KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH"

Transkripsi

1 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH

2 Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. Misi Bank Indonesia 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. Kritik, saran, masukan dan komentar dapat disampaikan kepada : Redaksi : Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah Jl. Dr. Sam Ratulangi No.23 Palu Telp : Fax : hasudungan_ps@bi.go.id;remon_s@bi.go.id; donny_ananta@bi.go.id; teguh_t@bi.go.id; Homepage :

3 KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan YME, karena atas perkenan-nya maka penyusunan buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Tengah triwulan III 2014 ini dapat diselesaikan. Tujuan dari penyusunan buku KEKR adalah untuk memberikan informasi kepada para pemangku kepentingan tentang perkembangan ekonomi di Sulawesi Tengah. Secara lengkap, buku KEKR ini meliputi kajian perkembangan makroekonomi regional, perkembangan inflasi, perkembangan perbankan, perkembangan sistem pembayaran, perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, perkembangan keuangan daerah serta prospek ekonomi dan inflasi ke depan. Kami berharap kiranya informasi yang terangkum dalam buku KEKR ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi pembuat kebijakan, akademisi, masyarakat dan pihak-pihak lainnya yang membutuhkan dan memiliki perhatian terhadap perkembangan ekonomi di Sulawesi Tengah. Selanjutnya, pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan buku ini. Dalam rangka penyempurnaan dan peningkatan kualitas kajian di waktu yang akan datang, sangat diharapkan saran, masukan dan tentunya update data dan informasi terkini dari berbagai pihak. Selain kami cetak secara terbatas, buku KEKR ini juga dapat diunduh di Semoga Tuhan YME selalu meridhoi upaya kita sekecil apapun dalam berkontribusi untuk ikut memajukan ekonomi di wilayah yang kita cintai ini. Terima kasih. Palu, November 2014 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH ttd Purjoko Deputi Direktur i

4 Daftar Isi DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Tabel Indikator Ekonomi... xi Ringkasan Eksekutif BAB 1. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL Analisis PDRB dari Sisi Penawaran Sektor Pertanian Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Industri Pengolahan Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Sektor Bangunan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Sektor Jasa-Jasa Analisis PDRB dari Sisi Permintaan Konsumsi Investasi Ekspor Impor Boks 1. Analisis PDRB Tingkat Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah Boks 2. Analisis Daya Saing dan Strategi Pembangunan Sulawesi Tengah BAB 2. KEUANGAN PEMERINTAH Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Tengah Tahun ii

5 Daftar Isi Realisasi Pendapatan APBD Realisasi Belanja APBD Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah BAB 3. INFLASI DAERAH Perkembangan Inflasi Secara Umum di Kota Palu Tekanan Inflasi Sisi Penawaran Tekanan Inflasi Sisi Permintaan Perkembangan Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) BAB 4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Kinerja Perbankan di Sulawesi Tengah (Bank Umum & BPR) Intermediasi Bank Umum Penghimpunan Dana Masyarakat Bank Umum Penyaluran Kredit Bank Umum Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Kinerja Bank Umum Syariah Kredit UMKM Boks 3. Perkembangan Indikator Financial Inclusion di Sulawesi Tengah BAB 5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Transaksi Keuangan Secara Tunai Perkembangan Uang Kartal (Inflow/Outflow) Perkembangan Uang Palsu yang Ditemukan Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi Transaksi Keuangan Secara Non Tunai BAB 6.KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Ketenagakerjaan iii

6 Daftar Isi 6.2. Kemiskinan Perkembangan Nilai Tukar Petani Sulteng...71 BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Prospek Pertumbuhan Ekonomi Prospek Inflasi Boks 4. Analisis Basis Ekonomi dan Daya Saing Sektoral Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah LAMPIRAN Daftar Istilah dan Singkatan iv

7 Daftar Tabel DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tabel 1.3. Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi per Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Tengah 11 Tabel 1.4. Pertumbuhan Tahunan (yoy) PDRB Sulawesi Tengah Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan Tabel 1.5 Pertumbuhan Triwulanan (qtq) PDRB Sulawesi Tengah Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan Tabel 1.6. Perkembangan Nilai Ekspor Berdasar SITC 2 Digit Komoditas Utama 25 Tabel 2.1. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 29 Tabel 2.2. Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Tabel 3.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi terbesar Bulan Juli-September Tabel 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan per Kelompok Komoditas Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Bahan Makanan Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Sandang Tabel 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Tabel 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Tabel Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Tabel 4.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Sulawesi Tengah Tabel 4.2. Perkembangan Indikator Kinerja Bank Umum Provinsi Sulawesi Tengah Tabel 4.3. Perkembangan Kredit Bank Umum Per Sektor Tabel 4.4. Jumlah Kantor Pusat dan Cabang BPR di Sulawesi Tengah (belum termasuk daerah pemekaran) v

8 Daftar Tabel Tabel 4.5. Realisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sulawesi Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi Tabel 5.1. Perkembangan Uang Palsu Yang Ditemukan Tabel 5.2. Pangsa Denominasi Uang Inflow Tabel 5.3. Pangsa Denominasi Uang Outflow Tabel 5.4. Perkembangan RTGS Provinsi Sulawesi Tengah Tabel 6.1. Penduduk Menurut Jenis Kegiatan Utama Tabel 6.2. Perkembangan Penduduk Miskin di Sulawesi Tengah Tabel 6.3. Penyaluran Raskin Januari-September 2014 (kg) Tabel 7.1. Skema Kenaikan Harga Tarif Tenaga Listrik (Rp/Kwh) vi

9 Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan dan Nominal PDRB (triwulanan) Sulawesi Tengah ADHK 2000 (yoy) Grafik 1.2. Andil Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Sektoral...10 Grafik 1.3. Pertumbuhan Tahunan (yoy) PDRB Sektor dan Subsektor Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah Grafik 1.4. Pangsa Nominal PDRB Sektor Pertanian Grafik 1.5. Perkembangan Target dan Realisasi Panen Jan-Sept Grafik 1.6. Perkembangan Stok Beras BULOG Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Bank Umum Sektor Pertanian Grafik 1.8. Perkembangan Volume Ekspor Kakao Grafik 1.9. Perkembangan Tahunan Sektor dan Subsektor Pertambangan Grafik Perkembangan Nominal dan Volume Ekspor Tambang Grafik 1.11 Pertumbuhan Tahunan (yoy) PDRB Sektor dan Subsektor Industri Pengolahan Grafik Kapasitas Terpakai Industri Pengolahan Grafik Perkembangan Pertumbuhan Tahunan (yoy) Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang Provinsi Sulawesi Tengah Grafik Perkembangan Volume Ekspor Kayu, Kayu Olahan dan Furniture Grafik Perkembangan Konsumsi Listrik di Kota Palu Grafik Perkembangan Volume Vol. Penjualan Air PDAM Donggala Grafik Realisasi Pengadaan Semen Di Sulawesi Tengah Grafik Perkembangan Kredit Bank Umum Sektor Bangunan Grafik Perkembangan Pertumbuhan PHR dan subsektornya Grafik Tingkat Penghunian Kamar Hotel Grafik Perkembangan Jumlah Tamu Hotel Berbintang Grafik Perkembangan Arus Penumpang Pesawat Udara Melalui Bandara Mutiara Palu Grafik Pertumbuhan Tahunan (yoy) PDRB Sektor dan Subsektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Grafik Perkembangan Kredit, DPK, dan NTB Perbankan Di Sulawesi Tengah..19 Grafik Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Kelompok Penggunaan vii

10 Daftar Grafik Grafik Perkembangan Kredit Konsumsi Di Sulawesi Tengah Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik Indeks Tendensi Konsumen Grafik Kredit Investasi Bank Umum Provinsi Sulawesi Tengah Grafik Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Sulawesi Tengah Grafik Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) Sulawesi Tengah Grafik Perkembangan Nominal dan Volume Ekspor Sulawesi Tengah Grafik Jumlah Barang Keluar Melalui Bandara Mutiara Palu Grafik Grafik Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sulawesi Tengah dan Pangsa Impor...26 Grafik 2.1. Perkembangan Pendapatan dan Belanja Daerah Grafik 2.2. Perkembangan Deposito, Tabungan dan Giro Pemda Grafik 2.3. Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah per Triwulan Grafik 2.4. Perkembangan Tingkat Realisasi per Pos Pendapatan Daerah Grafik 2.5. Perkembangan Realisasi Belanja Daerah per Triwulan Grafik Grafik 2.7. Realisasi Penerimaan Pajak APBN di Sulawesi Tengah Grafik 2.8. Perkembangan Realisasi Pendapatan APBN di Sulawesi Tengah (triwulanan).. 32 Grafik 2.9. Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulawesi Tengah (triwulanan) Grafik 3.1. Event Analysis Inflasi Tahunan Kota Palu Grafik 3.2. Inflasi Bulanan Kota Palu, Nasional dan Sulampua Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan Beberapa Kota di Indonesia Timur Grafik 3.4. Indeks Kondisi Ekonomi, Indeks Keyakinan Konsumen dan Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 3.5. Indeks Ekspektasi Perubahan Harga Umum Yang Akan Datang Grafik 3.6. Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Palu Menurut Kelompok Komoditas Grafik 3.7. Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-Bumbuan Grafik 3.8. Perkembangan Harga Komoditas Ikan Segar Grafik 3.9. Perkembangan Harga Komoditas Beras Grafik Perkembangan Harga Komoditas Daging dan Telur Grafik 4.1. Perkembangan DPK Menurut Jenis Simpanan Grafik 4.2. Perkembangan Kredit Menurut Jenis Penggunaan viii

11 Daftar Grafik Grafik 4.3. Perkembangan DPK Bank Umum Grafik 4.4. Pangsa DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan Grafik 4.5. Rasio Rekening Simpanan Pada Bank Umum Terhadap Jumlah Penduduk Grafik 4.6. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 4.7. Pangsa Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 4.8. Perkembangan Kredit Grafik Grafik Rasio Rekening Kredit Pada Bank Umum Terhadap Jumlah Penduduk Grafik Grafik Grafik Grafik Perkembangan Aset Bank Syariah Grafik Perkembangan DPK Bank Syariah Menurut J Grafik Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah Menurut Jenis Penggunaan Grafik Grafik 5.1. Perkembangan Inflow-Outflow.. 59 Grafik 5.2. Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Grafik 5.3. Perkembangan Persentase Lembar Uang Yang Dimusnahkan Grafik 5.4. Perkembangan Transaksi Non Tunai di Sulawesi Tengah Grafik 5.5. Pangsa Nominal Transaksi RTGS (Outgoing) dan Kliring Provinsi Sulawesi Tengah Grafik 5.6. Perkembangan Nominal dan Jumlah Warkat Kliring Prov. Sulawesi Tengah Grafik 5.7. Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sulawesi Tengah Grafik 6.1 Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Kerja Utama Grafik 6.2. Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Grafik 6.3. Perkembangan Tingkat UMP Sulawesi Tengah dan Inflasi Kota.68 Grafik 6.4. Perkembangan UMP dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Grafik 6.5. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Di Sulteng Grafik 6.6. Persentase Penduduk Miskin Menurut Lokasi Tinggal di Sulteng Grafik 6.7. Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik Grafik Grafik Perkembangan Garis Kemiskinan Provinsi Sulawesi Tengah ix

12 Daftar Grafik Grafik Grafik Perbandingan NTP Grafik 7.1. Perkembanga Grafik 7.2. Perkembangan Indeks Ekonomi Saat Ini Grafik 7.3. Perkembangan BI Rate dan Suku Bunga Kredit Bank Umum di Grafik 7.4. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 7.5. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Grafik 7.6. Proyeksi Inflasi Kota Palu (Tw IV-2014) Grafik 7.7. Prakiraan Curah Hujan Oktober Grafik 7.8. Prakiraan Grafik 7.9. Prakiraan Grafik Laju Inflasi Bulanan dan Indeks Ekspektasi Perubahan Harga Grafik 7.11 Proyeksi Harga Emas (USD/Troy) Grafik 7.12 Proyeksi Harga Minyak Mentah Dunia (USD/barrel) x

13 Tabel Indikator Utama TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI SULAWESI TENGAH a. Inflasi dan PDRB Indikator I II III IV TOTAL I II III Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%,yoy) 10,71 10,87 9,99 6,28 9,38 3,35 3,37 6,58 Berdasarkan Sektor - Pertanian 6,92 5,06 5,12 5,23 5,57 4,57 7,95 7,13 - Pertambangan dan Penggalian 67,18 74,20 55,74 (13,10) 35,23 (44,62) (49,64) (33,10) - Industri Pengolahan 4,17 6,60 3,91 5,16 4,96 6,56 4,29 5,65 - Listrik dan Air Bersih 8,31 8,78 9,67 11,87 9,68 10,98 10,16 12,78 - Bangunan 8,23 15,35 15,80 14,26 13,48 14,74 15,47 20,62 - Perdagangan, Hotel dan Restoran 2,70 6,89 8,63 12,34 7,68 12,11 7,64 9,30 - Pengangkutan dan Komunikasi 8,66 8,02 8,48 8,16 8,32 7,95 7,96 11,09 - Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 13,39 12,01 12,33 14,91 13,17 11,77 10,03 10,18 - Jasa-Jasa 9,46 6,35 8,03 8,67 8,11 9,23 8,42 10,25 Berdasarkan Permintaan -Konsumsi Rumah Tangga 7,71 7,11 7,77 7,34 7,48 7,21 9,73 9,16 -Konsumsi Pemerintah 7,10 5,40 5,39 8,12 6,51 8,98 7,45 13,67 -Investasi 17,27 18,01 18,58 16,40 17,54 20,91 27,89 29,32 -Ekspor 12,52 16,27 14,20 (5,16) 8,73 (29,38) (44,96) (30,94) -Impor(-) 6,20 6,07 14,01 15,71 10,57 15,30 16,51 23,25 Ekspor Nilai Ekspor Non-Migas (USD Juta) Volume Ekspor Non-Migas (ribu ton) Impor Nilai Impor Non-Migas (USD Juta) - 11,80-171,18 182,99 5,65 23,88 77,34 Volume Impor Non-Migas (ribu Ton) - 1,88-2,32 4,20 9,04 16,20 56,36 Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Palu 143,27 142,88 151,43 153,12 153,12 111,45* 113,64* 115,12* Laju Inflasi Tahunan (%) Kota Palu 5,97 3,89 7,29 7,57 7,57 8,42 10,37 5,46 *) Tahun dasar 2012=100 xi

14 Tabel Indikator Utama b. Perbankan RINCIAN Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 PERBANKAN Bank Umum: Total Aset (Rp juta) DPK (Rp juta) Giro Deposito Tabungan Kredit (Rp juta) Modal Kerja Investasi Konsumsi % NPL GROSS 2,02% 1,98% 2,20% 1,95% 2,12% 2,11% 2,20% LDR 137,15% 141,45% 142,07% 147,33% 144,47% 142,14% 142,36% Kredit UMKM (Rp juta) Modal Kerja Investasi Konsumsi Kredit Mikro Modal Kerja Investasi Konsumsi Kredit Kecil Modal Kerja Investasi Konsumsi Kredit Menengah Modal Kerja Investasi Konsumsi NPL UMKM gross 3,99% 3,89% 4,24% 3,79% 4,18% 4,09% 4,16% BPR: Total Aset (Rp juta) DPK (Rp juta) Tabungan Deposito Kredit (Rp juta) Modal Kerja Investasi Konsumsi Rasio NPL gross (%) 1,02% 1,05% 1,05% 1,02% 1,12% 1,21% 1,25% LDR 267,17% 300,91% 326,84% 359,15% 318,03% 347,69% 352,39% xii

15 Tabel Indikator Utama c. Sistem Pembayaran Indikator I II III IV TOTAL I II III Posisi Kas Gabungan (Miliar Rp) 1.099, , ,42 789,93 789, , , ,80 Inflow (Miliar Rp) 873,95 432,15 950,63 325, , ,12 473,22 762,11 Outflow (Miliar Rp) 507, , , , ,58 823, , ,28 Pemusnahan Uang (Miliar Rp) 184,43 96,15 174,77 203,39 658,74 209,66 188,33 219,79 Transaksi RTGS Ingoing (Miliar Rp) 7.787, , , , , , , ,98 Outgoing (Miliar Rp) , , , , , , , ,05 Nominal Kliring (Miliar Rp) 1.311, , , , , , , ,71 Volume Kliring (Lembar) , , , , , , , ,00 Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Miliar Rp) 66,17 79,49 117,35 97,81 360,82 45,50 40,10 Volume Kliring Kredit (Lembar) 3.640, , , , , , ,00 RRH Nominal Kliring Kredit (Miliar Rp) 1,10 1,26 1,86 1,58 1,33 0,76 0,67 RRH Volume Kliring Kredit (Lembar) 60,67 58,75 57,35 41,44 69,16 28,38 30,07 Kliring Debet Nominal Kliring Debet (Miliar Rp) 1.245, , , , , , , ,71 Volume Kliring Debet (Lembar) , , , , , , , ,00 RRH Nominal Kliring Debet (Miliar Rp) 20,75 20,47 22,62 16,26 18,65 21,50 21,11 22,32 RRH Volume Kliring Debet (Lembar) 579,90 571,71 570,27 420,69 536,90 571,62 582,75 531,21 Kliring Pengembalian Nominal Kliring Pengembalian (Miliar Rp) 22,10 36,49 34,99 29,03 122,60 23,41 47,83 41,01 Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 754,00 991, ,00 736, ,00 651, , ,00 RRH Nominal Kliring Pengembalian (Miliar Rp) 0,37 0,58 0,56 0,47 0,44 0,39 0,80 0,66 RRH Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 12,57 15,73 16,78 11,87 12,64 10,85 18,85 17,23 Cek/BG Kosong Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Miliar Rp) 18,84 25,02 30,86 23,51 98,23 16,58 34,28 30,61 Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 596,00 702,00 909,00 616, ,00 512,00 983,00 908,00 RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Miliar Rp) 0,31 0,40 0,49 0,38 0,32 0,28 0,57 0,49 RRH Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 9,93 11,14 14,43 9,94 10,15 8,53 16,38 14,65 RRH Nominal Cek/BG Kosong (%) 1,44 1,83 2,00 2,13 1,84 1,24 2,62 2,21 RRH Volume Cek/BG Kosong (%) 1,55 1,77 2,30 2,15 1,93 1,42 2,67 2,76 RRH = Rata-Rata Harian xiii

16 RingkasanEksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III 2014 Perekonomian Sulawesi Tengah di triwulan III 2014 secara umum meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya GAMBARAN UMUM Setelah mengalami perlambatan yang cukup dalam pada triwulan I dan II 2014, perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah merangkak naik hingga ke tingkat pertumbuhan 6,58% (yoy) pada triwulan laporan atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,01% (yoy). Tingginya realisasi investasi pada triwulan III 2014 menjadi penopang kinerja pertumbuhan ekonomi dan memberikan multiplier effect ke sektor ekonomi lainnya. Tingkat inflasi tercatat 5,40% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II ,27% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya 7,31% (yoy. Di sisi lain, meningkatnya geliat perekonomian pada triwulan laporan terkonfirmasi oleh peningkatan transaksi non tunai serta realisasi APBD dan APBN dibandingkan triwulan II Di triwulan IV 2014, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah diperkirakan mencapai 5% - 5,5% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III-2014 sebesar 6,58% (yoy). Dikeluarkannya kebijakan kenaikan BBM, berdampak pada kenaikan inflasi di triwulan IV 2014 yang diproyeksikan mencapai 8,4%-8,9% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan III 2014 sebesar 5,5% (yoy) Pertumbuhan PDRB Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan III 2014 ditopang tingginya kinerja investasi PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan III 2014 mengalami pertumbuhan ekonomi secara tahunan sebesar 6,58% (yoy) atau secara triwulanan 3,48% (qtq). Pertumbuhan pada triwulan laporan lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan II 2014 sebesar 3,37% (yoy) namun lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 9,99% (yoy). Di sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh kelompok investasi dengan andil sebesar 7,10% diikuti konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba dan konsumsi pemerintah dengan andil masing-masing sebesar 5,11% dan 2,31%. Sementara di sisi sektoral, sektor pertanian, sektor bangunan, dan sektor jasa- 1

17 RingkasanEksekutif jasa memiliki kontribusi terbesar dengan masing-masing sumbangan sebesar 2,62%, 1,69% dan 1,67%. Realisasi investasi PMA dan PMDN yang tinggi, perayaan keagamaan, dan peningkatan realisasi APBD dan APBN menjadi faktor utama membaiknya perekonomian pada triwulan laporan. Berdasarkan strukturnya, PDRB Sulawesi Tengah melanjutkan tren pergeseran dari yang tahun-tahun sebelumnya dominan ditopang oleh sektor primer kini justru ditopang oleh sektor tersier. Kinerja realisasi pendapatan dan belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Kinerja belanja modal APBD masih perlu ditingkatkan KEUANGAN PEMERINTAH Anggaran pemerintah pusat pada triwulan III 2014 di Provinsi Sulawesi Tengah mengalami peningkatan dari sisi pendapatan maupun belanja. Hingga akhir triwulan III 2014 total realisasi penerimaan pemerintah pusat di Sulawesi Tengah mencapai Rp 1.133,76 miliar, yang didominasi oleh penerimaan pajak sebesar 80,39%. Sedangkan realisasi pos pengeluaran mencapai Rp 3.320,58 miliar yang didominasi oleh belanja pegawai sebesar 33,05%. Pada periode triwulan III 2014, persentase realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Tengah baik di sisi pendapatan maupun belanja, lebih tinggi daripada realisasi periode yang sama tahun sebelumnya. Hingga triwulan III 2014, realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Tengah tercatat sebesar Rp1.734,58 miliar atau mencapai 72,89% dari total anggaran sebesar Rp2,38 triliun. Sementara realisasi total belanja APBD di triwulan III 2014 mencapai Rp 1.485,3 miliar atau 60,89% dari total anggaran sebesar Rp2,44 triliun, dimana komponen belanja modal mencapai realisasi sebesar 57,89% dengan nilai Rp 161 miliar. Tekanan inflasi mereda INFLASI DAERAH Secara tahunan, laju inflasi kota Palu pada akhir triwulan III 2014 mencapai 5,46% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,29% (yoy), namun lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional pada triwulan berjalan sebesar 4,53% (yoy). Pada triwulan laporan, kota Palu mengalami inflasi kuartalan sebesar 1,30% (qtq). Secara bulanan, inflasi triwulan III 2014 mengalami puncak pada bulan Juli dengan tingkat inflasi 2

18 RingkasanEksekutif Inflasi volatile foods dan administered price menunjukkan tren menurun sebesar 1,53% (mtm). Komoditas yang memberikan tekanan inflasi pada bulan Juli 2014 ialah kelompok subkelompok ikan segar dan bumbu-bumbuan. Dari sisi disagregasi inflasi, inflasi volatile foods dan administered price menunjukkan penurunan, sedangkan inflasi inti cenderung bergerak stabil. Dibandingkan dengan triwulan yang sama periode sebelumnya, rata-rata inflasi volatile foods dan administered price lebih rendah, sedangkan inflasi inti lebih tinggi. Secara tahunan Aset, DPK dan Kredit perbankan tumbuh positif Tingkat NPL masih dibawah 5% SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Perkembangan berbagai indikator perbankan pada triwulan III 2014 menunjukkan adanya pertumbuhan tahunan positif. Secara industri (gabungan Bank Umum dan BPR), jumlah aset perbankan di Sulawesi Tengah pada bulan September 2014 tercatat sebesar Rp23,63 triliun atau tumbuh sebesar 17,00% (yoy). Sementara itu jumlah DPK yang dihimpun di akhir triwulan III 2014 tercatat sebesar Rp13,39 triliun atau tumbuh sebesar 14,37% (yoy). Dalam hal penyaluran kredit, secara keseluruhan kinerja perbankan meningkat dengan pertumbuhan hingga mencapai 14,82% (yoy) sehingga total penyaluran kredit menjadi Rp19,84 triliun pada akhir triwulan III Berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi mengalami pertumbuhan tertinggi, diikuti kredit konsumsi dan kredit modal kerja. Sementara itu, kualitas kredit yang diberikan masih tetap terjaga di level rendah yang tercermin dari rasio NPL-gross perbankan pada triwulan III 2014 yang tercatat sebesar 2,13%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, tingkat LDR perbankan di Sulawesi Tengah mencapai angka 148%. Hal ini menunjukkan intermediasi yang dilakukan perbankan sudah baik. Nominal transaksi uang kartal mengalami peningkatan SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Nominal transaksi uang tunai di Sulawesi Tengah pada triwulan laporan mengalami peningkatan di sisi inflow maupun di sisi outflow dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara secara non tunai, peredaran uang pada triwulan III 2014 menurun untuk nominal kliring sedangkan untuk RTGS cenderung meningkat. Nominal kliring di triwulan laporan tercatat sebesar Rp1,38 triliun atau menurun -10,29% (yoy). Sementara peredaran Cek/BG 3

19 RingkasanEksekutif Terjadi netoutflow pada triwulan laporan kosong mengalami penurunan di sisi nominal namun mengalami peningkatan di sisi jumlah warkat. Di sisi lain, nominal RTGS mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya baik di sisi ingoing maupun outgoing. Aliran uang kartal di KPw BI Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan III 2014 berada pada kondisi net outflow. Pertumbuhan tahunan inflow tercatat -19,83% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 9,50% (yoy). Sejalan dengan kondisi inflow, pertumbuhan outflow pada triwulan laporan juga lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi -3,10% (yoy). Apabila diperbandingkan antara angka inflow dan outflow maka akan diperoleh netoutflow selama triwulan III 2014 sebesar Rp757,17 miliar. Pada triwulan laporan jumlah uang kertas yang dimusnahkan KPw BI Provinsi Sulawesi meningkat dibandingkan triwulan lalu hingga menjadi Rp 219,79 miliar yang didominasi oleh uang kertas pecahan Rp2.000,-. Tingkat pengangguran menurun Persentase penduduk miskin menurun KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah pada Agustus 2014 relatif meningkat dibandingkan satu tahun sebelumnya. Jumlah angkatan kerja pada bulan Agustus 2014 tercatat sebanyak 1,34 juta orang dengan jumlah angkatan kerja yang telah bekerja mencapai 1,29 juta orang. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tercatat meningkat menjadi 66,76%, demikian pula halnya dengan Tingkat Pengangguran Terbuka yang turun sebesar 0,51% selama periode setahun terakhir Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS pada awal Juli 2014, jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah posisi Maret 2014 adalah sebanyak 392,65 ribu jiwa atau 13,93% dari seluruh penduduk Sulteng. Jumlah tersebut menurun dari posisi September tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 14,32%. Pertumbuhan Ekonomi di tw IV 2014 diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan IV 2014 diperkirakan tumbuh sebesar 5% - 5,5% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III-2014 sebesar 6,58% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya 6,28% (yoy). Secara tahunan pertumbuhan ekonomi Provinsi 4

20 RingkasanEksekutif Inflasi di triwulan IV 2014 diperkirakan meningkat akibat kenaikan BBM Sulawesi Tengah di tahun 2014 diperkirakan mencapai 4,4% - 4,9% (yoy), jauh melambat dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 9,38% (yoy). Perkiraan lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi triwulan IV dibandingkan triwulan III didukung Indeks Tendensi Konsumen yang dikeluarkan BPS. Indeks Tendensi Konsumen di triwulan IV 2014 diperkirakan mengalami penurunan yang ditopang oleh penurunan pada indeks perkiraan pendapatan rumah tangga mendatang. Faktor kebijakan kenaikan BBM yang telah dilakukan pemerintah memicu terjadinya peningkatan harga berbagai barang dan jasa yang pada gilirannya dapat menurunkan pendapatan masyarakat. Konsumsi Rumah Tangga diperkirakan tumbuh positif namun dalam level terbatas. Faktor yang mendorong pertumbuhan tingkat konsumsi adalah adanya perayaan Natal dan Tahun Baru serta puncak realisasi berbagai proyek pemerintah di triwulan IV Namun disisi lain, adanya kebijakan pemerintah yang menaikkan BBM dapat berdampak pada meningkatnya harga berbagai barang dan jasa yang berpotensi mengurangi tingkat konsumsi masyarakat. Kinerja investasi di triwulan IV 2014 diperkirakan melanjutkan tren pertumbuhan tinggi seperti pada triwulan sebelumnya. Kinerja PMA terutama ditopang oleh realisasi investasi yang dilakukan oleh beberapa industri pengolahan besar. Di sisi lain, puncak realisasi APBD dan APBN di triwulan IV 2014 diperkirakan akan memberikan efek positif pada kinerja investasi Sulawesi Tengah. Sektor pertanian diperkirakan tumbuh positif. Kinerja subsektor tabama ditopang oleh panen raya pada bulan Oktober Kinerja sektor perkebunan diperkirakan tumbuh melambat seiring dengan masih rendahnya produksi dan ekspor kakao. Di sisi lain subsektor perikanan diperkirakan melanjutkan tren pertumbuhan tinggi pada triwulan-triwulan sebelumnya seiring dengan semakin besarnya perhatian pemerintah kepada subsektor ini seperti program bantuan kapal inkamina, budidaya udang vaname dan Sistem Logistik Ikan nasional (SLIN). Dengan memperhitungkan kenaikan BBM sebesar Rp2.000/l, inflasi tahunan Kota Palu pada triwulan IV 2014 diperkirakan mencapai 8,4%-8,9% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan III 2014 sebesar 5,5% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,6% (yoy). Di sisi lain inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan mencapai 3,96% - 4,46% atau lebih tinggi 5

21 RingkasanEksekutif dibandingkan dengan inflasi triwulanan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,12%(qtq). Di sisi penawaran, tekanan inflasi pada triwulan IV 2014 diperkirakan meningkat. Adanya isu kenaikan harga BBM menjelang akhir tahun 2014 menyebabkan terjadinya kelangkaan BBM yang berpengaruh pada terbatasnya stok solar di pelabuhan. Akibatnya, frekuensi nelayan untuk melaut turun drastis yang berdampak pada berkurangnya pasokan ikan segar di pasar. Selanjutnya, adanya kebijakan kenaikan harga BBM yang telah ditetapkan pemerintah per tanggal 18 Oktober 2014 akan berdampak signifikan pada biaya input produksi, biaya transportasi dan pengangkutan serta biaya lainnya yang akan mempengaruhi tekanan inflasi di sisi penawaran. Di sisi permintaan, tekanan inflasi diperkirakan meningkat. Pada bulan Oktober tekanan permintaan bersumber dari perayaan keagamaan Idul Adha dan Tahun Baru Hijriah. Sementara di bulan Desember, permintaan masyarakat akan kebutuhan pangan dan sandang semakin meningkat seiring perayaan Natal dan Tahun Baru. Di sisi lain puncak realisasi APBD dan APBN di Sulawesi Tengah di triwulan IV 2014 juga ikut memberikan tekanan inflasi di sisi permintaan. Survei Konsumen bulan pada Oktober 2014 menunjukkan ekspektasi inflasi cenderung meningkat dalam jangka pendek. Faktor kebijakan pemerintah yang menaikkan BBM serta perayaan keagamaan menjadi faktor utama meningkatnya ekspektasi inflasi 3 bulan dan 6 bulan ke depan. 6

22 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH - Perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan III-2014 tumbuh 6,58% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 3,37% (yoy) namun lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 9,99% (yoy). - Di sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh kelompok investasi dengan andil sebesar 7,10% diikuti konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba dan konsumsi pemerintah dengan andil masing-masing sebesar 5,11% dan 2,31%. Sementara di sisi sektoral, sektor pertanian, sektor bangunan, dan sektor jasa-jasa memiliki kontribusi terbesar dengan masing-masing sumbangan sebesar 2,62%, 1,69% dan 1,67%. - Realisasi investasi PMA dan PMDN yang tinggi, perayaan keagamaan, dan peningkatan realisasi APBD dan APBN menjadi faktor utama membaiknya perekonomian pada triwulan laporan. Setelah mengalami penurunan drastis di triwulan I dan II 2014, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah mulai pulih yang ditopang oleh peningkatan seluruh Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan dan Nominal PDRB (triwulanan) Sulawesi Tengah ADHK 2000 (yoy) 0 9,99 9,42 6,60 10,95 10,71 10,87 9,99 6,28 3,35 3,37 6,58 I II III IV I II III IV I II III Nominal PDRB (Rp miliar) Pert. Ekonomi Prov. Sulteng (yoy) sektor kecuali sektor pertambangan. Perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,58% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 3,37% (yoy) namun lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 9,99% (yoy). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Tengah Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2000 pada triwulan laporan sebesar Rp6,12 triwulan sementara PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) sebesar

23 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Rp16,76 triliun. Secara triwulanan, ekonomi Sulawesi Tengah di triwulan III 2014 tumbuh 3,48% (qtq) atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 3,23% (qtq). Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah pada triwulan laporan terkonfirmasi oleh hasil Indeks Tendensi Konsumen pada triwulan III 2014 yang tercatat sebesar 112,79 atau lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 110,04. Semua variabel pembentuk seperti pendapatan rumah tangga, kaitan inflasi dengan konsumsi makanan sehari-hari dan tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan dan bukan makanan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) juga mengkonfirmasi peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan. Kapasitas terpakai pada triwulan III 2014 tercatat sebesar 71,96 lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 70,16. Dari sisi permintaan, dominasi struktur PDRB mengalami pergeseran. Sebelum tahun 2014 komponen ekspor menjadi salah satu dari tiga komponen utama penopang PDRB Sulawesi Tengah. Akan tetapi di triwulan I, II, dan III 2014, nominal ekspor justru lebih kecil dari impor Sulawesi Tengah. Di triwulan III-2014 struktur PDRB ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba, investasi, dan konsumsi pemerintah dengan porsi masing-masing sebesar 56,81%, 29,17% dan 17,58%. Bila dilihat secara sektoral, PDRB Sulawesi Tengah terutama di topang oleh kinerja pada sektor pertanian, diikuti sektor jasa-jasa, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan pangsa masing-masing sebesar 37,01%, 16,84% dan 13,19%. Berdasarkan strukturnya, PDRB Sulawesi Tengah melanjutkan tren pergeseran dari yang tahun-tahun sebelumnya dominan ditopang oleh sektor primer kini justru ditopang oleh sektor tersier. Di triwulan III 2014, pangsa sektor tersier tercatat sebesar 42,95% atau lebih besar dari pangsa sektor primer sebesar 41,45%. Bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, pangsa sektor primer menurun -0,77%. Menurunnya pangsa di sektor primer terutama didorong oleh penurunan signifikan pangsa sektor pertambangan dalam PDRB Provinsi Sulawesi Tengah pasca pelarangan ekspor tambang mentah pada awal Peningkatan terjadi pada sektor sekunder yang ditopang oleh semakin tingginya andil sektor bangunan dalam struktur perekonomian Sulawesi Tengah. Pada triwulan laporan pangsa sektor sekunder mencapai 15,61% meningkat 0,40% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu sektor tersier juga mengalami peningkatan sebesar 0,37% hingga menjadi 42,95%. 8

24 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran Sektor bangunan mengalami pertumbuhan tertinggi hingga sebesar 20,62% (yoy), diikuti sektor listrik, gas dan air serta sektor angkutan dan komunikasi dengan tingkat pertumbuhan masing-masing sebesar 12,78% (yoy) dan 11,09% (yoy). Sementara berdasarkan andilnya, pertumbuhan pada triwulan laporan terutama bersumber dari sektor pertanian, sektor bangunan dan sektor jasa-jasa dengan masing-masing sumbangan sebesar 2,62%, 1,69% dan 1,67%. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Sektoral 2012* ** 2013* I* II* III* IV* I** II** III** 1. Pertanian 5,8 6,9 5,1 5,1 5,2 5,6 4,6 8,0 7,1 2. Pertambangan & Penggalian 29,2 67,2 74,2 55,7-13,1 35,2 (44,6) (49,6) (33,1) 3. Industri Pengolahan 5,3 4,2 6,6 3,9 5,2 5,0 6,6 4,3 5,6 4. Listrik,Gas dan Air Bersih 8,3 8,3 8,8 9,7 11,9 9,7 11,0 10,2 12,8 5. Bangunan 18,2 8,2 15,3 15,8 14,3 13,5 14,7 15,5 20,6 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 9,6 2,7 6,9 8,6 12,3 7,7 12,1 7,6 9,3 7. Angkutan dan Komunikasi 8,6 8,7 8,0 8,5 8,2 8,3 7,9 8,0 11,1 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 8,1 13,4 12,0 12,3 14,9 13,2 11,8 10,0 10,2 9. Jasa - jasa 8,6 9,5 6,3 8,0 8,7 8,1 9,2 8,4 10,3 TOTAL 9,24 10,71 10,87 9,99 6,28 9,38 3,35 3,37 6,58 *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Sulawesi Tengah Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Sektoral I* II* III* IV* I** II** III** 1. Pertanian 0,3 1,6 1,0 2,2-0,3 4,9 0,2 2. Pertambangan & Penggalian -8,6 2,7-20,1 15,8-41,8-6,6 6,2 3. Industri Pengolahan -0,3 3,5-0,1 2,0 1,0 1,3 1,2 4. Listrik,Gas dan Air Bersih 2,8 3,1 2,6 2,9 2,0 2,3 5,1 5. Bangunan -5,1 8,3 4,6 6,4-4,7 8,9 9,2 6. Perdagangan, Hotel & Restoran -0,6 5,4 2,8 4,3-0,9 1,2 4,4 7. Angkutan dan Komunikasi -2,2 1,8 3,1 5,4-2,4 1,8 6,1 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 1,6 4,6 3,1 4,9-1,1 2,9 3,2 9. Jasa - jasa -1,6 3,3 4,3 2,5-1,1 2,5 6,1 TOTAL -1,51 3,21 0,36 4,18-4,23 3,23 3,48 *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Sulawesi Tengah 9

25 Pertanian Pertambangan (2,34) Industri Pengolahan LGA Bangunan PHR Angkutan Keuangan Jasa - jasa 0,32 0,09 1,69 1,20 0,82 0,51 1,67 2,62 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Grafik 1.2. Andil Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Sektoral % 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 (1,00) (2,00) (3,00) (4,00) Tw I 2014 Tw II 2014 Tw III 2014 (5,00) Sumber : BPS Prov. Sulteng, diolah Sektor Pertanian Pertumbuhan sektor pertanian tercatat sebesar 7,13% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 7,95% (yoy). Dibandingkan triwulan sebelumnya, seluruh subsektor mengalami perlambatan kecuali subsektor peternakan dan subsektor kehutanan. Grafik 1.3. Pertumbuhan Tahunan (yoy) PDRB Sektor dan Subsektor Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% I II III IV I II III Sumber : BPS Prov. Sulteng, diolah SEKTOR PERTANIAN Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Peternakan 6% Grafik 1.4. Pangsa Nominal PDRB Sektor Pertanian Kehutanan 9% Perikanan 17% Sumber : BPS Prov. Sulteng, diolah Pangsa Sektor Pertanian Tanaman Perkebunan 38% Tanaman Bahan Makanan 30% Subsektor peternakan mengalami pertumbuhan tertinggi hingga 12,63% (yoy). Tingginya kinerja subsektor peternakan disebabkan oleh adanya perayaan keagamaan Idul Adha pada Oktober 2014 yang memicu peningkatan pasokan berbagai hewan ternak di triwulan III Di sisi lain, subsektor perikanan konsisten tumbuh tinggi pada angka 9,30% (yoy). Selain ditopang oleh perikanan tangkap dan perikanan budidaya, tingginya 10

26 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah pertumbuhan pada subsektor perikanan juga disebabkan oleh perkembangan budidaya rumput laut dan udang di berbagai daerah seperti Morowali dan Parigi Moutong. Di sisi lain pemerintah daerah bersama dengan pemerintah pusat melakukan berbagai program penguatan kapasitas nelayan yang tersebar di berbagai daerah di Sulawesi Tengah. Tabel 1.3. Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi per Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Tengah Tahun No. KABUPATEN/KOTA LUAS TANAM LUAS PANEN PROVITAS PRODUKSI (Ha) (Ha) (KU/Ha) (Ton) 1 BANGGAI KEPULAUAN , BANGGAI , MOROWALI , P O S O , DONGGALA , TOLITOLI , B U O L , PARIGI MOUTONG , TOJO UNAUNA , S I G I , P A L U , SULAWESI TENGAH , Bentuk Produksi = Gabah Kering Giling (GKG) Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah Kinerja subsektor tabama melambat dari triwulan sebelumnya. Angka realisasi panen padi pada triwulan III 2014 sebesar ton atau turun -32,69% dibandingkan triwulan sebelumnya. Angka realisasi ini lebih rendah dari target yang ditetapkan sebesar ton. Adanya perbedaan yang cukup jauh antara target dan realisasi panen disebabkan oleh pergeseran pola tanam padi di triwulan I 2014 akibat adanya banjir di awal tahun dan puso. Kondisi ini berdampak pada terjadinya pergeseran periode panen padi dari bulan Maret-April 2014 menjadi April-Juni Hal ini juga terlihat dari realisasi panen bulan April yang mencapai ton, jauh di atas target sebesar ton. Secara akumulasi, kondisi ini berdampak pada terjadinya perubahan produksi padi di triwulan III Penurunan produksi padi petani berdampak pada pengadaan beras yang dilakukan oleh Bulog Divre Sulteng. Hal ini terkonfirmasi dengan pengadaan beras yang dilakukan Bulog yang hingga triwulan III 2014 baru mencapai ton atau dibawah target hingga akhir tahun sebesar ton. Beberapa faktor yang menyebabkan sulitnya 11

27 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah pengadaan antara lain produksi petani yang menurun dan harga pembelian pedagang jauh lebih tinggi dari Bulog. Menurunnya produksi petani selain karena dampak kekeringan juga adanya bencana alam dan serangan hama termasuk di Sulteng. Untuk mengamankan stok beras di Sulteng akibat seretnya pengadaan, Bulog Sulteng bekerjasama dengan Bulog diprovinsi lain untuk menambah stok beras di Sulawesi Tengah. Grafik 1.5. Perkembangan Target dan Realisasi Panen Jan-Sept 2014 Grafik 1.6. Perkembangan Stok Beras BULOG ton Sumber : Distan Prov. Sulteng 2014 Target Realisasi Panen Palu Poso Luwuk Tolitoli Total Sulteng Pada triwulan laporan, subsektor perkebunan tumbuh melambat hingga menjadi 4,90% (yoy). Menurunnya kinerja subsektor perkebunan disebabkan oleh belum membaiknya kinerja kakao. Dari periode Januari hingga September 2014, ekspor kakao ke luar negeri hanya tercatat sebesar USD 1,65 juta jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD29,64 juta. Tidak optimalnya hasil program Gernas Kakao, serangan hama penggerek buah dan batang, produktivitas kakao yang semakin menurun, usia tanaman non produktif yang semakin meningkat serta alih fungsi lahan ke komoditas pertanian lain merupakan sederet permasalahan yang hingga saat ini menjadi momok pengembangan kakao di Sulawesi Tengah. Semakin berkurangnya jumlah produksi kakao di kalangan petani, berimbas pada aspek usaha eksportir kakao yang juga kesulitan mencari bahan baku untuk diekspor. Dari hasil liaison yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulteng ke eksportir utama kakao di Sulawesi Tengah diperoleh informasi bahwa seluruh penjualan saat ini ditujukan untuk pasar lokal yang didominasi penjualan ke industri pengolahan di Batam, sebagian ke Jakarta dan Surabaya. Kontak mengungkapkan bahwa seiring dengan pengenaan bea 12

28 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah keluar atas ekspor biji kakao, beberapa perusahaan asing yang sebelumnya mengimpor kakao dari Indonesia membuka pabrik pengolahan langsung di Indonesia. Selain itu, beberapa pabrik juga melakukan strategi mengamankan pasokan bahan baku biji kakao dengan membuka kantor cabang baru di Kota Palu untuk memutus rantai distribusi yang terlalu panjang. Dengan demikian, maka orientasi penjualan kedua kontak juga mengalami perubahan dari yang sebelumnya ekspor ke luar negeri menjadi ekspor antar daerah (domestik). Harga rata-rata kakao internasional di triwulan III 2014 tercatat sebesar USD 3.229,03 naik 30,76% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan harga tersebut didorong oleh persaingan yang semakin ketat antar pedagang besar kakao dan penurunan produktivitas lahan. Meskipun harga mengalami kenaikan, namun momen tersebut tidak bisa dimaksimalkan, baik oleh pedagang maupun petani karena stok barang yang terbatas. Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Bank Umum Sektor Pertanian Grafik 1.8. Perkembangan Volume Ekspor Kakao Rp miliar I II III IV I II III IV I II III %,yoy 250% 200% 150% 100% 50% 0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III Ekspor Kakao Harga Rata-Rata (ICCO) Tren Expon.Kakao Sumber : Bank Indonesia Kredit Pertanian Pert. (%, yoy) Sektor Pertambangan dan Penggalian Kinerja sektor pertambangan melanjutkan tren kontraksi akibat penerapan kebijakan larangan ekspor minerba. Pada triwulan laporan, sektor pertambangan mengalami kontraksi pertumbuhan yang dalam hingga -33,10% (yoy). Di triwulan I 2014 kinerja sektor pertambangan masih ditopang oleh adanya produksi dan ekspor dari tanggal 1-11 Januari 2014 hingga sebesar USD 19,34 juta; sedangkan di triwulan II dan III 2014, sama sekali tidak ada aktivitas produksi dan ekspor tambang. Akibatnya ekspor pertambangan non migas pada triwulan laporan tercatat nihil (nol). 13

29 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah 200% 150% 100% 50% 0% -50% -100% Grafik 1.9 Pertumbuhan Tahunan Sektor dan Subsektor Pertambangan I II III IV I II III Sumber : BPS Prov. Sulteng, diolah PERTAMBANGAN & PENGGALIAN Minyak & Gas Bumi Penggalian Pertambangan bukan Migas Grafik 1.10 Perkembangan Nominal dan Volume Ekspor Tambang I II III IV I II III IV I II III IV I II III Nominal Ekspor Tambang (Juta USD)-sb kiri Volume Ekspor Tambang (ribu ton)-sb kanan Walaupun subsektor pertambangan bukan migas mengalami kontraksi yang signifikan, akan tetapi subsektor lainnya seperti subsektor penggalian tercatat masih tumbuh positif sebesar 21,50% (yoy). Pertumbuhan pada subsektor penggalian ditopang oleh masih besarnya realisasi investasi dan tingginya geliat pembangunan di daerah Kalimantan dan Sulawesi Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 5,65% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 4,29% (yoy). Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada triwulan III-2014 dengan kapasitas terpakai sektor tersebut sebesar 71,96 lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 70,16. Dari survei yang dilakukan BPS diperoleh informasi bahwa pertumbuhan produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) Provinsi Sulawesi Tengah di triwulan III-2014 sebesar 6,11% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 3,56% (yoy). Subsektor lainnya mengalami pertumbuhan tertinggi hingga mencapai 15,97% (yoy) diikuti subsektor makanan, minuman dan tembakau yang tumbuh 9,66% (yoy). Pertumbuhan pada subsektor makanan, minuman dan tembakau ditopang oleh adanya bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Di sisi lain subsektor kayu dan hasil hutan lainnya yang memiliki pangsa terbesar terhadap sektor industri pengolahan tumbuh 2,48% (yoy). 14

30 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Grafik Pertumbuhan Tahunan (yoy) PDRB Sektor dan Subsektor Industri Pengolahan 18% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% I II III IV I II III Sumber : BPS Prov. Sulteng, diolah 3. INDUSTRI PENGOLAHAN Makanan, Minuman & Tembakau Kayu dan Hasil Hutan Lainnya Semen & Barang Galian bukan Logam Lainnya Grafik Kapasitas Terpakai Industri Pengolahan 70,54 62,50 74,20 73,13 58,75 72,33 66,79 61,67 81,96 70,16 71,96 I II III IV I II III IV I II III Sumber : KPw BI Sulteng Grafik Perkembangan Pertumbuhan Tahunan (yoy) Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang Provinsi Sulawesi Tengah % IBS Sulawesi Tengah IBS Nasional I II III IV I II III IV I II* III** Sumber : BPS Prov. Sulteng Keterangan : *) Angka perbaikan **) Angka sangat sementara Grafik Perkembangan Volume Ekspor Kayu, Kayu Olahan dan Furniture ton Volume Ekspor Kayu, Kayu Olahan & Furniture (ton) g.qtq I II III IV I II III IV I II III *) Data Sementara Sumber : Bank Indonesia, diolah 150% 100% 50% 0% -50% -100% Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Sektor listrik dan air bersih pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 12,78% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 10,16% (yoy). Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan kinerja LGA ini adalah peningkatan realisasi berbagai proyek APBD dan APBN di Sulawesi Tengah serta semakin besarnya penyaluran listrik dari PLTA Sulewana ke beberapa daerah di Sulawesi Tengah seperti Poso dan Parigi. Peningkatan penyaluran energi ini sebagai bentuk respon semakin meningkatnya kapasitas perekonomian di berbagai kabupaten Sulawesi Tengah. 15

31 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Grafik Perkembangan Konsumsi Listrik Di Kota Palu Kwh Sumber : PT PLN Cabang Palu I II III IV I II III IV I II III Pemakaian Listrik YoY QtQ 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% Grafik Perkembangan Vol. Penjualan Air PDAM Donggala m Sumber : PDAM Donggala I II III IV I II III IV I II III Vol. Air Tersalur g.vol (qtq) g.vol (yoy) Di sisi lain, masih terjaganya tingkat konsumsi masyarakat Sulawesi Tengah serta cukup tingginya pertumbuhan investasi pada triwulan laporan menjadi penopang tetap tumbuhnya kinerja sektor ini. Ke depan, kinerja sektor listrik menghadapi tantangan berupa tarif kenaikan listrik yang dilakukan secara bertahap oleh pemerintah serta pengurangan kuota solar bersubsidi dari Pertamina ke PLN. 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% -2% -4% -6% -8% Sektor Bangunan Sektor bangunan tumbuh 20,62%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 15,47% (yoy). Kinerja sektor bangunan pada triwulan laporan ditopang oleh realisasi investasi proyek konstruksi perusahaan di Kabupaten Banggai dan Morowali. Besarnya nilai investasi kedua proyek tersebut memberikan nilai tambah yang signifikan kepada sektor bangunan di Sulawesi Tengah. Di sisi lain, tingginya realisasi pembangunan beberapa hotel bintang, ruko, dan properti lainnya di daerah Palu dan sekitarnya juga memberikan kontribusi yang tidak sedikit pada peningkatan sektor bangunan. 16

32 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Grafik Realisasi Pengadaan Semen Di Sulawesi Tengah ton % I II III IV I II III IV I II III Jumlah (ton) Growth (y-o-y) Growth (q-t-q) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Grafik Perkembangan Kredit Bank Umum Sektor Bangunan Rp miliar I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia Kredit Konstruksi Pert. (%, yoy) %,yoy 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Peningkatan kinerja sektor bangunan terkonfirmasi dari indikator realisasi pengadaan semen di Sulawesi Tengah yang tercatat sebesar ton atau tumbuh sebesar 10,29% (yoy). Sementara kredit yang disalurkan Bank Umum pada sektor bangunan mencapai Rp544,60 miliar atau tumbuh 27,79% (yoy) Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) Pada triwulan III-2014 kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 9,30% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 7,64% (yoy). Dibandingkan triwulan sebelumnya seluruh subsektor meningkat. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada subsektor hotel hingga sebesar 11,05% disusul subsektor restoran dan subsektor perdagangan besar dan eceran yang masing-masing tercatat sebesar 10,01% (yoy) dan 9,24% (yoy). Faktor Ramadhan dan Idul Fitri, peningkatan realisasi APBD dan APBN serta pembayaran gaji ke-13 PNS menjadi penopang utama kinerja sektor PHR pada triwulan laporan. Grafik 1.19 Perkembangan Pertumbuhan PHR dan subsektornya 20% 18% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS Prov. Sulteng, diolah 6. PERDAGANGAN HOTEL DAN RESTORAN Perdagangan Besar dan Eceran H o t e l R e s t o r a n 17

33 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah % Grafik Tingkat Penghunian Kamar Hotel TPK Total TPK Hotel Bintang TPK Hotel Melati I II III IV I II III IV I II III Grafik Perkembangan Jumlah Tamu Hotel Berbintang orang Total Tamu g. (qtq) g.(yoy) I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS Prov. Sulteng, diolah % 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% Sumber : BPS Prov. Sulteng, diolah Sektor Angkutan dan Komunikasi Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sektor angkutan dan komunikasi pada triwulan III-2014 mengalami akselerasi dengan pertumbuhan sebesar 11,09% (yoy). Subsektor komunikasi mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 13,73%, sementara subsektor angkutan tumbuh 10,84% (yoy). Penopang utama kinerja sektor angkutan dan komunikasi antara lain perayaan keagamaan Ramadhan dan Idul Fitri serta aktivitas investasi di berbagai daerah di Sulawesi Tengah. Beberapa indikator menunjukkan bahwa jumlah penumpang khususnya angkutan udara yang datang dan pergi melalui Bandara Mutiara selama triwulan III-2014 tercatat berjumlah penumpang atau tumbuh sebesar 2,52% (yoy). Grafik1.22. Perkembangan Arus Penumpang Pesawat Udara Melalui Bandara Mutiara Palu orang I II III IV I II III IV I II III % 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% -25% Penumpang Datang Total (qtq) Penumpang Berangkat Total (yoy) Sumber : Bandara Mutiara Palu 18

34 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada triwulan III-2014 tumbuh 10,18% (yoy) atau sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 10,03% (yoy). Peningkatan ini ditopang oleh kinerja subsektor lembaga keuangan tanpa bank, subsektor sewa bangunan dan subsektor jasa perusahaan yang tumbuh positif. Faktor tingginya geliat investasi pada triwulan laporan menjadi pemicu membaiknya kinerja seluruh subsektor tersebut. Di sisi lain, subsektor bank tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya hingga menjadi 8,68% (yoy). Kebijakan moneter kontraktif yang ditandai dengan melambatnya pertumbuhan kredit perbankan menjadi pendorong melambatnya kinerja subsektor bank. Grafik1.23. Pertumbuhan Tahunan (yoy) PDRB Sektor dan Subsektor Keuangan, Persewaan dan Jasa 25% 20% 15% 10% 5% 0% I II III IV I II III IV I II III Sumber : BPS Prov. Sulteng, diolah 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN B a n k Lembaga Keuangan Tanpa Bank Sewa Bangunan Jasa Perusahaan Grafik Perkembangan Kredit, DPK, dan NTB Perbankan Di Sulawesi Tengah Rp miliar I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia NTB BU (sb.kiri) g.kredit BU (yoy) 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% g.dpk BU (yoy) Sektor Jasa-Jasa Pada triwulan III-2014 kinerja sektor jasa tumbuh positif hingga menjadi 10,25% (yoy). Pertumbuhan pada sektor ini terutama ditopang oleh kinerja subsektor swasta yang pada triwulan laporan tumbuh 11,90% (yoy), sementara subsektor pemerintah tumbuh 9,57% (yoy). Kinerja subsektor pemerintah di topang oleh realisasi APBD dan APBN di triwulan III 2014 yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya (lihat indikator keuangan pemerintah di bab 2) Analisis PDRB Dari Sisi Permintaan Di sisi permintaan, pertumbuhan tertinggi dialami kelompok investasi hingga sebesar 29,32% (yoy) diikuti kelompok impor 23,25% (yoy) dan kelompok konsumsi pemerintah sebesar 13,67% (yoy). Di lihat dari andilnya, pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan III-2014 terutama ditopang oleh kelompok investasi dengan andil sebesar 7,10% diikuti konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba dan konsumsi 19

35 -4,94 2,31 3,00 5,11 7,10 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah pemerintah dengan andil masing-masing sebesar 5,11% dan 2,31%. Realisasi berbagai proyek besar di Kabupaten Banggai dan Morowali, perayaan keagamaan dan peningkatan realisasi APBD dan APBN menjadi faktor utama besarnya andil kelompok pengeluaran tersebut dalam pembentukan pertumbuhan ekonomi di sisi permintaan. Tabel 1.4. Pertumbuhan Tahunan (yoy) PDRB Sulawesi Tengah Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Sektoral ** 2013* I* II* III* IV* I** II** III* 1. Konsumsi Rumah Tangga dan Lembaga Swasta Nirlaba 6,9 7,7 7,1 7,8 7,3 7,5 7,2 9,7 9,2 2. Konsumsi Pemerintah 6,2 7,1 5,4 5,4 8,1 6,5 9,0 7,4 13,7 3. Investasi 16,3 17,3 18,0 18,6 16,4 17,5 20,9 27,9 29,3 4. Ekspor 13,5 12,5 16,3 14,2-5,2 8,7-29,4-45,0-30,9 5. Dikurangi Impor 11,5 6,2 6,1 14,0 15,7 10,6 15,3 16,5 23,3 TOTAL 9,24 10,71 10,87 9,99 6,28 9,38 3,35 3,37 6,58 *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Sulawesi Tengah Tabel 1.5. Pertumbuhan Triwulanan (qtq) PDRB Sulawesi Tengah Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Penggunaan ** I* II* III* IV* I** II** III** 1. Konsumsi Rumah Tangga dan Lembaga Swasta Nirlaba -0,56 1,40 3,80 2,56-0,68 3,78 3,25 2. Konsumsi Pemerintah -2,04 3,88 0,28 5,95-1,27 2,43 6,08 3. Investasi 0,64 5,63 2,75 6,56 4,55 11,73 3,90 4. Ekspor -4,91 3,04-7,35 4,48-29,19-19,70 16,24 5. Dikurangi Impor 1,06 0,35 9,37 4,32 0,70 1,41 15,70 TOTAL -1,51 3,21 0,36 4,18-4,23 3,23 3,48 *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Sulawesi Tengah Grafik Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Kelompok Penggunan % (2) (4) (6) (8) (10) Konsumsi Rumah Tangga dan Lembaga Swasta Nirlaba Konsumsi Pemerintah Tw I 2014 Tw II 2014 Tw III 2014 Investasi Ekspor Impor Sumber : BPS Prov. Sulteng, diolah 20

36 Mar Juni Sept Des Mar Juni Sept Des Mar Juni Sept Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Konsumsi Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, gabungan konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba pada triwulan laporan tumbuh sebesar 10,21% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 9,18% (yoy). Tingginya pertumbuhan komponen konsumsi ditopang oleh perayaan bulan Ramadhan dan Idul Fitri, pembayaran gaji ke-13 PNS, anggota TNI, anggota polri, pejabat negara, dan penerima pensiun/tunjangan serta meningkatnya realisasi berbagai proyek pemerintah dan swasta. Rp miliar Grafik Perkembangan Kredit Konsumsi Di Sulawesi Tengah Kredit Konsumsi % g. kredit kon (yoy) 50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% Sumber : Bank Indonesia Beberapa indikator menunjukkan adanya peningkatan. Indeks Tendensi Konsumen Sulawesi Tengah pada triwulan III-2014 tercatat sebesar 112,79, meningkat dibandingkan indeks triwulan sebelumnya 110,04. Faktor yang berpengaruh mendorong meningkatnya ITK pada triwulan III-2014 adalah meningkatnya optimisme konsumen terhadap tingkat pendapatan rumah tangga. Tingginya kebutuhan masyarakat berupa persiapan biaya pendidikan dan kebutuhan untuk liburan sekolah serta lebaran Idul Fitri pada Juli-Agustus 2014 mendorong optimisme masyarakat berupaya untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. 21

37 * 12* 1* 2* 3* 4* 5* 6* 7* 8* 9* Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumber : BPS Prov. Sulteng NTP Indeks Diterima Indeks Dibayar *) Perubahan Tahun Dasar dari (2007=100) ke (2012=100) 114,56 112,08 102,22 Indeks Grafik Indeks Tendensi Konsumen I II III IV I II III Sumber : BPS Prov. Sulteng, diolah Indeks Tendensi Konsumen Pendapatan Rumah Tangga Kaitan Inflasi dengan konsumsi makanan sehari-hari Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan dan bukan makanan Di sisi lain rata-rata NTP di triwulan III 2014 tercatat sebesar 102,61 atau lebih rendah dibandingkan triwulan II 2014 sebesar 103,52. Di sisi lain kredit konsumsi pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 16,99% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya 18,80% (yoy) Investasi Secara tahunan komponen investasi pada triwulan III-2014 tumbuh signifikan hingga 29,32% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 27,89% (yoy). Selain ditopang oleh pembangunan perusahaan di Banggai, kinerja investasi pada triwulan laporan juga ditopang oleh pembangunan smelter di Morowali. Selain itu tingkat realisasi proyek APBD dan APBN juga berpengaruh pada pertumbuhan komponen investasi. Grafik Kredit Investasi Bank Umum Provinsi Sulawesi Tengah Rp miliar N. Kredit inv g. kredit inv (yoy) 70% g. kredit inv (qtq) 60% 50% % % 20% % 0 0% Des Mar Jun Sept Des Mar Jun Sept Des Mar Jun Sept Sumber : Bank Indonesia 22

38 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), diperoleh informasi bahwa rencana investasi PMA pada triwulan III-2014 yang telah memiliki izin prinsip di Sulawesi Tengah tercatat sebesar USD 1.046,60 juta lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar USD 52,30 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD251,65 juta. Nilai investasi PMA di Sulawesi Tengah pada triwulan III 2014 merupakan tertinggi ketiga secara nasional setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Kredit investasi bank umum berdasarkan bank pelapor pada bulan September 2014 tercatat sebesar Rp2.155,34 miliar, tumbuh melambat 19,11% (yoy). Sementara volume realisasi semen di Sulawesi Tengah pada triwulan III 2014 mencapai ton atau tumbuh 10,29% (yoy). Grafik Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Sulawesi Tengah Rp miliar Nilai Investasi (Rp miliar)-sb kiri Jumlah Proyek-sb kanan I II III IV I II III IV I II III Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Grafik Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) Sulawesi Tengah USD juta Nilai Investasi (US $ Juta)-sb kiri Jumlah Proyek-sb kanan I II III IV I II III IV I II III Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Penerapan UU Minerba yang baru memicu arus investasi pembangunan smelter sektor pertambangan ke Sulawesi Tengah khususnya di kabupaten-kabupaten sentra pertambangan seperti Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai. Saat ini baru ada satu perusahaan di Morowali yang melakukan pembangunan smelter dengan kapasitas ton FeNi per tahun. Untuk tahap II, perusahaan juga akan membangun smelter dengan kapasitas ton per tahun. Ke depan, rencananya akan ada beberapa perusahaan lain yang membangun smelter baik di Morowali dan Morowali Utara. Dengan nominal yang besar, diharapkan pembangunan smelter ini berimplikasi signifikan terhadap terhadap investasi di Sulawesi Tengah. Berdasarkan liasion yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Tengah terhadap salah satu perusahaan besar di Kabupaten Banggai perekayasaan, pengadaan dan konstruksi perusahaan pada September 2014 telah 23

39 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah mencapai 99%. Saat ini perusahaan sedang berfokus pada persiapan pengoperasian kilang. Selain itu seluruh komponen kilang seperti main heat exchanger dan LNG storage tank telah terpasang. Target penyelesaian proyek konstruksi perusahaan tersebut perusahaan diperkirakan akan beroperasi pada triwulan II Adanya jeda antara penyelesaian proyek pada triwulan IV 2014 dengan operasi yang baru bisa dilakukan pada triwulan II 2015 disebabkan oleh belum siapnya pembangunan industri hulu (eksploitasi gas) Ekspor Penurunan drastis kinerja pertambangan berimplikasi langsung pada kinerja ekspor Sulawesi Tengah. Pada triwulan laporan kinerja ekspor tercatat mengalami kontraksi sebesar -30,94% (yoy). Di triwulan I-2014 ekspor Sulawesi Tengah masih ditopang oleh ekspor tambang sebesar USD Grafik 1.32 Perkembangan Nominal dan Volume Ekspor Sulawesi Tengah USD juta Nominal Ekspor Sulteng-Sb.kiri Volume Ekspor Sulteng -Sb. kanan I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia, diolah ,34 juta yang merupakan ekspor yang periode 1 s.d. 11 Januari 2014 (sebelum pemberlakukan UU Minerba). Akan tetapi di triwulan II dan III 2014, ekspor tambang mineral langsung tercatat nihil (nol). Di sisi lain, ekspor kakao sedikit menunjukkan adanya perbaikan. Di triwulan III 2014, ekspor kakao tercatat sebesar USD1,31 juta, lebih kecil dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya USD9,21 juta. Nominal ekspor non migas Sulawesi Tengah pada triwulan III-2014 sebesar USD 3,91 juta jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 54,05 juta. Ditinjau dari negara pembeli, pangsa ekspor Sulawesi Tegah didominasi oleh pembeli dari negara di Asia khususnya Malaysia. 24

40 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Grafik Jumlah Barang Keluar Melalui Bandara Mutiara Palu ton I II III IV I II III IV I II III 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% -25% jumlah barang keluar (ton) g. barang keluar (qtq) g. barang keluar (yoy) Sumber : Bandara Mutiara Palu Tabel 1.6. Perkembangan Nilai Ekspor Berdasar SITC 2 Digit Komoditas Utama Provinsi Sulawesi Tengah (Ribu USD) Tahun Bulan Total Ekspor Ikan,kerangkerangan,m oluska dan Olahannya Kopi, Teh, Coklat, rempahrempah Kayu dan Gabus Biji Logam dan Sisasisa Logam Bahan Nabati dan hewani Lainnya Barangbarang Kayu dan Gabus Lainnya Total Pangsa 100% 0,88% 14,52% 1,15% 82,50% 0,41% 0,31% 0,22% Total Pangsa 100% 6,76% 5,25% 7,52% 61,76% 1,44% 0,77% 16,50% Sumber : Bank Indonesia, diolah 25

41 Bab 1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Impor Impor Sulawesi Tengah pada triwulan III 2014 tumbuh tinggi hingga 23,25% (yoy). Selain ditopang kinerja impor antar daerah, kinerja impor juga ditopang oleh impor dari luar negeri. Barang yang diimpor dari luar negeri pada triwulan laporan termasuk dalam golongan barang mesin (peralatan listrik), mesin-mesin (pesawat mekanik). Hal ini untuk memenuhi kebutuhan investasi yang tinggi di Sulawesi Tengah khususnya perusahaan di Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Morowali. Secara triwulanan, impor Sulawesi Tengah yang berasal dari luar negeri selama Juli-September 2014 tercatat sebesar USD 77,34 juta, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat nihil (nol). Grafik Jumlah Barang Masuk Melalui Bandara Mutiara Palu ton I II III IV I II III IV I II III 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% -25% jumlah barang masuk (ton) g. barang masuk (qtq) g. barang masuk (yoy) Sumber : Bandara Mutiara Palu Grafik Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sulawesi Tengah dan Pangsa Impor Tw III 2014 USD ribu I II III IV I II III IV I II III CRUDE MISC. MATERIALS, MANUFACTUR INEDIBLE ED ARTICLES 0,01% 2,51% MACHINERY & TRANSPORT EQP 82,10% MANUFACTUR ED GOODS 14,96% CHEMICAL 0,42% o0o

42 Boks. 1 Analisis PDRB Tingkat Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah 1. Analisis PDRB Kabupaten/Kota Dari Sisi Penawaran Sektor pertambangan mencatatkan pertumbuhan tertinggi hingga sebesar 59,89% (yoy) pada tahun 2012 dan 41,18% (yoy) pada tahun berikutnya yang terjadi di Kabupaten Morowali, diikuti oleh sektor bangunan sebesar 49,36% (yoy) pada tahun 2012 dan 49,88% pada tahun 2013 yang juga dicapai oleh Kabupaten Banggai. Sementara itu, pertumbuhan sektoral tertinggi pada sektor pertanian dalam kurun waktu dua tahun terakhir mampu disumbangkan oleh Kabupaten Banggai dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 9,14%. Pertumbuhan sektor pertanian tersebut ditopang oleh membaiknya kinerja subsektor peternakan dan subsektor kehutanan yang mampu mencatat pertumbuhan di atas sepuluh % secara tahunan. Pertumbuhan (YOY) Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Menurut Lapangan Usaha Pada Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Banggai Banggai Kep. Banggai Laut 2012*Angka Sementara 2013**Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Sulawesi Tengah Buol Morowali Donggala Palu Parimou Poso Sigi Toli Toli PERTANIAN 9,11 9,16 6,62 6,45 7,36 7,36 8,30 8,24 8,68 10,29 7,52 7,47 7,61 6,79 7,24 7,66 7,96 7,84 7,28 7,37 7,48 6,13 7,39 7,45 a.tanaman Bahan Makanan 8,10 8,63 4,27 3,87 2,38 2,66 8,52 8,46 8,37 8,66 9,11 8,20 11,16 8,03 7,52 8,79 10,92 9,99 6,68 6,79 (2,77) 10,10 8,76 8,80 b.perkebunan 8,63 8,55 8,11 7,88 5,99 5,96 9,22 8,96 10,15 13,30 6,49 6,16 8,10 7,24 6,91 6,25 7,53 7,60 7,48 7,66 12,81 3,43 7,19 7,24 c.peternakan 16,47 16,59 5,65 6,16 4,49 4,12 10,67 10,32 13,19 8,33 6,64 9,33 6,00 5,52 6,57 7,36 8,19 7,01 8,67 8,83 8,20 9,13 6,87 6,93 d.kehutanan 13,27 11,84 4,24 4,04 3,42 3,22 5,27 4,87 0,43 0,45 6,93 6, ,06 5,18 3,71 4,78 7,84 7,87 7,62 10,73 6,32 6,30 e.perikanan 7,60 7,91 10,60 10,52 9,96 9,82 6,66 7,61 8,76 9,03 7,29 8,19 8,33 8,43 8,12 8,47 5,62 5,79 7,31 7,16 5,76 7,26 6,04 6,23 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 35,54 27,69 9,55 9,33 7,49 7,77 10,25 8,88 59,89 41,18 17,35 11,05 5,88 10,96 7,61 7,97 9,15 10,06 8,97 9,11 7,60 12,83 7,24 7,26 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 8,01 7,36 8,02 8,23 7,62 7,98 4,72 6,22 9,62 9,37 4,45 5,48 4,59 9,82 7,70 7,80 6,87 7,15 6,97 6,86 4,97 14,57 4,68 4,56 4. LISTRIK DAN AIR BERSIH 15,81 16,62 9,68 9,31 11,45 11,55 9,90 10,12 7,83 8,94 7,94 7,51 6,49 11,19 5,08 5,03 8,54 10,02 7,80 7,97 7,49 7,16 7,80 8,09 5. BANGUNAN 49,36 49,88 10,28 10,09 9,53 10,39 17,23 13,11 8,55 7,93 10,52 9,72 12,53 14,22 7,04 7,34 11,95 11,71 9,08 9,31 7,80 17,45 9,32 9,59 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 11,04 12,97 10,56 10,76 10,57 10,81 5,20 6,43 8,67 9,49 9,64 8,41 8,97 9,78 10,07 8,42 9,20 9,06 8,63 8,98 9,81 7,29 9,88 9,59 a.pedagang Besar dan Eceran 11,09 13,09 10,65 10,85 10,73 10,95 5,03 6,28 8,69 9,49 9,74 8,48 8,99 9,78 10,11 8,41 9,33 9,16 8,68 9,03 9,96 7,20 9,97 9,65 b.hotel 25,37 25,68 10,60 10,18 10,51 10,16 6,74 7,53 4,19 5,31 2,75 2,89 9,49 9,78 9,65 9,91 6,25 5,99 2,31 4,34 5,17 6,24 8,75 8,96 c.restoran 6,91 6,84 8,40 8,58 7,78 8,42 6,81 7,82 8,64 10,05 5,61 5,93 8,47 9,78 8,43 8,61 5,06 5,74 7,49 7,54 8,49 8,64 8,07 8,11 7. ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 26,05 27,13 11,45 10,85 10,85 10,21 7,89 8,59 9,21 7,85 8,73 8,36 8,46 9,31 6,82 7,50 8,41 8,96 7,76 7,88 10,75 9,82 9,55 9,63 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JS.PERUSH. 20,09 20,34 9,46 9,74 9,39 9,64 7,22 8,17 11,81 11,51 5,68 7,30 8,80 9,66 8,51 8,65 9,65 10,37 8,74 8,88 8,34 8,64 8,88 8,90 a.bank 23,57 24,17 11,45 11,57 11,05 11,18 10,92 10,39 12,66 11,60 4,87 6,84 7,79 9,10 9,84 9,60 9,15 9,92 8,90 9,02 8,62 8,95 10,94 10,82 b.lembaga Keuangan Non Bank 24,13 24,61 7,10 7,49 7,28 7,50 6,00 7,17 2,63 2,38 7,93 8,13 9,19 10,52 11,02 11,12 6,89 8,33 8,25 8,50 5,45 7,19 8,56 8,80 c.sewa Bangunan 16,10 15,66 7,33 7,15 7,17 7,33 5,78 7,30 11,43 11,82 6,77 6,34 10,80 9,78 8,80 9,06 10,86 11,34 7,55 8,77 8,71 8,82 7,79 7,84 d.jasa Perusahaan 30,01 30,84 6,75 9,43 6,50 9,15 6,78 7,67 13,25 11,76 9,65 9,75 8,27 9,78 5,34 6,08 4,74 6,37 8,03 8,20 7,19 7,24 7,79 7,76 9. JASA - JASA 12,06 13,17 8,08 8,19 7,68 7,97 8,51 8,73 6,40 8,26 10,13 13,38 12,78 9,20 8,22 8,42 8,13 8,78 8,50 8,64 10,08 11,06 9,50 9,55 PDRB 15,43 16,90 8,43 8,44 8,41 8,49 8,28 8,32 15,21 15,35 8,95 9,04 9,61 9,96 7,77 7,83 8,32 8,44 7,82 7,96 8,20 8,67 8,11 8,14 Perkembangan daerah sentra pertanian pada umumnya mengalami perlambatan dari segi produksi. Hanya Kabupaten Sigi dan Kabupaten Parigi Moutong yang mampu mempertahankan share sektor pertanian di atas 50 % terhadap PDRB dalam kurun waktu Sementara daerah lain, yakni Kabupaten Banggai dan Kabupaten Donggala mengalami penurunan sehingga hanya mencapai share sektor pertanian terhadap PDRB masing-masing sebesar 44% dan 37%. Tojun

43 Dari rata-rata pertumbuhan tahunan sektor pertanian tahun , menunjukkan bahwa Kabupaten Banggai mampu mencatat rata-rata pertumbuhan tertinggi yakni sebesar8,99 %, kemudian Kabupaten Sigi sebesar 7,37 %, dan Kabupaten Parigi Moutong sebesar 6,89%. Sementara itu, Kabupaten Donggala memiliki rata-rata pertumbuhan yang paling rendah dan berada di bawah rata-rata pertumbuhan Provinsi yakni sebesar 5,25%. Sementara itu, distribusi terbesar sektor industri pengolahan Provinsi Sulewesi Tengah masih berasal dari subsektor kayu dan hasil hutan lainnya, dan subsektor makanan, minuman dan tembakau. Pertumbuhan pada sektor industri pengolahan terutama didorong oleh membaiknya kinerja subsektor kayu dan hasil hutan. Sementara itu jika memperhatikan kontribusi daerah kabupaten/kota, maka Kota Palu dan Kabupaten Parigi Moutong merupakan daerah yang memiliki basis ekonomi sektor industri pengolahan yang mampu memberikan kontribusi terbesar bagi PDRB Sulawesi Tengah. Kota Palu yang menjadi sentra utama industri pengolahan subsektor kayu dan hasil hutan lainnya, mampu menyumbang output yang mencapai Rp 187 miliar pada tahun 2013 dengan ratarata pertumbuhan tahunan dari sebesar 5,9 %, dikuti oleh Kabupaten Parigi Moutong senilai Rp 119 miliar dan rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 7,2 %. Masing-masing daerah tersebut merupakan sentra produksi dengan pertumbuhan rata-rata yang lebih tinggi dari pertumbuhan rata-rata Provinsi yang mencapai 4,9 %. Pada tingkat kabupaten, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Kabupaten Banggai mampu tumbuh relatif lebih cepat dibandingkan daerah yang lain. Secara umum kinerja sektor keuangan, dalam hal ini perbankan di Kabupaten Banggai menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Perkembangan yang ada menunjukkan bahwa rasio kredit terhadap PDRB Kabupaten Banggai berada pada tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan level nasional maupun provinsi yakni sebesar 37 %. Hal ini menandakan proses intermediasi mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan perekonomian daerah Kabupaten Banggai, meskipun proporsi kredit masih di dominasi oleh kredit konsumsi. Selanjutnya, sektor jasa di kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Tengah masih didominasi oleh jenis jasa kepemerintahan, proporsi share subsektor tersebut mencapai 70 % dari total PDRB sektor Jasa-jasa. Peranan subsektor jasa swasta yang mencapai 30 %, didominasi oleh peranan subkategori jasa perorangan dan rumah tangga yang mencapai 70 % dari subsektor jasa-jasa swasta.

44 Grafik 1. Perkembangan Intermediasi Perbankan Rasio Kredit terhadap PDRB Kabupaten Banggai Juta Sumber : BPS data diolah, Analisis PDRB Kabupaten/Kota Dari Sisi Permintaan Di sisi permintaan, pertumbuhan tertinggi dialami kelompok investasi yakni Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) hingga sebesar 25,02% (yoy) pada tahun 2012 dan 24,03% (yoy) pada tahun 2013 yang terjadi di Kabupaten Banggai. Kelompok impor tertinggi pada tahun 2013 tercatat sebesar 29,85% (yoy) yang merupakan kontribusi Kabupaten Banggai. Sementara itu, kelompok konsumsi rumah tangga dengan pertumbuhan tertinggi juga hasil kontribusi perekonomian Kabupaten Banggai yakni sebesar 18,14% (yoy), dan secara keseluruhan daerah kabupaten/kota mengalami peningkatan pertumbuhan tahunan, kecuali pada Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Tojo Una-una. Tabel 2. Pertumbuhan Tahunan (yoy) PDRB Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Pertumbuhan (YOY) Banggai Banggai Kep. Banggai Laut Buol Morowali Donggala Palu Parimou Poso Sigi Toli Toli Tojun Konsumsi RT 16,67 18,14 8,38 8,41 8,60 8,63 8,11 8,24 10,43 12,11 9,63 9,60 7,34 7,78 8,47 8,50 8,91 8,94 7,85 7,91 7,82 6,51 8,67 8,67 2.Konsumsi Swasta Nirlaba 10,02 11,45 6,50 6,35 6,78 6,61 6,13 6,26 6,19 9,28 10,75 14,28 7,62 8,28 9,34 8,68 9,07 6,12 7,92 8,04 7,43 10,62 8,63 8,63 3.Konsumsi Pemerintah 9,91 12,25 9,75 9,12 9,45 10,56 9,24 9,11 10,20 10,00 12,43 10,80 8,79 8,25 8,98 9,12 8,33 8,81 8,51 8,71 9,28 9,57 8,83 8,85 4.PMTB 25,02 24,03 8,32 8,49 7,97 8,11 8,14 8,24 9,29 10,66 12,04 6,91 13,49 13,76 8,22 8,33 8,19 8,52 9,01 9,09 10,18 14,06 8,22 8,57 5.Perubahan Stok 10,49 11,85 7,75 7,04 8,06 7,68 7,71 7,61 7,09 14,22 7,57 10,91 2,96 3,52 3,30 2,95 8,99 9,43 2,58 3,25 5,13 1,54 5,86 2,27 6.Ekspor 15,80 13,73 8,57 8,11 8,78 8,30 7,80 7,78 24,84 22,20 4,74 7,62 6,88 7,45 6,21 6,24 6,84 7,83 6,68 6,89 8,62 5,85 4,71 4,56 7.Dikurangi Impor 29,85 29,85 9,55 8,85 10,04 10,29 7,51 7,89 8,46 12,67 15,06 9,29 3,19 4,75 8,73 8,67 9,11 10,3 8,95 8,99 11,13 9,29 9,09 9,3 PDRB 15,43 16,99 8,43 8,44 8,41 8,49 8,28 8,32 15,21 15,36 8,95 9,04 9,44 9,61 7,77 7,83 8,32 8,44 7,82 7,96 8,20 8,01 8,11 8,14 *Angka Sementara **Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Sulawesi Tengah Peranan investasi terhadap pembentukan PDRB Provinsi Sulawesi Tengah semakin meningkat, peningkatan laju tersebut ditopang oleh booming sektor pertambangan. Pada tingkat kabupaten/kota juga menunjukkan kinerja yang cukup baik dan jika dihubungkan dengan hasil ICOR, maka kondisi tersebut sangat realistis karena daerah tambang seperti Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai memiliki efisiensi modal yang lebih baik dari kabupaten/kota lainnya.

