BAB II PERAN KANTOR PERTANAHAN DALAM RANGKA PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PERAN KANTOR PERTANAHAN DALAM RANGKA PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN"

Transkripsi

1 BAB II PERAN KANTOR PERTANAHAN DALAM RANGKA PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN A. Peranan Kantor Badan Pertanahan Kota Medan Badan Pertanahan Nasional (disingkat BPN) adalah lembaga pemerintah non kementerian di Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. BPN dahulu dikenal dengan sebutan Kantor Agraria. BPN diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Kantor Pertanahan Kota Medan Jl. Karya Jasa Pangkalan Mansyur MedanTelp. (061) Pada era 1960 sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), Badan Pertanahan Nasional mengalami beberapa kali pergantian penguasaan dalam hal ini kelembagaan. tentunya masalah tersebut berpengaruh pada proses pengambilan kebijakan. Ketika dalam naungan kementerian agraria sebuah kebijakan diproses dan ditindaklanjuti dari struktur Pimpinan Pusat sampai pada tingkat Kantah, namun ketika dalam naungan Departemen Dalam Negeri hanya melalui Dirjen Agraria sampai ketingkat Kantah. Disamping itu secara kelembagaan Badan Pertanahan Nasional mengalami peubahan struktur kelembagaan yang rentan waktunya sangat pendek

2 1. Visi dan Misi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Visi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badan Pertanahan Nasional sendiri mempunyai visi yaitu menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia khususnya di Kabupaten Kota Medan dan Sekitarnya. Misi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan juga mempunyai misi, antara lain: a. Peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam berkaitan dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4). b. Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan menggatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penatan perangkat hukum dan system pengolahan pertanah sehingga tidak melahirkan sengketa dan perkara dikemudian hari. c. Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesi dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan. d. Menguatkan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas.

3 2. Tugas Pokok dan Fungsi BPN Tugas Pokok Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud, BPN mempunyai tugas pokok, antara lain: a. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional (BPN). b. Meningkatkan pelaksanaan dan pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh c. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah. d. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa dan konflik pertanahan secara sistematis. e. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Fungsi Badan Pertanahan Nasional Adapun fungsi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan sendiri, antara lain: a. Pengolahan data dan informasi dibidang pertanahan. b. Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah serta pembatalan dan penghentian hubungan hukum antar orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan dibidang pertanaha

4 d. Kerjasama dengan lembaga-lembaga lain dan melakukan pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah. e. Pembinaan fungsional dan pembinaan lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan dan melakukan latihan sumber daya manusia di bidang pertanahan. Dalam rangka membangun kepercayaan publik (trust building), salah satu yang dilakukan oleh BPN adalah melakukan percepatan penanganan dan penyelesaian kasus-kasus pertanahan sebagaimana diamantkan dalam Tap MPR IX/MPR/2001 yang juga merupakan bagian dari 11 Agenda Prioritas BPN RI dengan berlandaskan 4 (4mpat) prinsip kebijakan pertanahan. Peyelesaian konflik pertanahan berdasarkan Pera turan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan terdiri dari : 1. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan untuk melaksanakan putusan pengadilan; BPN RI wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali terdapat alasan yang sah untuk tidak melaksanakannya, yaitu : a) Terhadap obyek putusan terdapat putusa n lain yang bertentangan; b) Terhadap obyek putusan sedang diletakkan sita jaminan; c) Terhadap obyek putusan sedang menjadi obyek gugatan dalam perkara lain; d) Alasan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 2. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di luar pengadilan; dapat berupa perbuatan hukum administrasi pertanahan meliputi :

5 a) Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi; b) Pencatatan dalam Sertipikat dan/atau Buku Tanah serta Daftar Umum lainnya; dan c) Penerbitan surat atau keputusan administrasi pertanahan lainnya karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya. Dalam melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertenahan, BPN RI menetapkan beberapa keriteria terhadap kasus pertanahan yang dinyatakan selesai sebagaimana disebutkan dalam Pasal 72 Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011, yaitu : a. Kriteria Satu (K-1) berupa penerbitan Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan dan pemberitahuan kepada semua pihak yang bersengketa; Direktorat Konflik Pertanahan Badan Pertanahan Nasional RI b. Kriteria Dua (K-2) berupa Penerbitan Surat Keputusan tentang pemberian hak atas tanah, pembatalan sertipikat hak atas tanah, pencatatan dalam buku tanah, atau perbuatan hukum lainnya sesuai Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan; c. Kriteria Tiga (K-3) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang ditindaklanjuti mediasi oleh BPN sampai pada kesepakatan berdamai atau kesepakatan yang lain yang disetujui oleh para pihak; d. Kriteria Empat (K-4) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang intinya menyatakan bahwa penyelesaian kasus

6 pertanahan akan melalui proses perkara di pengadilan, karena tidak adanya kesepakatan untuk berdamai; e. Kriteria Lima (K-5) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan yang telah ditangani bukan termasuk kewenangan BPN dan dipersilakan untuk diselesaikan melalui instansi lain. Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, dalam Pasal 3 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi, antara lain : 1. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan. 2. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum 3. Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah wilayah khusus 4. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah Sasaran pembangunan di bidang pertanahan adalah terwujudnya Catur Tertib Pertanahan yang meliputi : H.Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia, Jilid I, Jakarta : Prestasi Pustakaraya, 2004, hal : 71

7 1. Tertib Hukum Pertanahan Dewasa ini banyak sekali terjadi penguasaan pemilikan dan penggunaan tanah oleh orang-orang/badan hukum yang melanggar ketentuan perundangan agraria yang berlaku, karenanya perlu diambil langkah-langkah : a. Mengadakan penyuluhan/penerangan kepada masyarakat mengenai Tertib Hukum Pertanahan guna tercapainya Kepastian Hukum yang meliputi penertiban penguasaan dan pemilikan tanah berdasarkan Peraturan Perundangan Agraria yang berlaku. Dalam pengertian pelaksanaan tertib hukum pertanian sudah tercakup pelaksanaan tertib dokumentasi dan administrasi tanah. b. Mengenai sanksi hukum atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi c. Melengkapi peraturan perundangan di bidang pertanian d. Meningkatkan pengawasan intern di bidang pelaksanaan tugas keagrariaan. e. Mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang sengaja melakukan penyelewengan. f. Kebersamaan mengadakan interopeksi. Dengan usaha-usaha tersebut, maka akan terwujud adanya Tertib Hukum Pertanahan yang menimbulkan Kepastian Hukum Pertanahan dan Hak-hak serta penggunaannya, yang kesemuannya itu akan menciptakan suasana ketentraman dalam masyarakat dan pengayoman masyarakat dari tindakantindakan semenamena serta persengketaan-persengketaan, sehingga mendorong gairah kerja.

8 2. Tertib Administrasi Pertanahan Dewasa ini, masih terasa adanya keluh kesah dari masyarakat, tentang hal berurusan dengan aparat pertanahan, khususnya dalam hal : a. Pelayanan urusan yang menyangkut tanah masih berbelit-belit dan biaya relatif mahal. b. Masih terjadi adanya pungutan-pungutan tambahan Dengan demikian maka yang disebut Tertib Administrasi Pertanahan adalah merupakan keadaan dimana : a. Untuk setiap bidang telah tersedia mengenai aspek-aspek ukuran fisik, penguasaan penggunaan, jenis hak dan kepastian hukumnya yang dikelola dalam sistem Informasi Pertanahan yang lengkap. b. Terdapat mekanisme prosedur, tata kerja pelayanan di bidang pertanahan yang sederhana, cepat dan massal tetapi menjamin kepastian hukum yang dilaksanakan secara tertib dan konsisten. c. Penyimpanan warkah-warkah yang berkaitan dengan pemberian hak dan pemanfaatan tanah dilaksanakan secara tertib, beraturan dan terjamin keamanaannya. 3. Tertib Penggunaan Tanah Sampai sekarang masih banyak tanah-tanah yang belum diusahakan/dipergunakan sesuai dengan kemampuan dan peruntukkannya, sehingga bertentangan dengan fungsi sosial dari tanah itu sendiri. Dengan demikian yang disebut Tertib Penggunaan Tanah adalah merupakan keadaan dimana :

9 a. Tanah telah digunakan secara lestari, serasi dan seimbang. Sesuai dengan potensi guna berbagai kegiatan kehidupan dan pengharapan diperlukan untuk menunjang terwujudnya Tujuan Nasional b. Penggunaan tanah di daerah perkotaan dapat menciptakan suasana aman, tertib, lancar dan sehat. c. Tidak terdapat pembentukan kepentingan antara sektor dalam peruntukkan tanah d. Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup Dewasa ini, banyak sekali orang/badan-badan hukum yang mempunyai atau menguasai tanah yang tidak memperhatikan dan melakukan usaha-usaha untuk mencegah kerusakan-kerusakan dan kehilangan kesuburan tanah. Pada lain pihak, kepadatan penduduk yang melampaui batas tampung wilayah, telah mendorong untuk mempergunakan tanah tanpa mengindahkan batas kemampuan keadaan tanah dan faktor lingkungan hidup. Dengan demikian, unsur-unsur yang berhubungan dengan azas-azas Tataguna Tanah dan keselamatan hidup sudah benar-benar ditinggalkan guna mengejar kebutuhan hidup yang mendesak dan bersifat sementara. Oleh karena itu, maka yang disebut Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup adalah merupakan keadaan di mana : a. Penanganan bidang pertanahan telah dapat menunjang kelestarian hidup b. Pemberian hak atas tanah dan pengarahan penggunaan telah dapat menunjang terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan dan bernuansa lingkungan

10 c. Semua pihak yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah melaksanakan kewajiban sehubungan dengan pemeliharaan tanah tersebut. Catur Tertib Pertanahan ini merupakan kebijakan bidang pertanahan yang dijadikan landasan, sekaligus sasaran untuk mengadakan penataan kembali penggunaan dan pemilikan tanah serta program-program khusus di bidang agraria untuk usaha meningkatkan kemampuan petani-petani yang tidak bertanah atau mempunyai tanah yang sangat sempit. Badan Pertanahan Nasional bertugas untuk mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan yang meliputi Pengaturan Penggunaan, Penguasaan, Pemilikan dan Pengelolaan Tanah (P4T), penguasaan hak-hak atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan, sehingga BPN sangat berperan aktif dalam mewujudkan penggunaan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dengan melaksanakan fungsinya di bidang pertanahan sebagai lembaga non Departemen pembantu Presiden. B. Pengaturan Kewenangan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan Menyelesaikan Sengketa Pertanahan Bahwa dalam rangka menetapkan langkah dan arah dalam menangani dan menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara Pertanahan secara efektif telah ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan RI No.11 Tahun 2009 Tentang Kebijakan dan Strategi Kepala BPN RI Menangani dan Menyelesaikan Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan Tahun 2009, dimana sistem penanganan masalah Pertanahan dengan berpedoman kepada Keputusan Kepala Badan Pertanahan

11 Nasional No.34 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan. Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan lembaga pemerintahan yang bertugas untuk melaksanakan dan mengembangkan administrasi pertanahan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, penyelesaian masalah pertanahan merupakan salah satu fungsi yang menjadi kewenangan BPN. Penyelesaian sengketa tanah melalui mediasi oleh BPN perlu dilandasi dengan kewenangan-kewenangan yang sah berdasarkan peraturan perundangundangan. Hal ini penting sebagai landasan BPN untuk mediator didalam penyelesaian sengketa pertanahan, karena pertanahan dikuasai oleh aspek hukum publik dan hukum privat maka tidak semua sengketa pertanahan dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi, hanya sengketa pertanahan yang dalam kewenangan sepenuhnya dari pemegang hak saja yang dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi. Oleh karena itu kesepakatan dalam rangka penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan pembatasan-pembatasan hal ini dimaksudkan agar putusan mediasi tersebut tidak melanggar hukum serta dapat dilaksanakan secara efektif dilapangan. Penyelesaian sengketa tanah mencakup baik penanganan masalah pertanahan oleh BPN sendiri maupun penanganan tindak lanjut penyelesaian masalah oleh lembaga lain. Berkait dengan masalah pertanahan yang diajukan, BPN mempunyai kewenangan atas prakarsanya sendiri untuk menyelesaikan permasalahan yang dimaksud. Dasar hukum kewenangan BPN sebagaimana telah dikemukakan secara eksplisit, tercantum dalam

12 Keputusan Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) PMNA / KBPN No. 1 Tahun 1999 tentang Tatacara Penanganan Sengketa Pertanahan, sengketa pertanahan adalah perbedaan pendapat mengenai: a. Keabsahan suatu hak; b. Pemberian hak atas tanah; c. Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihannya dan penerbitan tanda bukti haknya antara pihak-pihak yang berkepentingan. Penanganan masalah pertanahan melalui lembaga mediasi oleh BPN biasanya didasarkan dua prinsip utama, yaitu: a. Kebenaran-kebenaran formal dari fakta-fakta yang mendasari permasalahan yang bersangkutan; b. Keinginan yang bebas dari para pihak yang bersengketa terhadap objek yang disengketakan Untuk mengetahui kasus posisinya tersebut perlu dilakukan penelitian dan pengkajian secara yuridis, fisik, maupun administrasi. Putusan penyelesaian sengketa atau masalah tanah merupakan hasil pengujian dari kebenaran fakta objek yang disengketakan. Output-nya adalah suatu rumusan penyelesaian masalah berdasarkan aspek benar atau salah, das Sollen atau das Sein. Dalam rangka penyelesaian masalah sengketa tersebut untuk memberikan perlakuan yang seimbang kepada para pihak diberikan kesempatan secara transparan untuk mengajukan pendapatnya mengenai permasalahan tersebut. Di samping itu, dalam

13 kasus-kasus tertentu kepada mereka dapat diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri rumusan penyelesaian masalahnya. Dalam hal ini BPN hanya menindaklanjuti pelaksanaan putusan secara administratif sebagai rumusan penyelesaian masalah yang telah mereka sepakati. Berdasarkan kewenangan penyelesaian masalah dengan cara mediasi itu dapat memberikan pengaruh terhadap putusan penyelesaian masalah sehingga disamping dapat mewujudkan keadilan dan kemanfaatan, sekaligus juga dalam rangka kepastian dan perlindungan hukum, dengan demikian mediasi oleh BPN bersifat autoritatif. 16 Pertanahan pada hakikatnya mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam hidup dan kehidupan manusia secara pribadi, dalam pergaulan masyarakat maupun bagi Negara. Dalam kehidupannya secara pribadi, hidup dan kehidupan manusia tidak terpisahkan dengan tanah. Sepanjang hidupnya manusia selalu berhubungan dengan tanah dan diatas tanahlah manusia melakukan kegiatan maupun mencari penghidupan. Oleh karena itu, hubungan manusia dengan tanah sangat erat. Tanah merupakan sumber kemakmuran dan kebahagiaan, baik secara lahiriah maupun batiniah. Bagi masyarakat dan bangsa Indonesia pada umumnya diyakini bahwa tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Oleh karena itu, hak penguasaan yang tertinggi atas tanah diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan hak Bangsa Indonesia. Implikasinya dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah secara pribadi harus 16 Wawancara, Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP) Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 21 November 2012

14 memperhatikan kepentingan bangsa atau kepentingan yang lebih besar dalam masyarakat. Hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Dalam pengertian sumber kemakmuran, tanah tersebut merupakan kekayaan nasional. Dari konsep hubungan yang demikian ini, hubungan bangsa Indonesia dengan tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia bersifat abadi.selain itu bagi Negara, tanah dalam pengertian kewilayahan merupakan yuridiksi serta berbagai unsur persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut dapat dimengerti bahwa pengelolaan pertanahan dapat dilihat dari aspek publik dan aspek privat. Dari aspek publik, tanah dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Berdasarkan hal ini Negara mempunyai kewenangan mengatur bidang pertanahan. Dari aspek privat, hak-hak tanah mengandung kewenangan bagi pemegang hak untuk menggunakan tanah tersebut dan melakukan perbuatanperbuatan hukum. Jadi, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah oleh pemegang hak dibatasi dengan peraturan perundang-undangan. Kepentingan masyarakat maupun kepentingan Negara inilah yang menyebabkan sengketa dibidang pertanahan tidak dapat sepenuhnya diselesaikan dengan melalui lembaga mediasi secara murni. Penyelesaian sengketa pertanahan termasuk melalui mediasi oleh Badan Pertanahan Nasional perlu dilandasi dengan kewenangan-kewenangan yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hal ini penting sebagai landasan BPN untuk menjadi mediator di dalam penyelesaian sengketa pertanahan, oleh

15 karena pertanahan dikuasai aspek hukum publik dan hukum privat, tidak semua sengketa pertanahan dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi. Hanya sengketa pertanahan yang dalam kewenangan sepenuhnya dari pemegang hak yang dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi. Oleh karena itu, kesepakatan dalam rangka penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan pembatasan-pembatasan. Hal ini dimaksudkan agar putusan mediasi tersebut tidak melanggar hukum serta dapat dilaksanakan secara efektif di lapangan. Apabila adanya penyelesaian pasti dengan sendirinya ada permasalahan yang harus diselesaikan, kasus tersebut bersumber pada sengketa perdata yang berhubungan dengan masalah tanah, dan dalam sengketa tersebut menyangkut pihak-pihak yaitu pihak penggugat dan pihak tergugat. Dalam masalah sengketa tanah seperti halnya dengan masalah sengketa perdata lainnya, umumnya terdapat seorang individu yang merasa haknya di rugikan atau dilanggar oleh seorang individu lainnya. Pada umumnya prosedur penyelesaian sengketa tanah melalui lembaga mediasi ini dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa yaitu dengan jalan menunjuk BPN sebagai seorang mediator dan disaksikan oleh saksi-saksi. 17 Berdasarkan ketentuan Pasal 12 PMNA/KaBPN No. 3 Tahun 1999, Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional memberi keputusan mengenai pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang telah dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang terdapat cacat hukum dalam penerbitannya. Selanjutnya berdasarkan Pasal 106, 107 dan 112 PMNA/KaBPN 17 Wawancara, Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP) Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 21 November 2012

16 No. 3 Tahun 1999, keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi dalam penerbitannya dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh pejabat yang berwenang tanpa permohonan. Pengertian cacat administrasi antara lain karena data yuridis dan data fisik tidak benar. Berdasarkan hasil penelitian, terhadap permohonan pembatalan hak atas tanah, Kepala Kantor Pertanahan meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik serta memeriksa kelayakan permohonan tersebut sebelum proses lebih lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 18 Jika dilihat dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka Indonesia juga merupakan salah satu penganut dari pandangan yang kedua, karena undang-undang tersebut memisahkan secara tegas istilah arbitrase dengan alternatif penyelesaian sengketa. Dalam konteks studi ini akan digunakan penyelesaian sengketa alternatif dalam arti alternative to adjudication, dengan tidak mengurangi arti dan kebenaran istilah-istilah lainnya. Tujuan dari pengembangan penyelesaian sengketa alternatif adalah untuk memberikan forum bagi pihak-pihak untuk bekerja kearah kesepakatan sukarela dalam mengambil keputusan mengenai sengketa yang dihadapinya. Dengan demikian penyelesaian sengketa alternatif adalah merupakan sarana yang potensial untuk memperbaiki hubungan di antara pihak-pihak yang bersengketa. Bermacam-macam alasan mengapa seorang menggunakan penyelesaian sengketa alternatif. Disamping berperan sebagai sarana penyelesaian sengketa yang potensial untuk menghindari biaya tinggi, 18 Wawancara, Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP) Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 21 November 2012

17 keterlambatan dan ketidakpastian yang melekat pada sistem litigasi, juga dimaksudkan sebagai sarana untuk memperbaiki komunikasi di antara pihakpihak. Oleh karena putusan diambil berdasarkan kesepakatan, maka hasilnya adalah win-win, sehingga penyelesaian sengketa bersifat tuntas (tidak semu). Keputusan untuk menggunakan metode penyelesaian sengketa alternatif tergantung pada pertimbangan para pihak. Hanya saja sekurang-kurangnya ada 2 (dua) hal yang perlu dipertimbangkan untuk menggunakan penyelesaian sengketa alternatif. Pertama, prosedur penyelesaian sengketa alternatif lebih tepat guna dari pada prosedur litigasi dan kedua, perlu ditentukan pilihan bentuk mana dari penyelesaian sengketa alternatif yang paling tepat digunakan untuk jenis sengketa yang dihadapi. Dari pengaduan-pengaduan atau laporan-laporan tersebut di atas sesungguhnya BPN dapat berperan untuk mengambil kesempatan sebagai lembaga penengah atau mediator sehingga dengan perannya tersebut permasalahan atau persengketaan dapat diselesaikan. Namun demikian, tampaknya usaha-usaha ini belum diwujudkan secara optimal oleh BPN, karena setelah diadakan pengecekan atau pemeriksaan oleh BPN, baik pemeriksaan di lapangan maupun administrasi (pemeriksaan berkas-berkas), pada akhirnya BPN selalu menyarankan untuk diselesaikan melalui proses pengadilan. Saran BPN dapat dipahami karena menempatkan posisi sebagai mediator juga tidak mudah, karena disamping eksistensi sebagai mediator itu harus dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa, mediator harus dituntut mempunyai kemampuan-kemampuan professional sebagai mediator dan hal ini

18 memerlukan pengetahuan tentang teknik-teknik mediasi yang perlu dipelajari dan dibekalkan kepada pejabat-pejabat di BPN yang bertugas di bidang penyelesaian sengketa pertanahan. Bahwa dalam pelaksanaan mediasi di Kantor Pertanahan Kota Medan yang didasarkan kepada Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.34 Tahun 2007 Juknis No.05/JUKNIS/D.V/2007, tipe mediator Badan Pertanahan Nasional adalah autoritative mediator sehingga sulit menghindarkan sikap apriori pihak-pihak yang bersengketa yang dapat menghambat proses mediasi, termasuk cenderung tidak terbukanya para pihak, sulit mencairkan suasana diantara para pihak, yang berakibat sulitnya menarik garis merah permasalahan sengketa yang ada. Bahwa mediasi akan lebih efektif apabila mediator autoritative BPN dapat didampingi oleh mediator independen ataupun mediator jaring sosial untuk lebih menjaga kepercayaan pihak-pihak dalam mengemukakan pendapat maupun opsi dalam penyelesaiannya. Sehingga kwantitas sengketa yang dapat diselesaikan melalui mediasi dapat ditingkatkan yang pada akhirnya dapat meminimalisir jumlah sengketa pertanahan yang ada. Bahwa akan tetapi dari data tersebut diatas dapat kita lihat upaya penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi telah diterapkan dengan sangat signifikan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan.

19 Meskipun dari jumlah sengketa yang berhasil diselesaikan masih sangat minim akan tetapi setidak-tidaknya perbaikan mekanisme mediasi akan dapat dilaksanakan untuk mencapai hasil mediasi yang maksimal baik dari segi kwantitas maupun kwalitasnya Wawancara, Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP) Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 21 November 2012

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar dan penting dalam kehidupan manusia, sehingga dalam melaksanakan aktivitas dan kegiatannya manusia

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang berada di bawah dan

Lebih terperinci

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan Rencana Strategis (RENSTRA) BPN RI Tahun 2010-2014. II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN A. Visi Pembangunan Pertanahan R encana Strategis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB III PROFIL PERUSAHAAN 24 BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1. Tinjauan Umum Perusahaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) awalnya adalah Akademi Agraria yang didirikan di Yogyakarta pada tahun 1963, kemudian didirikan lagi di Semarang

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang berada di bawah

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN. pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Presiden.

Bab I PENDAHULUAN. dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN. pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Presiden. Bab I PENDAHULUAN 1.1 Bentuk, Bidang dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Organisasi Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah instansi pemerintah Non Departemen yang berkedudukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang relevan sebelumnya Salah satu Penelitian yang relevan sebelumnya mengkaji tentang Upaya Badan Pertanahan Nasional (BPN) Dalam menyelesaikan masalah tanah, dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional (BPN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional (BPN) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badan Pertanahan Nasional (BPN) awalnya adalah Akademi Agraria yang didirikan di Yogyakarta pada tahun 1963, kemudian didirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral

BAB I PENDAHULUAN. sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Sumber daya agraria atau sumber daya alam berupa permukaan bumi yang di sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bumi, air dan ruang angkasa atau kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia. Dan oleh

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL - 1 - MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut: 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut: Peranan merupakan aspek dinamisi kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting baik untuk kehidupan maupun untuk tempat peristirahatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. selatan dan 110º º 50 bujur timur, sedangkan ketinggiannya bervariasi antara 0-700

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. selatan dan 110º º 50 bujur timur, sedangkan ketinggiannya bervariasi antara 0-700 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Pelaksanaan PRONA Di Kabupaten Gunungkidul Secara geografis 1 Kabupaten Gunungkidul terletak antara 7º 46-8º 09 lintang selatan dan 110º 21-110º 50 bujur timur,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pertanahan di Indonesia telah muncul dengan beragam wujud

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pertanahan di Indonesia telah muncul dengan beragam wujud 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertanahan di Indonesia telah muncul dengan beragam wujud dalam banyak aspek. Pangkal suatu sengketa tanah tidak selamanya berasal dari tuntutan warga

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. qqqqqqqnegara Indonesia merupakan Negara agraris, sehingga tanah mempunyai arti

BAB I PENDAHULUAN. qqqqqqqnegara Indonesia merupakan Negara agraris, sehingga tanah mempunyai arti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah qqqqqqqnegara Indonesia merupakan Negara agraris, sehingga tanah mempunyai arti penting bagi kehidupan rakyat Indonesia. Disisi lain tanah mempunyai arti penting

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa hubungan bangsa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilaksanakan BPN dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN.

BAB 1 PENDAHULUAN. dilaksanakan BPN dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha 1.1.1. Bentuk Usaha Berdasarkan keputusan presiden nomor 96/M/1993 tentang pembentukan Kabinet Pembangunan IV kegiatan pertanahan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

2013, No Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang P

2013, No Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2013 PERTAHANAN. Pengadaan. Pembangunan. Badan Pertanahan Nasional. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. 1. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional (BPN)

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. 1. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional (BPN) BAB II PROFIL PERUSAHAAN 1. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badan Pertanahan Nasional (BPN) awalnya adalah Akademi Agraria yang didirikan di Yogyakarta pada tahun 1963, kemudian didirikan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DAN KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2 TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2 ABSTRAK Secara konstitusional UUD 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa Bumi, air, ruang angkasa serta

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DAN KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 34 TAHUN 2007

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 34 TAHUN 2007 KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 34 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENANGANAN DAN PENYELESAIAN MASALAH PERTANAHAN DEPUTI BIDANG PENGKAJIAN DAN PENANGANAN SENGKETA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22,2012 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah. Hubungan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, khususnya bagi. bangsa Indonesia, peranan negara sangat penting di dalam mengatur

I. PENDAHULUAN. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, khususnya bagi. bangsa Indonesia, peranan negara sangat penting di dalam mengatur I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, khususnya bagi bangsa Indonesia, peranan negara sangat penting di dalam mengatur penguasaan tanah. Negara sebagai organisasi

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia di muka bumi. Tanah menjadi kebutuhan dasar manusia, sejak lahir sampai meningggal dunia manusia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PENGKAJIAN DAN PENANGANAN KASUS PERTANAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PENGKAJIAN DAN PENANGANAN KASUS PERTANAHAN Draft 16 Agustus 2010 Jam 08.10 WIB PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PENGKAJIAN DAN PENANGANAN KASUS PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012 SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG BIAYA OPERASIONAL DAN BIAYA PENDUKUNG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan peka, menyangkut berbagai aspek kehidupan. Hal ini terjadi dikarenakan masalah agraria sudah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 34 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PADA PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Secara konstitusional Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Secara konstitusional Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bumi, air dan ruang angkasa demikian pula segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah merupakan suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang pertanahan, maka sasaran pembangunan di bidang pertanahan adalah terwujudnya. 4. Tertib pemeliharaan dan lingkungan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. bidang pertanahan, maka sasaran pembangunan di bidang pertanahan adalah terwujudnya. 4. Tertib pemeliharaan dan lingkungan hidup. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Patut diketahui bahwa, di dalam era pembangunan dewasa ini, khususnya di bidang pertanahan, maka sasaran pembangunan di bidang pertanahan adalah terwujudnya

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 DIH, Jurnal Ilmu Hukum Agustus 2014, Vol. 10, No. 20, Hal. 76-82 KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 Bronto Susanto Alumni Fakultas Hukum Untag

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN. mengenai objek penelitian yaitu Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN. mengenai objek penelitian yaitu Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Pada bab ini, penulis akan mencoba untuk menjelaskan lebih lanjut lagi mengenai objek penelitian yaitu Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM GUNAWAN SASMITA DIREKTUR LANDREFORM ALIANSI PETANI INDONESIA JAKARTA 10 DESEMBER 2007 LANDASAN FILOSOFI TANAH KARUNIA TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat

BAB I PENDAHULUAN. adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air dan ruang angkasa demikian pula yang terkandung di dalamnya adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1084, 2016 KEMEN-ATR/BPN. KEK. Pengaturan ATR/Pertanahan. Standar Pelayanan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Bumi ini manusia memiliki ketergantungan dengan tanah yang dimilikinya, sehingga manusia memiliki hak dan kewajibannya dalam mengelola dan memanfaatkan segala yang

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur sebagaimana yang telah dicita-citakan. Secara konstitusional bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur sebagaimana yang telah dicita-citakan. Secara konstitusional bahwa bumi, air, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya masih bercorak agraria, maka bumi, air dan ruang angkasa sebagai karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGHARGAAN DI BIDANG PERTANAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGHARGAAN DI BIDANG PERTANAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGHARGAAN DI BIDANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai 14 BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA 3.1. Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai Pentingnya kegiatan pendaftaran tanah telah dijelaskan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMEN-ATR/BPN. Produk Hukum. Pembentukan dan Evaluasi. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BERITA NEGARA. KEMEN-ATR/BPN. Produk Hukum. Pembentukan dan Evaluasi. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL No.733, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Produk Hukum. Pembentukan dan Evaluasi. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan ruang angkasa demikian pula yang terkandung di. dalamnya adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan ruang angkasa demikian pula yang terkandung di. dalamnya adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bumi, air dan ruang angkasa demikian pula yang terkandung di dalamnya adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN HAK PERORANGAN WARGA MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

b. bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi daerah, pengelolaan kawasan pantai merupakan wewenang Pemerintah Daerah ;

b. bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi daerah, pengelolaan kawasan pantai merupakan wewenang Pemerintah Daerah ; PEMERINTAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG Menimbang : a. Bahwa kawasan pantai merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensikonvensi

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK Bagian Organisasi - 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang ber-kelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai tindak lanjut ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Kebutuhan akan tanah semakin hari semakin meningkat,

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Kebutuhan akan tanah semakin hari semakin meningkat, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena manusia dan tanah memiliki hubungan yang sangat erat, terlebih lagi bagi masyarakat

Lebih terperinci

2017, No dalam huruf b, perlu dibuat dalam bentuk Standar Pelayanan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huru

2017, No dalam huruf b, perlu dibuat dalam bentuk Standar Pelayanan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huru No.431, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. SP Kementerian ATR/BPN. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 18 BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Dengan diundangkannya UUPA itu, berarti sejak saat itu telah memiliki

Lebih terperinci

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia i

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia i Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia i Sapta Tertib Pertanahan Daftar Isi Daftar Tabel, Grafik dan Gambar Kata Pengantar Ikhtisar Eksekutif i ii iv vii ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1

Lebih terperinci

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BANJAR Menimbang : a. Pasal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL DAN KANTOR PERTANAHAN KEPALA BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 502 TAHUN : 2001 SERI : D Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone No.421, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Sengketa Lingkungan Hidup. Penyelesaian. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa hubungan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah bukan hanya dalam kehidupannya, untuk matipun manusia masih memerlukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PENANGANAN DAN PENYELESAIAN KONFLIK PERTANAHAN DENGAN PRINSIP WIN WIN SOLUTION OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL RI

PENANGANAN DAN PENYELESAIAN KONFLIK PERTANAHAN DENGAN PRINSIP WIN WIN SOLUTION OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL RI PENANGANAN DAN PENYELESAIAN KONFLIK PERTANAHAN DENGAN PRINSIP WIN WIN SOLUTION OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL RI Oleh Sumarto, SH, M.Eng. I. PENDAHULUAN Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMEN-ATR/BPN. Kantor Layanan Pertanahan Bersama. Pembentukan.

BERITA NEGARA. KEMEN-ATR/BPN. Kantor Layanan Pertanahan Bersama. Pembentukan. No.1042, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Kantor Layanan Pertanahan Bersama. Pembentukan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat melangsungkan kehidupannya, akan tetapi karena tanah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat melangsungkan kehidupannya, akan tetapi karena tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terus meningkat, baik sebagai tempat permukiman maupun untuk kegiatan usaha. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN. No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG Mengingat : PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN HUBUNGAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI DI LINGKUNGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh.

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh. Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 113 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU Oleh Suhariyono 1 ABSTRAK: Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Legalisasi

Lebih terperinci