BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Biofisik Kecamatan Andong, Klego, dan Simo Berdasarkan hasil analisis sistem informasi geografi terhadap kondisi biofisik lahan di Kecamatan Andong, Klego, dan Simo untuk budidaya ubi kayu adalah: - Rerata suhu tahunan di Kecamatan Andong, Klego, dan Simo antara C. Menurut Djaenudin dkk (2003), wilayah ini termasuk kelas S1 (sangat sesuai). - Curah hujan tahunan di Kecamatan Andong, Klego, dan Simo adalah antara mm (S1/sangat sesuai), mm dan mm (S2/cukup sesuai). - Lereng di Kecamatan Andong, Klego, dan Simo sangat bervariasi, yaitu <8,00% (S1/sangat sesuai), 8,00-16,00% (S2/cukup sesuai), 16,00-30,00 (S3/sesuai marginal), dan >30,00% (N/tidak sesuai). - Tekstur tanah di Kecamatan Andong, Klego, dan Simo termasuk kelas agak halus, sedang (S1/sangat sesuai), serta halus dan agak kasar (S2/cukup sesuai). - Kandungan hara N total tanah di Kecamatan Andong, Klego, dan Simo adalah 0,20-0,50% (harkat sedang, kelas S2/cukup sesuai) dan 0,10-0,20% (harkat rendah, kelas S3/sesuai marginal). - Kandungan hara P 2 O 5 tanah di Kecamatan Andong, Klego, dan Simo adalah >0,04% (harkat tinggi, kelas S1/sangat sesuai). - Kandungan hara K 2 O tanah di Kecamatan Andong, Klego, dan Simo adalah >0,04% (harkat tinggi, kelas S1/sangat sesuai). - Kandungan bahan organik tanah di Kecamatan Andong, Klego, dan Simo adalah 2,00-4,00% (harkat sedang, kelas S2/cukup sesuai) dan 1,00-2,00% (harkat rendah, kelas S3/sesuai marginal). - Nilai KTK tanah di Kecamatan Andong, Klego, dan Simo adalah >25,00 cmol (harkat tinggi, kelas S1/sangat sesuai) dan 16,00-25,00 cmol (harkat sedang, kelas S2/cukup sesuai). - Nilai derajat keasaman tanah di Kecamatan Andong, Klego, dan Simo adalah 5,20-7,00 (S1/sangat sesuai). 18

2 4.2. Kesesuaian Tanaman Ubi Kayu di Kecamatan Andong Faktor Pembatas Kesesuaian Tanaman Ubi Kayu dan Pemetaan Kesesuaian Tanaman Ubi Kayu Dari hasil tahapan pencocokan (matching) antara karakteristik biofisik (variabel tanah dan iklim) di Kecamatan Andong dengan karakteristik kesesuaian tanaman ubi kayu menurut Djaenudin (2003), terdapat faktor pembatas maksimal yaitu kelompok tekstur tanah, KTK, dan lereng. Dari proses matching tersebut, masing-masing faktor digunakan untuk menentukan bobot pada ekstensi ModelBuilder ArcView 3.2, sehingga dihasilkan peta kesesuaian tanaman ubi kayu di Kecamatan Andong, sebagai berikut: Gambar 4.1. Peta kesesuaian tanaman ubi kayu di Kecamatan Andong pada skala 1: (dicetak pada kertas ukuran A0) 19

3 Tabel 4.1. Tabel Luas Lahan Sesuai Kelas Kesesuaian untuk Kecamatan Andong Desa Luas (ha) S1 S2 S3 N Tidak ada data Andong 301,84 19,29 4,15 0,00 0,00 Beji 323,86 32,27 9,89 0,00 0,00 Gondangrawe 286,24 0,11 0,00 0,00 0,20 Kacangan 289,21 0,11 0,00 0,00 0,00 Kadipaten 333,77 122,42 6,57 0,00 2,12 Kedungdowo 304,20 23,06 1,55 0,00 1,51 Kunti 359,08 67,30 3,40 0,00 0,77 Mojo 331,91 0,22 0,00 0,00 0,00 Munggur 255,59 0,54 0,00 0,00 0,00 Pakang 345,40 0,00 0,00 0,00 0,00 Pakel 294,79 4,30 0,00 0,00 1,66 Pelemrejo 191,58 109,86 4,92 0,00 1,40 Pranggong 316,02 39,65 0,16 0,00 0,60 Semawung 339,07 76,44 1,15 0,00 0,52 Sempu 682,78 68,13 1,12 0,00 2,43 Senggrong 290,14 2,70 0,00 0,00 1,17 Total 5.245,46 566,40 32,91 0,00 12,38 Persentase (%) 89,56 9,67 0,56 0,00 0,21 Sumber: hasil analisis primer Deskripsi Kesesuaian Lahan di Kecamatan Andong Kecamatan Andong memiliki kesesuaian lahan sebagai berikut: 1. Kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) merupakan lahan yang sangat sesuai untuk budidaya ubi kayu dan dibutuhkan sangat sedikit material tambahan (input), seperti pengolahan tanah, pengairan, bahan organik, dan pupuk. Pada kelas S1, tanaman budidaya dapat menghasilkan 100,00-80,00% dari potensi hasil (Sys dkk, 1991). Di Kecamatan Andong, kelas lahan S1 tersebar di semua desa. Total luas lahan S1 adalah 5.245,46 ha atau 89,56% dari total luas kecamatan. 2. Kesesuaian lahan S2 (cukup sesuai) merupakan lahan dengan faktor pembatas yang akan memengaruhi produktivitas umbi ubi kayu, sehingga perlu material tambahan (input) seperti pengolahan tanah, pengairan, bahan organik, dan pupuk. Pada kelas lahan S2, tanaman budidaya dapat menghasilkan antara 80,00-60,00% dari potensi hasil (Sys dkk, 1991). Di Kecamatan Andong, wilayah yang memiliki lahan kelas S2 adalah Desa Andong (19,29 ha), Beji (32,27 ha), Gondangrawe (0,11 ha), Kacangan (0,11 ha), Kadipaten (122,42 ha), Kedungdowo (23,06 ha), Kunti (67,30 ha), Mojo (0,22 ha), Munggur (0,54 ha), Pakel (4,30 ha), Palemrejo (109,86 ha), Pranggong (39,65 ha), 20