45 Meskipun demikian, upaya-upaya untuk mendukung peningkatan investasi harus tetap dilakukan karena rasio tersebut masih rendah, bahkan di bawah performance secara nasional. Grafik 2. Perkembangan Rasio Investasi-PDRB Indonesia dan Sulawesi Tengah Grafik 3. Hasil Analisis ICOR Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Tengah 2013 Angka ICOR (tanpa time lag) Provinsi Sulawesi Tangah pada 2013 sebesar 2,79. Artinya, untuk menambahkan output sebesar 1 unit diperlukan investasi sekitar 2,79 unit. Sedangkan besaran ICOR (t-1) pada 2013 mencapai 2,38. Angka tersebut mengindikasikan, rata-rata investasi yang ditanamkan sudah cukup efisien, mengingat ICOR negara-negara sedang berkembang secara tipikal berkisar 2,0-5,0. ICOR (tanpa time lag) pada tingkat Kabupaten/Kota menghasilkan berbagai tingkatan yang berbeda, terdapat daerah Kabupaten/Kota yang angka ICOR-nya lebih besar dari angka ICOR Provinsi, yakni Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Buol, Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, Kota Palu, dan Kabupaten Toli-toli. Sementara itu, angka ICOR (t-1) Kabupaten/Kota pada tahun 2013, menunjukkan bahwa Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Buol, Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong, Kota Palu, Kabupaten Poso, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Toli-toli memiliki angka ICOR lebih besar dari Provinsi. Kondisi demikian menunjukkan bahwa daerah-daerah tersebut memiliki kinerja efisiensi investasi yang produktifitas kapitalnya relatif lebih rendah dari kinerja Provinsi secara keseluruhan. Meskipun demikian, angka ICOR tersebut tidak bisa dijadikan satu-satunya ukuran kinerja investasi, karena analisis ICOR mengasumsikan modal sebagai satu-satunya determinan investasi. Sementara determinan lain yang mempengaruhi kinerja investasi tidak masuk dalam model. --- o0o ---

46 Boks 2. Analisis Daya Saing dan Strategi Pembangunan Sulawesi Tengah Latar Belakang Program Masterplan Percepatan Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang diluncurkan pemerintah memfokuskan perencanaan pembangunan Sulawesi Tengah sebagai salah satu pusat industri di Kawasan Timur Indonesia. Pembangunan industri rumput laut dan perikanan serta komoditas utama daerah seperti kakao, karet, rotan, kelapa sawit, makanan jadi dan pengalengan ikan diperkirakan akan mendatangkan investasi dan menyerap tenaga kerja sekitar orang. Untuk mendukung proses pembangunan sektor industri, diperlukan peningkatan daya saing daerah. Berdasarkan metodologi Institut Daya Saing Asia (Asia Competitiveness Institute atau ACI) komponen Daya Saing Keseluruhan terdiri dari empat lingkup kategori yang masing-masing memiliki sub kategori, yakni : 1. Stabilitas Ekonomi Makro I. Kedinamisan Ekonomi Regional II. Keterbukaan dalam Perdagangan dan Jasa III. Daya Tarik terhadap Investasi Asing 2. Perencanaan Pemerintah dan Institusi I. Kebijakan Pemerintah dan Ketahanan Fiskal II. Institusi, Pemerintahan, dan Kepemimpinan III. Kompetisi, Standar Regulasi, dan Penegakan Hukum 3. Kondisi Finansial, Bisnis, dan Tenaga Kerja I. Kemampuan Finansial dan Efisiensi Bisnis II. Fleksibilitas Pasar Tenaga Kerja III. Kinerja Produktivitas 4. Kualitas Hidup dan Pembangunan Infrastruktur I. Infrastruktur Fisik II. Infrastruktur Teknologi III. Standar Hidup, Pendidikan dan stabilitas Sosial Untuk menyusun Indeks Daya Saing Provinsi, terdapat 104 indikator yang berbeda. Indikatorindikator tersebut dihitung dalam unit-unit yang berbeda. Nilai indikator aktual tersebut kemudian

47 diubah menjadi skor terstandardisasi. Skor terstandardisasi menilai seberapa baik kinerja suatu provinsi dibandingkan dengan rata-rata kinerja provinsi. Skor negatif menandakan kinerja provinsi berada di bawah rata-rata, sementara positif menunjukkan kinerja di atas rata-rata. Singkatnya, angka negatif menandakan daya saing yang lemah, sebaliknya angka positif yang besar menunjukkan daya saing yang kuat. Peringkat Daya Saing Sulawesi Tengah Pada Tabel 1. menunjukkan bahwa Daya Saing Keseluruhan, Sulawesi Tengah berada pada peringkat ke-21 atau termasuk dalam kelompok 13 provinsi dengan daya saing menengah di Indonesia dengan skor terstandardisasi -0,3553. Skor negatif menandakan bahwa Provinsi Sulawesi Tengah masih di bawah skor rata-rata nasional. Tabel 1. Peringkat Daya Saing Keseluruhan Peringkat Provinsi Skor 1 DKI Jakarta 3,358 2 Jawa Timur 1, Kalimantan Timur 1, Jawa Tengah 1, Jawa Barat 1, DI Yogyakarta 0, Sulawesi Selatan 0, Kalimantan Selatan 0, Riau 0, Sulawesi Utara 0, Kepulauan Riau 0, Banten 0, Aceh -0, Bali -0, Kalimantan Tengah -0, Sumatera Selatan -0, Sumatera Barat -0, Kalimantan Barat -0, Sumatera Utara -0, Kep. Bangka Belitung -0, Sulawesi Tengah -0, NTB -0, Maluku -0, Lampung -0, Sulawesi Barat -0, Papua Barat -0, Jambi -0, Gorontalo -0, Sulawesi Tenggara -0, Bengkulu -0, Papua Barat -1, NTT -1, Maluku Utara -1,7075 Sumber : Asia Competitiveness Institute, 2014 Pada ruang lingkup kategori Stabilitas Ekonomi Makro, Sulawesi Tengah berada pada peringkat ke-16 atau termasuk dalam kelompok 13 provinsi dengan daya saing menengah di Indonesia dengan skor terstandardisasi -0,3223. Skor negatif menandakan bahwa provinsi ini masih di bawah skor rata-rata nasional. Untuk lingkup Perencanaan Pemerintah dan Institusi, Sulawesi Tengah berada pada peringkat ke- 12 atau termasuk pada kelompok 13 provinsi dengan daya saing menengah dengan skor terstandardisasi 0,4109. Skor positif menandakan bahwa provinsi ini berada di atas skor rata-rata nasional. Kategori Kondisi Finansial, Bisnis dan Tenaga Kerja, menempatkan Provinsi Sulawesi Tengah pada kelompok 10 provinsi terbawah dengan daya saing terendah di Indonesia. Skor yang terstandardisasi sebesar -0,8586, angka tersebut menandakan bahwa provinsi ini masih di bawah skor rata-rata

48 nasional. Kemudian pada kategori Kualitas Hidup dan Pembangunan Infrastruktur, menempatkan Sulawesi Tengah pada peringkat ke-20 atau termasuk dalam ketegori kelompok 13 provinsi dengan daya saing menengah, dengan skor -0,4258. Kualitas Hidup dan Perencanaan Pemerintah Kondisi Finansial, Bisnis Stabilitas Ekonomi Makro Pembangunan Peringkat Peringkat dan Institusi Peringkat dan Tenaga Kerja Peringkat Infrastruktur Provinsi Skor Provinsi Skor Provinsi Skor Provinsi Skor 1 DKI Jakarta 4, DKI Jakarta 2, DKI Jakarta 3, DI Yogyakarta 1, Jawa Timur 1, Jawa Tengah 1,523 2 Jawa Tengah 1, Kalimantan Timur 1, Jawa Barat 1, Sulawesi Selatan 1, Jawa Timur 1, DKI Jakarta 1, Kalimantan Timur 0, Kalimantan Timur 1, Kalimantan Timur 1, Jawa Timur 1, Kep. Riau 0, Jawa Timur 1, Jawa Barat 1, Kep. Riau 1, Kalimantan Tengah -0, Kalimantan Selatan 0, Aceh -0, Jambi -0, Sulawesi Tengah -0, Sulawesi Tengah 0, Lampung -0, Sulawesi Tengah -0, Sulawesi Barat -0, Kalimantan Barat 0, Sulawesi Tengah -0, Bengkulu -0, Lampung -0, Papua Barat -1, NTT -1, Sulawesi Barat -1, Maluku -0, Bengkulu -1, Sulawesi Barat -1, Kalimantan Barat -1, Bengkulu -0, Kep. Riau -1, Maluku Utara -1, Maluku Utara -1, Maluku Utara -0, NTT -1, Sulawesi Tenggara -1, NTT -1, NTT -0, Maluku Utara -2, Gorontalo -1, Papua -2,6847 Sumber : Asia Competitiveness Institute, 2014 Tabel 2. Peringkat Daya Saing Berdasarkan Kategori Untuk lebih memahami dengan baik kekuatan dan kelemahan relatif Sulawesi Tengah, maka berikut adalah hasil analisis Jaring Daya Saing Median untuk 12 sub-kategori : Gambar 1. Analisis Jaring Daya Saing Median Sulawesi Tengah Keterangan : Median Sumber : Asia Competitiveness Institute, 2014 Sulawesi Tengah

49 Dalam gambar di atas menunjukkan bahwa hanya empat dari 12 sub-lingkup yang memiliki skor lebih baik dari median, yakni sub-lingkup Institusi, Pemerintah, dan Kepemimpinan; Daya Tarik terhadap Investasi Asing; Persaingan, Standar Regulasi dan Penegakan Hukum; dan Kualitas Hidup, Pendidikan, dan Stabilitas Sosial. Selisih yang paling besar dengan nilai Sulawesi Tengah di bawah median adalah sub-lingkup Kemampuan finansial dan Efisiensi Bisnis. Implikasi Kebijakan dan Strategi Pembangunan Berdasarkan hasil analisis daya saing yang dipaparkan sebelumnya, memperlihatkan potret daya saing Provinsi Sulawesi Tengah masih menyisakan banyak ruang perbaikan. Kondisi demikian mewajibkan suatu komitmen untuk meningkatkan kapasitas pada masing-masing kategori maupun sub-lingkup kategori. Tantangan utama yang dihadapi adalah mengatasi bottleneck infrastruktur, karena untuk menciptakan sektor industri yang kuat dengan basis pengolahan raw material menjadi produk bernilai tambah, maka pengembangan infrastruktur terutama pasokan energi dan teknologi harus menjadi prioritas pembangunan. Sulawesi Tengah juga membutuhkan jalan yang layak dan juga transportasi yang terhubung untuk menyediakan akses yang lebih baik bagi pengembangan sektor pariwisata dan potensi sumber daya alam. Menyoroti lingkup Perencanaan Pemerintah dan Institusi di Sulawesi Tengah dengan perolehan peringkat ke-12, yang merupakan peringkat tertinggi dari empat lingkup kategori lainnya. Hal ini sebagai pertanda bahwa mekanisme pemerintahan telah berjalan dengan baik untuk mengawal perekonomian. Peran pemerintah dalam perencanaan pembangunan manusia juga harus dapat ditingkatkan lagi untuk dapat meningkatkan kinerja produktivitas dan fleksibilitas pasar kerja. Untuk itu, program pemerintah yang difokuskan pada pelatihan kejuruan serta pengembangan Pusat Pelatihan dan Pendidikan dengan orientasi pengembangan skill dan kompetensi harus tetap dijalankan. Pembangunan kemaritiman juga harus dikedepankan dalam strategi pembangunan karena terdapat potensi yang sangat besar pada sektor kelautan dan perikanan. Sektor tersebut juga bersinergi dengan sektor pariwisata yang secara lokasi sangat menguntungkan Sulawesi Tengah dengan letaknya yang strategis pada jantung segitiga koral dunia. Pengembangan daerah potensi wisata Pulau Togian dan Banggai harus bisa dioptimalkan agar dapat menambah kesempatan kerja bagi penduduk lokal serta menunjang pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah. --- o0o ---

50 Rp milyar Bab 2. Keuangan Pemerintah BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH Realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi Sulawesi Tengah cenderung stabil bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan anggaran pemerintah pusat di Provinsi Sulawesi Tengah lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja. Nominal dan realisasi belanja modal baik APBD maupun APBN masih perlu ditingkatkan 2.1. Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014 Realisasi pendapatan daerah lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja daerah. Realisasi pendapatan daerah hingga triwulan III-2014 mencapai Rp 1.734,59 miliar atau mencapai 72,89% dari total target anggaran 2014 yang sebesar Rp2.379,65 miliar. Sementara itu, total realisasi belanja daerah mencapai Rp 1.485,30 miliar atau sebesar 60,86% dari anggaran yang sebesar Rp2.440,48 miliar. Grafik 2.1. Perkembangan Pendapatan dan Belanja Daerah ,89% 60,86% Tw III 2012 Tw III 2013 Tw III % 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Nominal Realisasi Pendapatan Nominal Realisasi Belanja Realisasi Pendapatan-Sb kanan Realisasi Belanja Sb kanan Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Realisasi Pendapatan daerah dan belanja daerah cenderung stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Dibandingkan triwulan III-2013, total realisasi pendapatan daerah hingga akhir triwulan III-2014 hanya mengalami kenaikan sebesar 27

51 Bab 2. Keuangan Pemerintah 0,83%, sementara belanja daerah naik sebesar 0,43%. Hingga akhir triwulan III-2014 realisasi APBD Provinsi Sulawesi Tengah mengalami surplus sebesar Rp249,29 miliar. Grafik 2.2. Perkembangan Deposito, Tabungan dan Giro Pemda Rp miliar Deposito Tabungan Giro I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia Dana Pihak Ketiga milik pemerintah daerah hingga akhir triwulan III 2014 tercatat sebesar Rp 3.056,77 miliar atau naik Rp 349,82 miliar dibandingkan triwulan II Peningkatan DPK milik pemerintah daerah ini, menunjukkan masih perlunya peningkatan realisasi proyek pemerintah di Sulawesi Tengah di triwulan III Realisasi Pendapatan APBD Realisasi pendapatan APBD pada triwulan III 2014 mencapai 72,89% atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 72,06%. Peningkatan persentase realisasi pendapatan APBD pada triwulan laporan lebih ditopang oleh peningkatan pada pos lain-lain pendapatan daerah yang sah yang tercatat sebesar 75,35%, atau lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2013 sebesar 61,39%. Kontribusi terbesar pada pendapatan daerah disumbang oleh dana perimbangan dari pemerintah pusat dengan pangsa sebesar 52,18%. Pendapatan asli daerah dan lain-lain pendapatan daerah yang sah masing-masing menyumbang 31,65% dan 16,17% terhadap total pendapatan. Meskipun demikian, realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Tengah hingga triwulan III-2014 mencapai 72,89% dengan tingkat realisasi tertinggi pada komponen lain-lain pendapatan daerah sebesar 75,35%, diikuti dana perimbangan dan pendapatan asli daerah masing-masing sebesar 73,13% dan 71,33%. 28

52 Bab 2. Keuangan Pemerintah Grafik 2.3. Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah per Triwulan Rp miliar 700 I II III IV I II III Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-Lain PAD Yang Sah Total Pendapatan Daerah Grafik 2.4. Perkembangan Tingkat Realisasi per Pos Pendapatan Daerah Lain-lain PAD yang sah Dana Perimbangan PAD 61% 75% 76% 73% 75% 77% 71% 73% 90% 0% 20% 40% 60% 80% 100% Tw III 2014 Tw III 2013 Tw IIII 2012 Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Tabel 2.1. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Rp juta URAIAN ANGGARAN REALISASI SD TW III- ( % ) REALISASI 2014 PENDAPATAN , ,44 72,89% PENDAPATAN ASLI DAERAH , ,16 71,33% Pendapatan Pajak Daerah , ,54 68,92% Retribusi Daerah 3.596, ,49 81,14% Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah , ,97 88,72% yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah , ,16 91,49% yang Sah DANA PERIMBANGAN , ,69 73,13% Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan , ,22 81,52% Pajak Dana Alokasi Umum , ,73 75,00% Dana Alokasi Khusus , ,74 30,00% LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH , ,59 75,35% YANG SAH Pendapatan Hibah 9.757,05 812,70 8,33% Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus , ,89 77,15% Sumber : Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Teng Realisasi Belanja APBD Realisasi belanja APBD Provinsi Sulawesi Tengah hingga triwulan III 2014 baru mencapai 60,86% atau sedikit lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan III 2013 sebesar 60,43%. Peningkatan ini lebih ditopang oleh kinerja realisasi belanja langsung 29

53 Bab 2. Keuangan Pemerintah yang meningkat hingga 9%. Pada triwulan laporan, tingkat realisasi tertinggi terjadi pada komponen belanja tidak langsung sebesar 62,52% dengan kontribusi sebesar 49,37%, sedangkan tingkat realisasi belanja langsung sebesar 59,32%. Sesuai dengan pola selama satu tahun, realisasi belanja tidak langsung lebih besar daripada belanja langsung di semester I, sedangkan di semester II justru terjadi sebaliknya. Hal ini disebabkan karena karakter proyek belanja langsung yang membutuhkan waktu lebih lama dari pelaksanaan tender hingga penyelesaian proyek, dan biasanya pembayarannya dilakukan pada akhir tahun anggaran. Realisasi dengan siklus yang berulang (besar di akhir tahun) akan berpotensi menimbulkan peningkatan permintaan barang/jasa di akhir tahun. Dengan produksi/stok/pasokan yang relatif sama maka perubahan tersebut akan meningkatkan tekanan terhadap inflasi daerah. Oleh karena itu, komitmen pemerintah daerah untuk membagi rata besaran realisasi anggaran setiap triwulan 25% harus didukung oleh SKPD pengguna anggaran. Tabel 2.2. Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Rp juta URAIAN ANGGARAN REALISASI SD TW III ( % ) REALISASI BELANJA , ,46 60,86% BELANJA TIDAK LANGSUNG , ,56 62,52% Belanja Pegawai , ,81 76,19% Belanja Hibah , ,24 74,00% Belanja Bantuan Sosial 5.000, ,50 43,13% Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan , ,48 42,96% Pemerintah Desa Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan , ,55 33,65% Pemerintahan Desa Belanja Tidak Terduga 5.000,00 833,98 16,68% BELANJA LANGSUNG , ,89 59,32% Belanja Pegawai , ,13 63,33% Belanja Barang dan Jasa , ,43 59,07% Belanja Modal , ,34 Sumber : Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 57,89% 30

54 Bab 2. Keuangan Pemerintah Grafik 2.5. Perkembangan Realisasi Belanja Daerah per Triwulan Rp miliar Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung Total Belanja Daerah I II III IV I II III Grafik 2.6. Perkembangan Tingkat Realisasi per Pos Belanja Daerah Belanja Langsung Tw III 2014 Tw III 2013 Tw III 2012 Belanja Tidak Langsung 50% 47% 59% 63% 65% 73% 0% 30% 60% 90% Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset 2.2 Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah Berdasarkan historisnya, realisasi pendapatan APBN di Sulawesi Tengah lebih tinggi sedangkan realisasi belanja sedikit dibawah target yang ditetapkan. Di tahun 2012 realisasi pendapatan mencapai 328,98% sedangkan realisasi belanja sebesar 96,08%, sementara di tahun realisasi pendapatan mencapai 117,49% sedangkan realisasi belanja 94,11%. Khusus untuk triwulan III 2014, realisasi pendapatan sebesar 70,03% atau lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja 57,09%. Realisasi pendapatan ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, namun sebaliknya terjadi pada realisasi belanja. Grafik 2.7. Realisasi Penerimaan Pajak APBN di Sulawesi Tengah Rp miliar Target Realisasi Target Realisasi 2012 Target 2013 Realisasi 2014* Pendapatan Belanja Sumber : Kanwil Dirjen Perbendaharaan Sulteng *) s.d. Tw III

55 Bab 2. Keuangan Pemerintah Pendapatan pemerintah pusat terdiri dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), serta hibah baik dalam maupun luar negeri. Total penerimaan pemerintah pusat di Sulawesi Tengah hingga akhir triwulan III-2014 sebesar Rp1.133,76 miliar didominasi oleh penerimaan pajak sebesar 80,39%. Penerimaan pajak ini didominasi oleh Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan persentase masing-masing sebesar 45,13% dan 41,34%. Selain dari sektor perpajakan, PNBP saat ini juga telah mulai diperhitungkan untuk dijadikan andalan dalam memaksimalkan penerimaan negara Grafik 2.8. Perkembangan Realisasi Pendapatan APBN di Sulawesi Tengah (triwulanan) Rp miliar 700 PENERIMAAN PERPAJAKAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK I II III IV I II III IV I II III Sumber : Kanwil Dirjen Perbendaharaan Sulteng Grafik 2.9. Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulawesi Tengah (triwulanan) Rp miliar I II III IV I II III IV I II III Sumber : Kanwil Dirjen Perbendaharaan Sulteng Belanja Pegawai Belanja Modal Transfer Dana Bagi Hasil Belanja Barang Belanja Bantuan Sosial Realisasi pos pengeluaran khusus hingga triwulan III-2014 mencapai Rp3.320,58 miliar yang didominasi oleh belanja pegawai (33,05%), belanja barang (33,01%), diikuti belanja modal (24,42%). Apabila dilihat dari segi pagu, anggaran belanja modal justru memiliki pangsa terbesar hingga 33,81%. Ke depan, kinerja realisasi belanja untuk pembangunan infrastruktur ini haru ditingkatkan mengingat historis puncak realisasi yang selalu terjadi di triwulan IV. --- o0o

56 Bab 3. Inflasi Daerah BAB 3 INFLASI DAERAH Memasuki triwulan ketiga 2014 tekanan inflasi tahunan Kota Palu cenderung menurun. Penurunan didorong oleh meredanya dampak kenaikan BBM tahun 2013, serta pemulihan ekonomi global dan nasional yang masih berlangsung. Beberapa kebijakan pemerintah pada triwulan sebelumnya, yaitu kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan pajak tembakau dan kenaikan TTL masih mempengaruhi inflasi tahunan periode berjalan. Kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau menjadi komoditas utama pergerakan inflasi tahunan pada triwulan laporan. Penguatan peran TPID dalam menjaga keterjangkauan barang dan jasa semakin ditingkatkan dengan pembentukan TPID di kabupaten/kota di wilayah Sulawesi Tengah 3.1 Perkembangan Inflasi Secara Umum di Kota Palu Memasuki triwulan III-2014, tekanan inflasi tahunan Kota Palu mulai mereda. Inflasi tahunan Kota Palu pada akhir triwulan III-2014 sebesar 5,46% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya sebesar 10,37% (yoy). Dibandingkan dengan inflasi pada periode yang sama dalam kurun 2 tahun terakhir, inflasi tahunan periode berjalan tercatat lebih rendah. Inflasi pada akhir triwulan III-2012 sebesar 6,78% (yoy) dan triwulan III-2013 sebesar 7,29% (yoy). Tekanan inflasi pada triwulan berjalan masih dipengaruhi oleh tingginya konsumsi masyarakat seiring dengan berlangsungnya momen bulan puasa dan hari raya Idul Fitri. Selain itu, kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan harga angkutan udara, serta kenaikan biaya pendidikan sekolah turut mempengaruhi inflasi periode berjalan, selain kenaikan harga barang-barang konsumsi pada umumnya. Realisasi inflasi Kota Palu lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional. Inflasi nasional pada triwulan III-2014 sebesar 4,53% (yoy). Ditinjau dari pergerakan inflasi tahunan selama Juli-September 2014, tingkat inflasi di Palu menunjukkan tren pergerakan yang sama dengan inflasi nasional. Namun demikian, inflasi tahunan Kota Palu tercatat selalu lebih tinggi dibandingkan inflasi tahunan nasional. 33

57 TUAL BULUKUMBA PALU TERNATE SORONG MERAUKE MANOKWARI WATAMPONE MAMUJU JAYAPURA PALOPO MANADO BAU-BAU GORONTALO MAKASSAR PAREPARE AMBON KENDARI Bab 3. Inflasi Daerah Grafik 3.1. Event Analysis Inflasi Tahunan Kota Palu B F 6.00 % A B C D C G H B - (2.00) (4.00) Panen A : panen raya beras B : bulan puasadan hari raya Idul Fitri Sumber: BPS (diolah) Inflasi yoy C : Hari raya Natal dan Tahun Baru D : larangan impor hortikultura E A Inflasi mtm E : impor bawang F : kenaikan harga BBM G: Curah hujan dan bencana alam H: Kenaikan tarif angkutan udara Dibandingkan dengan data nasional dan Sulampua, inflasi bulanan Kota Palu pada triwulan berjalan cenderung lebih rendah. Rata-rata inflasi bulanan Kota Palu selama Juli- September 2014 sebesar 0,44% (mtm), sedangkan nasional dan Sulampua sebesar 0,56% (mtm) dan 0,51% (mtm). Namun demikian, rata-rata inflasi bulanan Kota Palu relatif masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi bulanan nasional dan Sulampua dalam satu terakhir. Inflasi Tahunan Kota Palu tercatat menempati urutan ketiga tertinggi di antara kota inflasi se- Sulampua. Inflasi tahunan tertinggi ditempati oleh kota Tual sebesar 8,85% (yoy) dan terendah ditempati oleh kota Kendari sebesar 1,05% Ket: Grafik 3.2. Inflasi Bulanan Kota Palu, Nasional dan Sulampua Sumber: BPS (diolah) Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan Beberapa Kota di Indonesia Timur 8.85 % mtm 5 Sumber: BPS (yoy). Selain itu, dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 4,53% (yoy), terdapat Inflasi Tahunan Nasional Palu Nasional Sulampua

58 Bab 3. Inflasi Daerah 8 kota se-sulampua yang mengalami inflasi di atas inflasi nasional dan 10 kota se- Sulampua yang mengalami inflasi dibawah inflasi nasional. Inflasi inti cenderung bergerak stabil, sedangkan inflasi volatile foods dan administered price mengalami penurunan. Dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, rata-rata inflasi inti triwulan berjalan lebih rendah, sedangkan ratarata inflasi volatile foods dan administered price lebih tinggi. Pasokan komoditas bahan makanan yang relatif lebih terjaga dan meredanya dampak kenaikan BBM menjadi pendorong utama penurunan inflasi volatile foods dan administred price. Inflasi tahunan tertinggi dicapai oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Berdasarkan kelompok barang, inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau tercatat sebesar 11,33% (yoy), kemudian diikuti oleh kelompok kesehatan, dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yaitu masing-masing sebesar 6,50 % (yoy) dan 6,29% (yoy). Sebaliknya, inflasi paling rendah terjadi pada kelompok bahan makanan sebesar -0,36% (yoy). Kondisi tersebut sejalan dengan aktivitas ekonomi masyarakat yang secara periodik mengalami peningkatan konsumsi barang/makanan jadi saat Ramadhan, Idul Fitri, tahun ajaran baru dan HUT RI yang terjadi pada periode laporan. Tabel 3.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas (%) KELOMPOK KOMODITAS Sep-14 mtm qtq ytd yoy Umum Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Bahan Bakar dan Gas Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Sumber: BPS Kota Palu mengalami inflasi dua bulan pada awal triwulan berjalan dan diikuti dengan deflasi pada akhir triwulan berjalan. Inflasi pada bulan Juli sebesar 1,53% (mtm) dipengaruhi oleh tingginya permintaan masyarakat terhadap kelompok makanan jadi seiring dengan momen bulan puasa dan persiapan menjelang hari raya Idul Fitri. Selain itu, tradisi masyarakat melakukan mudik ke kampung halaman juga turut mendorong kenaikan harga angkutan udara. Inflasi angkutan udara tercatat sebesar 9,11% (mtm). Di lain pihak, biaya sekolah tercatat juga mengalami peningkatan seiring 35

59 Bab 3. Inflasi Daerah dengan dimulainya tahun ajaran sekolah yang baru. Biaya Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama tercatat sebesar naik 8,23% (mtm) dan 10,89% (mtm). Tekanan inflasi mereda saat memasuki bulan Agustus Inflasi tercatat sebesar 0,14% (mtm). Kebijakan pemerintah untuk menaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per tanggal 1 Juli 2014, serta kenaikan biaya kontrak rumah dan biaya sekolah berpengaruh terhadap pencapaian inflasi pada bulan berjalan. Inflasi tarif listrik pada bulan berjalan tercatat sebesar 4,41% (mtm), kontrak rumah 2,99% (mtm), Sekolah Menengah Atas 7,00% (mtm) dan akademi/perguruan 3,00% (mtm). Pada bulan September 2014, inflasi tercatat sebesar -0,36% (mtm) yang didorong oleh penurunan harga pada kelompok komoditas ikan segar. Penurunan harga tersebut ditengarai didorong oleh penurunan konsumsi oleh masyarakat seiring dengan minimnya event skala lokal dan nasional pada bulan berjalan. BPS mencatat kelompok ikan segar mengalami deflasi bulanan sebesar -13,09% (mtm). Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi terbesar Bulan Juli September 2014 Juli 2014 (Inflasi) Agustus 2014 (inflasi) September 2014 (deflasi) Angkutan udara Tarif listrik Selar/tude Cakalang Selar/tude Teri Kue basah Kontrak rumah Mujair Mie Mujair Bawang Merah Selar/tude Sekolah Menengah Atas Cakalang/sisik Sekolah Menengah Pertama Akademi/perguruan tinggi Kakap merah Jagung manis Susu untuk bayi Layang/benggol Ayam goreng Kembung Bandeng/bolu Sekolah dasar Sekolah Dasar Daging ayam ras Bawang merah Cabai merah Ketimun Sumber : BPS 3.2 Tekanan Inflasi Sisi Penawaran Momen bulan puasa dan hari raya Idul Fitri, serta faktor cuaca ditengarai menjadi salah satu berkurangnya pasokan ikan segar selama triwulan berjalan. Momen bulan puasa dan hari raya Idul Fitri dimanfaatkan oleh sebagian besar nelayan untuk tidak melaut selama bulan Juli 2014 yang berimplikasi pada pasokan ikan segar. Selama bulan Juli 2014, harga ikan cakalang naik Rp5.000 per kg dan ikan mas naik Rp8.000 per kg. Kenaikan harga kelompok ikan segar kembali berlanjut pada bulan Agustus Tingginya gelombang air laut hingga mencapai 5 meter pada pertengahan Agustus 2014 mengakibatkan banyak nelayan enggan melaut. Harga ikan kembung terpantau naik Rp8.000 per kg dan harga ikan tongkol naik Rp per kg selama bulan Agustus

60 Bab 3. Inflasi Daerah Hingga triwulan III-2014, beberapa kebijakan pemerintah turut mempengaruhi pencapaian inflasi. Penyesuaian atau kenaikan tarif angkutan udara penerbangan domestik pada triwulan I-2014 masih berpengaruh terhadap inflasi triwulan III-2014, terutama untuk komoditas angkutan udara. Selain itu, kebijakan lain pada triwulan I-2014 yang juga turut berpengaruh ialah kebijakan kenaikan pajak daerah tembakau yang mendorong inflasi komoditas rokok. Dari sisi kebijakan energi, per 1 Mei 2014 pemerintah mulai menyesuaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) yang rencananya akan dilakukan secara bertahap setiap 2 bulan, yaitu per 1 Juli, 1 September dan 1 November Hal tersebut berimplikasi pada kenaikan biaya listrik yang ditanggung konsumen, serta kenaikan harga barang-barang elektronik. 3.3 Tekanan Inflasi Sisi Permintaan Konsumen Palu optimis. Nilai Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada di atas 100 yang menunjukkan kecenderungan optimisme konsumen. Dibandingkan triwulan sebelumnya, optimisme konsumen atas kondisi ekonomi pada triwulan berjalan menunjukkan peningkatan. Rata-rata IKK pada triwulan III-2014 sebesar 126,83 lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2014 sebesar 117,33. Kenaikan optimisme konsumen tersebut berpotensi memperbesar tekanan inflasi dari sisi permintaan seiring dengan meningkatnya konsumsi. Hal serupa juga ditunjukkan oleh variabel pembentuk Indeks Tendensi Konsumen (ITK), yaitu kaitan inflasi dengan konsumsi makanan sehari-hari yang naik dari 110,04 pada triwulan II-2014 menjadi 112,79 pada triwulan III Ekspektasi kenaikan harga konsumen mengalami peningkatan. Konsumen berpendapat akan terjadi kenaikan harga secara umum dalam 3 bulan mendatang. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen di Kota Palu yang tercermin dari indeks net balance perkiraan harga 3 bulan mendatang dibandingkan saat ini yang bernilai di atas 100. Namun demikian, ekspektasi kenaikan harga untuk 3 bulan yang akan datang pada bulan September 2014 terlihat lebih rendah dibandingkan bulan Juni

61 Bab 3. Inflasi Daerah Grafik 3.4. Indeks Kondisi Ekonomi, Indeks Keyakinan Konsumen dan Indeks Ekspektasi Konsumen Grafik 3.5. Indeks Ekspektasi Perubahan Harga Umum Yang Akan Datang Indeks 200 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Ekspektasi Konsumen (IEK) Indeks % m.t.m Optimis Pesimis Inflasi Palu (mtm) Indeks Ekspekstasi Perubahan Harga Umum 3 bulan yad Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulawesi Tengah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulawesi Tengah 3.4 Perkembangan Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Inflasi tertinggi dialami oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 11,33% (yoy) dan terendah dialami oleh kelompok sandang sebesar -0,36% (yoy) pada triwulan III Selama periode berjalan, beberapa kelompok komoditas menunjukkan pergerakan Grafik 3.6. Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Palu Menurut Kelompok Komoditas % yoy UMUM MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU SANDANG Sumber: BPS PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA BAHAN MAKANAN PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR KESEHATAN TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN inflasi tahunan yang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, kelompok bahan makanan, serta kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya, kelompok komoditas yang menunjukkan pencapaian inflasi tahunan yang lebih rendah ialah kelompok bahan makanan, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga, serta kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Sumber: BPS Tabel 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan per Kelompok Komoditas (%) KELOMPOK KOMODITAS 2013 TW III 2014 TW III UMUM I. BAHAN MAKANAN (0.36) II. MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU III. PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR IV. SANDANG V. KESEHATAN VI. PENDIDIKAN, REKREASI, DAN OLAHRAGA VII. TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN

62 Bab 3. Inflasi Daerah Subkelompok bumbu-bumbuan menjadi komoditas utama penyumbang deflasi tahunan di Kota Palu pada triwulan berjalan. Beberapa komoditas kelompok bumbu-bumbuan yang tercatat menyumbang deflasi kelompok bahan makanan ialah bawang merah, cabai rawit, jeruk nipis dan merica. Produksi dan distribusi kelompok bumbu-bumbuan yang berjalan lancar selama triwulan III-2014 ditengarai sebagai salah satu faktor penurun harga kelompok bumbu-bumbuan. bulan Juli Perkembangan harga beberapa komoditas bahan makanan di Kota Palu selama September 2014 terekam dalam hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) sebagaimana ditunjukkan dalam grafik berikut: Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Bahan Makanan (%) KELOMPOK/SUBKELOMPOK September 2014 qtq ytd yoy Bahan Makanan Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya Daging dan Hasil-hasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan Telur, Susu dan Hasil-hasilnya Sayur-sayuran Kacang - kacangan Buah - buahan Bumbu - bumbuan Lemak dan Minyak Bahan Makanan Lalnnya Sumber: BPS Rp/kg 50,000 Grafik 3.7. Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-Bumbuan 40,000 Rp/kg Grafik 3.8. Perkembangan Harga Komoditas Ikan Segar 40,000 35,000 30,000 20,000 10,000 30,000 25,000 20,000 15,000 - M I M II M III M IV M I M II M III M IV M I M II M III M IV M V 10,000 M I M II M III M IV M I M II M III M IV M I M II M III M IV M V JUL-14 AUG-14 SEP-14 JUL-14 AUG-14 SEP-14 Sumber: Survei Pemantauan Harga KPw BI Sulteng Grafik 3.9. Perkembangan Harga Komoditas Beras Rp/kg 10,000 CABE MERAH BESAR CABE RAWIT BAWANG MERAH BAWANG PUTIH TOMAT SAYUR TOMAT BUAH Sumber: Survei Pemantauan Harga KPw BI Sulteng Grafik Perkembangan Harga Komoditas Daging dan Telur Rp/kg 100,000 IKAN BANDENG IKAN KEMBUNG IKAN MAS/LAYANG IKAN TONGKOL/CAKALANG IKAN EKOR KUNING IKAN SELAR 9,000 80,000 8,000 60,000 7,000 40,000 6,000 20,000 5,000 M I M II M III M IV M I M II M III M IV M I M II M III M IV M V JUL-14 AUG-14 SEP-14 0 M I M II M III M IV M I M II M III M IV M I M II M III M IV M V JUL-14 AUG-14 SEP-14 CIHERANG MEMBRAMO SUPERWIN CIMANDI CINTANUR Sumber: Survei Pemantauan Harga KPw BI Sulteng DAGING SAPI DAGING AYAM RAS TELUR AYAM RAS Sumber: Survei Pemantauan Harga KPw BI Sulteng Inflasi tahunan pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan laporan didominasi oleh inflasi subkelompok tembakau dan minuman beralkohol. Salah satu faktor pendorong inflasi pada subkelompok tembakau dan 39

63 Bab 3. Inflasi Daerah minuman beralkohol ialah komoditas rokok seiring dengan adanya kebijakan kenaikan pajak daerah tembakau yang dilakukan pemerintah sejak triwulan I Selain itu, penutupan beberapa pabrik rokok di Pulau Jawa ditengarai juga turut berpengaruh terhadap penurunan jumlah produksi rokok nasional sehingga harga rokok secara keseluruhan mengalami kenaikan. Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau (%) KELOMPOK/SUBKELOMPOK September 2014 qtq ytd yoy Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Makanan Jadi Minuman yang Tidak Beralkohol Tembakau dan Minuman Beralkohol Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar bergerak moderat. Salah satu faktor dominan yang mempengaruhi inflasi kelompok ini ialah kebijakan kenaikan TTL yang mulai diberlakukan per 1 Mei 2014 secara bertahap hingga 1 November 2014 menyebabkan para produsen juga melakukan penyesuaian harga secara bertahap. Kondisi tersebut tercermin dari besarnya inflasi subkelompok perlengkapan rumah tangga yang didominasi oleh kenaikan harga barang-barang elektronik. Sumber: BPS Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (%) KELOMPOK/SUBKELOMPOK September 2014 qtq ytd yoy Perumahan, alr, Listrik, Gas & Bahan Bakar Biaya Tempat Tinggal Bahan Bakar, Penerangan dan alr Perlengkapan Rumahtangga Penyelenggaraan Rumahtangga Sumber: BPS Inflasi kelompok sandang relatif terkendali. Dibandingkan triwulan sebelumnya, inflasi pada triwulan laporan tercatat lebih rendah dimana inflasi kelompok sandang pada triwulan II-2014 tercatat sebesar 3,50% (yoy), sedangkan pada triwulan III tercatat sebesar 3,38% (yoy). Kenaikan inflasi kelompok sandang pada triwulan laporan dipengaruhi oleh inflasi pada subkelompok sandang anak-anak dan subkelompok sandang laki-laki. 40

64 Bab 3. Inflasi Daerah Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Sandang (%) KELOMPOK/SUBKELOMPOK September 2014 qtq ytd yoy Sandang Sandang Laki-laki Sandang Wanita Sandang Anak-anak Barang Pribadi dan Sandang Lain Subkelompok Sumber: BPS obat-obatan mengalami laju inflasi yang paling besar dibandingkan subkelompok lainnya pada kelompok kesehatan. Dibandingkan dengan periode yang KELOMPOK/SUBKELOMPOK September 2014 qtq ytd yoy Kesehatan Jasa Kesehatan Obat-obatan Jasa Perazatan Jasmani Perawatan Jasmani dan Kosmetika sama tahun sebelumnya, inflasi kelompok kesehatan lebih tinggi, hal serupa juga terjadi pada seluruh subkelompok pada kelompok kesehatan. Inflasi tahunan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan laporan tercatat 4,43% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 6,08% (yoy). Kenaikan biaya sekolah pada triwulan berjalan, mulai dari jenjang Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi menjadi penyebab utama inflasi pada kelompok tersebut seiring dengan dimulainya tahun ajaran yang baru. Tabel 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga (%) KELOMPOK/SUBKELOMPOK September 2014 qtq ytd yoy Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Jasa Pendidikan Kursus-kursus/Pelatihan Perlengkapan/Peralatan Pendidikan Rekreasi Olahraga Sumber: BPS Sumber: BPS Kenaikan tarif angkutan udara menjadi pendorong inflasi tahunan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan periode berjalan. Kebijakan pemerintah melakukan penyesuaian tarif angkutan udara pada triwulan I-2014 masih berpengaruh cukup besar terhadap pencapaian inflasi triwulan berjalan, meskipun dampak kenaikan harga BBM pada bulan Juni 2013 sudah mereda. Kenaikan tarif ini akibat biaya operasional yang semakin membengkak seiring dengan kenaikan harga avtur dan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Tabel 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan (%) 41

65 Bab 3. Inflasi Daerah Tabel Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan (%) KELOMPOK/SUBKELOMPOK September 2014 qtq ytd yoy Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Transpor Komunikasi dan Pengiriman Sarana dan Penunjang Transpor Jasa Keuangan Sumber: BPS 3.6. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sebagai respons terhadap perkembangan inflasi Kota Palu selama tiga bulan terakhir, TPID Sulawesi Tengah dan TPID Kota Palu telah melaksanakan dua rapat teknis terkait dengan perkembangan harga terkini sekaligus persiapan menjelang bulan puasa dan hari raya Idul Fitri. Beberapa isu strategi yang dibahas pada pertemuan tersebut adalah: 1. Dalam rangka menjaga stabilitas harga pangan menjelang hari raya Idul Fitri, pemerintah daerah melalui Disperindag bekerja sama dengan Bank Indonesia menyelenggarakan pasar murah yang dilaksanakan pada tanggal Juli 2014 bertempat di lapangan Kelurahan Donggala Kodi, Kecamatan Palu Barat. 2. Untuk mengantisipasi dampak Eli-Nino, Dinas Pertanian melakukan Sekolah Lapang Iklim (SLI) kepada kelompok tani di 3 kecamatan, yakni Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala, Kecamatan Toili Kabupaten Banggai, dan Kecamatan Torue Kebupaten Parigi-Moutong. Selain itu, Dinas Pertanian juga melakukan upaya promotif Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), serta pemasaran produk-produk hasil kampung organik. 3. Sehubungan dengan rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah, POLDA berkomitmen untuk menindak tegas segala bentuk aksi penimbunan dan upaya-upaya yang dilakukan secara sengaja untuk menimbulkan kelangkaan BBM. 4. Menindaklanjuti instruksi dari Tim Pokjanas TPID, Biro Ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah sedang melakukan pengembangan aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) di Kota Palu yang direncanakan launching pada akhir tahun Sejalan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.027/1696/SJ tgl. 02 April 2013 tentang Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di Daerah, pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah telah mengamanatkan kepada seluruh kota/kabupaten di Sulawesi Tengah untuk segera melakukan tindak lanjut, minimal dengan pembentukan TPID di 42

66 Bab 3. Inflasi Daerah tingkat kota/kabupaten. Hingga akhir triwulan III-2014 telah terbentuk 6 TPID di Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu TPID Provinsi Sulawesi Tengah, TPID Kota Palu, TPID Kabupaten Banggai, TPID Kabupaten Toli-toli, TPID Kabupaten Morowali Utara dan TPID Kabupaten Morowali. ---ooo--- 43

67 Bab 4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Secara tahunan laju pertumbuhan aset perbankan di Sulawesi Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar 17,00% (yoy), diikuti dengan pertumbuhan kredit dan DPK sebesar 14,82% (yoy) dan 14,37% (yoy). Pertumbuhan aset, kredit dan DPK tersebut lebih lambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan target pertumbuhan nasional yang lebih rendah dibandingkan target tahun sebelumnya, serta pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang juga melambat. Kualitas kredit perbankan Sulawesi Tengah meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan nilai rasio NPL sebesar 2,13% pada triwulan berjalan. Rasio tersebut masih berada pada batas aman, yakni dibawah 5%. Pertumbuhan tahunan aset dan pembiayaan perbankan syariah menunjukkan tren penurunan. Pertumbuhan kredit UMKM mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi sebesar 13,70% namun diikuti dengan kenaikan rasio NPL menjadi 4,19% pada triwulan berjalan. Dampak dari pemberlakuan UU Minerba terhadap aktivitas pertambangan di Sulawesi Tengah (termasuk pertambangan rakyat), kenaikan harga beberapa komoditas utama, serta kemarau panjang yang terjadi ditengarai turut mempengaruhi kualitas kredit UMKM di Sulawesi Tengah Kinerja Perbankan di Sulawesi Tengah (Bank Umum dan BPR) Kinerja perbankan di Sulawesi Tengah pada triwulan laporan menunjukkan adanya perkembangan positif. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya pertumbuhan volume usaha, kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Volume usaha perbankan di Sulawesi Tengah tercatat sebesar Rp23,63 triliun, meningkat Rp3,43 triliun dibandingkan tahun sebelumnya. Dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya, aset perbankan Sulawesi Tengah tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan dari 18,54% (yoy) menjadi sebesar 17,00% (yoy). Pertumbuhan volume usaha (aset) terjadi seiring dengan ekspansi DPK dan kredit perbankan pada triwulan laporan. 44

68 Bab 4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Pada sisi aktiva, pertumbuhan aset didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit yang tumbuh sebesar 14,82% (yoy). Sementara pada sisi pasiva, pertumbuhan aset terutama berasal dari peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tercatat tumbuh 14,37% (yoy). Struktur DPK perbankan masih didominasi oleh tabungan yang memiliki pangsa 53,79%, diikuti giro dan deposito masing-masing 24,47% dan 21,74%. Dibandingkan posisi triwulan sebelumnya simpanan berbentuk deposito dan tabungan mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 10,42% (qtq) dan 4,04% (qtq), sementara giro mengalami penurunan pertumbuhan sebesar -5,77% (qtq). miliar rupiah 9,000 7,500 6,000 4,500 3,000 1,500 0 Grafik 4.1. Perkembangan DPK Menurut Jenis Simpanan Mar Jun Sept Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Giro Deposito Tabungan Pert. Giro Pert. Deposito Pert. Tabungan Sumber: Bank Indonesia %g (yoy) 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% miliar rupiah 21,000 18,000 15,000 12,000 9,000 6,000 3,000 0 Grafik 4.2. Perkembangan Kredit Menurut Jenis Penggunaan Mar Jun Sept Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Konsumsi Investasi Modal Kerja Pert. K.Inv Pert. K.Kons Pert. KMK Sumber: Bank Indonesia %g (yoy) Tabel 4.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Sulawesi Tengah No RINCIAN Miliar rupiah (kecuali dinyatakan dalam satuan lain) Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 1 Total Aset 15,281 16,458 17,056 17,109 18,461 19,446 20,200 20,496 21,405 23,051 23,634 Total Aset - Bank Umum 14,802 15,792 16,214 16,154 17,402 18,226 18,896 19,112 19,988 21,622 22,166 Total Aset - BPR ,060 1,220 1,304 1,384 1,416 1,429 1,468 2 Dana Pihak Ketiga 9,575 10,365 10,469 10,307 10,798 11,276 11,711 11,663 12,266 13,041 13,395 DPK - Bank Umum 9,338 10,064 10,177 10,022 10,442 10,924 11,364 11,330 11,877 12,676 13,027 DPK - BPR Kredit yang diberikan 11,761 12,697 13,515 14,542 15,274 16,512 17,280 17,888 18,396 19,287 19,841 Kredit - Bank Umum 11,378 12,145 12,799 13,731 14,321 15,452 16,145 16,693 17,159 18,018 18,545 Kredit - BPR ,060 1,135 1,195 1,237 1,270 1,295 4 Loan to Deposit Ratio (LDR) 123% 122% 129% 141% 141% 146% 148% 153% 150% 148% 148% LDR - Bank Umum 122% 121% 126% 137% 137% 141% 142% 147% 144% 142% 142% LDR - BPR 161% 183% 246% 285% 267% 301% 327% 359% 318% 348% 352% 5 Non Performing Loan (NPL) 2.59% 2.22% 2.09% 1.69% 1.96% 1.92% 2.12% 1.88% 2.05% 2.05% 2.13% NPL - Bank Umum 2.61% 2.26% 2.14% 1.74% 2.02% 1.98% 2.20% 1.95% 2.12% 2.11% 2.20% NPL - BPR 1.82% 1.25% 1.12% 0.81% 1.02% 1.05% 1.05% 1.02% 1.12% 1.21% 1.25% Sumber: Bank Indonesia 45

69 Bab 4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Jumlah DPK pada akhir September 2014 tercatat sebesar Rp13,39 triliun, sementara penyaluran kredit tercatat Rp19,84 triliun, sehingga rasio penyaluran kredit terhadap penghimpunan dana (LDR) perbankan Sulawesi Tengah tercatat sebesar 148,12% naik dibandingkan posisi tahun sebelumnya sebesar 147,90%. Peningkatan LDR terjadi seiring dengan pertumbuhan kredit yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan dana yang dihimpun. Pertumbuhan kredit dalam 1 tahun terakhir sebesar 14,82% (yoy) diikuti oleh kenaikan rasio NPL. Rasio NPL-gross pada akhir September 2014 tercatat sebesar 2,13% atau sedikit lebih tinggi dari posisi September 2013 yang tercatat sebesar 2,12%. Dibandingkan triwulan sebelumnya, rasio NPL triwulan laporan menunjukkan adanya kenaikan, yaitu dari sebesar 2,05% pada triwulan sebelumnya menjadi 2,13% pada triwulan berjalan. Namun demikian, rasio NPL tersebut masih dalam batas aman, yakni dibawah 5%. Kenaikan rasio NPL terjadi, baik pada Bank Umum maupun BPR. NPL Bank Umum pada triwulan II-2014 sebesar 2,11% naik menjadi 2,20% pada triwulan laporan, sedangkan NPL BPR pada triwulan II-2014 sebesar 1,20% naikl menjadi 1,25% pada triwulan laporan Intermediasi Bank Umum Tabel 4.2. Perkembangan Indikator Kinerja Bank Umum Provinsi Sulawesi Tengah Miliar rupiah (kecuali dinyatakan dalam satuan lain) Keterangan I II III IV I II III IV I II III Total Aset 14,802 15,792 16,214 16,154 17,402 18,226 18,896 19,112 19,988 21,622 22,166 Dana Pihak Ketiga 9,338 10,064 10,177 10,022 10,442 10,924 11,364 11,330 11,877 12,676 13,027 Giro 2,519 2,588 2,621 1,724 2,851 2,917 2,906 1,737 2,796 3,478 3,278 Deposito 1,932 1,809 1,811 1,720 1,731 1,809 1,840 1,920 2,159 2,335 2,604 Tabungan 4,887 5,666 5,745 6,579 5,860 6,198 6,618 7,673 6,922 6,863 7,146 Kredit (Jenis Penggunaan) 11,378 12,145 12,799 13,731 14,321 15,452 16,145 16,693 17,159 18,018 18,545 Modal Kerja 4,797 5,326 4,915 5,123 5,215 5,471 5,599 5,748 5,798 6,079 6,169 Investasi 986 1,104 1,133 1,350 1,429 1,735 1,810 1,970 2,064 2,142 2,155 Konsumsi 5,595 5,715 6,751 7,258 7,678 8,246 8,737 8,975 9,298 9,796 10,221 LDR (%) NPL NPL Gross 2.61% 2.26% 2.15% 1.74% 2.02% 1.98% 2.20% 1.95% 2.12% 2.11% 2.20% Sumber: Bank Indonesia Fungsi intermediasi Bank Umum di Sulawesi Tengah tumbuh cukup baik dengan risiko kredit yang masih terkendali, tercermin dari beberapa indikator kinerja perbankan 46

70 Bab 4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan seperti aset, penyaluran kredit dan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tetap mengalami pertumbuhan. Jumlah DPK yang dihimpun Bank Umum sampai dengan triwulan laporan mencapai Rp13,03 triliun, sedangkan kredit yang disalurkan sebesar Rp18,55 triliun, sehingga Rasio Loan to Deposits (LDR) mencapai 142,364%. Kondisi ini mencerminkan bahwa kredit yang disalurkan oleh perbankan di Sulawesi Tengah tidak hanya menggunakan DPK yang dihimpun dari masyarakat saja, tetapi juga menggunakan pinjaman antar bank, baik dalam wilayah Sulawesi Tengah maupun di luar wilayah Sulawesi Tengah. Kondisi tersebut menjadi salah satu indikasi potensi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah ke depan Penghimpunan Dana Masyarakat Bank Umum Pada triwulan laporan jumlah DPK Bank Umum tumbuh sebesar 14,64% (yoy) atau 2,77% (qtq). Pertumbuhan jumlah DPK triwulan laporan lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 16,04% (yoy). Secara tahunan, peningkatan DPK bersumber dari meningkatnya simpanan dalam bentuk deposito sebesar 41,47% (yoy), giro sebesar 12,79% (yoy) dan tabungan sebesar 7,98% (yoy). Hingga September 2014, DPK milik pemerintah daerah yang disimpan di perbankan Sulawesi Tengah tercatat sebesar Rp2,51 triliun atau sebesar 18,78% dari total DPK pada perbankan Sulawesi Tengah. Angka tersebut meningkat 17,01% dari posisi tahun sebelumnya. Pada saat yang sama DPK milik perseorangan tercatat tumbuh 13,02% (yoy) menjadi Rp9,27 triliun dan DPK milik perusahaan swasta tumbuh 16,98% (yoy) menjadi Rp699 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan ekonomi daerah serta meningkatnya biaya hidup turut berdampak pada perlambatan pertumbuhan DPK. Rp miliar 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 Grafik 4.3. Perkembangan DPK Bank Umum Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep % 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% % (yoy) Giro Deposito Tabungan Pert. Giro Pert. Deposito Pert.Tabungan Sumber: Bank Indonesia Grafik 4.4. Pangsa DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Giro Deposito Tabungan Sumber: Bank Indonesia 47

71 Poso Banggai Toli-Toli Banggai Kep. Morowali Buol Parigi Moutong Palu, Donggala, Sigi, Touna Sulteng Bab 4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Berdasarkan data akhir September 2014, jumlah rekening simpanan pada Bank Umum sebanyak rekening, atau meningkat rekening dari tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Sulawesi Tengah berdasarkan data BPS dalam Statistik Kependudukan Sulawesi Tengah sebanyak 2,79 juta orang, maka rasio jumlah masyarakat menabung sebesar 50,77%. Dengan perbandingan sederhana, kita dapat memperoleh informasi bahwa setengah jumlah penduduk Sulawesi Tengah sudah memiliki tabungan pada Bank Umum. Secara nasional berdasarkan data World Bank bahwa pada tahun 2011, hanya 20% penduduk Indonesia di atas 15 tahun yang tercatat memiliki rekening di institusi keuangan formal. Grafik 4.5. Rasio Rekening Simpanan Pada Bank Umum Terhadap Jumlah Penduduk 100% 90% 80% 60% 52% 67% 66% 48% 40% 20% 13% 19% 16% 30% 0% Sumber: Bank Indonesia Penyaluran Kredit Bank Umum Sampai dengan akhir September 2014, jumlah kredit yang disalurkan oleh Bank Umum mencapai Rp18,55 triliun. Jumlah tersebut tumbuh 14,87% (yoy) atau sebesar 2,93% (qtq). Pada triwulan laporan kredit konsumsi masih tumbuh 16,99% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 18,80% (yoy). Namun demikian, penurunan pertumbuhan tersebut justru diikuti dengan kenaikan pangsa kredit konsumsi dari 54,37% pada triwulan sebelumnya menjadi 55,11%. Demikian halnya kredit modal kerja yang tumbuh melambat dari 11,11% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 10,18% (yoy) pada triwulan berjalan dan memiliki pangsa sebesar 33,26% pada triwulan laporan. Sementara itu, pertumbuhan tertinggi dicatat oleh kredit investasi yang tumbuh 19,11% (yoy) dengan pangsa kredit sebesar 11,62%. 48

72 Bab 4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Dalam rangka mendorong penyaluran kredit produktif khususnya kepada UMKM, Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No.14/22/PBI/2012 yang mengharuskan perbankan untuk menyalurkan minimal 20% dari total kreditnya pada sektor UMKM pada tahun Tahapan implementasi ketentuan tersebut telah dimulai sejak tahun 2013 dimana Bank wajib memenuhi target penyaluran kredit kepada UMKM sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Bisnis masing-masing bank. Kualitas kredit Bank Umum pada periode laporan mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, tercermin dari meningkatnya kredit non lancar (Non Performing Loans) dari 2,11% pada triwulan sebelumnya menjadi 2,20% pada triwulan laporan. Rasio NPL tersebut masih tergolong baik dibandingkan batas aman nasional sebesar 5%. Kenaikan NPL gross tersebut disumbang oleh kenaikan rasio NPL Bank swasta nasional, yaitu dari 3,03% pada triwulan sebelumnya menjadi 3,84%. Grafik 4.6. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan juta rupiah 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 0 Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Modal Kerja Investasi Konsumsi Pert Modal Kerja Pert Investasi Pert Konsumsi Sumber: Bank Indonesia %g (yoy) 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Grafik 4.7. Pangsa Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep K.Modal Kerja K.Investasi K.Konsumsi Berdasarkan penggunaan kredit, NPL tertinggi terjadi pada kredit modal kerja dengan rasio sebesar 4,04%, diikuti dengan kredit investasi dan kredit konsumsi dengan rasio NPL masing-masing sebesar 3,15% dan 0,88%. Secara umum, rasio NPL pada masing-masing jenis kredit tersebut mengalami kenaikan. Sumber: Bank Indonesia Secara sektoral, pangsa kredit yang diberikan Bank Umum masih didominasi oleh sektor penerima kredit bukan lapangan usaha (kredit konsumtif) yaitu sebesar Rp10,24 triliun atau sebesar 55,22% dari total kredit yang diberikan, diikuti sektor perdagangan besar dan eceran sebesar Rp5,27 triliun atau 28,39%. Tingginya kredit sektor perdagangan pada umumnya tersalurkan untuk sub sektor perdagangan eceran yang semakin berkembang. Sementara itu, kredit sektor pertanian, perburuan dan kehutanan tercatat sebesar Rp878 miliar atau memiliki share sebesar 4,73%, meningkat dari share 49

73 Bab 4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan pada triwulan II-2014 sebesar 4,68%. Kenaikan pangsa kredit pertanian tersebut tidak terlepas dari pertumbuhan kredit sektor tersebut yang mencapai 35,53% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit pada sektor perikanan tercatat sebesar Rp68 miliar dengan porsi 0,37%. Tabel 4.3. Perkembangan Kredit Bank Umum Per Sektor Keterangan Miliar rupiah Tw1 Tw2 Tw3 Tw4 Tw1 Tw2 Tw3 Kredit-Sektor Ekonomi 14,321 15,452 16,145 16,693 17,159 18,018 18,545 Pertanian, Perburuan dan Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran 4,084 4,699 4,743 4,874 4,971 5,234 5,265 Penyediaan Akomodasi dan Penyed. Makan Minum Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi Perantara Keuangan Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jamsos Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga Kegiatan yang belum jelas batasannya Penerima Kredit bukan Lapangan Usaha 7,678 8,246 8,737 8,975 9,298 9,796 10,242 Sumber: Bank Indonesia Grafik 4.8. Perkembangan Kredit Properti miliar rupiah %g (yoy) 2, % 160% 2, % 120% 1, % 80% 1,000 60% 40% 20% 500 0% -20% 0-40% Mar-12 Jun-12 Sep-12 Dec-12 Mar-13 Jun-13 Sep-13 Dec-13 Mar-14 Jun-14 Sep-14 KPR Kredit Ruko Growth KPR Growth Kredit Ruko Sumber: Bank Indonesia Grafik 4.9. Perkembangan Kredit KPR Berdasarkan Tipe miliar rupiah 1,400 1,200 1, %g (yoy) 600% 500% 400% 300% 200% 100% -100% 0-200% Mar-12 Jun-12 Sep-12 Dec-12 Mar-13 Jun-13 Sep-13 Dec-13 Mar-14 Jun-14 Sep-14 KPR s.d. Tipe 21 KPR Tipe 22 s.d. 70 KPR Tipe > 70 Pert. KPR s.d. Tipe 21 Pert. KPR Tipe 22 s.d. 70 Pert. KPR Tipe > 70 Sumber: Bank Indonesia 0% Pasar properti di Sulawesi Tengah yang berkembang cepat mendorong pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Ruko. Pada triwulan III-2014, kredit KPR mencapai Rp1,73 triliun atau tumbuh melambat 2,12% (yoy) dan 50

74 Poso Banggai Toli-Toli Banggai Kep. Morowali Buol Parigi Moutong Palu, Donggala, Sigi, Touna Sulteng Bab 4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Kredit Pemilikan Ruko mencapai Rp247 miliar atau tumbuh melambat 4,41% (yoy). Berdasarkan tipe KPR, KPR tipe s.d. 21 berkembang paling cepat dengan tingkat pertumbuhan mencapai 48,41% (yoy) atau mencapai Rp512 miliar. Di lain pihak, share kredit KPR terbesar ialah KPR tipe 22 s.d. 70 dengan nilai kredit sebesar Rp951 miliar yang mengalami penurunan -8,91% (yoy). Sedangkan nilai KPR tipe > 70 mencapai Rp271 miliar atau turun -12,32% (yoy). Untuk mengantisipasi terjadinya buble di sektor kredit properti, Bank Indonesia menerbitkan Surat Edaran BI No.15/40/DKMP tahun 2013 terkait pembayaran uang muka pembelian properti. Grafik Rasio Rekening Kredit Pada Bank Umum Terhadap Jumlah Penduduk 20% 19% 16% 12% 8% 8% 11% 6% 12% 8.96% 4% 0% 1% 3% 1% Sumber: Bank Indonesia Jumlah rekening kredit di bank umum se-sulawesi Tengah sebanyak rekening, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak rekening. Adapun rasio rekening kredit terhadap jumlah penduduk Sulteng sebesar 8,96%. Artinya secara sederhana baru 1 dari 12 orang dari jumlah penduduk Sulawesi Tengah yang telah memiliki akses kredit ke lembaga perbankan. Faktor geografis dan infrastruktur jaringan kantor bank yang terbatas menjadi salah satu kendala bagi masyarakat untuk menggunakan layanan perbankan. Di sisi lain terbatasnya kuantitas SDM perbankan yang memiliki kapabilitas untuk melakukan analisis kredit produktif menjadi faktor penghambat berkembangnya kredit produktif. 51

75 Bab 4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan 4.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Hingga akhir triwulan laporan jumlah BPR di Sulawesi Tengah tercatat berjumlah 9 BPR dengan jumlah aset sebesar Rp1,47 triliun atau memiliki pangsa sebesar 6,21% terhadap total aset perbankan Sulawesi Tengah. Beberapa indikator kinerja BPR lainnya juga menunjukkan perbaikan dari kondisi sebelumnya. Secara tahunan aset BPR se Sulawesi Tengah tumbuh 12,59% (yoy). Pertumbuhan aset tersebut didorong oleh pertumbuhan kredit sebesar 14,10% (yoy) dan DPK sebesar 5,83%. Jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun BPR pada triwulan laporan adalah sebesar Rp368 miliar atau naik 5,83% dalam satu tahun terakhir. Komposisi dana pihak ketiga tersebut masih didominasi oleh simpanan berbiaya tinggi (deposito) dengan pangsa sebesar 83,95%, sementara simpanan dalam bentuk tabungan memiliki pangsa 16,05%. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa sebagian besar masyarakat memilih BPR sebagai tempat untuk menyimpan dana karena bersedia memberikan imbal jasa yang lebih menarik dari Bank Umum. Pada sisi aktiva, jumlah kredit yang disalurkan BPR juga mengalami pertumbuhan positif. Pada periode laporan total kredit yang diberikan adalah sebesar Rp1,29 triliun, tumbuh 14,10% (yoy). Pertumbuhan kredit pada triwulan laporan didorong oleh pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 21,92% (yoy) dengan pangsa terbesar, yaitu 94,37%. Sementara itu, kredit investasi memiliki pangsa hingga 0,24% tercatat turun -90,10% (yoy) dan kredit modal kerja dengan pangsa 5,39% mengalami penurunan -30,84% (yoy). Grafik Perkembangan Aset BPR di Sulawesi Tengah juta rupiah %g (yoy) 1,600, % 1,400, % 1,200, % 1,000,000 80% 800,000 60% 600, ,000 40% 200,000 20% - 0% Mar Jun Sept Des Mar Jun Sep Des Mar Juni Sep 2012 ASET 2013 Pert. Aset 2014 Sumber: Bank Indonesia 52

76 Bab 4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Kualitas kredit BPR pada akhir triwulan laporan tercatat mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPLs)-gross yang meningkat dari 1,21% pada triwulan II-2014 menjadi sebesar 1,25% pada triwulan III Berdasarkan kredit menurut jenis penggunaan, NPL tertinggi terjadi pada kredit modal kerja dengan NPL sebesar 7,09% diikuti kredit investasi dan kredit konsumsi masing-masing sebesar 1,47% dan 0,91%. Berdasarkan jenis penggunaan, kredit yang diberikan dialokasikan untuk kredit konsumsi sebesar Rp1.222 miliar dengan pangsa 94,37%, kredit modal kerja sebesar Rp69,79 miliar dengan pangsa 5,39% dan kredit investasi sebesar Rp3,14 miliar dengan pangsa 0,24% dari total kredit yang diberikan. Hal ini menunjukkan sebagian besar kredit BPR lebih banyak disalurkan ke sektor non produktif dibandingkan sektor produktif. Grafik Perkembangan DPK BPR Menurut Jenis Simpanan 375, , , ,000 75,000 juta rupiah - Mar Jun Sept Des Mar Jun Sep Des Mar Juni Sep %g (yoy) 200% Deposito Tabungan Pert.Deposito Pert.Tabungan Sumber: Bank Indonesia 100% 0% -100% Grafik Perkembangan Kredit BPR Menurut Jenis Penggunaan 1,400,000 1,200,000 1,000, , , , ,000 juta rupiah - Mar Jun Sept Des Mar Jun Sep Des Mar Juni Modal Kerja Investasi Konsumsi %g (yoy) 1000% Pert. Modal Kerja Pert.Investasi Pert.Konsumsi Sumber: Bank Indonesia 800% 600% 400% 200% 0% -200% Dalam hal menjalankan fungsi intermediasi, BPR di Sulawesi Tengah memiliki kinerja yang cukup baik, tercermin dari rasio Loan to Deposits (LDR) yang di atas 100%. LDR BPR pada periode laporan tercatat 352,39%. Tingginya LDR BPR dipicu oleh ekspansi kredit yang lebih besar dibandingkan dengan kemampuan BPR dalam menghimpun Dana Pihak Ketiga dari masyarakat. Kondisi ini sekaligus menjelaskan bahwa untuk mendukung kegiatan ekspansi kredit, BPR lebih banyak bertumpu pada sumber pembiayaan lain selain DPK seperti pinjaman antar bank melalui skema linkage programme (channelling dan executing) maupun dana lainnya. Berdasarkan data sebaran kantor BPR, terlihat bahwa keberadaan BPR di Sulawesi Tengah belum tersebar merata di seluruh wilayah Kabupaten. Lokasi bank sebagian besar terbesar di 4 lokasi, yaitu Kabupaten Parigi Moutong, Kota Palu, Kabupaten Banggai dan 53

77 Bab 4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Kabupaten Poso. Konsentrasi lokasi bank pada beberapa wilayah tertentu menyebabkan akses masyarakat terhadap jasa perbankan menjadi terbatas. Tabel 4.4. Jumlah Kantor Pusat dan Cabang BPR di Sulawesi Tengah (belum termasuk daerah pemekaran) Provinsi Sulawesi Tengah Kantor Pusat Cabang Jumlah 1. Kab. Banggai Kepulauan Kab. Buol Kab. Donggala Kab. Morowali Kab. Parigi Moutong Kab. Banggai Kab. Poso Kab. Tojo Una-Una Kab. Toli-Toli Kota Palu 4 4 Total Sumber: Bank Indonesia 4.4. Kinerja Bank Umum Syariah Pada triwulan laporan kinerja perbankan syariah mengalami penurunan. Aset perbankan syariah pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp985 miliar atau turun sebesar -5,33% (yoy). Di sisi pasiva, dalam satu tahun terakhir DPK perbankan syariah tumbuh sebesar 11,61% (yoy) dari Rp602 miliar menjadi Rp672 miliar. Peningkatan jumlah DPK pada triwulan laporan terutama dipengaruhi adanya peningkatan giro yang tumbuh sebesar 78,35% (yoy), yaitu dari Rp49 miliar menjadi Rp62 miliar. Hal yang serupa juga dialami oleh tabungan dan deposito yang masing-masing tumbuh sebesar 5,11% (yoy) dan 13,79% (yoy). Dari sisi strukturnya, DPK perbankan syariah didominasi oleh simpanan dalam bentuk tabungan dengan kontribusi sebesar 64%, diikuti deposito dan giro dengan pangsa sebesar 27% dan 9%. Berlawanan arah dengan pertumbuhan DPK, jumlah pembiayaan perbankan syariah justru mengalami penurunan. Pada triwulan laporan pembiayaan perbankan syariah turun sebesar -2,72% (yoy), yaitu dari sebesar Rp969 miliar menjadi sebesar Rp943 miliar. Penurunan pembiayaan pada triwulan laporan didorong oleh penurunan pembiayaan modal kerja sebanyak -17,01% (yoy), yaitu dari sebesar Rp239 miliar menjadi sebsar Rp198 miliar, serta pembiayaan investasi yang turun sebesar -6,06% (yoy) menjadi Rp86 miliar. Di lain pihak, terjadi kenaikan jumlah pembiayaan konsumsi sebesar Rp20 54

78 Bab 4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan miliar atau tumbuh 3,11,% (yoy) menjadi sebesar Rp658 miliar. Berdasarkan data di atas, Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah di Sulawesi Tengah pada periode laporan tercatat 140,17% lebih rendah dari periode sebelumnya 160,83%. Perkembangan ini sejalan dengan penyempurnaan kebijakan GWM LDR yang dikeluarkan Bank Indonesia untuk menjaga likuiditas perbankan (termasuk perbankan syariah). Grafik Perkembangan Aset Bank Syariah di Sulawesi Tengah miliar rupiah %g (yoy) 1,200 70% 1,000 60% 50% % % % 10% 200 0% - -10% Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep ASET Pert. Aset Sumber: Bank Indonesia Grafik Perkembangan DPK Bank Syariah Menurut Jenis Simpanan miliar rupiah Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Giro Deposito Tabungan Pert. Giro Pert.Deposito Pert.Tabungan Sumber: Bank Indonesia %g (yoy) 200% 100% 0% -100% Grafik Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah Menurut Jenis Penggunaan miliar rupiah %g (yoy) % % % % 60% % % 200 0% % 0-40% Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Modal Kerja Investasi Konsumsi Pert. Modal Kerja Pert.Investasi Pert.Konsumsi Sumber: Bank Indonesia Jumlah bank syariah di Provinsi Sulawesi Tengah sampai dengan triwulan laporan sebanyak 5 (lima) Bank Umum syariah sementara belum terdapat BPR Syariah di Sulawesi Tengah. Jumlah rekening simpanan pada perbankan syariah di Sulawesi Tengah pada triwulan III-2014 tercatat sebanyak rekening atau meningkat 910 rekening 55

79 Bab 4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai rekening, sementara jumlah rekening pembiayaan tercatat sebanyak rekening atau berkurang 333 rekening dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai rekening Kredit UMKM Penyaluran kredit untuk UMKM oleh perbankan di Sulawesi Tengah pada triwulan laporan tercatat meningkat sebesar Rp826 miliar dibandingkan triwulan III-2014 atau tumbuh 13,70% (yoy), yaitu dari sebesar Rp6,03 triliun pada triwulan III-2014 menjadi sebesar Rp6,86 triliun pada triwulan laporan. Penyaluran kredit kepada UMKM masih didominasi oleh kelompok Bank Umum dengan pangsa 99,02%, sementara BPR hanya memberikan kontribusi sebesar 0,98%. Dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan oleh Bank Umum, penyaluran kredit kepada UMKM oleh Bank Umum tercatat mencapai 36,61%. Dari jumlah kredit kepada UMKM tersebut, pangsa kredit untuk kelompok mikro, kecil dan menengah masing-masing adalah sebesar 25,81%; 35,83%; dan 38,37%. Dilihat dari kualitasnya, jumlah kredit UMKM oleh Bank Umum di Sulawesi Tengah pada triwulan berjalan yang tergolong non-lancar sebesar Rp282 miliar atau 4,16% dari total kredit UMKM atau setara dengan 1,52% dari total kredit Bank Umum. Berdasarkan lokasi proyek, tingkat NPL kredit untuk kelompok UMKM tertinggi tercatat di Kabupaten Sigi yakni sebesar 9,06% dan terendah di Kabupaten Banggai sebesar 3,07%. Banjir yang terjadi di beberapa wilayah di Kabupaten Sigi (Dolo dan Palolo) ditengarai memberikan andil terhadap kinerja UMKM dan kemampuan pengembalian kredit perbankan. Per akhir triwulan III-2014, jumlah kredit yang disalurkan oleh BPR pada kelompok UMKM tercatat sebesar Rp67 miliar. Jumlah tersebut menurun -8,43% (yoy) dari jumlah kredit UMKM pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan laporan rasio NPL kredit UMKM yang disalurkan oleh BPR tercatat sebesar 7,23% atau 0,37% dari total kredit yang disalurkan oleh BPR. Sementara itu, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk pelaku usaha di Sulawesi Tengah berdasarkan lokasi bank pelapor sampai dengan triwulan laporan berjumlah Rp674 miliar, atau turun -1,18% dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah tersebut disalurkan melalui 50,59 ribu rekening dengan realisasi paling banyak dilakukan oleh perbankan yang berada di wilayah Kota Palu sebesar Rp261 miliar atau 38,7% dari 56

80 Bab 4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan total realisasi KUR di Sulawesi Tengah. Sektor ekonomi yang paling banyak menyerap KUR adalah sektor perdagangan besar dan eceran dengan porsi mencapai 58,49%, diikuti sektor Pertanian, Perburuan dan Kehutanan dengan porsi 22,95%. Tabel 4.5 Realisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Di Sulawesi Tengah Berdasarkan Sektor Ekonomi SEKTOR EKONOMI JUMLAH REKENING OUTSTANDING KUR (Rp miliar) Mar-14 Jun-14 Sep-14 Mar-14 Jun-14 Sep PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN ,51 150,80 154,60 2. PERIKANAN ,26 11,60 12,68 3. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN ,71 0,69 0,84 4. INDUSTRI PENGOLAHAN ,55 23,68 22,49 5. LISTRIK, GAS DAN AIR ,25 0,24 0,21 6. KONSTRUKSI ,12 15,04 10,46 7. PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN ,07 405,36 393,97 8. PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM ,33 12,64 13,30 9. TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI ,63 4,51 4, PERANTARA KEUANGAN ,58 2,47 2, REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN ,91 6,24 5, ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB ,09 0,31 0, JASA PENDIDIKAN ,02 1,22 1, JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL ,45 1,55 2, JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA ,19 33,90 36, JASA PERORANGAN YANG MELAYANI RUMAH TANGGA ,04 5,85 6, BADAN INTERNASIONAL DAN BADAN EKSTRA INTERNASIONAL LAINNYA KEGIATAN YANG BELUM JELAS BATASANNYA ,90 5,47 5, PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA TOTAL ,63 681,57 673,54 Sumber : Bank Indonesia Dilihat dari lokasi proyek, sebagian besar penyaluran KUR berada di Kota Palu yaitu sebesar Rp163 miliar atau 24,30% dari total penyaluran KUR di Sulawesi Tengah dan didominasi oleh debitur pada sektor perdagangan yang biasanya berkembang lebih pesat di kawasan perkotaan. Sementara KUR sektor pertanian paling banyak disalurkan kepada debitur di Kabupaten Banggai dengan nilai penyaluran sebesar Rp30,87 miliar yang didominasi KUR untuk pertanian tanaman padi. Dari segi kualitas, kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) gross KUR di Sulawesi Tengah tercatat sebesar 3,28% 57

81 Bab 4. Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan atau turun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,89%. Adapun NPL KUR yang disalurkan oleh perbankan Sulawesi Tengah pada sektor perdagangan dan sektor pertanian masing-masing tercatat sebesar 3,68% dan 1,90%. Grafik Perkembangan Kredit Mikro, Kecil dan Menengah Bank Umum juta rupiah 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000, ,000 0 Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep %g (yoy) 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% K.Mikro K.Kecil K.Menengah K.Mikro K.Kecil K.Menengah Sumber: Bank Indonesia Penyaluran KUR sebesar 3,63% dari total kredit Bank Umum pada periode berjalan. Akselerasi penyaluran KUR guna penguatan permodalan UMKM dan pengembangan ekonomi kerakyatan dapat dipercepat, misalnya dengan adanya Lembaga Penjamin Kredit Daerah (LPKD). Keberadaan lembaga tersebut di Sulawesi Tengah sejatinya sudah mendapat legalitas melalui Perda No. 11 tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin kredit di Provinsi Sulawesi Tengah. Hanya saja hingga saat ini keberadaan/peran lembaga tersebut belum bisa dirasakan oleh masyarakat. --- o0o

82 Boks 3. Perkembangan Indikator Financial Inclusion di Sulawesi Tengah Latar Belakang Keuangan inklusif (financial inclusion) merupakan upaya yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan yang bersifat harga maupun non harga, terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan. Keuangan inklusif ini merupakan strategi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta stabilitas sistem keuangan. Berdasarkan Hasil survey neraca rumah tangga BI (2012), hanya 48% dari total rumah tangga di Indonesia yang memiliki tabungan di bank, lembaga keuangan non bank dan non lembaga keuangan. Dengan kata lain terdapat 52% rumah tangga di Indonesia yang belum memiliki tabungan sama sekali. Hal ini sejalan dengan Survey World Bank (2010) yang menyatakan bahwa di Indonesia, akses terhadap jasa keuangan formal hanya tersedia bagi setengah penduduk Indonesia. 32% dari penduduk Indonesia bahkan tidak memiliki tabungan (baik di sektor formal maupun informal), dan masuk ke dalam kategori financially excluded. Untuk itu, muncul pemikiran untuk menerapkan strategi keuangan inklusif agar mampu mendorong kegiatan ekonomi kelompok masyarakat yang belum menikmati layanan keuangan, sehingga mendorong pemerataan pendapatan dan pengentasan kemiskinan. Indikator Pelayanan Jasa Keuangan Perkembangan indikator pelayanan jasa keuangan, yakni rasio jumlah kantor bank per km 2 di Sulawesi Tengah mencapai nilai 2 pada triwulan III Nilai tersebut masih sama dengan nilai pada tahun 2013 dan jika dibandingkan dengan nilai secara nasional maka kondisi di Sulawesi Tengah masih lebih rendah dari tingkat nasional yang mencapai nilai 9. Rendahnya rasio tersebut menunjukkan bahwa potensi pengembangan pelayanan jasa keuangan masih terbuka lebar terutama untuk peningkatan jumlah kantor ke depan. Indikator lainnya adalah rasio jumlah kantor bank per penduduk dewasa tahun 2014 mencapai nilai 8 pada Triwulan III2014. Angka ini mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2013 yang mencapai nilai 7. Hal ini mengindikasikan bahwa kecepatan pertumbuhan kantor bank dalam setahun terakhir sedikit lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan penduduk.

83 INDIKATOR 2013 Q Q Q Q Q Q3 Jumlah rekening - Giro Jumlah rekening - Tabungan Jumlah rekening - Deposito Jumlah rekening - DPK Nominal - Giro Nominal - Tabungan Nominal - Deposito Nominal - DPK (Rp juta) Nominal - Kredit (Rp juta) Nominal - Kredit UMKM (Rp juta) Jumlah rekening - Kredit Jumlah rekening - Kredit UMKM PDRB (Rp juta) PDRB non migas (Rp juta) PDRB per kapita (Rp juta) PDRB non migas per kapita (Rp juta) Jumlah penduduk *) Jumlah penduduk dewasa *) Luas daerah (km 2 ) Jumlah Kantor Bank Indikator Makroekonomi Total kredit/ GDP 26,85% 26,95% 26,18% 27,95% 28,16% 27,36% Total kredit/ GDP non migas 27,26% 27,37% 26,58% 28,37% 28,55% 27,73% Total simpanan/ GDP 19,11% 19,10% 17,89% 19,49% 19,97% 19,40% Total simpanan/ GDP non migas 19,40% 19,39% 18,17% 19,78% 20,25% 19,66% Indikator Pelayanan Jasa Keuangan Jumlah kantor bank per 1000 km Jumlah kantor bank per penduduk Jumlah kantor bank per penduduk dewasa Indikator Penggunaan Jasa Keuangan Jumlah rekening Kredit per 1000 penduduk Jumlah rekening simpanan per 1000 penduduk Jumlah rekening Kredit per 1000 penduduk dewasa Jumlah rekening simpanan per 1000 penduduk dewasa Indikator Penggunaan Jasa Keuangan oleh UMKM Tabel 1. Perkembangan Indikator Keuangan Inklusif Sulawesi Tengah Share rekening kredit UMKM 45,33% 46,05% 47,14% 47,82% 48,85% 49,07% Share nominal kredit UMKM 38,30% 37,19% 37,30% 37,18% 37,78% 37,02% Ket : *) Sensus Penduduk BPS, 2010 Sumber : KPwDN Provinsi Sulawesi Tengah, Diolah dari berbagai sumber. Indikator Penggunaan Jasa Keuangan Perkembangan indikator jasa keuangan secara umum mengalami perbaikan dan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Indikator rasio jumlah rekening kredit per penduduk dewasa mencapai nilai rasio 117, nilai tersebut meningkat dibandingkan dengan nilai tahun Demikian pula halnya dengan rasio jumlah rekening simpanan per penduduk yang mencapai nilai 499, meningkat signifikan dari nilai pada triwulan III2013 sebesar 442. Dalam konteks penggunaan jasa keuangan oleh UMKM, maka pangsa rekening kredit UMKM mengalami tren yang positif dari tahun ke tahun yang pada Triwulan III2014 mencatatkan pangsa sebesar 49,07%. Kondisi yang berbeda justru terjadi pada pangsa nominal kredit UMKM,

84 yakni terdapat penurunan sehingga nilai pangsa hanya mencapai 37,02%, lebih rendah dari pada triwulan sebelumnya. Singkatnya indikator-indikator keuangan yang terdiri dari indikator pelayanan, penggunaan jasa keuangan, dan penggunaan jasa keuangan oleh UMKM secara umum masih menyisakan ruang untuk perbaikan dan perluasan akses khusunya pada Provinsi Sulawesi Tengah. Banyak faktor yang melatarbelakangi mengapa masih terdapat kelompok masyarakat yang belum memiliki akses kepada perbankan atau lembaga keuangan, baik dalam bentuk tabungan maupun perolehan kredit. Beberapa diantaranya adalah jarak yang jauh dari tempat tinggal ke kantor bank, produk yang ditawarkan tidak sesuai, informasi produk yang tidak dipahami, pendapatan yang rendah, dokumen identitas yang tidak ada, dan adanya persepsi bahwa bank/lembaga keuangan bukan untuk masyarakat kecil. Dari sisi perbankan juga terdapat kendala diantaranya terkait pendirian kantor cabang dengan segmentasi kepada unbanked people membutuhkan biaya mahal, sehingga bank lebih memilih nasabah besar yang dapat memenuhi persyaratan. Berdasarkan permasalahan yang ada maka ke depan Bank Indonesia akan tetap memperkuat upaya mendorong keuangan inklusif melalui koordinasi dan kerjasama (coordination and teamwork) dengan Kemenkeu (BKF), OJK, dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) untuk berupaya menyusun strategi peningkatan akses keuangan yang komprehensif yaitu, Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), beberapa program yang dirancang adalah : 1. Program Edukasi Keuangan yang bersifat nasional, komprehensif dan berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai keuangan. 2. Meningkatkan pemanfaatan TabunganKu terkait dengan Gerakan Indonesia Menabung. 3. Mendorong akses masyarakat di remote area terhubung dengan layanan keuangan melalui implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD) untuk agen individu. 4. Pengembangan program G2P (government to person) melalui ujicoba penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sosial menggunakan Uang Elektronik. 5. Mengembangkan proyek Financial Identity Number (FIN) bertujuan untuk menyediakan database unbanked people yang dapat diakses lembaga keuangan dalam rangka mengurangi assymetric information. 6. Pemberdayaan UMKM melalui pemberian bantuan teknis, produksi dan pemasaran. BI juga meluncurkan beberapa program inisiatif, diantaranya program kewirausahaan yang bertujuan mendukung Gerakan Kewirausahaan Nasional dalam rangka penciptaan wirausaha baru melalui pendampingan yang berkesinambungan.

85 Bab 5. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG - Pertumbuhan ekonomi yang meningkat di triwulan III 2014 terkonfirmasi dengan nominal outflow dan inflow yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. - Secara non tunai, pertumbuhan tahunan (yoy) peredaran uang pada triwulan III-2014 menunjukkan adanya penurunan di sisi kliring namun mengalami peningkatan yang tinggi di sisi RTGS. 5.1 Transaksi Keuangan Secara Tunai Perkembangan Uang Kartal (Inflow/Outflow) Nominal transaksi uang tunai di Sulawesi Tengah pada triwulan laporan mengalami peningkatan di sisi inflow maupun outflow dibandingkan triwulan sebelumnya. Nominal outflow pada triwulan laporan mencapai Rp1.519,28 miliar, lebih tinggi dibandingkan inflow sebesar Rp762,11 miliar. Grafik 5.1. Perkembangan Inflow-Outflow Uang Tunai Rp miliar (500) I II III IV I II III IV I II III Inflow Outflow Net-Outflow Tingginya outflow pada triwulan laporan berkaitan dengan pembayaran gaji ke-13 PNS, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan penerima pensiun/tunjangan serta meningkatnya realisasi APBD dan APBN. Di sisi lain, peningkatan inflow dibandingkan triwulan sebelumnya ditopang oleh posisi dana Pemda di BPD yang naik berkaitan 59

86 Bab 5. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang dengan masuknya transfer dari pemerintah yaitu DAU (ditransfer tiap awal bulan),dak dan Dana Otonomi Khusus (per triwulan) serta dari sumber Pendapatan Daerah lainnya. Pertumbuhan tahunan inflow tercatat -19,83% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 9,50% (yoy). Sejalan dengan kondisi inflow, pertumbuhan outflow pada triwulan laporan juga lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi -3,10% (yoy). Apabila diperbandingkan antara angka inflow dan outflow maka akan diperoleh net-outflow selama triwulan III 2014 sebesar Rp757,17 miliar. Melalui kegiatan perkasan, KPw BI Provinsi Sulawesi Tengah juga melakukan penarikan uang lusuh sebagai wujud dari clean money policy Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan uang dalam kondisi layak edar. Pada triwulan III 2014, jumlah uang kertas yang dimusnahkan mencapai Rp219,79 miliar atau tumbuh sebesar 25,76% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 95,86% (yoy). Pada triwulan laporan, uang pecahan Rp2.000,- merupakan pecahan yang memiliki persentase paling banyak dimusnahkan, dan diikuti pecahan Rp50.000,- dan Rp5.000,-. Grafik 5.2. Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Rp miliar I II III IV I II III IV I II III Sumber : KPw BI Prov. Sulteng Inflow Pemusnahan UTLE Rasio Pemusnahan UTLE Thd Inflow % Grafik 5.3. Perkembangan Persentase Lembar Uang Yang Dimusnahkan 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III Sumber : KPw BI Prov. Sulteng Uang Palsu yang Ditemukan Jumlah temuan uang palsu di Sulawesi Tengah pada triwulan III-2014 menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Uang palsu yang ditemukan melalui laporan perbankan dan masyarakat ke KPw BI Provinsi Sulawesi Tengah sebanyak 109 lembar dengan pecahan terbanyak Rp Temuan uang palsu tersebut tidak termasuk uang palsu yang ditemukan oleh pihak kepolisian. Terkait dengan peredaran uang palsu, masyarakat Sulawesi Tengah perlu berhati-hati dalam bertransaksi atau melakukan kegiatan ekonominya. Pemahaman yang baik akan ciri-ciri 60

87 Bab 5. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang keaslian uang perlu diketahui oleh masyarakat. KPw Bank Indonesia provinsi Sulawesi Tengah juga secara rutin melakukan sosialisasi keaslian uang rupiah kepada berbagai kelompok masyarakat. Selain itu juga sosialisasi cara memperlakukan uang dengan baik agar ciri keaslian uang dapat mudah dikenali. Tabel 5.1 Perkembangan Uang Palsu Yang Ditemukan Pecahan Mata Uang (Nominal) Tw I Tw II Tw III Tw IV Total Tw I Tw II Tw III Rp Rp Rp Rp Jumlah Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi Aliran perkasan selama periode laporan didominasi oleh pecahan Rp2.000,- di sisi inflow dan pecahan Rp di sisi outflow. Di sisi inflow, pada triwulan III 2014, jumlah lembar uang kertas denominasi Rp2.000,- mencapai 3,08 juta lembar atau 20,99% dari total seluruh uang kertas. Sementara di sisi outflow, denominasi Rp ,- tercatat sebanyak 11,34 juta lembar atau 31,84% dari total seluruh uang kertas. Khusus untuk uang logam, pecahan Rp1.000,- mendominasi outflow dengan persentase sebesar 36,06% sedangkan inflow didominasi pecahan Rp500,- dengan persentase sebesar 49,76% dari total seluruh uang logam. Tabel 5.2. Pangsa Denominasi Uang Inflow Pecahan I II III IV I II III ,63% 15,06% 23,75% 11,20% 25,94% 15,45% 14,95% ,80% 25,14% 31,65% 21,62% 33,57% 23,84% 17,34% ,44% 6,58% 3,17% 7,02% 5,13% 6,42% 8,27% ,94% 10,89% 9,78% 14,14% 8,02% 11,92% 13,50% ,63% 15,94% 14,91% 19,49% 9,81% 16,70% 19,20% ,45% 18,41% 13,09% 19,68% 13,92% 18,87% 20,99% ,11% 7,98% 3,65% 6,85% 3,61% 6,82% 5,76% Jlh. Uang Kertas 95,39% 92,96% 95,02% 95,97% 95,98% 95,83% 17,99% ,27% 6,26% 26,81% 18,52% 18,29% 19,10% 16,24% ,63% 46,62% 36,05% 33,65% 38,82% 44,76% 49,76% ,83% 17,54% 11,05% 15,34% 6,62% 12,06% 6,17% ,97% 21,66% 17,35% 22,73% 17,54% 16,51% 9,90% 50 4,30% 7,92% 8,73% 9,66% 18,72% 7,57% 17,94% 25 0,00% 0,00% 0,00% 0,10% 0,01% 0,00% 0,00% Jlh. Uang Logam 4,61% 7,04% 4,98% 4,03% 4,02% 4,17% 82,01% Juml. UK + UL 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 61

88 Bab 5. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Tabel 5.3. Pangsa Denominasi Uang Outflow Pecahan I II III IV I II III ,28% 27,45% 27,50% 31,81% 24,41% 32,15% 31,84% ,42% 36,81% 33,40% 34,88% 27,99% 29,34% 29,27% ,32% 4,19% 1,08% 4,17% 6,37% 4,93% 4,84% ,25% 7,81% 9,86% 6,87% 8,52% 7,50% 6,59% ,80% 11,12% 13,99% 8,89% 11,82% 9,61% 10,54% ,55% 12,14% 13,91% 9,49% 15,49% 11,63% 13,33% ,39% 0,49% 0,26% 3,89% 5,39% 4,83% 3,58% Jlh. Uang Kertas 92,85% 93,56% 92,08% 94,45% 90,72% 92,83% 24,40% ,51% 32,56% 43,37% 35,54% 35,06% 33,89% 36,06% ,63% 25,31% 20,01% 22,27% 26,33% 24,55% 27,83% ,33% 19,56% 15,73% 19,94% 13,14% 17,92% 16,15% ,14% 16,68% 16,09% 18,95% 15,40% 19,13% 4,13% 50 4,38% 5,88% 4,80% 3,30% 10,07% 4,52% 15,83% 25 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% Jlh. Uang Logam 7,15% 6,44% 7,92% 5,55% 9,28% 7,17% 75,60% Juml. UK + UL 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 5.2. Transaksi Keuangan Secara Non Tunai Transaksi keuangan secara non tunai mencakup transaksi yang menggunakan BI- Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Seperti halnya daerah lain, transaksi RTGS (outgoing) lebih dominan digunakan di Provinsi Sulawesi Tengah bila dibandingkan dengan sistem kliring. Grafik 5.4. Perkembangan Transaksi Non Tunai di Sulawesi Tengah Rp miliar Sumber : Bank Indonesia Nominal RTGS Outgoing Nominal Kliring I II III IV I II III IV I II III Grafik 5.5. Pangsa Nominal Transaksi RTGS (Outgoing) dan Kliring Provinsi Sulawesi Tengah 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% I II III IV I II III IV I II III Nominal Kliring Sumber : Bank Indonesia Nominal RTGS Outgoing Pertumbuhan nominal kliring cenderung menurun sedangkan RTGS cenderung meningkat. Nominal kliring pada triwulan III 2014 tercatat sebesar Rp1.383,71 miliar atau mengalami kontraksi pertumbuhan -10,29% (yoy) dengan jumlah warkat yang dikliringkan sebanyak lembar. Ke depan transaksi non tunai oleh masyarakat ini 62

89 Bab 5. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang masih perlu lebih ditingkatkan penggunaannya. Transaksi non tunai ini mengurangi risiko tindakan kejahatan seperti perampokan, pencurian dan terhindar dari uang palsu, namun tetap ada kelemahan seperti adanya Cek/BG kosong , , , , ,00 800,00 600,00 400,00 200,00 - Grafik 5.6. Perkembangan Nominal dan Jumlah Warkat Kliring Prov. Sulawesi Tengah Rp miliar I II III IV I II III IV I II III Lembar % 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 - Grafik 5.7. Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sulawesi Tengah RRH Nominal Cek/BG Kosong (%) RRH Volume Cek/BG Kosong (%) I II III IV I II III IV I II III Sumber : Bank Indonesia Nominal Kliring Volume Kliring Sumber : Bank Indonesia Pada triwulan III 2014 peredaran cek dan bilyet giro kosong mengalami penurunan di sisi nominal namun mengalami peningkatan di sisi jumlah warkat. Cek dan Bilyet Giro (BG) kosong yang dikliringkan pada triwulan laporan tercatat sebanyak 908 lembar dengan nominal sebesar Rp30,61 miliar. Persentase rata-rata harian nominal Cek/BG yang ditolak pada triwulan III 2014 tercatat 2,21% sementara rata-rata harian volume Cek/BG yang ditolak sebesar 2,76%. Tabel 5.4. Perkembangan RTGS Provinsi Sulawesi Tengah Keterangan I II III IV I II III Nominal RTGS Ingoing (Miliar Rp) 7.787, , , , , , ,98 Nominal RTGS Outgoing (Miliar Rp) , , , , , , ,05 Net Outgoing (Miliar Rp) Pert. RTGS Ingoing (yoy) 122,80% -3,67% 37,67% 0,97% 67,17% 203,13% 118,45% Pert. RTGS Outgoing (yoy) 91,18% 14,21% 58,55% -4,50% 59,12% 148,48% 131,60% Pertumbuhan nominal transaksi pembayaran non tunai melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan III-2014 mengalami peningkatan pertumbuhan yang signifikan baik di sisi ingoing maupun outgoing dibandingkan triwulan sebelumnya. Aliran dana masuk (ingoing) melalui RTGS pada 63

90 Bab 5. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang triwulan III-2014 tercatat sebesar Rp17,91 triliun atau tumbuh 118,45% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya. Demikian halnya dengan dana keluar (outgoing) melalui RTGS pada triwulan III-2014 tercatat sebesar Rp24,27 triliun atau tumbuh sebesar 131,60%. Peningkatan transaksi melalui RTGS ini mencerminkan pertumbuhan positif kinerja subsektor bank di Sulawesi Tengah. --- o0o

91 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Meningkatnya kinerja perekonomian Sulawesi Tengah terkonfirmasi oleh peningkatan jumlah penduduk yang bekerja dan penurunan jumlah pengangguran. Angka kemiskinan Provinsi Sulawesi Tengah menurun ke level 13,93% namun masih berada di atas nasional 11,47%. Tingkat UMP pada tahun 2015 ditetapkan sebesar Rp ,- meningkat 20% dari tahun sebelumnya 6.1. Ketenagakerjaan Dari data ketenagakerjaan terakhir yang dikeluarkan oleh BPS, menunjukkan bahwa kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah secara umum mengalami peningkatan dibandingkan satu tahun sebelumnya. Jumlah angkatan kerja pada bulan Agustus 2014 tercatat sebanyak 1,34 juta orang dengan jumlah angkatan kerja yang telah bekerja mencapai 1,29 juta orang. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) meningkat menjadi 66,76%. Jumlah penganggur pada Agustus 2014 mencapai orang atau berkurang sebanyak orang jika dibanding kondisi Agustus 2013 yang tercatat sebanyak orang. Kenaikan jumlah angkatan bekerja disertai dengan penurunan jumlah pengangguran menyebabkan terjadinya penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 0,51% selama periode setahun terakhir. Sumber : BPS Prov. Sulawesi Tengah Tabel 6.1. Penduduk Menurut Jenis Kegiatan Utama Jenis Kegiatan Utama Satuan 2012*) 2013*) 2014**) Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus 1. Angkatan Kerja orang Bekerja orang Pengangguran orang Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja % 74,26 65,96 71,40 65,56 71,79 66,76 3. Tingkat Pengangguran Terbuka % 3,68 3,92 2,65 4,19 2,92 3,68 4. Pekerja Tidak Penuh orang Setengah Penganggur orang Paruh Waktu orang

92 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Menurut tingkat pendidikannya, pada Agustus 2014, angkatan kerja di Sulawesi Tengah paling banyak berpendidikan SD ke bawah orang diikuti SMA sebanyak orang dan SMP sebanyak orang. Sedangkan jumlah angkatan kerja yang paling sedikit adalah berpendidikan DI/II/III sebanyak orang. TPT tertinggi di Sulawesi Tengah pada kelompok angkatan kerja dengan tingkat pendidikan SMA Kejuruan sebesar 8,90% diikuti SMA sebesar 6,40% dan Universitas sebesar 6,08 %. Di sisi lain TPT terendah justru terjadi pada tingkat pendidikan SD ke bawah dan SMP dengan TPT masing-masing sebesar 1,88% dan 2,94%. Hal ini menunjukkan bahwa masih perlunya upaya-upaya pemerintah untuk lebih meningkatkan penciptaan lapangan kerja di masyarakat. Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan yang cenderung memiliki skill pekerja lebih baik dibandingkan lulusan SMA perlu didorong untuk lebih berani dan kreatif menjadi wirausaha yang justru akan menampung para penganggur. Pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan terseier sejalan dengan pergeseran jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan kerja utama. Di sektor primer, jumlah pekerja di sektor pertanian dan pertambangan pada periode laporan mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Disamping pengurangan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan, pemberlakuan UU Minerba juga turut mempengaruhi jumlah pekerja di sektor primer. Di sisi lain, pekerja di sektor bangunan yang merupakan salah satu penopang sektor sekunder mengalami peningkatan yang cukup tinggi sebesar 0,3%. Sementara pekerja di sektor PHR dan sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan yang termasuk sektor tersier juga meningkat masing-masing sebesar 1,7% dan 1.1%. 66

93 Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Grafik 6.1. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Kerja Utama 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 16,6 18,6 18,5 19,7 1,5 1,5 1,3 3,6 1,3 3,6 4,1 3,5 15,1 14,2 15,7 15,9 4,6 5,3 6,7 5,4 5,0 5,6 5,6 4,9 3,9 1,7 2,7 1,2 47,8 49,8 46,4 47,7 Februari Agustus Februari Agustus Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan Lmbg Keuangan, Real Estate, Ush Persewaan & Js Perusahaan Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi Konstruksi Listrik, Gas dan Air Minum Industri Pertambangan dan Penggalian Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan Grafik 6.2. Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama orang *) 2013*) 2014**) Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan Pekerja Bebas di pertanian Pekerja bebas di nonpertanian Pekerja keluarga/tak dibayar Sumber : BPS Prov. Sulteng Dari tujuh kategori status pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sisanya termasuk pekerja informal. Berdasarkan identifikasi ini, maka pada Agustus 2014 sebanyak orang (33,27%) bekerja pada sektor formal dan orang (66,73%) bekerja pada sektor informal. Sesuai dengan SK Gubernur Sulawesi Tengah no. 561/566/DISNAKERTRANS- G.ST/2014 tertanggal 28 Oktober 2014 tentang Upah Minimum Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2015, tingkat UMP ditetapkan sebesar Rp /bulan. Nilai UMP 67

94 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan ini meningkat 20% dari tahun sebelumnya. SK tersebut juga menetapkan bagi usaha kecil yang mempekerjakan tenaga kerja antara 1 (satu) sampai 9 (sembilan) orang meliputi toko-toko kelontong dalam skala kecil dan usaha-usaha rumah tangga/home industry dapat menerapkan Upah Minimal sebesar Rp /bulan. 30% 20% 10% 0% Grafik 6.3. Perkembangan Tingkat UMP Sulawesi Tengah dan Inflasi Kota Palu UMP (Rupiah) g upah inflasi Rp Grafik 6.4 Perkembangan UMP dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Rp UMP (Rupiah) KHL Rasio UMP/KHL 120% 100% 80% 60% 40% 20% Sumber : Disnakertrans & BPS Sumber : Disnakertrans & BPS 0% 6.2. Kemiskinan Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS pada Juli 2014, jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah posisi Maret 2014 adalah sebanyak jiwa atau 13,93% dari seluruh penduduk Sulteng. Jumlah tersebut lebih kecil dari posisi September 2013 yang tercatat sebesar 14,32%. Dalam kurun waktu enam tahun terakhir jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulawesi Tengah terus mengalami penurunan yang mengindikasikan bahwa program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan berdampak positif terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Sulawesi Tengah. Namun demikian, meski jumlah penduduk miskin berkurang, tingkat kemiskinan di Sulawesi Tengah tercatat masih lebih tinggi dibandingkan tingkat kemiskinan secara nasional yang tercatat 11,47%. Kondisi ini menunjukkan bahwa upaya pengentasan kemiskinan yang dijalankan di Sulawesi Tengah masih perlu ditingkatkan dengan berfokus pada daerah pedesaan yang memiliki jumlah dan prosentase penduduk miskin lebih tinggi. 68

95 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tabel 6.2 Perkembangan Penduduk Miskin Di Sulawesi Tengah (Rilis September 2013) Tahun Penduduk Miskin Persentase , , , , , , , (Mar) ,93 Sumber : BPS Sulawesi Tengah, data Susenas diolah Dalam menanggulangi kemiskinan di provinsi Sulawesi Tengah, pada tahun 2014, pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Tengah akan menggulirkan Program Terpadu Pengentasan Kemiskinan Berbasis Bedah Kampung (PTPK-BBK) yang tidak semata-mata ditujukan pada pembangunan fisik, tetapi juga untuk pemberdayaan dalam bentuk peningkatan sumber daya manusia dan pemberian modal. Dalam hal ini pemda menyiapkan Rp 40 miliar yang dialokasikan pada 200 desa lokasi PTPK-BBK di lima kabupaten yaitu Parigi Moutong, Donggala, Banggai, Poso dan Tojo Una-Una. Selain itu pemerintah daerah juga melakukan penyaluran raskin ke berbagai daerah di Sulawesi Tengah. Hingga akhir September 2014, penyaluran raskin di Sulawesi Tengah telah mencapai ton dengan tingkat realisasi sebesar 100% dari rencana awal. Tabel 6.3. Penyaluran Raskin Januari-September 2014 (kg) Uraian Rencana Realisasi Realisasi(%) Palu Poso Luwuk Toli-Toli Jumlah Sumber : Bulog Divre Sulteng Berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, meski memiliki standar garis kemiskinan yang lebih rendah, jumlah penduduk miskin Sulawesi Tengah lebih banyak berada di pedesaan. Dari jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah pada tahun 2014, sebanyak jiwa (83,92%) tinggal di wilayah pedesaan, sementara penduduk miskin di wilayah perkotaan sebanyak jiwa (16,08%). 69

96 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Grafik 6.5. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Di Sulteng % ,98 14,15 18,07 13,33 16,04 12,49 Sulteng 14,94 14,32 13,93 11,66 11,37 11,25 Nasional (Mar) Sumber : BPS Prov. Sulteng Grafik 6.6. Persentase Penduduk Miskin Menurut Lokasi Tinggal di Sulteng 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 21,4% 20,26% 17,89% 10,1% 9,82% 9,46% 9,02% 2009 Sumber : BPS Prov. Sulteng ,85% 15,89% 15,27% 2012 Kota 9,45% 2013 Desa 9,77% 2014 (Mar) 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 Grafik 6.7. Indeks Kedalaman Kemiskinan % Sulteng Nasional 3,09 2,76 2,82 2,21 2,08 2,28 2,18 1,9 1,75 1,75 Grafik 6.8. Indeks Keparahan Kemiskinan Di Sulteng 2 1,5 1 0,5 % 1,37 0,68 Sulteng Nasional 0,8 0,75 0,82 0,58 0,55 0,53 0,52 0,48 0,43 0,44 0, (Mar) Sumber : BPS Prov. Sulteng Sumber : BPS Prov. Sulteng (Mar) Apabila ditinjau dari tingkat Garis Kemiskinan (GKM), maka GKM menunjukkan adanya perubahan yang berfluktuatif mengikuti tingkat inflasi. Pada bulan Maret 2014, GKM berdasarkan yang diukur oleh BPS adalah sebesar Rp per kapita/bulan. GKM tersebut mengalami kenaikan dari periode survei sebelumnya, yakni September 2013 yang tercatat sebesar Rp per kapita/bulan atau mengalami pertumbuhan sebesar 3,65% (ctc). Pertumbuhan GKM mengalami perlambatan dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 10% (ctc). Tingginya perubahan GKM periode september diakibatkan oleh peningkatan laju inflasi yang tercatat sebesar 6,5% (ctc). GKM tersebut merupakan komposisi komponen makanan sebesar 77% dan nonmakanan sebesar 33%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk menekan angka kemiskinan, pemerintah daerah perlu fokus untuk menjaga stabilitas harga, terutama barang-barang yang merupakan komoditas utama yang dikonsumsi masyarakat miskin. 70

97 * 12* 1* 2* 3* 4* 5* 6* 7* 8* 9* 99,87 102,26 105,16 101,64 101,79 103,37 100,43 104,09 100,72 97,08 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Grafik 6.9. Garis Kemiskinan dan Inflasi Grafik Perkembangan Garis Kemiskinan Provinsi Sulawesi Tengah Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Tengah, 2014 Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Tengah, Perkembangan Nilai Tukar Petani Sulteng Pada bulan September 2014, NTP Sulteng tercatat sebesar 102,26 lebih rendah dari posisi Juni 2014 sebesar 103,58. Penurunan NTP pada triwulan laporan disebabkan oleh adanya penurunan Indeks Diterima seiring dengan musim tanam padi yang berlangsung di berbagai daerah di Sulawesi Tengah Grafik NTP Sulteng Menurut Subsektor NTP Tanaman Pangan NTP Hortikultura NTP Perkebunan Rakyat NTP Peternakan NTP Perikanan NTP Sumber : BPS Prov. Sulteng *) Perubahan Tahun Dasar dari (2007=100) ke (2012=100) Indeks Grafik Perbandingan NTP Provinsi di Indonesia Timur Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Maluku Malut Papua Barat Sumber : BPS Prov. Sulteng NTP September 2014 NTP Nasional Papua Berdasarkan data NTP Sulteng menurut subsektor pada bulan September 2014, subsektor hortikultura tercatat memiliki NTP tertinggi 109,63 diikuti subsektor peternakan 109,39 dan subsektor perikanan 102,86. Seperti periode-periode sebelumnya, NTP subsektor tanaman pangan (padi, jagung dan lain-lain) secara relatif tercatat paling rendah dibandingkan subsektor lainnya dengan indeks 93. Secara sederhana dapat 71

98 Bab 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan disimpulkan bahwa petani di subsektor tanaman pangan mengalami defisit/ pendapatan tidak mencukupi untuk membayar kebutuhannya. Sementara itu dibandingkan petani di provinsi lain yang berada di pulau Sulawesi, Maluku dan Papua, petani Sulawesi Tengah tercatat memiliki NTP tertinggi keempat setelah Sulawesi Selatan, Maluku Utara dan Sulawesi Barat. Nilai NTP Sulawesi Tengah tersebut juga berada di bawah nasional sebesar 102,36. Ke depan, berbagai upaya perlu terus dilakukan untuk meningkatkan indeks yang diterima petani dan mengefisienkan indeks yang dibayar petani. Salah satu upaya untuk memperbaiki kesejahteraan petani adalah dengan meningkatkan produksi baik melalui kegiatan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian serta memperkuat kelembagaan petani sehingga dapat meningkatkan posisi tawar pada saat akan menjual produk yang dihasilkan. Di sisi lain melalui upaya peningkatan produksi pertanian diharapkan dapat menambah pasokan bahan makanan ke pasar yang pada akhirnya akan turut mengurangi tekanan inflasi di Kota Palu yang selama ini lebih banyak disebabkan oleh adanya gangguan pasokan (penurunan pasokan). Selain itu pemerintah perlu melakukan inisiasi penetapan jadwal tanam untuk menjaga kesinambungan pasokan dan stabilitas harga yang seringkali turun drastis pada saat panen. Upaya lain untuk melindungi harga jual pada saat panen adalah dengan membangun gudang penyimpanan hasil panen dan menetapkan harga dasar komoditas strategis. --- o0o

99 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan IV 2014 diperkirakan sebesar 5% - 5,5% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III-2014 sebesar 6,58% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya 6,28% (yoy). Dengan memperhitungkan kenaikan BBM sebesar Rp2.000/l, inflasi tahunan Kota Palu pada triwulan IV 2014 diperkirakan mencapai 8,4%-8,9% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan III 2014 sebesar 5,5% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,6% (yoy). Secara tahunan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Provinsi Sulawesi Tengah di tahun 2014 diperkirakan mencapai 4,4% - 4,9% (yoy), jauh melambat dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 9,38% (yoy) Prospek Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan IV-2014 diperkirakan tumbuh sebesar 5% - 5,5% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III-2014 sebesar 6,58% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya 6,28% (yoy). Secara tahunan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah di tahun 2014 diperkirakan mencapai 4,4% - 4,9% (yoy), jauh melambat dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 9,38% (yoy). Grafik 7.1. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Grafik 7.2. Perkembangan Indeks Ekonomi Saat Ini Indeks Indeks Perkiraan pendapatan rumah tangga mendatang 120 Optimis I II III IV Rencana pembelian barang-barang tahan lama Indeks Tendensi Konsumen Pesimis Sumber : BPS Prov. Sulteng Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Penghasilan saat ini Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama Ketersediaan lapangan kerja 73

100 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Perkiraan lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi triwulan IV dibandingkan triwulan III didukung Indeks Tendensi Konsumen yang dikeluarkan BPS. Indeks Tendensi Konsumen di triwulan IV 2014 diperkirakan mengalami penurunan yang ditopang oleh penurunan pada indeks perkiraan pendapatan rumah tangga mendatang. Faktor ekspektasi kebijakan kenaikan BBM yang akan dilakukan pemerintah sebelum tahun 2015 memicu terjadinya peningkatan harga berbagai barang dan jasa yang pada gilirannya dapat menurunkan pendapatan masyarakat. Konsumsi Rumah Tangga diperkirakan tumbuh positif namun dalam level terbatas. Faktor yang mendorong pertumbuhan tingkat konsumsi adalah adanya perayaan Natal dan Tahun Baru serta puncak realisasi berbagai proyek pemerintah di triwulan IV Namun disisi lain, adanya kebijakan pemerintah yang menaikkan BBM dapat berdampak pada meningkatnya harga berbagai barang dan jasa yang berpotensi mengurangi tingkat konsumsi masyarakat. Konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2014 diperkirakan tumbuh tinggi seiring dengan siklus puncak realisasi berbagai proyek APBD dan APBN. Di sektor perbankan, kebijakan moneter yang kontraktif diperkirakan memberikan perlambatan di sisi penyaluran kredit. Di triwulan III 2014, pertumbuhan kredit perbankan di Sulteng sebesar 14,82%, lebih rendah dari tw II ,81 (yoy) atau periode yang sama tahun sebelumnya 27,86% (yoy). Tren perlambatan ini diperkirakan terus berlanjut hingga akhir tahun Grafik 7.3. Perkembangan BI Rate dan Suku Bunga Kredit Bank Umum di Sulawesi Tengah % ,62 14,54 11,62 7,5 SUKU BUNGA TERTIMBANG MODAL KERJA SUKU BUNGA TERTIMBANG KONSUMSI Sumber : Bank Indonesia SUKU BUNGA TERTIMBANG INVESTASI BI Rate Kinerja ekspor pada triwulan IV 2014 diperkirakan masih mengalami kontraksi dalam. Ekspor Sulawesi Tengah yang didominasi oleh ekspor bahan tambang menghadapi tantangan berupa penerbitan Peraturan Pemerintah No. I/2014 tentang Implementasi Larangan Ekspor Mineral Mentah yang merupakan revisi PP No. 23/

101 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah dan menjadi dasar pelaksanaan UU no.4/2009 tentang mineral dan batu bara. Berdasarkan data terbaru yang dirilis BPS dan Bank Indonesia diperoleh informasi bahwa nominal ekspor tambang Provinsi Sulawesi Tengah dari bulan Januari hingga September tercatat nihil (nol). Kondisi ini diperkirakan berlanjut hingga akhir tahun 2014 akibat belum adanya penyelesaian smelter hingga akhir tahun Akibatnya selama tahun 2014 sektor pertambangan akan memberikan andil negatif pada pertumbuhan ekonomi secara agregat. Di sisi lain produksi kakao diperkirakan masih belum mengalami trend pertumbuhan positif seiring dengan menurunnya produksi kakao di berbagai daerah dan belum teratasinya permasalahan hama serta perubahan pemanfaatan lahan ke komoditas lain yang lebih menguntungkan seperti padi dan kelapa sawit. Kinerja investasi di triwulan IV 2014 diperkirakan melanjutkan tren pertumbuhan tinggi seperti pada triwulan sebelumnya. Kinerja PMA terutama ditopang oleh realisasi investasi yang dilakukan oleh perusahaan beberapa industri pengolahan besar. Di triwulan III-2014, beberapa proyek besar di Kabupaten Banggai dan Kabupaten Morowali masih terus berjalan. Berdasarkan liaison yang dilakukan KPw BI Provinsi Sulawesi Tengah ke perusahaan besar di Kabupaten Banggai, diperoleh informasi bahwa pembangunan perekayasaan, pengadaan dan konstruksi perusahaan tersebut telah mencapai 99% per awal triwulan IV Saat ini perusahaan sedang berfokus pada persiapan pengoperasian kilang. Selain itu seluruh komponen kilang seperti main heat exchanger dan LNG storage tank telah terpasang. Disamping itu berbagai proyek investasi yang terus berlanjut di Kota Palu seperti proyek pembangunan pusat perbelanjaan, persiapan infrastruktur Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) serta berbagai proyek properti rumah, ruko dan perkantoran menjadi faktor pendorong kinerja investasi bangunan. Di sisi lain, puncak realisasi APBD dan APBN di triwulan IV 2014 memberikan efek positif pada kinerja investasi Sulawesi Tengah. Di tahun 2014 tren investasi diperkirakan tetap tinggi seiring dengan masih besarnya arus investasi dari luar daerah ke dalam Provinsi Sulawesi Tengah, upaya perbaikan iklim investasi yang dilakukan oleh pemerintah serta perbaikan dan peningkatan infrastruktur di berbagai daerah seperti listrik, jalan, bandara dan pelabuhan. Hasil Survei Konsumen bulan Oktober 2014 menunjukkan indeks keyakinan konsumen dan indeks ekspektasi konsumen dalam area pesimis dengan tren menurun. Faktor rencana kenaikan BBM yang akan dilakukan pemerintah di triwulan IV 2014 menjadi faktor menurunnya pendapatan dan optimisme masyarakat. 75

102 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Indeks Grafik 7.4. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Ekspektasi Konsumen (IEK) Grafik 7.5. Perkembangan Ekspektasi Konsumen Indeks Optimis 110 Optimis Pesimis Pesimis Ekspektasi Konsumen (IEK) Ekspektasi Kegiatan Usaha Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja Ekspektasi Penghasilan Kebijakan larangan ekspor tambang dalam bentuk mentah memberikan perubahan yang besar dalam struktur PDRB Sulawesi Tengah. Di triwulan IV 2014, sektor pertambangan diperkirakan melanjutkan tren kontraksi yang dalam seperti halnya yang terjadi pada triwulan I, II dan III Di triwulan II dan III 2014, sektor pertambangan mengalami kontraksi secara tahunan masing-masing sebesar -49,64% (yoy) dan -33,10% (yoy). Kondisi serupa diperkirakan akan terjadi di triwulan IV 2014 akibat belum adanya realisasi penyelesaian smelter hingga akhir tahun. Pembangunan smelter di Morowali saat ini masih berjalan progresif. Pada tanggal 2 Mei 2014, Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah melakukan peletakan batu pertama pembangunan smelter tahap II pabrik pengolahan nikel menjadi ferronikel. Smelter tahap II tersebut nantinya akan memiliki kapasitas sebesar ton per tahun. Untuk tahap I, perusahaan masih melakukan pembangunan dengan rencana kapasitas sebesar ton/tahun. Diperkirakan pada Triwulan II 2015 smelter tahap I tersebut dapat beroperasi. Pertumbuhan sektor pertanian yang memiliki pangsa PDRB terbesar di Sulawesi Tengah diperkirakan tumbuh positif. Kinerja subsektor tabama ditopang oleh panen raya pada bulan Oktober Kinerja sektor perkebunan diperkirakan tumbuh melambat seiring dengan masih rendahnya produksi dan ekspor kakao. Produksi kakao di Sulawesi Tengah diperkirakan melanjutkan tren negatif akibat banyaknya pohon kakao yang telah tua dan rusak serta serangan hama yang masih terjadi di berbagai sentra produksi. Ekspor kakao Sulteng saat ini mengalami pergeseran dari sebelumnya berfokus pada ekspor luar negeri dengan negara tujuan Malaysia dan Hongkong menjadi fokus pada pasar dalam negeri seiring dengan pembangunan pabrik pengolahan biji kakao di dalam negeri. Di sisi lain subsektor perikanan diperkirakan melanjutkan tren pertumbuhan 76

103 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah tinggi pada triwulan-triwulan sebelumnya seiring dengan semakin besarnya perhatian pemerintah kepada subsektor ini seperti program bantuan kapal inkamina, budidaya udang vaname dan Sistem Logistik Ikan nasional (SLIN). Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan tumbuh moderat. Faktor penopang kinerja sektor PHR antara lain perayaan keagamaan seperti Idul Adha, Natal dan Tahun Baru. Di sisi suplai semakin bertambahnya beberapa sentra perdagangan besar akan menambah pangsa bisnis retail yang dapat memicu peningkatan konsumsi masyarakat dan pada gilirannya meningkatkan kinerja PHR. Di Banggai, seiring dengan tingginya investasi PMA mengakibatkan tingginya kinerja PHR di daerah tersebut. Sementara di Morowali dan Morowali Utara, tidak beroperasinya perusahaan-perusahaan tambang di daerah tersebut memberikan dampak ikutan berupa penurunan tingkat hunian kamar hotel dan penurunan kinerja pedagang besar dan eceran akibat menurunnya daya beli masyarakat. Sektor PHR menghadapi tantangan berupa instruksi dari pemerintah pusat kepada seluruh jajaran PNS untuk tidak melakukan kegiatan rapat di hotel yang rencananya akan diterapkan mulai triwulan IV Di samping itu kebijakan kenaikan BBM oleh pemerintah dapat memicu penurunan tingkat konsumsi masyarakat yang pada gilirannya dapat berdampak pada terjadinya penurunan permintaan jasa PHR. Kinerja sektor jasa-jasa dan sektor bangunan diproyeksikan meningkat. Meningkatnya realisasi proyek Pemda di triwulan IV 2014 menjadi faktor utama meningkatnya kinerja kedua sektor ini. Di sisi lain pembangunan smelter di Morowali dan beberapa perusahaan besar di Banggai berkontribusi besar pada pertumbuhan sektorsektor tersebut Prospek Inflasi Dengan memperhitungkan kenaikan BBM sebesar Rp2.000/l, inflasi Tahunan Kota Palu pada triwulan IV 2014 diperkirakan mencapai 8,4%-8,9% (yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan III 2014 sebesar 5,5% (yoy) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,6% (yoy). Di sisi lain inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan mencapai 3,96% - 4,46% atau lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi triwulanan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,12%(qtq). 77

104 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Grafik 7.6. Proyeksi Inflasi Kota Palu (Tw IV-2014) 12,0 11,0 10,0 9,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 - (%, yoy) 5,6 6,2 6,0 Proyeksi moderat Proyeksi optimis Proyeksi pesimis 4,8 4,0 3,9 7,3 6,7 5,9 6,9 8,2 7,6 8,5 7,1 7,8 10,2 10,4 9,1 7,1 7,30 5,03 5, Sumber : BPS Prov Sulteng dan Proyeksi BI Di sisi penawaran, tekanan inflasi pada triwulan IV 2014 diperkirakan meningkat. Adanya isu kenaikan harga BBM menjelang akhir tahun 2014 menyebabkan terjadinya kelangkaan BBM yang berpengaruh pada terbatasnya stok solar di pelabuhan. Akibatnya, frekuensi nelayan untuk melaut turun drastis yang berdampak pada berkurangnya pasokan ikan segar di pasar. Selanjutnya, kebijakan kenaikan harga BBM yang telah ditetapkan pemerintah per tanggal 18 Oktober 2014 akan berdampak signifikan pada biaya input produksi, biaya transportasi dan pengangkutan serta biaya lainnya yang akan mempengaruhi tekanan inflasi di sisi penawaran. Di sisi lain tingginya permintaan berbagai komoditas pangan di luar Provinsi Sulawesi Tengah seperti Kalimantan Timur dan beberapa provinsi di Sulawesi juga mengakibatkan komoditas ikan segar dan bumbu-bumbuan semakin berkurang di Kota Palu yang berpotensi meningkatkan risiko inflasi. Di sisi cuaca, berdasarkan prakiraan sifat hujan yang dikeluarkan oleh BMKG Provinsi Sulawesi Tengah diperoleh informasi bahwa sifat hujan Provinsi Sulawesi Tengah di triwulan IV 2014 cenderung normal (86-115%) dengan curah hujan dalam tingkat menengah. 78

105 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Grafik 7.7. Prakiraan Curah Hujan Oktober 2014 Grafik 7.8. Prakiraan Curah Hujan November 2014 Grafik 7.9. Prakiraan Curah Hujan Desember 2014 Sumber : BMKG Provinsi Sulawesi Tengah Di sisi permintaan, tekanan inflasi diperkirakan meningkat. Pada bulan Oktober tekanan permintaan bersumber dari perayaan keagamaan Idul Adha dan Tahun Baru Hijriah. Sementara di bulan Desember, permintaan masyarakat akan kebutuhan pangan dan sandang semakin meningkat seiring perayaan Natal dan Tahun Baru. Di sisi lain puncak realisasi APBD dan APBN di Sulawesi Tengah di triwulan IV 2014 juga ikut memberikan tekanan inflasi di sisi permintaan. Survei Konsumen bulan Oktober 2014 menunjukkan ekspektasi inflasi cenderung meningkat dalam jangka pendek. Faktor kebijakan pemerintah yang akan menaikkan BBM serta perayaan keagamaan menjadi faktor utama meningkatnya ekspektasi inflasi 3 bulan dan 6 bulan ke depan. 79

106 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Grafik Laju Inflasi Bulanan dan Indeks Ekspektasi Perubahan Harga Indeks % m.t.m 6,00 4,50 3,00 1,50 0,00-1, Inflasi Palu (mtm) Indeks Ekspekstasi Perubahan Harga Umum 6 bulan yad Grafik Proyeksi Harga Emas (USD/Troy) Grafik Proyeksi Harga Minyak Mentah Dunia (USD/barrel) Sumber : Financial Forecast Center Di sisi eksternal, risiko inflasi cenderung moderat. Berdasarkan proyeksi dari financial forecast center, harga emas dunia cenderung menurun namun harga minyak dunia menunjukkan pergerakan harga yang mulai meningkat pada awal triwulan IV Berdasarkan karakteristiknya, penurunan harga emas internasional akan diikuti oleh harga emas domestik khususnya di Sulawesi Tengah. Tekanan inflasi administered price meningkat tajam. Kebijakan kenaikan harga BBM sebesar Rp2.000/l untuk premium dan solar diperkirakan memberikan dampak langsung dan tidak langsung yang besar pada inflasi Kota Palu di akhir tahun Tarif angkutan udara diperkirakan mengalami peningkatan seiring dengan penyesuaian BBM yang telah dilakukan serta perayaan keagamaan (Natal dan Tahun Baru) menjelang akhir tahun. Kebijakan kenaikan tarif listrik diperkirakan masih memberikan andil inflasi pada triwulan IV Walaupun kenaikan harga dilakukan pada periode 1 November 80

107 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah 2014 akan tetapi dampaknya terhadap inflasi akan dirasakan pada bulan Oktober dan November karena karakteristik sebagian masyarakat yang menggunakan listrik pintar (prabayar) dan listrik pasca bayar. Tabel 7.1. Skema Kenaikan Harga Tarif Tenaga Listrik (Rp/Kwh) Golongan Tarif awal 01-Jul 01-Sep 01-Nop Industri I-3 Non Tbk Rumah Tangga R-2 (3.500 VA VA) Pemerintah P2 (>200 KVA) Rumah Tangga R-1 ( VA) Pemerintah P Rumah Tangga R-1 (1.300 VA) Sumber : PT PLN Inflasi inti pada triwulan IV 2014 diperkirakan meningkat. Faktor yang berpotensi meningkatkan inflasi inti antara lain perayaan keagamaan dan kenaikan harga pasca pengumuman kenaikan BBM oleh pemerintah. Beberapa komoditas kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi diperkirakan menjadi penyumbang inflasi utama seiring dengan meningkatnya permintaan menjelang Natal dan Tahun Baru. Di sisi lain, produsen dan pedagang akan melakukan penyesuaian harga jual akibat peningkatan biaya input produksi dan biaya pengangkutan pasca kenaikan BBM. Kenaikan listrik yang dilakukan pemerintah di tahun 2014 secara tidak langsung juga dapat berdampak pada inflasi inti. Kenaikan tarif listrik biasanya akan ditransmisikan pengusaha atau produsen ke kenaikan harga jual. Di sisi lain, semakin meningkatnya tren investasi di Sulawesi Tengah juga memberikan tekanan pada komoditas inflasi inti antara lain bahan bangunan. Faktor-faktor yang mengurangi risiko (downward risk) inflasi inti relatif minim antara lain penurunan harga emas yang biasanya akan ditransmisikan ke penurunan harga domestik. Tekanan inflasi volatile foods tinggi. Pada bulan Oktober, Kota Palu 2014 tercatat mengalami inflasi sebesar 1,31% (mtm). Inflasi yang tinggi di bulan Oktober 2014 di luar dari siklus normal. Dalam lima tahun terakhir, bulan Oktober justru selalu terjadi deflasi bulanan dengan rata-rata sebesar -0,69%. Faktor berupa kenaikan harga yang signifikan pada kelompok ikan segar menjadi pendorong utama tingginya inflasi pada bulan tersebut. Berdasarkan Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan KPw BI Sulawesi Tengah terhadap berbagai stakeholder diperoleh informasi bahwa isu kenaikan BBM yang menyebabkan terjadinya kelangkaan solar di pelabuhan. Dampaknya, frekuensi nelayan yang melaut menjadi berkurang sehingga pasokan ikan segar ke pasar menjadi terbatas. Berkaitan dengan hal tersebut, TPID Provinsi Sulawesi Tengah mengusulkan agar seluruh Stasiun Pengisian Disel Nelayan (SPDN) di data ulang dan segala persyaratan administratif yang diperlukan oleh SPDN dalam memperoleh BBM ber subsidi dapat dilengkapi. TPID 81

108 Bab 7. Prospek Perekonomian Daerah Sulawesi Tengah juga menyarakankan agar dilakukan penambahan kuota BBM bersubsidi di daerah pelabuhan Donggala yang merupakan salah satu penyangga utama pasokan ikan segar ke Kota Palu. Dalam hal ini koordinasi dan komunikasi sangat diperlukan antar SKPD dan lembaga agar permasalahan di tingkat lapangan dapat diantisipasi dengan baik. Khusus untuk tabama, panen padi yang diperkirakan terjadi pada Oktober 2014 diperkirakan dapat menambah pasokan beras di berbagai daerah dan berpotensi meningkatkan cadangan beras Bulog sebagai salah satu penyangga kesinambungan stok beras di Sulawesi Tengah. Di bulan November dan Desember, inflasi diperkirakan tetap pada kisaran tinggi akibat kebijakan kenaikan BBM yang dilakukan pemerintah. Biaya input produksi serja biaya transportasi petani dan nelayan akan meningkat yang pada gilirannya dapat meningkatkan harga jual di tingkat produsen dan konsumen. --- o0o

109 Boks 4. Analisis Basis Ekonomi dan Daya Saing Sektoral Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi kekhasan dan potensi unggulan daerah, maka perlu dan sangat penting dilaksanakan pemetaan basis ekonomi dan daya saing sektoral daerah. Pemetaan tersebut berguna untuk mendorong pengembangan potensi ekonomi yang produktif serta penyusunan perencanaan pembangunan daerah secara komprehensif. Sektor basis dan sektor yang berdaya saing kuat akan menghasilkan barang dan jasa baik untuk pasar di daerah maupun untuk pasar di luar daerah yang bersangkutan. Penjualan hasil ke luar daerah itu mendatangkan arus pendapatan ke dalam daerah tersebut. Arus pendapatan ini menyebabkan kenaikan konsumen maupun kenaikan investasi di daerah itu, yang pada gilirannya dapat menaikkan pendapatan dan kesempatan kerja. Dengan demikian, identifikasi untuk memotret potensi ekonomi merupakan enabler kebijakan yang sangat penting dalam mewujudkan stabilitas makro ekonomi suatu daerah. Pada tataran praktisnya, identifikasi potensi ekonomi suatu daerah menggambarkan sejauhmana berbagai sumberdaya alam (SDA) dan sumberdaya manusia (SDM) yang dimiliki suatu daerah memiliki kekuatan dalam memberikan kontribusi produktif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dimana pencapaian laju pertumbuhan yang tinggi dan perluasan kesempatan kerja merupakan hal yang fundamental bagi pembangunan daerah. Metode Analisis Identifikasi basis sektoral menggunakan metode location quotient (LQ). Metode ini berfungsi untuk mengetahui sektor-sektor basis dan non basis pada suatu daerah yang dapat diketahui dengan melihat koefisien rasio antara variabel regional/daerah kabupaten (nilai tambah, kesempatan kerja, maupun pendapatan) dalam sektor tertentu dengan variabel provinsi dalam sektor yang sama. Jika suatu sektor memiliki LQ lebih dari satu (LQ > 1), maka sektor tersebut termasuk dalam kategori sektor basis, dan bilamana LQ kurang dari satu (LQ < 1), maka sektor tersebut tidak termasuk sektor basis. Sedangkan jika LQ sama dengan satu (LQ = 1), maka ada kecenderungan sektor tersebut bersifat tertutup karena tidak melakukan transaksi ke dan dari luar wilayah, namun kondisi ini sulit ditemukan dalam sebuah perekonomian wilayah. Sementara itu, analisis Shift Share berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi kabupaten/kota dibandingkan dengan ekonomi tingkat provinsi. Analisis ini bertujuan untuk menentukan kinerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang

110 lebih besar. Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian daerah dalam tiga bidang yang berhubungan satu sama lain. a. Pertumbuhan ekonomi daerah/regional (PR) kabupaten/kota diukur dengan cara menganalisis perubahan pendapatan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor perekonomian yang sama di tingkat provinsi. b. Pertumbuhan proporsional (PP) untuk mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan perekonomian kabupaten/kota dibandingkan dengan perekonomian provinsi. Pengukuran ini memungkinkan untuk mengetahui apakah perekonomian kabupaten/kota terkonsentrasi pada sektor-sektor yang tumbuh lebih cepat dari sektor perekonomian provinsi. c. Pertumbuhan Pangsa Pasar Wilayah (PPW) untuk menentukan seberapa jauh daya saing sektor daerah (lokal) dengan perekonomian wilayah atau provinsi. Jika PPW dari suatu sektor adalah positif, maka sektor tersebut lebih tinggi daya saingnya dari pada sektor yang sama pada perekonomian wilayah atau nasional. Dominasi Sektor Pertanian pada Perekonomian Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah Berdasarkan metode analisis LQ dengan menggunakan data dari berbagai release BPS Kabupaten/Kota dan Sulawesi Tengah Dalam Angka Tahun 2014, maka diperoleh nilai LQ sebagai berikut : Tabel 1. Hasil LQ Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah Tahun 2013 Sumber : BPS data diolah, 2014 Keterangan : Sektor Basis Sektor Non-Basis

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN IV 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH Visi Bank Indonesia maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN IV 2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH Visi Bank Indonesia maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH Visi Bank Indonesia maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN 24 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III 2008 KANTOR 25 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN IV 2009 KANTOR BANK INDONESIA PALU Visi Bank Indonesia maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta Misi Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I 2012 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGAH Visi Bank Indonesia maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-I 2013 halaman ini sengaja dikosongkan iv Triwulan I-2013 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Daftar Isi KATA PENGANTAR... III DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

BAB 1. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL

BAB 1. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI REGIONAL BAB 1. PERKEMBANGAN 7 BAB 1. PERKEMBANGAN KAJIAN EKONOMI PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I 2008 KANTOR 8 BAB 1. PERKEMBANGAN Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN IV 2011 KANTOR BANK INDONESIA PALU Visi Bank Indonesia maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta Misi Bank

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT TRIWULAN-III 2013 halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Barat Triwulan III-2013 iii Kata Pengantar Bank Indonesia memiliki tujuan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI DAN Visi Bank Indonesia KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL. Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur November 2016 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III 2010 KANTOR BANK INDONESIA PALU Visi Bank Indonesia maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta Misi Bank

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan November 216 (terbit setiap triwulan) KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan III - 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti... Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... v Kata Pengantar... x Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Lampung... xii Ringkasan Eksekutif... xv Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah...

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I 2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Penanggung Jawab: Unit Kajian, Statistik dan Survey (UKSS) Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN III 2009 KANTOR BANK INDONESIA PALU Visi Bank Indonesia maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta Misi Bank

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2011 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Agustus KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPW BI Provinsi NTT Jl. El Tari No. 39 Kupang

Lebih terperinci

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

BAB 6. KEUANGAN DAERAH

BAB 6. KEUANGAN DAERAH BAB 6. KEUANGAN DAERAH 41 BAB 6. KEUANGAN DAERAH LAPORAN TRIWULANAN PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KEUANGAN PROPINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN IV 2007 42 BAB 6. KEUANGAN DAERAH Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali Triwulan II 2014 1 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 2013 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. MISI Menjalankan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan II - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I 2011 KANTOR BANK INDONESIA PALU Visi Bank Indonesia maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta Misi Bank

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan II 2011 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN II 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci