PERKEMBANGAN PISANG RAJA NANGKA (Musa sp.) SECARA KULTUR JARINGAN DARI EKSPLAN ANAKAN DAN MERISTEM BUNGA
|
|
- Benny Setiabudi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ISSN PERKEMBANGAN PISANG RAJA NANGKA (Musa sp.) SECARA KULTUR JARINGAN DARI EKSPLAN ANAKAN DAN MERISTEM BUNGA [THE DEVELOPMENT OF BANANA (Musa sp.) CV. RAJA NANGKA VIA TISSUE CULTURE USING SUCKER AND FLORAL MERISTEM EXPLANTS] Rainiyati, Dede Martino, Gusniwati dan Jasminarni Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi Abstract An investigation to study the in vitro growth and development of banana cv. Raja Nangka from sucker and floral meristem explants had been conducted at the Plant Biotechnology Laboratory, Agricultural Faculty the University of Jambi from April through to July This study used completely randomised design, and consisted of two trials: shoot multiplication using BAP (3, 4, and 5 mg L -1 ) in combination with IAA (0, 0.1 and 0.2 mg L -1 ), and root induction using BAP (0, 0.1 and 0.2 mg L -1 ) in combination with IBA (2, 2.5 and 3 mg L - 1 ). Each combination consisted of 10 replicates, and each experimental unit consisted of one explant per culture flask. The results indicated that explant from sucker regenerated shoots within 2 weeks after culture initiation, while explant from floral meristem took longer time to regenerate shoots, i.e. Two months after culture initiation. Key words: in vitro culture, plant biotechnology, plant growth regulator, auxin, cytokinin. PENDAHULUAN Tanaman pisang komersil yang dibudidayakan hingga saat ini adalah triploid (3n) dan tidak mampu menghasilkan biji atau partenokarpi, walaupun ada juga yang diploid dan tidak berbiji seperti pisang mas. Oleh karena itu pengembangbiakan pisang hanya dilakukan secara vegetatif (tanpa perkawinan) dengan anakan dan kultur jaringan (Sunarjono, 2002). Kultur jaringan merupakan cara pembiakan vegetatif yang cepat dan secara genetik sifat-sifat tanaman anak yan gdihasilkan akan sama atau identik dengan induknya. Dalam teknik kultur jaringan yang perlu mendapat perhatian adalah komposisi media kultur dan zat pengatur tumbuh yang tepat serta sumber eksplan yang digunakan untuk menghasilkan plantlet di samping faktor lainnya yaitu cahaya, suhu dan kelembaban. Zat pengatur tumbuh mempunyai peran yang sangat penting dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan eksplan di dalam kultur. Pertumbuhan dan morfogenesis eksplan dalam kultur in vitro diatur oleh interaksi dan keseimbangan zat pengatur tumbuh pada media dengan hormon endogen yang terdapat dalam eksplan (George dan Sherrington, 1984). Menurut Gunawan (1987) penambahan zat pengatur tumbuh eksogen akan mengubah level zat pengatur tumbuh endogen sel. Perimbangan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin yang sesuai akan sangat besar pengaruhnya untuk menghasilkan plantlet. Auksin umumnya berpengaruh terhadap pemanjangan sel, pembentukan kalus dan akar adventif serta menghambat pembentukan tunas aksilar. Dalam konsentrasi rendah auksin akan memacu pembentukan akar adventif, sedangkan dalam konsentrasi tinggi mendorong pembentukan kalus (Pierik, 1997). Auksin yang sering dipakai dalam kultur jaringan adalah IAA (Indoleacetic Acid), 2,4-D (2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid), IBA (Indolebutyric Acid) dan NAA (Naphtaleneacetic Acid) (George dan Sherrington, 1984). Sitokinin berperan dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Aktivitas utama sitokinin adalah mendorong pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas adventif dan dalam konsentrasi tinggi menghambat inisiasi akar (Pierik, 1997). Sitokinin juga menghambat perombakan protein dan klorofil dan menghambat penuaan (senescence) (Wattimena, 1987). Sitokinin yang sering dipakai dalam kultur jaringan adalah BAP (Benzylamino Purine) dan kinetin (George dan Sherrington, 1984). Aplikasi penggunaan auksin dan sitokinin pada tanaman pisang telah banyak dilakukan. Damasco dan Barba (1984) melakukan penelitian terhadap pisang Saba dengan eksplan anakan diperoleh sekitar bibit dalam waktu 10 bulan. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah 10 mg L -1 35
2 Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 1, Januari Juni 2007 BAP dan 10 mg L -1 kinetin. Selanjutnya Hwang (1984) memperoleh 5-10 tunas pisang Cavendish dalam waktu 6-8 minggu pada media dengan 2 mg L -1 IAA + 2 mg L -1 kinetin dan 160 mg L -1 adenin sulfat. Respon dari beberapa jenis pisang pada media yang sama memberikan hasil yang berbeda-beda (Damasco dan Barba, 1984; Banerjee dan de Langhe, 1985). Vuylsteke dan de Langhe (1984) menyatakan tipe genom pisang mempengaruhi laju perbanyakan. Dari empat genom yang ditanam pada media MS yang mengandung 10 mg L -1 BAP, daya multiplikasi tertinggi terjadi pada genom ABB kemudian diikuti AAB, AAA dan AA. Hasil penelitian Sukma (1994) menunjukkan daya multiplikasi pisang tertinggi diperoleh pada pisang Ambon (AAA), diikuti oleh pisang barangan (AAA), pisang raja bulu (AAB dan pisang mas (AA) pada media yang mengandung 10,5 mg L -1 BAP + 3 mg L -1 IAA. Penelitian yang dilakukan Rubbyanto (1992) pada pisang mas menunjukkan bahwa perangsangan multiplikasi lebih baik pada perlakuan BAP 5mg L -1 + IBA 1 mg L -1 dengan menghasilkan 5,2 tunas dalam waktu 5 minggu. Wijayanti (1995) mendapatkan 4,4 tunas pisang Ambon dalam waktu 8 minggu pada perlakukan 10 mg L -1 BAP dan perlakuan 5 mg L -1 BAP + 5 mg L -1 2-IP, di mana masing-masing perlakuan ditambahkan 0 mg L -1 NAA. Kebutuhan zat pengatur tumbuh bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman pisang sangat tergantung dari sifat genetik dan tingkat konsentrasi auksin dan sitokinin yang diberikan. Jenis pisang yang berbeda akan memberikan respon pertumbuhan yang berbeda tanggapannya terhadap keseimbangan auksin dan sitokinin yang diberikan pada media. Untuk itu perlu dicari metoda perbanyakan pisang raja nangka yang efektif dengan cara mencoba kombinasi beberapa konsentrasi auksin dan sitokinin berdasarkan hasil penelitian yang sudah ada. Hasil yang diharapkan dari percobaan ini adalah didapatkan metoda perbanyakan pisang raja nangka yang efektif dengan ditemukannya kombinasi auksin dan sitokinin yang terbaik untuk menghasilkan plantlet pisang raja nangka yang berasal dari dua sumber eksplan anakan dan meristem bunga. BAHAN DAN METODA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jambi selama 7 bulan, mulai bulan April sampai dengan bulan Oktober Bahan tanaman (eksplan) yang digunakan adalah tunas in vitro pisang Raja Nangka yang diinisiasi dari anakan muda yang sehat dan segar dengan tinggi 5-20 cm dan meristem bunga pisang. Tunas ditanam berukuran lebih-kurang 1,5 cm. Setiap botol kultur berisi 1 eksplan. Bahan kimia yang digunakan adalah bahan dasar media MS yang dimodifikasi dan bahan-bahan tambahan. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah BAP, kinetin, NAA dan IAA yang konsentrasinya sesuai dengan perlakuan. Sebagai bahan pemadat digunakan agar 7 g L -1, sedangkan untuk sterilisasi alat digunakan alkohol 95%. Alat-alat yang digunakan adalah peralatan untuk pembuatan media, yaitu timbangan analitik, pipet, labu takar, pengaduk gelas (sudip), ph meter dan otoklaf. Untuk tempat media digunakan botol biakan berukuran 100-mL dengan penutup aluminium foil. Peralatan yang digunakan pada saat penanaman adalah kotak pindah (laminar air flow cabinet), petridish, alat diseksi (pinset, skalpel dan gunting) hand sprayer, lampu spiritus, rak kultur dan lampu neon. Penelitian ini terdiri dari 2 tahap percobaan. Percobaan pertama bertujuan untuk multiplikasi tunas, sedangkan percobaan kedua bertujuan untuk perakaran. Percobaan pertama adalah percobaan faktorial yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari tiga faktor. Faktor pertama adalah sumber eksplan: anakan 1 dan anakan 2, faktor ke-dua adalah beberapa konsentrasi BAP (3, 4 dan 5 mg L -1 ) dan faktor ketiga adalah beberapa konsentrasi IAA (0, 0,1 dan 0,2 mg L -1 ). Percobaan tahap ke-dua adalah lanjutan tahap pertama juga percobaan faktorial yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari tiga faktor. Faktor pertama adalah sumber eksplan: anakan 1 dan anakan 2, faktor ke-dua adalah beberapa konsentrasi BAP (0, 0,1, 0.2 mg L -1 ) dan faktor ketiga adalah beberapa konsentrasi IBA (2, 2,5 dan 3 mg L -1 ). Masing-masing set percobaan terdiri dari 24 kombinasi perlakuan dengan masing-masing unit percobaan ini terdiri dari 1 eksplan per botol di mana setiap unit percobaan dilakukan 10 ulangan. Peubah yang diamati dalam 2 tahap percobaan ini adalah persentase tunas yang terbentuk, persentase tunas yang berakar, jumlah tunas, jumlah daun dan jumlah akar. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah tunas, daun dan akar yang terbentuk setiap minggu. Data yang dikumpulkan selama penelitian berlangsung dianalisis menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan (DNMRT) pada taraf α = 5%. 36
3 Rainiyati et al.: Kultur Jaringan Pisang Raja Nangka. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksplan menghasilkan tunas dua minggu setelah ditanam pada media perlakuan. Tunas yang terbentuk akan terus bertambah baik ukuran maupun jumlahnya. Menurut Taji et al. (2002) bilamana pertumbuhan diukur secara terus-menerus berdasarkan waktu, maka akan diperoleh kurva berbentuk huruf S. Bentuk kurva pertumbuhan demikian dapat diperoleh dari pertumbuhan sel-sel tunggal, organ tanaman atau keseluruhan tanaman. Pada penelitian ini pembentukan tunas pada masing-masing eksplan berbeda-beda, baik dilihat dari waktu terbentuknya dan jumlah tunas yang terbentuk. Adanya perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi dari masing-masing kombinasi zat pengatur tumbuh yang diberikan. Untuk lebih jelas entuk kurva dapat dilihat pada Gambar 1. Dari Gambar 1 terlihat pertambahan jumlah tunas setiap dua minggu pada perlakuan tanpa IAA dan pemberian BAP 4 mg L -1 menghasilkan jumlah tunas rata-rata setiap minggunya semakin meningkat sampai pada minggu ke-12 adalah 9,7 berbeda dengan perlakuan lainnya. Tetapi jumlah akar yang terbentuk sampai akhir penelitian hanya 1,3 (Tabel 1). Pemberian sitokinin (BAP) dari luar diduga hanya mampu meningkatkan jumlah tunas tetapi tidak mampu untuk mengaktifkan auksin endogen dari eksplan sehingga akar yang terbentuk hanya sedikit. Sementara perlakuan pemberian IAA 0,1 mg L -1 dan pemberian BAP 4,0 mg L -1 menghasilkan jumlah tunas 7,0 dan jumlah akar 11,3. Adanya penambahan auksin sebesar 0,1 mg L -1 maka ausin total meningkat demikian juga auksin endogen pada eksplan, sehingga mampu mengatasi pengaruh BAP yang tinggi. Menurut Wattimena (1987) auksin disintesis pada bagian meristem apikal, sehingga peningkatan jumlah tunas meningkatkan sintesis auksin endogen. Sedangkan pada perlakuan pemberian IAA 0,2 mg L -1 dan BAP 5 mg L -1 menghasilkan jumlah tunas dan akar hanya 1 sampai akhir pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian auksin dan sitokinin konsentrasi tinggi akan menekan laju pembentukan tunas atau akar pada eksplan. Pertambahan jumlah tunas Pengukuran ke- I1B1 I2B1 I3B1 I1B2 I2B2 I3B2 I1B3 I2B3 I3B3 Gambar 1. Rata-rata pertambahan jumlah tunas pada eksplan pisang yang ditanam pada media dengan berbagai konsentrasi IAA dan BAP. Tabel 1. Rata-rata jumlah tunas dan jumlah akar pada eksplan pisang yang di tanam pada media perlakuan setelah berumur 3 bulan. Kombinasi perlakuan Jumlah tunas Kombinasi perlakuan Jumlah akar IAA 0,2 mg L -1 + BAP 5,0 mg L -1 1,0 a IAA 0,0 mg L -1 + BAP 4,0 mg L -1 1,3 a IAA 0,1 mg L -1 + BAP 5,0 mg L -1 1,3 a IAA 0,1 mg L -1 + BAP 5,0 mg L -1 3,3 a IAA 0,0 mg L -1 + BAP 3,0 mg L -1 2,0 a IAA 0,0 mg L -1 + BAP 3,0 mg L -1 3,7 a IAA 0,0 mg L -1 + BAP 5,0 mg L -1 2,3 a IAA 0,2 mg L -1 + BAP 5,0 mg L -1 3,7 a IAA 0,1 mg L -1 + BAP 3,0 mg L -1 3,3 a IAA 0,0 mg L -1 + BAP 5,0 mg L -1 4,0 a IAA 0,2 mg L -1 + BAP 3,0 mg L -1 3,7 ab IAA 0,2 mg L -1 + BAP 4,0 mg L -1 5,7 ab IAA 0,2 mg L -1 + BAP 4,0 mg L -1 6,3 b IAA 0,1 mg L -1 + BAP 3,0 mg L -1 7,3 b IAA 0,1 mg L -1 + BAP 4,0 mg L -1 7,0 bc IAA 0,2 mg L -1 + BAP 3,0 mg L -1 11,0 c IAA 0,0 mg L -1 + BAP 4,0 mg L -1 9,7 c IAA 0,1 mg L -1 + BAP 4,0 mg L -1 11,3 c Nilai-nilai yang diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT pada taraf α = 5%. 37
4 Jurnal Agronomi 11(1): Rata-rata jumlah tunas yang terbentuk pada kombinasi perlakuan tanpa IAA dan pemberian BAP 4 mg L -1 dua minggu setelah tanam adalah 3 tunas sedangkan pada perlakuan lainnya 1-1,3 tunas. Pertambahan jumlah tunas semakin meningkat setiap minggunya sehingga terbentuk multiplikasi tunas setelah minggu ke-12. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sitokinin dengan konsentrasi 4 mg L -1 pada media sudah cukup untuk pembentukan multiplikasi tunas namun akar tidak terbentuk. Sitokinin biasanya tidak digunakan pada tahap perakaran karena aktifitasnya dapat menghambat pembentukan akar dan menghalangi pertumbuhan akar, serta menghambat pengaruh auksin terhadap inisiasi akar pada kultur jaringan sejumlah spesies tertentu (George dan Sherrington, 1984). Menurut Bhojwani dan Rhazdan (1983), sitokinin (BAP) sangat efektif dalam merangsang pembentukan tunas. Semakin tinggi konsentrasi sitokinin, jumlah tunas yang terbentuk semakin bertambah tetapi pembentukan masing-masing tunas terhambat. Pada penelitian ini peningkatan jumlah sitokinin menjadi 5 mg L -1 setelah minggu ke-12 tidak terjadi penambahan jumlah tunas. Perkembangan jumlah tunas pada perlakuan tanpa IAA dan BAP 4 mg L -1 dari umur 1 minggu setelah tanam sampai terbentuk multiplikasi tunas seperti yang terlihat pada Gambar 2. Multiplikasi tunas mulai terbentuk setelah dua minggu tanaman dipindahkan ke media pertunasan. Multiplikasi tunas terbentuk karena beberapa faktor yang mendukung yaitu eksplan dan lingkungan tumbuh (suhu, cahaya dan zat pengatur tumbuh). Sedangkan nodul yang terbentuk dari eksplan bunga akan memperlihatkan terjadinya multiplikasi nodul setelah 4 bulan pada medium pertunasan. Tunas yang telah terbentuk dari eksplan anakan setelah berumur 2 bulan dipindahkan ke media perakaran untuk membentuk plantlet. Perakaran terbentuk setelah 2 minggu tunas dipindahkan ke media perakaran dan dipelihara sampai plantlet siap untuk diaklimatisasi. Pembentukan akar ini dipengaruhi oleh pemberian zat pengatur tumbuh auksin dengan konsentrasi tinggi yaitu IBA 2 mg L -1 dan sitokinin dengan konsentrasi rendah yaitu 0,5 mg L -1 BAP. Adanya perimbangan zat pengatur tumbuh ini pada media menghasilkan sistem perakaran yang baik pada kultur yang berasal dari anakan Untuk melihat lebih jauh pengaruh kombinasi perlakuan terhadap jumlah tunas dan akar dapat terlihat pada Tabel 1. Di sini jelas terlihat bahwa perimbangan pemberian auksin dan sitokinin pada eksplan pisang sangatlah menentukan. Kecenderungan pemberian auksin yang tinggi (IAA 0,2 mg L-1 ) dan sitokinin yang rendah (BAP 3 mg L-1 ) eksplan akan menghasilkan tunas sedikit dan akar yang banyak, namun peningkatan sitokinin yang tinggi 5 mg L -1 bahkan menekan pembentukan tunas. Pada penelitian ini kombinasi perlakuan yang terbaik untuk menghasilkan plantlet pisang adalah pemberian IAA 0,1 mg L -1 + BAP 4 mg L -1 yang menghasilkan jumlah tunas 7 dan jumlah akar 11,3. Pemberian BA dengan konsentrasi tinggi (5 mg L-1 ) pada media memacu sitokinin endogen dari eksplan dalam merangsang pembentukan tunas dan memacu pembentukan multiplikasi tunas. Menurut Bhojwani dan Rhazdan (1983), sitokinin (BAP) sangat efektif dalam merangsang pembentukan tunas, semakin tinggi konsentrasi sitokinin jumlah tunas yang terbentuk semakin bertambah tetapi pembentukan masing-masing tunas terhambat. Pemberian konsentrasi BAP tinggi ini menghambat terbentuknya akar. Terbentuknya akar maka pada media perakaran diberikan auksin (IBA) dengan konsentrasi tinggi 2,5 mg L -1, sehingga jumlah auksin total eksplan meningkat dengan penambahan tersebut. Auksin endogen hasil sintesis tunas juga meningkat sehingga mampu mengatasi pengaruh BAP. Wattimena (1987) menyatakan auksin disintesis pada bagian meristem apikal, sehingga peningkatan jumlah tunas meningkatkan sintesis auksin endogen. Pengaruh kombinasi perlakuan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 2. Tunas yang terbentuk dari anakan umur 1 minggu (A), 2 minggu (B) dan 3 bulan (C) setelah dipindahkan ke media perlakuan. Eksplan yang berasal dari bunga pisang pada awalnya membentuk nodul-nodul yang embriogenik, setelah 6 bulan pada media perakaran terjadi multiplikasi nodul, pembentukan tunas yang kemudian diikuti pembentukan akar (Gambar 4). Menurut Wattimena et al. (1992). Nodul merupakan sekelompok sel pada tempat tertentu dalam kalus yang menyerupai kambium, yang sering juga disebut meristemoid. Hal ini menungkinkan sel aktif membelah. Multiplikasi diduga berasal dari sel peri-peri yang membelah membentuk nodul baru, namun secara pasti belum dipelajari lebih jauh asal multiplikasi. 38
5 Rainiyati et al.: Kultur Jaringan Pisang Raja Nangka. Tunas tersebut muncul dari nodul-nodul yang embriogenik. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membentuk tunas pada nodul tersebut diduga karena perimbangan zat pengatur tumbuh yang ada pada media belum tepat sehingga belum mampu untuk memacu pertumbuhan tunas dengan cepat. Gambar 3. Tunas yang terbentuk dari anakan 2 bulan setelah dipindahkan ke media perlakuan. Gambar 4. Tunas yang terbentuk pada eksplan bunga pisang setelah 4 bulan pada medium pertunasan (A) dan 6 bulan (B) pada medium pengakaran. KESIMPULAN 1. Eksplan yang berasal dari anakan membentuk tunas setelah 2 minggu dipindahkan ke media MS, sedangkan eksplan yang berasal dari meristem bunga pisang tidak langsung menghasilkan tunas tetapi membentuk nodul-nodul yang embriogenik 2. Multiplikasi tunas pada eksplan yang berasal dari anakan akan terjadi setelah tanaman 2 bulan dipindahkan ke media pertunasan. Multiplikasi nodul pada eksplan yang berasal dari bunga terjadi 4 bulan setelah dipindahkan ke media pertunasan, sedangkan tunas baru muncul setelah tanaman berumur 6 bulan. DAFTAR PUSTAKA Banerjee, N. dan E. de Langhe A tissue culture technique for rapid clonal propagation and storage under minimal growth condition of Musa (banana and plantain). Plant Cell Reports 4: Bhojwani, S. S. dan M. K. Razdan Plant Tissue Culture: Theory and Practice. Development in Crop Science 5. Elsevier Press, Amsterdam. Damasco, O. P. dan R. C. Barba In vitro culture of Saba Banana (Musa sp. cv. Saba (BBB)). Philosophy of Agriculture 67: George, E. F. dan P. D. Sherrington Plant Propagation by Tissue Culture. Exegetics Limited, England. Gunawan, L. W Teknik kultur jaringan. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hwang, S. C Cultivation of banana using plantlet from meristem culture. Horticultural Science 19: Pierik, R. L. M In Vitro Culture of Higher Plants. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, The Netherlands. Rubbyanto Pengaruh Beberapa Macam Sitokinin terhadap Pertumbuhan Pucuk Pisang Mas dalam Kultur In Vitro. Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sukma, D Pengaruh IAA dan BAP terhadap Perbanyakan Tunas Mikro Pisang Mas (Musa accuminata L. AA Group), Ambon dan Barangan (Musa accuminata L. AAA Group), dan Raja Bulu (Musa accuminata L. AAB Group) secara in vitro. Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sunarjono, H Budidaya Pisang dengan Bibit Kultur Jaringan. Penebar Swadaya, Jakarta. Taji, A., P. Kumar dan P. Lakshmanan In Vitro Plant Breeding. Haworth Press, Inc., New York. Vuylsteke, D. dan E. de Langhe Feasibility of in vitro propagation of bananas and plantains. Tropical Agriculture 62: Wattimena, G. A Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wattimena, G. A., L. W. Gunawan, N. A. Mattjik, E. Sjamsudin, N. M. A. Wiendi dan Ernawati Bioteknologi Tanaman. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wijayanti, N Pengaruh Kombinasi BAP dan 2-iP terhadap Multiplikasi Tunas Pisang Ambon Kuning [Musa acuminata (AAA grup)] melalui Kultur In Vitro. Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. 39
6 Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 1, Januari Juni
PRODUKSI BIBIT PISANG RAJA NANGKA (Musa sp.) SECARA KULTUR JARINGAN DENGAN EKSPLAN ANAKAN DAN BUNGA
ISSN 1410-1939 PRODUKSI BIBIT PISANG RAJA NANGKA (Musa sp.) SECARA KULTUR JARINGAN DENGAN EKSPLAN ANAKAN DAN BUNGA [SEED PRODUCTION IN BANANA (Musa sp.) cv. RAJA NANGKA VIA TISSUE CULTURE USING SUCKERS
Lebih terperinciUJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO
11 Buana Sains Vol 9 No 1: 11-16, 2009 UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO Ricky Indri Hapsari dan Astutik PS Agronomi,
Lebih terperinciPerbanyakan Tunas Mikro Pisang Rajabulu (Musa AAB Group) dengan Eksplan Anakan dan Jantung
Perbanyakan Tunas Mikro Pisang Rajabulu (Musa AAB Group) dengan Eksplan Anakan dan Jantung Micropropagation of Banana cv. Rajabulu (Musa AAB Group) by using Sucker and Inflorescense as Explants Andri Ernawati
Lebih terperinciPENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE. Yekti Maryani 1, Zamroni 1
Ilmu Pertanian Vol. 12 No.1, 2005 : 51-55 PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE Yekti Maryani 1, Zamroni 1 ABSTRACT The study on crisan s
Lebih terperinciRESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO
RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO ABSTRAK Ernitha Panjaitan Staf Pengajar Fakultas Pertanian UMI Medan Percobaan untuk mengetahui respons
Lebih terperinciINDUKSI TUNAS PISANG ROTAN [Musa sp. ( AA Group.)] DARI EKSPLAN BONGGOL ANAKAN DAN MERISTEM BUNGA SECARA IN VITRO
SKRIPSI INDUKSI TUNAS PISANG ROTAN [Musa sp. ( AA Group.)] DARI EKSPLAN BONGGOL ANAKAN DAN MERISTEM BUNGA SECARA IN VITRO Oleh: Erni Noviana 11082200690 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN
Lebih terperinciORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT
` ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP Anna Rufaida 1, Waeniaty 2, Muslimin 2, I Nengah Suwastika 1* 1 Lab.Bioteknologi,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang Pisang termasuk ke dalam famili Musaceae. Famili Musaceae terdiri dari dua genera, yaitu genus Musa dan Ensete. Genus Musa terbagi atas empat kelompok, yaitu Australimusa,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian
14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan
12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, Tangerang. Penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN MULTIPLIKASI TUNAS DARI TUNAS IN VITRO (TANAMAN ANGGREK DAN KRISAN) Disusun Oleh : Puji Hanani 4411413023 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO
PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO Imam Mahadi, Sri Wulandari dan Delfi Trisnawati Program
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO
PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO Delfi Trisnawati 1, Dr. Imam Mahadi M.Sc 2, Dra. Sri
Lebih terperinciPENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO
PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO Effect of IAA and BAP on Growth of Patchouli (Pogestemon cablin Benth) In Vitro Muhammad Hatta*, Mardhiah Hayati
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.) Kultur jaringan merupakan teknik budidaya untuk meningkatkan produktifitas tanaman.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Raja Bulu Kuning Kedudukan pisang dalam taksonomi tumbuhan menurut Suprapti (2005) adalah sebagai berikut: Kerajaan :
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Raja Bulu Kuning Kedudukan pisang dalam taksonomi tumbuhan menurut Suprapti (2005) adalah sebagai berikut: Kerajaan : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk
22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tanaman pisang memiliki ciri spesifik
Lebih terperinciPENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PROLIFERASI TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) SECARA INVITRO
PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PROLIFERASI TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) SECARA INVITRO Sri Winarsih dan Eka Sugiyarta Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, Pasuruan ABSTRAK
Lebih terperinciINDOLE ACETID ACID (IAA) VARIATION ON BARANGAN BANANA S BUD GROWTH (Musa acuminata L. AAA triploid.) IN IN VITRO CULTURE
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI INDOLE ACETID ACID (IAA) TERHADAP PERTUMBUHAN TUNAS PISANG BARANGAN (Musa acuminata L. triploid AAA.) DALAM KULTUR IN VITRO Ummi Lathyfah 1), Endah Rita Sulistya Dewi 1) 1
Lebih terperinciIV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.
III. BAHA DA METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. Jendral Besar Dr. Abdul Haris asution Gedung Johor Medan Sumatera Utara, selama
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.L Saat Muncul Tunas (hari) Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis secara statistik menunjukkan pengaruh nyata (Lampiran 5). Data hasil uji
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan yang teramati selama aklimatisasi menunjukkan suhu rata-rata 30 o C dengan suhu minimum hingga 20 o C dan suhu maksimum mencapai 37 o C. Aklimatisasi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya
Lebih terperinciPENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO
PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO Zohiriah 1, Zulfarina 2, Imam Mahadi 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi
Lebih terperinciRESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO
PKMP-3-3-1 RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO Eva azriati, Asmeliza, Nelfa Yurmita Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang, Padang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan tanaman cabai secara in vitro dapat dilakukan melalui organogenesis ataupun embriogenesis. Perbanyakan in vitro melalui organogenesis dilakukan dalam media MS dengan penambahan
Lebih terperinciPengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.
Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) The Effect of Explants Type and Growth Regulators Composition
Lebih terperinciFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru
MIKROPROPAGASI NANAS BOGOR (Ananas comosus (L.) Merr.) cv. QUEEN DENGAN PEMBERIAN NAFTALEN ACETYL ACYD (NAA) DAN KINETIN PADA MEDIA MURASHIGE SKOOG (MS) Desi Ekavitri 1, Sri Wulandari, Imam Mahadi Fakultas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya seperti
Lebih terperinciProgram Studi Agronomi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:
Substitusi Media Murashige dan Skoog/MS dengan Air Kelapa dan Pupuk Daun Majemuk pada Pertumbuhan Anggrek Dendrobium secara in vitro (In Vitro Growth of Dendrobium Orchids under Substitution Murashige
Lebih terperinciTabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro
11 agar. Zat pengatur tumbuh yang digunakan antara lain sitokinin (BAP dan BA) dan auksin (2,4-D dan NAA). Bahan lain yang ditambahkan pada media yaitu air kelapa. Bahan untuk mengatur ph yaitu larutan
Lebih terperinciKULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI (Fragaria chiloensis dan F. Vesca) DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH SKRIPSI OLEH:
KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI (Fragaria chiloensis dan F. Vesca) DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH SKRIPSI OLEH: LYDIA R SIRINGORINGO 060307026 BDP- PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI PEMULIAAN
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu buah yang digemari oleh sebagian besar penduduk
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pisang merupakan salah satu buah yang digemari oleh sebagian besar penduduk dunia karena rasanya yang enak, kandungan gizinya tinggi, dan mudah didapat (Satuhu
Lebih terperinciStaf pengajar PS Pemuliaan Tanaman, Jurusan BDP FP USU Medan
KULTUR EMBRIO SEBAGAI EMBRYO RESQUE PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril) (Embryo Culture as the Embryo Rescue for Soybean [Glycine max L. Merril]) Syafrudin Ilyas Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman,
Lebih terperinciPertumbuhan dan Perkembangan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) secara In Vitro pada beberapa Konsentrasi BAP dan IAA
Pertumbuhan dan Perkembangan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) secara In Vitro pada beberapa Konsentrasi BAP dan IAA Growth and Development of In Vitro Curly Pepper (Capsicum annuum L.) in some Concentration
Lebih terperinciPENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK
WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN : 2089-8592 PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK Arta
Lebih terperinciTugas Akhir - SB091358
Tugas Akhir - SB091358 EFEKTIVITAS META-TOPOLIN DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO STROBERI (Fragaria ananassa var. DORIT) PADA MEDIA MS PADAT DAN KETAHANANNYA DI MEDIA AKLIMATISASI Oleh Silvina Resti
Lebih terperinciPENGARUH BAP TERHADAP PERTUMBUHAN JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc. var. amarun) DALAM KULTUR IN VITRO
ISSN 110-1939 PENGARUH BAP TERHADAP PERTUMBUHAN JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc. var. amarun) DALAM KULTUR IN VITRO [THE EFFECT OF BAP ON GROWTH OF GINGER (Zingiber officinale Rosc. var. amarun)
Lebih terperinciBAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian
BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai
Lebih terperinciPENGARUH KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP REGENERASIBAWANG PUTIH (Allium sativum L) SECARA KULTUR JARINGAN
Jurnal AGRIFOR Volume XV Nomor 1, Maret 2016 ISSN : 1412 6885 PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP REGENERASIBAWANG PUTIH (Allium sativum L) SECARA KULTUR JARINGAN Ellok Dwi Sulichantini 1
Lebih terperinciPENGGUNAAN BAP DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) SECARA IN-VITRO
Jurnal Dinamika Pertanian Volume XXVIII Nomor 2 Agustus 2013 (83 90) ISSN 0215-2525 PENGGUNAAN BAP DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) SECARA IN-VITRO The Using of
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai
Lebih terperinciMULTIPLIKASI PROPAGULA PISANG BARANGAN (Musa paradisiaca L.) DARI BERBAGAI JUMLAH TUNAS, DALAM MEDIA MS YANG DIBERI BAP PADA BERBAGAI KONSENTRASI
MULTIPLIKASI PROPAGULA PISANG BARANGAN (Musa paradisiaca L.) DARI BERBAGAI JUMLAH TUNAS, DALAM MEDIA MS YANG DIBERI BAP PADA BERBAGAI KONSENTRASI Nurdin Sitohang Staf Pengajar Fakultas Pertanian UNIKA
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit disebut dengan nama latin Elaeis guineensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guineensis
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Turi adalah tanaman leguminosa yang umumnya dimanfaatkan sebagai makanan ternak (pakan ternak). Tanaman leguminosa memiliki kandungan protein yang tinggi, begitu juga
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas
21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari
Lebih terperinciZIRAA AH, Volume 43 Nomor 2, Juni 2018 Halaman ISSN ELEKTRONIK
141 FORMULASI ZAT PENGATUR TUMBUH DENGAN INTERVAL WAKTU SUBKULTUR TERHADAP INISIASI DAN MULTIPLIKASI PISANG TALAS (Musa paradisiaca var sapientum L) SECARA IN VITRO (Growth Regulator Formulation with Subculture
Lebih terperinciSUBKULTUR BERULANG TUNAS IN VITRO PISANG KEPOK UNTI SAYANG PADA BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA
SUBKULTUR BERULANG TUNAS IN VITRO PISANG KEPOK UNTI SAYANG PADA BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA Cokorda Istri Meyga Semarayani * dan Diny Dinarti Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Energi merupakan salah satu hal yang sangat penting di dunia. Saat ini sumber energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya sekarang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan
Lebih terperinciPeni Kartikasari, M. Thamrin Hidayat, Evie Ratnasari Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya
ISSN: 2252-3979 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh 2,4-D (2,4-Dichlorophenoxyacetic acid) dan Kinetin (6-Furfurylaminopurine) untuk Pertumbuhan Tunas Eksplan
Lebih terperinciTEKNOLOGI KULTUR JARINGAN PERBANYAKAN TANAMAN SELAIN BENIH. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Pertama BBP2TP Surabaya
TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN PERBANYAKAN TANAMAN SELAIN BENIH Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Pertama BBP2TP Surabaya Dengan semakin berkembangnya teknologi pertanian penyediaan benih tidak hanya dapat diperoleh
Lebih terperinciRESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS
1 RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS Nurhafni Pembimbing : Dra. Yusmanidar Arifin, M. Si dan Milda Ernita, S. Si. MP
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN HORMON NAFTALEN ACETYL ACYD (NAA) DAN KINETIN PADA KULTUR JARINGAN NANAS BOGOR (Ananas comosus (L.) Merr.) cv.
Bio-site. Vol. 02 No. 2, November 2016 : 1-50 ISSN: 2502-6178 PENGARUH PEMBERIAN HORMON NAFTALEN ACETYL ACYD (NAA) DAN KINETIN PADA KULTUR JARINGAN NANAS BOGOR (Ananas comosus (L.) Merr.) cv. QUEEN Effect
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan
22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian
Lebih terperinciInduksi Tunas Kunyit Putih (Curcuma zedoaria Roscoe) Pada Media MS Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi BAP dan Sukrosa Secara In Vitro
Induksi Tunas Kunyit Putih (Curcuma zedoaria Roscoe) Pada Media MS Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi BAP dan Sukrosa Secara In Vitro The Shoot Induction of White Turmeric (Curcuma zedoaria Roscoe)
Lebih terperinciKULTUR JARINGAN TANAMAN
KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Victoria Henuhili, MSi Jurdik Biologi victoria@uny.ac.id FAKULTAS MATEMATIKA DA/N ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 Kultur Jaringan Tanaman Pengertian
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eskperimental yang menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: 1. Faktor pertama: konsentrasi
Lebih terperinciPengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro
Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro Endah Wahyurini, SP MSi Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional
Lebih terperinciIII. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas
III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada Bulan November 2015 hingga
Lebih terperinciPERBANYAKAN CEPAT TANAMAN DENGAN TEKNIK KULLTUR JARINGAN
Laporan Pratikum Dasar-Dasar Bioteknologi Tanaman Topik 2 PERBANYAKAN CEPAT TANAMAN DENGAN TEKNIK KULLTUR JARINGAN Oleh : Jimmy Alberto ( A24050875 ) Agronomi dan Hortikultura 9 PENDAHULUAN Latar Belakang
Lebih terperinci13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.)
REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) Oleh : Toni Herawan disampaikan pada : Seminar Nasional Bioteknologi Hutan YOGYAKARTA, OKTOBER 2012 PENDAHULUAN Cendana tumbuh dan berkembang secara alami
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat
17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan iradiasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons pertumbuuhan tertinggi diperoleh pada eksplan biji panili yang ditanam dalam medium tomat. Pada perlakuan tersebut persentase rata-rata
Lebih terperinciPENGARUH α- BENZIL AMINO PURINA DAN α- ASAM ASETAT NAFTALENA TERHADAP PEMBENTUKAN TUNAS TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.
626. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 PENGARUH α- BENZIL AMINO PURINA DAN α- ASAM ASETAT NAFTALENA TERHADAP PEMBENTUKAN TUNAS TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.)
Lebih terperinciPENGARUH 2.4 D DAN BAP TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO
PENGARUH 2.4 D DAN BAP TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO Riza Hanizah 1, Imam Mahadi 2, Sri Wulandari 2 Fakultas Keguruan
Lebih terperinciINISIASI TUNAS CENGKEH (Syzigium aromaticum L.) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI BAP SECARA IN VITRO
e-j. Agrotekbis 1 (4) : 307-313, Oktober 2013 ISSN : 2338-3011 INISIASI TUNAS CENGKEH (Syzigium aromaticum L.) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI BAP SECARA IN VITRO Initiation Shoots Cloves (Syzigium aromaticum
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN A.
9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada bulan Juni 2015 sampai Februari 2016 dan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis anggrek asli Indonesia yang penyebarannya meliputi daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN A.
13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Februari 2016 yang bertempat di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi
Lebih terperinciPENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO
PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh: Uswatun Khasanah NIM K4301058 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Lebih terperinciOleh : PINAWATI Pembimbing Milda Ernita, SSi, MP dan Dra. Zaharnis, M.Si ABSTRAK
RESPON MERISTEM TUNAS PISANG RAJA SEREH (Musa acuminata colla var. Raja Sereh) TERHADAP PENAMBAHAN BAP PADA MEDIUM MS Oleh : PINAWATI Pembimbing Milda Ernita, SSi, MP dan Dra. Zaharnis, M.Si ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciPengaruh Konsentrasi IAA dan BAP Terhadap Pertumbuhan Stek Mikro Kentang Secara In Vitro Munarti, Surti Kurniasih
Pengaruh Konsentrasi IAA dan BAP Terhadap Pertumbuhan Stek Mikro Kentang Secara In Vitro Munarti, Surti Kurniasih Kentang (Solanum tuberosum.l) merupakan sumber karbohidrat alternative selain beras. Penelitian
Lebih terperinciPembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin
Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Nikman Azmin Abstrak; Kultur jaringan menjadi teknologi yang sangat menentukan keberhasilan dalam pemenuhan bibit. Kultur jaringan merupakan
Lebih terperinciPERBANYAKAN IN VITRO PISANG BARANGAN (Musa paradisiaca Var. Sapientum L.) PADA MEDIA MURASHIGE DAN SKOOG DENGAN PENAMBAHAN BENZYLAMINOPURIN
Tilaar, W. dan S. Sompotan : Perbanyakan in vitro Pisang Barangan... PERBANYAKAN IN VITRO PISANG BARANGAN (Musa paradisiaca Var. Sapientum L.) PADA MEDIA MURASHIGE DAN SKOOG DENGAN PENAMBAHAN BENZYLAMINOPURIN
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi dan Perkecambahan Biji Hasil penelitian menunjukkan biji yang ditanam dalam medium MS tanpa zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut
Lebih terperinciJURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 1 April 2017
PENGARUH BAP DAN IAA PADA PERBANYAKAN TUNAS KRISAN (Chrysanthemum morifolium R.) SECARA IN VITRO SUMARNY TRIDELPINA PURBA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI, FAKUKTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP) UNIVERSITAS
Lebih terperinciTATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas
III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April
Lebih terperinciMultiplikasi Tunas Andalas (Morus macroura Miq. var. macroura) dengan Menggunakan Thidiazuron dan Sumber Eksplan Berbeda secara In Vitro
63 Multiplikasi Tunas Andalas (Morus macroura Miq. var. macroura) dengan Menggunakan Thidiazuron dan Sumber Eksplan Berbeda secara In Vitro In vitro shoot multiplication of andalas (Morus macroura Miq.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Suhadirman (1997) menyebutkan bahwa Musa acuminata ini berdasarkan. klasifikasi tumbuhan ini sebagai berikut : Kingdom : Plantae;
TINJAUAN PUSTAKA Pisang Barangan Suhadirman (1997) menyebutkan bahwa Musa acuminata ini berdasarkan klasifikasi tumbuhan ini sebagai berikut : Kingdom : Plantae; Filum : Magnoliophyta; Kelas : Magnoliopsida;
Lebih terperinciOPTIMASI KOMBINASI NAA, BAP DAN GA 3 PADA PLANLET KENTANG SECARA IN VITRO
Jurnal Galung Tropika, September 01, hlmn. - OPTIMASI KOMBINASI NAA, BAP DAN GA PADA PLANLET KENTANG SECARA IN VITRO Siti Halimah Larekeng (sitihh_@yahoo.com) Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN. Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan UPT. Benih Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan November
Lebih terperinciREGENERASI PADI VARIETAS CIHERANG SECARA IN VITRO [THE IN VITRO REGENERATION OF THE RICE CIHERANG VARIETY]
REGENERASI PADI VARIETAS CIHERANG SECARA IN VITRO [THE IN VITRO REGENERATION OF THE RICE CIHERANG VARIETY] Muhammad Hazmi *) dan Maulida Dian Siska Dewi *) *) Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Asia Tenggara, dan telah tersebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tanaman
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang (Musa sp.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berasal dari Asia Tenggara, dan telah tersebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tanaman
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap
III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan, yaitu: 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap multiplikasi tunas pisang Kepok Kuning (genom ABB) eksplan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman
18 TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Klasifikasi botani jarak pagar menurut Hambali et al. (2006) yaitu : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae
Lebih terperinciKULTUR MERISTEM PISANG BARANGAN (Musa paradisiaca L.) PADA MEDIA MS DENGAN BEBERAPA KOMPOSISI ZAT PENGATUR TUMBUH NAA, IBA, BAP DAN KINETIN
KULTUR MERISTEM PISANG BARANGAN (Musa paradisiaca L.) PADA MEDIA MS DENGAN BEBERAPA KOMPOSISI ZAT PENGATUR TUMBUH NAA, IBA, BAP DAN KINETIN ABSTRAK Nurdin Sitohang Staf Pengajar Kopertis Wil. I dpk Unika
Lebih terperinciPerbanyakan pisang raja bulu secara in vitro dengan menggunakan pupuk daun. The in vitro multiplication of raja bulu banana using foliar fertilizer
Agrivet (2015) 19: 1-6 Perbanyakan pisang raja bulu secara in vitro dengan menggunakan pupuk daun The in vitro multiplication of raja bulu banana using foliar fertilizer Rina Srilestari dan Ellen Rosyelina
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga
Lebih terperinci