A.1 Permohonan Pengenaan Tindakan Pengamanan Perdagangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "A.1 Permohonan Pengenaan Tindakan Pengamanan Perdagangan"

Transkripsi

1 A. PENDAHULUAN A.1 Permohonan Pengenaan Tindakan Pengamanan Perdagangan 1. Pada tanggal 13 Agustus 2012, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerima permohonan dari Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), untuk melakukan penyelidikan atas terjadinya lonjakan impor Tepung Terigu yang menimbulkan kerugian bagi produsen tepung terigu di Indonesia. 2. Setelah melakukan analisa terhadap bukti-bukti yang disampaikan dalam permohonan, KPPI menemukan adanya bukti awal yang cukup untuk memulai penyelidikan. Berdasarkan hal tersebut, KPPI memutuskan untuk melakukan penyelidikan terhadap kenaikan volume impor tepung gandum, kerugian yang dialami Pemohon, dan hubungan sebab-akibat antara kenaikan volume impor dengan kerugian tersebut. 3. Pada tanggal 24 Agustus 2012, KPPI mengumumkan dimulainya penyelidikan terhadap kenaikan volume impor Tepung Gandum melalui surat kabar nasional Bisnis Indonesia dan menginformasikan melalui siaran pers yang dimuat di website Kementerian Perdagangan pada tanggal 28 Agustus Pada tanggal yang sama, KPPI menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang dimulainya penyelidikan terhadap kenaikan volume impor Tepung Gandum kepada Pemohon dan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI). 5. Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, ada 4 produsen tepung gandum anggota APTINDO, yaitu PT. Berkat Indah Gemilang, PT. Golden Grand Mills, PT. Lumbung Nasional Flour Mills, dan PT. Panganmas Inti Persada, berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan, karena mengalami kesulitan serius dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya. 1

2 6. Untuk menghindari kerugian yang tidak dapat diperbaiki, pada tanggal 13 November 2012, KPPI menyampaikan usulan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) terhadap importasi tepung gandum kepada Menteri Perdagangan RI. 7. Atas usul dari Menteri Perdagangan, pada tanggal 5 Desember 2012 Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 193/PMK.011/2012 mengenai pengenaan BMTPS untuk importasi tepung gandum ke Indonesia yang diberlakukan selama 200 hari, terhitung sejak tanggal diundangkannya PMK tersebut. 8. Dari 19 produsen tepung gandum di indonesia, terdapat 9 produsen tepung gandum anggota APTINDO yang menjawab dan menyampaikan kuesioner. Namun, PT. Golden Grand Mills dan PT. Sriboga Raturaya tidak bersedia diverifikasi sehingga dikeluarkan dari penyelidikan. Sedangkan 10 produsen tepung gandum diluar anggota APTINDO tidak menjawab kuesioner, sehingga dikeluarkan dari penyelidikan. Sehubungan dengan hal tersebut, IDN hanya diwakili oleh 7 produsen tepung gandum anggota APTINDO yang mewakili 86% dari total produksi nasional industri Barang Yang Sejenis dan selanjutnya disebut sebagai Pemohon. 9. Selain itu, pada tanggal 19 Desember 2012, KPPI juga meminta penjelasan melalui kuesioner kepada 24 importir tepung gandum. Hasilnya, hanya 3 importir yang menjawab dan menyampaikan kuesioner untuk dijadikan sebagai data dan informasi penunjang penyelidikan. 2

3 A.2 Identitas Pemohon Nama : Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO). Alamat : Daniprisma Building, 4th Floor Jl. Sultan Hasanudin No Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jakarta Telp./Faks. : (021) / (021) aptindo@yahoo.com A.3 Barang yang Diproduksi oleh Pemohon 10. Pemohon memproduksi Barang Sejenis dengan Barang Yang Diselidiki sebagaimana diuraikan dalam Bab D. Selain itu, Pemohon juga memproduksi barang lain yaitu mie pasta, tepung industri, bran, dan pollard. A.4 Pengumuman dan Notifikasi 11. Setelah melakukan analisa terhadap bukti-bukti yang disampaikan dalam permohonan, KPPI menemukan adanya bukti awal yang cukup untuk memulai penyelidikan. Tahapan penyelidikan selanjutnya yang terkait dengan publikasi dan notifikasi adalah sebagai berikut: a. Pemberitahuan dimulainya penyelidikan pada tanggal 24 Agustus 2012, melalui pengumuman pada surat kabar nasional Bisnis Indonesia yang dimuat pada tanggal 24 Agustus 2012 dan melalui Siaran Pers yang dimuat dalam website Kementerian Perdagangan pada tanggal 28 Agustus 2012; b. Pada tanggal yang sama, KPPI menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang dimulainya penyelidikan kepada Pemohon dan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI); 3

4 c. Pada tanggal 28 Agustus 2012, Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan notifikasi Article 12.1(a) kepada Committee on Safeguards di World Trade Organization (WTO), perihal dimulainya penyelidikan atas kenaikan volume impor Tepung Gandum ke Indonesia yang merugikan Pemohon, dan telah disirkulasi oleh WTO pada tanggal 4 September 2012 dengan nomor dokumen G/SG/N/6/IDN/19 (Lampiran 1); d. Pada tanggal 27 November 2012, Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan notifikasi Article 12.4 kepada Committee on Safeguards di WTO, perihal pemberitahuan akan dikenakannya BMTPS atas importasi Tepung Gandum ke Indonesia, yang disirkulasi oleh WTO pada tanggal 5 Desember 2012 dengan nomor dokumen G/SG/N/7/IDN/1 (Lampiran 2); e. Pada tanggal 13 Desember 2012, Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan suplemen notifikasi Article 12.1(a) kepada Committee on Safeguards di WTO, perihal rencana dengar pendapat yang akan diselenggarakan pada tanggal 17 Januari 2013, yang disirkulasi oleh WTO pada tanggal 19 Desember 2012 dengan nomor dokumen G/SG/N/6/IDN/19/Suppl.1 (Lampiran 3); f. Pada tanggal 13 Desember 2012, Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan suplemen notifikasi Article 12.4 kepada Committee on Safeguards di WTO, yang disirkulasi oleh WTO pada tanggal 19 Desember 2012 dengan nomor dokumen G/SG/N/7/IDN/1/Suppl.1 (Lampiran 4), perihal pengenaan BMTPS terhadap importasi Tepung Gandum ke Indonesia yang mulai berlaku sejak tanggal 5 Desember 2012 berdasarkan PMK Nomor 193/PMK.011/2012; 4

5 g. Pada tanggal 3 Januari 2013, Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan notifikasi Article 12.5 kepada Council for Trade in Goods di WTO, perihal hasil pelaksanaan konsultasi dengan negara eksportir terbesar atas pengenaan BMTPS terhadap importasi Tepung Gandum (Lampiran 5); h. Pada tanggal 31 Mei 2013, Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan notifikasi Article 12.1(b) kepada Committee on Safeguards di WTO, perihal hasil penyelidikan, yang disirkulasi oleh WTO pada tanggal 5 Juni 2013 dengan nomor dokumen G/SG/N/8/IDN/15; G/SG/N/10/IDN/15 (Lampiran 6). A.5 Proporsi Produksi Pemohon 12. Berdasarkan hasil penyelidikan, total produksi Pemohon adalah sebesar 86% dari total produksi nasional industri Barang Yang Sejenis. Sehingga Pemohon dianggap mewakili Industri Dalam Negeri. A.6 Periode Penyelidikan 13. Periode penyelidikan adalah dari tahun 2008 sampai dengan tahun B. RINGKASAN TANGGAPAN PIHAK YANG BERKEPENTINGAN 14. Sebagaimana diatur berdasarkan Article 3.1 WTO Agreement on Safeguards, selama masa penyelidikan, KPPI antara lain telah menyelenggarakan dengar pendapat, dan memberikan kesempatan konsultasi dimana pihak yang berkepentingan yaitu, Pemohon, negara eksportir, eksportir, dan importir, dapat menyampaikan bukti dan tanggapan secara tertulis, yang terkait dengan penyelidikan. Ringkasan dari beberapa tanggapan dan pandangan yang disampaikan adalah sebagai berikut: 5

6 B.1 Pemohon 15. APTINDO selaku Pemohon menyampaikan klaim dalam rangka mengajukan permohonan safeguards, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: a. Alasan APTINDO mengajukan permohonan safeguards adalah berdasarkan data impor sebagai berikut: Tabel 1: Volume Impor Tepung Gandum Tahun Volume: Ton Tahun Sumber: BPS b. Harga jual tepung gandum impor di pasar domestik lebih murah jika dibandingkan dengan biaya produksi tepung gandum Pemohon, sehingga sebagian besar anggota APTINDO mengalami penurunan keuntungan dari tahun ke tahun, bahkan beberapa produsen mengalami kerugian serius dan terancam bangkrut dengan kondisi yang sulit diperbaiki apabila tidak segera dikenakan tindakan. B.2 Negara Eksportir B.2.1. Turki Pemerintah Turki menyampaikan tanggapan antara lain: 16. Petisi versi tidak rahasia Pemohon, data dan informasinya sangat tidak memadai. Dalam petisi tidak ditemukan penjelasan mengenai perkembangan tak terduga. 17. Tren impor secara keseluruhan tidak terlihat mengalami lonjakan impor yang mendadak (sudden) dalam waktu dekat (recent), secara tajam (sharp), dan signifikan selama periode penyelidikan. 6

7 18. Tidak ada hubungan sebab akibat antara kerugian yang dialami dengan lonjakan impor yang terjadi. 19. Perlu diselidiki alasan PT. ISM Bogasari turut serta dalam permohonan, mengingat kondisi finansial perusahaan yang baik dalam industri tepung gandum, selain itu alasan PT. Sriboga Raturaya tidak dimasukkan dalam data konsolidasi petisi, dan meminta klarifikasi apakah data konsolidasi sudah termasuk data kinerja PT. Golden Grand Mills. 20. Pengenaaan TPP akan menyebabkan langkanya produk tepung gandum sehingga merugikan konsumen di Indonesia. 21. TPP akan memberikan dampak negatif terhadap perdagangan bilateral antara Turki dan Indonesia, sehingga meminta kepada Indonesia untuk menghentikan penyelidikan safeguards yang sedang berjalan tanpa adanya pengenaan TPP. 22. Dasar usulan pengenaan TPP kurang jelas, level kuota yang diusulkan terlalu rendah, dan tingkat tarif yang diusulkan masih terlalu tinggi. 23. Meminta klarifikasi besaran kuota yang dialokasikan kepada setiap negara eksportir, metode perhitungan porsi kuota, metode perhitungan tingkat tarif, dan mekanisme di Indonesia apabila pengenaan kuota diterapkan. Tanggapan KPPI: 24. Menanggapi recital 16, data dan informasi yang disampaikan oleh Pemohon untuk kepentingan pengajuan permohonan safeguards telah memenuhi ketentuan WTO dan sudah cukup kuat sebagai bukti awal untuk dimulainya penyelidikan. Dalam Notifikasi Article 12.1(b) dijelaskan bahwa peningkatan volume impor pada tahun atas Barang Yang Diselidiki adalah peristiwa yang tidak terduga sebelumnya, karena kenaikan volume impor yang masuk ke Indonesia dengan harga di bawah biaya produksi Pemohon. 7

8 Hal ini mengancam keberlangsungan beberapa perusahaan anggota Pemohon, dan mengakibatkan penurunan keuntungan yang tajam. 25. Menanggapi recital 17, pada kasus US Pipe Line, Panel menyatakan bahwa kata recent mengandung arti analisa retrospektif (analisa dengan melihat masa lampau)", tetapi analisa tersebut bukan berarti harus dilakukan terhadap kondisi impor pada tahun dikeluarkannya hasil penyelidikan. Hal tersebut juga tidak berarti bahwa analisa tersebut harus secara khusus melihat kondisi impor pada tahun akhir periode penyelidikan. Panel juga menyatakan bahwa tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa impor harus meningkat sampai dengan saat ini. Peningkatan impor dapat dilihat dari tahun-tahun sebelumnya, tetapi tidak harus meningkat hingga tahun terakhir pada periode penyelidikan atau tahun yang sama dengan saat dikeluarkannya hasil penyelidikan. 26. Menanggapi recital 18, dalam Notifikasi Article 12.1(b), dinyatakan bahwa peningkatan volume impor di tahun merupakan akibat dari masuknya impor dengan harga di bawah harga domestik, sehingga pangsa pasar impor meningkat. Kemudian bila dilihat dari kondisi impor yang terjadi di tahun 2011, Pemohon mengalami penurunan laba dan beberapa perusahaan bahkan mengalami kerugian finansial, karena pangsa pasar impor masih cukup besar untuk mempengaruhi harga tepung gandum di pasar Indonesia, sehingga Pemohon tidak dapat menaikkan harga jual untuk menutupi biaya produksi. 27. Menanggapi recital 19, telah disampaikan di dalam Notifikasi Article 12.1(b): a. Yang mengajukan permohonan TPP adalah APTINDO yang anggotanya 9 perusahaan, dimana salah satu anggotanya adalah PT. ISM Bogasari. b. PT. Sriboga Raturaya merupakan anggota APTINDO, namun perusahaan tersebut tidak bersedia diverifikasi sehingga dikeluarkan dari data kinerja konsolidasi. 8

9 c. Data kinerja PT. Golden Grand Mills masuk dalam data kinerja konsolidasi. Namun, perusahaan tersebut menolak untuk dilakukan verifikasi, sehingga KPPI memutuskan untuk mengeluarkan PT. Golden Grand Mills dari penyelidikan. 28. Menanggapi recital 20, berdasarkan data yang diperoleh, kapasitas produksi Pemohon sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan tepung gandum domestik. 29. Menanggapi recital 21, Berdasarkan ketentuan WTO, setiap negara anggota berhak memberlakukan pengenaan TPP setelah dilakukan penyelidikan yang sesuai dengan aturan WTO. 30. Menanggapi recital 22 dan 23, KPPI telah melakukan konsultasi atas hasil penyelidikan dengan negara-negara eksportir terbesar termasuk Turki, dan memberikan kesempatan kepada negara-negara tersebut termasuk Turki untuk menyampaikan pendapat. B.2.2. Sri Lanka Pemerintah Sri Lanka menyampaikan tanggapan antara lain: 31. Tidak ada lonjakan volume impor, tidak ada bukti kerugian serius atau ancaman kerugian serius, tidak ada hubungan kausal, tidak ada analisa perkembangan yang tak terduga, dan tidak ada analisis faktor lain. 32. TPP yang akan dikenakan masih terlalu tinggi dan kuota yang dialokasikan kepada Sri Lanka harus sesuai dengan ketentuan WTO. Selain itu, perlu penjelasan mengenai mekanisme pelaksanaan kuota di lapangan apabila TPP diberlakukan dalam bentuk kuota. Tanggapan KPPI: 33. Tanggapan atas recital 31 telah disampaikan pada recital 24, 25, dan 26. 9

10 34. Menanggapi recital 32, telah dilakukan konsultasi atas hasil penyelidikan dengan negara-negara eksportir terbesar termasuk Sri Lanka, dan memberikan kesempatan kepada negara-negara tersebut termasuk Sri Lanka untuk menyampaikan pendapat. B.2.3. Ukraina Pemerintah Ukraina menyampaikan tanggapan antara lain: 35. Pertanyaan mengenai Major proportion dari Pemohon. 36. Tidak ada lonjakan volume impor, tidak ada bukti kerugian, dan tidak ada hubungan kausal. Tanggapan KPPI: 37. Pemohon sudah memenuhi major proportion dengan mewakili 86% dari total produksi nasional. 38. Tanggapan atas recital 36 telah disampaikan pada recital 25 dan 26. B.2.4. Uni Eropa Uni Eropa menyampaikan tanggapan antara lain: 39. Tidak ada peningkatan impor dalam waktu singkat, mendadak, menanjak tajam dan signifikan, yang menyebabkan atau mengancam kerugian serius. 40. Analisa perkembangan tidak terduga seharusnya dilakukan sebelum penyelidikan dilaksanakan. Tanggapan KPPI: 41. Tanggapan atas pertanyaan pada recital 39 telah disampaikan pada recital 25, serta di dalam Notifikasi Article 12.1(b). 42. Dalam kasus safeguards Amerika Serikat untuk produk baja, panel sepakat bahwa Article 3 Agreement on Safeguards tidak mengharuskan otoritas penyelidik untuk memberikan draft laporan temuan berkaitan dengan 10

11 unforeseen development kepada pihak yang berkepentingan sebelum laporan temuan tersebut dipublikasikan. B.2.5. Australia Pemerintah Australia menyampaikan tanggapan antara lain: 43. Tidak ada peningkatan impor, perkembangan tak terduga, dan kerugian serius. Ekspor Australia tepung gandum ke Indonesia telah berkurang secara signifikan selama beberapa tahun terakhir. 44. BMTPS hanya dapat diambil di mana ada "keadaan darurat yang akan menyebabkan kerusakan yang sulit diperbaiki apabila tidak segera diberikan perlindungan". Tanggapan KPPI: 45. Tanggapan atas recital 43 telah disampaikan dalam recital 24, 25, dan Menanggapi recital 44, telah disampaikan di dalam Notifikasi Article 12.4 bahwa BMTPS diberlakukan karena beberapa produsen mengalami kesulitan likuiditas, solvabilitas dan ketidaksehatan finansial. B.2.6. Singapura Pemerintah Singapura menyampaikan tanggapan antara lain: 47. Sebagai negara berkembang meminta dikecualikan dari pengenaan TPP karena pangsa pasar impor tepung gandum-nya kurang dari 3%. Tanggapan KPPI: 48. Sesuai dengan ketentuan WTO, negara berkembang yang memiliki pangsa pasar impor kurang dari 3% dikecualikan dari pengenaan TPP. 11

12 B.2.7. Meksiko Pemerintah Meksiko menyampaikan tanggapan antara lain: 49. Tidak terdapat ekspor tepung gandum Meksiko ke Indonesia selama periode , serta meminta agar ekspor tepung gandum Meksiko dikecualikan dari penerapan TPP. Tanggapan KPPI: 50. Sesuai dengan ketentuan WTO, negara berkembang yang memiliki pangsa pasar impor kurang dari 3% dikecualikan dari pengenaan TPP. B.2.8. Taiwan Pemerintah Taiwan menyampaikan tanggapan antara lain: 51. Volume impor tepung gandum Indonesia dari Taiwan pada tahun 2011 kurang dari 3% dari total impor, sehingga Taiwan meminta untuk dikecualikan dari penyelidikan. Tanggapan KPPI: 52. Sesuai dengan ketentuan WTO, negara berkembang yang memiliki pangsa pasar impor kurang dari 3% dikecualikan dari pengenaan TPP. B.3 Perusahaan/Asosiasi Eksportir B.3.1. Prima Ceylon (Private) Limited (PCL): PCL menyampaikan tanggapan antara lain: 53. Tidak terbukti adanya peningkatan impor, kerugian serius dan/atau hubungan antara kerugian serius dengan peningkatan impor. Selain itu, petisi tidak memberikan informasi mengenai unforeseen developments. Tanggapan KPPI: 54. Tanggapan atas recital 53 telah disampaikan dalam recital 24, 25 dan

13 B.3.2. Central Anatolian Exporters Union (OAIB) 55. OAIB menyampaikan tanggapan antara lain: a. Tidak adanya bukti yang cukup dari peningkatan impor, kerugian serius/ancaman kerugian serius, dan atau hubungan kausal antara kerugian serius yang dialami dengan peningkatan impor. b. Elemen terpenting yang mendasari kenaikan volume impor berdasarkan yurisprudensi WTO Appellate Body dalam kasus Argentina Footwear adalah recent, sudden, sharp, and significant. c. Ketentuan WTO mengharuskan adanya analisis unforeseen developments dalam kaitannya dengan peningkatan impor, persyaratan yang ketat untuk pengenaan tindakan pengamanan, serta jaminan ketat untuk keadilan dan transparansi. Tanggapan KPPI: 56. Tanggapan atas recital 55 telah disampaikan dalam recital 24, 25 dan 26.. B.3.3. Manildra Pty. Ltd.: Manildra menyampaikan tanggapan antara lain: 57. Penyelidikan harus dihentikan tanpa pengenaan tindakan karena tidak ada lonjakan volume impor, tidak ada bukti kerugian serius atau ancaman kerugian serius, tidak ada hubungan kausal, dan tidak ada analisa perkembangan yang tak terduga. 58. BMTPS hanya dapat diambil apabila ada "keadaan darurat yang akan menyebabkan kerusakan yang sulit diperbaiki apabila tidak segera diberikan perlindungan." Tanggapan KPPI: 59. Tanggapan atas recital 57 telah disampaikan dalam recital 24, 25 dan

14 60. Menanggapi recital 58, telah disampaikan di dalam Notifikasi Article 12.4 yang disirkulasikan di WTO Committee on Safeguards bahwa BMTPS diberlakukan karena beberapa produsen mengalami kesulitan likuiditas, solvabilitas dan ketidaksehatan finansial. B.4 Importir B.4.1. Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) GPMT menyampaikan tanggapan antara lain: 61. TPP akan berdampak pada kenaikan harga pakan ikan, yang akan berpengaruh terhadap biaya produksi budidaya ikan dan udang. Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan daya saing usaha perikanan Indonesia. Diharapkan APTINDO dapat menyediakan tepung gandum untuk pakan sesuai dengan spesifikasinya dengan harga yang bersaing sehingga anggota GPMT tidak tergantung dari impor. Tanggapan KPPI: 62. APTINDO telah menyampaikan kesanggupannya untuk memenuhi permintaan GPMT apabila TPP diterapkan. Berdasarkan data yang diperoleh KPPI, kapasitas produksi Pemohon sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan tepung gandum domestik, meskipun tidak ada importasi tepung gandum ke Indonesia. B.4.2. PT. Prakarsa Alam Segar Prakarsa Alam Segar menyampaikan tanggapan antara lain: 63. Penerapan safeguards supaya dapat ditinjau kembali oleh karena perusahaan tersebut lebih banyak melakukan kegiatan impor dari Negara Srilanka dan Australia. 14

15 Tanggapan KPPI: 64. Rekomendasi pengenaan safeguards dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan KPPI dan telah dilakukan verifikasi data ke lapangan. B.4.3. PT. Olaga Food Olaga Food menyampaikan tanggapan antara lain: 65. Tidak mendukung adanya pengenaan BMTPS tepung gandum sebesar 20% karena akan memacu ekspansi dan pembangunan pabrik penggilingan tepung gandum di dalam negeri. Tanggapan KPPI: 66. Tanggapan atas recital 65 telah disampaikan dalam recital 64. C. KONSULTASI DENGAN PIHAK YANG BERKEPENTINGAN 67. Berdasarkan Agreement on Safeguards, KPPI menyediakan kesempatan untuk melakukan konsultasi kepada negara eksportir pemasok utama tepung gandum di Indonesia terkait hasil temuan KPPI atas penyelidikan kenaikan volume impor Barang Yang Diselidiki, yang telah disampaikan melalui Notifikasi hasil temuan penyelidikan sesuai dengan Article 12.1(b) pada tanggal 31 Mei Konsultasi dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 2013 yang dihadiri oleh Turki, Sri Lanka, Ukraina, Uni Eropa dan Australia, yang pada kesempatan tersebut menyampaikan tanggapan dan pandangannya. 68. Selanjutnya KPPI mengirimkan surat kepada Negara-negara pemasok tepung gandum terbesar ke Indonesia pada tanggal 13 Juni 2013 perihal opsi usulan pengenaan TPP atas importasi tepung gandum. 69. Berdasarkan permintaan pihak terkait, KPPI memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan konsultasi bilateral dengan negara-negara 15

16 pemasok tepung gandum terbesar ke Indonesia yaitu Turki, Sri Lanka, dan Ukraina, yang diberikan waktu pada tanggal Juni Berdasarkan permintaan Negara Australia, KPPI juga memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan konsultasi bilateral dengan Australia pada tanggal 18 Juni 2013, perihal usulan pengenaan TPP atas importasi tepung gandum. 71. Hasil sementara dari konsultasi bilateral adalah pemilihan opsi dari kombinasi kuota dan tarif sebagai bentuk pengenaan TPP atas importasi Tepung Gandum. 72. Setelah dilakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait dan menimbang tidak memungkinkannya untuk pengenaan TPP dengan bentuk opsi kombinasi kuota dan tarif, maka KPPI pada tanggal 13 Agustus 2013 mengirimkan surat kepada negara pemasok utama, mengenai opsi usulan pengenaan TPP atas importasi Tepung Gandum yang memungkinkan untuk dilaksanakan di Indonesia, yaitu berupa tarif atau kuota. 73. KPPI memberikan kembali kesempatan untuk menyelenggarakan konsultasi bilateral dengan Negara Turki yang diberikan waktu pada tanggal 28 Agustus dan 27 September 2013, dan Negara Sri Lanka yang diberikan waktu pada tanggal 19 Juli dan 16 September 2013, perihal opsi usulan pengenaan TPP atas importasi Tepung Gandum berupa tarif atau kuota, serta mekanisme teknis apabila pengenaan TPP atas importasi Tepung Gandum adalah berupa kuota. 16

17 D. HASIL PENYELIDIKAN D.1 Barang Yang Diselidiki D.1.1. Uraian Barang Tabel 2. Uraian Barang dan Nomor HS berdasarkan BTKI NOMOR HS Tepung Gandum URAIAN BARANG Tepung Gandum, Telah Difortifikasi Tepung Gandum, Lain-Lain 74. Penyelidikan dilakukan terhadap tepung gandum yang telah difortifikasi dan tepung gandum lainnya dengan nomor HS dan D.1.2. Klasifikasi Tarif Tabel 3. Klasifikasi Tarif Bea Masuk untuk Barang Yang Diselidiki Nomor HS TARIF dan MFN AFTA AANZ-FTA Sumber: Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Kemenkeu RI 75. Berdasarkan tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa tarif bea masuk MFN untuk tepung gandum pada tahun 2011 adalah sebesar 5%, sedangkan untuk AFTA sebesar 0%, dan AANZ-FTA sebesar 3%. D.1.3. Spesifikasi Barang Yang Diselidiki 76. Dari penyelidikan KPPI diperoleh spesifikasi tepung gandum yang diproduksi oleh Pemohon adalah sebagai berikut: a. Tepung gandum fortifikasi adalah tepung yang dibuat dari endosperma biji gandum dengan penambahan zat dan vitamin antara lain besi (Fe), seng (Zn), vitamin B1, vitamin B2, dan asam folat. 17

18 b. Tepung gandum non fortifikasi adalah tepung yang dibuat dari D.1.4. Bahan Baku endosperma biji gandum namun tidak diberikan tambahan zat/vitamin untuk pakan ternak. 77. Bahan baku Tepung Gandum yang diproduksi oleh Pemohon adalah biji gandum yang berasal dari Australia, Amerika Serikat, Kanada, dan India. Hampir tidak ada penghasil gandum di Indonesia sehingga Pemohon harus melakukan impor. D.1.5. Proses Produksi Barang Yang Diselidiki 78. Proses pengolahan gandum menjadi tepung gandum dibagi dalam 2 proses, yakni proses pembersihan dan penggilingan. Pada proses pembersihan, gandum dibersihkan dari kotoran seperti debu, kerikil, dan biji-biji lain selain gandum. Setelah itu dilakukan proses penambahan air (dampening) agar gandum memiliki kadar air yang diinginkan. Proses kedua adalah penggilingan (milling) yang meliputi proses breaking, reduction, sizing, dan tailing. Prinsip proses penggilingan adalah memisahkan endosperm dari lapisan kulit. Selama proses penggilingan dihasilkan produk-produk samping seperti pollard, bran, dan tepung industri. Tujuan dari tahap penggilingan ini untuk memperoleh hasil ekstraksi yang tinggi dengan kualitas tepung yang baik. 18

19 D.1.6. Jalur Distribusi Pemasaran Bagan 1: Alur Distribusi Tepung Gandum PRODUSEN LOKAL INDUSTRI PENGGUNA DISTRIBUTOR INDUSTRI UKM GROSIR UKM RETAIL Sumber: Pemohon 79. Jalur distribusi yang dilakukan oleh produsen Pemohon, dilakukan melalui 2 (dua) mata rantai jalur distribusi besar sebagaimana tercantum dalam bagan 1, yaitu: a. Barang Yang Diselidiki didistribusikan langsung kepada distributor besar atau diserap oleh industri skala besar dan Usaha Kecil Menengah (UKM). b. Barang Yang Diselidiki masuk dalam gudang-gudang distributor, dan didistribusikan kepada grosir atau UKM. Dari grosir didistribusikan kembali untuk dikonsumsi oleh UKM lainnya, industri rumah tangga, atau konsumsi rumah tangga. 19

20 D.1.7. Kegunaan Barang Berdasarkan Kegunaan Barang yang diselidiki, tepung gandum dibedakan menjadi : 80. Tepung gandum yang telah difortifikasi dengan HS Kegunaan dari tepung gandum yang difortifikasi dibedakan berdasarkan kadar protein yang menentukan tingkat glutennya. Gluten memiliki sifat mampu memberikan kekenyalan pada tekstur makanan yang dibuatnya. Adapun pengelompokan tepung gandum yang telah difortifikasi berdasarkan kegunaannya adalah sebagai berikut: a. Tepung Gandum Protein Tinggi Tepung gandum jenis ini mempunyai kadar protein yang paling tinggi dengan kandungan proteinnya mencapai 11-13%. Jenis tepung ini paling cocok digunakan dalam pembuatan roti. b. Tepung Gandum Protein Sedang Tepung gandum jenis ini mempunyai kadar protein 8-10%, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tepung gandum jenis hard wheat. Tepung ini cocok digunakan dalam pembuatan aneka cake, bolu dan kue basah lainnya. c. Tepung Gandum Protein Rendah Tepung gandum jenis ini mempunyai kadar protein paling rendah yaitu sekitar 6-8%. Tepung ini cocok digunakan dalam pembuatan kue yang renyah, seperti biskuit atau keripik. 81. Tepung gandum selain yang telah difortifikasi dengan HS pada umumnya digunakan sebagai bahan baku untuk produksi pakan ternak. 20

21 D.2 Impor D.2.1. Impor Absolut Tabel 4. Impor Barang Yang Diselidiki Secara Absolut Tahun Uraian Jumlah (Ton) Peningkatan (%) 21,5 20,2 (12,3) Tren (%) 10 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) 82. Sebagaimana terlihat dalam Tabel 4 di atas, telah terjadi kenaikan volume impor Barang Yang Diselidiki, sebesar 21,5% dari tahun 2008 ke tahun 2009, dan sebesar 20,2% dari tahun 2009 ke tahun 2010, meskipun terjadi penurunan sebesar 12,3% dari tahun 2010 ke tahun Secara keseluruhan, tren kenaikan volume impor pada periode penyelidikan tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 adalah sebesar 10%. D.2.2. Pangsa Pasar Impor Tiga Negara Terbesar Tabel 5. Pangsa Pasar Impor Tiga Negara Terbesar Uraian Negara S.O.I 2008 (%) S.O.I 2011 (%) Turki 42,8 57,0 Sri Lanka 11,5 30,5 Ukraina 0,2 4,6 Negara Lainnya 45,5 7,9 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) dan diolah. 83. Berdasarkan pada tabel 5, pangsa pasar ketiga negara pengekspor Tepung Gandum terbesar ke Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat dari tahun 2008 ke tahun

22 D.2.3. Pangsa Pasar Impor Negara Lainnya Tabel 6. Pangsa Pasar Impor Negara Lainnya Pada Tahun 2011 Uraian Negara S.O.I 2011 (%) Belgia 3,26 Australia 2,19 Jepang 0,63 Singapura 0,60 Malaysia 0,49 Argentina 0,47 India 0,09 Vietnam 0,04 Polandia 0,02 Federasi Rusia 0,02 Korea Selatan 0,01 Spanyol 0,01 Republik Rakyat Cina 0,01 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) 84. Negara berkembang dengan pangsa pasar dibawah 3% pada tahun 2011 adalah Singapura, Malaysia, Argentina, Vietnam, Korea Selatan, dan Republik Rakyat Cina. Secara keseluruhan pangsa pasar Negara berkembang yang dibawah 3% adalah kurang dari 9%, sehingga apabila TPP diterapkan, negara-negara tersebut dikecualikan dari TPP sesuai ketentuan WTO. D.3 Kerugian 85. KPPI memeriksa semua data dan informasi yang tersedia terkait kondisi aktual industri dalam negeri. Selain itu, dilakukan verifikasi lapangan terhadap kinerja industri dalam negeri pada bulan November-Desember

23 D.3.1. Konsumsi Nasional Tabel 7. Konsumsi Nasional, Jumlah Impor, dan Pangsa Pasar No. Uraian Satuan Tahun Konsumsi Nasional Indeks Jumlah Impor Ton Pangsa Pasar Impor Pangsa Pasar Industri 4 Dalam Negeri Sumber: BPS dan APTINDO % Indeks % Indeks Selama Periode Penyelidikan konsumsi nasional telah mengalami tren peningkatan sebesar 9,7%. Pada tahun 2011, konsumsi nasional meningkat sebesar 14 poin indeks dibandingkan dengan tahun Di lain pihak, pangsa pasar Industri Dalam Negeri mengalami penurunan sampai dengan tahun 2010 walaupun pada tahun 2011 terjadi peningkatan. 87. Selama Periode Penyelidikan jumlah impor Barang Yang Diselidiki telah mengalami kenaikan, yaitu dengan tren sebesar 10%. Walaupun pada tahun 2011 jumlah impor mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2010, namun dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 terjadi kenaikan volume impor Barang Yang Diselidiki, dari sebesar ton ditahun 2008 menjadi ton ditahun 2009, dan menjadi ton ditahun 2010; 88. Sehubungan dengan terjadinya kenaikan jumlah impor Barang Yang Diselidiki, pangsa pasar impor mengalami peningkatan selama Periode Penyelidikan, yaitu dengan tren sebesar 5%. Walaupun pada tahun 2011 pangsa pasar impor mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2010, namun dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 terjadi kenaikan pangsa pasar impor Barang Yang Diselidiki, yaitu dari 100 poin indeks menjadi 122 poin indeks; dan 23

24 89. Sebaliknya, pangsa pasar Industri Dalam Negeri mengalami penurunan selama Periode Penyelidikan dengan tren sebesar 6%. Walaupun pada tahun 2011 pangsa pasar Industri Dalam Negeri mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010, namun dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 terjadi penurunan pangsa pasar Industri Dalam Negeri, yaitu dari 100 poin indeks menjadi 96 poin indeks. D.3.2. Kinerja Tabel 8. Data Kinerja Pemohon No Uraian Satuan Tahun Penjualan Domestik Indeks Produksi Indeks Kapasitas Terpakai % Indeks Laba Indeks Tenaga Kerja Indeks Persediaan (Stock) Indeks Produktivitas Indeks Sumber: Hasil Verifikasi KPPI 90. Penjualan domestik dan produksi mengalami peningkatan selama periode penyelidikan dan pada periode yang sama kapasitas terpakai serta produktivitas juga meningkat. Namun demikian, keuntungan Pemohon pada tahun 2011 mengalami penurunan yang drastis yaitu sebesar 136 poin indeks dibandingkan dengan tahun Hal ini disebabkan karena Pemohon 24

25 terpaksa menurunkan harga jualnya agar dapat bersaing dengan barang impor yang dijual dibawah biaya produksi Pemohon; 91. Produksi Pemohon mengalami peningkatan selama periode penyelidikan, namun Pemohon tidak dapat mengoptimalkan penjualan domestiknya sehingga pada periode tersebut terjadi peningkatan persediaan dari 100 poin indeks di tahun 2008 menjadi 497 poin indeks di tahun 2011; 92. Sesuai dengan perkembangan penjualan domestik dan produksi Pemohon pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010, kapasitas terpakai Pemohon mengalami peningkatan dari 100 poin indeks pada tahun 2008 menjadi sebesar 115 poin indeks di tahun Terjadinya peningkatan produksi yang menyebabkan peningkatan kapasitas terpakai pada industri Pemohon selama periode penyelidikan, bukan sepenuhnya disebabkan oleh adanya peningkatan penjualan domestik. Dalam hal ini, selama periode tersebut terdapat data persediaan yang meningkat cukup tajam dari 100 poin indeks menjadi 497 poin indeks. Sehingga apabila jumlah persediaan tersebut dikeluarkan dari perhitungan produksi, maka kapasitas terpakai industri Pemohon hanya akan sebesar 54%, 53%, 56%, dan 57% selama periode penyelidikan, yaitu sedikit di atas tingkat break even point industri tepung gandum secara umum; 93. Hal yang dapat mendorong peningkatan kapasitas terpakai adalah peningkatan penjualan domestik dan peningkatan pangsa pasar. Meskipun konsumsi nasional meningkat sebesar 33% selama periode penyelidikan, namun pangsa pasar industri dalam negeri cenderung stabil jika dibandingkan antara tahun 2008 dengan 2011, bahkan pada mengalami penurunan. Sedangkan, selama periode tersebut volume impor meningkat sebesar 21% selama walaupun terjadi penurunan yang relatif tajam pada tahun Dalam hal ini, dapat diambil kesimpulan bahwa barang impor lebih banyak mendapatkan keuntungan atas adanya peningkatan konsumsi tepung gandum domestik, jika dibandingkan dengan 25

26 penjualan dari Pemohon yang peningkatannya relatif rendah. Selain itu dapat juga disimpulkan bahwa peningkatan yang terjadi atas persediaan disebabkan oleh adanya barang impor; 94. Terjadinya penurunan laba yang dialami pada tahun 2011 disebabkan oleh ketidakmampuan Pemohon untuk menaikkan harga ketika terjadi peningkatan harga bahan baku, dimana biaya produksi dalam negeri masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga barang impor; 95. Tenaga kerja Pemohon mengalami pengurangan dari tahun 2008 ke tahun 2010, dengan angka pengurangan sebesar 2,4% pada tahun 2009 dan 1,5% pada tahun 2010 dibandingkan tahun sebelumnya, walaupun selanjutnya pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 4,6% menjadi 102 poin indeks; 96. Jika kita melihat kondisi impor, harga jual impor dari pemasok utama berada di bawah biaya produksi Pemohon, bahkan ada yang hanya selisih sedikit di atas biaya bahan baku. Melihat persaingan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa terjadi depresiasi harga pada penjualan domestik yang menyebabkan penurunan laba tertinggi pada tahun 2011, karena produsen domestik tidak dapat melakukan penyesuaian harga ke level yang dapat menutupi kenaikan biaya bahan baku dan biaya investasi yang telah dilakukan. Tabel 9. Perbandingan Harga Tahun Harga Gandum Impor Ratarata Turki Harga Tepung Gandum Impor Sri Lanka Ukraina Australia Belgia Biaya Produksi Pemohon Per Unit Harga Tepung Gandum Pemohon Sumber: Hasil Verifikasi KPPI dan BPS 26

27 97. Berdasarkan tabel 9 di atas, terlihat bahwa biaya produksi Pemohon per unit lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga tepung gandum impor pada tahun , walaupun pada tahun 2008 biaya produksi Pemohon per unit yaitu sebesar 172 poin indeks sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan harga tepung gandum impor yaitu sebesar 189 poin indeks. Bahkan pada tahun 2009 harga gandum impor lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga tepung gandum impor dari Turki dan Ukraina. D.3.3. Perkembangan Tidak Terduga 98. Kebijakan Pemerintah Indonesia untuk menurunkan tarif MFN secara bertahap pada Barang Yang Diselidiki adalah dalam rangka membuka pasar dan memberikan kesempatan industri dalam negeri untuk berkembang sekaligus menjaga keamanan pasokan pangan. Kebijakan tersebut mengakibatkan kenaikan volume impor tepung gandum. Namun, terjadinya kenaikan volume impor tepung gandum tersebut disertai dengan harga jual di pasar domestik di bawah biaya produksi Pemohon, sehingga menyebabkan permintaan tepung gandum impor meningkat tajam, dimana hal ini tidak dapat diduga sebelumnya. Peningkatan impor yang tajam tersebut mengancam kelangsungan hidup sejumlah Industri Pemohon, serta menyebabkan penurunan laba secara drastis dan/atau kerugian finansial terhadap Pemohon. E. FAKTOR LAIN 99. Sebagaimana terlihat dalam Tabel 10, bahwa terjadi kelebihan kapasitas pada industri dalam negeri, namun dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa kapasitas terpakai mengalami peningkatan, dan kapasitas terpakai yang mengalami peningkatan tersebut melebihi dari standar break even point untuk industri komoditi yang sensitif seperti tepung gandum. Maka dapat disimpulkan bahwa kerugian yang dialami oleh Industri Dalam Negeri bukan disebabkan oleh 27

28 ketidakmampuan Industri Dalam Negeri untuk dapat memenuhi kebutuhan nasional, tetapi karena adanya barang impor yang mempengaruhi kinerja keuangan Industri Dalam Negeri. Tabel 10. Konsumsi Nasional dan Kapasitas Terpasang Pemohon No. Uraian Volume (Indeks) Konsumsi Nasional Kapasitas Terpasang Pemohon Sumber: Hasil verifikasi KPPI 100. Meskipun Pemohon sangat tergantung pada impor gandum yang harganya berfluktuasi sesuai dengan penawaran dan permintaan di pasar internasional, tetapi Pemohon dapat mengatasi hal tersebut dengan menggunakan forward contract pembelian bahan baku dan manajemen pengendalian persediaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, kerugian serius Pemohon merupakan akibat dari lonjakan impor tepung gandum yang dijual di pasar domestik dengan harga yang kadang-kadang berada di bawah harga bahan baku, bukan disebabkan oleh ketergantungan pada impor gandum Persaingan antara Industri Dalam Negeri tidak menyebabkan penurunan keuntungan Pemohon, namun penurunan keuntungan Pemohon lebih disebabkan oleh tepung gandum yang berasal dari impor, yang dijual di pasar domestik dengan harga di bawah biaya produksi Pemohon Harga produk industri hilir yang menggunakan tepung gandum sebagai bahan baku, secara umum masih tetap stabil dengan permintaan yang meningkat. Sehubungan dengan itu, tidak ada tekanan dari industri hilir tepung gandum kepada produsen tepung gandum untuk menurunkan harga jual tepung gandum. Sehingga tekanan harga dari industri hilir bukan merupakan penyebab penurunan keuntungan dari Pemohon. 28

29 103. Berdasarkan recital , KPPI berpandangan bahwa tidak ada faktor lain yang berkontribusi terhadap kerugian serius yang diderita oleh Pemohon, di samping peningkatan volume impor dari Barang Yang Diselidiki. F. RENCANA PENYESUAIAN STUKTURAL 104. Penyesuaian struktural yang akan dilakukan oleh Pemohon dengan adanya pengenaan TPP adalah sebagai berikut: a. Peningkatan sistem pemantauan iklim dalam memprediksi pasokan bahan baku gandum di seluruh dunia, serta memaksimalkan penggunaan sistem forward contract dan manajemen pengendalian persediaan dalam pembelian bahan baku, untuk mengatasi kelangkaan dan fluktuasi harga gandum di pasar internasional. b. Diferensiasi produk dengan cara memproduksi tepung gandum sesuai dengan SNI tepung gandum khusus pakan ternak, guna memenuhi kebutuhan industri pakan ternak di Indonesia. c. Peningkatan keterampilan para pekerja dengan cara pelatihan-pelatihan di internal maupun eksternal. d. Melakukan investasi pembelian tongkang dan kapal penarik tongkang untuk efisiensi biaya logistik biji gandum. e. Menambah lokasi depo/gudang dalam rangka efisiensi biaya logistik dan mempercepat waktu pendistribusian tepung gandum. G. HUBUNGAN SEBAB-AKIBAT 105. Meskipun Industri Dalam Negeri mampu meningkatkan produksi dan penjualan domestik yang pada gilirannya juga meningkatkan kapasitas terpakai dan produktivitas, namun justru terjadi penurunan keuntungan yang 29

30 cukup tajam dari tahun 2010 ke tahun Penurunan tersebut merupakan akibat dari ketidakmampuan Industri Dalam Negeri untuk meningkatkan harga jual, dengan terjadinya peningkatan biaya bahan baku. Dengan demikian, terjadinya peningkatan kapasitas terpakai dan penjualan domestik tidak diimbangi oleh peningkatan pendapatan. Di samping itu, terjadi peningkatan yang cukup tajam pada persediaan karena ditahannya persediaan oleh beberapa produsen yang mengharapkan adanya kenaikan harga KPPI telah menganalisa pengaruh penurunan laba ini yang disebabkan oleh kondisi impor, walaupun volume impor tersebut menurun pada tahun Sebagai catatan, tepung gandum merupakan komoditas dengan harga yang bersifat sensitif dan ketersediaan impor dengan harga di bawah biaya produksi Industri Dalam Negeri memiliki dampak negatif yang sangat signifikan terhadap kinerja Pemohon. Walaupun, impor pada tahun 2011 menurun, namun pangsa pasar impor masih sangat signifikan dan bisa berpengaruh terhadap perkembangan harga Berdasarkan pada tabel 7, pangsa pasar Industri Dalam Negeri terhadap konsumsi nasional mengalami penurunan dari tahun , hal ini disebabkan adanya peningkatan impor selama periode penyelidikan. Meskipun terjadi sedikit peningkatan terhadap pangsa pasar Industri Dalam Negeri pada tahun 2011, namun pada kenyataannya masih berdampak negatif terhadap kinerja Pemohon, terbukti dengan tingginya tingkat persediaan yang membebani Pemohon sebagaimana terlihat pada tabel 8. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan telah terjadi efek volume Dari 7 Industri Dalam Negeri, sebanyak 4 industri masih berada dalam kondisi yang kritis meskipun BMTPS telah dikenakan. Seluruh manfaat yang diperoleh selama pengenaan BMTPS tersebut, tidak sebanding dengan besarnya kerugian yang dialami dan investasi yang telah dilakukan sebelumnya. 30

31 109. Berdasarkan hasil temuan yang tercantum pada recital , KPPI berpendapat bahwa terdapat bukti kuat adanya hubungan sebab-akibat antara peningkatan volume impor Barang Yang Diselidiki dengan kerugian serius yang diderita oleh Pemohon. H. REKOMENDASI 110. Sehubungan dengan hasil penyelidikan diatas, dapat disimpulkan bahwa: a. Terjadi lonjakan jumlah impor Barang Yang Diselidiki. b. Terjadi kerugian serius yang dialami oleh Industri Dalam Negeri. c. Adanya hubungan sebab-akibat antara lonjakan impor dengan kerugian serius yang dialami oleh Industri Dalam Negeri Berdasarkan recital 110, KPPI merekomendasikan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk mengenakan TPP terhadap impor Tepung Gandum, dengan nomor HS dan ". Rekomendasi pengenaan TPP bisa berupa: a. Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), atau b. Kuota Pengenaan TPP berupa tarif Bea Masuk atau Kuota akan memberikan kesempatan kepada industri dalam negeri untuk meraih pangsa pasar khususnya bagi industri tepung gandum yang baru beberapa tahun beroperasi. Diusulkan jangka waktu pengenaan selama 2 tahun yang dirasa cukup efektif untuk memulihkan kinerja industri dalam negeri sesuai dengan penyesuaian struktural yang direncanakan. 31

32 113. Rekomendasi pengenaan TPP diusulkan sebagai berikut: a. Alternatif Tarif Tabel 11. Rekomendasi Pengenaan TPP berupa BMTP Periode BMTP (%) Tahun Pertama (sejak tanggal dikeluarkannya PMK 4 Desember 2013) Tahun Kedua (5 Desember Desember 2014) 6 4 b. Alternatif Kuota Tabel 12. Rekomendasi Pengenaan TPP berupa Kuota Periode Tahun Pertama (sejak tanggal dikeluarkannya PMK 4 Desember 2013) Tahun Kedua (5 Desember Desember 2014) Kuota (Ton) Tabel 13. Alokasi Kuota Negara-Negara Eksportir Negara Pangsa Impor (%) Alokasi Kuota (Ton) 2011 Tahun Pertama Tahun Kedua Turki Sri Lanka Ukraina Negara lainnya

33 Besaran alokasi kuota yang diberikan kepada negara eksportir adalah berdasarkan pangsa impor Tepung Gandum tahun 2011, sebagaimana tercantum dalam tabel 13. Alokasi kuota dengan sistem first come first serve diberikan kepada negara lainnya diluar 3 negara eksportir terbesar Sesuai dengan ketentuan Pasal 90 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011(PP 34/2011) dan Article 9.1 WTO Agreement on Safeguards, pengenaan TPP berupa BMTP maupun Kuota dikenakan terhadap semua negara kecuali negara-negara berkembang dengan pangsa pasar impor kurang dari 3% dari total volume impor, atau secara kolektif pangsa pasar impor tidak melebihi 9%. Untuk itu, KPPI merekomendasikan agar TPP dikenakan atas importasi Barang Yang Diselidiki yang berasal dari negara manapun, kecuali importasi dari negara-negara yang tercantum dalam Tabel

34 Tabel 14: Daftar Negara-Negara yang Dikecualikan Dari TPP No Negara No Negara 1 Albania 58 Kyrgyz Republic 2 Angola 59 Latvia 3 Antigua, and Barbuda 60 Lesotho 4 Argentina 61 Lithuania 5 Armenia 62 Macao, China 6 Bahrain, Kingdom of 63 Madagascar 7 Bangladesh 64 Malawi 8 Barbados 65 Malaysia 9 Belize 66 Maldives 10 Benin 67 Mali 11 Bolivia, Plurinational State of 68 Mauritania 12 Botswana 69 Mauritius 13 Brazil 70 Mexico 14 Brunei Darussalam 71 Moldova 15 Bulgaria 72 Mongolia 16 Burkina Faso 73 Morocco 17 Burundi 74 Mozambique 18 Cambodia 75 Myanmar 19 Cameroon 76 Namibia 20 Cape Verde 77 Nepal 21 Central African Republic 78 Nicaragua 22 Chad 79 Niger 23 Chile 80 Nigeria 24 China 81 Oman 25 Chinese Taipei 82 Pakistan 34

35 No Negara No Negara 26 Colombia 83 Panama 27 Congo 84 Papua New Guinea 28 Costa Rica 85 Paraguay 29 Côte d'ivoire 86 Peru 30 Croatia 87 Philippines 31 Cuba 88 Qatar 32 Djibouti 89 Romania 33 Dominica 90 Rwanda 34 Dominican Republic 91 Saint Kitts and Nevis 35 Ecuador 92 Saint Lucia 36 Egypt 93 Saint Vincent & the Grenadines 37 El Salvador 94 Saudi Arabia 38 Fiji 95 Senegal 39 Former Yugoslav Republic of Macedonia (FYROM) 96 Sierra Leone 40 Gabon 97 Singapore 41 Gambia 98 Solomon Islands 42 Georgia 99 South Africa 43 Ghana 100 Suriname 44 Grenada 101 Swaziland 45 Guatemala 102 Tanzania 46 Guinea 103 Thailand 47 Guinea Bissau 104 Togo 48 Guyana 105 Tonga 49 Haiti 106 Trinidad and Tobago 50 Honduras 107 Tunisia 51 India 108 Uganda 35

36 No Negara No Negara 52 Israel 109 United Arab Emirates 53 Jamaica 110 Uruguay 54 Jordan 111 Venezuela, Bolivarian Republic of 55 Kenya 112 Vietnam 56 Korea, Republic of 113 Zambia 57 Kuwait 114 Zimbabwe Jakarta, November

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.699, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea masuk. Impor. Benang kapas. Pengenaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.011/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1142, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengamanan Impor Barang. Kawat Besi/Baja. Bea masuk. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.011/2012 TENTANG PENGENAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG Menimbang Mengingat PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF 7312.10.90.00

Lebih terperinci

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 87/PMK.011/2011 TENTANG : PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD)

Lebih terperinci

2017, No Perdagangan Indonesia menerima permohonan perpanjangan Tindakan Pengamanan, maka Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia melakukan pe

2017, No Perdagangan Indonesia menerima permohonan perpanjangan Tindakan Pengamanan, maka Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia melakukan pe No.1292, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan. Impor Produk Canai Lantaian dari Besi atau Baja Bukan Paduan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF EX 7312.10.10.00 DENGAN

Lebih terperinci

1 of 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN TENTANG. Tindakan. Perdagangan. dan Tindakan. b. bahwaa. barang. yang.

MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN TENTANG. Tindakan. Perdagangan. dan Tindakan. b. bahwaa. barang. yang. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.011/2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR BARANG YANG BERBENTUK KOTAKK

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERI KEUANGAN SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 155/PMK.010/2015 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK STEEL WIRE ROD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER!

Lebih terperinci

Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011

Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011 Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011 DAFTAR NEGARA-NEGARA YANG DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-3/BC/2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) DENGAN

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017 MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CANAl LANTAIAN DARI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG MENTERIKEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF 7312.10.90.00

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT MENTERIKEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2/PMK.010/2018 TENT ANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2/PMK.010/2018 TENT ANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PMK.010/2018 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK I DAN H SECTION DARI

Lebih terperinci

MENTER! KEUANGA.N REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 165/PMK.010/2015 TENT ANG

MENTER! KEUANGA.N REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 165/PMK.010/2015 TENT ANG MENTER! KEUANGA.N SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 165/PMK.010/2015 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK COATED PAPER DAN PAPER BOARD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 6 /PMK.OII/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT MENTERI I

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187jPMK.Ollj2012

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187jPMK.Ollj2012 MENTERIKEUANGAN SALINAN '''. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 187jPMK.Ollj2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR BARANG YANG BERBENTUK KOTAK ATAU MATRAS ATAU SILINDER YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM MENTERIKEUANGAN REPUBlIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 193/PMKOll/2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN, REPUBUK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN, REPUBUK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMIC 011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BERUPA TERPAL DARI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011 MENTER I KEUANGAN REPUBLIK INDONESiA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011 TENTANG PENGENAAN SEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK SERUPA KAIN TENUNAN DARI KAPAS YANG DIKELANTANG

Lebih terperinci

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTER! KEUANGAN SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 12/PMK.Ol0/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK I DAN H SECTION DARI BAJA PADUAN LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia

Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia Berikut ini adalah daftar negara-negara yang telah terkena atau telah, atau sedang maupun bom curah. Catatan disertakan di bagian bawah tabel untuk menunjukkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010

LAMPIRAN. Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010 LAMPIRAN Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010 No Kota IPK 1 Denpasar 6.71 2 Tegal 6.26 3 Surakarta 6.00 4 Yogyakarta 5.81 5 Manokwari 5.81 6 Gorontalo 5.69 7 Tasikmalaya 5.68 8 Balikpapan

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137.1/PMK.Oll/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CANAl LANTAIAN DARI

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015 NO NEGARA LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 A F R I K A 2 0 2 2 AFGHANISTAN 61 61 122 3

Lebih terperinci

Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya.

Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya. Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya. A. Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 NO NEGARA LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 A F R I K A 2 0 2 2 AFGHANISTAN 61 63 124 3 ALJAZAIR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUSLIK INDONESIA 108/PMK.Oll/2013_ TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUSLIK INDONESIA 108/PMK.Oll/2013_ TENTANG MENTEAI I(EUANGAN AEPUOL/J( INDONESIA- SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUSLIK INDONESIA NOMOR 108/PMK.Oll/2013_ TENTANG PENGENAAN SEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CASING DAN TUBING

Lebih terperinci

A. PENDAHULUAN A.1 Permohonan Perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)

A. PENDAHULUAN A.1 Permohonan Perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) A. PENDAHULUAN A.1 Permohonan Perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) 1. Pada tanggal 6 Desember 2013, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerima surat permohonan nomor: 120/API/XII/2013

Lebih terperinci

7 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha Persewaan, dan

7 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha Persewaan, dan Tabel 8.4.4. Penggunaan Kerja Asing Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Pekerjaan/Jabatan sampai dengan 31 Mei 2010 Jenis Pekerjaan/Jabatan Usaha Produksi, No Lapangan Usaha Kepemimpina Tata

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2016 HUKUM. Keimigrasian. Kunjungan. Bebas Visa. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG BEBAS VISA KUNJUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN DUNIA. Nuhfil Hanani AR

PRODUKSI PANGAN DUNIA. Nuhfil Hanani AR 49 PRODUKSI PANGAN DUNIA Nuhfil Hanani AR Produksi Pangan dunia Berdasarkan data dari FAO, negara produsen pangan terbesar di dunia pada tahun 2004 untuk tanaman padi-padian, daging, sayuran dan buah disajikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.268, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Dextrose. Monohydrate

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.268, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Dextrose. Monohydrate BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA 268, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Dextrose. Monohydrate PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133/PMK.011/2009 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 4 kasus yaitu 2 (satu) kasus

Lebih terperinci

Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia

Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia Latar belakang Special Safeguard Mechanism (SSM) adalah SSM adalah mekanisme yang memungkinkan negara-negara berkembang untuk memberikan perlindungan sementara

Lebih terperinci

MENTER I KEUANGAN. REPUBLII< INDONESIA SAUNAN

MENTER I KEUANGAN. REPUBLII< INDONESIA SAUNAN MENTER I KEUANGAN. REPUBLII< INDONESIA SAUNAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.Oll/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN

Lebih terperinci

Laporan Keluarga Angkat (sedikitnya diisi 1 kali selama Inbound tinggal bersama keluarga angkat, dan bila dirasa perlu)

Laporan Keluarga Angkat (sedikitnya diisi 1 kali selama Inbound tinggal bersama keluarga angkat, dan bila dirasa perlu) Laporan Keluarga Angkat (sedikitnya diisi 1 kali selama Inbound tinggal bersama keluarga angkat, dan bila dirasa perlu) Nama Inbound * Host Club * Nama Club Konselor * Lama tinggal sampai saat ini* Negara

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 April 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 April 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 April 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 5 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 22 kasus. Kasus

Lebih terperinci

Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara

Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara Gred Elaun Makan Hotel Lodging Utama/Khas A keatas 370.00 Actual (Standard Suite) Appendix 1 Utama/Khas B dan C 340.00 Actual (Standard Room) Appendix 1 53 to 54 320.00

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 31 kasus. Kasus

Lebih terperinci

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Jl. M.I. Ridwan Rais No.5, Jakarta Indonesia

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Jl. M.I. Ridwan Rais No.5, Jakarta Indonesia A. PENDAHULUAN Laporan ini memuat hasil peninjauan midterm sebagaimana diatur dalam Article 7.4 WTO Agreement on Safeguards (AoS) dan Pasal 87 Peraturan Pemerintah Nomor 34 2011 (PP34/2011) yang menjadi

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA

KETAHANAN PANGAN DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 1 KETAHANAN PANGAN DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA Pangan dan Hak Assasi Manusia Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sehingga pemenuhannya menjadi salah satu hak asasi yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil LAPORAN MINGGU XXXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 September 2016 pukul 15.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 28 kasus.

Lebih terperinci

A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others)

A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others) A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others) Kadar Elaun Makan, Bayaran Sewa Hotel Dan Elaun Lojing Semasa Berkursus Termasuk Menghadiri

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil LAPORAN MINGGU XXXIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 29 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 24 kasus. Kasus

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU X PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Maret 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU X PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Maret 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU X PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Maret 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total jumlah kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 3 kasus yaitu 1 (satu)

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XLIX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Desember 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XLIX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Desember 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XLIX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Desember 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 37 kasus. Kasus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi berbeda

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi berbeda BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Aplikasi Aplikasi dapat didefinisikan sebagai suatu program komputer yang dibuat untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi berbeda dengan sistem

Lebih terperinci

TIDAK RAHASIA ESSENTIAL FACT

TIDAK RAHASIA ESSENTIAL FACT ESSENTIAL FACT A. PENDAHULUAN A.1. Latar Belakang 1. Pada tanggal 15 Januari 2014, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerima permohonan dari PT. Gunung Garuda (selanjutnya disebut Pemohon

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 133, 2002 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang

I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang bersumber dari tuntutan pembangunan ekonomi domestik

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU IX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 Maret 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU IX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 Maret 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU IX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 Maret 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total jumlah kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 3 kasus yaitu 1 (satu)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen

Lebih terperinci

Bagian II. Bab III Proses Eksekusi Anggaran

Bagian II. Bab III Proses Eksekusi Anggaran Bagian II Bab III Proses Eksekusi Anggaran Bab ini menyajikan gambaran prosedur dasar yang diikuti setiap pemerintah dalam mengeksekusi anggaran dan dokumen-dokumen yang diperlukan pemerintah untuk mencatat

Lebih terperinci

Cluister di Oslo, pada tanggal 03 Desember Afganistan 3 Desember September Maret 2012

Cluister di Oslo, pada tanggal 03 Desember Afganistan 3 Desember September Maret 2012 LAMPIRAN Negara-negara yang sudah mendatangani dan meratifikasi konvensi Bom Cluister di Oslo, pada tanggal 03 Desember 2008 Convention on Cluster Munition Negara Penandatangan Meratifikasi Mulai Berlaku

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil. C. Informasi minggu ini

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil. C. Informasi minggu ini LAPORAN MINGGU XXX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 1 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 21 kasus. Kasus

Lebih terperinci

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Afrika Selatan Albania Algeria American Samoa Amerika Serikat Andorra Angola Anguilla Antartika Antigua & Barbuda Arab Saudi Argentina Armenia Aruba Ascension Australia

Lebih terperinci

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Afrika Selatan 27 sambungan telap $1.00 seluler $2.00 Albania 355 $14.44 Algeria 213 $15.00 American Samoa 684 $11.69 Amerika Serikat 1 $0.20 Andorra 376 $11.88 Angola

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA

POKOK BAHASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA POKOK BAHASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA 1 ISU STRATEGIS 1. KEMAKMURAN 2. Pembangunan Berkelanjutan 3. Keadilan Sosial di Era Desentralisasi 4. Faktor Kunci Daya Saing Bangsa 2 KONDISI EKONOMI Potret Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN NOMOR P.2/II-KEU/2010 TENTANG PEDOMAN HARGA SATUAN

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 Juli 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 Juli 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 Juli 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 32 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

KK/BP(S)/DS10/791/441/6 Jld.2(s.k. 3/2009)(8) KEMENTERIAN KEWANGAN SURAT PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 8 TAHUN 2010

KK/BP(S)/DS10/791/441/6 Jld.2(s.k. 3/2009)(8) KEMENTERIAN KEWANGAN SURAT PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 8 TAHUN 2010 KK/BP(S)/DS10/791/441/6 Jld.2(s.k. 3/2009)(8) KEMENTERIAN KEWANGAN SURAT PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 8 TAHUN 2010 Semua Ketua Setiausaha Kementerian Semua Ketua Jabatan Persekutuan PINDAAN PEKELILING

Lebih terperinci

Indonesia dalam Menyampaikan Energi. Hivos

Indonesia dalam Menyampaikan Energi. Hivos Mengkatalisasi Masyarakat Sipil Indonesia dalam Menyampaikan Energi Berkelanjutan untuk Semua Eco Matser Hivos Hivos 2011 1 Isi 1. Tujuan workshop SE4ALL 2. Latar belakang SE4ALL, apa, kapan, dan siapa?

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR HASIL PENYELIDIKAN ATAS IMPORTASI PRODUK CANAI LANTAIAN DARI BESI ATAU BAJA BUKAN PADUAN DENGAN NOMOR HS

LAPORAN AKHIR HASIL PENYELIDIKAN ATAS IMPORTASI PRODUK CANAI LANTAIAN DARI BESI ATAU BAJA BUKAN PADUAN DENGAN NOMOR HS A. PENDAHULUAN A.1 Permohonan Pengenaan Tindakan Pengamanan Perdagangan 1. Pada tanggal 12 Desember 2012, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerima permohonan dari PT. NS BlueScope Indonesia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen liberalisasi perdagangan dalam kerangka

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH DESEMBER 2014 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 02/02/62/Th. IX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH DESEMBER Nilai ekspor Kalimantan Tengah bulan sebesar US$62,45 juta, turun 29,68 persen dibanding

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU I PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Januari 2018 pukul WIB

LAPORAN MINGGU I PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Januari 2018 pukul WIB LAPORAN MINGGU I PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Januari 2018 pukul 12.00 WIB I. Poliomielitis Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 107 kasus yaitu 13 (Dua Belas) kasus WPV1 di Afganistan,

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXVIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 17 Juli 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXVIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 17 Juli 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXVIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 17 Juli 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 34 kasus yaitu 3 (tiga) kasus

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 Juni 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 Juni 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 Juni 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 11 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU LII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 1 Januari 2018 pukul WIB

LAPORAN MINGGU LII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 1 Januari 2018 pukul WIB LAPORAN MINGGU LII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 1 Januari 2018 pukul 15.00 WIB I. Poliomielitis Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 106 kasus yaitu 12 (Dua Belas) kasus WPV1 di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 2010 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Country Names - Bahasa Malay

Country Names - Bahasa Malay Country Names - Bahasa Malay English Afghanistan Åland Islands Albania Algeria American Samoa Andorra Angola Anguilla Antigua and Barbuda Argentina Armenia Aruba Ascension Island Australia Austria Azerbaijan

Lebih terperinci

2 d. bahwa hasil pembahasan Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional telah memutuskan untuk mengenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan berupa kuota terha

2 d. bahwa hasil pembahasan Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional telah memutuskan untuk mengenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan berupa kuota terha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2014 KEMENDAG. Kuota. Pengamanan. Impor Tepung Gandum. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/M-DAG/PER/4/2014 TENTANG KETENTUAN PENGENAAN KUOTA

Lebih terperinci

PENILAIAN STANDAR KUALIFIKASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PENILAIAN STANDAR KUALIFIKASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BKPM NOMOR : 6 TAHUN 2011 TANGGAL : 18 JULI 2011 PENILAIAN STANDAR KUALIFIKASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL A. IDENTITAS Instansi penyelenggara

Lebih terperinci

fruiffly Dominica, Guyana, rance, Haiti, Jamaica, Puerto rico, USA 5. Bactrocera jarvisi Fiji fruitfly Oceania: Australia

fruiffly Dominica, Guyana, rance, Haiti, Jamaica, Puerto rico, USA 5. Bactrocera jarvisi Fiji fruitfly Oceania: Australia Lampiran 1 Lalat buah yang masuk daiam daftar OPTK beserta daerah sebar pada buah ape1 (Pyrus malus)'. No. Nama llmiah Nama Umum Daerah Sebar 1. Anastrepha fraterculus South American America: Argentina,

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU 3 PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 22 Januari 2018 pukul WIB

LAPORAN MINGGU 3 PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 22 Januari 2018 pukul WIB LAPORAN MINGGU 3 PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 22 Januari 2018 pukul 12.00 WIB I. Poliomielitis Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 107 kasus yaitu 14 (Empat Belas) kasus WPV1 di

Lebih terperinci

Realokasi Kursi Bukan Menambah Kursi Oleh. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi

Realokasi Kursi Bukan Menambah Kursi Oleh. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi Realokasi Kursi Bukan Menambah Kursi Oleh. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi Menambah jumlah kursi DPR menjadi wacana baru dalam formulasi Rancangan Undang- Undang Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN TENGAH JUNI 2012

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN TENGAH JUNI 2012 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 02/08/62/Th. VI,1 Agustus PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN TENGAH JUNI Perkembangan Ekspor Nilai ekspor Kalimantan Tengah bulan Juni sebesar US$92,40 juta, turun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Objek Penelitian Bank Mandiri didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pada bulan Juli 1999,

Lebih terperinci

MENTERII(EUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERII(EUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERII(EUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 151jPMICOllj2009 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAPIMPORPRODUKPAKU DENGAN RAHMAT TUI-IAN YANG MAf-IA ESA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXIVPENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 19 Juni 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXIVPENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 19 Juni 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXIVPENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 19 Juni 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 12 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

Posisi Human Development Indeks. (HDI) Indonesia (United Nations Development Program (UNDP) tahun 2008)

Posisi Human Development Indeks. (HDI) Indonesia (United Nations Development Program (UNDP) tahun 2008) GURU PENDIDIK PROFESIONAL Posisi Human Development Indeks High Human Development 1. Iceland 2. Norway 3. Australia 4. Canada 5. Ireland 8. Japan 9. Netherlands 25. Singapore 26. Korea, Rep. of 30. Brunei

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH DESEMBER 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 02/02/62/Th. X, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH DESEMBER Nilai ekspor Kalimantan Tengah bulan Desember sebesar US$69,62 juta, naik 49,17 persen

Lebih terperinci

M SA D E D P E A P N PE P R E T R ANIAN INDO D N O ES E IA? NUH U FI F L HAN A AN A I A R

M SA D E D P E A P N PE P R E T R ANIAN INDO D N O ES E IA? NUH U FI F L HAN A AN A I A R MASA DEPAN PERTANIAN INDONESIA? NUHFIL HANANI AR INDONESIA MERUPAKAN NEGARA YANG MEMILIKI KEANEKARAGAMAN HAYATI YANG BESAR NO. 2 DI DUNIA SETELAH BRAZIL 800 SPESIES TUMBUHAN PANGAN + 1000 SPESIES TUMBUHAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian dunia saat ini mendorong setiap penganut perekonomian terbuka didalamnya untuk merasakan dampak dari adanya dinamika ekonomi internasional yang dipandang

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 November 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 November 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 November 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 76 kasus yaitu 8 (delapan) kasus WPV1 di Afganistan,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH MEI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH MEI 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 02/07/62/Th. IX, 1 Juli 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH MEI 2015 Nilai ekspor Kalimantan Tengah bulan Mei 2015 sebesar US$121,89 juta, turun 1,85 persen dibanding

Lebih terperinci

Pondasi Operasi yang Lancar

Pondasi Operasi yang Lancar Pondasi Operasi yang Lancar Untuk bisa menjalankan kegiatan sehari-hari di sebuah perusahaan dengan lancar dan baik, maka manajemen perusahaan harus membangun dan menerapkan sistem yang baku, sehingga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 02/11/62/Th. IX, 2 November 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2015 Nilai ekspor Kalimantan Tengah bulan ember 2015 sebesar US$49,69 juta, turun 7,90

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Foreign Trade Statistical Bulletin EKSPOR /EXPORTS ISSN : 0216-5775 No. Publikasi / Publication Number : 06110. 1331 Katalog BPS /

Lebih terperinci

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA Triwulan IV dan Januari Desember Tahun 2017 Jakarta, 30 Januari 2018 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) - RI DAFTAR ISI I. TRIWULAN IV DAN JANUARI - DESEMBER 2017:

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH APRIL 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH APRIL 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 02/06/62/Th. IX, 1 Juni PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH APRIL Nilai ekspor Kalimantan Tengah bulan sebesar US$124,19 juta, turun 13,01 persen dibanding bulan yang

Lebih terperinci