BAB III MULTIBEAM SIMRAD EM Tinjauan Umum Multibeam Echosounder (MBES) SIMRAD EM 3002

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III MULTIBEAM SIMRAD EM Tinjauan Umum Multibeam Echosounder (MBES) SIMRAD EM 3002"

Transkripsi

1 BAB III MULTIBEAM SIMRAD EM Tinjauan Umum Multibeam Echosounder (MBES) SIMRAD EM 3002 Multibeam Echosounder (MBES) SIMRAD EM 3002 merupakan produk SIMRAD dari negara Norwegia. MBES SIMRAD EM 3002 ini adalah satu alat penting untuk pemetaan pada perairan yang dangkal yang digunakan untuk mengukur banyak kedalaman dengan menggunakan satu tranducer dengan ketelitian yang tinggi dan resolusi yang bersifat tertinggi. Dapat dilihat bagian sistem (tampilan sensor dan processing unit) MBES EM 3002 dibawah ini : Gambar 3.1 SIMRAD EM 3002 (Kongsberg, 2004) SIMRAD EM 3002 dioperasikan dengan frekuensi 300 khz yang bertujuan mengamankan kemampuan cakupan maksimum yang tinggi dan ketahanan di bawah kondisi-kondisi dengan perairan yang banyak akan partikel-partikel di dalam air, dengan menghasilkan jangkauan kedalaman dari 1 sampai 150 m dibawah tranducer dengan resolusi kedalaman sebesar 1 cm. Jumlah stave (saluran pancar terima pada tranducer SIMRAD EM 3002) yang ada sebanyak 254 pancaran. (Kongsberg, 2004). Tapi dari pancaran tersebut dapat bahwa jumlah pancaran pada masing-masing sisi pancaran yang mengalami reduksi. Yang dapat dilihat pada gambar sebagai berikut : 33

2 Gambar 3.2 Jumlah Pancaran (Kongsberg, 2004) Untuk daerah cakupan yang akan dipetakan memiliki overlap sesuai tingkat orde ketelitian. Sehingga masing-masing orde memiliki tingkat kerapatan antar lajur dan dapat dijelaskan pada gambar dibawah ini : Gambar 3.3 Swath Coverage (Hopkins, 2007) Top 100% Coverage (Order 3-4) = No Overlap Mid Top 125% Coverage (Order 2) = 25% Overlap Mid Bottom 150% Coverage (Order 1) = 50% Overlap Bottom 200% Coverage (Special) = 100% Overlap 34

3 Spesifikasi MBES EM 3002 dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 3.4 Fungsi Tranduser (Rockville, 1976) Bahwa cakupan horisontal dasar laut juga merupakan fungsi dari kedalaman dengan tabel susunan sebagai berikut : Tabel 3.1 Cakupan Horisontal Dasar Laut Fungsi Kedalaman (Rockville, 1976) Kedalaman (m) Cakupan horisontal dasar laut Sebagai contoh perhitungannya dengan kedalaman 48 m adalah sebagai berikut : = spasi perum (100% coverage) = (7.4 * D)/2 = (7.4 * 48)/2 = m Bahwa cakupan horisontal dasar laut merupakan fungsi dari resolusi dengan tabel susunan sebagai berikut : 35

4 Tabel 3.2 Cakupan Horisontal Dasar Laut Resolusi Sudut Nilai Tan α Cakupan horisontal (α) dasar laut (kedalaman 50m) Sebagai contoh perhitungannya dengan kedalaman idealnya adalah 48 m dengan resolusi sudut idealnya adalah sebagai berikut : = spasi perum (100% coverage) = ( Tan 65)* D)*2 = (tan 65 * 48)*2 = m Jumlah stave (resolusi cakupan) sangat bergantung dari mode operasional pada area survei perairan yang digunakan. Sehingga daerah melakukan survei batimetrik sangat bergantung pada kedalaman yang dalam hal ini mempengaruhi terhadap : a. jumlah stave yang bekerja transceiver beam (stave untuk pancar dan terima) b. beda spasi sudut pancar tiap beam (1.5 0 ) c. jumlah titik kedalaman d. sudut cakupan (coverage angle) e. daerah cakupan (swath width) 36

5 Adapun untuk kedalaman dibedakan menjadi tiga yaitu : (1) Shallow mode (3 s/d 200 m) (2) Medium mode (200 s/d 500 m) (3) Deep mode (500 s/d 1000 m) Bidang cakupan sistem adalah suatu fungsi yang langsung terhadap kedalaman air. 3.2 Prosedur Teknis Survei Perencanaan survei sangat perlu didalam kelancaran pelaksanaan survei agar dapat berjalan sesuai dengan ketentuan S-44 IHO (100% coverage), adapun tahap perencanaan survei batimetri sesuai dengan prosedur pelaksanaan survei batimetri. Prosedur teknis Survei Batimetri menggunakan Multibeam Echosounder SIMRAD EM 3002 : Tahap Perencanaan Survei Tahap persiapan ini dilakukan sebelum pelaksanaan survei meliputi mempersiapkan alat-alat yang digunakan yang telah di cek dan memiliki kinerja alat yang baik sehingga dalam keadaan siap digunakan, mobilasasi personil, pemasangan alat serta interfacing, pengukuran draft kapal dan penentuan sistem koordinal kapal. 1) Adapun alat-alat yang digunakan adalah : a. Motion Sensor (MRU Sensor) Berikut ini instrumen dari MRU Sensor, MBES EM 3002 dan SVS Sensor setelah dipasang : 37

6 MBES EM 3002 MRU Sensor SVS Sensor Gambar 3.5 Instrumen alat (MRU Sensor, MBES EM 3002 dan SVS Sensor) Suatu instrumen multibeam yang penting, saat mendapatkan data kedalaman yang berfungsi sebagai kalibrasi untuk keseimbangan pergerakan kapal dengan koreksikoreksi akibat pergerakan kapal seperti heave (pergerakan terhadap vertikal kapal), roll dan pitch. MRU digunakan untuk mengukur dan mengoreksi karena gerakan kapal. Data heave adalah input secara langsung kepada MBE. Sistem MRU perlu secara normal berada di centerline dari kapal, yang berda dekat terdahap tranducer MBE semakin jauh maka ketelitian yang dihasilkan berkurang atau dekat dengan pusat gravitasi kapal tersebut (CoG). b. MBES SIMRAD EM 3002 Bahwa kedudukan MBES ini dapat ditempatkan di bagian heading kapal maupun pada bagian sisi kapal. Yang kedudukan MBES ini disesuaikan dengan keadaan area yang akan dipetakan. Pendeteksi fase ini digunakan secara elektonis (automatis) mendeteksi nomor pancaran (id) berdasarkan signal yang kembali. Untuk posisi tranduser ini diusahakan berada di tengah-tengah kapal karena untuk meminimalkan pengaruh pergerakan kapal. 38

7 c. TSS Meridian Gyrocompass Gyrocompass untuk mengukur sudut yaw dan arah utara magnetik serta digunakan untuk menentukan posisi pada dasar laut dengan azimuthal yang ditentukan oleh Gyrocompass. Berikut ini alat Gyro untuk jenis TSS Meridian Gyrocompass : Gambar 3.6 TSS Meridian Gyrocompass d. GPS Receiver Trimble 4000-SSi (PPS TTL) PPS (Pulse Per Second) TTL digunakan untuk mesinkronisasikan waktu dengan mengabaikan waktu delay untuk semua sistem keluaran dari system navigasi (Kongsberg EM 3002, 2004). Kesalahan pemilihan waktu menghasilkan suatu kesalahan posisi, yang tidak terikat pada kedalaman air, tetapi secara langsung berhubungan dengan kecepatan kapal. Berikut ini alat PPS TTL untuk jenis GPS Receiver Trimble 4000-SSi : Gambar 3.7 GPS Receiver Trimble 4000-SSi 39

8 e. GPS Position C-Nav System 2000 (DGPS) Positioning GPS ini menentukan spesifikasi alat yang menyatakan ketelitian yang horisontal. Berikut ini alat DGPS untuk GPS Position C-Nav System 2000 : Gambar 3.8 GPS Position C-Nav System 2000 f. Processing Unit Multibeam EM 3002, CPU, Color Monitor (Display) serta Software Processor unit (PU) MBES ini merupakan hal yang penting dalam sistem multibeam. Dalam hal ini PU digunakan untuk mengolah sejumlah data yang banyak. Berikut ini merupakan komponen processing unit yang dilihat dari belakang (gambar 3.9.a) dan dilihat dari depan (3.9.b) : Gambar 3.9.a Processing Unit (dilihat dari belakang) 40

9 Gambar 3.9.b Processing Unit (dilihat dari depan) Dalam hal ini processing unit ini digunakan sebagai transmisi, resepsi dan pemrosesan. Berbagai pengaturan parameter membuat di Operator Station ini dikirim ke Processor Control di dalam Processing Unit. Informasi itu diteruskan ke Head Control dan Transmit. Setelah transmisi, Head Control dan Transmit membaca data dari 80 channel, dan memberikan informasi ini pada Signal Processor (BSP67) di dalam Processing Unit. Data tersebut kemudian ditransfer ke CPU untuk pengolahan lebih lanjut. Control Display ini digunakan untuk menampilkan pengoperasian tranduser didalam mendapatkan data dasar laut dan untuk mengubah pengaturan dari multibeam. Pada tampilan ini membaca multibeam yang dipancarkan dan status kerja multibeam. Untuk sistem navigasi menggunakan software QINSy 8.0 serta untuk menampilkan data akuisisi dengan menggunakan Qloud (QINSy) dan SIS (Seafloor Information System) g. SVS Sensor dan Midas CTD Profiler (SV-Probe) CTD dalam hal ini digunakan untuk menentukan cepat rambat gelombang akustik di air sehingga mempengaruhi cepat rambat gelombang di dalam air sedangkan SVS sensor digunakan sebagai sensor untuk menyatakan bahwa cepat rambat gelombang akustik di area tertentu telah berubah. Alat perlengkapan survei yang ada di kapal ini 41

10 (berada dekat tranducer) yang berfungsi untuk mendeteksi dan merekam kondisi air laut tiap keadaan, yang bertujuan untuk mengukur konduktivitas, temperatur dan tekanan air laut yang diamati. Bahwa panjang gelombang signal bergantung pada frekuensi dan kecepatan bunyi, svp digunakan untuk mengoreksi untuk perbedaanperbedaan di dalam kecepatan bunyi diterima tranducer. h. ODOM Echo Trac MKII DF3200 SBES (E/S) Alat ini digunakan untuk melakukan perbandingan data yang diperoleh melalui MBES dengan E/ S sehingga dalam hal ini E/ S digunakan sebagai pengontrol data yang didapat melalui MBES karena dalam hal ini untuk dilaut dalam melakukan pengecekan tidak dapat langsung lihat di lapangan. Sehingga menggunakan alat pembanding untuk memastikan data kedalaman yang diperoleh sesuai dengan dasar laut yang dipetakan. i. TSS- DMIS (Heave) Alat ini digunakan untuk melakukan kontrol atas naik turunnya kapal sebagai koreksi heave akibat gelombang permukaan laut. j. Automatic Tide Gauge Automatic tide gauge ini digunakan untuk menentukan MSL selama pengukuran sehingga dapat menentukan bidang referensi kedalaman (MSL) atau chart datum dan penentuan koreksi hasil pengukuran kedalaman mengacu pada salah bidang referensi vertikal. Pengamatan-pengamatan pasang surut direkam pada interval 15 menit sepanjang pengukuran. 2) Mobilisasi Personil Sebelum pemasangan sistem operasi survei batimetri agar dapat bekerja secara efektif dan terkoordinir dengan dipimpin oleh seorang Party Chief (PC), maka dilakukan pembagian tugas pada setiap personil dengan membagi menjadi beberapa team antara lain : team surveyor, team teknisi serta team prosessor. 42

11 3) Pemasangan Alat a. Pasang alat gyrocompass dengan syarat bahwa penunjuk arah tersebut harus searah/ segaris terhadap heading kapal serta antena GPS. Sehingga disaat kapal bergerak akan searah/ lurus antara gyrocompass dengan heading kapal. Berikut secara visual pemasangan masing-masing alat : Antena C-Nav DGPS Antena Gyro Heading kapal Pemasangan alat antena gyro dan antena DGPS Gambar 3.10 b. Pasang GPS dengan menginstal dan menghubungkan terhadap PPS (atau menggunakan RTK), yang bertujuan agar dapat mensikronisasi waktu antara satelit dan GPS dalam hal ini system GPS menggunakan Differential GPS. Kemudian ukur kedudukan horisontal dan vertical dari antenna GPS terhadap koordinat kapal. Dengan DGPS ini untuk mereduksi beberapa jenis kesalahan serta bias dari sinyal GPS dengan memanfaatkan minimal dua penerima sinyal GPS. 43

12 c. Pasang Tranducer MBE yang disyaratkan bahwa multibeam ini ditempatkan yang aman seperti jauh dari benturan kapal lain atau karang yang dibantu dengan tiang penyangga. Serta Tranducer MBE ini disarungkan untuk mencegah pengaruh air terhadap saluran-saluran penghubung kabel dalam proses pemancaran. d. Pemasangan MRU yang dapat dipasang dititik gravity (CoG) atau didekat Tranducer MBE supaya disaat bergerak dalam memancarkan beam, MRU pun akan menyesuaikan sehingga mudah dalam proses koreksi serta posisi CoG yang riil dan minimum terhadap gerakan sehingga dapat ditentukan offset-offset kapal dan ukuran akurat dari semua sistem ke CoG. e. Pasang SVS Sensor yang digunakan untuk memberi sinyal pada area SVP (Sound Velocity Profiling) yang ditempatkan dimana saja dengan syarat harus aman serta CTD untuk mendeteksi perubahan velocity pada setiap kedalaman karena pengaruh sifat fisik laut. f. Pasang alat automatic tide gaude untuk mengetahui data pasut yang terjadi selama pengamatan yang dikirim melalui komputer online. g. Pasang Processing Unit Multibeam berupa processing multibeam, CPU dan monitor-monitor yang kemudian diintegrasikan pada masing-masing system (port) ke processing Multibeam yang dapat ditampilkan pada setiap monitor yang dihubungkan dengan kabel (transmisi data, power dan komponen instrument) dan telah online. Gambar 3.11 Diagram Operation Station MBE

13 Sehingga data yang didapat berupa waktu saat pengambilan (t), sudut penyimpangan heading kapal dari arah lajur kapal /yaw (α), posisi kapal berdasarkan GPS (X, Y, h), kedalaman berdasarkan E/S (Z) serta kedalaman berdasarkan MBES (Z 1, Z 2, Zn) bahwa n = banyaknya pancaran yang dipancar dan diterima. Gambar 3.12 Database Setup Program h. Pasang Heave TSS DMIS-H untuk mendapatkan data naik turunnya kapal. i. Setelah setiap sistem tersebut telah terpasang, maka yang awal dihidupkan adalah gyrocompass dengan ditunggu menyesuaikan kestabilan dari azimuth kapal. Kemudian semua sistem setelah dihidupkan maka dapat ditampilkan pada layer untuk menandakan terhubungkan semua sistem ke post processing MBE bahwa data telah masuk. 45

14 Gambar 3.13 Tampilan Data Online pada Sistem 4) Pengukuran Draft Kapal dengan pita ukur Prosedur perhitungan draft meliputi : Ukur draft dari permukaan laut terhadap bidang pemasangan tranducer serta dari bidang tranducer ke antena GPS. Gambar 3.14 Sketsa Kapal-Antena GPS Z1 = ( ) = 3.53 Ukur draft dari permukaan laut terhadap posisi tranducer. Tranducer-kapal = 2.3 m Kapal-Permukaan air = 0.91 m 46

15 Gambar 3.15 Sketsa kapal-tranducer Sehingga didapat dari permukaaan air terhadap tranducer (Zo/ draft tranduser) yaitu : = m (MBES) = m (SBES) 5) Penentuan sistem koordinat kapal (DIAGRAM KAPAL) Setelah mengukur draft tranducer MBES maka gambarkan CoG beserta sistem koordinat kapal berupa diagram kapal di QINSy yang digunakan. Kemudian melakukan setting parameter-parameter geodesic berupa referensi ellipsoid yang digunakan dari data GPS. Secara digital ditampilkan diagram kapal di software QINSy untuk di kalibrasi sebagai berikut : Gambar 3.16 Kalibrasi Kapal 47

16 3.2.2 Tahap Kalibrasi 1) Pelaksanaan Kalibrasi Pelaksanaan kalibrasi ini sesuai prinsip maka prosedur pelaksanaan kalibrasi adalah sebagai berikut : (i) Kalibrasi MRU Pelaksanaan kalibrasi MRU itu langsung di proses pada Komputer Online di dalam unit software atau QINSy selama 15 menit. (ii) Kalibrasi Gyro Kalibrasi gyro setelah diposisikan gyrocompass ini telah lurus terhadap heading kapal. Maka untuk melakukan koreksi gyro ini dilakukan kalibrasi gyro dengan tahap sebagai berikut misalkan dengan arah utara tegak lurus terhadap heading kapal (90 0 ) : Tentukan 2 target yang sejajar terhadap arah dari heading kapal. Kemudian didapat bacaan sudut dari gyrocompass. Lalu dari titik 1 dilakukan pengukuran sudut terhadap target_1, target_2 serta titik 2. Gambar 3.17 Kalibrasi Gyro 48

17 Pelaksanaan kalibrasi gyro ini dilakukan dengan melakukan perbandingan bacaan yang didapat oleh Total Station serta pengukuran gyrocompass. Perbedaan antara gyrocompass dan bacaan total station mengakibatkan koreksi gyro. (iii) Kalibrasi MBES Kalibrasi tranduser ini meliputi kegiatan patch test yang dilaksanakan untuk mendapatkan kalibrasi alat yang terletak didalam kapal. Jika peralatan MBES secara permanen didalam kapal maka dalam pelaksanaan kegiatan survei patch test dilakukan sekali saja. Dengan syarat bahwa patch test sudah sesuai dengan ketentuan yang telah dijelaskan pada BAB II, tentang proses pelaksanaan masing-masing kalibrasi. Kegiatan patch test dilaksanakan sebelum pelaksanaan survei. Kalibrasi ini sangat penting didalam pelaksanaan survei, karena dapat menentukan dalam mendapatkan hasil nilai ketelitian dalam pengukuran kedalaman. Jika patch test ini tidak baik, maka akan mendapatkan data kedalaman yang kurang bagus sehingga data kedalaman yang didapat tidak dapat digunakan untuk mewakili area yang akan disurvei sehingga bentuk kontur yang akan terputus. Kalibrasi MBES ini dilakukan pada lajur yang datar atau lajur slope untuk memenuhi parameter kalibrasi. Berikut area kalibrasi MBES : Gambar 3.18 Area Kalibrasi MBES 49

18 Kegiatan patch test meliputi : a. Kalibrasi Pitch Tahap kalibrasi pitch dilakukan sebagai berikut : Melakukan dua pasang lajur survei dalam arah berlawanan (utara-selatan dan barat-timur) melintasi dasar laut survei yang relatif datar dan memiliki daerah slope (kemiringan dasar laut) yang dijadikan sebagai garis kalibrasi (alongtrack baseline) pada lajur survei (dinamika permukaan air tenang dan pengaruh pergerakan rotasi pitch sama untuk ke dua lajur yang dilakukan). Tujuan alongtrack baseline adalah untuk menganologikan pengaruh pitch dengan rotasi kapal pada sumbu Y (pergerakan ke depan-belakang kapal) saat kapal melakukan pemancaran pulsa akustik arah memanjang (alongtrack beam). Pada sepasang lajur sounding dengan laju kapal rendah dengan arah bolak-balik melintasi slope, sedangkan pada sepasang lajur lainnya dengan laju kapal tinggi dengan arah bolak-balik yang melintasi slope tersebut. Track yang dilakukan pada lajur survei sama dengan melintasi slope arah bolak-balik. Data dari kalibrasi pitch ini adalah sudut kesalahan pitch dengan hasil dari kalibrasi pitch berupa koreksi sudut pitch. b. Kalibrasi Roll Kalibrasi roll diawali dengan menentukan garis kalibrasi (acrosstrack baseline) pada lajur survei kemudian dengan cara melakukan sepasang lajur survei (terdiri dari dua lajur survei yaitu utara-selatan dan barat-timur) yang melintasi dasar laut. Kemudian dengan mengasumsikan bahwa kondisi perairan saat survei tenang (pengaruh diatas permukaan laut kecil). Posisi untuk pemancaran pulsa akustik secara melintang (acrosstrack beam), bertujuan menganalogikan pengaruh roll (rotasi kapal ke arah sumbu Y atau pergerakan pada sisi sebelah kanan-kiri kapal) saat kapal melakukan pemancaran pulsa akustik arah melintang. Posisi ditentukan supaya posisi saat acrosstrack beam lajur 1 = lajur 2. 50

19 Data kalibrasi roll ini yang akan diperoleh berupa kesalahan sudut rotasi roll, dimana hasil kalibrasi roll merupakan parameter parameter kalibrasi. c. Kalibrasi Yaw Prosedur pelaksanaan kalibrasi yaw meliputi (saat kalibrasi kondisi perairan tenang sehingga kapal tetap pada lajurnya) : melakukan identifikasi objek di dasar laut untuk dipilih sebagai objek acuan (dapat berupa batu besar atau objek yang diam dan mudah diidentifikasi. pada lajur survei pertama dilakukan pemancaran pulsa akustik di sisi sebelah kanan kapal ke objek di dasar laut, lalu pada lajur kedua dengan melakukan hal yang sama tapi dalam arah yang berlawanan. karena pada yaw terdapat kesalahan sebesar γ dari dua arah yang berlawanan. d. Kalibrasi Time Delay Positioning Tahap kalibrasi time delay positioning dilakukan sebagai berikut : Melakukan dua pasang lajur survei dalam arah yang sama (utara-selatan dan barat-timur) melintasi dasar laut survei yang relatif datar dan memiliki daerah slope (kemiringan dasar laut) yang dijadikan sebagai garis kalibrasi (alongtrack baseline) pada lajur survei (dinamika permukaan air tenang). Kemudian dengan melakukan pada lajur survei dengan kecepatan yang berbeda misalkan (3 knots dan 5 knots). Tujuan alongtrack baseline adalah untuk menganologikan pengaruh time delay positioning ini terhadap perubahan kedudukan posisi daerah slope yang akan diambil dengan kecepatan yang berbeda tersebut saat kapal melakukan pemancaran pulsa akustik arah memanjang (alongtrack beam). Data dari kalibrasi time delay positioning ini adalah sudut kesalahan time delay positioning dengan hasil dari kalibrasi time delay positioning berupa koreksi sudut time delay positioning. 51

20 (iv) Kalibrasi SVP Adapun tahap kalibrasi SVP ini meliputi sebagai berikut : Kalibrasi yang dilakukan dengan menggunakan pola berputar Dari dua lajur yang dilakukan maka akan didapatkan dua profil cepat rambat akustik (titik pengamatan ditentukan CTD untuk lajur 1 misal titik A dan lajur 2 dengan titik pengamatan B). Lalu profil cepat rambat akustik ditentukan dari cepat rambat rata-rata untuk tiap lajur ( artinya tiap lajur memiliki nilai cepat rambat akustik yang diambil dari profil cepat rambat tiap lajur). Maka dengan geometri seperti gambar 3.19 maka persamaan koreksi sudut pancaran dapat ditentukan sesuai dengan persyaratan yang ada. Gambar 3.19 Profil Cepat Rambat Pada Lajur Survey Jika kedalaman titik-titik sounding yang berada pada lajur survei / central beam (2, 4, 6, 8) sama/ konsisten dengan titik-titik diluar lajur survei /outer beam (1, 3, 7, 9) dalam hal ini memiliki kedalaman yang sama diseluruh titik (1,2,...9) maka profil cepat rambat akustik sudah cukup baik (relatif sama) tidak dilakukan pengecekan. Pengecekan yang dilakukan : Jika belum konsisten cepat rambat akustiknya, maka dilakukan pengecekan sebagai berikut : 1. Cek kedalaman yang dihasilkan pusat pancaran (central beam) dari lajur 1 dengan kedalaman yang dihasilkan dengan pusat pancaran (central beam) lajur 2. Jika kedalaman yang terukur tidak sama maka kesalahan yang terjadi akibat pengaruh heave, pasut, offset vertikal dll. 52

21 2. Cek kedalaman yang dihasilkan pancaran diluar jalur (outer beam) pada lajur satu dengan kedalaman yang dihasilkan pancaran outer beam pada lajur 2. Jika tidak sama, maka terdapat perbedaan profil cepat rambat dari dua lajur. 3. Lalu dilakukan pengecekan kekonsistenan titik central beam (2, 4, 6, 8) dan titik diluar lajur (outer beam) dari dua lajur tersebut Tahap Pelaksanaan Data Akuisisi Dalam hal tahap ini proses pengambilan data survei telah dilakukan dengan didahului dengan penentuan lajur perum utama maupun lajur cross yang akan dipetakan. Data kemudian disimpan dan dengan syarat bahwa proses kalibrasi telah dilakukan pada saat yang waktu yang sama. Suatu MBES EM 3002 ini mengeluarkan 254 beam pada 20 kali persekon. Dan menghasilkan 54 juta XYZ dalam per jam. Berikut ini adalah proses pengambilan data yang ditampilkan pada software SIS : Gambar 3.20 Data Akuisisi Menggunakan Software SIS MBES ini dalam proses pengambilan data menggunakan software QINSy 8.0 serta SIS (Seafloor Information System) berdasarkan lajur yang telah direncanakan. Setelah diintegrasikan dari data yang online (kalibrasi serta data posisi) maka akan menghasilkan data yang bergeoreferensi. 53

22 Gambar 3.21 Skema Data Akuisisi (QINSy) Tahap Pengolahan Data Pada tahapan ini data yang telah online ke komputer proses maka data akuisisi tersebut diolah untuk melihat kualitas data yang didapat seperti dengan cara filtering (pembersihan data), sehingga data processing ini merupakan data yang tidak mentah langsung dari pengukuran. Bahwa kualitas data akan baik jika prosedur ketentuan telah dilakukan dengan bertahap dan baik serta melakukan proses kalibrasi dengan sesuai prosedur sehingga akan diperoleh data yang good dan clean. Sehingga setelah data yang telah dipreprocessing maka siap di validasi dengan data SBES (yang telah di kalibrasi heave dan barchek) sebagai pengontrol. 54

23 Berikut skema processing data : Gambar 3.22 Skema Processing Data Adapun tahap pengolahan data ini meliputi (Handbook of Offshore Survey, 2006) : 1. Menghilangkan data yang tidak sesuai dari sensor yang online ke komputer dalam bentuk *.QPD (X,Y,Z,t). Spike adalah data yang noise antara yang dipancar tapi tidak tertangkap kembali oleh tranducer sehingga terjadi data yang kosong. Untuk meminimalkan data spike maka dengan memperhitungkan parameter set power supply sesuai dengan kebutuhan dari power supply yang dibutuhkan oleh masingmasing instrumen dan melakukan filtering data. Bahwa keuntungan dari filtering data di dalam multibeam sebagai penghilangan data blunder serta untuk mencari-cari data di dalam cakupan yang benar. Di dalam dua jenis umum multibeam menyaring digunakan (Handbook of Offshore Survey, 2006) : 55

24 > filter kedalaman > filter cakupan Data spike Gambar 3.23 Data Spike 2. Masukkan data pasut untuk diolah serta dikoreksi data kedalaman yang diperoleh dalam bentuk *.QTD dan *.QTF. 3. Dengan validator data yang diintegrasikan dengan reduksi pasut sehingga di kelola proses data. 4. Mengeksposrt data berupa ASCII (XYZ), Sounding Grid, 3rd Party, QINSy Mapping 5. Pengecekan hasil penyesuaian dataset berdasarkan data pembanding (SBES). 56

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN 3.1 Pendahuluan Pada kegiatan verifikasi posisi pipa bawah laut pasca pemasangan ini akan digunakan sebagai data untuk melihat posisi aktual dari

Lebih terperinci

BAB 3 KALIBRASI DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 3 KALIBRASI DAN PENGOLAHAN DATA BAB 3 KALIBRASI DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Survei Lokasi 3.1.1 Lokasi Geografis dan Garis Survei Lokasi dari area survei berada di sekitar Pulau Bawean, Jawa Timur. gambar 3.1 memperlihatkan lokasi dari area

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara kepulauan yang dua per tiga (2/3) wilayahnya adalah lautan, sehingga Negara Republik Indonesia dapat dikategorikan sebagai Negara

Lebih terperinci

BAB II SISTEM MULTIBEAM ECHOSOUNDER (MBES)

BAB II SISTEM MULTIBEAM ECHOSOUNDER (MBES) BAB II SISTEM MULTIBEAM ECHOSOUNDER (MBES).1 Prinsip Sistem Multibeam Echosounder (MBES) Multibeam Echosounder menggunakan prinsip yang sama dengan singlebeam namun jumlah beam yang dipancarkan adalah

Lebih terperinci

APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER SYSTEM (MBES) UNTUK KEPERLUAN BATIMETRIK

APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER SYSTEM (MBES) UNTUK KEPERLUAN BATIMETRIK APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER SYSTEM (MBES) UNTUK KEPERLUAN BATIMETRIK TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh Denny Kurnia Sasmita 15104062 Program Studi

Lebih terperinci

UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh)

UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh) UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh) N. Oktaviani 1, J. Ananto 2, B. J. Zakaria 3, L. R. Saputra 4, M. Fatimah

Lebih terperinci

LAMPIRAN A - Prosedur Patch Test

LAMPIRAN A - Prosedur Patch Test DAFTAR PUSTAKA Abidin, Hasanuddin Z. Metode Penentuan dengan GPS dan Aplikasinya. Pradnya Paramita. 2001. Budhiargo, Guntur. Analisis data batimetri multibeam echosounder menggunakan Caris HIPS. Skripsi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Survei batimetri merupakan proses untuk mendapatkan data kedalaman dan kondisi topografi dasar laut, termasuk lokasi obyek-obyek yang mungkin membahayakan. Pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. I.1

BAB I PENDAHULUAN I. I.1 BAB I PENDAHULUAN I. I.1 Latar Belakang Survei batimetri adalah proses penggambaran garis-garis kontur kedalaman dasar perairan yang meliputi pengukuran, pengolahan, hingga visualisasinya. Survei batimetri

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA SURVEI PRA-PEMASANGAN PIPA BAWAH LAUT (PRE-ENGINEERING ROUTE SURVEY)

BAB 3 PENGOLAHAN DATA SURVEI PRA-PEMASANGAN PIPA BAWAH LAUT (PRE-ENGINEERING ROUTE SURVEY) BAB 3 PENGOLAHAN DATA SURVEI PRA-PEMASANGAN PIPA BAWAH LAUT (PRE-ENGINEERING ROUTE SURVEY) 3.1 Pendahuluan / Objektif Survei Dalam rangka menyelenggarakan kegiatan offshore geophysical pre-engineering

Lebih terperinci

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV 3.1. Persiapan Sebelum kegiatan survei berlangsung, dilakukan persiapan terlebih dahulu untuk mempersiapkan segala peralatan yang dibutuhkan selama kegiatan survei

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Kegiatan Pemasangan Pipa Bawah Laut Secara Umum

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Kegiatan Pemasangan Pipa Bawah Laut Secara Umum BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Kegiatan Pemasangan Pipa Bawah Laut Secara Umum Seperti yang telah dijelaskan dalam Latar Belakang, pipa bawah laut diperlukan untuk keperluan pendistribusian minyak dan gas. Untuk

Lebih terperinci

TERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi

TERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI 1. Perhitungan Ketelitian Ketelitian dari semua pekerjaan penentuan posisi maupun pekerjaan pemeruman selama survei dihitung dengan menggunakan metoda statistik tertentu

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 22 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data atau akuisisi data kedalaman dasar perairan dilakukan pada tanggal 18-19 Desember 2010 di perairan barat daya Provinsi Bengkulu

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK HIPS DAN ANALISISNYA

BAB IV PENGOLAHAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK HIPS DAN ANALISISNYA BAB IV PENGOLAHAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK HIPS DAN ANALISISNYA Pada Bab ini akan dibahas mengenai persiapan data, pengolahan data, ekspor data hasil survei multibeam echosounder

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pre-Lay Survey

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pre-Lay Survey BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pekerjaan pemasangan pipa bawah laut dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu Pre- Lay Survey, Pipeline Installation, As Laid Survey [Lekkerkekerk,et al.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ketentuan International Hydrographic Organisation (IHO) Standards

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ketentuan International Hydrographic Organisation (IHO) Standards 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketentuan International Hydrographic Organisation (IHO) Standards For Hydrographic Survei (S.44-IHO) Informasi mengenai kondisi dasar laut dapat diperoleh melalui sebuah kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemetaan batimetri merupakan keperluan mendasar dalam rangka penyediaan informasi spasial untuk kegiatan, perencanaan dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI UNTUK KAJIAN ALKI DI PERAIRAN LAUT JAWA

SURVEI HIDROGRAFI UNTUK KAJIAN ALKI DI PERAIRAN LAUT JAWA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK KAJIAN ALKI DI PERAIRAN LAUT JAWA Teguh Fayakun Alif, ST Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan (PDKK) BAKOSURTANAL Jl.Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911 Telp.

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang SURVEI HIDROGRAFI Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Tahapan Perencanaan Survey Bathymetri Pengukuran bathimetri dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi Hal yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan survey hidrografi adalah ketentuan teknis atau disebut juga spesifikasi pekerjaan. Setiap pekerjaan

Lebih terperinci

STUDI KASUS: SITE BAWEAN AREA, JAWA TIMUR

STUDI KASUS: SITE BAWEAN AREA, JAWA TIMUR KAJIAN EFEKTIFITAS ANTARA APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER DENGAN PERPADUAN SINGLEBEAM ECHOSOUNDER - SIDE SCAN SONAR DALAM SURVEI LOKASI ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI STUDI KASUS: SITE BAWEAN AREA,

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Spesifikasi Pekerjaan Dalam pekerjaan survey hidrografi, spesifikasi pekerjaan sangat diperlukan dan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Pengukuran kedalaman laut atau pemeruman pada penelitian ini dilakukan di perairan Selat Sunda yang dimaksudkan untuk mendapatkan data kedalaman

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai 27 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai dengan Juli 2012. Data yang digunakan merupakan data mentah (raw data) dari

Lebih terperinci

BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Hal yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan survei hidrografi adalah ketentuan teknis atau disebut juga

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari Ekspedisi Selat Makassar 2003 yang diperuntukkan bagi Program Census of Marine Life (CoML) yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. 4.1 Analisis Kemampuan Deteksi Objek

BAB 4 ANALISIS. 4.1 Analisis Kemampuan Deteksi Objek BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Kemampuan Deteksi Objek 4.1.1 Ketelitian koordinat objek Pada kajian ketelitian koordinat ini, akan dibandingkan ketelitian dari koordinatkoordinat objek berbahaya pada area

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 16-18 Mei 2008 di perairan gugusan pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 11). Lokasi ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR Pengolahan data side scan sonar terdiri dari dua tahap, yaitu tahap real-time processing dan kemudian dilanjutkan dengan tahap post-processing. Tujuan realtime

Lebih terperinci

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc www.pelagis.net 1 Materi Apa itu GPS? Prinsip dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penggunaan GPS Sistem GPS Metoda Penentuan Posisi dengan GPS Sumber Kesalahan

Lebih terperinci

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR 51 BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR 5.1 Data Airborne LIDAR Data yang dihasilkan dari suatu survey airborne LIDAR dapat dibagi menjadi tiga karena terdapat tiga instrumen yang bekerja secara

Lebih terperinci

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang Konfigurasi Survei Hidrografi 1. Penentuan posisi (1) dan penggunaan sistem referensi (7) 2. Pengukuran kedalaman (pemeruman)

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen Dasar Laut Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari2014

Jurnal Geodesi Undip Januari2014 Survei Bathimetri Untuk Pengecekan Kedalaman Perairan Wilayah Pelabuhan Kendal Ahmad Hidayat, Bambang Sudarsono, Bandi Sasmito *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl.

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SURVEI PEMETAAN LINGKUNGAN PANTAI

TEKNOLOGI SURVEI PEMETAAN LINGKUNGAN PANTAI Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 20 No. 2 Desember 2014: 165-170 TEKNOLOGI SURVEI PEMETAAN LINGKUNGAN PANTAI (Surveying Technology for Coastal Mapping) Imam Mudita Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Lebih terperinci

BAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME

BAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME BAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME 3.1 Pendahuluan Survei batimetri merupakan survei pemeruman yaitu suatu proses pengukuran kedalaman yang ditujukan untuk memperoleh gambaran

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini. BAB III PENGOLAHAN DATA 3.1. Pengolahan Data LIDAR 3.1.1. Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini. Sistem LIDAR Jarak Laser Posisi

Lebih terperinci

BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI

BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI II.1. Survey Bathimetri Survei Bathimetri dapat didefinisikan sebagai pekerjaan pengumpulan data menggunakan metode penginderaan atau rekaman dari permukaan

Lebih terperinci

Gambar 8. Lokasi penelitian

Gambar 8. Lokasi penelitian 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Januari-3 Februari 2011 yang di perairan Pulau Gosong, Pulau Semak Daun dan Pulau Panggang, Kabupaten

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini dibahas mengenai proses pengolahan data seismik dengan menggunakan perangkat lunak ProMAX 2D sehingga diperoleh penampang seismik yang merepresentasikan penampang

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR Maksud dan tujuan pelaksanaan survei lokasi Maksud dan tujuan utama dari pelaksanaan survei lokasi bagi anjungan minyak lepas

BAB 2 TEORI DASAR Maksud dan tujuan pelaksanaan survei lokasi Maksud dan tujuan utama dari pelaksanaan survei lokasi bagi anjungan minyak lepas BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Survei Lokasi Anjungan Minyak Lepas Pantai Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada instalasi anjungan minyak lepas pantai, terdapat banyak prasyarat yang harus dipenuhi, Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai penentu posisi echosounder memberikan data kedalaman suatu daerah

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul )

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul ) BAB 4 ANALISIS 4.1. Penyajian Data Berdasarkan survei yang telah dilakukan, diperoleh data-data yang diperlukan untuk melakukan kajian dan menganalisis sistem penentuan posisi ROV dan bagaimana aplikasinya

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun keseluruhan sistem, prosedur pengoperasian sistem, implementasi dari sistem dan evaluasi hasil pengujian

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

Scientific Echosounders

Scientific Echosounders Scientific Echosounders Namun secara secara elektronik didesain dengan amplitudo pancaran gelombang yang stabil, perhitungan waktu yang lebih akuran dan berbagai menu dan software tambahan. Contoh scientific

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Akuisisi Data Seismik Akuisisi data seismik dilaksanakan pada bulan April 2013 dengan menggunakan Kapal Riset Geomarin III di kawasan batas laut dan Zona Ekonomi Eksklusif

Lebih terperinci

VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN (STUDI KASUS : BALIKPAPAN PLATFORM)

VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN (STUDI KASUS : BALIKPAPAN PLATFORM) VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN (STUDI KASUS : BALIKPAPAN PLATFORM) TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh MUHAMMAD FIRDAUS NIM. 15108028

Lebih terperinci

PEMETAAN BATIMETRI UNTUK PERENCANAAN PENGERUKAN KOLAM PELABUHAN BENOA, BALI

PEMETAAN BATIMETRI UNTUK PERENCANAAN PENGERUKAN KOLAM PELABUHAN BENOA, BALI JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 313 321 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose PEMETAAN BATIMETRI UNTUK PERENCANAAN PENGERUKAN KOLAM PELABUHAN BENOA, BALI

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Bab ini akan menjelaskan mengenai perancangan serta realisasi perangkat keras maupun perangkat lunak pada perancangan skripsi ini. Perancangan secara keseluruhan terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR) BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR).1 Prinsip Dasar GPR Ground Penetrating Radar (GPR) biasa disebut georadar. Berasal dari dua kata yaitu geo berarti bumi dan radar singkatan dari radio detection and

Lebih terperinci

PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA

PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA By : I PUTU PRIA DHARMA APRILIA TARMAN ZAINUDDIN ERNIS LUKMAN ARIF ROHMAN YUDITH OCTORA SARI ARIF MIRZA Content : Latar Belakang Tujuan Kondisi Geografis Indonesia Metode

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER PADA SURVEI PRA-PEMASANGAN PIPA BAWAH LAUT

PENGOLAHAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER PADA SURVEI PRA-PEMASANGAN PIPA BAWAH LAUT PENGOLAHAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER PADA SURVEI PRA-PEMASANGAN PIPA BAWAH LAUT TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana oleh RAHADIAN YUWONO SUBROTO NIM. 15108073

Lebih terperinci

Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air.

Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air. SONAR Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air. Cara Kerja Sonar merupakan sistem yang menggunakan gelombang suara bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survei dan pemetaan dasar laut telah mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan meningkatnya kebutuhan informasi akan sumber daya

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º - 138 º BT (Gambar 2), pada bulan November 2006 di Perairan Laut Arafura, dengan kedalaman

Lebih terperinci

SK SNI M Standar Nasional Indonesia METODE PENGUKURAN BATHIMETRI MENGGUNAKAN ALAT PERUM GEMA BSN. Badan Standardisasi Nasional

SK SNI M Standar Nasional Indonesia METODE PENGUKURAN BATHIMETRI MENGGUNAKAN ALAT PERUM GEMA BSN. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia METODE PENGUKURAN BATHIMETRI MENGGUNAKAN ALAT PERUM GEMA ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional BSN DAFTAR ISI Daftar isi... i BAB I DESKRIPSI... 1 1.1 Maksud dan Tujuan...

Lebih terperinci

STUDI APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA SALURAN PIPA BAWAH LAUT

STUDI APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA SALURAN PIPA BAWAH LAUT Studi Aplikasi Multibeam Echosounder dan Side Scan Sonar Untuk Mendeteksi Free Span Pada Saluran Pipa Bawah Laut STUDI APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian alat serta analisis dari hasil pengujian. Tujuan dilakukan pengujian adalah mengetahui sejauh mana kinerja hasil perancangan wireless

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009] BAB III REALISASI DAN HASIL SURVEI 3.1 Rencana dan Pelaksanaan Survei Survei dilakukan selama dua tahap, yaitu tahap I adalah survei batimetri untuk menentukan Foot Of Slope (FOS) dengan menggunakan kapal

Lebih terperinci

Metode pengukuran kedalaman menggunakan alat perum gema untuk menghasilkan peta batimetri

Metode pengukuran kedalaman menggunakan alat perum gema untuk menghasilkan peta batimetri Standar Nasional Indonesia SNI 8283:2016 Metode pengukuran kedalaman menggunakan alat perum gema untuk menghasilkan peta batimetri ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN MENGENAI INERTIAL NAVIGATION SYSTEM

BAB III TINJAUAN MENGENAI INERTIAL NAVIGATION SYSTEM 32 BAB III TINJAUAN MENGENAI INERTIAL NAVIGATION SYSTEM 3.1 Pergerakan rotasi wahana terbang Wahana terbang seperti pesawat terbang dan helikopter mempunyai sistem salib sumbu x, y, dan z di mana masing-masing

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tanggal 15 Januari sampai 15

3. BAHAN DAN METODE. dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tanggal 15 Januari sampai 15 13 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Data diperoleh dari survei yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tanggal 15 Januari sampai 15 Februari

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai

Lebih terperinci

GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

GROUND PENETRATING RADAR (GPR) BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR) 2.1 Gelombang Elektromagnetik Gelombang adalah energi getar yang merambat. Bentuk ideal dari suatu gelombang akan mengikuti gerak sinusoidal. Selain radiasi elektromagnetik,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk menghasilkan variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan variasi kerentanan magnet batuan, dilakukan pemisahan atau koreksi terhadap medan magnet bumi utama, dan

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2013 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN JENIS DAN TARIF ATAS

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1 Syarat Pengukuran Pengukuran suatu antena yang ideal adalah dilakukan di suatu ruangan yang bebas pantulan atau ruang tanpa gema (Anechoic Chamber). Pengukuran antena

Lebih terperinci

BAB 3 PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR PADA PERANGKAT LUNAK SONARPRO

BAB 3 PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR PADA PERANGKAT LUNAK SONARPRO BAB 3 PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR PADA PERANGKAT LUNAK SONARPRO 3.1 Real-Time Processing pada SonarPro Real-time processing dilakukan selama pencitraan berlangsung dengan melakukan

Lebih terperinci

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE ABSOLUT Metode Point Positioning Posisi ditentukan dalam sistem WGS 84 Pronsip penentuan posisi adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan

Lebih terperinci

Batimetri dan Cara Penentuannya

Batimetri dan Cara Penentuannya Batimetri dan Cara Penentuannya Batimetri (dari bahasa Yunani: βαθυς, berarti kedalaman, dan μετρον, berarti ukuran ) adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017 ANALISIS PENGOLAHAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK MB-SYSTEM DAN CARIS HIPS AND SIPS BERDASARKAN STANDAR S-44 IHO 2008 Sendy Brammadi, Arief Laila Nugraha, Bambang Sudarsono, Imam

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pasang Surut Pasang surut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1 Syarat Pengukuran Pengukuran suatu antena yang ideal adalah dilakukan di suatu ruangan yang bebas pantulan atau ruang tanpa gema (Anechoic Chamber). Pengukuran antena

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sound Velocity Profile (SVP) Pengukuran nilai Sound Velocity Profile (SVP) dilakukan dengan menggunkan sebuah instrumen CTD SBE 19. Instrumen ini memiliki tingkat

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada skripsi ini dilakukan beberapa pengujian dan percobaan untuk mendapatkan hasil rancang bangun Quadcopter yang stabil dan mampu bergerak mandiri (autonomous). Pengujian

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20 Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-2 IV.7 Gelombang Menabrak Suatu Struktur Vertikal Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku gelombang ketika menabrak suatu struktur vertikal. Suatu saluran

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan lanjutan yang dilakukan dari bulan Juli sampai bulan Agustus menggunakan data hasil olahan dalam bentuk format *raw.dg yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun metode penelitian tersebut meliputi akuisisi data, memproses. data, dan interpretasi data seismik.

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun metode penelitian tersebut meliputi akuisisi data, memproses. data, dan interpretasi data seismik. 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisitik dari data hasil rekaman seismik refleksi saluran tunggal. Adapun metode penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface). Proses penggambaran

Lebih terperinci

PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN

PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Juli 2017, 9(2):77-84 PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN BATIMETRY MAPPING USING ACOUSTIC METHOD

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya

Lebih terperinci

MENGENAL DIRECT READING ACOUSTIC DOPPLER CURRENT PROFILER. oleh. Edikusmanto, Bonita N. Ersan, Dharma Arief 1 )

MENGENAL DIRECT READING ACOUSTIC DOPPLER CURRENT PROFILER. oleh. Edikusmanto, Bonita N. Ersan, Dharma Arief 1 ) Oseana, Volume XXI, Nomor 3, 1996 : 1-11 ISSN 0216-1877 MENGENAL DIRECT READING ACOUSTIC DOPPLER CURRENT PROFILER oleh Edikusmanto, Bonita N. Ersan, Dharma Arief 1 ) ABSTRACT INTRODUCTION TO DIRECT READING

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Kenaikan permukaan air laut dari waktu ke waktu [Mackinnon, 2004]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Kenaikan permukaan air laut dari waktu ke waktu [Mackinnon, 2004] BAB II DASAR TEORI 2.1. Permasalahan Kenaikan Permukaan Air Laut Fenomena kenaikan muka air laut mengemuka seiring dengan terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global pada dasarnya merupakan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini menggunakan data side scan sonar yang berasal dari survei lapang untuk kegiatan pemasangan kabel PLN yang telah dilakukan oleh Pusat

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 211, sedangkan survei data dilakukan oleh pihak Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Waduk Sermo merupakan struktur bangunan berisi air yang berada di permukaan tanah yang berlokasi di Dusun Sermo, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Mikrokontroller AVR Mikrokontroller adalah suatu alat elektronika digital yang mempunyai masukan serta keluaran serta dapat di read dan write dengan cara khusus. Mikrokontroller

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN START DATA KALIBRASI PENGUKURAN OFFSET GPS- KAMERA DATA OFFSET GPS- KAMERA PEMOTRETAN DATA FOTO TANPA GPS FINISH

BAB 3 PEMBAHASAN START DATA KALIBRASI PENGUKURAN OFFSET GPS- KAMERA DATA OFFSET GPS- KAMERA PEMOTRETAN DATA FOTO TANPA GPS FINISH BAB 3 PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas prosedur yang dilakukan pada percobaan ini. Fokus utama pembahasan pada bab ini adalah teknik kalibrasi kamera, penentuan offset GPS-kamera, akuisisi data di lapangan,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Loger. Pemasangan e-logbook dilakukan di kapal pada saat kapal sedang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Loger. Pemasangan e-logbook dilakukan di kapal pada saat kapal sedang 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemasangan Alat E-Logbook di Lapangan Pemasangan alat e-logbook dimulai dengan menyambungkan GPS Map Garmin 585 yang sudah tersambung transduser dan antena GPS dengan INOS-

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Tujuan pembahasan analisis pelaksanaan perencanaan alur pelayaran untuk distribusi hasil pertambangan batubara ini adalah untuk menjelaskan kegiatan

Lebih terperinci

PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN ANYER, BANTEN MENGGUNAKAN MULTIBEAM ECHOSOUNDER SYSTEM (MBES)

PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN ANYER, BANTEN MENGGUNAKAN MULTIBEAM ECHOSOUNDER SYSTEM (MBES) JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 253-261 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN ANYER, BANTEN MENGGUNAKAN MULTIBEAM ECHOSOUNDER

Lebih terperinci

Analisis Geohazard untuk Dasar Laut dan Bawah Permukaan Bumi

Analisis Geohazard untuk Dasar Laut dan Bawah Permukaan Bumi B6 Analisis Geohazard untuk Dasar Laut dan Bawah Permukaan Bumi Dani Urippan dan Eko Minarto Departemen Fisika, Fakultas Ilmu Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) e-mail: e.minarto@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

PEMETAAN BATIMETRI DI PERAIRAN DANGKAL PULAU TUNDA, SERANG, BANTEN MENGGUNAKAN SINGLEBEAM ECHOSOUNDER

PEMETAAN BATIMETRI DI PERAIRAN DANGKAL PULAU TUNDA, SERANG, BANTEN MENGGUNAKAN SINGLEBEAM ECHOSOUNDER Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 139-147 ISSN 2087-4871 PEMETAAN BATIMETRI DI PERAIRAN DANGKAL PULAU TUNDA, SERANG, BANTEN MENGGUNAKAN SINGLEBEAM ECHOSOUNDER BATHYMETRIC

Lebih terperinci

BAB IV HASIL SIMULASI, PENGUKURAN DAN ANALISA Simulasi Parameter Antena Mikrostrip Patch Circular Ring

BAB IV HASIL SIMULASI, PENGUKURAN DAN ANALISA Simulasi Parameter Antena Mikrostrip Patch Circular Ring BAB IV HASIL SIMULASI, PENGUKURAN DAN ANALISA 4.1. Simulasi Parameter Antena Mikrostrip Patch Circular Ring Setelah memperoleh dimensi antenna yang akan dibuat, disimulasikan terlebih dahulu beberapa antenna

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN Sistem Kontrol Robot. Gambar 3.1. Blok Diagram Sistem

BAB III PERANCANGAN Sistem Kontrol Robot. Gambar 3.1. Blok Diagram Sistem BAB III PERANCANGAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perancangan sistem yang meliputi sistem kontrol logika fuzzy, perancangan perangkat keras robot, dan perancangan perangkat lunak dalam pengimplementasian

Lebih terperinci