PENGUKURAN RETURN ON TRAINING INVESTEMENT (ROTI) Oleh Stefan Tupamahu dan Budi W. Soetjipto

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGUKURAN RETURN ON TRAINING INVESTEMENT (ROTI) Oleh Stefan Tupamahu dan Budi W. Soetjipto"

Transkripsi

1 PENGUKURAN RETURN ON TRAINING INVESTEMENT (ROTI) Oleh Stefan Tupamahu dan Budi W. Soetjipto Abstract Training evaluation has been well regarded as a must do activity to demonstrate the extent to which a training program improves the performance of ex participants and the company. Moreover, there is a need to evaluate a training program in financial terms, more specifically in terms of return on investment (ROI). This article provides step by step information on how to calculate ROI in training, also known as ROTI (Return on Training Investment). Dalam persaingan usaha yang semakin meningkat, peran Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki suatu perusahaan dirasakan semakin meningkat. Tidak dapat dipungkiri bahwa kompetensi pegawai dalam suatu perusahaan seringkali menjadi salah satu kunci keberhasilan bisnis, khususnya bagi perusahaan perusahaan yang bergerak di industri jasa. Salah satu sektor industri jasa di Indonesia yang memerlukan SDM dengan kompetensi yang baik adalah sektor perbankan. Perkembangan sektor perbankan di negara kita dari tahun ke tahun memberikan gambaran betapa kompetensi pegawai memiliki peran penting dalam perjalanan usaha suatu bank. Sebelum dilanda krisis ekonomi pada tahun , bankbank besar di Indonesia umumnya bertumpu pada perbankan korporasi (corporate banking) yang mengandalkan nasabah nasabah besar dalam jumlah yang terbatas. Sayangnya, ketika krisis melanda Indonesia segmen korporasi tersebut justru menjadi sektor yang mengalami hantaman ekonomi paling besar dibandingkan segmen segmen usaha lainnya. Gejolak bisnis yang dialami perusahaan perusahaan besar pada masa krisis tersebut pada gilirannya telah membawa dampak yang tidak sedikit terhadap perjalanan usaha bank bank besar di Indonesia. Seiring dengan terjadinya gejolak yang menghantam sektor perbankan korporasi, bank bank di Indonesia mulai melirik potensi yang ada di sektor perbankan ritel yang selama ini seakan terpinggirkan dari fokus usaha mereka. Persoalannya, pengembangan sektor ritel ini membutuhkan strategi yang jauh berbeda dibandingkan pengembangan sektor korporasi. Nasabah korporasi umumnya berjumlah terbatas dengan kemampuan pendanaan yang Alumnus Program Studi MM FEUI. Peneliti LM FEUI, tulisan ini pernah dimuat di Majalah USAHAWAN LMFEUI edisi Desember

2 sangat kuat, dengan target pasar utamanya adalah perusahaan swasta besar dan BUMN, khususnya di sektor pertambangan, industri terkait ekspor, makanan, perdagangan grosir dan ritel, serta sektor telekomunikasi. Sebaliknya nasabah ritel lebih merupakan nasabah perorangan yang berjumlah sangat banyak dengan kemampuan pendanaan yang relatif lebih terbatas. Perbedaan karakteristik nasabah ini memiliki konsekuensi pada terdapatnya perbedaan perlakuan pelayanan bank yang diberikan sesuai dengan tuntutan dari nasabah itu sendiri. Untuk memberikan pelayanan yang baik kepada nasabah nasabah ritel, bank harus memiliki kemampuan teknologi yang baik, jaringan distribusi yang luas, produk produk perbankan yang menarik, serta promosi yang gencar disertai iming iming hadiah yang jumlahnya tidak sedikit. Selain itu, hal yang tidak kalah pentingnya adalah adanya dukungan kinerja pegawainya melalui peningkatan kompetensi yang terus menerus, dimana dalam era persaingan usaha yang semakin tinggi di segmen ritel tersebut diperlukan pendekatan yang bersifat konsultatif agar karyawan mampu memahami kebutuhan nasabah yang sesungguhnya. Pentingnya peningkatan kompetensi pegawai yang terus menerus kemudian mendorong perusahaan memberikan pendidikan dan pelatihan/training yang memampukan pegawainya untuk memahami kebutuhan nasabah secara tepat agar dapat menawarkan dan menjual produk perbankan yang sesuai. Pentingnya peran training untuk mengembangkan sektor perbankan ritel ini semakin disadari oleh kalangan perbankan Indonesia, terutama oleh bankbank milik negara yang selama ini cenderung kurang menaruh perhatian terhadap hal tersebut. Setelah training diberikan, tentunya perusahaan perlu mengetahui sejauhmana kontribusi training tersebut terhadap perubahan atau peningkatan kinerja pegawai maupun perusahaan secara keseluruhan. Hal ini penting karena disadari bahwa belum tentu training yang diberikan kemudian selalu memberikan hasil yang efektif sesuai dengan yang diharapkan perusahaan. Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi untuk mengukur sejauhmana efektivitas training tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai. Terkait dengan hal tersebut, Donald L. Kirkpatrick (1998) mengatakan bahwa evaluasi suatu training adalah bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan training itu sendiri dan bahwa evaluasi tersebut merupakan kegiatan yang harus dilakukan agar training secara keseluruhan dapat berlangsung dengan efektif. Pada tahun 1959, Kirkpatrick mengemukakan teorinya yang terkenal mengenai evaluasi training melalui tulisannya di American Society for Training and Development Journal. Menurutnya, ada empat tingkat/ level dalam evaluasi training, yaitu: Level 1: Reaction 2

3 Evaluasi pada tingkat ini mengukur reaksi kepuasan peserta terhadap pelaksanaan training. Level 2: Learning Evaluasi pada tingkat ini mengukur sejauhmana peserta memahami materi training yang disampaikan dalam tiga domain kompetensi: knowledge, skill, dan attitude. Level 3: Behavior Evaluasi pada tingkat ini mengukur sejauhmana peserta menerapkan/ mengimplementasikan pemahaman kompetensi yang diperolehnya tersebut dalam lingkungan pekerjaannya. Level 4: Results Evaluasi pada tahap ini mengukur seberapa besar dampak pelaksanaan training terhadap kinerja pekerjaan ataupun hasil akhir yang diharapkan. Meskipun masing masing tingkat evaluasi tersebut mengukur hal yang berbeda dan tidak sekuensial, Kirkpatrick menegaskan bahwa evaluasi training harus dilakukan tingkat demi tingkat agar tidak terjadi bias dalam menginterpretasikan hasil evaluasi tersebut. Evaluasi pada Level 3, misalnya, sebaiknya dilakukan apabila Level 1 dan 2 telah dievaluasi dan diinterpretasikan hasilnya terlebih dahulu. Level 1 dan 2 dilakukan pada saat training dilakukan, sementara Level 3 dan 4 dilakukan beberapa waktu setelah eks peserta kembali ke pekerjaannya. Mencermati keempat tingkat evaluasi tersebut, maka dapat dipahami bahwa Level 1 merupakan evaluasi yang paling sederhana dan mudah untuk dilakukan, sementara Level 4 adalah evaluasi yang paling sulit. Umumnya, perusahaan melakukan evaluasi pada Level 1 dan 2 saja dengan pertimbangan keterbatasan waktu, biaya, maupun metode pengukurannya, sebagaimana diuraikan pada bagian lain tulisan ini. Mereka sudah puas pada hasil evaluasi yang mengatakan, misalnya, bahwa training telah dilaksanakan dengan baik, modul modul yang diberikan cukup menarik, cara penyampaian oleh trainer sudah baik, materi yang disampaikan dapat dipahami oleh peserta, serta hal hal teknis lainnya. Penyelenggaraan evaluasi Level 1 dan Level 2 ini juga relatif mudah dan murah karena dilakukan saat peserta masih berada di lokasi training dan belum kembali ke tempat kerjanya. Metode evaluasi yang digunakanpun relatif sederhana dan bersifat umum dalam pengertian dapat digunakan untuk hampir semua jenis training. Sayangnya, hasil evaluasi pada Level 1 dan 2 tersebut menjadi kurang bermakna ketika muncul pertanyaan pertanyaan kritis seperti Mampukah eks peserta training nantinya menerapkan pengetahuan dan keterampilan barunya tersebut dalam pekerjaannya seharihari? atau Relevankah materi yang diberikan dengan kenyataan yang dihadapi? atau lebih jauh lagi Apakah dengan mengikuti training tersebut eks peserta terbukti meningkat 3

4 kinerjanya? dan sejumlah pertanyaan lain yang secara keseluruhan akan menggugat efektivitas penyelenggaraan suatu training. Sebaliknya, evaluasi pada Level 3 dan 4 dapat memberikan jawaban atas semua pertanyaan kritis tadi. Evaluasi pada Level 3 mampu memberikan pemahaman kepada perusahaan/penyelenggara training mengenai apakah materi yang diberikan dapat diterapkan atau diimplementasikan dengan baik dalam pekerjaan sehari hari dan jika ternyata tidak, kendala kendala apa yang perlu diatasi. Hal yang lebih penting lagi, evaluasi pada tahap ini dapat memberikan feedback yang berharga bagi penyempurnaan pelaksanaan training secara keseluruhan dihubungkan dengan kenyataan yang ada sehingga pada akhirnya dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap peningkatan kinerja karyawan. Sementara itu, evaluasi pada Level 4 akan memberikan jawaban akhir mengenai apakah tujuan penyelenggaraan suatu training telah tercapai atau belum. Umumnya, suatu training diselenggarakan dengan tujuan memberikan dampak yang positif terhadap kinerja perusahaan, misalnya peningkatan hasil penjualan, peningkatan hasil produksi, penurunan biaya produksi, peningkatan pelayanan nasabah, dan sebagainya, meski ada pula training yang tidak berdampak langsung terhadap kinerja perusahaan, seperti training mengenai kepemimpinan, kerjasama antarpegawai, dan sebagainya. Mencermati hal tersebut, maka dapat dipahami bahwa evaluasi hingga Level 3 dan Level 4 sebenarnya merupakan suatu keharusan apabila perusahaan ingin mengetahui apakah hal hal yang menjadi tujuan training telah tercapai dan dengan demikian berarti pula bahwa training tersebut telah terselenggara secara efektif. Sayangnya, masih banyak perusahaan yang menghadapi berbagai masalah dan kendala dalam melakukan evaluasi training hingga level tersebut. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa evaluasi Level 3 dan Level 4 jarang dilakukan, sebagai berikut: Waktu Evaluasi pada Level 3 dan 4 membutuhkan waktu yang relatif cukup lama karena dilakukan setelah eks peserta training kembali ke tempat pekerjaannya semula. Jika dalam satu tahun suatu perusahaan menyelenggarakan 10 jenis training saja setiap bulannya dengan jumlah peserta rata rata 25 orang dapat dibayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengevaluasi setiap training tersebut. Apalagi, evaluasi harus dilakukan beberapa waktu setelah training diselesaikan agar terdapat cukup waktu bagi eks peserta untuk menerapkan materi training tersebut di lingkungan pekerjaannya sehari hari. Biaya 4

5 Lamanya waktu yang diperlukan serta banyaknya dan tersebarnya jumlah eks peserta yang perlu disertakan dalam evaluasi Level 3 dan 4 ini mengakibatkan biaya yang diperlukan juga relatif besar, apalagi dibandingkan dengan biaya untuk melakukan evaluasi Level 1 dan 2. Metode pengukuran Banyak perusahaan belum memahami metode pengukuran yang tepat untuk melakukan evaluasi pada Level 4. Salah satu masalah yang dihadapi adalah cara untuk mengukur seberapa besar peran training terhadap perubahan/peningkatan kinerja yang terjadi. Disadari bahwa peningkatan kinerja seorang pegawai tidak hanya disebabkan oleh training semata, melainkan dapat pula akibat faktor faktor lainnya, seperti adanya lingkungan kerja yang mendukung, perbaikan sistem dan metode kerja, peningkatan teknologi yang digunakan, dan sebagainya. Terkait dengan hal tersebut maka perlu dilakukan pemilahan/isolasi atas peningkatan kinerja atau result yang benar benar merupakan dampak training dan bukannya disebabkan oleh faktor faktor lainnya. Spesifikasi penelitian Berbeda dari evaluasi Level 1 dan Level 2 yang bersifat umum, evaluasi Level 3 dan Level 4 memiliki spesifikasi khusus yang berbeda antara satu training dengan training lainnya. Dengan demikian, peneliti/evaluator harus memiliki pengetahuan yang mencukupi tentang training itu sendiri, khususnya dikaitkan dengan pekerjaan yang ditangani seharihari oleh eks peserta training tersebut. Lebih jauh lagi, hasil evaluasi pada Level 4 ini dapat digunakan sebagai dasar perhitungan Return on Training Investment (ROTI) yang membandingkan hasil yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan suatu training. Perusahaan/penyelenggara training semakin menyadari pentingnya dilakukan evaluasi hingga Level 4 sekaligus pengukuran ROTI nya agar mereka memiliki keyakinan bahwa training yang diselenggarakannya benar benar memiliki dampak positif terhadap kinerja perusahaannya serta masih memberikan keuntungan finansial yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang mereka keluarkan. Beberapa peneliti juga menekankan pentingnya evaluasi training yang didasarkan pada perhitungan finansial agar mampu memberikan informasi yang nyata dan tegas kepada perusahaan mengenai kontribusi training tersebut terhadap kinerja perusahaan. Sandra Shelton dan George Alliger (1993), Donna Goldwasser (2001), serta Jack J. Phillips dan Ron Drew Stone (2002) adalah beberapa peneliti yang meyakini bahwa perusahaan harus menghitung secara cermat setiap uang yang dikeluarkan untuk membiayai penyelenggaraan training, dan bahwa perhitungan tersebut haruslah dalam konteks business results dan return on investment. 5

6 Pembahasan di atas menyiratkan perlunya dilakukan evaluasi training yang lengkap dan komprehensif untuk mengetahui efektivitas penyelenggaraan training tersebut dalam konteks perubahan/peningkatan kinerja pegawai yang pada gilirannya membawa dampak positif bagi kemajuan bisnis perusahaan. Lebih jauh lagi, pengukuran efektivitas training tersebut haruslah dilakukan dalam hubungannya dengan business results dan return on investment agar dapat memberikan gambaran finansial yang sebenarnya bagi perusahaan. Teori Evaluasi Training: The Four Levels Salah satu teori mengenai evaluasi training dikemukakan oleh Kirkpatrick pada tahun 1959, yang dikenal dengan The Four Levels Techniques for Evaluating Training Programs. Pada prinsipnya, teori ini menyatakan bahwa proses evaluasi suatu training terdiri dari empat tingkat/level yaitu Level 1 sampai dengan Level 4 yang, meskipun tidak sekuensial, saling terkait satu dengan lainnya. Teori ini sangat terkenal dan telah menjadi bahan diskusi dan perdebatan hingga saat ini, khususnya evaluasi pada Level 4, sehingga bahkan dapat dikatakan tidak ada teori lain mengenai evaluasi training yang demikian terkenalnya dibandingkan teori Kirkpatrick ini. Evaluasi Training Level 1: Reaction Kirkpatrick mengatakan bahwa evaluasi atas reaksi peserta mengenai training yang diikutinya merupakan hal yang penting untuk dilakukan karena menurutnya apabila seorang peserta bereaksi negatif dan tidak menyukai cara cara penyelenggaraan training maka jangan diharapkan dia mampu mempelajari dan memahami dengan baik materi yang disampaikan dalam training tersebut. Hal hal yang dievaluasi pada level ini antara lain mengenai materi training, instruktur/ trainer, fasilitas yang disediakan, waktu penyelenggaraan, serta metode yang digunakan. Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan evaluasi Level 1 ini. Pertama, memberikan umpan balik (feedback) yang berguna bagi penyempurnaan penyelenggaraan training berikutnya. Kedua, jika peserta tidak ditanya reaksinya maka dengan kata lain pihak penyelenggara akan merasa paling tahu dan sudah merasa benar dalam menyelenggarakan training. Ketiga, evaluasi Level 1 akan memberikan informasi kuantitatif yang dapat menjadi masukan bagi para manajer ataupun pihak pihak lain yang berkepentingan dengan program training tersebut. Keempat, umpan balik peserta training akan memberikan informasi yang sangat berharga bagi para trainer dalam meningkatkan kinerjanya pada program program training berikutnya. Evaluasi Training Level 2: Learning Tiga domain kompetensi (knowledge, skills, dan attitudes) merupakan hal hal yang dapat diajarkan dalam suatu training. Oleh karenanya, evaluasi pada level ini juga menekankan pada seberapa jauh pembelajaran (learning) peserta atas materi training dalam konteks peningkatan kompetensi mereka. Kirkpatrick menekankan pentingnya dilakukan evaluasi ini 6

7 karena menurutnya jika seorang peserta tidak dapat memahami dengan baik materi yang diberikan, maka jangan berharap akan terjadi perubahan dalam behavior nya saat dia kembali ke tempat kerjanya. Untuk mengetahui apakah seorang peserta telah memahami dengan baik materi training, biasanya dilakukan pengujian sebelum dan sesudah training (pre test dan post test) dengan materi yang sama atau tidak jauh berbeda sehingga hasilnya dapat diperbandingkan. Jika terdapat peningkatan skor hasil post test dibandingkan pre test maka diyakini bahwa peserta tersebut telah memiliki pemahaman yang lebih baik sebagai dampak mengikuti training. Evaluasi Training Level 3: Behavior Evaluasi Level 3 ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan yang terjadi pada eks peserta pada saat dia kembali ke lingkungan pekerjaannya setelah mengikuti training, khususnya perubahan atas behavior ketiga domain kompetensi (knowledge, skills, dan attitudes). Menurut Kirkpatrick, pertanyaan kritis pada evaluasi ini adalah: perubahanperubahan dalam job behavior apa saja yang terjadi setelah seorang pegawai mengikuti training tertentu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, menurutnya ada tiga hal penting yang harus diperhatikan yaitu pertama, eks peserta tidak dapat merubah behavior nya sampai dia memperoleh kesempatan untuk melakukannya. Kedua, sangat sukar untuk memperkirakan kapan perubahan itu akan terjadi dan ketiga, bisa jadi eks peserta tadi menerapkan pengetahuan dan keterampilan barunya dalam pekerjaannya sehari hari sekembalinya dari training, namun kemudian tidak melakukannya lagi di kemudian hari. Dengan kata lain, evaluasi Level 3 ini tidak cukup hanya sekedar mengukur perubahan yang terjadi pada behavior eks peserta, namun lebih jauh lagi perlu dievaluasi pula sejauhmana perubahan yang terjadi tersebut dapat diterapkan dalam praktek kerja sehari harinya. Evaluasi ini perlu dilakukan karena bisa saja perubahan yang dialami oleh eks peserta training berupa meningkatnya pengetahuan, bertambahnya keterampilan, atau berubahnya perilaku dalam bekerja pada kenyataannya tidak membawa pengaruh besar ketika dicoba untuk diterapkan dalam pekerjaannya, halmana disebabkan oleh adanya faktor faktor non training yang menjadi penghambat, misalnya sistem operasional yang kurang handal, lingkungan kerja yang kurang kondusif, dan sebagainya. Memperhatikan pentingnya penerapan perubahan behavior dalam praktek kerja sehari hari, Kirkpatrick juga menyarankan perlunya diberikan bantuan, dorongan, serta penghargaan bagi eks peserta training ketika dia kembali ke tempat kerjanya. Evaluasi Training Level 4: Results Evaluasi Level 4 diakui oleh Kirkpatrick sebagai evaluasi yang paling penting sekaligus paling sulit untuk dilakukan, yaitu sejauhmana training yang dilakukan memberikan dampak/ hasil (results) terhadap peningkatan kinerja eks peserta, unit kerja, maupun perusahaan secara keseluruhan. Kirkpatrick meyakini bahwa dampak training terhadap kinerja tidaklah mungkin 7

8 dievaluasi dalam konteks analisis keuangan. Ada dua hal yang mendasari keyakinannya tersebut. Pertama, tidaklah mungkin mengukur results yang diperoleh dari training dalam satuan keuangan untuk kemudian dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan training tersebut. Kedua, jikapun hal pertama tadi dapat dilakukan, analisis yang diperoleh tidak lalu menyimpulkan bahwa manfaat yang diperoleh merupakan hasil langsung dari program training. Dengan kata lain, masih ada faktor faktor lain yang juga mempengaruhi peningkatan kinerja yang terjadi dan tidak semata mata merupakan hasil training. Menurut Kirkpatrick, results yang diperoleh seringkali merupakan sesuatu yang sangat sulit untuk dikuantifisir, misalnya peningkatan kualitas kerja, produktivitas yang semakin meningkat, peningkatan kepuasan kerja, efektivitas komunikasi, penurunan tingkat kesalahan, peningkatan kerjasama antar pegawai, dan sebagainya. Di sisi lain, biaya penyelenggaraan program juga terlalu sukar untuk ditentukan dan diisolasi dari biaya biaya lainnya. Dengan kata lain, terlalu banyak faktor yang mempengaruhi perhitungan manfaat maupun biaya suatu training. Kritik Atas Teori The Four Levels Meskipun teori The Four Levels tadi telah memberikan dasar yang kuat dalam hal melakukan evaluasi training, tidak sedikit pula pakar yang mengajukan kritik atas beberapa keterbatasan yang ada dalam teori tersebut. Dalam bukunya, Raymond A. Noe (2005) mengemukakan tiga kritik. Pertama, penelitian yang dilakukan tidak menunjukkan pemahaman bahwa setiap level dipengaruhi oleh level sebelumnya sebagaimana yang dikemukakan dalam kerangka Kirkpatrick, dan juga bahwa tidak terbukti adanya perbedaan tingkat kepentingan dalam setiap level evaluasi. Kedua, pendekatan yang digunakan dalam teori The Four Levels tidak mempertimbangkan tujuan dari evaluasi itu sendiri. Seharusnya, menurut Noe, hasil evaluasi tersebut dihubungkan dengan kebutuhan training (training needs), tujuan training, serta pertimbangan pertimbangan stratejik yang melatarbelakangi diselenggarakannya training tersebut. Kritik ketiga terkait dengan waktu pelaksanaan evaluasi. Menurut teori The Four Levels, evaluasi harus dilakukan secara bertahap, level demi level, padahal dalam kenyataannya evaluasi Level 1 dan Level 2 harus dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan yaitu di akhir program untuk mengukur apakah memang telah terjadi peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang positif atas para peserta training. Berdasarkan kritik kritik tersebut, para pakar berpendapat bahwa dalam melakukan evaluasi training perlu dipertimbangkan pula beberapa keluaran training (training outcomes) lainnya 8

9 agar mampu memberikan kesimpulan yang lebih komprehensif. Noe mengelompokkan training outcomes tersebut dalam lima kategori, yaitu: cognitive outcomes (digunakan untuk mengukur sejauhmana peserta memahami prinsipprinsip, fakta, teknik, prosedur, atau proses kerja yang diberikan dalam training), skill based outcomes (digunakan untuk mengukur peningkatan keterampilan dan perilaku kerja peserta), affective outcomes (digunakan untuk mengukur reaksi dan motivasi peserta atas penyelenggaraan training), results (digunakan untuk mengukur kontribusi training kepada peningkatan kinerja perusahaan), dan return on investment (membandingkan manfaat yang diperoleh dari hasil penyelenggaraan training dengan biaya yang dikeluarkan). Memperhatikan kelima kategori training outcomes tersebut, maka hal yang paling membedakannya dengan teori The Four Levels sebenarnya adalah pada kategori kelima (return on investment) yang menegaskan perlunya diperbandingkan biaya penyelenggaraan training dengan manfaat yang diperoleh dalam bentuk analisis finansial dengan menggunakan ukuran ukuran keuangan. Pendekatan Finansial Dalam Mengukur Dampak Training: Return on Training Investment Sebagaimana telah dikemukakan di atas, teori The Four Levels telah menjadi bahan diskusi dan perdebatan hingga saat ini, khususnya evaluasi pada Level 4. Diskusi dan perdebatan terjadi sehubungan dengan mungkin tidaknya suatu training diukur dalam perspektif finansial, khususnya dalam bentuk perhitungan Return on Investment (ROI) atau dalam hal ini Return on Training Investment (ROTI). Beberapa pakar, termasuk Kirkpatrick sendiri, berpendapat bahwa Level 4 mengukur seluruh hasil akhir (final result) yang disebabkan oleh training tersebut dan bahwa yang dimaksudkan dengan pengukuran pada Level 4 tersebut bukanlah merupakan suatu analisis finansial, termasuk ROTI ataupun training cost benefit analysis. Menurut Karie A. Willyerd (1997), banyak orang yang salah menginterpretasikan Level 4 sebagai tahap perhitungan ROI, padahal Kirkpatrick secara tegas menyebutnya sebagai tahap pengukuran results, dimana kedua istilah tadi pada dasarnya memiliki perbedaan yang cukup signifikan sehingga penting untung dipermasalahkan. Menurutnya, paling tidak ada tiga keterbatasan metode ROI yang menyebabkannya bukanlah merupakan alat diagnostik yang baik untuk mengevaluasi suatu training. Pertama, ROI biasanya tidak mencakup seluruh tujuan stratejik perusahaan. Kedua, ROI lebih merupakan potret sesaat yang memberikan informasi mengenai apa yang telah dicapai perusahaan, namun tidak mampu memberikan gambaran mengenai apa yang akan dicapai di masa depan. 9

10 Ketiga, ROI merupakan sebuah lagging indicator. Pendeknya, menurut Karie, ROI bukanlah suatu metode yang mampu memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai evaluasi training sebaik yang diberikan oleh pengukuran result sebagaimana yang dimaksudkan oleh Kirkpatrick. Sebaliknya, beberapa pakar justru menekankan pentingnya evaluasi training yang didasarkan pada perhitungan finansial agar mampu memberikan informasi yang nyata dan tegas kepada perusahaan mengenai kontribusi training tersebut terhadap kinerja perusahaan. Sandra Shelton dan George Alliger (1993) menegaskan bahwa tidak dapat dihindari lagi bahwa perusahaan harus menghitung secara cermat setiap uang yang dikeluarkan untuk membiayai penyelenggaraan training, dan bahwa perhitungan tersebut haruslah dalam konteks business results dan return on investment. Shelton dan Alliger mensinyalir bahwa banyak perusahaan tidak mau melakukan evaluasi finansial atas training yang diselenggarakannya karena masalah pengumpulan data dan interpretasinya yang sulit dan membutuhkan banyak waktu, meski sebenarnya mereka telah menyadari bahwa training cost benefit analysis akan memberikan informasi yang jauh lebih baik bagi kepentingan perusahaan dibandingkan data yang diperoleh dari survey mengenai pelaksanaan training itu sendiri. Donna Goldwasser (2001) juga menekankan perlunya dilakukan evaluasi training yang didasarkan atas perhitungan manfaat dan biaya secara tegas, bahkan dia mengatakan bahwa evaluasi pada ketiga level pertama (Level 1 sampai dengan Level 3) menjadi berkurang maknanya apabila perusahaan tidak mengevaluasi training sesuai dengan bottom line nya, yaitu meningkatkan kinerja pegawai dan perusahaan secara keseluruhan. Goldwasser mengatakan bahwa salah satu hambatan utama dalam melakukan evaluasi Level 4 dan perhitungan ROTI adalah masalah metode pengukuran (measurement) yang tepat untuk digunakan, termasuk untuk mengisolasi hasil yang diperoleh akibat training dari faktor faktor lainnya. Jack J. Phillips dan Ron Drew Stone (2002) bahkan lebih tegas lagi. Phillips dan Stone tidak hanya berpendapat bahwa evaluasi training harus dilakukan dalam konteks training costbenefit analysis, namun lebih jauh lagi mereka menyebut perhitungan ROTI sebagai evaluasi Level 5. Level 5 ini merupakan evaluasi terhadap nilai nilai finansial dari pengaruh bisnis (business impact) yang diakibatkan oleh penyelenggaraan training, dibandingkan dengan biaya training itu sendiri. Data business impact dikonversi ke dalam nilai nilai finansial agar dapat dimasukkan dalam perhitungan matematis ROTI. Dengan perhitungan tersebut maka nilai training yang sesungguhnya dapat tergambarkan dalam konteks bisnis perusahaan secara keseluruhan. Secara tegas, mereka menyatakan bahwa evaluasi training tidaklah lengkap bila tidak dilakukan hingga Level 5. Phillips dan Stone juga mengemukakan perlunya diperhitungkan manfaat manfaat training lain yang merupakan intangible benefits yang tidak dapat atau tidak boleh dikonversi ke 10

11 dalam nilai nilai finansial. Beberapa contoh intangible benefits antara lain peningkatan kepuasan pelanggan/nasabah, perbaikan dalam hal response time kepada pelanggan/nasabah, peningkatan kerjasama, dan sebagainya. Berkaitan dengan evaluasi hingga Level 4 sekaligus perhitungan ROTI ini, Shelton dan Alliger (1993) mengingatkan bahwa tidak semua jenis training perlu dievaluasi hingga level tersebut. Langkah pertama yang harus dilakukan menurut mereka adalah meyakini terlebih dahulu apakah memang training yang akan dievaluasi memiliki dampak langsung terhadap business results perusahaan dan memang ditujukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara langsung. Jika tidak, maka evaluasi hingga Level 4 dan perhitungan ROTI sesungguhnya tidak diperlukan. Setelah memastikan hal tersebut, harus pula diyakini bahwa evaluasi Level 4 dan perhitungan ROTI tersebut memang dapat dilakukan (doable) terkait dengan ketersediaan data, waktu, biaya, dan terutama metode pengukuran kinerja usaha dari perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan penelaahan terhadap berbagai pandangan para peneliti di atas maka dapat dipahami bahwa pada dasarnya dimungkinkan untuk melakukan evaluasi suatu training hingga ke perhitungan dampak finansialnya, antara lain dalam bentuk Return on Training Investment. Dalam melakukan perhitungan dampak finansial training tersebut, terdapat dua hal penting yang perlu dicermati, yaitu pertama perlunya dilakukan isolasi atas faktor training dari faktor faktor lainnya agar perusahaan dapat meyakini seberapa besar kontribusi training terhadap perubahan/peningkatan kinerja seseorang; dan kedua kemampuan untuk mengkonversi data yang diperoleh ke dalam ukuran ukuran finansial. Tahap isolasi faktor training dan tahap konversi data ini sekaligus menjawab keraguan Kirkpatrick mengenai mungkin tidaknya perhitungan dampak finansial training dilakukan. Ilustrasi Penghitungan ROTI Sebagai ilustrasi dalam penghitungan ROTI digunakan training Selling Retail Bank Services (SRBS) yang diselenggarakan oleh Bank X. Bank X merupakan salah satu bank milik negara terbesar di Indonesia dilihat dari sisi jumlah aktiva maupun dana pihak ketiganya. Bank X melayani lebih dari enam juta nasabah dan memiliki sekitar orang pegawai, serta lebih dari 800 kantor cabang dan kantor kas. Jaringan distribusi lainnya adalah ATM sejumlah lebih dari unit serta jaringan ATM Link hasil kerja sama dengan bank bank milik negara lainnya, yang memungkinkan nasabah untuk mengakses ke lebih dari ATM. Pada awal pembentukannya, bank ini memiliki core competence sebagai corporate bank sebagaimana halnya dengan bank bank milik negara lainnya. Namun seiring dengan terjadinya gejolak di segmen corporate bank serta sejalan dengan visi baru perusahaan yang ditetapkan tahun 2001, dilakukan transformasi core competence Bank X menjadi universal bank yang memiliki keunggulan bersaing di segmen consumer/ritel, commercial, dan corporate bank. Transformasi tersebut menuntut Bank X untuk mengejar ketertinggalannya 11

12 dari bank bank pesaing, khususnya di segmen ritel, sementara segmen corporate dan commercial relatif tidak terlalu menuntut perhatian mengingat pengalaman bank bank bergabung (legacy banks) yang telah puluhan tahun berkiprah di industri perbankan Indonesia. Begitu pentingnya untuk segera mengembangkan segmen usaha ritel, hingga manajemen Bank X memutuskan untuk melakukan perubahan secara quantum leap di segmen tersebut. Berbagai upaya perbaikan telah dilakukan bank tersebut, antara lain menyelenggarakan program kampanye produk deposito dan tabungan secara besar besaran, pembukaan Priority Banking Center bagi nasabah utama, peningkatan kredit kepada segmen usaha kecil dan menengah, serta peluncuran kartu kredit. Untuk meningkatkan kemudahan pencapaian pelayanan nasabah ritel, Bank X juga terus menyempurnakan jaringan distribusi baik kantor cabang, kantor kas, maupun ATM. Dalam perkembangannya di tahun tahun selanjutnya, upaya Bank X untuk mengembangkan segmen usaha ritel ini semakin gencar untuk mengejar ketertinggalan dari bank bank pesaingnya. Dalam kaitannya dengan strategi perusahaan untuk mengejar ketertinggalannya dalam pengembangan sektor perbankan ritel tersebut, training Selling Retail Bank Services (SRBS) merupakan salah satu kegiatan pendidikan dan pelatihan yang memiliki nilai stratejik bagi pengembangan usaha Bank X. Bahkan, dalam konteks persaingan antarbank yang semakin meningkat, SRBS telah berkembang menjadi salah satu training yang diandalkan oleh Bank X untuk terus meningkatkan kompetensinya di segmen ritel. Training SRBS ini diselenggarakan sejak tahun 2001 dan telah diikuti oleh ribuan pegawai Bank X, khususnya yang terkait dengan pengembangan usaha sektor ritel bank tersebut. Evaluasi Level 1 dan 2 atas training SRBS ini juga telah dilakukan selama ini dengan menunjukkan hasil yang baik. Sekilas Tentang Training Selling Retail Bank Services Ada 5 (lima) tujuan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan training SRBS ini, sebagai berikut: Peserta mampu mempelajari proses penjualan produk produk perbankan segmen ritel serta menentukan langkah yang akan dilakukan saat berinteraksi dengan nasabah. Peserta mampu mengamati situasi dan masalah agar dapat menentukan kebutuhan nasabah dengan tepat. Peserta mengetahui manfaat dan perbedaan setiap fitur produk serta memahami cara penerapannya saat berinteraksi. Peserta mengetahui cara mengatasi keluhan nasabah serta menarik manfaat dari keluhan tersebut. Peserta mengetahui cara mendapatkan komitmen dari nasabah terhadap produk/layanan yang diberikan. 12

13 Sementara itu, peserta training adalah pihak pihak yang terlibat langsung dalam proses penjualan produk dan jasa, khususnya di segmen ritel, seperti frontliners, dan unit pemasaran baik di bidang dana maupun kredit. Peserta umumnya berasal dari berbagai tingkat jabatan seperti Customer Service Officer, Customer Service Representative, Marketing Officer, dan Assistant Marketing Officer. Profil Responden Responden adalah eks peserta training Selling Retail Bank Services yang telah mengikuti training tersebut minimal satu bulan sebelumnya, untuk memberi kesempatan baginya menerapkan materi training dalam pekerjaannya sehari hari. Dari sekitar 300 kuesioner yang disebarkan, tercatat 120 kuesioner yang dikirimkan kembali dan dapat diolah. Dengan demikian, tingkat pengembalian kuesioner mencapai sekitar 40%. Sebagian besar kuesioner yang kembali berasal dari cabang cabang Bank X di wilayah Jabodetabek dan Pulau Jawa lainnya, sementara sisanya berasal dari cabang cabang di Pulau Sumatera, Bali, Kalimantan, dan Nusa Tenggara. Dari 120 responden yang mengisi kuesioner, 77% di antaranya merupakan pegawai perempuan, sementara sebagian besar (64%) memiliki usia antara 25 hingga 35 tahun (lihat Tabel 1). Profil pegawai frontliners ini umum terdapat di industri perbankan nasional, termasuk Bank X, yang memang lebih banyak menempatkan pegawai perempuan berusia muda di posisi jabatan yang berinteraksi langsung dengan nasabah. Tabel 1 Usia Responden Usia Jumlah Persentase <25 tahun 4 3% tahun 77 64% tahun 27 23% >45 tahun 12 10% Jumlah % Sumber: Hasil analisis. Selanjutnya, 68% responden memiliki tingkat pendidikan S1, sementara pengalaman kerja mereka sebagian besar telah lebih dari 6 tahun (lihat Tabel 2 dan 3). Kedua karakteristik ini mengindikasikan bahwa rata rata responden telah memiliki tingkat pendidikan, wawasan, serta pengalaman kerja yang relatif cukup memadai. 13

14 Tabel 2 Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase SLTA 16 13% D % S % S2 2 2% Jumlah % Sumber: Hasil analisis. Tabel 3 Pengalaman Kerja Responden Lama Bekerja Jumlah Persentase <1 tahun 0 0% 1 3 tahun 21 18% 3 6 tahun 40 33% >6 tahun 59 49% Jumlah % Sumber: Hasil analisis Tahapan Penghitungan Untuk mencapai tujuan akhirnya, penghitungan dibagi dalam beberapa tahap proses kegiatan sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Proses kegiatan tersebut pada dasarnya mengacu pada proses yang dikemukakan oleh Jack J. Phillips (2002), dengan dilakukan beberapa penyederhanaan sesuai lingkup ilustrasi ini. Tahap Pengumpulan Data Data yang digunakan merupakan data yang dikumpulkan setelah program training SRBS dilakukan dan para eks peserta telah kembali ke tempat kerjanya semula, agar terdapat kesempatan yang cukup bagi mereka untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya selama training. Menurut Jack J. Phillips (2002), tahap pengumpulan data ini merupakan salah satu tahap terpenting dari seluruh rangkaian proses karena apabila tidak dilakukan dengan baik maka tidak mungkin mencapai hasil yang diharapkan. Tahap ini juga merupakan kegiatan yang paling banyak menyita waktu dibandingkan dengan kegiatan kegiatan lainnya. Phillips juga mengatakan bahwa pemilihan metode yang tepat dalam tahap pengumpulan data ini ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain jenis training, kesediaan eks peserta untuk bekerjasama, kendala kendala yang ada dalam organisasi/ perusahaan, ketersediaan data, 14

15 biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data, serta keakuratan data itu sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut, Phillips menawarkan 10 (sepuluh) metode pengumpulan data yang dapat diterapkan dalam melakukan evaluasi training Level 3 dan Level 4 ini, sebagai berikut: Follow up Surveys Metode ini merupakan sarana untuk memperoleh pendapat, keyakinan, serta nilai nilai yang dimiliki responden dalam melakukan operasional pekerjaannya, sehingga hanya dapat digunakan untuk evaluasi Level 3 saja. 15

16 Tahap 4: Identifikasi Biaya Training Gambar 1 Tahapan Kegiatan Tahap 1: Pengumpulan Data Tahap 2: Isolasi Pengaruh Training Tahap 3: Konversi Data Menjadi Monetary Values Tahap 5: Perhitungan Return on Training Investment Evaluasi Training Level 3, Level 4, dan ROTI Sumber: Jack J. Phillips, How to Measure Training Results, 2002, dengan penyesuaian. Tahap 6: Identifikasi Intangible Benefits 23

17 Follow up Questionnaires Metode ini dapat digunakan untuk evaluasi Level 3 maupun Level 4 karena mencakup isu yang lebih luas dengan jenis pertanyaan yang beragam dibandingkan metode sebelumnya. Suatu kuesioner bersifat lebih fleksibel dan dapat memberikan informasi yang beragam, mulai dari sikap kerja sampai dengan statistik peningkatan kinerja yang terjadi. Observations on the Job Metode ini digunakan untuk evaluasi Level 3 dan kadangkala dianggap kurang menyenangkan karena pada prinsipnya dilakukan dengan cara mengawasi secara diamdiam pekerjaan responden. Metode ini hanya efektif apabila pengawas merupakan orang yang tidak dikenal oleh responden. Follow up Interviews Secara umum, metode ini dapat memberikan informasi yang lebih lengkap karena kelengkapan dan kebenaran data dapat diyakini oleh peneliti. Kekurangannya adalah bahwa metode ini relatif lebih mahal dan membutuhkan waktu yang lama, di samping kesulitan dalam pengolahan data karena sebagian informasinya bersifat subyektif. Metode ini digunakan untuk evaluasi Level 3. Follow up Focus Groups Metode ini sesuai untuk digunakan pada evaluasi Level 3. Keuntungan dari metode ini adalah pendekatannya yang lebih bersifat ekonomikal dibandingkan metode Follow up Interviews serta adanya sinergi yang muncul dari hasil diskusi kelompok, sementara kekurangmampuannya untuk memberikan pembahasan yang lebih detil menjadi kekurangan metode ini. Assignment Related to the Program Dalam beberapa kasus, metode ini dapat digunakan untuk evaluasi Level 3 maupun Level 4. Pada prinsipnya, responden diminta menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu dalam waktu yang telah ditentukan untuk mengamati penerapan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya selama training dalam pekerjaan sehari hari. Action Planning/Improvement Plans Metode ini juga dapat digunakan untuk evaluasi Level 3 dan Level 4. Responden diminta untuk menyusun rencana aksi/action plan sebagai bagian dari program training yang diikutinya. Rencana aksi tersebut berisikan hal hal yang harus diselesaikan, oleh siapa, dan kapan waktu penyelesaiannya. Performance Contracting 24

18 Metode ini merupakan variasi dari metode Action Planning Process, dimana komitmen yang dibuat antara responden/eks peserta, atasannya, dan trainer menjadi kontrak kinerja yang harus dicapai oleh responden. Sebagaimana halnya dengan metode Action Planning Process, metode ini juga dapat digunakan dalam evaluasi Level 3 dan Level 4. Program Follow up Session Metode ini membagi suatu program training menjadi beberapa sesi dengan tujuan antara lain untuk memberikan evaluasi yang lebih baik dari program tersebut. Metode ini dapat digunakan dalam evaluasi training Level 3 dan Level 4. Performance Monitoring Metode ini memungkinkan manajemen mengevaluasi kinerja responden dengan memanfaatkan pula laporan dan data data historis perusahaan. Oleh karenanya, metode ini lebih sesuai untuk digunakan pada evaluasi Level 4. Dari sepuluh metode di atas, metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner merupakan salah satu metode yang paling sering dipakai dan dapat diterapkan dalam evaluasi Level 3 maupun Level 4. Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data dari para eks peserta training SRBS, dengan pertimbangan antara lain: jenis training yang memungkinkan untuk dilakukan pengumpulan data menggunakan kuesioner, keterbatasan waktu dan biaya, khususnya mengingat distribusi eks peserta yang berasal dari cabang cabang Bank X di hampir seluruh wilayah Indonesia, dimungkinkan untuk mencapai tingkat partisipasi yang relatif tinggi dari para ekspeserta training dengan memanfaatkan sistem birokrasi yang ada di Bank X. Terkait dengan evaluasi training Level 3 dan Level 4, Jack J Phillips (2002) telah memberikan kisi kisi mengenai isi kuesioner dalam rangka evaluasi tersebut. Jenis pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner tersebut merupakan kombinasi antara pertanyaan tertutup, pertanyaan terbuka, kombinasi pertanyaan tertutup dan terbuka, serta pertanyaan semi terbuka. Dengan melakukan beberapa penyesuaian atas kisi kisi tersebut, selanjutnya dapat disusun kuesioner dalam rangka evaluasi training SRBS untuk Level 3 dan Level 4 yang terdiri dari 15 (limabelas) item pertanyaan. Selanjutnya, kuesioner tersebut dikirimkan ke eks peserta training SRBS yang berada di cabang cabang Bank X di wilayah Indonesia. Sesuai dengan masukan dari unit kerja terkait di Bank X, eks peserta yang diminta untuk berpartisipasi dibatasi pada eks peserta training tahun 2005 saja untuk menghindari terjadinya bias dalam menjawab pertanyaan terkait dengan materi materi training lain yang juga diikutinya, di samping diperkirakan mereka 25

19 masih mengingat materi training SRBS dengan cukup baik sehingga mampu memberikan respon sebagaimana yang diharapkan. Kuesioner dikirimkan kepada eks peserta training sebagai sumber data yang dianggap paling berkompeten. Terkait dengan sumber data tersebut, terdapat beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para peneliti. Secara umum, para peneliti berpendapat bahwa untuk memperoleh hasil yang lebih obyektif, evaluasi perubahan perilaku seseorang setelah dia mengikuti training tertentu perlu dilakukan secara dengan menyertakan pula atasan, rekan kerja, bawahan, atau pihak lain yang dapat mengamati perubahan perilaku ekspeserta tersebut. Dalam hal ini, Jack J. Phillips (2002) mengatakan bahwa participant (eks peserta) merupakan sumber data yang paling sering digunakan dan bahwa mereka memang berada pada posisi yang memungkinkan untuk memberikan data yang lengkap. Menurutnya, participant merupakan sumber data yang sangat credible karena pada dasarnya mereka merupakan orang yang memang mengalami sendiri perubahan akibat training dan juga merupakan orang yang paling mengetahui proses kerja serta pencapaian kinerja yang dihasilkan setelah mengikuti training tersebut. Kirkpatrick (1998) juga menegaskan hal yang sama. Menurutnya, trainee (eks peserta) adalah orang yang paling mengetahui perubahan apa yang telah terjadi dalam perilaku kerjanya serta sejauhmana terjadi peningkatan kinerja dalam pekerjaannya sehari hari. Dalam petunjuk/guidelines untuk melakukan evaluasi Level 3 yang dikemukakannya, Kirkpatrick mengusulkan agar penelitian dapat dilakukan terhadap eks peserta dan/atau terhadap atasan, rekan kerja, bawahan, atau pihak lain yang dapat mengamati perubahan behavior eks peserta. Dengan kata lain, penilaian bukanlah merupakan hal yang mutlak harus dilakukan, melainkan merupakan sebuah pilihan yang pemutusannya dilakukan dengan mempertimbangkan pula keberadaan berbagai kendala dan faktor, terutama biaya dan waktu yang dibutuhkan, relatif terhadap hasil yang akan diperoleh. Meskipun demikian, tidak pula dapat dipungkiri bahwa hasil penelitian yang dilakukan secara akan memberikan hasil yang lebih obyektif dibandingkan dengan hanya menggunakan satu sumber data tertentu saja. Tahap Isolasi Pengaruh Training Kenyataan bahwa kegiatan pendidikan dan pelatihan akan memberikan dampak/pengaruh terhadap perubahan kinerja seseorang merupakan hal yang tidak terbantahkan. Pertanyaannya adalah: apakah perubahan kinerja yang terjadi pada seseorang melulu hanya disebabkan oleh keikutsertaannya dalam suatu program training tertentu? Lebih jauh lagi, apakah dimungkinkan untuk melakukan isolasi dampak training dari faktor faktor pengaruh 26

20 lainnya? Pemikiran ini telah menjadi bahan perdebatan panjang di kalangan para peneliti selama bertahun tahun, termasuk Kirkpatrick sendiri. Menurut Kirkpatrick (1998), perubahan kinerja seseorang setelah mengikuti training (yang merupakan results dari training tersebut) tidaklah secara tegas dan jelas membuktikan bahwa hasil positif yang diperoleh tersebut merupakan akibat langsung dari program training tadi. Dengan dasar pemikiran tersebut, Kirkpatrick sekaligus menegaskan pendapatnya bahwa evaluasi training tidak mungkin dilakukan dalam perspektif finansial yang membutuhkan perhitungan secara eksak. Berbeda dengan Kirkpatrick, Jack J. Phillips (2002) sebaliknya tidak hanya berpendapat bahwa mengisolasi pengaruh training dari faktor faktor lainnya merupakan hal yang mungkin untuk dilakukan, namun lebih jauh lagi Phillips juga menawarkan 10 (sepuluh) strategi terbaik untuk melakukan hal tersebut. Kesepuluh strategi tersebut adalah sebagai berikut: Control Groups Metode ini sebenarnya merupakan metode isolasi yang paling akurat, yang dilakukan dengan cara membandingkan kinerja antara kelompok yang mengikuti program training dengan kelompok lain (control groups) yang tidak mengikuti program training. Hanya saja, metode ini juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain sangat sulitnya untuk mendapatkan control groups yang benar benar identik dengan kelompok yang mengikuti program training selain dari pengaruh training itu sendiri. Kelemahan lainnnya adalah apabila kelompok kelompok yang dibandingkan tersebut berada di lokasi yang berbeda, maka terdapat pengaruh lingkungan yang berbeda pula. Trend Line Analysis Metode ini pada prinsipnya memperkirakan besarnya pengaruh training dengan menggunakan data data historis yang ada. Data data sebelum dan sesudah training digambarkan dalam suatu grafik yang menunjukkan adanya kecenderungan/trend yang berbeda antara kedua periode pengamatan tersebut. Keuntungan dari metode ini adalah sederhana, murah, dan relatif mudah digunakan, sementara kelemahannya antara lain hanya dapat diterapkan pada pekerjaan yang memiliki data historis yang relatif lengkap dan memadai. Forecasting Sebagaimana halnya dengan metode Trend Line Analysis, metode ini juga merupakan metode statistik. Hanya saja pengukuran besarnya perbaikan kinerja yang terjadi setelah mengikuti program training tidak digambarkan dalam bentuk grafik, melainkan dihitung dalam bentuk persamaan matematika. 27

Evaluasi Pelatihan dengan Metode Kirkpatrick Analysis

Evaluasi Pelatihan dengan Metode Kirkpatrick Analysis Jurnal Telematika, vol. 9 no. 2, Institut Teknologi Harapan Bangsa, Bandung ISSN: 1858-2516 Evaluasi Pelatihan dengan Metode Kirkpatrick Analysis Anggoro Prasetyo Utomo #1 Karinka Priskila Tehupeiory #2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam persaingan usaha yang semakin meningkat, peran sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam persaingan usaha yang semakin meningkat, peran sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam persaingan usaha yang semakin meningkat, peran sumber daya manusia (SDM). yang dimiliki suatu perusahaan dirasakan semakin meningkat. Tidak dapat dipungkiri bahwa

Lebih terperinci

Pada akhirnya, lokasi ekonomi baru bukan di dalam teknologi, microchip, atau jaringan telekomunikasi global, tetapi di dalam pikiran manusia.

Pada akhirnya, lokasi ekonomi baru bukan di dalam teknologi, microchip, atau jaringan telekomunikasi global, tetapi di dalam pikiran manusia. Pada akhirnya, lokasi ekonomi baru bukan di dalam teknologi, microchip, atau jaringan telekomunikasi global, tetapi di dalam pikiran manusia. (Alan Webber) Memeriksa hasil suatu program membantu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan peningkatan kemakmuran bagi para shareholder dengan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan peningkatan kemakmuran bagi para shareholder dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah sebuah organisasi yang bertujuan untuk dapat menghasilkan peningkatan kemakmuran bagi para shareholder dengan menggunakan sumber daya yang

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF WAHYU BINUKO UJANG SUMARWAN KIRBRANDOKO

RINGKASAN EKSEKUTIF WAHYU BINUKO UJANG SUMARWAN KIRBRANDOKO RINGKASAN EKSEKUTIF WAHYU BINUKO, 2005. Preferensi Nasabah Terhadap Layanan ATM Implikasinya Bagi Rekomendasi Pemasaran. Dibawah bimbingan UJANG SUMARWAN dan KIRBRANDOKO. Bisnis consumer banking merupakan

Lebih terperinci

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Ketujuh: Rancangan Pengembangan SDM

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Ketujuh: Rancangan Pengembangan SDM Penempatan School of Communication Pegawai & Business Ketujuh: Rancangan Pengembangan SDM The Workforce Environtment Competitive Environment Fakultas Komunikasi dan Bisnis Internal Environment Social &

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan Dunia dalam era globalisasi, termasuk didalamnya berkembangnya bidang perekonomian, masing-masing negara berusaha memacu dirinya untuk berkembang, sehingga

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Perkembangan Dunia dalam era globalisasi, termasuk didalamnya. berkembangnya bidang perekonomian, masing-masing negara berusaha

BAB l PENDAHULUAN. Perkembangan Dunia dalam era globalisasi, termasuk didalamnya. berkembangnya bidang perekonomian, masing-masing negara berusaha BAB l PENDAHULUAN I I. Latar Belakang Perkembangan Dunia dalam era globalisasi, termasuk didalamnya berkembangnya bidang perekonomian, masing-masing negara berusaha memacu dirinya untuk berkembang, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat kompetitif dan dinamis. Hal ini memaksa Bank untuk memaksimalkan

BAB I PENDAHULUAN. sangat kompetitif dan dinamis. Hal ini memaksa Bank untuk memaksimalkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri perbankan di Indonesia saat ini sudah mencapai kondisi yang sangat kompetitif dan dinamis. Hal ini memaksa Bank untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki.

Lebih terperinci

Gambar 6 Hasil Skala Perilaku Account Officer

Gambar 6 Hasil Skala Perilaku Account Officer Gambar 6 Hasil Skala Perilaku Account Officer Diskusi Berdasarkan hasil analisa data pengujian hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan teknik uji beda Wilcoxon Sign Rank Test diperoleh nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu komponen yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan adalah guru. Guru sebagai ujung tombak pendidikan yang berada langsung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. 1 Tinjauan Teoretis 2.1. 1 Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

Lebih terperinci

Fakultas Komunikasi dan Bisnis Inspiring Creative Innovation. Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan

Fakultas Komunikasi dan Bisnis Inspiring Creative Innovation. Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan The secret of business is to know something that nobody else knows -Aristotle Onassis Rahasia dari bisnis adalah mengetahui apa yang tidak diketahui orang lain -Aristotle

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur Sumber Daya Manusia (SDM) dalam konteks itu, MSDM

Lebih terperinci

Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Revoldi H Siringoringo Widyaiswara Madya Pusdiklatwas BPKP

Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Revoldi H Siringoringo Widyaiswara Madya Pusdiklatwas BPKP Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Revoldi H Siringoringo Widyaiswara Madya Pusdiklatwas BPKP A. Latar Belakang Program Pendidikan dan Pelatihan(Diklat) tidak serta merta berakhir dengan berahirnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia menuju era globalisasi memungkinkan kegiatan perekonomian berkembangan sedemikian rupa sehingga melewati batas-batas wilayah dan antar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (MSDM) yang penting. Ketika permintaan pekerjaan berubah, kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (MSDM) yang penting. Ketika permintaan pekerjaan berubah, kemampuan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Program Pelatihan Pelatihan karyawan merupakan aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang penting. Ketika permintaan pekerjaan berubah, kemampuan karyawan pun harus

Lebih terperinci

EVALUASI PELATIHAN UNTUK OPERATOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE RETURN ON INVESTMENT DI PT. H.M. SAMPOERNA TBK.

EVALUASI PELATIHAN UNTUK OPERATOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE RETURN ON INVESTMENT DI PT. H.M. SAMPOERNA TBK. JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 EVALUASI PELATIHAN UNTUK OPERATOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE RETURN ON INVESTMENT DI PT. H.M. SAMPOERNA TBK. Prita Kristantia, dan Ir. Lantip Trisunarno,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia, pada umumnya bankbank. yang memiliki aset dan modal besar terutama Bank BUMN lebih

I. PENDAHULUAN. Sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia, pada umumnya bankbank. yang memiliki aset dan modal besar terutama Bank BUMN lebih I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia, pada umumnya bankbank yang memiliki aset dan modal besar terutama Bank BUMN lebih tertarik mengelola bisnis corporate banking

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata-kata kunci: Balanced Scorecard, Perspektif Keuangan, Perspektif Pelanggan,

ABSTRAK. Kata-kata kunci: Balanced Scorecard, Perspektif Keuangan, Perspektif Pelanggan, ABSTRAK Pengukuran kinerja perusahaan menjadi hal yang sangat penting bagi manajemen untuk melakukan evaluasi terhadap performa perusahaan dan perencanaan tujuan di masa mendatang. Model pengukuran yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak liberalisasi perbankan tahun 1988, persyaratan pembukaan bank dipermudah, bahkan setoran modal untuk mendirikan bank relatif dalam jumlah yang kecil. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III SOLUSI BISNIS BAB III SOLUSI BISNIS Untuk membantu perusahaan dalam mempersiapkan diri mengimplementasikan MBCfPE di dalam organisasi, maka penulis mencoba untuk membuat suatu model yang bertujuan: - Mengidentifikasi

Lebih terperinci

enyatukan dan Memadukan Sumber Daya

enyatukan dan Memadukan Sumber Daya M enyatukan dan Memadukan Sumber Daya Keunggulan kompetitif BCA lebih dari keterpaduan kekuatan basis nasabah yang besar, jaringan layanan yang luas maupun keragaman jasa dan produk perbankannya. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah dan Perkembangan Sentra Pendidikan BRI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah dan Perkembangan Sentra Pendidikan BRI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sejarah dan Perkembangan Sentra Pendidikan BRI Sentra Pendidikan BRI mengawali perjalanannya pada tahun 1972 merupakan suatu bagian dari Biro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan kemajuan dunia informasi, teknologi, dan industri telah mendorong setiap organisasi perusahaan untuk memasuki babak baru. Persaingan yang kompleks.

Lebih terperinci

O1 X O2. Gambar 2. One Group Pre-test Post-test Design

O1 X O2. Gambar 2. One Group Pre-test Post-test Design Hipotesis Hipotesis yang diajukan sebagai berikut, ada pengaruh pelatihan selling skill terhadap kinerja penjualan karyawan AO. Setelah mengikuti pelatihan selling skill karyawan AO akan memiliki kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan yang terjadi tahun 2008 lalu di beberapa negara di Asia, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan yang terjadi tahun 2008 lalu di beberapa negara di Asia, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis keuangan yang terjadi tahun 2008 lalu di beberapa negara di Asia, tidak membuat pertumbuhan industri asuransi di Indonesia menjadi terpuruk, namun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kartu kredit merupakan salah satu jenis produk yang ditawarkan bank dan merupakan salah satu jenis pelayanan pembiayaan. Kartu kredit adalah alat pembayaran dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II PT. SOUCI INDOPRIMA

BAB II PT. SOUCI INDOPRIMA BAB II PT. SOUCI INDOPRIMA A. Sejarah Ringkas PT. Souci Indoprima adalah sebuah merk dagang yang berdiri pada tanggal 28 Desember 2002 yang disahkan oleh Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Keselarasan Kinerja dengan Strategi Perusahaan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Keselarasan Kinerja dengan Strategi Perusahaan BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Keselarasan Kinerja dengan Strategi Perusahaan Pada dasarnya Bank adalah lembaga keuangan yang mendapatkan keuntungannya dari mengoperasikan financial assets

Lebih terperinci

TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN

TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN BALANCED SCORECARD Disusun OLEH Bobby Hari W (21213769) Muhamad Deny Amsah (25213712) Muhammad Rafsanjani (26213070) Roby Aditya Negara (28213044) Suci Rahmawati Ningrum (28213662)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam setiap kegiatan perusahaan. Karyawan menjadi perencana, pelaku, dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam setiap kegiatan perusahaan. Karyawan menjadi perencana, pelaku, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Karyawan merupakan sumber daya yang berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan perusahaan. Karyawan menjadi perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya

Lebih terperinci

Evaluasi Training Dengan Menggunakan Model Kirkpatrick (Studi Kasus Training Foreman Development Program Di PT. Krakatau Industrial Estate Cilegon)

Evaluasi Training Dengan Menggunakan Model Kirkpatrick (Studi Kasus Training Foreman Development Program Di PT. Krakatau Industrial Estate Cilegon) Evaluasi Training Dengan Menggunakan Model Kirkpatrick (Studi Kasus Training Foreman Development Program Di PT. Krakatau Industrial Estate Cilegon) Hendang Setyo Rukmi, Dwi Novirani, Ahmad Sahrul Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pengaruh besar terhadap kelangsungan bisnis bank tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pengaruh besar terhadap kelangsungan bisnis bank tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegagalan pengembangan proyek IT dalam sebuah bank realitanya dapat memberikan pengaruh besar terhadap kelangsungan bisnis bank tersebut. Kegagalan IT dari segi teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Untuk berhasil dan tumbuh dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Untuk berhasil dan tumbuh dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan bisnis perbankan syariah kini dirasakan semakin kompetitif, untuk itu perusahaan perbankan syariah diharuskan untuk semakin efektif dan efisien dalam mengelola

Lebih terperinci

Pengembangan SDM Prinsip dan Proses Pembelajaran

Pengembangan SDM Prinsip dan Proses Pembelajaran Penempatan School of Communication Pegawai & Business Pengembangan SDM Prinsip dan Proses Pembelajaran (Ulasan Pelajaran Sebelumnya) Prinsip-Prinsip Belajar Para Pakar Pelatihan dan Pengembangan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma lama dari manajemen pemerintahan yang berfokus pada

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma lama dari manajemen pemerintahan yang berfokus pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paradigma lama dari manajemen pemerintahan yang berfokus pada masyarakat belum memiliki indikator kinerja memadai, sehingga sulit untuk menentukan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Birokrasi pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu birokrat pemerintah daerah dituntut untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Analisis posisi..., Andini Setyawati, FE UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Analisis posisi..., Andini Setyawati, FE UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan banyak perusahaan khususnya di bidang perbankan mengalami restrukturisasi keuangan secara

Lebih terperinci

Training Needs Assessment Organizational Analysis, Person Analysis, Task Analysis

Training Needs Assessment Organizational Analysis, Person Analysis, Task Analysis Company LOGO Training Needs Assessment Organizational Analysis, Person Analysis, Task Analysis Adhyatman Prabowo, M.Psi What... Needs assessment adalah proses yang digunakan untuk menentukan apakah training

Lebih terperinci

EvaluasiPelatihanuntukOperator dengan Menggunakan MetodeReturn on Investment di PT H.M. Sampoerna Tbk.

EvaluasiPelatihanuntukOperator dengan Menggunakan MetodeReturn on Investment di PT H.M. Sampoerna Tbk. EvaluasiPelatihanuntukOperator dengan Menggunakan MetodeReturn on Investment di PT H.M. Sampoerna Tbk. Prita Kristantia 2507.100.121 Dosen Pembimbing: Ir. Lantip Trisunarno, MT 1 LATAR BELAKANG Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN Modul ke: 14 Fakultas PSIKOLOGI PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN BAB XIV Trends Pelatihan dan Best Practice Program Studi PSIKOLOGI Dr. Antonius Dieben Robinson Manurung, MSi Peran Trainer Kecenderungan terjadinya

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil kegiatan studi kelayakan yang dimulai dari pengumpulan, analisa dan pengolahan data dengan menggunakan metode Information Economics pada rencana

Lebih terperinci

MAKALAH. Training Pengasuh Akademi Kepolisian Mendesain Evaluasi Pola Pengasuhan Berbasis Karakter. Oleh: Dr. Ir.Elisa Kusrini,MT, CPIM, CSCP

MAKALAH. Training Pengasuh Akademi Kepolisian Mendesain Evaluasi Pola Pengasuhan Berbasis Karakter. Oleh: Dr. Ir.Elisa Kusrini,MT, CPIM, CSCP WORKSHOP PENYUSUNAN KURIKULUM POLA PENGASUHAN TARUNA AKADEMI KEPOLISIAN BERBASIS KARAKTER Hotel Grand Edge Semarang, 23-25 Agustus 2016 MAKALAH Training Pengasuh Akademi Kepolisian Mendesain Evaluasi Pola

Lebih terperinci

EVALUATING TRAINING PROGRAM

EVALUATING TRAINING PROGRAM EVALUATING TRAINING PROGRAM Menjawab Masalah Apa Pelatihan ini membahas upaya meningkatkan efektivitas pelatihan melalui evaluasi pelatihan yang dirancang secara sistematis dan rinci. Problems To Be Addressed

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang semakin tidak menentu, khususnya perbankan yang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang semakin tidak menentu, khususnya perbankan yang termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini setiap perusahaan dan industri bertahan di dalam perekonomian yang semakin tidak menentu, khususnya perbankan yang termasuk kategori

Lebih terperinci

7 SUMBER DAYA MANUSIA

7 SUMBER DAYA MANUSIA 7 SUMBER DAYA MANUSIA Dalam implementasi manajemen sumber daya manusia, kami menerapkan budaya sharing session sebagai bentuk aktivitas mempertajam nilai organisasi Perseroan. Pencapaian positif dalam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL KINERJA SISTEM ERP PADA MODUL MATERIAL MANAGEMENT

BAB 4 HASIL KINERJA SISTEM ERP PADA MODUL MATERIAL MANAGEMENT 124 BAB 4 HASIL KINERJA SISTEM ERP PADA MODUL MATERIAL MANAGEMENT 4.1 Evaluasi Perspektif dalam IT Balanced Scorecard Sesudah menetapkan ukuran dan sasaran strategis dari masing-masing perspektif IT balanced

Lebih terperinci

LEARNING TRANSFER Penyebab potensial learning transfer yang lemah Kurangnya TNA. Keterampilan tidak segera digunakan setelah training. Lingkungan kerj

LEARNING TRANSFER Penyebab potensial learning transfer yang lemah Kurangnya TNA. Keterampilan tidak segera digunakan setelah training. Lingkungan kerj LEARNING TRANSFER & EVALUATION OF TRAINING LEARNING TRANSFER Penyebab potensial learning transfer yang lemah Kurangnya TNA. Keterampilan tidak segera digunakan setelah training. Lingkungan kerja yang kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengambilan keputusan strategis sangat bergantung pada hasil analisis yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengambilan keputusan strategis sangat bergantung pada hasil analisis yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini Periklanan (advertising) sangat diperlukan dalam kemajuan produksi suatu perusahaan untuk memperkenalkan barangnya begitu juga dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri Perbankan di Indonesia mengalami pasang surut yang cukup tajam sejak era Pasca Paket Oktober 1989 dengan dibukanya kemudahan ijin pendirian Bank di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjaga hubungan baik dengan konsumen telah menyita perhatian semua

BAB I PENDAHULUAN. menjaga hubungan baik dengan konsumen telah menyita perhatian semua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif ini, menarik perhatian dan menjaga hubungan baik dengan konsumen telah menyita perhatian semua perusahaan di dunia. Konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan kinerja keuangan untuk mengukur kinerja aktiva-aktiva tidak berwujud

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan kinerja keuangan untuk mengukur kinerja aktiva-aktiva tidak berwujud BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengukuran kinerja perusahaan secara tradisional yang hanya mengandalkan kinerja keuangan memiliki banyak kelemahan. Kelemahan yang utama adalah ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi yang dijalankan. Bahkan perusahaan-perusahaan terus berupaya

BAB I PENDAHULUAN. strategi yang dijalankan. Bahkan perusahaan-perusahaan terus berupaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Munculnya era pasar bebas membawa dampak persaingan bisnis yang semakin ketat. Kondisi ini memacu dunia usaha untuk lebih peduli terhadap strategi yang dijalankan.

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kinerja di Balai Ternak Embrio Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan

Lebih terperinci

CUSTOMER RETENTION MARKETING 3 SKS Dosen: A. Judhie Setiawan, MSi

CUSTOMER RETENTION MARKETING 3 SKS Dosen: A. Judhie Setiawan, MSi MODUL 4 CUSTOMER RETENTION MARKETING 3 SKS Dosen: A. Judhie Setiawan, MSi PELANGGAN INTERNAL DAN MENDENGARKAN PELANGGAN Tujuan instruksional: Setelah selesai pembahasan materi ini, diharapkan mahasiswa

Lebih terperinci

PERUMUSAN PELATIHAN YANG EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS. Mery Citra.S. Abstract

PERUMUSAN PELATIHAN YANG EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS. Mery Citra.S. Abstract PERUMUSAN PELATIHAN YANG EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS Mery Citra.S Abstract Training is believed as one effective tool that can increase organization productivity. However, not all training

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seperti kondisi kesehatan, musibah, dan juga laju inflasi yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. hidup seperti kondisi kesehatan, musibah, dan juga laju inflasi yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pada saat ini, masyarakat mulai menyadari pentingnya berinvestasi dikarenakan kebutuhan masa depan akan lebih besar. Selain kebutuhan masa depan, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting disamping unsur lain, seperti modal, bahan baku, dan mesin. Tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. terpenting disamping unsur lain, seperti modal, bahan baku, dan mesin. Tidak ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat menentukan kemajuan sebuah organisasi. Bahkan bisa dikatakan sumber daya manusia merupakan unsur terpenting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistematika penelitian yang akan menggambarkan beberapa informasi awal tentang

BAB I PENDAHULUAN. sistematika penelitian yang akan menggambarkan beberapa informasi awal tentang BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pendahuluan yang akan memaparkan tentang latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian yang akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dicapainya. Tujuan tersebut diraih dengan mendayagunakan sumber-sumber

BAB II LANDASAN TEORI. dicapainya. Tujuan tersebut diraih dengan mendayagunakan sumber-sumber BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Setiap organisasi tentunya mempunyai berbagai tujuan yang hendak dicapainya. Tujuan tersebut diraih dengan mendayagunakan sumber-sumber dayanya yang

Lebih terperinci

SKOR Visi dipahami oleh anggota organisasi rumah sakit (sharedvision)

SKOR Visi dipahami oleh anggota organisasi rumah sakit (sharedvision) ASPEK KAJI BANDING I KEPEMIMPINAN 1.1. Visi dipahami oleh anggota organisasi rumah sakit (sharedvision) 1.2. Misi-misi rumah sakit dioperasionalkan 1.3. Budaya Organisasi diterapkan dalam semua aktifitas

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA Modul ke: 12 Drs. Fakultas EKONOMI & BISNIS PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA Ali Mashar, MM Program Studi Manajemen Bagian Isi Pendahuluan Tujuan Pelatihan Metode-metode Pelatihan Evaluasi

Lebih terperinci

BAB III BAGAIMANA MENYUSUN LATAR BELAKANG MASALAH?

BAB III BAGAIMANA MENYUSUN LATAR BELAKANG MASALAH? BAB III BAGAIMANA MENYUSUN LATAR BELAKANG MASALAH? Didalam bab PENDAHULUAN pada laporan penelitian ilmiah di atas, sub bab 1.1 disebutkan perlunya LATAR BELAKANG MASALAH. Didalam hal ini perlu disebutkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah perusahaan adalah suatu unit usaha dimana di dalamnya terdapat beragam aktivitas rutin yang dilakukan. Setiap aktivitas rutin yang dijalankan memiliki peran

Lebih terperinci

Manajemen Kinerja Wright, 2012

Manajemen Kinerja Wright, 2012 KINERJA ORGANISASI Manajemen Kinerja Definisi dari manajemen kinerja adalah cara-cara melalui mana para manajer menjamin bahwa aktivitas-aktivitas dan hasil-hasil karyawan sesuai dengan tujuan organisasi.

Lebih terperinci

Akuntansi Biaya. Management, The Controller, and Cost Accounting Cost Consept and Cost Information System. Rista Bintara, SE., M.Ak.

Akuntansi Biaya. Management, The Controller, and Cost Accounting Cost Consept and Cost Information System. Rista Bintara, SE., M.Ak. Akuntansi Biaya Modul ke: Management, The Controller, and Cost Accounting Cost Consept and Cost Information System Fakultas Ekonomi dan Bisnis Rista Bintara, SE., M.Ak Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

Evaluasi Training. Pelatihan 1

Evaluasi Training. Pelatihan 1 Evaluasi Training Pelatihan 1 Fase Evaluasi Input Process Output Evaluation Objectives Organizational Constraints Design Issues Evaluation Strategy and Design Process Measure Content Measures Reaction

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ekonomi mikro di Indonesia dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ekonomi mikro di Indonesia dan semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan ekonomi mikro di Indonesia dan semakin tingginya tingkat persaingan dalam pengembangan usaha khususnya usaha berskala mikro kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap perusahaan yang merupakan sebuah organisasi bisnis,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap perusahaan yang merupakan sebuah organisasi bisnis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam setiap perusahaan yang merupakan sebuah organisasi bisnis, sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat penting karena merupakan elemen dasar yang

Lebih terperinci

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM Setelah kita mempelajari proses perencanaan, kemudian dilakukan proses rekrutmen, seleksi, selanjutnya yang akan kita bahas adalah tentang pelatihan dan pengembangan karyawan.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI. kuliner skala UKM. Setelah dilakukan analisis pada bab empat, dapat diperoleh

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI. kuliner skala UKM. Setelah dilakukan analisis pada bab empat, dapat diperoleh BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI 5.1. Simpulan Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi strategi bisnis, strategi SDM dan melihat keterkaitan antara strategi bisnis dan strategi SDM

Lebih terperinci

Merencanakan Program CRM (2) Mahendrawathi ER

Merencanakan Program CRM (2) Mahendrawathi ER Merencanakan Program CRM (2) Mahendrawathi ER Menjustifikasi biaya CRM Pertanyaan yang segera muncul saat akan melaksanakan program CRM adalah: Berapa banyak uang yang telah kita keluarkan untuk CRM ini

Lebih terperinci

SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN

SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN Modul ke: 10Fakultas Dr. PSIKOLOGI SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN OVERVIEW PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN (3) Antonius Dieben Robinson Manurung, MSi Program Studi PSIKOLOGI Career Development and Planning Career

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Layanan jasa profesional atau biasa disebut Professional Services berkemban g menjadi pasar yang menjanjikan pada era sekarang ini. Bidang usaha ini berkembang karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan bisnis yang semakin ketat persaingannya belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan bisnis yang semakin ketat persaingannya belakangan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan bisnis yang semakin ketat persaingannya belakangan ini membuat konsumen memiliki peluang yang luas untuk mendapatkan produk atau jasa dengan sederet pilihan

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PELATIHAN INSTALASI PENERANGAN DI BALAI LATIHAN KERJA KABUPATEN PATI

EVALUASI PROGRAM PELATIHAN INSTALASI PENERANGAN DI BALAI LATIHAN KERJA KABUPATEN PATI 79 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO: E-Journal Universitas Negeri Yogyakarta http://journal.student.uny.ac.id/ EVALUASI PROGRAM PELATIHAN INSTALASI PENERANGAN DI BALAI LATIHAN KERJA KABUPATEN PATI EVALUATION

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis, pengujian, dan pembahasan sebelumnya, maka

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis, pengujian, dan pembahasan sebelumnya, maka BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis, pengujian, dan pembahasan sebelumnya, maka dapat diperoleh kesimpulan dari hasil penelitian sebagai berikut: a. Variabel kualitas sistem

Lebih terperinci

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Kedelapan: Evaluasi Pembelajaran

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Kedelapan: Evaluasi Pembelajaran Penempatan School of Communication Pegawai & Business Kedelapan: Evaluasi Pembelajaran 1. Pengantar Pengembangan SDM 2. Prinsip dan Proses Pembelajaran 3. Penilaian Kebutuhan Pengembangan dan Pelatihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia perbankan saat ini tidak satu pun bank yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia perbankan saat ini tidak satu pun bank yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia perbankan saat ini tidak satu pun bank yang dapat menghindari persaingan, dalam persaingan tidak saja dalam perebutan nasabah penabung

Lebih terperinci

SKRIPSI. ANALISIS PENERAPAN BALANCED SCORECARD (Studi Kasus pada PT. Telkom Divisi Consumer Service Barat )

SKRIPSI. ANALISIS PENERAPAN BALANCED SCORECARD (Studi Kasus pada PT. Telkom Divisi Consumer Service Barat ) SKRIPSI ANALISIS PENERAPAN BALANCED SCORECARD (Studi Kasus pada PT. Telkom Divisi Consumer Service Barat ) Mahasiswa Program Strata Satu ( S-1 ) Jurusan Akuntansi Diajukan Untuk Memenuhi Sebahagian Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang mengapa studi ini dilakukan serta rumusan dan pertanyaan penelitian yang penting untuk dijawab. Bab ini juga menguraikan tujuan dan sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Dalam usaha mencapai tujuan perusahaan, faktor yang berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan tidak hanya tentang pengaturan keuangan, pengelolaan product

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien sehingga visi perusahaan dapat tercapai. Sebagai konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien sehingga visi perusahaan dapat tercapai. Sebagai konsekuensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya kinerja perusahaan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan persaingan. Ditambah lagi dengan adanya era pasar bebas, menuntut setiap perusahaan

Lebih terperinci

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN Modul ke: 11 Fakultas PSIKOLOGI PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN BAB XI EVALUASI PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN (1) Program Studi PSIKOLOGI Dr. Antonius Dieben Robinson Manurung, MSi Evaluasi Tingkat Makro dan Mikro

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pelatihan Pelatihan adalah untuk meningkatkan kompetensi (pengetahuan,ketrampilan,dan perilaku) karyawan agar mampu mengerjakan pekerjaan yang sekarang atau karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. per-mei 2010 (www.newsbanking.com) diinformasikan bahwa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. per-mei 2010 (www.newsbanking.com) diinformasikan bahwa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Menurut hasil data Rekapitulasi Institusi Perbankan di Indonesia per-mei 2010 (www.newsbanking.com) diinformasikan bahwa di Indonesia saat ini terdapat 122 (seratus

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : insentif, kepuasan kerja, komitmen organisasional dan motivasi kerja. ABSTRACT

ABSTRAK. Kata kunci : insentif, kepuasan kerja, komitmen organisasional dan motivasi kerja. ABSTRACT 1 ABSTRAK Istilah insentif yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejauh mana insentif dapat memotivasi anggota organisasi (karyawan) untuk mencapai tujuan organisasi (perusahaan). Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamika industri perbankan yang semakin ketat dan harapan stakeholder

BAB I PENDAHULUAN. dinamika industri perbankan yang semakin ketat dan harapan stakeholder BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang semakin kompetitif menyebabkan perubahan besar luar biasa dalam persaingan, produksi, pemasaran, pengelolaan sumber daya manusia, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada zaman modern ini, setiap perusahaan menuntut diri untuk meningkatkan dan mengembangkan perusahaannya agar dapat mengatasi persaingan yang semakin ketat. Manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pengukuran Kinerja Terdapat suatu ungkapan dalam manajemen modern, yaitu : Mengukur adalah untuk mengerti (memahami), Memahami adalah untuk memperoleh pengetahuan, Memperoleh

Lebih terperinci

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Kedelapan: Evaluasi Training

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Kedelapan: Evaluasi Training Penempatan School of Communication Pegawai & Business Kedelapan: Evaluasi Training Pengertian Test, Pengukuran, Assessment dan Evaluasi Djemari Mardapi 1999:2 Definisi Tes Tes (Test) merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi informasi merupakan teknologi yang dapat digunakan untuk membantu manusia dalam memproses data untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat. Perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi pusat perhatian dan tumpuhan utama bagi perusahaan swasta

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi pusat perhatian dan tumpuhan utama bagi perusahaan swasta 12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan mengenai sumber daya manusia pada saat sekarang ini masih menjadi pusat perhatian dan tumpuhan utama bagi perusahaan swasta ataupun instansi pamerintahan

Lebih terperinci

Desain dan Pengembangan Pelatihan

Desain dan Pengembangan Pelatihan Modul ke: 10 eyeka13@gmail.com Fakultas PSIKOLOGI Desain dan Pengembangan Pelatihan Evaluasi Proses dan Tujuan Pelatihan & Pengembangan EY Eka Kurniawan, M. Psi Program Studi Psikologi Evaluasi Program

Lebih terperinci

Pelatihan dan Pengembangan. Manajemen Sumber Daya Manusia

Pelatihan dan Pengembangan. Manajemen Sumber Daya Manusia Pelatihan dan Manajemen Sumber Daya Manusia Pengertian Pelatihan dan (Schuler & Jackson 2006, Mondy 2008) Pelatihan bertujuan meningkatkan kinerja jangka pendek dalam pekerjaan (jabatan) tertentu yang

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES BISNIS PADA PT. TIRTA KURNIA JASATAMA SEMARANG MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD (BSC)

ANALISIS PROSES BISNIS PADA PT. TIRTA KURNIA JASATAMA SEMARANG MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD (BSC) ANALISIS PROSES BISNIS PADA PT. TIRTA KURNIA JASATAMA SEMARANG MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD (BSC) Bryan R. Wardhana 1, Indra Gamayanto 2 1,2 Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Dian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Umum PT. Pos Indonesia (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Umum PT. Pos Indonesia (Persero) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Profil Umum PT. Pos Indonesia (Persero) PT. Pos Indonesia (Persero) telah beberapa kali mengalami perubahan status mulai dari jawatan PTT (Post,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan informasi penting, dan meningkatnya isu non-compliant telah

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan informasi penting, dan meningkatnya isu non-compliant telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di masa lalu, manajemen arsip sering dipandang sebagai tidak perlu atau rendah dalam prioritas bisnis. Namun seiring dengan berjalan waktu, adanya peningkatan kebutuhan

Lebih terperinci