BAB IV KECENDERUNGAN PEMIKIRAN POLITIK M. DIN SYAMSUDDIN MENGENAI HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA DALAM POLARISASI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM KONTEMPORER
|
|
- Yohanes Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV KECENDERUNGAN PEMIKIRAN POLITIK M. DIN SYAMSUDDIN MENGENAI HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA DALAM POLARISASI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM KONTEMPORER A. Kecenderungan Pemikiran M. Din Syamsuddin mengenai Hubungan Agama dan Negara dalam Polarisasi Paradigma Politik Islam Kontemporer Hubungan agama dan politik selalu menjadi topik pembicaraan menarik, baik oleh kelompok yang berpegang kuat pada ajaran agama maupun golongan yang berpandangan sekuler. Bagi umat Islam, munculnya topik pembicaraan tersebut berpangkal dari permasalahan; apakah kerasullan Muhammad s.a.w. mempunyai kaitan dengan masalah politik ; atau apakah Islam merupakan agama yang terkait erat dengan urusan politik kenegaraan atau pemerintahan, dan apakah sistem dan bentuk pemerintahan/negara, sekaligus prinsip-prinsipnya terdapat dalam Islam? Munculnya permasalahan tersebut menurut penulis wajar, karena risalah Islam yang dibawa Nabi Muhammad s.a.w. adalah agama yang penuh dengan ajaran dan undang-undang (qawanin) yang bertujuan membangun manusia guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Artinya, Islam menekankan terwujudnya keselarasan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi. Karena itu, Islam mengandung ajaran yang integratif antara tauhid, 47
2 48 ibadah, akhlak, dan moral, serta prinsip-prinsip umum tentang kehidupan bermasyarakat. Selain itu, sejarah mencatat bahwa permasalahan pertama yang dipersoalkan oleh generasi pertama umat Islam sesudah Muhammad Rasulullah wafat adalah masalah kekuasaan politik atau pengganti Nabi yang akan memimpin umat dalam kapasitas sebagai kepala negara, atau yang lazim disebut persoalan imamah. Al-Qur an dan sunnah Nabi sebagai acuan utama tidak sedikitpun menyiratkan petunjuk pengganti Nabi atau tentang sistem dan bentuk pemerintahan serta pembentukannya. 1 Perkembangan selanjutnya, tidak mengherankan jika dalam pentas sejarah umat Islam pasca Nabi sampai abad modern ini, umat Islam menampilkan berbagai sistem dan bentuk pemerintahan. Mulai dari bentuk khilafah yang demokratis sampai ke bentuk yang monarkhis absolut. Keragaman dalam praktek mencuatkan pula konsep dan pemikiran yang diintrodusir oleh para tokoh pemikir tentang politik Islam. Perbedaan konsep dan pemikiran ini bertolak dari penafsiran dan pemahaman yang tidak sama terhadap hubungan agama dengan negara yang dikaitkan dengan kedudukan Nabi, dan penafsiran terhadap ajaran Islam dalam kaitannya dengan politik. Terjadinya keragaman praktek dan keragaman konsep dan pemikiran tersebut, bukan hanya dipengaruhi oleh penafsiran terhadap ajaran Islam itu sendiri, tetapi juga dipengaruhi oleh situasi lingkungan seperti tuntutan zaman, sejarah, latar belakang budaya, tingkat perkembangan peradaban dan 1 J. Suyuti Pulungan, Fiqh Siyasah; Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. ix.
3 49 intelektual serta pengaruh peradaban dan pemikiran asing. Artinya, baik faktor intern maupun faktor ekstern sama-sama mempengaruhi keragaman tersebut. Dengan kata lain, selalu ada tarik menarik antara ketentuanketentuan normatif dan kenyataan sosial politik dan historis. Kenyataan ini bisa dilacak pada masa pemerintahan Islam seperti Dinasti Umayah dan Dinasti Abbasiyah. Kedua pemerintahan ini di samping dipengaruhi ajaran Islam juga dipengaruhi oleh model pemerintahan Romawi dan Persia. Atau dalam alam pemikiran, terlihat bagaimana para tokoh pemikir politik Islam Sunni klasik dan pertengahan misalnya sangat dipengaruhi oleh kenyataan historis dan kondisi sosial politik di masa mereka. Sebagaimana yang dikatakan oleh H.A.R. Gibb menyebutkan bahwa; teori politik Sunni hanya merupakan rasionalisasi terhadap sejarah masyarakat dan preseden-preseden yang diratifikasi oleh ijma. Akibatnya tidak ada di antara para yuris Sunni yang berusaha membuat lompatan pemikiran tentang teori-teori politik dan kenegaraan untuk menggantisipasi perkembangan peta kehidupan sosial politik umat Islam di masa datang. Tampaknya mereka terlalu yakin bahwa sistem pemerintahan di zaman mereka akan bertahan. Tidak seperti dalam pembahasan mereka di bidang fiqh yang banyak melakukan pengandaian, dengan mengemukakan beberapa kasus yang peristiwanya belum terjadi, lalu menetapkan hukumnya. Sumbangan pemikiran politik mereka kepada usaha perbaikan kehidupan politik umumnya terbatas pada saran-saran tentang kriteria-kriteria yang harus dimiliki oleh kepala negara.
4 50 Baru menjelang akhir abad XIX pemikiran politik Islam mulai mengalami pergeseran yang signifikan dan berkembanglah pluralitas pemikiran yang menurut Munawir Sjadzali disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, kemunduran dan kerapuhan dunia Islam karena faktor internal. Kedua, tantangan negara-negara Eropa terhadap integrasi politik dan wilayah dunia Islam yang berujung pada penjajahan. Ketiga, keunggulan negaranegara Barat dalam sains, teknologi dan organisasi. 2 Peta kecenderungan mengenai hubungan agama dan negara sendiri terdapat tiga kelompok pemikiran. Pemikiran pertama berpendapat bahwa negara adalah lembaga keagamaan sekaligus lembaga politik. Kelompok kedua mengatakan bahwa negara adalah lembaga keagamaan tapi mempunyai fungsi politik, karenanya kepala negara mempunyai kekuasaan agama yang berdimensi politik. Kelompok ketiga menyatakan bahwa negara adalah lembaga politik yang sama sekali terpisah dari agama, karenanya kepala negara, hanya mempunyai kekuasaan politik atau penguasa dunia saja. Pemahaman dan penafsiran terhadap ajaran Islam dalam kaitannya dengan politik juga terdapat tiga golongan. Golongan pertama menyatakan bahwa dalam Islam terdapat sistem politik dan pemerintahan, karena Islam adalah agama yang paripurna. Golongan kedua menyatakan dalam Islam tidak ada sistem politik dan pemerintahan, namun mengandung ajaran-ajaran dasar tentang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sedangkan golongan ketiga berpendapat Islam sama sekali tidak terkait dengan politik dan pemerintahan, 2 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: UI-Press, 1993, hlm. 115.
5 51 dan ajaran agama hanya berkisar tentang tauhid, ritual, pembinaan akhlak, dan moral manusia. Sejalan dengan itu, sebagaimana disebutkan dalam bab III, M. Din Syamsuddin mengemukakan paradigma yang sedikit berbeda mengenai hubungan agama dan negara. Pertama, hubungan integralistik, yaitu agama dan negara tidak dapat dipisahkan. Wilayah agama juga meliputi politik. Dengan kata lain, negara merupakan lembaga politik dan sekaligus lembaga keagamaan. Penyelengaraan pemerintahan atas dasar kedaulatan Tuhan, karena memang kedaulatan itu berasal dan berada di tangan Tuhan. Paradigma ini dianut oleh kelompok Syi ah, dan juga oleh kelompok revivalis Islam yang di antara pemimpinnya adalah al-maududi, Hasan al-bana, Sayyid Quthb. Kedua, paradigma simbioistik, yaitu hubungan timbal balik dan saling memerlukan. Agama memerlukan negara, karena dengan negara agama dapat berkembang. Sebaliknya, negara memerlukan agama, karena dengan agama negara dapat berkembang dalam bimbingan dan etika moral. Paradigma ini dipakai oleh kebanyakan pemikir politik Islam abad pertengahan seperti al- Mawardi dan al-ghazali, dan Ibn Taimiyah. Ketiga, paradigma sekularistik. Paradigma ini menolak baik hubungan integralistik maupun simbioistik antara agama dan negara. Bahkan mengajukan gagasan pemisahan agama dan negara secara ketat, dan menolak pendasaran negara kepada Islam. Salah seorang pemrakarsanya adalah Ali Abd al-raziq. Menurut paradigma ini, Islam tidak mempunyai kaitan apapun
6 52 dengan sistem pemerintahan dan kekhalifahan, termasuk al-khulafa alrasyidun bukanlah sebuah sistem politik keagamaan atau keislaman tetapi sistem duniawi. 3 Selanjutnya, Din juga merumuskan kosenp ideal, dengan mengambil contoh kasus negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Model negara seperti Indonesia secara subtantif adalah negara Islami. Din mengajukan argumen bahwa Pancasila itu sendiri mengandung substansi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam seperti tauhid, kemanusiaan, persaudaraan, demokrasi, dan keadilan. Selain itu, menurut Din agama dalam negara Pancasila menempati rating yang tinggi. Din memberikan argumentasi bahwa dengan adanya jaminan konstitusional negara menjamin kemerdekaan warga negara untuk beragama dan memberikan kebebasan bagi para pemeluk agama-agama untuk menjalankan ibadat sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya masingmasing. Selain itu, agama juga mendapat pengakuan instrumental melalui asas pembangunan, landasan spiritual, etia moral bagi pembangunan itu sendiri. Aktualisasi fungsi agama di Indonesia menurut Din meniscayakan aktivisme politik yang menekankan substantifikasi etika, moralitas dan spiritualitas keagamaan ke dalam proses pembangunan. Menurut hemat penulis, gagasan Din mengenai relasi agama yang ideal dengan mengambil contoh Indonesia secara tidak langsung bahwa dalam pandangan Din keterkaitan agama dan politik tidak dapat dielakkan. Agama 3 M. Din Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002, hlm
7 53 dan umat beragama juga tidak dapat menghindarkan diri dari kegiatan politik. Karenanya, keterlibatannya dalam pembangunan sebuah negara memerlukan mekanisme proporsional yang menjamin keberadaan dan peran masingmasing dalam konfigurasi kemajemukan yang saling menguntungkan. 4 Dengan demikian, jika melihat polarisasi pemikiran politik Islam kontemporer dengan berbagai nuansanya, ataupun dengan melihat peta kecenderungan yang digagas Din sendiri, maka pemikiran politik Din tersebut dapat dikelompokan pada kecenderungan simbioistik. Artinya, Din memandang bahwa hubungan antara agama dan negara idealnya saling menguntungkan dan saling mendukung. Segala program dan kebijakan negara tentunya sangat memerlukan keterlibatan agama dan pemeluk agama, dan sebaliknya dengan adanya negara maka agama akan lebih mudah berkembang dalam menampakkan fungsinya. B. Relevansi Pemikiran M. Din Syamsuddin mengenai Hubungan Agama dan Negara dalam Konteks Indonesia Sebuah analisis politik yang dilakukan oleh Alan Samson mengenai keterpaduan agama dan politik seperti yang dikemukakan oleh M. Natsir, merefleksikan hubungan formal antara Islam dan negara. Karenanya, Islam dianggap agama yang memiliki penjelasan paling lengkap tentang hubungan langsung antara agama dan kekuasaan politik. Hal ini juga diakui oleh salah seorang tokoh penting Muhammadiyah, Lukman Harun, yang berpendapat 4 Ibid., hlm
8 54 bahwa di Indonesia tidak ada batasan antara agama dan politik sebagaimana tidak ada batasan nilai-nilai religi dan nilai-nilai nasionalisme. Menurut Harun, Islam tidak memisahkan antara agama dan politik, dan hampir mayoritas umat Islam Indonesia menyepakatinya. 5 Keyakinan sebagian tokoh-tokoh Islam tanah air masa lalu bahwa Islam mencakup sistem kepercayaan dan politik serta ada hubungan langsung antara Islam dan negara, menurut Fachry Ali merupakan cikal bakal lahirnya Islam politik yang dapat didefinisikan sebagai sebuah paradigma pandangan, sikap dasar dan tingkah laku politik baku organisasi-organisasi dan para politisi Islam. Perkembangan Islam politik sendiri di kalangan tokoh-tokoh Islam adalah suatu hal yang wajar, karena setiap perjuangan politik membutuhkan legitimasi ideologis. Kemunculan Islam politik juga sebagai bentuk perlawanan umat Islam terhadap kekuatan kolonial dan dominasi Barat. Atau sebagai hasil dari faktor-faktor internal, yaitu dalam bentuk perubahan peta kekuatan politik, melemahnya persaingan ideologi antara kekuatan-kekuatan politik dan munculnya kekuatan-kekuatan baru yang mencoba mendominasi, baik secara ekonomi maupun secara kultural. 6 Perkembangan selanjutnya, perubahan-perubahan wacana politik yang terus bergulir baik di tingkat lokal maupun global diharapkan menghasilkan konsep ideal yang ditawarkan ke arah pemikiran yang lebih realistik. Begitu pula dalam diskursus relasi agama dengan negara dalam Islam, tentunya 5 Muhammad Sirozi, Catatan Kritis Politik Islam Era Reformasi, Yogyakarta: AK Group, 2004, hlm Ibid., hlm. 96.
9 55 diharapkan dapat merumuskan suatu konsep yang ideal, yang tidak hanya rasional-realistis, namun juga tidak keluar dari bingkai ajaran Islam. Sebagai sosok yang saat ini menjadi icon kaum yang diidentifikasi modernis (Muhammadiyah), gagasan Din mengenai simbioistik-mutualistik, akan membawa realisme dunia politik bersamaan dengan pesan-pesan Islam minimal dalam konteks Indonesia. Gagasan Din mengenai relasi agama dan negara yang cenderung moderat di tengah alam demokrasi, diharapkan dapat menjadi jalan tengah ketegangan antara paham integralistik-literal vis a vis paham sekularistik. Setidaknya gagasan Din merupakan sebuah sumbangan yang memperkaya khazanah gerakan dan pemikiran politik Indonesia. Sekaligus sebagai bukti empirik bahwa nilai-nilai keagamaan telah memberi umat Islam di negari ini suatu landasan berpijak (a common ground) untuk berkomunikasi, membangun solidaritas, menumbuhkan komitmen, bekerja sama dan menyusun tujuan bersama di pentas politik. Diskursus politik Islam yang dilakukan oleh ulama sendiri dalam pembicaraan hubungan agama dan negara atau pemerintahan mengarah kepada dua tujuan. Pertama, menemukan idealitas Islam tentang negara atau pemerintahan (melakukan aspek teoritis dan formal), yaitu mencoba menjawab pertanyaan apa bentuk negara menurut Islam. Kedua, melakukan idealisasi dari perspektif Islam terhadap proses penyelenggaraan negara atau pemerintahan (menekankan aspek praksis dan subtansial), yaitu mencoba menjawab pertanyaan bagaimana isi negara
10 56 menurut Islam. Jika pendekatan pertama bertolak dari anggapan bahwa Islam memiliki konsep tertentu tentang negara dan pemerintahan, maka pendekatan kedua bertolak dari anggapan bahwa Islam tidak membawa konsep tertentu tentang negara dan pemerintahan, tetapi hanya membawa prinsip-prinsip dasar berupa nilai etika dan moral. Proses pencarian konsep tentang negara dalam Islam sendiri berhadapan dengan dua tantangan yang saling tarik menarik menarik, yaitu tantangan realitas politik yang harus dijawab dan tantangan idealitas agama yang harus dipahami untuk menemukan jawaban. Oleh karena itu, perbedaan konsepsi lebih berada dalam tataran metodologis, yang pada giliran berikutnya menentukan perbedaan substansial pemikiran. Pendekatan realistik sendiri lebih melihat kenyataan-kenyataan yang bersifat obyektif, dan berorientasi pada kenyataan politik. Sedangkan pendekatan idealistik cenderung melakukan idealisasi terhadap sistem pemerintahan dengan menawarkan formula sistem pemerintahan Islam yang ideal meskipun belum pernah terwujud dalam praktek nyata. Pada konteks inilah Din tampil dengan suatu pendekatan yang dapat disebut sebagai pendekatan substantivistik. Pendekatan ini cenderung menekankan isi daripada bentuk atau format negara itu, tapi memusatkan perhatian kepada bagaimana mengisinya dengan etika dan moralitas agama dan menjadikannya ruh dalam setiap pembangunan. Menurut hemat penulis, dalam konteks politik Indonesia, gagasan Din cukup relevan, karena sebenarnya bangsa ini memiliki banyak potensi untuk
11 57 mewujudkan pola simbioistik-mutualistik dengan diakomodirnya nilai Islam dalam Pancasila dan dijadikannya ruh dalam pembangunan. Persoalannya lebih pada implementasi yang kurang maksimal terhadap sebuah sistem yang sudah ada. Atau setidaknya, gagasan Din ini dapat dijadikan masukan terhadap perkembangan bangsa Indonesia selanjutnya, sebab selama ini masih terjadi gap antara jaminan konstitusional negara terhadap nilai-nilai agama dengan kemauan dan kemampuan pemegang kebijakan dalam mengimplementasikannya. Namun demikian, terlepas dari setuju atau tidak terhadap paradigma yang dianggap ideal oleh Din, praktek relasi agama dan negara dalam kenyataan sejarah Islam masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Selain itu, pola hubungan agama dan negara seperti kasus Indonesia yang menurut Din sebagai simbiostik-mutualistik-subtantivistik, memiliki kelemahan bahwa kualitas implementasi nilai-nilai dan pesan Islam sangat rendah. Beberapa prinsip moralitas Islam seperti pemerataan ekonomi, kesejahteraan, dan keadilan jauh menjelma dalam kenyataan. Dengan pola subtantivistik ini justru nilai-nilai Islam tidak bisa mengikat, bahkan terkesan sangat formalistik. Sebagai contoh, meskipun para pejabat sebelum memangku jabatannya disumpah dengan cara-cara Islam, dengan nama Allah dan di bawah al-qur an, namun sumpah tersebut tidak mengikat sama sekali, mereka tetap saja korupsi, dan tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat. Contoh lainnya seperti dalam sistem penggajian di beberapa instansi yang jauh dari rasa keadilan; di satu sisi negara dapat menggaji kepala sebuah BUMN hingga
12 58 ratusan juta rupiah perbulan, di sisi yang lain, alokasi anggaran untuk pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan rakyat atau penanganan bencana sangat minim dengan alasan anggaran belanja negara defisit. Kelemahan lainnya, pola hubungan agama dan negara seperti di Indonesia sering menjadi kendala yang menghalangi aktulaisasi peran agama dalam proses perubahan sosial. Penekanan lambang-lambang keagamaan dalam kehidupan politik, umpamanya, hanya akan menampilkan politisasi agama dan menguatkan solidaritas keagamaan yang sangat terbatas. Dan pada gilirannya, agama akan kehilangan fungsinya dalam mengatur kehidupan manusia dalam segala aspek kehidupan. Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan lagi bahwa pola hubungan simbioistik-mutualisitik agama dan negara seperti yang digagas Din cukup relevan dalam konteks kehidupan politik Indonesia dan dapat menjadi jalan tengah antara paham integralistik-literal dengan paham sekularistik. Pola hubungan simbioistik ini menggunakan pendekatan subtantitvistik yang menekankan isi daripada bentuk atau format negara. Namun demikian, pola ini memiliki kelehaman dalam dataran implementasi nilai-nilai dan pesan Islam yang sangat rendah, dan aktualisasi peran agama dalam proses perubahan akan banyak mendapat kendala.
Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan
c Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan d Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan Oleh Tarmidzi Taher Tema Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan di Indonesia yang diberikan kepada saya
Lebih terperinciISLAM DAN NEGARA. Abd. Mannan 1
ISLAM DAN NEGARA Abd. Mannan 1 Abstrak: Hubungan agama dan negara telah menjadi faktor kunci dalam sejarah peradaban umat manusia. Hubungan antara keduanya telah melahirkan kemajuan besar dan menimbulkan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Secara Umum Konsep pendidikan yang Islami menurut Mohammad Natsir menjelaskan bahwa asas pendidikan Islam adalah tauhid. Ajaran tauhid manifestasinya
Lebih terperinciA. Persamaan Pemikiran Imam Mawardi dengan Ali Abdul Raziq tentang Konsep
BAB IV PERBANDINGAN KONSEP NEGARA MENURUT PEMIKIRAN IMAM MAWARDI DENGAN ALI ABDUL RAZIQ A. Persamaan Pemikiran Imam Mawardi dengan Ali Abdul Raziq tentang Konsep Negara Dalam tulisan ini hampir semua pemikiran
Lebih terperinciIslam dan Sekularisme
Islam dan Sekularisme Mukaddimah Mengikut Kamus Dewan:- sekular bermakna yang berkaitan dengan keduniaan dan tidak berkaitan dengan keagamaan. Dan sekularisme pula bermakna faham, doktrin atau pendirian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang telah diperdebatkan para pemikir Islam sejak hampir seabad yang lalu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan antara Islam dan Negara merupakan salah satu subjek penting yang telah diperdebatkan para pemikir Islam sejak hampir seabad yang lalu hingga dewasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Islam adalah Agama yang sempurna ajarannya dalam lintas tempat dan zaman. Dasar Agama memang tidak boleh diubah, akan tetapi pemikiran keagamaan harus disesuaikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. adalah tiga institusi pilar Globalisasi.(Amin Rais, 2008: i)
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam 30 tahun terakhir, dunia menyaksikan bangkitnya Imperialisme ekonomi yang dilancarkan Negara-negara Barat, Negara-negara eks kolonialis, lewat apa yang disebut
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan
BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan organisasi politik namun sepanjang
Lebih terperinciPEMIKIRAN POLITIK DAN GERAKAN SOSIOKULTURAL KEWARGANEGARAAN KAUM INTELEKTUAL MUSLIM NEO-MODERNIS DALAM PENGUATAN DEMOKRASI DAN CIVIL SOCIETY
DAFTAR ISI Halaman Lembar Persetujuan... ii Lembar Pernyataan.... iii Abstrak... iv Abstract... v Kata Pengantar... vi UcapanTerima Kasih... viii Daftar Isi... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Islam kultural dalam konsep Nurcholish Madjid tercermin dalam tiga tema pokok, yaitu sekularisasi, Islam Yes, Partai Islam No, dan tidak ada konsep Negara Islam atau apologi
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus
195 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai bagian akhir tesis ini, peneliti memberikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah
Lebih terperinciLATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat
Lebih terperinciUNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI Jln. Prof. KH. Zainal Abidin Fikry KM 3,5 Palembang
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI Jln. Prof. KH. Zainal Abidin Fikry KM 3,5 Palembang RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Kode Mata Kuliah : Fiqh Siyasah Kode
Lebih terperinciPersatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq
Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq Pada Jumat, 17 Rabiul Awal 83 H (702 M), lahir seorang manusia suci dan penerus risalah Nabi Muhammad Saw. Pada hari yang bertepatan dengan maulid Rasulullah
Lebih terperinciIMAMAH DALAM PANDANGAN POLITIK SUNNI DAN SYI AH
IMAMAH DALAM PANDANGAN POLITIK SUNNI DAN SYI AH SKRIPSI Disusun Untuk Melengkapi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Jurusan Syari ah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mubarak Ahmad, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan selama ini dipercaya sebagai salah satu aspek yang menjembatani manusia dengan cita-cita yang diharapkannya. Karena berhubungan dengan harapan,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hasan Al-Banna menetapkan bahwa berdirinya pemerintah Islam merupakan bagian dasar manhaj Islam (metode Islam). Hasan Al- Banna menjelaskan bahwa pengaturan kehidupan dan
Lebih terperinci2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nasionalisme atau rasa kebangsaan tidak dapat dipisahkan dari sistem pemerintahan yang berlaku di sebuah negara. Nasionalisme akan tumbuh dari kesamaan cita-cita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi dilengkapi dengan perangkat lain yang menunjang segala kehidupan makhluk- Nya di muka bumi.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dari segala dimensi. Sebagai sebuah bangsa dengan warisan budaya yang
1 A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia yang menjadi negara kepulauan, mempunyai kemajemukan dari segala dimensi. Sebagai sebuah bangsa dengan warisan budaya yang masih mengakar dalam perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal jika berbicara tentang identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat multidimensional. Kemajemukan
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. 1. konsep upah perspektif Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut:
284 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. konsep upah perspektif Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut: a. Standar penentuan upah menurut Hizbut Tahrir ditakar berdasarkan jasa atau manfaat tenaganya (manfa at
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Pada bagian terakhir ini penulis berusaha untuk menyimpulkan dari
BAB V PENUTUP Pada bagian terakhir ini penulis berusaha untuk menyimpulkan dari berbagai permasalahan yang telah diuraikan secara panjang lebar, guna untuk mempermudah dalam memahami isi yang terkandung
Lebih terperinciPENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)
PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara. Islam telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang universal. Dalam Islam, tidak ada pemisahan antara agama dan politik. Karena keduanya saling berkaitan. Termasuk dalam kehidupan bernegara. Islam
Lebih terperinciMENILIK PERKEMBANGAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM MASA MODERN (Sebuah Pembacaan Awal) Oleh: Vita Fitria MKU UNY
MENILIK PERKEMBANGAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM MASA MODERN (Sebuah Pembacaan Awal) Oleh: Vita Fitria MKU UNY email: vitafitria08@gmail.com Abstrak: Pembacaan pemikiran politik Islam masa modern berdasarkan
Lebih terperinciEMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN
EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN Oleh Nurcholish Madjid Seorang Muslim di mana saja mengatakan bahwa agama sering mendapatkan dukungan yang paling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan untuk lepas dari tangan penjajah negara asing sudah selesai sekarang bagaimana membangun negara dengan melahirkan generasi-generasi berkarakter dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Al-Ghazali (w M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Al-Ghazali (w. 1111 M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi umat Islam hingga saat ini. Montgomerry Watt (Purwanto dalam pengantar Al- Ghazali,
Lebih terperinciBAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA
18 BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA A. Konsep Syura dalam Islam Kata syura berasal dari kata kerja syawara>> yusyawiru yang berarti menjelaskan, menyatakan
Lebih terperinciRELEVANSI TEORI MARHAENISME DALAM MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN DI ERA KAPITALISME GLOBAL SKRIPSI ANWAR ILMAR
RELEVANSI TEORI MARHAENISME DALAM MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN DI ERA KAPITALISME GLOBAL SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas beberapa hal sebagai berikut: 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah sistem demokrasi, rakyat adalah sumber hukum dan hukum pada gilirannya berfungsi menjamin perlindungan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melalui pembahasan dan analisis dari bab I sampai bab IV, maka ada beberapa hal yang sekiranya perlu penulis tekankan untuk menjadi kesimpulan dalam skripsi ini, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003
Lebih terperinciEksistensi Pancasila dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi
Eksistensi Pancasila dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi NAMA : Bram Alamsyah NIM : 11.12.6286 TUGAS JURUSAN KELOMPOK NAMA DOSEN : Tugas Akhir Kuliah Pancasila : S1-SI : J : Junaidi Idrus,
Lebih terperinciMam MAKALAH ISLAM. Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara
Mam MAKALAH ISLAM Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara 20, September 2014 Makalah Islam Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara M. Fuad Nasar Pemerhati Sejarah, Wakil Sekretaris BAZNAS Polemik seputar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai perbandingan konsep pendidikan Islam menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya terhadap pendidikan
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan
BAB VII KESIMPULAN Kesimpulan Setiap bangsa tentu memiliki apa yang disebut sebagai cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa. Indonesia, negara dengan beragam suku, bahasa, agama dan etnis, juga pastinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi pengaruh dalam rangka mengembangkan potensi manusia menuju kepada kedewasaan diri agar mampu
Lebih terperinci: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)
KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Pendidikan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam
BAB V BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Pemikiran-pemikiran Habermas merupakan sebuah ide pembaharuan atas kebuntuan berpikir yang dialami oleh para pendahulunya dalam Mazhab Frankfurt. Para tokoh
Lebih terperinciPENGAMALAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN REFORMASI
PENGAMALAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN REFORMASI NAMA : Ragil Prasetia Legiwa NIM : 11.02.7942 TUGAS JURUSAN KELOMPOK NAMA DOSEN : Tugas Akhir Kuliah Pancasila : D3 - MI : A : M. Khalis Purwanto
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan
81 A. Kesimpulan BAB V PENUTUP Berangkat dari uraian yang telah penulis paparkan dalam bab-bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Makna tawassul dalam al-qur an bisa dilihat pada Surat al-
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adakah sistem ketatanegaraan menurut islam? Pertanyaan ini barangkali
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adakah sistem ketatanegaraan menurut islam? Pertanyaan ini barangkali menarik untuk dikemukakan, karena hingga saat ini dikalangan umat Islam sendiri terdapat
Lebih terperinciBAB IV ANALISA. masyarakat Jemur Wonosari yang beragama Islam meyakini bahwa al-qur an
BAB IV ANALISA Melihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan, bahwa mayoritas masyarakat Jemur Wonosari yang beragama Islam meyakini bahwa al-qur an merupakan acuan moral untuk memecahkan problem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003
Lebih terperinciPENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1
Modul ke: 05Fakultas Gunawan EKONOMI PENDIDIKAN PANCASILA Pancasila Sebagai Ideologi Negara Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen S1 Tujuan Perkuliahan Menjelaskan: Pengertian Ideologi Pancasila dan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya feminisme memang tak lepas dari akar persoalan yang ada di kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih dianggap sebagai makhluk inferior.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan penelitian yang berjudul PENDIDIKAN. ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan penelitian yang berjudul PENDIDIKAN ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Universitas Islam Negeri Sunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut
Lebih terperinciPeraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia
Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Penyelenggaraan otonomi daerah yang kurang dapat dipahami dalam hal pembagian kewenangan antara urusan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAB I. A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejarah menunjukan bahwa, Islam sebagai salah satu bagian dalam sejarah dunia, telah menorehkan sebuah sejarah yang sulit bahkan tidak mungkin terlupakan dalam sejarah
Lebih terperinci26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)
26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari berbagai keragaman sosial, suku bangsa, kelompok etnis, budaya, adat istiadat, bahasa,
Lebih terperinciSeminar Pendidikan Agama Islam
Seminar Pendidikan Agama Islam Peran Pendidikan Karakter Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani Latar Belakang: Dalam konteks masyarakat Indonesia keinginan reformasi dengan sendirinya memerlukan pula perubahan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Turki merupakan negara Islam yang merupakan salah satu tempat bersejarah
PENDAHULUAN Turki merupakan negara Islam yang merupakan salah satu tempat bersejarah perkembangan Islam di Dunia. Turki juga merupakan wilayah yang terdiri dari dua simbol peradaban di antaranya peradaban
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ISLAMIC CENTRE DI MALANG
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ISLAMIC CENTRE DI MALANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : HASAN AL HAMID L2B 097
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. tesis ini untuk menjawab rumusan masalah dapat penulis uraikan sebagai
146 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Hal-hal yang dapat penulis simpulkan setelah melakukan penelitian tesis ini untuk menjawab rumusan masalah dapat penulis uraikan sebagai berikut : 1. Format kurikulum fiqih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar pemeluk agama, misalnya Hindu, Islam, dan Sikh di India, Islam, Kristen dan Yahudi di Palestina,
Lebih terperinciSTANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB
STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB Mata Pelajaran Pendidikan Kewargaan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pengaruh pembaharuan Islam yang dilakukan oleh umat Islam di Saudi Arabia, Mesir, dan India
Lebih terperinciBAB IV KARAKTERISTIK PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID TENTANG HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA
BAB IV KARAKTERISTIK PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID TENTANG HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA Nurcholish Madjid merupakan seorang tokoh intelektual Islam yang selalu memunculkan ide-ide cemerlang terhadap perjalanan
Lebih terperinciKEBUDAYAAN DALAM ISLAM
A. Hakikat Kebudayaan KEBUDAYAAN DALAM ISLAM Hakikat kebudayaan menurut Edward B Tylor sebagaimana dikutip oleh H.A.R Tilaar (1999:39) bahwa : Budaya atau peradaban adalah suatu keseluruhan yang kompleks
Lebih terperinciPeta Pemikiran Politik Islam Modern Abdul Fadhil Universitas Negeri Jakarta
Jurnal Studi Al-Qur an; Vol.8, No. 1, Tahun. 2012 Membangun Tradisi Berfikir Qur ani Peta Pemikiran Politik Islam Modern Universitas Negeri Jakarta Abdul-fadhil@unj.ac.id Abstrack The modern political
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. sama lain. Lebih jauh standarisasi ini tidak hanya mengatur bagaimana
BAB V KESIMPULAN Tidak dapat dipungkiri, setelah dianutnya gagasan hak asasi dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), masyarakat internasional sejak saat itu telah memiliki satu standar bersama dalam
Lebih terperinciMENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER
l Edisi 001, Oktober 2011 Edisi 001, Oktober 2011 P r o j e c t i t a i g D k a a n MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER Ihsan Ali Fauzi 1 Edisi 001, Oktober 2011 Informasi Buku: Abdullahi Ahmed An- Na`im,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)
BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lama sekitar 13 abad, yaitu sejak masa kepemimpinan Rasulullah SAW di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah perjuangan umat Islam dalam pentas peradaban dunia berlangsung sangat lama sekitar 13 abad, yaitu sejak masa kepemimpinan Rasulullah SAW di Madinah (622-632M);
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43
BAB I PENDAHULUAN Setiap penelitian akan di latar belakangi dengan adanya permasalahan yang Akan dikaji. Dalam penelitian ini ada permasalahan yang dikaji yaitu tentang Efektivitas Tokoh Agama dalam Membentuk
Lebih terperinciAKTUALISASI NILAI PANCASILA
PANCASILA Modul ke: 10Fakultas Ekonomi dan Bisnis AKTUALISASI NILAI PANCASILA Dr. Achmad Jamil M.Si Program Studi S1 Manajemen Aktualisasi Nilai Pancasila Pancasila sering mengalami berbagai deviasi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan di bidang pendidikan yang dialami bangsa Indonesia pada saat ini adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pembentukan watak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan umat Islam dari periode Nabi Muhammad Saw. diutus sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan dan kemunduran yang dialami
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari skripsi dengan judul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani
Lebih terperinciKISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) MADRASAH ALIYAH (MA) TAHUN PELAJARAN 2015/2016
KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) MADRASAH ALIYAH (MA) TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SatuanPendidikan : Madrasah Aliyah (Prog Keagamaan) Bentuk Soal : Pilihan Ganda Mata Pelajaran
Lebih terperinciWawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar
Wawasan Kebangsaan Dewi Fortuna Anwar Munculnya konsep Westphalian State Perjanjian Westphalia 1648 yang mengakhiri perang 30 tahun antar agama Katholik Roma dan Protestan di Eropa melahirkan konsep Westphalian
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor
BAB 5 KESIMPULAN Sebagaimana dirumuskan pada Bab 1, tesis ini bertugas untuk memberikan jawaban atas dua pertanyaan pokok. Pertanyaan pertama mengenai kemungkinan adanya variasi karakter kapasitas politik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki kesempurnaan lebih dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dalam al-quran, Allah berfirman:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. mencerminkan sosok manusia berkarakter. Beliau membawa misi risalahnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nabi Muhammad SAW merupakan nabi dan rasul terakhir yang mencerminkan sosok manusia berkarakter. Beliau membawa misi risalahnya untuk seluruh umat manusia
Lebih terperinciPPMDI. Pemikiran Politik Islam. Zaman Klasik dan Pertengahan. bektibeza.com
PPMDI bektibeza.com Pemikiran Politik Islam Zaman Klasik dan Pertengahan Munculnya Muawiyah Dalam Pentas Perpolitikan Islam Dengan terbunuhnya Ali bin Abu Thalib, berakhirlah era Al-Khulafa Al Rasyidin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari belum mengerti sampai mengerti agar lebih maju dan handal dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya sangat diperlukan bagi setiap insan manusia. Pendidikan diarahkan sebagai pondasi untuk membangun individu dan bangsa. Pendidikan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam mempelajari suatu agama, aspek yang pertama dipertimbangkan sekaligus harus dikaji ialah konsep ketuhanannya. Dari konsep ketuhanan, akan diketahui
Lebih terperinciproses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak
Disampaikan pada Seminar Nasional dengan Tema: Mencari Format Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Yang Demokratis Dalam Rangka Terwujudnya Persatuan Dan Kesatuan Berdasarkan UUD 1945 di Fakultas
Lebih terperinciINTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi
INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NANANG FEBRIANTO F. 100 020 160 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TUGAS KULIAH PANCASILA
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagai bangsa Indonesia, kita tentu mengetahui dasar negara kita. Dan di dalam Pancasila ini terkandung banyak nilai di mana dari keseluruhan nilai tersebut terkandung
Lebih terperinciKISI-KISI SOAL UAMBN MADRASAH ALIYAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012
KISI-KISI SOAL UAMBN MADRASAH ALIYAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Satuan Pendidikan : Madrasah Aliyah (IPA/IPS/BHS) Bentuk Soal : Pilihan Ganda Mata Pelajaran : Sejarah Kebudayaan Islam Jumlah Soal : 50 Butir
Lebih terperinciBAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik
BAB 1 PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah institusi yang mutlak diperlukan dalam dunia demokrasi, apabila sudah memilih sistem demokrasi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan
Lebih terperinciRUANG LINGKUP MATA KULIAH PANCASILA
Modul ke: RUANG LINGKUP MATA KULIAH PANCASILA RUANG LINGKUP MATA KULIAH PANCASILA SEBAGAI SALAH SATU MATA KULIAH PENGEMBANGAN KARAKTER Fakultas FAKULTAS TEKNIK RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Program Studi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M.
BAB V KESIMPULAN Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M. Dasar-dasar teosofi tumbuh bersamaan dan bercampur dalam perkembangan teoriteori tasawuf; filsafat; dan --dalam
Lebih terperinciSEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA
HUBUNGAN ANTAR AGAMA DI INDONESIA Dosen : Mohammad Idris.P, Drs, MM Nama : Dwi yuliani NIM : 11.12.5832 Kelompok : Nusa Jurusan : S1- SI 07 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA
Lebih terperinciPANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Nama : Larasati Nur Pratama NIM : 11.11.5245 Kelompok : E Program Studi : S1-TI Dosen : DR. Abidarin Rosyidi, MMa ABSTRAK Setiap negara mempunyai
Lebih terperinciBAB III PEMIKIRAN M. DIN SYAMSUDDIN MENGENAI HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA DALAM ISLAM
BAB III PEMIKIRAN M. DIN SYAMSUDDIN MENGENAI HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA DALAM ISLAM A. Biografi M. Din Syamsuddin M. Din Syamsuddin, nama aslinya adalah Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, lebih populer dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN
BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang
Lebih terperinciPANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA ABSTRAK Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa dampak yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.
Lebih terperinciSYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI
l Edisi 003, Agustus 2011 SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI P r o j e c t i t a i g k a a n D Saiful Mujani Edisi 003, Agustus 2011 1 Edisi 003, Agustus 2011 Syariat Islam dan Keterbatasan Demokrasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 1.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama adalah unsur terpenting dalam pembangunan mental dan akhlak. Jika kita mempelajari pendidikan agama, maka akhlak merupakan sesuatu yang sangat
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.
BAB VIII KESIMPULAN Puisi Maḥmūd Darwīsy merupakan sejarah perlawanan sosial bangsa Palestina terhadap penjajahan Israel yang menduduki tanah Palestina melalui aneksasi. Puisi perlawanan ini dianggap unik
Lebih terperinci