BAB II PERJANJIAN ANTARA PERUSAHAAN MODAL VENTURA DAN PERUSAHAAN PASANGAN USAHA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PERJANJIAN ANTARA PERUSAHAAN MODAL VENTURA DAN PERUSAHAAN PASANGAN USAHA"

Transkripsi

1 BAB II PERJANJIAN ANTARA PERUSAHAAN MODAL VENTURA DAN PERUSAHAAN PASANGAN USAHA A. Pengertian Perjanjian Berbicara mengenai perjanjian tidak dapat terlepas dari perikatan maka sebelum sampai pada pengertian perjanjian, ada baiknya dibahas mengenai pengertian perikatan. KUH Perdata di dalam Buku III memakai istilah perikatan yang berasal dari bahasa Belanda verbintenis. R. Subekti memberi rumusan perikatan sebagai hubungan antara 2 (dua) orang atau 2 (dua) pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu. 37 Istilah perikatan dipergunakan untuk menggambarkan suatu hubungan hukum antara 2 (dua) pihak atau lebih yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu yang disebabkan suatu kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa perikatan lahir dari suatu peristiwa di mana 2 (dua) orang atau lebih saling menjanjikan sesuatu. Peristiwa ini tepatnya dinamakan perjanjian yaitu suatu peristiwa yang berupa suatu rangkaian janji-janji. Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian menerbitkan perikatan. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata dirumuskan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang. Sedang dalam Pasal 37 R. Subekti (R. Subekti I), Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1983, hal. 22.

2 1313 KUH Perdata disebutkan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. R. Subekti berpendapat bahwa istilah perjanjian dinamakan persetujuan karena kedua belah pihak bersetuju untuk melakukan sesuatu. 38 Abdul Kadir Muhammad mengatakan bahwa Pasal 1313 kurang begitu memuaskan memberikan perumusan tentang perjanjian disebabkan perumusan pasal tersebut mengandung kelemahan-kelemahan antara lain: Hanya menyangkut sepihak saja. 2. Kata perbuatan tidak mencakup konsensus. 3. Kata perjanjian terlalu luas. 4. Tanpa menyebut tujuan. Dengan demikian Abdul Kadir Muhammad berpendapat bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana 2 (dua) orang atau lebih saling mengikat diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. 40 Perjanjian mempunyai sifat yang dapat dipaksakan. Dalam perjanjian, kreditur berhak atas prestasi yang telah diperjanjikan. Hak mendapat prestasi tadi dilindungi oleh hukum berupa sanksi. Hal ini berarti kreditur diberi kemampuan oleh hukum untuk memaksa debitur dapat menyelesaikan pelaksanaan kewajiban/prestasi yang mereka perjanjikan. Sanksi dalam hal ini berupa eksekusi, ganti rugi atau uang paksa. 38 R. Subekti I, op.cit, hal Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal Ibid, hal. 9.

3 Untuk melihat pengertian perjanjian dimaksud, dikemukakan beberapa pendapat yang dapat dilihat di bawah ini. M. Yahya Harahap merumuskan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara 2 (dua) orang atau lebih yang memberikan kekuatan hukum pada satu pihak untuk memperoleh potensi sekaligus mewajibkan para pihak lain untuk menunaikan prestasi. 41 Wirjono Prodjodikoro merumuskan perjanjian sebagai suatu perhubungan hukum mengenai benda antara 2 (dua) pihak dalam mana salah satu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. 42 Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa unsurunsur dalam Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil adalah sebagai berikut: 1. Lahir dari adanya kesepakatan 2. Mengikat PMV dan PPU 3. Menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak B. Syarat-syarat Sah Perjanjian Menurut Pasal 1320 KUH Perdata diperlukan 4 (empat) syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. 41 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal Wirjono Prodjodikoro (Wirjono Prodjodikoro I), Pokok-pokok Hukum Perdata tentang Perjanjian Tertentu, Sumur, Bandung, 1981, hal. 11.

4 3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, keempat unsur tersebut digolongkan ke dalam: 43 Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif), dan Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif). Syarat yang pertama dan yang kedua disebut dengan syarat subyektif, karena langsung menyangkut orang atau subyek pembuat perjanjian. apabila salah satu syarat tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya, artinya salah satu pihak dapat memintakan supaya perjanjian dibatalkan. Syarat yang ketiga dan keempat disebut dengan syarat obyektif, karena apabila salah satu syarat obyektif ini tidak dipenuhi maka perjanjian itu dengan sendirinya batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Sepakat adalah bahwa kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang diadakan. Menurut Pasal 1321 KUH Perdata, sepakat yang telah diberikan menjadi tidak sah apabila kata sepakat tersebut diberikan karena: a. Salah pengertian atau kekhilafan 43 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op cit, hal. 93.

5 b. Paksaan c. Penipuan Sepakat karena salah pengertian (kekhilafan), paksaan atau penipuan menjadi tidak sah oleh karena persetujuan diberikan dengan cacat kehendak. Salah pengertian mengenai orangnya tidak menyebabkan perjanjian dapat batal. Salah pengertian terhadap obyeklah yang dapat menyebabkan perjanjian batal. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 1322 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakekat barang yang menjadi pokok perjanjian. Kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu perjanjian, kecuali jika perjanjian itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut. Paksaan terjadi apabila orang yang dipaksa itu tidak mempunyai pilihan lain kecuali harus menyetujui perjanjian tersebut. Sejalan dengan itu, Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa Yang dimaksud dengan paksaan ialah kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia) dengan sesuatu yang dibolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian. Disini paksaan itu harus benar-benar menimbulkan suatu ketakutan bagi yang menerima paksaan. 44 Penipuan adalah segala tipu muslihat ataupun memperdayakan dengan terang dan nyata, sehingga pihak lain tidak akan membuat perikatan seandainya tipu 44 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1993, hal. 101.

6 muslihat itu akan dilakukan (Pasal 1328 KUH Perdata). Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa penipuan tidak boleh dipersangkakan akan tetapi dapat dibuktikan. Tentang penipuan ini, Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa satu macam pembohongan saja tidaklah cukup untuk adanya penipuan melainkan harus ada suatu rangkaian pembohongan yang di dalamnya hubungan satu dengan lain merupakan satu tipu muslihat. 45 Penipuan haruslah merupakan pernyataan yang tidak benar tentang sesuatu kenyataan (bukan pendapat) yang ada pada waktu pernyataan dibuat. Suatu maksud atau kehendak dari seseorang adalah merupakan suatu kenyataan. 46 Ad. 2. Cakap membuat perjanjian Suatu perjanjian harus dibuat oleh orang yang benar-benar mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian. Dengan kata lain pihak yang bersangkutan yang melakukan perbuatan harus dapat menginsyafi tanggung jawab yang akan dipikul sebagai akibat dari perjanjian yang dibuat. Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akil baligh dan sehat pikiran adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 KUH Perdata disebut orang-orang yang tidak cakap membuat suatu perjanjian yaitu a. Orang-orang yang belum dewasa b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan 45 Wirjono Prodjodikoro (Wirjono Prodjodikoro II), Azas-azas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1981, hal Harjan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hal. 72.

7 c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Pasal 330 KUH Perdata menyatakan orang dewasa adalah orang yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau telah kawin. Jadi jika seseorang yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun namun telah kawin mengadakan perjanjian, dia dianggap sudah dewasa. Terhadap mereka yang ditaruh di bawah pengampuan Pasal 433 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak, atau mata gelap, termasuk orang yang kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya juga orang yang ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya. Dalam hal ini undang-undang menganggap bahwa mereka tidak mampu menginsyafi tanggung jawab dan karena itu mereka tidak dapat bertindak melakukan perjanjian, dan untuk mewakilinya ditunjuk orang tua dan wali pengampunya (kurator). Mengenai perempuan yang telah bersuami KUH Perdata memandang mereka tidak cakap untuk melakukan perjanjian (Pasal 108 KUH Perdata). Dalam melakukan perjanjian mereka harus didampingi oleh suaminya. Tetapi sejak tahun 1963 dengan SEMA RI Nomor 3 Tahun 1963 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia, maka kedudukan seorang perempuan yang telah bersuami itu dianggap derajatnya sama dengan laki-laki, sehingga untuk mengadakan perbuatan hukum dan menghadap di depan pengadilan ia tidak

8 memerlukan bantuan dari suaminya lagi, dan Pasal 108 dan 110 KUH Perdata dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini semakin dipertegas oleh UU No. 1 Tahun 1974 dalam Pasal 31 ayat 1 bahwa kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan berumah tangga dan pergaulan di masyarakat serta keduanya sama-sama berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Ad. 3. Suatu hal tertentu Suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu mempunyai arti bahwa obyek yang diperjanjikan harus jelas bedanya, jenisnya dan dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUH Perdata). Dengan demikian barang-barang di luar ketentuan Pasal 1332 KUH Perdata ini tidak dapat menjadi obyek perjanjian, misalnya barang-barang yang dipergunakan untuk keperluan orang banyak seperti jalan umum, benda-benda terlarang seperti narkotika dan sejenisnya. Pasal 1333 KUH Perdata menyatakan bahwa barang yang dijadikan obyek perjanjian harus dapat ditentukan jenisnya, apakah sebagai benda yang tidak berwujud. Obyek perjanjian dapat pula barang-barang yang baru diharapkan akan ada di kemudian hari. Dengan kata lain, barang tersebut belum ada pada waktu perjanjian dibuat. Perjanjian yang tidak menyatakan secara tegas apa yang menjadi obyeknya adalah batal demi hukum.

9 Ad. 4. Sebab yang halal Dalam Pasal 1335 KUH Perdata dinyatakan bahwa suatu persetujuan tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan. Perjanjian dikatakan dibuat tanpa sebab jika tujuan yang dimaksud oleh para pihak pada waktu perjanjian dibuat tidak akan tercapai, misalnya suatu perjanjian tentang tempat pelaksanaan perjanjian yang sebenarnya tidak pernah ada. Perjanjian juga dikatakan dibuat dengan sebab yang palsu jika sebab yang dibuat oleh para pihak adalah untuk menutupi sebab yang sebenarnya dari perjanjian itu, misalnya apabila para pihak membuat perjanjian jual beli morfin dengan alasan untuk kepentingan pengobatan tetapi ternyata dalam praktiknya disebarluaskan untuk keuntungan pribadi. Dalam Pasal 1336 KUH Perdata ditegaskan bahwa jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang halal, ataupun jika ada sesuatu sebab yang lain, daripada yang dinyatakan, persetujuannya namun demikian adalah sah. Selain itu, ditambahkan juga dalam Pasal 1337 KUH Perdata bahwa suatu sebab adalah terlarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. R. Subekti menyatakan Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah isi perjanjian, dengan menghilangkan suatu sangkaan bahwa sebab itu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian. Yang diperhatikan adalah tindakan yang menjadi kelanjutan dari perjanjian tersebut R. Subekti II, op.cit, hal. 19.

10 Beberapa hal yang termasuk sebab tak halal menurut Abdul Kadir Muhammad dinyatakan sebagai berikut Perjanjian yang berkausa tidak halal (dilarang oleh undang-undang), misalnya jual beli ganja, perjanjian membunuh orang. Perjanjian tidak halal (yang bertentangan dengan kepentingan umum), misalnya jual beli manusia sebagai budak, mengacaukan ajaran tertentu. Perjanjian yang berkausa tidak halal (bertentangan dengan kesusilaan), misalnya membocorkan rahasia perusahaan. 48 Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa yang menjadi dasar dari suatu sebab yang halal adalah isi atau maksud dari perjanjian yang dibuat itu, apakah bertentangan atau tidak dengan undang-undang. Akibat hukum yang timbul jika perjanjian itu dilakukan atas dasar sebab yang halal adalah perbuatan itu batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada. Jadi sekalipun kepada para pihak diberi kebebasan untuk membuat perjanjian dalam bentuk apapun, kebebasan itu harus tetap didasarkan pada aturan hukum yang berlaku. Dengan perkatan lain, perjanjian yang dibuat harus memenuhi keempat unsur penentu suatu perjanjian agar dapat dianggap sah menurut hukum. Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil telah sah menurut hukum karena telah memenuhi syarat sah perjanjian yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu: 1. Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil merupakan hasil dari adanya kesepakatan antara PMV dan PPU yang dituangkan dalam bentuk akta notaril dan dibuktikan dengan adanya tanda tangan para pihak. 2. Para pihak di dalam perjanjian tersebut merupakan pihak yang cakap yaitu pihak yang berwenang untuk mewakili dan telah dewasa (berumur 21 (dua 48 Abdul Kadir Muhammad, op.cit, hal. 15.

11 puluh satu) tahun atau telah menikah di dalam Pasal 330 KUH Perdata atau berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah di dalam Pasal 39 ayat 1 UU No. 30 Tahun 2004). PMV yang berbentuk perseroan terbatas diwakili oleh direktur, dan PPU yang merupakan usaha kecil diwakili oleh pemilik usaha. 3. Obyek perjanjian telah jelas yaitu untuk pemberian fasilitas dana investasi dari PMV kepada PPU. 4. Perjanjian dibuat dengan sebab yang halal atau tidak melanggar peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum mengingat perjanjian dibuat berdasarkan Perpres No. 9 Tahun 2009, Kepmenkeu No. 468/KMK.017/1995, Kepmenkeu No. 469/KMK.017/1995, UU No. 20 Tahun 2008 dan UU No. 30 Tahun C. Perjanjian Modal Ventura Perjanjian modal ventura merupakan suatu perjanjian antara PMV dan PPU yang menjadi dasar pengikatan dalam pelaksanaan investasi dari PMV ke dalam PPU. Di Indonesia, kegiatan modal ventura secara yuridis telah di back up oleh 3 (tiga) kelompok besar yaitu Prinsip kebebasan berkontrak 2. Dasar hukum perseroan 3. Hukum administratif 49 Munir Fuady II, op.cit, hal. 133.

12 Ad. 1 Prinsip Kebebasan Berkontrak Seperti lembaga finansial lainnya, maka modal ventura juga mempunyai dasar berupa prinsip kebebasan berkontrak (Pasal 1338 KUH Perdata) vide Pasal 1320 KUH Perdata, sebab dalam pengucuran dana lewat modal ventura ini juga dimulai dari tahap penandatanganan kontrak terlebih dahulu yang merupakan hasil kesepakatan dari para pihak. Ad. 2. Dasar Hukum Perseroan Modal ventura mempunyai dasar hukum perseroan mengingat lembaga modal ventura selaku penyerta modal sangat terkait dengan hukum perseroan sebagai dasar dari bentuk usahanya. Hukum perseroan bersumber dari Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan berbagai peraturan lainnya, praktik perseroan maupun yurisprudensi yang relevan. Ad. 3. Dasar hukum administratif Seperti terhadap lembaga finansial lainnya, lembaga modal ventura juga diatur oleh berbagai peraturan yang administratif, antara lain a. PP No. 18 tahun 1973 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan dalam Bidang Pengembangan Usaha Swasta Nasional, yang menjadi dasar berdirinya PMV pertama di Indonesia yaitu PT. (Persero) Bahana Pembinaan Usaha Indonesia yang sahamnya dipegang oleh Departemen Keuangan (sekarang Kementerian Keuangan) dan Bank Indonesia. b. Perpres No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan yang menggantikan Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan

13 yang menjadi dasar diakuinya modal ventura sebagai salah satu lembaga pembiayaan. c. Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang diubah dengan Kepmenkeu No. 468/KMK.017/1995 tentang Perubahan Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan Sebagaimana Telah Diubah dengan Kepmenkeu No. 1256/KMK.00/1989 Tanggal 18 November d. Kepmenkeu No. 469/KMK.017/1995 tentang Pendirian dan Pembinaan Usaha Modal Ventura. e. UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Isi dari perjanjian modal ventura tergantung dari jenis penyertaan yang disepakati oleh para pihak. Di dalam praktik pelaksanaan pemberian modal ventura dikenal 2 (dua) bentuk penyertaan modal, yaitu penyertaan langsung dan penyertaan tidak langsung. Di bawah ini akan dibahas mengenai kedua bentuk penyertaan tersebut. 1. Penyertaan Secara Langsung Penyertaan langsung (direct invesment) adalah penyertaan perusahaan modal ventura ke dalam PPU secara langsung dalam bentuk penyertaan modal saham (equity investment). 50 Penyertaan langsung ini dilakukan dengan cara mengambil jumlah saham tertentu dari PPU. Saham yang diambil PMV pada umumnya berasal dari 50 Sunaryo, op.cit, hal. 32

14 saham-saham dalam portepel (porto folio), artinya saham-saham tersebut masih belum diambil bagian dan disetor oleh pemegang saham lainnya. Pembiayaan dengan cara penyertaan secara langsung ini dilakukan dalam hal badan usaha PPU telah atau akan berbentuk perseroan terbatas. Dengan demikian, dalam penyertaan secara langsung dalam bentuk saham ini dapat dilakukan dengan cara mendirikan suatu usaha bersama dalam bentuk perseoran terbatas, dan penyertaan/pengambilan sejumlah saham dalam simpanan (porto folio) pada PPU. Penyertaan secara langsung ini dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu dengan mendirikan suatu usaha bersama dalam bentuk perseroan terbatas dan Penyertaan/Pengambilan Sejumlah Saham dalam Simpanan (Porto Folio) pada PPU. 51 a. Mendirikan Suatu Usaha Bersama dalam Bentuk Perseroan Terbatas Penyertaan modal yang dilakukan dengan cara mendirikan usaha bersama dalam bentuk perseroan terbatas ini biasanya dilakukan apabila calon PPU yang akan dibiayai bentuk usahanya berbentuk persekutuan komanditer (CV), firma, atau perusahaan perseorangan. Meskipun cara ini memerlukan waktu yang lebih lama, namun karena pada umumnya PMV lebih senang jika PPU berbentuk perseroan terbatas, maka alternatif pembentukan perseroan terbatas baru merupakan cara yang paling tepat bagi PMV dalam upaya memperkecil resiko atas investasinya. 52 Pendirian usaha bersama ini dilakukan dengan harus berpedoman pada ketentuan hukum perjanjian, khususnya ketentuan tentang kebebasan berkontrak 51 Ibid., hal Ibid., hal. 32.

15 (Pasal 1338 KUH Perdata) dan ketentuan syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata). Di samping itu, harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 dan peraturan pelaksananya. Peraturan lain yang juga harus diperhatikan dalam rangka pendirian usaha bersama ini adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang usaha modal ventura, yaitu Perpres No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan yang kemudian diubah dengan Kepmenkeu No. 468/KMK.017/1995 Perubahan Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan Sebagaimana Telah Diubah dengan Kepmenkeu No. 1256/KMK.00/1989 Tanggal 18 November 1989, dan Kepmenkeu No. 469/KMK.017/1995 tentang Pendirian dan Pembinaan Usaha Modal Ventura. b. Penyertaan/Pengambilan Sejumlah Saham dalam Simpanan (Porto Folio) pada PPU Pembiayaan dengan cara ini dapat dilakukan apabila PPU telah berbentuk badan hukum perseroan terbatas, dalam arti anggaran dasarnya telah memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Untuk melakukan penyertaan dalam bentuk ini yang perlu diperhatikan adalah ketentuan yang ada dalam anggaran dasar dalam PPU, keputusan rapat umum pemegang saham, rapat direksi dan dewan komisaris, serta ketentuan dalam UU No. 40 Tahun Proses penyertaan dengan cara ini dinilai lebih praktis karena cukup dilakukan dengan mengubah akta pendirian PPU. Penyertaan modal oleh PMV dilakukan

16 dengan cara pembelian sebagian saham PPU, dan diikuti dengan peralihan hak atas saham tersebut. Pembelian saham oleh PMV akan berdampak pada komposisi kepemilikan saham, yang akan berpengaruh pada susunan kepengurusan pada PPU karena PMV dimungkinkan untuk menempatkan pegawainya di dalam susunan pengurus PPU yang bersangkutan Penyertaan secara Tidak Langsung Bentuk-bentuk penyertaan secara langsung di atas merupakan cara yang ideal sekaligus diminati oleh PMV dalam melakukan pembiayaan pada PPU. Meskipun demikian, mengingat tingkat perkembangan dan kemampuan calon PPU sangat beragam, maka dalam rangka melakukan pembiayaan pada PPU di samping dapat dilakukan dengan cara penyertaan secara langsung, juga dapat dilakukan dengan cara penyertaan secara tidak langsung. Penyertaan secara tidak langsung (indirect investment) adalah penyertaan modal oleh PMV pada PPU tidak dalam bentuk modal saham (equity), tapi dalam bentuk obligasi konversi (convertible bond) atau partisipasi terbatas/bagi hasil (profit sharing). Kedua bentuk penyertaan secara tidak langsung ini sudah tentu dalam operasionalnya akan mempunyai konsekuensi yang berbeda satu sama lainnya, begitu pula dengan bentuk dari penyertaan secara langsung. 53 Ibid., hal. 33.

17 a. Obligasi Konversi (Convertible Bond) Obligasi merupakan salah satu jenis surat berharga alternatif yang dapat dipilih para investor untuk melakukan investasi. Para investor ini tertarik untuk membeli obligasi karena nilai bunga yang diberikan pada umumnya lebih tinggi dari bunga deposito, atau jika bunganya rendah, mungkin tertarik karena kelebihan lainnya, seperti dapat ditukarkan dengan saham (convertible) sehingga ada jenis obligasi yang disebut obligasi konversi (convertible bond). 54 Menurut Munir Fuady obligasi konversi merupakan Obligasi di mana pihak pemegang obligasi tersebut mempunyai hak atau kewajiban untuk menukarkan obligasi tersebut dengan saham dari perusahaan penerbit pada waktu yang ditentukan. Dalam kaitannya dengan modal ventura, penyertaan dalam bentuk obligasi konversi merupakan suatu pola pembiayaan PMV pada PPU yang awalnya dilakukan dalam bentuk utang piutang yang nantinya akan dikonversi menjadi saham. Untuk itu hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bentuk ini antara lain anggaran dasar PPU, ketentuan tentang pengeluaran saham, kewenangan direksi dan dewan komisaris serta keputusan rapat umum pemegang saham. 55 Obligasi konversi dapat dilakukan baik terhadap PPU yang telah berbadan hukum maupun pada perusahaan dalam proses pendirian perseroan terbatas. Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam bentuk ini adalah harus tersedia saham porto folio dalam jumlah yang cukup apabila obligasi konversi tersebut akan dikonversi menjadi saham. Dalam bentuk ini apabila ada jaminan, maka sejak konversi dilakukan semua jaminan atau beban yang melekat pada barang jaminan, seketika itu juga berakhir. Setelah konversi dilakukan, kedudukan PMV dan para pesero PPU adalah sama 54 Ibid., hal Munir Fuady II, op.cit, hal. 80.

18 dalam arti selaku pemegang saham yang terikat pada ketentuan yang berlaku pada anggaran dasar dan ketentuan lain mengenai perseroan terbatas. b. Partisipasi Terbatas/Bagi Hasil Penyertaan modal dalam bentuk partisipasi terbatas atau bagi hasil digunakan apabila dalam hasil pemeriksaan awal yang dilakukan oleh PMV terhadap PPU, baik dari segi finansial, manajemen, maupun dari segi hukum dianggap tidak tepat jika dilakukan dengan cara penyertaan langsung atau obligasi konversi. 56 Penyertaan modal dengan pola bagi hasil (profit sharing) merupakan bentuk penyertaan oleh PMV yang didasarkan pada prinsip-prinsip bagi hasil dalam suatu usaha bersama antara PMV dan PPU. 57 Prinsip bagi hasil di dalam perjanjian modal ventura merupakan prinsip pembagian dengan berdasarkan atas perhitungan dari keuntungan (laba) yang diperoleh PPU sebelum atau sesudah pemberian dana yang dilihat dari laporan keuangan PPU tersebut. 58 Bentuk penyertaan modal dengan partisipasi terbatas/bagi hasil tersebut adalah bentuk penyertaan yang paling sering dipakai dalam pelaksanaan modal ventura. Dipilihnya bentuk pembiayaan dengan pola bagi hasil ini disebabkan oleh latar belakang kondisi PPU yang umumnya merupakan merupakan usaha kecil dan bentuk usahanya sebagian besar usaha perseorangan dan yang tidak berbadan hukum, dan faktor keterbatasan dari PMV, baik dari segi kemampuan dana maupun dari segi 56 Sunaryo, op.cit, hal Ibid., hal Wawancara dengan Ibu Jumaliati, Kepala Bagian Legal dan SDM PT. Sarana Sumut Ventura, di Medan, tanggal 16 Februari 2011, pukul WIB.

19 sumber daya manusianya, yang akan ditempatkan pada manajemen PPU. Selain itu, bentuk penyertaan tersebut dinilai lebih memberikan banyak keuntungan kepada PMV. 59 Bentuk penyertaan dengan pola bagi hasil tersebut merupakan bentuk penyertaan modal yang dibahas di dalam penelitian ini, sehingga perjanjian yang dibahas kemudian di dalam penelitian ini adalah Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil sebagai akibat dari dipilihnya bentuk penyertaan dengan pola bagi hasil sebagai bentuk pelaksanaan investasi modal yang disepakati dari PMV kepada PPU. Pasal 13 ayat 1 Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 menentukan bahwa untuk memperoleh izin usaha, diajukan permohonan kepada menteri dengan melampirkan contoh perjanjian pembiayaan yang diperlukan. Hal inilah yang mendasari Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil harus dibuat dalam bentuk tertulis, dan agar dapat menjadi bukti yang sah dan mempunyai kekuatan hukum dibuat dengan akta notaril. Perjanjian dilakukan dengan melaksanakan isi dari perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak. Isi perjanjian merupakan ketentuan-ketentuan dan syaratsyarat yang berisi hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Dalam hal ini dicerminkan asas kebebasan berkontrak, yakni seberapa jauh pihak-pihak dapat mengadakan perjanjian, hubungan apa yang terjadi di antara mereka dan sampai sejauh mana hukum yang mengatur hubungan antara mereka Ibid. 60 Anggo Doyoharjo, Perusahaan Modal Ventura sebagai Mitra untuk Pengembangan Usaha Kecil, diakses tanggal 2 Januari 2011.

20 Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil dibuat di hadapan notaris (notaril) maka bagian-bagian dalam perjanjian tersebut mengikuti bagian di dalam UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris khususnya dalam Pasal 38 ayat 1 yang terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu awal akta, badan akta, dan akhir atau penutup akta. Dalam Pasal 38 ayat 2 UU No. 30 Tahun 2004 disebutkan bahwa awal akta memuat: a. Judul akta b. Nomor akta c. Jam, hari, tanggal, bulan dan tahun d. Nama lengkap dan tempat kedudukan notaris Awal akta di dalam Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil juga memuat bagian-bagian yang disebut di dalam pasal tersebut di atas (lihat Lampiran). Setelah bagian awal akta kemudian Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil masuk ke dalam badan akta yang seperti disebut dalam Pasal 38 ayat 3 UU No. 30 Tahun 2004 memuat: a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili. b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap. c. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan.

21 d. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. Di bagian badan akta Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil antara PT. Sarana Sumut Ventura dengan PPU pertama-tama termuat tentang identitas lengkap penghadap seperti yang tercantum di dalam pasal tersebut di atas (lihat Lampiran). Namun perlu diperhatikan bahwa penghadap harus memenuhi syarat yaitu paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah, dan cakap melakukan perbuatan hukum (Pasal 39 ayat 1 UU No. 30 Tahun 2004). Mengenai keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap, M. U. Sembiring di dalam bukunya menyebutkan bahwa seseorang yang menghadap notaris guna pembuatan akta dapat bertindak dalam beberapa kualitas yakni menghadap atau bertindak untuk dirinya sendiri, untuk dan atas nama orang lain melalui lembaga kuasa, dalam kedudukan, atau dalam jabatan selaku organ (alat perlengkapan) suatu badan hukum. 61 Isi akta Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil antara PT. Sarana Sumut Ventura dengan PPU terdiri dari: a. Bentuk pembiayaan Bentuk pembiayaan yang dimaksud di dalam perjanjian ini adalah bentuk pembiayaan yang dipilih oleh para pihak untuk melaksanakan pemberian investasi. Pemilihan bentuk pembiayaan didasari oleh bentuk pembiayaan yang dibutuhkan oleh PPU, bentuk usaha PPU dan aspek usaha PPU. 61 M.U. Sembiring, Teknik Pembuatan Akta, Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Medan, 1997, hal

22 Mengingat judul perjanjian yang dibahas adalah Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil maka bentuk pembiayaan yang dipilih oleh para pihak adalah pembiayaan dengan pola bagi hasil. b. Jumlah dan tujuan penggunaan fasilitas dana Jumlah dan tujuan dari penggunaan fasilitas dana yang diberikan oleh PMV kepada PPU tergantung dari 1) aspek hukum, meliputi bentuk usaha, perizinan usaha dan lain-lain. 2) aspek keuangan 3) aspek usaha dan 4) kelayakan semua aspek yang berkaitan dengan PPU. Jumlah dana yang diberikan oleh PMV kepada PPU diuraikan di dalam daftar yang dibuat di bawah tangan yang bermaterai cukup yang ditandatangani oleh PMV dan PPU, yang dilekatkan pada minuta akta Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil dan menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari akta perjanjian tersebut. Perlu diingat bahwa penggunaan fasilitas dana ini harus sesuai dengan yang disetujui antara PMV dan PPU di dalam perjanjian. Apabila PPU menggunakan dana yang diberikan oleh PMV tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, maka PPU dinilai telah melakukan kelalaian dan dapat dikategorikan telah melakukan wanprestasi. c. Jangka waktu pembiayaan Jangka waktu pembiayaan dalam perjanjian ini juga tergantung dari kesepakatan para pihak, namun di dalam Pasal 4 ayat 2 Keppres No.

23 1251/KMK.013/1988 disebutkan bahwa penyertaan modal dalam setiap PPU bersifat sementara dan tidak boleh melebihi jangka waktu 10 (sepuluh) tahun, sehingga di dalam praktik pembiayaan ini umumnya hanya berlangsung kurang dari 10 (sepuluh) tahun. PT. Sarana Sumut Ventura sendiri menetapkan jangka waktu pembiayaan dilaksanakan mulai 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun. 62 d. Imbalan jasa bagi hasil, biaya administrasi Imbalan jasa bagi hasil di dalam perjanjian pembiayaan ini ditetapkan oleh PMV berdasarkan laba yang diperoleh oleh PPU dari aktivitas usahanya sebelum atau sesudah pembiayaan. Laba tersebut dihitung dari laporan keuangan PPU sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi Indonesia secara umum dan sesuai dengan standar yang dianut oleh PMV. Imbalan jasa yang dipergunakan di dalam perjanjian ini sebesar 18,19 % (delapan belas koma satu sembilan persen). Besar imbalan jasa ini lebih tinggi daripada bunga yang diberikan oleh bank yang sebesar % (dua belas sampai delapan belas persen). Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari adanya peminjaman dana dari berbagai sumber oleh PT. Sarana Sumut Ventura yang bertujuan agar PT. Sarana Sumut Ventura sebagai perusahaan pembiayaan tetap dapat melaksanakan kegiatan usahanya. 63 Imbalan jasa bagi hasil ini pada umumnya dibayar setiap bulan pada setiap tanggal pencairan fasilitas pembiayaan. Dengan demikian laporan keuangan 62 Wawancara dengan Ibu Jumaliati, op.cit. 63 Wawancara dengan Bapak Julfizar, Direktur PT. Sarana Sumut Ventura, di Medan, tanggal 4 April 2011, pukul WIB.

24 PPU sangat penting untuk diserahkan kepada PMV agar dapat dilakukan penetapan perhitungan imbalan jasa bagi hasil yang harus dibayar oleh PPU. Akan tetapi apabila laporan keuangan tidak dapat diserahkan maupun terlambat diserahkan oleh PPU umumnya PMV dan PPU menetapkan untuk memakai persentase yang tercantum di dalam perjanjian (misalnya 19 % (sembilan belas persen)). Di samping pembayaran imbalan jasa, PPU juga dibebankan dengan biaya administrasi setiap pancairan dana dilakukan. Jumlah biaya administrasi tersebut dihitung dari jumlah fasilitas pembiayaan yang dibayar pada saat pencairan dana dilakukan (misalnya 1,5 % (satu koma lima persen). Pembayaran imbalan jasa bagi hasil dan biaya administrasi dilakukan oleh PPU melalui rekening yang telah disetujui antara PMV dan PPU. e. Fasilitas dana PPU wajib mengembalikan seluruh jumlah fasilitas dana dengan sempurna dengan cara mengembalikan dana setiap bulan yang dilakukan untuk pertama kalinya pada bulan pertama sejak pencairan fasilitas pembiayaan pertama kali sampai jumlah fasilitas dana yang diberikan oleh PMV lunas. Pengembalian dana tersebut dilakukan selambat-lambatnya setiap akhir bulan dari tanggal pencairan pembayaran pertama kali dilakukan. Apabila PPU lalai melaksanakan pembayaran pengembalian dana tersebut, maka untuk setiap hari keterlambatan PPU dikenakan denda keterlambatan sebesar 1 0 / 00 (satu permil) per hari.

25 PPU dapat membayar lebih dahulu seluruh atau sebagian dari jumlah fasilitas dana walaupun jangka waktu yang telah diperjanjikan belum berakhir. Hal ini diawali dengan mengajukan surat permohonan tertulis mengenai pembayaran kembali lebih dahulu sedikitnya 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum pembayaran. Pembayaran tersebut hanya dapat dilakukan setelah 1 (satu) tahun berlangsungnya perjanjian. Apabila pembayaran tersebut dilakukan sebelum 1 (satu) tahun maka PPU akan dikenakan denda administrasi sebesar 2 % (dua persen) dari sisa jumlah pembiayaan. f. Syarat-syarat penarikan dana Apabila PPU ingin menerima fasilitas dana dari PMV, PPU harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut yaitu 1) PPU menyampaikan surat permohonan secara resmi pada alamat PMV yang telah ditentukan. 2) PMV telah menerima surat-surat, izin-izin, persetujuan-persetujuan dari yang berwenang serta dokumen-dokumen yang diperlukan termasuk dokumen-dokumen jaminan yang telah ditandatangani secara sah. 3) PMV telah menerima hasil yang memuaskan menurut pertimbangan PMV atas pemeriksaan PPU yang dilakukan berdasarkan prosedur sebagaimana yang berlaku pada PMV. 4) PPU telah memenuhi semua jaminan, janji, pernyataan-pernyataan serta kesanggupan-kesanggupan yang ditetapkan dalam perjanjian. 5) PMV telah memperoleh jaminan yang cukup menurut pertimbangan PMV.

26 6) Tidak terdapat hal-hal atau kejadian-kejadian yang menurut pertimbangan PMV dapat mempunyai pengaruh buruk atau merugikan terhadap fasilitas dana yang akan diberikan oleh PMV kepada PPU. g. Sistem pembukuan PPU harus mengadakan sistem pembukuan sehingga memungkinkan adanya pengendalian yang memudahkan pelaksanaan audit dan merupakan alat yang baik bagi manajemen untuk pengawasan maupun untuk perencanaannya. Pada setiap akhir tahun buku juga harus dibuat neraca dan perhitungan laba/rugi berikut laporan keuangan lainnya sesuai syarat-syarat yang dapat diterima oleh PMV, yang harus diserahkan kepada PMV selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun buku berjalan. h. Pendampingan dan pengawasan Selama perjanjian ini berlangsung, PMV ataupun penerima kuasanya secara sah yang telah diberi kuasa oleh PPU dapat mengadakan pengawasan, pembinaan dan pendampingan. Hal ini dilakukan apabila dianggap perlu oleh PMV dan telah disepakati oleh PMV dan PPU. Pengawasan, pembinaan dan pendampingan yang dimaksud di atas meliputi segi keuangan, manajemen, perizinan, pengelolaan sumber daya manusia, proyeksi serta resiko lain yang disepakati kedua belah pihak. Namun hal ini tidak terbatas pada bidangbidang yang telah disebut di atas, sepanjang disepakati dan diperjanjikan oleh kedua belah pihak pengawasan, pembinaan dan pendampingan di luar hal-hal tersebut diperbolehkan.

27 Pengawasan, pembinaan dan pendampingan dilaksanakan oleh PMV dengan cara menetapkan 1 (satu) orang atau lebih karyawan dalam PPU di bagian keuangan atau bidang-bidang lain yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Dalam hal ini PPU harus memberi fasilitas sepenuhnya kepada PMV atau penerima kuasanya termasuk pemberian informasi-informasi yang benar, baik mengenai PPU sendiri maupun para krediturnya (apabila ada). i. Pelaporan PPU wajib menyerahkan laporan keuangan, aliran kas (cash flow) dan laporan produksi/penjualan kepada PMV. Laporan-laporan tersebut merupakan dasar perhitungan imbalan jasa bagi hasil untuk PMV. Pelaporan tersebut wajib diserahkan kepada PMV secara berkala sedikitnya setiap 1 (satu) bulan sekali selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak berakhirnya bulan berjalan kecuali dipandang perlu dapat dilaporkan kurang dari waktu tersebut. j. Jaminan Guna menjamin pembayaran kembali seluruh jumlah fasilitas dana yang telah diberikan oleh PMV, PPU memberikan jaminan kepada PMV. Jaminan yang diberikan kepada PMV ini disesuaikan dengan bentuk usaha PPU dan juga merupakan bentuk jaminan yang diperbolehkan menurut ketentuan perundang-undangan dan menurut PMV, misalnya hak tanggungan, fidusia, jaminan perorangan dan lain-lain. k. Kesanggupan Bagian ini berisi mengenai kesanggupan-kesanggupan yang dapat diberikan oleh PPU kepada PMV selama pelaksanaan perjanjian, antara lain

28 1) PPU berjanji dan mengikatkan diri untuk melaksanakan penatausahaan semua administrasi dan penyediaan tenaga staf yang diperlukan sehubungan dengan pengembangan PPU, termasuk tenaga pembukuan yang cakap. 2) PPU sanggup menanggung semua biaya termasuk pajak-pajak yang terhitung dan yang timbul serta wajib dibayar oleh PPU selama berlangsungnya perjanjian, termasuk juga semua biaya-biaya serta pajakpajak yang terutang sehubungan dengan penatausahaan administrasi dan penyediaan staf dalam rangka pengembangan usaha PPU. 3) PPU sanggup dan bertanggung jawab sepenuhnya untuk mengembalikan dan membayar semua kewajibannya yang timbul berdasarkan perjanjian. 4) PPU sanggup dan karenanya mengikat diri untuk mengurus perolehan semua izin-izin yang diperlukan dari instansi yang terkait guna terselenggaranya usaha dengan baik. 5) PPU sanggup dan karenanya mengikat diri untuk tunduk dan melaksanakan semua ketentuan, syarat-syarat dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku pada PMV mengenai pemberian fasilitas dana baik yang saat ini telah ada maupun yang kemudian hari dinyatakan berlaku, sejauh ketentuan-ketentuan, syarat-syarat dan kebiasaan-kebiasaan tersebut tidak bertentangan dengan suatu ketentuan perundang-undangan yang bersifat mengikat ataupun sesuatu prinsip hukum yang berlaku di Indonesia.

29 l. Pernyataan-pernyataan Bagian di dalam perjanjian ini mencantumkan pernyataan-pernyataan dari PPU mengenai benar dan sahnya setiap hal yang berkaitan dengan proses dan pelaksanaan pembiayaan ini. Selain itu, PPU juga memberikan pernyataan bahwa apabila terdapat hal, jaminan, ataupun keterangan serta dokumen yang tidak benar diberikan oleh PPU dalam perjanjian dan juga apabila terdapat gugatan atau tuntutan dari pihak manapun sehubungan dengan dibuat, ditanda tangani serta dilaksanakannya perjanjian, maka PPU berjanji untuk: 1) Melepaskan atau membebaskan PMV dari gugatan atau tuntutan tersebut. 2) Akan menanggung sendiri gugatan atau tuntutan tersebut. 3) Atas permintaan tertulis dari PPU membayar kepada PMV segala kerugian yang diderita oleh PMV sebagai akibat gugatan atau tuntutan tersebut. m. Pembatasan-pembatasan Bagian pembatasan merupakan bagian di dalam perjanjian mengenai hal-hal apa yang tidak boleh dilakukan oleh PPU tanpa sepengetahuan dan seizin PMV yaitu misalnya 1) Melakukan likuidasi atau pembubaran atau tindakan-tindakan yang menjurus kepada kepailitan. 2) Mendapatkan fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari suatu lembaga atau institusi apapun yang menimbulkan kewajiban dan atau menjadikan dijaminkannya sebagian atau seluruh harta kekayaan PPU.

30 3) Melakukan pembayaran atau pemenuhan kepada pihak ketiga yang menimbulkan gangguan terhadap jadwal pengembalian kewajiban kepada PMV. 4) Menjaminkan, menggadaikan, menjual, menyewakan atau dengan cara lain mempertanggungkan harta kekayaannya pada pihak ketiga. 5) Membagikan keuntungan usaha baik sementara ataupun final. n. Kelalaian Kelalaian yang dimaksud di dalam perjanjian adalah penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan di dalam perjanjian tersebut antara lain meliputi: 1) Pihak kedua lalai untuk membayar sesuatu jumlah uang yang wajib dibayarnya menurut ketentuan dalam perjanjian ini. 2) Pihak pertama menerima pernyataan, surat keterangan atau dokumendokumen lainnya yang diberikan oleh pihak kedua, pemberi jaminan atau penjamin kepada pihak pertama sehubungan dengan perjanjian ini ternyata tidak mempunyai kebenaran dalam arti materil. 3) Pihak kedua pemberi jaminan atau penjamin mengajukan ketetapan atau memperoleh ketetapan sebagai yang dinyatakan dalam keadaan pailit, atau ditaruh di bawah pengampuan (onder curatele gesteld) atau memperoleh penundaan pembayaran dari pengadilan, baik bersifat sementara maupun pasti atau tetap (surseance van betaling), atau karena alasan apapun juga tidak lagi berhak mengurus dan menguasai harta kekayaaannya.

31 4) Surat izin lisensi atau persetujuan yang dikeluarkan/diberikan oleh instansi/pihak yang berwenang kepada pihak kedua, pemberi jaminan atau penjamin untuk menjalankan usahanya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sehingga pihak kedua, pemberi jaminan atau penjamin sudah tidak dapat lagi menjalankan sahnya secara sah. 5) Harta benda pihak kedua, pemberi jaminan atau penjamin disita baik sebahagian maupun seluruhnya oleh pengadilan atau pihak manapun juga. 6) Pihak kedua tidak memenuhi salah satu saja dari ketentuan atau syaratsyarat dari perjanjian ini. Apabila PPU dinilai telah melakukan bentuk-bentuk kelalaian di atas, maka PPU melepaskan keuntungan yang didapat dari persyaratan mengenai surat teguran juru sita atau surat-surat lainnya yang sama dengan itu dan ketentuanketentuan dalam Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa pembatalan persetujuan harus dimintakan kepada pengadilan dan PMV dapat memaksa PPU untuk memenuhi persetujuan atau menuntut pembatalan persetujuan disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga, sehingga keputusan, ketetapan, izin atau kuasa dari pengadilan tidaklah diperlukan lagi di dalam terjadinya perbuatan-perbuatan yang disebut di atas. Pada intinya penyelesaian untuk kelalaian tersebut dikembalikan kewenangannya kepada PMV. o. Hak untuk meninjau kembali Hak untuk meninjau kembali adalah hak yang dimiliki oleh PMV untuk meninjau kembali secara berkala atau menarik kembali atau untuk

32 membatalkan fasilitas dana yang akan atau telah diserahkan berdasarkan perjanjian, misalnya perubahan jumlah dana yang disediakan PMV untuk fasilitas pendanaan bagi usaha PPU ataupun apabila di kemudian hari terdapat hal-hal yang menurut pertimbangan PMV dapat membahayakan pokok jumlah fasilitas dana tersebut. p. Ketentuan lain Di dalam bagian ini diatur mengenai 1) Hal-hal yang belum diatur atau tidak cukup diatur dalam perjanjian akan diatur lebih lanjut oleh kedua belah pihak secara musyawarah untuk mencapai mufakat dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari dan hasilnya akan dituangkan secara tertulis yang merupakan adendum dari perjanjian. 2) Apabila satu atau lebih ketentuan yang dimuat dalam perjanjian tidak berlaku, tidak sah atau tidak dapat dilaksanakan dalam hal apapun berdasarkan hukum yang berlaku maka ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian tetap berlaku sah dan dapat dilaksanakan. 3) Setiap surat dan/atau pemberitahuan yang berhubungan dengan perjanjian wajib dilakukan secara tertulis dan dikirimkan pada pihak lain melalui faksimili, kurir atau dengan surat tercatat atau disampaikan secara langsung kepada pihak yang bersangkutan dengan mendapatkan tanda penerimaan yang selayaknya kepada alamat yang telah disepakati sebelumnya.

33 q. Domisili hukum Domisili hukum merupakan tempat yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang menjadi tempat kedudukan para pihak dan sekaligus tempat untuk tempat penyelesaian masalah hukum antara para pihak. Akhir atau penutup akta memuat (Pasal 38 ayat 4 UU No. 30 Tahun 2004) a. Uraian tentang pembacaan akta b. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada c. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta d. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian Setelah minuta akta selesai dibuat, notaris wajib membacakan isi dari minuta akta tersebut. Hal ini bertujuan agar para pihak (para penghadap dan saksi-saksi) mengerti akan isi akta. Selain itu pembacaan ini juga bertujuan agar minuta akta tersebut mempunyai kekuatan sebagai akta otentik (Pasal 41 UU No. 30 Tahun 2004). Kemudian minuta akta tersebut ditandatangani oleh para penghadap, saksi-saksi dan notaris. Dengan ditandatanganinya akta tersebut, para pihak (para penghadap dan saksi-saksi) dianggap telah menyetujui akta tersebut. Apabila ada kesalahan di dalam pembuatan akta, notaris akan mencantumkan berapa perubahan (penambahan, pencoretan, atau penggantian) yang terdapat di dalam akta tersebut.

34 Berdasarkan pemaparan di atas, ditarik kesimpulan bahwa Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil merupakan suatu perjanjian standar (baku) yang dibuat dengan akta notaril. Perjanjian ini memiliki klausul-klausul yang telah ditetapkan atau telah dibakukan sebelumnya oleh PT. Sarana Sumut Ventura, sehingga PT. Sarana Sumut Ventura berperan sebagai pihak yang lebih kuat. Di satu sisi, bentuk perjanjian ini sangat menguntungkan, jiika dilihat dari berapa banyak waktu, tenaga dan biaya yang dapat dihemat. Akan tetapi di sisi yang lain bentuk perjanjian seperti ini tentu saja menempatkan pihak yang tidak ikut membuat klausul-klausul di dalam perjanjian itu sebagai pihak baik langsung maupun tidak sebagai pihak yang dirugikan, yakni di satu sisi ia sebagai salah satu pihak dalam perjanjian itu memiliki hak untuk memperoleh kedudukan seimbang dalam menjalankan perjanjian tersebut, di sisi yang lain ia harus menurut terhadap isi perjanjian yang disodorkan kepadanya. 64 Senada dengan pendapat di atas, berdasarkan wawancara dengan responden, ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya pembakuan klausul-klausul di dalam Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil, PT. Sarana Sumut Ventura telah memaksakan PPU untuk menyetujui dan menaati isi perjanjian tersebut. Apabila PPU tidak setuju dengan isi perjanjian maka perjanjian tidak akan terjadi. Hal inilah yang merupakan karakteristik perjanjian standar (baku) dengan adanya sifat take it or leave it. 65 Di dalam perjanjian juga terdapat pengenaan imbalan jasa sebesar 18,19 % (delapan belas koma sembilan belas persen) per bulan. Jumlah modal dasar yang dimiliki oleh PT. Sarana Sumut Ventura sendiri adalah sebesar Rp ,- 64 Sriwati, Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku, Yustika, Volume III No. 2 Desember 2000, hal. 176, dalam Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal Wawancara dengan PPU, di Medan, tanggal 20 April 2011, pukul WIB.

35 (delapan milyar enam ratus lima puluh juta dua ratus empat puluh satu ribu). Jumlah tersebut tidak sesuai untuk mengakomodasi kebutuhan pemberian bantuan modal kepada PPU untuk mendapatkan keuntungan sehingga untuk melaksanakan kegiatan usahanya perusahaan tersebut memerlukan sumber dana yang diperoleh dari pihak lain yaitu investor perseorangan, investor institusi, perusahaan asuransi dan perbankan yang akan dibahas pada bab berikutnya. Selain itu berbeda dengan bank yang menerima simpanan masyarakat sehingga bank dapat mengalihkan dana simpanan tersebut untuk memberikan bantuan modal kepada masyarakat tanpa merugikan masyarakat tersebut. Faktor inilah yang mempengaruhi PT. Sarana Sumut Ventura mengenakan imbalan jasa setinggi itu. Ditinjau dari sudut pandang perjanjian dan asas kebebasan berkontrak, pengenaan imbalan jasa tersebut dibenarkan karena telah melewati persetujuan para pihak dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut secara sadar oleh para pihak, sehingga perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang yang harus dipatuhi oleh para pihak (Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUH Perdata). PPU pun menyadari hal tersebut, dengan menandatangani kontrak PPU berkewajiban untuk melaksanakan segala kewajiban yang tercantum di dalam perjanjian agar PPU tersebut dapat menuntut haknya kepada PT. Sarana Sumut Ventura. 66 Pengenaan imbalan jasa yang telah disebutkan sebelumnya bertentangan dengan tujuan PT. Sarana Sumut Ventura yang bertujuan untuk membantu PPU yang dalam hal ini adalah usaha mikro, kecil dan menengah. Akan tetapi yang tidak boleh dikesampingkan adalah bahwa PT. Sarana Sumut Ventura juga adalah perusahaan 66 Wawancara dengan PPU, op.cit.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA INVESTASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PEDAGANGAN BERJANGKA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN ST., S.H.,M.H Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar Abstract Vehicle financing agreement was made as the embodiment of the financing

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian kontrak, tetapi menurut Para pakar hukum bahwa kontrak adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

AKAD PEMBIAYAAN JUAL-BELI PPUM Investasi DAN PENGAKUAN HUTANG Nomor : AKAD/005/7104/PPUM-INV/03-17/03-20

AKAD PEMBIAYAAN JUAL-BELI PPUM Investasi DAN PENGAKUAN HUTANG Nomor : AKAD/005/7104/PPUM-INV/03-17/03-20 AKAD PEMBIAYAAN JUAL-BELI PPUM Investasi DAN PENGAKUAN HUTANG Nomor : AKAD/005/7104/PPUM-INV/03-17/03-20 Pada hari ini Senin tanggal 14 (empat belas) Bulan 03 (Maret) Tahun 2017 ( Dua ribu tujuh belas),

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 37, 1992 (ADMINISTRASI. Kesejahteraan. PENSIUN. Tenaga Kerja. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN Menimbang : a. bahwa Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak. Pengampunan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK NOMOR : KP/085/DIR/R

KEPUTUSAN DIREKSI PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK NOMOR : KP/085/DIR/R KEPUTUSAN DIREKSI PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK NOMOR : KP/085/DIR/R PERATURAN DANA PENSIUN DARI DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK DIREKSI PT. BANK NEGARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 9-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1983 (ADMINISTRASI. FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

Perjanjian Pendaftaran Obligasi Di KSEI Nomor: SP- /PO/KSEI/mmyy

Perjanjian Pendaftaran Obligasi Di KSEI Nomor: SP- /PO/KSEI/mmyy Perjanjian Pendaftaran Obligasi Di KSEI Nomor: SP- /PO/KSEI/mmyy Perjanjian ini dibuat pada hari ini, , tanggal , bulan tahun (dd-mm-yyyy), antara: PT Kustodian Sentral Efek

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. ataulebih. Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata :

BAB III TINJAUAN TEORITIS. ataulebih. Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata : BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang ataulebih. Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 28 Tahun

Lebih terperinci

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK Copyright (C) 2000 BPHN PP 28/1999, MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK *36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

KETENTUAN-KETENTUAN DAN SYARAT-SYARAT PPJB

KETENTUAN-KETENTUAN DAN SYARAT-SYARAT PPJB KETENTUAN-KETENTUAN DAN SYARAT-SYARAT PPJB Form.# Tgl. R Halaman 1 dari 8 Pasal 1 Letak 1.1. Pengembang dengan ini berjanji dan mengikatkan dirinya sekarang dan untuk kemudian pada waktunya menjual dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari kata ovreenkomst dalam bahasa Belanda atau istilah agreement dalam bahasa Inggris.

Lebih terperinci

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia 16 BAB 2 PEMBAHASAN 2.1. Pengertian dan Pelaksanaan Jual Beli Tanah di Hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah 2.1.1. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian Manusia adalah makhluk sosial yang kodratnya harus

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI DAFTAR ISI PASAL 1 Tujuan... 2 PASAL 2 Definisi... 2 PASAL 3 Keanggotaan Direksi... 2 PASAL 4 Persyaratan... 3 PASAL 5 Masa Jabatan... 4 PASAL 6 Pemberhentian Sementara...

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK I. KETENTUAN UMUM II. 1. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

Lebih terperinci