FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN GASTRITIS PADA PASIEN GASTRITIS DI RSUD DR. PIRNGADI KOTA MEDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN GASTRITIS PADA PASIEN GASTRITIS DI RSUD DR. PIRNGADI KOTA MEDAN"

Transkripsi

1 SKRIPSI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN GASTRITIS PADA PASIEN GASTRITIS DI RSUD DR. PIRNGADI KOTA MEDAN Oleh DAMAYANTI HUTAPEA PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015

2 SKRIPSI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN GASTRITIS PADA PASIEN GASTRITIS DI RSUD DR. PIRNGADI KOTA MEDAN Skripsi ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Oleh DAMAYANTI HUTAPEA PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015

3

4 PERNYATAAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN GASTRITIS PADA PASIEN GASTRITIS DI RSUD DR. PIRNGADI KOTA MEDAN SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan tidak pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain kecuali yang tertulis yang dicantumkan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Medan, Agustus 2015 Peneliti Damayanti Hutapea i

5 DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. Identitas Nama : Damayanti Hutapea NIM : Jenis Kelamin : Perempuan Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 14 Oktober 1992 Agama : Kristen Protestan Anak Ke : 3 dari 5 bersaudara Status Pernikahan : Belum Menikah hutapeadamayanti@ymail.com No. Hp : B. Orang Tua Nama Ayah Pekerjaan Ayah Agama Alamat Rumah Nama Ibu Pekerjaan Ibu Agama Alamat Rumah : Joni Hutapea : Swasta : Kristen Protestan : Jln. Tunggal No. 8 Medan : Kesiana Tambunan : Pegawai Negeri Sipil : Kristen Protestan : Jln. Tunggal No. 8 Medan C. Riwayat Pendidikan 1. Tahun : SD Katolik Budi Murni 7 Medan 2. Tahun : SLTP Negeri 12 Medan 3. Tahun : SMA Negeri 11 Medan 4. Tahun : S1 Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan dan Kebidanan di Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan ii

6 PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA Skripsi, Agustus 2015 Damayanti Hutapea Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Gastritis Pada Pasien Gastritis Di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan xii + 63 halaman + 13 tabel + 1 skema + 11 lampiran ABSTRAK Gastritis yang lebih dikenal dengan sebutan maag merupakan proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung yang sering mengakibatkan kekambuhan. Beberapa faktor penyebab terjadinya kekambuhan pada pasien gastritis antara lain pola makan, konsumsi alkohol, merokok, konsumsi kopi dan penggunaan OAINS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor penyebab terjadinya kekambuhan pada pasien gastritis. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kolerasi dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 78 responden yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 39 responden yang mengalami kekambuhan dan 39 responden dengan riwayat gastritis. Hasil penelitian dengan menggunakan chi square (α 0,05) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan kekambuhan gastritis (p=0,005) dan nilai OR=0,221, terdapat hubungan konsumsi alkohol dengan kekambuhan gastritis (p=0,003), terdapat hubungan konsumsi kopi dengan kekambuhan gastritis (p=0,022) dan nilai OR=0,304, terdapat hubungan antara penggunaan OAINS dengan kekambuhan gastritis (p=0,019) dan nilai OR=0,285, tidak terdapat hubungan antara merokok dengan kekambuhan gastritis (p=0,174). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pola makan, konsumsi alkohol, konsumsi kopi dan penggunaan OAINS merupakan faktor resiko terjadinya kekambuhan gastritis pada pasien gastritis. Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti menyarankan agar responden menghindari faktor resiko penyebab kekambuhan gastritis tersebut. Kata Kunci : Kekambuhan Gastritis, Pola Makan, Konsumsi Alkohol, Merokok, Konsumsi Kopi, Penggunaan OAINS Daftar pustaka : 47 ( ) iii

7 SCHOOL OF NURSING FACULTY OF NURSING AND MIDWIFERY UNIVERSITY OF SARI MUTIARA INDONESIA Scription, August 2015 Damayanti Hutapea, NIM : Factor Which Correlate With Recurrence Gastritis Of Gastritis Patient In RSUD DR. Pirngadi Kota Medan Xii + 63 pages +13 Table +1 schemes +11 attachments ABSTRACT Gastritis more commonly known as inflammatory process an ulcer is on the mucous lining and sub the gastric mucosa that often resulted in a recurrence. Some factor thr cause of recurrence gastritis of gastritis patient such diets, alcohol consumption, smoking, coffee consumption and the use of OAINS. This research purposes is to know the relationship of the causal factors of recurrence in patients with gastritis. This type of research is deskriptive correlation with cross sectional design. The population in this research is entire patients gastritis in RSUD DR. Pirngadi Kota Medan. The sampling technique used is accidental sampling and obtained 78 respondents were divided into two groups that 39 respondents who had a recurrence and 39 respondents with the history of gastritis. Research result with chi square (α 0,05) shows that there is a correlation between diet with recurrence of gastritis (p=0,005) and OR=0,221, there is a correlation between alcohol consumption with recurrence of gastritis (p=0,003), there is a correlation between coffee consumption with recurrence of gastritis (p=0,022) and OR=0,304, there is a correlation between the use of OAINS with recurrence of gastritis (p=0,019) and OR=0,285, there was no correlation between smoking with recurrence of gastritis (p=0,174). So can be inference that diets, alcohol consumption, coffee consumption and the use of OAINS is a risk factor of recurrence gastritis in gastritis patients. Based on the results of this researc, the researchers suggest that respondents avoid recurrence risk factors causing the gastritis. Keywords : recurrence of gastritis, diets, alcohol consumption, smoking, coffee consumption, the use of OAINS Bibliography : 47 ( ) iv

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Gatritis Pada Pasien Gastritis di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan Tahun Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak / Ibu: 1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Universitas Mutiara Medan. 2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia. 3. Dr. H. Edwin Effendi, M.Sc, selaku direktur RSUD DR. Pirngadi kota Medan yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di RSUD DR. Pirngadi kota Medan. 4. Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan. 5. Ns. Rinco Siregar, MNS, selaku Ketua Prodi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan 6. Ns. Marthalena Simamora, M.Kep, selaku ketua penguji yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu, tenaga serta pikiran selama penyusunan skripsi ini. 7. Ns. Henny Syapitri, M.Kep, selaku penguji I yang telah memberikan masukan dan saran bagi penyusunan skripsi ini. 8. Ns. Normi Sipayung, M.Kep, selaku Penguji II yang telah telah memberikan masukan dan saran bagi penyusunan skripsi ini. v

9 9. Ns. Edriyani Simanjuntak, S.Kep, selaku penguji III yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu, tenaga serta pikiran selama penyusunan skripsi ini. 10. Seluruh Dosen dan staf pegawai Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. 11. Teristimewa untuk orang tua dan saudara-saudara saya yang tersayang karena telah memberikan doa, dukungan, perhatian dan kasih sayang serta dukungan moral maupun materi, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. 12. Kepada seluruh rekan-rekan dan teman-teman mahasiswa/i yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum terlalu sempurna baik isi maupun susunannya, untuk itu peneliti berharap masukkan dan saran dari pembaca. Akhirnya peneliti berharap kiranya skripsi ini akan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Medan, Agustus 2015 Peneliti (Damayanti Hutapea) vi

10 DAFTAR ISI Hal PERNYATAAN PERSETUJUAN PERNYATAAN... i DAFTAR RIWAYAT HIDUP... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR SKEMA... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 6 C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus... 6 D. Manfaat Penelitian... 6 TINJAUAN PUSTAKA A. Gastritis Definisi Klasifikasi gastritis a. Gastritis Akut b. Gastritis Kronis Etiologi Gastritis Manifestasi Klinis a. Manifestasi Gastritis Akut b. Manifestasi Gastritis Kronis Patofisiologi a. Patofisiologi Gastritis Akut b. Patofisiologi Gastritis Kronis Komplikasi a. Gastritis Akut b. Gastritis Kronis B. Pola Makan Definisi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Makan a. Faktor Ekonomi b. Faktor Sosial Budaya c. Agama vii

11 d. Pendidikan e. Lingkungan f. Faktor Usia g. Jenis Kelamin Pola Makan C. Konsumsi Alkohol Epidemiologi Farmakokinetik Alkohol Farmakodinamik Alkohol Efek Alkohol Terhadap Kesehatan D. Merokok Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Tipe Perilaku Merokok Dampak Perilaku Merokok E. Konsumsi Kopi Kafein dalam Kopi F. Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) Mekanisme dan Sifat dasar OAINS Penggunaan OAINS pada Berbagai Penyebab Jenis Obat Anti Inflamasi Nonsteroid G. Kerangka Konsep H. Hipotesa BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Waktu Penelitian C. Populasi dan Sampel Populasi Sampel D. Defenisi Operasional E. Instrument Penelitian Data Demografi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekambuhan Gastritis a. Pola Makan b. Konsumsi Alkohol c. Merokok d. Konsumsi Kopi e. Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid F. Metode Pengumpulan Data G. Prosedur Pengumpulan Data H. Etika Penelitian I. Pengolahan Data J. Analisa Data viii

12 1. Analisa Univariat Analisa Bivariat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran Umum Lokasi Penelitian Analisa Univariat Analisa Bivariat B. Pembahasan Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kekambuhan Gastritis Hubungan Antara Konsumsi Alkohol Dengan Kekambuhan Gastritis Hubungan Antara merokok Dengan Kekambuhan Gastritis Hubungan Antara Konsumsi Kopi Dengan Kekambuhan Gastritis Hubungan Antara penggunaan OAINS Dengan Kekambuhan Gastritis C. Keterbatasan Penelitian BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

13 DAFTAR SKEMA Hal Skema 2.1 Kerangka konsep x

14 DAFTAR TABEL Hal Tabel 3.1 Defenisis Operasional Tabel 4.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan pekerjaan di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun Tabel 4.2 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan pola makan di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun Tabel 4.3 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan konsumsi alkohol di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun Tabel 4.4 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan perilaku merokok di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun Tabel 4.5 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan konsumsi kopi di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun Tabel 4.6 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan penggunaan OAINS di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun Tabel 4.7 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan kekambuhan gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun Tabel 4.8 Hubungan pola makan terhadap terjadinya kekambuhan pada responden di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun Tabel 4.9 Hubungan konsumsi alkohol terhadap terjadinya kekambuhan pada responden di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun Tabel 4.10 Hubungan merokok terhadap terjadinya kekambuhan pada responden di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun Tabel 4.11 Hubungan konsumsi kopi terhadap terjadinya kekambuhan pada responden di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun Tabel 4.12 Hubungan penggunaan OAINS terhadap terjadinya kekambuhan pada responden di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun xi

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Informed consent Lampiran 2 Kuesioner Lampiran 3 Izin memperoleh data dasar Lampiran 4 Permohonan Izin Survey Pendahuluan Lampiran 5 Selesai Survey Pendahuluan Lampiran 6 Izin Penelitian Lampiran 7 Permohonan Izin Penelitian Lampiran 8 Selesai Penelitian Lampiran 9 Master Data Lampiran 10 Output Lampiran 11 Lembar Konsul xii

16 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gastritis yang dikenal dengan sebutan maag merupakan proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Secara histopasitologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut (Shulfany, 2011). Gastritis merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai di klinik atau ruangan penyakit dalam dan merupakan salah satu penyakit yang banyak di keluhkan oleh masyarakat (Mustakim, 2009). Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat rendah mengenai pentingnya menjaga kesehatan lambung, padahal gastritis atau sakit maag akan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, baik remaja maupun orang dewasa. Penyakit ini sering dijumpai timbul secara mendadak yang biasanya ditandai dengan rasa mual dan muntah, nyeri, perdarahan, rasa lemah, nafsu makan menurun, atau sakit kepala (Gustin, 2011). Insiden gastritis didunia berkisar juta dari jumlah penduduk setiap tahun dan umumnya terjadi pada penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun. Sedangkan di Asia Tenggara, insiden terjadinya gastritits sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi gastritis yang dikonfirmasikan melalui endoskopi pada populasi shanghai sekitar 17.2% yang secara substansial lebih tinggi dari populasi barat yang berkisar 4.1% dan bersifat asimptomatik (Megawati dan Nosi, 2014). Badan penelitian kesehatan dunia (WHO) mengadakan tinjauan terhadap beberapa negara dunia dan mendapatkan hasil presentase dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35% dan Perancis 29,5%. Indonesia menempati urutan ke empat dengan jumlah penderita gastritis terbanyak setelah negara Amerika, Inggris dan Bangladesh yaitu berjumlah 430 juta penderita gastritis. Insiden 1

17 2 gastritis di Asia Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2008). Gastritis termasuk ke dalam sepuluh besar penyakit dengan posisi kelima pasien rawat inap dan posisi keenam pasien rawat jalan di rumah sakit. Rata-rata pasien yang datang ke unit pelayanan kesehatan baik di puskesmas maupun rumah sakit mengalami keluhan yang berhubungan dengan nyeri ulu hati (Profil Dinkes Nasional, 2010). Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, yang dilakukan oleh Rahma Rahma, Ansar dan Rismayanti (2013), Penyakit gastritis termasuk ke dalam sepuluh besar penyakit rawat inap di rumah sakit tingkat Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah pasien yang keluar karena meninggal sebanyak 1,45% dari jumlah pasien yang keluar (Dinkes Sulsel, 2010). Bahaya penyakit gastritis jika dibiarkan terus menerus akan merusak fungsi lambung dan dapat meningkatkan risiko untuk terkena kanker lambung hingga menyebabkan kematian. Tingkat infiltrasi sel radang dan infeksi Helicobacter pylori terbukti berhubungan dengan peningkatan risiko kanker lambung. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa keluhan sakit pada penyakit gastritis paling banyak ditemui akibat gastritis fungsional, yaitu mencapai 70-80% dari seluruh kasus (Rugge dan Robert, 2005). Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya gastritis diantaranya adalah pola makan. Pola makan diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial (Suharjo, 2005). Hal ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Rahma, Ansar dan Rismayanti (2013), bahwa pola makan, konsumsi alkohol, kebiasaan meminum kopi dan kebiasaan merokok, serta penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) merupakan faktor yang dicurigai menjadi penyebab kekambuhan penyakit gastritis. Keteraturan makan berkaitan erat dengan waktu makan setiap hari. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai

18 3 dari mulut sampai usus halus. Jika rata-rata lambung kosong antara 3-4 jam, maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011). Makan tidak teratur memicu timbulnya berbagai penyakit karena terjadi ketidakseimbangan dalam tubuh. Ketidakteraturan ini berhubungan dengan waktu makan. Biasanya, ia berada dalam kondisi terlalu lapar namun kadang-kadang terlalu kenyang. Sehingga, kondisi lambung dan pencernaannya menjadi terganggu (Hidayah, 2012). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gustin (2011) yang menunjukkan bahwa proporsi kejadian gastritis lebih tinggi pada responden yang memiliki kebiasaan makan kurang baik (100%) dibanding pada responden yang memiliki kebiasaan makan baik (22,2%). Faktor selanjutnya yang akan mempengaruhi kekambuhan gastritis adalah konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol adalah perilaku seseorang dalam meminum suatu minuman yang mengandung alkohol. Konsumsi alkohol dalam jumlah sedikit akan merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual. Hal tersebut merupakan gejala dari penyakit gastritis. Sedangkan dalam jumlah yang banyak, alkohol dapat merusak mukosa lambung. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahma, Ansar dan Rismayanti (2013) diketahui bahwa konsumsi alkohol merupakan faktor risiko kejadian gastritis dengan nilai OR = 1,86 (CI 95% LL=0,91 UL=3,81). Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang mengonsumsi alkohol berisiko 1,86 kali menderita gastritis dibandingkan dengan yang tidak mengonsumsi alkohol, namun jika dilihat nilai LL (Lower Limit) dan UL (Upper Limit) variabel konsumsi alkohol tidak bermakna secara statistik. Selanjutnya faktor yang juga menjadi penyebab kekambuhan gastritis adalah merokok. Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar. Hal ini didukung

19 4 dengan penelitian yang dilakukan oleh Gustin (2011) menunjukkan bahwa proporsi kejadian gastritis lebih tinggi pada responden yang merokok (46,2%) dibanding pada responden yang tidak merokok (27,6%). Namun berdasarkan hasil uji didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara merokok dengan kejadian gastritis pada responden. Faktor berikutnya yang mempengaruhi kekambuhan gastritis yaitu konsumsi kopi. Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Konsumsi kopi adalah kebiasaan yang dilakukan seseorang dalam meminum minuman yang mengandung kafein. Kopi dapat merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Iritasi lambung tersebut menyebabkan penyakit maag atau gastritis. Orang yang mengidap penyakit maag mempunyai asam lambung yang sensitif. Kafein di dalam kopi bisa mempercepat proses terbentuknya asam lambung. Hal ini membuat produksi gas dalam lambung berlebih dan membuat perut terasa kembung (Rahma, Ansar dan Rismayanti, 2013). Selain faktor diatas, penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) juga menjadi pemicu terjadinya gastritis. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi peradanganperadangan. Semua OAINS atau aspirin-like drugs bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. Menurut penelitian yang dilakukan Rahma, Ansar dan Rismayanti (2013) menunjukkan bahwa responden kasus lebih banyak yang pernah menggunakan obat anti inflamasi non steroid (69,6%) dan pada kelompok kontrol lebih banyak responden yang tidak pernah menggunakan obat anti inflamasi non steroid (54,3%). Responden yang pernah menggunakan obat anti inflamasi non steroid merupakan responden yang dahulu sering mengalami keluhan berupa demam, nyeri, dan

20 5 peradangan. Dan hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Wilda dkk (2009) yang menunjukkan bahwa penggunaan OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) berkaitan erat dengan terjadinya gastritis akut. Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Yanti (2010) yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan responden menggunakan obat anti inflamasi non steroid dengan kejadian gastritis, lebih dari separuh (67,6%) responden sering menggunakan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan telah menderita gastritis lebih dari satu tahun. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSUD DR. Pirngadi kota Medan ditemukan bahwa jumlah penderita gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2012 sebanyak 557 pasien dengan rata-rata kunjungan perbulan sebanyak 46 pasien dan mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 263 pasien dengan rata-rata kunjungan perbulan sebanyak 22 pasien. Lalu jumlah pasien gastritis mengalami peningkatan pada tahun 2014 sebanyak 471 pasien dengan jumlah kunjungan rata-rata perbulan sebanyak 39 pasien. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada 5 orang pasien gastritis didapatkan bahwa 4 orang pasien mengatakan sudah pernah mengalami gejala yang sama lebih dari 2 kali. Dan menurut keterangan mereka penyebab terjadinya kekambuhan tersebut adalah pola makan. Dan berdasarkan keterangan wawancara dengan responden, responden mengatakan bahwa kebiasaan mengkonsumsi kopi adalah menjadi penyebab timbulnya kekambuhan pada pasien. Sementara pasien tidak menyadari bahaya mengkonsumsi kopi pada pasien gastritis. Sehingga berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan.

21 6 B. Rumusan Masalah Apakah sajakah faktor yang berhubungan dengan kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan? C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kekambuhan gastritis pada pasien gastritis. 2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui hubungan pola makan dengan kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan. 2. Mengetahui hubungan konsumsi alkohol dengan kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan. 3. Mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan. 4. Mengetahui hubungan kebiasaan meminum kopi dengan kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan. 5. Mengetahui hubungan penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) dengan kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan. D. Manfaat 1. Bagi Pasien Untuk menambah wawasan bagi para responden atau masyarakat supaya lebih mengerti tentang faktor-faktor penyebab kekambuhan gastritis sehingga para responden dapat menghindari faktor-faktor penyebab kekambuhannya.

22 7 2. Bagi RSUD DR. Pirngadi Kota Medan Sebagai informasi bagi RSUD DR. Pirngadi kota Medan dan sebagai tolak ukur untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya kekambuhan gastritis pada pasien gastritis sehingga dapat mengurangi prevalensi gastritis. 3. Bagi Pendidikan Keperawatan Sebagai bahan informasi bagi pendidikan keperawatan untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang faktor penyebab kekambuhan gastritis. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber data untuk kepentingan penelitian selanjutnya.

23 8 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Gastritis 1. Definisi Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Secara histopasitologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Gastritis merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai di klinik atau ruangan penyakit dalam pada umumnya. Gastritis yang dikenal dengan sebutan maag, merupakan salah satu penyakit yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat (Mustakim, 2009). Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat rendah mengenai pentingnya menjaga kesehatan lambung, padahal gastritis atau sakit maag akan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, baik remaja maupun orang dewasa. Penyakit ini sering dijumpai timbul secara mendadak yang biasanya ditandai dengan rasa mual dan muntah, nyeri, perdarahan, rasa lemah, nafsu makan menurun, atau sakit kepala (Gustin, 2011). Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung sering akibat diet yang sembarangan. Biasanya individu ini makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan makanan yang berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab penyakit (Smelzer, 2002). Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi dan ketidakteraturan dalam pola makan misalnya terlalu banyak, cepat, telat makan, makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya gastritis (Pratiwi, 2013). Gastritis mengacu pada kumpulan penyakit yang ditandai dengan inflamasi mukosa lambung. Penyakit ini dapat dibedakan menjadi dua 8

24 9 tingkatan, yaitu tingkat dasar yang ditandai dengan adanya infiltrasi sel radang dan tingkat lebih tinggi yang menandakan adanya perjalanan penyakit (misalnya distribusi dan kombinasi dari berbagai lesi inflamasi). Gastritis bisa disebabkan terlalu banyak mengkonsumsi alkohol, penggunaan jangka lama obat anti inflamasi non steroid (OAINS) seperti aspirin dan ibuprofen, atau infeksi bakteri seperti Helicobacter pylori. Diagnosis gastritis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan biopsi lambung. Tujuannya untuk mengetahui keadaan mukosa lambung dan menggali informasi mengenai diagnosis atau prognosis yang nantinya dapat digunakan untuk tatalaksana pasien. Pemeriksaan hasil biopsi lambung harus menjawab tiga pertanyaan dasar, apakah ada lesi inflamasi, apa penyebab yang mungkin, dan apakah ada lesi mukosa yang berhubungan dengan peningkatan risiko kanker (Rugge dan Robert, 2005). Inflamasi ditandai dengan adanya sebuah sel radang pada preparat biopsi lambung. Sel radang yang ditemukan bervariasi, seperti makrofag, netrofil, limfosit atau sel plasma. Jenis sel radang dominan dapat menentukan jenis gastritis. Jika terdapat banyak sel netrofil, maka penyakit ini berada pada fase akut, sedangkan jika ditemukan limfosit atau sel plasma, berarti pasien menderita gastritis kronis. Variasi sel-sel radang ini juga dapat ditemukan pada gastritis yang disebabkan Helicobacter pylori, NSAID, dan bahan kimia. Oleh karena itu, sel inflamasi menjadi poin penting dalam diagnosis gastritis (Rugge, Pennelli, dan Pilozzi, 2011). Infeksi Helicobacter pylori disebut sebagai faktor utama yang menginduksi gastritis kronik, ulkus peptik dan bahkan kanker pada manusia. Bakteri gram negatif ini menginfeksi 50% populasi dunia (Yakoob, Abid, dan Abbas, 2009). Sejak ditemukannya bakteri ini pada tahun 2005, banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui peran penting bakteri ini pada patogenesis

25 10 gastritis. Tingkat infiltrasi sel radang dan infeksi Helicobacter pylori terbukti berhubungan dengan peningkatan risiko kanker lambung. Dengan mengetahui pola keparahan gastritis pada pasien, maka tingkat risiko terjadinya kanker lambung pada suatu daerah dapat diprediksi. Selain itu, pola ini juga menggambarkan etiologi yang mungkin berhubungan dengan kebiasaan masyarakat di daerah, seperti pola makan, pola pengobatan dan pola interaksi (Yakoob, Abid dan Abbas, 2009). Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan istilah sakit maag atau sakit ulu hati ialah peradangan pada dinding lambung terutama pada selaput lendir lambung. Gastritis merupakan gangguan yang paling sering ditemui diklinik karena diagnosisnya hanya berdasarkan gejala klinis. Penyakit ini sering dijumpai timbul secara mendadak yang biasanya ditandai dengan rasa mual dan muntah, nyeri, perdarahan, rasa lemah, nafsu makan menurun, atau sakit kepala. Pembagian klinis gastritis secara garis besar dibagi menjadi dua jenis yaitu gastritis akut dan gastritis kronis. Gratistis akut merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan gejala yang khas, biasanya ditemukan sel inflamasi akut. Gastritis kronis merupakan gastritis dengan penyebab yang tidak jelas, sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik yang bervariasi. Gastritis kronis berkaitan erat dengan infeksi Helicobacter pylori (Hariwijaya dan Susanto, 2007). 2. Klasifikasi Gastritis Gastritis terbagi atas dua jenis yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. a. Gastritis Akut Gastritis akut yaitu gastritis yang sering diakibatkan diet yang sembrono. Individu ini makan terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan makanan yang berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab penyakit. Penyebab lain dari gastritis akut mencakup

26 11 alkohol, aspirin, refluks empedu, atau terapi radiasi. Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat,yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi, yang menyebabkan obstruksi pilorus. Gastritis juga merupakan tanda pertama dari infeksi sistem akut (Smeltzer, 2002). b. Gastritis Kronis Gastritis kronis adalah inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus beningna atau maligna dari lambung, atau ole bakteri helicobacter pylory (H. Pilory). McCance dan Huether (2006) mengatakan bahwa gastritis kronis cenderung terjadi pada individu usia muda yang menyebabkan penipisan dan degenerasi dinding lambung dengan berhentinya pertumbuhan sel epitelium lambung. Gastritis kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A dan tipe B. Gastritis kronis tipe A (kronik fundal) adalah degenerasi luas mukosa lambung yang terjadi pada tubuh dan fundus lambung yang dapat mengakibatkan berhentinya pertumbuhan sel lambung. Tipe A (sering disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Gastritis kronis tipe B (antral) pada umumnya terjadi pada antrum lambung dan rata-rata empat kali lebih sering terjadi daripada gastritis kronis tipe A. Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. Pylori) mempengaruhi antrum dan pilorus (ujung bawah lambung dekat duodenum). Ini dihubungkan dengan bakteri H. Pylori, faktor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok, atau refluks isi usus ke dalam lambung. Gastritis kronis terjadi

27 12 karena pengunaan obat-obatan anti steroid, alkohol dan rokok. Suzanne et al (2007) menambahkan bahwa gastritis kronis adalah peradangan pada lambung yang sudah lama yang disebabkan oleh sel malignan atau benign pada lambung karena infeksi bakteri Helicobacter pylori. 3. Etiologi Gastritis Phipps et al (2003) gastritis akut disebabkan oleh konsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan, stres, trauma fisik, menelan zat berbahaya, paparan radiasi dan mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri. McCance dan Suzanne et al (2007) mengatakan bahwa gastritis kronis disebabkan oleh mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh mengkonsumsi makanan yang terlalu berbumbu dan mengiritasi, infeksi bakteri Helicobacter pylori, penggunaan obat anti inflamasi non steroid, adanya sel malignan dan benign pada lambung penyakit autoimun seperti anemia pernisious, faktor makanan seperti kafein, alkohol, rokok, refluks kronik dari sekresi pankreas dan cairan empedu ke dalam lambung. Pada umumnya ada beberapa hal yang berpengaruh pada timbulnya kekambuhan gastritis antara lain : a. Infeksi Helicobacter pylori Helicobacter pylori sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung, dalam jumlah kecil. Ketika asam lambung yang dihasilkan lebih banyak kemudian pertahanan dinding lambung menjadi lemah, bakteri ini bisa bertambah banyak jumlahnya, apalagi disertai kebersihan makanan yang kurang (Misnadiarly, 2009). b. Konsumsi Obat-obatan Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs (NSAIDs) Obat-obatan yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit gastritis antara lain adalah pemakaian obat Nonsteroidal Antiinflammatory

28 13 Drugs (NSAIDs) antara lain seperti Aspirin Ibuprofen, Naproxen dan Piroxicam dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. c. Pola makan Perubahan pola makan meliputi tidak teraturnya waktu makan, frekuensi makan, jenis makanan dan porsi makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi kekambuhan gastritis. (Misnadiarly, 2009). d. Minuman beralkohol dan merokok Gaya hidup seperti konsumsi alkohol, merokok dan konsumsi kafein mempengaruhi terjadinya gastritis. Alkohol dan zat nikotin dalam rokok dapat mengiritasi mukosa lambung. Alkohol dapat mengganggu absorbsi vitamin B kompleks dan vitamin C sehingga dapat menyebabkan gangguan pemenuhan nutrisi sehingga dapat meyebabkan penurunan daya tahan tubuh dan menyebabkan individu rentan untuk mengalami infeksi, termasuk infeksi kuman helicobacter pylori yang dapat menyebabkan gastritis (Smeltzer & Bare, 2002). e. Stres Stres memiliki efek negatif melalui mekanisme neuroendokrin terhadap saluran pencernaan sehingga berisiko untuk mengalami gastritis. Efek stres pada saluran pencernaan menyebabkan penurunan aliran darah pada sel epitel lambung dan mempengaruhi fungsi sel epitel dalam melindungi mukosa lambung (Greenberg dalam Prio, 2009). 4. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari gangguan ini cukup bervariasi, mulai dari keluhan ringan hingga muncul perdarahan pada saluran cerna bagian atas. Pada beberapa pasien, gangguan ini tidak menimbulkan gejala yang khas (Smeltzer, 2002). Manifestasi gastritis akut dan kronis hampir sama. Berikut penjelasannya :

29 14 a. Manifestasi Gastritis Akut Manifestasi gastritis akut dan gejala-gejalanya adalah : anoreksia, nyeri pada epigastrium, mual dan muntah, perdarahan saluran cerna (Hematemesis Melena), dan Anemia (tanda lebih lanjut). b. Manifestasi Gastritis Kronis Manifestasi gastritis kronis dan gejala-gejalanya adalah : mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, dan naucea. 5. Patofisiologi a. Patofisiologi Gastritis Akut Phipps et al (2003) menjelaskan bahwa gastritis akut terjadi ketika mekanisme perlindungan mukosa lambung rusak dengan adanya iritasi atau hadirnya bakteri dalam lambung. Mukus lambung memberikan sedikit perlindungan terhadap cedera kimia yang terjadi di dalam lambung. Regenerasi mukosa lambung dari cidera biasanya cepat dan efisien, dan meskipun demikian kelainan biasanya sudah bisa berkurang setelah faktor iritasi diatasi. Lewis et al (2004) menambahkan bahwa kesalahan mengkonsumsi makanan menyebabkan gastritis akut. Mengkonsumsi alkohol dapat memperbesar luka akut pada mukosa lambung, kerusakan sel permukaan epitel hingga kehancuran mukosa lambung, perdarahan dan edema. b. Patofisiologi Gastritis Kronis Menurut Phipps et al (2003) gastritis kronis terjadi karena penurunan sekresi asam lambung yang disebabkan oleh autoimun sel parietal. Kelenjar lambung secara bertahap berhenti bertumbuh dan mukosa lambung menjadi tipis dan memburuk. Penyakit tersebut biasanya tidak erosif dan didiagnosa melalui pemeriksaan histologi mukosa lambung. Kerusakan progresif sel parietal mengarah kepada anemia pernisious. Biasanya tidak ada tanda gejala hingga proses kerusakan terjadi. McCance dan Huether (2006) mengatakan bahwa gastritis

30 15 kronis tipe A terjadi penurunan fungsi mukosa lambung secara ekstensif didalam tubuh dan fundus lambung. Hilangnya sel utama dan sel parietal menyebabkan berkurangnya sekresi pepsinogen, asam hidroklorik dan faktor intrinsik. Gastritis kronis tipe B terutama melibatkan fundus dan antrum lambung. Penurunan minimal sekresi asam lambung, jumlah gastrin normal yang tinggal, dan penyerapan vitamin B12 biasanya jarang terjadi namun kondisinya mukosa mengalami gangguan pertumbuhan serta mengalami penurunan sekresi asam lambung. 6. Komplikasi a. Gastritis Akut Komplikasi yang timbul pada gastritis akut adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, berupa hematemesis dan melena, yang berakhir dengan shock hemoragik. Apabila prosesnya hebat, sering juga terjadi ulkus, namun jarang terjadi perforasi. b. Gastritis Kronis Komplikasi yang timbul pada kasus gastritis kronis adalah gangguan penyerapan vitamin B12. Akibat kurangnya penyerapan vitamin B12 ini, menyebabkan timbulnya anemia pernisiosa, gangguan penyerapan zat besi, dan penyempitan daerah pilorus (pelepasan dari lambung ke usus dua belas jari). B. Pola Makan 1. Definisi Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan plihan makanan. Sedangkan menurut Suharjo (2005) pola makan diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih

31 16 makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruhpengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial. Pola makan merupakan berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas satu kelompok masyarakat tertentu (Soegeng, 2004). Pendapat dari berbagai sumber dapat diartikan secara umum bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam mengkonsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola makan Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan dan lingkungan, umur dan jenis kelamin (Sediaotama, 2004). a. Faktor ekonomi Faktor ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas. Meningkatnya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat pengaruh promosi melalui iklan, serta kemudahan informasi dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan timbulnya kebutuhan psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas.

32 17 Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makannya sehari-hari. Sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan terhadap pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor, terutama jenis siap santap (fast food), seperti ayam goreng, pizza, hamburger, dan lain-lain, telah meningkat tajam terutama dikalangan generasi muda dan kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas. b. Faktor sosial budaya Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh kepercayaan pada umumnya mengandung perlambangan atau nasehat yang dianggap baik maupun tidak baik yang lambat laun akan menjadi kebiasaan/adat. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi. Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap pangan. Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahannya, persiapan, dan penyajian serta untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi. Kebudayaan juga menentukan kapan seseorang boleh dan tidak boleh mengkonsumsi suatu makanan (dikenal dengan istilah tabu), meskipun tidak semua hal yang tabu masuk akal dan baik dari sisi kesehatan, salah satu contohnya anak balita tabu mengkonsumsi ikan laut karena dikhawatirkan akan menyebabkan cacingan. Padahal dari sisi kesehatan berlaku sebaliknya, mengkonsumsi ikan sangat baik bagi balita karena memiliki kandungan protein yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan. Terdapat 3 kelompok anggota masyarakat yang

33 18 biasanya memiliki pantangan makan tertentu yaitu balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. c. Agama Pantangan yang didasari agama, khususnya agama islam disebut haram dan individu yang melanggar hukum berdosa. Adanya makanan terhadap makanan/minuman tertentu di sisi agama dikarenakan makanan/minuman tersebut membahayakan jasmani dan rohani bagi yang mengonsumsinya. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi. d. Pendidikan Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, dan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh prinsip yang dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya adalah yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lain. Sebaliknya, sekelompok orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih bahan makanan sumber protein dan akan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain. e. Lingkungan Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan dalam keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang, kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapat dalam keluarga. Lingkungan sekolah, termasuk di dalamnya para guru, teman sebaya, dan keberadaan tempat jajan sangat mempengaruhi

34 19 terbentuknya pola makan, khususnya bagi siswa sekolah. Anak anak yang mendapatkan informasi yang tepat tentang makanan sehat dari para gurunya dan didukung oleh tersedianya kantin dan tempat jajan yang menjual makanan yang sehat akan membentuk pola makan yang baik pada anak. f. Faktor usia Usia sangat berpengaruh terhadap penyakit gastritis, karena masa remaja adalah masa mencari identitas diri, adanya keinginan untuk dapat diterima oleh teman sebaya dan mulai tertarik oleh lawan jenis menyebabkan remaja sangat menjaga penampilan. Semua itu sangat mempengaruhi pola makan remaja, termasuk pemilihan bahan makanan dan frekuensi makan. Remaja takut gemuk sehingga remaja menghindari sarapan dan makan siang atau hanya makan sehari sekali. g. Jenis kelamin Jenis kelamin adalah karakteristik remaja yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin menentukan pula besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang. Pria lebih banyak membutuhkan kebutuhan zat tenaga dan protein daripada wanita, karena secara kodrat pria diciptakan untuk tampil lebih aktif dan lebih kuat daripada wanita. 3. Pola Makan Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam mengkonsumsi pangan setiap hari yang meliputi frekuensi makan, porsi makan, dan jenis makanan berdasarkan faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup (hudha, 2006). Pola makan yang dianut oleh seseorang dimiliki melalui proses belajar yang menghasilkan kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dan akan berlangsung

35 20 selama hidupnya, hingga kebiasaan makan dan susunan hidangan masih bertahan sampai ada pengaruh yang dapat mengubahnya. Pola makan terdiri dari : 1. Frekuensi makan Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang melakukan kegiatan makan dalam sehari baik makanan utama maupun makanan selingan. Pada umumnya setiap orang melakukan makanan utama sebanyak 3 kali yaitu makan pagi, makan siang, dan makan malam atau sore. Ketiga waktu tersebut yang paling penting adalah makan pagi, sebab dapat membekali tubuh dengan berbagai zat makanan terutama kalori dan protein berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan. 2. Jenis makanan Jenis makanan yang dikonsumsi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu makanan utama dan makanan selingan. Makanan utama adalah makanan yang dikonsumsi seseorang berupa makan pagi, makan siang, dan makan malam yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur, buah dan minuman. Pada umumnya makanan pokok berfungsi sebagai sumber energi (kalori) dalam tubuh dan memberi rasa kenyang. 3. Porsi makan Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. C. Konsumsi Alkohol 1. Epidemiologi Alkohol sebagai besar dalam bentuk etil alkohol (etanol), telah ada semenjak kurang lebih 8000 tahun lalu. Sedangkan pada kehidupan barat, bir dan wine telah menjadi suatu bagian dari keseharian sejak abad ke 19. Seperti obat-obatan sedatif hipotik lainnya, alkohol pada jumlah yang sedikit atau sedang dapat menghilangkan rasa gelisah dan menciptakan suatu eurofia. Meskipun demikian, alkohol juga merupakan substansi

36 21 yang sering disalahgunakan dan menjadi penyebab maslah kesehatan dan sosial di dunia. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, total konsumsi alkohol per kapita orang dewasa (berusia 15 tahun atau lebih) di seluruh dunia mencapai 6,23 liter alkohol murni. Dari keseluruhan angka itu, 28,6% atau 1,76 liter per kepala merupakan alkohol yang sifatnya ilegal. Alkohol yang sifatnya ilegal ini lebih berbahaya karena kandungannya yang tidak diketahui sepenuhnya dan berpotensi bahaya. Tingkat konsumsi alkohol tertinggi terdapat pada belahan dunia bagian utara (Rusia, Jerman, Polandia, dan sebagainya), namun juga di Argentina, Australia, dan New Zealand. Tingkat konsumsi sedang terdapat pada Afrika Selatan, dan Amerika Utara maupun Selatan. Tingkat konsumsi rendah dapat ditemukan di Afrika Utara, regio Mediterania Timur, Asia bagian Selatan, dan regio laut Hindia. Di Indonesia sendiri, total konsumsi per kapita pada orang dewasa (15+) dalam liter alkohol murni adalah 0,5 yang sifatnya ilegal. Angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara seperti India, Sri Lanka, Nepal, maupun Thailand. Terdapat beberapa jenis alkohol yang sering dikonsumsi di berbagai negara, antara lain : beer, wine, dan spirits, dan lain sebagainya. Beer terbuat dari gandum (4,5% alkohol), wine terbuat dari anggur (12,9% alkohol), sedangkan spirits (vodka, wiskey) merupakan alkohol yang terdisitilasi sehingga mempunyai kandungan alkohol yang lebih tinggi dari kedua jenis lainnya (41,1% alkohol). Spirits merupakan jenis alkohol yang paling sering dikonsumsi di Asia dan juga Eropa Timur. Secara global, lebih dari dari 45% dari total alkohol yang dikonsumsi secara legal merupakan spirits, dan terutama dikonsumsi di regio Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. Angka konsumsi bir adalah 36% dan tingkat konsumsi bir tertinggi ada pada regio Amerika. Sedangkan angka konsumsi wine hanya 8,6%, dengan tingkat konsumsi yang cukup

37 22 signifikan di regio Eropa dan Amerika. Secara keseluruhan, tingkat konsumsi alkohol yang paling tinggi terdapat pada daerah Rusia, dan sekitarnya. 2. Farmakokinetik Alkohol Etanol merupakan molekul kecil larut air yang terabsorbsi secara cepat dari traktus gastrointestinal. Dalam keadaan puasa, konsentrasi puncak alkohol pada darah tercapai dalam waktu 30 menit. Adanya makanan dalam lambung memperlambat absorbsinya dengan cara memperlambat waktu pengosongan lambung. Volume distribusi etanol berkisal antara 0,5-0,7 L/k dari total air dalam tubuh. Pada jumlah yang sama, wanita akan memiliki kadar alkohol dalam darah yang lebih tinggi karena total jumlah air dalam tubuh wanita lebih sedikit. Pada sistem saraf pusat, konsentrasi etanol dapat meningkat secara cepat, karena otak mendapat aliran darah dalam jumlah yang lebih banyak, dan etanol dapat melewati sawar darah otak dengan cepat. Lebih dari 90% alkohol yang masuk ke tubuh dioksidasi oleh hati, dan sisanya lewat paru-paru dan urin. Orang dewasa normal dapat memetabolisme 7-10 g alkohol ( mmol) per jam, yang mana takaran itu sama dengan satu gelas alkohol (10 oz bir, 3,5 oz wine, atau 1 oz aspirits). Konversi dari oz ke gram adalah satu oz sama dengan 28 gram. Terdapat dua jalur metabolisme alkohol yang telah berhasil diidentifikasi sampai sekarang, yaitu : 1. Alcohol Dehydrogenase (ADH) Pathway Jalur utama metabolisme alkohol memerlukan enzim alcohol dehydrogenase, yang merupakan enzim sitosol yang berfungsi mengkatalisir kontroversi dari alkohol menjadi asetaldehid. Enzim ini terutama terdapat pada hati, namun juga ditemukan dalam jumlah sedikit di otak dan lambung. Pada beberapa populasi Asia terdapat polimorfisme dari aktivitas enzim ADH ini, sehingga aktivitas enzim

38 23 ini berkurang. Metabolisme etanol dalam jumlah yang signifikan oleh ADH yang terdapat pada lambung terjadi pada laki-laki, namun hanya sedikit pada perempuan. 2. Microsomal Etanol Oxidizing System(MEOS) Pada konsentrasi alkohol dalam darah dibawah 100 mg/dl, sistem MEOS tidak berperan banyak dalam metabolisme alkohol. Namun saat etanol dalam jumlah banyak dikonsumsi, sistem ADH menjadi jenuh karena habisnya konfaktur NAD +, sehingga aktivitas sistem MEOS meningkat. Pada konsumsi alkohol yang kronik, terjadi peningkatan dari obat-obatan lain yang dieliminasi juga oleh sitokrom P450, dan juga dihasilkan hasil sampingan berupa toksi, radikal bebas, dan H202. Kedua sistem diatas pada akhirnya akan menghasilkan asetaldehid. Hampir seluruh asetaldehid dimetabolisme lebih lanjut dihati, dengan reaksi yang dikatalisis oleh enzim aldehyde dehydrogenase (ALDH). Produk dari reaksi ini adalah asetat, yang nantinya akan diubah lagi menjadi CO2 dan air. Beberapa orang khususnya yang berasal dari populasi Asia, mempunyai defisiensi genetik dari enzim ALDH. Saat individu tersebut mengonsumsi alkohol, konsentrasi asetaldehid dalam darah akan meningkat sehingga terjadi reaksi berupa flushing. 3. Farmakodinamik Alkohol Sistem saraf pusat sangat dipengaruhi oleh alkohol. Alkohol menyebabkan sedasi dan hilangnya rasa gelisah, dan pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan ataksia, bicara tidak karuan, gangguan dalam pengambilan keputusan, gangguan kepribadian, atau dikenal sebagai istilah mabuk. Efek yang ditimbulkan oleh alkohol bergantung pada konsentrasi alkohol pada darah dan juga apakah sudah terjadi toleransi atau tidak. Pada kondisi belum terjadi toleransi, pada kadar mg/dl dapat terjadi emesis dan stupor, pada kadar mg/dl

39 24 terjadi koma, dan pada kadar >500 mg/dl dapat terjadi depresi pernapasan dan bahkan kematian. 4. Efek Alkohol Terhadap Kesehatan Efek alkohol pada kesehatan pada umumnya bergantung pada seberapa sering orang tersebut mengonsumsi alkohol dan juga berapa jumlah (volume) alkohol yang dikonsumsinya. Nutrition and your Health:Dietary Guidelines for Americans (DHHS dan USDA 1995) menetapkan standard drink sebagai minuman yang mengandung 0,5 fl oz alkohol murni (12 gram), yang sering didapatkan pada 12 fl oz bir biasa, 5 fl oz wine, atau 1,5 fl oz 40% spirits. Berdasarkan standar tersebut, dibuat pembagian tingkat pengonsumsian alkohol, yaitu : 1. Light drinker (ringan) : 0,01-0,21 fl oz alkohol per hari (1-3 drink tiap minggu) 2. Moderate drinker (sedang) : 0,22-1,00 fl oz alkohol per harinya (4-14 drink per minggu) 3. Heavier drinker (berat) : >1,00 fl oz alkohol per hari (lebih dari 2 drink per hari) Alcohol abuse (penyalagunaan alkohol yang membahayakan kesehatan) merupakan salah satu penyebab risiko kesehatan tertinggi di dunia. Penyalahgunaan alkohol menyebabkan lebih dari 60 jenis penyakit, kecelakaan, dan merupakan penyebab 2,5 juta kematian setiap tahunnya. Secara global, angka kematian akibat penggunaan alkohol mencapai 4%. Pengonsumsian alkohol diperkirakan menjadi 20-50% penyebab terjadinya sirosis hepatis, epilepsi, keracunan, kecelakaan lalu lintas, kekerasan, dan beberapa tipe kanker. Selain itu juga merupakan faktor resiko ketiga tertinggi terjadinya penyakit dan disabilitas, setelah berat badan kurang dan hubungan seksual yang tidak aman. Terdapat tiga mekanisme dari penyalagunaan alkohol yang menyebabkan terjadinya penyakit dan kecelakaan, yaitu efek toksik alkohol pada organ

40 25 dan jaringan, intoksikasi, dan terjadinya ketergantungan. Ketiga mekanisme ini berkaitan dengan volume alkohol yang dikonsumsi, bagaimana seseorang mengonsumsi alkohol, dan juga kualitas dari alkohol yang dikonsumsi. D. Merokok Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar. Danusantoso (1991) mengatakan bahwa asap rokok selain merugikan diri sendiri juga berakibat bagi orangorang lain yang berada disekitarnya. Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya. Bermacam-macam bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam menanggapi stimulus yang diterima, salah satu bentuk perilaku manusia yang dapat diamati adalah perilaku merokok. Merokok telah banyak dilakukan pada zaman tiongkok kuno dan romawi, pada saat itu orang sudah menggunakan suatu ramuan yang mengeluarkan asap dan menimbulkan kenikmatan dengan jalan dihisap melalui hidung dan mulut. Dan pada masa sekarang, perilaku merokok merupakan perilaku yang telah umum dijumpai. Perokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta kelompok umur yang berbeda, hal ini mungkin dapat disebabkan karena rokok bisa didapatkan dengan mudah dan dapat diperoleh dimana pun juga. Dalam kehidupan sehari-hari sering kali ditemui orang merokok dimanamana, baik di kantor, di pasar ataupun di tempat umum lainnya bahkan dikalangan rumah tangga sendiri. Kebiasaan merokok dimulai dengan adanya rokok pertama. Umumnya rokok pertama dimulai saat usia remaja. Sejumlah studi menemukan penghisapan rokok pertama dimulai pada usia tahun. Perilaku merokok diawali oleh rasa ingin tahu dan pengaruh teman sebaya. Smet (1994) bahwa mulai merokok terjadi akibat pengaruh

41 26 lingkungan sosial. Modelling (menirukan perilaku orang lain) menjadi salah satu determinan dalam memulai perilaku merokok. Setelah mencoba rokok pertama, seorang individu menjadi ketagihan merokok, dengan alasan-alasan seperti kebiasaan, menurunkan kecemasan, dan mendapatkan penerimaan. Graham (dalam Ogden, 2000) menyatakan bahwa efek positif dari merokok adalah menghasilkan efek mood yang positif dan membantu individu dalam menghadapi masalah yang sulit. Pengaruh nikotin dalam merokok dapat membuat seseorang menjadi pecandu atau ketergantungan pada rokok. Remaja yang sudah kecanduan merokok pada umumnya tidak dapat menahan keinginan untuk tidak merokok, mereka cenderung sensitif terhadap efek dari nikotin (Kandel dkk, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Parrot (2004) mengenai hubungan antara stres dengan merokok yang dilakukan pada orang dewasa dan pada remaja menyatakan bahwa ada perubahan emosi selama merokok. Merokok dapat membuat orang stres menjadi tidak stres lagi. Perasaan ini tidak akan lama, begitu selesai merokok mereka akan merokok lagi untuk mencegah agar stres tidak terjadi lagi. Keinginan untuk merokok kembali timbul karena ada hubungan antara perasaan negatif dengan rokok, yang berarti para perokok merokok kembali agar menjaga mereka untuk tidak menjadi stres. 1. Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Peilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan, tetapi masih banyak orang yang melakukannya. Bahkan orang mulai merokok ketika mereka masih remaja. Ada berbagai alasan yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjawab mengapa seseorang merokok. Setiap individu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan tujuan mereka merokok. Perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya

42 27 perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan faktor lingkungan. 2. Tipe Perilaku Merokok Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka Mu tadin (2002) menggolongkan tipe perilaku merokok meliputi: a. Merokok di tempat-tempat umum /ruang publik 1. Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smoking area. 2. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll). b. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi 1. Kantor atau dikamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat-tempat seperti ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam. 2. Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi Menurut Mu tadin (2002) ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, yaitu : a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif 1. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah meminum kopi atau makan. 2. Simulation to pick them up. Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menenangkan perasaan. 3. Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dari memegang rokok.

43 28 b. Perilaku perokok yang dipengaruhi perasaan negatif Banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif dalam dirinya. Misalnya merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar ari perasaan yang lebih tidak enak. c. Perilaku merokok yang adiktif Perokok yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan. 3. Dampak Perilaku Merokok Ogden (2000) membagi dampak perilaku merokok menjadi dua, yaitu : a. Dampak positif Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi kesehatan. Graham (2000) menyatakan bahwa perokok menyebutkan dengan merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu menghadapi keadaan-keadaan yang sulit. Keuntungan merokok yaitu mengurangi ketegangan, membantu berkonsentrasi, dukungan sosial dan menyenangkan. b. Dampak negatif Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat berpengaruh bagi kesehatan (ogden, 2000). Merokok bukanlah penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian, tetapi dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Berbagai jenis penyakit yang dapat dipicu

44 29 karena merokok dimulai dari penyakit dikepala sampai dengan penyakit di telapak kaki, antara lain (Sitepoe, 2001) : penyakit kardiovaskular, neoplasma (kanker), saluran pernapasan, peningkatan tekanan darah, memperpendek umur, penurunan vertilitas (kesuburan) dan nafsu seksual, sakit maag, gondok, gangguan pembuluh darah, penghambat pengeluaran air seni, ambliyopia (penglihatan kabur), kulit menjadi kering, pucat dan keriput, serta polusi udara dalam ruangan (sehingga terjadi iritasi mata, hidung dan tenggorokan). E. Konsumsi Kopi Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia, termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi mukosa lambung. Kafein di dalam kopi dapat mempercepat proses terbentuknya asam lambung. Hal ini membuat produksi gas dalam lambung berlebih sehingga sering mengeluhkan sensasi kembung di perut. Responden yang sering meminum kopi beresiko 3,57 kali menderita gastritis dibandingkan dengan yang tidak sering meminum kopi. Mukosa lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa lambung rusak, maka terjadi difusi HCl ke mukosa lambung dan HCl akan merusak mukosa. Kehadiran HCl di mukosa lambung menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merangsang pelepasan histamin dari sel mast. Histamin akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel dan menyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul perdarahan pada lambung. Jika lambung sering terpapar dengan zat iritan, seperti kopi maka inflamasi akan terjadi terus-menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin

45 30 sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukosa lambung. 1. Kafein dalam Kopi Kafein adalah alkaloid yang terdapat dalam biji kopi (Coffea robusta/coffea arabica), yang berasal dari Arab dan Etiopia. Sekitar tahun 1000 M, orang-orang Arab menemukan rahasia cara mengolah biji kopi dan menggunakannya sebagai minuman yang menyegarkan. Di Eropa, kebiasaan minum kopi dikenal sejak tahun 1615, ketika muatan kopi pertama dari Turki tiba di pelabuhan Venesia. Kemudian, tumbuhan kopi diselundupkan ke Brasilia yang kini menjadi produsen kopi terbesar di dunia. Selanjutnya kopi menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia (Tjay dan Rahardja, 2002). Kafein secara medis dikenal sebagai trimethylxanthine dan sangat berguna sebagai pemicu jantung, pemicu respirasi dan senyawa diuresis (Erowid, 2005). Bagi masyarakat umum kafein digunakan untuk sumber energi, meningkatkan kewaspadaan dan memicu tubuh agar terjaga lebih lama, terutama bagi pilot, supir truk, petugas jaga, tim SAR, serta pelajar, termasuk mahasiswa yang ingin terjaga lebih lama di malam hari. Banyak pula orang yang merasa bahwa mereka tidak dapat bekerja di pagi hari tanpa meminum secangkir kopi sebagai sumber kafein yang dapat membuat mereka lebih berkonsentrasi pada kegiatan mereka. Kafein umumnya dikonsumsi dalam bentuk teh, minuman ringan dan terutama kopi. Ada berbagai macam cara penyajian kopi sebagai minuman yang dikenal masyarakat, yaitu kopi tumbuk murni, kopi instant tanpa campuran atau yang dikenal sebagai kopi original (kopi 0 ), kopi 2 in 1 dengan penambahan gula, 3 in 1 dengan penambahan gula dan susu, espresso, kopi dengan krim, dan sebagainya. Jenis kopi yang paling banyak disukai adalah kopi 3 in 1, espresso dan kopi dengan krim, karena rasanya tidak pahit seperti kopi tumbuk atau

46 31 kopi instant original dan lebih enak sehingga anak-anakpun seringkali mau meminumnya. Kafein dapat menimbulkan beberapa efek jangka pendek seperti peningkatan denyut jantung, peningkatan respirasi, kecepatan metabolisme basal, refleks gastrointestinal, dan produksi asam lambung serta urin (Erowid, 2005). Menurut Weinberg dan Bealer (2001) kafein murni pertama kali diisolasi oleh ilmuwan Jerman, Friedrich Ferdinand Runge, pada tahun Saat diisolasi dalam bentuk murni, kafein memiliki bentuk serbuk kristal putih yang rasanya sangat pahit, dan dapat diperoleh melalui proses decaffeinating kopi. Kafein inilah yang menimbulkan rasa pahit pada kopi. Kafein merupakan senyawa aditif yang dalam beberapa aksinya memiliki mekanisme yang sama dengan amphetamine, kokain dan heroin untuk merangsang otak. Efek kafein lebih lemah daripada amphetamine, kokain dan heroin, tetapi memanipulasi jalur yang sama, hal inilah yang menjadi salah satu kualitas aditif kafein. Oleh karena itu banyak orang yang merasa tidak dapat bekerja tanpa meminum kopi dan harus mengkonsumsinya setiap hari karena sudah kecanduan kafein (Erowid, 2005). Kafein diabsorbsi secara cepat melalui usus ke pembuluh darah dan membutuhkan waktu menit untuk mencapai puncaknya. Tingkat kafein dalam darah yang mencapai otak akan menunjukkan besarnya efek yang akan ditimbulkan pada tubuh. Biasanya sistem saraf pusat dirangsang maksimal dalam menit (Erowid, 2005). Kafein dimetabolisme dalam hati dengan bantuan enzim cytochrome P450 oxidase dan menghasilkan tiga metabolit dimethylxanthine, yang masing masing memiliki efek tersendiri dalam tubuh. Menurut Dews (1984) ketiga metabolit tersebut adalah:

47 32 a. Paraxanthine (84%) bertanggung jawab dalam meningkatnya proses lipolisis, sehingga mendorong pelepasan gliserol dan asam lemak menuju darah untuk digunakan sebagai sumber energi bagi otot c. Theobromine (12%) memacu dilatasi pembuluh darah dan meningkatkan volume urin (efek diuretik) d. Theophylline (4%) - mendorong relaksasi otot bronkus sehingga dapat digunakan dalam perawatan asma, dan berperan sebagai chronotrope dan inotrope yang meningkatkan frekuensi denyut jantung Biasanya sisa metabolisme ini diekskresi bersama urin dalam bentuk metal urat atau methylxanthine, meskipun kafein juga dapat diekskresi melalui ludah, semen, dan air susu ibu (ASI) (Weinberg dan Bealer, 2001). Kafein akan terus memberikan pengaruh dalam tubuh selama masih terkandung di dalam darah, tetapi biasanya akan segera diekskresi setelah beberapa jam. Waktu yang dibutuhkan tubuh untuk mengeliminasi setengah dari total kafein yang dikonsumsi bervariasi dari beberapa jam hingga beberapa hari, tetapi untuk orang dewasa yang tidak merokok rata-rata adalah 3-4 jam. Beberapa faktor yang mempengaruhinya adalah pengobatan, penyakit hati, kehamilan, dan jumlah enzim dalam hati yang dibutuhkan untuk metabolisme kafein (Erowid,2005). Menurut Brain (2005) kafein cepat diabsorbsi setelah pemberian secara oral, rektal, atau parenteral, didistribusikan ke seluruh tubuh dengan volume distribusi ml/kg dan memiliki waktu paruh plasma antara 3-7 jam. Dalam keadaan perut kosong sediaan kafein dalam bentuk cair dapat menghasilkan kadar puncak dalam plasma setelah 1 jam. Kafein berkhasiat menstimulasi sistem saraf pusat (SSP), dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar, dan mengantuk, memperkuat daya konsentrasi dan meningkatkan kecepatan reaksi, serta memperbaiki prestasi otak dan suasana jiwa. Kafein juga berefek inotrop positif

48 33 terhadap jantung (memperkuat daya kontraksi), vasodilatasi perifer, dan diuretik (Tjay dan Rahardja, 2002). Pada taraf seluler kafein menghambat enzim fosfodiesterase yang menyebabkan translokasi Ca2+, dan memblokade reseptor adenosine (Ritchie, 1996). Salah satu efek kafein yang timbul dalam jangka waktu pendek adalah efek diuretik. Efek ini timbul karena kafein dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan menurunkan reabsorbsi natrium di tubulus ginjal. Efek ini dapat timbul pada pemberian kafein mg atau sebanding dengan 1-3 cangkir kopi (Mutschler, 1991). Sensitivitas setiap orang terhadap kafein berbeda-beda, beberapa orang dapat minum beberapa cangkir kopi selama satu jam dan tidak mengalami efek apapun, sedangkan beberapa orang lain segera merasakan efeknya hanya dengan sekali minum. Hal ini juga bergantung pada jenis kopi yang diminum (original atau decaffeinated) serta penggunaan bahan campuran seperti krim, susu maupun gula. Hasil penelitian National Institutes of Health (NIH) mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan cara pada orang dewasa dan anak-anak dalam mengatasi efek kafein, baik yang terkandung dalam makanan maupun minuman (Bistani, 2006) F. Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) merupakan salah satu obat yang sangat sering digunakan untuk mengobati nyeri, inflamasi dan demam. Salah satu OAINS yakni Asam amino salisilat (ASA) dalam dosis kecil, secara rutin digunakan sebagai obat profilaksis primer maupun sekunder untuk penyakit-penyakit kardiovaskuler dan cerebrovaskuler. Mudah dimengerti kalau penggunaan OAINS, termasuk ASA, akhir-akhir ini semakin meningkat. Meningkatnya jumlah prevalensi arthritis dapat dipastikan penggunaan OAINS juga meningkat. Sampai saat ini dikenal 2 jenis OAINS yakni OAINS konvensional dan Cox inhibitor (Lanas dan Sopenia, 2009).

49 34 Efek samping OAINS pada saluran cerna yang paling ringan berupa keluhan nyeri epigastrium atau dispepsi. Keluhan nyeri epigastrium kadang-kadang disertai erosi mukosa bila dilakukan endoskopi. Dispepsi yang disertai atau tidak dengan erosi tersebut dapat terjadi dalam beberapa hari setelah menggunakan OAINS. Pada beberapa kasus lesi akan mereda dengan sendirinya walaupun OAINS tetap diberikan. Proses tersebut disebut Adaptasi. Dispepsi terjadi pada kira-kira 60% pengguna OAINS. Efek samping yang lebih berat dapat berupa tukak peptik disertai atau tidak dengan perdarahan. OAINS juga dapat menyebabkan perforasi dan striktura yang memerlukan tindakan operatif. Studi-studi berdasarkan hasil pemeriksaan endoskopi menunjukkan kira-kira 25% pengguna OAINS mengalami tukak peptik simtomatis (Lanas dan Sopenia, 2009). Tukak berkomplikasi terjadi pada setiap 1 orang diantara 7 pasien pengguna OAINS. Diantara semua pengguna OAINS dijumpai tukak peptik pada 1 orang setiap 20 pasien. Kira-kira 30% diantaranya memerlukan perawatan di rumah sakit. Walaupun dalam jumlah yang lebih kecil, Asam salisilat (ASA) dosis rendah juga dapat menimbulkan gastropati OAINS. OAINS banyak digunakan pada pasien pediatric. Obat ini merupakan bahan aktif yang secara farmakologi tidak homogen dan terutama bekerja menghambat produksi prostaglandin serta digunakan untuk perawatan nyeri akut dan kronik. Obat ini mempunyai sifat mampu mengurangi nyeri, demam dengan inflamasi, dan yang disertai dengan gangguan inflamasi nyeri lainnya. Dalam prakteknya dokter selalu menanggulangi keluhan rasa sakit atau nyeri pada pasien dengan pemberian obat-obatan analgetika sederhana, dan pada kenyataannya belum mampu mengontrol rasa sakit akibat inflamasi (Fajriani, 2008). OAINS merupakan sediaan yang paling luas peresepannya terutama pada kasus-kasus nyeri inflamasi karena efeknya yang kuat dalam mengatasi nyeri inflamasi tingkat ringan sampai sedang. Dalam peresepan OAINS hal yang terpenting adalah pertimbangan efek terapi dan efek samping yang

50 35 berhubungan dengan mekanisme kerja sediaan obat ini, terutama pemberian pada anak. Dimana efek samping OAINS dapat terjadi pada berbagai organ tubuh terpenting seperti saluran cerna, jantung dan ginjal, sedangkan organorgan vital pada anak masih mengalami perkembangan menuju kesempurnaan. Tentunya hal ini patutlah menjadi perhatian, khususnya menyangkut pengetahuan farmakokinetik dan farmakologik obat atau patofisiologi proses penyakit yang akan diterapi (Fajriani, 2008). Seiring dengan perkembangan sediaan OAINS, para ahli mengupayakan penyediaan obat ini dengan efek samping yang seminimal mungkin, diantaranya merubah formulasi dan penemuan sediaan OAINS baru. Akan tetapi ternyata sediaan terkinipun tidak mampu memberikan solusi yang terbaik sebab disatu sisi memberikan efek samping minimal terhadap suatu organ tubuh tertentu, tetapi memberi efek samping yang lebih besar terhadap organ tubuh lainnya. Untuk itu hal yang terbaik dilakukan adalah menghindari peresepan yang tidak diperlukan, sebab resikonya akan lebih besar jika kontraindikasi OAINS tidak diindahkan atau tidak menjadi perhatian yang utama, khususnya pemberian pada anak. Untuk itu pemberian OAINS ini perlu dikaji dengan seksama dan melakukan terapi medikamentosa secara rasional (Fajriani, 2008). 1. Mekanisme dan sifat dasar OAINS Obat analgesik anti inflamasi non steroid merupakan suatu kelompok sediaan dengan struktur kimia yang sangat heterogen, dimana efek samping dan efek terapinya berhubungan dengan kesamaan mekanisme kerja sediaan ini pada enzim cyclooxygenase (COX). Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir memberikan penjelasan mengapa kelompok yang heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping, ternyata hal ini terjadi berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Mekanisme kerja yang berhubungan dengan biosintesis PG ini mulai dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane

51 36 dan kawan-kawan yang memperlihatkan secara invitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometason menghambat produksi enzimatik PG. Dimana juga telah dibuktikan bahwa jika sel mengalami kerusakan maka PG akan dilepas (Fajriani, 2008). Namun demikian obat OAINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrin, yang diketahui turut berperan dalam inflamasi. OAINS menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat cyclooxysigenase dengan cara yang berbeda. OAINS dikelompokkan berdasarkan struktur kimia, tingkat keasaman dan ketersediaan awalnya. Dan sekarang yang popoler dikelompokkan berdasarkan selektifitas hambatannya pada penemuan dua bentuk enzim constitutive cyclooxygenase-1 (COX-1) dan inducible cycloocygenase-2 (COX-2). COX-1 selalu ada di berbagai jaringan tubuh dan berfungsi dalam mempertahankan fisiologi tubuh seperti produksi mukus di lambung tetapi sebaliknya, COX-2 merupakan enzim indusibel yang umumnya tidak terpantau di kebanyakan jaringan, tapi akan meningkat pada keadaan inflamasi atau patologik (Lelo, 2005). OAINS yang bekerja sebagai penyekat COX akan berikatan pada bagian aktif enzim, pada COX-1 dan atau COX-2, sehingga enzim ini menjadi tidak berfungsi dan tidak mampu merubah asam arakidonat menjadi mediator inflamasi prostaglandin. OAINS yang termasuk dalam tidak selektif menghambat sekaligus COX-1 dan COX-2 adalah ibuprofen, indometasin dan naproxen. Asetosal dan ketorokal termasuk sangat selektif menghambat menghambat COX-1. Piroxicam lebih selektif menyekat COX-1, sedangkan yang termasuk selektif menyekat COX-2 antara lain diclofenak, meloxicam, dan nimesulid. Celecoxib dan rofecoxib sangat selektif menghambat COX-2 (Lelo, 2005).

52 37 2. Penggunaan OAINS pada berbagai penyebab OAINS efektif mengurangi nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang seperti pada nyeri dental. Untuk nyeri yang lebih berat diperlukan analgesik yang tidak menimbulkan ketergantungan, misalnya tramadol. OAINS memiliki efek analgesik pada nyeri yang berasal dari integument bukan yang berasal dari viscera, seperti sakit kepala, myalgia dan abralgia. Setiap sediaan OAINS memberikan efek anti-inflamasi yang sepadan. Colberg dkk pada tahun 1996 mengemukakan bahwa antara diklofenak dengan meloksikam tidak ada perbedaannya dalam hal khasiat analgetik antiinflamasi, baik diberikan peroral ataupun dengan injeksi. Studi banding yang dilakukan memperlihatkan nyeri, panas dan inflamasi pada pemberian nimesulide 200 mg/hari peroral atau 400 mg/hari per rektal sama atau lebih baik dibanding seaperase (15 mg), ibuprofen (300 mg), deklofenak (150 mg), naproxen (1000 mg), fiprazon, piroksikam, asam mefenamat pada penderita dengan inflamasi telinga, hidung, tenggorokan, nyeri, kanker, gangguan ginekologi, kelainan urogenital, cidera musculoskeletal akut, tromboflebitis, nyeri punggung belakang, tendonitis dan penyakit odonstomatologi serta pasca tindakan bedah (Motola dan Silvani, 2004). 3. Jenis Obat Anti Inflamasi Nonsteroid Obat anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetika, antipiretika, dan anti-inflamasi. OAINS merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan-peradangan di dalam dan sekitar sendi seperti lumbago, artralgia, osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout artritis. Disamping itu, OAINS juga banyak pada penyakitpenyakit non-rematik, seperti kolik empedu dan saluran kemih, trombosis serebri, infark miokardium, dan dismenorea. OAINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini mempunyai banyak

53 38 persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu OAINS sering juga disebut sebagai obat-obat mirip aspirin (aspirin-like drug). Aspirin-like drugs dibagi dalam lima golongan, yaitu: 1. Salisilat dan salisilamid, derivatnya yaitu asetosal (aspirin), salisilamid, diflunisal 2. Para aminofenol, derivatnya yaitu asetaminofen dan fenasetin 3. Pirazolon, derivatnya yaitu antipirin (fenazon), aminopirin (amidopirin), fenilbutazon dan turunannya 4. Antirematik nonsteroid dan analgetik lainnya, yaitu asam mefenamat dan meklofenamat, ketoprofen, ibuprofen, naproksen, indometasin, piroksikam, dan glafenin 5. Obat pirai, dibagi menjadi dua, yaitu obat yang menghentikan proses inflamasi akut, misalnya kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon, dan obat yang mempengaruhi kadar asam urat, misalnya probenesid, alupurinol, dan sulfinpirazon. Sedangkan menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi: 1. OAINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen. 2. OAINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan piroprofen. 3. OAINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan naproksen. 4. OAINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan tenoksikam. 5. OAINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu fenilbutazon dan oksifenbutazon.

54 39 G. Kerangka Konsep Skema 2.1 Kerangka konsep Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gastritis Pola Makan Konsumsi Alkohol Merokok Konsumsi Kopi Kekambuhan Gastritis Keterangan : Obat Anti Inflamasi Non Steroid Infeksi Helicobacter Pylori Kondisi Stres = Variabel yang diteliti H. Hipotesa 1. Ha1 : Terdapat hubungan pola makan dengan kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan. 2. Ho2 : Tidak terdapat hubungan antara mengonsumsi alkohol dengan Kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan. 3. Ho3: Tidak terdapat hubungan merokok dengan kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan. 4. Ha4 : Terdapat hubungan mengonsumsi kopi dengan kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan. 5. Ha5 : Terdapat hubungan penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) dengan kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan.

55 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kolerasi dengan tujuan untuk melihat faktor yang berhubungan dengan terjadinya kekambuhan pada pasien gastritis. Dan penelitian ini menggunakan desain cross sectional dimana peneliti melakukan pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Juli 2015 C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan. 2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling, dengan cara mengambil responden yang kebetulan ada dan sesuai dengan konteks penelitian. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 78 responden yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama 40

56 41 adalah pasien gastritis yang mengalami kekambuhan dengan jumlah 39 responden dan kelompok ke dua yaitu pasien dengan riwayat penyakit gastritis sebanyak 39 responden. D. Defenisi Operasional Tabel 3.1 Defenisi operasional No. Variabel Defenisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur 1. Pola makan Kebiasaan seseorang dalam makan setiap hari. Dalam hal ini pola makan diukur berdasarkan keteraturan makan. Observasi Kuesioner Teratur, Tidak teratur Skala ukur Ordinal 2. Konsumsi alkohol Kebiasaan seseorang dalam meminum suatu minuman yang mengandung alkohol. Dalam hal ini kebiasaan konsumsi alkohol diukur jika dilakukan secara berulang. Observasi Kuesioner Tidak mengkonsumsi dan mengkonsumsi Ordinal 3. Merokok Perilaku seseorang dalam menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar. Observasi & wawancara Kuesioner Merokok dan Tidak merokok Ordinal 4. Konsumsi kopi Kebiasaan seseorang dalam mengkonsumsi kopi. Observasi Kuesioner Pengkonsumsi ringan dan berat Ordinal 5. Penggunaan OAINS Perilaku seseorang dalam menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan dari golongan OAINS. Dalam hal ini penggunaan OAINS dimaksudkan untuk megurangi rasa sakit, menurukan deman dan untuk mengatasi peradangan. Observasi Kuesioner Menggunakan dan tidak menggunakan Ordinal 6. Kekambuhan gastritis Terjadinya penyakit yang sama yaitu gastritis pada pasien yang sama. Wawancara Kuesioner Kambuh dan tidak kambuh. Ordinal

57 42 E. Instrument Penelitian Instrument yang digunakan peneliti adalah kuesioner atau angket yang disesuaikan dengan tujuan peneltian pada kerangka konsep dan teori yang telah dibuat. Instrument dalam penelitian ini telah dilakukan uji validitas dan reabilitas. Dengan menggunakan 15 responden maka nilai r tabel dapat diperoleh melalui r product moment person dengan df (degree of freedom) = n-2, jadi df=15-2=13, maka r tabel=0,441. Butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r hitung > r tabel. Dan hasil uji validitas yang telah dilakukan maka didapati nilai Cronbach s Alpha 0,756 pada pola makan, Cronbach s Alpha 0,765 pada konsumsi alkohol, Cronbach s Alpha 0,883 pada merokok, Cronbach s Alpha 0,731 pada konsumsi kopi dan Cronbach s Alpha 0,662 pada penggunaan OAINS. Instrument pengumpulan data terdiri dari 2 bagian, yaitu : 1. Data Demografi Identitas meliputi nama/inisial, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan status pernikahan serta diagnosa medis. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan gastritis a. Pola Makan Untuk mengetahui hubungan pola makan terhadap kekambuhan gastritis pada pasien gastritis, peneliti menggunakan kuisioner yang terdiri dari 10 pertanyaan positif. Kuesioner ini menggunakan skala Likert dengan 4 pilihan jawaban dengan skor tertinggi untuk tiap pertanyaan adalah 4 dan skor terendah adalah 1. Maka nilai tertinggi yang akan didapat adalah 40 dan nilai terendah adalah 10. Rumus : p = 15

58 43 Dikatakan makan teratur apabila jumlah skor dan tidak teratur apabila jumlah skor b. Konsumsi Alkohol Untuk mengetahui hubungan mengonsumsi alkohol dengan terjadinya kekambuhan gastritis pada pasien gastritis peneliti menggunakan kuisioner yang terdiri dari 6 pertanyaan. Penilaiannya menggunakan skala Gutman dengan menggunakan pilihan jawaban Ya dengan skor 2 dan Tidak dengan skor 1 Maka nilai tertinggi yang akan didapat adalah 12 dan nilai terendah adalah 6. P = 2 Dikatakan tidak mengkonsumsi apabila skor 6-7, pengkonsumsi ringan apabila skor 8-9 dan pengkonsumsi berat apabila skor c. Merokok Untuk mengetahui hubungan merokok dengan terjadinya kekambuhan gastritis pada pasien gastritis peneliti menggunakan kuisioner yang terdiri dari 3 pertanyaan. Penilaiannya menggunakan skala Gutman dengan menggunakan pilihan jawaban Ya dengan skor 2 dan Tidak dengan skor 1. Maka nilai tertinggi yang akan didapat adalah 6 dan nilai terendah adalah 3. Dikatakan merokok apabila skor 4-6 dan tidak merokok apabila skor 3. d. Konsumsi kopi Untuk mengetahui hubungan mengonsumsi kopi dengan terjadinya kekambuhan gastritis pada pasien gastritis peneliti menggunakan kuisioner yang terdiri dari 6 pertanyaan. Penilaiannya menggunakan skala Gutman dengan menggunakan pilihan jawaban Ya dengan skor

59 44 2 dan Tidak dengan skor 1. Maka nilai tertinggi yang akan didapat adalah 12 dan nilai terendah adalah 6. P = 3 Dikatakan pengkonsumsi ringan apabila jumlah skor 6-9 dan berat apabila jumlah skor e. Pengunaan OAINS Untuk mengetahui hubungan penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid dengan terjadinya kekambuhan gastritis pada pasien gastritis peneliti menggunakan kuisioner yang terdiri dari 3 pertanyaan. Penilaiannya menggunakan skala Gutman dengan menggunakan pilihan jawaban Ya dengan skor 2 dan Tidak dengan skor 1. Maka nilai tertinggi yang akan didapat adalah 6 dan nilai terendah adalah 3. Dikatakan menggunakan apabila skor 4-6 dan tidak menggunakan apabila skor 3. F. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh dari responden dengan menggunakan kuesioner dan daftar pernyataan yang telah disediakan disebarkan secara langsung kepada responden. 2. Data Sekunder Data sekunder didapat dari Medical record RSUD DR. Pirngadi kota Medan pada tahun 2014, yaitu sebanyak 78 responden.

60 45 G. Prosedur Pengumpulan Data Peneliti terlebih dahulu mengajukan surat ijin penelitian dari FKK PSIK USM Indonesia yang ditujukan kepada direktur RSUD DR. Pirngadi kota Medan. Setelah mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian dari direktur RSUD DR.Pirngadi kota Medan kemudian peneliti menemui calon responden. Peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penelitian lalu peneliti meminta kesediaan dari calon responden dan memberikan informed consent bagi yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Setelah menandatangani informed consent peneliti memberikan kuesioner pada responden dan menjelaskan prosedur atau cara pengisian kuesioner agar responden lebih memahami cara pengisiannya dan tidak salah dalam mengisi. Selama mengisi kuesioner, peneliti memberikan kesempatan pada responden untuk mengajukan pertanyaan. Selanjutnya peneliti mengumpulkan kuesioner dan segera diperiksa kelengkapan datanya. H. Etika Penelitian 1. Lembar persetujuan (informed consent) Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang diteliti tujuannya agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subjek bersedia menjadi responden, maka harus menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Jika subjek menolak menjadi responden, maka penelitian tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak responden. 2. Tanpa nama (anonimity) Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden dan sebagai gantinya setiap responden diberikan inisial. 3. Kerahasiaan (confidentiality) Kerahasian informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

61 46 I. Pengolahan Data Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data melalui tahaptahap sebagai berikut : 1. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan melalui kuesioner perlu disunting (edit) terlebih dahulu. Kalau ternyata masih ada data atau informasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang, maka kuesioner tersebut dikeluarkan (droup out). 2. Coding Memberi kode pada setiap jawaban kuesioner agar pengolahan data lebih mudah, untuk umur responden 30 tahun diberi kode 1, tahun diberi kode 2, tahun diberi kode 3, > 50 tahun diberi kode 4. Untuk jenis kelamin laki-laki kode 1 dan perempuan kode 2. Untuk pendidikan terakhir SD diberi kode 1, SLTP diberi kode 2, SMA diberi kode 3, dan Perguruan Tinggi diberi kode 4. Untuk pekerjaan pelajar/mahasiswa diberi kode 1, pegawai negeri diberi kode 2, petani diberi kode 3, swasta diberi kode 4, tidak bekerja diberi kode 5, dan lain-lain diberi kode 6. Pada faktor pola makan teratur diberi kode 1 dan tidak teratur diberi kode 2. Pada konsumsi alkohol yang tidak mengkonsumsi diberi kode 1, pengkonsumsi ringan diberi kode 2 dan pengkonsumsi berat diberi kode 3. Pada merokok, yang tidak merokok diberi kode 1 dan merokok diberi kode 2. Pada konsumsi kopi yang tergolong pengkonsumsi ringan diberi kode 1 dan pengkonsumsi berat diberi kode 2. Pada penggunaan OAINS yang tidak menggunakan diberi kode 1 dan yang menggunakan diberi kode Scoring Pengolahan data selanjutnya adalah memberikan skor berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Pada pola makan yang teratur skornya dan yang tidak teratur jumlah skor Pada konsumsi alkohol

62 47 yang tidak mengkonsumsi skornya 6-7, pengkonsumsi ringan skornya 8-9 dan pengkonsumsi berat skornya Pada perilaku merokok yang tidak merokok skornya 3 dan merokok skornya 4-6. Pada konsumsi kopi yang pengkonsumsi ringan skornya 6-9 dan pengkonsumsi berat skornya pada penggunaan OAINS yang tidak menggunakan skornya 3 dan menggunakan skornya Tabulating Penyusunan data merupakan pengumpulan data sedemikian rupa agar mudah dijumlahkan, disusun untuk disajikan dan dianalisis. Data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner, akan direkapitulasi dengan teliti. Kemudian data tersebut disusun, diseleksi kelengkapannya dan dikelompokkan. J. Analisa Data 1. Analisa Univariat Analisa ini bertujuan untuk mengetahui proporsi masing-masing variabel yang diteliti (variabel independen dan variabel dependen). Diantaranya yaitu distribusi frekuensi dan karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan pekerjaan. 2. Analisa Bivariat Analisis data bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan pola makan, konsumsi alkohol, merokok, konsumsi kopi dan penggunaan OAINS terhadap terjadinya kekambuhan gastritis pada pasien gastritis. Analisis bivariat penelitian ini menggunakan uji statistic chi-square (α 0,05). Pada tabulasi silang akan dicari nilai OR (odds ratio) untuk mengetahui peluang terjadinya suatu kejadian dibandingkan peluang tidak terjadinya kejadian tersebut. Interpretasi nilai OR yaitu jika OR=1 artinya faktor risiko bersifat netral atau tidak memiliki peluang terhadap terjadinya kekambuhan gastritis. Jika nilai OR<1 artinya faktor resiko bersifat positif atau memiliki peluang terhadapterhadap terjadinya kekambuhan gastritis.

63 48 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah DR. Pirngadi Kota Medan merupakan suatu unit pelayanan kesehatan milik Pemerintah Kota Medan yang letaknya sangat strategis, merupakan segi tiga emas di tengah kota Medan yang dibatasi oleh Jalan Prof. HM Yamin SH, Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan HM Thamrin. Letaknya yang unik ini menjadikan rumah sakit yang sarat dengan sejarah dan ilmu kedokteran ini menjadi potensi yang sangat besar dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Kota Medan khususnya, dan Provinsi Sumatera Utara pada umumnya. Tidak jarang rumah sakit ini juga dikunjungi pasien dari luar Sumatera Utara. Dari segi pendidikan ilmu kesehatan pada umumnya, rumah sakit ini menjadi tumpuan institusi pendidikan kesehatan yang ada di Sumatera Utara. Rumah sakit negeri kelas B ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas dan rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Sebagai rumah sakit kelas B, rumah sakit ini termasuk besar dengan tersedianya 496 tempat tidur inap dan 289 dokter, di rumah sakit ini tersedia lebih banyak dibanding rata-rata rumah sakit di Sumatera Utara. Dan dari 496 tempat tidur inap yang tersedia di rumah sakit ini, 220 termasuk di kamar kelas III dengan tersedia tempat tidur di semua kelas kamar, dari kelas I sampai kelas VVIP. Ruang kondisi darurat rumah sakit ini juga termasuk lengkap yang terdiri dari ruang ICU, HCU, IGD, ICCU, NICU dan PICU yang dilengkapi dengan tempat tidur yang cukup memadai. Sebagai rumah sakit kelas B rumah sakit ini memiliki visi untuk menjadi rumah sakit pusat rujukan dan unggulan di sumatera bagian utara tahun

64 49 2. Analisis Univariat a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir dan Pekerjaan Tabel 4.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan pekerjaan di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 (n=78) Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Usia - 30 tahun 17 21, tahun 11 14, tahun >50 tahun 43 55,1 Jenis Kelamin - Laki-laki 43 55,1 - Perempuan 35 44,9 Pendidikan Terakhir - SD 17 21,8 - SLTP 9 11,5 - SMA 41 52,6 - Perguruan Tinggi 11 14,1 Pekerjaan - Pelajar/Mahasiswa Pegawai Negeri 19 24,4 - Petani Swasta 20 25,6 - Tidak Bekerja 19 24,4 - Lain-lain 13 16,7 Sumber data primer (2015) Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa karakteristik responden penelitian ini berdasarkan usia mayoritas berusia >50 tahun yaitu sebanyak 43 responden (55,1%). Berdasarkan jenis kelamin mayoritas adalah laki-laki yaitu sebanyak 43 responden (55,1%). Berdasarkan pendidikan terakhir mayoritas responden adalah SMA yaitu sebanyak 41 responden (52,6%). Sedangkan berdasarkan pekerjaan mayoritas responden adalah swasta yaitu sebanyak 20 responden (25,6%).

65 50 b. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pola Makan Tabel 4.2 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan pola makan di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 (n=78) Frekuensi Persentase (%) Pola makan Teratur 49 62,8 Tidak teratur 29 37,2 Sumber data primer (2015) Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini memiliki pola makan yang teratur yaitu sebanyak 49 responden (62,8%). c. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Konsumsi Alkohol Tabel 4.3 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan konsumsi alkohol di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 (n=78) Frekuensi Persentase (%) Konsumsi alkohol Tidak mengkonsumsi 51 65,4 Mengkonsumsi 27 34,6 Sumber data primer (2015) Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa mayoritas responden dalam penelitain ini tidak mengkonsumsi alkohol yaitu sebanyak 51 responden (65,4%). d. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Merokok Tabel 4.4 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan perilaku merokok di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 (n=78) Frekuensi Persentase (%) Merokok Merokok 37 47,4 Tidak merokok 41 52,6 Sumber data primer (2015) Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini adalah tidak merokok yaitu sebanyak 41 responden (52,6%).

66 51 e. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Konsumsi Kopi Tabel 4.5 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan konsumsi kopi di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 (n=78) Frekuensi Persentase (%) Konsumsi kopi Pengkonsumsi ringan 45 57,7 Pengkonsumsi berat 33 42,3 Sumber data primer (2015) Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini adalah pengkonsumsi ringan kopi yaitu sebanyak 45 responden (57,7%). f. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penggunaan OAINS Tabel 4.6 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan penggunaan OAINS di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 (n=78) Frekuensi Persentase (%) Penggunaan Tidak menggunakan 29 37,2 OAINS Menggunakan 49 62,8 Sumber data primer (2015) Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini adalah yang menggunakan OAINS yaitu sebanyak 49 responden (62,8%). g. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kekambuhan Gastritis Tabel 4.7 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan kekambuhan gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 (n=78) Frekuensi Persentase (%) Kambuh Tidak kambuh Sumber data primer (2015) Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang mengalami kekambuhan dan tidak mengalami kekambuhan adalah sama yaitu masing-masing sebanyak 39 responden (50%).

67 52 3. Analisis Bivariat Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 78 orang responden didapati bahwa hasil uji statistik faktor yang mempengaruhi kekambuhan gastritis dapat dilihat pada tabel berikuti ini. Tabel 4.8 Tabulasi silang hubungan pola makan terhadap terjadinya kekambuhan pada responden di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 (n=78) Kekambuhan Total Kambuh Tidak kambuh P value OR n % n % n % Teratur 18 36, , Tidak teratur 21 72,4 8 27, ,005 0,221 Sumber data primer (2015) Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa dari 29 responden yang memiliki pola makan tidak teratur mayoritas responden mengalami kekambuhan gastritis yaitu sebanyak 21 responden (72,4%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,005 hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR=0,221 artinya bahwa responden yang memiliki pola makan tidak teratur memiliki peluang 0,22 kali untuk mengalami kekambuhan gastritis dibanding responden yang memiliki pola makan teratur. Tabel 4.9 Tabulasi silang hubungan konsumsi alkohol terhadap terjadinya kekambuhan pada responden di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 (n=78) Kekambuhan Total Kambuh Tidak kambuh P value OR n % n % n % Tidak mengkonsumsi 22 43, , Mengkonsumsi 17 41, , ,153 0,446 Sumber data primer (2015) Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat bahwa dari 27 responden pengkonsumsi alkohol mayoritas responden mengalami kekambuhan gastritis yaitu sebanyak 17 responden (41,2%). Hasil uji statistik diperoleh

68 53 nilai p=0,153 hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR=0,446 artinya bahwa responden yang mengkonsumsi alkohol memiliki peluang 0,44 kali untuk mengalami kekambuhan gastritis dibanding responden yang tidak mengkonsumsi alkohol. Tabel 4.10 Tabulasi silang hubungan merokok terhadap terjadinya kekambuhan pada responden di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 (n=78) Kekambuhan Total Kambuh Tidak kambuh P value OR n % n % n % Merokok 22 59, , Tidak merokok 17 41, , ,174 0,483 Sumber data primer (2015) Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat bahwa dari 37 responden yang merokok mayoritas responden mengalami kekambuhan gastritis yaitu sebanyak 22 responden (59,5%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,174 hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara merokok dengan terjadinya kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR=0,483 artinya responden yang merokok memiliki peluang 0,483 kali untuk mengalami kekambuhan gastritis dibanding yang tidak merokok. Tabel 4.11 Tabulasi silang hubungan konsumsi kopi terhadap terjadinya kekambuhan pada responden di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 (n=78) Kekambuhan Total Kambuh Tidak kambuh P value OR n % n % n % Pengkonsumsi ringan 17 37, , Pengkonsumsi berat 22 66, , ,022 0,304 Sumber data primer (2015) Berdasarkan tabel 4.11 dapat dilihat bahwa dari 33 responden pengkonsumsi berat kopi mayoritas responden mengalami kekambuhan gastritis yaitu sebanyak 22 responden (66,7%). Hasil uji statistik diperoleh

69 54 nilai p=0,022 hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi kopi dengan kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR=0,304 artinya pengkonsumsi berat memiliki peluang 0,304 kali untuk mengalami kekambuhan gastritis dibanding pengkonsumsi ringan. Tabel 4.12 Tabulasi silang hubungan penggunaan OAINS terhadap terjadinya kekambuhan pada responden di RSUD DR. Pirngadi kota Medan tahun 2015 (n=78) Kekambuhan Total Kambuh Tidak kambuh P value OR n % n % n % Tidak menggunakan Menggunakan 30 61, , ,019 0,285 Sumber data primer (2015) Berdasarkan tabel 4.12 dapat dilihat bahwa dari 49 responden yang menggunakan OAINS mayoritas responden mengalami kekambuhan gastritis yaitu sebanyak 30 responden (61,2%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,019 hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan OAINS dengan kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR=0,285 artinya responden yang menggunakan OAINS memiliki peluang 0,285 kali untuk mengalami kekambuhan gastritis dibanding responden yang tidak menggunakan OAINS. B. Pembahasan Berdasarkan hasil survey yang peneliti lakukan di RSUD DR. Pirngadi kota Medan dan didukung dengan hasil penelitian, maka peneliti dapat menyimpulkan pembahasan sebagai berikut. 1. Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kekambuhan Gastritis Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa responden yang memiliki pola makan tidak teratur lebih dominan mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 21 responden (72,4%). Berdasarkan hasil uji statistic melalui uji chi square hubungan pola makan

70 55 dengan kekambuhan gastritis di peroleh hasil p=0,005 (p<0,05) hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola makan dengan kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR=0,221 artinya bahwa responden yang memiliki pola makan tidak teratur memiliki peluang 0,22 kali untuk mengalami kekambuhan gastritis dibanding responden yang memiliki pola makan teratur. Menurut peneliti hal ini disebabkan karena kebiasaan makan yang tidak baik atau tidak teratur akan menyebabkan peningkatan produksi asam lambung, sebab makanan dan minuman yang di konsumsi berfungsi mengurangi kepekatan asam lambung. Dan karena ketidakteraturan makan yang sering terjadi maka akan menyebabkan ketidakseimbangan proses pencernaan dalam tubuh dan jika hal tersebut sering terjadi maka dapat menyebabkan kekambuhan gastritis. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahma, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan kekambuhan gastritis (OR=1,85). Penelitian Gustin (2011) juga menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pola makan dengan kekambuhan gastritis (p=0,000). Begitu juga dengan penelitan Megawati dan Nosi (2014) yang menunjukkan bahwa pola makan merupakan faktor resiko gastritis (p=0,024). Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam mengkonsumsi pangan setiap hari yang meliputi frekuensi makan, porsi makan, dan jenis makanan berdasarkan faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup (hudha, 2006). Makan tidak teratur memicu timbulnya berbagai penyakit karena terjadi ketidakseimbangan dalam tubuh. Ketidakteraturan ini berhubungan dengan waktu makan. Biasanya, ia berada dalam kondisi terlalu lapar namun kadang-kadang terlalu kenyang. Sehingga, kondisi lambung dan pencernaannya menjadi terganggu (Hidayah, 2012). Hal tersebut menunjukkan bahwa jika

71 56 seseorang memiliki pola makan yang tidak teratur maka akan dapat menyebabkan terjadinya kekambuhan gastritis (Sukarmin, 2011). 2. Hubungan Antara Konsumsi Alkohol Dengan Kekambuhan Gastitis Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa responden yang menjadi pengkonsumsi berat alkohol semuanya mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 10 responden (100%). Dan berdasarkan hasil uji statistic melalui uji chi square antara konsumsi alkohol dengan kekambuhan gastritis di peroleh hasil p=0,153 (p>0,05) hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan kekambuhan gastritis. Menurut peneliti pengkonsumsian alkohol ini sangat erat kaitannya dengan gangguan saluran pencernaan. Alkohol menjadi pemicu menurunnya mukosa lambung serta merusak lapisan epitel. Rusaknya lapisan epitel ini akan mempengaruhi terjadinya peradangan pada usus dan lambung sehingga terjadinya sakit perut dan kram. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Rahma, dkk (2013) yang menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi alkohol dengan kekambuhan gastritis (OR=1,86). Alkohol sebagian besar dalam bentuk etil alkohol (etanol). Etanol merupakan molekul kecil larut air yang terabsorbsi secara cepat dari traktus gastrointestinal. Dalam keadaan puasa, konsentrasi puncak alkohol pada darah tercapai dalam waktu 30 menit. Adanya makanan dalam lambung memperlambat absorbsinya dengan cara memperlambat waktu pengosongan lambung. Pada sistem saraf pusat, konsentrasi etanol dapat meningkat secara cepat, karena otak mendapat aliran darah dalam jumlah yang lebih banyak, dan etanol dapat melewati sawar darah otak dengan cepat (Katzung BG, 2007). Konsumsi alkohol dalam jumlah sedikit akan merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual. Hal tersebut

72 57 merupakan gejala dari penyakit gastritis. Sedangkan dalam jumlah yang banyak, alkohol dapat merusak mukosa lambung. Hal tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang mengkonsumsi alkohol memiliki resiko terjadinya gastritis, dan seseorang yang menjadi pengkonsumsi berat memiliki resiko yang lebih besar (Sukarmin, 2012). 3. Hubungan Antara Merokok Dengan Kekambuhan Gastritis Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa dominan responden yang merokok mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 22 responden (59,5%). Berdasarkan hasil uji statistic melalui uji chi square antara merokok dengan kekambuhan gastritis di peroleh hasil p=0,174 hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara merokok dengan terjadinya kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR=0,483 artinya responden yang merokok memiliki peluang 0,48 kali untuk mengalami kekambuhan gastritis dibanding yang tidak merokok. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Gustin (2011) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara merokok dengan kekambuhan gastritis (p=0,201). Namun bertentangan dengan penelitian Rahma, dkk yang menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor resiko kekambuhan gastritis (OR=3,57). Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar. Rokok dapat merusak sistem pencernaan seseorang. Dari seluruh organ pencernaan, lambung adalah organ yang paling sensitif. Gangguan yang terjadi secara terus menerus terhadap sistem pencernaan dapat mengarah pada penyakit tukak lambung atau gastritis. Ketika seseorang merokok, nikotin yang terkandung di dalam rokok akan mengerutkan dan melukai pembuluh darah pada dinding lambung. Iritasi ini memicu lambung memproduksi asam lebih banyak dan

73 58 lebih sering dari biasanya. Nikotin juga memperlambat mekanisme kerja sel pelindung dalam mengeluarkan (sekresi) getah yang berguna untuk melindungi dinding dari serangan asam lambung. Sel pelindung tidak mampu lagi menjalankan fungsinya dengan baik. Kelebihan asam di dalam lambung dan lambatnya sekresi getah pelindung mengakibatkan timbulnya luka pada dinding lambung. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penyakit gastritis (Sukarmin, 2012). Pada penelitian ini didapati bahwa tidak ada hubungan antara merokok dengan kejadian gastritis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktorfaktor lain yang lebih berpengaruh. 4. Hubungan Antara Konsumsi Kopi Dengan Kekambuhan Gastritis Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap perilaku mengkonsumsi kopi maka diketahui bahwa pengkonsumsi ringan lebih dominan mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 22 responden (66,7%). Berdasarkan hasil uji statistic melalui uji chi square antara konsumsi kopi dengan kekambuhan gastritis di peroleh hasil p=0,022 (p<0,05) hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi kopi dengan kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR=0,304 artinya pengkonsumsi berat memiliki peluang 0,304 kali untuk mengalami kekambuhan gastritis dibanding pengkonsumsi ringan. Menurut peneliti hal ini disebabkan karena kopi mengandung senyawa kimia yang salah satunya adalah asam amino sehingga merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung berlebih dan menimbulkan lingkungan yang asam di lambung. Kafein yang terdapat dalam kopi juga diketahui dapat mempercepat proses terbentuknya asam lambung. Peningkatan asam lambung tersebut akan menyebabkan kambuhnya gastritis (Erowid, 2005). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Selviana (2014) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi

74 59 kopi dan kekambuhan gastritis (p=0,035). Begitu juga dengan penelitian Rahma, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara konsumsi kopi dengan kekambuhan gastritis (OR=3,57). Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia, termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi mukosa lambung. Kafein di dalam kopi bisa mempercepat proses terbentuknya asam lambung. Hal ini membuat produksi gas dalam lambung berlebih dan membuat perut terasa kembung (Rahma, Ansar dan Rismayanti, 2013). Mukosa lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin. Bila mukosa lambung rusak, maka terjadi difusi HCl ke mukosa lambung dan HCl akan merusak mukosa. Kehadiran HCl di mukosa lambung menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi pepsin (Erowid, 2005). Pepsin merangsang pelepasan histamin dari sel mast. Histamin akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel dan menyebabkan edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul perdarahan pada lambung. Jika lambung sering terpapar dengan zat iritan, seperti kopi maka inflamasi akan terjadi terus-menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukosa lambung (Erowid, 2005). Hal tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang mengkonsumsi kopi memiliki resiko terjadinya gastritis.

75 60 5. Hubungan Antara Penggunaan OAINS Dengan Kekambuhan Gastritis Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa responden yang menggunakan OAINS lebih dominan mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 30 responden (61,2%). Berdasarkan hasil uji statistic melalui uji chi square antara penggunaan OAINS dengan kekambuhan gastritis di peroleh hasil p=0,019 (p<0,05) hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan OAINS dengan kekambuhan gastritis. Dan dari hasil analisis diperoleh nilai OR=0,285 artinya responden yang menggunakan OAINS memiliki peluang 0,285 kali untuk mengalami kekambuhan gastritis dibanding responden yang tidak menggunakan OAINS. Pemakaian OAINS ini dapat menyebabkan peradangan pada lambung karena dapat mengurangi prostaglandin yang berfungsi melindungi dinding lambung. Dan jika penggunaan OAINS ini dilakukan secara terus menerus maka dapat menyebabkan gastritis dan masalah gangguan lambung lainnya (Lanas dan Sopenia, 2009). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahma, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan OAINS dengan kekambuhan gastritis (OR=2,72). Penelitian Megawati dan Nosi (2014) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan OAINS dengan kekambuhan gastritis (p=0,004). Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) merupakan salah satu obat yang sangat sering digunakan untuk mengobati nyeri, inflamasi dan demam. Salah satu OAINS yakni Asam amino salisilat (ASA) dalam dosis kecil, secara rutin digunakan sebagai obat profilaksis primer maupun sekunder untuk penyakit-penyakit kardiovaskuler dan cerebrovaskuler. Sampai saat ini dikenal 2 jenis OAINS yakni OAINS konvensional dan Cox inhibitor (Lanas dan Sopenia, 2009). Efek samping OAINS pada saluran cerna yang

76 61 paling ringan berupa keluhan nyeri epigastrium atau dispepsi. Dispepsi yang disertai atau tidak dengan erosi tersebut dapat terjadi dalam beberapa hari setelah menggunakan OAINS. Pada beberapa kasus lesi akan mereda dengan sendirinya walaupun OAINS tetap diberikan. Proses tersebut disebut Adaptasi. Dispepsi terjadi pada kira-kira 60% pengguna OAINS. Efek samping yang lebih berat dapat berupa tukak peptik disertai atau tidak dengan perdarahan. OAINS juga dapat menyebabkan perforasi dan striktura yang memerlukan tindakan operatif. Studi-studi berdasarkan hasil pemeriksaan endoskopi menunjukkan kira-kira 25% pengguna OAINS mengalami tukak peptik simtomatis (Lanas dan Sopenia, 2009). Dalam peresepan OAINS hal yang terpenting adalah pertimbangan efek terapi dan efek samping yang berhubungan dengan mekanisme kerja sediaan obat ini, terutama pemberian pada anak. Dimana efek samping OAINS dapat terjadi pada berbagai organ tubuh terpenting seperti saluran cerna, jantung dan ginjal, sedangkan organ-organ vital pada anak masih mengalami perkembangan menuju kesempurnaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang menggunakan OAINS cenderung mengalami ganguan pada lambung termasuk salah satunya adalah kekambuhan gastritis. C. Keterbatasan Penelitian Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Accidental sampling dimana peneliti harus menunggu responden yang datang berobat ke rumah sakit.

77 62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti tentang faktor yang mempengaruhi kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi Medan tahun 2015 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan pola makan dengan kekambuhan gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan dengan nilai p=0,005 (p<0,05) dan nilai OR=0, Tidak terdapat hubungan konsumsi alkohol dengan kekambuhan gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan dengan nilai p=0,153 (p>0,05). 3. Merokok yang dicurigai sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kekambuhan gastritis ternyata tidak terbukti secara signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p=0,174 (p>0,05). 4. Terdapat hubungan konsumsi kopi dengan kekambuhan gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan dengan nilai p=0,022 (p<0,05) dan nilai OR=0, Terdapat hubungan penggunaan OAINS dengan kekambuhan gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan dengan nilai p=0,019 (p<0,05) dan nilai OR=0,285. B. Saran 1. Bagi Pasien Disarankan agar pasien dapat menghindari faktor resiko yaitu ketidakteraturan pola makan, konsumsi alkohol, konsumsi kopi dan penggunaan OAINS, sebagai upaya untuk menghindari terjadinya kekambuhan berulang. 62

78 63 2. Bagi RSUD DR. Pirngadi Kota Medan Disarankan kepada pihak rumah sakit agar diberikan edukasi bagi para pasien untuk menghindari faktor yang mempengaruhi kekambuhan gastritis seperti ketidakteraturan pola makan, konsumsi alkohol, konsumsi kopi dan penggunaan OAINS sebagai upaya untuk mengurangi prevalensi gastritis. 3. Bagi Pendidikan Keperawatan Disarankan kepada pendidikan keperawatan agar mengembangkan keterampilan mahasiswa dalam mengkaji faktor yangmenjadi pencetus terjadinya kekambuhan gastritis. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor resiko lain seperti stres dan infeksi helicobacter pylori, yang mungkin dapat mempengaruhi kekambuhan gastritis. Dan dilakukan pada responden dengan situasi dan kondisi yang sama.

79 DAFTAR PUSTAKA Anggita, N. (2011). Hubungan Faktor Konsusmsi Dan Karakteristik Individu Dengan Persepsi Gangguan Lambung Pada Mahasiswa Penderita Gangguan Lambung Di Pusat Kesehatan Mahasiswa Universitas Indonesia Tahun Jakarta. FKM Universitas Indonesia. Brain, M. (2005). Introduction to How Caffeine Works. last update 22 Desember Dinkes Sulsel. (2010). Sepuluh Besar Penyakit Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Doenges, Marlylin. Et. Al. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC. Erowid. (2005). Caffeine Effects. last update 22 Desember Fajriani, (2008). Pemberian Obat-obatan Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) pada Anak. Indonesian Journal of Dentistry (2008; 15 (3): ISSN ). Fakultas Kedokteran Gigi. http// Universitas Indonesia. Goodman & Gilman s The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10th ed, 2001 Gustin, R. K. (2011). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Yang Berobat Jalan Di Puskesmas Gulai Bancah Kota Bukittinggi Tahun Hidayah. (2012). Kesalahan-kesalahan Pola Makan Pemicu Seabrek Penyakit Mematikan. Jogjakarta : Buku Biru. Katzung BG. (2007) Basic and Clinical Pharmacology. 10th Ed. USA: the McGraw-Hill Companies,Inc. Kementerian Kesehatan. (2008). Profil Kesehatan Indonesia Tahun Departemen Kesehatan RI, Jakarta. (Online) Diakses 3 November Kilas sejarah rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi medan (2012) last update 10 Agustus 2012.

80 Lanas A, Sopenia F. Nonsteroidal anti-inflamatory drugs and lower gastrointestinal complications. Gastroenterol Clin N Am; 2009: 38: Lelo, A. (2005). NSAIDS: Friend or Foe, Journal of the Indonesia Dental Association. Makassar. Lewis, S.M. et al Medical-Surgical Nursing: Assesment and Management of Clinical Problems. 16th edition. USA: Mosby. McCance, K.L. and Huether S.E Pathophisiology: The Biologic Basis For Disease in Adults and Children. 15th edition. USA: Mosby. Megawati, A. & Nosi, H. (2014). Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Yang Di Rawat Di RSUD Labuang Baji Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis (Volume 4 Nomor 6 Tahun 2014.ISSN : ). Motola D., Vaccheri A., Silvani MC., Poluzzi E. (2004). Pattern of NSAID use in the Italian general population: a questionnaire-based survey. Eur J Clin Pharmacol 2004; 60 (10): Mustakim, (2009). Mengenal Penyakit Organ Cerna, Pustaka Populer Obor. Jakarta Mu tadin, Z. (2002). Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologi Pada Remaja. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi revisi. Jakarta:Rineka Cipta. Ogden, Jane. (2000). Health Psychology. Buckingham : Open University Press. Okparasta, A. (2008). Obat Anti-inflamasi Nonsteroid. last update 9 februari Okviani. (2011). Pola Makan Gastritis. (Online) pdf/2s1keperawatan/ /.pdf Diakses tanggal 28 Oktober 2012 Parrot, A. (2004). Does Cigarette Smoking Causa Stress?. Journal of Clinican Psychology. Phipps, W.J. et al. (2003). Medical Surgical Nursing: Health and Ilness Perspektive. 7th edition. USA: Mosby. Pratiwi, W. (2013). Hubungan Pola Makan Dengan Gastritis Pada Remaja Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang.

81 Rahma, M., Ansar, J., & Rismayanti, (2013). Faktor Resiko Kejadian Gastritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampili Kabupaten Gowa. Rugge M, Robert MG. (2005). Staging and grading of chronic gastritis. Human Pathology 2005; 36: Selviana, B. Y. (2015). Effect of Coffee and Stress With the Incidence of Gastritis. J MAJORITY (Volume 4 Nomor2 Januari ). Shulfany, (2011). Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Masyarakat Semester II Stikes Wira Husada Yogyakarta TA Sirait, M. A. Dkk, (2001). Perilaku Merokok di Indonesia. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat. Medan : Universitas Sumatera Utara. Sitepoe, Mangku. (2000). Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana. Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Ed. 8 Jakarta : EGC. Sudoyo AW, et al. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 3. Ed. 4 Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI. Suhardjo, dkk, Pangan Gizi dan pertanian. UI, Jakarta Sukarmin, (2012). Keperawatan Pada Sistem Pencernaan. Pustaka Pelajar.Yogyakarta. Suratun. (2010). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 11, Ed. 3. Jakarta : FKUI. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal. Trans Info Medika, Jakarta Suzanne, C.S. et al, (2007). Brunner and Suddarth Textbook of Medical-Surgical Nursing. 11thedition. USA: Mosby. Tjay, T.H dan K. Rahardja Obat-Obat Penting. Jakarta : Elek Media Komputindo Weinberg, B.A. & B.K. Bealer. (2001). The World of Caffeine. New York : Routledge. Wilda, dkk., (2009). Hubungan pemakaian obat ains dengan kejadian gastritis akut di Puskesmas Wonoayu. Jurnal Keperawatan, Vol II No. 3 Desember Yakoob J, Abid S, Abbas Z, et al. (2009). Distribution of Helicobacter pylori virulence markers in patients with gastroduodenal diseases in Pakistan. BMC Gastroenterology 2009; 87: 1-7.

82 Yanti. (2010). Hubungan Rentang Stres dan Kebiasaan Pemakaian Obat Anti Inflamasi Non Steroid dengan Kejadian Gastritis di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun Program Studi Ilmu Keperawatan : Universitas Andalas. (Online) Diakses 10 April 2013 Yulida, E., Oktaviyanti, I. K., Rosida, L. ( ). Gambaran Derajat Infiltrasi Sel Radang Dan Infeksi Helicobacter Pylori Pada Biopsi Lambung Pasien Gastritis Di RSUD Ulin Banjarmasin Tahun Berkala Kedokteran Vol. 9 No. 1 April 2013.

83 Lampiran 1 INFORMED CONSENT Peneliti : Damayanti Hutapea NIM : Program Studi : Program Studi Ners Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan Saya selaku mahasiswa dan peneliti dari Program Studi Ners Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia akan melakukan penelitian yang berjudul Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Gastritis Pada Pasien Gastritis di RSUD DR. Pirngadi Kota Medan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan terjadinya kekambuhan gastritis pada pasien gastritis di RSUD DR. Pirngadi kota Medan. Oleh karena itu, peneliti meminta kesediaan saudara untuk mengisi pertanyaanpertanyaan yang tertera pada kuesioner terlampir untuk disertakan dalam data penelitian. Partisipasi saudara bersifat sukarela. Saudara berhak untuk menolak menjadi responden tanpa sanksi apapun. Saya akan menjamin kerahasiaan identitas maupun jawaban serta informasi yang saudara berikan. Jawaban yang diberikan hanya dipergunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan dan tidak akan digunakan untuk maksud lain. Jika saudara bersedia menjadi responden pada penelitian ini, silahkan menandatangani kolom di bawah ini. Atas partisipasinya saya mengucapkan terima kasih. Peneliti Medan, 16 Juni 2015 Responden Damayanti Hutapea ( )

84 Lampiran 2 LEMBAR KUESIONER Nama/Inisial : Ruang : Petunjuk untuk pengisian a. Bacalah pertanyaan dengan hati-hati sehingga dapat dimengerti. b. Pilihlah salah satu jawaban anda dengan cara memberi tanda check list ( ) pada tempat ([ ]) yang tersedia sesuai dengan jawaban yang saudara pilih. c. Setiap nomer hanya boleh diisi dengan satu jawaban. d. Setiap jawaban dimohon untuk memberikan jawaban yang jujur. e. Harap mengisi seluruh jawaban yang ada dalam kuesioner ini, pastikan tidak ada yang dilewati. A. Data Demografi 1. Tanggal pengisisan : 2. Nama /Inisial : 3. Jenis Kelamin : [ ] Laki-laki [ ] Perempuan 4. Usia : Tahun 5. Pendidikan Terakhir : [ ] SD [ ] SMA [ ] SLTP [ ] Perguruan Tinggi 6. Pekerjaan : [ ] Pelajar / Mahasiswa [ ] Wiraswasta [ ] Pegawai Negeri [ ] Tidak Bekerja [ ] TNI / Polisi [ ] Lain-lain 7. Status Pernikahan : [ ] Sudah Menikah [ ] Duda / Janda [ ] Belum Menikah

85 B. Pola Makan 1. Berapa kali Saudara makan dalam satu hari? [ ] 3 kali [ ] 2 kali [ ] 1 kali [ ] Kalau lapar 2. Apakah Saudara sarapan pagi setiap hari? [ ] Ya, rutin setiap hari [ ] Ya, kadang-kadang [ ] Ya, kalau lapar [ ] Tidak pernah sama sekali 3. Apakah Saudara sarapan pagi antara jam pagi? [ ] Ya, rutin setiap hari [ ] Ya, kadang-kadang [ ] Ya, kalau lapar [ ] Tidak pernah sama sekali 4. Apakah Saudara makan siang setiap hari? [ ] Ya, rutin setiap hari [ ] Ya, kadang-kadang [ ] Ya, kalau lapar [ ] Tidak pernah sama sekali 5. Apakah Saudara makan malam setiap hari? [ ] Ya, rutin setiap hari [ ] Ya, kadang-kadang [ ] Ya, kalau lapar [ ] Tidak pernah sama sekali 6. Berapa lama jeda antara waktu makan Saudara? [ ] 4-5 jam [ ] 5-6 jam [ ] 6-9 jam [ ] > 10 jam 7. Apakah lama jeda waktu makan Saudara selalu sama di antara waktu makan setiap hari? [ ] Ya, lama jeda waktu makan saya selalu sama di antara waktu makan di setiap harinya [ ] Ya, kadang-kadang [ ] Ya, kalau tidak ada kegiatan

86 [ ] Tidak, lama jeda antara waktu makan saya tidak menentu setiap harinya 8. Apakah Saudara sering mengkonsumsi makanan tambahan atau cemilan setiap harinya? [ ] Ya, rutin setiap hari [ ] Ya, kadang-kadang [ ] Ya, kalau banyak kegiatan [ ] Tidak pernah 9. Cemilan apa yang biasa Saudara konsumsi setiap harinya? [ ] Buah-buahan [ ] Puding [ ] Snack/makanan ringan [ ] Gorengan 10. Apakah konsumsi makanan Saudara cukup sebagai sumber energi untuk beraktivitas? [ ] Ya, saya merasa cukup energi untuk beraktivitas setiap harinya [ ] Ya, kadang-kadang [ ] Ya, kalau tidak ada kegiatan [ ] Tidak, saya merasa kekurangan energi C. Konsumsi Alkohol 1. Apakah anda mengkonsumsi minuman beralkohol? [ ] Ya [ ] Tidak 2. Apakah anda sering mengkonsumsi minuman beralkohol? [ ] Ya [ ] Tidak 3. Apakah anda mengkonsumsi minuman beralkohol secara rutin? [ ] Ya [ ] Tidak 4. Apakah anda mengkonsumsi minuman beralkohol hanya pada waktu tertentu (dalam acara-acara tertentu)? [ ] Ya [ ] Tidak 5. Apakah anda pernah mengkonsumsi minuman beralkohol sebanyak 1-3 kali dalam seminggu? [ ] Ya [ ] Tidak 6. Apakah saat mengkonsumsi miuman beralkohol anda mengkonsumsi lebih dari 1 gelas? [ ] Ya [ ] Tidak

87 D. Merokok 1. Apakah anda seorang adalah seorang perokok? [ ] Ya [ ] Tidak 2. Apakah anda dulunya adalah seorang perokok? [ ] Ya [ ] Tidak 3. Apakah anda sering terpapar oleh asap rokok? [ ] Ya [ ] Tidak E. Konsumsi Kopi 1. Apakah anda suka meminum kopi? [ ] Ya [ ] Tidak 2. Apakah anda meminum kopi setiap hari? [ ] Ya [ ] Tidak 3. Apakah anda selalu mengkonsumsi kopi setiap hari secara teratur? [ ] Ya [ ] Tidak 4. Apakah anda minum kopi hanya sesekali (tidak teratur)? [ ] Ya [ ] Tidak 5. Jika anda minum kopi, apakah lebih dari 1 gelas? [ ] Ya [ ] Tidak 6. Apakah anda minum kopi lebih dari 3 gelas dalam seminggu? [ ] Ya [ ] Tidak F. Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid 1. Apakah saat demam anda mengkonsumsi obat paracetamol (obat-obatan yang mengandung paracetamol)? [ ] Ya [ ] Tidak 2. Apakah saat merasakan sakit anda mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit? [ ] Ya [ ] Tidak 3. Saat anda mengalami luka dan terjadi reaksi peradangan seperti merah, panas, nyeri maupun bengkak, apakah anda meminum obat untuk mengatasinya? [ ] Ya [ ] Tidak

88

89

90

91

92

93

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis merupakan radang pada jaringan dinding lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi dan ketidakteraturan dalam pola makan misalnya makan terlalu banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola makan disuatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya suatu penyakit berpengaruh terhadap perubahan gaya hidup dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah satunya gangguan pada

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang sedang kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh baik untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan yang belum terselesaikan, dan terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia yang mengarah modern ditandai gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan yang dapat merangsang peningkatan asam lambung, seperti:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sukarmin (2012) gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung sampai terlepasnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak,

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak, BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang paling sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak, cepat dan makan makanan

Lebih terperinci

Satuan Acara penyuluhan (SAP)

Satuan Acara penyuluhan (SAP) Lampiran Satuan Acara penyuluhan (SAP) A. Pelaksanaan Kegiatan a. Topik :Gastritis b. Sasaran : Pasien kelolaan (Ny.N) c. Metode : Ceramah dan Tanya jawab d. Media :Leaflet e. Waktu dan tempat : 1. Hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gastritis adalah peradangan pada lapisan lambung. Banyak hal yang dapat menyebabkan gastritis. Penyebabnya paling sering adalah infeksi bakteri Helicobacter pylori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar sekitar 1,8-2,1 juta

BAB I PENDAHULUAN. 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar sekitar 1,8-2,1 juta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) mengadakan tinjauan terhadap beberapa Negara dunia dan mendapatkan hasil presentase dari angka kejadian diseluruh dunia, diantaranya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu masalah kesehatan yang kita hadapi sekarang ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu masalah kesehatan yang kita hadapi sekarang ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu masalah kesehatan yang kita hadapi sekarang ini adalah penyakit saluran pencernaan seperti gastritis. Masyarakat pada umumnya mengenal gastritis dengan sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dan khususnya sebagai generasi penerus bangsa tidak luput dari aktifitas yang tinggi. Oleh sebab itu, mahasiswa diharapkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Faktor pencetus, Gastritis. Abstrack

ABSTRAK. Kata kunci: Faktor pencetus, Gastritis. Abstrack ABSTRAK Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh pengalaman penulis yang mempunyai pola makan yang tidak teratur dan mengkonsumsi makanan yang terlalu berbumbu yang tidak nyaman pada pencernaan. Beberapa

Lebih terperinci

HUBUNGAN BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI UNIT PERAWATAN INTENSIF RSUD Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN TAHUN 2014

HUBUNGAN BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI UNIT PERAWATAN INTENSIF RSUD Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI HUBUNGAN BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI UNIT PERAWATAN INTENSIF RSUD Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN TAHUN 2014 Oleh YUPIN MEFIL SABRIKA DAELY 10 02 157 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi agar dapat mencapai suatu keseimbangan atau suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN Deisy Octaviani 1 ;Ratih Pratiwi Sari 2 ;Soraya 3 Gastritis merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan pada mukosa lambung. Gejala umum pada penyakit gastritis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. peradangan pada mukosa lambung. Gejala umum pada penyakit gastritis yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis atau lebih dikenal dengan istilah maag merupakan suatu keadaan peradangan pada mukosa lambung. Gejala umum pada penyakit gastritis yaitu rasa tidak nyaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling mengangguan kesehatan dan sering dijumpai di klinik karena diagnosanya

BAB I PENDAHULUAN. paling mengangguan kesehatan dan sering dijumpai di klinik karena diagnosanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung yang paling mengangguan kesehatan dan sering dijumpai di klinik karena diagnosanya hanya berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012).

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012). BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden (51 orang) adalah perempuan. Perempuan lebih mudah merasakan adanya serangan

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN TEKNIK PEMASANGAN DAN PERAWATAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2014

SKRIPSI HUBUNGAN TEKNIK PEMASANGAN DAN PERAWATAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI HUBUNGAN TEKNIK PEMASANGAN DAN PERAWATAN KATETER INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2014 Oleh NELVISTER TAFONAO 10 02 140 PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

Dewi Karwati 1) Nur lina, SKM, M.Kes dan Kiki Korneliani, SKM, M.Kes 2)

Dewi Karwati 1) Nur lina, SKM, M.Kes dan Kiki Korneliani, SKM, M.Kes 2) HUBUNGAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN BERISIKO GASTRITIS DAN STRESS DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA WANITA USIA 20-44 TAHUN YANG BEROBAT DI PUSKESMAS CILEMBANG TAHUN 2012 Dewi Karwati 1) Nur lina, SKM, M.Kes

Lebih terperinci

3. Apakah anda pernah menderita gastritis (sakit maag)? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah

3. Apakah anda pernah menderita gastritis (sakit maag)? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah 104 KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCEGAHAN PENYAKIT GASTRITIS PADA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2015 A. Karateristik 1. Umur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi salah satu penyebab terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah istilah yang dipakai untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya.gastritis

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya.gastritis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit penular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum banyak tertangani,

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN KELENGKAPAN DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN. Oleh VITOE FUSANTO

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN KELENGKAPAN DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN. Oleh VITOE FUSANTO SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN KELENGKAPAN DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2014 Oleh VITOE FUSANTO 10 02 156 PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERAWATAN DOWER KATETER TERHADAP TANDA-TANDA INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2014

PENGARUH PERAWATAN DOWER KATETER TERHADAP TANDA-TANDA INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI PENGARUH PERAWATAN DOWER KATETER TERHADAP TANDA-TANDA INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2014 Oleh JUNIATI SARAGIH 10 02 026 PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa. Gastritis atau dikenal dengan sakit maag merupakan. oleh faktor iritasi dan infeksi (Rahma, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa. Gastritis atau dikenal dengan sakit maag merupakan. oleh faktor iritasi dan infeksi (Rahma, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat rendah mengenai pentingnya menjaga kesehatan lambung karena gastritis atau sakit maag akan sangat mengganggu aktivitas

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 2, Juni 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 2, Juni 2017 ISSN HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA REMAJA Syamsu Dwi Wahyuni (STIKes Buana Husada Ponorogo) Rumpiati (STIKes Buana Husada Ponorogo) Rista Eko Muji Lestariningsih (STIKes Buana Husada Ponorogo)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini penyakit lambung/maag sudah banyak timbul di masyarakat dengan keluhan perut yang sakit, perih, atau kembung. Namun penyakit maag tidak seperti yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lambung merupakan organ yang vital bagi tubuh yang cukup rentan cidera atau terluka. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja lambung adalah asupan makanan yang

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN FAKTOR STRES DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA MAHASISWA POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG Anita Puri, *, Suyanto, ** Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMILIHAN DAN PENYAJIAN MAKANAN DENGAN KECUKUPAN GIZI BALITA DI KELURAHAN DWIKORA HELVETIA MEDAN TAHUN 2014

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMILIHAN DAN PENYAJIAN MAKANAN DENGAN KECUKUPAN GIZI BALITA DI KELURAHAN DWIKORA HELVETIA MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMILIHAN DAN PENYAJIAN MAKANAN DENGAN KECUKUPAN GIZI BALITA DI KELURAHAN DWIKORA HELVETIA MEDAN TAHUN 2014 Oleh JUWITA SITOHANG 10 02 076 PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT GASTRITIS PADA SISWA DI SMAN 1 SOOKO MOJOKERTO ROSI HERDIANTO SUBJECT: Perilaku, Gastritis, Siswa

PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT GASTRITIS PADA SISWA DI SMAN 1 SOOKO MOJOKERTO ROSI HERDIANTO SUBJECT: Perilaku, Gastritis, Siswa PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT GASTRITIS PADA SISWA DI SMAN 1 SOOKO MOJOKERTO ROSI HERDIANTO 1212020023 SUBJECT: Perilaku, Gastritis, Siswa DESCRIPTION: Penyakit grastitis/maag memang sudah mulai dialami

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA PASIEN YANG BEROBAT JALAN DI PUSKESMAS GULAI BANCAH KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2011

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA PASIEN YANG BEROBAT JALAN DI PUSKESMAS GULAI BANCAH KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2011 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA PASIEN YANG BEROBAT JALAN DI PUSKESMAS GULAI BANCAH KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2011 Rahmi Kurnia Gustin ABSTRAK Gatritis merupakan salah satu masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, dimana jarak ini menentukan apakah seseorang dikatakan sehat

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, dimana jarak ini menentukan apakah seseorang dikatakan sehat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan manusia bergerak maju atau mundur dalam kontinuitas tertentu, dimana jarak ini menentukan apakah seseorang dikatakan sehat atau sakit. Asuhan keperawatan

Lebih terperinci

Lembar Persetujuan Menjadi Responden. Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Pencegahan Gastritis Pada

Lembar Persetujuan Menjadi Responden. Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Pencegahan Gastritis Pada Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Pencegahan Gastritis Pada Mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bagaimana

Lebih terperinci

PENGARUH MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2014

PENGARUH MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI PENGARUH MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2014 Oleh YOHANA REANITA GULTOM 10 02 207 PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

FRANSISKUS DAKHI PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN

FRANSISKUS DAKHI PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG MANFAAT DOKUMENTASI KEPERAWATAN DENGAN PELAKSANAAN DOKUMENTASI KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LUKAS KECAMATAN MANIAMOLO KABUPATEN NIAS

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO KEJADIAN GASTRITIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAMPILI KABUPATEN GOWA. Risk Factors for Gastritis in Kampili Clinic Gowa District

FAKTOR RISIKO KEJADIAN GASTRITIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAMPILI KABUPATEN GOWA. Risk Factors for Gastritis in Kampili Clinic Gowa District FAKTOR RISIKO KEJADIAN GASTRITIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAMPILI KABUPATEN GOWA Risk Factors for Gastritis in Kampili Clinic Gowa District Mawaddah Rahma 1, Jumriani Ansar 1, Rismayanti 1 1 Bagian Epidemiologi

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA Salah satu ciri mahluk hidup adalah membutuhkan makan (nutrisi). Tahukah kamu, apa yang

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA PENGERTIAN Suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. (Mizieviez). ETIOLOGI 1. Faktor

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI Muhammad Mudzakkir, M.Kep. Prodi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UN PGRI Kediri muhammadmudzakkir@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

Keluhan dan Gejala. Bagaimana Solusinya?

Keluhan dan Gejala. Bagaimana Solusinya? Faktor psikis atau kejiwaan seseorang bisa pula meningkatkan produksi asam lambung. Selain itu penyakit maag juga bisa disebabkan insfeksi bakteri tertentu, misalnya helicobacter pylori yang merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Harapan Ibu Purbalingga yang merupakan salah satu Rumah Sakit Swasta kelas D milik Yayasan Islam Bani Shobari.

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS Konsep Medik : 1. Pengertian Gastritis berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Secara umum Gastritis

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA MAKAN MAHASISWA TINGKAT I REGULER PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS DI UNIVERSITAS SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2014

HUBUNGAN POLA MAKAN MAHASISWA TINGKAT I REGULER PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS DI UNIVERSITAS SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI HUBUNGAN POLA MAKAN MAHASISWA TINGKAT I REGULER PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS DI UNIVERSITAS SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2014 Oleh MASRIN TUA SIMATUPANG 10 02 031 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masuk ke dalam tubuh seseorang, sehingga dapat terjadi kurang gizi dan gizi lebih,

BAB I PENDAHULUAN. masuk ke dalam tubuh seseorang, sehingga dapat terjadi kurang gizi dan gizi lebih, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi yang diartikan sebagai keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuranukuran gizi

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TENTANG MAKANAN YANG DAPAT MENAIKAN ASAM LAMBUNG

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TENTANG MAKANAN YANG DAPAT MENAIKAN ASAM LAMBUNG KARYA TULIS ILMIAH TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TENTANG MAKANAN YANG DAPAT MENAIKAN ASAM LAMBUNG di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. Harjono Ponorogo Oleh: RUDHIANA AINUL HIDAYANTI NIM: 11612101 PROGRAM

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PASIEN DENGAN GASTRITIS TENTANG PENCEGAHAN KEKAMBUHAN GASTRITIS

PENGETAHUAN PASIEN DENGAN GASTRITIS TENTANG PENCEGAHAN KEKAMBUHAN GASTRITIS PENGETAHUAN PASIEN DENGAN GASTRITIS TENTANG PENCEGAHAN KEKAMBUHAN GASTRITIS Suryono, Ratna Dwi Meilani Akademi Keperawatan Pamenang Pare Kediri ABSTRAK Gastritis adalah suatu penyakit akibat proses inflamasi

Lebih terperinci

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Lampiran 1 FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Saya yang bernama Sophie Devita S. adalah mahasiswa program studi S-1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan. Saat ini saya sedang melakukan penelitian

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TEBING TINGGI TAHUN 2014 SKRIPSI HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRA OPERASI DI RUMAH SAKIT TENTARA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2014 Oleh EVA SIDABUTAR 12 02 218 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dihadapkan pada dua masalah dalam pembangunan kesehatan, yaitu penyakit menular yang masih belum banyak tertangani dan penyakit

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN Mira Yunita 1, Adriana Palimbo 2, Rina Al-Kahfi 3 1 Mahasiswa, Prodi Ilmu

Lebih terperinci

GAMBARAN KEJADIAN GASTRITIS DI RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

GAMBARAN KEJADIAN GASTRITIS DI RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA GAMBARAN KEJADIAN GASTRITIS DI RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA Rismia Agustina, Azizah, Agianto Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Jl. A.Yani Km. 36, Banjarbaru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia kronis didefinisikan

Lebih terperinci

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh V. PEMBAHASAN UMUM Lesi mukosa akut lambung akibat efek samping OAINS/Aspirin merupakan kelainan yang sering ditemukan. Prevalensi kelainan ini sekitar 70 persen sedangkan pada 30 persen kasus tidak didapatkan

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PERUBAHAN FISIK PADA IBU PRE MENOPAUSE

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PERUBAHAN FISIK PADA IBU PRE MENOPAUSE SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI PERUBAHAN FISIK PADA IBU PRE MENOPAUSE DI DESA SUKADAME KECAMATAN SILANGKITANG KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2014 Oleh

Lebih terperinci

PERNYATAAN PENGARUH JUMLAH PENARIKAN CAIRAN TUBUH TERHADAP TEKANAN DARAH PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISA DI INSTALASI HEMODIALISIS RSUD DR

PERNYATAAN PENGARUH JUMLAH PENARIKAN CAIRAN TUBUH TERHADAP TEKANAN DARAH PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISA DI INSTALASI HEMODIALISIS RSUD DR i ii PERNYATAAN PENGARUH JUMLAH PENARIKAN CAIRAN TUBUH TERHADAP TEKANAN DARAH PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISA DI INSTALASI HEMODIALISIS RSUD DR.PIRNGADI MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU Kesehatan No.23/1992). Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 tahun, sarapan berfungsi sumber energi dan zat gizi agar dapat berpikir, belajar dan melakukan aktivitas

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN FREKUENSI MAKAN TERHADAP GEJALA MAAG PADA MAHASISWA AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN

ABSTRAK HUBUNGAN FREKUENSI MAKAN TERHADAP GEJALA MAAG PADA MAHASISWA AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN ABSTRAK HUBUNGAN FREKUENSI MAKAN TERHADAP GEJALA MAAG PADA MAHASISWA AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN Nordin 1 ; Aditya M.P.P 2 ;Yugo Susanto 3 Menurut data dari World Health Organization (WHO) bahwa Indonesia

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI PANGAN PENDERITA JANTUNG KORONER RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE TAHUN 2007 SKRIPSI OLEH

POLA KONSUMSI PANGAN PENDERITA JANTUNG KORONER RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE TAHUN 2007 SKRIPSI OLEH POLA KONSUMSI PANGAN PENDERITA JANTUNG KORONER RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE TAHUN 2007 SKRIPSI OLEH NURLAINI MIKHELENA TARIGAN NIM : 051000569 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

HUBUNGAN PAPARAN PORNOGRAFI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI KELAS XI SMA NEGERI 1 HUTABAYURAJA KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2014

HUBUNGAN PAPARAN PORNOGRAFI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI KELAS XI SMA NEGERI 1 HUTABAYURAJA KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2014 SKRIPSI HUBUNGAN PAPARAN PORNOGRAFI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI KELAS XI SMA NEGERI 1 HUTABAYURAJA KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2014 Oleh : MENY MAYA SARI MANURUNG 10 02 183 PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Penelitian Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia didefinisikan sebagai kumpulan

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN POLA KONSUMSI ENERGI, LEMAK JENUH DAN SERAT DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER Usdeka Muliani* *Dosen Jurusan Gizi Indonesia saat ini menghadapi masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik, serta anti radang dan banyak digunakan untuk menghilangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Typhoid Abdominalis atau sering disebut Thypus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ansietas 2.1.1. Definisi Kecemasan atau ansietas adalah suatu sinyal yang menyadarkan, ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight adalah kondisi berat badan seseorang melebihi berat badan normal pada umumnya. Sementara obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulkus didefinisikan sebagai defek pada mukosa saluran pencernaan yang mengenai lapisan mukosa hingga submukosa atau lebih. Ulkus mungkin terjadi pada seluruh saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindroma dispepsia merupakan keluhan/kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia dan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia dan tidak ada obat lain yang dipelajari sebanyak alkohol. Alkohol merupakan suatu senyawa kimia

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. PENGETAHUAN PASIEN TYPHOID ABDOMINALIS TENTANG DIET TYPHOID ABDOMINALIS di Rumah sakit Kabupaten Ponorogo

KARYA TULIS ILMIAH. PENGETAHUAN PASIEN TYPHOID ABDOMINALIS TENTANG DIET TYPHOID ABDOMINALIS di Rumah sakit Kabupaten Ponorogo KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN PASIEN TYPHOID ABDOMINALIS TENTANG DIET TYPHOID ABDOMINALIS di Rumah sakit Kabupaten Ponorogo Oleh: SITI ROKAYAH NIM: 11612092 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

HUBUNGAN RESPONSE TIME PERAWAT DENGAN KEPUASAN KELUARGA PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN TAHUN 2014

HUBUNGAN RESPONSE TIME PERAWAT DENGAN KEPUASAN KELUARGA PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI HUBUNGAN RESPONSE TIME PERAWAT DENGAN KEPUASAN KELUARGA PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN TAHUN 2014 OLEH : DELVIANA ZEBUA 12.02.172 PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP KELAS III (TANJUNG I, ASOKA I DAN ASOKA II) RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2014 Oleh EVIANI 10 02 069 PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS

Lebih terperinci

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol 15 KERANGKA PEMIKIRAN Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Anemia hampir dialami oleh semua tingkatan umur dan salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan tahap dimana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG RHEUMATOID ARTHRITIS DENGAN TINDAKAN PENCEGAHANKEKAMBUHAN PADA KLIENDI PUSKESMAS MANDALA MEDAN TAHUN 2014

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG RHEUMATOID ARTHRITIS DENGAN TINDAKAN PENCEGAHANKEKAMBUHAN PADA KLIENDI PUSKESMAS MANDALA MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG RHEUMATOID ARTHRITIS DENGAN TINDAKAN PENCEGAHANKEKAMBUHAN PADA KLIENDI PUSKESMAS MANDALA MEDAN TAHUN 2014 OLEH: SRI INTAN SILABAN 10 02 099 PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE APPENDIKTOMI DI RUANG KELAS III BEDAH RSU SWADANA DAERAH TARUTUNG TAHUN 2013

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE APPENDIKTOMI DI RUANG KELAS III BEDAH RSU SWADANA DAERAH TARUTUNG TAHUN 2013 HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE APPENDIKTOMI DI RUANG KELAS III BEDAH RSU SWADANA DAERAH TARUTUNG TAHUN 2013 SKRIPSI Oleh : SAHAT HUTAGALUNG 11.02.327 PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci