Pengaruh Konsentrasi Natrium Bisulfit Dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengaruh Konsentrasi Natrium Bisulfit Dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus)"

Transkripsi

1 Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Pengaruh Konsentrasi Natrium Bisulfit Dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus) Influence Sodium Bisulfite Concentration and Drying Temperature Toward Physical-Chemical Properties Jackfruit Seeds Flour (Artocarpus heterophyllus) Saifur Rizal *, Sumardi Hadi Sumarlan, Rini Yulianingsih, Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang *Penulis Korespondensi, ninjaautorizal@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan terhadap sifat fisik-kimia tepung biji nangka yang dihasilkan, dan mengetahui sifat sensorik puding tepung biji nangka, serta perlakuan terbaik. Rancangan percobaan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama konsentrasi natrium bisulfit (200, 400, 0 ppm). Faktor yang kedua suhu pengeringan (,, 0 C). Analisa data menggunakan ANOVA (Analisys of Variance) yang diikuti dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 0.05 dan Pemilihan perlakuan terbaik menggunakan metode Multiple Atribute, Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi natrium bisulft dan suhu pengeringan berpengaruh terhadap tepung biji nangka. Hasil yang optimal pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Pada perlakuan ini rerata rendemen sebesar %, modulus kehalusan 1.3, derajat keputihan %, kadar air %, kadar abu 0.868%, ph 4.459, tekstur 4.12 (netral - agak menyukai), aroma 4.44 (netral - agak menyukai), rasa 5.12 (agak menyukai - menyukai) dan warna 4.36 (netral - agak menyukai). Kata kunci: tepung biji nangka, pengeringan, natrum bisulfit, sifat fisik, kimia ABSTRACT This research aims to know influence sodium bisulfite concentration and drying temperature on physical-chemical properties jackfruit seed flour produced, and knowing sensory properties jackfruit seeds flour pudding, as well as the best treatment. This experimental design research used Randomized Complete Design (RCD) factorial with two factors. First factor is natrium bisulfit concentration (200, 400, 0 ppm). Second factor is drying temperature (,, 0 C). Data analysis using ANOVA (Analisys of Variance) with followed Least Significant Difference (LSD) test at level 0.05 and Selection the best treatment using Multiple Attribute method. Based on research results, sodium bisulfite concentration and drying temperature influence jackfruit seed flour. Optimum results are at treatment sodium bisulfite concentration 400 ppm and drying temperature 0 C. In this treatment mean obtained yield %, fineness modulus 1.3, whiteness degree %, moisture content %, ash content 0.868%, ph 4.459, texture 4.12 (neutral - rather like), scent 4.44 (neutral - rather like), taste 5.12 (rather like - like) and colour 4.36 (neutral - rather like). Key words: jackfruit seed flour,drying, natrium bisulfite, physical properties, chemical PENDAHULUAN Peningkatan jumlah penduduk, menjadi tantangan pemerintah dalam penyediaan pangan di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan perlu adanya terobosan baru jenis bahan pangan lain yang dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Salah satu cara untuk mewujudkan suatu kondisi terpenuhinya pangan, dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan yang dianggap sebagai limbah. Salah satu limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan adalah biji nangka. Pada tahun 2012 produksi nangka di Indonesia sebesar ton (Badan Pusat Statistik, 2012). Suatu upaya perlu dilakukan untuk mengolah biji buah nangka menjadi produk yang bermanfaat sebagai alternatif penambah sumber bahan pangan baru. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan 1

2 Jurnal Bioproses Komoditas Tropis memanfaatkan biji nangka menjadi tepung, selanjutnya mengolah tepung biji nangka menjadi aneka olahan makanan yang mempunyai nilai jual tinggi (Purnomo dan Winarti, 2006 dalam Hartika, 2009). Biji nangka banyak yang terbuang atau menjadi limbah, karena hanya daging buah nangka saja yang dikonsumsi masyarakat, tetapi ternyata biji nangka memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Menurut Setyawati (1990), kandungan nutrisi biji nangka meliputi karbohidrat 36.7%, protein 4.2% dan lemak 0.1%. Hal ini yang menjadi nilai yang cukup potensial bagi biji nangka untuk dapat dimanfaatkan. Tepung biji nangka yang dihasilkan dimaksudkan untuk memperpanjang umur simpan produk dan meningkatkan nilai ekonomis serta memudahkan penggunaan aplikasi produk. Tepung biji-bijian dapat dihasilkan dari beberapa tahapan proses yaitu perendaman (sulfurisasi), blanching, pengeringan dan penggilingan. Proses perendaman dilakukan dengan cara bahan direndam ke dalam larutan natrium bisulfit dengan konsentrasi 730 ppm pada suhu konstan ( C) selama tidak lebih dari 72 jam (Arogba, 1999). Hal ini bertujuan untuk mempertahankan warna dari bahan dan mencegah terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatis maupun enzimatis, serta untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Tepung biji nangka yang dihasilkan digunakan pada pembuatan puding, dengan dicampur tepung agar-agar, maizena, gula, susu dan air. Tepung biji nangka digunakan sebagai bahan tambahan karena memiliki aroma yang khas. BAHAN DAN METODE Alat dan bahan Pisau, baskom, oven, tanur, timbangan digital, desikator, kompor gas, panci, blender, gelas ukur, ph-meter, colour reader, cetakan, sendok, saringan, serta ayakan terdiri dari 80 dan 100 mesh. Bahan baku utama yang digunakan adalah biji nangka. Bahan baku pembantu yang digunakan natrium bisulfit, akuades, susu, gula, air, tepung agar-agar dan maizena. Metode Rancangan penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktorial. Faktor yang digunakan ada 2. Faktor pertama adalah perendaman dengan natrium bisulfit terdiri dari 3 level yaitu (200, 400, 0 ppm). Faktor kedua suhu pengeringan pada oven terdiri dari 3 level yaitu (,, 0 C). Preparasi sampel Sampel yang digunakan merupakan biji nangka dari buah nangka jenis salak yang telah masak, kemudian dikupas dan diambil bijinya. Proses pembuatan tepung biji nangka Tahapan proses pembuatan tepung biji nangka, meliputi pembersihan dan pengupasan biji nangka, pengirisan dan perendaman biji nangka, blanching, pengeringan dan penggilingan. Tahapan pertama, pembersihan biji nangka dengan air. Pengupasan biji dilakukan dengan menggunakan pisau untuk memisahkan kulit luar dan kulit ari biji nangka. Kemudian biji nangka diiris setebal cm. Selanjutnya irisan biji nangka direndam (sulfurisasi) ke dalam larutan natrium bisulfit pada suhu ruang selama 4 jam, dengan 3 level perlakuan konsentrasi yakni 200, 400, 0 ppm. Selanjutnya biji nangka ditiriskan selama 5 menit menggunakan saringan. Kemudian blanching yaitu proses pemanasan bahan dengan air panas langsung pada suhu C selama 5 menit. Kemudian ditiriskan dengan saringan selama 5 menit. Selanjutnya proses pengeringan dengan menggunakan oven selama 16 jam. Suhu perlakuan yang digunakan ada 3 yakni,, 0 C. Biji nangka yang telah dikeringkan. Selanjutnya dilakukan penggilingan dengan blender untuk membuat tepung. Pembuatan produk puding dari tepung biji nangka Pembuatan produk puding menggunakan tepung biji nangka, gula pasir, susu, air tepung agar-agar dan maizena. Tepung biji nangka yang telah dibuat sebanyak 5 gram dicampur dengan tepung agar-agar 5 gram, tepung maizena 2 gram, gula pasir sebanyak 80 gram, volume susu 0.05 L dan air 0.25 L. kemudian dilakukan proses pemasakan pada suhu C dan pengadukan selama 5 menit sampai adonan terlarut (homogen). Kemudian dilakukan pencetakan, selanjutnya didinginkan sampai puding menjadi padat. Parameter pengamatan Rendemen, modulus kehalusan derajat keputihan, kadar air, kadar, ph, organoleptik (tekstur, aroma, rasa dan warna) dengan 25 panelis, keseimbangan massa. Pemilihan perlakuan terbaik dengan metode Multiple Attribute (Zaleny (1982) dalam Utomo (2012)). 2

3 Modulus kehalusan Rendemen (%) Jurnal Bioproses Komoditas Tropis HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Tepung Biji Nangka Rendemen Grafik hubungan rendemen dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen tepung biji nangka (P<0.01). Hal ini, disebabkan semakin tingginya suhu pengeringan maka terjadi penguapan air yang semakin banyak. Rerata rendemen tepung biji nangka disajikan dalam Tabel Konsentrasi natrium bisulfit (ppm) Gambar 1. Grafik hubungan rendemen dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan Gambar 1 menunjukkan bahwa rendemen tepung biji nangka cenderung semakin menurun dengan berkurangnya konsentrasi natrium bisulfit dan meningkatnya suhu pengeringan. Rendemen tertinggi % pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 0 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Rendemen paling rendah % pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Tabel 1. Nilai rendemen berdasarkan suhu pengeringan Rerata BNT a b c Keterangan : nilai dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa rendemen dari masing-masing suhu pengeringan berbeda sangat nyata. Menurut Widya (2003), nilai rendemen yang rendah disebabkan penyusutan bobot akibat air yang hilang karena pemanasan. Proses pemanasan membuat sel-sel membran menjadi lebih permeabel, sehingga pergerakan air tidak terhambat dan air lebih mudah dikeluarkan saat pengeringan. Modulus kehalusan Modulus kehalusan tepung biji nangka berkisar antara hingga Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan konsentrasi natrium bisulfit, suhu pengeringan dan interaksi antara kedua perlakuan tidak berbeda nyata terhadap modulus kehalusan tepung biji nangka yang dihasilkan (P>0.05). Grafik hubungan modulus kehalusan ditunjukkan pada Gambar Konsentrasi natrium bisulfit (ppm) Gambar 2. Grafik hubungan modulus kehalusan dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan peningkatan modulus kehalusan tepung biji nangka dengan bertambahnya konsentrasi natrium bisulfit dan menurunnya suhu pengeringan. Nilai 3

4 Derajat Keputihn (%) Jurnal Bioproses Komoditas Tropis modulus kehalusan tertinggi diiperoleh pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 0 C dengan rerata sebesar Sedangkan nilai modulus kehalusan yang terendah sebesar pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 200 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Modulus kehalusan menyatakan tingkat kehalusan, atau menunjukkan besar dan kecilnya ukuran pertikel tepung yang dihasilkan. Nilai modulus kehalusan yang besar, maka tepung yang dihasilkan mempunyai partikel kasar. Nilai modulus kehalusan dipengaruhi oleh banyaknya bahan yang tertinggal pada ayakan. Semakin besar ukuran partikel bahan maka jumlah partikel yang tertinggal semakin banyak, sehingga modulus kehalusan maka semakin besar. Derajat keputihan Derajat keputihan menyatakan tingkat warna kehitaman dan keputihan dengan kisaran 0 sampai 100. Nilai 0 menyatakan warna kehitaman atau gelap, sedangkan nilai 100 menyatakan warna keputihan atau terang. Grafik hubungan derajat keputihan dengan konsentrasi dan suhu seperti disajikan pada Gambar 3. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan variasi suhu pegeringan dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap derajat keputihan tepung (P<0.01). Rerata derajat keputihan akibat perlakuan suhu pengeringan seperti disajikan pada Tabel 2. Rerata derajat keputihan berdasarkan konsensentasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan disajikan dalam Tabel Konsentrasi natrium bisulfit (ppm) Gambar 3. Grafik hubungan derajat keputihan dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan Gambar 3 menunjukkan bahwa tingkat derajat keputihan tepung biji nangka mengalami peningkatan dengan semakin rendahnya suhu pengeringan dan semakin meningkatnya konsentrasi natrium bisulfit. Rerata nilai derajat keputihan terendah sebesar %, pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 200 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Sedangkan derajat keputihan tertinggi %, diperoleh pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Tabel 2. Derajat keputihan berdasarkan suhu pengeringan Suhu 0 C Rerata BNT a a b Keterangan: notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata Tabel 3. Derajat keputihan berdasarkan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan Sampel Rerata BNT 0.01 K1T a K2T b K1T b K3T bc K2T cd 5.0 K3T cd K3T de K1T e K2T e Keterangan : nilai dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata 4

5 Kadar air (%) Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Pada Tabel 2 menunjukkan hasil uji BNT bahwa terjadi kecenderungan menurunnya nilai derajat keputihan dari tepung biji nangka dengan meningkatnya suhu pengeringan. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan meningkatnya nilai derajat keputihan dari tepung biji nangka dengan semakin bertambahnya konsentrasi Natrium Bisulfit dan semakin menurunnya suhu pengeringan. Semakin tinggi konsentrasi Natrium Bisulfit semakin tinggi derajat keputihan. Semakin tinggi suhu pengeringan maka derajat keputihan akan semakin rendah. Diduga pencoklatan yang terjadi pada tepung biji nangka disebabkan oleh reaksi non enzimatik, yaitu pencoklatan akibat bahan yang sensitif terhadap suhu tinggi. Menurut Asgar dan Musaddad. (2006). Reaksi non enzimatik melibatkan asam amino dan gugus karbonil. Reaksi non enzimatik terjadi pada suhu tinggi, dengan laju reaksi yang akan meningkat tajam pada suhu yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan proses pencoklatan semakin cepat terjadi. Sifat Kimia Tepung Biji Nangka Kadar air Kadar air tepung biji nangka dinyatakan dalam basis basah, dengan nilai rerata berkisar antara sampai %. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air tepung (P<0.01). Hal ini disebabkan suhu pengeringan berperan dalam penguapan air yang terkandung dalam bahan. Notasi yang berbeda pada Tabel 4 menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata antara ketiga variasi suhu pengeringan. Tabel 4. Kadar air berdasarkan suhu pengeringan Rerata BNT a b c Keterangan : nilai dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata Pada Tabel 4 menunjukkan hasil uji BNT bahwa terjadi kecenderungan peningkatan kadar air tepung biji nangka dengan menurunnya suhu pengeringan. Masing-masing suhu pengeringan berbeda sangat nyata terhadap kadar air tepung biji nangka yang dihasilkan. Grafik hubungan kadar air dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar Konsentrasi natrium bisulfit (ppm) Gambar 4. Grafik hubungan kadar air dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan Gambar 4 menunjukkan kadar air tertinggi %, didapatkan perlakuan pada konsentrasi natrium bisulfit 0 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Sedangkan kadar air yang paling rendah 7.040%, diperoleh perlakuan pada konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Kadar air pada penelitian ini lebih rendah jika apabila dibandingkan dengan SNI tepung terigu ( ) maksimal 14.5%.. Dengan demikian, kadar air tepung biji nangka yang dihasilkan sudah memenuhi standar. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium bisulfit yang ditambahkan, maka kadar air akan semakin besar. Semakin tinggi suhu pengeringan maka kadar air yang diperoleh akan semakin kecil. Hal ini, diperkuat dengan pernyataan Lahmudin (2006) bahwa kadar air yang rendah disebabkan oleh pengeringan dengan suhu yang tinggi. Pada suhu yang tinggi terjadi proses evaporasi berlangsung lebih cepat, sehingga kehilangan komponen air akan semakin besar. 5

6 Kadar abu (%) Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Kadar abu Kadar abu tepung biji nangka berkisar antara sampai 2.057%. Grafik hubungan kadar abu dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan konsentrasi natrium bisulfit berpengaruh nyata terhadap kadar abu tepung (P<0.05). Perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu tepung (P<0.01). Hal ini disebabkan natrium bisulfit dapat mengikat mineral pada bahan. sedangkan suhu pengeringan berperan dalam penguraian komponen yang terkandung dalam bahan. Notasi yang berbeda pada Tabel 5 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antara ketiga konsentrasi natrium bisulfit. Kadar abu akibat ketiga variasi suhu pengeringan disajikan Tabel Konsentrasi natrium bisulfit (ppm) Gambar 5. Grafik hubungan kadar abu dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan Gambar 5 menunjukkan kadar abu pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 0 ppm dan suhu pengeringan 0 C, diperoleh kadar abu yang paling tinggi dengan rerata 2.057%. Sedangkan rerata kadar abu yang paling rendah tepung biji nangka diperoleh 0.868%, pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 200 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan SNI (1995) tepung terigu maksimal 0.6% Tabel 5. Kadar abu berdasarkan konsentrasi natrium bisulfit Konsentrasi (ppm) Rerata BNT a a b Keterangan : nilai dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda nyata Tabel 6. Kadar abu berdasarkan suhu pengeringan Rerata BNT a b c Keterangan : nilai dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata Hasil uji BNT pada Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar abu tepung biji nangka cenderung mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi natrium bisulfit. Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan peningkatan kadar abu tepung dengan meningkatnya suhu pengeringan. Konsentrasi natrium bisulfit yang ditambahkan semakin tinggi, maka kadar abu yang dihasilkan semakin tinggi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Desti dkk. (2012), bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium bisulfit, maka kadar abu semakin meningkat. dikarenakan pada natrium bisulfit terdapat mineral Na dan S, yang dapat mengikat komponen mineral dalam bahan. Semakin tinggi suhu pengeringan maka kadar abu yang dihasilkan semakin meningkat. Hal ini disebabkan pada pengeringan dengan suhu rendah akan lebih sedikit komponen abu pada bahan yang mengalami penguraian. Proses perpindahan panas yang tinggi berpeluang terurainya komponen dalam bahan lebih jelas (Desrosier, 1988). ph Rerata nilai ph tepung biji nangka, berkisar antara sampai Grafik hubungan ph dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan disajikan pada Gambar 6. Hasil analisis sidik 6

7 ph Jurnal Bioproses Komoditas Tropis ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap ph tepung (P<0.01). Nilai rerata ph akibat ketiga variasi suhu pengeringan disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Nilai ph berdasarkan suhu pengeringan Rerata BNT a b b Keterangan : nilai dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata Tabel 7 menunjukkan hasil uji BNT, bahwa semakin rendah suhu pengeringan maka ph yang dihasilkan semakin meningkat. Nilai ph yang ditetapkan oleh SNI (1995) tepung terigu adalah maksimal 4. Sedangkan ph tepung biji nangka yang diperoleh berkisar antara sampai 4.529, belum memenuhi SNI tepung terigu. Tetapi selisih ph tepung biji nangka dengan ph tepung terigu yang ditetapkan SNI tidak terlalu besar yakni antara sampai Kosentrasi natrium bisulfit (ppm) Gambar 6. Grafik hubungan ph dengan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan Pada Gambar 6 dapat diketahui bahwa nilai ph terendah pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 0 ppm dan suhu pengeringan 0 C sebesar Sedangkan rerata ph yang paling tinggi sebesar pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 200 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan terjadi penurunan ph seiring dengan semakin tingginya suhu pengeringan dan meningkatnya konsentrasi narium bisulfit. Penurunan ph, dikarenakan suhu pengeringan berperan pada penguapan air. Sedangkan natrium bisulfit yang ditambahkan pada saat perendaman. Natrium bisulfit terbentuk pada ph di bawah 3 (Syarief dan Irawati, 1988). Sifat Sensorik Puding Tepung Biji Nangka Tekstur Tekstur makanan merupakan parameter yang penting pada penerimaan konsumen. Tingkat kesukaan panelis berkisar antara 3.52 sampai Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi natrium bisulfit, suhu pengeringan dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur puding. Hal ini diduga karena puding dibuat dengan komposisi yang sama, sehingga puding mempunyai tekstur yang hampir sama. Aroma Rerata penilaian tingkat kesukaan aroma. pudding tepung biji nangka. adalah 3.96 sampai Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma puding. Begitu pula dengan Interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma puding. Rasa Rerata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa puding berkisar antara 4.56 sampai Berdasarkan hasil analisa sidik ragam rasa puding. Bahwa penambahan konsentrasi natrium bisulfit dan suhu pengeringan, serta Interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa puding (P>0.05). Warna 7

8 Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Rerata kesukaan panlis terhadap warna produk puding mempunyai rentang antara 3.36 hingga Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi natrium bisulfit tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis pada warna puding Suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap warna puding (P<0.01).. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis pada warna puding (P<0.05). Keseimbangan Massa Perhitungan keseimbangan massa digunakan untuk mencari atau mengetahui material yang masuk (inflow) dan material yang keluar (outflow) pada proses. Cara yang digunakan untuk mengetahui keseimbangan massa adalah dengan membuat perumusan, mengevaluasi bahan sebelum pemrosesan dan mengevaluasi hasil akhir setelah pemrosesan. Keseimbangan massa pembuatan tepung biji nangka Neraca keseimbangan massa pembuatan tepung biji nangka dapat dilihat pada Gambar 7, menunjukkan selama proses pembuatan tepung banyak dipengaruhi oleh pertambahan dan kehilangan air selama tahap pengolahan, mulai dari pembersihan sampai pengeringan. Gambar 7. Neraca massa pembuatan tepung biji nangka Gambar 7 menunjukkan bahwa massa biji nangka awal sebesar 100 gram. Pada proses pengeringan, terjadi pengurangan massa biji nangka yang cukup besar akibat uap air yang keluar dari sistem, menghasilkan biji nangka kering yang bermassa gram dengan kadar air %. Keseimbangan massa pembuatan puding Neraca massa pembuatan pudng dapat dilihat pada Gambar 8. menunjukkan selama proses pembuatan puding terjadi pertambahan dan kehilangan massa, setiap tahap pengolahan. 8

9 Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Gambar 8. Neraca massa pembuatan puding Pembuatan puding dimulai dengan pencampuran bahan massa tepung biji nangka 5 gram dengan tepung agar-agar, maizena, susu, gula dan air menghasilkan campuran bahan bermassa gram. Selanjutnya dilakukan proses pemasakan dan pengadukan, terjadi kehilangan massa akibat adonan yang menempel pada panci dan air yang menguap saat pemasakan, massa adonan berkurang menjadi gram. Kemudian adonan dicetak dan didinginkan, menjadi produk puding dengan massa gram dan kadar air sebesar %. Pemilihan perlakuan terbaik Perlakuan terbaik untuk parameter fisik, kimia dan sensorik didapatkan dengan menggunakan metode multiple attribute (Zaleny (1982) dalam Utomo (2012)). Alternatif yang didapatkan dari perhitungan dengan metode multiple attribute memberikan hasil nilai rerata hubungan yang mendekati terhadap parameter yang diukur. Perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Perlakuan ini mendapatkan nilai produk terbaik dari parameter fisik, kimia dan sensorik. Parameter perlakuan terbaik disajikan pada Tabel 8. Penambahan natrium bisulfit 400 ppm pada perlakuan terbaik memenuhi SNI (1995) bahan tambahan makanan yakni maksimal 0 ppm. Kandungan natrium bisulfit yang disyaratkan dalam makanan adalah sebagai bahan pengawet, yaitu keberadaannya dengan kadar yang diijinkan hingga makanan dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh manusia. Sedang pemakaian natrium bisulfit dalam penelitian ini diaplikasikan pada saat perendaman, sehingga kandungan yang ada dalam bahan tidak sebesar konsentrasi larutan perendam (Darmajana, 2010). Tabel 8. Pemilihan perlakuan terbaik Perlakuan terbaik Parameter K2T1 Perlakuan terjelek K1T2 Rendemen (%) Modulus kehalusan Derajat keputihan (%) Kadar air (%) Kadar abu (%) ph Tekstur Aroma Rasa Warna KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Perlakuan penambahan konsentrasi natrium bisulfit dan variasi suhu pengeringan berpengaruh terhadap sifat fisik-kimia tepung biji nangka yang dihasilkan. Rerata rendemen antara

10 Jurnal Bioproses Komoditas Tropis %, modulus kehalusan , derajat keputihan %, kadar air %, kadar abu %, ph Nilai kesukaan penelis terhadap produk puding dengan rerata tekstur (agak tidak menyukai - agak menyukai), aroma (agak tidak menyukai - agak menyukai), rasa (netral - menyukai), warna (agak tidak menyukai - agak menyukai). 3. Perlakuan terbaik dari hasil analisis menggunakan metode multiple atribute diperoleh pada perlakuan konsentrasi natrium bisulfit 400 ppm dan suhu pengeringan 0 C. Pada perlakuan ini diperoleh nilai rerata rendemen sebesar %, modulus kehalusan 1.3, derajat keputihan %, kadar air %, kadar abu 0.868%, ph 4.459, tekstur 4.12 (netral - agak menyukai), aroma 4.44 (netral - agak menyukai), rasa 5.12 (agak menyukai - menyukai) dan warna 4.36 (netral - agak menyukai). DAFTAR PUSTAKA Arogba, S. S The Performance of Prcessed Mango (Mangifera indica) Kernel Flour in a Model Food System. Journal. Dept. of Sci and Tech. Nigeria. Asgar, A dan D. Musaddad Optimalisasi Cara, Suhu, dan Lama Blansing Sebelum Pengeringan pada Wortel. Jurnal Hortikultura. Vol. 16 (3) : Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang. Bandung. Badan Pusat Statistik Produksi Buah-Buahan. BPS. Jakarta. Darmajana, Doddy A Upaya Mempertahankan Derajat Putih Pati Jagung dengan Proses Perendaman dalam Natrium Bisulfit. Jurnal ISSN LIPI. Subang. Desrosier, N.W Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo. UI-Press. Jakarta. Desti, D. K., Amanto, B. Sigit, dan Aji, M. D. R Pengaruh Perlakuan Pendahuluan dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Dan Sensori Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus). Jurnal Teknosains Pangan. Vol 1 No 1 ISSN : Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Lahmudin, Agus Proses Pembuatan Tepung Putih Telur dengan Pengering Semprot. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perternakan IPB. Bogor. Purnomo dan Winarti dalam Hartika, Widya Kajian Sifat Fisik dan Kimia Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) dan Aplikasinya dalam Pambuatan Roti Manis. Skripsi. Universitas Andalas. Padang. Setyawati Karakteristik Pati dan Manfaatnya dalam Industri. IPB. Bogor. SNI Bahan Tambahan Makanan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. SNI Tepung Terigu. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Syarief, R. dan A. Irawati Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Utomo Wahyu, Arif Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Karakteristik Fisikokimiawi Plastik Biodegredeble dari Komposit Pati Lidah Buaya (Aloe verra)-kitosan. Skripsi. FTP. Universitas Brawijaya. Malang. Widya, Deasy Proses Produksi dan Karakteristik Tepung Biji Mangga Jenis Arumanis (Mangifera indica L.). Skripsi. IPB. Bogor. 10

Pengaruh Suhu Pengeringan Dan Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Durian (Durio zibethinus)

Pengaruh Suhu Pengeringan Dan Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Durian (Durio zibethinus) Pengaruh Suhu Pengeringan Dan Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Durian (Durio zibethinus) The Influence Of Drying Temperature and Natrium Metabisulfit

Lebih terperinci

Kajian Pembuatan Bumbu Dari Bawang Putih (Allium sativum) Dan Daun Jeruk Purut (Cytrus hystrix) Menggunakan Pengering Tipe Rak

Kajian Pembuatan Bumbu Dari Bawang Putih (Allium sativum) Dan Daun Jeruk Purut (Cytrus hystrix) Menggunakan Pengering Tipe Rak Vol. No., Juni, 6-66 Kajian Pembuatan Bumbu Dari Bawang Putih (Allium sativum) Dan Daun Jeruk Purut (Cytrus hystrix) Menggunakan Pengering Tipe Rak Aninatul Fuadah*, Sumardi Hadi Sumarlan, Yusuf Hendrawan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian analisis sifat fisik cookies berbahan baku tepung terigu dengan substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi

Lebih terperinci

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott)

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott) SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott) SUBSTITUTION OF GREEN BEAN FLOUR (Phaseolus radiathus L) IN MAKING KIMPUL BISCUIT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan 14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Waktu penelitian yakni pada bulan Desember

Lebih terperinci

III.MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014

III.MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014 III.MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014 di Laboratorium Teknologi Pascapanen (TPP) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT KIMIA DAN RENDEMEN DARI TEPUNG BIJI CEMPEDAK (Artocarpus integer (Thunb.) Merr.) DENGAN PENGERINGAN YANG BERBEDA

KAJIAN SIFAT KIMIA DAN RENDEMEN DARI TEPUNG BIJI CEMPEDAK (Artocarpus integer (Thunb.) Merr.) DENGAN PENGERINGAN YANG BERBEDA KAJIAN SIFAT KIMIA DAN RENDEMEN DARI TEPUNG BIJI CEMPEDAK (Artocarpus integer (Thunb.) Merr.) DENGAN PENGERINGAN YANG BERBEDA Marwati Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO TEPUNG KOMAK DENGAN TEPUNG TERIGU DAN PENGGUNAAN PUTIH TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK BROWNIES YANG DIHASILKAN

PENGARUH RASIO TEPUNG KOMAK DENGAN TEPUNG TERIGU DAN PENGGUNAAN PUTIH TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK BROWNIES YANG DIHASILKAN PENGARUH RASIO TEPUNG KOMAK DENGAN TEPUNG TERIGU DAN PENGGUNAAN PUTIH TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK BROWNIES YANG DIHASILKAN RATIO INFLUENCE OF LABLAB FLOUR WITH WHEAT FLOUR AND EGG WHITE USE OF THE CHARACTERISTICS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN NATRIUM BISULFIT (NaHSO 3 ) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS PATI UMBI GANYONG (Canna Edulis Ker)

PENGARUH PERENDAMAN NATRIUM BISULFIT (NaHSO 3 ) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS PATI UMBI GANYONG (Canna Edulis Ker) PENGARUH PERENDAMAN NATRIUM BISULFIT (NaHSO 3 ) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS PATI UMBI GANYONG (Canna Edulis Ker) The Effects of Soaking Sodium Bisulfite (NaHSO3) and Temperature Drying to the

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1. Materi

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi, Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan mie gembili adalah sebagai berikut: 1. Alat yang digunakan: a. Panci b. Slicer c. Pisau d. Timbangan e. Screen 80 mesh

Lebih terperinci

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

Pembuatan Tepung dari Hati Nanas (Ananas comosus L. Merr.) sebagai Alternatif Bahan Baku Produk Olahan

Pembuatan Tepung dari Hati Nanas (Ananas comosus L. Merr.) sebagai Alternatif Bahan Baku Produk Olahan Pembuatan Tepung dari Hati Nanas (Ananas comosus L. Merr.) sebagai Alternatif Bahan Baku Produk Olahan Oleh : Zindy Sukma Aulia P. (2308 030 022) Rahmasari Ibrahim (2308 030 064) Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pangan Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian banyaknya varietas buah-buahan yang berkembang di Indonesia, tentunya tidak semua dapat diunggulkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

PENAMBAHAN TEPUNG BIJI CEMPEDAK DALAM PEMBUATAN ROTI TAWAR

PENAMBAHAN TEPUNG BIJI CEMPEDAK DALAM PEMBUATAN ROTI TAWAR PENAMBAHAN TEPUNG BIJI CEMPEDAK DALAM PEMBUATAN ROTI TAWAR CEMPEDAK SEED FLOUR ADDING IN MAKING OF WHITE BREAD Bangga Andreas Putra Berutu 1, Dewi Fortuna Ayu 2 Program Studi Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN GULA DAN AMONIUM SULFAT TERHADAP KUALITAS NATA DE SOYA

PENGARUH PENAMBAHAN GULA DAN AMONIUM SULFAT TERHADAP KUALITAS NATA DE SOYA PENGARUH PENAMBAHAN GULA DAN AMONIUM SULFAT TERHADAP KUALITAS NATA DE SOYA EFFECT OF THE ADDITION OF SUGAR AND AMMONIUM SULFATE ON THE QUALITY OF NATA SOYA Anshar Patria 1*), Murna Muzaifa 1), Zurrahmah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DALAM PEMBUATAN COOKIES. ABSTRACT

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DALAM PEMBUATAN COOKIES. ABSTRACT Hardiyanti, Et al / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 123-128 123 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG (Zea mays L.) DALAM PEMBUATAN COOKIES Hardiyanti¹), Kadirman²), Muh. Rais 3 ) 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian,

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan satu faktor (Single Faktor Eksperimen) dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan yaitu penambahan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU Bambang Kusmartono 1, Merita Ika Wijayati 2 1,2 Jurusan Teknik Kimia, Institut Sains & Teknologi Akprind Yogyakarta e-mail : bkusmartono@ymail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III.

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III. III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai Maret 2011 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP)

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium III. MATERI DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium Teknologi Pascapanen Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. 3.2.Alat dan Bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

PEMBUATAN PATI DARI BIJI DURIAN MELALUI PENAMBAHAN NATRIUM METABISULFIT DAN LAMA PERENDAMAN

PEMBUATAN PATI DARI BIJI DURIAN MELALUI PENAMBAHAN NATRIUM METABISULFIT DAN LAMA PERENDAMAN Agrium, April 2013 Volume 18 No 1 PEMBUATAN PATI DARI BIJI DURIAN MELALUI PENAMBAHAN NATRIUM METABISULFIT DAN LAMA PERENDAMAN Budi Suarti, Misril Fuadi dan Bachri Harun Siregar Jurusan Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan September 2012 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian serta Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium. Faktor perlakuan meliputi penambahan pengembang dan pengenyal pada pembuatan kerupuk puli menggunakan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging sapi bagian paha belakang (silverside)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging sapi bagian paha belakang (silverside) III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian, Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI JAGUNG (MAIZENA) BERBASIS NERACA MASSA

ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI JAGUNG (MAIZENA) BERBASIS NERACA MASSA EMBRYO VOL. 7 NO. 1 JUNI 2010 ISSN 0216-0188 ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI JAGUNG (MAIZENA) BERBASIS NERACA MASSA Iffan Maflahah Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

MANISAN KERING BENGKUANG

MANISAN KERING BENGKUANG MANISAN KERING BENGKUANG 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 25%,dankadar gula di atas 60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2013 di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat 20 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan 19 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada November

Lebih terperinci

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal.

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini adalah penelitan eksperimental. Tempat penelitian adalah Laboratorium Kimia Universitas Katolik Soegijapranoto Semarang dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN GULA AREN DAN SUHU PEMANASAN TERHADAP ORGANOLEPTIK DAN KUALITAS SIRUP AIR KELAPA

PENGARUH PENAMBAHAN GULA AREN DAN SUHU PEMANASAN TERHADAP ORGANOLEPTIK DAN KUALITAS SIRUP AIR KELAPA PENGARUH PENAMBAHAN GULA AREN DAN SUHU PEMANASAN TERHADAP ORGANOLEPTIK DAN KUALITAS SIRUP AIR KELAPA (Effect of Addition of Palm Sugar and Heating Temperature on Organoleptic and Quality of Coconut Water

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017. 22 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017. Penelitian kadar air, aktivitas air (a w ), dan pengujian mutu hedonik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanaan pada bulan Februarisampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Kimia, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan April 2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan April 2015 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan April 2015 di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Analisis Hasil Pertanian Jurusan

Lebih terperinci

111. BAHAN DAN METODE

111. BAHAN DAN METODE 111. BAHAN DAN METODE 3.1 Tern pat dan Waktu Pcnclilian ini telah dilaksanakan di Laboiatorium Pcngolahan llasil Pertanian dan Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau dan Laboratorium

Lebih terperinci

FORMULASI BISKUIT KELAPA PARUT KERING DENGAN PERLAKUAN PENYANGRAIAN DAN TANPA PENYANGRAIAN

FORMULASI BISKUIT KELAPA PARUT KERING DENGAN PERLAKUAN PENYANGRAIAN DAN TANPA PENYANGRAIAN FORMULASI BISKUIT KELAPA PARUT KERING DENGAN PERLAKUAN PENYANGRAIAN DAN TANPA PENYANGRAIAN THE FORMULATION OF DESICCATED COCONUT BISCUITS BY ROASTING AND WITHOUT ROASTING Yanti Meldasari Lubis 1*), Satriana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016.

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016. 23 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Nutrisi dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

Studi Komposisi Sari Jagung Manis dan Karagenan Pada Kualitas Jeli Jagung Manis

Studi Komposisi Sari Jagung Manis dan Karagenan Pada Kualitas Jeli Jagung Manis Studi Komposisi Sari Jagung Manis dan Karagenan Pada Kualitas Jeli Jagung Manis Study the compotition of Sweet Corn Extract and Carrageenan Concentration on Sweet Corn Jelly Characteristics Arif Ashadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

MANISAN BASAH BENGKUANG

MANISAN BASAH BENGKUANG MANISAN BASAH BENGKUANG 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 25%,dankadar gula di atas 60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang, Laboratorium Keamanan dan Mutu Pangan Universitas Brawijaya Malang. Penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis)

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis) LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN Disusun Oleh: FERAWATI I 8311017 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014 KATA PENGANTAR Segala

Lebih terperinci

KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus)

KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus) KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK NUGGET FORMULAS IKAN TONGKOL DAN JAMUR TIRAM PUTIH YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI. Program studi pendidikan biologi

KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK NUGGET FORMULAS IKAN TONGKOL DAN JAMUR TIRAM PUTIH YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI. Program studi pendidikan biologi KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK NUGGET FORMULAS IKAN TONGKOL DAN JAMUR TIRAM PUTIH YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI Program studi pendidikan biologi Disusun oleh: Arif Rachmad Hakim A420100085 PENDIDIKAN BIOLOGI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1. Latar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan noga kacang hijau adalah

III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan noga kacang hijau adalah III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (3.1) Bahan dan Alat, (3.2) Metode Penelitian, dan (3.3) Prosedur Penelitian. 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang Digunakan Bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (treatment) terhadap objek penelitian serta adanya kontrol penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. (treatment) terhadap objek penelitian serta adanya kontrol penelitian. 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimen murni (Pure Eksperimen) pada skala laboratorium, dengan memberikan perlakuan (treatment) terhadap

Lebih terperinci

Optimasi Proses Pembuatan Bubuk (Tepung) Kedelai

Optimasi Proses Pembuatan Bubuk (Tepung) Kedelai Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 13 (3): 188-196 ISSN 1410-5020 Optimasi Proses Pembuatan Bubuk (Tepung) Kedelai Optimization Process Soybean Flouring Hertini Rani, Zulfahmi, dan Yatim R. Widodo

Lebih terperinci

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: NEZLY NURLIA PUTRI No. BP 07117037 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Pindah Panas serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae)

SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae) SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae) THE CHEMICAL NATURE AND LEVEL (HARD CANDY) SARI NUTMEG (Myristica fragrans houtt

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci