PEMETAAN KEJADIAN DBD BERDASARKAN ANGKA BEBAS JENTIK DAN JENIS INFEKSI VIRUS DENGUE
|
|
- Shinta Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PEMETAAN KEJADIAN DBD BERDASARKAN ANGKA BEBAS JENTIK DAN JENIS INFEKSI VIRUS DENGUE Agus Putra Murdani 1, Santi Martini 2, Windhu Purnomo 3 1 Universitas Bakti Indonesia Banyuwangi, agusputramurdani@gmail.com 2 Departemen Epidemiologi FKM UA, santi279@yahoo.com 3 Departemen Biostatistik dan KependudukanFKM UA, windhu.purnomo@gmail.com Alamat Korespondensi: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Indonesia ABSTRAK Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit endemis di Indonesia, dengan daerah terjangkit yang semakin meluas dan angka kesakitan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun, bahkan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). IR DBD di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2014 sebesar 29,42 per penduduk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara kejadian DBD dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) dan jenis virus dengue berdasarkan pemetaan. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional-analitik dengan desain cross sectional. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi. Sampel adalah pasien yang datang berobat ke puskesmas dengan gejala demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 3-5 hari dan disertai dengan 2 atau lebih tandatanda : mual, muntah, bintik perdarahan, nyeri sendi yang berada di wilayah Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi Tahun 2015 yaitu sebesar 27 pasien.pengambilam sampel dilakukan dengan menggunakan teknik accidental sampling. Analisis data dengan uji Fisher's Exact Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan Kejadian DBD dengan p-value 1,000 yang berarti p-value> 0,05.Infeksi primer maupun infeksi sekunder sebagian besar terjadi di daerah dengan ABJ < 95%.Kesimpulan dari penelitian ini bahwasuatu daerah akan terbebas dari kejadian DBD apabila didukung daerah di sekitarnya juga terbebas dari jentik. Disarankan untuk memberdayakan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dilakukan secara serempak dan berkesinambungan. Kata kunci : demam berdarah dengue, angka bebas jentik, infeksi virus dengue,sistem informasi geografis Hal 30
2 PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit endemis di Indonesia,dengan daerah terjangkit yang semakin meluas dan angka kesakitan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun, bahkan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Penyakit DBD di Indonesia mulai dikenal sejak tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta,dan setelah itu jumlah kasus DBD terus bertambah seiring dengan semakin meluasnyadaerah endemis DBD. Dampak dari penyakit DBD tidak hanya sering menimbulkan KLB tetapi jugamenimbulkan dampak buruk sosial maupun ekonomi. Dampak atau kerugian sosial yang terjadiantara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga,dan usia harapan pendudukyang berkurang (Kemenkes RI, 2014). Penyakit DBD dahulu hanya menyerang atau ditemukan pada anak-anak, namun sekarang juga banyak ditemukan pada orang dewasa. Prevalensi terendah ditemukan pada bayi (0,2%) dan prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok umur tahun (0,7%). Prevalensi DBD pada laki-laki dan perempuantidak terlihat adanya perbedaan. DBD klinis relatif lebih tinggi di pedesaan, namun kasus yang terdeteksi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan lebih banyak di perkotaan (Balitbangkes, 2007). Prevalensi kejadian DBD klinis sebesar 0.6% (rentang: 0,3% - 2,5%) yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada 12 provinsi didapatkan prevalensi DBD klinis lebih tinggi dari angka nasional, yaitu Nusa Tenggara Timur (2,5%), Papua Barat (2,0%), Bengkulu dan DKI Jakarta (1,2%), Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat serta NAD (1,1%), Sulawesi Tenggara (1,0%), Papua (0,9%), Riau dan Maluku Utara (0,8%), dan Sulawesi Barat (0,7%) (Balitbangkes, 2007). Situasi DBD di Indonesia sejak tahun menunjukkan adanya peningkatan angka kesakitan yang mengindikasikan bahwa penyakit DBD masih menjadi masalah di Indonesia. Angka kesakitan atau Incidence Rate (IR) DBD pada tahun 2008 sebesar 59,02 per penduduk, kemudian meningkat pada tahun 2009 denganincidence Rate(IR) DBD sebesar 68,22 per penduduk, namun mengalami penurunan pada tahun 2010 dengan Incidence Rate(IR) DBD sebesar 65,7 per penduduk.tahun 2011terjadi penurunan lebih besar dibanding tahun sebelumnya dengan Incidence Rate(IR) DBD sebesar 27,67 per penduduk, dan kembali terjadi peningkatan secara terus menerus pada tahun 2012 dengan Incidence Rate (IR) DBD sebesar 37,27 per penduduk dan pada tahun 2013 Incidence Rate(IR)DBD sebesar 45,85 per penduduk (Kemenkes RI, 2014). Dalam kurun waktu tersebut menunjukkan IR DBD cenderung fluktuatif yang mengindikasikan bahwa penyakit DBD di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan. Jumlah kabupaten atau kota terjangkit DBD tahun cenderung mengalami peningkatan. Jumlah kabupaten atau kota terjangkit DBD pada tahun 2008 sebanyak 356 kabupaten atau kota, kemudian meningkat terus menerus pada tahun 2009 sebanyak 384 kabupaten atau kota dan pada tahun 2010 sebanyak 400 kabupaten atau kota. Pada tahun 2011 jumlah kabupaten atau kota terjangkit DBD mengalami penurunan menjadi 374 kabupaten atau kota, dan meningkat pada tahun 2012 sebanyak 417 kabupaten atau kota, kemudian menurun kembali pada tahun 2013 sebanyak 412 kabupaten atau kota (Kemenkes RI, 2014). Provinsi Jawa Timur merupakan wilayah endemis DBD di Indonesia. Provinsi Jawa Timur yang memiliki 38 kabupaten atau kota dari tahun 2011 sampai tahun 2013 persentase kabupaten atau kota terjangkit DBD sangat tinggi mencapai 100% yang semuanya pernah terjangkit DBD (Kemenkes RI, 2014).Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, angka kesakitan atau Incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 adalah 39,14 per penduduk dan angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) sebesar 1,05%. Terjadi peningkatan jumlah kasus pada tahun 2013 dibandingkan tahun 2012 yang sebesar kasus dengan Incidence Rate (IR) sebesar 21,72 per penduduk, namun pada tahun 2014 mengalami penurunan Incidence Rate (IR) DBD sebesar 24,33 per penduduk (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2014). Dilihat dari kondisi geografis, wilayah Kabupaten Banyuwangi terdiri dari 31,72% area kawasan hutan, 22,04% permukiman, 14,21% perkebunan, 11,44% persawahan, sisanya dipergunakan untuk jalan, ladang dan lain-lain dan wilayahnya pantai sampai pegunungan, sebagian besar berada di Hal 31
3 bawah ketinggian di atas permukaan laut (dpl), yang memungkinkan vektor DBD dapat berkembangbiak dengan baik dan menyebar hampir sebagian besar wilayah Kabupaten Banyuwangi, sehingga wilayah Kabupaten Banyuwangi rentan terhadap penularan DBD. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi, angka kesakitan atau Incidence Rate (IR) DBD di Kabupaten Banyuwangi tahun mengalami peningkatan secara terus menerus. Pada tahun 2012 angka kesakitan atau Incidence Rate(IR) DBD sebesar 8,12 per penduduk, kemudian meningkat pada tahun 2013 dengan Incidence Rate (IR) DBD sebesar 15,62 per penduduk dan pada tahun 2014 meningkat dengan Incidence Rate (IR) DBD sebesar 24,33 per penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa Incidence Rate (IR) DBD di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2014 berbanding terbalik dengan Incidence Rate (IR) DBD di Propinsi Jawa Timur, yaitu pada tahun 2014 IR DBD per penduduk Propinsi Jawa Timur mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, sedangkan Kabupaten Banyuwangi sebaliknya pada tahun 2014 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, hal tersebut mengindikasikan bahwa penyakit DBD masih menjadi masalah kesehatan di Kabupaten Banyuwangi.Kejadian DBD di Kabupaten Banyuwangi telah menyebar di 24 kecamatan yang ada, termasuk diantaranya Kecamatan Purwoharjo.Kecamatan Purwoharjo merupakan daerah endemis DBD. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2013, Kecamatan Purwoharjo menempati urutan pertama jumlah kasus terbanyak dengan jumlah kasus sebanyak 32 kasus dengan angka kesakitan atau Incidence Rate (IR) DBD sebesar 48,64 per penduduk, namun pada tahun 2014 tidak mengalami perubahan atau stagnant dengan jumlah kasus sebanyak 31 kasus dengan angka kesakitan atau Incidence Rate (IR) DBD sebesar 46,94 per penduduk. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kejadian DBD di Kecamatan Purwoharjo masih menjadi masalah kesehatan. Peta endemisitas DBD di Kabupaten Banyuwangi dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Peta Endemisitas Kejadian DBD Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013 Beberapa program yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan DBD dititikberatkan pada penggerakan potensi masyarakat untuk berperan serta dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pemantauan Angka Bebas Jentik (ABJ), pengenalan gejala DBD dan penanganannya pada masyarakat, pengasapan (fogging), kegiatan surveilans epidemiologi, penyuluhan atau promosi kesehatan dan pengobatan penderita. Program yang telah dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi belum cukup berhasil menurunkan angka kesakitan atau Incidence Rate (IR) DBD di Kabupaten Banyuwangi. Faktor yang berisiko terjadinya penularan dan semakin berkembangnya penyakit DBD,antara lain: pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak memiliki pola tertentu, faktor urbanisasi yang tidak berencana dan terkontrol dengan baik, semakin majunya sistem transportasi sehingga mobilisasi penduduk sangat mudah, sistem pengelolaan limbah dan penyediaan air bersih yang tidak memadai, berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk, kurangnya sistem pengendalian nyamuk yang efektif, serta melemahnya struktur kesehatan masyarakat. Selain faktorfaktor lingkungan tersebut diatas status imunologi seseorang, strain virus/serotipe virus yang menginfeksi, usia dan riwayat genetik juga berpengaruh terhadap penularan penyakit. Selain itu faktor yang berhubungan Hal 32
4 dengan peningkatan kejadian DBD adalah peran serta masyarakat dalam pengendalian DBD, terutama pada kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) masih belum terlaksana dengan baik, meskipun pada umumnya pengetahuan tentang DBDdan cara-cara pencegahannya sudah cukup tinggi (Kemenkes RI, 2011 b ). Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh infeksi virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Telah diketahui terdapat 4 serotype yaitu virus dengue serotipe 1, 2, 3 dan 4. Infeksi dengue sering bersifat sub klinis ataupun bersifat demam yang dapat sembuh sendiri (self-limited febrile disease). Permasalahan dalam DBD adalah gejala yang tidak spesifik dari DBD, mirip dengan demam seperti pada infeksi lain (influenza, chikungunya, demam typhoid, dll.), sehingga untuk menegakkan diagnosa DBD dengan membedakan dengan infeksi lain sangat sulit. Untuk menegakkan diagnosa DBD bila hanya dengan gejala klinis saja sangat tidak bisa dipercaya, diperlukan dukungan uji laboratorium untuk kepastian penyebab (Basundari, 2008). Oleh karena itu, perlu diagnosa lebih awal terhadap pasien yang terinfeksi virus dengue guna menentukan tindakan selanjutnya, sehingga pasien segera mendapatkan penanganan yang sesuai dengan tata laksana penyakit, dan juga segera dapat menentukan langkahlangkah untuk mencegah penularan penyakit yang lebih meluas (Kemenkes RI, 2011 a ). Diagnosis infeksi virus dengue, selain dengan melihat gejala klinis, juga dilakukan dengan pemeriksaan darah di laboratorium. Beberapa hasil laboratorium DBD adalah penurunan Hb disertai dengan penurunan hematokrit, peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari sakit ketiga sampai hari ketujuh, jumlah trombosit < /µl biasanya ditemukan diantara hari ke 3-7 sakit, terjadi hemokonsertrasi dengan peningkatan hematokrit > 20%. Selain itu, dalam menegakkan diagnosis infeksi virus dengue diperlukan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap virus dengue di dalam serum penderita baik berupa IgM anti dengue maupun IgG anti dengue. Selama ini kasus terdiagnosis Demam Berdarah Denguedidasarkan pada kriteria diagnosis klinis ditambah pemeriksaan serologi uji haemagglutination-inhibition digunakan untuk konfirmasi infeksi virus dengue. Tetapi pemeriksaan ini memerlukan waktu yang lama, persyaratan tertentu yang harus dilakukan dan biaya yang sangat mahal. Program pengendalian dalam diagnosis Demam Berdarah Dengue membutuhkan suatu tes yang cepat, praktis dan dapat dipercaya untuk infeksi dengue primer dan sekunder. Rapid Diagnosis Test (RDT) merupakanalat yang tepat untuk memenuhi kebutuhan dalam mendiagnosis infeksi dengue primer dan sekunder yang digunakan untuk mendeteksi NS1, IgG dan IgM. Pada pasien terinfeksi dengue pada tahap awal penyakitns1glycoprotein muncul dengan konsentrasi yang tinggi. Antigen NS1 ditemukan pada hari pertama hingga hari ke sembilan sejak awal demam pada pasienpasien dengan infeksi dengue primer maupun infeksi dengue sekunder. Respon kekebalan terhadap infeksi dengan memproduksi antibodi IgM muncul pada hari ke 3-5 sejak gejala dan bertahan untuk jangka waktu hari. Antibodi IgG muncul disekitar hari ke 14 dan bertahan seumur hidup. Infeksi dengue sekunder sering menghasilkan demam tinggi dan pada banyak kasus disertai dengan terjadinya pendarahan (haemorrhagic) dan gangguan sirkulasi (circulatory failure). Infeksi dengue sekunder ditunjukkan dengan titer antibodi IgG meningkat dalam 1-2 hari setelah gejala muncul dan merangsang respon antibodi IgM setelah 20 hari infeksi. Penyakit DBD menyerang pada semua kolompok, namun manifestasi klinis pada anak-anak biasanya menunjukkan gejala lebih ringan dibandingkan dengan orang dewasa. Penderita yang sembuh dari infeksi dengan satu jenis serotipe akan memberikan imunitas homolog seumur hidup tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi serotipe lain dan dapat terjadi infeksi lagi oleh serotipe lainnya (Kemenkes RI, 2011 a ). Saat ini yang sedang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi adalah pengolahan register kasus DBD dalam bentuk tabuler, grafik, dan pemetaan sebaran kasus berdasarkan wilayah endemis, sporadis dan bebas menurut kelurahan atau desa. Pengolahan register kasus DBD akan menjadi lebih bermanfaat apabila dipetakan menurut Hal 33
5 tempat tinggal penderita untuk mengetahui distribusi penyakit secara kewilayahan. Salah satu cara yang bisa dilakukan dalam merancang program pemberantasan dan pencegahan DBD yang lebih baik adalah dengan melakukan analisis spasial dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG merupakan suatu sistem atau teknologi berbasis komputer yang dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan menganalisa, serta menyajikan data dan informasi dari suatu objek atau fenomena yang berkaitan dengan letak atau keberadaanya di permukaan bumi.kemampuan SIG untuk memetakan penyakit berbasis alamat penderita bermanfaat dalam melihat sebaran. Selain itu, SIG, dapat digunakan untuk mengaanalisis terjadinya DBD dengan dikaitkan dengan determinan penyakit meliputi faktor lingkungan, perilaku, kependudukan dan sarana pelayanan kesehatan dan faktorfaktor yang berisiko terjadinya kejadian DBD, sehingga dapat dihasilkan peta faktor risiko, peta kasus dan peta kegiatan lain.keuntungan dari SIG dengan menggunakan teknik overlayer dapat dilakukan perencanaan maupun evaluasi program pemberantasan DBD (Hariyana, 2007). Berdasarkan hal tersebut di atas maka penting untuk mengetahui hubungan angka bebas jentik terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue dan diagnosis infeksi virus dengue dengan pemeriksaan serologis (IgG dan IgM) menggunakan Rapid Diagnosis Test (RDT) untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap virus dengue di dalam serum penderita baik berupa IgM anti dengue maupun IgG anti dengue sehingga dapat diketahui jenisinfeksi virus dengue pada penderita Demam Berdarah Denguedi Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian observasional - analitik yang bertujuan menganalisis hubungan antara kejadian demam berdarah dengue (DBD) dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) dan jenis infeksi virus dengue berdasarkan pemetaan. Pemetaan dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret s/d bulan Juli Penelitian dilakukan di Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Populasi target adalah seluruh pasien yang datang berobat ke puskesmas yang berada di wilayah Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi.Populasi terjangkau adalah seluruh pasien yang datang berobat ke puskesmas dengan gejala demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 3-5 hari dan disertai dengan 2 atau lebih tanda-tanda : mual, muntah, bintik perdarahan, nyeri sendi yang berada di wilayah Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi Tahun Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang tinggal di Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi dengan kriteria inklusi: 1) pasien yang berobat ke puskesmas yang berada di wilayah Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi pada bulan Juni 2015 Juli 2015; 2) mengalami gejala demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 3-5 hari dan disertai dengan 2 atau lebih tanda-tanda : mual, muntah, bintik perdarahan, nyeri sendi; 3) Bersedia menjadi subyek penelitian. Sedangkan kriteria eksklusi:1) sebelumnya pernah menderita penyakit DBD; 2) tidak disertai dengan gejala diare.diperoleh sampel sebesar 27 pasien dengan menggunakan teknik accidental sampling, secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel atau bersedia dijadikan sebagai sampel. Variabel terikat yang diteliti dalam penelitian ini adalah kejadian Demam Berdarah Dengue. Variabel independen terdiri dari umur, jenis kelamin, Angka Bebas Jentik (ABJ), antibodi IgG dan IgM. Data Primer yang dikumpulkan adalah untuk mengidentifikasi infeksi virus dengue dilakukan pemeriksaan serologis (IgG dan IgM) dengan mengambil sampel darah pasien dengan menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT), dilakukan apabila sampel telah memenuhi kriteria inklusi dan mengambil titik koordinat tempat tinggal penderita DBD dengan cara kunjungan ke rumah penderita dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Data sekunder diperoleh dari puskesmas yang berada di wilayah Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi dan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi berupa nama pasien, umur, jenis Hal 34
6 kelamin, alamat dan Angka Bebas Jentik (ABJ). Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Fisher's Exact Test dengan derajat kepercayaan 95%. Ketentuan ada atau tidaknya hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dengan melihat nilai p. Nilai p lebih kecil atau sama dengan alpha (p 0,05)berarti ada hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dan tidak ada hubungan jika nilai p> 0,05.Analisis dilakukan dengan menggunakan program aplikasi statistik komputer. Pemetaan distribusi gambaran serologis (IgG dan IgM) dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). HASIL PENELITIAN Distribusi Kejadian DBD Berdasarkan KarakteristikResponden Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh distribusi kejadian DBD berdasarkan karakteristikresponden.karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin dan umur.distribusi kejadian DBD berdasarkan karakteristikrespondendisajikan dalam tabel 1. Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa angka prevalensi kejadian DBD di Kecamatan Purwoharjo Tahun 2015 sebesar 77,8% dan angka prevalensi kejadian DBD pada jenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan tabel 1, diketahui juga bahwa angka prevalensi kejadian DBD pada kelompok umur 0-5 tahun (usia balita) atau pada anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan usia dewasa. Tabel 1. Distribusi Kejadian DBD Berdasarkan KarakteristikResponden Kejadian DBD Karakteristik Menderita DBD Tidak menderita DBD Jumlah % n % n % Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki 8 57,1 6 42, Jumlah 21 77,8 6 22, Umur 0 <5 tahun <10 tahun 8 88,9 1 11, < tahun 15 tahun 9 69,2 4 30, Jumlah 21 77,8 6 22, Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi Pengamatan vektor DBD penting dilakukan untuk mengetahui penyebaran, kepadatan nyamuk, habitat utama jentik, dan dugaan risiko terjadinya penularan. Kepadatan populasi nyamuk Ae. aegypti dapat diketahui dengan melakukan survei nyamuk, jentik, dan perangkap telur. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Ae. Aegypti adalah ABJ, House Index (HI), Container Index (CI), dan Breteau Index (BI) (Kemenkes RI, 2011). Pemeriksaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kecamatan Purwoharjo dilakukan secara visual pada kontainer baik yang berada di dalam rumah maupun di luar rumah dengan menggunakan alat bantu senter. ABJ dapat memberikan gambaran tentang kepadatan vektor nyamuk Ae. aegypti pada suatu wilayah. Ukuran atau indikator keberhasilan PSN DBD adalah ABJ 95% yang diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi (Kemenkes RI, 2011). Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kecamatan Purwoharjo Tahun 2015 disajikan dalam tabel 3. Hal 35
7 Tabel 2. Distribusi Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kecamatan Purwoharjo Tahun 2015 Desa Wilayah Kerja ABJ (%) Desa Sidorejo 95 Desa Purwoharjo Puskesmas 70 Desa Kradenan Purwoharjo 80 Desa Bulurejo 95 Desa Grajagan 88 Desa 79 Puskesmas Glagahagung Grajagan Desa Sumberasri 67 Desa Karetan 72 Berdasarkan tabel 2,diketahui bahwa hanya 2 desa yang berhasil melaksanakan PSN DBD dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) 95%, yaitu Desa Sidorejo dan Desa Bulurejo yang berada di wilayah kerja Puskesmas Purwoharjo. Sedangkan desa yang lainnya (Desa Purwoharjo, Desa Kradenan, Desa Grajagan, Desa Glagahagung, Desa Sumberasri, Desa Karetan) masih di bawah 95%. Jenis Infeksi Virus Dengue Pada Kejadian DBD Pemeriksaan serologis terhadap responden dengan menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT)untuk mendeteksi antibodi IgG dan IgM. Distribusi gambaran serologis (IgG dan IgM) pada kejadian DBD disajikan dalam tabel 4 dan distribusi jenis infeksi virus dengue disajikan dalam tabel 5. Tabel 3. Distribusi Gambaran Serologis (IgG dan IgM) Pada Penderita DBD di Kecamatan Purwoharjo Tahun Pemeriksaan Serologis Frekuensi % IgG (-) dan IgM (+) 2 7,4 IgG (+) dan IgM (+) 5 18,5 IgG (+) dan IgM (-) 14 51,9 IgG (-) dan IgM (-) 6 22,2 Jumlah Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa gambaran serologis (IgG dan IgM) pada penderita DBD di Kecamatan Purwoharjo pada tabel 5 didapatkan bahwa sebagian besar (51,9%) memiliki gambaran serologis IgG (+) dan IgM (-). Sebanyak 5 penderita (18,5%) menunjukkan hasil IgG (+) dan IgM (+). Sebanyak 2 penderita (7,4%) menunjukkan hasil IgG (-) dan IgM (+) dan sebanyak 6 penderita (22,2%) menunjukkan hasil negatif pada IgG dan IgM. Dari tabel tersebut dapat diuraikan hasil analisa terhadap 27 pasien yang menunjukkan bahwa sebagian besar penderita DBD dengan jenis infeksi sekunder, yaitu sebesar 70,4%. Sedangkan infeksi primer sebesar 7,4% dan hasil negatif sebesar 22,2%. Tabel 4. Distribusi Gambaran Serologis (IgG dan IgM) Pada Penderita DBD Di Kecamatan Purwoharjo Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun Pemeriksaan Serologis Jenis IgG (-), IgG (+), IgG (+), IgG (-), Kelamin % % % % Total % IgM (+) IgM (+) IgM (-) IgM (-) Laki-laki 1 7,7 4 30,8 8 61, Perempuan 1 7,1 1 7,1 6 42,9 6 42, Total 2 7,4 5 18, ,9 6 22, Tabel 5 Distribusi Gambaran Serologis (IgG dan IgM) Pada Penderita DBD Di Kecamatan Purwoharjo Berdasarkan Umur Tahun Pemeriksaan Serologis IgG IgG Umur IgG (-), IgG (-), % (+), % (+), % % Total % IgM (+) IgM (-) IgM (+) IgM (-) Hal 36
8 0 <5 tahun <10 tahun 1 11,1 4 44,4 3 33,3 1 11, <15 tahun tahun ,7 8 61,5 4 30, Total 2 7,4 5 18, ,9 6 22, Tabel 6 Analisis Kejadian DBD berdasarkan Angka Bebas Jentik (ABJ) Kejadian DBD ABJ Tidak Menderita DBD % Menderita DBD % Jumlah % ABJ 95% ABJ < 95% 20 76,9 6 23, Jumlah 21 77,8 6 22, p-value 1,000 Berdasarkan tabel 4, distribusi gambaran serologis (IgG dan IgM) pada penderita DBD di Kecamatan Purwoharjo berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki sebagian besar (61,5%) memiliki gambaran serologis IgG (+) dan IgM (-). Sedangkan jenis kelamin perempuan sebagian besar (42,9%) memiliki gambaran serologis IgG (+) dan IgM (-). Berdasarkan tabel 5, distribusi gambaran serologis (IgG dan IgM) pada penderita DBD di Kecamatan Purwoharjo berdasarkan umur didapatkan bahwa pada umur 0 <5 tahun terdapat 1 penderita (100%) dengan gambaran serologi IgG (-), IgM (+). Pada umur 5 <10 tahun sebagian besar (44,4%) memiliki gambaran serologi IgG (+), IgM (+). Pada umur 10 <15 tahun sebagian besar (75%) memiliki gambaran serologi IgG (+), IgM (-). Sedangkan pada umur 15 tahun sebagian besar (61,5%) memiliki gambaran serologi IgG (+), IgM (-). Analisis Kejadian DBD Berdasarkan Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kecamatan Purwoharjo Hasil analisis kejadian DBD berdasarkan Angka Bebas Jentik (ABJ) disajikan dalam tabel 6.Berdasarkan hasil penelitian analisis kejadian DBD berdasarkan Angka Bebas Jentik (ABJ) dari tabel 6, diketahui bahwa angka prevalensi kejadian DBD pada ABJ 95% lebih tinggi dibandingkan dengan ABJ < 95%. Berdasarkan hasil uji statistik Fisher's Exact Test diperoleh p-value sebesar 1,000 yang berarti p-value> 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan kejadian DBD. Pemetaan Kejadian DBD Berdasarkan Angka Bebas Jentik (ABJ) dan Jenis Infeksi Virus Dengue Kecamatan Purwoharjo merupakan daerah endemis demam berdarah dengue dengan membawahi wilayah kerja Puskesmas Purwoharjo dan Puskesmas Grajagan. Pemetaan kejadian demam berdarah dengue berdasarkan Angka Bebas Jentik (ABJ) dan Jenis Infeksi Virus Dengue dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG). Langkah-langkah yang dilakukan adalah mengumpulkan, mempersiapkan dan menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. Data yang digunakan antara lain : 1) peta Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi dalam format.shp file yang di dalam peta shp tersebut terdapat atribut kabupaten, kecamatan, kelurahan atau desa; 2) data ABJ per kelurahan atau desa yang diperoleh dari Puskesmas Purwoharjo dan Puskesmas Grajagan; 3) data penderita demam berdarah dengue berupa jenis kelamin, umur, alamat tempat tinggal; 4) data infeksi virus dengue yang diperoleh dari pemeriksaan serologis IgG dan IgM dengan menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT); 5) titik koordinat tempat tinggal penderita demam berdarah dengue berupa latitude dan longitude yang diperoleh dari kunjungan ke rumah dengan mengunakan Global Positioning System (GPS). Setelah semua data yang diperlukan terkumpul kemudian data diolah dan diproses kemudian menampilkan dalam bentuk peta kejadian demam berdarah dengue. Sebaran kasus demam berdarah dengue di Kecamatan Purwoharjo dapat dilihat pada gambar 2. Hal 37
9 yang lebih tua, sedangkan aktivitasnya sering bermain atau sekolah, dimana selama beberapa jam atau bahkan hampir seharian berada di dalam kondisi dan waktu yang meningkatkan risiko terkena gigitan nyamuk penular DBD bahkan multibiting yang juga dapat meningkatkan risiko terkena infeksi sekunder sehingga meningkatkan risiko terkena DBD. Hasil penelitian Dardjito, dkk (2008), menunjukkan bahwa kelompok umur < 12 tahun berisiko 19,056 kali terkena DBD dibandingkan kelompok umur 12 tahun. Gambar 2. Pemetaan Kejadian DBD Berdasarkan ABJ dan Jenis Infeksi Virus Dengue PEMBAHASAN Karakteristik Responden Hasil penelitian menunjukkan angka prevalensi laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Tingginya prevalensi kejadian DBD pada jenis kelamin laki-laki disebabkan tingginya aktivitas di luar rumah pada saat nyamuk Ae. aegyptiaktif menggigit pada siang hari dengan 2 puncak aktivitas yaitu pada pukul dan yang menyebabkan risiko tergigit oleh nyamuk Ae. aegyptidi setiap tempat sangat besar pada laki-laki (Sudarmo, 2004). Rasio jenis kelamin selalu diperhitungkan dalam berbagai peristiwa penyakit tertentu karena bila suatu penyakit lebih tinggi frekuensinya pada pria dibanding perempuan, tidak selalu berarti pria mempunyai risiko lebih tinggi, hal ini dipengaruhi oleh rasio jenis kelamin pada populasi tersebut (Ridwan, 2009). Hasil penelitian juga menunjukkan angka prevalensi pada kelompok umur 0 - <5 tahun lebih tinggi daripada kelompok umur 5 <10 tahun, 10 <15 tahun dan 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa umur merupakan salah satu faktor risiko kejadian DBD dan umur yang lebih muda lebih rentan terkena DBD. Menurut WHO (2009), kelompok umur < 12 tahun memiliki daya tahan tubuh yang masih rendah dibandingkan kelompok umur Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi Keberadaan jentik Ae. aegyptidi suatu daerah merupakan indikator terdapatnya populasi nyamuk Ae. aegyptidi daerah tersebut. Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah persentase jumlah rumah atau bangunan yang tidak ditemukan jentik terhadap jumlah rumah atau bangunan yang diperiksa.sampai saat ini vaksin dan obat virus DBD belum ditemukan, sehingga salah satu strategi utamadan paling efektif untuk pengendalian penyakit DBD adalah dengan cara melakukan upayapreventif dengan pemutusan rantai penularan melalui gerakan PSN-DBD. Ukuran atau indikator keberhasilan PSN DBD adalah ABJ 95% yang diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi (Kemenkes RI, 2011 b ). Hasil penelitian diperoleh 2 Desa yang berhasil melaksanakan PSN DBD dengan ABJ 95%, yaitu Desa Bulurejo dan Desa Sidorejo. Sedangkan 6 Desa (Desa Purwoharjo, Desa Kradenan, Desa Grajagan, Desa Glagahagung, Desa Karetan dan Desa Sumberasri) masih di bawah 95%. Hal ini menunjukkan daerah tersebut sebagian besar PSN DBD masih rendah sehingga rawan untuk terjadinya DBD dan mempunyai peluang lebih besar untuk terjadinya KLB apabila tidak diambil tindak lanjut terhadap keberadaan vektor penular DBD. Perlu kewaspadaan dini terhadap peningkatankasus dan atau faktor resiko DBD, seperti: adanya peningkatan populasinyamuk, penurunan ABJ <95%, adanya perubahan cuaca, dan peningkatantempat-tempat perindukan(kemenkes RI, 2011 b ).Belum ada obat anti virus untuk mengatasi infeksi virus Dengue, makamemutus rantai penularan, pengendalian vektor DBD dianggap yangterpenting saat ini.dbd merupakan salah Hal 38
10 satu penyakit berbasis lingkungan, oleh karena itu pengendalian vektornya tidak mungkin berhasil dengan baik tanpa melibatkan peranserta masyarakat termasuk lintas sektor, lintas program, LSM, tokoh masyarakat dan penyandang dana. Pengendalian vektor DBD harus berdasarkan pada data daninformasi tentang bioekologi vektor, situasi daerah termasuk sosial budayanya.beberapa metode pengendalian vektor antara lain dengan: a) Kimiawidengan insektisida dan larvasida, b) Biologi dengan menggunakan musuh alamiseperti predator, bakteri dll, c) Managemen lingkungan seperti mengelola ataumeniadakan habitat perkembangbiakan nyamuk yang terkenal dengan 3 M plus ataugerakan PSN (pengendalian sarang nyamuk), d) penerapan peraturan perundangan,e) meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian vektor. Pengendalian vektor terpadu atau dikenal sebagai Integrated VectorManagement(IVM) adalah pengendalian vektor yang dilakukan denganmenggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor, berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas dan efektivitas pelaksanaannya sertakesinambungannya. Jenis Infeksi Virus Dengue Pada Kejadian DBD Pemeriksaan serologis IgG dan IgM pada penderita DBD diperlukan untuk mempertajam diagnosis DBD dan untuk membedakan antara infeksi primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi sekunder lebih banyak daripada infeksi primer. Hal ini disebabkan wilayah di Kecamatan Purwoharjo sebagian besar memiliki ABJ < 95%, sehingga sangat besar kemungkinan risiko terkena gigitan nyamuk penular DBD bahkan multibiting. Mengingat infeksi primer terjadi pada pasien tanpa riwayat terkena infeksi dengue sebelumnya, yang ditandai dengan meningkatnya kadar IgM lebih dahulu yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar IgG. Sedangkan infeksi sekunder terjadi pada pasien dengan riwayat paparan virus dengue sebelumnya, kekebalan terhadap virus dengue yang sama atau homolog muncul seumur hidup, namun setelah beberapa waktu bisa terjadi infeksi dengan virus dengue yang berbeda. Jika pasien yang terinfeksi kedua kali dengan serotype virus yang berbeda, lebih berpeluang untuk menderita infeksi yang berat seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) maupun Sindrom Syok Dengue (SSD). Infeksi dengue sekunder sering menghasilkan demam tinggi dan pada banyak kasus disertai dengan terjadinya pendarahan (haemorrhagic) dan gangguan sirkulasi (circulatory failure). Infeksi dengue sekunder ditunjukkan dengan titer antibodi IgG meningkat dalam 1-2 hari setelah gejala muncul dan merangsang respon antibodi IgM setelah 20 hari infeksi (Kemenkes RI, 2011 a ).Dengan terdeteksinya IgG-anti dengue dapat diketahui infeksi sekunder lebih awal, karena pada infeksi sekunder dapat muncul manifestasi berat bila terjadi infeksi ulangan oleh virus dengue yang serotipenya berbeda dengan infeksi sebelumnya. Infeksi sekunder dikhawatirkan dapat jatuh pada keadaan yang lebih berat seperti Sindrom Syok Dengue (SSD). Hasil penelitian yang dilakukan Putu dan A.A.W. Lestari(2014), menunjukkan bahwa pasien dengan infeksi sekunder lebih sering menimbulkan efek perdarahan parah dan kegagalan sistem sirkulasi yang berakibat syok, untuk itu harus dilakukan perawatan yang tepat dan cepat dari tenaga kesehatan terhadap kejadian DBD, jika tidak maka dapat menimbulkan perdarahan parah dan kegagalan sistem sirkulasi yang berakibat syok dan dapat menyebabkan kematian. Tantracheewathorn T, dan Tantracheewathorn S., (2007),dari penelitiannya menyimpulkanbahwa usia, jenis kelamin, dan status gizi bukanmerupakanfaktor risiko SSD, sedangkan infeksi sekundermerupakanfaktor risiko SSD.Gonzales, dkk (2006), juga menyimpulkan bahwainfeksi dengue berat lebih dominan pada usia 4-9 bulan dananak usia 5-9 tahun serta pada infeksi sekunder.gonzales, dkk (2005),didapatkan bahwa berdasarkan hasil serologidengue rapid test,29%kasus DBD mengalami syok. Pasien DBD dan SSD sebagian besar adalah infeksi sekunder, sedangkandd sebagian besar dengan infeksi primer. Maka penting untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder untuk prognosis DBD yang lebih baik dan tidak hanya sekedar menemukan hasil pemeriksaan IgG dan IgM positif atau negatif, serta perlu perhatian khusus dan penanganan yang cepat dan tepat terhadap infeksi virus Hal 39
11 dengue sekunder karena dapat menimbulkan perdarahan parah dan kegagalan sistem sirkulasi yang berakibat syok dan dapat menyebabkan kematian. Analisis Kejadian DBD Berdasarkan Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kecamatan Purwoharjo Keberadaan jentik di suatu wilayah diketahui dengan indikator ABJ. ABJ merupakan persentase rumah atau tempat umum yang tidak ditemukan jentik (Kemenkes, 2011 b ). Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan kejadian DBD. Hal ini disebabkan banyak faktor yang menyebabkan kejadian DBD, antara lain : 1) Untuk mendapatkan Angka Bebas Jentik (ABJ) peneliti tidak melakukan pemeriksaan jentik sendiri tetapi ABJ yang dipakai menggunakan data sekunder yang diperoleh dari puskesmas sehingga perlu dipertanyakan validitas data ABJ apakah pemeriksaan jentik yang telah dilakukan, sudah dilakukan dengan benar. ABJ didapatkan pada saat Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) yang dilakukan secara berkala minimal 3 bulan sekali oleh masing-masing puskesmas terutama di desa/kelurahan endemis (cross check) pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti di 100 sampel rumah/bangunan yang dipilih secara acak serta diulang untuk setiap siklus pemeriksaan (Kemenkes RI, 2011 b ). Contoh cara memilih sampel 100 rumah/bangunan sebagai berikut: a) Dibuat daftar RW dan RT untuk tiap desa/kelurahan; b) Setiap RT diberi nomor urut; c) Dipilih sebanyak 10 RT sampel secara acak (misalnya dengan cara systematic random sampling) dari seluruh RT yang ada di wilayah desa/kelurahan; d) Dibuat daftar nama kepala keluarga (KK) atau nama TTU dari masingmasing RT sampel atau yang telah terpilih; e) Tiap KK/rumah/TTU diberi nomor urut, kemudian dipilih 10 KK/rumah/TTU yang ada di tiap RT sampel secara acak (misalnya dengan cara systematic random sampling). Pemeriksaan jentik yang benar dilakukan dengan cara sebagai berikut: a) Memeriksa tempat penampungan air dan kontainer yang dapat menjadi habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. di dalam dan di luar rumah untuk mengetahui ada tidaknya jentik; b) Jika pada penglihatan pertama tidak menemukan jentik, tunggu kirakira 1/2-1 menit untuk memastikan bahwa benar-benar tidak ada jentik; c) Menggunakan senter untuk memeriksa jentik di tempat gelap atau air keruh. 2) Pelaksanaan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) juga merupakan kegiatan yang paling berpengaruh terhadap keberadaan jentik di tempat penampungan air karena berhubungan secara langsung. Keberadaan jentik nyamuk di tempat penampungan air dapat berkurang bahkan hilang, jika seseorang melakukan praktik PSN dengan benar. Seseorang melakukan praktik PSN DBD berarti telah melaksanakan praktik pencegahan (preventif) yang merupakan aspek dari perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance) dan pelaksanaan perilaku kesehatan lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Pemeriksaan jentik dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik (jumantik) pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Tujuan pemeriksaan jentik adalah untuk melakukan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD dan memotivasi keluarga dan masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD. Dengan kunjungan yang berulang-ulang disertai penyuluhan diharapkan masyarakat dapat melakukan PSN DBD secara teratur dan terus-menerus (Depkes RI, 2010). Pengendalian DBD akan optimal jika semua wilayah meningkatkan kemampuan penduduknya yang meliputi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, pimpinan lembaga pemerintah, swasta dan organisasi kemasyarakatan sehingga mampu mencegah dan melindungi diri dari penularan DBD melalui perubahan perilaku (PSN DBD) dan kebersihan lingkungan baik yang ada di lingkungan dalam maupun di luar rumah agar bebas dari tempat perkembangbiakan vector DBD. 3) Mobilitas masyarakat yang tinggi, masyarakat tidak hanya beraktivitas di daerah dengan ABJ 95%, namun juga beraktivitas di daerah dengan ABJ < 95%. Mengingat sebagian besar infeksi virus dengue atau kasus DBD berada di daerah dengan ABJ < 95%, sehingga memungkinkan masyarakat untuk tergigit nyamuk Aedes aegypti pada saat beraktivitas di daerah dengan ABJ < 95%.Kemungkinan besar haltersebut terjadi karena kemajuan bidang transportasiyang meningkatkan mobilitas penduduk sehingga memudahkanpenyebaran sumber penular Hal 40
12 DBD dari satu kotakekota yang lain atau dari kota ke desa. Mobilitas pendudukyang tinggi tersebut disebabkan oleh lokasi pekerjaan,pencarian pelayanan kesehatan, belanja ke luardaerah,atau mengunjungi sanak keluarga. Hasil penelitian yang dilakukan Utami (2015) menyatakan bahwa mobilitas penduduk dan perilakumasyarakat memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian DBD.Mobilitas memudahkan penularan dari satu tempat ke tempat lain dan biasanya penyakit menular dimulai dari pusat sumber penularan kemudian mengikuti lalu lintas penduduk. Semakin tinggi mobilitas semakin besar kemungkinan penyebaran penyakit DBD. Menghadapi mobilitas penduduk yang tinggi, diperlukan kerjasama antar wilayah dalam upaya pengendalian penyakit DBD. Upaya pengendalian DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sektor kesehatan saja, tetapi diperlukan kemitraandengan melibatkan berbagai sektor yaitu lembaga pemerintah, dunia usaha, mediamassa dan organisasi masyarakat lainnya dalam upaya menanggulangi masalahkesehatan khususnya Demam Berdarah Dengue (DBD),sehingga hasil yang dicapai lebih optimal dan saling menguntungkan (Kemenkes RI, 2011 b ). Pemetaan Kejadian DBD Berdasarkan Angka Bebas Jentik (ABJ) dan Jenis Infeksi Virus Dengue Pemetaan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) menunjukkan bahwa kasus DBD tidak hanya terjadi pada daerah dengan ABJ < 95% namun juga terjadi pada daerah dengan ABJ 95%. Hal ini karena daerah dengan ABJ 95% dikelilingi oleh daerah dengan ABJ < 95%, sehingga kemungkinan terjadi infeksi dan penyebaran nyamuk Aedes aegypti dari daerah dengan ABJ < 95% menuju ke daerah dengan ABJ 95%, mengingat kemampuan terbang nyamuk Aedes sp. betina rata-rata 40 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh (Kemenkes RI, 2011). Suatu daerah akan terbebas dari kejadian DBD apabila didukung daerah di sekitarnya juga terbebas dari jentik (ABJ 95%), karena itu ABJ 95%harus diupayakan pada seluruh desa agar upaya pencegahan dan penanggulangan DBD dapat terlaksana secara optimal. Pemetaan juga menunjukkan bahwa infeksi primer maupun infeksi sekunder sebagian besar terjadi di daerah dengan ABJ < 95%. Hal ini perlu diwaspadai dan perhatian khusus mengingat ABJ di Kecamatan Purwoharjo sebagian besar di bawah 95% yang menunjukkan wilayah tersebut merupakan daerah sensitif atau rawan DBD dan memiliki peluang lebih besar untuk terjadinya epidemi apabila tidak diambil tindak lanjut terhadap keberadaan vektor penular DBD. Infeksi primer hanya terjadi di desa Sumberasri, hal ini menimbulkan dugaan hanya terdapat 1 jenis serotype virus dengue di desa Sumberasri mengingat infeksi primer terjadi tanpa riwayat terkena infeksi dengue sebelumnya dengan virus dengue yang sama atau homolog, namun perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis serotype di desa Sumberasri. Sedangkan infeksi sekunder menyebar di 5 desa, dan terbanyak di Desa Kradenan sebanyak 7 kasus (ABJ < 95%), kemudian diikuti Desa Grajagan sebanyak 5 kasus (ABJ < 95%), Desa Purwoharjo sebanyak 3 kasus (ABJ < 95%), Desa Glagahagung 2 kasus (ABJ < 95%), Desa Karetan (ABJ < 95%) dan Desa Bulurejo (ABJ 95%) sebanyak 1 kasus. Hal ini juga menimbulkan dugaan terdapat beberapa jenis serotype virus dengue di 5 desa tersebut mengingat infeksi sekunder terjadi dengan riwayat paparan virus dengue sebelumnya kemudian terinfeksi kedua kali dengan serotype virus yang berbeda, namun perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis serotype di 5 desa yang terdapat infeksi sekunder. Perlu perhatian lebih pada wilayahwilayah kecamatan dengan ABJ rendah dan analisis kejadian DBD dengan menggunakan pemetaan atau Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk mempelajari hubungan sebaran kejadian DBD dengan variabel yang mempengaruhinya, serta digunakan dalam kegiatan deteksi secara dini wilayah-wilayah yang berpotensi kejadian DBD tinggi serta prioritas penanganannya. Upaya pengendalian sangat penting dilakukan untuk mencegah semakin luasnya transmisi virus dengue di wilayah Kecamatan Purwoharjo yaitu dengan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD dengan 3M plus. Salah satu sarana yang dapat digunakan adalah dengan pemberdayaan masyarakat dan masyarakat Hal 41
13 akan lebih bersemangat dalam praktik PSN apabila didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Disamping itu penggerakan Juru Pemantau Jentik (Jumantik) juga dapat menurunkan rumah positif jentik, hal ini sesuai dengan penelitian Taviv dkk (2010), yang menyatakan bahwa pemanfaatan ikan cupang plus pemantau jentik efektif meningkatkan ABJ dan menurunkan House Index (HI), Container Index (CI), dan Breteau Index (BI). SIMPULAN Angka prevalensi kejadian DBD pada jenis kelamin laki-laki lebih tinggi daripada perempuan dan angka prevalensi kejadian DBD tertinggi pada kelompok umur 0 <5 tahun. ABJ di Keamatan Purwoharjo sebagian besar masih di bawah 95% yang menunjukkan daerah tersebut merupakan daerah rawan DBD dan mempunyai peluang lebih besar untuk terjadinya KLB apabila tidak diambil tindak lanjut terhadap keberadaan vektor penular DBD. Infeksi primer maupun infeksi sekunder sebagian besar terjadi di daerah dengan ABJ < 95%.Tidak ada hubungan antara Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan kejadian DBD karena data ABJ menngunakan data sekunder dan suatu daerah akan terbebas dari kejadian DBD apabila didukung daerah di sekitarnya juga terbebas dari jentik ( ABJ 95%). SARAN Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini diantaranya bagi stakeholder atau instansi terkait : 1. Lebih meningkatkan penyuluhan tentang faktor risiko tejadinya DBD dan pencegahan DBD dengan PSN DBD (3M Plus) tanpa mengesampingkan daerah yang bebas jentik serta alat pelindung diri agar terhindar dari gigitan nyamuk Aedes. Aegypti 2. Memberdayakan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dilakukan secara serempak dan berkesinambungan. 3. Melaksanakan pemeriksaan jentik secara rutin setiap 3 bulan sekali dan mengaktifkan juru pemantau jentik 4. Perlu perhatian khusus dan penanganan yang cepat dan tepat terhadap infeksi virus dengue sekunder karena dapat menimbulkan perdarahan parah dan kegagalan sistem sirkulasi yang berakibat syok dan dapat menyebabkan kematian. DAFTAR PUSTAKA Balitbangkes, (2007). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Basundari S.U., (2008). Pemanfaatan Antibodi Dalam Diagnosis Demam Berdarah Dengue. Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol.7, No.3. hlm Dardjito, E., Yuniarno,S., Wibowo, C., Saptaprasetya DL, A., Dwiyanti, H., (2008). Beberapa Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Banyumas. Media Litbang Kesehatan. Vol.XVIII, no.3 Tahun 2008, hlm Depkes RI., (2010). Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Ditjen PP&PL Depkes RI. Gonzales D, Osvaldo E, Peres J, Eric Martines, Suzan V, Castro G., (2005). Classical dengue haemorrhagic fever resulting from two dengue infections spaced 20 years of more apart: Havana, dengue 3 epidemic InternationalJournalof Infection Disease. 2005; 9: Hammond S.N., Balmaseda A., Perez L., Tellez Y., Saborio S.A., (2006). Differences in dengue severity in infants, children, and adults in a 3years hospitalbase study in Nicaragua. TheAmerican Journalof Tropical Medicineand Hygiene. 2006;73: Hariyana B., (2007). Pengembangan Sistem Informasi Surveilans Epidemiologi Demam Berdarah Dengue untuk Kewaspadaan Dini dengan Sistem Informasi Geografis di Wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara.Tesis. Sumatera: Universitas Diponegoro. Hal 42
14 Kemenkes RI., (2011 a ). Petunjuk Teknis Penggunaan Rapid Diagnostic Test (Rdt) Untuk Penunjang Diagnosis Dini DBD. Jakarta: Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis-Dit PPBB- Ditjen PP dan PL. Kemenkes RI., (2011 b ). Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Ditjen PP&PL Kementerian Kesehatan RI. Kemenkes RI., (2014). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Murdani, A.P., (2015). Analisis Kejadian DBD Berbasis Pemetaan Angka Bebas Jentik (ABJ) dan Gambaran Serologis (IgG dan IgM) di Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi, Tesis, Universitas Airlangga Surabaya. Notoatmodjo S., (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Putu G.H.W. dan A.A.W. Lestari, (2014). Gambaran Serologis Igg-Igm Pada Pasien Demam Berdarah di RSUP Sanglah Periode Juli-Agustus FK Universitas Udayana. Ridwan, R. dan Mujida, A.M., (2009). Pemetaan dan Analisis Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Bantaeng Propinsi Sulawesi Selatan,Tesis,Universitas HasanuddinMakasar. Sudarmo S.P., (2004). Masalah Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Tantracheewathorn T, dan Tantracheewathorn S., (2007). Risk factors of dengue shock syndrome in children. Journal of the Medical Association of Thailand. 2007; 90(2) :272-7 Taviv, Y, Akhmad Saikhu dan Hotnida Sitorus, (2010). Pengendalian DBD melalui Pemanfaatan Pemantau Jentik dan Ikan Cupang di Kota Palembang. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 38, No. 4, 2010, hlm Utami, R.S.B., (2015). Hubungan Pengetahuan, Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (Studi kasus di Kelurahan Putat Jaya Surabaya Tahun ), Skripsi, Universitas Airlangga Surabaya. WHO, (2009). Dengue guidelines for diagnosis treatment, prevention and control new edition WHO Hal 43
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dari genus Flavivirus ditularkan melalui gigitan nyamuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue atau disingkat DBD merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kasus DBD di dunia pada tahun 2010
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health Organization (WHO) menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) termasuk salah satu penyakit yang tersebar di kawasan Asia Tenggara dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama hampir dua abad, penyakit Demam Berdarah Dengue dianggap sebagai penyakit penyesuaian diri seseorang terhadap iklim tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akut bersifat endemik yang di sebabkan oleh virus dengue yang masuk ke peredaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan dampak sosial dan ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pada dekade terakhir menjadi masalah kesehatan global, ditandai dengan meningkatnya kasus DBD di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang lebih dikenal dengan singkatan DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan merupakan vector borne disease
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam
Lebih terperincimasyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menurut Sistem Kesehatan Nasional adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat,
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakit menular yang jumlah kasusnya dilaporkan cenderung meningkat dan semakin
Lebih terperinciINFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE
INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE I. Kondisi Umum Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota
Lebih terperinciBAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan FKUI, 2002:Hal
Lebih terperinciPENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015
PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue/dbd merupakan salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.
BAB I PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk keperedaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus aedes
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae yang mempunyai empat serotipe,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang harus lebih mengutamakan upaya promotif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs) poin ketiga yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua
Lebih terperinciPromotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PELAKSANAAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN TALISE KECAMATAN PALU TIMUR KOTA PALU 1) DaraSuci 2) NurAfni Bagian Epidemiologi
Lebih terperinciDemam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD banyak
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG
BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh vektor masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam Berdarah Dengue
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap individu masyarakat yang harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk memproteksi masyarakatnya
Lebih terperinciAl Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman
Al Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman 44-48 44 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP,TINDAKAN MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH PUSKESMAS MARTAPURA KABUPATEN BANJAR TAHUN 2011
Lebih terperinciSumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Insidensi DBD di seluruh dunia telah meningkat tajam dalam beberapa dekade terakhir. Lebih dari 2,5 miliar orang atau 40% penduduk dunia beresiko untuk terkena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub tropis, dan menjangkit
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit DBD banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama, tetapi kemudian merebak kembali. Chikungunya berasal dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (DHF) merupakan penyakit infeksi tropik yang disebabkan oleh virus dengue dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhage Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi tropik yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia yang jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti yang banyak ditemukan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, yang jumlah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang optimal adalah tingkat kondisi kesehatan yang tinggi dan mungkin dicapai pada suatu saat yang sesuai dengan kondisi dan situasi serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropik di seluruh
Lebih terperinciGAMBARAN SEROLOGIS IgG-IgM PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DI RSUP SANGLAH PERIODE JULI-AGUSTUS 2014 ABSTRAK
GAMBARAN SEROLOGIS IgG-IgM PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DI RSUP SANGLAH PERIODE JULI-AGUSTUS 204 Putu Gde Hari Wangsa, A.A. Wiradewi Lestari 2 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp. Virus dengue ada empat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular infeksi yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui nyamuk. Penyakit ini merupakan penyakit yang timbul di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengue (DEN) dari kelompok Arbovirus B, yaitu termasuk arthtropod-borne virus
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di tanah air. Sejak pertama kali dilaporkan yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditransmisikan melalui cucukan nyamuk dari genus Aedes,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban masalah kesehatan masyarakat terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis. DBD banyak ditemukan di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypty dan atau Aedes albopictus. Infeksi virus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia, terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005
ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005 Oleh: TH.Tedy B.S.,S.K.M.,M.Kes. PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang No.23
Lebih terperinciPERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE
Yunita K.R. dan Soedjajadi K., Perilaku 3M, Abatisasi PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE 3M Behavior, Abatitation, Aedes aegypti Larva
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat baik fisik, mental, spiritual maupun sosial yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis. Pemerintah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan utama masyarakat internasional dan merupakan jenis penyakit yang berpotensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus
Lebih terperinciHUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN TINGKAT ENDEMISITAS DBD DI KOTA MAKASSAR
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN TINGKAT ENDEMISITAS DBD DI KOTA MAKASSAR THE RELATIONSHIP OF THE ENVIRONMENTAL FACTORS TO THE LEVEL OF DENGUE ENDEMICITY IN THE CITY OF MAKASSAR Suryadi Hs. Rahim 1, Hasanuddin
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari tiga dasawarsa, derajat kesehatan di Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan angka kematian bayi
Lebih terperinciFajarina Lathu INTISARI
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT DBD DI WILAYAH KELURAHAN DEMANGAN YOGYAKARTA Fajarina Lathu INTISARI Latar
Lebih terperinciBAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui
1 BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) atau lazimnya disebut dengan DBD / DHF merupakan suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu dengue shock syndrome (DSS). Kewaspadaan dini terhadap. tanda-tanda syok pada penderita demam berdarah dengue (DBD)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi virus dengue dapat menimbulkan manifestasi yang serius yaitu dengue shock syndrome (DSS). Kewaspadaan dini terhadap tanda-tanda syok pada penderita
Lebih terperinciHUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I
0 HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia, terutama negara-negara tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama jumlah penderita DBD
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sulit ditanggulangi di Indonesia. Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penyakit menular cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang, dengan angka kematian penyakit menular cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta
Lebih terperinciHUBUNGAN KEBERADAAN BREEDING PLACES, CONTAINER INDEX DAN PRAKTIK 3M DENGAN KEJADIAN DBD (STUDI DI KOTA SEMARANG WILAYAH BAWAH)
HUBUNGAN KEBERADAAN BREEDING PLACES, CONTAINER INDEX DAN PRAKTIK 3M DENGAN KEJADIAN DBD (STUDI DI KOTA SEMARANG WILAYAH BAWAH) Widya Gian Argintha *), Nur Endah Wahyuningsih **), Dharminto ***) *)Mahasiswa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, sering muncul sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropisdan sub tropis, dan menjangkit
Lebih terperinciPenyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah sub tropis dan tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dan yang terbaru adalah Den-5.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes spp. betina yang membawa virus dengue yang termasuk dalam golongan Flavivirus.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) dan dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Jumlah penderita maupun luas daerah penyebarannya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki dasar yang kuat,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan gambaran klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan gambaran klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai leukopenia,
Lebih terperinciPETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) UNTUK PENUNJANG DIAGNOSIS DINI DBD
PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) UNTUK PENUNJANG DIAGNOSIS DINI DBD I. PENDAHULUAN Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit
Lebih terperinciI. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup
I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Hal ini mengakibatkan sejumlah rumah sakit menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat penting di Indonesia dan sering menimbulkan suatu kejadian luar biasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah terinfeksi salah satu dari empat subtipe virus dengue (Sulehri, et al.,
Lebih terperinciPERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS DAN LABORATORIS ANTARA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN IgM+IgG+ DAN PASIEN DBD DENGAN IgM-IgG+ SKRIPSI
PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS DAN LABORATORIS ANTARA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN IgM+IgG+ DAN PASIEN DBD DENGAN IgM-IgG+ SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar paling cepat yang disebabkan oleh virus nyamuk. Dalam 50 tahun terakhir, insiden telah meningkat 30 kali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak itu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue adalah salah satu penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ada diseluruh daerah tropis dan subtropis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serotype virus dengue adalah penyebab dari penyakit dengue. Penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit dengue (demam berdarah) adalah sebuah penyakit yang disebarkan oleh nyamuk (penyakit yang dibawa nyamuk). Salah satu dari empat serotype virus dengue
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan perubahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan global di seluruh dunia dan sering terjadi di negara tropis dan sub tropis, terutama di daerah perkotaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 2,5 milyar manusia yang merupakan 2/5 dari penduduk dunia mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya sekitar 50 sampai 100 juta penderita
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk sebagai vektornya adalah Demam
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk sebagai vektornya adalah Demam Berdarah Dengue (DBD), yang sampai saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia merupakan salah satu penyakit yang endemis, hingga sekarang angka kesakitan DBD cenderung meningkat dan angka Kejadian Luar
Lebih terperinciKEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015
KEPADATAN JENTIK Aedes aegypti sp. DAN INTERVENSI PENGENDALIAN RISIKO PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA PADANG TAHUN 2015 Aidil Onasis (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) ABSTRACT
Lebih terperinciDEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat
129 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Chikungunya sampai saat ini masih tetap menjadi salah satu penyakit menular yang berisiko menyebabkan tingginya angka kesakitan serta masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN
1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan curah hujan tinggi memiliki risiko untuk penyakit-penyakit tertentu, salah satunya adalah penyakit demam berdarah dengue. Penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dikenali di Filipina pada tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus epidemik penyakit serupa dibangkok. Setelah tahun 1958 penyakit
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang berada pada periode triple
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang berada pada periode triple burden. Seiring dengan terjadinya peningkatan kasus penyakit tidak menular, muncul penyakit baru
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis. iklim tropis ini hanya memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan juga musim kemarau. Disaat pergantian
Lebih terperinciSARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan mencapai derajat
Lebih terperinci