4 Semawung (76,44 ha), Sempu (68,13 ha), Senggrong (2,70 ha). Total luas lahan kelas S2 adalah 566,40 ha atau 9,67% dari total luas kecamatan. Faktor pembatas pada wilayah-wilayah S2 adalah (1) tekstur tanah termasuk kelompok tanah halus (liat berpasir, liat, liat berdebu) atau tanah agak kasar (lempung berpasir). Tekstur sangat memengaruhi pertumbuhan tanaman, khususnya bagian umbi. Untuk memperbaiki tekstur tanah dapat dilakukan pengolahan tanah dan penambahan bahan organik. (2) Nilai KTK pada kelas tanah S2 adalah 16,00. KTK tanah dapat memengaruhi pengikatan ion hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Untuk meningkatkan nilai KTK dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik. (3) Lereng pada kelas S2 adalah antara 8,00-16,00%, yang berarti memiliki tingkat bahaya erosi antara rendah-sedang. Menurut Djaenudin dkk (2011), pada kelas tanah dengan tingkat bahaya erosi rendah-sedang, jumlah tanah yang hilang adalah 0,15-1,80 cm.tahun -1. Untuk meminimalkan bahaya erosi yang disebabkan oleh kelerengan, maka dibuat terasering. 3. Kesesuaian lahan S3 (sesuai marginal) merupakan lahan dengan faktor pembatas berat sehingga produktivitas umbi ubi kayu akan terpengaruh. Pada kelas lahan S3 perlu material tambahan (input) seperti pengolahan tanah, pengairan, bahan organik, dan pupuk yang lebih banyak daripada kelas tanah S2. Tanaman budidaya dapat menghasilkan antara 60,00-40,00% dari potensi hasil (Sys dkk, 1991). Di Kecamatan Andong, wilayah yang memiliki lahan kelas S3 adalah Desa Andong (4,15 ha), Beji (9,89 ha), Kadipaten (6,57 ha), Kedungdowo (1,55 ha), Kunti (3,40 ha), Palemrejo (4,92 ha), Pranggong (0,16 ha), Semawung (1,15 ha), Sempu (1,12 ha). Total luas lahan kelas S3 adalah 32,91 ha atau 0,56% dari total luas kecamatan. Faktor pembatas pada wilayah-wilayah S3 adalah (1) tekstur tanah termasuk kelompok tanah sangat halus (dominan liat). Tekstur sangat memengaruhi pertumbuhan tanaman, khususnya bagian umbi. Untuk memperbaiki tekstur tanah dapat dilakukan pengolahan tanah dan penambahan bahan organik. (2) Nilai KTK pada kelas tanah S3 adalah 16,00. KTK tanah dapat memengaruhi pengikatan ion hara yang dibutuhkan tanaman. Untuk meningkatkan nilai KTK dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik. (3) Lereng pada kelas S3 antara 16,00-30,00%, yang berarti bahwa pada wilayah ini memiliki tingkat bahaya erosi berat. Menurut Djaenudin dkk (2011), pada kelas tanah dengan tingkat bahaya erosi berat, jumlah tanah hilang adalah 1,80-4,80 cm.tahun -1. Untuk meminimalkan bahaya erosi karena kelerengan, maka dibuat terasering. 21

5 4. Berdasarkan pengolahan data menggunakan ekstensi ModelBuilder ArcView 3.2, di Kecamatan Andong tidak terdapat kelas kesesuaian N (tidak sesuai), sedangkan margin error (tidak ada data) pada pengolahan data Kecamatan Andong adalah 0,21%. Tabel 4.2. Tabel Potensi Produksi dan Potensi Kesesuaian Menurut Kelas Kesesuaian Potensi Produksi Kelas Kesesuaian Potensi Deskripsi Potensi Kesesuaian Lahan (ton.ha -1 Menurut Kelas ) (ton.ha -1 ) Kesesuaian* (%) S1 40,00 100,00-80,00 40,00-32,00 S2 40,00 80,00-60,00 32,00-24,00 S3 40,00 60,00-40,00 24,00-16,00 Keterangan: * Sys dkk (1991) Verifikasi Kesesuaian Lahan di Kecamatan Andong Berdasarkan verifikasi dengan mewawancarai petani di Kecamatan Andong, hasil rataan tanaman ubi kayu cukup bervariasi. (1) Wagimin, 69 tahun, petani asal Dusun Ngoyog, Desa Beji menanam ubi kayu jenis Gatotkaca yang rata-rata menghasilkan umbi basah 3,33 ton.ha -1. Desa Beji memiliki 88,48% lahan kelas S1. (2) Tukiran, 50 tahun, petani asal Dusun Pakel, Desa Pakel menanam ubi kayu jenis yang sama, rata-rata menghasilkan umbi basah 15,00 ton.ha -1. Desa Pakel memiliki 98,02% lahan kelas S1 (3) Sunardi, 85 tahun, petani asal Dusun Beran, Desa Pranggong menanam ubi kayu jenis Gatotkaca, rata-rata menghasilkan umbi basah 3,20 ton.ha -1. Desa Pranggong memiliki 88,66% lahan kelas S1 (4) Kawoco, 70 tahun, petani asal Dusun Kadipaten, Desa Kadipaten menanam ubi kayu kuning yang rata-rata menghasilkan umbi basah sebanyak 20,00 ton.ha -1. Desa Kadipaten memiliki 71,80% lahan kelas S1. Rata-rata produksi petani tersebut (data primer) adalah 10,38 ton.ha -1. Periode budidaya tanaman berkisar antara 6-12 bulan. Tabel 4.3. Tabel Produksi Potensi dan Produksi Rata-Rata Kecamatan Andong Potensi dan Produksi Ubi Kayu Nilai (ton.ha -1 ) Potensi produksi deskripsi 40,00 Potensi kesesuaian minimal S1 (sangat sesuai) 32,00 Potensi kesesuaian minimal S2 (cukup sesuai) 24,00 Potensi kesesuaian minimal S3 (sesuai marginal) 16,00 Produksi rata-rata di Kecamatan Andong (89,56% S1) (primer) 10,38 Produksi rata-rata di Kecamatan Andong (89,56% S1) (sekunder) 18,00 Produksi rata-rata di Kecamatan Andong (89,56% S1) (BPS, 2012) 24,20 22

6 Informasi dari Tri Ismail, Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kecamatan Andong, rata-rata produksi (data sekunder) adalah 18,00 ton.ha -1. Informasi-informasi di atas, diolah pada Tabel 4.3. Dari hasil verifikasi lapangan, rata-rata produksi ubi kayu di Kecamatan Andong adalah 10,38 ton.ha -1 (data primer) dan 18,00 ton.ha -1 (data sekunder). Nilai ini di bawah potensi kesesuaian minimal S1 (32,00 ton.ha -1 ). Hal ini karena teknologi budidaya tanaman ubi kayu yang dilakukan petani masih kurang tepat, seperti: - Sebagian petani tidak melakukan pengolahan tanah sebelum menanam, sehingga pertumbuhan tanaman tidak optimal. Pengolahan tanah (medium tanam) diperlukan agar setiap komponen tekstur tanah teraduk, sehingga perkembangan akar lebih baik. Menurut Sundari (2010), tujuan utama pengolahan tanah adalah untuk memperbaiki struktur tanah, menekan pertumbuhan gulma, dan konservasi tanah. - Aktivitas pemeliharaan yang kurang intensif, seperti tidak ada penyiangan, pendangiran, dan pembumbunan. Penyiangan berfungsi meminimalkan kompetisi antara tanaman dengan gulma. Menurut Wargiono (2007) dalam Sundari (2010), gulma dapat menyebabkan produktivitas turun hingga 75,00%. Pendangiran berfungsi untuk memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah dapat dengan mudah mengikat udara dan air. Pembumbunan berfungsi untuk menggemburkan tanah (Sundari, 2010) dan menutup akar tanaman agar tidak berada di permukaan tanah. Akar tanaman di permukaan tanah menyebabkan umbi tidak berkembang optimal, karena tidak menyerap air dengan baik. Menurut De Silva (2007) dalam Sundari (2010), pembumbunan paling efektif dilakukan pada saat umur tanaman 2-4 bulan. - Kondisi lahan penanaman yang tidak sesuai dengan syarat tumbuh. Sebagian besar petani menanam ubi kayu di pekarangan rumah atau lahan dengan naungan. Tanaman ubi kayu yang ternaungi menyebabkan dominasi pertumbuhan tajuk, yang disebabkan oleh reaksi hormon auksin. Menurut Audus (1972) dalam Gardner dkk (2008), auksin dapat rusak karena sinar, sehingga lama penyinaran yang relatif panjang dimaksudkan untuk memaksimalkan perkembangan umbi, yang didorong oleh aktivitas auksin yang berpindah ke bawah. Gerakan polaritas auksin bersifat basipetal, yaitu dari ujung ke basal dan juga pengaruh geotropisme (gravitasi) (Gardner, 2008). Naungan juga menyebabkan kelembapan tinggi sehingga tanaman rentan terhadap serangan 23

7 bakteri Xanthomonas campestris pathovar manihotis, yang menyebabkan penyakit hawar daun (bacterial blight disease). Kerugian akibat penyakit ini dapat mencapai 100,00%. Untuk mengelola penyakit ini adalah dengan memotong batang tanaman sakit (Semangun, 1990; 2006; 2008). - Sebagian petani menanam ubi kayu dengan jarak tanam yang terlalu rapat sekitar 50 cm x 50 cm, sehingga menyebabkan kompetisi antar-individu tinggi. Individu tanaman berkompetisi dalam memperoleh cahaya matahari, ruang pertumbuhan, dan hara, yang menyebabkan produksi umbi rendah. Jarak tanam yang ideal adalah 100 cm x 100 cm (Tongglum dkk, 2001) atau 100 cm x 80 cm (Saleh dkk, 2014). - Petani menggunakan stek dari bagian ujung, tengah, maupun pangkal batang. Pemilihan stek pada bagian ujung menyebabkan pertumbuhan batang memanjang karena kandungan asam indolasetat (IAA). Menurut Went (1926) dalam Salisbury dan Ross (1995), IAA pada ujung batang (koleoptil) memacu pemanjangan ujung batang. Pemilihan stek pada bagian pangkal menyebabkan pertumbuhan terhambat karena reproduksi sel rendah. Pemilihan stek yang baik adalah cm dari ujung batang atau cm dari pangkal (BIP Papua, 1995), sepanjang 20 cm (Tongglum dkk, 2001) Kesesuaian Tanaman Ubi Kayu di Kecamatan Klego Faktor Pembatas Kesesuaian Tanaman Ubi Kayu dan Pemetaan Kesesuaian Tanaman Ubi Kayu Dari hasil tahapan pencocokan (matching) antara karakteristik biofisik (variabel tanah dan iklim) di Kecamatan Klego dengan karakteristik kesesuaian tanaman ubi kayu menurut Djaenudin (2003), terdapat faktor pembatas maksimal yaitu kelompok tekstur tanah, KTK, dan lereng. Dari proses matching tersebut, masing-masing faktor digunakan untuk menentukan bobot pada ekstensi ModelBuilder ArcView 3.2, sehingga dihasilkan peta kesesuaian tanaman ubi kayu di Kecamatan Klego, sebagai berikut: 24

8 Gambar 4.2. Peta kesesuaian tanaman ubi kayu di Kecamatan Klego pada skala 1: (dicetak pada kertas ukuran A0) Tabel 4.4. Tabel Luas Lahan Sesuai Kelas Kesesuaian untuk Kecamatan Klego Desa Luas (ha) S1 S2 S3 N Tidak ada data Bade 234,43 52,30 0,74 0,00 0,00 Banyuurip 350,14 86,19 3,08 0,00 0,20 Blumbang 365,02 40,70 26,88 0,00 0,98 Gondanglegi 296,58 301,77 7,20 0,00 3,48 Jaten 194,70 42,04 72,53 0,00 1,32 Kalangan 246,09 153,01 84,91 0,00 0,00 Karanggatak 180,39 131,66 7,30 0,00 0,70 Karangmojo 215,76 35,73 5,42 0,00 0,84 Klego 267,37 57,66 0,97 0,00 1,33 Sangge 285,30 93,26 34,93 0,00 0,00 Sendangrejo 329,59 223,55 113,13 0,00 0,00 Sumberagung 388,03 88,28 4,25 0,00 1,09 Tanjung 369,25 129,32 68,10 0,00 0,86 Total 3.722, ,46 429,43 0,00 10,81 Persentase (%) 66,50 25,64 7,67 0,00 0,19 Sumber: hasil analisis primer 25

9 Deskripsi Kesesuaian Lahan di Kecamatan Klego Kecamatan Klego memiliki kesesuaian lahan sebagai berikut: 1. Kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) merupakan lahan yang sangat sesuai untuk budidaya ubi kayu dan dibutuhkan sangat sedikit material tambahan (input), seperti pengolahan tanah, pengairan, bahan organik, dan pupuk. Pada kelas S1, tanaman budidaya dapat menghasilkan 100,00-80,00% dari potensi hasil (Sys dkk, 1991). Di Kecamatan Klego, kelas lahan S1 tersebar di semua desa. Total luas lahan S1 (sangat sesuai) adalah 3.722,63 ha atau 66,50% dari total luas kecamatan. 2. Kesesuaian lahan S2 (cukup sesuai) merupakan lahan dengan faktor pembatas yang akan memengaruhi produktivitas umbi ubi kayu, sehingga perlu material tambahan (input) seperti pengolahan tanah, pengairan, bahan organik, dan pupuk. Pada kelas lahan S2, tanaman budidaya dapat menghasilkan antara 80,00-60,00% dari potensi hasil (Sys dkk, 1991). Di Kecamatan Klego, wilayah yang memiliki kelas lahan S2 adalah Desa Bade (52,30 ha), Banyuurip (86,19 ha), Blumbang (40,70 ha), Gondanglegi (301,77 ha), Jaten (42,04 ha), Kalangan (153,01 ha), Karanggatak (131,66 ha), Karangmojo (35,73 ha), Klego (57,66 ha), Sangge (93,26 ha), Sendangrejo (223,55 ha), Sumberagung (88,28 ha), Tanjung (129,32 ha). Total luas lahan kelas S2 adalah 1.435,46 ha atau 25,64% dari total luas kecamatan. Faktor pembatas pada wilayah-wilayah S2 adalah (1) tekstur tanah termasuk kelompok tanah halus (liat berpasir, liat, liat berdebu) atau tanah agak kasar (lempung berpasir). Tekstur sangat memengaruhi pertumbuhan tanaman, khususnya bagian umbi. Untuk memperbaiki tekstur tanah dapat dilakukan pengolahan tanah dan penambahan bahan organik. (2) Nilai KTK pada kelas tanah S2 adalah 16,00. KTK tanah dapat memengaruhi pengikatan ion hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Untuk meningkatkan nilai KTK dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik. (3) Lereng pada kelas S2 adalah antara 8,00-16,00%, yang berarti memiliki tingkat bahaya erosi antara rendah-sedang. Menurut Djaenudin dkk (2011), pada kelas tanah dengan tingkat bahaya erosi rendah-sedang, jumlah tanah yang hilang adalah 0,15-1,80 cm.tahun -1. Untuk meminimalkan bahaya erosi yang disebabkan oleh kelerengan, maka dibuat terasering. 3. Kesesuaian lahan S3 (sesuai marginal) merupakan lahan dengan faktor pembatas berat sehingga produktivitas umbi ubi kayu akan terpengaruh. Pada kelas lahan S3 perlu material tambahan (input) seperti pengolahan tanah, pengairan, bahan organik, dan pupuk yang lebih banyak daripada kelas tanah S2. Tanaman budidaya dapat menghasilkan antara 60,00-40,00% dari potensi hasil (Sys dkk, 1991). Di Kecamatan 26

10 Klego, wilayah yang memiliki lahan kelas ini adalah Desa Bade (0,74 ha), Banyuurip (3,08 ha), Blumbang (26,88 ha), Gondanglegi (7,20 ha), Jaten (72,53 ha), Kalangan (84,91 ha), Karanggatak (7,30 ha), Karangmojo (5,42 ha), Klego (0,97 ha), Sangge (34,93 ha), Sendangrejo (113,13 ha), Sumberagung (4,25 ha), Tanjung (68,10 ha). Total luas lahan kelas S3 adalah 429,43 ha atau 7,67% dari total luas kecamatan. Faktor pembatas pada wilayah-wilayah S3 adalah (1) tekstur tanah termasuk kelompok tanah sangat halus (dominan liat). Tekstur sangat memengaruhi pertumbuhan tanaman, khususnya bagian umbi. Untuk memperbaiki tekstur tanah dapat dilakukan pengolahan tanah dan penambahan bahan organik. (2) Nilai KTK pada kelas tanah S3 adalah 16,00. KTK tanah dapat memengaruhi pengikatan ion hara yang dibutuhkan tanaman. Untuk meningkatkan nilai KTK dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik. (3) Lereng pada kelas S3 antara 16,00-30,00%, yang berarti bahwa pada wilayah ini memiliki tingkat bahaya erosi berat. Menurut Djaenudin dkk (2011), pada kelas tanah dengan tingkat bahaya erosi berat, jumlah tanah hilang adalah 1,80-4,80 cm.tahun -1. Untuk meminimalkan bahaya erosi karena kelerengan, maka dibuat terasering. 4. Berdasarkan pengolahan data menggunakan ekstensi ModelBuilder ArcView 3.2, di Kecamatan Klego tidak terdapat kelas kesesuaian N (tidak sesuai), sedangkan margin error (tidak ada data) pada pengolahan data Kecamatan Klego adalah 0,19%. Tabel 4.5. Tabel Potensi Produksi dan Potensi Kesesuaian Menurut Kelas Kesesuaian Potensi Produksi Kelas Kesesuaian Potensi Deskripsi Potensi Kesesuaian Lahan (ton.ha -1 Menurut Kelas ) (ton.ha -1 ) Kesesuaian* (%) S1 40,00 100,00-80,00 40,00-32,00 S2 40,00 80,00-60,00 32,00-24,00 S3 40,00 60,00-40,00 24,00-16,00 Keterangan: * Sys dkk (1991) Verifikasi Kesesuaian Lahan di Kecamatan Klego Berdasarkan verifikasi dengan mewawancarai petani di Kecamatan Klego, hasil rataan tanaman ubi kayu cukup bervariasi. (1) Sumiyati, 35 tahun, petani asal Dusun Gondanglegi, Desa Gondanglegi menanam ubi kayu kuning, rata-rata menghasilkan umbi basah 7,00 ton.ha -1. Desa Gondanglegi memiliki 48,70% lahan kelas S1. (2) Sukardi, 50 tahun, petani asal Dusun Karanganyar, Desa Klego menanam ubi kayu jenis Gatotkaca, Karnama, Rendani dan lokal yang rata-rata seluruhnya menghasilkan umbi basah 11,00 ton.ha -1. Desa Klego memiliki 81,68% lahan kelas S1. 27

11 (3) Matori, 65 tahun, petani asal Dusun Sumber, Desa Sumberagung menanam ubi kayu jenis Gatotkaca yang rata-rata menghasilkan umbi basah 8,57 ton.ha -1. Desa Sumberagung memiliki 80,56% lahan kelas S1 (4) Sukir, 85 tahun, petani asal Dusun Karanglo, Desa Kalangan menanam ubi kayu jenis Gatotkaca yang rata-rata menghasilkan umbi basah 7,50 ton.ha -1. Desa Kalangan memiliki 50,84% lahan kelas S1. Rata-rata produksi petani tersebut (data primer) adalah 8,52 ton.ha -1. Periode budidaya tanaman berkisar antara 6-12 bulan. Informasi dari Jumeri, Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kecamatan Klego, ratarata produksi (data sekunder) adalah 16,91 ton.ha -1. Informasi-informasi di atas, diolah pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Tabel Potensi dan Produksi Rata-Rata Ubi Kayu di Kecamatan Klego Potensi dan Produksi Ubi Kayu Nilai (ton.ha -1 ) Potensi produksi deskripsi 40,00 Potensi kesesuaian minimal S1 (sangat sesuai) 32,00 Potensi kesesuaian minimal S2 (cukup sesuai) 24,00 Potensi kesesuaian minimal S3 (sesuai marginal) 16,00 Produksi rata-rata di Kecamatan Klego (66,50% S1) (primer) 8,52 Produksi rata-rata di Kecamatan Klego (66,50% S1) (sekunder) 16,91 Produksi rata-rata di Kecamatan Klego (66,50% S1) (BPS, 2012) 23,99 Dari hasil verifikasi lapangan, rata-rata produksi ubi kayu di Kecamatan Klego adalah 8,52 ton.ha -1 (data primer) dan 16,91 ton.ha -1 (data sekunder). Nilai ini di bawah potensi kesesuaian minimal S1 (32,00 ton.ha -1 ). Hal ini karena teknologi budidaya tanaman ubi kayu yang dilakukan petani masih kurang tepat, seperti: - Sebagian petani tidak melakukan pengolahan tanah sebelum menanam, sehingga pertumbuhan tanaman tidak optimal. Pengolahan tanah (medium tanam) diperlukan agar setiap komponen tekstur tanah teraduk, sehingga perkembangan akar lebih baik. Menurut Sundari (2010), tujuan utama pengolahan tanah adalah untuk memperbaiki struktur tanah, menekan pertumbuhan gulma, dan konservasi tanah. - Aktivitas pemeliharaan yang kurang intensif, seperti tidak ada penyiangan, pendangiran, dan pembumbunan. Penyiangan berfungsi meminimalkan kompetisi antara tanaman dengan gulma. Menurut Wargiono (2007) dalam Sundari (2010), gulma dapat menyebabkan produktivitas turun hingga 75,00%. Pendangiran berfungsi untuk memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah dapat 28

12 dengan mudah mengikat udara dan air. Pembumbunan berfungsi untuk menggemburkan tanah (Sundari, 2010) dan menutup akar tanaman agar tidak berada di permukaan tanah. Akar tanaman di permukaan tanah menyebabkan umbi tidak berkembang optimal, karena tidak menyerap air dengan baik. Menurut De Silva (2007) dalam Sundari (2010), pembumbunan paling efektif dilakukan pada saat umur tanaman 2-4 bulan. - Kondisi lahan penanaman yang tidak sesuai dengan syarat tumbuh. Sebagian besar petani menanam ubi kayu di pekarangan rumah atau lahan dengan naungan. Tanaman ubi kayu yang ternaungi menyebabkan dominasi pertumbuhan tajuk, yang disebabkan oleh reaksi hormon auksin. Menurut Audus (1972) dalam Gardner dkk (2008), auksin dapat rusak karena sinar, sehingga lama penyinaran yang relatif panjang dimaksudkan untuk memaksimalkan perkembangan umbi, yang didorong oleh aktivitas auksin yang berpindah ke bawah. Gerakan polaritas auksin bersifat basipetal, yaitu dari ujung ke basal dan juga pengaruh geotropisme (gravitasi) (Gardner, 2008). Naungan juga menyebabkan kelembapan tinggi sehingga tanaman rentan terhadap serangan bakteri Xanthomonas campestris pathovar manihotis, yang menyebabkan penyakit hawar daun (bacterial blight disease). Kerugian akibat penyakit ini dapat mencapai 100,00%. Untuk mengelola penyakit ini adalah dengan memotong batang tanaman sakit (Semangun, 1990; 2006; 2008). - Sebagian petani menanam ubi kayu dengan jarak tanam yang terlalu rapat sekitar 50 cm x 50 cm, sehingga menyebabkan kompetisi antar-individu tinggi. Individu tanaman berkompetisi dalam memperoleh cahaya matahari, ruang pertumbuhan, dan hara, yang menyebabkan produksi umbi rendah. Jarak tanam yang ideal adalah 100 cm x 100 cm (Tongglum dkk, 2001) atau 100 cm x 80 cm (Saleh dkk, 2014). - Petani menggunakan stek dari bagian ujung, tengah, maupun pangkal batang. Pemilihan stek pada bagian ujung menyebabkan pertumbuhan batang memanjang karena kandungan asam indolasetat (IAA). Menurut Went (1926) dalam Salisbury dan Ross (1995), IAA pada ujung batang (koleoptil) memacu pemanjangan ujung batang. Pemilihan stek pada bagian pangkal menyebabkan pertumbuhan terhambat karena reproduksi sel rendah. Pemilihan stek yang baik adalah cm dari ujung batang atau cm dari pangkal (BIP Papua, 1995), sepanjang 20 cm (Tongglum dkk, 2001). 29

13 4.4. Kesesuaian Tanaman Ubi Kayu di Kecamatan Simo Faktor Pembatas Kesesuaian Tanaman Ubi Kayu dan Pemetaan Kesesuaian Tanaman Ubi Kayu Dari hasil tahapan pencocokan (matching) antara karakteristik biofisik (variabel tanah dan iklim) di Kecamatan Simo dengan karakteristik kesesuaian tanaman ubi kayu menurut Djaenudin (2003), terdapat faktor pembatas maksimal yaitu kelompok tekstur tanah, KTK, dan lereng. Dari proses matching tersebut, masing-masing faktor digunakan untuk menentukan bobot pada ekstensi ModelBuilder ArcView 3.2, sehingga dihasilkan peta kesesuaian tanaman ubi kayu di Kecamatan Simo, sebagai berikut: Gambar 4.3. Peta kesesuaian tanaman ubi kayu di Kecamatan Simo pada skala 1: (dicetak pada kertas ukuran A0) Deskripsi Kesesuaian Lahan di Kecamatan Simo Kecamatan Simo memiliki kesesuaian lahan sebagai berikut: 1. Kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) merupakan lahan yang sangat sesuai untuk budidaya ubi kayu dan dibutuhkan sangat sedikit material tambahan (input), seperti pengolahan tanah, pengairan, bahan organik, dan pupuk. Pada kelas S1, tanaman budidaya dapat menghasilkan 100,00-80,00% dari potensi hasil (Sys dkk, 1991). Di 30

14 Kecamatan Simo, kelas lahan S1 tersebar di semua desa. Total luas lahan S1 adalah 4.069,48 ha atau 77,57% dari total luas kecamatan. Tabel 4.7. Tabel Luas Lahan Sesuai Kelas Kesesuaian untuk Kecamatan Simo Desa Luas (ha) S1 S2 S3 N Tidak ada data Bendungan 345,88 2,40 37,88 0,00 1,08 Blagung 399,68 1,05 0,00 0,00 0,64 Gunung 348,66 365,15 45,42 0,00 3,25 Kedunglengkong 338,23 120,45 6,79 0,00 0,00 Pelem 274,46 44,32 31,58 0,00 2,14 Pentur 167,09 193,10 14,36 0,00 4,11 Simo 361,51 1,82 0,11 0,00 0,33 Sumber 258,05 14,19 0,16 0,00 0,12 Talakbroto 169,51 119,84 29,83 0,00 0,94 Temon 393,50 6,20 0,56 0,00 2,16 Teter 358,79 1,21 43,14 0,00 0,36 Wates 422,22 37,44 0,84 0,00 0,00 Walen 231,91 40,91 2,00 0,00 1,09 Total 4.069,48 948,08 212,67 0,00 16,21 Persentase (%) 77,57 18,07 4,05 0,00 0,31 Sumber: hasil analisis primer 2. Kesesuaian lahan S2 (cukup sesuai) merupakan lahan dengan faktor pembatas yang akan memengaruhi produktivitas umbi ubi kayu, sehingga perlu material tambahan (input) seperti pengolahan tanah, pengairan, bahan organik, dan pupuk. Pada kelas lahan S2, tanaman budidaya dapat menghasilkan antara 80,00-60,00% dari potensi hasil (Sys dkk, 1991). Di Kecamatan Simo, wilayah yang memiliki lahan kelas S2 adalah Desa Bendungan (2,40 ha), Blagung (1,05 ha), Gunung (365,15 ha), Kedunglengkong (120,45 ha), Pelem (44,32 ha), Pentur (193,10 ha), Simo (1,82 ha), Sumber (14,19 ha), Talakbroto (119,84 ha), Temon (6,20 ha), Teter (1,21 ha), Wates (37,44 ha), Walen (40,91 ha). Total luas lahan kelas S2 adalah 948,08 ha atau 18,07% dari total luas wilayah kecamatan. Faktor pembatas pada wilayah-wilayah S2 adalah (1) tekstur tanah termasuk kelompok tanah halus (liat berpasir, liat, liat berdebu) atau tanah agak kasar (lempung berpasir). Tekstur sangat memengaruhi pertumbuhan tanaman, khususnya bagian umbi. Untuk memperbaiki tekstur tanah dapat dilakukan pengolahan tanah dan penambahan bahan organik. (2) Nilai KTK pada kelas tanah S2 adalah 16,00. KTK tanah dapat memengaruhi pengikatan ion hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan 31

15 tanaman. Untuk meningkatkan nilai KTK dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik. (3) Lereng pada kelas S2 adalah antara 8,00-16,00%, yang berarti memiliki tingkat bahaya erosi antara rendah-sedang. Menurut Djaenudin dkk (2011), pada kelas tanah dengan tingkat bahaya erosi rendah-sedang, jumlah tanah yang hilang adalah 0,15-1,80 cm.tahun -1. Untuk meminimalkan bahaya erosi yang disebabkan oleh kelerengan, maka dibuat terasering. 3. Kesesuaian lahan S3 (sesuai marginal) merupakan lahan dengan faktor pembatas berat sehingga produktivitas umbi ubi kayu akan terpengaruh. Pada kelas lahan S3 perlu material tambahan (input) seperti pengolahan tanah, pengairan, bahan organik, dan pupuk yang lebih banyak daripada kelas tanah S2. Tanaman budidaya dapat menghasilkan antara 60,00-40,00% dari potensi hasil (Sys dkk, 1991). Di Kecamatan Simo, wilayah yang memiliki lahan kelas S3 adalah Desa Bendungan (37,88 ha), Gunung (45,42 ha), Kedunglengkong (6,79 ha), Pelem (31,58 ha), Pentur (14,36 ha), Simo (0,11 ha), Sumber (0,16 ha), Talakbroto (29,83 ha), Temon (0,56 ha), Teter (43,14 ha), Wates (0,84 ha), Walen (2,00 ha). Total luas lahan kelas S3 (sesuai marginal) adalah 212,67 ha atau 4,05% dari total luas kecamatan. Faktor pembatas pada wilayahwilayah S3 adalah (1) tekstur tanah termasuk kelompok tanah sangat halus (dominan liat). Tekstur sangat memengaruhi pertumbuhan tanaman, khususnya bagian umbi. Untuk memperbaiki tekstur tanah dapat dilakukan pengolahan tanah dan penambahan bahan organik. (2) Nilai KTK pada kelas tanah S3 adalah 16,00. KTK tanah dapat memengaruhi pengikatan ion hara yang dibutuhkan tanaman. Untuk meningkatkan nilai KTK dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik. (3) Lereng pada kelas S3 antara 16,00-30,00%, yang berarti bahwa pada wilayah ini memiliki tingkat bahaya erosi berat. Menurut Djaenudin dkk (2011), pada kelas tanah dengan tingkat bahaya erosi berat, jumlah tanah yang hilang adalah 1,80-4,80 cm.tahun -1. Untuk meminimalkan bahaya erosi yang disebabkan oleh kelerengan, maka dibuat terasering. 4. Berdasarkan pengolahan data menggunakan ekstensi ModelBuilder ArcView 3.2, di Kecamatan Simo tidak terdapat kelas kesesuaian N (tidak sesuai), sedangkan margin error (tidak ada data) pada pengolahan data Kecamatan Simo adalah 0,31% Verifikasi Kesesuaian Lahan di Kecamatan Simo Berdasarkan verifikasi dengan cara mewawancarai petani di Kecamatan Simo, hasil rataan tanaman ubi kayu cukup bervariasi. (1) Antok, 40 tahun, petani asal Dusun Tewel, Desa Temon menanam ubi kayu hibrida yang rata-rata menghasilkan umbi 32

16 basah 20,00 ton.ha -1. Desa Temon memiliki 97,78% lahan kelas S1. (2) Mulyadi, 52 tahun, petani asal Dusun Tempuran, Desa Simo menanam ubi kayu jenis Gatotkaca yang rata-rata menghasilkan umbi basah 30,00 ton.ha -1. Desa Simo memiliki 99,38% lahan kelas S1. (3) Dalami, 58 tahun, petani asal Dusun Sanggrahan, Desa Pelem menanam ubi kayu jenis Gatotkaca yang rata-rata menghasilkan umbi basah 12,00 ton.ha -1. Desa Pelem memiliki 77,86% lahan kelas S1. (4) Sumadi, 50 tahun, petani asal Dusun Tegalrejo, Desa Pentur menanam ubi kayu jenis Gatotkaca, Bayeman, Ketan (lokal) yang rata-rata seluruhnya menghasilkan umbi basah sebanyak 12,00 ton.ha -1. Desa Pentur memiliki 44,13% lahan kelas S1. (5) Tukinah, 70 tahun, petani asal Dusun Sentul, Desa Talakbroto menanam ubi kayu jenis Menthik yang rata-rata menghasilkan umbi basah 9,00 ton.ha -1. Desa Talakbroto memiliki 52,95% lahan kelas S1. Rata-rata produksi petani tersebut (data primer) adalah 16,60 ton.ha -1. Periode budidaya tanaman berkisar antara 6-12 bulan. Informasi dari Sumbul, Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kecamatan Simo, rata-rata produksi (data sekunder) adalah 19,94 ton.ha -1. Informasi-informasi di atas, diolah pada Tabel 4.9. Tabel 4.8. Tabel Potensi Produksi dan Potensi Kesesuaian Menurut Kelas Kesesuaian Potensi Produksi Kelas Kesesuaian Lahan Potensi Deskripsi (ton.ha -1 ) Menurut Kelas Kesesuaian Potensi Kesesuaian (ton.ha -1 ) (Sys, 1991) (%) S1 40,00 100,00-80,00 40,00-32,00 S2 40,00 80,00-60,00 32,00-24,00 S3 40,00 60,00-40,00 24,00-16,00 Tabel 4.9. Tabel Potensi dan Produksi Rata-Rata Ubi Kayu di Kecamatan Simo Potensi dan Produksi Ubi Kayu Nilai (ton.ha -1 ) Potensi produksi deskripsi 40,00 Potensi kesesuaian minimal S1 (sangat sesuai) 32,00 Potensi kesesuaian minimal S2 (cukup sesuai) 24,00 Potensi kesesuaian minimal S3 (sesuai marginal) 16,00 Produksi rata-rata di Kecamatan Simo (77,57% S1) (primer) 16,60 Produksi rata-rata di Kecamatan Simo (77,57% S1) (sekunder) 19,94 Produksi rata-rata di Kecamatan Simo (77,57% S1) (BPS, 2012) 13,84 Dari hasil verifikasi lapangan, rata-rata produksi ubi kayu di Kecamatan Simo adalah 16,60 ton.ha -1 (data primer) dan 19,94 ton.ha -1 (data sekunder). Nilai ini di bawah potensi kesesuaian minimal S1 (32,00 ton.ha -1 ). Hal ini karena teknologi budidaya tanaman ubi kayu yang dilakukan petani masih kurang tepat, seperti: 33

17 - Sebagian petani tidak melakukan pengolahan tanah sebelum menanam, sehingga pertumbuhan tanaman tidak optimal. Pengolahan tanah (medium tanam) diperlukan agar setiap komponen tekstur tanah teraduk, sehingga perkembangan akar lebih baik. Menurut Sundari (2010), tujuan utama pengolahan tanah adalah untuk memperbaiki struktur tanah, menekan pertumbuhan gulma, dan konservasi tanah. - Aktivitas pemeliharaan yang kurang intensif, seperti tidak ada penyiangan, pendangiran, dan pembumbunan. Penyiangan berfungsi meminimalkan kompetisi antara tanaman dengan gulma. Menurut Wargiono (2007) dalam Sundari (2010), gulma dapat menyebabkan produktivitas turun hingga 75,00%. Pendangiran berfungsi untuk memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah dapat dengan mudah mengikat udara dan air. Pembumbunan berfungsi untuk menggemburkan tanah (Sundari, 2010) dan menutup akar tanaman agar tidak berada di permukaan tanah. Akar tanaman di permukaan tanah menyebabkan umbi tidak berkembang optimal, karena tidak menyerap air dengan baik. Menurut De Silva (2007) dalam Sundari (2010), pembumbunan paling efektif dilakukan pada saat umur tanaman 2-4 bulan. - Kondisi lahan penanaman yang tidak sesuai dengan syarat tumbuh. Sebagian besar petani menanam ubi kayu di pekarangan rumah atau lahan dengan naungan. Tanaman ubi kayu yang ternaungi menyebabkan dominasi pertumbuhan tajuk, yang disebabkan oleh reaksi hormon auksin. Menurut Audus (1972) dalam Gardner dkk (2008), auksin dapat rusak karena sinar, sehingga lama penyinaran yang relatif panjang dimaksudkan untuk memaksimalkan perkembangan umbi, yang didorong oleh aktivitas auksin yang berpindah ke bawah. Gerakan polaritas auksin bersifat basipetal, yaitu dari ujung ke basal dan juga pengaruh geotropisme (gravitasi) (Gardner, 2008). Naungan juga menyebabkan kelembapan tinggi sehingga tanaman rentan terhadap serangan bakteri Xanthomonas campestris pathovar manihotis, yang menyebabkan penyakit hawar daun (bacterial blight disease). Kerugian akibat penyakit ini dapat mencapai 100,00%. Untuk mengelola penyakit ini adalah dengan memotong batang tanaman sakit (Semangun, 1990; 2006; 2008). - Sebagian petani menanam ubi kayu dengan jarak tanam yang terlalu rapat sekitar 50 cm x 50 cm, sehingga menyebabkan kompetisi antar-individu tinggi. Individu tanaman berkompetisi dalam memperoleh cahaya matahari, ruang pertumbuhan, 34

18 dan hara, yang menyebabkan produksi umbi rendah. Jarak tanam yang ideal adalah 100 cm x 100 cm (Tongglum dkk, 2001) atau 100 cm x 80 cm (Saleh dkk, 2014). - Petani menggunakan stek dari bagian ujung, tengah, maupun pangkal batang. Pemilihan stek pada bagian ujung menyebabkan pertumbuhan batang memanjang karena kandungan asam indolasetat (IAA). Menurut Went (1926) dalam Salisbury dan Ross (1995), IAA pada ujung batang (koleoptil) memacu pemanjangan ujung batang. Pemilihan stek pada bagian pangkal menyebabkan pertumbuhan terhambat karena reproduksi sel rendah. Pemilihan stek yang baik adalah cm dari ujung batang atau cm dari pangkal (BIP Papua, 1995), sepanjang 20 cm (Tongglum dkk, 2001). 35

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada Januari 2013 sampai Juli 2014. Tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di: 1) Wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoretis 2.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Boyolali Kabupaten Boyolali memiliki potensi lahan pertanian yang sangat baik. Luas wilayahnya 101.510,09 ha atau 4,50% dari

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah umum mengenai penanaman hutan pinus, yang dikelola oleh PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun 1967 1974. Menyadari

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia,

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia, karena ubi kayu memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dunia. Di Indonesia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LOKASI

BAB II DESKRIPSI LOKASI BAB II DESKRIPSI LOKASI A. Kecamatan Simo 1. Visi, Misi dan Motto Kecamatan Simo a. Visi: Prima dalam pelayanan menuju masyarakat yang mandiri, sejahtera, terintegrasi, lestari dan beretika. b. Misi: 1)

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tanaman Jagung - Akar Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi Kepala BB. Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian Topik bahasan : KONSEP DASAR EVALUASI LAHAN SYARAT TUMBUH CABAI & BAWANG

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Ubi kayu dapat ditanam sebagai tanaman tunggal (monokultur), sebagai tanaman pagar, maupun bersama dengan tanaman lain (tumpangsari atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.2 (2015) 001-004 http://www... Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal Endang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, diantaranya tanaman buah, tanaman hias dan tanaman sayur-sayuran. Keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Survei Tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Sebanyak 85% perdagangan kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia. Kelapa sawit dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut,

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumberdaya alam seperti sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut, sumberdaya alam tambang,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ubi jalar yang ditanam di Desa Cilembu Kabupaten Sumedang yang sering dinamai Ubi Cilembu ini memiliki rasa yang manis seperti madu dan memiliki ukuran umbi lebih besar dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.1 (2015) 038-042 http://www.perpustakaan politanipyk.ac.id. Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Adeha Suryani1

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Tegakan Berdasarkan Tabel 3 produktivitas masing-masing petak ukur penelitian yaitu luas bidang dasar (LBDS), volume tegakan, riap volume tegakan dan biomassa kayu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan pendekatan ekologi. Penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan ekologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet 57 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet Sektor pekebunan dan pertanian menjadi salah satu pilihan mata pencarian masyarakat yang bermukim

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 12 desa dengan luas ± 161,64 km2 dengan kemiringan kurang dari 15% di setiap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Lahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Lahan III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kualitas Lahan Kualitas lahan yang digunakan untuk evaluasi kesesuaian lahan dalam penelitian ini adalah iklim, topografi, media perakaran dan kandungan hara sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang terletak di daerah tropis dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang terletak di daerah tropis dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang terletak di daerah tropis dengan lahan pertanian yang cukup besar, sebagaian besar penduduk Indonesia hidup pada hasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan masalah Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan ubikayu bagi penduduk dunia, khususnya pada negara tropis setiap tahunnya

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian akan dilaksanakan pada Desember 2015 - Februari 2016. Dilaksanakan pada : 1) Lahan pertanian di sekitar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Menurut Moh. Pabundu Tika ( 2005:6) survei merupakan suatu metode penelitian

Lebih terperinci

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) ialah tumbuhan tropika dan subtropika dari

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) ialah tumbuhan tropika dan subtropika dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) ialah tumbuhan tropika dan subtropika dari famili Euphorbiaceae yang terkenal sebagai sumber utama karbohidrat dan daunnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Tebu TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani dan Ekologi Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Monocotyledone, ordo Graminales dan famili Graminae (Deptan, 2005). Batang

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar Agroforestri jarak pagar di bawah tegakan mahoni di BKPH Babakan Madang berada di dua macam jenis tegakan yaitu mahoni muda dan mahoni tua.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. optimal, dan yang tidak dipupuk

DAFTAR GAMBAR. optimal, dan yang tidak dipupuk DAFTAR ISI DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL.... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN.... ix PRAKATA... xi KATA PENGANTAR... xiii I. PENDAHULUAN... 1 II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI... 5 Iklim... 5

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di 4 (empat) desa di Kecamatan Windusari yaitu Desa Balesari, Desa Kembangkunig, Desa Windusari dan Desa Genito. Analisis terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan komoditas yang menjadi salah

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan komoditas yang menjadi salah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan komoditas yang menjadi salah satu bahan pangan pokok bagi masyarakat Indonesia. Ubikayu menempati urutan ketiga

Lebih terperinci

Olah Tanah Konservasi (olah tanah minimum dan tanpa olah tanah)

Olah Tanah Konservasi (olah tanah minimum dan tanpa olah tanah) hierra Blog mahasiswa Universitas Brawijaya Home about sang penulis (DESI HERAWATI) Type and h Olah Tanah Konservasi (olah tanah minimum dan tanpa olah tanah) Posted by Desi Herawati Mar 28 Pengolahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 lokasi penelitian yang digunakan yaitu Harapan dan Inalahi yang terbagi menjadi 4 plot pengamatan terdapat 4 jenis tanaman

Lebih terperinci

Kesesuaian LahanTanaman Kelapa Sawit Di lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Lailatul Husna *

Kesesuaian LahanTanaman Kelapa Sawit Di lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Lailatul Husna * Kesesuaian LahanTanaman Kelapa Sawit Di lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Lailatul Husna * Mahasiswi semester 6 Prodi. Manajemen Produksi Pertanian, Jurusan Budidaya Tanaman Pangan, Politeknik

Lebih terperinci

TEKNIK PENANAMAN, PEMELIHARAAN, DAN EVALUASI TANAMAN

TEKNIK PENANAMAN, PEMELIHARAAN, DAN EVALUASI TANAMAN TEKNIK PENANAMAN, PEMELIHARAAN, DAN EVALUASI TANAMAN Isi Materi Teknik Tk ikpenanaman Teknik Pemeliharaan Tanaman Evaluasi Hasil Penanaman Faktor Keberhasilan Penanaman Kesesuaian Tempat Tumbuh/Jenis Kesesuaian

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. pasir di semua wilayah penelitian sehingga cukup baik untuk meloloskan air.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. pasir di semua wilayah penelitian sehingga cukup baik untuk meloloskan air. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Lahan pertanian untuk tanaman kering di Kecamatan Doloksanggul memiliki karakteristik dengan ratarata suhu tahunan 22 0 C, dengan ratarata curah hujan tahunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu merupakan tanaman pangan potensial masa depan karena mengandung karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain mengandung

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jagung Manis Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea mays saccarata L. Menurut Rukmana ( 2009), secara sistematika para ahli botani mengklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakchoy (Brassica rapa L.) Pakchoy (Sawi Sendok) termasuk tanaman sayuran daun berumur pendek yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI

KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI TOPIC KESESUIAN OF MANUSCRIPT LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2. No.2 (2015) 17-21 http:www... KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI Puspita Handayani

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kakao Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Karena itu tanaman ini digolongkan kedalam kelompok tanaman Caulifloris. Adapun sistimatika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAKAO SECARA BERKELANJUTAN (Ditinjau dari aspek Kesesuaian lahan) Oleh : I Made Mega

PENGEMBANGAN KAKAO SECARA BERKELANJUTAN (Ditinjau dari aspek Kesesuaian lahan) Oleh : I Made Mega PENGEMBANGAN KAKAO SECARA BERKELANJUTAN (Ditinjau dari aspek Kesesuaian lahan) Oleh : I Made Mega I.PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah dikembangkan. Menurut Wood (1975)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia Lampiran 2. Struktur organisasi Kebun Helvetia STRUKTUR ORGANISASI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO) KEBUN HELVETIA WILAYAH HELVETIA MANAGER Kadis

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.1 (2015) 020-024 http://www.perpustakaan.politanipyk.ac.id Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh Moratuah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Pasir Pantai Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim relief/topografi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses mempengaruhi peserta didik agar dapat. menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya serta

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses mempengaruhi peserta didik agar dapat. menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya serta 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses mempengaruhi peserta didik agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya serta menimbulkan perubahan diri sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG

GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG 101 GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG Wilayah Pegunungan Kendeng merupakan bagian dari Kabupaten Pati dengan kondisi umum yang tidak terpisahkan dari kondisi Kabupaten Pati. Kondisi wilayah Pegunungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Dulomo Utara, Kecamatan Kota

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Dulomo Utara, Kecamatan Kota 15 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Dulomo Utara, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Penelitian ini dimulai pada Bulan April 2012 sampai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013. Penelitian dilaksanakan pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bawang merah telah dikenal dan digunakan orang sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Dalam peninggalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. Berbagai jenis tanaman pangan diusahakan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci