MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA"

Transkripsi

1 MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA Nomor : S-687 /MBU/10/ Oktober 2014 Lampiran : 1 (satu) berkas Hal : Penyampaian Pedoman Penyusunan SOP Transaksi Lindung Nilai (Hedging) Kepada Yth. Direktur Utama Seluruh BUMN di tempat Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-09/MBU/2013 tentang Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai Badan Usaha Milik Negara, maka dalam rangka melaksanakan Transaksi Lindung Nilai, Direksi wajib menyusun Prosedur Operasional Standar untuk pelaksanaan Transaksi Lindung Nilai. 2. Menindaklanjuti acara Peluncuran Pedoman Penyusunan SOP Transaksi Lindung Nilai (Hedging) yang dilaksanakan di Kementerian Keuangan pada tanggal 16 Oktober 2014, yang dihadiri oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Perwakilan Bareskrim POLRI, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Gubernur Bank Indonesia, dan Menteri Keuangan, bersama ini terlampir kami sampaikan Pedoman Penyusunan SOP Transaksi Lindung Nilai (Hedging) dimaksud. 3. Pedoman tersebut dapat menjadi pertimbangan Saudara dalam menyusun SOP Transaksi Lindung Nilai (Hedging) di lingkungan BUMN yang Saudara pimpin. Demikian kami sampaikan, dan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. GEDUNG KEMENTERIAN BUMN, LANTAI M, JL. MEDAN MERDEKA SELATAN NO. 13 JAKARTA TELEPON (021) , FAKSIMILI (021) , SITUS:

2 201 PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) KEGIATAN LINDUNG NILAI (HEDGING)

3 DAFTAR ISI DAFTAR ISI 1 KATA PENGANTAR 3 PENDAHULUAN 4 I. KONSIDERAN 5 II. PENGERTIAN UMUM DAN RUANG LINGKUP 5 A. Pengertian Umum 5 B. Ruang Lingkup 7 III. STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, DAN KEWENANGAN PERANGKAT HEDGING 8 A. Organisasi yang Menangani Hedging 8 B. Tugas dan Kewenangan Perangkat Hedging 9 IV. TAHAP PERSIAPAN TRANSAKSI 10 A. Rencana Transaksi Hedging 10 B. Keputusan Strategi Pelaksanaan Hedging 11 C. Persiapan Kontrak Hedging 11 D. Penetapan Counterparts dan Pembukaan Forex Line 11 E. Penetapan Limit 12 V. TAHAP PELAKSANAAN TRANSAKSI 13 A. Monitoring limit 13 B. Price checking 13 C. Eksekusi Transaksi 13 D. Konfirmasi Transaksi / Penandatanganan Kontrak 14 VI. TAHAP MONITORING s.d. PENYELESAIAN TRANSAKSI 14 A. Pencatatan Akuntansi Transaksi Hedging 14 B. Pelaksanaan Marking to Market 14 Hal. 1 dari 16

4 C. Setelmen Transaksi 15 VII. DOKUMENTASI 15 VIII. PELAPORAN DAN EVALUASI 15 A. Laporan Pelaksanaan Transaksi 15 B. Rekapitulasi Transaksi Hedging 15 C. Laporan Mark to Market 16 D. Laporan Hasil Monitoring Atas Mark to Market 16 E. Evaluasi Efektivitas Transaksi Hedging 16 F. Evaluasi Berkala Terhadap Kecukupan SOP 16 Hal. 2 dari 16

5 RATA PENGANTAR (Bagian ini berisi Keputusan Pimpinan Organisasi yang mengesahkan dokumen ini sebagai dokumen yang memiliki kekuatan hukum). Hal. 3 dari 16

6 PENDAHULUAN (Isi dari bagian ini antara lain mencakup: Ruang Lingkup SOP, menjelaskan tujuan prosedur disusunnya SOP dan kebutuhan organisasi; Ringkasan, memuat ringkasan singkat mengenai prosedur yang dibuat; dan hal-hal lain terkait petunjuk bagaimana membaca dan menggunakan SOP ini) Hal. 4 dari 16

7 STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) KEGIATAN LINDUNG IVILAI (HEDGING) I. KONSIDERAN Yang menjadi konsideran dalam SOP ini adalah: A. Undang-undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. B. Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara; C. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/ MBU/2011 tentang Penerapan tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN; D. Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-09/MBU/2013 tentang Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai Badan Usaha Milik Negara; E. Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/ 8/ PBI/ 2013 tentang Transaksi Lindung Nilai kepada Bank; F. Anggaran Dasar Perusahaan; II. PENGERTIAN UMUM DAN RUANG LINGKUP A. Pengertian Umum 1. Transaksi lindung nilai adalah transaksi yang dilakukan perusahaan kepada counterparty dalam rangka memitigasi risiko atau melindungi nilai suatu aset, kewajiban, pendapatan, dan/ atau beban perusahaan terhadap risiko harga di masa yang akan datang. 2. Transaksi Lindung Nilai Valuta Asing yang selanjutnya disebut hedging adalah cara atau teknik untuk memitigasi risiko valuta asing akibat perubahan nilai tukar melalui transaksi derivatif. 3. Transaksi derivatif adalah transaksi yang didasari oleh suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan Hal. 5 dari 16

8 turunan dari nilai instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti dan indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan dana atau instrumen. 4. Transaksi Forward adalah transaksi jual/beli valuta asing yang penyerahan dananya dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi (deal date). 5. Transaksi Swap adalah transaksi jual/beli valuta asing melalui pembelian/penjualan dengan penjualan/pembelian kembali secara beriangka yang dilakukan secara simultan dengan counterparty yang sama dan pada tingkat harga yang ditentukan dan disepakati pada deal date. 6. Transaksi Option adalah perjanjian untuk memberikan hak dan bukan kewajiban dari penjual (option writer) kepada pembeli (option holder) untuk membeli atau menjual sejumlah nominal mata uang tertentu untuk masa yang akan datang pada harga yang telah ditetapkan sebelumnya (strike price) pada atau sebelum waktu tertentu (expiry date). 7. Counterparty adalah lembaga keuangan baik bank maupun bukan bank, yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai yang ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu. 8. Exposure adalah posisi yang masih efektif berjalan pada sisi aset maupun kewajiban dan berpotensi menimbulkan kerugian karena adanya ketidakpastian nilai akibat perubahan nilai tukar. 9. Mark to market adalah perhitungan nilai wajar dari kontrak yang sedang berjalan dibandingkan dengan suatu harga acuan yang transparan, akurat, reliable dan konsisten dengan laporan keuangan. 10. Tanggal transaksi (Deal date) adalah tanggal dimana terjadi kesepakatan/kontrak transaksi hedging valuta asing dengan counterparty. Hal. 6 dari 16

9 11. Deal confirmation adalah konfirmasi kesepakatan/kontrak yang meliputi antara lain nilai kurs transaksi, volume transaksi dan delivery/ settlement date. 12. Tanggal settlement (settlement date) adalah tanggal jatuh tempo kesepakatan/ kontrak dimana terjadi penyerahan/penyelesaian dana sesuai deal confirmation. 13. Forex line atau treasury line adalah besarnya jumlah transaksi valas, termasuk didalamnya transaksi lindung nilai, yang dapat dilakukan dengan counterparty. 14. Underlying adalah kegiatan yang mendasari pelaksanaan suatu kegiatan hedging. 15. Beban/ penerimaan hedging adalah be ban / penerimaan yang timbul akibat selisih kurs dan pembayaran premi. 16. Premi adalah selisih antara kurs kontrak dengan kurs spot pada tanggal transaksi. Pada transaksi option, premi merupakan jumlah yang harus dibayarkan/diterima dalam rangka kontrak Option. 17. Selisih kurs transaksi hedging adalah besaran selisih antara kurs forward/ swap kontrak dengan kurs spot pada saat tanggal jatuh tempo kontrak dikalikan dengan notional amount. B. Ruang Lingkup 1. Hedging dilakukan melalui pelaksanaan transaksi derivatif valuta asing yang meliputi transaksi Forward, Swap, dan Option. 2. Objek hedging perusahaan berupa aset dan liabilitas perusahaan dalam bentuk valuta asing. 3. Hedging wajib didukung dokumen underlying ekonomi yang dapat dipertanggungjawabkan. 4. Nilai nominal transaksi hedging paling banyak sebesar nilai underlying kegiatan ekonomi. Hal. 7 dari 16

10 5. Jangka waktu transaksi hedging maksimum sama dengan jangka waktu underlying. 6. Pelaksanaan transaksi hedging dilakukan dengan atau melalui lembaga keuangan, baik bank maupun bukan bank yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai. 7. Segala biaya yang timbul dari selisih kurang transaksi hedging menjadi beban anggaran perusahaan sedangkan selisih lebihnya menjadi pendapatan perusahaan. III. STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, DAN KEWENANGAN PERANGKAT HEDGING A. Organisasi yang Menangani Hedging Organisasi yang menangani transaksi hedging meliputi: 1. Komite Hedging terdiri dari Top Level Management antara lain: Direktur Utama, Direktur yang bertanggung jawab atas keuangan dan anggaran perusahaan, Direktur yang bertanggung jawab atas manajemes risiko dan kepatuhan. 2. Supporting hedging terdiri dari seluruh pimpinan Divisi yang terkait dengan pelaksanaan transaksi hedging, antara lain: pimpinan yang membawahi Divisi Manajemen Risiko, pimpinan yang membawahi Divisi Perbendaharaan, pimpinan yang membawahi Divisi Keuangan dan Operasional Pelaksanaan Transaksi hedging, pimpinan yang membawahi Divisi Perencanaan dan Pengendalian Anggaran, serta pimpinan yang membawahi Divisi Akuntansi, Pajak dan Asuransi yang dikoordinir oleh pimpinan Divisi Manajemen Risiko. 3. Pelaksana Hedging terdiri dari pelaksana pada Divisi Perbendaharaan. Hal. 8 dari 16

11 B. Tugas dan Kewenangan Perangkat Hedging 1. Tugas dan Kewenangan Komite Hedging: a) Melakukan review dan pembahasan atas usulan rencana transaksi hedging yang diajukan oleh Supporting Hedging. b) Memberikan keputusan atas usulan rencana strategi transaksi hedging yang meliputi antara lain: jumlah/proporsi hedging, jenis instrumen, tenor maksimal, level nilai tukar sebagai indikator masuk pasar, dan hal-hal lain yang perlu ditetapkan. c) Berdasarkan laporan dari Supporting Hedging, melakukan monitoring atas efektivitas jalannya transaksi hedging yang telah dilakukan. 2. Tugas dan Kewenangan Supporting Hedging: a) Menyiapkan kajian usulan rencana kegiatan hedging. b) Melakukan analisa data dan informasi untuk menentukan struktur hedging baik jumlah, instrumen, maupun tenor yang akan digunakan. c) Memastikan ketersediaan dan kesiapan infrastruktur serta kegiatan pendukung pelaksanaan hedging antara lain penetapan daftar eligible counterparties, penetapan dan monitoring limit, pelaksanaan proses akuntansi, pelaksanaan proses monitoring efektivitas transaksi hedging, memastikan keabsahan kontrak, dan pelaksanaan kegiatan pendukung transaksi hedging lainnya. d) Memastikan setiap tahapan pelaksanaan transaksi hedging dilakukan berdasarkan SOP yang tersedia. 3. Tugas dan Kewenangan Pelaksana Hedging: a) Melaksanakan transaksi hedging berdasarkan keputusan strategi lindung nilai yang telah ditetapkan. Hal. 9 dari 16

12 b) Memastikan ketersediaan informasi yang reliable untuk mark to market (mtm) secara periodik. IV. TAHAP PERSIAPAN TRANSAKSI A. Rencana Transaksi Hedging 1. Supporting Hedging menyusun usulan rencana transaksi hedging yang mencakup antara lain: a) Membuat kajian/analisa trend dan volatilitas nilai tukar serta proyeksi ke depan dengan berbagai metode yang didukung oleh analisa teknikal dan fundamental. Kajian / analisa tersebut didukung dengan analisa kondisi ekonomi baik global, regional, dan domestik serta faktor lain yang berdampak terhadap pergerakan nilai tukar. b) Menganalisa jumlah kebutuhan hedging berdasarkan underlying dan eksposur valuta asing yang dimiliki sesuai dengan jumlah kewajiban/aset dalam valuta asing. c) Membuat asesmen dampak pelaksanaan hedging terhadap pendapatan/beban perusahaan d) Menganalisa dan mengusulkan alternatif proporsi hedging berdasarkan jumlah underlying dengan mempertimbangkan biaya dan risiko yang dapat diserap oleh perusahaan. e) Mengusulkan jenis dan tenor instrumen hedging yang akan digunakan berdasarkan hasil asesmen perkembangan pasar dan karakteristik underlying. f) Mengusulkan indikator timing masuk pasar (hedging trigger point) yang berupa rentang nilai tukar tertentu, termasuk kisaran harga (premi). g) Menyusun analisa sensitivitas Hal. 10 dari 16

13 2. Supporting Hedging menyampaikan usulan rencana transaksi lindung nilai kepada Komite Hedging. B. Keputusan Strategi Pelaksanaan Hedging 1. Komite Hedging melakukan review atas semua usulan strategi hedging dan kemudian menentukan keputusan strategi hedging yang akan dilakukan antara lain terkait jumlah/proporsi hedging, jenis instrumen, tenor maksimal, dan rentang level nilai tukar sebagai indikator masuk pasar, termasuk kisaran harga (premi). 2. Komite Hedging menandatangani dokumen keputusan strategi hedging yang disampaikan oleh Supporting Hedging. Dokumen keputusan ditandatangani sekurang-kurangnya oleh dua orang anggota Komite Hedging. 3. Keputusan Strategi Hedging tersebut selanjutnya diserahkan kepada Supporting Hedging dan Pelaksana Hedging sebagai acuan pelaksanaan transaksi hedging. C. Persiapan Kontrak Hedging 1. Pelaksana Hedging mempersiapkan dokumen kontrak transaksi hedging. Adapun hal-hal yang disepakati di dalam kontrak antara lain harga kontrak (termasuk biaya premi), volume/nilai kontrak, jangka waktu kontrak, tanggal transaksi, dan tanggal settlement. 2. Supporting Hedging (Divisi Hukum/Legal) memastikan bahwa setiap kontrak transaksi hedging yang digunakan dalam transaksi adalah benar dan sah secara hukum. D. Penetapan Counterparts dan Pembukaan Forex Line 1. Supporting Hedging (Divisi Risk Management) menetapkan kriteria calon counterparty dengan pertimbangan antara lain: external rating, internal rating, kerja sama perusahaan, dan ketersediaan forex line. Hal. 11 dari 16

14 2. Supporting Hedging (Divisi Risk Management) melakukan review dan asesmen atas setiap calon counterparty yang mengajukan permohonan kerjasama sebagai counterparty kepada Komite Hedging. Selanjutnya, Supporting Hedging (Divisi Risk Management) mengajukan usulan daftar eligible counterparties kepada Komite Hedging. 3. Komite Hedging menyetujui/ menolak usulan eligible counterparties Counterparties. untuk dimasukkan ke dalam Daftar 4. Supporting Hedging (Divisi Risk Management) secara berkala melakukan review atas daftar eligible counterparties dan mengusulkan perubahan apabila terdapat penambahan/ pengurangan eligible counterparty. 5. Supporting Hedging melakukan proses pembukaan forex line dengan counterparties termasuk kesepakatan standar format kontrak pelaksanaan transaksi, serta melakukan penandatanganan ISDA Master Agreement apabila diperlukan. E. Penetapan Limit 1. Supporting Hedging (Divisi Risk Management) mengusulkan besaran limit transaksi hedging yang meliputi: a) Limit transaksi hedging perusahaan secara keseluruhan b) Limit pengambil keputusan pada setiap level manajemen terkait c) Limit kewenangan transaksi lindung nilai pada setiap j enj ang pelaksana d) Limit Counterparty, yang ditetapkan dengan mempertimbangkan antara lain: Asesmen atas kualitas counterparty berdasarkan external maupun internal rating dan informasi lain yang dapat mendukung asesmen dimaksud. Hal. 12 dari 16

15 Besaran Forex Line yang diberikan counterparty kepada perusahaan untuk melakukan transaksi hedging. 2. Komite Hedging menetapkan limit transaksi hedging dengan mempertimbangkan usulan dari Supporting Hedging (Divisi Risk Management). V. TAHAP PELAKSANAAN TRANSAKSI A. Monitoring limit 1. Pelaksana Hedging melakukan monitoring atas ketersediaan limit. 2. Supporting Hedging (Divisi Risk Management) melakukan monitoring atas pelanggaran limit. B. Price checking Pada hari yang sama sebelum pelaksanaan transaksi, Pelaksana Hedging melakukan kegiatan sebagai berikut: I. Melakukan survey harga pada beberapa eligible counterparty. 2. Menganalisa kewajaran kuotasi harga yang diperoleh dari eligible counterparties melalui perbandingan dengan harga yang diperoleh dari sumber lain, seperti : Bloomberg, Reuters, dan sumber informasi lainnya. C. Eksekusi Transaksi Pelaksana Hedging melakukan transaksi hedging apabila pergerakan nilai tukar dan basil price checking berada pada kisaran yang ditetapkan Komite Hedging, dengan mengacu kepada best price dan kecukupan limit. Hal. 13 dari 16

16 D. Konfirmasi Transaksi / Penandatanganan Kontrak 1. Pelaksana Hedging menghubungi counterparty terpilih untuk mengkonfirmasi pelaksanaan transaksi. 2. Pelaksana Hedging melakukan pengesahan kontrak transaksi hedging dengan counterparty terpilih. Kontrak transaksi dapat berupa dokumen kontrak resmi yang ditandatangani oleh Pejabat Pelaksana Hedging maupun berupa Deal Confirmation. 3. Segera setelah transaksi dilaksanakan, Pelaksana Hedging mengirimkan bukti pelaksanaan transaksi (kontrak atau deal confirmation) kepada Supporting Hedging (Divisi Risk Management dan Divisi Accounting) untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab masingmasing Divisi. 4. Pada hari yang sama, Pelaksana Hedging menyusun Laporan Pelaksanaan Transaksi yang ditandatangani oleh Pejabat Pelaksana Hedging. VI. TAHAP MONITORING s.d. PENYELESAIAN TRANSAKSI A. Pencatatan Akuntansi Transaksi Hedging 1. Supporting Hedging (Divisi Accounting) melakukan proses pencatatan transaksi hedging secara konsisten sesuai dengan sistem akuntansi yang disepakati. 2. Selisih kurang transaksi hedging dan/atau premi option dicatat sebagai biaya hedging pada beban anggaran perusahaan. Sedangkan selisih lebih transaksi lindung nilai dicatat sebagai pendapatan selisih kurs pada penerimaan anggaran perusahaan. B. Pelaksanaan Marking to Market 1. Supporting Hedging (Divisi Accounting) melakukan mark to market secara periodik dengan menggunakan kurs acuan yang disepakati secara konsisten. Hal. 14 dari 16

17 2. Supporting Hedging (Divisi Risk Management) menetapkan kurs acuan untuk kebutuhan mark to market. C. Setelmen Transaksi Pelaksana Hedging melakukan setelmen transaksi hedging berdasarkan dokumen transaksi dan sesuai dengan Standar Proses Setelmen yang ditetapkan. VII. DOKUMENTASI Masing-masing Divisi yang terkait dengan pelaksanaan hedging wajib mendokumentasikan berbagai dokumen yang terkait dengan bidang tugasnya antara lain: 1. Dokumen rencana transaksi lindung nilai dan underlying 2. Hasil price checking 3. Keputusan Strategi Pelaksanaan Lindung Nilai 4. Bukti transaksi 5. Laporan Pelaksanaan Transaksi Lindung Nilai 6. Rekapitulasi Transaksi Lindung Nilai Harian 7. Laporan Mark to Market VIII. PELAPORAN DAN EVALUASI A. Laporan Pelaksanaan Transaksi Setelah melakukan transaksi, Pelaksana Hedging menyampaikan Laporan Pelaksanaan Hedging kepada Komite Hedging dan Supporting Hedging. Laporan Pelaksanaan Hedging melampirkan Bukti Transaksi (kontrak atau deal confirmation) dan Hasil Price Checking. B. Rekapitulasi Transaksi Hedging Pelaksana Hedging melakukan Rekapitulasi Transaksi Hedging secara periodik yang disampaikan kepada Supporting Hedging. Hal. 15 dari 16

18 C. Laporan Mark to Market Berdasarkan Rekapitulasi Transaksi Hedging yang disampaikan oleh Pelaksana Hedging, Divisi Accounting membuat Laporan Mark to Market secara berkala dan dikirimkan kepada Divisi Risk Management. D. Laporan Hasil Monitoring Atas Mark to Market Berdasarkan Monitoring atas Laporan Mark to Market yang dikirimkan oleh Divisi Accounting, Divisi Risk Management melakukan asesmen secara berkala untuk menilai potensi dampak keuangan yang mungkin ditimbulkan oleh transaksi hedging serta menentukan strategi berikutnya. E. Evaluasi Efektivitas Transaksi Hedging Supporting Hedging (Divisi Accounting dan Risk Management) melakukan asesmen atas efektivitas transaksi hedging yang dilengkapi dengan dampak selisih kurs terhadap keuangan perusahaan, terutama terkait pembebanan biaya dan penambahan penerimaan. Laporan tersebut selanjutnya disampaikan kepada Komite Hedging sebagai pertimbangan dalam menetapkan strategi hedging berikutnya. F. Evaluasi Berkala Terhadap Kecukupan SOP Supporting Hedging melakukan evaluasi terhadap SOP Pelaksanaan Transaksi Hedging secara berkala ataupun sewaktu-waktu apabila dibutuhkan. Hal. 16 dari 16

19 0 CONTOH STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP), KEGIATAN DIED (LINDUNG 1\TILAI) (NAMA INSTITUSI) 2014

20 DAFTAR ISI DAFTAR ISI 1 KATA PENGANTAR 3 Bagian Pertama: KONSIDERAN 5 Bagian Kedua: PENGERTIAN UMUM DAN RUANG LINGKUP 5 A. Pengertian Umum 5 B. Ruang Lingkup 6 Bagian Ketiga: STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS 8v KEWENANGAN PERANGKAT KEGIATAN HEDGING 6 A. Struktur Organisasi yang Menangani Kegiatan Hedging 6 B. Tugas dan Kewenangan Perangkat Kegiatan Hedging 7 Bagian Keempat: TAHAP PERSIAPAN TRANSAKSI 8 A. Rencana Kegiatan Hedging 8 B. Keputusan Strategi Pelaksanaan Hedging 10 C. Persiapan Kontrak Transaksi Hedging 10 D. Penetapan Counterparts dan Pembukaan Forex Line 11 E. Penetapan Limit 11 Bagian Kelima: TAHAP PELAKSANAAN TRANSAKSI 12 A. Monitoring Limit 12 B. Price checking 12 C. Konfirmasi Transaksi/Penandatanganan Kontrak 12 Bagian Keenarn: TAHAP MONITORING s.d. PENYELESAIAN TRANSAKSI 13 A. Pencatatan Akuntansi Transaksi Hedging 13 B. Pelaksanaan Mark To Market (mtm) 13 C. Setelmen Transaksi 13 Bagian Ketujuh: DOKUMENTASI 14 A. Dokumen Rencana Transaksi Hedging dan Underlying 14 B. Dokumen Hasil Price Checking 14 Hal. 1 dari 17

21 C. Dokumen Keputusan/Arahan Manajemen Strategi Pelaksanaan Lindung Nilai 14 D. Dokumen Bukti transaksi 15 E. Laporan clan Hasil Review Terkait Pelaksanaan Transaksi Lindung Nilai 15 Bagian Kedelapan: PELAPORAN DAN EVALUASI 15 A. Laporan Pelaksanaan Transaksi 15 B. Laporan Rekapitulasi Transaksi Hedging (Periodik)/Harian 16 C. Laporan Mark to Market 16 D. Laporan Hasil Monitoring atas Mark to Market 16 E. Laporan Efektivitas Transaksi Hedging 16 F. Evaluasi Berkala terhadap Kecukupan SOP 16 LAMPIRAN: CONTOH SOP TRANSAKSI LINDUNG NILAI 17 Hal. 2 dari 17

22 KATA PENGANTAR Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Kegiatan Hedging ini disusun berdasarkan hasil koordinasi Tim Teknis yang terdiri dari perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Negara BUMN dengan tujuan memberikan panduan bagi BUMN/Kementerian/Lembaga Negara dalam menyusun SOP kegiatan hedging yang memenuhi kaidah good governance. Kegiatan hedging merupakan upaya untuk melakukan mitigasi atas risiko atau melindungi nilai suatu aset, kewajiban, pendapatan dan/atau beban BUMN / Kementerian/ Lembaga Negara atas risiko yang berasal dari fluktuasi nilai tukar. Oleh sebab itu, ruang lingkup yang diatur dalam SOP ini hanya mencakup pengaturan transaksi hedging melalui instrumen transaksi derivatif seperti FX Forward, FX Swap maupun FX Option. Untuk mencapai tujuan dari kegiatan hedging serta menghindari adanya potensi moral hazard yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan hedging dimaksud, pedoman ini memberikan panduan mengenai pokok-pokok pengaturan yang harus terdapat dalam SOP kegiatan hedging. Penyusunan pedoman SOP ini juga mempertimbangkan beberapa SOP kegiatan hedging yang telah dimiliki oleh BUMN, lembaga perbankan domestik, maupun institusi asing. Berdasarkan hasil pembahasan Tim Teknis dan dengan mengacu kepada beberapa SOP tersebut di atas, pokok-pokok pengaturan dalam SOP kegiatan hedging adalah sebagai berikut: 1. Adanya konsideran berupa UU, PBI, PP, PerMen maupun peraturan internal institusi terkait dengan kegiatan hedging yang menjadi rujukan atau dasar hukum bagi SOP. Hal. 3 dari 17

23 2. Pengertian umum dan ruang lingkup dari SOP untuk memberikan kejelasan agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dalam pelaksanaan kegiatan hedging. 3. Struktur Organisasi, Tugas dan Kewenangan Perangkat Kegiatan Hedging yang mengatur jenjang, organ dan fungsi organisasi di institusi yang akan menangani kegiatan hedging. Dalam pengaturan ini juga ditetapkan kewenangan dan tanggung jawab dari masing-masing jenjang/pelaksana fungsi dimaksud. 4. Pengaturan kegiatan hedging yang meliputi tahap persiapan transaksi, tahap pelaksanaan transaksi dan tahap monitoring transaksi hingga penyelesaian transaksi. 5. Sebagai bagian dari penerapan good governance, SOP juga perlu mencantumkan pengaturan mengenai dokumentasi kegiatan, pelaporan dan evaluasi. Dalam penyusunan SOP di masing-masing institusi, pedoman dapat disesuaikan dengan kebutuhan, karakteristik, dan kemampuan dari masingmasing institusi dengan tetap memenuhi prinsip-prinsip good governance. Adapun format penyusunan SOP dapat mengacu kepada Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 35 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Pro sedur Administrasi Pemerintahan. Jakarta, 17 September 2014 Hal. 4 dari 17

24 PEDOMAN PENYUSUNAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) TRANSAKSI LINDUNG NILAI (HEDGING) Bagian Pertama: KONSIDERAN Bagian ini memuat berbagai regulasi/ketentuan yang menjadi rujukan dalam penyusunan SOP Kegiatan Hedging seperti misalnya Undang-Undang, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dan Anggaran Dasar. Bagian ini sekurang-kurangnya merujuk kepada: Undang-undang tentang Keuangan Negara, Undang-undang tentang Badan Usaha Milik Negara atau Kementerian/Lembaga Negara terkait, Peraturan Bank Indonesia tentang Transaksi Lindung Nilai kepada Bank, dan Anggaran Dasar masing-masing Institusi. Bagian Kedua: PENGERTIAN UMUM DAN RUANG LINGKUP Bagian ini memuat pengertian umum dari berbagai istilah/terminologi yang digunakan dalam SOP dan ruang lingkup yang merupakan batasan-batasan dari SOP. Secara lebih rinci adalah sbb: A. Pengertian Umum Pengertian umum adalah definisi/penjelasan dari term/istilah pokok dan sering digunakan dalam SOP. Contoh: Definisi hedging Definisi Instrumen FX Forward Definisi Selisih Kurs Hal. 5 dari 17

25 B. Ruang Lingkup Ruang lingkup menjelaskan cakupan unsur atau kegiatan yang menjadi bagian dari transaksi hedging, termasuk penentuan batasan-batasan yang terdapat pada unsur atau kegiatan tersebut. Contoh: Cakupan Risiko yang akan di-hedge Cakupan Instrumen yang digunakan Bagian Ketiga: STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS & KEWENANGAN PERANGKAT KEGIATAN HEDGING Bagian ini memuat mengenai struktur fungsi dan kewenangan baik dalam kebijakan maupun pelaksanaan hedging, termasuk dukungan kompetensi sumber daya manusia yang memadai. Hal-hal tersebut meliputi: A. Struktur Organisasi yang Menangani Kegiatan Hedging Struktur Organisasi merupakan bagan jenjang/hirarki dari organisasi yang menangani dan/ atau yang mempunyai hubungan dengan kegiatan hedging, dari tingkatan pengambil keputusan sampai tingkatan pelaksana kegiatan hedging. Organisasi yang menangani transaksi hedging meliputi: 1. Fungsi yang melakukan pengambilan keputusan (Fungsi Pengambil Keputusan) Fungsi pengambil keputusan dapat dilakukan oleh: a) 1 (satu) orang pejabat pada level tertentu yang disesuaikan dengan fungsi serta level kewenangan yang telah ditetapkan, atau b) Komite, yang terdiri dari beberapa Top Level Management dari masing-masing fungsi pada institusi yang terkait dengan pelaksanaan transaksi hedging. Hal. 6 dari 17

26 2. Fungsi Supporting Hedging Fungsi supporting hedging terdiri dari seluruh fungsi yang terkait dengan pengajuan usulan strategi kegiatan hedging yang dapat meliputi antara lain: fungsi manajemen risiko, fungsi akuntansi, fungsi anggaran, dan fungsi hukum/legal. 3. Fungsi Pelaksana Hedging Fungsi pelaksana hedging terdiri dari fungsi yang melaksanakan transaksi hedging. B. Tugas dan Kewenangan Perangkat Kegiatan Hedging Tugas adalah pekerjaan yang menjadi tanggung jawab organ /jabatan / pemangku jabatan dalam proses pelaksanaan transaksi hedging. Tugas ini mencakup tanggung jawab yang terkait pada seluruh tahapan pelaksanaan hedging, mulai perencanaan, persiapan sebelum transaksi, pelaksanaan transaksi dan monitoring serta evaluasi transaksi. Kewenangan adalah kekuasaan yang diberikan kepada organ/jabatan/pemangku jabatan untuk menangani dan bertanggung jawab atas hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan hedging. Kewenangan yang diberikan ini berlaku pada tahapan-tahapan kegiatan hedging seperti: perencanaan, persiapan sebelum transaksi, pelaksanaan transaksi dan monitoring serta evaluasi transaksi. Dalam kewenangan ini juga diatur mengenai besar tanggung jawab dari organ / jabatan / pemangku jabatan. Contoh: Tugas dan wewenang Pengambil Keputusan, Pelaksana Kegiatan, dan Supporting Limit jumlah transaksi hedging pada setiap jenjang jabatan. Hal. 7 dari 17

27 Bagian Keempat: TAHAP PERSIAPAN TRANSAKSI Bagian ini memuat mengenai tahap awal dari kegiatan hedging yang meliputi: A. Rencana Kegiatan Hedging Rencana kegiatan hedging memuat kegiatan-kegiatan yang diperlukan sebelum kegiatan hedging dilakukan, yang meliputi antara lain: analisis pasar, penentuan jumlah kebutuhan hedging, penetapan proporsi hedging, pemilihan instrumen hedging, analisis biaya hedging, dan penetapan timing. 1. Analisis Pasar Analisis pasar adalah suatu kegiatan untuk menilai potensi hasil, baik keuntungan atau kerugian, yang dapat timbul dari pelaksanaan kegiatan hedging dan rencana mitigasi risikonya. Analisis pasar digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan terkait strategi hedging berdasarkan analisa perkembangan kondisi pasar serta asesmen risiko yang antara lain meliputi: Analisa trend dan volatilitas nilai tukar serta proyeksi ke depan dengan berbagai metode yang didukung oleh analisa teknikal dan fundamental Monitoring perkembangan kondisi ekonomi global, regional, dan domestik yang berdampak terhadap pergerakan nilai tukar Dampak pelaksanaan hedging terhadap beban/pendapatan institusi dll Analisis pasar mencakup pula uji prospektif yang didasarkan pada berbagai skenario kondisi ekonomi. Uji prospektif adalah kegiatan melakukan analisis risiko, manfaat, dan biaya dari instrumen lindung nilai melalui analisis skenario dan/atau sensitivitas keluaran (output). Hal. 8 dari 17

28 2 Penetapan Jumlah Kebutuhan Hedging Penetapan Jumlah Kebutuhan Hedging adalah kegiatan untuk menetapkan jumlah kebutuhan hedging berdasarkan net exposure valas yang dihadapi oleh institusi. Net exposure Valas adalah selisih bersih aktiva/tagihan valas dan pasiva/kewajiban valas dalam neraca. 3. Penetapan Proporsi Hedging Penetapan Proporsi Hedging adalah kegiatan penentuan persentase dari total net exposure valas yang akan di-hedge. Penentuan persentase tersebut mempertimbangkan efektivitas hedging, biaya, risiko yang mampu diserap oleh institusi, serta risk appetite manajemen / pelaksana. 4. Pemilihan Instrumen dan Tenor Hedging Pemilihan Instrumen Hedging merupakan kegiatan penetapan jenis transaksi derivatif yang akan digunakan dalam rangka hedging. Dalam hal ini, jenis instrumen hedging yang dapat digunakan adalah FX Forward, FX swap, atau FX Option. Tenor hedging adalah jangka waktu kontrak dari instrumen hedging yang ditetapkan. Penetapan instrumen dan tenor hedging dilakukan berdasarkan karakteristik underlying yang akan di-hedge, kondisi likuiditas institusi, dan risk appetite. Underlying adalah objek transaksi hedging (item yang dilindungi) berupa aset, kewajiban, pendapatan, dan/atau arus kas. 5. Analisis Biaya Hedging Analisis Biaya Hedging adalah kegiatan perhitungan potensi beban biaya yang timbul sebagai dampak risiko dari kegiatan hedging. Perhitungan potensi biaya hedging diperlukan institusi terutama terkait dengan penyusunan anggaran dan penetapan perkiraan Harga Hal. 9 dari 17

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.26, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Transaksi Lindung Nilai. Pengelolaan. Utang Pemerintah. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PMK.08/2013 TENTANG TRANSAKSI

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 / PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI KEPADA BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 / PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI KEPADA BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 / PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI KEPADA BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan Bank Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/31/PBI/2005 TENTANG TRANSAKSI DERIVATIF GUBERNUR BANK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/31/PBI/2005 TENTANG TRANSAKSI DERIVATIF GUBERNUR BANK INDONESIA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/31/PBI/2005 TENTANG TRANSAKSI DERIVATIF GUBERNUR BANK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung upaya Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.53, 2016 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5861). PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 /PMK. 08/2017 TENT ANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI DALAM PENGELOLAAN UTANG PEMERINTAH

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 /PMK. 08/2017 TENT ANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI DALAM PENGELOLAAN UTANG PEMERINTAH MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INQONESIA SALIN AN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 /PMK. 08/2017 TENT ANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI DALAM PENGELOLAAN UTANG PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8 /POJK.03/2016 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM MELAKSANAKAN AKTIVITAS KEAGENAN PRODUK KEUANGAN LUAR NEGERI

Lebih terperinci

No. 10/ 48 /DPD Jakarta, 24 Desember 2008 S U R A T E D A R A N. kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA

No. 10/ 48 /DPD Jakarta, 24 Desember 2008 S U R A T E D A R A N. kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA No. 10/ 48 /DPD Jakarta, 24 Desember 2008 S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA Perihal : Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5861 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5743 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Valuta Asing. Rupiah. Bank. Domestik. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 223). PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

No.10/ 42 /DPD Jakarta, 27 November 2008. S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No.10/ 42 /DPD Jakarta, 27 November 2008. S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No.10/ 42 /DPD Jakarta, 27 November 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/18/PBI/2016 TENTANG TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/18/PBI/2016 TENTANG TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/18/PBI/2016 TENTANG TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Manajemen Kas EXIM (termasuk Pembiayaan EXIM/Trade Finance)

Manajemen Kas EXIM (termasuk Pembiayaan EXIM/Trade Finance) Single Rate Forward Jenis Produk dan/atau Layanan Penyimpanan Pinjaman Pengiriman Uang Bank Garansi Manajemen Kas EXIM (termasuk Pembiayaan EXIM/Trade Finance) ATM Pertukaran Uang/Forex Lainnya (sebutkan)

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Valuta Asing. Rupiah. Pihak Domestik. Bank. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 183). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

tetap yang disetujui selama jangka waktu yang disepakati dalam jangka waktu maksimum 1 tahun.

tetap yang disetujui selama jangka waktu yang disepakati dalam jangka waktu maksimum 1 tahun. Single Rate Forward Jenis Produk dan/atau Layanan Penyimpanan Pinjaman Pengiriman Uang Bank Garansi Manajemen Kas EXIM (termasuk Pembiayaan EXIM/Trade Finance) ATM Pertukaran Uang/Forex Lainnya (sebutkan)

Lebih terperinci

Manajemen Kas EXIM (termasuk Pembiayaan EXIM/Trade Finance)

Manajemen Kas EXIM (termasuk Pembiayaan EXIM/Trade Finance) Coupon Swap Jenis Produk dan/atau Layanan Penyimpanan Pinjaman Pengiriman Uang Bank Garansi Manajemen Kas EXIM (termasuk Pembiayaan EXIM/Trade Finance) ATM Pertukaran Uang/Forex Lainnya: Lindung Nilai

Lebih terperinci

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR../ /POJK/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DEWAN KOMISIONER NOMOR../.../POJK/2015

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2010 PERBANKAN. Bank Indonesia. Bank Umum. Kehati-hatian. Prinsip. Keagenan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5139) PERATURAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Valuta Asing. Penukaran. Bukan Bank. Usaha. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5932) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

No Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 2 Yang dimaksud dengan ko

No Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 2 Yang dimaksud dengan ko No. 5744 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Valuta Asing. Rupiah. Bank Asing. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 224) PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 4 /PBI/2009 TENTANG TRANSAKSI USD REPURCHASE AGREEMENT BANK KEPADA BANK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 4 /PBI/2009 TENTANG TRANSAKSI USD REPURCHASE AGREEMENT BANK KEPADA BANK INDONESIA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 4 /PBI/2009 TENTANG TRANSAKSI USD REPURCHASE AGREEMENT BANK KEPADA BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tujuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM - 1 - I. PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SECARA UMUM Sebagaimana diatur dalam

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Jasa Bank. Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri oleh Bank Umum

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Jasa Bank. Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri oleh Bank Umum Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Jasa Bank Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Aktivitas Keagenan Produk Keuangan Luar Negeri oleh Bank Umum Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Jasa Bank Prinsip

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM UMUM Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 9 /PBI/2010 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM MELAKSANAKAN AKTIVITAS KEAGENAN PRODUK KEUANGAN LUAR NEGERI OLEH BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 6 /PBI/2010 TENTANG TRANSAKSI REPURCHASE AGREEMENT CHINESE YUAN TERHADAP SURAT BERHARGA RUPIAH BANK KEPADA BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14/SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14/SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14/SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN - 1 - PEDOMAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI Konglomerasi

Lebih terperinci

Nanang Hendarsah. Direktur Task Force Program Pendalaman Pasar Keuangan

Nanang Hendarsah. Direktur Task Force Program Pendalaman Pasar Keuangan Nanang Hendarsah Direktur Task Force Program Pendalaman Pasar Keuangan Jakarta, 1 Juni 2015 2 1 2 3 4 5 Tujuan Penyempurnaan Ketentuan Skema Transaksi Cross Currency Swap (CCS) Skema Transaksi Dengan Settlement

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/15/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/16/PBI/2014 TENTANG TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/19/PBI/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/17/PBI/2013 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5626 KEUANGAN. OJK. Manajemen. Resiko. Terintegerasi. Konglomerasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 348) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa penyelenggara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/6/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/16/PBI/2014 TENTANG TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK DENGAN

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO)

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) Tbk NOMOR : /DEKOM-BTN/ /2016 DAN DIREKSI PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) Tbk NOMOR : SKB- /DIR-BTN/ /2016 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 7/25/PBI/2005 TENTANG SERTIFIKASI MANAJEMEN RISIKO BAGI PENGURUS DAN PEJABAT BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 7/25/PBI/2005 TENTANG SERTIFIKASI MANAJEMEN RISIKO BAGI PENGURUS DAN PEJABAT BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 7/25/PBI/2005 TENTANG SERTIFIKASI MANAJEMEN RISIKO BAGI PENGURUS DAN PEJABAT BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kondisi eksternal dan internal perbankan

Lebih terperinci

No. 15/24/DPM Jakarta, 5 Juli 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA

No. 15/24/DPM Jakarta, 5 Juli 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA No. 15/24/DPM Jakarta, 5 Juli 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 9 /PBI/2010 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM MELAKSANAKAN AKTIVITAS KEAGENAN PRODUK KEUANGAN LUAR NEGERI OLEH BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

TANYA JAWAB SURAT EDARAN BANK INDONESIA NO.17/ 7/49 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14

TANYA JAWAB SURAT EDARAN BANK INDONESIA NO.17/ 7/49 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14 TANYA JAWAB SURAT EDARAN BANK INDONESIA NO.17/ 7/49 49/DPM TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14 14/DPM PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA KOMITE AUDIT

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA KOMITE AUDIT PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA 2013 DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN REKAM JEJAK PERUBAHAN A PENDAHULUAN... 1 1. Latar Belakang... 1 2. Tujuan... 1 3. Ruang Lingkup... 1 4. Landasan Hukum...

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.183, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Valuta Asing. Rupiah. Pihak Domestik. Bank. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5926) PERATURAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/20172017 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.61,2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. Bank Indonesia. Bank Umum. Repurchase Agreement. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5127) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

2 Keseluruhan kondisi tersebut menyebabkan meningkatnya risiko penurunan capacity to repay (default) dari ULN Korporasi Nonbank. Selain itu, sebagian

2 Keseluruhan kondisi tersebut menyebabkan meningkatnya risiko penurunan capacity to repay (default) dari ULN Korporasi Nonbank. Selain itu, sebagian TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Prinsip. Kehati-Hatian. Utang Luar Negeri. Korporasi. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 394) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

No.14/ 11 /DPM Jakarta, 21 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No.14/ 11 /DPM Jakarta, 21 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No.14/ 11 /DPM Jakarta, 21 Maret 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Materi Pengaturan PBI NO.15/8/PBI/2013 tentang TRANSAKSI LINDUNG NILAI KEPADA BANK BANK INDONESIA OKTOBER 2013

Pokok-Pokok Materi Pengaturan PBI NO.15/8/PBI/2013 tentang TRANSAKSI LINDUNG NILAI KEPADA BANK BANK INDONESIA OKTOBER 2013 Pokok-Pokok Materi Pengaturan PBI NO.15/8/PBI/2013 tentang TRANSAKSI LINDUNG NILAI KEPADA BANK BANK INDONESIA OKTOBER 2013 LATAR BELAKANG Pasar valas domestik dalam tahap berkembang yang ditandai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/17/ PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/17/ PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/17/ PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/2/PBI/2007 TENTANG LAPORAN HARIAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/2/PBI/2007 TENTANG LAPORAN HARIAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/2/PBI/2007 TENTANG LAPORAN HARIAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia di sektor moneter, perbankan, dan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 33 /PBI/2009 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 33 /PBI/2009 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/ 33 /PBI/2009 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.953, 2015 KEMENSETNEG. Hibah. Pengelolaan. PERATURAN MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HIBAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH UMUM Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko

Lebih terperinci

TANYA JAWAB SURAT EDARAN BANK INDONESIA NO.17/ 7/49 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14

TANYA JAWAB SURAT EDARAN BANK INDONESIA NO.17/ 7/49 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14 TANYA JAWAB SURAT EDARAN BANK INDONESIA NO.17/ 7/49 49/DPM TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14 14/DPM PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENILAIAN PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA YANG BAIK LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

PEDOMAN PENILAIAN PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA YANG BAIK LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA PEDOMAN PENILAIAN PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA YANG BAIK LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA 1. Penilaian terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola yang baik Lembaga Pembiayaan Ekspor

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Transaksi. USD. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4979)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Transaksi. USD. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4979) No.30,2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Transaksi. USD. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4979) PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/4/PBI/2009

Lebih terperinci

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu No.298, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Syariah. Unit Usaha. Bank Umum. Manajemen Risiko. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5988) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

2017, No atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3/PMK.05/2014 tentang Penempatan Uang Negara pada Bank Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor

2017, No atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3/PMK.05/2014 tentang Penempatan Uang Negara pada Bank Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor No.588, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penempatan Uang Negara pada Bank Umum. Perubahan Kedua. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/PMK.05/2017 /PMK.05/2015 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.20, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Bank. Produk Keuangan Luar Negeri. Keagenan. Prinsip. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5844) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan 2015 O u t l i n e 1 Latar Belakang 2 Cakupan Pengaturan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/12/PBI/2006 TENTANG LAPORAN BERKALA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/12/PBI/2006 TENTANG LAPORAN BERKALA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/12/PBI/2006 TENTANG LAPORAN BERKALA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka penetapan kebijakan moneter, pemantauan stabilitas sistem keuangan,

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu melakukan perubahan atas Peraturan Bank Indonesia

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu melakukan perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.116, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Valuta Asing. Rupiah. Bank. Domestik. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5701). PERATURAN BANK

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 262/BL/2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1204, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penjualan. Daeler Utama. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 134/PMK.08/2013 TENTANG DEALER UTAMA DENGAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5932 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Valuta Asing. Penukaran. Bukan Bank. Usaha. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 194). PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK

Lebih terperinci

TANYA JAWAB SURAT EDARAN BANK INDONESIA NO. 18/35/DPPK PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING

TANYA JAWAB SURAT EDARAN BANK INDONESIA NO. 18/35/DPPK PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING TANYA JAWAB SURAT EDARAN BANK INDONESIA NO. 18/35/DPPK PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING 1. Q : Apa latar belakang dikeluarkannya SE No.18/35/DPPK tentang Transaksi

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN KERJA PIAGAM KOMITE AUDIT TELKOM GROUP

PEDOMAN PELAKSANAAN KERJA PIAGAM KOMITE AUDIT TELKOM GROUP PEDOMAN PELAKSANAAN KERJA PIAGAM KOMITE AUDIT TELKOM GROUP (Keputusan Dewan Komisaris No. 07/KEP/DK/2013 tanggal 22 Juli 2013) I. LATAR BELAKANG DAN TUJUAN 1. LATAR BELAKANG Perusahaan Perseroan (Persero)

Lebih terperinci

-2- M E M U T U S K A N Menetapkan : PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PEMENUHAN KEBUTUHAN VALUTA ASING KORPORASI DOMESTIK MELALUI BANK

-2- M E M U T U S K A N Menetapkan : PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PEMENUHAN KEBUTUHAN VALUTA ASING KORPORASI DOMESTIK MELALUI BANK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 22 /PBI/2008 TENTANG PEMENUHAN KEBUTUHAN VALUTA ASING KORPORASI DOMESTIK MELALUI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya PBI

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA KOMITE AUDIT

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA KOMITE AUDIT PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA 2013 DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN REKAM JEJAK PERUBAHAN A PENDAHULUAN... 1 1. Latar Belakang... 1 2. Tujuan... 1 3. Ruang Lingkup... 1 4. Landasan Hukum...

Lebih terperinci

No. 14/ 18 /DPM Jakarta, 8 Juni 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA

No. 14/ 18 /DPM Jakarta, 8 Juni 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA No. 14/ 18 /DPM Jakarta, 8 Juni 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174/PMK.08/2016 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN JAMINAN KEPADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT SARANA MULTI INFRASTRUKTUR DALAM RANGKA PENUGASAN PENYEDIAAN

Lebih terperinci

FAKTOR PENILAIAN: PELAKSANAAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS

FAKTOR PENILAIAN: PELAKSANAAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS FAKTOR PENILAIAN: PELAKSANAAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS II. PELAKSANAAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARISIS Tujuan Untuk menilai: Kecukupan jumlah, komposisi, integritas dan kompetensi

Lebih terperinci

No.18/13/DPM Jakarta, 24 Mei Kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA

No.18/13/DPM Jakarta, 24 Mei Kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA No.18/13/DPM Jakarta, 24 Mei 2016 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/2/DPM tanggal 28 Januari 2014 perihal

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5 / 5 / PBI / 2003 TENTANG PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5 / 5 / PBI / 2003 TENTANG PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5 / 5 / PBI / 2003 TENTANG PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengembangan pasar uang Rupiah dan valuta

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /POJK.04/2016 TENTANG PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

Laporan Penilaian Sendiri (Self Assessment ) Penerapan Tata Kelola BPR

Laporan Penilaian Sendiri (Self Assessment ) Penerapan Tata Kelola BPR Laporan Penilaian Sendiri (Self Assessment ) Tata Kelola BPR Profil BPR Nama BPR Alamat BPR Posisi Laporan Modal Inti BPR Total Aset BPR Bobot Faktor BPR PT BPR KEPRI BINTAN JL. D.I. Panjaitan KM. IX No.

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR. 13/ 8 /PBI/2011 TENTANG LAPORAN HARIAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR. 13/ 8 /PBI/2011 TENTANG LAPORAN HARIAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR. 13/ 8 /PBI/2011 TENTANG LAPORAN HARIAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas merupakan suatu kegiatan jual beli produk antar negara tanpa adanya

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SUMBERDAYA SEWATAMA

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SUMBERDAYA SEWATAMA PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SUMBERDAYA SEWATAMA 1 DAFTAR ISI I. DEFINISI...3 II. VISI DAN MISI...4 III. TUJUAN PENYUSUNAN PIAGAM KOMITE AUDIT...4 IV. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB...4 V.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN KERANGKA MANAJEMEN RISIKO

KEBIJAKAN DAN KERANGKA MANAJEMEN RISIKO Kebijakan KEBIJAKAN DAN KERANGKA MANAJEMEN RISIKO Dalam menjalankan fungsi, Bank membentuk tata kelola manajemen risiko yang sehat, Satuan Kerja yang Independen, merumuskan tingkat risiko yang akan diambil

Lebih terperinci

No. 17/29/DPM Jakarta, 26 Oktober 2015 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA DI INDONESIA

No. 17/29/DPM Jakarta, 26 Oktober 2015 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA DI INDONESIA No. 17/29/DPM Jakarta, 26 Oktober 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA DI INDONESIA Perihal: Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.162, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Transaksi. Lindung Nilai. Bank Umum. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5451) PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PIAGAM KOMITE AUDIT DAN RISIKO USAHA (BUSINESS RISK AND AUDIT COMMITTEES CHARTER) PT WIJAYA KARYA BETON Tbk. BAGIAN I

PIAGAM KOMITE AUDIT DAN RISIKO USAHA (BUSINESS RISK AND AUDIT COMMITTEES CHARTER) PT WIJAYA KARYA BETON Tbk. BAGIAN I PIAGAM KOMITE AUDIT DAN RISIKO USAHA (BUSINESS RISK AND AUDIT COMMITTEES CHARTER) PT WIJAYA KARYA BETON Tbk. BAGIAN I 1.1. Pengertian Komite Audit dan Risiko Usaha adalah komite yang dibentuk oleh dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur. No.515, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 229/PMK. 01/2009 TENTANG TATACARA PELAKSANAAN PEMBERIAN

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN TRANSAKSI DERIVATIF

PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN TRANSAKSI DERIVATIF Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/ 45 /DPD tanggal 15 September 2005 PETUNJUK PENGISIAN LAPORAN TRANSAKSI DERIVATIF Laporan Transaksi Derivatif yang wajib disampaikan kepada Bank Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 5/POJK.05/2013

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 5/POJK.05/2013 PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 5/POJK.05/2013 TENTANG PENGAWASAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN I. UMUM Ketentuan Pasal 39 UU BPJS mengatur bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

KOMITE AUDIT CHARTER

KOMITE AUDIT CHARTER KOMITE AUDIT CHARTER 2015 DEWAN PENGAWAS PERUM PERURI KOMITE AUDIT CHARTER Lampiran Surat Keputusan Dewan Pengawas Nomor : Tanggal : peruxi KOMITE AUDIT CHARTER 2015 GI - scs DAFTAR ISI Hal. BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 108/PMK.08/2007 TENTANG SISTEM DEALER UTAMA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 108/PMK.08/2007 TENTANG SISTEM DEALER UTAMA MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 108/PMK.08/2007 TENTANG SISTEM DEALER UTAMA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan Sistem Dealer Utama dan untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/16/PBI/2014 TENTANG TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/16/PBI/2014 TENTANG TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/16/PBI/2014 TENTANG TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

No. 13/ 23 /DPNP Jakarta, 25 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 13/ 23 /DPNP Jakarta, 25 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 13/ 23 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran No. 5/21/DPNP perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi

Lebih terperinci

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA AGI ANK PERKREDITAN RAKYAT PEDOMAN PENILAIAN PENERAPAN TATA KELOLA AGI PR - 1 - Penjelasan Umum Pedoman

Lebih terperinci

No. 16/ 2 /DPM Jakarta, 28 Januari 2014 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM. Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia.

No. 16/ 2 /DPM Jakarta, 28 Januari 2014 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM. Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. No. 16/ 2 /DPM Jakarta, 28 Januari 2014 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/16/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/17/PBI/2014 TENTANG TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING DENGAN

Lebih terperinci

FAKTOR PENILAIAN: PELAKSANAAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS

FAKTOR PENILAIAN: PELAKSANAAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS PELAKSANAAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS II. PELAKSANAAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARISIS Tujuan Untuk menilai: kecukupan jumlah, komposisi, integritas dan kompetensi anggota Dewan

Lebih terperinci

Yth. 1. Perusahaan Asuransi; 2. Perusahaan Asuransi Syariah; 3. Perusahaan Reasuransi; dan 4. Perusahaan Reasuransi Syariah di tempat.

Yth. 1. Perusahaan Asuransi; 2. Perusahaan Asuransi Syariah; 3. Perusahaan Reasuransi; dan 4. Perusahaan Reasuransi Syariah di tempat. Yth. 1. Perusahaan Asuransi; 2. Perusahaan Asuransi Syariah; 3. Perusahaan Reasuransi; dan 4. Perusahaan Reasuransi Syariah di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15/SEOJK.05/2014

Lebih terperinci