BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Bagian ini akan dikemukakan teori-teori atau penelitian yang telah dilakukan yang mendasari penelitian pengaruh kitosan p-t-butilkaliks[4]arena sebagai adsorben logam Cu Pencemaran Logam Tembaga Logam secara khas menggambarkan suatu unsur yang merupakan konduktor listrik yang baik dan mempunyai konduktivitas panas, rapatan, kemudahan ditempa, kekerasan dan keelektropositifan yang tinggi (Connel dan Miller 1995). Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak pada pengaruh yang dihasilkan bila logam berat berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup (Palar, 2004). Proses alam seperti perubahan siklus alamiah, memberikan kontribusi yang sangat besar ke lingkungan. Kegiatan manusia juga merupakan suatu sumber utama pemasukan logam ke lingkungan perairan, seperti pertambangan minyak, emas dan batu bara, pembangkit tenaga listrik, pestisida, keramik, peleburan logam, pabrikpabrik pupuk dan kegiatan industri lainnya. Tembaga dapat mengakibatkan keracunan atas makhluk hidup, dalam jumlah yang sangat kecil merupakan logam atau mineral penting tubuh. Namun bila jumlahnya berlebih, maka akan berubah fungsi menjadi zat racun bagi tubuh. Secara alamiah tembaga dapat masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan akibat dari berbagai peristiwa alam. Unsur ini dapat bersumber dari peristiwa pengikisan (erosi) dari batuan mineral. Melalui jalur non alamiah, tembaga masuk ke tatanan lingkungan sebagai akibat aktivitas manusia. Sebagai contoh adalah limbah industri yang menggunakan tembaga dalam proses produksinya. Toksisitas logam yang dimiliki logam tembaga baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila logam ini telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau melebihi nilai toleransi organisme tersebut. 6

2 Tembaga (Cu) merupakan unsur logam yang dalam berada pada periode empat, golongan IB, mempunyai nomor atom 29, massa atom relatif 63,5 bentuknya padat pada suhu kamar, warna kuning kemerahan, berat jenis 9,94 gr cm -3 dan titik lebur 1083 o C. Logam tembaga (Cu) merupakan logam transisi, berwarna coklat kemerahan dengan nomor atom 29 dan berat atom relatif 63,546 g/mol, terletak pada periode keempat golongan IB dalam sistem periodik unsur. Logam Cu 2+ mempunyai jari jari 0,7 Å, titik leleh 1083 o C dan titik didih 2595 o C. Tembaga mempunyai sifat kelistrikan dan konduktivitas termal yang bagus, bersifat lunak sehingga mudah dibentuk, tahan terhadap korosi dan mudah dibuat alloy (paduan logam). Konfigurasi tembaga pada keadaan dasar adalah 1s 2 2s 2 2p 6 3s 2 3p 6 3d 10 4s 1. Konfigurasi elektron Cu dapat dituliskan [Ar] 3d 10 4s 1 sedangkan pada Logam Cu 2+ adalah [Ar] 3d 9 4s 0 (Lee, 1991). Logam Cu 2+ memiliki stabilitas kompleks yang paling besar jika dibandingkan dengan logam transisi deret pertama yang lain dan paling stabil jika dibandingkan bilangan oksidasi Cu yang lain (Day and Selbin, 1985). Tembaga terdistribusi secara luas di alam diantaranya sebagai logam membentuk senyawa sulfida, oksida, klorida dan karbonat. Pada temperatur tinggi senyawa oksida dan sulfida dari Cu(I) lebih stabil dari pada Cu(II). Sifat tembaga dalam air tergantung pada tingkat ph dan konsentrasi anion-anion di dalam air. Tembaga dengan bilangan oksidasi +1 mudah membentuk kesetimbangan menjadi Cu 2+ dan Cu 0. Ion Cu + dalam konsentrasi yang sangat rendah (kurang dari 1 x 10-2 M) berada dalam kesetimbangan dengan membentuk senyawa sederhana yang stabil dalam air dengan kelarutan rendah sebagai CuCl dan CuCN. Keberadaan tembaga di dalam air laut dominan sebagai kompleks karbanato dan hidroksil (Palar, 1994), Tembaga dialam ditemukan sebagai deposit berbentuk bijih tembaga yang bersenyawa dengan unsur lain seperti CuO. CuO banyak digunakan sebagai katalis, baterai, elektrode dan sebagai pigmen pencegah pertumbuhan lumut. Turunan senyawa tembaga karbonat banyak digunakan sebagai insektisida dan fungisida. Senyawa kloridanya banyak digunakan dalam bidang metalurgi, fotografi, pemurnian air dan zat aditif makanan. Tembaga juga diperlukan sebagai kompleks 7

3 Cu-protein yang memiliki fungsi tertentu dalam pembentukan haemoglobin, kolagen, pembuluh darah dan myelin otak (Palar, 1994). 2. Adsorben Kitosan banyak dimanfaatkan sebagai adsorben karena mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam mengikat ion logam dan kemungkinan pengambilan kembali yang relatif mudah terhadap ion logam yang terikat pada kitosan dengan menggunakan pelarut tertentu. Keunggulan adsorben kitosan adalah dapat digunakan untuk penanganan limbah secara berulang-ulang. (Muzzarelli, 1997 dalam Darjito, 2011). a. Kitosan Kitosan merupakan polisakarida rantai lurus yang tersusun oleh monomer glukosamin yang terhubung melalui ikatan (1-4) β-glikosidik. Kitosan diperoleh dari proses deasetilasi kitin. Kitin merupakan poli-n-asetil-glukosamin, sedangkan kitosan adalah kitin terdeasetilasi sebanyak mungkin tapi tidak cukup sempurna untuk dinamakan poli glukosamin. Struktur kitosan ditampilkan pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur Kitosan (Muzzarelli, 1977) Proses deasetilasi kitin menggunakan larutan NaOH pekat bertujuan untuk mengubah gugus asetil dari kitin menjadi gugus amina pada kitosan. Gugus fungsi yang karakteristik dari spektra FTIR kitin dan kitosan dapat dilihat pada Tabel 1. 8

4 Tabel 1. Serapan FTIR karakteristik untuk kitin dan kitosan (Gyliene et al., 2003). Jenis Vibrasi Bilangan Gelombang (cm -1 ) Kitin Kitosan OH stretching , 3340 NH (-NH 2 ) stretching NH (-NHCOCH 3 ) stretching 3265, CH (CH 3 ) stretching 2961 (lemah) - CH (-CH 2 -) streching asym CH (-CH 2 -) streching sym C=O ( -NHCOCH 3 -) streching (lemah) NH ( -NHCOCH 3 -) bending CN ( -NHCOCH 3 -) streching NH (R-NH 2 ) bending CN stretching CH (-CH 2 -) bending asym CH (-CH 2 -) bending sym C-O (-C-O-C-) streching asym C-O (-C-O-C-) streching sym Proses adsorbsi secara fisika yang disebabkan gaya Van der Walls pada permukaan adsorben dimana terjadi perbedaan energi atau gaya tarik Van der Walls adsorbat dan adsorben yang menyebabkan adsorbat terikat atau tertarik pada molekul adsorben. Adsorbsi ini bersifat reversible dimana atom-atom atau ion-ion yang sudah terikat dapat dilepaskan kembali dengan bantuan pelarut tertentu yang memiliki sifat yang sama dengan atom yang diikat. 9

5 Gambar 2. Spektra FTIR Kitosan (Kurniasih et al., 2011) Kitosan merupakan produk biologis yang bersifat kationik, nontoksik, biodegradable dan biokompatibel. Kitosan memiliki gugus amino (NH 2 ) yang relatif lebih banyak dibandingkan kitin sehingga lebih nukleofilik dan bersifat basa. Kitosan merupakan padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul tinggi dan mempunyai viskositas yang baik dalam suasana asam (Onsoyen dan Skaugrud, 1990). Kitosan hasil deasetilasi kitin larut dalam asam encer seperti asam asetat dan asam formiat (Kumar, 2000). Kitosan memiliki sifat unik yang dapat digunakan dalam berbagai cara serta memiliki kegunaan yang beragam, antara lain sebagai perekat, bahan aditif pada kertas dan tekstil, penjernihan air minum, dan untuk mempercepat penyembuhan luka, serta memperbaiki sifat pengikatan warna. Kitosan merupakan pengkelat yang kuat untuk ion logam transisi. Kitosan mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi logam dan membentuk kompleks kitosan dengan logam (Roberts, 1992). Kristalinitas kitosan yang disebabkan oleh ikatan hidrogen intermolekuler maupun intramolekuler lebih rendah dibandingkan kitin sehingga lebih mudah diaplikasikan dalam beberapa reagen. Kitosan tidak larut dalam air dan beberapa 10

6 pelarut organik seperti dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), pelarut alkohol organik dan piridin. Kitosan larut dalam asam organik/mineral encer lalui protonasi gugus amino bebas ( NH2 NH3 ) pada ph kurang dari 6,5. Pelarut yang baik untuk kitosan adalah asam format, asam asetat dan asam glutamat. Kelarutan kitosan menurun dengan bertambahnya berat molekul kitosan. Parameter lain yang berpengaruh pada sifat kitosan adalah berat molekul (BM) dan derajat deasetilasi (DD). Derajat deasetilasi menunjukkan berkurangnya gugus asetil dari kitin menjadi gugus amino pada kitosan. Penentuan DD dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti titrimetri HBr, spektroskopi IR, FDUV-spektrofotometri, X-Ray Diffraction dan spektroskopi 1 H NMR. Serapan khas gugus hidroksil kitosan terletak pada bilangan gelombang cm -1 dan gugus amida pada bilangan gelombang cm -1 (Sannan et al., 1987). Berdasarkan transmitansi yang diperoleh pada masingmasing serapan menghasilkan nilai absorbansi. Persamaan sederhana untuk menentukan absorbansi. Dimana DF1 (untuk baseline a) atau DF2 (untuk baseline b) DE, AC, dan AB menggambarkan ketinggian dari serapan gugus fungsional pada masing-masing panjang gelombang (Khan et al., 2002). Penarikan garis pada spektra FTIR dalam penentuan nilai DD ditampilkan pada Gambar 2.3. Perbandingan antara absorbansi pada serapan gugus amida dengan absorbansi pada serapan gugus hidroksil. Derajat deasetilasi kitin yang sempurna (100%) diperoleh nilai 1,33 yang merupakan perbandingan Aamida dengan Ahidroksil. Perhitungan DD dengan baseline (a) yang diusulkan oleh Domszy dan Robert (1985). Sedangkan baseline (b) yang diusulkan (Baxter et al., 1992) 11

7 bilangan gelombang (cm -1 ) Gambar 3. Garis dasar untuk base line (a) dan base line (b) (Khan et al., 2002) Khan et al. (2002) mengatakan garis dasar ditentukan berdasarkan serapan hidroksil dan amida yang dipilih. Nilai absorbansi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1). A =...(1) Dimana, Po = Intensitas cahaya sebelum mengenai sampel P = Intensitas cahaya setelah melewati sampel Kitosan merupakan biopolimer yang sumbernya melimpah dan dapat terbarukan sehingga termasuk sumber daya alternatif yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Sifat polikationik kitosan menjadi dasar pemanfaatan kitosan dalam berbagai bidang. Kitosan dimanfaatkan dalam bidang pertanian karena sifatnya yang biodegradable. Tanaman yang diperlakukan dengan kitosan memiliki ketahanan yang baik terhadap serangan jamur. Dalam bidang kesehatan, kitosan bermanfaat dalam program diet karena kemampuannya menurunkan jumlah kolesterol, antikoagulan dalam darah serta digunakan sebagai agen antibakteri. Bidang bioteknologi memanfaatkan kitosan sebagai zat yang berperan dalam imobilisasi enzim, pemisahan protein dan regenerasi sel. Dalam industri makanan, 12

8 kitosan digunakan sebagai antioksidan, pengawet alami, penyerap zat warna dan pengemulsi. Kitosan juga dimanfaatkan sebagai adsorben/penghelat logam. b. Kitosan p-t-butilkaliks[4]arena Kitosan p-t-butilkaliks[4]arena merupkan gabungan dari senyawa kitosan dengan salah satu kaliksarena. Salah satu senyawa kaliksarena adalah senyawa p- t-butilkaliks[4]arena. Senyawa induk p-t-butilkaliks[4]arena mengandung dua bagian struktur yang menarik karena mempunyai empat gugus hidroksi pada bagian lower rim dengan posisi yang sangat dekat satu sama lain sehingga dapat digunakan untuk mengikat kation (Izatt et al, dalam Firdaus et al., 2007). Imobilisasi kaliksarena pada suatu polimer juga pernah dilakukan oleh Tabakci dan Yilmaz (2008) dengan melakukan sambung silang antara kitosan dan kaliks[4]arena membentuk polimer khelat. Hasil sintesis ini digunakan untuk adsorpsi kation logam berat dan anion dikromat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa polimer yang dihasilkan mempunyai kemampuan mengadsorp kation logam berat yang lebih tinggi (80-93 %) dibandingkan dengan kitosan (25-33 %). Penelitian serupa masih dilakukan oleh Tabakci dan Yilmaz (2008) yang melakukan immobilisasi kaliksarena-silika gel dan polimer yang dihasilkan juga mampu mengadsorpsi ion logam Cu 2+ dengan hasil yang memuaskan. Salah satu kelompok senyawa sintesis yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai adsorben adalah kaliksarena (calixarene), suatu senyawa oligomer siklis yang tersusun dari satuan-satuan aromatis yang dihubungkan oleh suatu jembatan. Kaliksarena mempunyai kemungkinan untuk dimodifikasi secara hampir tak terbatas, baik pada jenis dan jumlah satuan aromatis, jenis jembatan, maupun jenis gugus fungsional, selain itu kaliksarena mempunyai geometri unik, berbentuk seperti keranjang dan berrongga, sehingga dapat digunakan dalam sistem guesthost (inang-tamu), dengan kaliksarena berperan sebagai host, dan ion atau molekul lain berperan sebagai guest-nya (Linane dan Shinkai, 1994). Bagian upper rim terdapat rongga hidrofobik yang potensial sebagai pengompleks molekul netral (Loon et al., 1990). Struktur molekul p-tbutilkaliks[4]arena ditunjukkan pada Gambar

9 O H O H H O O H Gambar 4. Struktur molekul p-t-butilkaliks[4]arena (Gutsche, 1998). Penelitian yang dilakukan oleh Jumina et al. (2007) menunjukkan kemungkinan untuk memasukkan gugus alkenil seperti gugus alil pada lingkar bawah senyawa tetrahidroksi-kaliks[4]arena sehingga menghasilkan senyawa monoalilkaliks[4]arena. Adanya gugus pendonor elektron ini diharapkan memberi kontribusi untuk terjadinya kompleksasi dengan ion logam. Senyawa monoalilkaliks[4]arena ini kemudian oleh Utomo et al. (2009) dipolimerisasi dalam kondisi asam menghasilkan polipropilkaliks[4]arena yang tidak larut dalam air. Pemanfaatan polimer ini sebagai adsorben ion logam berat Pb (II) dan Cr (III) ternyata menunjukkan kapasitas adsorpsi yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan monomernya. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Handayani (2011) juga berhasil mensintesis senyawa poli-5-alilkaliks[4]arena dan menunjukkan hasil yang cukup baik dalam menyerap kation-kation logam berat. Kitosan memiliki daya serap yang baik karena memiliki gugusgugus yang reaktif seperti OH dan amina yang membuat kitosan bersifat basa. Hastuti et al. (2011) melakukan modifikasi terhadap kitosan melalui proses swelling agar kitosan tidak mudah larut dalam suasana asam. Kitosan juga memiliki sifat mudah larut sebagian dalam asam encer, seperti HNO3, HCl, HClO4, dan lain-lain, sehingga penggunaan kitosan secara langsung sebagai adsorben akan menjadi kurang efektif (Pasaribu, 2004 dalam Hastuti 2011). 14

10 Modifikasi kitosan juga dapat dilakukan dengan crosslinking yaitu dengan mengikatkan senyawa lain ke dalam kitosan. Tujuannya yaitu untuk menambahkan gugus fungsi yang reaktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan kitosan sebagai adsorben. Salah satu faktor kelarutan kitosan adalah berat molekul dimana dengan adanya peningkatan berat molekul kitosan dapat menyebabkan kelarutan kitosan menurun. Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan adsorpsi kitosan terhadap logam berat sangat dipengaruhi oleh sifat fisika-kimiawi kitosan. Kitosan yang berikat silang mempunyai ketahanan fisik terhadap asam yang lebih baik dari pada kitosan tak berikat silang (Wan et al., 2002). Berdasarkan pernyataan tersebut maka penelitian kali ini kitosan dimodifikasi dengan turunan senyawa makromolekul p-t-butilkaliks[4]arena yang berongga sehingga memiliki kemampuan menyerap yang baik. Struktur molekul kitosan p-t-butilkaliks[4]arena ditunjukkan Gambar 2.5. Gambar 5. Struktur kitosan p-t-butilkaliks[4]arena (Restuti, 2012) 3. Adsorpsi Adsorpsi (penyerapan) merupakan salah satu cara perawatan/perlakuan logam berat yang paling banyak digunakan karena metode ini aman, tidak memberikan efek samping yang membahayakan kesehatan, tidak memerlukan peralatan yang rumit dan mahal, mudah pengerjaannya dan dapat di daur ulang. 15

11 a. Kinetika Adsorpsi Kinetika kimia mempelajari kecepatan (laju) reaksi dan bagaimana proses reaksi berlangsung. Orde reaksi merupakan bagian dari persamaan laju reaksi. Orde reaksi terhadap suatu komponen menurut merupakan pangkat dari konsentrasi komponen itu dalam persamaan laju reaksi (Atkins, 1999). Kinetika adsorpsi menyatakan kecepatan proses penyerapan adsorbat oleh adsorben yang dinyatakan dalam fungsi konsentrasi terhadap waktu. Pendekatan model empiris yang digunakan untuk menentukan model kinetika adsorpsi yaitu model pseudo order satu (pseudo first order) dan pseudo order dua (pseudo second order) (Ho dan McKay, 1997). Laju pengambilan adsorbat oleh adsorben pada bertambahnya waktu kontak yang merupakan salah satu parameter yang menggambarkan efisiensi adsorben. Model kinetika pseudo orde satu dinyatakan oleh persamaan. log (qe qt) = log qe - t..(2) atau, ln (qe qt) = ln qe - kf t.(3) Nilai konstanta laju reaksi adsorpsi orde satu (kf) ditentukan dari plot ln (qe qt) terhadap t pada persamaan (2) Model kinetika pseudo orde dua dinyatakan oleh persamaan. = ks (qe qt) 2.(4) Dimana ks adalah konstanta laju reaksi pseudo-orde kedua (g/mg min). Integrasi persamaan tersebut dengan batas qt = 0 pada t = 0 dan qt = qt pada t = t akan menghasilkan persamaan berikut : = + (5) Nilai qe diperoleh dari slope pada alur t/qt versus t, dan ks diperoleh dari intersepnya. qe bisa diperoleh dari slope garis tersebut, ks bisa dihitung dari nilai 16

12 ks (Ho et al., 1999). Dimana qe : konsentrasi saat setimbang (mg/g), qt : konsentrasi zat teradsorpsi pada waktu t (mg/g), t : waktu kontak (jam), kf : konstanta pseudo orde satu, dan ks : konstanta pseudo orde dua. b. Isoterm Adsorpsi Adsorpsi atau penyerapan merupakan suatu proses dimana suatu molekul menjadi terserap dalam suatu permukaan bahan penyerap atau adsorben. Penyerapan secara fisika terjadi bila perbedaan enregi atau perbedaan gaya tarik Van der Waals antara adsorbat dan adsorben menyebabkan adsorbat terikat atau tertarik pada molekul adsorben. Penyerapan ini bersifat reversibel,yang berarti atom-atom atau ion-ion yang sudah terikat dapat dilepaskan kembali dengan bantuan pelarut tertentu yang memiliki sifat sama dengan atom yang diikat. Penyerapan secara kimia terjadi bila antara kedua zat terjadi reaksi kimia membentuk senyawa baru pada permukaan adsorben. Ikatan yang terjadi lebih kuat dan bersifat reversibel, karena pada pembentukannya diperlukan energi yang besarnya relatif sama dengan energi pada pembentukannya. Adsorpsi oleh zat padat ditandai oleh hal-hal sebagai berikut: 1) Adsorpsi bersifat selektif, artinya suatu absorben dapat menyerap banyak sekali suatu zat, tetapi tidak menyerap zat-zat tertentu. 2) Kecepatan adsorpsi berkurang dengan semakin banyaknya zat yang diserap. 3) Jumlah zat yang diserap tergantung temperatur, semakin jauh jarak antara temperatur penyerapan dari temperatur kritis, maka semakin sedikit jumlah zat yang diserap. Faktor-faktor yang mempenguhi adsorpsi antara lain struktur adsorben, berat adsorben, ph media, ukuran partikel, kapasitas pertukaran elektron, dan suhu. Adsorpsi tergantung luas permukaan adsorben, semakin poros adsorben, maka daya adsorpsinya semakin besar. Adsorben padat yang baik yaitu porositasnya tinggi, permukaannya sangat luas sehingga adsorpsi terjadi pada banyak tempat. Demikian juga untuk konsentrasi dan luas permukaan, semakin besar konsentrasi adsorbat maka semakin banyak adsorbat yang teradsorpsi dan semakin besar luas permukaan adsorben, maka adsorpsinya juga semakin besar. Adsorpsi merupakan proses 17

13 terserapnya suatu molekul atau ion pada permukaan suatu adsorben. Dapat dikatakan bahwa adorpsi terjadi karena adanya partike yang terakumulasi pada suatu permukaan. Menurut Bird (1993), partikel yang terakumulasi dan diserap oleh permukaan disebut adsorbat, sedangkan material tempat terjadinya adsorpsi, terjadi tarik-menarik antara molekul adsorbat disebut adsorben. Adsorpsi terjadi jika gaya tarik menarik antara zat terlarut dengan permukaan penyerap dapat mengatasi gaya tarik menarik antara pelarut dengan permukaan penyerap (Oscik, 1982). Kecepatan adsorpsi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain konsentrasi awal larutan, luas permukaan adsorben, temperatur, ukuran partikel, ph, dan waktu kontak (Bernasconni, 1995). Jenis adsorpsi yang umum dikenal adalah adsorpsi kimia (kemisorpsi) dan adsorpsi fisika (fisisorpsi). a) Adsorpsi Fisika (fisisorpsi) Adsorpsi fisika ini melibatkan gaya Van der Waals dimana gaya tarik molekul antara larutan dan permukaan media lebih besar daripada gaya tarik substansi terlarut dan larutan, maka substansi terlarut akan diadsorpsi oleh permukaan media. Menurut Barrow (1979), adsorpsi juga mungkin terjadi dengan mekanisme pertukaran ion. Permukaan padatan dapat mengadsorpsi ion-ion dari larutan dengan mekanisme pertukaran ion. Karena itu ion pada gugus senyawa permukaan padatan adsorbennya dapat bertukar tempat dengan ion-ion adsorbat. Molekul-molekul yang diadsorpsi secara fisika tidak terikat kuat pada permukaan dan biasanya terjadi proses balik yang cepat (reversible), sehingga mudah untuk diganti dengan molekul yang lain (Atkins, 1999). b) Adsorpsi Kimia (kemisorpsi) Adsorpsi kimia terjadi dengan melibatkan rekasi-reaksi kimia. Seperti yang dijelaskan oleh Barrow (1979), adsorpsi jenis ini menyebabkan terbentuknya ikatan secara kimia sehingga diikuti dengan reaksi kimia. Ikatan kimia yang terjadi pada kemisorpsi sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan permukaan padatan, sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali. Artinya, pelepasan kembali molekul yang terikat di adsorben pada kemisorpsi sangat kecil. 18

14 Pada proses adsorpsi kimia, interaksi adsorbat diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals atau melalui ikatan hidrogen. Kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen) (Atkins, 1999). Isoterm adsorpsi adalah adsorpsi yang menggambarkan hubungan antara zat yang teradsorpsi oleh adsorben dengan tekanan atau konsentrasi pada keadaan kesetimbangan dan temperatur tetap (Barrow, 1988; Alberty dan Daniel, 1983). Ada beberapa jenis isoterm, antara lain :Isoterm Adsorpsi Langmuir dan Isoterm Adsorpsi Freundich Isoterm Langmuir menggambarkan bahwa pada permukaan adsorben terdapat sejumlah tertentu situs aktif yang sebanding dengan luas permukaan dimana setiap situs aktif hanya ada satu molekul yang dapat diadsorpsi.(sari, 2009). Isoterm adsorpsi Langmuir digunakan untuk menggambarkan adsorpsi kimia (Alberty et al., 1983). Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir yang merupakan jenis adsorpsi monolayer dapat dijelaskan sebagai berikut (Goksungup et al, 2002) Irving Langmuir mengemukakan hubungan antara jumlah gas yang terjerap pada permukaan dengan tekanan gas tersebut. Isoterm Langmuir biasanya digunakan untuk menggambarkan proses kimisorpsi. Sistem yang menjalani tipe isoterm Langmuir akan terus melakukan adsorpsi sampai tercapai lapisan monolayer. Persamaan untuk isoterm Langmuir adalah: Q = k1 c 1+k2 c (5) Bentuk linear persamaan isoterm Langmuir adalah sebagai berikut: Keterangan Q K C = jumlah adsorbat per unit adsorben = konstanta empiris x = 1 + k2 Q k1 k1 c...(6) = konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi Meskipun isoterm Langmur ini jarang digunakan untuk sistem yang heterogen, 19

15 namun dapat menggambarkan konsep yang jelas tentang lapisan monolayer. Isoterm Freundlich. Herbert Max Finley Freundlich mengemukakan suatu persamaan isoterm adsorpsi untuk sistem non ideal pada tahun Isoterm ini paling umum digunakan karena dapat mengkarakterisasi kebanyakan proses adsorpsi dengan baik (Pope, 2004), selain itu dapat digunakan untuk permukaan yang heterogen yang sering terdapat pada bahan alam. Persamaan untuk isoterm Freundlich adalah: Q = kc 1/n..(7) Apabila persamaan tersebut diubah ke dalam bentuk logaritma akan diperoleh Dimana : Q = berat adsorben (g) C = konsentrasi sebelum teradsorpsi (mg/l) K dan n adalah konstanta Log Q = Log k + 1 Log C. (8) n (Castellan. 1983) Isoterm Freundlich menganggap bahwa pada sisi permukaan adsorben akan terjadi proses adsorpsi di bawah kondisi yang diberikan. Isoterm Freundlich tidak mampu memperkirakan adanya sisi-sisi pada permukaan yang mempu mencegah adsorpsi pada saat kesetimbangan tercapai, dan hanya ada beberapa sisi aktif saja yang mampu mengadsorpsi molekul terlarut (Pope, 2004). B. Kerangka Pemikiran Kegiatan manusia dapat menjadi suatu sumber utama pencemaran logam ke lingkungan perairan, seperti pertambangan minyak, emas dan batu bara, pembangkit tenaga listrik, pestisida, keramik, peleburan logam, pabrik-pabrik pupuk dan kegiatan industri lainnya. Oleh karena itu hal semacam ini perlu diantisipasi penyebaran limbah logam tersebut. Salah satunya ialah menggunakan metode adsorpsi. Adsorpsi menjadi pilihan yang baik karena metode ini merupakan metode yang paling efektif dan ekonomis (Park et al., 2007 dalam Mulyasuryani, 2013). Keberadaan beberapa logam dalam limbah, tentu saja membutuhkan penanganan khusus sebelum melakukan pengelolahan limbah. Salah satunya ion 20

16 logam Cu 2+. Logam Cu 2+ memiliki stabilitas kompleks yang paling besar jika dibandingkan dengan logam transisi deret pertama yang lain dan paling stabil jika dibandingkan bilangan oksidasi Cu yang lain. Sehingga digunakan logam Cu 2+ untuk diadsorbsi menggunakan suatu adsorben. Penelitian ini menggunakan adsorben kitosan p-t-butilkaliks[4]arena yang dibandingkan dengan adsorben kitosan. Adsorpsi dilakukan oleh adsorben kitosan dengan menggabungkan senyawa p-t-butilkaliks[4]arena. Senyawa p-tbutilkaliks[4]arena merupakan salah satu senyawa kaliksarena. Senyawa kaliksarena memiliki dua bagian yaitu upper rim dan lower rim. Senyawa p-tbutilkaliks[4]arena memiliki bentuk yang berongga seperti keranjang sehingga dapat digunakan seperti sistem tamu-inang, dengan kaliksarena berperan sebagai inang dan ion atau molekul lain berperan sebagai tamunya (Linane dan shinkai dalam Hilmiyana, 2013). Modifikasi kitosan dengan kaliksirena telah dilakukan oleh Tabachi dan Mustafa (2008) yang berhasil menyintesis dan mengaplikasikan senyawa kaliks[4]arena (p-t-butilkaliks[4]arena dengan gugus dinitril mono karboksilat) berbasis kitosan menghasilkan polimer p-t-butilkaliks[4]arena. Pengikatan p-t-butilkaliks[arena] pada kitosan akan meningkatkan kapasitas adsorpsi terhadap adsorbat dibandingkan kitosan tanpa p-t-butilkaliks[4]arena (Restuti, 2012). Kemampuan kitosan maupun kitosan p-t-butilkaliks[4]arena terhadap logam Cu 2+ dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain derajat keasaman (ph) awal larutan, waktu kontak antara adsorben dengan adsorbat dan konsentrasi awal adsorbat. Variasi ph dilakukan untuk mengetahui ph optimum dari adsorben dalam proses adsorpsi. Derajat keasaman (ph) optimum dicapai pada variasi ph yang mempunyai kemampuan adsorpsi tinggi. Proses adsorbsi dilakukan pada ph asam dan basa. Kondisi optimum yang diharapkan yaitu pada ph yang tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa, dikarenakan apabila pada kondisi asam, proton dari asam justru akan menganggu proton dari logam Cu 2+ disebabkan adanya kompetisi antar proton yang mengikat gugus aktif pada kitosan. 21

17 Laju reaksi adsorpsi oleh kitosan p-t-butilkaliks[4]arena dan kitosan ditentukan dari jenis model kinetikanya mengikuti pseudo orde satu (model kinetika Lagergren) atau pseudo orde dua (mengikuti kinetika Ho) dengan memvariasikan waktu kontak antara adsorben dengan adsorbat. Isoterm adsorpsi yang terjadi dapat diketahui dengan variasi konsentrasi Logam Cu 2+ sehingga akan diketahui jenis adsorpsinya. Semakin tinggi konsentrasi akan semakin banyak zat yang teradsorpsi hingga mengalami kesetimbangan pada konsentrasi tertentu. Persamaan isoterm yang sesuai adalah isoterm Langmuir. Karena kitosan p-t-butilkaliks[4]arena dan kitosan mempunyai gugus aktif yang dimungkinkan terjadi ikatan kimia dengan logam Cu 2+. Berdasarkan jenis isoterm juga diperoleh energi adsorpsi dan kapasitas maksimum adsorpsi. Karakteristik adsorben sebelum dan sesudah adsorpsi juga dapat mendukung apakah proses adsorpsinya berlangsung atau tidak. Karakterisasi menggunakan spektroskopi FTIR untuk mengetahui pergeseran dari gugus fungsi dan SEM-EDX untuk mengetahui bentuk morfologi dan komposisi dalam adsorben. C. Hipotesis Berdasarkan penulusuran literatur dan juga penelitian sebelumnya serta landasan teori maka hipotesis penelitian ini dapat disusun sebagai berikut : a. Adsorpsi logam Cu 2+ oleh kitosan p-t-butilkaliks[4]arena dan kitosan akan mencapai maksimum pada ph tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa. b. Kinetika reaksi dari adsorpsi logam Cu 2+ menggunakan kitosan p-tbutilkaliks[4]arena dan kitosan cenderung mengikuti model pseudo orde dua (Ho). c. Adsorpsi logam Cu 2+ oleh kitosan dan kitosan p-t-butilkaliks[4]arena cenderung mengikuti isoterm Langmuir. d. Kapasitas adsorpsi logam Cu 2+ oleh kitosan p-t-butilkaliks[4]arena lebih besar dibanding kapasitas adsorpsi oleh kitosan. 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahanperubahan dalam tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-β-d-glukosa) yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan serta turunannya sangat bermanfaat

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT 276 PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT Antuni Wiyarsi, Erfan Priyambodo Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kitosan Kitosan merupakan polimer dengan kelimpahan kedua setelah selulosa. Pada umumnya kitosan dapat

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kitosan Kitosan merupakan polimer dengan kelimpahan kedua setelah selulosa. Pada umumnya kitosan dapat BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kitosan Kitosan merupakan polimer dengan kelimpahan kedua setelah selulosa. Pada umumnya kitosan dapat diperoleh dari cangkang kepiting atau udang. Pemanfaatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara penghasil tebu yang cukup besar di dunia. Menurut data FAO tahun 2013, Indonesia menduduki peringkat ke-9 dengan produksi tebu per

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman dan tingkat peradaban manusia yang. sudah semakin maju semakin mendorong manusia untuk berupaya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman dan tingkat peradaban manusia yang. sudah semakin maju semakin mendorong manusia untuk berupaya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman dan tingkat peradaban manusia yang sudah semakin maju semakin mendorong manusia untuk berupaya dalam pemenuhan kebutuhan hidup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan, karena dalam prosesnya akan dihasilkan produk utama dan juga produk samping berupa limbah produksi, baik limbah

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id Pembuatan Kitosan dari Cangkang Keong Mas untuk Adsorben Fe pada Air BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A.1. Keong mas Keong mas adalah siput sawah yang merupakan salah satu hama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penyulingan atau destilasi dari tanaman Cinnamomum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna Adsorpsi Zat Warna Pembuatan Larutan Zat Warna Larutan stok zat warna mg/l dibuat dengan melarutkan mg serbuk Cibacron Red dalam air suling dan diencerkan hingga liter. Kemudian dibuat kurva standar dari

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Arang Aktif Arang adalah bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. 8 kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Stuktur Kimia Zeolit

TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Stuktur Kimia Zeolit TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Unsur kadmium dengan nomor atom 48, bobot atom 112,4 g/mol, dan densitas 8.65 g/cm 3 merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya, karena dalam jangka waktu panjang

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Larutan Direct Red Teknis Penentuan panjang gelombang maksimum (λ maks) dengan mengukur absorbansi sembarang

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN LA.1 Pengaruh Konsentrasi Awal Terhadap Daya Serap Tabel LA.1 Data percobaan pengaruh konsentrasi awal terhdap daya serap Konsentrasi Cd terserap () Pb terserap () 5 58,2 55,2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras yang berasal dari tanaman padi merupakan bahan makanan pokok bagi setengah penduduk dunia termasuk Indonesia. Oleh karena itu, tanaman padi banyak dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Emas merupakan salah satu jenis logam yang bernilai ekonomi tinggi karena memiliki bebagai keistimewaan dibandingkan logam lainnya. Emas memiliki fungsi luas sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini telah banyak industri kimia yang berkembang, baik di dalam maupun di luar negeri, untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Kebanyakan industriindustri

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 1. Pada suhu dan tekanan sama, 40 ml P 2 tepat habis bereaksi dengan 100 ml, Q 2 menghasilkan 40 ml gas PxOy. Harga x dan y adalah... A. 1 dan 2 B. 1 dan 3 C. 1 dan 5 Kunci : E D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 Persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang I.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Limbah cair yang mengandung zat warna telah banyak dihasilkan oleh beberapa industri domestik seperti industri tekstil dan laboratorium kimia. Industri-industri tekstil

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran lingkungan karena logam berat merupakan masalah yang sangat serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tomat merupakan buah dengan panen yang melimpah, murah, tetapi mudah busuk dan menjadi limbah yang mencemari lingkungan. Pemerintah daerah telah membuat kebijakan

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Waktu Optimal yang Diperlukan untuk Adsorpsi Ion Cr 3+ Oleh Serbuk Gergaji Kayu Albizia Data konsentrasi Cr 3+ yang teradsorpsi oleh serbuk gergaji kayu albizia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Logam krom (Cr) merupakan salah satu logam berat yang sering digunakan dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri pelapisan logam,

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI ION LOGAM Cu 2+ MENGGUNAKAN KITIN TERIKAT SILANG GLUTARALDEHID ABSTRAK ABSTRACT

PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI ION LOGAM Cu 2+ MENGGUNAKAN KITIN TERIKAT SILANG GLUTARALDEHID ABSTRAK ABSTRACT KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol.1, No. 1, pp. 647-653, UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received 9 February 2015, Accepted 10 February 2015, Published online 12 February 2015 PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN KIMIA

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN KIMIA KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN KIMIA Kompetensi Menguasai karakteristik peserta Mengidentifikasi kesulitan belajar didik dari aspek fisik, moral, peserta didik dalam mata pelajaran spiritual,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam (Harry Agusnar) PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION

Lebih terperinci

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur,

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur, KISI-KISI PENULISAN USBN Jenis Sekolah : SMA/MA Mata Pelajaran : KIMIA Kurikulum : 2006 Alokasi Waktu : 120 menit Jumlah : Pilihan Ganda : 35 Essay : 5 1 2 3 1.1. Memahami struktur atom berdasarkan teori

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan 29 Bab IV. Hasil dan Pembahasan Penelitian penurunan intensitas warna air gambut ini dilakukan menggunakan cangkang telur dengan ukuran partikel 75 125 mesh. Cangkang telur yang digunakan adalah bagian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Isolasi Kitin dari Kulit Udang 5.1.1 Tepung kulit udang Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota Mataram dibersihkan kemudian dikeringkan yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamakan kulit dan industri lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamakan kulit dan industri lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam bidang industri saat ini cukup pesat. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya industri yang memproduksi berbagai jenis kebutuhan manusia seperti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

ADSORPSI Pb(II) OLEH ASAM HUMAT TERIMOBILISASI PADA HIBRIDA MERKAPTO SILIKA DARI ABU SEKAM PADI

ADSORPSI Pb(II) OLEH ASAM HUMAT TERIMOBILISASI PADA HIBRIDA MERKAPTO SILIKA DARI ABU SEKAM PADI 20 ADSORPSI Pb(II) OLEH ASAM HUMAT TERIMOBILISASI PADA HIBRIDA MERKAPTO SILIKA DARI ABU SEKAM PADI Adsorption of Pb (II) by Humic Acid (HA) Immobilized on Hybrid Mercapto Silica (HMS) from Rice Husk Ash

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei 2014, bertempat di Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan nilai ekonomi kandungan logam pada PCB (Yu dkk., 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan nilai ekonomi kandungan logam pada PCB (Yu dkk., 2009) BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Emas telah muncul sebagai salah satu logam yang paling mahal dengan mencapai harga tinggi di pasar internasional. Kenaikan harga emas sebanding dengan peningkatan permintaan

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA Keteraturan sifat keperiodikan unsur dalam satu periode dapat diamati pada unsur-unsur periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kualitas udara yang dipergunakan untuk kehidupan tergantung dari lingkungannya. Udara

I. PENDAHULUAN. Kualitas udara yang dipergunakan untuk kehidupan tergantung dari lingkungannya. Udara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas udara yang dipergunakan untuk kehidupan tergantung dari lingkungannya. Udara mengandung sejumlah oksigen, yang merupakan komponen esensial bagi kehidupan,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HasU Penelitian 4.1.1. Sintesis Zeolit mo 3«00 3200 2aiW 2400 2000 IMO l«m l«m I2«) 1000 100 600 430.0 Putri H_ kaolin 200 m_zeolit Gambar 11. Spektogram Zeolit A Sintesis

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kajian mengenai korosi dan inhibisi korosi pada logam Cu-37Zn dalam larutan Ca(NO 3 ) 2 dan NaCl (komposisi larutan uji, tiruan larutan uji di lapangan) melalui penentuan laju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan Terdapat banyak unsur di alam yang berperan dalam pertumbuhan tanaman, contohnya karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), fosfor (P), nitrogen (N), kalium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MINYAK KELAPA SAWIT Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia [11]. Produksi CPO Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, seperti

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 Yuliusman dan Adelina P.W. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI, Depok

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Persiapan Adsorben Cangkang Gonggong Cangkang gonggong yang telah dikumpulkan dicuci bersih dan dikeringkan dengan matahari. Selanjutnya cangkang gonggong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan lingkungan adalah topik serius untuk ditindaklanjuti karena

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan lingkungan adalah topik serius untuk ditindaklanjuti karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan lingkungan adalah topik serius untuk ditindaklanjuti karena dampaknya yang cukup parah menimbulkan berbagai permasalahan lainnya yang mengancam kehidupan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penjelasan Umum Penelitian ini menggunakan lumpur hasil pengolahan air di PDAM Tirta Binangun untuk menurunkan ion kadmium (Cd 2+ ) yang terdapat pada limbah sintetis. Pengujian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

IKATAN KIMIA DALAM BAHAN

IKATAN KIMIA DALAM BAHAN IKATAN KIMIA DALAM BAHAN Sifat Atom dan Ikatan Kimia Suatu partikel baik berupa ion bermuatan, inti atom dan elektron, dimana diantara mereka, akan membentuk ikatan kimia yang akan menurunkan energi potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dikarenakan adanya perkembangan hama dan penyakit pada tanaman baik dari jenis maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) 48 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) Hasil penelitian kadar kalsium (Ca) pengaruh pemberian kitosan pada ginjal puyuh yang terpapar

Lebih terperinci

Sulistyani, M.Si.

Sulistyani, M.Si. Sulistyani, M.Si. sulistyani@uny.ac.id Reaksi oksidasi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur, molekul) melepaskan elektron. Cu Cu 2+ + 2e Reaksi reduksi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Bahan - Kitosan - NaOH p.a (E.Merck) - Cu(NO 3 ) 2.5H2O p.a (E.Merck) - Asam Asetat p.a (E.Merck) - HNO 3 p.a (E.Merck) - Akua steril - Aquadest - Air Sungai Belawan 3.2. Alat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada era industrialisasi. Terdapat puluhan ribu industri beroperasi di Indonesia, dan dari tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitosan Kitosan adalah salah satu senyawa turunan dari kitin. Kitin adalah polimer alami (biopolimer) terbesar kedua yang terdapat di alam setelah selulosa dengan rumus molekul

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN KIMIA

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN KIMIA KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN KIMIA Inti Menguasai karakteristik pe didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 POLUTAN LOGAM BERAT Pencemaran lingkungan dengan zat beracun telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir sebagai akibat dari pesatnya pertumbuhan industri [8]. Aktivitas berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ion-ion logam, khususnya logam berat yang terlepas ke lingkungan sangat berbahaya bagi kesehatan. Ion-ion logam berat pada konsentrasi rendah dapat terakumulasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adsorbsi 2.1.1 Pengertian Adsorbsi Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci