadap kesehatan sapi perah di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor.

38 26 DAFTAR PUSTAKA [Anonim] Pengendalian Lalat. [terhubung berkala]. depkes.go.id/downloads/pengendalian lalat.pdf. [9 Juli 2012]. Abubakar Pedoman Pelaksanaan Manajemen Pembibitan Ternak Terpadu Tahun Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Data Temperatur, Curah Hujan, dan Kelembaban Udara. Bogor. Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson Pengenalan Pelajaran Serangga. Partosoedjono S, Penerjemah; Brotowidjoyo MD, editor. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insects. Ed ke-6. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr. Bowmans DD Parasitology for Veterinarians 7 th ed. Philadelphia: Wb Saunders Company. Cheng TC General Parasitology. London. Academic Pr. Hadi UK, Soviana S Ektoparasit: Pengenalan, Diagnosis, Biologi dan Pengendaliannya. Bogor. IPB Pr. Hafez M, Hilali M, Fouda M Biological studies of Hippobosca equina (L) (Diptera: Hippoboscidae) infesting domestic animal in Egypt. J Applied Entomol 83: Hutson AM Diptera: Keds, Flat-Flies & Bat-Flies (Hippoboscidae & Nycteribiidae). Handbooks for the Identification of British Insects. London: Royal Entomological Society. Levine DN Parasitologi Veteriner. Yogyakarta. Gadjah Mada University Pr. Maa TC A Revised Checklist and Concise Host Index of Hippoboscidae (Diptera). USA. Bishop Museum Honolulu. Masshall AG The Ecology of Ectoparasitic Insects. London. Academic Pr. Mullen G, Durden L Medical and Veterinary Entomology. London. Academic Pr. Mwkozlowski Diptera. [terhubung berkala]. [11 Juli 2012].

39 27 Partosoedjono S, Soekardono S Beberapa Pengendalian Insektisida untuk Pengendalian Lalat-Lalat Pengganggu dan Pengisap Darah pada Ternak di Indonesia. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Quercia O, Emiliani F, Foschi FG, Stefanini GF Anaphylactic reaction after Hippobosca equina bite. J Alergi Immunol Clin 20: Rani PAMA, Coleman GT, Irwin PJ, Traub RJ Hippobosca longipennis a potential intermediate host of a species of Acanthocheilonema in dogs in northern India. J Par Vect 4:143. Salmi AS, Putra A, Antika I, Tantina Jenis dan Tata Cara Pemeliharaan Sapi Perah. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sigit SH, Partosoedjono S, Akib MS Inventarisasi dan Pemetaan Parasit Indonesia Tahap Pertama: Ektoparasit (Proyek No. 2/Penel/P4T- IPB/ ). Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sigit SH, Koesharto FX, Hadi UK, Amin AA, Gunandini DJ Studi Infestasi Ektoparasit pada Ternak Besar di Daerah Nusa Tenggara Timur. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Siregar S Jenis dan Teknik Pemeliharaan Sapi Perah. Jakarta: Penebar Swadaya. Soulsby EJL Helminths, Arthopods and Protozoa of Domesticated Animals. Ed ke-7. The English Language Book Society, Bailiere Tindall, London. Taylor MA, Coop RL, Wall RL Veterinary Parasitoloy. Hongkong: Graphicraft limited. Turner CR, Mann DJ Recent observations on Hippobosca equina L. (Diptera: Hippoboscidae) in South Devo. J Entomol Nat Hist 1: Wall R, Shearer D Veterinary Entomology: Artropod Ectoparasites of Veterinary Importance. London. Chapman & Hall. Walravens E Dipteres. [terhubung berkala]. [9 Juli 2012). Williamson G, Payne WJA Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr. Terjemahan dari: An Introduction to Animal Husbandary in The Tropics.

40 28 LAMPIRAN Lampiran 1 Jumlah lalat H. equina pada sapi perah dikawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012 Sapi Pengamatan ke- Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Jumlah (ekor)

41 29 Lampiran 2 Data curah hujan (mm) di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012 Tanggal Mei Jan Jun Jul Ags Sep Okt Nov 2011 Des 2012 Feb Mar Apr Ratarata Keterangan : (-) Tidak ada hujan Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Bogor

42 30 Lampiran 3 Data suhu lingkungan ( C) pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012 Tanggal Mei Jan Jun Jul Ags Sep Okt Nov 2011 Des 2012 Feb Mar Apr Ratarata Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Bogor

43 31 Lampiran 4 Data kelembaban udara (%) pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012 Tanggal Mei Jan Jun Jul Ags Sep Okt Nov 2011 Des 2012 Feb Mar Apr Ratarata Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Bogor

44 32 Lampiran 5 Cara perhitungan Indeks Curah Hujan (ICH) pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012 Rumus Indeks Curah Hujan (ICH) = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan) ICH (mm) bulan Mei = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan) = 347 mm X hari = mm ICH (mm) bulan Juni = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan) = 358 mm X hari = mm ICH (mm) bulan Juli = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan) = 240 mm X hari = 85.2 mm ICH (mm) bulan Agustus = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan) = 66 mm X 6 31 hari = 12.8 mm ICH (mm) September = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan) = 275 mm X hari = mm ICH (mm) bulan Oktober = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan) = 227 mm X hari = mm ICH (mm) November = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan) = 472 mm X hari = mm ICH (mm) Desember = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan) = 233 mm X hari = mm ICH (mm) Januari = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan)

45 = 253 mm X hari = mm ICH (mm) Februari = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan) = 565 mm X hari = mm ICH (mm) Maret = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan) = 152 mm X hari.= 53.9 mm ICH (mm) April = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan) = 418 mm X hari = mm 33

46 34 Lampiran 6 Foto Penelitian Penangkapan lalat H. equina Lalat H. equina setelah di pinning

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan ... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan seek~r lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk rnenciptakannya. Dan jika lalat itu rnerarnpas sesuatu dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk Nyamuk merupakan serangga yang memiliki tubuh berukuran kecil, halus, langsing, kaki-kaki atau tungkainya panjang langsing, dan mempunyai bagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Sumba ongole dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kucing adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia. Kucing yang garis keturunannya tercatat secara resmi sebagai kucing trah atau galur murni (pure breed),

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B04103159 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan 2 dihitung jumlah kumbang. Jumlah kumbang per spikelet didapat dari rata-rata 9 spikelet yang diambil. Jumlah kumbang per tandan dihitung dari kumbang per spikelet dikali spikelet per tandan. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. peternakan skala besar saja, namun peternakan skala kecil atau tradisional pun

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. peternakan skala besar saja, namun peternakan skala kecil atau tradisional pun BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Peternakan merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang perekonomian bangsa Indonesia dan sektor peternak juga menjadi salah satu sektor yang menunjang

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

DHIOSI OKTAVIA AFRENSI

DHIOSI OKTAVIA AFRENSI PENGARUH MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum basilicum forma citratum Back) TERHADAP INFESTASI LARVA LALAT HIJAU (Chrysomya megacephala) PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) DHIOSI OKTAVIA AFRENSI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Morfologi Telur Anopheles Culex Aedes Berbentuk perahu dengan pelampung di kedua sisinya Lonjong seperti peluru senapan Lonjong seperti

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

Musca domestica ( Lalat rumah)

Musca domestica ( Lalat rumah) PARASITOLOGI LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYAKT Musca domestica ( Lalat rumah) Oleh : Ni Kadek Lulus Saraswati P07134013007 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN D-III

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin Pengamatan perilaku kawin nyamuk diamati dari tiga kandang, kandang pertama berisi seekor nyamuk betina Aedes aegypti dengan seekor nyamuk jantan Aedes aegypti, kandang

Lebih terperinci

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id Parasitologi Kesehatan Masyarakat KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit Mapping KBM 8 2 Tujuan Pembelajaran Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa mampu menggunakan pemahaman tentang parasit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung PREVALENSI NEMATODA GASTROINTESTINAL AT SAPI BALI IN SENTRA PEMBIBITAN DESA SOBANGAN, MENGWI, BADUNG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Aedes aegypti Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dan masuk ke dalam subordo Nematocera. Menurut Sembel (2009) Ae. aegypti dan Ae. albopictus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

pemakaian air bersih untuk menghitung persentase pemenuhannya.

pemakaian air bersih untuk menghitung persentase pemenuhannya. 5 3.2.1.3 Metode Pengumpulan Data Luas Atap Bangunan Kampus IPB Data luas atap bangunan yang dikeluarkan oleh Direktorat Fasilitas dan Properti IPB digunakan untuk perhitungan. Sebagian lagi, data luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki 1598 jenis burung dengan ukuran beragam ada burung yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia leucogrammica), gemuk (Turnix

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Culex sp Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB I PENDAHULUAN Pengaruh pemanasan global yang sering didengungkan tidak dapat dihindari dari wilayah Kalimantan Selatan khususnya daerah Banjarbaru. Sebagai stasiun klimatologi maka kegiatan observasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk 16 Identifikasi Nyamuk HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis nyamuk yang ditemukan pada penangkapan nyamuk berumpan orang dan nyamuk istirahat adalah Ae. aegypti, Ae. albopictus, Culex, dan Armigeres. Jenis nyamuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

Area Agrowisata Gunung Mas dan Lalat Simulium

Area Agrowisata Gunung Mas dan Lalat Simulium Area Agrowisata Gunung Mas dan Lalat Simulium Dimanakah area Agrowisata Gunung Mas itu, dan apa pula lalat Simulium itu? Dua pertanyaan ini tentunya menarik untuk dijawab, terutama bagi yang ingin mengetahui

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api 1. Biologi Setothosea asigna Klasifikasi S. asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Phylum Class Ordo Family Genus Species : Arthropoda : Insekta : Lepidoptera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

LALAT TABAWIDAE DAN PERANANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT SURRA

LALAT TABAWIDAE DAN PERANANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT SURRA LALAT TABAWIDAE DAN PERANANNYA DALAM EPIDEMIOLOGI PENYAKIT SURRA SUSl SOVIANA B 20.0556 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1988 RINGKASAN SUSI SOVIANA. Lalat Tabanidae dan Peranannya Dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² ¹Mahasiswa Program S1 Biologi ²Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran.

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran. ABSTRAK Leucocytozoonosis merupakan salah satu penyakit yang sering menyebabkan kerugian berarti dalam industri peternakan. Kejadian penyakit Leucocytozoonosis dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu umur,

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Bangsa : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aedes sp Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Super Class Class Sub Class Ordo Sub Ordo Family Sub

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN LALAT (Cyclorrapha: Diptera) PADA LOKASI PENJUALAN IKAN SEGAR DI KOTA PADANG. Oleh

KEANEKARAGAMAN LALAT (Cyclorrapha: Diptera) PADA LOKASI PENJUALAN IKAN SEGAR DI KOTA PADANG. Oleh KEANEKARAGAMAN LALAT (Cyclorrapha: Diptera) PADA LOKASI PENJUALAN IKAN SEGAR DI KOTA PADANG Oleh Pipi Yuliana Putri, Jasmi, Armein Lusi Zeswita Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil) BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit antraks merupakan salah satu penyakit zoonosa yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil) dengan ujung siku-siku bersifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. , 5 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. Nyamuk masuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan tiga subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penunasan terhadap Produksi, Jumlah Tandan dan BTR Pengaruh penunasan dilihat dari pengaruhnya terhadap produksi, jumlah tandan dan bobot tandan rata-rata pada setiap kelompok

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Sebagai Vektor Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing dan enam kaki panjang. Antar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK BAWANTA WIDYA SUTA. 2007.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 1. Cara adaptasi tingkah laku hewan mamalia air yang hidup di air laut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus)

PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) R. DANG PINA MANGGUNG FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni 9.665.117,07 sedangkan tahun 2013 yakni 9.798.899,43 (BPS, 2014 a ). Konsumsi protein hewani asal daging tahun 2011 2,75

Lebih terperinci

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI Oleh: NURFITRI YULIANAH A44103045 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NURFITRI YULIANAH. Tungau pada Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes rhinoceros adalah sebagai berikut : Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama (Bractrocera dorsalis) Menurut Deptan (2007), Lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Family Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : insecta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Buah-buahan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Buah-buahan 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah-buahan Taksonomi Tanaman Buah-buahan Tanaman buah-buahan termasuk ke dalam divisi Spermatophyta atau tumbuhan biji. Biji berasal dari bakal biji yang biasa disebut makrosporangium,

Lebih terperinci

Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati

Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati Ika Ratmawati, SP. POPT Ahli Muda Pendahuluan Alunan lagu nyiur hijau menggambarkan betapa indahnya tanaman kelapa yang berbuah lebat dan melambaikan nyiurnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

TINJAUAN PUSTAKA. Capung TINJAUAN PUSTAKA Capung Klasifikasi Capung termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera. Kedua

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei 10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.

Lebih terperinci