BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN. A. Pengertian Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN. A. Pengertian Perjanjian Pemborongan Pekerjaan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN A. Pengertian Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Buku III KUH Perdata berjudul Perihal Perikatan. Perkataan perikatan (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari kata perjanjian, sebab dalam Buku III itu, diatur juga perihal hubungan hukum dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan. Tetapi sebagian besar dari Buku III diajukan pada perikatanperikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Jadi berisikan hukum perjanjian. 10 Bentuk perjanjian melakukan pekerjaan termasuk dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Buku III Bab VII A pada Pasal Pasal tersebut dinyatakan bahwa: Selain Perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa, yang diatur oleh ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada, oleh kebiasaan, maka adalah dua macam perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya dengan menerima upah; pekerjaan perburuhan dan pemborongan pekerjaan. Perjanjian perburuhan menurut pasal 1601 a dinyatakan bahwa: Perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di 10 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1995) hlm.122

2 bawah perintah pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu adalah perjanjian dimana pihak yang satu menghendaki agar pihak yang lain melakukan suatu pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Untuk itu pihak yang menghendaki hasil pekerjaan tersebut bersedia membayar biaya, sedangkan apa yang akan dilakukan oleh pihak pemberi jasa, dalam melakukan pekerjaan tersebut sama sekali terserah padanya. Biasanya mereka adalah seorang ahli dalam melakukan pekerjaan tersebut dan selalu sudah memasang tarif untuk jasanya. 11 Pemborongan kerja dalam Bahasa Belanda disebut dengan "aanneming van werk". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, kata borong mempunyai makna melakukan pembelian secara besar-besaran, tidak satu-satu atau sedikit-sedikit (tertentu jual-beli, penanganan pekerjaan, dan sebagainya) semuanya secara keseluruhan dalam jumlah besar. 12 Pasal 1601 b KUHPerdata memberikan rumusan mengenai Perjanjian Pemborongan Pekerjaan yaitu: Persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengingkatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Djumialdji menyatakan defenisi perjanjian pemborongan pekerjaan yang terdapat di dalam pasal 1601 b tersebut kurang tepat, karena perjanjian pemborongan adalah perjanjian sepihak, sebab si pemborong hanya mempunyai 11 Mohd. Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan Industrial, (Jakarta: Sarana Bhakti Persada, 2005) hlm Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, Kbbi.web.id

3 kewajiban saja sedangkan yang memborongkan hanya mempunyai hak saja. Defenisi perjanjian pemborongan menurut Djumialdji yaitu bahwa Pemborongan Pekerjaan adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang lain, yang memborong, mengikatkan diri untuk membayar suatu harga yang ditentukan. 13 Ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan di dalam KUH Perdata berlaku baik bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyek swasta maupun pada proyek-proyek pemerintah. Perjanjian pemborongan pada KUH Perdata itu bersifat pelengkap, artinya ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan dalam KUH Perdata dapat digunakan oleh para pihak dalam perjanjian pemborongan atau para pihak dalam perjanjian pemborongan dapat membuat sendiri ketentuanketentuan perjanjian pemborongan asal tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Apabila para pihak dalam perjanjian pemborongan membuat sendiri ketentuan-ketentuan dalam perjanjian pemborongan maka ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata dapat melengkapi apabila ada kekurangannya. 14 Peraturan lain yang juga mengatur mengenai perjanjian pemborongan pekerjaan adalah A.V.1941 singkatan dari Algemene Voorwarden voorde unitvoering bij aanneming van openbare werken in Indonesia (Syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia).AV 1941 berdasarkan surat keputusan pemerintah Hindia Belanda tanggal 28 Mei 1941 No. 13 Djumialdji 1, Op.Cit., hlm.4 14 Ibid., hlm.7

4 9 dan merupakan peraturan standar atau baku bagi perjanjian pemborongan di Indonesia, khususnya untuk proyek-proyek pemerintah. Cara peraturan standar (AV 1941) masuk dalam perjanjian pemborongan sebagai perjanjian standar adalah sebagai berikut: 1. Dengan penunjukan yaitu dalam SPK atau Surat Perintah Kerja atau dalam surat perjanjian pemborongan (kontrak) terdapat ketentuan-ketentuan yang merujuk pada pasal-pasal AV Dengan penandatanganan yaitu dalam SPK atau dalam surat perjanjian pemborongan (kontrak) dimuat ketentuan-ketentuan dari AV 1941 secara lengkap. 15 Peraturan yang terdapat di dalam A.V.1941 sudah banyak yang ketinggalan zaman, sehingga dibentuklah peraturan yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan saat ini. Pengaturan mengenai pemborongan pekerjaan diluar KUH Perdata yaitu Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010, Perpres No. 35 Tahun 2011 (Perubahan Pertama), dan Perpres No. 70 Tahun 2012 (Perubahan Kedua), Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dengan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun Dan untuk BUMN, pengadaan barang/jasa berdasarkan pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Peraturan Menteri BUMN No. PER-15/MBU/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaa Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara. B. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan 15 Ibid., hlm.6

5 Pihak yang terkait dengan perjanjian pemborongan dapat dibedakan menjadi pihak yang terkait secara langsung dan pihak yang tidak terkait secara langsung. Pihak yang tidak tekait secara langsung seperti buruh/tenaga kerja dan lain sebagainya. Mengenai pihak-pihak yang langsung terkait dalam perjanjian pemborongan itu disebut dengan peserta dalam perjanjian pemborongan menurut Djumialdji terdiri dari unsur-unsur: 1. Yang memborongkan/prinsipil/bouwheer/aanbesteder/pemberi tugas dan lain sebagainya. 2. Pemborong/kontraktor/rekanan/aannemer/pelaksana dan sebagainya. 3. Perencana/arsitek. 4. Direksi/pengawas 16 Unsur-unsur dari para pihak yang tersebut diatas, dapat diuraikan sebagai berikut: a. Yang memborongkan Pihak yang memborongkan dapat berupa perorangan ataupun badan swasta. Bagi proyek pemerintah, yang memborongkan adalah departemen atau lembaga pemegang mata anggaran. Yang memborongkan yang mempunyai rencana atau prakarsa memborongkan proyek sesuai dengan Surat Perjanjian Pemborongan atau Kontrak dan apa yang tercantum dalam bestek dan syaratsyarat Ibid., hlm Ibid., hlm.24

6 Si pemberi tugas dalam pelaksanaan pemborongan tersebut dapat diwakili oleh direksi yang bertugas mengawasi pelaksanaan pekerjaan, dalam hal ini dapat ditunjuk seorang arsitek atau seorang utusan yang berwenang untuk melakukan. Dalam pemborongan pekerjaan umum yang dilakukan oleh instansi pemerintah, direksi lazim, ditunjuk dari instansi yang berwenang, biasanya dari instansi pekerjaan Umum atas dasar penugasan ataupun perjanjian kerja. 18 Hubungan antara Yang Memborongkan dengan Pemborong dapat berupa: 1) Apabila Yang Memborongkan adalah pemerintah dan pemborong juga pemerintah, maka hubungannya disebut hubungan kedinasan. 2) Apabila Yang Memborongkan dari pemerintah sedangkan pemborong dari pihak swasta, hubungannya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta di bawah tangan, Surat Perintah Kerja, atau surat perjanjian kerja/kontrak. 3) Apabila Yang Memborongkan maupun Pemborong keduanya merupakan pihak swasta, maka hubungannya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta di bawah tangan, Surat Perintah Kerja, atau surat perjanjian kerja/kontrak. Hubungan antara pemberi tugas dengan perencana dapat berupa: a) Pemberi tugas dari pemerintah dan perencana juga dari pemerintah, maka hubungannya berwujud kedinasan. b) Pemberi tugas dari pemerintah atau swasta, perencana berasal dari pihak swasta yang bertindak sebagai penasihat pemberi tugas, hubungannya dituangkan ke dalam perjanjian melakukan jasa-jasa tunggal. c) Apabila pemberi tugas dari pemerintah atau swasta, dengan perencana swasta yang bertindak sebagai wakil pemberi tugas maka hubungannya dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa (Pasal KUH Perdata). Tugas dari pemberi tugas yaitu: (1) Memeriksa dan menyetujui hasil pekerjaan pemborong (2) Menerima hasil pekerjaan 18 Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1982) hlm.68

7 (3) Membayar harga bangunan. 19 b. Pemborong Pemborong bertindak melakukan pemborongan bangunan sesuai dengan bestek dan syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam kontrak. Dalam melaksanakan pekerjaan pemborongan si pemborong dalam pekerjaan sehari-hari dapat menguasakan pekerjaan tersebut kepada pelaksana (uitvoerder). 20 Pemborong bisa berupa perusahaan-perusahaan yang bersifat perorangan yang berbadan hukum atau yang bergerak dalam bidang pelaksanaan pemborongan pekerjaan. Tugas pemborong adalah: 1) Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bestek 2) Menyerahan pekerjaan. 21 Pemborong yang melaksanakan kegiatan dibidang usaha jasa konstruksi diwajibkan untuk memperoleh izin Menteri Pekerjaan Umum atau Pejabat yang ditunjuk, Izin tersebut adalah Surat Izin Jasa Konstruksi (SIUJK). c. Perencana Perencana adalah pihak yang menyusun rencana bangunan, membuat bestek sesuai kehendak dari si pemberi pekerjaan. Tugas perencanaan dalam pemborongan pekerjaan dilakukan oleh seorang ahli yaitu arsitek. Pada fase perencanaan pekerjaan sebelum terjadinya kontrak pemborongan pekerjaan, perencanaan pada umumnya diserahkan kepada seorang arsitek. Arsitek di sini berfungsi sebagai penasehat bagi pemberi tugas, dan bertugas menyusun rencana 19 Djumialdji 2, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta: Rhineka Cipta, 1995), hlm.8 20 Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Op.Cit., hlm Djumialdji 2, Op.Cit., hlm.9

8 bangunan, menyusun bestek anggaran sesuai yang dikehendaki oleh pemberi tugas untuk dilaksanakan oleh pemborong. Untuk pemborongan yang dilakukan melalui pelelangan, arsitek selaku wakil dari pemberi tugas mewakili pemberi tugas melakukan pengumuman, menyampaikan undangan, memberikan penjelasan-penjelasan tentang pekerjaan dan syarat-syarat pembangunan, serta mempersiapkan kontrak pemborongan bangunan. 22 Tugas dari arsitek dalam proses pemborongan bangunan dapat dibagi atas tingkatan-tingkatan sebagai berikut: 1) Menyusun rencana pekerjaan. Di sini arsitek bertindak sebagai penasehat dari pemberi tugas dan belum bertindak sebagai wakil dari pemberi tugas, sehingga belum ada unsur perwakilan di sini. Dalam praktek kemungkinan terjadi bahwa rencana pekerjaan ini diserahkan pada konsultan. 2) Membantu proses pelelangan pekerjaan dan proses terjadinya perjanjian, disini arsitek bertindak sebagai wakil dari pemberi tugas. Pada fase pelelangan, bertugas melakukan pengumuman, memberikan undangan, memberikan penjelasan-penjelasan dan menyusun rencana perjanjian. 3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan yang dilakukan pemborong. Di sini arsitek bertugas sebagai direksi, mewakili pemberi tugas melakukan pengawasan terhadap pekerjaan pemborong. 23 d. Direksi Direksi di dalam perjanjian pemborongan pekerjaan mempunyai tugas untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan pemborong. Pengawas memberi petunjuk-petunjuk, memborongkan pekerjaan, memeriksa bahan-bahan, waktu pembangunan berlangsung dan akhirnya membuat penilaian terhadap pekerjaan. Pengawasan pelaksanaan berarti mewakili yang memborongkan dalam segala hal yang menyangkut pelaksanaan yaitu memberi pimpinan dan 22 Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Op.Cit., hlm Ibid., hlm.76

9 mengadakan pengawasan dalam pelaksanaan pekerjaan. Hubungan hukum antara direksi dengan Yang Memborongkan diatur sebagai berikut: 1) Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut dengan hubungan kedinasan. 2) Apabila direksi pihak swasta sedangkan yang memborongkan pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian kuasa, dimana yang memberi kuasa pihak yang memborongkan (pemerintah) sedangkan yang diberi kuasa adalah pihak direksi atau swasta. 3) Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian kuasa. 24 Pengawas lapangan adalah pengawas yang bertugas melakukan pengawasan di lapangan. Tugas pengawasan lapangan adalah sebagai berikut: a) Melakukan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan proyek di lapangan agar sesuai dengan ketentuan dokumen kontrak dan syarat-syarat spesifikasi teknis. b) Melaksanakan pengawasan dan memberikan petunjuk kepada pihak kontraktor/pelaksana dan menjaga hasil pelaksanaan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis dan jadwal waktu yang telah ditentukan sepanjang kegiatan yang diaksanakan dalam kontrak. c) Membuat laporan teknis kemajuan dan hambatan di lapangan baik secara harian maupun mingguan kepada direksi teknis pekerjaan proyek. 25 Selain pengawasan di lapangan, juga dikenal pengawas teknis. Pengawas teknis mempunyai tugas: (1) Melaksanakan penelitian dan pengecekan lapangan atas kebenaran dan hasilnya dituangkan kedalam berita acara kemajuan fisik dan berita acara pembayaran. (2) Memeriksa lapangan yang diserahkan oleh pemborong. (3) Buku harian yang berisi catatan lengkap atas kejadian dan kenyataan sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan dan telah ditandatangani oleh pengawas lapangan kontraktor harus disimpan oleh direksi teknis. (4) Menghitung biaya-biaya pekerjaan permanen yang diserahkan oleh kontraktor Djumialdji 1, Op.Cit., hlm Ibid.

10 Pasal 1 Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No. 12 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa juga menyebutkan pihak yang terdapat di dalam pengadaan barang dan jasa, pihak tersebut adalah: (a) Pengguna barang dan jasa, yaitu pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang dan /atau jasa milik Negara/Daerah di masing-masing Kementerian/Lembaga/Satuan Perangkat Daerah/Instansi lainnya. (b) Pengguna Anggaran (PA), yaitu pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Perangkat Daerah atau pejabat yang disamakan pada Institusi Pengguna APBN/APBD. (c) Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), yaitu pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh kepala daerah untuk menggunakan APBD. (d) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yaitu pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa. (e) Pejabat Pengadaan, yaitu personil yang ditunjuk untuk melaksanakan pengadaan langsung. (f) Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institsi lain (APIP), yaitu apart yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi. 26 Ibid.,hlm. 35

11 (g) Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/pekerjaan konstruksi/jasa Konsultansi/Jasa lainnya. Para pihak yang terdapat di dalam Pasal 1 Peraturan Menteri BUMN PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaa Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara, tidak sebanyak yang diatur di dalam Perpres, para pihak yang diatur yaitu: [1] Pengguna Barang dan Jasa, adalah BUMN pemilik pekerjaan. [2] Penyedia Barang dan jasa, adalan badan usaha, termasuk BUMN, badan hukum, atau orang perseorangan/subjek hukum yang kegiatan usahanya menyediakan barang dan jasa. [3] Anak Perusahaan adalah anak Perusahaan BUMN yang sahamnya minimum 90% dimiliki oleh BUMN. C. Cara Memborongkan Pekerjaan Tahapan awal yang dilakukan sebelum melakukan pemborongan pekerjaan adalah melakukan penyaringan pemborong. Penyaringan pemborong menurut Djumialdji, terdiri atas tiga, yaitu: 1. Kualifikasi, yaitu penyaringan pemborong menurut kemampuannya dalam jangka waktu panjang, misalnya lima tahun. 2. Prakualifikasi, yaitu penyaringan pemborong menurut kemampunannya dalam jangka waktu pendek, yaitu kurang dari lima tahun. 3. Klasifikasi, yaitu penyaringan pemborongan menurut spesialisasinya, seperti pemborong spesialis bidang kelistrikan Djumialdji 1, Op.Cit., hlm.48

12 Di Indonesia, penyaringan pemborong termasuk prakualifikasi karena jangka waktunya kurang dari lima tahun. Prakualifikasi meliputi kegiatan: a. Registrasi, yaitu pencatatan dan pendaftaran data calon pemborong b. Klasifikasi, yaitu pengelolaan perusahaan bidangn sub bidang, dan lingkup pekerjaan. c. Kualifikasi, yaitu penilaian serta penggolongan perusahaan menurut tingkat kemampuan dasarnya pada masing-masing bidang, sub bidang dan lingkup pekerjaannya. 28 Pasal 56 Perpres No. 70 Tahun 2012 disebutkan bahwa kualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari Penyedia Barang/Jasa.Kualifikasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu prakualifikasi atau pascakualifikasi. Prakualifikasi adalah proses penilaian kualifikasi yang dilakukan sebelum pemasukan penawaran. Sedangkan pasca kualifikasi adalah penilaian kualifikasi yang dilakukan setelah pemasukan penawaran. Cara memborongkan pekerjaan menurut Perpres No. 70 Tahun 2012 (perubahan kedua atas Perpres No. 54 tahun 2010) pada Pasal 35 ayat (3), ada lima cara memborongkan pekerjaan atau dengan kata lain ada lima macam cara pengadaan barang dan jasa dalam pekerjaan konstruksi, yaitu: 1) Pelelangan umum 2) Pelelangan terbatas 3) Pemilihan langsung 4) Penunjukan langsung 5) Pengadaan langsung 28 Ibid., hlm.49

13 Penjelasan mengenai cara memborongkan pekerjaan diatas dapat diuraikan sebagai berikut: a) Pelelangan umum Pasal 1 angka 23 Perpres No. 70 Tahun 2012 dinyatakan bahwa pelelangan umum adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memenuhi syarat. Keikutsertaan dalam pelelangan umum dilakukan dengan penawaran tertulis. Penawaran berdasarkan syarat mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan atau barang yang akan dibeli dan ketentuan lainnya. Syarat tersebut dapat diketahui oleh para peminat melalui: (1) Pengumuman Kepala Kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek menyampaikan pengumuman secara luas melalui media masa, media cetak dan papan pengumuman resmi untuk penerangan sehingga masyarakat luas dunia usaha dapat mengetahuinya. (2) Penjelasan Kepala Kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek memberikan penjelasan kepada rekanan yang berminat dan memenuhi kualifikasi. 29 b) Pelelangan terbatas 29 Ibid., hlm.90

14 Pasal 1 angka 24 Perpres No. 70 Tahun 2012 memberikan pengertian pelelangan terbatas adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi dengan jumlah Penyedia yang mampu melaksanakan diyakini terbatas dan untuk pekerjaan yang kompleks. Pelelangan terbatas jumlah pesertanya relatif lebih sedikit karena peserta yang ikut adalah peserta yang diundang saja. Penetapan pemenang lelang akan lebih mudah karena setiap peserta diketahui kemampuannya. c) Pemilihan langsung Pasal 1 angka 26 Perpres No. 70 Tahun 2012 dinyatakan bahwa pengertian Pemilihan Langsung adalah metode pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp ,00 (lima milyar rupiah).pemilihan Langsung dilakukan melalui proses pascakualifikasi. Pemilihan Langsung diumumkan sekurang-kurangnya di website Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi, papan pengumuman resmi untuk masyarakat, dan Portal Pengadaan Nasional melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Dalam Pemilihan Langsung ini tidak ada negosiasi teknis dan harga. d) Penunjukan Langsung Penunjukan langsung menurut pasal 1 angka 31 Perpres No. 70 Tahun 2012, adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan cara menunjuk

15 langsung satu Penyedia Barang/Jasa. Pengaturan lebih lanjut mengenai penunjukan langsung, terdapat dalam pasal 38 Perpres No. 70 Tahun 2012 yaitu sebegai berikut: Penunjukan Langsung terhadap satu Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dapat dilakukan dalam hal: (1) Keadaan tertentu Kriteria keadaan tertentu yang dimaksud adalah: (a) Penanganan darurat yang tidak bisa direncanakan sebelumnya dan waktu penyelesaian pekerjaannya harus segera/tidak dapat ditunda untuk: [1] Pertahanan negara; [2] Keamanan dan ketertiban masyarakat; [3] Keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda/harus dilakukan segera, termasuk: [a] Akibat bencana alam dan/atau bencana non alam dan/atau bencana sosial; [b] Dalam rangka pencegahan bencana;dan/atau [c] Akibat kerusakan sarana/prasarana yang dapat menghentikan kegiatan pelayanan publik. (b) Pekerjaan penyelenggaraan penyiapan konferensi yang mendadak untuk menindaklanjuti komitmen internasional dan dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden; (c) Kegiatan menyangkut pertahanan negara yang ditetapkan oleh Menteri Pertahanan serta kegiatan yang menyangkut keamanan dan ketertiban masyarakat yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; (d) Kegiatan bersifat rahasia untuk kepentingan intelijen dan/atau perlindungan saksi sesuai dengan tugas yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; atau (e) Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa Lainnya karena 1 (satu) pabrikan, 1 (satu) pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang pelelangan untuk mendapatkan izin dari pemerintah. (2) Pengadaan Barang khusus/pekerjaan Konstruksi khusus/ Jasa Lainnya yang bersifat khusus. Kriteria yang dimaksud dengan sifat khusus ini adalah: (a) Barang/Jasa Lainnya berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah; (b) Pekerjaan Konstruksi bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan

16 bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat direncanakan/diperhitungkan sebelumnya (unforeseen condition); (c) Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bersifat kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi khusus dan hanya ada 1 (satu) Penyedia yang mampu; (d) Pekerjaan Pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan habis pakai dalam rangka menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat yang jenis dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan; (e) Pengadaan kendaraan bermotor dengan harga khusus untuk pemerintah yang telah dipublikasikan secara luas kepada masyarakat; (f) Sewa penginapan/hotel/ruang rapat yang tarifnya terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat; (g) Lanjutan sewa gedung/kantor dan lanjutan sewa ruang terbuka atau tertutup lainnya dengan ketentuan dan tata cara pembayaran serta penyesuaian harga yang dapat dipertanggungjawabkan; atau (h) Pekerjaan pengadaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum di lingkungan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang dilaksanakan oleh pengembang/developer yang bersangkutan. 30 Penunjukan Langsung dilakukan dengan mengundang satu Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang dinilai mampu melaksanakan pekerjaan dan/atau memenuhi persyaratan. Penunjukan tersebut didasarkan pada penilaian terhadap rekanan yang sudah pernah bekerja sama dengan pihak pengguna barang dan jasa sebelumnya, dan rekanan yang memenuhi persyaratanlah yang ditunjuk sebagai penyedia barang dan jasadalam pekerjaan tersebut. Penunjukan Langsung dilakukan dengan negosiasi baik teknis maupun harga sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. e) Pengadaan langsung 30 Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa

17 Pasal 1 angka 32 Perpres No. 70 Tahun 2012 disebutkan bahwa pengadaan langsung adalah Pengadaan Barang/Jasa langsung kepada Penyedia Barang/Jasa, tanpa melalui Pelelangan/Seleksi/Penunjukan Langsung.Pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi dengan metode Pengadaan Langsung dilakukan sebagai berikut: (1) Pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan bukti pembelian dan kuitansi, serta Pengadaan Pekerjaan Konstruksi yang menggunakan kuitansi; (2) Permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga kepada Penyedia untuk Pengadaan Langsung yang menggunakan SPK. Cara pengadaan barang dan jasa Menurut Peraturan Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara, ada empat jenis, yaitu: (a) Pelelangan terbuka atau seleksi terbuka untuk jasa konsultan (b) Pemilihan langsung atau seleksi langsung (c) Penunjukan langsung (d) Pembelian langsung Penjelasan mengenai cara memborongkan pekerjaan diatas dapat diuraikan sebagai berikut: [1] Pelelangan terbuka atau seleksi terbuka untuk jasa konsultan Pasal 5 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri BUMN No. PER- 05/MBU/2008 menyebutkan bahwa pelelangan terbuka atau seleksi terbuka

18 untuk jasa konsultanyaitu diumumkan secara luas melalui media massa guna memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa yang memenuhi kualifikasi untuk mengikuti pelelangan. [2] Pemilihan langsung Pasal 5 ayat (2) huruf b Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2008 menyebutkan bahwa pemilihan langsung atau seleksi langsung untuk pengadaan jasa konsultan, adalah pengadaan barang dan jasa yang ditawarkan kepada beberapa pihak terbatas sekurang-kurangnya 2 (dua) penawaran. [3] Penunjukan Langsung Menurut pasal 5 ayat (2) huruf c Peraturan Menteri BUMN No. PER- 05/MBU/2008, Penunjukan Langsung yaitu pengadaan barang atau jasa yang dilakukan secara langsung dengan menunjuk satu penyedia barang dan jasa atau melalui beauty contest. Berdasarkan Pasal 9 Permen BUMN No. PER-05/MBU/2008 mengenai penunjukan langsung, dijelaskan bahwa penunjukan langsung dilakukan sebagai berikut: [a] Pengadaan barang dan jasa melalui penunjukan langsung dilakukan dengan menunjuk langsung satu atau lebih penyedia barang dan jasa. [b] Penunjukan langsung hanya dapat dilakukan sepanjang Direksi terlebih dahulu merumuskan ketentuan internal dan kriteria yang memenuhi ketentuan sebagaimana yang tercantum di dalam prisip umum dan tujuan pengaturan peraturan menteri tersebut. [c] Penunjukan langsung dapat dilakukan apabila memenuhi minimal salah satu persyaratan sebagai berikut: a} Barang dan jasa yang dibutuhkan bagi kinerja utama perusahaan dan tidak dapat ditunda keberadaannya (business critical asset). b} Penyedia barang dan jasa dimaksud hanya satu-satunya (barang spesifik).

19 c} Barang dan jasa yang bersifat knowledge intensive dimana untuk mengunakan dan memelihara produk tersebut membutuhkan kelangsungan pengetahuan dari penyedia barang dan jasa. d} Bila pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan cara pelelagan terbuka dan pemilihan langsung telah dua kali dilakukan namun peserta pelelangan atau pemilihan langsung tidak memenuhi kriteria atau tidak ada pihak yang mengikuti pelelangan atau pemilihan langsung, sekalipun ketentuan dan syarat-syarat telah memenuhi kewajaran. e} Barang dan jasa yang dimiliki oleh pemegang hak atas kekayaan intelektual (HAKI) atau barang yang memiliki jaminan (warranty) dari Original Equipment Manufacturer. f} Penanganan darurat untuk keamanan, keselamatan masyrakat, dan asset strategis perusahaan. g} Barang dan jasa yang merupakan pembelian berulang (repeat order) sepanjang harga yang ditawarkan menguntungkan dengan tidak mengorbankan kualitas barang dan jasa. h} Penanganan darurat akibat bencana alam, baik yang bersifat lokal maupun nasional. i} Barang dan jasa lanjutan yang secara teknis merupakan satu kesatuan yang sifatnya tidak dapat dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya. j} Penyedia barang dan jasa adalah BUMN atau Anak Perusahaan sepanjang barang dan/atau jasa yang dibutuhkan merupakan produk atau layanan dari BUMN atau Anak Perusahaan dimaksud dengan ketentuan apabila BUMN dan/atau Anak Perusahaan yang memproduksi atau memberi pelayanan yang dibutuhkan lebih dari satu, maka harus dilakukan pemilihan langsung terhadap BUMN dan/atau Anak Perusahaan tersebut. 31 [4] Pembelian Langsung Pasal 5 ayat (2) huruf d Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2008 menyebutkan bahwa Pembelian Langsung adalah pembelian terhadap barang yang terdapat di pasar, dengan demikian nilainya berdasarkan harga pasar. Pelelangan umum di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah pada intinya sama dengan pelelangan terbuka yang terdapat di dalam keputusan 31 Permen BUMN No. PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara

20 menteri BUMN, yaitu sama-sama membuka kesempatan sebesar-besarnya untuk para penyedia barang/jasa yang memenuhi syarat untuk mengikuti lelang. Pemilihan langsung di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, membuka kesempatan kepada pihak yang memenuhi kualifikasi untuk ikut di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, dengan cara mengumumkannya. Tetapi di dalam pengadaan barang dan jasa berdasarkan keputusan menteri BUMN, dalam pemilihan langsung hanya ditawarkan kepada beberapa pihak terbatas sekurang-kurangnya dua penawaran. Penunjukan langsung di dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah dan di dalam peratura menteri BUMN sama-sama menunjuk satu penyedia barang dan jasa, dan didasarkan pada penilaian terhadap rekanan yang sudah pernah bekerja sama dengan pihak pengguna barang dan jasa sebelumnya, dan rekanan yang memenuhi persyaratanlah yang ditunjuk sebagai penyedia barang dan jasadalam pekerjaan. D. Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Para pihak dalam perjanjian pemborongan pekerjaan, baik yang memborongkan maupun pihak pemborong mempunyai tanggung jawab dalam pelaksanaan pekerjaannya. 1. Tanggung Jawab Pihak Yang Memborongkan Pasal 1606 dan 1607 KUH Perdata menyebutkan dalam hal kontraktor melakukan pekerjaan saja, maka jika pekerjaan itu musnah sebelum pekerjaan itu diserahkan maka ia bertanggung jawab dan tidak dapat menuntut harga yang

21 diperjanjikan, kecuali apabila musnahnya barang itu karena cacat yang terdapat di dalam bahan yang disediakan oleh pemberi tugas, maka yang bertanggung jawab adalah pemberi tugas. Pihak yang memborongkan juga memiliki tanggung jawab terhadap perbuatan yang melawan hukum dari pihak pemborong yang ditugaskan menyebabkan kerugian kepada pihak ketiga atau orang lain serta perbuatan wajar yang dilakukan pemborong yang dapat menimbulkan perbuatan melawan hukum. 2. Tanggung Jawab Pemborong Menurut pasal 1609 KUH Perdata, jika suatu gedung yang telah diborongkan dengan harga tertentu seluruhnya atau sebagian musnah disebabkan karena cacat di dalam penyusunannya atau karena tidak sanggup tanahnya untuk mendukung bangunan itu maka para ahli bangunannya (boumeester) serta kontraktornya bertanggung jawab untuk itu selama 10 tahun. Pemborong juga mempunyai tanggung jawab dalam perbuatan melawan hukum dari pekerjaan yang ditugaskan oleh yang memborongkan dan perbuatan melawan hukum dari tenaga kerja yang dipakai. Mengenai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang menjadi tanggung jawab pihak yang memborongkan maupun pihak pemborong dapat dijumpai dalam Pasal 1365 dan Pasal 1367 KUH Perdata yang dinyatakan sebagai berikut: a. Pasal 1365 KUH Perdata: Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.

22 b. Pasal 1367 KUH Perdata: Seorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. E. Berakhirnya Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Berakhirnya perjanjian diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata mengenai hapusnya perikatan, dikatakan bahwa: Perikatan-perikatan hapus; karena pembayaran; karena penawaran pembayara tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; karena pembaharuan utang; karena perjumpaan utang atau kompensasi; karena percampuran utang; karena pembebasan utangnya; karena musnahnya barang yang terutang; karena kebatalan atau pembatalan; karena berlakunya suatu syarat batal yang diatur dalam bab ke satu buku ini; karena liwatnya waktu, hal mana akan diatur dalam bab tersendiri. Subekti menjelaskan pengertian masing-masing poin di dalam pasal tersebut sebagai berikut: Pembayaran yang dimaksudkan oleh Undang-Undang dengan kata pembayaran ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi. Jadi perkataan pembayaran itu oleh Undang-Undang tidak melulu ditujukan pada penyerahan uang saja, tetapi penyerahan tiap barang menurut perjanjian, dinamakan pembayaran. Bahkan si pekerja yang melakukan pekerjaannya untuk majikannya dikatakan membayar. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan ini, suatu cara pembayaran untuk menolong si berhutang dalam hal si berpiutang tidak suka menerima pembayaran. Barang yang hendak dibayarkan itu diantarkan pada si berpiutang atau ia peringatkan untuk mengambil barang itu dari suatu tempat. Jikalau ia tetap menolaknya, maka barang itu disimpan di suatu tempat atas tanggungan si berpiutang. Penawaran dan peringatan tersebut harus dilakukan secara resmi. Pembaruan utang merupakan suatu perjanjian baru yang menghapuskan suatu perikatan lama, sambil meletakkan suatu perikatan baru. Menurut pasal 1415, kehendak untuk mengadakan suatu pembaharuan utang itu, harus ternyata

23 secara jelas dari perbuatan para pihak (dalm hal ini perkataan akte berarti perbuatan). Kompensasi atau perhitungan timbal balik yaitu jika seseorang yang berhutang, mempunyai suatu piutang pada si berpiutang, sehingga dua orang itu sama-sama berhak untuk menagih puitang satu kepada yang lainnya, maka hutang piutang antara kedua orang itu dapat diperhitungkan untuk suatu jumlah yang sama. Menurut pasal 1426 KUH Perdata perhitungan itu terjadi dengan sendirinya. Artinya tidak perlu para pihak menuntut diadakannya perhitungan itu. Untuk perhitungan itu juga tidak diperlukan bantuan dari siapapun. Untuk dapat diperhitungkan satu sama lain, kedua piutang itu harus mengenai utang atau mengenai sejumlah barang yang semacam, misalnya beras atau hasil bumi lainnya dari suatu kwalitet. Lagi pula kedua piutang itu harus dapat dengan seketika ditetapkan jumlahnya dan seketika dapat ditagih. Percampuran utang terjadi misanya jika si berutang kawin dalam percampuran kekayaan dengan si berpiutang atau jika si berhutang menggantikan hak-hak si berpiutang karena menjadi warisnya ataupun sebaliknya. Pembebasan utang merupakan suatu perjanjian baru dimana si berpiutang dengan suka rela membebaskan si berhutang dari segala kewajibannya. Perikatan utang piutang itu telah hapus karena pembebasannya itu diterima baik oleh si berhutang, sebab ada juga kemungkinan seseorang yang berhutang tidak suka dibebaskan dari utangnya. Hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian menurut pasal 1444, jika suatu barang tertentu yang dimaksudkan dalam suatu perjanjian hapus atau karena suatu larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tidak boleh diperdagangkan atau hilang hingga tidak terang keadannya, maka perikatan menjadi hapus, asal saja hapus atau hilangnya barang itu sama sekali diluar kesalahan si berhutang dan sebelumnya ia lalai menyebabkannya. Pembatalan perjanjian sebagaimana telah diterangkan, perjanjianperjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang menurut undang-undang tidak cakap untuk bertindak sendiri, begitu pula yang dibuat karena paksaan, kekhilafan atau penipuan atau pun mempunyai sebab yang bertentangan dengan undangundang, kesusilaan atau ketertiban umum, dapat dibatalkan. Pembatalan ini pada umumnya berakibat, bahwa keadaan antara kedua pihak dikembalikan seperti pada saat perjanjian belum dibuat. 32 Kontrak bangunan dapat berakhir karena beberapa sebab disamping yang telah diatur di dalam pasal 1381 tersebut. Secara khusus KUH Perdata menguraikan beberapa alasan putusnya suatu perjanjian pemborongan berdasarkan pasal 1611 dan 1612 KUH Perdata. 32 Subekti, Op.Cit., hlm.152

24 Menurut Djumialdji, perjanjian pemborongan dapat berakhir dalam hal-hal sebagai berikut: 1. Pekerjaan telah diselesaikan oleh pemborong setelah masa pemeliharaan selesai atau dengan kata lain pada penyerahan kedua dan harga borongan telah dibayar oleh pihak yang memborongkan. Di dalam perjanjian pemborongan, dikenal ada dua macam penyerahan: a. Penyerahan pertama yaitu penyerahan fisik setelah selesai 100%. b. Penyerahan kedua yaitu penyerahan pekerjaan setelah masa pemeliharaan selesai. 2. Pembatalan perjanjian pemborongan Menurut pasal 1611 KUH Perdata, disebutkan: Pihak yang memborongkan jika dikehedakinya demikian, boleh menghentikan pemborongannya meskipun pekerjaan telah dimulai, asal dia memberikan gati rugi sepenuhnya kepada si pemborong untuk segala biaya yang telah dikeluarkannya guna pekerjaannya serta untuk keuntungan yang terhitung karenanya. 3. Kematian pemborong Menurut pasal 1612 KUH Perdata bahwa pekerjaan berhenti dengan meninggalnya si pemborong. Di sini pihak yang memborongkan harus membayarkan pekerjaan yang telah diselesaikan, juga bahan-bahan yang telah disediakan. Demikian juga ahli waris pemborong tidak boleh melanjutkan pekerjaan tersebut tanpa seizin yang memborongkan. Sebaliknya, dengan meninggalnya pihak yang memborongkan, maka perjanjian pemborongan tidak berakhir. Oleh karena itu ahli waris dari yang memborongkan harus melanjutkan atau membatalkan dengan kata sepakat kedua belah pihak. Pada waktu sekarang pemborong adalah berbentuk badan hukum, maka dengan meninggalnya pemborong, perjanjian pemborongan tidak akan berakhir karena pekerjaan dapat dilanjutkan anggota lain dari badan hukum tersebut. 4. Kepailitan 5. Pemutusan perjanjian pemborongan Pemutusan perjanjian pemborongan ini karena adanya wanprestasi. Pemutusan perjanjian pemborongan ini untuk waktu yang akan dating, dengan kata lain pekerjaan yang belum dikerjakan yang diputuskan, namun mengenai pekerjaan yang telah dikerjakan akan tetap dibayar. 6. Persetujuan kedua belah pihak. 33 Badrulzaman apabila: Berakhirnya suatu perjanjian pemborongan menurut Mariam Darus a. Proyek telah selesai dikerjakan dan masa pemeliharaan telah berakhir. Penyerahan bangunan dilakukan oleh pihak pemborong kepada pihak pemberi 33 Djumialdji 1, Op.Cit., hlm.20

25 tugas setelah proyek bangunan selesai secara keseluruhan yang dinyatakan dengan berita acara serah terima proyek yang ditandatangani untuk kedua belah pihak serta dilampiri berita acara hasil pemeriksaan oleh tim peneliti serah terima proyek. b. Pihak aanbesteder menghentikan pemberi pemborongannya meskipun pekerjaannya telah dimulai, asal ia memberikan ganti rugi sepenuhnya kepada pemborong untuk segala biaya yang telah dikeluarkannya guna pekerjaannya, secara keuntungan yang hilang karenanya. (Pasal 1611 KUH Perdata) c. Pemborongan juga dapat berakhir melalui putusan pengadilan, yaitu apabila yang telah dikerjakan oleh pemborong tidak sesuai dengan isi perjanjian meskipun telah diperingati beberapa kali maka dalam hal ini pemberi tugas dapat meminta pengadilan supaya hubungan kerja diputuskan meskipun pekerjaan memberikan ganti kerugian sepenuhnya kepada pemborong guna pelaksanaan pekerjaan. 34 Masa hapusnya perjanjian dapat juga disebut hapusnya perjanjian, yang berarti bahwa menghapuskan semua pernyataan kehendak para pihak yang telah dituangkan ke dalam persetujuan. Dan dengan hapusnya perjanjian, persetujuan yang bersangkutan tidak lagi mempunyai kekuatan pelaksanaan. 34 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumni, 1994) hlm.65

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.368, 2014 KEUANGAN. Perbendaharaan Negara. Pengadaan Barang/Jasa. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5642) PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 172 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH MELALUI PENGADAAN LANGSUNG DI KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan; BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA A. Pengertian Pemborongan Kerja Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam yaitu : 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa

Lebih terperinci

E-PURCHASING DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang)

E-PURCHASING DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang) E-PURCHASING DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang) Abstrak Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah dikembangkan satu sistem pengadaan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 475 TAHUN 2014

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 475 TAHUN 2014 BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 475 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SLAMET GARUT DENGAN STATUS POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN. Oleh: Taufik Dwi Laksono. Abstraksi

PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN. Oleh: Taufik Dwi Laksono. Abstraksi PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN Oleh: Taufik Dwi Laksono Abstraksi Pemahaman terhadap perjanjian pemborongan yang dibuat oleh penyedia dan pengguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka percepatan pelaksanaan Belanja Negara/Daerah perlu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka percepatan pelaksanaan Belanja Negara/Daerah perlu - 4 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka percepatan pelaksanaan Belanja Negara/Daerah perlu percepatan pelaksanaan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan,

Lebih terperinci

Tugas dan Kewenangan PA/KPA, PPK, ULP, dan PPHP dalam Pengadaan Barang/Jasa

Tugas dan Kewenangan PA/KPA, PPK, ULP, dan PPHP dalam Pengadaan Barang/Jasa Tugas dan Kewenangan PA/KPA, PPK, ULP, dan PPHP dalam Pengadaan Barang/Jasa DASAR HUKUM - Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah - Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun

Lebih terperinci

AUDIT ATAS PERSIAPAN PEMILIHAN PENYEDIA BARANG/JASA

AUDIT ATAS PERSIAPAN PEMILIHAN PENYEDIA BARANG/JASA AUDIT ATAS PERSIAPAN PEMILIHAN PENYEDIA BARANG/JASA Audit atas persiapan pemilihan barang/jasa meliputi audit atas organisasi pengadaan, rencana pemilihan penyedia barang/jasa, sistem pengadaan, jadwal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Penjelasan tentang proyek yang akan dikerjakan. Panitia lelang nengumumkan kontraktor yang lolos dalam tahap pra kualifikasi

Penjelasan tentang proyek yang akan dikerjakan. Panitia lelang nengumumkan kontraktor yang lolos dalam tahap pra kualifikasi PROSES TENDER KONTRAKTOR Kontrak kerja konstruksi dibuat sebagai dasar hukum dan pedoman pelaksanaan bagi kontraktor yang diberikan oleh pemilik proyek, kontrak kerja konstruksi juga dapat berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1226, 2014 LKPP. Barang/Jasa. Pengadaan. Pemerintah. Daftar Hitam. PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG DAFTAR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROSES PENGADAAN BARANG/JASA DENGAN METODE PENGADAAN LANGSUNG

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROSES PENGADAAN BARANG/JASA DENGAN METODE PENGADAAN LANGSUNG SALINAN NOMOR 33, 2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROSES PENGADAAN BARANG/JASA DENGAN METODE PENGADAAN LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

TUJUAN PELATIHAN. Setelah Materi Ini Disampaikan, Diharapkan Peserta Mampu Mengetahui dan Memahami :

TUJUAN PELATIHAN. Setelah Materi Ini Disampaikan, Diharapkan Peserta Mampu Mengetahui dan Memahami : 1 TUJUAN PELATIHAN Setelah Materi Ini Disampaikan, Diharapkan Peserta Mampu Mengetahui dan Memahami : Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Tender/Seleksi Gagal Serta Tindak Lanjutnya Pelaksanaan Kontrak 2 Pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA DANA ANGGARAN

Lebih terperinci

Prosedur Mutu Pengadaan Barang/Jasa PM-SARPRAS-01

Prosedur Mutu Pengadaan Barang/Jasa PM-SARPRAS-01 Prosedur Mutu Pengadaan Barang/Jasa Telp. (024) 8508081, 86458337, Fax. (024) 85081. http://www.unnes.ac.id 2 dari 8 1. TUJUAN Prosedur ini ditetapkan agar proses pengadaan barang/jasa di lingkungan Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, Universitas 2009 Indonesia. Bakti, 1998), hal. 12.

BAB 1 PENDAHULUAN. Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, Universitas 2009 Indonesia. Bakti, 1998), hal. 12. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh

Lebih terperinci

UNIT LAYANAN PENGADAAN IPB MAKALAH [MATRIKS PERUBAHAN PERPRES NO.4 TAHUN PEMERINTAH] Di Susun oleh : Anwar Syam

UNIT LAYANAN PENGADAAN IPB MAKALAH [MATRIKS PERUBAHAN PERPRES NO.4 TAHUN PEMERINTAH] Di Susun oleh : Anwar Syam 2015 UNIT LAYANAN PENGADAAN IPB MAKALAH [MATRIKS PERUBAHAN PERPRES NO.4 TAHUN 2015 TERHADAP PERPRES NO.54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH] Di Susun oleh : Anwar Syam Kata Pengantar

Lebih terperinci

Kebijakan Pengadaan Barang dan/atau Jasa PT Indofarma (Persero) Tbk

Kebijakan Pengadaan Barang dan/atau Jasa PT Indofarma (Persero) Tbk Kebijakan Pengadaan Barang dan/atau Jasa PT Indofarma (Persero) Tbk Sebagai Badan Usaha Milik Negara, pembiayaan untuk Pengadaan Barang dan/atau Jasa di PT Indofarma (Persero) Tbk bersumber dari anggaran

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG 9 5 BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN PENAJAM PASER

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Perbendaharaan Negara. Pengadaan Barang/Jasa. Pemerintah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5334) PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pengadaan Barang/Jasa

Lebih terperinci

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/ /JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG DALAM PENGADAAN BARANG/ /JASA PEMERINTAH

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/ /JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG DALAM PENGADAAN BARANG/ /JASA PEMERINTAH LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/ /JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGAA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG DAFTAR HITAM DALAM PENGADAAN BARANG/

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTA H REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2000

PERATURAN PEMERINTA H REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2000 PERATURAN PEMERINTA H REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2010 TENTANG pkumham.go PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BERDASARKAN PERPRES NOMOR 54 TAHUN Oleh : Rusdianto S., S.H., M.H. 1

PROSEDUR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BERDASARKAN PERPRES NOMOR 54 TAHUN Oleh : Rusdianto S., S.H., M.H. 1 1 PROSEDUR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BERDASARKAN PERPRES NOMOR 54 TAHUN 2010 Oleh : Rusdianto S., S.H., M.H. 1 A. PELAKSANAAN, OBJEK DAN PARA PIHAK DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Pengadaan

Lebih terperinci

11. PELAKSANAAN PENGADAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG DAN PENGADAAN LANGSUNG

11. PELAKSANAAN PENGADAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG DAN PENGADAAN LANGSUNG 11. PELAKSANAAN PENGADAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG DAN PENGADAAN LANGSUNG a. Pelaksanaan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Melalui Penunjukan Langsung Untuk Penanganan Darurat 1) Setelah

Lebih terperinci

7. PELAKSANAAN PENGADAAN JASA LAINNYA MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG ATAU PENGADAAN LANGSUNG

7. PELAKSANAAN PENGADAAN JASA LAINNYA MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG ATAU PENGADAAN LANGSUNG 7. PELAKSANAAN PENGADAAN JASA LAINNYA MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG ATAU PENGADAAN LANGSUNG a. Pelaksanaan Pengadaan Melalui Penunjukan Langsung Untuk Penanganan Darurat 1) Setelah adanya pernyataan darurat

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 1130 TAHUN 2014 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 59 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang :

Lebih terperinci

12. PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG ATAU PENGADAAN LANGSUNG

12. PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG ATAU PENGADAAN LANGSUNG 12. PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG ATAU PENGADAAN LANGSUNG a. Pelaksanaan Pengadaan Melalui Penunjukan Langsung Untuk Penanganan Darurat 1) Setelah adanya pernyataan darurat dari

Lebih terperinci

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR : 14 TAHUN 2015 TENTANG E-PURCHASING DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

-1- LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

-1- LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH -1- LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PENYELENGGARAAN TATA NASKAH DINAS PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH MELALUI METODE PEMILIHAN PENYEDIA BARANG/JASA SECARA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 135 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR SALINAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DI DENGAN

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

- 1 - PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH - 1 - PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Pengadaan Barang/Jasa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2015 LKPP. Barang/Jasa Pemerintah. ULP. Pengadaan. Perubahan. PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

12. PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG ATAU PENGADAAN LANGSUNG

12. PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG ATAU PENGADAAN LANGSUNG 12. PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG MELALUI PENUNJUKAN LANGSUNG ATAU PENGADAAN LANGSUNG a. Pelaksanaan Pengadaan Melalui Penunjukan Langsung Untuk Penanganan Darurat 1) Setelah adanya pernyataan darurat dari

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KEWENANGAN PENGADAAN BARANG / JASA PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT DAERAH KALISAT KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pengadaan Barang/Jasa

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Kedudukan,

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Kedudukan, No.1734, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERA. Barang/Jasa. Pengadaan. Unit Pelayanan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN

Lebih terperinci

BUPATI OGAN ILIR PERATURAN BUPATI OGAN ILIR NOMOR : 12 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI OGAN ILIR PERATURAN BUPATI OGAN ILIR NOMOR : 12 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI OGAN ILIR PERATURAN BUPATI OGAN ILIR NOMOR : 12 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI OGAN ILIR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PENGELOLA LAYANAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERJA UNIT LAYANAN PENGADAAN KOTA YOGYAKARTA

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERJA UNIT LAYANAN PENGADAAN KOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERJA UNIT LAYANAN PENGADAAN KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN 23 BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN A. Bentuk dan Isi Pemberian Kuasa Apabila dilihat dari cara terjadinya, perjanjian pemberian kuasa dibedakan menjadi enam macam yaitu: 28

Lebih terperinci

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian kontrak, tetapi menurut Para pakar hukum bahwa kontrak adalah

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGADAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN CARA PENUNJUKAN LANGSUNG NoDokumen :BRR NIAS/SOP/DRAFT Revisi ke : R-00 Tgl. Berlaku : Maret 2007 Tanggal :

PROSEDUR PENGADAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN CARA PENUNJUKAN LANGSUNG NoDokumen :BRR NIAS/SOP/DRAFT Revisi ke : R-00 Tgl. Berlaku : Maret 2007 Tanggal : 1 Tujuan Untuk menjamin bahwa pelaksanaan proses Penunjukan Langsung sesuai dengan peraturan per undang-undangan yang berlaku, harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. 2 Ruang Lingkup

Lebih terperinci

Perubahan Kedua Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010

Perubahan Kedua Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Perubahan Kedua Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Peraturan Presiden No. 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah

Lebih terperinci

Kementerian/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat daerah/institusi Lainnya

Kementerian/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat daerah/institusi Lainnya MENCERMATI PERUBAHAN DALAM PERATURAN PRESIDEN NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh :

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1412, 2013 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. ULP. Barang/Jasa. Pemerintah. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

BERITA NEGARA. No.1412, 2013 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. ULP. Barang/Jasa. Pemerintah. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1412, 2013 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. ULP. Barang/Jasa. Pemerintah. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Teori 2.1.1 Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan mengenai perjanjian pada umumnya, diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pengadaan

Lebih terperinci

TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA, PERATURAN PRESIDEN NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010

Lebih terperinci

NEGOSIASI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Oleh Abu Sopian Widyaiswara pada Balai Diklat Keuangan Palembang

NEGOSIASI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Oleh Abu Sopian Widyaiswara pada Balai Diklat Keuangan Palembang NEGOSIASI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Oleh Abu Sopian Widyaiswara pada Balai Diklat Keuangan Palembang Kata Kunci Pelelangan umum, pelelangan terbatas, pelelangan sederhana, pemilihan langsung,

Lebih terperinci

PROSEDUR MUTU PENGADAAN BARANG / JASA MELALUI PENYEDIA

PROSEDUR MUTU PENGADAAN BARANG / JASA MELALUI PENYEDIA Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 85080 PM-AKD- 1 dari 9 Maret 22 1. TUJUAN Prosedur ini ditetapkan agar proses pengadaan barang / jasa di Lingkungan Universitas Negeri Semarang dapat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: Keppres 80-2003 lihat: Perpres 32-2005::Perpres 8-2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR PER- 05 /MBU/2008 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR PER- 05 /MBU/2008 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA NOMOR PER- 05 /MBU/2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA MENTERI NEGARA, Menimbang : a. bahwa pengadaan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

musimm dan pupuk; berdasarkan Perubahan Presiden Nomor

musimm dan pupuk; berdasarkan Perubahan Presiden Nomor PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 172 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHAA

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

Barang/Jasa Pemerintah perlu penyempurnaan pengaturan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

Barang/Jasa Pemerintah perlu penyempurnaan pengaturan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya

Walikota Tasikmalaya Walikota Tasikmalaya PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 68 Tahun 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

- 1 - SUSUNAN DALAM SATU NASKAH PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN

- 1 - SUSUNAN DALAM SATU NASKAH PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN - 1 - SUSUNAN DALAM SATU NASKAH PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 35 TAHUN 2011 DAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 70 TAHUN 2012

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pengadaan Barang/Jasa

Lebih terperinci

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN 9 BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Hukum Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Kaitannya dengan Perikatan Mengenai perjanjian diatur dalam

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2014

PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2014 SALINAN PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BAGIAN I

PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BAGIAN I 010 PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BAGIAN I MODUL MODUL PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BAGIAN I Pelatihan Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah Tingkat Dasar/Pertama LKPP Lembaga Kebijakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 27

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 27 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 27 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENGENDALIAN KEGIATAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.186, 2015 KEMENPAN-RB. Unit Layanan Pengadaan. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang)

PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang) PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang) Abstrak Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah jika nilai pengadaan barang, pekerjaan konstruksi,

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN SALINAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

Lebih terperinci

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR 5 TAHUN 2015

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR 5 TAHUN 2015 SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 2015 SERI : PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 06. A TAHUN 2015 TENTANG PENGADAAN BARANG / JASA PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI DENGAN

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA KOMISI PEMILIHAN UMUM.

-2- MEMUTUSKAN : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA KOMISI PEMILIHAN UMUM. -2- Kabupaten/Kota sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 22 Tahun 2008; 6. Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 05 Tahun 2012 tentang

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG

BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

Kebijakan Pengadaan Barang dan/atau Jasa PT Indofarma (Persero) Tbk

Kebijakan Pengadaan Barang dan/atau Jasa PT Indofarma (Persero) Tbk Kebijakan Pengadaan Barang dan/atau Jasa PT Indofarma (Persero) Tbk Sebagai Badan Usaha Milik Negara, pembiayaan untuk Pengadaan Barang dan/atau Jasa di PT Indofarma (Persero) Tbk bersumber dari anggaran

Lebih terperinci

BAB II. A. Pengertian Pengadaan Barang/Jasa. Fungsi pemerintahan dijalankan dengan memerlukan logistik, peralatan

BAB II. A. Pengertian Pengadaan Barang/Jasa. Fungsi pemerintahan dijalankan dengan memerlukan logistik, peralatan 21 BAB II PENGATURAN PENGADAAN BARANG/JASA DALAM PERATURAN PRESIDEN NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH A. Pengertian

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1214, 2013 KEMENTERIAN SOSIAL. Pengadaan. Barang/Jasa. Unit Layanan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA

Lebih terperinci

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR KALI DENGAN TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH jdih.bpk.go.id

Lebih terperinci

PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN CARA PENGADAAN LANGSUNG oleh: Abu Sopian, S.H., M.M. Balai Diklat Keuangan Pelembang

PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN CARA PENGADAAN LANGSUNG oleh: Abu Sopian, S.H., M.M. Balai Diklat Keuangan Pelembang PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN CARA PENGADAAN LANGSUNG oleh: Abu Sopian, S.H., M.M. Balai Diklat Keuangan Pelembang Kata Kunci Merek/tipe barang, Harga Perkiraan Sendiri (HPS), Bukti transaksi,

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) BARANG/JASA PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65,2014 KEMEN LH. Unit Layanan Pengadaan. Barang/Jasa. Pemerintah. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN

Lebih terperinci

2. Pemilihan langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp ,00 (seratus juta rupiah);

2. Pemilihan langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp ,00 (seratus juta rupiah); 1 Tujuan Untuk menjamin bahwa pelaksanaan proses Pemilihan Langsung sesuai dengan peraturan per undang-undangan yang berlaku, harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. 2 Ruang Lingkup

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 70 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Lebih terperinci